WARNA REDAKSI
T
ahun 2019 ini, setidaknya ada beberapa nama perempuan yang dipercaya menjadi pimpinan tertinggi, baik di level Fakultas, Biro, maupun Lembaga. Sebut saja Dekan Fakultas Teknik (FT) Unesa, dimana kita semua tahu bahwa teknik identik dengan laki-laki, tapi Februari 2019 lalu, untuk pertama kalinya Dekan Fakultas Teknik Unesa dijabat oleh seorang perempuan. Nama Dr. Maspiyah terpilih dan dilantik sebagai Dekan FT periode 20192022. Selanjutnya ada Dr. Trisakti, perempuan yang saat ini menduduki jabatan tertinggi di Fakultas Bahasa dan Seni sebagai Dekan. Tidak kalah untuk diapresiasi yakni Prof.Dr.Darni, M.Hum yang terpilih menjadi Ketua LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unesa. Selain itu Kepala Biro (BAKPK) Unesa juga dijabat oleh sosok perempuan yakni Dra. Ec. Ratih Pudjiastuti, M.Si. Selain empat nama sosok perempuan tangguh tersebut, masih banyak nama perempuan yang menjabat sebagai Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, serta Kepala Bagian. Hal ini menunjukkan bahwa kiprah perempuan
sudah mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatanjabatan tertinggi di Fakultas dan Lembaga. Ini menunjukkan bahwa perjuangan Kartini memang belum usai. Spirit kartini harus ditanam dalam-dalam dan mewarnai segala aktivitas anak bangsa. Generasi Indonesia harus memiliki semangat berpendidikan setinggi mungkin. Perempuan maupun laki-laki.
EMANSIPASI DAN SPIRIT KARTINI DI UNESA Generasi harus punya semangat tanggguh dan tidak gampang menyerah. Tetap berjuang untuk mencapai cita-cita. Paling penting dari semua itu adalah semangat kepahlawanan dari Kartini, Cut Nyak Dien, dan Dewi Sartika menjadi semangat untuk mewujudkan tujuan hidup bersama dan bermanfaat bagi sesama. Selain itu, setiap sikap dan tingkah laku harus mampu mengispirasi generasi berikutnya dan menjadi referensi bagi mereka. Dengan demikian, kita akan tetap hidup layaknya pahlawan kita dulu yang masih abadi hingga hari ini.
Majalah Unesa
Berjuang tentu tidak harus mengangkat senjata, namun mengerahkan kemampuan tenaga dan pikiran untuk mewujudkan hajat hidup orang banyak adalah bagian dari semangat pahlawan. Ketekunan mahasiswa dalam belajar dan berprestasi adalah bagian dari perjuangan, ketekunan dan kesabaran guru maupun dosen dalam mengajar, mengabdi dan meneliti adalah bagian dari perjuangan dan senapas dengan apa yang perjuangkan para pahlawan tempo dulu. Banyak perempuan hebat yang dimiliki bangsa saat ini, yang mengabdi untuk bangsa dan generasinya. Di Unesa sendiri spirit itu ada di kalangan Mahasiswa, Dosen, dan Tenaga Kependidikan. Jabatan tinggi di Unesa yang tidak hanya diduduki kalangan pria membuktikan keberhasilan beberapa pemimpin perempuan. Seiring geliat Unesa mewujudkan pendidikan yang adil dan menghargai emansipasi itu, semoga semakin banyak para perempuan hebat yang bermunculan dan menjadi pemimpin-pemimpin di tingkat program studi, fakultas, dan Universitas. Semoga emansipasi di Unesa menjadi pencerahan tersendiri bagi dunia pendidikan kita. n ARM
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
3
DAFTAR RUBRIK
PERAYAAN HARI KARTINI
EDISI APRIL 2 01 9
Daftar Ini
05
SPIRIT EMANSIPASI DI UNESA
15
KARIER BOLEH TINGGI, TAPI JANGAN LUPAKAN KODRAT PEREMPUAN
17
PELUANG KERJA SAMA STUDI PENELITIAN DI JERMAN
20
29
22
32
FEATURE
KIPRAH LEMBAGA
ARTIKEL
RESENSI BUKU
24
SOSOK & KIPRAH
27
17
SEPUTAR UNESA
INSPIRASI ALUMNI
34
POJOK KETINTANG
Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 128 Tahun XX - April 2019 PELINDUNG: Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (Rektor), Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd. (WR Bidang I), Suprapto, S.Pd, M.T. (WR Bidang II), Dr. Agus Hariyanto, M. Kes. (WR Bidang III), Drs. Sujarwanto, M.Pd. (WR Bidang IV) PENANGGUNG JAWAB: Dra. Ec. Ratih Pudjiastuti, M.Si (Kepala BAAK) PEMIMPIN REDAKSI: Dra. Titin Sumarti, M.Pd (Kabag. Kerja Sama dan Humas) REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Syaiful R REPORTER: Wahyu Utomo, Ayunda, Syaiful H, Syaiful R, Inayah, Suryo Waskito, Emir Musa, Mira Carera, Nely Eka, Tarida, M. Rizki, Titan, Hasna, Intan, Jumad, Fibrina. FOTOGRAFER: M. Wahyu Utomo, Hartono. DESAIN/LAYOUT: Abdur Rohman, Basyir Aidi ADMINISTRASI: Roni, ST. (Kasubbag. Humas), Supi’ah, S.E. DISTRIBUSI: Lusia Patria, S.Sos, Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung Rektorat Kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya. MAJALAH UNESA menerima tulisan sesuai dengan rubrikasi dan visi-misi Kehumasan Universitas Negeri Surabaya. Naskah dikirim ke email humasnyaunesa@yahoo.com
4
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
SPIRIT EMANSIPASI DI UNESA
PEREMPUAN: Dharma Wanita Persatuan Universitas Negeri Surabaya bagian dari Kartini masa kini yang memiliki multiperan dalam menyukseskan pembangunan negeri tercinta Indonesia.
EMANSIPASI PEREMPUAN, UTAMANYA DI INDONESIA, TIDAK BISA DILEPASKAN DARI SOSOK PAHLAWAN WANITA YANG BEGITU GIGIH MEMPERJUANGKAN KESETARAAN HAK ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM HAL MEMPEROLEH AKSES PENDIDIKAN. DIALAH RADEN AJENG KARTINI ATAU YANG LEBIH AKRAB DISAPA KARTINI. OLEH KARENA ITU, SETIAP 21 APRIL BERBAGAI PERAYAAN SEREMONIAL MEMERINGATI HARI LAHIR KARTINI BEGITU TERASA. SPIRIT EMANSIPASI ITU JUGA TERASA DI UNESA DENGAN KEPERCAYAAN MEMBERIKAN JABATAN PENTING DI UNESA. SEPERTI APA PANDANGAN DAN KIPRAH NYATA PARA SRIKANDI UNESA? Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
5
LAPORAN
UTAMA
EMANSIPASI: Dekan FBS Unesa Dr. Trisakti, M.Si saa diwawancarai reporter Majalah Unesa di ruang kerjanya.
A
presiasi tinggi setidaknya perlu disampaikan kepada pimpinan Unesa yang telah memberi ruang begitu besar bagi peran perempuan untuk menduduki jabatan-jabatan penting baik di level fakultas, kajur, kaprodi maupun tendik . Setidaknya, dengan diberinya peran perempuan di sektor kepemimpinan mencerminkan keberpihakan pada spirit emansipasi wanita yang telah diperjuangkan RA Kartini ratusan tahun lalu. Di level Fakultas, misalnya, setidaknya ada dua dosen perempuan yang dipercaya menjadi dekan. Mereka adalah Dr. Trisakti, M.Si yang dipercaya menjadi dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) dan Dr. Maspiyah, M.Kes yang dipercaya menjadi dekan Fakultas Teknik (FT). Jika mengacu pada periode sebelumnya, jumlah dekan perempuan di Unesa bertambah satu. Periode sebelumnya, satusatunya dekan perempuan adalah Prof. Dr. Sarmini, M.Hum, yang menjadi Dekan FISH. Tidak hanya di jajaran pimpinanan fakultas, di level kajur, kaprodi dan tendik
6
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
pun sudah banyak yang ditempati perempuan sebagai pimpinan. Tentu saja, dengan kehadiran sosok-sosok perempuan tangguh itu diharapkan mampu membawa perubahan berarti bagi Unesa menuju kemajuan yang lebih baik lagi. Dr. Trisakti, M.Si, dekan FBS mengatakan, di era persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sebagi wujud dari emansipasi memang menempatkan perempuan setara dengan laki-laki dalam kaitannya untuk berkiprah baik sebagai pimpinan ataupun peran penting lainnya. Ia mencontohkan dirinya, yang diberi kepercayaan menjadi pimpinan fakultas meskipun berlatar gender perempuan. “Jabatan dekan tidak harus laki-laki, perempuan juga punya kesempatan yang sama,” paparnya. Menurut Trisakti, yang dibutuhkan dalam kepemimpinan adalah kemampuan menjaga amanah dengan bekerja keras melaksanakan program-program yang telah ditentukan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga, tidak lagi didasarkan pada laki-laki atau
Majalah Unesa
perempuan. “Selama kita mampu berpikiran maju dan melaksanakan tugas dengan baik, tentu tidak ada masalah,” ungkapnya. Mantan kaprodi S2 Seni Budaya Pascasarjana itu menambahkan, spirit Kartini harus diejawantahkan dengan budaya kerja yang optimal dan penuh tanggung jawab. Perempuan harus mampu membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin dengan kerja nyata. Ia mengatakan bahwa dalam pekerjaan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. “Perbedaan itu hanya ada pada saat di rumah dan dengan keluarga. Seorang perempuan, tetaplah sebagai isteri dan ibu bagi anak-anaknya,” terangnya. Trisakti mengaku tidak terpikirkan bakal menjadi pimpinan di fakultas. Namun, ia juga menampik jika jabatan itu didapat dengan sertamerta. Sebab, mantan ketua penjaminan mutu FBS itu sudah memulai kiprahnya dengan berbagai jabatan. Ia pernah menjadi kaprodi S2 Seni Budaya Pascasarjana, Ketua Penjaminan Mutu FBS, terlibat di kegiatan SM3T, aktif di kegiatan muhibah seni dan berbagai kegiatankegiatan lapangan lainnya. “Proses dan
LAPORAN UTAMA kinerja itulah, yang barangkali menjadi pertimbangan sehingga saya dipercaya menjadi pimpinan fakultas,” jelasnya. Bagi Trisakti, tak ada kendala berarti membagi peran antara sebagai pimpinan dan kewajiban sebagai seorang isteri dan ibu. Ia berprinsip, ketika di rumah ya mengerjakan kewajiban-kewajiban rumah, sedangkan jika di kantor ya mengerjakan tugas-tugas sesuai kewenangannya sebagai pimpinan.
Ia menganggap FBS adalah rumah kedua, yang menjadi ladang bekerja untuk menghidupi rumah yang pertama (keluarga). “Saya harus bisa membagi secara adil dan sesuai antara pekerjaan rumah dan kantor. Sebisa mungkin, jika sedang berkumpul dengan keluarga, tidak mengerjakan tugas sebagai pimpinan FBS,” tandasnya. Kepada para wanita Indonesia, Trisakti berpesan bahwa perempuan punya
kesempatan yang sama untuk berkiprah sebagai pimpinan. Sebab, tidak ada perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan. Prinsipnya, terang Trisakti, apapun yang sudah diamanahkan harus diselesaikan dengan niat dan kemauan sehingga bisa terlaksana dengan baik. “Tentunya, satu lagi yang paling utama adalah doa. Ketika mengawali pekerjaan apapun harus diawali dengan doa karena menjadikan hati tentram,” pungkasnya. n
APRESIASI KESEMPATAN YANG DIBERIKAN
H
al senada, Dekan Fakultas Teknik, Dr. Maspiyah, M.Kes yang juga dipercaya menjadi pimpinan fakultas mengatakan bahwa perjuangan Kartini yang berjuang untuk tercapainya emansipasi wanita sangatlah bermanfaat bagi kaum perempuan. Dimana, dulu para perempuan hanya mampu berperan di wilayah domestik sebagai ibu rumah tangga saja, namun dengan perjuangan Kartini perempuan Indonesia dapat merasakan hak yang sama dengan laki-laki. Namun, menurut Maspiyah, walaupun sejajar dengan laki-laki, perempuan tetaplah mempunyai kodrat yang tidak sama. Sebab, wanita adalah pendamping laki-laki dan pendidik di keluarganya. “Yang dimaksud kesejajaran gender itu bukan mutlak harus sama. Perempuan mempunyai peran ganda yakni mempunyai hak berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, dan kedua sebagai pendamping suami dan pendidik bagi anak-anak,” paparnya. Di Unesa, terang Maspiyah, porsi jabatan bagi perempuan sudah terbilang cukup. Oleh karena itu, ia sangat mengapresiasi Unesa yang telah memberikan kesempatan bagi para perempuan Unesa yang kompeten untuk berkiprah sebagai pimpinan. Ia mencontohkan, di Fakultas Teknik, pemimpinnya perempuan, namun wakil dekan semua laki-laki. Beda halnya dengan FMIPA, dekannya laki-laki, lalu wakil dekan semua perempuan. “Dengan bukti tersebut, Unesa sudah cukup untuk porsi antara pria dan wanita di jabatan, jika wanita itu mampu dan berkompeten maka Unesa akan memberikan wadah,” ungkapnya. Sebagai pimpinan fakultas, tentu Maspiyah dan jajarannya sudah mempunyai strategi rencana kerja jangka panjang dan jangka pendek. Untuk rencana kerja jangka panjang yakni 5 tahun dan rencana jangka pendek 1 tahun sekali. Semua program kerja itu, jelas Maspiyah, mengacu dan selaras dengan program kerja universitas
Majalah Unesa
sehingga bisa selaras juga dengan program Kemenristekdikti. Menurutnya, karena Fakultas Teknik berbeda dengan fakultas lain, ada produk-produk unggulan di jurusan masing-masing yang disiapkan untuk menghadapi industri 4.0. Misalnya, jurusan Teknik Elektro mempunyai robot. Hal itu harus didukung dan dikembangkan untuk mengadakan riset-riset agar dapat mengikuti lomba dan menghasilkan juara. Ada lagi, jurusan Teknik Mesin yang punya mobil listrik. Hal itu juga akan terus didorong untuk diikutkan lomba. “Jurusan PKK, Teknik Sipil, dan Informita juga kita dukung untuk mengikuti even-even nasional maupun internasional,’ paparnya. Maspiyah berharap, spirit Kartini yang telah berjuang mendapatkan kesetaraan hak, dapat membuat perempuan masa kini termotivasi untuk terus berkembang dan maju melalui pengembangan ilmu, pengetahuan, dan ketrampilan. n (SIR/NEA)
Dr. Maspiyah, M.Kes
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
7
LAPORAN
UTAMA
ANGKAT HARKAT DAN MARTABAT PEREMPUAN SEMANGAT KARTINI DIRASAKAN PARA PEJABAT WANITA DI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA (UNESA) DALAM MENJALANKAN TUGAS SEHARI-HARI DI KAMPUS MAUPUN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, JUGA DALAM RUMAH TANGGA. BAGAIMANA PENDAPAT MEREKA TENTANG KARTINI-KARTINI ERA MASA KINI? BERIKUT LAPORAN DARI BEBERAPA REPORTER MAJALAH UNESA.
P
erjuangan R.A. Kartini memang patut dikenang. Berkat perjuangannya, perempuan dapat memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Menurut Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd., kata kunci perjuangan R.A. Kartini adalah mengangkat harkat dan martabat perempuan. “Harkat dan martabat perempun. Itu kata kuncinya,” tegas Kaprodi Vokasi Pascasarjana Unesa itu, Kamis (9/5/2019). Dahulu, peringatan Hari Kartini gaungnya sangat santer. Semua guru dan siswa beramai-ramai menyelenggarakan agenda. Seperti memakai batik, memakai busana nasional yang beragam, mengadakan lomba bercerita tentang Kartini, resensi atau review buku Kartini, lomba menulis kisah-kisah inspiratif, dan sebagainya. “Bahkan dulu itu ada pakaian ala Kartini namanya,” imbuhnya. Berbeda dengan yang tampak di kampus. Luthfiyah Nurlaela merasa gaung peringatan Hari Kartini masih
8
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd
kurang. Meskipun Dharma Wanita sudah menyelenggarakan agendaagenda peringatan, tapi semangat pada perempuan-perempuan lain sivitas akademika belum begitu tampak. Dosen PKK Unesa itu juga menegaskan, bentuk-bentuk
Majalah Unesa
implementasi perjuangan R.A. Kartini bagi perempuan. Yakni, perempuan perlu dan harus mengembangkan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Pasalnya, kesempatankesempatan itu sudah terbuka. “Perempuan harus memiliki kesantunan, kecerdasan, kepedulian,
LAPORAN UTAMA
Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd
dan keindahan yang semuanya mengarah ke arah positif,” imbuhnya. Selain itu, semua unsur-unsur itu, kata Luthfiyah Nurlaela, harus dibingkai oleh adat, norma, dan agama yang berlaku. Artinya, pemberdayaan potensi yang dimiliki bukan tanpa batas. Adat dan normal ketimuran serta agama harus tetap menjadi pegangan utama. Ajaran-ajaran luhur agama tetap tidak boleh ditabrak hanya karena alasan keindahan, misalnya. “Jangan lupakan bingkai!” tegasnya. Apalagi di zaman yang penuh tantangan saat ini. Maraknya perkembangan teknologi dan informasi jangan sampai membuat perempuan terjerumus ke arah yang destruktif. Kemampuan individu dan lingkungan untuk memberdayakan potensi perempuan ke arah positif memegang peranan vital. Harkat dan martabat perempuan menjadi kata kuncinya. Kualitas diri perempuan menjadi buktinya. Wakil Dekan 2 FIP, Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd yang juga dosen di jurusan BK mengatakan bahwa Kartini merupakan sosok perempuan yang open minded tapi juga tetap santun. Oleh karena itu, meskipun sat ini, banyak perempuan yang sudah mendapatkan persamaan hak
dengan laki-laki, namun tetap tidak boleh melupakan kodratnya sebagai perempuan. Ia mencontohkan dirinya, meskipun disibukkan dengan berbagai aktivitas, Najla, demikian panggilan akrabnya, tak melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga yang memiliki 2 orang anak. Justru, sejauh ini, keluarga menjadi salah satu support system dalam kehidupannya. Di tengah-tengah kesibukannya, Najla memang harus pandai-pandai memanajemen waktu. Terkadang, ia harus merelakan waktunya bersama keluarga untuk masyarakat atau kepentingan umum. Namun, ia senantiasa berprinsip, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. “Belajar bagaimana bersabar dan bersyukur,” tuturnya. Perempuan kelahiran Bangkalan itu berharap, perempuanperempuan sekarang dapat meneladani semangat Kartini dalam memperjuangkan hak wanita melalui literasi. Saran Najla kepada perempuan, jangan menolak kesempatan atau kepercayaan yang diberikan. “Kebanyakan dari perempuan sendiri yang tidak mau maju, padahal sudah punya kesempatan yang sama. Seharusnya, dicoba dulu karena dari latihan-latihan itu akan membuat menjadi percaya diri, lebih terampil, dan dapat membantu orang lain,” paparnya. Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Kerja Sama, Dra. Ec. Ratih Pudjiastuti, M.Si mengatakan bahwa untuk mensejajarkan diri dengan kaum pria dari berbagai bidang memang bukan persoalan mudah. Ia mencontohkan dirinya yang perlu mengatur pola pikir dan mengoptimalkan segala kemampuan dalam setiap keadaan agar mampu sejajar dengan laki-laki. Menurut Ratih, Kartini modern saat ini tidak hanya tangguh, cerdas, dan ulet tetapi harus dapat mengoptimalkan kemampuan sehingga dapat memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun
Majalah Unesa
Dr. Hj. Masriyah, M.Pd, Wakil
masyarakat di sekitarnya. Selain itu, Ratih menegaskan hakikat perjuangan Kartini adalah agar perempuan dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk mengeksplore diri sehingga mampu melaksanakan kewajiban yang diemban. “Perlu digarisbawahi bahwa emansipasi adalah upaya perempuan untuk mendapatkan kedudukan dan kesempatan yang sama di semua bidang sesuai dengan kompetensi yang ada di masing-masing individu,” paparnya. Ratih menegaskan bahwa emansipasi merupakan persamaan hak yang bisa dicapai agar dapat berkiprah di segala bidang, sehingga perempuan tidak lagi hanya sebagai pelengkap dan konco wingking saja. Selain itu, emansipasi juga menjadi motivasi utama bagi perempuan untuk mengembangkan diri dan berkarya baik dalam kehidupan sosial maupun bernegara. Dr. Hj. Masriyah, M.Pd, Wakil Dekan 2 FMIPA mengatakan zaman Kartini dulu, perempuan belum memperoleh kebebasan dalam banyak hal. Mereka belum memperoleh pendidikan yang tinggi, tidak diizinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan kebanyakan hidupnya digunakan hanya untuk mengurusi rumah tangga. Berbeda dengan zaman sekarang, perempuan
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
9
LAPORAN
UTAMA
lebih memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan diri. Menurut Masriyah, Kartini zaman now sederhananya adalah perempuan yang bisa mandiri yang tidak hanya menggantungkan diri kepada laki-laki. Ia mengatakan, perempuan hidup tidak selalu bersama suami. Ia mencontohkan dirinya yang sekarang sudah ditinggal suami meninggal dunia. “Jadi, sewaktu-waktu kita ditinggal pergi oleh orang terdekat, khususnya suami masih bisa survive. Artinya, laki-laki dan wanita boleh mempunyai kedudukan yang sama tidak harus musti yang bekerja itu laki-laki,� paparnya. Namun, terang Masriyah, dalam keluarga, kedudukan suami adalah tulang punggung keluarga dan kepala keluarga. Di rumah, istri tetap harus menurut pada suami. Ia mengatakan tahun 80-90 dulu, masih ada sedikit ketidaksetaraan. Saat itu, jumlah mahasiswa perempuan masih sedikit karena pendidikan tinggi bagi wanita dianggap kurang dibutuhkan. Namun, saat ini tidak ada diskriminasi lagi. “Buktinya, dosen di Unesa banyak yang wanita, pimpinan juga banyak dari kalangan wanita,� ungkapnya. Wanita yang sudah mengenyam pendidikan tinggi jika memilih menjadi ibu rumah tangga jika tidak masalah. Sebab, selama merupakan pilihannya sendiri, di rumah ilmu yang didapatkan bisa digunakan untuk berwirausaha, minimal mendidik anak-anaknya. n (SYAIFUL R/WHY/ TAN/EMIR)
10
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Dra. Ec. Ratih Pudjiastuti, M.Si
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA
JADILAH PEREMPUAN MILENIAL BERJIWA KARTINI
W
akil Dekan Bidang Keuangan dan Umum, yang juga Dosen Pendikan Akuntansi FE, Dr. Susanti, S.Pd, M.Si mengatakan, dampak perjuangan Kartini hingga kini masih terasa. Berkat Kartini, seorang perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, untuk membebaskan kaum perempuan dari kebodohan. Kini, banyak perempuan yang
berpendidikan tinggi, bahkan memiliki profesi dan jabatan penting. Hampir semua instansi, terang Susanti, saat ini banyak diisi kaum perempuan. Oleh karena itu, momen peringatan hari Kartini dapat menjadi pengingat kaum perempuan akan jasa-jasa perjuangan dalam memperjuangkan keseteraan perempuan. Susanti melihat, perempuan sekarang ini tambah maju dan pintar-pintar. Di era globalisasi ini, kaum perempuan juga sudah melek teknologi, terbukti dengan bisnis online yang dijalankan para ibu. “Jangan kira ibu-ibu rumah tangga diam. Banyak yang berkegiatan bisnis online. Artinya,meskipun di rumah, perempuan tetap berusaha membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga,” ungkapnya. Di ranah publik, perempuan juga sudah sangat banyak berkiprah. Buktinya, banyak perempuan yang bisa menjadi pemimpin baik level daerah maupun nasional. Menurut Susanti, perempuan-perempuan Indonesia memiliki semangat untuk memperjuangkan idealisme dan berupaya membuat dirinya punya peran untuk mendukung kemajuan bangsa. Namun, Susanti mewanti-wanti, meskipun sudah mendapatkan kedudukan tinggi, perempuan tidak boleh melupakan kodratnya sebagai perempuan. Dr. Sri Abidah Suryaningsih, S.Ag, M.Pd, kajur perempuan pertama Jurusan Ilmu Ekonomi memandang bahwa RA Kartini adalah pahlawan untuk memperjuangkan nasib perempuan Jawa yang waktu itu dijajah oleh Dr. Susanti, S.Pd, M.Si
Majalah Unesa
Belanda, dimana posisi perempuan waktu itu adalah subordinatif. “Bahasa Jawanya, kalau sudah menikah ya ‘konco wingking dapur, kasur, sumur’ di mana seorang perempuan waktu itu tidak memperoleh hak yang sama di bidang pendidikan, jadi RA Kartini itu memperjuangkan untuk memperoleh pendidikan yang layak. Ini kita apresiasi yang luar biasa terhadap perjuangan beliau,” paparnya. Abidah menjelaskan bahwa dalam Islam, sudah dari awal memberikan posisi yang seimbang antara lakilaki dan perempuan. Salah satunya disebutkan, “tholabul ilmi faridhotun ala kulli muslimin wal muslimat” (menuntut ilmu itu tidak hanya kewajiban bagi muslim tetapi juga kewajiban bagi muslimat). Abidah menambahkan, selain RA Kartini, banyak peran dan pengaruh perempuan hebat pada masanya dikisahkan di sirah nabawi bagaimana perempuan masa itu seperti Siti Khadijah yang merupakan Muslimah, kemudian ada Siti Aisyah yang merupakan politikus perempuan yang handal masa itu. Itu menjadi contoh bahwa perempuan bisa turut andil di sektor publik untuk mengurusi kemaslahatan umat. “Kalau perempuan memiliki kemampuan di bidang masingmasing, dan itu bermanfaat untuk kemaslahatan umat, kenapa tidak diberikan,” terangnya. Bagaimana peran perempuan saat ini, yang telah banyak menduduki atau berperan penting dalam suatu institusi, Abidah mengatakan bahwa ketika perempuan, terutama yang sudah menikah, punya kewajiban utama sebagai istri sholehah untuk suami dan teladan bagi anak-anak. Di lembaga, jika memiliki posisi
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
11
LAPORAN
UTAMA
terdepan, harus memberikan teladan terbaik dengan tanggung jawab mengedepankan amanah dan mengedepankan kepemimpinan yang dicontohkan Rasulullah. Ia berharap, perempuan masa kini memiliki ilmu yang didasari iman sehingga akan terangkat derajatnya. Ia juga berharap, meskipun sudah menjadi perempuan hebat tetap menghormati kodratnya sebagai perempuan sholihah. “Perempuan hebat itu mengedepankan iman taqwa dan ilmu pengetahuan,” pungkasnya. Rini Ismalasari, dosen FIO yang juga pelatih cabang olahraga anggar mengatakan, untuk mewujudkan spirit Kartini pada atletnya, yang dilakukan pertama adalah menerapkan sopan santun terhadap siapa pun, dan yang kedua adalah disiplin. Kedua hal itu, menjadi kunci sukses berprestasi dalam olahraga. Menurut Septina Alrianingrum, S.S, M.Pd, dosen pendidikan Sejarah FISH, saat ini Kartini dapat
12
Dr. Sri Abidah Suryaningsih, S.Ag, M.Pd,
dikelompokkan menjadi 3. Pertama, Kartini karena gaya hidup. Kedua, Kartini karena akademik modern. Ketiga, Kartini yang masih tradisional. Kartini karena gaya hidup, terang Septina terjadi karena dia tidak mampu memahami arti dari kesetaraan gender. Kesetaraan gender menurut mereka adalah sebuah persepsi bahwa seorang perempuan harus sama dengan lakilaki dalam semua hal. Padahal, secara akademik sosial, budaya, Kartini masa kini harus memahami dirinya sebagai seorang perempuan yang sebenarnya sesuai dengan kodrat kewanitaannya. “Ketika di rumah, peran perempuan tetap dalam ranah dapur, pupur, sumur, dan kasur,” paparnya. Kartini Akademik, lanjutnya, adalah meraka yang sudah mampu memilah bahwa kesetaraan gender adalah sebuah konteks yang dibangun didasarkan pada kebutuhan. Jadi, dia bisa bersinergi dengan laki-laki dengan berbagi peran. “Perempuan tidak harus mengerjakan semuanya, tetapi berdasar pada apa yang sudah menjadi kesepakatan ketika mereka sama-sama masuk ke dalam rumah untuk saling berbagi peran,” ungkapnya.
Kartini tradisional, jelas Septi, dia adalah perempuan yang masih memegang teguh bahwa seorang perempuan harus manut, patuh, dan selalu taat menerima nasibnya walaupun suaminya tidak menjadi imam yang baik. “Jadilah, sosok Kartini di era milenial. Walaupun berbingkai baju serba modern, tetapi hatinya tetap keibuan, tetap bisa menjadi penyejuk keluarga, dan penyejuk sekitarnya. Itu yang penting,”ujarnya. Untuk menumbuhkan spririt Kartini di kalangan mahasiswi, Septi sudah membiasakan sejak 4 tahun lalu, pada momen-momen Kartini mengetuk hati mereka agar memahami seperti apa perempuan Indonesia dengan mengenakan busana Kartini dan baju adat yang ada di 34 propinsi di Indonesia melalui pekan Kartini yang dibuatnya. “Dengan even itu, saya berharap mahasiswa bisa merasakan sendiri pengalaman ketika mengenakan busana Kartini dan baju adat. Dari pengalaman itu diharapkan akan menjadi kenangan, dari kenangan itu akan melahirkan sebuah refleksi, dari refleksi itu akhirnya akan melahirkan sebuah tindakan, dan dari tindakan itu akhirnya mereka menyadari bagaimana peran perempuan pada masa lalu, kemudian kita selipkan peran perempuan pada pada saat sekarang,” pungkasnya. l (SH/QQ/INA/FIKRI/
Rini Ismalasari
JUMAD)
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
LAPORAN UTAMA Aulia Wahidatul F, Mahasiswa FIP Duta Genre
PEREMPUAN INDONESA HARUS MAMPU JAIM DAN BAPER Aulia Wahidatul F., Mahasiswa Jurusan Psikologi FIP Unesa angkatan 2018 yang juga sebagai Duta Genre (Generasi Berencana) memandang peringatan hari Kartini bukan hanya sekedar mengucapkan selamat Hari Kartini kepada perempuan-perempuan yang ada di sekitar, tapi bagaimana bisa mencontoh kebaikan-kebaikan yang dilakukan Kartini saat itu. Misalnya, Kartini tetap melanjutkan pendidikan walaupun dilarang untuk menempuh pendidikan.
“
Sebagai seorang perempuan seharusnya bisa mengubah niat baik untuk melakukan kebaikan menjadi aksi baik, sehingga bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Kartini pada saat itu,� ujar Aulia. Menurut Aulia, sangat penting saat ini bagi perempuan-perempuan dapat membantu mengurangi masalah yang ada seperti berita hoax dan juga mencegah paham radikalisme. Seorang perempuan tentunya bisa memberikan edukasi kepada teman-teman di lingkup kita terutama di kalangan kampus, mungkin minimal hal yang bisa dilakukan sebagai Kartini di era milenial. Aulia mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki sejatinya memiliki peran dan potensi yang sama. Perempuan juga memiliki kesempatan untuk berkarya dan berprestasi. Namun, tentu saja akan ada hal-hal yang mengalami kegagalan. Namun, kegagalan itu bukan untuk ditakuti tapi untuk dipelajari untuk kesuksesan di kemudian hari. Sebagai Duta Genre yang mendapatkan Juara Harapan 2 Tingkat Nasional dan Juara 1 Tingkat Provinsi, Aulia melihat bahwa nantinya tahun 2030, Indonesia
akan mendapat bonus demografi. Oleh karena itu, remaja khususnya seorang perempuan harus bisa memanfaatkan bonus demografi tersebut. Ia menjelaskan, Genre itu sendiri sasarannya remaja usianya 10 sampai 24 tahun. Genre melakukan kegiatan dan berinovasi dalam rangka remajaremaja terhindar dari permasalahan remaja, bahkan remaja di Indonesia ini kurang lebih sebesar 30% dari jumlah penduduk Indonesia. “Harapan saya kepada perempuan saat ini, harus bisa menjadi perempuan yang bukan hanya sekedar JAIM (Jaga Image) tetapi perempuan yang bisa Jaga Iman, karena ketika kita sudah bisa menjaga iman dan mempunyai komitmen maka insya Allah kita akan terhindar dari radikalisme dan hoax serta masalah-masalah yang sedang terjadi di kalangan remaja saat ini,’ ungkapnya. Selain itu, kepada remaja perempuan khususnya, harus bisa menjadi perempuan yang BAPER. Baper yang bukan hanya sekadar bawa perasaan tapi yang bisa bawa perubahan baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun bangsa dan negara ini. n (QQ) Aulia Wahidatul F
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
13
LAPORAN
UTAMA
Rifanissa Putri Eka Pratiwi, Putri Unesa Terplih Tahun 2018
KARTINI, MOMEN PERTAJAM DAYA PIKIR KRITIS DAN PENGEMBANGAN DIRI Putri Unesa terplih tahun 2018, Rifanissa Putri Eka Pratiwi memaknai momen Kartini sebagai bentuk refleksi diri untuk semakin mempertajam daya berpikir kritis dan terus belajar mengembangkan kemampuan diri sebagai seorang perempuan sekaligus mahasiswi.
R
ifa melihat R.A Kartini merupakan sosok pahlawan perempuan yang telah memperjuangkan hakhak perempuan. Walaupun tidak terjun secara langsung, tetapi melalui pemikirannya yang ktitis ia mampu membangkitkan semangat para wanita. Menurut Rifa, salah satu cara meneruskan spirit atau semanngat perjuangan Kartni yaitu dengan terus belajar mengembangkan kemampuan diri. Sebagai perempuan, jangan mau terintimidasi oleh masyarakat yang selalu menganggap bahwa perempuan tidak usah kuliah terlalu tinggi. Sebaliknya, harus ditunjukkan kepada masyarakat bahwa perempuan itu juga bisa dan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Selain semangat dan kemauan belajarnya yang tinggi, sikap gigih dan jiwa sosial dari sosok Kartini juga perlu dimiliki perempuan (mahasiswi). Mahasiswi Jurusan Biologi semester 4 itu menilai, Unesa sebagai kampus pendidikan memiliki
14
andil yang cukup besar dalam memajukan perempuan di Indonesia. “Di sini (Unesa) kita sebagai perempuan tidak hanya belajar berbagai ilmu pengetahuan, tetapi kita juga belajar bagaimana mengembangkan sikap kita, seperti Moto Unesa growing with character,” terangnya. Rifa menilai Unesa termasuk kampus yang sudah ramah terhadap perempuan, memberikan kebebasan kepada semua mahasiswi, dan tidak ada diskriminasi, misalnya tidak ada larangan untuk mahasiswi yang ingin memakai cadar. Rifa berpesan kepada semua mahasiswa agar lebih peka, peduli, serta lebih meningkatkan lagi jiwa sosialnya terhadap sesama. “ Semoga mahasiswa di era sekarang ini dapat menggunakan media sosial dengan baik, tidak mengupload sesuatu yang bisa menimbulkan kontroversi, tetapi lebih mengupload hal-hal yang positif, bahkan kalau bisa dapat memberitahukan kepada masyarakat info-info yang penting”, harapnya. n (INA)
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Rifanissa Putri Eka Pratiwi
Majalah Unesa
BINCANG
UTAMA
WAWANCARA DENGAN KETUA DHARMA WANITA PERSATUAN (DWP) UNESA, NY. DRA. ENDAH PURNOMOWATI NURHASAN, M.PD
KARIER BOLEH TINGGI TAPI JANGAN LUPA KODRAT SEBAGAI PEREMPUAN TAK DAPAT DIPUNGKIRI, PERAN PEREMPUAN SUDAH SEDEMIKIAN BESAR DAN PENTING. HAL ITU, TENTU BERBEDA DENGAN KONDISI PEREMPUAN ZAMAN DULU YANG LEBIH BANYAK BERPERAN SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA YANG HANYA TAHU MASAK, MACAK, DAN MANAK. EMANSIPASI MEMBERIKAN KESEMPATAN KEPADA PARA PEREMPUAN UNTUK TAMPIL SEJAJAR DENGAN KAUM LAKI-LAKI. BERIKUT BINCANG-BINCANG DENGAN KETUA DHARMA WANITA PERSATUAN UNESA SEPUTAR SPIRIT KARTINI DAN PERAN PEREMPUAN DI UNESA. Menurut ibu seperti apa sosok dari R.A Kartini? R.A. Kartini adalah sosok perempuan yang sederhana, patuh, taat, tetapi mempunyai kemauan dan tekad yang pantang menyerah. Ia adalah gambaran perempuan yang tangguh pada zamannya dan gambaran perempuan yang solehah. Sebagai Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Unesa, bagaimana cara menumbuhkan dan mengobarkan spirit Kartini di kalangan ibu-ibu dharma wanita maupun para perempuan di selingkung sivitas akademika Unesa? Menurut saya caranya dengan diberi semangat untuk terus berjuang, berinovasi, dan berkarya untuk kehidupannya, keluarganya, bangsa dan negara. Tetapi dalam hal ini, saya
mengingatkan supaya jangan sampai lupa pada kodratnya sebagai istri pendamping suami dan sebagai ibu dari anak-anaknya. Bagaimanapun juga wanita adalah pilar keluarga. Tantangan yang tengah dihadapi perempuan di era Kartini tentu berbeda dengan saat ini, di zaman milenial ini, apa saja tantangan yang dihadapi para perempuan di Indonesia pada umumnya dan ibu-ibu dharma wanita pada khususnya? Kalau pada zaman Kartini dulu, perempuan berada dalam posisi yang sangat terkekang. Perempuan hanyalah kanca wingking, maksudnya perempuan harus berada di belakang suami. Tugasnya hanya masak, macak, dan melayani suami. Macak pun itu kalau sempat. Sedangkan Kartini pada zaman sekarang sudah banyak yang berkarier dan sudah sejajar dengan pria. Seorang
Majalah Unesa
perempuan saat ini juga tidak hanya berperan sebagai kanca wingking, tetapi sudah bisa menjadi teman berdiskusi bagi suami dan anakanaknya. Nah, karena kondisinya sekarang sudah seperti itu, maka kendala atau tantangan yang paling berat bagi Kartini saat ini adalah bagaimana cara membagi waktu. Misalnya, cara membagi waktu antara karier dan keluarga. Apa saja strategi dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi  tantangan tersebut? Menurut saya, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan. Pertama seorang perempuan tidak boleh dikekang, tetapi berilah dia kesempatan untuk berkarir, berinovasi, dan berkarya sesuai dengan bidang keahliannya. Kedua, seorang perempuan harus pintarpintar  dalam membagi waktu antara karier dan keluarga. Ketiga, seorang
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
15
BINCANG
UTAMA KITA HARUS TETAP PATUH DAN TAAT KEPADA SUAMI, KARENA APAPUN JABATAN SEORANG ISTRI, SUAMI TETAPLAH YANG MENJADI IMAM DALAM KELUARGA. KEMUDIAN, BAGI PEREMPUAN YANG DIANUGERAHI GELAR DAN PANGKAT TINGGI MAUPUN PEREMPUAN SEBAGAI PENDAMPING SUAMI YANG SEDANG MENGEMBAN AMANAH, SAYA BERPESAN JANGANLAH SAMPAI BERSIFAT “ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNUNG”. perempuan harus bisa menyelaraskan diri atau mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi zaman. Dalam hal ini perempuan dituntut untuk cerdas dalam menghadapi perkembangan zaman, termasuk dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi di era revolusi industri 4.0 yang hampir semuanya sudah mengarah ke digitalisasi. Sejauh ini bagaimana kiprah dan peran DWP Unesa dalam upaya memajukan Unesa? Peran DWP Unesa di antaranya adalah mendukung programprogram yang sudah dicanangkan Unesa, misalnya kegiatan bakti sosial. Kemudian, kami juga ikut berkarya untuk mengharumkan nama Unesa, misalnya dengan mengikuti berbagai ajang lomba dan ikut melaksanakan program-program Dharma Wanita Persatuan (DWP) pusat dan provinsi. Selain itu, DWP Unesa juga berperan dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain, seperti menjalin kerjasama dengan DWP Kota Surabaya. Peran DWP yang tidak kalah penting yakni mendukung tugas-tugas
suami dan selalu mendoakan suami agar dalam mengemban amanahnya diberikan kesuksesan. Apa saja saran dan harapan kepada para perempuan di Indonesia pada umumnya dan para perempuan di selingkung sivitas akademika Unesa pada khususnya? Sebagai seorang perempuan baik yang berperan aktif (berkarier langsung di Unesa) maupun yang berperan secara pasif (hanya suami yang berkarier di Unesa) jangan sampai lupa pada kodrat kita sebagai perempuan, sebagai pilar keluarga, sebagai seorang ibu, dan sebagai pendamping suami. Kita harus tetap patuh dan taat kepada suami, karena apapun jabatan seorang istri, suami tetaplah yang menjadi imam dalam keluarga. Kemudian, bagi perempuan yang dianugerahi gelar dan pangkat tinggi maupun perempuan sebagai pendamping suami yang sedang mengemban amanah, saya berpesan janganlah sampai bersifat “adigang, adigung, adigunung”. Jangan sampai mengintervensi terhadap tugastugas suami. Harapan saya untuk Kartini zaman milenial yaitu harus lebih kompetitif dalam menghadapi dunia global dan mampu menyesuaikan diri di era perkembangan teknologi dan digitalisasi. Intinya perempuan saat ini dituntut untuk melek teknologi, bagi yang masih gaptek jangan putus asa, tidak ada kata terlambat untuk belajar. n (INA)
Dra. Endah Purnomowati Nurhasan, M.Pd
16
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
SEPUTAR UNESA
DAAD: Direktur DAAD Indonesia Dr. Thomas Zettler, disambut Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Unesa dan jajaran pimpinan dan dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jerman, FBS Unesa, di gedung rektorat kampus Lidah Wetan Surabaya.
PELUANG KERJA SAMA STUDI DAN PENELITIAN DI JERMAN
D
irektur DAAD Indonesia Dr. Thomas Zettler, menyempatkan berkunjung ke Unesa dalam rangkaian kunjungannya ke beberapa universitas di Surabaya. Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Sidang Rektor lantai 8, Gedung Rektorat. Dalam pertemuan tersebut, Zettler menyampaikan peluang kerja sama dengan berbagai universitas di Jerman, baik dalam hal studi lanjut, studi visit,
pertukaran dosen, dosen tamu, dan penelitian dengan bantuan DAAD. Untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut, ke depan, Unesa diharapkan lebih mampu mengoptimalkan kerja sama yang sudah terjalin. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Drs. Sujarwanto, M.Pd., selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama. “Unesa akan segera menindaklanjuti kerja sama ini secara lebih intensif,� tuturnya. Sementara itu, Dr. H. Bachtiar Syaiful Bachri, M.Pd., selaku
Direktur Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) juga berharap, kedepan ada kerja sama di bidang Pengembangan Profesi Guru (PPG) dengan universitas di Jerman. Dalam pertemuan ini juga dijelaskan rencana Unesa kedepan untuk mendirikan Pendidikan Kedokteran Olahraga dan pengembangan Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) sebagai salah satu center of exellence. n (AY)
UNESA MOU KERJA SAMA PERSIAPKAN PUSAT STUDI ASEAN
U
ntuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya mahasiswa, Unesa melakukan penandatanganan MoU dengan Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN, 28 April 2019. MoU ini berkaitan dengan pembukaan Pusat Studi ASEAN Bidang Pendidikan yang akan menjadi program baru di Unesa. Menurut Jose Antonio Morato Tavares selakuk Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN mengungkapkan bahwa Unesa memiliki kompetensi pendidikan yang cukup baik. Ia optimis Unesa dapat berkontribusi penuh dalam lahirnya Pusat Studi ASEAN yang nantinya berdiri. Jose berpendapat dengan berdirnya program ini dapat meperkuat negara-negara ASEAN di kancah Internasional baik dalam dunia pendidikan, parisiwata, ekonomi, dan sektor-sektor lainnya.n WAHYU
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX- April 2017 |
17
LENSA
UNESA
FOTO: HUMAS UNESA
KUNJUNGAN: Rombongan SMAN 5 Kediri i yang terdiri dari 100 siswa kelas XI dan 4 guru pendamping berkunjung ke Unesa pada Selasa 9 Maret 2019. .
KUNJUNGAN SMAN 5 KEDIRI HARAPKAN PERAN PENTING ALUMNI
R
ombongan SMAN 5 Kediri yang terdiri dari 100 siswa kelas XI dan 4 guru pendamping berkunjung ke Unesa pada Selasa 9 Maret 2019. Rombongan diterima di Auditorium Prof. Dr. Leo Idra Adriana M.Pd, FBS kampus Unesa Lidah Wetan. Kabag Akademik BAKPK Unesa, Drs. Sugeng Waluyo, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Teknik, Drs. Edy Sulistyo, M.Pd, dan Vinda Maya Setianingrum, Sos. MA selaku perwakilan dari Humas Unesa ikut mendampingi kegiatan tersebut. Drs. Khoirul Anam, koordinator rombongan mengatakan selain bertujuan untuk memperoleh informasi terkait prodi, jalur masuk di Unesa bagi siswa kelas XI, ia juga berharap ada peran dari Alumni SMAN 5 Kediri yang juga menempuhstudi di Unesa untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada adik tingkatnya. n(SURYO)
18
ANTUSIAS: Rektor Salah satu siswa kelas XI SMAN 5 Kediri antusias dalam sesi tanya jawab saat melakukan kunjungan studi di Unesa pada Selasa 9 Maret 2019.
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
LENSA UNESA
SMAN 1 Babat Gali Informasi dan Motivasi SMAN 1 BabatLamongan melakukan kunjungan ke Unesa terdiri atas 199 siswa dan 11 guru pendamping Kamis (4/4). Rombongan diterima di Auditorium Prof. Dr. Leo IdraArdianaM.Pd. disambut Wakil Dekan Bidang Akademik FBS, Dr. Mintowati, M.Pd., Kabag Akademik BAKPK Unesa Drs. Sugeng Waluyo, dan Perwakilan dari Humas Unesa, Vinda Maya Setianingrum, S.Sos,M.A. Ika Novita, M.Psi, Wakasek Kesiswaan menjelaskan, tujuan berkunjung ke Unesa selain silahturahmi, juga untuk memberikan motivasi kepada siswa kelas XI agar mau melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi. n (SURYO)
Kunjungan SMAN Pace Nganjuk dan SMAN 3 Cilegon Banten SMAN 1 Pace Nganjuk dan SMAN 3 Cilegon Banten mengadakan kunjungan ke Unesa untuk mencari informasi terkait prodi maupun jalur masuk di Unesa. Rombongan yang terdiri dari 350 siswa kelas XI dan 40 guru itu diterima di Gedung CPD Lt IX Kampus Unesa Lidah Wetan pada Selasa 23 April 2019. JAUH: Rombongan SMAN 3 Cilegon Banten dan SMAN 1 Pace Nganjuk saat melakukan kunjungan studi di Gedung CPD Lt IX Kampus Unesa Lidah Wetan.
Pemaparan dari Unesa dilakukan oleh Wakil Dekan bidang Akademik FIO, Drs. Gatot Darmawan, M.Pd, Kabag Akademik BAKPK, Drs. Sugeng Waluyo, dan Vinda Maya Setianingrum, S.Sos, M.A selaku perwakilan dari Humas Unesa. n (SURYO)
PACE: Rombongan SMAN 1 Pace Nganjuk saat diterima tim Humas Unesa di Gedung CPD Lt IX Kampus Unesa Lidah Wetan.
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019
|
19
FEATURE
UNESA
Edi’s Burjo, Pedagang Bubur Legendaris Kampus Ketintang
BERHASIL KULIAHKAN ANAK HINGGA MAGISTER
WISUDA: Momen bahagia Pak Edi saat mengantar putri tercintanya wisuda di Unesa.
SIAPA YANG TIDAK KENAL BUBUR KACANG IJO DI SEBELAH SELATAN MASJID BAITUL MAKMUR UNESA KAMPUS KETINTANG? PAK EDI. DEMIKIAN NAMA PENJUALNYA BIASA DIPANGGIL. PADAHAL, NAMA ASLINYA BUKAN EDI.
J
umat, 10 Mei 2019 lalu reporter Majalah Unesa berbincang dengan Pak Edi. Ternyata nama sebenarnya adalah Niti Amzah. Kisahnya, saat masa-masa awal berjualan di Unesa (waktu itu masih IKIP Surabaya) pada 1979, ada
20
mahasiswa yang memberikan nama Edi kepadanya dengan menuliskan kata “Bubur Pak Edi” di gerobaknya. “Waktu itu saya masih muda. Saya malu mau memperkenalkan nama saya. Karena saya tidak segera menjawab saat ditanya namanya, anak-anak itu menuliskan Bubur
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
Pak Edi di gerobak saya. Katanya, saya mirip dengan Eddy Silitonga yang lagi kondang saat itu,” tuturnya sambil tertawa. Eddy Silitonga adalah penyanyi kelahiran Pematangsiantar dengan nama asli Charles Edison Silitonga. Eddy termasuk penyanyi berprestasi
FEATURE UNESA dan meraih puncak kejayaan pada 1976—1979. Tepat dengan momen Edi mulai menjual bubur di Unesa kampus Ketintang Surabaya. Pria asli Mojokerto itu bercerita, saat pertama kali menjual bubur kacang ijo ke Unesa dengan cara dipikul. Saat itu belum bisa membawa gerobak dorong karena jalanan di Unesa masih tidak rata dan belum bagus. Kala itu, buburnya dicampuri ketan. Sementara tempat tinggal Edi berada di Ketintang, di rumah saudaranya. Setelah Masjid Baitul Makmur Unesa mulai dibangun pada 1980-an, karena eratnya interaksi Edi dengan pengurus masjid, akhirnya ia diminta ikut membantu membersihkan masjid. Namun, Edi tidak pernah mau dibayar. Ia mengaku, istrinya pun sepakat untuk tidak menerima bayaran jika membantu masjid. “Itu untuk bapak juga,” katanya meniru ucapan almarhumah istrinya. Seiring berjalannya waktu, Edi pun diberi tempat tinggal di Masjid Baitul Makmur Unesa. Pada era kepemimpinan Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. sebagai rektor Unesa, Edi pun menerima SK sebagai petugas kebersihan masjid. Sembari mengabdikan diri untuk merawat masjid, ia tetap menjual bubur. Dari usahanya itulah Edi membiayai keluarganya di Mojokerto. Bahkan ia mampu menguliahkan dua anaknya. Anak pertamanya sudah lulus pada tahun 2000 dari bangku kuliah dan sudah menikah. Sementara anak yang kedua masih kuliah S-2 sambil bekerja. “Sing mbarep pengin cepet rabi. Sing iki sik kuliah S-2,” tuturnya diikuti senyum bahagia. Meskipun begitu, Edi tidak menambah usahanya. Ia istiqamah hanya menjual bubur kacang ijo atau lebih dikenal dengan sebutan SKI (es kacang ijo) dan es lainnya, seperti es garbis dan minuman sachetan. Kalaupun ada orang yang mau menitipkan dagangan, seperti nasi, gorengan, atau makanan ringan lainnya di warungnya, ia
memprioritaskan mahasiswa. “Kalau mahasiswa yang nitip saya terima. Tapi, kalau orang luar, biasanya tidak saya terima. Banyak mahasiswa yang menitipkan jualannya di sini. Bahkan ada yang sudah lulus,” tutur pria yang murah senyum itu. SKI yang ia jual pun harganya sangat terjangkau, hanya empat ribu rupiah per porsi. Karena di depan warungnya ada halaman luas milik masjid, biasanya mahasiswa beli SKI sambil mengerjakan tugas. Sampai-sampai kebiasaan itu dibuat guyonan oleh pengurus masjid dengan ditulis di banner: “Ingat-ingat!!! SKI dapat meningkatkan IPK Anda, terbukti sejak 1979. Dengan syarat Anda harus rajin belajar.” Edi menuturkan, dalam menjual bubur ia seringkali dibantu mahasiswa. “Banyak mahasiswa yang bantu saya jualan. Saya katakan kepada mereka, kalau lagi kosong, kalau mau bantu, silakan. Tapi,
jangan sampai ganggu kuliah. Kuliah harus tetap diutamakan,” pungkasnya. n (SYAIFUL RAHMAN)
Niti Amzah alias Pak Edi
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
21
ARTIKEL
POPULER
MEMAKNAI KARTINI MASA KINI DI LINGKUP PERGURUAN TINGGI Vinda Maya Setianingrum., M.A SPIRIT KARTINI HARUS DITANAM DALAM-DALAM DAN MEWARNAI SEGALA AKTIVITAS ANAK BANGSA. GENERASI INDONESIA HARUS MEMILIKI SEMANGAT BERPENDIDIKAN SETINGGI MUNGKIN. PEREMPUAN MAUPUN LAKI-LAKI. GENERASI HARUS PUNYA SEMANGAT TANGGGUH DAN TIDAK GAMPANG MENYERAH. TETAP BERJUANG UNTUK MENCAPAI CITA-CITA.
S
osok Kartini tak pernah mati termakan zaman. Kiprahnya, selalu menarik perhatian serta memancing akal dan emosi untuk mengkaji lebih dalam perannya di antara para pahlawan perempuan yang lain. Kartini berjasa dalam lorong waktu sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Kartini selalu hidup dan lantang disebut-sebut bahkan diteriakkan setiap 21 April, hari peringatannya. Dialah salah satu semangat dari sekian banyak semangat sejarah yang menginspirasi dan memotivasi generasi setelahnya, hingga hari ini, dan akan tetap menginspirasi hingga ke depannya. Kendati penetapan hari Kartini dan penobatannya sebagai salah satu pahlawan nasional sempat menuai kontroversi, namun Kartini tetap menjadi salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia. Terlahir dari keluarga bangsawan, tidak lantas membuat Kartini buta akan ketidakadilan serta ketimpangan di tengah masyarakat. Kepeduliannya ia tunjukkan dalam bentuk surat-surat yang
22
terkirim ke salah satu temannya di Belanda, memuat keresahan dan kegundahan mengenai sistem sosial dan lingkungan keluarga dimana ia tumbuh. Surat dan tulisan itu menjadi salah satu upaya perjuangannya kala itu. Semangat Kartini untuk berpendidikan meski tertekan, menjadi awal sejarah perempuan dalam bidang pendidikan dan menjadi catatan munculnya perjuangan emansipasi perempuan. Tradisi perempuan yang perannya saat itu hanya dikasur dan dapur didobrak. Dia memberanikan diri
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
untuk mengenyam pendidikan. Hingga di usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan untuk bersekolah di Europese Lagere School. Meski keinginannya belajar terbatas dan tradisi patriarki yang begitu keras ketika itu. Tidak puas belajar di sekolah, Kartini juga banyak menghabiskan waktunya belajar di rumah. Membaca banyak majalah, kemudian keresahannya dituangkan dalam bentuk tulisan dan dimuat di majalah de hollandshe Lelie. Selain itu, segala curahan emosi yang tidak termuat dalam majalah, dia tuangkan dalam bentuk surat, yang belakangan surat-surat itu menjadi salah satu bagian yang mengantarkan namanya menjadi Pahlawan Nasional. Sebagian dari surat-surat itulah yang dibukukan dengan judul “Habislah Gelap Terbitlah Terang� yang bisa dibaca sampai saat ini. Hari Kartini harus dimaknai sebagai simbol dan representasi semangat perjuangan para perempuan hebat yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Nama Kartini harus dipahami sebagai
ARTIKEL POPULER nama kolektif yang mewakili perempuan lainnnya, sebut saja Cut Nyak Dien yang melawan pasukan Belanda pada masa perang Aceh. Kemudian Martha Christina, perempuan yang meninggal di Laut Banda Maluku saat mengangkat senjata melawan penjajah Belanda di umurnya yang masih 17 tahun. Ada Dewi Sartika yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh perintis pendidikan. Dan Kartini adalah simbol sejarah, simbol semangat kolektif dan simbol harapan bangsa. Kartini lahir 21 April 1879 di Jepara, usianya hanya sampai 25 tahun dan meninggal pada 17 September 1904, namun namanya abadi. Ia menginspirasi lahirnya Kartini-Kartini masa kini, yang berperan dengan kemampuan masing, dibidangnya masingmasing. Universitas Negeri Surabaya adalah salah satu kampus LPTK yang juga terus konsisten untuk memajukan dunia pendidikan. Banyak prodi-prodi kependidikan yang kelak melahirkan sosok guru, meneruskan cita-cita Kartini untuk mengembangkan pendidikan. Selain itu, sosok pemimpinpemimpin perempuan juga terlihat dari posisi-posisi strategis di Unesa yang dijabat oleh seorang perempuan. Terpilihnya mereka merupakan bukti bahwa peran perempuan tidak bisa dikecilkan. Mereka juga bisa menduduki posisi penting dalam sebuah intitusi pendidikan setingkat Perguruan Tinggi. Tahun 2019 ini, setidaknya ada beberapa nama perempuan yang dipercaya menjadi pimpinan tertinggi, baik di level Fakultas, Biro, maupun Lembaga. Sebut saja Dekan Fakultas Teknik (FT) Unesa, dimana kita semua tahu bahwa teknik identik dengan lakilaki, tapi Februari 2019 lalu, untuk pertama kalinya Dekan Fakultas Teknik Unesa dijabat oleh seorang perempuan. Nama Dr. Maspiyah terpilih dan dilantik sebagai Dekan FT periode 2019-2022. Selanjutnya ada Dr. Trisakti, perempuan yang saat ini menduduki jabatan
tertinggi di Fakultas Bahasa dan Seni sebagai Dekan. Tidak kalah untuk diapresiasi yakni Prof.Dr.Darni, M.Hum yang terpilih menjadi Ketua LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unesa. Selain itu Kepala Biro (BAKPK) Unesa juga dijabat oleh sosok perempuan yakni Dra. Ec. Ratih Pudjiastuti, M.Si. Selain empat nama sosok perempuan tangguh tersebut, masih banyak nama perempuan yang menjabat sebagai Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, serta Kepala Bagian. Hal ini menunjukkan bahwa kiprah perempuan sudah mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan-jabatan tertinggi di Fakultas dan Lembaga. Ini menunjukkan bahwa perjuangan Kartini memang belum usai. Spirit kartini harus ditanam dalam-dalam dan mewarnai segala aktivitas anak bangsa. Generasi Indonesia harus memiliki semangat berpendidikan setinggi mungkin. Perempuan maupun laki-laki. Generasi harus punya semangat tanggguh dan tidak gampang menyerah. Tetap berjuang untuk mencapai cita-cita. Paling penting dari semua itu adalah semangat kepahlawanan dari Kartini, Cut Nyak Dien, dan Dewi Sartika menjadi semangat untuk mewujudkan tujuan hidup bersama dan bermanfaat bagi sesama. Selain itu, setiap sikap dan tingkah laku harus mampu menginspirasi generasi berikutnya dan menjadi referensi bagi mereka. Dengan demikian, kita akan tetap hidup layaknya pahlawan kita dulu yang masih abadi hingga hari ini. Berjuang tentu tidak harus mengangkat senjata, namun mengerahkan kemampuan tenaga dan pikiran untuk mewujudkan hajat hidup orang banyak adalah bagian dari semangat pahlawan. Ketekunan mahasiswa dalam belajar dan berprestasi adalah bagian dari perjuangan, ketekunan dan kesabaran guru maupun dosen dalam mengajar, mengabdi dan meneliti adalah bagian dari perjuangan dan senapas dengan
Majalah Unesa
apa yang perjuangkan para pahlawan tempo dulu. Banyak perempuan hebat yang dimiliki bangsa saat ini, yang mengabdi untuk bangsa dan generasinya. Di Unesa sendiri spirit itu ada di kalangan Mahasiswa, Dosen, dan Tenaga Kependidikan. Jabatan tinggi di Unesa yang tidak hanya diduduki kalangan pria membuktikan keberhasilan beberapa pemimpin perempuan. Seiring geliat Unesa mewujudkan pendidikan yang adil dan menghargai emansipasi itu, semoga semakin banyak para perempuan hebat yang bermunculan dan menjadi pemimpin-pemimpin di tingkat program studi, fakultas, dan Universitas. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Ungkapan bapak Proklamator RI Soekarno kala itu, bisa menjadi bahan refleksi untuk generasi hari ini. Bisa jadi, salah satu faktor keterpurukan bangsa saat ini karena kurangnya kesadaran generasi dalam menghargai jasa para pahlawan. Penghargaan kepada pahlawan bukan hanya sebatas perayaan yang sifatnya ritual tahunan semata, sementara esensi dari perayaan itu masih jauh panggang dari api. Ini harus menjadi catatan kita semua. Menjadi pahlawan adalah menjadi manusia yang bermanfaat. Semoga para Kartini masa kini tersebut, akan mengerahkan segenap daya dan kemampuannya untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia. n
Vinda Maya Setianingrum, M.A adalah Koordinator Humas UTBK Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
23
SOSOK &
KIPRAH
Dr. Bachtiar S.Bachri, M.Pd, Ketua LP3M
TARGET NAIKKAN RANGKING UNESA DARI 29 MENJADI 25 Dr. Bachtiar S.Bachri M.Pd kelahiran Surabaya 26 April 1967, kini menjabat sebagai ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Unesa. Lulusan S1 Teknologi Pendidikan IKIP Surabaya tahun 1990, S2- Teknologi Pendidikan UNS Solo tahun 2002 dan S3- Pengembangan kurikulum UPI Bandung tahun 2010 itu bertekad membawa kemajuan Unesa melalui LP3M.
P
engalaman berkiprah di jabatan struktural telah begitu banyak dilalui Bachtiar, demikian ia biasa dipanggil. Tercatat, ia pernah menjabat sebagai sekretaris laboratorium KTP FIP, sekretaris Jurusan KTP FIP, Ketua Jurusan KTP FIP, Ketua Laboratorium KTP FIP, Kaprodi S2/S3 TP Program Pascasarjana dan Kaprodi S3 TP Program Pascasarjana. Hal yang paling berkesan, bagi Bachtiar adalah ketika berhasil menjalankan amanah berkaitan dengan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan. Bachtiar mengatakan, keberhasilan mengemban amanah adalah jika seseorang mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Ia mencontohkan ketika ia menjabat Ketua Jurusan, ia berupaya membuat mahasiswanya lulus tepat waktu. Pun, ketika menjabat sebagai Ketua laboratorium, ia berupaya melakukan pengembangan keilmuan dengan baik melalui optimalisasi fungsi laboratorium. Bachtiar, yang pernah menjadi Tim Kurikulum PAUD, Tim Penghubung SDM PAUD dan Tim Bermutu Ditjen Dikti itu mengakui bahwa keberhasilan yang didapat, tidak lepas dari peran dan dukungan keluarga. Bachtiar memiliki seorang istri bernama Dra. Ismy Istifaty, M.Pd dan dua orang anak yaitu Dyandra A. Ramadhan, SE, MM dan Aulia Charis Aqsha, S.Farm. Mengenai LP3M , Bachtiar menjelaskan bahwa lembaga yang kini dipimpinnya itu memiliki banyak tugas dan rencana untuk memajukan Unesa menjadi lebih baik. Ke depan, LP3M harus mampu meningkatkan rangking Universitas dari 29 menjadi 25 dengan meningkatkan dan memperbaiki mutu kurikulum, evaluasi, bahan ajar , profesi guru, penjaminan mutu dan pengembangan karakter. “Menurut saya, tugas Unesa untuk naik 4 rangking dari 29 ke 25 cukup berat karena saya yakin universitas -universitas lain juga tidak tinggal diam. Mereka juga berusaha bergerak untuk maju,“ ungkapnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, Dr. Bachtiar S.Bachri M.Pd
24
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
Bachtiar akan melakukan efisiensi kurikulum agar mahasiswa dapat lulus tiga setengah tahun. Selain itu, evaluasi pembelajaran dan penyediaan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar mahasiswa juga menjadi perhatian utama. Selain itu, target lain adalah mempertahankan AIPT (Akreditasi institusi Perguruan Tinggi) pada peringkat A dengan skor yang lebih tinggi, menjadikan 96.7% prodi minimal terakreditasi B dan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) untuk bidang keuangan. “Untuk mencapai keberhasilan itu, kami akan melakukan kolaborasi atau kerja sama dengan siapapun,“ paparnya. Bagi Bachtiar, keberhasilan seorang pemimpin juga harus dilandasi dengan sifat sidiq, amanah, tabligh dan fatonah sebagaimana sifat yang ada pada diri Rasulullah Muhammad Saw. Ia mengatakan seseorang tidak bolah hanya pintar tapi juga harus amanah, jujur, mampu menyampaikan hal-hal baik. Nilai-nilai itulah yang digunakan Bachtiar sebagai kiat mencapai keberhasilan. Bachtiar berharap, dengan jabatannya sebagai ketua LP3M, mampu amanah dan menjalankan dengan baik sehingga mengantarkan ke tujuan dengan baik tanpa hambatan. Era dulu, Behavior atau Kontruktivisme adalah jalan untuk mendapat kesuksesan, namun era saat ini adalah era Connectivisme, dimana kerja sama dan memperluas jaringan melalui media sosial maupun media lain sangat penting. “Pintar itu penting, tapi lebih penting adalah punya kerja sama dan jaringan,” tandas Bachtiar. n (HASNA)
SOSOK & KIPRAH
Dr. Mochammad Nur Salim, M. Si dan istri.
Dr. Mochammad Nur Salim, Dekan FIP
AWAL KULIAH DIBEKALI BERAS 15 KILO DAN IKAN PINDANG Dr. Mochammad Nur Salim, M. Si, dekan baru Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) mulai terjun di dunia pendidikan sebagai dosen Unesa sejak tahun 1994. Artinya, sudah sekitar 25 tahun ia mengabdi sebagai pendidik di Unesa. Ada yang menggelitik dari perjalanan hidupnya. Awal kuliah karena keterbatasan biaya, ia dibekali orang tuanya beras 15 kilo dan ikan pindang.
R
iwayat pendidikannya dimulai dari SPGN di Tuban pada tahun 1987. Ia lalu melanjutkan studi S1 di IKIP tahun 1992, kemudian melanjutkan S2 di UGM lulus tahun 2002. Sekarang, sedang menempuh S3 di UM. Sebelum menjadi dekan, Nur Salim pernah menjabat sebagai
ketua jurusan di BK selama 2 periode pada 2006 lalu. Kala itu, ia termasuk kajur termuda. Ia pernah menjadi pembantu dekan 3 (kini WD Bidang Kemahasiswaan) pada 2011. “Menjadi dosen itu passion. Dari kecil saya sudah berangan-angan menjadi dosen, walau saat itu saya tidak tahu dosen itu seperti apa� ucap Nur Salim. Selain aktif dalam perkuliahan,
Majalah Unesa
Nur Salim saat mahasiswa suka berorganisasi dan senang menjalin relasi. Di antara organisasi yang pernah digeluti adalah pramuka, HMJ, UKKI dan DPM. Kebiasaan mengikuti organisasi, ia lanjutkan kala menjadi dosen. Ia aktif di organisasi seperti IPBI, PD ABKIN Jatim, ISPI, HSBKI, dan PB ABKIN. Baru-baru ini, ia ikut kegiatan sosial
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
25
SOSOK &
KIPRAH
membantu korban gempa di Palu dengan program hypnoterapi dan trauma center yang kini juga sedang dikembangkan. Dosen kelahiran 3 Mei 1968 itu mengakui, pekerjaan yang paling enak adalah menjadi dosen. Sebab, selain mengajar, dosen dapat mengembangkan diri sesuai kemampuannya. Peluang untuk mendalami profesi yang lain lebih leluasa, memiliki waktu yang lebih luas tidak seperti di militer tapi harus tetap mampu mengelola waktu sendiri. Jika ingin menjadi peneliti, penulis, motivator, atau menjadi pimpinan, juga sangat memungkinkan. Mengenai suka duka, Nur Salim mengatakan selama ini lebih banyak sukanya karena ia menikmati profesi tersebut. Baginya suka atau duka itu bergantung pada diri sendiri. Kalau dosen, begitu pulang masih ada lagi yang harus dikerjakan. Jika pegawai dituntut dari atasan, maka dosen dituntut dari dalam diri sendiri. “Kalau ingin sukses harus menyediakan waktu khusus untuk mengembangkan diri,” terangnya. Ia tak menampik, namanya kehidupan jelas ada tantangannya. Namun, jika dapat melewati tantangan tesebut akan muncul rasa senang, kebahagiaan dan nyaman yang luar biasa. “Setiap hari ya kita harus berbahagia, karena yang bisa membuat bahagia adalah diri kita sendiri,”tandasnya. Dekan FIP itu mengatakan, yang paling berkesan dari perjalanan hidupnya selama ini yakni ketika hendak kuliah tapi tidak memiliki biaya. Kala itu. orang tua menghendaki cukup menjadi guru saja. Namun, diam-diam ia daftar ke IKIP dan ternyata diterima. “Ketika memberi kabar kepada orang tua, respon pertama dari bapak adalah Lho, bapak ndak punya uang, le,” ucap Nur Salim menirukan ucapan orangtuanya waktu itu. Saat awal kuliah ia membawa beras 15 kg dan ikan pindang dalam kuali dari rumah. Ia tidak merasa malu atau gengsi. Semester satu, ia
26
mendapatkan beasiswa yang bisa menopang biaya hidupnya sampai lulus. “Alhamdulilah, asal kita mau berbuat baik dan bersungguhsungguh, Allah akan memberi jalan” imbuhnya. Menurutnya yang penting adalah sungguh-sungguh, komitmen, yakin dan tidak lupa untuk berdoa. Sejauh ini, keluarga sangat mendukung kiprah Nur Salim. Meskipun sekarang ia semakin sibuk dengan tambahan amanah sebagai dekan, tapi Nur Salim tetap meluangkan waktu untuk shalat berjamaah dengan keluarga di rumah untuk menjalin komunikasi dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Nur Salim memang dikenal sosok yang religius. Salah satu motto hidupnya adalah bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semua hal pasti akan berubah dan kita harus siap dengan perubahan tersebut. Ikhlas pada masa lalu dan harus siap dengan apapun yang terjadi di masa depan. “Kita tidak pernah tahu ke depan akan seperti apa, tapi tetaplah positif thinking dan melibatkan Allah dalam setiap keadaan,” pesannya. Ia berharap Unesa lebih baik lagi ke depan. Untuk FIP sendiri, dari segi fisik akan membangun sesuai dengan maket yang sudah disusun. Karena kualitas PTN juga dilihat dari kualitas dosen, maka ia berharap dosen-dosen yang sedang menempuh pendidikan segera lulus, yang sudah lulus segera memiliki karya yang terindeks. Salah satu program yang dijalankan untuk meningkatkan kualitas dosen adalah dengan pendampingan mengunggah artikel terindeks dengan mendatangkan reviewer Prof. Kirun. Dari segi kualitas mahasiswapun begitu. Ia berharap mahasiswa dapat ikut berkontribusi dengan berprestasi baik nasional maupun internasional. n (TAN)
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Dr. Mochammad Nur Salim, M. Si
Majalah Unesa
INSPIRASI ALUMNI
SIRIKIT SYAH, JALAN TERJAL MENJADI DOKTOR TUNTUTLAH ILMU DARI BUAIAN HINGGA LIANG LAHAT. DEMIKIAN PEPATAH MENGATAKAN. TIDAK ADA ISTILAH TERLAMBAT UNTUK MENIMBA ILMU. SELAMA NAFAS MASIH DIKANDUNG BADAN, SELAMA ITU PULA MENCARI ILMU MENJADI KEWAJIBAN.
BERHASIL: Shobikhul Qisom (dua dari kiri) berfoto bersama rekan sepekerjaan di KPI.
A
dalah Hernani Sirikit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sirikit Syah yang mengamalkan pepatah di atas. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, ia tetap bersemangat untuk menuntut ilmu. Semangat belajarnya tetap menggelora. Jurnalis sekaligus seniman senior ini mulai menempuh pendidikan doktoralnya pada 2011. Tepat saat usianya sudah setengah abad lebih, 51 tahun. “Karena ilmu begitu luas,
dan usia kita terlalu pendek untuk bisa menguasai sedikit saja darinya. Aku ingin banyak dan terus belajar, kalau perlu sampai ke negeri Cina seperti anjuran Nabi Muhammad SAW,” tegas perempuan kelahiran Surabaya, 1960 itu. Sebelumnya Sirikit menempuh sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris di Universitas Negeri Surabaya. Pascalulus dari jenjang sarjana, Sirikit memilih jalan hidup di dunia jurnalistik. Padahal saat itu, ia sempat ditawari menjadi dosen di almamaternya.
Majalah Unesa
Profesi jurnalis itu ia tekuni sejak 1984 sampai dengan 2007. Rinciannya, ia menjadi wartawan di Surabaya Post (1984—1990 dan 2007), SCTV—RCTI (1990—1996), Jakarta Post (1996—2000), The Brunei Times (2007), dan pernah magang di CNN Washington DC, AS, dan The Guardian London, Inggris. Pada 1994—1995, Sirikit pernah belajar di University of Jurnalism Syracuse, USA. Namun, pendidikan yang ditempuh selama satu tahun itu nondegree. Dalam rentang tahun yang sama, ia juga belajar di UCLA
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
27
INSPIRASI
ALUMNI
Davis, USA, dalam extension class summer program. Saat memasuki usia 41 tahun, Sirikit mendapatkan beasiswa menempuh pendidikan master di University of Westminster, London, UK. Dari kampus itulah ia meraih gelar Master of Arts (MA) di bidang ilmu komunikasi pada 2002. Jadi, Sirikit sudah pernah melanglang buana untuk mencari ilmu. Mulai dari Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, dan kembali di Indonesia. Ya, pada jenjang doktoralnya, Sirikit memilih mencari ilmu di Indonesia, di almamaternya, Unesa. Ia mengambil S-3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris. “Kuliah di Unesa seperti pulang ke rumah sendiri. Para pejabat dan dosendosennya kenalan saya,� tuturnya sembari tersenyum. Meskipun begitu, bukan berarti perjalanan Sirikit menempuh pendidikan doktoral dapat berjalan dengan lempang. Banyak hambatan dan tantangan yang harus ia lalui. Beruntung Sirikit termasuk orang yang gigih, pantang menyerah, dan mendapatkan banyak dukungan dari lingkungan sekitarnya sehingga ia dapat lulus dengan gelar doktor pada 2018. DARI KANKER HINGGA UJIAN DESERTASI Sirikit Syah kuliah S-3 dengan beasiswa dari pemerintah. Seluruh biaya kuliah hingga lulus sudah ditanggung. Ia tidak perlu pusing memikirkan urusan pembiayaan. Namun, ternyata perjalanan menempuh S-3 tidak semudah yang dibayangkan. Pada 2011, Sirikit sering merasakan kesakitan di payudara kirinya. Ia menganggap, tahun itu sebagai tahun marahnya sel kanker yang sudah diderita sejak menempuh pendidikan di Inggris. Pada 2013, Sirikit diperiksa oleh dr. Ario Djatmiko, ahli bedah onkologi di RS Onkologi Surabaya (RSOS). Ternyata rasa sakit yang dialami Sirikit sudah tidak diragukan lagi: disebabkan oleh kanker. Pada tahun itu, Sirikit resmi divonis kena kanker. Padahal, tahun itu, seharusnya ia berangkat ke University of Western
28
Australia (UWA) untuk melakukan penelitian desertasinya. Atas saran dari dokter, Sirikit memutuskan untuk membatalkan agendanya ke luar negeri. Ia fokus menjalani proses pengobatan. Ia menjalani kemoterapi, operasi, dan semua proses yang tidak mudah. Selama satu tahun waktu Sirikit dihabiskan untuk menjalani proses pengobatan itu. Beruntung kanker yang bersarang di tubuh Sirikit berhasil dibunuh dan diangkat. Ia dapat terselamatkan dan kembali melanjutkan pendidikan doktoralnya di Unesa. Ia mengajukan perpanjangan beasiswa dan mulai melakukan penelitian desertasi. Proses menyelesaikan desertasi pun tidak semudah yang dibayangkan. Sirikit harus kembali menghadapi banyak hambatan, khususnya dalam proses bimbingan. Pembimbing Sirikit tidak mudah meloloskan desertasinya. Sirikit harus melalui proses bimbingan hingga satu tahun. “Desertasi saya dibahas per paragraf,� katanya menceritakan. Tapi, bukan Sirikit namanya kalau menyerah. Meskipun ia harus bimbingan seminggu dua kali dan dibahas per paragraf, ia tetap bergerak maju. Meskipun banyak pengalaman pahit yang dirasakan, tapi ia tak mau menyerah. Komitmennya untuk menuntut
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
ilmu sudah bulat. Akhirnya, Sirikit dinyatakan lulus dan diwisuda pada 2018. Tepat 7 tahun menempuh kuliah doktoral. JEJAK DAN KIPRAH Sirikit Syah bukan hanya jurnalis, penulis, dan seniman, tapi ia juga aktivis. Karyanya sudah tersebar di mana-mana. Puluhan bukunya sudah diterbitkan. Bahkan, pasca dinyatakan lulus dari jenjang doktoral, Sirikit menerbitkan enam buku sekaligus. Di antaranya, Kebebasan dan Kemerosotan Etika: Perbincangan tentang Islam, Bangsa, dan Etika Media (2019), Cancer and Me (2019), dan Akhirnya Jadi Doktor (2019). Selain pernah menduduki beberapa posisi penting, seperti Komisi Penyiaran Indonesia Jawa Timur pada periode pertama, penasihat/pembina Bengkel Muda Surabaya, penasihat/pembina Dewan Kesenian Surabaya, Sirikit juga pendiri Sirikit School of Writing dan Lembaga Media Watch. Saat ditanya, apa yang akan Sirikit lakukan ke depan, ia mengatakan bahwa ia akan tetap menjadi dosen di Stikosa AWS Surabaya dan UK Petra, menulis buku referensi dan novel, serta menghidupkan kembali Sirikit School of Writing yang sempat vakum karena Sirikit menjalani proses pengobatan kanker yang dideritanya. n (SYAIFUL RAHMAN)
KIPRAH LEMBAGA MENGENAL PUSAT STUDI GENDER DAN ANAK UNESA
LIBATKAN RELAWAN MAHASISWA SEBAGAI MITRA SAHABAT SETARA
LAUNCHING: Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag saat launching Pusat Studi Gender dan Anak (PSGD) di Kampus Lidah Wetan Surabaya.
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) UNESA KINI MEMILIKI PUSAT STUDI GENDER DAN ANAK (PSGD). MESKI LEMBAGA ITU BARU SAJA DIRESMIKAN PADA 2019, NAMUN CIKAL BAKALNYA SUDAH ADA SEJAK TAHUN 2006 DENGAN NAMA PUSAT KAJIAN WANITA. SEPERTI APA PERAN DAN KIPRAHNYA NANTI?
S
alah satu keberhasilan Pusat Kajian Wanita kala itu adalah menginternalisasikan materi gender pada mata kuliah PKN dan penerbitan Jurnal Lentera. Lembaga itu, sempat mengalami pembekuan terimbas dari perampingan pusat-pusat
lembaga di Unesa. Kini, Pusat Kajian Wanita diaktifkan kembali dan berubah menjadi Pusat Studi Gender dan Anak . Kepala Pusat Studi Gender dan Anak, Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag mengatakan bahwa penggunaan istilah gender dikarenakan isu yang dibahas tidak hanya mengenai
Majalah Unesa
permasalahan perempuan, namun berkaitan dengan hubungan atau interaksi yang terjalin antara lelaki dan perempuan yang terbentuk dari kontruksi sosial dan budaya. “Kami tidak hanya fokus pada permasalahan perempuan, melainkan lelaki dan perempuan. Selain itu, isu anak menjadi salah
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
29
KIPRAH
LEMBAGA
satu komponen penting dalam Pusat Studi ini,“ terang Faidah Faidah menerangkan, Pusat Studi Gender dan Anak memiliki visi mendukung pencapaian KGIS (Kesadaran Gender dan Inklusi Sosial) dan perlindungan anak melalui penelitian dan pengabdian yang berkualitas dan produktif. Sedangkan misi yang diemban, antara lain berupaya meningkatkan wawasan dan kesadaran gender sivitas akademika dan masyarakat melalui program Pendidikan Berkeadilan Gender, mengembangkan kepedulian sivitas akademika dan masyarakat terhadap masalah perlindungan anak melalui program Sekolah Layak Anak (SLA) dan Rumah Layak Anak (RLA), memberikan pembimbingan dan layanan Bina Ketahanan Keluarga (BKK), membangun jejaring kerja sama dengan stakeholder baik nasional maupun internasional, dan mendesiminasikan hasil penelitian tentang gender melalui penerbitan jurnal. Pusat Studi Gender dan Anak, terang Faidah, memiliki berbagai program. Di antaranya, FGD Sekolah Layak Anak (SLA) dan Rumah Layak Anak (RLA), Konferensi ASWGI (Asosiasi Studi Wanita/ Gender Indonesia), Workshop Metodologi Penelitian Gender, Seminar Internalisasi Gender di Perguruan Tinggi (Pendidikan Berkeadilan Gender), Roadshow Edukasi KGIS Mahasiswa, Penerbitan Jurnal LENTERA, Pendampingan Masyarakat Kelompok Sosial Marginal, Pelatihan Pre Marriage Education (Bina Ketahanan Keluarga) dan Kespro, Kajian Pemetaan Permasalahan Sosial Marginal Masyarakat Perkotaan, Penerbitan Buku Saku tentang Relasi Gender, KDRT, dan KDP (Kekerasan Dalam Pacaran), Penguatan Jejaring dengan Stakeholder, Penyediaan Layanan Crisis Center dan Pembentukan /Launching sahabat setara (relawan pencegahan kekerasan seksual di kampus). “Sahabat setara adalah
30
RILIS: Di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), wadah baru bernama Pusat Studi Gender dan Anak telah dimiliki Unesa.
SAAT INI PUSAT STUDI GENDER DAN ANAK TELAH MEMILIKI 70 LEBIH ANGGOTA MITRA SAHABAT SETARA DARI BERBAGAI FAKULTAS. RENCANANYA AKAN DILAKUKAN PELATIHAN UNTUK MEMPERSIAPKAN WAWASAN DAN CARA PENANGANAN BAGI TEMAN ATAU KORBAN YANG INGIN SHARING TENTANG MASALAHNYA. mahasiswa dari perwakilan masing-masing fakultas yang dengan sukarela menjadi relawan. Mereka merupakan kepanjangan tangan kami sehingga ketika ada permasalahan yang berkaitan dengan gender dan anak di Unesa, secara spesifik bisa diketahui melalui sahabat setara tadi,“ ungkapnya. Faidah menambahkan, saat ini Pusat Studi Gender dan Anak telah memiliki 70 lebih anggota mitra sahabat setara dari berbagai fakultas. Rencananya akan dilakukan pelatihan untuk mempersiapkan wawasan dan cara penanganan bagi teman atau korban yang ingin sharing tentang masalahnya. “Pusat Studi Gender dan anak sampai hari ini masih membuka pendaftaran bagi mahasiswa yang berminat menjadi sahabat setara dari semester 1 s/d 6,“ paparnya. KAMPUNG RAMAH ANAK Selain sahabat setara, Pusat Gender dan Anak juga memiliki
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
program untuk masyarakat yaitu kampung ramah anak. Dalam program tersebut akan dilakukan pendampingan yang berguna untuk menjadikan kampung yang sebelumnya kondisinya tidak layak bagi pertumbuhan anak menjadi layak untuk anak-anak. Sementara itu, program untuk dosen adalah pelatihan tentang metodologi penelitian mengenai gender, yang mana akan diajarkan bagaimana mengangkat isu-isu gender dalam kajian-kajian dan workshop mengenai isu gender. Kemudian, untuk mahasiswa, Pusat Studi Gender dan Anak memiliki sahabat setara dan juga call center yang dapat digunakan untuk memberikan saran, kritik maupun keluhan. Selain itu, ada pelatihan Pre Marriage Education untuk mahasiswa yang berada di semester akhir. Program-program itu, hanyalah sebagian kecil dari program yang sudah dipersiapkan untuk mewujudkan lingkungan
KIPRAH LEMBAGA yang ramah terhadap gender dan anak, yang mana hak dan kewajiban yang setara antara laki-laki dan perempuan serta perlindungan terhadap anak. Jika tercium indikasi atau masalah yang berkaitan dengan isu gender dan anak seperti pelecehan, sexual harassement atau perilaku yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan isu gender dan anak, Pusat Studi Gender dan Anak membuka layanan pengaduan melalui email yang ada di website atau nomer Whatsapp+62 812-3456-1059. Dari pengaduan tersebut akan dilakukan pendalaman kasus dari berbagai pihak dan akan diberikan fasilitas untuk menyelesaikan permasalahan atau mencari solusi bersama. Namun, jika permasalahan yang dihadapi mengakibatkan salah satu pihak mengalami depresi maupun trauma, Pusat Studi Gender dan Anak telah bekerja sama dengan tim bimbingan konseling dan tim psikologi untuk memberikan pendampingan secara psikis terhadap korban, memberikan solusi dan merahasiakan identitasnya. Lebih detail, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak itu menjelaskan bahwa langkah pertama adalah mengkaji kasus kemudian melakukan konseling lalu mediasi. Namun, jika memang masalah tersebut sudah sampai ke ranah hukum, akan dilakukan langkah advokasi, dimana Pusat Studi Gender dan anak akan bekerja sama dengan LBH yang ada di unesa. Faidah mengungkapkan, kesetaraan gender tahun ini jauh lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan. Meski demikian, data yang didapatkan di lapangan cukup mengkhawatirkan terkait dengan angka pernikahan dini, tingkah kematian ibu dan bayi dan angka perceraian yang sangat tinggi. “Kita harus berpacu agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tidak satupun komponen dari masyarakat ini yang tidak mendapatkan akses pembangunan,“ ujar Faidah lagi. Ia berharap Pusat Studi Gender dan Anak Unesa dapat menjadi pusat gender dan anak terdepan dalam kajian-kajian isu gender dan juga pemberian layanan terkait dengan masalah gender dan anak. Selain itu, juga mampu memberikan kontribusi kepada Unesa sehingga dapat meningkatkan penelitian dan pengabdiannya terhadap masyarakat. n (HASNA) Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
31
ULAS
BUKU
KETIKA NETRALITAS MEDIA KEMBALI DIPERTANYAKAN OLEH Syaiful Rahman
MEDIA MASSA MENGHADAPI DILEMA YANG TIDAK MUDAH. NETRALITAS MENJADI SANGAT SULIT DIPERTAHANKAN. SEBAB, NYAWA MEDIA MASIH BERGANTUNG KEPADA PARA PEMILIK KAPITAL YANG SIAP MENGHIDUPINYA.
S
eharusnya media massa menjadi salah satu pilar penting demokrasi. Media massa bukan sekadar sebagai media informasi, lebih dari itu sebagai media kontrol. Informasi yang valid dan netral (imbang) akan menjadi bahan evaluasi bagi setiap kebijakan. Suara-suara rakyat juga dapat didengar melalui media massa. Namun, dalam arus kepentingan politik dan perkembangan teknologi informasi yang menjadi pesaing tersendiri bagi media mainstream membuat netralitas media kembali dipertanyakan. Kencenderungan media yang membuat berat sebelah telah mempertaruhkan hakikat media. Sebagai perusahaan, media menghadapi tantangan berat dari perkembangan teknologi informasi. Sudah banyak media massa yang terpaksa gulung tikar karena oplahnya terus merosot. Banyak media massa yang hidup dan matinya bergantung kepada iklan. Oleh karena itu, media massa
32
menghadapi dilema yang tidak mudah. Netralitas menjadi sangat sulit dipertahankan. Sebab, nyawa media masih bergantung kepada para pemilik kapital yang siap menghidupinya. Tidak hanya soal netralitas dalam pemberitaan, media massa juga mendapatkan tantangan dalam edukasi terhadap masyarakat. Sinetron-sinetron di televisi juga mulai dipertanyakan dalam proses edukatifnya. Pasalnya, banyak sinetron yang ditayangkan di televisi Indonesia kurang memberikan efek positif bagi penontonnya. Terkait pemberitaan tentang Islam, media massa juga banyak yang menampilkan label negatif. Sebut saja label “Islam teroris� yang terus diembuskan oleh berbagai media. Label ini telah banyak menimbulkan efek degradasi makna Islam di mata publik. Setiap orang yang bercelana cingkrang, berjanggut, atau memakai sorban menjadi objek yang seolah patut dicurigai sebagai teroris. Bahkan rajin pergi ke masjid
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
menjadi sesuatu yang tidak patut dibanggakan sebab khawatir dianggap memiliki bibit teroris. Padahal beberapa teror yang (kebetulan) dilakukan oleh orang Islam tertentu tidak dapat digeneralisasi bahwa Islam agama teroris. Anehnya juga, label ini tidak ditempelkan kepada agama-agama lain. Meskipun banyak pula para teroris yang memeluk agama selain agama Islam. Di sinilah peran media seharusnya memberikan edukasi yang positif dan tidak merusak citra agama atau RAS tertentu. Di samping itu, media juga tampak kurang kritis dalam melakukan pemberitaan. Banyak kasus kekerasan yang terjadi di Tanah Air hilang begitu saja. Bahkan keputusan hakim seolah-olah dibiarkan lenyap ditelan waktu. Tak heran bila kemudian ada pelaku kekerasan yang dibiarkan melenggang, sebaliknya ada yang belum terbukti bersalah dibiarkan nyawanya melayang. Di sinilah seharusnya tugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Persatuan
ULAS BUKU Wartawan Indonesia (PWI), dan pihak-pihak yang berwenang lainnya memberikan kontrol yang adil kepada seluruh media yang beredar. Tayangan-tayangan yang tidak mendidik seharusnya mendapatkan peringatan. Pelanggaran-pelanggaran kode etik dalam media seharusnya dipersoalkan. Tanpa ada peringatan dari pihak yang berwenang dan permisif terhadap pelanggaran etika jurnalistik membuat posisi media perlu dipertanyakan di negara demokrasi ini. Alih-alih masyarakat
menjadi korban karena informasi yang tidak netral dibiarkan terus tersebar. Masyarakat dibiarkan mengonsumsi “makanan� yang tidak sehat. Suara-suara masyarakat yang seharusnya didengar oleh pemerintah juga menjadi kabur dan remang-remang. Alhasil, kebijakankebijakan pemerintah menjadi salah sasaran akibat kesalahan informasi yang diterima. Media tidak lagi menjadi pilar demokrasi yang netral, tapi sudah mulai memiliki kecenderungan akibat tidak mampu bertahan dari arus kepentingan.
Melalui buku Kebebasan dan Kemerosotan Etika: Perbincangan tentang Islam, Bangsa, dan Etika Media, Hernani Sirikit mempersoalkan banyak hal tentang media. Arus media mainstream yang sudah semakin tercemar ketidaknetralan, kurang kritis, dan tidak cover both side diulas dengan detail. Demikian pula, dampak-dampak yang ditimbulkan akibat tumpulnya taring media terhadap masyarakat dan kebijakan pemerintah. Melalui buku ini, Hernani Sirikit hendak mengatakan agar media harus kembali ke jalurnya yang benar, etika jurnalistik, undangundang pers, dan undang-undang ITE harus ditegakkan dengan baik dan benar. Pelanggaranpelanggaran yang terjadi harus diproses sebagaimana mestinya. Media harus kembali kritis, edukatif, dan netral.n
IDENTITAS BUKU Judul Buku: Kebebasan dan Kemerosotan Etika: Perbincangan tentang Islam, Bangsa, dan Etika Media Penulis: Dr. Hernani Sirikit, M.A. Penerbit: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Cetakan I: Februari 2019 Tebal buku: xxiv+154 halaman ISBN: 978-602-5931-18-5
Peresensi adalah pencinta buku kelahiran Sumenep, 14 Agustus 1995. Kini ia sedang menempuh pendidikan di pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Majalah Unesa
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019
|
33
POJOK KETINTANG
DUA PERTANYAAN YANG BELUM TERJAWAB OLEH MUCHLAS SAMANI
U
ntuk kesekian kalinya saya ke Edinbruh mengunjungi Kiki, anak sulung saya yang menetap di Eropa. Seperti biasanya saya selalu berkunjung ke rumah besan. Keduanya pensiunan perawat. Ternyata budaya orang Scotland mirip dengan orang Indonesia, sangat akrab dengan besan. Kali ini kami bertemu dan makan siang bersama di Cairngorms National Park. Sebuah lokasi di pegunungan yang di beberapa bagiannya selalu bersalju, tempat banyak orang berwisata. Apalagi tidak jauh dari situ ada Glenmore Forest Park: Loch Morlich Beach, sebuah danau tempat banyak orang bermain perahu layar. Kami makan siang dengan menu soup Scotch Broth, rolls, chips dengan minum capuchino panas. Menantu saya, Roy makan mac and cheese. Anak saya Kiki makan roasted vegetable. Besan perempuan saya, Pearl dan istri saya minum lemon warm water. Makan siang sambal ngobrol sana-sini. Apalagi di liburan paskah, sehingga saya dan istri dapat hadian paskah ala Scotland dan kebetulan istri juga membawa oleholeh berupa tas yang dibeli di Mirota dan roti pandan kesukaan anak. Ketika foto kami makan bersama, saya kirim ke teman-teman BAN SM Jakarta, seorang teman dari IPB memberi komentar “Orang UK itu hidupnya sederhana tetapi tampak bahagia”. Mungkin beliau ingat kalau besan saya keduanya pensiunan perawat. Namun justru komentar itu mengingatkan saya akan pertanyaan yang selama ini ada di pikiran saya dan belum mendapat jawaban yang
34
tuntas. “Seperti apa pola pensiun di UK, sehingga pensiunan perawat dapat hidup berkecukupan dan bahkan secara rutin liburan ke luar negeri”. Menurut Kiki, di UK ada pensiun resmi (state pension) yang besarnya bergantung penghasilan. Seperti diketahui di UK setiap orang yang pernah berkerja dapat pensiun karena itu merupakan bagian dari uang yang dipotong dari gaji selama aktif bekerja. Di luar itu, setiap orang didorong untuk “menabung pensiun” yang juga disebut pensiun. Besarnya terserah pada masing-masing orang, tetapi begitu seseorang menabung maka kantor/perusahaan tempat bekerja wajib memberi tambahan tabungan pensiun yang bersangkutan dengan besaran yang sama. Jadi, misalnya jika karyawan Pemkot Surabaya menabung 200 ribu per bulan, maka otomatis Pemkot Surabaya akan menambah tabungan karyawan tersebut 200 ribu, sehingga tabungan yang bersangkutan menjadi 400 ribu per bulan. Apakah hanya itu yang membuat besan saya yang pensiunan perawat bisa hidup sangat layak dan rutin liburan ke luar negeri? Itulah pertanyaan yang belum terjawab. Konon gaji terendah di UK sekitar 800 pound per bulan. Jika diambil standar pensiunan wajib 13.8%, berarti yang bersangkutan setiap bulan dipotong dana pensiun 110.4 pound atau 1, 9 juta rupiah. Apakah dengan itu mereka dapat pensiun untuk hidup dengan layak ? Itulah pertanyaan besar saya. Setelah selesai makan siang,
| Nomor: 128 Tahun XX - April 2019 |
Majalah Unesa
saya ingin hiking menikmati lereng gunung, syukur kalau bisa mencapai salju. Ketika saya mulai jalan bersama anak (Kiki) dan menantu (Roy), tibatiba besan perempuan saya (Pearl) ikut. Saya ragu-ragu karena usianya 84 tahun. Namun Kiki meyakinkan kalau Pearl sudah biasa hiking. Jadilah kami berempat mulai mendaki, dengan memilih jalan yang relatif datar dan sudah baik path-nya. Melihat Pearl dan Kiki jalan sambal ngobrol saya jadi mengerti kalau Pearl memang sudah biasa hiking. Jalannya tegap dan tampak santai. Kami terus berjalan, dan jalan mulai menanjak. Sampai di puncak menjelang jalan menurun karena akan melewati sungai, Pearl berhenti ditemani Kiki sehingga saya dengan Roy yang terus melewati sungai dan menggapai satu lokasi tempat salju. Nah ketika saya dan Roy sampai lokasi salju tiba-tiba Kiki menyusul dan mengambil foto dari jarak jauh. Kemana Pearl? Ternyata dia balik ke lokasi café sendirian. Bukan main. Bagaimana seorang perempuan dengan usia 84 tahun, mendaki gunung, walaupun tidak tinggi tetapi memerlukan waktu sekitar 1 jam dan kemudian balik sendirian. Itulah pertanyaan kedua yang saya belum mendapatkan jawaban yang tuntas. Bahwa Pearl seorang pensiunan perawat yang tentu paham kesehatan, ya. Bahkan dia selalu menjaga makanan, ya. Tetapi dengan usia 84 tahun masih mendaki gunung dengan santai dan balik sendirian, menurut saya sesuatu yang mengagumkan. n *http://muchlassamani.blogspot.co.id