Majalah Unesa 90

Page 1


SEPUTAR

UNESA

UNESA-TFSU JALIN KERJA SAMA

K

erja sama internasional kembali dilakukan Unesa. Kali ini, kerja sama internasional dijalin dengan Tianjin Foreign Studies University (TFSU) Tiongkok. Kerja sama dalam bidang akademik dan proyek penelitian itu ditandai dengan penandatanganan MoU antara Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S., dan Rektor TFSU, Xiu Gang, pada Jumat (19/02/2016) di ruang sidang lantai 2 gedung Kantor Pusat Unesa. Turut hadir dalam

penandatangan MoU tersebut, Wakil Rektor I Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu M.Si., Wakil Rektor IV Unesa Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt., dekan Fakultas Bahasa, Fakultas Bahasa Asia-Afrika TFSU. Sebenarnya, embrio kerja sama sudah dijalankan sejak 2013. Setiap tahun, ada satu dosen jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Unesa yang dikirim ke TFSU sebagai dosen tamu di jurusan Bahasa Indonesia di Tianjin Foreign Studies University (TFSU).

Rektor Unesa bersama staf befoto bersama Rektor TFSU dan jajarannya (foto atas). Rektor Unesa dan Rekrot TFSU menandatangani MoU. Rektor Unesa dan Rektor TFSU bersalaman usai menyepakati kerja sama (foto kanan).

2

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

Disambut Tari Merak Sebelumnya, pada Kamis (18/02/2016) malam, delegasi TFSU disambut Unesa di hotel Singgasana. Kegiatan penyambutan berlangsung hikmat. Kegiatan dimulai pukul 19.30 WIB. Diawali penampilan tari merak dari mahasiswa asing. Andi, salah satu mahasiswa BIPA berpidato dalam kesempatan itu. Wakil Rektor I Unesa, Dr. Yuni Sri Rahayu menyerahkan cindera mata kepada delegasi dari TFSU, dilanjutkan foto bersama. (EMIR/YUSUF/SR)


WARNA REDAKSI Dunia hari ini memicu terjadinya perubahan paradigma multi-ways mainsett. Paradigma ini mau tidak mau mendorong cara berpikir dan bertindak yang bertumpu pada networking dan sharing dengan banyak melihat peluang.

D

ampak globalisasi seba­ gaimana diungkapkan futurolog kontemporer semacam Devereaux dan Johansen (1995) melalui buku Institute for The Future: Global Work, makin mendorong perubahan perilaku menuju habitus berjejaring. Habitus ini berimplikasi pada pem­ bongkaran sikap konservatif yang selama ini sering ditunjukkan melalui batas-batas kekuasaan dan identitas yang masif. Kini sikap semacam itu tidak diterima lagi. Globalisasi men­ dorong pembong­ karan batas-batas kekuasaan dan identitas individu, kelompok, atau lembaga (world without borders). Situasi ini mendo­ rong masing-masing entitas membuka dirinya untuk saling berinteraksi, ber­ tukar pikiran dan pengalaman, berbagi sumber daya, ilmu, dan teknologi secara terbuka dan saling memerlukan. Ketika buku tersebut diterbitkan, pengaruhnya di Indonesia belum begitu kentara. Seolah-olah dunia ini berjalan lambat. Namun, setelah dunia meninggalkan abad ke-20, menuju abad ke-21, tidak disangka-sangka dunia ternyata telah berkembang cepat. Perubahannya tidak hanya linier, tetapi justru eksponensial. Sebuah tren perubahan yang melompat jauh ke depan meninggalkan cara berpikir sektoral-konservatif. Habitus yang kemudian terbentuk adalah manusia berkesaranan jejaring dan berbagi (networking and sharing). Kecenderungan macam ini sesungguhnya menjelang akhir abad ke-20 telah dipertegas oleh Celente (1997) dalam Trends 2000: How to prepare for profit from the changes of the 21st century. Sementara, dunia abad ke-21 yang diwarnai oleh merebaknya cyber-culture, makin memberikan makna yang mendalam bahwa dunia memang sedang berubah sama sekali, dan mempengaruhi semua disiplin ilmu, profesi, dan lembaga. Dan itu membutuhkan respons yang cepat, agar kita bisa menjadi bagian aktif dari gelombang perubahan itu. Hal

ini digambarkan dengan gamblang oleh Tapscott (2009) dalam Grown Up Digital: How the Net Generation Is Changing Your World. Tapscott dengan sangat meyakinkan bahwa siapa pun yang tidak mengindahkan era digital dengan habitus baru, di situlah ketertinggalan di semua segi makin menghantui dengan pasti. Tentu, eksistensi perguruan tinggi tidak bisa lepas dari perubahan global seperti yang disyaratkan oleh

2016

pada sikap yang tidak lagi bertumpu pada adagium no budget, no project. Sebaliknya, adagium itu justru menciptakan adagium baru, yaitu tak ada uang, (justru) ciptakan peluang (no budget, creating opportunity). Itulah yang mendasari semangat tahun 2016 dicanangkan sebagai tahun kerja sama oleh Wakil Rektor Unesa bidang perencanaan dan kerja sama. Pencanangan ini selain didasari oleh situasi dunia yang berubah cepat dengan segala implikasi yang menyertai tersebut, tentu dilatarbelakangi oleh kenyataan dunia perguruan tinggi hari ini tidak bisa membangun eksistensinya dengan sematamata mengandalkan kekuatannya sendiri. Dunia perguruan tinggi, seperti halnya Unesa mau tidak mau harus memiliki kesadaran tinggi untuk menatap perubahan dengan melihat dunia di luar dirinya sebagai sumber daya yang harus disinergikan. Dengan demikian daya saing perguruan tinggi justru akan tercipta dengan seberapa banyak peluangpeluang yang bisa diciptakan melalui banyak kerja sama dengan perguruan tinggi/lembaga lain. Perguruan tinggi/ lembaga lain bukan lagi dilihat sebagai pesaing yang masif dan dianggap constraint. Tetapi, justru ia menjadi rekan yang setara untuk bersama-sama bersinergi menciptakan peluang baru. Kerja sama yang makin meningkat, memberikan peluang bagi tumbuhberkembangnya kesadaran baru sivitas akademika, yaitu meningkatnya skala pemikiran dan kinerja yang tidak lagi berorientasi ke dalam (in-world looking), tetapi justru berorientasi ke luar (out-world looking). Karena itu, kuantitas dan kualitas kerja sama yang terus didorong makin meningkat itu, secara mendasar tidak lain dalam rangka untuk menunjukkan bahwa Unesa sebagai perguruan tinggi yang memiliki eksistensi dan reputasi, dengan sesanti “Towords academic quality and academic morality.” n

TAHUN KERJA SAMA Devereaux dan Johansen, Celente, dan Tapscott tersebut. Karena itu, hampir semua perguruan tinggi tidak bisa lagi mengandalkan sistem pengelolaan perguruan tinggi yang bertumpu sepenuhnya pada paradigma one way mainsett. Paradigma itu terbukti mengantarkan perguruan tinggi pada habitus yang cenderung konservatif, pasif, dan eksklusif. Dalam konteks ini, Perguruan tinggi macam ini secara umum terjangkit apa yang dinamakan Rhenald Kasali (2016) dalam Change Leadership Non-Finito sebagai constraint-based thinker. Semua hal selalu dipandang tunggal, tidak ada peluang, dan selalu berpikir ada pembatas (constraint) yang dipandang menutup kesempatan. Sebaliknya, dunia hari ini memicu terjadinya perubahan paradigma multi-ways mainsett. Paradigma ini mau tidak mau mendorong cara berpikir dan bertindak yang bertumpu pada networking dan sharing dengan banyak melihat peluang. Sudut pandangnya menjadi opportunity-based thinker. Perguruan tinggi yang baik mau tidak mau sistem pengelolaannya harus bertumpu pada pemikiran yang didasarkan pada kejelian melihat dan menciptakan peluang-peluang (opportunities) di tengah pembataspembatas yang ada (constraints). Sikap mental ini akan berimplikasi luas

Majalah Unesa

(DS DAN DDP)

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

3


DAFTAR RUBRIK

08

14 Edisi Ini

05

TARGETKAN 45 KERJA SAMA INTERNASIONAL

Komitmen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk mengepakkan sayap dalam kerja sama internasional semakin menggelora. Berbagai sistem yang diperlukan demi memudahkan kerja sama terus dibenahi. Tahun 2016 ini, setidaknya 45 kerja sama internasional ditargetkan dapat terealisasi.

08

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN PERBAIKI CITRA MELALUI KERJA SAMA

11

LSP PENTING UNTUK KOMPETENSI DI DUNIA KERJA

Agar mampu bersaing di dunia kerja, lulusan Unesa tidak cukup dibekali ijazah. Lebih dari itu, sertifikat profesi juga sangat diperlukan karena saat ini, setiap profesi dituntut memiliki sertifikat sebagai wujud kompetensinya.

20

LULUS PPG LANJUT IKUTI PROGRAM GURU GARIS DEPAN

SITI MUTMAINAH, PERAIH NILAI TERTINGGI PROGRAM PPG UNESA

26

EDISI FEBRUARI 2016 18 33

RESENSI BUKU

#SPEAK UP

34

TEORINYA SIH, SUDAH TAHU Sebuah catatan tentang implementasi lapangan yang tak pernah sesuai dengan panduan yang sebenarnya sangat bagus. Ada apa?

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 90 Tahun XVII - Februari 2016 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Heny Subandiyah, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

2016, TAHUN KERJA SAMA UNESA

TARGET 45 KERJA SAMA

INTERNASIONAL

KERJA SAMA: Prof. Nurhasan, M.Kes., Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan bersama Prof. Erick dari Denmark (tengah) foto bersama usai memberikan pembekalan terkait olahraga pen­di­dikan di kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya. foto: HUMAS UNESA

Komitmen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk mengepakkan sayap dalam kerja sama internasional semakin menggelora. Berbagai sistem yang diperlukan demi memudahkan kerja sama terus dibenahi. Tahun 2016 ini, setidaknya 45 kerja sama internasional ditargetkan dapat terealisasi.

W

akil Rektor IV Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt. selaku bidang yang menangani kerja sama mengatakan, tahun ini, Unesa menargetkan 45 kerja sama internasional. Bahkan, hingga tahun 2019, sekurang-kurangnya akan ada 60 MoU di kawasan Asia, Eropa, Australia, dan Amerika. Sejauh ini, Djodjok tak menampik bah­wa selama ini banyak kerja sama yang hanya berhenti pada tataran MoU. Setelah penandatanganan, kerja sa­ ma tersebut tidak ada tindak lanjut se­ hing­ga belum memberikan efek berarti bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala tersebut, Wa­ kil Rektor (Warek) IV bersama tim kerja sama menyiapkan pedoman dan segala alat kelengkapannya. “Ke depan, se­mua

kerja sama harus melalui satu pintu,” paparnya. Dalam buku Pedoman Kerja Sama di­ je­laskan bahwa semua ben­tuk kegiatan ker­ ja sama Unesa dilakukan melalui rek­tor kemudian didisposisikan kepada Wa­ kil Rektor IV. Dari Wakil Rektor IV akan didistribusikan sesuai bidangnya, unit pelaksana, ataupun individu yang me­lalukan rintisan kerja sama. Selain itu, semua kegiatan kerja sama harus me­lalui rekening rektor. “Pedoman itu akan menjadi dasar agar kerja sama Une­ sa benar-benar terkoordinasi dan se­su­ai aturan,” ungkap Djodjok. Selama ini, lanjut Djojok, banyak kerja sa­ ma yang dilakukan setiap fakultas tapi tidak terkoordinasi dengan baik. Universitas belum memiliki da­ta kerja sama setiap fakultas yang leng­ kap. Membuat data base kerja sa­ ma

Majalah Unesa

merupakan agenda utama yang akan dilakukan oleh universitas. “April nan­ ti, semua alat kerja sama akan di-laun­ ching,” tegasnya. Dua target lain di kancah in­ter­na­ sio­nal menjadi fokus Unesa. Pertama, pe­nyelenggaraan program studi in­ ter­nasional (billingual). Saat ini sudah ada empat program studi yang sudah me­laksanakan kelas bilingual. “Hingga 2019, ditargetkan ada 15 program studi yang me­nye­lenggarakan kelas dua ba­hasa ini,” papar guru besar bahasa Je­pang itu. Kedua, meningkatkan per­sentase prodi penyelenggara joint pro­gram seperti international certificate, twin program/double degree, credit trans­fer, sandwich program, dan job trai­ ning.n

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

5


LAPORAN

UTAMA

Drs. MARTADI, M.Sn., ANGGOTA TIM KERJA SAMA UNESA

Menjadi Centre Eselon

Drs. Martadi M.Sn., saat melakukan lawatan studi banding tentang pendidikan ke Eropa. foto: DOK MARTADI

A

nggota tim kerja sama Unesa, Drs. Martadi, M.Sn menilai, selain kerja sama internasional, semangat Unesa untuk menjalin kerja sama di dalam juga terus ditingkatkan. Dalam hal ini, yang menjadi target adalah Indonesia Timur. Demi menjadi centre eselon, kerja sama Unesa tidak hanya mengandalkan dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kini Unesa juga mulai merambah kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk daerah terluar, tertinggal, dan terbelakang (3T). “Ini sesuai dengan visi rektor dan sejalan juga dengan visi pemerintah,” tegas Martadi. Pada kuartal pertama tahun 2016 ini, untuk Indonesia Timur, Unesa telah menjalin kerja sama dengan Alor dan Paser Utara. Sementara itu, untuk kerja sama internasional, Unesa menambah kerja sama dengan Kansei Gaku in University Jepang dan salah satu perguruan tinggi di Denmark dalam bidang sport science. “Kalau ke luar negeri, kami memang masih banyak menyasar Jepang dan Australia,” tambah Martadi. Martadi menerangkan bahwa kerja sama menjadi ujung tombak branding lembaga. Untuk mencapai target 2016 sebagai tahun kerja sama, Martadi menuturkan, ada tiga strategi yang harus dilakukan. Pertama, penguatan internal.

6

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Strategi ini menjadi komponen utama untuk dilakukan oleh Unesa. Penguatan internal bisa dilakukan dengan langkahlangkah, antara lain: identifikasi potensi, membangun koordinasi dengan lembaga/fakultas, pengembangan tools kerja sama (profil, booklet, merchandise, dan lain-lain) serta optimalisasi ICP potensial. Strategi kedua dengan melakukan pembinaan jejaring yang ada. Menurut Martadi, sebelum memperluas jejaring kerja sama, Unesa perlu mengoptimalkan kerja sama yang sudah ada terlebih dahulu. Jangan sampai kerja sama yang sudah terjalin hanya berhenti pada tanda tangan MoU tanpa ada tindak lanjut yang berarti. “Menurut saya, perlu ada pembaharuan MoU dengan mitra strategis yang sudah ada, tindak lanjut program kerja sama yang sudah berjalan, penghargaan bagi mitra strategis yang berkomitmen saat dies natalis, dan roadshow pimpinan Unesa ke beberapa Pemda/Pemkot,” papar Martadi. Strategi berikutnya adalah perluasan ke wilayah Indonesia Timur. Dalam hal ini, ada dua langkah penting yang harus dilalui. Pertama, membangun jaringan dengan Pemda dengan memanfaatkan program yang sudah ada seperti Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT), Afirmasi, dan lain-lain. Kedua, membangun kerja sama baru seperti kerja sama dengan Alor, Paser Utara, Bontang, dan lain-lain. (SYAIFUL RAHMAN)

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

Prof. Dr. EKOHARIADI, M.Pd., DEKAN FAKULTAS TEKNIK

Perkuat Kerja Sama BERBASIS INDUSTRI

T

ahun 2016 ini, Universitas Negeri Surabaya gencar melaksanakan kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri. Kerja sama begitu penting karena menjadi salah satu poin dalam akreditasi. MoU antara pihak industri maupun kampus lain dapat menambah skor akreditasi. Prof. Dr. H. Ekohariadi, M.Pd., mengatakan, kerja sama dalam negeri maupun luar negeri itu sangat diperlukan, apalagi di Fakultas Teknik. Pembelajaran di Fakultas Teknik, tidak hanya belajar teori namun juga ada mata kuliah yang berbasis industri. Menurut Eko, kerja sama dari pihak industri dan pendidikan memiliki peran penting agar ketika mahasiswa praktik industri, mereka benar-benar langsung terjun di lapangan. Eko menambahkan, sejauh ini, Fakultas Teknik telah melakukan berbagai kerja sama internasional. Salah satu yang sudah dilakukan adalah dengan Nanyang Polytechnic International. Kerja sama tersebut berwujud pelatihan dosen yang dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ialah Leader yang ditujukan untuk petinggi-petinggi kampus. Bagian kedua adalah HOD (Head of Departement), yakni pelatihan pengelolaan dan pembelajaran. Bagian ketiga adalah Specialis Teacher untuk pelatihan metode spesialis pembelajaran. “Selain dengan Nanyang Polytechnic International, FT Unesa juga menjalin kerja sama dengan Institute Technology and Education, University di Jerman. Lebih lanjut, Eko memaparkan, agenda terdekat adalah kerja sama RECOTVET (Regional Cooperation Programme to Improve The Training of TVET Personnel). Program itu merupakan program di bawah RCP (Regional Coorporation Platform) yang bertujuan mendukung dan membangun SDM dan lembaga untuk perbaikan kualitas dan harmonisasi pendidikan vokasi di regional Asia Tenggara. RECOTVET sendiri didanai oleh pemerintah Jerman melalui German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ) dan berjalan di bawah naungan GIZ. Anggota organisasi ini adalah pejabat-pejabat tingkat Dekan FT LPTK se-ASEAN, dan dosen-dosen. Mereka akan mengikuti training. Kali ini, training sedang dilaksanakan di Ho Chi Minh City, Kamboja. Dari FT Unesa, dosen yang mengikiti training adalah Dr. Lilik Anifah,

S.T., M.T., dan Ari Kurniawan, S.Kom., M.T., sementara, Prof. Ekohariadi menjadi salah satu pembicara dalam acara Regional Policy Dialogue. Selain bekerja sama dengan universitas luar negeri, FT Unesa juga bekerja sama dengan Aptekindo (Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan) yang beranggotakan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) di Indonesia. Salah satu bentuk kerja sama ialah seminar internasional dan penulisan buku untuk SMK Teknik. “Saya berharap, ke depan, kerja sama antara pihak industri dengan lembaga pendidikan, terus meningkat. Untuk itu, perlu sinergitas antara pihak industri dengan lembaga pendidikan,� pungkasnya. n (NELY)

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

7


LAPORAN

UTAMA

Prof. Dr. NURHASAN, M.Kes., DEKAN FIK

PERBAIKI CITRA Melalui Kerja Sama

D

ekan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes., ber­pen­ dapat, kerja sama bukanlah sebuah tanda tangan di atas sebuah ker­tas bermaterai saja. Namun, kerja sa­ma harus berimplementasi agar mem­berikan dampak luar biasa. Fakultas Ilmu Keolahragaan telah men­jalankan berbagai kerja sama baik dalam maupun luar ne­ge­ ri. Kerja sama pengiriman dosen ke New Zaeland, Amerika Serikat, Jerman, mendatangkan Prof. Erick dari Denmark untuk memberikan pembekalan terkait olah raga pen­di­ dikan dan sebagainnya, me­ru­pa­kan beberapa kerja sama yang telah di­ lakukan FIK. Bahkan, pada 2016 ini, FIK sedang membangun walaupun ba­ru berupa rintisan dan lanjutan dengan stakeholder dalam dan luar negeri, meliputi peningkatan sumber daya manusia, penelitian PKM bersama antar­perguruan tinggi dalam dan luar negeri, pemerintah daerah (Jatim, Kaltim, Kal­bar, Batam dan beberapa

8

provinsi lain­nya), meningkatkan sumber da­ya manusia di provinsi, membuat blue­print yang berkaitan dengan olahraga rek­reasi, pendidikan, dan pelatihan atau prestasi. Saat ini, FIK juga sedang merintis ker­ja sama dengan Universitas Ma­la­ya, Universitas di New Zealand, dan Uni­ ver­sitas di Australia berkaitan dengan per­tukaran dosen olahraga. Dalam waktu dekat, FIK akan menjalin kerja sama dengan Universitas di Australia berkaitan dengan cabang olah­raga sepak bola, Universitas di Ing­gris berkaitan dengan pertukaran dosen dan mahasiswa, penelitian ber­sa­ma, peningkatan magang dosen, dan hasil penelitian yang dapat di­te­rapakan di kedua negara. “Dengan KOI kita juga membantu pelaksanaan Asean Games 2018,” papar Nurhasan. Nurhasan sangat yakin, jalinan ker­ja sama yang dilakukan mampu membawa dan meningkatkan rang­ king Universitas yang selama ini masih cu­kup jauh, membawa citra lembaga agar tidak dipandang sebelah mata,

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

dan meningkatkan potensi mahasiswa beserta stakeholder. Baru-baru ini, 4 Maret 2016, FIK me­nerima tamu dari Liverpool John Moores University (LJMU) Mr. Alek Lee bersama timsports science degree. Kunjungan tersebut sekaligus mem­ ba­wa agenda pembahasan kerja sama pendidikan, di antaranya pertukaran dosen dan mahasiswa, pembuatan jur­nal internasional, join research, short­ Course, dan Ph.D Candidate. “Mung­kinkah juga diadakan kerja sama double degree, artinya studi 1 tahun di sini (Unesa) dan 1 tahun di sana (LJMU) untuk program master (S2), itu masih dalam perintisan,” ujar Nurhasan, yang juga mantan Wakil Rektor IV Unesa. Sebelumnya, FIK juga mendapatkan kun­jungan kerja sama dari Malaysia dan Denmark. Bagi Nurhasan, kerja sama sangat penting un­tuk meningkatkan mutu SDM, me­ning­ katkan citra lembaga dan me­ning­ katkan grade Unesa di mata inter­na­ sional. (EMIR/LINA)


LAPORAN UTAMA

FBS Jalin Kerja Sama TFSU Program BIPA

Dari Kiri: Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt., (Warek 4) Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., (Dekan FBS), Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si., (Wakil Rektor 1) bersama Rektor dan Staf Tianjin Foreign Studies University, Tianjin, China, saat kunjungan ke Unesa. foto: HUMAS UNESA

U

niversitas Negeri Surabaya (Unesa) berhasil menjalin kerja sama dalam bidang akademik dengan Tianjin Foreign Studies University (TFSU). Penandatangan MoU dilaksanakan di ruang sidang lantai 2 gedung Kantor Pusat Unesa pada Jumat, 19 Februari 2016. Selain Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono M.S., dan Rektor TFSU Xiu Gang, turut hadir Wakil Rektor I Unesa Dr. Yuni Sri Rahayu M.Si., Wakil Rektor IV Unesa Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., dan Dekan Fakultas Bahasa Asia-Afrika TFSU, Shan Ti Rui. Bentuk kerja sama yang disepakati kedua pihak berupa pertukaran mahasiswa maupun dosen Jurusan Bahasa Mandarin/Bahasa dan Satra

Indonesia. Rektor TFSU, Xiu Gang menjelaskan bahwa kerja sama yang dijalin ke depan tidak hanya dalam segi akademik, melainkan juga kerja sama dalam proyek penelitian. Sebenarnya, kerja sama ini sudah dimulai sejak 2013 lalu. Setiap tahun, ada satu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Unesa yang dikirim ke TFSU sebagai dosen tamu di Jurusan Bahasa Indonesia di TFSU. Sejak tahun kemarin, sudah ada sekitar 6 mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia Program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) Unesa. Sebelumnya, pada Kamis, 18 Februari, delegasi Tianjin Foreign Studies University (TFSU) melakukan pertemuan dalam rangka penandatanganan Memorandum

Majalah Unesa

of Agreement (MoA). Kegiatan yang dimulai pukul 19.30 WIB itu diawali dengan penampilan tari merak dari mahasiswa asing. Dilanjutkan pidato dari Andi, salah satu mahasiswa BIPA. yang menggunakan dua bahasa, yakni Bahasa Mandarin dan Bahasa Indonesia. Dia mengaku senang bisa belajar bahasa serta budaya Indonesia. “Saya senang di sini, kami bermain ke gunung, belajar, dan menyelam. Indonesia seperti rumah sendiri,� ujar Andi. Acara diakhiri dengan penyerahan cinderamata oleh Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si., Wakil Rektor 1 kepada delegasi Tianjin Foreign Studies University (TFSU).n (EMIR, YUSUF, SURYO, CHIKITA, SYAIFULHIDAYAT)

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

9


LAPORAN

UTAMA

Drs. SUJARWANTO, M.Pd., DEKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Kerja Sama Harus MENGUNTUNGKAN

D

ekan Fakultas Ilmu Thailand, program icier, dan Pendidikan, Drs. sebagainya. “Kerja sama tidak Sujarwanto, boleh ditinggalkan karena M.Pd., kita tidak bisa hidup berpendapat bahwa sendiri di era seperti ini. kerja sama tidaklah No Life Alone,” ungkap semata-mata hanya Sujarwanto. menorehkan Hanya, Sujarwanto tanda tangan kurang setuju dengan di atas sebuah istilah tahun 2016 perjanjian, tetapi menjadi tahun kerja harus ada tindak sama Unesa. Sebab, lanjut dari perjanjian jika diartikan makna yang sudah dilakukan. tersebut, apabila Unesa Dengan demikian, kerja telah menyelesaikan sama yang dilakukan benarkerja sama berarti akan benar mampu memberikan berhenti seketika. Sujarwanto keuntungan bagi menyarankan, kedua belah pihak. kerja sama yang “Unesa harus Bagi Sujarwanto, dilakukan haruslah kerja sama sangat mendatangkan realistis bukan hanya berguna untuk profit dan cost meningkatkan agar bisa menjadi bermimpi. Dalam kualitas baik dari sisi pembiayaan dosen hal ini, mahasiswa kelembagaan maupun dalam menulis jurnal nonkelembagaan, dan melakukan harus terlibat agar semisal sarana penelitan. prasarana dan SDM. “Unesa harus memberikan kontribusi Kontribusi yang realistis bukan hanya diberikan bukan bermimpi. Dalam lebih dalam akademik hanya dana melainkan hal ini, mahasiswa maupun nonakademik.” harus terlibat mampu memberika wawasan yang lebih agar memberikan luas kepada SDM agar kontribusi lebih mempunyai pikiran dalam akademik yang lebih terbuka. maupun mahasiswa ke Khongkhaen Sejauh ini, Fakultas Ilmu nonakademik. Semua jurusan University, Samosen dan Pendidikan (FIP) telah yang ada di Unesa harus sebagainya. Sementara, pada melakukan berbagai kerja mampu dikembangkan 2016 ini, FIP akan menjalin sama baik dalam maupun karena akan mendatangkan kerja sama pengiriman luar negeri. Bentuk kerja profit yang bagus,” mahasiswa ke Khongkhaen di antaranya, memberikan pungkasnya.n (LINA) University untuk magang, pelatihan kepada para penelitian pendidikan dosen guru (used), mengirimkan yang bekerja sama dengan

10

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN KHUSUS

LSP PENTING

UNTUK KOMPETENSI DI DUNIA KERJA

MENENTUKAN: Sejumlah personal di Unesa dimaksimalkan untuk menunjang kinerja Lembaga Sertfikasi Profesi (LSP) yang diawali dari Fakultas Teknik dengan mengeluarkan 5 skema, antara lain Quantity Surveyor, Estimator, Tata Rias Pengantin Solo Putri, Tata Rias Pengantin Gaun Panjang, dan Tata Rias Pengantin Sunda Putri.

foto: HUMAS UNESA

Agar mampu bersaing di dunia kerja, lulusan Unesa tidak cukup dibekali ijazah. Lebih dari itu, sertifikat profesi juga sangat diperlukan karena saat ini, setiap profesi dituntut memiliki sertifikat sebagai wujud kompetensinya. Fakta itulah yang mendorong Unesa membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi agar padu antara pendidikan akademik (ijazah) dan pendidikan profesi (sertifikat).

R

ektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S., mengatakan bahwa dengan mendapatkan ijasah (akademik) dan sertifikat (profesi) setelah lulus, mahasiswa punya modal untuk bekerja secara profesional sesuai dengan bidangnya. Sebagai langkah awal, ungkap Warsono, Lembaga

Sertifikasi Profesi (LSP) Unesa diawali dari Fakultas Teknik dengan mengeluarkan 5 skema yakni Quantity Surveyor, Estimator, Tata Rias Pengantin Solo Putri, Tata Rias Pengantin Gaun Panjang, dan Tata Rias Pengantin Sunda Putri. Proses sertifikasi ini akan dipadukan dengan pendidikan akademik, meskipun harus menambah beban belajar.

Majalah Unesa

“Dengan model seperti itu, setelah lulus, mahasiswa akan diuntungkan karena mendapatkan sertifikat profesi. Jika diumpamakan, sertifikasi profesi seperti akta mengajar. Dulu, Lulusan IKIP selain mendapat ijazah, juga mendapat akta. Bedanya, akta merupakan sertifikat untuk mengajar sedangkan sertifikat profesi, melainkan untuk bekerja secara

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

11


LAPORAN

UTAMA

LAYANAN: Tim khusus (atas) sedang mendapat paparan dari tim ahli (bawah). Nantinya, tidak hanya terbatas mahasiswa, semua orang (masyarakat umum, alumni, jurusan lain) bisa mengikuti sertifikasi profesi skema tertentu di LSP Unesa. foto: HUMAS UNESA

prefesional,” terang mantan Wakil Rektor III Unesa tersebut. Lebih lanjut Warsono menjelaskan, kendati bukan sertifikat untuk mengajar, mahasiswa jurusan pendidikan tetap bisa mengikuti sertifikasi profesi dan mendapat sertifikat profesi. Sebab, pada dasarnya, LSP memiliki kurikulum tersendiri yang tidak terikat dari

12

mahasiswa jurusan mana pun. “Kurikulum (LSP) akan bicara tentang keahlian jadi ke arah teknik, lah kalau mereka (jurusan pendidikan) bisa mengapa tidak?” jelas Warsono. Tidak hanya terbatas mahasiswa, semua orang (masyarakat umum, alumni, jurusan lain) bisa mengikuti sertifikasi profesi skema tertentu semisal estimator. Warsono

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

mencontohkan, misalkan saja ada mahasiswa Bahasa Asing yang memiliki kemampuan sebagai seorang Estimator maka bisa saja mahasiswa tersebut mendapat sertifikat estimator. Namun, mereka yang tidak memiliki kemampuan, sudah barang tentu tidak lolos sertifikasi dan tidak mendapat sertifikat. “Memang, tidak semua yang mengikuti sertifikasi itu memperoleh sertifikat jika tidak memenuhi spesifikasi. Mengingat serifikat itu adalah jaminan yang harus dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyertifikasi dan pemiliknya,” ungkapnya lagi. Peluang tersebut, tambah Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial, dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan dan potensi seseorang. Untuk melakukan sertifikasi, harus melalui serangkaian tes di lembaga sertifikasi. Jadi, sertifikat memberikan jaminan bahwa yang memegang memiliki kompetensi. “Sertifikat saat ini menjadi barang berharga, karena itu tidak boleh semua lembaga mengeluarkan tanpa memperoleh izin,” tambahnya.


LAPORAN UTAMA

Prof. WARSONO, M.S., REKTOR UNESA

Perlu Peran Fakultas Lain

P

ada dasarnya, Fakultas Teknik tidak dapat memberi semua jaminan profesi, semisal Fakultas Teknik tidak bisa memberi sertifikat tentang Kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, dibutuhkan peran fakultas lain untuk mengambangkan LSP di tiaptiap fakultas agar dapat memenuhi kebutuhan sertifikasi profesi untuk mahasiswa dan masyarakat umum. Ke depan Warsono akan meninjau profesi apa saja yang berkaitan dengan fakultas yang ada di Unesa. Setelah itu, akan ada kajian lebih mendalam apakah profesi tersebut perlu dan dapat digarap untuk bidang sertifikasi. Semisal ada, maka dikaji lagi profesi tersebut hingga dapat berjalan. Lebih jelasnya, Warsono memberikan contoh, profesi Bahasa Jawa yang memiliki kompetensi untuk bekerja di kebudayaan Jawa dan mengharuskan memiliki kompetensi seperti adat jawa, kebudayaan Jawa, animisme dan lainnya, akan dilihat fakultas mana yang cocok untuk mengadakan LSP skema bahasa Jawa dan

harus menyusun mekanisme yang diperlukan. Warsono kembali menekankan bahwa LSP ini adalah pendidikan profesi yang memiliki kurikulum tersendiri di luar Unesa dan statusnya berada di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Oleh karena itu, LSP tidak dapat dibiayai oleh UKT menurut aturan yang ada, tapi mereka (pendidikan akademik dan LSP) bisa berjalan bersama-sama. Artinya, mahasiswa tidak harus menunggu sampai selesai kuliah untuk mendapatkan sertifikasi profesi. Dengan berjalan bersamaan, hal tersebut dirasa lebih efisien dalam waktu. Tetapi, perlu ditilik kembali UKT tidak dapat digunakan untuk pendanaan LSP. Unesa hanya menggabungkan agar saat mahasiswa dapat lulus dengan mendapat 2 sertifikat (ijazah dan profesi) dan tidak harus menunggu. “Pendanaan LSP dan akademik bukan berarti digabungkan, kan itu bersifat kurikulum tambahan,� pungkasnya. (emir)

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

13


LAPORAN

UTAMA

Dra. Juhrah Sinke, M.Si,. siap dalam hal dokumen pelaksanaan, administrasi dan perizinan LSP. foto: HUMAS UNESA

Dra. JUHRAH SINKE, M.SI, KEPALA ADMINISTRASI LSP-1 UNESA

Ujian Sertifikasi Profesi

D

Mirip Ujian TOEFL

ra. Juhrah Singke, M.Si, Kepala Administrasi LSP Unesa menegaskan bahwa Unesa telah siap dalam hal dokumen pelaksanaan, administrasi, dan perizinan LSP. Oleh karena itu, mahasiswa yang telah melaksanakan yudisium, bisa mendaftar ujian sertifikasi profesi. “Unesa telah siap dalam hal administrasi,” imbuhnya. Secara administrasi, mahasiswa yang telah mendaftar, namanya akan terdaftar dan terlapor di BSNP. Semua data yang menyangkut keikutsertaannya di ujian, baik itu data asesor, data instrumen, dan dokumen-dokuken lain juga akan terlapor di BSNP. Berita terbaru lainnya mengenai administrasi adalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) bisa dipergunakan sebagai pembayaran melaksanakan ujian sertifikasi. “Nantinya, akan ada satu kali kesempatan mengikuti ujian sertifikasi menggunakan biaya itu (UKT),” terang Juhrah. Mekanisme ujian sertifikasi ini hampir menyerupai ujian TOEFL di Pusat Bahasa. Hanya, TOEFL bersifat wajib

14

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

lulus sedangkan sertifikasi profesi tidak. Yang perlu diketahui mahasiswa adalah proses administrasi selama pelaksanaan ujian. Juhrah menjelaskan, tes yang akan dihadapi peserta LSP ada teori dan praktik. Bila ada salah satu subkompetensi dari skema sertifikasi tidak lulus, bisa diadakan tes ulang. Peserta baru bisa dikatakan lulus bila telah menempuh semua sub kompetensi tersebut. “Bila dari subkompetensi 9, baru lulus 6, maka yang 3 harus diulang,” jelasnya. Sertifikat pascakelulusan dengan lambang garuda emas yang diterima mahasiswa peserta uji sertifikasi merupakan keluaran BSNP yang berada di bawah naungan presiden. Namun, karena Unesa ini masih pemula dalam bidang sertifikasi profesi, pihak dari BSNP akan datang langsung ke Unesa untuk melihat bagaimana kinerja lembaga sertifikasi profesi Unesa. “Asesor dari BNSP datang untuk melihat apa asesor kita telah bekerja dengan benar atau tidak,” terangnya. (DANANG/ EMIR)

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

SRI USODONINGTYAS S.Pd., BAGIAN MANAJEMEN MUTU LSP-1 UNESA

Mengacu Standar BNSP Disesuaikan Kebutuhan Unesa Sri Usodoningtyas S.Pd dari ruang kerjanya siap menata manajemen mutu lulusan Unesa. foto: HUMAS UNESA

S

elaku penanggung jawab bagai Manajemen Mutu LSP-1 Unesa, Sri Usodoningtyas LSP-1 Unesa mengatakan bahwa manajemen mutu merupakan salah satu bagian Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memiliki fungsi menjamin keberlangsungan uji kompetensi. Hal itu diperlukan agar lulusan kualifikasi LSP tetap berkualitas dan tetap sesuai dengan perkembangan zaman (up to date) serta sesuai Standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Usodoningtyas menjelaskan, contoh manajemen mutu yang dilakukan adalah mempertimbangkan kelayakan asesor (penguji), menjamim siklus (proses) LSP dan menjamin bahwa peserta LSP yang telah mendapat sertifikat profesi adalah yang memang benar-benar layak mendapatkannya. “Hal tersebut

menjadi penting mengingat LSP bertanggung jawab kepada BNSP, dan BNSP bertanggung jawab kepada presiden,” paparnya. Terkait hal itu, untuk menjamin proses sertifikasi profesi, LSP-1 Unesa mengacu pada standar dari BNSP yang selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan Unesa. Misalnya, Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi, tentu kedua fakultas tersebut memiliki lulusan dengan profesi yang berbeda. Pun dengan fakultas yang lain, sehingga, nanti setiap peserta yang ingin mendapat sertifikat profesi tertentu (misal profesi Estimator) tidak semata-mata mengikuti tes yang sama dengan profesi Rias Pengantin. Artinya, setiap kualifikasi profesi itu akan ada Standart Operational Procedur (SOP) masing-masing. Tidak mungkin SOP untuk Estimator akan sama dengan SOP Tata Rias Pengantin “Semua sesuai dengan kebutuhannya, rata-

Majalah Unesa

rata ada 15 aspek/poin yang harus dipenuhi supaya lulus,” jelasnya. Tugas bagian mutu bukan hanya untuk penyusunan SOP tempat uji kompetensi (TUK) seperti estimator, Tata Rias Pengantin dan Quantity Surveyor, namun juga menyusun SOP untuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sendiri yang lebih mengarah ke manajemen. Sejauh apa kerja LSP Unesa, Sri menjawab bahwa sementara LSP Unesa akan berfokus di Fakultas Teknik. Ke depan, Sri berharap LSP akan meng-cover Unesa secara keseluruhan. Keuntungan adanya sertifikasi profesi ini bagi mahasiswa ialah apabila lulus kelak, mereka akan lebih dari sekadar lulus. Mereka juga bisa mengikuti ujian untuk mendapatkan sertifikat sesuai dengan bidangnya. “Pada 2016, diharapkan mahasiswa bisa lulus bareng dengan sertifikat profesional,” harapnya. (DANANG/EMIR)

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

15


KOLOM REFLEKSI

Di tengah krisis multidimensi yang dialami bangsa kita saat ini, belum terlambat mencetak generasi-generasi beradab. Di tampuk merekalah kelak masa depan bangsa ini diletakkan. Karena itu, tidak bisa tidak, persiapan yang dilakukan tidak cukup hanya membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi semata. Nilai-nilai dan ajaran agama justru harus diletakkan di posisi teratas untuk kepentingan itu. Oleh EKO PRASETYO

GENERASI BERADAB UNTUK

BANGSA BERADAB

K

emajuan sebuah negara tidak dapat dilepaskan dari peradabannya. Akan tetapi, ada anggapan lain bahwa peradaban itu bukan hanya dilihat dari kemajuan, tetapi juga memandang penting budi pekerti serta akhlak. Dalam ajaran Islam, keunggulan sebuah bangsa juga tidak bisa dilepaskan dari kualitas sumber daya manusianya, terutama insan-insan yang bermoral, bermartabat, dan berakhlak.

16

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Maka, poin sesungguhnya adalah manusia yang beradab. Sebab, Islam menekankan pentingnya manusia menjadi insan yang beradab guna membangun bangsa yang beradab pula. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta, kata adab didefinisikan sebagai kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, dan akhlak. Sementara beradab diartikan sebagai sopan, baik budi bahasa,

Majalah Unesa

dan telah maju tingkat kehidupan lahir dan batinnya. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Melayu Utusan mengartikan kata adab dengan kata sopan (lawan dari kata biadab). Beradab berarti baik budi bahasa. Karena itu, di tengah isu globalisasi seperti sekarang, membangun sebuah negara yang adil dan beradab merupakan cita-cita segala bangsa. Buku Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab ini menguraikan dengan


KOLOM REFLEKSI tegas dan jernih tentang konsep Ketika banyak pihak yang masih hanyalah sebagian dari masalah negara beradab yang amat terkait menolak gagasan ideal mereka, yang melanda umat Islam. Ada dengan nilai-nilai ajaran dan maka sikap yang diambil adalah masalah yang lebih mendasar lagi, tuntunan agama. membuat konsensus-konsensus yaitu masalah internal, dalam diri Para bapak bangsa Indonesia yang mungkin disepakati dengan umat Islam sendiri, yang harus dipahami dan disadari agar umat dapat sejak zaman kemerdekaan tetap melanjutkan dakwah dalam memberikan solusi bagi problemasebenarnya telah merumuskan berbagai kondisi. tika umat tersebut. Yaitu, ”Only by konsep ini secara matang. Misalnya, Tidak mudah membangun negour consciousness and recognition Mohammad Natsir yang pernah ara yang adil dan beradab, apalagi and acknowlmenegaskan edgement that bahwa Karena itu, di tengah isu globalisasi seperti sekarang, serious internal Pancasila adalah membangun sebuah negara yang adil dan beradab causes have in pernyataan dari fact contributed niat dan citamerupakan cita-cita segala bangsa. Buku Mewujudkan considerably to cita kebajikan Indonesia Adil dan Beradab ini menguraikan dengan tegas our general disaryang harus dan jernih tentang konsep negara beradab yang amat terkait ray will be able kita usahakan to discern the full terlaksananya dengan nilai-nilai ajaran dan tuntunan agama. truth that lies at di dalam negara the core of the didan bangsa lemma we suffer Indonesia. Ia today” (Husaini, 2015: 106). menyesalkan adanya dikotomisasi di tengah-tengah masyarakat yang Mencermati hal tersebut, di antara Alquran dan Pancasila; majemuk dari berbagai kalangan tengah krisis multidimensi yang seolah-olah antara tujuan Islam dan dan suku bangsa seperti Indonesia. dialami bangsa kita saat ini, belum Pancasila itu terdapat pertentangan Akan tetapi, hal ini bukan berarti terlambat mencetak generasidan pertikaian yang sudah nyata upaya untuk mewujudkannya mengenerasi beradab. Di tampuk tak ”kenal damai” dan tidak dapat jadi mustahil. Menurut Dr. Adian merekalah kelak masa depan disesuaikan. Husaini dalam buku Menuju Indobangsa ini diletakkan. Karena itu, Natsir menjelaskan bahwa dalam nesia Adil dan Beradab, kuncinya tidak bisa tidak, persiapan yang pangkuan Alquran, Pancasila akan adalah masyarakat beradab –yang dilakukan tidak cukup hanya hidup subur. Satu dengan lain tidak tentu saja dibangun dari fondasi membekali mereka dengan ilmu apriori bertentangan, tapi tidak agama. pengetahuan dan keterampilan pula identik (sama). Tapi ini tidak Persoalannya, sebagaimana teknologi semata. Nilai-nilai berarti bahwa Pancasila itu sudah dikutip dari Prof. Syed M. Naquib Aldan ajaran agama justru harus identik atau meliputi semua ajaranAttas dalam buku tersebut, problem diletakkan di posisi teratas untuk ajaran Islam. Pancasila memang utama umat Islam berakar pada kepentingan itu. mengandung tujuan-tujuan Islam, masalah loss of adab. Hilang adab Sebagaimana pepatah Jawa, tetapi Pancasila itu bukanlah berarti inilah akar masalah yang dihadapi dadi wong pinter tur bener (menjadi Islam (Husaini, 2015: 56). umat Islam sekarang. Maknanya, orang yang pandai dan benar), hal Hal itu mencerminkan jika umat Islam ingin bangkit dari ini menyiratkan bahwa kata ”benar” kepiawaian para negarawan muslim keterpurukannya, bangkit menjadi mengandung filosofi spiritual. Indonesia dalam menyampaikan umat yang hebat, pahamilah makna Dalam konteks yang luas, generasi dan memperjuangkan gagasan adab, terapkanlah konsep adab, beradab untuk mewujudkan Islam dalam konteks kenegaraan. dan jadilah manusia-manusia yang bangsa beradab tak terlepas dari Mereka tampak dengan tegas dan beradab. keseimbangan antara aplikasi nilaijelas menyampaikan pemikiran Mengapa umat hilang adab? Prof. nilai agama. Di tengah suasana ideal dari sudut pandang Islam. Al-Attas menyebutkan bahwa salah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Mereka menempatkan posisi satu masalah besar yang dihadapi seperti sekarang, upaya untuk terus mereka sebagai muslim dan oleh umat Islam dewasa ini adalah mencetak generasi beradab belum menggunakan Islam sebagai masalah eksternal yang berupa terlambat. n worldview dalam melihat masalah. serbuan pemikiran-pemikiran yang Mereka tampak menggunakan merusak. ”It is true that the Muslim Penulis adalah Pegiat Literasi, panggung politik sebagai arena mind is now undergoing profound Alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra dakwah dengan menyampaikan infiltration of cultural and intellecIndonesia, FBS, Unesa, dan pemikiran-pemikiran dan sikap tual elements alien to Islam.” Tetapi, Master Ilmu Komunikasi Unitomo. politik yang tegas, jelas, dan santun. menurut dia, masalah eksternal itu

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

17


LENSA UNESA UNESA LENSA

Eco Campus Unesa

jadi PERCONTOHAN ektor Unesa Prof. Warsono M.S. , jajaran pejabat Unesa dan tim dari Bidang Peningkat­ an Kualitas Lingkung­ an Surabaya, secara simbolis melepaskan burung di area Ranu Unesa Kampus Ketin­ tang Surabaya yang dijadikan lahan terbuka hijau untuk dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, konservasi dan rekreasi warga sekitar. Sementara (foto kanan) Nurhadi, S.T., M.M, Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Lingkungan Kota Surabaya memaparkan harapannya agar Unesa bisa menjadi con­ toh eco campus bagi kampus-kampus lain di Surabaya. lHUMAS

18

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


LENSA UNESA

WORKSHOP

PENINGKATAN BAHASA INGGRIS BAGI DOSEN Sejumlah dosen Unesa mengikuti kegiatan workshop peningkatkan kemampuan berbahasa Ing­ gris. Hadir sebagai narasumber Wakil Rektor 1, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si., dan Drs. M. Khori, M.Hum. Workshop tersebut dilakukan untuk memberi bekal kepada para dosen agar semakin memiliki kemampuan dalam berbahasa inggris. l

SERAH TERIMA KEPALA HUMAS UNESA

TASYAKURAN sederhana dilakukan kahumas baru Unesa, Dr. Heny Sub­ andiah, M.Hum. Selain dihadiri staf dan reporter humas, acara yang berlang­ sung pada Senin (29/2/2016) dihadiri oleh Prof. Dr. Suyatno, M.Pd. (Kahumas lama), yang sekaligus melakukan serah terima tugas kepada kahumas baru. Prof. Suyatno berharap ke depan Humas menjadi pusat informasi dan dokumentasi (PID) serta menjadi garda terdepan dalam sarana infromasi dan citra Unesa. Sementara, Dr. Heni Subandiyah, M.Hum berharap bisa mengemban amanah sebagai kepala humas dan membawa humas lebih maju lagi. l HUMAS

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVI I- Februari 2016 |

19


20

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


KABAR PRESTASI

SITI MUTMAINAH, PERAIH NILAI TERTINGGI PROGRAM PPG

Lanjut Ikuti Program Guru Garis Depan Siti Mutmainah membubungkan asa untuk menjadi guru ketika berkuliah S-1 Pendidikan Guru PAUD di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Dara asal Wonosobo ini harus meninggalkan ayah dan ibunya yang berprofesi sebagai petani di kampung halaman. Kini, setelah bersekolah selama 6 tahun dengan menempuh pendidikan sarjana, mengabdi dengan mengikuti SM3T, dan pengemblengan di program PPG, Siti bisa “balik desa, bangun desa” sebagai seorang guru bersertifikat profesional dengan nilai tertinggi, 95,3.

P

erjuangan yang ditempuh perempuan kelahiran 6 Februari 1989 untuk menyandang predikat peraih nilai tertinggi tersebut tidak mudah. Jalan terjal nan berliku pun dilalui. Hal yang tersulit bagi Mutmainah ialah ketika meminta restu orang tuanya untuk mengabdi di daerah 3T. Kala itu, orang tuanya tidak rela melepaskankan Siti mengabdi, apalagi dengan berbagai berita miring tentang SM3T. Beruntung, tetangga kampungnya bernama Tari, alumnus SM3T angkatan pertama, membantunya. Akhirnya, setelah diyakinkan bahwa SM3T tidak seburuk itu, kedua orang tuanya bersedia memberikan restu mengabdi di Desa Tuna, Kecamatan Mempawang Hulu, kabupaten Landak, Kalimantan Barat. “Saya yakinkan orang tua bahwa SM3T itu mulia karena merupakan tugas negara,” kenangnya. Lokasi tempat Siti mengabdi sungguh memprihatinkan. Ia ditempatkan di salah satu TK dengan kondisi memprihatinkan. Tidak seperti umumnya TK-TK di pulau Jawa yang dipenuhi fasilitas dan sarana seperti kursi warnawarni, alat peraga pendidikan,

dan dinding bergambar. Di TK tempatnya mengabdi itu, dindingdinding sekolah dalam kondisi banyak lubang. Dan, kebanyakan anak di sana belajar hanya dengan buku yang sudah usang. Ditambah lagi, semangat anak-anak desa yang kebanyakan tidak mau bersekolah karena berpikiran bahwa sekolah itu tidak menyenangkan. Semua kondisi dan tantangan itu, harus dihadapi oleh Siti. Bahkan, dari kondisi itu, Siti semakin terlecut untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan pendidikan di sekolah tempatnya mengabdi. Kerja keras dan kesabaran yang dilakukan Siti melalui metode mengajar dengan banyak permainan, menjemput dan mengantar murid-murid setiap hari, mampu membuat suasana pendidikan menjadi lain. Setidaknya, ia mampu mempertahankan sebanyak 16 anak didiknya untuk mau semangat bersekolah. “Saya senang akhirnya anak-anak mau bersemangat belajar. Saya sampai digandoli (dipertahankan) agar tidak pulang,” kisahnya.

studi di Program Pengembangan Profesi Guru (P3G) di Universitas Negeri Surabaya. Selama mengikuti program PPG sampai akhirnya diwisuda pada Yudisium ke-3 P3G, Sabtu (20/2/2016), putri daerah Jawa Tengah ini mengaku senang dengan prestasinya yakni mendapat nilai tertinggi. Nilai tersebut merupakan nilai akumulatif dari nilai asrama, nilai workshop, nilai Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), nilai Ujian Tulis Lokal (UTL), dan Ujian Tulis Nasional (UTN). Ditanya soal keberhasilannya, Siti menyebut bahwa yakin dan percaya diri adalah kuncinya. Di samping itu, ia juga punya cara belajar “Wayangan”, yaitu lebih serius ketika belajar malam saat suasana lebih tenang dan lebih banyak istirahat ketika siang yang hiruk-pikuk. Ke depan, Siti berencana kembali mengabdi di daerah tertinggal melalui program Guru Garis Depan (GDD). “Orang tua yang sebelumnya tidak merestui saya mengabdi ke daerah tertinggal sekarang jadi mendukung. Saya memantapkan diri untuk ikut GGD,” pungkasnya. (DAN/PAS)

Ikut Program GDD Namun, bagaimana pun, Siti tetap harus pulang untuk melanjutkan

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

21


KABAR

P3G-SM3T PENGIRIMAN GURU INDONESIA KE SABAH DAN MINDANAO

Mendidik Putra-Putri TKI Pendulang Ringgit Oleh Dr. R. Sulaiman

PEJUANG PENDIDIKAN: Para guru Indonesia yang ditugaskan di Sabah, Malaysia untuk mendidik anak-anak para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di perkebunan Malaysia. foto: HUMAS UNESA

Sungguh, kondisi anak-anak Indonesia ini sangat tragis. Negara yang katanya “tanah surga�, tapi warga negaranya terlantar di negeri orang. Banyak orang tua siswa yang menyatakan bahwa kondisi seperti itu bukanlah pilihan mereka melainkan karena kondisi.

A

khir 2015, saya ditugasi lembaga (berdasarkan permintaan P2TK) melakukan Monev dan pendampingan guru-guru Indonesia di Sabah, Malaysia. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, dikirim juga guru-guru Indonesia yang akan ditugaskan untuk mendidik anakanak Indonesia di Sabah Malaysia, dan Mindanao Filipina. Mereka yang dikirim termasuk angkatan ke-6. Kapasitas saya pada kegiatan ini sebagai pengelola PPG SM-3T Unesa. Tugas ini beralasan karena sebagian

22

besar (prioritas) guru yang dikirim adalah alumni PPG SM-3T. Saya teringat lima tahun lalu. Saat itu, saya bersama anak dan istri tinggal di Selangor, Malaysia. Kami sekeluarga tinggal di Selangor selama satu setengah tahun. Kami menyewa rumah kampung (bukan tinggal di apartemen seperti layaknya pelajar-pelajar lain). Tepat di samping rumah sewa saya, tinggal tiga keluarga TKI dalam satu rumah. Mereka menyewa satu rumah yang terdiri atas tiga kamar. Tiap keluarga menempati satu kamar. Satu keluarga

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

(suami, istri) berasal dari Lumajang dan satu keluarga (suami-istri) berasal dari Madura. Dua keluarga ini sudah lebih dua tahun tinggal di rumah sewa itu. Saya hampir tidak percaya ketika suatu hari mereka bercerita bahwa selama dua tahun lebih itu, mereka baru dua malam tidur di rumah sewa itu. Selebihnya, mereka tidur di hutan. Memang, sehari-hari saya tahu, setelah salat Isya mereka membawa bantal, sarung, dan senter untuk pergi tidur di hutan. Esok pagi buta (sebelum subuh),


KABAR PPG -SM3T mereka pulang bersiap-siap bekerja. Sungguh ini fakta yang luar biasa bagi saya. Pada kesempatan lain, saya menyempatkan diri melihat gubuk mereka di hutan, di tengah perkebunan sawit. Ukuran gubuk mereka sekitar 1,5 m x 2 m. Dindingnya terbuat dari pelepah kelapa sawit. Atapnya juga pelepah kelapa sawit yang diberi plastik. Sedangkan alasnya, dibuat agak tinggi untuk menghindari gangguan ular dan hewan liar yang lain. Kurang relevan jika saya utarakan mengapa mereka tidur di hutan, karena itu tidak ada kaitannya dengan pengiriman guru Indonesia ini. Satu keluarga lagi (suami, istri, dan anak) berasal dari Aceh. Keluarga ini berbeda dengan dua keluarga sebelumnya. Awalnya, keluarga ini juga tidur di hutan, tapi kemudian mereka pasrah dan tidur di rumah sewanya. Memang, biasanya razia terhadap pendatang ilegal dilakukan ke rumah-rumah pada tengah malam. Si anak, Edi, berumur 4,5 tahun dan memasuki usia sekolah. Tapi hak pendidikannya tidak pernah ia dapatkan. Jangankan ke sekolah, ke tempat keramaian saja orang tuanya merasa waswas, khawatir ada polisi. Faktanya, banyak Edi lain yang tersebar di berbagai daerah di Malaysia, baik di bandar-bandar kecil maupun di ibu kota, Kuala Lumpur. Mereka lahir dan besar tanpa mendapatkan pendidikan. Banyak di antara mereka sampai umur 15 tahun tidak mendapatkan pendidikan formal alias buta huruf. Sekolah Darurat Realita seperti itulah yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia mendirikan sekolahsekolah darurat, CLC (Community Learning Centre) di berbagai daerah di Malaysia, khususnya Sabah. Dan untuk melaksanakan program itu, diperlukan banyak guru. Tahun ini merupakan angkatan ke-6 guru Indonesia yang dikirim ke Sabah dan angkatan pertama yang dikirim ke Mindanao Filipina. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan telah mengirim guru Indonesia ke Malaysia untuk mendidik anak-anak buruh migran dalam bentuk: 1) Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), yang merupakan sekolah formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah RI. 2) Pusat Kegiatan Belajar, Community Learning Centre (CLC) yang terdiri atas: a) Lembaga Swadaya yang diselenggarakan oleh masyarakat dan bersifat formal, di bawah binaan SIKK, menggunakan kurikulum nasional dan difasilitasi oleh pemerintah RI. b) Pusat Belajar Humana (PB Humana), bersifat nonformal dengan kurikulum perpaduan Malaysia dan Indonesia, dan difasilitasi oleh perusahaan tempat pusat belajar tersebut berada dan orang tua siswa. c) Pusat Kegiatan belajar yang diselenggarakan oleh Konjen Johor Bahru yang merupakan filial dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Berdasarkan data September 2015, terdapat 53.687 anak Indonesia usia 1-18 tahun di Malaysia, dan yang mendapatkan layanan pendidikan baru 24.856 anak. Sejumlah anak tersebut berada di beberapa sekolah berikut. No

Lembaga

Jumlah Lembaga

Jumlah Murid

1

927 8.122

1

SIKK

2

CLC SD

69

3

CLC SMP

140

3.224

4

PB. HUMANA

134

12.583

Jumlah

344

24.856

Sebanyak 98 orang yang diberangkatkan ke Sabah sebagai guru dan pendamping, dan terbagi dalam tiga kelompok terbang. Saya tergabung dalam kelompok satu. Rombongan saya berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 02.00 WIB dini hari menuju Kota Kinabalu via Kuala Lumpur. Kami tiba di Kota Kinabalu sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Majalah Unesa

Hari berikutnya dilakukan serah terima guru dilanjutkan dengan pembekalan yang terkait dengan hal yang sangat teknis di lapangan. Pada saat itu Prof. Fasli Djalal, yang memprakarsai dan yang menginisiasi program ini sejak 2011, memberikan pembekalan. Selain itu hadir atase pendidikan di Kuala Lumpur, Konjen Kinabalu, dan Konsul Sabah. Pada acara tersebut tampil salah satu siswa CLC SD di Sabah, menyanyikan dua buah lagu Indonesia dengan suara yang merdu. Dalam sambutannya, atase pendidikan di Kuala Lumpur mengulas sedikit tentang anak yang baru saja menyanyikan dua buah lagu itu. Dia adalah juara olimpade sain siswa Indonesia se Malaysia yang dilaksanakan di Kuala Lumpur. Juara olimpade sain yang juga pandai menyanyi mungkin hal yang biasa. Tapi yang luar biasa adalah, ternyata dia adalah anak seorang TKI ilegal. Setelah lolos seleksi di Sabah, dia harus mengkuti seleksi di Kuala Lumpur. Masalahnya dia tidak bisa masuk Kuala Lumpur, karena dia tidak mempunyai dokumen keimigrasian yang resmi. Terpaksa ia dipulangkan dulu ke Indonesia (lewat “jalur belakang�) kemudian masuk lagi ke Malaysia. Pada hari ketiga, kami ikut mengantarkan guru-guru ke ladang-ladang kelapa sawit. Karena luasnya cakupan wilayah yang harus dilalui, maka Tim dibagi menjadi 8. Tergabung di Tim 1 di antaranya Prof. Fasli jalal dan Prof. Muchlas Samani. Saya tergabung di Tim 5 yang terdiri atas 7 orang (dari PK PLK SILN, Direktorat GTK Paud Dikmas, Direktorat Pembinaan Guru Dikdas, PIH Kemendikbud), dan kami didampingi oleh guru yang sudah bertugas beberapa tahun di Sabah. Tim kami bertugas mendampingi/ mengantarkan guru ke CLC/ Humana Luang Manis, Moynod, dan Kampung Melayu. Kami juga ditugasi untuk melakukan monev atas pelaksanaan program ini, sedangkan aggota tim lain melakukan verifikasi data. Perjalanan dari hotel ke sekolah

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

23


KABAR

P3G UNESA

Penulis foto bersama Prof. Dr. Muchlas Samani dan guru-guru alumni PPG SM-3T Unesa. foto: PPG UNESA

sasaran cukup jauh, memerlukan waktu sekitar 6 jam. Namun, kami tidak terlalu merasakan capek dan jenuh karena jalan yang dilalui sangat bagus dan sepanjang perjalanan kami dapat melihat alam yang baru. Untuk menuju sekolah sasaran, kami melewati lembah gunung Kinabalu. Sekolah pertama yang kami kunjungi berada di kawasan perkebunan kelapa sawit di daerah Luang Manis. Kami disambut siswa-siswi SD, putra-putri TKI yang bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit. Mayoritas mereka berasal dari Sulawesi Selatan, dan sebagian kecil dari NTT. Kami terharu pada saat mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mereka memimpikan suatu saat nanti kembali ke kampung halamannya di Indonesia. Kondisi sekolah sangat sederhana, terdiri atas beberapa ruang terbuka dan satu ruangan kelas tertutup yang baru dibangun oleh pemilik ladang. Fasilitas jauh dari kata sempurna, baik buku, ruangan, maupun tenaga pengajarnya. Agak beruntung mereka karena sudah tiga tahun ini mendapatkan bantuan/kiriman guru Indonesia. Sebelumnya, mereka belajar dengan guru lokal (Malaysia) dan menggunakan kurikulum Malaysia. Kini mereka merasa dekat dengan negerinya, kakrena menggunakan kurikulum Indonesia, menyanyikan lagu-lagu Indonesia,

25

dan menggunakan bahasa Indonesia, walaupun masih campur aduk dengan bahasa Melayu Malaysia. Orang tua mereka juga sangat antusias menyambut kedatangan kami. Mereka menyampaikan terima kasih yang tulus atas bantuan guru dari Indonesia. Bus Antar-Jemput Setelah satu jam berdiskusi, kami melanjutkan perjalanan selama 30 menit ke Moynod yang masih berada di ladang kelapa sawit juga. Kami menyusuri jalan mulus di dalam area perkebunan yang sangat luas. Menurut informasi, terdapat ratusan kepala keluarga pekerja Indonesia, yang berarti bisa mencapai ribuan orang indonesia yang tinggal di

area perkebunan itu. Begitu tiba di Moynod, kami disambut oleh para siswa dan orang tua. Kondisi mereka tidak jauh dengan kondisi di Luang Manis, yakni hanya ada satu ruang kelas tertutup. Ruang itu cocoknya sebuah mushalla kecil. Kami sangat terharu melihat semangat mereka dalam menuntut ilmu meskipun dalam keadaan semacam itu.siswa di situ. Terdapat satu hal yang positif yaitu perusahaan kelapa sawit menyediakan bus sekolah untuk antar-jemput siswa. Di samping itu, tersedia fasilitas lapangan olah raga yang sangat representatif untuk siswa. Ada dua guru Indonesia yang ditugaskan di sekolah itu, ditambah seorang guru agama. Guru agama adalah buruh perkebunan yang mau mengajar di sela-sela waktu luang setelah bekerja. Dengan gaji sekitar 30 ringgit (sekitar seratus ribu rupiah) per bulan, sungguh itu adalah pengorbanan yang luar biasa. Selanjutnya, Tim menuju sekolah yang berada di kampung Melayu, di pusat kota Kinabalu. Sekolah ini adalah salah satu sekolah yang belum mendapatkan izin dari kerajaan Malaysia. Proses izin sulit diperoleh karena MoU antara pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia (saat pemerintahan Presiden Megawati) tentang pendirian sekolah untuk anak pekerja adalah di lahan/area perkebunan.

Ruang kelas yang digunakan untuk pembelajaran sekolah setingkat SD. foto: PPG UNESA

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


KABAR PPG -SM3T

Para siswa sekolah dasar antusias belajar, kondisi ruang kelas yang mereka gunakan belajar. Dan penulis berfoto di halaman gedung Konsultas Jenderal republik Indonesia di Kota Kinabalu.. foto: PPG UNESA

Kami tiba sekitar pukul 22.00 waktu setempat dengan perasaan agak terheran-heran. Ruang sekolah jauh dari dugaan, yaitu sebuah ruang yang letaknya di bawah tangga rumah susun. Ruangannya gelap, pengap, bangku dan kursinya pun terkesan seadanya. Satu hal yang menggembirakan adalah bahwa meskipun sekolah tersebut kondisi fisiknya buruk, ternyata siswanya melimpah yakni lebih dari seratus anak. Siswanya datang dari berbagai tempat yang relatif jauh bahkan ada yang jaraknya sekitar 3 kilometer. Karena berada di kota maka sekolah tersebut sering didatangi oleh polisi yang menanyakan surat izin pendirian. Untuk menghindari masalah, Kepala sekolah selalu berlindung di bawah nama Konjen Kinabalu. Tidak hanya sekolah, siswanya pun sering menjadi korban, ditangkap, sehingga tidak sampai ke sekolah. Mereka dianggap karena

mereka pada umumnya (atau bahkan semuanya) tidak mempunyai dokumen keimigrasian. Mereka harus ditebus orang tuanya dengan berbagai persyaratan. Sungguh, kondisi anak-anak Indonesia ini sangat tragis. Negara yang katanya “tanah surga�, tapi warga negaranya terlantar di negeri orang. Banyak orang tua siswa yang menyatakan bahwa kondisi seperti itu bukanlah pilihan mereka melainkan karena kondisi. Di satu sisi, pemulangan TKI ilegal ke Indonesia bukanlah menjadi penyelesaian masalah. Hal ini karena jika mereka kembali ke Indonesia tanpa pekerjaan, akan menambah permasalahan sosial di Indonesia. Pada sisi lain, tampaknya pemerintah Malaysia juga mengambil keuntungan dari kondisi mereka. Malaysia mendapatkan buruh perkebunan, buruh pabrik, dan tenaga kasar lain dengan gaji yang sangat murah karena mereka

Majalah Unesa

tidak mempunyai kualifikasi yang memadai. Lebih dari itu, mereka tidak mempunyai daya tawar karena mereka tidak memiliki dokumen keimigrasian. Dari ungkapan mereka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya mereka tetap mempunyai harapan untuk anak-anaknya. Mereka berprinsip saat ini mereka yang bersusah payah, tapi jangan sampai kondisi itu terjadi pada anak keturunan mereka. Mereka percaya, pendidikan dapat mengubah nasib anak-anak mereka. Oleh karenanya, pengiriman guru ke Sabah merupakan angin segar yang dapat membangkitkan semangat, motivasi, dan impian anak-anak bangsa di negeri jiran ini. n (*) Penulis adalah Dosen Matematika-FMIPA, Tim PPG SM-3T Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

25


KABAR

ALUMNI

PERJUANGAN SUGIJARTO TJ, KETUA BMPS JAWA TIMUR MERAIH IMPIAN

Biaya Pendidikan dari Sepetak Kebun Warisan Nenek “Begitu indah ajaran Tuhan yang diperlihatkan oleh alam tentang betapa pentingnya kedisiplinan, keikhlasan, dan kerja keras. Jika sekali waktu benda-benda langit tidak mau beredar pada orbitnya, maka yang terjadi asteroid di bumi ini akan bertabrakan sehingga menghancurkan bumi. Kedisiplinan akan memberi kemudahan kepada manusia. Bila kita menaruh kembali benda yang telah digunakan pada tempatnya, maka suatu ketika tatkala kita membutuhkan, tidak harus bersusah payah mencarinya. Dengan demikian, kita telah melakukan efisiensi waktu.”

B

egitulah. Sebuah ungkapan awal yang sangat mendalam dari Drs. Sugijarto Tj, alumni Unesa yang kini menjadi Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Jawa Timur. Sugijarto, demikian panggilan pria murah senyum ini, merupakan sosok yang senantiasa melandaskan pekerjaannya dengan prinsip keikhlasan, kedisiplinan, dan kerja keras. Pria kelahiran 21 September 1947 ini menjajaki karier dari nol. Perjalanan karier yang diretas dari jabatan paling bawah itulah yang menjadi motivasi Sugijarto untuk menatap masa depan yang lebih gemilang. “Kuncinya pada disiplin dan ikhlas dalam menjalankan tugas yang diemban,” papar pria yang pernah menjadi kepala dinas maupun pimpinan di beberapa instansi ini. Sugijarto yang kini menjadi Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jawa Timur mengakui bahwa karier yang didapat tidak semudah membalik telapak tangan. Semua membutuhkan

26

proses panjang. Menilik riwayat masa kecilnya, Sugijarto berasal dari keluarga sederhana. Untuk membiayai pendidikan, keluarga hanya mengandalkan sepetak kebun kelapa warisan nenek. “Nenek mempunyai sebidang kecil kebun kelapa. Ibu ada di rumah dan membantu nenek di kebun, sedangkan bapak bekerja di Bojonegoro sebagai pegawai Rumah Sakit. Saya menempuh pendidikan biayanya dari panen buah kelapa. Kalau buah kelapanya tidak cukup untuk membayar sekolah, ya pohonnya ditebang lalu dijual untuk biaya sekolah,” ujarnya mengenang. Kenangan itu membuat Sugijarto bersemangat berjuang mencari ilmu setinggi-tingginya. Apalagi, di desanya dulu, meski kebanyakan anggota keluarga yang ada di desa merantau ke luar kota karena kebanyakkan di desa hanya bekerja sebagai buruh tani, tetapi perhatian orang tua terhadap pendidikan cukup tinggi. Hampir semua anak-anak di desa, menempuh pendidikan. Suka maupun duka telah dialami Sugijarto hingga menjadi

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

seperti saat ini. Ia menganggap kehidupan bagaikan berlayar di samudera yang luas dengan tujuan sebuah pulau impian. Tentu, pelayaran tersebut tidak mudah dan penuh tantangan ombak yang sangat besar. Itulah analogi perjalanan hidupnya. “Jadikanlah kesederhanaan itu sebagai kekuatan, jadikanlah kepahitan itu sebuah senyuman. Saya bisa seperti ini karena kesederhanaan,” tuturnya menasihati. Canggung Sugijarto masih begitu ingat kala masuk Surabaya awal-awal. Ia merasa canggung karena harus menyesuaikan budaya, bahasa lokal dan sebagainya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai bisa beradaptasi sehingga semakin nyaman dan mencintai kota Surabaya. “Ketika kita melaksanakan tugas itu dengan hati dan sungguhsungguh bukan karena terpaksa pasti akan ada, semua jalan akan disiapkan oleh Tuhan untuk hambanya yang berniat baik dalam segala aktivitasnya,” paparnya. Semasa kuliah, Sugijarto pernah


KABAR ALUMNI

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

27


KABAR

ALUMNI

mengalami beberapa pengalaman yang menginspirasi. Berkat orangorang yang selalu memotivasinya itu, ia sekarang memperoleh beberapa jabatan fungsional. Semua berawal dari IKIP Negeri Surabaya. Di kampus itulah, ia dididik dalam jiwa kependidikan. “Kampus IKIP waktu itu masih di Jalan Kencana Surabaya sebelum pindah ke Ketintang,” ungkapnya. Sugijarto menuturkan, pengalaman semasa kuliah yang membekas sampai saat ini adalah saat proses perkuliahan. Waktu itu, semua mahasiswa disuruh mempelajari materi yang hendak

BIODATA SINGKAT NAMA: Drs. Sugijarto Tj JABATAN: Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jawa Timur TEMPAT LAHIR: Kutoarjo, 21 September 1947 ALUMNI Fakultas Ilmu Sosial IKIP Negeri Surabaya

28

diujikan dengan sangat detail. Bahkan, saking detailnya, semua mahasiswa paham betul tentang isi buku, cover buku, tebal buku dan sebagainya. Mengenai dosendosen yang menginspirasinya kala itu, Sugijarto menyebut beberapa di antaranya Pak Sambani, S.H yang selalu disiplin, Drs. Bahrun, Pak Muksin S.H. Drs. Suyunus (Dekan FIS kala itu) dengan gaya mengajarnya yang selalu disenangi mahasiswa. Berkat kerja keras dan kedisipilan, saat ini, Sugijarto dipercaya sebagai Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Jawa

Timur. BMPS merupakan organisasi yang mewadahi atau Federasi dari Yayasan-Yayasan maupun Perkumpulan Badan Penyelenggara Pendidikan, misalnya Taman Siswa, Yayasan 17 Agustus, Yayasan PGRI, Majelis Pendidikan Katolik, Majelis Pendidikan Kristen, LP Ma’arif, LP Muhammadiyah, Yayasan Hang Tuah, Yayasan Bhayangkari, Persit Kartika, dan sebagainya. Badan Musyawarah Perguruan Swasta tidak memandang latar belakang agama tertentu. BMPS benar-benar murni Bhinneka Tunggal Ika.n (RUDI)

JABATAN FUNGSIONAL • 1976 – 1991 Staf Subag urusan dalam Kanwil Depdikbud Jawa Timur • 1991 – 1994 Ka. Subag Perbukuan Kanwil Depdikbud Jawa Timur • 1994 – 1997 Ka. Subag Peralatan Teknis Kanwil Depdikbud Jawa Timur • 1998 – 2000 Ka. Kandep Dikbud Kota Madiun • 1999 – 2000 PLT Ka. Kandep Dikbud Kabupaten Ponorogo (merangkap) • 2000 – 2002 Ka. Dinas Pendidikan Kota Madiun

JABATAN ORGANISASI • 1999 – 2004 Sekretaris Biro Infokom PGRI Provinsi Jawa Timur • 2004 – 2009 Sekretaris Harian PGRI Provinsi Jawa Timur • 2009 – 2014 Pengurus Harian PGRI Provinsi Jawa Timur • 2014 – Sekarang Pengurus Harian PGRI Provinsi Jawa Timur • 2010 – 2015 Sekretaris YPLP Dasmen PGRI Provinsi Jawa Timur • 2015 – Sekarang Sekretaris YPLP Dasmen PGRI Provinsi Jawa Timur

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa


SEPUTAR UNESA

SEMINAR NASIONAL BIOLOGI

Wujudkan SDM Berkualitas Menuju Abad ke-21 GR: Gelar baru mengiringi pencantuman nama mereka yang lulus dari Program PPG. Mereka berhak menyandang gelar GR, atau Guru Profesional.

J

FOTO: SURYO

urusan Biologi Unesa mengadakan seminar nasional Biologi 2016 dengan tema “Inovasi Pembelajaran dan Penelitian Biologi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Menuju Abad 21”, pada Sabtu (20/2/0216). Seminar bertempat di Auditorium Slamet Dajono Gedung D1 FMIPA Unesa. Empat pemateri utama yang hadir adalah Kepala Bidang Kurikulum Puskurbuk Sri Hidayati M.Si., Prof. Dr. drh. Chairul A. Nidom dari Unair, Dr. Sunu Kuntjoro M.Si. selaku dosen dari Jurusan Biologi, dan Pembantu Rektor I Unesa Dr. Yuni Sri Rahayu M.Si. Seminar diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai profesi yang ada di Indonesia, di antaranya dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,

Jakarta, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Papua. Selain itu, peserta juga berasal dari berbagai kalangan, baik dosen, guru, peneliti, mahasiswa, maupun pelajar SMP. Peserta seminar terdiri dari 175 penyaji makalah, 41 peserta biasa, dan 20 penyaji profesor. Ketua Panitia Nur Ducha S.Si M.Si. megungkapkan, berbagai inovasi penelitian Biologi, penelitian pendidikan biologi telah banyak dilakukan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia maupun alam. “Melalui hasil seminar kali ini diharapkan dapat disebarluaskan kepada masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas yang membutuhkan atau pihak yang menaruh perhatian pada bidangbidang yang terkait,” ujar dosen di

Majalah Unesa

Jurusan Biologi itu. Sementara itu, Dekan FMIPA Unesa Prof. Dr. Suyono, M.Pd. mengaku bangga karena ada siswa SMP yang turut serta dalam penyajian makalah. «Kalau anak SMP saja bisa, untuk yang mahasiswa yang ada di sini seharusnya jangan mau kalah,» katanya memberi semangat. Sesi penyampaian materi utama diawali oleh Sri Hidayati M.Si. yang membahas tentang «Arah Pengembangan Kurikulum Biologi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Abad 21». Dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh dosen dari Jurusan Biologi yakni Dr. Sunu Kuntjoro M.Si. yang menyapaikan makalah terkait dengan «Penentuan Faktor Penyebab dan Proses Pembentukan Warna Merah pada Sarang Burung Walet». (SURYO/SR)

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

29


SEPUTAR

UNESA

GR: Gelar baru mengiringi pencantuman nama mereka yang lulus dari Program PPG. Mereka berhak menyandang gelar GR, atau Guru Profesional. FOTO: AROHMAN

YUDISIUM PPG, MENUJU GURU PROFESIONAL

T

ak terasa, Program Pengembangan Profesi Guru (P3G) Unesa saat ini telah menyelenggarakan tiga kali yudisium. Artinya, tiga tahun sudah P3G beroperasi dan saat ini memasuki tahun keempat. Pada tahun keempat ini juga, P3G bermetamorfosis menjadi lembaga, dan Program PPG sendiri akan berada di bawah lembaga baru tersebut. Nama lembaga baru itu adalah Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Profesi (LP3). Selama tiga tahun ini, sebanyak 672 lulusan PPG SM-3T telah dihasilkan. Terdiri atas 252 lulusan angkatan 1; 178 lulusan angkatan 2; dan 222 lulusan angkatan 3. Ditambah 28 lulusan PPGT PGSD. Para lulusan tersebut menyebar ke seluruh tanah air, mulai Aceh sampai Papua. Mereka yang menjadi guru melalui jalur Guru Garis Depan (GGD), khususnya

30

Oleh Prof. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd. lulusan angkatan 1 dan 2, mengabdi di Rote Ndao, Kupang, Manggarai Timur, Manggarai, Sumba Timur, Yalimo, Teluk Bintuni, Sorong, Raja Ampat, Aceh Besar, Simeleu, dan berbagai kabupaten 3T yang lain. Sebagian mengabdi sebagai guru melalui rekrutmen CPNS jalur umum, dan ditugaskan di Madiun, Surabaya, Sidoarjo, Banyuwangi, Aceh Singkil, dan beberapa kabupaten di luar Jawa. Belasan di antaranya mengabdi di Sabah, Malaysia, mengajar anakanak TKI di ladang atau di kebun. Anak-anak TKI tersebut tidak memiliki akses pendidikan dari pemerintah setempat. Yudisium PPG dihelat di Auditorium Wiyata Mandala, Gedung P3G lantai 9, pada 20 Februari 2016. Acara dihadiri oleh Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. dan Wakil Rektor I, Dr. Yuni Sri Rahayu. Selain itu, para dekan, Kepala Humas, Ketua

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

Pusat Penjaminan Mutu, para ketua jurusan, dan para pengelola asrama, juga hadir. Sebanyak 222 yudisiawan PPG SM-3T dan 28 yudisiawan PPGT PGSD dikukuhkan oleh rektor dan mereka berhak memperoleh sertifikat pendidik. Mereka berhak menyandang gelar “Gr” di belakang nama mereka, sebagai bukti bahwa mereka adalah guru profesional. Namun begitu, masih ada 1 peserta PPG SM-3T yang belum lulus, dan 2 peserta PPGT PGSD. Mereka, bersama 12 peserta PPG SM-3T angkatan 1 yang juga belum lulus, masih memiliki kesempatan untuk mengikuti UTN pada waktu-waktu yang akan datang. Dalam laporannya, Direktur P3G, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M. Pd menyampaikan bahwa, passing grade untuk nilai UTN tahun ini adalah 60 untuk PPG SM-3T dan 50 untuk


SEPUTAR UNESA PPGT PGSD. Setiap tahun passing grade meningkat. Untuk PPG SM3T, passing grade awal (angkatan 2013) adalah 50, meningkat menjadi 55 untuk angkatan 2014, dan 60 untuk angkatan 2015 ini. Untuk PPGT PGSD, oleh karena saat ini adalah angkatan pertama, passing grade masih 50. Tahun depan akan dinaikkan menjadi 55 dan seterusnya. Hal ini berarti, tuntutan terhadap penguasaan bidang studi semakin tinggi, dan konsekuensinya adalah kita harus terus meningkatkan mutu workshop dan juga pendalaman materi. Semuanya ini merupakan upaya agar lulusan PPG benar-benar memilki kompetensi yang lengkap, meliputi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU Guru dan Dosen. Luthfiyah juga menambahkan bahwa perolehan gelar Gr bukanlah segala-galanya. Tidak kemudian semuanya menjadi mudah, yang bersangkutan langsung memperoleh tunjangan profesi. Perlu jam terbang, perlu NUPTK, perlu NRG, dan untuk semuanya itu, perlu persyaratan yang tidak mudah.

Membutuhkan kesabaran, keuletan, dan ketangguhan. Masalah legalitas sertifikat PPG pun masih menjadi persoalan, karena banyak pihak terkait yang belum memahami. Meski sudah ada surat dari Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, tentang legalitas sertifikat pendidikan lulusan PPG, yang ditujukan untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri PAN dan RB, Kepala BKN, Gubernur, Bupati, Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikandan PMP dan Kebudayaan, Kepala BKD Provinsi/ Kabupaten, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten, tetap masih perlu upaya kita semua untuk terus-menerus mensosialisasikan keberadaan PPG Prajabatan dan legalitas sertifikat yang dihasilkan dari program tersebut. Lepas dari itu, tanggung jawab sebagai guru seharusnya lebih mengedepan. Komitmen untuk membangun pendidikan di berbagai titik di Indonesia, untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Bahwa tunjangan profesi adalah impian setiap guru, namun impian yang lebih bermakna adalah

bagaimana mengembangkan kecintaan anak pada belajar, kecintaan anak pada ilmu pengetahuan, dan kecintaan anak pada kemanusiaan. Menjadikan pendidikan di Indonesia lebih bermutu, merata, dan benar-benar mampu menghasilkan manusiamanusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, unggul, untuk membawa negeri ini menjadi lebih bermartabat. Ada beban berat di pundak para lulusan PPG SM-3T, sebagai sosoksosok yang telah ditempa sedemikian rupa dalam kawah candradimuka bernama SM-3T dan PPG. Beban berat untuk menjadi figure panutan, baik dalam bidang pendidikan maupun kemasyarakatan. Figur yang sudah seharusnya memiliki karakter yang unggul, jujur, bertanggung jawab, tangguh, dan peduli. Figur yang harus ‘tampil beda’, karena kelebihan-kelebihannya, sekaligus karena kerendahhatian dan kecintaannya pada anak-anak didik dan sesama. Sebagaimana diketahui, kualitas proses pembelajaran memegang peranan penting dalam menjamin

FOTO: AROHMAN

YUDISIUM: Prof. Luthfiyah Nurlaela memberi ucapan selamat kepada peserta PPG yang lulus dalam yudisium ke-3 di Auditorium Wiyata Mandala, Gedung P3G Unesa, sabtu (21/6/2106).

Majalah Unesa

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

31


SEPUTAR

UNESA

FOTO: AROHMAN

PENGUKUHAN: Rektor Unesa Prof. Warsono dalam seremonial yudisium mengukuhkan para Guru Profesional didampingi para pejabat struktural di lingkungan Unesa.

keberhasilan belajar. Kualitas ini ditentukan tidak hanya dari ketersediaan sarana dan prasarana, kecanggihan media pembelajaran, kebaharuan metode atau model pembelajaran yang diterapkan, namun yang terpenting adalah kepiawaian guru untuk membawakan pembelajaran yang diampunya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, faktor guru tidak pernah kurang dari 60 persen sebagai penentu mutu pebelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam situasi seperti sekarang, di mana ada dua kurikulum yang berlaku, yang mana pun kurikulum yang dipilih oleh satuan pendidikan, penentu mutu pembelajaran tetaplah guru. Guru dan guru. Guru haruslah menjadi ‘a learning person’. Sosok yang harus terusmenerus belajar, atas inisiatif sendiri, dan berusaha untuk senantiasa ‘mempersenjatai’ diri selengkaplengkapnya. Perkembangan ipteks begitu cepatnya dalam era informasi dan teknologi saat ini, dan kemampuan untuk beradaptasi serta proaktif pada kondisi masa depan menjadi keniscayaan. Kuncinya adalah inovasi dan kreativitas. Para calon guru yang dihasilkan dari

32

PPG SM-3T dan PPGT, diharapkan merupakan guru-guru yang tidak akan pernah kering dan kehabisan energi untuk selalu berinovasi dan berkreasi. Dalam laporannya, Luthfiyah juga mengungkapkan permohonan maaf pada para yudisiawan. “Sebagai pengelola P3G, secara pribadi dan atas nama lembaga, saya mohon maaf pada para yudisiawan, atas kekurangan dan kealpaan kami dalam memberikan layanan. Kondisi asrama yang mungkin sangat kurang representatif, menu makanan yang sering mengecewakan, air yang sering macet, dan hal-hal lain, akan menjadi catatan bagi kami untuk terus meningkatkan diri demi memberikan pelayanan yang lebih baik. Bagi para yudisiawan, simpanlah itu semua menjadi catatan indah, yang akan manis dikenang selamanya.” Begitu Luthfiyah menutup laporannya. Pada acara itu juga, disampaikan penghargaan bagi para yudisiawan berprestasi, dari setiap program studi. Kriteria yudisiawan berprestasi adalah mereka yang lulus UTN dengan nilai tertinggi tanpa mengulang, dan nilai kehidupan berasrama di atas 80. Rektor

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa

memberikan piagam penghargaan kepada parayudisiawan berperestasi tersebut, yaitu: Lailatur Rofiah Kusuma Wardani (Bimbingan dan Konseling), Fitriana Hidayati (PGSD), Siti Mutmainah (PAUD), Diyanita (Pendidikan Bahasa Indonesia), Puspita Widayati (Pendidikan Bahasa Inggris), Fitri Ana Dewi (Pendidikan Fisika), Yunita Retno Kusuma Dewi (Pendidikan Sejarah), Alfian Hadi Rachman (Pendidikan Geografi), Abdi Ridwanda (Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi), Dyah Wulandari (Pendidikan Ekonomi), dan Safira M. Suan (PPGT PGSD). Esok pagi, para yudisiawan akan meninggalkan asrama yang telah mereka tempati selama setahun ini, untuk kembali ke daerah asal masing-masing. Merekalah guru professional masa depan. Saatnya para guru professional itu memasuki kancah perjuangan yang sebenarnya.n Surabaya, 20 Februari 2016


RESENSI BUKU

BERANI MENYUARAKAN PERUBAHAN

B

ung Karno pernah mengatakan, �Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia�. Ucapan yang terkenal ini memperlihatkan pentingnya peran generasi muda bagi bangsa. Sebab, perubahan menuju kemajuan bagi sebuah bangsa untuk masa depan yang lebih baik berada di tangan para pemudanya. Tentu saja yang dimaksud adalah anak-anak muda yang unggul, punya daya juang, dan daya saing yang mumpuni. Merekalah yang menjadi roda restorasi atau perubahan. Mengapa anak muda? Sebab, pemuda identik dengan kreativitas dan gagasan-gagasan segarnya. Namun, apabila ditilik ke belakang, sejatinya sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak terlepas dari peran orang-orang mudanya. Jenderal Soedirman, misalnya. Ia diangkat sebagai panglima besar Angkatan Perang RI pada usia 29 tahun. Soekarno mulai belajar sebagai macan podium sejak bersekolah di HBS Surabaya dan belajar langsung pada HOS Tjokroaminoto. Inilah yang kemudian mengantarkan Soekarno sebagai salah seorang tokoh terkemuka dunia dan terkenal akan pidato-pidatonya yang mampu membakar semangat rakyat. Masih banyak tokoh-tokoh muda Indonesia pada masa pergerakan memperjuangkan kemerdekaan. Buku ini sebenarnya mempertegas posisi penting kaum muda dalam melakukan perubahan positif. Hastag #SpeakUp ditonjolkan oleh si penulis untuk mendorong para pembacanya berani menyuarakan kreativitas dan ide-idenya. Hal itu ditegaskan penulis dalam kata pengantarnya, yakni #SpeakUp menjadi satu hentakan yang strategis bagi manusia strategis untuk menemukan rencanan Tuhan yang Mahaindah. Siap berperang melawan siapa pun yang menjadi penghalang kala �bekerja� menemukan Tuhan. Pembaca juga diajak untuk mengubah diri menjadi medan magnet perubahan yang menjadi tujuan utama sebelum menjemput rencana Tuhan yang indah. Yang menarik, penulis buku ini, Dimas Nay, merupakan anak muda yang masih berkuliah di jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,

Judul : #SPEAKUP, 33 Strategi Mengubah Diri Menjadi Medan Magnet Perubahan Bangsa Penulis : Dimas Nay Penerbit : Metagraf Cetakan : I, Desember 2015 Tebal : 206 halaman ISBN : 978-602-73215-6-4 Peresensi : Eko Prasetyo Universitas Airlangga. Walaupun sasaran pembacanya lebih banyak ditujukan ke kawula muda, ia menegaskan bahwa muda itu bisa dimaknai sebagai pembawaan atau jiwa. Maksudnya, manusia yang berjiwa anak muda selalu haus akan perubahan positif sehingga berhasil menjemput rencana terindah Tuhan dalam kehidupan. Ditegaskan bahwa berapa pun usia kita sekarang, tidak akan mengenal batas sampai kapan perubahan positif harus dilahirkan dari kita. Mau usia tua atau setengah tua, seseorang tetap wajib menjadi penyebar energi positif supaya menghasilkan sebuah perubahan positif (hlm. ix). Khusus bagi anak muda, penulis menegaskan bahwa mereka harus aktif, bukan pasif. Dalam bahasa yang lugas disampaikan bahwa anak muda itu tidak diam, tapi banyak tingkah dalam arti yang positif. Sebab, anak muda selalu mencoba hal-hal baru dan selalu bosan

Majalah Unesa

dengan hal-hal yang biasa saja. Anak muda juga semestinya anti dengan ketakutan maupun kegagalan dalam kegiatan positif. Untuk itu, sang penulis memberikan 33 strategi menjadi medan magnet untuk ikut menjadi motor perubahan tersebut. Di antaranya adalah membangun kepercayaan diri, lincah, visioner, berani menjadi kreator, melejitkan minat, dan merawat kesempatan. Akan tetapi, sejatinya pesan penting yang disampaikan dalam buku ini adalah motivasi menjadi seorang insan pembelajar dengan membaca dan menulis. Membaca, belajar, dan menulis akan menjadi bekal meningkatkan kualitas diri. Sebab, anak muda tidak boleh kering wawasan secara umum. Wawasan dan pengetahuan inilah yang menjadi benteng utama anak muda. Dengan apik, si penulis mencontohkan agar pembaca memiliki target yang jelas dalam sehari penuh. Tidak sekadar menghabiskan waktu untuk bermesraan dengan gadget dan mengakses media sosial. Ada porsi-porsi yang jelas di dalamnya seperti kapan harus bersentuhan dengan buku dan kapan bersentuhan dengan selain buku. Belajar di sini juga dapat diartikan sebagai sarana bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain. Dengan komunikasi sosial yang baik, menurut penulis, seorang anak muda hebat berani menyuarakan perubahan dengan bekal yang jelas, berani menjebol rasa malu untuk tidak berbuat yang terbaik, dan hadir dengan kepribadian matang, bukan sekadar anak muda yang berteriak-teriak tidak jelas (hlm. 67). Buku ini memang sangat cocok bagi pembaca kalangan muda. Sebab, gaya tulisannya yang renyah amat kental dengan gaya bertutur anak muda. Yang menjadi kelebihan tersendiri adalah motivasi yang diberikan tidak sekadar membeo, tetapi banyak yang lahir dari pengalaman penulisnya langsung. Sebuah buku yang patut dibaca oleh kaum muda dan mereka yang berjiwa muda.n Penulis adalah pegiat literasi, alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS Unesa, dan Magister Ilmu Komunikasi Unitomo

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

33


CATATAN LINTAS

TEORINYA

sih Sudah Tahu Oleh Muchlas Samani

T

anggal 10 Februari 2016 saya pada implementasinya. Panduan PPG Mendapatkan jawaban itu, saya terterlibat diskusi untuk menyemternyata sudah cukup rinci dan baik. ingat kejadian sekian tahun lalu. Saat purnaan PPL (Praktik PenNamun belum diimplementasikan secara itu saya mendapat penjelasan seorang galaman Lapangan) mahasiswa sungguh-sungguh. Beberapa teman teman yang menjadi bos perusahaan calon guru di LPTK. Saat itu Bu Dian, mengatakan, sebenarnya kita sudah tahu konsultan. Perusahaan itu mempekerdosen UIN Sunan Gunung Jati, mempreteorinya dan bahkan sudah “ngelontok”. jakan beberapa arsitek dari Flipina. Ketika sentasikan hasil kunjungannya selama Hanya kita kedodoran atau mungkin tisaya tanya, apakah mereka lebih pandai 2 bulan ke Michigan State University dak serius dalam melaksanakan. daripada arsitek Indonesia? Beliau men(MSU). Beliau menyampaikan PPL di MSU Saya jadi teringat diskusi saya dengan jawab, sebenarnya arsitek Indonesia tidak 25 tahun lalu yang katanya mirip dengan dokter Tommy, dokter bedah digestif, kalah pandai, tetapi sayangnya dalam apa yang kita lakukan saat ini. Setelah itu yang melakukan operasi batu empedu bekerja kurang serius. Akibatnya produkbeliau menyampaikan seperti apa model Lala, anak bontot saya. Ketika operasi tivitas kerja arsitek Indonesia lebih renPPL yang dilaksanakan di MSU saat ini. Lala dipasangi selang berbentuk T untuk dah dibanding rekannya dari Filipina. Setelah itu giliran Bu Nensi dari membuang cairan empedu, sementara Apakah itu gejala umum atau hanya Universitas Negeri arsitek di Surabaya dan Makasar (UNM) memdosen LPTK? Saya tidak presentasikan hasil tahu. Konon orang Mengapa PPL kita sering dikatakan tidak bagus? kerja timnya. Selama Indonesia itu juga Ternyata lebih pada implementasinya. Panduan Bu Nensi bersama timtermasuk tenaga kerja nya menyusun model yang rajin ketika bekerja PPG ternyata sudah cukup rinci dan baik. Namun PPL yang diharapkan di negara lain. Konon belum diimplementasikan secara sungguh-sungguh. dilaksanakan di PPG. perkebunan di New Beberapa teman mengatakan, sebenarnya kita sudah Pada awal presentasi Bu Zealand senang sekali Nensi mengatakan apa dengan orang Indonesia tahu teorinya dan bahkan sudah “ngelontok”. yang disampaikan oleh yang bekerja sebagai Hanya kita kedodoran atau mungkin Bu Dian hampir persis pemetik anggur, karena dengan apa yang dirandikenal rajin dan jujur. tidak serius dalam melaksanakan. cang timnya. Jadi apa Nah, sepertinya yang dikerjakan di MSU ada ketidaksamaan. saluran aslinya belum sembuh. Nah, kepersis dengan apa yang dirancang tim Bu Dosen dan arsitek (menurut beberapa tika itu saya baca pada selang plastik itu Nensi. Mendengar itu, beberapa teman teman) umumnya kurang sungguhtertulis “made in Germany”. Saya bertanmenanggapi jangan-jangan MSU meniru sungguh dalam bekerja, sementara orang I­ndonesia rajin dan jujur ketika ya kepada dokter Tommy, apakah Indotimnya Bu Nensi. bekerja di negara lain? Apakah itu paranesia tidak bisa membuat itu, kok harus Semula saya agak ragu. Namun setelah lel dengan pendapat yang mengatakan impor dari Jerman. Saya juga menceritaBu Nensi selesai presentasi dan saya ban­dingkan dengan presentasi Bu Dian, para imigran biasanya kerja keras, wakan hal itu kepada Pak Nuh yang profesor ternyata apa yang dikatakan Bu Nensi bahlaupun di tempat asalnya agak malas? Elektromedik lulusan Perancis. wa keduanya hampir sama memang benar. Mungkin perlu kajian yang agak serius, Jawaban dokter Tommy dan Pak Nuh Saya ingin mengatakan lebih 90% apa sehingga kita dapat menemukan fakta kurang lebih sama. Secara teori dan bahyang dilaksanakan di MSU sama dengan yang sesungguhnya. Dan yang lebih kan pada tahap eksperimen sebenarnya apa yang dirancang oleh timnya Bu Nensi. penting dapat menemukan cara untuk teman-teman dari ITS dan perguruan lain Memang ada perbedaan, tetapi ternyata mendorong orang Indonesia, apa pun bisa membuat barang-barang seperti itu lebih pada istilah yang digunakan dan profesinya, menjadi pekerja keras dan itu. Masalahnya kita kurang sungguhsituasi sekolah yang berbeda. sungguh-sungguh dalam bekerja. n sungguh ketika mengerjakan, sehingga Kalau begitu mengapa PPL kita sering tidak memenuhi aspek presisi, hygiene (Blog: muchlassamani.blogspot.com) dikatakan tidak bagus? Ternyata lebih dan sebagainya.

34

| Nomor: 90 Tahun XVII - Februari 2016 |

Majalah Unesa




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.