Edisi XXXVIII / September 2015 Laporan utama
Sistem Lemah, Kontribusi Rendah
Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com
Laporan khusus
Terbit 16 Halaman
wawancara
UIN Jakarta Tak Tegas Tangani Plagiarisme
Hal. 2
Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311
‘Tambal Sulam’ Sistem KKN
Hal. 4
LPM INSTITUT - UIN JAKARTA
Hal. 11
@lpminstitut
www.lpminstitut.com
Dana KKN Milik Siapa? Arini Nurfadilah Dana yang diterima kelompok KKN reguler tidak merata. Lama menanti, mahasiswa terpaksa rogoh kocek pribadi. Sudah hampir tiga minggu, Acep Sabiq Abdul Aziz mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) reguler. Namun, mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU) ini tak kunjung mendapat bantuan dana sepeser pun. Padahal, sejak awal pertemuan, Sabiq dan teman-teman sekelompoknya selalu menanyakan kapan mereka akan menerima dana. Hingga KKN berakhir, dana itu tak mereka dapatkan. “Dosen pembimbing (dospem) KKN kami hanya menjawab bahwa dana tersebut bukan dana untuk mahasiswa,” kata Sabiq, Minggu (20/9). Walhasil, Sabiq dan teman-temannya harus mengeluarkan dana sebesar Rp1 juta perindividu untuk menutupi kekurangan biaya selama pelaksanaan program kerja (proker) KKN. Tak hanya Sabiq, mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Faqih Alhaq bersama teman-temannya juga menggunakan dana pribadi selama menjalankan program KKN. Masing-masing dari mereka harus mengeluarkan Rp600 ribu untuk menyelesaikan proker kelompoknya. Sebenarnya, lanjut Faqih, kelompoknya mendapat dana Rp750 ribu yang diakui sebagai dana pribadi dospem. Faqih pun meminta dana KKN yang diberikan PPM kepada dospem kelompoknya. Namun, dospemnya mengatakan, dana dari PPM hanya pengabdian untuk dosen bukan mahasiswa. “Kami sudah seperti KKN mandiri karena pakai uang sendiri,” ucap
Faqih, Kamis (24/9). Lain lagi dengan Muhammad Faruq. Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu mengatakan, ia dan teman-temannya mendapat dana senilai Rp4 juta dari dospem. Padahal, kelompoknya sudah menghabiskan dana Rp12 juta untuk proker mereka. “Kelompok kami (Sukadiri) dapat Rp4 juta karena dospem kami hanya memberikan dana untuk proker fisik,” ujar Faruq, Rabu (23/9). Berkenaan dengan keluhan mahasiswa, salah satu dospem KKN, Yon Girie mengaku, tak memberikan dana pada kelompok KKN bimbingannya karena tak ada komunikasi yang baik dari mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa bimbingannya tak pernah berkoordinasi terkait proker dan perencanaan anggaran. Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini mengaku kecewa dengan sikap kelompok KKN bimbingannya. “Saya tidak pernah bertemu mahasiswa seperti itu sebelumnya. Tak beretika,” ujar Yon saat dijumpai di ruangan nya, Rabu (23/9). Sebagai mahasiswa yang sedang KKN, sambung Yon, mestinya mahasiswa menyiapkan dana untuk melaksanakan proker mereka. “Tidak seperti kelompok KKN bimbingan saya yang tak memiliki dana sama sekali, seolah-olah saya harus membiayai semuanya,” kata Yon. Salah satu dospem KKN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Hartana beralasan lain. Ia mengatakan, setengah dari Rp10 juta yang diberikan PPM akan digunakan sebagai dana pengabdian kelompok dosen di tingkat
fakultas. “Jika dospem memberikan dana pada kelompok KKN, itu hanya karena kebaikan hati sang dospem,” jelas Hartana, Selasa (25/8). Ia menambahkan, dana dari PPM tersebut akan digunakan untuk pengabdian dosen di luar daerah KKN. Namun, sampai saat ini, ia belum tahu di mana dan kapan akan melakukan pengabdian. “Saya belum tahu bentuk pengabdiannya,” kata Hartana saat diwawancara via telepon, Kamis (24/9). Ketua PPM, Djaka Badrayana, mengakui ketidakmerataan dana yang diterima kelompok KKN. Katanya, sistem pembagian dana KKN tahun ini masih sama dengan tahun lalu dan belum memiliki ketentuan dana. “Saya baru menjabat Maret lalu, sistem terkait dana hanya melanjutkan sistem tahun kemarin,” jelas Djaka. Djaka menjelaskan, uang sejumlah Rp10 juta yang telah dianggarkan merupakan dana untuk dospem melakukan pengabdian yang bekerjasama dengan mahasiswa. “PPM memang tak memberikan aturan bagaimana pembagian dana antar dospem dan mahasiswa,” kata Djaka saat ditemui di ruangannya, Rabu (16/9). Berdasarkan anggaran dana yang diajukan oleh Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) ke Biro Perencanaan dan Keuangan (BPK), tahun ini, dana Pengabdian pada Masyarakat oleh Dosen (PpMD) untuk KKN dianggarkan Bersambung ke hal. 15 kol. 2
Laporan Utama
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
Dok. Pribadi
Sistem Lemah, Kontribusi Rendah
Beberapa mahasiswa UIN Jakarta yang tergabung dalam kelompok KKN Pergerakan Mahasiswa untuk Daerah (Pemuda) bersama warga desa tengah bergotong royong membangun sumur warga di Desa Sirna Galih, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/9). Kegiatan tersebut merupakan salah satu proker KKN Pemuda.
Yasir Arafat Sebagian dospem KKN UIN Jakarta tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal. Tidak ada aturan soal itu. Demi membantu dan mendukung kinerja mahasiswa dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2015, Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, memfasilitasi tiap kelompok KKN dengan dosen pembimbing (dospem). Alih-alih memberi pengarahan dan saran pengawasan, beberapa dospem justru dinilai lalai dan acuh terhadap kelompok KKN. Hal demikian dirasakan Zaini Tafrikhan yang tergabung dalam kelompok KKN Unggul, yang berlokasi di Desa Sukamahi, Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mahasiswa Tafsir Hadist (TH) itu tidak merasakan kontribusi berarti dari dospem KKN-nya. Selama berjalannya KKN, kata Zaini, dospemnya tidak pernah menanyakan progres program kerja (proker). Zaini juga merasakan komunikasi yang tidak berjalan baik dengan dospem. “Boroboro diperhatiin. Sekarang, sms dan telpon aja gak dibalas,” ujar Zaini, Kamis (24/9). Dari total tiga kali kehadiran yang harus dipenuhi, dospem KKN-nya hanya hadir dua kali selama satu bulan KKN. Zaini ingat, pada kedatangan pertama, dospem bahkan meminta empat tanda kehadiran sekaligus. Zaini juga menyesalkan saat dospemnya malah berniat mengadakan ujian tulis sebagai bahan penilaian kepada semua anggota kelompok. “Kalau mau tau kerja kami, langsung tanya masyarakat. Bukan dengan ujian tulis,” tegas Zaini. KKN Cerdas Menata Masyarakat (Cetar) di Desa Ciaruteun, Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat, pun bernasib serupa. Salah satu anggota KKN Cetar, Agung Arabian menuturkan, mulai dari pra sampai pasca KKN, dospem
tak pernah membicarakan proker, menanyakan kondisi, apalagi mengawasi kelompoknya. Terlebih di pertengahan KKN, dospem malah mendadak meminta kelompok mengadakan seminar munakahat. “Walau mendadak, mau gak mau seminar harus terlaksana,” tuturnya, Kamis, (24/9). Agung bercerita, ketua kelompoknya bahkan sempat diminta menandatangani dua buah kwitansi kosong bermaterai. Saat di tanya, dospem hanya menjawab, “Sudah tanda tangan saja. Buat apanya kalian gak perlu tau.” terang Agung. Mulanya kelompoknya tak setuju, namun khawatir bila tidak dituruti akan mempengaruhi nilai, walhasil, Ketua KKN Cetar terpaksa manandatangani kwitansi tersebut. Menanggapi hal itu, Ketua PPM, Djaka Badrayana mengakui, masih ada kekurangan dalam pelaksanaan KKN 2015, terutama soal dana dan dospem. Tidak adanya seleksi bagi dospem, kata Djaka, merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Lebih lagi, sejauh ini PPM juga belum mempunyai peraturan tertulis mengenai hak dan kewajiban dospem. “Fatal jadinya kalau KKN terus pakai sistem seperti ini,” ungkapnya, Selasa (8/9). Saat agenda pembekalan bagi dospem yang diselenggarakan PPM beberapa hari sebelum pelaksanaan KKN, hanya 90 dospem yang menghadiri pembekalan dari total 160 dospem. Hingga lebih minggu pasca pelaksanaan KKN, PPM total menerima lima laporan dari mahasiswa terkait kasus dospem. Tambah Djaka, PPM selanjutnya berencana mengeva luasi sistem KKN yang sudah ada. Sementara bagi dosen yang dinilai bermasalah, PPM,
kata Djaka, akan masuk catatan dan bisa jadi dihilangkan dari daftar dospem di KKN tahun mendatang. Berbeda dengan dua kelompok sebelum nya, ketua KKN Bhakti Bangsa, di Desa Pasir Nangka, Tangerang, Ahmad Rifa’i terkesan dengan kinerja dospem kelompoknya. Walau dospem sering pergi keluar kota, ia tak kesulitan untuk berkomunikasi. Rancangan proker pun tak lepas dari arahan dospem. “Cukup efektif walau ha nya via tepon seluler,” ujarnya, Rabu, (23/9). Salah satu dospem dari Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Muhammad Yusuf mengatakan, pertemuan pertamanya dengan kelompok KKN, selain perkenalan juga membicarakan proker. Ia pun memberikan beberapa arahan dan masukan agar kegiatan mahasiswa di tempat KKN lebih efektif dan produktif. Terlebih, saat pelaksanaan KKN, ia sesekali memberikan alternatif solusi bila ada proker yang belum terlaksana. Sebulan pelaksanaan KKN, pembimbingan tetap berjalan walau Yusuf tak selalu berada di tempat KKN. Sewaktu kelompok KKN bim bingannya ingin menjalankan program penyuluhan, ia juga yang menyediakan narasumber untuk kegiatan penyuluhan narkoba, AIDS dan isbat nikah. ”Meski sibuk, kan masih bisa ngebimbing lewat sms, whatsapp, atau email,” jelasnya, Rabu, (23/9). Berdasarkan survei kehadiran dospem KKN yang dilakukan divisi Litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Jakarta, dari 80 responden (ketua kelompok KKN) 38 % dos pem kurang dari tiga kali mengunjungi desa kelompok KKN, sedangkan 62 % dospem tiga kali mengunjungi desa kelompok KKN.
2
Salam Redaksi Salam sejahtera pembaca sekalian! Setelah menikmati libur panjang di musim kemarau ini kami kembali hadir ke hadapan pembaca sekalian. Bulan Ramadhan dan Idul Fitri bahkan Idul Adha yang sudah dilewati kemarin semoga menjadi berkah tersendiri bagi kita bersama. Begitu pula dengan hadirnya Tabloid Institut edisi ke 38 ini dapat menjadi berkah tersendiri bagi pembaca sekalian. Meski dalam tiga bulan ini Tabloid Institut tak terbit, kami tetap berkarya lewat portal www. lpminstitut.com. Selain itu, saat OPAK kemarin pun kami menerbitkan News Letter yang beritanya ditulis oleh Calon Anggota (Caang) yang baru saja kami lantik pada bulan Agustus kemarin. Kami harap dengan tetap adanya karya kami setiap hari dapat membuat pembaca sekalian untuk terus mengingat kami. Tabloid edisi kali ini memiliki tema besar mengenai Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan bulan Agustus hingga September lalu. KKN yang merupakan salah satu program pengabdian kepada masyrakat tahun ini kembali menuai beberapa persoalan. Mulai dari tak meratanya oembagian dana hingga sistem yang masih belum jelas. Pada headline kali ini kami mengupas keluhan mahasiswa yang merasa kekurangan dana saat melaksanakan KKN. Dana sebesar Rp10 juta yang digelontorkan Pusat Pengabdian Masyrakat (PPM) melalui dospem pembimbing KKN menjadi rebutan antar dosen dan mahasiswa. Tak jelas hak siapa dana tersebut sebenarnya. Tak hanya headline, laporan utama kami pun masih menyajikan permasalah lain KKN. Kali ini, kinerja dosen pembimbing yang tak maksimal menjadi topik utamanya. Selama KKN, seharusnya mahasiswa secara penuh dibimbing oleh dosen pembimbing yang sudah ditentukan namun, di lapangan ada dosen yang bahkan tak mengunjungi mahasiswanya ke tempat KKN. Selanjutnya, pada laporan utama kedua kami menyajikan berita terkait program terbaru di Jurusan Manajemen Pendidikan (MP), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) yaitu PKMP. Dalam berita ini program PKMP yang terbilang anyar ini terkesan dilaksanakan terburuburu. Hal ini menyebabkan beberapa keluhan dari mahasiswa. Selesai dengan persoalaan KKN, kami pun menyajikan laporan terkait kampus UIN Jakarta yang rawan plagiasi pada rubrik laporan khusus. Sampai saat ini, ternyata kampus tercinta ini masih belum memiliki regulasi yang jelas terkait penanganan plagiat. Sedangkan, laporan khusus lainnya adalah tulisan mengenai akreditasi beberapa jurusan di UIN Jakarta yang fasilitasnya tak sepadan. Edisi 38 ini juga menyajikan laporan seni budaya yang sedikit berbeda karena membahas mengenai pameran seni yang dikolaborasikan dengan penelitian ilmiah. Hal ini, merupakan suatu warna yang baru dalam rubrik seni budaya yang biasanya menyajikan pementasan berupa teater atau tari. Dalam proses pembuatan tabloid ini banyak hal yang kami lewati. Suka, duka, bahagia, dan amarah pun menjadi hal yang akan selalu kami ingat nantinya. Berbagai konflik dari luar dan dalam organisasi pun kami alami. Namun, kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi pembaca sekalian. Akhirnya, kami selalu berharap kerja keras kami ini dapat dinikmati dan bermanfaat bagi pembaca sekalian. Semoga kita semua selalu menjadi insan yang lebih baik lagi ke depannya. Teruslah asah nalar kritis dan saling mengingatkan demi kebaikan. Selamat membaca!
Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris & Bendahara Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online & Web Master: Syah Rizal | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul Hakim Anggota: Aci Sutanti, Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Koordinator Liputan: Arini Nurfadilah | Reporter: Aci Sutanti, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Editor: Adi Nugroho, Erika Hidayanti, Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Syah Rizal, Thohirin | Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Syah Rizal, Ika Puspitasari | Ilustrator: Syah Rizal, Jeannita Kirana, Yasir Arafat | Karikaturis: Ika Puspitasari | Editor Bahasa: Nur Hamidah, Arini Nurfadilah, M. Rizky Rakhmansyah Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 08978325188 | Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~
Laporan Utama
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
3
Dok. Pribadi
Buru-Buru Program Baru
Mahasiswa MP, FITK sedang melakukan kegiatan Jumat Ceria (Jumcer) di SDN 3 Cimarga, Kecamatan Cimarga Kabupaten Banten, Jumat (14/8). Kegiatan tersebut diadakan oleh kelompok 6 dalam program Praktik Kerja Manajemen Pendidikan (PKMP).
Aci Sutanti Persiapan PKMP terkesan tergesa-gesa. Program yang sudah lama dicanangkan ini pun masih belum berjalan optimal. Dianggap bisa menjawab keluhan mahasiswa mengenai Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) yang kurang efektif bagi Program Studi (Prodi) Manajemen Pendidikan (MP), pelaksanaan Praktik Kerja Manajemen Pendidikan (PKMP) malah dinilai kurang maksimal oleh sebagian mahasiswa. Hal itu diungkapkan Ketua PKMP 2015, Wahidin, Kamis (24/9). Menurutnya, PKMP yang dilaksanakan Agustus lalu, kurang bisa mengatasi masalah di sekolah secara
keseluruhan. Selain itu, perencanaan program mahasiswa tidak sepenuhnya terlaksana. “Seharusnya, mahasiswa MP bisa memahami permasalahan di sekolah lebih baik lagi,” ungkapnya. Salah satu mahasiswa peserta PKMP, Agung Wahyu Saputra menuturkan, mulanya ia resah saat ia bersama teman-teman angkatannya menjadi angkatan pertama untuk menjalani program percobaan tersebut. Apalagi, saat ia juga baru menerima modul PKMP dari panitia hanya dua hari sebelum pelaksanaan.
Hal ini, kata Agung, berpengaruh terhadap kinerja mahasiswa, baik segi pemahaman maupun penguasaan. Walau begitu, Agung menyatakan, dirinya lebih memilih PKMP dibaning PPKT. Selain karena waktu pelaksanaannya yang lebih singkat, ia bisa lebih fokus dalam manajemen sekolah daripada mengajar. Namun, menurut Agung, PKMP akan lebih optimal jika diberlakukan tahun depan kepada mahasiswa angkatan 2013/2014. PKMP merupakan program baru di Prodi MP yang fokus menangani
masalah manajemen sekolah; mutu pendidikan, sarana prasarana, tenaga pendidik, Sistem Informasi Manajemen (SIM), dan manajemen perpustakaan. Wacana PKMP sebenarnya sudah lama dicanangkan jurusan dalam rapat fakultas. Namun, program baru bagi Prodi MP tersebut baru dapat dilaksanakan tahun ini. Saat awal program ini diumumkan Mei lalu, PKMP memiliki 0 (nol) Sistem Kredit Semester (SKS) dan bersifat tidak wajib bagi mahasiswa semester enam. Sehingga tercatat setidaknya hanya 60% dari 70 mahasiswa Prodi MP semester 6 yang akan mengikuti program baru tersebut. Di samping, waktu pelaksanaan yang bertepatan dengan masa libur semester dan memakai anggaran pribadi. Oleh karenanya, pada akhir Mei lalu, pihak pihak prodi kemudian menggelar audiensi bersama mahasiswa MP untuk membahas manfaat PKMP dan rencana membebankan 3 SKS dalam program tersebut. Walhasil, beberapa hari sebelum pemberangkatan, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Laboratorium Fakultas Imu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) mengesahkan PKMP dengan bobot 3 SKS. Di saat yang sama, pihak prodi juga menyepakati jumlah dana iuran yang harus dikeluarkan mahasiswa sebesar Rp750 ribu per orang. Uang itu digunakan untuk akomodasi dan kegiatan di sekolah selama pelaksanaan PKMP karena fakultas tidak menganggarkan dana untuk kegiatan tersebut. Kepala UPT Laboratorium FITK, Ahmad Royani mengakui, pelaksanaan PKMP memang terkesan dadakan karena ini merupakan program pertama di FITK. PKMP juga belum memiliki buku pedoman yang seharusnya mengatur jalannya program tersebut. “Seharusnya kan kalau jalanin program ada buku pedomannya, biar ada pakem yang ngatur,” jelasnya.
PKMP Sekaligus Penelitian Dosen Tahun ini, PKMP diadakan di Kecamatan Cimarga, Banten pada Agustus 2015 selama satu bulan. Di sana, mahasiswa dan dosen melakukan pengabdian kepada masyarakat, mempelajari sistem administrasi di sekolah, serta meneliti manajemen sekolah dan perpustakaan. Tiga poin ini merupakan bentuk dari tri dharma perguruan tinggi yang dilakukan sivitas akademika. Dalam PKMP kali ini, mahasiswa melakukan dua jenis penelitian. Penelitian manajemen sekolah yang dilakukan oleh setiap kelompok dan manajemen perpustakaan yang dikerjakan bersama dosen. “Mahasiswa mengolah data, sedangkan dosen membantu analisis penelitian serta berperan sebagai pengarah dan pembimbing,” ujar Agung. Koordinator Pelaksana PKMP 2015, Tri Harjawati mengatakan, hasil penelitian dosen bersama mahasiswa mendapat poin yang besar dalam pengisian Beban Kerja Dosen (BKD) untuk mendapatkan dana sertifikasi. Selain itu, tambah Tri, penelitian tersebut dapat mempertahankan akreditasi jurusan MP untuk lima tahun ke depan. Pasalnya, untuk membuat akreditasi jurusan menjadi baik, jurusan tersebut harus memperbanyak penelitian dan jurnal. Di sisi lain, Kepala Prodi (Kaprodi) MP, Hasyim Asyari menuturkan, penelitian mengenai manajemen perpustakaan merupakan kerjasama antara dosen dan mahasiswa. Namun, dalam praktiknya, kata Hasyim, dosen lebih dominan. Dengan adanya PKMP ini, ia berharap dapat menghasilkan empat produk: pengabdian masyarakat dari dosen dan atau mahasiswa, laporan praktikum, serta penelitian. “Selama ini kan di UIN belum ada yang kayak gitu,” tutupnya.
INFO GRAFIS
Dana KKN dari Tahun ke Tahun
Sumber data: Litbang Institut & Badan Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta
Infografis: Jeanni dan Yasir
Laporan KHUSUS
UIN Jakarta Tak Tegas Tangani Plagiarisme
Sekretaris Komisi Etik Senat Universitas menyatakan kasus plagiarisme terjadi setiap tahun di UIN Jakarta. Namun, hingga kini UIN Jakarta belum memiliki SOP plagiarisme. Tindak pelanggaran plagiarisme kembali terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tiga bulan lalu, Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) menerima laporan tindak plagiarisme yang dilakukan salah satu dosen di UIN Jakarta. Namun, Ketua LPM, Sururin, enggan buka mulut nama dosen yang melakukan tindak plagiarisme tersebut. Sururin menyatakan, pihaknya belum bisa menindak kasus tersebut lantaran belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menindak pelaku plagiarisme. Saat ini, LPM dan Komisi Etik Senat UIN Jakarta masih bekerjasama merumuskan SOP plagiarisme yang target nya bakal rampung akhir 2015 mendatang. “Sebenarnya kami bisa saja menangani kasus tersebut, tapi alangkah jika kami memproses setelah ada SOP,” ujar Sururin, Selasa (22/9). Sekretaris Komisi Etik Senat UIN Jakarta, Amany Lubis membenarkan adanya laporan kasus plagiarisme yang dilakukan salah satu dosen UIN Jakarta. Meski begitu, kata Amany, kasus plagiarisme sebenarnya juga bisa selesai ketika pelaku meminta maaf secara pribadi kepada yang bersangkutan. “Semestinya, sanksi mo ral mampu membuat pelaku jera atas tindakannya,” tutur Amany, Jumat
(18/9). Lambannya penanganan kasus plagiarisme juga sempat terjadi pada 2013 silam. Salah satu dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Rumadi, mengaku sampai saat ini rektorat belum memberi sanksi kepada dosen yang memplagiat bukunya. Rumadi hanya tahu tersangka yang menjiplak buku miliknya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum FSH saat itu. Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga mendukung adanya SOP plagiarisme serta dibentuknya Komisi Etik untuk menangani kasus plagiarisme. Guna mencegah adanya kasus plagiarisme, Fadhilah berencana menyediakan software anti-plagiarisme. Pasalnya, selama ini UIN Jakarta masih memeriksa kasus plagiarisme secara manual dengan memeriksa karya ilmiah Salah satu pengamat pendidikan, Nuryati Djihadah angkat bicara perihal plagiarisme. Menurutnya, sebuah universitas mesti tegas menindak pelaku plagiarisme yang dilakukan dosen maupun mahasiswa. “Dosen yang melakukan plagiarisme adalah sebuah ironi. Dosen seharusnya membimbing mahasiswanya untuk
Mahasiswa Prodi Aqidah Filsafat sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar di ruang kelas Fakultas Ushulludin, Kamis (23/10). Kurikulum perkuliahan merupakan salah satu standar penilaian akreditasi.
M. Rizky Rakhmansyah Hasil akreditasi oleh BAN-PT terhadap beberapa prodi di UIN Jakarta dinilai tidak sesuai dengan faktanya. Sebagian mahasiswa mengeluhkan sarana dan prasarana, ketidaksesuaian dosen maupun kelayakan kurikulum. Rusaknya earphone di ruang laboratorium bahasa membuat kegiatan belajar mengajar mahasiswa Program Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Ing gris (BSI) tak berjalan maksimal. Tak jarang, dosen terpaksa memutuskan untuk belajar di kelas sambil membawa tape recorder sebagai pengganti fasilitas belajar. Keluhan terhadap minimnya sarana prasarana tersebut diutarakan oleh Ardha Prima Tahier. Mahasiswa yang kini menginjak semester lima ini menyatakan, laboratorium yang terletak di lantai tujuh Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) tak menawarkan fasilitas yang mendukung kegiatan belajar. “Terpaksa dengar
4
bahan pembelajaran secara manual,” keluhnya, Sabtu (19/6). Sarana prasarana menjadi salah satu poin penilaian standar akreditasi institusi perguruan tinggi selain Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran serta Strategi Pencapaian. Selain itu, Sistem Pengelolaan, Sumber Daya Manusia (SDM), Kurikulum, Penelitian, Pengabdian kepada masyarakat, dan Kerjasama juga berpe ngaruh dalam meningkatkan kualitas prodi. Ketidaksesuaian latar belakang dosen dengan mata kuliah yang di ajar juga dipertanyakan oleh Ardha. Ia mengungkapkan, beberapa dosen yang mengajar di Konsentrasi Translation namun belum pernah mener-
membuat karya ilmiah yang baik, bukan sebaliknya,” ungkapnya. Penanganan Plagiarisme Berlarut-larut UIN Jakarta sebetulnya sudah me ngatur tindak plagiarisme dalam Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta dalam Pasal 24, Ayat 1, 2, dan 3. Namun, peraturan tersebut tak menjelaskan secara rinci sejauh mana suatu karya ilmiah dapat disebut plagiarisme. Amani juga menyatakan ada lapo-
ran plagiarisme setiap tahunnya. Namun, tak semua laporan kasus plagiarisme sampai pada Komisi Etik Senat Universitas. “Komisi Etik hanya akan menangani kasus plagiarisme yang tak selesai di fakultas,” katanya. Sementara itu, Rumadi menyayangkan sikap UIN Jakarta yang tak tegas memberi sanksi pada pelaku plagiarisme. Menurutnya, kasus plagiarisme tidak selesai ketika pelaku meminta maaf. Semestinya ada sanksi adminis tratif seperti penundaan kenaikan jabatan, penurunan jabatan, pencabu-
tan hak untuk diusulkan sebagai guru besar, bahkan pemberhentian secara terhormat dari rektorat. “Jika UIN Jakarta membiarkan kasus plagiarisme, malah akan membuat kasus plagiarisme semakin su bur,” papar Rumadi. Rumadi menilai UIN Jakarta tengah dalam kondisi darurat plagiarisme karena maraknya plagiarisme oleh mahasiswa maupun dosen. “UIN Jakarta jangan dulu bicara menuju world class university kalau masih membiarkan kasus plagiarisme,” tutupnya.
Foto: Ika/INS
Ika Puspitasari
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
Beberapa mahasiswa sedang membaca hasil skripsi dari alumni mahasiswa UIN Jakarta di Lantai 3 Perpustakaan Umum (PU), Jumat (25/9). Mereka mencari referensi guna menyusun skripsinya.
jemahkan karya sama sekali. “Hanya tahu teori saja,” ungkapnya. Senada dengan Ardha. Revi Riawati mengatakan, minimnya tenaga pengajar di Prodi BSI juga membuatnya kembali diajar oleh dosen yang sama tiap semesternya. “Kita butuh dosen yang punya kompetensi khusus di satu bidang,” tambah mahasiswa semester lima, Prodi BSI, Kamis (24/9). Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan kurikulum yang diterapkan oleh prodinya. Pasalnya, mata kuliah agama yang diajarkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada semester awal membuat mata kuliah pokok dari prodinya tertunda. Ia mencontohkan, mata kuliah Pengenalan Kesusasteraan di Universitas Indonesia (UI) diajarkan di semester awal, namun di UIN Jakarta baru dibahas pada semester empat. Selain itu, berdasarkan data distribusi mata kuliah kurikulum 2008, Prodi BSI UIN Jakarta, mata kuliah pokok semester satu hanya terdiri dari Pronuciation, Structure I, Reading I, Speaking I. “Semester awal cuma belajar mata kuliah Bahasa Inggris biasa,” katanya. Sedangkan, UI sudah menerapkan mata kuliah Pengantar Kesusasteraan di semester satu. Menanggapi hal tersebut, Ketua Prodi BSI, Saefudin menyayangkan minimnya ruang laboratorium bahasa milik FAH. Ia pun mengakui, rusaknya fasilitas laboratorium bahasa karena digunakan oleh lebih dari satu prodi.“(Lagipula) laboratorium bahasa bukan satu-satunya fasilitas untuk
Menakar Hasil Akreditasi Prodi
mengukur kemampuan mahasiswa,” tegasnya, Kamis (17/9). Saefudin juga mengungkapkan, tak ada masalah jika terjadi ketidaksesuaian antara gelar ijazah dosen dan mata kuliah yang diampunya. “Mata kuliah seperti Listening, Speaking, Writing itu masuk mata kuliah kemampuan. Sedangkan mata kuliah dasar ya, diajar oleh dosen yang berlatarbelakang sastra,” ucapnya. Pembagian distribusi mata kuliah juga, lanjutnya, dilakukan demi me ngasah kemampuan awal mahasiswa. Lalu, mata kuliah berbasis kemampuan lanjutan mulai diaplikasikan pada semester berikut nya. Namun mulai tahun ajaran baru 2015, Prodi BSI UIN Jakarta sudah menerapkan kurikulum baru yang distribusi mata kuliahnya lebih komprehensif. Ketidaksesuaian antara latar belakang tenaga pengajar dan mata kuliah pengampunya juga terjadi di Prodi Sistem Informasi (SI) Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Syahriga Syahrul mahasiswa semester sembilan menuturkan, terdapat dosen yang berlatarbelakang Programming namun mengajar mata kuliah Statistik. Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena jumlah dosen FST yang sedikit. Alhasil, tak jarang dosen lebih mementingkan teori dibanding praktik dalam melakukan pengajaran. “Ini yang membuat kegiatan belajar mengajar tak efektif,” katanya. Selain itu, sarana prasarana yang sudah tersedia, lanjut Syahrul, hanya menjadi pajangan karena dosen yang mengampu hanya melakukan penga-
jaran di kelas saja. “Harusnya pengajaran tak hanya teori yang dibacakan di slide, tapi butuh uji coba langsung,” tandasnya. Alhasil, lanjut Syahrul, sarana prasarana yang tersedia hanya menjadi pajangan saja. Dalam melakukan praktik, mahasiswa FST biasa menggunakan gedung Pusat Laboratorium Terpadu (PLT). Hal tersebut diungkapkan oleh mahasiswa semester tujuh Prodi SI Hafiz Alfiarga. Ia mengaku, biaya akomodasi dan operasional laboratorium PLT sebesar 100 ribu dibayarkan diluar biaya per semester. Sementara itu, Ketua Prodi SI Nia kumaladewi hingga berita diturunkan belum dapat dimintai keterangan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) terdapat 22 prodi yang terakreditasi A, 21 prodi terakreditasi B, dan 5 prodi sisanya terakreditasi C di wilayah UIN Jakarta. Wakil Rektor Bidang Akademik Fadhilah Suralaga menerangkan, BAN-PT memiliki beberapa indikator untuk melakukan proses penilaian terhadap prodi. “Mahasiswa mungkin hanya memberikan penilaian terhadap beberapa indikator saja,” ucapnya, Selasa (22/9). Ia menuturkan, akreditasi tak hanya bermakna penilaian saja bagi prodi, namun dapat juga berarti bentuk pengakuan dari negara. Melalui hasil penilaian akreditasi, prodi dapat mengetahui beberapa indikator penilaian yang perlu dievaluasi sehingga perbaikan dapat segera dilakukan.
KAMPUSIANA
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
5
Wujud Nyata Pengabdian Mahasiswa Triana Sugesti
Panas terik matahari siang itu, tak menyurutkan niat salah satu mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Yudi Adiyatna untuk mengajar di saung Taman Baca. Sebuah saung yang bertempat di tengah sawah dekat perkampungan warga Desa Babakan kota Tangerang. Tepat bulan April 2015 lalu, ia bersama temannya membuka Taman Baca untuk anak warga desa sekitar. Taman Baca didirikan guna meningkatkan minat baca anak di usia dini. “Kita hadir ditengah-tengah mereka untuk memotivasi bahwa membaca itu penting,” ungkapnya, Minggu (20/9). Yudi menuturkan, pendirian Taman Baca berawal dari beberapa anak Desa Babakan yang putus sekolah. Mereka yang putus sekolah umumnya dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bukan hanya faktor biaya yang mendominasi, tapi, jarak ke sekolah yang jauh dan minimnya dorongan orang tua juga membuat anak-anak malas ke sekolah. Awal mula berdirinya Taman Baca juga melibatkan para pemuda wilayah sekitar. “Memberdayakan wilayah tanpa campur tangan pemudanya itu percuma,” katanya. Senada Yudi, Maruli, mahasiswa semester 7 Prodi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), juga ikut berkontribusi mengajak anak-anak untuk peduli pendidikan.
Jeannita Kirana
Ia bergabung dalam komunitas Sanggar Kreatif Anak Bangsa (SKAB) sejak semester satu. SKAB adalah sebuah tempat belajar yang mulanya dikhususkan untuk anak jalanan dan pengamen. Namun sekarang bebas untuk umum. Akan tetapi, Maruli menyayangkan, sejak berdirinya SKAB selalu berpindah-pindah tempat. Hal tersebut menjadi kendala utama SKAB dalam menarik perhatian anak-anak jalanan. Pertama kali didirikan pada tahun 2010, SKAB bertempat di kolong fly over Ciputat, kemudian pindah di samping kampus swasta Sekolah Tinggi Telematika (STT) Nusantara. “Pernah sekali belajar di loby tarbiyah, tapi beberapa kali ditegur oleh satpam,” ujar mahasiswa berambut gondrong itu, Jumat (18/9). Menurut Maruli, antusiasme belajar anak jalanan di SKAB sebenarnya tinggi. Hanya saja, faktor tempat yang sering berpindah-pindah membuat minat belajar anak jalanan dan pengamen menurun. “Memang sangat disayangkan, sekarang malah SKAB terancam tutup, gegara pengurus masih mencari tempat sementara,” katanya. Tak hanya dalam pendidikan, peran mahasiswi UIN Jakarta di bidang kesehatan juga dibuktikan dari kegiatan yang dilakukan Madinnatul Ulfa Nurjanah. Mahasiswi Prodi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini, mengikuti aksi donor darah untuk
penderita thalassemia (kelainan sel darah merah karena faktor genetik) pada 14-15 Maret 2015 di Kota Tangerang. Acara Young On Top Tangerang tersebut nyatanya membuat mahasiswi semester 5 itu jatuh cinta dalam kegiatan bakti sosial. “Ternyata beda rasanya volunter lingkup kampus dan luar kampus, ada tantangannya,” ujar mahasisiwi yang juga anggota dari FISIP mengajar, Senin (21/9). Kepuasan hati saat menolong sesama membuat Madinna seakan ingin lagi dan lagi. Sama halnya dialami oleh salah satu mahasiswa Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia Noer Alamsyah yang menjadi koordinator pencarian black box saat pesawat Sukhoi jatuh di Gunung Salak pada 9 Mei 2012 silam. Ia terpilih menjadi koordinator perjalanan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk membawa 300 relawan menyusuri area Gunung Salak. Alam bercerita, Kegiatan volunter itu bermula saat masuk KPA Arkadia 2008 silam. Pengalaman pertama yang dirasakan Alam saat jebolnya situ gintung pada 2009. “Awalnya jijik
Dok. Pribadi
Disela-sela kuliah, para mahasiswa ini masih menyempatkan diri mengabdi pada masyarakat. Dilakukan demi mencari kepuasan hati menolong sesama.
Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Sanggar Kreatif Anak Bangsa (SKAB) mengadakan acara bertajuk Pendidikan Seharusnya di Kolong fly over Ciputat, Sabtu (2/5). Acara ini dilakukan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
ngumpulin mayat korban, tapi dari situ rasa kemanusiaan itu muncul,” tutur pria yang akrab disapa Jampe itu, Senin (21/9). Jampe mengakui, banyak pengalaman yang ia dapat sewaktu terjun ke lapangan. Hal itu membuatnya menyadari bahwa kewajiban setiap orang yaitu saling membantu. “Ketertarikan di bidang kemanusiaan bertambah, jadi setiap ada bencana gue seakan terpanggil,” katanya. Melihat mahasiswa yang menjadi volunter, Ketua Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Djaka Badranaya me- ngatakan, sangat mengapresiasi kegiatan mahasiswa tersebut. Rencananya, PPM akan memberikan
keringanan Sistem Kredit Semester (SKS) bagi mahasiswa yang mengikuti volunter di luar. Niat itu akan segera terealisasikan pada tahun ini. “Ibaratnya, mahasiswa boleh me- nyicil SKS yang dibebani PPM di bidang pengabdian,” jelasnya, Selasa (8/9). Caranya, bagi mahasiswa yang menjalani aktivitas menjadi volunter, harus membuat bukti bahwa ia mengikuti kegiatan volunter di luar kampus kepada PPM. Selanjutnya, PPM akan menilai kinerja mahasiswa dengan bukti-bukti terkait kegiatan yang dilakukan. PPM juga akan memberi penghargaan berupa sertifikat, dan rekomendasi guna meningkatkan aktivitas mahasiswa dalam bidang tertentu.
Banyak Jalan ke Negeri Orang
‘Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina’ bukan sekadar pepatah bagi mahasiswa. Menghadapi hal itu hendaknya mahasiswa mempersiapkan diri. Jangan kurang update (kudet), jadilah mental juara. Lagipula persyaratannya tidak begitu sulit yang penting coba saja dulu,” papar Gita. Sama halnya Gita, mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) semester lima, Bella Marisela Caroline juga menuntut ilmu ke negeri orang. Pada Agustus 2015, Bella mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Western Sydney University (WSU) di Australia yang diselenggarakan oleh Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI) UIN Jakarta. Dalam kurun waktu satu semester program pertukaran mahasiswa di WSU berlangsung, seluruh biaya ditanggung oleh pihak UIN Jakarta. Bahkan Bella mendapat uang saku sebesar $400 per bulan. Menurutnya, di samping bahasa, mental menjadi tantangan utama berkuliah di luar negeri. “Kita butuh mental yang kuat dalam menjalani perkuliahan di negara lain. Di sana kondisinya jauh berbeda dari Indonesia, terutama dalam segi budaya,” ujar Bella, Kamis (17/9). Baru sekitar satu buGita Andini dan beberapa delegasi dari Indonesia berfoto di University Brunei Darussalam dalam acara Brunei lan kuliah di Australia, Indonesia Malaysia Phillippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA) Youth Forum on Sustainable Development, Bella mendapati pendiKamis (29/05). Dalam seminar tersebut membahas potensi negara-negara yang tergabung dalam BIMP-EAGA. dikan yang berkualitas.
Dok. Pribadi
Berkat seleksi esai dan transkip nilai selama perkuliahan, salah satu mahasiswa Jurusan Manajemen semester lima Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Gita Andini berhasil pergi ke Jepang menghadiri World Conference on Disaster Risk Reduction di Kota Sendai selama 8 hari pada 14-18 Maret 2015. Lantaran menyerahkan proposal kegiatan, Gita pun mendapat bantuan dana dari fakultas dan Pertamina. “Dana dari fakultas saya belikan tiket pesawat pulang-per-
gi. Kalau uang dari Pertamina untuk akomodasi selama di Jepang,” jelasnya, Selasa (22/9). Menghadiri seminar di luar negeri bukanlah pertama kalinya bagi Gita. Sebelumnya dia juga pernah ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura dalam rangka seminar Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines East Asean Growth Area (BIMP-EAGA). Menurut Gita, banyak sekali program ke luar negeri yang bisa diperoleh mahasiswa. “Mahasiswa harus melek informasi.
Dia mengaku diajar oleh dosen-dosen yang berkompeten serta memperoleh fasilitas belajar mengajar yang sangat mendukung. “Di WSU dosen pengajarnya mahir serta banyak International Student-nya jadi saya bisa bertukar pikiran dan pengalaman dengan mahasiswa dari berbagai negara,” ungkapnya. Lain lagi dengan Bella, salah satu mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta, Faramudita Dwi Iriyani, mahasiswa angkatan 2011 tak menyangka dirinya akan lolos seleksi dan berangkat ke Ibukota Korea Selatan, Seoul untuk menghadiri simulasi konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam acara Harvard World Model United Nation (MUN) 2015. Perempuan yang akrab disapa Dita ini menjelaskan, dari 515 mahasiswa yang bergabung dengan beasiswa Djarum Foundation hanya 10 orang yang terpilih mengikuti Harvard World MUN 2015 dan salah satunya dirinya. Maka dari itu, seluruh biaya selama acara tersebut pun ditanggung oleh Djarum Foundation. Tak sampai disitu, setelah lolos seleksi, Dita mesti membuat working paper berisi riset mengenai negara yang ia wakili dalam konferensi Harvard World MUN tersebut. Perempuan yang bergabung de-ngan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FLAT ini berperan sebagai diplomat Portugal dan berpidato mengenai isuisu yang terjadi di negara tersebut.
“Saya juga berkesempatan me-ngenal budaya Korea Selatan melalui acara cultural visit yakni mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Korea Selatan,” paparnya, Kamis (17/9). Mengenai program ke luar negeri, Ketua PLKI UIN Jakarta, Rachmat Baihaky menuturkan, ada beberapa macam seperti student exchange, international student exchange, dan sandwich program. Kemudian ada pula program-program yang bisa diikuti dari pihak luar. “Programnya sudah banyak, tinggal mahasiswanya saja yang harus perkaya informasi. UIN sendiri sudah memberikan informasi seperti di mading kampus, website dan akun Twitter PLKI,” kata Baihaky. Senada dengan Baihaky, Kepala Biro Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama, Muhammad Zaenal Arifin mengatakan, mahasiswa UIN Jakarta yang ingin ke luar negeri masih terkendala bahasa. Zaenal berharap, mahasiswa UIN Jakarta segera memperkaya pengetahuan khususnya dalam bidang bahasa. “Apalagi UIN Jakarta sudah menyediakan kursus bahasa asing gratis,” jelasnya. Zaenal menambahkan, terkait dana, seharusnya tak menjadi masalah. Sebab, UIN telah menyediakan anggaran untuk program-program ke luar negeri. “Untuk student exchange, semua biaya ditanggung UIN Jakarta. Keyakinan dan usaha adalah kunci utama. Jadi, mahasiswa harus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi,” pungkasnya.
SURVEI
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
6
Menilik Program KKN 2015
Desain Visual: Rizal & Jeanni
Pengabdian kepada masyarakat merupakan poin Tridharma perguruan tinggi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah salah satu cara untuk memenuhinya. KKN di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terbagi menjadi tiga jenis yaitu, KKN reguler, mandiri, dan kebangsaan. Tahun ini terdapat 160 kelompok KKN reguler dengan anggota yang tersebar dari 8 fakultas berbeda. Seluruh kelompok KKN berkewajiban membuat program kerja (proker) sebagai rencana kegiatan selama mengabdi pada masyarakat desa. Berdasarkan hasil survei divisi Litbang Institut, sebagian besar kelompok KKN membuat proker yang sesuai dengan situasi dan kondisi di desa KKN. Tujuan mereka sederhana yakni menginginkan keadaan masyarakat desa yang sejahtera setelah adanya pengabdian dari kelompok KKN. Untuk menjalankan proker, kelompok KKN membutuhkan dana yang tidak sedi- kit. Apalagi harus membangun sarana dan prasarana desa, seperti membeli bak sampah, membuat taman baca, renovasi tempat ibadah, dan lain sebagainya. Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) UIN Jakarta telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp10 juta per dosen pembimbing KKN. Dana tersebut mestinya digunakan dosen pembimbing untuk melakukan pengabdian bersama mahasiswa. Namun, pembagian dana tersebut tak merata. Dari 80 responden hanya 32,5% kelompok KKN yang mendapat uang lebih dari Rp8 juta.
*Survei dilakukan oleh Litbang Institut pada 19-23 September 2015 di kampus UIN Jakarta kepada 80 responden dari kelompok KKN yang berbeda. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalah simple random sampling dengan derajat kepercayaan sebesar 92%. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi program KKN secara keseluruhan namun hanya sebagai gambaran saja.
Akhirnya wisuda juga! Selamat! Semoga sukses!
Adea Fitriana, S.S.
Redaktur Online LPM Institut periode 2013-2014
Muhammad Umar, S.E.
Pemimpin Umum LPM Institut periode 2012-2013
Nur Azizah, S.Kom.I
Divisi Marketing LPM Institut periode 2013-2014
berita foto
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
7
Dua Program Baru PPM Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki dua program baru yaitu, revitalisasi kawasan pesanggrahan (termasuk Situ Kuru) dan membuat taman di bawah Fly over Ciputat. Kedua program itu rencananya akan berlangsung pada bulan September-Desember.
Foto: Rizki/INS
Sebuah traktor tengah mengeruk tanah di sekitar lahan gedung perpustakaan dan parkir, Senin (14/9). Rencananya lahan tersebut akan dijadikan akses jalan masuk ke gedung perpustakaan dan parkir.
Foto: Rizki/INS
Ketua PPM UIN Jakarta Djaka Badranaya mengatakan, UIN Jakarta terlalu fokus melakukan pengabdian di luar daerah, namun lupa pada kewajibannya di sekitar kampus. “Bermula dari rasa prihatin itu, ide tersebut kemudian menjadi program baru PPM,” ungkapnya, Selasa (8/9). Terkait kedua program tersebut, pihak PPM mengalokasikan dana sebanyak Rp100 juta. Selain itu, PPM juga melibatkan 10 dosen yang berasal dari beberapa fakultas untuk mereka menjadi tim inti dalam program tersebut. (Triana Sugesti)
Foto: Aci/INS
Pada program pertama PPM akan mengatur parkiran, menertibkan pedagang kaki lima, dan meminta izin ke Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) untuk membersihkan wilayah Situ Kuru. Sedangkan pada program kedua, PPM akan mengoptimalkan kembali lahan kosong di sekitar Ciputat untuk dijadikan pusat kreatifitas mahasiswa UIN dan masyarakat umum.
Relokasi Koperasi Demi Syarat Akreditasi Lantaran proses akreditasi ASEAN University Network Quality Assurance (AUN-QA) pada prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) menyatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang akademik di prodi tersebut belum memenuhi syarat, maka koperasi di di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) harus direlokasi. Oleh karena itu, rencananya koperasi yang menjual berbagai jenis makanan serta minuman tersebut bakal dijadikan kantor pelayanan akademik bagi mahasiswa. Kepala Bagian Umum UIN Jakarta, Muhammad Ali Meha mengatakan, selain kantor pelayanan akademik, nantinya juga akan didirikan ruang dosen sehingga setiap dosen mempunyai ruangan masingmasing. “Kita mau buat ruangan yang ideal bagi dosen. Proses pengerjaannya akan diusahakan pada Oktober tahun ini,” katanya, Selasa (22/9). (Jeannita Kirana)
Penampilan calon anggota (caang) Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan (RIAK) dalam konser Konser Musik Progeni (Kosmigeni) ke-5 bertajuk Classic and 4 Season Symphony, Sabtu (5/9). Konser yang digelar di Hall Student Center merupakan syarat untuk menjadi anggota KMM RIAK.
Salah seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedang memasang kain untuk membuat tandu dalam Lomba Tandu Putra Putri, Sabtu (12/9). Acara yang diadakan oleh Korps Suka Rela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI) UIN Jakarta ini diikuti oleh perwakilan Palang Merah Remaja Madya dan Wira se-Jabodetabek.
Informasi dan Tempat Pendaftaran Pendaftaran: Setiap Hari Kerja Tempat Pendaftaran: Kantor U’L CEE (Depan UIN Jakarta) Start Kelas Baru: Tanggal 10 dan 25 tiap bulannya Kuota: Min 5 orang
2
Contact Person : 081374640859 WA/ 085223677218 WA
2
2
BBM: 581F7292/ 7D2BEF74 (Yunal dan Denden) Website: ulcee.damai.id : U’L CEE Institute @U’L_CEE Pilihan Hari Belajar : Senin s.d. Sabtu (08.00-17.30 WIB) Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000,-
Visit www.lpminstitut.com UPDATE TERUS BERITA KAMPUS
opini
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
8
Menjadi Perokok Bertanggung Jawab Oleh : Aditia Purnomo* Menjadi perokok itu memang sebuah hal yang dipenuhi tanggung jawab. Mau melakukan hal yang dilindungi hukum dan legal saja harus menaati banyak aturan. Mending kalau cuma disuruh taat aturan, lah ini juga kerap diperlakukan diskriminatif dan sewenang-wenang. Baik oleh negara maupun masyarakat. Sebagai contoh, stereotip masyarakat yang menganggap bahwa rokok adalah sumber utama dari segala jenis penyakit mematikan membuat kita, para perokok, kerap dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Bukan cuma itu, dalam beberapa formulir pendaftaran untuk masuk sebuah lembaga, entah kampus, kantor, ataupun yang lainnya, kita selalu dihadapkan pada pertanyaan: Apakah anda merokok? Padahal, kalau kita mau berlaku adil sejak dalam pikiran, penyakit mematikan macam jantung atau kanker juga disebabkan oleh faktor-faktor dan barang konsumsi lain. Banyak makan makanan berlemak dan kolesterol tinggi dan jarang berolahraga juga bisa menyebabkan orang menderita penyakit itu. Atau coba cek di google negara mana yang memiliki penderita kanker paling banyak, apa negara itu juga berada di urutan negara dengan jumlah perokok yang besar, jawabannya adalah tidak. Sayangnya, cara berlaku masyarakat yang lebih sering termakan
propaganda ketimbang berlaku adil sejak pikiran membuat mereka memandang rokok sebagai sesuatu yang jahat. Karena itu mereka yang merokok sudah pasti jahat. Paradigma macam ini mirip dengan cara masyarakat melihat orang yang memiliki tato adalah orang yang berbahaya, dekat dengan kriminal. Padahal, nggak semuanya begitu. Kalaupun ada, tentu tidak bisa digeneralkan. Padahal, banyak orang yang memiliki tato ataupun perokok yang berlaku adil pada sekitarnya. Mereka yang tidak mau me-rokok di sembarang tempat, atau mereka yang tidak merokok jika ada anak kecil. Ya, kalau kita mau berpikir dan memandang persoalan ini dengan jernih, kita bakal melihat bagaimana perokok sudah berupaya menjaga hak orang lain yang tidak merokok.Tapi ya itu, hak-hak bagi perokok sendiri tidak pernah diberikan, baik oleh negara maupun swasta. Peraturan Rokok di Kampus Sebagai contoh, belakangan di kampus ini mahasiswa yang me-
Sumber: Internet
rokok di areal taman dan basement Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Fakultas Ushuludin dikejar-kejar dan dimaki-maki oleh seorang dosen bergelar profesor. Dalihnya, menegakkan peraturan, karena pihak kampus sudah membuat peraturan tidak boleh merokok di seluruh areal kampus. Padahal, jika kampus dan dosen itu mau adil, dan mau tahu soal peraturan tentang rokok, pada pasal 115 Undang-undang Kesehatan Nomor
36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tempat-tempat umum diwajibkan menyediakan ruang merokok. Kalau punya semangat menegakkan peraturan, mestinya juga disediakan ruang merokok seperti yang diperintahkan konstitusi. Kalaupun mereka yang membuat peraturan mempermasalahkan bahwa kampus adalah lingkungan pendidikan, dan tempat macam ini harusnya bebas dari rokok, ini hanyalah persoalan yang debatable. Sederhana, kampus diisi oleh mahasiswa yang rata-rata usianya sudah diatas 18 tahun, sudah dewasa dan diperbolehkan undang-undang untuk merokok. Kalau lingkungan pendidikan sekolah yang isinya pelajar di bawah usia 18 tahun, ya nggak boleh lah. Gitu aja kok repot. Saya melihat, dalam perkara kampus telah sengaja bertindak lalai dengan tidak menyediakan ruang merokok bagi sivitas akademika, tentunya bukan hanya mahasiswa tapi juga dosen dan pegawai yang merokok. Sebenarnya ruang merokok itu wajib disediakan sebagai upaya untuk melindungi orang yang tidak merokok dari paparan asap rokok. Ya kalau nggak disediakan,
G-30 S/PKI: Bukan Sekadar Mempertanyakan Dalang Oleh : Virdika Rizky Utama* Menjelang akhir September, bangsa Indonesia memiliki ingatan kolektif terhadap sebuah gerakan kelam. Gerakan tersebut dinamai gerakan 30 September, yang terjadi pada 1965 (G-30 S). Enam jenderal dan satu orang polisi menjadi korban atas gerakan tersebut. Soeharto menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor di balik gerakan tersebut. Alhasil, dalih ini yang kemudian digunakan oleh Soeharto untuk membunuh anggota maupun simpatisan PKI. John Roosa dalam bukunya, Dalih Pembunuhan Massal, mencatat setidaknya 3 juta orang menjadi korban dalam tragedi itu. Tidak cukup sampai di situ, di bawah Soeharto, rezim Orde Baru juga membuat narasi utama atas peristiwa itu. Dua di antaranya adalah film Pengkhianatan G-30 S/ PKI dan cerita resmi yang disusun sejarawan militer Nugroho Notosusanto. Isinya, kejamnya PKI dan Soeharto sebagai penyelamat. Ihwal tuduhan PKI menjadi otak pembunuhan dan kebenaran film tersebut banyak diragukan. Sudah banyak buku atau penelitian yang coba membantah itu semua. Oleh sebab itu, pada tulisan ini tidak akan dibahas mengenai kebenaran gerakan dan siapa dalangnya. Bagi saya yang menarik dibahas dari peristiwa itu adalah efek domino pasca gerakan G-30 S. *** Hanya satu kata yang dapat
menggambarkan Indonesia setelah peristiwa G-30 S yakni mencekam. Tetesan darah rakyat Indonesia sangat mudah dijumpai. Tidak ada hari tanpa pembunuhan. Pembunuhan ditujukan bagi mereka yang dianggap dekat dengan PKI. Meskipun, hanya sebatas teman main catur, ia akan masuk daftar pencarian untuk dibunuh. Rakyat yang pada 20 tahun sebelumnya bersatu untuk memerdekakan diri. Kini, demi kepentingan kekuasaan saling bunuh untuk mempertahankan hidup. Pembunuhan bukan hanya dilakukan oleh tentara, melainkan pasukan partikelir yang dipersenjatai. Pada buku Palu Arit di Ladang Tebu, Hemawan Sulistiyo menyebutkan, Soeharto memanfaatkan konflik simpatisan PKI dengan warga pada masa Soekarno, untuk membalaskan dendam. Termasuk kalangan Islam, Pada periode Soekarno, PKI sedang gencar melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) dan menyebut tuan tanah sebagai tujuh setan desa yang patut diganyang. Para kiai masuk dalam kriteria tuan tanah. Sebab, mereka memiliki tanah yang luas untuk pesantren dsb. Pemerintah Soeharto pun mengampanyekan bahwa PKI tidak bertuhan. Dan oleh karena itu sangat jelas bertentangan dengan Pancasila. Bukan hanya pembunuhan, pemerintah Soeharto pun memenja-
rakan dan membuang mereka yang dianggap dekat dengan PKI ke Pulau Buru. Kartu Tanda Penduduk (KTP) pun ditulis eks tahanan politik, mereka tak bisa bebas untuk bekerja, mengenyam pendidikan dan penghidupan lainnya. Kejadian tersebut berlangsung selama 32 tahun. Sejarah bukan hanya berbicara ruang dan waktu, melainkan manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang tercabut selama Soeharto memimpin. Sudah semestinya pula, pemerintah meminta maaf kepada keluarga korban, seperti yang pernah dilakukan oleh Gus Dur. Jika sudah meminta maaf bukan berarti kita harus melupakan sejarah. Depresi Ekonomi Satu hal yang berbuah sejak G-30 S adalah ekonomi. Pada buku pelajaran Sekolah, kejatuhan Soekarno bukan hanya masalah G-30 S, melainkan buruknya perekonomian dan terjadi inflasi hingga 600 persen. Perekonomian Indonesia saat itu, sangat tertutup bagi asing. Soekarno mencoba mengimplementasikan idenya tentang tri sakti, berdaulat di bidang ekonomi dan politik serta berkepribadian dalam budaya. Bagi Soekarno, tri sakti sebagai bentuk perwujudan Indonesia merdeka. Kemerdekaan yang dimaksud termasuk proteksi dan penggunaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Pada
dekade 1950, Soekarno pun menasionalisasi semua perusahaan asing yang ada di Indonesia. Tak hanya itu, Soekarno pun menolak tawaran pembangunan jalan trans Sumatera yang digagas oleh Caltex, dengan syarat Caltex diizinkan melakukan pengeboran minyak. Hal ini sesuai dengan konstitusi pasal 33. Setelah Soeharto naik tahta, kehidupan ekonomi berubah drastis. Diberlakukannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA), diyakini sebagai prasyarat demi membangun Indonesia. Freeport merupakan perusahaan asing yang kali pertama masuk dan menguras gunung emas di Irian Jaya. Setelah itu, perusahaan asing lainnya pun berdiri di tanah Indonesia. G-30 S hanya sebagai jalan untuk masuknya korporasi dan demi itu semua, 3 juta rakyat dikorbankan. Sudah hampir 50 tahun Freeport dan korporasi lainnya beroperasi, tapi tidak pernah sedikit pun berpengaruh bagi rakyat Irian Jaya dan rakyat Indonesia. Konstitusi pasal 33 pun hanya sebatas menjadi bacaan, tanpa pernah dipraktikkan lagi. Seluruh hajat hidup orang banyak dikuasai oleh asing. Oleh sebab itu, pantas rasanya bila mengatakan bahwa Indonesia belum merdeka.
*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
yang terjadi adalah tindakan otoriter dengan pelarangan tersebut. Toh, mahasiswa dan dosen yang merokok sudah tidak merokok di tempat yang sembarangan, mereka merokok di ruang terbuka yang sirkulasi udaranya jelas terjadi. Sebenarnya, jika kampus sejak awal sudah menegaskan di mana tempat para perokok, baik mahasiswa, dosen, maupun pekerja, nggak bakal ada tindakan sewenang-wenang dari dosen cumprofesor yang seenaknya menindak mahasiswa yang merokok di taman dan basement. Jadi, minimal dikasih tahulah buat perokok tempat di mana mereka boleh merokok. Sudah saatnya kampus berlaku adil bagi semua orang yang diasuhnya. Kalau mau buat peraturan, ya dilihat landasannya, jangan sampai bertentangan dengan undang-undang. Karena, suka ataupun tidak, rokok adalah barang legal yang memberikan pemasukan besar bagi kas negara. Dan merokok, masihlah perbuatan yang tidak dilarang undang-undang. Karena itulah, bagi para penguasa di rektorat dan dekanat sana, yang tentunya para intelektual yang tidak akan berkhianat pada hak-hak masyarakat, cobalah adil dan berikan hak perokok di kampus. *Penulis adalah Mahasiswa Mahasiswa KPI semester 11 & penikmat kretek.
Quote of the month
“Ajarkan sastra kepada anak-anakmu karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani� Umar bin Khattab 581 - 644 M
Pojok
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
Rektor
9
Editorial
Oleh : Jaffry Prabu Prakoso* Tumben sekali Bang Peka ada di fakultas pagi-pagi. Biasanya juga baru terlihat siang, bahkan sore hari. Menjadi mahasiswa dengan cap sesepuh membuatnya bebas kapan saja ke kampus. Rambut kribo diikat karet gelang, mata belo dengan lingkar hitam di bawah kelopak mata dan celena jin belel membuat dia mudah dihapal orang manapun. Dia memang tenar. Khususnya, di kalangan mahasiswa dengan penampilan seperti itu. Tidak ada dosen yang berani menegurnya. Jelas saja, dia jarang masuk kuliah. Karena sulit melihat dia di ruang kelas, para dosen tidak bisa menegur dia. Panggilan jiwa sebagai aktivis lokal (kampus) membuatnya melakukan ini. “Bang Ka, ada angin apa nih datang ke kampus pagi-pagi?” aku memulai basa-basi agar ada perbincangan. “Gua mau ketemu dosen. Ada mata kuliah yang harus diulang. Tapi semester ini banyak banget. Rencananya mau lobi dosen untuk ngerjain tugas saja biar dapat nilai. Nilai B juga tidak apa-apa dah.” “Alasannya apa? Biasanya kan ada dosen yang tidak menerima cara seperti itu,” aku bertanya sinis karena ada saja dosen yang punya pemikiran seperti itu. “Gue bisa bilang lagi garap skripsi dan sebentar lagi mau sidang.” Memang jago seniorku ini. Bergulat di luar kampus, berhadapan dengan polisi membuat dia tahu bagaimana cara ngeles. Padahal dia bilang masih banyak mata kuliah yang belum selesai. Sepertinya Bang Peka sedang malas membahas kuliah. Dia langsung mengalihkan pembicaraan masalah lain. “Lu tahu tidak, rektor kita saat ini sedang membuat semacam tim media?” “Tim media? Doi mau buat media baru gitu? Lalu bagaimana media cetak mereka yang
sudah ada sekarang? Terus...” belum selesai bicara, Bang Peka langsung memotong, “Kebanyakan nanya lu. Jadi begini...” Sudah kuduga kalau Bang Peka sedang punya bahan obrolan. Yang dimaksud adalah tim yang dikhususkan untuk rektor agar mulai diperhitungkan di kancah nasional. Ini adalah bulan kedelapan beliau menjabat sebagai rektor baru. Akan tetapi tulisan ataupun sosok dia belum ada di media massa nasional. Berbeda dengan rektor sebelumnya yang beberapa kali suka menjadi pembawa acara di bulan Ramadhan. Bahkan saat menjabat sebagai rektor, dia dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan perkara KPK dan Polisi. Ketika itu presiden menamakannya tim 8. Rektor sebelumnya di tahun 90’an lebih eksis lagi. Tulisannya dijadikan acara dalam bincang-bincang di televisi swasta nasional dengan dia sendiri yang menjadi pembicara. Acara yang selalu dinantikan umat Islam di Indonesia setiap bulan suci dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun hingga saat ini. Lalu bagaimana dengan rektor yang sekarang? “Cari saja di Mbah Google. Apakah ada opini dia di media online? Media cetak yang memiliki kredibilitas baik juga tidak pernah gua lihat. Itu sih selama gue baca ko-
ran. Mungkin lu pernah baca tulisan rektor kita.” Bang Peka mencoba meyakinkan pendapatnya dengan pertanyaan itu. “Gue mah anak kemarin sore, Bang. Jangankan baca, nonton berita saja jarang.” Sepertinya Bang Peka haus setelah panjang cerita. Dia lalu menyeruput kopi yang sedari tadi dilupakan. “Jadi tugas tim ini semacam konsultan yang fungsinya agar hasil pemikiran rektor diketahui Indonesia? Biar dikenal juga seperti rektor sebelumnya terus sering masuk televisi sehingga lupa dengan kampus tercinta?” Bang Peka segera menaruh kopinya dan melanjutkan ceritanya. “Lu kebanyakan berpikir negatif. Sudah kaya haters Presiden Joko Widodo. Coba untuk mengambil hal positif dan buang jauh-jauh yang negatif. Kalau tulisan rektor terpublikasi, kan kampus kita juga yang terkenal. Biar negeri ini tahu bahwa UIN Jakarta bukan hanya tempat melahirkan teroris atau orang sesat. Bukankah begitu yang selalu diberitakan di media?” Aku coba memanas-manasi Bang Peka. “Iya kalau dia mengaku sebagai Rektor UIN Jakarta. Kalau bilang sebagai yang lain?” “Tuh kan! Coba pikir positif. Ingat rektor sebelumnya ingin agar kampus kita go international. Mungkin dari dikenal di media massa dan memperkenalkan diri sebagai rektor baru, dia bisa melangkah lebih jauh.” “Sekarang Bang Ka sudah berubah tidak mengkritisi kampus lagi. Salut ane Bang! Tapi kita sudah dua jam bicara rektor. Abang tidak jadi ketemu dosen?” Bang Peka lupa dengan tujuan awal bangun pagi hari ini. Dia lalu bergegas ke ruang dosen. *Penulis adalah Dewan Kehormatan Organisasi LPM Institut dan bagian dari Forum Alumni Jurnalistik UIN Jakarta.
Sumber: Internet
Tindak Tegas Pelaku Plagiarisme Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tampaknya harus lebih serius menindak pelanggaran plagiarisme di kalangan dosen maupun mahasiswa. Pasalnya, ini bukan kali pertama terjadi. Maret 2013 lalu, UIN Jakarta juga sempat geger lantaran kasus plagiat yang dilakukan oleh salah satu dosen sekaligus Wakil Dekan II Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). Laporan yang diterima Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta menjadi kasus yang kedua kalinya dalam tiga tahun terakhir. Tentu tidak menutup kemungkinan, sebenarnya banyak kejadian serupa setiap tahunnya. Apalagi, kemungkinan itu rupanya dipertegas dengan pernyataan Sekretaris Komisi Etik Universitas, Amany Lubis. Ia membenarkan, bahwa UIN Jakarta memang menerima laporan kasus plagiarisme setiap tahunnya. Persoalan itu tidak selesai ketika Amany juga menyatakan kasus plagiarisme bisa selesai hanya dengan permintaan maaf. Ini yang perlu digarisbawahi. Pertanyaannya? Apakah memang selama ini tindak plagiarisme di UIN Jakarta ditangani dengan model sanksi demikian. Sehingga sejauh ini UIN Jakarta memang tidak ada niat serius menindak pelaku plagiarisme. Sejak LPM dan Komisi Etik Senat Universitas menerima laporan kasus ini tiga bulan lalu, kini prosesnya masih dalam tahap perumusan Standar Operarasional Prosedur (SOP) untuk menindak kasus tersebut. Rumusan itu bakal rampung akhir 2015 mendatang. Dan ini yang layak kita tunggu. Barangkali wajar, jika selama ini produktivitas dosen, terlebih mahasiswa dalam penelitian, karya ilmiah, maupun jurnal ilmiah tidak ada peningkatan signifikan. Padahal, alokasi anggaran bagi dosen untuk penelitian dalam tiga tahun terakhir terus meningkat. Karena diakui, di UIN Jakarta, tradisi plagiarisme tampaknya memang telah dipandang lumrah. Bukan hanya oleh mahasiswa, bahkan di kalangan dosen yang mestinya digugu dan ditiru. Tidak hanya di UIN Jakarta, kasus plagiarisme nyatanya memang banyak terjadi di perguruan tinggi di Indonesia, baik di PTN maupun Swasta. Pada 2013 misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) setidaknya mencatat, sebanyak 808 kasus plagiarisme dilakukan oleh dosen dalam proses sertifikasi. Sebuah angka yang boleh jadi mengejutkan. Pada tahap ini, sebagai kejahatan intelektual, plagiarisme tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandang hukum positif bagi institusi pendidikan, ia juga harus dilihat sebagai kultur yang akan menjadi preseden buruk dan terus berkelindan. Soal plagiarisme, sekali lagi, ini menjadi pekerjaan rumah yang mestinya masuk dalam skala prioritas UIN Jakarta. Pasalnya, upaya kampus ini untuk menggenjot publikasi tingkat internasional, guna mendukung rencana strategis (renstra) UIN Jakarta sampai 2022 menjadi kampus bertaraf internasional, namun dengan mendiamkan kejahatan plagiarisme—yang masuk dalam kategori kejahatan berat di instansi pendidikan—sama halnya dengan melangkah konyol; bak panggang jauh dari api.
BANg Peka
Tempat Lapangan Parkir SC
s ivita sini, t a e i n kr anmu d uma a k pu juk kc Tun kemam iah ga l dan ena ku gku! kar an ban mak
Contact Person: Bayu (083875725506) Eko (089627411429)
S A T I V TI KREA NPA TA S BATA Redaksi LPM Institut
1-2 Oktober FREE SERTIFIKAT & COFFEE BREAK
Menerima: Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: redaksi.institut@gmail.com Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085693706311 Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.
TUSTEL
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
10
Denyut Situ Gintung Foto dan Teks: Aci Sutanti dan Arini Nurfadilah
Foto: Arini/Ins
Situ atau danau memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Pasalnya, selain sebagai sumber air, keduanya juga bisa dijadikan ladang mendulang rupiah. Seperti yang terjadi di Situ Gintung, Cirendeu, Ciputat Timur. Banyak warga sekitar yang membuka usaha tambak ikan di sana. Kegiatan perikanan pun masih aktif dilakukan, semisal memancing, menambak dan menjala ikan di tengah situ. Saat pagi menyapa, para penjala mulai melebarkan jalanya demi mengumpulkan ikan untuk dijual. Ketika matahari mulai bergerak ke Barat, petambak menepi sembari membawa tangkapan yang jumlahnya tak menentu setiap harinya. Warga sekitar mesti bersyukur karena Situ Gintung masih mempertahankan fungsinya. Meski sempat mengalami bencana pada 2009 lalu, kini situ yang merupakan bagian dari daerah aliran sungai Cisadane ini telah memantapkan fungsinya. Tak hanya digunakan sebagai pendulang pundi-pundi kehidupan, Situ Gintung juga dijadikan tempat wisata.
Foto: Aci/INS
Panen
Foto: Arini/INS
Rehat Sekejap
Memancing
Mendayung
Foto: Arini/Ins
Foto: Aci/INS
Memantau Tambak
WAWANCARA
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
11
‘Tambal Sulam’ Sistem KKN Sistem Kuliah Kerja Nyata (KKN) di UIN Jakarta tak ada perubahan sejak empat tahun lalu. Padahal, selalu ada evaluasi tiap tahunnya. Pelaksanaan KKN merupakan bagian dari tri dharma perguruan tinggi di bidang pengabdian. Meski sudah menjadi rutinitas tahunan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaya- tullah Jakarta, KKN masih menyisakan sejumlah persoalan. Mulai dari tak adanya standardisasi dosen pembimbing (dospem) KKN, ketidakmerataan pembagian dana sejumlah Rp10 juta yang diterima setiap kelompok, hingga pelanggaran hak dan kewajiban oleh dospem KKN. Berikut hasil wawancara reporter Institut, Arini Nurfadilah dengan Ketua PPM 2015, Djaka Badrayana, Rabu (16/9).
Sebagian dospem tak menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, apa tanggapan Anda? Untuk sistem KKN tahun ini, belum ada sanksi terkait hak dan kewajiban dospem. Ke depannya, bentuk pembekalan dospem akan diganti menjadi workshop dan para dospem yang hadir akan diberikan sertifikat sebagai syarat menjadi dospem. Penilaian KKN lazimnya diberikan dospem pada mahasiswa usai pelaksanaan kegiatan KKN.
Bagaimana Anda melihat pelaksanaan KKN tahun ini? Saat ini, mahasiswa hanya menjadikan KKN sebagai rutinitas tahunan. Dari sisi substansi, KKN kini sering kali dijadikan sebagai wisata sosial atau bakti sosial (baksos) yang direncanakan selama sebulan. Jika melihat dari sistem pemilihan dospem juga belum sempurna, karena dospem yang dipilih fakultas belum tentu bersedia, dan dospem yang bersedia belum tentu memiliki komitmen.
Bagaimana menurut Anda dengan dospem yang mengadakan tes tulis sebagai cara lain untuk memberikan nilai? Saya tak bisa jawab itu salah atau tidak sebelum mengetahui tujuan tes tulis tersebut. PPM tak akan merugikan mahasiswa dan tak ingin menggurui dospem. Fungsi PPM hanya sebagai mediasi. Sebagian dospem juga lebih memilih melakukan pengabdian di luar tempat yang ditentukan PPM, bagaimana dengan hal itu? Di manapun tempatnya, yang penting laporannya lengkap dan tidak melalaikan tanggung jawab mereka di desa KKN. Tempat KKN hanya sebagai salah satu tempat yang disediakan PPM.
Foto: Yasir/INS
Seperti apa pengawasannya? PPM mengawasi mahasiswa dan dospem dengan mendatangi tempat KKN. Sedangkan bagi dospem yang melakukan pengabdian di luar tempat KKN, tidak ada pengawasan. Itu tanggungan dosen ke negara bukan pada PPM, sehingga tak ada pengawasan bagi
dosen yang mengabdi di luar daerah KKN. Tanpa diawasi pun, harusnya tiap dosen sadar kewajibannya untuk melakukan pengabdian. Sejauh ini, berapa jumlah laporan soal KKN yang diterima PPM? Secara lisan, hanya ada lima dospem yang sudah tercatat di PPM. Biasanya, mahasiswa melaporkan tindakan dospem dari cara penilaian dospem, gaya bimbingan, komitmen untuk membimbing dan komunikasi. Bagaimana penyelesaiannya? Pertama, saya catat dan simpan sampai nilai mahasiswa keluar di Academic Information System (AIS). Setelah itu, PPM mengadakan mediasi antara kedua belah pihak (dosen dan mahasiswa yang bersangkutan). Pada intinya, saya tak bisa melihat sepihak, harus konfirmasi lebih dulu pada dospem yang bersangkutan dan jika terbukti bersalah, maka PPM menghapus dospem yang bersangkutan dari daftar calon dospem di tahun mendatang. Soal anggaran, mengapa dana sejumlah Rp10 juta yang diterima setiap kelompok dari dospem tidak sama? Sesuai nomenklatur, dana sejumlah Rp10 juta merupakan dana KKN. Pengalokasian dana tersebut diatur sepenuhnya oleh dospem. PPM hanya mengarahkan pada dospem untuk membagi pengalokasian dana tersebut pada mahasiswa. Karena pada praktiknya, dospem bermitra dengan mahasiswa. Persoa- lan terkait dinamika hubu- ngan dospem dengan kelompok KKN pun banyak ditemui. Namun, saya tak bisa mengukur kekurangan KKN hanya dari persoalan dana.
Lalu, sistem dan konsep pengabdian seperti apa yang akan diterapkan di tahun mendatang? Pengabdian masyarakat itu tetap terbagi dua, yaitu pengabdian dosen dan mahasiswa. Untuk dosen, berupa desa binaan, sedangkan mahasiswa, tetap KKN. Tapi, konsep KKN yang akan diubah. Nantinya, KKN bisa dicicil dari semester satu. Para mahasiswa menjadi volunter di lembaga-lembaga sosial yang bermitra dengan PPM. Intinya, saya ingin menjadikan Volunter sebagai lifestyle mahasiswa. Jadi, KKN nantinya harus bersifat social service.
Dok. Pribadi
serta pelayan servis yang beraneka ragam. Mulai dari recovery operating system Windows XP, Windows 7 dan Windows 10, atau penghapusan virus dan instalisasi program lengkap. Lalu, Excellent Comp juga melayani servis laptop yang mati total, seperti terkena air. Pula melayani penggantian komponen seperti LCD, keyboard, charger, baterai dengan harga ekonomis. Excellent Comp juga melayani servis lainnya, seperti cleaning fan prosesor dan pembersihan komponen internal bagi laptop yang sering nge-hang/ overheat. Bagi Anda yang membeli flashdisk, modem, dan aksesori lainnya, Excellent Comp pun menerima komplain, dengan ketentuan memenuhi persyaratan garansi. Gambar gembira bagi Excellent Comp mulai bulan Oktober 2015 mengadakan promo setiap pembelian aksesoris seperti flashdisk, micro sd dll senilai minimal Rp.
Jika melihat kekurangan KKN tahun ini, apa yang perlu dievaluasi? Pertama, model rekrutmen dospem. Di tahun mendatang, PPM akan membuka pendaftaran dospem KKN. Jadi, dosen yang ingin menjadi dospem harus siap bersaing dan mempersiapkan laporan administrasi, proposal, dan form pendaftaran. Kedua, perlu adanya workshop untuk dosen, baik yang membimbing KKN maupun yang memberdayakan desa binaan atau desa mitra. Poin terakhir, PPM perlu memperkuat tim monitoring, tim yang mengontrol dan mengawasi kinerja dosen.
REKOMENDASI
Harga Pas, Barang Berkualitas Laptop atau komputer Anda bermasalah? Atau Anda sedang mencari laptop dengan berbagai spesifikasi, PC rakitan, dan build up? Tak perlu bingung permasalahan Anda akan segera terjawab jika Anda berkunjung ke Excellent Comp. Terletak di Jl. Legoso Raya no. 06 (seberang Mahad Ali), dan di Jl. Pesanggrahan no. 03 (sebelah kiri pintu kecil UIN kampus 1). Excellent Comp hadir untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dan umum dibidang komputerisasi. Excellent Comp juga hadir dengan berbagai keunggulan. Selain berlokasi stategis yang memudahkan konsumen, Excellent Comp pun menawarkan barang dengan harga murah berkualitas tinggi dan tentunya bergaransi menjadi kelebihan Excellent Comp dari yang lain. Selain itu, Excellent Comp juga memberikan harga dan kualitas terbaik untuk PC, laptop dan aksesoris,
Tindak lanjutnya? Untuk tahun depan, saya akan mengajukan pemberian dana pada ketua kelompok KKN, kalau pihak keuangan tak mengizinkan, tetap diberikan pada dospem, namun dengan persentase yang jelas. Pada tahun sebelumnya, PPM sempat mengajukan pembagian dana KKN diberikan langsung pada setiap ketua kelompok KKN, namun, tak diizinkan oleh pihak keuangan pusat dengan alasan uang negara dan tak bisa diberikan pada mahasiswa secara langsung.
100.000 akan mendapatkan 1 kupon undian berhadiah utama laptop ASUS serta berlaku kelipatannya. Jadi mulai sekarang anda tak
perlu bingung mencari tempat untuk membeli atupun memperbaiki gadget anda. Kebutuhan anda akan komputerisasi kini telah dibantu
Excellent Comp yang letaknya tak jauh dengan kampus. Pertanyaan dan pemesanan pun bisa langsung menghubungi Wahyu (085697509054).
BACA, TULIS, LAWAN!
RESENSI
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
Anomali Stasiun Televisi Pasca-Orba M. Rizky Rakhmansyah
Pada masa Orde Baru (Orba) media massa mendapat kekangan dari peme rintah. Saat itu, media yang memberitakan keborokan pemerintahan Presiden Soeharto segera dibredel pemerintah. Tak hanya itu, Soeharto juga memandatkan Departemen Penerangan untuk mengontrol media massa. Soeharto menerapkan kebijakan tersebut untuk menjaga nama baik pemerintahan yang ia pimpin agar tak dikritisi masyarakat. Ia paham, lewat berita masyarakat dapat mengetahui keborokan pemerintahannya. Televisi Republik Indonesia (TVRI)—stasiun televisi nasional— tak luput dari pengawasan Departemen Penerangan. TVRI dilarang untuk memasang iklan dengan alasan mencegah terjadinya kecemburuan antara masyarakat desa dan kota. Padahal, masyarakat kelas menengah kota yang memiliki usaha memerlukan iklan demi memasarkan produknya. Salah satu pemegang saham stasiun televisi swasta di Rajawali Citra Televisi (RCTI) Bambang Trihatmojo, mengajukan izin ke Departemen Penerangan untuk membentuk televisi swasta di Indonesia pada Agustus 1987. Departemen Penerangan pun segera mengabulkan permohonan Bambang yang notabene putera Soeharto. Meski mendapat izin siar, stasiun
televisi swasta kala itu hanya dapat menyiarkan tayangan ulang TVRI. Untuk mengantisipasinya, stasiun televisi swasta membangun program beritanya sendiri. Namun, berita yang mereka siarkan hanya mencakup kejadian-kejadian seputar Jakarta saja. Setelah Soeharto lengser, Presiden B.J. Habibie mengeluarkan UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers. Peraturan tersebut pun memberikan angin baru bagi industri media. Kini, media dapat menyebarluaskan berita tanpa intervensi dari pemerintah. Namun, lambat laun, independensi media makin terkikis akibat berbagai kepentingan yang pemilik stasiun televisi miliki. Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 adalah contoh memudarnya indepedensi media. Memudarnya independensi media terlihat betul ketika pemilik stasiun televisi ikut campur tangan dalam menentukan siaran Pemilu 2014. Harry Tanoesodibjo dengan RCTI-nya, Surya Paloh dengan Metro TV-nya, dan Aburizal Bakrie dengan TV One-nya berusaha membangun citra positif calon presiden yang mereka dukung. Alhasil, RCTI, Metro TV, dan TV One mendapatkan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lantaran penayangan berita calon presiden dan wakil presiden yang tak seimbang. Pe-
Melawan Perintah Mengubah Sejarah Sumber: Internet
Yasir Arafat “Saya tentara, saya membela pemerintah untuk merdeka 100%. Jika tuan Malaka punya cara lain. Silahkan.” Di saat bersamaan, Pemerintah Belanda secara sepihak memutuskan keluar dari perjanjian Renville. Secara otomatis, Belanda pun menghentikan gencatan senjata terhadap Peme- rintah Indonesia. Pada 19 Desember 1948, Panglima Tentara Belanda, Jenderal Simons Spoor memimpin agresi militer kedua menyerang Yogyakarta yang kala itu menjadi Ibu Kota Indonesia. Untuk mengamankan Indonesia dari agresi Belanda, Soedirman mengadakan pertemuan bersama Pre-
siden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dari pertemuan tersebut menghasilkan keputusan berbeda. Berdasarkan hasil sidang kabinet, Soekarno dan Hatta menginginkan Soedirman untuk tetap berada di Yogyakarta. Sementara Soedirman mendesak Indonesia agar melawan agresi Belanda dengan perang gerilya. “Dan saya mohon dengan sangat, ikutlah bergerilya bersama kami. ” ujar Soedirman. “Kau seorang prajurit, tempat mu di medan pertempuran bersama
Sumber: Internet
Pasca-Orba, stasiun televisi leluasa menayangkan siarannya tanpa kekangan pemerintah. Sayangnya, stasiun televisi menyalahgunakan kebebasan tersebut.
Judul Editor Penerbit Cetakan Tebal
: Orde Media: Kajian tele visi dan Media di Indonesia Pasca-Orde Ba ru : Yovantra Arief dan Wi snu Prasetya Utomo : INSISTPress : Juni 2015 : 296 halaman
langgaran yang mereka lakukan tidak hanya sekali. Meski ditegur KPI, mereka kembali melakukan pelanggaran serupa. Berdasarkan hasil kajian Remotivi dalam buku Orde Media: Kajian Televisi dan Media di Indonesia Pasca-Orba menunjukkan 57% responden menganggap konten siaran yang ditayangkan televisi berada di bawah kendali perusahaan televisi, 34% untuk pemerintah dan 8 persen sisanya
untuk masyarakat. Survei yang dilakukan Remotivi bukan tanpa alasan. Pasalnya, siaran televisi mampu mempengaruhi hingga mengubah watak sosial seseorang. Tak mengherankan, jika banyak stasiun televisi yang mendapat teguran dari KPI lantaran tidak layaknya tayangan stasiun televisi. Sementara itu, ada beberapa tayangan di televisi yang melecehkan sebagian suku dan ras tertentu. Da-
dengan anak buahmu. Tapi tempat mu tak bisa menjadi tempat pelarian saya. Saya harus tetap di sini,” jawab Soekarno sesaat setelah ia keluar dari sidang kabinet. Siapa sangka, meski mendapat penolakan dari presiden, Soedirman tetap pada keputusan awalnya, yakni menghadapi agresi Belanda dengan perang gerilya. Selama tujuh bulan, Soedirman bergerilya di tanah Jawa. Hutan, gua, dan pemukiman warga kerap menjadi tempat singgahnya. Usahanya tidak sia-sia, berkat strategi perang gerilya Soedirman, Belanda pun harus memupus keinginannya untuk kembali menguasai Indonesia. Sebab, di saat bersamaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga telah mengetahui pengkhianatan Belanda terhadap Perjanjian Renville. Saat-saat yang dinanti pun tiba, pada 24 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar Indonesia dan Belanda segera menghentikan peperangan. Kegagalan Belanda di medan pertempuran, serta tekanan dari dunia Internasio nal terutama Amerika Serikat yang mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi, memaksa Belanda untuk mundur dan kembali ke meja perundingan. Setelah dua film sebelumnya (Soekarno dan H.O.S Tjokroaminoto), hadirnya film Jendral Soedirman menjadi film ketiga, yang bercerita tentang tokoh pergerakan nasional di dunia perfilman Indonesia. Film yang diproduseri Handi Ilfat dan Sekar Ayu Asmara ini menghabiskan biaya berkisar Rp 10-15 miliar. Mengambil adegan di empat kota: Bandung, Magelang, Yogyakarta, dan Wonosari. Dengan diperankan beberapa aktor ternama, seperti Adipati Dolken (Jendral Soedirman), Mathias Muchus (Tan Malaka), Baim Wong
(Soekarno), dan Nugie (Muhammad Hatta). Film ini didasarkan pada kisah Jendral Soedirman yang bergerilya selama tujuh bulan saat agresi kedua militer Belanda ke Yogyakarta di akhir 1948. Selama tujuh bulan masa gerilyanya, Soedirman hidup dalam keterbatasan kondisi fisik dan materil. Sebelum keberangkatannya, ia dibekali sang istri seperangkat perhiasan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama bergerilya. Meski akhirnya Soedirman pun harus bertahan hidup dari derma masyarakat. Dalam keterbatasan kondisi fisik, Soedirman juga harus berjuang melawan penyakit tuberculosis (TBC) yang dideritanya. Karena penyakitanya itu, mantan guru Sekolah Muhammadiyah dengan pengalaman militer Pembela Tanah Air (PETA) ini meninggal dalam usia cukup muda, 36 tahun. Tidak berbeda dengan dua film pendahulunya, film Soedirman juga memicu beberapa kontroversi. Dilansir dari Tempo.co, dalam artikel berjudul “Kontroversi Film Jendral Sudirman,” sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengkritik beberapa adegan dalam film tersebut. Asvi misalnya, mempertanyakan adegan ketika Soekarno tidak menepati janji dalam pidatonya untuk bergerilya bersama Soedirman. Menurut Asvi, tidak ada yang salah terkait itu. Karena keputusan yang diambil Soekarno berdasarkan hasil kesepakatan sidang kabinet. Diperkuat lagi dengan pendapat Jendral T. B Simatupang yang mengatakan, kala itu jumlah pasukan tentara Indonesia tidak mencukupi untuk mengawal presiden dan wakil presiden jika bergerilya dalam hutan. Bahkan menurut Asvi, dalam film
12
lam artikel Kebhinekaan ala Televisi dalam buku Orde Media, Louvikar Alfan Cahasta menjelaskan, tayangan Keluarga Minus yang disiarkan Trans TV merupakan pelecehan suku dan ras. Minus, seorang yang beretnis Papua seolah-olah direndahkan etnis lainnya. Tayangan yang melecehkan suku dan ras terlihat saat Minus membeli daging di pasar. Sayangnya, daging tersebut tertinggal di bajaj yang sempat ia tumpangi. Louvikar menuliskan, Keluarga Minus mendeskripsikan Minus sebagai seorang yang memiliki watak lugu dan bodoh. Selain itu, tak jarang stasiun televisi memberitakan suatu kejadian secara berlebihan demi mendongkrak rating semata. Muhammad Heyckel dalam artikelnya yang berjudul Mukjizat Televisi menceritakan, program Selebrita Pagi di stasiun televisi Trans 7 memanfaatkan fenomena meninggalnya Ustad Jeffry (Uje). “Pada malam hari, beberapa peziarah mengaku melihat pancaran sinar terang keluar dari makam,” ungkap salah seorang penjaga makam Uje yang diwawancarai Selebrita Pagi (Halaman 146). Selebrita Pagi melebih-lebihkan informasi meninggalnya Uje. Buku Orde Media merupakan kumpulan artikel yang telah dipublikasikan di situs Remotivi.or.id. Buku yang diterbitkan INSISTPress ini menceritakan bagaimana posisi media televisi pasca-Orba. Dalam bukunya, Remotivi secara fokus memberikan kajian dan advokasi untuk menyadarkan publik atas informasi dan hiburan yang sehat dalam siaran televisi. Hingga kini, lembaga yang berdiri pada 2010 silam tetap konsisten menyuarakan kampanyenya agar masyarakat mendapat siaran televisi yang bermutu. Soedirman, Tan Malaka digambarkan sebagai sosok antagonis dan haus kekuasaan. Asvi mempertanyakan latar belakang spanduk berlambang palu arit saat Tan Malaka berpidato di hadapan tentara komunis. Padahal, palu arti, bukanlah lambang dari Partai Murba yang dibentuk Tan Malaka. Asvi juga mengkritik, adegan ketika Tan Malaka berpidato di hadapan anggota Partai Komunis dengan menjadikan testamen dari Sukarno dan Hatta sebagai legitimasi bagi Tan untuk menjadi presiden. “Apabila kabinet Sjahrir tidak sependapat dengan kita. Maka orang-orang yang tepat harus segera menggantinya.” Setelah itu kamera menyoroti pula buklet yang bertulisan “Tan Malaka Presiden Kita.” Adegan selanjutnya ketika Tan Malaka bersama beberapa orang lainnya, dibawa ke dalam hutan dengan tangan terikat laiknya tahanan perang. Kemudian terdengar suara tembakan. Dalam film tersebut, penembakan terhadap Tan Malaka atas dasar surat perintah dari Kolonel Soengkono. Padahal menurut Asvi, tak pernah ada perintah penangkapan Tan Malaka saat bergerilya di Jawa Timur.
an edirm o S l a r Westi : Jend Judul dara: Viva Sutra un: 2015 nit Tah 90 me rang : i s a r Du a, Pe : Dram e r n e G
SOSOK Egi Abdul Wahid Triana Sugesti
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September2015
13
Timbal Balik Perbuatan Baik
Hubungan timbal balik setiap perbuatan akan berlaku kapanpun bagi siapapun. Seperti halnya perbuatan baik yang dibalas dengan kebaikan pula. Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012, Sabtu (19/9). Selain penanganan kelahiran yang kurang memadai, penyakit lain yang juga berbahaya yaitu sehari setelah melahirkan, ibu tetap harus mengerjakan urusan rumah tangga. Seperti mencari kayu bakar di hutan. “Ini menjadi salah satu penyebab tinggi nya angka kematian yang terjadi selepas ibu melahirkan, yaitu mengalami infeksi dan pendarahan,” ungkapnya. Upaya sosialisasi pun pernah dilakukan terkait dampak dari bahaya ke sehatan tersebut kepada masyarakat Tolitoli, namun awalnya tak membuahkan hasil. Egi merasa kesulitan sewaktu mengajak masyarakat sekitar karena tradisi budaya yang sangat kental. Mulanya hanya satu atau dua orang yang berkunjung. Namun, setelah beberapa bulan, masyarakat ramai mendatangi tempat tersebut. Setelah genap satu tahun mengabdikan diri membantu masyarakat Tolitoli, ia berniat untuk melanjutkan studi S2. Pria yang memiliki hobi travelling mengikuti seleksi beasiswa S2 dengan mengajukan esai berisi pengalaman di Tolitoli. Rupanya, tulisan Egi tersebut berhasil membuatnya lolos seleksi di Universitas Mahidol, Thailand Jurusan Master
Primary Healthcare Management ASEAN, lulus pada bulan Juni 2015 dengan IPK 3,97. Pemuda asli Karawang ini memang sudah lama bergelut dibidang volunter. Beberapa kali ia ditugaskan menjadi koordinator penyaluran bencana alam di berbagai daerah, salah satunya bencana longsor Ciwidey, Jawa Barat tahun 2010. Ia menjadi koordinator di tingkat nasional yang membawa 10 orang relawan lainnya. Berbagai pengalaman, jatuh b a - ngun mengikuti kegiatan volunter mem-
banyak agar selalu termotivasi untuk menjadi lebih baik. Selanjutnya, yang ketiga, berbagi ilmu dengan cara menceritakan pengalaman yang didapat. Sembari menyelipkan poin penting ia pun bisa memberikan wawasan ilmu untuk dibagikan ke sesama. “Saat saya diberi kesempatan untuk mewakili kampus, itu seperti amanat yang harus saya sampaikan kepada mahasiswa lainnya,” katanya. Pemuda ini sangat mengagumi sosok Anies Baswedan dan Dahlan Iskan. Egi beralasan petuah yang disampaikan dua orang
buatn y a memiliki tiga prinsip hidup ya itu, peduli, inspira- si dan berbagi. Pertama, peduli untuk menolong sesama, karena hal itu ia bisa merasakan kepuasan diri yakni melalui kebahagiaan orang lain. Kedua, memberi inspirasi kepada orang
Dok. Pribadi
Jiwa volunter Egi Abdul Wahid dalam dunia kesehatan terbukti dari segudang pengalamannya. Demi mengikuti passion, pemuda kelahiran 1989 ini bergabung di organisasi yang bergerak di bidang layanan kesehatan masyarakat. Berkat mengikuti organisasi ini pun ia memiliki seribu cerita. Baginya, jauh dari kota membuatnya lebih tertantang untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Awal tahun 2013 ia dikirim ke Kota Tolitoli, Sulawesi Tengah. Di daerah itu terdapat tradisi kejawen, bahwa ibu yang sedang melahirkan tidak boleh ditemani oleh siapapun kecuali suaminya. Sebab, suami dianggap harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada istri atas kelahiran anaknya. Namun, kebiasaan ini disayangkan Egi karena beresiko tinggi pada ke sehatan sang ibu selepas melahirkan. Padahal, ibu yang melahirkan idealnya mendapat perawatan yang intensif. Sehingga ia berpikir untuk mengubah kebiasaan tersebut. Akhirnya, setelah berunding bersama rekan satu tim kerja, kemudian mereka berinisiatif untuk memanfaatkan satu rumah guna dijadikan tempat bersalin. ”Selain rumah yang kita siapkan, peralatan medis yang lengkap juga tersedia,” ungkap mahasiswa lulusan Jurusan Keperawatan,
Nama : Egi Abdul Wahid Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 13 Juni 1989 Riwayat Pendidikan :SDN Jayakerta II SMPN 4 Rengasdengklok SMAN 5 Karawang Jurusan Ilmu Keperawatan FKIK UIN Jakarta Master Primary Heal thecere Management ASE AN Institute of Health Development-Mahidol University, Thailand
Dok. Pribadi
Apresiasi Sastra Sarang Matahari
Komunitas Sarang Matahari menampilkan musikalisasi puisi dalam workshop Pertemuan Sastrawan Mitra Praja Utama (MPU) ke IX di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/10). Acara itu terwujud berkat adanya kerjasama antara para sastrawan yang terhimpun dalam anggota MPU dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Jeannita Kirana Keterampilan dalam seni dan sastra harus senantiasa ditumbuhkan. Para penggiat pun terus berupaya melahirkan karya. Kecintaan terhadap dunia seni dan sastra tampaknya mengilhami Shobir Poerwanto untuk mendirikan Komunitas Sarang Matahari. Ditambah lagi keinginannya mengembangkan potensi para pemuda agar memiliki
pengetahuan dan wawasan di kedua bidang tersebut. Awalnya, pria yang akrab dipanggil Shobir Poer ini membentuk Komunitas Sarang Matahari sebagai wadah untuk berlatih teater. Saat ia masih
menjadi mahasiswa, perkembangan teater belum begitu marak seperti sekarang ini. Oleh karena itu, ia me ngumpulkan orang-orang dengan minat yang sama lalu membentuk Komunitas Sarang Matahari.
itu sangat membantunya sewaktu ia menjabat sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jurusan dan fakultas. Saat ini, ia aktif sebagai tim penyusun program di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Center For Indonesia Star Development Initiatives (CISDI). Lembaga yang bergerak dibidang kesehatan ini, menugaskan Egi di bidang penyeleksian dokter, bidan dan perawat yang akan dikirim ke pelosok Indonesia. Ia meyakini menjadi mahasiswa bukan hanya menuntut ilmu saja. Namun, sangat perlu mengeksplor diri, yang pada akhirnya berbaur kepada masyarakat. “Ibarat permen, kita disuruh memilih permen yang bungkusannya biasa atau menarik, pastilah kita lebih memilih yang menarik, ” tutupnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh Sarang Matahari, tak hanya fokus pada teater. Tapi mereka juga me ngadakan latihan penulisan puisi, cerita pendek, dan musikalisasi puisi. Sekali dalam dua minggu, papar Shobir, Sarang Matahari rutin mengadakan pelatihan-pelatihan tersebut. “Kita juga suka ngadain diskusi dengan komunitas penggiat sastra lain seperti Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Tangerang Selatan,” ujarnya, Selasa (15/9). Didirikan sejak 1987, komunitas yang kerap mengadakan kegiatan di Perumahan Puri Serpong I, Setu Tangerang Selatan ini menghasilkan karya-karya yang sudah diakui kualitasnya sehingga dimuat oleh koran lokal. Berbagai buku antologi puisi seperti Batas Diam Matahari (1996), Mengalir di Oase (2010) serta antologi cerpen berjudul Dalam Pelukan Sang Guru (2011) telah diterbitkan. Selain dimuat dalam koran lokal, karya antologi puisi dan cerpen garapan Shobir Poer beserta ang gota Sarang Matahari juga dijual. Anggota komunitas Sarang Matahari terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan pekerja. Tak sedikit pula yang berprofesi sebagai sastrawan, jurnalis, dan entertainer. Sampai saat ini, lebih dari 100 orang telah bergabung sebagai anggota dalam akun facebook Sarang Matahari Penggiat Sastra. Shobir Poer memaparkan, tak hanya latihan, Sarang Matahari aktif mengikuti perlombaan musikalisasi puisi dan teater tingkat daerah maupun nasional. Lalu, komunitas ini juga sering menggelar malam puisi hingga diundang sebagai pengisi acara. Ko-
komunitas munitas yang pernah masuk nominasi teater terbaik tahun 1991-1992 dalam festival teater se-Jakarta Selatan ini pun meraih juara 2 musikalisasi puisi se-Jabodetabek dan juara 1 musikalisasi puisi se-DKI Jakarta. Tak hanya itu, Sarang Matahari juga berusaha memadukan permainan alat musik modern dengan alat musik yang berasal dari perabotan rumah tangga dalam setiap penampilan musikalisasi puisi. Perabotan tersebut terdiri dari sendok, garpu, galon bekas, dan bo tol. Sedangkan untuk alat musik mo dern biasanya memakai gitar. Kemampuan dalam seni dan sastra, kata Shobir Poer, tidak hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang berbakat. Shobir Poer percaya, siapapun yang berlatih dengan penuh kesungguhan maka akan meraih kesuksesan sebagaimana moto dari Sarang Matahari, “Kemampuan apa saja, ti daklah harus dimiliki oleh orang yang berbakat. Melalui latihan yang sungguh-sungguh kemampuan akan dapat dimiliki,” tuturnya. Salah satu anggota Sarang Matahari, Kaifin Prastyo menjelaskan, setiap orang yang tergabung dalam Komunitas Sarang Matahari belajar dari nol. “Saya aja basic akademisnya bukan dari sastra. Tapi karena ada kemauan untuk mendalami sastra, lama-lama saya jadi bisa,” ujarnya, Senin (14/9). Selama menjadi anggota Komunitas Sarang Matahari, Kaifin sudah sering menampilkan musikalisasi puisi dalam berbagai acara. Misalnya dalam acara Sastra Reboan, Kampung Seni dan Budaya Tangsel, serta Puisi Senja di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
SASTRA
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
Manusia Jarak Jauh
14
Cerpen
Oleh: Fikri Bermaki*
Sepuluh orang dalam satu perkumpulan adalah hitungan yang tidak bisa dibilang sedikit. Aku sengaja membiarkan telepon genggamku tergeletak di atas meja yang penuh dengan aneka makanan supaya aku dapat berinteraksi dengan kawan-kawanku, tapi mereka lebih asyik dengan orang yang jaraknya lebih jauh daripada kami yang hanya berjarak satu jengkal. Aku lirik kanan, temanku berambut keriting asyik dengan media sosial facebook sambil menulis di statusnya: “Asyik, akhirnya bisa kumpul lagi setelah liburan panjang kuliah @kedaikopiabah”. Lalu temannya ada yang komentar: “Ciye Rudi asiknya yang kumpul bareng-bareng lagi,” kemudian dibalas oleh Rudi: “Iya dongs”, dan terus mereka balas-balasan sampai saya bosan menunggu jedanya. Tunggu dulu tadi dia bilang kumpul? Aku sangat kecewa dia bisa menulis seperti itu karena dari sejam yang lalu aku hanya melihat dia asyik dengan telepon genggamnya tanpa basa-basi dengan kami yang lebih dekat. Di depanku, temanku yang paling cantik, karena dia seorang yang mengenakan kerudung. Bagiku perempuan yang berkerudung akan lebih anggun dibanding perempuan yang tidak berkerudung. Tapi bukan hanya kerudung yang menjadi tolok ukur melainkan sikap dan perbuatan. Mitha
namanya, sangat murah tersenyum dan yang paling penting adalah akhlaknya baik nan santun. Tapi, sayang sekali Whatsapp membawanya menjadi orang pikun. Pikun bahwa dia sedang berada dalam satu perkumpulan yang sebetulnya sudah diidam-idamkan sejak libur. Aku kesal mereka mengabaikan begitu saja perkumpulan ini. Aku sempat mengajak ngobrol Dodi, tapi dia bilang “tunggu sebentar, ki. Lagi BBM-an nih”. . Aku pun memesan makanan kembali dan memanggil pelayan. Tak lama kemudian datanglah kentang goreng pesananku. Aku pun asyik makan kentang goreng pesananku, tiba-tiba tangan Adi dari arah yang jauh menyambar kentang gorengku, lalu aku lirik ke arahnya ternyata ia sedang menikmati dunia yang lainnya. Tidak biasanya Adi seperti ini, biasanya dalam kumpul seperti ini ia selalu menjadi orang yang paling ramai di antara kami. Tapi kini, dia hanya tertawa sendiri melihat telepon genggamnya, entah apa yang dilihat dan dibacanya. Aku hanya melihatnya tertawa, hanya itu. Tak terasa satu setengah jam sudah terlewati begitu saja tanpa obrolan dan tanpa papasan dalam perkumpulan. Aku merasa sendirian meski orang lain melihat kami berkawanan. Facebook, twitter, whatsapp, BBM dan je-
jaring sosial lainnya menenggelamkan mereka pada dunia yang baru dikenal olehnya. Waktu pun semakin larut, orangorang mulai meninggalkan kedai, tinggal kami sepuluh orang dalam satu meja. Aku merasa asing dengan temanku sendiri. Kekecewaanku semakin menderu kala Ica mengajak kami untuk foto bareng. Kami semua berpose dengan gaya masing-masing. Selepas itu kembali mereka sibuk dengan telepon gengamnya tanpa mau melihat hasil fotonya terlebih dahulu. Dan mereka malah lebih suka meminta foto untuk dikirim ke jejaring sosialnya. “Ca, fotonya masukin ke Path aja ya”, kata Yogi. “Ke Whatsapp aku juga ya cantik”, kata Mitha dan mendapat anggukan dari yang lain. “Aku mah semuanya aja ca, kirim ke semua jejaring sosial aku ya”, kata Adi yang setelah itu disuraki oleh teman yang lainnya. “Iya tenang aja. Kau tidak ingin dikirim ke facebook-mu, Riki? Atau ke jejaring sosialmu yang lain?”, tanya Ica. “Tidak, ca. Aku mungkin akan lebih suka kita berbincang dibanding kita harus mengabadikan momen yang tak indah ini!”, akhirnya aku dapat mengatakannya dengan lantang. “Maksudmu apa Riki?”, tanya Mitha dengan herannya. “Kumpul seperti ini sebetulnya yang kita idam-idamkan bukan? Dua bulan kita libur, tak pernah kita tatap muka. Tapi setelah kita bertemu, kalian hanya memainkan ponsel kalian saja tanpa ada
obrolan satu sama lain!” Perlahan semua temanku menatapku dengan seksama, sebagian ada yang menundukan kepala sambil menaruh telepon genggamnya di meja. “Aku sengaja menaruh ponselku di atas meja, supaya aku dapat berbincang dan menikmati waktu bersama kalian. Tapi kalian malah lebih asyik dengan jejaring sosial yang kalian miliki. Aku juga punya, tapi aku tidak terlena. Akan ada waktunya kok. Sekarang kita lagi kumpul. Lagi kumpul!” Adi yang tadinya mendengarkanku bicara sambil memainkan telepon genggamnya pun kini menaruh teleponnya di atas meja. Lalu diikuti oleh teman yang lainnya. Bahkan Mitha pun mematikan daya telepon genggamnya. “Mungkin orang lain melihat kita sedang kumpul dengan jumlah yang cukup banyak, tapi mereka tidak tahu apa yang kita bicarakan. Bukan hanya mereka yang tidak tahu, kalian juga tak tahu kan apa yang daritadi kita perbincangkan?” “Jelas kalian tidak tahu apa yang kita bincangkan, karena kalian hanya asyik dengan facebook, twitter, dan media sosial lainnya. Manusia yang jaraknya jauh kalian sambangi dengan ponsel yang kalian punya, sementara kita yang sedaritadi duduk dalam satu meja tak ada yang berbicara sepatah kata pun. Aku ingin memulai obrolan, tapi satu di antara kalian ada yang masih asyik BBM pacarnya.” Dodi menundukkan kepala karena dia tahu itu adalah perbuatannya tadi.“Bukan hal yang sering, tapi jarang. Kumpul seperti ini jarang kita dapatkan lagi. Apalagi orangnya pas ada sepuluh,
biasanya ada saja yang tidak hadir. Tapi karena ponsel yang kalian milikilah seakan kita mempunyai sekat dinding walau kita duduk berdekatan” “Ini kesempatan kita kumpul. Ini sahabat-sahabat kalian. Melebihi pacar kasih sayangnya. Jangan kalian diamkan. Manusia yang di ponsel kalian adalah manusia yang jaraknya jauh dari pandangan. Pandangilah kita yang dekatnya satu meja. Pandangi dan ajak bicara!”, tegasku. “Kalau tujuan kalian berkumpul hanya ingin mendapatkan foto-foto, lebih baik cari tempat rekreasi atau tempat wisata yang indah. Bagiku foto adalah bonus dari kesempatan kita berkumpul.” Ica pun menundukkan kepalanya tanpa melihat aku, entah dengar atau tidak, yang jelas ia merasa bersalah. “Sudah satu setengah jam lebih aku menunggu kalian untuk berhenti sejenak memainkan handphone. Tapi nyatanya kalian malah lebih asyik. Baiklah, sepertinya menonton TV di rumah atau mungkin membaca buku akan lebih asyik dibanding harus menonton kalian tertawa dengan ponsel kalian masing-masing”, aku pun pamit. Semua diam dan hanya mengangguk saat aku pamit kepada mereka. “Hati-hati, Riki. Terimakasih atas malamnya kali ini”, hanya Mitha yang berujar kepadaku, tapi kali ini tidak dengan senyum khasnya mungkin ia tertegun mendengar kata-kataku tadi. *Penulis adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Puisi Kuliah Kerja, Nyatanya? Oleh: Muhammad Adhi Kurnia*
Lupa Jalan Pulang Oleh: Ikhya Ulumuddin*
Mahasiswa dituntut merencanakan program kerja satu bulan di sebuah desa untuk menggali potensi di masyarakat itu, katanya Program kegiatan dibuat apa adanya yang terjadi di sana hanyalah program hiburan dan liburan, nyatanya?
Sekarang saya duduk menyandang buku tebal karena semesta mengejek otakku bebal aku rasa memang banyak hal tak didengar dibalik percakapan manusia dialog orang-orang pintar pintar di atas langit datar
Mahasiswa jago aksi-jago diskusi suka bahas isu lokal sampai internasional dari televisi, katanya dipanggil RT atau RW untuk membenahi masalah masyarakat malah bilang, itu sih urusan aparat, nyatanya?
Pesona singgasana dunia wacana mengoceh bak ada Tuhan dalam dirinya menjelajahi buku alam raya memang mereka itu sedang terbang menjajaki kamar-kamar kosong
Ternyata dunia nyata Mahasiswa tukang kritik dosen atas kinerjanya telah menelan bacotnya Dosen malas, dosen tak profesional dosen keparat, katanya alam pikirannya terlalu kaya Ia sendiri mencontoh dosennya sehingga para sekumpulan manusia menyanjungnya mengajar adik-adik di desa dengan semena-mena, nyatanya memanggilnya sebagai orang alim Mahasiswa organisasi, jadi tim sukses di sana-sini orang alim yang tak tahu dunianya yang lupa jalan rumahnya Politik kampus sampai negeri makanan sehari-hari, katanya diajak membenahi pola pikir politik tingkat desa Lupa akan laut yang selalu berbicara harmoni hanya mampu ucap, kami tak kuasa, nyatanya? seakan ada dia, aku, dan kami tidak arif satu sama lain Program yang hanya satu tahun sekali membuat tembok bukan Berlin diharap bisa kembangkan masyarakat dan mahasiswa tembok antara aku dan kamu madani kami dan mereka pengamalan ilmu yang tidak mumpuni Jadi ingat tagline KKN bangsa ini Nada rindu memang t’lah hilang entah ke mana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ah sungguh tragis cerita ini. tak pernah lagi membawa harum bunga bunga dari alam nusantara bening, jernih, indah rupanya ramah, tamah, pasrah manusianya Kita yang kaya akan budaya Di manakah kita sebenarnya. *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora
*Penulis adalah mahasiswa Aqidah Filsafat serta aktivis di FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat)
Pasang Iklan Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid Institut Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud) Institut Online Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.
CP: Maulia Nurul No HP: 08567231682
SENI BUDAYA
Tabloid INSTITUT Edisi XXXVIII / September 2015
15
Salah satu pengunjung tengah mendengarkan penjelasan mengenai Burung Cendrawasih Kuning Besar melalui audio dalam Pameran 125.660 Spesimen Sejarah Alam di Galeri Lantai 2 Salihara. Pameran yang digelar dari 15 Agustus-15 September 2015 ini menampilkan karya-karya yang merujuk pada jejak Alfred Russel Wallace (1823-1913).
Foto: Ika/Ins
Membingkai Ilmu Pengetahuan dengan Karya Seni
Ika Puspitasari Karya seni merupakan media untuk menyampaikan keindahan. Melalui seni rupa, Pameran 125.660 Spesimen Sejarah Alam menyajikan sebuah penelitian ilmiah. Seorang pria menggoreskan kuas di atas kain putih berukuran 120 cm x120 cm. Ia torehkan tinta hitam untuk melukis pulau-pulau di Indonesia, dari Sumatera hingga Papua. Gerakan jemarinya kemudian membuat garis melengkung yang melintang di antara Kalimantan dan Sulawesi. Pria itu melukis peta persebaran hayati di Indonesia serta menandai titik hutan tropis di Pulau Jawa dan Kalimantan. Proses melukis tersebut terekam dalam video berdurasi 6.25 menit yang dipamerkan di Galeri Lantai 2 Salihara. Lukisan The Frids Hutabarat dalam video tersebut menggambarkan keanekaragaman hayati yang ditemukan Alfred Russel Wallace sejak 1823 hingga 1913 di Nusantara. Di sisi kanan proyeksi video, terlihat paruh runcing seekor burung dan sepasang kaki kecilnya. Kerangka burung yang berusia lebih dari 100 tahun itu nampak bertumpuk tercetak di atas kertas berukuran 90 cm x 60 cm. Burung tersebut adalah jenis Kakaktua
(Plyctolophus) yang ditemukan di Lombok pada November 1894. Sedangkan pada sudut lain ruangan, kodok hitam dengan empat kaki berselaput mengambang dalam tabung berdiameter 15 cm dan panjang 30 cm. Berbeda dengan kodok biasanya, reptil bernama kodok pohon besar ini memiliki selaput amat lebar sehingga ia dapat terbang dari satu pohon ke pohon lain. Kodok terbang ditemukan pertama kali pada 1860 di Borneo. Kini, jenis kodok pohon besar ini tak dapat ditemukan lagi. Wallace pun menggambarkan perubahan setiap spesies tersebut yang tercetak pada kertas berwarna coklat kekuningan. “Perubahan spesies merupakan sebuah proses yang lambat. Kita semua setuju akan hal itu, walaupun berbeda pendapat tentang bagaimana proses tersebut terjadi,” ungkap Wallace dalam kertas itu. Dua ekor cendrawasih (Paradisaea apoda) juga tak kalah menarik perhatian pengunjung. Dalam kubus yang
terbuat dari kaca bening, kedua burung cendrawasih itu bertengger di sebuah ranting. Sayapnya yang berwarna kuning kecoklatan membentang dari sebelah kiri hingga kanan kubus. Jenis burung cendrawasih kuning besar ini ditemukan hanya di Papua. Selain itu, ratusan miniatur kupu-kupu menempel pada sebuah kain putih yang digantungkan di tengah ruangan. Warna merah, kuning, biru dan hijau dari kupu-kupu tersebut terlihat mencolok di atas kain putih. Beberapa kupu-kupu yang paling besar dengan sayap berwarna-warni merupakan jenis Ornithoptera croesus yang ditemukan di Ambon. Di sisi kanan miniatur kupu-kupu, empat orang yang membawa tombak tengah menyelamatkan diri dari serangan orang utan (Pongo) yang menggigit salah satu dari mereka. Penyerangan orang utan tersebut tercetak dalam foto berukuran 30 cm x 30 cm. Tak hanya foto, kulit orang utan dengan bulunya yang coklat pun ter-
baring di atas meja sepanjang 2 m dan lebar 60 cm. Lengkap dengan tengkorak yang juga tergeletak di sebelahnya. Pameran 125.660 spesimen sejarah alam ini memperlihatkan ekologi Indonesia pada tahun 1823-1913. Pameran ini melibatkan 23 seniman dan ilmuan dari Indonesia dan mancanegara. Dalam pameran spesimen, para seniman dan ilmuan menelusuri penemuan Wallace serta mendokumentasikan dalam bentuk karya seni. Asisten kurator, Bima Asya mengatakan, pameran yang digelar dari 15 Agustus-15 September ini menggabungkan dunia seni dan ilmu pengetahuan. “Kami ingin menyampaikan suatu permasalahan dari penelitian dan pengolahan data melalui karya seni,” tutur Bima, Minggu (6/9). Dengan adanya pameran spesimen bersejarah ini Bima berharap, masyarakat Indonesia dapat menjaga ekosistem. “Apabila salah satu spesies hilang dari suatu ekosistem dapat
merusak spesies lainnya, bahkan manusia itu sendiri,” ungkapnya. Salah satu pengunjung asal Depok, Salfia Rahmawati mengungkapkan, pameran ini merupakan hal baru ba ginya, ia dapat menikmati seni dan juga ilmu pengetahuan sekaligus. “Banyak spesimen alam yang dijadikan lukisan, miniatur, puzzle dan masih banyak lagi di pameran ini,” katanya. Senada dengan Selfia, Puan Dinar, seorang ibu dengan dua anak ini juga menikmati pameran terrsebut. “Ke betulan saya mengajak anak saya, dan mereka menjadi lebih mudah belajar mengenai hewan dan habitatnya di sini,” tutur Puan, Minggu (6/9). Namun Puan menyayangkan beberapa hal dari pameran yang merujuk pada jejak Wallace ini. Menurutnya, ada beberapa karya seni yang penjelasannya kurang lengkap. “Ba nyak foto kupu-kupu, namun tidak ada nama dan penjelasan spesifik mengenai jenisnya,” pungkasnya.
agar menggunakan dana Rp10 juta itu untuk proker-proker KKN mahasiswa sebagai bentuk pengabdian dospem. Permintaan itu disampaikan PPM saat acara pembekalan dospem sebelum KKN. Sayangnya, hampir 50% dospem tak hadir di acara tersebut. Berbeda dengan tiga kelompok sebelumnya, ternyata pembagian dana yang minim tak dirasakan Helmi Apriyanto. Ketua
kelompok KKN Wanasatya ini mengaku tak ada masalah dengan dana yang diterima kelompoknya. Hal itu dibuktikan dari pemberian dana Rp10 juta oleh dospem KKN-nya. Helmi menuturkan, dana sejumlah Rp10 juta ia terima dari dospem secara bertahap. Awalnya, ia diberikan Rp4 juta pada pembukaan KKN. Lalu, Rp4 juta pada pertengahan KKN dan terakhir diberikan sebe-
sar Rp2 juta pada acara penutupan KKN. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Litbang LPM Institut pada 80 kelompok KKN Reguler, sebanyak 40,3% responden menerima sekitar Rp5-8 juta, 32,5% menerima lebih dari Rp8 juta. Sementara sisanya, 20,8% responden menerima dana sekitar Rp3-5 juta dan 6,5% lainnya menerima dana kurang dari Rp3 juta. Tidak meratanya dana yang diterima
kelompok KKN pun berdampak pada Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) dana KKN yang belum diterima BPK. Kepala BPK UIN Jakarta, Subarja mengatakan, dari dana sejumlah Rp2,5 miliar yang dianggarkan untuk pengabdian dosen, baru sekitar Rp5,6 juta Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang sudah diterima. “Sisanya, belum dilaporkan pada kami,” ujar Subarja, Selasa (22/9).
Sambungan Dana KKN Milik Siapa?
Rp10 juta per dospem dari total dana berjumlah Rp1,7 miliar. Dalam surat edaran PPM pada 21 Agustus 2015 juga menyebutkan, dana sejumlah Rp10 juta digunakan minimal 80% untuk bantuan kegiatan fisik dan maksimal 20% untuk kegiatan non fisik (honorarium, transport, dan konsumsi). Meski begitu, lanjut Djaka, PPM sebenarnya telah meminta kepada dospem
Surat Pembaca Saya mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). Meminta kepada pengelola Student Center (SC) agar lebih memperhatikan kebersihan dan kelayakan fasilitas kamar mandi SC. Sebab saya merasakan terutama di kamar mandi dan tempat wudhu pria yang airnya kering di saat orang ramai. 08981316XXX Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) mengeluh kepada pengelola Pustipanda karena e-mail mahasiswa masih belum bisa diakses. Saya memohon kepada pengelola supaya segera membetulkan e-mail mahasiswa agar bisa digunakan untuk aplikasi google classroom. 085773011xxx Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM). Saya mengeluh karena saat ini koperasi di fakultas saya tidak lagi menjual rokok dan kopi. 085812348XXX