Tabloid Bulanan 28 HALAMAN + FRESH E-mail : redaksi.suaka@gmail.com Pemasangan Iklan: 081222541666 (Fitriani) 081372250595 (Delvia) Distributor: 081296761245 (Andini)
www.suakaonline.com @lpmsuaka
@lpmsuaka
@ouy7950e
lpm suaka
POTRET BURAM KEBERAGAMAN DI TANAH AIR
Buih Rindu Itu Mengapung di Chao Phraya
Bakti di Tengah Diskriminasi
Melawan Stereotip dengan Menghargai Keberagaman
2 ASSALAMUALAIKUM Editorial
DARI REDAKSI
MENANAM Toleransi
Lembaga Pers Mahasiswa UIN SGD Bandung
Keterangan Kulit Muka: Gambar Mentah dan Penata Warna: Ismail Abdurrahman Azizi/SUAKA
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Redaktur Artistik Ismail Abdurrahman A, Nolis Solihah Redaktur Foto Elya Rhafsanzani, M Aziz Pratomo IT Development Ismail Abdurrahman A Pemimpin Perusahaan Fitriani Utami Dewi Sekretaris Perusahaan Fani Nabilah Farsi Iklan Delvia Yosa Amanda Produksi dan Sirkulasi Andini Muslimah, Gisna Maulida Q Promo dan Kerjasama Nunung Nurhayati S
Kepala Penelitian dan Pengembangan Muhammad Iqbal Sekretaris Litbang Anisa Dewi Anggri Aeni Riset dan Informasi Data Puji Fauziah, Ayu Isnaini, Fantyana Huwaida’a Pengembangan Sumberdaya Manusia Muhammad Machally, Galih Muhamad Suaka Institute Laura Hilmi, Ridwan Alawi Alamat: Gedung Student Center, Lt. 3 No. 15 Kampus UIN SGD Bandung Jl. A.H Nasution No. 105, Cibiru-Bandung Email: redaksi.suaka@gmail.com Web: www.suakaonline.com Facebook: LPM Suaka Twitter: @lpmsuaka Instagram: @lpmsuaka Line: @ouy7950e
TANGGAP
3
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Jawa etnis
luar
16 FRESH STYLE
Sporty dan Syar'i untuk Kaum Hawa Oleh Fani Nabilah Farsi
eberapa waktu lalu, media diramaikan oleh kemunculan salah satu aktris Hollywood, Lindsey Lohan yang menenteng Al-Quran, kemudian diikuti oleh perubahan busananya menjadi berkerudung. Ternyata Lindsey memutuskan untuk menjadi mualaf. Lindsey juga kedapatan memakai burkini ketika berlibur di salah satu pantai kawasan Pukhet, Thailand. Burkini adalah pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tujuannya supaya perempuan muslimah bisa dengan nyaman berenang tanpa harus meninggalkan prinsipnya untuk menutup aurat. Nah Fresh Reader, sekarang ini sudah banyak jenis pakaian olahraga muslim yang nyaman digunakan oleh para perempuan berjilbab. Adanya tren fashion busana muslim sporty ini, benarbenar membantu kaum hawa untuk tetap konsisten dengan menutup auratnya secara syar'i. Beraneka ragam model dan jenis pakaian olahraga untuk kaum muslimah di zaman sekarang ini, mempermudah setiap perempuan muslim untuk senantiasa istiqomah dalam berpakaian sesuai dengan kegiatan olahraga yang dilakukan. Salah satu perusahaan pakaian dan aksesoris olahraga asal Amerika Serikat, Nike, mulai melirik dan menyasar pangsa pasar muslimah. Seperti yang diberitakan Era Muslim, perusahaan tersebut meluncurkan produk terbarunya, yaitu pakaian olahraga professional khusus perempuan berjilbab. Rencananya, pakaian khusus itu akan ditawarkan mulai dari musim semi tahun 2018. Sebelum dikeluarkan ke pasar, Nike akan melakukan uji coba terhadap pakaian olahraga professional khusus perempuan berjilbab itu dalam berbagai event olahraga Internasional. Untuk mengeluarkan produk khusus ini, perusahaan itu telah melakukan riset dan desain sejak 13 bulan yang lalu. Pemain ice skating asal Uni Emirat Arab, Zahra Lary, menjadi perempuan pertama yang akan mengenakan produk terbaru Nike dalam perlombaannya sebelum dijual secara bebas. Lary merupakan sosok yang mencoba pakaian itu dan langsung jatuh hati untuk memakainya. Pakaian itu dibuat sangat ringan, berbahan elastis, dan terdapat lubang kecil agar kulit dapat tetap bernapas. Produk pertama ini dibuat dalam tiga warna, yakni hitam, abu-abu terang dan merah gelap. Lary berharap bisa langsung mengenakannya pertama kali
B
Ilustrasi oleh Ismail Abdurrahman A/SUAKA
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
dalam ajang Pyeongchang, Korea Selatan dan memajangnya ke akun Instagram miliknya. “Sukar dipercaya dan akhirnya muncul juga,” tulis atlet kelahiran Abu Dhabi ini (merdeka.com). Musim panas lalu, pemain anggar Ibtihaj Muhammad asal New York, menjadi muslimah pertama yang berkompetisi di ajang olimpiade dengan mengenakan jilbab. Dia berhasil merebut mendali perunggu di Rio Janeiro, Brazil. Sementara itu, ajang Piala Dunia Perempuan U-17 di Yordania juga untuk pertama kalinya menampilkan pemain muslimah menggunakan kerudung. Dalam event organisasi sepak bola dunia itu, Federation of International Football Associaton (FIFA) secara resmi mencabut larangan penggunaan pelindung kepala pada tahun 2014, untuk memberikan kesempatan kepada muslim dan Sikh merumput di lapangan hijau. Sementara di organisasi bola basket, Federation of International Basketball Association (FIBA) tengah meninjau ulang pelarangan penggunaan kerudung dalam kompetisi internasional. Menurut mahasiswi jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, Anke Femila mengatakan, dalam berolahraga selain semangat yang tinggi pakaian juga sangat berpengaruh. Berdasarkan pengalamannya, busana olahraga yang digunakan harus nyaman dan menutup bagian dada agar tetap terlihat syar'i. Selain itu, busana olahraga juga merupakan salah satu bentuk fashion sporty. Apalagi, sekarang kaum hawa senang mengunggah fotonya di Instagram dengan gaya Outfit of The Day (OOTD), dan salah satu fashion yang sedang digandrungi oleh akun-akun sosial media Instagram adalah busana olahraga. “Kenyamanan pakaian sangat penting dalam berolahraga. Kalau jenis pakaian yang sering dipakai untuk olahraga, apalagi pas ada pertandingan basket, biasanya aku pakai baju manset atau kaos, terus dilapisin lagi pake jersey agar tidak terlihat nyeplak pada bagian depan. Terus kerudungnya pakai yang geblus dan bahan kaos jadi enggak ribet,” ungkap mahasiswi yang hobi bermain Bola Basket itu, Senin (10/4). Anke menambahkan, dalam memilih busana olahraga untuk seorang muslimah, harus lah pakaian yang longgar, agar dapat leluasa dalam melakukan aktifitas olahraga. Selain itu, untuk jenis jilbab, pilihlah bahan kaos yang mudah menyerap keringat dan elastis, sehingga mudah menempel di kepala. Elastis bukan berarti bahan yang licin, melainkan bahan yang tidak mudah jatuh, agar tidak mengganggu aktivitas dalam berolahraga. “Sekarang, banyak sih artis-artis Indonesia yang mengeluarkan busana muslim untuk aktifitas sporty, terus modelnya juga bagus-bagus, seperti pakaian renang muslim, pakaian untuk jogging muslim, pakaian untuk senam dan sebagainya yang dapat menunjang perempuan muslim untuk melakukan aktivitas olahraga. selain trendy tetapi juga tetap mengadung unsur muslimah.” lanjut Anke seusai latihan basket.
Foto oleh Muhammad Machally/SUAKA
JEJAK 17 berdasarkan bakat masing-masing. Sehingga ukuran kecerdasannya tidak dipukul rata. Dalam kesehariannya, sekolah menerapkan sistem kelas berpindah (moving class) untuk mengatasi kejenuhan.
SMA MUTHAHHARI BANGUN TOLERANSI UNTUK KEBINEKAAN Oleh Muhammad Machally
G
edung telah lengang, rimbun daun berguguran sore itu. Dalam percakapan kemudian, dia memperkenalkan diri, Una. Pria yang sudah cukup lanjut usia yang pertama berkenan menyapa Suaka. “Wah siswanya dari mana-mana. Ada juga yang dari Thailand,” ujarnya penuh semangat mengawal perbincangan. Adalah SMA Muthahhari, yang terletak di Jalan Kampus II No 13-17 Babakan Sari, Kiaracondong Kota Bandung. Ucapan Una diamini Wakil Kepala Sekolah bidang Humas sekaligus guru Bimbingan Konseling Rini Rahmawati. Menurutnya, tercatat tahun ini terdapat dua siswa yang berasal dari Thailand. Bahkan, dahulu pernah ada muridnya yang berasal dari Jerman dan Malaysia. Selain dari luar negeri, selebihnya peserta didik lain berasal dari Sabang sampai Merauke. Berasal dari latar belakang dan budaya yang berbeda-beda, membuat SMA Muthahari menjunjung tinggi keberagaman. Rini mengaku, semangat pluralisme telah ditanamkan di Sekolah ini sejak awal ia didirikan. Sebagaimana panji-panji almamater sekolah, SMA Muthahhari tidak memandang orang dari latar belakang sosial-ekonomi, etnis, kekeluargaan ataupun madzhabnya. Semua yang masuk hanya dilihat dari s u m b a n g a n n ya b a g i I s l a m , d a r i amalnya. “Setiap orang harus menilai orang lain dari amal salehnya,” ucap Rini seraya tersenyum, Jumat (7/4). SMA Muthahhari dikembangkan atas dasar keterbukaan pemikiran dan melawan kejumudan. Merebaknya fenomena radikalisme dan faham takfiri, membuat pimpinan turut bersuara. Menurut Kepala Sekola SMA Muthahhari, Dede Anwar, secara bahasa jumud berarti beku, tidak berkembang, sehingga orang-orang yang jumud sama halnya tertutup kepada inovasi dan kreativitas. “Tidak mau mencari sesuatu yang baru untuk kemajuan dan aktualiasi dirinya,” tutur Dede saat dihubungi via surel, Selasa (11/4).
Toleransi yang diusung bukan sekadar masalah kepercayaan, melainkan juga masalah sikap, karakter, kebiasaan serta kemampuan siswa. Sekolah tersebut juga berbicara banyak tentang hak inklusif pendidikan untuk kalangan anak berkebutuhan khusus (ABK). Tidak ada pencapain tertentu kepada mereka dibandingkan anak normal biasanya. “Sehingga, setiap siswa pun terbiasa menganggap semua orang normal,” imbuh Rini saat ditemui di ruang kerjanya. Sekolah bernama resmi SMA Plus Muthahhari, pada awalnya merupakan lembaga pendidikan yang resmi berdiri pada tahun 1992 oleh Jalaluddin Rakhmat. Pada tahun sebelumnya, sekolah ini dibangun sebagai pesantren ngalong mahasiswa. Satu tahun berlalu, sekolah tidak berjalan sesuai harapan. Kemudian pendiri memutuskan untuk merubah menjadi sekolah plus asrama atau pesantren sebagai pengembangan akhlak. Yayasan memiliki keinginan agar sekolah yang dibangun menyediakan jadwal belajar tambahan, termasuk kursus dan ekstrakurikuler. Menciptakan Generasi Ideal Akhlak adalah hal penting yang diajarkan sekolah. Selain sekolah yang berperan sebagai pengasah kemampuan intelektual dan kreativitas, sebagaimana penerapan kurikulum pemerintah pada lembaga pendidikan formal biasa, nilai Islam yang terbuka ingin ditanamkan pada siswa. Media penanaman akhlak dicanangkan melalui mata pelajaran khusus keagamaan seperti Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits, sampai Pe r b a n d i n g a n M a d z h a b s e s u a i kurikulum yayasan. Ketiga unsur yang telah disebutkan sebelumnya merupakan cita-cita yayasan sejak awal berdiri. Menurut mereka, manusia yang ideal tercermin dalam ketinggian pencapaiannya dalam akhlak, intelegensi dan kreativitas. Bahkan, setiap tahun para siswa diharuskan mengikuti Spiritual Work Camp (SWC) sebagai sarana membumikan nilai-nilai sosial Islam
disamping menanamkan rasa cinta kepada Allah dan para kekasihnya. Kegiatan SWC berkisar pada pengamalan nilai-nilai Islam di sebuah desa selama beberapa hari. “Dihari terakhir SMA Muthahhari membuka puskesmas dadakan untuk memeriksa penduduk desa yang sakit secara gratis. Juga memberikan obat,” ungkap salah satu peserta didik SMA Plus Muthahhari Halima Tussakdiyah, Jum'at (7/4) Setiap tiga tahun sekali, sekolah menyelenggarakan tour bernama Observasi Rumpun. Sekolah berkeliling dan singgah ke beberapa kota untuk berziarah ke makam para wali, belajar kebudayaan setempat, serta bertadabur alam. “Kemarin pas angkatan aku kita ke-5 kota. Kita melihat cara pembuatan batik di Pekalongan, ke Dieng dan lainl a i n u n t u k m e l i h a t k e b u d a ya a n Indonesia yang beragam,” kenang siswi kelas 12 tersebut. P r o g r a m p e n d u k u n g pengembangan siswa lain adalah forum demokrasi. Siswa didorong untuk berani mengungkapkan ekspresinya. Sehingga siswa terbiasa ekspresif dan menerima hal yang berbeda dari dirinya. Berbeda dengan siswa sekolah lain, menurut Rini sekolah mendorong siswa untuk berterus terang. Anak boleh menyampaikan sesuatu yang ingin di sampaikan baik kesukaan ataupun ketidaksukaan. Siswa tidak perlu menyembunyikan diri. Sekolah pun melatih kedewasaan siswa dalam berpikir. Setiap Ramadhan, ada kunjungan sekolah ke panti jompo, panti asuhan serta panti kaum disabilitas. Ada pun kunjungan semacam studi banding ke tempat ibadah agama lain seperti Gereja, Vihara, ataupun Pura. Berinteraksi dengan orang-orang berbeda latar belakang, siswa akan terbiasa dengan ke-Bhinnekaan. “Jadi ya biar hidup itu warna, tidak hitam putih,” lanjut Rini, yang telah 22 tahun mengabdi pada yayasan. SMA Muthahhari memiliki berbagai metode pendidikan unik. Karakter setiap anak dikembangkan
Kokoh Diterpa Badai Kontroversi S e j a k a wa l b e r m u l a , s e k o l a h mengalami berbagai penentangan dari sebagian kalangan yang tidak sepaham dengan madzhab di sekolah. Berbagai bentuk tekanan dan ancaman datang silih berganti. Bentuknya pun beragam dari waktu ke waktu. Sekira tiga sampai empat tahun belakangan, sekolah pun menghadapi tantangan yang semakin serius. Dengan teknologi informasi yang semakin cepat, pesan-pesan siaran berbau hoax kerap muncul menjelang tahun ajaran baru, mengintimidasi maupun menyebar di masyarakat tentang sisi negatif sekolah. Pernah suatu ketika, ada pula yang mendatangi langsung ke sekolah. Mulai dari pesan singkat, hasutan mulut ke mulut, sampai didatangi langsung oleh kelompok masyarakat. Namun tidak ada yang mau mendiskusikan permasalahan. Hanya mengancam saja. “Hanya untuk menekan. Dia mengancam tidak boleh melakukan ini, melakukan itu, dan sebagainya,” cerita Rini saat ditemui di ruang kerjanya.. Sentimen negatif masyarakat sebenarnya bertitik pada masalah k e p e r c a ya a n ya n g d i a n u t S M A Muthahhari. Sebagian kalangan menganggap, SMA Muthahhari telah melenceng dari Islam karena menganut madzhab Syiah. Karena hal tersebut, sebagian masyarakat melarang sanak saudara ataupun anggota keluarganya bersekolah di sana. Bahkan, sempat ada siswa yang telah masuk sekolah tersebut kemudian keluar karena dilarang keluarga besarnya. Walaupun kerap dianggap sesat dan mendapat sentimen aneh-aneh, Dede Anwar berharap, siswa dapat mencapai cita-cita dan motonya pula. Mereka berharap dapat mencerahkan pemikiran umat agar tidak jumud. Kendati dilanda halangan tersebut, SMA Muthahhari tetap berjuang bertahan. Kenyataannya pun sampai 25 tahun umurnya kini, berbagai torehan prestasi berhasil diraih. Pada tahun 1998, SMA tersebut diangkat sebagai sekolah model oleh World Bank, Kementerian Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Pada tahun 2002, ia juga dijadikan salah satu sekolah uji coba pelaksanaan PBK (Pendidikan Berwawasan Khusus: Kepribadian dan Budi Pekerti) dari d e l a p a n s e k o l a h ya n g d i t u n j u k Kementerian Pendidikan Nasional Pusat. Tahun 2005, SMA ditunjuk sebagai Sekolah berbasis TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
18 OPINI
U Ilu h/S stra si oleh Nolis Soliha
AK
A
B
arangkali kita pernah mendengar tentang kekerasan atas nama agama yang terjadi di kota Kembang beberapa waktu lalu. Kekerasan tersebut menimpa jemaat Kristiani, yang sedang melaksanakan ritual sucinya di salah satu gedung yang sering digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat, tempat tersebut ialah Sabuga. Konon, ketika umat tersebut sedang melangsungkan ritual mereka, tiba-tiba saja datang seseorang yang berpakaian putih menerobos ke dalam gedung, untuk membubarkan acara yang penuh sakralitas tersebut. Seketika saja acara terhenti. Pun yang membubarkan acara tersebut berasal dari ormas Islam tertentu—saya tak akan menyebutkannya. Bagi para penganjur pluralisme agama (yang mana paham mereka seringkali salah dipahami), kejadian tersebut mungkin merupakan tamparan keras, sekaligus menjadi ajang promosi ajaran mereka, yakni pluralisme. Tapi, bagi para penganut agama Islam yang fanatik buta, kejadian tersebut mungkin merupakan kejayaan. Ironisnya, bagi para penganut Kristiani, kejadian tersebut merupakan kemalangan, kesialan, dan kesedihan. Pertanyaan yang mesti kita ajukan di sini adalah: Mengapa perisitiwa tersebut bisa terjadi? Apa yang mesti dilakukan ketika kita berhadapan dengan fenomena tersebut? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu akan beragam. Namun, coba kita soroti salah satu jawaban yang paling mungkin, yakni yang datang dari para penganut pluralisme. Bagi mereka, kesalahan yang menjadi fatal ialah karena pluralisme tidak dijalankan di negara ini. Tidak berjalannya nilai-nilai pluralisme, maka konflik sangatlah mungkin terjadi, bahkan akan terjadi. Jawaban tersebut bisa kita temukan dalam buku kumpulan tulisan Demi Toleransi Demi Pluralisme yang dieditori oleh Ihsan Ali-Fauzi dan kawan-kawan, berikut juga dalam buku Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia yang ditulis oleh Budhy Munawar-Rachman, kumpulan wawancara Membela Kebebasan B e r a g a m a ya n g d i e d i t o r i B u d h y Munawar-Rachman. Dalam salah satu tulisan di buku Demi Toleransi Demi Pluralisme, M.
Bunuh Diri Kaum Pluralis
Syafi'I Anwar menulis bahwa Islam merupakan agama yang pluralis, t e r b u k t i d e n g a n a ya t - a ya t ya n g terdapat dalam kitab suci yakni: (Q.S. 49: 13), (Q.S. 5: 48), (Q.S. 49: 11). Ketiga surat beserta ayat tersebut Anwar meyakini bahwa Islam adalah agama pluralisme. Tapi, lanjutnya pluralisme itu sendiri seringkali disalahpahami. Ada beberapa kalangan yang meyakini bahwa pluralisme itu berarti menyamakan seluruh agama. Bagi Anwar, hal tersebut adalah pemahaman yang salah atas pluralisme agama atau dalam bahasa lain gagal paham pluralisme. Baginya, pluralisme itu sendiri t i d a k m e n i s c a ya k a n p e n ya m a a n seluruh agama, karena jika demikian akan merusak nilai pluralitas itu sendiri. Disini pluralisme berfungsi s e b a g a i s u a t u p a n d a n g a n ya n g menyadari keberagaman, menghargai kebenaran orang lain dan menghormati keyakinan yang beragam. Munculnya nilai-nilai tersebut, maka konflik antar umat beragama bisa dihindari. Dawam Rahardjo dalam salah satu wawancaranya di buku Membela Kebebasan Beragama, menyadari betul bahwa potensi konflik itu selalu menghantui, mengapa? Karena potensi konflik itu terdapat pada keberagaman, dan keberagaman itu merupakan suatu hal yang niscaya di dunia ini, maka potensi konflik pun menjadi niscaya. Maka, dengan pluralisme potensi konflik sedapat mungkin dapat diminimalisir bahkan dihindari. Namun, apakah pluralisme benarbenar merupakan satu-satunya solusi konflik beragama? Kita lihat dulu asumsi apa yang mendasari keyakinan penganjur pluralisme. Budhy Munawar-Rachman, dengan mengutip ungkapan Ahmad Syafii Maarif, m e n g a t a k a n b a h wa “ p l u r a l i s m e memberikan peluang pada setiap orang untuk berbeda dan meyakini agamanya sebagai kebenaran mutlak. Tetapi ia mengingatkan bahwa hak serupa juga ada pada penganut agama atau keyakinan lain yang memegang prinsip yang sama.” Persoalannya adalah maksud dari proposisi tersebut, saya kira dengan pernyataan tersebut, sang penganjur pluralisme tidak hendak menyamakan setiap agama, karena—sebagaimana kita lihat di penjelasan sebelumnya—mereka mengingkari hal
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Oleh Raja Cahaya Islam*
tersebut. Kita bisa mengartikan pernyataan tersebut seperti ini: bahwa kebenaran mutlak itu bersifat plural, dan tersebar pada setiap orang atau kelompok. Tapi kita patut mempertanyakan, apa arti dari setiap orang memiliki kebenaran mutlak? Mari kita terapkan pada contoh berikut: bagi para petani di Kendeng Jawa Timur, adalah suatu kebenaran bahwa mereka dieksploitasi oleh pihak korporasi tambang semen, karena lahan hidup mereka dirampas. Lalu pada sisi lain, para korporat juga berhak meyakini bahwa menambang semen di Kendeng merupakan kebenaran mutlak juga. Oleh karenanya, para petani yang tertindas itu mesti menghargai korporasi, begitu juga sebaliknya. Tapi apakah hal tersebut tidak menimbulkan kejanggalan? Oleh karenanya kita mesti memahami bahwa, yang dimaksud dengan setiap orang memiliki kebenaran mutlak adalah bahwa kebenaran itu relatif. Jika kebenaran itu tidak relatif, maka para penganjur pluralis tak kalah fundamental dan konservatifnya dengan ormas yang mereka klaim demikian. Kita patut bertanya lagi, apa yang memungkinkan bahwa kebenaran itu relatif ? Saya kira, jawabannya berangkat dari kesadaran akan ke-dhaifan manusia di hadapan kebenaran. Dalam art ian, manusia t ak b isa merengkuh kebenaran mutlak atau absolut. Mengapa? Karena jika demikian, kebenaran tak akan lagi relatif, namun menjadi absolut. Dengan keabsolutan ini, konsekuensinya 'kebenaran yang-lain' itu merupakan kesalahan. Lebih lanjut, konsekuensi lain dari relativisme ialah pengabaian terhadap kebenaran mutlak itu sendiri. Karena—sekali lagi ditegaskan—untuk apa bersusah payah meyakini dan mencari kebenaran absolut? Toh kebenaran absolut itu sendiri tak mungkin untuk ditangkap dan direngkuh. Kita bisa tarik lebih jauh lagi implikasi dari kerelatifan dan kesadaran akan kedaifan manusia ini. Konsekuensi dari relativisme kebenaran adalah, bahwa kita sama sekali tidak bisa menyalahkan kaum konservatif radikal yang berlaku kejam itu. Implikasinya perbuatan umat yang melakukan pembubaran ritual kaum
Kristiani di Sabuga itu, merupakan tindakan yang benar. Perbuatan tersebut tak bisa disalahkan. Di sini kita bisa melihat proses bunuh diri dari konsep pluralisme, yang meyakini bahwa jalan keluar dari konflik beragama adalah pluralisme. Pada akhirnya, irasionalitas akan muncul menjamur, fundamentalisme agama pun demikian, kekerasan yang terjadi atas nama agama pun tak terelakan. Fenomena-fenomena tersebut tak bisa kita salahkan. Karena—mengikuti alur logika pluralisme—mereka memiliki kebenaran absolutnya, dan mereka berhak mengklaim kebenaran tersebut. Pertanyaannya kemudian, lantas apa s o l u s i d a r i k e n ya t a a n p r o b l e m pluralisme tersebut? Jawabannya adalah, kita mesti meninggalkan pluralisme dengan asumsi relativisme kebenarannya. Kita mesti memercayai bahwa kebenaran manusia itu tidak relatif, namun absolut. Tidak perlu tawadhu dengan mengatakan, bahwa orang lain pun punya kebenaran mutlak juga. Lalu, apakah dengan demikian saya sendiri telah menganjurkan k o n s e r va t i s m e ? S a ya k i r a t i d a k demikian. Kenapa? karena posisi yang saya ambil bukan kembali pada posisi dogmatik—sebagaimana dikritik oleh kaum pluralisme. Meyakini kebenaran a b s o l u t , t i d a k l a h m e n i s c a ya k a n ketertutupan. R u a n g d i a l o g d i s k u r s i f ya n g rasional itu dimungkinkan, bahkan sangat diwajibkan untuk menjemput kebenaran absolut bersama-sama. Dalam bahasa lain, proses mencapai dan mendapatkan kebenaran absolut, mensyaratkan intersubjektivitas. Lalu, ruang intersubjektivitas itu dimungkinkan dalam ruang dialog yang setara tanpa paksaan. Kemudian, bentuk penghargaan dan penghormatan kepada umat lain, tak perlu mengandaikan bahwa orang lain pun memiliki kebenaran mutlak. Dalam wilayah etis, kita mesti dan wajib menghargai perbedaan keyakinan, namun dalam wilayah epistemologis kita mesti tegas. *Penulis adalah Mahasiswa Filsafat Agama, aktif di UKM LPIK
asi Ilustr
oleh Riswan Ta ufik
M/M ag an g
OPINI 19
Cerdas Menangkal Hoax Oleh Adi Maulana Ibrahim*
P
esatnya kecanggihan teknologi saat ini sangat memudahkan masyarakat dalam m e n ye b a r k a n d a n m e n d a p a t k a n informasi. Namun, kemudahan akses ini kerap disalahgunakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi bohong atau palsu demi kepentingan pribadi atau tujuan tertentu tanpa memikirkan kerugian dari pihak lain. Saat ini dunia maya sedang dilanda penyakit hati yang diduga tersebar melalui Facebook, Twi er, dan media sosial lainnya. virus ini langsung menyerang otak, mengoyak nalar. Bila terpapar virus ini, orang akan mengalami skizofrenia informasi yang berujung pada lunturnya nurani, hilang kebijaksanaan akal dan keluhuran budi. Padahal akal dan budi adalah penentu seseorang, mampu teguh dalam jalur kemuliaan atau tersungkur dalam kemudharatan. Maka dari itu, penyakit hati sering disebut biang dari segala masalah. Orang cerdas jadi tampak beringas, orang berilmu tersungkur saling berseteru, dan orang berbudi dicaci-maki. Kemunculan hoax, menyebabkan perkembangan komunikasi sekarang sangat meresahkan. Semakin hari, masyarakat dipaksa terbelah menghadapi wacana yang tidak jelas, semua terjadi karena ketidakmampuan media melakukan peliputan yang kredibel dan menyajikan berita alakadarnya demi pembaca yang banyak. Perkembangan masyarakat di media sosial sering kali luput dari validasi dan konfirmasi. Mengesampingkan kaidah kode etik jurnalistik yang baik dan benar merupakan salah satu munculnya benih-benih hoax. Didukung dengan budaya copy-paste, peredaran hoax pun menjadi tak terkendali. Dengan perkembangan komunikasi, new media menjadi kajian perubahan menuju aspek-aspek dunia komunikasi masa depan. Dengan kata
lain, para pakar komunikasi memikirkan bagaimana dunia komunikasi kedepannya. Oleh karena itu para pakar teknologi terus menciptakan temuan telematika. Perubahan-perubahan komunikasi selalu dipengaruhi oleh hal-hal baru di masyarakat, dan menciptakan suatu keadaan berbeda dengan keadaan sebelumnya dalam sistem komunikasi. Jadi, pada kondisi komunikasi lama terdapat perbedaan, seiring waktu berganti, maka ihwal seperti ini akan melahirkan perubahan komunikasi. Seiring dengan itu, berbagai macam informasi tidak jelas akan membabibuta dunia komunikasi yang selalu menghantui masyarakat. Keresahan demi keresahan muncul seperti jamur, memang ada dampak positifnya namun tak bisa dipungkiri akan ada banyak dampak negatif bermunculan. Kebijaksanaan dalam menyikapi informasi pun harus segera disadari dan ditingkatkan oleh masyarakat. Peredaran informasi hoax tak hanya baru saja terjadi, tapi sudah sejak dulu. Ajaibnya, informasi hoax yang tidak jelas sumbernya justru mudah sekali menyebar, sehingga informasi itu menjadi terkenal, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya benar. Dulu, propaganda informasi hoax, hanya lewat selembaran sunyi atau gosip dari mulut ke mulut, yang tidak diketahui siapa yang pertama kali menyebarkannya. Jempol tangan bergerak tanpa kendali mengamini setiap informasi tanpa validasi, menyebarkannya seolah semua orang peduli. Alhasil perpecahan terjadi dimana-mana dari dunia nyata hingga dunia maya, dari yang muda hingga lanjut usia. “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri,” bukan saja menghacurkan persahabatan tapi juga memundurkan peradaban. Mungkin kata-kata itu yang pas mencerminkan kondisi saat ini.
Harus kita ketahui, sesungguhnya kita semua itu bersaudara, bagaikan k e p a l a , t a n g a n , k a k i s e m u a n ya terhubung, jika salah satu sakit, maka yang lainnya merasa sakit, karena itu marilah berlatih empati agar selalu ingat pada keadilan Ilahi. Sesama saudara janganlah mencaci bila tak ingin dibenci. Jangan pula memfitnah karena bakal terkena tulah. Bersikaplah bijak agar sadar dimana t e m p a t b e r p i j a k . Pe r t u m b u h a n penetrasi smartphone dan media sosial yang tidak diimbangi literasi digital, menyebabkan hoax merajalela di Indonesia. Informasi menyesatkan banyak beredar melalui aneka jalur digital, termasuk situs online dan pesan cha ing. Kalau tidak hati-hati, masyarakat bisa termakan tipuan hoax, atau bahkan ikut menyebarkan, dan tentu akan sangat merugikan bagi pihak korban fitnah. Saat ini berita dan informasi hoax lainnya sudah dibuat sedemikian rupa menyerupai aslinya, bahkan dilengkapi dengan data-data yang seolah-olah itu adalah fakta. Kemunculan hoax ini disebabkan ada pihak-pihak yang ingin membuat situasi menjadi kacau dan mengambil keuntungan materil secara sepihak. Juga oknum-oknum yang hanya sekadar mengalihkan isu demi kepentingan politik, pribadi maupun kelompoknya. Dalam hal ini masayarakat harus sedikit menelaah informasi-informasi yang diperoleh dari dunia maya, contohnya seperti memperhatikan judul. Hoax kerapkali membubuhi judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan ke pihak tertentu. Isinya pun bisa dilansir dari berita media resmi, hanya saja dimodifikasi agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax. Masyarakat jangan sampai mudah terpancing oleh judul yang provokatif, coba cermati alamat situs, untuk informasi yang diperoleh dari website
atau mencantumkan link. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai. Saking banyaknya berita-berita hoax, dibuatlah slogan No Pic = Hoax yang justru sekarang menjadi senjata yang ampuh untuk bisa mempengaruhi pendapat orang. Seringkali media atau penulis menggiring opini, lewat tampilan visual. Sehingga begitu melihat gambar yang ditampilkan, kita bisa langsung terpengaruh dengan penjelasannya. Padahal belum tentu kejadiannya seperti itu. Dan belum tentu juga gambar yang ditampilkan adalah gambar yang berasal dari tempat kejadian. Revisi UU ITE yang baru saja d i b e r l a k u k a n s e b e n a r n ya d a p a t menjadi landasan hukum untuk menjerat tidak hanya pembuat hoax, tetapi juga mereka yang menyebarkannya. Namun ancaman pidana ini kurang efektif karena penyebaran hoax sudah sangat masif dan dilakukan hampir oleh seluruh masyarakat penjelajah internet. Di zaman yang serba digital ini, persaingan global semakin bersifat total, jika ingin menjadi bangsa handal tingkatkan kualitas diri secara optimal. Jadikan informasi sebagai modal produktif menuju level yang lebih tinggi, manfaatkan jejaring sosial untuk bersinergi meningkatkan produktivitas dan mencapai kesejahteraan bersama. *Penulis merupakan mahasiswa Jurnalistik 2013
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Foto oleh Muhammad Iqbal/SUAKA
20 SELISIK
bakti di tengah diskriminasi Oleh Muhammad Iqbal
P
“
uluhan tahun hidup dalam kegelapan, akhirnya mereka bisa melihat indahnya dunia,” ujar seorang pria berperawakan ramping. Usianya menginjak 67 tahun, matanya tenang seolah tak ada yang menjadi beban dalam hidupnya. Bahagia bercampur haru, ketika ia dipertemukan dengan para penerima donor mata. Tak banyak yang tahu, jika rasa kemanusiaannya sangat besar. Ialah Entang Rasyid, salah seorang yang terdaftar sebagai pendonor mata di Indonesia. Aroma terigu berpadu mentega tercium, kue yang tersusun rapi di dalam etalase semakin mempercantik ruangan. Setiap pagi, Entang selalu mengantarkan kue pesanan itu menggunakan sepeda motornya. Lalu, siang harinya, ia menjemput cucunya yang pulang sekolah. Senja mulai muncul, sembari menemani perbincangan Suaka bersama ayah lima anak dan sembilan cucu itu. Entang merupakan ketua dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia ( JAI) Kota Bandung daerah Bandung Timur. Di dalam rumah terlihat beberapa penghargaan terpampang di atas dinding. Salah satunya, penghargaan dari Palang Merah Indonesia, karena ia telah mendonorkan darahnya sebanyak seratus kali. Saat itu, ia berangkat bersama 134 orang asal Bandung dan bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Bapak diundang oleh presiden dan diberikan penghargaan Satyalancana pada 2014,” tuturnya, Rabu (5/4). Selain itu, ia juga sempat hadir dalam pertemuan antara pendonor dengan penerima mata yang digelar oleh pemerintah DKI Jakarta pada masa Gubernur Soeryadi Soerdija. Undangan tersebut merupakan salah satu bentuk penghargaan untuk ayahnya. Ayah Entang sudah meninggal dan menjadi salah satu pendonor mata. Setelah meninggal, dua buah kornea matanya didonorkan kepada Bank Mata
Rumah Sakit Khusus Mata Cicendo Bandung. “Kalau donor mata, mereka tidak tahu siapa pendonornya, pendonornya juga tidak akan tahu siapa yang menerima donor. Itupun mereka hanya menerima satu mata donor saja,” ucap pria asal Tasikmalaya itu. Ia pernah merasa terintimidasi oleh beberapa masyarakat. Namun, ia dan keluarganya sepakat untuk terus menjunjung tinggi kemanusiaan seperti ajaran yang telah diwariskan oleh sang ayah. Menurutnya, menjadi pendonor tidak mudah untuk bisa diterima setiap orang, bahkan di dalam Ahmadiyah sendiri. Bagi Entang dan keluarganya, melakukan suatu perbuatan kemanusiaan tidaklah dilihat dari mana suku, agama, ras, dan golongannya. Melainkan atas dasar apa dan lebih baik lagi atas kesadaran sendiri. Tutur katanya halus dan ramah. Raut wajahnya tidak berubah saat membahas Ahmadiyah yang dianggap sesat. Namun, ia sudah terbiasa dengan itu. Baginya, menjadi seorang jemaat Ahmadiyah bukanlah halangan untuk melakukan kegiatan kemanusiaan. “Love for All, Hatred for None adalah moto hidup seorang Ahmadi (jemaat Ahmadiyah-red) di seluruh dunia. Moto itu mengajarkan untuk tidak membenci orang lain, sekalipun orang lain itu membencinya,” kenangnya seraya tersenyum. Entang sudah menjadi Ahmadi sejak lahir, turunan dari sang ayah yang sudah menjadi anggota Ahmadiyah sejak 1940-an. Diskriminasi oleh Birokrasi Berbeda dengan Entang, jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya misalnya, memiliki nasib yang tak seberuntung dirinya. Selain mendapat diskriminasi dari warga sekitar, hak mereka sebagai warga negara tidak dipenuhi oleh pemerintah daerah.
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Beberapa di antaranya, seperti tidak diterbitkannya Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Kantor Urusan A g a m a ( K U A) y a n g t i d a k m a u menikahkan jemaat Ahmadiyah, hingga yang paling memilukan adalah adanya pelarangan jemaat Ahmadiyah untuk pergi ibadah haji. Hal tersebut terjadi di Desa Manislor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Data terakhir pada Februari 2017 dari salah seorang jemaat A h m a d i ya h d i K u n i n g a n , Y u s u f Ahmadi mengatakan, sekitar 65 persen dari 4650 masyarakat Desa Manislor adalah jemaat Ahmadiyah. Yusuf menerangkan, terhambatnya penerbitan e-KTP sudah terjadi sejak 2012 lalu. Diduga, hal tersebut terjadi karena ulah beberapa komponen masyarakat yang menekan pihak kepala daerah atau pemerintah daerah. Pihak yang menekan itu, menuntut untuk tidak menerbitkan e-KTP, atau boleh diterbitkan asal kolom agama dikosongkan. Tuntutan ini tentu saja tidak diterima oleh Jemaat Ahmadiyah Kuningan. “Pihak Jemat Ahmadiyah Kuningan menolak itu, karena kami Islam,” ujar Yusuf dengan nada kecewa saat dihubungi via surel, Sabtu (8/4) malam. Mereka terhambat dalam pelayanan publik, karena tidak adanya e-KTP. Pihak daerah setempat, sempat memberikan kemudahan dengan memberikan surat keterangan telah terekam dalam pembuatan e-KTP. Namun, diakui Yusuf, hingga sekarang masih belum ditemukan titik terang mengenai kejelasan akses pelayanan tersebut. Yusuf juga menambahkan, pihak KUA selalu melimpahkan jemaat Ahmadiyah ke pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk melangsungkan pernikahan. KUA beralasan karena Ahmadiyah dianggap sesat. Akhirnya, sebagian dari mereka terpaksa pergi ke luar Kuningan untuk melangsungkan pernikahan. “Mereka pergi ke luar, buat KTP di sana, nikah di sana. Setelah nikah kembali lagi ke Kuningan,” ujar Yusuf. Hal serupa juga terjadi di Ta s i k m a l a y a . M e r e k a m e n g a k u mendapat diskriminasi dalam hal pendaftaran haji. Hambatan tersebut berupa peraturan daerah yang melarang jemaat Ahmadiyah pergi haji. Ketua Dewan Perwakilan Daerah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (DPD JAI) Tasikmalaya, Nanang Ahmad Hidayat mengatakan, Di Tasikmalaya, jemaat Ahmadiyah yang hendak pergi haji masih terganjal masalah administrasi. Menurutnya, terdapat persyaratan yang memberatkan dalam ibadah haji. “Jemaat ditanyai, Ahmadiyah bukan?,” kata Nanang mengulangi perkataan pihak yang bersangkutan. Bahkan, masyarakat Ahmadi di sana, diperintahkan untuk membuat surat
pernyataan bukan Ahmadiyah atau surat keluar dari Ahmadiyah. “Karena kami Islam, kami siap untuk membaca syahadat langsung. Tapi mereka minta pakai surat keluar dari Ahmadiyah,” keluh Nanang pada Suaka, Sabtu (8/4). Mendapat diskriminasi, membuat jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan dan Tasikmalaya terpaksa untuk mendaftar haji di luar daerah. Pihak JAI Kabupaten Kuningan dan Ta s i k m a l a y a , s u d a h m e n c o b a menyarankan berbagai solusi kepada pemerintah. Mereka pernah didampingi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendukung toleransi. Namun, sampai sekarang pemerintah daerah masih belum memberikan kejelasan. Melanggar Hak Warga Negara Mantan Wakil Ketua Komnas HAM 2013-2014, Dianto Bachriadi mengatakan, persoalan tersebut masuk ke dalam kategori mal-administrasi. Menurutnya, masalah yang dialami oleh jemaat Ahmadiyah, terjadi karena tidak berjalannya hukum di dalam birokrasi. Seharusnya, birokrasi bersikap tidak memihak pada tindakan intoleransi. Tindakan preventif juga harus dilakukan oleh negara. Pada kasus tersebut, negara yang harusnya menjujung hak asasi warga negaranya, memosisikan dirinya dengan membela masyarakat yang intoleran. Padahal, negara harus menjadi garda terdepan untuk menghadapi tindakan-tindakan intoleran, sekalipun hal tersebut dilakukan oleh masyarakat mayoritas. “Ada yang salah dengan kehidupan demokratis di Indonesia, tidak menghargai sesama warga, dan negara terlibat dalam proses itu, serta pelanggaran hak asasi manusia,” jelas Dianto saat ditemui Suaka di kantor Agraria Research Corps Arcamanik, Sabtu (8/4). Berdasarkan data yang ia dapat, Jawa Barat berada dipuncak dengan 21 kasus diskriminasi terhadap jemaat Ahmadiyah, disusul nomor dua oleh DKI Jakarta. Orang yang beragama, seharusnya memiliki nilai toleransi yang tinggi, artinya ada garis-garis yang jelas dalam bertoleransi. Ia menegaskan, Indonesia bukanlah negara agama, karena, Agama tidak menjadi dasar negara Indonesia. Sehingga, harus ada batasan yang membuat seseorang tidak tersekat oleh agama dalam kehidupan sosial. Dalam konteks kehidupan seharihari, seseorang boleh menerapkan keyakinan agamanya. “Tetapi saat seseorang melakukan pelarangan yang berlaku bukan ajaran agama. Ajaran agama berlaku antara dia dan Tuhannya.” tandasnya.[Kru liput: Galih Muhamad]
VAKANSI 21 Memang tidak banyak kain tenun dan teh hijau di dalam koper. Namun, tangan dan pundakku rasa-rasanya pegal tak keruan. Setelah kulihat sejenak, ternyata ada tanya yang bergelayut, yang sering kali membikin sesak. Tanya itu menjadi oleh-oleh setelah aku bersambang ke Thailand, selama satu pekan, yang kubawa untuk kotaku. Bunyinya: “Kamu tidak bosan begitu melulu?�
Dok. Pribadi
Buih Rindu Itu Mengapung di Chao Phraya Oleh Adam Rahadian Ashari
A
ku tidak mau memaksa siapapun untuk setuju, dalam hal, menjadi jurnalis itu menyenangkan. Karena faktanya, ada yang lebih menyenangkan dari sekadar menjadi seorang jurnalis. Misalnya, menjadi pendamping hidup untuk seseorang yang didamba. Itu sangat menyenangkan. Tapi, menjadi jurnalis juga. Sebuah profesi yang jika dijalankan dengan benar, akan mendapat imbalan bahagia tiada tara. Begitulah kira-kira. Jenis kesenangan yang didapat seorang jurnalis, salah satunya, adalah jalan-jalan. Apalagi, jika mendapat kesempatan meliput acara di negeri seberang. Maret lalu, aku disuruh demikian oleh atasan. Sebagai jurnalis yang kadang dibuat jenuh oleh Ibu Kota, aku mau saja. Thailand adalah negara yang harus aku sambangi. Karena, di negara itu akan digelar sebuah pameran peternakan terbesar se-Asia. Pameran tersebut diberi nama VIV Asia 2017. Pihak panitia menjadikan mediaku sebagai salah satu media partner dalam pameran yang digelar dua tahun sekali itu. Bangkok adalah kota yang ditunjuk sebagai tuan rumah tahun ini. Kesan pertama yang kudapat saat menginjakkan kaki di negerinya Mario Maurer itu, adalah suka cita. Padahal, seharusnya biasa saja. Mungkin karena selera humorku saja yang receh. Setiap mendengar warga sana berbicara dengan intonasinya yang khas, aku terkekeh. Entah mengapa. Mungkin, Selama di Indonesia, aku terlalu banyak menonton ďŹ lm Thailand bergenre humor, seperi Suckseed, ATM: Er Rak Error, hingga Hello Stranger. Aku memiliki ďŹ rasat bahwa Thailand adalah negeri yang bersahabat. Tapi lambat laun kelucuan itu berubah menjadi sebuah kekaguman. Bandara Suvarnabhumi yang megah tersaji di depan mata. Segala sisi nyaris dirangkai secara otomatis untuk melayani. Agaknya, Thailand memang serius dalam menghadapi persaingan global, termasuk sektor pariwisata. Mereka berada pada langkah yang tepat dengan menjadikan bandara sebagai gerbang yang meyakinkan, sarat dengan prestise. Tak heran jika Negeri Gajah Putih mampu menjadi magnet bagi 32 juta wisatawan selama 2016 lalu. Berbeda jauh jika dibandingkan dengan Indonesia, yang hanya mencapai angka 11,5 juta wisatawan. Padahal, aku berani bertaruh, jika potensi wisata yang dimiliki Indonesia jauh lebih baik. Salah satu andalan dari bandara yang terletak di Bangkok itu, adalah tersedianya Airport Link, atau kereta yang menghubungkan bandara dengan jantung kota. Fasilitas itu sangat
membantu bagi orang-orang yang mencari transportasi cepat dan nyaman. Harga tiketnya pun cukup murah. Jika dirupiahkan berkisar antara Rp 6.00018.000, tergantung jarak yang ditempuh. Saat itu, aku menggunakan Airport Link untuk mencapai stasiun Phaya Thai, karena menjadi stasiun transit untuk kemudian berganti kereta, menggunakan Bangkok Mass Transit System (BTS), juga masyhur dengan nama skytrain. BTS merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Bangkok. Jika dibandingkan dengan Commuter Line, kereta andalan orang Jakarta, BTS boleh jadi sedikit jemawa. Mengapa? Karena begini: BTS sudah hampir melakukan otomatisasi di berbagai sektornya. Tenaga para petugas pun tidak banyak terkuras. Selain itu, jumlah kereta yang banyak dan datang tepat waktu, adalah kesenangan bagi orang-orang di saat jam sibuk. Aku yang sering merasakan serangan terbuka dari ketiak orang di Commuter Line, ketika menaiki BTS, bisa bernapas lega. Desain gerbong yang futuristis, waktu tempuh yang tepat, ongkos yang murah, dan, perempuan Thailand yang manis-manis, nikmat mana lagi yang kau dustakan? Berbicara mengenai warga Bangkok, sepertinya, kalau dilihat-lihat, mereka lebih cuek dibandingkan warga Indonesia. Misal, dalam hal penampilan, mereka lebih bebas berekspresi, tanpa takut stigma ini-itu. Maka tak heran jika Bangkok kemudian menjadi salah satu pusat mode di Asia. Jika berjalan-jalan di Emporium Mall, atau sederet pusat perbelanjaan di diaerah Siam, rasanya, sudah seperti berada di sebuah fashion show. Tak hanya itu, aku melihat berbagai sudut Kota Bangkok memiliki daya tarik bagi wisatawan. Sampai pasar sederhana yang berisi pedagang kaki lima saja, bisa dipadati para bule . Mungkin benar kata seorang jurnalis yang kukenal di Bangkok. Dia bilang, bahwa pemerintah setempat pintar dalam segi promosi. Tapi, siapa kira, kalau orang-orang Bangkok ternyata cukup ramah. Mereka tidak menutup diri terhadap para pendatang. Pun dalam soal beragama. Sejauh yang kulihat, mereka tidak anti terhadap agama minoritas, seperti Islam. B u k t i n ya , m u s l i m d i s a n a b e b a s mengumandangkan adzan. Bahkan,
masjid sudah mulai tersebar, meski tidak terlalu banyak. Salah satu masjid yang terkenal adalah Masjid Jawa. Sebuah m a s j i d d a r i t a n a h wa k a f s e o r a n g perantau dari Jawa, berdiri sekitar tahun 1906. Setidaknya, Bangkok sudah berupaya menjadi kota toleran bagi para pemeluk agama. Orang-orang muslim yang sedikit itu, mereka pun solid, guyub, harmonis. Meski kutahu, di beberapa daerah lain di Thailand, persoalan agama masih menjadi isu sensitif. Oh, hampir kulupa. Tadinya aku ingin berbagi mengenai pameran yang kuliput. Jadi begini, VIV Asia 2017 itu, hanya membuat iri saja, aku, sebagai orang Indonesia. Bagaimana tidak, inovasi mutakhir di bidang peternakan, seluruhnya tumpah-ruah di Bangkok International Trade and Exhebition Centre (BITEC). Orang-orang dari berbagai penjuru dunia berdatangan. Dengan percaya diri, Bangkok siap menjamu para inovator itu, dengan asyik dan meyakinkan. Secara langsung, Thailand mendapat keuntungan atas terselenggaranya acara tersebut. Dari pameran yang berlangsung selama tiga hari itu, ternyata, mencatatkan kunjungan yang fantastis, dengan nilai transaksi yang sangat besar. Panitia memperkirakan, bahwa nilai transaksi di VIV Asia 2017 mencapai Rp lima triliun. Suatu jumlah yang layak, mengingat adanya 1.057 perusahaan dari 5 5 n e g a r a ya n g b e r p a r t i s i p a s i d i dalamnya. Thailand mendapat keuntungan berlipat, baik secara materi maupun nonmateri. Thailand pun mendapat label sebagai negara yang merangkak maju, dengan sisi pertanian dan peternakannya yang mulai mapan. Di waktu yang sama, kudengar, negeriku tercinta, sedang dibikin panas oleh peternak rakyat kontra para kapitalis yang memainkan sektor b r o i l e r d a n l a y e r . At a u , d u g a a n peyelewengan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang belum reda, serta, kenaikan harga sayurmayur yang sama sekali tak lucu. Daripada dibuat resah oleh perasaan iri itu, aku pun punya ide. Lebih baik aku perbanyak main saja. Prinsipku saat itu: perpendek liputan, perpanjang jalanjalan. Jatah waktu satu minggu untuk liputan, aku padatkan menjadi dua hari.
Sisanya, apa lagi kalau bukan main? Maa an aku wahai atasan. Tapi tugasku sudah selesai, mohon biarkan diri yang suka jalan-jalan ini menyapa ramahnya Bangkok. Menekur pada arus Chao Phraya Banyak tempat yang kusinggahi di Bangkok. Melihat bagaimana tata ruang kota, arsitektur khas Thailand, menjelajah pasar tradisional, hingga mampir ke Istana Raja. Ada perasaan sedih saat menyambangi Grand Palace. Di sana, nampak ratusan orang berpakaian hitam, berjajar rapi dengan raut duka. Mereka adalah warga yang begitu mencintai mendiang Sang Raja Bhumibol Adulyadej, sosok kharismatik yang wafat pada Oktober 2016 lalu. Hingga saat ini, jasadnya masih ada, dan tak henti didatangi para pelayat. Sangat mengharukan bagaimana melihat warga Thailand yang begitu mencintai rajanya. Lalu, apa hal yang sama akan terjadi pada warga Indonesia, jika pemimpinnya meninggalkan mereka? Aku hampiri patung Budha raksasa yang sedang leyeh-leyeh di Wat Pho, merasakan megahnya situs Wat Arun, menikmati pertunjukan kabaret di Asiatique Riverfont, mengapung di pasar sampan Damnoen Saduak, menjumpai tokoh-tokoh dunia di Madame Tussauds, membeli sepatu kulit di pasar Chatuchak, hingga melewati gemerlapnya Patpong oleh bisnis hiburan malam. Ya, hanya lewat, tidak macam-macam. Namun, tempat favoritku selama berada di sana, adalah sungai Chao Phraya. Sebuah sungai yang membelah Kota Bangkok, mengalir dan membawa harapan orang-orang yang berada di atas riamnya. Tempat bagi mereka yang ingin mengilhami sebuah perjalanan. Aku, termasuk di dalamnya. Malam terakhirku di Bangkok sengaja kuhabiskan dengan sebuah dinner cruise di atas kapal White Orchid. Dari sana kulihat lampu-lampu temaram di pinggiran sungai, dan jembatan kota yang menggantung indah menyala dengan warna lembut. Alunan musik klasik saat itu membangunkan memori dan perasaan rindu. Juga, banyak hal yang terserap secara alami selama perjalanan yang aku lakukan. Bangkok telah membuka mataku lebih lebar, tentang apa yang harus aku dan kotaku tuju. Membangun kota, perlu lebih dulu dimulai dari membangun manusia. Tidak mudah menjadi Bangkok yang sudah maju di berbagai sisi. Tapi, tiada hasil yang mengkhianati upaya. Kotaku, pasti bisa menjadi besar, menjadi rumah yang nyaman bagi orang-orang yang berlindung di dalamnya. Sementara, angin, arus, dingin, malam, dan cahaya lampu-lampu itu, berbisik padaku, untuk segera pulang, kembali pada dirinya, yang sudah menanti, dengan senyum dan doa. * Pe n u l i s m e r u p a k a n R e d a k t u r Pelaksana di Majalah Poultry Indonesia. Semasa kuliah, aktif di LPM Suaka, Jurnalpos, serta Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung.
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
22 SASTRA
12 3 ol is
S /S UA KA
9
6
Ilus
le h si O tra
N
Waktu Oleh Susana Widuri*
Apapun” ucapku lirih sambil kembali reyot itu. Mataku sedikit tercengang menatap pusara Kasih. Kembali ketika masuk ke dalamnya. Bukan mengais-ngais harapan agar Kasih sesajen, kemenyan, kembang tujuh kembali. Perasaan kecewa, frustasi, rupa ataupun berbagai macam benda sedih, marah juga putus asa itu semakin yang sering digunakan dukun yang aku menguar dalam benakku. Sadar jika lihat di sana, melainkan berbagai perkataanku adalah hal yang tak macam alat-alat canggih yang tersusun mungkin, aku semakin putus asa sedemikian rupa. Monitor besar yang karenanya. menampilkan berbagai percampuran "Apapun?” tanya Pak Tua itu lagi. rumus terpampang jelas di depan Aku kembali mendongak, ada sedikit mataku. Aku pun berbalik untuk keganjilan pada pertanyaan Pak Tua itu. m e n c a r i s o s o k Pa k Tu a y a n g Dia kembali tersenyum aneh. Janganmembawaku kemari. jangan dia... "Apa maksud semua ini? Siapa kau "Aku dapat melakukannya” ucap sebenarnya Pak Tua?” tanyaku penuh Pak Tua itu seolah dapat menangkap selidik. Lagi-lagi Pak Tua itu tersenyum kegelisahanku. Mendengarnya aku aneh, sambil memakai semacam jas semakin mengernyitkan keningku. Aku laboratorium berwarna putih, sekarang tahu bahwa aku sekarang merasa dia juga mengenakan kaca mata. sangat frustasi, tapi itu tidak benar"Selamat datang di laboratoriumku benar menghilangkan kewarasanku. anak muda. Perlu kau ketahui bahwa Sebaliknya, sekarang aku merasa aku sebenarnya seorang ilmuwan. Coba sedikit geram pada Pak Tua itu, seolahlihat pintu hitam di sebelah kananmu, olah dia sedang mempermainkan dan itu adalah salah satu penemuanku yang mengolok perasaanku. terbaru” jelas Pak Tua itu sambil "Apa kau pikir ini lucu, Pak Tua?! menunjuk pintu hitam yang berada Bagaimana mungkin kau dapat tepat di sebelah kananku. Aku menghidupkan orang yang sudah mati, mengikuti arah telunjuknya, kemudian hah?! Apa kau pikir perasaanku ini mengernyitkan keningku. Aku benarhanyalah bahan olok-olokmu semata, benar bingung dengan maksud semua hah?!” teriakku semakin berang. ini. Namun wajahnya sama sekali tak "Lalu untuk apa kau membawaku bergeming, ia tetap memperlihatkan kemari?” tanyaku semakin bingung. senyuman aneh itu. Aku berpikir kematian Kasih tak akan "Sepertinya kau tidak ada hubungannya dengan semua mempercayaiku anak muda. Jika kau penemuan dari Pak Tua yang mengaku memang tidak percaya, aku bisa sebagai seorang ilmuwan. Apa dia membuktikannya padamu. Ikut aku!” masih menganggap bahwa aku ini N ucap Pak Tua itu. Sekarang aku semakin semacam eh lelucon? l iO merasa geram namun sekaligus ras"Aku hanya memerlukan seseorang t s bingung. Entah apa yang sekarang aku Ilu untuk mencoba penemuanku, dan aku p i k i r k a n , n a m u n a k h i r n ya a k u rasa kau adalah orang yang tepat” mengikuti juga kemana Pak Tua itu jawab Pak Tua itu. pergi. "Apa maksudmu?” tanyaku Dia membawaku berjalan cukup semakin tidak mengerti, Pak Tua itu jauh dengan melewati hutan bambu kemudian berjalan ke arah komputer yang lebat, suara gemerisik dedaunan yang tak jauh dariku. Tak lama yang saling bergesekan karena tertiup k e m u d i a n , m o n i t o r b e s a r ya n g angin akhirnya sedikit meredam menampilkan berbagai rumus eksak emosiku. Lama berjalan jauh, di ujung tergantikan oleh gambar-gambar hutan bambu itu aku melihat sebuah berbagai penemuan manusia. gubuk tua yang reyot. Sesekali aku "Biar aku jelaskan, hampir semua pandangi Pak Tua yang sedari tadi aspek dalam kehidupan sudah berjalan di depanku tanpa menoleh ke berkembang jauh dari yang belakang sedikit pun. Melihat diperkirakan manusia zaman dulu. penampilannya yang memakai baju Bahkan sekarang manusia sudah bisa sedikit lusuh, juga gubuk tua yang membuktikan bahwa bulan bukanlah terletak sangat jauh aku sempat suatu benda langit yang terbuat dari berpikir, 'mungkinkah dia semacam keju berwarna hijau seperti dukun?' kepercayaan manusia zaman dulu, "Kita sudah sampai anak muda, melainkan sebuah satelit alam yang silahkan masuk” ucap Pak Tua itu terdiri dari gunung dan kawah” jelas mempersilahkan aku masuk. Dengan Pa k Tu a i t u . A k u t e r t e g u n sedikit ragu, aku pun memasuki gubuk mendengarkan, selanjutnya gambar
12
3
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
is S
/S U
AK A
9
ol
A
ku tersungkur. Menangis histeris mengais-ngais tanah hitam yang membalut pusara di hadapanku. Menangisi sosok jasad yang kini telah terbujur kaku di bawah gundukkan tanah pusara yang masih basah itu. Harum semerbak kembang yang aromanya tertiup angin, sepi pekuburan ini sama sekali tak membuatku bahagia. Tak ada orang lain lagi di sana selain aku, sudah lima jam sejak Kasih disemayamkan di sana. Aku mengetahuinya ketika salah seorang juru rawat memberitahuku tentang Kasih, kali pertama aku terbangun di bangsal rumah sakit dengan pembalut di kepalaku. Berlari bak kesetanan, aku pun terlunta dan terseok mencari tempat disemayamkannya. Sungguh aku tak rela jika keadaan begini adanya. Kasihku... "Tuhan! Apa salahku?! Kenapa kau ambil ia dariku! Dia yang sangat aku k a s i h i , Tu h a n ! A d i l k a h E n g k a u padaku?!" jeritku pilu. Aku benar-benar merasa kecewa, frustasi, sedih, marah juga putus asa dengan semua ini. Ditengah kecamuk perasaanku yang semakin campur aduk, aku merasa seseorang tengah berdiri di sampingku dan menatapku yang masih menangisi Kasih. "Sepertinya kau sangat putus asa dengan kematian orang ini, anak muda?" tanyanya terdengar ringan. Aku mendongak untuk melihat wajah orang yang baru saja bicara denganku. Dia tersenyum dengan anehnya, seolah tak merasakan simpati ataupun empati ketika melihatku meratapi pusara Kasih. "Tentu saja aku merasa putus asa, Pak Tua! Orang ini adalah yang paling aku cintai di dunia ini! Dan beberapa s a a t ya n g l a l u Tu h a n b a r u s a j a mengambilnya dariku! Aku sungguh belum merelakannya pergi! Ini benarbenar tidak adil!" ucapku sedikit berteriak. Aku merasa berang mendengar pertanyaan juga raut wajah Pak Tua itu. "Tidak adil? Begitukah?” tanya Pak Tua itu seolah meragukan ucapanku. Aku terdiam, tenggorokanku semakin tercekat mengingat betapa cepatnya Tuhan mengambil Kasih dariku. "Jika kau memang merasa hal ini tidak adil? Lalu apa yang menurutmu adil?” tanya Pak Tua itu lagi. Aku kembali menatap wajahnya. "Yang adil adalah jika ia hidup. Apapun akan aku lakukan jika memang dapat membuatnya hidup kembali.
6
berbagai penemuan dan juga bulan berganti menjadi gambar sebuah jam yang berdetak. "Namun, ada satu hal yang luput dan sulit untuk manusia teliti dan kembangkan. Satu hal itu adalah waktu” ucapnya kemudian kembali tersenyum. "Ya, aku tahu itu, Pak Tua. Tapi apa hubungannya denganku?” tanyaku masih belum mengerti. Pak Tua itu kembali tersenyum aneh. "Sabar anak muda, kau bahkan belum mengetahui apa yang telah aku temukan. Penemuanku yang terbaru adalah mesin waktu” jelas Pak Tua itu. Aku sedikit tercengang, bagaimana mungkin itu dapat terjadi? Bukankah itu sesuatu yang mustahil? "A-apa kau bilang?” tanyaku memastikan. "Mesin waktu, anak muda. Penemuanku adalah mesin waktu yang dapat membawamu ke masa depan bahkan kembali ke masa lalu. Dan karena kau sangat putus asa akan kematian gadis di bawah pusara itu, kau juga mengatakan akan melakukan apapun untuk membawa dia kembali bukan? Untuk itulah aku memilihmu untuk menguji penemuanku” ucap Pak Tua itu. Aku semakin tercengang, jadi karena alasan inilah dia membawaku kemari? "Tapi Pak Tua... apa yang akan terjadi jika aku masuk ke dalam sana?” tanyaku. "Aku tidak tahu pasti, tapi yang jelas aku dapat membawamu kembali ke masa lalu dan mungkin kau juga dapat melakukan sesuatu agar dia tidak mati. Bagaimana? Apa kau mau mencobanya?” tanya Pak Tua itu. Keringat dingin segera meluncur di sekujur tubuhku, apa yang harus aku lakukan sekarang? Seketika bayangan Kasih berkelebat dalam pikiranku. "Baiklah. Aku akan melakukannya” ucapku. Pak Tua itu tersenyum, kemudian segera menyuruhku masuk ke dalam pintu berwarna hitam itu. Aku berjalan perlahan dan masuk ke dalamnya, sebelum masuk aku melihat Pak Tua itu mengetikkan sesuatu di komputernya. Entah apa yang ditulisnya, mungkin semacam formula. Di balik pintu hitam itu terdapat sebuah ruangan berukuran sekitar dua kali dua meter dengan semua dinding dan pintu yang menghadapku berwarna putih. Dari dalam sini aku benar-benar tidak dapat mendengar suara apapun. Aku hanya berdiam mematung di dalam sana. Aku
SASTRA 23 menunggu dan terus menunggu, tapi tidak ada sesuatu pun yang terjadi padaku. Setelah sekitar tiga puluh menit di sana dan sesuatu tak terjadi padaku, aku pun memutuskan untuk keluar dari sana. Mungkin hal yang tolol jika mempercayai ucapan Pak Tua itu soal kembali ke masa lalu. Aku membuka pintu dan keluar dari ruangan itu, namun tak ada seorang pun di sana. "Kemana perginya Pak Tua itu?” gumamku. Aku pun melihat sekeliling, kemudian pandanganku terpaku pada layar monitor besar yang menampilkan sebuah gambar jam yang berdetak. "Pukul 09.45?” gumamku. Keningku sedikit berkerut. Mungkin Pak Tua itu sedang membuat lelucon denganku dan membuatku berpikir jika aku sungguh kembali ke masa lalu. Aku pun melangkah keluar gubuk dan kembali berjalan melintasi hutan bambu yang lebat itu untuk segera kembali ke pusara tempat Kasih disemayamkan. Setelah keluar dari hutan bambu itu, seketika aku baru menyadari ada yang aneh dengan bayanganku sendiri. Bayanganku tidak lebih panjang dari tinggi tubuhku. Itu artinya ini bukan sore hari, tapi pagi hari. Ya benar, matahari masih ada di arah Timur. Apa itu artinya aku sudah berada di dalam gubuk semalaman? Seingatku aku pergi ke sana sekitar pukul empat sore, tapi itu benar-benar tidak mungkin. Aku yakin jika aku hanya berada di dalam sana tidak lebih dari satu jam. Seketika aku teringat sesuatu, mungkinkah aku telah benar-benar kembali ke masa lalu? Menyadari itu, aku pun segera berlari menuju pusara Kasih. Sesampainya di sana, aku sangat terkejut karena pusara Kasih tidak ada di sana. Tidak ada gundukkan tanah baru di antara semua pusara-pusara yang ada. Apa itu artinya Kasih masih hidup? Senyumku pun terkembang di wajahku. Dengan setengah berlari aku pun memutuskan untuk meninggalkan pekuburan itu, namun satu hal yang aku tidak tahu adalah di waktu mana aku kembali. Di tengah perjalanan aku segera bertanya pada seseorang tentang hari dan tanggal berapa sekarang. Ternyata setelah mendapat jawaban, aku sadar bahwa aku hanya kembali ke masa lalu beberapa jam saja di hari yang sama ketika aku mengalami kecelakaan bersama Kasih. Aku segera teringat dengan jam yang aku lihat di layar monitor. Pukul sepuluh pagi, itu berarti tiga jam setelah kecelakaan. Seharusnya aku ataupun Kasih sedang berada di rumah sakit jika kami benar-benar mengalami kecelakaan. Tapi aku sekarang berada di sini, jadi apa yang sebenarnya terjadi? Aku pun memutuskan untuk memastikannya dengan kembali ke
rumah sakit tempat aku mendapat perawatan saat terjadi kecelakaan. S e t e l a h m e n a n ya k a n k e b a g i a n informasi institusi gawat darurat, ternyata memang benar Kasih masuk rumah sakit pagi tadi karena kecelakaan. Aku pun segera mencaricari Kasih di antara beberapa bangsal yang ada. Aku tersenyum lega ketika akhirnya menemukan Kasih sedang duduk dengan kening yang diperban. Syukurlah dia baik-baik saja. Dengan hati berbunga aku kemudian menghampirinya. "Kasih... syukurlah kamu baik-baik saja” ucapku seraya memeluknya. Dia tampak terkejut. "Ya... aku baik-baik saja... Tapi, Anda siapa?” tanya Kasih. Senyum yang sedari tadi terkembang di wajahku seketika luntur. Apa maksudnya? "Ini aku... Muda, kau tidak ingat padaku?” tanyaku. Kasih menggeleng. Melihatnya seperti itu hatiku hancur seketika. Tuhan! Apa yang sebenarnya terjadi? Ini adalah hari ketiga sejak aku kembali bertemu Kasih di bangsal rumah sakit itu. Tiga hari ini pula aku merasa merana. Aku gila. Pikiranku kacau. Ternyata bukan hanya Kasih yang tidak mengingatku, tapi semua orang yang aku kenal juga tak satupun yang mengingatku. Teman-temanku, bahkan ayah dan ibuku juga tak ingat akan aku. Saat dua hari lalu aku pulang ke rumah, ayah dan ibuku tampak asing denganku. Mereka sama sekali tak mengenaliku, bahkan mereka berkata t i d a k m e m p u n ya i s e o r a n g a n a k bernama Anggara Satria Muda. Satusatunya anak yang mereka miliki hanyalah Anggita Putri Diyana, dan itu adalah kakakku yang sudah meninggal dua tahun silam. "Aaaargh! Tuhan! Apakah ini yang harus aku bayar hanya untuk membawa Kasih kembali hidup?! Kenapa Engkau masih saja tidak bersikap adil padaku Tuhaaaaan?!” erangku sangat frustasi dan putus asa. Perasaanku semakin berkecamuk. Sekarang pikiranku benar-benar kacau. Aku menunduk. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku berjalan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Semua orang tidak mengenalku. Semua orang melupakanku! Sekarang, haruskah aku mati agar semua penderitaan ini berakhir? Saat berada di ambang batas kewarasan dan kegilaan itulah seketika aku melihat siluet Pak Tua itu sedang menatapku di ujung jalan dengan senyum anehnya. Tanpa pikir panjang aku segera berlari ke arahnya sekalipun harus tersandung dan terjatuh sebab raga ini sudah tak kuat menopang beratnya pikiran selama tiga hari terakhir. "Tolong kembalikan aku Pak Tua!
Ku mohon! Aku tak sanggup jika harus seperti ini!” ucapku seraya berlutut di hadapannya yang tengah berdiri menatapku. Lagi-lagi dengan senyumannya yang aneh itu. " K e n a p a a k u h a r u s mengembalikanmu? Bagaimana caranya pun aku tidak tahu. Kenapa kau meminta padaku?” tanya Pak Tua itu masih dengan senyumnya yang aneh. Aku terbelalak, bagaimana mungkin dia berkata seperti itu sekarang? " A p a m a k s u d m u P a k Tu a ? Bukankah kau yang membuatku masuk ke balik pintu hitam itu? Bukankah kau yang membuatku kembali ke masa lalu dan mengalami kejadian yang mengerikan ini, Pak Tua?” tanyaku. Pak Tua itu terlihat tertawa. "Dengar anak muda, aku sama sekali tidak pernah memaksamu untuk melakukan hal itu. Kau sendiri yang berkeinginan untuk kembali ke masa lalu dan membuat gadis itu kembali hidup. Setelah semua terjadi, kenapa kau masih belum puas anak muda?" "Semua orang melupakanku Pak Tua! Semua orang! Termasuk Kasih sendiri! Apa gunanya semua itu jika Tuhan masih saja bersikap tidak adil padaku, hah?!” ucapku berang. Pak Tua itu hanya tersenyum. "Sesungguhnya anak muda, bukan orang-oranglah yang melupakanmu. Tapi dirimulah yang melupakan semua orang itu...” ucap Pak Tua itu. Keningku berkerut. Apa maksudnya? Bukankah sudah jelas jika semua oranglah yang melupakanku? "Tidak! Kau salah Pak Tua!" "Keserakahanmulah yang membuat semua ini terjadi anak muda! Demi kepentinganmu sendiri, demi membuat perasaanmu lebih baik kau bahkan b e r a n i m e n a n t a n g Tu h a n u n t u k memberikan keadilan padamu! Keadilan apa yang kau maksud anak muda? Apakah jika seseorang yang tak kau kasihi mati dan orang yang kau kasihi hidup itu adalah sesuatu yang adil untukmu? Atau apakah jika seseorang yang kau kasihi mati sementara yang tak kau kasihi hidup lantas kau menyebutnya tidak adil? Keadilan bagi siapa yang kau maksud anak muda?” tanya Pak Tua itu. Aku bungkam. "Sesungguhnya anak muda, hal terburuk yang telah kau lakukan bukan hanya melupakan semua orang, tetapi kau juga telah melupakan Tuhan! Kau lupa dengan siapa yang seharusnya berkehendak atas seluruh kehidupan di muka bumi! Kau lupa bahwa Tuhanlah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana! Kau lupa bahwa semua yang hidup pasti akan mati! Dan kau juga lupa bahwa yang terburuk hari ini mungkin saja menjadi yang terbaik di kemudian hari! Janganlah mendahului apa yang Tuhan kehendaki anak muda. Kau
hanyalah makhluk yang tidak tahu apaapa tentang apa yang baik atau yang buruk untukmu” ucap Pak Tua itu. Wajahku terasa ditampar berpuluh kali lipat mendengar apa yang dikatakan Pak Tua itu. Aku menangis, tersungkur, dan bersujud menyadari kesalahan apa yang sudah aku lakukan. "Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan Pak Tua?” tanyaku terisak. "Kau hanya harus menerimanya” jawab Pak Tua itu, kemudian berbalik dan pergi meninggalkan aku yang menangis meratapi kebodohan diri. Aku terus menangis dan menangis hingga tak sadarkan diri. *** Perlahan aku membuka mataku. Semuanya putih. Dimana aku? Seketika bau obat-obatan menyeruak menusuk hidungku. Ya, aku sadar sekarang aku sedang berada di rumah sakit. Dengan kepala yang pening, aku berusaha untuk duduk dan mengembalikan s e m u a k e s a d a r a n k u . Ta k l a m a kemudian, seorang juru rawat menghampiri bangsalku dan memberitahuku bahwa Kasih sudah meninggal. Mendengarnya, aku sama sekali tidak terkejut. Kematian Kasih, Pak Tua, mesin waktu, juga semua orang yang melupakanku terasa masih segar dalam ingatanku. Entah itu mimpi atau benarbenar terjadi, tapi aku sudah tahu rasanya. Jadi seperti yang dikatakan Pak Tua itu, maka sekarang aku hanya harus menerimanya. Keesokkan harinya aku memutuskan untuk melayat pusara Kasih, ingatan tentang aku yang menangis histeris masih melekat dalam memoarku. Sekarang pun aku masih menangis, namun aku sadar menyalahkan Tuhan tak ada gunanya. Maka seperti kata Pak Tua itu, sekarang aku hanya harus menerimanya. Selesai melayat pusara Kasih, tanpa sadar kakiku membawaku berjalan menyusuri jalanan menuju hutan bambu yang aku lalui dalam mimpi atau kenyataan itu. Memang benar ada hutan bambu dengan suara gemerisik dedaunan yang menentramkan hatiku. Aku terus berjalan menyusuri hutan itu dan bertanya-tanya tentang akankah ada sebuah gubuk reyot di ujung jalan sana? Aku tersenyum, tak terlalu terkejut ketika melihat memang benarbenar ada gubuk reyot di ujung jalan sana. Di depan gubuk itu tampak seorang lelaki tua dengan baju yang sedikit lusuh terlihat sedang menyapu dedaunan kering di sekitar gubuk itu. Aku memandanginya dari jauh seraya tersenyum. "Terima kasih, Pak Tua” gumamku. *Penulis adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika semester enam
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
24 SASTRA
Rasa Perubahan di Ujung Pena (Juara I Lomba Puisi Milangkala kedua JAS)
Oleh Sundari Citra Afifah* Ini malam yang panjang dan penuh kata Mereka luluh merebah dalam puisi tentang rasa, riuh bercerita tentang luka. Aku bersamamu, orang-orang malam... Kepada mereka yang tiarap pada malam, Berdirilah dan hirup dalam-dalam aroma fajar diujung garis sana Jejaki setiap pagi seperti tatapan mantap anak lelaki, Permak tanah ibu pertiwi Biakkan bahasa perubahan, kentalkan darah para pekerja Gulingkan si pemalas dari atas ranjang, bisikkan telinganya: “Negara kami tak hanya butuh yang pandai bergoyang” Bagaimana, sudah kau lihat matahari menyingsing ditemani petani yang di dzalimi harga bibit padi? Atau sudahkah kau lihat berita pagi dimana para pahlawan tanpa tanda jasa berbondong-bondong dilempar hingga sedu-sedan dibalik jeruji besi? Jika sudah, segera angkat pena, goreskan kata-kata perlawanan diatas kertas— Duhai segerombol pahlawan bersenjatakan tinta. *Penulis adalah mahasiswi jurusan Sastra Inggris UIN SGD Bandung (Juara II Lomba Puisi Milangkala kedua JAS)
Oleh Erje*
Salah Satu Cerita di Negeri ku (Juara III Lomba Puisi Milangkala kedua JAS)
Oleh Ledia Dziyan*
Seperti keriangan di taman kanak kanak, berseluncuran rimbun tawa berayun rayun di kedalaman senja, Berlari lari – sembunyi memburu masa depan Kadangkala seperti bocah berangkat sekolah. Ibu guru kita berpuisi dengan meng-eja. Di pagi nya benci, di siang nya hilang Tiada kepulangan. Dibawanya berlari kawan kawan sepermainan.
Kala itu, pagi buta Ibu dan bapak ku sudah terbangun dari tidurnya Merayap pelan siapkan tubuh untuk bekerja Bercermin melihat sudah berapa banyak goresan kehidupan yang terpangpang di raut wajahnya Meraka yang menapaki usia senja, namun harus memaksakan organ tubuh terus berfungsi agar bisa ditukar dengan uang Tapi di sudut lain ku lihat para pemuda-pemudi Sedang asik duduk bersila di warung-warung kopi Bercanda menghayal akan menjadi jutawan pada kehidupan sekeras ini Hey, bung ! Mereka pemuda tonggak bangsa Yang katanya sudah lulus dari pendidikan minimal dua belas tahun. Yang katanya sudah lulus dari sebuah lembaga yang menjanjikan siap kerja. Lalu ku lihat asap perokok mengepul di udara, ditambah asap kendaraan menyapu jalanan mereka bersenda gurau, menikmati sajian kehidupan negeri ini menyaksikan para pemuda yang lebih asyik mengejar moster dan artis televisi daripada ilmu kehidupan. Bandung, Agustus 2016 * Penulis adalah mahasiswi jurusan Manajemen UIN SGD Bandung
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
“Aku para pujangga mengandung mu setiap kali Melahirkan mu penuh isak setiap pagi” Ya. Semua mengadopsi mu jadi kata Aku menzinahi mu pagi dan petang Agar terlahir haram dan terbuang pada zaman zaman yang sengsara sedia kala. “Aku pujangga meletakan mu dalam bait bait sajak ini Aku bersumpah kau bukan lahir dari sepasang suami istri.” Caci maki. ulah hati. Hari hari dan Puisi. Bandung Malam , 23 Maret 2017 *Erje adalah nama pena milik Resfan Alfikri Joneva, mahasiswa jurusan Psikologi UIN SGD Bandung
ASPIRASI 25
KARIKATUR
Kolom
Urgensi Membaca Dalam Kehidupan Bermasyarakat Oleh Akbar Gunawan Wadi
S
Hilman Mochammad Fahlevi Ketua Umum Teater Awal 2017
Surat Pembaca
MEMANGKAS KREATIFITAS SENI MAHASISWA Oleh Yaumil Fathiya*
P
embangunan karakter individu dituangkan melalui berbagai kreasi yang nantinya akan dibutuhkan oleh masyarakat luas. Munculnya Unit Kegiatan Mahasiswa, komunitas dan organisasi yang bergerak di bidang pagelaran teater, musik, tari tradisional atau modern, dan paduan suara menjadi penyalur hobi mahasiswa di bidangnya. Peran mahasiswa menjadi cikal bakal kelestarian budaya dan melahirkan seni dari pergerakan kreatifitas. Namun sayangnya pihak kampus mematahkan semangat kami dalam berkreasi. Banyak mahasiswa mengeluh soal minimnya fasilitas tempat berlatih. Seringnya berebut tempat dengan kegiatan lain menjadi kendala. Padahal, kampus mempunyai banyak ruangan selain untuk belajar mengajar, namun terhalang oleh perizinan. Pada 2015 lalu, Teater Awal UIN SGD Bandung berhasil membawa pulang piala kebanggan atas Festival Teater Mahasiswa Nasional (FESTAMASIO). Menjadi salah satu penyaji pagelaran teater terbaik se-Indonesia mengalahkan berbagai Universitas besar seperti UGM, ITB dan UPI. Kemenangan ini menjadi tamparan kebanggaan terhadap pihak kampus dengan keberhasilan besar berbuah manis, walau awalnya dengan kondisi yang menyayat hati, tak pernah disediakan fasilitas ruang berlatih. Perlu diperhatikan bahwa proses memang tak menghianati hasil, dan proses akan menunjukan dengan membawa nama institusi pendidikan sebagai citra di depan masyarakat luas, bagaimana kinerja dilayar belakang dalam kesuksesan setiap mahasiswanya. *Penulis adalah mahasiswa Jurnalistik semester 6
aat ini Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara dalam minat membaca. Studi ini dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu. Indonesia berada dibawah Thailand yang berada pada urutan ke-59. Hal tersebut membuktikan minat baca Indonesia hanya sebesar 0,001 persen. Jika dibandingkan, dari 1000 masyarakat hanya 1 orang yang mempunyai minat baca. Itu pun membaca sebagai kewajiban, layaknya mahasiswa yang membaca buku untuk perkuliahan. Masyarakat Indonesia masih belum menerapkan membaca sebagai budaya. Masyarakat lebih tertarik bermain gawai dan mengetahui perkembangan artis melalui akun gosip di Instagram ketimbang membaca buku yang mengembangkan wawasan. Tak ingin kalah up to date, mengikuti tren yang dikembangkan oleh selebgram, akhirnya julukan kutu buku menjadi stereotype yang mengerikan. Padahal, Islam sudah mengajarakan dalam QS.Al-Alaq ayat 1 'Iqra' yang artinya bacalah, dengan demikian masyarakat harus banyak membaca sebagai modal pengetahuan. Berkaca dari Amerika, negara yang menganut paham liberalisme, disana terdapat dua tempat yang paling ramai dikunjungi, yakni perpustakaan dan museum. Sedangkan, di Indonesia kedua tempat tersebut sudah mulai sepi pengunjung. Pergolakan teknologi, bukan membuat masyarakat semakin kalap dalam membaca, melainkan semakin gila dalam bergaya. Dampak negatif yang kian dirasa salah satunya adalah kriminalitas yang meningkat, tanpa sadar minimnya pengetahuan membuat orang lupa mengenai rasa kemanusiaan. Pola pikir yang terus dicekoki informasi yang tidak jelas asal-usulnya, semakin menghitamkan yang putih memputihkan yang hitam. Mayoritas sudah dianggap sebagai kebenaran, dipengaruhi oleh media sosial. Membaca informasi yang akurat pun menjadi nomor sekian, melirik media sosial stagnan diurutan pertama, itulah gambaran masyarakat kini. Menelan mentah-mentah setiap informasi baik tulisan maupun lisan menjadi suatu hal biasa. Hal biasa yang terus menerus dilakukan nantinya yang menjadikan minat untuk menelusuri kebenarannya berkurang, cenderung malas. Tak cuma secara online, informasi bohong atau hoax kini dinilai dapat disebarluaskan secara offline melalui aktivitas keagamaan. Hingga bibit perpecahan dengan kemunculan kebiasaan malas membaca akan tumbuh subur apabila masih terpelihara dengan baik, dipupuk sana-sini, disiram dengan begitu derasnya. Cara menyaring informasi tersebut tentunya sudah diajarkan dalam Islam tentang Tabayyun. Salah satunya dalam QS.Al-Hujurat ayat 6. “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Bayangkan betapa Alif Ba Ta pun bisa mengungkap semua kasus. Inilah yang harus ditekankan untuk masyarakat Indonesia, bahwa bukan hanya bangga menjadi orang yang beragama Islam tetapi lebih memaknai arti Islam sesungguhnya dan mengamalkan ajarannya. Mudah-mudahan Al-Quran tidak hanya dibaca agar memperoleh pahala, tetapi dimengerti dan diamalkan isi kandungannya. Sehingga nantinya hati nurani kita bisa lebih hidup untuk melihat suatu kebenaran dengan membaca. Nabi Muhammad SAW pernah mengungkapkan, dalam satu tubuh terdapat bagian yang apabila bagian itu rusak maka rusaklah manusia itu. Bagian tersebut adalah hati nurani.
Ralat Kami segenap Kru Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Suaka memohon maaf kepada: Zulfi Saeful atas kesalahan penulisan periode jabatan kepengurusan Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK). Dalam Tabloid Suaka Edisi Februari-Maret 2017 tertulis bahwa Zulfi menjabat pada periode 20152016, seharusnya periode 2013-2014.
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
LENSA suaka Kerukunan Umat Beragama,
M
anusia terlahir sebagai makhluk sosial dengan berbagai macam perbedaan di dalamnya. Dalam menjalani kehidupan sosial di masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda dengannya, salah satunya adalah perbedaan keyakinan beragama. Di Indonesia, dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.” Sehingga, sudah sewajarnya warga negara saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada, demi menjaga keutuhan Negara dan menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama. Pepatah lama mengatakan, “Hasil tertinggi dari pendidikan adalah sebuah toleransi.” Di Bandung khususnya, pada penghujung tahun 2016, setelah terjadinya insiden intoleransi di Sabuga ITB, Pemerintah Kota Bandung langsung membentuk Satuan Tugas (satgas) Toleransi Umat Beragama. Pembentukan satgas tersebut dilakukan guna untuk menjaga kebebasan dalam menjalankan keyakinan beragama dan beribadah. Selain itu, sejumlah tokoh lintas agama juga menandatangani deklarasi kerukunan antar umat beragama di Kantor Kementerian Agama Kota Bandung, di penghujung tahun 2016. Toleransi antar umat beragama menjadi solusi di dunia yang semakin hari semakin dipenuhi oleh orang-orang yang hidup dalam lingkungan yang homogen sehingga gagap akan pluralisme. Pahlawan Nasional Indonesia, Ahmad Dahlan berkata,”Kartu Identitas seorang muslim adalah kasih sayang dan toleransi.” Jika sebuah toleransi dapat berjalan dengan baik, umat manusia bisa menjadi saling mengerti dan percaya satu sama lain, maka niscaya akan terciptanya perdamaian di dunia ini.
Solusi Perdamaian Umat Manusia
No. 28/Tahun XXXI/Tabloid Khusus Edisi April 2017
Foto & Teks oleh Elya Rhafsanzani
“BIDANG SEORANG SARJANA ADALAH BERPIKIR DAN MENCIPTA YANG BARU.”
PURNAMA KENCANA RESORT Villa dan Kolam Renang
– - Parkir luas - Halaman luas - View pesawahan - Bersih, Aman, Nyaman Villa : - Kamar tidur - Kamar mandi - TV - Dapur - Ruang tengah luas Dede Lukman Hakim
Ahmad Rijal Hadiyan
Kepala Litbang LPM Suaka Periode 2016
Kepala Litbang LPM Suaka Periode 2015-2016
Kolam Renang : - Kolam untuk anak - Kolam untuk dewasa - Kantin - Area luas 085320727800 08980600930
Robby Darmawan Pemimpin Umum LPM Suaka Periode 2016
The Fellowship of the Ring
M
THE
Jl Raya Dampit Km 3.5, Desa Dampit, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung
PUJASERA Jl. AH. Nasution No. 481 B, Cipadung, Bandung
Buka setiap hari 11.00 - 22.00 WIB
TAMAN KULINER Cipicung - Cinangka, Ujungberung Buka setiap hari, 10.00 - 22.00 WIB
Fasilitas : 12 gerai makanan dan minuman Live Music Parkir Toilet Wastafel
Converse, Vans, Nike, Adidas, and more. All Branded Stuff is Here!
Tersedia Makanan dan minuman khas nusantara dan dunia
LINE
@blackshoesstore
blackshoesstore
081321711068
tumpeng
seri pedas
D27E0254
paket hemat, ayam jeletot + minuman dingin
sambal tomat
snack & makanan ringan
sambal jeletot
Paket Ayam Jeletot Komplit + Minuman Dingin hanya
Rp. 16.000
Menerima Pesanan : Acara Syukuran, Pernikahan, Seminar, Jurusan, Ulang Tahun, dan lain-lain
Alamat Jl. A.H Nasution Gang Kujang 1 RT 04 RW 05 No. 75