Edisi Opak 2015
|1
Karut-Marut Sistem OPAK
FSDAL Tak Terima Mahasiswa Baru
Zaenal Arifin: SK Tak Perlu Dipermasalahkan
Laporan Utama > Hal 2
Laporan Utama > Hal 2
Wawancara > Hal 6
INSTITUT NEWSLETTER
Foto: Kholis/Ins
Sistem Kalut, UKM Pilih Walk Out
Pasukan pengibar hendak mengibarkan bendera saat upacara pembukaan OPAK 2015 di Lapangan Triguna, Rabu (26/8). Pasukan ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswa baru dari semua fakultas.
Dicky Prastya & Eli Murtiana
Penyelenggaraan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) 2015 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menuai kontroversi. Senin (24/8) lalu, mahasiswa yang tergabung dalam Forum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) menyatakan mengundurkan diri (walk out) dari pelaksanaan OPAK 2015. Sikap itu mereka ambil lantaran menilai ketidakjelasan sistem OPAK tahun ini. Selain itu, tidak adanya surat tugas dan ketetapan yang jelas tentang kepanitiaan dari UKM, Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U), dan Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) membuat birokrasi OPAK kali ini dipertanyakan legalitasnya. Hal itu disampaikan Forum UKM dalam surat pengunduran diri dari pelaksanaan OPAK yang ditujukan kepada Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak, Selasa (25/8). Ketua Sema-U, Eko Siswandanu juga mempertanyakan, susunan kepanitiaan yang tertera pada buku panduan OPAK 2015. Pasalnya, tidak ada perwakilan mahasiswa di dalamnya. “Hanya pimpinan, dosen, dan karyawan. Jelas mahasiswa tidak dilibatkan dalam kepanitiaan,” jelas Eko, Selasa (25/8). Padahal, dalam Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) tentang Pedoman Umum Orientasi Pengenalan Akademik
Perguruan Tinggi Islam Bab I Pasal 1 (5) telah dijelaskan, panitia adalah penyelenggara OPAK yang terdiri atas unsur pimpinan, dosen, karyawan, dan mahasiswa. Eko bercerita, saat awal Juli lalu pihak kemahasiswaan mengundang Sema-U dan DemaU tanpa melibatkan UKM untuk membicarakan evaluasi OPAK tahun lalu. Dan di bulan yang sama, juga membahas tentang isi dan kerangka buku pedoman OPAK 2015. “Pada 5 Agustus 2015, kami baru mengundang UKM untuk melakukan koordinasi terkait tempat dan dana yang diperlukan saat OPAK 2015,” paparnya. Kemudian, lanjut Eko, rapat diadakan kembali pada 19 Agustus 2015, yang dihadiri oleh Warek III, Wakil Dekan (Wadek) III setiap fakultas, ketua OPAK, Sema, Dema, dan UKM. Rapat ini membicarakan mengenai checking akhir untuk OPAK. Saat itu, UKM belum memutuskan untuk walk out dari OPAK 2015. Hingga pada Senin, (24/8) UKM baru menyatakan mengundurkan diri dari pelaksanaan OPAK. Bendahara Korps Suka Rela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI), Nida Ikrimah mengatakan, meski tidak mengikuti OPAK secara resmi, namun mereka tetap berada di sekretariat melihat jalannya OPAK. “Jika ada yang sakit bisa datang ke sekret kami. Tapi kita tidak akan memakai Pakaian Dinas Lapangan (PDL) selama OPAK berlangsung,” ujarnya, Senin (24/8). Bersambung ke halaman 6 kolom 2
Editorial
Belajar dari Kritik Pagelaran tahunan macam Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) memang kerap menyisakan persoalan yang tidak sederhana. Mulai dari aksi perploncoan yang belum lama ini juga hangat mengemuka di media, transparansi anggaran, maupun urgensi diadakannya orientasi akademik bagi mahasiswa baru (maba) ini. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada OPAK kali ini tentu menyoroti sikap mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang menarik diri dari keterlibatan OPAK. Sikap itu tentu menjadi evaluasi bagi rektorat sebagai pemangku atas digelarnya rutinitas tahunan ini. Upaya menarik diri itu bukannya tanpa alasan. Apalagi dengan melihat sikap itu lantaran tidak dilibatkannya mereka sejak awal di kepanitiaan OPAK. Secara halus, hubungan antara rektorat dan mahasiswa tentu saja tak ubahnya hubungan antara seorang bapak dan anak. Dan jika melihat mahasiswa adalah anak yang tengah tumbuh dewasa, seyogyanya semua perencanaan keluarga harus melibatkan suara anak pula. Bukan memberi keputusan sepihak dengan tanpa alasan. Sejak rektorat menerapkan sistem Senat Mahasiswa pada 2011 silam, harapan publik UIN Jakarta—khususnya rektorat—barangkali terciptanya suatu kondisi kondusif soal tata kelola dan jalannya roda organisasi kampus. Namun, hal itu bukan berarti merampas hak mahasiwa sepenuhnya. Jika memang begitu, apa urgensi keberadaan organisasi kampus? Bukankah itu merupakan ruang ekspresi mahasiswa di luar kelas. Lantas apa yang dibanggakan dari mahasiswa kalau ruangruang itu juga tetap dibatasi? Apalagi melihat sikap UKM dengan menarik diri sebagai bentuk kekecewaan atas sikap sepihak rektorat. Tentu perlu melihat secara objektif dalam melihat persoalan ini sebagai bahan evaluasi, dan bukan menjadi penghakiman sepihak bahwa itu merupakan sikap pembangkangan. Barangkali kita sepakat jika bangsa ini berhutang budi pada mahasiswa yang dulu tidak pernah diam melawan kediktatoran pemimpinnya sendiri. Selama 32 tahun kediktatoran itu berjalan, yang membuat bangsa ini mundur sebenarnya bukan hanya kebijakan yang salah, juga karena dibungkamnya kritik. Tentu kita tak ingin sejarah kelam itu juga terjadi di UIN Jakarta. Meminjam pernyataan Marco Kartodikromo, seorang jurnalis Indonesia era kolonialisme, “Didik rakyat dengan pergerakan. Didik penguasa dengan perlawanan”. Hidup mahasiswa!!!
NEWSLETTER Edisi OPAK 2015 2 | INSTITUT
Laporan Utama
Menyoal Sistem OPAK
Salam Redaksi
INSTITUT NEWSLETTER
Foto: Rizky/Ins
Pembaca yang budiman. Salam sejahtera untuk kita semua. Setelah usai menikmati momen liburan, kami jurnalis kampus UIN Syarif Hidayatullah kembali hadir menyajikan fakta-fakta yang ada. Meski euforia liburan masih tersisa, kiranya itu tidak membuat kami enggan untuk kembali ke sekretariat dan berkutat dengan kata-kata yang kami susun sepanjang deadline. Salam sejahtera juga kami sampaikan bagi maba—akronim untuk mahasiswa baru, sapaan ini menandakan awal perjumpaan kita sebagai mahasiswa. Sebuah masa di mana awal perjuangan baru dimulai, di mana idealisme dan nilainilai luhur dijunjung tinggi. Namun, sebelum sah menyandang gelar mahasiswa, para maba diwajibkan mengikuti Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK). Bagi kami, OPAK adalah satu momentum menarik, di mana banyak yang harus kami dokumentasikan. Selain pendokumentasian, banyak juga peristiwa penting pengiring OPAK tahun 2015 ini yang perlu kami kawal. Mulai dari Walk Out yang dilakukan oleh setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam kegiatan orientasinya, anggaran yang tidak transparan, hingga nasib mahasiswa FSDAL yang tidak jelas tahun ini. Tak belajar dari pengalaman, setiap tahunnya OPAK mengalami permasalahan-permasalahan yang berulang. Setiap masalah yang ada, akhirnya bermuara pada sistem yang belum baik. Adanya aturan dan pedoman yang bijak dapat menjadi salah satu komponen sistem yang baik. Sistem OPAK yang dirasa perlu diperbaiki membuat kami para reporter kampus memuat beberapa tweet hashtag #saveOPAK2015; berisi keluhan, kekecewaan, dan suara mahasiswa atas buruknya sistem OPAK tahun ini. Pada dasarnya, semua yang kami lakukan karena semata-mata agar kampus menjadi lebih baik. Tidak ada maksud memojokkan atau menghina suatu pihak. Karena kami meyakini, dengan menulis kami akan melakukan suatu perubahan. Tetap gelisah, baca tulis lawan! Selamat membaca.
Lia Syam Arif & Zainuddin
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan sedang memberikan tanggapan terkait walkoutnya UKM, Senin (24/8). Dalam audiensi yang dilaksanakan di gedung kemahasiswaan, dihadiri para ketua UKM dan perwakilan dari kemahasiswaan
Karut marut terjadi pada Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pasalnya, naskah rancangan pedoman OPAK yang dikeluarkan oleh Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) hasil Majelis Perwakilan Mahasiswa Universitas (MPMU) Mei lalu ditolak pihak kemahasiswaan . Tidak hanya itu, rektorat secara sepihak juga menerbitkan buku pedoman OPAK tanpa pertimbangan mahasiswa. Dalam buku pedoman OPAK 2015, dijelaskan mengenai ketetapan pedoman pelaksanaan kegiatan OPAK. Akan tetapi, ketetapan pedoman tersebut hanya disusun oleh pihak kemahasiswaan tanpa melibatkan mahasiswa. “Mekanisme pembuatan peraturan belum jelas. OPAK ini ranah rektorat atau mahasiswa?” tegas Ketua Sema-U, Eko Siswandanu, Selasa (25/8). Padahal, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Dj.I/254/2007 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (POK) Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) menjelaskan, penyelenggaraan OPAK harus disusun dengan melibatkan pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa. Pelaksanaan OPAK tahun 2015 juga tak berbeda dengan tahun sebelumnya dalam tiga tahun terakhir. Ketua Pelaksana OPAK 2014, Muhammad Ulum menjelaskan, Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) hanya pembantu pelaksana rektorat. “Sebenarnya sudah dievaluasi. Bukan programnya, melainkan sistemnya,” katanya, Rabu (26/8). Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Ketua Pelaksana OPAK mahasiswa 2015, Brian Muhammad. Menurut Brian, kedudukannya sebagai ketua pelaksana hanya menjalankan tugas di lapangan atas perintah Wakil Rektor
(Warek) Bidang Kemahasiswaan. Ia juga menyayangkan, tidak dicantumkannya surat keputusan (SK) rektor tentang Kepanitiaan OPAK yang melibatkan mahasiswa dalam buku pedoman OPAK. Menanggapi hal itu, ketua pelaksana OPAK 2015, Zaenal Arifin mengatakan, tidak dicantumkannya SK kepantiaan, lantaran waktu kejar cetak buku pedoman OPAK yang terlalu mepet. “Daripada nanti diprotes mahasiswa karena tidak ada buku pedoman?” ucapnya, Rabu (26/8). Namun, saat dimintai keterangan Eko tidak merasa diberi batas waku untuk menyerahkan nama-nama panitia dari mahasiswa. Memasuki hari kedua, Kamis (27/8) pelaksanaan OPAK, pihak kemahasiswaa juga baru mengeluarkan revisi SK tentang kepanitiaan OPAK yang di dalamnya melibatkan mahasiswa. Padahal, tuntutan dikeluarkannya SK baru sudah sejak penyampaian kekecewaan mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari akhir Juli lalu. Walhasil, mahasiswa yang tergabung dalam Forum UKM menyatakan mengundurkan diri dari jajaran panitia pelaksana OPAK 2015 pada awal Agustus lalu. Dan secara resmi melalui surat pada Senin, (24/8) lalu. Ketua Komunitas Mahasiswa Fotografi (KMF) Kalacitra, Abdul Jalil mengatakan, ketidakjelasan sistem (OPAK) yang sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir menjadi penyebabnya. “Kami menginginkan adanya sosialisasi dan diskusi terkait sistem OPAK ini,” tanda Jalil, Rabu (26/8) Senada dengan Jalil, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KPMLHK) Kembara Insani Ibnu Battutah (Ranita), Nur Hidayat mengatakan, UKM mengundurkan diri dari OPAK bukan hanya sebatas SK yang dikeluarkan rektor yang tidak mencantumkan nama mahasiswa. “Sistem (OPAK) yang kita pakai tidak jelas, hanya segelintir orang saja yang menganggap sistem ini jelas,” ujarnya, Rabu (26/8). Terkait walk out UKM dari pelaksanaan Opak tahun 2015, Warek Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak menghargai langkah yang diambil Forum UKM. “Saya mengapresiasi langkah UKM terkait pengunduran diri dan minta maaf apabila ada kesalahan dalam sistem ini,” ujarnya dalam audiensi bersama perwakilan UKM di lantai 2 gedung Kemahasiswaan, Senin (24/8).
Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online: Syah Rizal | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul Hakim | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Anggota: Arini Nurfadhilah, Aci Sutanti, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat
Koordinatur Liputan: Eli Murtiana Reporter: Aisyah Nursyamsi, Desi Fitria, Dicky Prasetya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Kholis Bidayati, Lia Syam Arif, Novi Yulia Anggraini, Yayang Zulkarnaen, Zainuddin Fotografer & Editor: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Ika Puspitasari, Syah Rizal Karikaturis & Ilustrator: Syah Rizal Editor Bahasa: Aci Sutanti, Nur Hamidah Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0838-123-125-91 Web: www.lpminstitut.com Email: lpm.institut@yahoo.com. Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.
Laporan Utama
INSTITUT NEWSLETTER
Edisi OPAK 2015
|3
Foto: Jeanny/Ins
Anggaran OPAK Masih Dianggap Kurang
Mahasiswa baru Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) sedang melakukan mentoring di Hall Student Center Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Kamis (27/8). Mentoring adalah salah satu kegiatan dalam OPAK.
Eko Ramdani & Aisyah Nursyamsi
Berdasarkan rencana anggaran kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditandatangani pada 2 Agustus 2015, total anggaran OPAK mencapai Rp515 juta. Anggaran tersebut dialokasikan 20% atau Rp103 juta untuk OPAK tingkat universitas dan 80% atau Rp412 juta untuk OPAK tingkat fakultas. Namun, anggaran yang telah direncanakan untuk beberapa fakultas masih dianggap tak mencukupi. Seperti yang terjadi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Bendahara Umum Dema-F FITK, Rahmawani Wulandari menuturkan, FITK pada awalnya mengajukan anggaran Rp78 juta untuk perkiraan 988 mahasiswa, tapi kenyataannya dana yang didapat hanya Rp68 juta untuk 1164 mahasiswa. Dana tersebut kemudian dialokasikan pada jurusan sebesar Rp20 juta dan dipotong pajak Rp6 juta. Rahmawani menambahkan, meski dari pihak Dema-F FITK telah mengusulkan kembali rancangan anggaran dana guna memenuhi kebutuhan OPAK, namun sampai sekarang dana yang diajukan belum juga cair. “Makanya kita (Dema-F) pakai uang pribadi dulu buat menutupi kekurangannya,” tambahnya, Rabu (26/8). Kekurangan dana akibat melonjaknya jumlah mahasiswa dirasakan pula oleh Fakultas
Syariah dan Hukum (FSH). Ketua Opak FSH, Reza Baihaqi mengatakan, FSH mendapat anggaran kurang lebih Rp47 juta. Tapi, dana yang sudah diterima baru setengah dari total keseluruhan. Menanggapi persoalan tersebut, Wakil Ketua OPAK 2015, Subarja memaparkan, setelah mendapatkan sebagian anggaran, fakultas tetap dapat mengajukan kekurangan dana. Namun, dana tersebut tidak bisa langsung cair. “Anggaran yang sudah diajukan akan dirapatkan terlebih dahulu karena saya tidak dapat memutuskan secara sepihak saja” ujarnya, Rabu (26/8). Senada dengan Subarja, Sekretaris Panitia OPAK 2015, Masruri mengatakan, jika ada kekurangan dari anggaran yang telah direncanakan, pihak fakultas dapat mengajukan anggaran baru setelah OPAK berakhir.
“Fakultas dapat mengajukan proposal yang berisikan rincian anggaran baru nantinya,” ujarnya, Rabu (26/8). Lain fakultas, lain universitas. Dari Rp103 juta yang dianggarkan, Rp66 juta dialokasikan untuk keperluan Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U), Rp5,6 juta untuk Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U), dan sisanya digunakan untuk pihak kemahasiswaan sebagai honor narasumber dan biaya operasional selama acara OPAK berlangsung. Sedangkan, menurut Masruri, dana sebesar Rp20 juta yang awalnya dianggarkan untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dialihkan untuk biaya narasumber pengisi acara dan operasional selama pengenalan UKM. Hal ini dikarenakan UKM telah menarik diri dari OPAK dan tak melaksanakan demo UKM pada 26 Agustus 2015.
VISIT WWW.LPMINSTITUT.COM Update terus berita kampus
NEWSLETTER Edisi OPAK 2015 4 | INSTITUT
FSDAL Tak Menerima Mahasiswa Baru Desi Fitria & Yayang Zulkarnaen
Fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan (FSDAL), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tak melaksanakan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) pada tahun ajaran 2015/2016. UIN Jakarta menutup pendaftaran mahasiswa baru FSDAL karena izin operasional dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) belum juga turun.
Sumber: Twitter FSDAL UIN Jkt
Meski izin belum turun, kegitatan perkuliahan mahasiswa FSDAL angkatan 2014/2015 tetap berjalan dan mengikuti kurikulum yang ada pada tahun ajaran 2015/2016. Kurikulum yang tetap sama dikarenakan pihak universitas masih memperjuangkan agar izin operasional segera turun dari Dikti. Wakil Rektor Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga mengatakan, pihaknya harus segera mendapat kejelasan kapan izin turun dari Dikti. Jika tahun depan izin belum turun, mahasiswa FSDAL akan pindah ke Fakultas Sains
Mahasiswa FSDAL angkatan 2014 usai upacara pembukaan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) sembari membawa pamplet bertuliskan FSDAL di lapangan Triguna samping kampus UIN Jakarta, Rabu, (27/8/2014)
dan Teknologi (FST). “Program Studi (Prodi) Teknik Geologi masuk ke Jurusan Fisika, sementara Teknik Pertambangan dan Teknik Perminyakan masuk ke Jurusan Kimia,” jelasnya, Selasa (25/8). Dalam prosedur perizinan membuka prodi baru, seharusnya Dikti memberikan rekomendasi kepada UIN terlebih dahulu. Namun yang terjadi, UIN membuka prodi baru tanpa rekomendasi dan izin operasional dari Dikti. Sehingga, Dikti memberikan teguran kepada UIN untuk menutup tiga prodi baru tersebut. Sementara itu, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Agus Salim mengatakan, dalam proses perizinan pembentukan prodi baru, UIN sudah mengirimkan berkas sesuai persyaratan. Mulai dari pendaftaran secara online sampai persyaratan berupa berkas. “Sampai saat ini belum keluar izin operasional karena masih dalam proses penilaian lebih lanjut. Namun, UIN Jakarta juga tidak tahu persyaratan apa yang kurang,” tutur Agus, Rabu (26/8). Agus berharap, Dikti segera memberikan izin operasional pada tiga prodi yang ada di FSDAL secepatnya. Sehingga mahasiswa FSDAL memiliki status yang jelas. Terlebih, dalam waktu
Laporan Khusus dekat Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) akan melakukan proses akreditasi. Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Pembentuk FSDAL, Untung Suryanto mengatakan, status mahasiswa FSDAL secara administratif mereka di bawah FST. Tetapi, pelayanan kegiatan akademis dilakukan oleh Tim Pembentuk FSDAL sampai ada kejelasan dari Dikti mengenai permohonan pembukaan prodi FSDAL. Jika mahasiswa FSDAL masuk FST, kata Untung, belum ada kepastian mengenai pengembalian biaya semester yang telah dikeluarkan. Mengingat jumlahnya yang hampir menginjak Rp20 juta untuk biaya awal dan Rp10 juta per semester. “Tentu pihak rektorat akan memberikan yang terbaik bagi mahasiswa sehingga mereka tidak dirugikan,” ujar Untung, Kamis (27/8). Mengetahui FSDAL tak juga memiliki izin, salah satu Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakhrul mengungkapkan kekecewaannya apabila izin operasional tak kunjung turun. Ia tak menginginkan prodinya berpindah ke FST. “Saya merasa keberatan kalau FSDAL harus digabung dengan FST,” ungkapnya, Kamis (27/8). Berbeda dengan Fakhrul, mahasiswa FSDAL, Aisyah mengatakan selama ini pembelajaran berjalan lancar. “Perkuliahan berjalan sesuai dengan kurikulum, sehubungan dengan proses perizinan fakultas, pihak rektorat pun sedang berusaha memperjuangkan, sehingga kita tak perlu khawatir,” tutup Aisyah, Kamis (26/8).
Info Grafis
Rencana Anggaran OPAK UIN Jakarta 2015 Anggaran
Rp66,022,000 Rp5,650,000 Dema
Sema
Sumber: Rencana Belanja Anggaran (RBA) OPAK UIN Jakarta 2015, Kemahasiswaan
Rp412,000,000
Rp31,328,000 Kemahasiswaan
Fakultas Info Grafis: Jannah Arijah
Berita Foto
INSTITUT NEWSLETTER
|5
Foto: Jannah/Ins
Edisi OPAK 2015
Foto: Eli/Ins
Foto: Kholis/Ins
Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada, meninggalkan lapangan upacara. Upacara tersebut menandakan dibukanya kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK), Rabu (26/8).
Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) tengah bersiap untuk tampil dalam upacara pembukaan OPAK 2015 UIN Jakarta. Sebelumnya, paskibra ini telah dilatih oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Resimen Mahasiswa (Menwa), Rabu (26/8).
Salah satu mahasiswa pingsan saat berlangsungnya upacara pembukaan OPAK 2015. Panitia OPAK pun segera melakukan pertolongan, Rabu (26/8).
Informasi dan Tempat Pendaftaran Pendaftaran: Setiap Hari Kerja Tempat Pendaftaran: Kantor U’L CEE (Depan UIN Jakarta) Start Kajian Islam Komprehensif (free): 07 September 2015 Start Belajar Kursus (Mahasiswa): 14 September 2015 Contact Person : 081374640859 WA/ 085223677218 WA BBM: 581F7292/ 7D2BEF74 (Yunal dan Denden) Website: ulcee.damai.id : U’L CEE Institute @U’L_CEE Pilihan Hari Belajar : Senin s.d. Sabtu (08.00-17.30 WIB) Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000,-
Foto: Lia/Ins
6|
Wawancara
INSTITUT NEWSLETTER
Edisi OPAK 2015
Zaenal Arifin: SK Tak Perlu Dipermasalahkan Surat Keputusan (SK) Panitia Pelaksana Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) dalam buku pedoman OPAK 2015 menuai perdebatan. Pasalnya, Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U), Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tidak dilibatkan dalam kepanitiaan. Hal tersebut menjadi alasan UKM menarik diri (walk out) dari rangkaian acara OPAK. Berikut hasil wawancara reporter Institut, Kholis Bidayati dengan Ketua Panitia Pelaksana OPAK 2015, yang juga menjabat Kepala Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama (AAKK), Zaenal Arifin, Rabu (26/8). Sejauh ini, bagaimana menurut Anda pelaksanaan OPAK 2015? Pelaksanaan OPAK 2015 ini, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pihak rektorat dengan mahasiswa sepakat tidak ada senioritas dan perploncoan. Pelaksanaannya pun lebih menekankan pada intelektualitas mahasiswa baru. Hal ini mengacu visi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yakni, Knowledge, Piety and Integrity. Tahun ini kita juga menyetak buku pedoman OPAK terbitan UIN sendiri. Benarkah Pedoman OPAK dibuat tanpa sepengetahuan Dema-U, Sema-U, dan UKM? Buku pedoman OPAK ini merupakan ide dari Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan.
Dema pun menyambut baik atas kehadiran buku ini. Dalam penyusunannya buku ini mengacu pada buku-buku terbitan tahun sebelumnya dari Kementrian Agama (Kemenag). Dalam SK Rektor tentang Panitia Pelaksana, kenapa tidak ada nama mahasiswa yang seharusnya dilibatkan? Dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 poin g Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) PTAI 2013 berisi, panitia pelaksana OPAK terdiri dari pimpinan, karyawan, dosen dan mahasiswa. Tetapi, nama panitia dari mahasiswa belum dicantumkan dengan alasan kejar cetak. Bahkan jika diteliti ulang SK rektor mengenai panitia pelaksana OPAK jajaran karyawan juga
tidak memiliki nomor yang jelas. Namun, ada SK atau tidak semuanya harus bekerja sesuai tugas dan kewajiban masingmasing. Oleh karena itu, hal ini harusnya tidak perlu dipermasalahkan. Mahasiswa harus tetap membantu (support) pelaksanaan kegiatan OPAK yang memang sudah menjadi kewajibannya. Sebenarnya, SK panitia pelaksana dari pihak mahasiswa awalnya sudah ada. Hanya saja SK tersebut ditandatangani oleh Wakil Rektor (Warek) Bidang Kemahasiswaan. Pertimbangan dari beberapa pihak menyebutkan bahwa SK itu harus ditandatangani langsung oleh rektor. Namun sampai hari pertama OPAK, SK terbaru dari rektor masih belum jadi. UKM menyatakan walk out dari rangkaian OPAK, bagaimana tanggapan Anda? Panitia sebenarnya sudah menyiapkan jadwal sejak awal bulan puasa. Namun, keinginan untuk berpartisipasi atau tidak adalah hak warga UKM. Terkait penarikan diri dari acara OPAK, menurut saya, acara ini adalah kesempatan mereka untuk memperkenalkan UKM. Misalkan saja, nama sudah tertera di SK, ya, harus bekerja sesuai dengan tugas. Jika tidak, dalam kepanitiaan selanjutnya dapat dihapuskan namanya. Begitupun dengan mahasiswa, seharusnya mereka tidak bersikap demikian. Lalu, jika benar warga UKM tidak ikut berpartisipasi dalam acara OPAK, mereka dapat mengadakan acara roadshow UKM dan masalah dana, mereka dapat mencari melalui sponsor. Adakah sidang Laporan Pertanggungjawaban (LPj) yang melibatkan mahasiswa, seperti yang mereka rekomendasikan? Mengenai sidang LPj, saya sangat mengapresiasi usulan tersebut. Tetapi, saya pun kurang tahu akan kelanjutannya karena proses ini sudah ditangani langsung oleh bagian keuangan. Adanya pertanggungjawaban kegiatan OPAK dan transparasi dana itu perlu, namun tidak semua kalangan boleh tahu.
Sambungan Sistem Kalut, UKM Pilih Walk Out
Senada dengan KSR PMI, UKM Pramuka juga tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan OPAK. Menurut ketua UKM Pramuka, Wahyudin, saat ini UKM Pramuka tidak terlibat dalam proses upacara. Sebelumnya, pihak rektorat sudah menyampaikan kerjasama terkait pelaksanaan OPAK, hanya saja tidak melalui surat resmi. Prinsipnya, kata Wahyu, UKM Pramuka bukannya tidak ingin membantu pelaksanaan OPAK. Dirinya hanya ingin kejelasan terkait surat perintah. “Sedangkan perintah dari kemahasiswaan hanya bersifat tersirat,” tegas pria yang kuliah di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) ini, Kamis (27/8). Di sisi lain, Resimen Mahasiswa (Menwa) Satuan Wira Dharma tetap melakukan tugasnya dalam pelaksanaan OPAK. Perannya yakni protokoler dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) saat upacara pembukaan
OPAK 2015. Menurut Ketua Menwa, Fahd Althaf Machellio, hal ini dikarenakan keputusan dari komando pimpinan pusat Jayakarta bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. “Jika tahun lalu kita mengawal jalannya OPAK secara keseluruhan, tahun ini hanya di upacara saja, sisanya tidak,” ucap pria yang kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum ini, Rabu (26/8). Menanggapi sikap UKM yang memilih walk out dari OPAK 2015, Sekretaris OPAK, Masruri menyampaikan kekecewaannya. “Kami sudah memberi waktu dan anggaran terkait pelaksanaan OPAK untuk pihak UKM, namun alasan mereka memilih mundur sangat tidak jelas (tidak masuk akal). Namun di sisi lain, Yusron Rozak tetap menghargai sikap UKM yang memilih mengundurkan diri dari pelaksanaan OPAK 2015. Pasalnya, perbedaan pendapat wajar saja terja-
di. “Sehingga ke depannya, hal tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi untuk OPAK 2016,” tutupnya, Rabu (26/8).
Segenap pengurus, anggota, dan caang LPM INSTITUT mengucapkan selamat datang kepada mahasiswa baru UIN Jakarta tahun ajaran 2015/2016
Opini
INSTITUT NEWSLETTER
Edisi OPAK 2015
Berebut OPAK
Dari sekian banyak agenda tahunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Orientasi Pengenalan Akedemik dan Kemahasiswaan (OPAK) adalah salah satunya. Tak berbeda dengan gelaran rutin tahunan lainnya, OPAK barangkali tak kalah penting. Baik bagi mahasiswa baru (maba) maupun mahasiswa lama. Sebagai agenda wajib, OPAK juga terus menyisakan perkara yang tidak sederhana. Boleh jadi beberapa waktu lalu mahasiswa sibuk membincangkan OPAK sebagai ajang perploncoan namun abai dengan mengabaikan beberapa perkara lain dari OPAK yang tak kalah seriusnya. Padahal, sebagai agenda rutin yang bersifat akademik, OPAK juga menjadi sebuah ajang politik oleh banyak pihak. Hal sederhana yang bisa dilihat jelas adalah orientasi menarik simpati. Dalam hal ini, OPAK menjadi ladang subur untuk mendulang suara. Sekalipun (biasanya) pemilihan raya (pemira) yang menjadi momen untuk mendulang suara oleh kandidat perebut kursi kekuasaan di organisasi kemahasiswaan dilakukan pada akhir tahun atau awal tahun, yang artinya masih cukup lama, tapi pada OPAK, menarik simpati banyak pihak—khususnya maba—juga tak kalah penting. Bahkan mungkin lebih penting. Ini lumrah sebagai strategi politik di ranah kampus. Tidak cuma soal mendulang suara untuk pemira, yang lebih jelas, ini menjadi tradisi bagi organisasi dalam dan luar kampus menjaring kader baru. Satu hal yang mungkin menjadi orientasi lain
Oleh: Aditia Purnomo* pada OPAK, apalagi kalau bukan soal anggaran. Tentunya anggaran dalam jumlah besar yang disediakan untuk menjalankan OPAK. Seandainya saja, ada lima ribu mahasiswa baru yang diwajibkan membayar biaya OPAK sebesar 100 ribu, anggaran yang akan terkumpul keseluruhan bisa mencapai Rp500.000.000. Dan dengan anggaran yang besar ini, hampir setiap tahunnya persoalan transparansi anggaran tidak pernah berjalan dengan benar. Laporan pertanggungjawaban pasca OPAK yang terlalu lambat dikerjakan, anggaran-anggaran yang tidak dapat dibuktikan, dan yang paling jelas adalah tidak adanya keterbukaan dalam penggunaan anggaran tersebut. Ingat, menurut Bang Napi, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena ada kesempatan. Dari ketidakjelasan anggaran, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mark up anggaran misalnya. Siapa tahu. Pun dengan anggaran sebesar itu, wajar saja jika muncul kecurigaan-kecurigaan yang berdasar pada ketidakterbukaan penggunaan anggaran. Seandainya ada sisa anggaran, lantas akan dikemanakan anggaran tersebut? Apakah angka Rp45.000 untuk harga kaos seragam peserta sesuai dengan harga pasar? Apakah tidak terjadi mark up? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa dijawab jika ada keterbukaan anggaran dari pihak panitia. Tapi sekali lagi, apakah hal ini terjadi? Jangankan untuk terbuka soal anggaran, soal tema dan teknis
|7
acara saja panitia tidak terbuka pada lembaga intra kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa. OPAK tahun ini memang cukup bermasalah. Mulai dari keributan soal pedoman dan peraturan teknis acara yang ditolak oleh pihak kampus (padahal pedoman ini sudah disepakati dalam sidang senat mahasiswa Juli lalu) hingga UKM yang memilih mundur dan tidak terlibat sama sekali dalam OPAK tahun ini. Ya, secara sederhana saya sangat memahami kenapa UKM memilih mundur, dan saya mendukung penuh hal ini. Karena, perkara mundurnya UKM dari OPAK bukan hanya soal tidak dilibatkan sejak awal, hanya dijadikan pelengkap dalam OPAK, dan tidak banyak memiliki suara dalam OPAK. Tapi juga karena tidak terlihatnya kekuatan eksekutif mahasiswa dalam mempertahankan pedoman OPAK yang harusnya dijalankan, dan lebih memilih apa mau rektorat. Jelas lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Harusnya, sebagai pihak yang memiliki banyak kepentingan pada OPAK, lembaga eksekutif mahasiswa harus berani menghadapai kondisi ini sebagai sebuah tugas dan tanggung jawab mereka untuk kedaulatan mahasiswa. Jangan sampai, nantinya lembaga legislatif dan eksekutif mahasiswa lebih memilih diam dan dengan enteng bergumam “asal bapak senang�. Jangan sampai. *Penulis adalah mahasiswa akhir yang tak kunjung lulus
Memiliki OPAK Bersama Oleh: Erika Hidayanti*
Setiap tahun, orientasi mahasiswa baru (maba) menjadi agenda rutin. OPAK adalah istilah yang digunakan UIN Jakarta empat tahun terakhir untuk masa orientasi tersebut. Dari tahun ke tahun OPAK selalu menjadi ajang besar, acara sakral bagi maba untuk mengenal lingkungan kampusnya. Tak hanya akdemik tapi seharusnya juga ajang mengenal keseharian hingga ideologi yang ada di kampus. OPAK tahun ini membawa pertanyaan besar, milik siapa dan akan dibawa ke manakah masa orientasi ini? Secara penuh pihak kampus merancang acara demi acara dalam perhelatan besar ini. Kini, mahasiswa hanya menjadi bagian teknis dari apa yang telah dirancang, tak diberi kesempatan untuk ikut menjadi otak dalam ajang pembentukan karakter maba ini. Tahun ini, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) menarik diri secara formal dalam kegiatan OPAK. Hal ini dilatarbelakangi oleh tak jelasnya sistem yang dipakai serta tak transparannya rasionalisasi dana dan waktu dalam OPAK. Melihat kejadian ini, tampak seperti tak ada kerjasama yang baik dari pihak kampus pada mahasiswa. Sejatinya, OPAK adalah milik bersama untuk mengenalkan kampus pada maba. Pembentukan karakter dan mental mahasiswa perlu disiapkan dengan rasionalisasi yang jelas. Karena
pada nantinya mahasiswa harus keluar dengan pemikiran baru untuk menciptakan bukan lagi sekadar menuruti sistem seperti siswa. Lebih dari lima ribu maba akan menjadi bagian dari keluarga besar UIN Jakarta. Sebanyak itu pula mahasiswa yang akan dibentuk karakternya untuk menjadi ciri khas kampus kelak. Melihat banyaknya anak manusia yang harus dibimbing, rasanya tak akan cukup dengan waktu singkat dan acara berupa ceremonial belaka. Konkritnya, masa orientasi seharusnya sebagian besar ditujukan demi kepentingan maba. Dalam hal ini tentu elemen yang harus terlibat mulai dari tataran konsep hingga teknis adalah kerjasama antar kampus dan mahasiswa. Hal ini, sebenarnya juga sudah tercantum dalam Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) yang dikeluarkan Direktorat Perguruan Tinggi Islam (Diktis). Semua elemen wajib terlibat dalam perhelatan ini karena memang memiliki porsi dan kepentingan berbeda dalam membangun karakter maba. Secara akademik mungkin pihak kampus lebih mumpuni untuk mengenalkannya pada maba. Namun, konsep untuk pengenalan keseharian kampus akan lebih baik jika digarap langsung oleh mahasiswa. Terutama soal hobi, minat, dan bakat yang bisa disalurkan dalam keseharian kampus. Dari tahun lomba untuk saling menguntung-
kan diri sendiri. Daripada ajang bimbingan dan perkenalan OPAK lebih terlihat sebagai ajang pamer dan bisnis. Ada yang salah dengan perhelatan besar untuk maba di kampus ini. Mungkin karena masih buruknya kerjasama antar elemen yang sehausnya menjadi otak dari acara tersebut. Lalu seperti apa seharusnya? Selama ini, tak pernah ada pembicaraan yang jelas terkait OPAK di antara pihak kampus dan mahasiswa. Evaluasi dari tahun ke tahun pun tak jelas. Mulai dari kegiatan hingga keuangan tak pernah ada evaluasi yang jelas. Padahal, jika memang harus melibatkan semua elemen tadi penataan konsep laiknya dimulai dari evaluasi hingga kemudian mendapatkan konsep terbaik bagi OPAK. Tak ada yang seharusnya menjadikan OPAK sebagai lahan basah bisnis. Bukan demi keuntungan material, tapi semata-mata untuk kemajuan kampus ke depannya. Bila kampus ini menginginkan masa orientasi yang humanis dan islami tentu harus dibangun dari bawah. Dijalankan bersama antar pihak kampus dan mahasiswa untuk maba. Bukan dirancang sepihak dan dijalankan sepihak pula, tak ada kesinambungan sistem yang jelas. *Penulis adalah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, FKIK.
8|
Testimoni OPAK 2015
Ali Abdul Wahab, Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan “Di sini saya mendapatkan pengalaman dan pendidikan yang belum pernah didapat di SMA. Acaranya juga terkontrol, tapi berharap acaranya lebih ada inisiatif lagi, jangan hanya yel-yel saja.”
Nurti Vani Ariana, Akidah Filsafat, Ushuluddin “Seru dan berkesan sekali menurut saya OPAK UIN Jakarta. Tapi acara seminar terlalu banyak memakan waktu dan membuat mengantuk. Tapi acaranya yang lain seru-seru aja.”
Vera Masfufah, Psikologi “Hukumannya sangat bagus dan memberi manfaat seperti membuat makalah, jadi malah harus belajar lagi.”
Irna Mairani, Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan “Terlalu banyak bercanda sih, acaranya jadi kurang fokus. Tapi hal itu bikin seru.”
Wafi Nursyifa, Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan “Mirip MOS tapi lebih membuat kita menjadi dewasa dan berpikir lebih bagus. Sangat terlihat rasa nasionalismenya apalagi dari lagu-lagunya.”
Verenia Paramita, Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial da Ilmu Politik “Mau lebih tau soal UKM, tapi gambarannya masih belum jelas.”
Leni Leanita, Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi “Acara OPAK di UIN Jakarta berbeda dari universitas lain karena materi yang sangat berguna. Tetapi, panitianya kurang rapi dalam berpakaian, padahal dia sebagai panutan. Juga, ciri khas dari tiap-tiap fakultas kurang terlihat.”
Fadillah Ahmad Narawi, Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum “OPAK FSH sangat menarik dan bisa punya kenalan banyak. Tapi berharap panitia agak sedikit dewasa dengan kata-kata, jangan memakai bahasa yang tidak baik.”
Desi Ayu Rosanti, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora “Tidak ada perploncoan seperti apa yang dibayangkan. Tapi jadwal acara tidak sesuai dengan jam yang sudah ditetapkan. Kebersihannya juga kurang, karena tempat sampah masih belum banyak.”
Nadia Khawarul Aini, Fakultas Dirasat Islamiyah “OPAK itu orientasi pengenalan tentang kampus ya, jadi pengenalan kampus memang yang seperti ini, no bully. Sayangnya kakak panitia kadang bingung mau mengisi acara dengan apa, padahal waktunya sangat banyak.”
Arga Pratama Putra, Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi “Banyak materi yang mendidik dan atributnya tidak terlalu mengganggu untuk OPAK tahun ini. Tapi yang menjadi harapan adalah kakak panitia jangan sampai misscommunication dan acaranya lebih diwarnai, agak bosan.”
Nurjannah, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis “Terlalu banyak duduk sih jadi capek. Juga waktu Ashar kadang dilupakan, pulang sore tetapi tidak ada jadwal shalat. Tapi acaranya sangat seru”