TABLOID INSTITUT EDISI 42

Page 1

Edisi XLII / April 2016

Email: institutblog@gmail.com / redaksi.institut@gmail.com

Laporan utama

UIN Belum Miliki Dana Riset Mahasiswa

Laporan khusus

Manajemen K3 Perlu Pembenahan

Hal. 2

lpminstitut

Telepon Redaksi: 085722423074 / 085892180540

wawancara

Jalan Panjang Universitas Riset

Hal. 4

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

@lpminstitut

Hal. 11

www.lpminstitut.com Terbit 16 Halaman

Membarui Harapan Lama Universitas Riset

Ika Puspitasari Gaung universitas riset telah lama terdengar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berbagai kendala mewarnai proses pencapiannya. UIN Jakarta mencanangkan menjadi research university sejak 2004 silam. Akan tetapi UIN Jakarta dihadang beberapa kendala dalam proses mewujudkan universitas riset. Secara garis besar, universitas riset adalah sebuah perguruan tinggi yang aktivitas utamanya digunakan untuk penelitian. Demikian dikatakan oleh Direktur Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristek Dikti), Muhammad Dimyati. “Untuk menjadi universitas riset ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya harus melampaui teaching university,” ujarnya, Rabu (6/4). Sedangkan menurut Rektor UIN

Jakarta Dede Rosyada, hingga kini UIN masih dalam tahap teaching university. “Budaya riset di UIN Jakarta masih rendah. Masih banyak dosen yang Kelebihan Jam Mengajar (KJM) sehingga tak fokus dalam melakukan penelitian,” kata Dede ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (12/4). Kelebihan jam mengajar pun dirasakan salah satu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) Andi Faisal Bakti. Menurutnya, UIN Jakarta perlu mengubah sistem Satuan Kredit Semester (SKS) bagi dosen dengan mengurangi jumlah 12 SKS menjadi enam SKS untuk menuju universitas riset. Karena itu, sekarang ini Dede me ngurangi beban mengajar sampai tiga

SKS dari 12 SKS dalam seminggu bagi dosen yang akan meneliti. De ngan begitu, peneliti memiliki waktu yang cukup dan fokus dalam melakukan riset. Langkah kedua untuk mencapai universitas riset, sambung Dimyati, universitas harus memiliki dosen yang kompeten terhadap penelitian karena mereka nantinya akan membimbing mahasiswa untuk melakukan riset. Selanjutnya, publikasi jurnal nasional atau internasional harus meningkat tiap tahunnya. Namun, saat Institut meminta data rekapitulasi jurnal internasional ke Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Jakarta, tercatat pada 2015, UIN Jakarta hanya berhasil memublikasi 27

judul di jurnal internasional, 15 judul yang sudah terindeks Scopus—pusat data terbesar di dunia—dengan anggaran penelitian sebesar Rp7,5 miliar. Dari 27 jurnal yang telah terpublikasi di jurnal internasional, belum ada satu pun yang mendapat Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kurangnya publikasi jurnal di UIN Jakarta dibenarkan oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), M. Arskal Salim. Ia menjelaskan, sedikitnya hasil penelitian di UIN Jakarta karena Sumber Daya Mahasiswa (SDM) yang masih rendah. Menurutnya, banyak dosen yang belum pernah melakukan penelitian, sehingga mereka tidak mengerti cara membuat proposal

penelitian. “Mereka hanya sibuk me ngajar. Padahal setiap dosen harusnya memenuhi tri dharma perguruan tinggi yaitu bukan hanya mengajar, tapi juga meneliti dan mengabdi,” papar nya, Selasa (12/4). Arskal menambahkan, beberapa peneliti kerap terlambat mengumpulkan hasil penelitian dari tenggat waktu yang ditentukan. Karenanya, saat ini UIN Jakarta akan memantau langsung para peneliti. Selain itu, LP2M juga membentuk bengkel proposal dan tim percepatan publikasi. Bengkel proposal merupakan program pendampingan revisi proposal penelitian bagi para dosen yang tidak lolos seleksi. Bersambung ke hal. 15 kol. 2


Laporan Utama

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

UIN Belum Miliki Dana Riset Mahasiswa

Salam Redaksi

Foto: Geti/Ins

Salam sejahtera, pembaca budiman. Untuk sekian kali kami memenuhi tanggung jawab sebagai Lembaga Pers Mahasiswa. Di selasela kesibukan kami mengadakan Training Pers Institut (TPI), kami hadirkan kembali hadirkan Tabloid Institut ke hadapan pembaca budiman. Selain memenuhi tanggung jawab, keinginan untuk terus menggali informasi dan menulis juga telah mendarah daging pada jiwa kami. Setelah sebulan lalu kami hadirkan Tabloid Institut ke-41 dengan tema besar mahasiswa Fakultas Sumber Daya Alam yang menunggu kejelasan nasibnya. Pembaca budiman, LPM Institut sangat terbuka dalam hal kritik maupun saran. Kami yakin, kritik dan saran dari pembaca sekalian membangun LPM Institut lebih maju. Oleh karena itu, selain membaca, kami juga mengharapkan kesediaan pembaca sekalian untuk memberi masukan-masukan kepada lembaga ini. Pada edisi kali ini, Tabloid Institut menghadirkan informasi mengenai cita-cita UIN Jakarta untuk menjadi universitas riset. Pada Headline kami menyajikan informasi terkait universitas riset yang sudah lama menjadi citacita UIN Jakarta. Guna mencapai universitas riset ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan, ada berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh UIN Jakarta. salah satunya publikasi jurnal internasional maupun nasional. Sedangkan saat ini, UIN Jakarta masih rendah dalam publikasi jurnal. Pada rubrik laporan utama, kami membahas kebijakan rektor terkait mahasiswa yang dilibatkan dalam penelitian. Namun untuk pendanaan penelitian bagi mahasiswa, UIN Jakarta belum menyediakan anggaran. Anggaran yang ada hanya dari BOPTN untuk penelitian dosen. Dan pada tahun ini, UIN Jakarta meningkatkan dana penelitian sebesar Rp30 miliar untuk penelitian mahasiswa. Rektor UIN Jakarta menargetkan 300 hasil penelitian dosen terpublikasi di jurnal internasional. Pada rubrik laporan khusus, kami menyajikan sistem mejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di gedung UIN Jakarta. sampai saat ini sistem K3 di UIN Jakarta tak jelas. Pada rubrik laporan khusus ke-dua, kami memberitakan lembaga non struktural di UIN Jakarta. Status lembaga non struktural yang dipertanyakan dan tidak adanya dana untuk lembaga non-struktural. Di rubrik kampusiana, kami menyajikan maraknya mahasiswa yang membuat website. Beberapa di antara mahasiswa yang memiliki website bertujuan untuk memberi edukasi . Adapun tujuan lainnya, untuk bisnis yang mereka geluti. Dalam peliputan edisi kali ini, reporter kami banyak menemui kesulitan. Mulai dari kesulitan membagi waktu dengan tugas-tugas lain seperti menjadi panitia TPI, juga kesulitan menemui narasumber. Akan tetapi, semua itu tak menjadi kendala bagi kami untuk tetap menghadirkan Tabloi di Institut di hadapan pembaca sekalian. Kami sebagai salah satu lembaga yang berada di bawah naungan UIN Jakarta, selalu ingin membantu universitas ini untuk terus maju dan berkembang. Demi meujudkan itu semua, kami juga mengajak pembaca budiman untuk turut serta mewujudkan impian-impian itu. Tabloid Institut adalah wujud bakti kami terhadap kampus ini. selain itu, Tabloid Institut juga yang mendekatkan kaminkepada pembaca sekalian. Untuk itu, mari membaca Tabloid Institut. salam Mahasiswa, salam perjuangan!

2

Beberapa mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST) tengah meneliti di Ruang Terbuka Hijau (RTH) samping Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), Jumat (15/4). Penelitian ini sekaligus sebagai praktikum mata kuliah Ekologi Terestial.

Arini Nurfadilah Universitas riset hanya diskursus semata. Hingga kini, tak ada dana riset untuk mahasiswa. Dana riset Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengalami pe ningkatan hingga Rp30 miliar pertahun. Tapi, dana ini hanya digunakan untuk riset dosen bukan mahasiswa. Padahal, demi mewujudkan research university, kampus harus mengalokasikan dana riset untuk mahasiswa. Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada menjelaskan, dana sejumlah Rp30 miliar hanya digunakan untuk riset dosen karena itu adalah uang pemerintah. “UIN Jakarta tidak boleh menganggarkan dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk riset mahasiswa karena mereka bukan pegawai pemerintah,” katanya, Selasa (12/4). Dede menambahkan, nantinya dana riset mahasiswa akan diambil dari dana Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) yang bekerjasama dengan Badan Amal Zakat, Infak, dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Dana UPZ bersumber dari iuran sukarela pegawai UIN Jakarta. Namun, sampai saat ini UPZ di UIN Jakarta belum terbentuk. Menurut Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak, saat ini masih ada tarik-menarik antara Warek III dan Warek IV Bidang Kerjasama terkait siapa yang akan menangani UPZ nantinya. “Masih ada dua pembahasan yang belum selesai, siapa yang akan mena ngani UPZ dan bagaimana pelaksanaannya,” ujar Yusron, Rabu (13/4). Selain itu, sambung Yusron, dana riset mahasiswa dapat dianggarkan dari 30% dana BOPTN dengan syarat didampingi

dosen sebagai pembimbing riset. Sementara, untuk mahasiswa yang ingin melakukan riset hanya perlu mengajukan proposal riset. Walaupun proposal ini diajukan ke bagian kemahasiswaan kampus. Tapi, mahasiswa tetap memakai dana dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Jakarta. Kekecewaan karena ketiadaan dana riset dirasakan Siti Annis Nurcholisa Munaji. Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) ini menginginkan adanya dana khusus untuk riset mahasiswa mengingat target UIN Jakarta menjadi universitas riset. “Kalau dana belum ada, bagaimana mau meneliti?” kata Annis, Kamis (14/4). Tak hanya Annis, pengadaan dana riset untuk mahasiswa pun turut diharapkan Shefa Tarlan. Mahasiswi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini me ngatakan, dana riset mahasiswa sangat pen ting karena beberapa mahasiswa melakukan penelitiannya membutuhkan dana. “Semisal dalam penggarapan skripsi, beberapa mahasiswa harus ke luar kota demi mencari keakuratan data. Itu kan perlu ongkos,” ujar Shefa, Jumat (15/4). Secara terpisah, Ketua LP2M UIN Jakarta M. Arskal Salim menampik, pihaknya tidak menganggarkan dana untuk riset mahasiswa. Ia menjelaskan, riset mahasiswa nantinya akan diurus oleh bagian kemahasiswaan. “Kalau riset mahasiswa kami yang urus juga, kemahasiswaan enggak ada kerjaannya dong?” ujar Arskal, Selasa (12/4). Sedangkan Kepala Sub Bagian (Kasu-

bag) Keuangan Pendidikan Islam (Pendis) Kementrian Agama (Kemenag) Zidal Huda menjelaskan, Kemenag tidak menganggarkan dana riset untuk mahasiswa. “Kalau mahasiswa itu urusan kampus,” jelasnya, Kamis (8/4). Riset Dosen Sesuai aturan Direktorat Jenderal Pendidikan Tnggi tentang Pengelolaan untuk Riset, minimal 30% dari dana BOPTN dialokasikan untuk riset di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Menurut Arskal, selain dari BOPTN, anggaran riset juga dapat berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pertamina. “Kalau proposal risetnya bagus, lebih baik diajukan ke instansi luar kampus agar dapat dana lebih besar,” ujarnya. Terkait batas waktu penyelesaian, dosen yang terlambat menyerahkan hasil riset akan diberi peringatan. Lalu, jika dosen tak menyelesaikan risetnya, ia akan dikenakan sanksi, yaitu mengembalikan dana riset yang sudah diterima. “Atau yang bersangkutan tidak akan diberi kesempatan lagi untuk mengajukan riset selama dua tahun ke depan,” jelas Arskal. Berbeda dengan Arskal, Dede Rosyada memaparkan, jika dosen melewati batas penye rahan hasil riset, maka dana yang diajukan tidak akan diberikan. “Dana riset akan diberikan jika riset sudah rampung,” ujar Dede saat ditemui di ruang kerjanya. Sementara itu, Zidal Huda memaparkan sanksi bagi dosen yang melewati batas pengumpulan hasil riset akan diinfokan pada perguruan tinggi bersangkutan agar dosen tersebut di-blacklist dari daftar penerima dana hibah,” kata Zidal di akhir wawancara.

Pemimpin Umum: Erika Hidayanti | Sekretaris: Syah Rizal | Bendahara Umum: Triana Sugesti | Pemimpin Redaksi: Arini Nurfadilah | Redaktur Online & Web Master: M. Rizky Rakhmansyah | Pemimpin Litbang: Yasir Arafat | Riset dan Dokumentasi: Ika Puspitasari Pemimpin Perusahaan: Jeannita Kirana Anggota: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis Koordinator Liputan: Ika Puspitasari | Reporter: Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat, Aisyah Nursyamsi, Diki Prasetya, Eko Ramdhani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis Editor: Arini Nurfadilah, Erika Hidayanti, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Syah Rizal, Triana Sugesti, Yasir Arafat | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Yasir Arafat, Ika Puspitasari, Eko Ramdani | Ilustrator: Jeannita Kirana | Karikaturis: Arini Nurfadilah | Editor Bahasa: Instituters Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 08978325188 | Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


Laporan Utama

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

3

Minimnya Fasilitas Dosen Peneliti Triana Sugesti

Ketua Pusat Pengkajian dan Komunikasi (P2KM) Andi Faisal Bakti menilai, sarana yang diberikan UIN Jakarta kepada para dosen peneliti belum maksimal. Pasalnya, ada empat poin yang wajib dipenuhi setiap universitas yang ingin menuju universitas riset. “UIN Jakarta tergolong masih jauh dari kata siap,” ujar dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Kamis (14/4). Andi menyebutkan, empat poin tersebut meliputi perpustakaan yang baik, dana mencukupi, laboratorium lengkap dan sumber daya manusia berkualitas. Sedangkan, sejak UIN Jakarta digadang-gadang menjadi universitas riset berapa tahun lalu, hingga kini belum ada upaya meningkatkan di tiap poin-poin tersebut. Selain empat poin, Andi menyaran kan, UIN Jakarta harus membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian di perguruan luar negeri. Agar ke depannya UIN Jakarta lebih mudah mencapai World Class University (WCU). “Sekarang saja UIN Jakarta masih kalah di tingkat nasional, bagaimana mau ke internasional,” ungkapnya. Sejak awal, menurut Andi, pihaknya mengingatkan pentingnya infrastruktur bagi para dosen peneliti. “Semisal, perpustakaan baik mencakup tujuh lantai yang berisi referensi, jurnal internasional, government, dan semua jenis buku bidang keilmuan. Tak hanya itu, perpustakaan yang baik harus memiliki petugas pustakawan yang kompeten,” tuturnya. Menurut Andi, semua kendala me-

mang bermula dari dana, tetapi jika UIN Jakarta fokus untuk menjadi universitas riset wajib memprioritaskan hal tersebut. Kemudian, UIN Jakarta harus mengubah Sistem Kredit Semester (SKS) dosen, yang awalnya 12 SKS meliputi enam SKS mengajar menjadi empat SKS, empat SKS meneliti diubah enam SKS, dan terakhir dua SKS untuk mengabdi. Standar penelitian, sambung Andi, harus memiliki nilai kebaruan yang ditemukan. Menurutnya, para dosen peneliti perlu diberi pelatihan lebih mendalam agar dapat menghasilkan peneliti yang profesional. “Setiap dosen harus memiliki kemampuan penelitian yang berkualitas, hal itu yang menyebabkan dosen harus sering meneliti,” katanya. Secara terpisah, Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Agus Budiono mengaku, saat ini UIN Jakarta tidak memiliki ruangan khusus untuk dosen peneliti. Menurut Agus, fungsi adanya ruangan yaitu agar para dosen peneliti lebih fokus meneliti dan dapat bertukar pikiran dengan sesama peneliti. “Untuk ke depannya pasti akan disediakan,” ujar dosen Fakultas Saint dan Teknologi, Jumat (15/4). Sebagai ketua ULP, Agus menuturkan, UIN Jakarta akan berusaha melengkapi buku referensi PU dan alat laboratorium yang masih kurang. Selain melengkapi, UIN Jakarta juga akan membangun laboratorium di setiap fakultasnya. Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Sumber: Puslitpen.com

Sarana dan prasarana dosen peneliti menjadi kunci mencapai universitas riset. Kini, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tengah berusaha memenuhi kekurangan keduanya.

Beberapa dosen sedang mengikuti pelatihan riset yang diadakan Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitpen) UIN Jakarta dalam rangka roadshow pelatihan, Senin (25/1).

kepada Masyarakat (LP2M) M. Arskal Salim mengaku, UIN Jakarta sedang melangkah menuju universitas riset. Pihaknya juga sedang berusaha membantu para dosen memenuhi tri dharma perguruan tinggi yakni penelitian. “Menjadi universitas riset merupakan perjalanan panjang, kita mulai dari hulu ke hilir,” ungkapnya, Selasa (12/4). Guna meningkatkan kualitas dosen peneliti, LP2M mengadakan workshop penelitian. Sebenarnya, sambung Arskal, keterampilan meneliti dimulai dari bacaan yang kritis. “Banyak hal yang harus dikuasai dosen peneliti,” jelasnya. Kurangnya Waktu Penelitian Salah satu dosen peneliti dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Yenita Agus mengaku, sedikit keberatan dengan waktu penelitian yang diberikan LP2M yang hanya

enam bulan. Terhitung sudah tiga kali Yenita menjadi peserta peneliti LP2M sejak menjadi dosen di UIN Jakarta. “Responden saya kan ibu hamil, jadi lumayan memakan waktu untuk bertemu dan wawancara,” tuturnya saat ditemui di ruang praktikumnya, Kamis (14/4). Sama halnya Yenita, dosen Fakultas Ushuluddin Mafri Amri mengatakan, penelitian lapangan akan membutuhkan waktu yang tak sedikit. Mafri bercerita, tahun kemaren ia melakukan penelitian lapangan dan mencari manuskrip di perpustakaan pribadi milik kawannya. “Maka itu saya perlu kelonggaran waktu bebe rapa minggu untuk menyelesaikannya,” katanya Kamis (14/4). Terkait waktu penelitian yang kurang, Arskal menuturkan, jangka waktu dosen mulai meneliti sudah

ditentukan saat teken kontrak masing-masing peneliti. Sedangkan rata-rata penelitian teken kontrak di bulan April dan Mei. “Ya walaupun masih ada yang melewati dua bulan itu,” tuturnya, Sabtu (16/4). Sementara itu Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada menjelaskan, hanya melanjutkan visi rektor sebelumnya yakni menuju WCU. Menurutnya, tahun ini menjadi awal UIN Jakarta melangkah maju ke depan. “Dari dulu kan belum ada implementasinya, dan sekarang baru diusahakan,” terangnya, Selasa (12/4). Menurut Dede, perlu manajemen yang rapi untuk mencapai universitas riset. “Sekarang pelan-pelan, sedang melakukan pengaudit satu persatu. Whatever-lah tapi manajemen harus kita perbaiki,” tutupnya.

infografis

Sumber data: Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Jakarta

Infografis: Eko Ramdani


Laporan KHUSUS

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

4

Manajemen K3 Perlu Pembenahan M. Rizky Rakhmansyah

Pada 29 Januari 2016, rektor meresmikan pembangunan gedung perpustakaan dan parkir UIN Jakarta. Sejak Maret 2016, mahasiswa mulai menggunakan gedung tersebut untuk memarkirkan kendaraan bermotor milik mereka. Namun, keamanan di gedung tersebut masih belum maksimal. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Satuan Pengaman (Satpam) UIN Jakarta Satori. Ia mengatakan, dari 80 orang, hanya tiga orang Satpam yang bertugas mengamankan gedung perpustakaan dan parkir. Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan, fasilitas Closed Circuit Television (CCTV) di gedung perpustakaan dan parkir belum terpasang. Meski begitu, alarm detector asap dan api di gedung tersebut sudah berfungsi. Hydrant yang berfungsi sebagai pemasok air otomatis saat keadaan darurat untuk memadamkan kebakaran pun telah berfungsi. Tetapi, rencana Sistem Manajemen K3 (SMK3) di gedung ini masih belum jelas. Padahal, dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum (PU) Nomor 05/

PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang PU, pasal 16 tentang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyebutkan, yang bertanggung jawab mengidentifikasi dan menetapkan potensi bahaya K3 konstruksi adalah PPK. Rektor UIN Jakarta memandatkan Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Jakarta Suhendro Tri Anggono sebagai PPK gedung perpustakaan dan parkir. Saat Institut mengkonfirmasi, Suhendro sama sekali tak mengetahui identifikasi risiko bahaya di gedung perpustakaan dan parkir. Ia mengatakan, sama sekali tak mengetahui perkembangan gedung tersebut lantaran baru menjabat sebagai Kabag Umum pada Januari 2016. “Pembangunan gedung tersebut baru selesai saat saya pindah ke Kabag Umum. Jadi, PPKnya adalah Ali Meha,” ungkap Kabag Umum UIN Jakarta, Jumat (15/4). Sementara itu, Arsitek dari Konsultan Perencana gedung perpustakaan dan parkir, PT. Pandu Persada Permadi menuturkan, ia pun tak melakukan identifikasi risiko bahaya. “Kami hanya merancang

struktur, aspek, dan semua yang berhubungan dengan desain rancangan bangunan tersebut,” katanya saat dihubungi lewat telepon selular, Jumat (15/4). Tak hanya di gedung perpustakaan dan parkir, Teknisi UIN Jakarta Asep Sodikin juga mengaku masih ada dugaan bahaya korsleting di beberapa gedung UIN Jakarta. Di antaranya karena kurangnya pe-rawatan Air Conditioner (AC) dan Liqiuid Crystal Display (LCD) sehingga sering terjadi korsleting di beberapa gedung. Sementara itu, Dosen K3 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta Iting Sofwati menuturkan, melalui identifikasi risiko, dapat dianalisis berapa besar bahaya yang mungkin ditimbulkan di gedung tersebut. “Risikonya tinggi atau besar kan perlu dianalisis terlebih dahulu. Lagipula, risiko di tiap gedung berbeda-beda,” tandasnya, Senin (11/4). Saat menerapkan K3, tambahnya, perusahaan pemilik gedung dapat memilih standar penerapan K3nya sendiri. “Bisa menerapkan SMK3

Foto: Rizky/INS

Beberapa gedung dibuat demi memenuhi target master plan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, sistem manajemen Keselamatan, dan Kesehatan Kerja (K3) gedung di UIN Jakarta masih dipertanyakan.

Tampak halaman muka gedung perpusatakaan dan parkir UIN Jakarta, Jumat (23/4). Rektor UIN Jakarta meresmikan gedung tersebut pada 29 Januari 2016

versi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 Penerapan SMK3 dan Occupational Healty and Safety Information (OHSAS) 18001,” ucapnya. Meski penerapan sistem manajemen K3 di gedung UIN Jakarta belum jelas. Hingga saat ini, Suhendro tengah berupaya terus meningkatkan sistem K3 di UIN Jakarta. Salah satunya dengan, mengajukan anggaran untuk memperbaiki tangki pemadam kebakaran yang sudah lama bocor. Tak hanya tangki pemadam kebakaran, Suhendro juga mengaku akan memperbaiki kualitas air di gedung rektorat. “Kalau ada hal-hal yang rusak sebisa mungkin saya perbaiki,” katanya, Jumat (15/4). Proses Pengajuan Pengadaan Mekanisme pengadaan barang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2015 ten-

tang Pengadaan Barang/Jasa. Termasuk pengadaan barang terkait SMK3. Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Agus Budiono mengatakan, setelah menganalisis potensi bahaya di tiap gedung, PPK mengajukan fasilitas untuk menunjang K3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) lewat Pengguna Anggaran (PA) memberikan mandat pada PPK untuk membuat proyek pengadaan barang. Selanjutnya, PPK mengajukan pengadaan barang kepada ULP. Berdasarkan peraturan, pelelangan dapat ULP lakukan saat paket pengadaan bernilai paling tinggi Rp100 miliar, sedangkan di bawah Rp100 miliar dapat dilakukan seleksi atau penunjukan langsung. Pelelangan dilakukan lewat Layanan Pengadaan Surat Elektronik (LPSE). Melalui pelelangan tersebut, dipilih Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas, dan Kontraktor.

Tersandung Aturan Terkendala Dana Yasir Arafat Keberadaan Lembaga Non Struktural (LNS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dipertanyakan. Beberapa LNS dinilai tidak produktif. Terhitung sudah hampir empat tahun Sosial Trust Fund (STF) berdiri di UIN Jakarta. Keberadaan STF di kampus ini telah difasi- litasi tempat untuk beraktivitas. Emi Ilmiah menyadari penyediaan tempat tersebut mestinya dikenakan biaya. Namun, hingga saat ini ia hanya menerima surat edaran penyewaan tempat saja. “Belum ada nominal pasti soal pembayaran sewa,” cetus Program Manager STF ini, Rabu (13/4) Lebih lagi, kata Emi, pegawai dan relawan mahasiswa STF jumlahnya terbatas. Hal itu berakibat pada pengerjaan program STF sedikit terganggu. Di satu sisi, pemberian laporan pertanggungjawaban STF dilakukan per tiga bulan sekali kepada Rektor UIN Jakarta. Senada dengan Emi, Direktur Center for Research and Development in Education (CERDEV) Rusydy Zakaria mengatakan, tak ada alokasi dana untuk CERDEV. Namun, baginya, keadaan tersebut bukan alasan untuk tidak produktif menghasilkan karya. Biasanya CERDEV mencari dan mengelola dana secara mandiri, seperti kerap dapat pemasukan dana dari kerja sama dan pelelangan penelitian. Namun, sejak diterapkannya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 tahun 2008 tentang lelang yang menjelaskan, kata Rusydy, Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak diperbolehkan melakukan pelelangan. Alhasil, CERDEV sering kali kesulitan saat hendak mengikuti lelang karena terbentur peraturan tersebut. “Karena enggak boleh ikut lelang. Jadi kita lelang di bawah tangan deh,” katanya, Jumat (15/4).

Seorang mahasiswa sedang berjalan di depan dua kantor LNS UIN Jakarta, Senin, (18/4). Ruangan

Demikian potret Lembaga Non Struktural (LNS) di UIN Jakarta. CERDEV dan STF merupakan dua dari beberapa LNS yang kini masih aktif membantu kampus menjalankan tri dharma perguruan tinggi. Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan, Edi Suwandi menjelaskan tidak ada rancangan anggaran bagi LNS. Edi pun mengiyakan, penempatan LNS dalam ruangan kampus mestinya dikenakan sewa. Akan tetapi,

melihat kontribusi LNS masih dibutuhkan akhirnya kampus tidak menarifkan biaya sewa tempat. “Harusnya sewa, tapi tidak tega. Mereka kan sudah banyak membantu kita,” ujarnya sembari tertawa, Rabu (13/4). Bukan hanya Edi, Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama Murodi mengamini adanya pemberian dana dari LNS ke kampus. Namun dana tersebut merupakan dana hibah ke universitas, bukan biaya sewa tempat. “Tidak ada dana sewa

menyewa, adanya dana sharing berbagi uang kerja sama kegiatan,” jelasnya, Kamis (14/4). Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk perbaikan gedung dan sarana prasarana. Selain itu, Murodi menganjurkan untuk tiap LNS memberikan laporan pertanggungjawaban secara berkala. Ia pun tak menampik beberapa LNS di UIN Jakarta kurang aktif bahkan tidak produktif. Jika sudah begitu, seharusnya segera melapor kepada rektor. Kemudian, ia akan mengadakan pertemuan dengan LNS tersebut untuk membahas Foto: Yasir / INS kepastian nasibnya di UIN Jakarta. “Kita diskusikan dulu. Mereka mau di- bubarkan atau digabung dengan lembaga sejenis,” tuturnya. Akan tetapi menurut Rusydy, rektor pun harus mengevaluasi kinerja seluruh LNS. Bila sudah tidak aktif maka langsung saja ditutup. Ia pun menilai dalam statuta rektor terbaru tak ada peraturan jelas mengenai LNS di UIN Jakarta. Bila ingin LNS terus ada, rektor mesti berkomitmen dengan memberi payung hukum yang jelas. “Kalau sudah tidak aktif tolong tutup dan berikan mereka SK pencabutan,” tegasnya.

Demi membantu LNS mencari dana, kata Rusydy, mestinya UIN Jakarta ikut dalam pelelangan. Setelah menang, proyek tersebut akan diserahkankan kepada LNS sesuai dengan fokus bidangnya. Ia pun tak memungkiri banyak LNS yang tidak aktif. “Di sini, adalah sekitar 28 LNS tapi yang bertahan hanya tinggal 8 sisanya itu mati suri,” keluh pria yang juga Sekertaris Ikatan Alumni UIN Jakarta ini. Murodi menimpali, terdapat dana bantuan yang bertujuan membantu lembaga-lembaga di UIN Jakarta—tak terkecuali LNS—untuk mempublikasikan karya ilmiah. Ia berharap, nantinya terdapat gedung yang menjadi pusat riset dan pelatihan sivitas akademika UIN Jakarta. “Jadi nanti bisa saling berbagi pengetahuan riset, program, hingga kerjasama,” katanya. Ia bercerita, LNS merupakan lembaga yang dibentuk melalui kebijakan rektor. Terbentuknya LNS, lanjut Murodi, sebagai wadah sivitas akademika mengembangkan kreativitas keilmuannya. Lazimnya, tiap LNS memiliki fokus bidang tertentu semisal penelitian, pelatihan, publikasi, sosial, dan advokasi. LNS diberikan pula kebebasan dalam membuat dan merencanakan program asalkan selalu menyerahkan laporan pertanggungjawabannya terhadap rektor. Kepala Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Perundang-undangan UIN Jakarta, Kuswara menjelaskan, sejak masa kepemimpinan Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat LNS sudah hadir di UIN Jakarta. Kini, Dede Rosyada ikut meneruskan kebijakan rektor sebelumnya dengan mengizinkan LNS berada di kampus. Ia menambahkan, pengajuan pendirian LNS itu sesuai kebutuhan UIN Jakarta. “Kita keluarkan Surat Keputusan (SK) LNS jika ada intruksi rektor,” pungkasnya, Senin, (11/4).


KAMPUSIANA

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

5

Tren Website Mahasiswa Zainuddin Lubis

Seiring pesatnya perkembangan internet, website pun tengah mendapat tempat di hati masyarakat, tak terkecuali mahasiswa. Kebanyakan dari mereka menggunakan website sebagai ladang bisnis. Kabarnya, aktivitas baru ini dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Keuntungan yang didapat pun berlipat ganda dari modal yang dikeluarkan. Keuntungan website tengah dirasakan Aulia Azhari. Sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) ia telah memanfaatkan website untuk memasarkan dagangannya. Mulai dari jualan Alquran, hijab, mukena hingga pakaian muslimah. Menurut mahasiswi Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini, adanya website sangat bermanfaat. Selain bisa mencapai keuntungan hingga Rp2 juta perbulan, sistem kerja yang mudah dan tanpa menganggu jadwal kuliah juga turut menjadi alasan membuat website. “Cukup dengan mempromosikan blog pribadi lewat whatsapp, line, instragram, dan bbm,” ujar perempuan yang akrab disapa Aul ini, Senin (4/4). Meski memperoleh keuntungan hingga jutaan rupiah tiap bulannya, Aul memiliki kendala dalam mengelola website pribadinya. Pasalnya, di Baliratihgarut.com, website milik Aul, pelanggan belum bisa belanja dengan cepat dan mudah layaknya website online ternama seperti Lazada.co.id, Bukalapak.com, dan Blibli.com. Tak beda dengan Aul, Rahmat Sasongko mahasiswa Jurusan Teknik Informatika, FST juga mengungkapkan,

lewat Beligambar.com ia bisa meraup keuntungan hingga Rp4 juta perbulan dengan pengunjung berkisar 400 sampai 800 tiap harinya. Selain itu, dengan adanya website itu, Rahmat bisa menggambarkan produk secara detail agar pelanggan bisa memilih barang yang diinginkan. Meski mengaku banyak mendapatkan manfaaat dari website, kendala kerap ia hadapi, misalnya hacker website. Ia tetap menjalankan aktivitasnya sebagai pencipta karya seni digital baik berupa karikatur, vector, siluet, line art, maupun smudge painting. Sayangnya, nasib mujur tak dirasakan mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis (TH) Fakultas Ushuluddin (FU), Hari Maringo, pendiri website Pakarteknologi.blogspot.com. Website yang berdiri pada 2015 silam, awalnya dibuat sebagai ladang bisnis. Tapi selama setahun, keuntungannya hanya mencapai Rp91 ribu. ”Penyebab kerugian itu karena tampilan website itu sudah lama tak diperbarui,” ujarnya, Selasa (5/4) Padahal berbagai upaya telah ia lakukan. Salah satunya dengan mengisi rubrik-rubrik menarik seperti operasi sistem, permainan, dan memasukkan 35 judul film dengan genre yang berbeda. Ke depan ia berharap agar website ini ada yang beli dengan harga tinggi dan diterima oleh google ads. Lain lagi dengan Mahasiswabicara. com. Website yang berdiri pada September 2015 ini sejak awal berdiri berkeinginan untuk membangkitkan kembali gairah

Foto: Rizal/INS

Perkembangan internet makin pesat. Pembuatan website kian melesat.

Salah satu mahasiswa UIN Jakarta sedang membuka mahasiswabicara.com, Jumat (15/4). Website ini merupakan salah satu buatan mahasiswa UIN Jakarta.

budaya membaca dan menulis mahasiswa. ”Ketika telah menulis berarti manusia telah mengabdi,” ujar Pemimpin Redaksi Mahasiswa Bicara (MB), Selamet Widodo, Selasa (5/4). Mahasiswa Jurusan TH, FU ini mengatakan, saat ini MB sudah memiliki 400 kontributor dari seluruh Indonesia. Setiap hari MB menerima hingga sepuluh tulisan, tapi MB hanya memposting satu tulisan tiap harinya. Kendati demikian, stigma juga dialami website yang didirikan oleh Rizki Jong ini. Beberapa orang menganggap MB menerima dana dari

pihak asing yang punya kepentingan. Untung ia dan kru dapat menyikapi permasalahan itu dengan bijak. Tak pernah sekalipun berkeinginan membalas tudingan tersebut. “Kami tak pernah menerima gaji sepersen pun. Media ini lahir sebagaimana diamanatkan UU No.40 Tahun 1999 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,” jelas Widodo. Menanggapi maraknya mahasiswa yang mempunyai website, Dosen Sistem Imformasi (SI), FST, Asep Taufik Muharram mengapresiasi langkah tersebut. Ia menjelaskan ter-

dapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan website. Pertama, standarisasi dalam pembuatan website, konten harus sesuai dengan tema. Terutama, website yang digunakan untuk online shop. Kedua, sambung Asep, dalam pembuatan website diharapkan dapat memudahkan pengguna dalam mengakses informasi yang ada dalam template. “Intinya tampilan desain harus menarik pengguna,” jelas Asep dalam pesan singkatnya, Kamis (7/4).

Perjalanan

Pesona Budaya Kampung Naga Erika Hidayanti

Kampung Naga, begitulah perkampungan yang luasnya tak lebih dari satu hektare ini disebut. Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang berada di Desa Neglasari, Tasikmalaya. Sama seperti kampung adat lainnya, Kampung Naga pun mempertahankan adat istiadat serta kepercayaannya sendiri. Kampung yang hanya dihuni oleh 91 kepala keluarga ini memang masih mempertahankan segala adat istiadatnya. Salah satunya adalah Hajat Sasih yang tiga kali setahun, yaitu saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Bulan Muharam, dan Bulan Syaban. “Ritual ini dilaksanakan sebagai rasa syukur dan sudah turun menurun dari leluhur,” ujar Aan, Pemandu Adat Kampung Naga. Di samping rasa syukur, Hajat Sasih pun dipahami masyarakat Kampung Naga sebagai bentuk permohonan berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga. Maka dari itu, pada ritual Hajat Sasih disertai ziarah ke makam para leluhur yang ada di hutan adat.

Sembah Dalem Eyang Singaparna merupakan perantara dari doa masyarakat Kampung Naga saat ritual. Sembah Dalem Eyang Singaparana nantinya akan menyampaikan permohonan warga Kampung Naga. Selain itu, dengan melaksanakan Hajat Sasih masyarakat Kampung Naga meyakini dan mengharapkan turunnya berkah, kesejahteraan, dan keamanan dari Tuhan. Tak semua orang diperbolehkan melihat ritual Hajat Sasih, biasanya tamu dari luar Kampung Naga tak diperbolehkan melihat secara langsung. Hal ini karena Hajat Sasih dianggap sebagai ritual sakral yang hanya bisa diikuti warga Kampung Naga. “Biasanya setelah selesai ritual adat, kami kemudian makan bersama,” kata Aan. Hajat Sasih memang bukan hanya sekadar ritual adat biasa. Setelah melakukan serangkaian ritual adat dan ziarah ke makam leluhur, seluruh warga Kampung Naga makan tumpeng bersama. Makanan disiapkan biasanya oleh wanita di Kampung Adat secara gotong royong.

Foto: Erika/Ins

Deretan rumah beratapkan ilalang kering kontras terlihat di antara sawah dan pepohonan hijau. Perlu menuruni ratusan anak tangga untuk melihat lebih dekat pemandangan itu.

Hiruk pikuk di dapur tak akan kalah sibuknya dengan suasana di hutan adat. Ibu-ibu dengan samping, kain khas masyarakat adat Kampung Naga bersama-sama memasak tumpeng dan lauk pauknya. Tak hanya itu, warga Kampung Naga yang sudah tak tinggal di dalam kampung pun berbondong-bondong datang untuk mengikuti ritual tahunan ini. Keseharian hidup masyarakat Kampung Naga memang diatur oleh dua hal yaitu adat dan agama. Adat bagi masyarakat Kampung Naga merupakan kendali dan pengatur kehidupan di sana. Mengenai ketaatan mereka kepada pemerintah, mereka

merujuk kepada falsafah “Tatali kumawulang ka agama jeung darigama, saur sepuh aya tilu, panyaur gancang temonan, parentah gancang lampahan pamundut gancang caosan, upami teu udur ti agama jeung darigama. Pamarentah lain lawaneun tapi taateun salila teu udur ti agama jeung darigama” Artinya adalah ada tiga hal yang dikatakan oleh orang tua dahulu mengenai aturan dalam mengabdi kepada agama dan darigama yaitu: panggilan cepat datangi, perintah cepat laksanakan, dan permintaan cepat penuhi. Pemerintah bukanlah sesuatu yang harus dilawan tapi

sesuatu yang harus ditaati selama tidak bertentangan dengan aturan-aturan agama dan darigama atau aturan adat. “Warga Kampung Naga percaya jika melanggar aturan agama dan adat maka akan ada petaka atau bencana di kampung ini,” tutur Aan. Salah satu peraturan adat yang tak boleh dilanggar adalah l arangan tak boleh memasuki dan melakukan eksploitasi terhadap hutan larangan. Inilah yang membuat Kampung Naga tetap asri dan sejuk, karena ada satu hutan penyeimbang alam yang tak pernah diganggu.


SURVEI

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

6

Website UIN Jakarta di Mata Mahasiswa mainah mengaku bahwa selama ini pengelolaan website UIN Jakarta sudah optimal. Mutmainah menambahkan, terkait informasi yang kurang lengkap tetap diupayakan kelengkapan informasi. Selanjutnya, tampilan portal yang kurang menarik memang membutuhkan beberapa pembaharuan. Kemudian, Mutmainah mengatakan bahwa website UIN Jakarta memiliki halaman seperti untuk mengakses nilai, ada Academic Information System (AIS), akademik, penelitian, pengabdian, kemahasiswaan, dan senat universitas. Dari survei yang dilakukan divisi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut, mahasiswa UIN Jakarta masih mengeluhkan ketiadaan informasi di website uinjkt. ac.id. Informasi tersebut yakni sosialisasi beasiswa, pelayanan akademik, dan kurangnya keterbukaan informasi kegiatan di kampus UIN Jakarta. (Eli Murtiana)

Desain Visual: Eko & Dicky

Portal uinjkt.ac.id. menjadi salah sumber informasi bagi sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta masyarakat luar. Informasi mengenai jurusan dan fakultas, jalur masuk bagi mahasiswa baru, serta beasiswa selama berkuliah bisa diakses melalui website resmi UIN Jakarta. Website UIN Jakarta menjadi panduan informasi perkuliahan, pengumuman dan prestasi yang telah diraih oleh kampus ini. Portal ini pun berisikan halaman rektorat, serta bagian penunjang kampus. Diharapkan dengan adanya website ini, mahasiswa bisa secara up to date mengetahui peristiwa dan fasilitas apa saja yang ada di UIN Jakarta. Tetapi, beberapa keluhan muncul di mana tidak tersedianya informasi yang cukup bagi mahasiswa dan kurang menariknya tampilan portal uinjkt.ac.id.menanggapi hal tersebut, Staff Support Pusat Teknologi dan Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda), Mut-

*Survei ini dilakukan oleh Litbang Institut pada 13-18 April 2016 kepada 352 responden dari mahasiswa di seluruh fakultas yang ada di UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalah simple random sampling dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi website UIN Jakarta namun hanya sebagai gambaran.

Redaksi LPM Institut Menerima: Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: redaksi.institut@gmail.com Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085693706311 Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.


berita foto

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

7

Foto: Eli/INS

Dok. Pribadi

Foto Eli/INS

Antrian panjang kendaraan bermotor mahasiswa terlihat di pintu keluar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (11/4). Pengelola baru parkir yakni Gerbang Berkah (GB) Parking memberlakukan aturan pembayaran parkir di loket keluar.

Beberapa anggota Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Batutah (Ranita) bersama Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangerang Selatan tengah membersihkan Situ Kuru, Jumat (8/4). Kegiatan ini merupakan tahapan pendidikan bagi anggota muda Ranita.

Sejumlah pengendara ojek online memarkirkan motor di Halte UIN Jakarta, Senin (11/4). Sudah sejak Maret 2016 halte beralihfungsi menjadi pangkalan ojek online akibat maraknya penggunaan transportasi berbasis online.

Gedung Pusat Perpustakaan Baru Belum Efektif

PPM Evaluasi Sistem KKN 2015

Sejak diresmikan 29 Januari 2016 silam, terhitung sudah tiga bulan kegiatan di gedung Perpustakaan Umum (PU) baru Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta belum terlihat. Pasalnya, beberapa sarana dan prasarana belum tersedia di gedung PU baru. Ketua PU, Amrullah Hasbana mengatakan, belum adanya sarana dan pasarana di gedung baru disebabkan kurangnya tenaga profesional untuk mengangkut barangbarang. “Proses perpindahan cukup memakan waktu yang lama,” katanya, Kamis (17/3). Menurutnya, Juli 2016 adalah waktu yang efektif untuk memindahkan sarana dan prasarana ke gedung PU baru. Perpindahan sarana dan prasarana dilakukan Juli, sambungnya, karena sebagian mahasiswa sudah memasuki libur perkuliahan. Ia berharap, perpindahan sarana dan prasarana Juli tidak menganggu kegiatan mahasiswa dalam melakukan sirkulasi buku di PU. “Telat saja jam setengah sembilan sudah menumpuk. Ini perpustakaan benar-benar sangat vital layanan kepada mahasiswa,” tandasnya. (Aisyah Nursyamsi)

Sejak kemarin, Jumat (16/4) tengah berlangsung pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa 2016 di Auditorium Harun Nasution, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketua Pusat Pengabdian pada Masyarakat (PPM), Djaka Badrayana menyampaikan dalam pembicaraannya: motivasi, manfaat dan persiapan selama menjalani KKN. Kalau pada tahun lalu ada 250 kelompok mahasiswa akan dibagi untuk 250 desa, pada tahun ini mengalami perubahan, mahasiswa hanya akan diturunkan di 100 sampai 120 desa dari 250 kelompok. “PPM telah evaluasi, ternyata jumlah desa yang kita garap berbanding tidak berbanding lurus dengan jumlah kelompok. Karena tahun lalu, output nya kurang maksimal jika satu desa dikerjakan oleh satu kelompok,” tuturnya, Sabtu (16/4). Pada KKN tahun ini, sebanyak 2783 mahasiswa tercatat sebagai peserta KKN dan akan ditempatkan di Provinsi Banten. Menurutnya ada peningkatan sekitar 300 dibandingkan dengan peserta KKN tahun lalu. (Aisyah Nursyamsi)

Visit www.lpminstitut.com UPDATE TERUS BERITA KAMPUS


opini

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

8

Pendidikan Pesantren dan Islam Kosmopolitan Oleh Abdullah Sajad* Pendidikan Islam mengalami banyak kemajuan. Kampus-kampus Islam yang dulunya hanya diajarkan agama, kini sudah mulai mengajarkan pendidikan umum. IAIN dulu hanya mengajarkan ilmu agama, kini berubah menjadi UIN dan mengajarkan banyak disiplin ilmu. Perkembangan pesantren pun demikian, banyak kampus yang berdiri di hampir pesantren-pesan tren di Indonesia. ilmu itu dari Allah, dan Islam bukan hanya ilmu agama, tapi juga mencakup segala bidang ilmu. Seperti halnya ilmu Allah yang tidak akan habis bila ditulis dengan pensil dari seluruh pohon di bumi dan tintanya adalah air lautan. Menyikapi perkembangan pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) di beberapa tempat, kita patut bersyukur. Kita tidak bisa mengabaikan perjuangan Azyumardi Azra sebagai salah satu arsitek penting dalam proyek perubahan IAIN ke UIN. Azra mengatakan bahwa perubahan perlu dilakukan agar lulusannya bisa berperan secara optimal dalam dunia akademik, birokrasi dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Lulusan UIN diharapkan dapat merespons perkembangan IPTEK, ilmu sosial, politik, filsafat, kedokteran dan perubahan masyarakat yang semakin kompleks.

Quote of the month

“Jangan pernah menyerah jika kamu MASIH INGIN MENCOBA. JANGAN BIARKAN PENYESALAN DATANG KARENA KAMU SELANGKAH LAGI UNTUK MENANG” R.A kartini

Kepeloporan pendidikan Islam saat ini tidak lepas dari pemikiran Nurcholish Madjid, bahwa di pesantren pun akan tumbuh menjadi kampus-kampus yang memelajari bidang ilmu agama dan umum. Nurcholish Madjid dalam buku Bilik-Bilik Pesantren mengemukakan bahwa peranan dan di mana letak sebenarnya sistem pendidikan pesantren dalam masyarakat Indonesia yang merdeka untuk masa depan bangsa. Cak Nur memberikan analogi sebuah pesantren di Indonesia ambil sebagai misal Tebuireng dengan sebuah kelanjutan pesantren di Amerika Serikat yang didirikan oleh pendeta Harvard di dekat Boston. Tebuireng menghasilkan apa yang bisa dilihat oleh rakyat Indonesia sekarang ini dan pesan trennya pendeta Harvard itu telah tumbuh menjadi sebuah universitas yang paling prestigious di Amerika. Keluwesan Islam juga tidak bisa diabaikan peran pemikiran Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk menghila ngkan rasa saling curiga. Basis pe-

mikiran intelektual Islam dengan buku yang terkenal dengan Islam dari berbagai aspeknya ini. Saat ini hampir secara pasti sekolah dan kampus Islam sudah memegang kepeloporan dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern dan gagasan-gagasan mutakhir. Pesantren dan kampus Islam seperti UIN, atau kampus yang berdiri di pesantren saat ini sudah banyak mengalami kemajuan. Kampus di pesantren telah melahirkan beberapa ahli di bidang ekonomi Islam, maupun para aktifis kemanusiaan, dan pejabat publik. Maka benar apa yang dikatakan Nurcholish Madjid bahwa universitas harus bisa menghasilkan orang-orang besar yang menduduki kekuasaan tertinggi untuk memberikan warna dan kebijakan yang baik bagi bangsa dan negara.

Dikaitkan dengan konsep Islam Kosmopolitan yang diperkenalkan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam buku Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Salah satu titik tekan dalam konsep Kosmopolitan dalam pendidikan Islam harus mampu mengembangkan watak dinamis bagi dirinya, di antaranya dengan mampu menja dikan dirinya penunjang perkembangan pendidikan nasional di dalam pembangunan. Pendidikan Islam menitikbe ratkan perhatiannya juga kepada soal-soal duniawi yang menggeluti kehidupan bangsa kita dewasa ini, dan memberikan pemecahan bagi persoalan-persoalan hidup aktual yang dihadapi di masa kini. Dan tak salah jika saya mengutip salah satu pemikir politik Islam Fachry Ali yang melalui keberanian dan kejujurannya membawa tradisi berpikir masyarakat Islam yang kosmopolitan dan membawa serta menganalisa berbagai gejala dan peristiwa politik di saat sistem politik sedang berada dalam tahap pemantapannya. Pada posisi ini, Fachry Ali menunjukan kemampuan intelektualnya dalam menganalisa sosial politik yang terjadi di Indonesia. Dalam konteks yang lebih spesifik, hubungan yang mulai integratif

ini setidaknya ditunjukan oleh landasan teologis politik Islam; tujuan politik Islam; dan pendekatan politik Islam yang sudah diformat. Basis perjuangannya tidak hanya diprioritaskan pada parlemen sebagai panggung artikulasi, tetapi mulai diperluas ke seluruh ranah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Konsep Islam kosmopolitan, pembaruan Islam, dan pemikiran politik Islam ini dapat menjadi inspirasi kalangan pendidik di Indonesia dan banyak pihak untuk memahami Islam sebagai pedoman menyikapi keragaman. Kebangkitan Islam di Indonesia akan lebih dapat diterima dengan posisi nya kontekstual dalam merespon perkembangan zaman dan dunia. Islam dan dunia pendidikan di Indonesia merambah di segala aspek keilmuan, seperti halnya perkembangan UIN yang mengajarkan berbagai disiplin Ilmu. Islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia dan memberikan manfaat dan rahmat bagi alam semesta.

*Alumni Fakultas Syariah UIN Jakarta, pegiat LPM INSTITUT th 1996-1999, Saat ini menjadi Pemimpin Redaksi Suarapesantren.net

Rekonsiliasi Semu ala Pemerintah Oleh Aditia Purnomo* Mengungkap kebenaran dan keadilan tidak mengenal kadaluarsa. Begitulah hal yang saya yakini ketika membincang permasalahan terkait peristiwa 65. Tahun lalu tragedi kemanusiaan, kalau tidak mau disebut begitu ya kita sebut saja peristiwa 65, telah berusia 50 tahun. Selama itu pula, jutaan korban harus meratapi nasib dan hidup di bawah bayang-bayang. Maka ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Luhut Binsar Panjaitan menginisiasi sebuah simposium nasional untuk membedah peristiwa 65 demi mencapai rekonsiliasi nasional, tidak sedikit orang bergembira menyambut acara ini. Sayang, beberapa hari sebelum simposium terjadi pembubaran pertemuan para penyintas 65 di Cinajur yang tengah mempersiapkan diri untuk menghadiri simposium. Mereka, penyintas 65 yang rata-rata telah berusia 60 tahun ke atas itu, dipaksa pergi dari sebuah vila yang mereka sewa oleh kelompok-kelompok yang tidak senang dengan per kara “komunis”. Para opa-oma yang telah sepuh ini menyambut baik keinginan pemerintah untuk melakukan simposium. Tapi mereka pula yang pertama kali mendapatkan kenyataan, negara ini masih belum siap menghadapi impian rekonsiliasi. Aparat negara masih gagal melindungi mereka yang hendak terlibat dalam rekonsiliasi, dan kembali terusir oleh kelompok intoleran. Sekitar sebulan lalu, saya terlibat dalam agenda Belok Kiri Fest, se-

buah festival yang diadakan dengan semangat membongkar kebohongan propaganda orde baru. Pada festival itu pula saya melihat negara melalui institusi-institusi yang ada gagal melindungi kebebasan berpendapat dengan membiarkan kelompok intoleran memaksa untuk membubarkan acara kami. Pembubaran demi pembubaran sebenarnya telah terjadi dan semakin gencar setelah muncul sebuah film dokumenter Jagal dan Senyap. Mereka, kelompok intoleran serta orang-orang yang berkepentingan, tidak menyukai keberadaan film yang mencoba mengungkap fakta, apa yang sebenarnya terjadi setelah 65. Peristiwa 65 yang harus dipahami oleh masyarakat adalah bukan melulu perkara penculikan dan pembunuhan enam Jendral dan beberapa perwira menengah, namun juga tragedi apa yang terjadi setelahnya. Pasca 65, Indonesia mengalami sebuah peristiwa paling kelam dalam sejarah bangsa dengan dilakukannya pembunuhan massal terhadap mereka yang dianggap PKI atau sial ditunjuk sebagai PKI. Tidak sedikit jumlah orang yang dibunuh kala itu. Bahkan, pembantaian dilakukan tidak hanya di satu atau dua lokasi, tapi di ber bagai belahan nusantara pun terjadi pembantaian. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di tahun 65, Soe Hok Gie, salah satu akti vis mahasiswa yang menjadi motor penggerak gerakan mahasiswa menggambarkan bagaimana pulau dewata yang begitu indah terlihat

begitu merah dengan banyaknya darah yang tumpah. Tidak pernah ada data pasti berapa jumlah korban dalam pembantaian massal tersebut. Dalam bukunya, John Roosa menjelaskan beberapa versi korban, mulai dari 70 ribuan menurut laporan Presiden Soekarno hingga 500 ribu sampai 1 juta korban menurut memoar Oei Tjoe Tat. Bahkan, Pimpinan komando pembantaian massal, Sarwo Edie pernah menyatakan telah membantai hingga 3 juta nyawa. Tentu bukan angka yang sedikit. Sayangnya, hal-hal ini tidak pernah diungkap secara terbuka kepada publik. Buku-buku pelajaran sejarah masih belum berani menampilkannya. Dan yang pasti, negara belum pernah mengakui terjadinya peristiwa itu secara terbuka. Pada pembukaan acara Simposium Nasional 65 pagi ini, Menko Polhukam menyatakan dengan arogan bahwa negara tidak perlu meminta maaf. “Jangan ada pikiran bahwa negara akan meminta maaf ke sana-sini, jangan pikir kami sebodoh itu,” ujar Luhut dalam sambutannya. Lalu kolega Luhut seorang pensiunan TNI juga, Sintong Panjaitan yang memimpin pasukan RPKAD di kawasan Pati, menyatakan tidak ada korban jiwa sebesar itu. Bahwa apa yang dilaporkan lembaga-lembaga HAM dan peneliti serta Komandannya sendiri, Sarwo Edhie yang juga mertua Mantan Presiden SBY, adalah sebuah kebohongan. “Selama saya memimpin opera-

si, cuma ada satu orang yang mati ditembak oleh RPKAD karena berusaha kabur,” jelas Sintong Panjaitan. Emosi saya begitu tersulut mendengar pernyataan-pernyataan dari para jendral itu. Semangat oma-opa penyintas 65 yang datang untuk memperjuangkan kebenaran seperti dilecehkan dengan ‘sambutan’ para jendral dari agenda simposium yang mulia ini. Kemuakkan saya memuncak menyaksikan omong kosong soal kebenaran yang (lagi-lagi) didengang-dengungkan pemerintah. Untuk apa mengadakan simposium ini jika pemerintah, yang terwakili oleh Luhut dan acara ini, masih saja menolak untuk mengakui telah terjadi pembunuhan besar-besaran pada masa itu. Untuk apa simposium ini mengupayakan rekonsiliasi jika maaf masih saja sulit terucap oleh pihak pemerintah. Bagi para korban, pengakuan adalah sesuatu yang penting. Pengakuan dan permintaan maaf akan memberi sedikit penyembuhan bagi penderitaan mereka. Rekonsiliasi bukan cuma soal yang sudah ya sudah, bukan sudah lupakan dan mari berjalan ke depan. Tapi rekonsiliasi adalah upaya saling memaafkan tanpa melupakan dosa sejarah negara dan (kalau bisa) penyelesaian hukum pada yang terlibat. Karena, pengakuan kebenaran adalah sebuah syarat mutlak bagi rekonsiliasi. *Mahasiswa tingkat akhir yang tak kunjung lulus.


Kolom

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

Mencintai Bahasa Ibu

9

Editorial

Oleh Anom B. Prasetyo* Peneguhan identitas ini mesti dipahami bukan sebagai nasionalisme etnisitas. Ia lebih merupakan ikhtiar menjaga identitas salah satu pilar penting kebudayaan nasional. SEBAGAI warga Jawa Barat, saya ikut gembira menyusul terbitnya revisi Peraturan Daerah (Perda) Bahasa Daerah Provinsi Jawa Barat. Pada mulanya Perda Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah itu diterbitkan pada 2003, dan kini direvisi menjadi Perda Nomor 14 Tahun 2014. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat menyatakan, revisi dilakukan agar sesuai kebutuhan zaman. Jawa Barat. Anda tahu, telah menjadi acuan provinsi-provinsi lain di Indonesia, terutama dalam penerapan perda maupun kinerja eksekutif dan legislatif pemerintahnya. Pelaksanaan Perda Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah (Perda Bahasa), menjadi acuan banyak provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Tengah. Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah mengesahkan Perda Nomor 17 Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa. Tak ragu lagi, kini payung hukum bagi pelestarian bahasa daerah memasuki babak baru; implementasi, pewarisan, serta pelestarian. Payung hukum berupa peraturan daerah menjadi sangat penting, agar budaya daerah tidak semakin terkikis. Potensi kebudayaan trasidional Jawa--sekadar contoh--meliputi bahasa, sastra dan aksara sangatlah besar. Regulasi itu mengatur penggunaan Bahasa Jawa di masyarakat, institusi pendidikan, serta institusi pemerintahan, agar kecintaan terhadap kekayaan bangsa ini dapat lestari dan senantiasa berkembang. Pelestarian bahasa memerlukan kecintaan dan ketakjuban, karena itu perda saja tidak cukup. Keduanya amatlah penting, jika sebuah bahasa diimpikan akan tetap berfungsi dan lestari. Cinta dan takjub bisa menjadi spirit (ruh) guna melestarikan bahasa (dan budaya) daerah. Dalam pelestarian bahasa daerah, dorongan cinta dan takjub tak bisa dipandang sepele. Tanpa keduanya, niscaya tak ada kebanggaan, rasa memiliki, dan kepercayaan diri terhadap akar budaya di kalangan penuturnya. Keduanya merupakan laku ruhani, karena ia lahir dari rahim ketulusan para penuturnya. Dua spirit itu, Anda tahu, tumbuh dari dalam hati tanpa ‘paksaan’. ‘Cinta’ adalah tertambatnya hati dan rasa. Sedangkan ‘takjub’ adalah keterpesonaan tingkat tinggi hingga mencerahkan nalar, membuka kesadaran, bahkan menyentuh sisi spiritual. Tanpa dorongan keduanya, mustahil bahasa daerah bisa bertahan melintasi zaman. Dengan sentuhan yang sama, hendaknya bahasa dan budaya adiluhung ini dilestarikan. Perda Bahasa Daerah, hemat saya mesti dilihat sebagai upaya menjaga, merawat, melestarikan serta meneguhkan identitas kultural yang adiluhung. Dalam perspektif yang lebih luas,

peneguhan identitas ini mesti dipahami bukan sebagai bentuk nasionalisme etnisitas yang sempit dan primordialistik. Ia lebih merupakan ikhtiar menjaga identitas salah satu pilar penting kebudayaan nasional kita. Bagaimana bahasa (dan budaya) Jawa dipahami—demikian halnya dengan bahasa dan budaya lainnya—di tengah persentuhan beragam budaya lainnya? Dapatkah nilai-nilai kedaerahan dihayati serta diejawantahkan nilai-nilai filosofisnya? Dalam konteks inilah, Perda Bahasa Daerah mesti dipahami. Bahasa: budaya Bahasa Jawa, misalnya, begitu kuat dirasakan sebagai ungkapan utama identitas ke-Jawa-an. Bukan hanya identik, sebagai bahasa ibu orang Jawa, ia dirasakan sebagai manifestasi alam pikiran orang Jawa. Bisa dimengerti jika upaya meneguhkan identitas ke-Jawa-an dilakukan dengan melestarikan bahasanya. Sering dikatakan, bahasa Jawa begitu kaya dengan kesamaan bunyi yang bermakna kias, dengan onomatope (pembentukan kata berdasarkan tiruan bunyi)-nya yang canggih. Ia bukan hanya khazanah yang kaya dengan racikan filosofis, tapi juga kedalaman estetika sekaligus rumit. Kosakatanya yang penuh sentuhan rasa, menyajikan khazanah hubungan sebab-akibat yang esoteris, pemaknaan yang lestari tentang kesinambungan tersembunyi yang mengalir menembus fenomena. Ragam ujarannya terasa menukik—sering kali puitis—ke lingkup yang paling akrab dalam kehidupan sehari-hari. Antropolog Ben Anderson mencatat satu keunikan bahasa Jawa, dengan memotret adegan seorang pesinden (backing vocal) dalam sebuah pertunjukan wayang. Manakala pesinden ingin beristirahat dan mengingatkan dalang untuk mengambil alih peran, dia pun menjalin kata ron ing mlinjo (daun melinjo) ke dalam lagunya. Kenapa daun melinjo? Di kalangan orang Jawa, daun ini dikenal dengan sebutan so, sedangkan beristirahat dalam bahasa Jawa adalah ngaso. Begitu keterkaitan ini dirasakan, yang tetap menjadi misteri bagi yang tidak paham, sang dalang dengan segera mengambil alih peran melantunkan suara menggantikan sinden. Contoh di atas setidaknya mencerminkan pandangan dan sikap hidup orang Jawa, yang unik-estetis, filosofis, seakan berputar-putar sarat simbol tetapi mengisyaratkan perjalanan menuju ke satu titik, kemudian kembali lagi pada kehidupan sehari-hari. Kekayaan khazanah yang sama dapat kita jumpai dalam ratusan bahasa ibu lain di nusantara. Dalam bahasa (dan budaya) Melayu, misalnya, kita mengenal tradisi berpantun yang berdaya seni tinggi dan sarat pesan moral. Bahkan, sejarah mencatat, dari bahasa Melayu pula bahasa Indonesia berasal. Mencintai bahasa ibu Terdapat 700-an bahasa ibu (baha-

sa daerah) yang tersebar di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Ini jumlah yang amat besar untuk sebuah negara. Dalam catatan UNESCO, terdapat sekitar 6.000 bahasa ibu di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 300 di antaranya terancam punah. Di Indonesia, ada banyak bahasa daerah yang telah punah. Sedikitnya sembilan bahasa daerah telah dianggap punah di Papua; bahasa Bapu, Darbe, Wares (Kabupaten Sarmi), bahasa Taworta dan Waritai (Jayapura), bahasa Murkim dan Walak (Jayawijaya), bahasa Meoswas (Manokwari), dan bahasa Loegenyem (Rajaampat). Daftar di atas bisa amat panjang, mengingat banyaknya bahasa daerah di nusantara yang terus berkurang penuturnya. Sama seperti bahasa daerah lainnya, bahasa (dan budaya) Jawa kini dihadapkan pada keberlangsungan hidupnya. Bahasa ibu orang Jawa ini, kini hanya lestari di kalangan berusia lanjut. Generasi muda (Jawa) kini kurang peduli terhadap bahasa ibu-nya. Bahkan, ada anggapan berbahasa daerah dianggap tidak modern dan kampungan. Padahal, bahasa akan punah jika tidak dilestarikan (tidak dipergunakan) oleh masyarakat pendukungnya, baik sebagai sarana pengungkap, maupun sebagai sarana komunikasi. Amat disayangkan, dunia pendidikan kita secara perlahan turut mengikis penggunaan bahasa ibu di sekolah-sekolah. Demikian halnya tayangan di media-media massa. Tayangan televisi maupun siaran radio, misalnya, cenderung menonjolkan bahasa campuran Indonesia dan Inggris, ditambah dengan bahasa gaul yang tanpa jenis kelamin epistemologi. Di sinilah perda bahasa daerah menjadi penting bagi pelestarian bahasa ibu, yang terancam punah. Hanya saja, sebagai payung hukum, pemakaian bahasa daerah hendaknya lebih menumbuhkan kecintaan dari kalangan masyarakat sendiri. Dunia pendidikan sebagai medium pembelajaran amat penting bagi penggunaan, pemeliharaan, serta revitalisasi bahasa daerah bagi masyarakatnya. Upaya pelestarian bahasa daerah di luar instrumen tersebut juga perlu terus dilakukan. Kelestarian bahasa ibu menjadi tanggung jawab semua, baik individu maupun masyarakatnya. Pengenalan kepada anak-anak sejak dini amatlah penting. Keluarga dan lingkungan memiliki peran besar agar bahasa daerah tetap lestari. Gugusan bahasa atau budaya dapat terjaga bila ada penutur yang setia menggunakan dan mewariskannya ke generasi berikutnya. Penutur setia hanya lahir dari cinta, ketakjuban, kebanggaan, serta kesadaran pada akar budayanya sendiri. Selamat Hari Kartini.

*Peneliti yang tinggal di Kota Bogor Jawa Barat

Ralat TABLOID INSTITUT EDISI XLI halaman 13 kolom satu tertulis: Nama: Tanti Tifani Aulia//Alamat: Jl. Raya Mukhtar no.44, Sawangan, Depok, Jawa Barat//TTL: Bogor, 12 Juni 1994//Riwayat Pendidikan: SDN 01 Sawangan, SMP 09 Depok, SMA 01 Parung, UniversitIslaNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta seharusnya tertulis: Nama: Vanny Rosa//Alamat : Surabaya, Jawa Timur//TTL : Surabaya 13 Agustus 1995// Riwayat Pendidikan: SDN Sidomulyo 4 Surabaya, SMPN 2 Surabaya, SMKN 1 Surabaya (Jurusan Multimedia), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Benahi Sistem Pendanaan Riset Mahasiswa Salam Mahasiswa! Bila kita menengok pada tahun-tahun sebelumnya, sampai saat ini tak henti-hentinya gaung universitas riset terdengar. Demi mencapai universitas riset sebagai tahap menuju World Class University (WCU), Rektor UIN Jakarta memang tengah gencar-gencarnya menyusun kebijakan agar terwujudnya cita-cita UIN. Bahkan, pada tahun ini dana riset mengalami peningkatan dari Rp7,5 miliar hingga Rp30 miliar. Salah satu kebijakan yang dicanangkan rektor yaitu peningkatan jumlah jurnal baik nasional maupun internasional. Karenanya, sebagai salah satu sivitas akademika, mahasiswa pun diikutsertakan untuk bersama-sama mengharumkan nama kampus dengan hasil risetnya. Namun saat ini nampaknya mahasiswa harus menahan diri untuk melakukan riset lantaran belum adanya dana khusus untuk riset mahasiswa. Lantas bagaimana dengan kebijakan yang ingin dicapai menuju universitas riset sebagai tahap menuju WCU? Mungkin, gaung universitas riset hanya diskursus semata. Mestinya, pendanaan riset mahasiswa sebagai sivitas akademika perlu dirumuskan secara serius mengingat riset adalah salah satu bagian dari tri dharma perguruan tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian). Seperti yang telah dikatakan rektor, pengadaan dana riset mahasiswa akan didapat dari Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang bekerjasana dengan Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Mengenai sistemnya, UIN Jakarta belum bisa memastikan bagaimana ke depan dan berapa dana yang akan masuk tiap tahunnya karena UPZ ini bersifat sukarela. Mirisnya, hingga kini belum ada kejelasan nasib UPZ. Pasalnya, masih ada tarik-menarik antara pemegang kuasa (Warek III Bidang Kemahasiswaan dan Warek IV Bidang Kerjasama). Dalam hal ini, masih ada dua masalah yang diperdebatkan: siapa yang bertanggung jawab adanya UPZ dan bagaimana sistem pengadaan dana nantinya. Sengketa pemegang tanggung jawab UPZ mungkin tak akan terjadi jika rektor, sebagai pimpinan bertindak tegas dengan memberikan mandat pada salah satu warek. Lalu, mau sampai kapan mahasiswa berdiam diri menanti waktu melakukan riset? Pertanyaan selanjutnya, mengapa pengadaan dana riset mahasiswa baru dirumuskan? Padahal, cita-cita UIN menjadi universitas riset demi mencapai WCU layaknya harapan lama yang dibarukan. Sudah lebih dari 10 tahun terhitung sejak 2004, masa kepemimpinan Azyumardi Azra UIN belum memiliki dana riset mahasiswa. Bahkan sistem pengadaannya pun masih perlu dibenahi. Terbukti hingga kini masih mengalami kendala yang tak berujung. Mengapa tak dianggarkan saja sebagai anggaran riset mahasiswa? Agaknya rektor lupa menjelaskan mengapa dana riset mahasiswa dan dosen dibeda-bedakan sementara mereka sama-sama dituntut untuk menghasilkan jurnal yang sama-sama berkualitas? Sebagai mahasiswa kita perlu melek anggaran karena itu bagian dari keterbukaan informasi publik yang sudah semestinya kita dapatkan. Tapi mengapa para pejabat kampus masih terkesan menutup-nutupi data yang bukan sebuah rahasia.

BANG PEKA


TUSTEL

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

Bermain

Kendali Mobil

Bangku Kosong

Menilang

Metro Mini Riwayatmu Foto & Teks: M. Ali Wafa Sang Raja Jalanan, itulah julukan yang disematkan warga Ibukota kepada Metromini, moda transportasi mini bus ini terkenal dengan biaya murah namun supirnya kerap ugal-ugalan di jalan. Bus ukuran sedang ini pertama kali muncul pada taun 1962 sebagai kendaraan umum pengangkut para atlek saat pesta olahraga negara-negara berkembang Games of The New Emerging Forces (Ganefo) sebagai tandingan Olimpiade pada saat itu. Seiring laju modernitas, masyarakat pun membutuhkan transportasi yang aman dan nyaman, Metromini nyatanya tak mampu menjawab tantangan waktu dan tergerus perkembangan zaman. Dengan usia yang tidak muda lagi, Metromini tetap dipaksakan untuk beroperasi. Padahal jelas pemerintah melalui Peraturan Perda (Perda) DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang transportasi salah satunya mengatur pembatasan usia angkutan umum maksimal 10 tahun. Selain itu, buruknya perawatan dan manajemen mengakibatkan banyak armadanya yang tak dirawat. Banyak komponen kendaraan yang penting bagi keselamatan penumpang ban, lampu sein dan rem yang tidak lagi berfungsi dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan selama Periode Januari-November 2015, Metromini mengalami kecelakaan sebanyak 62 kali. Untuk membenahi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta berencana untuk mengintegrasi dengan moda Transjakarta, menaikkan standar gaji agar para sopir tidak lagi ugal-ugalan demi mengajar setoran dan juga memperbaki kemampuan para sopir serta mengganti armada baru. Barangkali jika sudah waktunya Sang Raja Jalanan menghilang sejenak dari aspal jalan Ibukota dan terlahir kembali dengan Metromini baru yang lebih nyaman dan manusiawi. Saatnya Sang Raja bisa melenggok-lenggok kembali di jalanan dan menjadi kebanggaan warga Jakarta seperti dahulu kala.

Menunggu

Penumpang Metro Mini

10


WAWANCARA

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

11

Jalan Panjang Universitas Riset Masih terlalu dini untuk mewujudkan universitas riset. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta perlu berbenah diri

UIN Jakarta pun berupaya melaksanakan berbagai program serta melengkapi sarana dan prasarana pendukung universitas riset. Berikut hasil wawancara reporter Institut, Jeannita Kirana dengan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Jakarta M. Arskal Salim, Selasa (12/4). Bagaimana capaian UIN Jakarta dalam mewujudkan universitas berbasis riset? Mulai tahun 2015, UIN Jakarta sudah mendeklarasikan bahwa universitas riset merupakan bagian dari upaya mencapai universitas kelas dunia. UIN Jakarta tak bisa menjadi universitas kelas dunia kalau tradisi riset masih belum diakui secara internasional. Jadi, kampus memerlukan pengakuan secara internasional untuk mewujudkan universitas berbasis riset. Sejak kapan UIN Jakarta mencanangkan akan menjadi universitas riset? Sejak kepemimpinan rektor yang baru, UIN Jakarta sudah berencana untuk bertransformasi dari teaching university menjadi research university. Sebelumnya, kami akan perbaiki langkah-langkah dan tahapan terlebih dahulu. Sebab, untuk menjadi

universitas riset tak bisa secara tiba-tiba. Apa saja usaha yang sudah dilakukan UIN Jakarta demi menjadi universitas riset? Saat ini, UIN Jakarta mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk penelitian. Tahun ini peningkatan jumlah anggaran mencapai 100% persen dari anggaran tahun lalu. Lantas apa yang harus dibenahi UIN Jakarta agar dapat menjadi universitas riset? Saya rasa cukup banyak yang harus dibenahi UIN Jakarta, contohnya bagaimana dosen menyiapkan proposal penelitian yang baik. Sekarang masih ada beberapa dosen yang belum pernah melakukan penelitian sehingga tidak tahu bagaimana caranya membuat proposal penelitian karena mereka hanya sibuk mengajar dan mengabdi saja. Padahal setiap dosen seharusnya memenuhi tri dharma universitas yaitu mengajar, mengabdi, dan meneliti. Kemudian, apa saja fasilitas yang UIN Jakarta sediakan untuk menuju universitas riset? Untuk saat ini UIN Jakarta punya program workshop, bengkel proposal, dan tim percepatan publikasi. Bengkel proposal ialah program pendampingan revisi proposal penelitian bagi para dosen yang tidak lolos seleksi. Pendampingan ini dilaksanakan oleh profesor dan doktor. Lalu apa tugas tim percepatan publikasi?

diri dari sembilan orang ini memiliki dua tugas utama, antara lain melakukan peninjauan potensi jurnal-jurnal yang ada di lingkuangan UIN Jakarta agar dapat terangkat akreditasinya. Setelah itu, tim ini juga melihat sejauh mana artikel dosen UIN Jakarta dapat diterbitkan di jurnal internasional. Keterampilan apa yang harus dipenuhi oleh setiap peneliti? Sebe na r nya, research skill menjadi kendala. Dimulai dari re a ding (m e m b a c a) , sekarang k i t a belu m me m iliki skill untuk membaca jurnal d a l a m bahasa asing. Kemudian critical thinking, yakni bagaimana membaca dengan sikap kritis yaitu tak selalu percaya dengan isi tulisan. Lalu skill menyusun tulisan, turun ke lapangan dan mengumpulkan data.

Bagaimana syarat-syarat menjadi universitas riset? Beberapa indikator universitas r i s e t

adalah penerimaan uang dari pihak ketiga atau pihak luar, misalnya dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pertamina. Kemudian harus ada jurnal yang bereputasi internasional dan jurnal yang dikutip oleh peneliti-peneliti d i

Tim percepatan publikasi yang ter-

Selamat Berjuang Bakal Calon Anggota LPM Institut! Semoga Bertahan!

BACA, TULIS, LAWAN!

Sumber: Amazon.com

Universitas berbasis riset merupakan kriteria yang harus dipenuhi dalam rangka mencapai World Class University (WCU). Semenjak 2015 silam, UIN Jakarta kembali menguatkan niat demi terwujudnya universitas riset. Namun, masih banyak hal yang mesti dibenahi.


RESENSI

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

12

Ekspedisi Medis Sang Dokter Muda

Sumber: Intern et

Lia Esdwi Yani Syam Arif

Judul Buku: Dokter Rakyat Penulis: Andre Setiawan Tebal Halaman: 18 6 Halaman Penerbit: K ompas Tahun terbit: 2015

Sepasang dokter berkesempatan membantu masyarakat setempat. Sebuah pengalaman menyusuri keterbatasan medis di sudut pelosok nusantara. Tak butuh waktu lama bagi pasangan suami istri Andre Setiawan dan Miranti Iskandar, untuk menjadi peserta Pegawai Tidak Tetap (PTT) dalam kegiatan pemerataan kesehatan di Indonesia. Hingga tiba waktunya, tekad baik itu langsung mereka wujudkan selepas resmi menyandang gelar dokter di Universitas Tarumanegara pada 2011 silam. Setelah melawati beberapa seleksi, Andre dan Mira resmi diterima sebagai peserta PTT. Hal itu menjadi pengalaman pertama mereka untuk satu tahun ke depan di Ibu Kota Bajawa, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Walau daerah PTT mereka jauh dari sanak keluarga, program tersebut tidak menciutkan semangat dua dokter muda ini. Tepatnya pada 1 Oktober 2011, perjalanan pertama mereka dimulai. Sebelum adanya pengumuman daerah tempat PTT, Andre dan istrinya pun berkeliling dan menikmati keindahan alam kota komodo, Ibu Kota Kupang. Selepas pengumuman, berlanjut pada kegiatan pembekalan dari Dinas Kesehatan Kupang. Mereka pun langsung turut serta ke Kabupaten Bajawa, guna penempatan di daerah setempat. Selagi menunggu penempatan selanjutnya, kedua dokter muda ini menghabiskan waktu untuk melakukan wisatawan di Bajawa seperti Rumah Retret Mataloko, Kampung adat Bena dan Air panas Boa. Beberapa minggu berlalu, pasangan suami istri ini akhirnya menetap di Kecamatan Riung. Mereka menempati rumah atas nama Dinas Puskes-

mas. Karena terlihat sudah lama tidak dihuni, rumah itupun terlihat pengap dan bercampur debu pekat. Sebagai warga pendatang baru, Andre dan istrinya langsung menemui Ketua Rukun Tetangga (RT) menjelaskan maksud kedatangannya ke daerah tersebut. Pada kesempatan itu, mereka diimbau agar berhati-hati apabila diberi makanan sama orang yang baru dikenal. Dengan alasan ada beberapa warga yang sengaja memasukan guna-guna ke dalam makanan. Sepasang dokter ini mendapatkan tugas di Puskesmas Riung, yang mana ruang berobatnya sangat memprihatinkan. Di sana hanya ada satu bangunan kecil serta dilengkapi tempat duduk dari semen dan kursi kayu panjang yang digunakan pasien untuk mengantre berobat. Begitupun dengan tim medis, masih sangat terbatas dengan dua perawat dan dua dokter umum. Keadaan yang begitu memprihatikan menjadi tantangan para PTT di setiap wilayah, sama seperti Andre dan Mira. Puskesmas Riung yang hanya memilki alat-alat medis terbatas itu terpaksa menangani pasien yang kondisinya darurat dan harus segera dioperasi. Sering kali, karena tidak memadainya alat medis operasi pasien dilarikan ke rumah sakit yang jaraknya lima jam perjalanan. Selang beberapa hari, di suatu sore terdapat kejadian yang mengubah Puskesmas Riung. Hal tersebut terjadi saat Andre dan Mira merasa penasaran kepada isi ruangan yang lama diasingkan. Setelah memasuki ruangan,

mereka terkaget-kaget seperti halnya menemukan harta karun. Setumpuk peralatan bedah yang masih baik kualitasnya dan segala bentuk alat operasi tersusun rapi di ruangan tersebut. Alhasil, puskesmas yang menagani hampir 11.000 orang ini memberikan perubahan yang baik. Perubahan bisa dilihat dari fasilitas yang lebih lengkap dan bertambahnya alat medis. Hasil perubahan paling menonjol adanya poli bedah, ini menjadi hal pertama kali ada di Kabupaten Riung. Buku berjudul Dokter Rakyat ini berisi pengalaman dokter yang mengabdi selama satu tahun di daerah terpencil di Pulau Flores. Melihat garis besar isi buku Dokter Rakyat, mengajak kita mengetahui hal-hal menarik apa saja yang ditemui dan dialami sang dokter selama bertugas di sana. Catatan perjalanan dokter muda ini bertujuan untuk menginspirasi para lulusan dokter agar bisa berkontribusi di program PPT. Selain untuk memberikan pengalaman kepada dokter program ini lebih bertujuan untuk meratakan sarana kesehatan di Indonesia hingga ke desa terpencil. Buku 186 halaman ini, mencoba mendeskripsikan keseluruhan dari sarana prasana medis hingga tim medis yang terbatas. Akan tetapi buku ini masih kurang bisa menyentuh para pembaca karena tidak disertakan foto-foto daerah yang ditempati selama PPT. Selain itu juga di antara beberapa kisah-kisah menarik tersebut terdapat beberapa kisah yang terlihat alur ceritanya kurang menarik.

Selain ancaman, Spotlight juga menuntut pihak gereja lewat jalur hukum. Bersama pengacara korban, Mitchell Garabedian (Stanley Tucci), menuntut agar dokumen rahasia tentang pencabulan oleh pastur dapat diakses umum. Setelah mengalami proses panjang, keempat reporter tersebut bisa menyelesaikan dan menerbitkan beritanya di koran The Boston Globe. Dampak dari pemberitaan kasus pencabulan oleh pastur ini cukup signifikan. Spotlight dibuat sibuk dengan menerima telepon dari korban-korban pencabulan. Akibatnya, laporan mereka semakin berkembang. Hingga 2002, Spotlight berhasil mempublikasikan 600 kisah dari 1000 korban tentang skandal ini dan 249 pastur didakwa di depan umum akibat pelecehan seksual di keuskupan Boston. Film yang diangkat dari kisah nyata ini menceritakan tentang bagaimana jurnalis mengungkap sebuah kasus melalui metode investigasi. Sikap sang editor, Live Schriber,

yang dingin serta gagasannya tentang kedalaman berita mampu menambah apik skenario. Film yang disutradarai Tom McCarthy ini mengajak penonton untuk membayangkan cara kerja reporter dengan alur yang sederhana. Spotlight menunjukkan bagaimana cara menilai seseorang tanpa melihat latar belakangnya. Tak hanya itu, jurnalis juga dapat berfungsi sebagai pembentuk opini publik. Film ini mampu meraih dua penghargaan di ajang The Academy Awards 2016 dalam kategori Film Terbaik dan Naskah Asli Terbaik.

Media Bungkam Konspirasi Gereja Dicky Prastya

Sumber: Internet

Pada 2001 silam di Boston, Amerika Serikat, muncul isu bahwa pastur-pastur diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Awalnya, rumor ini enggan diberitakan lantaran kepercayaan masyarakat Amerika terhadap Gereja Katolik masih tinggi. Namun, salah satu media cetak saat itu, The Boston Globe, mencoba mengungkap dugaan tersebut. Saat rapat redaksi Tim Investigasi The Boston Globe bernama Spotlight, berencana akan mengangkat tema berita tentang kasus manipulasi di kepolisian. Tetapi editor berita The Boston Globe saat itu, Marty Baron (Live Schriber) menolak tema tersebut. Ia malah mengusulkan agar mereka menyelidiki kasus pelecehan seksual

yang dilakukan oleh pastur. Keempat reporter Spotlight terdiri dari Walter Robby (Michael Keaton), Michael Rezendes (Mark Ruffalo), Matt Carol (Brian d’Arcy James), serta Sascha Pfeiffer (Rachel McAdams). Awalnya, mereka hanya memegang data yang berisi tiga belas pastur terdakwa pelecehan seksual. Lalu Spotlight pun melakukan penyelidikan lebih lanjut seperti pengintaian, membongkar dokumen rahasia serta mewawancarai pihak-pihak terkait seperti korban, polisi, pengacara, dan hakim. Beberapa korban mengaku telah dilecehkan oleh pastur saat mereka berumur empat sampai dua belas tahun. Pelecehan itu berawal karena latar belakang keluarga korban yang miskin dan broken home. Akhirnya para korban memilih lingkungan agama sebagai pelari-an. Kemudian pastur memberi mereka kasih sayang layaknya orangtua sendiri. Namun lama-kelamaan perlakuan pastur itu berujung pada pelecehan seksual. Ketika di lapangan,

keempat reporter Spotlight mengalami banyak hambatan. Misalnya, narasumber yang sulit ditemui, tertutupnya informasi mengenai data-data pelaku, sampai ancaman dari berbagai pihak. Tak hanya itu, Spotlight juga mendapat kritik dari Marty. Menurutnya, data-data yang Spotlight miliki belum cukup.dan hanya sebatas permukaan saja. Kemudian Spotlight kembali mendalami perkara dan mencari data. Akhirnya, mereka berhasil mengumpulkan 87 nama pastur dari hasil wawancara beberapa korban. Tak hanya pastur, beberapa institusi seperti gereja, polisi, bahkan lembaga hukum sebenarnya tahu kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, mereka seakan menutup mata dan tak mau memberikan informasi. Walhasil, Spotlight mencari cara lain, Robby, mengancam narasumber yang juga berprofesi sebagai pengacara korban, Eric MacLeish (Billy Crudup). Menurut Robby, MacLeish dianggap melakukan kejahatan karena ia mendiamkan kasus yang sudah ada selama bertahun-tahun. Tak main-main, Robby juga akan mengubah angle berita dari kebobrokan pastur jadi sikap pengacara yang menjadikan kasus pencabulan sebagai keuntungan pribadi.

Sumber: Internet

Disimpan di manapun, bangkai akan tercium juga. Sama dengan kejahatan, disembunyikan sebaik apapun akan terungkap pula.

ight Carthy Spotl : l Mc u d Ju : Tom a r a d Sutra 2015 : t Tahun 129 meni ma : i ra s Dura Sejarah, D : e r Gen


SOSOK Sidiq Permana Jannah Arijah

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

13

Salah Jurusan Tak Menghalangi Kesuksesan

Tak jarang mahasiswa merasa salah jurusan saat pertama kali masuk perguruan tinggi. Belajar menerima sepenuh hati menjadi kunci kesuksesan Siddiq Permana. Keseriusan dan tekad kuat menciptakan peluang usaha, membawa Siddiq Permana menjadi pengusaha di usianya yang masih muda. Pria yang dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini bercerita, salah jurusan merupakan titik awal karirnya dimulai. Sebelumnya, tidak ada niat di hati Siddiq untuk menjadi pengusaha di bidang sistem informasi. Saat tes masuk perguruan tinggi di tahun 2006, ia menginginkan Teknik Elektrokimia sebagai jurusannya, sedangkan Sistem Informasi (SI) hanya jurusan alternatif. Namun sayang, kenyataan Siddiq tak sesuai harapan. Ia justru terpilih di jurusan SI UIN Jakarta.

Nama: Siddiq Permana TTL: Jakarta 18 September 1988 Pendidikan Terakhir : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 Pengalaman : google developer expert adroid Intel Android Innovator Android application trainer Android aplication programmer Android application developer

Meski merasa salah jurusan, tak sedikit pun terbesit di hati Siddiq untuk mengulang tes di tahun berikutnya. Saat itu, ia hanya bisa berusaha mencintai jurusan alternatif pilihannya. “Karena waktu adalah investasi yang sangat berharga,” ujarnya (11/4). Pemahaman Siddiq tentang sistem informasi membuatnya kian tertarik untuk mendalami ilmu Teknik Informasi (TI). Ia pun bertekad dapat menciptakan peluang usaha dari ilmu yang ia miliki. Walhasil Siddiq berhasil menciptakan aplikasi Nusantara Beta. Aplikasi berbasis android ini memuat informasi terpadu mengenai pariwisata di Indonesia. Nusantara Beta membawa Siddiq memenangkan perlombaan tentang pengembangan android. Seperti, juara ketiga Sistem Desain Akradiva di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan juara pertama kontes aplikasi Mobile Alvion di Universitas Bina Nusantara Jakarta 2011. Dari situlah, Keinginan Siddiq menciptakan peluang usaha semakin terlihat. Terlebih ketika ia berhasil menjuarai beragam kontes di tahun-tahun berikutnya, seperti juara dua TSEL android, juara satu Bubu android, M2 android, Retas Bangsa Hackaton, serta Aceh eGuide Mobile.

Setelah lulus kuliah, Siddiq tak lantas membangun perusahaan. Ia menganggap membangun perusahaan dengan mahasiswa yang baru lulus adalah suatu kebodohan. Ia bersama kedua sahabatnya yakni Taufan Arvianto dan Muhammad Imam Muzakkir, sepakat untuk bekerja mencari pengalaman di berbagai perusahaan sofware. “Hingga akhirnya kita sepakat untuk keluar kerja bareng buat bangun perusahaan,” ungkap pria kelahiran Jakarta ini. Uang hasil kemenangan dari berbagai kontes, lanjut Siddiq, ia investasikan untuk membangun perusahaan bersama dua sahabatnya. Di tahun 2014, mereka resmi mendirikan studio Nusantara Beta yang kini sudah memiliki 15 orang anggota. Bagi Siddiq, ia membutuhkan patner kerja berkomitmen tinggi untuk dapat mengembangkan perusahaan hingga mampu bertahan lama. Selain sibuk di perusahan, Siddiq aktif dalam komunitas pengembangan android yang didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Berkaf). Tak hanya itu, ia pun turut andil pada program Developer Mengajar yang dicanangkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah, Anis Baswedan. Pada 2015, Siddiq terpilih menjadi Google Developer Expert Indone-

sia. Menurutnya hal tersebut sangat membanggakan, melihat penyeleksiannya yang selektif. “Tidak mudah, prosesnya sangat panjang,” ujar Siddiq yang juga sebagai Intel Android Innovator itu. Pencapaian prestasi dan karir Siddiq di usia muda bukan tanpa kerja keras. Semua itu buah dari proses pengalaman. Bahkan untuk mendapatkan pengalaman, ia sempat menunda kelulusannya selama satu seten-

gah tahun. Siddiq menganggap kuliah tak sepenuhnya menjamin masa depan. Ia melihat lulusan yang memiliki banyak pengalaman sangat dibutuhkan dalam dunia industri. Siddiq berharap UIN Jakarta tidak hanya melahirkan lulusan fresh graduate tapi juga yang experiance fresh graduate. “Bukan zamannya lagi jadi lulusan yang biasa-biasa ajah,” pungkasnya.

Dok. Pribadi

Inovasi Lahirkan Warna Baru Yayang Zulkarnaen

Salah satu pendiri komunitas Tabrak Warna, Kholisotul Hidayah mengatakan, di Indonesia menggambar untuk dewasa belum ada. Padahal di luar negeri kegiatan ini sudah lazim. Berawal dari situ, ia dan Tria Nurchayanti mempunyai ide untuk menyusun buku mewarnai khusus remaja dan dewasa. “Mewarnai untuk dewasa di Indonesia masih terlihat aneh, makanya kita membuat komunitas mewarnai untuk dewasa,” kata wanita yang akrab disapa Khalezza itu, Kamis (7/4). Senada dengan Khalezza, pendiri komunitas, Tria Nurchayati menambahkan, terbentuknya komunitas tabrak warna karena banyak orang yang tertarik dengan buku My Own World yang ia dan Khalezza tulis. Ia mengaku, banyak yang mengirim email kepadanya bahwa buku yang dikarangnya sangat bermanfaat. “Juni 2015 buku terbit, nah ketika Agustus, tenyata banyak respons positif dari buku yang kita susun. Bahkan penerbit pun minta dicetak ulang,” tutur Tria, Kamis (7/4). Khalezza menambahkan, dengan banyaknya permintaan dan respons positif terhadap bukunya itu akhirnya ia beserta dua temannya menggagas ide untuk membentuk komu-

nitas tabrak warna. Di samping itu, menurutnya mewarnai merupakan salah satu cara untuk menghilangkan stres. “Mewarnai bisa membuat otak lebih rileks,” katanya. Nama komunitas tabrak warna diambil dari tidak adanya aturan dalam mewarnai buku My Own World. Visi komunitas ini adalah menjadi komunitas menyenangkan yang sehat dan bahagia. Komunitas ini didirikan pada bulan Agustus 2015 selang tiga bulan setelah penerbitan buku My Own World. Sampai saat ini jumlah anggota komunitas tabrak warna sudah mencapai 15.000 orang. Menurut Tria, di Indonesia menggambar adalah kegiatan yang akrab dengan anak kecil. Namun, setelah dewasa mewarnai dianggap aneh. “Kita inginnya orang dewasa pun bisa menggambar di public area dan tidak merasa aneh,” tuturnya. Tria menjelaskan, mewarnai bisa menjadi sarana menghilangkan trauma pada anak-anak. Misalnya, anak-anak disuruh menggambar hantu yang awalnya seram dan diganti dengan gambar hantu lucu versi mereka. “Menggambar hantu lucu akan menghapuskan memori yang seram tentang hantu,” ungkapnya. Setiap Sabtu dan Minggu anggota

komunitas ini mengunggah foto ke instagram untuk dibagikan ke anggota lainnya. Kemudian setiap tiga bulan sekali diadakan pertemuan untuk diskusi bersama mengenai teknikteknik mewarnai yang bagus. Selain itu, Tabrak Warna juga mengadakan penggalangan dana untuk korban bencana alam yang terjadi di Indonesia “Salah satunya ketika terjadi bencana kebaran hutan di Kalimantan, itu kita galang dana untuk

dikirimkan kepada para korban,” tutur Tria. Tia mengaku, buku yang disusunnya sudah banyak yang meniru. Namun ia menjadikan hal tersebut sebagi tantangan baru untuknya. “Ya jadi tantangan buat kita untuk membuat hal yang lebih kreatif, kalau gak ada saingan malah kita akan lurus-lurus aja,” ungkapnya. Salah satu anggota tabrak warna, Dian Vita mengaku, awalnya tidak tertarik dengan mewarnai, ia merasa aneh tapi setelah dicoba ia merasa nyaman. Dari kenyamanan tersebut, ibu empat anak ini akhirnya mengajak anak mereka untuk ikut mewarnai juga. Menurutnya mewarnai itu

dapat melatih kefokusan anak dalam belajar. “Awalnya anak saya hanya bisa fokus lima menit dalam belajar, tapi lama kelamaan akhirnya ia bisa fokus sekitar 15 menit,” tuturnya, Kamis (7/4). Senada dengan Dian, salah satu anggota Tabrak Warna, Dias Aditia menilai menggambar merupakan kegiatan anak kecil. Namun setelah mencoba ternyata ia merasa nyaman. Ia mengaku bisa menghilangkan stres dengan mewarnai. “Asik aja sih, di sela kesibukan kuliah kita bisa menghilangkan stres dengan mewarnai, apalagi yang diwarnai gambarnya keren,” katanya, Kamis (7/4).

Dok. Pribadi

Selama ini mewarnai identik dengan kegiatan anak kecil. Lewat inovasi, Tabrak Warna membuatnya lazim untuk dewasa.

komunitas

Kegiatan Komunitas Tabrak Warna dengan tema “Parade indonesia Mewarnai Bersama Kasih Ibu” di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Aktifitas tersebut merupakan kegiatan bulanan komunitas Tabrak Warna


SASTRA

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

14

Cerpen

Kematian Leluhur Sungai Kota Ini Oleh Imam Budiman*

Sumber: Internet

Aku terlahir dari sekumpulan abjad yang sebelumnya tiada berbilang. A-Z. Jika ada huruf baru yang diciptakan oleh pakar bahasa sesudahnya, maka barangkali, di situlah aku berasal. Tapi sayang, huruf itu tak pernah sekalipun ditemui oleh para jelata, sejak masa di mana sulur-sulur Kariwaya mulai menjuntai ke tanah di halaman milik Kerajaan Pasak Palinggam, hingga zaman di mana uang sogokan berganti sebutan menjadi Gratifikasi, dan para pelacur-pelacur disebut dengan bahasa lebih halus: tunasusila. Aku diperkenalkan kedua istilah terakhir itu dari seorang mahasiswa yang merasa dirinya paling “nabi” di antara rekan-rekan diskusinya. Aku seseorang –bukan lelaki atau perempuan, yang tersesat di tengah kepungan badik-badik waktu. Aku yang lahir tak berkelamin. Melompat dengan cerdik antar detik ke detik penuh rimba dan sunyi. Sendiri. Seorang diri. Dulu, sewaktu umurku baru berusia tiga musim paceklik, taman bermainku hanya sepetak kecil antara jarum panjang penghantar menit dan jarum penghantar jam yang berukuran lebih pendek. Memainkan beragam permainan yang umumnya tak lazim: menerbangkan lelayang batu, membentur gundu bintang, atau bertanding lego api. Tanpa berkawan dengan siapapun. Namun dewasa kini, sepetak kecil taman bermain itu telah berubah; tergerus oleh traktor-traktor pengeruk kaum serakah. Menjadikan lubang-lubang besar yang ditelantarkan, menimbun berkubik-kubik air. Mereka berdalih, kelak itu akan menjadi destinasi tempat wisata baru bagi warga sekitar maupun luar daerah untuk dapat dikunjungi. Entah untuk sekadar selfie-selfie atau menghabiskan waktu libur bersama. Dalih busuk berkemas rasa peduli yang terkesan artifisial untuk melanjutkan proyekproyek besar mereka.

Dan kita tidak bodoh, Saudara. Kita dilahirkan sebagai hamba-hamba yang diberi kemampuan berpikir dan mencari cara untuk menentang kesewenangan. Baik. Sebelum kau lebih jauh diajak berbasa-basi oleh si pengarang cerita ke dalam kerangka karangannya. Di paragraf ini, ada baiknya kau mengenali lebih detail tentang sosokku: Begini, kau dapat membayangkan dengan mudah gambaran sederhana diriku. Sekarang, coba kau lihat tiga lipatan sendi di jari telunjukmu. Jika jarimu sempurna dan umumnya seperti milik kebanyakan manusia, pastilah ia terdiri dari tiga sendi, maka sebatas itulah tinggi tubuhku. Aku makhluk kerdil yang terbit dari gemeretak suara antar abjad, kerap menimbulkan suara gemerisik di loteng rumahmu, bersama cericit suara tikus yang saling kejar sewaktu dinihari. *** Di suatu hari yang agak mendung, di tengah pengembaraanku terhadap ruas-ruas waktu yang tak mengenal detak jantung, aku bertemu seorang teman baru, ia memperkenalkan dirinya: Barito. Ia lelaki tua berperawakan besar, dari tepi ke tepi, tak cukup para bajing sekali meludah. Mahaluas lidah, dada, dan bentang selangkanganntya yang bercabang-cabang. Di telapak dadanya yang bidang, tumbuh pulau-pulau tak bernama. Pulau yang dihidupi kera-kera berhidung besar. Mereka menyebutnya: Bekantan. Meski bagiku ia tak ubahnya seorang raksasa yang berubun pada laut lepas, namun tubuhnya begitu ringkih diterkam hantaman tembikar di dasar lambungnya. Konon, sudah banyak lubang yang terdapat di dalamnya. Ku terka pula, usianya kini telah mencapai jumlah kalimat-kalimat yang disebutkan kakek Adam manakala diperintah Tuhan untuk mengajarinya kepada para Malaikat dulu di Surga. Aku yang hadir di antara mereka, lupa, berapa tepatnya. Berkali-kali senja menjenguknya dengan membawakan warna terbaik yang dimilikinya, senja Mayang, orang-orang kerap menyebutnya. Sudah tak terhitung berapa kali ia berkunjung. Sebab beberapa bulan terakhir ini, Barito tengah terserang demam tinggi. Beruntung, naluri keibuan seorang senja tidak pernah melihat latar belakang. Tak jua pernah padam. Ia tahu, sebagai janda yang telah

lama ditinggal mati oleh gerhana Kadap, merawat orang-orang terdekatnya sudah merupakan bagian kecil dari tugas. Semua mafhum, Barito dan Senja bukan satu keturunan. Mereka dipertemukan pada momen-momen romantik yang berlangsung terus-menerus setiap hari. Mereka pun tak pernah terikat sebuah jalinan khusus. Barito tak pernah beristri, ia sungai yang betah menjadi bujang lapuk seumur hidup. Dan senja Mayang tak ingin menikah lagi, ia trauma dengan sosok gerhana Kadap yang pernah dicintainya dulu ketika masih menjadi pecahan-pecahan semburat jingga. *** Malam berlabuh sepanjang lanting. Kunyalakan unggun api yang sesekali dicumbu angin utara. Aku mencintai kota ini. Kota yang sejak lama ditinggali oleh Barito, sedari rahim nenek moyang sungai dituai ruh oleh para Dewata. Bayi kecil yang lahir dengan jari jemari yang bercabang hingga ke kampung-kampung kecil. Perlintasan jukung-jukung dari berbagai jenis. Mengairi sawahladang para petani di lereng Meratus. Kota di mana semua anak-anak sungai berpulang, saling cengkrama. Tidak ada alasan untuk meninggalkan kota ini. Dan mungkin aku akan bermukim di sini hingga ratusan tahun kemudian. Akan tetapi, di balik itu semua, aku teringat kembali kejadian siang tadi – boleh jadi ini alasanku untuk meninggalkan kota ini: Di tubuh Barito yang kian rapuh, berlalu lalang gundukan hitam serupa bukit. Ia ditarik hampir beriringan dari jarak ratusan kilo meter. Aku memerhatikannya dari lanting-lanting tempat di mana bocah-bocah SD mandi bertelanjangan. Aku tak tahu itu apa. “Emas-emas legam,” ucapku pelan. Benda-benda yang baru kali pertama kulihat, diantar oleh kapal-kapal seukuran rumah bangsal dari hulu ke hilir. “Itu bukan emas, itu namanya Batubara,” sergah Barito dengan suara serak, aku tahu ia sedang berusaha membenarkan, tapi aku enggan memusingkan soal penamaan yang diseteruinya. Aku mengiya-kan saja. “Kota tempat kau dibesarkan ini, Barito, pastilah kaya sekali.” Aku mencoba membuka percakapan. “Ah tidak, hanya omong kosong.” Seekor ikan muncul ke permukaan, me-

nikam punggung lalat yang nyaris mati lemas. “Maksudmu?” tanyaku spontan. “Coba kau lihat anak kecil itu di sebelah sana,” Barito menunjuk dengan sedikit riaknya ke salah satu lanting. Aku memicingkan mata. Kulihat, ada seorang anak kecil sedang buang air besar di jamban tepian sungai. Keherananku bertambah. “Kau tahu, sudah tiga hari ini ia tidak makan berlauk yang layak. Hanya nasi bercampur garam sebagai pengganjal perut. Dan itu, bagi sebagian mereka, menjadi hal yang lumrah di tengah masa-masa sulit mencari pekerjaan seperti sekarang. Apa kota ini bisa dibilang kaya?” Matanya tajam menusuk wajahku. “Benar, kaya seperti yang kau katakan, tapi orang-orang parlente yang tengah ongkang-ongkang dengan style norak di kantor besar sana, belum betul-betul berniat untuk memakmurkan orang-orang kecil. Mereka lebih memilih membuncitkan perut sendiri,” tambahnya lagi. Aku hening. Terhenyak. Banyak hal yang ingin kuutarakan, seperti halnya watakku yang pada dasarnya keras kepala, dan tak mudah menerima setiap pembicaraan. Aku ingin membantah, namun urung. “Benar, bila kota ini hasil alamnya berlimpah. Kaya. Kaya yang hanya dapat dimaknai dengan satu tafsiran. Kaya yang berbentuk lobi antara anjing-anjing berkulit putih dan para makar. Di kota ini, penduduk aslinya hanya menjadi budak dengan upah sedikit, yang bagi mereka, asal cukup untuk menambah tabungan naik haji.” Aku kehilangan kata. Entah apakah harus kembali mengiyakan “ceramah” nya atau tidak. Aku mengangguk, berpura-pura iba. Kini, yang jelas, aku ingin pulang menuju rimba-rimba sunyi yang berteluk pada waktu. Tanpa harus membuatku lebih koyak melihat hal lain yang jauh lebih miris di kota ini. Aku ingin melanjutkan perjalanan. Entah. *** Seribu tiga ratus lima puluh tujuh abad kemudian... Aku sudah mati, sejak dua ratus tiga puluh tiga tahun yang lalu. Tidak ada yang menguburku. Sebab, kematianku dalam sebuah toples tape yang kelupaan

Puisi Khalifah Langit Oleh Amy Rahmadania*

Membinasa... Nafsu angkara durja Berjalan menuju muara tauhid Kala anak dajjal menggoda Kala panah Iblis melesat Di lembah qalbun salim Tetapi..Tetap... Mahkota Mihrab-Nya bertahta di atas ubun ubunnya nanti.. ia,,, Singgah di singgasana nirwana Selalu membingkai rapi taqwa di dada Menembus Arsy dengan sayap - sayap ke-Mujahid-an Merenggut pedang tajam tak bertuan Bunuh makhluk neraka Ya.. Penghuni langit memujanya Ia sang khalifah langit *Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

diberi ragi, tak terendus oleh siapa pun. Aku ingin hidup lebih lama, barang dua-tiga musim rambutan berbuah lagi. Kabar kematian mengenaskan Barito yang dibawa oleh cucu Bul-bul peliharaan Datu Sulaiman, pagi ini, telah sampai padaku. Ia meninggal karena salah satu kapal penarik batubara, dengan berat melebihi kapasitas, karam. Beberapa menit sempat menimbulkan ledakan dan percikan api. Emas-emas hitam itu berjatuhan. Seperti hujan batu yang bertubi-tubi. Kulit barito melepuh terlalap hangus. Material besi itu mematahkan rusuk-rusuk Barito. Ia mati sebelum bertemu senja Mayang, yang belakangan, menurut berita yang tengah beredar, diam-diam begitu sangat dicintainya. Hal itu diketahui saat Katutupih memperdapatinya sedang menulis surat cinta, ketika malam benar-benar mengaburkan segala pandangan. Mulanya Barito mengelak, dihindarinya pertanyaan nakal yang kerap dilontarkan Katutupih. Hingga akhirnya ia mengakui perihal perasaannya dengan mensyaratkan pada Katutupih untuk tidak bercerita kepada siapa pun. Namun rahasia tetaplah rahasia, jika telah sampai waktunya, suatu saat akan terkuak juga. Mendengar itu, tak ada yang dapat dilakukan senja Mayang. Ia tak jua menyesali perbuatannya yang sama; menaruh rasa cinta kepada Barito. Tapi, mana mungkin perempuan memulai lebih dulu bukan? Ia menanti dan terus menanti, mengganggap semuanya biasa saja. Hingga kabar kematian itu datang. Kemudian aku menulis sebuah puisi sebagai pengganti karangan bunga yang kutitip kembali pada Bul-bul tadi untuk dilarungkan di ujung jantung Barito. Dan aku mulai bergegas mempersiapkan segala sesuatunya untuk kembali menuju kota itu. Meninggalkan dunia sepi yang berjuta-juta hari kutinggali. Kota yang kucintai sekaligus kuprihatinkan. Aku akan mengenang Barito dengan tuah-tuah yang pernah dikatakannya panjang lebar padaku waktu itu. Kini, biarkan aku yang menjaga kotamu, Barito. Biar aku

*Pegiat komunitas sastra Rusabesi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pasang Iklan

Derasnya Arus swasta Oleh Ulul*

Jajaran yang telah puasa Nikmatilah apa yang kau suka Telah lelah kita memaksa Hak yang tak kunjung ada

Ini lahan kita, bukan lahan mereka Ingat mandat negara Cerdaskan generasi bangsa Tanpa biaya yang mencekik kita

Uang memang tak seberapa Demi ilmu yang takkan sia Ilmu bukan sebelah mata Karena rakyat telah meminta

Bagaimana sarjana kita? jika terus menyokong swasta kita ada karena negara bukan karena mereka

Tapi, mengapa kita tak kuasa? Menghadapi goncangan kampus Menopang derasnya swasta Berteriak melihat kita hina

baliklah jiwa yang iba mengayomi generasi bangsa berjuang demi negara karena rakyat telah merana

Di mana letak rasa sejahtera? Jika percaya pihak di seberang sana Di mana rasa iba jajaran? Jika melihat kita tersandung di tengah jalan

Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid Institut Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud) Institut Online Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

*Mahasiswa Fakultas Ushuluddin

CP: Jeannita Kirana No HP: 085715289106


SENI BUDAYA

Tabloid INSTITUT Edisi XLII / APRIL 2016

Foto: Eko/Ins

Tak Bijak Mengelola Raga

Salah satu penyair Indonesia, Asrizal Nur membacakan puisi tentang keadaan manusia yang tidak dapat bijak dalam menggunakan raganya. Puisi yang Asrizal bacakan berisi, ta ngan yang seharusnya memberi, tapi digunakan untuk mencuri, membakar dan merusak. Kaki yang seharusnya digunakan untuk melangkah ke jalan yang benar, malah dipakai untuk menendang dan menginjak orang lain. Setelah membacakan puisi yang menceritakan dua raga manusia yang tidak dapat dikelola dengan bijak. Muncul seorang dengan kondisi fisik mata buta, tangan hanya satu dan kaki pincang. Ia berteriak menyalahkan

Tuhan karena dilahirkan tidak sempurna. Dan, menilai Tuhan tidak adil lantaran membeda-bedakan dalam menciptakan manusia. Melihat kemarahan orang tersebut, Efendi berdiri di belakangnya sambil membawa wayang. Ia menjelaskan, bukanlah mata manusia yang buta, tetapi mata hatinya. “Telinga yang sempurna belum tentu digunakan untuk mendengarkan sesuatu yang baik dan kaki yang sempurna belum tentu digunakan untuk melangkah ke jalan yang benar,” tambah Efendi dalam penampilannya, Jumat (8/4). Lantunan alat musik tradisional dan modern berpadu membawa pe-

nonton ke bagian cerita wayang selanjutnya. Tokoh wayang yaitu Kaki, Mata, Tangan, Telinga, dan Mulut mulai tampil meramaikan pertunjukan. Siluet tokoh wayang tampak di layar kain putih karena sorotan lampu. Mereka berkelahi dan saling menjatuhkan. Setelah perkelahian yang ke lima tokoh wayang tersebut lakukan, se orang sinden melantunkan lagu Sukuraga, Suku Bangsa. Lagu ini mempunyai makna, jika ingin menjadi bangsa yang besar maka perlu sikap bijak dalam mengelola raga. Saling bersatu untuk menciptakan kedamaian bangsa. Diakhir pertunjukan, ke lima wayang menyerang Efendi lantaran kendali hawa nafsu. Seluruh kekuatan telah Efendi keluarkan untuk melawan kelima wayang tersebut. Namun, tetap saja manusia tidak dapat berbuat dan terus dikuasai oleh nafsu yang mengendalikan seluruh raganya. Demikian pementasan wayang bertajuk Teater Tradisi Nusantara, Konser Puisi Wayang Sukuraga. Tidak seperti cerita wayang pada umumnya yang mengadopsi dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Wayang Sukuraga ini bercerita tentang kendali raga manusia oleh hawa nafsu. Wayang yang dipertunjukkan adalah wayang khas Sukabumi, Jawa Barat. Efendi selaku pencipta wayang ini, mulai mempertunjukkan pentas seninya ke hadapan umum pada tahun 1997. Pada umumnya, pementasan wayang bercerita tentang Ramayana dan Mahabarata, tetapi dalam Wayang Sukuraga menceritakan raga manusia yang dikuasai oleh nafsu. Kolaborasi antara puisi dan wayang adalah sebuah karya seni yang masih jarang ditemukan. Penyatuan dua karya seni ini karena sama-sama melalui proses imajinasi dan kreativitas. “Yang membedakan hanyalah medianya, puisi dengan kata-kata sedangkan wayang dengan seni rupa,” Kata Asrizal, Jumat (8/4). Menurut salah satu pengunjung, Indra Rizki, kesenian seperti ini haruslah dilestarikan. Mengingat gelombang budaya luar negeri yang dengan mudah masuk dan disukai masyarakat khususnya anak muda. “Ke depannya, semoga banyak pertunjukan serupa,” ungkapnya, Jumat (8/4).[]

ya, Dede mengeluarkan berbagai kebijakan. Di antaranya melibatkan mahasiswa dalam penelitian. Nantinya, dana penelitian mahasiswa akan didapat dari Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) yang bekerjasama dengan Badan Amal, Zakat, Infaq, dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Tapi, hingga kini UIN Jakarta belum menyediakan dana untuk penelitian mahasiswa lantaran UPZ belum berjalan. Terkait akademik, Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik Fadhilah suralaga menjelaskan, dalam upaya mewu-

judkan universitas riset, ia mulai mengganti kurikulum berbasis riset. Sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), capaian pembelajaran lulusan S1 harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan riset. Maka dari itu, sambung Lala, UIN Jakarta tengah meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dan publikasi karya ilmiah dosen dan mahasiswa. Mahasiswa ditugaskan melakukan penelitian sebagai tugas kuliah atau dilibatkan dalam dosen sebagai asisten peneliti. “Tahun ini ditar

getkan 300 hasil penelitian dosen bisa terpublikasi di jurnal internasional,” ujar nya, Jumat (15/4). Menyoal kuantitas jurnal ilmiah, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Keuangan Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Zilda Huda mengatakan, tiap tahunnya meningkat untuk seluruh perguruan tinggi di bawah naungan Kemenag. Akan tetapi, dari segi kualitasnya masih kurang. “Beberapa dosen terkesan melakukan penelitian hanya untuk menggugurkan kewajiban,” pungkasnya, Kamis (7/4).

Asrizal Nur (kiri) sedang membaca puisi tentang manusia yang tidak menggunakan raganya dengan bijak dan Efendi (kanan) melukis wajah manusia secara abstrak. Mereka tampil di Teater Nusantara, Konser Puisi Wayang di Taman Mini Indonesia Indah, Jumat (8/4).

Eko Ramdani Kendali raga oleh hawa nafsu hanya akan berujung dengan rusaknya kehidupan. Manusia sebagai pemimpin sudah selayaknya bijak dalam menggunakan raganya. Lima lukisan menggambarkan wajah manusia dengan beberapa perpa duan warna, seperti hijau-kuning, kuning-merah, dan kuning-biru terpajang di depan pintu masuk Gedung Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sebagian pengunjung mengabadikan lukisan tersebut lewat kamera yang mereka bawa. Sayup-sayup suara Gamelan Sunda juga terdengar sembari pengunjung melihat lukisan. Beberapa pengunjung masuk ruang pertunjukan sambil membawa pisang dan ubi rebus yang telah panitia sediakan. Ketika memasuki area pertunju-

kan, terang lampu memenuhi seluruh ruangan. Akan tetapi, ruangan tersebut mendadak gelap saat pertunjukan dimulai. Hanya lampu panggung yang kembali menyala di beberapa sudut sekitar panggung untuk mendukung jalannya pertunjukan. Kedua sosok laki-laki muncul dari belakang panggung. Mereka terlihat bingung sambil mondar-mandir lalu duduk di bangku yang telah tersedia. Sambil diiringi musik khas Pasundan, salah seorang laki-laki tersebut, Efendi melukis raga manusia secara abstrak, dan Asrizal Nur membacakan puisi tentang kendali nafsu dalam diri manusia.

15

Sambungan Membarui Harapan Lama Universitas Riset...

Pendampingan ini dilaksanakan oleh profesor dan doktor. Tak hanya jurnal, menjadi universitas riset juga perlu sarana-prasarana yang lengkap, salah satunya laboratorium. Beberapa laboratorium bahasa di UIN Jakarta tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, salah satunya laboratorium bahasa di Fakultas Adab dan Humaniora. Menanggapi hal itu, Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Agus Budiono mengatakan, kelengkapan laboratorium bahasa menjadi penting dalam

menuju universitas riset. “Selain itu, yang perlu diperbaiki adalah Pusat Laboratorium Terpadu (PLT),“ tutur Agus, Jumat (15/4). Sedangkan Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada mengaku bahwa manajemen PLT masih perlu dibenahi. Sampai saat ini, belum ada evaluasi terkait PLT meskipun PLT sempat menjadi laboratorium terbaik serta mengalahkan laboratorium Institut Pertanian Bogor (ITB) pada 2002. Guna mencapai universitas riset, menginjak tahun ke dua kepemimpinan-

Surat Pembaca Saya mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) mengeluhkan tarif parkir di kampus II. 085672180XXX Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) mengeluh kepada pengelola Pustipanda karena e-mail mahasiswa masih belum bisa diakses. Saya memohon kepada pengelola supaya segera membetulkan e-mail mahasiswa agar bisa digunakan untuk aplikasi google classroom. 085773011xxx Saya mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora meminta keseriusan UIN Jakarta dalam pengadaan manuskrip. 085812348XXX



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.