Majalah Unesa 80

Page 1



WARNA REDAKSI Kampus besar selalu ditandai oleh kebesaran perce­ takan dan penerbitannya. Kampus besar itu didukung oleh artefak yang berisi konsepsi orisinal para akademisi sehingga kekokohan sebuah kampus dapat dikenali. Unesa memunyai percetakan dan penerbitan. Namun, korelasi kebesaran Une­sa tidak diwarnai oleh kebesaran penerbitannya.

S

emua menunggu penerbitan Unesapress yang mampu menjangkau perputaran literasi sampai pelosok negeri sehingga gagasan warga Unesa turut memberikan andil bagi pencerahan pemikiran anak bangsa. Akankah warga Unesa harus ke penerbitan yang berada di Jakarta untuk mendesakkan gagasan orisinalnya yang dituangkan ke dalam buku? Apakah hanya penerbit Jakarta saja yang dapat menyebarluaskan hasil penerbitannya ke nusantara ini? Ataukah penerbitan swasta saja yang bisa menembus dinding penyebarluasan buku ke took-toko buku ternama? Marilah berhitung. Jika di Unesa terdapat 1000 orang dosen lalu 10%nya menulis buku, tentu, terdapat 100 buku per tahun yang dilahirkan dari Unesa. Jumlah itu sangat cukup bagi sebuah lembaga yang menerbitkan sekitar 100 judul buku. Jika 5 tahun, tentu aka nada sejumlah 500 judul buku. Buku tersebut jika diterbitkan Unesapress akan memberikan nama besar bagi Unesa. Hanya saja, banyak rintangan yang dihadapi oleh Unesapress dalam memosisikan dirinya sede­ rajat dengan penerbit yang telah bereputasi nasional. Rintangan itu adalah (1) jaringan pemasaran buku yang sudah permanen sehingga susah untuk dimasuki bagi penerbit kecil, (2) kualitas cetak yang berstandar tinggi yang sudah dikuasai oleh penerbit besar susah untuk

disamai, (3) mutu tulisan yang mampu berdiri sejajar dengan penulis utama dari tempat lain masih memerlukan sentuhan kemasan, (4) dana yang sedikit susah untuk membungkus mimpi besar yang dipunyai selama ini, dan (5) pesaing yang sangat banyak jumlahnya. Hambatan di atas memang terlihat berat dan susah untuk dijalani jika menggunakan berpikir struktural. Namun, jika hambatan itu dihadapi dengan berpikir lateral,

MENUNGGU

Oleh Suyatno

harus menyambut budaya literasi itu dengan senang hati. Kemudian, pola pemasaran diperkuat dan dipertajam sehingga mampu me­ nembus cakupan yang lebih luas. Mutu penerbitan dijaga dengan baik sehingga memenuhi selera pembaca. Manajemen percetakan dan penerbitan harus berubah dari pola menunggu pekerjaan menjadi mencari peluang dan senantiasa berinovasi. Kampus besar selalu ditandai oleh kebesaran perce­ takan dan penerbitannya. Kampus besar itu didukung oleh artefak yang berisi konsepsi orisinal para akademisi sehingga kekokohan sebuah kampus dapat dikenali. Unesa memunyai percetakan dan penerbitan. Namun, korelasi kebesaran Une­sa tidak diwarnai oleh kebesaran penerbitannya. Banyak warga Une­ sa yang menerbitkan bukunya ke penerbitan lain karena mendapatkan kepuasan penyebarluasan dan administrasi kepenulisan. Padahal, jika buku dosen yang diterbitkan di luar itu ditarik untuk diterbitkan ke penerbitan di dalam, nama Unesa akan semakin melambung tinggi. Unesapress harus terus berjuang dan berjalan dengan penuh kepastian dan keyakinan akan keberhasilan dan kesuksesan. Tegapkan langkah dengan penuh percaya diri bahwa Unesapress pasti akan menemukan kejayaan. Kejayaan Unesapress merupakan pilar pendukung kejayaan kampus besar Unesa . n

PENERBITAN intuitif, dan inovatif, tentu hambatan justru akan menjadi sebuah gizi yang mendorong keberhasilan penerbitan yang dipunyai Unesa. Mitos bahwa buku bagus adalah buku yang diterbitkan oleh Jakarta harus dibongkar dengan revolusioner. Orang pandai bukan terletak dan menumpuk di Jakarta. Begitu pula, buku bagus bukan berasal dari penerbitan yang hanya berdomisili di Jakarta. Unesa, dengan sejumlah pakar di bidangnya, akan mampu menelurkan gagasan briliannya yang dibungkus melalui buku dan diterbitkan oleh Unesapress jika bahu membahu untuk menguatkan budaya literasi. Dengan budaya literasi, motivasi kepenulisan akan terus muncul sehingga mendongkrak produktivitas buku. Unesapress

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

3


DAFTAR RUBRIK

24

09

EDISI APRIL 2015

Rubrikasi Edisi Ini

03

MENUNGGU PENERBITAN

Kampus besar selalu ditandai kebersaran penerbitannya.

05

PASANG SURUT PERCETAKAN UNESA

Unipress harus siap menghadapi segala tantangan dan tuntutan pasar. Sebelum menjadi Unipress, percetakan Unesa memiliki riwayat panjang dan mengalami pasang surut.

08

TERKAIT UNIPRESS CIVITAS AKADEMIKA ANGKA BICARA Banyak yang berharap Unipress ke depan dapat bersaing dengan kualitas.

10

15

22

Sosok Shoim Anwar merupakan sastrawan sederhana salah satu alumni Unesa yang membahana.

Prof Dr Bambang Supriyanto Sukses Berkat Buah Kesabaran.

INSPIRASI ALUMNI

31

TIP GADGET

UNIPRESS GERBONG KEMAJUAN UNESA

Unipress merupakan gerbong kemajuan Unesa yang harus men­ cetak dan menerbitkan karya-karya ilmiah.

PROFIL GURU BESAR

27

ARTIKEL

Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keaga­ maan, budaya kerja sama, dan budaya kepemimpinan

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 80 Tahun XVI - April 2015 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

PASANG SURUT PERCETAKAN UNESA

Saat ini, telah banyak perguruan tinggi yang berhasil mendirikan university press (UP). Di Malang, ada UM Press, UIN-Maliki Press, UB Press, UMM Press. Di Yogyakarta, ada Gadjah Mada University Press, Sunan Kalijaga Press, UII Press, UNY Press, dan masih banyak yang lain. Sementara di Surabaya, ada IAIN Sunan Ampel Press, Airlangga University Press, ITS Press, dan UNESA Press (Unipress). Percetakan-percetakan kampus tersebut tentu memiliki peluang dan tantangan tersendiri dalam menghadapi dinamika percetakan yang semakin modern. Termasuk Unipress, yang harus siap menghadapi segala tantangan dan tuntutan pasar. Bermodal Mensin Handpress

S

ebelum menjadi Unesa Press, percetakan Unesa memiliki riwayat panjang, berliku dan mengalami pasang surut. Pada tahun awal berdirinya, 1969, percetakan ini berada di lingkungan kantor pusat IKIP Surabaya di Jl. Kayoon dengan nama percetakan IKIP Surabaya. Pemrakarsanya adalah Drs.Datta Wardhana dengan modal pertama sebagai peralatan adalah

mesin handpress dan satu almari huruf timah, letter press. Pada tahun 1974, seiring dengan kepindahan kampus IKIP ke Ketintang, percetakan IKIP Surabaya pun ikut pindah. Pimpinan percetakan dipegang Drs. Yusuf Mahari hingga tahun 1979. Meski baru beberapa tahun berdiri, percetakan IKIP Surabaya telah mendapat kepercayaan mencetak soal-soal Sipenmaru dari Indonesia Timur selama satu tahun (1979-1980). Dengan adanya proyek tersebut,

Majalah Unesa

percetakan IKIP Surabaya semakin berbenah dengan menambah peralatan mesin cetak, mesin potong, mesin fotocopi dan mesin jilid. Tahun 1980. kepala percetakan dialihkan dari Drs. Yusuf Manan kepada Dra. Ismoyowati. Namun, hanya satu tahun Ismoyowati memimpin percetakan. Selanjutnya, pada tahun 1981, pimpinan percetakan diserahkan kepada Drs. Bambang Subali, mantan PR I kala itu. Pada periode ini, percetakan IKIP Surabaya semakin mengembangkan

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

5


LAPORAN

UTAMA

diri dengan menambah mesin susun, mesin cetak toko, mesin stensil, dan mesin plate. Berubah Jadi University Press Kedudukan Percetakan IKIP Surabaya adalah sebagai UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan secara kelembagaan sebenarnya di bawah Perpustakaan IKIP Surabaya. Namun demikian pada kenyataannya, Percetakan IKIP Surabaya berdiri sendiri sebagai UPT. Pada tahun 1984, terjadi perubahan yang cukup fundamental bagi percetakan IKIP Surabaya. Melalui SK Rektor No 084/T/1984, yang diperkuat lagi dengan SK Rektor nomor 017/T/1985, percetakan IKIP Surabaya secara resmi berubah menjadi University Press IKIP Surabaya, dan statusnya menjadi penerbit dan percetakan dengan pimpinan Drs. Datta Wardhana. Pada tahun 1989, terjadi pergantian pimpinan University Press IKIP

Surabaya dari Drs. Datta Wardhana kepada Dr. Ir. Moejiarto, M.Sc. Tahun 1994, Kepala University Press IKIP Surabaya diserahterimakan kepada pimpinan yang baru, yaitu Drs. Yoyok Soesatyo, SH. Di bawah kepemimpinan Yoyok, University Press berubah menjadi unit kegiatan lain di bawah Yayasan Pembina Universitas Negeri Surabaya dengan Akta Notaris No.157 tanggal 27 Oktober 1994. Tanggal 16 April tahun 1998, Pimpinan Unesa (Rektor) memperbaharui status University Press IKIP Surabaya dari status UPT, menjadi Unit Kegiatan Lain di bawah Pengelolaan Yayasan Pembina IKIP Surabaya, dengan SK nomor 044/K08 /HK.01.23/kl.02.02 /1998. Perubahan tersebut membawa konsekuensi, yakni University Press IKIP Surabaya tidak lagi menerima anggaran dari rektor, dan harus dapat membiayai dan memajukan diri sendiri. Tidak hanya itu, perubahan itu

UNIPRESS

PERLU LEBIH KREATIF & INOVATIF Unipress terus mengalami perbaharuan dari masa ke masa. Pada tahun 1994, pada masa kepemimpinan Prof. Drs. Yoyok Soesatyo, S.H., M.M. Unipress yang sebelumnya berstatus UPT menjadi Unit Kegiatan Lain (UKL) di bawah Yayasan Pembina Unesa.

S

aat menahkodai Unipress, Yoyok berupaya memperbaiki di segala bidang, baik sistem kerja maupun produk-produknya. Basis kerja Unipress dibentuk seperti bisnis profesional. Seluruh staf yang ada di Unipress tidak mengikuti jam kerja dinas. Setidaknya, ada 3 hal penting yang dilakukan Guru besar Fakultas Ekonomi itu ketika menjabat sebagai direktur Unipres. Pertama, Unipress diperkuat tidak hanya sebagai percetakan melainkan juga penerbitan. Unipress pun kini tercatat sebagai anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

6

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

juga mengubah struktur organisasi Unipres dari kepala menjadi direktur. Seiring dengan perubahan IKIP Surabaya menjadi Universitas Negeri Surabaya, secara otomatis nama University Press IKIP Surabaya pun berubah menjadi Unesa University Press. Desember 1998, terjadi pergantian direktur dari Drs. Yoyok Soesetyo, kepada Drs. Abdullah Kasim. Selanjutnya, pada Desember 2004, Direktur Unesa University Press dipegang oleh Drs. Rustarmadi mulai tahun 2005. Tahun 2013, Unesa University Press menjadi Unit Usaha Bisnis dan mengalami kekosongan pimpinan. Untuk sementara waktu Drs. Ec. Hari Sumarsono, M.M ditunjuk sebagai pelaksana tugas harian direktur. Sejak 1 Januari 2014, Unesa University Press dikendalikan oleh Dr. Ari Wahyudi, ,M.Si, dengan perubahan yang belum jelas statusnya dan sementara kembali menjadi UPT. (SIR)

Dengan demikian, bukubuku terbitan Unipress diakui secara nasional. Kedua, mengupayakan Unipress bebas pajak. Dia mengirimkan surat permohonan pembebasan pajak kepada Dikti dengan dalih Unipress lebih fokus pada kepentingan mahasiswa. Ketiga, Unipress melakukan kerja sama dengan instansiinstansi terkait. Unipress bekerja sama dengan PROF. Yoyok Soesatyo pemerintah daerah dan swasta dalam hal order-an percetakan dan penerbitan, dan berkerja sama juga dengan Balai Pustaka. Selain itu, kebijakan penting lain yang dilakukan Yoyok adalah menambah dan melengkapi peralatan percetakan agar tidak kalah bersaing dengan percetakan-percetakan lain. “Kami memiliki tim untuk membeli peralatan. Jadi, yang membeli peralatan itu yang benar-benar sudah paham akan


LAPORAN UTAMA alat itu. Dapat penghasilan beli, dapat lagi beli lagi sebagai investasi,” ujarnya. Selain menambah peralatan, Yoyok juga sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Ia kerap memberikan pendapatan tambahan atau bonus berdasarkan kinerja yang dilakukan. Tidak hanya karyawan, mahasiswa saat itupun kerap mendapat kemudahan terkait keperluan percetakan seperti spanduk dan sertifikat. Kepada organisasi-organisasi mahasiswa, Unipress memberikannya secara gratis. Menanggapi Unipress saat ini, Yoyok tidak mau berkomentar dan tidak mau menilai orang lain. Ia beralasan, masa dulu tidak sama dengan sekarang sehingga tidak bisa dibandingkan. Hanya saja, ia memberi saran terhadap pihak Unipress yang sekarang antara lain, Unipress harus lebih kreatif dan inovatif. “Sebagai badan bisnis, Unipress harus pintar membaca peluang. Saya kira sekarang tidak sesulit dulu. Sekarang kan sudah mudah. Teknologi semakin canggih,” tegasnya. Selain itu, saran Yoyok, Unipress harus berani melakukan kerja sama untuk meningkatkan kualitas dan harus disiplin. Sementara itu, Dr. Ari Wahyudi, M.Si, kepala UPT Unesa University Press saat ini mengakui bahwa mengelolah Unipress memang tidak semudah membalikkan tangan. Diperlukan inovasi, kesabaran dan semangat yang tinggi untuk membawa Unipress sebagaimana yang dicita-citakan. Namun, Ari optimis bisa menghadapi tantangan tersebut. Optimisme tersebut didasari pada komitmen yang disampaikan mantan Rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Samani dam Rektor saat ini, Prof. Dr. Warsono, M.S saat terima jabatan direkur Unipress pada 14 Agustus 2014 lalu. Kala itu, kapada Ari, Prof. Muchlas Samani menegaskan dengan kalimat lantang bahwa Unipress harus besar

“Semua cibiran dan kritik itu, tentu menjadi pupuk dalam perjalanan membenahi unipress,” begitu ujar Dr Ari Wahyudi M.Si selaku kepala UPT University Press kepada majalah Unesa. Langkah awal untuk mewujudkan itu adalah dengan melakukan perombakan pengelolaan Unesa Unipres berbasis kinerja dengan konsep Tri Unggul yaitu Unggul Produksi, Unggul Isi dan Unggul Layanan. Selain itu, Unipress juga meluncurkan brosur dan buku katalog sebagai media silaturahim Unesa Unipress.

Majalah Unesa

dan mandiri. Bagaimana caranya, harus belajar kepada penerbit yang sudah besar. Sementara rektor penggantinya, Prof. Dr. Warsono menguatkan bahwa Unipress harus menjadi penyangga karya akademik dosen. Jika produktivitas akademik dosen didorong, maka akan lahir banyak karya akademik. Dengan demikian, tentu Unipress akan semakin banyak mencetak dan menerbitkan buku dari internal Unesa. Bermodalkan support itulah, Ari bersama karyawan Unesa Unipress merefleksikan apa yang telah dilakukan Unipress dan bagaimana menata ke depannya. Ia mengakui penilaian negatif terhadap Unesa Unipress banyak bermunculan. Mulai Unipress yang hanya menjadi layanan jasa percetakan dan layanan ISBN, unipress mahal, tidak professional, kerja lamban, kontribusi kepada lembaga Unesa tidak jelas, dan sebagainya. “Semua cibiran dan kritik itu, tentu menjadi pupuk dalam perjalanan kami membenahi unipress,” ungkapnya. Pada kepemimpinannya saat ini. Titik fokus Ari dan tim di antaranya adalah tetap melanjutkan jasa percetakan dengan sistem penetapan harga berbalik yaitu konsumen harus memberi harga berdasarkan pengalaman mencetak, baru unipres yang menawarkan harga. Hal itu dilakukan untuk menjawab tantangan terhadap kritik harga yang mahal. Selain itu, Ari dan tim berupaya keras untuk membawa Unesa unipress pada pengembangan penerbitannya. Langkah awal untuk mewujudkan itu adalah dengan melakukan perombakan pengelolaan Unesa Unipres berbasis kinerja dengan konsep Tri Unggul yaitu Unggul Produksi, Unggul Isi dan Unggul Layanan. Sebagi perwujudan dari konsep Tri Unggul itu, Unipress pun meluncurkan brosur dan buku katalog sebagai media silaturahim Unesa Unipress. (SYAIFUL/LINA MEZZALINA)

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

7


LAPORAN

UTAMA

TERKAIT UNIPRESS

CIVITAS AKADEMIKA ANGKAT BICARA

Drs. Joko, M.Pd. MT

D

rs. Joko, M.Pd. MT, salah satu dosen teknik elektro mengatakan bahwa kualitas percetakan Unipress menurutnya sudah baik. Ia sendiri sudah pernah merasakan jasa percetakan unipress sehingga tahu betul bagaimana kualitasnya mulai dari hasil cetakan dan ketepatan waktunya. Dosen yang akrab dipanggil Pak Joko ini mengaku sering menggunakan jasa Unipress untuk mencetak modul-modul perkuliahan. Hanya saja memang, yang menjadi kendala Unipress adalah dari segi harga percetakan yang terbilang cukup mahal dibandingkan dengan percetakan di luar. “Mungkin, hal itu yang menjadi salah satu alasan kenapa

8

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

banyak dosen beralih ke percetakan luar,” ungkap Joko. Joko berharap, ke depan Unipress lebih meningkatkan diri dan berani mempromosikan diri keluar terkait keunggulan yang dimiliki. Dalam hal tata kelola, Joko menyarankan agar Unipres lebih luwes melayani konsumen. “Unipress harus bisa mengakomodasi kemauan atau permintaan konsumen dan jangan mahal harganya,” terangnya. Pernyataan yang tak jauh berbeda dikemukakan salah satu dosen jurusan Matematika FMIPA, Dra. Susanah P, M.Pd. Ia mengatakan, perkembangan Unipress sudah jauh lebih bagus dibandingkan saat masih menjadi mahasiswa dulu. Karena yakin dengan kualitas hasil cetakan itulah, Susanah

Majalah Unesa

lebih memilih dan memercayakan percetakan ke Unipress. Dia mengatakan sudah ada tiga buku yang dicetakkan ke Unipress. “Buku yang sudah saya cetakkan di Unipress adalah buku Geometri (tahun 2004), Geometri Analistik (tahun 2009), dan Program Pengalaman Lapangan 1 (tahun 2008 dan 2009). Dan, hasilnya, alhamdulillah memuaskan,” ujarnya. Lebih lanjut, Susanah menjelaskan, proses pelayanan di Unipres berjalan sebagaimana standar percetakan pada umumnya, yakni dimulai dari pengajuan memesan buku, menanyakan harga cetak, menanyakan lay out dan bahan kertas yang hendak digunakan. “Karena unipress merupakan bagian dari Unesa, dari segi pembayaran agak longgar. Artinya, kalau belum punya uang untuk melunasi, diberi kesempatan yang agak longgar untuk

Dra. Susanah P, M.Pd.


LAPORAN UTAMA melunasinya,” ujar dosen kelahiran kota Mojokerto itu. Hanya saja, ia tak menampik jika banyak dosen yang masih belum yakin dengan hasil percetakan Unipress. Karena itu, sebagai bagian dari sivitas akademika Unesa, ia berharap semua pihak di Unesa memberi dukungan kepada Unipress. Sejauh pengamatan Susanah, saat ini masih terkesan pisah-pisah. Bahkan, proyek besar dari Unesa malah tidak menggunakan jasa Unipress. Padahal benderanya memakai nama Unesa. “Itulah yang menjadi kendala unipress yakni kurangnya dukungan dari instansinya sendiri,” tandasnya. Perilu Ditunjang Budaya Menulis Tak cukup hanya memiliki lembaga percetakan dan penerbitan semacam Unipres. Agar percetakan dan penerbitan lebih bergairah, dosen dan mahasiswa pun harus memilki budaya menulis yang tinggi. Pernyataan tersebut dikemukakan dosen FIS, Martinus Legowo. sivitas akademika, terutama dosen dan mahasiswa, terang Legowo, perlu memiliki jiwa kreatif, yang salah satunya bisa diwujudkan dalam hal menulis sehingga karya-karyanya bisa dipublikasikan melalui Unipres. Agar memiliki jiwa menulis, tentu harus ditunjang dengan budaya membaca. “Sejauh ini, budaya akademik seperti itu (membaca dan menulis) masih kurang terlaksana di Unesa,” ungkapnya. Sebagai penyebar karya tulis sivitas akademika, Unipress tentu perlu mengembangkan diri agar mampu berkompetisi dengan penerbit lain. Unipress harus berani menata segala hal, baik terkait hasil cetakan, ketepatan waktu, harga dan sebagainya. “Semua upaya perbaikan itu diperlukan agar mampu bersaing dengan percetakan lain yang semakin canggih,” paparnya. Sementara itu, Dr. Bambang Sigit Widodo M.Pd, dosen mata kuliah pancasila, Fakultas Ilmu Sosial mengatakan bahwa saat ini Unipress memang masih eksis, hanya saja

Martinus Legowo

Dr. Bambang Sigit Widodo

Agar percetakan dan penerbitan lebih bergairah, dosen dan mahasiswa pun harus memilki budaya menulis yang tinggi.

Unipress masih belum bisa disejajarkan dengan penerbit level nasional. Selain terkait kualitas, lokasi di dalam kampus juga kurang strategis.

mengalami kemunduran dalam produktivitas. Jika dulu banyak mencetak bahan-bahan pengajaran untuk mahasiswa, saat ini Unipress sudah jarang menerbikan buku. Menurut Bambang, ada dua hal yang menyebabkan Unipress sudah jarang menerbitkan buku, Pertama, pengaruh dosen mata kuliah yang sudah tidak lagi produktif menulis buku. Kedua, dosen terlalu lama merevisi beberapa buku yang akan dicetaknya,” terang Bambang. Menurut pengamatan Bambang, buku yang banyak diterbitkan Unipres sementara ini hanya buku MKDU (Mata KuliahDasar Umum), sedangkan untuk buku ajar mandiri beberapa dosen masih memercayakan kepada jasa penerbit dari luar. “Saya tidak tahu apakah sosialisasinya kurang sehingga banyak dosen pengampu mata kuliah yang harus menerbitkan buku

di luar Unesa, atau ada faktor lain?” ungkapnya. Alumni S1 dan S2 Unesa itu berharap Unipress bias menjadi rujukan percetakan tidak hanya di internal, tetapi juga di luar Unesa. Selama unipress hanya melayani penerbitan buku untuk kalangan internal, maka unipress tidak akan pernah berkembang. Bambang mengemukakan, salah satu cara yang bisa dilakukan unipress agar dikenal masyarakat luas adalah dengan jalan menerbitkan secara nasional mulai dari mensosialisasi dan memfasilitasi publikasi penulis. “Jujur harus diakui bahwa Unipress masih belum bisa disejajarkan dengan penerbit level nasional. Selain terkait kualitas, lokasi Unipress yang berada di dalam kampus juga kurang strategis,” pungkasnya. (SURYO/SANDI/UMI)

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

9


LAPORAN

UTAMA

UNIPRESS GERBONG KEMAJUAN UNESA

PERBAIKI KUALITAS TAK HARUS MAHAL Meskipun tidak bisa menilai isi buku dari cover-nya, akan tetapi cover merupakan media branding. Cover yang baik dan bagus tentu akan memberikan kesan tersendiri bagi yang melihatnya sehingga terpancing untuk membaca isinya. Sebaliknya, cover yang jelek akan cenderung dijauhi oleh pembacanya.

P

erguruan tinggi bukan sekadar tempat untuk belajar. Melainkan juga sebagai wadah untuk menghasilkan karya-karya sebagai produk bukti hasil belajar itu sendiri. Untuk itu, diperlukan berbagai sarana prasarana yang mendukung keberhasilan tujuan perguruan tinggi. Salah satunya adalah unit percetakan dan penerbitan. Sebagai perguruan tinggi, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pun memiliki unit percetakan dan penerbitan, University Press (Unipress). Menurut Ghofur, S.E., M.Pd., Unipress merupakan gerbong kemajuan Unesa. Pasalnya, seharusnya, Unipress yang akan mencetak dan menerbitkan karya-karya ilmiah civitas akademika Unesa. “Cetakannya harus bagus,” tegasnya. Dosen jurusan pendidikan ekonomi Unesa itu menjelaskan, media cetak memang tidak secepat media online namun dimensi waktu yang dimiliki oleh media cetak jauh lebih lama. Oleh karena itu, perbaikan kualitas produk menjadi hal utama yang harus diperhatikan. “Kalau pun tidak nomor satu se-Surabaya (kualitas cetaknyared.), setidaknya membuat kita banggalah,” tutur Ghofur. Meskipun tidak bisa menilai isi buku dari cover-nya, lanjut Ghofur, akan tetapi cover merupakan media branding. Cover yang baik dan bagus tentu akan memberikan kesan

10

Ghofur, S.E., M.Pd.

tersendiri bagi yang melihatnya sehingga terpancing untuk membaca isinya. Sebaliknya, cover yang jelek akan cenderung dijauhi oleh pembacanya. Masalah lain yang memang kerap menjangkiti lembaga-lembaga plat merah adalah visi yang dimiliki lembaga kurang jelas. “Gak mengarah ke arah profesional,” ungkapnya. Menurut Ghofur, ada dua langkah yang perlu dilakukan Unipress

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

agar menjadi lebih baik. Pertama, memperbaiki kualitas. “Memperbaiki kualitas kan tidak harus mahal? Sekarang teknologi sudah murah,” katanya. Kedua, menyosialisasikan keberadaan Unipress kepada seluruh sivitas akademika. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih banyak sivitas akademika Unesa yang belum tahu mengenai Unipress. (SYAIFUL)


LAPORAN UTAMA

BICARA tentang UNIPRESS Sebagai civitas akademika Unesa, mahasiswa juga turut berperan serta membesarkan nama Unipress. Harapan pun tersandar dalam kasta tertinggi pengelola Unipress ke depan. Dan, berikut ini beberapa harapan dan impian mahasiswa Unesa terhadap Unipress yang dibanggakannya. Widya Arifani, Mahasiswa FE

Nurlita Purnamasari, Mahasiswa FE

WIDYA Arifani, mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi memiliki pandangan terkait percetakan dan penerbitan University Press (Unipress). Menurutnya, Unipress masih perlu ditingkatkan. Untuk menunjang itu, dosen-dosen harus dibudayakan menulis sebagai penunjang kegiatan perkuliahan. Dengan adanya Unipress, ia berharap kegiatan kepenulisan, baik di bidang akademik maupun nonakademik, baik fiksi maupun nonfiksi bisa meningkat di kalangan mahasiswa dan dosen. Dan, Unipress harus bisa menampung karyakarya tulis sivitas akademika Unesa. Bagi Widya, Unipress memiliki peran dalam rangka mempublikasikan karya sivitas akademika Unesa ke khalayak umum. (SYAIFUL)

KEBERADAAN University Press (Unipress) Unesa memang masih belum banyak diketahui oleh seluruh sivitas akademika. Menurut Nurlita Purnamasari, hal itu karena Unipress kurang sosialisasi. “Kita nggak dikasih tahu alurnya yang benar seperti apa jika mau cetak buku dosen. Apalagi ada syarat minimal 100 eksemplar,” ungkapnya. Selain itu, mahasiswi S-1 Pendidikan Ekonomi tersebut juga mengungkapkan harapannya terhadap Unipress. Sebagai unit pelaksana teknis (UPT) di bidang percetakan dan penerbitan buku, Unipress harus bisa menjadi wadah dalam mendapatkan buku-buku bagi mahasiswa. “Tidak hanya buku yang ditulis dosen Unesa tapi juga dosen luar. Intinya, Unipress seharusnya bisa menjadi gudang buku buat mahasiswa Unesa. Bahkan kalau bisa juga untuk mahasiswa luar Unesa,” tegas mahasiswi semester empart itu. (SYAIFUL)

Sarana Menampung Kreativitas Sivitas Akademika

Getolkan Sosialisasi Unipress ke Civitas Akademika

Majalah Unesa

Yunita Rahayu, Mahasiswa FIS

Penunjang Dunia Akademik

“MENURUT saya keberadaan percetakan di Unesa kurang familiar di telinga masyarakat kampus, padahal ini Unipress memiliki peran penting mempublikasikan karya sivitas akademika untuk menunjang dunia akademik. Uniperss Unesa masih perlu lebih giat menyosialisasikan diri pada warga Unesa.” (UMI)

Unipress seharusnya bisa menjadi gudang buku buat mahasiswa Unesa. Bahkan kalau bisa juga untuk mahasiswa luar Unesa.”

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

11


LAPORAN

UTAMA

DR. ARI WAHYUDI, M.SI, KEPALA UPT UNESA UNIVERSITY PRESS

BERI KEPERCAYAAN KAMI UNTUK KEMBANGKAN DIRI Keberadaan percetakan dan penerbitan kampus, tentu sangat dibutuhkan untuk menunjang pengembangan akademik, terutama terkait dengan publikasi buku-buku dan bahan ajar penunjang perkuliahan. Inovasi, kreativitas dan tata kelolah percetakan dan penerbitan kampus yang baik merupakan hal mutlak yang perlu dilakukan agar menghasilkan kualitas yang baik dan mampu berdaya saing. Bagaimana dengan Unesa? Berikut wawancara reporter majalah Unesa, Lina Mezzalina, dengan Kepala UPT Unesa University Press Dr. Ari Wahyudi, M.Si.

Bisa dijelaskan, apa yang menjadi visi, misi dan ruang gerak Unipress saat ini? Visi kami adalah menjadi lembaga penerbitan dan percetakan yang unggul produksi, unggul isi, dan unggul layanan dalam upaya ikut mendorong mewujudkan visi universitas ‘unggul dalam kependidikan, kukuh dalam keilmuan’. Sementara misi kami adalah (1) mewadahi dan melayani hasil karya civitas akademik dalam hal penerbitan dan percetakan buku yang kompetitif, (2) menjaga kualitas isi penerbitan dan percetakan melalui kreteria layak terbit yang ber-ISBN, (3) menyediakan layanan pendistribusian produk penerbitan bermutu yang memberi kemudahan akses bagi masyarakat. Ada dua hal yang menjadi bidang gerak Unesa Unipress yaitu (1) Penerbitan terkait dengan ISBN (International Series Books Numbers) yang digunakan untuk Buku Referensi, Buku Monograf, Buku Ajar dan Prosiding seminar nasional maupun seminar internasional. Dam, (2) Percetakan, yaitu mencetak jurnal, buletin, kalender, kartu nama, note books, undangan, buku-buku

12

paperback berkualitas, buku bersampul dan rencana ke depan melayani eBook karya dosen dan mahasiswa serta masyarakat. Bagaimana sebenarnya proses bisnis pada Unipress? Unipress belum bisnis murni, karena sampai saat ini status kelembagaan unipress masih menunggu persetujuan statuta dan OTK Unesa. Semenjak saya dilantik dan diberi SK oleh rektor, kami menyisihkan 10% -15% keuntungan untuk disetorkan ke Simka Unesa (inipun hasil kesepakatan saat Unipress bergabung dengan UUB-Unit Usaha Bisnis) dan selebihnya menjadi modal talangan yang sesungguhnya juga aset Unesa. Bagaimana struktur organisasi di Unipress dan tugas dari setiap bagian yang ada dalam struktur tersebut? Ada struktur organisasi yang dibuat saat Unipress menjadi yayasan, dan sekarang saya akan membenahi struktur tentunya menunggu keputusan OTK Unesa. Setelah saya dilantik sebagai Kepala UPT sebagai manajernya, dan ada sekretatis membawahi tenaga administrasi,

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

dan ada bendahara Unipress (yang membantu pelaporan keuangan ke bendahara Unesa). Kemudian ada bagian produksi (kepala produksi) yang mengendalikan semua operasional cetak mulai dari penerima order, setting, lay out, desain, plat, cetak, penjilidan. Sampai pada proses pengiriman produksi. Bagian pemasaran sebenarnya penting. Pemasaran di Unipress menggunkan sistem road show, leaflet, dan membenahi melalui pemasaran website (tahap perintisan). Sejauh ini masalah apa saja yang dihadapi Unipress? Kendala secara umum sih sebenarnya tidak ada, wong nyatanya apapun yang dilakukan Unesa, Unipress dapat membantu kepentingan lembaga, misalnya buku pedoman, buku informasi, buku wisuda dan buku akademik dari dosen, dll masih dapat dikerjakan di Unipress. Namun secara jujur, kendala utamanya adalah mesin yang belum up to date. Setidaknya, ke depan kami dapat memiliki mesin C-TV yaitu mesin yang dapat mengeluarkan plat cetak melalui komputer sehingga hasil cetakan akan lebih bagus.


LAPORAN UTAMA Siapa yang menjadi pelanggan utama Unipress? Pelanggan utama Unipress adalah semua sivitas akademik Unesa (terutama dosen untuk cetak buku), dan Balitbangda Jatim untuk penerbitan buku hasil kajian. Sejak Januari 2015, saya mengembangkan MoU dengan Kemenkokom Jatim dalam penerbitan jurnal dan pencetakan buletin (terbit 2 kali setahun), Mou dengan Undip menangani cetak soal Uji Kompetensi Nasional.

kurang lebih Rp300 juta. Kadang, saya berpikir demi kualitas hasil cetakan, kalaupun ada jalan yang tidak menyalahi aturan kami sanggup nyicil utang di koperasi untuk membeli mesin itu.

Bagaimana peran pimpinan Unesa terhadap kegiatan Unipress? Peran pimpinan Unesa terhadap kegiatan Unipress sangat support kok. Nyatanya, setiap kami diundang di even apa pun, misalnya APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia kebetulan saya menjadi ketua 1 APPTI Pengda Jatim), Raker IKAPI, dan jalinan kerja sama yang saya bangun, pimpinan Unesa sangat wellcome, ya setidaknya difasilitasi. Cuman sedikit agak mandeg ketika saya mengeluh beli mesin CTV yang harga

Majalah Unesa

Bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh Unipress dalam menjalin hubungan dengan sivitas akademika Unesa? Semasa Unipress bergabung dengan UUB, saya yang memprakarsai melalui UUB untuk melakukan road show ke seluruh fakultas untuk memaparkan visi, misi, strategi dan program yang ditawarkan Unesa Unipress dalam wadah Unit Usaha Bisnis. Namun, setelah UUB dibekukan, Unipress menempuh dengan menyebarkan leaflet, dan pendekatan melalui forum seminar, atau rapat pimpinan untuk menawarkan jasa layanan kami. Sekarang, seiring maraknya seminar yang ditangani mahasiswa saya melakukan pendekatan melalui prosiding, dan ternyata banyak mahasiswa yang belum mengetahui prosedur pengurusan cetak prosiding dan ISBN-nya.

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

13


LAPORAN

UTAMA

Bagaimana peran faktor teknologi terhadap bisnis Unipress? Untuk bersaing terhadap kualitas produk cetakan teknologi sangat penting. Unesa dapat bersaing karena semangatnya saja. Bila melihat Unair, UB, dan UIN Maliki, teknologi Unesa Unipress sangat jauh ketinggalan. Namun demikian saya dapat bersyukur ketika raker APPTI bulan Oktober 2014 di Unesa ya kondisi pengelolaan Unipress jauh lebih bagus dibanding UM, Unej dan perguruan tinggi lain kecuali Unair dan UB yang memang sudah mapan dari segi teknologi mapun manajemennya. Saat ini, teknologi yang bagaimana yang diterapkan Unipress dalam menjalankan kegiatan percetakan? Unesa Unipress yang belum memiliki kan hanya CTV. Oleh karenanya ketika ada order yang meminta kualitas bagus ya plat kami CTV-kan di luar dan yang lain dicetak di Unipres. Karena mesin yang lain untuk sementara ini cukup dapat menjawab permintaan konsumen (kami memiliki 3 mesin besar, 2 mesin kecil, mesin jilid besar dan mesin jilid kecil, mesin digital untuk cover, mesin reso, dll). Sejauh ini, kekuatan/aset apa saja yang dimiliki Unipress? Kekuatan aset SDM sudah secara bertahap saya tingkatkan dengan pelatihan/kursus, terutama dalam desain grafis. Sekarang, saya berupaya membenahi secara pelan manajemen dan teknologinya. Kekuatan utama lain yang jauh lebih penting adalah optimis dan ikhlas. Artinya, kami optimis mampu memuaskan pelanggan dan ikhlas untuk dicaci maki atau diremehkan teman-teman di dalam kampus, namun kami membuktikan ternyata anak-anak kami mampu menyelesaikan dengan baik tugas nasional dengan pujian terhadap hasil kerja 2 kali mengerjakan uji kompetensi nasional. Sejauh ini, apa kelemahan atau kekurangan yang dimiliki Unipress? Kekurangan yang dimiliki Unipress dalam manajerial personalia. Ternyata

14

memimpin lembaga sekecil Unipress kalau kental lingkungan dengan ikatan saudara, membuat pusing dalam mengambil kebijakan untuk menciptakan atmosfir kinerja yang konduksif. Ya akhirnya modalnya ya sabar. Dengan pelan dan pasti bahwa posisi yang kurang pas harus saya geser dengan penjelasan yang sangat manusiawi. Peluang apa saja yang dimiliki Unipress ke depan? Peluang yang dimiliki Unipress ke depan (1) ke dalam pada goodwill dari pimpinan artinya ketika pimpinan ada keberanian untuk menganjurkan semua RBA yang terkait cetak mencetak SPJ-nya tertolak ketika dicetakkan di luar Unipress, maka Unipress akan kewalahan menerima order. Peluang ini sudah diawali dengan kebijakan PR 1 yang akan membantu pendanaan cetak buku karya dosen ketika diterbitkan di Unesa Unipress, mungkin juga kebijakan yang sama akan dilakukan PR3 terkait buku panduan KKN yang harus diterbitkan Unipress (2) ke luar akan kami jemput bola dengan kerja sama antarinstansi dan antarperguruan tinggi yang saling menopang untuk memperkuat karya dosen melalui penerbitan buku. Ancaman atau hambatan apa saja yang dihadapi Unipress? Hambatan yang dihadapi unipress yang utama adalah masih belum terbangunnya kepercayaan sivitas akademik terhadap kinerja dan perubahan yang dilakukan Unipress saat ini, namun saya yakin dengan perjalanan waktu dengan kerja ikhlas, kerja cerdas seperti yang telah menjadi semboyan Unesa orang akan melihat bahwa Unipress akan berbeda dari sebelumnya. Bagaimana kondisi keuangan Unipress saat ini? Kondisi keuangan Unipress baik-baik saja. Hasil auidit internal SPI, keuangan unipress sehat, tidak bermasalah, transparan dan terbuka bagi yang punya kewenangan untuk mengaudit. Keuangan semua tercatat di bendahara

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

pembantu, dan kontribusi Unipress terhadap Unesa bisa ditanyakan ke Simka Unesa. Upaya apa yang akan dilakukan Unipress menghadapi era percetakan yang semakin berkembang saat ini? Yang dilakukan Unipress ya tetap berjuang dan bersyukur. Artinya berjuang untuk merebut dan memperjuangkan peluang seperti terurai di atas, dan bersyukur seberapa besar apapun yang kita kerjakan asal kita bersyukur maka peluang tetap ada saja jalannya. Maaf saya tidak membesarkan hati, tetapi kenyataan dan buktinya ada di Unipress bahwa percetakan besar seperti Temprina memberikan company profile untuk meminta lembaran pekerjaan Unipress. Hal ini menunjukkan bahwa percetakan besar seperti apapun tidak akan dapat bertahan kalau tidak menjalin kerja sama dengan percetakan lain. Apa saran atau harapan yang ingin disampikan kepada pimpinan dan sivitas akademika Unesa? Saran saya, berilah kepercayaan pada kami untuk berkembang, jangan di-suudzoni terus lembaga yang tidak/atau belum pernah terurus dengan baik seperti Unipress. Kritik sangat dibutuhkan untuk memotivasi kemajuan, tetapi jauh lebih penting adalah kepercayaan, pembinaan, perangkulan, dan dialog sangat kami butuhkan untuk membantu mendongkrak Unesa melalui kiprah di dunia penerbitan dan percetakan. Harapan ke depan Unipress jangan dibuat tambel butuh, tetapi ajaklah kami berdialog, agar kami dapat curhat ilmiah, dan mendapat masukan secara ilmiah dan terbuka demi masa depan Unesa. Mohon maaf selamat berjuang di masing-masing keahlian dan kewenangannya karena apa yang kita lakukan hanya bermuara satu yaitu Unesa maju dan Unesa jaya selalu. (LINA MEZZALINA)


INSPIRASI ALUMNI

SHOIM ANWAR selalu tampil dalam kesederhanaan.

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

15


INSPIRASI

ALUMNI

Dr. M. Shoim Anwar, M.Pd

Anak Tukang Bangunan Di kalangan sastrawan JawaTimur, nama Shoim Anwar tentu bukan sosok yang asing. Ia dikenal memiliki produktivitas tinggi dalam dunia literasi sastra. Anak tukang bangunan asal Jombang Jawa Timur itu, kini tidak hanya sukses menjadi penulis, tetapi juga menekuni profesi sebagai dosen.

P

ria yang dikenal humoris ini merupakan alumni IKIP Negeri Surabaya (kini Unesa). Namanya M. Shoim Anwar. Ia lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang Jawa Timur. Shoim, demikian panggilan akrabnya, menapaki karier dari nol. Maklum, ia lahir dari kondisi keluarga sederhana. Anwar, sang ayah, hanya seorang kuli bangunan. Sedangkan sang ibu, Tianah membantu perekonomian keluarga dengan berjualan bahan pangan kebutuhan sehari-hari di pasar. Shoim merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Meski hidup dalam kondisi pas-pasan, Shoim menjalani masa kecil dengan ceria. Seperti anak desa pada umumnya, Shoim senang mandi di sungai, mencari jangkrik di sawah, memasang perangkap burung, memancing, mencari kayu bakar, dan memelihara ayam. SDN Nusantara II Sambong Dukuh, Jombang merupakan sekolah dasar tempat kali pertama Shoim mengenal

16

pendidikan. Jarak sekolah itu cukup jauh dengan rumah Shoim. Sekitar 4 kilometer. Karena tak memiliki sepeda, Shoim terpaksa berjalan kaki setiap hari. Tak hanya harus pergi sekolah dengan berjalan kaki, semasa SD, ia harus membagi waktu karena harus membantu ibunya berjualan di pasar. “Kalau sekolah masuk siang, paginya saya ikut ibu ke pasar membantu mengangkat barang dagangan berupa buah dan sayuran,” kenang Shoim. Tidur di Surau (langgar) menjadi kebiasaan Shoim dan temantemannya sejak kelas dua SD. Usai salat Maghrib, ia biasanya belajar mengaji di Pondok At-Taufiq. Setelah itu, bermain dengan temannya sebelum akhirnya tidur di Surau. “Biasanya, main umpet-umpetan alias maling-malingan,” terangnya. Bermain umpetan-umpetan adalah hal yang paling menghibur bagi Shoim dan teman-temannya. Apalagi, hiburan seperti televisi saat itu masih sangat jarang. Jika pun ada,

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

Shoim dan teman-temannya harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer untuk menonton televisi di kantor polisi. Menjadi Anak Asuh Meski jalan hidup pria kelahiran 1984 ini berliku, namun jalan menuju masa depan cerah seolah sudah dibuka lebar. Bermula saat kelas 6 SD, Shoim diangkat menjadi anak asuh kepala sekolahnya, Muhammad Syarbani, yang juga pengasuh Yayasan Darul Aitam. Bersama sekitar 60-an anak, Shoim menjalani hariharinya dengan kesederhanaan. Lulus SD, Shoim melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Jombang. Lulus dari SMP, ia melanjutkan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Jombang. Ia masuk ke SPG atas saran orang tua asuhnya, Mursinah dan Syarbani. Sekadar diketahui, Mursinah merupakan seorang guru yang menjabat sebagai kepala sekolah dan sangat dihormati di masyarakat. Di SPG, Shoim mendapatkan beasiswa Supersemar.


INSPIRASI ALUMNI BIODATA SINGKAT Nama : M. Shoim Anwar Kelahiran

: Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur.

Profesi

: Dosen Universitas Adi Buana Surabaya dan penulis

Istri : Dra. Setyowati, M.Pd

Masa Kuliah Lulus SPG, Shoim semakin terobsesi mendedikasikan diri di dunia pendidikan. Atas saran guru bahasa Indonesia sewaktu di SPG, Shoim pun masuk IKIP Surabaya pada tahun 1984 dan memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Shoim mengaku suka dunia sastra sejak SMP. Ia suka membaca puisi, bermain drama dan menulis. Bahkan, ia sering mengisi acara di radio ketika sekolah di SPG dulu. “Kesukaan dan bakat itu mendorong saya memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,” ujarnya. Pengalaman paling membekas adalah ketika hasil tulisannya mulai dimuat di media massa. Terutama, ketika cerpennya dimuat Majalah Sastra Horison. Sejak saat itu, Shoim semakin rajin menulis di berbagai media. Ia semakin bersemangat karena banyak teman dan dosen yang member komentar dan dukungan penuh semangat. “Majalah kampus seperti Widyawara dan Gema memberi

Putra : w Bilawal Alhariri Anwar w Dzikri Sabillah Anwar

kesan bermakna karena di sanalah saya belajar menulis,” ungkapnya. Pengalaman membekas lainnya adalah saat bermain teater di panggung terbuka. Saat pertujukan, awalnya cuaca baik-baik saja. Tapi, ketika ia beradegan membaca mantra dan membakar kemenyan, tiba-tiba hujan turun spontan dengan deras. Penontonpun semburat. Minggir. Meski demikian, Shoim dan teman-temannya tetap manggung tanpa terpengaruh suasana saat itu. “Sejak kejadian itu, saya mendapat panggilan baru dari (alm) Bapak Gatot Susilo, dosen sintaksis, dengan panggilan Pak Dukun,” tuturnya sembari tersenyum. Kolaborasi Pendidikan dan Sastra Lulus S1, Shoim tetap berada di jalur pendidikan. Ia menjadi guru SMP, SMA, dan bahkan menjadi dosen. Profesi sebagai dosen ia tekuni hingga sekarang selain juga tetap aktif menulis. Shoim mengatakan, menjadi seorang dosen tantangan dalam

Majalah Unesa

bidang mengajar adalah hal biasa, justru yang lebih menantang adalah bagaimana lebih mengembangkan ilmu dan kreativitas, membuat penelitian dan menerbitkan buku. “Gagasan yang ingin diwujudkan dan sesuai dengan profesi, tentu saya menginginkan tumbuhnya masyarakat yang jujur, cerdas dan giat dalam bekerja, suka membaca dan menulis, punya kreativitas yang tinggi. Saya sudah melakukan karena profesi saya di bidang itu,” terangnya. Mengenai kontribusi yang semestinya diberikan alumni kepada almamaternya dan masyarakat, Shoim berpandangan bahwa setiap alumni harus memberi peluang kepada sesama alumni dalam dunia kerja. Semacam jaringan kerja sehingga dapat saling menolong. “Kalau alumni sudah bekerja dan berkarya dengan baik, otomatis ia sudah member kontribusi kepada masyarakat,” pungkasnya.n (RUDI)

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

17


LENSA UNESA

Hibah 13 Mobil

untuk Unesa

niversitas Negeri Surabaya mendapatkan hibah dari mitra utamanya, PT. Bank BTN (Bank Tabungan Negara), berupa 13 mobil dinas Toyota Vios Seri G. Rabu (15/04/2015) di depan Kantor Pusat Unesa kampus Ketintang, dilakukan penyerahan 8 mobil dinas dari PT. BTN ke Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, M.S. Pemberian hibah ini dilatarbelakangi mobil dinas dari para pejabat Unesa yang sudah tua, berumur 7 tahun, dan sudah banyak mengalami kerusakan mesin. (KHUSNUL/SYAIFUL)

18

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa


LENSA UNESA

Seminar Internasional

Pembelajaran

ANAK

Berkebutuhan

KHUSUS

JURUSAN Pendidikan Luar Biasa Program Pasca Sarjana (PPs) Unesa menggelar seminar internasional dengan tema “Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus”, Rabu (22/4/2015). Pemateri seminar yaitu: (1) Prof. Kieron Sheehy, Ph.D. dari Open University, United Kingdom; (2) Sumarna Surapranata, Ph.D., direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar (P2TK Dikdas) Kemendikbud; dan (3) Ir. Sri Renani Panjastuti, M.Pa, direktur utama Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PK-PLK) Kemendikbud. (DANANG/SANDI/SYAIFUL)

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

19


KOLOM REKTOR

Hampir semua perguruan tinggi memiliki percetakan yang kemudian dikenal dengan university press. Keberadaan university press (Unipres) tersebut tentu bukanlah suatu yang tanpa dasar atau alasan. Keberadaan Unipres tidak lepas dari fungsi perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu dan teknologi.

P

eguruan tinggi merupakan tempat para ilmuwan “bermukim�, dalam arti perguruan tinggi merupakan tempat berkumpulnya para ilmuwan dari berbagai bidang ilmu. Tugas utama para ilmuwan adalah melakukan penelitian dan pengajaran. Melalui peneliitan tersebut akan lahir berbagai temuan yang sangat ditunggu masyarakat. Hasil-hasil penelitian dan pemikiran para ilmuwan di perguruan tinggi tersebut harus dipublikasikan agar diketahui dan bisa dimanfaatkan masyarakat. Oleh karena itu, dalam perguruan tinggi perlu ada suatu lembaga penerbitan untuk menerbitkan hasil-hasil pemikiran dan penelitian para ilmuwan. Keberadaan Unipres di suatu perguruan tinggi bisa menjadi simbol dan sekaligus citra nama perguruan tinggi tersebut. Bukubuku yang diterbitkan oleh Unipres dari suatu perguruan tinggi mengindikasikan produktivitas dan budaya akademik dari perguruan tinggi tersebut. Sebut saja Oxford University Press, Gadjah Mada University Press, menjadi sangat terkenal karena buku-buku terbitan Unipres tersebut sangat berkualitas dan menjadi rujukan dari banyak orang. Bahkan juga banyak orang yang berharap untuk menerbitkan buku-buku atau karya-karya ilmiah di

penerbit tersebut, karena bukubuku yang diterbitkan oleh Unipres tersebut akan memiliki nilai lebih bila dibandingkan dengan penerbit biasa. Unesa sebagai lembaga pendidikan tinggi juga memiliki Unipress. Bahkan sejak masih berstatus IKIP Surabaya,

Oleh Prof. Warsono

juga menjadi tempat para dosen mengumpulkan kredit poin untuk kenaikan pangkat, sebab tulisantulisan dosen yang dimuat di majalah tersebut diakui sebagai karya ilmiah yang menjadi syarat untuk naik pangkat. Pada tahun 1985-1990 IKIP Press rutin menerbitkan majalah, namun setelah itu, majalah tersebut hilang dan tidak terbit lagi. Pada tahun 2000an setelah IKIP berubah menjadi Universitas Negeri Surabaya, aktivitas Unipress lebih banyak menerbitkan buku ajar. Dosen-dosen dituntut untuk membuat buku ajar dengan mendapat bantuan dana dari universitas. Buku-buku tersebut diterbitkan oleh Unipress. Bukubuku ajar yang diterbitkan oleh Unipress memang masih terbatas untuk kalangan sendiri, dalam arti hanya untuk mahasiswa Unesa saja. Buku ajar tersebut belum sampai beredar di pasar (di toko buku). Meskipun Unipres belum mampu menerbitkan buku-buku teks atau buku-buku ilmiah yang dirujuk dan dicari para akademisi, paling tidak Unipres telah menjalankan fungsi sebagai penerbit tulisan atau pemikiran para ilmuwan (dosen). Dalam perjalanannya tampaknya Unipres Unesa lebih banyak menjalankan fungsi bisnis,

UNIPRESS

SIMBOL SEKALIGUS CITRA

UNESA

20

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Unesa telah memiliki lembaga penerbitan, yang salah satu tugasnya adalah menerbitkan karya-karya ilmiah para dosen. Sejak berdiri, Unipres Unesa (dulu IKIP press) bisa dikatakan belum mampu menerbitkan bukubuku yang monumental yang bisa dirujuk oleh para ilmuwan. Ketika masih berstatus sebagai IKIP Surabaya, Unipres berperan menerbitkan majalah ilmiah yang memuat karya-karya ilmiah para dosen. Sepanjang penulis ketehui, sejak tahun 1985 IKIP Press secara rutin menerbitkan majalah IKIP, yang menjadi bahan bacaan para dosen. Majalah tersebut sekaligus

Majalah Unesa


KOLOM REKTOR dengan mencetak barang-barang cetakan, seperti buku pedoman, kartu nama, atau barang cetakan lainnya. Peran Unipres sebagai penerbit karya-karya ilmiah berupa buku teks atau buku ilmiah popular yang dipasarkan di toko-toko buku masih belum dilaksanakan. Sampai saat ini buku-buku terbitan Unipress masih terbatas pada buku ajar dan untuk konsumsi para mahasiswa Unesa sendiri. Namun peran menerbitkan buku ajar juga mengalami penurunan sejalan tidak adanya pendanaan dari lembaga. Belum optimalnya peran Unipress sebagai penerbit bukubuku teks maupun buku ilmiah, disebabkan minimnya tulisan dari para akademisi Unesa. Masih sedikit dosen Unesa yang menulis buku. Bahkan tidak semua dosen yang menulis buku diterbitkan oleh Unipres, akibatnya peran Unipres lebih pada kegiatan binis yang mencetak berbagai barang cetakan sesuai dengan pesanan, yang kadang tidak ada kaitannya dengan dunia akademis. Seperti yang terjadi saat ini, Unipres juga mendapat order mencetak soal-soal ujian dari Universitas Diponegoro. Fungsi Unipres sebagai unit bisnis memang tidak salah, dan hal tersebut juga bagian dari fungsi yang harus dilakukan. Namun harapan utama dari Unipress adalah mencetak bukubuku ilmiah karya para akademisi Unesa. Unipress seharusnya menjadi penerbit karya-karya ilmiah para dosen, dan sekaligus menjadi simbol keunggulan Unesa. Berapa banyak buku yang diterbitkan oleh Unipres Unesa, menjadi indikator dari perkembangan intelektual para dosen. Buku-buku yang dicetak oleh Unipres menjadi indikator produktivitas intelektualitas dari para akdemisi (dosen). Sebagaimana perpustakaan yang menjadi jantung dari suatu perguruan tinggi. Buku-buku yang ada diperpustakaan (meskipun sekarang telah mengarah kepada virtual library) menjadi indikator budaya akademik dari sivitas akademik perguruan tinggi.

Semakin banyak buku-buku yang diterbitkan di Unipres dan variasi buku yang ada diperpustakaan mengindikasikan bahwa budaya akademik di perguruan tinggi tersebut tumbuh dengan baik. Budaya akademik yang baik dalam suatu perguruan tinggi akan memberi jaminan mutu bagi lulusan perguruan tinggi tersebut. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan peran Unipres Unesa sebagai penerbit bukubuku ilmiah harus terus didorong. Unipres sendiri harus membenahi diri dari segi teknis dan pelayanan, misalnya dengan memberi jaminan kualitas cetakan, dan palayanan yang baik, seperti ketetapan dan kecepatan pelayanan. Ini bagian dari pembenahan manejerial yang harus dibenahi, agar tingkat kepuasan pelanggan bisa dijaga dan ditingkatkan. Tingkat kepuasan pelanggan inilah yang akan menjaga eksistensi Unipres. Di sisi lain, produktivitas para dosen untuk menulis buku juga harus ditingkatkan. Fungsi Unipres sebagai pencetak karyakarya intelektual tidak akan bisa dilakukan, jika para dosen tidak memiliki karya (menulis buku),. Data menunjukkan bahwa masih sangat sedikit dosen Unesa yang menulis buku. Bahkan mereka yang bisa menulis buku seringkali diterbitkan di penerbit lain, bukan di Unipres Unesa. Akibatnya, semakin sedikit buku teks atau buku-buku ilmiah yang dicetak oleh Unipres Unesa. Hal ini menjadi bagian yang harus dievaluassi oleh menejemen Unipres Unesa. Data juga menunjukan bahwa belum semua guru besar di Unesa menulis buku, selain buku ajar. Bahkan belum semua guru besar atau dosen, termasuk yang bergela doktor menulis buku ajar, apalagi buku ilmiah. Seandainya para guru besar tersebut sesuai dengan kewajiban akademiknya menulis buku, minimal satu buku dalam tiga tahun, maka tiap tahun akan ada buku yang diterbitkan oleh Unipres Unesa. Dengan jumlah guru besar yang mencapai 56 orang, jika masingmasing menghasilkan satu buku dalam tiga tahun, maka setiap

tahun akan ada minimal 15 buku yang diterbitkan oleh Unipres Unesa. Belum lagi jika para doktor tersebut juga menghasilkan buku sebagai wujud karya intelektual, maka akan semakin menambah jumlah buku yang bisa diterbitkan oleh Unipres, karena jumlah doktor di Unesa juga sudah banyak, mencapai ratusan orang. Sedikitnya jumlah buku yang diterbitkan oleh Unipres Unesa, tentu menjadi tantangan dan tanggung jawab seluruh sivitas Unesa, terutama para guru besar. Salah satu tanggungjawab keilmuan para guru besar adalah mengembangkan ilmu melalui penelitian. Bahkan secara akademis tanggung jawab moral akademikus adalah mengomunikasikan pemikiran-pemikiran untuk diverifikasi dan difalsifikasi oleh sesama akademisi, sehingga terjadi dialektika pemikrian, yang akan menghasilkan perkembangan ilmu. Pemikiran dan hasil penelitian para ilmuwan sangat ditunggu dan diharapkan oleh masyarakat. Ibarat sebuah pohon, karya-karya ilmiah para akademiisi dalam bentuk buku adalah buahnya. Jika para akademisi, terutama para guru besar tidak menghasilkan buku sebagai hasil pemikirannya, ibarat pohon tanpa buah. Meskipun pohon itu tumbuh dengan subur dan rindang, tetapi jika tidak berbuah, pohon tersebut kurang memberi manfaat bagi pemiliknya (baca: kehidupan). Oleh karena itu, saya menghimbau dan sangat berharap Unipres bisa menjadi simbol dan sekaligus citra bagi Unesa. Tentu Unipres hanyalah penerbit yang akan mencetak dan membukukan karya-karya intelektual para akademisi Unesa. Tanpa karyakarya para akademisi Unesa, Unipres hanya akan menjadi unit bisnis percetakan, yang tidak ada bedanya dengan percetakan-percetakan lainnya. Misi Unipres adalah mencetak dan mempublikasikan karya-karya intelektual para ilmuwan. Sungguh saya sangat berharap dan akan menjadi kebanggaan dari seluruh sivitas Unesa, jika banyak buku-buku karya dosen (guru besar, doktor) yang diterbitkan oleh Unipres Unesa. n

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

21


PROFIL GURU

BESAR

Prof. Dr. Bambang Supriyanto, M.T. saat sedang bertandang di Jerman, beberapa waktu lalu.

22

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa


PROFIL GURU BESAR

Perjalanan Prof. Dr. Bambang Supriyanto, M.T Raih Guru Besar

BUAH KERJA KERAS DAN KESABARAN

PERJALANAN PANJANG DAN BERLIKU DILALUI PROF. DR. BAMBANG SUPRIYANTO, M.T DALAM MENITI KARIER SEBAGAI DOSEN HINGGA BERHASIL MERAIH JABATAN FUNGSIONAL SEBAGAI GURU BESAR BIDANG ILMU TEKNIK SISTEM TENAGA. KAMIS (26/3/2015) LALU, DOSEN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FT UNESA ITU RESMI DILANTIK SEBAGAI GURU BESAR. SEPERTI APA LIKU-LIKU PERJALANAN HIDUP SANG PROFESSOR?

B

ukan hal yang mudah untuk meraih puncak jenjang akademik tersebut. Dibutuhkan kerja keras dan kesabaran. Itu pula yang dirasakan Prof. Dr. Bambang Supriyanto, M.T. Anak ke-6 dari 7 bersaudara itu mengaku harus berpindah-pindah penilai eksternal ke UNY Yogyakarta untuk mereview semua penelitian dan artikel ilmiah­ nya. Namun, kerja keras dan kesabaran itu pun berbuah manis dengan gelar profesor yang resmi disandangnya. Sebelum meraih guru besar, alumni IKIP Negeri Surabaya itu dikenal memiliki berbagai prestasi di bidang pene­ letian. Ia pernah meraih juara pertama dalam ajang Penelitian Dosen Muda Tingkat Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri Tahun 2005. Capain prestasi itu tidak saja menjadi sebuah pengalaman yang berkesan, tetapi juga menjadi jalan pemicu dalam melanjutkan jenjang akademik sampai ia berhasil menjadi seorang guru besar. Guru besar kelahiran Banyuwangi 25 Maret 1966 yang kini menjadi Kepala Prodi S1 Teknik Elektro FT U­nesa itu melanjutkan studi S2 dan S3 di ITS Surabaya. Dia menfokuskan diri pada bidang ilmu Teknik Elektro Teknik Sistem Tenaga (TST). Anak dari pasangan Soewarno Kurniawan dan Soewarti ini terkenal dengan banyak penelitian dan artikel ilmiahnya dalam Bidang Teknik Elektro.

Penelitian dan karya ilmiahnya ba­ nyak masuk ke dalam jurnal Scoobus dan Thompson. Bahkan artikel ilmiahnya yang berjudul “Control System For Non Identical dc-dc Converters using Adaptive Neuro Fuzzy Inference System” masuk ke dalam jurnal internasional di Journal Academic Research, National. Selain itu, ada pula artikel ilmiah yang berjudul “Uniform Current Distribution Control for Parallel Connected Non Identic dc-dc Converters Using Fuzzy Logic Controller Systems” yang masuk ke dalam jurnal International Conference in Proceedings ICICIC Kumamoto- Japan pada tahun 2007. *** Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Adaptive Neuro Fuzzy Inference System Dalam Bidang Teknik Sistem Tenaga Sebagai Upaya Penghematan Energi Listrik”, Prof. Bambang Supriyanto berhasil merancang converter dc-dc parallel tiga buah non identic parameter dengan terintegrasi ANFIS, dan kendala yang tidak diinginkan dapat diperkecil tingkat kesalahannya. Adapun hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut: Menghasilkan kinerja keluaran secara simulative converter dc-dc parallel tiga non identik parameter yang terintegrasi dengan Adaptive Beuro Fuzzy Inference System. Menghasilkan converter dc-dc tersebut mampu mendistribusikan arus

Majalah Unesa

yang seimbang dari masing-masing converter dc-dc, dengan tingkat kesalahan distribusi yang mendekati nol. Menghasilkan converter dc-dc dengan tegangan dc 48 Volt stabil arus total yang didistribusikan sekitar 60 Amper dengan kesalahan distribusi arus di bawah 1% Prof. Bambang, berhasil mencapai gelar profesor pada usia 49 tahun. Tentu, tidak mudah bagi ayah 3 orang anak ini dalam menggapai jenjang akademik tertinggi tersebut. Meski telah meraih gelar guru besar, Prof. Bambang tidak akan meninggalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selama ini sudah dijalani. Jusrtu, ia akan tetap berkarya dengan cara mengajar dengan prinsip bagaimana mahasiswa itu mampu mengetahui, memahami dan mengintegrasikan sesuatu yang selanjutkan melalui tahap simulasi dapat mengimplementasikan konsep yang sudah didapat. “Saya tidak akan berhenti melakukan riset, tentunya melibatkan teman-teman dosen dan juga mahasiswa. Rencanannya saya akan segera merampungkan penelitian berjudul Pemanfaatan Sensor Arus dalam Mengatasi Kebakaran Akibat Jaringan Listrik,” papar dosen yang menjadi salah satu member di AASCIT (American Association for Science and Technology). (KHUSNUL)

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

23


ARTIKEL

PENDIDIKAN

SEKOLAH UNGGULAN

MELALUI SCHOOL CULTURE APPROACH Oleh Afandi, M.Pd

Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keagamaan (religion), budaya kerja sama (team work), Budaya Kepemimpinan (leadership).

S

aat ini banyak orang tua yang ”berburu” sekolah unggul. Istilah unggulan ini bisa berdeterminasi dan berpersepsi dalam banyak hal. Relatifitas selera pun menciptakan banyak label sekolah. Banyak orang tua yang ”tertipu” dengan label itu Namun, sebenarnya sekolah unggul yang hakiki ini dapat direncanakan dan dibentuk. School Culture Approach (Pendekatan budaya sekolah) dan Manajemen berbasis sekolah yang baik adalah salah satu kuncinya. Sedangkan kepedulian orang tua, keteladanan guru serta prestasi siswa adalah tiga hal yang menunjang sekolah unggul yang hakiki. Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keagamaan (religion), budaya kerja sama (team work), Budaya Kepemimpinan (leadership). 1. Budaya keagamaan (religion) Menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan agamanya masingmasing. Sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlaqul karimah) serta disiplin dalam berbagai hal. Bentuk Kegiatan yang bisa dilakukan:

24

Budaya Senyum, Sapa, Salam dan Salim saat memasuki pintu gerbang atau areal sekolah, Doa sebelum/ sesudah belajar, Doa bersama menyambut UN/US, Tadarus dan Kebaktian, Sholat Dzuhur Berjamaah, Lomba Keterampilan Agama, Studi Amaliah Ramadhan, Retret, Hafalan Juz Amma, Budaya Bersih; Konferensi kasus, Kegiatan Praktek Ibadah, Buka Puasa Bersama, Pengelolaan ZIS ataupun PHBI. 2. Budaya kerjasama (teamwork) Menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial melalui kegiatan bersama. Bentuk Kegiatan yang bisa dilakukan: MOS, Kunjungan Industri, Parents Day, Baksos, Teman Asuh, Sport And Art Week, Kunjungan Museum, Pentas Seni, Studi banding, Ekskul, Labs Channel, Labs TV, Labs Care, Pelepasan Siswa, Seragam Sekolah, Majalah Sekolah, Potency Mapping, Buku Tahunan, PHBN, PORSENI. 3. Budaya Kepemimpinan (leadership). Menanamkan jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak dini Bentuk Kegiatan yang bisa dilakukan : Career Day; budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas, budaya Kreatif; Mandiri &

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

bertanggung jawab, Budaya disiplin, Lintas juang OSIS, Ceramah Umum, upacara bendera, Olahraga Jumat Pagi, Studi Kepemimpinan Siswa, LKMS, OSIS Dengan motto yang disepakati bersama oleh sekolah misalnya: “Kreatif dan Berprestasi”, akan menjadikan sekolah itu unggul dan berkualitas. Hal ini akan dapat dibuktikan dengan banyaknya tamu yang akan datang ke sekolah tersebut, dan banyaknya para orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di tempat itu, tetapi sekolah memiliki keterbatasan tempat. Sehingga sekolah itu sering disebut sebagai sekolah favorit. Esensi Sekolah Favorit 1. Definisi sekolah favorit salah satu indikatornya apabila banyak peminat yang ingin bersekolah di sekolah itu melebihi dari batas daya tampungnya. Sekolah yang banyak diminati dan sering dijadikan pilihan pertama. Sekolah yang memiliki prestasi di bidang akademik maupun non akademik (banyaknya kejuaran yang diikuti), tentunya konsekuen dengan aturan dan tata tertib yang dibuat sesuai dengan budaya sekolahnya.


ARTIKEL PENDIDIKAN 2. Sekolah favorit adalah sekolah yang menciptakan anak peduli dengan lingkungan, dikenal luas oleh masyarakat, dan merupakan kombinasi antara pendidikan sekolah dan pendidikan orang tua yang berimbang. Dapat mengembangkan potensi kreatif siswa melalui ekstrakurikuler. 3. Sekolah favorit itu adalah Sekolah yang pengelolaannya profesional. Guru-guru yang profesional dalam menangani para siswanya. Sekolah yang dapat melahirkan generasigenerasi penerus bangsa yang dapat berguna. Sehingga menjadi contoh bagi sekolah-sekolah yang lain untuk lebih maju. 4. Sekolah favorit adalah sekolah yang memiliki kemampuan memuaskan siswa dan orang tua dalam hal pelayanan (services) dengan mengedepankan tujuan pendidikan dan sekuat tenaga mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas yang dapat digunakan untuk dirinya sendiri dan akhirnya menciptakan keberhasilan untuk sekolah itu sendiri. 5. Sekolah favorit adalah sekolah yang mampu menyediakan fasilitas memadai yang dapat menunjang kegiatan belajar, konsisten terhadap KBM, Suasana sekolah yang mendukung, lingkungan yang aman, nyaman. Selain itu, tercipta hubungan yang baik antara setiap komponen sekolah sehingga tercipta budaya sekolah yang tetap eksis dan menjadi rujukan bagi sekolah lain (sasaran studi banding). Bila sebuah sekolah sudah favorit, maka di masyarakat harus melaksanakan aktivitasnya secara profesional dan bertanggung jawab. Profesional memiliki pengertian bahwa sekolah melaksanakan tugas pokok menyelenggarakan proses belajar mengajar dan manajemen yang baik. Bertanggung jawab memiliki pengertian bahwa sekolah melaksanakan pendidikan

secara akuntabilitas kinerja/dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pemerintah. Tuntutan sekolah yang profesional membutuhkan pengelolaan yang tepat melalui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sebab dengan MBS, lembaga dapat menginventarisir kekuatan-kekuatan dan kebutuhankebutuhannya. Demikian halnya dengan kelemahan, peluang, hambatan, dan tantangan yang mungkin ada.

Sekolah yang favorit pasti memiliki sistem pengembangan budaya sekolah yang terintegrasi dan terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sekolah juga telah melakukan inovasi-inovasi kegiatan budaya sekolah dan terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan internasional. Pendekatan ini sering disebut dengan analisa SWOT. Dari analisis tersebut akan tampak perbedaan karakteristik sebuah sekolah dengan sekolah lainnya. Karenanya, dalam konteks penerapan MBS, disarankan agar para pengambil kebijakan, para penilik, dan kepala sekolah menggunakan pendekatan budaya sekolah atau school culture approach. Alasannya: Pertama, pendekatan budaya lebih menitikberatkan faktor manusia di atas faktor-faktor lainnya. Peran manusia amat sentral dalam suatu proses perubahan berencana. Sesuai dengan pepatah man behind the gun, manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan perubahan, bukan struktur

Majalah Unesa

atau peraturan legal. Kedua, pendekatan budaya menekankan pentingnya peran nilai dan keyakinan dalam diri manusia. Aspek ini merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam membentuk sikap dan perilaku. Karenanya, pendekatan budaya menomorsatukan transformasi nilai dan keyakinan terlebih dahulu sebelum perubahan yang bersifat legalformal. Ketiga, pendekatan budaya memberikan penghormatan dan penerimaan terhadap perbedaanperbedaan yang ada. Sikap menerima dan saling hormat menghormati akan menciptakan rasa saling percaya dan kebersamaan di antara anggota organisasi. Rasa kebersamaan akan memunculkan kerja sama, dan kerja sama akan mewujudkan sikap profesionalisme yang membawa perubahan. Sehingga mengubah nilainilai lama yang menghambat dengan nilai baru yang mendukung MBS. Sekolah yang favorit pasti memiliki sistem pengembangan budaya sekolah yang terintegrasi dan terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sekolah juga telah melakukan inovasiinovasi kegiatan budaya sekolah dan terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan internasional. Semuanya itu telah menyatu ke dalam kegiatan akademik dan kegiatan kesiswaan melalui kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Pengelola (kepala) sekolah harus membangun sebuah sistem yang di dalamnya mengutamakan kerja sama atau teamwork. Kesuksesan dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan kerja satu orang kepala sekolah atau one man show. Kepala sekolah pada saatnya pasti akan berganti, tetapi sistem akan terus berjalan mendampingi siapapun pemimpinnya. Budaya sekolah akan subur dan tetap eksis bila orang tua siswa dilibatkan dalam menunjang kegiatan kesiswaan. Kegiatan komite sekolah harus menjadi budaya sekolah yang

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

25


ARTIKEL

PENDIDIKAN

kental dan didukung penuh oleh pimpinan sekolah. Bila itu terjadi, maka hasilnya sekolah dapat menyekolahkan guru ke pascasarjana, rekreasi guru dan keluarga, dan lain-lain yang sangat menunjang untuk kegiatan siswa dan kesejahteraan para guru. Namun demikian, kegiatan berlangsung dalam koridor tidak ’mengobok-obok’ kurikulum sekolah yang telah dibuat oleh sekolah yang berdasarkan acuan dari pemerintah atau Depdiknas. Tiga Penentu Budaya Sekolah Kepedulian orang tua dalam menunjang kegiatan sekolah, keteladan guru (mendidik dengan benar, memahami bakat, minat dan kebutuhan belajar anak, menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan serta memfasilitasi kebutuhan belajar anak), dan prestasi siswa yang membanggakan adalah tiga hal yang akan menyuburkan budaya sekolah. Kegiatan-kegiatan itu menjadi gengsi tersendiri dalam suatu sistem yang utuh (komprehensif) melalui indikator yang jelas. Sehingga ”karakter atau watak siswa” dapat terpotret secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Kegiatan itu akan menjadi budaya dan berpengaruh dalam perkembangan siswa selama bersekolah di sekolah itu. Karena budaya sekolah yang tetap eksis itulah yang akan tertanam di hati para siswa. Sehinga sekolah akan terbebas dari narkoba, rokok, minuman keras, tawuran antar pelajar, dan ’penyakit’ kenakalan pelajar lainnya. Pastikan siswa terbaik yang lulus, akan terukir namanya dalam batu prasasti sekolah. Pastikan pula para alumninya tersebar ke sekolah-sekolah favorit ’papan atas’ baik di tingkat propinsi maupun nasional dan akan menjadi ’leader’ di sekolahnya masing-masing. Lingkungan pendidikan yang harmonis dalam suasana kekeluargaan merupakan faktor yang mendukung terselenggaranya KBM yang baik. Sebab dengan lingkungan yang aman dan nyaman serta bersahabat siswa akan tenang dalam belajar. Salah satu

26

Sekolah harus dapat melestarikan budaya lokal dengan tetap mengikuti tren budaya global yang berkembang, misalnya bahasa daerah, gamelan, dan tarian tradisional perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. usaha menciptakan keharmonisan tersebut adalah dengan budaya salam yang kental tanpa membedakan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) sehingga terbangun ’tata krama yang sistematik’ dan dapat membangun akhlaqul karimah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Budaya sekolah yang harus diciptakan selain hal-hal tersebut di atas adalah budaya unggul dan mampu bersaing di dunia global. Memiliki daya juang yang tinggi, tanpa kehilangan jati diri suatu bangsa, dan tak mengenal kata ’putus asa’. Sekolah harus dapat melestarikan budaya lokal dengan tetap mengikuti tren budaya global yang berkembang, misalnya bahasa daerah, gamelan, dan tarian tradisional perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. Tetapi tidak dapat kita pungkiri pula bahwa penguasaan bahasa asing, band, dan tarian kontemporer harus juga dipelajari sebagai budaya global yang disukai remaja saat ini. Karena itu, nuansa religius di sekolah dengan pelaksanaan tadarus dan kebaktian sebelum pembelajaran yang dilaksanakan harus dijadikan aktivitas rutin. Membudayakan salam dan saling menegur dengan bahasa yang ramah harus menjadi fenomena yang biasa. Budaya keteladanan, kedisiplinan, dan kerja sama, baik orang tua, guru, dan siswa harus terus dikembangkan dan memiliki tanggung jawab untuk memajukan sekolah. Para orang tua harus berperan aktif membantu program-program yang dibuat oleh sekolah sehingga dapat membawa nama baik sekolah di masyarakat. Rendahnya mutu pendidikan kita saat ini disebabkan oleh lemahnya komitmen

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

warga sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sehingga akan berdampak pada rendahnya peran serta dan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan baik secara moril maupun materiil. Kredibilitas sekolah di mata masyarakat, akuntabilitas kinerja sekolah, dan sigma kepuasan orang tua siswa harus sudah terbentuk, sehingga membawa sekolah memiliki budaya sekolah yang tetap eksis. Guru, orang tua, dan siswa harus dapat bekerja sama menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis di tengah era derasnya globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Budaya sekolah terbentuk dari eratnya kegiatan akademik dan kesiswaan, seperti dua sisi mata uang logam yang tak dapat dipisahkan. Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang beragam dalam bidang keilmuan, keolahragaan, dan kesenian membuat siswa dapat menyalurkan minat dan bakatnya masing-masing. Sekarang ini, keunggulan suatu sekolah tidak ditentukan oleh besar kecilnya dana yang tersedia. Penentunya lebih pada komitmen dan dedikasi para guru juga peran serta orang tua dalam memajukan sekolah dan dapat menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis dengan terus membangun kredibilitas dan akuntabilitas kinerja. Ujungnya, melahirkan sigma kepuasan di kalangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. n Penulis adalah Kepala SMAN 1 Sangkapura Bawean, Gresik, Jawa Timur


KABAR SM3T

Monev SM-3T ke: Aceh Singkil Lagi

KADISDIK YANG

GEMAR MEMBACA Akhir April kemarin, Direktur P3G Unesa yang juga Ketua Koordinator SM-3T Unesa, Prof. Luthfiyah Nurlaela bersama tim kembali menyambangi Aceh Singkil untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) di bawah koordinasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

FOTO BERSAMA: Para anggota Tim Monev bersama petugas dari Dinas Pendidikan Aceh Singkil foto bersama di selah kegiatan monitoring dan evaluasi.

I

ni adalah kali kedua saya menjejakkan kaki di pulau ini. Namanya Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak. Mendung dan badai di ujung perjalanan laut tadi mengantarkan speedboat kami mendarat di dermaga kecilnya. Sedikit

kecemasan langsung sirna begitu menjumpai wajah-wajah ramah yang menyambut. Mereka adalah para kepala sekolah, guru, dan peserta SM-3T di Pulau Balai ini. Sungguh beruntung saya dan teman-teman tim monev SM-3T Unesa.

Majalah Unesa

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh Singkil, Yusfit Helmi, S.Pd, sengaja menjadwalkan agenda kunjungan kerjanya bersamaan dengan kunjungan monev kami. Dengan begitu kami bisa mengirit banyak biaya, dan--tentu saja--dengan tambahan berbagai

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

27


KABAR

SM3T

fasilitas, akomodasi dan konsumi gratis. Yang lebih penting lagi, kami bisa mengunjungi banyak sekolah, bahkan semua sekolah yang ditempati para guru SM-3T di Pulau Banyak. Juga, karena kunjungan monev ini bareng dengan kunjungan kerja Kadisdik, maka berbagai problem pendidikan yang diutarakan oleh guru dan kepala sekolah dapat kami rekam juga. Dalam rombongan, ada Kadisdik dan jajarannya, kabid program, kabid dikdas, kasi sarpras, dan kasek SMK Kuba. Kasek SMK Kuba sengaja diikutkan dalam rombongan karena beliau sekaligus mensosialisasikan dan mempromosikan SMK Kuba. Menurut kasek, siswa SMK Kuba terbanyak justru berasal dari Pulau Banyak. Sekitar pukul 09.00, kami sudah berada di ruang guru SMP Pulau Banyak. Dua tahun yang lalu, tepatnya pada 1 Februari 2013, saya bersama tim monev berada di ruang ini juga. Keadaannya tidak banyak berubah, hanya dindingnya saja yang saat ini terlihat lebih bersih, dan lantainya berlapis karpet plastik. Selebihnya hampir sama. Di depan kami, ada kepala sekolah SMP Pulau Banyak, kepala sekolah PAUD, kepala sekolah SD, dan kepala sekolah SMA. Juga belasan guru peserta SM-3T Unesa dan UNP. Satu kepala sekolah lagi, yaitu kepala sekolah SMP Satap Teluk Nibung, tidak ikut hadir di sini, tetapi menunggu kami di sekolahnya, di Teluk Nibung sana. Banyak hal yang dikemukakan dalam pertemuan kunjungan kerja kadisdik dan monev SM-3T ini. Yang jelas, sebagaimana di setiap tempat yang kami kunjungi, selalu terlontar harapan dari hampir semua yang hadir tentang keberlanjutan program SM-3T. Para guru SM-3T dinilai telah begitu banyak berjasa dalam membantu memajukan pendidikan di Pulau Banyak, dan mereka berharap, program ini dapat terus berlanjut. Kepala SDN 1 Pulau Balai misalnya, menyatakan sangat mendukung

28

program SM-3T, karena guru SM-3 memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada sekolah, dan oleh sebab itu, program ini jangan terhenti. Kepala Sekolah SDN Teluk Nibung juga menyampaikan hal yang sama, dan menambahkan, sejak ada guru SM-3T, guru-guru bisa belajar komputer setiap hari Jumat sore, dan juga ada kegiatan pramuka secara rutin di sekolah. “Kedatangan guru-guru sangat bermanfaat, sangat membantu

Program Jatim Me­ng­ ajar, menurut semu­a warga sekolah dan masyarakat meru­ pakan program yang sangat positif. Bah­ kan masyarakat yang ketempatan berharap agar program ini diperpanjang, tidak hanya satu tahun, namun dua bahkan tiga tahun.

memajukan pendidikan di Pulau Balai ini, jadi mohon supaya program ini dapat terus dilanjutkan. Demi kemajuan pendidikan, khususnya di Pulau Balai ini.” Sementara itu, berbagai keluhan disampaikan kepada kepala dinas oleh para guru dan kepala sekolah. Terutama tentang kondisi sarana prasarana sekolah yang sebagian besar sangat memprihatinkan. Juga kekurangan guru. Kadisdik sengaja membawa jajarannya dalam kegiatan ini, supaya apa pun yang disampaikan oleh guru dan kepala sekolah bisa langsung dicatat, diobservasi, dan dibuat rencana tindak lanjut serta prioritas program.

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

Sambil mengikuti acara dan memperhatikan berbagai keluhan yang disampaikan guru dan kepala sekolah, saya berharap semoga apa yang dilakukan kadisdik dan jajarannya ini bukan sekadar formalitas. Bukan hanya untuk show of performance di depan kami, tim monev SM-3T. Tempo hari, saat masih tahap koordinasi agenda monev, kadisdik mengatakan pada saya, kalau dua tahun yang lalu saya dan tim datang ke Aceh Singkil dan menjadi tamu Pak Dasir, staf beliau yang mendampingi kami untuk melakukan kunjungan monev, maka kali ini, kami akan menjadi tamu beliau. Beliau akan sepenuhnya mendampingi dan memastikan semua kebutuhan transportasi dan akomodasi kami selama berada di Aceh Singkil. Secara berseloroh, beliau bilang: “Nanti biar tulisan Prof Luthfi tentang Aceh Singkil jadi baik.” Tentang tulisan, saya senang sekali karena Kadisdik ternyata suka membaca. Buku saya berjudul “Berbagi di Ujung Negeri” langsung dibacanya tuntas begitu saya memberikannya, sekitar setahun yang lalu, saat rapat koordinasi di Jakarta. Semalam pun, beliau sampai tertidur sekitar pukul 03.00 karena menghabiskan satu dari tiga buku yang kami bawakan sebagai oleh-oleh: “Untukmu Indonesia, Inilah Langkah Kecil Kami”. Kisah tentang pengalaman pengabdian para peserta SM-3T di Aceh Singkil yang disunting oleh sahabat saya Drs. Jack Parmin, M.Pd, itu. Yang juga menarik, buku itu ternyata menjadi data penting bagi beliau. Kalau selama ini beliau mendengar laporan tentang kondisi sekolah, guru, siswa, hanya dari staf atau kepala sekolah dan pengawas, maka tulisan di buku itu juga menjadi laporan yang lebih memiliki nilai orisinalitas yang tinggi. Dalam dialognya dengan semua stakeholder pendidikan di Pulau Balai ini, beliau mempertanyakan: “Kenapa beberapa guru SM-3T menulis, bahwa masih


BINCANG TOKOH banyak anak sekolah yang tidak bersepatu? Bukankah selama ini kita punya program pengadaan ribuan sepatu untuk anak sekolah? Bukankah selama ini laporan yang saya terima mengatakan kalau semua anak sekolah di Aceh Singkil ini sudah bersepatu?” Beliau juga menambahkan: “Saya seperti tidak percaya dengan kondisi yang sebenarnya, kalau saja saya tidak membaca laporan dari buku itu.” Kadisdik yang gagah, tinggi besar dan berkulit hitam itu, ramah sekali. Tidak hanya ramah, tapi beliau juga suka membaca. Bagi saya, itu sangat membanggakan. Terus-terang, saya tidak banyak menemui pejabat dinas yang suka membaca. Buku-buku yang kami bawakan sebagai oleholeh, entah disimpan di mana. Entah diapakan. Padahal kalau mau, tulisan di dalamnya adalah tulisan-tulisan yang bisa dimanfaatkan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan pembangunan bidang pendidikan di wilayahnya, Dalam sambutan saya, secara jujur saya melontarkan kekaguman saya pada kadisdik, sebagai seorang pejabat yang tidak alergi pada kritik, serta mau membuka diri atas kenyataan yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Tulisan para guru SM-3T adalah tulisan yang polos khas anak muda. Apa adanya. Tidak ada dramatisasi, tidak ada manipulasi. Menjadi alat untuk mengabarkan kondisi pendidikan di tempat-tempat penugasan mereka, termasuk di Aceh Singkil. Tidak hanya untuk mengetuk pintu hati pemerintah kabupaten, namun juga pemerintah pusat, dan semua stakeholder pendidikan, mengetuk hati kita semua. Jadi kalau kadisdik membaca tulisantulisan itu, dan menganggapnya sebagai bahan evaluasi untuk kinerjanya, maka buku-buku itu adalah salah satu sumber data otentik. Hari ini kami akan menghabiskan waktu di Pulau Banyak. Masih ada Teluk Nibung yang kami harus mencapainya dengan menumpang speedboat. Tidak terlalu jauh, hanya sekitar lima belas menit dari Pulau Balai. Dengan suguhan

pemandangan laut yang indah. Barisan nyiur melambai di atas hamparan garis pantai yang putih berkilau. Di antara waktu-waktu kunjungan, Mas Syamsul Sodiq, membuat sebuah pantun, yang saya baca saat pamit dari SMP Pulau Banyak. “Pergi berlayar ke Pulau Balai Bertemu saudara di Pulau Banyak Mari kita berjuang dan terus berbagi Semoga ridha dan berkah untuk semua.”n (LTH/MAN}

KENANGAN: Penulis menyerahkan kenangkenangan berupa buku karya mahasiswa program SM3T/PPPG Unesa tentang Aceh Singkil (atas). DILEPAS: Peserta SM-3T Aceh Singkil saat melepas tim Monev dari Unesa di sebuah pelabuhan kecil di kota setempat.

Pulau Banyak, Aceh Singkil, 21 April 2015

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

29


SEPUTAR

UNESA

Membudayakan Literasi,

D

R

Mahasiswa BK

FBS GELAR PELATIHAN JURNALISTIK

abu (29 April 2015), mahasiswa BK kembali menorehkan prestasinya dalam ajang lomba make up glamour yang diadakan Tabloid Nurani di City of Tomorrow (CITO) Surabaya bekerjsama dengan Latulip. Lomba itu diikuti oleh hampir 40 orang peserta tingkat umum. De­ ngan hanya berbekal se­ring merias teman-temannya dan keyakinan diri yang kuat, mampu membawa Nurul Anisah ke gerbang kemenangan dengan posisi tiga terbaik dan menyabet juara 1. Yang dipilih sebagai model adalah temannya sendiri yaitu Lala. Perasaan campur aduk, grogi, nervous, dan bingung menghinggapi dirinya.

30

Lawan-lawan yang dianggap andal dalam bidang make up pun mampu dikalahkan oleh mahasiswa satu ini. Walaupun, dia sibuk dengan tugas-tugas kuliah dan hiruk-pikuk KKN, dia masih dapat mengembangkan bakat yang dimilikinya. Awalnya, dia tidak menyangka bisa menyambet juara 1 apalagi kriteria penilaiannya cukup menantang. Tetapi, dengan semangat yang berkobar-kobar, dia berusaha menampilkan riasan yang terbaik. Dia pun bahagia karena usahanya membuahkan hasil. Dengan diselenggarakan acara seperti ini, Nurul Anisah menyimpan harapan yang besar terutama bagi penyelenggara dan mahasiswa. “Semoga acara ini

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

iklat jurnalistik dan fotografi kali ini di­selenggarakan oleh Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Jumat (24/4/2015). Acara yang diprakarsai langsung oleh Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) ini merupakan serangkaian acara guna menjadikan FBS sebagai pusat literasi. Dekan FBS memang memiliki perhatian besar terhadap literasi. Acara yang bertempat di Auditorium Prof. Dr. Leo Indra Adriana, M.Pd. ini diikuti lebih dari 25 peserta yang merupakan perwakilan masingmasing jurusan di FBS. Materi pertama disampaikan oleh Endah Imawati. Redaktur Harian Surya yang juga merupakan alumni FBS ini menyampaikan materi seputar jurnalistik. Selain itu, Endah juga mengajak semua peserta untuk praktik langsung menulis. “Yang

penting menulis dulu, jangan takut, baik atau buruknya tulisan,” paparnya. Praktik langsung merupakan kelebihan dari acara ini. Pada materi kedua yaitu tentang fotografi. Para peserta diajak untuk mempraktikkan bagaimana cara memanfaatkan smartphone mereka untuk memperoleh angle dan komposisi foto yang baik. Produk pertama yang diharap­kan muncul dari pelatihan ini, selain tulisan yang akan dimuat di Harian SURYA juga akan muncul di tabloid FBS yang akan tersebar khususnya di wilayah Surabaya. “Produk pertama yang kami harapkan adalah terbitnya tabloid Fakultas Bahasa dan Seni yang belum tahu akan kita namai apa,” papar Fafi Inayatillah, koordinator pelatihan jurnalistik dan fotografi FBS tersebut. (DIYANTI/SR)

JUARA LOMBA MAKE UP GLAMOUR terus berlanjut dan terutama bagi mahasiswa BK bahwa ketika kita menghadapi konseli perlu berpenampilan menarik tapi tidak menor atau sewajarnya saja karena ketika kita melakukan konseling, konseli akan merasa nyaman dengan kita,” jelas Nurul Anisah. (MURBI/SR)

Majalah Unesa


SEPUTAR UNESA

MENGORBIT: Para penari dari PGSD Unesa yang telah go nasional dengan tampil memukai di gelaran event “Solo 24 Jam”.

M

ahasiswa Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Unesa kembali menunjukkan kreativitasnya di Institut Seni Indonesia Surakarta, 29 April 2015. Kelompok tari PGSD yang terdiri atas semua angkatan mulai 2014 sampai 2011, bahkan mahasiswa PPGT Unesa menjadi peserta dalam “Solo 24 Jam”. Pada acara tahunan yang rutin diikuti oleh mahasiswa PGSD semenjak tahun 2012 ini, kelompok tari yang terdiri dari delapan orang itu membawakan tarian berjudul “Tari Tunggal Jogan”. Tari kreasi yang menceritakan tentang kehidupan para pembantu yang senantiasa mengabdi kepada sang majikan tanpa lelah. “Dalam tarian ini kami menggabungkan unsur tari modern dan tarian tradisional,” papar Priscilla, leader kelompok tari PGSD. Meskipun hanya berlatih kurang lebih satu bulan, kelompok tari bimbingan Yoyok Her-

Kelompok Tari PGSD

GO NASIONAL miandoko ini mampu menampilkan tarian menarik. Penampilan tari yang spektakuler ini juga disajikan dalam pembukaan bulan pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional pada Minggu 10 Mei kemarin. “Kami memang berusaha menampilkan tarian yang dikemas berbeda dengan unsur cerita dan komedi di dalamnya,” tambah Priscilla bangga. Tari kreasi yang diciptakan oleh mahasiswa PGSD ini menunjukkan bahwa mahasiswa PGSD Unesa mampu bersanding menampilkan hal-hal yang berbeda dengan konteks keilmuan yang mereka pelajari. (DIYANTI/SR)

Majalah Unesa

Kami memang berusaha menampilkan tarian yang dikemas berbeda dengan unsur cerita dan komedi di dalamnya. Dalam tarian ini kami menggabungkan unsur tari modern dan tarian tradisional.”

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

31


TIPS

GADGET

Merawat

GADGET YUKKK!

M

erawat gadget sebenarnya tidak susah, bergantung Anda sendiri sebagai pemilik dan penggunanya. Namun ada kalanya pengguna tidak memperhatikan hal-hal yang sebenarnya terlihat

sepele, tapi dapat membahayakan dan membuat gadget idaman tidak terawat dan akan mudah rusak. Cara merawat gadget tentu saja berbeda dengan macam-macam barang lainnya, terutama pada gadget yang mempunyai fitur touch screen

MERAWAT SMARTPHONE (Android, Blackberry Dll) - Jauhkan dari telivisi, radio dan benda-benda yang me­ ngandung medan magnet. - Pakai screen protector (plastik anti gores) pada layar handphone atau smartphone. - Jangan sekali-kali menggunakan kuku untuk mengusap layar karena bisa melukai layar atau tergores. - Hindarkan dari paparan sinar matahari langsung, karena dapat merusak kualitas LCD. - Simpan di tempat yang tak terlalu sempit, seperti saku celana jeans. Pasalnya, bila gadget terlalu lama mendapat tekanan (meski dalam keadaan terkunci), layar atau tombol bisa cepat rusak. - Tidak menekan layar atau tombol terlalu kencang. - Tidak mengisi baterai dari persentase isi 70% keatas. Lebih baik mengisi dari 20% dan pengisian harus sampai penuh. Dan mengisi baterai tak lebih dari lima jam. - Tidak menggunakan handphone atau smartphone saat sedang di-charge.

32

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa

(layar sentuh) , karena sesuai banyak pe­ ngalaman, bagian yang peka dan sering mengalami masalah pada gadget ialah pada Layarnya (LCD). Nah, berikut beberapa tips perawat­ an gadget sesuai dengan jenisnya.


TIPS GADGET - Bersihkan layar dan badan laptop atau netbook dengan menyemprotkan cairan pembersih khusus. Usap menggunakan tisu bersih. Jangan menyentuh layar laptop langsung karena bisa merusak LCD. - Menggunakan pelindung keyboard supaya terlindung dari debu, air, dan lain-lain. - Memasang screen protector pada layar notebook dan laptop. - Kalau memakai terlalu lama, gunakan kipas angin notebook atau laptop (biasanya ditaruh di bawah), supaya mesinnya tidak kepanasan. - Charge sampai penuh dulu (biasanya empat jam kalau baterai kosong). Tidak menggunakan notebook atau laptop saat di-charge, untuk mencegah baterai nge-drop. - Memasang antivirus, dan scan secara berkala. - Lepas baterai laptop bila hendak memakainya dalam waktu lama. Langsung menghubungkan laptop tanpa baterai tersebut ke listrik untuk mencegah baterai cepat rusak. - Uninstall atau buang program yang tak berguna di laptop atau netbook agar tak memberatkan hardisk.

PERAWATAN NETBOOK (Notebook dan Laptop) MERAWAT TABLET (iPhone, iPad, dan sejenisnya) - Bersihkan layar secara berkala dengan menggunakan tisu dan cairan pembersih khusus untuk lensa LCD. Setelah dibersihkan, LCD beri lapisan pelindung khususnya. - Charge tablet begitu mendapati peringatan baterai lemah. Usahakan tidak men-charge tablet dalam keadaan mati total. - Saat nge-charge, jangan menggunakan tablet. Jika memungkinkan, matikan tablet ketika kita nge-charge dan segera lepaskan charger begitu baterainya full. - Pakai screen guard agar layar awet. - Jangan terpapar sinar matahari langsung atau diletakkan di tempat yang lembab dan suhu tinggi. - Pilih-pilih meng-install aplikasi. Tak perlu menginstall aplikasi yang kurang bermanfaat atau jarang digunakan, biar memori tablet tetap terjaga dan tidak membuat tablet bekerja terlalu berat. - Kurangi jumlah widget dan ikon di layar utama. - Pakai casing khusus untuk tablet kesayangan. - Hindari menyentuh layar dengan terlalu keras dan kasar.

MERAWAT PC (Komputer Rumah) - Pakai UPS (Uninteruptable Power Suppy) yang menggantikan sumber listrik apabila listrik di rumah mendadak mati. Dengan begitu, Power Supply, hardisk dan motherboard PC tak cepat rusak. - Pakai stavolt (penstabil naik-turun tegangan listrik). Beberapa UPS udah dilengkapi stavolt. Tapi, buat UPS yang tak ada stavolt-nya, pakai stavolt terpisah. Sehingga walau tegangan listrik naik-turun, hardisk dan motherboard PC tetap aman. - Bersihkan rutin dari debu. Debu bisa menghantarkan panas. Kalau debu masuk komponen CPU, memori atau RAM PC bisa ngadat atau nge-hang. - Hindari kena air karena apabila keyboard PC terkena air bisa menyebabkan korslet! Walau udah dibersihkan dan dijemur sekalipun, kadang tetap tak bisa nyala lagi. - Perhatikan voltase. Biasanya produk PC Indonesia membutuhkan 220 volt, untuk PC Jepang 110 volt. Untuk itu, diperlukan adapter untuk mengatur voltase ke PC. Kalau voltase listrik berlebihan, bisa merusak PC. - Update antivirus secara berkala. Dan program utilities tambahan untuk menghapus sisa registry dan sampah dari internet (cookies). [AROHMAN/BBS]

Majalah Unesa

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

33


CATATAN LIDAH

S

zaman terang. Juga revolusi dari zaman yang diseli­ muti kebodohan ke zaman yang diwarnai pencera­ han dan kebenaran.Barangkali inilah yang disebut revolusi pra Gutenberg, yaitu revolusi ruhaniahspiritual manusia di muka bumi. Sementara revolusi peradaban yang diakibatkan oleh penemuan kertas dan mesin cetak sering disebut sebagai revolusi Gutenberg, yaitu revolusi rasionalitas atau dengan kata lain sebagai revolusi ilmu pengetahuan. Memang, revolusi peradaban manusia dalam catatan sejarah juga ditentukan oleh penemuan roda, mesin uap, dan yang terakhir internet. Melalui benda yang namanya roda, membuat manusia dapat bermigrasi secara lebih cepat dalam jumlah besar ke berbagai penjuru dunia. Berbagai peralatan berat dapat dibawa dengan mudahnya karena adanya roda yang dipasang di pedati, gerobak, hingga nanti pada pesawat terbang. Tanpa kehadiran roda, kita juga kesulitan membayangkan bagaiman peradaban manusia bisa berinteraksi satu dengan lainnya. Begitu juga dengan penemuan mesin uap yang digunakan di mobil, di pabrik, dan di kapal-kapal besar. Dari sinilah peradaban manusia makin memperlihatkan kepastiannya memburu kemajuan dan kecepatan bergerak ke segala penjuru. Mesin uap menjadi mesin andalan satu-satunya saat ilmu pengetahuan dan teknologi belum secanggih se­

“Aku” yang cair, yang hibrid, yang terbuka, dan yang keberadaannya telah berada di galaksi cyber-culture. Dengan menyadari bahwa peradaban manusia telah digerakkan oleh berbagai revolusi tersebut, ulit dibayangkan lantas bagaimana posisi kita sebagai insan terdidik wajah peradaban yang sering kali bangga mengidentifikasi dirinya se­ saat ini, andaikata bagai sarjana berstrata satu, dua, dan tiga? Apakah di dunia ini tidak dengan eksistensi yang kita yakini itu, kita menjadi ada kertas dan bagian aktif dalam revolusi ilmu pengetahuan, mesin cetak. teknologi, dan seni yang dipicu kehadirannya de­ Untunglah Ts’ai ngan “peradaban buku” dan “peradaban internet”? Lun (± 105) de­ Peradaban buku memberikan kemungkinan luas Oleh Djuli Djati ngan kecerdasan bagi sarjana yang benar-benar sarjana untuk ambil alamiahnya bagian aktif menguji dirinya ke ranah publik yang berhasil meramu tetumbuhan menjadi kertas, maka lebih luas. Dengan tulisan, mulai yang berbentuk setelah itu semua ajaran kebijaksanaan lokal (local artikel opini di koran, majalah, dan artikel ilmiah di wisdom) Tiongkok dapat ditorehkan di atas kertas jurnal hingga tulisan berbentuk buku, akan menjadi temuan Ts’ai Lun.Juga lukisan Tiongkok yang khas, suatu tonggak-tonggak yang membentuk eksistensi yang merepresentasikan dimensi yin dan yang kesarjanaan itu sendiri. Pendek kata, seorang sarjana dapat diciptakan di atas kertas China yang pada tanpa menghasilkan suatu tulisan dalam bentuk mulanya ditemukan oleh Ts’ai Lun itu. Dari sinilah apapun – syukur berbentuk buku – bisa jadi akan segala ikhwal tentang peradaban Tiongkok dapat menjadi sarjana minus eksistensi dalam disiplinnya. dibaca dan dipelajari. Hal demikian, dalam makna hakikinya, sekalipun Sejurus dengan itu, untunglah Johann Guten­ gelar kesarjanaannya bukan tergolong gelar palsu berg (1400-1468) orang Jerman berhasil menemu­ atau ijazah palsu (seperti yang heboh belakangan kan mesin cetak yang mampu mereproduksi ribuan ini), sesungguhnya sarjana yang “minus buku” bisa halaman kertas yang berisi berbagai tulisan tentang jadi bermakna “sarjana palsu”. ilmu pengetahuan; mulai dari soal agama, filsafat, Keberadaan semacam itu bisa diturunkan ke sejarah, astronomi, diri seorang bahasa, dan se­ dosen, yang juga bagainya. Ribuan seorang sarjana halaman kertas itu strata dua dan kemudian dijilid strata tiga. Bisa menjadi bukujadi, seorang buku bersampul dosen, apalagi Berkat kertas dan mesin cetak itulah terjadilah revolusi peradaban tebal dengan lulusan strata manusia. Melalui buku-buku yang dicetak di atas kertas itu, ilmu huruf khas Gothik tiga dengan yang indah. Tam­ jabatan guru pengetahuan menyebar ke seluruh penjuru dunia. pak berwibawa besar, bila tanpa dan menggetar­ menulis buku kan. yang bereputasi Berkat kertas dan berimplikasi dan mesin cetak itulah terjadilah revolusi peradaban perti saat ini. Mesin uap dijadikan mesin penggerak luas, tak bisa disangkal kinerja dosen semacam itu manusia. Melalui buku-buku yang dicetak di atas di kapal-kapal besar, sehingga manusia bisa berlayar bisa terpelanting masuk ke istilah yang bikin mer­ kertas itu, ilmu pengetahuan menyebar ke seluruh mengarungi samudra dengan membawa manusia inding, yaitu sebagai “dosen palsu”. Yaitu, dosen yang penjuru dunia. Itu sebabnya Ts’ai Lun dan Johann dan barang dengan jumlah besar. Dari sinilah terjadi sekalipun bergelar dan berijazah asli, karena “minus Gutenberg diletakan pada urutan ke-7 dan ke-8 revolusi ekonomi secara lebih dinamis dan bahkan buku”, sesungguhnya dapat bermakna sebagai dalam buku The100, a Rangking of the Most Influenakhirnya memicu imperialisme Barat ke dunia Timur. “dosen palsu”. tial Persons in History karangan Michael H. Hart yang Sementara itu, dengan ditemukannya internet, Sejurus dengan itu, bilamana sebuah perguruan terkenal itu. Dasar Hart memasukkan dua tokoh itu tidak bisa disangkal, peradaban manusia men­ tinggi dihuni oleh komunitas “dosen palsu”, maka di urutan setelah para tokoh yang namanya melekat galami revolusi yang dahsyat ketimbang revolusi akibatnya eksistensi University Press-nya tidak di pikiran orang-orang terdidik, yaitu; Nabi Muham­ sebe­lumnya. Revolusi internet memicu persepsi akan pernah membanggakan. Karena, bagaimana mad, Isaac Newton, Nabi Isa, Budha, Kong Hu Cu, St. atas dunia yang sangat luas menjadi amat sempit – mungkin University Press akan memiliki reputasi Paul, memiliki pertimbangan yang masuk akal. dunia yang dilipat, kata Yasraf Amir Piliang, pemikir yang baik, jika untuk mencari naskah buku yang Dari enam tokoh yang menduduki rangking di kebudayaan kontemporer tersohor itu. Revolusi baik ternyata seperti mencari kutu dalam bulu sapi. atas Ts’ai Lun dan Gutenberg tersebut, kecuali Isaac internet menghadirkan sebuah realitas yang kemu­ Perlu diingat baik-baik: sebuah perguruan tinggi Newton (fisikawan ternama asal Inggris), semuanya dian melampaui realitas itu sendiri (hyper-reality). yang hebat sangat ditentukan oleh produktivitas merupakan tokoh besar agama yang kita kenal Hiper-realitas ini sebuah representasi peradaban dan kualitas buku yang ditulis oleh para dosennya begitu mulia sosok dan ajarannya. Semua tokoh itu kontemporer yang membongkar batas-batas dan diterbitkan oleh University Press-nya. Untuk menurut Hart tidak lain dan tidak bukan adalah para kebudayaan (cultural identity). Si “aku” dalam dimensi hal ini, agaknya Unesa (dosen dan University Press) peletak dasar dan pengubah arah perjalanan sejarah peradaban kontemporer tak lagi bisa dipahami se­ perlu merevolusi diri. n manusia. Mereka adalah para tokoh yang menjadi bagai si “Aku” yang memikul identitas budaya yang (Email: djulip@yahoo.com) sebab terjadinya revolusi dari zaman kegelapan ke masif. Tetapi, si “Aku” haruslah dipahami sebagai si

DOSEN PALSU

34

| Nomor: 80 Tahun XVI - April 2015 |

Majalah Unesa




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.