WARNA REDAKSI
Kampus yang disiplin diwarnai oleh kausalitas yang apik, komplementer yang tersistem, koherensi yang sangat padu, dan sekuensial yang bernalar. Pada akhirnya, akan terwujud mahasiswa yang berprestasi dan dosen yang berkualitas. Itu semua dambaan bersama. Oleh Suyatno
K
alau sudah membuat jalan, lalu siapa yang melewati kalau bukan kita sendiri? Kalau sudah memutuskan untuk membangun rumah, lalu mengapa tidak ada yang menempati? Itulah hukum kausalitas sebab dan akibat, komplementer, koherensial, dan sekuensial. Jalan dibuat karena ada yang akan melintasi. Rumah dibuat karena ada yang akan menempati. Secara sederhana hal itu dimaknai dengan konsekuensi dari sebuah tatacara dan norma. Dunia ini terkembang karena konsekuensi yang berkelanjutan dengan nama disiplin. Disiplin tidak dimaknai dengan tepat waktu semata tetapi lebih luas lagi dimaknai dengan ketulusan, keikhlasan, dan kepasrahan menjalankan sesuatu yang telah diatur dalam norma dan jalan hidup. Berkat disiplin,dunia bergerak sesuai dengan rotasi dari porosnya yang pada ujungnya akan membahagiakan penghuninya. Disiplin adalah kita yang menjalankan hidup bersinggungan dengan alam semesta. Oleh karena itu, disiplin teramat perlu untuk menyatu dalam hidup seseorang.
Kampus yang hebat tentunya dapat dilihat dari kekuatan disiplin yang bergelora dalam setiap nafas penghuninya. Lewat disiplin itulah diperoleh hasil yang benar-benar membanggakan bagi semua orang. Unesa sebagai kampus yang tumbuh dan berkembang tentunya mau tidak mau harus memperkuat
warga kampus. Sejauh ini, disiplin tingkat memuaskan masih jauh dari harapan akibat budaya ketulusan, keikhlasan, dan kepasrahan yang belum maksimal ditunjukkan oleh masyarakat kampus. Padahal, disiplin itu modal utama dalam menjalankan kehidupan yang sebenarnya. Kampus yang disiplin diwarnai oleh kausalitas yang apik, komplementer yang tersistem, koherensi yang sangat padu, dan sekuensial yang bernalar. Pada akhirnya, akan terwujud mahasiswa yang berprestasi dan dosen yang berkualitas. Itu semua dambaan bersama. Tidaklah susah untuk membangun disiplin. Tidak pula rumit untuk menjalankan disiplin dengan baik. Jalankan disiplin dari yang kecil, sederhana, dan dari diri sendiri. Kemudian, perjalanan penerapan disiplin yang dari dekat, kecil, dan sederhana itu akan bertemu dengan perjalanan disiplin orang lain. Suatu waktu, wajah penerapan disiplin akan berubah menjadi keberhasilan yang unggul di semua lini. Unesa harus bertahan terhadap penguatan disiplin di semua lini. n
BERGANTUNG PADA
DISIPLIN aspek disiplin dalam tatakehidupan kampusnya. Semua pihak berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dosen mengajar dengan menggembirakan. Mahasiswa belajar dengan bersuka cita. Karyawan memberikan bantuan keterlaksanaan akademis dalam suasana yang riang dan gembira. Lalu, lingkungan kampus memberikan energi menyehatkan dan mendamaikan. Hanya saja, untuk mencapai tingkat disiplin yang memuaskan perlu budaya yang terus-menerus berada dalam rel disiplin. Sampai suatu saat, disiplin menjadi urat nadi yang menyatu dalam kehidupan
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
3
DAFTAR RUBRIK
24
09
MARET 2015
Rubrikasi Edisi Ini
03
BERGANTUNG PADA DISIPLIN
Kampus yang disiplin diwarnai oleh kasualitas yang apik.
05
MENYOAK KEDI SIPLINAN WARGA UNESA
Tak dapat dipungkiri bahwa kedisiplinan di institusi pendidikan memiliki peran penting dalam membangun insan yang cerdas.
07
PR I: TEGAKKAN DISIPLIN MELALUI BUDAYA AKADEMIK Budaya akademik menjadi salah satu poin penting yang harus senantiasa diperhatikan dalam menegakkan kedisiplinan di Unesa.
09
PR II: TERAPKAN DISIPLIN MENUJU GOOD GOVERNENT
20
24
Perubahan paradigma harus dilakukan semua warga Unesa. Tanpa ada perubahan tidak akan terwujud kedisiplinan.
Ami Haristah, dialah jurnalis berjiwa pendidik alumnis Bahasa Inggris Unesa.
KOLOM REKTOR
15
RAH MA WATI
Disiplin dalam bidang administrasi keuangan dan kepegawaian secara keseluruhan di Unesa mutlak diperlukan.
INSPIRASI ALUMNI
30
KABAR MANCA
Dalam bukunya berjudul The Great Good Place (1999), Oldenburg menyebut tempat-tempat publik seperti cafe, warung kopi, toko buku, bar, salon, dan tempat-tempat publik lain sebgaia Third Place, ‘home away home’.
Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 78 Tahun XVI - Februari 2015 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804
4
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
MENYOAL
KEDISIPLINAN WARGA UNESA Tak dapat dipungkiri bahwa kedisiplinan di institusi pendidikan memiliki peran penting dalam membangun insan yang cerdas, berkarakter dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Karena itulah, kampus sebagai salah satu institusi pendidikan mutlak harus memiliki sistem kedisiplinan yang berkualitas dan para pengajar profesional agar output yang dihasilkan memuaskan.
K
Kedisiplinan merupakan modal utama untuk meraih keberhasilan. Kedisiplinan akan membiasakan seseorang melakukan hal-hal yang membuat seseorang cepat bisa berkembang, mengerjakan sesuatu tepat pada waktunya dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina
yang berarti pengajaran atau pelatihan. Sekarang, kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah sikap
Majalah Unesa
penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan atau profesinnya. Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Sementara disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
5
LAPORAN
UTAMA
berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu. Dari pengertian tersebut disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. 2) Adanya prilaku yang dikendalikan. Dan, 3) Adanya ketaatan (obedience) Dari ciri-ciri pola tingkah laku pribadi disiplin, jelaslah bahwa disiplin membutuhkan pengorbanan, baik itu perasaan, waktu, kenikmatan dan lain-lain. Disiplin bukanlah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan. Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya antara manusia sukses dengan pribadi disiplin. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas kerja maka disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif. Kedisiplinan di Unesa Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono dalam tulisannya di kolom rektor mengatakan bahwa kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Bahkan diyakini kedisiplinan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang. Orang-orang yang berhasil, memiliki kedisiplinan yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang-orang yang kurang berhasil. “Dalam penilian kinerja pegawaipun kedisiplinan menjadi salah satu komponen yang harus dinilai. Oleh karena itu, bagi pegawai yang tidak memiliki kedisiplinan,
6
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
tentu karirnya tidak akan selancar mereka yang memiliki kedisiplinan,� ungkap sang rektor. Sayang, kedispilinan yang memiliki peran penting itu kurang bisa dilaksanakan dengan baik di Unesa. Bahkan, Warsono mencermati kedisiplinan warga Unesa sangat memprihatinkan, baik dilihat dari penggunaan dan pengaturan waktu, maupun dalam menaati peraturan yang telah ditetapkan. Warsono pernah melakukan survei secara informal terkait kedisiplinan warga Unesa. dari survei internal tersebut menunjukkan, hampir 99% mahasiswa tidak
Majalah Unesa
memiliki agenda penggunaan waktu. Mereka tidak memiliki jadwal kegiatan setiap harinya. Bahkan, mereka tidak memiliki jadwal belajar. “Para mahasiswa hampir sebagian besar waktunya mengalir tanpa perencanaan. Mereka tidak menganggap bahwa waktu itu sangat penting, sehingga membiarkan terus berlalu. Hal ini bisa kita lihat dari aktivitas mereka di kampus. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk halhal yang kurang berkaitan dengan statusnya sebagai mahasiswa,� terangnya.
LAPORAN UTAMA Selain terkait masalah penggunaan waktu, ketaatan terhadap peraturan warga Unesa juga sangat memprihatinkan. Itu terbukti dengan berbagai pelanggaran larangan parkir. Padahal, di semua lokasi berbagai rambu lalu lintas yang mengatur larangan untuk parkir sudah jelas. Semisal laranga parkir di sekitar Ranunesa dan food court, namun kendaraan justru berjejer parkir di sepanjang jalan tersebut. Padahal tempat untuk parkir sudah disediakan.
“Perilaku melanggar peraturan jelas menunjukkan budaya kurang baik, karena peraturan itu dibuat agar baik. Salah satu ciri dari masyarakat yang beradab adalah ketaatan terhadap peraturan,” ungkapnya. Rektor menyebut bahwa agar Unesa cepat maju, maka kedisiplinan harus menjadi prioritas. Meskipun penegakan kedisiplinan bisa dilakukan dengan memberi sanksi kepada mereka yang melanggar, tetapi sejatinya akan lebih jika penegakan disiplin dilakukan masing-
masing pribadi melalui perubahan terhadap tiga hal, yakni mengubah paradigma terhadap waktu dari kebebasan ke pembatas, dari awal menjadi akhir, dan dari menunggu ke yang dikejar waktu. “Saya kira warga Unesa perlu melakukan perubahan paradigma dalam memandang waktu, agar Unesa bisa maju dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainnya,” pungkasnya. (SIR)
PR 1: TEGAKKAN
DISIPLIN MELALUI BUDAYA AKADEMIK Budaya akademik menjadi salah satu poin penting yang harus senantiasa diperhatikan dalam menegakkan kedisiplinan di Unesa.
P
ernyataan tersebut dikemukakan Pembantu Rektor 1 Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu. Mantan Pembantu Dekan I FMIPA itu mengatakan, saat ini Unesa sedang membangun budaya mutu. Nah, agar budaya mutu tersebut dapat terwujud, tentu kedisiplinan dan budaya akademik yang baik mutlak diperlukan. Yuni mengakui, bidang akademik yang kini menjadi tugasnya, merupakan bidang yang luas karena menyangkut ilmu pengetahuan, dan karakter. Dalam konteks universitas berarti mencakup tri darma perguruan tinggi. “Yang demikian itu, perlu dipatuhi oleh mahasiswa dan dosen sebagai pelakunya,” ujarnya. Terkait mahasiswa, misalnya, harus dirancang sebuah manajemen yang baik agar mahasiswa mampu berkuliah dan berkarya secara teratur. Sistem harus sudah dirancang mulai awal penerimaan mahasiswa hingga mahasiswa tersebut siap terjun di kehidupan nyata. “Banyak komponen yang harus diperhatikan dengan rinci,” ungkapnya. Sedangkan pada dosen, harus dirancang bagaimana tenaga pendidik mampu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai amanat tri darma. Dosen harus mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menciptakan karya yang memotivasi mahasiswa agar lebih berkembang keilmuannya.
Dr. Yuni Sri Rahayu. Sudah Disiplinkah? Lalu, apakah sivitas akademika Unesa sudah disiplin? Yuni menjawab bahwa kedisiplinan akademik di Unesa masih perlu ditingkatkan lagi. Ia mencontohkan tindakan indisipliner yang kerap dilakukan mahasiswa. Selama perkuliahan, pasti ada keterlambatan, entah itu ketika masuk kuliah atau mengumpulkan tugas. Bahkan dalam bimbingan skripsi pun demikian. Menurut Yuni, indisipliner jelas berimbas buruk pada mahasiswa. Dampak paling nyata adalah waktu lulus yang tidak tepat. Dari pengamatan yang ada, 15% persen mahasiswa lulus tujuh tahun, yang salah satunya diakib atkan ketidakdisiplinan. Yuni berharap segera dapat membangun budaya akademik seperti aktif kuliah, hobi
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
7
LAPORAN
UTAMA
membaca, pergi ke perpustakaan, dan bersikap kritis sehingga mahasiswa mampu minimal tepat waktu dengan IPK minimal 3,00 dan memiliki kompetensi lulusan. Yuni tentu saja iri dengan budaya akademik di kampus-kampus luar negeri yang begitu membudayakan membaca di perpustakaan. Mahasiswa di kampus luar negeri, menjadikan aktivitas membaca sebagai sebuah kewajiban. Hal itu tentu berbeda dengan mahasiswa Unesa yang masih rendah minat bacanya di perpustakaan. Budaya membaca seharusnya dilakukan oleh mahasiswa Unesa. Bahkan, tidak hanya membaca, namun bersikap skeptis dan selalu ingin tahu tentang segala hal. “Agar minat baca mahasiswa meningkat, kami akan apresiasi perpustakaan di lingkungan Unesa yang memiliki banyak pengunjung,” terangnya. Selain budaya membaca, keaktifan mahasiswa dalam berkarya juga akan menjadi perhatian. Sebab, karya mahasiswa menjadi salah satu yang memengaruhi kualitas lulusan. Sejauh ini, Unesa kurang bisa berbicara banyak pada program kreativitas mahasiswa (PKM). Itu ditandai dengan masih sedikit karya mahasiswa yang masuk di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Ke depan, Yuni menargetkan Unesa mampu mengirim PKM yang berkualitas setiap tahun. Agar target itu tercapai, bimbingan dosen akan lebih ditingkatan. “Jadi, dosen sekarang dilarang hanya sekadar tanda tangan. Para dosen harus benar-benar melakukan bimbingan terhadap mahasiswa,” tegasnya. Sementara dari perspektif dosen, kedisiplinan juga wajib ditingkatkan. Baik dari segi pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sejauh ini, yang perlu mendapat sorotan lebih adalah terkait penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kedua poin tersebut, perlu dioptimalisasi secara lebih intensif. Yuni menjelaskan, dalam
8
Selain budaya membaca, keaktifan mahasiswa dalam berkarya juga akan menjadi perhatian. Sebab, karya mahasiswa menjadi salah satu yang memengaruhi kualitas lulusan. Sejauh ini, Unesa kurang bisa berbicara banyak pada program kreativitas mahasiswa (PKM). Itu ditandai dengan masih sedikit karya mahasiswa yang masuk di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Ke depan, Yuni menargetkan Unesa mampu mengirim PKM yang berkualitas setiap tahun.
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
hal penelitian misalnya, perlu ada peningkatan penerimaan laporan pertanggungjawaban berupa jurnal di tingkat internasional. Selama ini, memang sudah ada sekitar 85% dosen Unesa melakukan penelitian. Namun, hanya 2% jurnal dari persentase itu yang diakui dunia. “Jumlahnya memang banyak, tapi belum cukup untuk diakui dalam jurnal terakreditasi internasional,” beber alumni S-1 Pendidikan Biologi Unesa itu. Kondisi tersebut, lanjut Yuni, disebabkan kurangnya fasilitas yang mendukung dosen dalam berkarya. Untuk mengatasi hal itu, ia berjanji akan memberikan bantuan bimbingan publikasi jurnal kepada para dosen. Yuni menargetkan, 4% hasil penelitian dosen Unesa mampu menembus kumpulan jurnal yang terakreditasi internasional. Selain target itu, Yuni juga mempersiapkan fasilitas untuk meningkatkan performa dosen melalui pelatihan untuk mempersiapkan dosen yang akan kuliah ke luar negeri. “Sejauh ini, setiap tahun, Unesa telah memberangkatkan 5 hingga 7 dosen untuk studi lanjut S3 ke luar negeri. Ke depan, target itu akan terus kami tingkatkan 10-15 dosen per tahun,” jelasnya. Terkait pengabdian masyarakat, Yuni menjelaskan sudah banyak dosen yang melakukan pengabdian masyarakat. Banyak dosen yang mendapat kepercayaan dan dilibatkan instansi lain untuk melaksanakan pengabdian masyarakat. Kerja sama seperti itu tentu merupakan bentuk pengakuan kompetensi dosen. Hanya saja, Yuni berharap agar pengabdian yang dilakukan dosen tersebut tidak membawa nama perseorangan, tetapi membawa nama lembaga Unesa. (ANDINI/DANANG/ MUTYA)
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
PR 2: TERAPKAN DISIPLIN MENUJU GOOD GOVERNENT & CLEAN GOVERNMENT
Disiplin dalam bidang administrasi keuangan dan kepegawaian secara keseluruhan di Unesa mutlak diperlukan. Meski Unesa sudah menerapkannya, namun masih perlu usaha keras untuk terus memperbaiki. Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., MT
P
ernyataan tersebut dikemukakan Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., MT, Pembantu Rektor II Unesa. Menurut Tri Wrahatnala, prinsip disiplin itu sebenarnya untuk memenuhi beberapa hal terkait dengan pola pengelolahan sebuah institusi yang baik good government dan clean government. Prinsip pengelolahan yang baik itu tentu harus berjalan menurut peraturan dan pedoman yang berlaku serta memenuhi asas akuntabilitas, asas kewajaran dan asas transparansi. Lebih jauh, Tri Wrahatnolo menjelaskan bahwa disiplin dalam arti pengelolahan administrasi terkait 3 hal, yakni administrasi aset, administrasi keuangan dan administrasi umum. “Untuk administrasi keuangan, Unesa sudah taat asas akuntabilitas. Artinya, seluruh kebijakan dan langkah yang dilakukan bisa dipertanggungjawabkan secara sempurna,” ungkapnya. Tri menuturkan, disiplin dalam bidang administrasi kepegawaian dan kinerja serta disiplin dalam bidang keuangan adalah sebuah upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi serta sebagai upaya bagi institusi atau atau siapapun untuk memiliki rasa tanggung jawab
terhadap kebijakan dan tindakan yang telah dilakukan. Bentuk bentuk disiplin yang diterapkan di Unesa, jelas Tri, antara lain melalui mekanisme pelaporan, mekanisme evaluasi, dan mekanisme pertanggung jawaban. Misalnya, dalam pengadaan barang harus ada proposal, lalu diaudit dan harus ada mekanisme pertanggungjawaban pengadaan. Sementara disiplin dalam bidang administrasi, harus memenuhi standar sasaran mutu yang sudah disepakati dan dengan melalui penjamin mutu karena hampir semua fakultas Unesa sudah berstandart ISO. Dari segi kedisplinan kinerja pegawai Tri menilai sudah baik walaupun masih belum sempurna. Kedisiplinan itu bisa dilihat dengan adanya mekanisme pelaporan hadir kerja, lalu pegawai datang tepat waktu dan begitu juga pulang sesuai jam kerja. “Ke depan, tentu kami akan terus perbaiki. Apalagi, Unesa belum menerapkan sistem remunerasi dalam sistem kepegawaian. Jika sudah menerapkan sistem tersebut, saya yakin kinerja pagawai di Unesa menjadi lebih maksimal, “ paparnya. Sebagai pembantu rektor yang membidangi keuangan dan sivitas di Unesa, Tri mengatakan sudah menyiapkan dan menerapkan sanksi bagi pegawai dan dosen yang
Majalah Unesa
melanggar aturan dan tidak disiplin. Bentuk sanksi tersebut berupa teguran lisan 1 kali- 3 kali, kemudian melakukan teguran secara tertulis 1 kali – 3 kali. Jika teguran lisan dan tulisan masih tetap dilanggar, ia tak segan-segan akan meminta dosen atau pegawai tersebut mengundurkan diri. Selain sanksi, Tri juga menyiapkan apresiasi bagi dosen atau pegawai yang memiliki kinerja baik. Apresiasi tersebut merupakan penghargaan berupa kenaikan gaji atau kenaikan pangkat dengan harapan agar pegawai atau dosen yang bersangkutan semakin lebih baik lagi dalam bekerja atau mengajar. Meski terbilang baru menduduki jabatan pembantu rektor II, namun Tri Wrahatnolo telah melakukan terobosan program terkait bidang keuangan dan kepegawaian. Di antaranya, menjalankan sistem keuangan dan kepegawaian sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku, menjalankan sistem keuangan dan kepegawaian sesuai standar mutu, dan memberikan remunerasi bagi pegawai Unesa yang berkinerja baik. “Saya berharap ke depan Unesa mampu menjadi good government dan clean government yang bermartabat dan mampu memberikan pelayanan yang sebaikbaiknya,” pungkasnya. (SANDI) | Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
9
LAPORAN
UTAMA
PR 3: KEDISIPLINAN BUTUH FIGUR & TELADAN
Universitas Negeri Surabaya terus berupaya keras membangun kedisiplinan baik di kalangan mahasiswa, dosen, maupun karyawan.
P
embantu Rektor III Unesa Dr. Ketut Prasetyo, M.S., mengatakan, jika dipersentasekan, implementasi kedisiplinan di Unesa sudah mencapai 95% lebih. Ketut mengungkapkan bahwa kedisiplinan sa ngat erat kaitannya dengan memanfaatkan waktu dan ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Bagi Ketut, banyak cara yang telah dan sedang di terapkan di Unesa sebagai langkah membangun ke disiplinan. Setidaknya, ia menyebut ada tiga model yang bisa dilakukan, yakni punish and reward, comment and control, dan educated. Ketiga model tersebut, terang Ketut, khususnya diberikan kepada para dosen dan karyawan. Sementara untuk mahasiswa, ada beberapa trik tambahan yang perlu dilakukan. Ketut juga mengungkapkan bahwa untuk mendorong kedisiplinan di kalangan pegawai dan dosen, telah ada sejumlah program dari pemerintah. Misalnya, ada nya tunjangan kinerja (Tukin) bagi karyawan, tun
jangan profesi bagi dosen, serta sistem penilaian kinerja (SPK) bagi dosen dan pegawai. Terkait hal ini, Unesa juga telah memakai finger print sebagai absensi bagi dosen dan pegawai. Mengenai model punish and reward dalam mendorong pengimplementasian kedisiplinan, Dosen Fakultas Ilmu Sosial itu menjelaskan bahwa Unesa bisa melakukan leveling. Apabila ada dosen atau pegawai yang melanggar kedisiplinan maka dapat dimasukkan ke biro informasi untuk mendapat pembinaan. “Tentunya setelah melalui beberapa peringatan sebelumnya,” tandasnya. Sebaliknya, apabila ada dosen atau pegawai yang ting kat kedisiplinannya tinggi maka akan mendapat reward tersendiri. Unesa telah menerapkan sistem reward tersebut salah satunya melalui pemilihan dosen berprestasi setiap tahun saat dies natalis Unesa dan setiap 17 Agustus. Upaya Unesa dalam membangun kedisiplinan di kala ngan mahasiswa, selain penilaian kedisiplinan dalam bi dang akademik, juga sedang dirancang penilaian non-aka demik. Program tersebut ada di bidang Pembantu Rektor I. Dimana, salah satu komponen penilaian non-akademik adalah kedisiplinan. Di samping itu, Unesa juga menggelar pemilihan Cak dan Ning setiap tahun. Melalui ajang ini, diharapkan Cak dan Ning yang terpilih akan menjadi role model bagi mahasiswa lain, yakni mahasiswa harus aktif, kreatif, dan rajin. Namun demikian, Ketut menjelaskan bahwa yang paling baik dari setiap model implementasi kedisiplinan adalah educated. Kedisiplinan memerlukan keteladanan. Perlu ada seseorang yang bisa dijadikan suri tauladan, sebagai pioner kedisiplinan. “Kalau pemimpinnya tidak disiplin, bagaimana dengan bawahannya?” tandasnya. (SYAIFUL/UMI)
Dr. Ketut Prasetyo, M.S.
10
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
PENERAPAN KEDISIPLINAN DI FAKULTAS-FAKULTAS Menerapkan budaya disiplin memang bukan persoalan muda. Diperlukan sinergitas dan kesadaran seluruh warga Unesa, termasuk dukungan dari fakultas-fakultas se-lingkungan Unesa. Seperti apa masing-masing fakultas menerapkan kedisplinan? Berikut laporannya...
Prof. Dr. Suyono M.Pd
FMIPA
Tegas Tanpa Pandang Bulu
D
ekan FMIPA, Prof. Dr. Suyono M.Pd setuju bahwa perilaku disiplin di kalangan akademik menjadi sebuah hal yang wajib dilaksanakan. Menurut Suyono, pengertian disiplin bukan hanya terkait dengan ketepatan waktu, tetapi juga terkait dengan standar yang harus dipenuhi agar mendapatkan mutu berkualitas.
Suyono menambahkan, setiap instansi ataupun lembaga harusnya berlomba-lomba menjadikan kedisiplinan sebagai standar kemajuan agar menghasilkan sumber daya manusia dengan kualitas unggul baik dalam perilaku, moral dan karakter. FMIPA, sebagai salah satu fakultas percontohan di Unesa saat ini tengah gencar menegakkan kedisiplinan
Majalah Unesa
mulai dari mahasiswa, karyawan, dosen bahkan tingkat pimpinan. “Tidak pandang bulu, setiap yang melanggar akan kena sanksi,” ujarnya. Terkait kedisiplinan mahasiswa, FMIPA menerapkan beberapa peraturan yang harus ditaati. Salah satunya mengenai kedisiplinan parkir sepeda motor. Suyono menilai, meskipun persoalan parkir terlihat sepele, namun jika diabaikan bisa berpengaruh pada keamanan kendaran. “Saat ini FMIPA sudah menyiapkan tempat parkir motor yang telah direnovasi. Dengan penambahan luas area dan atap sebagai penutup akan lebih membuat mahasiswa nyaman dan aman. Sayang, masih banyak mahasiswa yang melanggar dan lebih memilih parkir di luar area parkir,” sesalnya. Menurut Suyono jika mendapati pelanggaran seperti itu (parkir sembarangan), sanksi tegas akan diberikan berupa penggembosan motor. Pemberian sanksi tersebut tidak hanya diberlakukan kepada mahasiswa saja, tetapi kepada semua yang melanggar baik karyawan maupun dosen. “FMIPA juga akan memberikan laporan kedisiplinan kepada universitas mengenai parkir motor agar bisa dijadikan contoh dalam mengelola parkir,” ungkapnya. Selain kedisiplinan terkait parkir, dalam hal perkuliahan kedisiplinan menjadi prioritas. Suyono tak menampik jika sejauh ini masih ada
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
11
LAPORAN
UTAMA
dosen yang mengajar namun tidak sesuai dengan GBRP (Garis Besar Rancangan Perkuliahan) sehingga kualitas dalam penyampaian kuliah menurun. “Untuk meningkatkan kedisiplinan dosen dalam hal mengajar, kami sediakan fasilitas berupa jadwal kuliah dan jurnal kuliah untuk memantau jalannya perkuliahan,” bebernya. Perkuat Sistem Untuk meningkatkan kedisiplinan akademik, FMIPA juga akan mengembangkan sistem baru yaitu RPS (Rencana Perkuliahan Semester). Sistem tersebut sebenarnya hampir sama dengan GBRP. Hanya saja, dalam sistem RPS ini akan menambahkan unsur kisi-kisi guna mengembangkan sistem sebelumnya. Dalam penerapan kedisiplinan itu , Suyono menegaskan tidak akan main-main. Sanksi tegas bagi dosen yang melanggar akan diberlakukan. Bahkan, sanksi tegas itu maksimal bisa berupa pengeluaran. Tentu saja, sanksi pengeluaran tersebut diberikan setelah melalui prosedur yang berlaku di FMIPA. “Jika ada yang melanggar di tingkat jurusan, maka Kajur akan
diberikan kewenangan untuk memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali. Jika sudah melampaui tiga kali, akan dikirm ke fakultas untuk segera diproses Dekan selaku pimpinan fakultas,” tambah Prof. Suyono. Dari sisi kedisiplinan administrasi, pelayanan dan tata kelola usaha, FMIPA juga mengeluarkan terobosan baru untuk meningkatkan kedisiplinan. Salah satunya, memberikan sosialisasi kepada petugas TU maupun administrasi tentang standar pelayanan yang baik agar mahasiswa yang dilayani puas dan mutu pelayanan meningkat. Terobosan perbaikan pelayanan tersebut dilakukan setelah hasil angket menunjukkan bahwa pelayanan administrasi dan kelola Tata Usaha FMIPA mendapat nilai di bawah standar yakni 68 dari nilai minimal 70. ”Kalau pelayanan administrasinya dilakukan dengan senyum kan paling tidak mahasiswa merasa senang sudah dilayani dengan baik,” ungkap dosen yang kembali dipercaya menjadi Dekan FMIPA tersebut. Tidak hanya dosen dan mahasiswa, kedisiplinan karyawan
juga akan ditingkatkan. Salah satunya, melalui penerapan absensi menggunakan Finger Print. Dengan alat tersebut, akan terdeteksi kedisiplinan waktu karyawan saat datang maupun saat jam kerja berakhir. Dalam hal kebersihan, FMIPA juga serius fokus pada kebersihan. Selain menempatkan petugas kebersihan di beberapa titik, di setiap jurusan juga tersedia check list yang berfungsi sebagai penjaringan saran maupun kritik terkait masalah kebersihan. Sejauh ini, menurut Suyono belum ada kendala berarti dalam menjalankan kebijakan kedisiplinan karena belum sepenuhnya berjalan jauh. Namun peningkatan segi akademik, pelayanan dan standar lainnya mutlak diperlukan. Agar jika terbukti lulus, FMIPA akan mendapatkan sertifikat ISO 1901 : 2008 Internasional yang akan menjadikan FMIPA semakin maju dalam hal membangun standar kedisiplinan. “Saya berharap FMIPA bisa menjadi contoh bagi universitasuniversitas yang ada di wilayah Indonesia Timur,” pungkas Suyono dalam sesi wawancara dengan Reporter MAJALAH UNESA. (SURYO/SANDI)
FT SIAPKAN TRIK
E-Monitoring Tangkal Indisipliner
F Prof. Dr. Eko Hariadi, M.Pd
12
akultas Teknik (FT) memiliki dua bukti untuk menyatakan diri sebagai instansi yang baik dalam menajemen tata kelola. Di antaranya, dari Badan Ak reditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) yang menyebutkan banyak program studi di FT mendapat akre ditasi A (sangat baik). Selain itu, ada satu tambahan sertifikat, yaitu ISO 9001:2008. Sertifikasi yang diakui du nia itu, di Unesa, hanya dimiliki FT. Bagi Prof. Dr. Eko Hariadi, M.Pd, Dekan Fakultas Teknik, ISO 9001:2008 akan bersinkronisasi dengan akreditasi BAN-PT untuk
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
meningkatkan mutu Fakultas. “Secara formal, sebagai perguruan tinggi negeri kita telah dapat dari BAN-PT. ISO 9001:2008 akan menjadi tam bahan untuk meningkatkan akreditasi BAN-PT,” ungkapnya. Eko menambahkan, ISO 9001:2008 juga berguna untuk me ningkatkan mutu lulusan Fakultas Teknik yang rata-rata berkarir sebagai pendidik di SMK. “Sekarang SMK su dah banyak yang ISO, masa Unesa tidak menyiapkan lulusan yang ISO juga,” imbuh pria yang sebelumnya menjabat sebagai pembantu dekan I Fakultas Teknik itu.
LAPORAN UTAMA Meski telah memiliki standarisasi tersebut, Fakultas Teknik tetap memiliki tindakan indisipliner baik dari dosen mau pun mahasiswanya. Namun, dosen Teknik Informatika itu punya trik khusus untuk mengatasinya. Untuk mengetahui kedisiplinan dosen, Fakultas Teknik membuat kebijakan dengan menerapkan angket evaluasi diri dosen yang diberikan kepada mahasiswa. Hasil dari pengisian angket itu menjadi bahan untuk menegur dosen yang tembusannya sam pai kepala jurusan dan pembantu dekan I. “Dengan begitu ke salahan akan disadari sendiri oleh yang bersangkutan. Tidak perlu menerapkan sanksi ala militer. Apalagi kita (Unesa) adalah lemba ga pendidikan,” tegas alumni S-1 Pendidikan teknik Elektro Unesa itu. Untuk mendisiplinkan ma hasiswa yang telat, Eko juga memiliki trik tersendiri. Eko memberi instruksi kepada dosen untuk melakukan absen di awal perkuliahan. Bagi mahasiswa yang telat, tetap diperbolehkan masuk tetapi tidak diabsen. Tidak hanya itu, dosen yang membidangi ilmu pemrograman komputer itu juga memiliki ide menangkal indisipliner dengan memanfaat kan teknologi. Alat yang kini masih berbentuk prototype itu akan dibe ri nama e-monitoring. Konsep e-monitoring sejatinya sama dengan synchronize e-learning yang dulu pernah di konsep mantan kepala Pusat Kom puter Unesa, Drs. H. Edy Sulistyo, M.Pd. Keduanya sama-sama me nempatkan perangkat monitor di kelas yang terhubung ke satu server. Bedanya, konsep dari Edy digunakan untuk presentasi online, sedangkan konsep milik Eko untuk memonitor aktivitas kelas. “Proto type-nya masih ada di lima titik. Nanti akan dikembangkan lebih lanjut. Mudah-mudahan ide ini bisa terlaksana,” harapnya. (KUSNUL/ DANANG)
PERAN SERTA SATPAM GUNAKAN SISTEM ZONA AMAN
P
encurian roda dua menjadi momok yang sering disoroti warga unesa termasuk komandan satpam Unesa Lidah Wetan, Edi Yulianto. Pria yang sudah mengabdi hampir 20 tahun ini sudah sering berurusan kehilangan sepeda motor. Pasalnya setiap kali ada kasus pencurian, pihak keamanan sering diminta pertanggungjawabannya. Di sisi lain, Edi menjelaskan bahwa kasus pencurian motor banyak terjadi dikarenakan kelalaian pemilik kendaraan akibat parkir sembarangan. Edi sering kali menghimbau baik di kampus Lidah maupun Ketintang agar masyarakat mematuhi himbauan-himbauan dari pihak keamanan untuk terhindar dari pencurian roda dua.” Sayangnya, himbauan tersebut kurang diperhatikan oleh mahasiswa, terangnya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait keamanan, Edi pun tak segansegan menindak tegas para pelanggar. Salah satunya, dengan menggembosi dan mencabut pentil sepeda motir yang parkir di sembarang tempat. Dari banyaknya Terkait kedisiplinan personel satpam, Edi mengaku dan merasa sudah cukup pelanggaran disiplin. Hanya saja, personil di lapangan sanksi kepada kerap mengalami kendala untuk area pelanggar hanya seperti lidah yang memiliki banyak akses keluar masuk. Hal itu berbeda dengan sebatas teguran kampus ketintang yang hanya ada dua dan pernyataan akses pintu masuk yaitu di depan dan di yang tidak belakang. “Kalau saja dari dosen, mahasiswa, keamanan dan semua pihak bisa mengikat. bersinergi, maka keamanan mungkin bisa terwujudkan” jelasnya. Mengenai sistem keamanan, satpam telah memiliki sistem tersendiri yang digunakan untuk mengamankan area kampus unesa. Sistem tersebut bernama sistem zona. Sistem zona sendiri adalah pembagian personil untuk mengontrol tiap wilayah tertentu secara bergilir. Kampus lidah yang memiliki luas 84 hektar, dijaga 4 regu dengan total 64 personil. Personil yang ada dibagi tiap 4 shift (pagi, siang, malam, dan libur). Dalam menjalankan dan menegakkan kedisipilnan di Unesa, pihak keamanan senantiasa mendasarkan diri pada edaran atau info dari pihak rektorat. Edaran tersebut akan diteruskan di lapangan atau untuk dapat diinformasikan lagi ke masyarakat Unesa. Meski demikian, Edi mengaku tidak selalu kaku dengan aturan “Terkadang harus fleksible,karena ada saja acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa sampai malam hari,” paparnya. Dari banyaknya pelanggaran yang terjadi, pak Edi dan kawan-kawan memberi sanksi kepada pelanggar hanya sebatas teguran saja dan pernyataan yang tidak mengikat “Kami Cuma ingin membuat efek jera saja bagi para pelanggar” jelasnya. Tapi kalau memang sudah tertangkap mencuri, maka pihak keamanan akan memberikan kepada kepolisian,” ungkapnya Edi berharap agar masyarakat turut mematuhi himbauan keamanan. Menurutnya bila ada kasus kecurian, kasus pacaran sampai larut malam, dan kasus lainnya,maka yang disalahkan adalah securitinya “Katanya tidak pernah patrol atau sebagainya, padahal sebenarnya kami sudah upaya” tandasnya. (EMIR)
Majalah Unesa
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
13
LAPORAN
UTAMA
FIP GIATKAN
DISIPLIN HIDUP SEHAT
U
ngkapan bijak itu dikemukakan Drs. Sujarwanto, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unesa. Menurut Sujarwanto, bekerja dengan totalitas yang tinggi harus dimulai dari kedisiplinan. Tentu saja, hal itu memerlukan proses karena mengubah perilaku ke arah disiplin tidak semudah membalikkan telapak tangan. “Baik akademik maupun non akademik, baik dari perkuliahan, jam kerja, janji, rapat harus seperti itu, di semua lini harus disiplin,” paparnya. Pria asal Sragen Jawa Tengah mengatakan, saat ini FIP mulai menggerakkan lagi kedisiplinan untuk hidup sehat melalui program Friday Health and Friday Clean. “Sekarang, di FIP setiap Jumat pagi semua harus berolahraga. Jiwa hidup bersih harus dibangun lagi,” tandasnya. Dari sisi akademik, Sujarwanto mengaku memang banyak mahasiswa mengeluhkan jadwal perkuliahan yang terkadang harus terhambat lantaran kesibukan dosen. Menanggapi hal itu, Pak Jar, begitu sapaan akrabnya menegaskan bahwa tugas dosen memang tidak hanya mengajar, tetapi juga melakukan penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan tugas lainnya. “Dengan berbagai tugas itu, tentu ada kendala-kendala dalam pelaksanaan jadwal perkuliahan. Hal itu bukan karena dosen tidak disiplin tetapi memang karena tugas. Yang terpenting adalah pedoman 16 kali tatap muka harus kita sepakati. Untuk mendisiplinkan dosen,
14
Discipline is very important. Orang mau sukses dan orang mau berhasil membangun karakter harus disiplin. Orang akan sulit berhasil kalau tidak disiplin. Dalam segala hal harus dimulai dengan disiplin.
setiap akhir bulan tim fakultas akan melakukan analisis. Jika sudah bagus akan diberi ucapan selamat dan diberi motivasi untuk meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa,” terangnya. Jika dosen tidak disiplin, akan diberikan peringatan melaui surat tertulis, serta dosen harus mengganti atau menjadwal ulang perkuliahan. Sampai pada tataran mahasiswa yang tidak memenuhi prasyarat pertemuan tatap muka kuliah juga harus mengulang. Hal ini dilakukan untuk menjaga quality insurance. Untuk karyawan, Pak Jar selalu mengingatkan kepada bawahannya bahwa hal pertama dalam pelayanan adalah give them smile. Pelayanan kepada tamu atau mahasiswa harus secepat mungkin. Sebagai dekan, ia berupaya tidak hanya menunggu di belakang meja kerja saja. Baginya surat menyurat harus cepat. Misalnya ada mahasiswa yang berasal dari luar kota datang ke fakultas hanya untuk meminta surat keterangan harus menunggu dekan, menurutnya itu tak pantas. “Kalau lima bisa selesai, selesaikan. Kalau perlu tanda tangan di punggung mahasiswa. Itu kan disiplin,” pungkasnya. Koordinator Pusat Studi dan Layanan Penyandang Disabilitas (PSLPD) Unesa ini berharap semua memberikan pelayanan yang terbaik dalam segala lini. Kalau ada staf yang memberikan pelayanan yang kurang baik selama beberapa kali, staf tersebut harus masuk kepada penilaian yang kurang baik. Sudah saatnya ada reward and
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
punishment. “Mau tidak mau harus seperti itu. Kita harus menuju ke sana dalam segala lini. Kalau toh itu terjadi timbul tenggelam, itu harus diarahkan untuk mengarah ke sana,” tambahnya. Dari segi mahasiswa, Pak Jar memandang secara mayoritas dalam segi kebersihan perlu ditingkatkan. Baik untuk perkuliahan ataupun untuk menjaga lingkungan, kedisiplinan untuk itu masih lemah dan perlu diperkuat. “Lingkungan itu kan bukan hanya tugas. Tetapi kita adalah satu rumah,” imbuhnya. Cara membangun kedisiplinan dapat dari sistem dan dari luar sistem. Dari dalam sistem dapat melalui rapat pimpinan, kajur dan kaprodi memberikannya ke dosendosen, melalui BEM, dan tentunya modeling. “Modeling itu penting. Tanpa modeling talk only, susah. Maka kedisiplinan, kemudian ramah tamah itu kita mulai. Bagaimana menghargai waktu, bagaimana kita disiplin masuk ke kelas,” bebernya. Harapannya, FIP harus mengarah ke fakultas yang modern, apalagi dengan adanya Asean Community. Secara fisik, FIP harus baik karena kedisiplinan harus dibarengi dengan fisik yang nyaman. Karena kalau fisik tidak nyaman orang akan susah untuk disiplin. FIP perlu memiliki rumah yang privat dan nyaman. Dengan fisik yang bagus, hal tersebut akan mengubah mindset penghuninya. “Selama rumah kita belepotan, jiwa kita akan belepotan, disiplin kita akan rendah, serta penghuninya pun akan sulit untuk disiplin,” tuturnya. (LINA MEZALINA)
LAPORAN UTAMA
PENDIDIKAN EKONOMI
TERAPKAN ANGKET ONLINE Kedisiplinan merupakan salah satu hal yang sering mendapat sorotan. Kedisiplinan juga selalu menjadi cerminan dari kualitas profesionalisme seseorang dalam sebuah lembaga/institusi. Namun demikian, disiplin juga bukan berarti diktator dan tidak memberikan kebebasan.
A
dakalanya kedisiplinan juga diberikan kepada individu. Misalnya, kedisiplinan yang berlaku di jurusan Pendidikan Ekonomi. Drs. Kirwani, S.E., M.M, Kajur Pendidikan Ekonomi menegaskan bahwa kedisiplinan yang berlaku di jurusan dipasrahkan kepada masing-masing dosen. Artinya, masing-masing dosen berhak melakukan negosiasi dan kontrak kerja dengan mahasiswa. “Hanya kedisiplinan secara garis umum yang diatur secara tertulis,” paparnya.
TEKNIK ELEKTRO
ABSENSI VIA FINGERPRINT
L
usia Rakhmawati , S.T., M.T., sekertaris jurusan mengaku banyak sekali menjumpai parkir liar di halaman gedung A5 yang merupakan pusat jurusan. Untuk mengatasinya, diterapkan penyitaan KTM bagi pelaku. Penyitaan sendiri dilegitimasi melalui surat penyitaan dari ketua jurusan. “kalau hanya dengan omongan tidak mempan,” tegasnya. Selain ketertiban parkir, Jurusan Teknik Elektro juga mempunyai permasalahan indisipliner dengan mahasiswa.
Rakhmawati , S.T., M.T.
Menurut Kirwani, sekarang semua sudah dinilai melalui kinerja. Yang menilai kedisiplinan seorang dosen pun maha siswa. Mahasiswa dapat memberikan penilaian saat pengisian angket online. Oleh karena itu, mahasiswa harus mengisi angket tersebut dengan benar. Jangan hanya karena dosen tersebut memberi nilai yang bagus lalu mahasiswa menilai dosen itu baik. Harus menilai dengan benar. Terkait penilaian terhadap dosen, saat ini sudah berbeda dengan penilaian-penilaian sebelumnya. Pihak jurusan tidak perlu mencatat kedisiplinan dosen secara manual satu persatu. Semuanya sudah dinilai dari kinerja dosen itu sendiri. Misalnya, berapa penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen dan berapa jumlah publikasi yang dilakukan sudah dilakukan oleh masingmasing dosen. “Jika para dosen sudah melakukan apa yang se harusnya mereka kerjakan selaku dosen maka itu sudah cukup. Yaitu melaksanakan tri darma. Melakukan tugasnya sebagai dosen, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat,” jelasnya. (SYAIFUL)
Masalah kedisiplinan memang harus dilakukan dengan tegas. Seperti kebijakan yang diterapkan Jurusan Teknik Elektro dalam menertibkan tempat parkir. Tak jarang, seusai melaksanakan praktikum, mahasiswa membiarkan begitu saja laboratorium dalam keadaan tidak rapi. “Kursi yang dipindah-pindah karena diskusi kelompok, sering tidak dikembalikan. Memang kita punya cleaning service, tapi tanggung jawab kebersihan juga ada pada mahasiswa,” keluh dosen yang juga menjabat sebagai ketua program studi D-3 Teknik Listrik itu. Lalu bagaimana dengan dosen? Lusia menambahkan, Jurusan Teknik Elektro terbantu dengan ISO 9001:2008 dan absen via fingerprint yang diterapkan fakultas. Melalui ISO, dosen yang berhalangan hadir wajib menuliskan alasan ketidakhadiran dan menjadwalkan jam pengganti pada sebuah formulir khusus. Keuntungan fingerprint, pimpinan bisa mudah mengamati dosen yang tidak hadir. Walaupun sering ada dosen yang tidak mencap jempolnya pada detektor sidik jari karena harus siaga di Gedung Laboratorium Fakultas Teknik A8. “Kalau sore, jarang yang absen pulang. Dosen yang biasa standby di A8 memilih langsung pulang daripada kembali ke gedung A5,” terangnya. Salanjutnya, Dosen yang mengampu mata kuliah Sistem Telekomunikasi ini berharap agar bukan hanya kedisiplinan yang ditegakkan oleh pegawai, tapi juga etos kerja memburu target yang tertuang di Sasaran Kerja Pegawai (SKP). “PNS mulai 2014 memiliki SKP yang wajib dipertanggungjawabkan di akhir tahun,” jelasnya. (KUSNUL/ DANANG)
Majalah Unesa
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
15
LAPORAN
UTAMA
PD 1 FBS: KEDISIPLINAN PERLU KERJA SAMA BANYAK PIHAK
Setiap instansi, pasti membutuhkan peraturan demi melancarkan kinerja dan mencapai hasil kerja yang maksimal. Demikian pula di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya yang berupaya meningkatkan kedisiplinan dengan mengacu pada peraturan yang sudah ada.
D
i FBS yang berwenang mengurusi masalah peraturan dan kedisiplinan adalah Pembantu Dekan I (bidang akademik), yang dikomandani Dr. Subandi, M. Litt. Meski demikian, bukan berarti Dekan lepas tangan dalam pelaksanaan peraturan di lingkup fakultas. Dekan turut memantau, mengontrol, dan mengomunikasikan peraturan ke setiap jurusan. Subandi menjelaskan, peraturan di FBS dibuat untuk seluruh lapisan, yaitu mahasiswa, dosen, dan karyawan. Di bidang akademik, kedisiplinan dosen selalu diperhatikan. Seperti berjalannya jurnal perkuliahan online yang memudahkan dosen dalam mengisi keterangan proses perkuliahan. “Saat ini, pihak fakultas sedang merencanakan pembuatan presensi mahasiswa secara online,” paparnya. Selain memudahkan pekerjaan dosen, peraturan juga dibuat untuk memaksimalkan kinerja karyawan fakultas. Langkah awal yang penting dilakukan adalah membangun kepekaan antarkaryawan dalam memaksimalkan kerja. Berkaitan dengan sanksi pelanggaran peraturan, Pembantu Dekan yang kembali dipercaya menjabat itu mengatakan tidak terdapat sanksi khusus. Namun, ia berupaya mengajak bersama-sama karyawan dan dosen dengan mengetuk hati nurani tiap pihak. Subandi menambahkan, selain menegakkan peraturan, pihaknya juga menekankan disiplin waktu. Jika ada dosen yang tidak mengikuti aturan waktu dan tata tertib yang berlaku dalam pemenuhan dan pengumpulan tugas, maka dosen tersebut akan ditinggalkan, dalam artian ditolak penyelesaian pekerjaannya. “Tidak peduli dari jurusan
16
mana pun, kami akan tetap tegas yang berkaitan dengan kedisiplinan waktu,” ujar Subandi. Untuk mengatasi masalah pelanggaran, Subandi menerapkan strategi kerja sama dan komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak. Fakultas akan selalu mengomunikasikan hal-hal penting yang akan didiskusikan dalam rapat maupun pemberitahuan penting lainnya. “Komunikasi kita ini tergolong hebat, karena melalui tiga jalur. Komunikasi melalui SMS, surat tertulis yang diantarkan kurir, dan online (e-mail dan e-office). Jadi, kalau ada kajur atau sekjur yang tidak menerima pemberita huan, itu jelas bohong,” ungkapnya. Komuni kasi yang dilakukan sebagai strategi peningkatan pencapaian kinerja tersebut tidak hanya dilakukan sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Dengan komunikasi yang kontinyu dan erat antarpihak di fakultas, peraturan dapat dilaksanakan dengan baik. (ANISSA/WAHYU)
| Nomor: 78 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
Dr. Subandi, M. Litt.
KATA MEREKA
BICARA tentang KEDISIPLINAN Kedisiplinan merupakan hal mutlak yang perlu dilakukan bagi warga kampus Unesa untuk dapat melangkah ke depan lebih baik lagi. Tak terkecuali mahasiswa harus lebih mengetatkan diri dalam belajar dan berdisiplin waktu demi masa depan yang makin penuh tantangan. Lantas, apa kata mahasiwa tentang disiplin ini? Berikut pendapat mereka... Novita Amalia, Mahasiswa FE
Abdul Rajab, Ketua HMJ FIP
Khianjar W, Mahasiswa FMIPA
Perlu Keteladanan Dalam Jiwa Disiplin
Belum Sepenuhnya Berjiwa Disiplin
Disiplin Diperlukan Sanksi Tegas
DALAM hal jam kuliah, Unesa masih kurang disiplin. Walaupun, hal itu tidak berlaku bagi semua dosen. Memang ada dosen yang benar-benar menerapkan kedisiplinan dengan baik, sebaliknya adapula yang acuh dan tak acuh. Dibandingkan dengan universitas lain, kedisiplinan Unesa ternyata kurang baik, khususnya kedisiplinan terkait kontrak atau kesepakatan jam kuliah antara dosen dan mahasiswa. Sebab dari situlah mahasiswa akan menilai dan meneladani dosen.� (SYAIFUL)
MENURUT saya, kedisplinan belum bisa diterapkan sepenuhnya di FIP. Ketidakdisiplinan yang terjadi adalah dari segi disiplin akademik terkait jadwal perkuliahan. Terkait dengan ketidakdisiplinan jadwal perkuliahan, saya melihat ada beberapa dosen yang seenaknya izin tidak bisa mengajar. Selain dosen, mahasiswa juga kurang disiplin terkait ketepatan waktu saat proses perkuliahan dan kedisiplinan berbusana juga masih kurang.� (LINA MEZALINA)
DI Jurusan Kimia dosen sudah bersedia datang tepat waktu. Namun memang masih ada sebagian dosen yang menyimpang dari jadwal GBRP. Selain itu, untuk masalah parkir sudah tertib penjaganya yang mau membantu merapikan posisi motor yang parkir sembarangan. Namun untuk luas lahan parkir masih kurang mencukupi. Mau ditata rapi pun kalau lahan parkirnya tidak mencukupi, akan sulit dalam penataan sepeda motor. Sanksi bagi para pelanggar kedisiplinan juga harus diberikan agar muncul rasa bersalah dan mau memperbaiki kinerjanya. Kalau ada peringatan yang tegas, maka berbagai bentuk kedisiplinan bisa dilakukan dengan baik.� (SURYO)
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
17
LENSA UNESA
Prosesi isuda yang dilaksanakan pada Minggu (29/3/2015) di gudung DBL Arena jalan A. Yani no. 88 Surabaya tersebut merupakan wisuda mahasiswa dari program diploma, sarjana, dan pascasarjana. Dari wisudawan yang berjumlah lebih dari seribu mahasiswa tersebut, terdapat 10 mahasiswa terbaik dengan predikat cumlaude. Selain itu, di antara para wisudawan juga terdapat empat mahasiswa dari program bidikmisi yang dapat lulus dengan cepat atau 3,5 tahun dengan predikat cum laude. Di lain kesempatan, Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, M.S. berharap, mahasiswa yang telah lulus dari bangku kuliah tidak berhenti berproses. Mereka bisa memilih antara melanjutkan pendidikannya atau bekerja. (HUDA/SYAIFUL)
18
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Wisuda ke-82
Majalah Unesa
LENSA UNESA
3
Pengukuhan GURU BESAR
Unesa
UNIVERSITAS Negeri Surabaya mengukuhkan 3 guru besar (profesor) barunya, Prof. Dr. Wahyu Sukartiningsih, M.Pd. (Bidang Ilmu Pembelajaran Bahasa Indonesia SD), Prof. Dr. Bambang Supriyanto, M.T. (Bidang Ilmu Teknik Sistem Tenaga), dan Prof. Dr. Darni, M.Pd. (Bidang Ilmu Sastra Jawa “Modern”). Ketiga profesor secara resmi telah dikukuhkan menjadi guru besar di Auditorium Rektorat Lantai III kampus Unesa Ketintang, Kamis (26/3/2015). Pengukuhan ini dibuka oleh Prof. Dr. Maria Veronica Roesminingsih, M.Pd selaku Sekertaris Senat Universitas Negeri Surabaya. Prof. Dr. Bambang Supriyanto, M.T. menyampaikan pidatonya berjudul “Adaptive Neuro Fuzzy Inference System” dalam bidang Teknik Sistem Tenaga sebagai Upaya Penghematan Energi Listrik. Prof. Dr. Wahyu Sukartiningsih, M.Pd. menyampaikan pidatonya yang berjudul “Mengontruksi Karakter Positif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar”. Sedangkan Prof. Dr. Darni, M.Pd. menyampaikan tentang “Membangun Masyarakat Adil Gender”. (RUDI/WAHYU/SYAIFUL)
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
19
KOLOM REKTOR
Perubahan paradigma waktu itu harus dilakukan oleh semua warga, baik itu para pimpinan, dosen, mahasiswa maupun karyawan. Tanpa ada perubahan paradigma dalam memandang waktu, tidak akan terwujud kedisiplinan dalam bekerja, belajar.
K
edisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, Begitu pentingnya disiplin, sampai diyakini bahwa kedisiplinan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang. Fakta memang menunjukkan bahwa orang-orang yang berhasil, memiliki kedisiplinan yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang-orang yang kurang berhasil. Dalam penilian kinerja pegawaipun kedisiplin an menjadi salah satu komponen yang harus dinilai. Oleh karena itu, bagi pegawai yang tidak memiliki kedisiplinan, tentu karirnya tidak akan selancar mereka yang memiliki kedisiplinan. Jika kita berbicara kedisiplinan, paling tidak berkaitan dengan waktu, penggunaan dan kemampuan mengatur waktu, serta mentaati aturan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan penggunaan waktu ini, Allah (bagi yang ber agama Islam) telah memperingatkan dalam surat Al-Asr, demi masa, sungguh manusia bearada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajik an serta saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran. Dari surat tersebut jelas bahwa manusia akan rugi jika tidak menggunakan
waktu dengan baik. Bahkan Allah telah memberi contoh tentang kedisiplinan dengan menetapkan kapan waktu (aturan) sholat, yang harus ditaati oleh manusia. Ini menunjukan bahwa kedisiplinan memang merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan.
gat penting, sehingga membiarkan terus berlalu. Hal ini bisa kita lihat dari aktivitas mereka di kampus. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang berkaitan dengan statusnya sebagai mahasiswa. Perpustakaan yang semestinya sebagai jantung perguruan tinggi dan menjadi tempat para mahasiswa belajar, tingkat kunjung annya juga tidak menggembirakan. Memang dengan kemajuan teknologi, virtual library ilmu dan pengetahuan sudah bisa diakses melalui laptop atau HP. Berbagai informasi bisa diakses dengan menggunakan media internet. Namun dalam kenyataannya, lebih banyak mahasiswa yang cangkrukan sambil ngrumpi dan minum kopi, bukan diskusi, sebab antara ngrumpi dengan diskusi adalah dua hal yang berbeda. Ngrumpi hanyalah kegiatan “onani” untuk memuaskan dirinya sebagai “aku” dengan membicarakan kejelekan orang lain atau apa yang dijadikan objek. Sedangkan diskusi berangkat dari permasalahan dan berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut. Memang dalam diskusi dibutuhkan modal pengetahuan, atau teori sebagai pisau analisisnya, namun dengan
MELIRIK
KEDISIPLINAN WARGA
UNESA
20
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Kedisiplinan Warga Unesa Memprihatinkan Bila kita cermati kedisiplinan warga Unesa sungguh sangat memprihatinkan, baik dilihat dari penggunaan dan pengaturan waktu, maupun dalam menaati peraturan yang telah ditetapkan. Dari survei secara informal yang dilakukan penulis, hampir 99% mahasiswa tidak memiliki agenda penggunaan waktu. Mereka tidak memiliki jadwal kegiatan setiap harinya. Bahkan mereka tidak memiliki jadwal belajar. Hari demi hari mereka lalui dengan mengalir tanpa perencanaan. Mereka tidak menganggap bahwa waktu itu san-
Majalah Unesa
Oleh Prof. Warsono
KOLOM REKTOR diskusi juga akan menambah pengetahuan dan wawasan, serta melatih keterampilan berpikir. Dari sisi ketaatan terhadap peraturan, bisa kita saksikan, perilaku warga Unesa juga sangat memprihatinkan. Berbagai rambu lalu lintas, yang mengatur larangan untuk parkir tidak diindahkan. Lihat saja di sekitar Ranunesa dan food court, sudah jelas-jelas ada rambu-rambu larangan parkir, tetapi apa yang terjadi, rambu-rambu tersebut nyaris tidak ada gunanya. Kendaraan justru berjejer parkir di sepanjang jalan yang ada rambu larangan parkir. Padahal tempat untuk parkir juga sudah disediakan, tetapi mengapa mereka tidak mau parkir di tempat yang telah disediakan dan justru memilih melanggar peraturan. Perilaku melanggar peraturan jelas menunjukan suatu budaya yang kurang baik, karena peraturan itu dibuat agar baik. Salah satu ciri dari masyarakat yang beradab adalah ketaatan terhadap peraturan. Masyarakat yang sudah cerdas, menyadari bahwa dalam kehidupan bersama (bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara) diperlukan peraturan, yang salah satu fungsinya adalah mengatur dan memberi perlindungan terhadap hak-hak individu. Peraturan tersebut kemudian ditaati dan dijunjung tinggi secara bersama. Oleh karena itu, ketaatan terhadap peraturan merupakan bentuk penghormatan terhadap hak-hak orang lain. Kalau kita sering berbicara masyarakat madani (beradab), namun perilaku kita belum menggambarkan apa yang menjadi ciri dari masyarakat madani. Dalam perkuliahan, kita juga belum bisa menjaga kedisiplinan, masih banyak dosen yang sering terlambat mengajar, atau meninggalkan jam kuliah. Jadwal yang telah ditetapkan sering tidak dipatuhi, bahkan ada yang suka menggantiganti jam kuliah hanya karena kepentingan pribadi. Begitu juga, para tenaga administrasi, masih banyak yang kurang disiplin dalam bekerja. Bahkan di kalangan pimpin足
an, kedisiplinan juga masih kurang. Ini bisa dilihat pada saat rapat-rapat, yang sebagian masih belum tepat waktu. Ingin Maju, Disiplin Harus Ditegakkan Kedisiplinan memang harus ditegakkan jika ingin maju. Pene足 gakan kedisiplinan memang bisa dilakukan dengan penegakan aturan dengan memberi sanksi kepada mereka yang melanggar, tetapi akan menjadi lebih baik kalau penegakan disiplin itu dilakukan oleh masingmasing pribadi. Kesadaran dan kecerdasan dalam kehidupan harus terus ditumbuhkan pada setiap warga Unesa, agar menjadi insaninsan yang beradab. Paradigma terhadap waktu harus diubah, dari kebebasan ke pembatas, dari awal menjadi akhir, dari menunggu ke yang dikejar. Selama ini kita sering berbicara kebebasan sudah barang tentu berkaitan de足 ngan waktu. Dalam paradigma ini kita mengganggap bahwa waktu adalah milik kita, sehingga kita bisa menggunakan semau kita. Akibatnya kita sering membuangbuang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat baik bagi kita sendiri maupun bagi kehidupan. Padahal waktu adalah pembatas bagi kita. Kita tidak tahu berapa lama waktu yang diberikan untuk hidup di dunia ini. Yang pasti adalah bahwa umur kita dibatasi, sampai kapan kita tidak tahu. Ini berarti, kita harus menggunakan waktu sebaikbaiknya untuk mengisi hidup di dunia ini, agar kita bisa mencapai hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Kita juga harus mengubah paradigma waktu dari awal (ketidakpastian) menjadi akhir (kepastian). Sebagai contoh pada saat rapat, tertulis undangan pukul 09.00 WIB. Hampir sebagian besar yang diundang baru mulai datang pukul 09.00, sehingga rapat menjadi molor dan baru dimulai satu jam berikutnya, karena harus menunggu yang lain. Hal ini disebabkan kita mengganggap bahwa kita diundang mulai (awal)
pukul 09.00. Agar rapat tidak molor, undangan pukul 09.00 tersebut harus dimaknai bahwa rapat akan dimulai paling akhir pukul 09.00, sehingga kedatangan kita paling akhir (lambat) adalah pukul 09.00. Logikanya kalau kita memaknai bahwa pukul 09.00 itu adalah awal, maka tidak jelas kapan akhirnya. Paradigma berikutnya adalah bagaimana kita tidak lagi menunggu waktu, tetapi kita dikejar waktu. Hal ini sejalan dengan paradigma kedua, bahwa waktu akan berakhir. Dalam wacana bisnis orang sering mengatakan dikejar deadline, ini artinya dikejar waktu. Waktu yang disediakan sudah akan berakhir, sehingga kita harus bekerja keras, agar segera menyelesaikan pekerjaan. Jika paradigma ini yang dipakai, maka kita akan selalu memanfaatkan waktu dengan baik untuk kegiatan yang produktif. Jadi kita tidak perlu menunggu waktu, karena waktu akan terus berlalu, dan kita yang akan dikejar deadline kehidupan. Dengan mencermati fenomena kedisiplinan dari warga Unesa, perlu dilakukan perubahan paradigma dalam memandang waktu, agar Une足sa bisa maju dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainnya. Kalau orang Inggris memandang bahwa waktu adalah uang (time is money), maka kita memandang waktu dengan cara yang berbeda, yaitu waktu adalah pembatas, akhir, dan mengejar kita. Perubahan paradigma waktu itu harus dilakukan oleh semua warga, baik itu para pimpinan, dosen, mahasiswa maupun karyawan. Tanpa ada perubahan paradigma dalam memandang waktu, tidak akan terwujud kedisiplinan dalam bekerja, belajar. Dan tanpa kedisiplinan maka akan sulit maju. Semoga warga Unesa menyadari hal ini dan tidak menjadi orang-orang yang merugi seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Asr. Amin . n
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
21
KABAR PRESTASI
Dr. Hj. Asri Wijiastuti, M.Pd
DOSEN BERPRESTASI LEWAT KOMPOSTER
Dr. Hj. Asri Wijiastuti, M.Pd. di meja kerjanya. Menurutnya, dosen yang berkualitas adalah dosen yang tidak hanya mampu berteori saja, tetapi juga harus meneliti dan hasil penelitiannya diberikan kepada mahasiswa sehingga terjalin sinkronisasi civitas akademika di Unesa.
22
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
KABAR PRESTASI
PRESTASI MEMBANGGAKAN DIDAPAT DR. HJ. ASRI WIJIASTUTI, M.PD. UNTUK KALI KEDUA, DOSEN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP) ITU BERHASIL MENJADI PEMENANG KE-1 DOSEN BERPRESTASI UNESA MELALUI KARYA KOMPOSTERNYA.
P
restasi dan perghargaan kali pertama diterima pada tahun 2003, selanjutnya prestasi kembali ditorehkan pada 2013 sesuai dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Surabaya Nomor: 0028/UN38/HK/KP/2013 tentang Pemenang Pemilihan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Berprestasi di Lingkungan Unesa Tahun 2013 Sekretaris Prodi S2 PLB Pasca Sarjana Unesa itu meraih prestasi melalui artikelikonik yang bernama Komposter. Asri dianggap melakukan terobosan baru dalam bidang keilmuan science. Komposter merupakan sebuah alat sederhana yang memberikan manfaat kepada masyarakat dan memiliki unsur keilmuan yang berkualitas. Komposter yang dibuat Asri terbuat dari tong berbahan khusus yang di dalamnya terdapat air asin, di mana oksigen yang masuk akan menyebabkan munculnya mikroba aerob sehingga sampah tidak bau dan mampu menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat. Komposter ini memiliki keunggulan dari sisi bahan terbuat dari tong yang cukup kuat, tanpa perawatan, dan tahan lama. “Gema komposter ini sudah fenomenal di Indonesia. Di Surabaya kalau ada tong-tong biru itu adalah karya kami,” papar dosen yang juga salah satu Tim Eco Campus Unesa Bidang Air dan Pemberdayaan. Asri mengaku, menjadi seorang dosen dengan predikat berprestasi tentu memberi kesan dan kebanggaan tersendiri baik secara emosional maupun akademik. Kesan emosional yang dirasakan yakni adanya pengakuan dari sivitas akademika Unesa kepada orang-orang yang berkarya di luar. “Itu yang menjadi motivasi saya dalam melakukan hal-hal baru yang kreatif,” ungkapnya. Setelah ditetapkan menjadi Dosen Berprestasi Unesa, dosen jurusan PGSD FIP sebenarnya diusulkan mengikuti pemilihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berprestasi tingkat nasional. Sebanyak 15 dosen berprestasi di seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia dikumpulkan di Jakarta. Sayang, pada ajang itu, nama Asri tidak mampu menembus menjadi pemenang. Dosen kelahiran Malang itu menuturkan bahwa dosen yang berkualitas adalah dosen yang tidak hanya mampu berteori saja, tetapi juga harus meneliti dan hasil penelitiannya diberikan kepada mahasiswa sehingga terjalin sinkronisasi civitas akademika di Unesa. (KHUSNUL)
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
23
INSPIRASI
ALUMNI
AMI HARISAH berpose bersama Dewi Sandra (kiri) dalam sebuah kegiatan Tabloid Naruni yang dipimpinnya.
24
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
INSPIRASI ALUMNI
Ami Haritsah Berjiwa Pendidik Seringkali antara karier yang dijalani seseorang tidak sama dengan apa yang dicita-citakan. Demikianlah yang dialami Suparmi. Alumnus IKIP Surabaya kelahiran Pasuruan, 1 Januari 1976 itu sejatinya memiliki cita-cita sebagai guru, namun kini ia yang justru lebih menekuni profesi sebagai jurnalis.
C
ita-citaku jadi guru. Gak punya cita-cita wartawan,”ungkap perempuan yang akrab dipanggil Ami Haritsah ini. Perjalanan hidup Ami memang berliku. Anak kedua dari tiga orang bersaudara sudah yatim sejak duduk di bangku kelas dua SD Negeri Pertamanan Pasuruan. Waktu itu, Ami sempat down sehingga membuat prestasinya menurun. Sebelumnya, ia selalu mendapat peringkat satu di kelas, tibatiba melorotk ke peringkat 14. Beruntung, seiring berjalannya waktu, Ami mampu bangkit kembali. Ia dapat menyelesaikan sekolah dasar dengan baik dan lulus dengan nilai yang tinggi. Atas capaian itu, Ami dapat melanjutkan ke SMPN 1 Pasuruan, sebuah sekolah yang menjadi sasaran kelompok elite. “SMP-nya orang-orang elite. Anaknya wali kota, direktur bank. Sedangkan aku dari keluarga tidak mampu,” kisah perempuan yang hobi membaca, menulis, travelling, dan nonton itu. Selama menjalani pendidikan di bangku SMP, Ami tidak dapat bersaing dengan teman-temannya. Ia tak pernah meraih peringkat satu. Baru
pada kelas tiga, Amin dapat dibilang menempati posisi sepuluh besar. Ia mendapat peringkat 7. Menurut Ami, nilai yang dicapai di bangku SMP itu cocok untuk melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Pasuruan (lulus tahun 1995). Namun, Ami lebih memilih SMAN 2 Pasuruan dengan dua alasan. Pertama, Ami tidak suka kalau hanya berteman dengan yang itu-itu terus. Ami ingin mencari dan memiliki teman-teman baru. Kedua, Ami berpikir, daripada masuk SMAN 1 tapi peringkat 10 lebih baik SMAN 2 tapi peringkat 1. Sebenarnya, perjalanan Ami masuk ke SMA tidak semulus yang dibayangkan. Ketika ia hendak melanjutkan pendidikannya, kondisi ekonomi keluarga yang hanya single parents itu menjadi kendala baginya. Setelah ayahnya meninggal, ibunya Ami hanya bekerja sebagai penjual gorengan ke sekolah-sekolah. Kemudian berhenti dan menjadi pembantu. Sementara kakaknya yang sudah berkeluarga hanya berprofesi sebagai office boy di sebuah lembaga pemerintahan. Dan adiknya masih duduk di bangku SD.
Majalah Unesa
Hal itulah, yang membuat Ami sempat bingung sebab tidak mampu membayar uang masuk SMA. Syukurlah, kebingungan Ami sebab biaya masuk itu segera berlalu setelah mendapat bantuan dari organisasi yang diikutinya. Ami aktif dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Ami dibantu untuk biaya uang masuk SMA dan juga biaya SPP setiap bulan. Keinginan Ami untuk masuk SMA 2 agar mendapat peringkat 1 sempat ia raih. Meski selanjutnya ia bergeser ke posisi peringkat 2. Selama di bangku SMA Ami berupaya untuk mendapat beasiswa. Ia pernah mengajukan keringanan biaya sekolah. Setelah kelas dua, beasiswa untuk siswa berprestasi pun turun kepadanya. Ia mengambil jurusan A4 atau Budaya khususnya Jurusan Bahasa Arab, walaupun konon Jurusan Bahasa merupakan tempat siswa “buangan”. Dalam satu kelas itu, terdiri dari 40 orang siswa dengan 10 orang siswa perempuan. Ami lah satu-satunya yang berjilbab dan juga sering terlambat. Sehingga berkali-kali ia mendapat teguran sebab pada saat itu ada aturan larangan berjilbab. Akibatnya, berkali-
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
25
INSPIRASI
ALUMNI
kali pula ibu Ami dipanggil ke sekolah. Tapi, ibunya tak pernah memarahi Ami, justru ia membela Ami. “Ibuku baik banget. Beliau tetap membelaku. Ia bercerita kalau penyebab aku sering terlambat ke sekolah karena aku harus bantu ibu masak dulu dan menyiapkan adik ke sekolah yang masih SD. Intinya, beliau tetap membelaku,” kenang ibu dari Reza Muhammad Aquilla Haris ini. Bahkan, pada suatu saat ia harus datang ke rumah guru olahraganya bersama ibunya. Sebab di kemudian hari Ami diperbolehkan memakai
Tiga tahun di bangku SMA, Ami mendapatkan nilai yang membanggakan. Tanpa di sangka, menjelang lulus, permohonan keringanan biaya sekolah yang pernah diajukan keluar. Itu menjadi kabar gembira baginya karena semua biaya sekolah SMA sejak kelas satu hingga kelas tiga dikembalikan. Dengan uang tersebut, Ami ingin melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah. Mulanya, Ami tidak dibolehkan kuliah oleh ibunya karena tidak punya biaya. Sehingga ia minggat ke
ngajar pun lebih baik milih IKIP. Dan kata guruku, ‘kamu sudah pintar bahasa Indonesia, lebih baik kamu mengambil bahasa Inggris’,” beber istri Ifan Haris ini— sebab menikah dengan Ifan Haris itulah kelak Suparmi lebih akrab dipanggil Ami Haritsah. Lagi-lagi masalah biaya sempat menghambat perjalanan Ami sehingga organisasi PII kembali membantu uang transportasinya ke Surabaya. Karena setibanya di Surabaya pembelian formulir belum buka, Ami diajak tinggal bersama
rumah tetangganya selama dua hari dua malam. Setelah lama membujuk ibunya, akhirnya Ami pun dibolehkan. Sebenarnya, Ami tidak memiliki tujuan khusus ketika hendak kuliah. Baginya, yang penting kuliah. Umumnya, anak Pasuruan pada waktu itu kuliah ke Malang atau Jember. Tapi, karena karakter Ami yang selalu ingin mencari teman baru, Ami memilih kuliah di Surabaya. Ami sempat mengalami kebimbangan ketika hendak memilih kuliah di mana dan jurusan apa. Namun, berdasarkan masukan dari teman-temannya di PII dan gurunya, ia pun memilih IKIP Surabaya Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. “Katanya kalau kuliah di IKIP bisa jadi guru. Bahkan kalau mau kuliah sambil kerja atau
temannya yang kuliah di Unair terlebih dahulu. Mohammad Shodiq namanya. Nasib buruk pun kembali dialami Ami. Uang yang akan dibelikan formulir itu tiba-tiba hilang. Untungnya, temannya itu rela membelikan formulir dan menanggung hidup Ami. Ami bersyukur sebab doanya terkabulkan. “Meskipun pada waktu itu IKIP Surabaya pilihan kedua, pilihan pertama Malang tapi doaku ke IKIP Surabaya,” tuturnya sambil tersenyum. Namun, Ami harus minggat lagi ke rumah tetangganya sebab ibunya tidak membolehkan dirinya kuliah. Uang gedung yang harus dibayar oleh Ami sejumlah 450 ribu. Padahal uang simpanan yang tersisa hanya 90 ribu. Saran dari teman-teman PII-nya, Ami disuruh menuliskan surat untuk BJ.
AMI HARISAH bersama para selebriti dalam event hijabers yang diselenggarakan Tabloid Naruni.
jilbab kecuali pada mata pelajaran olahraga. Padahal Ami yang baru memakai jilbab sejak kelas satu SMA itu merasa risih kalau hanya berpakaian layaknya kostum olahraga. Ia merasa dirinya munafik jika pada suatu saat ia memakai jilbab dan pada saat yang lain dia memakai pakaian ketat. Ia datang ke rumah guru olahraganya untuk meminta izin tetap berpakaian ala kadarnya meskipun pada jam mata pelajaran olahraga. Namun, Ami dan ibunya tidak bertemu dengan sang guru. Akhirnya, berkat kebiasaannya menulis buku diary, Ami menuliskan surat yang intinya meminta izin. “Ternyata aku diizinkan dan bahkan guru olahraga tersebut semakin dekat padaku,” tuturnya.
26
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
INSPIRASI ALUMNI Habibie. Ami pun mencobanya. Tak peduli apakah surat tersebut diterima atau tidak. Tapi, Ami kemudian berpikir, tidak mungkin BJ. Habibie memberikan beasiswa dalam waktu singkat. Kebutuhan Ami untuk membayar uang gedung tinggal satu minggu lagi. “Kenapa aku minta ke orang yang jauh ya? Ke yang deket-deket po’o?” pikir Ami waktu itu. Tak membuang-buang waktu lagi, Ami menuliskan surat yang ditujukan kepada Pak Saputro, Bupati Pasuruan. Ami menceritakan semua kondisi dirinya dan keinginannya dalam empat lembar folio. Karena perempuan berjilbab masih tabu, pukul tujuh malam ia mengajak sahabatnya untuk mengantarkan surat tersebut ke rumah bupati. Ia menitipkan surat tersebut ke penjaganya. Awalnya, penjaganya mencurigai Ami yang tidak-tidak namun setelah dijelaskan akhirnya penjaganya mau menyampaikan surat tersebut ke bupati. Keberuntungan berpihak pada Ami. Pukul delapan keesokan harinya, ajudan bupati datang ke rumah Ami. Ia mengundang Ami untuk makan malam bersama di rumah bupati. Ami sangat bahagia dan menceritakan ulang yang pernah dituliskan dalam suratnya kepada bupati. Dengan tangan terbuka, bupati itu pun mau membantu Ami, ia memberi sejumlah uang yang dibutuhkan Ami. Satu pertanyaan bupati pada saat itu yang melekat dalam ingatan Ami hingga saat ini. “Setelah saya bantu kamu sekarang, nanti di Surabaya kamu gimana?” Dengan tangkas Ami menjawab, “Ngajar, Pak.” Kemudian, setelah bupati memberikan amplop berisi uang itu, ia hanya berpesan, “Hati-hati!” Pada semester satu di IKIP Surabaya, Ami mengaku memang masih bergantung pada orangtua. Meskipun ia juga mengaku jarang makan dan lebih suka menyibukkan diri dengan kegiatankegiatan di kampus. Ia mengikuti apa pun kegiatan yang ada di kampus. Ia pernah menjabat sebagai ketua II dalam BEM Jurusan. Ia juga pernah menjadi anggota UKIM. Pada semester dua, Ami terpaksa
mengirim surat lagi ke bupati sebab tidak
di X-File ia jalani selama satu setengah
Di tengah kesibukannya sebagai jurnalis, Ami masih menyempatkan diri untuk menjadi dosen Luar Biasa Journalism in English di Universitas Negeri Surabaya (2012-sekarang) dan dosen Bahasa Inggris di AWS Stikosa (2013-sekarang).
dapat membayar uang semesteran. Ami mengirimkan surat dengan dilampiri transkip nilainya. Setelah itu, Ami baru mendapat pekerjaan sebagai guru les private anak direktur BI. Menginjak semester tiga, anak bimbingannya semakin tinggi. Antara lain pegawai Telkom dan bidan. Ami pun dapat hidup mandiri tanpa meminta lagi pada ibunya. Bahkan pada semester lima ia sudah dapat mengirimkan uang untuk ibunya. Mulai Menapaki Karier Kesukaan menulis yang dimulai dari menulis buku diary ternyata berbuah manis. Semester delapan Ami diterima bekerja sebagai wartawan di Indonesian Daily News (tahun 1998), surat kabar yang berada di bawah naungan Jawa Pos Grup. “Di saat orang lain lagi susah cari kerja, tapi alhamdulillah aku mendapatkan kerja dengan mudah,” ungkapnya. Ami bekerja di media tersebut selama tiga bulan sebab segera disibukkan oleh KKN. Baru setelah selesai kesibukan KKN, ia kembali bekerja sebagai wartawan di majalah X-File (1999-2000), sebuah majalah yang biasa dikenal sebagai majalah “kuning” atau majalah skandal para pejabat. Ami mengaku, ada dua alasan mengapa dirinya suka menjadi wartawan meskipun itu bukan cita-citanya. Pertama, baginya wartawan hanyalah hobinya. Yakni sebagai kelanjutan dari hobi menulis. Kedua, karakter Ami yang tidak suka nunduk-nunduk di hadapan orang. Dengan menjadi wartawan, menurut Ami, orang akan menjadi lebih welcome. Seberapa tinggi pun jabatan seseorang, dalam dunia jurnalistik atau wartawan itu dianggap sejajar. Menjalani profesi sebagai wartawan
Majalah Unesa
tahun. Kemudian dipindahkan ke majalah yang baru berdiri, majalah Nurani, oleh pemimpinnya dengan pertimbangan Ami adalah perempuan berjilbab. Tabloid Nurani memiliki fokus pada bahasan tentang keluarga islami. Berkarier di tabloid Nurani ia jalani hingga sekarang. Selain berprofesi sebagai jurnalis, saat ini ia telah menjabat sebagai wakil direktur dalam perusahaan tabloid Nurani dan sebagai redaktur senior dalam publikasi media tersebut. Ia juga termasuk pelopor berdirinya Tabloid Modis. Meskipun pada mulanya ia merasa kesulitan sebab sejak jadi wartawan di Indonesian Daily News dan di X-File Ami selalu bergulat di dunia politik, lantas di Tabloid Modis Ami mesti memegang hal-hal yang berkaitan dengan mode atau fashion. “Masuk Modis harus mengubah 180 derajat. Dari yang gak suka harus suka,” kenangnya. Selain itu, tahun 2001 Ami juga mempelopori berdirinya dan juga menjadi pemred-nya Ayo Berjilbab. Tujuannya adalah untuk bersyiar dengan cara menghadirkan tutorial memakai jilbab melalui foto, video, dan bahkan diadakan festival berjilbab. Meski demikian, cita-cita sebagai guru tetap Ami jalankan. Di tengah kesibukannya sebagai jurnalis, Ami masih menyempatkan diri untuk menjadi dosen Luar Biasa Journalism in English di Universitas Negeri Surabaya (2012-sekarang) dan dosen Bahasa Inggris di AWS Stikosa (2013-sekarang).“Jadi guru kan bisa kapanpun,”jelasnya. Sehingga tak heran jika pada April 2014 kemarin ia menjadi juara 3 dalam acara Kartini Award 2014 dengan tema“The Power of Fashion”. (SR)
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
27
JATIM
MENGAJAR MONEV BANYUWANGI (Bagian 3 Habis)
DI SUKAMADE
DISANGKA ISIS Perjalanan monev Jatim Mengajar ke Banyuwangi meninggalkan catatan khusus bagi Direktur P3G Unesa, Prof Luthfiyah Nurlaela. Kesan dan berbagai hal yang ditemuinya selama berkunjung ke wilayah penempatan guru Jatim Mengajar dituangkan dalam tulisan berikut ini, yang merupakan bagian akhir dari 3 tulisan untuk majalah Unesa.
S
ukamade. Orang mengenal tempat ini sebagai sebuah dusun dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Menurut data, TNMB memiliki luas mencapai 50.000 hektare. Nama Meru Betiri diambil dari nama gunung tertinggi, yaitu Gunung (meru) Betiri. Tinggi gunung tersebut adalah 1.223 mdpl. Untuk mencapai Sukamade tidaklah mudah. Bagi Anda pemilik mobil jenis sedan atau jenis mobil keluarga yang lain, yang bukan tipe untuk offroad, sebaiknya tidak usah melakukan penjelajahan di rimba Meru Betiri hingga Pantai Sukamade. Setelah masuk pintu pos Meru Betiri, Anda akan berhadapan dengan jalan yang tak lagi beraspal. Bukan lagi jalan makadam, tapi jalan yang penuh bebatuan runcing. Bahkan, untuk sampai ke Pantai Sukamade, kita akan melewati lima anak sungai yang airnya setinggi lutut orang dewasa. Bila musim hujan, anak sungai itu airnya meluap dan ketinggiannya bisa mencapai leher orang dewasa, bahkan bisa sampai setinggi mobil jeep. Itulah sebabnya kenapa hari ini kami tidak lagi bisa menumpang jeep untuk kembali pulang, melainkan harus naik sepeda motor dan rakit untuk menyeberangi sungai-sungai itu. Ada sekitar 300 KK di Sukamade, dan sekitar 1000 lebih jiwa. Mayoritas
28
penduduk hidup dari berkebun dan bertani. Mereka tinggal di perkampungan di tengah perkebunan, dan semua kepala keluarga adalah pekerja perkebunan. Selain bekerja di perkebunan, mereka juga bertani di tegalan. Penduduk umumnya bekerja pagi sampai malam. Pada pagi hari sampai siang atau sore, mereka bekerja di perkebunan. Sebagian bekerja di sekolah, atau sekedar mengurus rumah. Bila malam tiba, khususnya bila musim tunggu tiba, mereka menunggu tegalan masing-masing. Kacang, kedelai, dan berbagai sayuran, semua disukai babi hutan. Selain babi hutan, monyet, rusa, banteng, semuanya berpotensi mengganggu tanaman. Setiap hari, Bu Katminayati misalnya, salah satu guru di SD Sarongan, hanya tidur sekitar dua jam. Pada pagi sampai siang dia mengajar di sekolah, lanjut mengurus rumah, dan malam hari dia menjaga kebun mulai selepas maghrib sampai shubuh. Seperti itulah kegiatan sehari-harinya. Suami bu Kat adalah petugas keamanan kebun. Sift kerjanya per 24 jam. Gajian sebulan dua kali, tanggal 4 dan tanggal 19. Gajinya sebesar Rp.31.000,- per hari. Jadi per bulan sekitar Rp.500.000,-. Anaknya ada tiga, satu mahasiswa Universitas Negeri Jember, dan dua masih sekolah di SMP
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
dan empat tahun. Ditambah dengan gaji Bu Kat sendiri sebagai guru yang dibayar oleh perkebunan dan dari dana BOS sebesar sekitar Rp.600.000,-, mereka memang harus berkebun dan bertani untuk bisa hidup lebih layak. Hidup di Sukamade adalah hidup yang tenang tanpa kebisingan. Tanpa polusi, tanpa macet. Tanpa sinyal, kecuali kalau kita mau ke hutan sinyal. Ada denyut kehidupan ekonomi dari perkebunan dan toko-toko kecil serta sesekali deru motor dan mobil offroad. Meski ada pabrik kecil pengolahan karet di kawasan itu, namun aktivitasnya nyaris tak mempengaruhi kemurnian lingkungan di sekelilingnya. Disangka Anggota ISIS Saat ini saya dan Bu Lusi tengah berada di SD 2 Sarongan. Bercengkerama dengan anak-anak sekolah. Menanyai mereka apakah mereka kenal pak guru Eko Sumargo, apakah mereka senang diajar oleh pak guru itu, kenapa suka, apa saja yang sudah diajarkannya, dan lainlain. Saya mendapatkan jawaban yang sangat membanggakan dari anak-anak polos itu. “Suka sekali sama Pak Eko, orangnya sabar, tidak pernah marah, ramah, baik hati, sayang sama anak-anak, pinter ngaji, suka bermain sama anak-anak....” Setelah cukup puas bercengkerama dengan anak-anak di halaman sekolah,
JATIM MENGAJAR kami masuk ke ruang guru. Pak Zamzuri, Pak Mukhid, Eko Sumargo, dan beberapa guru sudah menunggu. Juga dua guru dari Program Banyuwangi Mengajar. Kepala Sekolah tidak bisa hadir. Namun tadi pagi saat kami ada di hutan sinyal, beliau menelepon, meminta maaf karena ketidak hadirannya, dan memohon, supaya masa tugas Eko Sumargo ditambah. “Mohon Pak Eko tugasnya bisa diperpanjang setahuuuun saja, Bu...” Pintanya. Permintaan yang sama sejak kemarin kami bertelepon. Juga permintaan yang terucap dari Pak Zamsuri dan Pak Mukhid, berulang kali. Jumlah guru di SD 2 Sarongan ada sepuluh orang, tiga orang di antaranya PNS. Mereka adalah Ismaini, S. Pd, kepala sekolah, alumnus Pendidikan Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan Malang; Siti Nasiroh, S.Pd, kebetulan istri kasek, alumnus Pendidikan Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan Malang; dan Zamzuri, S.Pd, alumnus BK, IKIP PGRI Jember. Selanjutnya Ahmad Mukhid, S.Pd (PDU, IKIP PGRI Jember) dan Katminayati, S.Pd (Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan), dua guru yang sudah sarjana. Guru yang lain, Yessi Wulandari, lulusan SMA, mengajar Bahasa Inggris; serta Sutriyono, lulusan PGAK, mengajar Olah Raga. Ada juga Wiwin Mardiana, lulusan SMA, kebetulan saat ini tidak bisa hadir karena rumahnya di seberang sungai, dan air sungai sedang meluap. Dua guru dari Program Banyuwangi Mengajar adalah Fika Rosita, S.Pd. (Lulusan PGSD) dan Tajudin, S.Pd.I, (lulusan PAI). Juga ditambah Eko Sumargo, S.Pd., lulusan Pendidikan Fisika, Unesa, peserta Jatim Mengajar. Dilihat dari komposisinya, sekolah ini jelas kekurangan guru, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Kehadiran Eko Sumargo memberi warna tersendiri, karena dialah satusatunya guru yang berlatar belakang pendidikan IPA (Fisika). Maka tak pelak, semua mata pelajaran kelompok IPA,
dialah yang menjadi motornya. Jumlah siswa SD 2 Sarongan ada 113 orang. Ada beberapa siswa yang sempat mutasi, karena mengikuti orang tua yang pindah ke tempat lain. Tapi beberapa kali terjadi, siswa yang mutasi tersebut kembali lagi, karena orang tua tidak berhasil berjuang mencari penghidupan di tempat baru. Sekarang bila ada anak meminta mutasi, sekolah tidak memberi surat keterangan resmi, karena bisa jadi anak
Program Jatim Meng ajar, menurut semua warga sekolah dan masyarakat meru pakan program yang sangat positif. Bah kan masyarakat yang ketempatan berharap agar program ini diperpanjang, tidak hanya satu tahun, namun dua bahkan tiga tahun.
tersebut akan kembali lagi dengan berbagai alasan. Sebanyak empat orang guru digaji oleh perkebunan, dua di antaranya adalah Bu Katminayati dan Pak Mukhid. Setiap hari, empat guru tersebut mengisi daftar hadir di sekolah, format daftar hadir dari perkebunan. Per hari mereka digaji Rp.22.000,- untuk Senin-Kamis, dan Rp.16.000,- untuk Jumat-Sabtu. Kalau sekolah libur, gaji mereka juga libur. Pak Mukhid dan Bu Kat pernah menerima gaji hanya belasan ribu. Dari sekolah, mereka juga digaji dari dana BOS, sebesar sekitar Rp.200.000,-, sebelumnya malah hanya sekitar Rp.100.000,-. Guru-guru punya tegalan, tanahnya milik perkebunan,
Majalah Unesa
ada di bantaran sungai. Karena letaknya di bantaran sungai, maka ketika ada banjir seperti ini, wassalam sudah semuanya. Program Jatim Mengajar, menurut semua warga sekolah dan masyarakat merupakan program yang sangat positif. Ketika ditanya apa masukan untuk program ini, jawabannya seragam: supaya program ini diperpanjang, tidak hanya satu tahun, namun dua bahkan tiga tahun dan seterusnya. Eko Sumargo juga tugasnya supaya diperpanjang, minimal dua tahun. Tentang Eko Sumargo, pak Zam menjelaskan: “Pak Eko sangat membantu lembaga kita. Sistem pelaporan kami ke dinas kabupaten menjadi lebih cepat dan selalu tepat waktu, bahkan seringkali mendahului dari sekolah-sekolah lain.” Pak Zam juga mengatakan, Eko membawa perubahan pada masalah pengenalan IT bagi guru-guru, karena Eko dengan senang hati mengajari mereka. Karena hal itu juga, lepas dari pro-kontra K-13, SD 2 Sarongan merupakan satu-satunya sekolah di Pesanggaran yang menggunakan rapor K-13. Ketika saya tanya, apa pengaruh kehadiran Eko yang lain, guru-guru menyatakan bahwa kehadiran Eko memberi suntikan semangat kerja pada guru-guru dan semangat belajar pada anak-anak. Semuanya menjadi lebih disiplin, dan berbagai kegiatan menjadi lebih terarah. Semoga Program Jatim Mengajar bisa terus berkelanjutan. Semoga semakin banyak program semacam yang berpihak pada sekolah-sekolah di daerah-daerah tertinggal di Jawa Timur dan daerah-daerah lain di seluruh Tanah Air. Mengandalkan pada kemauan dan kekuatan pemerintah saja tidaklah cukup. Harus ada pihakpihak yang peduli untuk mengulurkan tangan dan terjun langsung di ujungujung pelosok Jatim, untuk sedikit memberitan tetes-tetes kasih sayang pada anak-anak dan masyarakat yang haus akan sentuhan itu. n (LTH/MAN}
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
29
KABAR
MANCA
THE GREAT
GOOD PLACE
Antara Rawon Paidi, Perpustakaan Koper BMI-HK, dan Starbucks Oleh PRATIWI RETNANINGDYAH
Dalam bukunya berjudul The Great Good Place (1999), Oldenburg menyebut tempattempat publik seperti cafe, warung kopi, toko buku, bar, salon, dan tempat-tempat lain sebagai Third Place, ‘home away from home.’ Di tempat-tempat inilah sekelompok orang bertemu untuk berbagai tujuan. Mulai dari sekedar kangen-kangenan sampai obrolan tentang sebuah ide besar.
30
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa
KABAR MANCA
R
awon Paidi.’ Bila seorang pengamat budaya ingin mengadakan studi etnografi virtual di milis Keluarga Unesa, mungkin nama ini adalah tempat nongkrong yang paling banyak disebut para miliser. Setiap kali ada gagasan bagus dilempar ke milis, maka nama rawon Paidi hampir selalu disebut. Seolah-olah tempat ini akan menjadi saksi gagasan mentah menjadi sebuah proposal yang siap dijalankan. Bagi yang belum tahu apa itu rawon Paidi, nama ini merujuk ke sebuah warung pojok di dekat pintu gerbang kampus Ketintang Universitas Negeri Surabaya. Lokasinya di Ketintang PTT, tapi saya lupa nama gangnya. Warung ini sangat legendaris bagi mahasiswa, mulai sejak jaman IKIP Surabaya sampai sekarang menjadi Unesa. Tak heran teman-teman alumni suka janjian ketemuan di sana bila mau kangen-kangenan. Dua orang sohib di milis, Mas Eko dan mas Habe, bisa saja ‘memilih’ nama ini demi sebuah nostalgia. Namun sebenarnya, warung ini bisa jadi adalah bagian dari apa yang disebut Ray Oldenburg sebagai the great good place. Dalam bukunya berjudul The Great Good Place (1999), Oldenburg menyebut tempat-tempat publik seperti cafe, warung kopi, toko buku, bar, salon, dan tempat-tempat lain sebagai Third Place, ‘home away from home.’ Di tempat-tempat inilah sekelompok orang bertemu untuk berbagai tujuan. Mulai dari sekedar kangen-kangenan sampai obrolan tentang sebuah ide besar. Lalu apa bedanya rapat di kantor dengan ngobrol tentang hal yang sama di warung kopi? Kalimat dalam bahasa Inggris, let’s discuss this over a cup of coffee’ barangkali bisa mewakilinya. Salah satu karakter dari Third Place, atau Tempat Ketiga ini adalah suasananya yang ‘santai.’ Banyak orang meyakini bahwa obrolan serius bila dilakukan dalam situasi
yang santai justru akan memberikan hasil yang lebih bernas. Barangkali karena dalam hal mood, mereka yang hadir sudah membawa mood yang menyenangkan. Mau ngopi je, masak sambil mbedodok atine. Beda kan bila mau hadir rapat? Sepertinya serius banget. Saya dan beberapa PhD mommies kadang-kadang hang out juga ke
Fenomena coffee house adalah budaya global, sesuai dengan konteks budaya ma sing-masing negara. Menurut Habermas, filsuf dari Jerman, coffee house adalah simbol demokrasi di ranah publik, yang bisa jadi menjadi ‘perlawanan’ terha dap penguasa.
cafe. Setelah antaranak sekolah, kami bertemu di cafe di sekitar Sydney Road di Brunswick. Tempatnya berpindahpindah. Dan kami sebenarnya cuma minum kopi atau hot chocolate, plus muffin atau banana bread yang dicuwil bareng-bareng. Nongkrong kurang lebih 1 jam sambil ngobrol tentang progress masing-masing, atau masalah akademik yang sama-sama dialami. Nama grup kami, Srikandi PhD, memang menggambarkan tantangan yang harus kami hadapi sebagai ibu dan mahasiswa. Multitasking tiap hari. Nah, ngobrol santai lintas bidang ilmu membuat kami bisa berbagi solusi. Biasanya, begitu buyar dan balik ke
Majalah Unesa
pekerjaan masing-masing, pikiran jadi lebih jernih. Dapat semangat baru. I ’m not alone. Saya menyebut konsep Third Place untuk menjelaskan salah satu fungsi perpustakaan koper di kalangan buruh migran di Hong Kong. It’s a home away from home. Di tengah tuntutan pekerjaan yang menguras tenaga dan perasaan, perpustakaan koper yang digelar tiap minggu secaran lesehan di pelataran Victoria Park di Hong Kong menjadi ‘tempat teduh.’ Bagi sebagian buruh migran, perpustakaan koper menjadi katalisator untuk rasa haus ilmu pengetahuan. Dan pada dasarnya, membaca adalah kebutuhan siapa saja, tak ada kaitannya dengan kelas sosial, usia, dan gender. Tempat ini juga menjadi hub atau penghubung, yang mempertemukan para pegiat literasi di kalangan buruh migran. Dengan kata lain, perpustakaan koper menawarkan sebuah fungsi demokratis tanpa sekat. Nah, akan menarik untuk disimak apakah perpustakaan di kota Surabaya atau taman baca komunitas sudah berfungsi sebagai Tempat Ketiga. Mas Habe, salah seorang miliser bilang bahwa budaya nongkrong di warung kopi ini ‘dicuri’ oleh Starbucks. Menurutnya, meski kopi di Starbucks harganya mahal dan kopinya gak enak, ternyata pelanggannya banyak. Tapi saya kok tidak terlalu yakin Starbucks ‘mencuri’ kesempatan di tengah-tengah budaya warung kopi di Indonesia. Fenomena coffee house adalah budaya global, sesuai dengan konteks budaya masing-masing negara. Tempat publik seperti ini (dan biasanya untuk laki-laki) berkembang sejalan dengan dinamika ranah publik untuk diskusi dan ‘debat’ masalah sosial dan politik. Menurut Habermas, filsuf dari Jerman, coffee house adalah simbol demokrasi di ranah publik, yang bisa jadi menjadi ‘perlawanan’ terhadap penguasa. Saya memang tidak suka minum kopi. Tapi saya lihat keberadaan
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
31
BINCANG
TOKOH
Starbucks di Melbourne tidak mampu mengalahkan pamor cafe yang bertebaran di seluruh penjuru kota dan daerah pinggiran. Ini bukan karena sama-sama negara Barat, tapi barangkali lebih karena Melbourne terkenal dengan budaya kopinya. Di pagi hari ketika orang-orang berangkat kerja atau ke kampus, cafe dipastikan salah satu tempat usaha yang sudah buka. Ini bisa dilihat dari seringnya saya temui orang menunggu tram atau train sambil nyruput kopi atau hot chocolate. Kemungkinan besar itu take-away coffee. Budaya masing-masing negara punya peran penting juga dalam menentukan keberhasilan sebuah warung kopi. Di Australia, orang butuh kopi secara take away, buat sangu berangkat kerja. Itu sebabnya cafe buka sejak pagi. Tidak banyak orang nongkrong di cafe pagi-pagi. Sama halnya dengan Starbucks yang dibentuk seperti itu di negara asalnya di Amrik. Take away service menentukan jalan bisnis Starbucks. Lain lagi di sore hari, ketika para profesional muda pulang kerja. Dinein service menjadi pilihan. Bukan karena butuh minum kopinya, tapi lebih pada fungsi Third Place. A place between home and work. Di Brunswick, tempat tinggal saya, cafe juga menjadi Third Place buat emak-emak yang butuh ngopi (meski pesannya hot chocolate). Tujuannya adalah ketemuan dengan teman sambil momong anak di pagi setengah siang. Tak heran ada cafe di dekat rumah, Crafternoon cafe, yang ramah ibu-anak, dengan menyediakan menu peralatan menggambar dan prakarya.
32
Budaya masing-masing negara punya peran pen ting juga dalam menentukan keberhasilan sebuah warung kopi. Di Australia, orang butuh kopi secara take away, buat sangu berangkat kerja. Itu sebab nya cafe buka sejak pagi. Tidak banyak orang nongkrong di cafe pagi-pagi.
Emak-emak ngobrol sambil menemani para krucil mewarnai, Mengapa Starbucks berhasil menancapkan bisnisnya di banyak negara Asia. Salah satu kuncinya adalah kemampuan mereka beradaptasi dengan selera lokal. Di Cina misalnya, Starbucks cukup sukses, padahal Cina kental dengan budaya minum tehnya. Banyak yang pesimis Starbucks bisa sukses di sana. Toh malah meraup keuntungan berlipat-lipat. Apa yang mereka lakukan? Ternyata Starbucks menawarkan minuman cokelat rasa green tea, dan mengurangi rasa kopi model Barat (jangan tanya,
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
saya bukan peminum kopi). Selain itu, di Cina, Starbucks juga memulai bisnisnya di siang/sore hari, karena orang Cina dinilai tidak memiliki budaya take-away tea/coffee. Dengan demikian yang lebih didorong adalah dine-in service. Sekali lagi, Third Place menjadi jawabannya. Bagaimana dengan di Indonesia? Saya pikir warung kopi tidak akan kalah bersaing dengan Starbucks. Selain pangsa pasarnya beda, nuansanya tidak bisa dibandingkan. Ada kekhasan warung kopi di pinggir jalan yang tidak akan bisa ditemui di Starbucks. Okelah, para lelaki butuh ngopi karena mau cari teman ngobrol tentang bola atau harga BBM yang merangkak naik. Tapi sensasi sapaan bu Atun dan suara gelas beradu dengan sendok, saat bu Atun mengaduk campuran kopi dan gula dalam air panas, tidak akan mungkin ditemukan di cafecafe model Starbucks. Kecuali bu Atun dapat kredit UKM dari cak Samsul untuk beli coffee machine. Mbuh apa ini bisa membuat cak Slamet masih mau mampir ngopi? Jadi, apa tempat nongkrong favorit Anda?n Pratiwi Retnaningdyah
Mengajar sastra dan budaya di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya. Saat ini Tiwik berada di Melbourne untuk menempuh studi S3 di bidang Cultural Studies di the University of Melbourne
Majalah Unesa
SEPUTAR UNESA
Tim Teknik Sipil Unesa Juara Favorit
DESAIN PERENCANAAN PERUMAHAN
C
ivil Brings Revolution (CBR) 2015 telah dihelat pada Kamis—Sabtu (12— 14/03/2015) di Universitas Negeri Lampung. Kompetisi yang bertemakan “From Civil to Nature and Nation” itu diikuti oleh seluruh universitas, institute, dan politeknik di seluruh Indonesia untuk menguji skill dan pemahaman konsep dalam bidang ketekniksipilan. Arc De Triomphe, tim dari Teknik Sipil Unesa berhasil meraih juara favorit pada CBR 2015 dalam lomba Perencanaan Perumahan. Tim yang beranggotakan Natassa Harfaz (ketua), Novia Dewi Amalia (2012), Andi Kurniawan Arifin (2013), dan M. Rusda Maulana (2011) mampu mengonsep hunian berwawasan lingkungan paling favorit.
“Meskipun persiapan kami kurang lebih hanya 3 bulan, namun kami cukup bangga dengan juara favorit ini,” tegas Natassa Harfaz, Ketua Tim Arc De Triomphe. Menurutnya, nama Tim Arc De Triomphe diambil dari nama bangunan bersejarah di Paris. Kompetisi Civil Brings Revolution (CBR) 2015 mempertandingkan beberapa jenis lomba yakni lomba beton nasional, perencanaan perumahan, rancang bangun jembatan, perkerasan jalan, LKTI, fotografi, dan civil go green. Di bawah bimbingan Dr. Erina Rahmadiyanti, S.T., M.T., tim dari Teknik Sipil Unesa berhasil lolos dalam penyisihan tahap proposal pada Februari lalu. Setelah diumumkan lolos, tim hanya diberikan waktu 10 hari untuk membuat maket dan video animasi. Pengem-
bangan secara terpadu dengan konsep one stop living yaitu hunian yang dilengkapi fasilitas pendidikan, kesehatan, komersial, dan ibadah yang berkualitas, mampu mengantarkan tim sipil Unesa meraih juara favorit pada cabang lomba perencanaan perumahan. “Dengan kami mengikuti lomba-lomba semacam ini, bisa menambah pengalaman bagi Teknik Sipil Unesa, khususnya kami. Kami bisa mengetahui standart yang dimiliki oleh perguruan tinggi, universitas, maupun institute lain dalam hal perencanaan perumahan. Dan saya bisa menyimpulkan bahwa Teknik Sipil di Unesa mempunyai standart yang tidak jauh beda dengan universitas lain. Yang membedakan hanyalah masalah pengalaman saja,” tegas ketua tim. Bertolak dari kemenangan ini, Natasaa berencana akan mengikuti lomba yang serupa di UGM nanti. Harapannya, tak hanya nasional, Teknik Sipil Unesa bisa terus mengepakkan sayapnya di event-event internasional. (KHUSNUL/SR)
JUARA FAVORIT: Arc De Triomphe, tim dari Teknik Sipil Unesa berhasil meraih juara favorit pada CBR 2015 dalam lomba Perencanaan Perumahan.
Majalah Unesa
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
33
CATATAN LIDAH
D
tokrasi tidak lain hanyalah sebuah otopia tentang suatu kemajuan. Itulah cermin yang dapat kita baca dari tokoh yang sukses membawa Singapura menjadi negara kecil yang mampu menyalip kemakmuran Amerika Serikat dalam 10 tahun terakhir. Maka, ketika kita menyebut nama Singapura yang ada adalah sebuah konsep tentang keteraturan, kemajuan, dan kemakmuran. Itu semua dimulai dari disiplin dalam segala hal. Tesis Lee tentang manusia unggul dalam negeri bersistem meritokrasi itu menjadi suatu kenyataan sejarah. Dari sejarah Singapura inilah, kita bisa belajar banyak hal; mulai dari soal aturan membuang sampah hingga pada soal rumit seperti politik. Tentu, kita juga dapat belajar soal pendidikan di sini. Pendidikan menjadi kerja nasional yang sejak awal didesain Lee menjadi prioritas yang paling utama. Manusia unggul hanya bida dilahirkan dari sistem pendidikan yang unggul. Maka, tidak perlu heran, dalam soal pendidikan Lee menempatkannya pada posisi paling penting dari segala hal yang dianggap penting; seperti industri, militer, kesehatan, dan politik. Berkat manusia unggul yang lahir dari sistem pendidikan yang unggul, Singapura lantas melesat menjadi salah satu negara yang paling kampiun di Asia dalam produktivitas karya ilmiah yang termuat di
rabas sana-sini. Para penegak hukum juga tidak kalah gesitnya dalam mempermainkan hukum. Para tokoh bangsa pun tetap memperlihatkan senyumnya, sekalipun sedang digelandang KPK. aya saing dimulai Para birokrat pun tidak henti-hentinya menggarong dari disiplin. Itu rakyat yang mestinya harus dilayani. Para guru juga salah satu warisan setali tiga uang, tetap saja kurang progresif, kreatif, dari mendiang dan inovatif dalam peningkatan mutu pendidikan. Perdana Menteri Demikian juga para dosen – dari Asisten Ahli hingga legendaris Guru Besar – juga masih tampak tenang-tenang saja Singapura, Lee dalam menggalang kekuatan daya saing Unesa di Kuan Yew. Tanpa tingkat nasional. Tampak belum ada greget yang Oleh Djuli Djati disiplin keras, kata maksimal. Mudah-mudahan terpikirkan juga daya Lee, suatu bangsa saing Unesa di tingkat Asia Tenggara. tidak akan pernah mampu memiliki daya saing. Sekali lagi, daya saing tak akan pernah menjadi Maka, Lee tidak kepalang tanggung membawa kenyataan tanpa dilandasi disiplin. Ini soal software, negara kota ini ke puncak kemakmuran dengan bukan hardware. Disiplin itu sama dengan software disiplin tinggi. Untuk hal ini, dia tidak mau komyang harus di-update terus-menerus, sementara promi. Sekadar urusan membuang puntung rokok Unesa adalah hardware-nya. Disiplin adalah pemicu di sembarang tempat, bisa menjadi urusan hukum utama tumbuh-berkembangnya software dengan yang serius. Dari disiplin yang remeh-temeh itu, spesifikasi mutakhir. Perkembangan perguruan Lee percaya mampu mengubah sikap mental, dan tinggi dalam konteks sekarang tak bisa hanya akhirnya mampu menciptakan habitus baru dalam didesain dengan mengandalkan satu atau dua jalur bingkai kualitas sumber daya manusia di Singapura. kemungkinan peluang yang harus dimasuki. Tetapi, Lee sadar, Singapura tidak akan pernah bisa justru sebaliknya, yaitu dengan banyak jalur. Ini dibangun dengan mengandalkan kekayaan alam. memerlukan cara berpikir heterodoksi, bukan ortoKarena itu, dia mendesain negara kota ini dengan doksi, jika ingin berdaya tahan dan berdaya saing. percaya penuh dengan manusia-manusia unggul, Cara berpikir heterodoksi biasa dipakai oleh yang mampu manusia unggul. bekerja secara Cara berpikir efektif dan inovatif. macam ini selalu Manusia-manusia didasarkan atas unggul ini, visi yang kuat sekali lagi hanya dan karakter bisa diciptakan persona Cara berpikir heterodoksi biasa dipakai oleh manusia unggul. Cara melalui disiplin yang mampu berpikir macam ini selalu didasarkan atas visi yang kuat dan karakter tinggi. Dengan ini, menciptakan Lee menegaskan ruang eksplorasi persona yang mampu menciptakan ruang eksplorasi kreatif-inovatif bahwa hanya makreatif-inovatif di dalam satuan individu dan lembaga. nusia unggul yang di dalam satuan bisa mengubah individu dan segalanya, termaslembaga. Saya uk mampu mendesain jalannya sejarah. Manusia jurnal ilmiah internasional. Siswa-siswinya pun masuk membayangkan, jika 25% saja sivitas akademik unggul bagi Lee adalah akselerator kemajuan. dalam kategori terunggul dalam kompetensi bahasa, berpikir heterodoksi, tentu akan ada perubahan Sangking percayanya pada manusia unggul, Lee matematika dan ilmu pengetahuan alam menurut yang cukup signifikan. Apalagi, jika sampai 50% lantas kurang percaya pada demokrasi sebagai jalan PISA dan TIMSS. Dengan modal manuasia unggul berpikir heterodoksi, maka suatu perubahan besar kemanjuan suatu bangsa. Dia lebih percaya pada ini, Singapura kemudian meroket menjadi negara akan terjadi. Soalnya, sekali lagi, heterodoksi akan meritokrasi. Suatu bangsa harus dibangun dengan yang memiliki indeks pembangunan manusia yang menyingkirkan orang-orang yang berpikir sempit, meritokrasi – yaitu suatu sistem yang meletaktergolong terbaik di dunia. Kondisi macam inilah yang yang cenderung mempertahankan “status quo” dan kan manusia-manusia unggul sebagai pemimpin mengantarkan Singapura, seperti yang dikatakan sering kali alergi pada persona yang menawarkan perubahan. Dengan sikap macam ini, barangkali Naisbitt sebagai salah satu titik kebangkitan negaraperubahan “radikal”. demokrasi dalam bayangan Lee hanya menimnegara Asia Pasifik yang sangat fenomenal selain Korea Ingat! Berpikir heterodoksi inilah yang sesungbulkan kebisingan, kegaduhan, dan ketidakefekSelatan, Jepang, China, dan Taiwan. guhnya mengubah Singapura, dari negara yang tivan permanen. Demokrasi, kata Lee, sekalipun Melalui Singapura, kita belajar soal disiplin yang semula dijadikan tempat umpetan para bajak laut di dibangun dengan suara rakyat, ternyata sering ternyata sebagai dasar dari habitus bangsa untuk selat Malaka dan laut China Selatan, menjadi negara menyingkirkan hadirnya manusia unggul. Sebab, meraih kemajuan dan kemakmuran. Namun, dengan GNP dan index pembangunan manusia demokrasi memiliki kelemahan yang dianggap bangsa Indonesia, sekalipun telah lebih dari 50 tertinggi di dunia. Itu semua dapat diraih, karena fatal, yaitu hanya menghitung jumlah dukungan tahun merdeka, belum ada tanda-tanda bangkit bangsa Singapura telah merevolusi mentalnya massa dan popularitas. Di sinilah tersedia ruang untuk mereposisi dirinya di tengah zaman yang rumenjadi bangsa yang disiplin dalam segala hal. Kauntuk memainkan massa dengan rekayasa, segala mit ini. Sekalipun Presiden Jokowi telah mengeluarrena itu, ia derdaya saing tinggi. Lantas, bagaimana polah pencitraan, yang semuanya digerakkan oleh uarkan revolusi mental, ternyata yang terjadi justru kita? n perkongsian partai politik dengan pemilik modal sebaliknya. Kaum politisi makin memperlibatkan (Email: djulip@yahoo.com) raksasa. Apa yang dihasilkan demokrasi minus merihasrat berjibaku dengan kekuasaan yang mene
HETERODOKSI
34
| Nomor: 79 Tahun XVI - Maret 2015 |
Majalah Unesa