1
latarbelakang Pakar perkotaan dunia memprediksikan penduduk wilayah urban akan meningkat hingga 60% pada tahun 2020 hingga 2025. Hal ini disebabkan oleh kota yang seakan menjadi magnet bagi masyarakat yang memberi harapan dan kesempatan akan penghidupan yang lebih baik. Urbanisasi adalah hal yang tidak bisa dibendung. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan sejalan dengan peningkatan kebutuhan akan lahan, padahal keterseidaannya sangat terbatas. Seiring dengan berkurangnya luas lahan di perkotaan, harga lahan semakin mahal. Keadaan ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan lahan dan menyisakan permukiman kumuh di lahan—lahan sisa. Bukan berarti hanya pendatang baru yang tak bisa mengakomodasi harga lahanlah yang menempati permukiman kumuh. Sebaliknya, permukiman lama juga seiring berjalannya waktu mengalami penurunan kualitas dan bertransformasi menjadi permukiman kumuh. Seperti kota-kota lainnya yang menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya, Kota Surakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang mengalami dampak dari arus urbanisasi serta pesatnya pembangunan. Keadaan tersebut menyebabkan Kota Surakarta juga menghadapi permasalahan permukiman kumuh. Keunikan dari fenomena permukiman kumuh di Kota Surakarta adalah sebagian besar permukiman tersebut bukan ada dan dibangun oleh penduduk pendatang seperti pada umumnya. Selain ditemukan menyebar dan membaur dengan permukiman baru kota. Luasan permuki m a n
kumuh paling besar di Kota Surakarta terdapat di bantaran sungai serta jalur kereta api. Salah satu luasan permukiman kumuh terbesar ditemukan disepanjang Kali Pepe yang membentang kurang lebih lima kilometer dari Kelurahan Sangkrah di bagian timur hingga Kelurahan Gilingan di ujung barat. Kali Pepe adalah sungai yang bersejarah bagi Kota Surakarta. Sungai ini dalam sejarah kota diingat sebagai alasan berdirinya Kota Surakarta, yaitu pertemuan dua sungai; Kali Pepe dan Bengawan Solo. Selama masa belum dikenalnya transportasi darat, Kali Pepe berperan besar dalam mengakomodasi mobilitas kota. Mulai dari transportasi barang yang menyuplai pasar-pasar, serta transportasi manusia. Semenjak tren transportasi darat dan perkembangan teknologi kendaraan bermotor, transportasi sungai mulai ditinggalkan dan pada akhirnya dilupakan. Dalam mengusung motto pembangunan Kota Surakarta yang berbunyi “Solo masa lalu adalah Solo masa depan� pemerintah Kota Surakarta bertekad mengembalikan Kali Pepe menjadi ikon sejarah kota. Sungai yang membelah Kota Surakarta mejadi dua bagian ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat lokal dan pariwisata kota jika dioptimalkan dengan baik. Mengembalikan masa kejayaan Kali Pepe saat ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang inovatif bagi penyelesaian permasalahan permukiman kumuh di Bantaran Kali Pepe.
2
programpenanganan PERMUKIMAN KUMUH KALI PEPE
partisipasi masyarakat Keseluruhan proses dari pelaksanaan program—program penanganan permukiman kumuh di bantaran Kali Pepe menggunakan prinsip “berbasis masyarakat” dimana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi, kritik, dan pertanyaan terhadap perencanaan yang akan dilakukan pemerintah. Beberapa program juga menggunakan metode pemetaan dengan masyarakat sehingga data yang digunakan untuk perencanaan adalah data yang valid.
rumah susun
kampung deret
perbaikan infrastruktur
wisata sungai kali pepe
Perbaikan dan perawatan infrastruktur lingkungan dilakukan pada seluruh bagian kawasan permukiman kumuh Bantaran Kali Pepe dari hulu ke hlir. Perbaikannya infrastruktur lingkungan meliputi: Program rumah susun Kali Pepe terletak di Jl. RM Said & Keprabon. Rumah susun ini merupakan bentuk penanganan in—situ. Proses pelaksanaan program tersebut melalui tahap :
1 2 3
S O S I ALISASI
A W A L
Pada tahap ini dilakukan perkenalan dengan pihak pemerintah, survey awal, serta penggalian potensi & masalah.
PEMEETAAN OLEH WARGA Pemetaan dengan warga mencakup aspek fisik, lingkungan, sosial sehinga didapatkan data yang akurat. SOSIALISASI
HASIL
PEMETAAN
Sosialisasi dilakukan untuk menjelaskan tindak lanjut perencanaan rusun.
Kampung Deret terletak pada Kampung Pringgading, Kelurahan Setabelan. Program ini mengutamakan SWADAYA MASYARAKAT dalam proses pembangunan rumah. Tahap program ini meliputi : Warga 1 Mengidentifikasi 2 Rembug Masyarakat (Diskusi) RAB, & Berpenghasilan Rendah
3
(1) Menyusun Proposal Mangkunegaran (2) Mendapat Palilah, (3) Menyusun DED
Desain Bersama Lurah IMB, 4 Fasilitasi Pembiayaan Konstruksi, Penyediaan SPBM & MCK
5 Proses Konstruksi Oleh Masyarakat
pengadaan MCK Komunal pengadaan sumur pompa Pengadaan instalasi pengolah air limbah Pengadaan jalan paving & jalur pedestrian
Pemerintah Kota Surakarta menggagas Kali Pepe menjadi salah satu objek wisata Kota Surakarta di masa yang akan datang. Konsep wisata ini akan mengembalikan fungsi Kali Pepe di masa lampau yaitu jalur transportasi air. Diharapkan pengembangan wisata ini dapat berdampak positif bagi masyarakat sekitar.
3
permasalahan PENANGANAN PERKIM KUMUH KALI PEPE
Meski program penataan Kali Pepe telah berjalan dengan baik, namun dalam mewujudkan Kali Pepe yang bebas permukiman kumuh pada tahap selanjutnya masih menghadapi kendala berupa :
Tidak akuratnya data yang digunakan dalam perencanaan penanganan permukiman kumuh Kali Pepe SK Walikota Surakarta No. 032/97-C/1/2014 tentang Penetapan Lokasi Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Surakarta telah disahkan pada 12 Desember 2014 yang kemudian dijadikan dasar perencanaan dan pelaksanaan program—program penanganan permukiman kumuh di Kota Surakarta sebagai pendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional bidang Cipta Karya s.d tahun 2019, termasuk di dalamnya Kali Pepe. Namun dalam perjalanannya dalam koordinasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta mengalami kendala keakuratan data lokasi dan luasan permukiman kumuh.
4
reviewpedoman & teoriterkait KRITERIA PERMUKIMAN KUMUH Perbandingan pedoman penentuan (kriteria) permukiman kumuh Kementrian Pekerjaan Umum yang digunakan untuk menentukan permukiman kumuh di sepanjang Kali Pepe dan teori terkait dilakukan untuk melihat tingkat kesesuaiannnya dengan teori. Diharapkan dengan melakukan review ini didapatkan kriteria yang lebih spesifik untuk penetapan kawasan permukiman kumuh serta data yang dihasilkan menjadi lebih komprehensif bagi dasar perencanaan.
K R I T E R I A K E T E R A T U R AN B A N G U N A N Ketidakteraturan bangunan dilihat dari orientasi, ukuran dan bentuk, sebagai contoh: 1.
KRITERIA KE ADAAN BANGUNAN 2.
1. Kumuh bangunan meliputi bangunan mudah dipindah dan dibangun dengan material seadanya. 2. Kumuh turunan meliputi rumah—rumah lama (berlokasi di tempat yang sah di kota) yang kondisinya semakin memburuk. 3. Kumuh in site project meliputi bangunan yang diperluas dari bangunan aslinya.
Jenis material atap, lantai dan dinding tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Misalnya lantai masih tanah atau dinding atau atap terbuat dari dedaunan, tidak dapat menahan hujan dan terik matahari, serta sirkulasi tata udara tidak sehat.
Dalam mengidentifikasi material pembentuk bangunan di permukiman kumuh, kriteria yang digunakan telah spesifik. Namun kriteria tersebut belum memperhatikan bahwa terdapat jenis—jenis lain dari permukiman kumuh seperti permukiman lama yang bangunannya secara material layak, tetapi karena sudah berumur tua menjadi lapuk dan tidak layak untuk dihuni.
Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya tidak permanen dan malahan banyak sangat darurat.
4.
5.
KRITERIA LUAS BANGUNAN Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang
Rumah tidak memenuhi luas lantai per kapita > 7,2 m2. (MDGs)
Terdapat perbedaan ketentuan luas rumah yang diindikasi sebagai permukiman kumuh.
3.
Teori Analisis
Bila orientasi bangunan berbeda-beda antara satu dengan yang lain, misalnya tidak menghadap jalan, membelakangi sungai, dll Bila orientasi bangunan cenderung menghambat pelayanan PSD Permukiman karena terhadang oleh bangunan lainnya (ketidakserasian pola blok hunian dan sarana ) Bila bangunan hunian berdiri diatas lahan dengan topografi kemiringan melebihi 15% Bila jaringan jalan berkelok-kelok tidak menandakan struktur dan arah akses yang jelas Bangunan berdiri diatas lahan kawasan lindung (catchment area), daerah buangan limbah pabrik, diatas lahan rawa tanpa pertimbangan syarat ekologis, lahan bantaran sungai, lahan dibawah jaringan listrik tegangan .
Kriteria Perkim Kumuh Kali Pepe
Kriteria yang digunakan cukup spesifik.
5
reviewpedoman & teoriterkait KRITERIA PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA AKSESIBILITAS PRASARANA JALAN
Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya, kadang -kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atapatap rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain.
Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
Teori Analisis
1.Jangkauan pelayanan jaringan jalan ditentukan dengan melihat jaringan jalan di dalam lokasi kajian, bila ada bagian dalam lokasi yang tidak terlayani maka cakupan layanan jaringan jalan belum memadai. 2.Kemudahan pencapaian (aksesibilitas), jalan permukiman yang memberikan rasa aman, nyaman bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara bermotor dengan k e t e rs ed i a a n prasarana pendukung jalan (co. perkerasan, drainase, trotoar, rambu, lansekap, dll) 3.Jalan yang dimaksud adalah jalan yang m en gh ub u ngk an i nt ra perumahan dalam satu satuan permukiman, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi lalulintas orang dan kendaraan secara aman dan sekaligus mendukung terciptanya perumahan yang layak, sehat, aman, dan nyaman 4. Diidentifikasi juga kondisi jalan sehingga dapat diketahui tingkat kerusakannya.
Kriteria Perkim Kumuh Kali Pepe
KRITERIA DRAINASE
Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan bahkan biasa terdapat jalanjalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air.
Kriteria permukiman kumuh berdasarkan aksesibilitas jalan tergolong spesifik. Hanya saja perlu diidentifikasi lebar jalan yang pasti untuk m e m u d a h k a n identifikasi.
Kondisi drainase ditentukan dengan melihat genangan pada lokasi permukiman. Apakah di lokasi kajian terjadi genangan dengan: 1. tinggi lebih dari 30 cm (setinggi betis dewasa); 2. selama lebih dari 2 jam; 3. terjadi lebih dari 2 kali setahun. 4. Apabila genangan yang terjadi tidak lebih dari ketiga hal tersebut, maka masih dalam batasan toleransi.
Kriteria permukiman kumuh berdasarkan penilaian drainage tergolong spesifik. Hanya saja perlu diidentifikasi lebar drainase yang pasti untuk memudahkan identifikasi.
KRITERIA AIR BAKU Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.
1.
2.
Fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
3.
Kebutuhan pelayanan air baku ditentukan dengan penggunaan air oleh individu dalam rumah tangga untuk minum/konsumsi, mandi, dan cuci minimal 60 liter per orang per hari. Kualitas air baku terlindungi ditentukan dengan melihat kondisi sumber air yang tersedia, yaitu kondisi warna, kondisi bau dankondisi rasa. Sumber air baku yang tidak memenuhi dimaksud berasal dari non perpipaan seperti air permukaan dan air tanah/sumur tidak terlindungi.
Kriteria yang digunakan tergolong s p e s i f i k.
6
reviewpedoman & teoriterkait KRITERIA PERMUKIMAN KUMUH
KRITERIA PERSAMPAHAN
KRITERIA PRASARANA LIMBAH
Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.
Persyaratan teknis air limbah ditentukan dengan melihat apakah sistem pengelolaan air limbah pada lokasi tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Kloset leher angsa terhubung dengan septik tank, atau 2. Sistem pengolahan komunal atau terpusat (Septik tank/ MCK Komunal).
Kriteria yang digunakan cukup spesifik.
KRITERIA KEPADATAN BANGUNAN
Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya
Kepadatan tinggi bangunan ditentukan dengan jumlah unit bangunan terhadap satuan luas (ha). Kota Metro & Kota Besar 1. Kepadatan Bangunan tinggi (>350 Unit/Ha) 2. Kepadatan Bangunan sedang (250 - 300 Unit/ Ha) 3. Kepadatan Bangunan rendah (<250 Unit/Ha) Kota Sedang & Kota Kecil 1. Kepadatan Bangunan tinggi (>250 Unit/Ha) 2. Kepadatan Bangunan sedang (200 - 250 Unit/ Ha) 3. Kepadatan Bangunan rendah (<200 Unit/Ha)
Fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat yang berasal dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak menganggu lingkungan
Teori Kriteria yang digunakan cukup spesifik.
Sistem persampahan pada lokasi tidak memenuhi ketentuan dengan melihat sistem pengangkutan sampah skala lingkungan (Gerobak/ Angkutan Sampah) dengan frekuensi pengangkutan sampah dua kali seminggu.
Kriteria yang digunakan tergolong s p e s i f i k.
Kriteria Perkim Kumuh Kali Pepe
Analisis
7
reviewpedoman & teoriterkait KRITERIA PERMUKIMAN KUMUH Kriteria yang digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta memang sesuai dengan Kementrian Pekerjaan Umumu & Perumahan Rakyat yang memfokuskan penetapan berdasarkan kriteria fisik. Namun pada fakta lapangan diperlukan pemahaman terhadap dimensi non—fisik seperti dimensi sosial dan ekonomi masyarakat. Hal tersebut akan bermanfaat dalam perencanaan terhadap permukiman kumuh agar lebih tepat sasaran. Berikut adalah kriteria nonfisik yang berhasil dihimpun :
KRITERIA LATAR BELAKANG EKONOMI
“Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal ataumempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.” (Supardi Suparlan)
KRITERIA KEPADATAN PENDUDUK
“Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/ Ha. Bahkan Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dansedang, dan diatas 750 jiwa/ha untuk kota metropolitan.” (Sinulingga, 2005) Kriteria kepadatan penduduk dapat mengidentifikasi tipologi dari permukiman kumuh serta penting untuk diperhatikan karena mempengaruhi tingkat urgensi penanganan. Semakin padat penduduk di suatu kawasan permukiman kumuh maka tingkat urgensi penanganannya lebih meningkat. Kriteria ini juga bermanfaat untuk mengetahui kebutuhan dan ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan yang dibutuhkan.
KRITERIA LATAR KESESUAIAN DENGAN RENCANA PENATAAN RUANG Kesesuaian dengan kebijakan penataan ruang perlu untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi bentuk penanganan permukiman kumuh. Misalnya apabila permukiman kumuh ternyata terletak pada guna lahan kawasan lindung seperti sempadan sungai yang rawan terhadap banjir maka semestinya dapat dipindahkan demi kebaikan masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman kumuh tersebut dan bagi masyarakat kota.
Mengidentifikasi latar belakang ekonomi diperlukan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat yang akan menjadi prioritas penanganan secara spesifik. Misalnya apabila penduduk tergolong sangat miskin namun ternyata memiliki skill pembuatan kerajinan tertentu, maka dalam penanganan permukiman kumuh dan usaha meningkatkan taraf ekonomi masyarakat permukiman kumuh dapat dilakukan pelatihan skill dan sebagainya. Dengan mengidentifikasi latar belakang ekonomi juga dapat diketahui preferensi lokasi masyarakat permukiman kumuh. Misalnya jika masyarakat memilih tinggal di kawasan tersebut karena lokasinya yang dekat dengan tempat kerja, maka dalam penanganannya akan berbeda; misalnya seharusnya dibangun rusun di kawasan yang sama karena jika tidak mereka harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk biaya transportasi ke tempat kerja.
KRITERIA LEGALITAS LAHAN
“Pemilikan hak atas lahan sering ilegal, artinya status tanahnya masih merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
Kriteria kepemilikan lahan perlu untuk diidentifikasi karena dapat menjadi bentuk perbedaan penanganan antara permukiman kumuh yang legal dengan yang illegal. Misalnya jika legal maka prioritas penanganan langsung kepada peningkatan kualitas lingkungan, namun jika illegal maka penanganan prioritasnya dapat berbentuk pemberian hak milik atau relokasi.
8
PROFIL
PERMUKIMAN KUMUH
KALI PEPE
9
karakter
1
PERMUKIMAN KUMUH KALI PEPE SEJARAH PEMBENTUKAN PERMUKIMAN KUMUH KALI PEPE
1 S. K A L I P E P E
2
2
Gambar (1) menjelaskan Kali Pepe pada masa lampau yang pada awalnya merupakan jalur transportasi di zaman penjajahan Belanda, maka disepanjang jalan muncul permukiman. Beberapa permukiman masyarakat ini bahkan memiliki relasi dengan Keraton Kasunanan & Mangkunegaran dimana masyarakatnya merupakan abdi dalem yang ditugaskan untuk magersari (merawat tanah milik kerajaan). Gambar (2) menjelaskan kondisi permukiman kumuh di sepanjang Kali Pepe saat ini. Permukiman kumuh yang ada merupakan permukiman lama dimana hampir seluruh penduduknya adalah penduduk yang telah turun temurun tinggal di kawasan tersebut. Hanya seiring berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan kota, banyak tanah yang berpindah hak milik dan berubah menjadi permukiman modern.
KARAKTER UMUM PERMUKIMAN KUMUH K ALI PEPE
karakter hunian
karakter lingkungan
S. K A L I P E P E
Gambar ilustrasi pembentukan permukiman kumuh Kali Pepe Lia Sparingga (2015), sumber wawancara terhadap warga.
Permukiman lama Permukiman modern
10
PERMUKIMANKUMUH
KALI PEPE
LEGENDA Sungai Rel Kereta Api Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer
LEGENDA
Jalan Lokal Jalan Setapak
Sungai
Delineasi Kumuh Baru
Rel Kereta Api
Delineasi Kumuh Lama
Jalan Arteri Primer
Bangunan
Jalan Kolektor Primer
Wilayah Kelurahan
Jalan Lokal Jalan Setapak Delineasi Kumuh Baru Delineasi Kumuh Lama Bangunan Wilayah Kelurahan
11 10
PERKIM KUMUH
KELURAHAN
SANGKRAH KUMUH SEDANG
PROFIL Sangkrah masih menghadapi permasalahan lingkungan; Hampir 60% kondisi jalan masih kurang baik, drainase yang tidak berfungsi, dan masih adanya rumah semi-permanen. Sebagian masyarakatnya masih bekerja di sektor informal. Kelurahan ini juga memiliki sebaran IKRT dan heritage sites berupa Stasiun Kota yang dapat dijadikan potensi.
MASALAH
Perbedaan delineasi disebabkan LEGENDA bahwa beberapa bagian telah beruSungai bah menjadi perkim modern. Namun Kereta Api di bantaran sungai masihReldapat Jalan Arteri Primer ditemukan permukiman kumuh.
Jalan Kolektor Primer
LEGENDA
Jalan Lokal Jalan Setapak
Sungai
Delineasi Kumuh Baru
Rel Kereta Api
Delineasi Kumuh Lama
Jalan Arteri Primer
Bangunan
Jalan Kolektor Primer
Wilayah Kelurahan
Jalan Lokal Jalan Setapak Delineasi Kumuh Baru Delineasi Kumuh Lama Bangunan Wilayah Kelurahan
12 11
13 12
14 13
15 14
16 15
17 16
18 17
19 18
20 19
21 20
22 21
23 22
24 23
25 24
26 25
27 26
KESIMPULAN Dari analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kriteria quick count yang kurang mendalam terutama dalam dimensi sosial dan ekonomi. Dalam mengidentifikasi permukiman kumuh perlu adanya perhatian khusus terhadap latar belakang ekonomi dan sosial serta legalitas dan kebijakan penataan ruang karena hal tersebut akan mempengaruhi bentuk dan prioritas penanganan. Disamping itu perlu adanya perhatian khusus pada tipologi permukiman kumuh yang juga akan berimplikasi pada perbedaan bentuk dan prioritas penanganan.
REKOMENDASI Dari kegiatan pendataan dan pemetaan kawasan kumuh di Kelurahan Sepanjang Kali Pepe Kota Surakarta, memberikan gambaran perencanaan dalam penataan kawasan dan pemenuhan kebutuhan penaggulangan kemiskinan Pemerintah daerah Kota Surakarta. Dari analisa yang telah dilakukan terhadap data- data pada Kelurahan-kelurahan tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan adanya kriteria-kriteria yang lebih spesifik dan komprehensif. Adanya quick count memang mempermudah hasil yang nantinya didapatkan berdasarkan survey. Akan tetapi quick count tersebut tidak mewakili karakteristik kawasan yang berbeda-beda tersebut. Komprehensifitas kriteria-kriteria harus dipertimbangka, bukan hanya kriteria fisik saja. Misalnya Kriteria mengenai keadaan social, keadaan budaya, dan keadaan ekonomi dapat dijadikan tolak ukur yang lain. Dengan adanya kriteria-kriteria non fisik tersebut diharapkan mampu mewakili karakteristik masing-masing kawasan secara komprehensif. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, begitu pula isu-isu yang berkembang. Jika dilihat berdasarkan karakteristik dan isu-isu yang berkembang pada suatu wilayah tersebut diharapkan hasil yang didapatkan lebih akurat dan mewakili isu-isu yang terdapat didalam kawasan tersebut.
28
POTENSI KA LI PEPE Pemerintah Kota Surakarta memiliki agenda besar terhadap pengembangan Kali Pepe di masa yang akan datang. Salah satunya sebagai pariwisata air. Sebagai sungai yang memiliki nilai historis, Kali Pepe memiliki berbagai potensi yang dapat dioptimalkan dan dikembangkan untuk mewujudkan agenda pemerintah dan disisi lain dapat membawa peningkatan taraf hidup yang baik bagi masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar Kali Pepe. Melalui penelusuran yang dilakukan di sepanjang sungai, ditemukan dua potensi utama yang dominan; homeâ&#x20AC;&#x201D;industry dan sebaran bangunan cagar budaya yang dapat diintegrasikan dengan agenda pemerintah.
29
6. STASIUN BALAPAN Selain sebagai stasiun yang melayani jalur KA lintas provinsi, Stasiun Balapan merupakan salah satu BCB Kota Surakarta
7. BALEKAMBANG
Selain taman kota, pada kawasan ini banyak ditemukan bangunan kolonial (indische houses)
2. K A W A S A N
5. P O N T E N
TITIK
Ponten merupakan toilet umum masyarakat peninggalan Mangkunegaran, bangunan ini merupakan BCB
10. SRIWEDARI & RADYA PUSTAKA
4. MONUMEN 45 BANJARSARI
NOL
Pada kawasan ini terdapat beberapa sebaran BCB yang menjadi ikon Kota Solo berupa Pasar Gede, Vihara Tiong Ting, Vastenburg, Gedung BI Lama , Kawasan Lojiwetan, dan Gereja St. Antonius.
9. NGARSOPURO
3. PURA MANGKUNEGARAN Pura Mangkunegaran merupakan salah satu pusat kebudayaan di Kota Surakarta.
8. KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA
1. STASIUN SANGKRAH Stasiun ini berfungsi sebagai penghubung dengan jalur Wonogiri serta pemberhentian kereta wisata Jalardara
30
PERSEBARAN KERAJINAN SEPANJANG KALI PEPE
31