Nama : Ngaesti Nur K NIM
: 13102244015
RESUME PENDIDIKAN KAUM TERTINDAS BAB 1 Masalah humanisasi secara Axiologis dipandang sebagai masalah utama manusia maka ini adalah suatu keprihatinan yang tidak dapat terhindarkan.
Dehumanisasi
menandai mereka yang kemanusiaanya telah dirampas , namun mereka yang telah merampasnya adalah sebuah penyimpangan terhadap fitrah untuk menjadi manusia sejati inilah hasil dari suatu tatanan yang tidak adil akan melahirkan kekejaman pada kaum penindas, yang kemudian melahirkan dehumanisasi terhadap kaum tertindas. Oleh sebab itu hal tersebut adalah suatu penyimpangan dari usaha untuk menjadi lebih manusiawi, maka cepat atau lambat keadaan ini akan mendorong kaum tertindas untuk berjuang melawan mereka yang telah menindasnya. Agar perjuangan kaum tertindas bermakna , maka dalam merebut kembali kemanusiaannya , kaum tertindas tidak boleh berbalik menindas para penindasnya namun memulihkan kembali kemanusiaan keduanya. Suatu tatanan social yang tidak adil seperti itu merupakan sebuah alasan akan adanya “Kemurahan Hati� yang dihidupi oleh bayangan maut,Keputusasaan, dan kemiskinan.hal inilah yang menyebabkan terjadinya kaum pemurah hati itu menjadi mata gelap terhadap ancaman paling kecil atas kemurahan hati palsu mereka. Hubungan antara kaum penindas dengan kaum tertindas adalah adanya pemolaan. Pemolaan merupakan pemaksaan pilihan terhadap orang lain, mengubah kesadaran orang yang dipola agar cocok dengan kesadaran orang yang memilih pola itu.Kaum tertindas yang menginternalisasi citra diri kaum penindas dan menyesuaikan diri dengan jalan pikiran mereka, mengalami rasa takut untuk menjadi bebas. Pdahal Kebebasan yang hakiki adalah kebebasan yang bertanggung jawab bukanya bebas dengan cara yang menindas. Kebebasan bukanlah sebuah impian yang berada di luar diri manusia , juga
bukan sebuah gagasan yang kemudian menjadi mitos, namun merupakan Keniscayaan dalam rangka mencapai kesempurnaan manusiawi. Untuk Mengatasi situasi Penindasan adalah sebagai berikut : 1.
Manusia harus mengenali secara kritis sumber penyebab terjadinya situasi penindasan ini.
2.
Melakukan tindakan perubahan dimana mereka dapat menciptakan situasi yang baru (Situasi yang memungkinkan terciptanya manusia yang lebih utuh.) Kaum tertindas mengidap sikap mendua yang tumbuh dalam diri mereka yang
paling dalam.Maksud mendua ini adalah pertentangan dalam memilih antara menjadi diri sendiri secara utuh ( tetap menjadi kaum tertindas) atau menjadi diri yang terbelah antara melawan kaum penindas atau tidak melawan, antara solidaritas insani atau keterasingan, antara mentaati pola pola atau mempunyai pilihan pilihan, antara menjadi penonton atau menjadi pelaku, antara bertindak atau cukup dengan berkhayal bertindak melalui kaum penindas, antara bersuara atau berdiam diri,terkebiri dari kemampuan berkreasi dan berekreasi, kemampuan untuk mengubah dunia.
“Pendidikan
Kaum
Tertindas� ialah suatu bentuk pendidikan yang harus diolah bersama, bukan untuk , kaum tertindas ( dalam perorangan maupun sebagai anggota masyarakat secara keseluruhan ) dalam perjuangan tanpa henti untuk merebut kembali kemanusiaan mereka. Pendidikan Kaum tertindas adalah sebuah perangkat agar mereka mengetahui secara kritis bahwa baik diri mereka sendiri maupun kaum penindasnya adalah pengejawantahan dari dehumanisasi. Pemecahan masalah kontradiksi ini dicapai melalui rasa sakit beranak yang mengantarkan manusia baru tadi ke dunia bukan untuk menjadi penindas atau kaum tertindas melainkan menjadi manusia dalam proses mencapai kebebasan yang hakiki.Kaum tertindas dapat melakukan perjuangan untuk mencapai kebebasanya dengan memahami realitas penindasan , tidak sebagai suatu dunia yang tertutup dimana tidak ada pintu keluar,tetapi sebagai situasi terbatas yang dapat mereka ubah. Tidak
berarti pengetahuan kaum tertindas bahwa mereka hidup dalam hubungan dialektis sebagai antitesa bagi sipenindasyang tidak dapat hidup tanpa mereka Kaum tertindas dapat mengatasi kontradiksi di mana mereka terjebak hanya jika pengetahuan itu mendorong mereka berjuang membebaskan diri. Sama halnya dengan si penindas sebagai seorang pribadi .menyadari dirinya sebagai seorang penindas akan menimbulkan rasa bersalah yang mendalam,tetapi itu tidak dengan sendirinya menjadikanya memiliki solidaritas terhadap kaum tertindas. Melainkan bersikap paternalistic terhadap kaum tertindas , sambil terus mengikat mereka dalam posisi ketergantungan. Bukanya solidaritas menghendaki seseorang masuk kedalam situasi mereka yang sedang ia bela, inilah sikap radikal. Ciri kaum tertindas adalah subordInasi mereka terhadap alam pikiran kaum penindas , maka solidaritas yang sejati terhadap kaum trtindas berarti berjuamg di pihak mereka untuk mengubah realitas obyektif yang telan menjadikan mereka “Mengada Bagi orang lainâ€? Solidaritas sejati hanya ditemukan dalam perbuatan penuh kasih saying ini, dalam eksistensialitasnya, dalam praksisnya. Mengakui bahwa manusia manusia yang membentuk masyarakat seharusnya memiliki kebebasan hanya lelucon belaka jika tidak diiringi dengan perbuatan nyata untuk mewujudkanya. Menolak pentingnya peran Subyektivitas dalam proses mengubah dunia dan sejarah adalah naĂŻf dan menyederhanakan persoalan.Justru karena realitas social yang Obyektif mengada bukan karena kebetulan tetapi sebagai hasil tindakan manusia, maka ia tidak dapat diubah dengan cara kebetulan pula. Realitas yang menindas mengakibatkan adanya kontradiksi dalam manusia sebagai penindas dan tertindas.Kaum tertindas yakni k\mereka yang mengemban tugas untuk berjuang mencapai kebebasan bersama dengan mereka yang memiliki solidaritas sejati, harus memiliki kesdaran kritis terhadap penindasan dalam seluruh praksisi perjuangan ini. Dalam keterkaitan hubungan dialetiks antara subyektif dengan sikap obyektif inilah maka msuatu praksis murni dapat terwujud, yang tanpanya mustahil memecahkan
kontradiksi antara kaum penindas dengan kaum tertindas.Untuk mencapai tujuan ini maka kaum tertindas harus menghadapi realitas secara kritis , secara bersamaan mengenali realitas dan bertindak terhadapnya. Suatu kesadaran akan realitas semata-mata tanpa perlibatan kritis di dalamnya tidak akan mengarah kepada realitas yang Obyektif.dengan kata lain kesadaran ini adalah kesadaran yang palsu. Bentuk lain dari kesadaran palsu terjadi disaat sebuah perubahan realitas obyektifdianggap akan mengancam kepentingan kepentingan perorangan atau golongan. Pada tingkat : 1. Jelas bukan keterlibatan kritis dalam realitas 2. Keterlibatan pengamat yang bertentangan dengan kepentingan kepentingan golonganya sendiri. 3. Pengamat cenderung berperilaku “Neurotik�
Dalam pemikiran dialektis, dunia dan tindakan adalah 2 hal yang saling berkait antara satu sama lain. Tetapi tindakan hanya manusiawi jika ia bukan semata mata sebuah pekerjaan rutin tetapi juga merupakan suatu perenungan yang mendalam , yakni bila ia tidak dibedakan secara dikotomis dari refleksi. Pendidikan kaum tertindas, yakni pendidikan bagi manusia yang terlibat dalam perjuangan bagi kebebasan mereka , berakar disini. Kaum tertindas harus menjadi contoh soal bagi dirinya sendiri dalam perjuangan bagi pembebasan mereka. Pendidikan kaum tertindas ini , yang dijiwai oleh kedermawanan sejati, kemurahan hati humanis menampilkan diri sebagai sebuah pendidikan bagi seluruh umat manusia. Pendidikan kaum tertindas tidak dapat dikembangkan dan dilaksanakan oleh kaum penindas.Akan merupakan suatu kontradiksi jika kaum penindas tidak hanya membela tetapi juga melksanakan pendidikan yang membebaskan. Pendidikan kaum tertindas, sebagai pendidikan para humanis dan pembebas, terdiri dari dua tahap yaitu tahap :
a) Kaum tertindas membuka tabir dunia penindasan dan melalui praksis melibatkan diri untuk mengadakan perubahan. b) Dimana realitas penindasan sudah berubah pendidikan tidak lagi menjadi milik kaum tertindas tetapi menjadi pendidikan untuk seluruh manusia dalam proses mencapai kebebasan yang langgeng.
Pemecahan masalah kontradiksi penindas dan tertindas sebenarnya mencakup hilangnya kaum penindas sebgai kelas penguasa.Kontradiksi ini dapat diselesaikan dengan situasi baru yang dibangun oleh para buruh yang telah bebas, para bekas penindas tidak merasa terbebas. Selama sikap mendua mereka bertahan, kaum tertindas segan untuk melakukan perlawanan, dan benar benar kakurangan kepercayaan kepada diri sendiri.Kaum tertindas Harus membuktikan kekebalan kaum penindas sehingga keyakinan sebaliknya dapat tumbuh dalam diri mereka.dalam pandangan mereka yang tidak sehat terhadap dunia dan diri mereka sendiri kaum tertindas merasa dirinya sebagai benda yang dimilikmi oleh kaum penindas. Jika kaum tertindas menemukan kaum penindas mereka dan kemudian ikut terlibat dalm usaha terorganisasi bagi pembebasanya , maka mreka mulai dapat mempercayai diri sendiri. Dialog yang kritis dan membebaskan , yang diahului oleh tindakan , harus dilakukan dengan kaum tertindas pada setiap tahap perjuangan pembebasan mereka. Dalam seluruh tahap pembebasan mereka, kaum tertindas harus melihat diri mereka sendiri sebagai manusia yang berjuang atas dasar fitrah ontologis dan kesejarahan untuk menjadi manusia seutuhnya. Tuntutan agar kaum tertindas terlibat dalam pemikiran tentang situasi nyata mereka tidaklah berarti suatu ajakan bagi revolusi sambil duduk.Sebaliknya pemikiran sejati mengarah pada tindakan.Untuk mencapai praksisi ini, disyaratkan untuk memberi kepercayaan kepada kaum tertindas serta kemampuanya untuk bernalar. Tindakan politik yang berpihak pada kaum tertindas harus merupakan tin dakan yang mendidik
dalam artian kata yang sesungguhnya, dank arena itu merupakan tindakan yang dilakukan bersama kaum tertindas. Tindakan pembebasan harus memahami ketergantungan itu sebagai suatu titik lemah dan mencoba lewat refleksi dan tindakan untuk mengubahnya menjadi ketidaktergantungan. Cara yang tepat bagi suatu kepemimpinan revolusioner dalam melakukan tugas pembebasan,
karenanya,
bukanlah
propaganda
pembebasan.
Para
pemimpin
revolusioner harus memahami bahwa keyakinan mereka sendiri akan kebutuhan untuk berjuang tidak diberikan kepada mereka oleh siapapun juga jika keyakinan itu sejati. Demikian pula dengan kaum tertindas ( yang tidak melibatkan diri untuk berjuang kecuali mereka yang tel;ah berkeyakinan dan yang jika mereka tidak mau terlibat seperti itu, tidak memenuhi syarat wajib untuk perjuangan ini ) harus mencapai keyakinan itu sebagi subjek, bukan sebagai objek. Tujuan dari pembahasan masalah ini adalah untuk mempertahankan sifat mendidik yang utama dalam revolusi. Penting sekali bagi kaum tertindas untuk menyadari bahwa ketika mereka menerima perjuangan humanisasi, mereka juga saat itui menerima tnggung jawab perjuangan itu.Perjuangan ini dimulai dari kesadaran bahwa mereka selama ini telah dihancurkan.Oleh karena itu seoran pemimpin revolusi harus menerapkan pendidikan ko-intensional.