WARNA EDITORIAL
MENGEMAS LOKALITAS PENDIDIKAN Majalah Unesa
ISSN 1411 – 397X Nomor 69 Tahun XV - Mei 2014 PELINDUNG Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Rektor) PENASIHAT Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum (PR I) Prof. Dr. Warsono, M.S. (PR III) Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB Dr. Purwohandoko, M.M (PR II) PEMIMPIN REDAKSI Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR A. Rohman PENYUNTING/EDITOR Basyir Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd REPORTER: Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri Candra Kirana, Lina Rosidah FOTOGRAFER A. Gilang, Sigit Widodo Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S) ADMINISTRASI Supi’ah, S.E. Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI Hartono PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124 Fax (031) 8280804
K
ampus selama i ni Indonesia dalam bidang teramat membang pendidikan. Memang, jika ga-banggakan kon dipikir secara sepintas, sep si pendidikan yang tugas tersebut dapat dik ibarkan oleh orang dipandang menyulitkan asing melalui bang ku dengan alasan (1) teori kuliahnya. Seolah-olah, luar ne geri sangat baikkonsep pendidikan yang baik, (2) teori luar negeri dikembangkan oleh bang sudah men dunia dan sa lain menjadi segala-ga terkenal, (3) perlu waktu lanya. Akibatnya, terus untuk memformulasikan saja kekuatan lokalitas pendidikan khas Indo pendidikan dari mahakar nesia, dan (3) penyebar ya bangsa sendiri teng luasan konsepsi perlu gelam menuju kesirnaan. te naga dan ener gi yang Pa dahal, jika dikaji lebih kuat. Alasan itu terkadang men dalam dan diekspos l DR. SUYATNO, M.PD sering di ucapkan tanpa ke penjuru dunia, lokalitas harus berpikir panjang. pendidikan dari bangsa Indonesia tidak Padahal, jika ada kehendak yang ku kalah menariknya. at, formulasi lokalitas pendidikan dapat lahirkan oleh dosen Unesa. Memang Imam Syafii, tokoh pendidikan dari di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, mempunyai ter amat susah untuk melaksanakannya. kon sepsi pendidikan yang berdimensi Hanya jiwa yang kuat dalam merentang peng alaman dan keterampilan sebagai kebangsaan Indonesia, formulasi tersebut pem biasaan sang peserta didik un tuk dapat diwujudkan. Oleh karena itu diper berbuat sambil belajar. Lewat per tu lukan syarat seperti (1) keberanian meng kangan, peserta didik diarahkan berkar angkat topik lokalitas pendidikan secara ya agar menjadi insan yang mampu me terus menerus, (2) memberi wadah un refleksikan daya nalarnya melalui peng tuk teori pendidikan Indonesia melalui alaman yang dilakukan siswanya. Praktik majalah ilmiah, (3) penerbitan berbagai nyata menjadi fondasi untuk refleksi ragam buku yang bertopik lokalitas pen ob servasi menuju abstraksi konseptual. didikan Indonesia, (4) membentuk pusat Dengan begitu, kelak para pembelajar kajian lokalitas pendidikan Indonesia, mampu menerapkan tugas pemikiran dan (5) membangun gerakan untuk me karya ke dalam dunia nyata. manfaatkan lokalitas pendidikan da lam Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan mendidik anak-anak Indonesia, dan (6) dari Jogyakarta, berani mengunggah ber menduniakan konsepsi lokalitas pen pikir merdeka dalam dunia pendidikan. Ki didikan melalui jurnal-jurnal ilmiah inter Hajar, begitu sebutan sehari-hari, meng nasional. uatkan pribadi pembelajar agar berpikir Unesa perlu membentuk tim untuk merdeka akibat pemersatuan pikiran, hati, memformulasikan lokalitas pendidikan di jiwa, dan perilaku. Untuk membingkai Indonesia yang bekerja dalam pemikiran, jiwa merdeka itu, sang pamong (sebut perencanaan, uji coba, dan penerapannya. guru) diberi peran agar ing ngarso sung to Unesa harus menjadi pelopor bagi kekuat lodho, ing madya mbangun karsa, tutwuri an pendidikan yang bernuansa identitas handayani. kebangsaan. Dengan begitu, pendidikan Begitu juga, banyak tokoh lain di In di Indonesia akan menjadi pendidikan donesia yang dapat dikaji pemikirannya yang bermartabat. menjadi formula pendidikan yang berbasis Tentu, bukan berarti teori pendidikan lokal dan dekat dengan pembelajarnya. dari bangsa lain tidak diperlukan namun Peng kajian pemikiran itu layak untuk ada alternatif dalam penge lo laan pen di laksanakan secara intensif oleh para didikan di dunia dengan menggunakan pakar di kampus. Suatu hari, kajian itu teori lokalitas pendidikan di In do ne sia. akan membingkai teori pendidikan dari Teori dari negara lain bagus-bagus. Na In donesia. Namun, selama ini, kajian mun, di antara teori yang bagus itu, da spesifik dan mendalam tentang lokalitas pat pula berasal salah satunya dari Indo pendidikan di Indonesia jarang dilakukan nesia. Pemunculan teori pendidikan yang dengan serius dan terfokus. khas Indonesia tidak dapat terjadi secara Unesa, dengan segudang latar bela alamiah. Pemunculan teori itu ha rus kang dosennya, tentu, perlu untuk mem melalui rekayasa yang taat asas dan dilak formulasikan teori pendidikan yang ber sanakan dengan nyata. Kalau tidak seka lokalitas. Kelak, formulasi itu akan mem rang, kapan lagi terdapat rumusan pendi berikan warna baru bagi kepentingan dikan yang bernuansa ke-Indonesiaan. n
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
3
CONTENT
INFO HALAMAN
07
03. WARNA Mengemas Lokalitas Pendidikan oleh Dr. Suyatno, M.Pd
05
05. LAPORAN UTAMA
Globalisasi diakui atau tidak telah mendorong kampus-kampus berlomba dan cenderung membanggakan konsepsi pendidikan dari negara asing sehingga lokalitas kerap dianggap sebelah mata.
• Prof. Dr. Setya Yuwana: Indonesia Penuh Kearifan Lokal • Prof. Dr. Fabiola, M.A: Kearifan Lokal Sastra, Bumbu Pendidikan Karakter • Drs. Husni Abdullah: Full Day, Bentuk Kearifan Lokal Pesantren • Prof. Dr. H. Ady Soejoto, SE, M.Si: Mata Kuliah Harus Terkait Dunia Nyata • Prof. Dr. Udjang, M.Pd: Budaya Luhur Jawa dalam Pernikahan
16. KOLOM REKTOR
• Belajar dari SMP Lab School Nagoya
18. LENSA UNESA 20. KABAR MANCA • Unesa ‘Menyadap’ Curtin University, Pelukah?
22. KABAR PPG • PPPG sebagai Penggerak Literasi
24 ARTIKEL ILMIAH • Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII pada Pembelajaran Biologi Konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah dengan Bereksperimen
19
27. SEPUTAR UNESA • Unesa Diapresiasi MTF 2014 • Unesa sebagai Duta Batik Jawa Timur
28. KABAR PRESTASI • Dosen Muda Unesa Menangi Sayembara Desain Seragam Kontingen Indonesia • Kocika Unesa Jadi yang Terbaik KPRI Surabaya • Tim Robot Dewo Sabet Dua Juara Sekaligus • Neo Archipeles Tata Busana 2010
31. KABAR BUKU 4 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
32
LAPORAN UTAMA
MENEGUHKAN PENDIDIKAN
BERBASIS LOKALITAS
Mahasiswa Program PPG Unesa serius belajar di loby gedung PPPG Kampus Unesa Lidah Wetan. Mereka yang lulus dari program ini diharapkan menjadi guru profesional yang mampu meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Globalisasi diakui atau tidak telah mendorong kampus-kampus berlomba dan cenderung membanggakan konsepsi pendidikan dari negara asing sehingga lokalitas kerap dianggap sebelah mata. Tentu, situasi seperti itu tidaklah menguntungkan bagi pendidikan anak bangsa dalam mentransformasi ilmu pengetahuan. Karena itu, kampus sebagai pencetak kader-kader pendidik haruslah berani tampil sebagai garda terdepan untuk meneguhkan lokalitas pendidikan melalui metode pengajaran berbasis kearifan lokal.
P
endidikan merupakan aset yang sangat diperlukan dalam pemba ngunan manusia. Bahkan, sejauh ini pendidikan masih dipandang sebagai satu-satunya alat yang tersedia untuk mendorong terwujudnya pem bangunan manusia seutuhnya dalam menghadapi tantangan zaman. Begitulah peran penting pendidikan. Sayang, di era globalisasi, karena terla lu berpatokan pada konsepsi pendidikan asing, terjadi kemorosotan moral dan ka rakter. Banyak yang berpendapat bahwa
pendidikan hanya menghasilkan orangorang yang pandai tetapi kurang berka rakter Indonesia. Orang yang pandai tetapi tidak berwajah Indonesia. Tentu, sebagai bangsa yang memiliki kekayaan luar biasa akan budaya, pendidi kan Indonesia haruslah mengedepankan karakter kein donesiaan dengan menge depankan konsepsi pendidikan berbasis lokalitas. Komitmen tersebut perlu dita namkan dengan sungguh-sungguh oleh para pendidik dan stakeholder pendidikan agar mampu memproduksi manusia
Indonesia dengan kepandaian bertaraf in ternasional tetapi tetap meneguhkan ke pribadian Indonesia melalui pendidikan. Mengenai konsepsi lo ka litas pen di dikan, menarik apa yang ditulis Leo Sutrisno pa da artikel berjudul Refleksi Akhir Tahun 2013: Lokalitas Pendidikan di Era Global. Tulisan yang ter muat dalam laman http://penuliskalbar.blogspot.com itu dikemukakan bahwa ada be berapa teori yang dapat di gu nakan dalam menelaah lokalitas dalam pendidikan. Di antara teori tersebut adalah:
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
5
LAPORAN UTAMA Teori Menanam Pohon Pohon tidak dapat tum buh di sem barang tempat dan sembarang situa si. Pertumbuhan dan per kembangan pohon memerlukan syarat-syarat ling kungan tertentu. Namun, jika kondisi ling kungan cocok dan tersedia nutrisi yang tepat, pohon akan tumbuh dan ber kembang secara optimal. Teori me na nam pohon berasumsi bahwa proses untuk mengembangkan pengetahuan dan kearifan Indonesia harus berakar pa da nilai dan tradisi Indonesia tetapi me nyerap sumber-sumber eksternal yang berguna serta relevan dari sis tem pengetahuan global. Dengan de mikian, untuk memelihara dan mengem bang kan pengetahuan dan kearifan Indonesia memerlukan identitas kein do nesiaan dan akar budaya Indonesia. Teori Memelihara Burung Pemilik akan selalu menjaga burungnya jangan sampai mendapat gangguan apapun dari luar sangkar. Semua yang datang dari luar ‘dicekal’ oleh dinding sangkar. Si burung tahu beres. Teori ini beranggapan bahwa proses untuk men do rong pengembangan pengetahuan dan kearifan Indonesia mesti terbuka dengan pengetahuan yang datang dari luar tetapi juga membatasi dan men fokuskan perkembangan Indonesia dalam berinteraksi dengan dunia luar untuk mene mukan kerangka acuan yang tepat dan khas bagi Indonesia. Kerangka acuan itu digunakan untuk me nyaring pengetahuan dan teknologi yang datang dari luar serta melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif pe ngaruh global. Itu berarti diperlukan ke rangka acuan yang jelas batas-batas ideologi serta norma sosialnya dalam me rancang kurikulum sehingga semua akti vitas pendidikan memilih fokus yang jelas menghadapi pengetahuan global. Karena itu, loyalitas ke-Indonesia-an harus menjadi bagian inti dari pendidikan.
donesia sebagai ’benih’ untuk mengakumu lasi pengetahuan dan teknologi global. Hasil pendidikan yang menggunakan teori meng asah batu mulia adalah a local person who remains a local person with some global know ledge and can act locally and think locally with increasing global techniques” Teori DNA DNA (deoxyribonucleic acid) atau Asam deoksiribonukleat adalah sejenis asam nukleat biomolekul utama penyusun be rat kering setiap organisme. DNA pada umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik. DNA me nyimpan cetak biru bagi segala ak ti vitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap or ga nisme. Implementasi teori ini dalam pendidikan adalah penekanan pada iden tifikasi dan transplantasi pengetahuan dan teknologi global pada rantai DNA untuk mengganti komponen Indonesia yang le mah. Kurikulum mesti memilih secara se lektif dan saksama baik pengetahuan Indo nesia maupun pengetahuan dan teknologi glo bal untuk dijadikan elemen pe ngem bangan pengetahuan dan kearifan Indone sia. Hasil pendidikan dengan teori ini ada lah “a person with locally and globally mixed elements, who can act and think with mixed local and global knowledge”
Sekolah Berdaya Lokal Pengaruh hegemoni global membuat lem baga pendidikan serasa kehilangan ruang gerak. Peserta didik menjadi sema kin tipis pemahamannya tentang sejarah lokal serta tradisi budaya yang ada dalam masyarakat. Padahal, Indonesia memiliki aneka ragam budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan bersama. Karena itu, tuntutan melakukan pen di dikan yang berbasis pada local wis dom (kearifan lokal) merupakan sebuah keniscayaan agar pendidikan mampu memberi makna bagi kehidupan manu sia In donesia. Melalui pendidikan ber Teori Mengasah Batu Mulia basis kearifan lokal, akan mampu men Pancaran cahaya dari batu mulia s a jadi spirit yang bisa mewarnai dinamika ngat dipengaruhi oleh posisi bi da ng per manusia Indonesia ke depan. Puncaknya, mukaan yang diasah. Itu berarti, dalam me pendidikan nasional akan mampu mem ngembangkan pengetahuan dan kearifan bentuk manusia yang berintegritas ting Indonesia harus tersedia ’benih Indonesia’ gi dan berkarakter sehingga mampu yang dapat ’mengkristalkan’ dan mengaku me la hirkan anak- anak bangsa yang mu lasi pe ngetahuan dan teknologi global he bat dan bermartabat sesuai dengan ba gi bangsa Indonesia. Kurikulum mesti spirit pendidikan yaitu memanusiakan menggunakan kebutuhan dan nilai-nilai In manusia.
6 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
Pendidikan berbasis kearifan lokal tentu sebuah hal yang sangat dibu tuhkan. Seorang siswa haruslah meng ala mi keterkaitan antara apa yang di pelajari dengan apa yang akan dihadapi. Karena itu, perlu banyak di ha dir kan sekolah berdaya lokal dengan mem pertimbangkan kebutuhan aktif dae rah. Semisal, membangun sekolah yang me nitikberatkan kepada teknologi perairan di daerah pesisir, atau sekolah pertanian di daerah yang erat sekali lingkungannya de ngan pertanian. Sekolah yang berdaya lokal sangatlah mu rah di dalam pelaksanaannya. Kelas men dekatkan diri dengan kebutuhan dan alat-alat pembelajaran sehingga kelas men jadi bermakna karena tidak jauh dari apa yang dilihat dan apa yang dirasakan. Siswa menjadi termotivasi karena tanpa perlu jauh mencari sumber-sumber pengetahuan. Alam bercerita sendiri kepada mereka. Dari sinilah pendidikan karakter dapat dipelajari melalui lokalitasnya masing-masing. Perkuat Budaya Globalisasi membuat pengaruh-pengaruh baik di dunia ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan datang silih berganti. Jika tanpa ada sekat untuk mem batasi dengan dunia luar, dapat dibayangkan bagaimana derasnya serangan kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini. Selain memiliki sisi positif, globalisasi juga memiliki sisi negatif karena itu memer lukan pertahanan yang kuat. Modal awal untuk mencegah serangan bu daya asing adalah dengan memperkuat ke budayaan sendiri. Budaya asing perlu difilter untuk mencegah hal yang tidak baik. Meneguhkan lokalitas bangsa yang berakar dari diri sendiri, tentu sebuah ke ha rusan yang perlu dijadikan sebagai komitmen dalam pendidikan. Dengan de mikian, kita mampu mengadaptasi asing tanpa harus mengubah prinsip. Apa la gi, kita memiliki banyak hal mulai dari ideo logi pancasila, tanah dan air yang me limpah, mempunyai apa yang tidak dipu nyai negara lain, mempunyai makanan tradisional yang begitu beragam, kekayaan hasil laut, tanah pertanian yang subur serta berbagai kelebihan lain. Tentu, berbagai modal tersebut mem buat bangsa Indonesia akan semakin yakin mampu menangkal berbagai bu daya asing yang negatif dan mampu meng implementasikan pendidikan yang berbasis kearifan lokal. (SIR/BBS)
LAPORAN UTAMA Prof. Dr. Setya Yuwana, M.A:
Indonesia Kaya Kearifan Budaya Lokal “Jika semua daerah di Indonesia mampu seperti Bali maka kita akan menjadi negara dengan potensi perekonomian yang luar biasa melalui pemanfaatan kearifan lokal budaya.”
G
uru besar FBS Prof. Dr. Setya Yu wa na mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan luar biasa akan kearifan budayanya di setiap daerah. “Kita kaya, apa yang tidak ada di bumi Indonesia? Semua ada, SDA melimpah, budaya beragam dari Sabang sam pai Merauke,” ujar dosen kelahiran Blora, 22 Desember 1956. Prof. Yu, demikian panggilan ak rab nya mengungkapkan, adat-adat ketimuran merupakan budaya yang harus ditanam kan sejak dini melalui pendidikan mental di Sekolah Dasar. Budaya ketimuran yang telah dimiliki Indonesia sejak dulu adalah yang cocok untuk diterapkan dalam pen didikan di Indonesia. Mantan Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Timur itu juga me nying gung tentang bahasa Jawa dalam kurikulum 2013 yang dihilangkan. Padahal, menurutnya, bahasa Jawa merupakan sim bol yang tak terpisahkan dari dunia pen di dikan. “Budaya kesopanan, tutur kata, perilaku orang Jawa tercermin dalam ba hasa jawa, lalu kenapa bahasa Jawa malah dihilangkan dari pendidikan di Indonesia,” kritik Dekan FBS itu. Prof. Yu mencontohkan sosok Ki Hajar De wantara sebagai bapak pendidikan di Indonesia yang menggunakan bahasa Ja wa sebagai jargon pendidikan. Salah satu ungkapan yang paling terkenal adalah “Ing ngarsa sung thulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. “Terlalu silau de ngan budaya barat sangatlah tidak elok, karena budaya kita adalah yang co cok dengan kondisi kita di Indonesia,” papar nya. Ketika disinggung perihal hubungan ke arifan budaya lokal dengan ekonomi, pria yang mendapatkan gelar doktor di Unair itu menjawab dengan lan tang bahwa kearifan budaya lokal de ngan ekonomi sangatlah terkait. Ia men con
Prof Dr. Setya Yuwana mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kearifan budaya lokal di setiap daerah dan ditunjang sumber daya alam melimpah.
tohkan, dalam masyarakat Jawa, jauh se be lum teknologi modern berkembang, masyarakat Jawa sudah memiliki pengeta huan tentang perbintangan terkait dengan per tanian untuk menentukan musim ta nam dan panen. Masyarakat Jawa menggunakan il mu perbintangan. Ada bintang panjer sore, bintang panjer isuk, dan bintang ke mukus. Ilmu-ilmu perbintangan itulah yang digunakan masyarakat Jawa untuk me nanam padi, jagung, atau tembakau. Hasil panennya, sungguh melimpah. Bah kan, dahulu orang Jawa memiliki padi khu sus dengan kualitas yang sangat ba gus untuk dipersembahkan ke raja. “Kini, jus tru sebaliknya, Indonesia sebagai negara agraris malah mengimpor beras,” tandas nya. Prof. Yu juga menyoroti orang In do nesia yang dalam bidang pekerjaan con dong ke budaya barat. Tak heran, saat ini ba nyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja tidak sesuai bidang keilmuannya. Ia mencontohkan mahasiswa pertanian yang kini sepi peminat. Itu karena tuntutan zaman modern lebih membuat mahasiswa
pertanian memilih bekerja di kantor, peru sahaan dan bank-bank yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. “Se benarnya, kearifan lokal budaya akan lebih menyumbang ekonomi masyarakat jika pandai mengemasnya. Di Indonesia, ha nya Bali yang sampai saat ini mampu men jadikan kearifan budaya lokal sebagai mo dal perekonomian,” jelasnya. Ia mengemukakan kemauan dan kon sis tensi masyarakat Bali yang konsisten terhadap budayanya mampu menunjang sek tor-sektor pariwisata di Bali sehingga membuat banyak wisatawan asing dan dalam negeri yang datang ke Bali. Ke mampuan Bali dalam menjadikan kearifan budaya setempat untuk kepentingan pe les tarian budaya serta tulang punggung perekonomian tentu menjadi teladan yang baik bagi daerah lain di Indonesia. “Jika semua daerah di Indonesia mam pu seperti Bali maka kita akan menjadi ne gara dengan potensi perekonomian yang luar biasa melalui pemanfaatan kearifan lokal budaya,” tegas dosen yang baru saja me nulis buku berjudul “Kearifan Budaya Lokal” ini. (HUDA/WAHYU)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
7
LAPORAN UTAMA Prof. Dr. Fabiola, M.A:
Kearifan Lokal Sastra, Bumbu Pendidikan Karakter
Prof. Dr. Fabiola Dharmawanti Kurnia, M.A
Dengan condong pada nilai kearifan lokal, suatu karya sastra dapat memberi fungsi lebih daripada estetika bahasa yang nikmat diteguk, namun juga mampu menghadirkan peran kearifan lokal yang berakar kuat pada nilai keluhuran.
S
astra didefinisikan sebagai suatu karya yang mengandung nilai-ni lai kehidupan yang disampaikan dengan bahasa yang indah. Dalam se buah karya sastra, tidak pernah lepas da ri unsur pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman atau panutan dalam ke hidupan sehari-sehari, baik di tengah ke lompok masyarakat maupun bagi individu yang tunggal. Sastra dapat lahir dari pengalaman a tau peristiwa yang terjadi, yang dapat mem beri pembelajaran bagi pe la kunya dan generasi setelahnya. Di sinilah eksistensi sastra berpengaruh pada peran “kearifan lokal” yang dapat berfungsi se bagai elemen penting dalam praktik pen didikan karakter.
8 |
Prof. Dr. Fabiola Dharmawanti Kurnia, guru besar di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Seni, meng uraikan bahwa kearifan lokal me mi liki peran dalam pendidikan karakter dengan berfokus pada sastra. “Bisa, tapi ma nusianya harus sensitif. Kalau sastra ha nya dijadikan sebagai ilmu, itu sulit ”, ujar dosen asal Surabaya tersebut ketika dita nya dapatkah kearifan lokal pada sastra berperan sebagai bahan pendidikan ka rakter. Dosen kelahiran Surabaya 26 Sep tember 1945 itu mengungkapkan bahwa sastra bukan sekadar ilmu yang da pat diaplikasikan secara langsung, me lain kan membutuhkan perenungan un tuk membentuk karakter diri dengan meng
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
gunakan hati nurani. Prof. Fabiola mengi sahkan tentang keluhuran di balik kisah penciptaan Aksara Jawa dengan mak na sastrawinya yang berkaitan dengan ni lai keluhuran pada segi kearifan lokal. Ak sara Jawa yang tersusun dari “hana ca raka data sawala pada jayanya maga ba thanga”, mengisahkan tentang dua utusan yang sama kuat dan sama-sama mem pertahankan tugas yang diembannya hing ga meninggal. Pada kisah ini, Prof Fabiola mengana lo gikan peristiwa saat itu yang memiliki kemiripan pada kronologi kejadian pencip taan Aksara Jawa, yang dianggap sebagai salah satu bentuk sastra dengan nilai ke arifan lokal yang berpengaruh dalam pen di dikan karakter. “Kalau kita sudah tahu kalau akhir dari diskusi tanpa ujung dari dua orang yang sama-sama kuat, lalu ba gai mana tindakan kita?”, tanyanya pada saat menjelaskan makna di balik kisah pen ciptaan Aksara Jawa. Melihat peradaban yang luhur yang berkaitan dengan aksara Jawa te tap menjadi keteguhan pada zaman du lu hingga sekarang, Prof. Febiola mengung kapkan bahwa kedua pemimpin yang sa ling kuat beradu nantinya akan kalah pula. Ke simpulannya, dengan condong pada nilai kearifan lokal, suatu karya sastra dapat memberi fungsi lebih daripada estetika bahasa yang nikmat diteguk, namun juga mampu menghadirkan peran kearifan lokal yang berakar kuat pada nilai keluhuran. Dengan perspektif demikian yaitu ber kiblat pada nilai luhur pada sastra lokal, ge nerasi muda mampu mengkritisi diri sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan sensitivitas terhadap peran kearifan lokal yang terkandung pada sastra guna men ce tak karakter-karakter yang senantiasa menjunjung tinggi keluhuran bangsa. (WAHYU/ANNISA)
LAPORAN UTAMA Drs. Husni Abdullah, M.Ag:
P
Full Day, Bentuk Kearifan Lokal Pesantren
esantren memegang peranan penting dalam menumbuhkem bangkan pendidikan berbasis ke arifan lokal. Salah satunya, sistem pembelajaran full day, yang kini ba nyak diterapkan sekolah-sekolah Islam. De mikian dikatakan Husni Abdullah, dosen Fakultas Ilmu Sosial Unesa. Husni mengatakan, kearifan lokal pe santren dari segi kurikulum dan pro ses pendidikan disesuaikan dengan ke bu tuhan masyarakat. Proses pendidikan di Pesantren menanamkan sifat-sifat di sip lin, kejujuran, kerjasama (pembagian tu gas), mandiri, serta menghormati guru. Hal ini dapat diterapkan di pendidikan se cara umum. “Saat ini, banyak sekolah-se kolah swasta yang menggunakan sistem pembelajaran full day. Sebenarnya, itu mengadopsi dari kearifan lokal pesantren
yang melakukan pembelajaran selama 24 jam,” ungkapnya. Lebih jauh Husni menjelaskan, di pe santren, santri sangat menghormati kiai
dan para ustad. Karena mereka merupa kan figur pengajar yang mendedikasikan pengajarannya dengan niat syiar atau un tuk berdakwah tanpa memikirkan si si finansial. Selain itu, kiai dan ustad juga memberi teladan yang baik kepada para san trinya. “Pembelajaran di pesantren ti dak hanya saat di dalam kelas tetapi juga mencakup perilaku sehari-hari. Hal itu ten tu sulit diterapkan di pendidikan secara umum,” jelasnya. Husni menambahkan, diakui atau tidak bahwa guru-guru saat ini masih melaksanan tugas mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban dan masih menitikberatkan pada sisi finansial. Guru belum mempunyai tanggung jawab moral sebagai pe ngajar yang baik dan memikirkan apakah siswa yang diajar paham atau tidak. (HABIBI–DANANG)
Prof. Dr. Ady Soejoto, S.E., M.Si. :
M
Mata Kuliah Harus Terkait Dunia Nyata
engoptimalkan perbedaan untuk menuju pada sebuah kesamaan pemahaman, men jadi salah satu model pe ngajaran yang diterapkan Prof. Dr. H. Ady Soejoto, SE, M.Si terhadap para ma ha siswanya. Penerapan model tersebut disebabkan para mahasiswa yang belajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ber asal dari daerah yang berbeda-beda. Tentu saja, latar belakang yang berbeda itu membuat latar budaya dan adat tidak sama. Karena itu, diperlukan sebuah me tode yang cocok untuk merangkul semua perbedaan itu ke dalam sebuah kesamaan. “Salah satu metode yang saya gunakan adalah dengan menggiring pemahaman para mahasiswa ke dalam pemahaman yang umum,” paparnya. Prof. Adi menjelaskan, di jurusan Pen didikan Ekonomi terdiri atas banyak mata kuliah. Ada ekonomi pembangunan, eko nomi makro, ekonomi mikro, dan lain-lain. Semua mata kuliah itu harus dikaitkan langsung ke dalam dunia nyata. “Misalnya,
ekonomi Jawa Timur sehingga mereka me mi liki pandangan yang sama. Tidak ada perbedaan di antara mereka,” papar guru besar kelahiran Sumenep itu. Dosen, harus me ma hami setiap ka rak ter mahasiswa, me nyadari perbedaan mereka dan berusaha memotivasi sesuai dengan kepribadian mereka. Adakalanya mahasiswa tidak bisa dalam masalahmasalah kualitatif tapi bisa dalam masalah kuantitatif. Sebaliknya, ada yang bisa dalam kualitatif namun tidak bisa dalam
masalah kuantitatif. Ka re nanya, dosen tidak boleh memandang ma hasiswa seperti itu dengan pandangan men jatuhkan tapi harus dipahami kondisi ma hasiswa masing-masing. “Saya tahu mahasiswa memiliki ke mampuan yang tidak sama. Mereka me miliki kemampuan ma sing-masing. Tapi, ka lau mahasiswa itu be nar-benar susah maka saya harus me ma kai metode lain. Misalnya dengan cara memanggil mereka dan bertanya,” tegasnya. Metode yang juga diterapkan Prof. Ady lainnya adalah dengan menyuruh ma hasiswa belajar pada mahasiswa lain. Kalau ada tugas yang tidak diditahui, mahasiswa itu disuruh bertanya pada temannya yang lebih tahu. Kemudian, tugas itu disetor untuk dikoreksi dan diberi nilai. “Bukankah ilmu itu memang harus ditularkan pada orang lain? Bukankah kebijaksanaan itu harus mampu menjadi motivasi bagi orang lain, tidak hanya pada diri sendiri?,” pungkasnya. (SYAIFUL)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
9
LAPORAN UTAMA Prof. Dr. Lies Amin, M.A., M.Pd. :
Sisipkan Permainan Berbasis Budaya Lokal pada Pengajaran Bahasa Asing
F
“Biasanya, saya lebih menggali pada mix permainan tradisional Indonesia dan Inggris dimana pada permainan tersebut, saya sisipkan pembelajaran bahasa Inggris serta budayanya,”
enomena penggunaan bahasa asing di kalangan anak muda akibat pengaruh globalisasi mem berikan dampak bagi per kembangan bahasa Indonesia. Masuknya bu daya asing melalui film-film, komik, internet, buku, dan media lain perlahan akan mempengaruhi eksistensi bahasa In donesia. Lebih jauh, hal itu akan berim bas pada tercerabutnya kearifan budaya lokal. Terlebih, pada generasi muda yang semakin terlihat mengubah garis budaya lokal dan mencampurnya dengan budaya asing. Prof. Lies Amin dengan tegas menga takan bahwa kearifan lokal sangat pen ting adanya. Meski demikian, dosen baha sa Inggris itu mengatakan pebelajar tidak perlu takut dengan mempelajari bahasa asing akan membuat budaya lokal ter ge rus. Justru, akan membuat seseorang le bih bangga terhadap bahasanya sen diri. “Meskipun di sekolah, pebelajar di ha ruskan menggunakan bahasa asing, namun ketika di rumah, pebelajar akan kembali ke wujud asal sebagai warga In donesia dan kembali menggunakan ba hasa daerah atau bahasa Indonesia seba gai alat komunikasi,” paparnya. Lies Amin menambahkan, peran pem belajar sangat berpengaruh dalam proses pelestarian kearifan lokal. Ketika pem belajar mengajarkan bahasa asing, pem belajar harus yakin bahwa dengan mem pelajari bahasa asing hal tersebut tidak akan membuat pebelajar menjadi orang asing. Kekhawatiran terhadap tergerusnya budaya lokal bukannya tanpa dasar. Pa da setiap institusi pendidikan selalu ter j adi inkulturasi nilai-nilai dan juga akulturasi budaya. Dalam konteks pem belajaran bahasa asing, akulturasi bu daya barat besar ke mung kin an akan terjadi melalui pro ses be lajar mengajar.
10 |
Fenomena itu akan men ja di sangat berbahaya jika ti dak disertai ke sa da ran yang kritis oleh pe ng ajar dan peserta didik. “Untuk mengatasi ketakutan itu, ke tika pem belajar mengajarkan bahasa asing harusnya tetap menggunakan ke arifan lokal untuk mengantarkan ilmu ke pada peserta didik,” ungkapnya. Permasalahan inti, lanjut Lies Amin, bukanlah pada bahasa asing yang diajar kan atau dipelajari, namun pada pemakai atau bilingual yang belum mapan. Bi lingual yang sudah mapan tidak akan bi ngung atau setengah-setengah untuk mem pelajari bahasa asing. Dengan hal itu, maka para bilingual sudah tidak akan terbawa arus untuk terjun bebas dengan melupakan kearifan lokal, karena sudah tahu dan mengerti jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Identitas atau jati diri seseorang akan terbentuk di antaranya melalui in teraksi dengan bahasa dan budaya. Se bagai contoh peran bahasa ibu bagi per
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
kembangan anak. “Sebaiknya kita menjadi warga yang kosmopolitan. Warga kosmo politan adalah warga yang tahu jati di rinya,” ujar Kaprodi Bahasa Mandarin itu. Lies Amin pernah mengutip da ri seorang peneliti pada pidato pengukuh an guru besar yang mengatakan bahwa ke tika seseorang mempelajari bahasa asing malah membuat orang tersebut makin jatuh hati pada bangsanya sendiri. Walaupun orang tersebut hidup di negara orang, tapi hatinya masih tetap mencintai ne garanya sendiri. Belajar bahasa asing, juga belajar budaya asing tersebut, tapi jus tru makin membuat orang tersebut ma kin suka dengan budaya lokalnya sendiri. “Jadi, jangan khawatir saat mem pelajari bahasa asing. Kalaupun jati diri nya menghilang, itu artinya jiwanya ma sih labil, dan tidak mengerti dengan jati dirinya sendiri, belum siap untuk mempe lajari bahasa asing,” tandasnya. Lies Amin menyarankan, sebagai pengajar haruslah bisa menyisipkan jati diri bangsa dalam sebuah pengajaran. Se misal melalui lagu-lagu atau permainan dalam sebuah pengajaran, terutama pada bahasa asing, dan lagu-lagunya beralih men jadi bahasa Inggris. “Biasanya, saya lebih menggali pada mix permainan tra di sional Indonesia dan Inggris dimana pa da permainan tersebut, saya sisipkan pem belajaran bahasa Inggris serta bu dayanya,” ujar dosen yang telah mempre sentasikan beberapa permainan dalam acara Asia Creative Writing Conference yang diadakan setiap tahun. “Pembelajaran, terutama bahasa asing, memang lebih asyik bila disisipkan dalam sebuah permainan, dimana sang pebelajar bisa lebih mudah menyerapnya dan setidaknya kearifan lokalnya tidak mu dah hilang,” pungkasnya. (YUSUF NUR ROHMAN/CIKITA)
LAPORAN UTAMA Prof. Dr. Udjang Pairin, M.Pd. :
Budaya Luhur Jawa dalam Pernikahan
B
anyak nilai-nilai da lam kearifan lokal budaya Jawa yang sangat berguna dalam membangun perada ban Indonesia pada masa depan. Demikian dikatakan gu ru besar Unesa, Prof. Ud jang Pairin dalam pidato pe ngukuhan guru besarnya. Sa lah satu contoh kearifan lokal dalam budaya Jawa yang sa ngat berguna ada lah dalam hal memilih jodoh terkait bo bot, bebet dan bibit. Guru besar bahasa Jawa itu menjelaskan ketiga filosofi Jawa tersebut. Pertama, bo bot adalah ungkapan tentang harta. Pernikahan, terang Prof. Udjang, memang berlandas kan cinta, tapi cinta saja tidak cu kup, harus ada sup lemen un tuk memupuk cin ta yaitu harta. “Perempuan harus bisa me milih laki-laki yang sudah bekerja, memiliki penghasilan
Salah satu contoh kearifan lokal dalam budaya Ja wa yang sangat berguna adalah dalam hal memilih jodoh terkait bobot, bebet dan bibit. dan mempunyai harta sehing ga menjadi jaminan un tuk kelangsungan hidup berke luarga,” ujarnya. Kedua adalah bebet yang berkaitan dengan keturunan atau bahasa ilmiahnya adalah genetik. Jauh sebelum bangsa Eropa menemukan ilmu ge netika, masyarakat Jawa terle bih dahulu mengenal ma sa lah genetika. Beliau mencon tohkan bebet yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik, misalnya kecerdasan, ke tam panan, warna ku lit dan
tinggi badan dan sebaliknya begitu. Ketiga, bibit yang ber hubungan dengan ke mam puan memberikan keturunan. Menurut dosen kelahiran Jawa Barat itu, dalam budaya Jawa sebagai bagian da ri budaya timur, me mang anak adalah tujuan perkawinan. Beliau juga mengatakan kalau anak adalah investasi masa tua. Oleh karena itu, perkara bobot, bebet dan bibit men ja di hal yang penting un tuk perempuan dalam kebudaya an Jawa. Lain perempuan lain pu la laki-laki, budaya Jawa sebagai local wisdom mengatur pu la laki-laki dalam pernikahan. Muncullah istilah bahasa Ja wa Lima NG, Ngayani (harus mandiri atau mapan), Ngomahi (mampu memberikan tempat tinggal), Ngayomi (melindungi), Ngeloni (memberi nafkah batin) dan yang terakhir bisa Nganaki (memberikan keturunan). Ia melihat bahwa zaman seka rang laki-laki malah terbalik me nerapkan prinsip 5 NG, ngeloni dan nganaki dulu baru bekerja. Maka dari itu pen ting untuk menanamkan pendidikan mo ral sejak dini dengan pembela jaran budaya Jawa. “Budaya jawa sangatlah kom pleks dalam aturan ta ta nan hidup, setelah menikah pun laki-laki khususnya wajib menghindari molimo atau 5M, Mencuri, Minum minuman ke ras, Main judi, Merokok dan madon atau main perempuan. Yang jelas tegas dosen bahasa Jawa ini bahwa laki laki harus menghindari 5M dan ini ada lah sedikit dari pandangan budaya Jawa terhadap per ka winan dan berkeluarga,” pungkasnya. (WAHYU/HUDA)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
11
LAPORAN UTAMA Dra. Sasminta Christina Yulihartati, M.Pd,. :
Terapkan Media Belajar Berbasis Kearifan Lokal dalam Olahraga “Dalam dunia olahraga tradisional, tersirat kearifan lokal yang sangat kental. Dengan mempelajari olahraga tradisional, kita bisa sekaligus mempelajari budaya daerah dari olahraga tradisional. Selain itu, dengan adanya peraturan yang berbeda-beda setiap daerah, bisa membentuk karakter melalui permainan tradisional.”
P
en didikan Jasmani dan Ke sehatan (Penjaskes) sudah menjadi pelajaran penting di setiap jenjang pendidi kan. Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sis tem Pendidikan Na sio nal pa sal 4 menyebutkan bahwa pen didikan nasional bertujuan men cer daskan kehidupan bangsa dan meng em bangkan manusia Indonesia se utuh nya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti lu hur, memiliki pengetahuan dan keteram pilan, kesehatan jasmani dan ro hani, kepribadian yang mantap dan man diri serta rasa tanggung jawab kemasyarakat an dan kebangsaan”. Pendidikan jasmani bukanlah bi dang yang mempelajari olahraga na mun lebih mengacu kepada berbagai as pek, yaitu: aspek kognitif, afektif, dan psi komotor yang memperlakukan anak se bagai usaha kesatuan utuh lahir dan batin. Dari ketiga ranah tersebut, ranah afektif yang paling besar peranannya. Ra nah afektif hanya bisa dideskripsikan apabila melakukan proses. Melalui pen didikan jasmani, siswa melakukan aktivi tas fisik serta mendapatkan pendidikan, me ngembangkan potensi psikis siswa, meng optimalkan gerak dasar motorik dan mengembangkan karakter yang se muanya itu diramu dengan permainan. “Mengajarkan Penjaskes itu bukan melihat hasilnya, tapi melihat proses sa at mengajar. Hal itu sangat berbeda de ngan melatih seorang olahragawan yang melihat hasil dibanding proses,” ujar Dra. Sasminta Christina Yulihartati, M.Pd,, dosen prodi Pendidikan Jasmani, Ke sehatan, dan Rekreasi (Penjaskesrek). Da
12 |
lam setiap mengajar, Sasminta senantiasa menekankan pada afektif daripada pen jaskes itu sendiri, dengan begitu sifat sa ling menghargai bisa terbentuk. “Inilah yang sangat diperlukan demi kearifan lokal dari sub bidang keolahragaan,” te rangnya. Dijelaskan, mata kuliah Permainan Kecil di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Unesa memiliki bobot 3 SKS. Permainan kecil itu mengacu pada permainan tra di sional seperti gobak sodor dan patil lele. Dijelaskan, permainan tradisional me mang belum memiliki induk organisasi karena itu tidak ada peraturan yang mengikat. “Dalam dunia olahraga tradisional, tersirat kearifan lokal yang sangat kental. Dengan mempelajari olahraga tradisional, kita bisa sekaligus mempelajari budaya da erah dari olahraga tradisional. Selain itu, dengan adanya peraturan yang ber beda-beda setiap daerah, bisa memben
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
tuk karakter melalui permainan tradisio nal,” jelasnya. Dosen prodi Penjaskesrek itu selalu mengulang-ulang kalimat “perhatikan prosesnya bukan hasil” setiap kali diwa wancara. Hal ini memberitahukan bahwa meng ajar pada seorang siswa, apalagi usia dini, memperhatikan hasil daripada olahraga sangat diharamkan, karena pro ses selama pembelajaran penjaskes itu berlangsung seorang pendidik sekaligus bisa membangun pendidikan karakter yang selalu menjadi perhatian khusus pa da kearifan lokal bangsa. Dengan menggunakan permainan tra disional sebagai salah satu media be lajar berbasis kearifan lokal da lam olahraga, pelajaran penjaskes atau olahraga bisa menjadi sangat me nye nangkan serta meningkatkan rasa cinta terhadap budaya dan kearifan lokal bisa lebih baik. (CIKITA, YUSUF)
LAPORAN UTAMA Prof. Dr. Djojok Soepardjo, M. Litt, :
Belajar dari Kearifan Lokal bangsa Jepang “Dalam dunia olahraga tradisional, tersirat kearifan lokal yang sangat kental. Dengan mempelajari olahraga tradisional, kita bisa sekaligus mempelajari budaya daerah dari olahraga tradisional. Selain itu, dengan adanya peraturan yang berbeda-beda setiap daerah, bisa membentuk karakter melalui permainan tradisional.”
J
epang terkenal dengan sains dan teknologi tinggi. Meski demikian, kearifan lokal budayanya masih sa ngat melekat. Berbagai masalah yang mendera seperti bom atom hingga ke rusakan nuklir, warga Jepang tetap bangkit. Rupanya, ketegaran masyarakat Jepang tersebut berawal dari pendidikan. “Tiga tahun setelah zaman restorasi meiji pertama kali dibentuk, sekitar tahun 1871, pemerintah Jepang membentuk yang namanya wajib belajar,” ujar Prof. Dr. Djo jok Soepardjo, M. Litt, dosen Pendidika Ba hasa Jepang. Mulanya, kata Prof. Djojok, Jepang ti dak mengenal SMP ataupun SMA. di Je pang hanya ada SD dan Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi pertama yang dibangun di Jepang adalah Universitas Teknologi Tok yo. Kala itu, warga Jepang me mang sangat tertutup. Meski begitu, me reka
berusaha untuk membuka jalur bisnis di sebuah daerah di Nagasaki, Dejima. Da erah itu khusus untuk pusat bisnis an tara Jepang dan luar negeri. Itulah salah satu yang menyebabkan budaya luar mi nim sekali bahkan sangat sulit masuk ke Jepang. “Walaupun budaya luar masuk ke Je pang, warga Jepang akan memodifikasi dan me ngemasnya menjadi budaya ba ru serta menjadi khas oleh Jepang. Contohnya fashion. Saat budaya fashion masuk ke Jepang, warga Jepang akan mengemasnya menjadi fashion khas Jepang sendiri,” ungkap dosen yang ak rab disapa sensei Djojok itu. Di Jepang, perubahan kurikulum ba ru tidak bisa langsung berubah be gitu saja. Untuk mengubah sebuah kurikulum di Jepang, haruslah ada pe ne li ti an dan review secara publik. Jika sangat per lu
dibutuhkan kurikulum baru, Jepang baru akan membuat kurikulum baru tersebut. Dari sisi budaya, Indonesia dan Je pang sangatlah berbeda. Budaya ke se luruhan daerah di Jepang hampir sama, se dangkan di Indonesia berbeda-beda. Bah kan, daerah yang bersebelahan sa ja seperti Jawa Timur dan Madura memiliki perbedaan budaya. “Karena itu, pem be lajaran berbasis kearifan lokal pada tiaptiap daerah, berbeda-beda metodenya,” terangnya. Meski mengaku bingung harus di mulai dari mana untuk mengurai benang ku sut pendidikan di Indonesia, Djojok memberi saran, setidaknya dalam setiap pem belajaran disisipkan pembelajaran ten tang kearifan lokal daerah masingmasing. Daerah baik kota maupun desa tentu ber beda juga. Walaupun adanya SNP (Stan dar Nasional Pendidikan), tapi jika dipakai di daerah terpencil, apakah masih bisa dipakai, itu yang jadi masalahnya. Itulah mengapa, Prof. Djojok sangat setuju dengan kurikulum 2013. Saat ditanya kearifan lokal di In do nesia sendiri, Prof. Djojok mengaku “acuh”. Jika Indonesia ingin mencontoh dari kearifan lokal di Jepang, mungkin su dah ketinggalan sangat jauh. Namun ia memberikan tips agar sadar diri. Menu rutnya, semua itu berawal dari sadar diri tentang pentingnya dunia pendidikan dan menjaga kearifan lokal sendiri. “Jika pe nanaman sadar diri dengan kearifan lokal sudah sangat bagus, pembenahan sis tem diperlukan. Selama pendidikan berjalan di sekolah-sekolah, jangan lupa memasukkan budaya lokal. Bukan hanya tatanan bahasa yang benar-benar dina sionalkan, tapi budaya lokal juga harus di nasionalkan,” pungkasnya. (CIKITA/ARI)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
13
LAPORAN UTAMA Emma, Mahasiswa Pend. Ekonomi:
HMendekatkan Pelajaran ke Kehidupan Nyata
Sejatinya pendidikan yang terinternalisasi dalam pengajaran di sekolah ataupun kampus salah satunya haruslah bersumber pada kearifan budaya lokal. Bagaimana mahasiswa Unesa mengomentari penerapan pendidikan berbasis kearifan lokal di Unesa? Berikut paparannya!
Bayu, Mahasiswa PLS:
Harus Lebih Diperkenalkan Lagi BAYU Widyamarta, salah seorang ma hasiswa Pendidikan Luar Sekolah Unesa berpendapat bahwa sejauh ini secara te rang-terangan memang belum ada do sen Unesa yang menyatakan bahwa salah sa tu tujuan pembelajarannya adalah membentuk kemampuan mahasiswa da lam menerapkan pendidikan berbasis ke arifan lokal. Namun, secara tidak langsung, sebenarnya pendidikan karakter itu sudah masuk di dalamnya. Menurut pengamatan Bayu, jika ditinjau dari cara mengajar do sen sejauh ini belum mencerminkan pendidikan berbasis kearifan lokal. Ia menganggap cara mengajar para dosen masih umum, seperti pengajar pada umumnya. “Cara mengajarnya cenderung pokoknya mahasiswa paham, beres. Tetapi, itu hanya berdasarkan apa yang saya amati dan saya alami,” paparnya Mengenai bahan ajar, Bayu mengusulkan agar lebih dite kankan pada pembentukan softskill dan hardskill mahasiswa se bagai persiapan menjadi guru pendidikan luar biasa. Kearifan lokal tidak harus menjadi basis utama yang ada pada mayoritas bahan ajar perkuliahan. Tetapi, hal itu bukan berarti kearifan lokal tidak digunakan sama sekali. “Bergantung, sejauh mana ke butuhannya,” ujar mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Biasa itu. Mahasiswa yang juga Ketua Asosiasi Mahasiswa Bidik Misi (AMBM) Unesa berharap pendidikan berbasis kearifan lokal lebih diperkenalkan kepada mahasiswa PLB. Sebab, mahasiswa PLB merupakan calon guru yang akan mendidik siswa nantinya. “Tentu, pendidikan berbasis kearifan lokal dapat menjadi pilihan atau penyempurna dalam melaksanakan pendidikan bagi para siswa, khususnya siswa berkebutuhan khusus,” pungkasnya. (CRH-LM)
14 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
BAGI Emma, tugas seorang dosen ti dak hanya menyampaikan pelajaran dan informasi agar bisa diterima oleh ma hasiswanya. Lebih dari itu, seorang dosen harus mampu membuat pe lajaran dan informasi tersebut mu dah diaplikasikan dalam lingkungan (kehidupan nyata) sehingga bermanfaat bagi masyarakatnya. Menurut mahasiswi S-1 Pendidikan Ekonomi itu, selama ini memang belum ada dosen yang menyampaikan pelajaran dengan mengaitkan ke dalam dunia nyata. Padahal, mengaitkan pelajaran dengan dunia nyata lebih mendekatkan pelajaran dengan kehidupan mahasiswa. “Me tode seperti ini memang sangat diperlukan selain untuk lebih memudahkan diterima oleh mahasiswa juga untuk me mu dah kan mahasiswa dalam mengaplikasikannya,” paparnya. Emma berharap, ke depan dosen semakin mampu memposisikan diri di tengah-tengah mahasiswa yang berbeda-beda latar belakang. Ia berharap dosen tidak hanya mengajar dengan gaya yang terkesan modern dan selalu datang duduk membuka laptop lalu menerangkan dengan gaya mereka sendiri. Namun, se orang dosen, setidaknya, mengajar dengan pembawaan yang menyenangkan, bijaksana, dan sopan dalam menerangkan secara aplikatif agar setiap mahasiswa yang berbeda-beda suku mampu menerima pelajaran dan mampu mengaplikasikannya di rumah. (CRH-SF)
Ahmad Haddad: Mahasiswa Fisika:
Mengajar dengan Pendekatan Akhlak MENURUT Ahmad Haddad Baucokro, sebagian dosen mengajar dengan pende katan akhlak atau perilaku sehari-hari. Ada juga yang mengaitkan materi dengan me tode perbaikan diri. Salah satu dosen yang mengajar di jurusan Fisika, ungkap Ahmad, menggunakan sistem KSD atau Kuliah Sam bil Dakwah. Setiap materi yang diberikan selalu diselipi dengan dakwah islami seperti akhlak dan hubungan kita de ngan Allah SWT. Bahkan, ada yang mengaitkan materi dengan perbaikan diri menuju pribadi yang lebih baik. Mahasiswa yang juga aktif di DPM FMIPA itu menungkapkan bahwa dengan menggunakan metode seperti itu materi kuliah yang bersifat duniawi juga bisa memiliki nilai agama. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan. “Dengan begitu, materi yang di sampaikan dosen akan lebih bermanfaat bagi mahasiswa, khu susnya bagi perbaikan karakter mahasiswa,” pungkasnya. n
LAPORAN UTAMA M.Yasin, Mahasiswa Teknik Mesin:
menjadi lancar karena diawali dengan kondisi yang kondusif. Selain itu doa bersama juga membawa kebaikan. Kebaikan itulah yang setidaknya terdoktrin dalam pikiran mahasiswa agar tidak malas-malasan dalam menyerap materi perkuliahan.n
Belum Banyak Terapkan Kearifan Lokal SEJAK tercatat sebagai mahasiswa Unesa pada tahun 2012, Muhammad Yasin Yusuf mendapati dirinya harus berhadapan de ngan berbagai macam tipe dosen dengan karakteristik mengajar yang berbeda dalam perkuliahan. Beberapa ka rak teristik mengajar tersebut misalnya, dosen mengajar bergaya sersan atau serius tapi santai, ada juga dengan gaya ‘takuringuring ben iso!’, dan ada pula dosen yang menerapkan learning by doing artinya mengajarkan melalu mempraktikkan. Namun, me nurutnya, dosen yang mengajar dengan memasukkan unsur ke arifan lokal dalam mengajar cenderung sedikit. Mahasiswa jurusan teknik mesin ini mengakui, tidak banyak menjumpai dosen tipikal ini. Tapi di jurusan teknik mesin, ada salah satu dosen yang menanamkan nilai kebaikan dalam materi ajarnya. Cara penanaman itu adalah melalui tradisi pesantren, yaitu doa bersama sebelum memulai pelajaran. Bagi mahasiswa yang akrap disapa Yasin ini, doa bersama bukanlah sesuatu yang sepele. Ritual ini lebih dari sekadar doa dan mempunyai kan dungan yang luar biasa di dalamnya. Berdasarkan pemaparan Yasin, kandungan itu adalah tanpa disadari ruang kelas menjadi tertib dari yang semula rebut se belum berdoa. Hal ini mengakibatkan penyampaian mata kuliah
U
Bagus, Mahasiswa FIS:
Masih Sedikit, Harus Digenjot MENURUT mahasiswa FIS, ada beberapa dosen yang metode ajar atau memberikan tugas-tugas kepada mahasiswanya de ngan kearifan lokal atau budaya terutama pada masyarakat. Se perti tugas yang baru-baru ini diberikan kepada Bagus untuk membuat film perubahan sosial budaya pada masyarakat. “Kita bisa terjun langsung untuk mencari informasi bagaimana per bedaan antara dulu dan sekarang. Bagaimana kita dapat me mahami hampir secara keseluruhan budaya yang ada meskipun prosesnya cukup lama”, tutur pemuda berkacamata tersebut. Indikasi budaya juga dapat dilihat dari proses dosen kita saat mengajar. Metode yang diajarkan dari dosen merupakan sebuah budaya yang tidak selalu abadi dan berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Hal itu tentu, mengindikasikan bahwa budaya itu stagnan namun dinamis. “Pada intinya, kita dapat melihat zaman dulu dan sekarang,” lanjut mahasiswa yang me miliki nama lengkap Bagus Nur syah Abdillah tersebut. n
Permainan Cublak Suweng, Skripsi Berbasis Kearifan Lokal
mmi Salmah. Demikian nama panjangnya. Maha sis wa FMIPA yang baru saja menjalani wisuda de ngan predikat wi su dawan terbaik di fakultasnya itu menunjukkan kepedu liannya terhadap kearifan lokal dengan skripsi berjudul “Penerapan Media Per mainan Cublak Suweng terhadap Hard Skills dan Soft Skills Siswa pada Materi Zat Aditif Kelas VIII SMP Negeri 1 Dawar blandong Mojokerto.” Mahasiswa asal Mojokerto itu ter ins pi rasi menulis skripsi berbasis ke arifan budaya lokal berawal dari saran dosen pembimbing, Drs. Achmad Lutfi, M.Pd. Oleh dosen pembimbingnya, ma hasiswi yang akrab dipanggil Um mi itu di arah kan menerapkan me dia permainan tra di sional, yaitu Cub lak Suweng. Selain itu, diperkuat juga dengan berlakunya Kurikulum 2013
yang memberi implikasi bahwa dalam pembelajaran perlu ada upa ya untuk mem berikan lingkungan be lajar yang kondusif dengan metode dan me dia yang bervariasi sehingga memungkin kan peserta didik belajar de ngan te nang dan menyenangkan. Permainan tradisional asal Jawa Timur ini di ap likasikan untuk hard skills dan soft skills yang meliputi kemampuan berkomuni kasi, percaya diri, dan disiplin. Ummi mengakui tidak mudah membuat skripsi tersebut. Yang sulit, kata Ummi adalah membuat instrumen pe ngamatan serta aturan-aturan per mainan yang dimodifikasi untuk meng gabungkan soft skills dengan permain an tersebut. Berkat skripsinya pula, ma hasiswi yang tinggal di Dusun Manyar sari Desa Gunungsari Kecamatan Dawar blandong Kabupaten Mojokerto itu terinspirasi untuk mengumpulkan
permainan-permainan tradisional yang telah diteliti untuk diterapkan ketika ia mengajar nanti. Alasannya, karena tidak se di kit siswa yang memberi respon positif se telah diterapkannya media permainan tradisional ini. Meskipun tidak pernah mengikuti ke gi atan organisasi selama kuliah na mun ma hasiswi yang lahir 2 Oktober 1991 ini sejak semester tiga sudah ber latih meng ajar dengan menjadi guru les. Ummi juga berkeinginan me lanjutkan ke jenjang pen didikan S-2 pada program studi yang sama. “Apa pun tugasnya kita harus la ku kan de ngan sebaik-baiknya. Mau nan tinya jadi yang terbaik atau tidak, itu kan ter serah, yang terpenting kita sudah me lakukannya dengan maksimal,” ujarnya. (ULIL/SURYO/WAHYU/BYU)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
|
15
KOLOM REKTOR
BELAJAR DARI
SMP LAB SCHOOL
NAGOYA
SMP Lab School AUE di Nagoya memiliki 501 siswa dengan guru sebanyak 32 orang. Kepala sekolahnya dosen aktif di AUE, sehingga yang sehari-hari memimpin sekolah adalah Wakil Kepala Sekolah.
N Oleh Prof. Muchlas Samani
16 |
ama resmi sekolah tersebut Nagoya Junior High School: Affi liated to Aichi Uni versity of Education (saya tidak ingat dalam bahasa Je pang-nya), namun karena me rupakan binaan Aichi Univer sity of Education (AUE), maka kepada kami dikenalkan se bagai SMP Lab School AUE di Nagoya. Memang lokasinya di kota Nagoya. Jadi agak jauh dari kampus AUE yang terletak di luar kota. SMP Lab School AUE di Na goya memiliki 501 siswa de ngan guru sebanyak 32 orang. Kepala sekolahnya dosen aktif di AUE, sehingga yang seharihari memimpin sekolah adalah Wakil Kepala Sekolah. Seperti biasanya SMP di Jepang, siswa me makai seragam dan siswa laki-laki memakai celana pan jang. Di sekolah siswa (dan ju ga guru) memakai sepatu dalam, yaitu sepatu ket yang hanya dipakai di dalam seko lah. Begitu siswa tiba di seko lah, mengganti sepatu yang dipakai dari rumah dengan se patu dalam yang disimpan da lam loker masing-masing. Sebagai Lab School, SMP
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
Lab School Nagoya memiliki fung si: (1) sebagai tempat melakukan penelitian dan pe ngem bangan serta inovasi pem belajaran, (2) sebagai tem pat belajar/praktek bagi ma hasiswa AUE, (3) sebagai se kolah bagi anak-anak Je pang yang baru pulang dari negara lain. Maksudnya anakanak yang sekian lama meng ikui orang tua atau hal lain, sehingga lama tinggal di luar negeri dan memerlukan pe nyesuaian untuk kembali ber sekolah di Jepang. Dalam pembelajaran digu nakan prinsip: (1) menekankan proses dan bukan produk, se hing ga proses berpikir siswa menjadi perhatian utama, dan (2) menerapkan konsep bahwa siswa dan guru belajar bersama-sama. Setiap tahun sis wa melakukan out bond selama 3 hari+2 malam untuk membangun kebersamaan, sekaligus untuk mengenalkan siswa kepada masalah nyata di masyarakat. Jumlah siswa dalam setiap kelas 40 orang (standar di Je pang). Namun karena berba gai hal, khususnya turunnya ang ka kelahiran di Jepang
ba nyak kelas yang siswanya ku rang dari 40 orang. Tetapi semua kelas yang kami kun jungi rata-rata siswanya 36-39 orang. Banyak siswa dari Bra sil. Sebagian besar mereka adalah anak-anak orang Je pang yang dahulu migrasi ke Brasil, menikah dengan orang setempat dan sekarang kem bali bekerja di Jepang. Jadi pada umumnya mereka ber darah campuran. Bangku terdiri dari meja dan kuri yang tingginya dapat diatur sesuai tinggi tubuh sis wa. Duduk siswa dibuat se lang-seling. Anak laki-laki jejer dengan anak perempuan. In formasi yang saya dapat setiap bu lan posisi duduk diganti, dengan maksud setiap siswa punya pengalaman duduk je jer dengan banyak teman. Mak sudnya agar mereka be lajar berkomunikasi dan ber internasi dengan teman yang berbeda. Papan tulis berwarna hijau dan dibuat melengkung, mung kin agar pandangan siswa yang duduk di pinggir tetap bagus. Papan me ru pakan magnetik dan guru da pat menempelkan clip peme
KOLOM REKTOR gang kertas di papan tulis. Di din ding sebelah papan tulis terdapat jadwal pelajaran dan be berapa hasil karya siswa yang ditempel dengan pines. Sepertinya siswa sudah bia sa dikunjungi tamu, sehingga ti dak merasa terganggu de ngan kehadiran kami. Kami mengunjungi beberapa kelas, antara lain Kelas Matematika, Ke las Home Economis dan Ke las IPS. Pada Matematika se pertinya guru sedang me ngajarkan menemukan rumus, secara induktif. Siswa diminta maju untuk mengerjakan soal dan teman lain menanggapi. Namun kesan saya kelas tidak begitu aktif. Masing-ma sing siswa sibuk, mungkin me ngerjakan pada bukunya ma sing-masing Pada kelas Home Econo mics, sepertinya sedang mem bahas gisi beberapa jenis ma sakan. Guru menjelaskan kandungan gisi beberapa jenis makanan dan menanyakan ke pada siswa beberapa je nis bahan makanan yang me re ka biasa makan di rumah. Se telah itu diindentifikasi kan dungan gisi. Setelah iti guru mengajak siswa untuk me nyimpulkan apakah ma ka nan yang mereka makan di rumah cukup memenuhi gisi yang diperlukan oleh ba dan. Menurut Wakil Kepala Sekolah, seringkali kelas Home Economics dipadu dengan ke
las Industrial Arts dan kelas Olahraga dan Kesehatan. Kelas IPS sangat menarik. Siswa dibagi dalam kelompok ma sing-masing 3 orang atau 4 orang. Jadi ada 12 kelom pok. Kepada mereka di ajukan pertanyaan kira-kira. Ba gaimana pendapat Anda tentang sebaiknya posisi ten tara Bela Diri Jepang. Empat ke lompok ditugaskan untuk dalam posisi pendapat “tidak setuju Jepang punya tentara untuk tugas apapun”. Empat kelompok ditugasi untuk po si si pendapat “setuju Jepang punya tentara Bela Diri tetapi ha nya untu kepentingan ke amanan dalam negeri”. Empat kelompok ditugaskan un tuk posisi pendapat “setuju Je pang punya tentara Bela Diri termasuk untuk menjaga ke amanan dan hak-hak orang Je pang di luar negeri”. Sebelumnya guru men je laskan posisi tentara Bela Diri Jepang sekarang banyak men jadi perdebatan. Apalagi ketika ter jadi perang Irak, Amerika Serikat meminta Jepang untuk mengirimkan tentara Bela Diri bersama tentara dari negara lain bertugas di Irak. Nah, masing-masing kelompok diminta mengajukan argu mentasi terhadap posisi pen dapat yang ditugaskan. Se te lah mendiskusikan dalam kelompok, setiap kelompok menuliskan pendapat (argu
Siswa SMP di Jepang dalam sebuah kegiatan di sekolah.
Sebagai Lab School, SMP Lab School Nagoya memiliki fungsi: (1) sebagai tempat melakukan penelitian dan pe ngembangan serta inovasi pembelajaran, (2) sebagai tempat belajar/praktek bagi mahasiswa AUE, (3) sebagai sekolah bagi anak-anak Jepang yang baru pulang dari negara lain. ment) tersebut di papan ke cil magnetik dan kemudian di tempelkan di papan tulis. Ja di di papan tulis terdapat 12 papan kecil yang masingma sing berisi pendapat ke lompok. Acuan dasar yang di gunakan adalah Hak Asasi Manusia. Beberapa kelompok di minta menjelaskan apa yang ditulis di papan kecil miliknya. Se telah itu antar kelompok yang berbeda pendapat di minta untuk berdiskusi. Se te lah berdiskusi mereka di bo lehkan berubah pendapat atau menyatukan pendapat. Pendapat hasil diskusi itu di tu liskan lagi di papan kecil magnetik, tetapi dengan spi dol warna merah (pendapat pertama ditulis dengan spidol warna hitam). Kemudian pa pan kecil dengan tulisan me rah ditempel di papan. Setelah ditempel, setiap kelompok gabungan yang punya diminta menjelaskan ar gumennya dan kelompok lain diundang untuk mengo mentari. Juga diundang mere ka untuk mensinergikan antar kelompok yang berbeda pen dapat. Namun tetap dibiarkan jika mereka tetap berbeda pendapat. Saya melihat orientasi kepada proses benar-be nar diterapkan. Saat melihat Kelas Matematika dan Home Economics, saya sudah be lajar bagaimana menerap kan “keterampilam proses” di matapelajaran Matematika dan Kesehatan. Di Kelas IPS (nama topiknya Peace Educa tion) saya lebih banyak bela jar lagi. Belajar ba gai mana
mendorong siswa untuk me ngajukan pendapat, ba gaimana mendorong siswa un tuk berdebat dan juga mensinergikan pendapat. Men dorong siswa untuk te tap menghormati orang lain, walaupun tetap berbeda pen da pat sampai pelajaran se lesai. Ada kesan kuat, siswa dilatih untuk menyiapkan diri mengambil keputusan, sem bari belajar hidup bermasyara kat yang heterogen. Sayang sekali, saya ti dak faham bahasa Jepang se hingga tidak mengerti inti pem bicaraan guru maupun sis wa. Namun dari tulisan (angka) dan bahasa tubuh me re ka, saya menduga diskusi mengarah kepada high order thinking (HOT). Khusus pada mata pelajaran IPS (Peace Education) diterapkan problem based learning sekaligus ju ga cooperative learning. Mak sudnya siswa didorong untuk be kerja sama, tetapi untuk me mecahkan masalah yang memang sedang terjadi di ma syarakat. Dalam kelas Home Economics yang dibahas ma ka nan sehari-hari di Jepang, dan dalam kelas IPS tentang kontroversi tentara Bela Diri di Jepang. Tampak sekali, guru mem persiapkan bahan dengan baik. Bahan yang digunakan dijepit dengan clip yang ditempelkan di papan tulis. Guru juga selalu melihat lembaran bahan yan sepertinya sudah dipersiapkan. Siswa juga menerima seperti LKS yang harus digunakan untuk mengikuti pelajaran. Semoga kita dapat belajar dari mereka.n
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 17
LENSA UNESA
Menyiapkan Diri pada Era ASEAN Comunity ERA ASEAN Economic Community tidak bisa ditawar lagi. Tahun 2015 mendatang mau tak mau Indonesia harus menjadi subjek bukan objek. Itulah yang dikoordinasikan pimpinan FE yang tergabung dalam APE LPTK se-Indonesia di kampus Unesa pada 3/5/2014. Hadir dalam acara itu Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. (Rektor Unesa), Dr. Ichsanuddin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si. (pengamat ekonomi), dan R. Soeroso, M.M. (Direktur Utama Bank UMKM Jawa Timur) serta 254 peserta dari berbagai kalangan se-Indonesia. (SAIFUL/BYU)
Teguhkan Semangat Unggul dalam Pendidikan PADA usianya yang ke-8, Fakultas Ekonomi (FE) Unesa terus meneguhkan semangat unggul dalam pendidikan. Semangat itu terlihat dari upayanya dalam mengumpulkan Asosiasi Pendidikan Ekonomi LPTK se-Indonesia dalam acara bertajuk rapat koordinasi (rakor) pada 2—3/5/2014 di Auditorium FE Unesa, Kampus Ketintang, Surabaya. (SAIFUL/BYU)
18 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
KABAR PRESTASI
Seminar "PPPG sebagai Penggerak Literasi Unesa" PESERTA PPPG Unesa mendapat kesempatan belajar langsung dari para peng gerak literasi dalam seminar literasi (26/6) di auditorium PPPG Kampus Lidah Wetan. Hadir dalam acara yang juga digunakan sebagai launching buku Pelangi di Panggung PPG Unesa itu antara lain, Much. Khoiri, Rukin Firda, Sirikit Syah, Anwar Djailani, Satria Dharma, Ach. Wahju, Fafi Inayatillah, Eko, Direktur PPPG Prof Luthfiyah Nurlaela, dan lain-lain. (AROHMAN)
Workshop Menulis "Jurnalis Cilik Berpenakan Kreativitas" SEBANYAK 200 siswa SD/MI se-Surabaya meng ikuti workshop menulis bertema Jurnalis Cilik Berpenakan Kreativitas yang diselenggarakan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Turut mendukung acara tersebut, Harian Surya, Harian DUTA, dan Jaringan Literasi Indonesia. Hadir sebagai pembicara Eko Prasetyo. (AROHMAN) Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 19
KABAR MANCA
UNESA ‘MENYADAP’ CURTIN, PERLUKAH? Oleh Achmad Nizar
I
stilah ‘menyadap’ yang saya gunakan ini memang terinspirasi aksi penyadapan yang telah dilakukan Australia kepada beberapa petinggi negara Indonesia. Pertanyaannya sekarang adalah perlukah kita membalas? Menurut saya, itu perlu. Tapi tentu saja tidak dengan cara saling melempar ‘tulang’ layaknya yang terjadi pada permainan “Cat vs Dog”. Kita dapat menyadap balik Australia dengan cara yang sedikit lebih elegan. Sebagai seorang mahasiswa aktif, menyadap balik bisa juga dilakukan dengan cara merekam informasi penting terkait dengan proses perkuliahan di Australia untuk diadopsi dan diadaptasi di Indonesia. ‘Menyadap’ seperti inilah yang jauh lebih beretika dan bermartabat. Selama kurang lebih 5 bulan menjadi agen intelejen akademik di Curtin, saya telah mengamati dan menghimpun beberapa hal yang perlu rasanya untuk kita tiru dan diterapkan di Unesa. Tentu saja perlu untuk diketahui bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk mendewakan Curtin dan memandang sebelah mata Unesa namun dalam rangka mencari solusi terbaik. Antara Gerbang, Gedung Rektorat, dan Perpustakaan Saya pernah mendengar ungkapan “Don’t judge the book by its cover”. Ungkapan
20 |
yang sering diartikan dengan “Jangan melihat buku dari halaman depannya saja” ini sering digunakan dalam menyatakan bahwa dalam menyimpulkan sesuatu jangan hanya didasarkan pada apa yang bisa dilihat, namun perlu pengamatan yang mendalam tentang esensi dari sesuatu hal tersebut. Nah, inilah yang menjadikan Curtin jauh lebih menyilaukan daripada Unesa. Ketika Unesa dan hampir semua universitas di Indonesia berlomba-lomba membuat pintu masuk universitas megah, tidak dengan Curtin dan beberapa universitas di Australia yang malah ingin membuat pintu masuknya minimalis. Dengan kata lain, Curtin terkesan tidak ada apa-apanya dibanding universitas di Indonesia (bisa jadi Unesa adalah satu di antaranya) jika dilihat dari kemegahan pintu masuk kampus. Namun, hal tersebut akan berbalik 180° jika dilihat dari esensi didirikannya suatu universitas sebagai gudang ilmu. Curtin jauh lebih unggul dalam mengembangkan perpustakaannya daripada Unesa. Curtin dan beberapa universitas di Australia jauh lebih mementingkan berlomba-lomba membangun perpustakaan yang megah da ripada hanya sekadar membuat ‘cover’ kam pus yang mewah. Pada awalnya saya tidak menyadari perbedaan mencolok tersebut. Kesadaran
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
saya tergugah setelah kami bersembilan mendapat kunjungan perwakilan Dikti dan Unesa di Science and Mathematics Education (SMEC), tempat kami bersembilan menimba ilmu selama di Curtin. Salah satu perwakilan Dikti saat itu menekankan bahwa di In donesia, pembangunan pintu masuk uni ver sitas “super megah” masih menjadi per hatian utama dan menomorsekiankan pengembangan perpustakaan. Untuk me lampiaskan rasa penasaran, kami bersembi lan akhirnya menyusun rencana untuk me ngunjungi beberapa universitas yang ada di Western Australia. Kami hanya sempat mengunjungi 3 uni versitas, yaitu University of Western Australia (UWA), Murdock University (Murdock), dan tentu saja Curtin (meskipun saya sem pat mendengar ada beberapa teman yang berencana mengunjungi University of Notre Dame). Kalau boleh jujur, saya harus mengakui perpustakaan di Curtin (penga matan luar dan dalam) dan UWA (hanya pe ngamatan luar) jauh lebih megah daripada perpustakaan kampus di Unesa, sedangkan kami mengalami kesulitan mencari posisi perpustakaan Murdock. Khusus di Curtin, bukan saja megah dilihat dari bentuk bangunannya saja, namun koleksi buku, majalah, makalah, dan koran sangat banyak, penataan interior ruang buku dan ruang
KABAR MANCA baca sangat nyaman, dan begitu lengkapnya fasilitas penunjang lainnya. Rasanya ingin sekali kuliah di Unesa dengan perpustakaan bernuansa Curtin. Bagaimana dengan pintu masuk kampus ketiga universitas tersebut? Berdasarkan pengamatan saya, hanya pintu masuk Mur dock yang lebih menonjol dibandingkan 2 universitas yang lain. Jika dibandingkan dengan pintu masuk Unesa kampus Lidah Wetan, saya bisa meyakinkan Anda bahwa pintu masuk Unesa masih jauh lebih se derhana daripada pintu masuk Curtin dan Murdock. Hanya pintu masuk UWA saja yang bisa mengalahkan pintu masuk Unesa dari sisi kesederhanaannya. Jadi, jika perwakilan Dikti tersebut menyebutkan semua univer sitas di Indonesia lebih mementingkan pem bangunan mewah pintu masuknya, sa ya bisa mencontohkan pintu masuk Unesa un tuk mematahkan kesimpulan tersebut. Jika berbicara tentang gedung rektorat, karena keterbatasan waktu kunjungan, kami tidak sempat menemukan gedung rektorat di UWA dan Murdock (kunjungan dilaksanakan sore hari). Hal yang sama juga saya jumpai ketika saya mencoba mencari lokasi gedung rektorat di Curtin. Dengan asumsi gedung rektorat Curtin adalah gedung terunik dan termegah di antara gedung yang ada, layaknya gedung rektorat yang selama ini dibangun di Indonesia, saya telah mencoba melakukan pengamatan dari bulan Maret sampai Juli 2013. Hasilnya, sampai sekarang pun saya tidak dapat menemukan di mana tempat sang pimpinan Curtin berkantor. Hampir semua gedung saya amati tapi tidak ada tanda-tanda yang mengindikasikan gedung tersebutlah tempat Rektor Curtin berkarya. Meskipun tidak ditemukannya gedung rektorat Curtin bisa jadi disebabkan ketidaktelitian dan ketidaktahuan saya, hal ini bertolak belakang dengan gedung rek torat di Indonesia yang sangat gampang di temui. Saya sempat bertanya-tanya, apakah kebiasaan pembangunan gedung rektorat megah di Indonesia masih berkaitan dengan ungkapan “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda”? Dari dua ungkapan yang telah di se butkan di atas, yaitu “Don’t judge the book by its cover” yang masih dipegang teguh oleh beberapa universitas di Australia dan ungkapan “Kesan pertama begitu meng goda, selanjutnya terserah Anda” yang ma sih berlangsung di beberapa universitas di Indonesia, menyadarkan saya bahwa pe ngembangan universitas di Indonesia semestinya harus selaras dengan tujuan
di dirikannya universitas tersebut, yaitu mencetak generasi muda yang berilmu dan berakal. Pengembangan sarana penunjang pengembangan ilmu harus diletakkan di atas pengembangan atribut universitas yang bertujuan untuk publikasi. Dengan kata lain, Unesa harus berani meniru apa yang sudah dilakukan beberapa univesitas di Australia dengan lebih menitikberatkan kepada pengembangan perpustakaannya daripada hanya sekadar membangun pintu masuk kampus dan gedung rektorat yang mewah. Dengan semakin digalakkannya pembangunan kampus Lidah Wetan, saya berharap Unesa berani mendobrak ke biasaan lama dengan membangun per pustakaan baru super megah dan memper kecil proporsi pembangunan gedung pe nunjang yang lain. Semoga. Antara SPP dan Fasilitas Saya ingat ungkapan Jawa yang me nyebutkan “Rego nggowo rupo” alias harga menentukan kualitas. Ungkapan ini lebih me nitikberatkan kepada jangan berharap memperoleh sesuatu yang lebih bagus dan berkualitas kalau tidak punya modal yang besar. Jika berbicara tentang SPP dan fasilitas, maka hal yang sama juga akan terjadi di Curtin dan Unesa. Sebagai pembanding, SPP 1 semester di Curtin AUD 12.300 atau sekitar 123 juta rupiah sedangkan SPP 1 semester untuk program S-2 di Unesa 5,5 juta rupiah. Jika melihat besarnya biaya yang diperlukan untuk menempuh kuliah 1 semester di Cur tin maka lumrah dan sangat masuk akal jika Curtin memiliki perpustakaan beserta isi dan fasilitasnya yang megah, proporsi area hijau dan gedung yang bagus, ketersediaan sarana gratis CABS, dan beberapa fasilitas lainnya. Yang tidak masuk akal justru kalau Curtin dengan SPP sebesar itu memiliki fa silitas ‘seminim’ fasilitas di Unesa. Namun, murahnya SPP 1 semester di Unesa tidak bisa dijadikan pembenaran un tuk tidak memberikan pelayanan yang prima kepada mahasiswanya (saya ya kin Unesa tidak akan meminimalkan fasi litas penunjang kampus hanya gara-ga ra minimnya pemasukan melalui SPP). Un tuk yang satu ini, saya ingat ungkapan Bu Khabibah, Dosen Matematika Unesa yang intinya menekankan, “Biaya mahal mengha silkan sesuatu yang bagus itu biasa, namun biaya murah menghasilkan sesuatu yang bagus itu baru luar biasa”. Dengan kata lain fasilitas lengkap karena SPP mahal itu biasa, namun fasilitas lengkap karena SPP murah itu baru luar biasa. Itulah yang seharusnya
dianut oleh Unesa. Jujur, saya salut dengan dobrakan Bapak Rektor, Prof Muchlas yang dalam waktu singkat berhasil menyulap “lahan tak terurus” di depan masjid menjadi danau yang menakjubkan dan beberapa dobrakan lainnya. Tentu saja itu perlu dana besar yang menurut hemat saya (mohon maaf jika saya salah) tidak mungkin diperoleh sepenuhnya dari SPP mahasiswanya. Ada satu hal yang mungkin bisa me nambah fasilitas Unesa menjadi bertambah berkualitas, khususnya yang berkaitan de ngan perpustakaan. Saya meyakini bahwa se bagian dari SPP yang dibayarkan per bulannya salah satunya diperuntukkan un tuk mengembangkan perpustakaan. An daikan mahasiswa baru di PPs Unesa se banyak 100 orang, maka pembayaran SPP setiap semesternya bisa diimbangi dengan pembelian 100 judul buku/jurnal/majalah baru. Dengan kata lain, selama 2 tahun ke depan (4 semester) akan ada tambahan 400 judul buku/jurnal/majalah baru di perpus takaan. Saya yakin dengan semakin ber agamnya koleksi bacaan perpustakaan akan berujung kepada semakin variatifnya judul pe nelitian yang dihasilkan di lingkungan Unesa. Perlukah Unesa ‘Menyadap’ Curtin? Mengingat banyak hal positif yang bisa kita pelajari dari Curtin, maka dengan sangat yakin saya katakan, Unesa harus ‘menyadap’ Curtin. Sudah saatnya Unesa berbenah diri. Adalah suatu hal yang bodoh jika setelah kita menyadari kelemahan kita dan mengetahui ada kelebihan orang lain yang bisa dijadikan patokan dalam memperbaiki diri, namun malah kita diam diri. Adalah hal yang sia-sia jika solusi alternatif yang sudah ada di depan mata tidak dilirik hanya sekadar menuruti ketidaksanggupan hati dalam menerima solusi perbaikan. Unesa telah berkembang begitu cepatnya dari tahun ke tahun, baik itu dilihat dari banyaknya lulusan maupun pengembangan infrastruktur penunjang perkuliahannya. Menurut saya, akan lebih elok lagi jika Unesa bersedia membuka diri untuk meniru dan mengadaptasi ke suksesan Curtin dalam mengembangkan pendidikannya demi Unesa yang lebih maju, bermartabat, dan disegani. n
*Penulis adalah Alumnus SMAN 1 Gresik, S-1 UM, dan saat ini mahasiswa S-2 Double Degree Pendidikan Matematika Unesa
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 21
KABAR PPG/SM-3T
SEMINAR LITERASI: Much. Khoiri (tengah) sedang menyampaikan materi, sementara pembicara lain serta moderator turut menyimak.
CATATAN DARI SEMINAR LIETARASI PPPG UNESA
PPPG SEBAGAI PENGGERAK LITERASI Menulis itu gampang, kata Arswendo. Menulis itu sulit, kata Budi Darma. Bergantung apa yang kita tulis, kata Khoiri. Kalau kita menulis tentang pe rasaan kita, tentang ki sah-kisah hidup kita, itu gampang. Lebih banyak pakai otak kanan. Tapi kalau kita menulis sesuatu yang harus dibatasi dengan aturan-aturan penulisan ini-itu, itu yang sulit. 22 |
A
Ada Sirikit Syah, Satria Darma, Much. Khoiri dan Ahmad Wahju, mereka adalah dedengkot li terasi. Pemilik Sirikit School of Writing, Eureka Academia, Ja lindo, dan Indonesia Menulis. Ada Anwar Djaelani, dialah motor Bina Qalam, yang selalu mengatakan, menulis itu jihad yang menyenangkan. Pegiat li terasi yang lain, Eko Prasetyo, Su hartoko, Abdur Rohman, Eko Pamuji, hadir membaur di antara kerumunan para peser ta PPG. Buka mata, buka telinga, bu ka hati, buka akal pikiran,
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
oleh Prof. Luthfiyah Nurlaela begitu kata Sirikit, supaya kita bisa menulis. Lihat o rangorang di sekitar kita. everyone has their own story. Gunakan waktu untuk mengamati, me nemukan hal-hal yang me na rik, dan tuliskan. Daripada main game dan FB-an. Menulis itu gampang, kata Ar swendo. Menulis itu sulit, kata Budi Darma. Bergantung apa yang kita tulis, kata Khoi ri. Kalau kita menulis tentang pe rasaan kita, tentang ki sah-kisah hidup kita, itu gam pang. Lebih banyak pakai otak kanan. Tapi kalau kita menulis sesuatu yang harus di ba tasi dengan aturan-aturan pe
nulisan ini-itu, itu yang sulit. Lebih mengandalkan otak kiri. Menulis yang baik ada lah menggunakan kedua be lahan otak kita, kanan dan kiri. Dan itu, tentu saja, tiidak mudah. Perlu ketekunan, per lu keuletan, seringkali per lu pengeraman, untuk meng hasilkan tulisan yang memu askan. Tulisan mampu menoreh kan sejarah. Apa yang diper juangkan dengan otot, seperti Negara Sparta, akan hi lang dengan cepat. Apa yang di per juangkan dengan tulisan, akan ‘abadi’, seperti tulisan pa ra filsuf. Plato, Socrates, siapa
KABAR PPG/SM-3T yang tidak kenal? Mereka ber juang dengan tulisan, dan mereka ‘abadi’. Iqra’. Bacalah. Maka ke mana-mana, bawalah buku, kata Satria Darma. Membaca itu perintah, bukan anjuran. Perintah Tuhan. Perintah yang jauh lebih tinggi daripada pe rintah Direktur PPG, lebih ting gi daripada perintah Rektor, lebih tinggi daripada perintah Mendikbud, bahkan Presiden sekali pun. Urusan literasi bukan urus an seseorang, sebuah lem baga, atau urusan sektor tertentu. Urusan literasi men jadi urusan semua. Itulah pen tingnya membangun ja ri ngan dengan semua pihak. Indonesia Menulis tidak hanya mengurus Jawa Timur, tapi di seluruh wilayah Indonesia. Di Papua, di NTT, di Sulawesi, mari kita membangun ‘Indonesia Menulis’. Begitu kata Ahmad Wahju, yang telah menjalin sinergi dengan banyak pihak, lintas sektor, lintas daerah. Ketika kita ceramah, be rapa banyak orang yang akan mendengarkan? Tanya Sirikit. Berapa banyak orang yang akan memahami? Berapa ba nyak orang yang akan tetap mengingat? Dengan menulis, sekali kita menulis, tulisan itu akan dibaca orang berlipa-lipat kali lebih banyak, tulisan bisa disimpan, bisa diabadikan ber tahun-tahun bahkan berabadabad setelahnya. Jadi, mulailah menulis. Ada banyak cerita selama mengikuti Program PPG. Ada cerita sedih, ada cerita suka. Air macet, menu makanan yang membosankan, workshop yang menjemukan, hanyalah se bagian cerita sedih. Dosen yang bersahabat, teman-te man yang baik, pengelola yang peduli, main musik, main fut sal, adalah sedikit cerita yang menyenangkan. Kata Fa fi Inayatillah--editor buku ‘Pe langi di Panggung PPG’-- yang
cantik itu, bagaimana pun, bu ku ini lebih banyak berisi cerita su ka daripada cerita duka. Tulisan yang sangat beragam, menarik, meski harus diotakotik agar lebih cantik. Lain lagi dengan cerita ten tang peserta SM-3T di Sumba Timur. Meski sudah ada ‘Ibu Gu ru, Saya Ingin Membaca’ dan ‘Jangan Tinggalkan Ka mi’, cerita tentang Sumba Timur seperti tak pernah ha bis. Betapa sulitnya men da patkan air, sehingga seorang pe serta harus mandi dan mem bersihkan diri dengan tisu basah. Betapa suka duka mengajar anak-anak yang tertinggal, betapa ingin nya mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Semuanya te rang kum dalam buku yang disun ting Rukin Firda: ‘Mim piku, Mimpimu, Mimpi Kita.’ Hari ini adalah hari yang luar biasa. Ada lagu ‘Kami Pe duli’, tari Bali, tari saman, dan tari Timor. Ada belasan pegiat literasi bertemu dalam sebuah dialog yang mencerahkan, menginspirasi, penuh se ma ngat, dengan ratusan anak mu da yang begitu antusias bertanya. Mereka, anak-anak muda itu, akan menjadi tumpuan ha rapan pengembangan bu da ya literasi di PPG. Mereka calon guru yang akan menjadi guru-guru profesional yang cinta literasi. Mereka akan me nularkan kecintaan itu pa da anak didik. Mereka akan mem buat setiap anak suka memba ca dan menulis. Mereka akan mengubah statistik membaca yang menyebabkan Indonesia mengalamai tragedi nol buku. Para pegiat literasi, yang telah membubuhkan tanda tangan di pigura pen ca nangan PPPG sebagai Peng gerak Literasi, akan membantu mewujudkan mimpi itu. Mimpi ada panggung besar di PPG. Pang gung yang tak pernah sepi me nampilkan
Urusan literasi bukan urusan seseorang, sebuah lembaga, atau urusan sektor tertentu. Urusan literasi menjadi urusan kita semua.
pertunjukan mem baca, me nulis, membedah, me lun curkan buku-buku. Panggung yang mampu menyedot pe nonton yang tidak hanya ingin menjadi penonton. Ber sama-sama memainkan peran sebagai pejuang, membangun peradaban. Para pegiat itu, merekalah ah linya literasi. Terima kasih su dah sudi hadir, membagi inspirasi, menyemangati, membangkitkan mimpi.n
Para pejuang literasi siap menjadi pendamping kegiatan Seminar Literasi yang digelar PPPG Unesa dengan membubuhkan tanda tangan mereka di atas prasasti.
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 23
ARTIKEL ILMIAH
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI KONSEP GEJALA ALAM DAN KERJA ILMIAH DENGAN BEREKSPERIMEN
M
embekali para generasi muda bangsa Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang penting. Salah satu wujud pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan intelektual, ter utama berpikir kreatif dan menggunakan akal sehat adalah pembelajaran pada mata pelajaran Biologi. Pendapat tersebut terjadi sebab ke giatan berpikir dan kemampuan berpikir sehat ada pada diri siswa, selain itu karena pelajaran Biologi merupakan ilmu yang ber kembang dari dasar pengetahuan alam yang sebagian besar pembahasannya mengguna kan kemampuan intelektual. Dalam mempelajari Biologi, siswa harus berkreasi mengembangkan gagasan-gagas an tersebut dengan logis melalui kegiatan proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Banyak model pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk diberikan kepa da siswa baik secara individu maupun secara bertingkat. Selain itu, guru juga harus jeli memilih dan menggunakan metode pem belajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa agar membangkitkan aktivitas belajar siswa. Tujuan pembelajaran di sekolah yang ingin dicapai bersifat komprehensif, artinya bukan hanya mengutamakan penambahan pe ngetahuan melainkan juga pem ben tukan keterampilan, nilai dan sikap. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strate gi yang memungkinkan siswa terlibat secara op timal. Salah satu contohnya dengan menggunakan eksperimen sebagai metode pembelajaran. Fakta sementara menunjukkan bah wa saat proses pembelajaran dengan menggunakan Metode Eksperimen, terjadi perubahan peranan guru. Dominasi gu ru sangat berkurang karena memberi kesem patan kepada siswa untuk ikut bertanggung jawab dalam proses pembelajaran. Semen tara dari segi siswa Metode Eksperimen memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk belajar dan bekerja ber dasarkan kemampuan dan kesempatan be
24 |
Neni Dijah Sukmawardhani *)
lajarnya masing-masing, sehingga pada ke giatan Metode Eksperimen ini siswa secara individual bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukan, mengontrol kegi atan, kecepatan dan intensitas belajar serta mengetahui sendiri hasil belajarnya. Permasalahan ini dipilih karena mem punyai relevansi dengan konsep pengem bangan profesi. Metode Eks pe rimen juga sangat berperan aktif terhadap ak tivitas siswa dan dapat meningkatkan pre stasi belajar siswa. Untuk itu menurut pe nulis Metode Eksperimen adalah model pem belajaran yang paling efektif digunakan da lam proses pembelajaran Biologi. Penulis menerapakan model pem belajaran tersebut pada siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bojo
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
negoro karena merasa prestasi belajar me reka masih rendah dalam mata pelajaran Biologi. Penelitian kami dilaksanakan de ngan bereksperimen dalam membahas kon sep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah. Penulis merumuskan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Pada Pembelajaran Bio logi Konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah de ngan Bereksperimen”. Prestasi belajar merupakan tujuan uta ma dalam proses pembelajaran di dunia pen didikan, maka peningkatannya sangat penting untuk selalu diupayakan termasuk dalam mata pelajaran Biologi sebagai ca bang dari ilmu pengetahuan alam yang sangat penting untuk dipelajari. Dalam pe nelitian ini upaya yang dilakukan yaitu de ngan menerapkan Metode Eksperimen.
ARTIKEL ILMIAH Penulis ingin turut serta mengupayakan peningkatan prestasi belajar mata pelajaran Biologi di sekolah yang merupakan wilayah kerjanya. Sebab selama ini Mata Pelajaran Biologi dianggap sulit dan mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa Kelas VII B Semester I SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabu paten Bojonegoro. Selain itu alasan yang mendasari pemilihan judul juga karena ting gi rendahnya prestasi belajar siswa adalah salah satu di antaranya disebabkan faktor penggunaan metode pembelajaran. Dalam penelitian ini penulis me nge mukakan beberapa masalah yang akan dibahas yaitu masalah mengenai pen di dikan Biologi di sekolah, penerapan Meto de Eksperimen dalam proses belajar meng ajar mata pelajaran Biologi di sekolah dan masalah mengenai prestasi belajar sis wa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabu paten Bojonegoro. Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan seba gai berikut: Apakah dengan bereksperimen dalam menguji Konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah dapat meningkatkan prestasi belajar Biologi pada siswa kelas VII? Maksud dan tujuan penelitian antara lain : 1) Sebagai alat kontrol bagi guru untuk me ngetahui faktor dalam pembelajaran Biologi untuk meningkatkan prestasi belajar sis wa, 2) Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar Biologi yang dicapai oleh siswa dengan penerapan Me tode Eksperimen di Kelas VII, 3). Untuk men deskripsikan kegiatan pembelajaran Biologi konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah yang menerapkan Metode Eksperimen. Indikator pencapaian tujuan penelitian di atas adalah siswa dapat memahami ge jala-gejala alam melalui pengamatan, dan pada akhir pembelajaran didapatkan pe ningkatan nilai hasil belajar siswa minimal sesuai ketuntasan pembelajaran Biologi. Manfaat sebagai hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Dapat memanfa atkan berbagai kemampuan pemahaman il miah siswa. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuan il miahnya. 3) Meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran Biologi. 4) Guru akan mendapatkan umpan balik dari siswa, apakah tu juan telah tercapai dengan membantu siswa berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. 5). Memberikan bahan acuan bagi guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dalam proses belajar mengajar Bi ologi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. 6) Sebagai feed-back dan self koreksi
bagi kepala sekolah dalam upayanya men dukung guru untuk mencari sistem pem belajaran yang menyenangkan bagi murid sehingga dapat meningkatkan minat belajar yang akan mempengaruhi tingkat prestasi belajar siswa sebagai tujuan setiap proses pembelajaran dalam pendidikan. LANDASAN TEORI Istilah Biologi berasal dari bahasa Yu nani yaitu Bios = hidup dan Logos = ilmu. Secara sederhana biologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang hidup, sedangkan de finisi secara lengkap adalah ilmu yang mem pelajari segala sesuatu tentang makh luk hidup. Di antaranya : zoologi, botani, ana tomi, fisiologi, genetika, ekologi, histologi, sitologi. Dalam kerja ilmiah, setiap langkah dila kukan dengan sikap-sikap ilmiah. Adapun yang termasuk dalam sikap ilmiah adalah tekun, cermat, disiplin, teliti, ulet, jujur, ter buka, dan selalu ingin tahu. Dengan me lakukan kerja ilmiah yang dilandasi sikap il miah akan menghasilkan fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori, dan hukum. Perole han ketrampilan yaitu ketrampilan proses atau menggunakan alat kerja. Misalnya te ram pil melakukan observasi, mengolah data, menafsirkan data, dan melakukan eks perimen. Metode ilmiah adalah langkah atau ta hap teratur dan sistematis yang digunakan dalam memecahkan suatu masalah ilmiah. Adapun langkahnya adalah merumuskan ma salah, mengumpulkan data atau ke te rangan, menyusun hipotesis/dugaan, me la kukan eksperimen/percobaan, menarik ke simpulan, menguji kesimpulan dengan percobaan. Biologi adalah salah satu cabang dari il mu pengetahuan alam. Biologi mempelajari segala sesuatu tentang makhluk hidup. Da lam ilmu Biologi yang mulai diajarkan di SMP juga terdapat beberapa cabang yang mempelajari tentang makhluk hidup dalam bidang-bidang tertentu seperti zoologi, bo ta ni, anatomi, fisiologi, genetika, ekologi, histologi, dan sitologi. Kemajuan teknologi dan ilmu pe nge ta huan yang membutuhkan pembuktian atau bukti-bukti nyata dari keberadaan ke majuan agar dapat dimanfaatkan oleh ma nu sia, maka segala sesuatu memerlukan eks perimentasi atau biasa juga disebut dengan eksperimen. Begitu juga dalam cara mengajar guru di kelas digunakan Metode Eksperimen, yang mengandung pengertian sebagai salah satu cara mengajar, di mana
siswa melakukan suatu eksperimen tentang sesuatu hal; mengamati prosesnya serta menuliskan hasil eksperimennya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Dengan eksperimen siswa menemukan buk ti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajari. Dalam eksperimen, siswa perlu teliti dan konsentrasi mengamati pro ses eksperimen sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menemukan pem buktian kebenaran dari teori yang dipelajari. Berdasarkan landasan teori sebelumnya dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Dengan melaksanakan Eksperimen Biologi dalam membahas konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah maka dapat mening katkan prestasi belajar Siswa Kelas VII B Semester I SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabu paten Bojonegoro. METODOLOGI PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah berwujud orang, yakni semua siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bo jonegoro sebanyak 32 siswa. Sampel dari penelitian ini adalah seluruh obyek pe nelitian yakni semua siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bojonego ro, Propinsi Jawa Timur, di mana sekolah tersebut merupakan wilayah kerja penulis. Obyek penelitian adalah siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bojo negoro. Mata pelajaran Biologi pada konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah. Penelitian di laksanakan selama 2 bulan. Tehnik yang digunakan untuk me ngum pulkan data tentang prestasi be la jar siswa dalam proses pembelajaran adalah menggunakan tes. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essay untuk me ngetahui argumentasi siswa. Analisis data meng gunakan nilai rata-rata hasil belajar tiap siklus yang diambil seluruhnya tiap sik lus dan dibandingkan untuk mendapat per sen kenaikan nilai yang menggambarkan ke berhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. HASIL PENELITIAN Siklus penelitian yang dilaksanakan da lam penelitian sejumlah dua siklus yang di terapkan pada mata pelajaran Biologi kon sep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah dengan menggunakan Metode Eksperimen. Ke giatan siklus ini meliputi beberapa tahapan
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 25
ARTIKEL ILMIAH kegiatan lagi yaitu persiapan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Perlakuan tersebut dilaksanakan pada obyek penelitian yaitu siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro saat belajar mata pelajaran Biologi pada konsep Gejala Alam dan Kerja Ilmiah. Siklus 1 Siklus 1 dilaksanakan dengan serangkai an langkah. Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan penelitian dapat dilihat bahwa pelaksanaan Metode Eksperimen kurang berjalan lancar karena model pembelajaran masih baru sehingga siswa dan bahkan guru masih harus beradaptasi membiasakan menggunakan model pembelajaran ini. Sehingga siswa masih terkesan ragu-ragu pada saat eksperimen. Hal ini dapat diartikan bahwa keaktifan siswa masih kurang dan guru masih men dominasi proses pembelajaran. Sementara nilai rata-rata hasil belajar yang dihasilkan pada siklus 1 hasilnya sudah meningkat daripada sebelum siklus namun belum cu kup memuaskan, maka perlu diadakan sedikit perbaikan pada siklus 2 untuk me ningkatkan prestasi belajar siswa. Siklus 2 Pada siklus 2 semua kegiatan telah ber jalan baik dan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Semua kekurangan-kekurangan pada siklus 1 telah diperbaiki dan dapat dilaksanakan lebih baik dan lancar pada siklus 2 ini. Se hingga pada minat, aktifitas dan nilai terjadi peningkatan yang memuaskan. Pada siklus 2 siswa dan guru sudah ter biasa dalam mengikuti pembelajaran de ngan Metode Eksperimen, sehingga siswa termotivasi dan berminat untuk aktif dalam pembelajaran. Dari pihak guru juga sudah mampu melaksanakan pelaksanaan ke giatan pembelajaran dengan baik. Nilai hasil belajar juga mengalami peningkatan pada setiap tahap siklusnya, sehingga hipotesis yang dirumuskan untuk me ningkatkan prestasi belajar dengan Metode Eksperimen dapat tercapai pada akhir pembelajaran. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata pada siklus 2.
dari penelitian tersebut. Adapun hasil pe nelitian tersebut adalah berdasarkan tabel perbandingan nilai rata-rata di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan Me to de Eksperimen da pat meningkatkan prestasi belajar sis wa, dengan nilai rata – rata sebelum meng gu nakan model pem belajaran sebesar 62,81 dan setelah menggunakan model pembelajaran terjadi peningkatan nilai rata – rata sebesar 69,38 pada siklus 1 dan meningkat menjadi 77,81 pada siklus 2. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang penulis lakukan berhasil. Dari hasil tersebut berarti ada pening ka tan prestasi belajar siswa yang diajar de ngan Metode Eksperimen sebagai mo del pembelajaran lebih positif kalau diban dingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar tidak mengggunakan Metode Eks perimen sebagai model pembelajaran. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti la ku kan, dapat disimpulkan bahwa dengan metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar Biologi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Sugihwaras Kabupaten Bo jo negoro Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dapat diterima kebenaran hipotesisnya. Ha silnya, rata-rata sebelum menggunakan model pembelajaran sebesar 62,81 dan se telah menggunakan model pembelajaran ter jadi peningkatan nilai sebesar 69,38 pada siklus 1 dan meningkat menjadi 77,81 pada siklus 2.
Arikunto, Suharsimi, 1987 Prosedur Penelitian, Jakarta : Bina Aksara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993, Biologi 1, 2, 3 untuk SMP. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2003, Kurikulum Standar Isi 2006. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Djojonegoro, Wardiman, 1993. Ilmu Pengtahuan Alam Sebagai Dasar Sistem Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Bandung : Universitas Pajajaran. Druxes, dkk, 1983. Kompedium Didaktik IPA. Jakarta : Erlangga. Hadi, Sutrisno, 1987 Model Research I, II, III, Yogyakarta : Yasbid Fak. Psikologi UGM Yogyakarta. Roestiyah. 2001, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta. Sugiyarto, Teguh, dkk, 2008. Buku Sekolah Elektronik (BSE): Ilmu Pengetahuan Alam untuk kelas VII SLTP/MTs. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas. Surakhmad, Winarno, 1978. Dasar dan Teknik Research, Bandung : Tarsito. Wasis, dkk, 2008. Buku Sekolah Elektronik (BSE): Ilmu Pengetahuan Alam untuk kelas VII SLTP/MTs. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas.
*) Guru Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 1 Bojonegoro beralamat di Jalan Ade Irma Suryani 11 Bojonegoro 62111
Interpretasi Data Setelah penulis mengadakan penelitian dan mencari sumber – sumber data untuk menyusun penelitian dari teknik dokumen ter untuk mendapatkan sampel dan se jumlah populasi. Penulis memaparkan hasil
26 |
DAFTAR PUSTAKA
MAJALAH UNESA Nomor: 63 Tahun XIV - November 2013
Winarsih, Anni, dkk, 2008. Buku Sekolah Elektronik (BSE): IPA Terpadu untuk kelas VII SLTP/MTs. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas.
KABAR PRESTASI Tawarkan Paket Wisata Bernuansa Sejarah,
Unesa Diapresiasi di MTF 2014
K
onsep paket wisata napak tilas perjalanan Hayam Wuruk diminati pengunjung Majapahit Travel Fair 2014 di Ballroom Grand City Mall Surabaya. Paket wisata yang diinisiasi program studi Pendidikan Sejarah Unesa itu digawangi Drs. Yohanes Hanan Pamungkas, M.A., dosen Unesa yang juga arkeolog. Dalam pameran berskala nasional terbesar se-Indonesia Timur itu, Unesa memamerkan berbagai koleksinya mulai dari foto dokumentasi napak tilas Hayam Wuruk, media interaktif rute perjalanan sang raja Majapahit, video dokumenter napak tilas 900 km napa tilas Hayam Wuruk, dan duplikat naskah Negarakertagama yang dipinjam langsung dari Museum Mpu Tantular. Stan Unesa menjadi satu di antara banyak stan yang ramai dikunjungi para pengunjung karena menawarkan paket wisata yang unik. Selama ini belum banyak wisata berbasis sejarah yang mengintegrasikan potensi budaya, geografi, dan ekonomi. “Sejauh ini kami sudah menggarap 60 km perjalanan wisata berbasis napak tilas Hayam Wuruk bersama Nigel Boulough dari Inggris. Tahun ini akan dilanjutkan 100 km survei potensi wisata yang ada di sepanjang jalur napak tilas tersebut mulai Pasuruan hingga Lumajang. Kami masih berangan-angan menghabiskan 740 km untuk menuntaskan paket wisata napak tilas Hayam Wuruk yang lengkap,” ujar Pak Hanan, sapaan akrabnya. Selain stan yang banyak dikunjungi pengunjung, Unesa juga mendapat apresiasi oleh panitia penyelenggara acara. Pemandu stan Unesa yang juga mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah angkatan 2011 itu mendapat apresiasi sebagai the best make up hair do, sebuah penghargaan sebagai pemandu stan dengan penampilan tata rias terbaik. Ia adalah Preva Asmara. Mahasiswa asal Mojokerto tidak menyangka terpilih sebagai yang terbaik karena ada juga mahasiswa dari perguruan tinggi lain seperti Universitas Kristen Petra, Universitas Airlangga, Universitas Surabaya, Universitas Ciputra, dan juga stan-stan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata se-Indonesia yang turut serta dalam ajang ini. “Dalam ajang ini, Unesa sengaja mengangkat kesejarahan Jawa Timur, terutama Majapahit. Selain karena tema pamerannya
Perwakilan Unesa menunjukkan sertifikat dan piala yang diperoleh nya dalam gelaran Majapahit Travel Fair 2014. yang mengusung hal itu. Kita ingin mengingatkan bahwa sejarah Indonesia diawali oleh kiprah Majapahit dalam mempersatukan nusantara. Kita ingin potensi sejarah besar itu dikenal masyarakat Indonesia dan juga mancanegara melalui paket wisata yang kini sedang kami kembangkan bersama pakar arkeolog dari Inggris dan juga melibatkan mahasiswa sebagai pemandu perjalanan wisata tersebut,” jelas Bapak yang kini sedang menuntaskan program doktoralnya di UGM itu. Dengan apresiasi yang begitu besar terhadap Unesa, diharapkan ke depan tim seni dari Unesa juga turut serta turun menampilkan kreasinya di ajang pameran yang telah berlangsung selama 15 tahun ini. Acara yang dibuka Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Gubernur Jawa Timur ini juga diramaikan penampilan seni pertunjukan khas Jawa Timur. (GILANG/BYU)
Unesa Jadi Duta Batik Jawa Timur
M
inggu (18/05) salah satu ma hasiswa Unesa berhasil me nyandang gelar Duta Ba tik Provinsi Jawa Timur. Dia adalah mahasiswa Jurusan S-1 Tata Boga angkatan 2011, Arnas Ashari. Batik bu atan salah satu desain butik yang di ke nakan Arnas berhasil menarik hati 5 orang juri serta pengunjung yang hadir di Grand City Mall Surabaya. Selain itu, ke mampuannya di bidang modelling ber hasil mengantarkannya menjadi juara 1 mengalahkan 43 kontestan pria lainnya dalam ajang tersebut. Sesuai dengan te
ma yakni “Batik Remaja”, baju batik yang dikenakan Arnas merupakan perpaduan dari kain batik dan jeans yang disatukan hingga menjadi baju yang lebih modern. Kecintaannya dengan batik serta ho binya di bidang modelling, akhirnya me nam bah motivasinya untuk mengikuti ajang yang diselenggarakan Dewan Kera jinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Timur. “Sudah diakui oleh dunia bahwa batik adalah milik Indonesia. Jadi saya bangga menjadi anak muda yang cinta ba tik,” ujar pria asal kota gudeg itu. Prestasi ia ti dak hanya itu, sebelumnya gelar duta
lingkungan juga pernah disandang oleh mahasiswa ini. Pria yang berasal dari Yogyakarta ini ber harap rasa kecintaannya terhadap batik juga diikuti teman-temannya. “Saat ini batik Unesa kan hanya dikenakan oleh karyawan-karyawan tetapi tidak untuk mahasiswa. Semoga aturan itu tidak hanya berlaku untuk dosen atau karyawan, melainkan juga untuk mahasiswa, minimal sehari dalam seminggu, bisa dengan desain batik yang berbeda untuk tiap-tiap fakultas,” jelas Arnas. (ULIL/WHY/BYU)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 27
KABAR PRESTASI
Dosen Muda Unesa Menangkan Sayembara Desain Seragam Kontingen Indonesia
M
uhamad Rois Abidin kembali mengharumkan nama Unesa. Dosen muda ini memenangkan sayembara seragam kontingen Indonesia menuju Asian Games XVII Korsel pada September 2014 dan Sea Games XXVIII Singapura pada 2015 yang diselenggarakan oleh Kemenpora. Lomba adu kreatif se-Indonesia ini berhasil ia juarai. Desain yang ditawarkan dosen muda Unesa ini sesuai dengan kriteria panitia. Selain orisinalitas karya dan kesesuaian dengan tema. “Dalam setiap perlombaan saya selalu berusaha untuk memahami dengan baik dan benar setiap kata per kata dari seluruh syarat dan ketentuan. Ketika kita sudah paham maka akan dengan mudah ‘menyuntikkan’ seluruh informasi tersebut ke dalam otak kita dan hal itulah yang menjadi rambu-rambu dalam proses desain saya,” ungkapnya.
28 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
Inspirasi desain yang ia lombakan adalah pola sederhana yang membentuk seekor burung garuda dengan garis putih dan warna blok merah, yang terinspirasi dari lagu ciptaan band Netral “Garuda di Dadaku”. “Inspirasi sederhana itu yang kemudian saya angkat dan saya visualkan menjadi sebuah pola dalam desain fesyen untuk seragam kontingen Indonesia yang nanti akan berlaga di ASIAN GAMES dan SEA GAMES,” tandasnya. Desain tersebut mampu memvisualkan klu dari panitia yaitu semangat merah putih, semangat kepahlawanan, semangat persatuan dan kesatuan, serta semangat pantang menyerah. “Dalam desain tersebut saya ingin para atlet bangga terhadap bangsanya, bangga untuk bisa mejadi yang terbaik bagi bangsanya,” ungkap Dosen Jurusan Seni Rupa Desain Grafis Unesa tersebut. (DIYANTI JATI PRATIWI/GLG/BYU)
KABAR PRESTASI Penghargaan KPRI Berprestasi Dinas Perkoperasian Kota Surabaya:
Kocika Unesa Jadi yang Terbaik
T
ak banyak yang tahu prestasi gemilang Kocika, demikian ke pendekan dari Ko pe ra si Civitas Akademika Unesa. Koperasi yang telah berusia 37 tahun ini berhasil menjadi Koperasi Pegawai Republik In donesia (KPRI) terbaik se-Sura baya. Saat diwawancara, Gho fi rin, yang menaungi Bidang Usa ha Kocika menjelaskan bah wa setiap tahun Kota Su ra baya selalu memperingati Hari Koperasi yang jatuh pada 12 Juli dengan berbagai rang kaian acara. Penobatan ko pe ra si berprestasi merupakan puncak dari serangkaian acara ter sebut. Saat peringatan ta hun 2013, Pemerintah Kota Su ra baya melalui Dinas Koperasi memberikan penghargaan dan menobatkan Kocika Unesa seba gai Juara I kelompok KPRI. Unggul di antara 110 KPRI lain Berbagai kriteria penilaian meliputi aspek organisasi yang terdiri atas keanggotaan, ke pengurusan, dan legalitas serta aspek administrasi yang di mi liki Kocika mampu bersaing de ngan 110 KPRI lain yang ada di Su rabaya. Keunggulan yang dimiliki Kocika Unesa adalah as pek usaha yang meliputi toko, pelayanan simpan pinjam, dan kerja sama. Koperasi yang kini berada di Gedung B-1 (eks-UPT P4 Unesa) Kampus Ketintang ini memiliki manfaat bukan hanya bagi anggota tetapi juga untuk civitas akademika serta masya rakat umum. Aspek keanggotaan juga menjadi penunjang poin pres tasi Kocika Unesa. Sampai saat ini jumlah anggota kocika men capai lebih kurang 2183 orang. Dengan rincian 708 anggota bia
sa dan 1475 anggota luar biasa. Maksud dari anggota biasa di sini adalah anggota yang ber asal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) Unesa seperti dosen dan kar yawan sedangkan anggota luar biasa adalah anggota yang bukan dari PNS Unesa, bisa dari ma syarakat sekitar lingkungan Unesa. Perbedaannya adalah anggota luar biasa tidak mem peroleh hak suara dalam arti ti dak dapat memilih dan dipilih men jadi pengurus. Banyaknya jum lah anggota ditunjang jasa simpan pinjam yang pela yanannya berpihak kepada ang gota menjadi nilai plus bagi KPRI ini. Kekeluargaan Kunci Suksesnya Kekeluargaan menjadi azas yang penting untuk dite rapkembangkan dalam tubuh ko perasi. Kocika Unesa pun memegang prinsip dasar itu. Minimal satu tahun sekali di adakan rapat anggota tahunan (RAT). Pada RAT ini semua ang gota bebas berpendapat atau pun memberikan kritik yang mem bangun. Di samping itu terdapat forum pendidikan per koperasian yang diadakan seta hun sekali. Dengan visi meningkatkan ke sejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umum nya, kocika mempunyai te kad memberikan pelayanan ter baik kepada anggota baik dalam kualitas maupun ku an titas. Seperti baru-baru ini, da lam rangka memperingati hari jadi yang ke-37, Kocika mengge lar berbagai acara bukan hanya untuk anggota tetapi juga un tuk masyarakat umum. Mulai dari pameran dan bazar, bursa sembako murah hingga senam
Ghofirin, sosok di balik Bidang Usaha Kocika.
sehat berhadiah sepeda motor yang merupakan serangkaian aca ra meramaikan Hari Ulang Tahun Kocika. Dengan menerapkan prinsip dari, oleh, dan untuk anggota, Kocika terus meningkatkan dan mengembangkan kinerja untuk mensejahterakan anggotanya. “Saat ini semangat kita lebih ber benah dan mempersiapkan diri untuk meraih predikat terbaik tingkat berikutnya bisa di level provinsi ataupun nasional,” ujar Ghofirin. Berharap Sinergi Makin Serius Koperasi adalah entitas bisnis atau usaha yang mempunyai misi menyejahterakan anggota. Demi meng usung misi tersebut, harus ada sinergi antara pemangku ke pen tingan (Unesa, red.) dengan cara kerja sama usaha. Ke depan dalam rangka mewujudkan kese jahteraan anggota, sinergi antara koperasi dan Unesa harus di wu judkan. Saat ini sinergi sudah mulai dibangun namun masih perlu kese riusan dan kesungguhan.
Tolak ukur besarnya ko perasi tidak hanya dilihat dari SHU, tetapi juga dilihat dari tingkat kesejahteraan anggota, la yanan, kemudahan yang di peroleh, menguntungkan ser ta kebermanfaatan berkope rasi bagi anggotanya. Ke ber manfaatan koperasi dalam hal ini seperti pendidikan perkope rasian dan kegiatan-kegiatan sosial. Contohnya, yang ba ru saja dilakukan Kocika yakni san tunan kepada anak yatim. Selain itu Diklat Perkopera sian, anggota dipahamkan ten tang apa itu koperasi sehingga mereka benar-benar mengerti bahwa koperasi bukan hanya masalah jual beli atau utang piutang. Dengan demikian koperasi bisa sejajar dengan entitas bisnis nonkoperasi dan yang terpenting adalah komitmen bersama. Bersama di sini adalah dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Dengan satu tujuan yakni mensejahterakan anggota. (ULIL/ SYAIFUL/BYU)
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 29
KABAR PRESTASI
Tim Robot Dewo Jalan-jalan ke Raih 2 Juara Jepang Berkat Sekaligus Desain Majalah
K
S
ivitas akademika Unesa patut berbangga sebab Dewo, robot tim Fakultas Teknik Unesa berhasil menyabet dua juara sekaligus dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) Regional IV 2014 di Gedung Graha Cakrawala, Universitas Negeri Malang (UM) pada 1—3 Mei 2014. Kegiatan tahunan kali ini diikuti 79 tim dari 29 perguruan tinggi se-Jawa Timur. Kontes yang mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ini mempertandingkan lima kategori, yakni Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI) Beroda, Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI) Berkaki, Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) dan Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI). Tim Robot FT yang merupakan komunitas robotika ini lahir sejak 2009. Untuk kompetisi ini mereka telah latihan selama kurang lebih 3 bulan lamanya. Bersama 20 orang anggotanya, tim robot Dewo mengikuti 3 kategori dari 5 kategori yang dipertandingkan. Dari pertandingan itu berhasil menyabet dua juara sekaligus, yakni, kategori KRSI (Kontes Robot Seni Indonesia) oleh Tim Dewo 4.2 dan Juara III kategori KRPAI (Kontes Robot Pemadam Api Indonesia) Beroda oleh Tim Dewo 2.2. Sementara itu, kategori KRPAI Berkaki masih belum beruntung dalam ajang KRI tahun ini. “Alhamdulillah, kami bisa membawa pulang 2 piala sekaligus untuk FT Unesa. Meskipun ada 1 kategori yang belum beruntung, tapi kami puas dengan pencapaian ini. Semoga kemenangan ini bisa terulang di tingkat nasional nanti,” papar Mukhlas, Ketua Tim Robotika Unesa. Dengan berhasilnya tim robot Dewo dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) Regional IV ini, maka dapat dipastikan mereka akan berlaga pada KRI tingkat nasional di Yogyakarta pada bulan Juni mendatang. (KHUSNUL KHOTIMAH/BYU)
30 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
ebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi Putri Arma diyanti, mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi ketika dia diumumkan menjadi salah satu mahasiswa yang mendapat kesempatan berkunjung ke Negeri Matahari Terbit. Gadis berkacamata kelahiran Surabaya, 12 Januari 1992 ini te lah bersaing mengalahkan 800 mahasiswa lain dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Pengalaman organisasinya di BEM FE menjadi graphic designer di Majalah Ezone Fakultas Ekonomi dan Majalah Pride Aksara Jurusan Akutansi mampu mengantarkannya ke Program Jenesys 2.0. Jenesys 2.0 (Japan-East Asia Networks of Exchange for Students and Youths Two Point 0) adalah program beasiswa kunjungan ma hasiswa Indonesia ke Jepang melalui kerja sama antara Japan In ternational Cooperation Center (JICC) dan Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. Program Jenesys 2.0 di bawah naungan Kementrian Riset dan Teknologi itu bertemakan “Urban and City Planning” lebih tepat nya diperuntukkan untuk mahasiswa Indonesia Jurusan Teknik Sipil dan Arsitektur. Namun, hal itu mampu ditembus Putri yang berlatar belakang Pendidikan Akuntansi. Kunjungan di Jepang berlangsung selama 9 hari mulai 21—29 April 2014. Bersama 96 mahasiswa yang lolos seleksi, Putri berkunjung di tiga kota yaitu Tokyo, Sendai, dan Kitakata guna mempelajari ta ta kota di Jepang. Ketika di kota Kitakata, tepatnya di Tohoku Ins titute of Technology, dia belajar cara membuat bangunan agar ta han gempa. “Sebenarnya Indonesia tidak kalah dengan Jepang. Hanya usaha dari mereka dalam mempertahankan diri dalam empat musimlah yang perlu kita contoh. Jangan pernah menyia-nyiakan apapun nikmat yang telah diberikan Tuhan,” ujar perempuan yang menjabat sebagai Vice President di AIESEC Surabaya ini. (KHUSNUL/BYU)
KABAR PRESTASI
Mahasiswa Tim ODENICS Teknik Sipil Raih Sabet Juara I di Juara I Rancang Ultah PENS Beton Tingkat Nasional
M
inggu (11/5/2014) ada kabar membanggakan dari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unesa. Tim Sunrise (Sipil Unesa Meraih Sukses) berhasil meraih Juara I Lomba Rancang Beton tingkat nasional yang dihelat Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Acara yang serangkaian dengan acara Civil Technology Expo (CIVEX) 2014 pada 8—11 Mei 2014 ini mengompetisikan lomba rancang jembatan, lomba rancang pelabuhan, lomba rancang beton, dan lomba geoteknik. Tim Sunrise yang beranggotakan tiga mahasiswa Jurusan Teknik Sipil angkatan 2012 ini diketuai Dwi Kurniawan dan beranggotakan Arif Permadi dan Ahmad Yazid ini berhasil mengharumkan nama almamater. Peserta lomba yang diikuti oleh hampir seluruh perguruan tinggi se-Indonesia ini memberikan ketegangan tersendiri. Kompetisi ini terbagi atas dua tahap, yakni tahap pertama yang mengharuskan peserta merencanakan model balok beton bertulang dalam bentuk makalah dan membuat dua benda uji silinder sesuai mutu beton. Kemudian tahap kedua merupakan tahap merealisasikan model balok dan mempresentasikan desain balok hasil pengujian balok dihadapan dewan juri. “Kita tidak melihat saingan dari manapun karena yang ada di pikiran kita hanyalah bagaimana kita melakukan yang terbaik, kami bangga akan semua pencapaian ini,” tutur Arif Permadi, salah satu anggota Tim Sunrise. (KHUSNUL/TIARA/PUPUT/GLG/BYU)
T
im ODENICS yang beranggotakan 3 mahasiswa dari Fakultas Teknik berhasil menyabet juara 1 di ajang kompetisi PENS Techno Carnival 2014. Gelar juara 1 tersebut diperoleh setelah mengalahkan tim lain dari berbagai perguruan tinggi. Salah satunya ialah tuan rumah, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). PENS Techno Carnival ini diadakan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-26 PENS. Tim dari Unesa terdiri atas Barriq Faiz (Teknik Elektro), Gustav Mandigo (Teknik Elektro), dan Amanda Jetta (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga). Judul karya yang diusung tim ODENICS adalah “ODENICS (Object Detector Based on Ultrasonic Waves) untuk Mendeteksi Keberadaan Benda bagi Penderita Gangguan Penglihatan”. Tim ODENICS membuat alat yang ditempelkan pada sarung tangan yang dapat membantu penderita ganguan penglihatan untuk mendeteksi keberadaan benda di sekitarnya tanpa harus menyentuh benda tersebut secara langsung. Latar belakang yang mendorong tim ODENICS membuat karya ini adalah tingginya tingkat gangguan penglihatan di negara berkembang dan bahaya yang mungkin terjadi apabila penderita gangguan penglihatan menggunakan indra peraba hanya untuk mendeteksi benda. Prinsip kerja alat ini sangat simpel. Gelombang ultrasonik yang ditembakkan oleh LV Maxsonar EZ-1 akan terpantul kembali jika mengenai objek. Informasi tersebut akan direpresentasikan melalui getaranpada vibrating motor. Apabila terdapat objek maka vibrating motor akan bergetar, begitu pula sebaliknya. ODENICS didesain hanya untuk aktivitas dalam ruangan dengan jangkauan 70 cm. Rencananya karya yang dinamakan ODENICS ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk penggunaan di luar ruangan. (DG/BYU) 69 Tahun XIV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 21
KABAR PRESTASI
Neo Archipeles Tata Busana 2010
G
elar akbar prodi Tata Busana 2010 telah berlangsung pada 31 Mei 2014. Fashion show sebagai puncak acara besar mahasiswa prodi S-1 Tata Busana 2010 ini diselenggarakan di Square Ballroom ICBC pukul 18.00 WIB. Desainer-desainer muda dari Unesa mem pertontonkan berbagai macam hasil karya nya di hadapan pengunjung yang memadati ruangan berkapasitas 1.000 orang tersebut. Sebanyak 48 mahasiswa membalutkan ha sil karyanya ke model-model papan atas Surabaya. Sebanyak 144 jenis pakaian mereka suguhkan di hadapan para pe ngun jung. Dalam pagelaran bertemakan Neo Archipeles yang mengusung tentang re volusi tre disional hasil pemikiran ma hasiswa dan dosen Tata Busana 2010 ini me nampilkan busana-busana etnik dari
32 |
berbagai macam suku dan ras. Di samping tema yang diusung, fashion show busana kali ini terbilang modern. Prodi S-1 Busana mengonsep Fashion Show dengan mengom binasikan animasi 3D. “Jadi kita tidak hanya fashion show jalan menunjukan baju hasil desain mahasiswa busana, tapi kita juga mengombinasikan animasi 3D yang menun jang baju agar lebih menarik,”ungkap Latifa selaku Event Director. Gelar yang sejatinya adalah matakuliah Gelar Cipta Busana yang dinakhodai Inty Nahari selaku dosen Tata Busana menjadikan ma hasiswa untuk memiliki skill di bidang entrepreneur dan enter tain organizer. Mahasiswa dituntut menciptakan sebuah event besar yang di dalam event tersebut adalah me nampilkan hasil karya-karya kreatif me reka. Tidak hanya itu, sumber dana pun mereka yang cari sendiri mulai dari urunan hing ga dukungan dari sponsorship. “Semua mahasiswa yang bekerja dosen sekadar memberikan arahan dan memberikan masukan, mu lai merancang desain baju, merancang kegiatan, mencari lokasi pagelaran, hingga men cari dana semua dilakukan oleh mahasiswa,” ungkap Lathifa. Sebelumnya, S-1 Tata Busana menggelar pa meran grand jury yang diadakan pada 12-18 Mei 2014
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014
KABAR PRESTASI di craft Royal Plaza Surabaya. Total 6 studio yang terdiri 3 busana wanita dan 3 busana pria dipertontonkan di hadapan umum dan dinilai secara langsung oleh para juri. Para juri yang terdiri Embran Nawawi instruktur Arva School of Fashion, Alviani Candra dari APPMI dan pemilik Pison School of Fashion Elizabet. Pameran ter sebut bertujuan menunjukan karya-karya mereka sebelum di Fashion Show-kan di ICBC 31 Mei 2014. Booth stand yang dihias sesuai dengan tema kelompok tersebut merupakan hasil kreasi mereka sendiri. Enam Studio, Aneka Tema Terdapat 6 studio dengan berbagai ma cam model dan tema. Le Gracieuse adalah nama studio dengan tema nuansa pulau Dewata. Diambil dari bahasa Perancis yang berarti anggun. Studio yang dikomandani Ida ini akan menampilkan koleksi baju mus lim yang mengambil inspirasi dari sebuah kekayaan tradisi dari pulau Dewata. Di sampingnya berdiri megah booth stand bercorak garis hitam, merah, kuning dan putih melambangkan suku Mentawai yang diberi nama Retto. Retto yang diambil dari kata Archetto berasal dari bahasa Italli yang berarti hiasan kepala. Sumber inspirasi utama adalah hiasan kepala yang dipakai oleh dukun suku Mentawai yang bermotif garis-garis. Hal ini melambangkan ketegasan seorang pria yang dipadukan dengan warna eksentrik glamour sehingga pemakainya ter lihat berwibawa. Cielo dalam bahasa Itali yang berarti Sur ga, merupakan studio dengan koleksi busana wanita yang terinspirasi dari susu nan tanduk kerbau yang berada di depan rumah suku Toraja. Berdiri megah di ujung pintu keluar, Ahe Boineo’s studio yang me nampilkan busana pria dengan beberapa ocatton. Terinspirasi dari penari suku dayak Kenyah yang menarikan tarian perang Kan cet Papatai dengan menggunakan ikat ke pala dari Burung Enggang dan Kuau Raja. Keunikan motif bulu Burung Kuau raja men jadi inspiirasi utama studio ini. Sementara itu, dua studio terakhir yakni Tribow dan Relika. Masing masing memiliki keunikan tersendiri. Tribow diambil dari kata Tribe atau suku dan wow dari bahasa Asmat berarti pemahat, merupakan suku yang terkenal dengan pahatan dan ukiran. Ter inspirasi dari shield of Asmat yang memiliki square shilloute dengan penerapan cutting dan manipulating fabric yang diambil dari motif periasan dan menggunakan warnawarna etnik. Sedangkan studio Relika yang
diambil dari bahas inggirs relic yang berarti warisan Relika adalah studio dengan koleksi busana wanita yang terinspirasi dari keris yang diambil dari warisan tanah jawa. Keris yang menjadi inspirasi utama. Keris yang diambil dari keris nagasasra yang berasal dari Yogyakarta yang memiliki liukan itulah yang menjadi sumber inspirasi studio ini. Pada puncak acara dihelat, detak kagum pengunjung tak henti-hentinya. Sorakan dan hirau piruk tepuk tangan menghiasi tiap kali model memeragakan busananya. “Fashion Show-nya keren, dipadukan dengan 3D se hingga semakin meanrik, busana-busana yang ditampilkan jadi kian menarik. Tarian-tarian 3D juga sangat menarik,”ungkap Toto Sunarto pengunjung asal Sidoarjo tersebut. Dalam pagelaran ini Studio Retto yang dipimpin Herlina menjadi best of the best.” Alhamdulillah kerja keras
kami tidak sia-sia,” ungkap Lathifa, salah satu tim Retto Studio tersebut. (GILANG)
UNJUK KARYA: Spektakuler! Itulah kesan yang tampak dari gelaran fashion show Neo Archipeles Tata Busana angkatan 2010. Para desainer muda debutan dari Tata Busana Unesa ini pun mendapat penghargaan berbagai kategori atas hasil kerja kerasnya.
Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014 MAJALAH UNESA
| 33
KABAR BUKU
Mimpi di Pelosok Negeri l
oleh Eko Prasetyo
P
ersoalan pelik di Indonesia yang tak memasak sendiri ayam itu. Hasilnya, masakan bisa dibantah adalah belum meratanya tersebut sungguh sangat lezat meski rasanya pendidikan. Jangankan bicara kualitas, sangat ala kadarnya,” tulis Didin. bahkan ada daerah di Indonesia Timur Saat mengajar, ia melihat pemandangan yang angka buta hurufnya masih cukup tinggi. yang tidak lazim seperti di sekolah-sekolah Realita ini bisa kita jumpai di kawasan 3T, yaitu umum di Jawa. Murid-muridnya berseragam daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. lusuh dan tidak rapi. Kaki hitam legam mereka Pemerintah dan beberapa pihak terkait berdebu dan berdaki. Sebagian besar hanya bu kan tidak serius menyikapi masalah ini. memakai sandal, tapi lebih banyak yang ber Terbukti Kemendikbud melalui Diktendik te lanjang kaki. Tetapi, di luar itu, anak-anak Dik ti meluncurkan program Maju Bersama tersebut memiliki semangat belajar yang ting Mencerdaskan Indonesia atau MBMI pada gi kendati kondisi sekolah penuh dengan ke 2011. Di bawah MBMI terdapat program yang terbatasan. memang bertujuan untuk memajukan pendi Hal serupa diceritakan Budi Santoso yang dikan di daerah 3T. Namanya SM-3T, yaitu Sar berdinas di SMPN Satap Langira, Kecamatan jana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Matawai La Pawu. Ia melukiskan kondisi sekolah Tertinggal. setempat yang amat kekurangan buku. ”Siswa JUDUL Para sarjana yang telah diseleksi dan ter sangat jarang mendapatkan kesempatan un Mimpiku, Mimpimu, Mimpi Kita pilih di SM-3T angkatan pertama ditugaskan tuk membaca. Saat datang ke sekolah, mereka di Sumba Timur, NTT. Dari sinilah kita selaku PENULIS hanya membawa buku tulis. Tidak selembar rak yat bisa memperoleh cerita lain tentang Didin Ayu Sasmitra Dkk bacaan pun yang ada pada mereka. Saat pe Indonesia. Di satu sisi, kisah itu memotret ma lajaran di kelas, siswa harus berbagi buku pe PENERBIT hakarya Tuhan lewat kekayaan alam yang me lajaran dengan rekan sebangkunya” (hal. 43). Revka Petra Media limpah, tapi di sisi lain ada suguhan tentang Dalam suasana belajar yang benar-benar CETAKAN masih timpangnya pemerataan pendidikan di terbatas itu, ada satu hal yang membanggakan daerah 3T. I, Mei 2014 Budi. Yakni, rasa hormat mereka yang tinggi Buku Mimpiku, Mimpimu, Mimpi Kita me TEBAL terhadap guru. Suatu hal yang mungkin sudah motret cerita-cerita tersebut dengan jujur dari tergerus, terutama di sebagian kalangan pela xi + 254 halaman sisi pengajarnya. Buku ini memang ditulis oleh jar perkotaan. para peserta SM-3T angkatan kedua dari Uni Buku ini ditulis oleh 26 peserta SM-3T ang versitas Negeri Surabaya (Unesa) yang ditugasi mengajar di Sumba katan kedua Unesa yang bertugas di Sumba Timur. Secara garis be Timur, NTT. sar, apa yang mereka gambarkan sebenarnya hampir sama, yaitu ke Sebelum terjun ke medan penugasan yang sangat berat, calon tertinggalan dalam hal sarana dan prasarana pendidikan di daerah peserta SM-3T harus menjalani prakondisi dengan pembekalan fisik 3T selain tentu saja medan yang sulit. dan mental. Tidak main-main, pembekalan itu dilakukan selama 12 Sebagai ilustrasi, kondisi pendidikan di daerah terpencil dan hari di Komando Pendidikan Marinir (Kodikmar) TNI-AL, Gunungsari, tertinggal ini memiliki problem klasik, yaitu guru. Tidak banyak guru Surabaya. Tujuannya, mereka benar-benar siap apabila diterjunkan yang berpendidikan tinggi di sekolah setempat. Guru-guru lokal langsung ke lapangan. yang ada pun disebutkan jarang datang mengajar. Hal ini mungkin Pengalaman itu diceritakan oleh Didin Ayu Sasmitra. Ia ditem bisa dipahami karena memang lokasi sekolah yang membutuhkan patkan di SDY Karera Jangga, Kecamatan Peberiwei, Sumba Timur. perjuangan dan mental ekstra untuk menempuhnya. Untuk bisa mencapai lokasi, jalan satu-satunya adalah naik sepeda Buku Mimpiku, Mimpimu, Mimpi Kita tidak hanya melulu ber motor. ”Melewati jalan yang sebagian besar masih buruk. Hanya cerita tentang ketertinggal dan keterbatasan. Ada mimpi besar yang sedikit yang beraspal. Sisanya penuh dengan batuan lepas. Bahkan, hendak dirajut untuk memajukan kondisi seperti itu sebagaimana motor yang membawaku harus melanggar –istilah warga Sumba disebutkan dalam buku tersebut. Yakni mencerdaskan anak-anak Timur untuk menyatakan menyeberang– sungai sampai dua kali” Sumba Timur agar kelak mereka bisa ikut membangun daerahnya (hal. 16). dan tentu saja menyejahterakan kehidupan masyarakat setempat. Heroisme menempuh perjalanan ternyata masih ditambah pe n ngalaman seru lainnya. Didin melanjutkan bagaimana saat dirinya diberi ayam dan pisau ketika tiba kali pertama di penugasannya. Pem berinya adalah kasek yang biasa dipanggil mama kepala sekolah. Penulis adalah Editor buku, Ternyata sang kasek meminta Didin sendiri yang memotong pegiat Jaringan Literasi Indonesia ayam itu untuk makan malamnya. Mama Kepala Sekolah itu paham bahwa seorang muslim tak boleh makan sembarangan. ”Sungguh, ini pengalaman pertamaku memotong ayam. Bahkan, aku diminta
34 |
MAJALAH UNESA Nomor: 69 Tahun XV - Mei 2014