4 minute read

KIPRAH LEMBAGA

Next Article
n LAPORAN KHUSUS

n LAPORAN KHUSUS

AMANAH PERMENDIKBUD, UPAYA WUJUDKAN KAMPUS ZERO KEKERASAN SEKSUAL

Satgas PPKS Unesa dibentuk untuk jalankan Permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

Advertisement

Lingkungan kampus sejatinya harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi sivitas akademika. Termasuk memberikan perlindungan, keamanan dan kenyamanan dari kekerasan seksual maupun pelecehan seksual. Untuk mewujudkan itu, kementerian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi. Unesa menindaklanjuti dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagai upaya mewujudkan kampus zero kekerasan seksual.

Universitas Negeri Surabaya bergerak cepat menyikapi Permendikbud no 30 tentang PPKS. Hal itu dibuktikan dengan dibentuknya Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unesa pada awal Desember 2021 meskipun secara administrasi, perencanaan dan sebagainya dimulai pada awal Januari 2022. “Satgas PPKS Unesa ini merupakan amanat dari Permendikbud nomor 30 tahun 2021 yang mengharuskan kampus memiliki satgas yang dapat melakukan pengawalan sehingga kampus menjadi lingkungan yang aman, nyaman dan tanpa kekerasan seksual,” ujar Ketua Satgas PPKS Unesa, Dr. Mutimmatul Faidah, S.Ag, M.Ag.

Dosen jurusan PKK Fakultas Teknik ini menegaskan bahwa Unesa dengan ‘Growing with Character’ berkeinginan menjadikan proses pendidikan di lingkungan kampus dapat berjalan dengan nyaman, aman, dan tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual. Oleh karena itu, keberadaan satgas sangat penting untuk mewujudkan Unesa sebagai kampus yang aman, nyaman, dan zero kekerasan seksual.

Pembentukan satgas PPKS, terang Mutimmatul tidak lepas dari keberadaan Pusat Gender dan Anak yang menjadi embrio lahirnya satgas ini. Sejak adanya Pusat Gender dan Anak, Unesa sudah mulai melakukan gerakan antikekerasan dan pelecehan seksual. Unesa juga telah melakukan sosialisasi terkait hal tersebut melalui berbagai kegiatan dan pendampingan. “Keberadaan permendikbud ini justru semakin menguatkan perlunya satgas ini,” tandasnya.

Sesuai namanya, Satuan Tugas ini memiliki tugas pokok untuk pencegahan dan penanganan. Upaya pencegahan yang dilakukan, ungkap Mutimmatul, di antaranya dengan melakukan edukasi kepada sivitas akademika, sosialisasi

Ketua Satgas PPKS Unesa, Dr. Mutimmatul Faidah, S.Ag, M.Ag.

Mutimmatul Faidah mengajak semua pihak waspada dan berhati-hati. Sebab, pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi lelaki juga dapat merasakan hal tersebut. “

adanya peraturan rektor terkait hal tersebut, menyusun aturan-aturan, dan infrastruktur yang mendukung upaya pencegahan. Sementara terkait upaya penanganan, PPKS memiliki prosedur yang dimulai melalui proses pelaporan atau pengaduan baik secara langsung melalui sosial media, hotline, rujukan dari prodi, atau penjangkauan.

“Selanjutnya, yaitu tahap investigasi. Tim kami akan mencari, menemukan, mengumpulkan bukti fakta-fakta di lapangan, memanggil korban dan pelaku. Jika membutuhkan assessment psikologi, kami akan lakukan. Kami butuh waktu sekitar 7 hari untuk investigasi,” ungkap dosen kelahiran Gresik tersebut.

Setelah ditemukan adanya titik terang dalam kasus tersebut, tambahnya, maka prosedur selanjutnya adalah pengambilan keputusan. Satgas PPKS akan mengkaji kembali sesuai dengan aturan yang ada meliputi kode etik dosen atau mahasiswa, permendikbud, dan aturan-aturan lainnya. “Setelah pengkajian selesai dilakukan oleh Tim Satgas PPKS, maka prosedur selanjutnya adalah tahap rekomendasi kepada pimpinan,” jelasnya.

Terkait sanksi, Muttimatul menjelaskan bergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Apakah termasuk kategori ringan, sedang atau berat. Selama proses investigasi berlangsung, pelaku akan dinonaktifkan untuk menjaga kenetralan dan tidak mengganggu jalannya investigasi. Yang pasti, tegas Mutimmatul, Satgas PPKS Unesa akan mengambil sikap prokorban. Korban akan mendapatkan perlindungan, pendampingan, dan juga rehabilitasi. “Sebaliknya, jika setelah investigasi tuduhan tersebut tidak terbukti, Satgas PPKS berkewajiban mengembalikan nama baik tertuduh dengan merehabilitasi nama baik dan sebagainya,” tambahnya.

Diperkuat Tiga Divisi

Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas PPKS Unesa memiliki tiga divisi terdiri atas divisi advokasi dan hukum, divisi prevensi dan intervensi, dan divisi gender dan anak. Divisi advokasi dan hukum diisi tim yang sangat memahami undang-undang dan hukum di Indonesia. Divisi prevensi dan intervensi diisi para tim ahli dalam bidang psikologi dan kedokteran yang akan melakukan pendampingan dan rehabilitasi kepada korban. “Sementara Divisi Gender dan Anak kan melakukan program-program yang sebelumnya sudah ada di Pusat Gender dan Anak seperti sosialisasi, edukasi dan sebagainya,” ungkap Mutimmatul.

Dosen prodi Tata Rias itu tak memungkiri bahwa era saat ini, sosial media menjadi tempat curhat dan pengaduan bagi generasi muda. Namun, penggunaan media tersebut, tentu hanya akan memblow up identitas pelaku dan korban saja tanpa mendapatkan tindakan dan keadilan. Oleh karena itu, agar pengaduan tersebut dapat ditindaklanjuti, Unesa memberikan saluran resmi yang amanah dan sesuai dengan koridor melalui pengaduan: +62 813-3175-2377 (panggilan) atau +62 813-3175-2377 (Whatsap). Selain itu, pengaduan juga dapat dilakukan melalui Instagram dengan nama satgasppks_unesa atau melalui link aduan bit.ly/

pengaduankekerasanseksualunesa.

“Kami mendorong pengaduan tersebut disampaikan pada saluran yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga segera mendapatkan penanganan,” imbuhnya.

Dosen berjilbab itu menandaskan, interaksi antara dosen dan mahasiswa sejatinya hanya pada ranah edukasi. Jika interaksi yang dilakukan terkesan mengarah pada hal-hal yang melecehkan dan berlindung pada kata ‘guyonan’, sebagai mahasiswa atau korban harus segera menyadari hal tersebut. “Tentu beda ya interaksi antara edukasi dan godaan. Interaksi yang memberikan motivasi, spirit, tentu berbeda dengan interaksi yang merayu,” tuturnya.

Dosen yang akrab dipanggil Mutim itu berpesan agar berhati-hati pada indikasi sentuhan, pelukan, atau ungkapan-ungkapan yang terkesan godaan berbau seksualitas. Baginya, ungkapan yang mengarah pada kesan seksualitas tersebut bukan lagi guyonan jika konteksnya sudah mengarah pada perendahan harga diri dan objektivitas seksualitas. “Ada batas, wilayah edukasi seperti ini, kita bisa kok membedakan, ini guyonan atau edukasi,” terang Mutimmatul Faidah yang menambakan jika hal tersebut biasanya bukan hanya sekali dilakukan.

Lebih lanjut, Mutimmatul Faidah mengajak semua pihak waspada dan berhati-hati. Sebab, pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi lelaki juga dapat merasakan hal tersebut. Oleh karena itu, jangan ragu untuk mengadu jika merasa mendapat pelecehan seksual maupun kekerasan seksual. “Asalkan hal tersebut bukan rumor atau isu apalagi sekedar fitnah, kalau benar terjadi sampaikan dan adukan,” ungkapnya.

Sebagai Ketua Satgas PPKS Unesa, Mutimmatul Faidah sangat berharap sivitas akademika memiliki keberanian mengungkapkan kasus kekerasan dan pelecehan seksual demi terciptanya kampus bebas pelecehan dan kekerasan seksual. Korban yang ingin melakukan pengaduan, jelasnya, dapat menghubungi layanan-layanan yang sudah disediakan. “Kami berharap Unesa menjadi tempat aman dan nyaman sehingga dapat menjadi wahana belajar yang menyenangkan tanpa kekerasan seksual,” pungkasnya. n (HASNA)

KIPRAH LEMBAGA

This article is from: