INSPIRASI ALUMNI
KEJAR DOKTORAL SAMPAI LUAR NEGERI DEMI MILIKI WAWASAN DUNIA Terobsesi dapatkan gelar doktoral dari luar negeri, dia pun menimba ilmu dan pengalaman di Taiwan.
R
Mustofa, alumnus Fakultas Ilmu Sosial, kini Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum mengaku terobsesi mendapatkan gelar doktoral dari luar negeri. Hal itu dilakukan agar dia dapat memiliki wawasan dunia. Setelah lulus dari Unesa, pria kelahiran Sampang 1987 itu melanjutkan studi S-2 di Fakultas Ilmu Budaya UGM pada 2015. Selepas dari UGM, dia bertekad dapat menempuh pendidikan doktoral di luar negeri. Hal itu dilakukan bukan berarti belajar di Indonesia tidak baik. Namun, dia ingin berwawasan dunia, crossculture, dan mengasah kemampuan berbahasa Inggris. Apalagi dirinya bercita-cita menjalani karier di dunia akademik. Mustofa yang kini sebagai dosen program studi PGSD Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) itu memutuskan Taiwan sebagai negara tujuan meraih gelar doktoralnya. Tentu saja keputusan itu bukan tanpa alasan. Taiwan merupakan salah satu negara modern dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik. Di bidang pendidikan, berdasarkan survei PISA, sejak 2008 hingga data terkini, Taiwan
18
selalu menduduki peringkat teratas. “Artinya, Taiwan adalah negara yang paling tepat untuk menimba ilmu, belajar budaya, dan pengalaman,” jelas mahasiswa HuaShih College of Education National Dong Hwa University Taiwan Republic of China itu. Untuk bisa melanjutkan pendidikan ke luar negeri bukanlah hal mudah. Perlu usaha yang sungguh-sungguh. “Tidak hanya ke Taiwan, semua yang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri pasti harus berjuang keras. Mungkin tidak berlebihan jika saya katakan harus ‘berdarah-darah’,” tuturnya. Semua itu berkaitan dengan dua hal penting. Pertama, terkait dengan beasiswa. Kedua, terkait dengan kemampuan bahasa Inggris. Dua hal itu tidak mudah meskipun secara akademik seseorang sudah berprestasi. Kebanyakan orang, untuk menempa kemampuan bahasa Inggris adalah dengan cara mengambil kursus. Namun, berbeda dengan Mustofa. Dia memilih untuk belajar secara mandiri atau otodidak. “Sejak 2017 saya sudah belajar bahasa Inggris secara mandiri atau
| Nomor: 162 Tahun XXIII - Februari 2022 |
Majalah Unesa