Edisi XVIII/April 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com
Merayakan Kekalahan
Editorial Komedi di Panggung Kampus Kita nampaknya harus tertawa, melihat para mahasiswa berkomedi keliling kampus untuk merayakan kemenangan ahistoris! Awalnya, mereka kecewa dengan pemilu versi rektorat, tapi setelah mereka menang dalam pemilu itu, mereka merayakannya! Bukan main hebatnya aktor-aktor itu, gampang mengubah mimik wajah dengan seketika. Dari sana terlihat ada kubu-kubu yang terpisahkan oleh kepentingan, tidak ada kekompakan. Bahkan, komitmen mempertahankan yang selama ini diyakini, yaitu SG, tidak terlihat sedikitpun. Namun, bukan berarti perjuangan sudah habis, masih ada kesempatan untuk memperjuangkan, jika masih mau. Layaknya para pemimpin yang sudah terpilih kemarin, bekerja keras memperjuangkan yang selama ini diyakini. Mereka harus paham, tentang kedaulatan, tentang belajar demokrasi, juga tentang kepentingan mahasiswa. Tidak serta merta kemenangan itu dijadikan kebanggaan lalu kemudian menjadi kerbau yang dicocok hidungnya, mau mengikuti ke mana saja. Dan referendum untuk mendiskusikan persoalan Lembaga Kemahasiswaan (LK) juga harus dilakukan. Bagaimana tidak? Jika kita mengklaim diri kita mahasiswa yang akademis, kita harus berpikir ilmiah! Kita urai semua persoalan yang dihadapi LK, kemudian dianalisis, barulah dapat kita temukan solusi yang terbaik. Tanpa ada asumsi dan prasangka.
ILUSTRATOR: HILMAN
Euforia Ahistoris
Laporan Utama Sudarnoto: Mahasiswa ‘Back to Home’
Rahmat Kamaruddin
13 Januari lalu, segenap mahasiswa yang terhimpun dalam Keluarga Besar Mahasiswa UIN Jakarta berdemonstrasi di depan gedung rektorat, untuk menuntut agar sistem Student Government (SG) tetap diberlakukan. Aksi demonstrasi yang menyebabkan beberapa mahasiswa dilarikan ke rumah sakit akibat terluka tersebut, tidak menemukan titik terang. Yakni berupa penerapan kembali sistem SG untuk mahasiswa pasca dibekukan pihak rektorat pada 2010 lalu. Kemudian paruh kedua Maret lalu, pihak rektorat menginstruksikan mahasiswa melaksanakan pemilu.
Pemilu diselenggarakan di fakultas masing-masing berdasarkan SK Rektor Un.01/R/10/2012. Rangkaian prosedur dan mekanisme pemilu versi rektorat tersebut berlangsung singkat. Atas instruksi pihak rektorat, hanya dalam seminggu seluruh fakultas dan jurusan telah memiliki ketua baru. Usai pemilu, beberapa mahasiswa merayakan kemenangan dengan melakukan konvoi bersepeda motor sembari mengibarkan bendera organisasi ekstra mengitari kampus dan sekitarnya, Jumat (23/3). Terkait hal tersebut, Andikey Kristianto, Aktivis UIN ‘98, mengimbau agar mahasiswa melihat latar belakang sejarah lahirnya SG. Menurutnya, sikap mahasiswa pasca pemilu versi rektorat tersebut ahistoris, karena tak
memahami dengan baik konteks yang melatarbelakangi kelahiran SG. “Anda (mahasiswa) merayakan kemenangan sekaligus merayakan kekalahan,” katanya saat ditemui INSTITUT, Kamis (12/4). Dia menambahkan, SG pernah berjalan dengan baik, walaupun memang pernah terjadi keributan antar mahasiswa. SG perlu dibenahi tanpa harus menegasikan pembelajaran politik. Jika mahasiswa tidak belajar politik, orang dengan mudah dapat mengebiri mahasiswa dan disetir oleh pihak berkepentingan.
Bersambung ke hal.19 kol. 2
3
Seni Budaya
Pangeran Wicaksono Mencari Pendamping Hidup
8
Resensi 5 Judul, 1 Film
17
2
LAPORAN UTAMA
Edisi XVIII/April 2012
Pemerintahan Baru Mahasiswa Tanpa Konstitusi Aditia Purnomo
AD/ART KBM UIN, Konstitusi sistem pemerintahan mahasiswa yang lama.
“Pemerintahan baru mahasiswa tingkat fakultas telah terbentuk. Meski konstitusinya belum terbentuk, terpenting saat ini adalah berjalannya pemerintahan mahasiswa di tingkat fakultas.” Hal tersebut diungkapkan Pembantu Rektor (Purek) III bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim, saat ditemui INSTITUT di ruangannya, Kamis (5/4). “Biarlah mereka bekerja, kalau mau disebut konstitusi, konstitusinya belum ada,” ucapnya. Ia menambahkan, setelah seluruh pemenang dilantik oleh pihak fakultas masing-masing, akan ada sebuah pertemuan untuk memba-
has konstitusi lembaga kemahasiswaan dan mekanisme pemilu tingkat universitas. “Kita akan undang temanteman fakultas dalam rapat kerja Lembaga Kemahasiswaan (LK) dan akan membicarakan banyak hal, termasuk membicarakan aturan main mereka,” tegasnya. Senada dengan Sudarnoto, Kepala Bagian Kemahasiswaan Ja’far Sanusi mengatakan, akan diadakan pertemuan antara mahasiswa dan pihak rektorat untuk membahas hal tersebut. “Kita bangun sama-sama peraturanperaturan itu,” ujarnya, Senin (9/4). Ia menjelaskan, rektorat menginginkan pembuatan konstitusi untuk LK itu mengacu kepada Su-
rat Keputusan Direktorat Jenderal (SK Dirjen) Pendidikan Islam Nomor: Dj.1/253/2007. “Idealnya mengikuti SK Dirjen, karena SK Dirjen berskala nasional. Namun mahasiswa masih tarik-menarik antara SK Dirjen dan keinginan mahasiswa,” tegasnya. Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) terpilih Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Lukmanul Hakim mengungkapkan, dalam masa transisi ini, BEM FEB masih menggunakan Undang-undang (UU) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) universitas. “Kami masih patuh dengan undang-undang organisasi tingkatan KBM UIN,” tegasnya. Ia melanjutkan, BEM FEB berharap konstitusi yang dipakai nanti tidak jauh berbeda dari UU KBM UIN. “Sebelas-dua belaslah, cuma mungkin bedanya nggak pakai partai saja,” tambahnya. Lanjutnya, BEM FEB masih menganggap sistem Student Government (SG) masih ideal untuk dipakai saat ini. Selain itu, menurut Ketua BEM terpilih Fakultas Syariah dan Hukum Ridho Mufti, permasalahan konstitusi yang berdampak langsung kepada LK adalah mekanisme pengambilan dana kemahasiswaan. “Dari pengalaman di BEM Perbankan Syariah, dana yang turun cuma semester-semester awal saja,” imbuhnya.
Salah satu pendiri SG, Andi Syafrani mengungkapkan, hal yang harus menjadi pegangan dalam pembuatan konstitusi baru ini adalah catatan-catatan evaluatif dari sistem pemerintahan yang lama. Ia menambahkan, karena mahasiswa yang akan menjalankan, maka mahasiswalah yang harus ikut andil dalam pembentukannya. “Kalau saya kembali ke prinsip awal, BEM ini dibentuk untuk mahasiswa atau rektorat?” tegasnya, Rabu (4/4). Baginya, terpenting saat ini adalah sebuah diskusi yang mampu menyatukan prinsip dan tujuan yang ingin dicapai bersama, melalui LK. Ia pun melanjutkan, jika diskusi dimulai dari soal-soal teknis, maka tidak akan ditemukan jalan keluar yang diinginkan. “Temukan dulu aspek fundamentalnya, sehingga nanti bisa diturunkan ke aspek teknisnya,” jelasnya. Ketika ditanyai tentang nilainilai yang harus terkandung dalam konstitusi baru ini, ia menjabarkan, nilai-nilai seperti dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan kesetaraan mahasiswa yang juga diusung oleh SG harus terkandung. Dani Ramdani, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat mengungkapkan, SG yang mengandung nilai-nilai kedaulatan mahasiswa harus terus diperjuangkan. “Sekarang, siapapun itu yang menang, harus bisa meneruskan perjuangan apa yang sudah kita perjuangkan,” tegasnya, Rabu (11/4).
Sudarnoto: Mahasiswa ‘Back to Home’
Salam Redaksi Assalamualaikum Wr. Wb Salam INSTITUT Salam sejahtera untuk kita semua. Tak lupa kita hadirkan kembali Tabloid INSTITUT berikutnya, yaitu edisi 18 yang terbit bulanan. Komitmen ini tak memiliki arti tanpa kehadiran para pembaca sekalian, yang senantiasa setia dalam berpartisipasi akan hadirnya edisi kali ini. Apapun itu bentuknya. Beberapa dari kita mungkin merasakan “pesta” pemilu pada saat yang lalu. Di tiap fakultas, para mahasiswa bergumul untuk memilih pemimpin yang pantas dipilih dalam tataran fakultas dan jurusan. Tapi, di sisi lain, bagi orang terdahulu tentu akan memandang-nya secara berbeda. Karena bagaimanapun, keadaan pemilu yang telah terlaksana beberapa waktu yang lalu memiliki perbedaan yang cukup menonjol dengan pemilu yang sebelumnya. Karena itu, pada Tabloid kali ini kami membedah pemilu kemarin dilihat dari pelbagai sudut pandang. Memang, banyak yang mendukung, dan banyak pula yang mengecamnya. Para mahasiswa aktivis organisasi ekstra pun, sebagian dari mereka terpecah menjadi beberapa pendapat. Sebagian menentang, sebagian lagi menurut. Namun, tentu kehadiran beritaberita di sini bukanlah hal yang sempurna. Kami di sini adalah hasil dari proses yang mengharuskan kami untuk berjibaku agar pada akhirnya kami bisa melihat Tabloid ini dibaca di basement tiap fakultas, atau di ruangan tempat para pejabat kampus ini duduk manis di atas kursinya. Wassalamualaikum Wr. Wb
Aam Mariyamah “...Terselenggaranya pemilihan organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Surat Keputusan (SK) Dekan yang melibatkan unsur dekanat, dosen, dan mahasiswa...” Sesuai dengan kutipan SK Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor
Sudarnoto Abdul Hakim
Un.01/R/10/2012 tentang Revisi SK Rektor Nomor Un.01/R/179/2011 tentang petunjuk teknis pemilu Lembaga Kemahasiswaan (LK) UIN Jakarta di atas, mahasiswa diminta kembali ke basisnya di fakultas dalam rangka menunjang aktivitas akademiknya. Harapan itu disampaikan Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim, Kamis (5/4). Saat dikonfirmasi mengapa Student Government (SG) tidak dikembalikan sepenuhnya kepada mahasiswa. Ia mengatakan, momen pemilu ini memang untuk mengajak mahasiswa supaya pulang ke ‘rumah’ yang sebenarnya, yakni fakultas. “Istilahnya, mahasiswa back to home,” kata Sudarnoto. Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Rizki Mullah, merasa keputusan rektorat untuk melibatkan pihak dekanat tidak sesuai dengan substansi SG, yang diusung oleh mahasiswa saat work-
shop lalu. “Substansi SG adalah dari, oleh, dan untuk mahasiswa, sehingga sudah semestinya dijalankan sepenuhnya oleh mahasiswa,” ujarnya, Selasa (3/4). Aktivis UIN ’98, Andikey Kristanto, mengaku sangat kecewa karena dekanat harus ikut campur dalam hajat demokrasi mahasiswa tersebut. Baginya, hubungan mahasiswa dengan rektorat ataupun dekanat itu sebatas mitra atau sebagai orang tua yang mengawasi etik dan moral perjalanan SG. “Rektorat, dekanat, mahasiswa kan sudah punya tugas masing-masing. Jadi, biarkanlah mahasiswa mengurusi organisasi dengan aturan yang sudah berlaku dan dikoordinasikan dengan pihak rektorat. Jangan ragukan juga kemampuan mahasiswa, apalagi sampai mengebiri kepentingan mahasiswa,” katanya. Menurut Ramfalak Siregar, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, diikutsertakannya fakultas dalam kegiatan Pemilu adalah hal yang positif. “Sejak dulu, calon yang
diangkat tidak ada kualifikasi mengenai nilai akademik. Jadi, sekarang kita (HMI) selektif mengangkat calon,” kata lelaki yang kerap dipanggil Falak ini, Rabu (11/4). Di samping itu, pihak rektorat mendesak dekanat agar pemilu ini tetap dilaksanakan. ”Jika pemilu tidak segera diadakan, maka Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) akan dibekukan selama 1 tahun,” tegas Sudarnoto. Oleh sebab itu, para mahasiswa yang menolak pemilu terpaksa melunak dan mengikuti prosesnya. Selain untuk memaksakan pelaksanaan pemilu dan mengembalikan mahasiswa ke basisnya di fakultas, Sudarnoto juga mengecam keberadaan partai politik di kampus. “SG ini tanpa partai politik. Tidak ada bendera partai di kampus. Lagipula mahasiswa belum saatnya untuk berpolitik. Nanti kalau sudah mendapatkan ilmunya, baru diterapkan di dunia luar. Sekarang waktu kalian (mahasiswa) untuk belajar di fakultas masing-masing,” paparnya. Menanggapi pernyataan Sudar-
noto tersebut, Andikey merasa, penting bagi mahasiswa untuk belajar berpolitik. Sekalipun politik praktis. Tujuannya agar mahasiswa tidak mudah dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ramfalak pun dengan tegas mengatakan partai adalah ‘mesin’ penggerak mencapai kemenangan. “Tidak ada SK tentang pembubaran partai, jadi pengaruh partai akan tetap kental walaupun hanya secara tersirat,” ujarnya sambil tersenyum. Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Budi Purnomo pun angkat bicara. “Eksistensi PMII memang sedang dipertaruhkan, tapi kami optimis partai akan tetap hidup di kampus. Apalagi dengan tidak adanya sikap tegas dari rektorat terhadap keberadaan partai maupun organisasi ekstra,” tegasnya, Rabu (11/4).
Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Ibnu Affan | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby | Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar | Redaktur Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Jaffry Prabu | Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Trisna Wulandari | Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan: Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar & Rahayu O | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani & Fajar I | Pemimpin Litbang: Abdul Charis | Riset: Egie FA & Aditya Putri | Pendidikan: Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah.
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta SK. Rektor No.23 Th. 1984 Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006
Koordinatur Liputan: Makhruzi Rahman Reporter: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Rizqi, Editor: Oby, Umar, Hilman, Haris , Egi, Fajar, Ibnu, Dika Ilustrator: Omen, Ulan. Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241 Web: www.lpminstitut. com Email: lpm.institut@yahoo.com. Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda p0engenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.
LAPORAN UTAMA
Edisi XVIII/April 2012
3
Dana Pemilu Mencapai Rp90 Juta Lebih Muhammad Umar Untuk mengadakan pemilu Lembaga Kemahasiswaan (LK), bagian keuangan rektorat mengeluarkan dana sebesar Rp92.160.000. Dana ini merupakan sepuluh persen dari dana kemahasiswaan No. dan penetapannya mengacu pada Kongres Mahasiswa 1 Universitas (KMU) 2010. 2 3 Dana tersebut digunakan untuk pemilu tingkat fakultas dan tingkat universitas, yang ditetapkan 20 Maret. Ketetapan itu berdasarkan rapat pemilu yang dihadiri oleh Pembantu Dekan (Pudek). Setelah itu bagian kemahasiswaan universitas mendistribusikannya secara merata ke tiap fakultas sebesar Rp6.510.000. Dana kemahaiswaan yang keluar, menurut Subarja, Kepala Bagian (Kabag) Keuangan, itu sesuai dengan dana yang dianggarkan oleh panitia pemilu lembaga kemahasiswaan. Dana ini sepenuhnya diatur oleh bagian kemahasiswaan. Untuk pemilihan pada tingkat fakultas, Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan Ja’far Sanusi, mengatakan bahwa dana itu digunakan untuk honor panitia khusus dari pimpinan, dosen, dan karyawan. Selain itu diguna-
RENCANA BIAYA PEMILIHAN LEMBAGA KEMAHASISWAAN TINGKAT FAKULTAS DAN TINGKAT UNIVERSITAS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2012 Sumber: Kabag Kemahasiswaan
Uraian Honor Panitia Konsumsi Perlengkapan a. Kotak Suara b. Bilik Suara c. Spanduk d. Foto/Dokumentasi
4 5
Volume
Satuan
182 720
Rp 250.000 Rp 20.000
Rp 45.000.000 Rp 14.400.000
42 42 14 14
Rp Rp Rp Rp
Rp 4.200.000 Rp 10.500.000 Rp 4.200.000 Rp 3.500.000
14
Rp 350.000
Rp 4.900.000
546
Rp 10.000
Rp 5.460.000
150.000 350.000 300.000 250.000
Total
ATK
Kertas, Foto Copy, Spidol dll.
Biaya Rapat Rapat Koordinasi
Rp 92.160.000
Total Biaya kan juga untuk konsumsi panitia, serta digunakan untuk perlengkapan. “Bagi fakultas yang kurang dana, mereka membiayai sendiri, karena anggaranya memang segitu. Cukup atau tidak cukup yang penting pemira itu bisa berjalan,” ucapnya ketika ditemui INSTITUT di ruangannya, Selasa (10/4). Penggunaan dana pemilu
Wawancara
di tiap fakultas berbeda-beda. Tapi, pengeluaran dananya dikontrol oleh Pembantu dekan (Pudek) II bidang Administrasi dan Keuangan. Misalnya, penggunaan dana yang dibelanjakan oleh panitia pemilu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Muhamad Ishaq selaku ketua panitia pemilu FEB mengatakan, panitia pemilu menggunakan dana sebe-
sar Rp3.150.000 untuk peralatan dan konsumsi. Berbeda dengan FEB, Nur Iksan Ramdhani Yusuf selaku ketua panitia pemilu di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) mengemukakan, semua perlengkapan terkait bilik suara, kotak suara, dan spanduk diurus oleh pihak fakultas. “Teman-teman mahasiswa hanya menjadi pani-
tia pelaksana,” tuturnya, Selasa (3/4). Sedangkan dana yang dikeluarkan panitia pemilu Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), menurut M. Boy Kusoon Capah, adalah sebesar Rp1.725.000. Awalnya, panitia Pemilu mendapatkan dana sebesar 2,5 juta, dan sisanya dikembalikan lagi ke Tata Usaha (TU) fakultas. “Kalau lihat di TU, dapatnya 3.6 juta. Seharusnya, kalau kita mau bikin selayaknya pemilu, itu kurang. Karena itu mendadak, makanya banyak yang ditiadakan, seperti kertas suara yang seadanya, kita juga nggak pakai spanduk, makanya, jadi banyak dana yang nggak terpakai,” katanya ketika ditemui di ruangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIDIKOM, Jumat (6/4). Di sisi lain, perihal anggaran pemilu yang sebesar Rp92.160.000, mendapat kritik dari Asep As’ary selaku ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pemilu 2010. Menurutnya, pemilu tiap fakultas itu cukup dengan uang Rp1 juta, bila melihat kondisi nyata di lapangan. Secara teknis, Asep mengkritik tidak adanya publikasi besarbesaran. “Kertas suaranya pun biasa-biasa saja, tidak berwarna dan tidak ada foto calon. Kotak suaranya biasa-biasa saja,” paparnya, Kamis (12/4).
Andikey Berharap Mahasiswa Bisa Perjuangkan SG Aam Mariyamah
DI BA
Andikey Kristanto
Pemilu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) telah dilaksanakan pada paruh kedua bulan Maret ini. Adanya intervensi pihak rektorat dan dekanat dianggap tidak sesuai dengan substansi Student Government (SG) yakni dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Berikut ini petikan wawancara dengan aktivis UIN ’98, Andikey Kristianto, sekaligus salah satu pendiri SG, Kamis (12/4).
O: OT
I PR K. DO
F
Menurut Anda, apa peran penting sistem SG bagi mahasiswa UIN Jakarta? Peran SG dapat dilihat dari sejarahnya yang dibuat oleh teman-teman mahasiswa saat itu (1999). Motivasi dasar kenapa mahasiswa ‘98 begitu mengusung SG adalah kita ingin menjadikan kampus sebagai laboraturium demokrasi. Sehingga nanti teman-teman ketika sudah lulus dari kampus terjun dalam dunia politik praktis atau menjadi pengamat politik, kawan-kawan akan paham bagaimana sebaiknya demokrasi yang ideal di jalankan.
Bagaimana Anda menilai perkembangan sistem SG di UIN Jakarta? Dalam perjalanannnya, SG tidak semulus di awal-awal berdirinya SG. Jadi memang ada situasi internal kampus yang membuat SG menjadi macet. Ditambah dengan mungkin psikologi massa, khususnya mahasiswa yang sudah bergeser nilai-nilai kemahasiswaannya. Bagaimana pendapat Anda tentang keputusan rektorat tentang ikut campurnya pihak rektorat dan dekanat dalam pemilu ini? Dengan adanya SG, sebenarnya segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat mahasiswa dikelola oleh mahasiswa sendiri. Mulai keuangan hingga pelaksanaan kegiatan dan seterusnya. Fungsi dari dekanat dan rektorat hanya sebagai mitra dengan kata lain sebagai orang tua yang mengawasi secara etik dan moral mahasiswa terhadap perjalanan SG. Fenomena tahun ini kita lihat pertama-tama rektorat dan dekanat menyelenggarakan pemilu dengan sistem senat dan mahasiswa tanpa mengkritisinya dengan begitu dalam dan akh-
irnya mau saja mengikutinya. Sebenarnya mahasiswa kan sudah diberikan pilihan, mau menggunakan SG dengan perbaikan, atau sistem yang baru, atau dengan Senat yang diajukan Departemen Agama (Depag). Tapi kan tidak terlaksana. Akhirnya rektorat mengambil inisiatif sendiri untuk mengadakan Pemilu. Saya kecewa rektorat tidak memberi jalan keluar yang baik atau perangkat-perangkat di bawah rektorat tidak menginisiasi keinginan mahasiswa. Kalau begitu untuk apa diadakan workshop? Menurut Anda solusi apa yang sekiranya bisa diberikan kepada para mahasiswa untuk memperjuangkan SG? Untuk mengatasi situasi seperti ini, saya sepakat dengan usulan Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta yang mengatakan dalam akun twiiternya, bahwa diadakan referendum antara mahasiswa dan pihak rektorat, dimana mahasiswa disuruh memilih apakah mahasiswa ingin menjalankan sistem baru, atau bertahan dengan SG atau dikembalikan pada mahasiswa. Setelah itu, diberikan pembelajaran politik yang baik.
Kalau sudah terjadi seperti ini kan mahasiswa yang terdesak. Masuk dalam labirin organisasi kemahasiswaan yang tidak tahu bagaimana sistemnya. Padahal agenda mahasiswa banyak, mereka mempunyai tanggung jawab sebagai agent of change dan social control. Jangan malah kondisi ini ditunggangi dari pihak yang tidak bersentuhan dengan kebutuhan mendasar mahasiswa. Lalu, apakah tanggapan Anda terhadap Pemilu kali ini? Jujur saya heran, kenapa pihak rektorat tiba-tiba mengambil keputusan agar pemilu segera diadakan. Padahal sistem yang dipakai belum jelas. Kalau SG kan sudah jelas ada AD/ART nya dan Undang-Undang Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN Jakarta serta perangkat-perangkat lainnya. Jadi merupakan langkah aman jika SG masih tetap diterapkan. Saya harap, kawan-kawan masih bisa memperjuangkan SG. Dan saya merasa perayaan kemenangan kemarin sekaligus perayaan kekalahan SG yang telah diperjuangkan juga.
4
LAPORAN UTAMA
Edisi XVIII/April 2012
Mekanisme Pemilu Masih Janggal
FOTO: KHAIDAR/KALACITRA
Rahayu Oktaviani Menurut Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor: Un.01/R/10/2012, bahwa proses dan mekanisme pemilu diatur dalam tingkat fakultas. Namun, dalam pelaksanaannya, masih banyak kekurangan yang terjadi di masing-masing fakultas. Bahkan, beberapa fakultas terlihat adanya kisruh pasca pemilu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) maupun Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA). Tidak hanya itu, bahkan salah seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) melaporkan secara resmi adanya kejanggalan yang terjadi di fakultasnya. Fatah Yassin, mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) pada 26 Maret melaporkan dalam bentuk tertulis kepada Pembantu Rektor (Purek) III bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, semua kejanggalan yang terlihat saat pemilu berserta bukti. Berawal dari rapat pemilihan waktu pemilu yang diadakan 21 Maret, memutuskan 22 Maret sebagai hari pemilihan. Waktu yang sempit untuk mempersiapkan
kepanitiaan pemilu, menjadikan tidak terbentuknya kepanitiaan yang lengkap. Tidak adanya Panitia Pelaksana Pemilihan Umum (P3U) dan Panitia Pengawas pemilu (Panwaslu) mengambarkan kurang siapnya panitia dalam menyelenggarakan pemilu. Waktu pemilu yang sudah dekat, menjadikan panitia kurang siap dalam mengurus kebutuhan pemilu. Bahkan, untuk menyiapkan segala persyaratan pengajuan kandidat calon ketua, hanya diberikan waktu sampai pukul 21.00 WIB. “Pada akhirnya, syarat-syarat yang diajukan calon kandidat tidak diperiksa kelengkapannya,” jelasnya. Tidak hanya itu, Fatah mengungkapkan masih banyak lagi adanya kecurangan yang terlihat saat pemilu maupun saat berlangsungnya penghitungan suara. Misalnya, sesuai jadwal waktu pemilu selesai pukul 17.00 WIB, namun, ada mahasiswa yang mendaftar di luar jam tersebut. Karena ia mengaku belum memilih, Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan FITK Muhbib Abd Wahid mengizinkan untuk memilih. Padahal, sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta dengan Muhbib telah mengunci secara resmi kotak suara. Karena mahasiswa yang terlambat telah diizinkan untuk
memilih, akhirnya kotak suara tersebut dibuka kembali. Menggapai kejanggalan tersebut, Muhbib mengaku pemilihan kali ini adalah pemilu masa transisi. Hal ini bertujuan menghilangkan atau mengurangi eksistensi partai di dalam kampus. “Jadi, jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, masih dianggap wajar selama pemilihan masih dapat berlangsung dengan damai,” ungkapnya. Mengenai kabar penolakan mahasiswa tentang tanggal pemilu, Muhbib menambahkan bahwa saat diadakannya rapat, mahasiswa setuju untuk mengikuti tanggal yang di tetapkan rektorat, yaitu 21-22 Maret. Walaupun ada beberapa organisasi mahasiswa yang menolak kebijakan tersebut karena diangap terlalu terburuburu. “Padalah surat keputusan tersebut telah keluar bulan Januari. Jadi, sebenarnya sosialisasi pemilu sudah sejak lama, tapi mahasiswanya saja yang bergerak mendekati hari-H,” tambahnya. Hampir sama dengan FITK, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) juga mengalami sedikit masalah yang terjadi saat pemilu berlangsung. “Memang dari awal kepanitiaan agak ricuh, terutama masalah dua komunitas (organisasi ekstra) yang kuat di FAH,” jelas Pembantu Dekan (Pudek)
Beberapa mahasiswa ricuh saat berjalannya pemilu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Kamis (22/03).
III bagian Kemahasiswaan FAH, Yaniah Wardani. Namun, akhirnya pemira tetap berjalan walau sempat tertunda keesokkannya. “Walau sempat teriak-teriak saat aksi penolakan pemilihan, mereka (yang menolak) itu masih mau menentukan Student Goverment (SG) itu seperti apa. Jadi, tidak sedikit yang meminta pengunduran hari pemilihan,” jelasnya. Menurut Yaniah, jika hari pemilihan semakin tertunda, akan menyebabkan semakin banyak konflik yang ada. Menyikapi hal tersebut, Pembantu Rektor (Purek) III bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengaku, tujuan dari pemilihan diurus di tingkat fakultas demi lancarnya otonomi
fakultas. Pihak rektorat tidak ikut campur tangan sama sekali mengenai mekanisme yang diadakan. Termasuk dalam hukuman yang dijatuhkan bagi para pelaku kekisruhan. Sedangkan untuk laporan mengenai kejanggalan di tingkat fakultas akan ditindaklanjuti setelah di investigasi fakultas. Perjuangan yang dilakukan Fatah dan kawan-kawannya sampai saat ini belum membuahkan hasil. Dari pihak rektorat maupun dekanat belum menggubris adanya laporan kejanggalan tersebut. “Kami mau diadakan peninjauan lanjut terhadap mekanisme pemilu dan melaksanakan pemilihan ulang secara demokrasi,” tambahnya.
Mekanisme Pemilu Universitas Belum Ditentukan
Makhruzi Rahman
Sudarnoto mengakui bahwa ia sama sekali belum memikirkan mekanisme pemilu tingkat universitas. ”Nanti kita bicarakan dengan semua yang terpilih di fakultas,“ ujarnya saat ditanyai tentang bagaimana mekanisme pemilihan di universitas. Sudarnoto juga merasakan kebingungan untuk membicarakan mekanisme pemilu tingkat universitas. “Saya mau bicarakan ini sama siapa? Nggak mungkin saya sendiri, yang ada saat ini baru hanya UKM,” katanya. Menanggapi hal tersebut, Hairul Saleh, ketua Dewan Mahasiswa Fakultas (DEMAF) Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
(FIDIKOM) periode 2012-2013 yang baru dilantik pada 11 April, mengatakan bahwa ia belum tahu mengenai pembicaraan dengan rektorat tentang mekanisme pemilu universitas nantinya. “Belum ada pemberitahuan resmi tentang itu,” katanya. Tapi ia membenarkan, bahwa ada selentingan tentang pemimpin baru yang terpilih agar membicarakan sistem pemerintahan nantinya. “Saya menerima kabar itu dari teman-teman,” ujarnya. Ia juga mengharapkan agar pemilihan tingkat fakultas nantinya menggunakan sistem one man one vote. Hal serupa juga dikemukakan oleh Tutur A.M, ketua Badan eksekutif mahasiswa (BEM) Fakultas Adab dan Humaniora ( FAH) periode 2012-2013 yang baru terpilih. “Menurut saya seperti kemarin saja, semuanya ikut milih,” ujarnya saat diwawancarai di basement FAH. Namun ia mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap berasal dari mahasiswa, seperti mengambil dari semua organisasi yang ada di UIN. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan adanya organisasi yang memiliki kepentingan di pemilu tersebut. Namun ia juga merasa khawatir dengan cara seperti itu. “Misalkan yang milih hanya utu-
san (dari pihak tak dikenal) saja, bisa bikin ricuh, takutnya ada yang mengendarai utusan tersebut,” katanya. Ia juga menambahkan, meski partai ditiadakan, pasti ada yang memiliki kepentingan tersendiri dalam pemilihan tersebut. Tutur mengharapkan agar rektorat tidak terlalu mengintervensi pemilu di
universitas karena khawatir akan adanya oknum-oknum yang memiliki keinginan yang mesti tercapai. Meskipun begitu, Tutur tetap ingin menjalankan apa yang diperintahkan oleh rektorat. “Ikutin saja, apa yang dibilang rektorat,” katanya santai. Namun di sisi lain, harapan
akan konsistensi terhadap SG masih disuarakan oleh salah seorang Aktivis 98, Andikey Kristanto. “Semua yang terpilih duduk bersama melakukan referendum dengan rektorat dan membahas serta menetapkan sistem pemerintahan untuk ke depannya yaitu SG,” ujarnya.
DOK. INSTITUT
Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim mengimbau fakultas untuk melakukan pelantikan terhadap pemimpin terpilih yang baru, agar yang terpilih di fakultas dan rektorat melakukan pertemuan untuk membahas mekanisme pemilihan umum tingkat universitas. “Pelantikan mesti dipercepat, paling tidak minggu depan (terhitung per 5 April) sudah selesai,” ujarnya.
Debat kandidat calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas pada 2008 silam. Debat kandidat bertempatkan di Aula Student Center (SC).
LAPORAN KHUSUS
Edisi XVIII/April 2012
5
Mahasiswa Jadi Korban Antusiasme Calon Kandidat Muji Hastuti Pemilihan Umum (Pemilu) yang diadakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) pada 20-21 Maret kini telah usai. Namun, pemilu tahun ini beberapa mahasiswa FEB semester 2 merasa menjadi korban kebohongan atas antusias mereka yang tinggi agar bisa menjadi calon kandidat.
Hal itu terungkap ketika INSTITUT mewawancarai beberapa mahasiswa FEB semester 2. Salah satunya Bonita Riestianika Putri. Bonita mengaku dirinya merasa tertipu oleh salah satu tim sukses calon ketua kandidat. Bonita memaparkan, ia merasa tertipu berawal ketika ia mendapatkan pesan singkat di ponselnya. Tepatnya 19 Maret sekitar pukul 19.00 WIB. Pesan tersebut ia dapatkan dari teman seangkatannya yang bernama Amna Suresti. Isinya mewajibkan agar besok ia membawa fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) untuk pendataan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Amna selaku pihak yang mengirim pesan kepada beberapa mahasiswa semester 2 mengaku, kalau dirinya memang pernah mengirim pesan kepada mereka, “Tapi pesan tersebut saya dapat-
kan dari teman kelas saya bernama Nizar Afrian. Nizar menyuruh saya untuk meneruskan pesan tersebut dan mengirimkan kepada yang lain,” katanya, Kamis (12/4). Tapi saat INSTITUT mencoba menghubungi Nizar, ia tidak bisa dan tidak mau untuk diwawancarai dengan alasan sibuk. Di sisi lain, berbeda cerita dengan Fitria Wardani, ia pun merasakan apa yang dirasakan Bonita, “Hanya saja caranya yang berbeda,” Tutur wanita muda ini sambil tersenyum. Dalam penuturannya, ia pernah menitipkan fotokopi KTM untuk A melalui temannya. Namun, orang yang dititipkan olehnya memberikan kepada B. Sehingga dalam hal ini, ia pun merasa tertipu. Menanggapi hal tersebut, Rivan Yarid Anbiya yang mengaku sebagai salah satu calon Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), sebelumnya sudah mengetahui masalah tersebut. Rivan mengetahui dari setiap mahasiswa semester 2 yang ia tanyakan. “Setiap saya tanya ke anak-anak semester 2, rata-rata jawabannya sama. Yaitu mereka dimintai fotokopi KTM untuk data BEM,” tukas Rivan, Rabu (4/4). Ia pun menambahkan, “Ini sudah seperti melakukan pembodohan politik, secara tidak langsung pembohongan publik dengan ala-
FOTO: DOK. KPU/FEB
Herni Ali (memegang mic) sedang berbicara di hadapan mahasiswa, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Rabu (21/3).
san untuk pendataan,” tandasnya. Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Muhammad Ishaq, tidak mengetahui masalah tersebut. Menurutnya, untuk pengumpulan fotokopi KTM bukanlah tugas panitia, melainkan pihak yang mencalonkanlah yang mengumpulkan. Ia baru mengetahui saat diwawancarai INSTITUT melalui via telepon, Kamis (12/4). Terkait masalah mahasiswa yang telah ditipu oleh mahasiswa lain ataupun oknum lain, “Maha-
siswa seharusnya mengecek ulang terlebih dahulu agar tidak tertipu,” ucap Muis ketua KPU. Ia pun menambahkan, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa karena memang dari pihak mahasiswa saat pemilu berjalan tidak ada yang mengadu kepada panitia. “Dan kalaupun sekarang saya sudah tahu, itupun sudah telat, karena ketua BEM Fakultas (BEMFA) sudah dikukuhkan,” ujarnya. Pembantu Dekan (Pudek) Bidang Kemahasiswaan FEB Herni Ali menjelaskan, bahwa pihak-
nya tidak pernah memerintahkan meminta fotokopi KTM mahasiswa untuk pendataan BEM. Tapi ia hanya memerintah mahasiswa untuk mengumpulkan 50 suara, sebagai syarat calon kandidat melalui fotokopi KTM mahasiswa. Herni juga menilai, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, karena sampai saat ini belum mendapat aduan yang jelas dari mahasiswa. Dalam hal ini, ia siap menerima masalah mengenai pemilu, tapi harus disertai bukti.
Posisi UKM Harus Diotorisasi Langsung Rektorat Achmad Rizqi Hadirnya Unit kegiatan mahasiswa (UKM) sebagai salah satu lembaga kemahasiswaan menjadi warna tersendiri bagi mahasiswa. Terlepas dari sisi akademis, UKM menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menyalurkan minat dan bakat di tingkat pergururan tinggi, bahkan hadirnya UKM menjadi syarat berdirinya perguruan tinggi. Salah satunya UKM di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberadaan UKM di UIN ini menjadi bagian dari Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN Syarif Hidayatullah. Saat Sistem Student Goverment (SG) diberlakukan sejak era reformasi, dan 2 tahun terakhir mengalami kevakuman. Pihak rektorat menginginkan pembuatan konstitusi untuk lembaga kemahasiswaan dengan mengacu kepada Surat Keputusan Direktorat Jenderal (SK Dirjen) Pendidikan Islam Nomor: Dj.1/253/2007. Keinginan pihak rektorat tersebut dibenarkan oleh Ja’far Sanusi, saat ditemui INSTITUT pada Selasa (10/4), ia selaku Kabag Kemahasiswaan mengatakan bahwa sistem yang berlaku di UIN Jakarta
mengacu kepada SK Dirjen. Melihat sistem yang diinginkan pihak rektorat untuk kelembagaan mahasiswa, Faris Bimantara selaku Pelaksana Tugas (Plt) Forum UKM sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Riak memaparkan kalau sistem yang diberlakukan sekarang cenderung tidak jelas, “Sampai saat ini pihak rektorat belum memosisikan UKM itu seperti apa, entah itu di bawah Senat Mahasiswa (Sema), a t a u malah
sejajar,” paparnya saat ditemui di depan Gedung Unit Kegiatan Mahasiswa, Selasa (10/4). Ia menambahkan, sistem sekarang pihak UKM cenderung dirugikan, seperti budgeting. Pembagian budgeting yang biasanya dilakukan melalui kongres, namun saat ini keputusan tersebut diambil oleh pihak rektorat tanpa melibatkan mahasiswa. Terkait dengan posisi UKM, Syauiqi Nawawi, mantan Plt Forum UKM yang kini menjabat sebagai anggota Teater Syahid, merasa khawatir jika posisi UKM berada di bawah Sema. Dirinya mengatakan, “Secara kewenangan, otorisasi (pemberian kekuasaan) sedikit terhambat dengan alur sistem yang seperti itu (UKM di bawah Sema),” tegasnya, Kamis (12/4) Apa yang dipaparkan Faris dan Syauqi disambut baik oleh Novrizal Fahmi, mantan ketua umum Kelompok Pecinta Alam Arkadia tersebut menghimbau kepada Forum UKM untuk segera mengambil sikap ke rektorat. “Kalau UKM tidak mengambil
sikap, pihak rektorat bakal mempermainkan UKM,” jelasnya. Ada beberapa permohonan yang ingin disampaikan Syauqi di akhir wawancaranya yaitu keputusan rektorat tentang rule of the game yang terkait dengan KBM UIN, harus melibatkan mahasiswa dan membuat keputusan bersama dan UKM harus berada dalam otoritas langsung rektorat. Faris pun menambahkan, beberapa UKM saat ini sudah berkumpul membahas nasib UKM, akan ada langkah kongkret yang dilakukan Forum UKM, yaitu dalam waktu dekat ini pihak UKM akan bertemu langsung dengan pihak rektorat.
6
LAPORAN KHUSUS
Edisi XVIII/April 2012
Keputusan Skorsing Tak Prosedural Aprilia Hariani Kasus yang menimpa Jazima Fajrina pada semester lalu (baca: Tabloid INSTITUT edisi XV/ Oktober 2011) terkait keputusan fakultas yang men-skorsing dirinya, ternyata tidak berdasarkan prosedur. Pemberian sanksi tersebut tidak sesuai aturan dalam buku Pedoman Akademik Strata 1. Ini terbukti dari tidak adanya surat keputusan yang diberikan pihak Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) kepada Ririn, panggilan akrabnya. Sebelumnya, Ririn diberi sanksi skorsing lantaran menuliskan rasa kekecewaannya terhadap Kepala Jurusan (Kajur) IESP melalui jejaring sosial Facebook pada September 2011 lalu, saat dirinya masih semester 3. Mengacu pada buku Pedoman Akademik bab IX pasal 10, ayat dua, mengenai tata cara pemberian sanksi, menyebutkan, penjatuhan sanksi ringan dilakukan oleh dekan, direktur/ketua jurusan dilakukan setelah mendengarkan keterangan pihak yang terkait dan ditetapkan dengan surat keputu-
san. Menurut Kajur IESP Lukman, tidak adanya surat keputusan skorsing karena masalah ini menyangkut pembinaan moral kepada pelaku dan diselesaikan secara musyawarah. “Tujuan skorsing ini agar mahasiswa tersebut mundur selangkah dan maju berapa langkah. Keputusan ini dilakukan antara saya dan wali dari mahasiswa. Tahapan dari menyelesaikan masalah adalah musyawarah, tidak perlu resmi,” tegasnya ketika ditemui INSTITUT di ruangannya, Rabu (11/4). Harus ada Dewan Kode Etik Menanggapi masalah pembinaan mahasiswa, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, pembinaan wajib dilakukan oleh pihak fakultas maupun jurusan. Tapi, jika ada pemberian sanksi, harus pula berdasarkan buku Pedoman Akademik. “Kalau kasusnya demikian, tentu harus ada tim investigasi dan surat keputusan yang menyatakan mahasiswa terbukti bersalah. Jika, tidak pihak yang
memberi sanksi jelas tidak prosedural,” tandasnya. Sementara itu, ditemui di tempat berbeda, Pembantu Rektor (Purek) bidang Akademik Mohamad Matsna mengaku tembusan surat skorsing dari pihak jurusan ke akademik pusat tidak ada. Sehingga, menurutnya tidak ada yang perlu dipersoalkan. “Tidak ada pengaduan baik dari mahasiswa maupun fakultas dan jurusan. Untuk itu, apa yang perlu ditanggapi lebih lanjut? Toh, mahasiswanya saja terima-terima saja,” ujarnya menyikapi tidak adanya surat keputusan pemberian sanksi skorsing. Matsna menambahkan, memang seharusnya semua kebijakan yang diambil harus berlandaskan aturan-aturan yang dituangkan dalam buku Pedoman Akademik. Lanjutnya, pada pemberian sanksi di tiap fakultas, perlu ada dewan kehormatan kode etik. “Semua harus prosedural, tidak semena-mena, ya semacam tim yang menginvestigasi pelanggaran,” tambahnya sambil menyodorkan buku panduan akademik terbaru.
Di sisi lain, Ririn mengaku pasrah terkait t i d a k adanya surat keputusan. Ia pun merasa sudah mendapat h u -
kuman moril, lantaran namanya menjadi sorotan,. ‘’Sejak awal gue udah terima kalau di-skors, dan saat gue mau ngurus pengembalian uang semester gue, nggak bisa karena nggak ada surat keputusan itu. Terpenting sekarang, ya gue dapat diperlakukan seperti mahasiswa yang
lain saja,” ujarnya usai mengikuti salah satu mata kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
SC, Kondisi yang Tak Pernah Terselesaikan Ema Fitriyani FOTO: JAFFRY/INSTITUT
Dalam hadis dikatakan kebersihan adalah sebagian dari iman. Namun, realitasnya beberapa minggu ini keadaan Gedung Student Center UIN Jakarta kotor. Sampah menumpuk di sekitar lantai 3 dan tribun. Pun dengan toilet dan tempat wudhu wanita, airnya mengenang hingga mata kaki menjadi pemandangan yang cukup meresahkan. Meski begitu, mengharapkan SC bisa bersih 100% adalah hal yang sulit untuk dicapai. Kasubag Umum M. Yusuf mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan SC sulit bersih. Pertama, Gedung SC yang relatif luas dibanding gedung lainnya seperti Aula Madya lantai 1&2 untuk fasilitas kegiatan mahasiswa. Kedua, tingkat pemanfaatan Gedung SC juga relatif lebih tinggi. Ketiga, jumlah tenaga kebersihan kurang memadai. Logikanya, gedung seluas SC butuh tenaga kebersihan minimal 6 orang. Perihal kurangnya karyawan tersebut, menurut Syamsul Arifin, Kepala Pengelola SC, etos kerja karyawan harus ditingkatkan. Idealnya petugas harus bekerja dari pagi hingga sore tapi kenyataannya SC hanya dibersihkan pagi hari saja. Sisanya mereka santai-santai. “Pihak atasan pun yang mengkoordinasikan mereka tidak tegas. Dari
pimpinan tidak tidak sederhaada tindakan,” na. “Kita harus katanya, Senin mencari sumber (9/4). daya yang betulMenumpukbetul siap dan nya sampah ikhlas bekerja,” menurut Ismail katanya, Kamis Salam, salah (12/4). satu petugas kebersihan Kurangnya keSC, karena tisadaran dak ada yang Faktor selanmenghandle. jutnya, menurut Hal itu dikareYusuf, adalah nakan petugas rendahnya kesayang bernama daran mahaRusydi sedang siswa dalam sakit, “Sudah mewujudkan 3 bulan tidak lingkungan yang masuk, jadi tobersih dan rapi. tal karyawan Berdasarkan di SC hanya 3 pantauan, ada orang,” ujarbeberapa UKM nya, Senin yang menginap, (9/4). mandi, dan meSelain itu, nyuci di tempat agar lantai 3 tersebut. Semua tetap bersih, faktor ini yang kadang dari menyebabkan petugasnya kondisi keberyang ada ikut sihan dan kerajuga memberpihan di lingsihkannya, nakungan SC sulit mun tidak bisa tercapai hingga setiap hari, ka100%. rena memang Perihal kesabukan job desk daran, menurut kami. “MasiSyamsul, mahang-masing dari siswa masih kami sudah sangat kurang m e m e g a n g Tumpukan sampah di sekitar tribun SC sedang dibersihkan salah satu petugas sadar. “Melokasi,” ujarnya kebersihan SC Ismail Salam, Senin (9/4). rokok, minum lagi. kopi, main ditingBerita sakMenurutnya, pergantian petugas gal saja bekasnya,” ungkapnya. itnya Rusydi dibenarkan Yusuf. membutuhkan mekanisme yang Tambahnya lagi, bagi anak-anak
UKM yang menginap, mandi seenaknya hingga keran rusak menyebabkan air banyak terbuang. Sulitnya kebersihan SC 100% diakui Abdul Malik alias Zonk, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang juga anak UKM KPA Arkadia. Ia mengatakan, untuk membentuk kesadaran semua warga SC memang sulit. “SC memang tidak akan mungkin bisa bersih 100% selagi masih ada kegiatan,” tuturnya, Kamis (12/4). Hal ini memang membuat resah dirinya, “Memang tidak bisa dipungkiri penyebabnya (sebagian besar) anak-anak UKM, tapi jangan lupa kalau banyak juga mahasiswa lain yang suka tanding futsal setelah itu lupa membersihkan tribun. Mereka suka juga membuang botol minum sembarangan dan sampah jajanan,” katanya. Begitupun bagi Dian Sari Pertiwi, mahasiswi yang aktif di KMPLHK RANITA mengatakan, tidak resah karena sudah biasa melihat kondisi ini, “Karena SC ini bukan seperti mal yang punya privatisasi soal kebersihan tempatnya,” ungkapnya, (12/4). Tambahnya, menumbuhkan kesadaran mahasiswa khususnya anak-anak UKM untuk peduli terhadap kondisi SC seperti sekarang ini memang agak sulit. “Gerakan yang kita lakukan lebih kepada evolutif dibandingkan revolutif seperti mengadakan seminar-seminar atau workshop tentang kepedulian lingkungan,” tutur Dian.
LAPORAN KHUSUS
Edisi XVIII/April 2012
PSW, Majukan Kartini dengan Dana Mandiri
7
Aditya Putri Kamu tidak akan menjadi Kartini hanya dengan memakai kostum Kartini. Kartini itu konsep, bukan aksesoris! Kutipan kalimat milik Putu Wijaya di atas seolah ingin memberikan penegasan bahwa ada kesalahan persepsi di kalangan kaum Kartini era ini. Seperti yang disampaikan oleh Kismayeni, salah seorang penggiat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid, “Perempuan sekarang cenderung kurang kuat psikologisnya. Sedikit-sedikit galau, bikin nggak produktif,” Rabu (11/4). Namun, fenomena seremonial yang biasa kita peringati setiap 21 April dengan memakai kostum kebaya ini tidak berlaku pada sebuah lembaga di UIN Jakarta yang bergiat di bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Pusat Studi Wanita (PSW) yang terbentuk pada 1988 ini sampai sekarang terus aktif mengangkat pendidikan masyarakat khususnya kaum perempuan. Yang perlu diketahui adalah bahwa PSW memperjuangkan emansipasi jender dengan membawa nama UIN Jakarta tanpa harus didanai oleh pihak universitas. Pada 2008/2009, PSW pernah
mencoba mengajukan bantuan dana anggaran, namun mandek begitu saja, “Ketika itu, kita ikuti terus sampai ke bagian perencanaan tapi akhirnya tidak ada tanggapan,” ucap Ida Rosyidah, Ketua PSW UIN Jakarta. Sudarnoto Abdul Hakim, Purek bid. Kemahasiswaan, mengatakan bahwa pemberian fasilitas seperti tempat menurutnya sudah cukup bagus, “PSW itu penting untuk memperkuat
basis keilmuan, tapi dia itu (PSW) harus pandai cari uang. Karena negara nggak biayai yang gitu-gitu,” Senin (9/4). Senada dengan Sudarnoto, Kabag Keuangan Subarja, mengharapkan bahwa organisasi-organisasi serupa seperti PSW bisa mandiri dengan segala kreatifitas yang mereka miliki, “Permasalahannya PSW itu tidak tercantum di RBA (Rancangan Bisnis Anggaran),” Selasa (10/4).
Namun, Barja mengatakan, tidak menutup kemungkinan diberikannya fasilitas pinjaman rekening. Jadi, PSW bisa menggunakan rekening UIN jika mendapat bantuan dana luar. Setelah dana ditransfer, PSW bisa mengambilnya di rekening UIN. Hal ini memang tidak dibantah oleh PSW sendiri, melalui Tien Rohmatin sebagai Bendahara, PSW mengakui bahwa fasilitas tempat yang diberikan UIN sudah cukup. “Kami (PSW) berterima kasih sudah diberikan tempat, makanya kami selalu membawa nama UIN sebagai bentuk terima kasih kami,” Rabu (11/4). Ia pun menegaskan bahwa tidak ada yang salah dalam kordinasi dengan pihak UIN karena sejak awal PSW memang bukanlah lembaga struktural yang bisa didanai oleh UIN. Beberapa mahasiswa tengah melintasi ruang Pusat Studi Wanita (PSW), yang terkunci, di Namun, ia juga koridor farmasi, Selasa (10/4). menginginkan tetap
adanya dorongan bagi kemajuan PSW. “Kami mencoba tetap bertahan walaupun harus mencari dana serabutan dari luar,” ungkap Ida. Hal ini menimbulkan fokus kegiatan PSW lebih ditekankan untuk masyarakat luar UIN Jakarta. Meskipun penyandang dana menginginkan PSW untuk aktif di luar, hal tersebut tidak menjadikannya lupa untuk membangun penguatan perspektif jender di internal UIN sendiri. Selama ini PSW rutin mengadakan diskusi, seminar studi perbandingan, dan bedah buku. Di samping itu, kegiatan membuat jurnal dan modul pun tetap dilakukan oleh para pengurus PSW. Bantuan buku perpustakaan yang mereka miliki juga dapat dipinjam oleh mehasiswa UIN yang memang membutuhkan referensi buku tentang jender. Semisal, untuk pembuatan skripsi . Faris Bimantara sebagai salah satu aktivis di UKM RIAK menyatakan turut mengapresiasi keberadaan PSW, “Sebagai penganut egalitarian, saya mendukung berjalannya PSW dalam membentuk Kartini-Kartini UIN. Selama kegiatannya positif mah jalan saja,” ungkapnya tersenyum simpul.
Survei Apresiasi Mahasiswa Terhadap Pemilu Pemilu yang dilaksanakan pada 20-22 Maret kemarin merupakan babak baru dalam wajah demokrasi di UIN Jakarta. Selama 2 tahun lebih mengalami kevakuman baik dari segi sistem pemerintahan hingga kekosongan kursi pre-siden. Kini mahasiswa dapat kembali memilih pemimpin secara terbuka.
Data yang diperoleh dari survei Litbang INSTITUT mengenai apresiasi mahasiswa yang ikut andil dalam pemilu sebanyak 54%. Tentu jumlah ini masih jauh dari yang diharapan. Data ini juga diperkuat dari 1781 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), hanya 705 pemilih yang memberikan hak suaranya. Walaupun jumlah pemilih separuh dari DPT yang tercantum, paling tidak ini membuktikan bahwa mahasiswa UIN Jakarta masih peduli untuk memilih pemimpin yang nantinya akan mewakili aspirasi mereka. Bagi mahasiswa yang tidak ikut
pemilu, 44% mengatakan tidak pernah mendapat sosialisasi, 15% dari responden tidak mau tahu dan 41% lainya tidak mengikuti pemilu karena berada di luar kampus saat pemilu berlangsung. Jumlah pemilih yang hanya separuh dari DPT bisa juga disebabkan kurang masifnya informasi pelaksanaan pemilu, berikut keefektifan media yang digunakan: 32% sosialisasi dari fakultas, 25% teman, 18% banner dan 25% lainnya dari organisasi, panitia dan kampanye para calon. Dengan dijalankannya sistem baru dari Student Government (SG) menjadi Senat Mahasiswa (Sema) banyak perubahan di sana-sini, salah satunya adalah pencalonan ketua yang tidak lagi diusung dari partai kampus, para calon yang mencalonkan diri di rekomendasikan dosen atau dekanat fakultas masing-masing, sehingga banyak mahasiswa tidak mengenal secara jelas rekam jejak para calon. Sebanyak 58% pemilih mengaku tidak mengetahui calon yang akan mereka pilih dan 42% pemilih mengetahuinya dengan jelas. Kekacauan yang hampir ter-
jadi di setiap pelaksanaan pemilu menjadikan diberlakukannya sistem baru yang saat ini sedang dijalankan. Mengenai tingkat kepuasan mahasiswa dengan sistem Sema dan hasil pemilu tahun ini, 38% merasa tidak puas, 27% menyatakan puas dan selebihnya memilih tidak tahu. Kedepannya agar informasi pelaksanaan pemilu diketahui seluruh mahasiswa dapat dilakukan dengan sosialisai melalui seminar-seminar, pengumuman setiap kelas dan penyebaran pamflet. Sedangkan untuk para pemimpin yang terpilih, seyogyanya tidak lupa untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang sistem pemerintah di kampus ini agar mahasiswa tidak buta dengan mekanisme pemerintahan di kampus yang mereka tempati. Data diambil dengan metode Convenience sampling dengan jumlah responden 160 mahasiswa UIN Jakarta dari setiap fakultas yang disesuaikan dengan jumlah mahasiswanya.
*Sumber: Litbang LPM INSTITUT
8
Seni Budaya
Edisi XVIII/April 2012
Pangeran Wicaksono Mencari Pendamping Hidup Jaffry Prabu Prakoso Meski memiliki paras rupawan, dan harta berlimpah, ternyata masih ada yang kurang bagi Pangeran Wicaksono. Di usianya yang ke-35, anak dari Kerajaan Cendana ini belum mendapatkan gadis yang sehati, dijadikan pendamping hidup. Orangtua Pangeran Wicaksono, Raja Tohpati dan Ratu Dewi bosan dengan status anaknya yang masih lajang. Keduanya berharap sekali dapat menimang cucu. Akhirnya mereka sepakat mengadakan sayembara, mencari gadis pendamping anaknya. “Prasaratnya adalah berwawasan, pintar masak, nari daerah, perawan ting-ting, belum janda, belum bersuami,” ucap pengawal mengumuman sayembara kepada rakyat Cendana. Mendengar berita itu, segera para gadis sibuk menyiapkan diri, agar menarik perhatian sang pangeran. Tri dan Anjani, terobsesi sekali untuk memenangkan sayembara. Namun berbeda dengan Sekar, ia tak memiliki ambisi apapun memeriahkan acara itu, selain menyenangkan bujuk rayu temannya. Anjani yang pandai memasak, dengan tinggi hati merasa yakin dirinya
memenangkan sayembara. Sehingga ia mengacuhkan tarian sebagai salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Di saat yang bersamaan, Tri giat berlatih karena ia sadar kemampuan memasak dan menarinya pas-pasan. Tapi karena obsesinya, ia ingin belajar de-ngan ibunya agar cakap memasak serta menari. Sementara Sekar tidak memersiapkan apa-apa selain persiapan mental yang cukup. Baginya memasak merupakan kebiasaan, dan menari sebuah kesenian daerah yang harus dilestarikan bangsanya sendiri agar tak punah. Sampailah di puncak prosesi sayembara Pangeran Wicaksono mencari pujaan hati. Tampil Sekar seba-
gai peserta pertama. Ia menyuguhkan hasil masakannya. Sayang, pangeran merespon biasa saja. Namun, saat Sekar mempertontonkan tariannya, membuat pangeran tak berkedip. “Indah sekali tarianmu,” ungkap pangeran. Sekar pun menyambut pujian itu dengan rendah diri. Setelah itu tampil Anjani. Ia langsung memberikan masakan buatannya ke pangeran tanpa uji kelayakan terlebih dahulu, lantas pengawal pun menahannya. Setelah lolos uji, pangeran mencicipi. “Wah enak betul masakanmu,” kata pangeran sembari mencoba lagi. Raja yang penasaran tak mau kalah, ia pun turut menikmati sambil memuji sajian Anjani. Setelah puas dengan masakan Anjani, pangeran meminta Anjani menampilkan sarat berikutnya, tarian daerah. Anjani yang tak punya persiapan, menyajikan tarian ala kadarnya. pangeran
bingung dengan lenggak-lenggok tarian Anjani. “Tarian apa ini?” tanya pangeran pada Anjani. Ia mejelaskan tariannya merupakan kolaborasi antara tarian daerah dan luar negeri. Peserta ketiga, Tri dengan gaya centilnya menyuguhkan makanan, tapi pangeran menunjukkan muka yang masam setelah mencoba suguhannya. Tariannya pun dihentikan pangeran, sebelum ia menyelesaikannya. Tri selesai paling cepat dari peserta lainnya. Di penghujung prosesi sayembara, ketika kontestan telah mempertunjukkan kebolehannya masing-masing, belum sempat pangeran mengumumkan pemenang, cerita pun berakhir. Begitulah akhir ce-
Kunjungi...
rita dari pementasan Sayembara Pangeran Wicaksono yang dipersembahkan Teater Lingkar Sastra Tarbiyah (LST), sekaligus merayakan hari jadi kelima Teater LST. Teater yang diselenggarakan pada Sabtu (31/3) lalu, bertempatkan di Aula Madya Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Yunia Ria Rahayu, selaku sutradara, sengaja mengakhiri cerita tanpa hasil dari pangeran. Di sesi tanya jawab, ia menjelaskan agar penonton yang menilai sendiri pangeran akan memilih siapa dengan mengikuti alur cerita.
KAMPUSIANA
FOTO: ULAN/INSTITUT
Edisi XVIII/April 2012
BBM Bukan Barang Komersil Rahayu Oktaviani UIN Jakarta, INSTITUT- Ramainya rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kemarin, banyak menuai berbagai aksi. Namun, wacana kenaikan harga tersebut akhirnya ditunda Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk sementara waktu. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Indonesia telah memasuki tahap legalisasi neoliberalisme yang dilakukan Pemerintah terhadap masyarakat melalui undang-undang.
Penampilan Cholil Efek Rumah Kaca pada penutupan FISIP Days 2012, Sabtu (7/4)
Ulang Tahun, FISIP Gelar FISIP Days 2012 Trisna Wulandari UIN Jakarta, INSTITUTTak kurang dari sepuluh lomba digelar pada acara FISIP Days 2012. Perhelatan yang mengambil momen ulang tahun ketiga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini berlangsung dari 27 Maret-7 April. Pada FISIP Days tahun ini, lomba-lomba tersebut dibagi dalam tiga kategori, yaitu academic, art, dan sport competition. Dalam academic competition, mata lomba yang digelar terdiri dari Call for Paper, English Debating, Arabic Debating, English Speech Contest, Arabic Speech Contest, Newscasting, dan Calligraphy Contest. Sementara itu, dalam art competition, digelar Poster dan Photography Competition. Adapun sport competition terdiri dari lomba futsal dan badminton. Selain lomba, dalam FISIP Days 2012 juga dilaksanakan seminar nasional bertema Mahasiswa dan Tantangan Global. Seminar yang dihelat pada 28 Maret di Auditorium Syahida Inn UIN Jakarta ini menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Deputi Menpora Bidang Pemberdayaan Pemuda Alfitra Salam, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Happy Bone Zulkarnaen, Wakil Ketua Umum partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Ketua Umum Liga Mahasiswa Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Seminar ini membahas tantangan yang akan dihadapi mahasiswa ke depan dari persperktif sosial, budaya, politik, ekonomi, dan dari kacamata aktivis mahasiswa. Ketua Pelaksana FISIP Days 2012 Ardhy Dinata Sitepu mengatakan, ini adalah kali pertamanya FISIP Days digelar sejak tiga tahun berdirinya FISIP. Meski menjadi fakultas termuda yang terbentuk di UIN Jakarta, Ardhy ingin membuktikan bahwa FISIP dapat berkegiatan progresif dan bisa eksis dengan kuali-
9
tasnya. Dengan melibatkan sekitar 160 panitia dari semua semester dan jurusan di fakultasnya, ia berharap FISIP Days 2012 dapat merepresentasikan mahasiswa UIN Jakarta yang mampu unjuk gigi pada masing-masing bidangnya. Dekan FISIP Bachtiar Effendy, dalam pembukaan FISIP Days 2012 mengatakan, acara ini hadir sebagai media alternatif mahasiswa untuk berkarya. Dengan kata lain, mahasiswa kini tak hanya dapat aktif di bidang perpolitikan, namun juga di bidang lainnya seperti yang ditawarkan pada lomba-lomba dalam FISIP Days 2012. Alpin Wijaya, juara satu badminton kategori single dan ganda berpendapat, acara karya mahasiswa FISIP ini menarik dan amat bagus. Menurutnya, FISIP Days dapat menjadi contoh kegiatan yang baik bagi fakultas-fakultas lain di UIN. Rangkaian FISIP Days 2012 ditutup dengan parade band dan bazar kebudayaan di lapangan parkir FISIP. Acara penutupan yang digelar mulai pukul 09.00 WIB ini menghadirkan band dari dalam dan luar UIN serta bazar, bekerja sama dengan berbagai komunitas primordial mahasiswa UIN, yang diisi berbagai merchandise, makanan tradisional dan modern, juga buku. Malamnya, panggung penutupan FISIP Days diisi oleh Efek Rumah Kaca. Band ini membawakan beberapa single andalan, di antaranya Mosi Tidak Percaya, Kenakalan Remaja di Era Informatika, Hujan Jangan Marah, dan Kamar Gelap. Ibnu Muhammad, salah satu pengunjung panggung malam itu dari jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin (FU) merasa cukup puas dengan acara yang disuguhkan. Menurutnya, konsep acara tersebut dipersiapkan dengan baik. “Panitianya kreatif, acaranya banyak. Tahun depan mesti ditambah lagi bintang tamunya biar beda, kan kemarinkemarin udah Efek Rumah Kaca. Bazarnya unik karena masukin unsur etnik, gue liat ada yang jual pernak-pernik khas Papua, ada batik juga,” ujarnya.
Begitulah perbincangan dalam diskusi pubik yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT, berkerja sama dengan Komunitas Kretek di Aula madya lantai 1 UIN Syarif hidayatullah Jakarta, (28/03). Acara yang bertema “Intervensi Asing di Balik Kenaikan Harga BBM” menghadirkan Peneliti Institute for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN jakarta Zuhairan Y. Yunan sebagai pembicara pada diskusi tersebut. Diskusi yang dimoderatori Alfa J. Gumilang, Komunitas Kretek, diawali dengan pemaparan oleh Salamudin mengenai kenaikan harga BBM. Menurutnya, kenaikan ini merupakan sebuah kebijakan yang pro nekolim dan anti rakyat. Salamudin menambahkan, Indonesia sendiri seakan meloloskan dominasi penguasaan minyak dan gas oleh pihak asing. Adanya Undang-Undang no. 25 tahun 2007, mengenai penanaman modal dan undang-undang no. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas, turut mengundang pihak asing untuk menanam modal di Indonesia. Sehingga kekayaan migas di Indonesia dikuasai pihak swasta serta dijalankan dengan mekanisme pasar bebas. Salamudin menambahkan, Indonesia merupakan negara yang mempunyai cadangan minyak dan gas yang berpotensi besar, sayangnya tidak dikelola pemerintah.“Pihak asing telah mengambil alih pengelolaan migas, sehingga mereka (pihak asing) leluasa mengatur sumber daya minyak dan gas untuk kepentinganya,” ungkapnya. Pada 2008 lalu, Amerika dan Eropa mengalami krisis keuangan yang belum terselesaikan. Amerika menganggap, minyak dan gas merupakan jalan keluar untuk mengakhiri krisis yang dialami. Sehingga berbagai cara dilakukan agar dapat memulihkan kembali kondisi negaranya, salah satunya dengan memainkan harga minyak dunia. Bahkan membuat konflik semakin tinggi dengan Iran untuk mendorong harga minyak dunia naik yang
berimbas pada kenaikan harga BBM di Indonesia, jelas Salamudin. Selanjutnya Zuhairan memaparkan gambaran mengenai intervensi asing atas kenaikan harga BBM melalui perspektif Islam. Diawali dengan pengakuan International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan “membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional” dalam memorandum of economic and financial of politic, Januari 2007. Dalam pengakuan tersebut, Indonesia negara yang kaya akan minyak dapat diatur oleh negara asing dari jarak jauh. Selain dukungan dari IMF, pemerintahpun juga menghalalkan pemilik modal asing berkutat pada perekonomian di Indonesia. “Pemerintah memberi kesempatan pemilik asing untuk berpartisipasi dalam sektor migas dengan bisnis eceran,” ungkapnya. Negara tidak dapat turun tangan dalam perekonomian, biarkan permintaan dan penawaran berjalan beriringan. Namun, menurut Zuhairan, hukum tersebut tidak tepat digunakan dalam sektor publik. Dikarenakan masyarakat tidak dapat meyediakan listrik, air, bahkan BBM sendiri, sehingga menjadi kewajiban pemerintah. Zuhairan menambahkan, subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah tidak salah sasaran. Menurut data dari Polri 2010, hampir 48 juta pengguna motor menggunakan premium, yang seharusnya dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Sedangkan pengguna kendaraan umum seperi angkot berkisar 6 juta menggunakan premium dan 2 juta menggunakan solar. Selanjutnya, penguna kendaraan mobil mencapai 6 juta pengguna premium, sisanya menggunakan pertamax. Hal ini menunjukan subsidi yang dibuat benar, karena pengguna subsidi BBM didominasi oleh kalangan menengah ke bawah. Mengakhiri perbincangannya, Zuhairan yakin jika Indonesia bisa mengelola sendiri bahan migas yang terkandung di bumi pertiwi. Negara penghasil minyak terbesar dikuasai oleh negara Islam dan Indonesia termasuk di dalamnya. “Liberalisme dapat dihapuskan, karena sesungguhnya Amerika tidak mempunyai cadangan minyak yang cukup memadai dan tidak mempunyai sumber daya alam yang kuat,” ungkapnya. Hadis nabi mengatakan “kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang, dan api”. Jika berpegang teguh pada hadis tersebut, sesungguhnya pemerintah tidak boleh menjual barang publik, termasuk BBM dalam golongan api. Sekalipun mengeluarkan anggaran negara, harga yang dibayarkan masyarakat hanya biaya oprasionalnya saja.
FOTO: UMAR/INSTITUT
Zuhairan Y. Yunan pembicara diskusi publik, yang bertemakan Intervensi Asing di Balik Kenaikan Harga BBM. Diskusi bertempatkan di Aula Madya lantai 1, Rabu (28/03).
10
GALER
Photo of th
Komu nita s Ma h a si s w a
Ritual Seren Taun, Sindang Barang, Bogor
Foto: Rahadian Wijaya
matulla Foto: Nir
i h Effend
Foto: Fahmi Mubarok Foto: Nirmatullah Effendi
Imlek 2012
Foto: Dias Esa Ramdani
Foto: Muhammad Sabki
Foto: Muhammad Sabki
Foto: Dias Esa Ramdani
Foto: Fahmi Mubarok
11
RI FOTO
he Month
a Foto g r af i Ka l a c itr a
Nyepi 2012
Foto: Muhammad Khaidar
Foto: Didik Setiawan
Foto: Zuly Istiqomah
Foto: Rizki Ahmad Ghazali
Struktur Organisasi KMF KALACITRA 2011-2012 Ketua : Didik Setiawan Sekretaris : Elisha Prima Agustin Bendahara: Fahmi Mubarok Div. Pendidikan dan Perpustakaan: Dias Esa Ramdani Zuly Istiqomah Div. Pusat Pengambangan : Rizki Ahmad Ghozali Sumber Daya Manusia A. Rahardian Wijaya Div. Pameran Foto : Muhammad Khaidar Div. Studio dan Galeri : Nirmatullah Effendi Div. Publikasi dan Jaringan : Muhammad Sabki
Foto: Muhammad Khaidar
Foto: Didik Setiawan
Foto: M. Iqbal Ichsan
Foto: M. Iqbal Ichsan
Foto: Zuly Istiqomah
Foto: Elisha Prima Agustin
Info Kalacitra Penutupan Pendidikan Dasar Fotografi (PDF)
g Soon” “Comin Pendidikan Lanjutan Fotografi Jurnalistik (PLFJ) Pameran Photo of The Month (Mei) Pameran Foto “Wajah Bumi Tengger”
Pendidikan Dasar Fotografi (PDF) calon angkatan IX KMF Kalacitra telah selesai dilaksanakan dan ditutup pada tanggal 9 April 2012 dengan jumlah siswa yang lulus sebanyak 23 orang. Pendidikan selanjutnya yaitu, Pendidikan Lanjutan Fotografi Jurnalistik (PLFJ) yang kemudian dilanjutkan dengan Pameran Susur Foto calon angkatan IX
12
Sosok FOTO: DOK PRIBADI
Edisi XVIII/April 2012
Mengenal Indonesia Melalui Nusantara Beta Achmad Rizqi
‘Luar biasa!’ bisa menjadi ungkapan yang pas untuk menggambarkan perasaan Sidiq Permana ketika pertama kali melihat aplikasi android yang kaya akan fitur-fitur menarik. Sejak saat itu pria yang akrab dipanggil Sidiq ini membulatkan tekadnya fokus mempelajari android sembari melihat peluang yang ada di tahun-tahun berikurtnya. Awal perkenalannya dengan Android dimulai pada Juni 2010. Tepatnya saat menghadiri seminar di Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan salah satu provider telekomunikasi terkemuka. Ia sendiri masih
semangat-semangatnya bekerja sebagai developer aplikasi berbasis web dengan tujuan menambah uang saku. “Saya melihat peluang yang tak pernah dilihat oleh mahasiswa lain di jurusan, yang akan banyak memberikan keuntungan” ungkap pria lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berangkat dari pemahaman algoritma dan konsep oop dan fundamental java yang ia miliki. Sidiq memberanikan diri mengangkat judul mengenai android sebagai skripsinya. Sementara temantemannya menganggap tugasnya itu aneh, karena ia sendiri saat itu tak mempunyai ponsel pintar Android. Sambil tertawa, ia menceritakan pengalamannya kepada
pertama, karena aplikasi ini belum layak. Dibanding aplikasiaplikasi kontestan yang lebih canggih,” ujar pria kelahiran Jakarta 24 tahun silam. Ia menyematkan Nusantara Beta (Nusantara Saya) pada aplikasinya yang telah menjuarai kontes. Sebuah aplikasi sederhana yang dibangun atas idealismenya untuk mengakses berbagai informasi pariwisata seluruh Indonesia. Aplikasi ini mendapatkan apresiasi teman-temannya dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. “Prestasi ini secara tidak langsung mengangkat nama baik almamater yang saat ini sangat jarang dikenal,” tutur Sidiq. Sampai saat ini, ia terus mengembangkan aplikasi ini
Logo Nusantara Beta
bersama 13 temannya yang mayoritas dari juniornya. Hasilnya, hadir beragam fitur –fitur baru di semua platform mobile dalam aplikasinya. Sidiq mengungkapkan, di tahun ini Nusantara Beta versi kedua akan hadir dengan fitur-fitur yang lebih beragam. “Aplikasi ini bukan untuk siapa-siapa, melainkan untuk Indonesia dan semua orang yang mencintai Indonesia,” paparnya sambil tersenyum.
FOTO: DOK PRIBADI
Sidiq Permana (kanan) saat menjuarai kontes Aplikasi Mobile Alvion 2011 di Bina Nusantara Jakarta
INSTITUT, Minggu malam (8/4) di depan Koperasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Ternyata tak hanya temantemannya, dosen pembimbingnya pun ikut heran. Karena dosennya sendiri kurang begitu memahami lebih jauh tentang Android. Meski akhirnya disetujui judul yang sedikit aneh itu. “Ini terjadi akibat atmosfer di jurusannya lebih didominasi dengan skripsi-skripsi yang berbasis web, entah itu php, java dan dot net,” ujar pria berkacamata ini Sidiq selalu menuntut dirinya berbeda dengan yang lain. Meski memiliki keterbatasan, itu tak mengurungkan minatnya mengembangkan aplikasi Android. Maret 2011, menjadi langkah awal kariernya di dunia Android, ia dikukuhkan sebagai juara ketiga pada kompetisi yang diadakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), menyisihkan beberapa perwakilan dari kampuskampus besar di Indonesia dan menjadi satu-satunya peserta dengan karya dari platform mobile, khususnya Android dengan persiapan kurang dari tiga hari. Di bulan berikutnya, tanpa disangka, ia menjuarai kontes aplikasi Mobile Alvion 2011 yang bertema “Mobile Technology that Helps Indonesia People” yang diadakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara Jakarta. “Jujur saya shock menjadi juara
Sidiq, saat mempresentasikan Nusantar Beta di depan para juri.
Pandorasquad, Si Kuning yang Jago Desain
Komunitas
Aditya Putri Langit kemerahan dengan semburat kuningnya menghiasi petala langit sore itu, (5/4). Keriuhan kampus mulai tenggelam dimakan waktu yang mengarah horizontal ke angka enam. Beberapa mahasiswa dengan kaos kuningnya sibuk berdiskusi di depan Cafe Cangkir, tampak kontras dengan keadaan sekitar. Dengan ramahnya para pasukan ‘Kuning’ ini menyambut INSTITUT untuk berbincang tentang komunitas yang telah mereka geluti selama lebih dari 2 tahun. “Pandorasquad diprakarsai oleh sembilan orang termasuk saya,” ujar M. Yussirullah yang akrab disapa Aci. Aci, mengungkapkan bahwa Pandorasquad berawal hanya dari sebuah website sebagai tempat sha-
ring. Namun, seiring berjalannya waktu mereka menyadari butuh lebih dari sekadar website untuk menyalurkan hobi yang mereka geluti. Sampai pada 4 Februari 2010, sembilan pemrakarsa ini berkumpul untuk membentuk suatu komunitas tempat berkumpulnya para pecinta seni. Imam Rachmadi, menuturkan bahwa ia menyayangkan kurangnya apresiasi terhadap seni visual dari UIN sebagai kampus besar. “UIN sebagai kampus yang mau menerapkan World Class University seharusnya lebih mengapresiasi seni visual. Mestinya ada standar dalam penerapan brand visual logo seperti di UI,” tutur pria berkacamata ini. Nama Pandorasquad sendiri tidak ter-
Anggota Pandorasquad berkumpul untuk membahas tema bulanan tentang fotografi di depan Cafe Cangkir , Kamis (5/4).
cipta seketika, di awal terbentuknya komunitas ini masih sekadar komunitas tanpa nama. Baru setelah menggodok dan menyaring beberapa nama, kata pandora dan squad dipilih, dengan filosofi dari mitologi Yunani yang berarti harapan dan pasukan. Pandorasquad muncul dengan penggerak yang sudah mempunyai basic seni visual seperti gambar, lukis, fotografi, digital, dan komik kartun. Mereka cenderung menjalin interaksi dengan komunitas sesama di luar UIN. Sampai kepada satu titik klimaks di mana mereka sadar bahwa masih banyak mahasiswa dalam UIN yang belum menyadari kehadiran komunitas ini. “Jadi, untuk mengenalkan Pandorasquad kita buat aksi Pandora Boom sekitar 2010 akhir atau 2011 awal,” ungkap Aci. Dalam aksi Pandora Boom, para anggota Pandorasquad berkeliling mengitari almamater tercinta dengan membawa logo Pandora. “Setiap orang yang bersedia foto dengan membawa logo Pandora kita beri stiker, sekalian buat promo juga kalau ada komunitas seni visual di UIN Jakarta ini.” Setelah aksi ‘Keliling-Keliling’ selesai, mereka pun menanjak ke level selanjutnya, yaitu bagaimana wadah seni visual ini tidak
hanya sebagai tempat kumpulkumpul saja, melainkan harus ada penerapan yang konkret. Aci pun lalu berceloteh tentang proyek awal Pandorasquad yang pernah merintis sistem sharing One Week One Work. “Setiap minggu proyek yang dikerjakan di sharing, tapi setelah satu-dua tahun, cara ini kita ganti karena kurang efektif.” Banyaknya anggota baru yang bergabung dan sama sekali belum mempuyai basic seni visual membuat sistem sharing yang diterapkan diubah. “Mereka (anggota baru, red) ngeluh, kok baru datang udah dikasih kerjaan. Jadi, sekarang sistemnya yang punya ilmu ya bagi ilmunya saja,” ungkap Irul terkekeh. Sebagai komunitas yang baru terbentuk selama dua tahun, Pandorasquad mampu membesut berbagai penghargaan dan menggelar pameran seni visual. Salah satunya pameran Urban Fest, Pysco Fair 2010, dan Postar 2011. Mei nanti, Nirmana Award sebagai ajang apresiasi desainer Indonesia sudah menunggu untuk digarap para pasukan ‘Kuning’ ini. Karena sistem sharing yang diterapkan, maka banyak anggota Pandorasquad yang juga merupakan anggota komunitas lain. Bergabungnya mereka
Logo Pandorasquad
murni ingin membagi ilmu yang dimiliki. M. Afrizal yang saat itu sedang memberi materi fotografi nyeletuk, “Sebaik-baiknya orang kan adalah yang bermanfaat untuk orang lain.” Dan manfaat yang dikatakan Afrizal tadi memang benar terbukti dengan sambungan celetuk dari Noviana. Gadis ini sudah menjadikan Pandorasquad sebagai komunitas pilihan hatinya. Menurutnya, banyak manfaat dan ilmu yang ia peroleh selama kurun waktu setahun. Walau terkadang ada saja waktu dimana anggota yang berkumpul sangat sedikit. Adanya rasa berbagi dan kekeluargaan membuat Pandorasquad open dalam penambahan anggota baru. “Kita welcome ke semua orang kok, nggak ada struktur organisasi, bebas saja. Yang mau datang untuk memberi atau menambah ilmu, silahkan datang setiap hari Kamis jam empat sore di depan Cafe Cangkir,” celoteh Aci sekaligus beriklan.
TEKNO
Edisi XVIII/April 2012
Precise Pangolin, Ubuntu 12.04 LTS
13
Ade Rifaldi* Canonical rupanya memiliki rasa ketidakpuasan yang tinggi dalam mengembangkan distrolinux andalan mereka, Ubuntu. Belum juga terhitung genap 6 bulan sejak dirilisnya Ubuntu 11.10 Oneiric Ocelot pada 13 Oktober2011, Canonical telah mulai merilis Ubuntu 12.04 alpha 1 pada 1 Desember 2011 dan akan hadir versi stabilnya pada 26 April 2012 (Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin), dan 29 Maret lalu baru saja rilis versi beta 2. Di samping itu, Mark Shuttleworth (CEO Canonical ltd) memang telah mengumumkan nama rilis Ubuntu versi ini pada 5 oktober tahun lalu. Berbeda dengan versi LTS (Long Term Support) sebelumnya Ubuntu 10.04 LTS Lucid yang di-support oleh Canonical selama 3 tahun untuk versi desktop dan 5 tahun untuk versi server, Ubuntu dengan namaTerenggiling ini (Precise Pangolin) di-support oleh Canonical selama 5 tahun untuk versi desktop dan server. Belakangan ini Ubuntu memang sedang mengalami masa-masa sulit, posisinya yang biasanya berada pada peringkat atas dalam distribusi linux paling popular terancam direbut oleh linux mint. Ubuntu dianggap belum cukup matang dalam penggunaan unity untuk lingkungan desktop linux sekelas ubuntu. Hal tersebut mengakibatkan banyak pengguna Ubuntu pindah ke distrolain, dan yang beruntung menerima limpahan tersebut adalah Linux Mint yang memang masih
bersaudara dengan Ubuntu. Oleh karena itu, Canonical benar-benar bekerja keras dalam mempersiapkan rilis terbaru mereka, Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin. Mereka terus menyempurnakan Unity agar bersahabat dengan user Ubuntu dan memang itulah yang terjadi sekarang, sejak pertama dirilis Unity pada Ubuntu 10.04 Natty sampai kini masih hadir pada Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin, dan terbukti Unity memang semakin bersahabat. Yang baru dari Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin. Berdasarkan Ubuntu Developer Summit pada awal September 2011 Canonical
telah mengumumkan beberapa hal baru terkait rilis Ubuntu Terenggiling tersebut. File ISO default untuk didownload adalah versi 64 bit tetapi versi 32 bit juga masih tersedia dan sebagai jantungnya, Ubuntu versi ini akan menggunakan kernel versi 3.2. Kemudian ada yang namanya Require DVD or USB Drive to install. Ukuran file image download/ISO-nya berukuran sekitar 750 MB maka untuk membuat installer-nya user membutuhkan DVD/ USB karena tidak mungkin muat untuk CD yang ukuran maksimalnya 700 MB. Tak hanya itu, Music Player Banshee yang telah muncul sebelumnya, kini
digantikan kembali dengan Rhytmbox. Masalah pada banshee adalah minimnya proses maintenance software/update aplikasi serta berpotensi tidak kompatibel dengan processor ARM. Selain itu, para pengembang pun masih berharap untuk bisa meningkatkan kecepatan startup dari Ubuntu Software Center, dari 11 detik menjadi kurang dari 2 detik. Banyak fitur lainnya untuk menu item aplikasi user, yakni dengan Head-Up Display (HUD) Feature. Dengan aplikasi ini, hanya perlu menekan tombol hot key keyboard tanpa membutuhkan mouse. Ubuntu 12.04 juga masih tergantung pada X.Org sebagai server utama sistem display grafis, sebuah percobaan menggunakan Sistem Grafis Wayland untuk menjalankan server X11 dan itu memungkinkan (berhasil). Ke depannya mungkin Ubuntu akan mengadopsi Waylang Graphics System juga. Sebagian besar paket Gnome pada Ubuntu 12.04 LTS ini akan menggunakan paket dari Gnome versi 3.2, tetapi beberapa paket dari Gnome versi 3.4 kabarnya akan dimasukkan juga, sebagai contoh GTK+ 3.4, Gnome Games, GEdit, GCalctool, Evince dan Yelp. Canonical juga menghilangkan suara khas Ubuntu yang biasa terdengar ketika login untuk mempercepat waktu booting. *Mahasiswa Jurusan Teknologi Informasi semester 8.
Kata Ahli...
Konsultasi Kecantikan Dokter Wiwit Andhika Rubrik ini bekerjasama dengan klinik Angel
Dok, saya Burhana. saya memiliki teman dekat dan dia memiliki banyak jerawat di wajahnya. Dulu saya pernah memberikan saran kepada nya agar dia melakukan facial. Beberapa saat setelah facial, wajahnya cukup bersih dan tak ada jerawat lagi. Tapi beberapa hari setelah itu, jerawatnya muncul lagi dan semakin banyak bahkan semakin besar. Bagaimana caranya agar jerawatnya berkurang? Dan bisakah wajah teman saya kembali bersih? Terima kasih. (Burhana, SAS) Jawab Terima kasih Burhana. Untuk masalah jerawat memang tidak hanya disebabkan oleh 1 atau 2 faktor, tapi beberapa faktor yang bergabung menjadi satu pemicu jerawat pada wajah seseorang. Faktor-faktor tersebut
sangat bervariasi pada setiap individu, tidak sama satu dengan yang lainnya, di antaranya adalah makanan, stres, gaya hidup, kebersihan wajah, hormonal, dan ada beberapa kasus genetik (keturunan/riwayat keluarga). Dari semua faktor di atas yang paling sulit dikendalikan adalah stres, gaya hidup, hormonal dan genetik. Untuk masalah kawan Anda, saya anjurkan untuk tetap merawat kebersihan wajah, dan menemui dokter untuk membantu mengendalikan jerawatnya, karena tanpa penanganan yang baik dan tepat ditakutkan akan terdapat bekas permanen yang sulit hilang yaitu acne scar (bopeng) yang sulit sekali untuk ditangani. Semoga dengan cepat melakukan perawatan kulit di tempat yang tepat, jerawat bisa dikendalikan.
Dok, saya Nindya. Di atas kelopak mata saya muncul bintik-bintik kecil seperti jerawat. Saya pernah mengkonsultasikan hal tersebut ke spesialis kulit, dan dia mengatakan saya terkena tumor. Kepadanya saya minta agar bintik-bintik tersebut dihilangkan, namun menurut nya tidak bisa karena saya memiliki penyakit yang disebut keloid. Jadi kira-kira adakah solusi lain? Karena bintikbintik di atas kelopak mata saya semakin menyebar dan banyak. Terima kasih (Nindya, Akuntansi) Jawab Dear Mbak Nindya, memang kasus yang dialami mungkin adalah sejenis tumor (benjolan) jinak di kulit yang disebut syringoma. Pada umumnya, memang tidak berbahaya tapi bila jumlahnya banyak dan terletak di wajah
memang cukup mengganggu. Harus dilihat apakah penyebabnya, apakah familier herediter/genetis (dari orangtua) atau penyebab lain seperti kelainan metabolisme. Sebaiknya memang datang ke dokter ahli untuk penanganan lebih lanjut untuk mencari penyebab dan penanganannya. Dokter akan melakukan pembuangan dengan bermacam-macam cara, di antaranya, bedah listrik (elektrocauter) atau bedah minor secara estetika, namun karena mempunyai bakat keloid, tentu para ahli harus lebih berhati-hati. Dengan mengetahui penyebab minimal kita bisa menghindarinya agar bintik tidak bertambah banyak.
Silakan Kirim Tulisan Anda ke Rubrik Konsultasi ini Melalui email lpm.institut@yahoo.com
14
KOLOM
Edisi XVIII/April 2012
Islam Seni Indonesia M.S. Wibowo*
I
slam di Indonesia punya sejarah, corak, dan kultur beda dengan Islam di negeri asalnya. Kecuali di wilayah tertentu, Islam datang ke nusantara penuh rahmat dan kedamaian. Sejarah mencatat, Islam mendarat di nusantara sejak abad 7M. Sementara bukti tertua tilasnya adalah makam Fatimah binti Maimun bin Hibatallah, di Dusun Leran, Kec. Manyar, Kab. Gresik dengan konogram 475H/1082M. Namun, syariat Muhammad baru dianut luas penduduk nusantara sekitar abad 14M. Penyebarluasan itu tak lepas dari kejeniusan para mubaligh dan ulama kala itu, yang merumuskan dakwah dengan strategi kebudayaan untuk menghadapi tradisi nusantara yang sudah sangat tua, kuat, dan mapan. Penduduk Nusantara, sebagai bangsa berperadaban, memiliki berbagai produk budaya dan kesenian, terutama seni tutur atau sastra lisan, yang tak hanya berperan menghibur, tapi mengandung nilai dan dorongan yang selama ratusan tahun turut membentuk perilaku, pikiran, nilai, filsafat, moral, etika, estetika, dan sikap manusia Indonesia dari beragam etnis bangsa, baik dalam ikatan kemasyarakatan maupun kebudayaan. Di antara karya nusantara, seni rebab dari Minangkabau, Sinrilik dari Makasar, pertunjukkan wayang di Jawa, dongeng, pantun, pribahasa, dan sebagainya. Berpangkal dari yang ada, para
mubaligh memasukkan nilai dan ajaran Islam. Misalnya di Sulawesi Selatan, ada sejarah lisan terkenal tentang dialog Muhammad dengan Saweri Gading (tokoh utama agama tradisional Bugis yang terdapat dalam karya sastra La Galigo). Yang cukup masyhur, kreativitas Walisongo memanfaatkan wayang sebagai media dakwahnya di Jawa. Wayang sendiri merupakan kesenian yang telah teruji waktu. Keberadaannya sejak jaman purba, ketika masyarakat masih manganut animisme dan dinamisme. Nilai-nilai universal wayang, telah nyata lolos pengetesan dengan tetap dipakai bangsa kita dari jaman ke jaman. Perjumpaan dengan berbagai budaya dan agama luar berpengaruh besar atas perkembangan wayang. Misalnya, Hindu menjadikan Epos Mahabaratha dan Ramayana sebagai cerita pokok dan sarana penyebaran ajarannya. Kemudian Islam, melalui Sunan Kalijaga, mengubah muatan cerita dan bentuknya sesuai syariat dan akidah Islam. Kristen pun ikut m e n ge m bangkan Waya n g Suluh demi
misinya. Tak hanya itu, wayang menjadi alat propaganda politik di masa Orde Lama dan Orde Baru. Dari itu, sangat tepat UNESCO pada 7 November 2003 menetapkan Wayang Indonesia sebagai adikarya budaya lisan nonbendawi warisan peradaban manusia (Kompas, 8/4/2004). Meski begitu, saat ini ada sikap apriori beberapa kalangan ter-
hadap seni wayang. Derasnya globalisasi, teknologi, dan informasi pun turut menggeser wayang sebagai komponen pembangun kokohnya karakter bangsa. Bagi sebagaian kalangan santri, wayang dianggap tak relevan lagi sebagai sarana dakwah. Lebih ekstrem, dalang dan seniman rakyat lainnya dianggap musuh Islam. Sikap macam itu tak hanya melebarkan jarak seniman dan agamawan, tapi juga membuat bangsa Indonesia kehilangan jatidirinya. Lihat saja, kita lebih paham karakter dan cerita mitos Yunani daripada karakter, cerita, dan legenda nusantara. Lebih kenal Zeus ketimbang Semar, lebih kagum Hercules daripada Gatotkaca. Katakanlah tokoh seperti Semar, Gatotkaca, Gareng, Petruk itu fiktif. Tapi kita bisa pelajari sifat-sifat baik yang ada padanya, sebagai teladan dan patokan sehar usnya, serta menunjukkan, bangsa kita punya budaya dan karya agung yang mampu menjadi tuntunan kehidupan. Sebagai negara Pancasila, warga Indonesia wajib beragama. Kita tahu,
agama-agama yang ada juga memuat ajaran kehidupan. Tapi mesti dipahami, semua agama yang disahkan adalah impor. Sehingga pada beberapa hal, misalnya tentang karakter individu dari tempat agama berasal, berbeda dengan karakter masyarakat kita. Sah saja meneladani dan mengidolakan tokoh atau budaya negeri manapun. Tapi jangan lupa, kita adalah Indonesia. Jangan sampai seni budaya suatu bangsa nun jauh di sana menjadikan kita tak peduli keunggulan milik sendiri. Menurut M.C. Rickleft, ibarat kue lapis, sesungguhnya bagian terbawah dasar kebudayaan nusantara ialah animisme dan dinamisme. Hal itu yang membuat Islam kita beda dan mampu menjadi alternatif peradaban dunia. Terlebih di tengah ekstrimisme yang sering dialamatkan pada kaum muslimin. Maka, jika misal Anda bersyukur sebagai muslim, seharusnya pula Anda menghargai dan memelihara seni, sastra dan budaya yang telah andil mengislamkan nenek moyang Anda. Perlu dicatat pula, tak ada agama yang lepas dari tradisi lokal. Sebab agama itu untuk manusia, dan manusia di manapun selalu hidup dengan lingkungannya.
tika menampuk pemerintahan. Tak ada bedanya dengan masa otoritarian yang diciptakan oleh para diktator atau pendikte. Ciri otoritarian yang kentara dalam kampus ini adalah kesalahan berlarut ketika Pemira dilaksanakan beberapa tahun lalu. Salah satu indikasi ciri dari sang pendikte, akan membatasi pekerjaan seseorang, yaitu agar orang tersebut bekerja menurut prosedur dan aturan yang ada. Jika orang itu tidak mengerti dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik, ia akan dianggap salah. Selalu saja salah. Akhir yang terjadi adalah kesalahan beruntun dari hal perencanaan, sosialisasi, prosesi dan hasil akhirnya pada Pemira kali ini. Dalam hal komunikasi, ketika sang pendikte menyampaikan gagasan, pemikiran, dan pesan cenderung hanya mengenal satu bentuk komunikasi, yaitu instruksi. Istilah yang dikenalnya terbatas pada pengarahan, petunjuk, we-
jangan, perintah, dan pembinaan. Bentuk komunikasi yang sifatnya sekadar memberitahu, pun dianggap sudah mencukupi. Sang pendikte hanya mau melakukan komunikasi searah tanpa mengindahkan diskusi atau dialog yang menghasilkan sintesa dari semua kebijakan. Memang sebuah keniscayaan ketika pergulatan nilai kritis dan skeptisisme kembali dipertanyakan dan disandingkan dengan kondisi mahasiswa saat ini. “Yasudalah, ini bukan Jaman otoritarian lagi bang. Kan sudah jadi mahasiswa, masih saja diatur. Intinya, kita nggak punya sikap,� salah seorang teman ngopi saya nyeletuk.
*Anggota Dewan Kehormatan Organisasi LPM INSTITUT.
Dikte Ibnu Afan*
A
da suatu hal menarik perhatian bila kita melihat fenomena di kampus ini beberapa waktu lalu. Sivitas akademika kembali mengadakan pesta demokrasi, memilih dan dipilih. Tapi tunggu dulu, apakah ini disebut sebagai pesta? Pesta menjadi boneka ataukah menjadi mahasiswa seutuhnya yang memiliki otoritas penuh dalam mengembangkan karakter dirinya melalui lembaga kemahasiswaan? Entah disebut pemira atau pemilu. Ada yang mengatakan kalau fenomena ini seperti pemilihan Osis saja. Namun, yang pasti terdapat suatu kejanggalan dalam prosesi ini, mulai dari persiapan, sosialisasi, hingga prosesi pemilihan dan penghitungannya. Bahkan, agak mengejutkan ketika seorang teman menuturkan kepada saya, “Gw nggak tau nih, tau-tau disuruh cepat-cepat memben-
tuk struktur kepanitiaan pemilu, tanpa dasar yang jelas, pokoknya harus segera terbentuk atau perkuliahan kamu akan dipersulit.� Seperti itulah penuturannya. Saya menganggap itu sebuah ancaman atau hanya bualan sang penguasa otonom, untuk menakut-nakuti rakyatnya dalam menentukan kebijakan dari sang penguasa tertinggi. Seperti sebuah lakon intervensi yang tak jauh berbeda dengan rezim otoritarian yang selalu melakukan penindasan tanpa melakukan pertimbangan dengan rakyatnya. Tapi tak perlu terlalu jauh menafsirkan, menurut saya kasus ini adalah bentuk pendiktean ala elit kampus. Sebuah bentuk pembelajaran yang kembali terulang ketika kita mengenyam pendidikan bangku kuliah. Saat mengenyam pendidikan dasar, sebuah kewajaran ketika seorang guru mendikte muridnya agar si murid benar-benar mengerti apa yang sang guru tu-
turkan. Secara arti, dikte menurut KBBI adalah yang diucapkan atau dibaca keras-keras supaya ditulis orang lain. Men-dikte, menyuruh orang menulis apa yang dibacakan atau dikatakan; menyuruh berbuat dan menurut saja seperti yang dikatakannya (dengan tidak boleh membantah). Mendikte bisa jadi hal yang berguna agar seseorang dapat menulis perkataan penutur dengan mudah dan tepat baik titik, koma maupun tanda baca lainnya agar tidak terjadi kekeliruan. Tapi, mendikte dalam hal ini sangat keliru. Suatu bentuk pendidikan yang pada hakikatnya tidak mendidik sama sekali. Pada akhirnya, nilai kritis yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa dalam mengambil langkah untuk mengembangkan dirinya, sirna tertelan oleh otoritas sang pendikte. Tanpa bisa mengkritisi, berkompromi, bahkan meraih mufakat sebagai sebuah proses pendewasaan kepemimpinan ke-
*Mahasiswa FAH prodi Tarjamah semester VIII dan Sekretaris Umum LPM INSTITUT.
Edisi XVIII/April 2012
15
OPINI
Redaksi LPM INSTITUT
Bang Peka....
Menerima: Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter. Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: lpm.institut@yahoo.com Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085718363281. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.
Mahasiswa Bablasan dan Demokrasi Formalistik
M
enciptakan tatanan k a m p u s yang demokratis memang bukan persoalan mudah. Proses trial and error harus terus dilakukan, guna mensukseskan proses demokratisasi di dalam kampus. Bukan hanya para elite kampus saja yang harus bersikap demokratis, namun mahasiswa sebagai penggerak roda demokrasi kampus, harus berani ikut berkomitmen. Dalam hal ini, pesta demokrasi dalam pemira layak untuk menjadi ajang perdebatan politik kampus. Kontestansi politik di dalamnya sangat menonjol. Berbagai kelompok mahasiswa saling berunjuk gigi, berusaha menghipnotis massa guna meraup banyak suara. Bahkan, ditengarai bahwa ada beberapa kelompok mahasiswa yang nekad melakukan gerakan-gerakan fajar. Kiranya seperti itulah dinamika politik kampus yang didominasi oleh para penyandang gelar agent of change itu. Dinamika yang menjadi representasi dari percaturan politik negara, mulai dari sistem pemilihan hingga fraksifraksi yang mengusung para kandidat politiknya. Untuk itu, sangat penting memaknai nilai-nilai demokrasi yang terkandung di dalam pemira. Model mahasiswa bablasan Proses demokratisasi yang jalan di tempat bahkan cenderung mengalami stagnasi tampaknya telah dimulai semenjak dua tahun silam, tepatnya saat beberapa BEM telah dibekukan. Sejak itu, mahasiswa mulai mengebiri para elite kampus tanpa mengetahui alasannya. Bahkan, beberapa mahasiswa justru bersikap apatis
Surat Pembaca Saya merasa Pemilihan Umum (Pemilu) di Jurusan Ilmu Politik beberapa waktu lalu, kurang ada sosialisanya. Sebenarnya saya tertarik untuk bisa ikut andil dalam kepanitiaan pemilu kemarin. Tapi, karena perekrutan panitia pemilu itu tak jelas, jadi saya cukup kecewa. Sosialisasi tentang cara memilihnya pun tak ada. Karena itu, banyak kesalahan teknis yang dilakukan para pemilih saat
S.A.Winarko*
atas kondisi politik di kampusnya, UIN Syarif Hidayatullah. Lantas, apakah benar mahasiswa-mahasiswa sekarang hanya lah korban bablasan mandeknya percaturan politik kampus dua tahun silam? Begitu banyak mahasiswa yang mulai enggan ikut berpartisipasi dalam percaturan politik kampus. Barisan mahasiswa yang semestinya bergotongroyong menciptakan tatanan kampus demokratis, sekarang justru bercerai-berai. Menurut hemat penulis, terdapat dua model mahasiswa bablasan. Pertama, mahasiswa apatis. Model mahasiswa yang satu ini sengaja meniatkan dirinya untuk menjauhi percaturan politik di kampus. Bagi mereka, mendedikasikan diri dalam dunia akademis rasanya lebih penting dari sekedar bermanuver politik. Kemapanan intelektual dinilai sangat mendominasi cara pandang mereka. Tak ayal jika barisan ini lebih aktif dalam dudukan diskusi di berbagai bidang dan tempat, namun asing dalam percaturan politik kampus. Saat pelaksanaan pemira, para mahasiswa apatis seakan hanya berjalan mengikuti arus perpolitikan. Dengan serta merta mereka mengikuti arus partai, arus kampanye, dan akhirnya arus pencoblosan. Ritus semacam ini hanya diibaratkan seperti “kondangan” yang kalau tidak diikuti terasa tidak enak dengan tetangga sebelah. Namun ternyata, beberapa dari mereka telah memproklamirkan diri menduduki posisi-posisi struktural di kampus. Sehingga, pergulatan politik yang kolot hanya mereka hadapi dengan kematangan intelektual. Padahal dalam praktiknya, pergulatan politik juga harus memerankan strategi
jitu, konstituen loyal serta prinsipprinsip yang kuat. Agar mereka tidak dijadikan boneka politik oleh para elite kampus. Hal ini lah yang seringkali tidak disadari oleh para mahasiswa bablasan. Kekurangan paling utama dalam pemilu raya adalah dalam menentukan pribadi-pribadi terpilih, guna mengemban tugas kampus digunakan standarisasi nilai IPK. Dengan cara ini, bukan lah pribadi unggul yang akan tersaring secara alami, namun pribadi palsu yang hanya berlindung di balik kemunafikan IPK. Sehingga, proses demokratisasi yang ia galakkan hanya menjadi permainan elite kampus. Pribadipribadi seperti ini tak lain hanya lah seperti teknokrat yang bersikap sami’na wa atha’na. Padahal, menjadikan kualitas internal individu adanya lebih menjanjikan daripada berkaca kepada nilai IPK semata. Lihatlah, berapa banyak pribadi unggul yang tereliminasi disebabkan nilai IPK yang relatif cukup. Padahal segudang prestasi telah disandangnya, pengalaman berorganisasi, hingga kesadaran berpolitik yang bukan hanya disandarkan pada makna-makna simbolis egosentris. Kedua, mahasiswa egosentris. Tipe yang satu ini memang terlihat berkesan pada tingkat pencitraan. Kematangan visi misi yang diusungnya berhasil mengecoh mahasiswa-mahasiswa lainnya. Namun, tentu saja yang tidak dapat dipungkiri dalam pemaparan visi misi adalah “jual kecap.” Untuk itu proses jual kecap akan diserahkan kepada para pemilih (baca: mahasiswa) langsung, mana penjual yang jujur dan mana penjual pembohong. Dialektika semacam ini memang tidak dapat dihindari, teru-
tama dalam proses demokratisasi. Permasalahannya, seberapa banyakkah mahasiswa yang peduli dan sadar akan bias politik kampus? Dilihat dari keberhasilan pemira, agaknya tipe mahasiswa egosentris lebih unggul. Berbasiskan massa yang banyak, siasat politik yang jeli dan dukungan dari partai tertentu sangat membantu para mahasiswa egosentris itu menduduki posisi-posisi struktural. Permasalahan yang kemudian timbul, mampukah para pejabat struktural itu mengemban amanahnya? Masihkah visi misi yang diangkutnya berpihak pada kepentingan mahasiswa secara umum? Hal ini masih menjadi pertanyaan besar, pasalnya mahasiswa-mahasiswa egosentris selalu berangkat dari egoisme partai. Sehingga ditengarai kepentingan sepihak lah yang lebih diperjuangkan, dan melupakan kepentingan mahasiswa lain yang seharusnya berseberangan dengannya. Bagaimana pulakah nasib para mahasiswa yang memutuskan dari awal untuk tidak memilihnya dalam pemira? Masihkah aspirasi mereka didengar dan diperjuangkan oleh para kandidat yang terpilih itu? Demokrasi formalistik Memerhatikan kondisi para pemilih apatis, ditambah lagi dengan para kandidat yang cenderung egosentris, masih kah harapan memiliki kampus demokratis itu terwujud? Rasanya sangat sulit untuk mempercayai hal itu. Sebab, melihat kenyataan di lapangan yang sangat sarat dengan keegoisan masing-masing, penulis kira demokrasi di kampus ini merupakan demokrasi formalistik saja. Yakni menjalankan sebuah sistem dengan meminjam jargon
demokrasi, namun melupakan substansi demokrasi itu sendiri. Dengan kata lain, sistem yang dianut bukanlah demokrasi, akan tetapi hanyalah jargon demokrasi. Ingatlah, kunci keberhasilan mendasar dalam proses demokratisasi mencakup dua hal. Pertama adanya partisipasi dan kedua representasi. Partisipasi diwujudkan dengan adanya keterlibatan semua pihak tanpa terkecuali (baca. mahasiswa) dalam semua proses kebijaksanaan yang menyangkut kehidupan kampus. Sering kali kandidat yang terpilih lupa akan kepentingan mahasiswa saat menggelontorkan berbagai kebijaksanaan. Keegoisan partai lebih sering diprioritaskan guna menjunjung tinggi nama partainya sendiri. Namun, mereka melupakan subtansi dari fungsi jabatannya itu sendiri, yakni kepentingan mahasiswa secara keseluruhan. Untuk itu, diperlukan adanya mahasiswa-mahasiswa yang sadar berpolitik. Sadar akan tugas mengawasi kinerja para wakilnya. Jika semua mahasiswa sadar akan hal itu, maka penyelewengan kekuasaan pun dapat diminimalisir. Naifnya, berapa banyak mahasiswa yang mempunyai waktu untuk ikut berpartisipasi? Nyatanya lebih banyak mahasiswa bablasan yang senang memikirkan kondisi perutnya terlebih dahulu, sebelum mereka berpolitik. Jika begitu, lantas siapa lagi yang akan mengontrol kinerja para wakil mahasiswa itu? *Penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
Pemilu Harus Diulang* memilih para calonnya. Kebanyakan para pemilih melingkari nama calonnya. Padahal, semestinya nama calon tersebut dicontreng. Lagi pula, kinerja dan persiapan panitia juga kurang menonjol. Kurang ada persiapan. Kualitas tintanya pun patut dipertanyakan. Masalah tinta, menurut saya, tak bisa dianggap sepele. Standarnya, tinta itu bisa bertahan sampai 4 jam. Itu
paling standar. Tapi, nyatanya tinta itu gampang hilang jika diusap dengan air. Misalnya, saat dilakukan penghitungan suara, ada kertas suara yang sebenarnya ditandai dengan checklist, tapi karena tinta itu gampang hilang, tanda checklist tersebut dianggap seperti garis lurus biasa. Alhasil, kertas suara itu dianggap tidak sah. Selain itu, ada juga dosen yang terlihat cenderung mendukung
salah satu peserta calon ketua HMJ Ilmu Politik. Sebab, dosen itu menjadi saksi. Seharusnya, dosen tak boleh menjadi saksi dalam Pemilu di sana. Mereka hanya mengontrol jalannya pemilihan. Jadi, saya mengganggap tindakannya itu bersifat mendukung salah satu peserta calon. Semoga saja pemilu di Jurusan saya ini diulang kembali. Kalau memang pemilu sekarang tak ada embel-embel partai, maka
sudah seharusnya tidak ada masalah seperti ini lagi. Saya juga berharap, tahun depan pemilu itu ada sosialisasi mengenai perekrutan panitia pemilu. Dan dosen tidak perlu ikut campur dalam urusan ini. Karena realitanya dosen itu justru membawa keberpihakan dalam pemilu kali ini. * Nama ada di redaksi, penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta yang bergelut di Jurusan Ilmu Politik
16
SASTRA
Puisi...
Gadis Misterius Rijal Fikri*
Berkelakar dengan rindang pepohonan Bersemedi di sudut kesepian Menjadikanku dirasuki roh penasaran Yang selalu ingin menebas rasa keingintahuan Keingintahuan akan siapa? Aku pun tak tahu Dari semua yang telah ku telusuri Hanya menyimpulkan satu kata untuknya Seorang gadis yang “misterius”
Edisi XVIII/April 2012
Cerpen...
Istana Buku Rifka Fitrotuzzakia*
Senja itu, seorang lelaki tertegun menatap seorang gadis yang selalu serius membaca buku di sudut perpustakaan, setiap senja gadis itu selalu mengunjungi perpustakaan yang sepi.
Awal dari tindakanmu sekilas aneh Lama-kelamaan, keanehan itu pudar sendiri Lama-kelamaan, kau menyebrang ke sisi lain Mengabaikanku hingga orang lain menggantikanmu Kaulah gadis misteriusku (acapkali melakukan hal-hal misterius dan menyebar wabah misterius) *Mahasiswa FAH/IPI semester II
Wanita Pertama __Di Fakultas Adab Oleh, Harsono
Eria, Bukankah kita dilahirkan dari tujuh musim kemarau dan kau pula memintaku untuk hidup meski tidak seabadi puisi bila kutatap rindu di seberang matamu yang hijau yang masih belum terkubur pecahan waktu seakan membawa ingatanku kembali pada abad wanita di pulau tak bernama dimana engkau dan aku pernah melihat surga yang terbakar karena cinta Adakah kau mnyebut namanya kembali? Meski tidak seindah puisi Adakah kau bertanya? Meski dengan kata yang taktertulis seperti sejarah tentang raktat usianya, yang, semakin hari semakin terkelupas takdirnya Eria, Kubayangkan engkau adalah wanita-wanita Mesir yang pernah melukai kepenyairan Gibran tapi dengan wanita indonesia akankah kau melukaiku? Eria, aku hanya bisa bertanya pada lembar-lembar buku yang selesai kubaca pada pecahan takdir yang gagal melihat maut di jantungku bahwa engkau dan aku pernah hidup di dunia antah berantah yang tak bisa kita ciumi lagi harumnya dan kaulah wanita pertama itu yang kucintai Jakarta, 2012 Harsono, Jurusan Aqidah Filsafat semester 4, sekaligus Aktif di Poros Senja kala, Pemuda Sastra Kampus Uin
“Kurasa dia mencintai buku-buku itu,” gumam lelaki itu dalam hati Lelaki itu menyapa gadis itu pada suatu kesempatan. Ternyata matanya sangat berbinar-binar, seperti ada jendela besar yang berisi taman anggrek dari berbagai musim. Gadis itu memiliki daya tarik yang luar biasa hebat. Membuat seorang lelaki bernama Handy Saputro kagum dan terjatuh. Setiap senja lelaki itu selalu menunggui gadis itu di perpustakaan, berharap untuk bertemu. Dan melihat lagi mata yang berisi pemandangan Amsterdam. ... “Mengapa kamu suka sekali membaca?” Tanya lelaki itu “Entahlah, aku seperti berjalan-jalan menjelajahi suatu dunia yang indah, aku suka berpetualang! Aku suka tantangan!” jawab gadis itu penuh semangat. “Kamu tahu, Handy, membaca itu proses perjalanan, kita akan menemui hal yang belum pernah kita temui, kadang kita tersesat, tapi kita
harus ingat jalan pulang. Percayalah Handy, kamu akan ketagihan, ketika merasakan sendiri betapa menyenangkan menjelajah sendirian di suatu dunia asing, dunia yang belum pernah terjamah,” sambung gadis itu. Mendengar ucapannya, lelaki itu seakan kaku, dan dengan malu ia memandangi retina matanya, lagi-lagi dalam matanya berisi pemandangan air terjun Niagara. ... “Malam sepertinya telah ilang keindahannya, gemintang cahaya cantiknya bahkan kini ada di retina gadis itu, rasa-rasanya aku ingin meminangnya” gumamnya lelaki itu dalam hati ... “Siska, entah mengapa malam hariku selalu terganggu?” keluh lelaki itu. “Kamu kenapa Handy?” tanya Siska. “Aku ingin meminangmu, sebutkanlah apa permintaanmu? Apa mahar yang kamu inginkan?” tanya lelaki itu Siska tertegun tak per-
caya, melihat mata lelaki itu. Tempaknya, ia sedang tidak bercanda. ... “Aku kagum atas pernyataanmu meminangku di hadapanku, tapi jika kamu bertanya apa permintaanku, aku ingin dibuatkan sebuah istana buku” ucap gadis itu. ... Lelaki itu sangat mengerti atas permintaan gadis itu. Suatu hari, lelaki itu menarik gadis itu kesuatu tempat, menutup matanya dengan kain. Hingga tibalah di tempat itu. Ketika kain itu dibuka berdirilah sebuah istana buku, tujuh lantai. Di dalamnya tersusun berbagai ukuran buku, berwarna-warni, tersusun rapih, ber-rak-rak, arsitekturnya sangat berkelas, gedung itu berdinding kaca, serta berornamen Eropa. Gadis itu tersenyum, ia melonjak kegirangan. Kemudian gadis itu menghampiri salah satu rak buku, mengambil satu buku dan membukanya Namun, tiba-tiba kertasnya kosong. Ketika ia mengambil buku lagi, lagi-lagi buku itu tidak beraksara. Setelah diperiksa, semua buku kosong tidak terdapat satu huruf pun didalamnya. Gadis itu terkejut. “Handy, apa kamu bercanda? Semua buku di istana mu yang megah ini kosong,” ucap gadis itu penuh rasa heran .. “Sayang, tidakkah kamu tahu, semua kertas kosong itu akan terisi oleh tulisanmu,” ucap Handy sambil tersenyum. * Penulis adalah mahasiswa FITK jurusan PBSI semester 4.
Selamat Mengikuti Training Pers INSTITUT kepada Peserta Bakal Calon Anggota LPM INSTITUT “Tulis Realitas Tanpa Batas”
Buku
Membaurkan Hubungan Masyarakat dengan Politik
Jaffry Prabu Prakoso Judul Penulis Penerbit Isi Terbit ISBN
17
RESENSI
Edisi XVIII/April 2012
: Public Relations Politik : Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy : Ghalia Indonesia : xvi + 160 hlm; 155 mm x 230 mm : Februari, 2012 : 978-979-450-669-1
E
ra demokrasi ditandai dengan bebasnya masyarakat untuk berpendapat. Pendapat yang digunakan masyarakat pun mengenai berbagai bidang. Dari budaya, sosial hingga politik yang dilakukan dengan berbagai cara pula. Ketika manusia berbicara, saat itu pula manusia sedang berkomunikasi. Komunikasi digunakan kapanpun, di manapun. Karena pada dasarnya, komunikasi berfungsi untuk menyamakan persepsi antara komunikator dan komunikan. Sedangkan, politik
pada intinya berfungsi untuk mendapatkan kekusasaan. Politik yang digunakan para politisi tidak akan sampai pada penerima tanpa melalui proses komunikasi yang baik. Karena saat proses komunikasi terjadi, pesan itu tak akan sampai secara utuh jika komunikasi disampaikan buruk. Setelah menjamurnya media pasca reformasi, berakibat pula terhadap menjamurnya program studi Komunikasi dan Public Relation (PR). Namun, jumlah buku tentang PR masih sedikit, baik dari pakar komunikasi atau pakar politik. Itulah sebabnya Gun Gun Heriyanto dan Irwa Zarkasy menerbitkan buku Public Relations Politik. Buku ini menekankan pada komunikan agar mereka dapat mengoptimalkan komunikasi, guna menciptakan pemahaman pesan yang sama kepada publik. Sehingga, PR politik memiliki posisi sangat penting dalam perusahaan, dan bisa menjadi pacuan bagi orang yang mendalami ranah tersebut. Pada dasarnya, PR politik baik digunakan oleh pihak internal perusahaan, maupun eksternal. Dengan tujuan selain memengaruhi publik, juga untuk me-
5 Judul, 1 Film
nerima pendapat publik kepada pihak internal. Dengan harapan pendapat publik tersebut, bisa menjadi bahan evaluasi pihak internal. Buku yang diterbitkan Ghalia Indonesia, merupakan penggabungan bidang keilmuan antara ilmu komunikasi dan politik. Karena PR politik berada dalam kajian komunikasi politik. Selain itu, buku ini memaparkan awal mula adanya PR politik hingga saat ini. Juga menjelaskan cara berkomunikasi di era modern seperti sekarang. Jadi, pengguna PR politik dapat memanfaatkan media sebaik-baiknya. Dalam tulisannya, penulis mencontohkan PR politik saat terjadi kesalahpahaman antara publik dengan pihak perusahaan. PR politik berperan penting agar kesalahan yang terjadi, cepat selesai tanpa memakan waktu yang lama. Itulah sebabnya posisi PR politik begitu penting bagi pihak internal perusahaan, karena menyangkut nama baik perusahaan tersebut. Buku ini memberikan penjelasan kepada pelaku PR politik, agar pengguna ilmu PR politik dapat menyelesaikan berbagai jenis masalah yang terjadi. Di sini juga dijelaskan tentang bagaimana memberikan penjela-
san tentang komunikasi dan politik itu sendiri. Baik berupa pengertian, sejarah, dan perkembangan komunikasi politik hingga sekarang. Buku setebal 160 halaman ini juga membagi bagian-bagian agar pembaca dapat memahami komunikasi politik, walaupun baru pertama kali membacanya. Ibarat sesisir buah pisang, pasti ada yang busuk atau mentah. Begitu pula dengan buku Public Relations Politik karya Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy. Buku ini hanya mencantumkan sedikit penjelasan pada setiap babnya, membuat pemaparan yang dijelaskan kurang mendalam. Itu disebabkan buku yang tak terlalu tebal. Sehingga pembaca harus mencari referensi dari buku lain, dengan pembahasan yang sama dan lebih mendalam, agar dapat mendalami disiplin ilmu PR politik. Namun, buku ini bisa dijadikan rujukan bagi pemula yang ingin mendalami PR politik, karena bahasanya yang mudah dipahami, dan juga banyak pembahasan yang dipaparkan yang dibagi di beberapa bab, sehingga pembaca dapat mengerti PR politik secara luas.
Film
Makhruzi Rahman
M
erupakan hal yang baru di Indonesia, lima film pendek yang bertema horor dan thriller digabung menjadi satu. Hi5teria dibagi menjadi lima tema dengan lima sutradara. Pasar Setan garapan Ardiyanto Dewo bermula dari seorang pendaki perempuan bernama Sari (Tara Basro) yang tersesat di gunung. Ia mencoba mencari jalan keluar dan terus berputarputar. Sampai pada akhirnya, ia mendengar suara kerumunan orang di hutan. Tak lama, ia memasuki alam gaib yang dipenuhi dengan jin dan setan. Sejak itu ia tak pernah kembali. Sama halnya dengan Zul (Egy Fedly). Ia juga mengalami kejadian yang sama dengan Sari, tersesat dan akhirnya memasuki alam gaib. Cerita berlanjut ke Wajang Koelit. Film besutan Chairun Nissa ini menceritakan seorang wartawan asing bernama Nicole (Maya Otos) yang tertarik dengan kebudayaan Jawa dan ingin membuat artikel tentang itu. Seusai pertunjukkan, Nicole ingin mewawancarai sinden wayang tersebut. Tapi yang ditinggalkannya hanya sebuah tusuk konde. Sejak ia menemukan tusuk tersebut, Nicole terus mengalami gangguan
aneh. Namun, pada akhirnya ia mengetahui bahwa wayang yang dimainkan terbuat dari kulit manusia. Di film ketiga, Kotak Musik digarap Billy Christian bercerita tentang seorang dosen muda yang bernama Farah (Luna Maya). Ia sama sekali tak percaya hantu, karena ia selalu menggunakan logikanya. Bahkan ia menulis buku yang berjudul There is No Ghost. Tapi kejadian aneh terus terjadi semenjak ia mengambil sebuah kotak musik dari rumah kosong. Sampai pada puncaknya ia mengalami gangguan yang mengancam nyawanya, yang membuatnya percaya pada Tuhan. Palasik merupakan Cerita keempat karya Nicholas Yudifar, mengangkat mitos masyarakat Sumatera Barat. Seorang pengusaha kaya (Adrian Aliman) yang berlibur dengan anaknya (Poppy Sophia) dan istrinya yang sedang mengandung (Imelda Therinne) ke sebuah villa. Namun, tak lama kemudian istrinya mengalami gangguan dari makhluk berupa kepala tanpa badan yang dipercaya ingin mencuri janin yang sedang ia kandung. Kebenaran pun terkuak, setelah ia melihat makhluk tersebut dengan jelas. Ternyata, suaminyalah yang selama ini menjelma sebagai makhluk tersebut.
Cerita terakhir diberi judul Loket. Karya Harvan Agustriyansah ini mengisahkan tentang seorang penjaga loket parkir (Ichi Nuraini) yang terus diteror di malam ia menjalankan tugasnya. Tak lama kemudian dia mengalami flashback. Dia melihat dirinya sendiri terlibat dalam sebuah kasus perampokan dan pembunuhan. Kelima cerita ini digabungkan dalam film yang berjudul HI5TERIA. Film ini memiliki ending yang mengejutkan dan hampir susah ditebak. Namun di antara 5 film tersebut, ada beberapa film yang memiliki ide cerita yang tidak baru. Contohnya saja film Pasar Setan yang memiliki ide cerita yang hampir
sama dengan film Pencarian Terakhir karya Affandi Abdul Rahman, yang menyajikan tentang kisah pendaki gunung yang tersesat. Walaupun begitu film ini tetap membuat kaget penonton. Namun, film terasa monoton karena kakunya akting dari beberapa aktor dan aktris baru. Meski begitu, hal tersebut dapat ditutupi dengan akting dari aktor
dan aktris yang berpengalaman di industri perfilman Indonesia. Seperti Luna Maya dan Ichi Nuraini yang tampil all out dan alami. Meskipun film bertema horor seks bergeliat belakangan ini, HI5TERIA muncul sebagai sebuah film horor yang sama sekali tak menunjukkan itu. Garapan 5 sutradara muda ini memang belum mampu tampil maksimal. walaupun begitu konsep film tersebut merupakan sebuah kesegaran yang membasahi keringnya perfilman horor Indonesia.
Judul: HI5TERIA Sutradara:
Adriyanto Dewo, Chairun Nisa, Billy Christian, Nicho Yudifar, Harvan Agustriansyah
Skenario:
Chairun Nisa, Billy Christian, Harvan Agustriansyah, Daud Sumolang, Sungkono Pastra, Adi Baskoro
Produksi:
Starvision Plus
Durasi: 97 menit
Pemain:
Luna Maya, Dion Wiyoko, Sigi Wimala, Ichi Nuraini, Poppy Sovia, Tara Basro, Imelda Therinne, Maya Otos, Egi Fedly, Adrian Aliman, Fitrie Rachmadhina, Pipien Putri, Dinda Kanya Dewi
18
ESAI
Edisi XVIII/April 2012
The Good Progress of Islamic School Institution in Indonesia
T
he middle class in a country or in a nation is the one of the dominant factors which is determines the resurgence, the progress, and the glory of the nation. If the Indonesian middle class with the majority of Muslim consist of educating society who have the balanced strength and the quality of faith, pious, and also the science and technology. Then, will born the new modern Indonesia society which is graded and religious. And this is the good effect from increasing of science and technology. Rasulullah Said In Prophetic Tradition or Hadits: “Educate, your child coz they will live in the period where not your period” (H.R. Bukhori) As the student of the State Islamic University, we have to know that the role and the present of Madrasah or Islamic school with the best quality is the answer for all aspirations and questions. Because of Madrasah or Islamic School has become the important factor for Islamic development, in the contemporary of Indonesia. Basically, the majority types
Evi Nurlatifah* of Islamic school institution are private. And there should have been the affirmative action from the Government, and especially from our President of Indonesia. Because, the Islamic school institution are very much under-developed in the means, infrastructure, science and also the technology. If it compared by the general school institution such as Junior high school and Senior high school in Indonesia. So many bad opinions, the bad statements, and the bad impressions appeared from our society of Indonesia. They said that the Islamic school institution is out of date, bad, and uncompetitive. But, that all is not true. Nowadays, we have seen the good progress, the good development, and the good movement from Islamic school institution on Scientifics’ side and also technology. We can take the examples such as MAN Insan Cendekia at Serpong, Gorontalo and the Boarding Schools in Indonesia. And this caused by the increasing on scientific and technology side. The main character or the important role of Madrasah development in Indonesia is the Minister of Religion and the Is-
lamic Organization in education movement. Through the various of the prudence, the Minister of Religion has made Madrasah or Islamic school same with the general school institution such as the Junior high school and Senior high school. And the Minister of Religion also succeeded to present Madrasah or the Islamic school institution as the central of Islamic educational for the all youth Muslims in Indonesia which not be able in science and technology only, but also in the theology scientific. Then, we know how about our faith, how about our souls, and how about our belief to Allah SWT. We have to know also, the one of the important prudence’s from the Minister of Religion about the
Modernization of Madrasah or Islamic school institution is the privates Madrasah or Islamic school institution has made a state one. This program is very good and this programmed is very excellent for developing the quality and the quantity of Madrasah or Islamic school institution. In order to be able to compete with the general school institution on scientific and technology side . The result is Madrasah experienced many progress, development, and many movement. Not only in the quality and quantity, but also in science, technology, curriculums side, education system, teaching method, and the various facilities of education. Now in many big cities in Indonesia, we have found and we have seen there’s no the differences between Madrasah or Islamic school institution and general school institution such as the Junior high school and senior high school, on science, technology, and curriculums. Now we can find the lesson such math, chemistry, biology, and history, in Madrasah or Islamic school institution. And we just find it in the general school institution only. The bad
impression, the bad statement, and the bad opinion of Madrasah or Islamic school institution as the marginal education institution, and the second class or the second level are not relevant again. Because, Madrasah or Islamic school institution has experienced many progress in every sides. Finally Madrasah or Islamic school institution has become the answer for all educational questions, not only for Indonesia Muslim aspirations, but also for the all questions about Islamic education who is graded, modern, and religious. And Madrasah or Islamic school institution also has become the one of the important design and factor of Islamic education in Indonesia. And Madrasah will always expand together with the Islamization, globalization, Modernization dynamics which is survived in Muslim society of Indonesia. For create and product the best graduate, the greatest youth, and the excellent generation for our nation, Indonesia. *Student of Adab and Humanities’s Faculty. She actives on Foreign Languange Asosiation (FLAT) organization.
Kontak Budaya Antara Indo-Betawi dan Betawi Asli Umar Mukhtar*
K
etika Belanda menduduki Jakarta Jakarta, p e r k aw i n a n campur antara orang Betawi dan para pendatang dari negeri lain, memang lazim terjadi. Lihat saja kakeknya M. Husni Thamrin, yang berasal dari Inggris. Seorang pengarang bernama Mahbub Djunaedi, pun memiliki nenek yang asli kelahiran Jerman. Gubernur Raffles sendiri memiliki jalinan cinta dengan perempuan pribumi. Dari kontak budaya ini, lahirlah keturunan berasal dari dua kebudayaan, yang biasa disebut orang IndoBetawi. Dalam tulisan ini, maksud Indo-Betawi mengacu pada orang betawi yang menikah dengan orang Belanda. Mereka sebagai manusia yang lahir dari dua kebudayaan, layaknya koin, memiliki dua sisi. Dua sisi kebudayaan yang menyatu ini, dapat menunjukkan suatu sifat yang lebih menonjol dari keduanya. Kemudian muncul suatu hubungan antara manusia hasil perkawinan kebudayaan, dalam hal ini orang Indo-Betawi (selanjutnya disebut orang indo), dengan manusia tulen dari satu kebudayaan, orang Betawi asli. Memang, orang Betawi memiliki sikap terbuka terhadap para pendatang kala itu. Alhasil, mereka sering dianggap
menyukai perkawinan ampur. Tapi menurut mereka, yang penting, sang mantu harus mengikuti agama pasangannya, Islam. Betawi Tengah, merupakan daerah yang paling banyak perkawinan campurnya. Karena memang orang-orang Belanda kala itu bekerja di perusahaan swasta atau pemerintahan, yang kebanyakan lokasinya berada di Betawi Tengah, seperti Kemayoran, Sawah Besar, Kebon Sirih, dan Kwitang. Banyak yang mengatakan di sana adalah daerahnya komunitas metropolitan. Ya paling tidak, ada tiga saluran yang memicu terjalinnya hubungan antara orang Betawi dan Belanda, yaitu hubungan percintaan, sosial, dan pekerjaan. Dari sini jelas, hubungan percintaanlah yang mengawali hubungan sesudahnya. Betapa tidak, orang Belanda yang datang ke Jakarta saat itu adalah para bujangan. Hubungan pekerjaan menimbulkan komunikasi antara pribumi Betawi dan orang Belanda. Sebagai pribumi, masyarakat Betawi lebih banyak yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga, atau yang biasa disebut babu, di rumah orang Belanda. Tapi, mereka menjadi babu yang pulang, jarang yang mau jadi babu nginep. Sedangkan lakilakinya, biasanya menjadi supir. Selera musik
Selera musik orang Betawi dan indo hampir sama. Musik keronconglah yang membuat mereka saling bertemu. Tapi orang indo tidak begitu menyukai alat musik seperti tanjidor, rebana, gambang kromong, dan orkes harmonium. Dari aspek bahasa, banyak pengaruh asing yang dibawa orang indo, lalu diserap oleh kalangan Betawi, seperti istilah musik “pales”, berasal dari kata “vals”, dan “mol”, mengacu pada nada mol. Bola yang menyatukan Masyarakat Betawi dan indo sama-sama menyukai sepak bola. Hingga pada zaman sebelum Perang Dunia II, banyak didirikan komunitas sepak bola. Orang Betawi dan orang Indo berbaur dalam komunitas tersebut. Klub seperti BVC dan VIOS didirikan oleh orang Belanda totok atau Indo. Orang Betawi juga mendirikan komunitas seperti Tjahaya Kwitang, de Bruiner (si sawo matang), Sinar Kernolong, dan Sentjaki. Namun, meski didirikan secara terpisah, setelah kemerdekaan ada orang Betawi yang masuk komunitas sepak bola indo. Begitu juga sebaliknya. Bagi perempuan indo, permainan bola keranjang (sekarang bola basket) lebih disukai. Tapi, tidak untuk kaum perempuan Betawi. Mereka lebih suka
menontonnya dari bermain. Permainan ini sering dilakukan di Lapangan Balai Kota -dekat monas- dan lapangan Banteng. Meski hanya latihan, lapangan itu ramai dengan para penonton. Jelas, yang menontonnya adalah para lelaki Betawi yang ingin melihat perempuan Indo yang memakai celana short –celana ketat yang pendek- saat latihan. Ada yang mengatakan bahwa dari situlah munculnya kata ‘mata keranjang’. Karena pada saat menonton permainan tersebut, para penonton fokus memerhatikan aksi para perempuan indo yang berusaha masukkan bolanya ke dalam keranjang. Hening situasinya kala itu, dan hanya sedikit yang memberikan tepuk tangan. Beda penampilan Kebiasaan orang Betawi dalam berpenampilan berbeda dengan orang indo. Saat bersantai, mereka memakai kolor (celana pendek yang panjangnya tidak sampai lutut), karena jenis celana ini terlihat lebih santai dan dapat mengatur sirkulasi udara, sehingga adem saat dipakai. Lama-kelamaan, karena celana ini lebih mudah bau, yang kebanyakan orang Betawi bilang bau bacin, maka mereka beralih ke jenis celana dalam yang biasa disebut kancut. Ternyata kancut ini memang sering dipakai orang
indo saat berenang. Rasanya ini memunculkan kepercayaan diri yang lebih saat orang Betawi memakainya. Selain itu, sebagian orang Betawi, terutama kaum bapak, memakai setelan celana batik yang panjangnya melebihi lutut. Lalu atasannya memakai kaos berkancing warna putih, peci, dan gesper lengkap dengan dompet, tempat menyimpan tembakau, dan terompah (alas kaki yang terbuat dari kulit) sebagai alas kaki. Penampilan ini berbeda dengan apa yang dipakai oleh orang Indo. Jika mau keluar rumah, mereka mesti bersepatu dan berkaos kaki, yang biasa disebut stiwel, yaitu kaos kaki yang panjang. Selampe atau sapu tangan pun selalu ada di kantongnya. Malam hari, orang Indo biasa memakai syal. Kalau kata orang Betawi. “Endo kagak kepengen badannye soak”. Sebelum Perang Dunia II muncul, perempuan Indo suka memakai pakaian kebaya. Tapi, saat celana jeans muncul, kebaya mulai ditinggalkan perempuan indo. Suka atau tidak, yang penting, pe- ngalaman orang Betawi terdahulu, juga berbekas dalam hati para pendatang dari negeri asing. *Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
WISATA
Edisi XVIII/April 2012
KAMPUS
19
Soerabi Bandung ENHAii, Café Resto Soerabi Topping “Kebetulan kami dulu di Bandung jualan di depan kampus National Hotel Institute (NHI). Makanya sekarang kami pakai nama ENHAii,” papar Kepala Soerabi Bandung Asep Supriatna, (13/04).
T
mad Dahlan No.22A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Soerabi Bandung tampil berbeda. Berinovasi dari Soerabi asli Bandung yang umumnya hanya menyuguhkan adonan tepung, kelapa dan gula dengan guyuran kuah. “Soerabi Bandung ini kita jadikan brand memang asalnya dari Bandung. Jadi, nggak seperti Soerabi Solo. Dari adonannya memang sudah beda banget karena punya many-topping sih,” papar Supriandi, Supervisor Soerabi Bandung. Bagitu banyaknya variasi lapisan Soerabi (topping, red),
membuat pengunjung tidak kehabisan selera. “Soerabi Bandung kalo dihitung per jenis kami bisa 147 item dari segi topping. Karena dari satu item seperti coklat, itu spread-nya banyak. Bisa dimix dengan pisang keju, pisang coklat dan apa saja dari pengembangan menu,” jelasnya. Selain mengutamakan citarasa nusantara, Café Resto yang berdiri 27 April tahun lalu ini juga mengunggulkan kenyamanan dan variasi produk. Supriandi menambahkan, genre Soerabi
FOTO: RINA/INSTITUT
idak ada yang berbeda dari tapak tilas jalanan di Jakarta. Traffic, polusi, dan suara bising kendaraan, berkerumun di telinga tiap harinya. Namun, ada yang berbeda saat kita transit di Kebayoran Baru dengan tujuan Blok M atau Radio Dalam. Aroma kudapan yang terpanggang menusuk hidung dari kejauhan mengajak kita bersinggah. Benar saja, Soerabi Bandung ENHAii menyuguhkan citarasa berbeda bagi pecinta kudapan. Berlokasi di Jalan KH Ah-
Soerabi Bandung ENHAii Kebayoran Baru,Strategis dan ramai dikunjungi pecinta kudapan.
Bandung cenderung ke café resto karena dilengkapi dengan bar, area wi-fi, ruangan AC, serta produk dapurnya yang berupa makanan Cina, soto rawon, bubur ayam, bakso dan aneka macam minumam lainnya. Hal itulah yang membedakannya dengan asalnya di Bandung, yang hanya tersedia di Pusat Jajanan Berselera, atau biasa disingkat Pujasera. Tergerak dari konsep middle to low, pengunjung yang berdatangan dari kalangan pegawai, mahasiswa, serta pelajar. Jam buka Soerabi Bandung selama tujuh hari mulai pukul 07.00 WIB hingga 24.00 WIB, tutup saat Salat Jumat dan tanggal merah. Café Resto yang dikemas dengan fasilitas beragam, rasanya sesuai dengan kisa-
ran harga Soerabi mulai dari Rp 8.000 sampai Rp 19.000 (produk durian motong) dengan ukuran lingkar Soerabi yang sama. Menariknya, ada ‘Paket Gogo’ dengan harga Rp 8.000 berisi Soerabi dengan tambahan es teh manis makin bersahabat di kantong kita. Paket Gogo dibuka dari Senin-Jumat pukul 08.0011.00 WIB dan pukul 14.0017.00 WIB. Sangat mudah menjumpai Soerabi Bandung. Selain di Jakarta, cabang lainnya seperti Medan, Palembang, Padang, dan rencananya akan dibuka dua outlet di Margonda-Depok. “Awal buka di Sumatera Barat pangsa pasarnya lebih bagus dan orangnya doyan jajan,” terang Asep, sambil berkelakar.
RALAT -Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.1 paragraf ke-4 tertulis ‘bayangkan kalau 4000. Jadi, 4000 jurnal kan’. Seharusnya ‘bayangkan kalau 4000. Jadi, 400 jurnal kan’. -Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.7 pada rubrik Resensi Film tertulis ‘Judul: Sang Penari’. Seharusnya ‘Judul: Negeri 5 Menara” -Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.16 pada iklan Klinik Angel tertulis ‘special promo NovDes 2011’. Seharusnya ‘special promo Mar-Apr 2011’. Kami mohon maaf atas kesalahan dalam penulisan tersebut.
Sambungan.... Euforia Ahistoris “Jangan mencurigai dan mengunderestimate (meremehkan) kemampuan mahasiswa untuk berpolitik,” katanya. Menurutnya, pihak rektorat harus mengadakan referendum kepada mahasiswa tentang sistem yang akan mahasiswa gunakan dalam berorganisasi karena yang menjalankan sistem keorganisasian adalah mahasiswa sendiri, bukan rektorat. “Ini tidak fair, rektorat harusnya menawarkan beberapa pilihan sistem keorganisasian secara terang dan jelas. Mau pakai sistem SG, POK, atau sistem terbaru yang belum ada ini?” katanya. “Harusnya rektorat punya data dong sepanjang tahun SG telah dijalankan, bukan langsung menegasikan SG dikarenakan satu kali pemilu yang dead-
lock, nggak fair dong,” tambahnya. Dia menambahkan, SG yang telah digagas oleh para pendahulu sudah tepat, tinggal diadaptasikan ke jaman sekarang. Dirinya mempertanyakan sikap rektorat bersikeras tetap menggunakan cara-cara seperti itu dalam memerlakukan mahasiswa. “Kalau ketakutan terhadap politik hanya berdasarkan asumsi, ya harus dijelaskan dengan ilmiah dan diurai, sehingga bisa diterima dengan positif. Karena bagi orang-orang yang selama ini telah menjalankan SG dengan baik tentu berpandangan lain. Ketakutan terhadap politik seperti apa? Jangan serta merta mengorbankan mahasiswa hanya karena kepentingankepentingan sesaat,” katanya. Di lain pihak, Andi Syafarani,
salah satu pendiri SG UIN (dulu IAIN) Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah, mengatakan SG merupakan sistem yang mendidik mahasiswa agar mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. “Dunia mahasiswa merupakan saat tepat untuk pembelajaran politik terhadap mahasiswa sebelum terjun ke kehidupan sosial sesungguhnya,” ungkapnya kepada INSTITUT, Rabu (4/4). Andi mengatakan, nilai sistem SG tidak ada yang salah, hanya saja perilaku politik mahasiswa yang perlu dibenahi. “Kalau memang SG kemarin dianggap ada yang salah, apa yang salah? Segera didefinisikan, lalu dicarikan jalan keluar. Apakah yang salah sistem atau ekses? Mari kita perbaiki, saya khawatir yang salah
itu ekses,” katanya. “Saya khawatir di kampus ada yang alergi. Misalnya, ada pejabat di kampus yang alergi dengan partai politik di luar, lantas berasumsi partai di kampus juga seperti itu. Buktikan bahwa itu tidak benar, itu kan asumsi. Tapi sistem politiknya harus mempertimbangkan nilai akademik,” tambahnya. Andi mengisahkan bagaimana dahulu mahasiswa merawat SG. “Sistem itu dipelihara, dijaga dengan komitmen bersama. Kalau sudah ada keputusan yang diambil bersama secara prosedural, itulah yang dijalankan dan dijaga, meskipun tentu tidak bisa menghilangakan perbedaan, menghapus kekecewaan, ya harus ditaati dan diikuti. Begitu cara kita merawat SG dulu, murni dari maha-
siswa, rektorat hanya memfasilitasi saja,” paparnya. Ia mengatakan, jika mahasiswa bisa menjalani SG dengan penuh komitmen, pada saat mahasiswa telah lepas dari dunia kemahasiswaan. Mereka tidak akan canggung menghadapi dunia luar dan dapat menjadi kader, yang siap mengisi ruang politik pada ranah sosial. “Fase-fase mahasiswa itu adalah waktu penting untuk pembelajaran politik. SG kompatibel dengan sistem yang berlaku di mana-mana, dan itu membuat kita tidak perlu lagi belajar dari awal saat di luar nanti. Kita lebih siap,” katanya.
20
Edisi XVIII/April 2012
Wanita dan Perjuangan Foto Oleh:
Popomangun
Mahasiswa KPI, “Wanita di zaman jahiliah dianggap sebagai bencana. Sebabnya, mereka dianggap lemah, FIDIKOM.
dan tak bisa melakukan pekerjaan berat, sehingga mendapat cap ‘dapur, sumur, kasur’. Tapi sekarang pandangan itu telah luntur”.
Kirimkan foto Anda ke lpm.institut@yahoo.com untuk dipamerkan di rubrik Tustel. Foto dalam format JPEG besertra narasinya.
Tema Tustel untuk tabloid selanjutnya adalah “Pemuda dan Reformasi”
“Menadah Padi”
“Membantu Lara”
“Sayurku Penghasilanku”