WARNA EDITORIAL
Majalah Unesa
ISSN 1411 – 397X Nomor 72 Tahun XV - Agustus 2014 PELINDUNG Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Rektor) PENASIHAT Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum (PR I) Prof. Dr. Warsono, M.S. (PR III) Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB Dr. Purwohandoko, M.M (PR II) PEMIMPIN REDAKSI Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR A. Rohman PENYUNTING/EDITOR Basyir Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd REPORTER: Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri Candra Kirana, Lina Rosidah FOTOGRAFER A. Gilang, M. Wahyu U. Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S) ADMINISTRASI Supi’ah, S.E. Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI Hartono PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124 Fax (031) 8280804
J
MELISENSI VISI-MISI
ika memandang la dan tentu saja melelahkan. ut, bawa saja sekalian Visi Menuju Unesa yang keinginan ke pusat Unggul dan Bermartabat ter pandangan, lalu, ter lihat telah memenuhi prinsip sembullah bayangan baru operasional, sederhana, dan yang berbingkai objek berterima. Betapa tidak. Visi yang di pandang itu. Itu itu hanya memuat dua kri lah wujud perpaduan has teria, yakni unggul dan ber rat dari keinginan pi ki ran martabat. Siapapun dapat dan simpanan me mori ke dengan mudah menghafal ba yangan yang berada di kan visi tersebut. Itulah visi sudut pandang. Sesudah itu, yang mudah dikenali dan di muncullah bayangan baru jalani. yang membingkai hasrat. Namun, jika dikaji Bingkai itulah bernama visi secara lebih mendalam lagi, dan misi. l DR. SUYATNO, M.PD visi tersebut memuncul Bingkai itu akan pudar kan jalan berat yang harus pelan-pelan jika sudut pandang bergeser diimbangi dengan kerja keras, kerja ringkas, atau konsentrasi daya lihat mulai kehilangan dan kerja cerdas. Mengapa harus kerja keras, energinya. Agar bingkai tidak pudar dan su kerja ringkas, dan kerja cerdas? dut pandang tetap terjaga, keinginan ha Dari kata unggul tersembul pe mak ruslah dibuatkan garis-garis yang mam pu naan tentang kompetitif, bersaing, lebih dari, menghubungkan di sini dan di sana, saat ini baru, bukan yang lalu, dan pusat perhatian. dan saat nanti, dan begini untuk begitu. Garis- Pemaknaan itu tentu teramat berat karena garis itulah yang perlu dipertebal agar mudah selama ini banyak yang lebih unggul daripada dirunut arah nya, gampang diterjemahkan, Unesa, banyak yang lebih berterima daripada dan sederhana untuk dimaknai. Unesa, dan banyak yang lebih terpandang Visi adalah garis tebal yang membutuhkan daripada Unesa. Tentu untuk merealisasikan pemaknaan secara operasional, sederhana, dan pemaknaan itu diperlukan kerja keras, kerja berterima. Agar mengkonkretkan pemaknaan ringkas, dan kerja cerdas. Energi dari semua masih diperlukan misi sebagai pegangan dalam lini harus tertumpahkan dengan baik. Potensi mengikuti garis tebal tersebut. Oleh karena itu, yang masih tersimpan harus diejawantahkan visi dan misi harus gayut. Kegayutannya diukur ke dalam karya-karya baru yang membawa oleh tingkat perjalanan yang bersampai di ob tradisi keunggulan. Banyak lagi inovasi yang jek sekecil apapun. Jadi, visi dan misi bersifat harus dipumpa agar mewarnai dimensi kontributif, koheren, dan korelatif. keunggulan tersebut. Bermartabat mengindikasikan karakter Konon, visi itu hanya mimpi jika tidak ada yang melisensi secara faktual. Visi hanyalah jumawa. Dalam peribahasa Jawa lebih disebut petanda untuk memusatkan pandangan sebagai menang tanpa ngasorake. Santun semata. Visi tidak akan memunculkan roh dalam beradab memberi arti yang jelas untuk baru ke dalam misi jika tidak sebadan dan kata bermartabat. Bermartabat itu sebuah sejiwa. Visi dan misi juga tidak akan melisensi perilaku yang berterima oleh kalangan bagi yang melaksanakannya jika hanya ver manapun, di manapun, dan kapanpun. Pada balitas semata. Namun, itu semua ha nya ujungnya, jika Unesa itu bermartabat, semua konon. Konon akan menjadi sebuah fakta jika orang, tidak terkecuali, akan mendapatkan terdapat energi yang merealisasi visi dan misi. kenyamanan dan kedamaian oleh karenanya. Apapun kisahnya, dalam dunia pengab Namun, yang perlu diingat, visi itu diawali dian, visi dan misi sangat diperlukan untuk dengan kata menuju. Jika di akhir masa penjelas garis agar mudah diikuti dan diope jabatan belum juga terlihat Unesa itu unggul rasionalkan secara mantap. Jika penjelas garis dan bermartabat, perjalanan Unesa tidak itu sudah ada, masih diperlukan penyamaan juga dapat disalahkan karena masih menuju dan perealisasian. Ka lau para kru sudah saja. Kecuali, visi misi itu tanpa kata menuju mem punyai kesamaan, ten tu perealisasian melainkan Unesa Unggul dan Bermartabat, misi sangat mudah. Kalau perealisasian su orang lain boleh mempertanyakan hasilnya. dah dijalankan, tentu keterwujudan mi si Rektor Unesa ke depan tentu akan banyak dapat dilihat dengan terang ben derang. rumus dan modus untuk memimpin para Pada akhirnya, jika misi su dah terwujud, punggawa dalam mewujudkan Menuju dapat dipastikan visi dapat dinilai sebagai Unesa yang Unggul dan Bermartabat. Mari ketepatan dalam ber su dut pandang kita dukung bersama. n terhadap objek yang sesunguhnya. Semua itu merupakan perjalanan yang sangat panjang
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
3
CONTENT
INFO HALAMAN
09
03. WARNA
Melisensi Visi-Misi oleh Dr. Suyatno, M.Pd
18
05. LAPORAN UTAMA
Serah terima jabatan rektor Unesa, dari Prof. Muchlas Samani kepada Prof. Warsono. Untuk periode 2014 - 2018 Unesa akan lebih memantapkan statusnya sebagai universitas yang disegani dan lebih bermartabat.
• Membedah Visi-Misi Rektor Baru • Prof. Warsono Jabarkan Realisasi Enam Program Aksi • Dr. Purwohandoko: Optimistis Naikkan Status ke WTP • Prof. I Ketut Budayasa: Yakin Kemampuan Rektor Baru • Prof. Kisyani: Gairahkan Iklim Akademik lewat Jurnal • Bersama Prof. Muchlas Samani Memaknai Growing With Character
12. SPEAK UP!
• Mereka Bicara tentang Harapannya kepada Rektor Baru
15. KABAR PRESTASI
• Mahasiswa FE Jadi Pemuda Pelopor Kota Surabaya
16. SEPUTAR UNESA 18. LENSA UNESA 20. KOLOM REKTOR • Mengubah Cara Pandang
23. KABAR MANCA
• Melihat dari Dekat (Sejumput) Budaya Tiongkok
29
24 CATATAN ALUMNI
• Menanti Gebrakan Prof. Warsono
25. KABAR SM-3T
• Ke Raja Ampat Menyapa Waisa
28. JATIM MENGAJAR
• Belajar Menjadi Insan Lebih Peduli
34. CATATAN LIDAH • Mimpi oleh Djuli Djatiprambudi
4 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
33
LAPORAN UTAMA
PROF. WARSONO JABARKAN REALISASI ENAM PROGRAM AKSI
MEMBEDAH VISI & MISI REKTOR BARU Rektor Unesa, Prof. Warsono berjanji akan merealisasikan enam program aksi yang menjadi visi misinya dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Aksi nyata itu perlu dilakukan agara Universitas Negeri Surabaya (Unesa) semakin berkiprah di tingkat nasional dan internasional. Bagaimana upaya dan gebrakan guru besar bidang Sosiologi itu mewujudkan visi dan misi tersebut?
S
etiap rektor tentu ingin membawa kampus yang dipimpinnya sema kin maju baik dari segi fasilitas mau pun kualitas akademiknya. Begitupun yang diharapkan rektor Unesa Prof. Dr. Warsono. Untuk mewujudkan hal itu, Prof. Warsono telah merancang pro gram kerja untuk mengembangkan Unesa agar lebih baik lagi. Enam program kerja yang termaktub dalam visi dan misinya tersebut adalah, 1) Mendorong dan memfasilitasi kegiatan aka demis dari civitas akademika untuk melakukan penelitian dan penulisan kar ya ilmiah serta publikasi karya akademis; 2) Meningkatkan kompetensi dosen, baik di bidang keilmuan, penelitian pe nu lisan, pedagogik, dan kemampuan ber bahasa asing; 3) Meningkatkan ja ri ngan kerja sama (networking) dengan perguruan tinggi di luar negeri; 4) Me ningkatkan kualitas lulusan dan mem bantu mereka mencari pekerjaan; 5) Me ningkatkan efisiensi, produktivitas dan
akuntabilitas dalam pengelolaan Une sa dengan berdasarkan pada prinsip good governance dan demokrasi; 6) Mem bangun dan mengoptimalkan unit-unit usaha untuk meningkatkan pendapatan Unesa untuk meningkatkan kesejahte raan warga Unesa. Implementasi Program Aksi Enam program kerja tersebut ten tu harus diimplementasikan dengan langkahlangkah konkrit untuk melaksanakan se mua program-program tersebut. Pada poin pertama, terkait penelitian dan penulisan karya ilmiah serta publikasi karya akademis, Warsono akan me ngonkretkan dengan pengadaan jurnal ilmiah yang terakreditasi. “Setiap per gu ruan tinggi harus punya jurnal ilmiah se bagai media komunikasi intelektual. Ka rena di situlah pemikiranpemikiran in telektual dituangkan untuk di-share atau dibagikan sehingga bisa dijadikan rujukan dan bisa ditanggapi,” jelas Prof Warsono
Ia menuturkan, sebelumnya, Une sa sudah mempunyai jurnal yang ter ak re di tasi. Sayang, jurnal itu lama-kelamaan hilang karena masalah pengelolaan. War sono menyebut kelemahan jurnal ter sebut terkait jumlah penulis yang sedikit sehingga menyebabkan kualitas jur nal itu tidak terjaga karena tidak ada seleksi yang ketat terhadap tulisan yang termuat di jurnal. “Ada tiga komponen yang per lu diperhatikan dalam jurnal, yaitu kon tinuitas, kualitas, dan konsistensi. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan se hingga yang perlu diperbaiki tidak hanya ma najemen pengelolaannya, tapi juga bagaimana menjaga kualitas naskah yang dimuat,” paparnya. Kualitas jurnal ilmiah tentu sangat berkaitan dengan poin kedua, yakni pe ning katan kualitas dosen Unesa. Agar dosen-dosen Unesa semakin berkualitas, Warsono akan mendorong dosen-dosen yang masih S1 agar melanjutkan ke S2, yang S2 didorong untuk melanjutkan
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
5
LAPORAN UTAMA S3, se dangkan yang S3 akan di dorong menjadi guru besar. “Salah satu langkah untuk mendorong dosendosen menjadi guru besar adalah de ngan membantu mencari credit point melalui meneliti dan menulis,” terangnya. Man tan Pembantu Rektor III Unesa itu mengakui ter kadang masih ada dosen yang meneliti tapi ti dak bisa menulis. Hal itu tentu berkaitan dengan keseriusan mereka dalam melakukan pe nelitian. Selain itu, diper lukan p e
6 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
nye diaan dana untuk melakukan pe nelitian. “Jika mereka (para dosen) bisa men dapat dana dari nasional atau in ternasional tentu penelitiannya akan lebih serius daripada yang hanya dapat dana dari lokal,” ungkapnya. Sementara mengenai target kerja sama internasional, Warsono memiliki antusiasme tinggi. Berkaitan de ngan kerja sama internasional itu ia berkeingi nan Unesa mampu me nun juk kan kom petensi sehingga dapat menarik para pelajar asing. Namun demikian, ia menga kui untuk melakukan kerja sama in ter nasional diperlukan pertimbangan yang matang. “Unesa itu memiliki beragam ilmu. Untuk kerja sama internasional harus di pertimbangkan dengan keilmuan yang kita miliki. Misalnya, untuk keilmuan tek nik lebih kuat di Jepang karena itu kita kerja sama dengan Jepang,” jelasnya. Me nurutnya, agar dapat ber s aing di dunia internasional,
LAPORAN UTAMA ada empat hal yang harus dipersiapkan Unesa terhadap mahasiswa. Pertama, me nguasai bahasa asing karena berkaitan dengan interaksi di dunia internasional. Kedua, profesional, yakni ahli betul di bi dang keilmuannya. Ketiga, menguasai ilmu telekomunikasi (IT). Dan, yang keem pat adalah integritas. Ubah Mindset Keuangan Sementara itu, terkait pengelolaan administrasi dan unit usaha Unesa, Prof. Warsono mengakui bahwa Unesa masih belum mencapai good governance. Unesa masih berada dalam status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Salah satu penyebab ma sih berstatus WDP karena mindset keuangan.
“Masih ada pemikiran bahwa uang yang ada itu merupakan uangnya sendiri. Pa dahal, itu merupakan uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Karena uang negara maka pengguna annya harus direncanakan dan di per tanggungjawabkan. Perencanaan dan penggunaannya pun harus rasional. Se ring kali terjadi salah konsep misalnya menggunakan secara langsung dan tidak rasional,” kata Warsono. Mengenai unit usaha, Unesa su dah berada dalam Badan Layanan Umum (BLU). Sesuai dengan Peraturan Pe merintah Nomer 23 Tahun 2005 ten tang Pengelolaan Keuangan Badan La ya nan Umum, maka Unesa sudah bisa me nyediakan unit-unit usaha sendiri
non profit. Dengan begitu, Unesa bisa memiliki pendapatan yang bisa di gu na kan untuk menyejahterakan warga Unesa. “Kalau selama ini masih berjiwa menghabiskan maka ke depan akan kita gerakkan menuju entrepreneurship,” te rangnya. Semua penjabaran tersebut, tentu ti dak lepas dari visi Unesa “Menuju Unesa yang unggul dan bermartabat.” Dalam visi itu terdapat dua kata yang menjadi ti tik tekan, yaitu unggul dan bermartabat. “Unggul itu dalam bentuk sains/ilmunya atau profesional sedangkan bermartabat itu dalam bentuk karakternya atau integ ritasnya,” pungkasnya. (LINA/SYAIFUL)
Dr. Purwohandoko, M.M., PR II Unesa
Optimistis Naikkan Status ke WTP
R
ektor baru, Prof. Dr. Warsono, M.S yang resmi dilantik 14 Agustus 2014 tentu memiliki tanggung jawab besar merealisasikan visi dan misinya dalam waktu 4 tahun masa jabatan yang akan diemban, yaitu 20142018. Salah satu tugas berat adalah menjadikan Unesa berstatus Good Governance dalam tata pengelolaan anggaran. Mampukan Unesa meraih status tersebut dari yang sekarang masih berstatus WDP (Wajar Dengan Pengecualian)? Menanggapi tugas berat tersebut, Dr. Purwohandoko, M.M, Pembantu Rektor II Unesa mengatakan tak menampik bahwa mewujudkan status Unesa menjadi Good Governance memang bukan pekerjaan mudah. Perlu kerja keras dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan tata pengelolaan keuangan negara. Ia menjelaskan Good Governance lebih menyorot pada pengelolaan uang negara yang dianggarkan kepada masing-masing universitas untuk pembangunan dengan sebaik-baiknya. Hal-hal yang menjadi cakupan adalah tanah, bangunan fisik, aset universitas, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang berhubungan dengan sarana dan prasarana. “Di dalam Good Governance,terdapat 4 tingkatan. Berturutturut dari yang terbaik hingga yang terburuk adalah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (Wajar Dengan Pengecualian), disclaimer, dan adverse. Nah, Unesa saat ini berada pada tingkatan Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” terangnya. Menurut Purwohandoko, status Unesa yang masih dalam tingkatan WDP sesungguhnya dipengaruhi oleh kelemahan-
kelemahan terdahulu. Misalnya, tanah yang belum bersertifikat, bangunan fisik yang masih sedikit, dan lingkungan yang terlihat kumuh dan becek. Selain itu, Unesa juga belum punya rekening piutang dan pengelolaan dokumen-dokumennyamasih belum baik. “Dulu terdapat banyak tanah di Unesa yang belum bersertifikat. Namun, saat ini tanah itu sudah menjadi milik Unesa dan telah benar-benar diakui dan bersertifikat. Unesa juga memiliki tanah seluas 94 hektar di Lidah Wetan dan 24 hektar di Ketintang. Tanah yang telah bersertifikat itu nantinya didokumentasikan dan ditata dengan baik melalui sub bagiannya,” tutur orang yang akrab disapa Pak Pur ini. Mantan staf ahli rektor itu menambahkan, sejauh ini berbagai upaya sudah dilakukan, di antaranya dengan membebaskan tanah-tanah, mengurus dengan baik dokumen-dokumen universitas, dan melanjutkan pembangunan yang nanti bisa menyejahterakan mahasiswa dan karyawan. Bila keseriusan kepengurusan itu berlanjut dengan baik ke depan, sangat mungkin Unesa akan naik status menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). “Kita pernah naik status dari disclaimer menjadi WDP. Saya optimis ke depan bisa naik lagi ke WTP,” ujarnya. Selain sektor tata pengelolaan, Unesa sudah memulai bekerja sama dengan beberapa universitas antarnegara dalam upaya peningkatan kualitas, seperti dengan universitas Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
7
LAPORAN UTAMA di Jepang dan Inggris. Unesa juga sangat giat membangun Usaha Unit Bisnis (UUB). Di antara usaha yang sudah dibuat adalah Air Minum Dalam Kemasan Unesa, Unesa Press, Kocika, Baseball Foodcourt, Poliklinik, dan yang terbaru adalah Gedung Wirausaha yang berlokasi di depan gerbang utama Kampus Ketintang.
Dalam pengelolaannya, Unesa juga mendapat dana hibah alumni sehingga dapat membangun gazebo dan joglo seperti yang terlihat di Foodcourt Unesa. “Bentuk-bentuk usaha itu harus terus dioptimalkan,” papar mantan Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi itu. Untuk mengelola semua itu, dibutuhkan partisipatif kolegial dari seluruh civitas akademika. Mereka harus bersinergi dan
Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph. D, Direktur Pascasarjana
Yakin Kemampuan Memimpin Rektor Baru
D
irektur Pascasarjana, Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph.D sa ngat yakin dengan kemampuan memimpin rektor baru Unesa. Ia meyakini Prof. Warsono akan membawa se mangat baru dan atmosfer gaya kepemimpinan yang berbeda bagi Unesa. Terkait dengan visi rektor, secara diplomatis Prof. Ketut mengatakan bahwa semua visi rektor selalu baik dan ba gus. “Tidak ada visi yang tidak bagus”, tuturnya dengan dialek Bali yang khas. Ketut menandaskan, pa da era ke pe mimpinan Prof. Muchlas, Unesa banyak mengalami pe r ubahan besar baik di bidang akademik mau pun perubahan fisik. Ka rena itu, ia sangat yakin Prof. Warsono sebagai pengganti akan me lanj utkan program rek tor terdahulu yang sudah bagus tersebut. “Kan masih belum ada dua bulan tektor ter pilih memimpin. Beliau tentu masih membutuhkan pe nyesuaian, tetapi saya ya kin beliau akan me lanjutkan pro gram rektor terdahulu yang bagus, misalnya kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri, pembangunan fisik Unesa, pe ningkatan kualitas akademik. Karena pada kepemimpinan sebelumnya beliau berdua saling bekerja sama demi kemajuan Unesa,” ujar Direktur Pascasarjana yang me nyelesaikan S3 di Uni versity of Technology Perth Western Australia. Ketut menegaskan, semua kemajuan mem butuhkan proses dan langkah yang tepat. Ka rena itu, tentu tidak bi jaksana jika harus me nilai
8 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
dan membandingkan pemimpin yang baru mengawali tugasnya sebagai pimpinan,“Kita baru bisa menganalisis hasil kepemimpinan setelah tiga sampai empat tahun memimpin,” ungkapnya. Meski demikian, Ketut meyakini gaya kepemimpinan par tisipatif akan dilakukan Prof. Warsono untuk memimpin Unesa. Tentu, dengan ga ya kepemimpinan seperti itu dibutuhkan peran serta setiap anggota birokrasi Une sa demi menyukseskan dan mewujudkan visi dan misi rektor terpilih. “Saya ya kin akan kemampuan beliau (rektor) memimpin, dan saya akan mendukung program positif beliau,” tandasnya penuh keyakinan. (CRH-DIYANTI)
LAPORAN UTAMA
Prof. Dr. Kisyani Laksono , M.Hum.
Gairahkan Iklim Akademik Lewat Jurnal
S
urat Edaran Dikti No. 152/E/T/2012 meng haruskan setiap sarjana (S1), magister (S2) dan doktor (S3) menghasilkan karya tulis ilmiah yang termuat dalam jurnal ilmiah lokal, nasional, regional, maupun internasional. Se bagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Unesa tentu harus berupaya memfasilitasi mahasiswa dengan menyediakan jur nal ilmiah terakreditasi. Dulu, Unesa sempat mempunyai be berapa jurnal terakreditasi. Namun, karena terkendala kurangnya artikel (tulisan) jurnal tersebut tidak mampu terbit berkala sesuai jadwal. Hingga akhirnya, jurnal-jurnal yang dulu terakreditasi itu pun menjadi tidak terakreditasi. Saat ini, Unesa sebenarnya memiliki ti ga jurnal yang bisa diangkat dan di anggap siap, yakni jurnal dari FE, FMIPA dan Jurnal Pendidikan Dasar (FIP). Jurnaljurnal tersebut dianggap siap karena ter bitnya sudah mulai teratur dan artikel atau naskahnya sudah mulai baik. Menurut Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum, jurnal ilmiah dari FE sempat diusulkan hingga tahap penilaian. Sayangnya, jurnal tersebut masih belum bisa mencapai nilai B sehingga pihak FE memutuskan tidak me lan jutkan dulu jurnal tersebut.
Memang, dalam pembuatan jurnal ilmiah, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Di antaranya, jurnal tersebut harus menerbitkan enam kali dalam kurun waktu dua tahun dan harus konsisten. Mengenai konsistensi, jurnal baru bisa teakreditasi jika jurnal tersebut memiliki konsistensi dan keajegan terbit. “Kendala yang dialami jurnal di Unesa salah satunya adalah karena kurangnya naskah, sehingga jurnal-jurnal tersebut tidak ajeg terbit,” ungkap Prof. Kisyani. Sebagai Pembantu Rektor 1, Prof. Kisyani sudah beberapa kali me ngum pul kan para pengelola jurnal ilmiah. Da ri hasil pertemuan tersebut, diketahui bah wa jurnal-jurnal tersebut memiliki kendala dalam keajegan terbitnya. “Ada yang dua tahun tidak terbit. Ada yang satu tahun tidak terbit, bahkan ada yang ke mu dian berhenti terbit,” paparnya. Diakui oleh Prof. Kisyani, mengelolah jur nal memang tidak mudah karena pe kerjaan tersebut membutuhkan ke cin ta an lantaran tidak terlalu menjanjikan profit. Ia pernah mengalami susahnya me nge lola jurnal ketika menjadi pemimpin jurnal bebas. “Dulu, sebelum menjabat saya pernah mengelola jurnal, sehingga saya
tahu persis bagaimana susahnya mengelola jurnal,” terangnya. Unesa, tambah guru besar FBS, se be narnya memiliki semacam tabungan naskah. Salah satunya ada di LPPM. Setiap penelitian harus ditransformasikan ke dalam bentuk artikel. Artikel-artikel karya ma hasiswa Unesa, sebetulnya sudah ada, namun biasanya hasil penelitiannya di kirimkan ke pihak lain, ke jurnal yang sudah terakreditasi. Prof. Kisyani menggarisbawahi bahwa poin pentingnya adalah bagaimana me nulis ilmiah itu menjadi budaya yang terus dilestarikan. Selain itu, adanya ke mauan dari pihak-pihak terkait dalam mewujudkan pengadaan jurnal ilmiah ter akreditasi, dalam rangka menciptakan iklim akademik yang bagus di Unesa. “Untuk menciptakan iklim akademik yang bagus di Unesa dalam kaitannya de ngan jurnal ilmiah, memang yang harus digairahkan itu bukan hanya iklim akademik yang ada di Unesa, tapi iklim akademik secara keseluruhan. Jurnal itu sebetulnya kalau memang sudah pu nya nama, ajeg, katakanlah belum ter ak reditasi itu pasti juga akan di submit dan orang-orang akan mendaftar. Jadi kita harus tetap menerima dari tempat lain,” tegasnya. (WAHYU / LINA MEZALINA)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
9
LAPORAN UTAMA
BERSAMA PROF. MUCHLAS SAMANI
MEMAKNAI ‘GROWING WITH CHARACTER’ Pada awal kepemimpinannya, tahun 2010 lalu, Prof. Muchlas Samani, M.Pd mencetuskan motto Unesa Growing with Character. Ada empat karakter yang ingin ditumbuhkan di Unesa, yakni cerdas, peduli, pekerja keras serta patuh pada nilai dan norma.
G
rowing with Character dicetuskan sebagai motto Unesa, tentu tidak lepas dari esensi Unesa sebagai penghasil guru. Meski IKIP Surabaya telah berubah menjadi Unesa, namun para founding father Unesa menyepakati bahwa mandat utama Unesa tetap se bagai penghasil guru dan pemelihara di bidang pendidikan. Implikasinya adalah Unesa tidak perlu meniru universitas lain. “Kelak ketika ada yang membutuhkan guru yang bagus cari saja di Unesa. Ketika ada masalah mengenai pendidikan, bertanyalah ke Unesa,” ujar Prof. Muchlas Samani. Prof. Muchlas menjelaskan bahwa saat ini bidang pendidikan se dang marak disoroti masyarakat. Masalahnya, saat ini banyak orang pintar namun perilakunya kurang baik. “Di sinilah peran penting seorang guru yaitu menjadi guru yang bagus, tidak hanya pintar namun juga baik perilakunya. Karena karakter dan perilaku tidak bisa diajarkan, namun hanya bisa ditularkan,” ungkapnya. Guru besar FT itu mengatakan, jika kelak ingin pendidikan berkarakter bagus, maka karakter guru haruslah bagus. Agar guru-guru itu berkarakter bagus, Unesa sebagai salah satu universitas penghasil guru tentu harus bagus. Sebab, bagaimana mungkin bisa menghasilkan guru yang berkarakter jika lembaganya sendiri tidak bagus. Dosen yang akrab dipanggil Muchlas itu mengibaratkan, anak yang lahir dalam keluarga di daerah yang disiplin, kelak ia akan tumbuh menjadi orang yang disiplin pula karena sudah menjadi habit. Nilai-nilai Dasar Universal Setiap orang mempunyai norma masing-masing yang ber beda satu dengan yang lain. Namun, di balik perbedaan itu, se benarnya terdapat nilai-nilai dasar universal yang hampir se mua orang setuju. Sebagai contoh, negara Amerika misalnya.
10 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
Di negara adikuasa itu hanya memiliki dua kata yang dijadikan prinsip warga negara di sana, yakni respect dan responsibility. Prinsip itulah yang membuat mereka benar-benar saling meng hormati. Pun demikian dengan di Unesa. Bagi Muchlas, Unesa juga punya prinsip seperti itu seperti menghormati orang lain, men jaga kebersihan dan nilai-nilai lain yang harus ditumbuhkan di Unesa. Muchlas menyebut, ada empat karakter yang sejak awal ingin ditumbuhkan di Unesa. Keempat karakter itu adalah cer das, peduli, pekerja keras serta patuh pada nilai dan norma. Lebih jauh, Muchlas menjelakan bahwa disiplin pada peraturan merupakan bagian dari tanggung jawab, sedangkan kerja keras merupakan bagian dari masa depan, sementara kepedulian meru pakan bagian dari komunikasi. “Contohnya masalah parkir, sering kita jumpai pengendara motor parkir tidak pada tempatnya. Ini merupakan salah satu indikator bahwa kita belum menghargai hak orang lain. Kita boleh berbuat apa saja, tetapi orang lain punya hak yang juga tidak ingin diganggu,” terangnya. Menanamkan Karakter Untuk menanamkan karakter, pada awal masa kepemimpin annya lalu, ia mulai mendorong kepada sivitas akademika Unesa agar tertib, disiplin, tanggung jawab, kerja keras serta peduli kepada orang lain. Karakter-karakter tersebut, ungkap mantan staf ahli mendiknas, dapat ditumbuhkan melalui dua cara, yakni dengan contoh dan aturan. Pada masa kepemimpinannya, sebenarnya ia ingin menum buhkan karakter itu melalui aturan, namun karena kurang men dapat persetujuan akhirnya karakter tersebut ditumbuhkan me lalui contoh. “Ya, meskipun agak lama namun sedikit demi sedikit sudah berhasil.” tambahnya.
LAPORAN UTAMA
Menumbuhkan karakter melalui contoh memang lebih lu nak, namun membutuhkan waktu lebih lama. Model seperti itu (member contoh) juga ditunjang latar belakang bangsa yang bersifat maternalis, yang bawah mengikuti yang atas menjadi keuntungan tersendiri diterapkannya karakter melalui contoh. “Selama pemimpin memberi contoh yang baik, maka bawahan akan mengikutinya,” tandasnya. Muchlas menyakini motto ‘Growing with Character’ yang di cetuskan sudah berhasil diaplikasikan sampai saat ini. Hanya saja, yang belum tumbuh di Unesa saat ini adalah iklim akademik, ter utama di kalangan dosen.“Untuk mahasiswa, iklim akademik sedikit demi sedikit sudah mulai tumbuh,” jelas Muchlas. Selain memberikan contoh, Prof. Muchlas juga rajin menulis tentang karakter-karakter seperti apa yang ingin ditumbuhkan di Unesa. Hanya saja, tulisan-tulisan tersebut belum terpubli kasikan dengan baik karena masih dipublikasikan melalui media sosial yaitu web dan blog. Dorong Dosen & Alumni Studi ke Luar Negeri Iklim akademik yang kini tercipta di Unesa tidak lepas dari peran banyak pihak. Satu di antaranya adalah para dosen yang dikirim studi ke luar negeri. Para dosen tersebut tidak hanya mendalami ilmu di luar negeri tetapi juga belajar budaya di ne gara tempat mereka studi. Unesa, ungkap Muchlas, punya regulasi terkait dosen di ba wah usia 35 tahun yang ingin melanjutkan studi diwajibkan mengambil kuliah di luar negeri. Regulasi tersebut dilakukan untuk mendorong dosen muda agar lebih percaya diri berkiprah di mancanegara. Selain itu, jika masih beruisa di bawah 35 tahun lebih mudah mencarikan beasiswa ke luar negeri dibandingkan dengan dosen yang berusia lebih dari 35 tahun.
Muchlas mengakui memacu dosen untuk studi ke luar ne geri memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Na mun, ia yakin upaya yang dilakukan dengan membuat regulasi seperti itu akan mendorong dosen lebih termotivasi dan terfa silitasi untuk studi ke luar negeri sehingga kelak memiliki pe ngalaman berkomunikasi dengan mahasiswa di negara lain, ber tukar pikiran dan belajar budaya yang baik. Meski regulasi tersebut terkesan membatasi bagi dosen mu da saja, namun Unesa juga terus membuka jalan yang selebarlebarnya bagi dosen-dosen lain dengan menjalin kerja sama ke beberapa negara yang memiliki reputasi universitas unggul. Kerja sama itu dibangun agar mempermudah dosen berkiprah di luar negeri untuk studi S3 maupun shortcourse. Muchlas menyebut, ada dua alasan mengapa dosen dido rong untuk sekolah ke luar negeri. Pertama, supaya tidak hanya jago kandang saja, tetapi juga mampu berkokok di negara lain. “Pengalaman banyak di Unesa apa artinya kalau tidak pernah mencoba hal yang lebih seperti ke luar negeri,” ungkapnya. Alasan kedua untuk membangun jejaring antara Unesa dan tem pat mereka studi. Tak hanya mendorong dosen untuk melanjutkan studi ke luar negeri, Muchlas juga mendorong agar alumni yang baru lulus untuk melanjutkan studi ke luar negeri. “Justru, yang saya gembira saat ini, yang sedang bergeliat untuk pergi ke luar negeri adalah alumni,” paparnya. Muchlas meyakini, alumni yang studi ke luar negeri akan menjadi jembatan yang sangat penting untuk mencari jejaring sebanyak-banyaknya. Di bawah naungan PR IV yang mengurusi masalah kerja sama Internasional, saat ini sudah ada 10 negara maju yang sudah bersedia bekerja sama dengan Unesa. (CRH-ULIL/ HUDA)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
11
LAPORAN UTAMA
apa kata mereka Dra. Tri Prasetyawati, M.Pd, Mahasiswi S-3 Unesa:
Jati Widyo Leksono,S.Pd, Mahasiswa Pascasarjana:
U
J
Tingkatkan Jejaring Internasional nesa memasuki era baru, dengan terpilihnya Prof. Warsono sebagai rek tor Unesa periode 2014-2019. Diharapkan, terpilihnya guru besar asal Fakultas Ilmu Sosial itu mampu melanjutkan pro gram –program Unesa dan mengukir sejarah kece mer lang an yang lebih gemilang. Seluruh war ga Unesa tentu berharap yang terbaik dan tidak lupa memberikan saran kepada kepemimpinan Prof. Warsono agar kepemimpinan Unesa ke depan semakin berhasil dan maju. Dra. Tri Prasetyawati, M.Pd, mahasiswi S3 Unesa mengapre siasi sarana prasarana Unesa yang kini semakin memadahi. Ia mencontohkan akses perpustakaan yang semakin mudah dan tersediannya internet untuk mengakses jurnal internasional. Tri berharap di bawah kepemimpinan Prof. Warsono, Unesa semakin meningkatkan dan mempertahankan hubungan baik dengan lembaga kependidikan ataupun non-kependidikan. “Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain perlu lebih ditingkatkan sehingga bisa membuka dan mempermudah link untuk mempublikasikan karya ilmiah di jurnal Internasional,” ungkap Tri Prasetyawati. Mahasiswa S3 angkatan 2009 yang juga dosen Bahasa Jer man Fakultas Bahasa dan Seni Unesa itu menyatakan agar pada era kepemimpinan Prof. Warsono koleksi buku perpustakaan semakin meningkat dan koneksi internet diperbaiki lagi agar akses informasi penunjang keilmuan semakin mudah didapat. “Internet dan buku kan merupakan senjata utama mahasiswa S3 untuk memperoleh ilmu lebih,” tandasnya yang juga diamini Dra. Cristina ITP, M.Pd, dosen bahasa Inggris sebuah universitas yang juga menempuh Pen di dik an S3 Bahasa dan Sastra di Unesa. Terkait masalah birokrasi, baik Tri maupun Cristina mengaku sudah semakin baik meskipun masih memerlukan beberapa perbaikan. Mereka berharap agar kepemimpinan baru Unesa mampu membawa perubahan dengan semakin banyak melahirkan doktor berkualitas lulusan dari Unesa. (CRH-JANTI)
12 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
Perlu Peningkatan Program Dual Degree ati Widyo Leksono, mahasiswa S2 pascasarjana asal Mojo kerto itu berharap rektor Unesa yang sudah terpilih mampu mengemban amanah dengan baik dan melanjutkan pembangunan dengan keuangan setransparan mungkin. Mahasiswa prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan mengaku mengenal Prof. Dr. Warsono, MS sebagai sosok yang sangat dekat dengan mahasiswa. Ia mampu mengerti, merangkul dan mendukung segala aktivitas mahasiswa. “Semoga ke pe mim pinan Prof. Warsono mampu menerbangkan pesawat dengan tagline ‘Growing With Character’ mengudara tinggi menjelajahi angkasa,” ungkapnya. Motto Unesa sebagai universitas unggul dalam ke pen di dikan dan kukuh dalam keilmuan diharapkan mampu mening katkan kualitas akademik mulai dari pengembangan laborato rium, sumber daya manusia dan sistem pembelajaran. Yang ter penting lagi, tambahnya, penjaminan mutu Unesa harus tetap terjaga sehingga mampu menjadi universitas yang menciptakan lulusan berkualitas baik dalam bidang pendidikan maupun non kependidikan dan mampu berdaya saing regional. Sebagai calon magister, ia menaruh harapan besar kepada Prof. Warsono agar mampu meningkatkan program dual degree sehingga tidak hanya prodi Pendidikan Matematika dan Sains Pascasarjana Unesa saja, namun mampu merambah ke prodi lain. (CRH-KHUSNUL)
Agam, Ketua BEM FIK..
Perlu Lapangan Bola yang Representatif
P
rof. Dr. Warsono resmi menjadi Rektor Unesa. Semua pun berharap, sosok yang dikenal low profile itu mampu membawa Unesa lebih baik. Agam, Ketua BEM FIK mengapresiasi sarana dan prasarana khususnya di kampus
LAPORAN UTAMA Lidah Wetan yang sudah lebih baik meskipun di beberapa tempat perlu ada perbaikan. Sebagai mahasiswa FIK, ia berharap pengerjaan beberapa gedung yang belum selesai bisa segera diselesaikan. Selain itu, sebagai bagian dari mahasiswa FIK yang mayoritas berspesialisasi sepak bola, sangat mendambakan mempunyai lapangan sepak bola yang representatif untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa. “Sarana prasarana sangat penting untuk menunjang proses belajar. Saya berharap dengan terpenuhinya sarana prasarana, lulusan Unesa bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam perkuliahan untuk kemajuan Indonesia,” ungkapnya. (CRH-YUSUF)
Debing Kumalasari, Mahasiswa JBSI
Tingkatkan Karya Produktivitas Mahasiswa
D
ebing Kumalasari, mahasis wa jurusan Pendidikan Ba ha sa dan Sastra Indonesia mengungkapkan pendapatnya berkaitan dengan pergantian kepe mimpinan rektor baru Unesa. Me nu rutnya, era kepemimpinan pak Warsono ini harus lebih baik dari se belumnya. “Saya belum begitu mengenal beliau, yang saya tahu beliau kan dosen FIS, Insya Allah lebih tahu masalah sosial dan akan bagus apabila memimpin Unesa,” tuturnya. Mahasiswi asal Kediri mengatakan bahwa kualitas pendidikan dan pencitraan Unesa harus diperbaiki seiring dengan proses perwujudan dari visi dan misi rektor untuk Unesa. Perbaikan kualitas pendidikan yang ia maksud tidak hanya diberlakukan bagi mahasiswa melainkan juga dosen. Ia menyarankan adanya perbenahan mengenai efektivitas perkuliahan. Ia juga memaparkan bahwa kepedulian mahasiswa terhadap karya ilmiah harus ditingkatkan. “Menurut saya, PTN akan lebih bergengsi apabila banyak karya yang dihasilkan termasuk karya ilmiah penelitian seperti PKM dan lain-lainnya. Baru setelah itu fasilitas yang kurang merata, perlu diratakan baik di kampus Lidah maupun Ketintang,” ungkapnya. Saat ditanya mengenai harapannya sebagai calon sarjana yang lahir dari Unesa, mahasiswi yang aktif sebagai pengurus BEM-FBS tersebut berharap nantinya Unesa akan menjadi tempat yang “pas”, tidak hanya mencetak sarjana yang berwawasan tinggi tapi juga berkemampuan ahli di bidang studinya. “Semoga nanti ketika lulus, bekal saya untuk menjadi pendidik bahasa Indonesia dapat terealisasikan dengan baik, bisa menjadi sarjana yang dipercaya instansi-instansi lain, dan sarjana yang produktif. Jadi, setelah lulus tidak hanya membawa ijazah yang berupa kertas saja,” harapnya. (CRH-ANNISA ILMA)
Muhammad Afiq, Ketua BEM FIS
Sejarah Baru Fakultas Ilmu Sosial
S
ebagai bagian dari keluarga besar Fakultas Ilmu Sosial, Muhammad Afiq tentu saja menyambut gembira terpilihnya Prof. Dr. Warsono sebagai rektor Unesa periode 2014-2019. Mahasiswa yang juga ketua Sosial Islamic Club FIS itu bangga karena merupakan sejarah baru bagi FIS mampu mengantarkan kader terbaiknya menduduki kursi rektor Unesa. “Saya dari pihak FIS senang dan menyambut baik karena baru pertama kalinya rektor berasal dari Fakultas Ilmu Sosial,” ujarnya. Muhammad Afiq berharap rektor baru mampu meneruskan program kerja yang belum terlaksana. Seperti masalah ormawa yang ada di kampus agar bisa segera diselesaikan. Ia juga berharap fasilitas Unesa semakin dilengkapi agar lebih mendukung kegiatan perkuliahan. Sebagai mahasiswa, Afiq sadar bahwa keberhasilan sebuah kepemimpinan haruslah didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu ia berharap agar semua mahasiswa terutama keluarga FIS juga mendukung rektor baru kali ini. “Adanya saling kepercayaan akan ada kekompakkan, bisa bersatu untuk bersama-sama menjadikan Unesa bermartabat dan menjadi universitas yang diperhitungkan di dalam dan di luar negeri,” pungkasnya. (CRH-UMI)
Nanda Setya Permadi, Mahasiswa FIP
Tambah Relasi, Fasilitas dan Sarana Prasarana
G
ebrakan pemimpin baru, selalu dinantikan. Demikian pula yang diharapkan dari sosok Prof. Warsono, rektor baru Unesa. Guru besar asal FIS yang telah mendapat amanah menjadi rektor baru periode 2014 - 2019 itu tentunya diharapkan lebih menggebrak dibandingkan rektor sebelumnya. Nanda Setya Permadi, mahasiswa FIP berpendapat bahwa banyak hal yang harus diperbaruhi dan ditingkatkan terutama di kampus Lidah Wetan. Mulai dari gedung hingga sarana prasarana agar image gedung Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
|
13
LAPORAN UTAMA Lidah Wetan seperti hutan berangsur pudar. Apalagi, kawasan Unesa Lidah Wetan sekarang lebih elit dengan berbagai perumahan yang mengelilinginya. Setidaknya, ada empat harapan yang dilontarkan Nanda. Pertama, pembangunan harus bisa diselesaikan agar gedunggedung yang ada di luar kampus Lidah Wetan dan Ketintang segera pindah. Kedua, jalan dan penerangan yang ada di kawasan Lidah harus lebih diperbanyak agar kampus aman dan nyaman. Ketiga, kebijakan dibuat harus lebih rasional kepada mahasiswa. Keempat, Unesa harus mampu menambah relasi dengan universitas dalam negeri dan luar negeri. “Saya berharap rektor baru Unesa bisa menambah relasi, dan meningkatkan fasilitas dan sarana prasarana,” harap Nanda. (CRH-MURBI)
Muhammad Amirul Arbi, Mahasiswa Fakultas Teknik:
Harus Prioritaskan Kebutuhan Mahasiswa
M
ahasiswa Fakultas Teknik, Muhammad Amirul Arbi mengibaratkan Unesa seperti miniatur sebuah negara, dimana rektor terpilih, Warsono sebagai presiden karena memiliki peran tertinggi dan terpenting dan sekaligus bertanggung jawab penuh terhadap rakyat, dalam hal ini adalah mahasiswa. Mahasiswa program studi D3 Manajemen Informatika itu berharap, dalam kepemimpinan Prof. Warsono ke depan bisa melakukan perubahan awal yang cepat dalam pembangunan dan pengembangan yang lebih baik dari rektor sebelumnya. Tentunya, diutamakan pada kebutuhan yang telah menjadi prioritas proses belajar belajar-mengajar mahasiswa. “Selaku presiden (rektor), setidaknya tahu kebutuhan rakyatnya (mahasiswa), dan harus dipenuhi,” ujar mahasiswa angkatan 2011 tersebut. Mahasiswa kelahiran Sidoarjo itu menambahkan, sektor yang perlu ditingkatkan dan dibenahi Unesa masih banyak. Salah satunya terkait proyek pembangunan sarana dan prasarana yang masih berjalan pengerjaannya. Namun sektor akademik dan sarana-prasaranalah yang menjadi kebutuhan penting mahasiswa yang harus diutamakan peningkatannya. “Sektor akademik, terus sarana dan prasarana menurut saya itu yang perlu ditingkatkan lagi,” sambung mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Elektero (Himatektro) 2013 itu. Terakhir, Amirul berharap Unesa mampu menjadi almamater yang bisa dibanggakan kelak ketika sudah memasuki dunia kerja. “Saya berharap peluang kerja selalu besar dan siap bersaing di dunia kerja,” ungkap mahasiswa kelahiran 19 November 1991 tersebut. (CRH/FITRO KURNIADI)
14 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
Ema Safitri, Mahasiswa Manajemen FE:
Gelar Job Fair untuk Mempermudah Mendapat Pekerjaan
S
eperti kebanyakan mahasiswa lain, Ema Safitri, Mahasiswi jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi mengharapkan kualitas bidang fasilitas, sarana dan prasarana dan output atau lulusan Unesa semakin meningkat di bawah kendali rektor baru, Prof. Dr. Warsono, MS. Ia berharap Unesa semakin mampu menjalin hubungan kerja sama dengan instansi sehingga dapat memudahkan para lulusan melamar pekerjaan. “Mungkin Unesa bisa mengadakan berbagai Job Fair yang diikuti mahasiswa yang ingin mendapatkan pekerjaan,” ujarnya. Selain menjalin hubungan kerja sama dengan instansi, mahasiswi semester 7 itu menginginkan adanya pembenahan pada GOR Bima Unesa yang digunakan untuk mengadakan acara wisuda. Ia menganggap bahwa tempat itu kurang layak untuk diperlihatkan pada orang tua mahasiswa. Ia mengaku sedikit malu bila nanti mengundang orang tuanya untuk menghadiri acara wisudanya. “Saya berharap dengan kepemimpinan Prof. Warsono bisa melakukan pembenahan segera sehingga bisa mengenalkan Unesa pada lingkup luar dengan lebih baik,” pungkasnya. (CRH-RIZAL)
Aghi Ali Mughny, Mahasiswa FMIPA:
Apresiasi untuk Mahasiswa Berprestasi
A
ghy Ali Mughny berharap Unesa lebih memperhatikan kebutuhan mahasiswa. Ter uta ma, mahasiswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun nonakademik. Menurut mahasiswa yang lolos Pimnas ke-27 , sejauh ini penghargaan terhadap mahasiswa yang berprestasi dirasa masih kurang. Menurut pendapatnya jika mahasiswa yang berprestasi diapresiasi dengan baik maka akan meningkatkan semangat mahasiswa untuk lebik aktif lagi dalam berkarya. Selain itu, aktivis Himpunan Mahasiswa Jurusan Fisika itu juga menyorot masalah fasilitas kemahasiswaan yang masih kurang. “Salah satunya, gedung organisasi mahasiswa di FMIPA perlu dibenahi lagi,” ungkapnya. (crh-habibi)
KABAR PRESTASI Penghargaan Pemuda Pelopor 2014
Mahasiswa FE Jadi Pemuda Pelopor Kota Surabaya
S
emangat, kerja keras, dan keikhlasan ter pancar dari wajah nya. Di balik ke se derhanaannya, ia merupakan sosok pemudi yang luar biasa. Ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi, terutama pada bidang pendi dikan. Hal tersebut kini sangat jarang dimiliki pemudi sebaya nya. Dia adalah Nur Fatti Faz riati, Mahasiswa Jurusan Mana jemen FE Unesa yang baru saja meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor bidang Pen didikan 2014 dari Walikota Su rabaya, Tri Rismaharini. Dalam Penghargaan Pe muda Pelopor itu, terdapat tiga ka tegori, yakni bidang pen di dikan, sosial-budaya dan pa riwisata-pangan. Ria, sapaan akrab Nur Fatti Fazriati berhasil meraih penghargaan di bidang pendidikan. Ia direkomenda sikan oleh banyak orang di se kitarnya untuk mengikuti seleksi Penghargaan Pemuda Pe lopor itu. Ria dinilai orang-orang di sekitarnya layak men dapatkan penghargaan tersebut kare na ia memiliki se mangat ke pemimpinan dan kepedulian kepada lingkungan sekitarnya, terutama di bidang pendidikan. Melalui komunitas fo rum anak di daerahnya, yakni di Ke lurahan Banyu Urip Kecamatan Sa wahan. Pa da tahun 2009, ia berhasil meng hidupkan kembali forum anak yang diberi nama Fo rum Anak “Dabajay” yang merupakan singkatan dari Dae rah Banyu Urip dan Putat Jaya. Ria menjabat sebagai ke tua forum anak pada masa awal berdirinya dan saat ini ia menjabat sebagai dewan pem bina. Gadis kelahiran Surabaya, 8 Juli 1995 ini tetap aktif men dampingi dan mengontrol ber jalannya kegiatan di forum anak.
Sosialisasi ke Kampung Awalnya, Ria mensosia lisasikan keberadaan forum anak dengan datang da ri kam pung ke kampung lalu me nemui tokoh-tokoh ma sya rakat di daerah setempat dengan maksud meminta izin sosialisasi. Sasarannya adalah anak-anak usia 13—18 tahun. Saat ini anggota forum anak “Dabajay” telah mencapai 170 orang. Anggota dari forum anak ini mayoritas adalah anak
num-minuman keras dan lain sebagainya lewat lagu dan teater. Menurut mereka, so sia li sasi yang dilakukan dengan karya musik akan lebih efektif jika dibandingkan dengan ha nya sekadar sosisalisasi bia sa. Hal tersebut juga akan le bih mengena karena yang mem bawakannya rata-rata ada lah anak-anak yang pernah meng alami hal-hal itu. Ria bercita-cita menjadi se orang guru. Ia selalu berusaha
se kitar Kecamatan Sawahan. Mereka adalah anak yang ke banyakan putus sekolah ka rena faktor lingkungan. Na mun anak- anak dari Pekerja Seks Komersial (PSK) Dolly juga turut serta dalam forum anak ini meski persentasenya tidak be gitu banyak. Berdasarkan penuturan Ria, para PSK malah mendorong anak mereka un tuk berkegiatan positif. Salah satunya yakni dengan meng ikuti forum anak ini. Dalam kegiatannya, fo rum anak ini turut serta me nyosialisasikan tentang bahaya nar koba, HIV, seks bebas, mi
men jaga semangatnya agar tidak kendur serta terus mem ben tengi dirinya agar tidak ter jerumus ke dalam hal-hal negatif. Dengan segala ke si bukannya saat ini, ia ingin te rus mengawal forum anak “Da bajay” dan menjadi agen pe rubahan bagi anak-anak di se kitarnya lewat pendidikan. “Ka re na latar belakang keluarga saya yang sedikit berantakan, saya merasa hidup seperti itu tidak enak sehingga saya harus membentengi diri saya sendiri. Kalau tidak ada mu’jizat, maka saya yang harus jadi mu’jizat,” tutur Ria. (LINA MEZALINA/BYU)
PELOPOR: Nur Fatti Fazriati, Mahasiswa Jurusan Mana jemen FE Unesa yang baru saja meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor bidang Pendidikan 2014 dari Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
Nomor: 72 Tahun XIV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 15
SEPUTAR UNESA Kerja Sama Internasional
UTHM-Unesa Split Ph.D Lintas Negara
Prof. Dato’ Dr. Mohd Noh Dalimin, Vice-Chancellor Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) saat MoU bersama Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S.
E
ra baru pasar bebas Asia Tenggara tinggal hitungan bulan. Unesa siap ikut serta dalam kompetisi global itu. Baru-baru ini Kamis (28/8/2014) Unesa kedatangan tamu dari negeri jiran, Malaysia. Prof. Dato’ Dr. Mohd Noh Dalimin, Vice-Chancellor Universiti Tun
Hussein Onn Malaysia (UTHM) datang ke Unesa bersama rombongannya untuk mengadakan penawaran kerja sama dengan Unesa. "Sebenarnya kunjungan ini tidak direncanakan, tapi semoga ini nanti menjadi hal yang baik bagi Unesa dan UTHM," ujar Dato' pada pidato sambutannya. Acara
Kerja Sama Pemprov Jatim dan Pemkot Osaka
Kunjungi Unesa, Siswa Osaka Jepang Belajar Anyam Ketupat
R
abu, 13 Agustus 2014 Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FBS Unesa mendapat tamu spesial dari negeri Matahari Terbit. Mereka adalah siswa SMA Osaka Jepang. Kedatangannya disambut baik oleh civitas akademika Jurusan Pendidikan Bahasa
16 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
diawali dengan pengenalan UTHM dan penayangan video UTHM. Dato› juga mengucapkan selamat atas pengangkatan Prof. Warsono sebagai rektor baru Unesa. Pada nota kesepahaman ini, Prof. Dr. Warsono, M.S. ingin menindaklanjuti kerja sama ini dalam bentuk double degree di antara kedua universitas. Unesa berencana membuka S-3 Pendidikan Teknologi Kejuruan. Di UTHM, program studi tersebut sudah ada mulai S-1 hingga S-3. Kedatangan UHTM pun merencanakan kegiatan belajar dalam bentuk praktik industri di antara dua negara dan split programePh.D. Jadi tampaknya kerja sama ini relevan dengan momen pasar bebas ASEAN yang sebentar lagi dimulai. "UTHM ini letaknya tidak begitu jauh dari Indonesia. Jarak dari Kuala Lumpur hanya berkisar 2 jam perjalanan sedangkan dari Singapura hanya 1 jam perjalanan," kata Vice-Chancellor UTHM pada pengenalannya. Universitas di Johor yang fokus pada bidang ilmu teknik, sains, dan kesehatan ini ingin saling bertukar penelitian lintas negara. Kerja sama internasional ini bisa menjadi kesempatan emas bagi Unesa untuk membuktikan bahwa Unesa tidak hanya unggul di dunia pendidikan, tapi juga kuat dalam bidang ilmu murni atau nonkependidikan. (DYAH AYU/BYU)
Jepang. Acara tersebut merupakan salah satu bagian dari kerja sama antara Pemerintah Kota Osaka dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sepuluh siswa SMA asal Osaka tersebut datang ditemani guru pendamping dan perwakilan dari Konjen Jepang di Surabaya. Danang, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang yang menjadi guide mengaku senang karena sempat beberapa kali berbincang-bincang tentang anime-anime dari anak Jepang. Mereka mengunjungi Unesa mulai pukul 08.30 sampai 11.30 WIB. Mereka tidak hanya duduk dan sharing tentang kebudayaan Jepang dan Indonesia, tapi juga para praktik menganyam ketupat dan bermain dakon. “Ketupatwa tottemo kawaii, tsukurikatawa muzukashii desuga omoshiroindesu, soshite arigatou gozaimasu,” ujar salah satu pelajar Osaka. Katanya, ketupat itu sangat lucu, cara membuatnya susah tapi menyenangkan, untuk itu terima kasih banyak. Mengakhiri perjumpaan itu, secara spontan pelajar dari Jepang itu mengajak mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang berdiri membentuk lingkaran dengan saling bergandengan tangan untuk memainkan tari Bon Odori bersama-sama. (YUSUF/BYU)
SEPUTAR UNESA
R
ilis Laboratorium Cybermetrics ten tang peringkat web perguruan ting gi sedunia patut menjadi bahan ref leksi bagi Unesa untuk memperbaiki diri. Webometrics pada tengah tahun 2014 ini merilis bahwa web Unesa turun peringkat dibandingkan dengan rilis pada awal ta hun 2014 lalu. Penurunan itu terlihat pa da peringkatnya yang menyusut dari peringkat 3.244 menjadi 3.495 di antara 22.000 perguruan tinggi sedunia. Kondisi itu otomatis berpengaruh pada peringkat sekup kawasan. Di antara 7.387 perguruan tinggi se-Asia Pasifik, Unesa turun tangga dari peringkat 1.167 menjadi 1.202. Di kawasan ASEAN pun Unesa turun 5 angka yakni dari pe ringkat 128 ke 133 di antara 1.175 pergu ruan tinggi se-Asia Tenggara. Di tataran nasional. Unesa turun 9 anak tangga yakni dari peringkat 37 menjadi 46 di antara 401 perguruan tinggi se-Indonesia. Meski demikian, Unesa masih termasuk dalam 15% perguruan tinggi terbaik sedu nia. Di kawasan Asia Pasifik, Unesa terma suk 16% perguruan tinggi terbaik. Di ta taran ASEAN, Unesa termasuk dalam 11% perguruan tinggi terbaik sedangkan di tingkat nasional Unesa masuk dalam 11% perguruan tinggi yang diunggulkan. Da lam sistem pemeringkatan ini, Unesa harus meng akui keunggulan empat Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) lain seperti UPI (Bandung), Unnes (Sema
Pemeringkatan Webometrics
Web Unesa Turun Peringkat rang), UM (Malang), UNY (Yogyakarta). 5.155. Indikator excellence ini memiliki Dua indikator yang harus terus menjadi porsi penilaian 15% dari persentase ke perhatian sebagai bahan perbaikan ada seluruhan penilaian dalam sistem pe lah indikator impact, yakni indikator re me ringkatan webometrics. Karena itu, komendasi seseorang/pengunjung ter diharapkan dosen dan mahasiswa selalu hadap web Unesa sebagai web rujukan memutakhirkan publikasi jurnal ilmiahnya dalam sebuah tautan dan/atau web. In ke dalam web Unesa melalui subdomain dikator ini sekarang menunjukkan pe cv.unesa.ac.id, ejournal.unesa.ac.id, elear ring kat ke-7111, sebelumnya peringkat ning.unesa.ac.id, dan blog.unesa.ac.id. 6.193. Untuk menguatkan indikator im Indikator lainnya dalam sistem peme pact yang memiliki porsi penilaian 50% ringkatan webometrics adalah presence da ri persentase keseluruhan indikator (vo lume konten global yang terindeks penilaian tersebut, pemanfaatan aplikasi Google) memiliki bobot 20% yang kini web atau blog seperti blogspot, multiply, berada pada peringkat ke-1068, se be blogger, dan lain-lain sebagai media pem lumnya 634 sedangkan openness (jumlah belajaran yang kemudian memberi tautan kekayaan berkas dalam bentuk pdf, doc, www.unesa.ac.id pada aplikasi web/blog docs, dan ppt yang terindeks di google ter sebut dapat menguatkan peringkat scholar) berada pada peringkat ke-303, impact web Unesa. sebelumnya peringkat 284. Indikator ini Aktivitas mahasiswa Unesa sedang mengakses laman www.unesa.ac.id. Indikator excellence pun perlu banyak mendapat perhatian. Melorotnya indikator ini dipengaruhi belum banyaknya karya il mi ah civitas akademika yang terindeks oleh Scimago/Scopus. Sekarang, indikator pe nilaian ini menunjukkan angka pe ring kat ke-5442, sebelumnya peringkat
me miliki bobot 15%. Empat indikator pe nilaian tersebut merepresentasikan ku alitas web berbasis konten. Jadi ku rang tepat jika sistem pemeringkatan we bomterics ini dianggap lebih me ni tikberatkan penilaiannya dari segi popula ritas kunjungan web. (BYU)
Serah Terima Jabatan Rektor
Tiga Buku Prospektus Unesa Dirilis
S
erah terima jabatan Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. sebagai Rektor Une sa periode 2010—2014 kepada Prof. Dr. Warsono, M.S. sebagai Rektor Unesa perio de 2014—2018 secara resmi dilangsungkan Rabu (20/8/2014) pukul 10.00 WIB di Auditorium Rektorat lantai 3 Unesa, Kampus Ketintang, Surabaya. Acara tersebut sekaligus sebagai ajang rilis tiga buku prospektus Unesa. Tiga buku itu ialah “Menapaki Setengah Abad”, “Aksi dan Inspirasi Muchlas Samani”, dan “Mohon Maaf Masih Compang-Camping”. Buku “Menapaki Setengah Abad” menggambarkan per kembangan Unesa selama masa kepemimpinan Prof. Muchlas
sejak 2010 hingga 2014. Buku ini memaparkan berbagai capaian kebijakan mulai bidang aka demik, sarana prasarana, kema hasiswaan hingga kerja sama baik di dalam maupun di luar negeri. Buku yang dibuat tim Hubungan Masyarakat (Humas) Unesa ini lebih menonjolkan tampilan fotografi. Sementara itu buku yang berjudul “Aksi dan Inspirasi Muchlas Samani” berisi paparan data faktual yang lebih me nonjolkan sisi tekstual dan grafik atau tabel kuantitatif. Tidak seperti dua buku terse but, buku “Mohon Maaf, Masih Compang-Camping” justru mengakomodasi dua tampilan baik secara grafis maupun teks tual. Buku yang terakhir ini me
rupakan kumpulan catatan Prof. Muchlas sebagai Rektor Unesa selama lima tahun (2010—2014). Dengan gaya bahasa yang ringan, mengalir, namun tetap berbobot, buku setebal 266 halaman ini menggambarkan berbagai capaian dan inovasi namun juga memaparkan hambatan dan kendala pengembangan Unesa empat tahun terakhir menurut perspektif Muchlas Samani. “Saya sadar bahwa mewu judkan mimpi besar itu me merlukan kesungguhan dan konsistensi dalam waktu cukup lama. Ternyata selama empat tahun, baru sedikit yang dapat saya kerjakan dan itupun ma sih compang-camping. Semua itu karena kekurangan saya,
sebagai Rektor. Banyak pro gram yang sudah dimulai tetapi belum selesai, bahkan banyak program yang dahulu diimpikan tetapi belum dapat dimulai. Buku ini bukanlah laporan pertanggungjawaban, melainkan penjelasan beberapa kebijakan dan program yang mungkin masih belum jelas, apa alasan dilaksanakan dan apa tujuan akhirnya. Juga mengapa program itu belum berhasil, belum berjalan, sudah berjalan tetapi tertatih-tatih dan sebagainya,” ungkap Rektor Unesa yang akan menjadi profesor tamu di Utah State University, Amerika Serikat usai menuntaskan amanah menjadi rektor periode 2010— 2014 ini. (BYU)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 17
LENSA UNESA
PISAH KENANG 1. Panji kebesaran Unesa, terdiri atas 7 bendera fakultas dan pascasarjana di Universitas Negeri Surabaya. 2. Prof Muchlas Samani menerima cinderamata dari Telkomsel saat pisah kenang Rektor Baru Unesa. 3. Pimpinan BTN menyerahkan kenang-kenangan kepada mantan rektor Unesa, Prof Muchlas samani. 4. Para mantan rektor Unesa; Prof. Budi Darma, Drs. Surono, dan Prof Haris Supratno hadir dalam acara pisah kenang mantan rektor Prof Muchlas Samani kepada rektor baru Prof Warsono. 5. Rektor baru Unesa, Prof Warsono menyampaikan sambutannya di hadapan segenap undangan.
18 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
LENSA UNESA 1. Serah terima pimpinan dilakukan rektor lama Unesa Prof Muchlas Samani kepada Rektor Baru Unesa, Prof Warsono. 2. Prof Muchlas Samani menyampaikan sambutan penuh kesan. 3. Prof Nurhasan (PR4), Dr. Purwohandoko (PR2), Prof Kisyani (PR3) (paling kiri) mengikuti acara serah terima jabatan rektor baru Unesa. 4. Purna Jabatan: dari kanan Prof Nurhasan (PR4), Dr Purwohandoko (PR2), Prof Muchlas Samani (Rektor), Prof Warsono (PR3), dan Prof Kisyani (PR1). Mereka telah memimpin Unesa periode tahun 2010-2014)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 19
KOLOM REKTOR MENGAWALI LANGKAH SEBAGAI REKTOR PERIODE 2014 - 2018
MENGUBAH CARA PANDANG
Tugas sebagai rektor menggantikan Pak Muchlas (sapaan beliau), bukan pekerjaan mudah. Saya, yang sebelumnya menjadi pembatu beliau dalam bidang kemahasiswaan, mengetahui mimpi dan keinginan Pak Muchlas dalam memajukan Unesa. Istilah yang sering beliau ungkapkan adalah bahwa Unesa sudah saatnya naik kelas.
T
Oleh Prof. Warsono
20 |
anggal 14 Agustus 2014, bertepatan de ngan hari Pramuka, saya dilantik oleh Menteri Pendidikan dan Kebu dayaan RI, M. Nuh sebagai rekt or Unesa periode 2014-2018 menggantikan Prof. Dr. Muchlas Sa mani. Tugas sebagai rektor menggantikan Pak Muchlas (sa paan beliau), bukan pekerjaan mudah. Saya, yang sebelumnya menjadi pembatu beliau dalam bidang kemahasiswaan, me ngetahui mimpi dan keinginan Pak Muchlas dalam memajukan Unesa. Istilah yang sering beliau ungkapkan adalah bahwa Unesa sudah saatnya naik kelas. Bahkan, naik kelasnya bukan bertahap te tapi langsung meloncat ke tingkat tiga, atau tinggkat yang lebih atas lagi. Oleh karena itu, beliau langsung “tancap gas” melakukan pembenahan di ber bagai bidang, baik dalam pem bangunan fisik, tata kelola, mau pun akademik. Gebrakan Pak Muchlas da lam bidang pembangunan fi sik, sungguh luar biasa. Dalam waktu empat tahun kepemim pinan beliau, lingkungan kam pus berubah hampir 100 pre sen. Lahan-lahan kosong yang pa da mulanya seperti “hutan rumput”, diubah menjadi tem pat-tempat yang indah, rapi, dan menyenangkan, misal, Ra nunesa, food court. Tempat
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
ter sebut semula merupakan sawah yang tidak terurus, dan ditumbuhi dengan rum putrumput liar. Sekarang tem pat tersebut menjadi da ya tarik bukan hanya bagi pa ra mahasiswa tetapi juga masyara kat sekitar. Secara fisik gedung-gedung Unesa juga berubah dan ber tambah. Di kampus Ketintang ham pir semua gedung te lah berubah menjadi gedung ber tingkat dua lantai atau lebih. Di kampus Lidah Wetan telah dibangun gedung PPG berlan tai sembilan dan Gedung Pen didikan yang direncanakan se bagai pusat administrasi dan bi rokrasi Unesa. Bahkan Pak Much las telah menjalin ker ja sama dengan IDB untuk membangun berbagai fasilitas di Kampus Li dah Wetan dan Ketintang, yang Insya Allah akan dimulai pemba ngunannya tahun 2015. Tampaknya waktu empat ta hun terlalu pendek buat Pak Much las untuk mewujudkan ga gasan besarnya. Meskipun demikian, beliau telah meletakan f0n dasi yang kuat bagi Unesa ke depan. Berbagai gagasan, se bagaimana yang dituangkan da lam Buku Memori akhir jabatan be liau manjadi PR bagi saya. Sekali lagi ini bukan perkerjaan mudah bagi saya untuk mewujudkan gagasan tersebut. Namun saya yakin bahwa apa yang digagas oleh Pak Muchlas
sebenarnya merupakan mimpi dan harapan dari seluruh warga Unesa. Saya yakin tidak ada warga Unesa yang tidak ingin Unesa ma ju dan menjadi perguruan tinggi yang disegani dan dikenal di dunia. Dan saya juga yakin bahwa tidak ada warga Unesa yang ingin Unesa terpuruk dan tertinggal dari perguruan ting gi lain, apalagi sesama LPTK. Semua warga Unesa, ter ma suk para mahassiswa tentu menginginkan Unesa menjadi perguruan tinggi yang disegani dari segi keilmuan dan diperjaya masyarakat sebagai tempat un tuk mendidik putra-putrinya. Dengan keyakinan tersebut, saya berharap bahwa seluruh war ga Unesa (dosen, karyawan, dan mahasiswa, serta alumni) akan mendukung langkah saya da lam mewujudkan visi Unesa men jadi perguruan tinggi yang ung gul dalam kependidikan dan ku kuh dalam keilmuan. Sebagai rektor saya tidak bisa berbuat ba nyak tanpa dukungan dan par tisipasi seluruh civitas aka de mika Unesa. Unesa terlalu be sar untuk dikerjakan oleh rektor (saya sendiri). Masih ba nyak hal yang harus dilkukan dan membutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas dari seluruh warga Unesa. Identifikasi Mengawali langkah sebagai rek tor, saya telah melakukan
iden tifikassi berbagai masalah yang harus dibenahi, baik dalam bi dang akademik, keuangan, sumber daya manusia, dan ke mahasiswaan. Persoalan ter se but tampaknya bersumber dari cara pandang (mindset), sistem, dan belum tumbuhnya budaya akademi. Oleh karena itu, paling tidak ada tiga hal yang akan sa ya lakukan, yaitu melakukan perubahan cara pandang (mind set), memperbaiki sistem, dan membangun budaya akademik. Selama ini ada cara pan dang yang harus diubah baik di kalangan pejabat, dosen, ma hasiswa, maupun tenaga kepen di dikan. Di kalangan pejabat, terutama untuk diri saya sendiri, harus dilakukan perubahan bah wa menjadi pejabat itu amanah, yang harus dilakukan de ngan baik, penuh tanggung ja wab terhadap seluruh warga Une sa (yang memberi amana), ma sya rakaat, bangsa dan negara serta kepada Tuhan YME. Cara pendang seperti ini sebenarnya te lah tersirat dan tersurat da lam sumpah jabatan, yang diucapkan oleh setiap pejabat pad a saat pelantikan. Setiap pe jabat yang dilantik, hampir sudah pasti disumpah dengan pernyataan yang hampir sama, yang bunyinya antara lain akan mengabdi untuk kepentingan negara, berlaku jujur, dan tidak akan menerima apapun berka itan dengan jabatan yang di emban. Bila semua pejabat telah melaksanakan apa yang te lah disumpahkan, maka ti dak ada penyimpangan dan penyalah gunaan jabatan. Selain cara pandang terhadap jabatan, cara pandang terhadap keuangan juga harus diubah, dari pemilikikan menjadi pengggunaan. Selama ini sering terjadi pandangan yang mengatakan bahwa ini uang jurusan, ini uang fakultas, ini uang universitas. Padahal se mu a itu adalah uang negara, bukan milik universitas, fakultas atau jurusan. Sebagai pejabat, kita hanya diberi kewenangan untuk menggunakan uang tersebut dan harus dipertang
gung jawabkan. Oleh karena itu, se tiap kali kita menggunakan uang negara harus ada SPJ yang bisa dipertangungjawabkan ke benarannya maupun rasionalitas nya. Di kalangan dosen, perlu ditumbuhkan gairah (passion) se bagai dosen, yang tugas utamanya adalah melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian ke pada masyarakat. Dosen ada lah seorang akademisi, yang memiliki kewajiban moral (imperative kategoris) mengem bang kan ilmu dan teknologi, serta melakukan pendidikan dan pengajaran (transfer knowledge and value). Pengembangan il mu dan teknologi hanya bisa di lakukan dengan penelitian. Ini berarti, setiap dosen harus me miliki gairah melakukan pe nelitian yang dilandasi mo ti vasi untuk (because motive) pengembangan ilmu, dan ber harap (in order motive) hasil pe nelitiannya bisa memberi manfaat dalam pengembangan ilmu maupun untuk kesejahte raan masyarakat. Cara Pandang Jika cara pandang seperti ini telah tumbuh dan dimiliki oleh para dosen, maka jumlah pro posal penelitian di Unesa akan banyak dan tentu banyak do sen yang memperoleh dana hi bah bersaing secara nasional. Pe nelitian yang berkualitas bu kan hanya menghasilkan bahan ajar yang aktual dan di ja min kebenarannya, tetapi juga meng hasilkan publikasi il mi ah yang dapat mengangkat nama peneliti maupun lembaga (Unesa). Di kalangan mahasiswa, cara pandang yang harus di tumbuhkan adalah bagaimana mempersiapkan masa depan, baik masa depannya sendiri maupun bangsa dan negara. Pa meo bahwa mahasiswa adalah ca lon pemimpin bangsa, dan mahasiswa (pemuda) adalah tulang punggung bangsa, harus benar-benar dipahami, dihayati,
“
KOLOM REKTOR Saya membuka diri untuk ruang dialog konstruktif yang dilandasi niat untuk membangun Unesa ke depan menjadi lebih baik.
dan diwujudkan. Ini berarti, orientasi dan motif mahasiswa sejak awal harus diarahkan un tuk mengembangkan potensi diri dalam rangka mengemban tugas-tugas masa depan. Oleh karena itu, mahasiswa harus me miliki visi yang jauh ke depan dan idealisme, bukan malah ter jebak pada orientasi ke-kini-an, yang bersifat pragmatis, mate rialis, dan hedonis. Tugas mahasiswa ke de pan adalah mengemban es ta fet kepemimpinan, menjadi ke kuatan ekonomi, dan mem bangun peradaban. Sya rat pemimpin ke depan bu kan hanya memiliki kecerdasan, sehinggga mampu meng iden tifikasi masalah dan mem be ri kan solusi, tetapi juga harus me miliki karakter yang kokoh. Begitu juga dalam bidang eko nomi, juga telah mengalami per geseran ke arah ekonomi krea tif, yang mengandalkan inte lektual. Dan peradaban umat manusia juga telah mengarah kepada perilaku yang rasional, santun, patuh kepada aturan, dan menghormati hak-hak orang lain. Ini berarti, orientasi mahasiswa sejak awal harus diarahkan kepada pe ngem bangan intelektual dan karakter agar bisa survive dan mengem ban tugas masa depan. Di kalangan tenaga kepen di dikan harus ditumbuhkan orientasi berprestasi dan mem beri pelayanan yang terbaik. Se mangat berprestasi dan mem beri pelayanan yang ter baik harus menjadi cara pan dang di kalangan tenaga ke pen didikan. Dengan prestasi dan pelayanan yang terbaik akan membawa dampak pada pe ningkatan produktivitas dan ke puasan pelanggan, yang pada gi lirannya akan meningkatkan
kesejahteraan mereka. Dengan menjadi Badan Layanan Umum (BLU), Unesa diberi peluang untuk mencari pendapatan ne gara bukan pajak (PNBP), dan mengelola penggunaannya. Be sarnya PNBP tersebut tentu akan berkait erat dengan kinerja kita. Selain mindset, perubahan sistem juga harus dilakukan, agar lebih baik. Memang se la ma ini Pak Muchlas telah me letakkan dasar dalam membangun sistem, baik sis tem akademik, maupun keuangan. Namun masih perlu di lakukan perbaikan, agar lebih efi sien dan efektif. Meskipun sudah dibangun sistem akademik, dan keuangan, kita masih mendengar keluhan da ri berbagai pihak tentang ketidakefektifan dan ketidakefisienan sistem yang kita miliki. Oleh karena itu, perlu ada pembenahan dan membangun sis tem pada bagian lain yang belum ada, semisal sistem kepe gawaian, keamanan, dan lainnya. Terakhir dan tidak kalah pen ting adalah membangun budaya, yaitu suatu kebiasaan berpikir secara rasional, bersikap secara santun, dan bertindak se suai dengan aturan. Budaya ini merupakan akumulasi dan perwujudan dari mindset mau pun sistem. Saya sadar bahwa langkah yang akan saya lakukan bisa menimbulkan konflik dan mungkin juga mendapat peno lakan dari sebagian warga unesa. Tetapi saya juga yakin, bahwa ada juga warga Unesa yang mendukung langkah saya. Oleh karena itu, saya membuka diri untuk ruang dialog konstruktif yang dilandasi niat untuk mem bangun Unesa ke depan men jadi lebih baik. Semoga niat ini diridloi oleh Allah SWT dan di dukung oleh warga unesa. n
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 21
KABAR MANCA
Melihat dari Dekat (Sejumput) Budaya Tiongkok Kini OLEH Anas Ahmadi*
Siapa yang tak kenal dengan negara yang berjuluk tirai bambu, negara tempat lahirnya –isme besar dunia, Tao, Confucius, dan Chan? Tak ketinggalan pula Tembok Besarnya serta Pulau Judinya. Ya, itulah Tiongkok. Negara yang –menurut konseptualisasinya Bremmer (2013)—menuju kurve rising star melampaui saudara-saudaranya di kawasan Asia Timur. Negara yang kini mulai mengalihkan pandangan dari budaya introversi (introvert culture) menuju ke budaya ekstroversi (ekstrovert culture).
T
ahun 2013, saya dan Dr. Mintowati (mendapatkan kesem patan) berangkat ke Negeri Tirai Bambu dalam rang ka mengikuti program short course bahasa Mandarin di Univer sitas Huaqiao, Xiamen, Fujian, Tiongkok Selatan. Program tersebut dimulai September 2013—Juli 2014. Selama kurang lebih setahun di sana, selain belajar bahasa Mandarin, saya belajar mengenali dan memahami budaya masyarakat Tiongkok yang kini sedang naik daun tersebut. Berikut amatan budaya yang saya peroleh waktu di Tiongkok. Budaya Disiplin Jika berbicara tentang kedisplinan, ada tiga hal yang tere kam oleh saya. Pertama, kedisiplinan dosen. Perkuliahan bahasa Mandarin di kampus Huaqia dimulai pukul 08.00. Sebelum pukul 08.00, dosen sudah berada di kelas. Sang dosen benar-benar disiplin masalah waktu. Mulai dari awal perkuliahan sampai dengan akhir perkuliahan. Dosen tidak pernah terlambat masuk kelas. Dosen pun tidak akan meninggalkan kelas jika belum ada bel pulang. Jika seorang dosen tidak hadir, mereka meminta ganti hari kuliah. Bahkan, hari Sabtu ataupun Minggu menjadi hari pengganti kuliah. Kedua, kedisiplinan pekerjaan. Masyarakat Tiongkok juga di siplin bekerja. Pernah suatu ketika saya ikut ”mencicipi” kerja dan melakukan observasi ”pintas-lalu”di perusahaan suvenir, PT Mexia. Saya ingin mengetahui sejauh mana kedisplinan manusia Tiongkok ketika bekerja. Ternyata, mereka benar-benar disiplin. Buktinya, ketika ada atau tidak ada supervisor yang mengawasi, mereka bekerja dengan giat. Untuk kehadiran juga begitu, hampir-hampir tidak ada pekerja yang terlambat masuk. Ketiga, kedisiplinan sopir bus. Sopir bus di sana mengangkut dan memberhentikan penumpang hanya di halte bus. Di luar hal te, penumpang tidak akan dilayani. Selain itu, jika waktu operasi bus sudah tutup, misal pukul 22.00, mereka (sopir) tidak akan melayani orang yang ingin naik bus tersebut. Budaya Kebersamaan Budaya kebersamaan tampak pada segmen berikut. Pertama, masyarakat Tiongkok adalah masyarakat yang suka makan bersama-
22 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
sama. Hal itu terlihat ketika makan siang ataupun makan malam. Jika di rumah, mereka makan bersama keluarga, ayah, ibu, dan anak. Jika ditempat makan, mereka makan bersama teman-teman dengan memesan makan tengah (makan dengan porsi besar/banyak dan dimakan bersama-sama). Selain itu, para pekerja di tempat makan, tatkala wak tu nya makan siang/malam mereka makan bersama dengan pemilik tempat makan. Jadi, hubungan antara majikan dan pekerja tidak ada jarak karena mereka sama-sama makan menu yang sama. Kedua, pada sore hari, sekitar pukul 17.00 di taman tepi da nau depan kampus Huaqiao ada pemandangan yang menyedot perhatian. Di sana berkumpul para orang tua yang belajar taichi, senam, dan ada pula yang main kartu. Tak ketinggalan pula, orang tua yang bermain musik. Mereka adalah orang tua yang mencari kesenangan setelah bekerja ataupun memang berniat untuk berkumpul bersama di taman tersebut. Wajah-wajah mereka tampak bahagia dan sesekali mereka bersendang-gurau di taman tersebut. Budaya Cinta Produk Lokal Tiongkok adalah negara besar. Sebagai negara besar, masya rakat tampaknya sangat cinta pada produk lokal. Sekadar contoh, di Tiongkok, banyak sekali produk-produk lokal yang digunakan oleh masyarakat setempat. Misal, HP yang marak digunakan oleh masyarakat kebanyakan bermerek lokal seperti Huawei, HTC, Oppo. Sepeda motor merek lokal, misalnya Tianfang, SL, JL, GXYG, Super, SOR, SICY, Cygnus, Duke, Huaji, New, Sport, Nanya. Kendaraan merek luar negeri sangat jarang ditemukan. Dalam konteks sosial media, Amerika punya Facebook dan Tiongkok punya We chat dan QQ. Amerika punya Google, sementara Tiongkok punya Baidu dan Weibo. Google dan Facebook di Tiongkok sulit diakses karena diblokir oleh pe me rin tah. Untuk membuka Google ataupun Facebook, mengakses bisa menggunakan software freegate. Jika ditilik lebih dalam, munculnya Baidu, We chat, dan QQ yang merupakan produksi Tiongkok adalah manifestasi kecintaan pada produk dalam negeri.
KABAR MANCA Budaya Memengaruhi Kehebatan Tiongkok dalam hal budaya –yang hampir tidak bisa ditandingi oleh negara lain– adalah budaya memengaruhi, bukan dipengaruhi. Artinya, jika kebanyakan negara terpengaruh oleh budaya suatu negara lain dan mereka mengambilnya secara utuh, Tiongkok tidak mau yang demikian. Tiongkok mengambil budaya dari negara lain, mereka (pemerintahan Tiongkok) mengupayakan agar budaya yang berasal dari luar tersebut tidak diadopsi secara mentah-mentah, tetapi diadaptasi. Dengan begitu, negara Tiongkok bukan menjadi negara reseptif dalam konteks budaya, mereka juga bisa memengaruhi budaya-budaya yang dari luar. Penyebab budaya memengaruhi tersebut disebabkan beberapa hal. Pertama, kebijakan proteksi pemerintahan Tiongkok terhadap budaya dari luar negeri yang sangat kuat. Dengan demikian, budayabudaya yang masuk ke Tiongkok harus melalui filterisasi dari pihak pemerintahan. Dengan demikian, segala budaya baik kecil maupun besar melewati pintu masuk pemerintahan. Kedua, kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal. Di Tiongkok, kendaraan produkproduk lokal tampaknya lebih banyak daripada kendaraan pro duk luar negeri. Pemengaruhan tersebut tampak segmen berikut. Pertama, penamaan diri. Nama saya, Anas Ahmadi, di sana diganti (nama Mandarin) Li An. Adapun Dr. Maria Mintowati diganti (nama Mandarin) Chen Li Ya, begitu pula dengan teman-teman yang lain. Nama diri dari negara asal diganti dengan nama Mandarin. Kedua, penamaan kendaraan. Penamaan nama diri Tiongkok mungkin sudah akrab bagi beberapa kalangan. Namun, penamaan kendaraan bermotor pun tidak lepas dari nama Tiongkok yang menggunakan bentuk Hanyu ataupun Pinyin. Penamaan kendaraan bermotor menggunakan bentuk Hanyu ataupun pinyin bukanlah hal yang mudah sebab kendaraan bermotor tersebut, selain bermerek aslinya, juga memiliki merek Tiongkok. Luar biasa. Penamaan kendaraan bermotor yang menggunakan nama Ti ongkok konon kendaraan bermotor yang perakitannya di Tiongkok. Dengan begitu, kendaraan bermotor tersebut bisa diberi nama Tiongkok. Adapun untuk kendaraan mewah, misal Porsche yang didatangkan langsung dari luar negeri tidak diberi nama Tiongkok. Kendaraan tipe ini masih jarang saya temukan di Xiamen sebab Xiamen merupakan kota pinggiran. Namun, kebanyakan kendaraan yang lalu lalang di jalanan, selain memiliki merek asli, kendaraan tersebut memiliki merek Tiongkok. Dengan adanya pemunculan nama-nama Tiongkok pada kendaraan, mengasumsikan bahwa hal tersebut merupakan bentuk pemertahanan budaya lokal bahwa mereka masih cinta dengan bahasa Tiongkok. Nama-nama kendaraan yang diadaptasi tampak pada tabel berikut. No.
Nama Kendaraan
Versi Tiongkok
1.
Honda
Běntián
2
BMW
Bǎomǎ
3
Porsche
Bǎoshíjié
4
Suzuki
Língmù
5.
Ferrari
Fǎlālì
6.
Accord
Yǎgé
Hongkong: Budaya Disiplin dan Bersih Ketika anjangsana ke Hongkong, ada hal menarik yang te rtangkap oleh saya. pertama, kedisiplinan. Di Hongkong, tingkat
Dalam konteks sosial media, Amerika punya Facebook dan Tiongkok punya We chat dan QQ. Amerika punya Google, sementara Tiongkok punya Baidu dan Weibo. Google dan Fa cebook di Tiongkok sulit diakses karena diblokir oleh pemerintah. Untuk membuka Google ataupun Facebook, mengakses bisa menggunakan software freegate. Jika ditilik lebih dalam, mun culnya Baidu, We chat, dan QQ yang merupakan produksi Tiongkok adalah manifestasi kecintaan pada produk dalam negeri. kedisiplinan sangat tinggi. Hal itu tampak ketika saya jalan-jalan sekitar pukul 24.00, sepi sekali. Waktu itu, lampu merah. Meski sepi, kendaraan tidak menerobos lampu merah. Selidik punya selidik ternyata di Hongkong sangat ketat untuk tilang-menilang. Jika mereka melanggar, dendanya 2000 Dollar Hongkong. Kedua, tatkala saya menuju Victoria Park (tempat per kum pulan manusia Indonesia), ada seorang laki-laki yang ditangkap dan ditegur polisi. Ternyata, laki-laki tersebut tidak boleh merokok di tempat umum. Ia diminta merokok de kat tempat sampah. Selidik punya selidik, ternyata merokok di tempat umum pun bisa didenda. Hebat. Pantas saja, beberapa kali saya lihat para perokok di Hongkong biasanya merokok dekat tempat sampah. Ketiga, kedisiplinan membuang sampah. Di Hongkong, sulit kita temui sampah berceceran. Di sana sangat bersih dari sampah apalagi di area pusat kota. Jika ketahuan seseorang membuang sampah sembarangan, mereka bisa-bi sa ditilang oleh polisi setempat. Namun, cara penilangan tidak langsung ditilang, konon diberi teguran terlebih dahulu. Jika teguran tidak dihiraukan, barulah tilang. Makau dan Budaya Mundial Makau adalah pulau kecil yang masih termasuk wi la yah Tiongkok. Dari Hongkong menuju ke pulau tersebut meng gu nakan kapal Turbo Jet seharga 150 dollar Hongkong. Dialah pulau yang berjejuluk Pulau Judi. Selain terkenal dengan jejudinya, Makau terkenal dengan budaya mundial. Di sana, banyak peninggalanpeninggalan budaya kuna yang mundial, misal kuil A-Ma, gereja de S. Jose, gereja de Santo Augustine, dan –yang kelihatannya paling kuna, gereja Ruinas de S. Paulo yang dibangun sekitar tahun 1602. Kini, gereja tersebut tinggal gerbang depannya saja –banyak pe ninggalan budaya yang lainnya. Oleh pemerintah Makau, bangunan tersebut dilestarikan dijadikan cagar budaya se ka ligus tempat wisata. Luar biasa.n *) Penulis adalah dosen jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, peserta program short course di Huaqiao University, Tiongkok Selatan. .
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 23
CATATAN ALUMNI
Menanti GEBRAKAN Prof Warsono oleh Eko Prasetyo
A
"
gak terlalu dini me mang untuk harap-ha rap ce mas akan geb ra kan Prof Warsono sebagai rektor baru Unesa. Sebab, be liau baru saja menjabat. Du duk di kursi rektor saja beliau masih segan dan lebih me milih ngantor di ruang PR 3, posisinya sebelum resmi men jabat rektor. Legacy yang ditinggalkan Prof Muchlas memang bukan ma in. Mantan rektor Unesa ini terlalu cepat berlari dalam hal memajukan Unesa. Wajah
Betapa sejuknya apabila Unesa menambah anggaran untuk kebutuhan buku-buku bermutu, baik karya akade misinya maupun alumni. kampus yang dulu seakan tak terurus menjadi sangat megah. Pak Muchlas tidak se tengah-setengah da lam ndandani Unesa. Dalam lima tahun kepemimpinannya, boleh jadi inilah masa kegemi langan Unesa. Bisa dibilang Pak Muchlas meninggalkan kesan yang sangat baik sekaligus pe kerjaan rumah yang berat bagi penerusnya, yaitu Prof Warsono. Saya berharap Prof Warso no mampu membawa Unesa sebagai kampus berbudaya li terasi terbaik di Indonesia. Se per ti diketahui, keterampilan literasi dapat membangun ka rakter seseorang menjadi lebih
24 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
tanggap, tanggon, dan treng ginas. Tidak seperti se ka rang. Hadeeeeh, sumpek ra sanya melihat para ma ha siswa Unesa di kampus Ketintang yang kurang pedu li pada kebersihan. Pe man dangan nggilani di pujasera Une sa menjadi bukti sahih. Me reka membuang sampah bekas makanan di meja-meja yang ada. Padahal, ada tempat sampah. Piring-piring yang kotor ditaruh begitu saja di bawah kursi seperti terlihat di jog lo tengah. Kontan lalat-la lat berseliweran di sana. Mes ki pun demikian, banyak maha siswa yang kolu makan di situ. Apatisme ini salah satunya di sebabkan kurangnya keteram pilan literasi. Karena itu, semoga Prof Warsono tidak sering ke luar negeri dulu. Lebih baik mem perkuat citra Unesa tercinta ini sebagai kampus literatif. Saat pen canangan Jatim sebagai pen dorong gerakan literasi nasional medio Juni 2014, Prof Warsono pernah berjanji untuk mewujudkan hal itu. Alangkah manisnya jika banyak tersedia reading corner di Unesa kampus Ke tin tang dan Lidah Wetan. Betapa sejuknya apabila Une sa menambah anggaran untuk kebutuhan buku-bu ku bermutu, baik karya aka de misinya maupun alumni. Ja ngan cuma meningkatkan anggaran untuk agenda rapat-
rapat di hotel yang mahal. Prof Warsono diharapkan lebih sering blusukan ke ju rusan-jurusan untuk meng oprak-oprak gerakan literasi di internal kampus. Bisa jadi, de ngan blusukan tersebut, beliau lang sung mendapati dosen yang ”mbolos” mengajar untuk mencari ceperan di luar. Bapak Rektor mungkin ju ga perlu nimbrung di mi lis Keluarga Unesa agar bi sa menampung aspirasi da ri alumni IKIP Surabaya (Unesa). Termasuk bisa menangga pi masukan dari alumni. Mi sal nya, Prof Warsono pernah ber janji mengawal Pusat Ka jian Literasi Unesa. Nah, ka lau ini gagal terwujud di era kepemimpinannya, alumni bisa mengingatkan melalui milis Keluarga Unesa sehingga beliau bisa langsung mengam bil kebijakan. Semoga Prof Warsono bisa terus mengawal keberhasilan yang telah dirintis Prof Muchlas. Termasuk Prof Warsono mam pu membawa Unesa lebih baik dan lebih maju serta mampu bicara di persaingan antar per guruan tinggi di tanah air. Kita tunggu gebrakan beliau dan realisasi janji-janjinya (yang semoga bukan pepesan ko song belaka). Amiin ya Rabbal alamiin. *) Penulis adalah anggota milis keluargaunesa, alumnus IKIP/Unesa 1999
KABAR SM-3T MENDAMPINGI: Saya bersama Pak Bu Lucia dan Pak Yoyok Yermiandhoko saat di atas kapal di kepulauan Raja Ampat.
P
KE RAJA AMPAT MENYAPA WAISA
ukul 11.03 waktu Sorong. Kapal ce pat Berkat Mulia bergerak, me ninggalkan Pelabuhan Rak yat. Kapal berkapasitas 300-an orang ini membawa kami menu ju Raja Ampat. Ya, Raja Ampat. Tentu semua orang tahu tempat apa itu. Benar. Tempat wisata yang terkenal dengan ekspedisi bawah lautnya yang luar biasa. Anda bisa menikmati ke indahan wisata bahari itu dengan snor keling atau diving. Tentu saja juga pulaupulau dan pantainya yang juga menak jubkan. Tapi kedatangan kami ke Raja Ampat ini bukanlah untuk berwisata. Meski, mungkin, yang terjadi adalah sambil me nyelam minum air. Ya, karena, di manama na, hampir di semua tempat, Raja Ampat memiliki keindahan. Melakukan perjalanan ke Raja Ampat, meski bukan per jalanan wisata, suguhan keindahan alamnya tetap bisa dinikmati di sepanjang perjalanan. Ke datangan kami ke Raja Ampat ini
dalam rangka melaksanakan Program SM-3T. Kami, terdiri dari saya, Pak Yoyok Yermiandhoko dan Bu Lucia, serta dua puluh sarjana pendidikan yang tergabung dalam Program SM-3T. Kami bertiga adalah dosen pendamping yang akan menyerahkan anak-anak muda ini kepada Kepala Dinas Pendidikan Raja Ampat. Mereka akan mengabdikan diri sebagai guru di sekolah-sekolah miskin di wilayah yang terkenal dengan potensi wisatanya yang tergolong unggulan ini. Waisai. Ya, ke sanalah kapal cepat yang kami tumpangi ini menuju. Waisai merupakan ibukota Kabupaten Raja Empat. Adalah pulau yang jaraknya sekitar dua jam bila menumpang kapal cepat, atau sekitar empat jam dengan menumpang kapal kayu. Bisa juga ditempuh melalui jalur udara, dengan menumpang pesawatpesawat kecil sejenis Suzie Air. Biaya ketiga jenis kendaraan ini tidak terlalu mahal. Tidak lebih dari 250 ribuan untuk sekali jalan. Para guru SM-3T belum tentu akan
bertugas di Waisai. Di tempat ini, mereka hanya akan disambut dalam sebuah acara seremonial penerimaan, oleh Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Setelah itu, mereka akan menerima pembekalan dari Dinas, baru kemudian didistribusikan ke distrik-distrik yang berada di pulau-pulau lain. Raja Ampat memang surga kecil yang jatuh ke bumi, sebagai mana tanah Papua pada umumnya. Begitulah kata Edo Kondolegit. Sepanjang perjalanan adalah pemandangan yang indah permai. Laut, pantai, pulau-pulau, bukit-bukit rimbun, dan bahkan langit yang digelayuti mendung. Raja Ampat sendiri, konon, merupakan kepulauan yang terdiri dari empat kerajaan tradisional. Kerajaan tersebut adalah Waigeo, dengan pusat kekuasaannya di Wewayai; Kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaannya di Samate, Pulau Salawati Utara; Kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaannya di Sailolof, Pulau Salawati Selatan; dan Kerajaan Misol, dengan pusat
Nomor: 72 Tahun XIV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 25
KABAR SM-3T kekuasaannya di Lilinta, Pulau Misol. Kabupaten Raja Ampat menurut sebuah sumber memiliki 610 pulau. Empat di antaranya adalah Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo. Keempat pulau tersebut merupakan pulau-pulau besar. Dari seluruh pulau, hanya 35 pulau yang berpenghuni. Pulau lainnya tidak berpenghuni, dan sebagian besar belum memiliki nama. Di atas kapal, kami bercengkerama dengan dua orang turis yang ramah. Bermain dengan dua anak asli Papua, laki dan perempuan, usianya masih sekitar 4-7 tahun. Kedua anak itu, begitu sempurna. Mata mereka, rambut kriwulnya, kulit sawo matangnya yang bersih, dan senyumnya, betapa indah. Khas anak Papua. Seila dan Reinhart, begitu nama mereka. Adalah dua bocah yang hangat, bersahabat, dan sadar kamera. Mereka bersama orang tuanya, akan mengunjungi keluarga mereka di Waisai. “Seila sudah sekolah?” Tanya saya, pada gadis kecil berambut kriwul itu. “Sudah.” Senyum manisnya malu-malu. “Di mana?” Dia menyebut sebuah nama sekolah, namun tidak terlalu jelas di telinga saya. Deru mesin kapal dan angin laut yang keras menerbangkan suara Seila ke laut lepas. Pukul 12.50, saat kapal kami merapat di pelabuhan Raja Ampat. Udara panas langsung menerpa wajah begitu kami keluar dari kapal. Panas yang menyengat, terasa sakit menerpa kulit. Bagasi dikeluarkan dari kapal oleh lima lelaki, para peserta SM-3T, dibantu awak kapal. Pelampung dikumpulkan. Para peserta perempuan menggeser barang-barang itu, dihimpun jadi satu.
Dimasukkannya ke mobil yang telah menunggu. Satu mobil khusus barang dan untuk mengangkut para lelaki. Satu mobil khusus penumpang perempuan. Seorang petugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Raja Ampat, Pak Budiono, memandu kami. Menelusuri jalan-jalan di Waisai menuju penginapan. Cuaca panas semakin menyengat. Pantaipantai yang indah dan barisan pohon kelapa menjadi penyejuknya. Juga ratusan umbul-umbul, baleho, serta pernak-pernik lain sisa-sisa perayaan besar Sail Raja Ampat 2014 yang baru saja berlalu. Siang ini, kami hanya ingin menyapa Waisai. Kami akan menikmati hidup yang rileks tanpa dibebani tugas-tugas. Ada cukup waktu untuk menghempaskan kantuk dan kelelahan karena perjalanan dari Surabaya sejak pukul 21.00 semalam. Besok, adalah acara seremonial penerimaan dan pembekalan guru SM-3T. Ya, masih besok. Jadi, mari kita bergegas mandi, salat, makan siang, dan tidur..... Negeri Tujuh Matahari Pagi ini, Nasrul sedang memancing. Dia berdiri di atas jembatan yang menjorok beberapa meter dari bibir pantai. Dia memain-mainkan batang pancingnya dan beberapa ikan kecil sudah berhasil diperolehnya. Ikan kecil-kecil sebesar jarijari. Ada sekitar dua puluh ikan di dalam timba plastiknya. Ikan itu bergerak-gerak, berjuang, bertahan hidup. “Nasrul tidak sekolah hari ini?” Tanya saya. “Sekolah masuk siang.” Jawabnya sambil terus melihat kail pancingnya. “Nasrul setiap hari memancing?”
AKRAB: Saya bercengkerama riang dengan dua anak Papua. Sementara Pak Yoyok mengakrabi alam melalui kameranya.
26 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
“Ya.” “Disuruh orang tua?” “Tidak.” “Untuk apa ikannya?” “Digoreng, buat makan.” “Sampai jam berapa mancingnya?” “Kalau su dapat banyak, pulang.” Nasrul pagi ini tidak sendirian. Dia bersama adik laki-lakinya. Namanya Bahari, kelas 2 SD. Bahari juga sudah memperoleh belasan ikan kecil-kecil. Di sepanjang jembatan kayu itu, ada beberapa anak seusia Nasrul, laki-laki dan perempuan. Tidak seperti Nasrul dan Bahari yang berkulit sawo matang, mereka berkulit hitam legam dan berambut keriting. Khas anak Papua. Ada juga dua orang mama, juga khas orang Papua. Tapi tunggu dulu. Waktu saya tanya, siapa nama mereka, saya jadi tahu, mereka ternyata tidak Papua-Papua banget. “Mama siapa namanya?”Tanya saya pada seorang ibu yang sedang memancing. “Saidah.” “Lho? Itu bukan nama Papua. Apa Mama bukan orang asli Papua?” “Saya asli Papua. Itu su nama saya.” “Suami ibu?” “Dari Sulawesi. Namanya Anwar.” “Berapa anak Mama?” “Lima.” “Siapa nama anak pertama?” “Eka Dewi Lestari?” “Lho? Itu Jawa banget?” “Itu kepala sekolah dari Jawa yang kasih nama.” “O Pantas. Anak kedua siapa namanya?” “Irianto. Yang ketiga Iriawan, yang keempat Irwan, yang kelima Irman.” “Wah....” Saya tertawa mendengar
KABAR SM-3T jawaban Mama Saidah. “Mama muslim?” “Ya. Kami sekeluarga muslim.” Keluarga muslim, memang banyak ditemukan di Waisai. Adalah para nelayan dan transmigran dari Maluku dan Sulawesi Selatan yang datang ke Waisai, menetap, menikah dengan perempuan-perempuan asli Papua. Juga orang-orang dari Jawa, berdagang, membuka warung, membuka toko, menikah dengan orang-orang asli Papua. Beranak-pinak. Menambah populasi penganut Islam. Disinyalir, populasi muslim di Raja Ampat mulai seimbang dengan nonmuslim. Malah ada yang menduga, saat ini, populasi muslim di Raja Ampat hampir menyamai Fak-fak, yang dijuluki ‘Serambi Mekah”-nya Papua. Anak-anak mereka, adalah anak-anak muslim yang wajahnya manis, kulit sawo matang, mata bulat dinaungi bulu-bulu lentik, dan rambut mereka ikal cenderung keriting. Nama mereka adalah nama-nama muslim, atau setidaknya, bukan nama khas Papua. Pagi tadi, saat saya sedang berjalan menuju pantai, saya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang membawa timba plastik berisi ikan. Dia memainkan botol air mineral kosong, disepaksepaknya seperti bola. “Nama kamu siapa, Dik?” “Is.” “Is siapa?” “Iskandar.” “Lho, kamu muslim?” “Ya.” Sebelum saya bertanya lebih lanjut, seorang bapak berteriak memanggil Iskandar. “Is....” Tangan bapak itu melambai, dia sudah ada di atas sepeda motor yang siap melaju. Laki-laki itu tersenyum ke arah saya. “Itu bapak?” Is mengangguk. Bergegas ke arah bapaknya. “Sa mau pulang.” Katanya. Di mana-mana di Waisai, ditemukan banyak perempuan berjilbab, juga anakanak sekolah. Masjib besar dan terawat, suara adzan menggema setiap waktu shalat tiba. Belasan bahkan puluhan orang memenuhi masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Di Waisai ini, Anda bisa melihat sebuah contoh tentang toleransi. Orang dari berbagai suku dan agama tumplek blek di wilayah kepulauan yang indah ini. Kerukunan mereka seindah pulau yang mereka huni. Keramahan, kesahajaan, dan ketulusan. Anda boleh memarkir sepeda motor dan mobil di mana Anda mau, tak akan ada seorang pun mengusiknya. Anda
bisa berkendara melaju di kegelapan malam menembus hutan, tak ada seorang begal pun mencelakai. Hidup rukun dan damai, sepertinya cocok dengan sebutan Waisai sebagai kota “Bersatu.” Bersih, Elok, Ramah, Sejuk, Aman, Tertib dan Unik. Angkutan Ojek Selain tentang toleransi, Waisai juga memiliki keunikan dalam hal mengelola transportasi. Di sini, jangan harap Anda menemukan angkutan umum, semacam angkot atau angkodes. Jenis angkutan ini dilarang di sini, karena dikawatirkan akan menyebabkan macet, polusi, dan merusak lingkungan. Angkutan umum hanya ada satu, yaitu ojek. Ojek akan mengantar Anda ke mana pun. Mereka, para tukang ojek itu, bertebaran di mana-mana, mengenakan kostum khas, berjaket dan berhelm dengan tulisan ‘Raja Ampat’. Biaya menumpang ojek tidak terlalu mahal, masih sangat terjangkau, karena memang angkutan ini disediakan untuk semua kalangan. Kalau Anda ingin pergi berombongan, Anda bisa menyewa truk. Ya, truk terbuka, bisa memuat lebih dari dua puluh penumpang beserta barang-barang mereka. Truk itu jugalah yang kami sewa untuk mengangkut para peserta SM3T dari penginapan ke Asrama Training SMK 2, tempat penampungan sementara sebelum mereka dijemput oleh kepala sekolah masing-masing. Dengan truk itu juga kami membawa para guru muda itu mengunjungi pantai Waiwo serta berbelanja keperluan mereka di kios dan pasar tradisional. Di Raja Ampat, hampir semua komoditi ada. Dari beras sampai makanan kaleng, frozen food seperti nugget, sosis, serta berbagai minuman dan snack. Juga buahbuahan import. Bila sedang musim, durian, langsep, dan rambutan, ada di manamana, dengan harga yang sangat murah. Ya, hampir semua yang dijual di kota-kota besar, di sini ada. Termasuk menu makanan jajanan, mulai bakso, soto, nasi penyetan, siomay, juga roti-roti modern. Tapi kalau Anda ingin restoran fast food semacam KFC, Mc Donald dan lain-lain, tunggu dulu ya, belum ada.... Kehadiran para pendatang mempercepat laju kehidupan sosial-ekonomi penduduk Raja Ampat yang baru resmi sebagai kabupaten sendiri pada tahun 2004 yang lalu. Infrastruktur yang cukup memadai sepanjang lebih dari 50 kilometer, yang menghubungkan satu titik dengan titik yang lain di Waisai sangat membantu laju pertumbuhan kota kecil ini. Transportasi di Raja Ampat dari satu
MELEPAS LELAH: Salah seorang peserta SM-3T mencoba beristiragat saat dalam perjalanan menuju lokasi penempatan. pulau ke pulau lain tentu mengandalkan transportasi laut. Kapal bodi (perahu nelayan), speedboat, kapal cepat, kapal kayu, merupakan kebutuhan vital. Alat transportasi ini yang akan mengangkut orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pulau ke pulau lain. Suhu di Raja Ampat, sebagaimana wilayah pesisir pantai, sangatlah panas. Di Waisai ini, yang suhunya sudah kami rasakan sangat panas, melebihi suhu di Surabaya, masih belum seberapa. Menurut orang-orang Waisai, di pulau-pulau lain, ada yang mataharinya tidak hanya satu sebagaimana di Waisai, tapi dua, tiga, bahkan tujuh. Di satu pulau, namanya Ayao, berbatasan dengan Philipine, bahkan mataharinya ada tujuh. “Matilah orang kalau hidup di sana.” Kata Edi, driver asli Ambon, yang kami sewa hari ini. “Di sana air juga susah.” “Tapi di sana ada sekolah.” Tukas saya. “Ya, tapi berat sekali kalau guru-guru itu ditugaskan di sana, Bu. Cari makan susah di sana, harus bawa bahan makanan dari sini.” Eva dan Joli, dua guru SM-3T, bakal ditugaskan di Pulau Ayao, yaitu di SMA Negeri 9 dan di SMP Persiapan Abidon. Kami memberitahu mereka, supaya kedua anak muda itu siap dengan kondisi seburuk apa pun. “Bagaimana, kalian siap?” “Insyaallah siap, Ibu.” “Baik, selamat mengabdi di Negeri Tujuh Matahari....”n Waisai, Raja Ampat, 30 Agustus 2014
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 27
JATIM MENGAJAR
Para peserta didik tengah serius membuat prakariya dari bahan sabun mandi. Dengan memberikan keterampilan seperti ini, siswa diharapkan mampu meningkatkan skill-nya di samping juga memperlajari pelajaran ‘wajib’ di sekolah lainnya.
LAPORAN JATIM MENGAJAR (BAGIAN 1)
Belajar Menjadi Insan Lebih Peduli n oleh Muhtar Anas
Matahari begitu terik mengiringi perjalanan kami, meskipun waktu baru menunjukkan pukul 06 30 WIB. Bersama pendamping dari YDSF dan Unesa kami melaju mengendarai mobil. Tak terasa, empat jam telah berlalu. Mobil yang kami tumpangi memasuki kabupaten Lamongan.
J
umat, 13 September 2013. Pukul 06.00 WIB. Di Komando Pendidikan Maritim (Kodikmar), Su rabaya, aku baru saja menyele saikan packing. Ya, pagi itu aku, bersama enam orang temanku yang mengikuti program JATIM MENGAJAR, bersiap menuju ke tempat penugasan setelah dua belas hari mengikuti prakondisi bersama teman-teman peserta Program SM-3T (Sarjana Mendi dik di Daerah Terdepan, terluar, Tertinggal).
28 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
Tiba-tiba ada panggilan masuk di handphone-ku. Ternyata dari pe ngurus lembaga amal sosial, YDSF, yang memberitahukan bahwa me reka telah sampai di pintu gerbang Kodikmar. Bergegas aku menuju hala man mes untuk menyambut ke datangan mereka yang telah ka mi tunggu sejak subuh tadi, se telah teman-teman yang ditem patkan di Mamberamo, Papua, di berangkatkandini hari tadi, yaitu pukul 03.00 WIB. Tampak dari jauh tiga mobil datang
beriringan. Mobil itulah yang nanti akan mengantarkan kami bertujuh ke lokasi penugasan. Aku, Arif, Rofiq, Bahrun,Wahid, Heri dan Rudi. “Assalamualaikum.” Saya me ngucapkan salam kepada Pak Hanafi, salah satu staf YDSF, yang baru saja keluar dari mobil. Kemudian disusul yang lain ke luar dan saya pun menyalami mereka satu persatu. “Waalaikum salam. Ba gai mana Muhtar, kabarnya? Nya man tinggal di sini?”
JATIM MENGAJAR “Alhamdulillaah, pak. Baik.” “Masih mau tinggal di sini lebih lama atau mau segera pin dah tempat?” “Hehehe…” Saya hanya bisa tersenyum menjawabnya. “Bagaimana yang lain? Se mua sudah siap?” Tanya Pak Hari, staf YDSF yang lain. “Sebentar, Pak. Saya panggil dulu mereka.” Saya pun segera masuk. Terlihat teman-teman telah siap untuk berangkat. Masih ada beberapa teman yang be lum diberangkatkan ke lokasi ma sing-masing, dikarenakan jadwal pe nerbangan yang berbeda atau jadwal kedatangan kapal yang tak menentu karena kon disi cuaca alam, misalnya yang ke Aceh Singkil dan Maluku Ba rat Daya. Tak lupa sebelum berpisah, kami berjabat tangan dan saling memberi semangat. Pastilah banyak hal yang akan diceritakan kelak satu tahun ke mudian ketika bertemu kembali. Kami bertujuh pun harus ber pisah karena lokasi yang berbe da. Aku satu kabupaten dengan Arif yang bersal dari Pacitan, ya itu di Kabupaten Lamongan. Matahari begitu terik meng iringi perjalanan kami, meskipun waktu baru menunjukkan pukul 06 30 WIB. Bersama pendamping dari YDSF dan Unesa kami melaju me ngendarai mobil. Masih belum hilang ingatanku tentang ke jadian-kejadian bersama te man-teman selama mengikuti pra kondisi di KODIKMAR ini. Berbagai kegiatan, mulai pem be kalan materi kurikulum ter baru. Kurikulum 2013 dan ber bagai perangkat dan tek nik pembelajaran, hingga gambar an tentang kondisi di daerah pe nugasan. Ternyata banyak kenangan yang kami dapat dari pertemuan dengan teman-te man dari berbagai daerah dalam waktu yang singkat. Tak terasa, empat jam telah berlalu. Mobil yang kami tum pangi memasuki kabupaten La mongan. Kami terlebih da hulu singgah di kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten La mongan. Dimaksudkan un tuk mohon izin kepada pe mi lik wilayah. Wilayah dunia pen di dik an Kabupaten Lamongan tentunya. Kami, saya dan Arif, adalah orang baru yang di tu gaskan untuk membantu ke ku rangan tenaga pendidik di daerah terpencil. Saya tidak begitu paham daerah yang akan kami tuju. Perjalanan kami lanjutkan. Tibalah kami di kan tor UPT Dinas Pendidikan Ke camatan Sambeng. Ternyata di sana telah menunggu beberapa orang yang saya kira telah tahu akan maksud dan tujuan keda tangan kami. Bapak Shadikin, kepala kan tor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Sambeng yang me nyambut kami. Ditemani bebe rapa orang, mungkin staf kantor. Tidak ada upacara khusus. Tidak ada tradisi mengunyah bu ah pinang atau sembelih ayam seperti di Sumba Timur atau daerah lain seperti yang diceritakan di waktu pem be kalan di KODIKMAR. Hanya sam butan hangat secara kekeluar gaan. Tak apa. Hal itu tidak men jadi masalah buat kami. Karena memang tidak ada adat yang mengajarkan hal itu di sini. Se telah beberapa penjelasan dan gambaran lokasi yang akan kami tempati dari Pak Shadikin, kami melanjutkan perjalanan. Menuju Lokasi Desa Jatipandak. Itulah tu juan pertama. Lokasi dimana sa ya akan bertugas. Selama per jalanan kami melewati be be rapa persawahan yang di do minasi tanaman tebu. Ada ka lanya tanaman tembakau siap panen di antara sawah yang ditanami tebu. Kondisi ja lan yang berlubang membuat per jalanan agak melambat. Cuaca terasa panas meski mo bil ber-AC. Terlihat debu beter bangan di jalanan dengan aspal yang mengelupas. Setelah me lewati sebuah jembatan, ka mi memasuki daerah yang banyak
ditumbuhi tanaman jati. Pe pohonan yang lebat. Hutan Ho mogen dengan tanaman Jati. “Di sini masih sering ditemui beberapa hewan seperti kijang dan babi hutan. Jika beruntung kita akan berpapasan dengan kawanan merak.” Kata Pak Hari yang asli dari Lamongan. “Waduh, sinyal mulai hilang. Beberapa SMS-ku gagal ter ki rim,” kata Arif yang duduk di sampingku di kursi belakang. “Sinyal dari beberapa ope ra tor tidak bisa menjangkau wilayah di sini. Apa lagi wilayah yang akan ditempati Muhtar. Di karenakan tempatnya yang dikelilingi perbukitan.” Sam bung Pak Hari. “Bagaimana, Muhtar. HP ka mu ada sinyalnya?” Tanya Arif. “Ada satu. Makanya beli hp sekalian sama sinyalnya,” jawab ku sekenanya. Aku tidak begitu mengikuti percakapan mereka. Saya lebih tertarik menikmati pemandang an selama perjalanan. Ka mi pun melewati beberapa pemu kiman penduduk. Terlihat se buah rumah yang menyendiri di tengah area persawahan. Ja uh dari jalan yang kami le wati. Rumah itu dikelilingi be be rapa pohon besar. Namun ketertarikanku hanya kusimpan dalam benak saja. Tampak dari kejauhan, saya melihat sebuah gedung sekolah. Ter lihat begitu sederhana. Di kelilingi persawahan tembakau. Ternyata Pak Hari yang memamg sudah satu kali meninjau lokasi tem pat tugasku menangkap arah pandanganku. “Perjalanan masih jauh, Muh tar. Masih kurang sekitar 4-5 kilometer lagi. Kalau sekolah yang ini bukan pelosok. Hanya tem patnya saja di tengah sawah. Se kolah ini masih terlalu mewah un tuk kamu. Kurang menantang un tuk perjuangan kamu kelak. “ Kata Pak Hari. Karuan saja semua tertawa mendengar kalimat Pak Hari. Saya hanya tersenyum. “Pasti tempatnya asyik dan me narik. Saya yakin tempatnya
akan sangat berkesan.” Kata Pak Suwarno, dosen dari Unesa yang ikut serta dalam rombongan kami. “Ini adalah Songgoritinya Kabupaten Lamongan,” Pak Hari menambahkan lagi. *** KAMI tiba di dusun Mlurus pada pukul 10.45 WIB, tepatnya di sebuah gedung sekolah. Sederhana. Lebih sederhana dari yang aku bayangkan. Gedung sekolah yang terdiri dari tiga ruang kelas. Satu buah ruangan yang dijadikan kantor tepat berada di sisi kiri. Gedung yang berlokasi di lereng sebuah bukit. Dengan halamannya yang tidak begitu luas. Tepat berada di sisi atas sebuah jalan. Tanpa pagar. Hanya beberapa tanaman yang dijadikan penahan agar tidak terjadi longsor.. Mobil kami tidak bisa berhenti tepat di halaman sekolah karena jalannya tidak memungkinkan. Di sana telah menunggu seorang bapak. Namanya Pak Usman. Beliau salah satu gu ru di sekolah tersebut. SDN Ja ti pandak, begitu tulisan yang ter tera di papan yang ada di halaman sekolah. Tidak terlihat ak tivitas anak-anak sebagai bukti bahwa itu adalah tempat be lajar. Mungkin anak-anak pulang lebih awal karena hari itu hari Jumat. Begitu juga dengan guru-guru yang lain. Tak lama kemudian datanglah Pak Ma te lan, Kepala Sekolah. (BERSAMBUNG)
Penulis adalah peserta Jatim Mengajar (Angkatan ke-1)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 29
ARTIKEL WAWASAN
Membangun Budaya Literasi “Kebangkitan literasi sangat penting. Hal ini mengingat bangsa dengan literasi yang sangat maju biasanya berhubungan dengan kemajuan peradaban bangsa itu sendiri.” (Wiendu Nuryanti, Rabu 8 Oktober 2014 pada Frankfurt Book Fair).
oleh Satria Dharma
I
ni kutipan yang menarik perha tian, ketika saya membaca buku “Membangun Budaya Literasi” yang merupakan Proseding Se minar Nasional Plus “Memba ngun Peradaban Generasi Emas Melalui Literasi” di Kampus P3G Une sa. Saya mengikuti Seminar Nasional Plus ini, dan bahkan didaulat untuk menyampaikan hadiah buku pre se ding ini kepada para pembicara dan tamu VIP. Sebetulnya saya sudah bosan ikut berbagai seminar. Sering terlintas da lam pikiran saya bahwa ‘seminar is a waste of time’. Tentu saja seminar ti dak ada manfaat praktisnya bagi sa ya yang pensiunan ini. Mungkin juga karena saya sudah mengikuti begitu banyak seminar, baik yang ber ska la regional, nasional, mau pun in ternasional dan ternyata tak ada tin dak lanjut berarti setelah seminar-se minar yang gegap gempita tersebut. Setiap kali saya mengikuti seminar saya selalu bertanya dalam hati, “Apa yang saya peroleh dari seminar ini, dan apa hikmah yang akan membuat saya melakukan sesuatu setelahnya?”. Jika tidak ada sesuatu yang bisa meng gerakkan saya untuk melakukan se suatu setelah mengikuti seminar yang melelahkan, maka sungguh itu akan merupakan ‘a waste of time and energy’ belaka. Tapi Fafi sebagai Ke tua Panitia Seminar ini berhasil me yakinkan saya bahwa sebagai pegiat literasi bertemu dengan para pegiat literasi lainnya adalah sebuah kesem patan yang baik. Jadi saya pun menulis makalah dan jadi salah satu pembicara di Kelas Paralel. Menyenangkan Ternyata Fafi benar. Ada beberapa hal menyenangkan yang saya temui pada acara seminar tersebut. Pertama,
30 |
saya bertemu dengan banyak teman yang menyenangkan. Bertemu dengan Pak Budi Darma, Sang Begawan Sastra, tentu sangat menyenangkan meski saya selalu agak kikuk kalau bertemu dengan beliau. Beliau adalah satu di antara sedikit intelektual yang mem buat saya grogi kalau bertemu. Wiba wa dan kedalaman ilmu beliau me mang bisa membuat orang seperti saya yang ‘kendang bunder banter unine’ ini jadi grogi. Saya juga bertemu dengan Bu Anggie, teman lama yang sudah la ma sekali tidak berhubungan. Saya mengenal beliau ketika masih di Ma da nia dan sekarang beliau sudah menjalankan sekolahnya sendiri. Salut…! Saya juga senang bertemu dengan Pak Syamsul Sodiq, Kajur JBSI yang sangat rendah hati tersebut, Pak Najid yang selalu ceria, Pak Diding yang sangat sopan, Pak Budi Nuryanta yang ganteng dan nyentrik, Mas Eko yang berjalan terpincang-pin cang karena sekrup kakinya yang ma sih bermasalah, Fafi yang semakin mon cer, salaman sekilas dengan jeng Ella dengan matanya yang berbinar-binar itu. Sayang sekali bahwa Mas Khoiri dan Sirikit tidak hadir meski tulisannya bisa saya baca dan apresiasi di buku proseding. Kedua, saya terkesan pada buku Pro sedingnya yang setebal 400 ha laman dan dikemas cantik. Judulnya saja sudah menarik perhatian sa ya, “Membangun Budaya Literasi”. Ini buku yang langka karena saya yakin upaya untuk membangun budaya li terasi itu sendiri juga masih langka. Buku ini tentunya bermanfaat bagi pengembangan budaya literasi di ta nah air dan harus tersebar dan dibaca oleh banyak akademisi dan praktisi literasi di tanah air. Kebetulan saya akan Safari Literasi ke Jakarta dan 4
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
Kota/Kabupaten di Provins. Aceh mu lai lusa 23 Oktober sampai dengan 1 November 2014 nanti. Jadi buku ini akan saya jadikan sebagai oleh-oleh buat mereka. Saya juga akan hadiah kan sebuah bagi FKIP Unsyiah yang pernah mengundang saya untuk pre sentasi beberapa waktu yang lalu. Sa ya memborong 15 eksemplar untuk keperluan ini. Saya yakin mereka yang akan mendapat oleh-oleh ini akan sa ngat senang mendapatkan hadiah bu ku yang masih ‘fresh from the publisher’. Ada beberapa artikel yang menarik da lam buku ini. Ada yang menarik karena penyampaiannya yang ditulis dengan cara penulisan dan topiknya yang kekinian seperti “Sastra dan Lite rasi pada Era Internet” yang ditulis oleh Sirikit. Ada pula yang menarik karena gagasan yang ditawarkan seperti “Membangun Writing Skill Guru un tuk Menumbuhkan Budaya Literasi di Sekolah” oleh Eko Prasetyo dan “Mem ba ngun Budaya Literasi: Dari Unesa untuk Semua” oleh Much. Khoiri. Ada juga judul yang menarik seperti “Mem budayakan Literasi di Kalangan Ma hasiswa” oleh Haris Supratno yang me rupakan pengalaman mengajar beliau di jurusan bahasa Indonesia. Reading Emergency Zone Ada satu makalah yang menarik perhatian saya yaitu “Reading Emergen cy Zone” yang ditulis oleh Mohammad Hairul. Makalah ini menarik karena ditulis oleh seorang guru di SMPN 1 Kla bang Bondowoso yang sedang mengambil studi S2 di Unesa. Makalah ini menarik karena merupakan pe ngalaman si penulis dalam membu dayakan dan menggerakkan mi nat baca siswanya di sekolah. Saya sa ngat menghargai upaya-upaya te ro bosan yang dilakukan oleh guru seperti ini. Di tengah kejenuhan dan
ARTIKEL WAWASAN apatisme guru dalam mengajar dan menumbuhkan budaya literasi upaya untuk menumbuhkan minat baca dengan modal sendiri tentulah sangat patut untuk dihargai. Seandainya saja setiap guru (khususnya guru bahasa Indonesia) mau melakukan hal yang sama dengan Pak Muhammad Hairul ini maka nasib budaya literasi bangsa kita akan cukup berbeda. Apa kirakira yang bisa mendorong setiap guru bahasa untuk memiliki tekad dan semangat seperti beliau ini ya? Meski pulang dengan gembira karena membawa 15 eksemplar buku yang sangat berharga, tapi tetap saja saya dirongrong oleh pertanyaan. “Be narkah kita sudah benar-benar se rius untuk membangun budaya literasi? Bukankah ‘kebangkitan li te rasi itu sangat penting’, seperti kata Windu Nuryanti, Wamendikbud kita? “ Pertanyaan ini langsung dijawab oleh hati saya juga, “Tidak. Kita sama sekali BELUM CUKUP SERIUS untuk me la kukan perubahan tersebut.” Terus terang saya sudah sedikit si nis dengan berbagai jargon tentang ‘pen tingnya literasi bagi bangsa’ se perti yang disampaikan oleh banyak kalangan. Kita sudah mengunyahngunyah jargon tersebut puluhan tahun tapi toh tidak pernah kita untal dan jadikan energi untuk melakukan perubahan. Sampai saat ini bahkan Ke mendikbud TIDAK PAHAM dan apalagi sampai benar-benar meyakini ‘pen tingnya literasi bagi bangsa kita’. Tak ada upaya STM (Sistematis, Terstruktur, dan Massif ) yang dilakukannya untuk menumbuhkan budaya literasi bangsa itu. Jika itu jenis keimanan maka itu baru jenis keimanan yang manis di bibir tapi belum sampai pada perbuatan. Jika Ibu Wamen benar-benar meyakini apa yang dikatakannya maka tentulah telah ada kebijakan penting yang STM yang telah dilakukannya sebagai Wamendikbud untuk mengubah si tuasi rendahnya budaya literasi bang sa yang telah berlangsung sejak awal kemerdekaan ini. Ketika saya mendapat kesempatan un tuk memberi sambutan oleh Dr. Syamsul Sodiq, Kajur JBSI, pemerakarsa seminar ini, saya bertanya pada para hadirin: “Jika kita semua sepakat dan meyakini betapa pentingnya me num buhkan budaya litersi pada bang sa, lantas mengapa kita masih juga berada di sini? Mengapa kita belum juga mampu mendorong pa
ra pengambil keputusan di negeri ini untuk melakukan tindakan yang sis tematis, terstruktur dan massif untuk melakukan perubahan? Mengapa kita masih berada pada tahapan inisiatifinisiatif individu (atau komunitaskomunitas kecil) yang sama sekali masih jauh dari pola yang sistematis, terstruktur dan massif?” Tentu saja ini cuma sekadar ‘curhat’ yang mungkin tidak dianggap penting oleh para hadirin. Saya cemas bahwa kita ini masih ‘abang-abang lambe’. Kita me nun jukkan raut muka serius ketika me nyampaikan betapa pentingnya bu daya literasi tapi sesungguhnya kita tidak terlalu mengimaninya karena ter nyata kita tidak bersungguhsung guh melakukan sesuatu se suai dengan kapasitas yang kita mi liki untuk membuat perubahan. Jika Ibu Wemendikbud meyakini pernyataan nya sendiri dan bukan sekadar basabasi dalam memberi kata sambutan maka tentunya beliau akan menyam pai kan apa saja upaya yang telah dilakukan oleh Kemendikbud dalam mengatasi rendahnya budaya literasi bangsa. Jika kita mengimani apa yang kita ucapkan soal literasi ini maka ten tunya kita telah melakukan ‘jihad fisa bilillah’ untuk memerangi rendahnya budaya literasi bangsa ini. Turut Ambil Bagian Tapi saya berbahagia mengetahui teman-teman saya sudah melakukan perannya dalam kapasitas masingmasing untuk memerangi rendahnya bu daya literasi. Mereka telah me langkah lebih jauh daripada sekadar men jadi dosen di kampus ma singmasing. They have crossed the imagina ry border. Sebagai contoh Mas Khoiri bahkan sudah mengajukan berbagai gagasan seperti “Strategi Mem bangun Literasi dalam Keluarga”, “Ge rakan Menulis Satu Buku Satu Tahun bagi Dosen”, “Gerakan Melek Sas tra” meski ditambahkannya bahwa ge rakan ini mesti diperbincangkan dan disepakati bersama. Tampaknya ga gasan ini masih belum utuh dan masih memerlukan pemikiran yang menda lam dari beliau. Meski demikian Mas Khoiri telah melakukan ‘Safari Sastra’ ke berbagai daerah. Tiwik (Pratiwi Retnaningdyah) da lam tulisannya “Literasi Sebagai Praktik Sosial”mengajak kita untuk melangkah lebih jauh dari sekadar membincang
literasi sebagai jargon. Jargon ‘literasi merupakan alat untuk mencerdaskan bangsa dan mengubah tananan sosial menjadi lebih modern’ menurutnya perlu dimaknai sebagai praktik sosial yang erat menempel keseharian kita. Menurutnya pandangan literasi (ter masuk ilmu ‘sastra’) sebagai kegiatan yang tidak penting atau tidak pro duktif masih tertanam di alam bawah sadar masyarakat kita. Jurusan/pro gram studi sastra masih dianggap ku rang memberikan kontribusi ter hadap pembangunan intelektual. Ku rikulum pendidikan di Indonesia sam pai saat masih belum memberikan ruang untuk pengembangan literasi, apa lagi apresiasi karya sastra. Tiwik ber harap agar sekolah mendorong siswa untuk mengeksplorasi kemam puan literasinya. Ia memberi contoh pembelajaran literasi negara-ne gara maju, di mana karya sastra ada lah materi utama dalam mata pela jaran Bahasa. Di negara bagian Vic to ria, Australia, misalnya, siswa SMA dipastikan telah membaca 36 karya sastra, baik novel, puisi, drama, film, dan teks non-fiksi selama 3 tahun belajar di tingkat SMA (VCE EnglishStudy Design 2014). Tentu saja Tiwik harus pulang dulu ke tanah air untuk mewujudkan sendiri harapan-harapannya tersebut dan tidak sekadar puas menjadi dosen yang bertengger di kampus. Sirikit, dengan Sirikit School of Wri tingnya, bahkan telah menetapkan target untuk melahirkan 1.000 penulis dalam 2 tahun (meski diakuinya sen diri masih belum tercapai). Tapi ini semuanya JAUH LEBIH BERHARGA ke timbang jargon-jargon kosong yang sering diucapkan tanpa makna oleh para pejabat kementrian. Jika kita telah melangkah maka dalam per jalanan kita akan mendapatkan ber bagai pengalaman yang akan mem perkaya teknik dan strategi yang kita la kukan dalam mewujudkan tekad dan komitmen dalam membudayakan literasi. Saya sungguh berharap bahwa apa yang telah dimulai oleh JBSI ini bisa menjadi sebuah ‘snow ball’ alias bola salju yang akan menggelinding menjadi bola yang semakin la ma semakin besar dan akan menghancur kan rendahnya budaya literasi bangsa kita. Semoga…! n www,satriadharma.com
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 31
ARTIKEL LITERASI
BERSUA “BLOGGER” MUCHLAS SAMANI oleh Much Khoiri
"
Pak Muchlas, blogger yang patut diteladani. Menulis baginya merupakan panggilan hidup, laksana nafas yang tak hentihentinya berdinamika.
S
uasana kantor PIU IDB Unesa selepas jumatan (3/10) te rasa berbeda. Setelah berkonsultasi tentang rencana penyelengga raan sebuah acara yang urgen, saya menikmati keakraban dengan man tan rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Sa mani, M.Pd. Kali ini, izinkanlah saya me nyebut beliau seorang blogger yang aktif dan produktif. Di luar predikatnya yang beragam, predikat blogger layak disan dangkan. Sesaat setelah beliau membuka-buka buku Jejak Budaya Meretas Peradaban (2014) yang baru saja saya haturkan, be liau kemudian menunjukkan folder di lap top yang berisi artikel-artikel (kata beliau) “ringan”. Artikel-artikel itu disusun ber dasar urutan abjad judul-judulnya, men jadi tiga kelompok besar. Alangkah rapi nya pengelompokan artikel itu. Itu pasti me mudahkan proses penggarapan jadi sebuah buku—jika ada itikad ke arah itu. Bahkan beliau membuka artikel-artikel terbarunya, yang menurutnya adalah ar ti kel ringan. Spontan saya sampaikan, bahwa style tulisan yang ringan dan se derhana justru semakin dirindukan oleh masyarakat yang sehari-hari telah mabuk kesibukan. Tulisan feature, misalnya, kini semakin ngetren, termasuk literary journa lism yang kian naik daun. Tak bisa dimungkiri, tulisan style seder hana belum tentu ringan pula isinya. Tak jarang isinya sangat berbobot. Justru, se su atu yang rumit disampaikan dengan cara sederhana, itulah cerminan kearifan penulisnya. Tak perlu berkerut kening un tuk memahami pesan yang ada. Malah ia
32 |
“menghanyutkan” pembacanya hingga tak terasa menuntaskan tulisan dalam waktu cepat. Buku Mohon Maaf...Masih CompangCamping (2014) adalah bukti nyatanya. Saat ini buku besutan beliau dalam style bertutur dan renyah itu kini sudah berada di tangan semua dosen dan karyawan (te naga kependidikan) di Unesa. Tidak ha nya menyentuh tangan, melainkan juga menyamankan mereka dalam me ngun yah isi tulisan. Dari sejumlah dosen dan karyawan, saya menduga mereka cocok dengan gaya penulisan buku itu. Sederha na tapi mengena. Apakah isi buku tersebut tidak berbo bot? Jangan salah. Dari segi konten, tak di ragukan lagi, malah sangat berbobot. Banyak orang berdecak kagum. Jika mau jujur, orang yang membacanya agaknya tak bisa memungkiri betapa buku itu berkualitas. Justru ia memiliki dua kelebi han—satu kelebihan karena isinya yang berbobot, satu kelebihan lagi karena gaya penulisannya yang sederhana dan mudah dipahami. Seperti itulah pula tulisan-tulisan da lam folder di atas—yang memang dipe runtukkan bagi blog-nya http://much lassamani.blogspot.com. Ya, Pak Muchlas adalah blogger ulung, yang sejak 2008 hingga kini telah mengunggah sekitar 242 artikel, kadang dengan frekwensi yang tinggi. Ada catatan perjalanan, feature, dan sebagainya—yang panjangnya se kitar satu hingga 3 halaman. Jangan kha watir, semua tulisan sangat up-to-date. Kebanyakan tentang seluk-beluk pendidi kan, bahkan juga di luar tema ini. “Saya kira, artikel itu bisa dibukukan, Ba pak,” kata saya kemudian. Saya terbiasa memanggil ‘bapak’ daripada ‘profesor’. Sa ya merasa lebih akrab dan nyaman. “Jika iya pun, haruslah diseleksi, Mas,” sahut beliau, sambil memeriksa file-file yang ada. “Mudah-mudahan segera, Bapak.” Memang, saya sebenarnya ingin mem bantu menatakan artikel-artikel itu men jadi buku. Namun, mengingat saya juga
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
sedang menggarap buku sendiri, dan (pada saat bersamaan) membantu Bu Thea S. Kusumo merampungkan no velnya Endang, maka saya kini tak bisa menyanggupi apapun juga. Terlebih, se kitar dua pekan silam, saya juga mene ri ma kiriman naskah-naskah pidato Pak Much las selama menjabat rektor—dan akhir-akhir ini saya sedang mencicil mem bacanya. Mudah-mudahan jadi buku. Sungguh, persuaan saya dengan beliau kali ini terasa sangat berbeda dan “bergizi.” Saya bersua dengan blogger yang meng agumkan, yang biasanya menulis sekitar setengah jam atau lebih selepas subuh— padahal semua itu beliau lakukan di te ngah kesibukan yang luar biasa padat. Jika bukan karena panggilan hati, mustahil ke biasaan menulis itu konsisten hingga kini. Dalam hal konsistensi menulis, Pak Muchlas sama jagonya dengan Prof. Imam Suprayoga, rektor UIN Malang. Kalau Pak Imam telah konsisten menulis setiap hari setelah subuh selama lebih lima tahun terakhir, Pak Muchlas lebih kurang sama. Saya dengar, mereka berdua juga saling mengagumi satu sama lain. Bahkan, suatu ketika Pak Imam diundang ke Unesa untuk menularkan virus menulis setiap hari— mo mentum di mana saya pertama kali mengobarkan impian menulis setiap hari. Begitulah, betapa bahagianya saya hari ini. Saya bersua Pak Muchlas, blogger yang patut diteladani. Menulis baginya me ru pakan panggilan hidup, laksana nafas yang tak henti-hentinya berdinamika. Jadi, per suaan saya dengan beliau—khusus sebagai “blogger”—tentu sebuah makna tersendiri. Ada sebuah perbendaharaan pemahaman bahwa kendati sibuk, orang haruslah selalu menyisakan waktu untuk menulis.n *MUCH. KHOIRI adalah penulis dan dosen Sastra, Creative Writing dan Kajian Budaya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa); pendiri Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo). Emailnya: much_choiri@yahoo. com. Artikel ini pendapat pribadi.
INFO SEHAT
DAHSYATNYA
Manfaat Tomat
T
omat merupakan salah satu buah yang identik dengan warnanya, merah menyala. Semua orang tentu sudah tidak asing dengan buah merah yang satu ini. Buah tomat dapat dimakan secara langsung maupun ditambahkan pada aneka masakan favorit seluruh keluarga. Karena tomat merupakan salah satu jenis buah-buahan, maka tak mengherankan jika buah tersebut mengandung berbagai nutrisi yang juga diperlukan oleh tubuh anda. Mungkin tak pernah anda sadari, buah tomat memiliki manfaat yang begitu dahsyat bagi tubuh. Lalu, apa saja manfaat dahsyat tomat bagi kesehatan tubuh tersebut....??? Tomat merupakan salah satu buah yang relatif murah meriah dalam hal harganya di pasaran. Tak mengherankan, tomat
selalu ada di dapur ataupun kulkas setiap rumah tangga. Meskipun begitu, banyak sekali kandungan nutrisi dalam buah merah menyala tersebut. Berdasarkan faktanya, buah ini merupakan sumber vitamin A, C, K, kalium, folat, thiamin, niacin, vitamin B6, magnesium, fosfor, tembaga serta rendah sodium, lemak jenuh, kalori maupun kolesterol. Inilah yang menjadikan tomat menjadi salah satu buah yang wajib dikonsumsi seharihari. Berdasarkan berbagai kandungan nutrisinya, tips kesehatan akan mengupas berbagai manfaat tomat bagi kesehatan tubuh. Berikut ini 7 manfaat dahsyat tomat bagi kesehatan tubuh: 1. Melancarkan dan Menyehatkan Sistem Pencernaan. Salah satu kelebihan to mat yaitu merupakan sumber serat yang diperlukan oleh tubuh. Sehingga, bagi siapapun yang menginginkan sis tem pencernaan tetap sehat dan lancar, mulailah dengan mengonsumsi buah merah tersebut. 2. Melindungi kulit wajah dan Kulit Tubuh. Ini dikarenakan, tomat merupakan sum ber likopen. Kandungan likopen dalam tomat berfungsi untuk mencegah kerusakanan jaringan kulit yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. 3. Memperkuat Tulang Pada Tubuh. Ini di karenakan, buah tersebut merupakan
sumber vitamin K yang mampu men cegah mengeroposnya tulang atau lebih dikenal dengan istilah osteopo rosis. 4. Pencegah Kanker Yang Lebih Efektif. Ba gi Anda yang ingin terhindar dari ber bagai jenis kanker seperti kanker prostat, mulut, tenggorokan, lambung, usus besar, dan kanker ovarium, mu lailah rutin untuk mengonsumsi buah tomat tersebut. Karena kandungan likopen dalam tomat sangat ampuh mencegah berbagai kanker tersebut. 5. Pencegah Diabetes Secara Alami. Kan dungan kromium dalam buah tomat mampu membantu menyeimbangkan kadar gula darah dalam tubuh anda. Sehingga lebih stabil dan tidak mem bahayakan kesehatan tubuh. 6. Menajamkan Penglihatan Anda. Sum ber vitamin A dalam tomat berfungsi untuk menjaga kesehatan mata serta mampu menajamkan daya lihat organ ma ta seseorang terhadap berbagai benda di sekitarnya. 7. Memperkuat dan Memperindah Mah kota Kepala Anda. Sumber vitamin A da lam tomat mampu menyehatkan rambut serta memperkuat rambut dari ujung hingga akarnya.(MAN)
Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA
| 33
CATATAN LIDAH
MIMPI l Djuli Djatiprambudi
S
eorang konglomerat Indonesia berkata,”Beranilah bermimpi besar, bila Anda ingin meraih sukses besar.” Konglomerat itu Dr. HC. Ir. Ciputra, namanya. Pada suatu kesempatan lain, dia juga mengatakan, sampai saat inipun, ketika usia sudah lanjut, dia tidak pernah berhenti bermimpi. Dengan bermimpi, kata dia, tanpa disadari memberikan motivasi untuk menciptakan langkahlangkah besar dalam rangka mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Tentu, mimpi besar akan membawa resiko besar. Artinya, mimpi besar haruslah dibarengi oleh upaya-upaya besar dengan visi dan misi yang besar pula. Seperti halnya yang dilakukan Pak Ci (panggilan akrab Ir. Ciputra), dia pun mewujudkan mimpinya dengan menuliskan visi: Creating World Intrepreneurs. Dan untuk mewujudkan visi itu dia pun menuliskan misinya: Integrity, Professionalism, Entrepreneurship. Merujuk pada mimpi, visi, dan mimpi yang diajarkan Pak Ci tersebut, seorang intrepreneur, taruhlah pengusaha, tidak akan pernah sampai pada capaian sebagai pengusaha berlevel dunia bila tidak memiliki integritas, profesionalisme, dan berjiwa entrepreneur. Integritas menunjuk pada makna fokus dan total pada disiplin pekerjaan dan lembaga yang menaunginya. Profesionalisme menunjuk pada kompetensi tinggi yang disyaratkan disiplin pekerjaan tertentu. Sedangkan, entrepreneurship merupakan habitus (peta mental dan kognitif) yang terus menerus dibentuk dalam diri seseorang, agar mampu menciptakan peluang dan mewujudkannya. Maka, jangan heran, kalau kemudian visi-misi Pak Ci terekspresikan melalui berbagai proyek-proyek pengembangan kawasan (perumah an, pendidikan, hiburan, olah raga, perbelanjaan). Kawasan yang se mula berupa rawa-rawa yang banyak dihuni kawanan buaya liar di Jakarta Utara, akhirnya menjadi Taman Impian Jaya Ancol yang ter sohor itu. Kawasan yang semula hanya ditumbuhi alang-alang kare na tandus, akhirnya menjadi kawasan tertata rapi, bersih, indah, dan modern, seperti: Citraland Surabaya, Citraland Banjarmasin, Citra Garden City Jakarta, Citra Garden Lampung, Citra Grand Semarang, dan masih banyak lagi. Berbagai proyek kawasan prestisius itu tidak lain dan tidak bukan bisa terwujud karena adanya integritas, profe sionalisme, dan entrepreneurship. Tanpa misi itu, rasanya ganjil mim pi-mimpi besar Pak Ci bisa terwujud. Mimpi adalah energi psikologis untuk menciptakan gelombang otak yang terus-menerus memancarkan makna mimpi-mimpi ter sebut. Kalau jiwa dibekukan tanpa mimpi-mimpi, maka gelombang otak juga tidak akan pernah terpancar hebat. Sebaliknya, bila jiwa di bebaskan untuk bermimpi besar, maka gelombang otak juga akan terpancar kuat. Maka, yakinlah, bila jiwa sivitas akademika Unesa terus mengembara dalam mimpi-mimpi, maka gelombang otak si vitas akademika Unesa tidak bisa disangkal juga akan memancarkan gelombang positif yang hebat. Kata ajaran klasik dari Tiongkok, jika engkau sudah tidak bisa bermimpi, maka engkau tinggal menunggu masa kemunduranmu. Jika engkau bermimpi sederhana saja tidak bisa, maka engkau sudah kehilangan akal sehatmu. Visi merupakan turunan dari mimpi. Dengan kata lain, visi me rupakan rumusan konseptual dari mimpi. Karena itu, visi haruslah
34 |
MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014
me miliki jangkauan masa de pan, memiliki logika, dan me miliki identitas yang jelas. Andai kata visi tidak diniatkan un tuk merengkuh masa depan yang lebih baik, maka itu pasti bu kan visi. Andai kata visi tidak di dasarkan pada logika-logika rea litas yang sedang dan yang akan dihadapi, maka itu juga bukan visi. Dan andai kata visi tidak memperlihatkan identitas (daya beda/karakter/keunggulan) lembaga, maka itu juga bukan visi. Visi berbeda dengan misi. Kalau visi lebih beraura “abstrak-konsep tual-filosofis”, sedangkan misi lebih memperlihatkan langkah-lang kah strategis; bertingkat, terukur, dan integral. Misi perlu dirumuskan bertingkat, karena ia memperlihatkan rumusan langkah strategis yang perlu ditempuh, dari langkah awal hingga akhir. Langkah-lang kah itu selanjutkan bisa diterjemahkan dalam indikator-indikator yang terukur. Dan langkah-langkah itu merupakan desain kerja besar yang saling berkaitan satu sama lainnya. Visi dan misi inilah modal seorang pemimpin, di semua lini, ten tu termasuk rektor. Visi dan misi dalam banyak hal akan menjadi semacam “pedoman” hendak ke mana lembaga ini (Unesa) hendak dibawa – Quo vadis Unesa? Pertanyaan semacam ini perlu dieksplorasi dengan kritis, mengingat dunia perguruan tinggi dalam konteks LPTK yang mendapatkan perluasan mandat, mendapatkan masalah serius yaitu mutu tenaga pendidik/guru. Sementara itu, kita tahu ada tujuh standar pendidikan; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pem biayaan, standar pengelolaan. Dari tujuh standar itu menurut hemat saya terletak pada standar tenaga pendidik. Bagaimana mung kin, seperti halnya kurikulum yang di dalamnya terdapat standar isi, standar proses, dan standar kompetensi lulusan, akan mulus diimplementasikan bila mutu tenaga pendidik/guru masih jauh di bawah standar. Sekalipun, misalnya standar sarana-prasarana, stan dar pembiayaan, dan standar pengelolaan tercukupi, bila mutu guru masih rendah, maka semua standar itu menjadi tidak ada pengaruh nya. Sebab, bila pertama-tama mutu guru memenuhi standar yang seharusnya, dan andai kata standar lain masih di bawah standar, maka guru tersebut pastilah masih memiliki kinerja yang baik. Guru yang bermutu akan mampu mengeksplorasi secara kreatif-inovatif lingkungan belajar dan pembelajaran yang dihadapinya. Siapa yang bertanggungjawab pada mutu tenaga pendidik/guru? Salah satu lembaga yang bertanggungjawab, tentu Unesa. Fakta ini tidak bisa dielakkan. Karena itu, terkait dengan rendahnya mutu guru yang kemudian berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, tidak bisa tidak visi-misi Unesa tidak ada salahnya jika berorientasi kepada persoalan besar itu. Mimpi besarnya ialah terwujudnya mutu pendidikan melalui perwujudan mutu guru. Tidak ada bangsa yang hebat tanpa dibangun melalui mutu pen didikan yang baik. Tidak ada mutu pendidikan yang baik tanpa mela lui mutu guru yang baik. Abad ke-21 menyaratkan mutu pendidikan yang baik, bila bangsa ini ingin menjadi bangsa yang “berbicara” di forum internasional. Inilah peluang Unesa untuk ikut mewujudkan mimpi menyiapkan guru-guru masa depan yang siap mengantarkan net generation mengarungi peradaban digital. Apakah visi-misi Unesa sudah dalam kesadaran peradaban digital? Marilah kita ber mimpi. n (Email: djulip@yahoo.com)