TBC

Page 1

MENGENAL TUBERKULOSIS

Disusun Oleh :

Karina Agustin 10000010

FALKUTAS KEDOKTERAN NOMMENSEN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN 2012


Jl. Sutomo No. 4A Telepon (061) 4533545 P.O. box 1133 Fax 4533545 Medan 20234 – Indonesia

Medan, 1 November 2012

No

: 002/ISMKI-1/PENDPRO/BEMFKUHN/VII/2012

Lampiran

:-

Hal

: Surat dukungan dekanat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, PembantuDekan III Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen, mendukung mahasiswa yang tercantum dibawah ini :

Nama

: Karina Agustin

NIM

: 10000010

Angkatan

: 2010

Untuk mengikuti kegiatan Lomba Karya Tulis Ilmiah Pendidikan dan Profesi Kedokteran Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia Wilayah 1 (Pendpro ISMKI Wil-1) . Demikian surat dukungan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Wakil Dekan III FKUHN

(dr. Joseph PartogiSibarani) NIP 0128068104

i


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN Jl. Sutomo No.4A telepon (061)45a33545 P.O.Box 1133 Fax a4533545 Medan 20234 – Indonesia Email : fkuhnbem@gmail.com

Medan, 1 November 2012

No

: 002/ISMKI-1/PENDPRO/BEMFKUHN/VII/2012

Lampiran

:-

Hal

: Surat Dukungan BEM

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua BEM Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen , mendukung mahasiswa yang tercantum dibawah ini :

Nama

: Karina Agustin

NIM

: 10000010

Angkatan

: 2010

Untuk mengikuti kegiatan Lomba Karya Tulis Ilmiah Pendidikan dan Profesi Kedokteran Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia Wilayah 1 (Pendpro ISMKI Wil-1) .Demikian surat dukungan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

KETUA BEM FK UHN

( Reka Fa’atulo Halawa ) NIM : 10000033


Jl. Sutomo No. 4A Telepon (061) 4533545 P.O. box 1133 Fax 4533545 Medan 20234 – Indonesia

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Saharnauli Verawaty Simorangkir

Jabatan

: Dosen Falkutas Kedokteran Universitas Nommensen

Judul Karya Tulis Ilmiah : Mengenal Tuberkulosis

Karya tulis ilmiah dari : Nama

: Karina Agustin

NIM

: 10000010

Menyatakan bahwa naskah Karya Tulis Ilmiah dengan judul seperti tersebut diatas telah diperiksa, dikoreksi, dan disetujui oleh pembimbing untuk diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Pendpro ISMKI Wilayah 1.

Medan, 1 November 2012 Hormat Saya,

(dr. Sharnauli Verawaty Simorangkir) Dosen Falkutas Kedokteran Nommensen


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Mengenal Tuberkulosis�. Karya tulis ini disusun dalam rangka mengikuti perlombaan yang diadakan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) wilayah 1. Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Saharnauli Verawaty, dr. Ervina Julien dan dr. Ade Pryta yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan karya tulis ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberi konstribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis yang telah penulis selesaikan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya karya tulis ini. Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan, November 2012 Penulis

ii


RINGKASAN Penyakit menular terkait infeksi salah satu contohnya adalah tuberkulosis, masih menjadi problem kesehatan yang paling disorot di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Data WHO mencatat bahwa pada tahun 2011, kasus baru dan retreatment pada tuberkulosis mencapai angka 318.949. Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui droplet yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita dan terhirup oleh orang yang sehat melalui udara disekelilingnya yang selanjutnya akan mengikuti alur patogenesis berupa tuberkulosis primer dan bila mengalami reaktivasi disebut tuberkulosis sekunder. Penyakit ini bermanifestasi klinis berupa gejala respiratorik yaitu batuk kurang lebih 2 minggu, batuk berdarah, sesak napas dan nyeri dada, dan gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan bakteriologik dengan mengambil dan memeriksa sputum tersangka penyakit tuberkulosis ini. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologi berupa foto thorax PA. Selain itu terdapat pemeriksaan khusus dan pemeriksaan lainnya untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis

Penatalaksaan yang dikenal luas adalah dengan menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) dengan regimen yang umum yaitu Isoniazid, Rimfapisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin. Edukasi kepada penderita perlu diberikan agar tidak menularkan kepada orang lain dan kepada orang sehat agar jangan sampai tertular penyakit tersebut. Prognosis tuberkulosis ini umunya baik apabila infeksi terbatas di paru.

iii


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

i

KATA PENGANTAR ..................................................................................

ii

RINGKASAN ...............................................................................................

iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................

1

BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................

3

2.1 Definisi .............................................................................................

3

2.2 Epidemiologi .....................................................................................

3

2.3 Etiologi dan Cara Penularan ..............................................................

3

2.4 Patogenesis........................................................................................

5

2.4.1 Tuberkulosis Primer ...............................................................

5

2.4.2 Tuberkulosis sekunder ...........................................................

7

2.5 Penegakkan Diagnosis .......................................................................

9

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................

18

2.6.1 Pengobatan ............................................................................

18

2.6.2 Pencegahan ............................................................................

23

2.7 Komplikasi dan Prognosis .................................................................

24

2.7.1 Komplikasi ............................................................................

24

2.7.2 Prognosis ...............................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

25


BAB I PENDAHULUAN

Penyakit menular terkait infeksi masih menjadi problem kesehatan yang paling disorot di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Berbagai faktor dapat menyebabkan mudahnya suatu penyakit ditularkan dari seseorang ke orang lain, beberapa diantaranya: sanitasi lingkungan yang buruk, kemiskinan dan kepadatan penduduk, kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan diri, mobilisasi ke tempat yang memiliki prevalensi tinggi, dan menjadi perhatian saat ini yaitu penyakit HIV/AIDS yang menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh. Penularan penyakit dapat terajdi melalui udara yaitu mikroorganisme atau spora yang berada di udara terhidup oleh orang yang sehat, melalui droplet yaitu inhalasi dari partikel liquid yang mengandung patogen dari orang yang mengalami infeksi ke orang yang sehat1, melalui kontak langsung contohnya kontak kulit dengan penderita, atau kontak tidak langsung melalui benda-benda yang digunakan oleh penderita. Penyakit menular pada sistem respirasi masih menempati posisi yang penting dalam menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas penduduk Indonesia. Beberapa contoh penyakit yang ditularkan melalui udara adalah: (1) Pneumonia, yaitu infeksi pada parenkim paru yang dapat disebabkan oleh berbagai spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit yang menyebabkan pneumonia menjadi bukan penyakit tunggal melainkan sekelompok infeksi spesifik yang masing-masing dengan epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis dan perjalanan klinis yang berlainan2, (2) Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat akut disebabkan oleh coronavirus (SARS-CoV) dengan gejala berupa flu-like sindrom yaitu, demam, myalgia, malaise, menggigil atau rigor3, (3) flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus H5N1 yang bermanifestasi sebagai pneumonia berat dan sering berkembang secara cepat menjadi sindrom distres


pernapasan akut.4 (4) Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala berupa batuk produktif yang bekepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis, disertai dengan gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan.5 Penyakit Tubeculosis masih menjadi

salah satu momok terbesar bagi

bangsa Indonesia, karena masih kurangnya pemberantasan termasuk pencegahan yang dapat dilakukan, terkendala oleh masih

kurangnya penyuluhan kepada

penduduk, kurangnya sanitasi lingkungan serta kemiskinan dan kepadatan penduduk. Penyakit tuberculosis sebenarnya sudah sangat lama dikenal amnusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vetebra yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Sejarah eradikasi TB denagn kemoterapi dimulai pada tahun 1944 ketika seorang perempuan mur 21 tahun dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama Streptomisin yang sebelumnya diisolasi oleh Selman Waksman. Lalu disusul dengan penemuan asam para amino salisilik (PAS), dan kemudian dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid yang signifikan yang dilaporkan oleh Robitzek dan Selikoff 1952. Kemudian diikuti penemuan ebrturut-turut pirazinamid tahun 1954 dan Etambutol 1952, Rifampisin 1963 yang menjadi obat utaam TB sampai saat ini.6

2


BAB II PEMBAHASAN

2. 1

Definisi Tuberculosis Price dan Standridge (2006: 852) mendefinisikan tuberculosis (TBC) sebagai penyakit

infeksi menular

yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis.5 Berkesinambungan dengan pengertian tersebut, Maitra dan Kumar (2007: 544) menuliskan bahwa Tuberculosis

adalah suatu penyakit

granulomatosa kronis yang menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang biasa mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan tubuh. Dan biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.6

2.2

Epidemiologi Tuberculosis7 Laporan World Health Organization (EHO) pada tahun 2012 menyatakan bahwa terdapat 313.601 kasus baru tuberkulosis pada tahun 2011, dimana 63 % dari total kasus tersebut adalah kasus BTA (Basil tahan Asam) positif. Sedangkan kasus relaps setelah pengobatan mencapai 69% dari total yang mengalami retreatment yaitu 7707.7 Walaupun angkaangka tersebut sudah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, namun upaya pemeberantasan dan pencegahan penyakit ini masih sangat perlu dilakukan untuk semakin meminimalisir jumlah mortalitas yang disebabkan oleh penyakit tersebut.

2.3

Etiologi dan Cara Penularan7


Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,30,6/Um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex berdasarkan perbedaan seacra epidemiologi adalah adalah: 1). M. Tuberculosae, 2). Varian Asian 3). Varian African I, 4. Varian African II, 5. M. Bovis. Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah: 1. M. kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra cellulare, 4. M. scrofulaceum, 5. M. malmacerse, 6. M. xenopi. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA), selain itu juga membuatnya lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahun-tahun dalam lemari es) dengan memanfaatkan sifat dormant yang dimikinya, namun dari sifat dormant tersebut, kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis aktif kembali. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intaseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah menjadi tempat yang disukai kuman tersebut karena banyak mengandung lipid. Sifat kuman ini adalah aerob yang menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga menyebabkan tempat predileksi yang sering pada penyakit tuberkulosis adalah bagian apikal paru yang memiliki tekanan oksigen lebih tinggi daripada tempat yang lain.7,9

4


2.4

Patogenesis 2.4.1 Tuberkulosis Primer Tuberkulosis ditularkan dengan cara kuman yang dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei

dalam udara sekitar kita.

Droplet ini dapat bertahan dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana yg gelap dan lembab kuman dapat bertahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.6 Apabila droplet tersebut terhirup oleh orang sehat atas maka kebanyakan dari mereka akan terperangkap di bagian atas dari saluran pernapasan dimana tedapat sel goblet pengasil mukus. Mukus yang diproduksi menangkap partikel asing, ada silia yang terdapat pada permukaan sel secara konstan menggerakan mukus ke atas untuk dikeluarkan.8 Partikel yang berukuran < 5 mikrometer dapat masuk ke alveolar, dan pertama sekali akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.6 Segera setelah starin virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom makrofag (suatu proses yang diperantarai oleh reseptor manosa makrofag yang mengenali glikolipid berselubung manosa di dinding trabekular), organisme tersebut mampu menghambat respon mikrobisida normal dengan cara memanipulasi pH endosom dan menghentikan pematangan endosom sehingga mengakibatkan gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga mikrobakteri berproliferasi tanpa terhambat dan dapat menyebabkan terjadinya bakteremia yang seringkali asimtomatik dan penyemaian di banyak tempat.9 Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sebagai sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi pada setiap bagian dari jaringan paru. Apabila terjadi penjalaran ke pleura maka akan terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,

5


ginjal, dan tulang. Bila kuman masuk ke arteri pulmonalis maka dapat terjadi penjalaran ke seluruh paru menjadi Tuberkulosis paru milliaris (kata “miliaris” berasal dari kemiripan fokus ini dengan biji millet/sejenis padi-padian). Selain itu dapat terjadi penyebaran limfogen dari sarang primer yang menimbulkan peradangan pada saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal ditambah dengan limfadenitis regional membentuk suatu kompleks primer (Ranke)6, yang dalam prosesnya memicu timbulnya imunitas seluler yang terjadi dalam kurun waktu 3-8 minggu dan disajikan dalam konteks histokompatibilitas mayor kelas II oleh makrofag ke sel TH0 CD4+ uncommited yang memiliki reseptor sel Tαβ. Dibawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan makrofag, sel TH0 ini mengalami “pematangan” menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan IFN-γ yang sangat penting untuk mengaktifkan makrofag. Makrofag yang telah aktif mengeluarkan berbagai mediator yang penting di hilir, yaitu: (1) TNF yang berperan dalam merekrut monosit, yang pada gilirannya mengalami pengaktifan dan diferensiasi menjadi “histiosit epitelioid” yang menandai respons granulomatosa.9 Menurut Lurie dan Dannenberg, granulomatosa terbentuk oleh makrofag yang setelah memfagosit kuman mengirimkan sejumlah signal untuk merekrut sel-sel lain ke daerah infeksi dan pada daerah tengahnya terdapat materi nekrotik yang mengacu kepada debris makrofag yang telah mati, kemungkinan melalui proses apoptosis.11 (2) IFN- γ bersama dengan TNF mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase (iNOS), yang menyebabkan meningkatnya kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat yang menyebabkan terbentuknya zat antara nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada beberapa konstituen mikrobakteri, dari dinding sel hingga DNA.9 Teori ini berkesinambungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Condos dan rekan-rekannya yang membuktikan bahwa dengan pemberian IFN- γ melalui inhalasi pada

6


pasien

yang

simtomatik,

mengalami

resisten

disembuhkan, memperlihatkan perbaikan klinis.

10

ganda

yang

sulit

Selain mengaktifkan

makrofag, sel T CD4+ juga mempermudah terbentuknya sel T sitotoksik CD8+ yang bersama dengan sel Tγδ menyebabkan kerusakan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis serta mematikannya.9 kompleks yang terbentuk dari tuberkulosis primer ini selanjutnya dapat menjadi:6 

Sembuh sama sekali ttanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.



Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan kurang lebih 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi kembali akibat kuman yang dorman.



Berkomplikasi dan menyebar secara: -

Perkontinuitatum, yakni menyebar disekitarnya,

-

Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.

-

Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.

-

Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2.4.2 Tuberkulosis sekunder Tuberkulosis sekunder (atau pascaprimer) merupakan pola penyakit yang terjadi pada pejamu yang telah tersensitisasi. Penyakit ini mungkin dapat terjadi segera setelah tuberkulosis primer, namun umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer yang dormal setelah beberapa dekade infeksi awal.9 Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior.6 7


Penyebab hal ini masih belum jelas, tetapi diduga berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di tempat tersebut.9 Sarang dini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3 – 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.6 Tergantung dari jumlah dan virulensi kuman serta imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi:1,11 o Direabsorbsi kembali, dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. o Sarang tadi mula-mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan

dengan

penyebukan

jaringan

fibrosis.

Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya sarang tersebut dapat juga menajdi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menyebabkan terbentuknya kavitas apabila jaringan keju dibatukkan keluar. o Sarang pneumonik yang meluas, membentuk jaringan keju (jaringan akseosa) yang akan menyebabkan terbentuknya kavitas apabila jaringan keju dibatukkan keluar.11 Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipd dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses berlebihan sitokindan TNF-nya.1 Kavitas yang terbentuk awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti skelrotik). Nasib kavitas ini adalah: -

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik yang baru.

-

Dapat menjadi padat dan membungkus diri (encapsulated, dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur

8


dan menyembuh, tetapi mungkin pula dapat aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas kembali. -

Dapat menajdi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas yang menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kadang dapat berakhir menjadi kavitas yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

2.5

Penegakkan Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan: 

Manifestasi klinis11 Tuberkulosis memiliki gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).  Gejala respiratorik  Batuk kurang lebih 2 minggu  Batuk darah  Sesak napas  Nyeri dada Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar.  Gejala sistemik  Demam 9


ďƒź Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun ďƒ˜ Gejala tuberkulosis ekstra paru Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat

gejala

meningitis,

sementara

pada

pleuritis

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Berdasarkan status imun pasien, manifestasi klinis dapat dibagi:8 Klasifikasi berdasarkan fase penyakit pada tuberkulosis Infeksi awal

Sistem imun melawan infeksi Infeksi berkembang tanpa tanda dan gejala Pasien dapat mengalami demam, limfadenopati paratrakeal dan dyspnea Infeksi dapat hanya subklinis dan tidak menjadi penyakit yang aktif

Fase awal pada infeksi primer progesif (aktif) Sistem imun tidak dapat mengontrol infeksi awal Inflamasi pada jaringan yang terjadi kemudian Pasien sering mengalami tanda dan gejala yang tidak spesifik (contonya: kelelahan, penurunan berat badan, demam) Terdapat batuk yang nonproduktif

Fase akhir pada infeksi primer progesif (aktif) Batuk menjadi produktif Lebih banyak tanda dan gejala yang muncul

Fase laten

Mycobacteria bertahan dalam tubuh Tidak ada tanda dan gejala yang muncul

Pasien mengalami penurunan berat badan yang progesif , rales, anemia

Pasien tidak merasa berpenyakit

Foto thorax normal

Pasien memiliki kerentanan untuk mengalami reaktivasi penyakit

Diagnosis menggunakan kultur dari sputum

Kalsifikasi pada lesi granulomatosa dan menjadi fibrosis, terlihat 10


Diagnosis dapat menjadi sulit: foto thorax dapat normal dan pemeriksaan sputum dapat negatif terhadap mycobacteria 

pada foto thorax Infeksi dapat muncul kembali ketika terjadi kelemahan pada sistem imun

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit, umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6).11 Bila dicurigai adalnya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napanya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberi suara amforik. Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paruparu, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung 11


kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.6 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran tersebut menjadi “cold abscess�.



Pemeriksaan Bakteriologik11 Pemeriksaan ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan

diagnosis.

Yang

perlu

diperhatikan

dalam

pemeriksaan ini: a. Bahan pemeriksaan Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) b. Cara pengumpulan bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): -

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

-

Pagi (keesokan harinya)

-

Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut Bahan

pemeriksaan/spesimen

yang

berbentuk

cairan

dkumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,

12


berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Bahan pemeriksaan hasil BJH dapat dibuat dalam bentuk sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCL 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Sertakan indentitas pasien dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Apabila fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik atau tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar atau BAL, urin feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.

Mikroskopik Terdapat 2 jenis pewarnaan dalam pemeriksaan mikroskopik:  Mikroskopik biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen  Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

Interpretasi pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah apabila: -

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif

-

1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kecuali bila ada fasilitas foto toraks

-

bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif

-

bila 3 kali negatif ® BTA negatif

13


Interpretasi pemeriksaan mikroskopik yang direkomendasikan oleh WHO berupa IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease) -

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

-

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

-

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

-

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

-

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman Pemeriksaan

biakan

M.

tuberculosis

dengan

metode

konvensional adalah dengan: -

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

-

Agar base media: Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).



Pemeriksaan Radiologik11 Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: -

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen posterior lobus bawah

14


-

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

-

Bayangan bercak milier

-

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: -

Fibrotik

-

Kalsifikasi

-

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed lung): -

Gambaran radiologik yang menunjukan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tertentu

-

Perlu

dilakukan

pemeriksaan

bakteriologik

untuk

memastikan aktivitas proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terumata pada kasus BTA negatif): -

Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kavitas.

-

Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

15




Pemeriksaan khusus11 Perkembangan teknologi telah berkonstribusi dalam emmunculkan beberapa teknik dalam mengidentifikasi tuberkulosis secara lebih cepat, yakni: 1. Pemeriksaan BACTEC Dasar

pemeriksaan

biakan

ini adalah dengan

metode

radiometrik. M. tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya

oleh

mesin

ini,

dengan

begitu

menjadikan

pemeriksaan ini menegakkan diagnosis lebih cepat dan dapat melakukan uji kepekaan. 2. Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan dilakukan dengan mendeteksi DNA, termasuk DNA M. tuberculosis denagn menggunakan bahan / spesimen yang dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, amka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Selain itu, salah satu kekurangan pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. 3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda, antara lain: a. Enzym linked immunisorbent assay (ELISA) Pemeriksaan ini mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi. Kelemahannya kemungkinan antibodi terhadap tubekulosis menetap dalam waktu yang lama b. ICT Uji

Immunochromatographic

tuberculosis

(ICT

tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi

M.

tuberculosis

dalam

serum

dengan

menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari

16


membran sitoplasma M. tuberculosis. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M. tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. c. Mycodot Uji yang mendeteksi antibodi antimikobaterial di dalam tubuh

manusia

dengan

menggunakan

antigen

lipoarabinomannan (LAM). d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.



Pemeriksaan khusus11 1. Analisis cairan pleura Pemeriksaan ini beserta dengan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan Interpretasi

dalam hasil

menegakkan analisis

yang

diagnosis

efusi

mendukung

pleura. diagnosis

tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 2. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan ini menggunakan bahan jaringan yang dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu: o Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

17


o Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum Abram, Cope, dan Veen Silverman) o Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy / TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal biopsy / TTB, biopsi paru terbuka) o Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. 3. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin bukanlah indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik. 4. Uji tuberkulin Uji tuberkulin positif menunjukan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil yang negatif.

2.6

Penatalaksaan 2.6.1 Pengobatan11 Pengobatan tuberkulosis (OAT) menggunakan preparat berupa: 1. Jenis obat utama -

Rifampisin

18


-

INH

-

Pirazinamid

-

Streptomisin

-

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya -

Kanamisin

-

Amikasin

-

Kuinolon

Tabel 1. dosis OAT Obat

Dosis (mg/kgBB /hari)

R H Z E S

8-12 4-6 20-30 15-20 15-18

Dosis yang dianjurkan Harian Intermitte (mg/kgbb/ (mg/kgBB hari) /kali) 10 10 5 10 25 35 15 30 15 15

Dosis maks (mg)

Dosis (mg) / berat badan (kg) >40 40-60 >60

600 300

300 150 750 750 Sesuai BB

1000

450 300 1000 1000 750

600 450 1500 1500 1000

Tabel 2. efek samping OAT dan Penatalaksanaannya Efek samping Minor Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Nyeri sendi

Kemungkinan Penyebab Rifampisin Pyrazinamid

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH

Warna kemerahan pada air seni Mayor Gatal dan kemerahan pada kulit

Rifampisin

Semua jenis OAT

Tatalaksana OAT diteruskan Obat diminum malam sebelum tidur Beri aspirin / allupurinol Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg/hari Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa Hentikan obat penyebab Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

19


Tuli

Streptomisin

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus) Ikterik / hepatitis imbas (penyebab lain disingkirkan)

Streptomisin

Muntah dan confusion (suspected drug – induced pre – icteric – hepatitis) Gangguan penglihatan Kelainan sistemik , termaksud syok dan purpura

Sebagian besar OAT

Sebagian besar OAT

Ethambutol Rifampisin

Streptomisin dihentikan diganti dengan etambutol Streptomisin dihentikan ganti ethambutol Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor Hentikan semua OAT & lakukan uji fungsi hati Hentikan ethambutol Hentikan Rifampisin

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: -

TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk: a. TB paru BTA (+), kasus baru b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan atau dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan, bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru.

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi, yaitu:

20


-

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

-

TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit.

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3

Pada kasus gagal pada pengobatan tuberkulosis Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.

Tabel 3. Ringkasan paduan obat Kategori I

Kasus -TB Paru BTA+, BTA-, lesi luas

II

-Kambuh -Gagal pengobatan

Panduan obat yang dianjurkan 2 RHZE/4 RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4 R3H3 -2RHZES/1RHZE/5RHE -2RHZES lalu sesuai hasil uji resitensi atau

Keterangan

Bila steptomisin alergi, dapat diganti kamanisin

21


II

-TB paru lalai berobat

III

-TB paru BTA neg.lesi minimal

IV

-Kronik

IV

-MDR TB

2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinik, bakteriologik dan radiologik saat ini (lihat uraiannya) atau 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 2 RHZ/4RH atau 6 RHE atau 2 RHZ/4 R3H3E3 Sesuai uji resitensi (minimal 3 obat sensitif dengan H tetap diberikan) atau H seumur hidup Sesuai uji resistensi + kuinolon H seumur hidup

Evaluasi Pengobatan Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik. ďƒź Evaluasi klinik o Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. o Evaluasi : respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit o Evaluasi klinik meliputi keluhan berat badan, pemerisaan fisik. ďƒź Evaluasi bakteriologik ( 0 -2 – 6/9 bulan pengobatan ) o Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konvensi dahak o Pemerikasaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik -

Sebelum pengobatan dimulai

-

Setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif )

-

Pada akhir pengobatan

o Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resitensi

22


ďƒź Evaluasi radiologik ( 0 – 2 – 6/9 bulan pengobatan ) o Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada : -

Sebelum pengobatan

-

Setelah 2 bulan pengobatan ( kecusli pada kasus yang juga

dipikirkan

kemungkinan

keganasan

dapat

dilakukan 1 bulan pengobatan ) -

Pada akhir pengobatan

2.6.2 Pencegahan12 Pencegahan tuberkulosis (PPTI, 2010) yang dapat dilakukan adalah: -

Pencegahan agar tidak tertular tuberkulosis adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain: o Makan makanan bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TB yang masuk ke dalam tubuh o Tidur dan istirahat cukup dan tidak merokok, minum alkohol atau menggunakan narkoba o Menjaga lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya agar tetap bersih o Membuka jendela agar sinar matahari dapat masuk ke seluruh ruangan, karena kuman TB akan mati bila terkena sinar matahari o Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TB o Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TB agar segera memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

-

Pasien TB, agar tidak menularkan kepada yang lain dapat melakukan hal-hal berikut: 23


o Tidak meludah di sembarang tempat dan menutup mulut saat batuk atau bersin o Berperilaku hidup bersih dan sehat o Berobat sesuai aturan sampai sembuh o Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera mendapatkan pengobatan pencegahan

2.7.

Komplikasi dan Prognosis 2.7.1 Komplikasi6 Komplikasi tuberkulosis terbagi atas komplikasi dini dan lanjut, yaitu: -

Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy.

-

Komplikasi lanjut: Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT), kerusakan parenkim berat berupa fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

· 2.7.2 Prognosis9 Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebbabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.

24


DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland’s illustrated medical dictionary. 31th ed. USA: Saunders Elsevier; 2007. Infection; p. 949 2. Levison

ME.

Pneumonia,

termasuk

infeksi

paru

yang

menimbulkannekrosis (abses paru). Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, et al, editor. Harrisons: Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Jakarta: EGC; 2000. Hal 1331-40 3. Joseph SM, Phil D, Kwok YY, Albert DME, Osterhaus, Klaus S. The severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med. 2003 December 18; 349: 2431-41 4. Writing

Committee

of the

Second

World

Health

Organization

Consultation on Clinical Aspects of Human Infection with Avian Influenza A (H5N1) Virus. Update on avian influenza A (H5N1) virus infection in humans. N Engl J Med. 2008 january 17; 385: 261-73 5. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta:EGC; 2006. Hal 852-64 6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: EGC.2009 Hal 2230-48 7. Wolrd Health Organization. Tuberculosis Profile: Indonesia [online]. Cited 2012 Oct 27. Available from URL: http://www.who.int/tb/data 8. Knechel NA. Tuberculosis: Pathophysiology, clinical Features, and Diagnosis. Crit Care Nurse 2009; 29:34-43 9. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Kumar, Cotran, Robbins, editor. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. Hal 544-51 10. Schluger NW. The pathogenesis of tuberkulosis: The first one hundred (and twenty-three) years. Am J Respir Cell Mol Bio. 2005 February 4; 32: 251-56

25


11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis & penatalaksaan di Indonesia. 2002 12. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. Buku saku PPTI. 2010

26


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.