TABLOID INSTITUT EDISI 40

Page 1

Edisi XL / November 2015

Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com / Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311

Sertifikat Pendidik Gantikan Akta IV

Apa Kabar WCU?

Dede Rosyada: Saya Ingin Ciptakan Kampus Nyaman Hal. 4

Hal. 2

Terbit 16 Halaman

wawancara

Laporan khusus

Laporan utama

www.lpminstitut.com

Setahun Dede: Mimpi Kampus Internasional Jeannita Kirana

Selama hampir setahun memimpin, Dede Rosyada berfokus membawa UIN Jakarta menjadi kampus bertaraf internasional. Publikasi internasional menjadi program utama Dede.

Foto : Rizal/Ins

Institut baru bisa menemuinya sekitar pukul setengah empat sore, Jumat (20/11) lalu. Setelah menunggu beberapa saat ia akhirnya mempersilakan kami masuk di ruangannya yang belum lama pindah di lantai satu gedung rektorat. “Selama hampir satu tahun memimpin, apa saja yang sudah Anda lakukan?” “Meningkatkan kualitas di bidang regional. Sekarangkitasudahmasuk AUNQA (ASEAN University Network Quality Assurance) danberhasilmemimpin. Itu artinya, UIN (Jakarta) sudah diakui di tingkat ASEAN,” ujar DedeRosyada.“Insyaallah Februari-April kita akan dievaluasi,” lanjutnya. Niat Dede membawa Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Hal. 11

@lpminstitut

menjadi kampus bertaraf internasional sepertinya tidak main-main. Terbukti, dari total 16 program kerjanya, sebagian besar di antaranya adalah upaya Dede membenahi UIN Jakarta agar bisa bersaing di tingkat internasional. Dalam waktu dekat ini misalnya, sejak didapuk menjadi rektor menggantikan Komaruddin Hidayat pada 6 Januari lalu, Dede menargetkan UIN Jakarta harus bisa diakui di level Asia Tenggara. Beberapa kebijakan juga sudah diambilnya agar target itu segera terealisasi.Antara lain meningkatkan anggaran penelitian dosen, mengirim dosen dan mahasiswa ke beberapa perguruan tinggi di luar negeri, Dede juga berencana kembali membuka kelas internasional untuk dua fakultas UIN Jakarta. Untuk anggaran penelitian dosen, pada 2016 mendatang Dede berencana menaikkan hingga 25 milyar untuk 600 jurnal imliah yang akan terpublikasi. Angka itu meningkat dari dua tahun sebelumnya. Pada 2013, UIN Jakarta menganggarkan 6,5 milyar untuk 550 jurnal ilmiah yang ditargetkan. Di tahun berikutnya, 2014, dana penelitian meningkat menjadi 10 milyar untuk target 284 penelitian dosen. Jumlah itu belum termasuk total proposal peneltian yang diterima. Pada 2014 misalnya, dari jumlah 284 yang ditargetkan, hanya 108 proposal penelitian yang diterima. Angka tersebut masih terbilang rendah. Hasil survei Litbang Institut pada Mei 2013 juga pernah menunjukan rendahnya tingkat karya ilmiah penelitian dosen. Dari 100 dosen yang menjadi responden, sebanyak 44,8 % dosen hanya bisa menghasilkan satu karya ilmiah hasil penelitian dalam setahun. B a h kan,

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

10,4% di antaranya menyelesaikan satu penelitian di atas satu tahun. Sementara dosen yang bisa menghasilkan dua karya ilmiah dalam setahun hanya 12,5%. Niat UIN Jakarta menjadi kampus bertaraf internasional tidak bisa dibilang baru. Sesuai Rencana Strategis (Renstra), UIN Jakartasudah memulai proyek ini sejak masa kepemimpinan Komaruddin Hidayat pada 2012 silam. Dan rencananya, akan rampung hingga 2026 mendatang. Selama kurun waktu 14 tahun itu, UIN Jakarta membaginya ke dalam tiga tahap pembenahan yang masing-masing akan dievaluasi per lima tahun. Januari 2016 mendatang, UIN Jakarta memasuki lima tahun pertama untuk evaluasi di bidang lembaga kemahasiswaan. Kinerja Wakil Rektor Selain menaikkan jumlah anggaran penelitian dosen, menambah jumlah mahasiswa asing, pembenahan juga terus dilakukan di bidang akademik. Belum lama ini, Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta, Fadhilah Suralaga, mengaku pihaknya mulai menerapkan kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai himbauan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). KKNI mengubah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan UIN Jakarta. Menurut Fadhilah, Kurikulum KKNI ini akan menekankan kepada profil lulusan dan capaian pembelajaran di setiap program studi (prodi). Dari total 11 fakultas, hingga kini, sisa dua fakultas-Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) yang belum menerapkan KKNI. Pada 2016 mendatang, Fadhilah juga berencana mempersiapkan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) bagi setiap mahasiswa yang memiliki prestasi non formal. SKPI, kata Fadhilah, merupakan bagian dari pengembangan kurikulum KKNI. Nantinya, SKPI berupa sertifikat resmi berupa keterangan kompetensi mahasiswa yang dikeluarkan perguruan tinggi. Sehingga nantinya, SKPI dapat dipakai untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Sementara itu, terciptanya budaya kerja yang bersih dan tepat waktu Bersambung ke hal. 15 kol. 2


LAPORAN LAPORANUTAMA UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Foto : Rizal/Ins

Apa Kabar WCU?

Beberapa mahasiswa UIN Jakarta tengah berdiskusi di taman auditorium UIN Jakarta, Rabu (18/11). Kegiatan tersebut biasa dilakukan tiap sore hari setelah selesai perkuliahan.

Yasir Arafat Dede Rosyada terus membenahi UIN Jakarta demi menuju WCU. Fasilitas dan kualitas pengajar yang minim menjadi batu sandung utama. Meneruskan estafet kepemimpinan Komaruddin Hidayat sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada kini tengah fokus mewujudkan cita-cita UIN Jakarta menuju World Class University (WCU). Setahun sudah Dede memimpin. Tekadnya membawa UIN menuju WCU tersandung minimnya fasilitas bertaraf internasional bagi mahasiswa. Dede mengakui banyak faktor yang perlu diperhatikan bila ingin mencapai WCU diantaranya kurikulum dan penerbitan jurnal internasional. Untuk menuju WCU nanti, ia akan menerapkan kurikulum yang terhubung dengan dunia kerja di UIN Jakarta, dengan begitu setelah lulus perkuliahan mahasiswa bisa langsung mendapat pekerjaan. Kedua, lanjut Dede, UIN Jakarta harus siap menerbitkan jurnal internasional berbahasa asing semisal Inggris ataupun Arab. Untuk tahun 2016 Dede menargetkan UIN Jakarta dapat merilis 600 jurnal internasional dan bisa menerima 500 mahasiswa asing. “Syarat untuk WCU memang berat. Tapi kita kan terus ngejar itu,” ujarnya, Jumat (20/11). Demi mendukung mencapai WCU, Dede memerlukan peran nyata dari seluruh dosen UIN Jakarta untuk meningkatkan kualitas dalam mengajar. Jika sudah begitu, kata Dede, sangat memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran yang dosen berikan. Dede pun tak menapik sebagian dosen UIN Jakarta kurang maksimal dalam mengajar. Selain meningkatkan kompetensi dosen, Dede pun telah menyiapkan program akademik yang bekerjasama dengan kampus dari Jerman dan Perancis. Program tersebut bernama sandwich programme. Jadi nantinya sejak semester satu mahasiswa akan diberikan pelajaran mendalam bahasa agar mahir

berbahasa asing. Untuk itu, Dede telah membuat dua kelas dwibahasa bertaraf internasional yang akan ada di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). “Maunya sih kelas internasional ada di semua fakultas tapi yang siap baru FST sama FEB,” ungkapnya. Di UIN Jakarta sendiri kini ada 207 mahasiswa asing. Dede menjelaskan dengan adanya mahasiswa asing yang mengenyam pendidikan di UIN Jakarta mengindikasikan UIN Jakarta kian dipercaya sebagai universitas bertaraf internasional. Ia mengatakan, tahun 2015 UIN Jakarta telah menerima 16 dosen asing dan mengirim 10 dosen untuk mengajar di universitas luar negeri. Sementara itu, rangking dunia UIN Jakarta dalam webometric berada di posisi 4072. Sedangkan di tingkat nasional UIN Jakarta berhasil menempati peringkat 45. Dede menyadari, di awal kepemimpinannya webometric bukan lah program prioritas utama. Namun, ia mengetahui peringkat webometric menjadi penilaian WCU, belum lagi beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia mulai berlomba mengejar peringkat teratas dalam webometric. Alhasil UIN Jakarta pun mau tak mau meningkatkan peringkat di webometric. “Saya menginstruksikan mahasiswa dan dosen agar membuat e-mail serta blog berdomain mhs.uinjkt.ac.id,” katanya. Banyaknya PT di Indonesia bermimpi menjadi WCU ditanggapi serius oleh Pakar Pendidikan Indonesia, H. A. R. Tilaar. Menurutnya, fenomena PT mengejar WCU merupakan kekeliruan dalam pendidikan. Ia pun mempertanyakan siapakah yang membuat aturan sebuah PT harus menjadi WCU. Bagi Tilaar WCU tidak memiliki konsep yang jelas, terutama bila dilihat dari sisi pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti mahasiswa dan dosen.

Merujuk pada Undang Undang (UU) Perguruan Tinggi Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tridharma Perguruan Tinggi sejak itu rakyat mengenal tiga poin PT antara lain, pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Ditegaskan kembali dalam UU Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Dari pengajaran, penelitian, dan pengabdian merupakan konsep dari dunia barat, hingga sekarang konsep tersebut telah diterapkan dan menjadi kurikulum untuk PT di Indonesia. “Jadi, apakah WCU itu? Apa kita mau menyontek Oxford atau Harvard University? Saya rasa itu keliru,” jelas Tilaar, Jumat (20/11). Anggota Kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini menawarkan, semestinya PT di Indonesia mempunyai Tridharma tambahan yakni pendidikan yang berpusat pada riset pengembangan budaya Indonesia. Lantaran, ia merasa kini peraturan pemerintah mengenai pendidikan semakin memisahkan pendidikan dengan kebudayaan. Padahal ia menganggap pendidikan sangat bisa menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan kekayaan alam Indonesia. Di sisi lain, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menyadari budaya erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Karena itu, melestarikan kekayaan alam dan kebudayaan Indonesia merupakan tugas rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa. Dengan demikian, ia pun menawarkan sebuah konsep pendidikan yang berbasis pengembangan budaya Indonesia, dan hal tersebut yang mestinya dapat dipahami para rektor PT di Indonesia. Tilaar menyarankan PT di Indonesia baiknya dapat mengenal, menggali, hingga mendalami kekayaan budaya dan alam Indonesia. Ia pun berharap semua PT dapat meningkatkan kualitas mahasiswa serta dosen dengan mengedepankan nilai moral. “Ngawur namanya kalau ngejar WCU tanpa memikirkan dan melestarikan budaya nusantara,” tegasnya.

2

Salam Redaksi Salah sejahtera pembaca sekalian. Di November yang sudah mulai dilukis oleh hujan ini kami kembali hadir ke hadapan pembaca sekalian. Sebulan berlalu dan akhirnya kami bisa kembali dengan karya bulanan kami ini untuk dinikmati pembaca sekalian. Tak hanya kesibukan seputar redaksi, dalam sebulan terakhir kami terus disibukan dengan agenda kerjasama serta persiapan Dies Natalis LPM Institut ke-31. Berbagai event terus mempercayai kami sebagai media partner dan itu merupakan suatu kebanggaan bagi kami. Sedangkan, Dies Natalis LPM Institut yang jatuh pada 24 Desember akan segera kami rayakan pada 19 Desember 2015. Ragam agenda tersebut tak membuat kami luput untuk memenuhi kerinduan pembaca sekalian akan tabloid yang sebulan sekali terbit. Kali ini, Tabloid Institut sengaja dibuat istimewa karena akan menyajikan edisi khusus setahun kepemimpinan Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada. Semoga dapat berkenan di hati pembaca sekalian. Headline kami di sini membahas terkait program kerja (proker) rektorat terutama yang berfokus pada internasionaliasi UIN Jakarta. Di sini kami menghimpun data dan wawancara dari jajaran rektorat untuk mengetahui berbagai kemajuan proker selama setahun ini. Sedangkan rubrik laporan utama yang pertama kami mengulas kemajuan UIN Jakarta menuju World Class University (WCU). Selanjutnya, masih pada rubrik laporan utama kami menyuguh berita terkait setahun kebijakan Dede Rosyada yang di antaranya menimbulkan kontroversi. Tak hanya itu ada pula kebijakan yang menjadikan UIN Jakarta lebih baik. Sedangkan rubrik laporan khusus akan membahas dihapuskannya Akta IV serta kasus pencurian di kampus. Tabloid edisi ke-40 ini juga menghadirkan wawancara khusus dengan Dede Rosyada. Dalam wawancara kali ini membahas program-program yang telah dicapai dan yang akan menjadi prioritas selanjutnya Terlebih, kami pun hadir dengan berbagai soft news di antaranya berita pertujukan teater koma yang kami sajikan dalam rubrik seni budaya. Pada rubrik komunitas kami pun mengulas me ngenai Komunitas Koalisi Pejalan kaki. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya ibu kota sering kali hak-hak pejalan kaki terabaikan. Semua kemasan edisi khusus ini kami sajikan dengan istimewa demi kepuasan pembaca sekalian. Meski kami mengakui banyak halangan yang kami hadapi dalam ruang redaksi untuk menghadirkan karya ini sampai ke tangan pembaca sekalian. Kegiatan kami sebagai mahasiswa kembali terpenuhi di sekretariat yang sudah seperti rumah kedua kami. Lelah kami akan terbayar de ngan kepuasan pembaca sekalian. Suasana kekelu argaan akan selalu menjadi motivasi lain dalam pembuatan setiap karya kami. Tak terasa hampir setahun berlalu kepengurusan 2015 menahkodai perjalanan LPM Institut, dalam kesempatan ini kami memohon maaf dan berterima kasih untuk semua partisipasi pem baca sekalian yang selalu setia. Akhirnya, kami berharap karya kami selalu dapat menginspirasi dan menemani setiap langkah pembaca sekalian. Teruslah membaca, teruslah berkarya, dan ba ngkitlah melawan. Baca, tulis, lawan!

Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris & Bendahara Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online & Web Master: Syah Rizal | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul Hakim Anggota: Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Koordinator Liputan: Jeannita Kirana | Reporter: Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Editor: Adi Nugroho, Erika Hidayanti, Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Syah Rizal, Thohirin | Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Ika Puspitasari, Yasir Arafat | Ilustrator: Jeannita Kirana, Yasir Arafat | Karikaturis: Ika Puspitasari | Editor Bahasa: Nur Hamidah, Arini Nurfadilah, M. Rizky Rakhmansyah Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 08978325188 | Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


LAPORAN LAPORANUTAMA UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

3

Rekam Jejak Setahun Rektor Triana Sugesti

Memasuki satu tahun kepengurusan Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada, kebijakan yang diterapkan kerap menuai kontroversi. Dede pun mendapat protes dari beberapa pihak. Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) melakukan aksi penolakan pengangkatan Arif Sumantri menjadi dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Dalam aksinya, mahasiswa PSPD mempertanyakan kebijakan rektor yang mengganti dekan FKIK dengan Arif Sumantri yang tak berlatar belakang dokter. Hal tersebut bertentangan dengan peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 10 Tahun 2012 poin 8.1 yang menyebutkan institusi pendidikan Indonesia dipimpin oleh dekan berlatar belakang pendidikan dokter. Tak hanya masalah penerapan Statuta UIN Jakarta yang terkesan dipaksa, awal Agustus lalu, saat Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswa (OPAK) berlangsung mahasiswa yang tergabung dalam Forum UKM mengundurkan diri dari kepanitiaan OPAK 2015. Alasannya, mereka menganggap sistem OPAK 2015 tak jelas. OPAK 2015 memang sedikit berbeda. Pertama, Surat Keputusan (SK) rektor tentang panitia OPAK dari mahasiswa terlambat keluar. Padahal, dalam pedoman Perguruan Tinggi pasal 1 (5) menyebutkan, kepanitiaan OPAK di Perguruan

Sumber: Internet

Pemberhentian tujuh dekan oleh Dede sesuai Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 17 Tahun 2014 mengenai Statuta UIN Jakarta adalah salah satu yang membuat kontroversi. Merasa ada kejanggalan, Oman Fahturrahman mantan dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), satu dari tujuh dekan yang diberhentikan dari jabatannya melayangkan surat terbuka khusus untuk rektor di blog pribadinya encepkuningan.blogspot.com. Berdasarkan Pasal 46 Statuta UIN Jakarta, rektor memiliki hak prerogatif untuk memilih dekan beserta jajarannya. Calon dekan dipilih rektor berdasarkan nama yang diserahkan tim panitia seleksi (pansel) untuk periode jabatan 2015-2019 mendatang. “Meski memiliki hak prerogatif, tapi dalam mengganti tujuh dekan tersebut saya mempertimbangkan rekomendasi tim pansel tiap fakultas,” ungkap Dede saat ditemui di ruangannya, Jumat (17/3). Penolakan atas salah satu isi ketetapan Statuta UIN Jakarta tak hanya dirasakan oleh dekan yang mendadak diberhentikan, mahasiswa pun melakukan penolakan pergantian dekan tersebut. 17 Maret lalu 2015, sekitar 400 mahasiswa

Pelantikan Dede Rosyada sebagai rektor UIN jakarta periode 2015-2019 di Auditorium H.M. Rasjidi Kementerian Agama RI, Jakarta Pusat, Selasa (6/1). Turut dilantik beberapa rektor dan ketua PTAIN lain.

Tinggi (PT) terdiri dari pimpinan, dosen, karyawan, dan mahasiswa. “Kita warga UKM memilih walk out karena keberatan dengan putusan rektor,” ungkap Abdul Jalil, Ketua Forum UKM 2015. Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Dema-F) Ushuluddin Tanwirun Nazir menuturkan, penerapan aturan umum OPAK 2015 berbeda dengan tahun sebelumnya. Kebijakan baru ini mengandung intervensi dari aturan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan perlu dimaklumi. “Jika ada yang tidak beres, itu hanya teknis saat OPAK,” tuturnya, Jumat (20/11). Tak hanya itu, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di UIN Jakarta pun masih masalah. Sejak ditegurnya UIN Jakarta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Selatan tahun 2011 lalu tak ada perubahan yang nyata bagi RTH.

Malah, pihak rektorat memperluas lahan parkir di kampus satu. Pembukaan lahan parkir baru di antaranya di depan gedung Student Center (SC) dan taman depan UKM Teater Syahid. Padahal, sudah jelas tertera dalam pedoman kepentingan ekologis syarat ideal RTH adalah 40% dari seluruh luas tanah. Alhasil, kebijakan tersebut ditolak oleh Forum UKM UIN Jakarta. Jalil mengatakan, tidak ada perubahan yang menjanjikan dari rektor baru mengenai RTH di UIN. Kebijakan penambahan lahan parkir, lanjut Jalil, bukan menjadi solusi. Akan tetapi menambah suatu masalah baru. “Yang patut disalahkan yaitu manajemen pengelolaan yang belum baik,” tuturnya. Menurutnya, pemanfaatan lapangan Triguna juga bisa menjadi solusi agar RTH tidak menjadi korban alih fungsi. “Setahun kepengurusan Dede Rosyada seakan tidak terjadi ada apa-apa,” ungkapnya. Jalil menambahkan, pada periode rektor sebelumnya lebih mudah untuk melakukan dis-

Setahun Kerja Dede Rosyada

Sumber data: Litbang LPM Institut

kusi dengan pihak rektorat. Menanggapi hal itu, Dede mengatakan, RTH memang masih menjadi PR baginya. Sejak dulu sampai sekarang luas lahan sama, padahal mahasiswa di UIN tiap tahunnya bertambah termasuk kendaraan yang dipakainya. “Kami ingin membuat kampus nyaman, maka kami sedang berusaha mencari lahan yang luas,” tegasnya, Jumat (20/11). Di sisi lain, kebijakan Dede juga telah meningkatkan prestasi UIN Jakarta se-ASEAN. Pertama, saat ini UIN Jakarta sudah masuk Asean University Network Quality Assurance (AUN-QA) yang berarti alumnus dapat dengan mudah masuk pasar ASEAN dan diakui sebagai Perguruan Tinggi yang bagus. Kedua, meminta dosen untuk menulis pada jurnal internasional. Lalu, setiap fakultas menerbitkan tiga jurnal. “Sangat membanggakan, saat ini sudah 68 jurnal dan mereka rata-rata menulis dalam bahasa inggris,” ujarnya.

INFO GRAFIS

Infografis: Rizki


LAPORAN LAPORANKHUSUS UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Sertifikat Pendidik Gantikan Akta IV

4

Pada 2016, FITK tak lagi mengeluarkan akta IV bagi mahasiswa lulusannya. Mereka harus mengikuti PPG guna mendapatkan sertifikat pendidik. Dikeluarkannya UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 menerangkan bahwa guru wajib menempuh Strata Satu (S1) dan memiliki sertifikat pendidik, dengan begitu akta IV sudah tidak berlaku lagi. Guna mendapatkan sertifikat pendidik, saat ini mahasiswa lulusan FITK harus mengikuti Program Profesi Guru (PPG) selama satu tahun. Kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran, Ditjen Sumber Daya Iptek Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Agus Susilohadi menjelaskan, tak ada peraturan langsung terkait penghapusan akta IV. Namun sebagai pengganti akta IV, pemerintah mengeluarkan Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013 Mengenai Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk guru prajabatan. Sedangkan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi guru yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau non-PNS. Agus mengakui, meski mahasiswa lulusan fakultas pendidikan sudah mendapatkan ilmu pedagogi, namun hal itu tak cukup. “Melalui PPG calon guru akan dikuatkan lagi kemampuan akademik, pedagogi, serta karakternya,” ujar Agus ketika ditemui di ruangannya, Selasa (17/11). Sementara itu, Wakil Dekan (Wadek) I Bidang Akademik Fakul-

tas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Zuhdi mengatakan, adanya UU Nomor 14 Tahun 2005 membuat akta IV tak relevan. Namun sampai sekarang FITK masih mengeluarkan akta IV bagi mahasiswanya karena PPG sendiri baru akan berjalan pada 2016. Zuhdi menambahkan, nantinya FITK tak mengeluarkan akta IV lagi pada 2016. “Berlaku atau tidak- nya akta IV yang telah dikeluarkan, kembali ke masing-masing sekolah yang menerima pengajar,” katanya, Kamis (19/11). Salah satu mahasiswa semester 7 Jurusan Pendidikan Kimia FITK, Siti Masitoh menyayangkan akta IV yang tak dikeluarkan lagi tahun depan. Menurutnya, mahasiswa lulusan FITK sudah mengerti cara membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan paham bagaimana mengajar tanpa harus mengikuti PPG. “Yang butuh pelatihan untuk menjadi guru, ya mahasiswa nonpendidikan yang ingin menjadi guru saja,” ucap Masitoh, Kamis (19/11). Masitoh optimis lulusan FITK sudah mampu menjadi guru karena selama empat tahun mereka mendapatkan ilmu pedagogi. Terlebih, dia juga melaksanakan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) pada semester 8.

M. Rizky Rakhmansyah Beberapa mahasiswa mengeluhkan hilangnya kendaraan dan helm. Pengawasan keamanan lahan parkir UIN Jakarta dipertanyakan.

Foto: Riski /INS

harinya. Demikian yang dikatakan Ketua Satpam UIN Jakarta, Satori di Gedung Rektorat, Rabu (18/11). Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Jakarta, Muhammad Ali Meha merasa kuantitas anggota satpam dapat menutup kekurangan pekerja

Tampak beberapa kendaraan bermotor tengah parkir di lapangan Student Center, Selasa (22/9). Beberapa pegawai parkir dan satpam biasa melakukan patroli untuk menjaga keamanan lahan parkir.

kuti PPG agar tak menambah jumlah guru yang belum memiliki sertifikat pendidik,” papar Agus. Kini, pemerintah merencanakan persentase Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga 60% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 40%, sehingga pemerintah akan membutuhkan lebih banyak guru dari nonpendidikan untuk mengikuti PPG. “Enggak mungkin kan, sekolah penerbangan, keperawatan, dan jurusan SMK lainnya pengajarnya dari mahasiswa lulusan pendidikan,” pungkasnya.

tor yang hilang tersebut. Tak kunjung mendapat hasil yang memuaskan, ia dan petugas parkir segera melapor kepada Polisi Sektor (Polsek) Ciputat dan membuat surat kehilangan. Selang beberapa hari, ia mendapat uang ganti rugi sebesar 1,5 juta dari Bagian Umum UIN Jakarta. Tak hanya kendaraan, kasus hilangnya helm juga kerap terjadi di lahan parkir. Mahasiswa semester 7, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Dimas Anggri Wiji bercerita, tahun 2012 silam ia sempat kehilangan helm saat memarkirkan motor dekat pintu masuk. “Helm itu gua beli seharga 200 ribuan dan baru dipakai empat bulan,” keluhnya, Senin (16/11). Ia sempat melaporkan kehilangan helm pada satpam yang sedang bertugas. “Mereka (satpam) beralasan hal tersebut bukan tanggung jawabnya, kemudian mengalihkan saya ke tukang parkir,” tandasnya, Senin (16/11). Saat ditanya, pegawai parkir juga acuh terhadap hilangnya helm tersebut. Setahun kemudian, mahasiswa ini kembali kehilangan helm. Sebelumnya, ia merasa yakin helm itu tak akan hilang karena sudah disangkutkan dengan motor. Kali ini, ia memilih tak melaporkannya kepada satpam dan pegawai parkir lantaran terlanjur kecewa pada kasus pencurian yang dialami sebelumnya. Menanggapi hal tersebut, Ali mengungkapkan, wewenang menjaga keamanan terdapat pada satpam, petugas parkir hanya bertugas saat kendaraan masuk, keluar dan menertibkan parkiran. Biaya karcis motor seharga lima ratus rupiah tak menjamin kehilangan barang yang terjadi

di lahan parkir. “Kita memberikan uang ganti rugi pada korban kehilangan kendaraan sebagai bentuk empati,” katanya, Jumat (20/11). Namun, uang ganti rugi tak diberikan kepada korban kehilangan helm. Senada dengan Ali. Satori juga mengatakan, kasus pencurian helm sulit terdeteksi. Menurutnya, pelaku langsung menggunakan helm setelah ia mencuri barang tersebut. “Kalo ketangkap sih itu kebetulan aja,” dalihnya, Rabu (18/11). Padahal, tak hanya mengerahkan satpam, beberapa fakultas juga sudah memasang kamera Closed Circuit Television (CCTV) demi mengintensifkan keamanan kampus. Salah seorang pelaku pencurian, Ahmad (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan, pada tahun lalu ia pernah mencuri helm di sekitar kampus UIN Jakarta. Ia merasa tak ada kendala yang sempat dialami saat mengambil helm tersebut. “Ngambilnya juga gampang soalnya nggak ada yang jagain,” tegasnya, Kamis (19/11). Pencurian tersebut terpaksa dilakukan lantaran mendesaknya kebutuhan ia dan temannya saat itu. Senada dengan Ahmad. Syazal (bukan nama sebenarnya) mahasiswa UIN Jakarta ini mengaku dua kali mengambil helm di motor orang lain yang terparkir dekat kantin Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK) karena terburu-buru pergi ke suatu tempat. Ia mengaku sempat melihat kondisi di lahan parkir terlebih dahulu sebelum mencuri helm. “Situasi udah aman, gua ambil,” ungkapnya, Jumat (20/11). Ali menyampaikan, orang yang tertangkap tangan sedang mencuri akan segera ia laporkan kepada pihak kepolisian. Ia berencana pada tahun 2016 pengelolaan parkir akan segera diberikan kepada pihak ketiga. Jika sudah dikelola oleh pihak ketiga yang lebih professional, tiap kendaraan yang parkir akan diberikan asuransi meski akan ada kenaikan harga.

Senada dengan Masitoh, mahasiswa semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika, Vella Attaqi mengaku kecewa apabila harus mengikuti PPG, karena ia harus menunda satu tahun untuk menjadi guru. Terlebih jika PPG harus mengeluarkan uang sendiri dan tak dibiayai oleh pemerintah. Berbeda dengan Vella, mahasiswa semester 5 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Desi Rapidah Sukma mengaku adanya PPG mempermudah mahasiswa nonpendidikan yang ingin menjadi guru. Hanya dalam satu tahun, mahasiswa nonpendidikan sudah diajarkan mengenai RPP dan bagaimana menyampaikan materi kepada murid secara baik. Menanggapi hal tersebut, Zuhdi mengatakan bahwa PPG memang berlaku untuk mahasiswa nonpendidikan. Namun bukan berarti mahasiswa nonpendidikan bebas memilih mata pelajaran yang akan ia ajarkan. Misalnya, mahasiswa lulusan Bahasa dan Sastra Inggris tak diperkenankan memilih mata pelajaran selain pelajaran Bahasa Inggris, seperti mata pelajaran ag- Salah satu Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tengah memberikan materi di SMP Yayasan Pendidikan Dua Mei (YPDM) Ciputat. PPKT merupakan program praktik lapangan yang dilaksanakan ama. pada tahun terakhir perkuliahan. Di sisi lain Agus

Paradoks Keamanan Lahan Parkir Sebanyak 82 satuan pengaman (satpam) bertugas menjaga keamanan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tiga orang satpam melakukan patroli bergilir pada jam tertentu untuk menjaga situasi keamanan lahan parkir tiap

mengatakan, mahasiswa lulusan nonpendidikan harus mengikuti matrikulasi terlebih dulu sebelum mengikuti PPG agar statusnya sama dengan mahasiswa pendidikan. Sedangkan untuk dana, pemerintah merencanakan bahwa PPG tak dipungut biaya. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), saat ini jumlah guru di Indonesia mencapai tiga juta dan lima ribu di antaranya belum memiliki sertifikat pendidik. “Lulusan mahasiswa pendidikan harus mengi-

dari pegawai parkir yang hanya berjumlah 20 orang. Meski begitu, data Parking UIN mencatat tahun 2012 hingga 2015 masih ada 9 kasus pencurian motor terjadi di lahan parkir. Dari jumlah tersebut, 8 kasus pencurian terjadi di kampus satu dan sisanya di kampus dua. Kelalaian mahasiswa meninggalkan kunci ia anggap sebagai penyebab utama mahasiswa kehilangan motor. “Kita punya data sehari dapat ditemukan 15 kunci tersangkut di motor,” ungkapnya, Jumat (20/11). Tak hanya itu, kata Ali, tak adanya kunci pengaman tambahan dan masih manualnya palang pintu juga diyakini menjadi penyebab lainnya. Kehilangan motor sempat dialami Achmad Fauzi. Mahasiswa semester 7, Program Studi (Prodi) Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) mengatakan, pada Mei tahun lalu motor bermerek NinjaRR150P miliknya hilang saat terparkir di dekat kanopi fakultasnya. Petugas parkir segera menyisir seluruh lahan parkir di kampus satu UIN Jakarta untuk menemukan mo-

Dok. Pribadi

Ika Puspitasari


KAMPUSIANA LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

5

Sumber: https://classroom.google.com

Efektivitas Penggunaan Google Classroom

Ika Puspitasari

Hadirnya google classroom diharapkan mempermudah mahasiswa dan dosen dalam KBM. Namun, efektivitas penggunaan google classroom dipertanyakan. Terhitung dua bulan lebih Siti Masyithah menggunakan aplikasi google classroom dalam kegiatan belajar untuk mata kuliah Hermeneutika. Mahasiswa semester 7 Jurusan Tafsir Hadis (TH) Fakultas Ushuluddin (FU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengaku hanya sekali bertatap muka dengan dosen mata kuliah

Hermeneutika guna membuat kontrak belajar. Sampai saat ini Masyithah menerima materi Hermeneutika melalui google classroom. Tepat dua minggu setelah membuat kontrak belajar dengan dosen mata kuliah Hermeneutika, Masyithah baru bisa aktif mengunakan google classroom. Untuk tergabung dalam google classroom ia dan teman-teman-

nya harus membuat akun e-mail dengan domain mahasiswa UIN Jakarta terlebih dahulu. Setelah menggunakan google classroom, Masyithah mengaku lebih mudah mengumpulkan tugas meski dosen berhalangan hadir. Ia tak harus hadir di dalam kelas untuk memeriksa file yang dimasukkan dosen dalam google classroom. “Di dalam google classroom sudah ada batas waktu yang ditentukan, kapan mahasiswa harus mengumpulkan tugas,” ujar Masyithah ketika ditemui di Masjid Fatullah, Rabu (11/11). Namun, Masyithah merasa suasana kelas mata kuliah Hermeneutika ini tak hidup karena dosen tak pernah memberikan materi secara langsung. Lambat laun Masyitah merasa bosan dengan kegiatan belajar melalui google classroom. Menurutnya, penggunaan google classroom akan efektif ketika dibarengi dengan belajar secara langsung di dalam kelas. “Mata kuliah Hermeneutika kan enggak mudah, jadi agak bingung kalau dosennya hanya memberi pertanyaan terus melalui google classroom,” ungkapnya. Masyithah mengungkapkan, ia dan teman-temannya membutuhkan pembimbing dalam belajar. Sehingga, katanya, apabila ada pemahaman yang berbeda bisa diluruskan oleh dosen. “Kegiatan pembelajaran enggak cu-kup melalui google classroom,” kata- nya. Berbeda dengan Masyithah, Mahasiswa semester 5 Jurusan Hukum

Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Meida Hidayah belum pernah menggunakan aplikasi google classroom dalam kegiatan perkuliahan. Menurut Meida, hadirnya google classroom merupakan penggunaan teknologi yang nantinya memudahkan mahasiswa dalam belajar dan mencari referensi. Menanggapi hal tersebut, Koordinator Support Pusat Teknologi dan Pangkalan Data (Pustipanda), Abdullah mengatakan, google classroom merupakan aplikasi pendukung dan pendamping dosen dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Namun, adanya google classroom tidak dapat menggantikan kehadiran dosen di dalam kelas. Saat ini, kebijakan penggunaan google classroom tergantung dari masing-masing dosen. Data terakhir yang didapat Pustipanda, sekitar 20 dosen sudah menggunakan google classroom. Abdullah menambahkan, google classroom merupakan layanan gratis dari google yang menyediakan sarana e-learning antara mahasiswa dan dosen. Dalam google classroom, dosen dapat mengunggah berbagai macam file salah satunya video. “Biasanya kan KBM hanya tatap muka di dalam kelas, dengan google classroom kini mahasiswa dan dosen bisa bertatap muka melalui video dalam kegiatan perkuliahan,” ujarnya, Rabu (11/11). Pustipanda dan Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) baru satu kali

bekerjasama untuk mengadakan workshop guna mensosialisasikan penggunaan google classroom bagi dosen. Di samping menjadi pendamping dosen dalam belajar mengajar, penggunaan google classroom dapat meningkatkan webometric UIN Jakarta ketika dosen memasukkan materi dari blog-nya sendiri dalam google classroom. Namun, workshop yang diadakan awal September lalu tak diikuti oleh semua dosen karena beberapa dosen yang masih berada di luar kota. Salah satu dosen yang belum menggunakan google classroom adalah dosen Muamalat, Chairul Hadi. Menurutnya, penggunaan google classroom merupakan perkembangan teknologi yang positif di dunia perkuliahan. “Sebelum ada sosialisasi mengenai google classroom, UIN Jakarta harusnya membenahi sarana pendukungnya terlebih dahulu yaitu koneksi internet. Sehingga benar-benar membantu dosen dan mahasiswa bukan malah sebaliknya,” ucapnya. Lain Chair ul yang belum mengg unakan google classroom, dosen mata kuliah Literature, Akhmad Zakky sudah mengg unakan google classroom sejak awal perkuliahan di semester ganjil 2015. Zakky mengatakan dengan google classroom dosen lebih praktis dalam memberikan tugas. “Dosen enggak perlu me- ng unduh video, ngasih tugas print outan, tapi cukup dengan mengirim link saja,” pungkas- nya, Jumat (13/11).

Derma Mahasiswa Peduli Kampus Jeannita Kirana

Keadaan kampus yang kurang memfasilitasi kegiatan mahasiswa tak membuat Almas Shabrina dan Dwi Nurcahyo pasrah. Dua mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu membentuk gerakan sosial yang mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta untuk berkontribusi membangun fasilitas kampus. UIN Gue Banget terbentuk pada awal Oktober 2015. Inisiatif membentuk UIN Gue Banget bermula dari Almas dan Cahyo setelah mendengar keluhan dan kekecewaandari teman-teman mereka terhadap UIN Jakarta. Mulai dari sarana dan prasarana yang tidak memadai, hingga birokrasi yang menyulitkan mahasiswa. Kini UIN Gue Banget tengah melakukan pengadaan 50 speak corner untuk semua fakultas di UIN Jakarta. Adanya speak corner memberi ruang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan belajar di luar kelas. Nantinya, tempat tersebut berupa bangku dan meja yang dilengkapi stop kontak dan lampu. Menurut Cahyo, minimnya fasil-

itas berupa ruang untuk berkumpul atau berdiskusi membuat mahasiswa enggan berlama-lama di kampus. Karenanya, di awal program UIN Gue Banget, ia dan Almas berupaya menyediakan ruang-ruang itu. “Bagaimana mau cinta dan peduli kampus kalau kuliah pulang-kuliah pulang,” ujar Cahyo, Kamis (12/11). Cahyo berharap UIN Gue Banget mendapat perhatian sekaligus bisa menjembatani mahasiswa dengan pihak rektorat. Sebab, menurutnya, selama ini komunikasi antara pihak universitas dengan mahasiswa belum terjalin dengan baik. Padahal, lanjut Cahyo, mahasiswa dan rektorat sebenarnya punya persepsi yang sama untuk membangun UIN Jakarta. Demi tercapainya target donasi sebesar Rp75 juta untuk 50 speak corner yang akan tersebar di seluruh fakultas. Almas dan Cahyo terus menyosialisasikan gerakan UIN Gue Banget kepada seluruh mahasiswa. Gerakan ini memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menyumbangkan dana secara sukarela. Sejak Oktober lalu, kini terhitung kurang dari satu juta uang yang sudah terkumpul. Almas merasa, tak sedikit ma-

hasiswa yang kecewa menjadi bagian dari UIN Jakarta. Mahasiswa, menurutnya, hanya menikmati fasilitas yang sudah disediakan, tapi tidak berusaha membuat UIN Jakarta lebih baik lagi. “Rasa cinta mahasiswa ke UIN kurang karena rasa memiliki enggak ada,”ujar mahasiswa yang sudah menginjak semester 7 ini, Kamis (12/11). Tak hanya itu, UIN Gue Banget juga mengajak beberapa mahasiswa untuk menjadi perwakilan di fakultasnya masing-masing. Almas dan Cahyo juga sudah mengajukan kerjasama dengan Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) UIN Jakarta untuk mengadakan diskusi umum terkait gerakan UIN Gue Banget. Setelah speak corner, UIN Gue Banget juga berencana melakukan program-program lainnya. Melalui program-program tersebut, Almas berharap UIN Gue Banget dapat

Dok. Pribadi

Kepedulian terhadap kampus mampu menggugah dua mahasiswa UIN Jakarta untuk membuat gerakan sosial bernama UIN Gue Banget; sebuah gerakan yang mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta untuk peduli terhadap kondisi kampus.

Beberapa anggota UIN Gue Banget mengadakan gathering di taman Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Selasa (20/10). UIN Gue Banget digagas oleh dua mahasiswa Jurusan TI FST UIN Jakarta.

menjadi wadah komunikasi agar seluruh sivitas akademika bisa menyelesaikan masalah UIN Jakarta secara bersama-sama. Sementara itu, salah satu anggota Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi (LS-ADI), Muhammad Nur Azami menuturkan, gerakan seperti UIN Gue Banget membuat mahasiswa tidak bergantung lagi dengan universitas untuk menggagas ide-ide kreatif. Pasalnya, kata Azami, selama ini kampus tak melibatkan mahasiswa dalam konsep-konsep pembangunan. “Makanya UIN belum bisa memenuhi kebutuhan mahasiswa, misalnya tempat diskusi dan Ru-

ang Terbuka Hijau (RTH),” ujar pria yang pernah mengikuti Gerakan UIN Jakarta Gersang ini, Kamis (12/11). Oleh karenanya, Azami menambahkan, kreativitas mahasiswa harus didorong lewat ruang-ruang non-formal di luar jam perkuliahan. Dengan adanya speak corner, berar- ti ikut memfasilitasi mahasiswa dalam mencapai prestasi. Azami menilai, prestasi mahasiswa di kampus yang memiliki banyak ruang publik, cenderung lebih bagus ketimbang yang ruang publiknya minim seperti di UIN Jakarta.


SURVEI LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

WCU di Mata Mahasiswa

6

Semenjak lama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta bermimpi untuk menjadi universitas bertaraf internasional atau World Class University (WCU). Berdasarkan webometric, perangkat untuk mengukur kemajuan suatu universitas berdasarkan aktivitas online melalui website bertaraf internasional milik kampus, UIN Jakarta berada di peringkat 45 dalam skala nasional dan 4072 di dunia. Peringkat webometric UIN Jakarta tersebut masih jauh dari harapan menjadi WCU. Sementara itu, kurikulum perkuliahan, peneribitan jurnal internasional, dan kompetensi dosen juga menjadi faktor pendukung UIN Jakarta menggapai WCU. Saat ini UIN Jakarta sedang menggencarkan publikasi karya ilmiah sivitas akademika melalui penggunaan domain uinjkt.ac.id. Dosen dan mahasiswa dianjurkan untuk membuat e-mail serta blog menggunakan domain tersebut. Berdasarkan hasil survei divisi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut, mahasiswa menilai UIN Jakarta masih jauh untuk dapat menjadi WCU. Salah satu faktor menjadi WCU adalah tersedianya fasilitas yang memadai. Namun melihat UIN Jakarta, sebanyak 46% mahasiswa menyatakan fasilitas yang ada di kampus belum memenuhi syarat sebagai WCU. Sementara itu 41,8% menilai kurang memenuhi dan 12,2% menilai sudah memenuhi. Meski begitu, sebanyak 59% mahasiswa merasa yakin bahwa UIN Jakarta mampu menjadi universitas bertaraf internasional.

*Survei dilakukan oleh Litbang Institut pada 19-21 November 2015 di kampus UIN Jakarta kepada 352 mahasiswa dari seluruh fakultas. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalah simple random sampling dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi program UIN Jakarta mencapai WCU secara keselurahan namun hanya sebagai gambaran saja.

Selamat Wisuda, Semoga Sukses!

Nurlaela, S.Kom.I

Gita Juniarti, S.Kom.I

Fajar Ismail, S.S.

Karlia Zainul, S.Kom.I

Gita Nawangsari, S.Kom.I

Azizah Nida Ilyas, S.Kom.I


BERITA FOTO LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

7

Penampilan grup musik Iemuel Project dalam acara Psycho Fair 2015 di depan Fakultas Psikologi (FPsi), Sabtu (14/11). Pschyo Fair 2015 bertema Nostalgic Odyssey ini merupakan acara peringatan ulang tahun FPsi yang ke-20.

Belajar Beretika Melalui SMS Pemasangan standing banner yang berisikan format penulisan pesan singkat mahasiswa kepada dosen berada di tiap lantai gedung Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Standing banner tersebut bertujuan untuk melatih mahasiswa bagaimana cara berkomunikasi dengan baik terlebih kepada para dosen. Hal itu diungkapkan oleh Fauzan selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FITK. Upaya ini, lanjut Fauzan, sudah digagasnya sejak awal ia menjabat sebagai Wadek III. “Kita mempunyai grup yang beranggota semua wadek III di UIN, semua hal yang bersifat positif pasti kita share,” ujarnya, Jumat (13/11). Menurutnya, format penulisan SMS ini merupakan perbuatan sepele tapi fatal akibatnya jika tidak segera disosialisasikan. Senada Fauzan, Wadek III Fakultas Psikologi Diana Murtiah mengatakan, pemasangan standing banner di F.Psikologi ini merupakan inisiatif dari fakultas ma- nsing-masing. “Hal ini pun menjawab komplain para dosen yang merasa mahasiswa saat ini kurang sopan terhadap dosennya,” tutupnya, Selasa (17/11). (Triana Sugesti)

Foto: Eko/INS

Foto: Aisyah/INS

Foto: Kholis/INS

Warek III Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan KMF Kalacitra bertajuk Bela Negara. Melalui acara ini, Kalacitra ingin memvisualisasikan Bela Negara dengan foto diberbagai bidang kehidupan.

Central for Indonesia Medical Student (CIMSA) UIN Jakarta mengadakan pemeriksaan gula darah secara gratis di Balai Warga, Kelurahan Cipayung, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (14/11). Acara tersebut sekaligus memperingati hari diabetes dunia.

Menuju 31 Tahun LPM Institut Desember mendatang, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Jakarta genap berusia 31 tahun. Usia yang cukup matang untuk sebuah persma berkiprah di kancah nasional. Pimpinan Umum LPM Institut, Adi Nugroho berharap, karya LPM Institut akan selalu ditunggu-tunggu oleh mahasiswa UIN Jakarta. Adi mengaku, banyak hal yang perlu dikembangkan dalam masalah redaksi baik online maupun cetak. “Pertama, untuk di online LPM Institut harus mendapat retting tertinggi di Alexa se-Jawa. Dan kedua, untuk cetak yaitu harus bisa memenuhi kebutuhan mahasiswa sehingga bisa mempertahankan juara di ISPRIMA,” ungkapnya Senin (16/11). (Triana Sugesti)

Visit www.lpminstitut.com UPDATE TERUS BERITA KAMPUS


OPINI

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

8

Pergub DKI dan Ancamannya Terhadap Mahasiswa Oleh Muhammad Nur Azami* Lagi, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih sering disapa Ahok kembali menjadi sorotan warga Jakarta. Beberapa hari yang lalu Ahok membuat geger para aktivis dengan membuat kebijakan mengenai pengendalian pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang tertuang dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 228 Tahun 2015. Bagi para aktivis, Pergub DKI 228 ini merupakan regulasi yang tidak mengandung unsur-unsur demokrasi dan melanggar hak asasi manusia dalam hak menyampaikan pendapat di muka umum. Sakralitas inilah yang menjadi dasar untuk melakukan penolakan terhadap regulasi Ahok tersebut. Kini Pergub DKI 228 tersebut telah direvisi menjadi Pergub DKI 232. Meski berbeda, namun spirit untuk mengerdilkan penyampaian pendapat di muka umum masih sama. Setidaknya ada tujuh pasal yang dahulu ada di Pergub DKI 228 yang ditiadakan pada Pergub DKI 232 tahun 2015, dua di antaranya yakni: Larangan Pada Pasal 9, berbunyi: dilarang menyampaikan pendapat di muka umum pada ruang terbuka di luar lokasi sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 4. Sementara di Pasal 10

berbunyi: dilarang menyampaikan pendapat di muka umum pada ruang terbuka di luar kurun waktu sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 5 (pukul 06.00-18.00). Sementara pada pasal 13 mengatur sanksi jika ada pelanggaran di pasal 9 dan 10. Pasal tersebut berbunyi: Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 akan dibubarkan oleh anggota Satpol PP dan atau bersama kepolisian dan atau TNI. Pergantian Pergub DKI 228 yang direvisi menjadi Pergub DKI 232 sampai hari ini masih menuai polemik. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 sangat jelas telah melegitimasi hak menyampaikan pendapat di muka umum, lengkap dengan peraturannya. Menurut hemat saya, Ahok tak perlu gengsi mencabut Pergub 228 tersebut. Tenang saja Pak, enggak bakal diejek kok. Saya yakin bapak Ahok pasti diapresiasi. Ada yang menarik ketika isu penolakan Pergub DKI 228 sedang menghangat di masyarakat Jakarta. Kala itu, para aktivis dari berbagai elemen merespons dengan keras dan cepat ketika Pergub tersebut keluar dan disahkan. Mulai dari buruh, miskin kota, LSM, dan mahasiswa berbon-

dong-bondong merapatkan barisan. Yang menarik adalah antusiasme kalangan aktivis mahasiswa yang kalah

semangat dengan elemen lainnya. Semangat mereka kalah dengan elemen buruh, miskin kota, LSM, dan beberapa serikat buruh khususnya. Ini mungkin karena musim UTS (Ujian Tengah Semester) yang sedang berjalan di mayoritas kampus di Jakarta. Daripada saya sok menganalisa dengan teori-teori sosial, budaya, ekonomi-politik atau intelejen, lebih

baik saya menganalisa secara konkret kondisi yang terjadi. Kalau alasannya UTS kan keren, tinggal bilang “Maaf saya ada UTS, akademis agar cepat lulus jadi sarjana adalah prioritas,” selesai perkara. Namun lain hal dengan buruh dan rakyat miskin kota, sangat jelas Pergub DKI 228 ini berkaitan dengan hajat hidup mereka. Bagi elemen buruh, menyatakan pendapat adalah senjata mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai kelas pekerja. Pengupahan yang belum layak, sistem out-sourching yang mengikat, dan pabrik yang semena-mena terhadap buruh merupakan tuntutan yang masih harus disuarakan oleh mereka. Tentu saja Pergub DKI 228 dianggap sebagai tembok penghalang mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Para pemilik modal dianggap telah mengontrol pemerintah untuk membuat regulasi yang mempersempit ruang aksi dan demonstrasi demi menjaga kondusivitas iklim penanaman modal mereka. Belum lagi kalangan miskin kota yang sering menjadi korban pembangunan di Jakarta. Nasib mereka yang selalu termarjinalisasi oleh kepentingan pembangunan, dengan adanya Pergub DKI 228 tersebut hak mereka untuk bersuara akan sama nasibnya

dengan bangunan rumah mereka yang dirobohkan. Maka, memang elemen buruh dan miskin kota yang didampingi oleh LSM bersemangat melawan Pergub DKI 228. Bagi saya, sebenarnya isu ini amatlah penting bagi para aktivis mahasiswa. Kawan-kawan aktivis mahasiswa harus bersatu-padu rebut ruang kebebasan berpendapat sebagai amanat berdemokrasi di Indonesia. Jadi, bukan cuma nyanyi ‘buruh tani mahasiswa miskin kota’ aja yang lantang, tapi ketika buruh, tani, dan masyarakat miskin kota bersatu-padu, eh mahasiswanya hilang. Memang Pergub DKI 228 itu telah direvisi, namun ada baiknya jika kawan-kawan mahasiswa ikut terus mengawal Pergub DKI 228 yang telah direvisi menjadi Pergub DKI 232 itu dicabut total. Bukankah jika usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan. Dituduh subversif, dan mengganggu keamanan. Maka hanya ada satu kata: LAWAN!

*Penulis adalah mahasiswa semester 7 Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), FAH dan anggota Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi (LS-ADI).

Meruwat Papua Oleh Muawwan Daelami* Lepasnya Kosovo dari Serbia, bisa dibaca sebagai bagian dari skenario politik Amerika. Konflik horizontal sengaja dibentuk dan diperkeruh guna memuluskan misi negeri Paman Sam itu. Atas nama kemanusiaan, Amerika kemudian melakukan invasi terhadap Serbia. Layaknya film-film superhero Hollywood, sosok jagoa representasi Amerika lalu muncul dan digambarkan bak juru penyelamat atas kekacauan di bumi. Di balik lepasnya Kosovo itu, Amerika diduga kuat menjadi dalang utama. Tapi hebatnya, ia justru dicitrakan sebagai negara penyelamat atas nama kemanusiaan. Kemanusiaan memang menjadi legitimasi (responsibility to protect) Amerika untuk mengintervensi kedaulatan sebuah negara. Skenario yang sama, rupanya juga tengah diterapkan Amerika di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum

bagaimana Amerika, Inggris, Australia, Belanda dan negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang lain memainkan politik adu domba untuk memperuncing konflik Papua. Gerakan-gerakan separatis yang terjadi di Bumi Cenderawasih itu dipolarisasi sebagai konflik antara sipil bersenjata dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penembakan dan penangkapan terhadap elit-elit Organisasi Papua Merdeka (OPM) dinilai sebagai bagian dari tindakan represif pemerintah. Tak pelak, isu-isu kemanusiaan yang terjadi di Papua hari ini pun kemudian dimanfaatkan Amerika untuk memecah belah bangsa Indonesia. Seperti yang dulu pernah mereka lakukan terhadap Serbia. Upaya-upaya menginternasionalisasikan isu kemerdekaan Papua memang terus-menerus mengemuka. Benny Wenda, sayap politik dari gerakan West Papua Revolutionary Army atau Koteka Revolution 2012 silam mendekat ke Amerika untuk meminta dukungan. Tentu maksud utama Wenda tak lain untuk mengampanyekan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Sehingga isu self determination bagi Papua pun kembali menjadi isu menarik di mata internasional. Sebanyak 1500 Non Government Organization (NGO) asal Amerika Latin sudah memberi dukungan perihal kemerdekaan Papua ini. Termasuk dukungan yang muncul dari negara anggota Melanesian Spear-

heard Group (MSG). Ras Papua yang dianggap sebagai bagian dari ras melanosoid menjadi dagangan politik negara-negara MSG dalam suksesi pemisahan Papua dari Indonesia ini. Tak hanya Papua, wilayah lain seperti Maluku, Aceh, dan Bali, juga mengancam akan memisahkan diri dari Indonesia apabila Papua benar-benar lepas dari pelukan nusantara. Karena itu, Papua adalah harga mati bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tentu, kita tak ingin nasib Papua, Aceh, Maluku, dan lainnya bera- khir seperti nasib Timor Timur pada 4 September 1999 silam. Bagaimana Amerika dan Australia memainkan peran penting dalam proses jajak pendapat; pro-kemerdekaan atau pro-integrasi kala itu. Jajak pendapat yang menurut Kafil Yamin wartawan yang meliput langsung kejadian itu dipenuhi dengan tindak manipulatif dan dekstruktif yang dilakukan oleh UNAMET (United Nations Mission in East Timor) sebagai pihak penyelenggara. Karena masyarakat Timor-Timur saat itu, cenderung dipaksa untuk memilih opsi pro-kemerdekaan dibanding memilih pro-integrasi bersama Indonesia. Pendekatan-pendekatan persuasif memang perlu dan harus terus dilakukan pemerintah Indonesia jika ingin Papua tak berakhir seperti Timor-Timur dan Kosovo. Opini-opini yang berkembang di dunia internasional perihal Papua saat ini, juga perlu direspons pemerintah Indo-

nesia dengan membuat kontra opini yang positif. Tentu bukan dalam artian pencitraan belaka, tapi bagaimana pemerintah Indonesia bisa sepenuhnya merealisasikan amanat undang-undang untuk bersama-sama membangun Papua. Dan bukan sebaliknya, Indonesia malah menjadi neo-kolonial di tanah Papua. Permasalahan Papua sebenarnya bukan semata didasari atas ketimpangan ekonomi, pendidikan, krisis sosial dan politik yang terjadi di sana. Lebih dari itu, permasalahan ini dibaca sebagai narasi dari grand design Amerika, Australia dan sekutunya untuk menguasai tanah Papua. Saya kira, bila pemerintah me nganggap Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia, sudah saatnya Jakarta tak berjarak dengan Papua. Meski tekanan dan upaya provokatif datang silih berganti, Indonesia dan Papua harus kembali memegang teguh nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Bukan sebaliknya, pemeritah malah membiarkan Papua masuk ke dalam lingkaran neo kolonialisme dan liberalisme Amerika beserta sekutunya. Di Indonesia, Amerika memang belum melancarkan misinya melalui invasi militer, seperti yang mereka lakukan di Iraq dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Hingga saat ini, Amerika masih menjalankan skenarionya di Indonesia dengan lebih taktis, diplomatis, dan bersifat tertutup melalui operasi-operasi intelijen. Jauh sebelum itu, sejak 2000-

an, US House of Representatives, Ameika nyatanya sudah mengagendakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Foreign Relation Authorization Act (FRAA). Undang-undang ini secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua. Bila undang-undang ini lolos dan disahkan, Amerika akan menggunakannya sebagai landasan pembenaran sekaligus jalan masuk ke Indonesia untuk turut mengintervensi kedaulatan Papua. Indonesia sangat perlu mencermati kerangka-kerangka disintegrasi seperti ini. Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap segala bentuk langkah politik Amerika. Termasuk memerhatikan betul hal ihwal kerjasama yang menjadi kepanjangan tangan Amerika di Indonesia. freeport, utamanya. Dipandang saya perlu, bagaimana pemerintah sekarang bisa merefleksi langkah-langkah politik Soekarno saat merebut kembali Irian Barat dari imperialis Belanda. Mengembalikan Irian Barat ke pelukan Indonesia tentu bukanlah perjuangan mudah. Soekarno, bahkan saat itu berani memilih jalur konfrontasi dibanding harus tunduk pada Belanda—sekutu Amerika. Lalu, bagaimana dengan pemerintah sekarang?

*Penulis adalah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta.


POJOK LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / Oktober 2015

Ulang Tahun

Editorial

Oleh Jaffry Prabu Prakoso* Seperti biasa Bang Peka duduk di lantai dasar fakultas. Hanya saja kali ini banyak sekali sajian yang menemaninya. Bukan hanya kopi, berbagai jenis camilan hadir di depannya. Akan tetapi dia sendirian. Hanya kopi saja yang baru dia minum, sedangkan makanan tidak. Aku curiga itu adalah makanan bekas yang dia temukan untuk mengerjai orang lain. Aku menyambanginya sembari menunggu jam masuk kuliah. Tidak lupa juga menanyakan kenapa banyak makanan tapi tidak dia makan. “Kini hampir setahun rektor kita menjabat. Oleh karena itu perlu dirayakan,” katanya sambil menawarkan camilan yang tersedia. Tapi aku menolak karena masih curiga bahwa itu cuma alasan dia agar kejahilannya sempurna. Bang Peka seperti sudah membaca pikiran. Dia mengambil camilan dan mengunyahnya. Kali ini sudah tidak ada kecurigaan padanya. “Gua kira lu ulang tahun, bang.” Aku coba mengalihkan kecurigaannya agar tidak menilai salah aku. Sepertinya omongan asalku benar. Dia hanya tercengir tanda malu. Baru kali ini aku melihat mukanya yang memerah. Tidak butuh lama untuk Bang Peka terhanyut dalam malu. Dia kembali mengungkapkan keresahannya di tahun pertama rektor menjabat. “Kampus kita sudah berbeda. Yang paling ketara adalah kebiasaan mahasiswanya untuk melakukan diskusi. Kondisi malah makin parah saat lahan hijau disulap jadi tempat parkir. Memang gedung parkir yang sedang dibangun di depan fakultas kita ini masih kurang?” Salah satu orang yang paling merasakan kehilangan dengan pengalihfungsian lahan adalah dia. Aku akui sudah jarang sekali melihat mahasiswa yang sedang berdiskusi. Kabarnya terakhir kali banyak mahasiswa bisa terlihat sedang membuat lingkaran di

taman atau tempat sepi lainnya lebih dari setengah dekade. Lama juga. Karena budaya diskusi memudar, kegiatan perkuliahan di kelas pun jadi sepi. Yang ada hanya penonton bertanya lalu dijawab oleh penanggung jawab materi. Aktifitas menyampaikan pendapat terhadap suatu persoalan sudah tidak ada karena mereka tidak tahu apa yang sedang dibicarakan. Ketidakpahaman itu dimanfaatkan beberapa mahasiswa dengan sengaja membuat gaduh kelas agar tidak terlihat bosan meski ada dosen yang mengawasi. Dosen pun menjadi semakin terlihat superioritasnya. Tidak ada yang boleh menyanggah apa yang dikatakannya. Kalaupun ada, siap-siap saja dapat nilai jelek dan dibicarakan kebodohannya di kelas lain tempat dia mengajar. “Padahal sebelum kampus ini jadi UIN, mahasiswanya malu masuk kelas kalau belum membaca. Dosen salah bicara juga siap dibantai,” Bang Peka kembali bernostalgia dengan sejarah. Dia lalu membahas soal Mazhab Ciputat. “Mazhab ini bisa ada karena kegelisahan segelintir mahasiswa terhadap ilmu yang mereka dapat di pesantren dihadapkan dengan situasi sekarang. Orang yang terkenal dalam pemikiran itu adalah Harun Nasution dan Nurcholis Madjid.” Aku baru tahu kalau ruang tempat para wisudawan dipindah tali toganya itu adalah nama dari tokoh besar. “Lu kebanyakan nonton manusia setengah hewan sih,” sindir Bang Peka. “Munculnya mazhab ini berawal dari nongkrong-nongkrong gemes kaya kita gini. Bedanya, mereka nongkrong yang bermanfaat. Beda sama sekarang yang lebih membahas kesenangan belaka.” Bang Peka menyeruput kopi agar otaknya semakin cair. Berdasarkan pemikiran itu, Mazhab Ciputat bahkan terkenal di dunia. Kalau orang menyebut IAIN - nama UIN sebelumnya – Jakarta, yang terlintas di pikiran

9

mereka adalah Mazhab Ciputat. “Sekarang mahasiswa sudah tidak mau lagi, bahkan geli dengan diskusi. Apalagi dengan isu UIN Jakarta adalah sarang teroris membuat orang tua mahasiswa mewanti agar anaknya menghindari diskusi. Budaya ini semakin luntur dengan peraturan kuliah maksimal 10 semester. Lebih dari itu, drop out.” Kalau membahas urusan peraturan baru ini, Bang Peka sangat kesal. “Terus apa Bang solusinya?” aku bertanya agar terlihat seperti diskusi yang semakin hidup. “Revolusi mental! Seperti apa yang digemborgembor oleh presiden kita,” bisa saja Bang Peka menyambungkan. “Aduh Bang, pemerintah saja masih belum punya langkah konkret bagaimana menerapkan program itu. Bahkan di tahun pertama, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan baru melakukan iklan itu di radio-radio pasca resuffle. Biayanya saja memakan ratusan miliar,” kali ini aku menyanggah. “Tenang saja, gua punya bayangan soal ini. Cara pertama paling mudah adalah ubah sistem pembelajaran. Sistem pengajaran yang dulu bisa dijadikan rujukan. Kan banyak dosen kita yang merasakan masa jaya Mazhab Ciputat.” Bang Peka mulai menjelaskan konsep. Bisa makin panjang kalau tidak dihentikan. Perbincangan ini sepertinya harus kusudahi karena jam kuliah sudah dimulai. Kalau tidak masuk, bisa dapat nilai jelek dan berimbas pada lulus telat. “Gua masuk kelas dulu Bang.” Bang Peka diam saja. Sepertinya dia kecewa karena masih banyak yang ingin dia bicarakan. “Oh iya, Bang Ka kan ulang tahun. Ini ada kopi. Bang Ka mau gua siram kopi, atau siram sendiri?” Dia buru-buru mengambil tas lalu lari. *Penulis adalah Dewan Kehormatan Organisasi (DKO) LPM Institut *Penulis adalah Dewan Kehormatan Organisasi (DKO) LPM Institut

BANG PEKA

Selamat Datang Google Classroom Teknologi semakin canggih, perkuliahan pun kian modern. Sudah hampir satu semester UIN Jakarta menggunakan google classroom sebagai salah satu media belajar. Harapannya tentu demi lebih efektif dan efisiennya pembelajaran. Tak hanya itu, penggunaan google classrom sebagai media belajar mahasiswa juga merupakan salah satu cara kampus menaikan rating webometric demi tercapainya gelar World Class University (WCU). Maka gencar-gencarlah dosen menggunakan fasilitas google classroom untuk mengajar. Namun, apakah benar dengan adanya fasilitas ini metode pembelajaran menjadi lebih efektif? Mari kita lihat perkembangannya selama satu semester ini. Beberapa mahasiswa yang sudah merasakan google classroom mengaku dengan adanya metode ini tatap muka dengan dosen menjadi lebih sedikit. Pengumpulan tugas bahkan materi semuanya diberikan melalui google classroom, dosen pun tak perlu repot lagi masuk kelas dan menjelaskannya pada mahasiswa. Efektifitas suatu pembelajaran salah satunya dengan memberikan keluasan mereka dalam penguasaan siswa dalam kelas. Setidaknya Umar Hamalik pernah berujar seperti itu dalam buku-buku teori pendidikan yang ia tulis. Namun di sini kelas sebagai salah satu komponen pendukung suksesnya pembelajaran agaknya kini telah digantikan oleh suatu perangkat lunak canggih nan modern. Aktifitas dalam kelas diganti dengan membuka laptop dan akun google classroom. Tak perlu lagi nge-print kertas karena sudah unggah tugas makalah ke dosen. Mahasiswa bisa berbincang dengan dosen dengan sekali klik lewat kolom komentar. Dosen tak hadir? Gampang. Materi minggu depan sudah diunggah beserta tugasnya pula. Mudah, bukan? Ya, memang. Semua teknologi datang layaknya robot yang memudahkan manusia bekerja dan berkarya. Namun, agaknya kita bukannya bertindak apatis dengan jabaran sinis fungsi google classroom tadi. Hanya saja perlu kita memahami apa saja yang bisa dimaksimalkan dari software yang kini tengah digandrungi oleh sebagian mahasiswa dan dosen itu, tanpa melupakan hal-hal mendasar lain yang penting pula. Tentu saja yang paling kita perlukan saat ini adalah kesiapan dan pemahaman pemanfaatan teknologi yang benar. Hadirnya google classroom tak berarti menggantikan semua pertemuan tatap muka. Jika pemanfaatan teknologi masih salah seperti ini, artinya kita memang belum siap menghadapi dunia yang semakin canggih itu. Jadi, siapakah kita untuk menuju peradaban kampus yang lebih modern? Siapkah kita memanfaatkan teknologi canggih dengan baik? Siapkah kita menjadi kampus bertaraf internasional? Masing-masing dari Andalah yang bisa menjawabnya.

Redaksi LPM Institut

WCU bak panggang jauh dari api

Menerima: Tulisan berup a opini, puisi, dan cerpen. Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: redaksi.institut@gmail.com Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085693706311 Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.

Ralat TABLOID INSTITUT EDISI XXXIX halaman empat kolom 13 tertulis Sanggar Lestari seharusnya tertulis Sanggar Larasati

Quote:“Bidang Seorang Sarjana Adalah Berpikir dan Mencipta yang Baru” - Soe Hok Gie


TUSTEL LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

10

Masih Memperjuangkan HAM Foto & Teks: Arini Nurfadilah Sebagai manusia, kita memiliki Hak Asasi Manusia (HAM). Demi memperjuangkan HAM, sekelompok orang rela menyisihkan waktu mereka untuk berorasi di Jalan Medan Merdeka atau tepatnya di depan Istana Negara. Mereka tergabung dalam aksi Kamisan. Aksi Kamisan 19 November lalu merupakan aksi yang ke-420. Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka, aksi ini dilarang. Namun, para demonstran ini tetap melakukan aksi Kamisan seperti biasa. Orang-orang yang berbaju dan berpayung hitam ini memperjuangkan pelanggaran HAM yang tak pernah terselesaikan. Seharusnya pemerintah dapat menyelesaikan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Menuntut Keadilan

Ikut Membela

Perjuangkan HAM

Berpartisipasi

Berorasi


WAWANCARA LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Dede Rosyada: Saya Ingin Ciptakan Kampus Nyaman Selain menjadikan kampus bertaraf internasional, menciptakan UIN Jakarta menjadi kampus yang nyaman menjadi program utama Dede Rosyada. Sejumlah lahan yang masih ditempati warga menjadi persoalan tidak sederhana. Sejak Januari 2015, terhitung hampir setahun Dede Rosyada menjabat sebagai orang nomor satu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada masa kepemimpinannya, banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan. Bersama Abdul Hamid, Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Dede Rosyada keluar dari mobil Honda Corola Altis bernomor polisi B 1086 FRF. Raut mukanya terlihat payah. Menurut keterangan beberapa staf yang

berjaga di depan ruangannya, hari itu sejak pagi Dede memang tidak ada di ruangannya karena ada keperluan di luar bersama Abdul Hamid. Jam sudah menunjukan pukul setengah empat sore. Setelah menunggu beberapa saat, asisten pribadi Dede akhirnya mempersilakan reporter Institut, Thohirin dan Arini Nurfadilah masuk ke ru angannya di lantai satu gedung rektorat UIN Jakarta. Ruang itu belum lama pindah karena ruang Dede di lantai dua gedung rektorat te ngah direnovasi. Kepada Institut, Jumat (20/11) Dede Rosyada menjela sk a n p e r s o alan

ya ng d i h a d a pinya selama hampir setahun terakhir menahkodai UIN Jakarta, serta per kembangan

Dok. Arini/Ins

dari kebijakan yang telah dibuatnya. Berikut petikan perbincangannya. Selama hampir setahun memimpin, apa saja yang sudah Anda lakukan? Pertama, meningkatkan kualitas di bidang regional. Sekarang kita sudah masuk AUN-QA (ASEAN University Network Quality Assurance) dan berhasil memimpin. Itu artinya, UIN (Jakarta) sudah diakui di tingkat ASEAN. Kedua, kita sudah mendorong para akademisi untuk menulis jurnal internasional. Di tahun ini sudah ada peningkatan sekitar 60 jurnal. Sedangkan pada tahun sebelumnya UIN hanya memiliki 8 jurnal internasional. Untuk tahun 2016 saya targetkan 300 jurnal. Lalu, program apa yang sedang diselesaikan dalam waktu dekat ini? Sandwich Programme. Di program ini, mahasiswa akan dikirim ke luar negeri untuk kuliah. Program ini merupakan kerjasama internasional untuk membuka kelas dwibahasa di UIN (kelas internasional). Saya juga ingin UIN menjadi destinasi studi islam. Jadi, UIN bisa menjadi tempat bagi mahasiswa-mahasiswa yang ingin belajar Islam. Selain itu, saya ingin membuat kampus ini nyaman. Dari dulu, luas kampus ini stagnan. Padahal, jumlah orangnya bertambah. Apalagi ditambah kendaraan, baik roda dua maupun empat. UIN juga perlu Ruang Terbuka Hijau (RTH), gift store (toko souvenir UIN Jakarta), gimnasium,

parkiran, dan toko buku. Dan program yang masih menjadi PR adalah menjadikan UIN sebagai World Class University (WCU). Untuk menjadi WCU, tiap universitas harus menghasilkan 600 jurnal internasional pertahun. Sedangkan, saat ini UIN baru memiliki 68 jurnal di tahun 2015. Terkait niat Anda membawa UIN menjadi destinasi studi Islam, beberapa fakultas seperti FU dan FDI mengalamai penurunan minat mahasiswa baru hingga membuka beasiswa BLU. Bagaimana menurut Anda? Beasiswa (BLU) tak ada kaitan nya dengan penurunan minat mahasiswa. Beasiswa itu komitmen dari kita sebagai lembaga pendidikan untuk memberikan pendidikan bagi yang kurang mampu. Fluktuasi pendaftar jurusan agama itu dipe ngaruhi kepercayaan dan ketidakpercayaan. Jadi, tidak ada kaitannya de ngan penurunan minat itu? Tidak ada. Itu bukan karena beasiswa, tapi karena ada kepercayaan masyarakat terhadap UIN. Bicara WCU tak lepas dari luas lahan, sementara masih banyak la han UIN yang ditempati warga? Kita ingin perluasan lahan. Caranya, memanfaatkan kembali lahan kita yang sekarang dipakai warga sejak lama. Caranya? Kita hadapi sebisa kita. Diberitahu kalau mereka salah. Seperti rumah komplek, mereka ingin memiliki rumah tersebut, tapi mereka harus sadar bahwa lahan itu milik ne gara. Ketika negara perlu, mestinya

11

dikembalikan. Kalau mereka masuk ke ranah hukum, ya kita hadapi. Jika mereka tetap kekeuh? UIN kan ada batasnya juga sebagai institusi pemerintah. Ciputat itu sudah identik dengan UIN Jakarta. Enggak mungkin kita tutup apalagi pindah. Hingga kini, sudah sejauh mana langkah UIN mencapai WCU? Peningkatan jumlah mahasiswa asing menjadi 207 dari 86 orang. Kita coba memperluas layanan dengan membuka kelas dwibahasa (kelas internasional). Saat ini, UIN sudah mengirim sekitar 10 orang dosen UIN untuk mengajar di luar negeri. Sedangkan sudah ada 16 dosen luar negeri yang mengajar di UIN Jakarta. Apa tantangan terbesar UIN menjadi WCU? Manajemen. Bagaimana partisipasi semua dosen bekerjasama dan secara total mendedikasikan diri untuk universitas. Tentang pemakaian domain mhs.uinjkt.ac.id yang ramai belakangan, apa ada kaitannya dengan upaya peningkatan peringkat UIN di internasional? Penggunaan domain tersebut untuk webometric. Sebenarnya, webometric bukan prioritas kita. Hanya saja, seluruh PT di Indonesia membuat webometric. Jadi, UIN Jakarta harus ikut membuatnya. Karena itu, saya menginstruksikan untuk membuat email dari domain mhs.uinjkt.ac.id dan menganjurkan dosen untuk memiliki blog. Nantinya, blog tersebut berisikan bahan ajar yang harus diakses mahasiswa tiap minggunya.

REKOMENDASI

Dok. Pribadi

Kopma UIN: Belanja Merchandise Murah Merchandise menjadi hadiah atau barang promosi yang paling mudah untuk diberikan kepada orang banyak termasuk teman, keluarga, pelanggan atau bahkan orang yang tak dikenal. Jika Anda kesulitan mencari tempat yang menyediakan beraneka macam merchandise, Anda cukup berkunjung ke Lakonin Merchandise UIN Jakarta. Beralamat di gedung Student Center lantai satu, Lakonin Merchandise hadir membantu mahasiswa UIN Jakarta membuat berbagai macam aksesoris berkualitas. Lakonin Merchandise adalah salah satu usaha milik Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak perlu khawatir, banyak jenis merchandise yang ditawarkan seperti pin, gantungan kunci, mug, pulpen, stiker, goody bag, jam dinding, seminar kit, dan kaos sablon. Dengan mengusung tagline “HARGA MURAH, KUALITAS MANTAB�, Lakonin hadir untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dengan harga miring.

Lebih dari itu, barang-barang yang terjual memberi kemudahan mahasiswa dalam semua kegiatan di kampus. Misalnya seminar, training, gathering, rapat, dan kampanye. Produk Lakoni Merchandise juga cocok untuk souvenir ulang tahun, pernikahan, wisuda dan acara lainnya. Mahasiswa UIN Jakarta pun bisa mendapatkan diskon hingga 15% khusus untuk organisasi atau komunitas yang memiliki Customer Card Lakonin. Custumer Card ini bisa dengan mudah Anda dapatkan secara cuma-cuma atau gratis hanya dengan syarat Anda harus mendaftarkan organisasi/komunitas terlebih dahulu. Bagaimana caranya? Untuk pemesanan atau menjadi reseller Anda dapat menghubungi Marketing Lakonin Merchandise dan dengan menghubungi 0896-6332-9842, follow @ lakonin serta like fanspage: Lakonin Merchandise UIN Jakarta.

BACA, TULIS, LawAN!


RESENSI LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Teknologi Tak Mampu Tandingi Kuasa Tuhan

12

Arini Nurfadilah Photogrammetry yang dibuat manusia tak akan mampu menandingi kuasa sang pencipta. Teknologi yang sengaja diciptakan untuk kesejahteraan umat malah menjadi malapetaka.

Sumber: Internet

Sukses sebagai ilmuwan yang telah melakukan berbagai penelitian, Dr. Will Caster (Johnny Depp) berambisi menciptakan kecerdasan buatan yang bermanfaat untuk du-nia. Nantinya, teknologi yang akan ia ciptakan dapat merekonstruksi bentuk seseorang dalam tiga dimensi, dengan menganalisa dokumen foto dan video yang dimiliki. Sayangnya, saat program tersebut hampir berhasil, ia ditembak kelompok yang menyebut diri mereka sebagai ‘Gerakan Anti

teknologi’. Tak ingin kehilangan suaminya, sang istri, Evelyn Caster (Rebecca Hall) bersama temannya, Max Waters (Paul Bettany) berusaha menghubungkan pikiran suaminya ke komputer. Melalui prosesor yang disebut PINN, Evelyn dapat mentransfer pengetahuan, bahasa, serta suara suaminya. Jadi, seakan suaminya hidup kembali (photogrammetry). Percobaan Evelyn pun berhasil. Ia menghubungkan PINN ke dalam komputer sehingga ia dapat mengetahui apa yang sedang Will pikirkan. Dengan mengikuti perintah Will, Evelyn sukses menciptakan teknologi yang diimpi-impikan suaminya. Teknologi yang Will ciptakan mampu menghidupkan orang mati hanya dengan menghubungkan programnya ke komputer. Tak lama Will dan Evelyn melakukan photogrammetry, proses itu menyebar ke seluruh dunia seperti virus. Obsesi Will menjadi terlalu bahaya karena akan membawa perubahan besar-besaran di dunia. Akibat perubahan-perubahan yang terjadi, Max tidak menyetujui adanya photogrammetry. Ia meminta Evelyn mematikan semua

sistem yang menghubungkan Will ke komputer. Tak sejalan dengan Max, Evelyn akhirnya mengusir Max dan memutuskan pindah ke kota terpencil di Inggris, dekat Oregon, Brightwood. Di tengah kacaunya dunia akibat photogrammetry, Max kembali membujuk Evelyn agar menerima kenyataan bahwa suaminya telah meninggal dunia dan meminta Evelyn untuk mematikan seluruh sistem PINN serta photogrammetry. Melihat proses photogrammetry yang diaplikasikan pada suaminya hancur, Evelyn semakin yakin variabel tubuh Will yang tersusun dari selsel hancur karena sebuah virus yang sengaja diciptakan oleh Max dengan bantuan Joseph Tagger (Morgan Freeman) dan Agen FBI Buchanan (Cillian Murphy). Kehancuran program yang diciptakan Will sekaligus menjadi akhir Transcendence. Film yang dirilis pada 2014 ini sempat memenangkan penghargaan Golden Trailer Awards sebagai Best Motion/Title Graphics pada tahun 2014. Selain itu, film yang ditulis oleh Jack Paglen sempat menduduki beberapa nominasi seperti Most Original Trailer dan Most Innovative Advertising for a Feature Film. Film yang disutradai Wally Pfister ini banyak memberikan pembelajaran bagi kita sebagai manusia. Secanggih apapun kekuatan teknologi

Sumber: Internet

yang kita ciptakan tentu tak akan menandingi kuasa Tuhan. Pada akhirnya, kematian Will yang berhasil digantikan dengan menghubungkan isi otaknya ke dalam PINN tetap saja musnah. Walaupun telah memenangkan penghargaan Golden Trailer Awards sebagai Best Motion/Title Graphics, film yang berdurasi 119 menit ini tetap memiliki kekurangan. Bagian-bagian cerita dalam film ini terlalu cepat membuat penonton terasa sulit mengikuti lompatan teknologi yang diceritakan dalam Transcendence sehingga banyak yang terasa tidak logis. Teknologi yang diceritakan pun terkesan lebih mirip sihir ketimbang kecanggihan teknologi. Untungnya, bagi para pecinta Johnny Depp dapat melihat aktingnya secara wajar. Dalam film ini, Johnny Depp tidak berakting seperti film-film sebelumnya semisal Pirates Carrebean, The Lone Ranger, Dark Shadow atau Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street. Terlebih, film ini

merupakan film bergenre science fiction pertama yang diperankan Johnny Depp yang Selain itu, ceritanya juga mudah dicerna karena hanya ada satu konflik dalam film ini. Sebenarnya, semua yang dilakukan Evelyn terhadap Will semata-mata ingin berinteraksi kembali dengan suaminya yang mati. Menurut ilmuwan dari Teeside University, Simon McKeown, orang bisa bertahan hidup abadi sebagai avatar, dan bisa berinteraksi dengan kerabat. Kehidupan ini disebut ‘kehidupan digital sintetik’. Menurut Simon yang dilansir dari viva.co.id, proses yang dilakukan Johnny Depp dalam Transcendence dinamakan photogrammetry. Ini adalah proses yang memungkinkan peneliti merekonstruksi bentuk dan pola virtual seseorang dalam tiga dimensi, dengan menganalisa dokumen foto dan video yang dimiliki.

Fakta Kekerasan Perempuan dalam Kerusuhan 98’ Yasir Arafat

Sepintas itulah pertanyaan yang tersimpan rapi dalam benak sebagian rakyat Indonesia. Tujuh belas tahun sudah tragedi kerusuhan Mei 1998 berlalu, ribuan rakyat pribumi maupun keturunan Tionghoa menjadi korban. Dan hingga kini tak ada kejelasan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam kerusuhan tersebut. Juli 1997 kritis moneter melanda Asia, bersamaan dengan itu ekonomi Indonesia anjlok dan mengalami fase terburuknya. Rakyat kian resah, panik serta mengingikan Presiden Soeharto lengser dari jabatannya. Menanggapi respon tersebut pemerintah bersifat represif dengan menculik tokoh-tokoh yang dianggap provokator. Kejadian tersebut semakin memanaskan situasi, rakyat pun kian aktif menggelar demonstrasi. Bukan hanya Jakarta demonstrasi juga terjadi di kota lainnya, seperti di Medan, Solo, Palembang, Lampung, dan Surabaya. Puncaknya 12 Mei 1998 terjadi ledakan demonstrasi di Jakarta, yang mengakibatkan empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak aparat keamanan. Keesokkan harinya, beberapa kawasan bisnis dan pemukiman warga etnis Tionghoa di Indonesia menjadi sasaran pembakaran, penjarahan, penganiayaan, bahkan pemerkosaan. Apalagi, banyak korban diperkosa secara massal di tempat umum.

Tapi anehnya pemerintah melalui Jenderal (Purn) ABRI Wiranto menyangkal adanya kejahatan seksual pemerkosaan. Sebab setelah ditelusuri anggota ABRI, dengan mendatangi tiap rumah sakit di Indonesia sampai ke Singapura, mereka tak mendapati adanya korban pemerkosaan. Lebih lagi, Wiranto menyatakan semua laporan kejahatan seksual dalam kerusuhan 1998 hanyalah dugaan semata karena tak ada bukti kejadian, korban, dan saksi. Mendengar itu, Saparinah Sadli relawan dari Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan geram. Ia pun langsung menghubungi rekan sejawatnya Smitha Notosusanto, keduanya didukung Convention Watch, Progam Studi Kajian Wanita Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), dan Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi sepakat untuk membuat surat terbuka yang ditujukan kepada presiden baru Indonesia B.J Habibie. Surat tersebut berisi kekecewaan rakyat atas kebenaran yang diberikan pemerintah terhadap kerusuhan Mei 1998. Terlebih, hingga Soeharto lengser dari kursi presiden masih saja ditemukan penyerangan fisik dan kejahatan seksual terhadap perempuan muda Tionghoa. Sementara ancaman penyerangan masih saja muncul dan meneror sebagian besar warga Indonesia.

Tampaknya keadaan tersebut tidak menyurutkan niat Martadinata Haryono, seorang wanita muda yang menjadi salah satu korban kejahatan seksual. Ia bersaksi kepada rakyat Indonesia bahkan dunia dengan menggelar konferensi pers pada Selasa 6 Oktober 1998. Martadinata lantang mengecam kejahatan seksual perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998. Kegigihan wanita yang akrab disapa Ita dalam memperjuangkan keadilan di hadapan hukum harus dibayar mahal. Tiga hari berselang tepatnya Jumat 9 Oktober 1998, ia ditemukan tewas dengan sepuluh luka bekas tikaman di perut, dada, dan lengan kanannya. Parahnya lagi menurut dokter sayatan benda tajam di leher ita hampir memutus kepalanya. Hingga kini, pemerintah masih saja bungkam ketika ditanya siapa pelaku sebenarnya pembunuhan tersebut. Akhirnya Presiden B.J Habibie membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang terdiri dari pemerintah, Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Berdasarkan temuan TGPF, kerusuhan 1998 memakan 1.217 korban. Antara lain 1.190 korban terbakar, 91 luka-luka, dan 27 tewas akibat senjata. Sedangkan Polda merilis 451 kor-

ban meninggal, Komando Daerah Militer (Kodam) pun mencatat 69 luka-luka dan 463 korban tewas termasuk aparat keamanan. Selain itu, di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta didapati 288 korban jiwa dan 101 korban luka-luka. Ditambah data dari kota-kota besar terdapat 188 korban di Indonesia; 30 korban tewas, 131 korban luka-luka, dan 27 korban luka bakar. Buku Tragedi 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan ini, banyak menceritakan fakta sesungguhnya dari kerusuhan Mei 1998, terutama dari korban perkosaan maupun LSM peduli perempuan. Ancaman dan trauma mendalam seringkali dirasakan para korban hingga merasa terasingkan. Dengan perjuangan

Penulis Penerbit Cetakan Tebal ISBN

yang tak kenal henti, akhirnya para relawan berhasil membujuk Presiden BJ. Habibie membentuk Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Perempuan.

: Dewi Anggraini : PT. Kompas Media Nusantara : 2014 : 214 halaman : 978-979-709-809-4

Sumber: Internet

Apa sebenarnya yang terjadi dalam kerusuhan Mei 1998? Apakah peristiwa ini terjadi secara spontan? Lalu, bagaimana kondisi rakyat kala itu terutama perempuan dan kaum minoritas di Indonesia?


SOSOK LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Nanang Anwaruddin

13

Tersandung Biaya Lahirkan Banyak Karya

Yasir Arafat

Ketiadaan biaya sempat membuatnya harus menunggu selama tiga tahun untuk lulus. Jalan itu membawanya menemukan teori baru.

Dok. Pribadi

Bagi sebagian orang ilmu fisika terlihat rumit dan sukar dipahami. Namun tidak bagi Nanang Anwaruddin. Ilmu fisika baginya begitu mengasyikan, menyenangkan, sekaligus menantang untuk dipelajari. Kesungguhan Nanang menekuni bidang fisika terbukti menjelang akhir masa studinya sebagai mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2006. Ia berhasil menemukan teori gaya persamaan magnet umum yang ia beri nama teori stenomat, singkatan dari stenografi Matematika. Teori stenomat yang Nanang kembangkan merupakan perpaduan dari empat gaya magnet ke dalam satu persamaan umum. Keempat jenis gaya magnet tersebut yakni gaya tarik atau tolak magnet, gaya magnet antara magnet, gaya magnet dengan kawat berarus listrik, dan gaya pelaya- ngan magnet pada magnet dan benda superkonduktor. Nanang bercerita, pengembangan teori gaya persamaan magnet ini dimulainya kala

masih duduk di semester 8 Jurusan Fisika FST UIN Jakarta. Saat itu ia telah menyelesaikan skripsi. Namun, keinginan Nanang untuk lulus tepat waktu terganjal masalah biaya. Sembari menuggu kelulusan, selama tiga tahun Nanang kian intens mengembangkan teori gaya magnet. “Coba kalau waktu itu saya lulus tepat waktu, mungkin belum tentu saya punya semangat lebih untuk mewujudkan stenomat,” ujar pria berdarah Cirebon ini, Jumat, (13/11). Selama proses penelitian teori gaya magnet, biaya kembali menjadi batu sandung utama Nanang. Belum lagi tidak memadainya perangkat penelitian di kampus, seperti sulit mendapatkan superkonduktor yang menjadi kendala lain dalam pengembangan teori gaya magnet. Pernah suatu waktu ia ingin mendapat bantuan dari program Riset Unggulan Terpadu (RUT) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) namun gagal. Keadaan tersebut tak membuat Nanang patah arang. Teringat mendiang ayahanda, membuatnya semakin giat menyelesaikan penelitian Nama Alamat Tempat, Tanggal Lahir Riwayat Pendidikan

teori gaya magnet ini. Tiga tahun berselang, usaha gigih Nanang akhirnya menuai hasil positif. Dibantu dengan bimbingan ahli fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Universitas Indonesia (UI), ia berhasil menemukan stenomat. Berkat usahanya, kini Nanang telah mendirikan Stenomat Foundation, sebuah lembaga yang bergerak dalam bisnis media pendidikan. Tak hanya itu, Nanang juga telah membentuk badan usaha mandiri bernama PT. Samantera; perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi komoditi riil, terutama kacang kedelai (soybean) dan kacang herang (mungbean). Pada 2013, ia sempat memaparkan teorinya tentang gaya magnet sertai aplikasi kereta cepat maglev di hadapan delegasi dari Jepang dan Australia. Kini, stenomatnya sudah mendapat pengakuan HAK CIPTA dari Direktorat Jendral (Dirjen) Hak Kekayaan Intelekrual (HAKI). Nanang pun telah bekerjasama dengan PT. Citra Edukasi Lestari dalam pengemba- ngan bisnis pendidikan.

“Moga saja stenomat dapat diterima masyarakat serta mampu memberi manfaat bagi dunia pendidikan Indonesia,” harapnya. Selain stenomat, beberapa karya baru dalam bidang fisika telah berhasil Nanang kembangkan. Antara lain teori gaya magnet, teori dan analisa rekayasa pembuatan permanent magnetic levitation, prototype teknologi mechanical magnetic propulsion, dan kayu sintetik wood polycomposite (WPC) yang berasal dari limbah kertas dan plastik. Nanang juga sempat melakukan beberapa kerjasama bersama rekan dan institusi pemeritahan dengan merancang teknologi kereta maglev, mesin mechanical evaporation, dan merancang arsitektur Masjid Raya Az-Zumar Metland Cikarang. Untuk teori gaya magnet, Nanang menggabungkan ketiga persamaan gaya magnet yang terpisah dengan gaya magnetic levitation pada efek meisner superkonduktor dalam bentuk persamaan umum gaya magnet. Sementara teori dan analisa rekayasa pembuatan permanent magnetic levitation, merupakan analisa teori dan teknis rekayasa material untuk menciptakan magnet permanen yang dapat melayang tanpa energi.

: Nanang Anwaruddin : Jl. Pantura Cirebon - Arjawinangun Desa Pegagan Kec.Palimanan Kab. Cirebon : Indramayu, 2 maret 1984 : SDN 06 Gabus kulon kec. Gabus wetan kab. Indramayu MTsN Babakan Ciwaringin Cirebon MAN Model Babakan Ciwaringin Cirebon UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknlogi

Rebut Kembali Hak Pejalan Kaki

KOMUNITAS

M. Rizky Rakhmansyah Pengendara sepeda motor dan pedagang kaki lima seringkali merenggut hak pejalan kaki. Koalisi Pejalan Kaki tengah berusaha mendapatkan kembali hak mereka. turun ke jalan demi mendapatkan kembali hak para pejalan kaki. Koalisi Pejalan Kaki terbentuk karena keresahan tujuh orang komuter. Alfred menjelaskan, mereka yang terbiasa bekerja di luar kota itu merasa tak mendapat fasilitas publik yang memadai. Akhirnya, pada Juni 2011 silam komunitas ini resmi dibentuk. Kampanye yang mereka lakukan pertama kali dilakukan di sepanjang trotoar Kota Tua, Jakarta. Awalnya, kampanye tersebut tak membuahkan hasil. Aksi yang mereka lakukan tak dihiraukan oleh pengemudi kendaraan bermotor yang masih nekat menerobos jalur trotoar. Setelah itu, salah seorang anggota mengusulkan untuk tidur di trotoar. Alhasil, pengemudi kendaraan bermotor tersebut segan berjalan di trotoar. Selain melakukan kampanye, mereka juga kerap kali melakukan riset terhadap kebijakan pemerintah daerah. Presidium Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Safrudin bercerita, car free day telah diadopsi dan dilaksanakan selama sembilan tahun pada 2011 silam. “Idealnya kebijakan tersebut diselenggarakan demi mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan bermotor,” tutur pria yang akrab disapa Puput, Jumat (13/11). Akan tetapi, Pemda Jakarta hanya memperlakukan kebijakan car free day sebagai kegiatan seremonial saja. Padahal, masyarakat akan tertarik untuk berjalan kaki seandainya

trotoar dan fasilitas angkutan umum memadai. Puput menuturkan, trotoar dan fasilitas angkutan umum yang memadai akan membuat orang meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum untuk perjalanan mereka sehari-hari. Ia pun mengharapkan pemerintah daerah segera memperbaiki trotoar dan fasilitas angkutan umum secepatnya. Komunitas yang bergerak di bidang kemanusiaan ini juga melakukan riset terkait efektifnya ruas jalan yang ada di Jakarta. Sempat mereka meneliti jumlah pejalan kaki yang lalu lalang dengan fasilitas trotoar yang terdapat di Jalan Wahid Hasyim. Banyaknya intensitas pejalan kaki menyebabkan terjadinya kecelakaan. Di samping itu, Alfred mengatakan, riset tersebut mereka lakukan demi mengukur kelayakan fasilitas. Koalisi Pejalan Kaki juga tak jarang melakukan advokasi terkait perbaikan jalan. Mereka pun membuat fasilitas seperti zebra cross di beberapa

Pejalan Kaki sudah memiliki jumlah anggota lebih dari 300 orang. Komunitas ini juga tak menutup kemungkinan untuk menerima anggota baru. Alfred mengatakan, hanya dengan follow akun @trotoarian dan like halaman facebook Koalisi Pejalan Kaki sudah cukup untuk menjadi anggota koalisi. “Ayo kita perjuangkan hak pejalan kaki,” tutupnya.

Dok. Pribadi

Asap kendaraan bermotor sore itu tak menghentikan langkah keenam orang untuk terus berjalan di sepanjang trotoar Jalan Pondok Gede, Jakarta Timur. Sembari terus berjalan, mereka tetap menggenggam poster yang berisi dukungan hak kepada pejalan kaki. “R.I.P Trotoar” dan “Selamatkan Hak Pejalan Kaki.” Demikian kalimat yang tertera dalam poster tersebut. Saat melakukan aksi itu, beberapa poster yang mereka bawa diletakkan di lokasi trotoar yang mereka nilai strategis. Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus mengatakan, kampanye tersebut dilakukan demi memperoleh hak pejalan kaki. Ragam cara dilakukan oleh Koalisi Pejalan Kaki untuk memperjuangkan hak pejalan kaki. Seperti melakukan kampanye kepada para pejalan kaki dan pengemudi kendaraan bermotor. Kampanye yang mereka lakukan tak hanya berkutat di jalan. Seringkali, mereka berusaha menumbuhkan kesadaran akan hak pejalan kaki lewat media sosial dan menulis artikel di media cetak dan online. Biasanya mereka melakukan kampanye setelah mendengar kasus dari beberapa media massa. Semisal kasus tabrakan yang pengemudi kendaraan bermotor lakukan terhadap pejalan kaki dan penyerobotan trotoar oleh pedagang kaki lima. Setelah itu, tiap Jumat sore mereka

persimpangan jalan demi mengurangi angka kecelakaan pejalan kaki di jalan raya. Tak hanya di Jakarta, Koalisi Pejalan Kaki juga terdapat di beberapa kota seperti di Semarang, Bogor, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Garut, Sidoarjo, Medan, Palembang, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Malang. Terhitung saat ini, Koalisi

Seorang wanita tengah menegur pengendara motor yang melintasi trotoar di Jalan Casablanca, Jumat (31/7). Aksi tesebut merupakan salah satu bentuk kampanye yang dilakukan Koalisi Pejalan Kaki.


SASTRA LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

14

Cerpen

Doa Dalam Sunyi Oleh Laras Sekar Seruni*

Dari kejauhan terlihat ibu itu terduduk lemas di samping pintu tempat orang berlalu lalang. Tidak ada yang melarang dirinya bahkan sampai berjam-jam lamanya. Pakaiannya compang-camping, dan itu ia kenakan setiap hari. Setiap ada orang yang lewat tangannya menjulurkan mangkok kosong. Wajahnya tertunduk, seakan tidak ingin orang lain mengetahui tentang kepiluan tatapannya. Banyak orang yang memperhatikan namun enggan merogoh kocek untuk mengambil kiranya uang logam. Ada yang telah mengenal keberadaan ibu itu sejak lama, namun pura-pura tidak melihat. Beberapa menatap iba dan ingin memberinya barang seribu atau dua ribu, namun sedang terburu-buru seperti dikejar dosen. Kaku, sang ibu berusaha bangkit. Namun tubuhnya sangatlah lemas. Ia sudah tidak makan beberapa hari. Harapannya dapat membeli sebungkus nasi tidak terwujud lagi hari ini. Mangkoknya sama sekali tidak terisi. “Silahkan Bu, dimakan gado-gadonya,” Tukas seorang penjual gado-gado. Penjual itu sudah hampir pulang. Dia tidak tega melihat ibu itu tergugu sendirian. Melihat ada sedikit sisa bahan, dia membuatkan dua porsi gado-gado untuk si ibu. Hampir setiap hari dagangannya laku sebelum waktunya. Hampir setiap hari pula ia gagal menyediakan satu bungkus gado-gado untuk ibu yang duduk di dekatnya berjualan. Betapa senangnya ia karena sekarang adalah kesempatan emas karena dapat memberikan dua bungkus gado-gado kepada ibu itu hari ini. “Saya tidak dapat uang hari ini,” Ibu itu menjawab dengan terbata. “Ambillah, Bu. Ini rezeki Ibu. Tidak usah dibayar.” Kata si penjual gado-gado. “Terima kasih,” Perlahan, ibu itu mengambil sendok plastik yang disematkan di bungkus dengan karet gelang. Kemudian ia membuka bungkus gado-gado itu. Ia menyendoknya dengan amat hati-hati dan pelan, seakan tidak ingin makanannya cepat habis.

Penjual gado-gado tersenyum dalam keharuan melihat pemandangan itu. Ibu yang sedang ia lihat sekarang sekalipun tidak pernah meminta makanan kepada para penjual. Ia selalu berusaha membayarnya dengan uang yang ia dapatkan dari hasil mengemis setiap harinya. “Saya pulang duluan Bu. Silahkan dinikmati gado-gadonya,” Setelah pamit, penjual gado-gado itu mendorong gerobaknya meninggalkan lapak. Si ibu masih berkutat dengan gado-gado yang ia nikmati suap demi suap. Setelah ia menghabiskan satu bungkus gado-gado, ia mengucap syukur dalam hati kepada Tuhan. Dibalik diamnya, ibu itu masih dapat merasakan perut yang sudah terisi penuh. Dengan gontai ia melangkah meninggalkan tempat yang sehari-hari ia duduki. Hari semakin malam. Kios-kios telah tutup. Si ibu masih mencari tempat untuk bernaung malam ini. Biasanya ia tidak akan pergi terlalu jauh dari pintu itu. Pintu tempat ia mengais rezeki selama hitungan tahun. Tidak pernah berpindah. Tidak ada pula yang menggusur. Satu bungkus gado-gado masih di tangannya. Untuk sarapan. Pikirnya dalam hati. Ia tidak tahu jika ditunggu sampai besok pagi gado-gado itu akan basi. Atau mungkin ia tidak peduli. Perutnya sudah kebal mencecap menu yang bahkan telah dirubung lalat. Ia meringkuk dalam gelap dan hening di depan kios yang telah tutup. Pakaiannya yang telah robek di sana-sini menyisakan dingin malam yang menusuk kulit. Umur ibu itu masih kurang dari setengah abad. Tidak mungkin dia tidak berusaha untuk mencari pekerjaan. Dengan penampilan seperti itu, orang pun akan malas melihat atau mengajaknya berinteraksi lebih lama. Semakin ia berusaha, ia akan merasa minder. Tanpa ia sadari, dirinya terus tergerus zaman, menyisakan secercah harapan kosong yang tidak pernah terwujud. Hal itu membuat dirinya semakin beranggapan bahwa dunia ini kejam dan tidak adil. Apalagi setelah ada peraturan baru tentang dilarang memberi uang kepada para pengemis. Receh yang

biasanya ia kumpulkan cukup untuk makan dua hari sekali, sekarang begitu sulit ia dapatkan. Terdengar sedikit keributan tidak jauh dari tempat ibu itu meringkuk. Tiba-tiba seorang anak ditendang ke luar dan dilontarkan caci maci dari dalam rumahnya. Orang yang tidak biasa akan merasa pilu mendengar itu. “Pergi kau anak biadab! Jangan kembali lagi! Hidupmu selama ini hanya menyusahkan saja!” suara perempuan itu sangat memekakan

telinga. “Jangan, Ibu. Aku mohon. Aku masih ingin sekolah,” si anak merintih minta dikasihain. “Pergi! Aku tidak peduli dengan sekolahmu,” Kemudian terdengar suara pintu kayu yang berdebam. Anak itu menangis dan terseok di jalanan malam. Karena melihat ada orang di salah satu kios yang telah tutup dekat rumahnya, ia menghampiri orang itu. Orang yang ia hampiri adalah ibu pengemis. Setidaknya agar tidak sendiri. Ia sangat takut gelap. “Itu Ibumu?” tanya ibu pengemis kepada anak itu. “Aku tidak tahu. Ia bilang begitu. Kalau yang aku pelajari di sekolah, ibu selalu menyayangi anaknya. Tidak pernah mengusir seperti yang ibu lakukan kepadaku barusan.” Si

anak kemudian sesegukan. “Kamu sudah makan?” tanya ibu pengemis. Anak itu menggeleng. “Makanlah,” ibu itu kemudian menyerahkan satu bungkus gado-gado punyanya. *** Ketika adzan subuh berkumandang, ibu pengemis terjaga. Ia sudah harus meninggalkan tempatnya tertidur sebelum ditemukan oleh pemilik kios. Ia mendapati anak itu sudah tidak ada di tempatnya semalam. Mungkin ia kembali ke rumahnya. Pikirnya dalam hati. Ibu itu kembali terseok menuju pintu tempatnya biasa mengemis. Pintu itu adalah jalan pintas di salah satu universitas ternama di negeri ini. Pintu itu menghubungkan antara area dalam kampus dan area pertokoan sekitar kampus. Selain pertokoan, banyak pula tempat makan yang selalu disinggahi oleh para mahasiswa yang jumlahnya ribuan. Masyarakat sekitar kampus dihidupi dari usaha kecil-kecilan yang mereka rintis. Bisa sebagai pengusaha warnet, fotocopy, alat tulis, kedai makan, dan lain sebagainya. Fajar kembali menyingsing. Si ibu telah sampai ke tempat biasa ia mencari rezeki. Ia kembali terududuk di situ, menunggu satu atau dua orang dermawan bermurah hati memberinya receh. Hingga matahari naik, mangkoknya masih kosong, sama seperti beberapa hari terakhir. Seperti biasa, ibu itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tidak ingin ada orang melihat wajahnya yang diliputi kemuraman setiap harinya. Kemudian si ibu merasa ada seseorang menghampirinya. Bukan hanya melemparkan receh kemudian berlalu seperti biasa. “Ibu, ini ada baju. Ibu bisa berganti pakaian sekarang,” ibu itu mendongakkan kepala. Seraut wajah yang rupawan tersenyum tulus untuknya. Jilbab yang ia kenakan tertiup pelan angin yang menghembus sepoi. Perempuan yang baik hati itu menyerahkan satu kantong plastik berwarna merah. Belum sempat si ibu mengucap terima kasih, perempuan itu telah berlalu pergi. Ucapannya ia lantunkan dalam hati, berdoa sebanyak-ban-

yaknya kepada Tuhan agar orang baik itu diberikan kemudahan dalam segala urusannya. Ibu itu kemudian bangkit dari tempat biasanya. Ia ingin melihat baju barunya. Di gang yang sepi, ia membuka isi dari kantong plastik berwarna merah tersebut. Di dalamnya ada tiga setel baju baru untuk ibu. Bajunya sederhana, tidak terlihat mencolok. Namun buat si ibu, baju itu adalah barang termewah untuk dirinya. Segera ia berganti pakaian sebelum ada yang sempat melihat. Ternyata, terselip pula satu lembar amplop cokelat di antara tumpukan baju itu. Gemetar, sang Ibu membukanya perlahan. Isinya tidaklah sedikit. Bahkan cukup untuk menyewa satu petak kamar tidur hingga beberapa bulan. Sisanya masih dapat digunakan untuk membeli makan juga untuk beberapa bulan. Tanpa sadar lelehan air dari mata ibu itu membasahi pipi. Tidak putus ia mengucap syukur dan berdoa kepada Tuhan. *** Waktu berlalu. Kehidupan si Ibu berubah. Ia membuka usaha warung kecil-kecilan untuk menghidupi kesehariannya. Berkat pertolongan Tuhan lewat perempuan cantik yang beberapa bulan lalu menjawab harapannya. Si ibu semakin belajar untuk bersyukur. Ia menarik pendapatnya tentang dunia yang tidak adil. Dunia selalu adil. Hanya waktu yang kurang tepat membuat orang beranggapan seperti itu. Ia kemudian teringat kepada anak kecil yang ia beri gado-gado. Hanya sebungkus gado-gado. Keesokan harinya Tuhan membalas amal tulus darinya. Bukan dengan gado-gado, melainkan dengan sesuatu yang lebih besar dan tidak terbayangkan dari itu. Ini adalah secarik kisah kecil tentang kehidupan dan keadlian. Tentang pemberian dan balasan. Tentang ketulusan dan kesabaran. Orang tidak banyak yang menyadari tentang ini. Namun yang perlu digaris bawahi, bahwa Tuhan tidak pernah tidur. *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta

Puisi Sajak Untuk Rendra Oleh: Faris Maulana Akbar*

(Masih) Di sini Oleh: Aulia Hani M*

Lantas, apakah aku perlu memanggil... O, Sanjaya! O, Purnawarman! O, Resi Kuturan! O, Resi Niratta! ...seperti kaupanggil mereka dulu?

Disini Di ujung rasa dan hati yang kian menjadi Masih ada, masih ada petuahnya

Menggebu-gebu hasrat penaku menari Mencatat sesak di dada yang tiba-tiba merambat cepat Menjalar ke sekujur tubuh Merekam jejak penuh noda Kebencian, kekecewaan, kepahitan

O, bagaimana bisa kau mengerti bahasa senyap dari bangsamu kini?

Dan disini Ketika hati yang tak lagi mampu berperi

Baru saja kubaca kesaksian akhir abadmu Yang menyulut api jiwa yang telah lama padam Yang kini berkobar-kobar Berpijar-pijar layaknya meteor terbakar

Puisimu mendarah daging petaka zaman ini Kesaksianmu semakin memperjelas ketidakmerdekaan bangsa ini Jadi, dengan sajak ini aku mengkonfirmasi

Hanya sendiri Mendulang rasa yang kian mati Hingga, tak sanggup lagi bermimpi

O! Untung kau tak menyaksikan awal abad ini Yang mungkin membuatmu meratap tangis Bukan, bukan bau anyir darah mengganggu tidur malammu Tapi, asap-asap yang membuatmu sesak Mendengarnya saja kau akan sesak

O, Rendra! Maukah kau bersaksi sekali lagi di awal abad ini? *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta.

Dan di ujung sini Lagi, masih sendiri Menunggu waktu terhenti *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.


SENI BUDAYA LAPORAN UTAMA

Tabloid Institut Edisi XL / November 2015

Kocar - Kacir Koruptor Astina

berlima sangat membenci Walikota Astina, Ananta Bura, karena kebijakan yang diterapkan dianggap menyengsarakan rakyat dan membuat kota kacau balau. Lalu, kelima wanita itu pun mengajak para pedagang dan tukang gali untuk melakukan aksi di kediaman walikota. Sebelumnya, mereka menyanyikan lirik berjudul Protes Lima Aktivis. Mereka berjoget, mengentak kaki dan melambaikan tangan, dengan suara tinggi menggambarkan emosi yang dipendam selama ini. “Tak guna jika walikota tak bekerja. Hanya korupsi, itu tindakan mereka,” teriak kelima wanita tersebut sebagai bentuk protes akan tak beresnya kinerja walikota saat ini. Saat mendengar kabar mengejutkan dari ibukota Astinapura, sang walikota pun langsung bergegas memanggil dua pejabat negara sekaligus sahabat karibnya, Armaditya Arjuna

dan Arimi Anjani. Ia khawatir jika utusan yang disebut inspektur jenderal itu datang diam-diam lalu melaporkan tindak korupsi yang ia lakukan selama ini. Kemudian, Ananta berpikir untuk menyuap inspektur jenderal. Walikota yang dirundung cemas itu langsung memerintahkan Armaditya sebagai kepala hakim melakukan pembenahan bangunan dan Arimi sebagai kepala kesehatan untuk menambah obat-obatan. Tak hanya itu, ia juga menugaskan kepada kepala pos untuk membuka semua surat yang masuk dan keluar di kantor pos dengan teliti. Sehingga, jika ada surat terkait kedatangan inspektur jenderal dapat langsung diberitahukan kepadanya. Desas-desus datangnya inspektur jenderal nyatanya bersamaan dengan hadirnya seorang pemuda dari ibukota Astina yaitu, Anta Hinimba. Kepanikan pun semakin bertambah terlihat di wajah Ananta dan beberapa pejabat negara saat si kembar Nakuli dan Sadiwi menerobos masuk ke ruangan. Mereka mengaku

melihat ada seorang petugas negara yang sedang menginap di salah satu penginapan. Lantas, Ananta yang telah mendengar cerita Nakuli dan Sadewi langsung bergegas menemui dan memastikan kebenaran tersebut. Ananta juga mengingatkan kembali tugas masing-masing para pejabat. “Kita memang tidak luput dari kesalahan. Tapi, kalau kaya gini jadinya setan alas!! tidak ada yang beres di kota ini,” ujarnya sembari nada tinggi lalu pergi. Ananta pun akhirnya bertemu dengan Anta Hinimba. Ternyata saat itu Anta sedang dililit hutang, Ananta yang mengetahui pun dengan sigap membantu membayar hutang tersebut. Menurutnya, ini salah satu bentuk menyuap diam-diam. Tak hanya sang walikota saja, enam pejabat kota pun turut menyuap Anta. Selang beberapa menit, seusai para pejabat memberi suapan. Datanglah beberapa pedagang mengadu kepada sang inspektur jenderal semua perbuatan tersebut. Anta yang dikira inspektur jenderal hanya manggut-manggut saja mendengar kelu-

han pedagang. Merasa menjadi tamu istimewa, Anta mencuri kesempatan untuk merayu putri walikota. Tak disangka, sebelum mendekati putri Ananta ia sempat kepergok berduaan dengan istri Ananta. Namun, pada akhirnya ia memilih putri walikota dan berniat meminangnya. Sebelum dilangsungkan pernikahan, pelayan setia Anta menasehatinya agar segera kembali ke tujuan awal yaitu pulang ke rumah. Setelah dipikir-pikir, akhirnya dia pergi dari kota tersebut dengan janji akan kembali lagi guna melangsungkan pernikahan. Raut muka kegembiraan Ananta tak terhingga saat membayangkan putrinya akan bersanding dengan seorang jenderal. Khayalan untuk pindah rumah ke ibukota Astina sudah di kepala. Dan tinggal menunggu hari saja. Belum selesai merancang kegembiraan, datanglah utusan raja memberitahu bahwa walikota dan pejabat ditunggu oleh inspektur jenderal. Sang walikota pun setengah tidak percaya mendapat kabar tersebut. Ibaratnya ia seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kabar tersebut menjadi penutup dalam pentas bertajuk Inspektur Jenderal ‘Kalau Penguasa Kacau’ (KPK) yang diselenggarakan oleh Teater Koma di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (14/11). Naskah Inspektur Jenderal merupakan karya Nikolai Gogol di tahun 1800-an dengan judul asli ‘Revizor’. Sejak teater koma didirikan tahun 1977, pertunjukan ini menjadi produksi yang ke 142. Sutradara N. Riantiarno mengabungkan nuansa budaya Eropa dan Indonesia di atas panggung. Hal tersebut terlihat dari pakaian yang dikenakan para pemain. Pimpinan produksi Teater Koma Ratna Riantiarno mengatakan, pertunjukan kali ini menjadi upaya mengingatkan kembali pada mereka yang berkuasa. “Kalau dicerita para pejabat kalang kabut mendengar kedatangan seorang inspektur. Kalau di kita seperti apa yah,” tuturnya. []

pada 2006 silam, membentuk budaya kerja disiplin juga menjadi program utama dari Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum yang kala itu dipimpin Amsal Bakhtiar. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak menuturkan, dirinya mempunyai proker utama yaitu peningkatan pelayanan dan pembinaan bagi mahasiswa. Menyoal pelayanan, misi kemahasiswaan ialah memberikan layanan yang prima sehingga pengurusan administrasi dan pencairan dana berjalan cepat, tepat, dan nyaman. Yusron tak menampik,

selama ini birokrasi pelayanan mahasiswa dinilai sulit. Niat Yusron itu bukan tanpa alasan. Pada 2013 silam misalnya, hasil survei yang dilakukan Litbang Institut menunjukkan kecenderungan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pelayanan. Hasil survei tersebut menunjukkan, dari total 100 responden sebanyak 55% menilai penanganan petugas akademik di fakultas maupun universitas dinilai lambat. Dan sebanyak 47% lainnya menunjukkan tidak puas. Wakil Rektor Bidang Kerjasama,

Murodi memaparkan, selama setahun jabatannya, pihaknya berusaha membangun kerjasama UIN Jakarta dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Murodi mengamati, UIN Jakarta memiliki potensi yang besar dalam pengembangan kerjasama. Peningkatan kerjasama luar negeri, jelas Murodi, ditempuh dengan pengiriman beberapa dosen ke luar negeri untuk melakukan riset. Hingga kini, ada dua guru besar yang masing-masing dikirim ke Maroko dan Inggris, satu dosen ke Malaysia, dan

satu dosen ke Australia. “Sehabis riset di luar negeri, mereka wajib membuat karya tulis ilmiah yang akan diterbitkan di jurnal internasional,” katanya, Kamis (16/11). Selain itu, UIN Jakarta tahun ini juga telah mengirimkan dua mahasiswa ke Western Sydney University (WSU) Australia dalam bentuk sandwich programme. Program tersebut memungkinkan mahasiswa belajar selama satu semester di luar negeri tanpa membayar sepeser pun. Ke depan, UIN Jakarta akan membuka jaringan kerjasama dengan Jerman, Austria, Perancis, Inggris, Kanada, Amerika dan negara-negara Timur Tengah.

Foto : Agatri/Ins

Triana Sugesti

Ananta dan warga Astina sedang menyimak pengumuman yang disampaikan utusan Raja Astinapura, Sabtu (14/11). Pertunjukan ini diadakan mulai tanggal 6-15 November oleh Teater Koma di Gedung Kesenian Jakarta.

Triana Sugesti Tindak korupsi menjadi godaan tersendiri bagi para penguasa. Ananta, Walikota Astina pun kocar kacir mendengar kabar akan adanya pemeriksaan pelaku korupsi secara tiba-tiba. Tirai merah perlahan terbuka, tanda pertunjukan akan dimulai. Alunan musik mulai terdengar, mengiringi dua lakon berkostum serba hijau dan merah muda, mulai dari selendang, kaca mata serta sepatu boot. Keduanya memasuki panggung dengan langkah terburu-buru. Keduanya membicarakan kabar akan ada perang antara negeri Astinapura dengan negeri Amarta. Selain itu, kota Astina juga akan kedatangan inspektur jenderal untuk menyelidiki kinerja walikota dan para pejabat negara di kota itu. Salah satu lakon yang mendengar kabar tersebut berujar akan membongkar tindak korupsi yang sudah dilakukan walikota. Tak lama, muncul tiga lakon dengan baju serba biru, merah dan kuning keemasan. Berkumpulah kelima wanita yang menyebutkan dirinya sebagai pasukan elit Canu. Mereka Sambungan Setahun Dede: Mimpi Kampus Intenasional ...

menjadi program kerja utama Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Abdul Hamid. “Jangan sampai ada manipulasi fungsi kerja, contohnya jika sudah ditentukan jam kerja sebanyak 8 jam maka tidak boleh ada yang kurang dari 8 jam,” ujarnya, Kamis (19/11). Hamid menilai budaya kerja indisipliner di UIN Jakarta menjadi tantangan dari program utamanya itu. Tercatat, sejak periode pertama kepemimpinan Komaruddin Hidayat

15

Pasang Iklan Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid Institut Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud) Institut Online Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

CP: Maulia Nurul No HP: 08567231682



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.