Majalah Unesa 88

Page 1


LENSA UNESA

Wajah Baru

Putra-Putri Unesa

emilihan Putra dan Putri Unesa diselenggarakan pada 8 Desember 2015 di Ranunesa, kampus Ketintang Surabaya. Acara dihadiri oleh semua pembantu rektor, pembantu dekan 3 , mahasiswa dan dewan juri. Dari beberapa peserta yang mendaftarkan diri, terpilih 5 pasangan Putra dan Putri menuju final. Tiap pasangan diuji untuk mengungkapkan visi dan misi satu tahun ke depan jika terpilih menjadi Putra atau Putri Unesa. Pengungkapkan visi misi tersebut menjadi salah satu bentuk seleksi menuju grand final. Moch Syuhada’, Savira.C, Sadam Tri Widikdo, Lestari Nur, Agung Mahardika, dan Khansa Cetisa terpilih dalam babak tiga besar. Untuk memperebutkan juara Putra dan Putra, mereka diuji dengan berbagai macam pertanyaan dari para tamu dan undangan. Agung Mahardika (jurusan manajemen) dan Khansa Cetisa (jurusan akuntansi) terpilih sebagai Putra dan Putri Unesa, sedangkan Sadam Tri Widikdo (jurusan teknik mesin) dan Lestari Nur (jurusan pendidikan ekonomi) terpilih sebagai runner up Putra dan Putri Unesa. Moch. Syuhada’ (jurusan BK) dan Savira C (jurusan bahasa Inggris) terpilih menjadi Putra dan Putri Literasi. Bagi yang lolos 3 besar Putra dan Putri Unesa memperoleh uang pembinaan. l(MURBI/ SYAIFUL/HUMAS)

kere

Monev SM3T ke Wamena, Papua

T

im Unesa melakukan Monev SM3T ke Wamena Papua pada 11-13 Desember 2015. Lokasi persisnnya di Distrik Kalila dan Distrik Eragayam. Saat melakukan monev, tim Unesa disambut langsung oleh kepala suku Lani dan tokoh masyarakat (pendeta) Distrik Kalila. Dalam foto ini, tampak salah seorang guru SM3T Unesa sedang mengajar anak-anak di SD Eragayam serta tim monev bercengkerama dengan warga suku setempat. n TOTOK

2

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa


WARNA REDAKSI Jadi, jika Unesa ber-Dies natalis ke-51 dengan senyum merupakan perilaku yang sudah tepat. Energi lama diperbarui menjadi energi baru yang mampu memberikan warna pada tahun berikutnya.

Oleh Suyatno

M

engapa setiap tahun banyak lembaga memeringa­ti hari kelahiran dengan penuh suka cita? Itu semua dilakukan untuk memasuki dunia introspeksi dalam melihat kemajuan dinamis lembaga tersebut. Selain itu, peringatan merupakan energi untuk menguatkan peran siklus selanjutnya. Kira-kira, Universitas Ne­geri Surabaya ber-Dies Natalis ke-51 juga beralasan untuk berintropeksi diri sambil mengukur dinamika kemajuan selama ini. Energi yang diperoleh adalah suka cita dalam menjalani tugas kependidikan dan keilmuan bagi masyarakat yang penuh dengan pemikiran itu. Jadi, Dies Natalis ke-51 Unesa bukanlah sekadar rutinitas, bagibagi dana, dan bersenang-senang semata. Dies Natalis ke-51 Unesa diperingati untuk melihat lebih jauh ke depan berdasarkan perjalanan yang lama dan kekinian. Ke depan kira-kira Unesa akan bertampang seperti apa? Jalan yang strategis mana yang harus ditempuh? Saat ini, sudah seberapa menggembirakan Unesa itu? Kehendak pendiri masa lampau apakah sudah terlihat di masa kini? Itulah pertanyaan yang menggelembung dalam sanubari warga Unesa di bawah paying peringatan ulang tahun. Berbagai olahraga dilombakan untuk warga Unesa. Loma tersebut merupakan tanda bahwa kesehatan, sportivitas, dan keakraban masih menjadi pegangan kunci Unesa. Lembaga pendidikan sebesar Unesa tidak akan berjalan dengan baik jika warganya sakit-sakitan,

tidak sportif, dan beregoisitas tinggi. Jadi lomba itu merupakan tanda dan simbol. Begitu juga lomba yang lainnya diadakan untuk memunculkan kunci instropeksi diri. Seminar, orkestra, jalan sehat, bakti sosial, pidato ilmiah, bazaar, unjuk gelar kreativitas mahasiswa, pameran terbuka, dan lainnya dilaksanakan dengan penuh senyum dan gembira karena kemampuannya memberikan

dalam menjalankan tugas keperguruantinggiannya. Senyum mengembang mengawal semua warga dalam ber-Dies natalis. Dunia atas dan dunia bawah, dunia mikro dan dunia makro tidak akan pernah bersatu dalam satu jiwa manakala hanya larut dalam tugas yang penat terus-menerus. Kedua dunia yang berdikotomis, bersisi yang berbeda tentu memerlukan sarana penyatuan yang cair. Penyatuan itu diperlukan agar jalinan kerja dapat menyatu tanpa alasan individu nyang mengental. Kedua dunia itu dapat dipersatukan salah satunya lewat dies natalis. Oleh karena itu, jangan heran jika lembaga lain merayakan ulang tahun dengan hingar-bingar dengan dana yang minta ampun banyaknya. Itu semua untuk menguatkan energi penyatuan secara lahir dan batin. Jadi, jika Unesa ber-Dies natalis ke-51 dengan senyum merupakan perilaku yang sudah tepat. Energi lama diperbarui menjadi energi baru yang mampu memberikan warna pada tahun berikutnya. Kenangan dies natalis ke-51 sampai saat ini masih dirasakan energinya. Kenangan itu kelak menjadi asupan dalam berkiprah membangun Unesa dari tahun ke tahun. Unesa terlihat seirama dengan nuansa senyum yang datang dari semua warga Unesa. Perubahan selalu memerlukan titik lihat yang mampu dimasuki untuk melihat kedalaman dan keluasan. Titik lihat itu berada saat momentum hari ulang tahun. Dalam ulang tahun kali ini, titik lihat sangat memberikan sinar terang sehingga Unesa dapat dengan mudah berintropeksi. Bravo Unesa. Panjanglah umurmu. n

DIES NATALIS MELIHAT KEMAJUAN DINAMIS sinyal dalam mengukur dinamika yang sedang berjalan. Itulah sebuah tekad yang mantap dalam memasuki dunia siklus tahunan untuk memperbaiki diri. Dies natalis merupakan momentum untuk mengoreksi kedalaman sambil bersuka ria. Tulisan reflektif yang dituangkan ke dalam artikel dari para dosen, yang kemudian disatukan dalam buku antologi merupakan gagasan yang menarik untuk dilirik. Banyak gagasan baru yang mampu memberikan masukan berharga bagi dunia nyata. Di samping itu, isi tulisan mencerminkan kekayaan gagasan yang berguna bagi pemikiran berikutnya. Buku antologi itu juga merupakan simbol dan tanda bahwa Unesa semakin maju berdinamisasi. Dies natalis ke-51 kali ini memang menjanjikan bagi jiwa yang terus tumbuh dan berkembang. Janji itu terpukau dalam pengalaman langsung yang digelar dengan gebyar di Desember 2015. Betapa Unesa masih bergairah

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

3


DAFTAR RUBRIK

06

08

07 Edisi Ini

03

DIES NATALIS MELIHAT KEMAJUAN DINAMIN Unesa ber-Dies natalis ke-51 dengan senyum merupakan perilaku yang sudah tepat. Energi lama diperbarui menjadi energi baru yang mampu memberikan warna pada tahun berikutnya.

05

PERKUAT SINERGI DAN DAYA SAING

Unesa telah genap berusia 51 tahun. Momentum ini diharapkan mampu memperkuat sinergitas antarcivitas akademika dan memiliki daya saing.

07

PERKUAT ALUMNI UNTUK HADAPI KOMPETISI

Saat ini Unesa tidak hanya mencetak guru, tetapi juga mencetak non guru. Menyambut MEA yang semakin dekat, Unesa perlu dibenahi secara intern.

EDISI DESEMBER 2015 18 18

UNJUK KARYA D3 TATABUSANAUNESA

LAHIRKAN DELAPAN BUSANA PENGANTIN MODIFIKASI JATIM

10

25

Pada usia ke-51, secara kuantitas telah banyak yang dicapai Unesa. Jumlah mahasiswa dan program studi terus meningkat, terutama program studi nonkependidikan, sehingga Unesa harus lebih matang.

Sejak kecil hidup di pesantren, membuat Taufik ingin melihat dunia lain. Selain itu, ia juga ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seniman. Kesempatan itu datang ketika dia memutuskan masuk kuliah di IKIP Surabaya dengan memilih jurusan Seni Rupa. Simak perjalanan hidup Taufik Monyong sebagai inspirasi alumni edisi ini.

BERTAMBAH TUA HARUS SEMAKIN MATANG

INSPIRASI ALUMNI

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 88 Tahun XVI - Desember 2015 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa


“

LAPORAN UTAMA

Gebyar musik dan jalan sehat dihadiri langsung oleh rektor Unesa, Prof Warsono.

DIES NATALIS ke-51 UNESA PERKUAT SINERGI dan Daya Saing

Usia Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kembali bertambah. Kali ini, Unesa telah genap berusia 51 tahun. Sebuah usia, yang tentu saja tidak muda lagi. Diharapkan dengan bertambahnya usia, Unesa semakin matang dan mandiri dalam berkarya, berkreasi dan berprestasi di tingkat nasional bahkan dunia. Sebagaimana temanya, momentum Dies Natalis ini diharapkan mampu memperkuat sinergitas antarcivitas akademika dan memiliki daya saing bagi lulusannya menghadai era MEA.

P

eringatan hari lahir (dies natalis) merupakan peristiwa penting yang menandai awal perjalanan kehidupan. Karena itu, biasanya peringatan tersebut dirayakan dengan penuh syukur dan kebahagiaan. Bertambahnya usia selalu dibarengi dengan pengharapan akan makin bertambahnya kedewasaan. Tidak hanya bagi manusia,

pertambahan usia bagi organisasi pun selalu dikaitkan dengan tingkat kedewasaan. Apalagi bagi sebuah perguruan tinggi yang punya fungsi utama melahirkan para ilmuwan yang berkualitas. Bagi Universitas Negeri Surabaya, dies natalis punya makna penting bukan hanya sebagai penanda bertambahnya usia, tapi juga penanda

Majalah Unesa

tingkat kedewasaan dalam berkarya. Keberadaan Unesa yang kini berusia setengah abad lebih satu tahun ini menjadi bukti Unesa masih memiliki daya tarik di tengah persaingan yang makin ketat di antara perguruanperguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun, di balik rasa syukur itu, Unesa juga menghadapi tantangan

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

5


LAPORAN

UTAMA

berat. Era MEA sudah dibuka lebarlebar. Karena itu, Unesa harus mampu melahirkan lulusan yang berdaya saing sehingga mampu berkompetensi dengan lulusan perguruan tinggi lain baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dies natalis seharusnya menjadi momentum untuk menguatkan komitmen akan perubahan demi kemajuan. Perlu ada penegasan tentang upaya-upaya yang harus dilakukan sebagai bagian dari resolusi ulang tahun. Tidak ada salahnya merayakan dies

natalis dengan kegiatan-kegiatan hiburan bila ini bagian dari upaya membangun budaya organisasi baru, menghilangkan sekat-sekat antargenerasi, membangun sportivitas, dan seterusnya. Apalagi bila kegiatan itu berkontribusi positif. Demikian pula, tidak ada larangan untuk menyelenggarakan kegiatankegiatan serius berkarakter ilmiah untuk mempromosikan hasil karya para sivitas academika yang membanggakan. Semua kegiatan itu adalah bagian dari ucapan syukur atas pencapaian yang telah diraih. Yang

pasti, semua rangkaian kegiatan dies itu harus mampu membangkitkan kebanggaan sebagai warga Unesa. Tema dies Unesa ke-51 “Unesa bersinergi dan berdaya siang� menunjukan bahwa Unesa siap memperkuat barisan untuk melakukan sinergitas di antara para pimpinan dan seluruh civitas akademika demi mewujudkan ambisi Unesa menjadi universitas yang mampu menghasilkan lulusan dengan daya saing yang jempolan. (SIR)

DR. YUNI SRI RAHAYU, M.SI. PEMBANTU REKTOR I UNESA

Perkuat Daya Saing di Bidang Akademik

P

embantu Rektor 1 Unesa Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si, mengatakan bahwa tema dies natalis ke-51 ini sangat relevan diangkat sebagai pemantik agar sinergitas dibangun dengan optimal untuk menghasilkan daya saing yang mumpuni. Pembantu rektor yang menangani bidang akademik itu meyakini bahwa untuk bisa berkompetisi di era yang memiliki tingkat kompetitif luar biasa tinggi dari berbagai aspek ini, tentu diperlukan daya saing lulusan. Dan, untuk menciptakan daya saing yang kuat, dibutuhkan sinergi yang baik antara internal maupun eksternal Unesa. Agar mampu mewujudkan dua komponen yang saling berkaitan itu, terang Yuni, kuncinya adalah berkoordinasi dan bekerja sama serta memiliki hubungan yang baik dengan univeristas lain di Indonesia. Koordinasi bisa dilakukan secara formal maupun informal. Sekarang ini, lanjut Yuni, reputasi di kampus Unesa sedang dinilai dan diperhatikan oleh khalayak umum. Masyarakat tentu punya indikator-indikator yang menjadi acuan untuk memilih Unesa sebagai kampus pilihannya. Tidak hanya masyarakat, DIKTI juga punya pandangan terhadap reputasi dan prestasi Unesa. Jika secara terus menerus institusi ini tidak memiliki perkembangan dan perubahan ke arah positif, maka lama-kelamaan Unesa akan ‘tenggelam’ dan terlupakan.

6

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA Bagi yang merasa memiliki Unesa juga harus bersinergi dan punya daya saing guna meningkatkan ranking dari institusi ini. Sebab, tugas untuk menunjang daya saing bukan hanya ada di pundak jajaran pimpinan saja, melainkan setiap elemen yang ada di kampus seperti mahasiswa juga punya peran dengan menunjukan prestasinya baik akademik atau non akademik yang bisa mengangkat daya saing Unesa. 4 Program Strategis Sementara itu, terkait program yang menjadi bidang di wilayah Pembantu Rektor I, Yuni memaparkan ada 4 program strategis yang dilakukan untuk memperkuat daya saing yakni penguatan SDM, sistem informasi, penjaminan mutu, dan mendorong produktivitas karya. Program penguatan SDM sangat penting dilakukan. Sebab, jika Unesa dibangun dengan SDM yang handal, maka untuk menggerakkan secara sistematis dengan mindset yang berwawasan luas akan mudah terlaksana. Untuk itu, pihaknya akan mendorong agar para dosen segera mengambil gelar doktor di perguruan tinggi bonafit baik di dalam negeri maupun luar negeri. Untuk upgrading dosen, pihaknya juga juga memfasilitasi bagi dosen untuk bisa ikut upgrading kemampuan melalui keikutsertaan dalam seminar tingkat nasional maupun

internasional. Bahkan, pihaknya akan memberikan penghargaan bagi dosen yang mempublikasi jurnal-jurnal mereka di website yang terakreditasi. Rencana strategis selanjutnya mengenai sistem informasi. Yuni menjelaskan, komunikasi yang baik akan berdampak pada kinerja di sisi efisiensi waktu dan penetapan kebijakan yang tepat. Sedangkan rencana strategis yang ketiga adalah tentang penjaminan mutu. Mutu ini dikelompokan menjadi dua hal, yakni penjaminan mutu secara internal dan eksternal. Rencana yang terakhir adalah mendorong produktivitas dari universitas. Produktivitas yang dimaksud dalam hal ini adalah karya-karya yang telah dimiliki oleh Unesa. Bisa berupa jurnal, buku maupun gerakan-gerakan yang bisa bersinergi dengan lembaga terkait. “Harapannya di Dies Natalies yang ke 51 tahun ini, Unesa bisa lebih berkembang dari segi akademik dan non akademik sehingga mampu memiliki daya saing dan mampu mewujudkan sinergisitas baik di internal maupun eksternal kampus. Masih banyak sekali kekurangan dari Unesa yang perlu dibenahi. Misalnya dari segi sistem pembelajaran dan mindset untuk ingin berkembang. Namun, dari segi fisik sendiri Unesa sudah mulai ada pembenahan dengan perbaikan di sana sini,� pungkasnya. (SURYO)

DR. KETUT PRASETYO, M.S PEMBANTU REKTOR III UNESA

Perkuat Alumni untuk Hadapi Kompetisi

P

embantu Dekan III, Dr. Ketut Prasetyo M.S memaknai tema Dies Natalis ke51 Unesa Bersinergi dan Berdaya Saing. Menurutnya, bersinergi, berarti bekerja sama dengan siapa saja untuk mencapai tujuan tertentu. Ketut memaparkan bahwa status Unesa adalah sebagai Badan Layanan Umum (BLU) sehingga sinergi itu harus dicari, diupayakan dan digarap betul untuk menuju arah pengembangan perguruan tinggi yang bermutu.

“Sinergi dengan lembagalembaga baik dari pemerintahan maupun swasta dapat membantu di bidang keuangan karena modal, sumber dana kegiatan, tidak bisa jika hanya mengandalkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dari mahasiswa,� ujarnya. Unesa, menurut Ketut sudah kerap

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

7


LAPORAN

UTAMA

melakukan sinergitas dengan dunia luar. Ia mencontohkan beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Timur yang mempercayakan guru-gurunya untuk melanjutkan studi di Program Pasca Sarjana (PPs) Unesa, merupakan salah satu bentuk sinergi yang dilakukan Unesa dengan pihak luar. Tidak hanya itu, di tingkat Kementerian Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Unesa juga dipercaya menyelenggarakan program beasiswa untuk guru-guru berprestasi. Selain itu, kerja sama dengan Dinas Kota, Provinsi dan Kementerian, Program Indonesia Mengajar serta SM3T merupakan upaya-upaya yang dilakukan Unesa untuk bersinergi dengan pihak pemerintahan. Selain dengan pihak pemerintahan, sinergi juga dilakukan dengan pihak swasta. Salah satu bentuk sinergi tersebut dituangkan dalam bentuk pemberian beasiswa kepada mahasiswa. “Untuk melakukan sinergi dengan pihak luar baik pemerintahan maupun swasta syaratnya kita harus berkualitas, dan inilah kaitannya dengan daya

saing jadi kita harus mampu bersaing,” ujar mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) tersebut. Berbicara mengenai daya saing, Ketut menjelaskan bahwa daya saing erat kaitannya dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ia juga memparkan bahwa saat ini Unesa tidak hanya mencetak guru, tetapi juga mencetak non guru. Menyambut MEA yang semakin dekat, Unesa perlu dibenahi secara intern. “Kompetitor itu jelas ada, yang terpenting kita harus mempersiapkan diri. Jika tidak kita hanya menjadi penonton saja”, tambahnya. Bekerja sama dengan Badan Sertifikasi, Unesa ingin membekali lulusannya dengan sertifikasisertifikasi sesuai dengan kompetensi dan keahlian di bidangnya. “Selain jadi guru, kita memberi fasilitas sertifikasi di bidang non guru. Kita ingin nantinya alumni Unesa memiliki senjata yang lebih banyak karena tantangan ke depan kompetisi itu akan dimenangkan oleh orang-orang yang leading. Kita tidak bisa melihat lawan kita lemah atau kuat kalau kita tidak pernah bersaing” ujar Ketut.

Tahun 1988, dimana IKIP Surabaya dikonversi menjadi Universitas, bidang yang dikembangkan bukan lagi hanya pendidikan melainkan juga nonpendidikan. Angan-angan pola ilmiah pokok yang ingin dikembangkan saat itu adalah mencetak guru yang ilmuan. Maksudnya, selain fokus ke apa yang diajarkan juga fokus ke bagaimana cara mengajar. Adanya bidang-bidang nonpendidikan diharapkan dapat menopang bidang-bidang pendidikan. Jika melihat perjalanannya, usia 51 tahun ini lebih tepat diperuntukkan bagi bidang-bidang pendidikan sedangkan bidang nonpendidikan belum, apalagi yang baru-baru bermunculan. Ketut berharap ke depan ada pembenahan seperti kurikulum, aturan-aturan mengenai peningkatan kerja sama, dan mensinergikan baik internal maupun eksternal. “Wibawa dan gengsi suatu Universitas itu bisa dilihat dari alumninya, dimana keitika alumni tersebut bisa menjadi orang nomor satu di masing-masing bidangnya,” pungkas Ketut. (ULIL)

PROF. DR. DJODJOK SOEPARDJO, M.LITT PEMBANTU REKTOR IV UNESA

Tingkatkan Daya Saing

melalui Kerja Sama Mutual dan Benefit

8

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa


U

nesa yang terkenal dengan visinya “Unggul Dalam Kependidikan dan Kukuh Dalam Keilmuan (Excelent In Education Strong In Science) merupakan institusi pendidikan berkarakter Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang sejak 17 tahun silam mengonversi diri menjadi universitas. Tak hanya kultur akademik yang perlu dibangun, namun bersinergi dalam hal kerja sama untuk meningkatkan daya saing juga penting. Pernyataan tersebut dikemukakan Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt, Pembantu Rektor IV Unesa. Ia memaparkan, Unesa tahun ini telah menjalin sebanyak 54 kerja sama baik dengan instansi dalam negeri maupun luar negeri. Namun, Djojok tidak ingin semua kerja sama tersebut hanya berhenti di MoU, tetapi harus mampu direalisasikan dengan baik. Karena itu, ia berharap seluruh pembantu rector bersinergi untuk dapat merealisasikan kerja sama tersebut sehingga tidak hanya sekadar MoU saja. “Kami dapat membantu tercapainya visi pak rektor untuk menciptakan Unesa yang unggul dan bermartabat dalam pendidikan dan keilmuan melalui implementasi kerja sama tersebut,” papar Djodjok.

LAPORAN UTAMA Kerja sama yang dilakukan Unesa bertujuan meningkatkan pembinaan mahasiswa yang komprehensif dalam rangka menghadapi daya saing yang semakin kompetitif. Menurut Djodjok, kerja sama yang dilakukan Unesa bertujuan meningkatkan pembinaan mahasiswa yang komprehensif dalam rangka menghadapi daya saing yang semakin kompetitif. Kerja sama dijalin dengan partner yang dirasa mutual dan benefit dengan hasil saling menguntungkan antara kedua pihak. Djojok menyebut, tahun 2016 adalah tahun kerja sama Unesa. Pada tanggal 28-30 Januari 2015 nanti, Unesa akan kedatangan 7 orang peneliti dari Nagoya University untuk meneliti tentang asset peninggalan sejarah budaya kuno. Djodjok mengatakan, umur bukanlah suatu indikator kedewasaan suatu lembaga. Banyak sekali yang perlu dibenahi di Unesa. Djojok menyebut, -budaya kerja di Unesa perlu ditingkatkan lagi. Ia juga menghimbau kepada para dosen agar memaksimalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan mengajar, meneliti dan

pengabdian masyarakat. Djojok tak menampik bahwa potensi yang dimiliki insane Unesa sangat berkualitas dan teruji. Hanyasaja, potensi itu baru tergali seujung kuku belum sekujur tubuh. Banyak fakultas yang memiliki prodi yang bisabersaing di dunia luar. Ia mencontohkan Prodi BahasaJepang diUnesa unggul dalam sisi pengajar yang memiliki dosen hampir 70 % bergelar doktor. “Ini jarang sekali terja jika didibandingkan dengan prodi bahasa Jepang lain di PerguruanTinggi se-Indonesia,” terangnya. Dikemeriahan Dies NatalisUnesa yang ke-51 ini, Djodjok berharap ada perkembangan yang signifikan di Unesa dengan mengikuti perkembangan zaman yang semakin pesat, baik di bidang teknologi, akademik, dan manajemennya. Sehingga muncullah Unesa yang lebih maju, Unesa yang bersinergi dan berdayasaing. (KHUSNUL)

PROF. DR. SUYONO, DEKAN FMIPA UNESA

Saatnya Unesa Menunjukkan Sinergitas dan Daya Saing

S

inergitas dan daya saing yang diusung sebagai tema Dies Natalis ke-51 Unesa, bagi Prof. Dr. Suyono sangatlah tepat. Memang, untuk menyinergikan berbagaihal di Unesa tidaklah mudah. Dibutuhkan tekad dari semua civitas akademika untuk saling bekerja sama agar sinergitas mampu diwujudkan dengan baik. Selain itu, agar Unesa memiliki daya saing, kualitas harus ditingkatkan. Definisi bersaing dalam hal ini bukanlah bersaing secara fisik, melainkan bersaing untuk bisa meningkatkan kualitas. Menurut catatan Suyono, ada banyak hal yang masih

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

9


LAPORAN

UTAMA

perlu pembenahan di sana-sini seperti ranking universitas, webometrik, dan akreditasi. Agar bisa tercipta Unesa yang bersinergi dan berdaya saing, harus mampu menjalankan pedoman berupa Indikator Kinerja Utama (IKU). Di antaranya adalah meningkatkan jumlah dosen yang tersedia, Selain itu, menurut DIKTI juga memperhitungkan tentang jurnal ilmiah yang bisa dimuat, ditambah lagi dengan memiliki jurnaljurnal yang sudah terakreditasi. Suyono juga menyinggung bahwa tantangan terbesar Unesa adalah bagaimana bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan masyarakat.

Harapnnya selainbisa ‘menjual’ lulusan Unesa di tingkat lokal, alumnus juga bisa merambah ke dunia internasional yang sejalan dengan dimulainya MEA pada akhir tahun ini. ”Semoga dalam menyambut Dies Natalies yang ke 51 ini Unesa semakin berjaya, SDM bisa memberikan kinerja yang baik dan tetap menjaga kerukunan antarsesama. Untuk pemimpin di Unesa bisa lebih kolektif lagi dan tidak memutuskan sepihak. Harus mau menerima masukan dan saran dari jajaran di bawahnya. Karena kita akan membangun bersama Unesa agar bisa maju dan berkembang lebih baik lagi,” papar Suyono. (SURYO)

WAWANCARA DENGAN REKTOR UNESA TERKAIT DIES NATALIS KE-51

“BERTAMBAH TUA HARUSNYASEMAKIN MATANG” Di usia yang kian matang, 51 tahun, Unesa semakin berbenah dan mematangkan diri menjadi kampus unggul dan berdaya saing baik di dalam negeri maupun luar negeri. Berikut wawancara reporter majalah Unesa dengan Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.Si. Tema dies natalis kali ini, terkait sinergi dan daya saing. Bisa dijelaskan bagaimana menciptakan unesa yang bersinergi dan berdaya saing? Dalam menghadapi globalisasi dan MEA yang ditandai persaingan, perlu ditingkatkan sinergi baik ke dalam maupun keluar untuk meningkatkan daya saing Unesa. Sinergi ke dalam artinya bagimana menyatukan visi, misi, dan pola pikir dari seluruh pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan. Seluruh pimpinan Unesa baik di tingkat universitas, fakultas dan jurusan harus menyatukan visi yaitu untuk menjadikan Unesa unggul dan bermartabat. Visi tersebut kemudian diturunkan dalam misi dan program, serta kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut

10

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

kemudian dilaksanakan oleh para dosen dan tenaga kependidikan. Ini berarti harus dibangun kerja sama antara semua pimpinan, dengan dosen dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan visi dan misi dengan melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan. Sinergi keluar dalam arti harus meningkatkan kerja sama dengan berbagai lembaga maupun pemerintah daerah dan industi sehingga Unesa semakin memiliki modal untuk bersaing. MEA sudah di depan mata. Bagaimana upaya Unesa meningkatkan daya saing menyambut MEA baik dalam bidang akademik maupun non akademik? Daya saing dalam bidang akademik yang harus dikembangkan adalah kemampuan


LAPORAN UTAMA menghasilkan karya-karya ilmiah yang dipatenkan atau minimal dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional terakreditasi. Hal ini sejalan dengan fungsi perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu dan teknologi. Melalui karya-karya intelektual yang terpublikasi secara internasional, Unesa akan dikenal oleh dunia dan jika karya-karya terpatenkan, maka akan dipercaya oleh masyarakat internasional. Di sisi lain, kualitas para lulusan juga harus dijamin kompetensinya, dalam arti lulusan Unesa harus memiliki kompetensi yang bisa dijadikan modal untuk menghadapi persaingan tenaga kerja. Dalam bidang akademik yang harus dikembangkan selain kemampuan berpikir pada level tinggi (higher order thinking) dan ketarampilan. Sedangkan dalam bidang nonakademik yang harus dikembangkan adalah sikap dan karakter, serta bahasa inggris. Keberhasilan seseorang lebih banyak ditentukan oleh sikap dan mental dan kemampuan berkomunikasi dengan baik. Tentu kemampuan bahasa asing (terutamaIngris) menjadi suatu keharusan bagi mahasiswa. Oleh karena itu, Unesa mensyaratkan TOEFL minimal mahasiswa ditingkatkan bukan hanya 400, tetapi menjadi 450 untuk S1. Harapan terkait dengan Unesa bersinergi dan berdaya saing? Tentu dengan membangun sinergi antara pimpinan dengan dosen dan tenaga kependidikan, termasuk juga dengan para mahasiswa, diharapkan Unesa akan memiliki daya saing. Jangan dilupakan mahasiswa juga terlibat dalam proses peningkatan daya saing unesa. Mahasiswa bukan hanya sebagai produk Unesa, tetapi mahasiswa juga sebagai subyek yang harus meningkatkan daya saing dirinya sendiri. Berbeda dengan industri barang, perguruan tinggi adalah industri jasa intelektual dan yang diproses adalah mahasiswa, sedangkan mahasiswa adalah manusia yang aktif dan terus berubah. Oleh karena itu mahasiswa harus sadar atau disadarkan bahwa mereka memiliki tantangan yang harus dihadapi. Kesadaran menghadapi dan sekaligus pemahaman terhadap tantangan menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan ke depan. Apa saja yang sudah dicapai Unesa dalam usianya yang ke 51? Dalam perjalanan Unesa sampai usia ke-51

tahun ini, secara kuantitas telah banyak yang dicapai. Jumlah mahasiswa terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah program studi juga terus meningkat, terutama program studi nonkependidikan. Bangunan fisik, gedung-gedung semakin bertambah banyak dan tinggi (dalam arti banyak gedung yang bertingkat). Kondisi lingkungan juga semakin “ramah�, semakin tertata rapi dan bersih. Apa saja yang belum tercapai? Setelah Unesa berhasil meningkatkan secara kuantitatif, saatnya sekarang member perhatian masalah kualitas. Yang perlu ditingkatkan adalah budaya akademik dan prestasi akademik. Dosen-dosen harus didorong untuk melanjutkan studi ke jenjang S3, dan kalau bisa ke luar negeri. Bagi mereka yang sudah doctor, harus didorong untuk menjadi guru besar. Dan bagi para guru besar harus terus didorong untuk melakukan penelitian-penelitian dan menulis publikasi karya ilmiah atau menulis buku, sehingga Unesa memiliki kewibawaan secara akademik. Selama kepemimpinan bapak, apa program-program terobosan yang dilakukann agar Unesa menjadi lebih baik dan misi go internasional bisa terlaksana? Program yang menjadi perhatian pertama adalah membenahi sistem manajemen keuangan. Alhamdulillah, Unesa tahun ini sudah memperoleh predikat wajar tanpa persyaratan (WTP). Terkait laporan keuangan. Hal lain yang telah dilakukan adalah remunerasi sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dalam hal ini adalah dosen serta kesejahteraan karyawan. Hal yang menjadi perhatian saat ini adalah meningkatkan akredditasi lembaga yang adil dan berbasis kinerja. Sejak juli tahun 2015, Unesa telah melakukan remunerasi, yang 30% nya sudah dibayarkan dan 70% akan dibayar bulan Desember ini. Dengan remunerasi diharapkan kinerja dosen dan tenaga kependidikan akan meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan PNBP dan pelayanan. Program yang juga telah dilakukan adalah memebenahi kurikulum berbasis KKNI. Dengan kurikulum berbasis KKNI diharapkan bisa meningkatkkan kualitas lulusan Unesa yang kelak mampu bersaing di era global. (SANDI)

Majalah Unesa

Program yang menjadi perhatian pertama adalah membenahi sistem manajemen keuangan. Alhamdulillah, Unesa tahun ini sudah memperoleh predikat wajar tanpa persyaratan (WTP).

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

11


LIPUTAN

KHUSUS

Universitas dan Peran Strategis Hadapi MEA

R

atusan mahasiswa Surabaya mendeklarasikan “MEA 2015: Siapa Takut!!” dalam bentuk formasi mahasiswa membentuk tulisan tersebut pada 18 Desember 2015. Aksi lapangan basket politeknik itu dilakukan mahasiswa Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya) untuk menandai kesiapannya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Kami menghadapi MEA dengan membuka Pusat Pendidikan Terapan dan Sertifikasi (PETSI),” kata Direktur Politeknik Ubaya, Ir. Benny

12

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Lianto Effendy Sabema, M.M.B.A.T di sela deklarasi itu. Apalagi, Kopertis VII menilai Politeknik Ubaya sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi terbaik di Jawa Timur, sehingga pihaknya melihat MEA sebagai peluang pada era pasar tunggal itu. “Bentuk konkret partisipasi Politeknik Ubaya untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi MEA dengan membuka PETSI yang akan berupa one stop training atau berbentuk Super Market Sertifikasi,” ujarnya. “One stop training” atau “super market sertifikasi” yang dimaksud adalah Ubaya

Majalah Unesa

melayani semua kebutuhan sertifikasi di bidang apapun, seperti layaknya “super market” yang memenuhi semua kebutuhan pelanggan. “Untuk itu, kami membentuk PETSI yang bertujuan memperbaiki kualitas sumber daya manusia dengan meningkatkan daya saing dan ketrampilan kerja berstandar internasional,” tuturnya. Program sertifikasi standar internasional di PETSI antara lain Bahasa Inggris (TOEIC), pemasaran, hotel dan pariwisata, Akuntansi, Perpajakan, Administrasi bisnis, sekretaris, dan komputer. Pada bulan November lalu,


LIPUTAN KHUSUS pihaknya bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) telah menyertifikasi 100 orang di bidang akuntansi yang diikuti oleh pihak profesional maupun umum. “Untuk ke depannya, kami juga akan membuka sertifikasi di bidang multimedia dan desain grafis, karena tren saat ini mengarah ke sana, terlihat pasar online yang mulai menjamur,” katanya. Langkah serupa dilakukan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). “Kami sudah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP, namun akan kami optimalkan fungsinya,” kata Rektor Unesa Prof Warsono. Selama ini, LSP Unesa hanya diperuntukkan SMK. “Kedepan, kami akan berdayakan untuk mahasiswa kami sendiri dan masyarakat umum,” katanya kepada Antara di sela peringatan puncak Dies Natalis Ke-51 Unesa di Gedung Gema Unesa, Surabaya. Menurut dia, MEA merupakan tantangan dan sekaligus peluang, namun bangsa Indonesia harus melihatnya sebagai peluang, meski Indonesia juga akan menjadi “pasar” karena penduduknya merupakan 50-60 persen penduduk ASEAN. “Peluang kita ada pada budaya, seni, kerajinan, dan pertanian atau agrobisnis. Mungkin negara lain juga unggul dalam pertanian, tapi pertanian kita unggul dalam jenis tanaman yang lebih bervariasi,” katanya. Untuk itu, Guru Besar PPKN (Pancasila) itu mengatakan universitas harus berperan dalam mendukung peluang atau potensi yang ada melalui jaminan sertifikasi. “Ijazah itu hanya keunggulan dalam akademik, tapi keunggulan profesi atau vokasi itu perlu sertifikasi,” katanya. Terkait pengembangan profesi melalui sertifikasi itu, Prof

Warsono menyatakan Unesa akan mendorong keterlibatan alumni atau ikatan alumni yang sudah unggul dalam pengalaman dan keahlian, seperti teknik listrik. Sertifikasi Mahasiswa Lain halnya dengan Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya dan Universitas Narotama (Unnar) Surabaya yang fokus untuk menyiapkan mahasiswa sendiri menghadapi MEA. Bahkan, Unitomo sudah menyiapkan 2.000 mahasiswa dan Unnar sudah menyiapkan 1.500 mahasiswa yang menempuh sertifikasi profesi di kampus setempat. Rektor Unitomo Dr Bachrul Amiq menargetkan angkatan pertama sertifikasi keahlian dalam universitas yang dipimpinnya adalah 2.000 mahasiswa dengan berbagai bidang sertifikasi. “Kami mendapatkan lisensi untuk 12 skema kompetensi dari 19 yang kami ajukan. Nantinya, 2.000 mahasiswa yang akan disertifikasi untuk skema kompetensi eksekutif administratif asisten,” katanya. Skema kompetensi lainnya untuk fasilitator penyuluhan pertanian, kebidanan, pengawasan mutu minuman ringan, budidaya perikanan tambak, dan sebagainya. “Ribuan mahasiswa itu akan menjalani sertifikasi keahlian yang dilakukan 43 asesor. Kami harapkan proses untuk 2.000 mahasiswa semester terakhir itu akan selesai dalam seminggu,” katanya. Menurut Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)-1 Unitomo, Dr Ir Suyanto MM, pihaknya baru saja mendapatkan lisensi LSP-1. “Artinya, Unitomo sudah berhak memberikan sertifikasi kepada mahasiswa, termasuk kepada mahasiswa Unitomo sendiri, namun jika perguruan

Majalah Unesa

tinggi lain yang belum memiliki lisensi LSP-1 ingin melakukan sertifikasi pada mahasiswanya, maka harus ada kerja sama (MoU) dengan kami,” katanya. Senada dengan itu, Kepala Humas Unnar Surabaya, Evy Retno Wulan, menambahkan mahasiswa yang sudah mengantongi sertifikasi itu akan memiliki nilai plus karena sertifikasi keahlian itu akan membuatnya bisa diterima untuk bekerja dimanapun dalam kawasan MEA. “Nantinya, lulusan kami tidak hanya mengantongi ijazah dan transkrip nilai, tapi mereka akan mengantongi surat keterangan pendamping yakni sertifikasi sesuai keahlian. Itu nilai plus,” katanya. Ia menjelaskan ke-1.500 mahasiswa yang merupakan angkatan pertama itu telah menjalani uji sertifikasi keahlian pada Jumat-Sabtu (27-28/11) lalu dengan tim penguji oleh 17 dosen dari Unnar sendiri yang sudah terlatih menjadi asesor oleh BNSP. “Tapi, skema keahlian yang kami terima masih untuk tiga kompetensi yakni juru buku, kasir, dan customer service, karena mayoritas masih dari Fakultas Ekonomi, tapi fakultas lain juga mengambil skema kompetensi customer service,” katanya. Sertifikasi dan Bahasa Namun, kunci MEA bukan hanya sertifikasi, melainkan juga bahasa. “Untuk itu, Unesa akan mendorong Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN, karena pengguna Bahasa Melayu mencakup 60-70 persen penduduk ASEAN di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam,” kata Prof Warsono. Pentingnya bahasa pada era MEA itu juga direspons Unitomo yang berencana membuka Kelas Internasional untuk menghadapi

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

13


LAPORAN

UTAMA

Ratusan mahasiswa menggelar deklarasi “MEA 2015: Siapa Takut !!” yang diwujudkan dalam bentuk formasi mahasiswa membentuk tulisan “MEA 2015: Siapa Takut !!” di halaman sebuah kampus di Surabaya, Jumat (17/12/2015).

MEA dengan program studi unggulan Bahasa Indonesia. “Untuk mewujudkan kelas internasional, kami telah bekerja sama dengan lima kampus di Thailand, yang terdiri dari dua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan tiga PTS,” kata Rektor Unitomo, Dr. Bachrul Amiq, SH, MH, di Surabaya, 4 Desember 2015. Kelima perguruan tinggi itu antara lain, Rajamangala University of Technology Thanyaburi (RMUTT), Bhurapa University, Bangkok University, Dhurakij Pundit University serta Shinawatra University. “Pemilihan kampus untuk kerja sama didasarkan pada pertimbangan dengan memiliki reputasi baik dalam kerja sama internasional, apalagi kampus tersebut juga memiliki visi misi yang sama dalam menghadapi MEA,” ujarnya. Sebanyak lebih dari 50 persen penduduk di ASEAN, lanjutnya, adalah warga Indonesia, sehingga untuk menguasai pasar global harus menguasai Indonesia terlebih dahulu, salah satunya dengan cara memperkuat Bahasa Indonesia. “Untuk menunjang kelas

14

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

internasional, kami mendorong dosen-dosen untuk studi lanjut S3, jika perlu ke luar negeri, karena Unitomo telah bekerja sama dengan universitas terbaik di Thailand, bahkan bisa menjadi Fakultas Komunikasi terbaik,” tuturnya. Dosen yang mengajar di kelas internasional harus memenuhi syarat seperti mampu dengan baik memahami Bahasa Indonesia serta bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. “Sarana dan prasarana seperti ruang kelas dengan standar internasional juga akan kami upayakan, sedangkan asrama untuk mahasiswa luar negeri juga akan disediakan secepatnya,” terangnya. Kelas internasional mulai menerima mahasiswa baru pada bulan Agustus 2016 dengan kuota sekitar 50 mahasiswa yang merupakan program “Darma Siswa Schoolarship” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). “Program Darma Siswa Schoolarship dari Kemendikbud ini merupakan mahasiswa asing yang belajar Bahasa Indonesia

Majalah Unesa

sebanyak 1.200 orang, mereka akan disebar ke berbagai universitas di Indonesia, salah satunya di Unitomo,” tandasnya. Langkah berbeda dilakukan Universitas Narotama Surabaya yang tidak mempersiapkan pembelajaran bahasa, namun menyiapkan pembelajaran kewirausahaan pemuda untuk menangkap peluang kemitraan ekonomi pada era MEA. Bahkan, Konselor Kerja sama Prancis untuk Indonesia Bertrand de Hartingh datang langsung ke Universitas Narotama Surabaya guna menunjuk universitas itu sebagai mitra dalam membina perekonomian khusus di wilayah kepemudaan. “Penunjukan itu dilakukan melalui berbagai tahapan seleksi bersama puluhan kampus di wilayah Asia Pasifik. Ini sebuah prestasi bagi pemerintah Indonesia, khususnya juga bagi Universitas Narotama,” kata Rektor Universitas Narotama Rr Iswachyu Dhaniarti. Apalagi, penunjukan ini dilakukan langsung oleh negara, bukan lembaga di Prancis, meski demikian pihaknya tetap melakukan dengan koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). “Semoga, penunjukan ini mampu meningkatkan kerja sama dalam membentuk pemuda, khususnya mahasiswa berwawasan wirausaha yang mampu menghadapi pasar bebas dalam bingkai MEA,” ujarnya. Agaknya, universitas memiliki peran strategis dalam mengirim pesan kepada masyarakat, agar tidak melihat MEA sebagai suatu ancaman, namun justru meningkatkan kemampuan menghadapinya dengan sertifikasi dan kemahiran berbahasa asing serta cinta potensi lokal. [ANTARA]


LAPORAN UTAMA

2018, Unesa jadi PTN-BH

U

niversitas Negeri Surabaya (Unesa) menargetkan menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) pada 2018, karena laporan keuangan Unesa sudah memperoleh penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Predikat WTP itu merupakan modal untuk meningkatkan status Unesa dari BLU (badan layanan umum) menjadi PTN-BH,” kata Rektor Unesa Prof Dr Warsono MS di sela Rapat Terbuka Senat dalam puncak Dies Natalis ke-51 di kampus setempat, Selasa. Didampingi Wakil Rektor I Unesa, Dr Yuni Sri Rahayu, ia menjelaskan WTP merupakan salah satu dari tiga syarat untuk menjadi PTN-BH. Dua syarat lainya adalah akreditasi institusi dan modal awal dalam bentuk PNBP (penerimaan negara bukan pajak). “Kalau akreditasi institusi yang wajib

A itu, insya-Allah bisa tercapai sebelum tahun 2018, karena masa akreditasi kami yang saat ini B memang akan berakhir pada 2018, jadi sebelum itu sudah harus ada proses untuk berubah,” katanya. Perubahan akreditasi institusi dari B ke A itu ada tujuh standar, diantaranya kualitas lulusan, tata kelola keuangan (WTP), kualitas sumberdaya manusia (magisster, doktor, dan guru besar), kerja sama, hilirisasi penelitian, pengabdian masyarakat, dan sebagainya. “Untuk memenuhi standar itu memang masih banyak yang harus kami benahi, tapi saat ini sudah ada 35 persen dari 91 prodi yang kami miliki sudah berakreditasi A, sehingga tinggal yang belum perlu ditingkatkan. Rinciannya, ke-91 prodi itu meliputi D3 berjumlah 12 prodi, S1 60 prodi, S2 13 prodi, dan S3 ada

PTN Surabaya Kekurangan Dosen BEBERAPA kampus ternama di Surabaya sedang membutuhkan banyak dosen. Pasalnya, program studi (prodi) favorit, jumlah mahasiswanya juga lebih banyak jika dibandingkan dengan prodi lain. Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Unair Purnawan Basundoro mengaku, mencari dosen prodi akuntansi paling sulit. “Kalau kami buka lowongan untuk lima dosen, paling yang daftar hanya 1-2 orang. Tidak pernah lebih,” kata Purnawan. Hal senada juga disampaikan Wakil Rektor I UINSA Syamsul Huda. Dia menyebut jumlah dosen prodi agama lebih dari minimal. Bahkan, mencapai 15 dosen per prodi. Namun, untuk prodi nonagama seperti akuntansi, teknik lingkungan, dan ekonomi, jumlah dosennya pas. “Lebih dari enam dosen, tapi tidak kurang dari 10. Inilah yang butuh ditambah,” jelasnya. Sebab, UINSA juga harus meningkatkan prodi-prodi nonagama yang saat ini masih dalam pengembangan.

enam prodi,” katanya. Namun, syarat yang paling sulit itu justru untuk modal awal berbentuk PNBP yang harus mencapai 2-3 kali anggaran tahunan agar bisa mandiri. “Sulitnya itu terkait budaya kerja,” kata Guru Besar bidang PPKN (Pancasila) itu. Terkait PNPB itu, pihaknya akan meningkatkan kerja sama riset dengan universitas asing dan hilirisasi riset serta publikasi riset pada jurnal berskala internasional. “Kalau kerja sama dengan universitas asing, kami sudah memiliki kerja sama dengan Jepang, Tiongkok, Taiwan,” katanya. Dalam puncak Dies Natalis ke-51 Unesa itu, dosen Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Unesa, Arie Wardhono PhD, menyampaikan pidato ilmiah bertajuk “Beton Geopolymer, Teknologi Beton Ramah Lingkungan”. [ANTARA]

“Nanti 2016 juga ada prodi ilmu hukum dan pendidikan IPA,” kata Syamsul. ”Kebutuhan dosen juga akan bertambah,” imbuhnya. Demikian halnya dengan Unesa. Di PTN yang banyak menghasilkan guru itu, daya tampung mahasiswa kian meningkat. Jumlah dosen juga harus dipacu. Prodi yang membutuhkan banyak tenaga dosen adalah bidang kependidikan. “Prodi-prodi apa yang membutuhkan banyak dosen akan kami cek lagi karena perekrutan melihat kebutuhan prodi,” jelas Pembantu Rektor I Unesa Yuni Sri Rahayu. UPN Veteran Jatim kerap kekurangan dosen pada mata kuliah bahasa Indonesia, agama, dan kewarganegaraan. Rektor UPN Veteran Jatim Prof Teguh Soedarto mengatakan, perekrutan dosen dari luar kampus menjadi salah satu upayanya. Untuk dosen bahasa Indonesia, pihaknya menggandeng PTN lain. Misalnya, Unesa. “Tidak masalah kerja sama dengan PTN lain karena sudah berubah status jadi negeri,” katanya. Sementara itu, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) sering mengalami kekurangan dosen di jurusan elektro industri dan mekatronika. Selain itu, ada prodi baru seperti prodi teknologi game. “Jadi, tentu dosen juga harus ditambah,” papar Wakil Direktur I PENS Rusminto Tjatur. [BBS]

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

15


SEPUTAR

UNESA

PEMBICARA: Para pembiacara sedang mempresentasikan materinya di hadapan audiens seminar Internasional ICVEE Menuju AEC 2015.

Dies NatalisUnesa ke-51

Seminar Internasional ICVEE Menuju AEC 2015

J

urusan Teknik Elektro FT Unesa, sukses menghelat acara “The 1stInternational Conference Vocational Education and Electrical Engineering (ICVEE ) 2015” pada Rabu (18/11/2015) bertempat di Auditorium Lantai 9 Gedung PPG KampusLidah WetanUnesa Surabaya. Dengan tema “Overcoming Challenge towards Asean Economic Community (AFC) 2015 in Profesional Qualification on Vocational Education and Electrical Engineering”, seminar Internasional ini dihadiri oleh Prof. Dr. Warsono,M.S. (RektorUnesa), Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T (PembantuRektor II), Prof. Ekohariadi, M.Pd (Dekan FT) , Dr. MochamadCholik, M.Pd (PembantuDekan I FT) , PuputWanartiRusimamto, ST. M.T (PembantuDekan III FT) , dan seluruh dosen serta staf/karyawan Jurusan Teknik Elektro.

16

ICVEE 2015 menghadirkan 4 keynote speaker yaitu Ir. Wahyu M. Utomo, M.T., Ph.D (UniversityTun Hussein Onn Malaysia ( UTHM)), Ir. TatangMulyono, M.Eng., Ph.D. (Telkom University Bandung, Indonesia), Dr. Paryono (SEAMEO VOCTECH, Brunei Darussalam), dan Prof. Poki Chan (Chair Person, Electrical Engineering NTUST Taiwan). Sekitar 53 pemakalah dan kurang lebih 100 mahasiswa Jurusan Teknik Elektro FT Unesa ikut meramaikan seminar internasional yang berlangsung selama 8 jam ini. Ke53 pemakalah terbagi menjadi 19 makalah tentang pendidikan vokasi, dan 34 makalah tentang teknik elektro dan informatika. Seminar Internasional ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan Jurusan Teknik Elektro. Acara dibuka Prof. Dr. Warsono,M.S. (RektorUnesa) dan dilanjutkan oleh keempat keynotes speech. Setelah makan siang,

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

pemakalah dan peserta dibagi ke dalam 6 ruang (A-F) dan terdapat konflik kognitif di dalamnya. “Hopefully some examples of the development of science and technology as described above, inspired on ICVEE 2015 held on the campus of the State University of Surabaya. The conference is an annual event which is held near the end of the year. We do hope that we could welcome you again next year in the 2nd ICVEE 2016, which certainly offers the most recent topics as well as advanced science and technology in various areas,” Jelas Prof. Dr. H. Supari Muslim, M.Pd, Ketua Pelaksana ICVEE 2015 dalam sambutannya. Dari acara ICVEE 2015 ini diharapkan Jurusan Teknik Elektro FT Unesa mampu mengatasi tantangan menuju Asean Economic Community (AEC) dikualifikasi profesional untuk Pendidikan Kejuruan dan Teknik Elektro. (KHUSNUL)


SEPUTAR UNESA

Seminar Internasional AEC 2015

Perkenalkan Unesa dari Segi Akademis

D

alam rangka Dies Natalies ke-51 Unesa, universitas mengadakan kegiatan seminar internasional yang bertajuk “Trends and Challenges toward Asian Economic Community”, Sabtu (5/12/2015). Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Prof. Slamet Dajono Gedung D1 lt.3 FMIPA Unesa tersebut menghadirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009-2014 Prof. Dr. Muhammad Nuh, DEA. Selain itu, 4 pembicara dari luar negeri, di antaranya Prof. Dr. Fou-Lai Lin (Taiwan), Prof. Dato’ Abdul Rahman B Abdul Aziz, Ph.D. (Malaysia), Dr. Bill Atweh (Australia), dan Dr. Zenaida Q Reyes (Filipina). Seminar tersebut dihadiri oleh pemakalah yang berasal dari

kalangan dosen, guru, maupun mahasiswa. Kegiatan ini murni laksanakan atas nama universitas. “Kalaupun ada seminar, itu yang mengadakan adalah masing-masing fakultas. Jadi tidak mengatas namakan Unesa,” tutur Arie Wardhono selaku ketua pelaksana kegiatan seminar. “Mengadakan kegiatan seminar ini juga akan memperkenalkan Unesa dari segi akademis. Karena dari tahun lalu Unesa lebih kepada mengadakan kegiatan yang sifatnya hiburan rakyat,” tambah dosen Teknik Sipil itu. Selain itu, dalam seminar ini juga memanfaatkan momen terselenggarakannya MEA. “Bagaimana universitas menghadapi situasi seperti ini dengan riset-riset yang dihasilkan bisa mendukung untuk keterlangsungan MEA

Majalah Unesa

nantinya,” jelasnnya. Dengan munculnya MEA, imbuhnya, berarti persiapan dalam hal pendidikan juga harus dilakukan. Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas mutlak diperlukan dalam menuju MEA yang sudah ada di depan mata. “Modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk menghadapi zaman yang semakin maju ini adalah kekuatan logika, kemuliaan etika dan keindahan estetika,” ujar Prof Muhammad Nuh. Selain itu, karena kebanyakan yang hadir dalam seminar tersebut adalah tenaga pendidik maupun calon tenaga pendidik, id juga berpesan untuk dapat menyiapkan sember daya manusia yang memiliki kompetensi dan kualitas dalam menghadapi tantang ke depan. (SURYO)

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

17


LENSA UNESA

MAHASISA D3 TATA BUSANA UNESA ANGKATAN 2013 UNJUK KARYA AKHIR

Busana Pengantin Modifikasi Pengantin Surabaya Karya Majidah Amalia

sebanyak delapan mahasiswa D3 Tata Busana menampilkan kreasi terbaiknya dalam ujian akhir di hadapan dewan juri, Minggu (20/12) di gedung A2 Unesa kampus Ketintang. Di hadapan enam juri yang terdiri atas dosen dan praktisi desain serta wedding, para mahasiswa tingkat akhir tersebut unjuk karya berupa desain busana pengantin tradisional modifikasi. Tak ubahnya desainer kawakan mereka memboyong model dalam mempresentasikan karyanya. Hadir sebagai dewan juri antara lain Endah Rusman (Ketua DPD Harpi Melati Jawa Timur), Aan Suhardi (Fahion Desainer), Ninik Juniarti (Dosen Ubaya), Hendi Setiawan (Fashion Desainer), Zainul Hasan (Instruktur dan Praktisi Fashion), dan D ­­ r Marniati (Dosen Unesa, sekaligus pembimbing). Pada kesempatan tersebut mahasiswa mengimplementasi kemampuannya dalam mendesain sekaligus menjadikannya sebuah karya busana pengantin tradisional modifikasi yang luar biasa hasil kombinasi inspirasi kekayaan budaya lokal Jawa Timur yang dipadu dengan unsur budaya Turki dan India. Kesemuanya diwujudkan dalam busana pengantin modifikasi antara lain: Blitar (Resti Emilia Suyono), Malang (Zela Ratna Surya Wati), Bojonegoro (Rahayu Dwi Rahmasari), Mojokerto (Viky Lidyanti), Banyuwangi (Shinta Ayu M), Lumajang (Rohmatu Zahroh), Sumenep (Dewi Imanud Darojah), dan Surabaya (Majidah Amalia). Setelah dipresentasikan di hadapan dewan juri, karya-karya tersebut selanjutkan akan disempurnakan lagi sebelum ditampilkan di hadapan umum dalam panggung gelar busana pengantin di City of Tomorrow, Februari 2016. (ARM/FOTO: AGUS YAZID S.)

Pengantin Malang

Karya Zela Ratna Surya Wati

Pengantin Mojokerto Karya Viky Lidyanti

18

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

Pengantin Blitar

Karya Resti Emilia Suyono


LENSA UNESA Pengantin Sumenep

Karya Dewi Imanud Darojah

Pengantin Banyuwangi Karya Shinta Ayu M

SIAP KERJA

DI DUNIA KREATIF

Karya Rohmatu Zahroh

Pengantin Lumajang

DESAINER MUDA: Para desainer muda siap terjun ke dunia kreatif bida fashion desain. Mereka berfoto bersama para dewan juri dan dosen pembimbing yang telah mengantarkan mereka mampu mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama berkuliah di bangku D3 Tata Busana Unesa.

Pengantin Bojonegoro

Karya Rahayu Dwi Rahmasari

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

19


ARTIKEL

LITERASI

PERAN STRATEGIS

UNESA

DI BIDANG LITERASI Oleh EKO PRASETYO

Peran strategis Unesa dalam menjawab persoalan ini sangat di­ ha­ rapkan. Sebagai LPTK, Unesa dituntut bisa menjawab kondisi di lapangan tersebut. Keberadaan Pusat Literasi Unesa tentu saja men­jadi oase di tengah ”krisis” kemampuan menulis di kalangan pen­di­dik.

A

da yang menarik dalam diskusi terpumpun bertajuk ”Menggalang Aksi Bersama Pegiat Literasi” yang dihelat Kemdikbud di Bogor pada 4–6 November 2015. Di antara banyak lembaga, organisasi, serta individu yang diundang tersebut, terdapat nama Pusat Literasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Pusat Literasi Unesa (PLU) diwakili oleh Much. Khoiri selaku wakil ketua PLU dan Sekretaris PLU Fafi Inayatillah. Kehadiran PLU ini menjadi oase sehingga perlu disambut baik oleh seluruh civitas academica Unesa. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dalam perayaan Dies Natalis ke-51 kali ini, Unesa menyelenggarakan berbagai kegiatan, lomba, dan aktivitas sosial kemasyarakatan. Di antara banyak kiprah dan pengabdian kepada

20

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

masyarakat yang telah dilakukan oleh U­nesa, salah satu yang menonjol dan layak diapresiasi ialah upaya mendorong budaya literasi. Sebagaimana diketahui, sinergi yang dilakukan oleh akademisi Unesa dan alumninya di bidang literasi telah menghasilkan beberapa karya. Salah satu di antaranya adalah buku Boom Literasi: Menjawab Tragedi Nol Buku (2014). Yang membanggakan, para pegiat literasi dari kalangan akademisi dan alumni Unesa juga menggalang aksi bersama dalam mendorong tumbuhnya budaya literasi. Mi­ salnya, pencanangan Jatim sebagai pendorong gerakan literasi nasional pada medio 2014. Tokoh-tokoh akademisi dan alumni Unesa tampil di depan. Di antaranya, Prof. Warsono (se­ karang rektor Unesa), Direktur Program PPG Unesa Prof. Luthfiyah Nurlaela, pengamat media

Majalah Unesa

Sirikit Syah, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Satria Dharma, kolumnis Anwar Djaelani, penulis Much. Khoiri, dan praktisi kehumasan Suhartoko. Peran Strategis Unesa sebagai salah satu LPTK di Indonesia tentu dituntut untuk mampu mencetak tenaga pendidik yang profesional terutama menyongsong tahun emas 2045 mendatang. Persoalannya, kompetensi guru masih menjadi salah satu problem utama di dunia pendidikan kita. Terbukti bahwa ujian kompetensi guru (UKG) dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Terkait hal itu, penulis pernah menjumpai guru mata pelajar­ an (mapel) bahasa Indonesia yang tidak bisa membuat puisi. Lantas, bagaimana yang bersangkutan mengajarkan materi


ARTIKEL LITERASI apresiasi puisi kepada muridmuridnya? Sangat boleh jadi kondisi serupa terjadi pada guru mapel lainnya. Di sinilah Unesa bisa memainkan peran strategisnya dalam membangun peradaban masyarakat melalui literasi. Pusat Literasi Unesa yang baru dibentuk dan diresmikan pada 13 November 2015 diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan di dunia pendidikan, termasuk pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Jamak diketahui bahwa budaya literasi di kalangan guru masih rendah. Misalnya, kemampuan membuat karya tulis ilmiah (KTI). Padahal, selain aktivitas berbicara, kemampuan menulis merupakan salah satu kompetensi yang mutlak dikuasai oleh guru. Kompetensi berbicara dan menulis mutlak dikuasai oleh seorang pendidik karena hal itu merupakan cara berkomunikasi dengan para siswa. Akan tetapi, kondisi yang ada memperlihatkan bahwa banyak guru yang mengalami kesulitan membuat KTI. Akibatnya, upaya curang seperti salin tempel (copy-paste) dan plagiasi menjadi jalan pintas yang dipilih oleh oknum guru. Ilustrasi berikut mungkin bisa memberikan gambaran tegas soal itu. Di Jawa Timur, misalnya, hampir 450 ribu guru belum mampu menulis karya ilmiah sehingga mereka sulit naik pangkat. Memang berdasarkan Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, seorang guru golongan III/B wajib membuat karya ilmiah untuk kepentingan kenaikan pangkat. Diketahui bahwa di antara 606 ribu guru di Jawa Timur, sebanyak 150 ribu sudah paham

menulis KTI. Sementara sisanya atau sekitar 450 ribu guru belum memahami paham menulis KTI. Di antara jumlah yang tidak paham itu, yang mendominasi adalah guru TK dan SD (suraba­ yanews.co.id, 20/10/2014). Terkait masalah ini, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengakui bahwa banyak guru yang kurang dalam membaca buku. Maka, sekali lagi, peran strate­ gis Unesa dalam menjawab persoalan ini sangat diharapkan. Sebagai LPTK, Unesa dituntut bisa menjawab kondisi di lapangan tersebut. Keberadaan Pusat Literasi Unesa tentu saja menjadi oase di tengah ”krisis” kemampuan menulis di kalang­ an pendidik. Pelatihan yang berkaitan de­ngan kemampuan literasi guru untuk meningkatkan profesio­nalitas mereka bisa dilaksanakan secara berkelanjutan. SDM-SDM yang ada di Pusat Literasi Unesa yang digawangi oleh akademisi yang juga pegiat literasi seperti Pratiwi Retnaning­dyah dan Much. Khoiri bisa dikatakan mumpuni untuk menjawab kebutuhan itu. Di sisi lain, pelibatan mahasiswa secara optimal di Pusat Literasi Unesa diharapkan dapat menggaungkan kegiatan-ke­ giatan yang bersentuhan dengan Unesa sehingga kontribusi nyata terhadap masyarakat dapat terwujud. Pelibatan ini bisa dilakukan dalam bentuk kerja sama literasi publik de­ ngan pihak-pihak terkait se­perti instansi birokrasi, lembaga pendidikan formal ataupun nonformal, instansi swasta, dan masyarakat umum. Di lingkup internal, peran strategis Pusat Literasi Unesa adalah mendorong terciptanya iklim literasi di kalangan akademisi. Karya-karya para dosen Unesa dalam bentuk jurnal dan

Dibutuhkan tekad kuat, kerja keras, dan sinergi yang baik dalam menjaga komitmen ini. Literasi memegang peran penting bagi terciptanya peradaban dan masyarakat madani yang sejahtera. penelitian bisa lebih dioptimalkan. Selain itu, agar kebermanfaatan riset-riset ilmiah tersebut dapat dirasakan pula oleh masyarakat umum, jurnal dan hasil riset para dosen Unesa itu bisa dimodifikasi secara bahasa (bahasa populer) supaya mudah dipahami oleh pembaca awam sekalipun. Upaya Unesa dalam menggandeng alumni untuk mening­ katkan kontribusinya terhadap kepentingan masyarakat di bidang literasi juga dijalankan secara selaras. Kerja sama secara kelembagaan maupun personal antara Unesa dan alumninya diharapkan membawa dampak positif bagi tumbuh kembangnya budaya literasi di tanah air. Dibutuhkan tekad kuat, kerja keras, dan sinergi yang baik dalam menjaga komitmen ini. Literasi memegang peran pen­ ting bagi terciptanya peradaban dan masyarakat madani yang sejahtera. Karena itu, melalui momentum Dies Natalis ke-51 ini, dengan lahirnya pusat literasi tersebut, Unesa diharapkan bisa terus berkontribusi nyata bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. n

Majalah Unesa

*)Penulis dan pegiat literasi

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

21


ARTIKEL

PENDIDIKAN

BUDAYA ANTRE: BENTENG ANTI KORUPSI UNTUK SISWA (Refleksi Hari Anti Korupsi Se-Dunia) Oleh AGUS SETIAWAN, M.PD

Kita tidak harus langsung mempelajari Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, tetapi dimulai dari perilaku sederhana tetapi dapat mencegah korupsi, seperti bersikap jujur dan bertanggung jawab.

P

aradigma mendidik dan mengajar yang menjadi tugas dan tanggungjawab guru, harus (kembali) mendapatkan perhatian serius. Karakter-karakter buruk yang tercermin pada anak didik di negeri ini, seyogyanya menjadi bahan renungan tersendiri bagi kita. Di sinilah esensi pentingnya pembangunan aspek afektif pada diri siswa. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 telah memberi penguatan pada cita-cita tersebut. Mendikbud me-launching Program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk semua jenajng sekolah pada 24 Juli tahun ini. Karena selama ini kita sering terpaku pada target pencapaian pendidikan siswa dari segi kognitif dan psikomotor. Menanamkan budaya antre pada diri anak didik kita ternyata berperan strategis menghadang terbentuknya generasi korup di negeri ini. Satu contoh yang patut menjadi perenungan kita adalah kala seorang teman guru bertukar pikiran dengan penulis. “Bukan bermaksud meremehkan keberadaan dan manfaat salah satu ilmu, kita sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir anak-anak sekolah

22

dasar tidak pandai Matematika. Kita seharusnya jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri,” kata dia. Statemen ini membuat saya terkesiap dan rasa penasaran pun menyembul. Ketika saya tanya “kenapa begitu?” Dijawabnya, karena kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika. Sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri. Karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu Matematika kecuali tambah, kali, kurang dan bagi. Sebagian mereka jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dan lain sebagainya. Yang pasti semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak. Hal ini memantik rasa ingin tahu saya. Serta merta saya bertanya lagi,” Apakah pelajaran penting di balik budaya mengantri?” Dijawabnya, ”O… banyak sekali.” Dengan lugas dia pun memaparkan: Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal. Anak belajar bersabar menunggu

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

gilirannya jika ia mendapat antrian di tengah atau di belakang. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal. Anak belajar disiplin, setara, tidak menyerobot hak orang lain. Selain itu, anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat meng­antre). Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain di antrian. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya. Anak belajar hukum sebab-akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrean belakang. Masih menurutnya, jika anak berbudaya antri anak belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain. Anak belajar memiliki rasa malu, jika ia menyerobot antrean dan hak orang lain dan masih banyak pelajaran lainnya, silakan anda temukan sendiri. Dialog singkat saya dengan sang teman ini memang terkesan sangat ringan. Tak ada kata-kata yang mulukmuluk, bersayap, berkonotasi ataupun dan susah dipahami. Semuanya menggunakan diksi yang sangat lugas.


ARTIKEL PENDIDIKAN Namun kalau kita refleksikan dengan kondisi kekinian, relevansinya sangat dekat. Faktanya di Indonesia, banyak orang tua justru mengajari anaknya dlm masalah mengantri dan menunggu giliran, sbb: 1) Ada orang tua yang memaksa anaknya untuk ”menyusup” ke antrean depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantre dengan rapi. Lalu berkata ”Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja!!”, 2) Ada orang tua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrean. Mungkin kita juga sering mendapati 3) Ada orang tua yang memakai taktik/ alasan agar dia/anaknya diberi jatah antrian terdepan, dengan alasan anaknya masih kecil, capek, rumahnya jauh, orang tak mampu, dsb. 4) Ada orang tua yang marah-marah karena dia atau anaknya ditegur gara-gara menyerobot antrian orang lain, lalu ngajak berkelahi si penegur. Atau berbagai kasus lain yang mungkin pernah anda alami. Saya rasa bukan hal yang remeh kalai kita ajari anak-anak didik kita, untuk belajar etika sosial, khususnya antre. Ingat, budaya suap dan korupsi juga dimulai dari ogah mengantri. Inilah yang harus bisa menjadi bahan perenungan kita. Selanjutnya berkiprah nyata untuk bisa mencegah terbentuknya generasi korupsi di negeri ini. Korupsi dan Peran Sekolah Di Indonesia kini korupsi seakan sudah jadi budaya. Korupsi tidak pandang bulu, bisa tua atau muda, bisa laki-laki atau wanita. Lalu, apakah generasi kita sekarang merupakan generasi korupsi? Bagaimana dengan generasi selanjutnya? Jangan-jangan korupsi kini sudah jadi kebutuhan, tinggal kapan ada kesempatan? Diskripsi satu paragraf di atas me­ ngandung pesimisme, realitas, pertanyaan besar sekaligus tantangan berat yang dihadapi bangsa ini kini dan mendatang. Pesimis karena akar budaya korup sudah menjadi kebiasaan

dan melembaga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Makin masifnya perilaku korup yang merugikan keuangan negara juga sudah menjadi realitas dihadapan kita semua yang diberitakan setiap hari dimedia massa dan media elektronik. Meningkatnya kasus korupsi di negeri ini paling tidak dapat dilihat dari data pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tahun 2004 sampai sekarang. Data jenis perkara korupsi didominasi oleh kasus penyuapan, pengadaan barang dan jasa, dan penyalahgunaan anggaran. Sisanya ada kasus pungutan, perizinan, TPPU/ tindak pidana pencucian uang (money laundering) kini telah menjadi modus bagi para koruptor untuk menyembunyikan hasil korupsinya. Realitas di atas seakan membawa kita pada rasa pesimis di satu sisi, namun menjadi tantangan besar di sisi yang lain. Sisi yang kedua inilah yang harus terus dikampanyekan ke semua elemen masyarakat. Kita jangan mau menjadi generasi korupsi atau bahkan mewariskan budaya korupsi ke anak cucu kita dan jadilah mereka sebagai generasi korup di zamannya. Jelas kita harus menjadi generasi anti korupsi. Bagaimana caranya? Saya kira dapat melakukan dengan hal-hal yang sederhana dari diri sendiri dulu dengan konsep KAWAN (Kenali dan Lawan). Jadi kita harus mengenali dan mengetahui dulu bentuk-bentuk perilaku korup. Kita tidak harus langsung mempelajari Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, tetapi dimulai dari perilaku sederhana tetapi dapat mencegah korupsi, seperti bersikap jujur dan bertanggung jawab. Sikap-sikap seperti inilah yang harus terus dipupuk sejak dini agar akar dari budaya korupsi itu tidak dapat tumbuh. Ungkapan “Berani Jujur, Hebat”, menunjukkan pentingnya kejujuran di tengah-tengah sulitnya mencari orang yang masih jujur dan bersih. Dengan mengenali praktik-praktik korupsi dari yang kecil-kecilan sampai

Majalah Unesa

korup kelas kakap, mengetahui jenis korupsi di lingkungan keluarga, sekolah sampai negara, lalu melawannya dengan sikap-sikap dan perilaku yang dapat mencegah korupsi akan dapat membentuk pribadi-pribadi yang anti korupsi. Ketika telah terbentuk banyak pribadi-pribadi yang anti korupsi, maka terbentuklah generasi anti korupsi yang kita harapkan bersama. Dalam modul anti korupsi KPK, disebutkan minimal 3 (tiga) perilaku yang dapat membentuk generasi anti korupsi, yaitu bertanggungjawab, hidup sederhana dan bersikap adil. Perilaku bertanggungjawab terkandung didalamnya sikap mengetahui kewajiban, siap menanggung resiko, amanah, tidak mengelak dan selalu berbuat yang terbaik. Kemudian perilaku hidup sederhana menuntut kita untuk bersikap bersahaja, tidak berlebihan, secukupnya, sesuai kebutuhan, dan rendah hati. Sementara bersikap adil akan membiasakan kita melihat secara obyektif segala persoalan, proporsional, tidak memihak, dan penuh pertimbangan. Tiga perilaku ini harus mulai dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat bekerja. Nah, budaya antri dan sabar bisa kita tambahkan sebagai pelengkap untuk upaya memberangus budaya korupsi melalui lingkungan sekolah. Lakukan sekarang juga jika kita ingin mengurangi angka korupsi dan tidak dicap sebagai generasi korup atau yang akan mewariskan budaya korupsi kepada generasi berikutnya. Bagaimanapun, kita harus ingat bahwa guru tidak hanya penyampai pesan, tetapi dia sendiri adalah pesan. Oleh karena itu tidaklah mudah menjadi guru, tidaklah boleh sembarangan menjadi guru. Karena yang disentuh guru bukanlah benda mati tetapi pribadi-pribadi yang sacral milik sang pencipta, yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan sang pemilknya. n *)Guru SMAN 1 Driyorejo, Gresik

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

23


SEPUTAR

UNESA

Economic Olympiad (Ecoly) Nasional 2015

M

enjelang diberlakukannya program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pendidikan tetap menjadi pondasi utama untuk bersaing. Indonesia, dengan sumber daya yang melimpah, jika tidak diimbangi dengan kompetensi pendidikan yang mumpuni maka rakyat Indonesia hanya akan menjadi penonton di negerinya sendiri. Maka dari itu, dibutuhkan upaya penanaman jiwa kompetitif bagi generasi muda khususnya agar selalu siap menghadapi persaingan. Salah satunya adalah dengan cara menggelar olimpiade-olimpiade. Terkait dengan itu, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Surabaya menggelar Economic Olympiad (Ecoly) Nasional 2015 tingkat SMA/MA/sederajat. Olimpiade tersebut memiliki empat babak: penyisihan, semi final, final, dan grand final. “Ini merupakan salah satu upaya kami untuk meningkatkan jiwa kompetitif siswa dan juga sebagai upaya pemerataan pendidikan. Melalui olimpiade yang jujur dan bersih semacam ini, kita akan bisa melihat dan mengukur kemampuan siswa setiap daerah,” tutur Steering Comitte 1 Mohammad Safruddin. Ecoly tahun ini, tambah Safruddin, merupakan pengembangan dari tahun-tahun sebelumnya. Jika pada tahun sebelumnya masih dalam lingkup se-Jawa dan Bali, pada tahun 2015 sudah tingkat nasional. Babak penyisihan dilakukan di 14 rayon di berbagai daerah. Ketua Pelaksana Ecoly M. Firman Hardiansah menegaskan, konten-konten dalam soal olimpiade sengaja dikaitkan dengan kondisi kekinian. “Apalagi dalam MEA nanti, salah satu yang akan dipertaruhkan adalah ekonomi, maka kami kaitkan soal-soal ekonomi dengan kemungkinan-kemungkinan menghadapi MEA,” tandasnya.

24

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Pada babak grand final, misalnya, peserta diberi studi kasus terkait kebijakan-kebijakan pemerintah. Kemudian para juri diminta bertanya yang dikaitkan dengan tantangan menghadapi persaingan bebas atau MEA. “Dari sistem itu, kami dapat melihat bagaimana jiwa kritisnya para peserta terhadap dinamika perekonomian di negeri ini,” imbuh Firman. Selain itu, rangkaian acara dari Ecoly yang juga tidak kalah penting adalah seminar bagi guru pendamping yang siswanya lolos ke babak semi final. Hal itu dimaksudkan agar guru pendamping yang sedang menunggu siswanya mengerjakan soal tidak sekadar diam diri. Mereka juga memiliki kegiatan untuk menambah ilmu. Pemateri pertama Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Drs. Martadi, M.Sn. fokus pembahasannya pada kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dalam menghadapi MEA. “Soft skill atau keterampilan merupakan modal utama yang dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi MEA nanti. Namun, sayangnya hal itu belum banyak diajarkan di dalam kelas,” jelas alumnus Unesa tersebut. Sementara itu, Dr. Waspodo Tjipto selaku pemateri kedua berfokus pada pengembangan ekonomi kreatif. Yakni bagaimana caranya agar para guru dapat membantu siswa memiliki keterampilan di bidang ekonomi kreatif. Minggu (22/11) kemarin, enam tim dinyatakan sebagai pemenang Ecoly 2015. SMAK Petra 2 Surabaya menjadi juara 1. Disusul SMAN 1 Jember sebagai juara 2 dan SMAN 10 Malang sebagai juara 3. Kemudian, juara harapan 1 diraih SMA Petra 5 Surabaya, juara harapan 2 diraih SMA Darul Ulum Jombang, dan juara harapan 3 diraih SMAN 1 Kuta Bali. “Mereka adalah tim yang terpilih setelah bersaing dalam setiap babak. Dari 776 tim yang mendaftar, merekalah yang terbaik,” pungkas Firman. (SYAIFUL)

Majalah Unesa


INSPIRASI ALUMNI

Sejak kecil hidup di pesantren, membuat Taufik ingin melihat dunia lain. Selain itu, ia juga ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seniman. Kesempatan itu datang ketika dia memutuskan masuk kuliah di IKIP Surabaya dengan memilih jurusan Seni Rupa.

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

25


INSPIRASI

ALUMNI

Taufik Monyong

TOTALITAS

di Dunia Seni & Budaya Nyentrik. Itulah salah satu ciri khas pria bernama lengkap Muhammad Taufik Hidayat. Alumni Pendidikan Seni Rupa Unesa itu selain dikenal sebagai demonstran juga dikenal sosok yang total di dunia kesenian dan kebudayaan.

D

i kalangan seniman dan budayawan, sosok Taufik Monyong sudah sangat familiar. Dia dikenal cukup produktif menghasilkan karyakarya seni seperti lukisan, patung, wayang besi dan sebagainya. Semua produktivitas di bidang seni itu, tak lepas dari latar berlakang kuliahnya yang mengambil jurusan Seni Rupa IKIP Surabaya. Keinginannya menjadi seniman, ternyata sudah tertanam sejak kecil. “Saya berbicara tentang kesenian dan kebudayaan itu ada kaitannya dengan cita-cita saya dulu yaitu ingin jadi seorang seniman,” ujar pria yang kini dipercaya menjadi Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur itu. Selain dikenal nyentrik, pria kelahiran Lumajang ini memiliki perjalanan hidup yang penuh liku dan tergolong sangat menantang. Terutama, selama menjadi seorang aktivis mahasiswa. Bahkan, dia sempat dijebloskan ke penjara Polwiltabes Surabaya lantaran dituduh sebagai provokator.

26

Putra Kiai Desa Meski terkesan nyentrik dengan dandanan yang unik, Taufik ternyata memiliki latar belakang keluarga dengan keagamaan yang sangat kuat. Dia merupakan putra salah seorang ulama di desanya. Ayahnya, selain bekerja sebagai petani, juga pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda. Hidup dalam lingkup pesantren, membuat Taufik banyak memiliki pengetahuan tentang ilmu agama Islam. Didikan sang ayah terhadap Taufik terbilang keras. Selain setiap hari, diharuskan sekolah dan mengaji alquran, dia juga bekerja mencari rumput sampai di dalam hutan dan menggembala kambing. “Seperti itulah aktivitas saya setiap hari sewaktu kecil. Apabila saya melakukan kesalahan, semisal telat mengembala kambing, ujungujungnya ya disambo’i (dipukuli, Red) bapak menggunakan 4 gedebok (batang pisang, Red), bahkan sampai saya ampun-ampun tetap disambo’i hingga batang pisang itu tidak karuan

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

bentuknya,” ujarnya. Meski demikian, Taufik sama sekali tidak dendam apalagi menyalahkan perbuatan bapaknya. Justru, berkat didikan sang bapak itulah, Taufik bisa lebih kuat dalam menjalani kehidupan hingga saat ini. Sejak kecil hidup di pesantren, membuat Taufik ingin melihat dunia lain. Selain itu, ia juga ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seniman. Kesempatan itu datang ketika dia memutuskan masuk kuliah di IKIP Surabaya dengan memilih jurusan Seni Rupa. Sebenarnya, orang tua Taufik kurang setuju dengan jurusan yang dipilih, apalagi kelak akan menjadi seniman. Seperti kebanyakan orang tua, mereka menginginkan agar kelak Taufik menjadi pegawai negeri. Pengalaman Hidup di Kota Kali pertama menginjakkan kaki di Surabaya, tepatnya di terminal Bungurasih, dia bingung karena Surabaya merupakan dunia baru baginya. Dia lantas ke masjid dan


INSPIRASI ALUMNI KENANGAN: Taufik semasa menjadi aktivis dan memimpin aksi unjuk rasa di jalanan pusat kota Surabaya.

tidur di sana. Waktu ke Surabaya, dia hanya bermodal uang Rp10 ribu hasil menjual lukisannya. Agar tidak hilang, uang itu dia taruh di dalam sepatu. Mendapat berkah bisa kuliah di IKIP Surabaya, tentu sesuatu hal yang patut disyukuri. Sadar bahwa uang untuk kuliah pas-pasan, Taufik pun harus memutar otak agar bisa bertahan hidup di Surabaya. Demi menopang kehidupan, selain kuliah, ia pun nyambi bekerja. Ia pernah membuka warung kopi kecil-kecilan, berjualan nasi pecel, bahkan ia juga pernah menjadi pembantu Rumah Tangga selama hampir 2 tahun. Bagi Taufik, kuliah merupakan kesempatan untuk berdoa, bertapa, dan berpuasa. Kala itu, banyak orang menganggap dirinya sebagai seseorang yang hiperaktif. Setelah lulus kuliah, Taufik masih aktif di organisasi kemahasiswaan, organisasi ekstra kampus, dan organisasi sosial. Saking cintanya berorganisasi, dia tidak berpikir untuk mengurus anak dan istri. “Waktu itu, saya hanya berpikir ingin banyak pengetahuan dan banyak tahu kondisi yang ada di masyarakat saat ini, mengenai kebudayaan pinggiran, tradisi rakyat, kesenian tradisi, dan perilaku-perilaku rakyat,” jelasnya.

Tidak Harus jadi Guru Taufik Monyong sebutan kerennya, memiliki pikiran yang tidak seperti perspektif pada umumnya bahwa kuliah di IKIP itu harus jadi guru. Dia juga tidak tahu, tiba-tiba ditawari kerja di televisi, kontributor investigasi, dan sebagainya. Ketika masa kuliah dulu banyak kisah yang berkesan baginya. Mulai hidup miskin. Tidak pernah punya kos-kosan, tidur di kampus, pindahpindah ruang kelas, numpang di UKM, tidur di sekretariat. Yang paling sering tidur di musala. Di sanalah, dia bisa menggunakan tempat itu untuk belajar dan beribadah. Meski awalnya pihak orang tua kurang setuju dengan kenekadannya sebagai seorang seniman, namun Taufik mampu meyakinkan bahwa menjadi seniman itu lebih berat daripada menjadi seorang guru. Seorang seniman itu mandiri dan tidak dikatrol-katrol oleh orang lain, apalagi sebuah sistem. “Kita tidak meminta gaji bulanan, kita juga selalu aktif untuk menghasilkan karya baru yang bisa diakui oleh masyarakat, bukan menunggu orderan. Prinsipnya, seniman itu berkarya dulu baru a bisa

Majalah Unesa

diakui,” paparnya. Saat ini, Taufik telah membuat berbagai karya agar keproduktifitasannya sebagai seorang seniman selalu terasah. Bagi Taufik, tantangan seorang seniman itu ketika melahirkan karya seni. Saat proses mengeluarkan ide itulah proses yang sangat berat. Hasil karya yang dibuat Taufik terbilang agak ekstrim. Dia membuat karya dengan mobil dipotong-potong, vespa dipotongpotong. “Kebanyakan orang membuat karya kemudian dijual terus dibuat untuk membeli motor, namun saya berbeda, beli motor kemudian saya potong-potong hingga menjadi sebuah karya,” terangnya. Sebagai seniman yang kini dipercaya menjadi Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur, dia berharap para mahasiswa saat ini harus punya karakter dan keberanian dalam hidup. Sebab, yang bisa menyelamatkan dirinya bukan sistem tapi dirinya sendiri. Ketika cita-cita dan keinginan yang direncanakan tidak terwujud, mahasiswa tetap bisa survival karena sudah memiliki keterampilan yang lain. n (RUDI)

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

27


KABAR MANCA

OLEH-OLEH DARI AMERIKA SERIKAT (2)

THE AGGIES, SEPEDA,

DAN KEDISIPLINAN Prof. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd

MELALUI PROGRAM ISLAMIC DEVELOPMENT BANK (IDB), PROF LUTHFIYAH NURLAELA BERKE­SEM­ PATAN MENGIKUTI SHORT COURSE DI USU DALAM BIDANG CURRICULUM DEVELOPMENT ON EN­GI­ NEE­RING EDUCATION. BERIKUT CATATAN OLEH-OLEH DARI AMERIKA SERIKAT.

S

aya menyebutnya Kampus biru putih. Ya, The Utah State University (USU) adalah kampus yang warna dominannya biru dan putih Meski gedung-gedungnya yang artistik dan rapi berwarna tanah atau warna batu bata, tapi aksen biru dan putih tetap ada di banyak bagian. Pada bingkai-bingkai jendela dan pintu, papan-papan nama, kursi-kursi taman, tempat parkir, dan juga interiornya. Bahkan busana, aksesoris dan perlengkapan yang dikenakan para penghuni kampus pun dominan biru dan putih. Sweater, celana panjang, jaket, ransel, sepatu, bahkan sepeda dan botol tempat minum. Biru tua, biru langit, abu-abu, hitam, dan putih. Pink, juga merupakan warna yang lumayan disukai, meski warna ini tidak terlalu dominan. Namun dia seperti memecah dominasi warna-warna yang ada. Berbagai busana dan aksesoris dengan warna pink seperti sweater, topi, t-shirt, jaket, dan sepatu, menjadi “center of piece” di deretan barangbarang fashion, baik di USU store atau di store dan mall di luar USU. USU dilambangkan dengan banteng. Warnanya biru dan putih juga. Di mana-mana gambar banteng ini bisa ditemukan. Mengapa banteng (buffalo), karena awal mula USU yang berdiri sejak 8 Maret 1888 ini adalah universitas pertanian (Agriculture). Banteng mungkin menjadi representasi yang sangat lekat dengan pertanian. Warga USU, siapa pun mereka-mahasiswa, dosen, visiting scholar-disebut The Aggies. Sebutan itu bagi saya pribadi begitu berkesan, terasa hangat dan bersahabat. Membuat kami merasa benar-benar menjadi bagian dari USU. Dalam email-email

28

yang kami terima, mereka selalu mengawali dengan sapaan “Hello, Aggies”. Selama di sini, belasan kali kami menerima email, terkait dengan informasi apa pun, antara lain jadwal check up kebersihan dan keamanan apartemen, jandwal berbagai event, termasuk undangan pesta halloween dan pameran-pameran. Kampus utama USU di Logan merupakan satu dari aset terbesar universitas. Luasnya sekitar 500 acres (2.0 km2), sekitar satu mil timur laut downtown Logan, lokasinya ada di ujung Logan Canyon. Namun sebagai city campus, bangunan USU menghampar di mana-mana, dan jarak dari satu titik ke titik lain seringkali membutuhkan bus kampus untuk mencapainya. Kampus USU seperti terletak pada sebuah “bangku”, atau kaki bukit yang menyerupai rak-rak yang menghadap ke lembah ke arah barat. Mount Logan dan Bear River Range melengkapi keindahannya. USU memiliki lebih dari seratus bangunan utama. Kegiatan mahasiswa lebih terpusat pada bagian selatan kampus, yang merupakan tempat bagi sebagian besar jurusan, the Quad, the Taggart Student Center, dan Old Main Building. Bangunan yang terkenal termasuk Old Main, bangunan pertama di USU. Juga Merriel-Cazier Library (luasnya 28.300 meter persegi), perpustakaan universitas yang ultra-modern, yang menampung lebih dari 1.549.000 volume total. Perpustakaan juga menawarkan area arsip dan koleksikoleksi khusus yang luas, sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis, dan lebih dari 150 workstation dan 33 ruang belajar kelompok. Gedung penting lainnya adalah Manon

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

Caine Russel-Kathryn Caine Wanlas Performance Hall, yang konon memiliki beberapa akustik terbaik di seluruh Western United States. Logan City Cemetery membagi kampus menjadi dua bagian. Pada bagian selatan, menghampar gedunggedung akademik. Sedangkan pada bagian barat dan utara masing-masing terdapat Dee Glen Smith Spectrum dan Romney Stadium. Banyak gedung penelitian pertanian dan sain berlokasi di bagian utara. Logan Canyon yang terdekat, adalah tempat rekreasi yang populer bagi mahasiswa, dengan jalan dan taman di sepanjang sungai. Selain untuk berkemah dan hiking, ngarai juga berfungsi sebagai rute utama Beaver Mountain Ski Resort dan Bear Lake. Program Outdoor Recreation USU menyewakan peralatan camping, olah raga air, olah raga gunung, dan olah raga musim dingin, kepada mahasiswa; sekaligus menyediakan peta jalan area dan pemandu untuk perjalanan mereka ke canyon atau tempat lain. Pendek kata, bagi Anda para penyuka aktivitas outdoor, Anda akan benar-benar terpuaskan dengan kondisi alam Logan dan fasilitas yang disediakan USU untuk menikmatinya. Bersepeda Apartemen kami, Aggie Village, sebenarnya masih dalam kompleks kampus, namun karena lumayan jauh, kalau ke kampus kami menumpang bus kampus. Sekitar sepuluh menit menumpang bus. Kecuali setelah kami memperoleh sepeda dari Aggie Bike, kami-saya dan Pak Astomenempuhnya dengan bersepeda. Waktunya lebih singkat dibanding naik bus, karena bisa mengambil jalan pintas melewati Logan City Cemetery


KABAR MANCA BERSEPADA: Sepeda menjadi transportasi alternatif yang murah dan menyehatkan di Northern Utah, AS.

yang letaknya hanya di seberang apartemen kami. Tidak perlu menunggu bus. Kadang-kadang yang membuat lama saat naik bus kampus, karena kami harus menunggu bus yang akan membawa kami. Bus-bus itu melintas setiap lima belas menit sekali, tentu saja dengan jadwal yang sudah pasti. Di Logan, setiap orang bisa mendapatkan peta apa saja, termasuk rute transportasi dan jadwal. Peta itu bisa diperoleh di sembarang tempat, di airport, di tempat wisata dan pusat perbelanjaan, atau di institusi pendidikan seperti USU. Saya dan Pak Asto hampir setiap hari bersepeda ke kampus. Bahkan untuk berbelanja ke Walmart, Smiths, atau swalayan lain pun, kami menempuhnya dengan bersepeda. Meski sepulang dari tempat-tempat belanja tersebut, jalanan menanjak sekitar tiga puluh menit waktu tempuh harus kami lalui. Tidak masalah. Rasanya memang sangat sensasional, karena kami seringkali bersepeda dengan suhu mendekati nol derajat Celcius. Wow bangets. Nafas memburu berpadu dengan hempasan udara dingin yang seolah siap membekukan tubuh. Kami pernah

beberapa kali menyerah, turun dari sepeda, dan menuntunnya saat jalan menanjak dan nafas seperti mau putus. Kalau kami berhasil melewatinya, kami merayakan kemenangan di rerumputan tempat parkir Aggie Village Apartement dengan minum air mineral dan makan apa yang ada dari belanjaan kami, buah atau roti. Kemudian kami bergantian berfoto dengan latar belakang Logan City Cemetery. Pernah suatu ketika, Pak Asto pucat sekali setelah berjuang keras menaklukkan jalan menanjak, dan saya malah tertawa terbahak-bahak melihatnya. “Dik, lungguho Dik, goleko nggon gawe semaput.� Ledek saya. Saya ingin bercerita tentang sepeda. Sejak awal, begitu kami melihat banyak penghuni apartemen bersepeda dan tempat parkir seperti selalu penuh, kami berkeinginan juga untuk bisa bersepeda. Amanda, staf USU Global Engagement, menunjukkan pada kami di mana kami bisa meminjam sepeda, yaitu ke USU Aggie Bike, sebuat pusat layanan bagi warga USU yang memerlukan sepeda. Namun ternyata, meskipun kami sudah menunjukkan identity card dan A-number (nomor unik untuk semua mahasiswa dan

Majalah Unesa

visiting scholar di USU), kami tidak diperbolehkan meminjam. Sepeda bisa dipinjam hanya khusus bagi mahasiswa atau visiting scholar yang mengambil waktu minimal sekitar enam bulan. Bukan visiting scholar seperti kami yang hanya singkat waktunya. Peminjaman maksimal satu semester, dan seterusnya bisa diperpanjang lagi. Tidak ada syarat yang berat, peminjam hanya harus menyiapkan kunci yang diameternya tidak kurang dari 12 mm, harus menjawab kuis (terkait dengan tatatertib bersepeda), dan harus melakukan check up sepeda dua minggu sekali ke USU Aggie Bike. Untung ada Andreas dan Kevin. Oya, Kevin adalah putra pertama Pak Oenardi Lawanto, associate professor di Engineering Education Department. Beliau yang menjadi salah satu alasan kami datang ke Utah ini. Sedangkan Andreas adalah lulusan UI yang saat ini sedang mengambil Ph.D dalam bidang Engineering Education. Andreas meminjam sepeda untuk saya, dan Kevin meminjam sepeda untuk Pak Asto. Tapi tentu saja atas nama mereka berdua, dan tanggung jawab apa pun terkait dengan sepeda itu sepenuhnya

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

29


KABAR MANCA

AMAN DAN NYAMAN: Bersepeda di Northern Utah, AS adalah pengalaman mengasyikkan. Di samping aman dan nyaman, sepeda juga merupakan bagian dari layanan kampus bagi mahasiswanya.

menjadi tanggung jawab mereka. Saking baiknya mereka saja mau meminjam sepeda hanya supaya citacita kami untuk bisa bersepeda selama di Utah ini bisa kesampaian. Sebenarnya masih ada Silvia Landa, mahasiswa Master Degree dalam bidang Civil Engineering. Gadis hitam manis yang berasal dari Sumba Barat ini memperoleh beasiswa dari Usaid Prioritas. Saya kagum pada prestasinya untuk memperoleh beasiswa itu, dan juga perjuangannya untuk menempuh studi di Utah. Saya tahu seperti apa tempat asalnya, dan keberadaan dia di sini benar-benar membuat saya salut.

30

Silvia sebenarnya bersedia juga meminjamkan sepeda untuk Bu Lusia, tapi nampaknya Bu Lusia bukan penggemar sepeda. Jadi hanya kami berdua yang bersepeda ke mana-mana, dan Bu Lusia memilih setia naik bus. Tidak masalah. Bus ke mana pun gratis, dan lebih aman karena terhindar dari kedinginan dan “menggos-menggos.� Hehe. Logan, sebuah kota kecil, dengan populasi sebanyak 48.174 jiwa. Berjarak 81 mil sebelah tenggara Salt Lake City. Sekitar lima jam perjalanan darat menuju Yellowstone yang terkenal itu, tempat yang diimpikan oleh para

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

fotografer. Dan hanya sekitar dua menit, ya, dua menit menuju Logan Canyon. Transportasi ke mana pun, di Kota Logan ini, free. Ada bus yang rutenya khusus dalam kampus, ada bus kota, namanya CVTD (Cache Valley Transit District), yang rutenya di seluruh penjuru Kota Logan. Tentu saja, bus yang nyaman, dengan driver yang profesional, dan, ini yang penting, gratis. Segalanya serba rapi dan teratur di Logan. Tidak ada kebut-kebutan di jalan raya. Mendengar klakson mobil berbunyi adalah hal yang sangat langka. Sepeda motor bisa dihitung dengan jari, semuanya jenis moge (motor gede). Tidak ada kendaraan yang parkir sembarangan. Ada jalur khusus untuk pedestrian dan pesepeda. Pedestrian dan pesepeda menjadi raja di jalan, dalam arti pengguna jalan yang lain selalu memberikan prioritas. Perilaku di jalan raya memang sangat berbeda dengan perilaku kita di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu kekaguman saya. Sebagai pejalan kaki atau pesepeda, saya merasa begitu nyaman dan aman. Jalur-jalur khusus yang tersedia untuk kami memungkinkan kami berjalan dan bersepeda dengan aman tanpa dibayangi ketakutan tersenggol kendaraan lain. Kalau pun kami harus menyeberang jalan atau menempuh jalan yang tidak dilengkapi dengan jalur khusus, kendaraan-kendaraan besar akan memberikan prioritas pada kami. Dilengkapi dengan rambu-rambu jalan yang jelas dan semua beroperasi dengan baik, dan perilaku berlalu-lintas yang juga baik, maka Logan menjadi kota yang sangat nyaman bagi siapa saja. Tentu saja ada banyak hal baik yang bisa kita pelajari selain perilaku berlalu-lintas. Tata kota yang ramah lingkungan, salah satu buktinya adalah tidak ada gedung-gedung yang tinggi menjulang. Sesuatu yang menjulang di Logan adalah barisan Rocky Mountain itu. Taman dan rumput hijau ada di mana-mana. Kantor-kantor rapi, layanan cepat dan ramah. Kedisiplinan pada waktu yang mengagumkan. Di USU, saat break pergantian jadwal perkuliahan, mahasiswa memenuhi hampir semua jalanan kampus, berpindah dari satu kelas ke kelas lain, karena sistem perkuliahan dengan moving class. Mereka berjalan cepat-


KABAR MANCA cepat, sebagian bersepeda dan berskateboard, sebagian bahkan berlarilari, untuk mengejar waktu kuliah. Begitu kuliah mulai, kampus seperti tak berpenghuni, jalanan sepi sekali. Semua ada di dalam kelas-kelas, belajar. Untuk masalah kebersihan kampus dan kesadaran warganya untuk selalu menjaga kebersihan, jangan tanya. Sangat-sangat mengagumkan. Suatu siang, saya sedang berjalan, dan seorang mahasiswa menyapa saya. Dia mengatakan kalau kerudung saya bagus sekali dan dia suka. Saat mengatakan itu, makanan yang dibawanya terjatuh sebagian, hanya berupa remah kecil sebesar biji jagung. Tapi dengan sigap dia mengambil remah itu dengan tisu sambil mengatakan, makanan itu bisa membuat seseorang terpeleset. Saya terpesona sekali dengan sikapnya, meskipun saya yakin, remah makanan itu terlalu kecil untuk membuat seseorang terpeleset. Inilah mungkin yang dinamakan peradaban maju itu, begitulah saya sering berpikir. Saya yang sering berkunjung ke daerah-daerah tertinggal di pelosok Tanah Air, merasa sudah memiliki peradaban yang sangat maju dibanding mereka. Namun begitu saya ada di Logan ini, menghayati budaya dan tata kehidupan warga dan segala fasilitas yang tersedia, sayalah masyarakat tertinggal itu. Ya, benarbenar tertinggal. Tapi saya yakin, ada hal-hal tertentu yang tetap membuat kita memiliki keunggulan. Hal-hal apakah itu? Mari coba kita renungkan.... Andreas dan Firda Sore yang dingin, pukul 18.30. Saya janjian sama Andreas dan Firda untuk pergi ke public laundry yang ada di kompleks apartemen kami. Kebetulan kami, meski tidak berdekatan, berada dalam satu kompleks apartemen, yaitu Aggie Village. Saya di 28 H, dan Andreas bersama Firda di 16 J. Andreas dan Firda adalah pasangan muda. Andreas, S1 dan S2-nya lulusan UI, jurusan Ilmu Komputer, sedang mengambil Ph.D di USU, dalam bidang Engineering Education. Ini adalah tahun ketiga dia di USU. Firda, isterinya, baru menyusul sekitar sebulan ini. Sekitar dua bulan yang lalu mereka menikah. Firda juga lulusan UI, jurusan Manajemen Rumah Sakit. Di mata saya, kedua orang muda itu begitu baik. Dalam kondisi apa

pun, mereka seperti siap menolong siapa saja. Tempo hari mereka datang ke apartemen kami, setelah sehari sebelumnya bertemu di rumah Pak Oenardi, tiga hari setelah kedatangan kami. Tujuan mereka tentu saja bersilaturahim, dan mengajak kami untuk barbecue bersama teman-teman Indonesia yang ada di Logan dan sekitarnya, pada hari Sabtu. Tentu saja kami menyambut ajakan Andreas dengan suka cita. Bertemu dengan banyak orang dan makanmakan, adalah dua di antara hobi saya. Sebelum saya turun tadi (apartemen saya ada di lantai 2), Firda sudah menelepon lewat WA. “Bu, apa jadi mau ke laundry?” “Ups, boleh, Firda. Tapi saya masih masak?” “Berapa lama lagi kira-kira, Bu?” “Setengah jam?” “Ehm....boleh. Kami tunggu di taman dekat playground.” “Oke. Thank you.” Kebetulan Bu Lusi, teman seapartemen, sedang di kamar, mungkin tidur. Saya segera berbenah. Menyiapkan makanan di meja makan. Mengambil baju-baju kotor saya yang sengaja saya tumpuk saja, tidak ada yang saya cuci kecuali underwear. Sudah saya niatkan untuk mencucinya di public laundry. Bukan apa-apa. Saya hanya butuh pengalamannya. Seperti yang saya lihat di film-film. Orang biasa mencuci baju-baju mereka di public laundry, membayar dengan koin atau credit card. Saya ingin pengalaman itu. Udik banget ya? Nggak apa, mumpung lagi di sini. Di tempat saya, di Karah, tidak ada fasilitas semacam itu. Ada sih, jasa laundry, tapi yang mencuci pemilik jasa, bukan pelanggan. Dari kejauhan, saya sudah bisa melihat Andreas dan Firda yang lagi duduk-duduk di taman. Saya melambai dan mereka membalas lambaian saya. Public laundry hanya sekitar lima puluh meter dari tempat itu. Kami langsung menuju ke sana. Andreas meminta saya membaca manual di mesin cuci. Melakukan instruksi setahap demi setahap. “O, kamu sedang mengajariku dengan metode direct teaching, Ndre.” Kata saya. “Yap. Betul.” Tapi saya tidak punya koin sebagaimana yang seharusnya. Lima buah 0.25 dollar. Ternyata untuk hal begini pun, Andreas sudah menyiapkannya.

Majalah Unesa

Maghrib tiba dan kami meninggalkan tempat laundry untuk menunaikan salat di apartemen Andreas. Apartemen Andreas berjarak sekitar 100 meter dari tempat laundry. Lebih dekat daripada apartemen saya. Makanya saya lebih memilih menumpang salat di rumah Andreas daripada pulang ke apartemen, dan nanti kembali lagi untuk mengambil pakaian saya. Saat salat berjamaah itulah keharuan saya menyeruak. Andreas yang menjadi imam kami, membaca surat Ar-Rahman. Tidak utuh. Mungkin sekitar dua puluh ayat di rakaat pertama dan lima belas ayat di rakaat kedua. Namun setiap kali bacaannya sampai pada ayat “fa bi ayyi alaai robbikumaa tukadzibaan,” hati saya bergetar. Saya sedang berada jauh dari tempat tinggal saya. Berjarak terbang lebih dari 20 jam. Berbeda waktu sekitar 13 sampai 14 jam. Semua seperti terjadi begitu saja. Proses yang saya lalui untuk sampai bisa ke sini, tidaklah terlalu sulit. Satu-satunya yang berat bagi saya adalah berpisah dengan keluarga. Berat sekali rasanya. Ini adalah perpisahan saya terlama dengan keluarga. Saat saya menempuh S2 di Yogyakarta, hampir setiap minggu kami bertemu. Saat mengemban berbagai tugas di luar kota, seingat saya yang terlama selama sepuluh hari, yaitu saat saya melakukan monitoring Program SM-3T di Maluku Barat Daya. Namun hati saya yang ragu untuk berangkat ke sini, justeru dikuatkan oleh Mas Ayik, suami saya. Juga oleh ibu. Keraguan saya antara berangkat dan tidak, dipatahkan dengan dorongan keluarga. Saat ini, ketika saya sudah berada di sini, perasaan berat karena jauh dari keluarga, sedikit terobati karena kehadiran orang-orang baik seperti Andreas dan Firda. Belum genap seminggu saya mengenal mereka. Namun kami seperti sudah kenal lama sekali. Langsung akrab. Mereka meminjami kami pisau, talenan, pirex, bahkan serbet dan gantungan baju. Lampu kecil yang setiap malam menemani tidur saya juga punya mereka. Mereka siap membantu apa saja, dan menunjukkan pada kami di mana membeli sayur, buah, tahu dan tempe. Dan masih banyak lagi kebaikan mereka. Bagi kami pendatang baru, uluran tangan orang-orang seperti Andreas dan Firda betapa sangat berarti.n (ARM/WWW.LUTHFIYAH.COM)

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

31


SEPUTAR

UNESA

Sosialisasi Beasiswa LPDP di Unesa

LPDP merupakan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang menyediakan dana beasiswa baik untuk studi di dalam negeri maupun di luar negeri, sebanyak 300 lebih mahasiswa mengikuti acara sosialisasi beasiswa LPDP di Auditorium Gedung K10 Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Kegiatan ini dihadiri oleh Eko Prasetyo, Direktur Utama LPDP dan Drs. Henky Kurniadi, S.H., M.H. Anggota DRP RI Komisi XI, Senin (07/12). Henky Kurniadi menyatakan bahwa saat ini kita membutuhkan generasi muda yang berwawasan luas, agar dapat berwawasan luas salah satunya dengan cara melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Indonesia menyediakan dana untuk meningkatkan atau mengupgrade keilmuannya dengan cara studi lanjut lagi. “DPR RI dalam hal ini Komisi XI memfasilitasi dan membantu masyarakat Indonesia untuk mengapai impiannya dengan menempuh pendidikan Magister dan Doktoral baik dalam maupun luar negeri,” tuturnya. Sosialisasi Beasiswa LPDP di Unesa merupakan kabar baik dan stimulus bagi mahasiswa Unesa agar lebih

32

meningkatkan kualitas akademik maupun non akademiknya. Karena LPDP tidak mencari calon awardee yang biasa-biasa saja, tapi mereka yang secara akademik mumpuni, memiliki jiwa sosial dan nasionalisme tinggi serta berintegritas. Selain itu, sosialisasi tersebut juga sebuah motivasi dan insight bagi mahasiswa Unesa untuk mendapatkan beasiswa agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan self-confidence mereka bahwa bidang pendidikan dan LPTK juga merupakan bidang yang mendapatkan prioritas dan penting untuk membangun Indonesia. Eko Prasetyo menjelaskan tentang mekanisme proses beasiswa LPDP, beasiswa ini memiliki beberapa tahap seleksi, antara lain; tahap administrasi, tahap verifikasi berkas, wawancara, LGD, Esai on the spot. “Beasiswa LPDP mempunyai tiga bentuk beasiswa, Beasiswa Magister atau Doktor, Beasiswa Presiden Indonesia / Indonesia Presidential Scholarship (IPS), Beasiswa Afirmasi (Jalur Prestasi, Daerah Strategis, dan Jalur 3T “Terdepan, Terluar, Tertinggal),” ungkapnya. Salah satu alumni Universitas Negeri Surabaya yang mendapatkan

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa

beasiswa LPDP, Yuni Yulianti menuturkan sebagai alumni Unesa saya juga berharap kampus Unesa akan bekerja sama menjadi mitra LPDP atau salah satu kampus tujuan yang bisa dipilih oleh awardee. Sebagai lembaga penyedia beasiswa yang baru berumur kurang lebih 3 tahun. LPDP merupakan beasiswa dengan manajemen pengelolanya kategori baik. Mulai dari publikasi atau penyediaan informasi melalui website maupun sosialisasi secara langsung, proses seleksi pemberian dan pencairan komponen beasiswa, sampai monitoring dan evaluasinya. LPDP sudah berusaha memenuhi nilai-nilai yang ditargetkan untuk menjadi lembaga pemberi beasiswa yang professional, bersinergi, berintegritas, melayani, dan terus bereformasi menuju sempurna. Terbukti, LPDP mengadakan proses seleksi empat kali dalam setahun serta memberikan pelayanan secara merata dengan memberikan kuota khusus bagi anak - anak bangsa dari daerah 3T atau anak dari keluarga miskin namun berprestasi melalui program Afirmasi. “Harapan saya, semoga akan lebih banyak lagi alumni Unesa yang bisa mendapatkan beasiswa LPDP. Pesan kepada mahasiswa Unesa agar bisa dengan mudah mendapatkan beasiswa LPDP yaitu aktiflah mengikuti kegiatan2 organisasi kemahasiswaan atau sosial namun tetap menjaga prestasi akademik, perbaiki kemampuan bahasa Inggris agar bisa mencapai target skor LPDP untuk tes ITP (jika hendak melanjutkan di kampus Dalam Negeri) atau IELTS (jika hendak melanjutkan di kampus Luar Negeri), serta belajarlah untuk menjadi mahasiswa yang memiliki kepedulian atau rasa nasionalisme tinggi untuk membangun Negeri,” tutur perempuan yang saat ini menempuh studi Master of TESOL, Monash University Australia. (RUDI)


SEPUTAR UNESA

Bakti Sosial Kunjugi Panti Asuhan Yatim Piatu

S

ebagai bentuk rasa syukur atas eksistensinya, pada Dies Natalis ke-51, Unesa kembali menggelar kegiatan sosial, berbagi bersama anak yatim piatu dan fakir miskin di Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Abdulloh Latief Gemekan Sooko, Mojokerto, Rabu (25/11/2015). Kegiatan tahunan ini dihadiri oleh Ketua Panitia Dies Natalis ke-51 Unesa Drs. Rahmat Basuki, M.M. “Ini bertujuan untuk berbagi keceriaan di hari ulang

tahun Unesa. Sekaligus sebagai sarana bagi Unesa untuk mendekatkan diri dengan anak-anak yang kurang mampu. Bagaimanapun Unesa merupakan kampus yang konsen dalam dunia pendidikan,” paparnya. Beberapa bantuan dari pihak Unesa diberikan kepada anak yatim piatu dan fakir miskin. Di antaranya sembako, selimut, alat tulis, dan lain sebagainya. Rahmat berharap, dengan bantuan tersebut dapat membantu keperluan

sehari-hari mereka. Termasuk keperluan sekolah. “Kalian (anak-anak panti asuhan-red.) harus memiliki mimpi dan cita-cita yang tinggi untuk menjadi orang sukses. Kalian harus rajin dan giat belajar agar dapat mewujudkan cita-cita. Jangan takut tidak bisa sekolah sampai bangku kuliah. Sekarang banyak beasiswa,” imbau Rahmat memberi semangat. (SANDI/SR/HUMAS)

Peserta Lomba Burung Berkicau Membludak

D

alam rangka menyambut Dies Natalis Unesa ke-51, Unesa menyelenggarakan Lomba Burung Berkicau dengan tajuk “Gebyar Unesa Cup 2015” padaMinggu (13/12/2015) bertempat di belakang Gedung Dekanat FMIPA Kampus Ketintang Unesa. Perlombaan ini diikuti sebanyak 1000 peserta dari berbagai kalangan penggemar burung yang tersebar di Jawa Timur. Mulai dari Jombang, Mojokerto, Surabaya, Malang, Gresik, dan kota lainnya di JawaTimur. Perlombaan yang diselenggarakan melalui kerja sama dengan Event Organizer Aladin Enterprise ini dibuka oleh Prof. Dr. Suyono,M.Si, selaku Dekan FMIPA Unesa. Perlombaan terdiri dari 3 kelas, yakni Kelas Rektor, Kelas Dies Natalis, dan Kelas Unesa. Jenis burung yang diperlombakan mulai dari Love Bird, Hwa Mei, Kacer, Cendet, Kenari, Pleci, Murai Batu, Cucak Hijau, dan Punglor Merah. Perlombaan terbagi menjadi 27 gelombang, dimana tiap gelombang akan diumumkan 10 pemenang. “Selain

untuk meramaikan Dies Natalis Unesa ke-51, Unesa juga peduli terhadap kelestarian fauna khususnya burung. Kami ingin masyarakat lebih peduli terhadap kelestarian burung, sehingga kelangsungan ekosistem dapat terjaga dengan baik,” tutur Dekan FMIPA Unesa. (khusnul/suryo)

Majalah Unesa

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

33


CATATAN LINTAS

INDIKATOR

Serapan Anggaran Oleh Muchlas Samani

B

ulan Desember ini tampaknya Memang sedikit banyak saya tahu jelas, ketika ada yang mengatakan “tidak merupakan bulan sangat sibuk kalau daya serap menjadi salah satu ada korelasi antara daya serap dengan di Indonesia. Dalam bulan ini indikator prestasi kerja pejabat. Ketika ketercapaian sasaran kerja.” Maksudnya saya beberapa kali diundang masih “menjabat” dulu, setiap mendekati belum tentu unit kerja yang daya serapoleh Kemendikbud, Kemen Ristek-Dikti, akhir tahun saya juga dibingungkan nya tinggi itu, mencapai sasaran kerja provinsi dan kabupaten/kota untuk keuntuk menyerap anggaran yang tersisa. yang telah dicanangkan dan juga sebagiatan yang terkait dengan pendidikan. Pejabat yang daya serapnya rendah akan liknya. Dengan kata lain, belum tentu Umumnya kegiatan dilakukan di hotel, diolokkan “menghabiskan anggaran saja unit kerja yang daya serapnya tinggi sehingga hotel banyak yang penuh. Bahtidak bisa, apalagi kalau disuruh mencari pekerjaannya efektif. Sebaliknya belum kan dalam waktu bersamaan seringkali anggaran.” Ketika tahun anggaran ditutentu unit kerja yang daya serapnya tidak ada beberapa lembaga yang meng­ tup dan setiap unit dipampangkan daya tinggi pekerjaannya tidak tercapai. adakan kegiatan di hotel yang sama, seserapnya, unit kerja yang daya serapnya Ketika daya serap menjadi primadona, hingga suatu saat ada yang berkomentar, rendah jadi tidak enak. biasanya masalah efisiensi tidak menjadi “bagaimana kalau digabung saja.” Apalagi dari pengalaman, unit kerja perhatian. Unit kerja yang mampu mencaKetika di Bandung pai target dan bahkan ada seminar dan saraberprestasi dengan angpan pagi bersama, garan kecil bukan diberi Penye­rapkan anggaran memang tetap harus seorang teman dari apresiasi tetapi malah dimenjadi salah satu ukuran, tetapi harus suatu kementerian berhukum karena dianggap cerita bagaimana dia mengajukan anggaran ditempatkan di bawah pencapaikan sasaran kinerja harus pontang-panting yang dibesar-besarkan. yang biasanya disebut de­ngan IKU (indikator meningkatkan daya Sebaliknya unit kerja kinerja utama) yang dalam bahasa Inggris disebut serap. Karena adanya yang daya serapnya perubahan struktur tinggi dipuji tanpa dita­ dengan KPI (key performance indicator). di kementerian, maka nya apakah kegiatan kegiatan tidak dapat yang dilaksanakan berjadilaksanakan pada awal tahun karena yang daya serapnya rendah seringkali lan efektif dan sasarannya tercapai. harus menunggu struktur baru selesai pada tahun berikutnya anggarannya diRasanya pola pikir yang selama ini berdan semua jabatan penting terisi. Nah, turunkan karena dianggap tidak mampu jalan itu perlu segera diluruskan. Penye­ kegiatan real baru dapat dimulai sekitar melaksanakan program kerja yang telah rapkan anggaran memang tetap harus bulan Agustus, sehingga sekarang merdisusun. Kalaupun prestasi kerja unit menjadi salah satu ukuran, tetapi harus eka harus pontang-panting menyerap tersebut bagus dan semua kegiatan telah ditempatkan di bawah pencapaikan anggaran, karena daya serap merupakan berjalan baik, akan dikatakan prestasi itu sasaran kinerja yang biasanya disebut de­ salah satu indikator penting pekerjaan dapat dicapai dengan anggaran tidak ngan IKU (indikator kinerja utama) yang mereka. sebesar tahun lalu, sehingga sebenarnya dalam bahasa Inggris disebut dengan KPI Ketika teman tadi bercerita dengan anggaran tahun lalu itu terlalu besar. (key performance indicator). Maksudnya semangat, teman lain memotong. ­­ Jadi mereka yang terdorong untuk yang dilihat lebih dahulu adalah capaian “Nggak usah cerita gituan pada Pak meningkatkan daya serap juga tidak IKU. IKU juga harus berupa output dan Muchlas.”“Pak Muchlas sudah ngalami salah. Hanya saja, dorongan seperti itu bukan proses. Misanya output tidak bosemua, sudah pernah jadi konsultan, seringkali mengalahkan logika untuk leh “terlaksananya pelatihan guru selama pernah jadi direktur dan pernah jadi rekmemastikan apakah kegiatan yang di5 hari dengan peserta 300 orang,” tetapi tor.” “Pokoknya sudah mengalami semua laksanakan itu benar-benar penting dan harus menunjuk pada hasil, misalnya “terdeh.” Keduanya tertawa ngakak dan saya jika penting apakah kegiatan itu berjalan jadi peningkatan kompetensi sebanyak pun juga ikut ketawa. Sampai-sampai dengan baik, sehingga sasarannya ter300 guru yang ikut pelatihan.” n teman lain yang duduk di meja sebelah capai. Oleh karena itu tidak perlu heran menoleh. apalagi membantah tanpa dasar yang (Blog: muchlassamani.blogspot.com)

34

| Nomor: 88 Tahun XVI - Desember 2015 |

Majalah Unesa




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.