Madrasah vol 1 no 1 2013 (1-188)

Page 1

ISSN 1979-5599

MADRASAH JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DASAR

Vol. 5 No.2 Januari–Juni 2013


MADRASAH

JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DASAR Vol. 5 No. 2 Januari–Juni 2013

Mitra Bestari Mudjia Rahardjo (UIN Maliki Malang) Ibrahim Bafadlal (Univ. Negeri Malang) Umar Nimran (Univ. Brawijaya Malang) Rohmat Wahab (Univ. Negeri Yogyakarta) Dede Rosyada (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Penanggungjawab Nur Ali Pimpinan Redaksi Ruma Mubarak Penyunting M. Walid Nurul Yaqien Design Grafis Agus Mukti Wibowo Sekretariat M. Iqbal Arrikza Meytha Sari Agstriningtyaz

Madrasah adalah jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, terbit berkala semester sekali (Juli dan Januari), sebagai wahana komunikasi insan akademik dalam bidang kependidikan dan pembelajaran dasar. Redaksi mengundang para pakar dan akademisi untuk menyumbangkan naskah, baik berupa hasil penelitian, opini mendalam, maupun book review yang sesuai dengan disiplin ilmu kependidikan dan pembelajaran dasar. Naskah yang dimuat adalah naskah asli dan belum pernah dipublikasikan di media massa lain.


  

= 

= 

 = 

= 



= 

 = 

= 

= 

 = 

 = 

= 

 = 

 = 

= 

 = 

= 

= 

 = 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

= 

 





 

=





  

=





 

=



  

=



DAFTAR ISI

Organisasi Sekolah yang Visioner Muh. Hambali = 1 - 24 Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar Ruma Mubarak = 25 - 48 Peningkatan Pemahaman Konsep Perubahan Materi Melalui Perbaikan Bahan Ajar Agus Mukti Wibowo = 49 - 62 Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo Athok Fu’adi = 63 - 90 Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Muslim Minoritas: Pesantren Nurul Yaqin Papua Barat Ismail Suardi Wekke = 91 - 116 Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika Abdussakir = 117 - 134 Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik dengan Peserta Didik dalam Perspektif Islam Siti Aminah = 135 - 162 Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi Pembelajaran Mohammad Asrori = 163 - 188



Organisasi sekolah yang Visioner Muh. Hambali1 Abstract School organization is an institution that manages aspects of knowledge, attitude, and skills of students. The organization not only has responsible about learning, but also responsible about condition of school that encourage changes in how to manage the headmaster. Headmaster is the main driver of school organization. To be visionary school organization needs the characteristic of organization both of mechanic and organic. Headmaster needs strong capacity to encourage the organization to achieve dynamic tradition and competency at school. That condition has impacts towards structure and culture at school that can respond to the expectation and challenges in the future. Headmasters who have visionary leadership can manage challenge to be expectation to achieve the goal of school. Besides that, headmaster tries to inspire the stakeholders to be the center of changes every time in order to adapt to technological developments and the needs of industrial society. School organization reflects the combination between individuals who have the same dream. The duty of headmaster is realizing the expectations of vision and mission of school. Headmaster showed the visionary characteristic in managing the elementary school organization. Keywords: School Organization, Visionary

A.

Pendahuluan

Organisasi sekolah mencerminkan gabungan individu yang terdiridari dua orang atau lebih yang berkumpul dalam setiap kelompok untuk mewujudkan visi. Inti organisasi sekolah mempunyai struktur yang bertugas untuk membagi kinerja adalah pemimpin sekolah. Tugas kepemimpinan adalah mewujudkan harapan-harapan visi organisasi sekolah dan untuk mengerjakan tujuan bersama (Yukl, 1981: 7). Oleh sebab itu, kepemimpinan adalah menetapkan arah yang dapat dirasakan (a sensible direction), membuat orang-orang menyelaraskan diri ke arah itu, dan memberi mereka kekuatan (energizing them) untuk mencapainya dengan cara-cara yang terencana (John P. Kotter, 1994). Kepemimpinan 1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144

1


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

adalah mempengaruhi orang lain dan membangun inovasi-inovasi secara langsung di dalam organisasi (R.M. Steers, G.R. Ungson, R.T. Mowday, 1985: 3007). Senada pendapat Kasali bahwa pemimpin mesti dapat menjadi motivator, coach, penerjemah, nabi, dai, guru, paus, jenderal, atau panglima (Rhenald Kasali, 2007: 128). Setiap organisasi sekolah membangun tahapan kinerja untuk mencapai visi kelembagaan. Organisasi sekolah yang mengabaikan visi terletak pada masalah ideologis dan kerja-kerja sporadis berdampak pada lemahnya visi kelembagaan. Menurut Beach bahwa bervisi tidak dibatasi hanya investigasi secara alamiah, tetapi menginspirasi kejiwaan, fantasi, dan intuisi, memberanikan penjelasan, sasaran, dan memperkuat keyakinan terhadap sasaran yang dicapai. Jadi, organisasi sekolah yang memiliki visi membutuhkan pemimpin yang dapat mengartikulasi visi yang dapat menghasilkan harapan kelembagaan. Pemimpin yang memiliki visi menurut Robbin adalah Visionary leadership is the ability to create and articulate a realistic, credible, attractive vision of the future for an organization or organizational unit that grows out of and improves upon the present (Robbins, 1996: 375). Miniatur visi kelembagaan adalah terlihat dari pemimpin sekolah meneguhkan antara kata dan perbuatan secara harmoni. Keteguhan itu juga usaha terus-menerus untuk mewujudkan harapan dan mengelola tantangan menjadi peluang organisasi sekolah. Keteguhan itu dapat disebut pemimpin yang mempunyai integritas. Integritas mengandung unsur terbuka, jujur, toleran, percaya diri, peduli, dan komitmen pada tradisi masa lalu yang terbaik (Nanus, 1998: 81-87). Integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan. Pemimpin yang memiliki integritas sejalan dengan nilai-nilai prinsipnya. Integritas pemimpin ditandai dari cara membangun komitmen kepada para guru dan para pegawai dalam mencapai kemampuan prestasi warga sekolah dalam rangka memiliki unggulan dan mempengaruhi persepsi masyarakat (Yukl, 1981: 9). Organisasi merupakan sistem sosial yang mempunyai pola kerja yang teratur yang didirikan oleh individu-individu dalam kelompok untuk mencapai satu persepsi tujuan tertentu. Tujuan-tujuan organisasi yang sudah terwujudkan dapat diobservasi pada aspek artefak. Artefak merupakan eleman budaya yang kasat mata dan diibaratkan seperti lava panas/dingin yang keluar dari perut bumi mengindikasikan di dalamnya aktivitas yang tidak nampak dari luar. Kategori artefak

2

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

dibagi menjadi tiga hal, yaitu manifestasi fisik, manifestasi perilaku dan manifestasi verbal (Hatch, 1997: 216) . Tabel Artefak Kategori umum

Contoh artefak

Manifestasi fisik

1. 2. 3. 4. 5.

Seni/design/logo Bentuk bangunan Personifikasi seseorang Tata letak bangunan Desain organisasi

Manifestasi perilaku

1. 2. 3. 4.

Ceremonial Cara berkomunikasi Tradisi Sistem reward

Manifestasi verbal

1. 2. 3. 4. 5.

Anekdot atau humor Jargon/cara menyapa Mitos/sejarah/cerita sukses Orang2 yg dipersepsikan pahlawan Metafora yg digunakan

Taksonomi artefak di atas dapat diobservasi pada organisasi sekolah berdasarkan penulis lakukan di SD Unggulan Al-Ya’lu Malang dan SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang. Fenomenanya adalah pemimpin sering mengungkap kalimat menjadi sekolah unggulan dari yang sudah unggul kepada setiap guru dan pegawai. Kalimat itu diadaptasi dari visi SD yang berasal dari visi sekolah “menjadi lembaga pendidikan yang unggul di era global� (www.al-yaklu.com). Visi Keunggulan itu mampu menjiwai seluruh warga sekolah, namun kepala sekolah selaku pemimpin menginternalisasi dalam diri terlebih dahulu dan menunjukkan keunggulan-keunggulan dalam bentuk prestasi guru. Kepemimpinan memperoleh hasil sesuai visi manakala memulainya dari keteladan. Hal dikuatkan dari nilai-nilai keteladan yang pernah tersurat dalam sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW (Antonio, 2007: 67).

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

3


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Artefak lainnya adalah wajah penampilan pendidik yang profesional, wajah penampilan pegawai administrasi yang profesional. Keunggulan tersebut berimplikasi kepada keberhasilan prestasi guru dan prestasi siswa baik di tingkat lokal maupun nasional. Prestasinya sekolah ditunjukkan pemimpin sekolah melalui personal computer (PC) miliknya yang sudah tersambung dengan jaringan internet sekolah secara on line dan membuka website SD Al-Ya’lu. Salah satu yang ditunjukkan kepala sekolah adalah internalisasi nilai-nilai keteladanan selaku guru yang berusaha menunjukkan keunggulan dalam membuat karya-karya ilmiah berupa buku ajar. Buku ajar yang telah mendapatkan kategori terbaik dari Pusat Perbukuan Nasional di Jakarta. Buku lainnya adalah buku pengkayaan untuk menunjang mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kelas II mendapatkan juara tiga tingkat nasional dari Pusat Perbukuan Nasional di Jakarta pada November 2009. Kepercayaan masyarakat mengalami peningkatan untuk mendaftarkan peserta didik di SD Unggulan Al-Ya’lu Malang meskipun relatif baru berdirinya. Pendaftar di SD tersebut adalah enam puluh siswa yang terbagi menjadi tiga kelas yang setiap kelas berjumlah dua puluh siswa. Perubahan peningkatan jumlah dari sembilan siswa menjadi enam puluh siswa adalah kepercayaan yang telah diberikan masyarakat. Sekolah ini merupakan peserta baru dalam ujian nasional telah menunjukkan perkembangan nilai rata-rata terbaik di Kota Malang pada tahun 2009. Sebagaimana juga SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang visinya adalah unggul dalam prestasi, terdepan dalam inovasi, dan maju dalam kreasi untuk membentuk insan berakhlakul karimah. Visi ini menginspirasi warga sekolah untuk berusaha terus-menerus dalam mengembangkan tradisi-tradisi unggulan sekolah . Hal itu telah ditunjukkan seorang guru kelas dalam membuat alat peraga pembelajaran yang mendapatkan prestasi juara I tingkat nasional yang diselenggarakan oleh PT Kraf Biskuit bekerjasama dengan pendidikan nasional pusat Jakarta tahun 2008. Tujuan organisasi dapat dipengaruhi oleh sikap dan cara pandang para warga sekolah dalam mengartikulasi visi sekolah. Salah satu guru dapat menterjemahkan dan dapat membangun tradisi berkarya. Hal ini menginspirasi untuk menunjukkan profesi guru. Domain ini dipengaruhi oleh sebuah nilai. Sebagaimana Quiley memandang nilai

4

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

adalah keyakinan yang mendasar dalam organisasi (Quiley, 1993: 97). Nilai itu mempunyai pengaruh pada seorang pemimpin dalam menggerakkan organisasi, nilai itu mengenai apa yang sebenarnya dipengaruhi oleh nilai, dan nilai itu mempunyai pengertian adanya tata tingkat preferensi nilai terhadap modul perilaku kepemimpinan. Nilai mempunyai fungsi sebagai penggerak aktivitas masyarakat dan menjiwai semangat mewakafkan diri ke lembaga. Nilai-nilai organisasi merupakan prinsip operasional dan arahan untuk mencapai visi dan misi organisasi yang mampu mengekpresikan keyakinan dan aspirasi lembaga (Sallis, 1993: 97). Misi adalah implementasi visi yang merupakan hasil pemikiran seseorang, pemimpin, dan lembaga yang meliputi pertanyaan, bersedia menjadi lembaga yang diharapkan oleh kepemimpinan yang tergambar dalam visi. Pemimpin sekolah menjalankan misi beserta dengan warga sekolah merupakan wujud mengawal visi dan misi agar sesuai dengan harapan bersama. Sedangkan tujuannya merupakan arah ke mana organisasi dibawa yang meliputi pertanyaan, bersedia menghasilkan apa, untuk siapa, dan keunggulan perlu ditunjukkan dari hasil tujuan pendidikan. Setiap organisasi sekolah mampu mendorong warganya dalam penjiwaan nilai-nilai itu berdampak pada perbuatan kebaikan dan kerja-kerja kolektif yang didorong oleh keteladanan pemimpin sekolah dan tradisi kegiatan keagamaan.. Pesan tersirat dalam Al-Qu’an surat Al-‘Ashr, ayat 3”

‫َاصوْا‬ َ ‫��ال ِّ��ق َوَ�تو‬ َ ْ‫َاص���وْا بِ ح‬ َ ‫��ات َو�تَ���و‬ ِ ‫��ال‬ َ ِ‫إِال الَِّ��ذي َ��ن آ َم��نُ��وا َوعَ��مِ��لُ��وا ال َّ��ص ح‬ ٣ ِْ‫ِالصبر‬ َّ ‫ب‬

Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

5


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

B. Kontruksi organisasi Sekolah dalam Pengambangan Visioner Kelembagaan 1.

Karakteristik Kepala Sekolah berjiwa Leader dan Manajer

Dalam Islam,. Kedudukan kepemimpinan mempunyai posisi penting pada setiap organisasi sekolah. Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin (HR. Abu Dawud). Islam menempatkan pemimpin menjadi penentu perubahan organisasi sekolah. Kepemimpinan memperhatikan standar visi, misi, dan tujuan sekolah agar tercapai kualitas pendidikan. Ini memberikan tempat dinamika pemimpin berinisiatif di lingkungan sekolah dalam pengembangan lembaga (Pidarta, 1995: 81). Penegasan itu tertera pada Surat Al-Baqarah:30 berikut ini

‫َل‬ ُ ‫َتع‬ َْ‫ْض َخلِي َف ًة قَالُوا أ ج‬ ِ ‫ِك ِة إ يِّ​ِن َجا ِع ٌل يِف األر‬ َ ‫ُّك لِْلمَالئ‬ َ ‫َال َرب‬ َ ‫َوإِ ْذ ق‬ ‫ِّس‬ ُ ‫ِك َوُ�نقَد‬ َ ‫ِّح حَِب ْمد‬ ُ ‫ُسب‬ َ ‫حَْن ن‬ ُ ‫الدمَا َء وَن‬ ِّ ‫ِك‬ ُ ‫َسف‬ ْ ‫ْس ُد فِيهَا َوي‬ ِ ‫َن ُ�يف‬ ْ ‫فِيهَا م‬ ٣٠ ‫َال إ يِّ​ِن أَ ْعلَ ُم مَا ال َ�ت ْعلَمُو َن‬ َ ‫َك ق‬ َ‫ل‬

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: «Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.» mereka berkata: «Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?» Tuhan berfirman: «Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Menurut Nanus, pemimpin visioner memiliki empat peran yang harus dijalankan dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu: Pertama, peran penentu arah (direction setter) adalah menyajikan suatu visi, meyakinkan target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang. Kedua, agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Ketiga, juru bicara (spokesperson). Memperoleh pesan ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu

6

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi.. Keempat, pelatih (coach)adalah melatih yang baik dalam menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan (Nanus, 2001: 15-18). Manurut Harefa (2000:19), visioner adalah suatu ketidakpuasan yang mendalam mengenai realitas faktual masa kini yang dibarengi dengan suatu pandangan yang tajam mengenai kemungkinan menciptakan realitas baru di masa depan, yang secara mendasar lebih baik. Visioner memiliki penekanan pada ketidakpuasan terhadap realitas faktul masa kini yang mencakup, yaitu 1) adanya pemahaman mengenai konteks, situasi, dan kondisi nyata, kebagaimanaan masa kini; 2) pemahaman itu berdasarkan fakta-fakta empiris dan data-data;3) Pemahaman itu menimbulkan constructive discontent. Artinya bentuk ketidakpuasan tidak dirasuki oleh dendam dan sakit hati, tetapi lebih oleh kesadaran terhadap besarnya potensi yang belum teraktualisasikan dengan baik. Menurut Yukl, kepemimpinan adalah mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai-nilai dan meciptakan lingkungan sekolah dapat berprestasi. Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi motivasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap efektivitas dan mensukseskan organisasi (Yukl, 2002: 3). Sebagaimana pendapat Kenneth Blanchard adalah The key successful leadership today is influence, not authority. Pendapat tersebut dikutip oleh Kasali. Pendapatnya adalah kepemimpinan ditandai oleh kemampuan kepala sekolah melakukan perubahan peningkatan mutu lembaga berdasarkan cara mempengaruhi persepsi masyarakat (Kasali, 2007: 17). Kepemimpinan dianjurkan bersifat autentik: jujur baik kepada individu dan kelompok. Agar dapat jujur kepada diri manusia, penulis perlu memperhatikan setiap ketidak-selarasan yang ada antara metafora yang penulis diakui dan perilaku yang dituntut oleh metafora itu. Jadi, jika isu yang dihadapi oleh rasisme, maka tantangan awal bagi kepemimpinan adalah mengandung supremacist untuk menjamin suatu tempat bagi semua, mengundang pembebas untuk memberdayakan partisipasi bagi semua, mengandung pelaku perjalanan untuk memperhatikan semua, mengandung pencipta untuk mengambil tanggung jawab atas semua (Terry, 2002: 266). Namun demikian, ada kesamaan dalam mendefinisikan kepemimpinan, yakni mengandung makna memengaruhi orang lain

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

7


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

untuk berbuat seperti yang pemimpin kehendaki. Jadi, kepemimpinan adalah ilmu dan seni menggerakkan dan mempengaruhi organisasi untuk bertindak sesuai visi, misi, dan tujuan lembaga pendidikan. Senada pendapat William Cohen (1990), kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk melakukan unjuk kerja maksimum guna menyelesaikan suatu tugas, mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan sebuah proyek. Kepemimpinan diri mempunyai makna menegakkan disiplin atas diri pribadi (self discipline.) Hal ini merupakan aktivitas yang paling berat karena berkaitan dengan diri sendiri dan tidak melibatkan orang lain. Kepemimpinan yang efektif sangat ditentukan oleh kualitas diri dalam mengelolanya. Kepemimpinan merupakan peristiwa sosialisasi diri dalam suatu organisasi. Suatu organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan. Kepala sekolah bertugas memaksimalkan kekuatan yang dimiliki organisasi dalam menggerakkan sistem yang berlaku. Kepemimpinan organisasi sekolah akan mendapatkan koreksi dari orang lain jika berbuat salah. Pemimpin memfokuskan pada kegiatan, perubahan dan proses kelompok (Bass. 1981: 7). Pemimpin memiliki posisi khusus sebagai agen utama dalam menetapkan struktur, iklim, tujuan, ideologi, kegiatan kelompok, dan karakteristik budaya organisasi sekolah. Perubahan-perubahan organisasi sekolah terjadi adanya kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan kerja bersama-sama yang dilakukan oleh seluruh individu dalam organisasi yang berbasis mekanisme kerja yang berlaku di organisasi. Organisasi sekolah mengalami perubahan-perubahan ke arah lebih baik dari sebelumnya jika pemimpin mengembangkan daya pikir besar, berorientasi ke depan, dan bersifat jangka panjang. Sebagaimana pemikiran Kasali bahwa visioner mempunyai arti berpikir besar dan baru (think big and new) dan berpikir imajinasi (Think imaginative) (Khasali, 2007: 138). Ini artinya bahwa visioner menjelaskan, yaitu 1) kemampuan membuka pagar batas organisasi, agar lebih banyak jendela, 2) kemampuan memberi multi perspektif melalui perjalanan inspiratif, pencerahan-pencerahan, 3) pelatihan-pelatihan terbuka, memberi ruang interaktif dengan dunia luar. Gagasan-gagasan di atas memandu terwujudnya organisasi sekolah yang terbuka dan dinamis. Sekolah sebagai organisasi pengembangan 8

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

ilmu pengetahuan dan ilmu terapan kepada peserta didik tidak dapat mensejajarkan dalam pengelolaaan. Pengelolaan organisasi sekolah mestinya berbeda dari organisasi lain karena karakteristiknya berbeda, sekolah bukan sekedar tempat berkumpul para warga sekolah, namun lebih dari itu sebagai pusat pengembagan emosi dan intelektual peserta didik. Ini artinya sekolah membutuhkan seorang kepala sekolah yang memiliki karakteristik leader dan manajer. Karakteristik ini dapat dipaparkan berikut ini. Tabel : Karakteristik Leader dan Karakteristik Manager Leader

Manager

Vision

Plan

Inspiratif

Reward

Empower

Direct

Coach

Train

Revenues

Expenses

Forecasts

Budgets

Possibilities

Systems and Procedures

Opportunity

Schedule

Synergy

Coordinate

Bennis (1995: 6) membedakan karakteristik antara leader dan manajer. Dua istilah tersebut akan lebih baik terintegrasi dalam kepemimpinan organisasi sekolah. Organisasi sekolah tidak hanya membutuhkan karakteristik pemimpin, oranisasi sekolah juga membutuhkan karakteristik manager. Menurutnya adalah “Leaders are people who do the right things and managers are people who do things right. Leaders are intersted in direction, vision, goals, objectives, intention, purpose, and effectiveness – the right thing. Managers are intersted in efeciency, the how – to, the day, to – day, the short run of doing things right”.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

9


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Karakteristik leader kecenderungan berpikir jangka panjang dalam mencapai tujuan. Ini artinya relevan dengan kepemimpinan sekolah bersifat jangka panjang, bersifat visioner. Pemimpin tanpa memiliki visioner adalah pemimpin yang reaktif. Pemimpin yang memiliki sifat reaktif berdampak bekerja cepat merespons semua tindakan, tetapi hasilnya tidak efektif. Ia hanya berorientasi pada segala hal yang kasat mata, yaitu di sini dan saat ini. Pemimpin yang visioner juga mengedepankan pengelolaan organisasi berdasarkan rencana-rencana yang bersifat baru dan dinamis. Karakteristik leader adalah memiliki visi yang mampu memandu dalam mengelola organisasi pendidikan secara terus-menerus. Visioner menghadirkan dunia makna mimpi masa depan yang perlu direspon agar impian-impian lembaga dapat diwujudkan. Visioner dapat memberikan inspirasi, menggugah emosi, membangkitkan antusiasme, dan menyuntikkan motivasi. Motivasi inidividu maupun kelompok dapat menimbulkan sense of direction, menunjukkan arah yang perlu ditempuh. Sebaliknya karakteristik manajer yang mengedepankan menjaga stabilitas kinerja organisasi. Kebutuhan organisasi sekolah adalah adanya keteraturan dalam distribusi peran kepala sekolah secara efektif dan efisien. Kepala sekolah adalah pengelola keteraturan dan sinergi antara unit-unit dalam kelembagaan. Setiap kelembagaan memiliki ruang lingkup pekerjaan dan tenaga sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini berdampak pada urgennya kepala sekolah yang mempunyai ketrampilan pengelolaan. Warga sekolah melakukan kinerja berbasis wilayah pekerjaan yang sudah terstruktur. Kinerja warga sekolah bertugas sesuai dengan bidang spesifikasi kompetensi dan kepala sekolah memberikan penghargaan kepada warga sekolah berdasarkan kriteria-kreteria tertentu. 2.

Pengelolaan organisasi sekolah

Fenomena organisasi sekolah tidaklah semata sebuah struktur yang membagi wilayah pekerjaan dan pemimpin sekolah berbasis pengalaman. Organisasi sekolah yang memiliki keduanya tersebut belum menjamin perubahan yang ideal. Perubahan mesti untuk mengubah cara manusia berpikir dan mengubah cara bertindak untuk membentuk kesamaan dalam melihat sesuatu yang baru, membentuk kenyataan yang baru 10

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

dan menerimanya sebagai kebenaran. Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman menyebabkan setiap manusia kembali berpikir pada cara lama. Ketika organisasi sekolah tidak mengalami perubahan, maka membutuhkan budaya korporat. Budaya ini adalah suatu sistem nilai yang membimbing orang-orang pada suatu institusi untuk berperilaku tertentu. Organisasi ini memiliki perbedaan dengan organisasi paguyuban dan keluarga. Organisasi ini memiliki delapan karakteristik spirit korporatisasi (Khasali, 2007: 154), yaitu 1.

Pemisahan kekayaan (antara milik individu/keluarga/kelompok dengan milik organisasi sebagai badan hukum).

2.

Pemisahan tanggung jawab, antara pemilik dan manajemen.

3.

Mengutamakan kepentingan pelanggan (costumer satisfaction).

4.

Bekerja dengan sistem.

5.

Adanya pencatatan dan transparasi.

6.

Adanya pertanggungjawaban (accountability)

7.

Bergerak dengan strategi dan rencana kerja.

8.

Adanya upaya regenerasi berkelanjutan.

Uraian di atas mengandung sistem nilai korporasi yang relevan dengan ketentuan hukum. Korporatisasi mempunyai syarat dalam penerapan di organisasi sekolah. Ini artinya adalah manusia bersedia mensetujui kesepakatan melakukan pemisahan antara apa yang ia miliki dan apa yang harus menjadi milik organisasi. Hal ini berdampak pada organisasi harus memiliki kekayaan sendiri yang tidak munkin menyatu dengan milik pendiri organisasi sekolah. Budaya korporat mengedepankan sistem nilai untuk memandu personifikasi organisasi. Sistem nilai itu adalah sistem nilai inovatif dan sistem nilai kreatif yang dapat mendorong warga sekolah berprestasi. Budaya korporat merupakan sebuah strategi, bukan sebuah budaya antropologis atau sejarah, melainkan budaya yang dibentuk untuk beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Budaya korporat dipengaruhi oleh nilai-nilai para pendiri organisasi. Namun yang terpenting adalah budaya inklusif dan nilai yang mencerminkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungannya. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

11


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Seperti orang tua yang menanamkan nilai-nilai pada anaknya, organisasi sekolah menanamkan nilai-nilai warga sekolah agar ia menjadi anak yang baik saja, melainkan juga nilai-nilai yang diperlukan untuk menghadapi kompetensi atau keadaan yang berubah-ubah. Misalnya daya kreasi, inisiatif, bekerja sama, kecepatan merespons, dan sebagainya. Nilai itu tidak hanya berada pada wilayah dassolen (ide), melainkan pada wilayah das sein (nyata) yang dapat ditanam dan diberi pupuk yang bersifat operasional. Nilai-nilai itu ditanam kepada semua orang, sejak mereka bergabung. Ia diberi pupuk melalui kegiatan studi lapangan, keteladan pemimpin organisasi sekolah, rekrutmen, logo dan tulisan atribut lembaga serta bukti-bukti nyata yang menyangkut penegakkan disiplin, tradisi kompetisi, penghargaan, kegiatan sosial dan berdasarkan SOP (standard operating procedur) ataupun tata tertib organisasi sekolah. Setiap organisasi sekolah membutuhkan standarisasi agar dapat mengukur setiap adanya perubahan. Standarisasi perubahan terletak pada dua aspek berikut ini (Khasali, 2007: 158 dan 161). 1.

Reorientasi OCEAN (Openness to experience, Consciousness, Agreebleness, Neuroticism) Menumbuhkan sikap-sikap positif dalam pembaharuan, yaitu keterbukaan terhadap hal-hal baru, penanaman nilai-nilai kedisiplinan, etos kerja dan kreativitas. Keterbukaan terhadap diri, keterbukaan terhadap kesepakatan dan keterbukaan terhadap tekanan diri.

2.

Re-desain organisasi Karakteristik kepemimpinan kepala sekolah membutuhkan disain secara terencana dan menggambarkan karakteristik organisasi yang terbuka dan dinamis. Setiap organisasi perlu menggambarkan aspek struktur, keterkaitan-keterkaitan (linkages), batas-batas (boundary), sistem insentif, dan nuansa/iklim. Batas-batas ruang lingkup organisasi itu perlu didukung oleh organisasi organik ataupun organisasi mekanik. 1) Ciri-ciri organisasi organik adalah

12

•

Alat kontrol

kekerabatan

•

Struktu

team work

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Tuntutan

Sifat pekerjaan

Lingkungan

kreativitas berubah-ubah

Dinamis

2) Ciri-ciri organisasi mekanik adalah •

Alat kontrol

prosedur

Struktur

birokratik

Tuntutan

kepatuhan

Sifat pekerjaan

rutin

Lingkungan

stabil

Sebuah organisasi sekolah mempunyai karakteristik beragam sangat tergantung visi dan misi pendirian organisasi sekolah. Suatu organisasi sekolah mempunyai relasi dengan dengan instansi pemerintah atau non pemerintah. Setiap organisasi sekolah semestinya tidak hanya berpijak pada prosedur kegiatan organisasi dan rutinitas kerja, namun membutuhkan komunikasi yang kekerabatan dan pola kerja yang dinamis. Organisasi sekolah merupakan wadah pengembagan sumberdaya manusia yang seharusnya memiliki kedua ciri di atas agar dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Tanggung jawab kepala sekolah adalah menstimulus pengembangan organisasi sekolah. Setiap organisasi sekolah menghadapi realitas internal sekolah dan eksternal sekolah. Dua realitas tersebut menjadi pokok pemikiran dan kebijakan bagi kepala sekolah yang memiliki karakteristik leader dan manager. Dua istilah tersebut membutuhkan integrasi dalam pelaksanaan di sekolah (Muh. Hambali, 2012:21). Sekolah merupakan unit sosial yang membutuhkan partisipasi seluruh warga sekolah. Setiap kepala sekolah mesti memahami terhadap dua realitas di atas agar tidak terjebak pada karaktersitik organisasi mekanik yang sangat lemah terhadap perubahan. Perubahan organisasi sekolah jika kepala sekolah mampu membaca peluang ke depan dengan syarat mengembangkan aspek sumber daya manusia, pengembangan kurikulum, kualitas sarana sumber belajar, metode dan media pembelajaran. Aspek realitas eksternal sekolah adalah ledakan jumlah lulusan sekolah yang mampu bersaing eksternal sekolah serta dapat mengelola dampak positif dan negatif teknologi bagi perkembangan jiwa warga sekolah.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

13


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Hal tersebut cacatan penting harus diselesaikan oleh kepala sekolah. Beberapa lembaga pendidikan berusaha merekut jumlah peserta didik tanpa disertai dengan standar tertentu menjadi peserta lembaga tersebut sehingga berdampak negatif proses pembelajaran. Setiap organisasi sekolah mempunyai struktur kelembagaan yang bertugas memandu dan mendorong tugas-tugas kepala sekolah, wakil kepela sekolah dan para guru. Struktur itu seyogyanya mampu merespon realitas internal dan realitas eksternal sekolah. Struktur sekolah mempunyai peran penting untuk membatasi hak dan kewajiban setiap warga sekolah dalam menjalankan tugas sesuai dengan bidang profesinya. Struktur itu mestinya mempunyai peran memandu batasbatas wilayah pekerjaan setiap warga sekolah dan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pelayanan kepada orang tua peserta didik. 3.

Kontruksi nilai-nilai di organisasi sekolah

Nilai-nilai organisasi secara spesifik adalah keyakinan yang dipegang teguh seseorang atau kelompok orang mengenai tindakan atau tujuan yang seharusnya dijadikan landasan atau identitas organisasi dalam menjalankan aktivitas industry noble, menetapkan tujuan-tujuan organisasi atau memilih tindakan yang patut dijalankan di antara beberapa alternatif yang ada (Cathy Enz , 1986: 27). Nilai-nilai (values) adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sekola sebagai dasar untuk melakukan suatu kegiatan tertentu (mode of conduct) atau sebagai tujuan akhir tindakannya (end state of existence). Nilai dapat dibedakan menjadi dua yaitu terminal dan instrumental values (Rokeach, 1973). Sementara menurut Robin William Jr. menjelaskan bahwa values bukan hanya berfungsi sebagai kriteria atau standar untuk menjelaskan tindakan tetapi juga berfungsi sebagai kriteria atau standar untuk melakukan penilaian, menentukan pilihan, bersikap, beragumentasi maupun menilai performance. Secara keseluruhan nilai dan kategori nilai temuan penelitian dari dua kasus penelitian di SD Unggulan Al-Ya’lu Malang dan SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang dapat dirangkum dalam tabel berikut ini:

14

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Tabel: Nilai Dan Kategori Nilai Temuan Penelitian Nilai 1. Unggul/cita-cita tinggi

Status Terminal

Sumber Tuhan/Manusia

2. Keteladanan

Instrumen

Tuhan/Manusia

3. Profesional

Terminal

Manusia

4. Keteguhan

Terminal

Manusia

5. Ukhuwah Islamiyah

Terminal

Manusia

6. Kompetisi

Terminal

Tuhan/Manusia

7. Amanah

Terminal

Tuhan/Manusia

8. Penghargaan

Terminal

Manusia

9. Wakaf diri

Dari uraian nilai-nilai organisasi sekolah dasar yang berbasis Islam. Nilai-nilai di atas memahamkan kepada jiwa guru dan pegawai kantor. Pemahaman nilai-nilai yang kuat dijadikan kepala sekolah untuk menggerakkan para guru dan pegawai agar mengartikulasikan visi sesuai dengan bidang mereka masing-masing yang mampu mendorong warga sekolah berubah secara terus-menerus kearah lebih baik. Pendapat tidak jauh berbeda bahwa nilai amanah, disiplin, dan cita merupakan gambaran pemimpin sekolah membangun jiwa visioner. Jiwa visioner warga sekolah merupakan nilai-nilai bersama. Hal ini senada pendapat Tan bahwa nilai nilai bersama yang dapat mengembangkan budaya berprestasi (Victor, S.L.,2002: 31). Nilai-nilai bersama yang dapat mewujudkan visi sekolah adalah (1) berorientasi pada hasil; (2) pelayanan kepada pelanggan tinggi; (3) inovasi; (4) kejujuran; (5) penghargaan; (6) respon terhadap perubahan; (7) akuntabilitas; dan (8) keinginan besar. Nilai-nilai bersama budaya berprestasi dalam organisasi tersebut digambarkan oleh Victor Tan, seperti tampak pada gambar berikut ini.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

15


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Gambar : Nilai Bersama Budaya Berprestasi Result Oriented

Passion

The Achievement Culture

Accountabil ity

Change

Superior Customer Service

Innovation

Fairness

Responssive

Respect

Untuk mencapai budaya berprestasi (achievement culture) merupakan tipe budaya yang mendorong dan menghargai kinerja orang. Pemimpin perlu menyebutkan dan mengkomunikasikan dengan jelas visi dan tujuan organisasi kepada semua tingkatan staf dalam organisasi sekolah. Organisasi mempunyai sasaran yang terukur dan menggunakan orang yang akuntabel untuk mencapainya. Mereka mempunyai sistem penilaian yang transparan dan jujur, terikat erat dengan penghargaan berdasarkan kinerja. Nilai-nilai organisasi sekolah di atas telah memiliki kekuatan dan mampu menghasilkan transformasi perilaku yang produktif dan profesional kepada guru dan pegawai kantor bertindak sesuai dengan harapan pemimpin sekolah. Nilai-nilai itu menggerakkan warga sekolah menuju visi yang dikehendaki sekolah. Nilai-nilai bersama di sekolah hakikatnya merupakan hasil dari insprirasi keteladanan pemimpin sekolah dalam memaknai ajaran Islam lebih harmoni, kuat dan sumber belajar pilihan yang luas yang menyebabkan tradisi lebih baik dari sebelumnya, sistem sekolah, dan visi yang dikembangkan. Hal ini menyebabkan saling mempengaruhi di antara kepala sekolah, 16

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

wakil kepala sekolah, guru, dan pegawai kantor. Terjadilah sistem nilai sekolah yang selanjutnya ditranformasikan pada komunitas internal dan eksternal di dalam warga sekolah. Proses transformasi tersebut dengan metode; keteladanan, conditioning, pengarahan, pembiasaan, penugasan, dan juga menggunakan media; perkataan, perbuatan, tulisan, dan kenyataan. Dalam konteks penelitian ini, pembentuk nilai-nilai dari SD Unggulan Al-Ya’lu Malang dan SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang memiliki kecenderungan sama yakni bersumber dari nilai-nilai individu para pemimpin sekolah. Sedangkan nilai-nilai individu para pemimpin sekolah dilatarbelakangi oleh visi sekolah mereka. Namun, SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang berusaha membangun sekolah berbasis kultural masyarakat di Malang. Hal itu tidak melupakan cita-cita dan filosofi sebagai pemandu jiwa yang dapat menggerakkan warga sekolah, pedoman inilah yang biasa disebut core values. Temuan data empiris di atas diperkuat oleh hasil penelitian Edgar Schein, yang menuturkan bahwa pembentukan jiwa visioner tidak dapat dipisahkan oleh peran pemimpin sekolah, prosesnya mengikuti alur sebagai berikut: Para pendiri dan pemimpin lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, persepektif, artifak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para bawahan; budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal; secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh jadi mejadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus (Schein,1983: 15). Dengan demikian, dalam konteks temuan penelitian ini, perbedaan nilai diduga lebih disebabkan oleh perbedaan latar pendidikan pendiri sekolah. Hal ini menggugurkan tesis Robbins yang menuturkan bahwa dimensi yang tepat untuk melihat perbedaan nilai yang ditemukan utilitas atau attribute intensitas kebutuhannya (how important) utilitas pihak (komponen) warga (Stephen P., 1996: 130).

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

17


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Setiap organisasi sekolah memiliki nilai dan keyakinan yang menjadi rujukan dalam mengelola organisasinya. Nilai-nilai SD Unggulan Al-Ya’lu tercermin pada logo organisasi dalam gambar seorang ibu muslimah yang merangkul kedua putra dan putrinya. Hal ini tampak dalam aktivitas belajar-mengajar secara tertib di sekolah. Keyakinan kepemimpinan SD Unggulan Al-Ya’lu Malang nampak berusaha mewujudkan kata “Unggulan” dalam melakukan proses pembelajaran secara berkualitas dan menghasilkan karya yang dapat dikompetisikan. Setiap karya guru yang mendapatkan prestasi dapat penghargaan dari lembaga. Kepala sekolah telah memaparkan membangun jiwa visioner karyawan SD Unggulan Al-Ya’lu yaitu nilai-nilai yang ditanamkan adalah keteladanan, profesional, dan kompetisi. Nilai-nilai itu telah diyakini dapat melahirkan keunggulan SD. Sisi lain kepala sekolah mengelola sumber emosional dan spiritual yang berupa nilai-nilai, keperpihakan, pelayanan yang maksimal dan aspirasi para guru dan pegawai kantor. Suatu pernyataan kepala sekolah yang memiliki jiwa pemimpin yang visioner harus mempunyai kepemimpinan diri yang merupakan dasar dari segala bentuk kepemimpinan. Kepemimpinan diri adalah kemampuan menegakkan disiplin atas diri pribadi dan mendorong orang lain mengikuti visi sekolah. Hal ini berdampak pada keberanian dalam arti luas yang berarti berani untuk memiliki mimpi yang besar dan berani untuk melangkah menghadapi resiko yang akan menghadang. Hal ini diperkuat oleh wakil kepala sekolah kurikulum dan hubungan masyarakat berikut ini. Nilai amanah adalah derajat tertinggi yang diberikan oleh yayasan. Nilai ini akan terwujud manakala kepemimpinan diri dimiliki orang-orang yang dipercaya menduduki jabatan tertentu di sekolah. Dan amanah yang diberikan oleh kepala sekolah adalah menjalankan pembangian yang diberikan, yang didasari loyalitas yang tinggi agar kepemimpinan dapat memfokuskan untuk mewujudkan visi sekolah. Nilai amanah ditanamkan kepada para guru dan pegawai kantor di melalui berita acara kontrak kerja dan menjalankan kerja secara profesional karena setiap pekerjaan harus didasari sebagai profesi yang menuntut adanya ketaatan pada pemimpin dan mengabdikan diri ke lembaga secara utuh tanpa membagi dengan sekolah lain.

18

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Penjelasan di atas membenarkan pendapat kepala sekolah pentingnya nilai loyalitas dan nilai dedikasi yang termanifestasi ketaatan menjalankan profesi yang dapat melahirkan karya dan prestasi. Seorang pemimpin harus memberikan keteladanan dalam menanamkan nilai dedikasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan formal secara terus-menerus. Pengembangan sumber daya manusia merujuk pada nilai-nilai yang terkandung pada Surat Al-A’laq menumbuhkan kesadaran bahwa keunggulan akan diperoleh jika warga sekolah bersedia belajar dan mendalami masalah-masalah yang menyebabkan dapat berkarya dan berprestasi. Kemampuan berkarya memberikan pengalaman tersendiri bagi setiap guru. Jiwa berkarya merupakan cermin guru yang bersedia mewujudkan visi pemimpin sekolah. Hasil analisis peneliti di atas memperkuat bahwa nilai dapat mengorganisasi sumber daya manusia untuk menggerakkan roda organisasi sekolah. Kompetisi itu dapat menggerakkan perkembangan organisasi sekolah ke arah perubahan positif dan dinamis. Sebagaimana pendapat Robbins (1996: 9 , “An understanding of individual behavior begins with a review of the major psychological contributions to organizational behavior. We have subdivided these contributions under the following five concepts: values, attitudes, personality, perception, and learning”. Pendapat Robbins itu memperjalas bahwa nilai memiliki prioritas utama dalam menggerakkan warga sekolah mengartikulasikan visi sekolah. Nilai-nilai itu dapat menginspirasi para pendiri dan para guru SDI Alam Bilingual Surya Buana ini sangatlah tinggi, dengan nilai-nilai tersebut mereka mampu mewujudkan apa-apa yang ia mimpi-mimpikan. Perjuangan itulah banyak orang kagum dengan perkembangan yang dimiliki oleh lembaga ini. Selain mereka mempunyai nilai yang baik juga keyakinan mereka sangat kuat untuk meraih dan sekaligus mengantarkan SDI Alam Bilingual Surya Buana ini kepada yang sebenarnya yaitu “kemajuan” yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Keyakinan dapat dibedakan dari sikap dan nilai di mana keyakinan berisi pengetahuan atau ide-ide yang diterima sebagai sebuah kebenaran. Keyakinan dipandang sebagai konstrak kognitif umum yang dipegang para pemimpin sekolah SDI Alam Bilingual Surya Buana sebagai sesuatu yang benar. Sikap dan nilai mungkin juga mencakup komponen kognitif, tetapi hal tersebut tidak dilihat sebagai sebuah fakta atau kebenaran. Sebagai contoh, sikap juga meliputi sebuah aspek evaluasi yang menjadi

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

19


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

bagian integral dari komponen orientasi kognitif orang tua, sebagai sebuah “sikap positif” atau “sikap negatif”. Nilai, bentuk lain dari kognisi sosial orang dewasa, lebih mengacu pada tujuan jangka panjang yang dipegang orang tua untuk anak-anaknya daripada sebagai sebuah kebenaran. Nilai tampaknya lebih dekat hubungannya dengan hasil akhir seperti apa yang dikehendaki orang tua dari anaknya. Sementara itu, keyakinan berhubungan dengan bagaimana anak beralih dari satu level menuju level lain. Sebagai pemimpin visioner, Kepala Sekolah SDI Alam Bilingual Surya Buana selalu menumbuhkan semangat perubahan secara terus menerus rasa kebanggaan terhadap lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Pemimpin seperti itu berusaha memberikan apa yang terbaik, dan mewakahkan demi kepentingan lembaga yang dipimpinnya. Jiwa mewakafkan selalu tumbuh pada dirinya. Sebaliknya, semangat mendapatkan lebih, selalu dihindari. Selain itu, pemimpin visioner juga berjiwa pemersatu di antara para pimpinan, para guru, dan para karyawan SDI Alam Bilingual Surya Buana. Pemimpin visioner tidak saja memberikan petunjuk, pandangan, dan kebijakannya, tetapi juga kearifan dan empatinya. Maka orang-orang seperti inilah yang bisa disebut sebagai pemimpin visioner yaitu pemimpin yang selalu berpikir maju dan berpikir jauh ke depan. Kepala SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang telah mewakafkan waktu, pikiran, dan tenaga mewujudkan impian lembaga pendidikan Islam yang unggul dan wibawa. Kepala sekolah menggambarkan sosok pribadi secara utuh sehingga pribadinya dapat menjadi teladan bagi banyak pihak khususnya di kota Malang. Fakta sejarah tersebut melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Kepemimpinan SDI telah mampu menyesesuaikan terhadap kebutuhan masyarakat. Kepemimpinan yang dimiliki oleh pimpinanan tersebut untuk mencapai keunggulan organisasi dalam bersaing dalam melayani keinginan pemakai jasa pelayanan pendidikan. C. Kesimpulan Organisasi sekolah merupakan unit sosial-budaya bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sumber daya manusia yang berjenjang dan berkualitas yang dapat merespon kebutuhan pasar. Pasar pendidikan sangat dinamis dan terbuka meniscayakan kapasitas pengelolaan yang 20

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

memenuhi kriteria ideal dan prinsipil. Kapasitas kepala sekolah mampu mendasari nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai terminal serta tradisi positif berperan menggerakkan organisasi mekanik menuju organisasi organik. Kepala sekolah merupakan fasilitator organisasi sekolah berperan membangun jiwa leader maupun jiwa manager. Jiwa tersebut melekat pada pribadi dan performa kepala sekolah. Setiap kepala sekolah bertugas menginspirasi kepada warga sekolah mempunyai jiwa leader dan manager . Dua jiwa itu dibutuhkan dalam membentuk kompetensi kepemimpinan dan kompetensi keteraturan kerja di organisasi sekolah. Sekolah sebagai wadah pembinaan perkembangan peserta didik membutuhkan performa warga sekolah dalam menggerakkan kinerja yang berkualitas tinggi.Tahapannya adalah kepemimpinan kepala sekolah yang mampu membaca hambatan menjadi peluang. Kapasitas itu menjadi penentu bagi seorang kepala sekolah dalam dinamika internal organisasi maupun eksternal organisasi sekolah. Daftar Pustaka Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-Asyat al-Sajistami al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, Indonesia: Maktabah Dahlan, tt. Antonio, Muhammad Syafii . (2007).Muhammad SAW Super Leader dan Super Manager, Pro LM Centre, Jakarta. Enz, Cathy. (1986).Power and Shared Values in the Corporate Culture, Michigan: UMI Research Press. Jo Hatch, Mary. (1997). Organization Theory, Oxford University Press. Hambali, Muh. (2012). Kepemimpinan Visioner (Studi Multi Kasus di SD Unggulan Al-Ya’lu Malang dan SDI Alam Bilingual Surya Buana Malang), Jurnal Madrasah volume 5 No. 1 Juli-Desember UIN Maliki Press Malang. Harefa, Andrias. (2002). Menjadi manusia Pembelajar, Kompas, Jakarta, 2000 Gary Yukl, Leadership in Organizations, Prentice-Hall International, Inc, New Jersey. Nanus, Burt.(1989).The Leader’s Edge: The Seven Keys to Leadership in a Turbulent World, Contemporary Books, New York.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

21


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

P. Kotter, John. (1994). Leadership-dialog with 100 Top Leader, The Leadership Press. Pidarta, Made .(1995). Peranan Kepala sekolah pada Pendidikan Dasar, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Yukl, Gary. (1981). Leadership in Organizations, Prentice-Hall International, New Jersey. R.M. Steers, G.R. Ungson, R.T. Mowday. (1985). Managing Effective Organizations, Kent Publishing Company: A Division of Wadsworth,Inc, Boston Massachusetts. Robbins, Stephen. (1996).Organizational Behavior: Concept, Controversies, and Applications, Prentice-Hall International, Inc., Upper Saddle River New Jersey. Yukl, Gary .(1981).Leadership in Organizations, Prentice-Hall International, New Jersey. website SD Unggulan Al-Ya’lu yang beralamat, www.al-yaklu.com Quiqley, Joseph V. (1993). Vision: How Leaders Develop it, Share it, and Sustain it, New York: McGraw-Hill. Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education, New Jersey: Prentice-Hal. Inc. Q.S. 2 Surat Al-Baqarah (Sapi Betina) Ayat 30) Nanus, Burt (2001).Visionary, Leadership:creating a compelling sense of direction for your organization, PT Prenhallindo, terj. Frederik Ruma, Jakarta. Kasali, Rhenald .(2007).Change, Cet. 9, PT. Gramedia, Jakarta. _____________,.(2007) . Re-Code Your Change DNA (Membebaskan Belenggu-belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Stephen Robbins, Organizational Behavior: Concept, Controversies, and Applications, Prentice-Hall International, Inc., Upper Saddle River New Jersey. Terry, Robert W.. (1990).Kepemimpinan Autentik (Alih bahasa: Hari Suminto), Interaksara, Batam Center. William A. Cohen, The Art of the Leader, Simon dan Schuster. Antonio, Muhammad Syafii. (2007). Muhammad SAW Super Leader dan 22

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Muh. Hambali - Organisasi sekolah yang Visioner

Super Manager, Pro LM Centre, Jakarta. Bernard M. Bass, Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc, 1981. W. Bennis & R. Townsend.(1995). Reinventing Leadership. New York: William Morrow and Company. Inc. Rokeach, Milton. (1973).The Nature of Human Values , New York: The Free Press. Tan, Victor, S.L., (2002). Changing Your Corporate Culture, Times Books International, Singapore. Schein, Edgar .(1983).The Role of The Founder in Creating Organizational Culture, in Organizational Dynamic. Robbins , Stephen P., (1996). Organizational Behavior (5 th) Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

23



PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH DASAR Ruma Mubarak1 Abstract Education is an effort to prepare students to be able live well in the society, able to develop and improve the quality of their own lives, and contribute significantly in developing and improving the quality of society and nation . There are six main problems in the national education system, (1) decline moral and character of students, (2) equitable distribution of learning opportunities, (3) low internal efficiency of the education system, (4) institutional status, (5) management of education that is not in line with the national development, (6) resources are not professional. In this case, need for social change which gives the direction that education is a basic approach in the change process. Education is life, therefore learning activities should be able to equip students with life skills (life competency) that appropriate with the environment and their lives. Keywords: Curriculum Development , Elementary School

A. Pendahuluan Pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, serta berkontribusi secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas masyarakat dan bangsanya (Nanang, 2000: 1). Sementara itu, ada indikasi yang menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih belum meningkat secara signifikan. Dari dalam negeri diketahui bahwa NEM SD (Nilai Ebtanas Murni Sekolah Dasar) sampai sekolah menengah relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik. Ketidakpuasan berjenjang juga terjadi, lulusan SD kurang baik untuk mengikuti pembelajaran di Sekolah Menengah, dan kalangan perguruan tinggi merasa bekal lulusan sekolah menengah belum cukup untuk mengikuti perkuliahan (Depdiknas, 2001: 1). 1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144

25


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Tilaar mengemukakan bahwa pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok yang berkaitan kuantitas dan kualitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme dan manajemen. Lebih lanjut dikatakan bahwa setidaknya ada enam masalah pokok dalam sistem pendidikan nasional. (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2) pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, (6) sumber daya yang belum profesional. (Tilaar, 1994: 16). Menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan pemerataan terhadap sistem pendidikan secara kaffah (menyeluruh), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Secara idel (teoritis) perubahan kurikulum dimungkinkan terjadi setelah dilaksanakan selama sepuluh tahun, itupun harus didasari oleh hasil pengkajian dan penilaian secara mendalam. Di samping itu, kurikulum harus dinamis dan adaptif terhadap segala perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang terus berkembang. Dinamis berarti terus berkembang menuju arah yang lebih baik dan menjawab tantangan zaman, adaptif berarti mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan serta diperlukan oleh masyarakat. Tampaknya pihak Depdiknas menilai bahwa kurikulum 1994 sudah ketinggalan zaman (out of date) yang sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan dunia yang semakin kompetitif, tidak mampu lagi menjawab kebutuhan masyarakat (Kwartolo, 2002: 79). Selain itu kurikulum 1994 masih menggunakan pendekatan penguasaan materi, sarat materi (over loaded) dan isinya tumpang tindih (over lapping). Kurikulum ini masih cenderung berorientasi hanya pada kognisi. Dalam hal ini masih mengorientasikan pengajarannya pada pendidikan akademis yakni mendidik anak-anak menjadi cerdas dan pandai menghafal rumus-rumus. B. Konsep Pengembangan Kurikulum Menurut Nasution dalam kajian Ahmad (1998: 10) istilah kurikulum berasal dari atletik yaitu curere yang berarti berlari. Dari istilah atletik, kurikulum mengalami pergeseran arti kedunia pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran diperguruan tinggi. 26

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Menurut Muhaimin (2003: 182) pengertian kurikulum dalam arti yang sempit merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pengertian ini mengeris bawahi adanya 4 (empat) komponen pokok dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi/ bahan, organisasi dan strategi. Sedangkan pengertian kurikulum secara luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan (institusional, kurikuler, dan intruksional). Pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam UUSPN No.20 Tahun 2003 adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UUSPN, No. 20 Tahun 2003, Bab 1 Ayat 19) Sedangkan pengembangan kurikulum (curriculum development) menurut Audrey Nicholls dan S. Howard Nichools adalah: the planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assessment of the extent to wich these changes have taken plece (Hamalik, 2006: 96). Berdasarkan rumusan diatas dapat diketahui bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam pengertian itu, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. C. Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip umum pengembangan kurikulum menyangkut 5 hal yaitu (Sukmadinata, 2005: 151). 1.

Prinsip Relevansi

Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi keluar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi keluar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

27


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-kompoenen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini merupakan suatu keterpaduan kurikulum. 2.

Prinsip Fleksibilitas Prinsip fleksibilitas menunjukkan bahwa kurikulum adalah tidak kaku. Hal ini berarti bahwa di dalam penyelenggaraan proses dan program pendidikan harus diperhatikan kondisi perbedaan yang ada di dalam diri peserta didik. Ahmad (1998: 71)

3.

Prinsip Kontinuitas Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi. (Ahmad, 1998: 71)

4.

Prinsip Praktis Kurikulum harus mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. (Sukmadinata, 2005: 151). Efisiensi merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan pengeluaran (berupa waktu, tenaga, dan biaya) yang diharapkan paling tidak menunjukkn hasil yang seimbang. (Ahmad, 1998: 70)

5.

Prinsip Efektivitas Dalam dunia pendidikan, masalah efektivitas dapat ditinjau dari segi efektifitas mengajar guru dan efektifitas belajar murid. Efektivitas mengajar guru menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid menyangkut sejauh mana tujuantujuan pelajaran yang diinginkan dapat dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang ditempuh. (Ahmad, 1998: 117)

D. Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompatansi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangkan 28

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performans tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. (Mulyasa, 2002: 39). Dalam dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil balajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, dan penberdayaan sumberdaya pendidikan. (Depdiknas, 2002) Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada : (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian penglaman belajar yang bermakna dan (2) keberagaman yang dapat di infestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari KBK. Pertama, adanya pergesaran dari pembelajaran kelompok, kearah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (Mastery Learning) atau belajar sebagai penguasaan (Learning for Mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dalam sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Ketiga, pendefinisian kembali kepada bakat. 1.

Landasan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi berlandaskan pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. �Pendidikan nasional befungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan banngsa, betujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tangguang jawab�.

Landasan hukum pusat penetapan kebijakan umum dan pengembangan kompetensi menurut PP No. 25 tahun 2000 pasal 2 ayat 2 yaitu kewenangan daerah adalah membuat silabus, panduan-panduan , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

29


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

pembelajaran dan penilaian sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan menentukan sumber-sumber belajar yang cocok untuk mendukung pembelajaran. (Depdiknas, 2002) 2.

Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Tujuan kurikulum berbasis kompetensi adalah mendirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan pada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. Manfaat diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut: a.

Bagi siswa: memperoleh pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan perkembangan psikologisnya.

b.

Bagi guru: Memperoleh kelonggaran untuk memanfaatkan keahlian profesionalnya baik dalam pengelolaan pembelajaran maupun peningkatan potensi dan kesenangan belajar siswa.

c.

Bagi masyarakat: Memiliki peluang untuk merekrut tamatan sesuai dengan kebutuhan baik di pendidikan lanjutan dunia nyata maupun dunia kerja. (Workshop MGMP, 2002: 6)

3.

Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi

Depdiknas mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut: a.

Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b.

Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c.

Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. e.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan dan pencapaian suatu kompetensi. (Mulyasa, 2003: 42) Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasi

30

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu: (a) sistem modul; (b) menggunakan keseluruhan sumber belajar; (c) pengalaman lapangan; (d ) statagi individual personal; (e) kemudahan belajar; dan (f) belajar tuntas. Tabel 1 : Perbedaaan Kurikulum Berbasis Materi Dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Aspek

Kurikulum Berbasis Materi

Peran guru

 

Sumber

 

belajar Alat bantu pelajaran

 

Persiapan Mengajar

Penilaian

4.

Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sumber informasi utama  Pentransfer pengetahuan/  ilmu Guru  Buku pelajaran  Konvensional  Dropping dari pusat/  pemerintah Model s a t u a n  pembelajaran Fokus hasil belajar penguasaan materi domain : kognitif Acuan :PAN Prinsip : diskriminasi siswa Bentuk penilaian tertulis Teknik penilai isian singkat, benar salah, pilihan ganda Ciri domain : penilain sumatif penekanan: pengukuran/ penilaian kuantitatif

      

Pengembang potensi iswa Fa s i l i ta to r s i s w a s e b a g a i pengembang potensi dirinya Lingkungan fisik, sosial dan budaya Beragam sumber belajar ABP sederhana dan murah buatan guru dan siswa ABP dari pusat/pemerintah hanya pelengkap Beragam bentuk tergantung keinginan dan kemampuan guru Taraf pencapaian kompetensi Kognitif, afektif dan psikomotorik Patokan acuan kriteria Diferensiasi siswa Tertulis. Unjuk kerja, lisan dan tingkah laku Beragam teknik Penilaian formatif (terutama penilaian proses) dan penilain sumatif (tes dan non tes) Penilaian kualitatif

Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sesuai dengan asas-asas yang mendasarinya, proses pengembangan KBK harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip. Setiap prinsip pengembangan dan pelaksanaan KBK seperti yang dirumuskan

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

31


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

depdiknas dalam kerangka dasar kurikulum 2004 seperti berikut: a.

Prinsip Pengembangan

Terdapat sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan KBK, yaitu:

b.

1.

Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya.

2.

Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.

3.

Penguatan Integritas Nasional.

4.

Perkembangan Pengatahuan dan Teknologi Informasi.

5.

Pengembangan Kecakapan Hidup.

6.

Pilar Pendidikan.

7.

Komprehensif dan Berkesinambungan.

8.

Balajar Sepanjang Hayat.

9.

Diversifikasi kurikulum.

Prinsip Pelaksanaan 1) Prinsip ini mengandung pengertian, bahwa melalui KBK penyediaan tempat yang memberdayakan semua peserta didik secara demokratis dan berkeadilan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat diutamakan. 2) Barpusat pada Anak 3) Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan 4) Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan. (Depdiknas, 2002)

E. Konsep Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan a.

Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. (Mulyasa, 2006: 20) KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang 32

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut: 1.

Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.

2.

Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. (Mulyasa, 2006: 21) b.

Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk: a.

Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

b.

Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

c.

Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. (Mulyasa, 2006: 22)

c.

Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

33


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Dalam garis besarnya KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut. a.

Visi dan misi

b.

Tujuan pendidikan satuan pendidikan

c.

Menyusun kalender pendidikan

d. Struktur muatan KTSP e.

Silabus

f.

RPP. (Mulyasa, 2006: 176)

d.

Perbedaan Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2006

Perbedaan kurikulum 1994 dengan kurikulum 2006 minimal ada tiga perbedaan yang mendasar yaitu: (Joko Susilo, : 102) Tabel 2: Perbedaan Kurikulum 1994 Dengan Kurikulum 2006 No Aspek 1. Kewenangan pengembangan

Kurikulum ‘94 Seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya kebagian pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80% pusat dan 20% daerah

2.

Sebagian besar berbasis konten/isi Tidak terjadi penataan Terjadi penataan materi, materi, jam belajar, dan jam belajar, dan struktur struktur program program

3.

Pendekatan pembelajaran Penataan isi/ konten (struktur program)

Kurikulum ‘06 Pusat hanya mengembangkan kompetensi sebagai standar sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/ sekolah dalam bentuk silabus Berbasis kompetensi

Sedangkan Mulyasa (2003: 166) mengidentifikasi perbedaan kurikulum ’94 dengan kurikulum berbasis kompetensi menjadi sembilan macam, antara lain:

Tabel 3: Perbedaan Kurikulum 1994 Dengan Kurikulum 2004 34

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar No

Kurikulum ‘94

Kurikulum Berbasis Kompetensi Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat

1. M e n g g u n a k a n p e n d e k a t a n penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada isi atau materi berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan 2. Standar akademis yang diterapkan S t a n d a r k o m p e t e n s i y a n g secara seragam bagi setiap peserta memperhatikan perbedaan individu, didik baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya 3. Berbasis konten, sehingga peserta Berbasis kompetensi, sehingga didik dipandang sebagai kertas peserta didik berada dalam proses putih yang perlu ditulisi dengan perkembangan yang berkelanjutan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer dari seluruh aspek kepribadian, knowledge) sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan 4. P e n g e m b a n g a n k u r i k u l u m Pengembangan kurikulum dilakukan dilakukan secara sentralisasi, secara desentralisasi, sehingga sehingga Depdiknas memonopoli pemerintah dan masyarakat pengembangan ide dan konsepsi bersama-sama menentukan standar kurikulum pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum 5. Materi yang dikembangkan dan Sekolah diberi keleluasaan untuk diajarkan di sekolah sering kali tidak menyusun dan mengembangkan sesuai dengan potensi sekolah, silabus mata pelajaran sehingga kebutuhan dan kemampuan peserta dapat mengakomodasi potensi didik, serta kebutuhan masyarakat sekolah, kebutuhan dan kemampuan sekitar sekolah peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah 6. Guru merupakan kurikulum yang Guru sebagai fasilitator yang menentukan segala sesuatu yang bertugas mengondisikan lingkungan terjadi di dalam kelas untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik 7. Pengetahuan, ketrampilan, dan Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan, sikap dikembangkan berdasarkan seperti latihan mengerjakan soal pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

35


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar 8. Pembelajaran cenderung hanya Pembelajaran yang dilakukan dilakukan di dalam kelas, atau mendorong terjalinnya kerja sama dibatasi oleh empat dinding kelas antara sekolah, masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik 9. Evaluasi nasional yang tidak Evaluasi berbasis kelas yang dapat menyentuh aspek-aspek menekankan pada proses dan hasil kepribadian peserta didik belajar

F.

Perkembangan pengelolaan kurikulum SD di Indonesia

Pembaharuan kurikulum SD dapat dipahami lebih baik apabila konteks historis dari pembaharuan itu diketahui. Pembaharuan atau inovasi kurikulum dimaksudkan adalah cara baru dan kreatif dalam seleksi, organisasi, dan penggunaan sumber-sumber manusia dan material yang diharapkan akan meningkatkan hasil-hasil yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskan. Lebih lanjut, Nasution (1982: 156). menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum pada hakikatnya sangat kompleks karena banyak faktor yang terlibat didalamnya. Tiap kurikulum didasarkan atas asas-asas tertentu,yakni a.

Asas filosofis, yang pada hakekatnya menentuksn tujuan umum pendidikannya.

b.

Asas Sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan IPTEK.

c.

Asas Organisatoris yang memberikan dasar-dasar,dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, dan bagaimana luas dan urutannya.

d. Asas Psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek. Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dari progam pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Perkembangan kurikulum menyangkut banyak faktor,misalnya mempertimbangkan isu-isu mengenai kurikulum,siapa yang terlibat, bagaimana proses, tujuan, kepada siapa kurikulum itu

36

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

ditujukan. Faktor-faktor inilah yang menjadi pertimbangan untuk menyempurnakan atau mengubah kurikulum dari waktu ke waktu. Kurikulum sekolah dasar di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Sejak era kemerdekaan, rangkaian perubahan kurikulum SD itu bisa diringkas sebagai berikut. 1.

Kurikulum pada awal kemerdekaan

Ki hajar Dewantoro (1945) melakukan langkah pembaharuan sistem pendidikan dan pengajaran. Langkah awal itu adalah membuat pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang berlandaskan pada falsafah kebangsaan Indonesia. Kurikulum ini menekankan bahwa pendidikan harus menguatkan rasa cinta nusa dan bangsa. (Saiful Anam, 2006: 123). Selain pembaharuan ideologi pendidikan,pada awal kemerdekaan itu juga telah disusun pembaharuan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan filosofisideologis. Proses penyusunannya relative singkat, tanpa disertai dengan data empiris. 2.

Kurikulum tahun 1947 (Rencana Pelajaran 1947)

Pada masa revolusi segala sesuatu harus terselanggara secara cepat dengan sumber yang sangat terbatas. Ini berlaku juga dalam usaha membangun sistem pendidikan dan pengajaran nasionak untuk mengganti sistem kolonial, termasuk usaha menyusun Rencana Pelajaran 1947. Namun, situasi republik yang masih bergolak dan kondisi yang serba kekurangan menyebabkan Rencana Pelajaran 1947 baru bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah pada tahun 1950. Oleh karena itu, banyak yang menyebut sejarah perkembangan kurikulum pendidikan di tanah air diawali dari kurikulum 1950. Pada perkembangannya Rencana Pelajaran 1947 lebih dirinci lagi setipa mata pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencan Pelajaran Terurai 1952. (Saiful Anam, 2006: 124) Susunan Rencana Pelajaran 1947 membedakan tiga macam struktur program, yaitu (1) untuk sekolah-sekolah yang menggunkan bahasa pengantar daerah pada kelas-kelas yang lebih rendah, (2) untuk sekolah yang menggunakan pengantar bahasa indonesia sejak kelas I, dan (3) untuk sekolah-sekolah yang diselenggarakan sore hari karena terpaksa oleh keadaan (terbatas sampai dengan kelas IV saja; kelas V dan kelasVI harus diselenggarakan pada pagi hari).

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

37


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

3.

Kurikulum Tahun 1964 (Rencana Pendidikan)

Rencana Pendidikan 1964 melahirkan kurikulum 1964, yang titik beratnya pada perkembangan daya cipta,rasa karsa,karya dan moral, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut pancawardhana karena mata pelajaran di klasifikasikan ke dalam lima bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterempilan, dan jasmani. (Saiful Anam, 2006: 127) Tatacara penyusunan Rencana Pendidikan 1964 dipengaruhi kondisi dimana usaha-usaha pembaharuan pendidikan dan pengajaran, terutama kurikulum dan metode mengajar sudah mulai dilembagakan secara struktural. 4.

Kurikulum Tahun 1968

Penyusunan kurikulum 1968 merupakan usaha penertiban Rencana Pendidikan 1964. Dengan kata lain,kurikulum itu harus mencerminkan kemurnian Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana ditetapkan dalam berbagai keputusan MPRS tahun 1966. Kurikulum sekolah dasar 1968 masih mempertahankan 2 macam struktur program, yaitu (1) untuk sekolah-sekolah yang bahasa pengantarnya bahasa daerah sampai dengan kelas III, dan (2) untuk sekolah-sekolah yang bahasa pengantarnya dengan Bahasa Indonesia dari kelas I. 5.

Kurikulum Tahun 1975

Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatarbelakanginya adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, Yaitu MBO (management by objective). Kurikulum sekolah dasar 1975 terdiri atas tujuh unsur pokok yang termuat dalam 3 buku, yaitu (a) Dasar, tujuan, dan prinsip-prinsip, (b) Struktur Program Kurikulum, (c) Garis besar Program Pengajaran, (d) Sistem Penyajian, (e) Sistem penilaian, (f) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan, dan (g) Pedoman Supervisi dan Administrasi. (Saiful Anam, 2006: 129-139) 6.

Kurikulum Tahun 1984 Pemikiran tentang perlunya perbaikan kurikulum pendidikan

38

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

terus berkembang. Menurut para ahli kurikulum, penekanan terhadap tujuan dan materi saja tidaklah cukup untuk menghasilkan lulusan yang jempolan. Oleh karena itu,lahirlah kurikulum 1984 yang mengusung Process Skill Approach. Kurikulum 1984 sendiri tidak mengubah semua hal pada kurikulum 1975 . Meski mengutamakan pendekatan keterampilan proses, tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Kurikulum 1984 juga disebut sebagai kurikulum 1975 yang disempurnakan dengan konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Dari hal-hal yang bersifat mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar. 7.

Kurikulum Tahun 1994

Polemik mengenal CBSA hanya tinggal sayup-sayup seiring dengan kehadiran kurikulum Kurikulum 1994. Kurikulum 1994 ini lebih merupakan perpaduan dari kurikulum 1975 dan 1984, atau antara pendekatan tujuan dan pendekatan proses. 8.

Kurikulum Tahun 1999 (Suplemen Kurikulum 1994)

Kehadiran Suplemen Kurikulum 1994 ini diantaranya dilatarbelakangi terjadinya perubahan besar dalam politik di Indonesia yang dikenal sebagai Reformasi 1998. Era reformasi ini ditandai dengan berbagai perubahan penting dalam dunia pendidikan, misalnya keinginan untuk menjadikan siswa berfikir kritis, mampu melihat dan menganalisis, dan kemampuan-kemampuan lain yang tidak berkembang pada era orde baru. (Saiful Anam, 2006: 129-139) Perubahan-perubahan ini yang ingin diwadahi dalam Suplemen Kurikulum 1994 yang dibuat pada 1999. 9.

Kurikulum Tahun 2004

Atmosfer reformasi dan iklim dunia yang cepat berubah di era globalisasi, mau tidak mau mendorong pendidikan nasional untuk terus beradaptasi. Undang-undang tentang sistem pendidikan disempurnakan dengan lahirnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang ini yang melahirkan Kurikulum 2004, yang populer disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setelah beberapa tahun Kurikulum 1994 diimplementasikan, pemerintah memandang perlu dilakukan kajian dan penyempurnaan sesuia dengan antisipasi perkembangan. Oleh karena itu sejak tahun 2001 Depdiknas melakukan serangkaian kegiatan penyempurnaan , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

39


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

kurikulum 1994 dan menghasilkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). (Mulyasa, 2006: 9) KBK mengubah secara relative radikal kurikulum sebelumnya. Digunakannya istilah kompetensi dan life skills menandai perubahan radikal itu dalam kurikulum pendidikan indonesia. Sayangnya, KBK yang sudah diuji cobakan sejak 2001 dan telah dilaksanakan di berbagai sekolah sejak tahun 2004 tidak pernah disahkan secara resmi menjadi kurikulum nasional. Dengan demikian, KBK menjadi draf kurikulum yang akan disempurnakan lagi oleh kurikulum selanjutnya yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 10. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Draf kurikulum hasil rintisan tersebut (bisa disebut kurikulum 2004) yang semula akan diberlakukan (sebut ujicoba) penerapannya di sekolah-sekolah tahun ajaran 2004-2005, namun dengan lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, draf kurikulum tersebut perlu disesuaikan kembali. (Mulyasa, 2006: 10) Selanjutnya Badan Standard Nasional Pendidikan (BNSP) mengusulkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005. BNSP mengembangkan panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP). Setiap satuan pendidikan (termasuk sekolah dasar) diharapkan dapat mengembangkan kurikulum yang diimplementasikan di satuan pendidikan masing-masing. Bagi yang belum siap mengembangkan kurikulum, dapat menggunakan model yang dikembangkan oleh BNSP dan pelaksanaannya tetap disesuiakan dengan kondisi sekolah. (Mulyasa, 2006: 11) G. Karakteristik Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah a) Kerangka Dasar Kurikulum 1.

Kelompok Mata Pelajaran

Sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diatur berdasarkan kelompok mata pelajaran sebagai berikut.

40

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. c)

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

d) Kelompok mata pelajaran estetika. e)

Kelompok mata pelajaran jasmani,olahraga, dan kesehatan.

Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada tabel 1 berikut. Tabel 1: Cakupan Kelompok Mata Pelajaran No

1.

2.

3.

Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

Kelompok mata pelajaran dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa Agama dan Akhlak kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak Mulia mulia. Akhlak Mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kewarganegaraan Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan dan Kepribadian kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk Ilmu Pengetahuan mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu dan Teknologi pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku yang ilmiah dan kritis, kreatif dan mandiri.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

41


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

4.

5.

Estetika

Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.

Jasmani, Olahraga Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual dan kesehatan ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbatasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial mewabah.

Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka dasar kurikulum, perlu dikemukakan prinsip pengembangan kurikulum. 2.

Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut. a.

Berpusat pada potensi,

Perkembangkan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan

42

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntunan lingkungan. b.

Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c.

Tanggap terhadap perkembangan ilmu, pengetahuan, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikukum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosoial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e.

Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f.

Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,non formal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

43


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

arah pengembangan manusia seutuhnya g.

Seimbang antara kepentingan nasional dan kpentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dam membersayakan sejalan denan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.

Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum disetiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut. a) Pelaksanaan Kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,dinamis, dan menyenangkan. b) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar yaitu : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelejaran yang aktif, efektif, dan menyenangkan. c)

Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan,dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sing tuladha (di belakang memberikan dorongan, di tengah membangun semangat, di depan memberikan 44

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

teladan). e)

Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).

f)

Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan. b) Sturktur Kurikulum Sturktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatanpengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut. a) Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada tabel 2. Muatan lokal merupakan kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

45


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. b) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. c)

Substansi mata pelajaran IPA atau IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu� dan “IPS Terpadu�.

d) Pembelajaran pada kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. e)

Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.

f)

Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.

g) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

46

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Tabel 3: Struktur Kurikulum SD/MI Komponen

Kelas dan Alokasi Waktu I

II

III IV, V, VI

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama

3

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2

3. Bahasa Indonesia

5

4. Matematika

5

5. Ilmu Pengetahuan Alam

4

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

3

7. Seni Budaya Dan Ketrampilan

4

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

4

B. Muatan Lokal

2

C. Pengembangan Diri Jumlah

2*) 26 27 28

32

DAFTAR PUSTAKA Ashan, Mc. Competency Based Education and Training. London. Philadelphia: The Falmers Press, 1995. Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. Depdiknas, Pelakasnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang, 2002. , Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Puskur Balitbang, 2001. E Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. , Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003. , Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

47


Ruma Mubarak - Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Fatah, Nanang. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: CV Andira, 2000. Kwartolo, Yuli. Catatan Kritis Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan Panabur, 01 Maret 2002. Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Mulyani Sumanta, Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988. M. Ahmad, dkk. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Pustaka Setia, 1998. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Nasution, Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006. S. Nasution, Azas-azas Kurikulum. Bandung: Jemars, 1982. Saiful Anam, Sekolah Dasar: Pergulatan Mengejar Ketertinggalan. Solo: PT. Wangsa Jatra Lestari, 2006. Tilaar, H.A.R. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994. UUSPN, No. 20 Tahun 2003, Bab 1 Ayat 19.

48

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN MATERI MELALUI PERBAIKAN BAHAN AJAR Agus Mukti Wibowo1 Abstract Student understanding of the concept of Natural Sciences, especially “material and its changes” are influenced by the students understanding of the previous material on the “various substances and nature”. The development of learning sources about “material and its changes” can improve students understanding of the concept, in this case is students of college, if (1) making the media of teaching based on the basic concepts about material that will be learned by students and that concepts arranged systematically or sequentially concepts, for example from simple to complex concept or from the lower to the higher concept, (2) the examples that given to the students close to the students experiences, beginning from a simple example. Keywords: “Material and Its changes”, Remedical of Learning Sources.

A. Latar Belakang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains mencakup materi yang sangat luas meliputi fakta, konsep, aturan, hukum prinsip, teori dan soal-soal (Middlecamp & Kean, 1985:8). Dari cakupan materi Ilmu Pengetahuan Alam tersebut sebagian besar dari konsep-konsepnya bersifat abstrak dan sangat kompleks seperti konsep tentang perubahan fisika maupun perubahan Ilmu Pengetahuan Alam.. Menurut Middlecamp dan Kean (1985) karakteristik dari Ilmu Pengetahuan Alam antara lain adalah bersifat abstrak, konsep-konsepnya disederhanakan dari yang sebenarnya dan konsep-konsepnya saling berkaitan dan berurutan. Akibat dari sifat dari Ilmu Pengetahuan Alam tersebut, maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk memahaminya dengan benar. Di samping itu, dalam mempelajari konsep Ilmu Pengetahuan Alam yang lebih kompleks atau lebih rumit diperlukan penguasaan terhadap konsep yang mendasarinya. Pemahaman konsep peserta didik terhadap Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi dan perubahannya dipengaruhi oleh pemahaman konsep peserta 1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144

49


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

didik pada materi sebelumnya yaitu tentang macam-macam zat dan sifatnya. Pemahaman merupakan salah satu faktor penting dalam belajar. Menurut Nakhleh (1992:191) kesulitan-kesulitan dalam memahami konsep-konsep dasar dengan tepat akan menghambat peserta didik dan mahapeserta didik dalam mengkaitkan konsep-konsep dasar tersebut dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Jika kesalahan ini terjadi secara terus menerus (konsisten) maka dapat dikatakan mengalami kesalahan konsep (misconception) (Berg, 1988:26). Konsistensi kesalahan dapat diidentifikasi dengan mengujikan beberapa soal dengan dasar konseptual yang sama atau dengan melihat konsistensi jawaban tes tertulis dengan wawancara. Penelitian yang dilakukan oleh Nakhleh (1992) menunjukkan bahwa kesalahan konsep telah terjadi pada hampir semua pokok bahasan. Kesalahan konsep itu terutama terjadi pada konsep-konsep yang abstrak seperti sifat zat atau materi, perubahan fisik maupun perubahan kimia. Kesalahan konsep yang terjadi pada peserta didik dapat berasal dari berbagai sumber. Menurut Herron (1996) kesalahan konsep peserta didik dapat berasal dari kesalahan pemahaman peserta didik sendiri, kesalahan pemahaman bahan ajar yang disampaikan oleh guru, atau kesalahan pemahaman dari guru itu sendiri. Altun dan Kaya (1996) menyatakan bahwa hubungan antara konsep seorang guru dengan konsep yang diperoleh oleh peserta didiknya adalah sangat kuat. Kesalahan konsep juga dapat terjadi akibat interaksi antara peserta didik atau mahapeserta didik dengan buku-buku pegangan (Griffiths & Preston, 1992:612), (Sanger & Greenbowe, 1999). Untuk itu diperlukan sebuah bahan ajar yang baik agar peserta didik tidak mengalami kesalahan konsep atau dalam arti pemahaman konsepnya semakin baik Menurut Osborne dan Wittrock (dalam Pikoli, 2003) sebelum peserta didik mendapatkan materi pelajaran, mereka telah memiliki konsepsi atau gagasan-gagasan tentang peristiwa alamiah, tetapi masih bersifat sebagai pengetahuan sehari-hari yang belum menunjukkan pengetahuan ilmiah. Maka diperlukan bahan ajar yang baik agar peserta didik dapat memiliki pemahaman yang baik pula. pemahaman konsep yang baik dapat menyebabkan peserta didik berhasil dalam menerapkan konsep

50

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

tersebut pada situasi baru yang cocok, yang pada akhirnya peserta didik dapat dalam mempelajari konsep-konsep yang ada dalam Ilmu Pengetahuan Alam. Bodner (1992) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, perbaikan kesalahan konsep tidak mudah dilakukan, karena konsep yang salah tersebut sukar untuk ditinggalkan. Pernyataan ini identik dengan pendapat Carey (dalam Suparno, 1997) bahwa usaha untuk mengubah kesalahan pemahaman bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan pemahaman suatu konsep yang salah baru berhasil jika terjadi proses rekonstruksi yang kuat. Salah satu cara perubahan konsep menurut Posner, Strike, Hewson & Gerzog (1982) yaitu dengan menimbulkan suatu peristiwa atau anomali yang bertentangan dengan apa yang dipikirkan peserta didik, sehingga akan terjadi ketidakpuasan peserta didik terhadap konsep lama dan pada akhirnya akan mengubah konsep tersebut. Pemberian peristiwa atau anomali yang bertentangan dengan yang dipikirkan peserta didik tidak harus menggunakan suatu strategi atau metode pembelajaran saja, tetapi dapat juga digunakan suatu materi yang mencakup peristiwa atau anomali tersebut. Proses belajar mengajar, baik di sekolah maupun di bimbingan belajar, tidak terlepas dari bahan ajar atau buku teks. Bahan ajar atau sumber belajar merupakan salah satu sarana peserta didik dalam memahami konsep. Penyusunan buku bahan ajar atau buku teks Ilmu Pengetahuan Alam selain harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai, juga harus didasarkan pada referensi terbaru yang ada sekarang. Dengan adanya bahan ajar atau sumber belajar diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memahami suatu konsep tertentu dari materi Ilmu Pengetahuan Alam tersebut. Permasalahannya adalah kemungkinan adanya kesalahan serta kekurangan dalam bahan ajar atau sumber belajar yang digunakan. Materi Ilmu Pengetahuan Alam meliputi banyak konsep, beberapa diantaranya adalah perubahan materi. Materi tentang perubahan materi meliputi beberapa konsep, antara lain adalah: wujud zat, sifat zat serta perubahannya. Agar peserta didik dapat mempelajari konsep-konsep tersebut, maka diperlukan suatu bahan ajar atau buku-buku penunjang yang mencukupi dari segi materi maupun kebenarannya. Penelitian tentang pemahaman konsep dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan model atau strategi konflik

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

51


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

kognitif juga telah banyak dilakukan. Menurut Greca & Moreira (2000) proses belajar bermakna dalam memahami konsep yang sesuai dengan model mental dapat berhasil dengan baik apabila melalui pemodelan. Pada penelitian-penelitian ini, cenderung menganalisis cara pemahaman konsep pada peserta didik dengan suatu pendekatan atau strategi tertentu. Analisis terhadap bahan ajar, dalam hal ini buku-buku yang dipakai dalam pembelajaran dan perbaikan kesalahan konsep peserta didik dengan menggunakan bahan ajar yang mencukupi dari segi materi dapat dianggap belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya analisis pengembangan bahan ajar dalam hal ini buku Ilmu Pengetahuan Alam yang digunakan dalam pembelajaran. B. Kajian Teori 1.

Pengertian dan Karakteristik Konsep Ilmu Pengetahuan Alam

Beberapa ahli mendifinisikan konsep dalam berbagai pengertian. Menurut Winkel (1987:87) konsep merupakan suatu arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Menurut Gillbert dan Watts (1983:65) mendefinisikan konsep sebagai bagian dari propertiproperti umum di mana properti-properti tersebut dianggap cukup dan perlu untuk menentukan suatu konsep. Menurut Berg (1991:8) konsep sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berfikir. Dengan demikian konsep merupakan gagasan yang memiliki arti yang menggambarkan ciri-ciri umum dalam bentuk simbol, peristiwa atau sekumpulan obyek dengan ciri-ciri tertentu yang dapat mempermudah komunikasi antar manusia serta memungkinkan manusia untuk berfikir. Selain itu White (dalam Gillbert dan Watts (1983:65) berpendapat bahwa konsep akan menjadi unit-unit kesadaran dalam suatu sistem kognitif yang lebih statis dan tidak berubah-ubah. Menurut Vygotsky (dalam Wertsch, 1985:102) konsep ada dua kategori, yaitu konsep spontan, yang merupakan konsep yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dan konsep ilmiah yang diperoleh dari pelajaran di sekolah. Sedangkan Gagne (dalam Dahar 1989), konsep ada dua jenis, yaitu (1) konsep konkrit, yaitu abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari obyek atau peristiwa konkrit, misalnya konsep pemuaian, pemanasan. (2) Konsep terdifinisi, yaitu konsep yang diturunkan dari obyek abstraksi, contohnya konsep tentang atom, ion, elektron dan 52

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

pembentukan ikatan kimia. Freybery dan Osborne (dalam Gillbert dan Watts, 1983:66) menggambarkan konsep seperti cara mengorganisir pengalaman kita sehingga pengalaman baru tidak meninggalkan konsep secara utuh tetapi seluruh pembelajaran kognitif yang terdiri dari beberapa tingkat konseptual kembali dari ilmu pengetahuan yang telah ada. Selanjutnya, perkembangan konsep dapat terlihat sebagai suatu proses perbedaan yang bersifat kreatif, aktif dan terus menerus serta tidak ada yang bersifat statis dan tidak dapat diubah (Kelly dalam Gillbert dan Watts, 1983:66). Konsep Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains memiliki karakteristik tertentu. Konsep dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains merupakan konsep yang berjenjang dari yang sederhana ke konsep yang lebih tinggi tingkatannya. Sehingga dalam memahami konsep yang lebih tinggi diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep yang membangun konsep tersebut. Misalnya untuk memahami konsep perubahan mater dengan benar diperlukan pemahaman yang benar tentang konsep-konsep lain yang mendasarinya, antara lain konsep sifat zat dan wujud zat. 2.

Pentingnya Pemahaman Konsep IPA Secara Tepat

Dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam, peserta didik banyak dikenalkan dengan konsep-konsep yang abstrak (Wiseman, 1981), maka untuk pengungkapan konsep yang abstrak tersebut guru atau dosen harus memberikan gambaran atau definisi yang mewakili konsep tersebut. Menurut Ibnu (1989) kadangkala siswa mengidentikkan antara konsep sebenarnya dengan obyek yang dijadikan sebagai gambaran konsep tersebut. Hal ini akan menyulitkan peserta didik dalam memahami konsep atau bahkan berimplikasi pada salah satu konsep. Di samping abstrak, konsep dalam ilmu pengetahuan alam dapat memiliki arti lebih dari satu arti dan setiap konsep tidak dapat berdiri sendiri seperti pada contoh karakteristik konsep ilmu pengetahuan alam. Fenomena ini menunjukkan pentingnya pemahaman konsep yang benar dalam mempelajari konsep-konsep dalam ilmu ilmu pengetahuan alam. Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan yang memungkinkan terbentuknya pemahaman yang benar terhadap konsepkonsep lain yang berhubungan atau konsep yang lebih kompleks, fakta, hukum, prinsip dan teori-teori dalam ilmu kimia. Terlebih lagi jika , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

53


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

diingat bahwa salah satu karakteristik dari konsep ilmu pengetahuan alam adalah adanya saling keterkaitan dan berkembang dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks (Middlecamp dan Kean, 1989:8; Sastrawijaya, 1988:103). Pemahaman suatu konsep yang tidak benar memungkinkan terbentuknya konsep-konsep lain yang berkaitan tidak benar pula. Menurut Dahar (1989:79), untuk dapat memecahkan masalah seseorang harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturanaturan ini didasarkan pada konsep yang diperolehnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep merupakan batu pembangun berfikir, sehingga pemahaman konsep yang benar menjadi sangat penting untuk dimiliki. Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan dalam memahami fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori dalam ilmu kimia secara benar. Selain itu, pemahaman konsep secara benar akan menghasilkan penerapan konsep yang benar sebagai landasan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan iptek yang sangat cepat perkembangannya. 3.

Teori Tentang Pemerolehan Konsep IPA

Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) pribadi yang sedang menekuninya (Graserfield dalam Suparno, 1997). Pengetahuan merupakan bentukan dari seseorang yang sedang menekuninya, bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi harus dibentuk dalam pikiran. Proses pembentukan akan terus berjalan setiap kali terjadi reorganisasi karena adanya pemahaman baru. Konsep-konsep yang diperoleh oleh siswa untuk dibangun dalam otaknya merupakan suatu pengetahuan yang dibangun dengan mengikuti pola-pola aturan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan pola-pola pemerolehan konsep yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya oleh Bruner, Auseble, Osborne, Wittrock dan Piaget. Pemerolehan konsep menurut Bruner, menekankan belajar dengan cara penemuan. Pendekatan Bruner tentang belajar penemuan didasarkan pada dua asumsi. Asumsi yang pertama, pemerolehan pengetahuan merupakan suatu proses interakstif dimana individu yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya, tetapi juga pada diri individu itu. Asumsi yang kedua, individu membangun pengetahuannya dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang 54

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

telah diperoleh sebelumnya (Dahar, 1989:119). Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi. Bruner beranggapan, bahwa semua interaki-interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori yang dibutuhkan bagi pemungsian manusia. Ringkasnya, bahwa belajar merupakan pengembangan kategorikategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding). Bruner (dalam Dahar, 1989:122) mengemukakan bahwa belajar konsep sebagai proses kognitif melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan meliputi : (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar dengan partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh pengalaman, melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna yang dikenal sebagai belajar penemuan. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, meghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengathuan yang dipelajari dengan cara yang lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi yang baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Pemerolehan konsep menurut Ausubel, menekankan pada belajar bermakna yang merupakan suatu proses belajar dimana informasi

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

55


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

dikaitkan pada konsep-konsep relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Konsep yang telah ada dapat berfungsi sebagai pengatur awal untuk menghubungkan dan membantu memahami konsep baru yang diterimanya. Struktur kognitif yang dimiliki siswa dapat berupa bangunan konsep yang saling berkaitan satu sama lain dan dapat pula berupa sekumpulan konsep yang berdiri sendiri. Jenis struktur kognitif ini berhubungan dengan ciri ilmu yang dipelajari serta sumber proses belajar yang diterapkan dalam mempelajari suatu ilmu. Proses pembentukan struktur kognitif yang diharapkan adalah menghasilkan prinsip belajar bermakna. 4.

Perubahan Materi

Materi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirasa, atau diraba. Dari batasan ini maka kita dapat menyatakan bendabenda yang termasuk materi. Contoh materi: tumbuhan, hewan, manusia, batuan, minyak bumi, tanah, air, udara, bakteri, atom, molekul dst Materi adalah segala sesuatu yang mempunyai massa dan menempati ruangan (mempunyai volume). Segala benda yang ada di alam semesta termasuk kita sendiri, merupakan materi. Massa yang digunakan dalam mendefinisikan materi tidak sama dengan berat. Massa di mana saja tempatnya adalah sama. Sedangkan berat tergantung gravitasi. Seorang astronot yang memiliki berat 70 kg ketika di bumi akan memiliki berat lebih kecil ketika berada di bulan. Sedangkan di ruang angkasa tidak mempunyai berat sehingga dapat melayang-layang. Tetapi massa astronot tersebut sama dan tidak berubah baik di bumi maupun di luar angkasa. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan benda-benda atau materi. Kalau kita cermati benda-benda tersebut banyak mengalami perubahan. Air jika direbus akan berubah menjadi uap, air jika didinginkan akan berubah menjadi es. Kertas jika dibakar akan menjadi abu. Besi jika dibiarkan diudara akan berkarat. Kayu akan mengalami pelapukan, dan masih banyak lagi peristiwa di sekitar kita yang mengalami perubahan. Perubahan materi atau wujud zat dapat terjadi akibat pemanasan atau pendindinan. Pemasanan atau pendinginan akan mengakibatkan

56

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

perubahan suhu sehingga energi pada materi tersebut juga berubah. Selain mengalami perubahan energi, materi juga dapat mengalami pelepasan maupun penyerapan energi. Misalnya pada proses pembakaran kayu, selain terjadi perubahan suhu, di mana suhu menjadi naik, juga terjadi proses pelepasan energi atau disebut reaksi endoterm. Sedangkan pada proses pendinginan, misalnya air menjadi es, selain terjadi penurunan suhu juga terjadi proses penyerapan energi atau reaksi endoterm. Perubahan materi melibatkan perubahan sifat dari materi itu sendiri. Perubahan sifat ini dapat melibatkan perubahan sifat fisika atau kimianya. Biasanya perubahan sifat kimia suatu materi selalu melibatkan juga perubahan sifat fisikanya. 1) Perubahan Fisika Perubahan fisika merupakan perubahan materi yang tidak disertai terjadinya zat baru, tidak berubah zat asalnya, hanya terjadi perubahan wujud, perubahan bentuk atau perubahan ukuran. Contoh : jika air dipanaskan akan berubah menjadi uap air, sedangkan jika air didinginkan maka air akan membeku menjadi es. Es, air dan uap adalah zat yang sama hanya wujudnya saja yang berbeda. Berbagai macam perubahan fisika adalah: •

Perubahan Bentuk, contohnya: beras diubah menjadi tepung beras, kayu diubah menjadi meja

•

Pelarutan/Pengeringan, contohnya : - nasi diubah menjadi bubur, gula diubah menjadi sirop sayuran menjadi layu

•

Perubahan Wujud

Perubahan wujud dapat digambarkan sebagai berikut : Padat mencair

menyublim membeku menguap

Cair

mengembun

Gas

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

57


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

Pada perubahan wujud, wujud zat dapat kembali ke wujud asalnya, misalnya, air membeku menjadi es dan es mencair kembali lagi menjadi air, atau air menguap menjadi gas (uap air) kemudia mengembun menjadi air (air embun). 2) Perubahan Kimia Perubahan kimia merupakan perubahan zat yang menyebabkan terjadinya satu atau lebih zat yang jenisnya baru. Perubahan kimia selanjutnya disebut reaksi kimia. Contoh : Besi berkarat, proses fotosintesis, pembuatan tempe, (fermentasi), indutri asam sulfat, industri alkohol dan lain-lain. Perubahan kimia dapat terjadi karena beberapa proses yaitu : ďƒ˜ Proses Pembakaran Pada proses pembakaran terjadi reaksi antara zat yang terbakar dengan oksigen dan adanya api. Pada proses pembakaran, zat asal akan berubah menjadi zat baru yang berbeda sifatnya dari zat asal. Contohnya: kertas dibakar akan berubah menjadi gas, asap, ataupun abu, bensin terbakar, lilin menyala, petasan meledak Pada pembakaran sempurna bahan bakar dihasilkan karbondioksida dan uap air. Jadi pada proses pembakaran dihasilkan zat baru, yaitu karbondioksida , uap air, asap dan arang. Pada pembakarn yang tidak sempurna dihasilkan gas beracun yaitu karbon monoksida yang menyebabkan sesak napas. ďƒ˜ Proses Peragian Proses peragian merupakan proses di mana zat asal yang mengandung karbohidrat/protein dengan bantuan mikroorganisme (ragi/bakteri) akan berubah menjadi zat-zat lain. Contohnya :singkong diubah menjadi tape, kedelai diubah menjadi tempe atau kecap, tepung gandum diubah menjadi roti. ďƒ˜ Proses perusakan atau pelapukan Proses perusakan atau pelapukan yang dimaksud di sisni adalah kerusakan atau pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, enzim atau reaksi kimia. Contohnya : buah-buahan membusuk, makanan menjadi basi, minyak menjadi tengik, pelapukan kayu.

58

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

 Proses Fotositesis Fotosintesis terjadi dengan adanya klorofil (zat hijau daun), di mana dengan bantuan sinar matahari tumbuh-tumbuhan mengubah karbondioksida dan air menjadi glukosa dan gas oksigen. Reaksi yang terjadi adalah: sinar Karbondioksida + air → glukosa + oksigen Matahari Sinar 6 CO2 + 6 H2O → C6 H12 O6 + 6O2 Matahari  Proses pencernaan makanan Salah satu proses percernaan makan dalam tubuh manusia adalah pengubahan karbohidrat menjadi glukosa bantuan enzim. enzim Karbohidrat → glukosa  Proses Pernapasan Salah satu fungsi pernapasan dalam tubuh kita adalah untuk proses pembakaran (dengan menggunakan oksigen) glukosa dari hasil pencernaan untuk menghasilkan karbondioksida, air, dan energi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Glukosa + Oksigen → karbondioksida + air + energi C6 H12 O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O + energi Berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa perubahan kimia sering disertai gejala atau tanda-tanda terbentuknya zat baru, sedangkan perubahan fisika tidak ada tanda-tanda teerbentuknya zar baru. Perbedaan perubahan fisika dan kimia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

59


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ... Perubahan Fisika 1. 2. 3.

B e r s i f a t s e m e n t a r a ( t i d a k 1. permanen) 2. Tidak menyebabkan terbentuknya materi atau zat baru 3. Hanya melibatkan perubahan pada sifat fisika zat atau materinya

Perubahan kimia Bersifat tetap (permanen) Menyebabkan terbentuknya materi atau zat baru Melibatkan perubahan pada sifat fisika maupun kimianya

C. Pemahaman Konsep Melalui Perbaikan Bahan Ajar Hasil uji coba perorangan terhadap bahan ajar pada 3 orang mahasiswa menunjukkan hasil penilaian mencapai 96,56%, hal ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang dibuat menunjukkan hasil yang sangat baik. Berdasarkan komentar yang diberikan juga menunjukkan bahwa bahan ajar ini selain bahan ajar yang dibuat sangat baik, bahan ajar yang dibuat juga mampu memberikan kemudahan dalam pemahaman tentang perubahan materi dengan baik. Mahasiswa juga memberikan pendapat tentang seringnya terjadi kesalahan dalam pemahaman terhadap perubahan materi, tetapi setelah menggunakan bahan ajar ini mereka dapat memahami tentang konsep yang benar dari perubahan materi. Hasil uji coba pada kelompok kecil terhadap bahan ajar yang diwakili oleh 6 orang mahasiswa tiap kelompok menunjukkan hasil penilaian mencapai 96,33%, hal ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang dibuat menunjukkan hasil yang sangat baik. Berdasarkan komentar yang diberikan juga menunjukkan bahwa bahan ajar ini selain bahan ajar yang dibuat sangat baik, bahan ajar yang dibuat dapat memberikan kemudahan dalam pemahaman tentang perubahan materi dengan baik. Pemahaman tentang perubahan materi pada mahasiswa juga mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi dari pemahaman yang salah menjadi lebih benar. Hasil uji coba kelas besar terhadap bahan ajar pada 23 orang mahasiswa menunjukkan hasil penilaian mencapai 95,92%, hal ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang dibuat menunjukkan hasil yang sangat baik. Bahkan hasil di atas menunjukkan bahwa hasil persentase penilaiannya meningkat meskipun hanya sedikit. Peningkatan ini menunjukkan bahwa revisi yang dilakukan mampu memberikan 60

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

peningkatan dari respon yang diberikan mahasisiwa terhadap bahan ajar yang diberikan. Berdasarkan hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan yang pada mahasiswa antara sebelum dan sesudah menggunakan bahan ajar tentang perubahan materi. Perbedaan ini disebabkan adanya peningkatan pemahaman konsep mahasiswa terhadap perubahan materi, yang meliputi sifat zat atau materi, perubahan kimia dan fisika, serta macam-macam zat. Dengan kata lain, peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap konsep tentang perubahan materi disebabkan dari perbaikan bahan ajar yang digunakan. D. Kesimpulan Bedasarkan hasil uraian di atas maka diperoleh bahwa: 1.

Pengembangan bahan ajar tentang perubahan materi dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik, dalam ini adalah mahasiswa, jika (1) dalam pembuatannya didasarkan pada konsepkonsep dasar tentang materi yang diberikan dan konsep yang diberikan disusun secara sistematis atau konsepnya berurutan, misalnya dari yang sederhana ke komplek atau dari konsep yang lebih rendah ke konsep yang lebih tinggi; (2) contoh-contoh yang diberikan dekat dengan peristiwa yang dialami oleh peserta didik (mahasiswa), da diawali dari contoh yang sederhana.

2.

Pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang dibuat tentang perubahan materi mampu meningkatkan pemahaman konsep peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA Altun, E.H. & Kaya, S. 1996. “Measurement of the Confidence, Attitude and Self-image of Turkish Student-Teachers in Relation to Chemistry Education. International Journal Science Education, 18(5): 569-576. Berg, V.D. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Sebuah Pengantar Berdasarkan Lokakarya di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 7 – 10 Agustus 1990. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

61


Agus Mukti Wibowo - Peningkatan Pemahaman Konsep ...

Bodner, G.M. 1992. “Why Changing The Curriculum May Not Be Enough”. Journal of Chemical Education, 69(3): 186-190. Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK. Gilbert, J.K. & Watts, D.M. 1983. “Concepts, Misconceptions and Alternative Conceptions: Changing Perspectives in Science Education”. Studies in Science Education, 10: 61-98. Greca, I.M. & Moreira, M.A. 2000. “Mental models, Conceptual models and Modelling”. International Journal of Science Education, 22(1): 1-11. Herron, D.J. 1996. The Chemistry Classroom Formulas for Successful Teaching. Washington, D.C: American Chemical Society. Ibnu, S. 1989. Kesalahan Atas Konsep-Konsep IPA Karena Ketidaktepatan Pendekatan Yang Digunakan. Kumpulan Makalah. Malang. Middlecamp, C. & Kean, E. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia. Nakhleh, M.B. 1992. “Why Some Student’s Don’t Learn Chemistry: Chemical Misconceptions”. Journal of Chemical Education, 69 (3): 191-195. Posner, G.J., & Gertzog, W.A. 1982. “The Clinical Interview and the Measurement of Conceptual Change”. Science Education, 66(2): 195-209. Sanger, M.J. & Greenbowe, T.J. 1999. “An Analysis of College Chemistry Textbooks as Source of Misconception and Errors in Electrochemistry. Journal Chemical Education, 76(6): 853-860. Sastrawijaya, T. 1998. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Wertsch, J.V. 1985. Vygotsky and the Social Formation of Mind. Cambridge Mass: Havard University Press. Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. 1989. Jakarta: Gramedia. Wiseman, F.L. 1981. “The Teaching of College Chemistry: Role of Student Development Level”. Journal of Chemical Education, 58(6) : 484-488. 62

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


EVALUASI PEMBELAJARAN SAINS DI MI MA’ARIF POLOREJO Athok Fu’adi1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pembelajaran sains di MI Ma’arif Polorejo, adapun batasan dari rumusan masalah adalah penelitian ini mengambil subjek penelitian hanya kelas empat samapai enam, adapun rumusan masalahnya adalah: 1) Bagaimana konteks guru dalam pembelajaran sains 2) Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran sains, 3) Bagaimana hasil pembelajaran sains. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek penelitian adalah guru sains. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Keabsahan data didapat dengan melakukan triangulasi dan pengamatan terus-menerus. Analisis data dilakukan sejak dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan model interaktif yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi data, memasukkan data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Latar belakang guru dan siswa serta lama bekarja guru pembelajaran sains mempengaruhi pembelajaran sains yang ada di MI Ma’arif Polorejo, dengan pendidikan S1 Pendidikan Islam, guru melakukan pengembangan diri dengan pelatihan, sharing antar guru dan KKG, sehingga pembelajaran sains dapat berjalan dengan baik. Implementasi pembelajaran sains berjalan sesuai dengan kurikulum KTSP, dengan menerapkan pengelolaan kelas yang bervariasi, multi metode, multi media dan PAKEM serta dengan model CTL. Hasil dari pembelajaran sains dengan PAKEM akan baik jika menggunakan dan menambahkan metode drill, sehingga anak didik mampu menerima materi pembelajaran sains dengan baik. Kata Kunci; Evaluasi Pendidikan, Pembelajaran Sains, Madrasah Ibtidaiyah

A. Pendahuluan Pembelajaran sains merupakan pembelajaran yang dilakukan pada peserta didik di sekolah pendidikan dasar di kelas 1-6. Untuk kelas satu, dua, dan tiga pembelajaran sains menggunakan pendekatan tematik, pada kelas tersebut kondisi siswa berada pada rentangan usia dini. Pada usia 1 Dosen Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo

63


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung. Pembelajaran sains akan lebih menarik jika menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Selama 2 tahun ini MI Ma’arif Polorejo merupakan madrasah yang menjadi Mitra PGMI STAIN Ponorogo, maka dengan ada program LAPIS PGMI maka akan menjadi tolak ukur bagi program yang dilakukan terhadap madrasah tersebut. Melihat hasil observasi dan selama pendampingan dalam implementasi pemberdayaan madrasah sebagian besar masih mngguunakan pembelajaran yang belum menyentuh pada model pembelajaran inquiry. Melihat permasalahan bahwa guru masih menggunakan model pembelajaran sains dengan model lama belum berbasis inquiry maka selama pendampingan guru dan madrasah diberdayakan dengan menggunakan model PAKEM, untuk melihat hasil pendampingan selama ini di MI Ma’arif Polorejo merupakan madrasah dampingan dari LAPIS PGMI maka perlu di lihat tentang keterlaksanaan pembelajaran sains yang ada di madrasah tersebut, maka perlu di evaluasi program pembelajarannya apakah sudah sesuai dengan kurikulum atau belum?.maka rumusan permasalahan yang ada adalah, Bagaimanakah konteks pembelajaran sains di MI Ma’arif Polorejo?, Bagimananakah implementasi pembelajaran sains di MI Ma’arif Polorejo?, Bagaimanakah hasil pembelajaran sains di MI Ma’arif Polorejo. B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi, model evaluasi yang digunakan adalah Stake’s Countenance Model, Center for Instructional Research and Curriculum Evaluation University of Illinois. Model Stake’s sama dengan model CIPP dan CSE-UCLA (Center for Study of Evaluation at the University of California at Los Angeles) dimana ketiganya cenderung komprehensip dan mulai dari proses evaluasi selama tahap perencanaan dari pengembangan program. (Kaufman, Roger. and Susan Thomas, 64

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

1980: 123). Stake mengidentifikasi 3 (tiga) tahap dari evaluasi program pendidikan dan faktor yang mempengaruhinya yaitu: 1. Antecedents phase; sebelum program diimplementasikan: Kondisi/kejadian apa yang ada sebelum implementasi program? Apakah kondisi/kejadian ini akan mempengaruhi program? 2. Transactions phase; pelaksanaan program: Apakah yang sebenarnya terjadi selama program dilaksanakan? (Issac, Stephen and William B Michael,1982: 123) Apakah program yang sedang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana program? 3. Outcomes phase, mengetahui akibat emplementasi pada akhir program. Apakah program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan? Apakah klien menunjukkan perilaku pada level yang tinggi dibanding dengan pada saat mereka berada sebelum program dilaksanakan? Setiap tahapan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu description (deskripsi) dan judgment (penilaian) Model Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan program secara mendalam dan mendetail. Oleh karena itu persepsi orang-orang yang terlibat dalam sistem pendidikan seperti perilaku guru, peran kepala sekolah, perilaku siswa dan situasi proses belajar mengajar di sekolah adalah kenyataan yang harus diperhatikan. Subjek penelitian adalah guru sains dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dokumentasi, dengan teknik analisis data, model interaktif. KAJIAN TEORI A. Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1.

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2.

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

65


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

4.

Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5.

Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6.

Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7.

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

B.

Ruang Lingkup

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspekaspek berikut. 1.

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2.

Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

3.

Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana

4.

Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

C. Kompetensi Guru Sains 1. Kompetensi Kompetensi (Gonczi, Andrew, 1992: 225) adalah something that can be attributed to an individual on the basis of inferences drawn from performance in assessment or actual work. Maksudnya, kompetensi adalah atribut seseorang yang dilihat dari (standar kompetensi) performa kerja orang tersebut. Kompetensi (Abdul Ghafur, 2004: 13) merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang merefleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki

66

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

oleh mahasiswa untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis tugas yang di milikinya. Sedangkan menurut Mc Ashan kompetensi (dalam Mulyasa, 2003: 38) adalah a knowledge, skills and abilities or capabilies that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, effective, and psychomotor behaviors. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang dan telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor dengan sebaik-baiknya. Dilihat dari tiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan, keterampilan dan sikap serta fitrah manusia yang terwujudkan dalam perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga dapat diartikan sebagai konsep atau desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Pengembangan kompetensi dalam pembelajaran Sain merupakan kompetensi yang berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotor dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai pembelajaran Sain. Kemampuan kognitif (Mukminan, 2003: 6-8) berkaitan dengan kemampuan berfikir, yang mencakup kemampuan intelektual mulai dari kemampuan mengingat sampai dengan kemampuan memecahkan suatu masalah. Pada kemampuan kognitif mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan dan penguatan daya ingat, pemahaman dan penalaran dalam memecahkan suatu permasalahan atau mengembangkan ide baru. Kemampuan afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan kemampuan psikomotor berkaitan dengan keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak. Sehingga mahasiswa diharapkan menirukan dan melakukan demonstrasi dan diharapkan mengetahui dan mengalami proses pembelajarannya sendiri.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

67


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Disamping itu, Gordon (dalam Mulyasa, 2003: 38) menjelaskan beberapa ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut: 1) Pengetahuan, yaitu kesadaran dalam kognitif. 2) Pemahaman, yaitu kedalaman kognitif, afektif yang dimiliki oleh individu. 3) Kemampuan, yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya. 4) Nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologi telah menyatu dalam diri seseorang. 5) Sikap, yaitu perasaan (senang dan tidak senang, suka atau tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. 6) Minat, yaitu kecendurungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Indikator pencapaian standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan keterampilan, sikap dan tingkat penguasaan yang dicapai mahasiswa dalam mempelajari mata pelajaran. Materi pokok atau materi pembelajaran adalah materi atau bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, metode, proses, keterampilan, konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian adalah kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan belajar. 2. Kompetensi Guru Madrasah Ibtidaiyah. Guru adalah seseorang yang mempunyai kewajiban dalam membimbing dalam proses pembelajaran. Sebagai komponen yang sangat penting maka Guru harus mempunyai suatu kemampuan yang sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah. Oleh karena itu, guru juga diharapkan mengetahui materi pelajaran yang harus dipelajari dan didalami, dalam kondisi apa harus disajikan. Dengan demikian, guru dituntut untuk profesional dan mampu mengetahui apa yang merupakan kemajuan dalam diri mahasiswa. Guru yang baik (Gordon, Thomas, 1986: 26) harus lebih dalam dalam berbagai masalah, lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, 68

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

lebih sempurna daripada orang-orang pada umumnya. menurut telaah histories (Muhadjir, 1987: 56) penelitian tentang efektifitas keberhasilan guru dalam menjalankan tugas kependidikannya, Medley menemukan beberapa asumsi keberhasilan guru, yang pada akhirnya dijadikan titik tolak dalam pengembangannya, yaitu: pertama, asumsi sukses guru tergantung pada kepribadiannya; kedua, asumsi sukses guru tergantung pada penguasaan metode ketiga, asumsi sukses guru tergantung pada frekuensi dan intensitas aktivitas interaktif guru dengan guru; dan keempat, asumsi bahwa apapun dasar dan alasannya penampilan gurulah yang terpenting sebagai tanda memiliki wawasan, ada indikator menguasai materi, ada indikator menguasai strategi pembelajaran. Barlow (dalam Muhibbin, 1997: 229) mengatakan bahwa seorang guru harus memiliki kemampuan untuk melaksanankan tugasnya secara tepat dan bertanggung jawab. Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya, guru yang piawai dalam melakukan profesinya. Oleh karena itu, guru harus dapat menunjukkan kemampuan yang lebih baik dibanding dengan yang diajar, baik pada penguasaan keahliannya maupun pada metode dan strategi belajar mengajar yang dipilihnya. Guru harus senantiasa belajar dengan mengikuti perkembangan jaman. Dalam pembelajaran di sekolah pemilihan sumber daya guru harus dilakukan atas dasar kompetensi guru. Melihat semakin majunya kondisi sekarang ini, dibutuhkan penguasaan kemampuan yang lebih luas, kepribadian yang baik dengan diikuti kompetensi pada keilmuannya. a. Karakteristik kompetensi guru Raka Joni (Suharsimi, 2000: 239) mengemukakan dan merumuskan tiga kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang profesional. Ketiga kemampuan itu dikenal dengan tiga kompetensi, yaitu: kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi sosial. 1). Kompetensi profesional adalah kompetensi guru dalam memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan kepada peserta didik, menguasai metodologi, dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

69


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

2). Kompetensi personal, adalah kompetensi guru dalam memiliki sikap dan kepribadian yang mantap, sehingga menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani seperti yang dikemukaan oleh Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam proses pendidikan yang demokratis, guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. guru lebih banyak bersifat tut wuri handayani, dengan memberikan dorongan dan motivasi agar guru dapat memperluas kemampuan pandangan untuk mengembangkan berbagai alternatif dalam aktivitas kehidupan. 3). Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid maupun dengan sesama rekan guru, civitas akademik, karyawan, dan anggota masyarakat sekolah lainnya. b. Pengembangan kompetensi guru Untuk meningkatkan kompetensinya, seorang guru harus selalu ingin belajar dan meningkatkan diri. Guru (Suyanto & Abbas, 2001: 136) harus kompeten dan memiliki jiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif. Guru yang aktif mengajar disekolah selalu membutuhkan serta mencari tempat dan sarana untuk mengembangkan dirinya. Hal ini harus disesuaikan dengan karakteristik guru, karakteristik materi, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. (Zamroni, 2000: 65) Melihat pendapat diatas maka seorang guru harus mempunyai kompetensi dibidangnya, meningkatkan kemampuan secara profesional, berusaha mengembangkan inovasi keilmuan dengan mencetak kaderkader pendidik. Dalam pengembangannya, guru harus menyesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik guru, serta lingkungan sekolah, sehingga tercapai yang menjadi tujuan dari sang guru. Lembaga pendidikan yang mencetak tenaga kependidikan merupakan lembaga pendidikan guru pada tingkat universitas, lembaga tersebut mempunyai fungsi pokok dalam rangka mempersiapkan para calon guru Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI), supaya kelak dapat melaksanakan tugas dengan sikap profesional. Dunia modern, khususnya dalam rangka persaingan global, memerlukan sumber daya manusia yang bermutu. Sumber daya manusia merupakan 70

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

potensi yang dibina untuk menjadi berkualitas, pengabdian dan pengembangan keilmuan melalui penelitian harus dikembangkan untuk usaha peningkatan sumberdaya manusia, yaitu guru. c. Profesionalisme guru Seorang guru yang profesional harus bisa memberikan bekal pengetahuan secara kognitif, afektif dan psikomotor. Pengetahuan kognitif merupakan pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru kepada siswanya. Pengetahuan afektif adalah pengetahuan sikap yang ditanamkan oleh guru dalam pendidikan. Pengetahuan psikomotor berkenaan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran. Guru (Muhadjir, 1987: 56) perlu mengetahui bahwa profesionalitas menekankan pada kemampuan berkreasi, produktif, dan pelestarian nilai-nilai universal. Pekerjaan yang bersifat khusus merupakan pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang, karena harus disiapkan secara khusus. Adapun ciri-ciri profesionalitas, menurut G. Westby Gibson, adalah sebagai berikut: 1). Pengukuran masyarakat atas layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh sekelompok pekerja yang dikategorikan sebagai pekerja profesi. 2). Sekumpulan bidang ilmu yang harus menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. 3). Persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang itu melakukan pekerjaan profesinya. 4). Adanya suatu organisasi yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan sekelompok luar, juga berfungsi menjaga sekaligus meningkatkan kualitas layanan pada masyarakat, termasuk tindak etis profesional terhadap anggotanya. Sementara itu, Houton menambahkan beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagai berikut: 1). Profesi harus dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

71


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

2). Mengusai ilmu pengetahuan yang sistematik dan khusus (specialist). 3). Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional yang cukup memadai. 4). Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat, di mana kebanyakan orang tidak memiliki skill, maksudnya skill yang sebagian merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar. 5). Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam menjalankan tugas dilihat dari segi waktu bekerja. 6). Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari segi pengalaman yang teruji. 7). Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasilnya tidak dibakukan berdasarkan penampilan dan elemen waktu. 8). Merupakan kesadaran kelompok yang terpolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah menurut bahasa teknisnya. 9). Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesi sebagai batu loncatan ke profesi yang lainnya. 10). Harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggotaanggota profesional menjunjung tinggi dan menjaga kode etik profesionalnya. Melihat pendapat diatas tentang berbagai ciri profesionalisme guru, dapat dikatakan bahwa seseorang yang profesional memiliki ilmu yang sesuai dengan kompetensinya. Mendapat kepercayaan dan tugas dari masyarakat, memiliki organisasi yang melindungi bidang kerjanya. Mempunyai kode etik bagi anggota profesinya, sehingga akan selalu menjaga kepercayaan dari masyarakat. 3. Metode Pembelajaran Metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini, 1996: 53) Yaitu tujuan dari pembelajaran itu sendiri, selain itu metode adalaha suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 72

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

(B. Suryabrata, 1995: 3) Definisi pembelajaran menunjukkan suatu proses pembelajaran dengan pengalaman mendorong siswa untuk belajar sesuatu dari pengalaman-pengalaman setengah struktur. (Jogiyanto, Yogjakarta: 2006: l 3) Dengan demikian metode belajar adalah alat dan cara dalam pelaksanaan suatu kegiatan belajar-mengajar untuk, mencapai tujuan belajar (Hasibun, 1995: 3) Secara umum metode pembelajaran dibagi menjadi metode aktif dan metode pasif, metode aktif yaitu metode pembelajaran yang satu arah dari pendidik kepada peserta didik sedangkan aktif mendorong siswa untuk aktif didalam kelas, disamping itu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan aktif berinteraksi dikelas tidak hanya sebagai pendengar saja, (Jogiyanto, 2006: 23) Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA (Tim Depdiknas, 2009: 29-37) dijelaskan sebagai berikut. 1. Metode Ceramah 2. Metode Demonstrasi 3. Metode Eksperimen 4. Metode Diskusi 5. Metode Proyek 6. Metode Karyawisata 7. Metode Penugasan 4. Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas yang bersifat fisik menentukan keberhasilan pembelajaran. Tidak ada satu pengelolaan perkakas kelas yang ideal tetapi terdapat banyak pilihan yang dapat digunakan. Pengelolaan kelas yang bersifat fisik untuk pembelajaran aktif adalah menarik dan menantang terutama jika perkakas kelas kurang ideal. Pada beberapa kasus bangku/tempat duduk dapat diatur dengan mudah untuk membentuk berbagai penataan yang berbeda. Namun demikian, bangku/ tempat duduk yang tradisional masih dapat datur untuk membentuk kelompok atau bentuk yang lain. Pada pengaturan bangku, muridmurid dapat diminta untuk membantu memindahkan bangku/meja

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

73


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

dan kursi sehingga mereka dapat berperan aktif juga. Pengelolaan fisik berkaitan dengan pengaturan perkakas kelas, seperti pengelolaan tempat duduk siswa, pajangan kelas, sudut baca, alat peraga, sumber belajar, dan sebagainya, agar pembelajaran PAKEM dapat berlangsung dengan baik. Penataan kelas dapat berupa penataan terpusat (center based) dan tempat kerja (work station). Dalam penataan terpusat ruang kelas dibagi ke dalam area subyek yang berbeda-beda seperti ruang utama, sudut baca, seni, dan sebagainya. Tempat kerja (work station) mengisyaratkan penggunaan kelas untuk kegiatan yang bersifat sementara (harian atau mingguan), misalnya untuk kegiatan kesenian. Pada umumnya penggabungan kedua penataan ini sering dilakukan. a. Pengelolaan tempat duduk (bangku) Berikut adalah beberapa bentuk penataan bangku yang dapat disesuaikan dengan keadaan di kelas. 1). Bentuk U 2). Kelompok atau tim 3). Bentuk Konferensi 4). Bentuk Lingkaran 5). Kelompok dalam kelompok 6). Bentuk tempat kerja 7). Bentuk Kelompok Campuran 8). Bentuk kelas tradisional 9). Bentuk V atau pangkat tentara 10). Bentuk auditorium 5. Penilaian Kelas Penilaian merupakan pengumpulan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas belajar siswa. Dalam penilaian dapat terjadi pengumpulan informasi tentang berbagai hal yang terkait dengan pencapaian siswa melalui berbagai bentuk tes atau atau non tes. Melalui penilaian guru bisa menentukan apakah siswa mengalami kemajuan dalam belajar atau mampu menguasai kompetensi yang diharapkan. Penilaian diharapkan juga bermanfaat bagi siswa utamanya agar siswa 74

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

mengetahui kemajuan belajarnya, lebih termotivasi untuk belajar dan lebih bertanggung jawab terhadap keberhasilan belajarnya. Beberapa kompetensi dan kemajuan belajar siswa tidak mampu diungkap hanya dengan menggunakan tes. Untuk mendapatkan hasil penilaian yang otentik (sesuai dengan kenyataan yang ada) telah banyak dikembangkan perangkat penilaian non tes. Beberapa perangkat penilaian tes dan non tes yang telah banyak digunakan diantaranya adalah: Kita dapat melakukan penilaian tanpa evaluasi, namun kita tidak dapat melakukan evaluasi tanpa didahului dengan penilaian. Jika penilaian hanya berhenti pada justifikasi kemajuan belajar dan pencapaian kompetensi siswa, evaluasi memanfaatkan hasil-hasil penilaian untuk menjustifikasi keberhasilan dan kekurang berhasilan program misalnya program pembelajaran yang dirancang oleh guru maupun program pembelajaran yang dirancang oleh sekolah. Jadi kualitas penyelenggaraan penilaian sangat berpengaruh terhadap kualitas evaluasi, kegagalan penilaian dapat menyebabkan kegagalan evaluasi sedang penilaian yang berkualitas akan dapat memberikan justifikasi evaluasi yang baik. Beberapa hal yang bisa menjadi perhatian penilaian diantaranya adalah: a.

Aspek akademis. Aspek akademis meliputi apa yang diketahui, dipahami dan tersimpan dalam otak siswa.

b.

Aspek pemikiran. Aspek pemikiran meliputi kualitas penalaran, kerangka kerja konseptual, penggunaan metode ilmiah dan pemecahan masalah serta kemampuan menyusun argumentasi.

c.

Aspek ketrampilan. Aspek ketrampilan meliputi ketrampilan komunikasi tulis dan lesan, ketrampilan meneliti, ketrampilan dalam mengorganisasi dan menganalisis informasi dan ketrampilan teknik.

d.

Aspek sikap. Aspek sikap meliputi sikap suka belajar, komitmen untuk menjadi warga negara yang baik, kegemaran membaca, kegemaran bepikir ilmiah dan sebagainya

e.

Aspek Kebiasaan kerja. Aspek kebiasaan kerja meliputi menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, menggunakan waktu dengan bijaksana, bekerja sebaik mungkin dan sebagainya. (Tim LAPIS PGMI. Penilaian Kelas.(LAPIS PGMI, 2008: 1-2) , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

75


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan penilaian antara lain adalah: Berorientasi pada kompetensi Penilaian harus mampu menentukan apakah siswa telah mencapai kompetensi yang dimaksudkan dalam kurikulum. Penilaianhendaknya menilai siswa secara menyeluruh, mencakup semua aspek perilaku yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian harus dapat memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa. Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan semua kriteria dan pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak. Penilaian merupakan penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu bagi siswa yang kurang berhasil. Penilaian dilakukan dengan memanfaatkan berbagai teknik dan prosedur untuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian hendaknya dilakukan secara terencana dan terus-menerus. Penilaian yang dihasilkan diharapkan benar-benar menggambarkan perilaku yang sesungguhnya dari siswa. Karena tidak ada satupun bentuk penilaian yang dapat menghadirkan gambaran yang otentik, maka diharapkan guru menggunakan berbagai bentuk penilaian. Penilaian yang efektif memiliki ciri-ciri antara lain: a.

Mudah dilaksanakan

b.

Tidak menyita banyak waktu

c.

Tidak memerlukan analisis yang rumit

d. Fleksibel dan dapat diterapkan untuk berbagai topik e.

Hasilnya dapat segera dimanfaatkan

f.

Meningkatkan pemahaman guru tentang persepsi siswa pada materi pembelajaran

g.

Dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap kebutuhan siswanya. (LAPIS PGMI, 2008: 3-5)

6. Media pembelajaran Kriteria pemilihan media antara lain: a.

76

Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

ditetapkan. b.

Dukungan terhadap isi bahan pengajaran, artinya bahan pelajaran yang si-fatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.

c.

Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar.

d. Keterampilan guru menggunakannya, artinya secanggih apapun sebuah media apabila tidak tahu cara menggunakanya maka media tersebut tidak memiliki arti apa-apa. e.

Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siwa selama pengajaran berlangsung.

f.

Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa, se-hingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa. (Depdiknas, 2009: 8)

D. Evaluasi Program Pembelajaran Sains Evaluasi program pembelajaran sains dilakukan dengan melihat bagaimana proses perekrutan sehingga akan diketahui bagaimana latarbelakang guru yang mengajar pembelajaran sains. Hasil evaluasi program pembelajaran sains ini akan menyangkut guru, siswa, saranaprasarana/sumber/media, sebagai berikut: Pembelajaran sains memerlukan guru yang kreatif, baik dalam menyiapkan kegiatan/pegalamanan belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai matapelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik dan menyenangkan, dan utuh serta inquiry. Siswa harus siap mengikuti pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual, pasangan, kelompok kecil atau klasikal. Pembelajaran tematik pada hakikatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok tuntuk aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistic dan otentik. Maka dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

77


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sains perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran sains, maka dalam pembelajaran yang diiakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap. Untuk dapat melihat perkembangan pembelajaran maka perlu di adakan evaluasi, dalam hal ini menggunakan model evaluasi Stake. Model evaluasi yang dikembangkan oleh Stake menekankan pada dua jenis deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgements) serta membedakan tiga jenis fase dalam evaluasi program, yaitu: 1) Persiapan atau pendahuluan (antecedents) 2) Proses/transaksi (transcation-processes) 3) Keluaran atau hasil (outcomes, output) Intents Rationale

Observation

Standards

Judgements

Antecendents Transactions Outcomes

Descriptions matrix berhubungan dengan Intens (goal = tujuan) dan observations (effect = akibat). Judgement berhubungan dengan standar (tolok ukur = kriteria) dan judgement (pertimbangan). Stake menegaskan bahwa ketika evaluator menimbang-menimbang dalam menilai suatu program pendidikan, tentu melakukan perbandingan realatif (antara suatu program dengan yang lain) dan/atau perbandingan absolut (suatu program dengan standar). Penekanan paling besar pada model ini adalah pendapat bahwa evaluator membuat keputusan tentang program yang sedang di evaluasi. Stake menunjukkan bahwa description adalah berbeda

78

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

dengan pertimbangan (judgment). Dalam model ini, data tentang Antecendent (input), Transaction (Proses) dan outcomes (product) tidak hanya dibandingkan untuk menentukan kesenjangan antara yang diperoleh dengan yang diharapkan, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang mutlak agar diketahui dengan jelas kemanfaatan kegiatan dalam suatu program. Dengan tegas Stake menegaskan bahwa bukannya evaluasi jika tanpa pertimbangan. (Arikunto, 1998: 203 PEMBAHASAN DAN ANALISIS EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN SAINS DI MI MA’ARIF POLOREJO A. Gambaran Umum MI Ma’arif Polorejo MI Ma’arif Polorejo dengan Nomor Statistik Madrasah : 111235020008, alamat jalan Kantil 64 Polorejo, babadan Ponorogo Jawa Timur a. Visi Madrasah

Terwujudnya Madrasah Unggul, Berprestasi dan Islami

b.

Misi Madrasah 1.

Bekerja secara Kompetitif,prespektif ,aktif,kreatif dan inovatif

2.

Meningkatkan pembinaan ilmu pengetahuan secara umum

3.

Meraih juara dalam setiap kompetisi sampai dengan tingkat nasional

4.

Melakukan 8 standar nasional pendidikan secara proporsional dan akuntable

5.

Meningkatkan keterampilan dan profesionalisme kerja

6.

Melakukan kerjasama eksternal

7.

Melatih kepribadian,kecakapan dan keterampilan secara profesional

8.

Memberdayakan seluruh stakeholder

9.

Melatih pembiasaan solat,membaca alquran,ramah dan santun

10. Menjalankan nilai-nilai Islami dalam keluarga dan masyarakat

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

79


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

B. Kontek (Latar Belakang Pembelajaran Sains) Pembelajaran sains yang ada di madrasah dampingan harus mengetahui berbagai macam yang terjadi sebelum adanya pelaksanan pembelajaran sains. maka harus diketahui yaitu: Latar belakang pendidikan guru sains, tujuannya mengetahui latar belakangnya bekal seseorang untuk mengajar dan pengelolaan kelas akan berpengaruh dari guru itu sendiri dalam mengembangkan pengetahuan ketika menempuh perkuliahan. Selanjutnya adalah lama masa guru pembelajaran sains dalam menjalankan sebagai guru pada madrasah ataupun selama dia mengajar, hal ini untuk melihat tingkat profesional guru karena guru harus profesional. Raka Joni (Arikunto, 2000: 239) mengemukakan dan merumuskan tiga kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang profesional. Ketiga kemampuan itu dikenal dengan tiga kompetensi, yaitu: kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi sosial. Kompetensi profesional adalah kompetensi guru dalam memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan kepada peserta didik, menguasai metodologi, dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. Kompetensi personal, adalah kompetensi guru dalam memiliki sikap dan kepribadian yang mantap, sehingga menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani seperti yang dikemukaan oleh Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam proses pendidikan yang demokratis, guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. guru lebih banyak bersifat tut wuri handayani, dengan memberikan dorongan dan motivasi agar guru dapat memperluas kemampuan pandangan untuk mengembangkan berbagai alternatif dalam aktivitas kehidupan. Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid maupun dengan sesama rekan guru, civitas akademik, karyawan, dan anggota masyarakat sekolah lainnya. Dengan melihat bahawa latar belakang guru akan mempengaruhi kompetensi dan profesionalitas guru, maka guru harus dilakukan pengembangan dengan melalui pelatihan, dan kegiatan 80

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

yang dilakukan oleh lembaga madrasah tersebut. Banyaknya pelatihan professional guru pembelajaran sains akan mempengaruhi dalam menyiapkan pembelajaran maupun dalam menyiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Untuk pengembangan kompetensi guru maka ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh madrasah antara lain dengan program mengikuti KKG (Kelompok Kerja Guru) selain itu sharing anatara guru mata pelajaran khususnya sains, mengikuti pelatihan-pelatihan guru yang dilakukan oleh LAPIS PGMI, selain itu pelatihan kepala sekolah, pelatihan komite sekolah ini dilakukan dua kali, pelatihan PAKEM dilakukan selama tiga kali dengan masing-masing pelatihan selama tiga hari, dan masih banyak lagi, pelatihan ini berguna untuk mengembangkan mutu madrasah khususnya agar guru menjadi profesional. (04/1-W/F-1/22-IX/2012) Guru (Muhadjir, 1987: 56) perlu mengetahui bahwa profesionalitas menekankan pada kemampuan berkreasi, produktif, dan pelestarian nilai-nilai universal. Pekerjaan yang bersifat khusus merupakan pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang, karena harus disiapkan secara khusus. Adapun ciri-ciri profesionalitas, menurut G. Westby Gibson, adalah sebagai berikut: Pengukuran masyarakat atas layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh sekelompok pekerja yang dikategorikan sebagai pekerja profesi. Sekumpulan bidang ilmu yang harus menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang itu melakukan pekerjaan profesinya. Adanya suatu organisasi yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan sekelompok luar, juga berfungsi menjaga sekaligus meningkatkan kualitas layanan pada masyarakat, termasuk tindak etis profesional terhadap anggotanya. Sementara itu, Houton menambahkan beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagai berikut: Profesi harus dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsipprinsip ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established. Mengusai ilmu pengetahuan yang sistematik dan khusus (specialist). Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional yang cukup memadai. Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat, di mana kebanyakan orang tidak memiliki skill, maksudnya skill yang sebagian merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar. Memenuhi syarat-syarat penilaian , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

81


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

terhadap penampilan dalam menjalankan tugas dilihat dari segi waktu bekerja. Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari segi pengalaman yang teruji. Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasilnya tidak dibakukan berdasarkan penampilan dan elemen waktu. Merupakan kesadaran kelompok yang terpolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah menurut bahasa teknisnya. Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesi sebagai batu loncatan ke profesi yang lainnya. Harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesional menjunjung tinggi dan menjaga kode etik profesionalnya. C. Pelaksanaan Pembelajaran Sains Untuk pelaksanaan pembelajaran sains memang ada beberapa hal yang perlu dilalui untuk dilaksanakan salah satunya dalam pembuatan Rencana Program Pembelajaran. Adapun dalam pelaksanaan ada tiga yang dilakukan seorang pendidikan, yaitu: Persiapan, proses pelaksanaan, penilaian. Adapun persiapan pembelajaran suatu kegiatan yang harus dilakukan guru adalah membuat silabus dan mengembangkan serta merancang tentang pelaksanaannya. Pengembangan silabus dilakukan dengan berdasarkan pada panduan yang ada dari jakarta, semua guru harus membuat RPP, salah satuny pembuatannya harus mengikuti silabus yang dibuat, untuk silabus sudah ada, kalau disini silabus sudah ada dan guru hanya mengembangkan dengan menambahkan indikator atau pengalaman belajar disesuaikan dengan lingkungan, kompetensi dasar sudah baku, pengembangan indikator dan pengalaman belajar dan sistem lain, melihat waktu pembelajaran dan materi pelajaran. Rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru pembelajaran sains mengacu pada pengembangan dari kurikulum KTSP. Dalam persiapan pengajarannya guru pembelajaran sains berbekal dari buku pegangan, Guru harus membawa berbagai macam buku tambahan untuk menambah pengetahuan apa yang harus diketahui oleh siswa. Dalam kurikulum KTSP, penyusunan pengembangan kurikulum perlu memperhatikan tujuan kompetensi apa yang akan diberikan oleh siswa, dan materi ajar dan pengalaman belajar apa yang bisa mencapai tujuan kompetensi itu. Selanjutnya perlu diperhatikan juga indikator-indikator apa yang diukur untuk mengetahui apakah tujuan kompetensi telah tercapai 82

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

oleh siswa atau belum dan bagaimanakah jika kompetensi itu tidak bisa dicapai oleh siswa. Untuk meningkatkan kompetensinya, seorang guru harus selalu ingin belajar dan meningkatkan diri. Guru (Suyanto & Abbas, 2001: 136) harus kompeten dan memiliki jiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif. Guru yang aktif mengajar disekolah selalu membutuhkan serta mencari tempat dan sarana untuk mengembangkan dirinya. Hal ini harus disesuaikan dengan karakteristik guru, karakteristik materi, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. (Zamroni, 2000: 65) Selain RPP untuk Silabus dapat dilihat di meja guru-guru di lembaga, dan persiapan pelaksanaan pembelajaran, karena ketika pelatihan sudah diajari bagaimana cara membuat RPP. Pelaksanaan pembelajaran sains di MI Ma’arif Polorejo menggunakan pembelajaran PAKEM, CTL, (09/1-W/F-1/22-IX/2012) dalam pelaksanaan pembelajaran PAKEM maka banyak sekali keuntungan yang didapat dari pelaksanaan pembelajaran ini antara lain siswa dapat lebih ingat, selain itu lebih efektif jika menggunakan pengelolaan kelas, media pembelajaran dan metode pembelajaran denga cirri-ciri PAKEM. 1. Mengelola Kelas Untuk mengelola pembelajaran apalagi pembelajaran sains maka yang diperlukan adalah pengelolaan kelas yang baik, dengan menggunakan ciri kelas PAKEM secara otomatis maka pengelolaan harus menyesuaikan dengan ciri pakem sehingga anak tidak jenuh dan senang, bahkan anak boleh mengerjakan tugas di manapun tempatnya, sehingga kemampuan anak bisa berkembang secara maksimal. Untuk pembelajaran sains lingkungan kelas sudah mendukung banyaknya meja kursi dapat ditata sesuai dengan kondisi kelas. Pengelolaan kelas yang bersifat fisik menentukan keberhasilan pembelajaran. Tidak ada satu pengelolaan perkakas kelas yang ideal tetapi terdapat banyak pilihan yang dapat digunakan. Pengelolaan kelas yang bersifat fisik untuk pembelajaran aktif adalah menarik dan menantang terutama jika perkakas kelas kurang ideal. Pada beberapa kasus bangku/tempat duduk dapat diatur dengan mudah untuk membentuk berbagai penataan yang berbeda. Namun demikian, bangku/ tempat duduk yang tradisional masih dapat datur untuk membentuk , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

83


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

kelompok atau bentuk yang lain. Pada pengaturan bangku, muridmurid dapat diminta untuk membantu memindahkan bangku/meja dan kursi sehingga mereka dapat berperan aktif juga. Pengelolaan fisik berkaitan dengan pengaturan perkakas kelas, seperti pengelolaan tempat duduk siswa, pajangan kelas, sudut baca, alat peraga, sumber belajar, dan sebagainya, agar pembelajaran PAKEM dapat berlangsung dengan baik. Penataan kelas dapat berupa penataan terpusat (center based) dan tempat kerja (work station). Dalam penataan terpusat ruang kelas dibagi ke dalam area subyek yang berbeda-beda seperti ruang utama, sudut baca, seni, dan sebagainya. Tempat kerja (work station) mengisyaratkan penggunaan kelas untuk kegiatan yang bersifat sementara (harian atau mingguan), misalnya untuk kegiatan kesenian. Pada umumnya penggabungan kedua penataan ini sering dilakukan. Berikut adalah beberapa bentuk penataan bangku yang dapat disesuaikan dengan keadaan di kelas. 1). Bentuk U 2). Kelompok atau tim 3). Bentuk Konferensi 4). Bentuk Lingkaran 5). Kelompok dalam kelompok 6). Bentuk tempat kerja 7). Bentuk Kelompok Campuran 8). Bentuk kelas tradisional 9). Bentuk V atau pangkat tentara 10). Bentuk auditorium. (LAPIS PGMI 2009: 3-5) 2. Media Pembelajaran Sains Peran media pembelajaran sangat besar bagi pelaksanaan pembelajaran sains di kelas maupun di luar kelas, dengan semakin banyak dan variasi media yang digunakan maka akan semakin cepat dalam pengembangan ilmu sains yang diajarkan didalam pembelajaran sains di MI Polorejo, berbagai macam media untuk pembelajaran sains di MI Polorejo, siswa dalam satu kelas biasanya memiliki kemampuan 84

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

yang beragam, pandai, sedang, kurang. Guru perlu mengatur kapan siswa bekerja secara perorangan, berpasangan, kelompok ataupun klasikal berdasarkan kemampuan siswa sehingga terjadi model pembelajaran sains dapat berjalan. (04/O/F-2/22-IX/2012). Kriteria pemilihan media antara lain: Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Dukungan terhadap isi bahan pengajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Keterampilan guru menggunakannya, artinya secanggih apapun sebuah media apabila tidak tahu cara menggunakanya maka media tersebut tidak memiliki arti apa-apa. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siwa selama pengajaran berlangsung. Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa, se-hingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa. (Depdiknas, 2009: 8) 3. Metode dan Strategi Pembelajaran Sains Metode yang selalu digunakan dalam pembelajaran sains ini adalah: Metode ceramah, metode ini masih digunakan oleh guru pembelajaran sains dalam menyampaikan materinya pelajaran yang berkaitan dengan hal-hal penguatan sains. Selain itu guru juga menggunakan PAKEM dan CTL dalam menyampaikan materi pelajarannya juga menggunakan Metode penugasan, metode ini sering digunakan sebagai salah satu cara untuk menilai siswa dalam pendalaman materi, selain itu metode permainan ini digunakan sebagai bentuk variasi yang selama ini digunakan yaitu ceramah. Metode ini sangat sederhana, selain itu metode praktek digunakaan untuk menyampaikan materi-materi yang harus dikuasai siswa dan siswa bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berbagai macam metode perlu juga diterapkan antara lain, metode demonstrasi, Secara umum metode pembelajaran dibagi menjadi metode aktif dan metode pasif, metode aktif yaitu metode pembelajaran yang satu arah dari pendidik kepada peserta didik sedangkan aktif , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

85


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

mendorong siswa untuk aktif didalam kelas, disamping itu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan aktif berinteraksi dikelas tidak hanya sebagai pendengar saja. (Jogiyanto, 2006: 23) Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA (Depdiknas, 2009: 29-37) dijelaskan sebagai berikut. 1. Metode Ceramah 2. Metode Demonstrasi 3. Metode Eksperimen 4. Metode Diskusi 5. Metode Proyek 6. Metode Karyawisata 7. Metode Penugasan 4. Sistem Penilaian Pembelajaran Sains Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisa atau menjelaskan unjuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas terkait. Penilaian tidak selalu formal, tetapi bisa saja penilaian dilakukan dalam lingkungan sekolah dan juga dalam lingkungan luar sekolah, dengan sistem pengamatan. Dalam mengadakan penilaian guru menggunakan pengamatan tes dan alat. Nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan guru dicatat dalam buku catatan. Di dalam buku catatan harian tersebut tertulis nilai-nilai siswa yang meliputi ranah afektif, kognitif dan psikomotor dengan melihat kompetensi dasar dan indikator-indikator pada mata pelajaran sains. (08/1-W/F-1/22-IX/2012) Beberapa hal yang bisa menjadi perhatian penilaian diantaranya adalah: a.

Aspek akademis. Aspek akademis meliputi apa yang diketahui, dipahami dan tersimpan dalam otak siswa.

b.

Aspek pemikiran. Aspek pemikiran meliputi kualitas penalaran, kerangka kerja konseptual, penggunaan metode ilmiah dan pemecahan masalah serta kemampuan menyusun argumentasi.

86

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

c.

Aspek ketrampilan. Aspek ketrampilan meliputi ketrampilan komunikasi tulis dan lesan, ketrampilan meneliti, ketrampilan dalam mengorganisasi dan menganalisis informasi dan ketrampilan teknik.

d.

Aspek sikap. Aspek sikap meliputi sikap suka belajar, komitmen untuk menjadi warga negara yang baik, kegemaran membaca, kegemaran bepikir ilmiah dan sebagainya

e.

Aspek Kebiasaan kerja. Aspek kebiasaan kerja meliputi menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, menggunakan waktu dengan bijaksana, bekerja sebaik mungkin dan sebagainya. (LAPIS PGMI 2008: 1-2)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan penilaian antara lain adalah: Berorientasi pada kompetensi a.

Menyeluruh

b.

Valid

c.

Adil dan terbuka

d. Mendidik e.

Menyeluruh

f.

Berkesinambungan

g.

Bermakna

E. Hasil Pembelajaran Sains Hasil pembelajaran sains yang dilaksanakan di dalam pembelajaran yang ada di MI Polorejo bahwa kondisi riil di lapangan hasilnya sangat bagus dan meningkat dibanding tidak menggunakan metode PAKEM, apalagi daya ingat anak yang baik dan cerdas dan yang harus dilakukan oleh guru dengan cara sistem DRILL agar apa yang di ajarkan dapat diingat dan dibuatkan kesimpulan-kesimpulan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka diperlukan penilaian-penilian tiap minggu dan harian, sehingga hasilnya dapat maksimal.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

87


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Penilaian yang efektif memiliki ciri-ciri antara lain: 1.

Mudah dilaksanakan

2.

Tidak menyita banyak waktu

3.

Tidak memerlukan analisis yang rumit

4.

Fleksibel dan dapat diterapkan untuk berbagai topik

5.

Hasilnya dapat segera dimanfaatkan

6.

Meningkatkan pemahaman guru tentang persepsi siswa pada materi pembelajaran

7.

Dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap kebutuhan siswanya. (LAPIS PGMI 2008: 3-5)

Dengan menggunakan penilia yang efektif maka hasil yang di harapkan dapat maksnimal, dan baik bagi siswa, lembaga dan masyarakat. F. Kesimpulan 1.

Latar belakang guru dan siswa serta lama bekarja guru pembelajaran sains mempengaruhi pembelajaran sains yang ada di MI Ma’arif Polorejo, dengan pendidikan S1 Pendidikan Islam, guru melakukan pengembangan diri dengan pelatihan, sharing antar guru dan KKG, sehingga pembelajaran sains dapat berjalan dengan baik.

2.

Implementasi pembelajaran sains berjalan sesuai dengan kurikulum KTSP, dengan menerapkan pengelolaan kelas yang bervariasi, multi metode, multi media dan PAKEM serta dengan model CTL.

3.

Hasil dari pembelajaran sains dengan PAKEM akan baik jika menggunakan dan menambahkan metode drill, sehingga anak didik mampu menerima materi pembelajaran sains dengan baik.

88

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Daftar Pustaka B. Suryabrata. (1995). Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remadja Rosdakarya. Depdiknas. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikani. Jakarta: BSNP Depdiknas -----------. (2004). Pedoman pembuatan laporan hasil belajar. Jakarta: Depdiknas Gonczi, Andrew. (1992). Developing a competent workforce. NCVER, Adealide, Aus. Gordon, Thomas. (1986). Guru yang efektif: Cara untuk mengatasi kesulitan dalam kelas. (penyadur: Mudjito). Jakarta: Rajawali. Issac, Stephen and William B Michael.(1982).Handbook in Research and Evaluation. 2nd edition, San Diego:California, Edits Publisher JJ. Hasibun. (1995), Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remadja Rosdakarya Jogiyanto. (2006). Filosofis Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Yogjakarta: CV. Andi Offset. Kaufman, Roger. and Susan Thomas,1980.Evaluation Without Fear, London Melvin L. Silborman. (2006). Active Learning 101 cara Belajar Siswa aktif .Bandung: Nusamedia. Miles, M.B., & Huberman, A.M. (1992). Analisis data kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress). Muhaimin. (2007). Pengembangan model kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada sekolah dan madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Muhadjir, Noeng. (1987). Ilmu pendidikan dan perubahan sosial, suatu teori pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muhibbin Syah. (1997). Psikologi pendidikan: Dengan pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mukminan. (2003). Pembelajaran tuntas (mastery learning). Jakarta: Direktorat Lanjutan Pertama.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

89


Athok Fu’adi - Evaluasi Pembelajaran Sains di MI Ma’arif Polorejo

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung: Rosdakarya. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini.(1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsimi Arikunto. (2000). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Suyanto & Abbas. (2001). Wajah dan dinamika pendidikan anak bangsa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Tim LAPIS PGMI. (2009). Metode Pembelajaran.Jakarta: Lapis PGMI Tim LAPIS PGMI. (2009). Pengelolaan Kelas.Jakarta: Lapis PGMI Tim Depdiknas.(2009). Strategi Pembelajaran MIPA.Jakarta: Depdiknas. Wahyu S. (2007). Model-tematik-kelas-awal makalah yang tidak dipublikasikan Bandung: UPI Zamroni. (2000). Paradigma pendidikan masa depan. Yogyakarta: BIGRAF Publising.

90

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Muslim Minoritas: Pesantren Nurul Yaqin Papua Barat Ismail Suardi Wekke1 Abstract Since the founding of Indonesia as a nation, madrasah already contribute to education. This history reflects madrasah to accelerate people need on education. After long time, madrasah not only stimulate muslim society in education but also at large field of life. Therefore, this paper explores how the process in madrasah to enhance curriculum. In addition, the study will focus how the administrator of madrasah activate curriculum to extend the environment in minority muslim. This study was conducted in qualitative approach. To step up the process of analysis, case study was implemented. During data collection, in-depth interview and non-participant observation were employed. Interview guidelines and observation sheet were carried out to direct the study. Research findings shows that madrasah in minority muslim, in this study is Pesantren Nurul Yaqin, formulates some programs and activities to develop the madrasah curriculum. Some programs were practiced to accumulate information from parents, practitioner, and decision maker. There are several processes to enlarge participation and invite people to contribute to the learning material in curriculum. The institution on multiethnic and multicultural society has challenge to synchronize aspiration form different side. On this opportunity to contribute, madrasah accelerate its curriculum in expanding this environment condition. Finally, this research conclude that madrasah in minority muslim on curriculum advancement has chance to encourage students competency that differ from other majority muslim. Keywords: curriculum, enhancement, minority, society.

A. Pendahuluan Tantangan demi tantangan dihadapi para pelajar dan dunia pendidikan. Dinamika lingkungan bergerak dengan lebih cepat dibandingkan dengan masa sebelumnya. Bahkan setiap saat ditemukan inovasi teknologi yang lebih baik. Keadaan ini memberikan peluang bagi setiap aspek kehidupan untuk mengikuti ritme ini atau ditinggalkan. 1 Dosen Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islan Negeri Sorong Jl. Klomono-Sorong KM. 17 Klablim Sorong Papua Barat

91


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Dengan kondisi seperti ini, maka pelaku pendidikan harus berusaha secara berkelanjutan untuk menyiapkan peserta didik dalam beradaptasi dengan dinamika tadi. Tuntutan yang dihadapi adalah pendidikan harus meningkatkan kepekaan dalam merancang dan menerapkan inovasi (Lubis, Wekke, dan Syafar, 2009: 282). Dengan demikian, pendidikan tidak hanya sekedar menjadi rutinitas belaka yang kehilangan makna. Tetapi sebaliknya pendidikan menjadi dinamisator bagi kehidupan. Kecenderungan gelombang ketiga pendidikan dalam skala antarabangsa menunjukkan kondisi yang kompleks (Mazzarol, Soutar, dan Yaw Seng, 2003). Lembaga-lembaga pendidikan tidak saja berfungsi untuk sekedar mendidik tetapi juga harus memastikan kompetensi keilmuan lulusan yang dicetak. Bagi menghadapi tantangan ini, maka tidak ada pilihan bagi lembaga pendidikan kecuali dengan melakukan perencanaan serta usaha yang sistemik dan optimal, dalam rangka menyiapkan perangkat sistem pendidikan dalam lingkup sekolah. Dengan penataan sejak awal, maka proses pendidikan akan berjalan secara terarah. Komponen awal yang perlu diperhatikan adalah kurikulum. Unsur kurikulum ini akan menggambarkan kompetensi lulusan yang diharapkan. Sekaligus memandu administratur untuk menjalankan proses dan kelangsungan material pendidikan. Makna ini sama dengan pengertian yang dikemukakan Muhaimin (2005: 1) dengan melihat kurikulum sebagai jalan terang. Ini dapat saja berarti bahwa kurikulumlah yang akan memandu keseluruhan proses pendidikan yang ada. Sekaligus sebagai pedoman dalam merancang tahapan berikutnya dalam setiap pengalaman belajar yang sistematis dan logis. Hasil penelitian para sarjana dalam penelitian pengembangan kurikulum terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, keterlibatan kelompok eksternal dalam penyusunan kurikulum (Osteneck, 2011), termasuk dalam memperhatikan lingkungan (Tibble, 2009) dan kolaborasi antarabangsa untuk memenuhi tuntutan banyak lembaga (Kushnarenko, 2010). Kedua, penggunaan data pendukung untuk mengembangkan kurikulum (Siler, 2009). Terakhir, tradisi dan kepemimpinan yang mendukung proses pengembangan kurikulum (Castineira, 2009). Dari ketiga kategori penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyusunan kurikulum senantiasa tidak dapat melepaskan diri pada tuntutan eksternal. Sehingga dalam proses penyusunan diperlukan data dan masukan dari pelbagai kalangan. Begitu pula selama proses pengembangan kurikulum tidak 92

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

dapat dinafikan kehadiran kepemimpinan yang kuat untuk mewujudkan konsep yang diinginkan bersama. Selanjutnya, ada pula tradisi yang senantiasa harus dipertahankan tanpa harus melihat faktor eksternal yang dijadikan sebagai landasan pemikiran. Namun, tradisi ini justru lahir dari proses internal. Penelitian pendidikan Islam selama ini masih berada dalam arus utama dalam konteks muslim mayoritas. Dimana pendidikan Islam berkembang seiring dengan kesadaran bersama dalam jumlah yang besar. Hanya saja, ada realitas dimana muslim minoritas juga tetap melakukan pengembangan pendidikan dalam skala lokal. Baik mayoritas maupun minoritas, keislaman senantiasa menjiwai pergumulan pendidikan Islam dengan wilayah yang ditempatinya. Beberapa penelitian mutakhir dalam kajian pendidikan Islam berkenaan dengan kurikulum antara lain dilaksanakan Howell (2010) dengan kesimpulan bahwa sufisme tidak secara khusus menggunakan kurikulum dalam aktivitas pembelajaran. Sementara penelitian Andaya (2013) menyimpulkan bahwa dalam beberapa kajian dalam pendidikan Asia memberikan posisi yang khas bagi perempuan. Pengembangan kurikulum senantiasa memperhitungkan posisi perempuan sebagai salah satu pelaku pendidikan. Demikian pula penelitian Smith­Hefner (2008) yang juga menjelaskan temuan bahwa perempuan sebagai aktor pendidikan yang utama. Kurikulum juga, walaupun tidak hanya dimaksudkan untuk itu saja, dapat menjadi sarana untuk membangun resolusi konflik yang terjadi (Nir dan Eyal, 2003). Masalah sosial dapat diatasi melalui desain kurikulum yang memadai (Medoff, 2008). Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perhatian para sarjana berkenaan dengan pendidikan Islam baru dalam kajian bidang-bidang tertentu. Kajian yang khusus melakukan pengamatan berkenaan dengan muslim di kawasan minoritas belum dipublikasikan. Sehingga dengan penelitian ini akan turut memberikan gambaran dinamika pendidikan Islam di wilayah muslim minoritas. Penelitian kurikulum diperlukan untuk memberikan gambaran bagaimana ide-ide atau konsep pengembangan kurikulum untuk menjadi acuan dalam pendidikan. Dengan adanya informasi seperti ini akan menjadi bahan dalam merefleksikan secara kritis bagaimana proses yang sudah berjalan dalam mengadminsitrasikan kurikulum. Kurikulum menjadi keterkaitan dengan komponen pembelajaran lainnya dimana dengan dalam kurikulum dirumuskan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Saat tujuan yang hendak dicapai sudah termaktub, , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

93


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

maka metode yang digunakan untuk mencapai tujuan itu juga disertakan. Secara bersamaan pula ada kegiatan evaluasi yang akan digunakan sebagai alat dalam memberikan umpan balik akan pencapaian yang diinginkan. Dari sisi ini, maka penelitian kurikulum menjadi bagian yang perlu dilakukan dalam rangka merumuskan dan mengembangkan kerangka asumsi untuk pembentukan pendidikan. Dengan pengalaman berharga yang diidentifikasi peneliti akan menjadi sumbangsih untuk menggambarkan proses pendidikan yang berkesinambungan. Untuk itu, artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pengembangan kurikulum di Pesantren Nurul Yaqin dengan memperhatikan faktor lingkungan muslim minoritas. B. Pengembangan Kurikulum dan Dinamika Lingkungan Dinamika kontekstual lingkungan memberikan dampak bagi perlunya pengembangan kurikulum. Dalam satuan pendidikan, seperti di Bali (Jannah, 2012) tidak saja pendidikan sebagai sarana formal untuk transformasi keilmuan. Tetapi lebih dari itu, sekaligus menjadi sarana untuk merajut persaudaraan. Pendidikan tidak diarahkan menjadi fanatisme beragama yang pada akhirnya dapat memicu bentrokan komunal. Justru pendidikan dibumikan dan tidak diasingkan dari lingkungan yang mewadahinya. Begitu pula agama harus menjadi pembebas bagi kehidupan serta tidak berada dalam situasi romantisme formal. Dengan kondisi ini, maka tuntutan lingkungan yang mendorong untuk melakukan pengembangan kurikulum berdasarkan keperluan masing-masing. Sementara itu tidak menafikan tuntutan regional dan nasional. Sehingga peserta didik kemudian dapat saja menjadi warga dalam skala lokal begitu pula regional dan nasional. Dalam istilah Lewin (1936) ini disebut sebagai life space (ruang hidup). Kondisi lingkungan yang dihadapi setiap individu kemudian perlu diwadahi dalam lembaga pendidikan. Pengaruh lingkungan secara individual perlu ditemukan kemudian dikembangkan sesuai dengan rata-rata keadaan peserta didik. Termasuk pula didalamnya adalah pembentukan ruang ini karena faktor persepsi. Dengan keberadaan individu dalam lingkungannya masing-masing, akan memberikan cara berperilaku. Cara ini tidak bisa dibandingkan antara satu lingkungan dengan lingkungan yang lain. Maka, kurikulum dikehendaki menjadi ruang untuk memberikan latihan bagi pembelajaran 94

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

untuk mengekspresikan individu dalam lingkungannya di masa depan. Ini berkaitan dengan keberadaan pendidikan hari ini untuk kehidupan masa kini dan yang akan datang. Dalam hubungan dengan kurikulum, wilayah utara di Australia menggunakan lingkungan kelas dalam rangka mengembangkan kurikulum (Bat dan Fasoli, 2013). Ada interaksi dua arah yang digunakan untuk mendapatkan input dari peserta didik. Gambaran ini berarti bahwa kepentingan pendidikan sesungguhnya terletak di pihak peserta didik itu sendiri. Wawasan inilah yang dikembangkan secara terus menerus dalam dunia pendidikan yang digagas Wertheimer (1945). Wawasan dibangun sejak awal dari minat terhadap lingkungan secara praktis. Dengan hanya mengandalkan pada hapalan dan ingatan buta, maka akan mengorbankan unsur pemahaman. Secara berpihak, Wertheimer mengemukakan perlunya ada wawasan dalam setiap pembelajaran. Pada saat seorang siswa menghadapi masalah, maka untuk menyelesaikan masalah itu diperlukan dua hal, yaitu pengalaman dan wawasan. Ketika hanya menumpukan semata-mata pada pengalaman saja, maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengalami secara sendiri. Tetapi dengan wawasan, maka pengalaman ini bisa dengan mendapatkan pengalaman dari pengalaman orang lain. Ini berarti ada restrukturisasi dalam situasi sosial baru yang ditunjang dengan wawasan yang ada. Ketika pengalaman, wawasan, dan restrukturisasi berada dalam siklus yang saling berkaitan, maka akan memberikan dukungan bagi penyelesaian masalah secara benar. Dengan pemahaman yang nyata disertai dengan logika, seorang siswa dapat menalar untuk menuju kepada sebuah kesimpulan. Penguasaan terhadap lingkungan, akan memberikan dorongan terhadap aktivitas pembelajaran yang berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan lingkungan. Kajian Dicks dan Batey (2013) menunjukkan bahwa dalam pendidikan kimia sekalipun, prinsip dan praktik yang dijalankan senantiasa memperhatikan kepentingan orang yang berada di luar laboratorium. Pendekatan yang dilakukan berasal dari dua hal baik secara teori maupun tinjauan praktis untuk menerapkan proses pembelajaran yang relevan dengan studi kasus. Ini menunjukkan bahwa sebuah pembelajaran tidak dapat mengislolasi diri dari pihak eksternal. Ketika tidak ada hubungan langsung sekalipun, tetap saja pihak luar dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengayaan proses pembelajaran. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

95


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Arus utama teori pendidikan memandang pembelajaran berada dalam dua kelompok utama yaitu teori koneksionis dan teori kognitif. Dalam teori koneksionis memandang pembelajaran sebagai koneksi (hubungan) antara stimulus dan respon. Hubungan ini berada dalam konteks bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang diterima (Smith dan MacGregor, 2009). Dengan demikian, kurikulum akan terbentuk beradasarkan stimulus yang dipahami oleh administratur pendidikan. Sementara yang kedua adalah teori koginitif yang memusatkan perhatian pada sikap dan keyakinan sebagai variabel yang kompleks. Kognisi yang sudah terbentuk, akan mendapatkan modifikasi dari dari berubahnya pengalaman yang ada. Untuk itu, dalam posisi ini kurikulum akan dibentuk berdasarkan persepsi yang sudah ada sebelumnya. Kemudian ditambahkan dengan adanya modifikasi berdasarkan informasi tambahan yang ada. Adapun kecenderungan untuk memilih salah satu diantaranya, tergantung pada proses pembelajaran yang dilakukan. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk menggabungkan prinsip-prinsip kedua teori ini untuk mendapatkan penyesuaian dengan praktik yang berlangsung di lapangan. Perbedaan keduanya tidak berupa berlawanan dua kutub karena ada juga prinsip pembelajaran yang dikembangkan keduanya saling bersinggungan. Keterhubungan antara lingkungan dan anggota masyarakatnya menjadi penting karena keberadaan lingkungan yang akan menjadi tempat aktualisasi warga. Ketidaksinkronan antara warga dengan lingkungannya akan menimbulkan keterasingan. Dengan kondisi ini, maka diperlukan senantiasa menenlatkan konteks seorang warga sesuai dengan keberadaanya dalam lingkungan yang didiaminya. Dalam proses internalisasi, maka menyimak, kemudian menyimpan sampai mengingat kembali sebuah pengalaman adalah proses kognitif yang berlangsung tidak serta merta. Tetapi memerlukan proses yang berkesinambungan. Dalam empat rangkaian pendidikan yang dimulai dari kemampuan awal, kemudian tujuan pendidikan, selanjutnya metode pelatihan, dan terakhir pada prosedur evaluasi (Holden dan Griggs, 2010). Kesemua ini menjadi siklus pengalaman belajar yang diharapkan akan memberikan pengayaan keterampilan. Budaya dijadikan sebagai salah satu unsur untuk meninjau sebuah kurikulum. Sebagaimana dalam penelitian Gervedink, Pieters, dan Voogt (2013) ditunjukkan bahwa praktik di Ghana menghindari kesalahan 96

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

implementasi kurikulum dengan melakukan upaya pemahaman terhadap budaya. Pelaku pendidikan dan pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan sejak awal mengidentifikasi budaya dan tradisi masyarakat dalam rangka membangun konsep kurikulum. Hasilnya, kurikulum sebagai alat untuk memfasilitasi pembelajaran sesuai kondisi masyarakat. Pada keberlanjutan proses pendidikan, kurikulum mendapatkan dukungan dan partisipasi dari peserta didik dan lembaga pendidikan. Jika sejak awal kurikulum deprogram sebagai bentuk dari komunikasi dengan lingkungan, maka penolakan dan kesalahan perancangan akan dapat diminimalisir sejak awal. Ini berarti bahwa kesesuaian antara program pendidikan dengan lingkungan menjadi salah satu syarat mutlak kelangsungan pendidikan yang diinginkan. Pendekatan sosiokultural melihat pembelajaran sebagai partisan. Dalam komunitas, maka amalan dan praktik yang menjadi tolok ukur. Tidak sekedar saja melambangkan agama sebagai identitas kultural. Tetapi lebih dari itu, mendorong adanya pemahaman komprehensif terhadap agama kemudian menjadikan agama sebagai konstruksi dalam kegiatan sehari-hari. Berkenaan dengan identitas, maka maka ini menjadi sudut pandang yang diciptakan dalam konteks sosial. Maka strategi umum dalam pembelajaran untuk mempertautkan konteks dan budaya yang ada. Pada saat yang sama, juga harus memperhatikan kebutuhan dan variasi setiap perseorangan untuk menjadi pembelajar yang lebih baik. Secara umum, kurikulum yang sudah ditetapkan sebagai sistem nasional tidak akan mewakili semangat lingkungan setiap wilayah. Untuk itu diperlukan identifikasi dari sistem ke implementasi dalam kelas. Materi yang disajikan harus melalui proses komunikasi dengan masing-masing lingkungan. Gerrard, Albright, Clarke, dkk (2013) menjelaskan dua hal dalam pembaruan kurikulum. Aspek wilayah dan tuntutan kurikulum harus diselaraskan dalam wujud implementasi di dalam kelas. Ini bermakna, pendidikan tanpa memperhatikan aspirasi lingkungan hanya semata-mata menjadi kepentingan birokrasi. Siswa akan mempelajari dari orang lain dan lingkungan berupa tindakan-tindakan yang disebut dengan behaviorisme. Banyak hal yang dilakukan individu akibat dari dari perilaku orang lain. Ada usaha untuk mengimitasi pihak lain. Ataupun akan melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam bentuk diskrminasi. Perkembangan kepribadian dapat saja mengikuti seseorang dalam bentuk pemodelan (modeling). Dalam proses belajar, imitasi dan , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

97


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

mengamati pengalaman dari keberhasilan orang lain akan meningkatkan kecepatan bahkan peluang untuk menjalani proses belajar dengan lebih baik. Jika harus melalui proses yang dibentuk siklus, maka dapat saja terjadi kelambatan dan kesulitan dalam pembelajaran (Ford, 2004). Dengan belajar seperti ini, akan memberikan respon yang relatif baru dan dengan cepat diolah sebagai bagian informasi untuk belajar. Dalam proses imitasi ini ada respon yang diberikan. Begitu pula ada elisitasi (elicitacion) yang berlangsung secara cepat. Tidak saja dilakukan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Walaupun tidak ada kesempatan untuk melakukan apa yang dilihat, pada saat tertentu kemudian akan terekspresi dalam bentuk aktivitas yang terbatas. Tidak selalu mudah untuk menyatakan bentuk elisitasi tersebut karena ada hasrat positif untuk menjalankan aktivitas selanjutnya memberikan respon atas apa yang sudah diamati walaupun sudah tersimpan dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada bagian ini berlaku juga imbalan dan hukuman. Maka imitasi dan dilanjutkan dengan elisitasi akan berkembang jika lingkungan kemudian memberikan imbalan dalam setiap aktivitas. Ada penguatan-penguatan dalam pembelajaran yang dibarengi dengan imbalan yang datang sebagai respon dari pembelajaran tersebut. Ketika ada imbalan, maka tingkat akurasi pemodelan akan semakin berkembang ke arah yang lebih baik. Bahkan anak-anak dalam proses pemodelan akan sangat bergantung walaupun tidak sepenuhnya pada bentuk imbalan dan hukuman ini (Moore, 2004). Sebagai respon terhadap lingkungan, maka setiap individu akan memiliki motivasi dalam tingkat yang berbeda-beda. Pengamatan dan proses pembelajaran akan dituntun untuk mengimitasi orang lain dalam skala yang sama dengan motivasi itu. Ada bentuk penguatan untuk menjalankan proses pembelajaran. Sebaliknya juga imitasi tidak berlangsung ketika penguatan tidak berlangsung dengan baik. Dalam skala yang praktis, pandangan ini bisa saja diterima tetapi dengan memungkinkan adanya pandangan-pandangan lain yang dapat diterima. Ada kesadaran dalam beraktivitas dan itu selalu didorong karena akan ada akhir yang diharapkan pada bagian akhir setelah seluruh rangkaian proses selesai. Penilaian akan dimulai atau diakhiri dengan informasi yang terbatas yang diperoleh dari lingkungan.

98

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam ragam studi kasus. Pendekatan kualitatif menjadi pilihan dengan memperhatikan kesesuaian antara masalah dengan obyek penelitian. Dengan demikian pendekatan yang digunakan dapat menjawab pertanyaan penelitian dengan maksimal. Dengan operasional studi kasus, penelitian ini menyelidiki sebuah program yang tercakup dalam pengembangan kurikulum. Adanya pembatasan terhadap waktu dan aktivitas, maka prosedur yang dijalankan dalam strategi studi kasus akan memberikan informasi yang memadai sebagai hasil penelitian. Secara simultan tiga langkah yang dilakukan sejak pengumpulan data sampai pada penyajian data yaitu mereduksi data menjadi sederhana, intrepretasi sehingga menjadi kesimpulan, dan menampilkan data dengan sajian yang menyeluruh. Creswell (2009: 19) menyebut ragam ini dengan strategi dalam pendekatan kualitatif. Dengan strategi studi kasus secara khusus fenomena pengembangan kurikulum di Pesantren Nurul Yaqin dapat ditelusuri dengan lebih seksama. Pembatasan pada program dan aktivitas secara khusus dalam hal pengembangan kurikulum akan memberikan ruang lingkup sekaligus upaya menjabarkan parameter penelitian secara detail. Putra (2012) juga menyatakan bahwa studi kasus merupakan strategi untuk menghimpun dan menganalisis sebuah program. Sehingga pada analisis sebuah kondisi, dapat melihat perkembangan dan kegiatan serta faktor yang menunjang kegiatan tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi tidak berpartisipasi. Wawancara dilakukan kepada guruguru yang terlibat dalam pengembangan kurikulum, pegawai tata usaha dan juga pimpinan pondok pesantren. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan. Untuk wawancara digunakan instrumen pedoman wawancara. Sementara selama observasi digunakan lembar panduan observasi. Kedua instrumen ini untuk membantu peneliti demikian pula untuk tetap mempertahankan objektifitas pengumpulan data dari aspek subyektif peneliti. Ketika analisis, data yang dikumpulkan melalui tahapan verifikasi dengan sumber lain. Dengan proses triangulasi data seperti ini, maka sejak awal pengumpulan data dijalankan dalam kerangka usaha memperoleh data yang sahih. Selanjutnya untuk menjamin validitas data, maka pengumpulan data diperpanjang sampai lima bulan untuk melakukan uji keabsahan dan kesahihan data , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

99


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

yang sudah ada melalui focus group discussion. Begitu pula dilakukan pengecekan teman sejawat dan konsultasi kepada sarjana pakar untuk menjamin bahwa data yang sudah ada sudah melalui tahap pengecekan bertingkat. Untuk menghindari data yang bias, maka observasi dilakukan dengan tidak berpartisipasi. Ada jarak yang diusahakan untuk dikembangkan antara subyek penelitian dengan peneliti. Kehadiran peneliti selama pengumpulan data diusahakan tidak menjadi faktor yang mengintervensi lapangan penelitian. Ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga naturaistik lingkungan penelitian. Sebelum sampai ke lapangan penelitian, maka tahapan awal yang diselesaikan adalah menghimpun kerangka acuan untuk memandu pengumpulan dan analsis data. Dalam pandangan Baxter dan Chua (2008) ini perlu dilakukan untuk membingkai nalar peneliti sebelum terjun ke lapangan. Maka dengan adanya kerangka yang dibuat dapat menjadi panduan sekaligus alat analisis untuk menjawab masalah penelitian. D. Realitas Pendidikan Muslim Minoritas Lahan pondok diwaqafkan oleh seorang tokoh muslim, Bapak Koya yang juga menjabat ketua umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia DPD Kota Sorong dengan keinginan untuk menyediakan pendidikan bagi generasi muslim. Selanjutnya setelah waqaf, maka dibentuk Yayasan Nurul Yaqin. Dimulai sejak tahun 1992, walaupun secara operasional berjalan secara lancar 1994 dengan penerimaan santri. Salah satu aktivitas yayasan di fase awal dengan membentuk panti asuhan untuk menampung muslim Papua yang berasal dari jauh. Bagi anak-anak didik yang menghuni panti asuhan, mereka dibebaskan dari kewajiban pembayaran. Adapun proses pendidikan tetap sama dengan santri yang lain. Ini didasari sejak awal misi yayasan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada generasi muda Islam terutama yang tidak mempunyai akses terhadap pendidikan keagamaan. Muslim di Papua Barat dengan kemajemukan menemukan tantangan dan sekaligus mendapatkan peluang. Kedua hal ini kemudian menjadi dinamika lembaga pendidikan. Pesantren Nurul Yaqin, Kabupaten Sorong dengan komponen pendukung yang ada berusaha memberikan pelayanan pendidikan kepada umat Islam. Secara unik, lembaga pendidikan ini justru didirikan oleh umat Islam yang sehari-hari 100

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

berprofesi sebagai birokrat. Atas keprihatinan tidak tersedianya lembaga yang memberikan transformasi ilmu pengetahuan kepada generasi muda Islam. Padahal dalam kemajemukan dan kehidupan dengan penganut agama lain, umat Islam rentan dari degradasi keimanan. Dimana identitas keislaman tidak tumbuh dalam pelbagai interaksi kehidupan antar sesama penganut agama. Setelah proses kelembagaan selesai, maka untuk operasional sehari-hari dijalankan oleh guru-guru dan pimpinan yang sebagian besar pendatang. Namun dari sebagian besar itu terdapat juga pimpinan justru dari Papua muslim. Posisi strategis pesantren dan madrasah di Tanah Papua, sebagai pendukung keberadaan Muslim Papua. Tidak saja karena Papua juga menerima Islam melainkan kedatangan Islam dibandingkan dengan agama lain justru lebih awal. Beberapa suku yang sejak 1700-an sudah menerima Islam secara turun temurun antara lain Kokoda, Inawatan, Arguni, dan Arandai. Karena ketiadaan lembaga pendidikan Islam, maka suku-suku ini dalam beberapa kasus akhirnya menempuh pendidikan di lembaga pendidikan agama lain. Sekaligus secara tidak sadar terjebak dalam tradisi agama yang menaungi lembaga pendidikan tersebut. Untuk itu, kehadiran pesantren dan madrasah menjadi sarana dalam penyadaran identitas keislaman. Dengan pergaulan antara sesama warga, kadang umat Islam tidak lagi menyadari bagaimana seharusnya berperilaku sesuai dengan tuntunan agama. Heterogenitas dan kemajemukan kadang memberikan kebiasaan yang mungkin saja bertentangan dengan pedoman keislaman. Maka, melalui pendidikan ini dapat dibangkitkan kesadaran untuk senantiasa menjadi agama sebagai pegangan. Termasuk pergaulan dengan umat agama lain. Begitu pula kehadiran pendatang dengan budaya Islam yang ada di tanah kelahiran berusaha untuk memberikan pendidikan kepada keluarganya dengan pola pendidikan Islam. Namun demikian, tidak mudah menemukan lembaga pendidikan Islam dalam skala muslim minoritas. Dengan demikian, kehadiran Pesantren Nurul Yaqin menjadi alternatif bagi keluarga dengan kebutuhan akan pemahaman Islam lebih baik. Strategi pembelajaran diarahkan untuk penguasaan kemampuan dan keterampilan keagamaan. Bukan saja dalam bentuk hafalan tetapi bagaimana Islam kemudian menjadi praktik sehari-hari. Pada tingkatan awal, penekanan hafalan digunakan sebagai sarana untuk mengamalkan ajaran agama. Pada saat sudah dihafalkan terutama dalam bacaan shalat dan ibadah lainnya, maka pemahaman menjadi kunci kegiatan. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

101


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Guru dan pengasuh menggunakan catatan historis setiap santri dan santriwati. Dengan menggunakan ini, maka kesinambungan pembelajaran dapat dipantau secara terus menerus. Begitu pula dapat dilakukan oleh siapa saja oleh guru yang bertugas. Sehingga ketergantungan terhadap satu instruktur saja, tidak akan terwujud. Sekaligus, ini dalam upaya membangun sikap keberagamaan santri dan santriwati. Catatan-catatan ini dimaksudkan sebagai usaha untuk membangun realitas yang kemudian dapat dievaluasi. Pada saat yang sama sikap positif dan sikap negatif kemudian tidak dapat dibentuk di satu sisi. Kemudian di sisi lain menghancurkan sikap negatif. Tetapi dengan adanya catatan, akan memberikan pemaparan sekaligus membantu menyingkirkan halangan dalam proses pembelajaran yang ada. Catatan juga digunakan dalam rangka memahami kompleksitas perkembangan santri dan santriwati sebagai remaja. Reorientasi pengalaman dan pemikiran, termasuk di dalamnya aspek komunikasi menjadi keperluan. Ketika kebudayaan sudah tertanam sebagai bagian dari keberadaan seorang manusia, maka akan menjadi ekspresi, cara pandang, dan bertindak. E. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sejak awal dasar filosofis yang digunakan bahwa pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi keilmuan sehingga ilmu yang dipelajari adalah semuanya dalam nuansa keislaman. Prinsip pengetahuan dan aktivitas dalam menekuni ilmu adalah karena Islam memberikan landasan bagi pengembangan ilmu tersebut. Bukan didasarkan dan mengadopsi ilmu yang berasal dari Eropa atau Amerika Utara. Tauhid menjadi dasar utama sekaligus sebagai sentral dari seluruh prinsip yang dijalankan. Agama setara dengan ilmu pengetahuan, tetapi kemudian agama jugalah yang memandu jalannya ilmu pengetahuan. Prinsip ini juga ditopang oleh tauhid. Sehingga ilmu yang dipelajari di pesantren semata-mata adalah ilmu yang tidak parsial. Sebaliknya terintegrasi dengan semangat keberagamaan. Kebenaran yang digunakan sebagai landasan keilmuan berlandaskan pada al-Quran dan Hadist. Kemudian prinsip khusus yang digunakan adalah aspek keilmuan tidak memihak kepada pemahaman madzhab tertentu. Tetapi semua madzhab dan aliran yang berkembang diajarkan untuk dijadikan sebagai wawasan keilmuan. Tidak dimasukkan ke dalam kurikulum, ajaran yang dianggap mayoritas ulama sebagai menyimpang 102

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

atau tidak dijadikan sebagai materi pelajaran dalam dunia Islam. Ini semata-mata untuk menyiapkan santri agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berdiri di atas semua golongan. Pada saat yang sama tidak memihak kepada golongan tertentu. Dengan kondisi umat Islam yang mudah terpecah-belah, maka diharapkan lulusan pesantren akan memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Menjadi pionir dimana ia berada, selanjutnya akan menjadi jawaban atas masalah dalam situasi dan kondisi apapun masyarakatnya. Sebagai respon atas masyarakat yang majemuk tidak saja dalam konteks eksternal, terlebih lagi dalam kondisi internal umat Islam, maka tujuan pembelajaran yang ditetapkan adalah bagaimana santri dapat merespon perubahan kondisi ketika berada di luar pesantren. Masyarakat sebagai supra sistem, dijadikan sebagai tujuan dan sasaran. Perubahan lingkungan berlangsung setiap detik, oleh karenanya santri sejak awal ditujukan untuk menjadi anggota masyarakat yang berubah secara terus menerus. Untuk menghadapi itu semua, santri dilengkapi dan ditunjang dengan pelbagai keterampilan agar supaya mampu mengarungi setiap konsekuensi perubahan masyarakat dan lingkungan. Maka Islam menjadi solusi beserta seluruh perangkatnya. Dimana ajaran tauhid dan keislaman dijadikan sebagai materi utama. Pemahaman terhadap al-Quran dan Hadis menjadi pondasi awal. Untuk itu, keterampilan yang paling awal dilatihkan adalah membaca al-Quran. Pembelajaran diarahkan dalam bentuk pengelolaan lingkungan pembelajaran dengan usaha untuk memberikan suasana belajar dengan tujuan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dua hal yang selalu ditekankan untuk dicapai dalam memaknai proses pembelajaran yang berlangsung adalah perubahan perilaku dan hasil dari interaksi antar sesama dalam lingkungan pondok. Tidak saja untuk santri dengan guru. Bahkan sampai pada santri dengan sesama santri. Termasuk juga santri denagan lingkungan pendukung lainnya yang berada dalam wilayah pondok pesantren. Ada proses belajar secara total dalam sistem sosial yang dibangun bersama. Ketika belajar, maka siswa menjadikan pribadinya sebagai refleksi terkait dengan materi belajar yang ada. Sementara guru mengajar dengan kepribadian yang ada dan bertindak dalam bingkai tindakan professional. Pada saat yang sama ada kewajiban dan ada hak yang berlangsung. Hubungan antara santri dan guru terbentuk dalam pembelajaran berupa instruksional.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

103


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Selanjutnya tujuan pendidikan yang ditetapkan dijabarkan ke dalam isi pendidikan berupa materi pelajaran. Dengan membagi-bagi materi ke dalam pelajaran secara khusus akan memudahkan merumuskan tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran. Pengetahuan, sikap dan keterampilan dipetakan masing-masing dalam setiap pelajaran. Secara simultan dimasukkan ke dalam urutan belajar. Begitu juga disusun pedoman yang akan digunakan guru selama proses berlangsung. Ini dirancang dengan mudah karena menggunakan materi pelajaran yang sudah tersusun sebelumnya dari Pesantren Darussalam Gontor. Sehingga modifikasi sesuai dengan keadaan lingkungan Kabupaten Sorong kemudian dilakukan seperlunya. Organisasi bahan dan alat pembelajaran disesuaikan juga dengan kelengkapan pembelajaran yang ada. Dalam proses pendidikan di Pesantren Nurul Yaqin diawali dengan sistem pendidikan salafi. Dengan tidak menerapkan pendidikan formal dan kurikulum baku. Seiring dengan tuntutan dunia pendidikan dan kebutuhan akan formalitas pendidikan, maka dibentuklah lembaga pendidikan dengan berafiliasi ke Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu dan Madrasah Aliyah. Kurikulum yang tersedia sesuai dengan ketetapan pemerintah tetap dijalankan sesuai dengan standar kompetensi yang sudah digariskan. Pemilihan kurikulum didasarkan pada pertimbangan bahwa sesungguhnya kurikulum merupakan bagian dari adminsitrasi pendidikan. Sehingga dengan menggunakan kurikulum pendidikan yang sudah ada akan lebih mudah diiplementasikan. Dimana sudah melalui uji publik dan penyusunan yang dilakukan oleh sarjana pakar. Dengan demikian, kurikulum ini sudah dalam bentuk yang ideal dan dengan mengadopsi kurikulum tersebut akan mendukung penguatan kelembagaan yang sementara dijalankan. Dalam proses pendidikan pesantren ditambahkan dengan pendalaman materi berupa kajian kitab klasik. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan akan alat kajian, maka intensifikasi bahasa Arab diajarkan sejak awal. Penggunaan waktu pembelajaran bahasa Arab dilakukan dalam jam pelajaran dengan jumlah mencapai lima jam sehari. Ini diluar dari kurikulum madrasah yang dilangsungkan pada pagi hari. Pengayaan bahasa Arab juga dilangsungkan di dalam asrama santri. Pembina bahasa secara khusus memberikan tutorial baik sebelum pendidikan formal di madrasah maupun setelah pendidikan formal berlangsung. Termasuk juga dilaksanakan pengajian kitab di 104

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

masjid. Pendidikan yang ada dalam bentuk formal dipandang belum mampu memberikan bekal seutuhnya kepada santri dan santriwati. Sehingga dengan penambahan aktivitas seperti ini setelah usai jam pelajaran formal, akan menyingkirkan kekurangan yang ada. Dengan keseluruhan proses ini, akan membentuk konseptual santri dan santriwati dalam beragama secara sempurna. Pesantren hanya menjadi latihan, tetapi sesungguhnya hasil pendidikan baru dapat dilihat jika sudah meninggalkan wilayah pesantren. Untuk melengkapi keterampilan santri dalam membaca kitab-kitab klasik, maka proses pendidikan formal ditambahkan dengan literatur yang berasal dari khazanah kitab kuning. Sepenuhnnya praktik yang dijalankan menggunakan sistem pendidikan Gontor dengan modifikasi sesuai dengan kemampuan siswa. Input siswa yang berasal dari regional Papua Barat seperti Bintuni dan Raja Ampat sehingga kemampuan awal siswa sangat heterogen. Ini menjadi tantangan tersendiri dan dapat diatasi melalui matrikulasi pada bulan-bulan awal. Program yang dilaksanakan juga berupa pengayaan materi di sore hari terutama untuk mata pelajaran pondok. Kelas takhashus juga dibentuk dengan bantuan santri senior untuk memberikan pendalaman kemampuan bagi santri yang belum memadai. Bentuk evaluasi yang digunakan tidak semata-mata hanya berdasarkan keterampilan kognitif. Lebih dari itu, pengamalan ibadah dalam kehidupan sehari-hari menjadi tumpuan yang lebih utama. Dalam satu mata pelajaran, ada beberapa bentuk evaluasi yang disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran itu sendiri. Pelbagai metode evaluasi diterapkan untuk memberikan kemampuan yang memadai bagi santri dengan tidak menjadikan evaluasi sebagai tujuan. Melainkan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan santri itu sendiri. Fleksibilitas evaluasi semata-mata ditekankan untuk menghasilkan lulusan yang memahami secara sempurna pengetahuan yang didalaminya. Setelah usai menempuh pendidikan kemudian berhenti atau bahkan lupa sama sekali terhadap apa yang sudah dipelajarinya. Kesinambungan pengetahuan dan keterampilan itu diharapkan karena sebagai keterampilan keagamaan, tidak saja ketika di bangku sekolah tetapi lebih dari itu sampai akhir hayat. Tujuan evaluasi dan kompetensi yang diukur sudah menjadi kelengkapan yang tidak terpisahkan dari penyusunan kurikulum

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

105


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

sejak awal. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi sudah termaktub secara jelas. Evaluasi yang digunakan mempunyai beberapa karakteristik antara lain (a) perbaikan pada proses pembelajaran, (b) mengadministrasikan pencapaian kemampuan siswa, (c) mengidentifikasi kesulitan apa saja yang dihadapi santri dalam belajar, (d) penempatan santri sesuai dengan kemampuan yang diperolehnya. Ketercapaian kompetensi juga diusahakan pada lintas mata pelajaran, termasuk pada kompetensi antarrumpun pelajaran. Ukuran selanjutnya adalah komptensi lulusan yang dipantau sejak awal begitu santri masuk dari kelas satu sampai ke kelas enam dengan tingkatan madrasah aliyah. Dengan pola pembelajaran yang sistematis dan dikondisikan untuk mencapai target kemampuan yang ditetapkan, maka santri harus merefleksikan kemampuan yang dicapainya dalam bentuk nilai-nilai dasar dalam kehidupan pesantren. Harapannya tidak saja dalam lingkungan pesantren, saat tamat dan tidak lagi berada dalam lingkungan pesantren tetap saja mengamalkan nilai yang sudah diperoleh di madrasah. Tantangan dalam mewujudkan itu semua adalah bagaimana tetap mempertahankan perhatian santri di satu sisi. Sementara sisi yang lain adalah menumbuhkan motivasi untuk tetap memicu aktivitas-aktivitas pembelajaran. Rancangan kegiatan pendukung senantiasa juga diperhatikan. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka perhatian siswa dianggap sebagai modal awal. Pemusatan pikiran dan juga mengelola emosional santri senantiasa menjadi tugas guru untuk memberikan bahan pelajaran yang menarik dan dibutuhkan santri. Ditambahkan pula aktivitas fisik dan psikis berupa shalat tahajjud dan shalat dhuha. Bacaan Quran secara sendiri dan berjamaah juga dilakukan secara terjadwal. Di samping sebagai kewajiban bagi setiap santri juga dijadikan sebagai alat untuk tetap mempertahankan minat santri untuk terus belajar. Dalam kondisi umur mereka yang masih sangat labil, maka santri senantiasa didorong untuk menumbuhkembangkan kebersamaan dan kerjasama dalam proses belajar. Sangat disadari oleh Majelis Guru bahwa dengan bangkitnya motivasi santri, akan menjadikan pembelajaran aktif dan dinamis untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang diinginkan. Dorongan untuk melakukan sesuatu, kemauan dan keinginan yang berlangsung secara simultan merupakan respon positif yang tidak sekedar mengolah informasi. Lebih dari itu, menjadikan informasi sebagai transaksi untuk ditransformasi dalam kehidupan yang lebih luas. 106

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Dalam proses pembelajaran, maka majelis guru dan pimpinan pondok senantiasa terbuka untuk menerima kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan dan pengayaan kurikulum. Untuk itu, secara berkala mengundang pakar pendidikan dan juga berkomunikasi dengan pimpinan pondok pesantren lainnya yang sudah lebih dahulu berkembang. Ini dimaksudkan bahwa proses inovasi tidak bisa berhenti, sebaliknya senantiasa dilakukan olah-sistem sesuai dengan dinamika sosial masyarakat. Walaupun tahapan-tahapan pengembangan kurikulum dilakukan secara berkala tetapi kesempatan untuk menerima gagasan senantiasa terbuka dari waktu ke waktu. Proses komunikasi dengan pemangku kepentingan dilakukan secara berjenjang, melalui saluran komunikasi yang beragam, dan berlangsung sepanjang waktu. Walaupun tidak mudah, namun adopsi dan benchmarking diusahakan untuk memecahkan masalah yang ada. Penyempurnaan juga dilakukan dalam sarana pendidikan dan terlebih khusus berkenaan dengan media pembelajaran. Untuk itu, untuk menunjang berkembangnya inovasi maka selalu dibuka kemungkinan untuk mendiskusikan pengalaman baru atau temuan penelitian yang mutakhir. Ini dilakukan dalam rangka membangun kekompakan dan kesepahaman agar supaya nilai yang berkembang sejalan dengan keterbukaan untuk selalu menerima gagasan-gagasan baru. Sekalipun itu dari luar pondok. Kurikulum madrasah didorong untuk dijadikan sebagai sarana membangun harmoni, dan menghindari konflik. Agama senantiasa menjadi sarana dalam kehidupan publik. Agama melalui pendidikan juga kemudian dijadikan sebagai bagian yang inheren dalam kesadaran kolektif. Sehingga ritual agama tidak menjadi terasing dari lingkungan yang dinamik. Sebaliknya agama harus diinternalisasi sekaligus untuk menjamin keutuhan spiritualitas bahkan itu di luar tempat ibadah. Kebenaran agama tidak saja berada di ruang ibadah tetapi harus menjangkau terminologi kebenaran di luar pagar sarana ibadah sekalipun. Dengan kesinambungan perubahan yang senantiasa berlangsung mengiringi waktu, maka proses ini juga direspon dengan kesediaan untuk merespon realitas yang aktual. Ada realitas yang berlangsung secara cepat, sehingga akan mempengaruhi jalannya masa depan. Ide masa kini senantiasa digunakan untuk kepentingan masa depan. Untuk itu, ketertutupan menjadi suatu hal yang tidak dijadikan sebagai pijakan dalam pendidikan di Pesantren Nurul Yaqin. Hubungan antara pesantren dengan masyarakat , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

107


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

terwujud dalam bentuk mutual. Pesantren menjadi sumber pendidikan. Sebaliknya masyarakat dijadikan oleh pesantren sebagai mitra dalam mendorong pemahaman dan sekaligus memfasilitasi santri dalam bentuk pengalaman-pengalaman yang bertujuan untuk menjadi proses pembelajaran. Rangkaian tindakan dan partisipasi itu akan memungkinkan seorang santri untuk merekontruksi sebagai pengalaman belajar yang didapat dari masyarakat. Tuntutan ini mengemuka dalam upaya untuk memberikan kesempatan otentik dan bermakna. Sekaligus pada tahapan tertentu menjadikan santri akan bertanggungjawab dalam pilihan atas tindakan-tindakan yang dilakukan. Kesalahan, kegagalan, dan juga kealpaan justru adalah hasil yang dapat dijadikan sebagai media belajar. Bukan dimaknai dalam arti yang negatif, tetapi justru kesempatan untuk belajar secara langsung dari apa yang didapati. Pemahaman kontekstual di sini digunakan untuk memberikan gambaran yang utuh. Selama ini, kadang proses pendidikan hanya menyandarkanpada kecenderungan pemahaman yang parsial. Untuk itu, fenomena sosial dimana pesantren berada dalam masyarakat muslim minoritas menjadi kesempatan dan peluang untuk memahami rekaman historisitas. Hikmah dari syariat menjadi sebuah perbandingan dengan tidak memahami kecenderungan secara harfiah. Maka, pesantren membangun kurikulum dalam rangka menjawab persoalan-persoalan yang mengitari umat Islam. Orientasi yang dilakukan dalam konteks kekinian dan penerimaan terhadap kondisi realitas masyarakat yang majemuk dan plural. Berdampingan dengan pemeluk umat beragama selain Islam dapat menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam merumuskan kurikulum yang dijadikan sebagai materi belajar dalam keseharian. F.

Konstruksi Teoritis

Penelitian ini kembali menunjukkan keberadaan pesantren sebagai pelopor dalam perubahan sosial. Sebagaimana digambarkan Ziemek (1986) pesantren sejak awal menunjukkan keterlibatan dalam masalah yang ada dalam masyarakat. Sehingga tidak mengherankan kalau kemudian keterlibatan itu selalu saja menjadikan pesantren sebagai pilar dalam aktivitas tersebut. Dengan lingkup utama aktivitas pesantren berada dalam pendidikan keagamaan, maka sesungguhnya interaksi sosial senantiasa melingkupi keberadaan pesantren. Dengan 108

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

mengambil posisi pada struktur pendidikan, ditambah lagi dengan karisma kepemimpinan kiyai menjadikan posisi strategis pesantren sebagai lembaga masyarakat. Perkembangan kelembagaan pesantren secara otonom, tetapi tidak menutup diri dari keterbukaan. Ziemek (1986: 159) memberikan catatan bagaimana pesantren melakukan modernisasi dengan prakarsa yang muncul dari dalam pesantren itu sendiri. Kemudian dengan modernisasi ini memacu diri untuk memberikan kontribusi terbaik bagi lingkungganya. Justru dengan dinamika kebangsaan yang bersinergi menjadikan pesantren dalam pandangan Mastuhu (1994) sebagai khazanah kebudayaan bangsa. Ada dua hal yang diuraikan Mastuhu merupakan modal sosial utama pesantren yaitu identitas keislaman dan kepedulian terhadap masyarakat. Bahkan jauh hari ketika Indonesia sebagai bangsa belum terbentuk, maka pesantren lebih dulu hadir. Memasuki era perjuangan mendirikan bangsa dimulai, pesantren senantiasa turut serta dalam pergerakan itu. Saat kemerdekaan sudah tercapai, dengan sukarela dan partisipasi penuh pesantren kemudian meleburkan diri dan menjadi sub sistem pendidikan nasional. Maka saat ini, pesantren semakin mengukuhkan diri dengan menjadi multi-dimensi lembaga. Tidak sebatas pada pendidikan, tetapi jauh melangkah melampaui lingkungan pendidikan. Dengan selalu menjadi aktor bagi setiap perubahan dalam lingkungan masing-masing. Ini terjadi, karena pesantren tetap berada di masyarakat. Justru kelahiran yang dibidani masyarakat kemudian dengan mempertahankan dengan senantiasa memenuhi kebutuhan lokalitas. Kedua penelitian tersebut, merupakan dua penelitian yang menjadi awal bagi penelitian pesantren. Walaupun demikian, kedua penelitian terdahulu tetap menjadi rujukan dan relevan hingga saat ini. Penelitianpenelitian mutakhir dalam satu dekade terakhir tidak saja mengkaji pesantren dalam dimensi pendidikan, tetapi menjangkau dimensi yang tidak secara khusus berkaitan dengan pendidikan. Pada bagian inilah daya dorong pesantren menunjukkan posisi yang khas. Raihani (2012) menunjukkan bagaimana pesantren senantiasa bergelut dengan isu-isu multikulturalisme. Bahkan dengan perjumpaan subyek pendidikan yang berasal dari pelbagai latar belakang dan juga perbedaan ras kemudian mendorong adanya kesefahaman serta pengertian diantara multi etnik. Adapun dua peneliti Buresh (2002) dan Permani (2009) memberikan penjelasan bagaimana pesantren memiliki kekuatan ekonomi. Kedua , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

109


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

peneliti tersebut dalam penelitian yang berbeda secara bersama-sama sampai pada kesimpulan yang sama bahwa kekuatan ekonomi pesantren menjadi pilar penggerak kemajuan suatu kawasan. Dengan bergulirnya modal dari daerah yang satu ke daerah yang lain, ditambah dengan kebutuhan pesantren serta pergerakan keuangan secara mikro di saat adanya perhelatan tertentu, ini menjadi sebuah fenomena ekonomi yang riil. Dua peneliti berikutnya, Vignato (2012) dan Saniotis (2012) menguraikan posisi pesantren dalam kepedulian dalam hal lingkungan dan penanggulangan bencana. Pesantren semata-mata bukan saja mengurusi lingkungan belajar. Dengan dua penelitian ini kemudian menjangkau apa yang menjadi urusan kemanusiaan. Di saat damai, pesantren kemudian menumbuhkan semangat dalam hal ekologi dan lingkungan. Begitu juga saat terjadinya bencana, mereka kemudian terjun ke lapangan untuk memberikan bantuan penanggulangan bencana. Termasuk menangani korban-korban bencana dengan memberikan terapi bagi anak-anak untuk menghilangkan trauma yang berkepanjangan akibat bencana tersebut. Dengan melakukan aksi seperti ini, pesantren secara khusus membangun kepercayaan publik sekaligus sebagai sarana dialog dengan masyarakat. Dalam beberapa hal, kadang kegelisahan pendidikan pesantren hanya mampu dikomunikasikan dalam bentuk mimbar semata. Tetapi dengan keterlibatan secara langsung dalam isu-isu yang aktual seperti ini menjadi pelengkap dari bentuk formal sebelumnya. Tetap saja, dalam kapasitas utama bidang pendidikan menjadi pendukung bagi kelangsungan peran pesantren. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan pendidikan di pesantren senantiasa menjadi perhatian utama. Dalam hal pengembangan kurikulum, pesantren tidak menjalani secara informal. Melainkan usaha-usaha dalam membangun sebuah kurikulum yang merefleksikan kehendak masyarakat dilakukan secara berkesinambungan. Dengan kondisi masyarakat yang majemuk, Pesantren Nurul Yaqin mengadaptasi semangat itu untuk kemudian diakselerasikan dalam pendidikan formal yang dikelola. Sebagaimana pesantren lain yang berada dalam kawasan muslim minoritas (Wekke, 2012) ada upaya untuk melakukan inovasi dalam bentuk kewirausahaan. Begitu juga tujuan pemberdayaan masyarakat. Pesantren di Kabupaten Sorong menjadikan ini sebagai salah satu misi yang diemban (Wekke, 2011). Dengan kondisi lingkungan di

110

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

muslim minoritas, maka tantangan untuk mendukung kapasitas ekonomi kepada umat Islam merupakan kewajiban dan misi pendidikan. Tanpa memainkan peran seperti ini, transformasi pendidikan dengan tidak menjadikan pemberdayaan masyarakat, akan meninggalkan kewujudan muslim sebagai bagian dari kelangsungan pesantren itu sendiri. Pendidikan Islam yang ada dalam wilayah Papua Barat senantiasa memberikan daya dukung bagi masyarakat, sebagaimana karakter utama pesantren yang sudah berlangsung sejak awal pendirian pesantren. Praktik yang dijalankan pesantren dalam gambaran seperti ini dimaknai Lukens-Bull (2001) sebagai aksi jihad dalan damai (peacefull jihad). Pesantren menjadi tempat untuk menyemai anak-anak muda yang ahli dalam bidang keagamaan. Dalam skala yang lebih luas kemudian mereka menjadi inspirator dalam lingkungannya masing-masing. Bahkan diantara alumni itu kemudian menjadi pemimpin dalam tingkatan nasional yang senantiasa menjadi aktor bagi usaha-usaha perdamaian. Sementara dalam hal kekerasan yang kemudian mengaitkan dengan pesantren semata-mata merupakan kasus yang tidak berdasar sama sekali. Tidak ada keputusan hukum apapun yang kemudian menunjukkan pesantren menjadi lingkungan yang diwarnai dengan kekerasan. Akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha untuk membangun pendidikan pesantren tidak untuk masa yang sekarang saja. Santri senantiasa dibekali pengalaman belajar untuk hadir di masa yang akan datang. Keterlibatan pesantren dalam membentuk kurikulum yang mengadaptasikan kondisi lingkungan mencerminkan keinginan pesantren untuk melibatkan santri dalam kontekstual terkini. Penyiapan ini dilakukan dalam rangkaian mengemban amanat masa depan. Santri yang ada tidak akan hidup dalam masa lalu. Justru mereka akan hidup sekarang dan yang akan datang. Jikalau pengembangan kurikulum tidak dilakukan dengan usaha yang maksimal dan sempurna, maka bisa saja menjadikan tangga untuk memberikan kegagalan bagi santri dan santriwati. Penelitian ini kembali membuktikan bahwa pesantren menjadikan interaksi dengan lingkungan sebagai wahana untuk menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

111


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

G. Penutup Artikel ini mengkaji bagaimana kurikulum yang dikembangkan di Pesantren Nurul Yaqin, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Kondisi muslim dalam komposisi demografi yang minoritas menjadi lingkungan keseharian madrasah. Interaksi dan perjumpaan dengan warga yang tidak menganut agama seiman kemudian menjadi daya dorong untuk memberikan pengajaran agama yang berorientasi kepada identitas muslim di satu sisi. Pada sisi yang lain, tetap menjadi bagian dari kewargaan yang multireligius dengan tidak menafikan keberadaan warga lain sebagai bagian dari kehidupan itu sendiri. Kemampuan ini senantiasa menjadi keperluan bagaimana seorang muslim mampu untuk hidup di tengah masyarakat dengan perbedaan keyakinan. Kurikulum pendidikan agama Islam yang dikembangkan di Pesantren Nurul Yaqin juga memperhatikan keperluan santri untuk menghadapi masa depan. Tidak saja dalam skala lokal tetapi juga dipersiapkan persaingan regional dan juga tuntutan global. Aspek ini menjadi perhatian segenap komponen di Pesantren Nurul Yaqin. Mulai dari yayasan sampai kepada pegawai. Sejak awal ketika pesantren didirikan, dimaksudkan untuk menjadi lembaga yang memberikan penguatan kapasitas bagi individu muslim. Pendidikan disadari sejak awal tidak hanya sekedar pemahaman semata tetapi juga secara bersamaan diperlukan tindakan. Sebagaimana tidak sekedar berada dalam tataran konsep tetapi juga diperlukan praktik. Begitu pula bentukbentuk abstrak hanya dapat diverifikasi dengan bentuk kongkret. Pada wilayah inilah pendidikan agama Islam difokuskan. Daftar Pustaka Andaya, Barbara Watson. 2013. New Voices from Southeast Asian Women: A Review Essay. Journal of Southeast Asian Studies. Vol. 44, Nomor 01, Februari: 145­169. Bat, M. dan Fasoli, L. 2013. Action Research as a Both-ways Curriculum Development Approach: Supporting Self-determination in the Remote Indigenous Child Care Workforce in the Northern Territory of Australia. Action Research. Vol. 11, Nomor 1, 52-72. Baxter, Jane dan Chua, Wai Fong. 2008. The field researcher as authorwriter. Qualitative Research in Accounting & Management. Vol.

112

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

5, Nomor 2:101-121. Buresh, Scott Allen. 2002. Pesantren-based Development: Islam, Education and Economic Development in Indonesia [disertasi]. Amerika Serikat: University of Virginia. Castineira, Anthony R. 2009. Transforming Tradition: A Study Of Leadership And Critical Thinking In Army Curriculum Development [disertasi]. Amerika Serikat: Capella University. Creswel, John W. 2009. Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Edisi ketiga, alih bahasa Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dicks, A. P. dan Batey, R. A. 2013. The Organic Curriculum: Development of an Undergraduate Catalytic Chemistry Course. Journal of Chemical Education. Vol. 90, Nomor 4, April :519-520. Ford, Nigel. 2004. Towards a Model of Learning for Educational Informatics. Journal of Documentation. Vol. 60 Nomor 2:183225. Gerrard, J; Albright, J; dan Clarke, D. J. dkk, Researching the Creation of a National Curriculum from Systems to Classrooms. Australian Journal of Education. Vol. 57, Nomor 1, April:60-73. Holden, Rick dan Griggs, Vivienne. 2010. Innovative Practice in the Teaching and Learning of Human Resource Development. Journal of European Industrial Training. Vol. 34 Nomor 8/9:705-709. Howell, Julia Day. 2010. Indonesia’s Salafist Sufis. Modern Asian Studies. Vol. 44, Nomor 05, September: 1029­1051. Jannah, Siti Raudhatul. 2012. Kegalauan Identitas: Dilema Hubungan Muslimin dan Hindu di Bali. Jurnal Studi Keislaman Ulumuna. Vol. 16, Nomor 2, Desember:443-464. Kushnarenko, Valentyna. 2010. International Collaboration in Higher Education: The Canadian-Ukrainian Curriculum Development Partnership [disertasi]. Ontario, Kanada: Ontario Institute for Studies in Education University of Toronto. Lewis, K. 1936. Principles of Topological Personality. New York: McGrawHill. Lubis, Maimun Aqsha; Wekke, Ismail S; dan Syafar, Suhartini. 2009. Pelaksanaan Teknologi Komunikasi dan Maklumat dalam Pendidikan: , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

113


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Implementasi di Sekolah Bestari. Dalam Saemah Rahman, Mohd Izham Mohd Hamzah, dan Auzar, Reformasi Pendidikan Serantau [hlm 275-282]. Bangi: Pusat Percetakan dan Penerbitan Universiti Kebangsaan Malaysia. Lukens-Bull, R. A. 2001. Two Sides of the Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic Education in Indonesia. Anthropology and Education Quarterly. Vol. 32, Nomor 3:350- 372. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. Mazzarol, Tim; Soutar, Geoffrey Norman; dan Seng, Michael Sim Yaw. 2003. The Third Wave: Future Trends in International Education. International Journal of Educational Management. Vol. 17, Nomor 3:90-99. Medoff, Marshall H. 2008. The Effect of Abortion Costs on Adoption in the USA. International Journal of Social Economics. Vol. 35, Nomor 3:188-201. Moore, David Thornton. 2004. An Educational Perspective on the Workplace as a Learning Environment. The Journal of Workplace Learning. Vol. 16 Nomor 6:325-340. Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nir, Adam E; dan Eyal, Ori. 2003. School-based Management and the Role Conflict of the School Superintendent. Journal of Educational Administration. Vol. 41, Nomor 5: 547-564. Osteneck, Ursula. 2011. The Experiences of Women Involved in an International Curriculum Development Project [disertasi]. Saskatoon, Kanada: University of Saskatchewan. Permani, Risti. 2009. The Economics of Islamic Education: Evidence from Indonesia [tesis]. Australia: University of Adelaide. Putra, Nusa. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Raihani, 2012. Report on Multicultural Education in Pesantren. Compare: A Journal of Comparative and International Education. Vol. 42, Nomor 4:585-605. 114

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Ismail Suardi Wekke - Pengembangan Kurikulum Pendidikan ...

Salamah, Mansour A. M. Bin. 2001. An Investigation of the Relationship between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and their Preference of Curriculum Development Models [disertasi], Morgantown, Amerika Serikat: West Virginia University. Saniotis, A. 2012. Muslim and Ecology: Fostering Islamic Environmental Ethics. Contemporary Islam. Vol. 6, Nomor 2: 155-171. Siler, Jill Marie. 2009. Using Data to Guide Curriculum Development: How Curriculum Developers Use Formative and Summative Assessment Data to Inform the Written Curriculum [disertasi]. Texas, Amerika Serikat: The University of Texas at Austin. Smith, Barbara Leigh dan MacGregor, Jean. 2009. Learning Communities and the Quest for Quality. Quality Assurance in Education. Vol. 17, Nomor 2:118-139. Smith­Hefner, Nancy J. 2008. Review of Robert Folger ‘Images in Mind: Lovesickness, Spanish Sentimental Fiction and “Don Quijote.” The Journal of Asian Studies. Vol. 67, Nomor 02, Mei:747­749. Tibble, Cindy. 2009. Cultivating an Ecological Consciousness: Appreciative Inquiry for Curriculum Development in Environmental Education [disertasi]. Amerika Serikat: Prescott College. Vignato, S. 2012. Devices of Oblivion: How Islamic Schools Rescue ‘orphaned’ Children From Traumatic Experiences in Aceh (Indonesia). South East Asia Research. Vol. 20, Nomor 2:239261. Wekke, Ismail Suardi. 2011. Pendidikan Islam dan Pemberdayaan Masyarakat (Tinjauan Pendidikan Vokasional Pesantren Roudhatul Khuffadz, Sorong). Jurnal Kajian Interdisipliner Hermenia. Vol. 10, Nomor 1, Desember:23-53. Wekke, Ismail Suardi. 2012. Pesantren dan Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan: Kajian Pesantren Roudahtul Khuffadz Sorong Papua Barat. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Inferensi. Vol. 6, Nomor 2, Desember:205-226. Wertheimer, M. 1945. Productive Thinking. New York: Harper & Row. Ziemek, Manfred. 1986. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

115



PENGGUNAAN KOMPUTER UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA Abdussakir1 Abstract Today, many schools have computer. Nevertheless, school uses computer for extracurricular, practicum, and even just for “decoration�. The computer has not been used maximally in the learning of mathematics. Whereas, various research have shown that the result of computer using in the learning mathematic better than without computer. Keywords: Computer, Using, Learning, Mathematics.

A. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari masa kini, terdapat banyak tugastugas manusia yang dapat dilakukan oleh komputer. Komputer digunakan dalam berbagai bidang, antara lain bidang komunikasi, transportasi, industri, kesehatan, kesenian, pertanian bahkan dalam bidang pendidikan. Suatu kecenderungan yang dapat diamati adalah bahwa komputer merupakan media yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan-pesan instruksional. Kemampuan komputer untuk berinteraksi secara cepat dan akurat, bekerja dengan cepat dan tepat, serta menyimpan data dalam jumlah besar dan aman, telah menjadikan komputer sebagai media yang cocok dan dominan di bidang pendidikan di samping media yang lain (Anderson, 1987:195). Berbagai penelitian pendidikan menyebutkan bahwa komputer adalah media yang dapat digunakan untuk (1) meningkatkan perhatian dan konsentrasi siswa pada materi pembelajaran, (2) meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (3) menyesuaikan materi dengan kemampuan belajar siswa, (4) mereduksi penggunaan waktu penyampaian materi (Cole dan Chan, 1990:356-357), dan (5) membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan siswa (Clements, 1989:25). Meskipun penggunaan komputer dapat meningkatkan prestasi siswa, komputer tidak dapat mengganti peran guru secara keseluruhan 1 Dosen Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144

117


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

(NCTM, 2000:26). Kahfi (2002:4) menyatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran adalah sentral dan tidak dapat diganti oleh media apapun termasuk komputer. Komputer dan guru adalah untuk saling melengkapi, bukan untuk saling bersaing dan saling mengganti. Komputer tidak lain hanyalah alat bantu pembelajaran. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pembelajaran dengan komputer dan guru lebih efektif daripada dengan guru saja atau komputer saja (Santosa, 1994:71 dan Yohannes, 1994:118). Pembelajaran dengan komputer dikembangkan dalam dialog yang terbatas sehingga tidak dapat menjawab semua permasalahan yang dihadapi siswa (Info Komputer, 1989:23). Selain itu komputer tidak dapat meniru semua tingkah laku guru, misalnya gerak badan, gerak tangan, senyuman, penampakan raut muka dan terlebih lagi ikatan batin antara guru dan siswa (Abdussakir & Sudarman, 2000:15). Pada tulisan ini, akan dijelaskan secara singkat tentang komputer dan penggunaannya dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika di sekolah. B. Pengertian Komputer Kata Komputer diambil dari bahasa Latin “Computare” yang berarti “menghitung” atau dalam bahasa Inggris “to compute”. Dengan demikian sesuai ejaan aslinya, komputer dapat diartikan sebagai alat hitung (Davis, 1981:4). Komputer adalah alat hitung elektronik yang dapat menerima, menyimpan, mengolah, menampilkan proses secara visual, dan menyajikan data, serta bekerja di bawah kendali program yang tersimpan di dalamnya (stored program). Secara umum, komputer terdiri dari tiga bagian, yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan brainware (Tutang, 2001:5). Perangkat keras adalah peralatan yang dapat dilihat dan disentuh misalnya Central Prosessing Unit (CPU), monitor, keyboard, mouse, printer, dan disket. Sedangkan perangkat lunak merupakan programprogram yang dapat digunakan untuk mengoperasikan komputer. Brainware adalah manusia yang mempunyai keahlian khusus mengenai pengolahan data dengan komputer, misalnya sistem analis, programmer, dan operator (Tutang, 2001:5-15). Komputer pertama dengan peralatan elektromekanik adalah MARK I yang dikembangkan oleh IBM pada tahun 1937. Sekitar tahun 118

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

1946 dikembangkan komputer elektronik digital pertama yang disebut ENIAC (Electronic Numerator, Integrator, Analyzer, and Calculator). ENIAC mempunyai ukuran lebih dari 1.500 kaki persegi, memuat 18.000 tabung hampa, dan beratnya lebih dari 30 ton. Sedangkan kecepatan ENIAC adalah dapat melakukan 300 perhitungan tiap detik (Stair, 1986:46). Sekarang, ukuran komputer sudah jauh lebih kecil, lebih cepat, dan sangat banyak manfaatnya. C. Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran Di negara maju, komputer pertama kali digunakan dalam pembelajaran sekitar tahun 1950-an. Pada waktu itu komputer digunakan sebagai alat simulasi penerbangan untuk melatih pilot tempur (Lockrad dkk, 1990:165). Pada tahun 1960-an, pembuatan PLATO (Programmed Logic for Automatic Teaching Operation) telah dimulai di Universitas Illinois dan sekitar tahun 1972-an, Mitre Corporation mengembangkan TICCIT (Timeshared Interactive Computer Controlled Information Television). PLATO dan TICCIT adalah program komputer yang dapat digunakan untuk pembelajaran (Alessi & Trollip, 1991:1). Meskipun demikian, karena mahalnya harga komputer, pembelajaran dengan komputer hanya berlangsung di perguruan tinggi dan lebih banyak untuk pembelajaran membaca dan mengetik (Alessi & Trollip, 1991:1). Ketika harga komputer mulai murah, yaitu sekitar tahun 1975, penggunaan komputer di dalam kelas menjadi kenyataan (Gustafson, 1985:10). Pembelajaran dengan komputer di sekolah dasar sampai perguruan tinggi mulai dikembangkan. Penggunaan komputer untuk pembelajaran dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sebelum tahun 1980, di Amerika Serikat peningkatan penggunaan komputer untuk pembelajaran mencapai 20% (Davis, 1981:438). Ketika penggunaan komputer untuk pendidikan di Amerika Serikat meningkat dengan pesat sekitar tahun 1982-1983, di Indonesia komputer mulai digunakan dalam bidang pendidikan meskipun belum begitu luas (Bagio, 1991:61). Taylor adalah orang yang pertama kali membuat klasifikasi komputer untuk pembelajaran (Alessi & Trollip, 1991:3). Ia membagi pemanfaatan komputer sebagai: tool, tutor dan tutee. Sebagai tool, komputer digunakan oleh guru dan murid untuk mempermudah melaksanakan tugas-tugasnya, misalnya program pengolah kata. Sebagai , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

119


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

tutor, komputer digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, sedangkan sebagai tutee, komputer digunakan untuk melakukan perintah yang diberikan oleh siswa, misalnya bahasa pemrograman (Ross, 1986:42). Selain sebagai tool, tutor dan tutee, Heid & Boyler (1993:203) menambahkan bahwa komputer dapat dimanfaatkan sebagai katalis, yaitu pemberi motivasi untuk siswa. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan bahwa hasil pembelajaran dengan penggunaan komputer lebih baik daripada penggunaan media atau metode konvensional lainnya. Dari berbagai penelitian, didapatkan bahwa dengan komputer hasil belajar lebih baik, pembelajaran lebih efektif, lebih menghemat waktu, daya ingat siswa lebih lama dan dapat membentuk prilaku yang positif (Lockard dkk, 1990:194). Meskipun ada hasil penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pembelajaran dengan komputer dan tanpa komputer, hal ini mungkin disebabkan karena program komputer yang digunakan didesain kurang sempurna (Alessi & Trollip, 1991:5). Berdasarkan hasil berbagai penelitian, Judd dan Judd (1984:96) menyimpulkan bahwa komputer dapat digunakan secara efektif dan efisien pada setiap jenjang pendidikan, oleh semua siswa, dan hampir dalam semua disiplin ilmu. Dengan demikian, komputer dapat digunakan mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi termasuk dalam pembelajaran matematika. Untuk memanfaatkan kelebihan komputer, penggunaan komputer untuk pembelajaran perlu dilakukan dalam situasi yang lebih menguntungkan. Situasi ini antara lain (1) biaya dengan metode lain sangat mahal, (2) keamanan kurang terjamin, (3) materi sangat sulit diajarkan dengan metode yang lain, (4) praktik siswa secara individual sangat diperlukan, (5) motivasi siswa kurang, dan (6) terdapat kesulitan yang logis dalam pembelajaran konvensional (Alessi & Trollip, 1991,5-6). Dilihat dari fungsinya, penggunaan komputer dalam pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) dan Pembelajaran Dikelola Komputer (PDK) (Latuheru, 1988:119 dan Suharjo, 1994:46).

120

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

1. Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) diadopsi dari istilah Computer Assisted Instruction (CAI). CAI adalah istilah yang paling banyak digunakan di samping istilah Computer Based Instruction (CBI), Computer Assisted Learning (CAL), Computer Based Education (CBE) dan lainnya (Hope dkk., 1984:128; Lockard dkk, 1990:164; Alessi & Trollip, 1991:6; Cotton, 1997, dan Brannigan & Lee, 2001). PBK berkaitan langsung dengan pemanfaatan komputer dalam proses belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas, secara individu maupun secara kelompok (Suharjo, 1994:46-47). PBK dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang menempatkan komputer dalam peran guru (Kaput & Thompson, 1994:678). Dalam proses PBK, siswa berinteraksi secara langsung dengan komputer dan kontrol sepenuhnya berada di tangan siswa (Latuheru, 1988:119). Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar sesuai kemampuannya dan memilih materi sesuai kebutuhannya (Lockard dkk, 1990:165 dan Smith, tanpa tahun). Secara umum PBK berlangsung dengan cara (1) komputer menyampaikan materi, (2) komputer memberikan pertanyaan berkaitan dengan materi, dan (3) sesuai dengan jawaban siswa, komputer membuat keputusan apakah siswa harus mengikuti remedi atau melanjutkan ke materi lainnya (Sanders, 1985:444). PBK dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu (1) tutorial, (2) latih dan praktik, (3) simulasi, (4) permainan dan (5) pemecahan masalah (Bitter & Camuse, 1984:68 dan Alessi & Trollip, 1991:10). Selain lima tipe tersebut, Madja (1992:21) menambahkan satu tipe PBK yaitu inquiry. Sedangkan Schall dkk. (1986:196) menambahkan tipe PBK yang lain yaitu informasional. a) Tutorial Tutorial bertujuan untuk menyampaikan atau menjelaskan materi tertentu (Clements, 1889:22). Dalam tutorial, komputer menyampaikan materi, memberikan pertanyaan dan umpan balik sesuai dengan jawaban siswa. Interaksi antara siswa dan komputer belangsung dalam dialog yang terbatas. Tutorial terbagi dalam dua bentuk, yaitu tutorial linear dan tutorial bercabang (Bitter & Camuse, 1984:43-44). Tutorial linear menyajikan

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

121


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

satu topik ke topik selanjutnya dengan urutan yang ditetapkan oleh pemrogramnya (Alessi & Trollip, 1991:77). Dalam tutorial linear, siswa tidak dapat memilih materi sesuai keinginannya dan setiap siswa harus mengikuti atau mempelajari materi yang sama. Tutorial linear kurang memperhatikan perbedaan individu. Penyajian materi dan topik dalam tutorial bercabang ditetapkan sesuai kemampuan dan pilihan siswa (Alessi & Trollip, 1991:78). Tutorial bercabang memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih atau mempelajari materi sesuai keinginannya, sehingga dimungkinkan antara siswa yang satu dengan yang lainnya mempelajari materi yang berbeda. Dengan demikian tutorial bercabang memperhatikan perbedaan individu. Menurut Alessi dan Trollip (1997:77-78) tutorial bercabang memiliki kelebihan dibanding dengan tutorial linear yaitu (1) siswa dapat menentukan materi yang akan dipelajari, (2) pembelajaran lebih menarik, kreatif dan fleksibel, dan (3) pembelajaran lebih efektif. b) Latih dan Praktek Latih dan praktek (drill and practice) diterapkan pada siswa yang sudah mempelajari konsep dasar. Dalam pembelajaran ini, siswa sudah siap untuk mengingat kembali dan/atau mengaplikasikan pengetahuan yang telah dimiliki. Jenis PBK ini cocok untuk memantapkan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. c) Simulasi Simulasi (simulation) digunakan untuk memperagakan sesuatu sehingga siswa merasa seperti berada dalam keadaan yang sebenarnya. Simulasi banyak digunakan dalam materi yang memerlukan biaya yang sangat mahal dan berbahaya atau sulit dilakukan. Penggunaan simulasi misalnya untuk melatih pilot pesawat terbang atau pilot tempur. d) Permainan Permainan (game) merupakan sarana bermain dan belajar. Jika pembelajaran ini didesain dengan baik, maka akan menimbulkan motivasi belajar siswa. PBK jenis ini sangat cocok untuk siswa yang senang bermain. 122

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

e) Pemecahan Masalah Pemecahan masalah (Problem Solving) adalah bentuk pembelajaran yang mirip dengan latih dan praktik, tetapi memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Siswa tidak sekedar mengingat konsep-konsep atau materi dasar, melainkan dituntut untuk mampu menganalisis dan sekaligus memecahkan masalah. f) Inquiry Inquiry adalah suatu sistem basis data yang dapat dikonsultasikan oleh siswa. Basis data tersebut berisi data yang dapat memperkaya pengetahuan siswa (Madja, 1992:21). g) Informasional Informasional biasanya mengembangkan informasi dalam bentuk daftar-daftar atau tabel. Informasional menuntut interaksi yang sedikit dari pemakai (Schall dkk., 1986:196). Lima kelompok PBK, yaitu tutorial, latih dan praktik, simulasi, permainan, dan pemecahan masalah dapat menjadi satu kesatuan dalam satu program pembelajaran (Lockard dkk, 1990). Program pembelajaran seringkali disebut courseware (Alessi & Trollip, 1991:6). 2. Pembelajaran Dikelola Komputer (PDK) Pekerjaan yang “menjemukan� dalam bidang pendidikan dapat dengan mudah diselesaikan oleh komputer, misalnya pengelolaan tes, pengadministrasian nilai, presensi siswa, biodata siswa, perekaman perkembangan dan kemajuan belajar siswa serta pembuatan laporan tentang siswa. Penggunaan komputer untuk membatu mengelola tugas ini disebut dengan Pembelajaran Dikelola Komputer (PDK) (Lockard dkk, 1990:232). Jadi, PDK berfungsi untuk membantu guru tidak seperti PBK yang berfungsi untuk membantu siswa secara langsung (Clements, 1989:49). PDK digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan tugas-tugas mengajar antara lain:

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

123


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

a.

menyimpan data nilai, rata-rata nilai, kemajuan belajar siswa dan menganalisis hasilnya,

b.

menyimpan catatan kekurangan dan kelebihan dalam mengajar,

c.

mengumpulkan, mengadministrasikan dan menganalisis hasil ujian,

d. menyimpan jawaban siswa dalam PBK dan menyediakan materi remedial, dan e.

menyiapkan dan menyampaikan materi dalam PBK (Bell, 1978:364365; Gustafson, 1985:20 dan Suharjo, 1994:51).

Baker mengelompokkan PDK ke dalam kriteria kecil, sedang dan besar. PDK disebut kecil jika hanya mengelola satu tujuan dalam satu lembaga, sedang jika mengelola banyak tujuan dalam satu lembaga dan besar jika mengelola banyak tujuan dalam banyak lembaga (Alessi & Trollip, 1991:389). D. Teori Belajar yang Melandasi PBK PBK termasuk dalam bentuk pembelajaran terprogram (programmed instruction) yang berakar pada pandangan behavioris Skinner (Dalgarno, 1996). PBK dilandasi oleh hukum akibat (law of effect) yang mempunyai asumsi utama bahwa tingkah laku yang diikuti rasa senang lebih besar kemungkinannya untuk dilakukan atau diulangi lagi daripada tingkah laku yang tidak diikuti rasa senang. Melalui adopsi secara bertahap terhadap pandangan konstruktivis, sekarang sudah banyak ditemui PBK yang konsisten dengan prinsip konstruktivis (Dalgarno, 1996). PBK yang sesuai dengan pandangan konstruktivis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu konstruktivis endogen, konstruktivis eksogen, dan konstruktivis dialektik. PBK yang masuk ke dalam kelompok konstruktivis endogen adalah PBK yang memuat lingkungan hypertext dan hypermedia yang memberikan kebebasan pada siswa untuk mencari informasi, memuat simulasi untuk melakukan eksplorasi, dan memuat microworld untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. PBK yang masuk ke dalam kelompok konstruktivis eksogen adalah PBK yang memberikan kontrol sepenuhnya kepada siswa dalam memilih materi pelajaran, mengikuti kegiatan pembelajaran, mengatur kecepatan pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa 124

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

untuk mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. PBK yang masuk ke dalam kelompok konstruktivis dialektik adalah PBK yang menekankan pembelajaran pada peran interaksi sosial dalam proses pengkonstruksian pengetahuan siswa terutama pada strategi belajar kooperatif dan kolaboratif. PBK yang masuk ke dalam kelompok ini dikenal dengan istilah Computer Supported Collaborative Learning (CSCL). E. Syarat-syarat PBK yang Baik Ketika membuat atau memilih program pembelajaran (courseware) untuk PBK, banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan courseware yang baik misalnya, keseimbangan desain program dari segi isi, organisasi, presentasi dan respon yang diharapkan. Courseware yang baik dari segi tersebut menurut Peter Cole dan Chan Lorna (1990,373-374) adalah (1) isi pembelajaran harus tepat, sesuai dengan umur, kemampuan dan kebutuhan siswa, (2) organisasi pembelajaran harus didesain dengan baik, (3) presentasi materi pada layar harus jelas dan rapi, dan (4) respon yang diharapkan harus sesuai dengan kemampuan siswa. Nortwest Regional Educational Laboratory di Portland dalam format penilaiannya yaitu MicroSIFT, menyatakan terdapat 21 syarat PBK yang baik. 21 syarat ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kriteri, yaitu isi, pembelajaran, dan desain program. Dari segi isi PBK perlu memenuhi syarat berikut (1) isi harus tepat, (2) memuat nilai pendidikan, (3) memuat nilai-nilai yang baik, bebas dari ras, etnis, seks dan stereotyp lainnya, (4) tujuan dinyatakan dengan baik, dan (5) isi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dari segi pembelajaran PBK perlu memenuhi syarat berikut (1) penyampaian materi harus jelas, (2) kesesuaian tingkat kesukaran, (3) kesesuaian penggunaan warna, suara dan grafik, (4) kesesuaian tingkat motivasi, (5) harus menantang kreativitas siswa, (6) umpan balik harus efektif, (7) kontrol harus ada di tangan siswa, (8) materi sesuai dengan pengalaman belajar siswa sebelumnya, dan (9) materi dapat digeneralisasikan. Sedangkan dari segi desain program PBK perlu memenuhi syarat berikut (1) program harus sempurna, (2) program ditata dengan baik, (3) pengaturan tampilan harus efektif, (4) pembelajarannya harus jelas, (5) membantu dan memudahkan guru, (6) sesuai dengan perkembangan teknologi komputer, dan (7) program sudah diujicoba (Judd & Judd, 1984: 47).

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

125


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Kedua puluh satu syarat PBK yang baik dapat juga ditinjau dari segi siswa dan segi guru. Dari segi siswa, PBK yang baik perlu memenuhi syarat berikut (1) kesesuaian tingkat kesukaran, (2) kesesuaian tingkat motivasi, (3) harus menantang kreativitas siswa, (4) umpan balik harus efektif, (5) kontrol harus ada di tangan siswa, dan (6) materi sesuai dengan pengalaman belajar siswa sebelumnya. Sedangkan dari segi guru, PBK yang baik haruslah dapat memudahkan pekerjaan guru. Hal ini berarti bahwa dengan PBK tersebut beban guru dapat dikurangi. Peran guru dalam pembelajaran dapat digantikan oleh PBK semaksimal mungkin. F. Kelebihan dan Kelemahan PBK. Sebagai suatu media pembelajaran, PBK mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan PBK menurut Cole dan Lorna (1990:356-357) antara lain (1) dapat meningkatkan perhatian dan konsentrasi siswa, (2) dapat meningkatkan motivasi siswa, (3) pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa secara individu, dan (4) mereduksi waktu penyampaian materi. Gerlach dan Ely (1980:395-396) menyatakan bahwa kelebihan PBK antara lain (1) dapat mengakomodasikan banyak siswa dan menjalankan fungsinya dengan sedikit kesalahan, (2) karena PBK adalah sistem berdasar komputer, ia tidak pernah lelah, benci, marah, tidak sabar dan tidak pernah lupa, dan (3) dapat menggunakan fasilitas penyimpanan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Kelebihan lain dari PBK adalah bersifat tanggap dan bersahabat sehingga siswa belajar tanpa tekanan psikologis (Widyandono, 1995:85), materi dapat didesaian lebih menarik (Madja, 1992:24), tingkat kemampuan dan kecepatan belajar dapat dikontrol oleh siswa sehingga siswa dapat belajar dan berprestasi sesuai dengan kemampuannya (Smith, tanpa tahun), siswa dapat belajar sesuai waktu yang mereka perlukan dan belajar kemampuan dasar komputer yang diperlukan di luar kelas (Brown, 1999:13) dan dapat mendorong guru untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengenai komputer (Ruseffendi, 1988:89). Kelebihan yang dimiliki PBK ini sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Selain kelebihan, PBK juga memiliki kelemahan. Kelemahan PBK menurut Gerlach dan Ely (1980:396) adalah masih terlalu mahal. 126

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Abdussakir dan Sudarman (2000:19-20) menyatakan kelemahan PBK antara lain (1) pembuatan PBK memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit, (2) kadang-kadang PBK hanya dapat dijalankan pada komputer tertentu, (3) kecepatan perkembangan teknologi komputer memungkinkan peralatan yang dibeli hari ini sudah usang pada tahun berikutnya, (4) karena PBK dikembangkan dalam dialog yang terbatas, maka ia tidak dapat menjawab semua permasalahan yang dihadapi siswa, (5) PBK akan menilai kemajuan siswa sesuai hasil belajarnya, tanpa dapat memperhatikan apakah waktu itu siswa kelelahan, mengantuk atau sakit, (6) pada umumnya PBK tidak dapat menilai proses belajar, PBK hanya menilai hasil akhir, dan (7) PBK tidak bisa meniru semua tingkah laku guru, misalnya gerak badan, gerak tangan, senyuman, penampakan raut muka dan terlebih ikatan batin antara guru dan siswa. Selain itu, kelemahan PBK adalah tidak dapat melihat teknik siswa dalam menjawab soal dan penguatan yang diberikan sudah tertentu. Kelemahan yang dimiliki PBK ini masih dapat diatasi. Faktor biaya, waktu dan tenaga yang diperlukan dalam pembuatan PBK pada akhirnya justru akan menghemat biaya, waktu, dan tenaga. PBK yang telah dihasilkan dapat digunakan secara terus menerus dan dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi komputer. Sedangkan kelemahan PBK yang tidak dapat menilai proses kerja siswa dapat diatasi dengan peran serta guru dalam pembelajaran yang menggunakan PBK. Hal ini menunjukkan bahwa kelebihan yang dimiliki PBK lebih banyak daripada kelemahan yang dimilikinya. G. Pembelajaran Matematika Berbantuan Komputer Banyak masalah dalam matematika yang sukar dan hampir tidak bisa dilakukan oleh manusia dapat dengan mudah dilakukan oleh komputer, misalnya untuk menggambar grafik fungsi dalam ruang dimensi tiga. Dalam hal menghitung, kecepatan dan ketepatan komputer sukar dicari tandingannya. Selain itu, sesuai pernyataan Decker Walker (dalam Sewell, 1990:3), komputer dapat membuat suatu objek di layar tampak “hidup�. Hal ini karena kemampuan komputer untuk membuat animasi dan visualisasi dari suatu objek. Kelebihan yang dimiliki oleh komputer ini, sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika, komputer banyak digunakan untuk materi yang memerlukan gambar, animasi, visualisasi dan , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

127


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

warna, misalnya geometri. Clements (1989:267-268) menyatakan bahwa pembelajaran geometri dengan komputer perlu dilakukan. Dengan komputer, siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikan masalahmasalah geometri. Satu hal yang paling penting adalah komputer dapat membuat konsep matematika (khususnya geometri) yang abstrak dan sulit menjadi lebih konkret dan jelas (Clements, 1989:12). Selain untuk geometri, komputer juga dapat digunakan untuk materi matematika yang lain. Komputer dapat digunakan dalam aljabar, misalnya untuk menyelesaikan sistem persamaan linier; dalam kalkulus, misalnya untuk menggambar grafik; dan dalam aritmetika, misalnya untuk melatih kemampuan berhitung. Selain itu masih banyak lagi materi matematika yang dapat diajarkan dengan menggunakan komputer (Abdussakir & Sudarman, 2000:5). National Council of Supervisor (dalam Clements, 1989:14-15) menyatakan bahwa komputer lebih baik digunakan untuk mengembangkan 10 kemampuan dasar dalam matematika, yaitu (1) problem solving, (2) aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, (3) menghitung peluang, (4) melakukan estimasi dan aproksimasi, (5) kemampuan berhitung, (6) geometri, (7) pengukuran, (8) membaca, menginterpretasi dan mengkonstruksi tabel, diagram dan grafik, (9) penggunaan matematika untuk prediksi, dan (10) “melek� komputer. Komputer telah memainkan peranan penting dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan berbagai studi tentang penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika ditemukan bahwa hasil belajar siswa yang belajar matematika dengan komputer lebih baik daripada yang tidak menggunakan komputer (Lockard dkk, 1990). Di SD (Elementary School), Suppes dan Morningstar dalam penelitian di California dan Mississippi terhadap siswa kelas 1 sampai kelas 6, menemukan bahwa nilai matematika siswa yang menggunakan PBK lebih tinggi daripada yang tidak menggunakan PBK (Judd & Judd, 1984:94 dan Wilkinson, 1984:26). Harris dari penelitiannya terhadap siswa kelas 3 dan 5 SD menyatakan bahwa siswa yang menggunakan PBK dalam matematika nilainya lebih baik daripada yang tidak menggunakan PBK (Judd & Judd, 1984:94). Hawley dkk. (dalam Cotton, 1997) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas 3 dan 5 SD di Kanada menemukan bahwa nilai tes akhir siswa yang belajar dengan PBK lebih tinggi secara signifikan daripda siswa yang belajar secara konvensional. Mevarech 128

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

& Rich (dalam Cotton, 1997) dalam penelitian terhadap siswa kelas 3, 4, dan 5 SD di Israel menemukan bahwa pretasi matematika siswa dengan PBK lebih tinggi daripada dengan pembelajaran konvensional. Soebari (1998:79) menemukan bahwa siswa kelas 5 SD lebih mudah mengingat materi yang diajarkan dengan komputer. Ardana (1999:171) menemukan bahwa PBK dapat (1) meningkatkan konsep diri akademis matematika dan motivasi siswa SD dan (2) meningkatkan ketuntasan belajar, ketuntasan materi dan daya serap siswa SD. Di SMP (Junior High School), penelitian yang dilakukan Wilkinson di New York menemukan bahwa nilai matematika siswa yang menggunakan PBK lebih tinggi daripada yang tidak menggunakan PBK (Judd & Judd, 1984:95). Yohannes (1994:118) menemukan bahwa siswa kelas 3 SMP yang diajar dengan guru dan komputer memiliki prestasi belajar matematika yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok siswa yang diajar dengan guru saja atau komputer saja. Di SMU (Senior High School), penelitian yang dilakukan Pachter terhadap siswa yang lemah dalam matematika menemukan bahwa siswa yang menggunakan PBK lebih sukses daripada yang tidak menggunakan PBK (Judd & Judd, 1984:96). Burns dan Bozeman (dalam Ross, 1986:58) menemukan bahwa siswa SMU yang belajar matematika dengan PBK memperoleh prestasi yang lebih tinggi daripada siswa yang belajar secara konvensional. Santosa (1994:71) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas 1 SMA menemukan bahwa siswa yang belajar dengan guru dan komputer hasilnya lebih baik daripada siswa yang belajar dengan komputer saja atau pengajaran konvensional. Lebih lanjut Santosa (1994:77) menyatakan bahwa minat belajar siswa terhadap matematika cukup tinggi jika belajar dengan komputer. Di perguruan tinggi, Sasser (1990:95) menemukan bahwa pretasi matematika mahasiswa yang menerima tutorial dengan komputer lebih tinggi daripada mahasiswa yang menerima tutorial dengan buku teks. Sedangkan Kulik, Kulik dan Cohen (Ross,1986:57) dari berbagai penelitian di perguruan tinggi menyimpulkan bahwa PBK dapat (1) memberikan hasil belajar yang lebih tinggi secara signifikan, (2) meningkatkan daya tarik siswa terhadap pembelajaran dan materi, dan (3) mereduksi waktu penyampaian materi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

129


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Lockrad dkk (1990:191) menyatakan bahwa lima kelompok PBK, yaitu tutorial, latih dan praktik, simulasi, permainan dan pemecahan masalah sangat efektif untuk pembelajaran matematika. Meskipun demikian, kombinasi dari lima kelompok PBK tersebut akan lebih menarik dan efektif untuk pembelajaran matematika (Clements, 1989:45). H. Penutup Melihat kemampuan komputer yang sangat besar dalam pembelajaran, maka penggunaan komputer untuk pembelajaran matematika sudah saatnya digalakkan. Keberadaan komputer di berbagai sekolah, sudah saatnya tidak hanya digunakan sebagai pengisi kegiatan ekstrakurikuler apalagi sekedar sebagai pajangan. Komputer sudah saatnya digunakan sebagai media pembelajaran yang dapat mempermudah guru dalam proses pembelajaran dan membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Saat ini sudah banyak tersedia program komputer yang berkaitan dengan matematika. Meskipun demikian, program yang tersedia seringkali tidak sesuai untuk digunakan di dalam kelas. Program yang ada di pasaran lebih banyak sebagai program untuk latihan (drill), bukan sebagai program pembelajaran yang urutannya sesuai materi yang akan disajikan. Untuk mengatasi kendala ini, maka guru diharapkan untuk mampu mengembangkan program pembelajaran (courseware) secara mandiri. Daftar Rujukan Abdussakir dan Sudarman. 2000. Pembelajaran Matematika Berbantuan Komputer: Strategi Pembelajaran, Komponen Pembelajaran, Model Pengembangan dan Skenario Pelaksanaannya. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional HMJ Matematika FMIPA UM. Malang, 18 Nopember 2000. Alessi, S.M. dan Trollip, S.R.. 1991. Computer Based Instruction: Methods and Development. New Jersey: Prantice Hall. Anderson, R.H.. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

130

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Ardana, I.M.. 1999. Penerapan Pembelajaran Berhitung Permulaan Berbantuan Komputer dalam Upaya Meningkatkan Konsep Diri Akademis Matematika dan Motivasi Belajar Matematika pada Siswa Kelas I SD Laboratorium IKIP Singaraja. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Bagio, B.. 1991. Komputer dan Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Bitter, G.G. & Camuse, R.A.. 1984. Using a Microcomputer in The Classroom. Virginia: Reston Publishing Company, Inc. Brannigan, P. & Lee, M.. 2001. Overview of Computer Base Learning (CBL) (Online) (Http://www.qub.ac.uk/csv/teaching/in_med/ cbl_ovw.html, diakses 26 Oktober 2001). Brown, K.. 1999. Using NewTechnology in The Classroom. New South Wales: National Centre for English Language Teaching and Research Macquarie University. Clements, D.H..1989. Computers in Elementary Mathematic Education. New Jersey: Prantice Hall, Inc.. Cole, P. dan Chan, L.. 1990. Methods and Strategies for Special Education. Australia: Prantice Hall. Cotton, K.. 1997. Computer Assisted Instruction. (Online) (Http://www. nwrel.org/scpd/sirs/5/cu10.html, diakses 15 Nopember 2000). Dalgarno, B.. 1996. Constructivist Computer Assisted Learning: Theory and Technique. (Online) (Http://www.ascilite.org.au/conferences/ adelaide96/papers21.html, diakses 26 Oktober 2001). Gerlach, V.S., dan Ely, D.P.. 1980. Teaching and Media. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Gustafson, T.J.. 1985. Microcomputer and Educational Administration. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hope, G.R., Taylor, H.F., & Pusack. I.P.. 1984. Using Computer in Teaching Foreign Language. New Jersey: Prentice Hall Regents. Info Komputer. 1989. Komputer, Sang Guru Privat. Info Komputer, III (6):22-23. Judd, D.H. dan Judd, R.C.. 1984. Mastering The Micro: Using The Microcomputer in The Elementary School. USA: Scott, Foresman and Company. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

131


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Kaput, J.J. & Thompson, P.W.. 1994. Technology in Mathematics Education Research: The First 25 Years in The Journal for Research in Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 25 (6): 676-684. Latuheru, J.D.. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti P2LPTK. Lockard, J., Abrams, P.D. dan Many, W.A.. 1990. Microcomputers for Educators, Second Edition. USA: Harpes Collins Publisher. Madja, M.S.. 1992. Perancangan dan Implementasi Perangkat Ajar Geometri SMTA. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: PPS UI. Min, V.H.. 1998. Penerapan Pembelajaran Komputer oleh Guru SMUN Wilayah Kodya Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP IKIP MALANG. NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: The NCTM, Inc. Ross, S.M.. 1986. Basic Programming for Educators. New Jersey: Prentice Hall. Ruseffendi. 1988. Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG, Seri Kedua. Bandung: Tarsito. Sanders, D.H.. 1985. Computers Today. USA: McGraw-Hill. Inc. Santosa. 1994. Pengaruh Pengajaran Berbantuan Komputer Murni dan Pengajaran Campuran terhadap Prestasi Belajar Geometri bagi Siswa Kelas I Semester I SMA Negeri se-Kabupaten Malang Tahun Ajaran 1993/1994. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FPMIPA IKIP MALANG. Sasser, R.S.. 1990/1991. The Effects of Using Computer Tutorial as Homework Assignments in The Mathematics Achievement of Elementary Education Majors. Journal of Computer in Mathematics and Science Teaching. 10 (2):95-102. Schall, W.E., Leake, L. & Whitaker, D.R.. 1986. Computer Education: Literacy & Beyond. California: Wadsworth, Inc. Sewell, D.F.. 1990. New Tools for New Mind. Great Britain: Harvester Wheatsheaf .

132

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Abdussakir - Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika

Soebari. 1998. Pembelajaran Tutorial Luas Daerah Bangun Geometri dengan Komputer. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Stair, R.M.. 1986. Computers in Today’s World. Illinois: IRWIN. Suharjo. 1994. Penggunaan Komputer dalam Pengajaran. Sumber Belajar. I (1):43-53. Tutang. 2001. Solusi 2000: Merakit & Memperbaiki Komputer Sendiri. Jakarta: Medikom Pustaka Mandiri. Wilkinson, G.L.. 1984. Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60 Tahun. Diterjemah oleh Iskandar S.. Jakarta: Rajawali dan Pustekkom Dikbud. Widyandono, F.. 1995. Pengembangan Belajar dengan Komputer (BDK) Mata Pelajaran PPKn untuk Kelas 1 Cawu 2 SLTA. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP IKIP MALANG. Yohannes, R.S.. 1994. Pengaruh Pengajaran Berbantuan Komputer terhadap Tingkat Kecemasan dan Prestasi Belajar Matematika. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

133



MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA PENDIDIK DENGAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM Siti Aminah1 Abstract Teacher who able to effective communication with student, of course they will optimize the effectiveness of their job gives instruction to the student become the faithful man. Al-Qur’an and Al-hadith as the guidance of human discusses clearly how to make effective communication. Effective communication is communication which is use good language both of verbal and nonverbal appropriate with the situation and condition so the purpose of communication will be achieved. Model of Teacher Communication that explain in Al-Qur’an are: 1) Qaulan Balighan: the model of teacher communication to touch cognitive and affective aspect of student, 2) Qaulan layyinan: flexible communication model of teacher for student who have bad character, 3) Qaulan Ma’rufa: the model of teacher communication with student as their parents, 4) Qaulan Maisuran: the model of teacher communication who has been unable to fulfill the demand of students who find difficulty, 5) Qaulan Karima: model of teacher communication with someone who are older or higher status, 6) Qaulan Sadida: model of teacher communication remind the students emphatically. Prophet Muhammad SAW as the teacher has good communication therefore acceptable by His Ummah and followed all his deeds and says. The best teachers are teachers who are able to provide the best educational method which is able to communicate with the students using best way of communication. Keywords: Effective Communication, Teacher, Student, Islam.

A. Pendahuluan Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif, kebenaran pemikiran manusia yang sedemikian relatif dapat mempengaruhi jalan pikiran berjuta anak bangsa. Dengan kemampuan komunikasi yang dimiliki, Bung Karno mampu memukau pendengar selama berjam-jam, tanpa bergeming. Hitler berhasil mempengaruhi kaum nazi untuk menumpas kaum Yahudi. Bung Tomo, dengan teriakan takbirnya yang menggetarkan hati para pejuang, mampu menggerakan arek-arek Suroboyo melawan 1 Mahasiswa Program Doktor Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Sekolah PascaSarjana UIN Maliki Malang Tahun Angkatan 2012

135


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

dan mengusir Belanda, hanya dengan senjata bambu runcing. Thariq Bin Ziyad, mampu membakar semangat juang pasukannya, sesaat setelah mendarat dan berpidato dengan latar belakang kapal yang telah dibakar atas perintahnya: ”Saudara-saudara. Lautan di belakang kalian, dan musuh di depan hidung. Kita berada pada poin of no return. Tidak ada tempat untuk berlari. Tidak ada alternatif lain, selain meluluh-lantakkan musuh. Serbuuu…”. Dan Thariqpun akhirnya menang. Semenjak memasuki era reformasi masyarakat Indonesia berada dalam suasana euforia, bebas bicara tentang apa saja, terhadap siapapun, dan dengan cara bagaimanapun. Hal ini terjadi setelah mengalami kehilangan kebebasan bicara selama 32 tahun di masa Orde Baru. Memasuki Era Reformasi orang menemukan suasana kebebasan komunikasi, sehingga tidak jarang cara maupun muatan pembicaraan berseberangan dengan etika ketimuran, bahkan etika keagamaan Islam, sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Fakta di atas mendorong penulis untuk membahas dan mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang membicarakan masalah konsep komunikasi, melalui pandangan para mufasir dan mengkonfirmasikannya dengan teori-teori komunikasi yang ada, baik yang menyangkut cara ataupun etika berkomunikasi. Upaya ini bertujuan menggali konsep terkandung untuk dijabarkan, dan dioperasionalkan terutama oleh para pendidik. Dengan komunikasi yang efektif, pembelajaran lebih komunikatif, sehingga mampu menciptakan suasana yang menyenangkan bagi peserta didik, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Di samping itu, pendidik yang mampu berkomunikasi efektif terhadap peserta didiknya tentu akan mampu mengoptimalkan efektifitas pelaksanaan tugas mulianya mengarahkan peserta didik menjadi hamba Allah yang sempurna. Inilah sesungguhnya urgensi pembahasan tentang membangun komunikasi secara efektif dalam perspektif al-Qur’an dan hadits. B. Pembahasan 1.

Pengertian Pendidik dan Peserta Didik

a.

Pengertian Pendidik

Definisi pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya

136

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. (Tafsir, 1992: 74-75) Sedangkan menurut Suryosubrata lebih jabar lagi mendefinisikan pendidik yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan Kholifah di bumi, dan mampu melakukan tugasnya sebagai makhluk sosial (Mujib dan Mudzakir, 2006: 88). Definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa orang yang masuk kategori pendidik adalah orang yang mampu mengembangkan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik untuk menjadi dewasa dan mandiri serta bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah dan sebagai makhluk sosial. Orang tua dapat disebut sebagai pendidik bagi putra kandung mereka sendiri. Mereka berdua memiliki tanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya, sehingga kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Orang tua sebagai pendidik terhadap anak-anaknya, mereka tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa karena kesibukan kerja dan minimnya ilmu dalam mendidik sehingga efektivitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika dikelola hanya secara alamiah saja. Oleh karena itu, dalam konteks ini anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan, maka definisi pendidik dari segi profesi adalah mereka yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Adapun tugas pendidik terdapat tiga bagian (Mujib dan Mudzakir, 2006: 91) yaitu: 1)

Sebagai pengajar (instruktural). Pendidik bertugas untuk merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.

2)

Sebagai pendidik (educator). Pendidik bertugas mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiri

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

137


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

3)

Sebagai pemimpin (managerial). Pendidik bertugas memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan kepada masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukannya.

b.

Peserta Didik

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh berkembang, baik secara fisik, psikis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu, peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, sehingga masih membutuhkan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitar, dan umat beragama adalah peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama. Jadi peserta didik merupakan individu yang akan dipenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya, dan pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan tadi. Akan tetapi, dalam proses kehidupan dan pendidikan secara umum, batas antara keduanya sulit ditentukan, karena adanya saling mengisi dan saling membantu, saling meniru dan ditiru, saling memberi dan menerima informasi yang dihasilkan, akibat dari komunikasi yang dimulai dari kepekaan indra, pikiran, dan keterampilan untuk melakukan sesuatu yang mendorong internalisasi dan individualisme pada diri individu sendiri. Oleh karena itu, keberhasilan tertinggi yang diraih pendidik dalam proses pendidikan adalah ketika peserta didiknya telah menjadi guru mereka sendiri yang terbaik. Allah adalah Maha pendidik bagi makhluk ciptaanNya. Hal ini tertera dalam berbagai ayat, di antaranya ayat-ayat yang tertera dalam surat al-fatihah, dimana Allah Adalah pendidik bagi seluruh alam, yang Maha penuh kasih sayang kepada peserta didiknya yaitu hambaNya dan juga tegas kepada setiap perilaku hambaNya selaku peserta didikNya.

138

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Surat al-Baqarah ayat 30-34 terdapat komunikasi antara Allah SWT. dengan Malaikat, Iblis dan Adam yang mewakili manusia, maka menunjukkan bahwa Allah SWT. adalah sang Maha Pendidik dan peserta didiknya adalah ketiga makhluk Allah yang diciptakan memiliki karakter yang berbeda-beda. Malaikat adalah ciri peserta didik yang selalu taat kepada pendidik dan tidak pernah membangkang. Sedangkan Iblis adalah ciri peserta didik yang selalu membangkang kepada pendidik dan manusia ada yang memiliki karakter seperti malaikat dan ada juga yang memiliki karakter seperti iblis. Manusia yang memiliki karakter seperti malaikat maka dia derajatnya lebih tinggi dari malaikat itu sendiri. Sedangkan manusia yang memiliki karakter seperti iblis maka derajatnya lebih rendah daripada hewan. Oleh karena itu, manusia diberi amanat untuk menjadi pemimpin di bumi dengan dibekali akal dan nafsu, sehingga tampak siapakah manusia yang menjadi peserta didik terbaik di sisi Allah SWT. 2.

Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik dan Peserta Didik

a.

Pengertian Komunikasi

Secara etimologis, komunikasi merupakan terjemahan dari communication yang mula-mula berkembang di Amerika. Secara terminologis menurut Webster New Dictionary sebagaimana dikutip oleh Sri Haryani (2001) komunikasi dapat diterjemahkan:”The art of expressing ideas especially in speech and writting.” , atau dengan kata lain, seni mengekpresikan ide-ide baik melalui lisan maupun tulisan. Sedangkan komunikasi menurut terminologi lain yang dikemukakan oleh Hovland seperti yang dikutip Efendi (1981) : “Communication is the process by which an individual as communicator transmits stimuli to modify the behavior of other individuals”, komunikasi merupakan suatu proses dimana seorang komunikator mengirimkan stimuli untuk mengubah perilaku dari orang lain atau komunikan. Jadi komunikasi adalah seni yang digunakan oleh komunikator, dalam konteks ini pendidik dalam mengekspresikan ide-idenya kepada komunikan yakni peserta didik baik melalui lisan atau tulisan dengan tujuan untuk mengubah perilaku dari orang lain atau dari komunikan tersebut. Komunikasi tidak hanya ilmu yang dipelajari di kelas perkuliahan semata, bahkan komunikasi sendiri sebenarnya telah diajarkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, melalui kitabnya al-Qur’an tentang bagaimana

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

139


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

pentingnya komunikasi bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Jika dilihat dari arti kata komunikasi dalam bahasa arab adalah “Muwaasholat.” (Al-kalali, 1997:276), maka hal ini menunjukkan bahwa komunikasi berkaitan dengan kata “Shalat” yang mempunyai arti ibadah kepada Allah dan “Shilah” yang mempunyai arti menyambung. Oleh karena itu, komunikasi dalam Islam ada dua yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Komunikasi dengan Allah Swt tercermin melalui ibadah-ibadah fardhu (shalat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya. Al-Qur’an dan hadits memerintahkan kepada umat Muslim untuk selalu membangun komunikasi secara vertikal yakni kepada Allah dan dan horizontal yakni kepada sesama manusia. Hal ini terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 83 yang berbunyi :

‫ِس�� َرائِ��ي َ��ل ال َ�ت�� ْع��بُ��دُو َن إِال اللَّ َه َوبِالْوَالِ َدي ِْن‬ ْ ‫َاق بَ يِ�ِن� إ‬ َ ‫َخ�� ْذنَ��ا مِيث‬ َ ‫َوإِ ْذ أ‬ ‫َّاس ُح ْسنًا‬ ِ ‫ني َوقُولُوا لِلن‬ ِ ‫اك‬ ِ ‫َس‬ َ ‫ِح َسا نًا َوذِي ا لْ ُقرىَْب وَا لْيَتَا مَى وَالْم‬ ْ‫إ‬ ‫َوأَقِ��ي��مُ��وا ال َّ��ص�لا َة وَآتُ���وا ال َّ��زَك��ا َة ثمَُّ �تَ�� َولَّ��يْ��تُ�� ْم إِال قَلِيال ِم��نْ ُ��ك�� ْم َوأَْ�نتُ ْم‬ ٨٣ ‫ِضو َن‬ ُ ‫ُم ْعر‬ Artinya :…dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat…(al-Baqarah, 83)

Dari ayat ini menunjukkan bahwa berkomunikasi yang baik kepada sesama manusia dan menegakkan shalat sebagai manivestasi membangun komunikasi kepada Allah itu wajib berjalan seimbang dan selaras agar menjadi orang-orang yang berbahagia di Dunia dan Akhirat. Dan Nabi juga bersabda :

‫��ال َح َّ��دثَ�ِنَيِ َسعِي ٌد‬ َ َ‫ْث ق‬ ُ ‫��ف َح َّ��دَ�ث��نَ��ا اللَّي‬ َ ‫��وس‬ ُ ُ‫َح َّ��دَ�ث��نَ��ا َعبْ ُد اللَّ ِه بْ ُ��ن ي‬ ‫َت‬ ْ ‫ْصر‬ َ ‫���اي َوأَب‬ َ َ‫��ت أُ ُذن‬ ْ ‫س�� َع‬ ِ َ‫��ال م‬ َ َ‫ِي ق‬ ِّ ‫َ��ن أ يَِب ُش�� َريْ ٍ��ح الْ�� َع�� َدو‬ ْ ‫ْ�ُب�رُِي ع‬ ُّ ‫الْ��مَ��ق‬ 140

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

‫ان‬ َ ‫َن َك‬ ْ ‫��ال م‬ َ ‫َسلَّ َم َ​َ�ف��ق‬ َ ‫َّب َصلَّى اللَّ ُه َعلَيْ ِه و‬ ُِّ‫َكلَّ َم الن ي‬ َ ‫ني ت‬ َ ‫َاي ِح‬ َ ‫َعْ�ين‬ ‫ِالل ِه‬ َّ ‫ِن ب‬ ُ ‫ان �ُي ْؤم‬ َ ‫َن َك‬ ْ ‫ُك ِرْم َجا َرُه َوم‬ ْ ‫ِالل ِه وَالَْ�ي ْوِم آْال ِخ ِر َ�ف ْلي‬ َّ ‫ِن ب‬ ُ ‫�ُي ْؤم‬ ‫ول‬ َ ‫َس‬ ُ ‫َال َومَا َجائِ َزتُ ُه يَا ر‬ َ ‫ُك ِرْم َضْ�ي َف ُه َجائِ َزتَ ُه ق‬ ْ ‫وَالَْ�ي ْوِم آْال ِخ ِر َ�ف ْلي‬ ‫ِك‬ َ ‫ان َورَا َء َذل‬ َ ‫َلثَ ُة أَيَّا ٍم َفمَا َك‬ َ‫َالضيَا َف ُة �ث ا‬ ِّ ‫َال �َي ْوٌم َولَْ�ي َل ٌة و‬ َ ‫الل ِه ق‬ َّ ‫ُل‬ ْ ‫ِالل ِه وَالَْ�ي ْوِم آْال ِخ ِر َ�ف ْلَ�يق‬ َّ ‫ِن ب‬ ُ ‫ان �ُي ْؤم‬ َ ‫َن َك‬ ْ ‫َ�ف ُه َو َص َد َق ٌة َع َل ْي ِه َوم‬ ‫ُت‬ ْ ‫َصم‬ ْ ‫َخْ�يرًا أَ ْو لِي‬ Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Al Laits dia berkata; telah menceritakan kepadaku Sa’id Al Maqburi dari Abu Syuraih Al ‘Adawi dia berkata; “Saya telah mendengar dengan kedua telingaku dan melihat dengan kedua mataku ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan sabdanya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan menjamunya” dia bertanya; ‘Apa yang dimaksud dengan menjamunya wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “yaitu pada siang dan malam harinya, bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah bagi tamu tersebut.” Dan beliau bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia berkata dengan baik atau diam.”

Dari hadits ini menunjukkan bahwa salah satu bukti keimanan kepada Allah dan hari akhir adalah dengan berkomunikasi yang baik jika tidak bisa maka jadilah pendengar yang baik. Oleh karena itu, pendidik yang bertugas sebagai bapak rohani bagi peserta didik harus selalu membangun komunikasi kepada Allah dan juga harus membangun komunikasi dengan baik terhadap peserta didik agar tugas mulianya dapat tercapai dengan optimal. b.

Bentuk Komunikasi

Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh pendidik ketika berkomunikasi dengan peserta didik. Komunikasi tidak selalu dengan bahasa verbal, bisa juga dengan menggunakan bahasa non verbal, yaitu (Sulhan, 2011: 154).

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

141


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

1) Bahasa Non verbal Bahasa non verbal sangat menentukan seseorang yang sedang berkomunikasi. Setiap kali bertemu, maka yang dilihat adalah pandangan. Bagaimana pandangan seorang guru ketika bertemu dengan murid? Sikap positif atau negatifkah yang ditunjukkan oleh guru terhadap murid? awal komunikasi non verbal dimulai dari kesan pertama murid bertemu dengan guru. Dalam komunikasi non verbal ada empat hal yang perlu diperhatikan: a.

Ekspresi Wajah

Ketika seorang pendidik masuk kelas masuk dengan ekspresi wajah yang cerah, maka peserta didik pun akan tampak semangat. Sebaliknya, jika pendidik menghadapi peserta didik dengan wajah lesu, tidak bersemangat, maka motivasi peserta didik pun akan melemah. Peserta didik tidak bergairah untuk belajar jika ekspresi wajah yang ditampakkan oleh seorang pendidik membosankan.

b.

Tatapan Mata

Tatapan mata sebenarnya mengandung arti yang cukup mendalam. Seorang pendidik yang tulus dengan yang tidak tulus menghadapi peserta didik, terasa terlihat dari tatapan mata. Pendidik yang memiliki motivasi mengajar, tatapan matanya tentu penuh keyakinan. Seolah-olah memberikan jawaban kepada semua peserta didiknya bahwa kamu bisa. Ada juga tatapan mata kosong, terkesan mengajar menjadi sebuah beban sehingga peserta didik merasa tidak mendapat perhatian.

c.

Gerak Tubuh

Ketika pendidik berada di dalam kelas dan berhadapan dengan peserta didik, maka semua gerakan pendidik adalah komunikasi non verbal yang selalu diterjemah oleh peserta didik. Terkadang pendidik menggerakkan badan untuk memperjelas pemahaman, dilakukan dengan menggeleng kepala, mengangguk, menunjuk, bahkan gerakan bergoyang. Pendidik dituntut untuk mampu melakukan gerakan-gerakan yang dapat membantu pemahaman peserta didik.

142

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

d.

Intonasi/Nada suara

Nada suara sangat membantu di dalam berkomunikasi. Terkadang ada pendidik yang menggunakan bahasa yang tepat tetapi dengan nada yang tidak sesuai maka akan terjadi kekeliruan dalam proses komunikasi.

e.

Kekuatan Jiwa

Kekuatan jiwa bisa juga menjadi bentuk komunikasi mengacu kepada pendapat Ibnu Sina bahwa jiwa yang kuat dapat mengalahkan fisik yang kuat. Oleh karena itu, pendidik harus mampu berkomunikasi dengan kekuatan jiwa untuk mempengaruhi jiwa peserta didik. Komunikasi adalah sebuah alat atau cara bagi pendidik untuk mempengaruhi peserta didik agar perilaku peserta didik dapat berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidik tidak hanya harus mampu membangun komunikasi secara efektif tetapi juga harus membangun ruh sebagai pendidik agar apa yang disampaikan oleh pendidik dapat mudah diterima oleh peserta didik.

2) Bahasa Verbal Seorang pendidik bisa dilihat oleh peserta didik dari bahasa yang digunakan. Ada pendidik yang berbicara menggunakan bahasa yang begitu tertata rapi dan sangat komunikatif, sehingga menghadapi persoalan juga tetap menjaga kalimat yang baik. Sebaliknya, ada juga yang asal bunyi, seolah-olah berbicara tanpa dipikirkan. Tutur bahasa yang disampaikan oleh setiap orang sangat dipengaruhi oleh struktur berpikir yang dimiliki pada masing-masing orang. Ketika struktur berpikirnya positif, maka tutur katanya juga positif, begitu juga sebaliknya. Terdapat tiga situasi yang menuntut pendidik untuk melakukan bahasa kebajikan kepada peserta didik (Sulhan, 2011: 159), yaitu. a)

Bahasa pengakuan/sepakat sebagai reward, kepada peserta didik yang telah melakukan hal yang positif.

b) Bahasa perbaikan sebagai punishment, kepada peserta didik yang melakukan perbuatan yang kurang baik. c)

Bahasa bimbingan untuk melatih kepada peserta didik yang belum mengerti.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

143


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Jadi ketika berkomunikasi dengan bahasa kebajikan berkaitan dengan pengakuan maka perlu melihat situasi dan kondisi agar apa yang diharapkan dapat tercapai. f.

Pola Komunikasi dalam Pembelajaran

Untuk menjadi pendidik profesional harus memiliki kode etik sebagai pendidik, yaitu memiliki sifat kebapakan sehingga memiliki rasa kasih sayang kepada peserta didik seperti menyayangi anak didiknya, memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya, serta adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dengan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar. Pola komunikasi dapat dilakukan dengan tiga macam (Al-Abrasyi, 1969: 225) yaitu : 1)

Pola komunikasi aksi (interaksi searah), antara pendidik dengan peserta didik.

2)

Pola komunikasi interaksi (interaksi dua arah), antara peserta didik dengan pendidik.

3)

Pola komunikasi transaksi (interaksi multiarah), antara peserta didik dengan peserta didik.

Untuk menghasilkan pembelajaran yang aktif dan efektif maka pola komunikasi tersebut dapat digunakan ketiga-tiganya. g.

Model komunikasi

Dalam ilmu komunikasi sangat banyak model yang dikemukakan oleh para ilmuwan komunikasi. Salah satu model komunikasi yang tua tetapi masih digunakan orang untuk tujuan tertentu adalah model komunikasi efektif yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (Forsdale 1981), seorang ahli ilmu politik dari Yale University. Dia menggunakan lima pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam melihat proses komunikasi dalam pembelajaran (Ridwan, 2009) yaitu:

1)

who (siapa), yakni siapa orang yang mengambil inisiatif

komunikasi.

2) says what (mengatakan apa), Pertanyaan ini adalah berhubungan

dengan isi komunikasi atau apa pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut.

144

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

3) in which medium atau dalam media apa. Pertanyaan ini yang

dimaksud dengan media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku, dan gambar.

4) to whom atau kepada siapa, Pertanyaan ini maksudnya siapa yang menjadi penerima dari komunikasi.

5) what effect atau apa efeknya dari komunikasi tersebut. Pertanyaan mengenai efek komunikasi ini dapat menanyakan dua hal yaitu apa yang ingin dicapai dengan hasil komunikasi tersebut, dan apa yang dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi. Akan tetapi perlu diingat, bahwa kadang-kadang tingkah laku seseorang tidak hanya disebabkan oleh faktor hasil komunikasi tetapi juga dipengaruhi faktor lain.

Model komunikasi disebut efektif jika proses komunikasi tidak ada gangguan. Berbeda dengan model komunikasi dalam pandangan Islam, tidak hanya memperhatikan hambatan komunikasi tetapi juga lebih menekankan pada aspek etika dan tata cara berkomunikasi yang baik, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif (missunderstanding) saat berinteraksi dengan orang lain. Terkait cara (kaifiyah) berkomunikasi, dalam Al-Quran dan AlHadits terdapat berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Hal ini dapat disebut sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim khususnya pendidik dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain. Istilah Qaulan Baligha terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 63

‫ُل‬ ْ ‫ِظ ُه ْم َوق‬ ْ ‫ِض َعْ�ن ُه ْم َوع‬ ْ ‫ِين َ�ي ْعلَ ُم اللَّ ُه مَا يِف ُ�قلُوبهِ​ِ ْم فَأَ ْعر‬ َ ‫ِك الَّذ‬ َ ‫أُولَئ‬ ٦٣ ‫ُس ِه ْم َ�قوْال بَلِيغًا‬ ِ ‫لهَُ ْم يِف أَْ�نف‬

Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah dari mereka, dan berilah mereka nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

145


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Arti kosa kata : ‫ بليغا‬Kata ini terdiri dari dari tiga huruf yang sebagian berbentuk kata benda (isim) seperti ‫ البلوغ – البليغ – التبليغ‬dan sebagian ada yang berbentuk kata kerja (fi’il) seperti: ‫ أبلغ‬- ‫ يبلغ‬- ‫بلغ‬ Semua bentuk kata jadian itu bermakna: sampainya sesuatu pada sesuatu yang lain, baik tempat ataupun masa atau sesuatu yang sudah diperkirakan. Kata ini juga berarti cukup karena kecukupan berarti sampainya sesuatu kepada batas yang ditentukan. Baligh juga bermakna sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan ucapan, baligh berarti fasih, jelas maknanya, terang dan tepat dalam mengungkapkannya. a)

Menurut penafsiran Quraisy Shihab (2000: 468-469) : Ayat di atas mengibaratkan hati mereka sebagai wadah ucapan sebagaimana dipahami dari kata (fii anfusihim). Wadah tersebut harus diperhatikan, tidak hanya kuantitasnya, tetapi sifat wadahnya. Untuk itu ada jiwa yang harus diasah dengan ucapan-ucapan halus dan ada juga yang harus dihentakkan dengan kalimat-kalimat keras atau ancaman yang menakutkan. Walhasil di samping ucapan yang disampaikan, cara penyampaian dan waktunya pun harus diperhatikan. Hal ini dapat dipahami: sampaikan nasihat kepada mereka secara rahasia, jangan permalukan mereka di hadapan umum, karena nasihat atau kritik secara terang-terangan dapat melahirkan antipati, bahkan sikap keras kepala mendorong pembangkangan yang lebih besar lagi.

b) Dalam Tafsir Ibnu Katsir (1984: 462-463), diterangkan bahwa turunnya ayat ini karena terjadi peristiwa, yaitu pertengkaran antara seorang sahabat Anshar dan seorang Yahudi. Sang Yahudi meminta berhakim kepada Muhammad, dan si sahabat meminta berhakim kepada Ka’ab bin Al-Asyraf, yaitu salah seorang pemuka Yahudi. Dan ada pula yang menafsirkan, ada seorang munafik yang mengaku dirinya Islam dan hendak berhakim kepada hakim Jahiliyah. Secara tegas dalam tafsir ini dinyatakan, bahwa Dia Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati orang-orang munafik itu dan tidak ada sesuatu yang tidak dapat mereka sembunyikan. Dan Allah memberi balasan yang setimpal kepada mereka. Karena itu berpalinglah hai Muhammad dari mereka, berilah mereka pelajaran dengan perkataan dan nasihat-nashat yang membekas pada jiwanya, sehingga dapat menghilangkan

146

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

sifat-sifat kemunafikan mereka dari hati mereka. Jadi makna kalimat ini, yaitu menasehati dengan ungkapan yang menyentuh sehingga mereka berhenti dari perbuatan salah yang sebelumnya mereka lakukan. c)

Di dalam Tafsir al-Maraghi (1986: 123-129) diterangkan, bahwa arti qoulan balighan yaitu “perkataan yang bekasnya hendak kamu tanamkan di dalam jiwa mereka”. Qaulan balighan dengan arti tabligh sebagai salah satu sifat Rasul, yaitu Nabi Muhammad diberi amanah atau tugas untuk menyampaikan peringatan kepada umatnya dengan perkataan yang menyentuh hati mereka.

Qaulan baligha yakni ucapan yang fasih, jelas maknanya, tenang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki, olehnya itu kalimat tersebut diartikan atau diterjemahkannya sebagai komunikasi yang efektif. Hal ini harus dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik. Agar komunikasi pendidik tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas peserta didik dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

‫ونكلمهم علي قدر عقوهلم‬...

“Kami Berbicara kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Abu Bakar Ibn Al-Syakir). Islam sangat menganjurkan agar berbicara secara efektif, efisien dan tepat sasaran. Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu faktor keberhasilan dakwah Rasulullah dalam memperjuangkan Islam adalah karena penggunaan bahasanya yang singkat, padat, jelas serta mengena dalam lubuk hati dan pikiran sekaligus. Agar tercapai seperti yang diidamkan, maka kata-kata tersebut harus: tertampung seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan. Kalimatnya tidak bertele-tele tetapi tidak pula singkat sehingga mengaburkan pesan. Kosakata yang merangkai kalimat, tidak asing bagi pendengar dan pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta tidak “berat” terdengar. Keserasian kandungan gaya bahasa dengan sikap lawan bicara. Kesesuaian dengan tata bahasa. Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan peserta didik seperti orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

147


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, maka dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, maka harus menggunakan bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication). Jadi qaulan Baligha adalah komunikasi yang dibangun sesuai dengan situasi dan kondisinya sebagaimana ungkapan :

‫لكل مقام مقال ولكل مقال مقام‬ Istilah Qaulan Layyina terdapat dalam al-Qur’an Surah Thaha ayat 44:

)٤٤( ‫خَْشى‬ َ ‫َ�فقُوال لَُه َ�قوْال لَِّ�ينًا لَ َعلَّ ُه َ�يتَذََّك ُر أَ ْو ي‬ Artinya: Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun), dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut (QS. Thaha: 44).

Ayat ini memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk pergi menemui Fir’aun yang telah melampaui batas dengan menindas secara kejam Bani Israil. a) Di dalam Tafsir Al-Qurtubi (Juz v) dijelaskan bahwa lemah lembut yaitu kata-kata yang tidak kasar, dikatakannya bahwa segala sesuatu yang lembut akan melembutkan dan segala sesuatu yang lembut lagi melembutkan, ringan untuk dilakukan. Kalaupun Musa diperintahkan untuk berkata-kata yang lembut, maka hal itu merupakan keleluasaan bagi orang lain (Fir’aun) untuk mengikuti jejak, meniru dari apa yang dikatakannya dan yang diperintahkannya kepada mereka untuk berkata-kata yang baik. Dan hal itu telah difirmankan Allah:

‫َوقُولُوآ لِلنَّاس ُح ْسنًا‬ Dan katakanlah kepada manusia dengan perkataan yang baik. b) Dalam Tafsir Al-Maraghi (1986) dijelaskan ayat ini berkaitan dengan metode yang harus diterapkan dalam berdakwah, yaitu: Berbicaralah kalian kepada Fir’aun dengan pembicaraan yang

148

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

simpatik dan lemah lembut, agar lebih dapat menyentuh hati, untuk mengundang empati, sehingga dapat lebih menariknya untuk menerima dakwah. Dengan sikap simpatik dan perkataan yang lemah lembut, hati orang-oang yang durhaka akan menjadi halus dan kekuatan orang-orang yang sombong akan luluh. Dilihat dari ayat di atas bahwa Nabi Musa dalam konteks ini pendidik, diperintah oleh Allah untuk bersikap lemah lembut kepada Fir’aun yang menjadi peserta didik, dimana Fir’aun memiliki karakter buruk. Makna qoulan layina yaitu kata-kata yang lembut yang disampaikan secara simpatik sehingga dapat menyentuh hati, meninggalkan kesan mendalam, sehingga menarik perhatian orang untuk menerima ajakannya. Kata-kata yang lembut menyebabkan orang-orang yang durhaka akan menjadi halus dan kekuatan orang yang sombong menjadi luluh. Kata-kata lembut yang diucapkan pendidik akan lebih indah jika disertai dengan ketulusan dan penuh kasih sayang sehingga peserta didik akan menjadi lunak, sebagaimana firman Allah Dalam Surat al-Imran ayat 159

‫َضوا‬ ُّ ‫ْب الْ�نف‬ ِ ‫ِيظ الْ َقل‬ َ ‫َظا َغل‬ ًّ ‫ْت ف‬ َ ‫ْت لهَُ ْم َولَ ْو ُكن‬ َ ‫ِن اللَّ ِه لِن‬ َ ‫َح ٍة م‬ َ ْ‫فَبِمَا رم‬ ‫َشا ِوْرُه ْم يِف األ ْم ِر فَإِذَا‬ َ ‫َاسَ�ت ْغ ِف ْر لهَُ ْم و‬ ْ ‫ْف َعْ�ن ُه ْم و‬ ُ ‫ِك فَاع‬ َ ‫ِن َح ْول‬ ْ‫م‬ )١٥٩( ‫ني‬ َ ِ‫حُِب الْ ُمَ�توَِّكل‬ ُّ ‫ِن اللَّ َه ي‬ َّ ‫ْت َ�فَ�توََّك ْل َعلَى اللَّ ِه إ‬ َ ‫َع َزم‬ Artinya: Maka berkat rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.

Kata lembut tidak berarti kata-kata yang lemah, karena dalam kelembutan tersebut tersimpan kekuatan yang dahsyat yang melebihi kata-kata yang diungkapkan secara lantang dan kasar, terlebih jika disertai sikap yang tidak bersahabat, justru akan mendatangkan sikap antipati dan memusuhi. Kata yang lembut mengandung keindahan. Indah untuk didengarkan dan untuk disampaikan serta mudah dipahami , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

149


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

siapa pun. Oleh karenanya dalam berkomunikasi, kata-kata yang lembut hendaknya lebih diutamakan, sehingga orang yang mendengarkannya tidak merasa terganggu, bahkan justru tumbuh rasa simpati, empati untuk selalu mendengarkannya kata demi kata, bahkan menjadikannya suatu prinsip hidup. Sikap simpatik yang tercermin pada kehalusan sikap dan kelembutan kata, mutlak diperlukan untuk menjamin efektifitas komunikasi dan optimalisasi hasil. Hal tersebut merupakan buah dari perpaduan serasi antara al-ittishalatul lisaniyah (komunikasi verbal) dan al-ittishalatul isyarah (komunikasi non verbal). Jika seorang pendidik mampu tampil simpatik di depan peserta didik, semua tutur katanya tentu akan mudah diikuti dengan seksama. Tidak ada satu kata pun yang terlewatkan untuk diikuti oleh peserta didik, apalagi satu kalimat, atau terlebih lagi satu paragraf. Semuanya akan dicermati dengan sepenuh hati, karena tersentuh penampilan pendidik yang simpatik. Para pendidik seharusnya dapat tampil simpatik dan berbicara lembut, karena sebenarnya mereka merupakan ‘bintang iklan’ risalah, yang memiliki otoritas untuk menyampaikan berbagai informasi dengan muatan value yang bersumber dari Allah maupun Rasulullah. Jika para pendidik tidak mampu bersikap simpatik atau bertutur dengan lembut, maka akan kontra produktif bagi penyebaran risalah Allah.

            

Artinya:  Dan  janganlah  kamu  serahkan   kepada  orang yang belum  sempurna   akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan a)

Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari baik.  hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang

 

Quraisy Shihab (2000: 330-332) menafsirkan : ayat di atas melarang

memberi   harta  kepada  para pemilik   yang tidak  mampu  mengelola  

hartanya dengan baik. Mereka itu orang-orang yang belum orang sempurna  akalnya,   baik  anak  yatim,   anak kecil,    dewasa  atau wanita, karena harta tersebut masih menjadi wewenang yang bersangkutan sehingga harus dipelihara tidak dan  boleh diboroskan  atau digunakan bukan pada tempatnya. Dan hendaknya harta tersebut berusaha  dapat  digunakan   sebagai  modal  dalam    sehingga  menghasilkan keuntungan. Dalam pandangan Al-Qur’an, modal

150

 

 



, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

boleh menghasilkan dari dirinya sendiri, akan tetapi hasilnya haruslah dari usaha baik manusia. Maka dari itu riba dan perjudian dilarang. Kendati uang merupakan modal dan salah satu faktor produksi yang penting, tetapi bukan yang terpenting. Manusia tetap menempati posisi yang tertinggi. Untuk itulah hubungan harmonis antarwarga harus terus dipelihara, dan karena itulah ayat ini ditetapkan dengan perintah ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. b) Dalam Tafsir Al-Wadhih, Mahmud Hijazi, menjelaskan hendaknya para wali (orang tua) memberikan sebagian hartanya kepada anak asuhnya dengan syarat anak tersebut bukan anak yang bodoh yang tak mengerti bagaimana membelanjakan harta secara baik. Ataupun alangkah lebih baiknya harta tersebut disimpan hingga waktu di mana anak tersebut mempunyai kemampuan untuk mengelolanya. Dan hendaknya wali memberikan harta dari hasil jerih payah yang diperolehnya dari harta miliknya tersebut berupa sesuatu yang sudah jadi atau berwujud sesuatu, baik berupa uang maupun barang, bukan sesuatu hal yang belum jadi. Adapun harta tersebut meliputi segala sesuatu yang digunakan untuk menafkahinya, baik berupa sandang, papan maupun pangan. Dalam memperlakukan mereka, hendaknya memperlakukannya dengan perlakuan yang baik, sebagaimana layaknya memperlakukan anak sendiri dengan kasih sayang dan lemah lembut. Dan hendaknya ditumbuhkan baginya rasa keagungan dan kemuliaan dalam membelanjakan harta dalam hal-hal yang bermanfaat. c)

Dalam Tafsir Al-Maraghi(1986: 347) dijelaskan bahwasanya ayat di atas berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu mereka yang dititipi anak-anak yatim, juga tentang perintah terhadap mereka agar memperlakukan anak yatim dengan baik. Berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anakanaknya yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku, sayangku dan sebagainya.

Makna dari kata qoulan ma’rufa yaitu kata-kata yang baik dan juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Jadi kata-kata yang selayaknya diungkapkan oleh pendidik peserta didiknya, yaitu kata yang halus dan baik dalam upaya mendidik mereka. Kata tersebut hendaknya tidak menyinggung

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

151


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

           

perasaan mereka, karena jiwa anak sangatlah mudah tersinggung dan  bahkan sangat sensitif.

           

Artinya: Dan jika engkau berpaling dari mereka, untuk memperoleh

rahmat   dari   Tuhanmu  yang engkau  harapkan,   maka  katakanlah   kepada   mereka ucapan yang lemah lembut.

a)

          

Dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan (1990: 35), hendaknya seorang  keluarga dekatnya,  hamba untuk selalu berbuat baik terhadap dengan memberikan haknya, demikian pula kepada orang-orang lanjut  yang  mengadakan   perjalanan.   Dan  kemudian   miskin lebih difirmankan, jika hamba itu berpaling dari kerabatnya yang dekat dan tidak memberikan apa-apa karena    tidak ada  yang dapat  diberikan, maka hendaklah mengatakan kepada mereka dengan kata-kata dan ucapan-ucapan yang pantas, halus dan lembut, serta hendaknya memberi janji kepada mereka, bahwa sewaktu-waktu datang rezeki Allah, mereka akan memperoleh apa yang mereka harapkan.

 

 

 

 

b) Dalam Tafsir Al-Azhar (1982:26), Hamka menjelaskan betapa halus dan bagus bunyi ayat ini, yaitu untuk orang dermawan berhati mulia dan sudi menolong orang yang membutuhkan. Tetapi apa boleh buat, di waktu itu tidak ada padanya yang akan diberikan. Maka disebutkanlah dalam ayat ini, jika engkau terpaksa berpaling dari mereka, artinya berpaling karena tidak sampai hati melihat orang yang sedang perlu kepada pertolongan itu, sedangkan kita yang diminta pertolongan dalam keadaan kering. Dalam hati kecil sendiri kita berkata, bahwa nanti di lain waktu, kalau rezeki ada, rahmat Tuhan turun, orang ini akan saya tolong juga. Maka ketika menyuruh pulang dengan tangan hampa itu, berilah dia pengharapan dengan kata-kata yang menyenangkan, karena kadang-kadang kata-kata yang halus dan berbudi lagi membuat orang senang dan lega, lebih berharga daripada uang berbilang. Menurut kitab-kitab tafsir, ayat ini turun langsung untuk Nabi Muhammad di waktu beliau pada suatu ketika membiarkan orang 152

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

meminta tolong, pulang dengan tangan kosong. Sejak itu kalau terjadi demikian, beliau lepaskan orang tersebut dengan ungkapan: ‫“ يرزقنا اهلل وإياكم من فضله‬Diberi rezeki Allah kiranya kami dan kamu dari karunia-Nya.” Ayat tersebut masuk dalam pendidikan kesopanan Islam, bahwasanya muka jernih saja sudah sama dengan pemberian derma hati orang yang susah, meskipun maksudnya belum berhasil, akan lega juga melihat bahwa orang tempatnya meminta itu tidak bermuka kerut menghadapinya. Melainkan membayangkan kesedihan hati, karena tidak dapat memberi di saat itu. Dari uraian di atas bahwa makna dari qoulan maisuran yaitu kata-kata yang halus, berbudi dan menyenangkan bagi siapa pun yang mendengarkannya. Dalam konteks ini, pendidik hendaknya mengatakan dengan baik, ketika menolak permintaan peserta didik yang sedang mengalami kesulitan dalam keadaan pendidik sendiri pun tidak mempunyai kesanggupan untuk membantu mereka. Karena pada dasarnya kata-kata penolakan yang diungkapkan secara baik dan bijaksana akan memberikan nuansa yang menyenangkan dan membuat lega lagi menyenangkan bagi siapa pun yang menerimanya. Kata-kata yang menyenangkan akan lebih berharga daripada derma yang berbilang. Kata-kata tersebut akan melapangkan jiwa orang yang ditimpa dalam kesusahan dan dirundung musibah. Untuk itulah dalam ayatini kepada khususnya  pendidik   dianjurkan    untuk  memberi  janji    mereka bahwa suatu saat jika Allah melapangkan rezeki bagi dirinya akan membantunya. Kata-kata yang demikianlah yang dianjurkan  dalam ayat ini, menolak dengan kata yang indah, tanpa harus menyakiti, tetapi sebaliknya membuat tenteram yang bersangkutan.

Qaulan            maisuran juga dapat diartikan bahasa yang mudah

dimengerti yang harus digunakan oleh pendidik, sehingga peserta    didik dapat mudah mengerti.

 

            

           

Artinya: Tuhanmu telah menetapkan, “Jangan menyembah kecuali kepada-

Nya,  berbaktilah kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantaranya  dan

atau keduanya sudah usia lanjut, jangan sekali-kali kamu mengucapkan



, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

153


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ... “ah” dan jangan pula membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang sopan penuh hormat.

a)

Menurut Ahmad Al-Ansori Al-Qurtubi (jus v: 159) dalam tafsirnya Al-Jami’ul Ahkam Al-Qurtubi menafsirkan: kata (qoulan karima) yaitu kata atau ungkapan dengan lemah lembut, seperti memanggil kedua orang tua dengan panggilan yang sopan, semisal Ayahanda atau Ibunda, bukan justru sebaliknya memanggil dengan panggilan namanya maupun dengan ungkapan atau perkataan yang semisalnya, baik berupa sindiran atau kiasan. Lebih jauh lagi beliau menjelaskan (qoulan karima) yaitu kata-kata yang santun, sopan dan bukan kata-kata yang kasar seperti halnya kata-kata yang diungkapkan oleh orang-orang jahat.

b) Dalam Tafsir Al-Azhar (182: 42), Hamka menjelaskan bahwa ayat ini melarang mencedaskan mulut, mengeluh, mengerutkan kening walaupun suara tidak kedengaran. Dijelaskan lebih lanjut dilarang untuk membentak kedua orang tua, menghardik ataupun membelalaki mata. Dalam hal ini berlaku Qiyas Aula, yaitu larangan mengeluh apalagi membentak-bentak dan menghardik. Ayat di atas menegaskan perintah untuk berkata kepada orang tua dengan perkataan yang pantas, kata-kata yang mulia, kata-kata yang keluar dari mulut orang yang beradab dan bersopan santun. c)

Dalam Tafsir Al-Maraghi (juz 15:61-63) dijelaskan bahwa makna dari karim yaitu bersikap baik tanpa kekerasan. Dalam ayat ini Mustafa Al-Maraghi menafsirkan, hendaknya seorang anak memperlakukan beberapa hal terhadap orangtuanya sebagai tanda rasa syukur dirinya atas segala bimbingannya. Maka beliau menganjurkan lima hal sebagai berikut: jangan pernah jengkel kepada kedua orang tua, jangan pernah menyusahkan kedua orang tua, ucapkanlah kata yang baik kepada orang tua, bersikap kepada orangtua dengan sikap tawadlu’ dan merendah diri dan taat kepada mereka berdua dan banyak berdoa kepada Allah agar Dia merahmati kedua orangtua dengan rahmat-Nya yang abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua ketika si anak masih kecil dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirinya. Qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan

154

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam konteks ini, pendidik sebagai model peserta didik harus berkata yang mulia saat berbicara dengan kedua orangtua dan orang yang harus dihormati yakni kepada yang lebih tua agar peserta didik dengan mudah menirunya. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis, membentak-bentak, atau menghardik. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad, di mana Nabi tidak pernah berkata kotor apalagi terhadap makanan sebagaimana hadits :

‫ إذا اشتهاه أكله وإال تركه‬,‫ماعاب النيب طعاما قط‬ Artinya : Nabi tidak pernah mencela makanan sama sekali, jika berkehendak maka dimakan dan jika tidak maka ditinggalkan.

Kesopanan dalam menyampaikan perkataan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam upaya menyampaikan atau menghadirkan ilmu pengetahuan maupun informasi ke dalam benak maupun hati seseorang. Kata yang santun, yang mulia membuat orang yang mendengarkannya merasa tenang dan tenteram. Sedangkan kata-kata yang kurang bijak dan kasar, hanya akan mengakibatkan orang menjauhkan diri dari orang yang menyampaikannya. Sebagaimana hadits Nabi :

‫ْب‬ ٍِّ‫َن َزري‬ ْ ‫ِي َح َّدَ�ثنَا ُعَ�بيْ ُد ب ُْن وَاقِ ٍد ع‬ ُّ ‫َصر‬ ْ ‫ُوق الْب‬ ٍ ‫حَُم ُد ب ُْن َم ْرز‬ َّ ‫َح َّدَ�ثنَا م‬ ‫َّب َصلَّى اللَّ ُه‬ َِّ‫ْخ يُرِي ُد الن ي‬ ٌ ‫ُول َجا َء َشي‬ ُ ‫ِك َ�يق‬ ٍ ‫َس ب َْن مَال‬ َ ‫ْت أَن‬ ُ ‫سع‬ َِ‫قَال م‬ ‫َّب َصلَّى اللَّ ُه‬ ُِّ‫َال الن ي‬ َ ‫َس ُعوا لَُه َ�فق‬ ِّ ‫َسلَّ َم فَأَب َْطأَ الْ َق ْوُم َعنْ ُه أ َْن ُ�يو‬ َ ‫َعلَيْ ِه و‬ ‫َال ويَِف‬ َ ‫َن مَْل َ�ير َْح ْم َص ِغريَنَا َوُ�ي َو�قِّ ْر َكبِريَنَا ق‬ ْ ‫ْس ِمنَّا م‬ َ ‫َسلَّ َم لَي‬ َ ‫َعلَيْ ِه و‬ ‫َّاس َوأ يَِب أُمَا َم َة‬ ٍ ‫َن َعبْ ِد اللَّ ِه ب ِْن َع ْمرٍو َوأ يَِب ُه َرْ�ي َرَة وَاب ِْن َعب‬ ْ ‫الْبَاب ع‬ ُ‫َاكري‬ ِ ‫��ث َمن‬ ُ ‫َح��ا ِدي‬ َ ‫ْب لَُه أ‬ ٌِّ‫ِيب َوَزري‬ ٌ ‫ِيث َغر‬ ٌ ‫ِيسى َه��ذَا َحد‬ َ ‫��ال أَبُ��و ع‬ َ َ‫ق‬ ‫ِك َوغَيرِْ​ِه‬ ٍ ‫َس ب ِْن مَال‬ ِ ‫َن أَن‬ ْ‫ع‬ Artinya ”Bukan termasuk dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak menghormati orang tua (orang dewasa) kami.”

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

155


                       

Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...





 Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang khawatir terhadap (kesejahteraannya). Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan mereka berbicara dengan tutur kata yang baik.

a)

Quraish Shihab (2000: 336) menafsirkan: kata sadidan yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya, diperoleh pula petunjuk, bahwa ucapan yang meruntuhkan jika disampaikan harus pula dalam saat memperbaikinya, artinya kritik yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun atau dalam arti informasi yang disampaikan harus mendidik.

b) Dalam Tafsir Al-Qurtubi (juz v: 53) dijelaskan makna ‫( السديد‬assadid) yaitu perkataan yang bijaksana dan perkataan yang benar. Atau ada yang mengatakan perintah orang yang sakit untuk mengeluarkan sebagian hartanya dari hak-hak yang diwajibkannya, kemudian memberi wasiat kepada kerabatnya semampunya selama hal itu tidak dilakukan untuk membahayakan jiwa sang anak. c)

Dalam Tafsir Ad-Dzikro (juz 11-15: 316), Bahtiar Amin menafsirkan, orang-orang hendaknya takut kepada Allah, andaikata sesudah wafatnya meninggalkan keturunan yang lemah di mana mereka khawatir nasib mereka akan terlunta-lunta. Karena itu hendaklah mereka taqwa kepada Allah dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut.

Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi, pendidik harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Makna sadid dalam ayat di atas tidak saja berarti benar, akan tetapi juga dapat berarti tepat sasaran. Dalam artian kata-kata yang diungkapkan merupakan kata-kata yang tepat, sesuai dengan kondisi orang yang diajak berdialog, maupun sesuai dengan bidang yang dikuasainya, 156

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

sehingga kata-kata tersebut benar dapat tercapai seperti apa-apa yang diinginkannya. Agar tercapai pada sasaran, maka kata-kata yang akan disampaikan hendaknya diungkapkan dengan nada lemah lembut. Jikalaupun kata-kata tersebut merupakan kritik dengan tegas, maka dalam kondisi yang bersamaan harus dibarengi dengan upaya untuk memperbaikinya, bukan justru meruntuhkannya, sehingga informasi benar-benar sampai pada sasaran secara tepat, benar dan mengena. Sebagaimana ungkapan sahabat Umar :

‫قل احلق ولو كان مرا‬ Artinya : berkatalah yang benar walaupun itu pahit.

Sebagai pendidik umat, terdapat beberapa kunci keber­hasilan Nabi Muhammad SAW. Di antaranya adalah kemampuan Rasulullah SAW dalam menguasai komunikasi untuk merubah sikap umatnya. Jika ditelu­suri dalam sirah nabi, banyak terdapat kisah yang mengagumkan tentang keberhasilan Rasulullah SAW dalam me­ngu­ bah sikap umatnya yang sebelumnya kasar dan bodoh menjadi sahabat yang lemah lembut dan cerdas. Hal itu didukung oleh kemampuannya dalam memahami psikologis umatnya lalu menerapkan komunikasi dan pendekatan de­ngan tepat. Ketika seseorang yang suka marah meminta nasihat, maka Nabi SAW berpesan: la taghdab, jangan marah!, hingga Nabi mengulang 3 kali. Di saat orang yang gemar ber­mak­siat minta petunjuk, Nabi SAW menegaskan, “jangan berbohong!”, begitu pula orang yang suka mengabaikan ibu­nya minta fatwa tentang siapa saja orang yang harus dimu­liakan, maka Nabi SAW menjawab “ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu!”. Hal ini menunjukkan bah­wa Rasulullah SAW dalam berkomunikasi menyesuaikan dengan kondisi psikologis umatnya sehingga mudah untuk mendidik kepribadiannya. Di antara sifat Nabi yang dapat ditauladani dalam hal komunikasi adalah sifat tabligh. Tabligh juga dapat diartikan bahwa sebuah media komunikasi yang memiliki korelasi yang erat sekali dengan pendidik sebagai pemimpin, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Disinilah urgensinya kemampuan berkomunikasi bagi seorang pendidik, untuk mempengaruhi perilaku peserta didik. Nabi

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

157


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Muhammad SAW. dikenal sebagai komunikator ulung. Nabi berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai kadar intelektualitas dan lingkup pengalaman orang yang dihadapinya. Dalam teori komunikasi hal itu disebut sebagai frame of reference (kerangka dasar ilmu pengetahuan) dan field of experience (lingkup pengalaman). Jauh sebelumnya, yakni empat belas abad yang lalu, Nabi sudah menganjurkan kepada para sahabat tentang pentingnya kedua faktor itu dalam menjalin komunikasi yang efektif. Sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari mengungkapkan bahwa Nabi bersabda “Ajaklah mereka berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui”, inilah yang disebut field of experience. Sedangkan pada sebuah hadis lain yang diriwayatkan Ad-Dailami, Nabi bersabda “Aku diperintahkan untuk berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan berfikir mereka”, inilah yang diistilahkan field of reference. Dalam rangka menghindari terjadinya distorsi atau salah pengertian yang merupakan hambatan komunikasi, Nabi selalu berbicara dengan tenang dan jelas. Istri Nabi, Aisyah, menceritakan, “Rasulullah tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun Nabi berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengarnya.”(HR.Abu Daud). Dalam kesempatan lain Aisyah juga berkata, “Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian kalimat tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang mendengarkannya.”(HR.Abu Daud). Bahkan Nabi sering melakukan penegasan dengan menaikkan nada (affirmation) dan pengulangan (repetition) agar ucapannya dapat dimengerti dan difahami dengan baik. Sebagaimana diriwayatkan, Anas bin Malik mengatakan: “Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali agar dapat dipahami.”(HR. Bukhari). Sebagai seorang pendidik juga sebagai komunikator, harus memiliki dua faktor penting yang harus ada pada komunikator yakni kepercayaan audiens/lawan bicara kepada komunikator (source credibility) dan daya tarik komunikator (source attraction). Dalam komunikasi, tidak hanya mengandalkan bahasa verbal, tetapi juga melalui bahasa tubuh (body language), bahasa imajerial, bahasa isyarat dan berbagai bahasa nonverbal lainnya, senantiasa berpikir. Ucapan pendidik selalu padat, detail, dan jelas, tidak lebih dan tidak kurang, tidak kasar serta tidak merendahkan peserta didik. 158

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Pendidik terbaik adalah pendidik yang mampu memberikan cara mendidik terbaik yakni mampu berkomunikasi dengan cara terbaik kepada peserta didik sebagaimana hadits Nabi :

‫خريكم خريكم ألهلكم‬ Artinya : Sebaik-baik kalian adalah yang bersikap terbaik kepada keluarganya.

Kata ahli adalah orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka dalam konteks ini, peserta didik adalah orang yang menjadi tanggung jawab pendidik maka harus disikapi dengan cara yang terbaik.

C. Penutup Komunikasi adalah seni yang digunakan oleh komunikator, dalam konteks ini pendidik dalam mengekspresikan ide-idenya kepada komunikan yakni peserta didik baik melalui lisan atau tulisan dengan tujuan untuk mengubah perilaku dari orang lain atau dari komunikan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh pendidik ketika berkomunikasi dengan peserta didik. Komunikasi tidak selalu dengan bahasa verbal, bisa juga dengan menggunakan bahasa non verbal, yaitu :Ekspresi Wajah, Tatapan Mata, Gerak Tubuh, Intonasi/Nada suara, Kekuatan Jiwa. Model komunikasi pendidik dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu: 1) Qaulan balighan : model komunikasi pendidik untuk menyentuh aspek kognitif dan afektif peserta didik, 2) Qaulan layyinan: model komunikasi fleksibel pendidik untuk peserta didik yang memiliki karakter kurang baik, 3) Qaulan Ma’rufa: model komunikasi pendidik terhadap peserta didik dengan bahasa kebapakan, 4) Qaulan Maisuran: model komunikasi pendidik yang belum mampu untuk memenuhi permintaan peserta didik yang mengalami kesulitan, 5) Qaulan Karima: model komunikasi pendidik kepada orang yang lebih tua atau lebih tinggi derajatnya, 6) Qaulan Sadida: model komunikasi pendidik mengingatkan peserta didik dengan tegas. Kemampuan komunikasi pendidik dalam proses pembelajaran dan kemampuan komunikasi antarpribadi menjadi suatu keharusan karena hal itu mempermudah terlaksananya tugas pendidik yang tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga menjadi pendidik dan pemimpin bagi peserta didik.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

159


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Pendidik terbaik adalah pendidik yang mampu memberikan cara mendidik terbaik yakni mampu berkomunikasi dengan cara terbaik kepada peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, Agama, Departemen, 2005, al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Syamil Athiyah, Muhammad, Al-Abrasyi, 1969, al-tarbiyah al-islamiyah wa falasifuha, Mesir: al-Halabi Al-Ansori, Ahmad Ibnu al-Qurtubi, Al-Jami’ul Ahkam Al-Qur’an, Darul Hud, Juz V Amin, Bahtiar, Adz-Dzikro, terjemah dan tafsir juz 11-15, Bandung: Angkasa Efendi, U.Onong, 1981, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni Gafur, Abdul, 2006, Handout Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan. Jogja: PPs UNY Hamka, 1982, Tafsir Al-Azhar, juz XV, Cet. III, Surabaya: Yayasan Latimojung Haryani, Sri, 2001, Komunikasi Bisnis, Yogyakarta, UUP AMP YKPN Hijazi, Mahmud, Tafsir Al-Wadhih, Beirut: Darul Jabal Katsir, Ibnu, 1984, Tafsir Ibnu Katsir, Terjemah dan Tafsir, terjemahan Salim Bahreisy, Said Bahreisy, PT. Bina Ilmu Muhammad, Abu Hamid, al-Ghazali, 1979, Ihya’ Ulum al-din.terj. Ismail Ya’qub, Semarang: Faizan Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajawali Press

160

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Siti Aminah - Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik ...

Tafsir, Ahmad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya M. Alkalali, Asad, 1997, Kamus Indonesia Arab, Jakarta: PT Bulan Bintang: Mustafa Al-Maraghi, 1986, Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 15, diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dan Herry Noer Aly, Semarang: CV. Toha Putra Ridwan, Ahmad, 2009, Komunikasi Efektif dalam perspektif al-Qur’an, Presentasi Mata Kuliah tafsir Maudlui, UNJ, FIS Sulhan, Najib, 2011, Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermanfaat, Surabaya: Jaring pena Shihab, Quraisy, 2000, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati Surin, Bahtiar, 1991, Tafsir Adz-Dzikro, Terjemah dan Tafsir, Bandung: Angkasa Widjono Hs, 2007, Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Widiasarana

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

161



PENGERTIAN, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP STRATEGI PEMBELAJARAN Mohammad Asrori1 Abstarak Untuk menghasilkan pendidikan yang baik, tentunya harus memiliki strategi dalam proses belajar mengajar (pembelajaran). Oleh karena itu penetapan strategi yang relevan merupakan suatu keharusan. Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik (mahasiswa) untuk berfikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Karena penetapan strategi yang tidak tepat akan berakibat fatal. Sebab akan terjadi kontraproduktif dan berlawanan dengan apa yang ingin dicapai, misalnya seorang dosen mengajar agar mahasiswa menjadi kreatif, akan tetapi mengajar dengan cara-cara otoriter dan kaku. Maka dalam hal ini yang akan mengakibatkan kefatalan terhadap mahasiwa tersebut. Key Word: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Strategi Pembelajaran

A. Pendahuluan Membicarakan masalah pendidikan, sudah barang tentu akan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan. Sebab, pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Untuk menghasilkan pendidikan yang baik, tentunya harus memiliki strategi dalam proses belajar mengajar (pembelajaran). Oleh karena itu penetapan strategi yang relevan merupakan suatu keharusan. Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik (mahasiswa) untuk berfikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Karena penetapan strategi yang tidak tepat akan berakibat fatal. Sebab akan terjadi kontraproduktif dan berlawanan dengan apa yang ingin dicapai, misalnya seorang dosen mengajar agar mahasiswa menjadi kreatif, akan tetapi mengajar dengan cara-cara otoriter dan kaku. Maka dalam hal ini yang akan mengakibatkan kefatalan terhadap mahasiwa tersebut. 1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144

163


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Dalam hal ini juga dikatakan, pengetahuan dan teori bagaimana berlari yang baik tentu saja akan menambah pemahaman seseorang tentang hal-ihwal berlari. Akan tetapi tori-teori tersebut tidak dapat membuat ia menjadi pelari yang baik apabila ia mencukupkan pada teori itu saja. Untuk mencapai hasil yang optimal, ia harus mendapatkan kesempatan guna mengaplikasikan teori-teori tersebut dan berlatih berlari tahap demi tahap dengan perbaikan-perbaikan seperlunya. Hal yang sama juga berlaku untuk pembelajaran yang lain, seperti kemampuan berpikir, keterampilan bergaul dan manajemen. (Mansyur, 1991: 6) Dengan demikian, cara mengajar yang seperti ini bisa berlangsung apabila peserta didik (mahasiswa) secara leluasa dapat melatih kemampuannya dalam berbagai bentuk kegiatan. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas diharapkan mampu mem bantu proses belajar peserta didik dan merangsang serta mendorong mereka untuk secara mandiri aktif melakukan sesuatu. Oleh karena itu, ketika mempersiapkan perkuliahan, guru atau dosen harus memikirkan cara agar peserta didik (mahasiswa) memproses informasi yang disampaikan. Di sisi lain, guru atau dosen juga harus mempertimbangkan cara mengaitkan informasi yang disampaikan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya oleh peserta didik (mahasiswa)-(piror knowledge)-. Dengan demikian, seluruh rangkaian proses pembelajaran mulai dari mendengar, beraktivitas dan berdiskusi diharapkan menjadi pengalaman yang berkesan kuat dan bermanfaat bagi peserta didik (mahasiswa). B. Pengertian 1.

Pengertian Strategi Secara Umum dan Khusus

Istilah Strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam polisi perang yang dipandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut harus didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah personal, kekuatan senjata, kondisi lapangan, posisi musuh, dan sebagainya. Dalam perwujudannya, strategi tersebut akan dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakan- tindakan nyata dalam medan pertempuran. (Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya, 1997: 11)

164

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Istilah strategi dewasa ini banyak dipakai oleh bidang-bidang ilmu lainnya, termasuk juga dalam dunia pendidikan. Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Kemudian jika dihubungkan dengan kegiatan belajar mengajar, maka strategi dalam artian khusus bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan yang dilakukan guru-murid dalam suatu perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. (Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya, 1997: 12) Dalam pemilihan strategi haruslah dipilih strategi yang tepat, pengajaran yang diberikan kepada anak didik tidak bersifat paksaan bahkan perilaku pemimpin kadang tidak perlu dilakukan. Sebagai gantinya, para pendidik harus bersikap ngemong atau among. Para guru seharusnya tidak mengajarkan pengetahuan mengenai dunia secara dogmatik. Sebaliknya mereka hanya berada dibelakang anak didik sambil memberi dorongan untuk manju, secara khusus mengarahkan ke jalan yang benar, dan mengawasi kalau-kalau anak didik menghadapi bahaya atau rintangan. Anak didik harus memiliki kebebasan untuk maju menurut karakter masing-masing dan untuk mengasah hati nuraninya. Dengan demikian tugas pendidik adalah memikirkan dan memilih strategi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik anak didiknya. Tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan akan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, maka guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antara komponen pembelajaran yang dimaksud. Untuk melaksanakan tugas secara profesional guru diharuskan memiliki wawasan yang mantap tetang strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan belajar atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, baik dalam arti efek instruksional (tujuan yang telah dirumuskan secara eksplisit) maupun dalam arti efek pengiring (hasil yang didapat dalam proses pembelajaran), misalnya: kemampuan berfikir kritis, kreatif, terbuka, dll. (M. Asrorun Ni’am, 2006: 3) 2.

Pengertian dan Tujuan Pembelajaran (Learning Objectives)

Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris Instruction. Kata Instruction mempunyai , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

165


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, pembelajaran atau Instruction mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena dalam Instruction yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha yang terencana dalam manipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran. (Arief S. Sadirman, 1996: 7) Learning Objectives (LO) adalah istilah yang menggabungkan (compounding) dua kata, yaitu kata Learning yang berarti “belajar” atau pembelajaran dan kata Objectives yang berarti “tujuan”. Secara harfiah LO itu berarti tujuan belajar, sedangkan menurut istilah adalah sebagai berikut: Cranton mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan-pernyataan tentang pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan dari peserta setelah selesai pembelajaran (Cranton, 1989). Sementara itu, Meger dalam bukunya yang berjudul Preparing Instructional Objetives (1975), menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah gambaran kemampuan mahasiswa yang menunjukkan kinerja yang diinginkan yang sebelumnya mereka tidak mampu. Di samping tersebut di atas, ada juga yang mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah Learning Objectives are statement articulating the learning your will achieve in your cours (Lihat Hand Out Workshop Sistem Pendidikan, 1996). Artinya bahwa tujuan pembelajaran ialah pernyataan-pernyataan yang menyatakan hasil belajar yang akan dicapai oleh mahasiswa pada mata kuliah anda. (Hisyam Zaini, 2002: 57) Ada beberapa istilah semakna dengan Learning Objectives (LO), di antaranya adalah Learning Outcomes dan Tujuan Intruksional. Istilah yang populer digunakan di Indonesia adalah tujuan instruksional. Adapun tujuan intruksional dibagi menjadi dua, yaitu: (1) tujuan intruksional umum (TIU), yaitu pernyataan yang menggambarkan kemampuan umum yang seharusnya dicapai oleh mahasiswa setelah menyelesaikan satu bidang studi atau mata kuliah selama satu semester. (2) tujuan intruksional khusus (TIK), yaitu tujuan yang menggambarkan hasil belajar yang harus dicapai oleh mahasiswa setelah tatap muka dengan satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu. (Hisyam Zaini, 2002: 58) 166

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Namun pembahasan kali ini, penekanan istilah yang digunakan adalah Learning Objectives (LO), yaitu pernyataan-pernyataan yang menggambarkan hasil belajar yang akan dicapai oleh mahasiswa setelah melalui proses pembelajaran satu semester. Meskipun LO dibuat untuk satu semester, tetapi tidak berarti pernyataan-pernyataan itu dibuat bersifat general (tidak operasioanal), sebagaimana yang terdapat dalam TIU atau TPU. LO harus tetap spesifik (operasional), akan tetapi, sifat spisifik itu tidaklah berarti seperti apa yang ada dalam TIK atau TPK yang hanya menggambarkan tujuan untuk satu kali tatap muka. Satu hal yang juga harus diperhatikan bahwa LO itu seyogianya bersifat content-free, maksudnya dalam menyusun LO jangan hanya mengambil dari topik materi yang ada dalam silabus yang mencakup pokok bahasa satu kali tatap muka. Contoh LO (Tujuan Pembelajaran) yang berorientasi kepada konten adalah sebagai berikut: a.

Mahasiswa mampu mengidentifikasi bagian-bagian dari hati.

b.

Mahasiswa mampu mengidentifikasi bagian-bagian dari paruparu.

c.

Mahasiswa mampu menggambarkan fungsi-fungsi hati.

d. Mahasiswa mampu menggambarkan fungsi paru-paru. Keempat LO di atas dapat diformulasikan menjadi dua hal LO yang lebih general, yaitu sebagai berikut: a.

Mahasiwa mampu mengidentifikasi bagian-bagian dari sebuah struktur yang diberikan.

b. Mahasiswa mampu menggambarkan fungsi-fungsi dari struktur yang diberikan. Dari dua pernyataan tersebut menggambarkan dengan jelas tetang tipe kinerja yang harus didemonstrasikan oleh mahasiswa. Namun, ia tidak terkait secara langsung dengan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti pada empat contoh sebelumnya. Keuntungan dari pernyataan bebas materi (content-free) yaitu dapat digunakan untuk beberapa unit pembelajaran. (Hisyam Zaini, 2002: 59) 3.

Pengertian Strategi Pembelajaran

Dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien. Salah satu langkah untuk

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

167


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dan anak didik. Interaksi yang bersifat edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaraan dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pengajaraan. Dalam kamus ilmiah populer strategi mempunyai arti ilmu siasat atau muslihat untuk mencapai suatu tujuan. (Pius A Partaaanto dan M. Dahlan Al Barry, 2001: 727) Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan atau sasaran yang ditentukan. (Syaiful Bahri Jamrah dan Aswan Zain, 1996: 5) Dihubungkan dengan proses pembelajaran, strategi biasa diartikan sebagai siasat atau pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiaatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkaan. Mc. Leod mengatakan bahwa secara harfiah dalam bahasa Inggris kata “strategi” dapat diartikan sebagai seni (art) melakasanakan strategem yakni siasat atau rencana. (Muhibbin Syah, 2003: 214) Istilah startegi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak sama. Dalam kontek pembelajaran, Nana Sudjana juga mengatakan bahwa strategi mengajar adalah ” taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) agar dapat mempengaruhi siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan pembelajaran (TIK) secara efektif dan efesien. (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 133) Hilda Taba menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah caracara yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dan fasilitas bagi siswa menuju tercapainya tujuan pembelajaran. (Supriadi Saputro, 2000: 21) Sedangkan menurut Slameto strategi adalah suatu rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sasaran yang ada untuk mreningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam kontek ini adalah pembelajaran. (Slameto, 1991: 90) Strategi Pembelajaran merupakan garis besar haluan bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam arti ilmu dan kiat 168

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

didalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan/atau yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi Pembelajaran adalah metode dalam arti luas yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengayaan, dan remedial yaitu memilih dan menentukan perubahan perilaku, pendekatan prosedur, metode, teknik, dan norma-norma atau batas-batas keberhasilan 4.

Unsur-Unsur Strategi Pembelajaran

Agar dapat merancang serta melaksanakan strategi pembelajaran yang efektif perlu memperhatikan unsur-unsur strategi dasar atau tahapan langkah sebagai berikut: 1.

Menetapkan spesifikasi dari kualifikasi perubahan perilaku, tujuan selalu dijadikan acuan dasar dalam merancang dan melaksanakan setiap kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara spesifik dalam arti mengarah kepada perubahan perilaku tertentu dan operasional dalam arti dapat diukur.

2.

Memilih pendekatan pembelajar, suatu cara pandang dalam menyampaikan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran harus dipertimbang dan dipilih jalan pendekatan utama yang dipandang paling ampuh, paling tepat, dan paling efektif guna mencapai tujuan.

3.

Memilih dan menetapkan metode, teknik, dan prosedur pembelajaran. (1) Metode merupakan cara yang dipilih untuk menyampaikan bahan sesuai dengan tujuan pembelajaran (2) Teknik merupakan cara untuk melaksanakan metode dengan sarana penunjang pembelajaran yang telah ditetapkan dengan memperhatikan kecepatan dan ketepatan belajar untuk mencapai tujuan (3) Merancang Penilaian (4) Merancang Remedial (5) Merancang Pengayaan.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

169


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

5.

Macam-Macam Strategi. Secara umum strategi pembelajaran dibagi menjadi tiga:

1). Strategi Indukatif adalah suatu strategi pembelajaran yang memulai dari hal-hal yang khusus barulah menuju hal yang umum. 2). Strategi Dedukatif adalah suatu strategi pembelajaran yang umum menuju hal-hal yang khusus 3). Strategi campuran adalah gabungan dari strategi indukatif dan dedukatif. Adapula strategi regresif yaitu strategi pembelajaran yang memakai titik tolak jaman sekarang untuk kemudian menelusuri balik (kebelakang) ke masa lampau yang merupakan latar belakang dari perkembangan kontemporer tersebut. Menurut Gagne mengemukakan ada lima pendekatan yang diistilahkan dengan proses atau jalur belajar yaitu: 1. informasi verbal, 2. kemahiran intlektual, 3. pengaturan kegiatan kognitif, 4. keterampilan motorik dan 5. sikap. Sedang merumuskan tujuan pembelajaran Gagne tetap berpedoman dengan taksonomi Bloom dan kawan-kawan dengan 3 ranah perwujudan pembelajaran menurut Gagne pada Tabel. Ranah Kognitif Bloom Pengetahuan

Gagne

Ranah Afektif Bloom

Informasi 1. Penerimaan Verbal 2. Pertisipasi

Ranah Psikomotorik Gagne Sikap

Bloom 1. Persepsi 2. Persiapan

3. Penilaian dan penemuam sikap

3. Gerakan terbimbing

4. Organisasi

4. Gerakan yang terbiasa

5. Pembentukan 6. Pola hidup

Gagne Keterampilan motorik

5. Gerakan yang kompleks 6. Penyesuaian 7. Kreativitas

6.

Ruang Lingkup Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran aktualisasinya berwujud serangkaian dari keseluruhan tindakan strategis guru dalam rangka mewujudkan kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Efektifitas Strategi dapat diukur dari tingginya kuantitas dan kualitas hasil belajar yang dicapai anak. Sedangkan efisien dalam arti penggunaan Strategi yang dimaksud 170

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

sesuai dengan waktu, fasilitas, maupun kemampuan yang tersedia. Secara singkat, menurut Slameto strategi pembelajaran mencakup 8 unsur perencanaan tentang: 1.

Komponen sistem yaitu guru/dosen, siswa/mahasiswa baikdalam ikatan kelas, kelompok maupun perorangan yang akan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar telah disiapkan,

2.

Jadwal pelaksanaan , format dan lama kegiatan telah disiapkan,

3.

Tugas-tugas belajar yang akan dipelajari dan yang telah diidentifikasikan,

4.

Materi/bahan belajar, alat pelajarandan alat bantu mengajar yang disiapkan dan diatur,

5.

Masukan dan karakteristik siswa yang telah diidentifikasikan,

6.

Bahan pengait yang telah direncanakan,

7.

Metode dan teknik penyajian telah dipilih, misalnya ceramah, diskusi dan lain sebagainya, dan

8.

Media yang akan digunakan. (Slameto, 1991: 91-92)

Keseluruhan tindakan strategis guru dalam upaya merealisasikan kegiatan pembelajaran, mencakup dimensi yang bersifat makro (umum) maupun bersifat mikro (khusus). Secara makro, strategi pembelajaran berkait dengan tindakan strategis guru dalam: (a) memilih dan mengoperasionalkan tujuan pembelajaran (b) memilih dan menetapkan setting pembelajaran (c) pengelolaan bahan ajar (d) pengalokasian waktu (e) pengaturan bentuk aklivitas pembelajaran (f) metode teknik dan prosedur pembelajaran (g) pemanfaatan penggunaan media pembelajaran (h) penerapan prinsip-prinsip pembelajaran (i) penerapan pendekatan pola aktivitas pembelajaran (j) pengemabangan iklim pembelajaran (k) pemilihan pengembangan dan pelaksanaan evaluasi. (Supriadi Saputro, 2000: 23-24) Bertolak dari jabaran tentang tindakan strategis guru tersebut di atas, kiranya dapat dimengerti bahwa secara makro, strategi pembelajaran berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan program pembelajaran. Oleh karena itu, strategi pembelajaran mengaktual pada strategi perencanaan, pelaksanaan dan strategi penilaian pembelajaran. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

171


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Sedangkan tindakan guru yang bersifat mikro, berkaitan langsung dengan tindakan-tindakan operasional-interaktif guru di kelas. Tindakan guru yang dimaksud berhubungan dengan pelaksanaan siasat dan taktik dalam mengoperasionalkan pelaksanaan metode, teknik, prosedur pembelajaran maupun siasat dan taktik operasional dalam penggunaan media dan sumber pembelajaran. 7.

Klasifikasi Belajar Mengajar

Menurut Tabrani dkk. dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain menyatakan bahwa terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan diklasiflkasikan seperti berikut: a.

Konsep dasar belajar mengajar Konsep dasar strategi belajar mengajar meliputi:

1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku, 2) Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, 3) Memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar, dan 4) Menerapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar b. Sasaran kegiatan belajar mengajar Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret. Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akliir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. c.

Belajar mengajar sebagai suatu sistem

Belajar mengajar sebagai suatu sistem mengacu pengertian sebagai seperangkat komponen yang sal ing bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu 172

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

komponen antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar tujuan tercapai, maka semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen tertentu saja, tetapi harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. d. Hakikat proses belajar Belajar proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam oakupan tanggung jawab guru. e.

Entering behavior siswa

Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara material-substansional, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Yang dipersoalkan adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu apakah benar merupakan kegiatan belaja mengajar yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yarig dimaksud dengan entering behavior siswa. Menurut Abin Syamsuddin, Entering Behavior akan dapat diidentifikasi dengan cara: 1.

Secara tradisional, telah lazim para guru mulai dengan pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.

2.

Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau mampu mengembangkan instrument pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi syarat, pengadaan pre-tes sebelum mereka mulai mengikuti program belajar mengajar.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

173


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

f.

Pola-pola belajar siswa

Robert M. Gagne membedakan pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, di mana yang satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hirarkinya. Pola-pola itu adalah: 1) Signal Learning (belajar isyarat) 2) Stimulus Response Learning (belajar stimulus-respon) 3) Chaining (rantai atau rangkaian), 4) Verbal Association (asosiasi verbal) 5) Discrimination Learning (belajar kriminasi) 6) Concept Learning (belajar konsep) 7) Rule Learning (belajar aturan) 8) Problem Solving (memecahkan masalah). (Syaiful Bahri Jamrah dan Aswan Zain, 1996: 8-14) 8.

Hubungan Antara Tujuan Strategi Dan Evaluasi

Komponen-komponen dasar program pembelajaran meliputi: (a) tujuan yang akan dicapai, (b) strategi pembelajaran yang terdiri atas berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan metode, teknik, alat, media dan prosedur pembelajaran, dan (c) komponen evaluasi pembelajaran. Berbagai komponen pembelajaran tersebut berkait secara interaktif dan fungsional antara satu derigan yang lain. (Syaiful Bahri Jamrah dan Aswan Zain, 1996: 29) Keterkaitan fungsional dan timbal balik antara tujuan pembelajaran dengan strategi dapat dijelaskan bahwa, strategi pembelajaran merupakan wahana untuk mencapai tujuan pembelajaran dan sebaliknya tujuan menjadi acuan dalam penentuan strategi. Dikatakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan pembelajarann, menginigat tindakan-tindakan strategis guru dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut bermaksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai implikasi dari fakta bahwa strategi pembelajaran tersebut sebagai wahana untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka jenis-jenis strategi yang digunakan memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar relevan dengan karakteristik tujuan yang akan dicapai. Mengingat hal itu, maka tujuan pembelajaran merupakan acuan dalam perencanaan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Sementara itu, hubungan fungsional dan timbal balik antara tujuan pernbelajaran dengan evaluasi adalah bahwa evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolok ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran. Artinya, perencanaan dan pengembangan 174

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

evaluasi menyesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, maka teknik, substansi, maupun instrument evaluasi yang akan digunakan, perencanaan dan pengembangannya mengacu pada tujuan-tujuan pembelajaran.dengan demikian evaluasi merupakan alat ukur untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran, dan sebaliknya tujuan pembelajaran menjadi parameter dalam perencanaan dan pengembangan evaluasi. Demikian pula strategi pembelajaran dengan evaluasi memiliki hubungan fungsional dan timbal balik pula. Hubungan fungsional antara strategi dengan evaluasi tersebut bertolak dari fakta bahwa strategi pembelajaran aktualisasinya berupa serangkaian proses yang berfungsi sebagai wahana untuk pencapaian tujuan. Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi fungsi tersebut, diperlukan alat pengukur yakni evaluasi. (Supriadi Saputro, 2000: 29-31) Hubungan fungsional dan timbal balik antara tujuan, strategi, dan evaluasi tersebut di atas dapat dilihat pada skema berikut: Tujuan

Evaluasi

Strategi Pembelajaran

C. Aplikasi Strategi Dalam Pembelajaran Pada dasarnya tahap-tahap kegiatan mengajar itu mencakup persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Sebetulnya strategi bclajar mengajar meliputi seluruh kegiatan/tahapan-tahapan tersebut, tetapi titik beratnya berada (terutama) di tahap persiapan. a.

Persiapan pengajaran

1). Perumusan tujuan pengajaran Rumusan tujuan pengajaran merupakan pernyataan tentang apa yang diharapkan untuk diketahui, dilakukan dan dihayati oleh siswa seteiah menyelesaikan suatu kegiatan belajar. Kemampuan yang diperoleh sebagai hasil mengikuti pengalaman belajar, pada hakikatnya perubahan tingkah laku yang dapat diukur atau

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

175


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

sekurang-kurangnya ada sesuatu yang dapat dijadikan indikator terjadinya perubahan. Dengan demikian, menurut Muhaimin dkk. “merumuskan bahawa tujuan yang akan dicapai adalah merupakan aspek terpenting yang harus diperhatikan dalam mengajar�. (Muhaimin, 1996: 78) 2).

Pengembangan alat evaluasi Untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran, disusun alat evaluasi yang sesuai dengan perubahan tingkah iaku. Pada tahap ini dirancang alat evaluasi yang akan digunakan seperti tes lisan, tertulis, perbuatan dan Iain-lain.

3). Analisis tugas belajar dan identifikasi kemampuan siswa Kemampuan yang ingin dicapai sebagai tujuan pengajaran, diurai (dianalisis) atas unsur-unsur tingkah laku yang membentuk kemampuan tersebut. Unsur-unsur yang telah diidentifikasi tersebut diseleksi sehingga unsur-unsur yang belum dikuasai sejalah yang dipilih sebagai bahan pelajaran. Pada tahap ini juga diidentifikasi karakteristik individual siswa seperti: kecerdasan/bakat, kebiasaan belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan kebutuhan belajar siswa, terutarna yang menyangkut kesulitan belajarnya. 4). Penyusunan strategi belajar mengajar Strategi belajar mengajar pada hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar mengajar yang dipilih oleh guru dalam rangka usaha pencapaian tujuan pengajaran yang telah disiapkan. Kriteria yang biasa dipakai dalam memilih strategi adalah: efisiensi, efektivitas dan keterlibatan siswa. b.

Pelaksanaan belajar mcngajar

Tahap ini merupakan pelaksanaan strategi belajar mengajar yang telah dipersiapkan pada tahap sebelumnya: 1.

Pengelolaan kelas: klasikal, kelompok, tim atau yang lainnya. Terrnasuk pengaturan tempat duduk.

2.

Penyelenggaraan tes untuk memperoleh balikan mengenai

176

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

penguasaan siswa tentang bahan pelajaran terdahulu yang ada hubungannya dengan pelajaran baru. 3.

Penyajian bahan pelajaran sesuai dengan metode dan teknik penyajian yang dikemukakan dalam strategi pembelajaran.

4.

Pemberian motivasi dan penguatan.

5.

Monitoring proses belajar mengajar.

c.

Evaluasi hasil dan program belajar

Tahap kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh balikan tentang hal-hal berikut: 1.

Taraf pencapaian tujuan pengajaran.

2.

Kesesuaian antara metode dan teknik pengajaran dengan sifat bahan pelajaran, tujuan yang ingin dicapai, karakteristik siswa dan kemampuan dasar siswa.

3.

Keberhasilan program dalam mencapai tujuan program.

4.

Keseksamaan alat evaluasi yang digunakan dengan tujuan pengajaran/tujuan program yang ingin dinilai keberhasilannya.

d. Perbaikan program kegiatan belajar mengajar (tindak lanjut) Bagi siswa yang gagal mencapai tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan, perlu diselenggarakan pengajaran remedial mengenai aspekaspek, pokok-pokok bahasan dari tugas belajar dan tujuan pengajaran yang belum dikuasai. D. Penggunaan Taksonomi Bloom Dalam Perumusan Tujuan Pembelajaran Dalam merumuskan tujuan-tujuan tersebut, khususnya tujuan instruksional ada dua pandangan yang dapat dijadikan pegangan. Pertama, bahwa suatu tujuan harus dirumuskan secara perilaku atau behavioral dan karena tujuan tersebut behavioral objectives (Bloom, Kratewoll, 1956, Kratewoll dan kawan-kawan 1969; dan Simpson: 1972). Rumusan ini menekankan pada kekhususan, keterukuran dan ketermatian. Kedua, bahwa tujuan tidak harus dirumuskan dan diukur secara parsial tetapi dalam satu kesatuan atau juga disebut expressive objectives (Eisner, 1972; , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

177


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Stenhouse 1975). Karena itu di Indonesia paling banyak adalah yang pertama yaitu behavioral objectives. (Harjanto, 2003: 59) Menurut Bloom dkk, Taksonomi terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah Kognitif (penalaran), ranah Afektif (nilai dan sikap) dan ranah Psikomotorik (keterampilan gerak fisik). 1.

Ranah Kognitif

Ranah Kognitif mempunyai enam sub yang disusun mulai dengan yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat, yaitu: 1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan untuk mengingat bahan-bahan yang pernah dipelajari terdahulu. 2. Pemahaman (compherehension) yaitu kemampuan untuk menangkap pengertian dari sesuatu, seperti tnenerjemahkan sesuatu atau menafsirkan sesuatu dengan cara menjelaskan. 3. Penerapan (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan-bahan yang telah dipelajari dalam situasi yang baru dan kongkret atau nyata. 4. Penguraian (analysis) yaitu kemampuan untuk memilah-milih sesuatu bahan pada bagian-bagian koraponennya sehingga struktur bahan tersebut dapat dipahami. 5. Penyatuan (synthesis) yaitu kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian yang terpisah guna membangun suatu keseluruhan yang utuh. 6. Penilaian (evaluation) yaitu mernutuskan atau menentukan nilai suatu materi untuk suatu tujuan yang telah ditentukan. (Harjanto, 2003: 60) Gambar 1. Kesatuan dan saling berkaitan antar sub-ranah dalam ranah kognitif 6

Lebih Sulit 5

Sintesis

4

Analisis

3

Penerapan

2 Sederhana

178

1

Penelitian

Pemahaman Ingatan/Pengetahuan

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

2.

Ranah Afektif

Ranah Afektif ini dibagi menjadi lima level belajar yang disusun mulai dari yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat, yaitu: 1.

Penerimaan (receiving) yaitu kesediaan seseorang atau mahasiswa untuk mengikuti suatu peristiwa tertentu, seperti kegiatan di dalam kelas, buku teks, musik dan Iain-lain.

2.

Pemberian Tanggapan (responding) yaitu menunjuk pada keikutsertaan secara aktif dari mahasiwa atau siswa agar dapat memberikan reaksi kesiapan dalam memberikan respon atau minat.

3.

Penentuan Sikap (value) yaitu berhubungan dengan nilai yang melekat pada mahasiwa atau siswa terhadap suatu peristiwa atau tingkah laku, seperti ingin meningkatkan keterampilan kelompok.

4.

Pengorganisasian (organization) yaitu menggabungkan beberapa nilai yang berbeda-beda serta membangun sistem yang konsisten secara internal. Lebih Sulit Pembentukan Pola (characterization by a value or a complex) yaitu menunjuk pada proses afeksi di mana seseorang memiliki suatu sistem nilai sendiri yang mengendalikan perilakunya untuk waktu yang lama dan pada gilirannya akan membentuk gaya hidupnya. (Hisyam Zaini, 2002Â : 74-76)

5.

Gambar 2. Kesatuan dan saling berkaitan antar sub-ranah dalam ranah afektif Lebih Sulit

5 4 3

Pembentukan Pola Hidup Pengorganisasian Penentuan Sikap

2 1 Sederhana

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

Penanggapan Penerimaan

179


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

3.

Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik ini dibagi menjadi tujuh level belajar yang disusun mulai dari yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat, yaitu: 1.

Persepsi (perception) yaitu berkenaan dengan penggunaan organ-indra untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitag gerak.

2.

Kesiapan (set) yaitu menunjukkan pada kesiapan untuk melakukan tindakan atau kesiapan mental dan fisik untuk bertindak.

3.

Gerakan Terbimbing (guided respons) yaitu tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks seperti peniruan

4.

Gerakan Terbiasa (mechanism) yaitu berkenaan dengan kinerja di mana respon mahasiswa atau siswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dengan penuh keyakinan dan kecakapan.

5.

Gerakan Kompleks (complex overt respons) yaitu merupakan gerakan yang sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks.

6.

Penyesuaian Pola Gerakan (adaptation) yaitu berkenaan dengan keterampilan yang dikembangkan dengan baik sehingga seseorang dapat memodifikasi pola-pola gerakan untuk menyesuaikan tututan tertentu atau menyesuaikan situasi tertentu.

7.

Kreativitas (organitation) yaitu menujuk kepada pencitaan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem khusus. (Harjanto, 2003: 61)

Gambar 3: Kasatuan dan saling berkaitan antar sub-ranah dalam7 ranah Psikomotorik 6

Lebih Sulit 5 4 3 2 Sederhana

1

Penyesuaian

Respon Nyata Komplek Mekanisme Gerakan Terbimbinmg

Kesiapan Persepsi

Kasatuan dan saling berkaitan antar sub-ranah

180

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Tabel 1 Fungsi Pengembangan Kognitif Siswa (Muhibbin Syah, 1999Â : 53) Pengembangan Fungsi Kognitif

Upaya 1. 2.

Proses, mengajar belajar-mengajar (PMB) memahami, meyakini, mengapiikasikan isi dan nilai mated pelajaran. Proses, mengajar belajar-mengajar (PMB) memecahkan masaiah mengapiikasikan ini dan nilai meteri pelajaran

Hasil Kecakapan Kognitif Siswa

Kecakapan Afektif Siswa

Kecakapan Psikomotor Siswa

Upaya

Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas

E. Alasan Perlunya Merumskan Tujuan Pembelajaran Ada empat dasar pemikiran yang berkaitan dengan alasan perlunya merumuskan tujuan belajar atau pembelajaran, yaitu sebagai berikut: a.

Untuk memfokuskan pengajar terhadap apa yang seharusnya diajarkan dan untuk menghindari pemberian materi yang tidak relevan.

b. Untuk memfokuskan mahasiswa terhadap apa yang harus dipelajari (menghindari mempelajari materi yang tidak relevan) c.

Untuk menetukan metode yang lebih disukai atau cocok untuk pengajaran.

d. Untuk memfokuskan bahan ujian dan membantu untuk pemiliahan , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

181


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

tes atau item tes yang terbaik yang akan menggambarkan tujuan dari pelaksanaan pembelajaran. Berkaitan dengan itu, Meger mengemukakan tiga alasan pokok mengapa objective itu penting, yaitu sebagai berikut: a.

Dasar bagi perencanaan mata kuliah.

b.

Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi hasil.

c.

Memberikan arah yang jelas bagi mahasiswa. (Margareth E. Bell Gredler, 1991Â : 56)

F.

Ruang Lingkup Strategi Pembelajaran

C.I. Tahap-tahap Pengelolaan Dan Pelaksanaan Strategi Pembelajaran. Tahap-tahap pengelolaan dan pelaksanaan strategi pembelajaran dapat diperinci sebagai berikut: 1.a. Perencanaan, meliputi: a.

Menetapkan apa yang mau dilakukan, kapan dan bagaiman cara melakukannya.

b.

Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil secara maksimal melalui proses penentuan target.

c.

Mengembangkan alternatif-alternatif.

d. Mengumpulkan dan menganalisis informasi. e.

Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana serta keputusan-keputusan.

l.b. Pengorganisasian a.

Menyediakan fasilitas, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyusun kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui proses penetapan kerja yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

b. Pengelompokan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur c.

Membentuk wewenang dan mekanisme koordinasi.

d. Merumuskan serta menetapkan metode dan prosedur. 182

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

e.

Memilih, mengadakan penelitian dan pendidikan tenaga kerja serta mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.

I.c. Pengarahan a.

Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci.

b. Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan rencana dan mengambil keputusan. c.

Mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik.

d. Membimbing, memotivasi dan melakukan supervisi. l.d. Pengawasan a.

Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan rencana.

b. Melaporkan terhadap penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standarstandar dan saran-saran. c.

Menilai pekerjaan dan melakukan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan. (Suharyono, 1991: 27)

C.2. Strategi Pembelajaran 2.a. Ceramah Ceramah dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia sangat terkenal dengan kepopulerannya, baik di madrasah maupun di perguruan tinggi. Karena ceramah adalah salah satu dari metode pembelajaran yang dilakukan dengan menyampaikan pesan informasi melalui lisan. (Hisyam Zaini, 2002Â : 131) Namun metode ceramah juga mempunyai segi positif dan segi negatifnya. (Abu AhmadI, dan Joko Tri Prasetya, 1997: 53) 2.a.l. Segi Positif a.

Dalam waktu yang singkat guru atau dosen dapat menyampaikan bahan pelajaran sebanyak-banyaknya.

b. Organisasi kelas lebih sederhana, mengadakan pengelompokan. c.

tidak

perlu

Guru mampu menguasai kelas dengan mudah, walaupun jumlah pesertanya cukup banyak.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

183


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

d. Guru sebagai penceramah dengan hasil yang baik, maka dapat menimbulkan semangat dan kreasi yang konstruktif. e.

Fleksible

l.a.l. Segi Negatif a.

Guru atau Dosen sulit untuk mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan yang telah diberikan.

b.

Kadang-kadang guru ingin menyampaikan bahan-bahan sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompahan.

c.

Anak didik cenderung menjadi pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, karena guru menyampaikan dengan lisannya saja.

d. Jika guru tidak memperhatikan dari segi psikologis anak didik, maka metode ceramah dianggap membosankan, begitu juga sebaliknya. 2.b. Diskusi

Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan sebuah permasalahan untuk menarik kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat, karena diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan sebuah masalah (Abudin Nata, 1997: 107) yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil satu kesimpulan. Namun metode diskusi juga mempunyai segi positif dan segi negatifnya. (Abudin Nata, 1997: 5)

2.b.1. Segi Positif a.

Suasana kelas akan bertambah hidup.

b. Dapat menaikkan prestasi kepribadian, baik dari segi individu seperti tolerasi, demokratis, kritis, berfikir sistematis dan sebagainya. c.

Kesimpulan-kesimpulan diskusi akan mudah dipahami anak karena mengikuti proses berpikir sebelum diambil sebuah kesimpulan.

d. Peserta didik belajar mematuhi peraturan-peraturan atau tata tertlb dalam suatu musyawarah sebagai latihan pada musyawarah yang sebenarnya.

184

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

2.b.2. Segi Negatif a.

Kemungkinan juga ada peserta didik yang tidak aktif, sehingga diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab.

b.

Sulit menduga hasil yang akan dicapai, karena waktu yang digunakan untuk berdiskusi terlalu panjang.

2.c. Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah suatu metode yang sering kali digunakan oleh guru dalam dunia pendidikan, dimana seorang guru bertanya para murid, dan murid menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya. Namun metode tanya jawab juga mempunyai segi positif dan segi negatifnya. (Abudin Nata, 1997: 56)

2.c.l. Segi Posistif a.

Kelas akan hidup karena anak didik aktif berpikir dan menyampaikan pikiran melalui berbicara.

b.

Baik sekali untuk melatih anak didik agar berani berbicara.

c.

Timbulnya perbedaan pendapat oleh guru, anak didik akan membawa ke suasana diskusi.

2.C.2. Segi Negatif a.

Apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak waktu untuk menyelesaikannya.

b.

Kemungkinan akan terjadi penyimpangan terhadap anak didik terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju.

c.

Dapat menghambat cara berpikir, apabila seorang guru kurang pandai dalam penyajian materi pelajaran.

d. Situasi persaingan akan bisa timbul, apabila guru kurang menguasai teknik pemakaian metode ini. 2.d. Demonstrasi dan Eksperimen

Strategi pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah metode mengajar, di mana seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya proses mengambil air wudlu, prosesi sholat dan lain sebagainya. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

185


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Ekesperimen adalah metode pengajaran di mana seorang guru dan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang telah diketahui, misalnya murid merawat jenazah dan lain sebagainya. Namun metode demonstrasi dan eksperimen juga mempunyai segi positif dan segi negatifnya. (Abudin Nata, 1997: 62-63)

2.d.l. Segi Positif a.

Perhatian anak akan terpusat kepada apa yang didemonstrasikan dan memberikan kemungkinan berpikir kritis.

b.

Memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan kemauan anak.

c.

Akan mengurangi kesalahan dalam mengambil sebuah kesimpulan, karena anak didik mengamati langsung terhadap suatu proses.

d. Dengan metode ini masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati anak didik dapat terjawab. 2.d.2. Segi Negatif a.

Dalam melaksanakan metode demonstrasi memerlukan waktu yang cukup lama.

b.

Apabila kekurangan alat-alat peraga, maka metode ini juga kurang efektif.

c.

Metode ini sukar dilaksanakan apabila anak didik belum matang untuk melaksanakan eksperimen

d. Banyak alat-alat yang tidak didemonstrasikan karena besarnya alat. G. Kesimpulan 1.

186

Proses belajar mengajar konvesional umumnya berlangsung satu arah yang merupakan proses transfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, norma, nilai, dan lain-lainnya dari seorang guru atau dosen kepada peserta didik, murid atau mahasiswa. Proses seperti itu dibangun atas dasar anggapan bahwa siswa atau peserta didik ibarat bejana kosong atau kertas putih. Guru, dosen atau pengajarlah yang harus mengisi bejana tersebut atau menulis apapun di kertas putih tersebut. , Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

2.

Paradigma muncul, karena tidak lagi melihat siswa, murid, mahasiswa, peserta didik atau warga belajar sebagai bejana kosong atau seperti kertas putih. Pandangan ini menganggap bahwa peserta didik, warga belajar, terutama orang dewasa, sebagai manusia yang yang memiliki pengalaman, pengetahuan, perasaan, keyakinan, cita-cita, kesenangan dan keterampilan. Maka dari itu sangat perlu pengalaman mereka harus kita hargai dan diangkat dalam proses dan aktivitas pembelajaran di kelas. Hal ini juga berimplikasi terhadap perlunya strategi pembelajaran yang interaktif baik antara mahasiswa dengan dosen maupun antar mahasiswa.

3.

Dengan demikian, strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu, ketika mempersiapkan perkuliahan, dosen atau guru harus memikirkan cara yang tepat, agar mahasiswa, peserta didik, warga belajar mampu memproses informasi yang telah disampai oleh guru, dosen atau para pengajar.

DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. dan Tri Prasetya, Joko, 1997. Strategi Belajar Mengajar, Bandung : CV. Pustaka Setia, Cet. I. Barnadib, Imam Sutari, 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta : Andi Ofset, Cet. XIV. Gredler, Margareth E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Terj : Munandir, Jakarta: Rajawali Press. H. Nata, Abudin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I. H. Ni’am, M. Asrorun, 2006. Membangun Profesionalitas Guru, Jakarta : eLSAS, Cet. I. Harjanto, 2003. Perencanaan Pengajaran, Jakarta : PT. Rineka Cipta, Cet. III. Indra Jati, Sidi, 2001. Menuju Masyarakat Belajar ; Menggagas Paradigma Pendidikan, Jakarta : Logos, Cet. I.

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013

187


Mohammad Asrori - Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi ...

Jamrah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan, 1996. Strategi Belajar Mengajaar. Jakarta: Rineka Cipta. Mansyur, 1991. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Universitas Terbuka. Marimba, Ahmad D, 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT. Al-Ma’arif. Muhaimin dkk., 1996. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama), Surabaya: Citra Media. Partanto, Pius A dan Al Barry, M. Dahlan, 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka. Ramayulis, 1998. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Juli, Cet. II. Rohani Ahmad dan Ahmadi, Abu. Pengelolan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sadirman, Arief S. dkk., 1996. Media Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, ed. I, Cet. IV. Saputro, Supriadi dkk. 2000. Strategi Pembelajar, Bahan Sajian Prograam Pendidikan Mengaajar. Malang: Universitas Negeri Malang. Slameto, 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta: Bumi Aksara. Suharyono, dkk. 1991. Strategi Belajar Mengajar 1, Semarang : IKIP Semarang Press. Sujiono, Anas, 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafmdo Persada, Agustus, Cet. III. Syah, Muhibbin, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos, Cet. I. Syah, Muhibbin, 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekaatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya. Zaini, Hisyam. dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : CTDS IAIN Sunan Kalijaga.

188

, Vol. 5, No. 2, Januari – Juni 2013


PEDOMAN PENULISAN

A. Tulisan berupa hasil penelitian/kajian konseptual tentang studi Islam yang belum pernah dipeblikasikan (orisinil) B. Sistematika dan Teknis Penulisan : 1.

Hasil Penelitian mencakup : judul, nama penulis, alamat penulis dan lembaga, abstrak, key words, pendahuluan, metodologi, paparan hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran, dan refe足 rences

2.

Kajian Konseptual mencakup: Judul, nama penulis, alamat penulis dan lembaga, abstrak, key words, pendahuluan, Isi atau pembahasan (terbagi atas bagian/sub-sub bagian), kesimpulan dan saran, dan references

3.

Judul terdiri dari 5-14 kata (bahasa Indonesia) 5-10 (bahasa Inggris), mencerminkan isi artikel

4.

Nama penulis tanpa gelar, dilengkapi alamat korespondensi, No. Telp. dan alamat e-mail dan nama lembaga tempat kerja atau tempat penelitian dilakukan dan alamat lembaga

5.

Abstrak berisi paparan singkat tujuan, metode, ringkasan hasil dan kesimpulan, ditulis dalam satu alinea berbahasa Inggris, paling banyak 200 kata, ada kata kunci (key words) yang berisi konsep-konsep penting yang dibahas dalam artikel yang berbentuk kata atau frase

6.

Hasil kajian dipaparkan dalam bentuk yang mudah dipahami (tabel dan/atau gambar), selain dalam bentuk verbal, sehingga mudah diingat

7.

Hasil analisis telah ditafsirkan secara subtantif,dibandingkan dengan temuan sebelumnya yang sejenis, dibandingkan de足ngan teori terkait untuk mengarah pada verifikasi teori tersebut

8.

Kesimpulan mengandung sesuatu yang baru, terkait langsung dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan, memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu terkait

9.

Cara pengacuan menggunakan innote (dalam teks) dengan


sistem; nama-Tahun-halaman, sehingga dengan cepat dapat memberikan senarai kemuktakhiran pustaka yang diacu contoh: •

Ibrahim Bafadlal (2001:25) mengemukakan bahwa syariat Islam bersifat Universal untuk semua bangsa di Dunia

•

Syariat Islam bersifat Universal untuk semua bangsa di dunia (Ibrahim Bafadlal, 2001:25)

C. Pustaka yang diacu harus relevan dengan masalah yang dikaji;lebih banyak berasal dari sumber primer daripada sekunder; lebih banyak dari sumber yang diterbitkan 10 tahun terakhir (kecuali kajian historis); lebih banyak dari jurnal ilmi­ah; disusun berdasar urutan abjad; tanpa nomer; nama belakang didahulukan tanpa koma, bila dua orang atau lebih dipisahkan dengan koma (,) menggunakan sistem; nama.tahun. judul buku. Kota penerbit; nama penerbit.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.