Gedung Baru, Biaya Kuliah Fisip Naik
‘Buah Simalakama’ Beasiswa Djarum Laporan Utama
hal. 2
Laporan Khusus 444
hal. 4
Jamal D. Rahman:
Kecintaan pada Bahasa
Sosok
hal. 11
Edisi XXVI/ Mei 2013 - Diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com
ROKOK MASUK KAMPUS
BEM FKIK Kirim Petisi ke Rektor Anastasia Tovita
S
ebuah banner besar terpampang di depan Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) pada Senin (13/5). Banner tersebut mempromosikan acara Rossy Goes to Campus yang akan diselenggarakan di Area Parkir FKIK. Setelah melihat banner itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIK, Zaki Ismatullah terkejut lantaran sponsor acaranya berasal dari salah satu perusahaan rokok, yaitu Djarum Foundation.
Hari itu juga, BEM FKIK menerima banyak panggilan telepon dari mahasiswa, Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis (IOMS), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka mempertanyakan mengapa acara itu bisa ada di FKIK, fakultas yang dikenal antirokok. “Mereka meminta agar acara itu tidak ada,” ujarnya, Senin (3/6). Di media sosial Twitter dan Facebook, mereka mendapat banyak mention cemoohan yang mempertanyakan mengapa BEM FKIK tidak bereaksi. “Padahal, kami juga tidak tahu apa-apa soal acara itu sebelumnya,” ujar Zaki. Ia menyesalkan, karena BEM FKIK baru diberi tahu oleh dekanat setelah banner itu terpasang. Kemudian, pada Selasa (14/5) BEM FKIK menggalang dukungan dari mahasiswa dan berhasil mendapatkan bukti dukungan penolakan dari
sekitar 400 mahasiswa FKIK. Setelah itu, BEM FKIK pun melayangkan petisi penolakan acara itu kepada Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Komaruddin Hidayat yang disampaikan melalui Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim. Dalam pertemuan itu, mereka juga bertemu dengan pihak Rosiana Silalahi dan Djarum Foundation. BEM FKIK menuntut agar acara yang disponsori perusahaan rokok tidak ada di UIN. Namun, pihak rektorat dan Djarum Foundation berdalih, ini sudah menjadi kesepakatan dan harus tetap dijalankan. Akhirnya, pihak Zaki menerima acara itu tetap diadakan, tapi tidak ada simbol rokok, iklan rokok, dan pembagian rokok. “Dan yang penting jangan
Sambung ke hal. 15 kol 2
2 LAPORAN UTAMA
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Salam Redaksi Pembaca budiman, Kami sampaikan perpisahan ini kepada para pembaca. Satu bulan ke depan kami rehat sejenak dari aktivitas yang bikin kami jenuh selama enam bulan lalu. Meski jenuh, kami tetap menghadirkan tabloid ke hadapan pembaca sekalian. Namun, pembaca tetap bisa mendapat informasi dari para reporter di portal berita kami. Pada edisi ini, kami membuat rubrik baru. Rubrik sosok alumni. Alumni sering terlewatkan oleh kita. Banyak alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang hebat di luar sana. Kadang kita butuh stimulus agar kelak jadi hebat pula. Maka dari itu, kami bikin rubrik sosok alumni yang diharapkan bisa memberi motivasi bagi pembaca sekalian. Tak lupa, dalam waktu dekat, kami juga akan menerbitkan majalah. Setelah beberapa tahun tak terbit, kami mencoba menghidupkan kembali majalah. Majalah yang hendak terbit ini adalah edisi ke 40. Para pembaca harap tunggu dengan sabar sajian kami yang satu itu. Kami mulai sajian tabloid kami dengan tema sponsor dan beasiswa Djarum masuk kampus. Hal tersebut lumayan membuat kehebohan di kampus. Sebuah fakultas, secara tegas menolak sponsor dan beasiswa tersebut. Bahkan, mengirim petisi kepada rektorat sebagai tanda penolakan. UIN punya peraturan rokok tak boleh masuk kampus. Namun, rektorat membolehkan sponsor dan beasiswa yang berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) sebuah perusahaan rokok masuk kampus. Kami pertanyakan konsistensi UIN dalam hal peraturan tentang rokok. Hal itulah yang mendasari kami untuk mengangkat isu ini menjadi laporan utama. Kami juga mengangkat isu tentang ketidakjelasan status Konsentrasi Perbankan Syariah yang ada di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). Masalah ketidakjelasan status konsentrasi tersebut dikarenakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) juga membuat jurusan yang sama. Untuk lengkapnya bisa Anda baca sendiri. Masih ada beberapa tulisan yang kami sajikan kepada pembaca sekalian. Tapi, itu pun jika anda sekalian berkenan membaca seluruh sajian kami. Pembaca diharapkan terangsang setelah membaca sajian dari kami. Setelah terangsang, pembaca hendaklah menyalurkannya ke dalam berbagai bentuk. Bisa dari pergerakan sampai hanya sebuah komentar kepada kami. Bahkan kritik sekalipun. Tak apa, itu pun bagian dari apresiasi terhadap kami. Kami selalu senang bila mendapat bentuk apresiasi seperti itu dari pembaca. Apa yang kami sajikan, tak lepas dari kerisauan kami terhadap keadaan kampus. Kami harap, Anda juga merasakan hal yang sama dengan kami. Sebagai sesama agent of change, kami mencoba mengajak Anda untuk lebih peduli lagi dengan kondisi kampus. Sekali lagi, kami ucapkan sampai jumpa lagi di semester baru. Juga, selamat menunaikan ibadah puasa. Risau selalu, Kawan….
Sebuah banner acara Rossy Goes to Campus yang disponsori Djarum Foundation terpampang di depan Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).
‘Buah Simalakama’ Beasiswa Djarum
Foto: Irwan Julianto
Nur Azizah
Masuknya beasiswa Djarum Foundation ke kampus menuai kontroversi. Alasannya pun beragam, mulai dari bertentangan dengan komitmen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dalam menciptakan kampus bebas asap rokok sebagaimana termaktub dalam kode etik mahasiswa, hingga bertentangan dengan lembaga pendidikan yang notabene melarang sponsor rokok. Hal tersebut dikatakan Wakil Dekan (Wadek) III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Muhbib Abdul Wahab. Menurutnya, rektorat telah keliru mengizinkan beasiswa Djarum masuk ke kampus. Karena bertentangan dengan kode etik mahasiswa. “Masuknya beasiswa Djarum sama saja dengan memberi peluang kepada perusahaan rokok. Karena sebelumnya, UIN pernah melarang beasiswa rokok,” ujarnya, Jumat (31/5). Bagi Muhbib, beasiswa yang diberikan Perseroan Terbatas (PT) Djarum melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) itu sama halnya dengan membiarkan atau melegalkan mahasiswa untuk merokok di kampus. Muhbib mengaku, ia tak bisa berbuat banyak menyikapi kasus tersebut, karena keputusannya diambil langsung pihak rektorat. “Tapi nanti di forum, saya akan mengatakan bahwa ini keputusan yang keliru,” tegasnya. Senada dengan Muhbib, Ketua Tobacco Control Nasional 2012-2013 sekaligus anggota Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia, Fitri Amalia, mengkritik masuknya beasiswa Djarum. Ia khawatir, mahasiswa menjadi kurang kritis menyikapi persoalan rokok lantaran diiming-imingi beasiswa. Fitri lebih menyayangkan jika mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan (FKIK) ada yang ikut mendaftar menjadi calon penerima beasiswa Djarum. “Padahal, mahasiswa FKIK sendiri sering menyuarakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR),”
katanya, Jumat (14/6). Kritikan pun tak hanya datang dari kalangan UIN, aktivis Bebas Asap Rokok, Seno Pamungkas pun mengungkapkan kekecewaannya dengan melayangkan surat yang berjudul Surat Teguran untuk Komaruddin Hidayat. Dalam suratnya, Seno mengatakan, UIN sudah tidak lagi komitmen mewujudkan kampus bebas asap rokok seperti yang sering digembar-gemborkan rektor lewat akun Twitter dan Berita UIN. Menanggapi kritikan tersebut, Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim tak mau banyak berkomentar. “Saya menanggapinya biasa saja. Setiap keputusan selalu ada risikonya. Risikonya itu siap dihujat dan dikritik,” ucapnya, Selasa (11/6).
Sudarnoto: Lihat Jangan Rokoknya
Beasiswanya,
Sudarnoto menyatakan, beasiswa yang diberikan Djarum Foundation itu sah saja. UIN akan tetap terbuka menerima bantuan tersebut. “Tak peduli sumber beasiswanya dari mana, dari Djarum atau orang kafir sekalipun,” tegasnya. Menurutnya, sumber dana tak perlu dipermasalahkan. Yang terpenting, tujuan lembaga atau perusahaan untuk membangun pendidikan, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pembaharuan, dan dialog peradaban. UIN lebih melihat peran CSR perusahaan tersebut ketimbang persoalan rokok. Terkait komitmen UIN mewujudkan kampus bebas asap rokok, Sudarnoto me-
negaskan, UIN tetap konsisten melarang mahasiswa merokok. Beasiswa rokok bukan menciptakan mahasiswa untuk merokok. “Kita hanya mengambil beasiswanya, bukan rokoknya. Rokoknya tetap tidak boleh masuk,” tegasnya. Sebaiknya, lanjut Sudarnoto, mahasiswa tidak hanya melihat hal-hal negatif dari sebuah persoalan. Tapi, hal positif juga perlu dilihat dan dipertimbangkan untuk dimanfaatkan. Ia mencontohkan, orang miskin yang tinggal di kampung bisa menjadi dokter berkat adanya beasiswa tersebut. Meski menimbulkan kritikan dan penolakan dari mahasiswa, dosen, dan masyarakat, beasiswa senilai Rp 750 ribu per bulan itu tetap diminati mahasiswa. Terbukti, hampir seribu mahasiwa telah mendaftar menjadi calon penerima beasiswa Djarum. “Saya bingung dengan mahasiswa, mereka yang mengkritik, tapi mereka juga yang ikut mendaftar,” tutur Sudarnoto. Sementara, Direktur Program Djarum Foundation, Primadi H. Serad menegaskan, masuknya Djarum Foundation murni untuk pendidikan, bukan promosi. “Kalau untuk pendidikan apa salahnya? Lagi pula, saya tidak bekerja di perusahaan rokok, tapi bekerja di yayasan,” terangnya, Rabu (5/6).
“Tak peduli sumber beasiswanya dari mana, dari Djarum atau orang kafir sekalipun”
Pemimpin Umum: Muhammad Umar | Sekretaris: Muji Hastuti | Bendahara Umum: Trisna Wulandari | Pemimpin Redaksi: Rahmat Kamaruddin | Redaktur Cetak: Makhruzi Rahman | Redaktur Online: lasi: Rahayu Oktaviani | Marketing & Promosi:
Jaffry Prabu| Web Master: Ema Fitriani
Rizqi Jong | Pemimpin Perusahaan: Aprilia Hariani | Iklan & Sirku-
| Pemimpin Litbang: Aditya Putri | Riset: Aam Maryamah | Kajian: Aditia Purnomo
Koordinatur Liputan: Adi Nugroho, Reporter: Abdurrohim Al Ayubi, Adea Fitriana, Ahmad Sayid Muarief, Anastasia Tovita, Azizah Nida Ilyas, Dewi Maryam, Gita Juniarti, Gita Nawangsari Estika Putri, Karlia Zainul, Muawwan Daelami, Nurlaela, Nur Azizah, Siti Ulfah Nurjanah, Selamet Widodo Fotografer & Ediitor: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Jong & Ibil Ar-Rambany Karikaturis: Azizah Nida Ilyas Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-9214-5881 Web: www.lpminstitut.com Email: lpm.institut@yahoo.com. Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.
LAPORAN UTAMA 3
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Larangan Merokok Belum Terealisasi Sempurna
Gita Juniarti
Kode etik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta bab VI pasal 10 poin 13 menyatakan, mahasiswa UIN tidak dibenarkan melakukan tindakan merokok di lingkungan kampus maupun lingkungan luar kampus. Beberapa fakultas memasang spanduk dan papan bertuliskan ‘Kawasan Bebas Asap Rokok’. Namun, apakah realisasi dari peraturan tersebut sudah berjalan dengan baik? Selain kode etik di atas, tertulis juga sanksi untuk mahasiswa yang merokok di kampus. Bab VII pasal 24 menyatakan, mahasiswa diharuskan membayar Rp 50 ribu setiap terbukti merokok di kampus. Kepala tim perumus kode etik mahasiswa, Muhbib Abdul Wahab menjelaskan, ia belum merealisasikan sanksi tersebut ke semua fakultas di UIN. Ia mengakui hanya sedikit fakultas yang melaksanakan program kampus bebas asap rokok, antara lain Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Selain kedua fakultas tersebut, fakultas lain masih belum bisa diajak kerjasama untuk menerapkan program kampus bebas asap rokok. “Seperti Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Fakultas Ushuluddin (FU), dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM). Puntung dan asap rokok masih banyak di sana,” ucapnya, Selasa (4/6). Menyikapi kode etik yang belum terealisasi sempurna, dosen FITK ini juga mengatakan, ia sering merazia mahasiswa yang merokok di FITK. “Kalau saya berhasil temukan mahasiswa yang merokok, saya suruh matikan rokoknya atau saya buang rokoknya ke tempat sampah,” katanya. Selain peraturan untuk mahasiswa, Muhbib juga mengusulkan kepada pihak rektorat untuk menerapkan kode etik larangan merokok bagi dosen di UIN. Pasalnya, banyak mahasiswa yang merokok di kampus lantaran beberapa pengajar mereka juga melakukan kegiatan yang sama. “Harus ada kerjasama antara mahasiswa, dosen, dan seluruh sivitas akademik UIN untuk menjalankan program kampus bebas asap rokok. Mahasiswa yang tidak merokok harus menegur mahasiswa yang merokok. Begitu pun dengan dosen,” tegas Muhbib. Alasan lain, realisasi masih belum berjalan dengan baik adalah beberapa kantin fakultas masih berjualan rokok. Menanggapi hal itu, Manajer Koperasi UIN, Murdiyah Hayati mengatakan, ia mendukung sepenuhnya usaha UIN untuk menjalankan program kampus bebas asap rokok. Namun, hingga Jumat (7/6), pihak rektorat masih belum memberikan surat resmi berisi larangan berjualan rokok di kampus. “Kalau rektorat sudah memberikan larangan secara resmi kepada kami untuk berjualan rokok di kampus, kami akan mengikuti peraturannya,” tegasnya, Jumat (7/6).
GITA JUNIARTI/INSTITUT
Kantin di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) masih menjual berbagai jenis rokok, Selasa (11/6).
“Kalau saya berhasil temukan mahasiswa yang merokok, saya suruh matikan rokoknya atau saya buang rokoknya ke tempat sampah,”
Peraturan di Universitas Lain
Beberapa universitas lain pun ikut menerapkan program kampus bebas asap rokok. Salah satunya Universitas Indonesia (UI) yang telah menjalankan sejak tahun 2009. Beberapa fakultas kesehatan di UI, seperti Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), dan Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) telah menerapkan program kampus bebas asap rokok dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Arman Nefi. Ia mengatakan, di bawah fakultas ilmu kesehatan, ada beberapa fakultas lain yang sedang diajak mengikuti program tersebut. “Contohnya, fakultas yang berada dalam rumpun sains dan teknologi. Seperti Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Fakultas Teknik (FT),” paparnya, Senin (10/6). Sayangnya, ada beberapa fakultas yang memang perlu sosialisasi dan pendekatan lebih dalam lagi untuk me-
“Bangsa yang dikalahkan, lazimnya akan meniru pakaian, simbol-simbol, kepercayaan, budaya, dan amalan bangsa yang mengalahkan mereka.” Ibnu Khaldun Filsuf dan Sejarawan Muslim Tunisia (1332-1406 M)
laksanakan program tersebut, antara lain Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Fakultas Hukum (FH), dan Program Vokasi. “Untuk mengajak mereka mengikuti program tersebut, kami tidak memberikan mereka hukuman yang berat. Tapi kami menyayangi mereka terlebih dahulu dan pelanpelan mengajak mereka menjauhi rokok,” tuturnya. Terkait persoalan penjualan rokok di kantin fakultas, Arman mengakui kalau beberapa kantin fakultas masih menjualnya. Ia menegaskan, untuk menyikapi hal tersebut, ia dan beberapa tim dari UI memulainya dengan bersosialisasi bahaya dan kerugian rokok terhadap kesehatan manusia. “Kalaupun ada hukuman yang diberikan kepada mahasiswa, hukumannya bersifat mendidik, bukan hukuman berat,” tuturnya. Senada dengan UIN dan UI, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) juga menerapkan kawasan bebas asap rokok di kampus, bahkan sudah diterapkan sejak UAI berdiri. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pengawasan dan Penerapan Etika dan Keamanan (P3EK) UAI, Suhaimi Nurusman. Ia mengatakan, UAI telah menetapkan sanksi untuk mahasiswa yang merokok di kampus, yaitu membeli buku untuk perpustakaan. Peraturan tersebut berlaku sejak awal Juni 2013. Ia melanjutkan, saat ini realisasinya sudah berjalan lancar. Mahasiswa tidak merokok di kampus, walau terkadang ada mahasiswa yang diam-diam merokok di kamar mandi. “Kalau ketahuan, kami bawa ke jajaran akademik dan mereka akan diberi surat peringatan serta sanksi,” jelasnya, Senin (10/6).
Ralat TABLOID INSTITUT EDISI XXV halaman 5 kolom pertama tertulis jabatan narasumber Siti Musdah Mulia sebagai ‘guru besar Fakultas Ushuluddin’, seharusnya tertulis ‘guru besar UIN Jakarta’.
4 LAPORAN KHUSUS
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Rektorat Perlu Sosialisasi Anggaran Mahasiswa Berprestasi Dewi Maryam Pada anggaran kemahasiswaan tahun 2013 yang berasal dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta memberikan anggaran bagi mahasiswa yang memiliki prestasi di bidang nonakademik. Menurut Kepala Sub Bagian Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, tahun sebelumnya tidak ada anggaran khusus karena tahun sebelumnya anggaran tersebut berasal dari kerjasama pihak lain seperti Kementerian Agama (Kemenag) dan Bank Tabungan Negara. Masruri mengatakan, anggaran kemahasiswaan totalnya sekitar Rp 3 miliar berasal dari BOPTN. Dengan perincian, Rp 2 miliar untuk kegiatan lembaga mahasiswa tingkat fakultas dan universitas, dan Rp 1 miliar sifatnya memenuhi inventaris kemahasiswaan. Kemudian ia menjelaskan, anggaran Rp 1 miliar untuk pencetakan buku pedoman, kesekretariatan Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas yang baru dibentuk, dan kegiatan lainnya. Serta kegiatan mahasiswa seperti Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni, dan Riset (PIONIR) diadakan oleh Kemenag yang membutuhkan dana cukup besar, karena bukan hanya perlombaannya, namun juga pelatih serta akomodasinya. Masruri tidak menyebutkan anggaran yang pasti untuk dana mahasiswa berprestasi, begitu pun pembiayaan bagi lomba-lomba yang diikuti mahasiswa. Karena menurutnya, anggaran tergantung kegiatan di tahun tersebut. Waktu dan tempat perlombaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) juga tidak tentu. Contoh lain, PIONIR yang diadakan
dua tahun sekali. “Kan ada anggaran PIONIR, saya anggarkan cuma Rp 168 juta, tapi sekarang kebutuhan semakin membludak,” ujar Masruri, Jumat (7/6). Ia mencontohkan, prestasi nonakademik dalam bentuk keikutsertaan mahasiswa dalam perlombaan MTQ, persiapan perlombaan futsal, persiapan mengikuti perlombaan PIONIR yang diadakan oleh Kemenag. “Kita memberi ya secukupnya saja,” ujar Masruri. Tahun 2013 ini, ia juga mengusahakan bagi mahasiswa yang telah hafal 30 juz akan mendapatkan beasiswa mahasiswa berprestasi yang dibuktikan dengan syahadah dari fakultas atau pesantrennya. Selain itu, untuk prestasi yang lainnya dibuktikan dalam bentuk piala atau piagam. Alasan adanya anggaran bagi mahasiswa berprestasi, menurut Masruri, untuk memotivasi mahasiswa agar berlomba-lomba. Ia juga menambahkan, hal ini dapat memudahkan bagian kemahasiswaan untuk mendeteksi dan mencatat mahasiswa yang berprestasi. Senada dengan Masruri, Kepala Bagian Keuangan, Sulamah Susilawati juga mengatakan, ada bantuan dana dari kemahasiswaan bagi mahasiswa yang sifatnya pribadi, komunitas, atau kegiatan yang sifatnya membawa prestasi, Rabu (12/6). Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Zaki Ismatullah mengatakan, pernah mendengar tentang dana bagi mahasiswa berprestasi, tapi ia belum mengetahui detailnya seperti apa. Menurut Zaki, hal ini menimbulkan kecurigaan antara mahasiswa dengan rektorat. Ia meminta adanya forum ketua BEM yang membahas dana kemahasiswaan bersama pihak rektorat, SEMA dan DEMA Universitas. Baginya, agar tidak menimbulkan kecurigaan dari mahasiswa ke rektorat, begitu juga rektorat bisa membicarakan secara detail apa yang diinginkan oleh kemahasiswaan kepada mahasiswa, Rabu (12/5). Zaki menginginkan, kriteria mahasiswa berprestasi harus ditentukan oleh kemahasiswaan minimal untuk menjadikan stimulus bagi mahasiswa yang lain agar berprestasi. Nyatanya, Zaki merasa saat ini yang ada hanya klaim dari pihak rektorat bahwa dana tersebut ada, namun mahasiswa tidak mengetahui bagaimana mengakses dana tersebut. “Yang kurang itu ya informasi saja, ya memang itu yang harus diperbaiki di awal kalau memang benar-benar ingin membuat UIN jauh lebih baik,” tegas
Zaki. Maksudnya, sumbatan informasi itu yang akhirnya menghambat mahasiswa. Ia menyarankan, agar kriteria mahasiswa berprestasi dapat disosialisasikan, misalnya dalam bentuk banner yang besar. Seperti halnya yang dilakukan oleh FKIK, Zaki menjelaskan, sedang merancang kerjasama dengan Habibie Centre dalam bidang penelitian bagi mahasiswa FKIK. Ditambah dengan anggaran kemahasiswaan sebesar 20%. Nantinya, akan ada empat orang mahasiswa yang dibiayai penelitiannya, namun sebelumnya harus melalui tahap seleksi terlebih dahulu dari dewan dosen. Menurutnya, anggaran kemahasiswaan harus sesuai dengan pagu anggaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan transparansi, ia merasa perlu menerima informasi mahasiswa yang memperoleh dana dan apa yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. “Itu membuktikan bahwa rektorat ingin membiayai mahasiswa berprestasi,” ungkap Zaki.
Gedung Baru, Biaya Kuliah FISIP Naik Selamet Widodo Berdasarkan Peraturan Rektor Nomor: Un.01/R/HK.00.5/09/2013 dan Nomor: Un.01/R/HK.00.5/10/2013, biaya kuliah program strata satu (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tahun akademik 2013-2014 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Biaya kuliah mahasiswa semester I dari ketiga Program Studi (Prodi) yang sebelumnya Rp 2.490.000 menjadi Rp 3.150.000, dan untuk mahasiswa semester II sampai VIII yang sebelumnya Rp 1.840.000 menjadi Rp 2.500.000.
Dekan FISIP, Bahtiar Effendy mengatakan, kenaikan biaya kuliah hanya dikenakan untuk mahasiswa baru tahun ini dan biaya kuliah mahasiswa lama masih seperti sebelumnya. Kenaikan tersebut, menurutnya, dipergunakan untuk perawatan gedung baru FISIP yang telah difungsikan. “Dulu, biaya kuliah masih berkisar Rp 1.840.000. Hal itu disebabkan, FISIP belum mempunyai gedung sendiri dan masih memakai ruangan di Fakultas Psikologi. Berbeda dengan tahun ini, FISIP telah mempunyai ge-
dung sendiri dan membutuhkan dana untuk merawat fasilitas-fasilitas yang ada di gedung baru ini,” papar Bahtiar, Kamis (13/6). Senada dengan Bahtiar, Wakil Dekan (Wadek) II Bidang Administrasi Umum FISIP, Wiwi Siti Sajaroh mengungkapkan, banyak hal yang mendasari kenaikan biaya kuliah FISIP tahun ini, antara lain perawatan gedung dan proses pembelajaran mahasiswa. “Kenaikan ini telah didiskusikan panjang lebar dengan atasan,” katanya. Wiwi menambahkan, pada kenai-
kan biaya kuliah tahun ajaran ini, biaya Sumbangan Pendidikan (SPP) yang merupakan bagian dari biaya perkuliahan masih tetap sama dengan sebelumnya, karena menurutnya, ada kebijakan dari pemerintah yang tidak membenarkan penaikan SPP. Wakil Rektor (Warek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bachtiar mengatakan, pihaknya mendapatkan usulan dari pihak FISIP, lalu ia mengusulkan hal tersebut pada menteri keuangan, saat ini telah disetujui dan ditetapkan. Naiknya biaya perkuliahan FISIP, tambah Amsal, dirasa masih sangat murah jika dibandingkan dengan FISIP di universitas lain. “Sebenarnya tidak diperbolehkan menaikkan biaya perkuliahan. Saya sudah bilang juga kepada pihak FISIP, dan alasannya fasilitas baru dan perawatan gedung, sehingga saya juga sulit untuk menolaknya,” jelas Amsal, Selasa (10/6). Menanggapi hal tersebut, Staf Bagian Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam, Safriansyah mengata-
kan, dalam menentukan biaya perkuliahan, pihaknya berharap agar seluruh Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) berada di bawah ketentuan peraturan Kementerian Agama (Kemenag). Namun, karena peraturan terkait biaya kuliah tersebut sampai saat ini masih dalam pembahasan, maka peraturan yang telah ditetapkan oleh UIN akan disesuaikan untuk sementara. “Untuk tahun ini, menteri agama sendiri belum menandatangani. Namun, jika merujuk pada peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), biaya perkuliahan dihitung mulai dari pendaftaran hingga akhir dan dibagi delapan semester. Nah, itu namanya Biaya Kuliah Tunggal (BKT), dari BKT tadi pemerintah mengeluarkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Setelah mendapat bantuan dari BOPTN itu baru mahasiswa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). UKT ini adalah hasil dari total biaya setelah dibantu dengan BOPTN,” paparnya.
LAPORAN KHUSUS 5
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Kaprodi Muamalat Desak Rektorat Adakan Dialog Bersama
Adea Fitriana
Kepala Program Studi (Kaprodi) Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Euis Amalia secara tegas meminta rektorat adakan dialog bersama antara pihak rektorat, Dekan FSH, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Muamalat, serta Prodi Perbankan Syariah FEB mengenai kejelasan kurikulum, status Perbankan Syariah, serta status mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah. Desakan untuk mengadakan dialog bersama ini bermula dari kegelisahan Euis tentang masa depan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH—konsentrasi yang telah ia bina selama delapan tahun—terkait dualisme nama Perbankan Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) No. 1119 Tahun 2012, FEB resmi mendirikan Prodi Perbankan Syariah berbasis ekonomi Islam. Kondisi ini menjadi dilematis bagi Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH yang kini belum memiliki izin peningkatan status menjadi prodi. Secara faktual, menurut Euis, Konsentrasi Perbankan Syariah berada di Prodi Muamalat yang terakreditasi A, memiliki lebih dari 1500 mahasiswa, sejumlah guru besar, kurikulum yang mapan, dosen yang kompeten, serta animo mahasiswa yang besar. “Hanya saja kondisi ini seperti diabaikan pihak rektorat saat memberi izin pendirian Prodi Perbankan Syariah ke FEB,” ujar Euis, Jumat (7/6). Euis mengatakan, di sejumlah negosiasi bersama ia tidak pernah dilibatkan. Padahal sebagai pelaksana teknis pembuat kurikulum, Euis merasa dirinya harus diikutsertakan, karena berkaitan dengan kurikulum yang akan ia kembangkan ke depan. Menurutnya, bila berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 36 Tahun 2009 rektorat ingin menguatkan FEB dengan keilmuan ekonomi Islam, maka status Konsentrasi Asuransi Syariah dan Magister Ekonomi Syariah yang masih dimiliki FSH harus dipertimbangkan. “Jangan hanya memindahkan Per-
bankan Syariah saja. Saya ingin rektorat membuka dialog bersama. Kita selesaikan ini secara bijaksana. Kita satu institusi di bawah payung UIN, semestinya tidak boleh terjadi ego sektoral,” tegas Euis. Selain itu, Euis mengatakan, kini dualisme nama perbankan syariah berdampak
ga penerimaan mahasiswa baru, itu belum direalisasikan. Untuk itu, kejelasan status penempatan Perbankan Syariah secara jangka panjang harus diselesaikan. Perihal dialog bersama, Kaprodi Perbankan Syariah FEB, Ade Suherlan menyatakan siap turut serta. “Jika saya diperintahkan dekan, saya siap,” ujar Ade, Kamis (13/6). Tentang nama Prodi Perbankan Syariah di FEB, Ade mengatakan, pihaknya belum mengajukan proposal perubahan nama. “Hingga kini kami hanya menjalankan apa yang tertulis dalam PMA No. 36 Tahun 2009 serta SK Dirjen Pen-
ADEA/INSTITUT
Gedung Fakultas Syariah dan Hukum. Di fakultas ini, terdapat Konsentrasi Perbankan Syariah yang kini tengah menanti kejelasan status
pada berkurangnya jumlah mahasiswa yang mendaftar ke Perbankan Syariah FSH. Ini terjadi lantaran nama Perbankan Syariah yang dianggap lebih menjual kini telah digunakan FEB. Menurut Euis, berdasarkan rapat bersama pihak rektorat, 11 September 2012 disepakati nama Prodi Perbankan Syariah di FEB perlu diganti menjadi Prodi Perbankan dan Keuangan Syariah. Tapi hing-
dis No. 1119 Tahun 2012,” paparnya.
Status Mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah
Euis mengatakan, nasib ribuan mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah perlu dibicarakan. Hingga kini, Euis belum mendapatkan kejelasan mekanisme kelulusan mahasiswa Konsentrasi Per-
bankan Syariah bila izin pendirian Prodi Perbankan Syariah di FSH belum keluar. Fariz Abdurrahman adalah salah satu mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah yang menantikan kejelasan keberadaan konsentrasinya, apakah tetap di FSH atau pindah ke FEB. “Kami butuh ketegasan rektorat. Bila Prodi Perbankan Syariah harus di bawah naungan FEB, pindahkan mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah FSH ke FEB. Jadi status kami sebagai mahasiswa jelas,” paparnya, Jumat (30/5). Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik, Moh. Matsna mengatakan, kini Perbankan Syariah telah memiliki induk keilmuannya di FEB. Bila Kaprodi Muamalat menghendaki dialog bersama, menurut Matsna, pihaknya terbuka demi kebaikan UIN. “Saya terbuka bila ada pertemuan agar semua diletakkan pada proporsi yang benar. Kita akan benahi prodi sesuai dengan induk keilmuannya,” ujarnya, Rabu (12/6). Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Muhammad Zain mengatakan, seingatnya proposal pendirian Prodi Perbankan Syariah dan Ekonomi Syariah diajukan FEB UIN. Namun, bila rektorat ingin memberikan izin pendirian prodi ke FSH, sah-sah saja, lantaran penentuan lokasi fakultas tempat suatu prodi didirikan itu keputusan rektorat dan dekanat. “Bila saya dalam situasi itu, saya adakan konsensus bersama,” ucap Zain saat dimintai komentarnya tentang dualisme Perbankan Syariah di UIN, Senin (10/6). Tentang proposal pendirian Prodi Perbankan Syariah yang diajukan FSH, Zain menjawab, di bulan Juni proposal tersebut akan disidangkan bersama proposal lain dari seluruh Indonesia.
FOTO
BERITA Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, sedang membacakan sumpah jabatan pada pelantikan anggota Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas, Selasa (4/6). Acara tersebut juga dihadiri Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Thohari, Jendral TNI (Purn) Djoko Santoso, Walikota Tangerang Selatan, Airin Rahmi, dan Rektor UIN Jakarta, Komaruddin Hidayat.
Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN Jakarta berunjuk rasa menolak pelantikan Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Selasa (4/6). Dalam orasinya, mahasiswa menuntut agar DEMA dan SEMA tingkat universitas dibekukan dan dilakukan pemilihan ulang sesuai dengan statuta UIN.
6 KAMPUSIANA
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Nurlaela Latihan rutin yang dilakukan divisi sepak bola Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Federasi Olahraga Mahasiswa (FORSA) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta 2010 lalu, menjadi latihan terakhir di lapangan Gintung. Mereka diusir pengurus lapangan setempat saat melakukan latihan, karena pengurus lapangan lebih mementingkan warganya.
L
antaran hanya pendatang, mereka mengalah dan mencari lapangan baru untuk latihan. Hingga akhirnya mereka menemukan lokasi penyewaan baru di lapangan Unionstar, Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Sebagai mahasiswa, seharusnya mereka mendapat fasilitas untuk berlatih. Kenyataannya, UIN tidak memfasilitasi. Kendati demikian, kendala tersebut tidak membuat mereka patah arang untuk berkarya dan berprestasi. Hal itu terbukti dari prestasi yang diraih oleh tim sepak bola UIN. Menurut ketua divisi sepak bola FORSA, Arief Darmawan, kini mereka tengah mendapatkan masa kejayaannya di liga Asosiasi Sepak Bola Mahasiswa DKI Jakarta (ASMAJA). “Akhirnya kami berhasil lolos ke divisi utama. Divisi paling bergengsi dan cukup diperhitungkan dalam liga sepak bola mahasiswa,” tutur Arief, Kamis (6/6).
Tak hanya fasilitas, minimnya dana yang dimiliki menjadi hambatan lainnya. Pelatih sepak bola UIN yang sekaligus pegawai keamanan Ma’had Ali, Doni Donlay tidak mendapatkan gaji sebagai pelatih. Niat Doni memang untuk berbagi ilmu. “Kalau ada uang lebih dari patungan sewa lapangan, baru kami ngasih ke pelatih,” terang Ahmad Kamal Abdul Jalil salah satu anggota sepak bola UIN, Kamis (6/6). Keberhasilan divisi sepak bola UIN meraih ke divisi utama ASMAJA tidaklah mudah. “Kami mulai dari nol, yaitu di divisi dua. Setelah dua tahun main dalam liga ASMAJA, akhirnya naik ke divisi satu. Setelah bertahun-tahun kami masuk juga ke divisi utama,” papar Arief. Kompetisi liga ASMAJA 2013 kali ini diikuti 19 universitas di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Kompetisi tersebut dibagi menjadi dua divisi, yaitu divisi utama
mendirikan pusat olahraga yang besar seperti Gelanggang Olahraga (GOR). Tapi, semuanya membutuhkan waktu karena tidak bisa terlaksana begitu saja. Ia berharap, agar olahraga di kampus UIN tetap hidup. Sudarnoto pun merasakan kesulitan yang dihadapi sepak bola UIN. “Saya tahu persis pertandingan di beberapa perguruan tinggi. Biasanya mereka (universitas lain) banyak yang mengambil pemain ‘cabutan’, bukan dari mahasiswanya sendiri,” katanya. Berbeda dengan mahasiswa UIN, pemainnya murni dari mahasiswa UIN. Mereka melakukan itu karena kesenangan. Arief berharap, di liga ASMAJA, divisi sepak bola UIN bisa menjadi juara. “Bagaimanapun tim kami akan terus main dengan maksimal karena kami ingin mengharumkan nama UIN,” tutupnya.
NURLAELA/INSTITUT
Sepak Bola UIN Jakarta di Tengah Keterbatasan
dan divisi satu. Pertandingan ini dimulai pada Jumat (14/6) di Stadion Kuningan, Jakarta Pusat, di mana dalam pertandingan pertama UIN melawan Universitas Nasional (UNAS). Arief berharap, sepak bola UIN lebih maju dan bisa lebih eksis dalam liga ASMAJA. “Targetnya ke depan kalau didanai universitas mudah-mudahan kami bisa ikut Kejuaraan Nasional (Kejurnas) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ),” tuturnya. Terkait kekurangan fasilitas, Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim mengamini hal tersebut. Menurutnya, kegiatan mahasiswa di UIN sangat banyak dan bervariasi. Semua itu masih terkendala dengan kurangnya fasilitas. “Tak hanya untuk olahraga saja, tapi kegiatan yang lain pun sama,” ungkap Sudarnoto, Selasa (11/6). Menurut Sudarnoto, UIN sudah memiliki rencana yang panjang untuk
Pelatih (Kiri) sedang mengamati para pemain sepak bola UKM Federasi Olahraga Mahasiswa (FORSA) yang sedang berlatih untuk menuju liga ASMAJA 2013, di lapangan Unionstar, Pondok Cabe, Kamis (6.6)
Organisasi Primordial: Keluarga dan Tempat Belajar Siti Ulfah Nurjannah
DOK. IMT
Suasana diskusi mingguan yang dilaksanakan salah satu organisasi primordial, Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) di Sekretariat IMT Ciputat.
Salah satu keuntungannya diungkapkan oleh mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat, Ahmad Fatah Yasin. Ia bercerita, pada tahun 2009, saat baru lulus Madrasah Aliah (MA), ia nekat meninggalkan Tegal untuk melanjutkan studi di ibu kota. Kala itu, ia bingung karena tidak memiliki keluarga di Jakarta. Di tengah keresahannya, ia mendatangi Sekretariat IMT. Di tempat tersebut, ia disambut baik, meski baru pertama kali datang. “Sejak itu, saya berpikir, inilah (IMT) keluarga baru saya,” kata Fatah, Kamis (6/6). Hal serupa juga dituturkan oleh Ketua Ikatan Keluarga Mahasiswa Minangkabau (IKMM) Ciputat, Muhammad Hanif. Baginya, IKMM bukan sekadar organisasi, namun juga keluarga. Adat istiadat Minangkabau yang men-
gajarkan untuk senantiasa hidup bersama dalam keadaan susah dan senang, ia rasakan bersama IKMM. Selain menjalin kekerabatan, tambah Hanif, IKMM juga sebagai wadah penjaga kebudayaan Minangkabau. Seminggu sekali, anggota IKMM mendiskusikan budaya ataupun tokoh asal daerah mereka. Mereka juga belajar berbagai seni kedaerahan Sumatera Barat (Sumbar). Senada dengan Fatah dan Hanif, menurut Wakil Ketua Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/ Pelajar Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) Cabang Ciputat, Fahri Husain, IKAMI Sulsel menjadi tempat pemersatu mahasiswa dan pelajar asal ataupun keturunan Sulsel. “Jika tidak ada IKAMI, mungkin kami tidak akan saling mengenal,” ujarnya, Selasa (11/6).
Banyak cara dapat dilakukan mahasiswa untuk mengembangkan diri. Salah satunya, dengan berorganisasi. Selain organisasi intra, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), atau forum diskusi, organisasi primordial dapat menjadi pilihan. Berbeda dengan yang lain, organisasi primordial dilatarbelakangi asal daerah. Hal ini memberi keuntungan pada para anggotanya.
Di samping menjadi pemersatu, Ketua IKAMI Sulsel, Amiruddin Wata mengatakan, IKAMI Sulsel juga sebagai mediator untuk mengenalkan karakter antar anggota yang berasal dari berbagai suku di Sulsel. Masing-masing suku memiliki ciri khas. Selain dari berbagai daerah di luar Jakarta, salah satu pengurus pusat Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB), Rizkie Zulfikar juga memiliki pengalaman tersendiri. Semenjak bergabung dengan FKMB, ia belajar banyak tentang Betawi yang sebelumnya tidak ia ketahui. Melalui FKMB, ia juga belajar berorganisasi. FKMB pun membuatnya memiliki banyak teman di luar kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. “Bangga juga lah sebagai putra asli Betawi,” tambahnya, Sabtu (8/6). Selain keempat organisasi itu, di
Ciputat ada juga Himpunan Mahasiswa Bogor (HIMABO), Himpunan Mahasiswa Banten (HMB), Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA), Himpunan Mahasiswa Lampung (HIMALA), dan lain-lain. Menanggapi organisasi primordial, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Ahmad Abrori mengatakan, organisasi kedaerahan memiliki banyak hal positif dan penting bagi mahasiswa. Organisasi primordial dapat membentuk jaringan yang disebut komunalisme menurut istilah Ilmu Sosiologi. Bahkan, bila sebuah organisasi primordial aktif menjalankan diskusi, organisasi tersebut dapat melahirkan wacana atau ide baru bagi daerahnya. Hal positif selain itu, dapat berupa keuntungan lain. “Misalnya pemberian beasiswa dari pemerintah daerah,” tam-
bahnya, Rabu (12/6). Selain hal positif, lanjut Abrori, organisasi primordial juga memiliki dampak negatif. Di antaranya, sifat eksklusivisme, sifat merasa paling benar sendiri, dan merendahkan daerah lain. Namun, hal negatif itu dapat dihindari dengan menjadikan organisasi primordial sebagai alternatif saja. Sehingga, pikiran anggotanya dapat terbuka. Abrori menambahkan, selain menciptakan sifat eksklusivisme, mahasiswa juga tidak akan berkembang jika hanya mengandalkan organisasi primordial. Para anggota organisasi primordial juga harus menjaga organisasinya dari berbagai kepentingan. “Jika tidak, organisasi primordial dapat menjadi gerbong politik,” tegasnya.
ADVERTORIAL 7
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
PASANG IKLAN Sejak didirikan 28 tahun lalu, LPM INSTITUT selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal pada Tabloid INSTITUT, Majalah INSTITUT, dan mempercantik portal berita mahasiswa www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM INSTITUT. Oleh sebab itu, yuk mari beriklan di ketiga produk kami. Kenapa? Ini alasannya:
Tabloid INSTITUT Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid INSTITUT ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan Instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag, dan Kemendikbud)
INSTITUT Online Majalah INSTITUT Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari
Sajian berita bercorak investigatif dam terbit per-semester Untuk pemasangan iklan hubungi: Divisi Perusahaan: Aprilia 081932276534
EXCELLENT COMP
Kami berdiri sejak tahun 2012, mengkhususkan dalam bidang Servis dan Penjualan Komputer, Laptop,Notebook dan Acssesorisnya. Kami akan berusaha memenuhi seluruh kebutuhan komputer anda dengan harga bersaing dan bergaransi resmi. Layanan kami meliputi: 1. Servis Komputer / Laptop: - Ganti LED/LCD (Pecah, Retak, Garis, Blank) - Ganti Keyboard Laptop/Notebook - Laptop/Notebook Overheat, Cleaning Fan & Prosessor - Servis Laptop mati total (IC Power, Chipset, VGA) - Upgrade RAM PC, Laptop/Notebook - Upgrade Hard Disk PC, Laptop/Notebook (SATA 2.5�/3.5�, IDE) - Recovery OS (Win XP, Vista, 7, 8, Linux, Mac OS). - Scan dan cleaning virus.
Silahkan kunjungi toko kami:
2. Penjualan PC, Laptop & Assesoris. - Laptop berbagai merk dan spesifikasi. - Baterai dan Adaptor Original. - Accessories (Flashdisk, SD/Micro, Speaker, Power Bank,dll) - Mouse USB/Wireless, Keyboard, Cleaning Kit dll.) - Screen dan Keyboard protector Laptop/notebook. - PC Built Up dari berbagai merk dan spesifikasi. - PC Rakitan dengan berbagai pilihan spesifikasi. 3.Kelebihan kami: - Semua produk bergaransi resmi. - Pelayanan cepat dan terjamin. - Harga yang bersaing. - Layanan antar pesanan ke kosan dan fakultas. - Servis dan instal ditempat.
1. Jl. Puri Intan 6 No. 25 Ciputat Tangerang Selatan
CP: WAHYU (0856 9750 9054) PIN 285AFEAD
2. Jl. Legoso Raya No.06 Ciputat Tangerang Selatan
8 KOLOM
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
FSDAL UIN Jakarta Oleh Untung Suryanto*
S
alam sejahtera, di tengah teriknya matahari bulan Mei dan kemacetan lalu lintas di kawasan Ciputat sepulang dari mengajar, mata saya terpaku pada tulisan Novrizal Fahmi di edisi XXV/Mei 2013 tabloid INSTITUT perihal Fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan (FSDAL) di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Kesan pertama saya, tulisan jurnalistik yang bagus dengan memberikan fakta diikuti oleh harapan dan tidak lupa memberikan pula saran kehati-hatian untuk mencapai peluang dan menghadapi tantangan yang melekat padanya. Untuk memberikan para pembaca informasi yang seimbang dan akurat, maka penulis teringat dengan frasa “kebenaran yang memerdekakan” Jangan Melupakan Sejarah Pada mulanya, Indonesia ibarat seorang gadis belia cantik jelita, sehingga di tahun 1596, empat kapal armada laut Kerajaan Belanda merapat di Pelabuhan Banten dipimpin oleh Kapten Cornelis de Houtman untuk membuktikan betapa kayanya negeri ini dengan lada, buah pala, minyak kayu putih, dan cengkih yang dapat dijadikan komoditas eksotik bila dijual di Eropa terutama bila musim salju tiba. Tubuh-tubuh beku dan dingin memerlukan kehangatan lain daripada yang bisa diberikan oleh alkohol yang memabukkan. Selain itu, ada komoditas karet sebagai bahan dasar industri transportasi dan industri lainnya. Sejak pelayaran pertama itulah, kemudian berdiri Vereenigde Oostindische Companie (VOC) 20 Maret 1602 dan kemudian segala macam cara dicari untuk menguasai sumber daya alam pertanian rempahrempah Nusantara ini, sehingga negeri kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Tahun bergulir dan zaman berubah seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Cengkih dan lada dibudi dayakan besar-besaran di Madagaskar. Karet tidak lagi merupakan satu-satunya bahan dasar pembuatan ban mobil dan pesawat terbang. Bahkan, Indonesia harus mengimpor cengkih untuk pabrik rokok kreteknya jika ingin mendapatkan cengkih berkualitas prima. Ban mobil Dunlop keluaran Bogor yang menggunakan karet alam sudah tersaingi dengan ban Michelin dan Bridgestone yang menggunakan karet sintetis, lebih kuat dan lebih murah harganya. Dan banyak contoh serupa di mana hasil sumber daya alam yang tadinya dikejar dan dicari orang dengan segala risikonya, sekarang tidak lagi dibutuhkan masyarakat. Pesan moral yang ingin penulis sampaikan kepada para pembaca adalah pertama, kebutuhan hasil sumber daya alam bangsa Indonesia harus segera dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, dan kedua, jenis suatu sumber daya alam akan berubah nilai dan fungsinya seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Mau Dibawa ke Mana Kita? UIN yang merupakan salah satu center of excellence bangsa Indonesia, telah lama menyadari fenomena di atas dan bertekad memberikan yang terbaik bagi bangsa Indo-
nesia seraya tetap berpegang teguh kepada nilai luhur keislaman dan nilai keindonesiaan. Ternyata pula kesadaran serupa dialami oleh bangsa-bangsa penghasil sumber daya alam lainnya di dunia. Mengapa demikian? Perusahaan minyak dan gas (migas) raksasa dunia seperti Shell dan Chevron sejak lama merekrut para profesor dan doktor super ahli di bidang ilmu material (material science), kimia, fisika dan perminyakan dari universitas sekelas Standford University dan Colorado School of Mines untuk menciptakan energi alternatif. Maka di tahun 1999, sewaktu penulis bekerja di pusat riset Chevron di Houston, Texas, Amerika Serikat, mereka telah mulai menguasai teknologi fuel cell untuk kendaraan umum yang menggunakan reaksi kimia antara oksigen dan hidrogen untuk menghasilkan arus listrik sebagai sumber energi. Reaksi kimianya secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut : 2H2 +O2 -> 2H2O + energi Ditemukan oleh William Grove di tahun 1839, teknologi ini telah dikembangkan menjadi berbagai macam bahan bakar roket seperti roket Apolo sejak tahun 1960-an. Pada saat ini, ada enam aplikasi teknologi fuel cell sebagai sumber energi nonfosil dalam teknologi ruang angkasa dan mesin perang Amerika yang masih dirahasiakan. (HydrogenTrade.com, 2013) Benar, saat ini secara ekonomis teknologi fuel cell belum bisa lebih murah dari energi fosil, tetapi pada waktunya nanti teknologi ini akan menggantikan energi fosil sehingga perusahaan migas raksasa ini akan hengkang dari tambang migas konvensional di Indonesia dengan sukarela. Teknologi migas lainnya adalah mengeksploitasi gas alam yang terperangkap di laut dalam dan di bawah perma frost yang disebut methane gas hydrate berupa molekul methane (CH4) yang dibungkus oleh molekul air (H2O). Belum lagi, energi fosil yang terperangkap di lapisan tar sand dan oil shale di Kanada dan Amerika Serikat. Malahan, Amerika Serikat telah mengumumkan swasembada energi fosil pada 10 tahun yang akan datang. Mungkin ini rahasianya. Negara Timur Tengah, seperti Kuwait telah menyadari hal ini dan pada tanggal 8 hingga 11 April 2013 delegasi Kuwait Oil Company (KOC) dan Kuwait National Petroleum Company (KNPC) khusus berkunjung ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta untuk merekrut 600 tenaga ahli perminyakan dari Indonesia untuk bekerja di sana. Tentu saja dengan gaji yang menggiurkan. Kita harus bertanya kepada diri sendiri, fenomena apa yang sedang terjadi di Timur Tengah. Tidakkah mereka harus menghemat dan menyimpan kandungan migas mereka untuk anak cucu? Pertanyaan lain yang ditujukan kepada segenap sivitas akademik UIN, bisakah kita mengirim para sarjana SDA lulusan UIN ikut bergabung dengan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gajah Mada untuk bekerja di Kuwait, Bahrain atau Qatar? Kita tahu semua jawaban pertanyaan bersifat retorika seperti ini. Fakta lain, harian Detik pada 26 Mei 2013 pada halaman delapan tertulis, “Awas Insinyur Asing menyerbu !” Di situ dikatakan bahwa dari 2 juta kebutuhan insinyur sumber daya alam di negara kita, baru 700 ribu yang dapat disediakan. Jadi, kekurangannya akan diisi oleh para insinyur SDA asing. “Indonesia kaya SDA, tetapi para pengelolanya masih minim,” kata Boby Gafur Umar, Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Ini kah gambaran kondisi dan wajah cendekiawan kita ke depan? Tidak boleh! UIN harus tampil ke depan menjadi bagian dari
KOLOM BAHASA
Menurut buku Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Dasar Umum Pembentukan Istilah (2011), pungtuasi garis miring (/) dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Selain itu, garis miring juga dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun ajaran. Misalnya, tahun ajaran 2013/2014. Pada praktik bahasa, bahasa tulisan, misalnya, sebuah pesan yang dikirim pengirim kepada penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi atau kode. Meminjam Umberto Eco, “...aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan yang konkret dalam sistem komunikasi.” Demikian, fungsi tanda miring dalam bahasa Indonesia. Aturan-aturan pada tanda tersebut memudahkan kita berinteraksi dan berkomunikasi lewat tulisan. Jika pada praktik bahasa, rantai pertandaan terputus, maka terjadi gangguan dalam proses reproduksi bahasa, sehingga menghasilkan apa yang disebut Jaques Lacan sebagai bahasa skizofrenia. Penggunaan tanda miring pada kalimat “...dalam rangka MILAD ke 56 ADIA/IAIN/UIN..” yang disebarluaskan melalui pelbagai media beberapa tahun bela-
proses penyelesaian yang tuntas dan elegan. Kini Saatnya Kita Bertindak Sebagai institusi, UIN tentu menyadari fenomena ketidak adilan di semua lini industri ekstraksi, baik migas maupun mineral dan sumber daya alam lainnya di Indonesia. Tidak boleh kita menutup mata dengan masih banyaknya kantong- kantong kemiskinan di sekitar daerah industri ekstraksi, sementara kota-kota seperti, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Timika, Sorong, dan Cepu berkembang terus karena kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari industri migas dan mineral di dekatnya. Secara teoritis, kita semua tahu beberapa potensi solusinya. Dengan tepat, telah diambil keputusan bahwa UIN tidak boleh tinggal diam. Tidak boleh hanya menjadi pengamat yang mampu berkomentar dari pinggir arena permainan saja, tetapi harus turun ke lapangan sebagai pelaku utama yang ikut aktif merencanakan dan mengatur, serta menentukan kondisi industri eksplorasi dan eksploitasi migas dan mineral di masa depan bagi bangsa Indonesia sebelum terlambat. Untuk itu, pada tanggal 10 Januari 2013, telah dibentuk Tim Pembentukan FSDAL bekerja sama dengan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dan Fakultas Teknologi Pertambangan dan Teknologi Perminyakan (FTTM) ITB dan Universitas Missouri Science and Technology, Amerika Serikat dan telah pula dibuat cetak biru dan road map fakultas baru ini. Untuk sementara, tim ini berkantor di lantai 3 Gedung Pusat Pengembangan Islam dan Masyarakat (PPIM) Kampus II UIN. Kelak, jika berhasil dibentuk, pada medio tahun 2014 untuk pertama kali kita akan menerima para calon mahasiswa dari umum dan para santri lulusan pesantren dan aliyah di seluruh Indonesia untuk dididik menjadi ahli geologi, ahli pertambangan, ahli perminyakan, ahli geofisika dan ahli teknik lingkungan yang mumpuni dalam ilmunya, dan tetap menjunjung tinggi nilai keislaman. Jika mereka lulus di tahun 2018 kelak, alumni FSDAL UIN ini akan berkiprah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan penjuru tanah air lainnya untuk menjamin bahwa kekayaan bumi Indonesia tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain. Jika pun ada kesempatan bekerja di luar negeri tentu bisa mengharumkan nama UIN dan Indonesia. Nama FSDAL sudah tepat karena di masa depan akan ada teknologi baru seperti panas bumi, ombak, matahari, angin, fuel cell, dan akan menemukan sendiri jenis energi alternatif bagi bangsa Indonesia. Dalam 10 tahun ke depan, UIN akan menjadi salah satu pusat riset nasional untuk energi alternatif dan energi terbarukan. Para alumni FSDAL UIN akan dididik untuk terampil menangani seluruh seluk beluk teknologi migas dan mineral sejak tahap eksplorasi, perencanaan operasi, eksploitasi, transportasi, finansial marketing sampai tahap reklamasi dengan kesadaran kelestarian lingkungan yang tinggi. Perjalanan masih panjang dan kerja belum lagi selesai. Dukungan seluruh sivitas akademi UIN mutlak diperlukan untuk menapaki road map yang terjal panjang berliku ini. *Ketua Tim Pembentukan FSDAL UIN Jakarta
Atau Oleh Rahmat Kamaruddin* kangan ini terasa janggal. Pasalnya, dalam leksikon fisikadministrasi, tiga akronim di atas punya fitur semantik berbeda satu sama lain. Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) (1957-1960) yang didirikan pada 1 Juni 1957, punya ciri utama yang berbeda dengan Universitas Islam Negeri (UIN). Dalam proses seleksi masuk, misalnya, ADIA tak serampangan memilih mahasiswa. Mahasiswa diseleksi dari guru agama atau pegawai di lingkungan Departemen Agama yang berasal dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia. ADIA, sebagai embrio UIN, mempunyai standar kompentensi lulusan yang jelas dan tepat guna, yakni mendidik dan mempersiapkan guru agama Islam modern, baik di sekolah agama, umum, maupun kejuruan. Banyak hal lain yang menjadi distingsi ketiga akronim instansi pendidikan di atas. Pungtuasi garis miring jika berarti atau alhasil menimbulkan tanya: ketiganya samakah? Tentu beda. Lema atau sendiri sejatinya tak bertujuan menyamakan dua hal, ia penghubung untuk menandai pilihan di
antara beberapa pilihan. Hanya saja penulisan UIN menjadi ADIA/IAIN/UIN (baca, ADIA atau IAIN atau UIN) mengesankan pola opsional atas kegamangan dan ketidakpercayadirian dengan kondisi UIN dalam mendefinisikan eksistensinya yang konon lebih baik, sehingga harus mundur ke masa lalu dan berbangga di sana. Pola opsional tersebut kiranya tak relevan, mengingat masing-masing akronim punya periode: ADIA (1957-1960), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) (1960-2002), dan UIN sejak 2002 sampai sekarang. Selain atau, ataupun, kita masih bisa mengartikan pungtuasi tersebut dengan makna lain, yaitu tiap—dengan makna yang lebih membingungkan. Semoga ini bukan tanda, meminjam Jaques Lacan, UIN tengah mengidap skizofrenia intelektual dalam membincang Agama dan Ilmu pengetahuan. Selamat Ulang Tahun, UIN Ciputat atau UIN Jakarta atau UIN Tangerang! *Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
OPINI 9
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Potret Konsepsi Pendidikan yang Salah Oleh Jamal Arifansyah*
E
mpat tahun yang lalu, almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam orasi kebudayaannya di The Wahid Institute mengemukakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia sedang berada dalam situasi yang tidak membahagiakan. Mantan presiden Republik Indonesia (RI) ke-4 yang memperoleh lebih dari sepuluh doktor honoris causa dari berbagai universitas terkemuka di Prancis, Amerika, Jepang, dan Korea, menyatakan, dunia pendidikan di Indonesia telah banyak menghasilkan profesor, doktor, insinyur, master of art (MA) yang hebat dan profesional, tetapi tidak berdasarkan kepada akhlakul karimah, sehingga pendidikan kita dikatakannya compang-camping. Menurutnya, kesalahan konsepsi pendidikan di Indonesia yang menyebabkan pendidikan kita tidak mampu membebaskan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan mental maupun moral. Inti kesalahannya adalah karena pendidikan hanya diartikan sebagai tempat untuk mendapatkan ijazah, sehingga substansi dari tujuan pendidikan untuk mendapatkan pengetahuan (transfer of knowledge) dan nilai moral (transfer of value) tidak dihiraukan. Ketika orientasi pendidikan hanya untuk mendapatkan ijazah, maka seseorang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan ijazah, bahkan sekalipun dengan cara yang salah, seperti pembelian ijazah dan gelar tanpa perlu menempuh jenjang pendidikan terlebih dahulu. Ternyata, apa yang disampaikan Gus Dur empat tahun lalu bukan isapan jempol belaka. Apa yang terjadi saat ini, sudah menggambarkan begitu rendahnya proses untuk menjadi seorang yang terdidik, bahkan jangan heran bila mendengar ada oknum peserta didik maupun pendidik terkesan tidak bermoral ketika muncul kasus korupsi dan pelecehan seksual oleh pendidik, atau kasus penistaan ritual agama oleh peserta didik, hal itu karena pendidik maupun peserta didik tidak menyadari bahwa pendidikan itu bukan hanya bagaimana agar bisa bergelar maupun berijazah, namun yang lebih penting adalah bagaimana agar menjadi berpengetahuan dan bermoral. Ternyata, permasalahan keterbelakangan mental maupun moral juga dirasakan oleh para peserta didik di bangku sekolah ketika menghadapi Ujian Nasional (UN). Kekhawatiran tidak bisa menjawab soal UN dan tingginya standar nilai UN yang harus dicapai membuat peserta didik tidak sedikit yang melakukan cara curang, bahkan terkadang aneh dan irasional. Seperti membeli kunci jawaban, bahkan ada oknum peserta didik di sebuah sekolah di Jawa Timur yang melakukan cara aneh seperti ritual mandi kembang tujuh rupa dan mengukir sisi pensil yang digunakan untuk menjawab soal UN dengan tulisan Arab. (Detiknews: UN Dinilai Bikin Stres, Ada Ritual Mandi Kembang Pensil. 19/04/2013). Begitu pula dengan peserta didik di bangku kuliah. Ketika akan menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS) seringkali masih melakukan cara yang salah dengan mengandalkan contekan. Mereka yang berniat curang dengan sengaja duduk di barisan paling belakang agar mempermudah untuk menyontek. Sampai-sampai muncul istilah ‘posisi menentukan prestasi’. Cara yang salah dan aneh tersebut tentunya muncul karena ketidakpercayaan terhadap pengetahuan yang sudah diperoleh selama belajar, sehingga mengakibatkan peserta didik memiliki keterbelakangan mental maupun moral. Dan munculnya rasa tidak percaya terhadap pengetahuan sendiri, dikarenakan kesalahan orientasi yang sudah sejak awal hanya mementingkan ijazah dan angka. Sebenarnya permasalahan ijazah yang dikeluarkan oleh
Redaksi LPM INSTITUT Menerima:
Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno, dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter. Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Bagi pengirim tulisan akan mendapat bingkisan menarik dari Institut. Tulisan dikirim melalui email: lpm.institut@yahoo.com Kirimkan pesan singkat anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085242878868. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.
pendidikan formal ini menyebabkan peserta didik bukan hanya akan sekolah (belajar) bila mendapatkan ijazah, tapi juga menyebabkan peserta didik tidak mau belajar bila bukan di sekolah. Hal ini bisa mereduksi peran dari sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan tempat peserta didik memperoleh pengetahuan, namun bukan satu-satunya tempat peserta didik untuk belajar. Peserta didik harus menyadari bahwa belajar bisa di mana saja dan kapan saja. Deschooling Society, Sebuah Jalan Keluar? Tampak sekali bahwa apa yang menjadi pemikiran Gus Dur mengenai kesalahan konsepsi pendidikan merupakan persoalan bangsa yang sangat serius yang selama ini masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah kita. Pendidikan yang hanya mengejar ijazah, namun miskin kompetensi dan moral, hanyalah pendidikan tipu-tipuan yang tidak bisa membebaskan peserta didik dari kebodohan dan keterbelakangan mental maupun moral. Yang terpenting adalah ilmunya, karena ilmu bisa membuat peserta didik menjadi berpengetahuan dan bermoral dan bisa memberikan solusi dari berbagai permasalahan hidup. Sedangkan, ijazah belum tentu. Bahkan, terkesan dewasa ini, ijazah hanya dijadikan sebagai alat untuk gaya-gayaan, bilamana seseorang memiliki ijazah dan gelar tinggi, maka gengsinya menjadi naik dan menganggap dirinya terhormat. Pandangan Gus Dur yang seperti ini ternyata secara substantif sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Ivan Illich melalui buku Deschooling Society yang mengusulkan pembentukan ‘masyarakat bebas sekolah’. Dalam pandangan Illich, yang diperlukan adalah pendidikan yang membebaskan manusia, bukan sekolah yang hanya mengeluarkan ijazah. Sistem pendidikan formal dengan berbagai jenis dan jenjang sekolah, menurut Illich, hanya memproduksi ijazah yang kemudian menciptakan kasta-kasta dan ketidakadilan dalam masyarakat, karena dengan ijazah sekolah itulah, kedudukan seseorang ditentukan. Ini menyebabkan banyak orang yang sekolah hanya agar mendapatkan ijazah, bukan untuk menjadi peserta didik yang cakap secara keilmuan, memiliki mental kuat, dan berakhlakul karimah. Tentu, kita tidak harus mengikuti Illich untuk membangun masyarakat yang bebas sekolah, menghapus sekolah atau tidak mengharuskan peserta didik untuk belajar di sekolah. Sekolah dengan berbagai jenjang dan jenisnya tetap harus ada. Ijazah formal sekolah tetap diperlukan untuk menunjukkan tingkat kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, harus disadari bahwa pendidik bukan hanya bertugas menyampaikan ilmu, tapi juga mencontohkan keteladanan moral yang baik, peserta didik harus menyadari bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk mendapatkan ijazah, dan belajar tidak harus dibangku sekolah saja. *Alumni Pendidikan IPS FITK UIN Jakarta angkatan 2008/2009
EDITORIAL Perjelas Status Rokok di Kampus! Auditorium Harun Nasution menjadi saksi bisu atas peristiwa masuknya rokok secara ‘resmi’ di kampus pada Sabtu (18/5) lalu. Sebelumnya, sivitas akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) tersentak oleh banner acara yang nyaris dilangsungkan di fakultas pencetak dokter. Apa pasal? Acara yang diadakan pihak rektorat tersebut merupakan hasil kerjasama dengan Djarum Foundation. Segenap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIK dan mahasiswapun melakukan aksi unjuk rasa menolak sponsor acara tersebut. Akal sehat kita rasanya susah menerima. Bagaimana mungkin pihak rektorat akan melakukan acara yang disponsori oleh perusahaan rokok di fakultas yang mempelajari Ilmu Kesehatan? Secara aksiologis, tidakkah ini merendahkan martabat fakultas, dan umumnya universitas? Kita patut berterimakasih kepada segenap mahasiswa FKIK yang masih memegang teguh idealisme dan berpikir sehat, meskipun pihak rektorat melakukan hal sebaliknya. Sesungguhnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa iklim sosial-politik negara kita saat ini tengah berada dalam kondisi tak sehat. Oleh karena itu, kampus sebagai lembaga perhimpunan para intelektual diharapkan menjadi katarsis di tengah kondisi carut-marut ini. Jika kampus tak sanggup menjadi antitesis atas realitas yang ada, sivitas akademik tak ubahnya pelaku pelanggar moralitas, maka tak perlu merasa dilema berkecimpung dan mengikuti arus mainstream iklim di luar sana. Sebagai bagian dari pilar bangsa yang mempunyai kans besar dalam pembangunan sosial, kampus harusnya memegang teguh nilai-nilai idealisme yang kini memang tak begitu populer. Kita semua tentu patut menyayangkan peristiwa di atas. Semoga ini bukan karena kesengajaan; kampus kita tengah ditunggangi intelektual-intelektual bermental oportunis, yang gemar berkamuflase dengan jubah akademis. Jika memang rektorat memperbolehkan rokok secara resmi masuk kampus, maka rektorat harusnya mengumumkan hal tersebut dengan baik kepada sivitas akademik. Hal tersebut barangkali juga dapat membantu kegiatan-kegiatan mahasiswa karena mudah kiranya bermitra dengan perusahaan rokok—pula menguntungkan secara finansial. Tak elok rasanya jika kampus membuat peraturan dengan tujuan untuk dilanggar.
B a n g P e k a
10 TUSTEL
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Upaya Mengurangi Banjir
B
anjir bukan lagi menjadi bencana yang menakutkan bagi warga Jakarta, terutama yang tinggal di pinggir Kali Ciliwung. Setiap tahun, mereka harus tinggal dengan bayang-bayang air kali yang meluap lantaran tak ada lagi lahan serapan air selain Kali Ciliwung. Kali Ciliwung merupakan kali yang berhulu dari Bogor. Tak terelakkan jika musim hujan tiba, air kiriman dari Bogor dengan volume yang sangat besar menjadi momok mengerikan bagi warga pinggir kali. Hal tersebut dikarenakan Kali Ciliwung makin dangkal. Volume air yang besar pun tak lagi mengalir sesuai jalur. Untuk meminimalkan banjir yang tiap tahun semakin parah, Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat mengeruk lumpur dan sampah yang mengendap di dasar Kali Ciliwung. Hal itu dilakukan agar air hujan yang berasal dari Bogor maupun sekitar kali Ciliwung tertampung dan tidak lagi meluap. Pemkot Jakarta Pusat mengerahkan puluhan pekerja dengan menggunakan beberapa alat berat untuk mengeruk lumpur dan sampah tersebut. Hal itu pun menjadi pusat perhatian bagi warga yang tinggal dekat lokasi pengerukan.
Foto Sayid Muarief
Hancurkan Beton
Mengelas
Mencari sampah
Keruk Lumpur
Hancurkan Beton
SOSOK 11
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Kecintaan pada Bahasa Adi Nugroho
muzzam.wordpress.com
“Bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana bumi dibentangkan, bagaimana gunung-gunung ditancapkan.”
A
wal kecintaan Jamal D. Rahman dengan bahasa ketika penggalan ayat Al-Qur’an tersebut dibacakan oleh kiai di pesantrennya saat itu. Kata gunung-gunung ditancapkan merupakan perumpamaan yang sangat imajinatif menurutnya. Ia membayangkan, gunung yang jatuh dari langit kemudian ditancapkan ke bumi. “Saya menangkap kekuatan yang menakjubkan dari kekuatan bahasa untuk membangun dan menciptakan imajinasi,” ujarnya ketika ditemui di kediamannya, Selasa (11/6). Jamal ialah seorang penyair, sekaligus Pemimpin Redaksi (Pemred) majalah sastra Horison dan jurnal Sajak, sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakartan (DKJ), dan Dewan Pekerja Harian DKJ. Kecintaan bahasa membuat dirinya mencapai sep-
erti sekarang. Ketika dirinya mencintai bahasa, ia mulai membaca buku puisi berbahasa Arab. Penyair-penyair Indonesia yang menjadi inspirasinya ketika itu adalah Amir Hamzah, Charil Anwar, dan Abdul Hadi WM. Sejak saat itu, ia mulai menulis
puisi dan esai di beberapa koran maupun majalah yang tersebar di berbagai daerah. Pertama kali, tulisannya dimuat dalam koran Masa Kini di Jogjakarta, ketika itu dirinya masih duduk di kelas tiga Madrasah Tsanawiyah (MTs). Selain itu, Jamal dipercaya untuk memberikan pelajaran bahasa Indonesia di pesantrennya. Mau tidak mau, dirinya mempelajari morfologi, semantik, dan sintaksis untuk bekal mengajarnya. Dari bahasa yang ia pelajari, inti dari aspek bahasa Indonesia didapatkan dalam puisi. Dari penemuannya tersebut, Jamal berkesimpulan, “Inti dari bahasa ada pada puisi. Kedalaman bahasa juga pada puisi.”
“Menjadi penyair, mau tidak mau harus menguasai bahasa”
Dunia Kepenyairan adalah Dunia Bahasa Pendidikan Jamal sesudah pesantren berlanjut dengan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN), sekarang Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta,
Hidup untuk Mengabdi pada Masyarakat Gita Nawangsari Sembari mengisi waktu libur bulan Ramadhan tahun lalu, Suci Fitriah Tanjung menjalani hari-harinya di Kabupaten Serang untuk tinggal di sana. Ia berharap, dapat memberikan pendidikan mengenai gerakan antikekerasan, advokasi, dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.
G
DOK. PRIBADI
Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah Filsafat. Meski pendidikan formalnya tidak belajar tentang bahasa, ia menyadari dunia kepenyairan adalah dunia bahasa. “Menjadi penyair, mau tidak mau harus menguasai bahasa,” tegasnya. Pendidikan formalnya, (Aqidah Filsafat) memberikan fondasi untuk berpikir secara logis. Bahasa yang dipelajarinya sewaktu di pesantren menyediakan sarana juga metode untuk bagaimana berpikir secara logis. Jadi, filsafat membutuhkan bahasa sebagai alat untuk mengemukakan gagasan. Ia meyakini, bahasa bukan sekadar alat komunikasi saja, jika mengartikan bahasa sebagai alat komunikasi, berarti bahasa dilihat secara minimalis. “Orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap bahasa memanfaatkan bahasa secara sosial, tapi dalam batas yang maksimal.”
adis yang akrab disapa Suci menguatkan tekadnya untuk mengabdi pada masyarakat dan memperjuangkan hak asasi manusia. Tekad tersebut bermula dari perkenalannya dengan Komite Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (KOMPAK). Awal perkenalannya dengan KOMPAK dimulai pada Desember 2011. Pertama kali bergabung dengan KOMPAK, ia menginvestigasi kasus penambangan pasir di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dalam perjalanannya di Desa Lontar, Suci membuka konflik yang terjadi di masyarakat seorang diri. Lalu, kasus yang ia amati diberitakan kepada Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) agar kasus tersebut segera ditangani. Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini mengatakan, dalam kasus tersebut, ia lebih memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai advokasi. Ia menginginkan, masyarakat memiliki kesadaran terhadap hukum. “Masyarakat
harus tahu mekanisme hukum yang perlu ditaati,” tegas Suci, Ketua Divisi Advokasi, Jaringan, dan Kampanye di KOMPAK, Kamis (30/5). Awal ketika ia diturunkan di Serang, ia tak mengetahui apapun. Namun setelah tinggal di sana, ia mengetahui bahwa terjadi penambangan pasir laut oleh salah satu perusahaan di Jakarta yang mendapat izin dari pemerintah daerah. Akibatnya, sering terjadi konflik antar warga atau antara warga dengan pihak kepolisian. Dalam kasus tersebut, menurut Suci, pasir laut akan dijadikan bahan bangunan untuk apartemen dan perumahan mewah di daerah Jakarta. Jika hal itu terus berlanjut, akibatnya ekosistem laut akan rusak dan mata pencaharian warga yang berprofesi sebagai nelayan akan terganggu. “Jika terus berlangsung, kasus tersebut bisa menyulut konflik,” ungkapnya. Pada awal konflik di Serang, tahun 2003 silam, masyarakat ditangkap karena melakukan tindak kekerasan dan dianggap merusak fasilitas umum. Akibatnya, mereka berada di posisi yang salah. Namun, ketika ia telah memberikan pendidikan mengenai advokasi, masyarakat di Desa Lontar mulai menyadari harus mengubah pola geraknya dengan tidak melakukan tindak kekerasan. Bukan tanpa alasan, bila gadis berdarah Bugis ini memberikan pendidikan advokasi terhadap masyarakat. Baginya, jika masyarakat tak sadar hukum, masyarakat sendiri yang akan terjerumus dalam konflik yang ada dan akan menjadi manusia yang anarkis. “Penginnya sih masyarakat ikut serta dalam gerakan antikekerasan,” harap gadis yang gemar berorganisasi ini.
Jika dalam sastra, fungsi maksimal bahasa adalah menyajikan bahasa yang tidak bisa disampaikan oleh media lainnya. Jika media seperti foto dan lukisan bisa menyajikan sama seperti bahasa, hal itu menunjukkan bahasa belum dipergunakan secara maksimal. Begitupun dengan agama, bahasa bisa digunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran. Dalam kesenian, bahasa dipergunakan untuk mencari kekuatan imajinasi dan ekspresi. Berkesenian Jamal D. Rahman Ia melihat, saat ini sastra populer merupakan konsekuensi dari bisnis. Bisnis akan selalu melihat peluang yang bisa diuangkan, termasuk karya sastra. “Apa yang bisa diuangkan dari sastra, ya diuangkan,” ujar Jamal. Pada dasarnya, orang berkesenian adalah seniman yang tidak mengharapkan uang. “Puisi tidak bisa dijual atau menghasilkan uang, tetapi toh orang tetap membuat puisi,” tuturnya. Seseorang yang berkesenian menurutnya, tidak akan mempertimbangkan sebuah karya akan bisa dijual atau tidak. “Penyair hanya berpikir bagaimana menulis puisi sebaik mungkin.”
Kalau masyarakat tidak sadar dengan advokasi, eksistensi mereka sebagai manusia akan dilecehkan. “Kita (KOMPAK) mencoba memberikan pengetahuan untuk melawan dengan tidak menggunakan senjata. Itu terbukti efektif,” ujarnya. Selain itu, Suci juga memberikan pendidikan terhadap kaum ibu di Desa Lontar agar dapat menghasilkan uang dan tidak bergantung kepada suami mereka. Ia menuturkan, perjuangan kaum ibu di daerah konflik lebih besar. “Ibu-ibunya ngecrek, nyari dana keliling kampung,” ujar Suci yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Perempuan Seroja. Mengenyam pendidikan di tingkat universitas bukanlah prioritas untuknya. Baginya, kuliah hanya batu loncatan untuk menunjang kehidupannya. Tapi, yang utama adalah kembali kepada masyarakat untuk mengabdi. Namun, keinginan melanjutkan pendidikannya bermula ketika ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kala itu, ia bercita-cita untuk menjadi seorang jurnalis. “Jalan satusatunya untuk mencapai itu ya harus kuliah,” kata Suci, Jumat (7/6). Setelah mendapat tempaan pendidikan di KOMPAK, Suci tak hanya mengadvokasi konflik penambangan pasir laut di Serang, kini, Suci telah berhasil mengadvokasi tiga kasus lain bersama KOMPAK, di antaranya kasus penggusuran di Jembatan Melayu, sengketa tanah antara warga dan angkatan udara di Rumpin, serta konflik petani dan salah satu perusahaan di Batang. “Kalau kita mau total, apapun bisa kita lakukan,” tegasnya.
12 WAWANCARA
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Membangun Generasi Berkarakter Antikorupsi
B
eberapa perguruan tinggi telah menanamkan sikap antikorupsi kepada mahasiswa, dengan menerapkan mata kuliah Antikorupsi. Hal ini bertujuan untuk membangun generasi muda yang berkarakter antikorupsi. Pun mahasiswa merupakan calon pemimpin masa depan. Sehingga, mahasiswa sejak dini harus bersih dari tindakan korupsi.
Untuk mengetahui urgensi mahasiswa dalam memahami tindakan korupsi, reporter INSTITUT, Karlia Zainul mewawancarai Pembantu Rektor (Purek) Bidang Kemahasiswaan dan Riset Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto sebagai pionir universitas dalam menerapkan sistem tersebut. Berikut petikan wawancaranya, Kamis (13/6). Seberapa penting mahasiswa harus memahami tindak pidana korupsi? Sangat penting. Karena korupsi itu dilakukan oleh orang yang berkuasa. Mereka sudah dalam posisi yang menentukan, yang membuat keputusan. Tetapi mereka tiba di posisi itu kan tidak tiba-tiba. Mereka dulunya pernah menjadi mahasiswa, kemudian lulus dan menjadi sarjana. Kita ingin memotong suplai koruptor di masa depan, yaitu dengan menerapkan mata kuliah Antikorupsi di kampus. Bagaimana seharusnya upaya mahasiswa mencegah korupsi? Dalam segala hal, pendidikan nilai itu dimulai dari guru atau dosen. Jadi, menurut saya, pendidikan yang paling baik adalah teladan. Semua dosen harus mencontohkan bahwa dia tidak korupsi, bahwa dia amanah. Sebenarnya itu saja. Di rumah juga begitu, orang tua harus menjadi teladan buat anak-anaknya untuk menerapkan nilai-nilai yang bagus. Anak akan melihat orang tua, guru, dan dosen, jadi tidak bisa hanya ngomong aja, harus dipraktekkan. Dalam segala hal, intinya adalah pendidikan. Menurut Anda, bagaimana peran perguruan tinggi untuk mencegah korupsi? Kalau bisa, seluruh universitas menerapkan mata kuliah Antikorupsi. Mata kuliah tersebut sebagian besar ada di Fakultas Hukum dan masih bersifat elektif. Padahal, sebenarnya soal korupsi bukan hanya soal hukum. Korupsi juga soal ekonomi, sosial, politik, dan banyak hal lainnya. Selama ini, kita hanya melihat korupsi dari ranah hukum saja, pidana dan perdata.
Lalu, bagaimana dengan perguruan tinggi yang belum menerapkan mata kuliah Antikorupsi? Untuk yang tidak menerapkan mata kuliah Antikorupsi bisa dengan mengadakan kegiatan ekstrakulikuler yang tujuannya untuk pendidikan korupsi. Banyak juga kegiatan lain yang sifatnya menanamkan nilainilai antikorupsi. Seperti workshop, bazar, diskusi, seminar, konferensi, dan banyak sekali yang bisa dijalankan di kampus. Kemudian, misalnya adanya kantin kejujuran, banyak sekali praktik yang bisa dilakukan di luar kelas. Jadi, mahasiswa diajarkan untuk mempraktikkan antikorupsi itu. Atau, misalnya ada award antikorupsi untuk mahasiswa atau prodi yang paling punya integritas, itu tinggal ditetapkan saja. Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri tanpa perbaikan sistem di luar kampus. Bagaimana seharusnya pemerintah mendukung sistem yang diterapkan universitas dalam mencegah korupsi agar efektif ? Kalau bicara normatif banyak sekali. Tapi yang praktis, misalnya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atau Kementerian Agama (Kemenag) itu menetapkan bahwa lingkungan sekolah adalah lingkungan bebas korupsi. Jadi, mulai Taman Kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi itu adalah wilayah bebas korupsi. Kalau sekarang kan bebas asap rokok. Kalau bisa lingkungan sekolah adalah lingkungan bebas korupsi. Berani enggak kita? Kenapa saya bilang berani enggak, karena ketika kita menerapkan mata kuliah Antikorupsi sasaran pertama itu bukan-
lah mahasiswa, tapi dosen dan seluruh pimpinan universitas. Bagaimana bisa mengajarkan antikorupsi bila yang mengajarkan tidak mempraktikkan antikorupsi. Contoh kecil di kelas, cara kita masuk ke kelas dengan ontime. Kalau telat, itu berarti sudah korupsi. Sebagai dosen harus menjadi orang pertama yang memperaktikan dulu biar berintegritas. Apakah kondisi sosial masyarakat mempengaruhi kampus atau kampus yang seharusnya mempengaruhi kondisi sosial masyarakat? Kalau itu sih dua arah ya. Jadi, kampus mempengaruhi masyarakat, masyarakat juga mempengaruhi kampus. Dinamikanya terus seperti itu. Tidak satu arah. Optimiskah Anda kelak mahasiswa menjadi penerus bangsa yang antikorupsi? Saya optimis. Saya sangat optimis karena melihat karya mereka selama mata kuliah Antikorupsi. Jadi, di sini tujuan dari mata kuliah Antikorupsi adalah kita ingin mahasiswa tidak hanya kognitif, tetapi juga mau memasukkan aspek afektif juga perasaan. Kita tunjukkan efek dari korupsi itu apa saja. Kita juga ingin mereka beraksi. Di setiap akhir mata kuliah ini, ada tugas akhir yaitu reportase investigasi. Jadi, mereka harus membuat laporan invetigasi tindakan korupsi di sekitar mereka. Dan itu hasilnya sudah banyak, kita punya hampir ratusan kasus. Karya mahasiswa luar biasa dan itu yang membuat saya optimis, karena mahasiswa kalau didorong mereka sensistif. Saya yakin, suatu saat mereka di posisi
DOK. PRIBADI
yang penting di masyarakat mereka akan sensitif terhadap korupsi. Pesan Anda untuk mahasiswa? Mahasiswa harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, belajar dengan baik. Yang kedua, mereka juga harus mengasah kepekaan mereka terhadap penyimpangan di masyarakat, salah satu contohnya adalah korupsi. Karena mereka akan menjadi pemimpin masa depan. Jadi, mereka harus benar-benar menguasai ilmu pengetahuan, kompetensinya di bidang masing masing. Mereka juga harus bisa dipercaya, kalau kita membiarkan praktik korupsi, yang menderita adalah rakyat. Sebagai generasi muda, mahasiswa harus mengasah kemampuannya. Itu penting karena kita nanti akan banyak bersaing dengan profesional dari luar negeri. Yang paling penting buat semua bidang adalah integritas. Anda harus bisa dipercaya. Pintar saja tidak cukup, tetapi pintar dan amanah itu harus. Itulah ‘mata uang’ yang diterima di seluruh dunia. Jika kita profesionl, amanah menjadi andalan kita untuk bersaing dengan orang lain.
SURVEI
Kode Etik Mahasiswa: Pasal Rokok Tak Efektif
Pada 10 Mei 2013 lalu, terpampang banner acara Rossy Goes to Campus di dekat pintu keluar kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Ada yang tak biasa dengan tampilan banner. Begitu menarik perhatian dan mengundang pertanyaan. Menarik perhatian sebab terdapat logo Djarum Foundation, lembaga yang didirikan perusahan rokok terkenal, Djarum Corporation. Mengundang tanya karena kita memiliki berbagai peraturan ketat mengenai rokok, namun dengan lantangnya, kampus menjalin kerjasama dengan perusahan rokok. Pertanyaannya, mengapa ada kode etik rokok untuk mahasiswa sedangkan kampus sendiri ‘menghalalkan’nya? Beberapa aturan tersebut antara lain kode etik mahasiswa UIN pasal 10 poin 13 berisi, mahasiswa UIN tidak dibenarkan melakukan tindakan merokok di lingkungan kampus maupun lingkungan luar kampus. Pelanggaran terhadap kode etik tersebut berupa denda sebesar Rp 50 ribu jika terbukti. Peraturan itu pun didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2012 No.109 pasal 49 dan 50 yang menyatakan, pemerintah
berkewajiban untuk mewujudkan kawasan bebas rokok di dalam tempat belajar dan mengajar. Selain itu, PP No.109 pasal 36 menyatakan, produk rokok dapat menjadi sponsor rokok, tetapi tidak menggunakan merek dan logo rokoknya. Menanggapi ketidakkonsistenan kampus UIN antara pembuatan kode etik mahasiswa tentang rokok dan penerimaan sponsor rokok oleh pihak rektorat, Divisi Riset Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT, berinisiatif melakukan survei kepada 100 mahasiswa perokok, mengetahui bagaimana tanggapan mereka tentang keberadaan kode etik rokok dan terkait pola merokok mahasiswa setelah mengetahui kode etik. Menurut survei yang dilakukan, dari 100 responden mahasiswa perokok, hanya 30% responden yang benar-benar tahu ten-
tang adanya larangan merokok di dalam kode etik mahasiswa UIN. Sedangkan, sebanyak 46% responden menjawab tidak tahu, sedikit tahu sebanyak 22%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pihak rektorat kurang serius menciptakan kode etik tersebut, sehingga sosialisasi masih kurang merata. Kenyataannya, walau kami telah memaparkan secara gamblang isi dari kode etik pelarangan me-rokok, hasilnya sebanyak 65% dari 100 responden tersebut menyatakan tidak setuju dengan aturan yang tertera. Penerapan kode etik pun dinilai tidak efektif menyentuh mahasiswa yang merokok, nampak pada jawaban mereka yang merasa tidak terpengaruh oleh adanya kode etik tersebut. Sebanyak 85% mahasiswa menyatakan hal tersebut. Berdasarkan pertanyaan terbuka yang kami sediakan, ditemukan beberapa alasan tidak menyetujui aturan tersebut diantaranya “Merokok merupakan
hak prerogative seseorang. Jadi jangan dila-rang,” “Merokok menghilangkan kepenatan terhadap beban kuliah.” Walau ada yang menjawab setuju, mereka memberikan catatan seperti “Saya setuju asalkan konsisten dari atasan, bawahan, mahasiswa memang dilarang.” “Setuju asal perokok lebih difasilitasi karena, bukan saja mahasiswa yang merokok.” Selain memberikan pertanyaan tentang adanya kode etik merokok di UIN, kami menanyakan tanggapan tentang ketidakkonsistenan pihak kampus dengan penerimaan sponsor rokok, sebanyak 48% responden setuju dengan acara diselenggarakan berguna untuk mahasiswa. Sebagian beralasan, “Rokok tidak seluruhnya bernilai negatif, dengan adanya lembaga seperti Djarum Foundation bermanfaat untuk membantu biaya pendidikan dan mendanai kegiatan yang positif. Apalagi yang diketahui banyak orang, sponsor rokok biasanya besar kontribusinya. Walaupun faktanya hanya 2% perokok yang berniat untuk mendapatkan beasiswa dari sponsor rokok.
RESENSI 13
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Sisi Gelap Modernitas Abdurrohim Al Ayubi Anthony Giddens adalah tokoh sosiolog yang terkemuka asal Inggris. Karyanya yang berjudul Konsekuensi-Konsekuensi Modernitas sebagai sebuah kritik yang dilontarkan kepada tokoh sosiolog klasik, yakni Emile Durkheim, Karl Marx, dan Max Weber. Sebelumnya, ketiga tokoh tersebut menganalisis sebuah konsep yang lebih dikenal sebagai konsekuensi-konsekuensi modernitas. Giddens mengkritik ketiga tokoh tersebut karena gagal dalam memahami modernitas secara menyeluruh. Sebagaimana modernitas dapat dilihat oleh setiap orang yang hidup pada abad ke-20 yang merupakan fenomena dengan ujung ganda, positif, dan negatif. Marx dan Durkheim melihat era modern sebagai masalah. Marx melihat adanya ketidaksesuaian upah yang diberikan kaum kapitalis terhadap spesialisasi kerja kaum buruh. Sedangkan, masalah yang dilihat Durkheim di era modernitas adalah tatanan industri yang damai dan terpadu secara alamiah tidak terwujud oleh industrialisme. Tidak seperti Marx dan Durkheim yang percaya bahwa konsekuensi modernitas negatif akan melebur seiring berjalannya waktu. Weber tetap pesimis melihat kemajuan secara material hanya diperoleh dengan ongkos yang mengekang kreativitas dan otonomi individu. Namun, tidak sepenuhnya mengantisipasi seberapa ekstensif sisi gelap modernitas ini. Yang disayangkan Giddens, mereka tidak mengelaborasi penjelasan tentang militer pada zaman modern, tak satu pun pendiri sosiologi klasik tersebut yang memberikan perhatian secara sistematis kepada industrialisasi perang.
Tulisan para pemikir sosial kemungkinan tidak meramalkan adanya temuan senjata nuklir. Seandainya nuklir dilibatkan dalam jumlah yang terbatas saja, maka kerugian jiwa akan memuncak. Bukan hanya ancaman perang nuklir. Abad ke-20 adalah abad perang, terjadinya konflik militer yang membentuk bagian dasar dari sisi gelap modernitas, yang jauh lebih tinggi menimbulkan kerugian jiwa dibandingkan dua abad sebelumnya. Dalam bukunya, Giddens pun memaparkan bahwa kita telah memasuki babak akhir dari era modernitas. Di mana umat manusia melepaskan segala ikatan dari keyakinannya terhadap tradisi. Modernitas oleh Giddens diperlawankan secara ekstrem dengan sesuatu yang bersifat lokal berdasarkan hubungan kekerabatan yang menempatkan tradisi sebagai sistem keyakinan utama. Modernitas memiliki sifat global dengan pola hubungan yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, pola tersebut berarti sistem kohesi sosial pada masyarakat tidak lagi berdasarkan hubungan kekerabatan, melainkan relasi personal yang tunduk pada sistem abstrak sebagai keyakinan bersama dan berorientasi ke depan.
Giddens tidak berhenti hanya mengupas konsekuensi industrialisasi kerja serta kekuasaan militer, politik, dan ideologi. Namun, ia mengompilasikan dalam tabel lingkungan risiko modernitas. Pertama, Giddens melihat ancaman ekologi adalah bagian dari apa yang disebut dengan profil risiko baru yang diperkenalkan oleh kelahiran modernitas. Maka dalam kondisi modernitas, bahaya yang kita hadapi tidak berasal dari alam. Tentu saja, angin ribut, gempa bumi, dan tanah longsor masih terjadi. Tapi sebagian besar relasi kita dengan dunia fisik secara radikal berbeda dengan sebelumnya. Kedua, ancaman militer tetap menjadi bagian dari risiko modernitas. Namun, karakternya berubah sifat kontrol kekerasan bila dikaitkan dengan perang. Ketika kini persenjataan telah tersebar, kemungkinan adanya konflik nuklir menimbulkan bahaya yang tidak pernah dihadapi oleh generasi sebelumnya. Ketiga, sebuah dunia yang terutama distrukturkan oleh risiko yang diciptakan manusia tidak memiliki banyak tempat bagi pengaruh-pengaruh Ilahiah atau bagi mengemukanya kekuatan magis atau roh kosmis.
Judul
Modernitas Judul Asli
: The Consequences of Modernity
Penulis
: Anthony Giddens
Penerbit
: Kreasi Wacana
Tahun Terbit : 2011 Isi
: 248 Hlm
ISBN
: 979-3722-15-0
Startup Kenalkan Karya Teknologi Mahasiswa Muawwan Daelami Siapa yang tak mengenal Facebook, Twitter, Kaskus, dan media sosial lainnya? Saat ini, media sosial tersebut menurut Manajer Komunitas Startup Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Imam Rachmadi, kian mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari, jutaan pengguna internet mengakses media sosial jenis ini. Mungkin tak banyak yang tahu, jika media sosial ini merupakan startup. Startup adalah perusahaan rintisan berbasis teknologi yang kini telah berkembang menjadi salah satu perusahaan terbesar di dunia, Senin (10/6). Hal tersebut coba dirintis Komunitas Startup UIN. Menurut Imam, komunitas ini terbentuk atas inisiatif lima startup yang ada di UIN, yaitu Pandorasquad, Nusantara Beta, UIN Community, Sharee Apps, dan Yafi Labs. Karena sebelumnya, lanjut Imam, masing-masing startup sudah berkembang di luar. Meski begitu, kelima startup tersebut masih kesulitan untuk mengembangkan produk mereka. “Akhirnya, kita sepakat untuk membentuk ekosistem startup di UIN,” jelasnya. Produk yang dihasilkan di antaranya berupa Website, Mobile Apps berbasis Windows Phone, Android, dan Digital Publishing atau E-Magazine. Salah satu tujuan dibentuknya Komunitas Startup untuk mengenalkan dan mengembangkan produk startup. Tak han-
ya itu, komunitas ini juga hadir untuk mewadahi mahasiswa yang memiliki minat dan prestasi di bidang teknologi. “Alhasil, setelah adanya komunitas ini, produk startup sudah banyak diunduh,” ucap pria yang juga pendiri Komunitas Pandorasquad itu. Dikatakan Imam, dalam waktu dekat, ia akan menggelar Meet Up ketiga, yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Setelah sebelumnya sukses dengan mengadakan Meet Up pertama dan kedua. Meet Up merupakan seminar untuk berbagi pengetahuan bagaimana cara membentuk dan memanajemen startup dengan baik. Tak hanya itu, seiring dengan perkembangan teknologi, tak sedikit startup baru bermunculan di UIN. Karena itu, dalam Meet Up tersebut ia juga memberikan kesempatan bagi startup baru yang ingin mempresentasikan produk mereka. “Sekaligus ajang promosi dan mencari bibit-bibit baru,” katanya saat ditemui di depan Cafe Cangkir, Senin (10/6). Imam mengungkapkan, keberadaan komunitas ini cukup direspon baik oleh mahasiswa. Terutama mahasiswa yang
: Konsekuensi-Konsekuensi
LOGO STARTUP
berasal dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Namun, hal tersebut tidak lantas membatasi mahasiswa di luar FST untuk bergabung. Karena bagaimanapun, menurut Imam, startup bukan hanya berbicara teknologi, tapi juga public speaking, advertising, marketing, management, dan elemen-elemen lain. Jadi, bagi mahasiswa yang memiliki minat di bidang teknologi bisa mengikuti acara Meet Up yang kami gelar. “Hingga saat ini, komunitas yang berdiri pada Maret lalu itu telah memiliki 140 anggota,” ujarnya. Terlebih, kini sudah banyak mahasiswa UIN yang berprestasi di bidang teknologi. Sebagai kampus yang menuju World Class University, menurut Imam, mestinya UIN tidak hanya dikenal dengan keilmuan agamanya, tapi juga teknologinya. “Lewat teknologi, UIN mampu berkompetisi di kancah nasional,” kata pria lulusan Teknik
KOMUNITAS
“Hingga saat ini, komunitas yang berdiri pada Maret lalu itu telah memiliki 140 anggota,” Informatika (TI) itu. Tak sampai di situ, ia juga berencana membentuk inkubasi di UIN. Artinya, ke depan, UIN akan memiliki inkubator yang menelurkan startup baru yang bagus dan berkembang. Lewat inkubasi ini, UIN bisa berinvestasi dan mempublikasikan karyakarya yang dibutuhkan masyarakat. Ia berharap, pihak rektorat turut membantu dalam mewujudkan inkubasi tersebut. “Mengingat, hingga saat ini, dukungan rektorat masih pada tataran moril dan belum menginjak tataran materiil,” ungkapnya. Melalui komunitas ini, selain ingin menyalurkan hobi, ia juga mengajak kepada mahasiswa untuk terus melakukan inovasi di bidang teknologi, dan menggunakan teknologi sebagai media untuk mempublikasikan karya-karya mereka. “Karena lewat media, karya-karya mereka bisa dikenal dan dinikmati orang lain,” papar Imam.
14 SASTRA
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
CERPEN
PUISI
Fajar di Suatu Pagi Oleh Muhammad Agus Salim Muharrom*
Tak ada yang berbeda dari suasana pada hari itu. Wulan telah bangun pagi seperti biasa. Namun ada yang berbeda, ia tidak langsung beraktivitas membantu ibunya. Wajahnya terlihat murung, pikirannya entah ke mana. Entah hal apa yang membuatnya nampak demikian. Sang ibu yang keheranan atas perbedaan yang dialami anaknya pun bertanya: “Kurang enak badan toh, Ndok?” “Ndak, Bu. Cuma pusing sedikit saja, mungkin kecapekan karena ospek beberapa hari ini.” “Ya sudah, kalau begitu, hari ini kamu ndak usah bantu Ibu bikin kue dulu. Silakan kamu istirahat atau bermain di kebun belakang rumah. Bagaimanapun kamu butuh refreshing, wong hampir satu minggu kamu dikerjain sama kakak panitia kamu.” “Inggih, Bu.” Wulan adalah seorang gadis jelita di suatu desa. Ia terkenal cuek, apalagi jika sudah berhadapan dengan lelaki. Jangan harap sang lelaki bisa ngobrol ngalor ngidul dengannya. Ibunya berprofesi sebagai penjual kue. Bersama adiknya, tiap pagi ia membantu ibunya mengolah adonan dari bahan mentah menjadi bahan jadi yang siap dijual ke pasar. Hal itu rutin ia lakukan sebelum berangkat ke sekolah. Ia mengantar kue buatan ibunya ke warung-warung sekitar rumah, sebelum akhirnya ia melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Hasil usaha ibunya itu tak seberapa besar, namun bisa mengantarkannya ke gerbang perguruan tinggi. Meski beberapa hari ini ia sibuk dengan ospek, namun tak mengendurkan semangatnya untuk membantu sang ibu. Ayahnya yang telah tiada, membuatnya tak punya pilihan selain mengabdikan diri sepenuhnya kepada sang ibu. Sang ibu sendiri pun menangkap ketidakberesan terhadap kesehatan anaknya, sehingga ibunya mempersilakan Wulan untuk istirahat. Fajar baru saja terbit, Wulan sudah menyusuri jalan yang diapit pematang sawah, sambil melihat anak-anak, pemudapemudi, juga para orang tua yang berjalan santai di atas aspal yang berembun. Pikirannya menerawang ke hari kemarin, mengingat kejadian yang sulit ia lupakan. Namun secepat itu pula pikirannya ditampik: “Aku tidak boleh terjerat cinta,” gumamnya dalam hati. Dua hari sebelumnya, ia terlambat datang ke kampus. Karena, pada hari itu banyak pesanan kue yang harus diantarnya ke beberapa tempat. Tak ayal, ia menjadi bulan-bulanan para senior. Seorang senior yang berpostur tinggi besar langsung menghardik ketika ia baru saja tiba dan memberi penjelasan mengapa ia terlambat. “Lu mau jualan kek, mau macul kek, gua ga peduli. Lu pikir kampus ini punya lu? Gimana pas kuliah mau disiplin kalau sekarang aja lu udah ngaret begitu lama?” Bentak sang senior. “Maaf, Mas. Saya ndak bisa menyuruh mereka untuk datang sendiri mengambil kuenya. Jadi, mau ndak mau saya yang harus mengantar satu per satu,” Wulan memelas dengan logat Jawanya. “Segala pake curhat lu. Emangnya gua bokap lu? Atau Facebook? Yang bisa sebagai tempat lu meratap? Oke, gua maafin. Sebagai hukuman, lu kelilingin ini kampus sambil bergaya kayak lu lagi jualan kue di depan orang-orang. Cepetan!” Wulan sangat terkejut dengan apa yang dikatakan kakak seniornya. Namun, ia tak dapat berbuat apa-apa selain berlalu pergi dan menuruti perintah. “Seperti inikah dunia kampus, belum jadi apa-apa saja sudah sok berkuasa,” kesalnya dalam hati. Dia memulai pekerjaannya dari sudut utara lapangan, berjalan menyusuri lorong, menawarkan dagangannya kepada siapapun yang ia temui. Bedanya kali ini, ia berdagang tanpa memiliki barang dagangan. Para mahasiswa dan semua orang di kampus pun memahami bahwa ia sedang dalam permainan para senior. Wulan sendiri pun tidak menikmati hal itu. Apa lagi respons para mahasiswa yang terus mengejeknya. “Lu dagang apaan? Kue? Mana dagangannya?” Wulan tak menjawab apa-apa. Ia terus berjalan dan menawarkan kepada orang berikut yang ia temui. Pun jawabannya sama seperti itu, ia tidak peduli. Yang penting tugasnya mengelilingi kampus sesuai permintaan seniornya. Tiba di depan gedung perpustakaan, di bawah pohon yang rindang, ia terperanjat ketika seorang lelaki tiba-tiba berbicara: “Kekuasaan memang membuat orang lupa siapa ia. Namun, orang yang berkuasa juga tidak akan lupa bahwa ia dididik dengan cara dikuasai.” Kalimat demi kalimat yang mengalir dari mulut pemuda itu membuat Wulan semakin bingung. Mata pemuda itu terlihat sedang membaca buku, tapi apa yang dikatakannya sangat
sesuai dengan apa yang ia pikirkan: senior yang berkuasa. Pemuda itu melanjutkan: “Yang kuat ia lah yang menang. Oleh karenanya, kalau mau aman, ia harus siap bertahan. Kumpulkan kekuatan, hingga sampai saatnya nanti bisa merebut kekuasaan.” Tak disangka, pemuda itu menutup bukunya dan menatap Wulan dengan dingin: “Nama gua Fajar, mahasiswa Ilmu Budaya semester delapan. Si Hendra emang lagi punya kuasa, karena ia ketua panitia. Tapi sesaat lagi, ia bukan apa-apa. Lu pun ga harus menuruti semua yang ia minta. Karena ia ga bakal sampai macam-macam. Kalau itu sampai terjadi, dekan yang akan bergerak nanganin ia. Gua emang bukan aktivis seperti mereka-mereka. Tapi gua tahu segala hal yang ada di kampus ini. Ya udah, sekarang, dari pada lu muter-muter ga jelas kayak gini, mending lu ikut gua ke perpustakaan. Ayo!” Sulit bagi Wulan menerima ajakan Fajar, terlebih ia adalah seorang yang cuek, tidak semua laki-laki bisa mengajaknya bicara. Namun, karena situasi saat itu tidak mengenakkannya, dan kata-kata yang terlontar dari mulut Fajar cukup menenangkan, ia lebih baik meninggalkan hukuman dari senior yang amat dibencinya. Mereka berdua akhirnya memasuki perpustakaan. Mereka berbincang-bincang di ruang diskusi. Banyak yang ingin Wulan tanyakan. Namun, harga dirinya terlalu tinggi untuk banyak bertanya kepada orang yang baru dikenalnya. Fajar, sebagai seorang senior yang sudah cukup lama ‘menghuni’ kampus, menyadari bahwa seharusnya ia lah yang lebih dulu memulai pembicaraan. “Dunia kampus bukan zamannya SMA. Yang mana ga setiap perkataan yang lebih tua harus lu turuti semua.” “Mengapa?” Wulan memberanikan diri untuk bertanya. “Kampus ini dunianya perang pemikiran. Yang mengharuskan lu mengadu pemikiran lu sama dosen sekalipun. Patahkan teori-teorinya kalau lu mampu. Asal, dengan datadata yang kuat dan akurat. Inilah yang namanya demokrasi yang sebenarnya, lu bebas berkreasi apapun. Di dalam kelas, lu bisa belajar dan tukar pikiran sama dosen. Di luar kelas, lu bisa mengajukan protes, petisi, demo, atau apapun yang sekiranya ada ketidakadilan. Semua dibolehkan. Sendiri kita mengkaji, berdua kita diskusi, bertiga kita aksi. Lu pernah mikir ga? Manfaat dari demo-demo yang lu liat di TV?” “Ndak,” “Itu adalah bentuk penggambaran opini kepada masyarakat. Orang boleh bilang demonstrasi di jalan tidak akan mengubah keadaan. Tapi, kita bisa memberi gambaran bahwa wajah pemerintah memang demikian. Belum ada keadilan di semua lini. Distribusi kekayaan negara tidak berjalan. Itulah yang bisa kami berikan buat masyarakat, yang nantinya kita harap partisipasinya untuk aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar.” Jam demi jam berlalu, mereka berdua begitu asyiknya berbincang. Meski Wulan lebih banyak mendengar, Fajar tidak keberatan untuk terus berbicara, karena Wulan sendiri memang terkesan. Apa yang diucapkan oleh Fajar seakan menjadi bekal awal untuknya menjajaki dunia kampus. Hari semakin siang, tak terasa ia telah meninggalkan kegiatan yang menjadi kewajibannya. Ia pun pamit kepada Fajar dan kembali ke tempat ospek. Hukuman apapun telah siap ia terima, karena petuah-petuah yang Fajar berikan cukup memberi kekuatan mental baginya. Bahkan, perbincangannya dengan Fajar menurutnya jauh lebih memberikan manfaat daripada ospek. Terbitnya matahari membuyarkan lamunan Wulan atas kejadian beberapa hari yang lalu. Hati kecilnya berharap dapat kembali bertemu Fajar yang telah mengajarkannya banyak hal. Sepulang dari pematang sawah, ia memutuskan untuk menonton TV. Terkejut ia ketika melihat tayangan berita yang mewartakan tewasnya seorang mahasiswa yang fotonya sangat mirip dengan Fajar akibat bentrok dengan aparat dalam sebuah aksi menuntut keadilan di depan kantor gubernur. Hatinya semakin tersentak, ketika reporter berita itu menyebutkan nama, fakultas, dan universitas di mana mahasiswa itu berkuliah. Kedukaan mendalam tiba-tiba memayungi relung jiwanya. Namun ia tak bereaksi apa-apa. Hingga air mata mengalir deras dari kedua matanya. Kebagusan, 28 Mei 2013
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2009
Oleh Ocho Fuji Oh Saka*
Jasa Rasa Ibu, aku cinta padamu Kamu bukan buruh namun pejuang yang tangguh yang tanpa iba dan angkuh Ibuku bukan buruh Ia mendidikku tanpa lesu Demi ridhomu aku bersimpuh jiwa ini memanggil dan tersentuh dosalah aku bila tak patuh Ibu, aku cinta padamu Bukan karena ridho surga di kakimu Aku pun tak berharap surgaMu Namun aku tak sanggup akan siksaMu Neraka memang kejam Api keraknya hitam jahanam Surga memang idaman Impian dan harapan bagi yang beriman Ciracas 2013
Telan Bagak Neraka Orang-orang birokrat yang kadar memang keparat di bawah aturan pejabat mementingkan harkat dan martabat tidak peduli dengan hak dan nasib rakyat Kerja selalu maksiat mengikuti nafsu dan syahwat tidak percaya akan akhiran tidak mencoba untuk bertobat. Hutangnya menjerat korupsinya tak diusut, hingga berkarat seperti kawat, rekat, dan kuat itulah hukuman adat penguasa demokrat bagi pejabat yang tidak taat Ciracas 2013 *Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Aqidah Filsafat, semester VI. UKM Teater Syahid Suwun Suwung
SENI BUDAYA 15
TABLOID INSTITUT Edisi XXVI Juni 2013
Tari Topeng Keras, Aura Kegagahan Sang Patih
Azizah Nida Ilyas
Kala denting gamelan Bali terdengar, sesosok penari bertopeng muncul perlahan dari balik gapura berukiran barong. Seraya mengangkat tinggi saputnya, kain bercorak bunga berwarna keemasan, dan menyerupai jubah yang panjangnya tak sampai selutut, ia bergerak pelan. Kakinya diangkat cukup tinggi dan menghentak saat berjalan.
T
epat di tengah gapura, penari topeng itu menaikkan kedua tangan sedikit lebih tinggi dari bahu dan menggerakkan jemari ke atas dan ke bawah. Alunan gamelan berirama agak cepat mengiringi gerakan yang dinamis saat menuju panggung. Cara ia mengangkat kaki dan menggerakkan jari-jemari menyatu dengan ritme musik gamelan. Tap tap tap tap, gerak kakinya staccato saat memasuki panggung. Penari topeng itu membuka lebar kakinya dan mengambil posisi kuda-kuda. Ia kembali mengangkat saput, dan menggerakkan badan ke arah pengrawit (penabuh gamelan) dan penonton, sebagai tanda penghormatan. Setelah memberikan penghormatan, ia menghempaskan saput ke belakang. Posisi berdiri yang tegak dengan kaki kiri sedikit berjinjit membuat penari topeng itu terlihat gagah. Dengan gerak tangan masih sama, diangkat lebih tinggi dari bahu dan bergerak naik turun. Kemudian
ia melenggang mengitari panggung. Tarian itu disebut tari topeng keras. Gerakan-gerakan pada tarian ini memang memiliki keunikan tersendiri. Sebagai salah satu jenis tarian laki-laki, tari topeng keras memiliki gerakan yang lebih sederhana dan dinamis. Tarian yang berasal dari tanah dewata ini merupakan tarian yang bercerita tentang sosok mahapatih. Mahapatih yang bertindak sebagai wakil raja dan pemimpin perang dikarakterkan memiliki sifat keras dan berwibawa. Topeng yang berwarna kemerahan dengan mata memelotot disertai kumis tebal membuat karakter patih yang tegas dan keras sangat melekat. Melalui topeng yang terbuat dari kayu tersebut, semua karakter itu tercermin. Atribut berupa keris Bali berukuran 60 sampai 70 cm yang diselipkan di bagian belakang saput juga melengkapi aura kegagahan sang patih. Menurut Gai Litter, penari topeng keras dalam acara pentas tarian Bali di Anjungan Bali, Taman Mini Indonesia Indah (TMII),
Minggu (9/6), tari topeng keras cukup sulit dipelajari. Ia membutuhkan waktu hampir 20 tahun untuk mempelajarinya. Bagi penari asal Australia ini, tari topeng memiliki keunikan tersendiri. Menurutnya, gerakan tari topeng yang sangat dinamis dipadu dengan topeng kayu khas Bali yang berkarakter kuat membuat nilai estetika tari topeng sangat memukau. Tari topeng Bali memiliki beragam jenis, ada topeng tua, keras, dan sidakarya. Ketiganya memiliki ciri yang berbeda-beda. Tari topeng sidakarya misalnya, tarian ini sangat sakral dan hanya boleh ditarikan dalam upacara ritual keagamaan. “Sida artinya selesai. Jadi, tari topeng sidakarya itu sebagai penutup dalam ritual keagamaan di Bali,” jelas I Putu Astawa, pelatih tari Bali saat di temui di studio latihannya, Kamis (13/6). Tari topeng keras dan topeng tua bisa juga dijadikan salah satu tokoh atau karakter dalam dramatari bersama dengan jenis tari topeng wanita lainnya.
Dramatari memadukan unsur tari dan drama dalam satu pertunjukan. Oleh karena itu, gerakan tari topeng keras dan tua dapat dikembangkan. Namun, gerakan-gerakan dasar tarian harus tetap mengacu pada gerakan dasar tari topeng laki-laki, seperti posisi kudakuda yang tegap. Posisi pinggul harus sejajar dengan punggung, tidak boleh menonggeng seperti gerak tarian wanita. Lalu, cara berjalan dengan mengangkat kaki cukup tinggi dan dihentakkan cukup keras. Kemudian, posisi tangan yang diangkat lebih tinggi dari bahu. Sedangkan, tari topeng sidakarya merupakan tarian tradisional Bali yang sudah ada sejak zaman kerajaan, oleh karena itu koreografi tidak boleh dikreasikan. “Lain halnya dengan tari topeng keras, gerakannya bisa dikreasikan, tetapi harus tetap memiliki dasar gerakan yang tradisional,” kata I Putu Astawa, sarjana seni tari Bali ini.
Sambungan Djarum Foundation..... ada di FKIK,” ujarnya. Sesuai kesepakatan, lokasi acara dipindahkan ke Auditorium Harun Nasution. Menurut Zaki, pihak Djarum Foundation mengklaim, sumber dana acara tersebut berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR). Yang dananya bukan hanya dari hasil keuntungan penjualan rokok, tapi juga dari beberapa bank. Namun bagi Zaki, dana CSR itu tetap saja berasal dari hasil keuntungan perusahaan rokok itu sendiri. Lalu, pada Rabu (15/5) Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau pun mendatangi BEM FKIK guna mempertanyakan hal yang sama. Ia menegaskan, pihak BEM FKIK bukan menolak substansi acara, tetapi sangat mendukung substansi acaranya. “Kita menolak sponsorship rokok dari acara itu,” tegasnya. Zaki menambahkan, penolakan tersebut bukan hanya dari teman-teman BEM, tapi juga dari dosen, mahasiswa, dan organisasi luar lainnya. “Ini paradoks, di satu sisi pada beberapa kegiatan, rektor bersemangat menyampaikan bahwa UIN mau menjadi kampus bebas asap rokok. Jika rektorat sudah punya komitmen penuh kampus bebas asap rokok, mengapa harus ada acara dari sponsor rokok,” ujarnya menyesalkan. Terkait peraturan larangan sponsor rokok di kampus UIN, kepala tim perumus kode etik mahasiswa, Muhbib Abdul Wahab menjelaskan, memang tidak ada peraturan secara eksplisit dalam kode etik. Namun, Warek sebelumnya, Ahmad Thib Raya dalam forum resmi rapat dosen menyampaikan, seluruh kegiatan di lingkungan kampus yang disponsori oleh rokok itu dilarang. “Alasannya, itu sama saja kita mendukung rokok,” ujarnya, Selasa (4/6). Sementara itu, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, ia tidak pernah melarang jika ada mahasiswa yang ingin be-
kerjasama dengan Djarum Foundation. “Selama saya jadi warek kemahasiswaan, (apakah) pernah saya melarang? Cari dokumennya kalau saya pernah melarang,” ujarnya, Selasa (11/6). Salah satu anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Arkadia, Agus Suherman mengatakan, secara pribadi ia pernah melakukan pembicaraan dengan Djarum Super untuk ikut berpartisipasi menjadi sponsor dalam kegiatan kejuaraan nasional panjat tebing 2011 lalu. Namun, setelah ia membicarakan hal itu kepada pemimpin Arkadia, ia ditolak lantaran pihak kampus pasti tidak akan mengizinkan, Sabtu (15/6). Selain itu, Ketua UKM Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan (Riak), Srinelvia Edwitri mengatakan, acara Rossy Goes to Campus yang disponsori oleh Djarum Foundation itu sudah memberi celah kepada mahasiswa untuk bisa memperoleh sponsor dari perusahaan rokok. “Rektorat saja bisa, kenapa kita tidak bisa,” ujarnya, Sabtu (15/6). Dana CSR Terkait dana CSR, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Muniaty Aisyah mengatakan, CSR adalah bentuk tanggung jawab sosial dan etika moral perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat di tempat perusahaan itu berada. Ia menjelaskan, setiap perusahaan harus menyisihkan sekian persen dari keuntungan perusahaan untuk dana CSR. Di Amerika Serikat, perusahaan banyak menggunakan dana CSR-nya untuk kegiatan sosial, dan CSR bisa digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. “Sedangkan penerapan CSR di Indonesia memang masih rancu, tidak murni CSR, karena sering diselingi promosi dan pen-
citraan perusahaan,” jelasnya, Jumat (31/5). CSR mengkritisi filosofi kapitalisme yang mempunyai semboyan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Dengan adanya CSR, perusahaan tidak lagi bersifat profit oriented, karena perusahaan wajib membagikan keuntungan perusahaan kepada masyarakat. Di sisi lain, Direktur Program Djarum Foundation, Primadi H. Serad menjelaskan, mereka masuk ke UIN sebagai Djarum Foundation bukan sebagai perusahaan rokok. “Memang namanya Djarum Foundation, tapi tidak ada hubungan langsung dengan rokok,” jelasnya ketika ditemui di sebuah restoran di kawasan Ciputat, Rabu (5/6). Terkait dana, Primadi mengatakan, donor Djarum Foundation itu campur-campur. Rokok hanya salah satu dari sekian banyak usaha dari grup Djarum. Grup Djarum itu banyak, seperti Bank BCA, Ritel Grand Indonesia, Elektronik Polytron, Online Kaskus, dan sebagainya. Ia menegaskan, mereka tidak pernah mempromosikan, menjual, dan membawa atribut rokok kepada setiap kampus yang mereka datangi. Menurutnya, acara Rossy Goes to Campus itu selektif, tidak semua universitas mereka datangi. Djarum Foundation memilih UIN, karena melihat jumlah mahasiswa yang banyak, animo yang besar, dan banyak permintaan di media sosial yang menanyakan kapan acara itu datang ke UIN. Saat acara itu diajukan ke UIN, pihak rektorat menyambut baik acara tersebut. “Murni tujuan kami untuk membantu dunia pendidikan. Bisa dilihat, di lingkungan kampus dan panggung acara, tidak satu pun umbul-umbul atau baliho Djarum dipasang.” jelasnya.
Segenap pengurus dan anggota LPM INSTITUT mengucapkan selamat ulang tahun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke-56, dan selamat menjalankan Ujian Akhir Semester (UAS) genap 2013.