WARNA REDAKSI
Poliklinik Unesa saat ini memang sudah baik dalam mengemban peran dan fungsinya. Namun, peran dan fungsi itu perlu diperluas dengan perubahan dari poliklinik menjadi sebuah rumah sakit. Oleh Suyatno
S
emua orang tahu tentang keberadaan Poliklinik Une sa yang setia mendampingi kesehatan warga Unesa dari dahulu sampai sekarang. Se mua orang juga tahu jika Poliklinik Unesa sejak IKIP Surabaya sampai perguruan ini bernama U nesa masih seperti yang dahulu saja dari sisi bentuk dan luas bangun an. Tiada perubahan status atau jangkauan layanan yang diberikan oleh Poliklinik Unesa selain melayani se cara rutin, tetap, dan dengan dana yang sedikit. Padahal, Unesa secara kelembagaan berubah dengan ce patnya, baik dari sisi bangunan, pengelo laan, maupun status sebagai BLU. Namun, poliklinik tetap saja dengan lagu nostalgia nya, “Aku masih seperti yang dulu” yang dilantunkan Bhetaria Sonata. Kegiatan rutin sebagai layanan cek kesehatan mahasiswa baru, layanan dosen yang sakit temporer, dan pelanggan tetap yang tidak lebih dari ratusan orang. Poliklinik tetap setia. Kesetiaan poliklinik terse but merupakan aset berharga. Kepedulian yang sangat lama berlangsung itu merupakan energi positif. Kekekuatan menyangga hidup sehat warga Unesa yang cukup lama itu adalah embrio kuat. Rasanya sangat merugi jika potensi cemerlang tidak dikembangkan
secara cemerlang pula. Saatnya, poliklinik berubah menjadi pusat kesehatan yang mampu melayani secara lebih luas, mendalam, dan terakui. Poliklinik sangat layak untuk berubah men jadi Rumah Sakit Unesa. Apalagi, letak Unesa sangat strategis baik di Ketintang maupun di Lidah Wetan jika ditempati oleh rumah sakit. Memang, untuk mendirikan rumah sakit teramat berat dari sisi
juga menghasilkan para sarjana nonkependidikan yang cukup andal. Kelak, Unesa juga bertugas menumbuhkan tenaga kesehatan yang handal pula. Poliklinik Unesa saat ini memang sudah baik dalam mengemban peran dan fungsinya. Namun, peran dan fungsi itu perlu diperluas dengan perubahan dari poliklinik menjadi sebuah rumah sakit. Mungkinkah menjadi rumah sakit? Tentu, jawabannya adalah sangat mungkin. Jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Jika menjadi rumah sakit, apakah tempatnya masih di depan gedung Gema? Tentu tidak. Ru mah sakit memerlukan tempat yang luas, asri, mudah dijangkau, dan benar-benar berdimensi rumah sakit pendidikan. Tempat seperti itu di lahan Unesa sangat mungkin. Bagaimana dengan tenaga medis nya? Tenaga medis kesehatan di Unesa sangat membludak karena banyak dokter yang menjadi tena ga pengajar. Lalu, tinggal apalagi yang diperlukan? Yang diperlukan tinggal niat. Unesa ke depan tidak boleh menjadi perguruan tinggi yang berada di level tengah saja. Unesa harus mampu berada di garda depan dengan segala keberanian berinovasi dan berkreasi. Unesa harus memunyai spirit untuk men jadi pelopor pendidikan tinggi. n
RUMAH SAKIT UNESA
MUNGKINKAH? kajian, perizinan, dan pengadaan sarananya. Namun, seberat apapun sebuah mimpi jika kelak memberi kan nilai tambah bagi Unesa, tentu, sebuah mimpi itu dapat diwu judkan. Mimpi yang memberikan dampak lebih besar merupakan harapan bagi para warga Unesa. Dampak yang diberikan oleh Rumah Sakit Unesa adalah mem berikan jaminan jiwa dan fisik yang sehat bagi masyarakat yang lebih luas, mendorong terbentuknya prodi baru di bidang kesehatan, dan mengibarkan nama Unesa dengan dinamis. Unesa selama ini lebih dicitrakan sebagai ladang pertumbuhan dan pembentukan guru. Padahal, Unesa sebenarnya
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
3
DAFTAR RUBRIK
24
EDISI JUNI 2015
Rubrikasi Edisi Ini
03
RUMAH SAKIT UNESA MUNGKINKAH?
Saatnya, poliklinik berubah Rumah Sakit Unesa. Mungkinkah? Tentu, jawabannya sangat mungkin.
06
RS UNESA WACANA MASA DEPAN
Bisa mendirikan dan mengelolah rumah sakit sendiri, tentu menjadi impian dan kebanggaan bagi lembaga perguruan tinggi, termasuk Universitas Negeri Surabaya.
08
12
08
13
20
meskipun mendirikan rumah sakit bukan berarti mustahil, namun wacana pembangunan Rumah Sakit Unesa merupakan wacana yang masih terlalu jauh.
Bakat di bidang seni yang sudah dimiliki sejak kecil membawa berkah bagi Martadi, M.Sn. Alumnus sekaligus dosen Unesa yang baru saja mendapat amanah menjadi ketua Dewan Pendidikan Surabaya.
Apa jadinya bila ke Eropa naik Turkish Airlines? Selain Ngirit sekaligus mencari pengalaman lain. Apa saja pengalaman Prof. Muchlas Samani saat menyambangi Eropa?
09
34
istilah rumah sakit kurang tepat. Akan lebih tepat bila dinamakan Unesa Medical Care.
Kurikulum baru harus mengakomodasi semua. Salah satunya adalah jangan menciptakan generasi emas Indonesia sebagai Generasi B, yakni Generasi Bongkok.
RS UNESA MASIH TERLALU JAUH
LEBIH TEPAT MEDICAL CARE
INSPIRASI ALUMNI
KABAR MANCA
GENERASI BONGKOK
Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 82 Tahun XVI - Juni 2015 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804
4
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
Bisa mendirikan dan mengelolah rumah sakit sendiri, tentu menjadi impian dan kebanggaan bagi lembaga perguruan tinggi yang bersangkutan, termasuk Universitas Negeri Surabaya. Meski mimpi tersebut seperti “tak berdasar� karena tak ada fakultas yang berkaitan dengan kedokteran di Unesa, namun bukan hal yang mustahil, ke depan Unesa yang sudah bermetamorfosis menjadi universitas mampu mengembangkan sayap keilmuannya dengan membuka Fakultas Kedokteran. Sanggupkah?
Rumah Sakit Unesa WACANA MASA DEPAN Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
5
LAPORAN
UTAMA
RSA UGM menjadi rumah sakit kelas B pendidikan yang memberikan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu dengan mengutamakan aspek pendidikan berbasis riset.
S
ejauh ini, di Indonesia, baru beberapa universitas yang sudah resmi memiliki rumah sakit akademik. Di Jawa Tengah, ada RSA UGM yang dimiliki Universitas Gajah Mada dan RS Nasional Undip yang dimiliki Fakultas Kedokteran Undip. Di Jawa Barat, ada Rumah Sakit Padjajaran (Unpad) milik FK Unpad. Di Jawa Timur, ada RS Unair. Di Sumatera ada RSA USU milik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dan, satu lagi, RSA yang sedang dalam tahap perencanaan pembangunan adalah RSA UI yang dimiliki Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RSA UGM, sebagaimana yang dikutip dari laman http://ugm. ac.id, diresmikan pada Maret 2012 oleh Rektor UGM kala itu, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. RSA UGM berada di Jalan Kabupaten Lingkar Utara,Kronggahan, Trihanggo, Gamping, Sleman. RSA ini memiliki
6
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
bangunan lima lantai di atas tanah seluas 44.637 m2 dengan luas bangunan 9.282,5 m2. RSA UGM menjadi rumah sakit kelas B pendidikan yang memberikan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu dengan mengutamakan aspek pendidikan berbasis riset. Selain didirikan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa, RSA UGM juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Setelah RSA UGM sukses beroperasi, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengikuti jejaknya. RS Univesitas Airlangga yang didirikan pada tahin 2011 itu berlokasi di area kampus C Mulyorejo. RS Unair berdiri megah dengan bangunan 8 lantai di atas lahan seluas 40 ribu meter persegi. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta kelas C yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan
Majalah Unesa
rujukan dari puskesmas. Rumah Sakit Unair memiliki 104 tempat tidur inap dan 54 dokter. Dari 54 dokter di rumah sakit ini, 51 adalah dokter spesialis. Karena merupakan Rumah Sakit Pendidikan, RS Unair dilengkapi dengan berbagai peralatan medis modern yang berharga milyaran rupiah. Salah satu di antaranya, lima alat bedah jantung dan enam alat radiologi. RS Unair merupakan satu-satunya rumah sakit yang berada di bawah naungan universitas di Jawa Timur. Universitas Padjadjaran (Unpad) juga mendirikan Rumah Sakit Pendidikan Unpad. Pendirian rumah sakit ini dilatarbelakangi masih sedikitnya lembaga pendidikan tinggi kedokteran yang memiliki RS pendidikan secara mandiri. Kehadiran RS Pendidikan Unpad akan menunjang Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang terletak persis di depan RS Pendidikan Unpad. Untuk kepentingan pendidikan, RS Unpad akan dimanfaatkan sebagai tempat penguatan pusat penelitian dan pengembangan pendidikan kedokteran spesialistik. Rumah sakit ini fokus terhadap pelayanan medis, pelayanan medis lanjutan di bidang penyakit-penyakit infeksi dan onkologis. Rumah Sakit Umum Universitas yang kini sudah beroperasi lagi adalah RS USU yang berada di Sumatra Utara, Medan. RS USU resmi beroperasi, Kamis 4 Desember 2014 setelah tiga tahun sempat terkatung-katung. Keberadaan RS USU diharapkan berperan aktif dalam menjaga kesehatan dan mengobati masyarakat dengan dukungan fasilitas lengkap dan pelayanan prima yang tersedia. Sementara itu Universitas Indonesia (UI), juga tak mau ketinggalan. Pada Senin, 30 September 2013, UI meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit yang berlokasi di area FIK lama (gedung A) dan area Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM). Pembangunan rumah sakit yang didanai oleh JICA Loan itu diperkirakan akan selesai pada Juni 2016.
LAPORAN UTAMA
Rumah sakit UI dibangun di atas lahan seluas 74.043 m2 dan memiliki 14 lantai dengan 250 kamar yang terdiri atas 1/3 kamar kelas satu (VIP), 1/3 kamar kelas dua dan 1/3 kamar kelas tiga mengikuti standar internasional. Sebagai rumah sakit pendidikan, rumah sakit ini didesain dengan memenuhi standar yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan. Untuk diketahui, rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang mencampurkan unsur pendidikan dan pelayanan kesehatan dalam kesehariannya. Sebagai rumah sakit pendidikan, rumah sakit ini ke depan akan terintegrasi dengan kegiatan belajar mengajar mahasiswa di fakultas Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) yaitu Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, Farmasi, dan Kesehatan Masyarakat.
Rumah Sakit Unair memiliki 104 tempat tidur inap dan 54 dokter. Dari 54 dokter di rumah sakit ini, 51 adalah dokter spesialis. Karena merupakan Rumah Sakit Pendidikan, RS Unair dilengkapi dengan berbagai peralatan medis modern yang berharga milyaran rupiah. Rumah sakit di UI sendiri nantinya akan menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengakomodasi konsep Patient Safety serta berakreditasi internasional. Patient Safety merupakan konsep baru dari dunia kedokteran yang memperhatikan sistem konstruksi, tata letak ruangan, penggunaan material bangunan serta pengaturan alur pasien infectious dan pasien non-
Majalah Unesa
infectious. Material bangunan yang dipilih merupakan material ramah lingkungan yang memenuhi konsep Green Building. Demikian pula limbah domestik dan limbah air dari rumah sakit ini akan diberi penanganan khusus agar tidak merusak lingkungan dan dapat digunakan kembali sebagai Water Flush Toilet di RS. (SIR/DIOLAH DARI BERBAGAI SUMBER)
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
7
LAPORAN
UTAMA
PRof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And
RS Unesa
MASIH TERLALU JAUH Menilik proses pendirian rumah sakit yang dimiliki dan dikelolah universitas di atas, tentu menjadi tantangan berat bagi Unesa jika ingin bermimpi membangun dan mengelolah rumah sakit. Karena itu, tidaklah mengherankan jika wacana RS Unesa langsung memicu pro dan kontra di kalangan para akademisi.
P
rof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And., Kepala Unit Pelaksana Teknis Poliklinik Unesa, menilai, meskipun mendirikan rumah sakit bukan berarti mustahil, namun wacana pembangunan Rumah Sakit Unesa merupakan wacana yang masih terlalu jauh. Pasalnya, untuk mendirikan rumah sakit harus memenuhi sejumlah kriteria yang tidak mudah.
8
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
“Dulu memang pernah digagas (pendirian rumah sakit) dan akan ditempatkan di Lidah Wetan. Namun, itu belum terealisasi,” tutur guru besar FMIPA tersebut. “Yang pasti, tahun ini kami mengupayakan memindahkan poliklinik ini ke depan Unesa dan menjadi Poliklinik Pratama,” imbuhnya. Tjandra menjelaskan, jika mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
Majalah Unesa
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik, salah satu syarat untuk menjadi Poliklinik Pratama haruslah bisa menyesuaikan sebagaimana yang tertera pada pasal 7 ayat 1. Dalam pasal itu disebutkan bahwa bangunan klinik paling sedikit terdiri atas: a) ruang pendaftaran/ ruang tunggu; b) ruang konsultasi; c) ruang administrasi; d) ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayanan farmasi; e) ruang tindakan; f) ruang/pojok ASI; g) kamar mandi/WC; dan h) ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan. Jika mengacu pada persyaratan itu, lanjut Tjandra, Poliklinik Unesa belum memenuhi secara memadai terkait sejumlah persyaratan yang diamanahkan peraturan menteri tersebut. “Untuk menjadi Poliklinik Pratama saja masih banyak yang harus disiapkan, apalagi menjadi rumah sakit. Terkait lahan, sarana prasarana medis, dan jumlah dokter juga harus dibenahi,” jelasnya. Berdasarkan SK rektor tentang
LAPORAN UTAMA pengelola Poliklinik Unesa atau Unesa Medical Care (UMC) nomor 181/UN38/ HK/KP/2015, tenaga medis di poliklinik Unesa ada 10 dokter dan dua orang perawat yang bertugas, yakni Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And. (Ketua), dr. Budi Rahardjo, M.S. (Wakil), dr. Febrita Ardianingsih, M.Si. (sekretaris). Di Poliklinik Umum, ada dr. Endang Sri Wahjuni, M.Kes. sebagai penanggung jawab dan empat anggota, yaitu dr. Azizati Rochmawa, Sp. KFR., dr. Elfira Rosyida, dr. Ananda Perwira Bakti, dr. I Made Wijaya. Di Poli Gigi, ada Prof. Dr. drg. Soetanto Hartono, M.Sc. sebagai penanggung jawab dan drg. Juanita Dolores HN, M.S. sebagai anggota. Sementara itu, Yeni Puspita Ningrum,
A.Md. Kep. dan Paramita Wulan Oktaria, A.Md., T.E. sebagai Paramedis. Unesa Medical Care Dalam waktu dekat, Poliklinik Unesa akan berpindah tempat ke gedung baru, yakni di depan pintu gerbang Unesa kampus Ketintang. Perpindahan lokasi tersebut akan memberikan tiga dampak penting bagi poliklinik. Pertama, Poliklinik Unesa akan kembali go public, kedua Poliklinik Unesa akan berubah menjadi Poliklinik Pratama dengan nama Unesa Medical Care (UMC), dan ketiga poliklinik akan bekerja sama dengan BPJS. “Dulu, waktu masih di depan kami memang sudah go public. Banyak warga
sekitar yang berkunjung ke poliklinik. Namun, setelah dipindah ke dalam kampus, warga mulai sungkan yang hendak datang berobat ke sini,” tutur Tjandrakirana. Namun demikian, perlakuan antara mahasiswa, karyawan atau dosen Unesa, dan masyarakat umum tentu tidak sama. Meskipun tidak ada persyaratan administrasi khusus bagi masyarakat umum, namun tetap dikenai biaya konsultasi atau resep obat-obatan. Terkait kerja sama dengan BPJS, Tjandrakirana belum bisa memastikan bentuknya seperti apa. Umumnya, BPJS seperti ngontrak terhadap poliklinik. BPJS menyediakan obat-obatan sendiri. “Hanya tenaganya dari kami,” tegasnya. (SYAIFUL)
DR. YUNI SRI RAHAYU, M.SI. PEMBANTU REKTOR 1 UNESA
LEBIH TEPAT DISEBUT MEDICAL CARE
W
acana yang mengemukakan bahwa Unesa akan memugar poliklinik untuk dijadikan rumah sakit juga dikemukakan Pembantu Rektor I Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. Ia bahkan mengaku sempat mendiskusikan hal ini sebelumnya dengan koleganya, Dr. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T., Pembantu Rektor II yang membidangi sarana dan prasarana. Namun, Yuni beranggapan, istilah rumah sakit kurang tepat. Akan lebih tepat bila dinamakan Unesa Medical Care. “Saya pernah mendiskusikan itu (Rumah Sakit) dengan Pak PR II, namun bukan ke arah rumah sakit lebih tepat kalau disebut medical care,” ujarnya. Yuni mengakui, mendirikan ru mah sakit tak semudah membalik tangan. Dosen jurusan Biologi itu menyebut ada banyak kriteria yang ha rus dipenuhi untuk mendirikan ru mah sakit. Karena itu, dia tidak menyebut projek pemugaran poliklinik Unesa itu sebagai rumah sakit, tetapi lebih pada pusat pelayanan ke sehatan terpadu saja. Baginya, pembangunan Medical Care akan lebih rasional dibandingkan dengan mendirikan ru mah sakit. Lebih lanjut, Yuni menjelaskan mengenai kelayakan Unesa mendirikan pusat pelayanan medis. Ia menyatakankan bahwa sah-sah saja kampus eks-IKIP Surabaya ini merealisasikan. Hal
itu disebabkan Unesa memiliki banyak dosen dan profesor yang berlatar belakang dokter. Merekalah yang dipersiapkan untuk membantu kepala Poliklinik Unesa. Karena itu, proyeksi mendirikan“rumah sakit”ini, tambah Yuni, sebaiknya diteruskan. “Apapun yang sifatnya baik bagi Unesa, pasti saya dukung. Apalagi, kita (Unesa) juga banyak pendidik yang berlatar belakang dokter,” tambahnya. Selain itu, menurut pengamatan Yuni, se lama ini poliklinik cukup memberi fa silitas kesehatan yang baik bagi warga Unesa. Memang bukan pada pelayanan penyakit-penyakit kronis tapi pada pertolongan pertama dan penyakit-penyakit musimam, poliklinik telah melakukannya de ngan baik. Pembantu Rektor yang membidangi akademik ini juga tidak pernah mendengar se cara langsung keluhan, baik dari karyawan atau mahasiswa yang dialamatkan ke pada poliklinik Unesa. “Ini tentu cukup sebagai indikator performa poliklinik Unesa sebelum diwacanakan untuk ditingkatkan statusnya menjadi Medical Care,” terangnya. Se lanjutnya, Yuni berharap dengan berubahnya sta tus menjadi Medical Care, layanan poliklinik semakin di op ti mal kan. Selama ini, kerja poliklinik hanya terbatas pada cakupan warga Unesa saja. Ke depan, dengan akan adanya tansformasi poliklinik menjadi Medical Care, pelayanan kese hatan bisa meluas hingga ke masyarakat umum. (danang)
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
9
LAPORAN
UTAMA
Meski banyak yang meragukan, namun wacana pembangunan rumah sakit di Unesa tentu bukan menjadi hal yang mustahil. Sebab, selain untuk pengembangan jasa ke masyarakat, rumah sakit yang dibangun nantinya digunakan untuk pengembangan pendidikan.
P
Dr. Ketut Prasetyo, M.S
BUKAN HAL YANG MUSTAHIL 10
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
endapat tersebut dikemukakan Dr. Ketut Prasetyo, M.S, Pembantu Rektor III Unesa. Menurutnya, untuk pengembangan jasa ke masyarakat, ia sangat mendukung adanya pembangunan rumah sakit. Apalgi, Unesa memiliki jurusan kesehatan olahraga, yang barangkali akan mejadi pembeda dengan rumah sakit lain. Ketut mengatakan, di Surabaya, belum ada rumah sakit yang khusus menangani kesehatan olahraga. Ia menjelaskan, pola ilmiah pokok Unesa adalah ke arah pendidikan, sehingga pola rumah sakit nantinya juga untuk pengembangan pendidikan. Poliklinik yang saat ini sedang dirintis menjadi Medical Care dan Sport Center yang ada di Kampus Lidah Wetan menjadi embrio untuk mengembangkan pelayanan ke masyarakat. Ketut menegaskan, akan banyak keuntungan yang diperoleh civitas akademika Unesa dengan adanya rumah sakit tersebut. Di antaranya dapat digunakan untuk pengembangan, eksperimen, serta uji coba yang berhubungan dengan kesehatan ke arah kesehatan olahraga. Ketut lantas mencontohkan UI yang mengembangkan psikologi olahraga. “Kalau kita bisa mengembangkan rumah sakit maka kita lebih fokus ke penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keolahragaan atlet,” ujarnya. Tidak hanya FIK, fakultas lain juga akan ikut andil dalam pengembangan rumah sakit nantinya. Psikolog misalnya, dapat menunjang pengobatan traumatis yang dialami oleh atlet, karena traumatis tidak hanya membutuhkan dokter tapi juga berkaitan dengan kejiwaan. “Tidak menutup kemungkinan juga dari berbagai fakultas, ada orang psikolognya, ada orang fisika, dan ada pula orang tekniknya. Seperti yang sekarang banyak berkembang teknobiomedik sehingga bisa dikembangkan ke arah sana” tandas Ketut. Jika akan direalisasikan pembangunan rumah sakit Unesa, lokasi yang strategis menurut Ketut adalah di Kampus Unesa Lidah Wetan karena lingkungan sekitarnya sudah berkembang sehingga memiliki potensi kewirausahaan yang luar biasa. “Sebenarnya, dari segi SDM sudah mumpuni, yang penting sekarang adalah mencari link,” pungkasya. (ULIL)
LAPORAN UTAMA
PRO-KONTRA
RS UNESA Setiap wacana baru apalagi yang dirasa mustahil dilakukan, tentu menimbulkan pro dan kontra. Ada yang pesimis, ada pula yang optimis. Itu pula yang tergambar dalam pendapat para civitas akademika Unesa terkait wacana pembangunan Rumah Sakit Unesa.
PERLU PERENCANAAN DAN STUDI KELAYAKAN
A
dalah Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd, Pem ban tu Dekan III FMIPA mengungkapkan, Unesa memang perlu membangun dan mengoptimalkan jenis unit-unit usaha untuk meningkatkan pendapatan Unesa agar meningkatkan ke sejahteraan warga Unesa. Namun, unit usaha yang dikem bangkan haruslah yang sudah menjadi produk Unesa. Tidak harus dengan membangun rumah sakit Unesa. Dia menjelaskan karena Unesa berbasis pendidikan dan tidak ditopang Fakultas Kedokteran, tentu akan sulit merea lisasikan pembangunan rumah sakit. Hal itu memang men jadi mindset yang tak terbantahkan. Meski demikian, bukan berarti rumah sakit Unesa tidak bisa dibangun. Hanya saja, diperlukan sebuah perencanaan yang matang mulai ba ngunan fisik, sarana prasarana, sumber daya manusia, dan tenaga medisnya. Selain itu, lingkungan sekitar daerah ru mah sakit juga perlu diperhatikan untuk mengukur tingkat persaingan antar rumah sakit. “Pembangunan rumah sakit harus disesuaikan, jangan sampai kelihatannya saja yang megah, tapi malah memakan subsidi besar,” ujarnya. Selain pada aspek lingkungan, Rumah Sakit Unesa juga ha rus memiliki sasaran atau konsumen pengguna jasa layanan rumah sakit yang jelas. Dengan demikian, Unesa tidak hanya sekadar mendirikan rumah sakit Unesa saja, melainkan juga telah mempersiapkan berbagai aspek pe nunjangnya. “Kalau skalanya klinik masih mungkin, karena
Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
11
LAPORAN
UTAMA
Unesa juga punya banyak dosen yang berprofesi sebagai dokter,” papar dosen Matematika FMIPA Unesa itu. Menurut Tatag, perlu dipetakan dan dikonsep secara ma tang terkait pembangunan rumah sakit ini. Tentu, dengan studi kelayakan yang benar dan perencanaan yang matang, bukan hal yang tidak mungkin bagi Unesa untuk mampu membangun rumah sakit. Sebuah rumah sakit yang nantinya mampu melahirkan beberapa prodi di bidang kedokteran. “Saya yakin universitas ini mampu untuk membangun, namun untuk support tenaga dan keberlangsungan perlu diperhitungkan dan dipertimbangakan. Perlu dicari alter natif untuk jenis unit usaha yang lain juga,” pungkasnya. Sementara itu, Dr. Danang Tandyonomanu,M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya mempertanyakan relevansi pendirian Ru mah Sakit Unesa dengan prodi pendukung keberadaan unit usaha tersebut. Apalagi, Unesa merupakan LPTK de ngan prioritas prodi pendidikan. “Pada dasarnya, suatu unit didirikan dengan tujuan mendukung perkembangan ke ilmuan. Dalam bentuk apapun, jika dikelola dengan baik maka akan bermanfaat,” paparnya. Karena itu, Danang mengaku kurang sependapat dengan wacana Rumah Sakit Unesa, mengingat Unesa tidak me miliki prodi kedokteran ataupun kesehatan. Namun, jika
wacana Rumah Sakit Unesa benar-benar dibangun, ma ka Unesa perlu menambah kedua prodi tersebut, yakni prodi kedokteran dan kesehatan. Jika menilik pada bebe rapa dokter yang dimiliki Unesa saat ini, yang sangat me mungkinkan adalah mendirikan Klinik Pratama. Lebih lanjut Danang menjelaskan, memang ada banyak manfaat jika Unesa mampu mendirikan Rumah Sakit. Salah satunya, Unesa bisa memberikan kesempatan belajar dan pengembangan ilmu yang seluas-luasnya, tidak hanya dalam bidang kesehatan saja, tetapi juga berbagai disiplin ilmu yang terkait pendirian Rumah Sakit. “Kesehatan bukan satu-satunya hal yang diberikan di Rumah Sakit, untuk ma najemen ada ilmunya sendiri. Dan untuk prodi yang saya ketuai mungkin bisa ikut andil dalam bidang Public Re lation,” tuturnya. Intinya, keberadaan Rumah Sakit Unesa mendukung pengembangan ilmu banyak prodi yang dimiliki Unesa, meskipun Unesa belum memiliki prodi kedokteran atau kesehatan. Dilihat dari sisi keuangan, income dari Rumah Sakit akan sangat membantu perkembangan Unesa ke de pan. Karena itu, pengelolaannya harus profesional dan se jalan dengan visi misi Universitas. “Dengan pengelolahan yang profesional, Rumah Sakit tersebut akan berkembang dengan baik. Jika tidak, lupakan saja daripada membebani Unesa nantinya,” pungkasnya. (KHUSNUL/MUTYA)
BISA MENJADI UNIT USAHA BARU
O
ptimisme terkait wacana pembangunan Rumah Sakit Unesa dikemukakan Drs. Tri Rijanto , M.Pd, M.T. Kepala Unit Penjaminan Mutu Jurusan Teknik Elektro itu mengatakan , bukan hal yang tidak mungkin bagi Unesa sebagai universitas yang terkenal dengan basic pendidikan untuk memulai sebuah asa baru, yakni membangun sebuah rumah sakit sebagai unit usaha baru. Dia berpandangan, Unesa saat ini sudah menjadi kampus yang posisinya berada di tengah-tengah. Artinya, Unesa sudah tidak lagi sebagai kampus level bawah tapi sudah mulai menuju ke level menengah atas. “Saya kira ini adalah salah satu pengembangan bagi Unesa ke depan. Agar perguruan
12
Drs. Tri Rijanto , M.Pd, M.T. tinggi mampu berkembang dengan baik, universitas tersebut harus bisa mengembangkan berbagai disiplin ilmu,” paparnya. Bagi Tri Rijanto, Unesa memiliki potensi besar untuk membangun rumah sakit sekaligus mengawali dan
| Nomor: 81 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
merintis adanya Fakultas Kedokteran di Unesa. Sehingga, keberadaan rumah sakit nantinya bisa menjadi wadah bagi mahasiswa untuk melakukan praktek dan pengabdian kepada masyarakat. Lebih dari itu, Tri Rijanto menambahkan, keberadaan rumah sakit tersebut diharapkan mampu menjadi pijakan awal Unesa dalam mengembangkan inkubator bisnis yang hasilnya mampu meningkatkan pendapatan Unesa secara kelembagaan. Dan, masyarakat sekitar mampu memperoleh manfaat dari keberadaan rumah sakit Unesa nantinya. “Kalau perlu, nanti Unesa membangun rumah sakit dengan spesifikasi tertentu yang menonjol sehingga berbeda dengan rumah sakit lain. Misalkan saja, rumah sakit khusus pengidap penyakit kanker. Saya kira wacana ini perlu segera dipersiapkan secara matang dan dimasukkan dalam renstra agar bisa segera terealisasi,” saran dosen peraih program magister di Institute Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu. (KHUSNUL)
LAPORAN UTAMA Dra. Titin Indah Pratiwi, M.Pd
LEBIH BAIK FOKUS PERBAIKI SAPRAS
D
osen FIP Unesa, Dra. Titin Indah Pratiwi, M.Pd, mengaku kurang setuju bila Unesa akan membangun sebuah rumah sakit. Dia beralasan, untuk membangun rumah sakit bukanlah suatu kebutuhan yang mendesak saat ini. Masih banyak kebutuhan yang lebih penting lagi, terutama kebutuhan di kampus Lidah Wetan semisal kebutuhan kemahasiswaan. “Sarana prasarana untuk menunjang nonakademis dan akademis mahasiswa masih sangat kurang seperti kantin, tempat parkir, tempat penginapan bagi tamu dan lain sebagainya. Saya kira, sarana-sarana yang lebih mendesak itulah yang harus menjadin prioritas Unesa,” ungkapnya. Apalagi, jika lokasi untuk membangun Rumah Sakit Unesa di sekitar kampus, dirasa kurang efektif karena kampus Unesa berdekatan dengan rumah sakit yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat sekitar. Dari segi keuntungan pun, mungkin Unesa tidak akan mendapatkan banyak keuntungan, bahkan mungkin malah tidak dapat untung sama sekali. “Tapi, kalau hanya membuka klinik Unesa mungkin masih bisa dijangkau,” paparnya.
Karena itu, Titin berharap lebih baik wacana tersebut ditinjau ulang. Sebab, selain memakan waktu dan dana yang sangat besar, banyak aspek yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan dengan seksama. Bukan Suatu Keharusan Senada, karyawan Kampus Unesa Lidah Wetan, Pardi mengaku belum setuju terkait pembangunan Rumah Sakit Unesa. Menurutnya, banyak program Unesa yang belum dilakukan dengan sepenuhnya, seperti program Ecocampus, Technopark dan lain sebagainya. Selain itu, dia berpendapat, pembangunan Rumah Sakit Unesa tidak memberikan keuntungan yang cukup baik dan bukan suatu keharusan bagi Unesa. “Akan lebih baik, Unesa fokus pada perbaikan sarana dan prasarana kampus seperti membenai ruangan perkuliahan yang masih bocor, pendingin ruangan yang kurang baik, akses jalan menuju kampus yang kurang memadai, pembangunan gedung yang berhenti dan lain sebagainya,” terangnya. Pardi menambahkan, pembangunan rumah sakit akan lebih efektif bila dibangun di luar kawasan Lidah maupun Ketintang atau di kawasan yang benarbenar membutuhkan rumah sakit agar
Majalah Unesa
Unesa lebih dikenal masyarakat luas. Sebelum program tersebut benar-benar dilaksanakan, lebih baik dijalankan saja program yang lebih dulu telah ada. Sehingga dana yang akan dianggarkan untuk pembangunan rumah sakit bisa dialihkan ke hal-hal yang lebih membutuhkan. Sementara itu, kekurangsetujuan pembangunan Rumah Sakit Unesa juga datang dari mahasiswa. Firdiana Nurachmawati, salah satu mahasiswa di Lidah Wetan mengaku kurang setuju dengan adanya wacana pembangunan Rumah Sakit Unesa. Sebab, Unesa adalah kampus yang berbasic pendidikan. Selain itu, lokasi kampus juga sudah berdekatan dengan Rumah Sakit yang telah dikenal oleh masyarakat sekitar Lidah maupun Ketintang seperti National Hospital, RS.AL, RS. Wiyung dan lain sebagainya. Firdiana menyarankan alangkah lebih baik wacana tersebut ditinjau kembali. “Lebih baik ditinjau kembali dari segi lokasi, tenaga kerjanya, dan dana untuk pembangunan Rumah Sakit Unesa. Tidak harus memaksakan untuk membuka Rumah Sakit atas nama Unesa. Kita bisa melakukan kerja sama dengan pihak rumah sakit terkait sebagai proses pembelajaran awal sebelum membuka Rumah Sakit,” tegasnya. (MURBI)
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
13
KOLOM REKTOR
Judul tulisan ini jelas merupakan mimpi, kalau bukan khayalan, sebab dengan kata andai menggabarkan adanya suatu kayalan, seperti lagunya Oppie Andaresta. Dalam lagu yang berjudul Khayalan tersebut dalam setiap baitnya diawali dengan kata “andai”. Andai aku jadi orang kaya... Oleh Prof. Warsono
M
emang antara ber pikir dan berkhayal adalah dua hal yang berbeda. Khayalan ditandai dengan penggandaian, seperti pada lagu Oppie. Sedangkan berpikir diawali dengan pertanyaan. Jadi khayalan bisa diubah menjadi kegiatan berpikir, dengan meng ganti kata “andai” de ngan kata tanya, sehing ga dari kata andai unesa mempunyai rumah sakit menjadi bagaimana unesa mempunyai rumah sakit?, atau secara tegas bagimana unesa bisa mempunyai rumah sakit? Atau apakah unesa bisa mempunyai rumah sakit? Perbedaan antara khayalan dengan berpikir adalah, khayalan tidak perlu di jawab dengan suatu usaha, tetapi bisa langsung dinikmati. Meskipun menikmatinya juga dengan khayalan karena apa yang dikhayalkan hanya ada dalam angan-angan atau mimpi. Sedangkan berpikir harus dijawab atau ada juga yang disertai dengan usaha nyata. Pertanyaan apakah unesa bisa mempunyai rumah sakit bisa dijawab secara langsung dengan jawaban bisa ataau tidak, tanpa disertai dengan usaha nyata. Namun kalau dijawab bisa, maka muncul pertanyaan berikutnya yaitu bagaaimana caranya, seperti pertanyaan pertama: bagaimana unesa bisa mempunyai rumah sakit?
Tentu judul di atas sebenarya bukan hanya sebatas pada khalayan. Kalau hanya khayalan, kita juga bisa berandai-andai. Misal, dengan memiliki rumah sakit, Unesa akan bisa melayani masyarakat luas dengan menerima BPJS, sehingga selain memberi manfaat pada
tidak akan pernah ada dalam realita. Tetapi khayalan itu juga bisa memberi inspirasi untuk mewujudkan, jika khayalan itu diubah menjadi pemikiran. Memang lahirnya berbagai temuan, bisa saja beraawal dari khayalan, yang diubah menjadi keinginan, dan kemudian mendorong untuk berpikir bagaimana mewujudkan keinginan tersebut. Seperti, khayalah orang untuk bisa terbang, yang kemudian diwujudkan dalam keinginan dan disertai dengan pemikiran bagaimana agar bisa terbang. Keinginan bisa terbang yang disertai dengan pemikiran terlihat, bagaimana seseorang itu membuat sayap seperti burung sampai kemudian sampai kepada teori aerodinamika. Dengan pemikiran tersebut, akhirnya keinginan manusia untuk bisa terbang bisa terlaksana, meskipun tidak seperti burung, melainkan dengan menggunakan pesawat. Begitu juga khayalan unesa memiliki rumah sakit harus diubah menjadi keinginan dan kemudian pemikiran yang disertai dengan usaha. Semua tahun bahwa untuk memiliki rumah sakit, harus memiliki prasyarat yang harus dimiliki sebelumnya.
ANDAI UNESA
PUNYA
RUMAH SAKIT
14
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
masyarakat banyak, juga akan menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Atau dengan memiliki rumah sakit, Unesa bisa memberi pelayanan kesehatan kepada semua warga Unesa pengobatan yang gratis atau murah, sehingga semua warga Unesa sehat dan produktivitas kerjanya meningkat. Atau dengan memiliki rumah sakit, Unesa bisa membuka fakultass kedokteran, sehingga Unesa bisa lebih dikenal lagi oleh masyarakat, dan mahasiswa Unesa jumlahnya semakin banyak, serta berasal dari kalangan menengah ke atas. Itu semua adalah khayalan yang
Majalah Unesa
KOLOM REKTOR Pertama harus memiliki bangunan yang memang dikontruk untuk rumah sakit, memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang fungsi rumah sakit, memiliki sumber daya, misal dokter, memiliki izin dari dinas atau kementerian kesehataan dan lain-lainnya. Semua persyaratan tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum rumah sakit terwujud. Untuk mememuhi persyaratan-persyaraatan tersebut dibutuhkan daya dan dana. Memang, ada keinginan Unesa memiliki rumah sakit, meskipun itu bukan prioritas utama dan dalam jangka waktu dekat, karena kita menyadari bahwa untuk memiliki rumah sakit dibutuhkan banyak persyaratan yang tidak mudah dan murah. Persyaratan seperti bangunan, tenaga dokter, dan peralataan masih belum dimiliki oleh Unesa. Sudah sejak lama unesa memiliki poliklinik yang fungsinya memberi pelayanan kesehataan civitas akademika Unesa, namun dengan segala keterbatasan peralatan, tenaga medis, dan dokter, maka fungsi pelayanan tersebut kurang optimal. Oleh karena itu, langkah menuju pemilikian rumah sakit, sudah dimulai dengan meningkatkan status dan fungsi poliklinik. Langkah pertama yang dilakukan Unesa adalah memindahkan lokasi poliklinik dan melengkapi dengan peralatan, tenaga medis, dan dokter. Lokasi poliklinik yang semua di depan gedung Gema, dipindahkan ke depan agar bisa terlihat dan bisa diakses dengan mudah. Selain itu, juga disertai dengan pengadaan sarana prasarana, tenaga medis dan dokter yang setiap hari kerja selalu ada. Secara menejemen dan organisasi juga telah ditunjuk Prof. Dr. dr. Tjandra Kirana sebagai kepala poliklinik. Beberapa dokter yang ada, yang semula menjadi dosen di fakultas ilmu keolahragaan dan fakultas lain akan kita beri tugas tambahan untuk memberi pelayanan di poliklinik. Bahkan juga ada rencana untuk bekerja sama dengan dokter-dokter dari luar Unesa untuk membuka praktik di
poliklinik Unesa. Keinginan untuk memiliki rumah sakit akan ditindaklanjuti dengan pencarian perizinan untuk bisa menerima pasien yang menggunakan BPJS agar bisa menerima pasien selain warga Unesa. Sudah tentu harus juga dipikirkan dan disertai usaha untuk membangun gedung yang lebih representatif agar bisa menerima pasien rawat inap. Tentu semua itu membutuhkan “energi� yang besar dan waktu yang tidak pendek. Namun demikian agar khayalan tersebut tidak berhenti pada mimpi atau khayalan semata, harus selalu disertai dengan usaha secara terencana dan terus menerus. Salah satu upaya adalah dengan membuka fakultass kesehatan masyaraakat atau mungkin fakultas kedokteran. Memang keinginan untuk membuka fakultas kesehatan, sebagai salah satu pendukung keberadan rumah sakit sudah ada. Bahkan tahun 2005-an sudah ada wacana untuk merger Sekolah Tinggi Kesehatan Surabaya dengan Unesa, namun karena berbagai kendala keinginan tersebut tidak bisa terealisasi. Keinginan tersebut memang pernah menguat namun dengan persyaraatan yang tidak sedikit dan mudah dipenuhi perlu dipersiapkan dan direncanakan secara matang. Kita tentu sepakat bahwa langkah besar, harus diawali dengan langkah-langkah kecil. Tujuan yang besar harus disertai dengan usaha yang nyata setahap demi setahap. Pemindahan lokasi poliklinik, penambahan peralatan, dan penyediaan tenaga medis dan dokter merupakan langkah-langkah kecil untuk mencapai tujuan besar. Tentu untuk mencapai tujuan yang besar tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh pimpinan, tetapi membutuhkan partisipasi dari semua pihak, khususnya warga unesa. Antara pemilikian rumah sakit dan pembukaan fakultas kedokteran keduanya merupakan kenginan unesa. Karena keduanya saling mendukung dan membutuhkan hal yang sama.
Rumah sakit membutuhkan dokter termasuk dokter spesialis, begitu juga fakultas kedoteran juga membutuhkan dokter sebagai tenaga akadmiknya. Memang Unesa telah memiliki beberapa dokter yang ditempatkan di fakultas ilmu keolahragaan, karena di olahraga juga dibutuhkan dokter yang mengajarkan tentang kesehatan olah raga. Dalam bidang olah raga, kemungkinan cedera cukup besar sebagai akibat dari aktivitas yang tidak sesuai dengan struktur organ dan gerakan yang tidak teratur. Untuk mengurangi kemungkinan cedera dalam berolahraga dibutuhkan juga pemahaman tentang anatomi dan berbagai penyakit yang berkaitan dengan olahraga. Oleh karena itu, di FIK dibutuhkan tenaga akademik (dosen) yang berlatar belakang dokter. Bertolah dari kondisi dan fakta yang ada di Unesa dan sekaligus sebagai langkah awal untuk mewujudkan mimpi besar adalah pembukaan prodi kesehatan olahraga sebagai bagian dari fakultas ilmu keolahragaan. Pembukaan prodi ini bisa menjadi keniscaayaan, karena kesehatan olahraga juga menjadi suatu disiplin tersendiri. Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, baik tenaga dosen yang berlatar belakang dokter, poliklinik pembukaan prodi kesehatan olahraga bisa dirintis di FIK. Ini sekaligus juga menjadi tantangan bagi pimpinan FIK beserta para dosen untuk menyiapkan proposal pembukaan prodi. Jika ini terlaksana, maka selain akan menambah jumlah mahasiswa juga merupakan langkah maju bagi Unesa. Marilah kita ubah khayalan menjadi keinginan, dan mengubah keinginan menjadi kebutuhan, dan memenuhi kebuthan tersebut dengan perencanaan dan usaha nyata. Jangan sampai Unesa memiliki rumah sakit berhenti sampai pada khayalan yang hanya bisa dinikmati dalam khayalan juga. Tetapi kita jadikan motivassi untuk mewujudkannya. Memang mimpi yang baik itu bukan salah, paling tidak kita masih mempunyai mimpi. Semoga mimpi itu bisa menjadi kenyataan karena disertai dengan usaha. Amin. n
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
15
SEPUTAR
UNESA
Kiprah Unesa di Ajang International Young Inventors Award
HORMON UBIPOTAS ANTAR JUARA
“
Hormon ini dapat mempercepat masa tumbuh dan tanam bawang merah dari waktu 3-4 bulan menjadi satu bulan. Belimbing juga akan bisa lebih cepat berbuah bila menggunakan hormon ubipotas ini.”
S
ebagai negara agraris, Indonesia harus bersiap siaga dalam menghadapi MEA 2015. Indonesia perlu melakukan inovasi-inovasi agar tidak kalah bersaing. Salah satunya adalah inovasi terhadap penggunaan hormon ujung batang ipomoe batatas (Ubipotas). Hormon yang ditemukan pada ujung ketela rambat ini berfungsi untuk mempercepat masa tanam bawang merah. “Hormon ini dapat mempercepat masa tumbuh dan tanam bawang merah. Kalau pada umumnya memerlukan waktu 3-4 bulan, tapi dengan menggunakan hormon ini bisa dipersingkat menjadi satu bulan. Kualitasnya pun relatif sama dengan yang tidak meng-
MAHASISWA PGSD
JUARA 1 TILAWAH
DIGANJAR UMROH 16
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
gunakan hormon. Kami telah melakukan uji coba di Kabupaten Sidoarjo,” terang Mohammad Syukron Amrullah, salah satu anggota penemu Ubipotas ini. Hasil temuan mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Unesa ini berhasil menyabet juara 1 di International Young Inventors Award (IYIA) tahun 2015. Dalam kompetisi yang diikuti oleh 13 negara di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 7—8 Juni 2015 ini, Andrian Sjahmi Dewanto, Hanif Zahidin Ainur, Fifa Pransiska Indra Loseta, dan Mohammad Syukron Amrullah mengajukan karya ilmiah Ubipotas. Adapun judul karya ilmiah yang juga merupakan nominasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini adalah Ubipotas
W
(Ujung Batang Ipommoea Batatas) As Growth Catalyst Hormone And Organic Fertilizer On Onion To Face Asia Economic Community (AEC) 2015. Menurut Mohammad, hormon ini mengandung C-Organic, Giberelic Acid, dan Acidity. Selain untuk bawang merah, Hanif Zahidin Ainur menambahkan, hormon ini juga berfungsi untuk jenis tanaman yang lain. Misalnya, belimbing. “Saya sudah mencoba menggunakan hormon ini untuk belimbing di rumah. Hasilnya sama, belimbing berbuah lebih cepat dibandingkan dengan tidak menggunakan hormon ini. Produktivitasnya pun meningkat hingga 2-3 kali lipat,” paparnya saat ditemui di ruang auditorium FMIPA. (SYAIFUL)
ardatunnisa Hasan, mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Unesa mendapat hadiah umroh gratis. Hadiah ini dia peroleh setelah memenangkan lomba Tilawah, salah satu cabang lomba dalam LPP RRI, yakni pekan Tilawatil Quran ke-46 di Kota Palu Sulawesi Tengah. Wardah, demikian perempuan itu biasa dipanggil, terpilih sebagai wakil RRI Surabaya. Lomba yang digelar pada 25-30 Juni 2015 itu terdapat tiga cabang perlombaan, yaitu Tilawah, cerdas cermat isi kandungan Alquran, dan Tausiah. Wardah berhasil menyisihkan 130 orang peserta pada cabang lomba Tilawah. “Rasanya saya tidak percaya. Kaki saya gemetar. Haru, bahagia, dan tangis campur jadi satu,” ungkapnya seusai mengikuti final di Masjid Agung Palu dan diputuskan sebagai juara 1 oleh dewan juri. Sebelumnya, Wardah juga pernah terpilih sebagai juara pada lomba-lomba tilawah tingkat fakultas hingga universitas di Unesa. Akan tetapi, hadiah pada perlombaan kali ini berbeda. Selain mendapatkan tropi, dan piagam, Wardah juga mendapat uang pembinaan untuk umroh ke Tanah Suci. “Alhamdulillah! Ini berkah Ramadan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung,” tandasnya bahagia. (DIYANTI/SR)
Majalah Unesa
RESENSI BUKU
H
OS Tjokroaminoto memiliki peran besar terhadap jiwa kejuangan yang dimiliki Soekarno. Khazanah dan wawasan Soekarno atau Sang Putra Fajar tentang politik untuk memperjuangkan kemerdekaan sedikit banyak diperoleh saat dirinya kos di kediaman Tjokroaminoto di Surabaya. Namun, Soekarno selalu haus menimba ilmu. Maka, ketika ditanya hendak melanjutkan sekolah di mana selepas HBS oleh Tjokroaminoto, Soekarno muda menjawab, ”Untuk menaklukkan Nusantara, saya harus bersekolah di Bandung!” Sejarah pun mencatat bahwa Kota Bandung menyimpan jejak perjalanan hidup Bung Karno pada masa-masa sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Di kota inilah, ia menemukan cintanya serta gagasangagasan besarnya. Di Kota Kembang ini pula, Bung Karno melahirkan imajinasi tentang Indonesia. Jangan lupa pula bahwa ideologi Marhaenisme lahir dari perjumpaan Bung Karno dengan petani Marhaen di Cigereleng. Di penjara Sukamiskin, intelektualitas Soekarno menjadi matang karena pergaulannya dengan kaum intelektual Eropa yang sama-sama dipenjara. Buku Jejak Soekarno di Bandung (1921–1934) ini mencatat perjuangan Bung Karno yang tertoreh dalam sejarah penting Indonesia. Kota Kembang memang menjadi tempat Bung Karno mengawali perjuangannya. Dengan bekal kesadaran politik yang dibawa sejak mondok di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto selama menjadi siswa HBS di Surabaya, Soekarno muda mulai berkenalan dengan politik secara langsung lewat diskusi-diskusi dalam Algemene Studie Club. Di tempat ini pula, ia berkenalan antara lain dengan tokoh dr Tjipto Mangunkusumo yang menajdi salah seorang panutannya dengan sapaan ”Om Tjip-My Chief”. Perjalanan politik Bung Karno di Kota Bandung berawal sejak kedatangannya yang pertama tahun 1921 sampai menjalani pembuangan ke Ende, Flores, pada 1934. Sebagaimana dikemukakan Asvi Marwan Adam, sejarawan LIPI, periode 1926–1930 merupakan puncak kreativitas Bung Karno akan nasionalisme. Pada periode ini pula, terlihat sikap kerasnya menentang kolonialisme. Bung Karno dan Kota Bandung merupakan dua nama yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat kota tersebut seharusnya bangga karena Bandung menjadi kunci penting
Judul Buku : Jejak Soekarno di Bandung (1921–1934) Penulis : Her Suganda Penerbit : Kompas Cetakan : I, 2015 Tebal : 241 halaman Peresensi : Eko Prasetyo
Bandung, ketiganya bertemu Soekarno muda yang saat itu menjadi mahasiswa Technische Hogeschool (TH) Bandung (hal. 9). Jalan hidup Bung Karno selama di Bandung bukan hanya menapaki dunia perancangan bangunan (arsitek), sesuai dengan pendidikannya di Technische Hogeschool Bandung, dan menjadi guru di Ksatrian Institut. Pilihannya dalam dunia politik justru mengantarkan dirinya menjadi wartawan, redaktur, dan sekaligus penerbit beberapa media massa, sebuah pilihan yang sesungguhnya tidak asing lagi bagi dirinya. Ketika masih masih menjadi siswa Hooge Burgelijke School (HBS, setingkat SMA) di Surabaya, ia sudah mulai aktif menulis. Karyakaryanya bisa dijumpai di majalah Oetoesan Hindia yang diterbitkan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai ketua Sarikat Islam (SI). Di Bandung, Bung Karno tidak menulis di majalah tengah bulanan Persatoean Indonesia, pada Desember 1927 ia malah mendirikan Soeloeh Indonesia Moeda dan bertahan sampai 1931 (hal. 146). Di antara penerbitan-penerbitan yang ditangani Bung Karno, Fikiran Ra’jat merupakan penerbitan paling populer yang didirikan pada 15 Juni 1932. Pemikiran-pemikirannya tentang kemerdekaan Indonesia dituliskan dalam artikel-artikel yang mampu menggelorakan semangat pembaca, khususnya masyarakat Indonesia. Yang paling fenomenal ialah gagasannya tentang Mentjapai Indonesia Merdeka pada Maret 1933. Risalah yang merupakan buah pikirannya yang terakhir selama di Bandung itu ditulis secara ringkas dan jelas di suatu tempat di pegunungan selatan Bandung. Agar lebih banyak diketahui masyarakat luas, risalah yang aslinya ditulis tangan tersebut dimuat dalam Fikiran Ra’jat dan majalah Persatoean Indonesia (hal. 151). Bung Karno juga dikenal dengan pemikiran paham Marhaenisme yang diusungnya. Hal ini menyimpan sejarah tersendiri karena Marhaen sebenarnya ialah nama seorang petani kecil di Bandung Selatan. Mungkin namanya tidak akan berarti apa-apa jika tidak bertemu Bung Karno. Nama Marhaen digunakan karena mencerminkan kehidupan rakyat Indonesia yang tertindas selama penjajahan. Dikemas dengan gaya bertutur yang enak dibaca, buku ini memang tidak sepenuhnya memenuhi rasa ingin tahu tentang kehidupan Bung Karno di Bandung. Namun, paling tidak lewat buku ini rasa penasaran itu bisa sedikit berkurang.. n
MENAPAKTILASI JEJAK
SANG PUTRA FAJAR perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jika kita coba menelusur, kota ini memiliki cukup banyak situs perjuangan Bung Karno. Sayangnya, tempat-tempat yang menjadi tonggak perjalanan sejarah itu kurang mendapat perhatian. Selain gedung Langraad Bandung dan penjara Sukamiskin, tempat Bung Karno dan tiga teman seperjuangannya di Partai Nasional Indonesia (PNI) diadili dan dipenjara, selebihnya tidak mendapat perhatiannya. Kesadaran Bung Karno akan sebuah negara berdaulat yang terbebas dari penjajahan kolonialisme tak terlepas dari pertemuannya dengan tokoh-tokoh besar macam Tiga Serangkai, yakni E.F.E. Douwes Dekker atau Danudirdja Setiabudi, dr Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Ketiganya dianggap duri dalam daging oleh pemerintah kolonialisme sehingga harus meninggalkan Kota Bandung. Douwes Dekker harus menjalani pembuangan ke Kupang, dr Tjipto ke Ambon, dan Suwardi Suryaningrat ke Bangka. Namun, ketiganya memilih menjalani pembuangan ke Belanda. Setelah menjalani masa pembuangan dan kembali ke
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
17
LENSA UNESA
Kunjungan Kerja Sama
Jepang-Unesa
alam rangka meningkatkan kerja sama, Unesa mendapatkan tamu spesial dari Konjen Jepang pada 19 Juni 2015. Dari jajaran pimpinan Unesa dihadiri oleh Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S, Pembantu Rektor 1 Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si, Pembantu Rektor 2, Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T, dan Pembantu Rektor 3, Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (HUMAS)
18
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
LENSA UNESA
Ohio State University - UPB PELATIHAN MENULIS
Jurnal Internasional UNESA tidak hanya melatih para dosen untuk bisa menulis dalam bahasa Indonesia, melainkan juga dalam bahasa Inggris dengan tujuan bisa menulis di jurnal internasional. Unesa bekerja sama dengan Ohio State University untuk membantu menjalankan program tersebut. Jumat (19/6/2015), di Unit Pusat Bahasa Unesa, pelatihan ditutup dengan penampilan drama bahasa Inggris dari para dosen dan foto bersama. (SYAIFUL)
Komandan Menwa Jatim
BERALIH KOMANDO
RABU, 17 Juni 2015 tongkat komando Resimen Mahasiswa resmi beralih dari Budi Riyanto ke Heru Siswanto. Serah terima jabatan dan pengukuhan dilakukan di Auditorium FMIPA Unesa, yang hadiri perwakilan anggota resimen mahasiswa dan alumni menwa. (MUTYA/EMIR)
Majalah Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
19
KABAR MANCA
SURABAYA-JAKARTA MENUJU EDINBRUGH-SCOTLAND
MELELAHKAN TAPI SENANG Prof. Muchlas Samani, M.Pd
KALI INI SAYA KE EROPA DENGAN NAIK TURKISH AIRLINES DAN TIDAK SEPERTI BIASANYA NAIK EMIRATES ATAU GARUDA. ALASANNYA SEMATA-MATA MENCARI YANG MURAH TIKETNYA. SELAIN NGIRIT SEKALIGUS MENCARI PENGALAMAN LAIN.
D
ua minggu ini kegiatan saya sungguh padat tetapi menyenangkan. Diawali dengan mengisi acara diskusi tentang ManajemenKepemimpinan Sekolah dengan para Kepala SD di Karawaci dan diikuti sekitar 150 Kepala SD dari berbagai daerah di Indonesia. Setelah itu harus mengikuti workshop di Yogyakarta selama 2 hari untuk membahas Pendidikan Profesi Guru dan Pembinaan Keprofesionalan Guru Berkelanjutan. Kembali ke Jakarta untuk mengisi diskusi ManajemenKepemimpinan Sekolah tahap kedua. Setelah itu pulang ke Surabaya untuk menguji tesis S2 dan ikut upacara 17 Agustus di kampus. Besoknya harus ke Jakarta untuk diskusi dengan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan tentang Tata Kelola Guru, dilanjutkan mendampingi tim USAID Prioritas bertemu dengan Direktur Pembelajaran Kemristek Dikti untuk berdiskusi tentang kemungkinan menyinergikan program keduanya. Besoknya lagi harus ke Makasar untuk mengisi acara seminar di UNM disambung denga memberi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Makasar. Pulang ke Surabaya untuk menguji tesis S2 dan sorenya mengisi acara MKKS SMP Surabaya Selatan di
20
Trawas. Lagi, besoknya pagi-pagi harus ke Jakarta karena ada acara di Bintaro dan terus ke bandara menunggu istri untuk bersama-sama ke EdinbrughScotland untuk menengok anak dan nanti dilanjutkan ke Bremen UniversityJerman untuk presentasi makalah di TVET Internasional Conference. Ketika sudah dalam pesawat dari Jakarta menuju Edinbrugh saya merasa terkena sariawan. Bagi saya sariawan itu bukan karena kekurangan vitamin C seperti dipahami banyak orang, tetapi sinyal kalau overload pekerjaan. Jadi kalau muncul sariawan saya harus menurunkan volumen kegiatan. Biasanya sedang mengerjakan tugastugas yang terkena deadline sehingga mau tidak mau dikerjakan walau capai atau ada kegiatan yang menyenangkan sehingga capai tidak terasa. Sepertinya tipe kedua yang saat ini saya alami. Untunglah dalam seminggu ke depan, saya dengan isteri akan “belibur� di rumah anak di Edinbrugh yang saya yakin tidak capai. Mengapa serangkaian kegiatan tersebut menyenangkan? Itulah yang saya bagi bersama pembaca. Saya selalu senang jika bertemu dan diminta berbagi pengalaman dengan guru atau kepala SD. Menurut saya
| Nomor: 82 Tahun XVI - Junii 2015 |
Majalah Unesa
pendidikan SD itu pondasi pendidikan. Ibarat membangun rumah, fondasi harus kokoh. Jika fondasi tidak kokoh bangunan yang bagus di atasnya akan rusak karena fondasi yang turun dan sebagainya. Fondasi rumah memang tidak kelihatan, tetapi menentukan. Seperti itulah pendidikan di SD. Pembelajaran di SD memang tampak sederhana materinya, tetapi itu dasardasar yang sangat penting. Jadi sangat tidak benar jika ada orang mengatakan menjadi guru SD itu mudah dan bahkan setiap orang dapat mengajar di SD karena materinya sederhana. Itulah sebabnya saya sangat bersemangat untuk berdiskusi dengan teman-teman guru dan kepala SD. Menurut saya, jika pendidikan di SD bagus, proses pendidikan di SMP dan SLTA menjadi mudah. Sebaliknya kalau pendidikan di SD tidak bagus, proses pendidikan di SMP dan SLTA akan sulit. Oleh karena itu menurut saya jika anggaran terbatas yang harus dibenahi lebih dahulu adalah pendidikan di SD. Bukankah yang bertemu di Karawaci Tangerang itu kepala sekolah? Itu justru sangat penting, karena kepala sekolah berperan sangat penting. Kepala sekolah sangat dominan pengaruhnya kepada guru dan kemajuan sekolah.
KABAR MANCA
SARAPAN: Makan pizza di foot court di Bandara Atartuk, Turki.
Itulah sebabnya pergantian kepala sekolah seringkali diikuti perubahan yang signifikan di sekolahnya. Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa sekitar sepertiga kemajuan sekolah ditentukan oleh kepala sekolah. Acara di UNM juga sangat penting karena saya diminta berbagi pengalaman tentang Pendidikan Karakter dengan para dosen, mahasiswa pascasarjana dan para guru. Karakter adalah bagian penting dalam pendidikan tetapi selama ini agak terlupakan. Ki Hajar Dewantara mengatakan pendidikan itu daya upaya menumbuhkan karakter atau budi pekerti, intelektual dan tubuh anak-anak. Mirip dengan itu, Bloom menyebutkan pembelajaran menyangkut 3 domain, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Sayang sekali, selama ini karakter atau afektif itu kurang mendapat perhatian. Jadi dapat dimengerti kalau sekarang banyak orang pandai tetapi karakternya kurang baik. Nah, pengembangkan karakter yang palig efektif ketika di SD atau dengan kata lain pendidikan di SD sebaiknya memberikan penekanan pada karakter. Ketika di Unismuh (Universitas Muhammadiyah Makasar) saya mengajak mahasiswa FKIP yang akan melaksanakan PPL untuk memikirkan dampak teknologi digital terhadap
pendidikan. Saat ini hampir setiap orang menggunakan HP. Siswa SD sudah menggunakan HP. Penjual bakso keliling, penjual sayur keliling sudah menggunakan HP dan kita daat memanggil mereka melalui HP. Dalam buku The Digital Age, separo penduduk bumi ini sudah menggunakan internet. Sekarang HP dan komputer semakin canggih. Dengan komputer, laptop dan bahkan HP, orang dapat mencari berbagai informasi. Nah jika sudah seperti itu, pola pendidikan seperti apa yang paling cocok? Itulah yang perlu kita pikirkan. Saya mengajak mahasiswa FKIP Unismuh memikirkan, kalau segala informasi tersedia di internet, janganjangan peran guru sudah dapat digantikan oleh Mbah Google. Tentu itu hanya kelakar, tetapi kita harus menyiapkan diri kalau Google mampu menyediakan semua informasi yan kita butuhkan, terus tugas guru di sekolah apa? Semoga pembaca itu merenungkannya. Di acara MKKS SMP Surabaya Selatan saya mengajak diskusi bagaimana memimpin sekolah. Saya berbagi pengalaman ketika menjadi rektor Unesa. Rektor dan kepala sekolah sering memiliki dosen/guru yang bidang keahliannya berbeda dan bahkan lebih senior. Oleh karena itu kepemimpinan komando tidak
Majalah Unesa
tepat diterapkan. Seringkali dosen/ guru tidak merasa anak buah rektor/ kepala sekolah, karena tugas pokoknya mengajar untuk bidang studi yang sangat mungki rektor/kepala sekolah tidak paham. Untuk itu saya menawarkan model kepemipinan visioner, inspiratif dan transfomatif yang dikemas menjadi satu. Kepala sekolah seharusnya membangun visi bersama, kemana sekolah akan dikembangkan dan apa indikator pencapaian beserta pentahapannya. Jika itu sudah menjadi milik semua warga sekolah, selanjutnya bagaimana kepala sekolah menjadi inspirator dalam melaksanakannya. Dalam bahasa lugas, bagaimana kepala sekolah menjadi contoh bagaimana bekerja menuju terwujudnya visi tadi. Bersama itu dilakukan transformasi kompetensi, komitmen dan budaya menunju visi tersebut Salat Subuh di Bandara Ataturk Kali ini saya ke Eropa dengan naik Turkish Airlines dan tidak seperti biasanya naik Emirates atau Garuda. Alasannya semata-mata mencari yang murah tiketnya. Kalau naik Garuda alasan utamanya karena BUMN sehingga agak mahal tetapi biar ikut menghidupkan BUMN kita. Kalau naik Emirates alasan pokoknya sedikit lebih murah tetapi pesawat dan layanannya bagus. Nah kali ini bersama istri, sehingga harus membayar sendiri, dan apalagi di Eropa dua minggu. Jadi demi pengiritan mencari yang paling murah dan dapatnya Turkish Airlines. Sebenarnya saya sudah pernah naik Turkish Arilines, yaitu saat umroh bersama rombongan Pak Agus Mustofa tahun 2013 dan mampir ke Turki. Jadi saya tahu kalau pesawatnya lumayan baik, walaupun tidak sebaik Emirates. Oleh karena itu ketika harganya jauh di bawah Emirates saya memutuskan naik Turkish. Ngirit sekaligus mencari pengalaman lain.
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
21
KABAR
MANCA
Seperti lazimnya penerbangan internasional, airlines akan selalu mampir di bandara negara asalnya. Jadi dengan Turkish, Jakarta-Edinburgh transit di Istambul. Ketika sudah mendapatkan tiket online dan saya print, saya tahu kalau penerbangan Jakarta-Istambul itu 12 jam. Berangkat pukul 20.35 WIB dan sampai Istambul pukul 04.45 waktu setempat. Pada hal waktu Istambul 2 jam di belakang WIB. Saya dan istri ingin tahu jam berapa waktu salat subuh di Istambul dan bertanya kepada pramugari. Kami yakin pramugarinya orang Turki yang mestinya beragama Islam sehingga tahu waktu salat subuh. Ternyata tidak tahu. Tentu kami tidak berani bertanya lebih jauh, takut kalau menyinggung perasaannya. Mungkin saja pramugari yang kami tanya itu non muslin atau muslim tetapi tidak salat sehingga tidak tahu kapan waktu salat subuh. Saya mencari informasi perjalanan di TV hiburan di kursi pesawat. Tentu tidak ada jadwal salat, tetapi saya menemukan peta belahan dunia yang ada tanda bagian siang dan bagian malam. Saya lihat ketika menjelang sampai di Istambul, peta menunjukkan Istambul masih malam, sehingga kami yakin dapat salat di bandara Atarturk Istambul setelah landing. Toh kami hanya transit sehingga tidak perlu ngurus imigrasi, sehingga hanya perlu melewati security check saja. Begitu selesai security check dan masuk ke lokasi internasional, saya melihat petunjuk bertuliskan masjid. Ternyata istilah masjid juga digunakan di Turki. Kami ikuti saja petunjuk itu dan ternyata lokasinya di lantai bawah. Masjidnya (sebenarnya kalau di Indonesia disebut musaola) dipisah antara untuk laki-laki dan perempuan, sehingga saya dan istri salat di tempat terpisah. Ketika sudah melepas sepatu dan masuk masjid saya tidak menemukan tempat wudlu. Tengak-tengok semua orang pada salat. Akhirnya
22
JUMATAN: Suasana salat Jumat di Edinbrugh, Scodlandia.
saya melongok keluar pintu dan menemukan tempat wudlu di depan masjid. Tempatnya bagus dan mirip di Saudi Arabia, disediakan tempat duduk, sehingga orang dapat wudlu dengan duduk. Airnya hangat, tempatnya bersih dan ada kertas untuk mengeringkan muka, tangan dan kaki selesai wudlu. Hanya saja tidak ada sandal, sehingga harus mengenakan sepatu selesai wudlu. Untung saja ada kertas untuk mengeringkan kaki, sehingga saat mengenakan sepatu, kaki dalam keadaan kering. Begitu masuk masjid lagi ada rombongan salat subuh yang sedang berlangsung, sehingga saya memutuskan untuk bergabung berjamaah. Suara imamnya pelan dan sangat merdu. Sayang saya sudah tertinggal satu rakaat, sehingga hanya kebagian satu rakaat. Saya tidak tahu orang mana imamnya, yang saya tahu tidak membaca doa qunut. Tentu saya harus menambah satu rakaat setelah imam salam, biar salat subuh saya tetap dua rakaat. Selesai salat saya memperhatikan kiri kanan sambil wiridan. Hampir semua jemaah belum beranjak, ketika saya selesai salat. Semua duduk tafakur wiritan. Jemaah yang duduknya pas di sebelah saya tampak sangat khusyuk doanya. Dalam hati saya iri dan ingin dapat berdoa sangat khusyuk seperti
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
dia. Dalam hati saya bertanya-tanya, katanya masyarakat Turki itu sekuler. Pramugari yang kami tanya juga tidak tahu waktu salat subuh. Tetapi di masjid saya makmum kepada imam yang sangat bagus bacaan salatnya dan imam maupun jemaah tampak wiritan dan berdoa sangat khusyuk. Sayapun ikut berdoa dan bahkan sempat baca surat Yasin. Toh pesawat saya masih lama berangkat. Apakah yang menjadi imam maupun jemaah tadi bukan orang Turki melainkan bangsa lain yang sedang dalam perjalanan internasional? Saya tidak punya kemampuan membedakan wajah orang. Namun pengamatan saya, wajah imamnya ada nuansa Timur Tengah. Jemaahnya beraneka wajah. Ada yang mirip orang-orang Pakistan, ada yang mirip orang Barat dan ada beberapa wajah Asia Timur. Dugaan saya ada juga orang Turki yang biasanya berkulit putih, berambut hitam dan ada nuansa Arabnya. Dari jemaah banyak yang memakai kaos kaki. Saya tidak tahu apakah setelah selesai wudlu memakai kaos kaki lagi atau sudah wudlu di tempat lain, sehingga begitu masuk melepas sepatu dan masuk masjid langsung salat. Ketika pertama saya masuk masjid ada orang yang begitu melepas sepatu langsung masuk ruangan utama masjid dengan tetap memakai
KABAR MANCA kaos kaki. Jika demikian berarti bukan orang yang dalam perjalanan jauh dan sangat mungkin orang yang tinggal dan bekerja di Istambul. Bagusnya bacaan imam dan khusyuknya iman serta jemaah saat berdoa terus berkecamuk di benak saat saya menunggu istri selesai salat. Suasana dalam masjid bandara Ataturk sungguh sangat mendukung orang dapat salat dan berdoa dengan khusyuk. Mudah-mudahan saya dapat meniru, memperbaiki bacaan Alquran dan berdoa dengan khusyuk. Generasi Global Ketika sudah selesai salat saya dan istri mencari pengganjal perut. Lapar sekali sih tidak, karena sebelum landing diberi sarapan walaupun hanya scramble telor plus sepotong roti. Tetapi pesawat ke Edinbrugh baru akan take off pukul 8.25 waktu setempat dan itu berarti sudah pukul 12.25 WIB. Jadi kalau harus menunggu makan siang saat diberi di pesawat, kami baru akan makan siang pukul 14-an WIB. Oleh karena itu kami memutuskan untuk mencari makan sekadar mengisi perut agar tahan menunggu jatah makan siang di pesawat. Kami masuk ke area food court dan setelah keliling-keliling kami memutuskan memberi pizza. Sambil makan pizza kami memperhatian orang-orang sekeiling yang tampak sekali multiras. Wajah Timur Tengah banyak, wajah Barat banyak, wajah Asia banyak, wajah Afrika juga banyak. Wajah yang tampak “campuran� juga banyak. Food court yang murah meriah dengan banyak pilihan makanan ternyata dipenuhi orang-orang dengan berbagai asal. Setelah selesai makan pizza, kami mencari tempat duduk di gate 302 tempat pesawar Turkish jurusan Edinbrugh akan take off pukul 08.30 waktu setempat. Sambil duduk menunggu boarding saya melanjutkan
pengamatan terhadap orang yang lalu lalang. Semakin tampak multiras-nya. Meskipun tidak bergitu jelas, saya juga mendengar orang-orang berbicara campuran bahasa Indonesia dengan bahasa China. Dugaan saya mereka itu, saudara kita orang Indonesia keturunan Tionghoa. Ternyata betul. Saat landing di Edinbrugh mereka sempat menyapa anak saya dan bercerita kalau mengantar 2 anaknya untuk kuliah di Edinbrugh. Anak saya berguman, tipikal orang Indonesia, yang akan sekolah 2 orang tetapi yang mengantar serombongan. Mungkin sambil berwisata. Walaupun sudah sering ke luar negeri, saya masih kikuk kalau melihat situasi orang lalu lalang dengan multiras. Dengan istri saya rasan-rasan, kami ini (khususnya saya) lahir di kampung, tidak sempat sekolah ke luar negeri, tetapi alhamdulillah mendapat kesempatan sering ke luar negeri untuk berbagai urusan. Walaupun bahasa Inggrisnya pasaran tetapi dapat berkomunikasi secara wajar dengan orang asing. Istri saya lebih beruntung, karena kuliahnya di jurusan bahasa Inggris bahkan sempat ikut program sandwich-like di Monash selama 4 bulan. Saya berguman kepada istri, mungkin Kiki dan Reza (anak sulung dan anak nomor 2) mungkin tidak kikuk menghadapi situasi seperti ini karena ketika kuliah di luar negeri sudah terbiasa berbaur dengan mahasiswa dari berbagai negara. Apalagi mereka kuliah di kelas reguler, bukan kelas khusus rombongan dari Indonesia. Jadi bergaul dengan orang multiras sudah hal biasa bagi mereka. Mudahmudahan generasi berikutnya lebih dari itu, menuju generasi global. Jika per 31 Desember 2015 berlaku Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community), dan dapat diduga akan segera disusul hal serupa dengan cakupan lebih luas dan akhirnya akan terjadi apa yang oleh Kenichi
Majalah Unesa
Ohmae disebut dengan boarderless wolrd (dunia tanpa batas). Toh sekarang tanda-tanda ke arah itu sudah tampak jelas. Perusahaan terbuka kini sudah dimiliki orang dari berbagai negara. Bank Niaga kini sudah menjadi bank CIMB Niaga yang konon pemegang saham mayoritasnya dari Malaysia. Air mineral Aqua sekarang dimiliki oleh Danone, perusahaan dari Swiss. Sebaliknya, konon Arifin Panigoro punya ladang minyak di berbagai negara. Prabowo punya perusahaan di berbagai negara. Waskita Karya dikenal sebagai kontraktor andal di Timur Tengah. Saya dengan mudah mendapatkan Indomie di toko-toko Eropa. Jika saat ini yang lalu lalang adalah barang dan saham, saya yakin tidak lama lagi yang lalu lalang juga orang. Kalau mengingat di hotel Century Senayan Jakarta, kita akan selalu berjumpa dengan banyak orang Jepang dan China. Kalau kita pergi ke mall di Jakarta kita akan banyak berjumpa dengan orang asing. Calon menantu saya bekerja di perusahaan Taiwan yang berkantor di gedung BRI jalan Basuki Rahmad Surabaya. Konon bos dan karyawan level atas banyak orang Taiwan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menyiapkan generasi global untuk mengantisipasi dunia tanpa batas. Kalangan pendidikan harus secara sungguh-sungguh memikirkan pola pendidikannya. Hong Kong sudah mulai menerapkan pola itu sekitar 10 tahun lalu. Mereka mengatakan pendidikannya bukan sekadar menjadi warga Hong Kong atau warga negara China, tetapi menyiapkan generasi baru sebagai warga dunia. Salah satu cara yang ditempuh adalah learning across culture melalui international exchange.n Penulis adalah Guru Besar Fakultas Teknik Unesa
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
23
INSPIRASI
ALUMNI
Drs. Martadi, M.Sn.
Bagian Sejarah Unesa
MARTADI Dewan Pendidikan Kota Surabaya.
24
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
INSPIRASI ALUMNI
Bakat di bidang seni yang sudah dimiliki sejak kecil membawa berkah bagi Martadi, M.Sn. Alumnus sekaligus dosen Unesa yang baru saja mendapat amanah menjadi ketua Dewan Pendidikan Surabaya itu menjadi bagian penting dari sejarah Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melalui redesain logo baru Unesa. Seperti apa kiprah pria kelahiran Ngawi, 22 November 1966,tersebut?
P
ria yang berpenampilan kalem dan bersahaja ini menghabiskan masa kecil hingga beranjak dewasa di sebuah desa di Ngawi, Jawa Timur. Martadi adalah anak kedelapan di antara sembilan bersaudara. Ayahnya seorang pejuang yang telah wafat ketika Martadi masih belia. Sementara sang ibu hanyalah seorang petani desa dengan penghasilan yang serba pas-pasan. Di antara kesembilan saudaranya, Martadi boleh dibilang yang paling memiliki obsesi terhadap dunia pendidikan. Ia menjadi pelopor sekaligus kebanggaan keluarga besarnya lantaran memiliki tekad besar untuk dapat melanjutkan jenjang pendidikan tinggi. Beruntung, saudara-saudaranya mendukung penuh keinginan Martadi untuk mewujudkan cita-citanya. Sekolah Pendidikan Guru (SPG) menjadi pilihan Martadi selepas tamat SMP. Ia memang berkeinginan menjadi guru karena saat itu figur guru mendapat tempat yang terhormat di mata masyarakat. Melalui tes yang ketat, Martadi akhirnya berhasil diterima di SPG. Keberhasilan masuk di SPG, tentu menjadi kebanggaan diri dan keluarga. Apalagi, sejak SD hingga SPG, prestasi Martadi terbilang bagus. Ia selalu mendapatkan peringkat kelas. Meski demikian, berbagai kendala kerap dihadapi Martadi dalam perjalanannya menempuh pendidikan. Sewaktu SMP, ia terpaksa berjalan kaki hingga puluhan kilometer karena tidak memiliki sepeda.
Hal itu berlanjut ketika sekolah di SPG. Karena jarak sekolah dengan kampungnya yang jauh, sekitar 20 kilometer, Martadi terpaksa harus indekos. Selama indekos, ia hanya berbekal uang saku seadanya dan membawa beras untuk kebutuhan makan sehari-hari. �Perjalanan hidup yang sulit seperti itu membuat saya semakin tangguh dan tidak cengeng,� kenangnya. Asa Kuliah di IKIP Surabaya Lulus SPG,Martadi langsung memilih IKIP Surabaya. Sama seperti anak desa pada umumnya, ia merasa minder di awal-awal kuliah. Namun, ia punya cara untuk menghilangkan rasa minder, yakni menempa diri di organisasi kampus. Kali pertama ia ikut organisasi resimen mahasiswa (menwa). Pilihan menjadi aktivis mahasiswa membuat wawasan dan pemikiran Martadi semakin matang. Kepercayaan dirinya semakin bertambah. Ia tidak saja berhasil menjadi ketua senat fakultas, tetapi juga menangai kegiatan lain seperti terjun di tim pengembangan bidang kemahasiswaan. Sewaktu menjadi aktivis mahasiswa itu, ia berupaya mengubah pola pikir para mahasiswa. Ia mengatakan, para aktivis mahasiswa merupakan orang-orang terbaik, bukan tempat buangan. Karena itu, sewaktu memimpin senat fakultas, ia menerapkan kebijakan bahwa ketua HMJ harus diisi oleh mahasiswa terbaik danber-IPK tinggi. Kebijakan tersebut menuai hasil. Ketua HMJ sukses semua.
Majalah Unesa
Martadi berpandangan, ikut organisasi tidak boleh membuat prestasi turun. Justru orang yang berorganisasi haruslah menunjukkan teladan dengan prestasi yang baik. Martadi membuktikannya dengan keberhasilan lulus tercepat dan mendapatkan IPK tertinggi untuk wisudawan S-1. Bahkan, menjadi mahasiswa terbaik tingkat fakultas saat itu. Keberhasilannya di organisasi sedikit banyak memang buah dari gemblengan melalui wadah Pekan Seni dan Ilmiah Mahasiswa (PSDI). Waktu itu ketua senatnya adalah Suyatno (kini kepala Humas Unesa). Melalui wadah tersebut, Martadi digembleng dengan berbagai hal yang membuat ia semakin matang berorganisasi. Sebagai aktivis mahasiswa, Martadi terbilang vokal dan kritis. Bersama teman-teman aktivis fakultas se-IKIP Surabaya, Martadi dan kawan berani melawan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK-BKK) yang menghendaki mahasiswa agar tidak bersuara kritis. Bahkan, Unesa tercatat sebagai satu-satunya yang menerima dibentuknya badan eksekutif mahasiswa (BEM) pengganti senat mahasiswa. Yakni, konsep BEM memberikan pendidikan politik kepada mahasiswa untuk menjalankan sistem organisasi yang mirip mengelolah sebuah negara. Pendidik dan Panggilan Jiwa Setelah lulus dari IKIP Surabaya, pria yang pernah meraih penghargaan sebagai the best designer tersebut mulai dilematis memilih pekerjaan. �Apa saya
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
25
INSPIRASI
ALUMNI
harus memilih pekerjaan di swasta yang penghasilannya lumayan tinggi atau memilih di jurusan karena ditawari menjadi asisten dosen,” ucapnya. Akhirnya, atas saran sang ibunda, Martadi memilih menjadi asisten dosen dengan berharap suatu ketika bisa diangkat sebagai pegawai negeri. Doa dan restu sang ibu membawa berkah bagi Martadi. Dari asisten dosen, ia akhirnya diangkat menjadi dosen hingga berhasil menjadi dosen PNS. Sejak menjadi dosen muda, ia kerap tidur di perpustakaan. Keuletan dan kecerdasan Martadi menarik perhatian pejabat Unesa. Prof. Dr. Mohammad Nur yang waktu itu menjadi pembantu rektor I, Prof. Cholik yang menjabat ketua perencanaan, dan Prof. Muchlas mengajak Martadi bergabung dalam tim perencanaan dan pengembangan Unesa. Dari tiga seniornya itulah, Martadi banyak belajar mulai manajerial, organisasi, dan sebagainya. Tak perlu waktu lama, ia dilibatkan sebagai tim kecil untuk membuat perencanaan persiapan dari IKIP Surabaya menjadi Unesa. ”Saat itu kami sebut tim konversi,” terangnya. Menangi Lomba Logo Unesa Saat membuat proposal perencanaan persiapan dari IKIP menjadi Unesa, ada usul bahwa logo Unesa perlu diredesain dengan logo baru. Akhirnya, diadakan lomba logo untuk Unesa. Martadi iseng-iseng membuat logo tersebut. Setelah ditentukan juri, logo yang dibuat Martadi dianggap bagus dan memenuhi syarat yang dikehendaki. Pada tahun 1998, Martadi menjuarai lomba logo dan memiliki sertifikat bahwa logo Unesa yang membuat adalah dirinya. ”Menjadi bagian dalam sejarah Unesa tentu kebanggaan tersendiri bagi saya,” tegasnya. Selain memenangi lomba logo Unesa, Martadi juga dinobatkan sebagai the best designer. Berhasil mendapat penghargaan itu, Martadi semakin bersemangat melanjutkan studi S-2 ke ITB. Ia mencatat namanya dalam sejarah sebagai orang pertama IKIP Surabaya yang diterima di jurusan desain ITB. Kebanyakan yang masuk
26
MARTADI selaku Dewan Pendidikan Kota Surabaya bersama bersama koleganya, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Ikhsan dalam sebuah acara.
“
Kendatipun saat ini tidak bisa lepas dari kesibukan yang padat, Martadi tetap berkomitmen terhadap dunia pendidikan, dunia yang amat dicintainya. Tak heran, ia kini dipercaya sebagai ketua Dewan Pendidikan Surabaya.”
ke ITB berlatar belakang ilmu murni. Sementara Martadi berlatar belakang pendidikan. Awalnya, banyak yang meragukan ia bisa menyelesaikan studinya. Namun, fakta berbicara lain. Martadi justru tidak kalah dengan lulusan dari kampus lain. MalahI PK yang diraihnya mencapai cumlaude. Setelah merampungkan S-2 di
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
SIARAN RADIO: Martadi saat menjadi narasumber dalam dialog pendidikan di studio RRI Surabaya.
ITB, Martadi langsung membantu sebagai konsultan di Jakarta sejak tahun 2003 sampai sekarang. Puncaknya, pada tahun 2005 Martadi dinobatkan sebagai dosen berprestasi. Kendatipun saat ini tidak bisa lepas dari kesibukan yang padat, Martadi tetap berkomitmen terhadap dunia pendidikan, dunia yang amat dicintainya. Tak heran, ia kini dipercaya sebagai ketua Dewan Pendidikan Surabaya. n (RD)
KABAR SM3T
Prof. Luthfiyah Nuerlaela, M.Pd
KENANGAN TENTANG
DHAFID KRISDIAWAN Kepedihan seketika menyeruak memenuhi hati saya dan tenggorokan saya sakit menahan tangis. Baru beberapa hari yang lalu, saat Dhafid Krisdiawan memasuki ruangan saya bersama Idris Efendi, Ketua Pengurus PPG Unesa. Kini, kabar pilu justru datang menyapa dari kejauhan mengabarkan bahwa Dhafid berpulang.
B
eberapa kali, hati saya dirundung kesedihan karena kehilangan peserta SM-3T atau PPG. Misalnya saat Mohamad Isnaeni meninggal karena kecelakaan laut di Maluku Barat Daya (MBD) pada 24 Maret 2015 yang lalu, hampir setiap hari saya menangis dan kesedihan saya memuncak saat jenazahnya ditemukan setelah empat hari dalam pencarian. Juga pada saat Syahru Ramadhan yang meninggal di asrama PPG, sekitar sepuluh hari sebelum meninggalnya Isnaeni. Syahru cukup dekat dengan saya dan baru seminggu sebelumnya dia saya minta bertemu di ruangan saya. Waktu itu saya menanyakan kabar bapaknya yang sakit keras, dan bagaimana kondisi keluarganya kalau dia harus tinggal di asrama selama menempuh PPG. Tak disangka, itu adalah pertemuan terakhir saya dengan Syahru, karena seminggu kemudian dia meninggal karena sakit mendadak. Di tengah-tengah dia membaca Alquran di kamarnya di asrama, tiba-tiba dia kejang-kejang, dan meninggal di tengah perjalanan menuju rumah sakit. Rasa kehilangan yang sangat
OBITUARI: Dhafid Krisdiawan selalu menjadi bagian dari kenangan terindah bagi semua yang mengenalnya.
Majalah Unesa
kembali saya rasakan pagi ini. Hendrik Yudhistira, mahasiswa PPG Unesa Angkatan 3, menelepon saya sekitar pukul 07.00. Saya pikir dia akan menyampaikan ucapan selamat Idul Fitri dan mengabarkan kondisi kesehatannya, mengingat dia baru saja sakit beberapa hari yang lalu. Saya spontan mendahuluinya menyampaikan selamat Idul Fitri dan menanyakan kabarnya. Hendrik menjawab sapa saya dengan suara yang tidak biasa, dan perasaan saya langsung tidak enak. “Bunda, saya mendengar kabar, tapi kabar ini masih dilacak kebenarannya....” “Ada apa, Hendrik? Kabar apa?” Saya tak sabar menanti kelanjutan penjelasan Hendrik. “Bunda, saya mendengar kabar, Dhafid meninggal dunia.” “Apa?” Saya setengah berteriak. “Kenapa, Hendrik? Kamu dengar kabar dari mana? Dhafid yang seksi kerohanian itu? Yang baik, sopan? Benarkah, Hendrik?” “Ya, Bunda. Ini Krisdana sedang menuju rumahnya, di Desa Tarik, Sidoarjo. Idris juga mungkin segera menuju ke sana. Tadi saya hanya
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
27
KABAR
SM3T
KENANGAN BERSAMA: Dhafid Krisdiawan (paing kiri bersendkap) bersama rekan-rekan SM3T seperjuangannya saat bertugas di daerah 3T.
mendapat kabar dari adik Dhafid melalui WA.� Kepedihan seketika menyeruak memenuhi hati saya dan tenggorokan saya sakit menahan tangis. Baru beberapa hari yang lalu, saat Dhafid Krisdiawan memasuki ruangan saya bersama Idris Efendi, Ketua Pengurus PPG Unesa, untuk membicarakan rencana acara buka puasa bersama. Sebelumnya, beberapa kali. Dia juga datang ke ruangan saya untuk mengonsultasikan berbagai hal terkait dengan kegiatan PPG. Pernah juga dia khusus menemui saya bersama seorang temannya sesama mahasiswa Prodi Penjaskesrek, untuk meminta izin tukar sekolah tempat PPL, karena kaki Dhafid yang cedera belum pulih benar dan belum memungkinkannya untuk berkendara jauh dari asrama. Sebagai ketua seksi kerohanian, Dhafid menjadi begitu menonjol karena dia menjadi salah satu motor penting dalam setiap kegiatan keagamaan. Pembawaannya yang sangat sopan, penuh hormat dan takzim pada semua dosen, penyayang dan helpful pada teman-temannya, membuat siapa pun merasa sangat
28
Sebagai ketua seksi kerohanian, Dhafid menjadi begitu menonjol karena dia menjadi salah satu motor penting dalam setiap keÂgiatan keagamaan. Pembawaannya yang sangat sopan, penuh hormat dan takzim pada semua dosen, penyayang dan helpful pada temantemannya. nyaman berteman dengan Dhafid. Selain kehalusan budi pekertinya, Dhafid juga sangat bertanggung jawab. Apa pun tugas yang diembannya, selalu dikerjakan dan diselesaikannya dengan sepenuh hati. Dan pagi ini, kabar tentang meninggalnya Dhafid begitu mengejutkan kami. Baru kemarin kami
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan kerabat, namun kebahagiaan itu seperti terenggut begitu saja. Ya, Dhafid meninggal dalam suasana idul fitri, pada pagi hari di hari kedua. Mengingatkan kami pada sahabat Rukin Firda, wartawan senior Jawa Pos (alumnus Bahasa Inggris juga pegiat Himapala), yang berpulang juga dalam suasana Idul Fitri, setahun yang lalu. Saya sendiri sedang berada di Tuban, mudik. Bu Yanti sedang di Banyuwangi, juga mudik. Dia hanya bisa kirim sms: “Merinding aku, Dhe.... Dhafid anak yang baik, sopan....seperti nggak percaya aku...�. Untunglah Pak Sulaiman sedang berada di Surabaya. Dia baru saja mendapatkan anugerah bayi cantik beberapa minggu yang lalu, dan itu sebabnya dia sekeluarga tidak mudik ke Bawean. Saya hanya bisa berkoordinasi dengan Pak Sulaiman dan Bu Lucia melalui telepon, agar mereka mewakili PPPG Unesa untuk segera meluncur ke rumah duka. Juga ada Mas Febry, staf PPPG, bersama mereka. Tentu saja, para pengurus mahasiwa PPG angkatan 3 yang rumahnya di Sidoarjo dan sekitarnya, juga meluncur ke rumah duka. Kebetulan saat ini semua mahasiswa PPG sedang libur lebaran, dan mereka sedang mudik. Hanya ada beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama, mereka berasal dari luar Jawa. Mereka memilih tetap berlebaran di asrama atau ikut temanteman Jawanya mudik. Dhafid, adalah sosok yang begitu mengesankan bagi kami semua. Kepergiannya meninggalkan kenangan manis sekaligus meninggalkan kesedihan mendalam. Berbagai posting di akun facebook teman-teman Dhafid bertebaran pada hari kematiannya, dan juga saat pemakamannya. Lengkap dengan foto-foto Dhafid dengan senyum tulusnya. Semua posting itu mengabarkan betapa mulianya Dhafid semasa hidupnya dan betapa dia telah banyak menorehkan kebaikan demi kebaikan. Beberapa posting berikut ini hanyalah sebagian kecil yang sempat saya rekam.
BINCANG TOKOH
SUPEL: Dhafid bersama rekannya saat mengikuti outbound PPPG di Trawas Mojokerto.
“KESAKSIAN” (Imam Zein) Tuhan .... Pak Dafid Orang baik Akulah saksinya. (Pondok Derita, 2 Syawal 1436) “AWAL SYAWAL ITU” (Mukhamad Yunus Priambodo) Teman... Tak kusangka dirimu secepat itu Masih kuingat jelas pribadi kalem itu Tak pernah terbersit di benakku Syawal itu... Menjadi penanda semua itu Hari baik nan suci Dirimu meninggalkan kami Ya Rabb Kami tentu ikhlas akan takdir-Mu Takdir terhadap sahabat kami Yang Engkau nilai lebih layak menghadap-Mu lebih dulu Teman... Kini tak kutemukan lagi sapaan khas itu Kini kami lebih tahu akan makna kehidupan Engkau mengajari kami banyak hal
Syawal ini... Adalah syawal termanis bagi engkau Engkau dipanggil dalam keadaan yang baik Semoga ilmu yang telah engkau amalkan kepada anak didikmu Menjadi sungai yang mengalirkan mata air di Surga Illahi Rabbi Sidoarjo 18 Juli 2015 Teruntuk sahabatku Dhafid Krisdiawan MYP Selain dari rekan-rekan sesama mahasiswa, ada juga dosen-dosen Dhafid yang menulis komentar. “Innalillahiwainnailaihi rojiun..selamat jalan mhs terbaikku..semoga Alloh SWT memberikan ampunan dan jalan kemuliaan..amin” (Dr. Nanik Indahwati, M.Or, Ketua Jurusan Penjaskesrek). “Mohon infonya ananda Dhafid Krisdiawan sakit apa? Apa benar, dia dipanggil Tuhan? Turut berdukacita mahasiswaku yg baik, santun, saya sgt kaget membaca facebook hari ini ... mhn infonya ... (Anung Priambodo, Dosen Penjaskesrek)
Majalah Unesa
“Pak Anung, dik Dhafid Krisdiawan, tidak sakit apa2 pak. Hari idul fitri mengunjungi seluruh keluarga untuk bermaaf maafan. Sampai pukul 10 malam. Pagi tdi waktu shubuh dibangunkan untuk sholat karena ortu menyangka tidurnya lelap sekali. Ternyata sudah tidak ada. Tubuhnya sudah membiru. Dibawa ke puskesmas dan dinyatakan sudah meninggal. Kami keluarga juga shock. Karena baru kemarin bertemu dan mengobrol (Muji Sri Prastiwi, Dosen Pendidikan Biologi, FMIPA Unesa, saudara Dhafid).” Masih ada puluhan bahkan ratusan posting dan komentar tentang kepergian Dhafid. Semua posting dan komentar itu insya Allah menjadi doa dan saksi tentang betapa mulianya Dhafid. Dhafid layak mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, sebagaimana kebaikan demi kebaikan yang telah ditebarkan semasa hidupnya. Selamat jalan, Dhafid. Surga dengan taman-taman yang indah dan para bidadari telah menunggumu... Amin Ya Rabbal Alamiin. (www.lutthfiyah.com/arm)
| Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 |
29
ARTIKEL
PENDIDIKAN
REGULASI PENDIDIKAN SEBAGAI ANTISIPASI
BUDAYA KEKERASAN DI DUNIA PENDIDIKAN Oleh Nemok Mugiarti, S.Pd
Menghadapi era global saat ini, sudah sepatutnya seluruh elemen yang berhubungan dengan pendidikan mampu membekali daya kritis yang sesungguhnya pada anak didik. Mengapa demikian? Esensi Sekolah Sekolah merupakan salah satu bagian penting dari unsur dunia pendidikan. Sekolah menjadi suatu lembaga penyelenggara proses pendidikan. Atau bisa disebut sebagai pusat dari aktivitas segala kegiatan proses belajar peserta didik dengan segala aturan main yang ada di dalamnya. Hal tersebut menjadi penting bagi sekolah sebagai implikasi budaya yang beradab di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu sekolah menjadi elemen penting bagi pendidikan nasional kita guna mewujudkan pencerdasan manusia seutuhnya sesuai dengan amanat UUD 1945. Memasuki era globalisasi, sekolah kian meningkatkan perannya. Mengembangkan pola dengan jargonjargon peningkatan mutu dan strategi pengembangannya. Salah satu upaya yang konkret adalah memusatkan perhatiannya untuk menghasilkan produk lulusan yang mampu menguasai scientia. Dengan begitu,
30
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
lembaga penyelenggara pendidikan ini berharap anak didik atau pelajar dari lulusan sekolah bisa bersaing dalam dunia global yang menjurus pada persaingan. Alhasil, tampak beberapa dari sekolah terjebak pada pola pembelajaran yang pragmatis. Pembekalan terhadap peserta didik akan sentuhan semangat kebangsaan, semangat keadilan sosial dan nilainilai kemanusiaan serta moral luhur sebagai warga negara kurang begitu dalam. Dampak dari lemahnya pembekalan dan pembelajaran nilai-nilai dari semangat kebangsaan, semangat keadilan sosial dan nilai-nilai luhur oleh sekolah mengakibatkan terjadinya distorsi proses, distorsi mutu dan relevansi sosial, hingga menyebabkan sekolah membawa satu beban yang berat untuk mengantarkan siswa pada tujuan pendidikan nasional. Tak ayal munculah prilaku dan budaya kekerasan pada diri pelajar yang telah tercerabut dari akar budaya pendidikan nasional. Semisal yang lagi
Majalah Unesa
menjadi perhatian nasional adalah kasus tawuran antarpelajar yang kian marak, hilangnya nilai-nilai tata krama dalam perilaku pelajar dan hilangnya nilai-nilai kebersamaan. Pembekalan Daya Kritis Siswa Menghadapi era global saat ini, sudah sepatutnya seluruh elemen yang berhubungan dengan pendidikan mampu membekali daya kritis yang sesungguhnya pada anak didik. Mengapa demikian? Bertolak dari pemikiran di awal, Terpikirkah oleh kita dalam perkembangan anak didik saat ini. Mengapa begitu banyak anak dari keluarga “baik-baik� bisa terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan? Mengapa anak yang memiliki prestasi pelajaran yang baik di sekolah, juga mendapat suri tauladan di rumah ataupun di sekolah, masih mau mengingkari hati nuraninya untuk bisa berjalan kearah yang salah? Semisal, begitu mudahnya mereka untuk mencoba obat-obatan terlarang. Bahkan sampai
ARTIKEL PENDIDIKAN Tugas utama lembaga pendidikan adalah fokus dalam mencipta peserta didik yang memiliki daya kritis yang tinggi dan mampu mengembangkan nilai nilai luhur bangsa. orang tua dan para guru tidak habis pikir apa sebabnya lingkungan yang buruk, begitu kuat mengimbas pada anak yang baru mengenal lingkungan tersebut. Meski anak-anak tersebut sudah mendapatkan ajaran dan norma-norma yang di dapat dari sekolah atupun keluarga? Dari deskripsi studi kasus di atas, salah satu diantara wacana solusi yang konkret adalah selain membekali daya kritis anak didik dengan sesungguhya, juga diperlukan seperangkat regulasi secara komprehensif dari seluruh elemen pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Dengan begitu diharapkan ketercapaian kritis dan prilaku sosial pelajar bisa terukur dengan formula regulasi yang padu dengan kultur geografis masyarakatnya. Berpikir kritis adalah berpikir untuk sampai pada pengetahuan yang tepat dan mampu mengukur tingkat emosional. Sesuai dan dapat dipercaya mengenai di dunia sekitar kita. Dengan berpikir kritis anak akan mampu mengarahkan pemikirannya sesuai dengan yang diinginkannya. Dan mampu mempertanggungjawabkan kehidupannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri yang bisa berakibat buruk. Berangkat dari wacana solusi di atas, maka dalam mengaplikasikan wacana tersebut, pendidikan berbasis karakter untuk membangun daya dan sikap kritis siswa juga perlu dukungan regulasi yang padu sebagai penyeimbang dari tindak-tanduk
pelajar dalam memahami realitas sosial. Tugas utama lembaga pendidikan adalah fokus dalam mencipta peserta didik yang memiliki daya kritis yang tinggi dan mampu mengembangkan nilai nilai luhur bangsa. Lembaga Pendidikan yang di motori oleh para pendidik-pendidik yang memiliki idealisme dan nota bene adalah ahli dibidangnya, harus mampu memposisikan diri sebagai agen perubahan dalam mencipta SDM peserta didik yang kritis dan beradab. Harapannya adalah memberikan sumbangsih dan gagasan dengan strategi-strategi pengajaran dan pembelajaran yang proporsi antara pengetahuan dan prilaku sosial pelajar. Tergerak oleh pemikiran tersebut, Maka lembaga pendidikan harus bisa menjalin kemitraan dengan lembaga pemerintah (Dinas Pendidikan), lembaga Legislatif dari komisi pendidikan, beserta pihak kepolisian. Perlawanan Terhadap Budaya Kekerasan Berangkat dari pemahaman kondisi tersebut, kerjasama dapat di artikan sebagai bentuk bahwa perlawanan terhadap budaya kekerasan yang mulai merasuki mental pelajar. Sebagai suatu bentuk gagasan, maka aplikasinya harus dilakukan secara komprehensif, terukur dan intens. Tidak cukup dilakukan hanya oleh Pemerintah pusat saja. Juga harus terdukung oleh seluruh instansi-instansi pemerintahan di wilayah daerah dam seluruh lapisan masyarakat.Dengan begitu Banyak
Majalah Unesa
ruang dan celah yang bisa diupayakan sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengembalikan motivasi pelajar yang sesuai dengan amanat dari tujuan pendidikan nasional kita. Salah satu upaya adalah kembali mengoptimalkan lewat pemberdayaan potensi dunia pendidikan kita, dengan menggagas dan merumuskan ulang regulasi pendidikan yang mengatur tentang perilku sosial pelajar di lingkup daerah yang bersangkutan. Senada dengan visi dari konsep kurikulum pendidikan nasional kita yakni guna mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, seni dan budaya. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan berhasil dalam kehidupan. Kurikulum ini dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan keadaan daerah dan sekolah. Daftar Pustaka 1. Freire Paulo, Politik Pendidikan, Jogjakarta, research, Education, and Dialogue bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2007. 2. Illich, Ivan, Bebas dari Sekolah, Jakrta: Pustaka Sinar Harapan, 1982. 3. Topatimasang, Roem, Sekolah itu Candu, Yogyakarta, insistPRESS, 2007
*)Penulis adalah Guru bahasa Indonesia SMP 3 Nawangan Pacitan
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
31
TIPS
SEHAT
Tidur Lebih dari 9 Jam
RAWAN SERANGAN JANTUNG
M
emiliki gangguan tidur pada orang dewasa sering dikaitkan dengan risiko penyakit jantung. Penelitian terbaru membuktikan bahwa susah tidur ternyata berpengaruh terhadap kesehatan pembuluh darah arteri. Dr Chan Won Kim dari Kangbuk Samsung Hospital, Sungkyunkwan University School of Medicine, Seoul, mengatakan bahwa beberapa studi sebelumnya telah membuktikan adanya kaitan antara tidur dan risiko penyakit jantung. Bahkan menurutnya, hal ini terjadi pada sebagian orang dewasa. “Banyak orang, mungkin satu pertiga atau satu perempat dari populasi umum yang memiliki masalah dengan tidur. Entah itu kurang waktu tidur atau kualitas tidur yang jelek,” ungkap Dr Kim. “Namun ternyata terlalu lama tidur juga berbahaya bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat marker (penanda -red) dari penyakit tersebut pada orang dewasa yang tidak memiliki gejala,” tuturnya lagi. Penelitian ini dilakukan Dr Kim kepada 47.000 pria dan wanita, dengan rata-rata umur 42 tahun. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner dan dites lesi kalsium dan plak yang ada di pembuluh arteri menuju jantung. Tes juga dilakukan di
32
pembuluh darah tangan dan kaki. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang tidurnya kurang dari 5 jam memiliki kalsium 50 persen lebih banyak di pembuluh darah koroner. Sementara mereka yang tidur lebih dari 9 jam bahkan lebih tinggi, sekitar 70 persen lebih banyak daripada mereka yang tidur 7 jam. “Adanya kalsium dalam pembuluh darah dan jantung bukan hal yang bagus. Semakin tinggi angka kalsium maka risiko mengalami serangan jantung menjadi semakin besar,” tandasnya. COKELAT SEHATKAN JANTUNG Sementara itu, studi lain mengungkapkan bahwa cokelat mengandung senyawa yang dapat meningkatkan elastisitas pembuluh darah, sehingga dapat menyehatkan bagi jantung. Ya, temuan yang telah dipublikasikan dalam jurnal Age dan British Journal of Nutrition mengungkapkan segudang manfaat dari flavanol dalam cokelat, sebagaimana dikutip Medical Xpress belum lama ini. Senyawa ini diketahui dapat meningkatkan fungsi sistem pembuluh darah, mengurangi risiko penyakit jantung, dan mengurangi beban kerja jantung yang muncul akibat proses penuaan. “Dengan usia yang semakin menua, angka kejadian penyakit kardiovaskular, serangan jantung dan stroke tentu akan
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa
meningkat. Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami diet sehat sedari muda. Kami pun menyelidiki apa peran penting dari makanan yang mengandung flavanol seperti cokelat,” ungkap Malte Kelm, peneliti dari University Hospital Dusseldorf. Seiring pertambahan usia, pembuluh darah menjadi kurang fleksibel untuk membiarkan aliran darah mengalir seperti biasanya. Ini tentu akan meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Nah, studi ini menemukan bahwa flavanol pada cokelat berpotensi memnyehatkan pembuluh darah pada individu, baik mereka yang berisiko rendah maupun tanpa tanda-tanda atau gejala dari penyakit kardiovaskular. Dalam studi ini, Kelm melibatkan dua dua kelompok pria sehat yang diminta untuk mengonsumsi minuman dengan dan tanpa senyawa flavanol, dua kali sehari selama dua pekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi flavanol memiliki peningkatan yang signifikan dalam pelebaran pembuluh darah dan memiliki tekanan darah cenderung lebih stabil. “Hasil skor dalam penelitian ini menunjukkan bahwa flavanol kemungkinan besar memiliki potensi untuk mencegah penyakit jantung,” imbuh Kelm.n (ARM)
TIPS GADGET
Memilih Notebook
BUAT KULIAH K
uliah di era teknologi yang semakin maju saat ini menuntut mahasiswa untuk lebih cerdas dalam memilih perangkat notebook demi menunjang kegiatan belajar mereka. Nah, berhubung setiap tahunnya di bulan Agustus-September merupakan waktu-waktu penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi, kirakira apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih notebook untuk kegiatan perkuliahan? Di era teknologi yang maju seperti sekarang notebook telah menjadi hal yang mutlak dan sangat penting bagi para mahasiswa dalam menjalani kehidupan perkuliahannya sehari-hari. Selain digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah, notebook juga berfungsi sebagai alat untuk menunjang kegiatan belajar mengajar lainnya seperti presentasi, sosialisasi dan mencari sumber-sumber untuk menunjang pelajaran Menurut salah satu pengamat tren anak muda, Adhityaswara Nuswandana, desain dan fungsi sangat menentukan pilihan mahasiswa dalam membeli notebook. “Banyak dari anak muda membeli notebook karena desainnya untuk menunjang eksistensi di lingkungan bermain mereka. Selanjutnya mereka mulai mempertimbangkan harga dan fungsi dari notebook itu sendiri,� katanya. Melihat peluang ini, pemilik sebuah merek ternama dalam bisnis notebook juga memberikan beberapa tip yang harus diperhatikan dalam menemukan pilihan notebook terbaik.
1. DESAIN Memiliki notebook dengan desain yang keren dan warna-warna yang dinamis akan membuat kamu semakin semangat dalam menunjang berbagai kegiatan kuliah. 2. PROSESOR Notebook yang kamu milikijuga harus ditunjang dengan prosesor yang baik pula. Pilihlah notebook dengan prosesor Intel demi kelancaran bermultitasking. 3. SPESIFIKASI SESUAI KEBUTUHAN Tugas-tugas yang akan diberikan oleh dosen saat kuliah akan sangat banyak. Pastikan notebook kamu memiliki hard disk yang cukup besar untuk menyimpan file-file. 4. SISTEM OPERASI PRE INSTALLED Pilihlah notebook dengan preinstalled Windows agar kamu bisa langsung menggunakannya untuk mengerjakan berbagai tugas kuliah kamu. 5. KEASLIAN SISTEM OPERASI Pastikan Windows preinstalled yang terdapat dalam notebook yang ingin kamu beli asli agar notebook yang kamu gunakan tidak rentan dengan serangan virus dan malware. 6. DUKUNGAN APLIKASI Notebook dengan banyak dukungan aplikasi seperti Office 365 akan mempermudah kamu dalam mengerjakan
Majalah Unesa
berbagai macam tugas yang diberikan oleh dosen di depan kelas. 7. PERHATIKAN BUDGET Sesuaikan spesifikasi notebook kamu dengan penggunaannya untuk mengerjakan tugas kuliah.Notebook dengan harga Rp 3 – 4 jutaan sudah memiliki spesifikasi yang cukup untuk keperluan kuliah. 8. LAYANAN PURNA JUAL Pastikan notebook yang kamu pilih memiliki garansi yang panjang dengan tempat servis yang tersebarluas di seluruh Indonesia.n (arm)
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
33
CATATAN LINTAS
E
sudut pandang agama itu sah. Misalnya narasi berikut ini. “Haji Soleh membeli buah 1 Kg jeruk ke toko Ahong berlokasi di dekat masjid At Taqwa seharga Rp 10 ribu dan mendapat 5 butir. Jika Pendeta Romario membeli 5 Kg jeruk ke toko Ahong, berapa butir jeruk yang ia bawa pulang.” Juga sah bila kurikulum nasional juga mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan seperti dalam narasi berikut ini. “Yu Darmi pergi ke pasar. Ia membeli kue bolu satu kotak yang isinya 10 butir. Dalam perjalanan pulang, ada seorang anak yang terlihat kelaparan. Yu Darmi memberi 5 butir kue bolu yang dibelinya kepada anak tersebut. Berapa sisa kue bolu Yu Darmi.” Banyak aspek yang perlu dilihat dalam melakukan perubahan kurikulum. Saran saya dua saja. Pertama, mengaculah pada Pancasila. Jadikan Pancasila sebagai ruh kurikulum. Jika Anda melihat seluruh dunia melalui pendekatan “helikopter view” maka Anda akan menemukan bahwa Indonesia adalah negara paling hebat di seluruh dunia, termasuk jika dibandingkan Amerika, Rusia dan negara-negara di dunia lainnya. Hanya Indonesia yang bisa menyatukan ribuan bahasa menjadi bahasa Indonesia. Hanya Indonesia yang bisa menyatukan
Kedua, kurikulum baru harus mengakomodasi suara anak-anak, ibu-ibu, dan keluarga. Salah satunya adalah jangan menciptakan generasi emas Indonesia sebagai Generasi B, yakni Generasi ntah Lebaran Bongkok. ke berapa, saya Siswa-siswa SD dalam sehari dipaksa menelan menyempatkan bejibun mata pelajaran dan setiap pelajaran diri ke desa diwajibkan membawa 5 jenis buku. Dua anak kelahiran di saya juga menjadi korban “kerakusan” sistematis Lamongan. ini. Seolah-olah dengan melahap timbunan mata Persisnya di tepi pelajaran, anak-anak langsung menjadi superman. Oleh Habe Arifin Bengawan Solo. Jangan-jangan malah sebaliknya. Anak-anak hanya Saya ingin berakan menjadi Suparman, Sukirman, atau Sukijan...!! cerita tentang seorang nenek-nenek bongkok Mungkin kita keliru menempatkan yang rajin beribadah. Setiap hari, lima kali ia posisi strategis kurikulum nasional dalam datang ke mushola khusus perempuan dengan pendidikan anak-anak. Sebab, sesuatu yang berjalan kaki, sambil terbongkok-bongkok tanpa kita anggap sangat strategis akan menciptakan tongkat. Usianya mungkin sudah 80-90an tahun ketergantungan. Kita seolah-olah tak bisa hidup dan ia masih sangat sehat. tanpa kurikulum itu. Guru-guru seperti tak bisa Beberapa pekan ini, saya menyimak diskusi mengajar dan mendidik. Padahal bukan seperti intensif tentang pembahasan Kurikulum 2006/ itu. Guru tetap bisa mengajar dan mendidik, meski KTSP dan Kurikulum 2013. Diskusi mengarahkan tanpa kurikulum nasional. Masih ada kurikulum pada komparasi antara kedua kurikulum tersebut. daerah atau kurikulum satuan pendidikan, Sejumlah aspek dilihat. Misalnya tentang prinsipkurikulum personal atau lebih spesifik lagi prinsip dasar dua kurikulum itu. Juga tentang kurikulum mata pelajaran. filosofi, yuridis, hal-hal kontradiktif seperti Kini anak-anak bahkan bisa belajar tanpa “masuknya kurikulum dan ideologi” sebagai tanpa guru di ruh besar K-13, kelas. Mereka termasuk KI dan bisa belajar dari KD. berbagai laman Kurikulum baru harus mengakomodasi suara anak-anak, ibuYang juga di internet menarik disimak dengan fasilitasi ibu, dan keluarga. Salah satunya adalah jangan menciptakan adalah kritik atas Mbah Google. generasi emas Indonesia sebagai Generasi B, tiga kompetensi (Meskipun, yakni Generasi Bongkok. siswa, yakni secara pribadi, kognitif, afektif, saya tidak dan psikomotorik yang dibuat terpisah. Ketiganya ribuan suku bangsa, ras, antar golongan menjadi menganjurkan proses belajar semacam ini karena dipotret sendiri-sendiri. Kurikulum tidak melihat satu bangsa Indonesia. Hanya Indonesia yang rezim ini masih gagal menjaga anak-anak dari ketiganya sebagai perfomance yang dalam bisa menyatukan belasan ribu pulau menjadi satu dunia internet yang sehat. Berbagai laman porno manajemen human resource sering digunakan KPI. tanah air Indonesia. dan jahiliyah masih bertebaran dan mudah Saat maju Capim KPK, Bu Nina memiliki konsep Hingga detik ini, Amerika masih diciderai oleh diakses. Vendor-vendor kebejatan dari penjuru menarik tentang KPI ini. Bu Nina melihat seseorang permusuhan rasialis. Padahal, hanya soal warna dunia itu bebas sebebas-bebasnya mencekoki, itu bisa berintegritas dengan menggunakan kulit, antara kulit hitam dan kulit putih. Perseteruan meracuni anak-anak kita dengan pornografi dan pendekatan KPI x value. Disusun menjadi kotakhingga berdarah-darah terjadi. Bahkan, aparat negeri ini cuma diam, tak berdaya, atau impoten!! kotak dan kolom-kolom yang diisi dengan angkakepolisian juga terlibat dalam kasus rasialis ini. Jika Rezim ini gagal menjalankan perlindungan pada angka. Dari angka-angka ini akan ditemukan penjahatnya kulit hitam, langsung “didor.” Jika kulit anak-anak, meski ada KPAI atau UU Perlindungan “apakah seseorang berintegritas atau tidak.” putih, nanti dulu. Anak.) Kurikulum 2013 sejatinya ingin memasukkan Kehebatan Indonesia itu bersumber dari Kita tak ingin menciptakan Gen-B (bongkok) value ini ke dalam kompetensi yang harus dikuasai Pancasila. Roh persatuan itu adalah Pancasila. apalagi Gen-P (porno). Kita ingin kurikulum siswa. Sayangnya, sejumlah pengamat pendidikan, Bangsa ini memiliki Pancasila sejak ribuan atau menjadi inspirasi bagi setiap pemimpin daerah, termasuk Pak Darmanigtyas, memotretnya sebagai ratusan ribu tahun lalu dan bukan cuma 1 Juli 1945 setiap kepala sekolah, dan setiap guru untuk “agamaisasi kurikulum” atau lebih ekstremnya ia seperti yang selalu digembar-gemborkan partai meletakkan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, menyebut “ideologiisasi kurilulum.” banteng mulut putih. Tapi, kita perlu angkat topi musyawarah, dan keadilan sebagai esensi Jika mengacu bahwa dasar negara ini adalah pada mereka yang berhasil merumuskan Pancasila, pendidikan. n Pancasila, maka “ideologiisasi kurikulum” adalah seperti M. Yamin, Soepomo dan Soekarno dan (Email: habearifin@yahoo.com) sah. Bahkan wajib. Mengajar matematika dari tokoh-tokoh lainnya yang bicara hal yang sama.
BONGKOK
34
| Nomor: 82 Tahun XVI - Juni 2015 |
Majalah Unesa