Majalah Unesa 99

Page 1



WARNA REDAKSI

Seperti sebuah benih, kulit luar benih itu akan hancur dan hanya isinya yang akan tumbuh menjadi pohon. Ketika benih itu tumbuh menjadi pohon dan berbuah lebat maka pohon itulah yang akan mendapat pujian. Bukan benih. Ketika murid-murid itu menjadi orang sukses maka murid itulah yang akan mendapat penghargaan. Bukan guru.

S

eseorang melihat pepohonan berbuah lebat, lantas berkata penuh takjub, “Pohon ini sungguh luar biasa!” Ia memungut buah-buah yang sudah matang dan memakan dagingnya. Kemudian ia pergi ke sawah dan melihat padi yang tumbuh tidak sehat. “Pasti benih­nya bukan benih pilihan,” ujarnya seolah menyalahkan. Barangkali benih ini dapat dijadikan analogi bagi para pahlawan pendidikan. Khususnya bagi para guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka bagaikan benih yang jarang diperhitungkan. Mereka menanamkan apa yang dimilikinya, baik ilmu pengetahuan, dedikasi, maupun integritas kepada murid-muridnya. Secara perlahan tapi pasti, muridmurid itu akan menyerap segala sesuatu yang dimiliki sang guru. Murid melihat guru berbudi baik, murid pun mengikuti. Guru memiliki pemahaman terhadap suatu persoalan, guru membagikan kepada sang murid. Interaksi yang intens antara murid dengan guru semakin mempercepat terjadinya penyerapan segala sesuatu yang dimiliki guru oleh murid. Secara tidak sadar, murid mulai menghafal dan meniru tingkah laku guru. Dalam pergaulan, seringkali

murid bertindak dan berperilaku seperti yang pernah dilihat, didengar, dirasakan, atau diajarkan oleh gurunya. Tapi, sekeras apa pun usaha murid untuk menyerap segala sesuatu dari sang guru, sangat mustahil mampu menyerap seratus persen. Seperti sebuah benih, kulit luar benih itu akan hancur dan hanya isinya yang akan tumbuh menjadi pohon. Ketika benih itu tumbuh menjadi pohon dan berbuah lebat maka pohon itulah yang akan mendapat pujian. Bukan benih. Ketika muridmurid itu menjadi orang sukses maka

BENIH murid itulah yang akan mendapat penghargaan. Bukan guru. Orang-orang akan memakan daging dari buah tersebut. Orang akan memakannya dengan lahap sembari diiringi ucapan-ucapan pujian. Namun, sebaik apa pun buah itu, orang tidak akan memakan bijinya. Mereka hanya mau memakan daging buahnya. Biji atau benih yang merupakan cikal-bakal keberadaan pohon dan buah tersebut akan dibuang ke sembarang tempat. Demikian pula dengan seorang guru, ia amat jarang dilihat sebagai

Majalah Unesa

orang yang telah menjadi cikal-bakal lahirnya generasi hebat. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara. Orang akan lebih menyanjung beliau tapi tidak akan pernah bertanya, siapa gurunya Ki Hadjar Dewantara sehingga mampu melahirkan generasi sehebat beliau? Sebaliknya, apabila pohon gagal tumbuh maka benih menjadi sasaran utama untuk dipersalahkan. Entah dianggap benih tidak kuat dengan iklim setempat, tidak sesuai dengan tekstur tanah, dan sebagainya. Meskipun si benih sudah bersusah payah untuk tumbuh, namun jika tidak berhasil maka benih menjadi objek kesalahan. Persis saat murid bertingkah anorma di tengah masyarakat, guru menjadi objek sasaran buah bibir. Umpatan dari bibir orang akan sangat mudah berloncatan. “Siapa gurunya?” atau “Siapa yang ngajari?” Demikianlah, kendati benih merupakan cikal-bakal tumbuhnya pepohonan, namun sangat jarang dilihat dan diapresiasi, kecuali benar-benar menakjubkan. Seorang pahlawan pendidikan pun sama. Kendati ia berjuang sekuat tenaga untuk mencerdaskan generasi bangsa, akan tetapi sangat sulit diapresiasi kecuali melakukan sesuatu yang sangat mencolok. Oleh karena itu, kunci pahlawan adalah keikhlasan yang total, tanpa pamrih. n SR/HUMAS

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

3


DAFTAR RUBRIK

19 Edisi Ini

05

HAKIKAT PAHLAWAN

Setiap orang memiliki peluang yang sama menjadi pahlawan baik dalam pengertian dan lingkup yang sempit maupun dalam pengertian dan lingkup luas. Namun, tidak setiap orang dapat melakukan tindakan kepahlawanan. Pahlawan sejati tidak pernah meminta, tapi justru selalu memberi. Gelar kepahlawanan pun sering tidak diminta oleh orang yang bersangkutan melainkan diajukan oleh orang lain.

07

PENDIDIKAN INDONESIA HARUS PIRAMIDA TERBALIK

09

HARGAI JASA, TENAGA, DAN PIKIRAN

EDISI NOVEMBER 2016 18

10

WARTA UTAMA

14

KABAR PRESTASI

18 - 19

27

KOLOM REKTOR

Berita Foto Perayaan Hari Hari Pahlawan dan MoU Unesa dengan Finlandia.

30

22

25

33

LENSA UNESA

20

INSPIRASI ALUMNI

KABAR MANCA

KABAR SM-3T ARTIKEL SEPUTAR UNESA

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 99 Tahun XVII - November 2016 PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Heny Subandiyah, M.Hum. REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA: Rudi Umar Susanto REPORTER: Syaiful Rahman, Lina Mezalina, Andini Okta, Murbi, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Aziz, Raras, Puput, Syaiful H FOTOGRAFER: M. Wahyu Utomo, Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

4

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA

JIWA PAHLAWAN: Seorang veteran sedang berkisah tentang perjuangan Bung Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan RI kepada siswa taman kanak-kanak di Museum Sepuluh Nopember, Kompleks Tugu Pahlawan Surabaya, Rabu (09/11/2016). FOTO: DUTA MASYARAKAT

HAKIKAT PAHLAWAN Setiap orang memiliki peluang yang sama menjadi pahlawan baik dalam pengertian dan lingkup yang sempit maupun dalam pengertian dan lingkup luas. Namun, tidak setiap orang dapat melakukan tindakan kepahlawanan. Pahlawan sejati tidak pernah meminta, tapi justru selalu memberi. Gelar kepahlawanan pun sering tidak diminta oleh orang yang bersangkutan melainkan diajukan oleh orang lain. Majalah Unesa

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

5


LAPORAN

UTAMA

Ki Hadjar Dewantara

P

ahlawan berasal dari bahasa Sansekerta phala yang berarti hasil atau buah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan dimaknai sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani. Di Indonesia, pahlawan menjadi gelar yang ditetapkan secara legal oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan konstitusi yang mengatur mengenai gelar kepahlawanan secara formal, lebih tepatnya gelar pahlawan nasional. Yang dimaksud pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia. Untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, terdapat dua syarat, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Adapun yang termasuk ke dalam syarat umum adalah 1) WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi

6

K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Hasyim Asy’arie

wilayah NKRI; 2) Memiliki integritas moral dan keteladanan; 3) Berjasa terhadap bangsa dan negara; 4) Berkelakuan baik; 5) Setia dan tidak menghianati bangsa dan negara; dan 6) Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Sementara itu, yang termasuk ke dalam syarat khusus adalah 1) Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; 2) Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; 3) Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; 4) Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; 5) Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; 6) Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau 7) Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Pahlawan Pendidikan Gelar pahlawan nasional memiliki beberapa jenis, yaitu pahlawan kemerdekaan nasional, pahlawan proklamator, pahlawan kebangkitan nasional, dan pahlawan revolusi. Akan tetapi, belakangan muncul pula jenis kepahlawanan dalam dunia pendidikan, yakni pahlawan pendidikan. Yang dimaksud sebagai pahlawan pendidikan adalah orang yang berjuang dan berjasa dalam dunia pendidikan. Setidaknya ada lima tokoh nasional yang dikategorikan sebagai pahlawan pendidikan. Mereka adalah Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, Dewi Sartika, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’arie, dan R.A. Kartini. Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelatah untuk bisa memperoleh pendidikan seperti para priyayi dan orang-orang Belanda. Dewi Sartika adalah pendiri Sekolah Istri atas dana pribadi dan bantuan pemerintah pribumi saat itu. Materi yang diajarkan dalam Sekolah Istri antara lain adalah pendidikan pengetahuan umum, ilmu keterampilan memasak, dan keterampilan menjahit. K.H. Ahmad Dahlan adalah pendiri organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini adalah cita-cita beliau untuk pembaruan Islam di bumi Nusantara. K.H. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa


LAPORAN UTAMA cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam, menurut tuntunan Alquran dan Hadis. K.H. Ahmad Dahlan menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. K.H. Hasyim Asy’arie adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sampai saat ini banyak warga Indonesia yang

masih mengamalkan ajaran yang dibawa oleh K.H. Hasyim Asy’arie. Terakhir adalah R.A. Kartini. Seorang perempuan yang memperjuangkan emansipasi wanita dan pendidikan bagi kaum wanita. Kiprahnya sudah sangat popular di kalangan masyarakat. Demikian besar dan total kiprah para pahlawan dalam memperjuangkan kebaikan bagi nusa dan bangsa. Mereka tidak pernah

memikirkan berapa keuntungan materi yang akan mereka dapat. Tapi, mereka selalu berusaha untuk terus melakukan yang terbaik bagi umat manusia. John Fitzgerald Kennedy pernah berkata, “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.” n (FUL/ BERBAGAI SUMBER)

PROF. DR. SUYATNO, M.PD.

PENDIDIKAN INDONESIA HARUS BERBENTUK PIRAMIDA TERBALIK Pendidikan adalah satu hal yang sangat vital dalam menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Pendidikan menjadi dasar yang sangat menentukan bagi setiap individu dalam mengarungi kehidupan. Oleh karena itu, memperjuangkan pendidikan bagi setiap individu menjadi suatu keniscayaan. Semua pihak harus bergerak bersama untuk memperbaiki pendidikan ini, baik pemerintah maupun masyarakat secara luas.

P

rof. Dr. Suyatno, M.Pd. merupakan salah satu guru besar di Universitas Negeri Surabaya yang terus berupaya memberikan kontribusinya di dunia pendidikan. Pria kelahiran Sumatera Utara ini mengabdikan diri sebagai dosen Bahasa dan Sastra Indonesia sejak tahun 1990. Suyatno mencoba membagikan pengalaman kepada mahasiswanya. Tahun 1987, ia dinobatkan sebagai Mahasiswa Teladan Nasional dan berkesempatan bertemu Presiden. Selain sebagai dosen di Universitas Negeri Surabaya, Suyatno juga dipercaya untuk memangku sejumlah jabatan penting, antara lain sebagai Pembimbing KKN, Tenaga Ahli di LPM, Kepala Humas Unesa, Ketua Jurusan, Asesor Sertifikasi Guru dan Dosen, Pe-review Penelitian, Pembina UKM Pramuka, Kepala PPP/PPL LP3M, dan lainlain. Selain berkiprah di lingkungan kampus tempat Suyatno mengabdi, ia juga menjadi tim verifikator, pengembang, pendamping, pemantau, pemandu, dan penulis di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta serta Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sementara itu, untuk mengabdikan diri secara langsung di tengah masyarakat, Suyatno menggunakan jalur kepramukaan. Ia aktif sebagai pengurus, pelatih, dan penulis buku kepramukaan.

Majalah Unesa

Prof. Dr. Suyatno, M.Pd.

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

7


LAPORAN

UTAMA

Berbagai kiprah yang telah dilakukan memberikan buah manis bagi Suyatno. Sejumlah penghargaan telah ia terima, misalnya sebagai Mahasiswa Teladan Nasional, Dosen Berprestasi, Ketua Jurusan Berprestasi, Lencana Kesetiaan 20 Tahun, Lencana Pancawarsa V (Pramuka), Lencana Darma Bakti (Pramuka), dan Lencana Melati (Pramuka). Suyatno juga telah menulis 28 judul buku. Piramida Pendidikan Indonesia Suyatno mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih berbentuk piramida. Artinya, masih banyak rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati pendidikan dengan layak. Hanya sebagian kecil dari rakyat Indonesia yang dapat memiliki pendidikan layak. Suyatno mengilustrasikan, piramida dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama, bagian paling atas adalah golongan orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi mapan dan atau kemampuan intelektual mapan. Mereka dapat mengenyam pendidikan dengan layak dan lebih diperhatikan di lembaga-lembaga pendidikan. Bagian kedua adalah bagian tengah. Bagian ini dihuni oleh orangorang yang, baik ekonomi maupun kemampuan intelektualnya, masih pas-pasan. Dari mereka hanya sedikit yang memiliki kesempatan luas dalam menikmati dunia pendidikan secara layak. Bagian ini lebih banyak daripada bagian yang pertama. Bagian terakhir adalah bagian yang paling banyak penghuninya. Mereka berasal dari golongan ekonomi lemah dan atau tidak memiliki intelektual yang mumpuni. Di antara mereka banyak yang menjadi generasi anak jalanan. Sebagian dari mereka dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang kurang beruntung meskipun memiliki intelektual cukup baik. Sebagian lagi dipengaruhi oleh kemampuan intelektual yang kurang baik meski kondisi ekonominya cukup mapan. Jadi, yang dimaksud dalam pembagian dalam bentuk piramida tersebut tidak sekadar dilihat dari kemampuan ekonomi tapi juga kemampuan kepandaian anak bersangkutan.

8

1 2

Golongan orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi mapan dan atau kemampuan intelektual mapan. Mereka dapat mengenyam pendidikan dengan layak dan lebih diperhatikan di lembaga-lembaga pendidikan.

Mereka yang ekonomi dan kemampuan intelektualnya pas-pasan. Hanya sedikit yang memiliki kesempatan menikmati dunia pendidikan secara layak.

Mereka berasal dari golongan ekonomi lemah dan atau tidak memiliki intelektual yang mumpuni.

3 PIRAMIDA PENDIDIKAN INDONESIA

Kalau golongan ketiga tidak dihapus secara keseluruhan, setidaknya kondisi pendidikan Indonesia harus berbentuk piramida terbalik. Artinya, yang berada dalam golongan ketiga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan golongan pertama.” Prof. Dr. SUYATNO, M.Pd.

“Coba perhatikan, kalau ada lomba atau kompetisi, siapa yang diikutkan? Pasti yang sudah dianggap pintar, bukan? Mereka lebih diperhatikan dan dilayani daripada mereka yang belum pintar. Sedangkan yang pintar tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan yang belum pintar,” terang Suyatno. Anak-anak yang dianggap kurang pintar ini seolah-olah tidak memiliki kesempatan untuk bersaing dibandingkan dengan temannya. Kondisi ini akan sangat memengaruhi psikologi anak untuk mencari ruang ekspresi sendiri. “Guru-guru di Indonesia masih lebih suka mengajari siswa yang pintar daripada mengajari mereka yang masih belum pintar,” tambahnya. Keadaan ini menurut Suyatno harus segera diubah. Setiap warga negara di Indonesia harus benar-benar diberi

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

kesempatan untuk menikmati dunia pendidikan secara layak. Sebab, bagian ketiga atau bagian terakhir ini akan sangat mudah dimasuki oleh golongan-golongan radikal atau orang-orang yang ingin memecah belah bangsa. Oleh karena itu, Suyatno mengimbau agar semua pihak bekerja sama mengubah kondisi pendidikan Indonesia. Setiap orang dapat melakukan gerakan sesuai dengan peran dan kemampuan masingmasing. “Kalau golongan ketiga tidak dihapus secara keseluruhan, setidaknya kondisi pendidikan Indonesia harus berbentuk piramida terbalik. Artinya, yang berada dalam golongan ketiga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan golongan pertama,” pungkas Suyatno. n (FUL)


LAPORAN UTAMA

Drs. MARTADI, M.Sn.

PAHLAWAN PENDIDIKAN HARUS HARGAI JASA, TENAGA, DAN PIKIRAN Pahlawan pendidikan tidak ada batasannya. Semua orang dapat menjadi pahlawan pendidikan bukan karena jabatan, tapi memang keberadannya di dunia pendidikan memiliki jasa besar sehingga layak disematkan gelar pahlawan pendidikan.

P

ahlawan zaman dulu berjuang mengangkat senjata untuk melawan penjajah demi asa agar menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Setelah kemerdekaan berhasil diraih, tugas generasi bangsa adalah meneruskan cita-cita pahlawan melalui pendidikan. Di sini, guru menjadi pilar penting karena berfungsi sebagai ujung tombang pejuang pendidikan. Para guru dituntut berjuang melawan korupsi dan kolusi melalui tindakan, pengajaran, dan inovasi. Metode pengajaran yang hanya satu arah, harus diubah dengan metode dua arah sehingga terjadi interaksi antara guru dan murid. Guru tidak boleh hanya mementingkan nilai akademik saja, pendidikan moral bermasyarakat juga harus menjadi perhatiannya. Drs, Martadi, M.Sn mengatakan bahwa pahlawan pendidikan tidak ada batasannya. Menurutnya, Semua orang dapat menjadi pahlawan pendidikan bukan karena jabatan, tapi memang keberadannya di dunia pendidikan memiliki jasa besar sehingga layak disematkan gelar pahlawan pendidikan. Pahlawan itu, terang Martadi, bukan karena pangkat, sosok, dan jabatan, tetapi lebih pada kompetensi dan kiprahnya di dunia pendidikan tersebut. Pahlawan pendidikan sudah benar-benar mewakafkan dirinya untuk memaknai pendidikan. Mereka memaknai pendidikan tidak sekdar konteks formal, tapi sudah melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat member menilai tambah bagi manusia dan umat menjadi lebih baik. “Pahlawan pendidikan ini

Drs, Martadi, M.Sn

adalah orang yang betul-betul mendedikasikan diri, mewakafkan tenaga dan pikirannya di dunia pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal,” terang Martadi Pahlawan pendidikan dituntut totalitas dalam mengabdi di dunia pendidikan. Pendidikan harus dimaknai sebagai upaya memerangi kebodohan dan sumber daya manusia yang lemah. Oleh karena itu, pahlawan pendidikan harus menjadi figur tauladan dengan terjun langsung dan mengalami di dalamnya. “Seorang pahlawan pendidikan pasti akan bisa menjadi inisiator dan mengabdi karena panggilan hati,” tegasnya. Jika sudah menjadi inisiator, selanjutnya akan menjadi motivator untuk menggerakkan ke orang lain sehingga dapat memengaruhi orang lain juga untuk menjadi pahlawan khususnya di dunia pendidikan. “Harus total dalam mengabdi di dunia pendidikan,” tandas Martadi.

Majalah Unesa

Unesa, sebagai salah satu kampus pencetak guru, terbukti telah melahirkan pahlawan-pahlawan pendidikan melalui keterlibatannya di program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terluar dan Terdepan. Menurut Martadi, keterlibatan para sarjana Unesa di daerah 3 T itu merupakan wujud sesungguhnya bahwa selama ini Unesa sudah mulai menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dalam diri para sarjana. Ke depan, lanjut Martadi, perlu memberikan gelar pahlawan pendidikan. Bukan hanya pemberian gelar, tapi negara atau lembaga juga harus memberikan perhatian lebih. Minimal, mendukung programprogram dengan memberikan langsung penghargaan kepada para pengabdi pendidikan. “Syukur-syukur, gelar pahlawan pendidikan nanti diakui negara seperti pahlawan-pahlawan kemerdekan lain,” papar Martadi. Menurut Martadi, kisah para pahlawan pendidikan harus dipublikasikan atau didokumentasikan. Dengan mendokumentasikan akan memberikan inspirasi bagi orang lain. Generasi muda akan terinpirasi dan meneladani kiprah mereka mengabdi di dunia pendidikan. Martadi mengajak kepada setiap orang agar menghargai para pengabdi pendidikan yang telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara riil, konkret. “Ke depan, tidak ada salahnya Unesa memberikan pennghargaaan kepada para pahlawan pendidikan melalui even-even seperti memperingati hari pendidikan, hari pahlawan dan lainlain. Tandasnya Martadi. n (SH)

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

9


WARTA

UTAMA

KONGRES. Sejumlah peserta Kongres dan Seminar Nasional Aprodiksi berpose bersama di arena kongres yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Kampus Unesa Ketintang, Surabaya, 4-5 November 2016. foto: HUMAS UNESA

KONGRES & SEMINAR NASIONAL APRODIKSI

K

BUDAYA MENULIS & MENELITI PERLU DITINGKATKAN

etua Aprodiksi, Dr. Kurjono, M.Pd mengatakan, ada banyak hal yang berhasil dirumuskan dalam kongres perdana Aprodiksi dan Seminar Nasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Kampus Unesa Ketintang, Surabaya, 4-5 November 2016. Dosen UPI Bandung itu menyebutkan beberapa hal, di antaranya Kongres I dan Seminar Nasional ini telah menghasilkan kumpulan hasil penelitian Pendidikan Akuntansi yang terangkum dalam Prosiding. Kurjono berharap melalui seminar ini, produktivitas dan budaya meneliti dan menulis dari para pendidik Akuntansi baik para dosen maupun guru. Hasilnya yaitu prosiding Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi dari para dosen, mahasiswa S1 maupun S2

10

dan guru yang berpartisipasi dalam Seminar ini. Menurut Kurjono, seminar dengan penyajian makalah hasil penelitian maupun kajian pustaka sangat berharga bagi pendidik Akuntansi. Riset survei maupun eksperimen yang berkaitan dengan pembelajaran Akuntansi akan memperkaya wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan pendidikan akuntansi. “Tindak lanjutnya diharapkan akan berdampak pada pembelajaran Akuntansi yang bermanfaat secara aksiologis,” beber Kurjono. Dr. Agung Listiadi, M. Pd, Ketua Pelaksana Seminar Nasional menyampaikan bahwa seminar ini merupakan kesempatan untuk berbagi atau saling memberikan informasi tentang strategi pengembangan kurikulum bahan ajar akuntansi meningkatkan pembelajaran, kemampuan peneltian

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

dan penerapan hasil penelitian dalam pendidikan akuntansi baik dosen, guru, maupun mahasiswa. Dr. Susanti, M.Pd, Ketua Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi me­ ngatakan, seminar nasional i merupa­ kan salah satu program kerja prodi S1 Pendidikan Akuntansi yang kebetulan juga mengapreasi kurikulum 2013 SMK saat ini. Susanti menambahkan, seminar ini juga merupakan upaya untuk mendukung implementasi kurikulum 2013, terutama untuk SMK yang selama ini belum disentuh. “Kami mengundang para pakar di bidang pendidikan akuntansi dan pengembangan pembelajaran. Tema ini penting bagi mahasiswa yang sedang melakukan skripsi karena merupakan jembatan untuk mengantarkan mahasiswa menjadi calon pendidik yang profesional,” ujar Susanti. n (SH/SIR)


WARTA UTAMA

PUBLIC RELATION SEMINAR AND COMPETION

Branding Cara Ajaib Kenalkan Potensi Daerah Sementara itu, Irwan Fakhruddin membagikan strategi-strategi jitu dalam usaha branding. Menurut pengalaman pria asal Purbalingga itu, ada tiga kunci yang harus dipegang ketika melakukan branding sebuah kota atau destinasi yaitu Tourism, Trade, and Investment. Usaha branding dapat secara sederhana dilakukan dengan membuat logo dan menentukan tagline atau slogan. Kesuksesan branding, menurutIrwan, adalah ketika arti slogan yang dibuat dapat dijelaskan dengan kesesuaian kota atau destinasi yang diangkat.

SEMINAR. Para narasumber sedang memberikan wawasan tentang Public Relation bertema Pion Digital PR ‘2.0 di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unesa pada Selasa, 22 November 2016 di Aula Srikandi Gedung I-6. foto: HUMAS UNESA

B

randing merupakan cara ajaib untuk mengenalkan potensi daerah. Kesuksesan branding pada sebuah daerah terbukti dapat menumbuhkan perekonomian dan investasi. Begitulah salah satu poin penting dalam Public Relation Seminar dan Competion yang diselenggarakan jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unesa pada Selasa, 22 November 2016 di Aula Srikandi Gedung I-6. Seminar Nasional yang menjadi sarana berbagi orang-orang sukses di bidang public relations itu menghadirkan Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko dan Konsultan Branding Wonderful Indonesia, sekaligus CEO Trinidad Design, Irwan Fakhruddin. Kegiatan seminar tersebut merupakan rangkaian perhelatan nasional Public Relations Competition (PION) 2.0 yang diikuti oleh seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia. Ratusan peserta memadati ruangan tidak hanya mahasiswa Unesa, melainkan juga dosen-dosen serta mahasiswa dari

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Trunojoyo Madura, Universitas Gontor Ponorogo, UPN Veteran Jatim, dan STIKOSA. Selainitu, hadir pula finalis Public Relations (PION) 2.0 yang lolos dalam tahap seleksi proposal PR Competition untuk melanjutkan tahap presentasi. Di antaranya telah hadir sembilan dari sepuluh tim yang terseleksi yaitu UI, UMM, UKWMS, Unpad, Undip, Unair dan Unesa. Edy Rumpoko memaparkan, Batu merupakan kota pertama dan satusatunya di Indonesia yang berani membranding dirinya dengan menyebut Kota Wisata Batu dengan tagline-nya Shining Batu. Dikatakan Eddy Rumpoko, Batu mengawali brandingnya dengan memanfaatkan potensi masyarakat Batu yang mayoritas adalah petani apel. Hasilnya, saat ini Batu menjadi kota wisata yang terkenal hingga mancanegara dengan beragam wahana wisata dan alamnya dan juga berhasil menumbuhkan ekonomi daerahnya sebesar 7,1% dan meningkatkan investasi hingga 5 Triliyun rupiah.

Majalah Unesa

Adu Konsep Branding City Sebanyak sembilan tim yang lolos ke babak final PION 2.0 ikut berlaga dalam menawarkan konsep branding city usai kegiatan seminar. Para tim tersebut memaparkan konsep branding di hadapan para juri yang kredibel yakni Irwan Fakhruddin, Puspita Sukardani, Putri Aisyiyah, dan Gilang Gusti Aji. Dalam lomba tersebut, Tim Universitas Indonesia (UI) berhasil membawa pulang gelar juara pertama. Tim UI tampil unik dan menarik dengan branding berjudul Kebumen, Atlantis of Java. Berbeda dengan peserta lain yang mayoritas mengenakan almamater, peserta dari UI bernampilan ala Jawa. Penampilan presentasi yang apik, didukung kostum mereka yang serasi membuat tim dari UI ini berhasil menggaet juara pertama. Sementara itu, Universitas Kristen Widya Mandala (UWM) Surabaya menjadi juara kedua dengan tema Belitong Atlantis of Asia, dan juara ketiga diraih Universitas Padjajaran dengan tema Serang Dermaga Sejarah. Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Unesa, Danang Tandyonomanu berharap ilmu yang dipelajari dari para narasumber dapat membawa Indonesia lebih baik. Ia berharap PION 2.0 kembali diadakan pada tahun-tahun mendatang untuk memacu semangat para pemuda mengembangkan potensi yang dimiliki. n (def/dit/sir)

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

11


WARTA

UTAMA

SEMINAR MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

D

Masalah Bangsa Harus Dipangkas dari Hulu

alam rangka membangun karakter bangsa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Unesa menggelar seminar nasional dengan tema Membangun Karakter untuk Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa Sabtu (05/11) di Gedung PPPG Unesa Kampus Lidah Wetan. Seminar yang bertujuan memupuk kembali nasionalisme yang merupakan karakter generasi bangsa itu menghadirkan Dr. Biyanto, M.Ag (Wakil Sekretaris PW V Muhammadiyah Jawa Timur), Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad. Dip. SEA,. M.Phil., Ph.D (Guru Besar Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya), Dr. Dwi Siswoyo (Ketua Program Studi S3 Ilmu Pendidikan-PPS UNY) dan Dr. Elvira., S.H., M.H. Mereka dipertemukan untuk memberikan kajian terhadap isu dan solusi yang relevan dalam membangun karakter nasionalisme generasi bangsa. Prof. Akh. Muzakki memaparkan, sebuah prilaku tidak sepenuhnya didasarkan pada kognitif, namun juga afektif “Akhlak merupakan konsep dasar seseorang yang menghasilkan perilaku,” tuturnya. Dikatakan Prof. Muzakki, jika sebuah negara ingin menyelesaikan masalah bangsa, yang harus dilakukan adalah memangkas hulu masalahnya sehingga dengan sendirinya hilir pun ikut serta tertangani. “Hulu permasalahan dalam perkembangan globalisasi ini adalah karakter generasi bangsa dalam mengemban amanah sebagai pemimpin masa depan,” paparnya. Masih menurut Prof. Muzakki, hulu masalah merupakan tugas seluruh

12

KARAKTER. Peserta seminar berkesempatan langsung berdialog dengan narasumber tentang pentingnya membangun karakter bangsa. foto: HUMAS UNESA

guru bangsa yang harus mampu menjadi pembimbing, pengarah dan figur yang mampu bersaing dengan pengaruh teknologi. Meskipun dalam praktiknya memakai I-Learning, namun peranan guru sangat penting dalam mengarahkan karakter dan sarana yang mendukungnya. Dr. Elvira menambahkan, penjelasan mengenai penumbuhan budi pekerti dapat berkaca pada pengajaran Ki Hajar Dewantoro selaku guru bangsa. Ia mengatakan, dalam menguatkan karakter, harus ada konsep oleh hati, raga, fikir dan raga dalam berprilaku. Hal itu sesuai dengan teori M. Brata dalam bukunya yang berjudul Provokasi 2. Buku itu menjelaskan bagaimana hati mempengaruhi pemikiran dan tindakan manusia secara berkesinambungan. Sementara itu, Dr. Biyanto, M.Ag mengungkapkan mengenai penciptaan kondisi sekolah sebagai rumah kedua. Menurut Dr. Biyanto, pendidikan dalam setiap instansi terkait harus mampu memberikan kenyamanan pembelajaran bagi siswa sehingga siswa senang belajar di

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

rumah kedua tersebut. Dr. Siswoyo memaparkan mengenai aktivitas esensial pengembangan dan pengalaman mahasiswa di perguruan tinggi yang tidak lepas dari pengembangan otonomi individual mahasiswa, pembentukan kemampuan perspektif intelektual dan pembentukan karakter mahasiswa, serta pengembangan kompetensi berpartisipasi dalam komunitas kampus yakni berupa pendapat yang kritis. Ia mengatakan, seorang dosen maupun guru harus menjadi teladan bagi mahasiswa ataupun siswamelalui pendekatan yang memberikan kesempatan berdialog, kolaboratif, partisipatif, reflektif, rejuvenatif dan antisipatif. Di lain pihak, Prof. Dr. Ismet Basuki, M.Pd menjelaskan bahwa seminar tersebut merupakan upaya LP3M Unesa untuk membangun karakter bangsa, terutama bagi lulusan Unesa melalui program PPG agar memiliki kemampuan pedagogik, keterampilan, sosial dan profesionalitas. n (MHM/UMI/SIR)


WARTA UTAMA

Unesa Jalin Kerja Sama dengan UPS Thailand

FISH Gelar Seminar Nasional Tax Amnesti FENOMA Tax Amnesty disikapi jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Unesa dengan menggelar seminar nasional Tax Amnesty, Pro dan Kontra Implemenasi Undangundang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak di Indonesia. Seminar dilaksanakan pada Jumat, 10 November 2016 di GEMAUniversitas Negeri Surabaya. Dr. Ketut Prasetyo, Wakil Rektor 3 saat membuka acara mengatakan bahwa Tax Amnesty merupakan upaya bijak untuk menangani masalah pajak yang sering diabaikan di masyarakat. Tax Amnesty merupakan metode yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, khususnya untuk membangun kepatuhan pajak. “Cara untuk meningkatkan kepatuhan pajak yaitu melalui upaya peningkatan objek dan tarif pajak,” papar Ketut. Sementara itu, Dwi Budi Santoso, SE,. MS., PHD, salah satu narasumber mengemukakan bahwa dalam penerapan Tax Amnesty adanya manfaat jangka pendek yang berupa pembiayaan defisit anggaran dan deklarasi aset terkena pajak. “Dalam jangka panjang, Tax Amnesty akan menguatkan kapasitas fiskal melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak,” terang Dwi Budi. Lebih lanjut, Dwi Budi menjelaskan, ada dua alasan pokok rendahnya penerimaan pajak di Indoneisa. Pertama, perilaku wajib pajak yang menghindari pajak. Keduanya, lemahnya penegakan regulasi perpajakan. Dua hal itulah yang kemudian dijadikan jargon Budi, yakni Masyarakat Sadar, Negara Mapan. Pembicara lain, Zainal Muttaqin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran memaparkan bahwa dalam prakteknya, aspek hukum pengampunan pajak memilki bentuk pengaturan yang berisi elegibiliy, coverage, dan duration serta incentives dan uang tebusan. Sementara itu, Made Dedi Setyawan, SE. AK. M.Si C.A, pemateri lainnya menjelaskan bahwa praktik yang harus dilakukan adalah ungkap-tebus-lega. Dalam hal ini, ungkapnya, sebuah tindakan dalam mengutarakan wajib pajaknya dan kemudian tebus yang berarti membayar pajak kepada pemerintah, dan selanjutnya akan merasakan lega. “Dampak yang akan didapatkan berupa ketenangan dan hilangnya kekhawatiran akan terkena sanksi pajak,” jelasnya. n (MHM/SIR)

PADA 22 November 2016 Pasca Sarjana Unesa kedatangan tamu dari Universitas Prince of Songla (UPS) Thailand. Kunjungan yang berlangsung di Gedung K9 lantai 2 itu membahas lanjutan kerja sama Unesa dengan UPS. Pihak UPS diwakili Asst Prof Dr. Ekkarin Sungtong, Dekan Fakultas Pendidikan UPS, Asst Prof. Ampalwan Supapawanich dan Sawarose Phungrasami. Sementara dari Unesa dihadiri Direktur Pascasarjana Unesa, Prof. Dr. I Ketut Budayasa Ph.D, Wadir 1, Prof.Dr. Ismet Basuki M.Pd dan Wadir 2, Prof.Dr. SIti Masitoh, M.Pd. Direktur Pascasarjana Unesa, Prof. Dr. I Ketut Budayasa, P.Hd mengatakan, pertemuan tersebut merupakan persiapan perpanjangan kerja sama antara Unesa dengan Prince of Songla University terkait MoU yang sudah ditandatangi Rektor Unesa dengan Presiden Prince of Songla University Thailand pada 16 Maret 2012 lalu. Ketut menjelaskan, bentuk kerja sama yang sudah terjalin kedua belah pihak selama empat tahun adalah Unesa mengirim mahasiswa pascasarjana ke PSU Thailand untuk berkuliah di sana selama satu bulan. “Selama ini kita mengirimkan 160 mahasiswa pascasarjana Unesa ke Thailand, 80 di antaranya ke UPS. Di sana, mereka diwajibkan mengambil satu atau dua mata kuliah dan kuliah tersebut diakui di sini,” jelasnya. Ketut mengungkapkan, kerja sama dengan PSU sangatl positif. Dia berharap kerja sama dapat segera diperbaharui. Menurutnya, selain mahasiswa Unesa yang dapat mengambil mata kuliah di sana, mereka juga punya kesempatan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Thailand. “Banyak mahasiswa kita yang tak hanya kuliah selama sebulan, bahkan ada yang disuruh mengajar tak hanya sekolah saja,” ujarnya. Ketut menambahkan, jika kerja sama diperpanjang pada Januari atau Februari, Unesa berencana akan mengirim mahasiswa lagi ke PSU. Mahasiswa Unesa hanya dibebankan kuliah selama sebulan di sana. Berbeda dengan tahun 2012, dimana mahasiswa diharuskan berkuliah selama tiga bulan. “Karena saat ini mata kuliah dikurangi. Jadi mahasiswa hanya berkuliah selama sebulan,” paparnya. Selain kerja sama lanjutan dengan PSU Thailand, Unesa juga akan menandatangani kesepekatan kerja sama dengan University of Finlandia. n (SURYO/SIR)

Majalah Unesa

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

13


KABAR

PRESTASI

MAHASISWA UNESA FINALIS GUK-YUK SIDOARJO

Dukungan Orang Tua Menguatkan

M

ahasiswa Unesa kembali menorehkan prestasi. Kali ini, Lailani Fitrah Ramadhani dari prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2016 berhasil lolos dan menjadi finalis Guk Yuk Sidoarjo tahun 2016. Dalam kompetisi itu, ia mewakili Kecamatan Buduran, tempat tinggalnya saat ini. Sebelum menjadi finalis Guk Yuk, Gadis yang akrab dipanggil Lani ini berhasil menjadi finalis 20 Besar Red-A Deteksi Model pada tahun 2015. Ia juga menjadi juara pertama pada Surabaya Fasion Parade pada 2014.

14

Lani memulai karir modelnya sejak duduk di bangku kelas 3 SMP Negeri 3 Sidoarjo, dan terus dilanjutkan hingga saat ini ia menempuh pendidikan tingginya di Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya. Ia telah menjadi model dalam banyak fashion show, di antaranya Surabaya Ethnic Festival 2016, Exotica Kebaya 2016, dan masih banyak lagi. Banyak yang ia dapatkan dari dunia modeling sendiri, “jadi punya banyak temen, lebih dewasa, lebih banyak belajar apa aja karena yang ada di dunia modeling justu banyak yang lebih senior dibanding aku yang masih

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

sekolah dulu�, terangnya Motivasi gadis semampai ini dalam mengikuti Guk Yuk Sidoarjo adalah ingin menjadi duta dari Kota kelahirannya sendiri serta membanggakan kota tempat tinggalnya di luar Sidoarjo. Awalnya ia ragu dalam mengikuti kompetisi Guk Yuk Sidoarjo, tetapi kemudian ia menjadi mantap karena dukungan yang diberikan oleh ayah bundanya. Lani menjalani karantina mulai tanggal 21-23 Oktober sebagai rangkaian dari pemilihan Guk Yuk Sidoarjo dan Grand final pada 12 November 2016. n(WALIDA)


KABAR PRESTASI

DUTA FISH: Sejumlah mahasiswa mentandang status baru sebagai Duta Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH), Unesa. Disematkan dan disaksikan para dosen para Duta FISH tersebut siap mengemban tugas baru.

PEMILIHAN DUTA FISH 2016

P

ada Kamis, 06 Oktober 2016 Fakultas Ilmu Sosial dan hukum grand Grand Final pemilihan Duta FISH Universitas Negeri Surabaya. Acara dihadiri oleh Wakil Dekan, Kajur dan Kaprodi selingkup FISH, pembina ormawa selingkup FISH, Pres Bem Unesa, hingga mahasiswa FISH. Pemilihan Duta FISH dimulai sejak 26 September 2016, meliputi rangkaian sosialisasi, tes wawancara, serta tes esai mengenai fakultas impian. Dari 26 peserta, dipilih 10 besar grand finalis duta FISH. Sebelum menuju acara grand final, para finalis diberikan pembekalan mengenai public speaking, manajemen kepribadian, wawasan mengenai FISH, hingga make up tutorial. Pemilihan Duta FISH sendiri merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis FISH. Pemilihan Duta FISH baru pertama kali digelar tahun ini. Acara tersebut diilhami dari mahasiswa FISH yang berhasil menjadi Duta Polda Jawa Timur. Ke depan, Duta FISH diharapkan mampu membangun citra yang baik di dalam dan di luar Fakultas.

Acara grand final Pemilihan Duta FISH 2016 diselnggarakan di gedung I6 Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unesa dan resmi dibuka oleh Tamsil, SH.MH Wakil Dekan III selaku bidang kemahasiswaan dan alumni. Tamsil berharap acara pemilihan Duta FISH menjadi kegiatan rutin yang akan masuk pada anggaran RBA (Rencana Besar Anggaran). “Acara kali ini belum masuk anggaran karena masih kali pertama dilaksanakan,� ujar Tamsil. Ali Imron, S.Sos, M.A selaku pembina ormawa mengatakan, ke depan pemilihan duta FISH memiliki format yang lebih formal sehingga mampu menampung dan mengapresiasi bentuk kreatifitas dari mahasiswanya. Setelah acara dibuka oleh Wakil Dekan III, para finalis pemilihan duta FISH diperkenalkan kepada para undangan. Tak hanya menampilkan para finalis, pemilihan duta FISH juga menampilkan Tari Gong oleh salah satu mahasiswa FISH. Para finalis kemudian menunjukkan masingmasing bakat yang dimiliki mulai tari, menyanyi, pembacaan puisi, semapore pramuka, hingga tilawati Alquran. Para finalis juga diberikan

Majalah Unesa

pertanyaan seputar tugasnya menjadi Duta FISH. Salah satu pertanyaan yang diberikan adalah bagaimana mempersuasi mahasiswa yang masih merokok dalam kawasan kampus yang seharusnya menjadi kawasan bebas asap rokok. Indikator penilaian dari ajang pemilihan Duta FISH antara lain Attitude (sikap), Brave (Berani), Intellegence (Kecerdasan), Performance (penampilan), dan Special Materi (Materi Khusus) Menurut ketua pelaksana, Asmarani Hana Firdausi, Pemilihan Duta FISH 2016 diharapkan dapat menjadi pelopor agar kegiatan nantinya dapat diselenggarakan setiap tahun. Tujuannya, menemukan potensipotensi unggul dari mahasiswa dan menjadi wadah bagi mereka untuk menyalurkannya. Dalam perkembangannya diharapkan ke depan juga terbentuk paguyuban atau organisasi di bawah nama Duta FISH yang akan menaungi dan mengembangkan ajang pemilihan ini serta mempersiapkan bibit-bibit di dalamnya untuk bisa mengembangkan potensi dalam hal serupa di luar ranah Fakultas. n (SIR/WPU)

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

15


FEATURE

PENDIDIKAN

PERMEN LOLIPOP UNTUK EDI, MURIDKU YANG SENDU Oleh INTAN MUSTIKA C*)

Ditugaskan mengajar di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) memberi banyak pengalaman, tidak terkecuali bagi Intan Mustika C. Alumni Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unesa ini terpilih mengiktui Program Sarjana Mengajar (SM-3T) dan ditugaskan di Sumba Timur. Kekuatan niat untuk membagikan sedikit ilmu yang dipunyainya kepada anak-anak di daerah 3T ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

W

aktu menujukkan pukul 16.00 WITA. Waktunya pergi menimba air atau dalam bahasa setempat take way. Menimba dengan 20 jeriken yang kuikat dengan tali dan kujinjing sendiri, rekanku tengah membersihkan ruangan kami. Tibatiba datang segerombalan siswaku mengikuti dengan riang mengekor dari belakang. Mereka juga tampak asyik menyanyikan lagu Kami Peduli yang baru kemarin kami ajarkan. Langkah-langkah kecil megayun pasti Menyusuri bukit dan lembah Semangat dan suka setiap hari Mengiasi wajah mereka … Setibanya di tempat mengambil air, mereka langsung mengambil jeriken itu tanpa menunggu aku minta tolong. Mereka mengangkat 3 jeriken sekaligus. Satu diletakkan di atas kepala dan dua dibawa di tangan kiri dan kanan. Aku pun heran. Bahkan, belum pernah bisa membawa jeriken air 5 liter di atas kepalaku. Akhirnya aku malah melenggang tanpa membawa apa pun di tanganku. Sampai di tempat tinggal, anak-anak pasti akan bermain di halaman sekolah yang cukup luas, hari itu lebih spesial

16

lagi karena salah satu siswaku, Edi, membawa seekor kuda. Dia menawari kami untuk menungganginya. Aku belum terbiasa menunggang kuda, jadi sangat menakutkan. Apa lagi mengen­ darainya tanpa pengaman apa pun. Tapi, itu sebuah pengalaman yang menyenangkan. Sehingga kami membuat janji dengan Edi. “Ibu saya akan bawa kuda nanti ketika ke sekolah, tapi ibu beri saya gula-gula.” “Oke berapa gula-gula yang harus ibu berikan untukmu?” “Hau, ibu e.” “Cuma satu?” “Iya, oke sepakat.” Kami pun saling mengaitkan kelingking, berjanji. Pagi, sekira pukul 03.00 WITA, di tengah kegelapan pagi buta aku harus bangun bersiap pergi ke kota. Aku bangun pagi buta untuk menunggu oto. Sebuah alat transportasi umum yang ada di sini. Oto adalah truk yang dirombak hingga memiliki tempat duduk untuk penumpang. Bagian belakang digunakan untuk mengangkut hewan-hewan seperti kerbau, kuda, kambing, babi, anjing dan sebagainya. Satu hal yang ingin aku kerjakan di Waingapu adalah membelikan permen untuk Edi. Perjalananku sangat panjang dan medan juga tidak aman. Jalan

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

menukik tajam di antara bukit-bukit dan memerlukan waktu hingga 8 jam. Dalam perjalanan ke kota aku melamun. Edi adalah siswa yang tergolong ‘berat’, tapi hebat. Meski anak itu telah berusia 17 tahun dan masih duduk di kelas 2 SMP. Dia belum lancar membaca dan tugas-tugas tentu sulit untuk dia pahami. Tulisan tangannya begitu aduhai sekali, kadang harus bertanya pa apa yang dituliskan. Tapi di balik semua itu ada hal yang membuatku salut padanya: perjuangannya menim­ ba ilmu. Jarak antara rumah Edi dan sekolah sangat jauh–kuharap suatu saat kudanya menjadi alat transportasi untuknya. Ditambah lagi, jarak itu belum seberapa di tengah terik siang dia harus barjalan kaki hampir satu jam, kemudian masuk ke sungai dengan seragam basah karena tidak ada jembatan. Itu pun belum selesai karena ada bukit pasir, baru kemudian masuk hutan. Rumah Edi di dalam hutan. Satu minggu telah berlalu di kota, tentu satu kantung permen lolipop telah kubeli. Membayangkan senyum Edi dan semangatnya ke sekolah. Esoknya, ketika mengajar di kelas, Edi tidak hadir. Alasannya sakit. Genap satu minggu Edi tidak datang ke sekolah. Aku mulai curiga. Aku pun berniat tandang ke rumahnya. Mengendarai


FEATURE PENDIDIKAN

HANYA KENANGAN: Penulis diajak naik kuda oleh siswanya di Sumba Timur. Penyesalan terdalamnya, siswa tersebut tak pernah lagi kembali ke bangku sekolah meski telah berkali-kali dibujuknya.

sepeda angin. Tapi sebelum niat itu terlaksana, seorang kawan menawarkan mengendarai motor. Oke, ini suatu keuntungan. Kami pergi ke sana bersama. Keadaan rumah Edi tanpa pintu, hanya papan kayu yang disusun dan dipaku tanpa beraturan. Rumah panggung sederhana dan beratap daun rumbia. Mataku menyapu ruangan yang luasnya mungkin 6×7 meter tanpa sekat. Semua tidur di sana tanpa alas, tanpa kasur. Tidak ada perabot mewah. Tidak pula ada penerangan lampu listrik, hanya pelita kecil yang terbuat dari botol bekas minuman. Aku pun hanya menundukkan kepala sebentar. Menatap Edi kemudian bertanya. “Kenapa Edi tidak sekolah, kamu sakit apa?” “Saya su ti mau lagi sekolah ibue,” “Kenapa bagitu?” “Sa ini bodoh ibu, ti pantas lagi pergi ke sekolah.”

“Siapa bilang Edi bodoh?” “Pokoknya saya su ti mau sekolah lagi ibu.” Entah sudah berapa lama aku berusaha membujuk Edi. Akhirnya aku menyerah dan pulang. Tapi aku berpesan, bahwa aku menunggunya di sekolah. Beberapa bulan pun berlalu. Edi tak kunjung muncul dengan kudanya. Setiap aku pergi ke hutan dia tidak pernah ada di rumah. Tapi aku masih menunggunya di gerbang sekolah meski pihak sekolah telah berencana mengeluarkannya. Di dalam rapat itu pun semua seperti meyakinkanku bahwa kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Hari ini adalah hari terakhir kami mengajar di sini, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Kami harus kembali ke Jawa untuk menempuh pendidikan profesi guru. Sampai hari ini tiba aku tak pernah bertemu Edi, entah di mana dia sekarang. Hal itu selalu menggangguku. Aku gagal mengajak salah satu

Majalah Unesa

penerus bangsa. Kegagalan seorang guru. Sangat pahit rasanya menerima kekalahan ini dan pulang ke Jawa. Aku masih di depan gerbang sekolah, aku melihat jam tanganku pukul 06.00 WITA. Aku masih menunggu Edi sebentar lagi. Mungkin dia akan datang melihatku. Lamunanku buyar dengan teriakan kawan-kawanku agar bergegas karena kami harus segera ke Waingapu. Aku meraba saku, di jaketku ada sebatang permen lolipop yang ia inginkan. Dadaku tiba-tiba sesak, dan mataku sembab. *)Penulis adalah Guru SM3T JBSI Unesa (artikel ini pernah dimuat di ww.sukanyindir.wordpress.com)

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

17


LENSA UNESA

U PAC A R A HARI PAHLAWAN egenap si­ vitas akademika U ­ nesa menye­ lenggarakan upacara me­ nyambut hari Pahlawan pada 10 November 2016, bertem­ pat di halaman kantor pusat Unesa Ketintang. Upacara Hari Pahlawan tersebut merupakan upaya sivitas akademika Unesa untuk senantiasa mengenang jasa para pahla­ wan dan meneladani spirit pahlawan dalam mening­ katkan kualitas pendidikan. Bertindak sebagai inspektur upacara, Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, M.S. l HUMAS

18

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa


LENSA UNESA

UNESA LAKUKAN MoU

DENGAN UNIVERSITAS FINLANDIA BERSAMA 14 PTN LPTK se-Indonesia, Unesa melakukan kerja sama dengan Universitas Finlandia pada Rabu, 23 November 2016 di kantor Pusat Unesa Ketintang, Surabaya. Penandatangan MoU Unesa dilaku­ kan Wakil Rektor IV, Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt. Selain Unesa, PTN LPTK yang melakukan MoU adalah Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Padang, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Yogya­ karta, Universitas Negeri Medan, Universitas Negeri Malang, Universi­ tas Negeri Gorontalo, Universitas Negeri Manado, Universitas Negeri Pendidik­an GANESHA, IKIP Mataram dan Universitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka. l(HUMAS)

KESEPAKATAN: Pejabat yang berwenang dari Universitas Nege­ri Surabaya (Unesa) dan Universitas Finlandia menandatangani nota kesapahaman. Beberapa universitas lain juga turut hadir dalam penandatangan MoU tersebut.

Majalah Unesa

| Nomor: 99 Tahun XVII- November 2016 |

19


KOLOM REKTOR

Pada era kemerdekaan ini masih banyak dibutuhkan pahlawan. Siapa saja bisa menjadi pahlawan sesuai bidangnya. Pahlawan tidak harus melawan penjajah, seperti pada era kemerdekaan. Pahlawan juga tidak harus dengan tanda jasa. Pahlawan adalah orang-orang yang memiliki prestasi untuk negeri. Pahlawan adalah orangorang yang mengabdi dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih untuk negeri.

S

etiap 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan, yang didasarkan pada semangat heroik arek-arek Suroboyo melawan tentara sekutu yang bermaksud melakukan agresi di Indonesia. Semangat dan nilai-nilai kepahlawanan yang ditunjukkan arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus terus ditanamkan pada setiap generasi muda, karena semangat dan nilai-nilai tersebut tetap relevan sampai saat ini. Oleh karena itu, generasi muda harus disadarkan bahwa NKRI merupakan “rumah� kita yang harus terus dijaga, dirawat, dan dipertahankan eksistensinya. Saat ini, ancaman terhadap NKRI, tidak hanya datang dari negara lain, tetapi juga datang dari dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan masuknya ideologi atau paham lain ke Indonesia. Di era global dan keterbukaan informasi, infiltrasi ideologi sangat mudah masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan media. Jika hal ini tidak diwaspadai, bisa menjadi ancaman bagi kelangsungan NKRI. Fenomena akhir-akhir ini yang berkaitan dengan demo pada 4 November 2016,

jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan ancaman terhadap NKRI. Sebagian pendemo belum tentu paham apa yang sebenarnya diperjuangkan. JIka tidak tahu akar permasalahan dan hanya ikut-ikutan, tentu dapat menjadi pemantik terjadinya tindakan anarkis yang mengganggu stabilitas keamanan. Dampaknya, akan mengganggu

HAKIKAT

Oleh Prof. Dr. Warsono, M.S.

dengan perjuangan secara fisik untuk mengusir penajajah dari bumi pertiwi. Karena penjajah tidak ada suatu niatan memberikan hak-hak kita sebagai bangsa, maka tidak ada jalan untuk mencapai kemerdekaan, kecuali melawan secara fisik dengan bertempur mengangkat senjata. Penegasan tekad memperjuangkan hak kita sebagai bangsa tersebut telah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yang dengan tegas dinyatakan pada alinea pertama, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Atas dasar itu, maka bangsa Indonesia juga berhak untuk merdeka. Untuk mencapai kemerdekaan tersebut penjajahan harus dihapuskan, dalam arti kongkret penjajah harus diusir dengan perlawanan. Perjuangan melawan penjajah itulah yang kemudian melahirkan pahlawanpahlawan bangsa, seperti yang terjadi pada pertempuran 10 November di Surabaya, maupun pertempuran-pertempuran lain di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dalam melawan dan mengusir penjajah tersebut, para pahlawan berjuang tanpa pamrih yang bersifat pribadi. Mereka yang berjuang tanpa berpikir akan memperoleh apa untuk dirinya. Hanya satu yang diharapkan yaitu kemerdekaan Indonesia. Dalam perjuangan tersebut

KEPAHLAWANAN

20

pembangunan nasional. Oleh karena itu semangat kepahlawanan untuk membela, mempertahankan, dan membangun NKRI demi terwujudnya tujuan nasional harus terus dijaga. Memang, tantangan yang dihadapi saat ini berbeda dengan era sebelum kemerdekaan. Tahun 1945, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah melawan penjajahan. Penjajahan yang berlangsung ratusan tahun harus dilawan

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa


KOLOM REKTOR mereka juga rela mengorbankan harta benada, bahkan jiwanya sekaligus. Dalam perjuangan melawan penjajah juga banyak orang yang gugur dalam pertempuran hanya untuk satu tujuan yaitu kemerdekaan. Kerelaan untuk berkorban, (tanpa pamrih) untuk bangsa dan negara, itulah salah satu dari nilai kepahlawanan yang masih tetap terjaga sampai sekarang dan kapanpun. *** Meskipun telah merdeka, masih banyak dibutuhkan pahlawan untuk mengisi kemerdekaan. Sudah tentu yang dihadapi saat ini berbeda dengan sebelum kemerdekaan dan awal kemerdekaan. Saat ini yang dihadapi adalah kemiskinan dan kebodohan, dan perjuangan yang mendesak saat ini adalah melawan korupsi. Korupsi yang sudah masuk ke berbagai ranah dan lapisan menjadi salah satu penyebab terjadinya kemiskinan. Uang negara yang seharusnya dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan, bocor karena dikorupsi sehingga pembangunan tidak berjalan secara maksimal. Bahkan ada proyekproyek pembangunan yang tidak selesai. Akibatnya, dana yang sudah dikeluarkan tidak bisa segera dimanfaatkan. Perjuangan melawan korupsi, juga membutuhkan semangat dan nilai-nilai kepahlawanan seperti yang dilakukan Bung Tomo dan pahlawan-pahlawan lainnya pada saat melawan tentara sekutu. Semangat kepahlawanan adalah semangat untuk berjuang membela negara, semangat untuk mewujudkan tujuan negara yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu yang harus dilakukan bukanlah mengangkat senjata, tetapi yang dibutuhkan adalah pengabdian yang tulus, pengabdian yang dilandasi oleh keikhlasan dan tanpa pamrih bagi para penyelenggara negara. Untuk melawan korupsi dibutuhkan pejabat yang rela mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara. Pejabat yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun golongan. Peran dan partisipasi rakyat untuk melawan korupsi juga tidak kalah penting, karena dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang memilih presiden, dan kepala daerah. Jika dalam memilih presiden maupun kepala daerah, rakyat memilih orangorang yang memiliki moralitas dan integritas yang kuat, orang yang dengan tulus dan ikhlas mengabdi untuk bangsa dan negara, korupsi bisa diminimalisir.

Selain pejuang untuk melawan korupsi, bangsa dan negara saat ini masih membutuhkan pejuangpejuang untuk mengisi kemerdekaan dalam berbagai bidang. Semua orang mempunyai kesempatan untuk menjadi pahlawan, dan tidak harus gugur (mati) demi perjuangan seperti yang dilakukan para pahlawan kemerdekaan. Dalam sistem demokrasi secara langsung seperti sekarang ini peran rakyat dalam menentukan pemimpin sangat besar, karena rakyatlah yang memilih pemimpin. Jika rakyat masih “menjual� suara dalam pemilu maupun pilkada, pemimpin yang dihasilkan adalah pemimpin yang memiliki potensi untuk korup. Pemimpin yang proses untuk memperoleh kekuasaannya dengan cara money politic, sulit untuk menghindar dari perilaku korup. Oleh karena itu, dalam sistem demokrasi rakyat juga bisa menjadi pahlawan dengan cara memilih presiden dan kepala daerah yang benar-benar rela mengabdi untuk negara dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun glongan. *** Selain pejuang untuk melawan korupsi, bangsa dan negara saat ini masih membutuhkan pejuangpejuang untuk mengisi kemerdekaan dalam berbagai bidang. Semua orang mempunyai kesempatan untuk menjadi pahlawan, dan tidak harus gugur (mati) demi perjuangan seperti yang dilakukan para pahlawan kemerdekaan. Yang dibutuhkan sekarang di antaranya adalah pahlawan kemakmuran dan pahlawan keadilan. Pahlawan-pahlawan kemakmuran ini sangat ditunggu dan diharapkan oleh bangsa ini. Yang dibutuhkan saat ini adalah prestasi dalam berbagai bidang, tanpa prestasi akan sulit mewujudkan kemakmuran (kesejahteraan) sebagaimana yang menjadi tujuan hidup bernegara. Untuk menjadi pahlawan kemakmuran, dibutuhkan orang-orang yang memiliki prestasi dalam bidangnya masing-masing. Prestasi yang bisa menjadi sumber pendapatan negara, misal dalam hal paten. Berbagai temuan yang bermanfaat dan dipatenkan bisa menjadi sumber pendapatan bagi negara. Sebagai contoh temuan Habibie dalam bidang teknologi pesawat, telah memberikan kontribusi kepada negara

Majalah Unesa

melalui pajak kekayaan. Jika banyak warga negara yang memiliki paten dan temuannya sangat dibutuhkan banyak orang, tentu akan memberi kontribusi bagi pendapatan negara. Salah satu negara yang memiliki banyak hak paten adalah Jepang. Oleh karena itu Jepang menjadi negara maju, karena hak patennya banyak digunakan diberbagai negara lain. Sedangkan pahlawan keadilan diharapkan muncul dari kalangan penegak hukum. Dalam sistem ketatanegaraan kita, para penegak hukum diberi kewenangan utuk menegakan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sayangnya saat ini kita masih sering menyaksikan ketidakadilan di negeri ini. Para penegak hukum masih mudah disuap dan berperilaku korup. Dalam menjalankan tugas, masih dilandasi oleh berbagai kepentingan. Simbol keadilan yang digambarkan dengan seorang perempuan cantik yang menutup mata dengan tangan memegang pedang, masih sulit ditemukan di negeri ini. Perilaku korup dari aparat penegak hukum masih terjadi disemua lembaga penegak hukum. Dalam era kemerdekaan ini masih banyak dibutuhkan pahlawan, baik dalam bidang kemakmuran maupun keadilan. Siapa saja bisa menjadi pahlawan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pahlawan tidak harus berjuang melawan penjajah, seperti pada era kemerdekaan. Pahlawan juga tidak harus dengan tanda jasa. Pahlawan adalah orang-orang yang memiliki prestasi untuk negeri, pahlawan adalah orang-orang yang mengabdi dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih untuk negeri. Pahlawan adalah orang-orang yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negera di atas kepentingan diri sendiri maupun golongan. Selamat hari pahlawan, semoga kita semua bisa menjadi pahlawan sesuai dengan bidang masing-masing. n

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

21


INSPIRASI

ALUMNI

Fatkhur Rohman, S.Pd., M.Si

MANTAN AKTIVIS YANG JADI KOMISIONER KPU BOJONEGORO TERJUN DI DUNIA POLITIK, MENJADI BAGIAN DARI PERJALANAN HIDUP FATKHUR ROHMAN. KETERTARIKANNYA DI DUNIA POLITIK MENGANTARNYA MENJADI KOMISIONER KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)KABUPATEN BOJONEGORO PERIODE 2014-2019.

F

atkhur Rahman merupakan alumni S1 PPKn IKIP Surabaya. Sejak kecil, pria kelahiran 20 Januari 1976 itu tumbuh besar di Desa Karangrejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Fatkhur Rahman lahir dari keluarga sederhana. Orang tuanya bekerja sebagai petani. Dia anak ke-3 dari 5 bersaudara. Meski berasal dari keluarga sederhana, orang tuanya senantiasa memiliki prinsip agar semua anaknya dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi sehingga dapat bermanfaat kepada agama, nusa dan bangsa. Rahman, demikian panggilan akrabnya, masuk IKIP Negeri Surabaya

22

tahun 1995. Waktu itu, dia ikut seleksi UMPTN. Pilihan pertama Jurusan PPKn, sedangkan pilihan kedua Jurusan Kepelatihan Olahraga. Dia akhirnya diterima di pilihan pertama, yaitu jurusan PPKn. Rahman mengakui memilih jurusan PPKn karena masih keterkaitan sewaktu SMA yang memilih jurusan A3 (IPS). Secara umum, ujar Rahman, peta pembelajaran PPKn adalah mengenai ideologi, sosial politik, kebangsaan, hukum, globalisasi, ketatanegaraan, hubungan internasional, dan hukum internasional. “Mungkin karena itulah saya terdorong menjadi seorang aktivis dan politikus,” ungkapnya. Pengalaman, ilmu dan berbagai

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

aktivitas sewaktu kuliah masih membekas dalam diri Rahman. Dia tidak dapat pernah lupa pengalaman atau kegiataan berdemontrasi, mulai isu-isu kampus hingga isuisu reformasi. “Di usia 20 tahunan, saya sudah berani berdiskusi, berdemonstrasi menuntut perubahan di Indonesia, dengan tuntutan hapus Dwi fungsi ABRI, cabut paket 5 undang-undang politik, kebebasan pers, naikkan upah buruh/ pekerja sampai turunkan presiden Soeharto,” jelasnya. Sewaktu kuliah, Rahman sangat aktif berorganisasi baik di intra kampus (senat dan UKM) dan ekstra kampus (Ikatan Mahasiswa


INSPIRASI ALUMNI Nama : Fatkhur Rohman, S.Pd., M.Si. Tempat, tanggal lahir : Gresik, 20 Januari 1976 Alamat : RT 12 RW 04 Sukorejo ,Bojonegoro Agama : Islam Riwayat Pendidikan : u SDN 36 Karangrejo Manyar Gresik u SMP Muhammadiyah 5 Bungah Gresik u SMA Negeri Sedayu Gresik u Sarjana Pendidikan (PPKn) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) u Pasca Sarjana Ilmu Sosial Unair Surabaya Riwayat Organisasi : u Ketua Senat Mahasiswa IKIP Negeri Surabaya (1998 – 1999) u Sekretaris Serikat Tani Nasional (STN) Jawa Timur (2001 – 2003) u Sekretaris Pergerakan Indonesia (PI) Jawa Timur (2005– 2009) u Ketua Lembaga Kajian Hukum & Advokasi Sosial (Lekhas) Bojonegoro (2007-2014) Riwayat Pekerjaan : u UD Betty Collection Bojonegoro u Anggota KPU Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur (2014 – 2019)

Saya sangat berterima kasih bisa kuliah di IKIP Negeri Surabaya. IKIP Negeri Surabaya telah memberikan pengalaman yang sangat berarti dalam kehidupan saya. Selain ilmu, pengalaman yang sangat berarti dan bermanfaat bagi kehidupan saya adalah menjadi aktivis, ikut kegiatan kemahasiswaan mulai demo sampai aktif di senat.”

Muhammadiyah (IMM) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Dan, advokasi atau pendampingan petani di Jawa Timur. “Saya sangat berterima kasih bisa kuliah di IKIP Negeri Surabaya. IKIP Negeri Surabaya telah memberikan pengalaman yang sangat berarti dalam kehidupan saya. Selain pengalaman ilmu, pengalaman yang sangat berarti dan bermanfaat bagi kehidupan saya adalah menjadi seorang aktivis, ikut kegiatan kemahasiswaan mulai dari aktivis demonstrasi sampai aktif di senat mahasiswa,” paparnya. Rahman sadar bahwa seorang aktivis sering dipersepsikan negatif. Mulai jarang kuliah, IP rendah, tidak lulus, kerjaanya demonstrasi, dan sebagainya. Ternyata, tidak semua aktivis selalu begitu. Rahman termasuk mementahkan persepsi negatif tersebut. Dia berhasil kuliah tepat waktu, bisa melanjutkan S2 sampai bisa lulus. “Sewaktu saya kuliah di IKIP Negeri Surabaya ada dua dosen

yang meluangkan waktunya untuk membimbing, berdiskusi mulai materi kuliah, organisasi gerakan mahasiswa, gerakan sosial yaitu Prof. Warsono, MS (kini rektor Unesa) dan Tamsil Rahman, SH. Sarjana Pendidikan yang Terjun di Dunia Politik Awal masuk ke dunia politik, Rahman bergabung di organisasi Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) pada 1995. Saat itu, dia dan kawan-kawannya menghendaki perubahan di Indonesia dengan tuntutan hapus Dwi fungsi ABRI, cabut paket 5 undang-undang politik, kebebasan pers, naikkan upah buruh/pekerja sampai turunkan Presiden Soeharto. Aktivitas diskusi dan demonstrasi pada saat itu, membuat dia semakin yakin memilih jalur politik. Respons orang tuanya terhadap aktivitas selama ini sangat mendukung, karena menganggap jalur politik yang diambil merupakan pilihannya sendiri. Tentu, dengan

Majalah Unesa

segala risiko yang didasarkan atas pengalaman ilmu (kuliah S1 PPkn, S2 IIS) dan aktivitas/organisasi. Banyak suka maupun duka dalam aktivitasnya saat ini. Di perpolitikan, khususnya di KPU sangat dinamis, sehingga menjadi sangat menarik bagi aktivitasnya saat ini, baik dengan partai politik, masyarakat, pemerintah dan ada regulasi/ perundang-undangan. “Prinsipnya harus tetap belajar dan belajar karena regulasinya mengalami perubahan cukup dinamis, dan yang dihadapi itu parpol, masyarakat, pemerintah jadi independensi dan profesionalitas yang tinggi,” jelasnya. Pilihannya terjun di politik membuahkan hasil. Dia terpilih menjadi Komisioner KPU Kabupaten Bojonegoro periode 2014-2019. Pilihannya menekuni jalur politik itu didasarkan pada faktor disiplin ilmu yang dimiliki yaitu S1 PPKn dan S2 Prodi Ilmu-Ilmu Sosial. “Di samping itu, saya suka berorganisasi,” ungkapnya.. Jika dirunut ke belakang, sepak terjangnya menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bojonegoro tidak lepas dari pengalamannya di masa lalu. Sebelum menjadi seperti ini, di kala masih muda dulu, dia aktif di berbagai organisasi, diantaranya, OSIS, Pramuka, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Selain itu pula, alumni S1 Prodi PPKn angkatan 2000 ini sempat mengalami suka dan duka menjadi remaja yang tinggal di desa. “Di desa saya, fasilitas pendidikan kurang memadai, sehingga saya melanjutkan studi di luar kecamatan. Oleh karena itu, saya harus ekstra belajar agar saya tidak kalah dengan murid-murid dari daerah sekitar,” ungkapnya. Sebagai alumni IKIP Negeri Surabaya yang berprofesi sebagai seorang komisioner KPU, pasti ada saja tantangannya. Namun semua itu harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan kecermatan. “Alhamdulillah, lancar-lancar saja. Kalau ada masalah, harus segera diselesaikan, jangan menunda-nunda waktu,” tandasnya. n(RUDI UMAR)

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

23


KABAR

MANCA

Kembali ke Bremen, Jerman (bagian 3)

TRANSPORTASI KOTA DAN CARA MAKAN Beberapa kali datang dan tinggal di Bremen tak membuat orang bosan. Suasana kota dengan sarana transportasi berupa trem dan bus yang aman dan nayaman serta kultur budayanya membuat siapa saja ingin datang dan datang kembali. Berikut lanjutan tulisan Prof Muchlas Samani tentang pengalaman hidup di Bremen untuk Kabar Manca Majalah Unesa

S

ejak datang saya memutuskan akan menggunakan tram dan bus untuk transportasi selama di Bremen. Sejak lama tram dan bus di Bremen dikenal baik, bahkan kadang-kadang orang menyebut Bremen adalah sekumpulan desa yang terhubung dengan tram dan bus. Alasan lain yang juga sangat penting yaitu murah-meriah. Setelah lebih seminggu menggunakan, saya ingin berbagi cerita tetang angkutan masal itu. Siapa tahu dapat menjadi gambaran bagi warga Surabaya yang konon akan segera punya tram lisrik. Secara umum semua lokasi di Bremen terjangkau oleh jalur tram dan atau bus. Rumah penduduk yang yang terjauh dengan jalur tram dan atau bus,

24

mungkin hanya memerlukan 20 menit jalan kaki untuk mencapai jalur tram terdekat. Tram dan bus menggunakan jalur yang sama. Artinya ada bus yang jalannya menggunakan jalur tram, walaupun ada jalur bus yang tidak dilewati tram. Jadi jumlah jalur bus lebih banyak dibanding jalur tram. Bus dan tram lewat setiap 10 menit sekali dan ada jadwal yang tertulis di setiap halte pemberhentian. Jadi penumpang dapat mengetahui tram nomor berapa dan atau bus nomer berapa yang lewat dan jam berapa akan berhenti di halte itu. Dengan demikian penumpang dalam mengatur waktu agar tidak terlalu lama menunggu dan sebaliknya tidak tertinggal tram atau bus yang diinginkan. Tram dan bus beroperasi

| Nomor: 99 Tahun XVII -November 2016 |

Majalah Unesa

sampai jam 22.00. Untuk pergi ke suatu tempat, sangat mungkin kita harus pindah tram dan atau bus. Misalnya dari apartmen di Olgastrasse ke kampus ITB Bremen University, saya harus naik tram no 10 dari halte St Jorgenstrasse ke arah Gropelingen, turun di HBF (stasiun sentral) dan ganti tram no 6 jurusan Universitat, turun di halte Universitat Nord. Melalui internet, kita dapat mengetahui tram atau bus jalur berapa yang lewat suatu tempat dan dimana harus ganti tram atau bus untuk mencapai lokasi yang dituju. Di situ juga tertulis perkiraan waktu yang diperlukan. Namun bagi pendatang baru, seperti saya, stasiun sentral (HBF) merupakan lokasi terbaik untu ganti tram atau bus, karena


KABAR MANCA Berapa ongkos naik tram atau bus? Tram dan bus dianggap sama, sehingga tiketnya juga sama. Kita dapat membeli tiket sekali jalan, harganya 2, 75 euro. Kita juga dapat membeli tiket satu hari yang dapat digunakan kemana saja selama dalam satu hari. Harganya 7,75 euro.

banyak pilihan. Apalagi ketika tram dan bus akan berhenti di HBF, ada pengumuman dalam bahasa Inggris yang mengatakan, di stasiun sentral Anda dapat pindah ke layanan tram atau bus atau ke kereta jarak jauh. Ketika naik tram atau bus, kita tidak perlu kawatir salah halte karena ada layar kecil yang menunjukkan peta jalur tram atau bus yang dilewati dan halte yang akan sampai dibunderi besar. Di layar juga tertulis nama halte yang akan datang. Lebih dari itu, ketika tram atau kereta mulai berangkat dari suatu halte akan ada informasi (suara) yang menyebut nama halte berikutnya. Dengan begitu penumpang dapat siap-siap untuk turun. Tidak perlu berdiri, karena tidak banyak penumpang dalam satu gerbong, sehingga walaupun tram dan bus hanya sebentar berhenti, kita tidak akan tertinggal. Mungkin karena setiap 10 menit ada tram atau bus lewat, sehingga orang tida berjubel. Apalagi penumpang tertib turun dan yang akan penumpang baru akan naik jika yang turun sudah habis. Apakah tram dan bus selalu tepat waktu dan tidak pernah terlambat? Selama lebih 1 minggu menggunakan, secara umum tram dan bus datang tepat waktu. Memang pernah terlambat agak lama, seperti yang saya ceritakan ketika saya gagal sholat jum’at. Namun hanya sekali itu yang saya alami. Yang lain selalu tepat waktu, kalau toh terlambat paling satu atau dua menit dan itupun jarang. Di setiap halte juga ada layar yang menunjukkan tram atau bus nomor berapa, jurusan kemana dan kurang berapa menit akan datang. Yang juga sangat menarik pada setiap tram atau bus (busnya gandeng

2-tramnya gandeng 3), gerbong terdepan ada fasilitas untuk orang yang menggunakan kursi roda. Jika ada penumpang berkursi roda penumpang lain akan antri di belakangnya. Ketika itu dari lantai pintu tram atau bus keluar pelat yang menjulur terus ujungnya turun mepet dengan lantau halte. Setelah kursi roda naik ke atas plat, ujung pelat nekuk ke atas, seperti ingin menahan kalau-kalau kursi roda mundur. Di dalam tram juga ada tempat duduk yang dikhususnya untuk orang tua atau orang sakit dengan diberi tanda (+), mirip palang merah tetapi warnanya biru. Kenyataannya banyak orang duduk di kursi itu, namun begitu orangtua naik, yang duduk di kursi itu segera berdiri. Selama lebih satu minggu saya belum melihat ada orang sakit, sehingga tidak tahu bagaimana caranya. Yang mungkin cukup merepotkan bagi orang seperi saya, adalah banyak penumpang tram membawa sepeda. Juga banyak orang naik tram atau bus membawa anjing. Walaupun anjing di Jerman sepertinya tidak pernah menggonggong dan juga tidak ada yang mulutnya menganga sambil menjulurkan lidah, tetap saja saya risi. Saya mencoba mengamati sopir tram atau bus. Ternyata banyak yang wanita. Perkiraan saya sekitar separoh sopir tram atau bus di Bremen wanita. Mengapa begitu? Apakah pekerjaan sebagai sopir tram dan bus dianggak tidak berat? Apakah itu bentuk emansipasi? Jujur saya tidak tahu dan juga belum pernah bertanya kepada teman di Jerman. Berapa ongkos naik tram atau bus? Tram dan bus dianggap sama, sehingga tiketnya juga sama. Kita

Majalah Unesa

dapat membeli tiket sekali jalan, harganya 2, 75 euro. Kita juga dapat membeli tiket satu hari yang dapat digunakan kemana saja selama dalam satu hari. Harganya 7,75 euro. Kita juga dapat memberli tiket mingguan seharga 21,70 euro. Tinggal pilih mana yang lebih efisien. Saya memilih yang mingguan, karena setiap hari harus pulang balik dan gantu tram 2 kali. Dengan gambaran seperti di atas itulah yang mungkin menyebabkan banyak “orang kelas menengah” menggunakan tram atau bus untuk bekerja. Dr. Pekka Kamarainen peneliti senior di ITB dan menjadi partner penelitian saya – juga menggunakan tram. Saya juga sering melihat orang naik tram atau bus dengan memakai jas lengkap dengan dasi. Apakah ada pemeriksaan tiket? Selama di Jerman, ini yang keempat, saya belum pernah tahu ada pemerisaan tiket. Yang pernah saya alami hanya sekali, di Belanda ketika naik kereta dari Groningen ke Amsterdan bersma Bu Kisyani dan Pak Ketut Budayasa. Yang pasti, ketika membeli tiket mingguan di kios di HBF, saya harus antre karena banyak yang juga membeli. BELAJAR MAKAN “KOYO LONDO” Kali ini saya di Eropa selama 3 minggu dan bekerja penuh sebagai peneliti tamu di Institut Technik und Bildung (ITB)-Universitat Bremen. Anggaran yang diberikan oleh Unesa cukup tetapi juga tidak mubrumubru, sehingga saya harus berusaha berhemat. Apalagi saya mengajak istri, sehingga tentu ada tambahan pengeluaran. Memang, di satu sisi bisa berhemat karena istri masak sendiri untuk sarapan dan makan malam, tetapi untuk makan siang saya harus makan di kantin universitas yang untuk ukuran Indonesia cukup mahal. Di samping itu tentu harus menemani jalan-jalan pada hari Sabtu dan atau minggu, yang tentu memerlukan biaya. Apalagi akan bosan jika selama 3 minggu terus makan malam di rumah. Istri saya membantu mengatur bagaimana berhemat, agar uang yang

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

25


KABAR

MANCA

[FOTO DOKUMENRASI DWI IMROATU]

HIDANGAN: Beginilah nuansa meja makan ala orang Barat (Eropa). Kadang orang Indonesia harus menyesuaikan dengan menu dan hidangan yang ada di sana.

diberi Unesa cukup dan tidak perlu nombok. Ternyata harus makan “gaya londo”, karena bahan untuk membuat makanan gaya Indonesia jauh lebih mahal. Apalagi jika harus membeli di restoran, kantong dapat kobol-kobol. Di kantin universitaspun, makanan yang mirip di Indonesia, misalnya “kareyang mirip kare ayam di Surabaya” harganya minta ampun. Oleh karena itu, ya terpaksa di rumah maupun di kampus belajar makan “koyo londo”. ITB adalah sebuah research center, walaupun juga mengelola program pendidikan Vokasi untuk S1 S2 dan S3. Namun programnya bersifat inter faculty, sehingga ITB lebih banyak berperan sebagai “perancang program-pengatur skenario”, sedangkan matakuliah banya diambil di fakultas yang relevan, misalnya matakuliah tentang “mesin” mahasiswa menempuh di Fakultas Metal and Production Engineering, matakuliah Pedagogy (general) mahasiswa menempuh di Faculty of Education. Jadi hanya matakuliah pendidikan vokasi yang ditempuh di ITB. Jumlah mahasiswapun juga sedikit, hanya sekitar 10 oarng setiap angkatan S1 dan S2 (karena programnya menerus). Jadi secara total hanya ada sekitar 50 orang mahasiswa. Akibatnya, suasana di ITB mirip research center dibanding fakultas yang ada banyak mahasiswa.

26

Mungkin karena itu, sehingga di kompleks gedung ITB tidak ada kantin. Untuk makan siang staf ITB (termasuk saya) harus ke kantin kampus induk yang berjarak sekitar 0,5 km, menyeberang jalan di depan gedung ITB, melewati kompleks Internatinal School dan taman kampus. Sepertinya itu kantin “kelas dosen”, buktinya yang makan disitu sebagai besar staf dan sangat jarang ada mahasiswa. Karena ingin belajar makan gaya Eropa dan daftar menu berbahasa Jerman, saya harus bertanya kepada Dr. Pekka Kamaranain-counterpart saya di ITB, apa bahasa Inggris-nya makanan yang ada di daftar menu. Untunglah Pak Pekka-begitu saya memanggil, sabar dan selalu menterjemahkan. Memang orang Finlandia itu seorang peneliti senior yang sudah biasa menjadi counterpart peneliti tamu, sehingga tahu apa yang harus dilakukan untuk “partner asingnya”. Hari pertama, saya makan siang dengan salad plus chicken wings (sayap ayam). Porsinya sangat besar, satu piring besar penuh berisi sayuran, tomat, butiran jagung rebus dan sayap ayam yang sudah digoreng. Semua itu disiram dengan minyak zaitum. Bagaimana rasanya? Ya, begitulah. Saya tidak dapat menjelaskan. Dimakan saja, anggap saja belajar makan gaya londo.

| Nomor: 99 Tahun XVII -November 2016 |

Majalah Unesa

Hari kedua, saya makan pasta dicampur daging dan tomat. Dagingnya besar-besar, tomatnya cukup banyak. Jadi satu piring besar penuh. Kalau kemarin, saya mampu menghabiskan salad dengan saya ayam, ternyata pada hari kedua saya tidak mampu menghabiskan makan siang. Bagaimana rasanya? Sekali lagi, saya tidak dapat menjelaskan. Yah, dimakan saja. Toh saya harus belajar makan menu seperti itu. Hari ketiga saya makan salad lagi, tetapi tidak degan sayap ayam, melainkan dengan ikan tuna yang sudah dicincang. Semula, ketika Pak Pekka menterjemahkan menu, saya kira ikan tuna yang dipotong terus digoreng. Ternyata ikan tuna yang direbus terus dihancurkan. Bagaimana rasanya. Yah lumayan, walupun tidak seenak salad dengan sayap ayam yang digoreng. Begitulah makan siang di kantin kampus. Bagaimana dengan sarapan? Supaya mudah, kami-saya dengan istri-cenderung sarapan roti tawar yang dipanggang dengan diberi keju atau selai. Kadang-kadang juga diberi telor dadar atau daging yang direrbus digoreng dengan mentega. Maklum tidak punya minyak goreng.. Di samping itu minum kopi susu dan makan pisang cavendis. Untuk makan malam, kadang-kadang makan mie bawaan dari Indonesia, dan yang sering makan kentang rebus dengan daging yang digoreng, plus sayuran ala Jerman. Masaknya diakali bermacammacam, tetapi bahannya ya itu-itu saja. Jadilah, selama hampir 2 minggu ini tidak pernah makan nasi. Ternyata perut kami dapat menyesuaikan diri. Keterpaksaan tampaknya membuat kita survive ya.n BERSAMBUNG Ditulis oleh Prof. Dr. Muchlas Samani, Gurus Besar Fakultas Teknik Unesa.


KABAR SM3T Catatan SM-3T dari Dompu (Bagian 3 - Habis)

Drama Satu Babak

Persoalan dan kejadian dicatat Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd selama bertugas di Dompu yang berurusan dengan kegiatan SM3T. Berikut catatan tulisan bagian terakhir yang dibagikan melalui majalah Unesa.

RITUAL: Berfoto seakan menjadi ritual khusus setiap mengunjungi daerah 3T. Ada kebanggaan saat bisa bersama mereka yang konsen dalam mendidik anak negeri di pelosok negeri.

S

elepas acara serah terima, Pak Nuril menawari saya bersama beliau menuju Pekat, tempat terjauh yang merupakan lokasi penugasan beberapa peserta SM-3T. Saya menyetujui, tetapi driver yang membawa saya ragu, karena hari sudah terlalu sore,

menjelang maghrib. Dia bilang, “bisabisa tengah malam kita baru tiba kembali ke sini, bu.” Saya pun meminta maaf pada Pak Nuril karena tidak bisa bersama-sama beliau mengantarkan para peserta SM-3T ke Pekat. Sepertinya hari ini saya tidak terlalu bersemangat ‘berpetualang’. Kondisi

Majalah Unesa

tubuh yang tidak terlalu fit membuat saya memilih tinggal di Kota Dompu saja. Selepas maghrib, Nur, adik angkatan saya di Himapala, lulusan Pendidikan Teknik Sipil Unesa, dan guru SMK 1 Woja, mengunjungi saya di hotel tempat saya menginap. Saya

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

27


KABAR

SM3T

dibawakan saya sekantung besar makanan khas Dompu, termasuk sejerigen dan sebotol madu. Juga Kue karoto sahe dan kue kahangga khas Dompu yang manis, legit, dan gurih. Sebelumnya, Ibu Firdan, bibinya Arifuddin, salah seorang alumni PPG SM-3T, sudah membawakan saya madu, lengkap dengan telur lebahnya, setoples plastik ukuran tanggung. Wah, saya bisa buka toko madu nih di Surabaya. Madu asli Bima dan Dompu lagi. Nur, seperti saudara saja bagi kami, saya dan suami. Begitulah kami para anggota Himapala. Di mana pun berada, kami akan saling mencari dan berusaha untuk bisa bertemu. Nur biasa kami panggil Dompu. Itu memang panggilannya di Himapala. Nama aslinya, Noerlaila Wahida, sering kami lupakan. Sekadar cerita, sebelumnya saya sendiri mengira namanya memang Dompu. Ternyata itu hanya julukan Nur saja yang diberikan oleh teman-teman Himapala, semata-mata karena dia berasal dari Kabupaten Dompu. Saya sendiri baru mengenal bahwa Dompu adalah nama sebuah kabupaten, beberapa tahun belakangan ini. Pelajaran geografi saya memang payah. Saya memilih Dompu ini pun, salah satu pertimbangannya karena ada Nur di sini. Selain, tentu saja, karena saya belum pernah ke Dompu. Juga, Dompu adalah satu-satunya kabupaten di NTB yang digunakan sebagai wilayah penugasan SM-3T angkatan VI. Satu pertimbangan penting lagi, adalah karena Dompu merupakan kampung halaman Syahru Romadhon. Malam ini saya bersama Nur mengunjungi keluarga Syahru Romadhon. Syahru adalah mahasiswa PPG Unesa angkatan ke-3 yang meninggal di asrama pada Maret 2015 yang lalu. Waktu itu, Syahru baru dua minggu tinggal di asrama Kampus Unesa Lidah Wetan. Saya memanggilnya ke ruangan, dan saya tanyakan kabar tentang ayahnya yang sakit keras. Saya tahu ayah Syahru sakit karena saat masih bertugas di Mamberamo Tengah sebagai guru SM-3T, Syahru sempat

28

SEPERTI SIDAK: Penulis sedang mengunjungi sebuah sekolah didampingi Tim SM3T dan disambut guru dan pejabat dinas setempat.

minta izin pulang awal karena ayahnya kritis. Nah, seminggu setelah saya memanggilnya itu, anak muda yang patuh dan pendiam itu meninggal di kamar asrama, pagi hari setelah dia menunaikan salat dhuha dan dalam keadaan sedang membaca Alquran. Semoga Allah SWT memberinya khusnul khotimah. Siang harinya, jasad Syahru divisum di RSUD Dr. Soetomo, malamnya disalatkan di Masjid Kampus Lidah Wetan, dan pagi diterbangkan ke Dompu, NTB. Saya sendiri tidak bisa mengantarkan jenazahnya karena tidak ada penerbangan ke Bima waktu itu. Namun Pak Heru dan Pak Rahman, serta salah satu saudara sepupu Syahru yang kuliah di ITS, mendampingi jenazah Syahru ke kampung halamannya. Mereka terbang dari Surabaya menuju Lombok, dan lanjut menyeberang ke Bima dengan kapal laut. Pesawat yang menuju Bima adalah pesawat ATR, sehingga bagasinya terlalu kecil untuk memuatkan peti jenazah. Dari Bima, jenazah diangkut mobil ambulans menuju Dompu. Saat ini, saya sudah berada di depan rumah keluarga Syahru. Ummi Ros, ibunda Syahru, dan juga bapaknya yang baru pulang dari masjid, menyambut kedatangan saya dan Nur. Dua adik Syahru juga ada bersama mereka. Tak berapa lama,

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

nenek Syahru serta paman dan bibinya, bergabung. Saya dengan segala pemahaman saya, menyampaikan rasa syukur karena bisa mengunjungi abah dan ummi-nya Syahru. Kami duduk di atas tikar, ngobrol, berbasa-basi, sampai kemudian Ummi Ros tiba-tiba bertanya. “Sebentar, apakah ini Ibu Luthfi?” Oh Tuhan. Saya baru sadar, belum memperkenalkan diri sejak datang saya sekitar sepuluh menit lalu. Jadi sejatinya keluarga ini tidak tahu mereka sedang berbicara dengan siapa. Saya terlalu percaya diri dengan mengira mereka sudah mengenal saya cukup baik. “Ya, Ummi, betul. Saya Luthfiyah.” Dan seperti dikomando, tiba-tiba tangis pecah di ruangan kecil itu. Ummi Ros menghambur ke pelukan saya dan melepaskan tangis dan sedu-sedannya. Lelaki tua itu, sang Abah, bangkit dari duduknya sambil menutup mukanya. Dua adik Syahru menundukkan kepala dalam-dalam dengan muka memerah. Nenek, paman dan bibi Syahru, dengan isaknya masing-masing. Saya pun tak kuasa menahan air mata yang membanjir. Nur terpukau memandang semuanya. Tak menyangka akan menyaksikan drama satu babak yang begitu dramatis. Sampai akhirnya semuanya bisa menguasai diri dan suasana mulai berangsur normal meski diliputi kesedihan mendalam.


KABAR MANCA Malam merangkak pelan dan saya berpamit pada keluarga sederhana itu setelah menyerahkan sekadar oleh-oleh dan santunan. Sebongkah rasa syukur menyeruak. Ya Allah, hanya karena kehendak dan izin-Mu, saya bisa berada di sini. Bersilaturahim dan berjumpa dengan orang-orang tabah yang dari mereka saya bisa belajar tentang keikhlasan dan kepasrahan. Syahru Romadhon adalah anak pertama di keluarga itu. Lulusan Prodi Pendidikan Matematika IKIP Mataram, lantas mengikuti Program SM-3T Unesa, bertugas setahun di Mamberamo Tengah, Papua. Menjadi tumpuan dan tulang punggung keluarga. Selama di tempat penugasan, insentif bulanannya disisihkan untuk menopang kebutuhan keluarga, termasuk membeli obat-obatan untuk ayahnya yang sakit paru-paru. Umi Ros, ibunya, adalah mantan TKW di Arab Saudi, makanya dipanggil ‘Ummi’, sebutan yang lazim bagi perempuan yang sudah berhaji. Kedua adiknya masih bersekolah di pendidikan menengah. Tinggal di rumah kecil dengan perabot sederhana, dengan

ibunya yang berdagang kecil-kecilan, memang berat bagi keluarga tersebut untuk hidup dengan layak. Kepergian Syahru yang menjadi tumpuan keluarga menjadi pukulan berat. Apa lagi dalam kondisi Syahru sedang berada di rantau dan masih sempat mengobrol dengan abah ummi serta adik-adiknya semalam sebelum kepergiannya. Rasa kehilangan yang mendalam itu membuat Ummi Ros sangat sering menghubungi saya untuk menumpahkan kesedihannya. Tanpa pernah mengenal saya secara fisik, Ummi Ros mengenali suara saya. Saat dia menyadari bahwa yang ada di hadapannya adalah saya, juga karena dia mengenal dari suara saya. Malam merangkak pelan. Saya

pamit pada keluarga sederhana itu setelah menyerahkan sekadar oleholeh dan santunan. Sebongkah rasa syukur menyeruak. Ya Allah, hanya karena kehendak dan izin-Mu, saya bisa berada di sini. Bersilaturahim dan berjumpa dengan orang-orang tabah yang dari mereka saya bisa belajar tentang keikhlasan dan kepasrahan. Sementara Pak Nuril dan para peserta SM-3T sedang berada di tengah perjalanan menuju tempat tugas mereka, di hotel, bersama Prof. Sukirno, Pak Marsidi, dan Nur, saya merencanakan perjalanan kunjungan ke sekolah besok pagi. SMK 1 Woja, sekolah tempat Nur bertugas, akan menjadi salah satu sekolah yang kami kunjungi. Di sana ada dua peserta SM3T yang ditugaskan. Dua sekolah yang lain juga akan kami kunjungi, sebelum besok siang, kami tim pendamping akan terbang kembali ke tempat tugas masing-masing. Dompu, cukuplah kukenal kau dari kesahajaanmu, kehangatanmu, keramahanmu Meski ada bait-bait luka yang menggores dan menghunjamkan lara Aku ingin kau bangkit dan berdiri dengan gagah perkasa seperkasa Tambora Menyambut masa depan yang indah seindah padang savana Kau pantas menikmati manisnya kehidupan sebagaimana manisnya karota sahe dan kahangga Sesekali pedihnya perjuangan mesti kau sesap sebagaimana kau sesap pedasnya minasarua Selalu ada gurihnya masa-masa seperti gurihnya kelapa dan jagung ketan di Taman Amahami dan Jalan Panda Juga orang-orang yang senantiasa berujar ‘sentape’ dan ‘lemboade’, itulah kau dengan segala kemurah-hatian dan kerendah-hatian Dompu, saatnya kau dikenal sebagai negeri kecil ‘Kota Tepian Air’ yang murni dan damai bak nirwana. n

BERSAMA SISWA: Penulis menyempatkan diri foto bersama sejumlah siswa setempat yang antusias menerima kunjungan Tim SM-3T.

Majalah Unesa

Ditulis oleh Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela M.Pd, Gurus Besar Jurusan PKK, FT Unesa.

| Nomor: 99 Tahun XVII - Nobember 2016 |

29


ARTIKEL

WAWASAN

PENDIDIK HUMANIS BERSPEKTIF PSIKOLOGI HUMANISME MASLOW DAN ROGER Oleh ANAS AHMADI*)

alam kaitannya dengan pendidikan, psikologi banyak memberikan kontribusi, misal dalam bidang psikologi pembelajaran, psikologi perekrutran mahasiswa, psikologi perekrutan dosen, dan psikologi perekrutan tenaga akademik. Psikologi tersebut bisa digunakan secara praktis, yakni untuk mengetes kompetensi psikologis individu yang masuk ke perguruan tinggi. Jika dilakukan tes psikologi yang benar, terciptalah individu yang humanis. Pendahuluan Pendidikan jika merujuk pada kerangka psikologi masuk dalam tiga ranah, yakni pemikiran psikologi positivisme, psikologi behaviorisme, dan psikologi humanisme. Psikologi positivisme, misal eksistensialisme, berpandangan bahwa anak didik bisa menjadi pandai atau tidak disebabkan karena diri mereka sendiri, bukan orang lain. Psikologi behaviorisme berpandangan bahwa peserta didik bisa pandai atau tidak karena ada treatment dari lingkungan (environment). Psikologi humanisme berpandangan bahwa anak didik bisa pandai atau tidak disebabkan oleh diri sendiri (self) ataupun lingkungan (environment). Psikologi positivisme memiliki kelemahan, yakni memandang bahwa kemampuan anak terletak pada faktor internal. Padahal, lingkungan juga berpengaruh.

30

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

Psikologi behaviorisme memiliki kelemahan, yakni berpandangan bahwa kemampuan terletak pada lingkungan. Bertolak dari itu, psikologi humanisme yang dipelopori oleh Abraham Maslow, dkk, mengolaborasikan keduanya, diri dan lingkungan. Untuk itu, aliran ini disebut dengan aliran mazhab ketiga, yang memandang individu sebagai sesuatu yang utuh. Dalam kaitannya dengan pendidikan, psikologi banyak memberikan kontribusi, misal dalam bidang psikologi pembelajaran, psikologi perekrutran mahasiswa, psikologi perekrutan dosen, dan psikologi perekrutan tenaga akademik. Psikologi tersebut bisa digunakan secara praktis, yakni untuk mengetes kompetensi psikologis individu yang masuk ke perguruan tinggi. Jika dilakukan tes psikologi yang benar, terciptalah individu yang humanis.


ARTIKEL WAWASAN Floden & Howe (2007:1) menyebutkan bahwa pembelajaran humanis, jika merujuk pada pemikiran Sartre –seorang filsuf eksitensial— dalam karyanya Nausea, adalah bagaimana seseorang memahami dirinya sendiri dan bagaimana seseorang itu mampu memahami orang lain. Karena itu, sebelum menjustifikasi seseorang, seorang pribadi/individu berusaha berkaca pada dirinya sendiri. Manusia dalam konteks pendidikan dan humanisme adalah sebuah kebersalingan. Seorang pendidik diharapkan mampu menjadi seorang pendidik yang humanis dalam rangka mencipta manusia yang humanis pula. Seorang pendidik dalam ranah pendidikan tinggi juga perlu memahami, mengenali, dan mempraktikkan humanisme di kampus. Mengapa demikian? Agar hal-hal yang di luar kehumanismean di kampus tidak muncul, misal saja, seorang pendidik yang memukul mahasiswanya, seorang pendidik yang menghina mahasiswa, seorang pendidik yang melakukan tindak asusila kepada mahasiswanya, dan seorang pendidik yang tidak memahami kompetensi kependidikannya, seorang pendidik yang tidak memahami keinginan mahasiswanya. Untuk itu, dalam tulisan ini dipaparkan psikologi humanisme Maslow dan Roger yang dihubungkaitkan dengan seorang pendidik. Psikologi Humanisme Abraham Maslow dan Pendidikan di Indonesia Psikologi humanistikdianggap sebagai psikologi yang holistis. Keholistisan itu, pandangan Maslow menyangkut faktor internal dan eksternal manusia. Seorang manusia atauilmuwan haruslah memunyai rasa aman, percaya diri, dan berjiwa sehat agar memiliki persepsi yang baik tentang realitas yang sedang diselidikinya. Seorang ilmuwan harus mendekati persoalan-persoalan dengan hati dan pikiran yang terbuka.

Dalam kaitannya dengan psikologi humanisme, Maslow memunculkan teori kebutuhan bertingkat, yakni (1) phsycological needs, (2) the safety needs, (3) the belongingness and love needs, (4) the esteem needs, (5) the needs for selfactualization (Maslow, 1978:12--20). Ia harus berorientasi pada masalah bukan berorientasi pada selera pribadi dan kepentingan pribadi. Sebagai seorang psikolog, manusia harus lebih berpikiran filosofis, lebih kreatif, lebih luwes, lebih intuitif, dan mampu melihat realitas secara keseluruhan dengan bagus dan mampu meneliti psike manusia secara menyeluruh bukan bidang per bidang (Hall dan Linzey, 1990:41). Pemikiran tersebut mendorong manusia menjadi sosok yang aktualis (Maslown, 1968:4). Dengan begitu, manusia benar-benar menjadi sosok yang humanis, bukan parsialis, skeptisis, ataupun neurosis. Dalam kaitannya dengan psikologi humanisme, Maslow memunculkan teori kebutuhan bertingkat, yakni (1) phsycological needs, (2) the safety needs, (3) the belongingness and love needs, (4) the esteem needs, (5) the needs for selfactualization (Maslow, 1978:12--20). Teori kebutuhan bertingkat tersebut membentuk sebuah piramida. Urutan paling bawah adalah kebutuhan dasar harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Semakin tinggi piramidanya, semakin bagus karakter seseorang dan mereka bisa mencapai level actualization. Level tertinggi dalam pandangan Maslow adalah self-actualization. Level itullah yang disebut oleh Maslow sebagai peak experiences (pengalaman puncak) (Maslow, 1966:6). Dalam self-actualization, seseorang sudah mencapai perjalanan kebutuhan bertingkat paling tinggi. Dengan demikian, pandangan/ pikiran/tindakan dalam selfactualization tidak semua orang bis melakukannya. Ada beberapa karakter yang dimunculkan oleh seorang yang humanis, yakni

Majalah Unesa

kesabaran, kebaikan, kespontanan, kesederhanaan, kemandirian, kreativitas, realistis, humorisfilosofis, kreatif, apresiatif, cinta pada lingkungan, objektif, demokratis, hubungan sosial tinggi, solidaritas tinggi, dan memiliki pandangan futuristis. Beberapa karakter tersebut menunjukkan seseorang yang sudah mencapai self-actualization. Meskipun demikian, seseorang yang sudah bisa mencapai self-actualization, tetapi belum sepenuhnnya karakter-karakter humanis tersebut dilakukan, mereka sudah terkategorikan dalam selfactualization, namun belum mencapai tataran yang optimal. Seorang pendidik dalam perguruan tinggi juga demikian adanya. Jika seorang pendidik memiliki karakter humanis, yakni kesabaran, kebaikan, kespontanan, kesederhanaan, kemandirian, kreativitas, realistis, humoris-filosofis, kreatif, apresiatif, cinta pada lingkungan, objektif, demokratis, hubungan sosial tinggi, solidaritas tinggi, dan

| Nomor: 98 Tahun XVII - November 2016 |

31


ARTIKEL

WAWASAN

memiliki pandangan futuristis, diakui atau tidak, mahasiswa akan merasa nyaman dalam pembelajaran. Mahasiswa dalam perkuliahan benarbenar merasakan bahwa pembelajaran yang mereka ikuti adalah pembelajaran yang humanistis, bukan pembelajaran yang model ‘horor’ dan sangat mereka takuti. Psikologi Humanisme Roger dan Pendidikan di Indonesia Jika psikologi humanistik Maslow lebih mengarahpandangkan pada teori kebutuhan bertingkat dan selfactualization dalam pembelajaran, psikologi humanistik Roger mengarah pada keselarasan. Dalam hal ini, psikologi Rogerian memandang seseorang sebagai individu yang sehat. Karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran, seorang pendidik adalah sosok terapis dan mahasiswa adalah kliennya. Namun, satu hal yang agak berbeda, psikologi Rogerian disebut dengan psikologi humanistik kontemporer sebab mereka

32

Konsep uncounditional positive regarddalam kaitannya dengan pembelajaran di perguruan tinggi sangatlah dibutuhkan oleh seorang pendidik. Dalam pembelajaran, seorang pendidik harus mampu memahami uncounditional positive regard dan mempraktikkannya. beranggapan bahwa terapis dan klien memiliki kedudukan yang sama dalam hal ‘pemecahan masalah’ (Hall & Linzey, 1990:129). Teori yang terkenal dari Roger adalah psikologi personality dan psikologi interpersonal (Patterson, 1977:10—11). Psikologi personality dalam kaitannya dengan personal/ individu untuk menjadi humanis, sedangkan psikologi interpersonal berkait dengan hubungan seseorang dengan dunia sekitarnya. Dalam kaitannya dengan humanisme, psikologi humanistik Rogerian memunculkan istilah uncounditional positive regard (penghargaan positif tanpa syarat), undefensif, dan harmonization. Konsep uncounditional positive regarddalam kaitannya dengan pembelajaran di perguruan tinggi sangatlah dibutuhkan oleh seorang pendidik. Dalam pembelajaran, seorang pendidik harus mampu memahami uncounditional positive regard dan mempraktikkannya. Seorang pendidik harus mampu mempraktikkan dalam memberikan penghargaan yang postif pada mahasiswanya. Melalui hal itu, mahasiswa merasa menjadi seorang individu yang dimanusiakan oleh

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

pendidik. Selain konsep uncounditional positive regard, seorang pendidik juga harus memiliki sikap undefensif dan harmonisasi. Melalui ketiganya, seorang pendidik akan menjadi pendidik yang benar-benar humanis. Kehumanisan tersebut muncul sebab seorang pendidik mengajar dengan penghargaan yang tinggi pada mahasiswa, sikap undefensif dalam pembelajaran/pemberian materi ajar pada mahasiswa, dan hubungan psikologis yang harmonis dan tulus dalam pembelajaran. Simpulan Pembelajaran berbasis humanisme sangatlah diperlukan. Karena itu, Indonesia memerlukan seorang pendidik --di Perguruan Tinggi— yang mengenali, memahami, dan mempraktikkan humanisme. Untuk itu,seorang pendidik harus memahami psikologi humanisme Maslow ataupun psikologi humanistik Roger. Jika seorang pendidik menerapkan pembelajaran dengan konsep psikologi humanistik Maslow ataupun Roger, pembelajaran benar-benar menjadi pembelajaran yang humanis. Daftar Rujukan Hall, C.S. & Linzey, G. 1990. Teori Holistik. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius. Floden, H.E. & Howe, K.R. 2007. Enhancing Humanity. London: Springer. Maslow, A.H. 1970. Motivation and Personality. New York: Harper. Maslow, A.H. 1968. Toward a Psychology of Being. Princeton: Nostran. Maslow, A.H. 1966. The Farther Reaches of Human Nature. New York: Viking. Patterson, C.H. 1977. Foundations for Theories of Instruction in Educational Psychology. New York: Harper. *) Anas Ahmadi Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unesa


SEPUTAR UNESA KABAR FAKULTAS EKONOMI

Unjuk Kreasi di Managemen Fair 2016 BINCANG BUDAYA DI TVRI

Pengajaran Sejarah Harus Faktual

J J

urusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unesa menyelenggarakan Management Fair 2016. Kegiatan yang dilaksanakan pada Sabtu, malam (26/11) di Gedung Serba Guna (Gema) itu menghadirkan bintang tamu Ananda Vinnie (Jakarta) dan Alfi Reff (Yogyakarta). Selain dihadiri peserta dari Unesa, kegiatan tersebut juga dihadiri peserta dari luar Unesa. Ketua Jurusan Manajemen, Dr. Ulil Hartono, S.E, M.Si mengatakan bahwa management fair merupakan puncak kegiatan Himpunan Mahasiswa (Hima) yang menhadirkan aktivitas-aktivitas kreatif semisal dari perusahaan, seni, dan UKM. “Terima kasih kepada teman-teman di Hima yang sudah berkolaborasi antarjurusan sehingga sukses menyelenggarakan management fair ini,” ungkap Uli dalam kata sambutannya. Ulil menambahkan, tujuan kegiatan ini sangat relevan karena mewadahi berbagai kreasi mahasiswa dalam ajang bazar. Tidak ada hanya dibatasi dari jurusan Manajemen saja, tapi juga melibatkan berbagai perusahaan, seni, dan UKM dari luar. “Semoga acara ini tetap lancar, sukses dan terus jaga kreativitas dengan tetap solid di kepengurusan tahun ini,” ujarnya. Ketua pelaksana, Raino Puibayu menjelaskan bahwa kegiatan ini didasarkan pada niat untuk menghibur masyarakat, khususnya anak remaja, mahasiswa dan umum. Kegiatan ini merupakan salah satu program kerja Hima Manajemen FE Unesa yang terakhir dalam periode kepengurusan tahun ini. “Bazar diikuti 21 stand yang meliputi makanan ringan, minuman, dan lain-lain,” papar Raino. n (SH/SIR/HUMAS)

urusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) menggelar Bincang Budaya di TVRI Jawa Timur pada Minggu (06/11). Bincang Budaya tersebut mempertemukan alumni pendidikan sejarah Unesa untuk mengupas tantangan pengajaran sejarah masa kini dan nanti. Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Ismet Basuki, M. Pd ( Ketua LP3M Unesa), Dr. Agus Supriono, M.Pd., Drs. I Hanan Pamungkas M.A (Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah) dan Fauzan Abadi S.Pd., M.Si. Prof. Dr. Ismet Basuki, M. Pd memulai diskusi dengan memaparkan realitas pendidikan sejarah yang perlu penyatuan fakta sejarah bukan menjadikan sejarah sebagai sebuah hal abstrak bagi peserta didik. Hal ini juga berguna untuk menyatukan pemikiran terhadap sejarah serta menghindari multiple paradigma. “Dalam kurikulum 2013 peranan teknologi sangat berpengaruh, dan seorang guru harus bisa memilah dan memaparkan sejarah yang benar dan tidak menyesatkan,” paparnya. Menurut Prof. Ismet, pengajaran sejarah harus dikembangkan dengan strategi pengajaran menyenangkan bukan lagi pengajaran menghafal yang mengakibatkan siswa bosan. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah narative education menjadi problem solving education sehingga sebuah sejarah mampu memberikan pengajaran terhadap kehidupan di masa sekarang, ataupun masa depan. I Hanan Pamungkas menambahkan, dalam proses pembelajaran, perlibatan peserta didik dalam mengkaji sejarah sangat penting untuk membentuk kepekaan dan inspirasi peserta didik. Selanjutnya, Fauzan Abadi mengemukakan bahwa pesan moral setiap materi sejarah harus membentuk karakter bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya, dan menjadikannya landasan dalam bersikap. “Guru hebat adalah guru yang mampu mendemonstrasikan dan menginspirasi siswa dan menjadi inspirator dalam pengajaran sejarah,” ungkap Fauzan. n (ZAKI/SH)

Majalah Unesa

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

33


CATATAN LINTAS

MENULIS MEMBANGUN BUDAYA

S

alah satu sisi pendidikan adalah pendidikan literasi. Pada praktiknya, aksentuasi diarahkan untuk pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran membaca dan menulis. Dalam membangun kebudayaan dan peradaban, membaca dan menulis adalah keniscayaan yang harus dilakukan sebuah bangsa. Tulisan ini membahas tentang bagaimana menulis mewarnai kebudayaan/peradaban. Sejalan dengan itu, penulis memiliki kedudukan penting dan mulia. Ada sejumlah buku berpengaruh yang berhasil mengubah dunia, karena mereka membuat pembaca berpikir, bersikap, dan bertindak untuk mengubah diri dan sekitarnya. Bagaimana menulis bisa mewarnai budaya? Setidaknya mulai dari ranah gagasan. Gagasan bisa dipengaruhi lewat tulisan (di samping lewat lisan). Ketika gagasan orang terpengaruh, dia siap berubah sejak dari dalam pikiran. Maka, stimulus pikiran akan menggerakkan timbulnya respons tindakan atau praktik budaya. Tindakan ini pada saatnya akan menghasilkan artefak budaya. Ini modal penting bagi peradaban yang bermartabat. Bagaimana nalarnya? Tulisan akan dibaca orang lain, dipahami, serta menginspirasimya. Amat boleh jadi orang tersebut akan menghasilkan karya berikutnya. Ada kontinuitas pengetahuan dalam kewacanaan dari generasi ke generasi. Filsuf Plato, Aristoteles, Ibn Khaldun, dan sebagainya menurunkan banyak filsuf sesudahnya. Einstein juga banyak berutang budi pada Galileo Galilei dan guru-guru filsufnya. Tengoklah, bangsa Athena (pecinta literasi) vs Sparta (pengagung kekuatan otot). Dulu mereka saling bersaing, dan masingmasing percaya akan kemampuannya. Maka, sejarah menyaksikan, bahwa kemasyhuran bangsa Athena yang pecinta literasi masih eksis dan berkembang berkat buku-buku hingga kini. Sedangkan Bangsa Sparta lenyap tanpa sisa. Kekuatan otot, bukan literasi, tidak menyisakan apapun juga.

34

Tengoklah pula, andaikata Gadjah Mada menulis memoar, kita pasti akan bisa mengkaji apa rahasia di balik kehebatan GM. Kehebatan GM menaklukkan wilayah barat hingga Tumasik semasa Tribhuwana Tunggadewi, dan wilayah timur hingga Philipina selatan semasa Hayam Wuruk, hanyalah misteri yang rawan didistorsi dalam kalimat-kalimat sejarah. Mengapa? Tentu, karena tidak ada warisan tertulis dari tokoh legendaris itu. Ya, karena GM tidak menulis memoarnya. Saya membayangkan alangkah hebatnya bangsa Indonesia kini ketika pada masa Majapahit dulu dikembangkan budaya literasi

Tengoklah, bangsa Athena (pecinta literasi) vs Sparta (pengagung kekuatan otot). Dulu mereka saling bersaing, dan masing-masing percaya akan kemampuannya. Maka, sejarah menyaksikan, bahwa kemasyhuran bangsa Athena yang pecinta literasi masih eksis dan berkembang berkat bukubuku hingga kini. sebagaimana Athena semasa Plato, tanah Arab semasa Harun Al-Rasyid, bangsa Mesir, dan sebagainya. Terlebih dengan adanya kolonialisme kuno di negeri ini, kita telah mengalami kiamat literasi, dan betapa sulitnya kita kini bangkit dari kehancuran ini. Dari pelajaran di atas, marilah mencontoh para filsuf dunia, para penulis dunia, dan para penulis negeri ini. Mari mencontoh agamawan yang penulis semisal Hamka, dengan jumlah bukunya di atas 100 judul. Mari mencontoh negarawan yang penulis semisal Soekarno atau Mahatma Gandhi. Mari mencontoh tokoh pluralisme yang penulis semisal Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) atau Cak Nun (Emha Ainun

| Nomor: 99 Tahun XVII - November 2016 |

Majalah Unesa

Nadjib). Masingmasing kita memiliki OLEH MUCH. KHOIRI tokoh penulis yang kita kagumi dan patut diteladani. Maka, mari berguru sepenuh hati pada mereka, dan meneladani karya-karya yang dihasilkannya. Banyak hikmah dan inspirasi yang dapat dipetik. Jika perlu, kita harus lebih bersemangat untuk menulis karya yang lebih baik. Sebagai bangsa marilah sadar untuk bangkit menulis untuk membangun kebudayaan yang lebih baik. Ya, kesadaran adalah sumber bagi kebangkitan itu. Dalam puisinya WS Rendra menyeru: “Kesadaran adalah matahari Kesabaran adalah bumi Keberanian menjadi cakrawala Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.” Mari gelorakan kesadaran untuk menulis artikel, cerpen, puisi, dan sebagainya untuk website/blog, koran, tabloid, majalah, atau buku. Kita sebarkan sebanyak-banyaknya tulisan yang bermutu bagi masyarakat, agar pikiran mereka mendapatkan asupan nutrisi yang bermutu, yang dari mereka juga akan keluar pengetahuan yang bermutu. Maka, mari tegaskan untuk menulis dan terus menulis. Menulis itu hakikatnya siap berperan sebagai agen“kontinuitas”pengetahuan yang mencerahkan dari generasi ke generasi. Mari terus menulis karya bermutu untuk membangun kebudayaan/peradaban yang lebih bermartabat dan berkeadaban. Sebagai penutup, mari camkan ungkapan Pramodya Ananta Toer: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis itu bekerja utk keabadian.” Bukankah menulis itu menyejarah dan melintasi ruang-waktu?* *Tulisan ini versi tulis dari Pidato 52 Tokoh dalam rangka Dies Natalis Unesa ke-52 tahun 2016.




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.