Edisi XXI/September 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com
KACAU! Pengelolaan Dana Kampus
Editorial Mencari Ketegasan
-
Tata Kelola Dana Keuangan Mahasiswa Ganjil Jaffry Prabu Prakoso
Hilangnya sistem pemerintahan Student Govenrnment sejak 2010 silam, berpengaruh pada Lembaga Kemahasiswaan (LK). Dana untuk mahasiswa yang harusnya ditentukan pada oleh mahasiswa, kini tidak ada. Tata kelola dana mahasiswa pun berantakan. Akhirnya, rektorat mengambil alih kebijakan keuangan tersebut. Salah satu efek dari hilangnya sistem pemerintahan mahasiswa, yaitu tiadanya Kongres Mahasiswa Universitas (KMU). Tugas KMU adalah menentukan anggaran dana mahasiswa dengan mengadakan kongres. Jika terjadi penyelewengan anggaran, kongres yang bertanggung jawab. Mantan ketua KMU periode 20092010, Ayip Tayana menanyakan pertanggungjawaban jika terjadi pelanggaran. Terlebih lagi, saat ini ada beberapa LK yang tidak aktif. Itu berarti dana untuk lembaga tersebut tidak dipergunakan. “Siapa yang
mempunyai hak untuk meminta itu semua?” tanyanya, Rabu (12/9). Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Muhammad Fahad pun mempertanyakan transparansi dana kemahasiswaan. Di masa kepengurusannya, ia tak dilibatkan dalam penentuan anggaran BEM Fakultas maupun Orientasi Pengenalan Akademik lalu. Itu menyebabkan BEM kurang mandiri dari sisi keuangan. Selain itu, dengan vakumnya kegiatan BEMU dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU),
Resensi Baca selengkapnya...
Hal.
13
Mengkritisi Pemikiran Harun Nasution
Sosok
seharusnya membuat dana lebih banyak lagi. “Kita pun merasa ganjil dengan keuangan di sana (rektorat),” tegas Fahad. Menurut Fahad, dana kemahasiswaan semester ini seharusnya tidak sama. Alasannya, mahasiswa UIN Jakarta terus bertambah. Jadi, seharusnya dana mahasiswa juga bertambah setiap semesternya. “Rektorat menentukan anggaran seenaknya saja,” tukasnya, kamis (13/9) di Gedung FKIK. Bagi Fahad, mahasiswa seharusnya menjadi kontrol sosial. Saat terjadi penyelewengan, mahasiswa yang bertindak. Dengan kekosongan seperti sekarang, rektorat dirasa ber-hasil membuat generasi baru yang lemah dalam hal advokasi.
Berkaca dari tata kelola keuangan kampus ketika Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) kemarin, kebijakan rektorat dalam mengatur keuangan kampus terasa ganjil. Terlebih sebelumnya berkaca dengan tata kelola dana kemahasiswaan yang ikut pula tidak jelas, maka keganjilan itu semua menjadi purna. Dan mahasiswa diam dengan tak acuhnya. Jika dua tahun lalu kita masih bisa berharap ada tokoh yang paling tidak peduli tentang kebijakan kampus termasuk soal keuangan. Seperti Lembaga Kemahasiswaan yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU), Kongres Mahasiswa Universitas (KMU), dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU), tapi sekarang kita tak punya itu. Sedangkan perwakilan BEM Fakultas belum mampu mengakomodasi itu semua. Meski dalam prakteknya Lembaga Kemahasiswaan selalu carut-marut bukan main, tapi yang dituju di situ adalah bagaimana proses belajar mendandani pribadi mahasiswa. Bukankah universitas ini lembaga pembelajaran? Salah-benar bukan soal, fokus utama Lembaga Kemahasiswaan adalah bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengelola dirinya sendiri, pihak rektorat cukup pantau, dan beri arahan yang benar jika salah, layaknya seorang ayah. Bukan malah mengambil alih keseluruhan, seperti lembaga profit, bukan lembaga edukatif. Tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa itu, sudah mengindikasikan bahwa mahasiswa tak perlu ikut campur. Mahasiswa diajak apatis dengan keadaan sekitarnya! Mau seperti apa bangsa ini jadinya jika dari sekarang sudah dikenalkan apatisme. Paling tidak, sekarang dibutuhkan tokoh-tokoh mahasiswa yang mampu tampil mumpuni, baik dalam bidang akademis maupun organisasi. Tokoh yang berani tegas dengan kebijakan kampus, mengkritisi keuangan mahasiswa, dan tampil sebagai pemimpin teladan, bukan karbitan. Momentum kekosongan sistem pemerintahan saat ini mesti dijadikan evaluasi serius, khususnya dalam pemilihan kepemimpinan kampus. Yang sekiranya nanti pemimpin kampus mampu mengkritisi dan berani tegas dalam merespon kebijakan kampus, agar tak ada yang mengintimidasi dan dintimidasi di sini. Agar tak kembali terulang tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa, dan kita bisa mengambil hak-hak kita.
Laporan Utama Baca selengkapnya...
Hal.
2
Dana Mahasiswa Belum Transparan Dana Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp50.000,- per mahasiswa sampai saat ini belum dikatakan transparan. Hal ini diketahui dengan tiadanya kongres yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan dalam penentuan budgeting, dan penentuan budgeting yang hanya dilakukan oleh pihak rektorat tanpa melibatkan mahasiswa.
Bersambung ke hal. 15 kol. 2
Baca selengkapnya... Hal.
11
Siti Zakiah: Futsal Membawaku ke Amerika
Laporan Khusus Baca selengkapnya...
Hal.
5
Pemilu BEMU Molor Lagi!
2
LAPORAN UTAMA
Edisi XXI/September 2012
Dana Mahasiswa Belum Transparan Kiky Achmad Rizqi Dana Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp50.000,per mahasiswa sampai saat ini belum dikatakan transparan. Hal ini diketahui dengan tiadanya kongres yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan dalam penentuan budgeting, dan penentuan budgeting yang hanya dilakukan oleh pihak rektorat tanpa melibatkan mahasiswa. Beberapa dari Lembaga Kemahasiswaan kecewa dengan hal ini. Sebagai ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Lukmanul Hakim menyampaikan terang-terangan kepada INSTITUT bahwa Dana Mahasiswa belum transparan. “Sampai detik ini pun saya tidak tahu berapa persentase anggarannya, bahkan dari pihak fakultas pun tidak memberikan tranparansi. Kalau tahun sebelumnya persentasenya diketahui dan nominal anggarannya pun jelas, namun tahun ini belum ada kejelasan,” tegasnya, Rabu (12/9). Terkait belum adanya transparansi Dana Mahasiswa, Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Muhammad Fahad menyampaikan kekecewaanya. Ia menilai, terkait penentuan anggaran, pihak rektorat masih melakukan tindakan yang sepihak tanpa melibatkan mahasiswa. “Saya pernah melihat langsung, pihak rektorat mengganti seenaknya pembagian anggaran tersebut tanpa melibatkan mahasiswa satu pun, ini menjadi bentuk kekecewaan karena dalam hal ini pihak rektoran masih melakukan tindakan yang sepihak,” tandasnya, Kamis (13/9). Sebagai ketua forum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Faris Bimantara, secara
tegas mengatakan, Dana Mahasiswa belum transparan, karena bagi Faris, selama tidak adanya kongres atau kesepakatan bersama antara pihak rektorat dan pihak kampus, belum dikatakan transparan. “Sebenarnya kalau penentuan budgeting dilakukan pada kongres, semua lembaga kemahasiswaan akan tahu pembagiannya, dan ketika anggaran itu diketahui, pastinya lembaga kemahasiswaan memanfaatkan dengan sebaik mungkin,” paparnya.
Pentingnya transparansi
Mengapa kampus perlu bersikap transparan soal Dana Mahasiswa, dan mengapa mahasiswa perlu memperjuangkan hak akses atas informasi publik dalam anggaran tersebut? Dana Mahasiswa merupakan hasil dari pungutan setiap mahasiswa yang dilakukan setiap semester, artinya ini merupakan uang dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Apakah sudah efektif dan tepat sasaran? Berapa dana sisanya? Untuk apa dana tersebut digunakan? Ini menjadi tanda tanya besar. Selama ini, universitas belum secara luas mempublikasikan hal itu. Sebelum mahasiswa menuntut akses informasi, universitas sendiri
APRIL/INSTITUT
Sudarnoto Abdul Hakim, Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan.
perlu secara ikhlas mempublikasikannya di media, seperti website ataupun media lainnya. Saat dikonfirmasi terkait jumlah pembagian Dana Mahasiswa di Kantor Kepala Bagian Kemahasiswaan yang diwakili Kasubbag Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, justru tidak mengetahui berapa budget untuk tahun ini. “Kalau untuk budget Dana Mahasiswa, saya tidak tahu, justru yang tahu pembagiannya itu ada di bagian keuangan,” pungkasnya. Ada yang beda saat mengkonfirmasi di bagian keuangan. Subarja, Kepala Bagian Keuangan menyampaikan,bagian keuangan ini hanya mencairkan dana, dan itu dilakukan ketika ada persetujuan dari Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan dan Kabag Kemahasiswaan. “Terkait dana kemahasiswaan, saya di sini tugasnya hanya mencairkan dana, dan itu kalau sudah ada persetujuan Purek III dan Kabag kemahasiswaan. Mengenai budgeting, yang tahu persis itu kan Purek III dan Kabag Kemahasiswaan,” terangnya. Menanggapi semua pihak yang terkait, Purek III bidang kemahasiwaan menyampaikan, untuk budgeting, masih
mengacu hasil kongres terakhir. Tapi nanti menurutnya, akan ada evaluasi bersama yang akan membentuk satu kesepakatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Transparansi anggaran memperkecil potensi korupsi. Potensi korupsi sangat besar terjadi pada sistem yang tertutup. Inisiatif untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam anggaran adalah keniscayaan jika UIN Jakarta masih setia dengan semangat antikorupsi. Akuntabilitas yang lemah akan memicu korupsi. Sekarang adalah era keterbukaan informasi publik. Informasi soal anggaran negara adalah informasi publik yang layak untuk diakses. Seluruh warga negara berhak untuk mengakses anggaran negara agar tidak tercium hawa korupsi. Kiranya, transparansi anggaran kampus UIN Jakarta perlu menjadi salah satu catatan penting untuk diagendakan oleh pimpinan universitas ke depan.
Salam Redaksi Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua, dan semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Setelah berlibur bersama sanak keluarga pada bulan lalu, kita kembali pada haluan awal, yakni sebagai mahasiswa yang terus menjunjung tinggi nilai idealisme dan kritisisme. Nilai itu mungkin akan bertambah membara. Karena baru-baru ini kampus UIN menggelar karpet merah untuk mahasiswa baru. Setelah lebaran, tepatnya pada hari-hari di mana para mahasiswa baru bercengkerama dengan lugunya, kami tetap melakukan penebaran benih-benih ke-INSTITUT-an kepada mahasiswa baru, seperti halnya yang kami lakukan kemarin saat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) membuka stand pendaftarannya masing-masing. Kami merasa sangat bersyukur karena dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru itu, stand kami banyak dikunjungi mereka para mahasiswa baru. Regenerasi intelektual, khususnya di bidang tulis-menulis sepertinya tak lekang oleh waktu, karena wajah-wajah mereka yang datang ke stand kami, menampakkan semangat belajar yang tinggi, dan terus bertanya-tanya tentang apa itu LPM INSTITUT. Belakangan, kita merasa ragu, apakah mahasiswa baru akan bisa mengikuti dinamika dalam kampus kita ini. Dan inilah yang patut dipertanyakan. Dinamika di suatu kampus, sadar atau tidak, memang ada, dan itu sudah menjadi kewajaran. Dengan begitu, pelbagai pemikiran, budaya, dan segala aktivitas mengalami perpaduan hingga bertemu dengan realitas yang matang. Kita tak bisa melupakan bahwa segala hal yang ditimbulkan dari dinamika, juga mampu menimbulkan efek negatif. Ketika itulah, sebuah otoritas dibutuhkan, siapapun itu. Penguasa hanyalah bagi mereka yang sanggup mempengaruhi keadaan. Untuk menghambat sebuah kenegatifan itu, sebuah media massa dibutuhkan, dan di sinilah LPM INSTITUT berperan, dan berjalan sesuai konteks di mana dia berada, hingga lembaran tabloid INSTITUT ini hadir di hadapan Anda. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Trisna Wulandari | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby | Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar | Redaktur Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Ibnu Affan | Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Jaffry Prabu | Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan: Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani & Fajar I | Pemimpin Litbang: Abdul Charis | Riset: Egie FA & Aditya Putri | Pendidikan: Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah & Rahayu O.
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta SK. Rektor No.23 Th. 1984 Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006
Koordinatur Liputan: Rahmat Kamaruddin Reporter: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Jong, Editor: Oby, Umar, Hilman, Haris , Egi, Fajar, Ibnu, Dika, Iswahyudi Ilustrator: Omen, Ulan. Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241 Web: www.lpminstitut.com Email: lpm.institut@yahoo.com. Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.
Edisi XXI/September 2012
LAPORAN UTAMA
Anggaran Dana Kesehatan tidak Sesuai Alokasi
3
Aprilia Hariani Berdasarkan data yang diterima dari Kepala Bagian Umum Keuangan Subarja, anggaran dana Kesehatan sekitar Rp1,1 milyar. Namun, dana yang dibutuhkan berdasar rekap realisasinya pada tahun 2011 mencapai sekitar Rp1,4 milyar. Hal tersebut mengakibatkan diberlakukannya kebijakan pengalihan sisa dana kemahasiswaan ke dana kesehatan. Terkait laporan keuangan Rumah Sakit Syarif Hidatullah yang mengalami defisit, Subarja mengatakan, tidak ada hal yang mengganjal dalam laporan tersebut, memang perlu menutupi kekurangan dana kesehatan dengan dana kemahasiswaan yang kebetulan tersisa. “Jelas, dana kesehatan sangat kecil, belum lagi kita tidak bisa mematok satu mahasiswa berapa kali berkunjung ke rumah sakit, mungkin perlu ada kebijakan kenaikan dana kesehatan,’’ ujarnya. APRIL/INSTITUT Menurut Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum, Dua orang mahasiswa ingin menyeberang ke arah RS Syarif Hidayatullah, (12/9). RS tersebut merupakan bagian dari BLU dan Amsal Bakhtiar, pengalihan dana mengalami defisit keuangan yang bersumber dari dana kesehatan, sehingga sisa anggaran kemahasiswaan 2011 dialihkan. tersebut wajar, lantaran dana ke-sehatan terbilang kecil, yaitu Rp25.000 per mahasiswa. wati, Manager Keuangan Rumah sempat tertunda, namun kami (BEM) Fakultas Kedokteran dan Selain itu, sudah ada perjan- Sakit, dan Yunita Andalia beserta tetap melayani,” jelasnya (11/9). Ilmu Kesehatan (FKIK) Muhamjian antara UIN dengan rumah Fais Hasnah selaku Manager dan Menurut Yunita selaku Humas mad Fahad menilai, perencanaan sakit. Terkait defisit dana, bagi Supervisor SDM dan Pemasa- dan Pemasaran, pihaknya pernah anggaran UIN gagal. Amsal merupakan resiko yang ran mengkonfirmasi defisit dana melakukan koordinasi terkait “Itu dimungkinkan pembuat harus ditanggung. “Kalau ada keuangan tahun 2011. Hal itu pembengkakan dana keseha- kebijakan tidak melakukan pesisa dana ya subsidi silang, agar karena biaya jasa medis dan obat tan, hasilnya pihak rumah sakit rencanaan yang tinggi dan tertidak defisit ke semua anggaran,” yang mengalami kenaikan serta berupaya melakukan identifikasi penting kita harus mengkaji juga tuturnya saat ditemui di ruangan- jumlah kunjungan yang menca- secara ketat terhadap mahasiswa setiap laporan keuangan dari Runya (10/9). pai 27.000 mahasiswa. yang ingin berobat. mah Sakit (RS) Syarif HiAmsal sendiri merasa curiga Diyanawati menjelaskan, “Sesuai kesepakatan, kami dayatullah,” tegasnya. dengan laporan keuangan ru- pihak keuangan rumah sakit memberi diskon tertentu terDivisi Kepala Bagian Kemamah sakit. Namun, belum ada tidak mengetahui tentang pe- hadap pelayanan spesialis dan hasiswaan BEM Jurusan Ilmu investigasi mendalam terkait ngelolaan dana kesehatan ma- klinik gigi. Namun, hanya pada Ekonomi dan Studi Pembanlaporan keuangan dari pihak ru- hasiswa. Pasalnya, berdasarkan poli umum yang digratiskan,” gunan (IESP) Yudi Adiyatna mah sakit. Saat ini, pihak UIN kesepakatan, pihak rumah sakit ujarnya sambil memberikan sele- melontarkan keberatan terhadap hanya melakukan survei dengan hanya bertugas melayani ma- baran sosialisasi alur pendaftaran pengalihan sisa dana kemahamewancarai mahasiswa yang ter- hasiswa dan memberi laporan saat registrasi di Rumah Sakit siswaan pada dana kesehatan, daftar dalam laporan keuangan keuangan. Syarif Hidayatullah. lantaran selama ini dalam hal tersebut. “Kita melayani sesuai dengan Mengenai kebijakan pengalih- pencairan dana kegiatan mahaSaat ditemui di ruang per- mahasiswa yang berkunjung, me- an sisa dana kemahasiswaan siswa masih sulit. temuan lantai 5 Rumah Sakit mang pernah ada bahasa defisit pada dana kesehatan, Ketua “Seharusnya mengenai angSyarif Hidayatullah, Diyana- dari pihak UIN dan penagihan Badan Eksekutif Mahasiswa garan, ada sikap siaga dari rek-
torat, dalam hal ini estimasi dana kesehatan tidak boleh dicampuradukan, kalaupun sisa ya dianggarkan untuk dana kemahasiswaan lagi,” ungkap mahasiswa semester 7 ini . Perubahan rencana anggaran harus prosedural Sedikit meraba pada status Pengelolaan Anggaran, UIN Jakarta resmi menjadi BLU sejak 2008 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.05/2008. Proses pembentukan BLU, yang mengatur sistem manajemen keuangan sektor publik secara fleksibilitas dan akuntabilitas, ditempuh dalam waktu yang cukup panjang serta berdasarkan kajian dan analisis mendalam. Wakil Koordinator Tanggerang Public Transparancy Watch (Truth) Suhendar menjelaskan, terkait angggaran lembaga BLU tertera pada pasal 1 ayat 10. Mengenai rencana bisnis dan Angggaran BLU, yang kemudian disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target, kinerja dan anggaran suatu BLU. “Kemudian untuk permasalahan pengalihan alokasi dana tentunya itu merupakan kebijakan pemerintahan, dalam hal ini rektorat. Namun, dalam perubahan itu harus ada prosedur yang jelas dan tegas,” jelasnya. Ia menambahkan, kaitannya dengan pengalihan dana kemahasiswaan ke dana kesehatan, harus ada dokumen usulan, lalu dibahas bersama oleh pihak terkait, kemudian dilegitimasi oleh kementrian agama. “Ini uang rakyat , tiap tindakan apapun harus ada transparansinya. Mahasiswa berhak tahu dan pihak UIN jangan ada upaya semangat menutup-nutupi perubahan kebijakan tersebut,” ujarnya menegaskan.
4
WAWANCARA
Edisi XXI/September 2012
Kongres Tidak Ada, Kendali Dana di Siapa? Aditya Putri Dua tahun lalu, Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) mengadakan Kongres Mahasiswa yang berfungsi sebagai perantara dalam pembagian Dana Kemahasiswaan (DKM) ke tiaptiap lembaga kemahasiswaan. Namun sejak peniadaan KMU di tahun 2011, kongres mahasiswa tergantikan oleh sistem permanen anggaran yang mengacu pada kongres di tahun-tahun sebelumnya. Namun kenyataannya, alokasi dana tersebut malah lebih kecil dari hasil kongres terakhir. Demokratisasi dalam alokasi dana dari, oleh, untuk mahasiswa pun ikut terhapus. Kasus hilangnya kongres mahasiswa sampai proses akuntabilitas dalam aktivitas ekonomi UIN Jakarta masih terus diulik hingga detik ini. Ayip Tayana, mantan ketua Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) mencoba memberikan pendapatnya, Rabu (12/9).
Ayip Tayana
SURVEI Akuntabilitas publik adalah satu bentuk pertanggungjawaban laporan keuangan sebuah entitas yang berorientasi publik. Namun, hingga kini akuntabilitas publik kurang terpublikasi di UIN Jakarta yang notabene sudah mempunyai akuntan di tiap fakultas. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil survei Litbang LPM INSTITUT pada tanggal 7-10 September 2012 yang dilakukan pada 11 BEMF dan 15 UKM mengenai dari dan ke mana sumber Dana Kemahasiswaan (DKM) berasal. Melalui pertanyaan pertama yang mengindikasi seberapa jauh tingkat pengetahuan mahasiswa tentang ke mana aliran DKM bermuara. Hanya sekitar 32% dari jumlah sampel mengaku tahu dan sisanya sekitar 67% mengaku
Bagaimana pendapat Anda mengenai jumlah mahasiswa yang bertambah setiap tahunnya tetapi DKM yang dibagikan tetap sama? Kalau dulu yang namanya DKM diambil Rp50.000 per mahasiswa. Data mahasiswa aktif tahun 2010 yang bersumber dari Kabag Sistem Informasi (SI) kira-kira 22 ribu mahasiswa. Data budgeting dari keuangan sekitar Rp1 milyar lebih. Untuk perhitungan DKM biasanya mengikuti jumlah mahasiswa, jumlah dana di bagian keuangan dibagi dengan jumlah mahasiswa. Kemudian jika hasil bagi tersebut kurang, misalnya hasil baginya hanya 15 ribu mahasiswa padahal seharusnya 22 ribu mahasiswa berarti bagian
Keuangan harus menambahkan. Ketika zaman saya, ada satu dari tiga kali budgeting yang hasil baginya melampaui jumlah mahasiswa yang ada. Tapi perhitu-ngan yang diambil tetap berdasarkan jumlah mahasiswa aktif. Berarti lebih baik mana antara sistem kongres dan non kongres? Saya tidak mau berbicara lebih baik yang mana, karena bicara sistem tidak ada yang buruk. Kalian bisa menilai sendiri, karena tidak ada keadilan yang absolut melainkan keadilan Tuhan. Sampai di titik ini sejauh mana transparasi dana di UIN Jakarta? Jika ingin berbicara masalah transparansi, kita harus tahu data jumlah mahasiswa aktif dan jumlah DKM per mahasiswa ada berapa. Yang kedua, jumlah alokasi dana ke UKM dan BEM sebanyak apa, dulu BEMJ masih 44, sekarang saya tidak tahu. Nanti dicocokan, kalau tidak sama, ya berarti ada yang nyeleweng. Permasalahannya sekarang, BEMF dan BEMJ ada yang tahu nggak berapa persen dapatnya? Apa permasalahan yang menggelitik setelah kongres ditiadakan? Karena ada lima lembaga yang hilang, KMU, BEMU, DPMU, DPMF, dan DPMJ, mereka ini jatah tiap semesternya kan ada. Nah, berarti dana hilang ada sekitar 5%. Karena bagi saya dana tersebut adalah hak mahasiswa, hak lembaga kemahasiswaan yang harus digunakan untuk kegiatan mahasiswa, tapi kemudian siapa yang mau me-
laksanakan kegiatan tersebut? Siapa yang memegang kendali di UIN sekarang? Siapa yang mempunyai hak untuk meminta itu semua? Kalau dulu kan jelas, jika ada persoalan-persoalan, pelanggaranpelanggaran budgeting, BEM tidak memberikan LPJ, ya kongres yang harus bertanggung jawab, kongres yang memberikan LPJ ke rektorat, karena di akhir terdapat LPJ kongres secara keseluruhan isinya semua kegiatan yang memakai DKM. Setujukah Anda dengan birokrasi pencairan dana selama ini? Bagi saya birokrasi yang sistematis dalam pengambilan dana itu penting, jangan dibiasakan kita sebagai organisasi kemahasiswaan membuat kegiatan yang dadakan. Dalam program kerja bulanan dilihat akan ada kegiatan apa, buat jangka waktunya. Saya pribadi setuju saja birokrasi seperti itu. Tanggapan Anda tentang dana yang cair hanya setengah dari dana proposal yang diajukan? Itulah bahasa proposal, jika berbicara bahasa proposal ya terserah mereka dong mau kasih berapa. Berbeda dengan pagu anggaran. Dilihat dulu bagaimana alasannya? untuk apa kegiatannya. Kita dalam berorganisasi dituntut untuk cerdas, ada sistem seperti itu, bagaimana caranya keluar dari sistem. Di departemen manapun, di manapun itu tidak ada bahasa proposal yang harga sembilan ribu ditulis sembilan ribu, anak-anak UIN saja yang masih jujur.
Pemilik Dana tak Peka, Birokrat Cuek Saja tidak mengetahui untuk siapa dana yang setiap semester mereka keluarkan itu. Bahkan dapat dikatakan secara kasar para mahasiswa kurang mengetahui berapa rincian dana DKM. Mereka secara sadar membayar namun tidak sadar bahwa dana yang mereka keluarkan dikembalikan dalam bentuk dana kegiatan mahasiswa. Ada sekitar 13% koresponden yang masih mengira bahwa DKM disubsidi pemerintah dan 12% tidak tahu. Walaupun 75% masih sadar dan mengetahui DKM berasal dari SPP mahasiswa, tapi spekulasi outputnya pun mereka salah. Ada yang mengatakan DKM digunakan sebagai dana kesehatan dan dana beasiswa. Padahal dana-dana tersebut berbeda dan sudah ada
anggarannya tersendiri. Sebanyak 72% mahasiswa tidak tahu besarnya DKM yang dikeluarkan, 13% salah mengasumsikan, ini merupakan akumulasi dari 4% yang menjawab 25 ribu dan 9% menjawab 75 ribu. Ini seperti kenyataan pahit untuk kita, mahasiswa seolah tak acuh dengan apa yang mereka keluarkan dan menjadi hak, terlebih untuk mendapatkan transparansi dananya. Hal ini semakin melegalkan pihak birokrat untuk tidak mempublikasikan laporan keuangan kegiatan. Toh, mahasiswa hanya berkoar secara verbal dan tidak dengan tindakan riil. Ironi terbalik ini dapat dilihat dengan jumlah mahasiswa yang menyatakan belum adanya transparansi dana sejumlah 87% dan 13% menyatakan
sudah transparan. DKM sebesar Rp50.000 jika dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang diasumsikan sebesar 24 ribu orang akan terkumpul dana sejumlah kurang lebih Rp1,2 milyar. Nah, sudahkah dana sebesar itu tertransparansi dengan baik? Sedangkan para koresponden masih tetap berharap untuk mempunyai media transparansi dana yang melibatkan mahasiswa di dalamnya, Yusar Sagara, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta berpendapat, laporan keuangan yang telah diaudit maupun Rancangan Anggaran Belanja (RAB) dapat dilihat oleh mahasiswa karena merupakan bentuk dari akuntabilitas publik. “Tetapi dilihat dulu, kepentingannya untuk apa? Kalau me-
mang urgent silahkan kirim surat permohonan untuk melihat. Namun sejauh ini memang RAB belum ada yang dipublikasi,� pungkasnya, Jumat, (7/9).
Metode Survei: Survei ini dilakukan Litbang INSTITUT pada tanggal 7-10 September 2012. Sebanyak 204 responden dari 26 lembaga kemahasiswaan yang terdiri dari 15 UKM dan 11 BEM dipilih secara acak dengan metode Convenience Sampling. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh mahasiswa UIN Jakarta.
LAPORAN KHUSUS
Edisi XXI/September 2012
Satu Nama, Dua Fakultas
5
Ema Fitriyani Putusan rapat tertutup di rektorat pada 11 September 2012 lalu memberi pekerjaan rumah bagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). FEB diminta mengajukan proposal ke Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) tentang perubahan nama program studi barunya, Perbankan Syariah menjadi Perbankan dan Keuangan Syariah. Sedang FSH diminta mengajukan proposal ke Dirjen Pendis terkait penguatan status Perbankan Syariah dari konsentrasi menjadi program studi. Semua berawal ketika Agustus lalu FEB membuka dua program studi (prodi) baru yakni Perbankan Syariah dan Ekonomi Syariah. Kemunculan prodi Perbankan Syariah dinilai mirip dengan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH. Secara historis, Perbankan Syariah FEB baru didirikan tahun 2012 melalui Surat Keputusan Direktur Pendidikan Islam Nomor 1119 Tahun 2012 yang mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 36 Tahun 2009. Akan tetapi, Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendis yang dipegang FEB hanya untuk nomenklatur (tata nama objek studi cabang ilmu pengetahuan) Prodi Perbankan Syariah, belum ada kata Keuangan Syariah. Oleh sebab itu, dalam rapat tertutup, Rektor meminta FEB mengajukan proposal untuk mendapatkan putusan SK Dirjen Pendis tentang tambahan nama Keuangan Syariah dengan alasan tidak mungkin ada dua hal yang sama dalam satu universitas. Kejelasan status nomenklatur Keuangan Syariah menurut kacamata Pembantu Rektor I Bidang
dikenal dengan nama Konsentrasi Perbankan Syariah. Menurut Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum FSH, Zainal Aripin, SK yang ditunjukkan FSH jelas sudah lama ada. Menurut teori hukum, tidak ada yang namanya hukum berlaku surut atau asas retroaktif. Maksudnya PMA 36 Tahun 2009 itu tidak berlaku terhadap keberlangsungan Konsentrasi Perbankan Syariah yang sudah ada sebelum PMA tahun 2009. Jadi, aturan itu tidak berlaku mundur untuk mengatur Konsentrasi Perbankan Syariah yang sudah ada lama.
butuhan industri (pasca krisis moneter 1998 di mana bank-bank syariah justru mampu bertahan), rumpun ilmu yang dipelajari Konsentrasi Perbankan Syariah adalah ilmu ekonomi,” ucapnya. Zainal Aripin pun mengganggap, “Perbankan Syariah tatarannya ilmu ekonomi, kalau hukumnya ya ada di Prodi Ilmu Hukum.” Sementara itu, pihak FEB menilai bahwa Perbankan Syariah dan Keuangan yang ada di FEB fokus kepada ilmu ekonomi, “sedang di FSH itu lebih kepada hukumnya,” ucap Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Ahmad Rodoni, (12/9). Perbedaan itu ditanggapi Matsna dengan mengatakan bahwa di FSH itu harus dikembangkan pada hukum ekonomi syariah. “Kalau di FEB fokus pada keuangan dan praktisinya. Orientasinya berbeda, seperti di FITK ada Prodi Pendidikan Kimia. Dan di Fakultas Sains dan Teknologi ada Prodi Kimia. Jadi, orientasinya sudah berbeda antara Syariah dan Ekonomi,” jelas Matsna. Matsna pun mengungkapkan hasil rapat tertutup tempo hari memutuskan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH akan tetap ada. Pun dengan Prodi Perbankan dan Keuangan Syariah FEB, akan berjalan sebagai prodi baru sembari menunggu keluarnya SK Dirjen Pendis.
pembicaraan terkait lembaga kemahasiswaan ini, Sudarnoto menanggapi, sudah ada rencana untuk mengumpulkan ketua-ketua BEM Fakultas dan merapatkan hal tersebut bersama pihak rektorat, termasuk Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan. Namun, dikarenakan Kabag Kemahasiswaan yang baru terpilih belum siap, maka ia memberi waktu bagi Kabag tersebut untuk mempelajari masalah pemilu BEMU ini dan masalah-masalah sebelumnya. Kendati demikian, pembahasan mengenai pemilu BEMU tidak dapat ditunda terlalu lama. Sudarnoto mengungkapkan, bila dalam jangka waktu dekat Kabag belum menguasai perihal pemilu BEMU, maka ia akan mengambil alih pelaksanaannya. “Kita tunggu beliau agar memahami permasalahan ini, namun jangan sampai tiga minggu,” tegasnya. Meski baru akan didiskusikan dan belum memiliki rencana tertulis, Sudarnoto mengaku sudah memiliki gambaran tentang pelaksanaan pemilu BEMU ke depan. Menurutnya, dalam pemilu BEMU nanti, tidak akan diterapkan sistem one man one vote. Dengan begitu, akan ada perwakilan-perwakilan legislatif dan perwakilan-perwakilan tiap fakultas untuk memilih dalam pemilu tersebut. “Wakil-wakil (fakultas) pun nanti akan dipilih, dan bagaimana memilihnya akan saya diskusikan,” ujar Sudarnoto, Selasa (11/9). Hal ini dirasa perlu baginya agar fakultas-fakultas tidak lagi diwakili oleh partai-partai. “UIN bukan kampus politik lagi,” pungkasnya. Sementara itu, Kepala Bagian
Kemahasiswaan, Abdul Rozak membenarkan perihal belum rampungnya perencanaan pelaksanaan pemilu BEMU. “Saya masih baru. Hal tersebut masih dalam pembicaraan, masih dikonsep,” ujarnya, Kamis (13/9). Di lain pihak, Ketua BEM Fakultas Psikologi Muhammad Yasirullah mengatakan, BEM fakultasnya dan fakultas lain juga masih sibuk dengan urusan masing-masing. Meski secara pribadi, Yasir menginginkan pertemuan BEM Fakultas se-UIN, setidaknya merancang draf terlebih dahulu. Senada denganYasir, Muhammad Fahad, Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) mengatakan, memang sebaiknya pihak mahasiswa (BEM) sudah mematangkan draf sebelum menghubungi rektorat lagi. Namun, hingga saat ini, BEM fakultasnya masih terfokus dengan program OPAK. “Kami masih mengurus sertifikat OPAK dan program kaderisasi selanjutnya,” kata Fahad, Senin (10/9). Di sisi lain, Ketua Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) RANITA Syamsurizal mengungkapkan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) selaku bagian dari lembaga kemahasiswaan menginginkan agar pemilu BEMU dapat segera terlaksana. Menurut Rizal, diperlukan kejelasan tentang keberadaan BEMU secepatnya. Selain itu, dengan tidak adanya kongres mahasiswa, pendanaan UKM pun diatur oleh pihak rektorat. Rizal berpendapat, dana UKM yang dikucurkan pun jadi menurun. “Ada celah bagi pihak rektorat untuk melihat kelemahan lembaga kemahasiswaan,
khususnya tentang dana UKM,” ujarnya, Jumat (14/9). Mengenai persiapan UKM terkait pelaksanaan pemilu BEMU, Rizal mengaku belum ada pembahasan lebih lanjut. “Pembahasannya masih step by step, yang penting kejelasan tentang keberadaannya dulu. BEM Fakultas juga masih sibuk dengan internalnya kan,” kata Rizal.
Akademik, Moh. Matsna, memang belum ada. “Supaya berbeda, di FEB diusulkan agar Perbankan Syariah-nya diubah menjadi Perbankan dan Keuangan Syariah. Jadi saat ini belum ada SK-nya. Sekarang sedang diusulkan ke Dirjen Pendis,” ucapnya (13/9). Meski SK Keuangan Syariah sedang diajukan, Matsna mengatakan perkuliahan di prodi terseBeda perspektif but akan tetap berlangsung. Saat Menanggapi kemiripan antara ini jumlah mahasiswa baru Prodi prodi dan konsentrasi yang ada di Perbankan dan Keuangan Syariah FEB dan FSH, ternyata dari pihak FEB sebanFSH mauyak 83 orang. pun FEB, Sementara berbedaitu, pada 25 beda. Euis Juli 2012, Amalia, KeFSH mengatua Konsenjukan draf trasi Perbanberisi bekan Syariah berapa alaFSH mengasan mengapa takan bahwa Konsentrasi kurikulum Pe r b a n k a n Pe r b a n k a n Syariah perlu Syariah, dikuatkan pendekatanposisinya di nya kepada APRIL/INSTITUT FSH kepada ekonomi. Gedung FEB. Di fakultas ini berdiri prodi baru Perbankan dan Keuangan Syariah yang memiDirektur “Karena liki kemiripan dengan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH. Pendidikan adanya ke-
Pemilu BEMU Molor Lagi! Trisna Wulandari
DOK. INSTITUT
Pemilu BEM FEB yang dilaksanakan Maret lalu. Namun, hingga kini pemilu BEMU belum dilaksanakan.
Sejak dipilih dan dilantiknya para ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas se-UIN Jakarta beberapa bulan yang lalu, belum ada pembicaraan lanjut antara pihak rektorat dan mahasiswa terkait pelaksanaan pemilu BEM Universitas (BEMU). Padahal, merujuk ke rencana awal, Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, setelah semua ketua itu dilantik,
Tinggi Islam yang disetujui oleh Purek I, Moh. Matsna. Draf 1 bundel itu menjelaskan, di antaranya, awal mula berdirinya Perbankan Syariah. Pada tahun 1975, FSH membuka Prodi Muamalat (Qismul Mu’amalat). Sepuluh tahun kemudian (1975-1985) Prodi Muamalat dikembangkan kajiannya dengan menambah kajian pidana di dalamnya, yakni Perdana dan Pidana Islam (PPI). Di tahun 1990-an PPI memisahkan diri menjadi Prodi Jinayah Siyasah dengan aspek pidananya. Sedang Prodi Muamalat, berdasarkan SK Dirjen Binbaga Islam Depag RI Nomor: E/48/99 tertanggal 25 Februari 1999 mengeluarkan konsentrasi Ekonomi dan Perbankan Islam yang kemudian
mereka akan diundang untuk membicarakan hal tersebut (baca: Tabloid INSTITUT edisi XX/ Juni 2012). Perihal belum berlanjutnya
Pembahasan sebelumnya Sebelumnya, sudah pernah diadakan pertemuan BEM Fakultas se-UIN yang diprakarsai BEM FKIK. Di pertemuan tersebut, sedianya pihak BEM akan membahas draft yang telah direncanakan. Fahad menjelaskan, awalnya pihak BEM menstimulus pembahasan tentang BEMU dengan mempersoalkan dana lembaga kemahasiswaan. Namun, perbincangan yang hanya berlangsung 40 menit tersebut berakhir dengan pembahasan mengenai pengalokasian dana sisa kemahasiswaan. “Waktunya tidak cukup untuk melanjutkan pembahasan mengenai pelaksanaan pemilu BEMU,” terang Fahad. Dalam rapat itu diputuskan, dana tersebut akan dialihkan ke Badan Layanan Umum (BLU). Selain itu, dibahas pula perihal proporsi dana untuk lembaga kemahasiswaan periode ini. Dalam putusannya, pihak rektorat masih merujuk pada proporsi di periode sebelumnya, yaitu dengan menghitung keberadaan DPMU dan KMU dalam lembaga kemahasiswaan. “Putusan ini meleset dari proporsi perkiraan kami,” ujar Fahad.
6
LAPORAN KHUSUS
Edisi XXI/September 2012
Nomenklatur Lembaga Kemahasiswaan Ambigu Rahmat Kamaruddin Pasca restrukturisasi sistem lembaga kemahasiswaan beberapa waktu lalu, di beberapa fakultas, nomenklatur organisasi kemahasiswaan berbeda satu sama lain. Purek III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, hal tersebut tak perlu terjadi jika mengacu pada SK Rektorat. “Seharusnya mahasiswa menggunakan istilah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa),” katanya (10/9). SK Rektorat tersebut dibuat hanya sebagai landasan normatif sistem organisasi lembaga kemahasiswaan sementara. “Kita buat sebagai rujukan normatif.” SK tersebut sendiri dibuat guna merespon tuntutan aksi unjuk rasa beberapa mahasiswa mempertahankan sistem Student Government. “Itu kan aspirasi para pendemo itu,” katanya. Jika mengacu pada SK Dirjen Kemenag, menurutnya, sistem yang berlaku adalah Senat. Meski demikian, upaya perbaikan terus menerus akan diupayakan. “Harusnya mengikuti SK Dirjen. Tapi, okelah. Pelan-pelan. Ini namanya akomodasi politik. Kita perbaiki sambil berjalan,” katanya. “Kalau cepat-cepat, nanti mahasiswa capek, saya juga capek.” Dalam beberapa waktu ke depan lembaga kemahasiswaan akan menggunakan nomenklatur, undang-undang dan standarisasi yang jelas. Ia menginginkan adanya landasan hukum dan standarisasi lembaga kemahasiswaan yang jelas. “Semuanya harus dengan landasan normatif yang jelas. Kalau nggak, ya, lucu,” katanya. BEM atau Senat? Terkait hal tersebut, Ketua BEM
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Muhammad Fahad mengatakan, penggunaan istilah BEM di fakultasnya dikarenakan istilah tersebut dianggap lebih populer. “Secara marketing nama BEM itu populer, lebih menjual,” katanya (13/9). Fahad menambahkan, jika memang mengacu pada SK Dirjen, pada tataran eksekutif memang seharusnya menggunakan istilah Dewan Mahasiswa (Dema) dan legistlatif menggunakan Senat Mahasiswa (Sema). “Menurut saya nggak apa-apa, yang penting substansinya sama,” katanya. Senada hal tersebut, Ketua Dema Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDIKOM) Hairul Saleh mengatakan, lembaga kemahasiswaan di fakultasnya berjalan hampir sama dengan BEM yang lalu walaupun dengan nama berbeda. “Kalau fakultas, Dewan Mahasiswa (Dema). Jurusan, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ),” katanya (13/9). Pada ranah operasional tetap sama. Hal tersebut karena rektorat hanya mengganti nama saja, tapi tidak mempunyai Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT). Untuk undang-undang masih merujuk kepada sistem lama. “Hanya sekadar perbedaan nama saja. Tataran organisasi, ya, sama,” kata maha-
Diskusi Aam Mariyamah
siswa semester 7 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) itu. Menurutnya, perbedaan nama tersebut dikarenakan beberapa fakultas tidak merujuk ke SK Rektorat. “Saya sendiri, tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tapi, ya, agak aneh saja, yang penting kita jalan terus, kita berjalan merujuk kepada yang sudah ada,” katanya. M. Zainudin Asri, Wakil Sema Fakultas Sains dan Teknologi (FST) mengatakan, adanya perbedaan nomenklatur tersebut membuat ketidakteraturan organisasi kemahasiswaan, baik di tataran struktur maupun ADRT. “Kalau mau Senat, ya, Senat,” tegasnya (13/9). Ia menilai, restrukturisasi lembaga kemahasiswaan tersebut terkesan tergesa-gesa. Akibatnya, berbagai keperluan operasional sistem yang baru dinilai banyak mempunyai kekurangan, terutama dalam ADRT. “Visinya apa, tujuannya apa, nggak jelas,” katanya. “Pembantu Dekan (Pudek) III Kemahasiswaan sendiri tidak tahu ketika ditanya apa itu Sema.” Meski demikian, Mahasiswa Jurusan Agribisnis yang akrab disapa Udin tersebut beserta segenap pengurus terus mengupayakan kinerja mereka tetap berjalan dengan landasan undang-undang. “Ya, kita bingung. Tapi, dalam beberapa waktu ini kita membuat ADRT yang mengacu pada BEMF lalu,” katanya. Berbeda dengan fakultas lainnya, di FST lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas meng-
gunakan Dema, dan jurusan menggunakan Sema. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi sendiri pada tingkat fakultas menggunakan Demaf, sementara di jurusan menggunakan istilah HMJ. Standarisasi Lembaga Kemahasiswaan Sudarnoto mengatakan perlunya standarisasi dalam lembaga kemahasiswaan. Dirinya akan terus berupaya menciptakan hal tersebut. Ia menilai, lembaga kemahasiswaan yang ada saat ini tidak bermutu, “Terus terang sekarang nggak bermutu,” katanya. Standarisasi tersebut menurutnya harus ditinjau dari berbagai aspek. Tiga di antaranya adalah legalitas, moralitas, dan kontrol. Sehingga, dari standarisasi terse-
but nanti bisa berlanjut kepada sistem akreditasi. “Jika tidak sesuai standar akreditasi, lebih baik ditutup saja,” katanya. Dari segi moralitas, Sudarnoto menegaskan, selain kompetensi moral, secara individu, mahasiswa juga dituntut mempunyai kompetensi akademis. “Kalau IPnya hanya satu koma, lebih baik disuruh pulang ke rumah saja,” ujarnya sambil tersenyum. Legalitas baik dari perundangundangan maupun perizinan harus mempunyai landasan yang jelas. Juga, menurutnya, untuk menjaga stabilitas, maka dibutuhkan sistem penilaian, cek serta kontrol secara berkesinambungan, “Lembaga kemahasiswaan harus bermutu,” katanya.
Fenomena Hijabers: Takwa atau Gaya? Jika dulu berjilbab hanya dijadikan sebagai kegiatan menutup aurat bagi wanita, bagaimana jika kini berjilbab menjadi sebuah gaya hidup atau fashion? Jawaban atas pertanyaan ini telah dikupas oleh berbagai elemen mahasiswa dari berbagai sudut pandang, dalam diskusi bulanan LPM INSTITUT yang bertajuk Fenomena Hijabers, Selasa (11/9).
Seorang perempuan tengah memperagakan cara berhijab.
DOK.INSTITUT
Badan Eksekutif Mahasiswa saat tengah menjalankan kegiatan Orientasi Akademik dan Kemahasiswaan (OAK) 2011 lalu.
Diskusi yang diselenggarakan di sekretariat LPM INSTITUT ini menghadirkan salah satu mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Syamsul Ma’arif. Dilihat dari sudut pandang Ekonomi, Syamsul mengungkapkan, feno-mena hijabers memiliki sisi negatif dan positif bagi perekonomian Indonesia. Positifnya, dengan bertambahnya keinginan pasar terhadap jilbab, maka produsen jilbab kian memacu produksinya. Dalam proses produksi, sumber daya manusia adalah unsur terpenting demi mencapai target produksi. Bisa dikatakan, dengan bertambahnya jumlah produksi, bertambah pula tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga membuka peluang bagi rakyat yang membutuhkan pekerjaan. Selain itu, produksi besar-besaran begitu menarik para investor, baik dalam dan luar negeri, yang arti-nya dapat menambah pendapatan negara. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi mikro, dengan tingginya pamor jilbab
menyebabkan mahalnya harga. Ini merugikan masyarakat kelas bawah yang ingin membeli jilbab. Hal ini langsung ditanggapi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bahasa FLAT, M. Koharudin. Fenomena hijabers, kata Koharudin, sama sekali bernilai positif. Ini merupakan bentuk ekonomi kreatif negara yang mayoritas beragama Islam. Lain fakultas, lain pandangan. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) M. Farhan berpendapat, jilbab sudah masuk ranah politik. Misalnya untuk kampanye. “Wanita berjilbab kan selalu dipandang sebagai wanita berkarakter lembut dan kesannya baik. Jadi ini dijadikan sebagai alat mencari massa. Koruptor saja kalau pakai jilbab, menumbuhkan keharuan. Ini berarti sudah terjadi penyalahgunaan jilbab,” paparnya. Berbeda jika dipandang dari sudut pandang teologis, seperti dipaparkan Indah Khairil Bariyyah, mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI). “Berjilbab adalah bagian dari melaksanakan perintah Allah SWT. Karena masalah ini (jilbab) sudah jelas termaktub dalam Al-Quran. Jadi hukumnya wajib. Kalau dilanggar, ya dosa,” katanya. Selain sebuah kewajiban, berjilbab, menurut Indah, bisa mem-
berikan sekat antara wanita dan pria serta bisa menjaga moral dan perilaku. Untuk menjadi pribadi demikian, maka dari awal memakai jilbab diperlukan niat yang kuat dan serius. “Namun jika melihat generasi sekarang, telah terjadi perubahan yang mencolok. Mereka lebih tertarik pada tren potonganpotong-an rambut. Diharapkan, munculnya tren hijabers ini sebagai pemacu agar wanita mau mengenakan jilbab. Siapa tahu dari fashion muncul keinginan untuk menjadikan jilbab sebagai bukti ketakwaan terhadap Allah semata.” Masih dalam ranah teologi, Zaki Mumtaz Ali, yang juga dari FDI menambahkan tiga langkah untuk berjilbab secara syar’i. Pertama, niatkan berjilbab untuk menutupi aurat. Kedua, dalam penampilannya harus dengan syariat yang telah ditetapkan. Ada 4 kriteria berjilbab sesuai syariat, yakni tertutup, tidak transparan, tidak membentuk lekuk tubuh, dan tidak menyerupai lawan jenis. Ketiga, adalah adab yang dipakai dalam berjilbab. “Jangan sampai menggunakan jilbab hanya untuk pamer atau sekadar fashion. Karena itu bagian dari ghurah dan itu dilarang oleh Allah SWT,” ujarnya.
KAMPUSIANA
Edisi XXI/September 2012
7
UIN Fashion Fair, Cari Model! Rahayu Oktavani Kampus UIN, INSTITUT- Setelah fenomena hijabers menjamur bak kacang goreng, banyak mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah menjadikan tren tersebut sebagai kiblat fashion mereka. Tak sedikit mahasiswi mengenakan aksen hijabnya dengan berbagai variasi, menjadikan mereka terlihat lebih modis dan cantik. Inilah yang menginspirasikan UIN Fashion Fair (UFF) membuat kegiatan yang bertajuk Model Hunt, bertempat di Aula Madya (8/9).
AYU/INSTITUT
Seorang peserta Model Hunt UIN Fashion Fair berjalan di atas catwalk Aula Madya lantai satu, Sabtu (8/9).
Tak hanya mahasiswi, acara ini juga ditujukan untuk mahasiwa. “Ternyata banyak mahasiswa UIN yang cantik dan keren-keren, kita melihat adanya peluang mereka untuk menekuni bidang fashion, hingga akhirnya kita (UFF) memberikan peluang itu” ungkap Project Officer UFF Qonitah al Judiah (14/9). Model Hunt merupakan salah satu rangkaian kegiatan menuju acara puncak UFF 2012 yang akan digelar bulan Oktober mendatang. Sebelum Model Hunt, UFF juga menggelar acara seperti hijab and beauty class, talk show, dan fashion swap di kampus UIN. Syarat wajib peserta salah satunya adalah memiliki tinggi badan mencapai 165 cm untuk wanita dan 170 cm untuk pria, kemudian berpenampilan menarik dan memiliki badan proposional. Selain cara berjalan, kriteria penilaian juga dilihat dari pose dan perfommanya. Kegiatan ini juga dihadiri oleh juri yang ahli di bidang model dan fotografi seperti Indah Nada Puspita, Ega Augustia, dan Tibrizi
Sony. Lebih jauh lagi Qanitah menjelaskan, sebelumnya panitia sempat ragu mengingat sampai H-5 hanya ada 20 orang pendaftar. Hal demikian tentu memaksa panitia untuk bekerja ekstra demi kesuksesan acara ini. Namun, alhasil saat membuka pendaftaran on the spot, jumlah pendaftar meningkat cukup drastis hingga 59 orang. “Jumlah ini di luar target, ternyata mahasiswa UIN sangat berantusias dengan dunia fashion” Ega Augustia, model sekaligus juri dalam Model Hunt UFF juga turut berkomentar mengenai peserta. Selain tampan dan cantik, para peserta yang hadir juga memiliki bakat berjalan di catwalk. Hanya saja, mereka masih canggung dan terlihat belum percaya diri. Selain itu juga masih banyak peserta yang berjalan dengan kepala tertunduk ke bawah, hal demikian dapat mengurangi penilaian dari dewan juri. Di tengah acara, Ega memberi sedikit tips untuk berjalan di catwalk, “Percaya diri saja, dan ang-
gap kitalah yang paling pantas untuk membawakan busana yang dipentaskan. Sehingga, karakter yang ada dapat muncul,” ucapnya bersemangat. Nantinya, akan dipilih 25 peserta terbaik untuk berpartisipasi dalam fashion show di puncak acara. “Di acara tersebut, mereka akan mengenakan baju rancangan desainer Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Jenehara, Moshaict, dan desainer muslim lainnya,” jelas Fathannisa Isnaini, selaku pembawa acara dalam acara tersebut (8/9). Sebelumnya, para peserta terpilih akan mendapatkan modelling class sebagai ajang latihan mempersiapkan pertunjukannya. “Kami akan menyediakan tutor dari agensi model islam agar mereka paham seperti apa modelling itu,” kata Qonitah. Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang bagi para pemenang, ter- utama yang ingin menekuni dunia modelling. Selain itu, portofolio pemenang juga akan dipublikasikan, sehingga semakin banyak yang melihat potensi para pemenang. “Semoga brand-brand besar dapat melihat model-model tersebut dan mahasiswa UIN juga mempunyai potensi dalam bidang modelling terutama islamic modeling,” jelas Qonitah.
Bonjour, UIN Jakarta! Rahmat Kamaruddin Siang itu (11/9), beberapa mahasiswa berkumpul di lantai III gedung Pusat Studi Bahasa, kampus II, UIN Syarif Hidayatullah. Mahasiswa yang terdiri dari berbagai fakultas tersebut tampak antusias mengikuti kursus gratis bahasa Prancis. Tidak hanya mendapatkan pengetahuan bahasa Prancis, mereka juga mendapatkan beragam informasi terkait negara kelahiran Napoleon Bonaparte itu. Acara tersebut merupakan rangkaian awal atas kerjasama antara UIN Jakarta dan Institut Francais Indonesia (IFI) selama beberapa waktu ke depan. Diharapkan dengan terbentuknya kerjasama tersebut, mahasiswa UIN Jakarta mendapatkan lebih banyak informasi mengenai Prancis, baik yang berhubungan de-ngan pendidikan, budaya, maupun situasi negara tersebut. Selain itu juga menstimulus mahasiswa agar melanjutkan studinya ke negara tersebut. Hal ini disampaikan Penanggung Jawab Campus France Jakarta Mini Riandini pada acara pengenalan tentang negara Prancis, Rabu (12/9) lalu. Acara yang berlangsung di Aula Madya lantai satu itu mempresentasikan studi dan hidup di Prancis serta sertifikasi bahasa Prancis. Dalam presentasinya, Mini berharap, melalui kerjasama tersebut mahasiswa UIN dapat melan-
RAHMAT/INSTITUT
Penanggung Jawab Campus France Jakarta Mini Riandini tengah mempresentasikan tentang studi dan hidup di Prancis serta sertifikasi bahasa Prancis di Aula Madya lantai satu (12 /9).
jutkan studinya ke Prancis. “Ini merupakan sarana untuk mempermudah mahasiswa melangkah menuju ke Prancis,” katanya. Menurut gadis alumnus salah satu universitas di Prancis tersebut, kuliah di sana sangatlah nyaman. Pemerintah Prancis memberikan kemudahan bagi pelajar asing terutama dalam pembayaran semester dan biaya hidup seharihari. Sebagai penganut paham egaliter, pemerintah Prancis tidak
membedakan antara mahasiswa lokal mapun asing dalam kebijakan, terutama terkait pendidikan. Prancis mempunyai sistem kurikulum berbeda dengan Indonesia. Mahasiswa dituntut fokus pada bidang yang diminati dengan memperdalam mata kuliah tertentu terkait di bidang itu saja, sehingga mahasiswa tidak memahami sebuah objek dengan setengah-setengah. Agar dapat belajar ke Prancis, menurutnya, mahasiswa harus
mempunyai lima hal, yakni niat kuat, motivasi, kemampuan berbahasa, dan semangat pantang mundur serta kemampuan beradaptasi. “Jangan pernah takut, jangan malu bertanya,” katanya. Di bulan ini, IFI akan mengadakan presentasi tentang Prancis, yakni pada Kamis (20/9) berupa konferensi mengenai sekularisme di Indonesia dan Rabu (26/9) berupa presentasi mengenai studi dan hidup di Prancis serta sertifikasi bahasa Prancis.
IFI membuka kursus intensif bahasa Prancis dengan tarif berkisar antara 1 sampai 2,5 juta rupiah. Kursus akan dimulai pada tanggal 24 September sampai dengan 19 November tahun ini. Jenis kelas yang tersedia variatif, tergantung kebutuhan. Mulai dari kelas intensif, semi intensif, extensif, ujian DELF hingga privat dengan ketentuan pembayaran yang berlaku. Basyir Arif, Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), semester 5 mengatakan sangat senang dan antusias dengan keberadaan IFI di UIN. “Bagus sekali. Dengan ini, semoga aku bisa ke Prancis,” katanya (12/9). Terkait dengan biaya kursus yang ditetapkan oleh IFI, menurutnya, hal itu wajar saja mengingat bahasa Prancis merupakan bahasa yang juga banyak digunakan oleh penduduk di dunia. Dirinya berniat mengikuti kursus tersebut. “Kalau mau dapat, ya, harus berkorban,” kata pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bahasa FLAT itu. Di sisi lain, meski sangat antusias terhadap program kursus gratis bahasa Prancis awal pertemuan lalu, Mia Masyita, mahasiswi semester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah da Keguruan (FITK) mengatakan belum ingin melanjutkan kursus. “Senang sih, tapi pas tahu harus bayar, saya jadi kurang tertarik,” katanya (12/9).
8
KOLOM
Edisi XXI/September 2012
Cara Rektorat Menjinakkan UKM Oleh Dika Irawan* Sikap semaonya dewek dalam bertindak dan mengeluarkan kebijakan semakin menunjukan bahwa rektorat adalah penguasa tunggal di kampus. Konsekuensinya, mahasiswa harus tunduk dengan sang penguasa. Semua ini terjadi ketika kosongnya pos pemerintahan mahasiswa yang hancur lebur akibat dorongan ego saling menguasai antar mereka sendiri. Salah satu yang merasakan efek ini ialah kawan-kawan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Rektorat saat ini gencar mengadakan inspeksi mendadak (sidak) ke sekretariat UKM. Saya tak tahu, apakah hal yang sama terjadi di sekretariat BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) semua fakultas. Mungkin tujuan mereka ingin mengetahui kondisi riil di sekretariat-sekretariat UKM. Jika kedapatan melanggar peraturan, maka sanksi tegas akan keluar tanpa pikir panjang. Seperti yang dialami kawan-kawan KPA Arkadia, sekretariat mereka disegel, dengan alasan telah melakukan pelanggaran kode etik mahasiswa UIN.
Saya sepakat jika memang bersalah harus dihukum. Tapi nggak begitu juga kali menghukumnya sampai menghentikan seluruh kegiatan mereka. Bisa diselesaikan secara elegan, maksudnya diberikan teguran terlebih dahulu, coba duduk bersama cari jalan keluar. Kalau memang sudah keterlaluan, barulah diberi tindakan tegas. Sebab sekali lagi yang dihukum bukan lagi siswa sekolah, melainkan mahasiswa yang sudah mampu berpikir. Nyatanya, tindakan mereka itu seolah mencari kesalahan, dan sengaja membiarkan kita berbuat salah. Sebelum itu, ketika pelaksanaan Orientasi Pengenalan Akademik Kebangsaan (OPAK). Lagi, kawan UKM harus menelan pil pahit, setelah mengetahui ternyata rektorat menyetujui dana Exposure UKM sebesar Rp 13 juta. Setelah potong sana-sini, sampai di tangan panitia sebesar Rp 11 juta. Sangat jauh dari memadai, untuk sewa tenda dan konsumsi. Sementara acara ini merupakan ajang promosi dan boleh dikata hajatan menyambut mahasiswa baru karena
memang dana tersebut datang dari kantong-kantong mereka. Beri tahu saya, jika dananya itu dari negara, atau dari kantong pejabat rektorat. Dana itu sendiri disebar ke seluruh panitia OPAK di fakultas, kita berharap semoga saja tepat sasaran. Perlakuan yang mereka perlihatkan selama ini kepada kawan UKM. Pertanda, mereka sudah tak bersahabat dengan kita, malah mencoba menjinakan kita. Berkaca dari kasus pelaksanaan Exposure UKM yang sangat sedikit sekali mendapat dukungan. Selanjutnya, kasus yang menimpa kawan kita di KPA Arkadia. Sepertinya mereka sedang merancang skenario. Dengan menjinakkan UKM-UKM yang dianggap sulit ditertibkan. Setelah itu, tak menutup kemungkinan UKM lain mendapat perlakuan yang sama. Sebenarnya, rektorat sudah kebal dengan kritikan dan kurang mendengar serta mengapresiasi aspirasi kawan UKM. Beberapa kali mediasi antara UKM dan rektorat membicarakan persoalan yang ada di SC, berakhir nihil.
Tetap saja ujung-ujungnya kebijakan yang dikeluarkan tidak berdasarkan butir kesepakatan yang telah dibuat dalam mediasi itu. Sekali lagi, sia-sia dan buangbuang waktu saja. Jika kondisinya seperti ini, yang harus dilakukan kawan-kawan UKM, adalah berbenah diri menyikapi tindakan kesemena-menaan itu. Salah satunya persoalan kekompakan. Kita masih sibuk memikirkan diri sendiri, apatis dengan persoalan di sekitar kita. Ketika ada masalah, kita tak tahu atau untuk menolong pun enggan karena UKM yang bersangkutan begitu ekslusif. Ini yang menjadi sasaran empuk rektorat menyerang UKM. Setidaknya, jika kekompakan itu terbangun, kita dapat menghandle persoalan dengan mencari solusi bersama-sama. Sehingga, persoalan tersebut tak sampai ke telinga para orang tua itu. Selanjutnya, UKM dituntut lebih banyak menghasilkan karya-karya terbaiknya, agar mengharumkan nama kampus. Sebab, saat ini kampus sedang butuh pen-
citraan untuk menaikan pamornya. Sekaligus sebagai bukti, kalau kita tidak sekedar tidur, atau nongkrong di sekretariat. Sayangnya, mereka tak melihat ke arah itu serta terkadang, apresiasi yang diberikan kurang. Ukuran prestasi di mata mereka berbeda dengan kita. Prestasi menurut mereka itu harus islami, harus nurut peraturan, dan perintah mereka. Satu lagi, UKM menanggung amanat yang sangat besar dari ribuan mahasiswa UIN Jakarta untuk terus berkarya. Sebab, anggaran UKM diperoleh dari Dana Kegiatan Mahasiswa (DKM) yang dipotong dari bayaran tiap semesternya. Inilah menurut saya yang paling penting. Menjadi sebuah dosa besar tak terampuni, ketika UKM tak mampu menampilkan karya terbaiknya kepada mahasiswa. Biarlah rektorat seperti itu, kita berkarya untuk seluruh mahasiswa UIN Jakarta. * Pegiat sejarah dan bahasa di UIN Jakarta
Bang Peka...
ulan
Surat Pembaca Kejelasan Beasiswa Ushuluddin Kegelisahan pertama : karena saya tidak bisa mengisi KRS semester ganjil. Setelah melapor ke bagian keuangan fakultas, saya diberitahukan bahwa saya masih menunggak biaya administrasi semester genap. Aneh, karena semester genap saya lalui tanpa masalah. Nama ada di absen, bisa isi KRS, dan lain-lain. Kaget, karena saya
tidak tahu sama sekali segala urusan bayarmembayar. Singkat cerita, bagian keuangan fakultas langsung mencari nama saya di daftar dan menyuruh saya membayar sendiri ke bank dengan uang yang berasal dari dana DIPA yang masuk ke rekening tabungan saya (perlu diketahui, rekening tabungan ini khusus dibuat atas peraturan dan permintaan fakultas dan setelah dibuat, buku tabungan dan ATM tersebut dikumpulkan ke fakultas demi keberlangsungan beasiswa saya). Kegelisahan kedua: minimnya sosialisasi, setiap kali perubahan kebijakan yang otomatis merubah SK kami tidak pernah dikumpulkan dan dilibatkan. Info memang disebar, namun lewat mulut ke mulut sehingga terjadilah situasi “kok tiba-tiba
begini?� Kemarin kami dikumpulkan dengan menghadirkan pihak rektorat dan fakultas, namun tak ada solusi. Jangankan solusi, kejelasan mengenai apa-apa dan mana-mana saja yang berubah pun tak kami dapatkan. Sejujurnya, tanpa dipaksa, kami pun akan tahu diri dengan sendirinya bahwa kami memang berkuliah secara gratis dan kami amat berterimakasih untuk itu. Namun, rasa terimakasih yang amat tinggi itulah yang membuat kami mempertanyakan ketidakjelasan ini. Penulis adalah mahasiswa penerima beasiswa PMDK Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tahu diri. Yang dengan ketahudirian ingin menyebarkan kegelisahan.
OPINI
Edisi XXI/September 2012
Kita dan Budaya Instan
9
Oleh Riyadhus Shalihin*
M
asyarakat Indonesia hari ini terbiasa dengan hal yang spontan, menarik, selintas dan juga menghibur. Hal tersebut akhirnya melupakan kita dari berbagai akar problematika yang kemudian hanya berlalu, selewat dan tidak pernah terselesaikan. Ingatan kita terhadap peristiwa penting adalah ingatan momentum, berbagai kejadian yang seharusnya diselesaikan sejak dulu tak pernah kunjung usut terselesaikan. Apapun yang meledak dan menjadi boom news hanya akan berakhir tanpa klimaks. Pembunuhan Munir menjadi tonggak runtuhnya hukum peradilan di Indonesia, kemudian beberapa saat kita seakan–akan menjadi agen pembela hak–hak kemanusiaan. Lalu perlahan hadir kerusuhan di Tugu Monas, pertikaian antara Forum Aliansi Kebebasan Beragama dan Front Pembela Islam mencederai keutuhan pancasila di negara kita yang menjamin keamanan beragama, kita lalu berubah menjadi agen pembela hak keagamaan yang paling vokal. Lalu kita tiba–tiba naik pitam ketika Malaysia mengakui bahwa Tari Pendet, Batik dan Reog Ponorogo adalah salah satu kekayaan dari negerinya, lantas kita berubah menjadi garda depan
pembela kebudayaan. Kita sering terseret sesaat menjadi aktivis kemanusian, agamawan, budayawan secara singkat dan instan tanpa berkelanjutan Kita telah terbiasa dengan melupakan dan menelantarkan dan berbangga dengan kenyataan bahwa kita telah merasa ikut andil. Satu persatu hal–hal penting tersebut hanya menghiasi ingatan kita sebagai ornamen lalu-lalang dan tidak pernah kita mengetahui kelanjutan dari pembahasan kasus – kasus tersebut, bagaimana kisah Munir yang kini tidak terdengar lagi atau bagaimana kesenian dan kebudayaan kita setelah Malaysia tidak lagi mengklaim seni tradisi kita lagi, apakah masih ada yang naik pitam dan membakar bendera Malaysia di jalan . Kita telah menjadi manusia yang mesti dibakar dan dipicu baru bertindak, dalam bahasan Moralitas Nietzche yang disebut dengan moral hewan ternak yang mesti digiring baru berkumpul dan bekerja. Ini hanyalah percontohan awal dari kebiasaan kita untuk mengadopsi hal – hal yang cepat. Kita ketahui bersama teknologi sebagai media kebudayaan pada hari ini bebas menjadikan dirinya sebagai saluran yang memberikan kemerdekaan aspirasi dan juga inspirasi, tergantung kegunaan dari sang pemakai nya sendiri. Setelah
peristiwa–peristiwa penting dalam bidang hukum, kemanusiaan dan kebudayaan lalu apa lagi yang budaya instan sentuh pada kehidupan kita. Budaya fisikal adalah budaya instan selanjutnya yang digarap oleh masyarakat kita hari ini. Masih segar ingatan kita pada duo Sinta dan Jojo yang tiba – tiba menjadi terkenal akibat salah satu media sosial internet, yang kemudian diberikan penghargaan prestasi oleh kampus di mana mereka berkuliah, prestasi karena telah menjadi artis. Lalu kemudian tiba
–tiba hadir seorang Justin Bieber, dengan wajah rupawannya Justin menghipnosi seluruh remaja indonesia yang sedang limbung mencari autentik idolanya. Itu hanyalah beberapa kausalitas ketenaran di Indonesia, ketika relasi wajah rupawan, berani bertindak gila maka dia akan memiliki tempat khusus dalam popularitasnya di tengah – tengah masyarakat Indonesia. Kemudian tiba–tiba hadir seorang anggota polisi bernama Norman Camaru yang melepaskan statusnya sebagai salah satu anggota polisi untuk berkiprah dalam dunia talenta selebrasi secara serius, dengan senandung chaya – chaya sang polisi tersebut menjadi agen citra yang berusaha mengubah ikon polisi di tengah masyarakat kita hari ini, bagaimana usaha merubah sebuah streotipe institusi kepolisian dengan kemunculan artis dadakan yang melakukan lip sync di media internet. Budaya instan kini memiliki kuasa yang lebih luas untuk menjaring perwajahan personal. Dengan gayanya yang menarik individu untuk bersikap narsis kita menjadi orang – orang yang peduli pada diri sendiri, tidak begitu yakin tehadap kekuatan persona dan wibawa intelektual namun bangga dan gagah pada performalitas ek-
sternal dan juga kemewahan rupa. Kita terengah–engah dengan ketampanan seorang anggota polisi muda dari Kota Bandung yang berwajah tampan, menyita dengan intens hari hari kita akibat comment salah satu artis di catatan media internetnya. Apabila kita tidak ingin hanya terjerat dengan kuasa teknologi media barat, sebagai infra kultur yang defisit dan defensif, maka kita mesti bijak terhadap peran media, jejaring dan juga teknologi dalam kehidupan kita. Apabila tidak, maka kita hanya akan menjadi individu yang kehilangan otentitas kebudayaannya dan lenyap berganti dengan instanitas tanpa etika, moralitas dan religiusitas, tercerabut dari kewibawaan timur kita. Kita mesti giat dan lebur dalam kehidupan yang lebih ensamble, gotong royong, dan juga bahu membahu, etos kerja sama untuk memecahkan sebuah masalah. Fisikalitas bukan hal yang utama, kebanggaan terhadap estetika dan teologi bangsa akan menjadikan sosok indonesia yang luwes juga adaptif terhadap perkembangan media dan teknologi, namun tidak hilang tercerabut dari akar kebudayaannya sendiri. *Wartawan Seni Pertunjukan, menetap di Bandung.
Merindukan Pemimpin yang Peka Oleh Daqoiqul Misbah*
M
elihat kondisi Indonesia saat ini sungguh tragis. Masyarakat kehilangan pemimpin yang dianggap sebagai penyangga yang seharus-nya dapat diharapkan menjadi kekuatan pembebas atau pemerdeka dari kesulitan yang mendera. Masyarakat tidak henti-hentinya menjerit dan meronta meminta pertolongan pemimpin supaya membebaskan mereka dari belenggu kesengsaraan. Kesengsaraan atau penderitaan yang merajam wajib dipedulikan dan didekonstruksi. Penderitaan ini tidak boleh dibiarkan bergitu saja bersemai dan mengakumulasi menjadi ‘penyakit kanker’ atau penyakit menular yang ganas, yang sewaktu-waktu di kemudian hari dapat meledak dan menghancurkan pori-pori bangunan kehidupan berbangsa. Jika sampai ‘penyakit kanker’ tersebut dibiarkan mengganas, bukan mustahil berbagai bentuk kriminalisme seperti kekacauan, radikalisme dan pertikaian antar etnis akan mengeksplosif dan sulit dikendalikan. Hal demikian semakin membenarkan statement Napoleon Bonaparte, yaitu, “di tengah kekacauan yang direkayasa sistemik, maka hanya kaum bajinganlah yang menuai keuntungan dan menikmati kecongkakan.” Kalau pemimpin sudah berlaku demikian, imbasnya merasuk sampai pori-pori masyarakat, yang mana masyarakat kecilpun
dipaksa mengikuti perubahan zaman yang menuntutnya sibuk berjuang dan melawan kekuatan manusia yang berlaku hedonis. Para pemimpin yang tidak pernah akan merasa puas dengan kedudukan, kekuasaan, harta dan akan terusmenerus memuasi dirinya sampai tidak akan lagi merasakan kepuasan. Rakyat pun menjadi korban keserakahan kaum elit, seperti “penjahat berdasi”, yang berhasil membeli dan menguasai unsur-unsur birokrasi untuk mengeksploitasi dan mengkomoditaskan sumberdaya alam. Terbukti misalnya hasil-hasil alam – bumi, sumberdaya hutan – yang seharusnya bisa menjadi jaminan untuk membangun ekonomi rakyat atau menyejahterakan hidupnya telah dirusak, dieksploitasi dan dikomoditaskan oleh penguasa. Para pemimpin yang hedonis, epicureanis dan utilitarianis yang beranggapan bahwa mencari kenikmatan (pleasure) adalah sebagai tujuan tertinggi. Pemimpinpemimpin yang demikianlah yang harus segera diberantas dari bangsa kita ini, yang hanya mementingkan pribadi masing-masing demi mencapai kepuasan. Padahal mereka mendapatkan amanat kedaulatan dari rakyat negeri ini sebagai ‘nahkoda’ (pemimpin) untuk mengantarkan kapal besar bernama bagsa Indonesia ini ke dermaga kedamaian, kebahagiaan
dan kesejahteraan. Jika pemimpin tersebut dibiarkan mengembara secara liar–tidak mengenal titik nadir kepuasan dan di luar bingkai kepentingan rohani–maka kehidupan rakyat dan bangsa akan sulit diselamatkan dari ancaman prahara kekacauan dan badai kehancuran. Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya mengingatkan, “Khianat yang terbesar adalah tindakan seorang pemimpin/pejabat yang memperdagangkan milik rakyatnya.” Dalam hadis lain juga ditegaskan, “Seorang pembesar, apabila dia mati, sedang dia tidak jujur terhadap rakyat, niscaya dia diharamkan Allah masuk surga.” Peringatan tersebut mengisyaratkan bahwa Allah sangat membenci bila ada seorang pemimpin/pejabat yang dipercaya bisa bertanggungjawab justru berlaku tidak jujur terhadap hak-hak rakyat, maka ia akan memperoleh azab dari Allah. Kendati demikian, rakyat merindukan pemimpin yang peka. Pemimpin yang bisa mengerti dan memikirkan rakyatnya, bukan malah memikirkan diri sendiri demi kepuasan pribadi. Cepatlah datang wahai pemimpin yang peka. Kita semua merindukanmu. *Penulis adalah mahasiswa Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Redaksi LPM INSTITUT Menerima: Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno, dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter. Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: lpm.institut@yahoo.com Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085718363281. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.
10 KONSULTASI & WISATA KULINER
Edisi XXI/September 2012
Kocok Selera Anda dengan Mie Kocok Bandung
Noor Rahma Julia
S
iapapun tahu, Bandung merupakan surganya para pecinta kuliner. Sajian makanan kreatif dan inovatif selalu menjadi daya tarik bagi setiap orang yang berkunjung ke sana. Mie kocok adalah salah satu makanan favorit yang kerap diburu wisatawan dan penduduk asli Bandung. Bahan dasar pembuatannya hampir sama dengan bakso. Hanya saja, mie kocok selalu memakai tambahan kulit dan terkadang juga kaki sapi untuk membuat kuahnya terasa lebih kental. Agar aromanya semakin harum, maka sebagian pedagang menambahkan campuran sumsum sapi, taburan bawang merah, seledri, dan tomat sabagai penyegar rasa. Mimin merupakan salah satu pembuat mie kocok di daerah Bandung. Baginya, kudapan mie kocok memiliki peran yang sangat besar terhadap pencitraan Bandung sebagai kota kuliner. “Kayaknya, jarang di kota-kota lain itu ada mie kocok, sok ajah cari di Jakarta, pasti bakalan susah,” ujarnya seraya menyeruput mie kocok buatannya. Ide usaha mie kocok berawal dari hobinya memakan makanan tersebut. Karena ketagihan, Mimin berinisiatif untuk membuatnya sendiri. Beruntung, olahan mie kocok yang ia buat rasanya sangat lezat dan disukai banyak orang, “Saya pada prinsipnya keluarga suka, di lidah enak, maka orang lain pun bakal suka,” katanya. Di saat pedagang lain mulai menggalakkan bakso sebagai kuliner andalan di daerahnya,
Mimin tetap konsisten dengan jualan mie kocoknya. Terlebih ia jualan di daerah Bandung yang berdekatan dengan pabrik, sehingga karyawan menjadi konsumen yang sangat sering membeli produknya, “Di sini mah banyak karyawan, sepulang kerja mereka suka lieur (pusing) jadi pada beli mie kocok.” Walaupun diminati banyak orang, tidak berarti usaha Mimin ini terlepas dari kendala. Misalnya, dalam pembuatan mie kocoknya Mimin selalu mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Sehingga, modal yang ia perlukan untuk bahan mie kocok cenderung lebih mahal ketimbang para pedagang lain yang bahan dasar mie kocoknya sangat sederhana. “Saya selalu pengen mie kocok saya enak. Suka ditambahin sama kaki sapi supaya kuahnya tambah kental. Tapi masalahnya, kaki sapi itu kan mahal, jadi modalnya juga harus gede,” terangnya setengah mengeluh. Akibat kurangnya pemodalan, Mimin mulai mengurangi jumlah
ULI/INSTITUT
dan ukuran kaki sapi di dalam mie kocoknya, “Biasanya pake kaki sapi yang gede-gede, sekarang mah yang biasa-biasa ajah, yang penting mah ada ajah.” Seolah buah simalakama, ketika Ibu Mimin mencoba mengurangi tambahan modal dengan sedikit mengurangi kualitas mie kocoknya, para pelanggan justru komplain. “Para pelanggan saya sempat bilang, mie
kocoknya saya kok rasanya jadi hambar dan kurang kental,” katanya dengan mimik berkerut. Ke depannya, ia berharap mendapat tambahan modal untuk usahanya yang ia nilai sangat prospektif ini, “Sayang ajah kalau berhenti karena kurang modal, kan mie kocok saya laku.” Ia yakin, ia butuh perjuangan keras demi menghantarkan
Konsultasi...
Konsultasi Kecantikan Dokter Wiwit Andhika Rubrik ini bekerjasama dengan klinik Angel
Dok, apakah treatment facial dermaroller aman bagi kulit? Seperti apa hasil nya, dan berapa kali sebaik nya dilakukan dalam sebulan? Terima kasih, Nadia Jawab : Salam hangat Nadia, Untuk treatment dermaroller, bila dilakukan di bawah pengawasan dokter adalah tindakan yang aman. Dermaroller dilakukan hanya untuk kasus kasus tertentu yang dianggap membutuhkan tindakan yang invasif, seperti acne scar (bopeng bekas jerawat), flek/ melasma yang berat atau kasus lain yang ternyata tidak cukup dengan teknik non-invasif lain, mengingat proses dan resiko tindakan roller tersebut. Frekuen-si tindakan relatif tergantung kasus
yang dihadapi, kadang diperlukan 1-2 kali dalam sebulan. Tindakan ini memberikan hasil yang cukup baik karena obatobatan dapat kita masukkan lebih dalam ke beberapa lapisan kulit, tentunya untuk mendapatkan hasil yang optimal tidak cukup hanya dengan 1 atau 2 kali tindakan. Salam dokter Wiwit. Saya gadis berumur 27 tahun dan saya biasa mengkonsumsi suplemen vitamin E karena saya ingin mempercantik kulit saya dari dalam. Namun beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah artikel yang menyatakan bahwa suplemen vitamin E akan berakibat pada kerusakan tulang. Benarkah demikian? Manakah suplemen vit E dan C yang aman bagi kulit?
Terima kasih, Sri Jawab : Salam hangat Sri, vitamin E memang berkhasiat untuk membantu daya tahan kulit kita terhadap oksidasi lingkungan yang sudah sangat berbahaya. Karena khasiat tersebut, maka vitamin E banyak digunakan dalam perawatan kesehatan , terutama kulit. Vitamin E adalah vitamin yang dapat larut dalam lemak, oleh karenanya dapat tersimpan dalam tubuh bila kita rutin mengkonsumsi vitamin ini, baik yang bersumber dari makanan alami atau dalam bentuk suplemen (sintetis kimia). Untuk vitamin E yang berasal dari makanan alami, seperti kacangkacangan, tauge, dan lainnya bersifat sangat aman dikonsumsi. Lain halnya dengan bentuk
suplemen, kita harus berhati-hati karena menurut banyak penelitian akan terdapat efek samping yang buruk bila mengkonsumsi vitamin ini secara tidak benar. Memang betul, ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa suplementasi vitamin E ini dapat mengakibatkan keropos tulang, tapi penelitian ini dilakukan masih terbatas pada hewan percobaan (mencit/tikus). Untuk reaksi terhadap manusia, masih harus dilakukan banyak penelitian lebih lanjut. Sebaiknya, kita mengkomsumsi vitamin yang bersumber dari bahan alami karena lebih aman.
Silakan Kirim Pertanyaan Anda ke Rubrik Konsultasi ini Melalui email lpm.institut@yahoo.com
produknya menjadi jajanan kuliner terfavorit di kota Bandung. “Saya selalu optimis, mie kocok saya suatu saat akan dikenal di kota Bandung ini,” ujar Mimin sumringah (12/9).
SOSOK
Edisi XXI/September 2012
Siti Zakiah: Futsal Membawaku ke Amerika
11
Muhammad Umar
Futsal sering diidentikan dengan oleh raga yang dimainkan laki-laki, meski begitu, perempuan pun mampu. Seperti Siti Zakiah yang sangat menggemari olah raga ini. Berkat hobinya bermain futsal, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini bisa pergi ke Amerika untuk mengikuti Indonesia Amerika Soccer Exchange (IASE) pada 11-24 Juni, tahun lalu. Ia merupakan satu-satunya mahasiswi UIN yang mengikuti IASE. Indonesia mengirim 15 orang pemain, empat orang pelatih, satu official tim. Ia bersama timnya melakukan latihan bersama dengan tim nasional putri Amerika dalam kunjunganya ke San Francisco dan Portland. “Tadinya mau tanding, tapi coach (pelatih) kita mikirnya nggak bakal seimbang. Mereka preparenya (persiapan) matang, Sedangkan kita cuma diseleksi, ketemu pun jarang. Kalau tim kan, nggak bakal nyatu kalau cuma dua hari itu,” ujarnya setelah tim futsal putri UIN Jakarta bertanding (6/9). Sebelum berangkat ke Amerika, awalnya ia dihubungi oleh pihak
Biodata singkat
DOK. PRIBADI
Siti zakiah saat berlatih
Komunitas
Nama : Siti Zakiah Lahir : 20 Desember 1990 Pendidikan : -MI Mazro’atul ulum -SMP N 3 Tangerang -SMA N 90 Jakarta -FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IASE melalui pesan singkat untuk menjadi utusan UIN. “Tapi syaratnya harus bawa tim futsal. Sementara di UIN, waktu itu belum ada. Sudah ada, tapi belum efektif. Jadi saya bawa tim SMA untuk seleksi,” tuturnya. Untuk menjadi wakil Indonesia, ia harus mengikuti serangkaian seleksi yang diadakan di Universitas Negri Jakarta (UNJ) dan diseleksi langsung oleh pelatih dari IASE. Selain dihadiri mahasiswa, seleksi itu juga dihadiri para siswa dan dilaksanakan selama satu hari. Setelah seleksi, ia diminta untuk mengirimkan data dirinya karena merupakan pemain yang direkomendasikan oleh pelatih dari Amerika itu. “Habis itu interview dan alhamdulilah keterima,” papar perempuan yang juga menyukai klub sepak bola Juventus. Perempuan berkulit putih yang lahir pada 20 Desember 1990 ini mengaku, menyukai olah raga dan menemukannya dalam futsal. “Kebetulan suka nonton bola, jadi kayaknya seru saja kalau cewek main bola,” ucapnya. Mahasiswi jurusan Akuntansi ini, pertama kali bermain futsal ketika bermain untuk Sekolahnya. Pada saat itu timnya dibentuk untuk mengikuti kompetisi olah raga yang keseluruhan pesertanya adalah perempuan. Bersama tim sekolahnya itu, ia berhasil meraih banyak prestasi seperti juara tiga Bulungan Cup, juara satu Ninety Cup. ”Banyak, di labsky, di BL juga pernah,” katanya. Apabila sedang bermain futsal, ia merasa masalah yang meng-
hinggapinya hilang. Futsal juga membuatnya senang, menghilangkan stres, dan membuat tubuhnya segar. Menurutnya, olah raga futsal bisa dimainkan di dalam ruangan sehingga perempuan yang tidak ingin berpanaspanasan ketika bermain bola, bisa melakukannya.
Pendiri Futsal Putri UIN
Selain menjadi satu-satunya wakil UIN di IASE, perempuan yang segera diwisuda ini juga merupakan salah satu pendiri tim futsal putri UIN. Ia melihat, banyak perempuan yang berminat dengan olah raga futsal, namun tidak ada kegiatan futsal untuk perempuan. Oleh karena itu, ia dan temannya mendirikan futsal putri UIN. Pada awal pendiriannya, ia dan temannya hanya mendirikannya di FEB. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mengajak teman yang berada di fakultas lain untuk ikut. Karena banyak peminatnya, akhirnya terbentuklah tim futsal putri UIN. Pada tahun lalu, ia dan temantemannya berhasil membawa tim futsal putri UIN jakarta menjadi juara dua dalam ajang Atma Cup yang diadakan oleh Universitas Atma Jaya, Jakarta. Saat itu, di pertandingan final, tim futsal putri UIN dikalahkan oleh tim futsal putri dari Universitas Budi Luhur (UBL) dengan skor 1-0.
Legalkan Ganja, untuk Manfaat Lebih Makhruzi Rahman Banyak orang yang menganggap ganja sebagai tanaman yang berbahaya. Bahkan ganja dimasukkan ke dalam narkotika golongan I (tertera di dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009) bersama dengan heroin, opium, dan kokain. Informasi tentang ganja yang diterima masyarakat berasal dari satu sumber, khususnya Badan Narkotika Nasional (BNN) dan pemerintah. Tidak ada second information mengenai ganja dan itu yang diterima oleh masyarakat. Adapun manfaat ganja tak banyak diketahui oleh masyarakat awam. Maka Lingkar Ganja
DOK.LGN
Lingkar Ganja Nusantara sedang berkampanye di depan istana negara.
Nusantara (LGN) memiliki tujuan meluruskan informasi yang diterima masyarakat terkait ganja sebagai tanaman terlarang. Untuk mendukung kampanye legalisasi ganja, LGN menerbitkan buku yang berjudul “Hikayat Pohon Ganja”. Buku disusun berdasarakan studi ilmiah, berisikan sejarah, budaya, manfaat industri ganja, dan juga memaparkan politik internasional yang menjelaskan bagaimana ganja bisa illegal. Selain buku, LGN juga melakukan edukasi bulanan, ”Program bulanan ini sebagai forum diskusi dengan masyarakat, kita bisa sharing dengan masyarakat agar tahu yang benar tentang ganja,” sebut Dhira Narayana, Ketua Umum Lingkar Ganja Nusantara. Seiring waktu, kampanye pengenalan LGN sekarang dari mulut ke mulut. Banyak yang datang ke Rumah Hijau Lingkar Ganja Nusantara di Taman Wisata Pulau Situ Gintung 3 berdiskusi untuk sekadar tahu tentang ganja. “Jadi secara tak langsung, kampanye kita dibantu oleh masyarakat,” ujar Dhira sambil tertawa.
Reaksi masyarakat Sejak resmi berdiri pada tahun 2010, banyak reaksi masyarakat, terutama hujatan yang ditujukan kepada LGN. “Tapi di tahun 2012 ini kita adem-adem saja, masyarakat mulai menerima kita sepertinya,” kata Dhira tertawa. Sampai saat ini mahasiswalah yang paling banyak menjadi angggota LGN. “Sesekali ada ilmuwan yang datang ke rumah hijau untuk berdiskusi,” ujar Dhira mengenang Isu ganja tidak kenal golongan pendidikan dan pekerjaan. “Tak peduli jabatan juga, orang yang nggak punya kerjaan juga ada yang menjadi anggota, agama apapun juga boleh disini,” jelas Dhira. Dhira menceritakan bagaimana Front Pembela Islam (FPI) melarang mereka berkampanye dalam bedah buku di Bandung. “FPI bilang ke polisi untuk melarang bedah buku, kalau tetap diadakan maka mereka (FPI) akan rusuh,” tutur Dhira. Sewaktu mereka berkampanye di Bumi Serpong Damai (BSD) tiba tiba seorang mengambil microphone di atas panggung dan mengatakan, “Kamu tahu darimana serat ganja itu lebih bagus dari serat pohon? Saya ini orang
industri (kertas), sekarang anak saya dengar kamu presentasi soal ganja, bagaimana kalau anak saya memakai ganja nantinya?” ujar Dhira mengenang. Mengubah Undang Undang Dalam undang-undang, ganja dikategorikan sebagai narkotika golongan I. Undang-undang tersebut yang membuat masyarakat menganggap ganja memiliki efek yang sama dengan heroin yang berujung pada kekerasan dan kriminal. Menurut Dhira, ganja berbeda dengan jenis narkotika lainnya. Maka, LGN berharap agar undang-undang yang lama, mengeluarkan ganja dari kategori narkotika. Dhira menjelaskan, undang undang narkotika Indonesia mengacu pada undang-undang internasional. Di Amerika, ada 16 negara bagian sudah memanfaatkan ganja sebagai medical marijuana untuk pengobatan orang sakit. “Dua bulan lagi ada legalisasi ganja di Amerika, kalau kebijakan disana berubah, kebijakan PBB pasti akan berubah, jadi saya yakin ada titik terang tentang perubahan undang undang,” jelas Dhira bersemangat.
12 SASTRA
Puisi...
Edisi XXI/September 2012
Cerpen...
Tangga Istana
Angin dari Timur Oleh A. Zakky Zulhazmi *
Kau pun telah mengerti, betapa
Oleh Zaitun Awaliah Sesekali suatu hari‌ Memasuki gerbang istana Sudah tampak cerah di depan sana Ini istana kepala negara burung garuda Pikiran kami mengadu kesana kemari Tangga istana Menginjak tubuhmu Membuat kami bermimpi Dan semakin menggeliat memasuki istana Ini bukan rumah presiden Tapi hanya tempat tinggal Punya rakyat burung garuda Hanya memakai nuntuk mengerjakan tugas negeri Tangga istana Semua kabinet baru berfoto disini setiap periodenya Melihat di televisi tampak gagah Sekarang aku mengawang serasa menjelma mereka Mengenakan pakaian resmi Berbaris rapi dan tersenyum sombong Dengan wajah mengangkat sedikit Tersirat dari khayalanku detik itu Siang ini Masih mengenakan almamater tinggi Tampak ceria berbaris mengikuti komando ketua kelas Berfoto bersama seperti menteri negara 10 tahun lagi aku menyentuh tangga ini sering sekali Ciputat, 29 Agustus 2012
*Penulis adalah anggota Teater Syahid
Sandiwara Oleh Irawan Kartosentono Jauh pagar berkarat Menatap lekat Tubuhku tubuhmu Di belakang tubuh-tubuh yang tiba sebelum kita Dalam barisan Menuju sandiwara Menikmati kepura-puraan Untuk kenyataan Tubuhku pura-pura Tubuhmu pura-pura Tubuh kita: segenggam kenyataan dalam sandiwara Pura-puralah kenyataan Pura-puralah membaca sajak ini
*Penulis adalah mahasiswa FAH, jurusan Bahasa dan Sastra Inggris
kenangan harus dimuliakan. Lantaran ia adalah bagian dari hidup, yang mungkin menjadi sangat berarti saat kita berhadapan dengan hati yang paling sepi. Daun-daun gugur, gerimis jatuh, air mata mengalir serupa waktu, dan semua tertinggal di belakang. Tapi aku memungutinya dengan sabar. Kusimpan sendiri, entah untuk apa dan sampai kapan. Kau juga tahu, banyak yang lalu lalang di kehidupanku, menjelma hiruk pikuk, tapi ternyata kau masih di sini, kurawat sebagai kenangan. Kenangan yang sunyi. Terkadang kau menyelinap dalam mimpi terlarang. Kadang singgah dalam cerita yang dituturkan diamdiam. Sepertinya aku lebih memilih menjadikanmu rahasia, yang kusimpan dalam doa. Aku ingin mengingatmu. Ya, mengingat segala yang telah lewat. Ketika itu kita sama-sama mahasiswa baru di kampus ini. Sama-sama menjadi badut lucu di kegiatan ospek. Mulanya, kulihat tidak ada yang istimewa darimu. Hanya lesung pipitmu yang mungkin membuat siapa saja gemas dan ingin mencubit pipi ranum itu. Tapi, begitu kau dengan langkah sahaja naik ke panggung untuk membaca puisi, sejak saat itu aku jatuh dalam pesona. Malam itu adalah malam penutupan ospek, dan malam itu aku resmi mengidap insomnia. Mengenangmu, selalu membuat darahku berdesir dan kudengar gemuruh dalam dada. Seiring laju waktu, lama-lama kita berteman karib. Puisi yang menyatukan kita. Kau suka sajaksajak Sapardi Djoko Damono, sedang aku pembaca puisi-puisi Goenawan Mohammad. Saat itu aku merasa selera kita tak jauh berbeda. Masih kuingat, ketika itu kau punya keinginan yang cukup ganjil sekaligus indah: ingin membaca puisi di Lembah Kupu-Kupu. Kau mengaku tidak tahu di mana lembah itu berada. Dan aku curiga, jangan-jangan lembah itu hanya ada dan hidup di imajimu belaka. Tapi kau begitu getol ingin ke sana, membaca puisi saat matahari tenggelam, saat senja belum padam. Aku berjuang mati-matian menemu-
Sumber gambar: dyahpuspita.wordpress.com
kan Lembah Kupu-Kupu itu. Hingga akhirnya, sebulan setelah pertemuan pertama kita aku tahu di mana Lembah Kupu-Kupu itu berada. Cukup jauh memang. Dengan sepeda motor bututku bisa memakan waktu sepuluh jam. Berapa pun lamanya akan kutempuh. Makin tak sabar aku mengajakmu ke sana. Membayangkan ribuan kupukupu terbang mengitarimu yang berada dalam ketakziman membaca puisi. Aku pun menduga-duga puisi apa yang akan kau baca di sana. Namun kau selalu bilang: itu rahasia. Sebuah pagi yang dijanjikan tuhan. Aku telah siap dengan segala perbekalan. Semua kurangkum dalam sebuah ransel. Ada tenda kecil, khawatir kita kemalaman di sana. Ada pula beberapa bungkus mie instan, dua kaleng sarden dan beberapa potong parapin. Dengan dada yang lapang aku menuju rumahmu. Tapi saat kutanyakan alamatmu, aku disambut wajah bingung para tetangga. Mereka bilang tidak mengenalmu. Lantas saat kutunjukkan alamat, mereka mengatakan bahwa dulu memang ada sebuah rumah kecil di sana, tapi sekarang sudah berubah menjadi gereja. Kontan aku jatuh dalam keheranan. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Siapa kau sebenarnya? Di mana kau berada? Aku capai menerka-nerka. Rasanya aku seperti berada di ruangan asing dan terpisah dari duniaku sendiri.
Dan seperti digerakkan sebuah kekuatan aneh, aku memacu motorku ke Lembah Kupu-Kupu. Tepat saat matahari tenggelam, kubacakan sebuah puisi, mungkin untukmu. Bersamaan dengan itu berhembuslah angin dari timur. Menggoyang pucuk-pucuk haruku. Ribuan kupu-kupu keluar dari pepohonan, terbang mengitariku. Makin kencang kubaca puisi itu. kurasakan suaramu, seperti cahaya lembut, yang perlahan memeluk seluruh kesedihanku/ kau tahu, aku telah lama belajar dari air mata, yang selalu memahami seseorang yang dicintainya dengan cara menjatuhkan diri/ akan tiba saatnya, di malammalamku yang penuh kerisauan, suaramu akan menjelma jerit kijang yang terpanah jantungnya/ ya, pada saat itu aku pun tahu: ada yang lebih tajam dari pisau waktu, yakni rindu/ kesakitan memang terasa lebih pedih dalam ingatan/ mungkin itu, yang kelak kita sebut: kenangan Kertamukti, 31/8/2012 *Penulis adalah mahasiswa KPI-FIDKOM semester ganjil. Suka menyendiri di sudut balkon sambil minum kopi. Seorang laki-laki pemalu sekaligus pendiam.
RESENSI
Edisi XXI/September 2012
Buku
13
Mengkritisi Pemikiran Harun Nasution Kiky Achmad Rizqi Harun Nasution (Mantan Rektor IAIN Ciputat) adalah sosok pemikir muslim yang berupaya menjembatani distingsi (perbedaan) epistemologis antara wahyu di satu sisi dan akal di sisi lainnya, antara tradisi di satu sisi dan modernitas di sisi lainnya. Wahyu bagi Harun Nasution bukanlah sesuatu yang terpisah dari akal, sebaliknya keduanya saling mengisi dan saling menunjang. Di Indonesia ada kecenderungan, wahyu hanya dipahami dalam pengertian tradisi sebagai teks suci itu sendiri, bersifat mutlak dan mengandung segalanya. Konsekuensinya, umat Islam bukan hanya terjebak dalam pola hidup dan pola berpikir taqlidiyah, dogmatis atau juga konservatif tapi juga tidak meniscayakan ruang bagi akal untuk menafsirkan dan mengembangkan makna wahyu tersebut. Bagi Harun Nasution, ajaran islam yang murni berasal dari alQur’an hanya 5% sedangkan 95% lainnya adalah produk penafsiran manusia. Dengan sistem berfikir seperti ini ia tidak hanya ingin menegaskan bahwa akal memainkan peranan penting dalam islam, tetapi juga sekaligus menolak adanya anggapan bahwa islam itu hanya bersandar berdasarkan wahyu. Meskipun Harun Nasution telah berjasa besar dalam menggerakkan rasionalitas umat islam.
Buku ini bermaksud menjelaskan bagaimana interpretasi Harun Nasution mengenai nalar teologis Dari Nalar Tradisi, Modernitas, hingga Nalar dalam islam. Penulis melacak apa Kritis yang menjadi kata kunci dan penafsirannya, bagaimana implikasPenulis : Dr. H. Lukman S. Thahir, MA inya dalam diskursus teologi dan Penerbit: Pustaka Refleksi apakah ada ruang penafsiran baru Cetakan : Juli 2012 atas interpretasi tersebut. Dengan mengunakan referensi Isi : 318 halaman teori-teori sosial kritis, penulis ISBN : 978-979-3570-51-8 berusaha menggeser paradigma teologi islam yang bercorak nalar nitas Harun Nasu- tanpa menarik historitas wacana langit ke nalar bumi, nalar reproduktif ke nalar produktif, nalar tion meninggalkan tersebut dalam horizon kekinian. Ketiga, sisi kelemahan lain dari reformatif ke nalar transformatif berbagai problem. Pertama, jika nalar modernitas Harun adalah dan nalar intelektual ke nalar spirdilihat dari sudut pa- nalar teologinya yang bersifat itual. Pergeseran paradigma dedang teori fungsion- reformatif, dalam pengertian bu- mikian, dalam diskursus nalar teal-sosiologi, nalar kan hanya bersifat netral, objek- ologi islam menghasilkan sebuah modernitas Harun tif dan tidak memihak atau nalar nalar baru, yang menurut penulis Nasution masih san- yang hanya membuat dan men- disebut dengan “nalar-kritis” atau gat kental didomi- garahkan umat bisa beradaptasi teologi kritis. Buku ini merupakan karya nasi oleh nalar yang dengan sistem yang sudah diangbercorak transend- gap benar, dan berorientasi pada orisinil yang diangkat dari hasil ental-spekulatif. Dis- kepentingan elit kekuasaan, juga penelitian disertasi yang dipertakursus nalar seperti dianggap menindas dan bersifat hankan di UIN (dulu IAIN) Suini bersifat teologis eksploitatif, karena umat cend- nan Kalijaga Yogyakarta. Buku ini filosofis, dalam pengertian terlalu erung disalahkan atau dijadikan secara tajam mengkritisi titik terlemah mode of thought teologi issibuk dengan perdebatan dan wa- korban. Keempat, aspek terakhir dari lam klasik yang menjadi basis pecana yang bersifat ketuhanan tekelemahan nalar modernitas mikiran Harun Nasution sekaligus oritis. Kedua, Diskursus nalar moder- Harun adalah nalar yang berc- mencoba menawarkan paradigma nitas Harun dengan menggunakan orak intelektual semata. Nalar baru berteologi yang berbeda pendekatan hermeneutika Gad- demikian, tidak hanya mereduksi dengan apa yang digagas Harun amer, masih bersifat reproduktif. semangat ajaran islam yang unitif- Nasution. Buku ini menarik untuk Dengan kata lain Harun hanya integralistik, sekaligus memperli- dibaca dan dipelajari oleh peminat menafsirkan wacana teologi yang hatkan kelemahan akal dan keter- atau pengkaji studi-studi keislama di Indonesia. pernah terjadi pada masa klasik, batasan jangkauannya.
Judul : Kritik Islam Rasional Harun Nasution
Dalam hal ini, ia telah berperan sebagai lokomotif islam rasional di Indonesia, sehingga islam menjadi agama yang sejalan dengan tuntutan dan perkembangan modernitas. Namun, itu tidak berarti bahwa gagasan-gagasan tersebut tidak meniscayakan adanya ruang apresiasi-kritis, terutama jika dilihat dari tuntutan humanitas kontemporer. Di sini nalar moder-
Tanah Surga, Katanya: Nasionalis dan Ironis
Film
Aam Mariyamah Bukan lautan hanya kolam susu/ Kail dan jala cukup menghidupimu/ Tiada badai tiada topan kutemui/ Ikan dan udang menghampiri dirimu/ Orang bilang tanah kita tanah surga/ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman/ Orang bilang tanah kita tanah surga/ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Betapa indah dan kayanya Tanah Air Indonesia ketika digambarkan dalam setiap baris lirik lagu “Kolam Susu” milik Koes Plus. Lagu ini begitu pas dijadikan soundtrack film Tanah Surga, Katanya, yang berlatar di pelosok perbatasan Indonesia dan Malaysia. Film garapan sutradara Herwin Novianti ini berkisah tentang Salman yang mencari jati dirinya sebagai anak bangsa. Jiwa nasionalisnya tumbuh lantaran ditularkan dari Hasyim, kakek Salman. Dahulu, Hasyim adalah seorang pejuang 1965 yang mempertahankan kedaulatan Indonesia di tanah perbatasan. Tak serupa dengan anaknya, Haris, ayah Salman meninggalkan tanah air demi mengais rezeki ke negeri tetangga. “Tak ada yang bisa kita harapkan dari pemerin-
tah untuk menyejahterakan kehidupan kita. Di Malaysia hidup kita bisa enak. Mencari kerja juga gampang. Belum lama saya di sana, sudah punya toko sendiri. Apa lagi yang Ayah harapkan di sini?” ujar ayah Salman saat membujuk ayahnya agar ikut ke Malaysia. Dengan tegas, Hasyim mengatakan, “Aku berjuang di tanah perbatasan demi cintaku pada tanah air. Aku tidak akan meninggalkan bumi pertiwi apapun yang terjadi,” air mukanya keruh melihat anaknya pergi. Hasyim yang telah di batas usia
senja rela berpisah dengan anak dan cucunya demi menetap di tanah air. Untungnya, Salman, cucu laki-lakinya lebih memilih untuk ikut bersamanya dan tinggal bersama kakeknya di ‘gubuk’ negeri sendiri. Selain adegan nasionalis tadi, ada adegan lucu namun ironis, yakni ketika Anwar menyuruh siswa-siswa menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Gani, bocah tambun memimpin di depan kelas, “Ayo, kita tembangkan lagu kebangsaan kita!” ujarnya penuh semangat. Ia dan kawan-kawan pun serempak bernyanyi, “Bukan
lautan, hanya kolam susu/ Ikan dan Jala dapat menghidupimu…” Mendengar lagu itu, Anwar memerintahkan untuk menghentikan ‘paduan suara’ itu, “Bukan itu, tapi Indonesia Raya. Lagu kebangsaan negara kita, Republik Indonesia, serunya penuh heran.” “Ah, kite lupa. Sudah satu tahun sekolah ini tutup, jadi kita lama tak nyanyikan lagu itu,” jawab Gani yang menjadi kawan dekat Salman. Memang ironi jika identitas bangsa sendiri terlupakan. Keheranan itu memang bukanlah yang pertama dirasakan Anwar. Suatu kali ia baru datang
Judul: Tanah Surga Katanya Sutradara: Herwin Novianto Dirilis: 15 Agustus 2012 Pemain: Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, Andre Dimas Apri
ke rumah kepala desa. Si Gendut membantu membawakan barang bawaannya. Saat Si Gendut diberi uang kertas lima puluh ribuan, ia terhenyak. “Hah, uang palsu ini!” kilahnya kaget. “Hei, ini uang lima puluh ribu. Ini asli uang Indonesia,” tukasnya tak kalah kaget. Datanglah Astuti, guru yang dipindahtugaskan dari Jakarta ke daerah perbatasan. Ditukarlah uang itu dengan pecahan ringgit. “Di sini kite gunakan ringgit sebagai mata uang,” paparnya. “Ini tanah Indonesia kan? Kenapa pakai ringgit?” Wanita berparas cantik itu menjelaskan lagi mengapa di sana menggunakan ringgit bukan rupiah. “Jadi, karena masyarakat di sini melakukan perdagangan dengan Malaysia. Kita pakailah ringgit,” jelasnya. Film yang diproduseri Deddy Mizwar ini jelas sarat dengan sentilan-sentilan kepada pemerintah. Pemerintah harus lebih memerhatikan pemerataan kesejahteraan hingga ke pelosok-pelosok negeri, memerhatikan pendidikan, dan mensosialisasikan identitas bangsa. Tujuannya satu, agar Indonesia senantiasa dalam persatuan dan kesatuan. Film ini merupakan salah satu dari karya anak bangsa yang sayang jika dilewatkan. Sangat nasionalis juga menghibur. Dapat ditonton oleh segala usia.
14 SENI BUDAYA
Edisi XXI/September 2012
Emosi Jakarta dalam Lukisan Ahmad Syahri Muji Hastuti Banyak cara dalam mengutarakan perasaan. Salah seorang seniman yang biasa disebut pelukis otodidak, Achmad Syahri, biasa mengutarakan perasaanya melalui kanvas kosong yang kemudian ia warnai dengan cat warna ataupun cat minyak. Setelah itu, Syahri memajang satu persatu lukisannya untuk dipamerkan kepada pengunjung. Bertempat di Galeri Cipta III Taman Ismail (TIM), lukisannya terpajang rapih di ruang bertingkat dua. Karya yang ia lahirkan merupakan bentuk luapan emosi dan perasaannya. Mulai dari kegundahan, kesedihan, serta kesenangan. Menurutnya, dengan melukis dan mengadakan pameran, merupakan salah satu cara dalam berinteraksi dengan orang lain. Kepiawaiannya dalam melukis, menghasilkan sebuah karya lukisan unik, bukanlah hasil dari belajar pendidikan formal. Ia mengakui, karya yang dihasilkan saat ini, diraihnya melalui belajar secara otodidak, yakni bebas. Karya lukisan yang kini banyak dikagumi pengunjung, merupakan buah dari kemauan serta kemampuan. Ketika melihat hasil lukisannya, Syahri terkadang tercengang, karena saat ia memilih warna, hanya menggunakan perasaan. Meski begitu, hasil lukisan yang dibuatnya menjadi lukisan yang luar biasa. Dalam pameran kali ini, ia pun menggunakan warna-warna cat yang
APRIL/INSTITUT
Beberapa pengunjung sedang melihat-lihat lukisan karya Achmad Syahri di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Selasa (11/9).
sudah disiapkan, seperti hijau, coklat, kuning, merah, hitam, dan biru. Dalam liukan kuasnya, Syahri mencoba menampilkan perasaannya. Tanpa ia sadari, latar belakang sangat mempengaruhi gambar yang ia lahirkan. Pelukis otodidak sudah lama tinggal di Kota Jakarta, mencoba menampilkan kondisi Jakarta yang luar biasa dinamis. Banyaknya lukisan terpampang di dinding, seperti lukisan yang berjudul Dini Hari, Taman Kota, dan Ketika Malam, menunjukan kondisi Jakarta. 30 tahun sudah hidupnya
dilalui dengan menggeluti dunia seni. Namun tak ayal, ia pun pernah merasakan jatuh serta bangun dalam berkarya. Sehingga, untuk mengukur keberhasilannya dalam berkarya, biasanya dengan mengadakan pameran. Pameran lukis ke-6 yang dilaksanakan pada 1-13 September 2012, dari pukul 10.00-21.00 WIB, di Taman Ismail Marzuki (TIM) berlangsung ramai. Banyaknya pengunjung diketahui ketika daftar tamu mencapai 635 orang dalam seminggu. Antusias pengunjung pun terlihat ketika mereka tersenyum sembari memperhatikan dan menunjuk
lukisan yang ada di depan mata mereka. “Lukisan ini memiliki pola-pola yang menarik, sehingga terlihat lebih hidup,” papar salah seorang pengunjung, Robin (25), kepada teman sebelahnya. Berbeda dengan pameran yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Menurut pelukis otodidak ini, pameran pertama sampai kelima tidaklah terlalu ramai. Tempat yang tidak strategis, menjadi salah satu faktor kendala para pengunjung, sehingga pameran tersebut tidak terlalu ramai. Lukisan dipamerkan kepada pengunjung, bukanlah sekadar
lukisan biasa, karena menurut Robin, terdapat makna tersirat yang tidak mudah dipahami pengunjung. Meskipun lukisan tersebut terlihat abstrak, namun tetap memiliki bentuk. Salah satunya, seperti lukisan berukuran 90x150 cm, dibuat pada tahun 2010. Banyaknya gambar wajah tak beraturan, serta bibir yang diberi warna merah pekat, biru muda, dan hitam, menunjukan bahwa kala itu adalah waktu ketika malam. Lain halnya dengan Robin, Syahril menuturkan, lukisannya tidaklah abstrak, karena gambar yang berada di atas kanvas itu masih memiliki bentuk dan bisa di tafsirkan pengunjung. “Meski representatif orang berbedabeda, saya yakin, pengunjung yang datang kemari bisa memaknai lukisan tersebut,” tuturnya dengan tersenyum. Tak hanya itu, lukisan berukuran 100x100 cm ini, dibuat pada tahun 2010 telah menarik beberapa pengunjung. Warna yang tak beraturan, namun memiliki bentuk, seperti matahari terlihat sedikit gelap, serta kepadatan pada warna tertentu, menjelaskan bahwa gambar tersebut menunjukan waktu dini hari. Lukisan yang sudah dihasilkan Syahri, tercipta karena dua alasan. Pertama, seni lukis adalah semangat hidup yang mesti ia tumbuhkan. Kedua, karena kehidupan adalah dinamika, maka di situ keberadaan bersamanya.
Foto Pilihan Ibnu Muhammad Mahasiswa Akidah Filsafat Semester V
Seorang penjahit memproduksi bendera merah putih dalam rangka menyambut dirgahayu RI ke-67 di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (12/8). Jumlah produksi bendera merah putih yang dipasarkan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena hari raya Idul Fitri yang hanya berselang dua hari. Namun tetap ada berkah tersendiri pada HUT RI di bulan Ramadhan kali ini
Tema Foto Selanjutnya
“Parkir” Kirim foto Anda ke lpm.institut@yahoo.com untuk dipamerkan di rubrik Tustel, foto dalam format JPEG beserta narasinya.
TEKNO
Edisi XXI/September 2012
Per pustakaannya Perpustakaan, LOL Ade Rifaldi*
S
eiring dengan persaingan dalam era globalisasi saat ini, setiap bangsa dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang sudah seharusnya mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam era tersebut. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki penguasaan luas akan ilmu pengetahuan dan hal ini harus dimulai sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Penguasaan yang luas akan ilmu pengetahuan merupakan salah satu modal penting untuk dapat bersaing dan tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa-masa pendidikan tersebut kegiatan membaca buku menjadi hal penting yang perlu mendapatkan perhatian. Faktanya, di luar sana perkembangan ilmu
pengetahuan semakin hari semakin cepat sementara kurikulum dan silabus pendidikan belum mampu mengimbangi perkembangan tersebut. Artinya, seluruh komponen yang terlibat dalam pendidikan mulai dari orang tua, guru, masyarakat, pemerintah, pelajar, dan pihakpihak terkait lainnya harus banyak menggali ilmu pengetahuan dengan membaca buku yang menjadi simbol jendela dunia agar bangsa ini tetap dapat mengikuti cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Sementara itu, Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke 57 dari 65 negara di dunia dalam hal membaca. Pada edukasi.kompas.com tertulis, “Tahun 2011 produksi buku di Indonesia hanya sekitar 20.000 judul buku. Jika dibandingkan dengan populasi penduduk Indonesia yang telah mencapai angka 240 juta jiwa, artinya 1 buku
dibaca oleh 80.000 orang. Angka ini tidak masuk akal.” Hal yang lebih tidak masuk akal lagi adalah data CSM (Center for Systems Management) tentang perbandingan jumlah buku yang wajib dibaca oleh siswa SMA di 13 negara termasuk Indonesia. Amerika serikat mewajibkan siswa SMA di negaranya membaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei Darussalam 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku. Selain itu, kurangnya kesadaran orang-orang untuk membeli buku juga menjadi salah satu penyebab rendahnya minat baca. Salah satu solusi yang tepat untuk menanggapi hal tersebut adalah menyediakan mereka tempat membaca, yaitu perpustakaan. Solusi ini sudah dilakukan, hanya saja kurang optimal karena banyak dari kita sendiri yang belum mengetahui informasi mengenai perpustakaan-perpustakaan yang ada di sekitar kita. Terbukti melalui kuisioner yang kami sebarkan kepada 100 responden, 89% mengatakan hanya mengetahui kurang dari 10 perpustakaan yang terdapat di wilayah Jakarta. Padahal berdasarkan data Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jakarta, terdapat sekitar ± 4.834 perpustakaan di Jakarta. Kurang baiknya kualitas beberapa perpustakaan yang ada, mulai dari koleksi buku yang kurang lengkap, fasilitas yang kurang nyaman, sampai pelayanan yang kurang ramah juga kerap menurunkan hasrat orang-orang untuk datang dan membaca di perpustakaan. Akan tetapi, tidak
semua perpustakaan seperti itu, masih banyak perpustakaan-perpustakaan yang dapat memenuhi kebutuhan membaca dengan baik, hanya saja orang-orang belum mengetahuinya. Oleh karena itu, kami membangun sebuah aplikasi mobile (Android) yang kami beri nama Library of Library, disingkat LOL. LOL adalah aplikasi yang memberikan informasi tentang perpustakaan-perpustakaan terdekat yang ada di sekitar kita mulai dari lokasi, alamat, jarak, rute, koleksi buku, dan hal-hal lain. Informasi-informasi tersebut dimaksudkan guna mempermudah masyarakat Indonesia dalam menemukan perpustakaan yang tepat bagi kebutuhan
15
membacanya. Selain itu, juga untuk meningkatkan minat baca masyarakat dengan memfasilitasi kemudahan pencarian informasi mengenai perpustakaan dan koleksi bukunya agar masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang memiliki penguasaan luas akan ilmu pengetahuan. Sehingga, bangsa ini tidak hanya menjadi bangsa penonton panggung persaingan pada era globalisasi ini tapi juga menjadi bangsa yang terlibat sebagai agen-agen perubahan dan menuju kepada kemandirian. *Penulis adalah Mahasiswa Teknik Informatika
Rubrik Tekno bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (HIMTI) UIN Jakarta
Sambungan.... Tata Kelola Dana Keuangan Mahasiswa Ganjil Fahad kini mencoba membangun generasi yang kuat. Menanggapi hal tersebut, Pembantu Rektor (Purek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bakhtiar, tidak tahu-menahu mengenai kebijakan keuangan mahasiswa. Itu semua urusan pihak kemahasiswaan, karena ia hanya juru bayar. “Yang penting kegiatan lancar,” tuturnya. Jika dana mahasiswa ada yang dialihkan, itu pun untuk subsidi silang. Subsidi dilakukan agar tidak terjadi defisit pada salah satu anggaran keuangan di UIN Jakarta. Amsal mencontohkan, Rumah Sakit UIN yang selalu melebihi dari anggaran yang ditentukan. Itu sebabnya pengalihan dana perlu dilakukan. Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa trans-paransi dana keuangan sudah jelas. Pembantu Dekan (Pudek) pun sudah diberikan pemberitahuan
mengenai pembagian dana mahasiswa. Itu berarti, tugas pudek yang memberitahukan kepada BEM-nya masing-masing. Bagi Masruri, saat kongres beberapa tahun lalu, dana keuangan sangat berantakan. Itu disebabkan, seluruh dana mahasiswa yang ada dipercayakan seutuhnya saat kongres. Tidak heran jika dana Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mencapai Rp50 juta. “Jadi Pak Amsal kewalahan sebenarnya dengan budget dana itu,” tuturnya, Kamis (13/9). Oleh sebab itu, Masruri ingin membenahi sistem keuangan yang ada. Ia ingin memilah-milah dana kemahasiswaan agar tidak untuk UKM dan BEM semata. Menurutnya masih ada lagi kegiatan lain, seperti delegasi dari universitas. “Seakan-akan uang kemahasiswaan murni untuk mereka (BEM dan UKM),” jelasnya. Kalau dibandingkan dengan UIN lain, UIN Jakarta termaksuk
paling besar. “UIN Malang saja Rp11 juta, UIN Sunan Kalijaga di bawah Rp15 juta,” tuturnya. Setelah diusut, Masruri menemukan bahwa keuangan mahasiswa di universitas tersebut tidak hanya untuk BEM dan UKM. Masruri menjelaskan, jika terjadi penyelewengan, pasti terlacak oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Ia menambahkan, alasan dana mahasiswa disamakan dengan tahun sebelumnya, agar dana mahasiswa dikelola secara apik. Peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia, Yusar Sagara, pun menganggap laporan keuangan di UIN Jakarta sudah baik. Ia menuturkan, setiap tahun UIN Jakarta diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jadi, kalau terjadi penyelewengan, pasti cepat diketahui. Yusar memaparkan, mahasiswa bisa saja meminta laporan keuangan yang ada di UIN Jakarta. Tapi kepentingannya mem-
inta laporan tersebut harus jelas. “Misalnya mengajukan surat kepada rektor, karena merupakan akuntabilitas publik,” jelasnya, Jumat (7/9). Kalau saja mahasiswa ingin melihat laporan keuangan, bisa lihat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Tapi laporan tersebut merupakan rincian secara keseluruhan. “Karena universitas yang menggunakan Badan Layanan Umum (BLU), seperti Universitas Diponegoro dan Universitas Padjadjaran belum mempublikasikannya,” paparnya. Menurut Ayip, jika ingin membicarakan masalah transparansi, harus dihitung terlebih dahulu mahasiswa aktif. Jumlah mahasiswa dikalikan dengan uang yang diwajibkan kepada mahasiswa. Kemudian, komparasikan pengalihan dana keuangan tersebut. “Nanti dicocokan, kalau tidak sama, ya berarti ada yang nyeleweng,” tegasnya.
Birokrasi yang panjang Proses mencairkan dana begitu lama. Itulah yang disampaikan Kasubbag Keuangan, Rahmawati Kartini. Prosedur yang harus dilalui salah satunya harus mendapatkan tanda tangan dari purek bidang Kemahasiswaan. “Kalau nggak ada satu, nggak jalan (proses pencairannya),” tuturnya. Bagi Fahad, birokrasi seperti itu sangat merepotkan. “Belum lagi jika Pak Ja’far (Kabag Kemahasiswaan) ke luar kota,” keluhnya. Masih banyak kegiatan yang harus dilakukan selain mencairkan dana. Namun, jika tidak ada dana maka kegiatan pun tak terlaksana. Menurut Ayip, birokrasi seperti itu bagus. Prosedur pengambilan dana yang sistematis itu penting. Jangan dibiasakan mengadakan kegiatan mahasiswa yang suka dadakan. “Gue pribadi setuju saja birokrasi seperti itu,” tegasnya.
16 IKLAN
Edisi XXI/September 2012
Masang iklan? Siapa takut!!!
Hub. 085781157788