Majalah Unesa 96

Page 1



WARNA REDAKSI

Jika para pahlawan dan para pendiri bangsa telah begitu besarnya mengorbankan diri demi cita-cita sebuah kemerdekaan, lantas apakah kita, sebagai generasi muda, pernah berpikir secara mendalam apa yang akan dilakukan untuk mengisi dan meneruskan visi misi mulia dari para pendiri bangsa ini?

P

erjalanan bangsa Indonesia genap 71 tahun usianya pada Agustus 2016 ini. Sebagaimana umumnya saat hari kemerdekaan tiba, berbagai kegiatan seperti upacara bendera dan kegiatan-kegiatan lain yang menyertai menjadi penanda sekaligus penegas betapa kemerdakaan adalah sesuatu rahmat Tuhan yang patut disyukuri. Usia ke-70 tahun, tentu bukanlah masa yang singkat. Perjalanan sepanjang itupun telah dilalui dengan berbagai peristiwa yang mengharu biru dari para founding father bangsa beserta seluruh pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya selama masa penjajahan. Mereka, para pahlawan itu rela berkorban apa saja demi membebaskan bangsa ini dari cengkraman penjajah. Tak hanya korban harta, bahkan jiwa pun rela mereka korbankan demi menjadi sebuah bangsa yang bermartabat. Jika para pahlawan dan para pendiri bangsa telah begitu besarnya mengorbankan diri demi cita-cita sebuah kemerdekaan, lantas apakah kita, sebagai generasi muda, pernah berpikir secara mendalam apa yang akan dilakukan untuk mengisi dan meneruskan visi misi mulia dari para pendiri bangsa ini? Apakah

sejauh ini yang kita lakukan sudah sesuai dengan hakikat mengisi kemerdekaan? Atau justru malah sebaliknya. Tentu semua pertanyaanpertanyaan itu hanya mampu kita jawab dengan berkaca pada tindakan yang sudah dilakukan selama ini. Jika tindakan kita mencerminkan kebermanfaatan bagi bangsa dan negara, sekecil apapun paling tidak kita sudah mampu berkontribusi menjadi bagian dari pengisi kemerdekaan. Sebaliknya, jika tindakan kita justru menjadi pemicu permasalahan dan persoalan bagi bangsa dan negara,

melalui media-media pembelajaran lain yang lebih menyenangkan. Kedua, dengan terjun ke dunia sosial saling berbagi dengan saudara sebangsa tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Sebab, pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa ada manusia lain di sekitarnya. Ketiga, menggeluti olahraga. Olahraga saat ini tidak hanya sekadar untuk menyehatkan tubuh saja, tapi juga bermanfaatkan untuk ajang berkomunitas antarsesama pecintanya. Keempat, berpolitik. Meski tak harus terjun untuk berpolitik praktis, namun paling tidak anak muda harus menyimak kondisi politik di negerinya sendiri sehingga dapat mengikuti perkembangannya dan dapat menggugah rasa kepedulian terhada bangsa dan negara. Dan, kelima, berwirausaha . Dengan berwirausaha, banyak pelajaran yang dapat diambil karena secara tidak langsung kita telah membantu dalam mengurangi pengangguran yang terus bertambah setiap tahunnya. Kelima hal itu adalah cara sederhana yang bisa dilakukan oleh anak-anak muda dalam mengisi kemerdekaan. Selamat berjuang mengisi kemerdekaan. Bravo NKRI! n (sir)

HAKIKAT MERDEKA

SEBUAH REFLEKSI artinya sadar atau tidak, kita sudah mencederai hakikat perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan kita. Untuk mengisi kemerdekaan, banyak sekali hal-hal positif yang dapat dilakukan, terutama oleh anak-anak muda. Setidaknya, lima hal berikut dapat dilakukan untuk mengisi kemerdekaan dengan halhal positif. Pertama, isilah dengan senantiasa belajar. Tidak harus secara formil, belajar dapat dilakukan

Majalah Unesa

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

3


DAFTAR RUBRIK

18 Edisi Ini

05

MEMAKNAI HAKIKAT KEMERDEKAAN

Hari kemerdekaan merupakan momen penting dan bersejarah bagi sebuah bangsa dan negara, terma­ suk Indonesia. Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan keras dan pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari para penjajah, tentu harus menjadi inspirasi bagi generasi muda agar tidak mudah menyerah dan senan­ tiasa memiliki semangat baja dalam memajukan bangsa dan negara. Bagaimana sivitas akademika Unesa menyikapi hakekat kemerdekaan?

08

DEMONSTRASI BUKAN SATUSATUNYA CARA MENGKRITIK

EDISI AGUSTUS 2016 18 29

14

UNJUK KREASI UNESA DI AJANG HARTEKNAS

16

AKSOS MENGABDI UNTUK DAERAH TERPENCIL DI JOMBANG

22

INSPIRASI ALUMNI Agus Sunyoto, Mundur sebagai Wartawan demi Menjadi Penulis Profesional

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 96 Tahun XVII - Agustus 2016 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Heny Subandiyah, M.Hum. REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto REPORTER: Syaiful Rahman, Lina Mezalina, Andini Okta, Murbi, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Aziz, Raras, Puput, Syaiful H FOTOGRAFER: M. Wahyu Utomo, Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

MEMAKNAI HAKIKAT KEMERDEKAAN

Hari kemerdekaan merupakan momen penting dan bersejarah bagi sebuah bangsa dan negara, termasuk Indonesia. Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan keras dan pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari para penjajah, tentu harus menjadi inspirasi bagi generasi muda agar tidak mudah menyerah dan senantiasa memiliki semangat baja dalam memajukan bangsa dan negara. Bagaimana sivitas akademika Unesa menyikapi hakikat kemerdekaan? Majalah Unesa

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

5


LAPORAN

UTAMA

UPACARA. Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S saat menjadi inspektur upacara bendera di halaman rektorat kampus Unesa, kawasan Ketintang Surabaya. foto: HUMAS UNESA

R

ektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. mengemukakan bahwa dalam konteks politik, kemerdekaan memang sudah diraih oleh bangsa Indonesia yang ditandai dengan peringatan HUT RI setiap 17 Agustus dengan berbagai pernak-pernik perlombaan yang menyertainya. “Kemerdekaan yang dikumandangkan oleh SoekarnoHatta pada 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan dalam arti terbebas dari cengkeraman penjajah, dan bebas

6

untuk menentukan pemerintahan sendiri.Sejak 17 Agustus 1945, kita telah bebas dari penjajahan dan kita bebas untuk menentukan nasib sendiri,� papar Warsono. Dikatakan, jika yang ditelusuri adalah sudahkah bangsa ini benarbenar merdeka, tentu jawabannya menjadi sangat luas. Dalam kontek kehidupan bernegara, bangsa ini masih belum terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Itu dibuktikan dengan masih ada warga negara yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

“Sampai Maret 2016, menurut BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 28 juta jiwa . Begitu juga tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah, sebagian tenaga kerja (50%) kita masih berpendidikan sekolah dasar. Dua hal tersebut memang masih membelenggu kita (bangsa Indonesia),� jelasnya. Guru besar bidang filsafat itu mengakui bahwa untuk menuju bangsa yang merdeka memang tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan kerja keras dengan


LAPORAN UTAMA senantiasa aktif berjuang dan terlibat dalam pembangunan. “Karena itu, Soekarno sebagai presiden pertama RI sering mengatakan bahwa revolusi belum selesai. Proklamasi hanyalah pintu gerbang menuju kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” Untuk mencapai itu, lanjut Warsono, semua harus diisi dengan pembangunan, termasuk pembangunan manusia sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia merdeka adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar membuat setiap orang bisa mengenyam pendidikan sampai pendidikan tinggi, tetapi harus dimaknai bahwa dalam kehidupan berbangsa dilandasi oleh pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945,” tandasnya. Peran Generasi Muda Seluruh masyarakat Indonesia tidak pernah lupa akan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh setiap 17 Agustus ini. Namun, momentum tersebut hendaklah tidak diperingati secara seremonial saja, terutama oleh generasi muda seperti mahasiswa berbentuk upacara, karnaval, aneka lomba dan sebagainya. Lebih dari itu, generasi muda harus mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang sudah diraih dengan susah payah melalui perjuangan para pahlawan itu dengan berbagai kegiatan positif yang memberikan dampak kebermanfaatan bagi masyarakat. Berbagai kegiatan positif dapat dilakukan oleh para generasi muda, terutama mahasiswa. Setidaknya, lima kegiatan positif ini dapat dilakukan. Pertama, pengabdian ke masyarakat. Terlibat dalam kegiatan sosial dan pelayanan masyarakat merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan oleh para pemuda, termasuk mahasiswa melalui kegiatan KKN dan

Seluruh masyarakat Indonesia tidak pernah lupa akan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh setiap 17 Agustus ini. Namun, momentum tersebut hendaklah, tidak hanya diperingati secara seremonial saja.”

misalnya. Kedua, mendukung perkembangan produk dalam negeri. Banyak anak muda Indonesia yang lebih merasa bangga saat menggunakan produk dari brand-brand ternama di dunia. Tanpa disadari, hal tersebut justru dapat mematikan pertumbuhan produk lokal yang beberapa di antaranya juga memiliki kualitas produk yang tidak kalah dengan brand luar. Saat ini, begitu banyak brand asli Indonesia yang bermunculan dalam berbagai bidang, salah satunya Tokopedia.com yang bergerak di bidang jual-beli online dan muncul dengan visi untuk membangun Indonesia yang lebih baik lewat internet. Jika generasi muda merasa bangga menggunakan produk dalam negeri seperti Tokopedia dan brand lokal lainnya, maka akan mendukung perkembangan brand tersebut, bahkan mampu mendorongnya untuk dikenal oleh masyarakat dunia. Ketiga, terlibat dalam memajukan sektor pendidikan. Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusia dari negara tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan. Oleh karena itu, pembenahan fasilitas pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk perbaikan kualitas SDM di Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, mulai pemerintah hingga generasi muda. Keempat, mengenalkan budaya Indonesia kepada dunia. Pengenalan

Majalah Unesa

budaya Indonesia kepada masyarakat dunia juga dapat dijadikan sebagai wujud untuk mengisi kemerdekaan. Pemuda yang pernah ikut serta dalam kegiatan pertukaran pemuda ke luar negeri dapat mengenalkan budaya Indonesia kepada negara-negara lain. Budaya memang menjadi bagian penting dan tidak bisa dilepaskan dari nama suatu bangsa. Bahkan budaya bisa dikatakan sebagai hal yang dapat menjadi representasi dari bangsa dan negara yang bersangkutan. Kelima, saling menghormati dan berbagi. Menerapkan prinsip setara bersaudara dan saling berbagi satu sama lain merupakan salah satu cara mengisi kemerdekaan. Sikap saling menghormati sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia yang pada dasarnya terdiri atas berbagai suku, ras dan agama. Jika perbedaan tersebut tidak disikapi dengan rasa saling menghormati, maka tidak akan terjadi kemerdekaan yang sepenuhnya. n(sir/bs)

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

7


LAPORAN

UTAMA

DEMONSTRASI BUKAN JALAN SATU-SATUNYA MENGKRITIK

M

engisi kemerdekaan dengan tetap bersikap kritis harus senantiasa dilakukan oleh mahasiswa. Justru, kekritisan itulah yang harus senantiasa didorong agar dilakukan mahasiswa jika menghadapi permasalahan sosial yang ada di sekitar mereka. ”Harus kembali kritis. Mereka (mahasiswa) harus membedah

8

permasalahan sosial yang ada dan kalau perlu ada diskusi dan sharing dengan dosennya. Jangan sampai mereka tidak peka,” ujar Dosen Ilmu Hukum Unesa, Hananto Widodo. Dia menjelaskan, ada kecenderungan mahasiswa sekarang kritis ketika menjumpai permasalahan pribadi saja, terutama ketika ketika berhubungan dengan hak-haknya dalam kampus. ”Mereka akan kritis kalau menyangkut hak pribadinya. Kecenderungannya kadang seperti itu,” tandasnya. Menurut Hananto, demonstrasi bukanlah satusatunya jalan bagi mahasiswa ketika mengkritisi sesuatu. Seiring dengan semakin terbukanya ruang publik, maka mahasiswa dalam melakukan gerakan bisa dari segala arah. “Sekarang kan ruang publik sudah terbuka jadi

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

demonstrasi bukan satu-satunya jalan untuk mewujudkan gerakan. Bisa melalui medsos dan juga menulis,” tambahnya. Yang terpenting adalah mahasiswa tidak kehilangan idealismenya ketika melakukan gerakan. Tindakan itu dilakukan hanya untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan golongan atau kelompok tertentu saja. Mahasiswa jangan sampai terkooptasi dalam ideologi atau kelompok politik tertentu saja. “Sangat penting menjaga marwah dan idealisme jangan sampai larut dan ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu,” tambahnya. Lebih lanjut, Hananto menjelaskan, ada perbedaan mendasar dalam gerakan mahasiswa dari masa ke masa. Misalnya, gerakan mahasiswa 1998 cenderung masif dan mereka satu suara. Pasalnya, mereka punya semangat yang sama, yakni meruntuhkan Orde Baru yang ketika itu dipandang sebagai musuh rakyat. “Mahasiswa yang pro rakyat akhirnya melakukan gerakan massif pada 1998 dan meruntuhkan Orde Baru,” tandasnya. Kondisi itu tentu berbeda dengan sekarang. Gerakan mahasiswa yang terjadi hanya bersifat sporadis. Kendati begitu, sifat kritis mahasiswa masih tampak ketika menyikapi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. “Ketika isu kenaikan BBM muncul, maka mahasiswa tanpa dikoordinir turun melakukan pembelaaan kepada rakyat,” tandasnya. Posisi mahasiswa memang harus membela rakyat. Menjaga idealisme untuk kepentingan rakyat, karena sikap itu merupakan bagaian dari mengisi kemerdekaan. “Lihat ketika ada penggusuran maka mahasiswa yang tidak suka akan turun,” pungkasnya.n (pras)


LAPORAN UTAMA

WADEK 3 FE: SINERGITAS KUNCI RAIH PRESTASI

W

akil Dekan 3 Fakultas Ekonomi, Dr. Anang Kistyanto, S. Sos, M.Si mengatakan bahwa mahasiswa, terutama mahasiswa baru masih bingung dengan eksistensinya. Itu terjadi karena ada pergeseran dari siswa menjadi mahasiswa. “Mahasiswa baru memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu atmosfer akademik di lingkungan kampus,” ungkapnya. Anang meyakini, suatu saat, mahasiswa baru pasti akan mengalami peningkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman baru. Di Fakultas Ekonomi, ungkap Anang, pola pengembangan mahasiswa baru dikategorikan dalam empat yaitu bakat minat, penyusunan roadmap pembangan mahasiswa baru, pengembangan bakat baru sesuai dengan kompetensi yang dimilikia, dan repatriasi atau pemulangan mahasiswa baru kepada masyarakat dan dunia usaha. Menurut Anang, untuk melihat bakat minat mahasiswa baru dilakukan melalui identifikasi saat pengisian angket secara online ketika PKKMB berlangsung. Hal itu bertujuan untuk mengetahui profil mahasiswa lebih dalam, seperti minat bakat mahasiswa di mana. Setelah mengetahui minat bakat mahasiswa baru, mereka dapat mengembangkan sesuai minat dan bakat yang dimiliki. “Misalnya, jika minat bakatnya menulis akan diarahkan pada bidang penalaran seperti program kreativitas mahasiswa (PKM) dan sebaliknya jika suka seni, diarahkan pada pengembangan prestasi Peksiminas di tingkat regioanal, nasional, maupun internasional,” terangnya. Penelusuran bakat dan minat itu penting agar kemampuan mahasiswa lebih terarah dan menghasilkan prestasi. Anang mencontohkan, tahun ini mahasiswa Fakultas Ekonomi berhasil mendapatkan

Juara I Fotografer tingkat universitas dan mewakili Unesa pada kompetisi tingkat regional. “Selain itu, ada juga mahasiswa yang memiliki prestasi pada penulisan cerpen,” paparnya lagi. Untuk mahasiswa yang berminat kewirausahaan, akan diarahkan pada pengembangan enterpreneurship skill sampai tahap pengembangan rintisan bisnis. Dengan pola seperti itu, pengembangan mahasiswa baru betul-betul sesuai dengan minat bakat mahasiswa baru. Sementara itu, pada tahap pemulangan (repatriasi) atau pengembalian kepada orang tua dan dunia usaha, tugas lembaga menyelenggarakan program pembekalan atau pelatihan untuk menghadapi dunia kerja kepada calon alumni. “ Dengan model pengembangan seperti itu akan meningkatkan daya saing mahasiswa di era MEA dan membentuk karakter idaman jelita,” tandasnya.

Majalah Unesa

Penelusuran bakat dan minat itu penting agar kemampuan mahasiswa lebih terarah dan menghasilkan prestasi. Dr. Anang Kistyanto, S. Sos, M.Si Anang menambahkan, implementasi model pengembangan mahasiswa baru dilakukan dengan mensinergikan potensi-potensi sivitas akademika Fakultas Ekonomi. Sinergisitas pimpinan, dosen, tendik, mahasiswa dan ormawa seperti DPM, BEM, HIMA Jurusan, dan komunitas mahasiswa yang ada di FE Unesa dilakukan dengan harmonis dan saling mendukung. “Sinergitas itu akan membuat mahasiswa dapat mengukir prestasi di tingkat nasional maupun internasional,” pungkasnya. n(SH)

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

9


WARTA

UTAMA

PEMBICARA. Salah satu narasumber menyampaikan banyak hal tentang e-learning dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Pascasarjana Unesa. foto: HUMAS UNESA

SEMINAR INTERNASIONAL E-LEARNING DI PASCASARJANA

P

rogram Pascasarjana (Pps) Universitas Negeri Surabaya menyelenggarakan acara Seminar internasional bertema E-Learning: Design, Development, Management and Utilization pada Sabtu (06/08) di Auditorium Gedung K-10 lantai 3 Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Acara dihadiri oleh Direktur Pps Unesa Prof. I Ketut Budayasa, Ph.D., dan ratusan peserta termasuk praktisi pendidikan, guru, dosen, mahasiswa dari seluruh Indonesia. Seminar international ini dimeriahkan dengan tari Remo dari SD Airlangga 1 Surabaya. Rektor Unesa, Prof.

10

Dr. Warsono, M.S. membuka langsung seminar tersebut. Kegiatan tersebut itu bertujuan untuk mendorong dan menenerapan E-Learning di Indonesia. Pembicara dalam seminar international ini adalah Mr. Leo Kyeong Yoon (Konsuler Asisten Kedutaan Besar Korea Selatan), Prof. Dr. Mustaji, M.Pd (Universitas Negeri Surabaya, INA). Prof. Dr. Mike Spector, Ph.D (University of North Texas, USA), Prof. Dr. March Childress, Ph.D (Baker University, USA), Prof. Dr. Johannes Cronje, Ph.D (Cape Peninsula University of Technology, Afrika Selatan). Ketua Pelaksana Seminar Internasio­ nal mengatakan bahwa penggunakan

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

teknologi saat ini sudah mulai marak. Teknologi juga dapat diaplikasikan ke dunia pendidikan. Seminar dibagi menjadi dua, sesi pertama pemaparan materi dan narasumber, sedangkan sesi kedua diskusi panel dimana peserta yang mengirimkan artikel ilmiah secara berkelompok dengan presentasi di kelas paralel dan review yang dilakukan oleh narasumber. Di Indonesia, E-Learning termasuk bidang baru. Seminar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tidak hanya di bidang teknologi pendidikan, tetapi juga bermanfaat secara umum.n (SH)


WARTA UTAMA

BEDAH KETATANEGARAAN BERSAMA MPR RI

K

egiatan workshop ketatanegaraan bukanlah kali pertama, sebelumnya MPR RI pernah bekerja sama dengan universitas-universitas di seluruh Indonesia dalam rangka sosialisasi pilar kebangsaan. Pada Jumat-Sabtu (26-27/8) bertempat di Hotel Novotel Surabaya, Program Studi Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Unesa bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menye­lenggarakan workshop ketatanegaraan dengan tema penataan kewenangan MPR dan reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN. Acara ini diikuti oleh 30 orang peserta yang merupakan akademisi dari berbagai PTN (Perguruan Tinggi Negeri) maupun swasta di sekitar Surabaya dan Madura. Workshop ketatanegaraan ini dibuka pukul 09.30 WIB oleh Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S., menghadirkan 3 pembicara, di antaranya Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Bambang Sadono, SH., M.H. Pembicara kedua, Drs. Yana Indrawan, M.Si. selaku Kepala Biro Pengkajian MPR RI, serta Agip Munandar, S.H., M.H. selaku Sekretariat Badan Pengkajian MPR RI. Pada acara pembukaan dalam sambutannya, Prof. Dr. Warsono mengungkapkan dengan adanya diskusi ini maka akan muncul beberapa sumbangsih ide yang dulu belum terpikirkan. “Selain itu diharapkan diskusi ini menghasilkan pemikiran-pemikiran yang nanti akan berguna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelas Rektor Unesa tersebut.

Menurut ketua panitia penyelenggara, Arinto Nugroho, S.H., M.H. tujuan acara tersebut yaitu untuk mengevaluasi sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini. Ketua Badan Pengkajian MPR RI menjelaskan bahwa kedudukan MPR dalam ketatanegaraan masih belum jelas. Saat ini, MPR setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas dan fungsi MPR pun terkesan tidak terlalu aktif pada setiap harinya. MPR akan ‘bekerja’ jika ada peristiwa, seperti pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, serta kegiatan-kegiatan yang tidak terduga lainnya. “Kalau saya melihat MPR hanya seperti pemadam kebakaran saja. Jadi, akan bekerja jika ada kebakaran saja,” canda Dr. Bambang Sadono, S.H., M.H. Selanjutnya, para peserta workshop dibagi menjadi dua kelas untuk merumuskan beberapa permasalahan terkait dengan MPR, seperti tugas, fungsi, kewenangan, serta berdiskusi perlu tidaknya MPR merumuskan GBHN. “Apa yang kita suarakan, apa yang kita hasilkan dari workshop ini menjadi catatan dalam rapat yang diselenggarakan oleh MPR. Dan, kita bisa berkontribusi terhadap sistem ketatanegaraan baru yang dicita-citakan. Karena memang ada beberapa hal yang rasanya kita perlu ubah, seperti yang paling mudah adalah GBHN. Dari yang tidak ada menjadi perlu diadakan kembali. Dan itu kita perlu berkontribusi kembali,” tutur Arinto, Dosen Program Studi Hukum selaku ketua panitia kegiatan workshop. n(LRA/SURYO)

SEMINAR NASIONAL PEMANTAPAN PRODI BK

F

akultas Ilmu Pendidikan ­Unesa menyelenggarakan acara Seminar Nasional dan Temu Kolegial Kaprodi Bimbingan dan Konseling se-Indonesia pada Jumat-Minggu (1214/8). Seminar yang dilaksanakan di The Sun Hotel Sidoarjo telah dihadiri oleh 69 Perguruan Tinggi se-Indonesia dari Aceh sampai Papua. Acara ini merupakan agenda lanjut­ an Seminar Nasional dan Temu Kolegial Kaprodi Bimbingan dan Konseling Se-Indonesia dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dengan tema “Pemantapan Posisi Prodi Bimbingan dan Kon-

seling dalam Konteks Dinamika Kehidupan di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Salah satu tujuan acara tersebut adalah untuk memantapkan sinergi kurikulum S1, PPGBK/K (Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor), S2 dan S3. Penyelenggaraan Seminar Nasional ini, menurut Dr. Budi Purwoko, M.Pd, Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk menstandarisasikan kurikulum inti program Bimbingan dan Konseling se-Indonesia. Acara ini, dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, mengundang pakar BK, Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.,yang menjelas-

Majalah Unesa

kan arah kebijakan pengembangan profesi dan kurikulum BK, dengan misi melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, memajukan kesejahte­ raan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesi kedua oleh Prof. Dr. Waras Kamdi, M.Pd, pakar kurikulum KKNI yang mengusung tema Kebijakan Kurikulum KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia). Prof. Waras menuturkan, KKNI merupakan acuan kesetaraan kualifikasi antarjenjang prodi dan pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. n (DNA/LRA)

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

11


WARTA

UTAMA

Kerja Sama Unesa-Keda Dong-eui University Korea

S

etelah beberapa hari lalu, beberapa mahasiswa dari Dong-eui University (DEU) Korea datang ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk melakukan pertunjukan kesenian Korea Selatan, kali ini pada 16/8), dua pejabat dari DEU datang bertamu. Kunjungan ini disambut hangat oleh Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S., dan Wakil Rektor (Warek) IV Unesa, Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. Kedua pejabat dari DEU sangat senang bisa datang ke Unesa. Ini adalah kali pertama pihak DEU bisa bertemu dengan pihak Unesa. Ada banyak topik yang dibahas pada pertemuan ini. Beberapa rencana terkait kerja sama dengan DEU pun sempat dibahas. Chang Hoon Lee selaku Dean of Maintenance Office dan Hankuk Hong, Ph.D selaku Professor / Dean of Student Welfare Office sangat senang bisa bekerja sama dengan Unesa.n (CHIKITA/LRA)

eberapa karangan bunga tanda ucapan selamat, menghiasi kantor baru Kompas, salah satu media massa besar di Indonesia, yang terletak di Jalan Raya Gubeng No. 98 Surabaya. Acara peresmian yang diselenggarakan Kamis, (25/08) pukul 09.00 WIB dibuka oleh Pemimpin Redaksi (Pimred) harian Kompas, Budiman Tanuredjo. Pengguntingan pita pembukaan kantor baru Kompas diresmikan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs. H Saifullah Yusuf atau yang akrab dipanggil Gus Ipul. Beliau juga turut meramaikan acara peresmian kantor baru Kompas. Tak lupa Alim Markus, selaku pemilik bisnis Maspion Group, menyerukan tagline “Cintailah produk-produk Indonesia” membuat acara Kompas semakin meriah. Perwakilan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr.

12

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

BLU, Unesa Dikunjungi Undana

U

Warek 4 Unesa Hadiri Peresmian Kantor Baru Harian Kompas

B

Djodjok Soepardjo, M. Litt., Wakil Rektor (Warek) IV, meluangkan waktu untuk menghadiri acara tersebut. Kedatangan Prof. Dr. Djo­djok tidak hanya ingin meramaikan peresmian kantor Kompas dengan jumlah 1.8 juta pembaca, tetapi beliau juga berharap agar terjalin hubungan mutualisme antara Unesa dan media massa, “agar hubungan kerjasama Unesa semakin luas, Unesa ingin menjalin hubungan kerjasama dengan media-media di Jawa Timur terutama Surabaya”. “Diharapkan dengan kantor yang terletak di jantung kota Surabaya ini membuat Kompas semakin dekat dengan stakeholder di Surabaya”, terang pimpinan redaksi Kompas. Beliau juga menjelaskan jika kantor yang diresmikan hari ini pernah digunakan beberapa waktu lalu kemudian pindah ke Jemursari, tapi hari ini kantor Gubeng juga akan beroperasi dengan tujuan yang lebih luas, salah satunya menyediakan ruang publik untuk diskusi masalah yang timbul di masyarakat agar dapat segera terekspos dan tertangani. n(AZR/DNA)

niversitas Cendana Kupang (Undana) melaksanakan kunjungan ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di Gedung Rektorat (10/8). Tujuan kunjungan ini adalah untuk berbagi pengalaman serta pandangan ke depan tentang bidang umum, administrasi, dan keuangan di Unesa. Pada kunjungan ini, Wakil Rektor (Warek) II Unesa, Drs. Tri Wrahatnolo M.Pd., M.T memperkenalkan kepada petinggi Undana agar dapat mengenal lebih jauh akan Unesa. Warek II Unesa yang membawahi bidang umum dan keuang­ an merupakan orang yang tepat dalam berbagi pengalaman tentang bidang yang dikuasai dan dikerjakan. Tri Wrahatnolo menunjukkan tata cara pengelolaan keuangan Universitas Ne­ ge­ri menggunakan pola PK-BLU (Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Sejak 2009 Unesa telah menggunakan pola PK-BLU se­ suai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 50/ KMK.05/2009 tentang penetapan Universitas Negeri Surabaya pada Departemen Pendidikan Nasional sebagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. n(AZR/LRA/LUSI/HUMAS)

Majalah Unesa


WARTA UTAMA

PEKERTI. Peserta pelatihan Pekerti yang terdiri atas para dosen Unesa untuk memenuhi standarsisasi dalam mengajar. foto: HUMAS UNESA

Meningkatkan Kinerja Dosen Melalui Pekerti-AA

G

edung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) di Kampus Unesa Lidah Wetan terlihat tenang dengan adanya Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) dan Applied Approach (AA) bagi dosen Unesa, (15-29/8). Tujuan diadakannya pelatihan ini adalah untuk menstandarisasi dosen dalam mengajar. Meskipun diadakan oleh Unesa, peserta yang belum mendapatkan “SIM” (Surat Ijin Mengajar), contohnya, dosen mutasi dan dosen magang serta dosen dari universitas lain juga bisa mengikuti pelatihan ini. Para peserta terlihat begitu serius dengan adanya pretest yang juga menjadi salah satu faktor penentu kelulusan. Peserta juga dituntut untuk melalui pelatihan, pendam­

Tim PKM FT Raih Juara 2 Pimnas 2016

A

jang kompetisi Pekan Ilmiah Nasional Mahasiswa (Pimnas) di IPB Bandung pada 8-12 Agustus 2016, berhasil mengantarkan tim PKM dari Fakultas Teknik Unesa meraih

pingan dalam praktik mengajar, evaluasi serta post-test. Dengan pelatihan yang sesuai bidang akan menghasilkan dosen yang berkompeten, “(saya) bertugas sebagai nara sumber psikologi pendidikan, jadi saya berfokus kepada cara mengajar dosen yang harus berhadapan dengan berbagai macam kondisi psikologi mahasiswa”, terang salah satu narasumber, Dr. Miftakhul Jannah, S.Psi., M.Si., Dosen Psikologi Pendidikan FIP Unesa. Pelatihan ini diharapkan lebih efektif dengan dibaginya 35 peserta dalam dua kelas. “Kelas ideal itu yang dapat membuat para peserta lebih konsentrasi dengan materi yang disampaikan, makanya kelasnya kecil agar lebih kondusif”, tambah Dr. Erny Roesminingsih, M.Si, Dosen Manajemen Pendidikan FIP Unesa. n(DNA/NNA)

juara kedua. Mereka adalah Adinda Setyaning Hutami, Hendra Wibowo, Hamid Ramadhan Nur, dan Mohammad Ibrahim. Mereka menulis PKM berjudul Mesin Pencabut Bulu Ayam Semi-Otomatis Dilengkapi Auto WAW (Auotomatic Water Washer). Mesin ini berfungsi meningkatkan efektivitas dan produktivitas serta menjaga kualitas daging ayam yang dihasilkan para pedagang. Salah satu anggota tim, Hendra Wibowo mengatakan, selama mengikuti Pimnas, timnya didukung Laboratorium mekabonik. Hendra

Majalah Unesa

dan kawan-kawan, memang memiliki tekad dan komitmen untuk meraih juara di Pimnas. Melalui bimbingan dosen Pembina PKM, Drs, Yunus, M.Pd, Hendra dkk akhirnya berhasil meraih juara kedua. “Untuk mendapatkan juara memang tidak mudah. Dibutuhkan tim yang solid dan mau bekerja keras,” ungkapnya. Hendra berharap setiap fakultas dapat membentuk tim PKM yang benar-benar solid dan tangguh. Diharapkan, dari tim tersebut akan lahir ide-ide baru. “Misalnya, di FT sudah mebentuk Tim PKM bernama Mekatro,” pungkas Hendra. n(SH)

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

13


LAPORAN

KHUSUS

DUKUNGAN: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani, saat menyampaikan sambut­ an di event Harteknas 2016.

Laporan Pengabdian

Unjuk Kreasi Unesa di Ajang Hakteknas Perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) diselenggarakan di Solo, 10 Agustus 2016 lalu. Hadir dalam event tersebut antara lain, Mantan Presiden Republik Indonesia B.J Habibie, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani, Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir. Unesa, sebagai salah satu Perguruan Tinggi ikut berpartisipasi di dalamnya. Berikut laporannya.

A

jang Harteknas, menghadirkan berbagai inovasi teknologi. Tidak hanya berasal dari perguruan tinggi, namun juga inovasi teknologi dari pihak industri. Bahkan, alatalat canggih yang dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga dipamerkan dalam pameran tersebut. Salah seorang pengunjung,

14

Wiyoto sangat mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap dapat menikmati sajian-sajian yang dipamerkan para peserta. Unesa, yang menjadi salah satu peserta kegiatan tidak mau kalah dengan inovasi yang dimiliki. Di antara inovasi teknologi unggulan Unesa yang dipamerkan adalah Tarian Jawa ala Robot Dewo, Kosmetik Kecantikan

| Nomor: 96 Tahun XVII -Agustus 2016 |

Majalah Unesa

Wajah Mengandung Emas tanpa Mengandung Merkuri, Teknologi Canggih dari Geografi, Video Bidik Misi dan Media Pembelajaran yang Baik untuk Guru dan Anak-anak. Nano Gold Diminati Stand Unesa berhasil mencuri perhatian pengunjug. Produk ‘Nano gold’, misalnya, sangat diminati


LAPORAN KHUSUS pengunjung pameran. Pada hari kedua pameran, Kamis 11 Agustus 2016, para pengunjung baik laki-laki maupun perempuan ramai mengunjungi stand Unesa. Setiap pengunjung memiliki kesempatan mencoba krim wajah yang mampu menghilangkan jerawat, flek hitam dan pelembab bibir. Para pengunjung mengaku penasaran dan antusias dengan produk krim kecantikan yang berbahan dasar herbal dan terdapat kandungan emas di dalamnya. Terbukti, semakin banyaknya pengunjung membawa sampel yang disediakan pihak stand. Selain itu, tersedia pula produk krim wajah yang sudah dikomersilkan dan telah memiliki legalitas BPOM sehingga produk ini telah memiliki izin dalam pemasarannya. Dr. Titik Taufikurahmah M.Si, pencipta produk ‘nano gold’ menjelaskan, ia sengaja memberikan banyak sampel kepada para pengunjung agar produknya semakin dikenal dan memberikan wawasan kepada masyarakat tentang manfaat nano gold. “Saat ini banyak kosmetik menggunakan merkuri. Efek krim yang mengandung merkuri dapat merusak kulit wajah. Oleh karena itu, saya membuat krim wajah nano gold yang bebas kandungan merkuri,” ujar dosen kimia Unesatersebut. Selain membuat dan mempromosikan produk tersebut, Titik juga memberikan konsultasi kepada pengunjung yang ingin bertanya permasalahan kulit wajah dan cara mengatasinya. Di samping itu, ternyata ada juga beberapa pihak yang ingin mengajak kerja sama untuk mengembangkan maupun memasarkan produk tersebut. “Kalau sudah mengenal produk nano gold ini, rugi kalau tidak menjadikannya sebagai lahan bisnis,” ungkap Titik setengah promosi. Tari Robot yang Memukau Selain produk nano gold, aksi robot dari Unesa yang melakukan atraksi tari juga memukau pengunjung pameran teknologi nasional. Pada hari ketiga, Jumat 12 Agustus 2016, robot seni tari tersebut menampilkan tarian topeng

ANTUSIAS: Pengunjung Harteknas menyerbu stand Unesa yang menampilkan Tim Dewo Robotik Un­ esa dan produk kosmetik alami.

lengkap dengan busana khas Betawi. Dua robot yang dipertunjukan oleh tim robot Dewo tersebut mampu menarik pengunjung mulai dari anakanak hingga orang dewasa. Setiap kali robot yang pernah menjadi juara 2 nasional kategori robot seni tari tersebut beraksi, pengunjung yang lewat langsung berhenti dan melihat. “Mereka penasaran dengan aksi robot tari karena Unesa adalah satu-satunya stand yang memamerkan pertunjukan seperti itu,” ungkap Wahyu, kru humas yang ikut pameran. Dua robot tersebut tidak bisa dimainkan secara terus menerus. Menurut Maulana, kru tim robot Dewo, komponen yag terdapat pada robot akan panas dan membuat robot cepat rusak jika harus dimainkan terus menerus. “Kalau ada yang ingin melihat, baru robot dimainkan. Kalau tidak ada atau kondisi saat sepi robot akan didiamkan agar komponen tidak cepat rusak,” ujar mahasiswa Teknik Elektro tersebut. Tak jarang jika kondisi lagi sepi

Majalah Unesa

dan robot selesai recovery robot akan dimainkan dan seketika pengunjung di stand Unesa mendadak ramai. Robot yang pernah menjadi juara 3 tingkat regional Jawa Timur di PENS tersebut digerakkan oleh sensor suara. Jika suara dari musik dimatikan, gerakan robot pun ikut berhenti Suara yang digunakan pun sudah ditentukan frekuensinya sehingga suara dari luar yang terdengar tidak akan mengganggu gerakan robot tersebut. “Ke depan, tim Dewo ingin membuat inovasi-inovasi lain seperti Robot Sepak Bola yang akan diikutkan kejuaran tingkat internasional. Karena robot seni tari hanya diadakan untuk tingkat nasional dan regional”, jelas mahasiswa angkatan 2014 tersebut. n (SURYO/WAHYU)

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

15


LAPORAN

PENGABDIAN

MENGABDI: Penulis berfoto bersama warga Dusun Ngapus, Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang dalam kegiatan AKSOS (Akuntansi Sosial Solidaritas).

Laporan Pengabdian

AKSOS MENGABDI di Daerah Terpencil Jombang Dusun Ngapus, Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang menjadi daerah kami melakukan kegiatan AKSOS (Akuntansi Sosial Solidaritas). Dusun ini benar-benar berada di dalam hutan.

K

eluar dari jalan utama, yang dapat dinikmati hanyalah tanah berdebu, pepohonan tinggi yang jarang, dan ladang jagung. Tak terlihat ada kehidupan di balik semua itu. Jalanan yang dilaluipun sama sekali tidak layak. Jalan darurat semen yang tidak rata disambung

16

| Nomor: 96 Tahun XVII -Agustus 2016 |

Majalah Unesa

dengan tanah berkerikil kecil. Tak ada penerangan di sepanjang jalan. Untuk mencapai Dusun Ngupus, dibutuhkan waktu 15 menit. Sampai di sana, suasana terasa lengang. Tak ada warga yang menyambut. Sekolah dasar pun sudah sepi. Kami segera menuju basecamp alias bangunan masjid


LAPORAN PENGINAPAN yang belum jadi. Setelah semua persiapan sudah selesai, kami beranjak untuk berbaris, berkelompok, menuju rumah warga yang kami sebut second family. Selama seminggu kami akan mengabdi, bercengkrama, menikmati alam, dan mengambil pengalaman yang berharga. Potensi alam Adzan shubuh menyambut suhu dingin yang menyegarkan. Bintang-bintang terlihat sangat jelas di langit petang karena minimnya penerangan.Semua masih terlihat gelap. Tetapi, saat mentari mulai bersinar terang, keindahan alam akan terpampang jelas. Hamparan padi yang menguning, jajaran tanaman jagung yang hijau, dan bukit tinggi yang mengapit Dusun Ngapus dihiasi dengan pepohonan rimbun memanjakan mata kami. Walaupun, kekurangan sumber mata air, tetapi warga dusun mampu memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Ketergantungan dengan alam sangat terlihat di dusun ini. Hampir semua warga, baik bapak maupun ibu, muda ataupun tua, pergi ke tegal dan alas setiap hari. Berangkat pagi, siang baru kembali. Jika diperlukan, sehabis dhuhur mereka akan kembali lagi. Mayoritas warga bekerja sebagai petani dan penggembala. Di daerah panas seperti Dusun Ngapus tanaman yang biasa ditanam adalah jagung, singkong, gandum, mentimun, ketela, semangka, dan tembakau. Hujan lebat menjadi musuh petani. Karena, jika itu terjadi, maka sudah dipastikan mereka akan gagal panen. Sedangkan, untuk hewan yang digembalakan adalah kambing dan sapi. Hewan-hewan ini digiring ke alas dan dibiarkan mencari makan sendiri. Yang mendominasi adalah tanaman jagung. Beberapa rumah memanfaatkan pelatarannya untuk menjemur jagung yang sudah diupili terlebih dahulu. Jagung yang akan dikirim ke kota adalah butiran jagung kering Sejarah Malam cengkrama merupakan salah satu kegiatan yang kami lakukan di sini. Malam cengkrama menjadi sarana

WAKTU ITU, SAYA PIKIR SETELAH LULUS S1 AKAN MENJADI PSIKOLOG. SETELAH PENGUMUMAN DITERIMA PMDK, SAYA BARU TAHU KALAU TERNYATA NANTI MENJADI GURU. ENTAHLAH, SAAT ITU, BAGI SAYA, GURU BUKANLAH SALAH SATU PROFESI YANG KEREN DAN BERGENGSI.

bagi kami untuk lebih dekat dengan warga dan mengetahui lebih jauh mengenai asal-usul Dusun Ngapus. Pak Suparman adalah bagian dari warga yang berbagi cerita tentang Dusun Ngapus. “Kota nangnjero taman” merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan Dusun Ngapus. Pasalnya, dusun ini dikelilingi oleh hutan. Pada zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Jenggolo. Kerajaan ini memiliki seorang putra mahkota bernama Putra Panji Asmorobangun atau Panji Anukertopati. Tersebutlah Kerajaan Kediri yang memiliki seorang putri cantik jelita bernama Galuh Candra Kirana. Mereka pun saling jatuh cinta dan melangsungkan pernikahan. Setelah itu Panji Asmorobangun pun diangkat menjadi seorag Raja. Namun, Panji mengajukan syarat bahwa ia bersedia menjadi raja jika ia

Majalah Unesa

tahu seberapa luas Kerajaan Jenggolo. Ketika Panji pergi, muncul Joko Pengalasan yang sakti mandraguna berasal dari alas Banyu Urip. Di sana merupakan tempat bekumpulnya para roh halus. Joko Pengalasan mencintai Galuh. Pecahlah perang antara ayahanda Panji dengan Joko Pengalasan yang dimenangkan oleh Joko Pengalasan. Galuh ditawan dan diminta untuk bersedia dipinang oleh Joko Pengalasan. Galuh memberi syarat agar ia dibuatkan danau diantara gunung dalam satu malam. Dengan bantuan roh halus, Joko menyanggupinya. Karena takut, Galuh meminta penduduk untuk mengumpulkan rumput dan kayu kering. Selain itu, para gadis diminta menumbuk lesung sambil bernyanyi “jumlakung.. suarane tok tek tok tok dung tok..”.Ayam-ayam dibangunkan dan diminta untuk berkokok layaknya pagi telah datang. Karena itulah para roh halus ketakutan dan meninggalkan pekerjaanya yang belum rampung. Di sisi lain, Galuh Candra Kirana kabur menuju Sendang Balan dan menceburkan diri. Ternyata, sendang itu tembus ke segoro kidul sehingga bisa bertemu dengan suaminya. Galuh pun mengadukan nasibnya, dan Panji menantag Joko Pangalasan perang. Perang dimenangkan oleh Panji Asmorobangun. Karena daerah itu adalah tempat dimana Galuh berdusta kepada Joko Pangalasan maka dinamakanlah Ngapus atau dalam bahasa Indonesia adalah bohong atau membohongi. n Laporan Mita Kurnia Yawika

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

17


LENSA UNESA

SEMARAK EXPO UKM 2016 alam rangka memperkenalkan berbagai karya dan inovasi masing-masing Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan untuk menarik minat mahasiswa baru, digelar acara Expo UKM pada Rabu dan Kamis (17-18 Agustus 2016) di depan Food Court Unesa. Acara berlangsung meriah dan dihadiri oleh seluruh Mahasiswa Baru. Dari jajaran pejabat, nampak rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S, Wakil Rektor 1 Dr. Yuni Sri Rahayu, Wakil Rektor II, Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd, M.T, Wakil Rekto III, Dr. Ketut Prasetyo, M.S, Prof. Dr. Djojok Soepardjo, M.Litt, dan berbagai tamu undangan lainnya. l HUMAS

18

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa


LENSA UNESA

TALK SHOW

CENDEKIA TVRI DI FIK ACARA talk show bersama TVRI Cendekia di FIK edisi Agustus dilaksanakan di Sport Science and Fitness Center (SSFC) Unesa Lidah Wetan Surabaya. Hadir sebagai narasumber Dekan FIK , Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes., Wakil Dekan I Drs. Gatot Darmawan, M.Pd., Wakil Dekan II Mokhamad Nur Bawono, S.Or., M.Kes., dan Wakil Dekan III Drs. Arif Bulqini, M.Kes. Turut sebagai narasumber Prof. Dr. Hari Setiono, M.Pd. yang telah menjadi guru besar FIK Unesa. l(LC/HUMAS)

PELANTIKAN KAPRODI DAN SEKPRODI PASCASARJANA KETUA Program Studi (Kaprodi) dan Sekretaris Program Studi (Sekprodi) Magister dan Program Doktor pada Program Pascasarjana Unesa periode 2016-2020, dilantik dan melakukan serah terima jabatan pada Rabu (24/8) di Gedung E-1 Kantor Pusat Lantai 3. Mereka yang dilantik adalah Prof. Dr. Dewie Tri Wijayati, M.Si sebagai Kaprodi Magister Manajemen, Dr. Musdholifah, S.E., M.Si. sebagai Sekprodi Magister Manajemen, Prof. Dr. H. Supari, M.Pd. sebagai Kaprodi Magister Pendidikan Teknologi Kejuruan, Dr. I Gusti Putu Asto Buditjahjanto, S.T., M.T. sebagai Sekprodi Magister Pendidikan Teknologi Kejuruan, Prof. Dr. Munoto, M.Pd. sebagai Kaprodi Program Doktor Pendidikan Vokasi, Prof. Dr. Elizabeth Titiek Winanti, M.S. sebagai Sekprodi Program Doktor Pendidikan Vokasi. Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S berharap para pejabat yang dilantik mampu melakukan kinerja yang baik pada program studi di Pascasarjana Unesa. Khususnya. Program Studi S-2 Manajemen, Program studi S-2 Pendidikan Teknologi Kejuruan, dan Program S-3 Pendidikan Vokasi. (SH/Humas). l LC/HUMAS

Majalah Unesa

| Nomor: 96 Tahun XVII- Agustus 2016 |

19


KOLOM REKTOR

Kita sering dengan mudah menyatakan belum merdeka, hanya karena dihadapkan pada keterbatasan. Padahal masih banyak pilihan yang bisa kita pilih. Kita juga mudah menyerah ketika kita dihadapkan pada kesulitan, bahkan kita mudah mengeluh karena keinginan kita tidak terpenuhi. Oleh Prof. Dr. Warsono, M.S.

J

udul kali ini berupa pertanyaan yang bisa dijawab dengan mudah, tetapi bisa juga sulit untuk menjawabnya. Jika kemerdekaan itu diartikan sebagai kemerdekaan politik bagi bangsa Indonesia, tentu sangat mudah dan jelas jawabannya, yaitu sudah. Jawaban tersebut telah terungkap dalam wacana, bahwa setiap 17 Agustus kita selalu mempe­ringati hari kemerdekaan. Bahkan peringatankemerdekaan tersebut selalukita sambut dengan suka cita disertai berbagai kegiatan seperti lomba-lomba untuk menandakan kegembiraan. Walaupun ekspresi kebebasan yang diungkapkan setiap peringatan kemerdekaan tersebut juga tidak jarang menyebabkan sebagian orang terganggu kebebasan. Berbagai kegiatan untuk memperingati kemerdekaan dengan menutup jalan menyebabkan orang lain terganggu. Untuk mengatasi “konflikâ€? kebebasan ini sering dikemas, dengan wacana: harap maklum ini kan hanya setahun sekali. Oleh karena itu, ketika kita bertanya sudahkah kita merdeka?, untuk menjawabnya perlu dipertegas, merdeka dalam hal apa, dan merdeka untuk apa atau merdeka dari apa?. Kemerdekaan yang

dikumandangkan oleh SoekarnoHatta pada 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan dalam arti terbebas dari cengkeraman penjajah, dan bebas untuk menentukan pemerintahan sendiri. Sejak 17 Agustus 1945, kita telah bebas dari penjajahan dan

berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 baru dalam arti terbebas dari penjajahan. Hal ini juga ditunjukan dalam alinea berikutnya (alinea ketiga) yang dinayakan: Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia meyatakan dengan ini kemerdekaannya. Upaya menuju bangsa yang merdeka tidak semudah seperti membalik telapak tangan, tetapi harus diisi dengan perjuangan dan pembangunan. Oleh karena itu, Soekarno sebagai presiden pertama RI sering mengatakan bahwa revolusi belum selesai. Proklamasi hanyalah pintu gerbang menuju suatu kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Untuk mencapai itu semua harus diisi dengan pembangunan, termasuk pembangunan manusia sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia merdeka adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar membuat setiap

SUDAHKAH

KITA MERDEKA?

20

kita bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kita sebagai bangsa Indonesia bebas untuk membentuk negara dengan kelengkapannya, seperti dasar negara, UUD, pemerintah. Sehari setelah kemerdekaan kita telah menentukan kelengkapan negara, dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, menyusun UUD 1945, menetapkan presiden dan wakil presiden. Memang, proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan para pendiri negara, merupakan titik awal untuk menuju ke kemerdekaan dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini bisa dilihat dalam teks pembukaan UUD1945 alinea kedua yang menyatakan: Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa


KOLOM REKTOR orang bisa mengenyam pendidikan sampai pendidikan tinggi, tetapi harus dimaknai bahwa dalam kehidupan berbangsa dilandasi oleh pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan kita juga harus memahami dan menyadari bahwa negara yang kita bentuk adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan negera serikat. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, sehingga kita harus menjaga persatuan dalamkebhinekaan. Oleh karena itu, sebagai salah stau wujud kecerdasan dalam kehidupan berbangsa adalah dengan menjaga dan mengamalkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Dalam konteks kehidupan bernegara, kita memang masih belum terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Masih ada warga negara yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Sampai Maret 2016 menurut BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sekitar 28 juta jiwa . Begitu juga tingkat pendidikan masyarakat Indonesia juga masih rendah, sebagian tenaga kerja (50%) kita masih berpendidikan sekolah dasar. Dua hal tersebut memang masih membelenggu bangsa Indonesia. Di sisi lain, dalam kehidupan bernegara, mungkin masih ada yang belum terbebas dari ketidakadilan, karena negara justru melakukan pelanggaran hak asasi, atau negara kurang mampu melindungi hak warga negara dari pelangaran yang dilakukan oleh orang lain. Jika itu yang dimaksudkan, memang kita belum bisa dikatakan merdeka, karena masih belum bebas dari keadilan secara distributiif. Negara masih belum mampu memberikan keadilan secara sama dan merata kepada setiap warga negara. Aparat penegak hukum, maupun lembaga peradilan, sering masih belum bisa bertindak adil kepada semua warga negara, sebagaimana yang ditegaskan dalam undangundang bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Masih sering kita dengar wacana bahwa hukum

tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini berarti hukum belum bisa menempatkan keadilan bagi semua warga negara. Pertanyaan sudahkah kita merdeka seperti yang ada dalam judul tulisan ini sering menjadi wacana perdebatan di masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa meskipun kita telah merdeka selama 71 tahun, namun hakikatnya kita masih belum merdeka. Wacana seperti itu tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Jika kemerdekaan dimaknai sebagai kebebasan untuk melakukan sesuatu tanpa batas, tentu bisa dikatakan bahwa kita belum merdeka. Bahkan pemaknaan seperti itu tentu tidak akan ada, sebab kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak orang lain yang juga memiliki kebebasan. Jika setiap orang ingin bebas melakukan apa saja, tentu akan bertabrakan satu sama lainnya. Kebebasan yang dilakukan tanpa batas, jelas akan melanggar hak orang lain. Adanya kebebasan justrumengharuskan untuk menyepakati sampai batas mana kebebasan berikan, agar tidak melanggar hak yang lain. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dalam undang-undang termasuk UUD 1945, di dalamnya ada perlindungan terhadap hak setiap warga negara. Salah satu tujuan dibuatnyaperaturan perundangundangan adalah untuk melindungi hak-hak setiap orang. Oleh karena itu, semua pihak harus patuh dan taat terhadap peraturan perundang-undangan. Secara hakiki, kemerdekaan adalah kebebasan memilih, sehingga selama masih bisa memilih, meskipun hanya dua pilihan yang sangat sulit, maka masih ada kebesasan. Sebagai contoh ekstrim seperti yang dikatakan dalam pepatah: buah simalakama, dimakan ayah mati, tetapi kalau tidak dimakan ibu yang mati. Dalam kondisi seperti itu, kita masih memiliki kebebasan karena masih memiliki pilihan, meskipun sangat sulit. Kasus seperti ini juga terjadi pada saat bangsa Indonesia berjuang melawan penjajah. Semboyan dari para pejuang

Majalah Unesa

adalahmerdeka atau mati. Mereka memilih mati daripada harus hidup dijajah, apalagi jika dilandasi oleh kayakinan bahwa mati dalam perjuangan adalah mati sahid. Kita sering dengan mudah menyatakan belum merdeka, hanya karena dihadapkan pada keterbatasan. Padahal masih banyak pilihan yang bisa kita pilih. Kita juga mudah menyerah ketika kita dihadapkan pada kesulitan. Bahkan kita mudah mengeluh karena keinginan kita tidak terpenuhi. Sikap dan mental seperti itu yang perlu diubah, karena bukan hanya akan menghambat pembangunan, tetapi juga menjadi potensi konflik sosial maupun konflik politik. Jika pertanyaan tersebut kita kaitkan dengan konteks personal, hanya akan menimbulkan “penderitaan�, karena sulit untuk dipenuhi. Jika pertanyaan itu dikaitkan dengan konteks personal, akan selalu ada yang mengatakan kalau belum merdeka baik dalam arti bebas untuk maupun bebas dari, sebab tidak semua keinginannya tidak bisa terpenuhi. Tidak semua orang bisa memenuhi keinginannya sendiri. Hanya Allah Tuhan Yang Maha Esalah yang memiliki kebebasan untuk dan kebebasan dari. Hanya Allah yang bebas melakukan apa saja dan bebas dari apa saja, karena Allah Yang Maha Kuasa. Jika kebebasan kita maknai dengan adanya pilihan, maka setiap orang telah diberi, sekali lagi diberi kebebasan oleh Allah. Kita tidak memiliki kebebasan, tetapi diberi kebebasan oleh Allah. Oleh karena itu, kemerdekaan dalam arti kebebasan untuk memilih diwacanakan sebagai hak asasi manusia, karena diberikan oleh Allah kepada setiap manusia. Namun yang perlu disadari adalah bahwa kebebasan yang diberikan oleh Allah adalah kebebasan untuk memilih antara baik dan buruk, antara benar dan salah, antara halal dan haram, dan pilihan tersebut nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. n

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

21


INSPIRASI

ALUMNI

Agus Sunyoto

MUNDUR SEBAGAI WARTAWAN DEMI JADI PENULIS PROFESIONAL MENULIS, BAGI SEBAGIAN ORANG, DIANGGAP SEBAGAI PEKERJAAN YANG BELUM MENJANJIKAN. TIDAK HERAN JIKA BANYAK ORANG YANG MENJADIKAN MENULIS SEBAGAI PROFESI SAMBILAN. NAMUN, TIDAK DEMIKIAN BAGI AGUS SUNYOTO. PENERIMA PENGHARGAAN ASRUL SANI 2014 INI RELA KELUAR DARI PEKERJAANNYA SEBAGAI WARTAWAN KORAN NASIONAL UNTUK FOKUS SEBAGAI PENULIS PROFESIONAL. BERKAT KETEKUNAN DAN KREATIVITASNYA, BANYAK KARYA YANG LAHIR DARI TANGAN DINGINNYA DAN MENGINSPIRASI BANYAK PEMBACA DI TANAH AIR.

A

gus Sunyoto lahir di Surabaya pada 21 Agustus 1959 dari pasangan KH Amir Arifin dan Hj Dalicha. Sebagaimana lazimnya ”arek kampung” Surabaya, pendidikan informalnya diawali di madrasah dan langgar kampung di bawah asuhan H Mochammad Ali dan Kiai Mochammad Sulchan. Sebagaimana dikutip dari www. nu.or.id,Sejak SMP, Agus mengikuti pendidikan ilmu hikmah di Pesantren Nurul Haq Surabaya di bawah asuhan KH M. Ghufron Arif yang dilanjut kepada KH Ali Rochmat di Wedung, Demak, Jawa Tengah. Pada tahun 1994, dia masuk Pesulukan Thariqah Agung (PETA), Kauman, Tulungagung, di bawah asuhan KH Abdul Jalil

22

Mustaqiim dan KH Abdul Ghofur Mustaqiim. Pendidikan formal sejak tingkat dasar dan menengah diselesaikannya di Kota Pahlawan. Bercita-cita menjadi seniman, selepas dari SMAN 9 Surabaya Agus melanjutkan pendidikan ke IKIP Surabaya (sekarang Unesa) pada Fakultas Keguruan Sastra dan Seni Jurusan Seni Rupa dan lulus pada 1985. Pada 1986 dia melanjutkan pendidikan ke Pascasarjana IKIP Malang Jurusan Pendidikan Luar Sekolah dan lulus 1989. Sejak remaja, sebenarnya Agus sudah hobi menulis. Dia mengawali terjun di dunia tulis-menulis saat kelas 2 SMA. Ketika itu Agus dibelikan bapaknya mesin tik untuk latihan

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

menulis. Tahun 1983 dua cerpen yang diikutkannya pada Pekan Seni FKSS IKIP Surabaya dinyatakan sebagai pemenang kedua dan ketiga (www. nu.or.id). Hal inilah yang memacu semangat menulis Agus Sunyoto karena pemenang cerpen dari Jurusan Seni Rupa. Pada tahun 1984 mulai menulis artikel dan cerpen di surat kabar harian Jawa Pos yang dilanjutkan dengan menulis cerita bersambung (cerbung) yang berjudul Orang-Orang Bawah Tanah pada 1985. Bakatnya di bidang menulis semakin terasah ketika 1986–1988 dia bekerja sebagai wartawan Jawa Pos sambil menulis cerbung, cerpen, artikel. Namun, setelah bertemu dengan novelis legendaris


INSPIRASI ALUMNI

EKSIS: Agus Sunyoto (kiri), bersama sastrawan kharismatik, KH Mustofa Bisri dalam sebuah kesempatan.

N.H.Dini yang mengenalkan kepada profesionalitas dalam berkarya,Agus akhirnya pamit mundur dari Jawa Pos untuk menjadi penulis profesional. Sejak bekerja sebagai penulis lepas (freelance), Agus telah menulis cerpen dan cerbung serta artikel di sejumlah surat kabar seperti Jawa Pos, Surabaya Post, Surya, Republika, Merdeka. Sebagai penulis freelance, dia banyak melakukan penelitian ilmiah di bidang sosial, sejarah, antropologi, pendidikan, agama, dan budaya. Ternyata betul, setelah mematri diri sebagai penulis lepas, ratusan tulisan dengan ragam bentuk penulisan lahir dari tangan Agus Sunyoto. Di antaranya,Ajaran Tasawuf dan Pembinaan Sikap Hidup Santri Pesantren Nurul Haq Surabaya: Studi Kasus, sebuah tesis yang tidak dipublikasi pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Pascasarjana IKIP Malang tahun 1990. Dia juga menerbitkan buku Lubang-lubang Pembantaian: Pemberontakan FDR/PKI di Madiun 1948, sebuah penelitian yang dilakukannya bersama Maksum dan Zainuddin pada 1989 dan diterbitkan

PT Grafiti Press, Jakarta, 1990. Karya lainnya ialah Sunan Ampel: Taktik dan Strategi Dakwah Islam di Jawa abad XIV-XV Masehi, hasil penelitian studi literatur tahun 1990 yang diterbitkan Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam (LPLI) Sunan Ampel, Surabaya, 1991. Dia juga melahirkan buku Banser Berjihad Melawan PKI, hasil penelitian kualitatif tahun 1995 yang diterbitkan Lembaga Kajian dan Pengembangan (LKP) Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Surabaya, tahun 1995. Hingga kini banyak karya emas Agus Sunyoto yang menjadi sumbangsih penting bagi dunia literasi di masyarakat. Bahkan, karyakaryanya menginspirasi banyak penulis muda untuk ikut menekuni dunia ini secara profesional. Agus pun tidak segan berbagi pengalaman dan ilmu di setiap pelatihan. Hingga saat ini ia masih aktif menulis di berbagai media massa cetak dan berhasil mengukir berbagai prestasi di dunia yang sangat dicintainya tersebut. n

Majalah Unesa

B I O D AT A S I N G K AT NAMA LENGKAP Agus Sunyoto TEMPAT TANGGAL LAHIR Surabaya, 21 Agustus 1959 AYAH: KH Amir Arifin IBU: Hj Dalicha PENDIDIKAN: S-1 FKSS jurusan Seni Rupa IKIP Surabaya, lulus tahun 1985 S-2 Pendidikan Luar Sekolah Pascasarjana IKIP Malang, lulus tahun 1989 RIWAYAT PEKERJAAN: Wartawan Jawa Pos Penulis lepas di banyak media PRESTASI: Penerima Penghargaan Asrul Sani 2014

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

23


ARTIKEL

WAWASAN

FORMULA BESAR KARYA SASTRA BAGI ANAK Oleh Prof. Dr. SUYATNO, M.Pd.*)

Karya sastra hasil karya anak-anak seakan-akan tidak pernah habisnya. Banyak bertebaran novel karya anak yang diterbitkan dari berbagai penerbit di Indonesia. Sanggar-sanggar penulisan sastra untuk anak juga didirikan. Ulasan karya sastra yang diproduksi anak semakin banyak.

S

aat ini, di era global, anak-anak kita adalah anak-anak gawai (baca-gadget) yang lahir dan tumbuh dalam kemeriahan laptop, ponsel, internet, twiter, facebook, WA, email, instagram, dan media sosial yang lainnya. Tangan mereka seolah tidak mau lepas dengan alatalat gawai tersebut, di mana pun dan kapan pun. Bahkan, ketika sang anak bersama orang tuanya di meja makan pun, anak-anak tidak memedulikan komunikasi antarsemuka dan yang dipedulikan adalah kiriman informasi dari dunia maya yang menurutnya lebih mengasyikkan. Dalam kondisi seperti itu, wajarlah jika orang tua mengatakan bahwa anak-anak adalah sosok yang antisosial, individualistis, egoistis, dan bertulang lemah karena kurang bergerak. Itulah tanda anak generasi Z. Di sisi lain, setiap hari, anak-anak kita dipenuhi oleh jadwal yang ketat dalam bersekolah. Setelah bersekolah, anak akan lelah seharian, tidur, dan paginya dia akan melakukan rutinitas sekolah, memainkan hape, mengerjakan tugas sekolah, dan tidur lagi. Begitulah seterusnya, waktu dihabiskan oleh anak-anak. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menuruti kehendak dan ambisi

24

orang tua agar anaknya belajar dan bersiap menghadapi gempuran perubahan zaman dan badai teknologi informasi yang bertubi-tubi. Orang tua merasakan ketakutan akan ketidaksiapan anak-anak mereka dalam menghadapi masa depan yang sangat galak menurutnya. Namun, ketakutan tersebut ternyata tidak berdasar. Justru, anakanak Indonesia saat ini mengalami penyesuaian dengan zamannya. Mereka menempati situasi dan kondisi yang terjadi dengan senang, gembira, dan mereka menikmatinya. Anakanak memunyai ruang dan waktu sendiri sesuai dengan dunianya. Hal itu dibuktikan oleh kemampuan anak dalam menangkap peristiwa yang mereka lihat, rasakan, dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Hasil tangkapan itu kemudian diolah menjadi sebuah tulisan berupa karya sastra. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika karya sastra berupa novel, puisi, drama, dan cerita pendek karya anak-anak semakin membludak dari tahun ke tahun dan mudah dijumpai di toko-toko buku di Indonesia. Tiap tahun ada ratusan judul novel dan kumpulan cerita pendek karya anak yang diterbitkan. Karya sastra hasil karya anak-anak itu

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

seakan-akan tidak pernah habisnya ibarat sumber air di lembah yang subur. Banyak bertebaran novel karya anak yang diterbitkan dari berbagai penerbit di Indonesia. Sanggarsanggar penulisan sastra untuk anak juga didirikan. Bimbingan praktis penulisan sastra untuk anak dikemas secara menarik. Ulasan karya sastra yang diproduksi anak semakin banyak. Suyatno (2009) menengarai bahwa pada tahun 2000-an, karya anak tersebut mulai menjamur setelah teknologi informasi berkembang, reformasi mulai menapaki iklimnya, dan pendidikan mulai terbuka bagi keterlibatan orang tua. Khalil Gibran menyatakan bahwa dunia anak dengan dunia orang tua dipisahkan oleh ruang dan waktu yang berbeda. Anak memiliki masa depan yang berbeda gaya dan rupa dengan orang tuanya. Anak sekarang tentu berbeda pula dengan anak dari masa lalu. Kekagetan, kebingungan, dan ketidakberterimaan orang tua dengan karya anak sekarang adalah potongan gulma yang harus dijauhkan. Sastra Anak Siapakah gerangan yang mampu membuat novel, cerita pendek, dan drama di usia anak-anak itu? Mereka


ARTIKEL WAWASAN tidak lain dan tidak bukan adalah anak-anak bangsa Indonesia yang mendapatkan kesempatan luas dalam menulis, baik di rumah, sekolah, maupun tempat bermain mereka. Kesempatan itu didukung oleh kepedulian orang tua yang maksimal, buku bacaan di perpustakaan sekolah, dan kepedulian guru terhadap pentingnya menulis bagi anak-anak. Hasilnya, anak usia 7 s.d. 12 tahun dapat memproduksi karya sastra yang isi, bahasa, dan strukturnya tidak kalah dengan karya sastra buatan orang dewasa. Dalam sastra anak terdapat dua konsepsi, yakni sastra anak karya orang dewasa dan sastra anak karya anak-anak. Keduanya sangat berbeda dari sisi paradigma, struktur, maupun fungsinya. Sastra anak karya orang dewasa adalah sastra yang diproduksi oleh orang dewasa untuk kepentingan mendidik anak-anak agar muncul jiwa apresiasi, kesantunan, pendewasaan, dan penguatan berpikir. Bahasa yang digunakan adalah bahasa orang dewasa yang diserupakan dengan bahasa anak-anak sehingga orisinalitas bahasa bersifat semu. Tema yang disajikan merupakan kristalisasi orang dewasa yang diperkirakan cocok dengan anak-anak. Sastra karya orang dewasa banyak yang mengena di hati dan pikiran anak-anak sehingga karya sastra itu melekat sepanjang hidup anak-anak sampai mereka dewasa. Bagaimana dengan sastra anak karya anak? Sastra anak karya anakanak adalah sastra yang diproduksi oleh anak-anak untuk kepentingan apresiasi diri anak-anak. Bahasa yang digunakan adalah bahasa anak-anak sesuai dengan kapasitas kosakata dan kalimat yang dipunyainya. Tema yang disajikan merupakan abstraksi berpikir anak-anak sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. Karya sastra buatan anak-anak lebih bersifat sederhana, alamiah, dan apa adanya. Sejalan dengan pertumbuhan sastra anak karya anak, sejauh ini, dunia kajian sastra anak karya anak sangat ramai. Suyatno (2009) mengkaji struktur narasi dan kohesi novel karya anak. Septi Rizky Amalia (2014) meneliti nilai-nilai dalam karya anak bernama Sri Izzati. Nurhayati (2014)

meneliti novel-novel karya anak Sherina Salsabila melalui kajian teori fiksi realistik Donna E. Norton. Banyak lagi kajian yang berfokus pada sastra karya anak di Indonesia dan dunia. Hal tersebut menandakan bahwa sastra karya anak mengandung sumber pemikiran yang sangat luas dan penting untuk dikaji. Setiap Anak Dapat Menulis Setiap anak akan dapat menulis sastra jika difasilitasi sampai pada tingkat kedalaman dan keluasan yang sebanding dengan perkembangan anak. Namun, selama ini, penanganan keberbakatan anak hanya sampai permukaan saja tanpa kedalaman yang maksimal karena guru dan orang tua belum memahami cara penanganan dan pendampingan menulis bagi anak-anaknya. Di tempat lain, banyak anak yang dilatih menulis cerita secara intensif sampai berwujud sebuah cerita yang dapat dinikmati. Hasilnya, ternyata, anak dapat menulis cerita dengan detail, beralur, bertema, dan menarik untuk dibaca. Jika formula kepenulisan tersebut dapat pula dilakukan oleh guru atau orang tua dalam menghadapi anak-anak menuliskan cerita, tentu, anak akan dapat menghasilkan karya sastra yang baik. Semakin anak-anak sering menulis cerita berdasarkan gagasannya, anak akan semakin menunjukkan karya yang baik. Menulis itu sebuah keterampilan yang memerlukan pembiasaan agar didapatkan hasil tulisan yang baik. Mengapa anak-anak usia 7 s.d. 12 tahun dapat menulis sastra dengan baik? Norton (Norton, 1988:5) memberikan alasan bahwa anak dapat memproduksi sastra karena pada tahapan usia tersebut, anak sudah mampu mengekspresikan gagasan melalui tulisan yang dapat dipahami dengan baik. Piagiet menyebutkan bahwa anak usia 7—11 tahun mempunyai kemampuan berikut. 1). Mampu berpikir sistematis terhadap hal-hal atau objek yang konkret. 2). Mampu mengkonservasikan. 3). Mampu memecahkan masalahnya dengan penalaran sederhana

Majalah Unesa

4). Memahami hukum persamaan, penggolongan, dan bertautan sederhana 5). Memahami suatu kebalikan. Dapat Bantu Perkembangan Anak Penulisan novel yang dilakukan oleh anak pada dasarnya dapat membantu perkembangan diri anak sendiri karena sastra mempunyai kontribusi perkembangan nilai bagi anak. Norton (1983:6) menyebutkan bahwa sastra dapat mengembangkan nilai bahasa, kognitif, kepribadian, dan sosial anak untuk tahapan usia berikutnya dengan ciri perkembangan berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak lainnya. Untuk itu, seleksi cerita dan bimbingan diperlukan sehingga anak dapat menentukan topik relevan untuk ditulis. Dengan demikian, novel karya anak benar-benar sesuai dengan tahap perkembangan nilai pada anak. Anak-anak kita adalah sosok yang kreatif. Hurlock (2002:5) menyebutkan bahwa kreativitas ditandai oleh (1) kreativitas merupakan proses bukan hasil; (2) Proses itu mempunyai tujuan yang menguntungkan bagi anak itu sendiri atau bagi orang lain; (3) kreativitas mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, dan unik, baik berbentuk lisan atau tulisan, fisik atau abstrak; (4) kreativitas timbul dari pemikiran divergen, sedangkan konformitas dan pemecahan masalah timbul dari pemikiran konvergen; (5) kreativitas merupakan cara berpikir, tidak sinonim dengan kecerdasan, yang mencakup kemampuan mental; (6) kemampuan mencipta bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima; dan (7) kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan, yang menjurus ke arah beberapa bentuk prestasi. Lalu, apa saja tema novel yang diproduksi oleh anak-anak itu? Tema novel karya anak usia 7—12 tahun beragam, yakni pengalaman diri sendiri, perhatian terhadap lingkungan, belas kasih kepada orang tua dan orang lain, persaingan dalam bentuk perlombaan, petualangan, dan sampai pada permasalahan membela kebenaran. Keberagaman tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

25


ARTIKEL

WAWASAN

pengalaman, usia, kekayaan baca, dan ragam pengalaman yang berbeda dari masing-masing anak. Suyatno (2008) menyebutkan bahwa anak yang berusia 7—9 tahun tahun lebih cenderung menyajikan tema berkaitan dengan pengalaman diri, keluarga, dan lingkungannya. Hal itu tampak pada novel karya anakanak dengan judul Asyiknya Outbound, Kado untuk Umi, Beautiful Days, dan Let,s Bake Cookies. Sedangkan tema berkaitan dengan petualangan, perlombaan, dan pembelaan kebenaran, lebih didominasi oleh novel yang ditulis anak usia 10—12 tahun, yakni novel Little Cuties, Juara Sejati, May si Kupu-Kupu, The NoERu Group, Misteri Pedang Skinheald, dan Kisah Tiga Pengembara. Rata-rata permasalahan yang ditulis bersifat hitam putih, yakni antara kemenangan dan kekalahan, kebenaran dan kesalahan, memuja dan mengejek, serta berkisar pada permasalahan yang dekat dengan diri anak. Permasalahan hitam putih yang dikemukakan anak dalam novelnya menunjukkan bahwa anak masih berpikir konkret, sederhana, normatif, permasalahan cepat terselesaikan, dan dari permasalahan yang dekat dengan dirinya. Permasalahan diri sendiri, persahabatan, prestasi, persaingan, perdamaian, dan perebutan hak menjadi topik yang sangat dekat dengan anak-anak. Bahasa yang digunakan anak untuk membangun tema juga sesuai dengan bahasa anak yang sederhana, mengikuti ragam bahasa lingkungannya, dan komunikatif. Anak memunyai karakterisitik tersendiri dalam menghasilkan novel. Karakteristik tersebut sangat dekat dengan ciri anak yang masih sederhana, lugas, apa adanya, tidak berlarut-larut, bermain, berkompetisi, dan cepat memaafkan. Cerita yang dikembangkan berkaitan dengan situasi anak yang sebenarnya. Alur yang digunakan selalu alur maju dengan akhir cerita sang tokoh berbahagia. Tokoh-tokohnya didominasi oleh peran anak-anak, dan latar yang terbanyak adalah sekolah

26

Pada kesempatan ini, saya menyajikan sebuah formula untuk memudahkan anak dalam memproduksi karya sastra. Formula tersebut saya sebut dengan Formula BESAR, yakni Baca, Eksplorasi, Strukturisasi, Aplikasi, dan Refleksi. dan rumah. Faktor pendorong anak dalam menulis novel merupakan hasil reflikasi dan refleksi anak-anak saat melaksanakan pengalaman belajar dalam hidupnya. Pengalaman tersebut juga terjadi pada anak-anak sebaya lainnya meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda dengan kapasitas yang berbeda pula melalui tulisan sastra. Karena kareteristik anak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, bobot sastra yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Meskipun berbeda, karya sastra tulisan sendiri menjadi kebanggaan pribadinya. Peran orang tua sebagai faktor pendorong anak dalam menulis memunyai posisi yang sangat strategis. Posisi tersebut terletak pada kekuatan fasilitasi orang tua kepada anaknya karena menulis merupakan keterampilan berbahasa yang memerlukan pembiasaan. Orangtua, guru, atau pembimbing lainnya perlu mengajarkan menulis kepada anak melalui kegiatan menuliskan cerita secara langsung sehingga anak mampu mengembangkan kreativitasnya melalui tulisan yang dibuat sendiri meskipun bahasa yang digunakan belum standar menurut pandangan umum. Untuk menumbuhkan dan menguatkan kemampuan anak dalam menghasilkan karya sastra, diperlukan berbagai upaya yang

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

konkret. Upaya itu di antaranya, (1) membangun kebiasaan menulis di sekolah yang sama besarnya dengan pembiasaan membaca dan berbicara, (2) novel karya anak yang telah terbit menjadi bacaan wajib di sekolah, yang pengadaannya dapat memalui projek pemerintah, (3) membangun kapasitas guru terhadap sastra melalui berbagai pelatihan, (4) mengompetisikan hasil cipta anak-anak baik di tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, atau tingkat yang lebih tinggi, dan (5) menerbitkan cerita atau novel buatan anak dengan tampilan cetak yang menarik. Pada kesempatan ini, saya menyajikan sebuah formula untuk memudahkan anak dalam memproduksi karya sastra. Formula tersebut saya sebut dengan Formula BESAR, yakni Baca, Eksplorasi, Strukturisasi, Aplikasi, dan Refleksi. Jika formula tersebut dijalankan dengan baik, siswa akan mampu melejitkan potensi menulis novel secara apik. Formula BESAR merupakan hasil abstraksi dan ekstraksi dari pengalaman dan proses kreatif anakanak yang menulis karya sastra, di antaranya Izzati, Ataka, Silmi, Nathasa, Dena, Aini, Caca, dan lainnya. Berikut ini penjelasan masing-masing unsur formula tersebut. Baca Yang dimaksud dengan baca adalah tahap awal dalam pemerolehan informasi melalui upaya yang sadar maupun tidak sadar yang berdampak pada pemenuhan file informasi tentang dunia dan alam semesta yang dilakukan anak. Pajanan, memperkaya memori, menghubung-hubungkan fakta, merajut logika, menambah perbendaraan kata, asyik dengan makna yang diterima merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh anak-anak yang menulis karya sastra. Kegiatan tersebut dilakukan melalui membaca dan mendengarkan cerita atau dongeng. Kebiasaan membaca, mendengarkan cerita lisan dari orang tua, dan menggunakan komputer merupakan faktor pendorong yang melatari semua anak dalam


ARTIKEL WAWASAN menghasilkan karya novel. Kemudian, menulis buku harian merupakan dan menuliskan pengalaman sendiri dan mengamati lingkungan sekitar juga merupakan faktor pendorong bagi lahirnya sastra karya anak. Kegiatan membaca dapat pula diterapkan kepada anak-anak pada umumnya sehingga dapat menulis karya sastra sebaik anak-anak yang lebih dahulu berkarya. Langkah pertama sebagai faktor pendorong yang dapat diterapkan kepada anak-anak di antaranya pembiasaan didongengi oleh orang tua, membaca cerita, dan menuliskan kembali cerita yang pernah didengar dan dibaca, serta menulis cerita berdasarkan gagasan pribadi masing-masing. Dalam hal ini, peran orang tua dan guru diharapkan maksimal sehingga mampu mendorong anak untuk berkreasi menulis. Eksplorasi Setelah anak secara kuat mengalami tahap baca, selanjutnya, anak diharapkan memasuki dunia eksplorasi diri melalui tulis-menulis. Eksplorasi diri dilaksanakan dalam suasana senang dan gembira, waktu yang tepat, dan media yang mendukung eklsplorasi tersebut. Eksplorasi tersebut di antaranya adalah menceritakan ulang cerita yang telah dibaca anak-anak, menuliskan kembali, memvisualisasikan, menulis singkat, mencoret-coret buku, mengulang-ulang gagasan. Kegiatan tersebut hendaknya dilakukan berulang-ulang sampai memunculkan kegembiraan anak dalam bereksplorasi dalam tulisan. Para penulis sastra karya anak ratarata melakukan tahapan eksplorasi ini. Mereka mencoreti dinding hanya untuk menuliskan kalimat atau paragraf yang menjadi imajinasinya. Ada pula anak yang menggambarkan dalam bentuk visual cerita yang pernah dibacanya. Banyak anak yang mengubah tokoh dengan nama tokoh milik sendiri. Begitulah seterusnya anak melakukan eksplorasi diri melalui tulisan. Strukturisasi Tahap strukturisasi merupakan

tahap menyistematisasikan gagasan utuh ke dalam alur cerita yang mulai dapat dipahami gambaran narasi berikutnya. Pada tahap ini guru atau orang tua mengajak anak untuk membuat garis besar cerita. Mereka dibebaskan untuk menentukan tokoh dan tema. Yang paling penting adalah anak menentukan tahapan alur sebagai urutan cerita yang akan dikembangkan. Banyak anak yang menuliskan alur dengan baik karena mereka paham akan pelajaran dari sekolah yang sering melibatkan anak untuk membuat kerangka karangan. Tahapan strukturisasi merupakan tahapan menyusun kerangka karangan. Hasil yang diharapkan sudah dapat dicapai pada tahap ini adalah urutan cerita, tokoh dan tempat, tema, dan gambaran cerita secara singkat. Pada tahap ini, keadaan tidak berlaku terpisah-pisah melainkan menyatu dengan aktivitas yang dilakukan anak. Maksudnya, anak tidak secara terpisah menuliskan rancangan demi rancangan secara kaku melainkan langsung menuliskan ke dalam cerita meskipun sepotong-sepotong. Aplikasi Pada tahap aplikasi, anak mulai menulis sesuai dengan gaya masingmasing. Biarkan mereka menulis dengan gayanya, dalam suasana yang mungkin unik, dan dalam kondisi yang bisa jadi tidak sesuai dengan aturan formal orang tua atau guru. Biarkan saja anak menulis. Jangan sampai anak didikte sesuai kehendak orang tua atau guru. Beri kebebasan anak dalam menuliskan gagasannya. Menulis sesuai dengan urutan gagasan, memunculkan gagasan ulang, memunculkan gagasan baru, memberanikan diri untuk menunjukkan karya selalu terlihat pada tahap ini. Ada yang tiba-tiba anak menunjukkan tulisan padahal orang tua atau guru tidak pernah melihat anak tersebut menulis. Ada pula anak yang menulis cerita di kertas kosong lalu ditempel di kulkas, almari, tembok, dan kursi kemudian orang tua kaget lalu mengurutkan potongan itu. Ternyata potongan kertas itu merupakan urutan cerita. Dia

Majalah Unesa

adalah anak sastrawan Lan Fang. Ada pula yang dituliskan di buku harian. Lalu, catatan buku harian digabung ternyata merupakan urutan cerita. Refleksi Pada tahap ini, penulis biasanya menunjukkan karyanya untuk mendapatkan balikan dari teman, orang tua, atau guru. Anak yang mendapatkan balikan dengan katakata memotivasi biasanya akan berproduksi lagi. Kebalikannya, anak yang baru pertama menulis lalu mendapatkan tanggapan negatif berupa ejekan biasanya akan berhenti menulis kecuali mereka yang tidak peduli atas tanggapan negatif tersebut. Ada orang tua yang sengaja memfotokopi karya sastra buatan anaknya untuk dibagikan cuma-cuma ke orang lain dengan harapan anaknya bangga bahwa karyanya dibaca orang lain. Anak tersebut ternyata termotivasi dan langsung membuat karya lagi. Ada karya yang langsung dikirim ke penerbit meskipun belum diedit atau belum diperbaiki bahasanya. Biasanya penerbit sangat bijak dengan memberikan saran yang memotivasi. Tahap refleksi sangat memberikan manfaat bagi kestabilan anak dalam menulis karya sastra. Yang sering tampak pada tahap refleksi ini adalah meminta pertimbangan atas karya yang sudah dibuatnya, berkeinginan untuk membuat lagi, memerlukan motivasi yang tinggi, merumuskan manfaat tulisan, mendorong daya belajar, dan memberikan ruang bagi penulisan berikutnya. Refleksi merupakan bagian yang menguatkan proses kepengarangan anak. Itulah formula BESAR (Baca, Eksplorasi, Strukturisasi, Aplikasi, Refleksi) yang dapat dipakai untuk membiasakan anak menuliskan karya sastra. Formula tersebut memerlukan fleksibilitas tinggi karena berdasarkan imajinasi dan potensi khas anak-anak. Jangan sampai guru atau orang tua terlalu kaku ketika berada di suatu tahap. Biarkan anakanak mengalirkan gagasan dengan baik. Yang paling penting, kelak belum tentu juga anak-anak tersebut menjadi penulis dalam bidang pekerjaannya. Anggap

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

27


ARTIKEL

WAWASAN

saja ini merupakan penguatan potensi anak dalam menambatkan gagasan dalam bentuk tulis melalui kreativitas khas anak-anak. Perlu diingat bahwa dalam membuat karya sastra, anak mengalami proses kreatif yang sesuai dengan taraf perkembangannya. Proses kreatif anak-anak terjadi saat mereka (1) menuangkan perasan diri sendiri, (2) menuliskan cerita yang pernah didengar atau dibaca dalam bentuk lain, (3) mencatat pengalaman pribadi, dan (4) mengisi kebosanan atau waktu luang. Saat menulis, mereka tidak sadar kalau yang ditulisnya adalah rangkaian sebuah cerita karena penuangan tulisan tersebut hanya berdasarkan keinginan semata. Formula BESAR tersebut oleh penulis diujicobakan ke seorang anak yang bernama Mutiara Pandu Egalita (8 Tahun), kelas III SDN Jagir Surabaya. Mula-mula Tiara (begitu biasa dipanggil) diberikan buku cerita Frozen. Dia langsung membacanya sampai selesai. Dua hari berselang, dia menggambar tokoh dengan judul keluargaku. Saya memberikan acungan jempol dengan kata, “Bagus gambarmu.� Kemudian, tiga hari berikutnya, tanpa disuruh, Tiara menuliskan sebuah cerita di buku tulis dengan judul Putri dan Hewan Peliharaan. Tulisan itu runtut dan dapat dipahami alurnya. Cerita yang dibuat tidak sama dengan isi buku Frozen tetapi Tiara dapat menuliskan cerita dengan imajinasinya. Memang, di rumahnya terdapat hewan peliharaan kucing dengan buluh putih bersih. Tiara dapat menuliskan cerita itu karena formula BESAR diterapkan oleh penulis yang sekaligus orang tuanya. Uji Coba Formula Besar Tentunya, formula BESAR tersebut perlu terus diujicobakan agar diperoleh penerapan formula BESAR yang dapat dipakai oleh semua siswa di mana pun dan kapan pun. Formula tersebut juga digunakan oleh penulis sastra karya anak-anak yang karyanya telah banyak diterbitkan. Mereka sangat produktif karena kalau sedang serius, anak-anak dapat menuliskan cerita

28

dengan mudahnya. Di mana pun dan kapan pun, mereka dapat menuangkan gagasannya melalui tulisan. Simpulan dari paparan yang saya uraikan tadi adalah formula BESAR dapat digunakan sebagai sintaks dalam pelatihan menulis cerita bagi anakanak. Jika diterapkan dengan baik dan benar, formula BESAR dapat melejitkan potensi menulis karya sastra bagi anak. Sistem sosial yang muncul adalah pola komunikasi penulis cerita dengan orang tua, guru, dan sesama teman akan menguat. Dampak pengiringnya, anak akan semakin terbiasa menggunakan kata dan kalimat secara dinamis dalam membungkus gagasannya. Semakin sering anak menggunakan kata dan kalimat dengan senyatanya dan berdasarkan gagasan orisinal anak, tentu potensi anak akan semakin meningkat. Keberlangsungan dunia karya anak-anak akan semakin mengental dan menguat. Anak merupakan generasi yang masih memunyai pola perubahan dan perkembangan tinggi sejalan dengan pengalaman diri, perkembangan fisik, dan penguatan berpikirnya. Jika diasah terus, bisa jadi karya yang dikembangkan oleh anak-anak penulis tersebut dapat lebih bagus dan hebat. Permasalahannya, akankah anak-anak penulis tersebut dapat melanjutkan menulis sehingga menghasilkan karya berikutnya yang lebih matang? Dapat dikatakan pula bahwa tradisi anak-anak dari lisan bergeser ke tradisi tulis. Tradisi dari medengarkan cerita dari orang lain bergeser ke menulis cerita sendiri. Hal tersebut dibuktikan oleh bermunculan karya sastra karya anak-anak yang memberikan nuansa tersendiri bagi perkembangan sastra anak. Tampaknya, tradisi menulis yang dilakukan anak-anak akan semakin berkembang menempati ruang dan waktu khasanah sastra Indonesia. Dengan begitu, diperlukan kajian khusus yang berpumpun pada sastra anak, khususnya sastra karya anak-anak. Sebagai Universitas Riset, Universitas Negeri Surabaya perlu terus memfasilitasi penelitian sastra anak sampai suatu ketika ditemukan formula pendidikan anak yang berbasis sastra.

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

Implikasi terapan dapat diwujudkan melalui penggunaan formula BESAR ini untuk pembelajaran mata pelajaran lain dan menjadi pengiring pembelajaran saintifik. Oleh karena itu, kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang menyatakan wajib baca 15 menit setiap hari dirasakan baik namun menutup kegemaran anak dalam membaca yang dapat lebih dari 15 menit itu. Seharusnya, anak tidak dibatasi oleh menit dalam membaca melainkan dibatasi oleh isi cerita, judul cerita, atau topik bacaan. Jika dibatasi waktu, siswa akan terbiasa dengan membaca singkat yang hanya berharga 15 menit. Memang kebijakan 15 menit membaca itu merupakan Gerakan Literasi yang dapat memicu anak untuk menguatkan kapasitas keilmuan dan pengalaman dalam file di otaknya. Namun, waktu yang terpampang dengan 15 menit akan berstruktur sebagai sebuah kecukupan yang bisa jadi tidak dapat berlebih. Kebijakan membaca wajib selama 15 menit tidaklah efektif dibandingkan dengan kebijakan yang mengarah ke produktif, yakni wajib menulis sekian halaman dalam seminggu dengan judul atau topik yang ditentukan. Selain itu, anak dapat ditagih untuk mengirimkan karya sastra berdasarkan gagasannya untuk dimuat dimajalah dinding atau diterbitkan. Kegiatan menulis tersebut memberikan manfaat yang berlebih dibandingkan membaca. Bukankah membaca itu reseptif dan menulis itu produktif? Saran selanjutnya, pembelajaran bahasa di kelas jangan hanya berkutat pada isi materi tetapi harus sampai pada mengolah kalimat menjadi teks yang memuat gagasan anak. Anak usia 7 s.d. 12 tahun telah memiliki perbendaharaan kata di atas 10.000. Harta karun perbendaharaan kata tersebut sangat rugi jika hanya menumpuk di pikiran anak sebagai hasil pemerolehan saja. Jumlah kosa kata tersebut hendaknya diproduksikan ke dalam karya sastra. n Disampaikan dalam Rapat Terbuka Senat Universitas Negeri Surabaya dengan acara Pengukuhan Guru Besar Sastra Anak


KABAR MANCA BERSULANG: Prof. Luthfiyah Nurlaela, Dra. Dwi Kristiastuti, M. Pd dan Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd, bersulang minuman teh bersama.

Oleh-Oleh dari The XXIII IFHE World Congress 2016 (2-Habis)

Kami Benar-Benar Banyak Belajar

Laporan Prof. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd dari Daejeon, Korea Selatan ketika menghadiri dan mengikuti XXIII IFHE World Congress 2016 meninggalkan kesan mendalam dan pengalaman menarik. Berikut bagian akhir tulisan tersebut.

R

uang utama DCC (Daejeon Convention Center) lantai 2 itu penuh. Para profesional home economics dari berbagai negara bertemu. Saya perkirakan ada sekitar 800 orang. Setiap orang duduk menghadap podium dan backdrop yang menjadi pusat perhatian di depan sana. Di sepanjang meja di depan peserta disediakan satu alat translator, karena beberapa kata sambutan dan presentasi keynote speaker akan dilakukan dalam bahasa Korea. Pembawa acara pada pembukaan

ini adalah seorang perempuan Korea yang cantik, cerdas dan begitu luwes mengantarkan acara demi acara. Dimulai dengan penampilan tari dan musik khas dari para pemuda Korea, sambutan Presiden IFHE (2012-2014), Carrol Warren, dilanjutkan sambutan Ketua Panitia, yaitu Mae Sok Park, yang juga Wakil Presiden IFHE. Sambutan juga disampaikan oleh Hae-Kyung Chung, Presiden KHEA, serta Jaesoon Cho, Presiden Korean Home Economics Education Association (KHEEA). Tidak tanggung-tanggung, Menteri Kes-

Majalah Unesa

etaraan Gender dan Keluarga (Gender Equality and Family), Eun-hee Kang, serta Mayor Daejeon Metropolitan City, Sun-taik Kwon, juga memberikan sambutannya. Kegiatan ini memang didukung sepenuhnya oleh pemerintah Korsel. Dukungan ini tentu saja menjadi pertimbangan penting bagi IFHE Organization sebelum memutuskan Korea sebagai host untuk kawasan Asia. Korea menjadi wakil Asia sebagai tempat kongres IFHE bukan hanya karena kekayaan budaya dan sejarahnya,

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

29


KABAR

MANCA

tetapi juga karena kepeduliannya pada pendidikan, terutama pada pendidikan keluarga. Kiprah Korean Home Economics Association (KHEA) sebagai organisasi profesi telah cukup mantap dan memiliki rekam jejak dalam bidang riset dan pendidikan yang berskala internasional. Siapa pun yang mengikuti agenda IFHE ini akan semakin menyadari, betapa keluarga adalah sangat prioritas. Tema ‘Hope and Happiness, the role of Home Economics in the pursuit of Hope and Happiness for individual and com­ munities now and in the future ‘ sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini yang cenderung melupakan peran dan fungsi keluarga sebagai penentu ke­ sejateraan bangsa dan negara. Banyak negara yang mengejar kemakmuran dan berhasil menjadi negara dengan tingkat pendapatam tetinggi, tetapi di balik itu, kesejahteraan keluarga se­ ringkali terlupakan. Anak-anak terlantar, mengalami kekerasan, perempuan termarginalkan, dan bentuk-bentuk penyimpangan lain yang pada intinya menganggap sepele eksistensi institusi keluarga. Siapa pun yang mengikuti kongres ini juga akan semakin menyadari, betapa eksisnya bidang home eco­ nomics atau family and consumer sciences. Meskipun di beberapa negara, khususnya di Indonesia, PKK ini masih banyak pihak yang memandangnya dengan sebelah mata. Tentu hal ini menjadi tantangan tersediri bagi para ahli PKK, bagaimana supaya bidang ini lebih dihargai dan diperhitungkan sebagai sebuah cabang ilmu. Keberadaan asosiasi profesi bidang PKK yang masih sangat lemah, juga sepatutnya menjadi agenda perjuangan tersendiri bagi saya sendiri dan rekan-rekan sesama peminat bidang IKK di Indonesia. Pada hari pertama ini, selain acara pembukaan yang berbobot dan sangat efisien, juga diisi penyajian dari para keynote speaker yang membawakan topik yang sungguh sangat menarik dan bernas. Mereka adalah pembicara dari University of Wyoming, Helsinki University, Griffith University, Yokohama National University, dan Ewha Woman University. Semua pembicara menyajikan kurikulum home econo­

30

SERTIFIKAT: Prof. Luthfiyah Nurlaela menerima sertifikat di ajang XXIII IFHE World Congress 2016.

mics saat ini dan arahnya ke depan di negaranya masing-masing. Acara coffee break juga tidak kalah menariknya bagi kami. Bukan karena beragamnya makanan. Tapi karena justru kesederhanannya. Menu utamanya tentu saja teh dan kopi, dilengkapi dengan dua macam kue tradisional yang kalau di Indonesia semacam getuk, dan kue-kue kemasan kecilkecil. Juga ada buah plum dan peach. Kue-kue dan minuman itu disediakan di beberapa meja dan peserta bisa mengambilnya sesuka hati. Benarbenar sesuka hati. Kami lihat beberapa peserta terang-terangan meminta le­ bih untuk dimasukkan tas mereka, dan kue-kue selalu diisi ulang. Kami pun jadi ikut-ikutan. Plum dan peach di Indonesia bukan buah yang murah, itu pun tidak selalu ada, kalau di sini kita boleh makan sepuasnya, kenapa tidak. Roti dan kue-kue kecil juga bisa kami bawa selain yang sudah kami makan di tempat, namun tentu tidak berlebih­ an. Intinya, makanan yang disedikan memang sederhana, praktis, umumnya buah dan makanan kemasan yang tinggal beli di toko. Diletakkan begitu saja di keranjang-keranjang, namun makanan itu seperti tak pernah habis karena diisi lagi dan diisi lagi. Lebih menariknya lagi ketika makan siang. Peserta tidak memperoleh makan siang, kecuali peserta yang membayar biaya registrasi untuk paket lengkap (USD 700). Untuk peserta seperti kami yang membayar ‘hanya’ USD 500, makan siang tidak disediakan, namun panitia mengadakan semacam

| Nomor: 96 Tahun XVII -Agustus 2016 |

Majalah Unesa

kantin dan kita bisa makan di tempat itu, atau menikmati bekal yang kita bawa sendiri, atau membeli makanan di kantin tersebut. Menu yang disediakan di kantin adalah menu sederhana seperti sandwich dan jenis roti yang lain. Setiap waktu makan tiba, kami bertiga memilih pulang ke penginapan kami yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari DCC. Shalat, makan, dan kembali lagi ke tempat acara. Dibandingkan di Indonesia, bila ada acara apa pun semacam ini, urusan makan seolah menjadi begitu pen­ ting dan seringkali menjadi ukuran suksesnya sebuah event. Dana kepanitiaan terserap cukup banyak untuk konsumsi. Seksi konsumsi juga begitu repot karena harus membuat berbagai alternatif menu dan menyiapkannya sedemikian rupa. Satu pelajaran dari mengikuti konggres IFHE ini, bahwa urusan konsumsi memang penting, namun itu tidak berarti harus mewah dan beragam. Konsumsi yang sederhana, praktis, dengan menampilkan kekayaan lokal, menjadi daya tarik tersendiri. Setelah pemaparan keynote speaker, setiap hari, sampai hari keempat, acara dilanjutkan dengan concurrent session. Pada acara ini, peserta dibagi menjadi 7 kelompok sesuai tema. Dalam setiap kelompok, peserta menyajikan papernya. Saya sendiri kebagian jadwal hari pertama ini tapi pada sesi kedua. Jadi saya memiliki kesempatan untuk melihat lebih dulu bagaimana para peserta yang lain tampil, dan mempersiapkan penampilan terbaik saya.


KABAR MANCA Presentasi Saat sore hari, tibalah jadwal saya untuk presentasi paper di sesi concurrent session 2. Dalam ruang nomor 105 yang berisi sekitar 30 partisipan, saya bersama pemakalah dari USA, Finlandia, Thailand, Korea, dan Jepang, masing-masing diberi waktu sekitar 15 menit untuk presentasi. Sisa waktu sekitar 30 menit dialokasikan untuk tanya jawab. Saya ingin berbagi pada temanteman dosen yang masih belum memiliki keberanian untuk presentasi makalah di luar negeri. Bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus atau bahkan pas-pasan. Awalnya saya agak ragu juga, apakah saya berani presentasi makalah pada ajang konferensi internasional, dan itu di luar negeri. Pengalaman menyajikan makalah pada seminar internasional yang dilaksanakan di dalam negeri sudah terlalu sering saya ikuti, dan sebagian tidak membuat saya semakin terampil berkomunikasi dalam bahasa Inggris, karena saat presentasi, tidak selalu dituntut untuk menggunakan bahasa Inggris. Satu-satunya pengalaman presentasi dalam bahasa Inggris di dalam negeri adalah saat mengikuti seminar internasional Aptekindo di UPI-Bandung, karena saat itu di kelompok saya, partisipannya lebih banyak dihadiri dari akademisi luar negeri. Pengalaman saat menjadi delegasi Indonesia di Seameo Innotech di Manila pada 2011 dan benchmark­ ing di beberapa universitas di Thailand pada 2011 dan Melbourne pada 2014, tidak terlalu memaksa saya untuk berkomunikasi intensif. Saat mengikuti presentasi makalah di concurrent session pertama tadi, di mana pesertanya adalah dari USA dan New Zealand, saya agak keder juga. Tentu saja speaking kelima penyaji itu sangat bagus karena mereka menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari mereka. Tapi saya berusaha berpikir positif. English is not your lan­ guage, so don’t worry if you can’t speak

as good as them. Begitu memasuki sesi kelompok saya, dan melihat presentasi penyaji dari Thailand dan Jepang, sungguh, kepercayaan saya membengkak, melam­bung tinggi. Ada untungnya saya mendapatkan giliran terakhir, yaitu kelima, dengan demikian saya bisa menjajagi seberapa bagus presentasi peserta yang lain.

Sungguh, saya bisa melakukan lebih baik dari itu, atau setidaknya, samalah. So, saat giliran saya tiba, maka dengan keyakinan penuh saya memperkenalkan diri. Let me just start by introducing myself. My name is Luthfiyah Nurlaela, I’m lecturer of Home Economic Department, Univer­ sitas Negeri Surabaya. Today, I would like to talk about....bla, bla, bla....cas, cis, cus. Maka terjadilah apa yang terjadi. Saya menyampaikan artikel penelitian saya

Majalah Unesa

yang berjudul “Implementing lessonplanning tools of family welfare science course to enhance problem-solving skill of students of Home Economics Educa­ tion”. Dengan lancar, dengan suara tanpa bergetar, dan mendapat applaus setelahnya. Sama seperti penyaji yang lainnya. Tunai sudah. Ternyata selama ini apa yang saya khawatirkan tidak terjadi. Ternyata apa yang selama ini membuat saya ragu, tidak terbukti. Benar ternyata. Kalau kita tidak berani mencoba, maka kita tidak akan pernah tahu bahwa kita mampu. Meskipun, memang betul, bagaimana pun kita harus terus berusaha meningkatkan keterampilan komunikasi kita. Dan itulah yang saya coba terus lakukan sampai saat ini. Saya membaca buku-buku, membaca koran, melihat film, mengikuti kursur gratis seperti English for Presentation yang disediakan Unesa, dan juga kursus di luar, dan itu semua sangat-sangat membantu. Bagi teman-teman yang sudah tidak ada masalah dalam hal speaking in English, saya yakin apa yang saya sampaikan ini kedengaran sepele. Masalah kecil. Tapi bagi orang-orang yang bahasa Inggrisnya terbatas, seperti saya ini, betapa hal itu menjadi kendala besar. Tetapi sekali lagi, tidak usah takut. Ternyata kita seringkali under-estimate pada kemampuan kita sendiri. Begitu kita berada di ajang internasional, kita bisa dan tidak jelek-jelek amat. Tentu saja, jangan dulu berharap memperoleh award sebagai presenter terbaik. Dalam ajang seperti yang saya ikuti sekarang ini, di mana diikuti oleh puluhan negara dari segala penjuru dunia, dan hanya dilakukan selama 4 tahun sekali, dengan proses pendaftaran dan seleksi abstrak yang relatif ketat, mampu mempresentasikan paper dengan baik saja sudah cukup.

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

31


KABAR

MANCA

MENU: Sejumlah menu makanan dikemas rapi dan siap dipilih untuk dinikmati, mengun­dang siapa saja untuk mencicipinya.

Belajar Pengalaman Baru Kami benar-benar banyak belajar dari pengalaman mengikuti IFHE Congress ini. Mulai dari pengemasan acara, pelaksanaannya, dan pernak-pernik lain sebagai kelengkapan acara. Di antara agenda kongres dan konferensi internasional yang padat, peserta disuguhi dengan pameran berbagai macam produk unggulan Korsel, seperti gingseng, teh, dengan berbagai variannya. Juga dimanjakan dengan produk hand-made seperti sumpit, kipas, tas dan dompet, serta merchandising lainnya. Juga, yang tak kalah menariknya, ada juga pameran busana hanbok, busana tradisional Korea, dan peserta boleh mengenakannya dan berfoto sebagai kenangkenangan. Free of charge. Oya, tata cara minum teh juga diperagakan oleh para wanita cantik, lengkap dengan busana tradisionalnya. Sangat menarik dan sarat makna. Pada saat closing ceremony, ditampilkan juga peserta termuda dari lima benua. Serta ada pemberian penghargaan bagi artikel terbaik. Selain memperoleh piagam penghargaan, penulis artikel terbaik juga memperoleh dana scholarship. Tidak banyak, hanya sekitar USD 700, namun dengan dimuatnya artikel terbaik tersebut dalam jurnal internasional, nilainya tentu jauh lebih berarti daripada sekadar dana yang

32

diterima. Closing ceremony juga dihiasi dengan tayangan foto-foto kegiatan. Tak disangka, foto-foto kami bertiga juga muncul beberapa kali dan meski hanya seperti itu, kami cukup bangga. Setidaknya wajah-wajah wakil dari Indonesia menghiasi dokumentasi IFHE dalam perhelatan internasional ini. Yang juga menarik, ada penghargaan bagi para panitia dan para pendukung acara. Mereka tidak hanya disebut namanya, namun diminta tampil ke panggung untuk menerima piagam penghargaan dari Presiden IFHE. Kebanggaan dan keharuan memancar dari wajah-wajah mereka karena mereka telah berhasil menyuguhkan sebuah perhelatan besar yang pasti sangat menyita energi. Ya, sejak empat tahun yang lalu, saat IFHE World Congress XXII di Melbourne memutuskan bahwa Korsel akan menjadi host pada event selanjutnya, maka praktis sejak itulah panitia bekerja keras. Dan saat ini, kerja keras mereka terbayar dengan kebahagiaan dan kebanggaan atas kesuksesan seluruh acara. Ketua panitia juga diberi kesempatan untuk menyampaikan closing remark, dan sepertinya inilah puncak dari seluruh kebahagiaan, kebanggaan, dan keharuan itu. Profesor Mae Sok Park, ketua panitia yang cantik itu, meski berusaha untuk tegar, suaranya

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

sempat terbata-bata juga karena menahan haru. Bisa dibayangkan, betapa lega dan bangganya dia setelah tugas berat selama empat tahun ini terlepas dari pundaknya. Satu lagi yang menarik, setelah pelantikan Presiden IFHE yang baru, ditampilkan juga para presiden IFHE periode sebelumnya. Beberapa perempuan yang sudah tidak muda lagi tampil di panggung, wajah-wajah cerah memancar dari raut muka mereka. Harus diakui betapa panitia begitu pintar memanfaatkan momen ini sebagai ajang pemberian penghargaan bagi siapa pun yang telah menorehkan sejarah dalam perkembangan IFHE. Bagi saya pribadi, semuanya itu menjadi inspirasi untuk menyajikan hal-hal yang menarik dan menyentuh tersebut dalam event seminar nasional dan mungkin internasional yang akan dilaksanakan oleh Jurusan PKK di waktu-waktu yang akan datang. Ajang ini juga menjadi begitu menarik dan prestisius karena dari ratusan artikel peserta konferensi dari seluruh dunia, dipilih 10 nominasi artikel terbaik. Makalah tersebut akan dimuat di International Home Economic Journal. Pada ajang ini, makalah terbaik berhasil disabet oleh peserta dari Jepang, Korea, Nigeria, Virginia, dan peserta lain dari Afrika Selatan dan Asia Selatan. Home economics begitu luas bidangnya, dan kalau di dunia internasional, ilmu itu begitu tinggi penghargaannya, maka tidak begitu di negara kita. Perlu waktu panjang agar ilmu itu berterima secara luas sebagai sebuah cabang ilmu. Banyak pihak yang masih meragukan bahwa IKK adalah sebuah ilmu yang memenuhi syarat ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Adalah tugas para ahli IKK, termasuk saya, untuk terus mengembangkannya dan meningkatkan kemanfaatakannya bagi kemaslahatan umat. n Daejeon, Korsel, 4 Agustus 2016 Ditulis oleh Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela M.Pd, Gurus Besar Jurusan PKK, FT Unesa.


RESENSI BUKU

BELAJAR SOSIOLOGI MENYENANGKAN

S

osiologi merupakan disiplin ilmu yang perlu dipelajari dengan “menyeluruh” bukan “setengahsetengah” namun kenyataannya, penyampaian materi Sosiologi tidaklah tepat karena ditemukan berbagai miss consept, khususnya yang diajarkan di tingkat SMA. Penyampaian materi pada siswa seharusnya berupa konsepkonsep yang tepat karena kelak akan dijadikan acuan ketika berada pada jenjang perkuliahan. Namun hal itu malah terjadi sebaliknya, Sosiologi di SMA ditampilkan dengan kesan “mudah” padahal sebenarnya “rumit”. Hal tersebut dikarenakan penjelasannya kurang jelas, misalnya terkait konsep interaksi sosial. Hal itu dibuktikan dalam BSE (Buku Sekolah Elektronik) karya Rosanti dan Tintin Rostini, Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perseorangan, antara beberapa kelompok manusia, maupun antara perseorangan dengan kelompok. Dalam buku tersebut definisi awal tentang interaksi sosial dipaparkan sebagai sebuah hubungan sosial yang dinamis. Padahal konsep hubungan sosial berbeda dengan interaksi sosial karena hubungan sosial sebenarnya melampui interaksi sosial. Perbedaan kedua konsep tersebut dibahas dalam buku Sosiologi: Konsep, Teori dan Metode karya M. Jacky. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa interaksi sosial adalah proses antar individu saling menembus pikiran satu sama lain (Dawson dan Getly). Selain itu menurut Turner, interaksi adalah proses individu saling bertukar gerakan, menafsirkan gerakan dan menggunakan alat peraga fisik untuk memproyeksikan citra diri tertentu kepada orang lain. Dapat disimpulkan dari kedua penjelasan diatas bahwa interaksi sosial lebih menekankan pada kontak sosial antar individu namun bisa juga kelompok yang saling memahami (meaning) sedangkan hubungan sosial melampui interaksi

Judul : Sosiologi; Konsep, Teori, dan metode Penulis : M. Jacky Penerbit : Mitra Wacana Media Peresensi : Sheyla Anastasia

sosial karena melibatkan posisi dan peran sosial. Salah satu contoh konsep tersebut menunjukkan bahwa terdapat “pengaburan” konsep-konsep Sosiologi. Miss consept yang tejadi akan menyebabkan siswa berpikir bahwa interaksi sosial dan hubungan sosial merupakan hal yang serupa padahal berbeda. Oleh karena itu, Sosiologi di tingkat SMA yang “sengaja” ditampilkan “mudah” pada dasarnya malah merusak makna dari konsep-konsep yang sebenarnya. Meskipun konsep-konsep yang ada terlihat “rumit”, namun tidak akan berlaku jika membaca buku karya Sosiolog Unesa ini. Hal ini dikarenakan berbagai konsep Sosiologi dijelaskan secara sistematis, jelas dan mudah dipahami karena bahasa yang digunakan cukup sederhana sehingga semua kalangan yang ingin memahami Sosiologi bisa memahaminya. Kehadiran buku Sosiologi: Konsep,

Majalah Unesa

Teori dan Metode patut diapresiasikan karena mencoba meluruskan berbagai konsep-konsep Sosiologi yang melenceng khususnya di tingkatan SMA. Oleh karena itu, tenaga pendidik seperti guru dan dosen hendaknya membaca buku ini agar memahami konsep-konsep dalam Sosiologi secara menyeluruh tidak setengah-setengah. Bagi mahasiswa juga penting kiranya untuk meluruskan miss consept yang ada dengan cara membaca buku ini. Mahasiswa yang kelak akan menjadi sarjana perlu untuk melakukan perubahan agar masa depan Sosiologi tidak mengalami keterpurukan seperti yang terjadi saat ini. Buku Sosiologi: Konsep, Teori dan Metode juga memiliki keistimewaan ketimbang buku buku lainnya yang beredar di masyarakat khususnya buku yang dikhususkan untuk kalangan SMA, Buku ini sistematis dan selalu menyertakan sumber teori yang bertujuan menguatkan setiap konsep yang dibahas. Dalam buku SMA selain terjadi miss consept juga penjelasan yang dikemukan cukup terkesan “asal-asalan” sehingga Sosiologi seperti kehilangan haluannya. Seperti konsep realitas sosial yang dipaparkan dibeberapa buku di SMA, realitas sosial dianggap sama dengan peristiwa, fenomena sosial dan fakta sosial yakni masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Padahal hal tersebut sangatlah berbeda. Buku karya M. Jacky ini menjelaskan secara terperinci bahwa peristiwa merupakan kejadian yang dialami individu, baik kejadian menyenangkan ataupun tidak sedangkan fenomena sosial merujuk pada peristiwa/kejadian, perilaku sosial dan tindakan sosial yang memiliki “keajegan,” disebut ajeg jika kejadian terjadi berulan-ulang dalam kehidupan sehari-hari namun jika terjadi hanya sekali maka disebut kasus. n Peresensi adalah peminat buku

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

33


CATATAN LINTAS

PENGUATAN PENDIDIKAN VOKASI

M

enteri Pendidikan dan Kebudayaan baru, Prof Muhadjir Effendi ingin merevitalisasi pendidikan vokasi. Konon itu merupakan amanah dari Presiden Jokowi yang memang memiliki perhatian terhadap pendidikan vokasi sebagai penyiapan tenaga kerja terampil tingkat menengah. Ketika beliau melawat ke Jerman, salah satu oleh-olehnya adalah kerja sama dalam pendidikan vokasi. Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk urun pemikiran terhadap program tersebut. Sebenarnya istilah baku dalam UU Sisdiknas untuk vocational education and training (VET) pada tingkat menengah adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan pelatihan kejuruan (Kursus Keterampilan). Istilah pendidikan vokasi digunakan untuk post secondary education (pendidikan atau latihan bagi lulusan sekolah menengah), misalnya politeknik dan akademi komunitas. Penggunaan istilah itu dimuat pada penjelasan pasal 15 UU Sisdiknas. Saya menduga, Presiden tidak tahu penggunaan istilah itu, sehingga walaupun yang ingin direvitalisasi itu SMK dan Kursus, beliau menggunakan istilah pendidikan vokasi. Atau mungkin juga yang akan direvitalisasi tidak hanya SMK dan Kursus Keterampilan tetapi juga Politeknik dan Akademi Komunitas. Toh SMK, Kursus Keterampilan, Politeknik dan Akademi Komunitas semuanya menyiapkan SDM terampil. Jujur, saya tidak tahu sejarah penggunaan istilah itu, karena sejauh yang saya tahu dalam bahasa Inggris hanya dikenal satu istilah, yaitu VET atau TVET (Technical and Vocational Education and Training) di Eropa, TAFE (Teachnical and Further Education) di Australia dan Vocational Training di Amerika Serikat. Oleh karena itu, kita sering bingung saat harus menerjemahkan SMK dan Kursus Keterampilan ke dalam bahasa Inggris. Ketika ditunjuk sebagai ketua delegasi ke Korea Selatan 31 Agustus - 5 September 2016, saya terpaksa bertanya kepada Ibu Puji, Kasubdit di Direktorat PSMK, tentang istilah baku Dit PSMK dalam bahasa Inggris. Ternyata “Directorate of Techninal and Vocational Education and Training”. Jadi SMK diterjemahkan menjadi TVET, seperti istilah yang biasa digunakan di Eropa. Secara konsep, pendidikan vokasi bertugas menyiapkan siswa/peserta didik untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu. Oleh karena itu kesesuain kompetensi yang dihasilkan (supply) dan kompetensi yang diperlukan oleh dunia kerja (demand) sangat penting. Tidak hanya jenis, tetapi juga level (tingkat), jumlah dan kualitas. Ketidaksesuaian antara supply dan demand, akan membuat lulusannya menjadi korban. Mengapa begitu? Lulusan SMK dan Kursus Keterapilan itu sudah diberi label khusus yang terkait dengan kejuruan/ keterampilannya, sehingga idealnya

34

harus berkerja sesuai dengan bidang kejuruan itu. Ada baiknya kita melakukan tracer kecilkecilan lulusan SMK. Misalnya berapa persen lulusan SMK Tata Boga yang berkerja di bidang yang relevan. Sisanya bekerja di mana dan mengapa tidak bekerja di bidang yang relevan. Jika sebagian lulusan bekerja di bidang yang relevan, secara sederhana kita dapat mengatakan pendidikan di SMK itu efektif. Apalagi jika penghasilan lulusan yang bekerja di bidang kejuruan yang relevan itu bagus, sehingga secara pendidikan kejuruan dapat dikatakan efisien. Sebaliknya jika hanya sedikit yang bekerja yang relevan dan apalagi berarti tidak efektif dan tidak efisien. SMK adalah “sekolah mahal”, sehingga sayang kalau banyak lulusanya tidak bekerja pada bidang kejuruan yang relevan. Bahkan jika hal itu terjadi orang dapat mengatakan terjadi pemborosan. Dalam diskursus perencanaan pendidikan, pola pengembangan pendidikan kejuruan di Indonesia menerapkan manpower planning approch, sehingga pertanyaan berikut ini menjadi pertanyaan dasar yang harus diperoleh jawabannya. Berapa jumlah tenaga kerja untuk kejuruan itu dan seperti apa kompetensi yang harus dimiliki untuk bekerja di bidang kejuruan itu? Tanpa jawaban terhadap pertanyaan, rancangan pendidikan kejuruan sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, kerja sama sinergis antara dunia kerja dan dunia pendidikan sangat penting. Dan ternyata mudah dilakukan, sehingga memerlukan kerja keras untuk melakukannya. Di Indonesia, penyiapan tenaga kerja terampil tingkat menengah dilakukan oleh SMK, Kursus Keterampilan di bawah Pendidikan Masyarakat dan Kursus Keterampilan di bawah Kementerian Tenaga Kerja. Ketiganya perlu dikoordinasikan dan disinergikan agar memiliki standar kompetesi yang sama dan berbagi peran agar tidak tumpang tindih. Sekat-sekat birokrasi antara lembaga “pemilik” ketiga jenis pendidikan/pelatihan kejuruan itu perlu dilonggarkan. Terkait dengan pelonggaran itu, gagasan MEME (multi entry-multi exit) yang pernah dimunculkan di Direktorat SMK perlu dibuka kembali. Jika konsep MEME digunakan, pendidikan kejuruan dapat dikemas dalam sistem modular. Setiap modul memiliki capaian kompetensi tertentu dan orang yang telah mencapai itu berhak mendapatkan sertifikat kompetensi. Suatu jenjang dan atau jenis pendidikan atau pelatihan dapat merupakan penggabungan beberapa mudul, sehingga seseorang yang telah memiliki sertifikat kompetensi yang dipersyaratkan berhak mendapatkan ijazah atau diploma pendidikan atau pelatihan itu. Dengan pola RPL, mereka yang kurang sertifikat dapat menempuhnya untuk memperoleh ijazah atau diploma yang diinginkan. MEME yang didukung dengan

| Nomor: 96 Tahun XVII - Agustus 2016 |

Majalah Unesa

pola modular di SMK akan memudahkan integrasi antara SMK, Kursus Keterampilan di bawah Dikmas maupun di Oleh Muchlas Samani Kementerian Tenaga Kerja. Belajar dari Korea Selatan, di sama dibentuk KRIVET (Korea Research Institute for Vocational Education and Training), sebuah lembaga riset di bawah Kantor Perdana Menteri. Krivetlah yang merancang pendidikan dan latihan vokasi di Korea Selatan. SMK dan kurus keterampilan wajib menggunakan rancangan Krivet sehingga, jumlah, jenis dan kualitas lulusan pendidikan dan latihan kejuruan standar, sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Terkait dengan kompetensi yang diperlukan, ada beberapa pengalaman menarik. Sekitar bulan Juni 2016, BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) mengundang orang dunia industri (DUDI) untuk memberi masukan tentang SKL (standar kompetensi lulusan). Hadir 2 orang, yaitu dari Astra mewakili DUDI bidang rekayasa dan dari Carefour mewakili DUDI bidang bisnis. Pendapat keduanya sangat menarik dan hampir sama. Keduanya mengatakan, jika total kompetensi yang diperlukan karyawan itu 100, proporsi sikap kerja 70, keterampilan 30. Jika karyawan memililiki sikap kerja bagus dan mau belajar, melatihkan keterampilan tidak perlu lama. Pendapat tersebut mirip dengan pendapat HRD sebuah perusahaan besar di Bontang yang mengatakan, ketika merekrut calon karyawan yang dipentingkan sikap dan kemampuan dasar. Dengan sikap dan kemampuan yang bagus, karyawan baru akan diberi pelatihan keterampilan dan itu tidak perlu waktu lama. Seingat saya, Prof Boediono, waktu itu sebagai Wakil Presiden, pernah berpidato di UWAPerth Australia, mengatakan bahwa salah satu kelemahan pendidikan kita adalag generic skills, yang isinya sikap dan kemampuan dasar. Ketika kita ingin merevitalisasi SMK, penelitian David Newhouse dan Daniel Suryajaya (2011) yang diterbitkan Bank Dunia dengan judul The Value of Vocational Education: High School Type and Labour Market Outcomes in Indonesia. Penelitian itu menunjukkan kalau “penghargaan” DUDI terhadap lulusan SMK menurun. Jika dianalisis lebih jauh, pembukaan SMK baru, baik swasta maupun negeri, tidak dibarengi dengan penyiapan guru dan sarana sekolah (khususnya sarana praktik) yang memadai, sehingga mutu lulusan SMK yang baru tersebut kurang bagus. Akibatnya “penghargaan” DUDI menurun.n (Blog: muchlassamani.blogspot.com)




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.