Majalah Unesa Edisi 72

Page 1



WARNA EDITORIAL

Majalah Unesa

ISSN 1411 – 397X Nomor 72 Tahun XV - Agustus 2014 PELINDUNG Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Rektor) PENASIHAT Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum (PR I) Prof. Dr. Warsono, M.S. (PR III) Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB Dr. Purwohandoko, M.M (PR II) PEMIMPIN REDAKSI Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR A. Rohman PENYUNTING/EDITOR Basyir Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd REPORTER: Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri Candra Kirana, Lina Rosidah FOTOGRAFER A. Gilang, M. Wahyu U. Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S) ADMINISTRASI Supi’ah, S.E. Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI Hartono PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124 Fax (031) 8280804

J

MELISENSI VISI-MISI

ika memandang la­ dan tentu sa­ja melelahkan. ut, ba­wa sa­ja sekalian Visi Menuju Unesa yang ke­­­ingin­an ke pu­sat Unggul dan Ber­martabat ter­ pan­dangan, lalu, ter­­ li­hat telah memenuhi prin­sip sem­­­bul­lah bayangan baru operasional, sederhana, dan yang berbingkai objek ber­terima. Betapa tidak. Visi yang di­ pandang itu. Itu­ itu hanya me­muat dua kri­ lah wujud per­pa­duan has­ teria, yakni unggul dan ber­­ rat dari keinginan pi­ ki­ ran martabat. Siapapun dapat dan simpanan me­ mori ke dengan mu­dah meng­ha­fal­ ba­­ yangan yang berada di kan visi tersebut. Itu­lah visi sudut pan­­dang. Sesudah itu, yang mudah dikenali dan di­ muncullah ba­yangan ba­ru ja­la­ni. yang membingkai has­­rat. Namun, jika dikaji Bingkai itulah bernama visi secara le­bih mendalam lagi, dan mi­si. l DR. SUYATNO, M.PD visi tersebut me­mun­cul­ Bingkai itu akan pudar kan jalan berat yang harus pelan-pelan jika sudut pandang bergeser diimbangi de­ngan kerja keras, kerja ringkas, atau kon­sen­trasi daya lihat mulai kehilangan dan ker­ja cerdas. Mengapa harus kerja keras, ener­ginya. Agar bingkai tidak pudar dan su­ ker­ja ringkas, dan kerja cerdas? dut pandang tetap terjaga, keinginan ha­ Dari kata unggul tersembul pe­ mak­ ruslah dibuatkan garis-garis yang mam­ pu naan tentang kompetitif, bersaing, le­bih dari, menghubungkan di sini dan di sana, saat ini baru, bukan yang lalu, dan pusat perhatian. dan saat nanti, dan begini untuk begitu. Garis- Pemaknaan itu ten­tu teramat berat karena garis itulah yang perlu dipertebal agar mudah selama ini ba­nyak yang lebih unggul daripada dirunut arah­ nya, gampang diterjemahkan, Une­sa, banyak yang lebih berterima dari­pa­da dan se­derhana untuk dimaknai. Unesa, dan banyak yang lebih terpandang Visi adalah garis tebal yang mem­butuhkan daripada Unesa. Tentu un­tuk merealisasikan pemaknaan secara ope­ra­sio­nal, sederhana, dan pemaknaan itu di­perlukan kerja keras, kerja berterima. Agar meng­konkretkan pemaknaan ringkas, dan kerja cerdas. Energi dari semua masih di­perlukan misi sebagai pegangan dalam lini harus tertumpahkan dengan baik. Po­tensi mengikuti garis tebal tersebut. Oleh karena itu, yang masih tersimpan harus diejawantahkan visi dan misi harus ga­yut. Kegayutannya diukur ke dalam karya-karya baru yang membawa oleh ting­kat perjalanan yang bersampai di ob­ tradisi keunggulan. Banyak lagi inovasi yang jek sekecil apapun. Jadi, visi dan mi­si bersifat harus dipumpa agar mewarnai dimensi kontributif, koheren, dan ko­re­la­tif. keunggulan tersebut. Bermartabat mengindikasikan karakter Konon, visi itu hanya mimpi jika ti­dak ada yang melisensi secara fak­tu­al. Visi hanyalah jumawa. Dalam peribahasa Jawa lebih disebut petanda untuk me­mu­sat­kan pandangan sebagai menang tanpa ngasorake. Santun semata. Visi tidak akan memunculkan roh dalam beradab memberi arti yang jelas untuk baru ke dalam mi­si jika tidak sebadan dan kata bermartabat. Bermartabat itu sebuah sejiwa. Visi dan misi juga tidak akan melisensi perilaku yang berterima oleh kalangan ba­gi yang melaksanakannya jika hanya ver­ manapun, di manapun, dan kapanpun. Pada balitas semata. Namun, itu semua ha­ nya ujungnya, jika Unesa itu bermartabat, semua konon. Konon akan menjadi se­bu­ah fakta jika orang, tidak terkecuali, akan mendapatkan terdapat energi yang me­realisasi visi dan misi. kenyamanan dan kedamaian oleh karenanya. Apapun kisahnya, da­lam dunia pengab­ Namun, yang perlu diingat, visi itu diawali di­an, visi dan misi sa­ngat diperlukan untuk dengan kata menuju. Jika di akhir masa pen­jelas garis agar mu­dah diikuti dan di­ope­ jabatan belum juga terlihat Unesa itu unggul rasionalkan secara man­tap. Jika penjelas garis dan bermartabat, perjalanan Unesa tidak itu sudah ada, masih di­perlukan penyamaan juga dapat disalahkan karena masih menuju dan perealisasian. Ka­ lau para kru sudah saja. Kecuali, visi misi itu tanpa kata menuju mem­ punyai kesamaan, ten­ tu perealisasian melainkan Unesa Unggul dan Bermartabat, misi sangat mudah. Ka­lau perealisasian su­ orang lain boleh mempertanyakan hasilnya. dah dijalankan, tentu keterwujudan mi­ si Rektor Unesa ke depan tentu akan banyak dapat dilihat dengan terang ben­ derang. rumus dan modus untuk memimpin para Pada akhirnya, jika misi su­ dah terwujud, punggawa dalam mewujudkan Menuju dapat dipastikan visi da­pat dinilai sebagai Unesa yang Unggul dan Bermartabat. Mari ketepatan dalam ber­ su­ dut pandang kita dukung bersama. n terhadap objek yang se­sunguhnya. Semua itu merupakan per­ja­lanan yang sangat panjang

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

3


CONTENT

INFO HALAMAN

09

03. WARNA

Melisensi Visi-Misi oleh Dr. Suyatno, M.Pd

18

05. LAPORAN UTAMA

Serah terima jabatan rektor Unesa, dari Prof. Muchlas Samani kepada Prof. Warsono. Untuk periode 2014 - 2018 Unesa akan lebih memantapkan statusnya sebagai universitas yang disegani dan lebih bermartabat.

• Membedah Visi-Misi Rektor Baru • Prof. Warsono Jabarkan Realisasi Enam Program Aksi • Dr. Purwohandoko: Optimistis Naikkan Status ke WTP • Prof. I Ketut Budayasa: Yakin Kemampuan Rektor Baru • Prof. Kisyani: Gairahkan Iklim Akademik lewat Jurnal • Bersama Prof. Muchlas Samani Memaknai Growing With Character

12. SPEAK UP!

• Mereka Bicara tentang Harapannya kepada Rektor Baru

15. KABAR PRESTASI

• Mahasiswa FE Jadi Pemuda Pelopor Kota Surabaya

16. SEPUTAR UNESA 18. LENSA UNESA 20. KOLOM REKTOR • Mengubah Cara Pandang

23. KABAR MANCA

• Melihat dari Dekat (Sejumput) Budaya Tiongkok

29

24 CATATAN ALUMNI

• Menanti Gebrakan Prof. Warsono

25. KABAR SM-3T

• Ke Raja Ampat Menyapa Waisa

28. JATIM MENGAJAR

• Belajar Menjadi Insan Lebih Peduli

34. CATATAN LIDAH • Mimpi oleh Djuli Djatiprambudi

4 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

33


LAPORAN UTAMA

PROF. WARSONO JABARKAN REALISASI ENAM PROGRAM AKSI

MEMBEDAH VISI & MISI REKTOR BARU Rektor Unesa, Prof. Warsono berjanji akan merealisasikan enam program aksi yang menjadi visi misinya dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Aksi nyata itu perlu dilakukan agara Universitas Negeri Surabaya (Unesa) semakin berkiprah di tingkat nasional dan internasional. Bagaimana upaya dan gebrakan guru besar bidang Sosiologi itu mewujudkan visi dan misi tersebut?

S

etiap rektor tentu ingin membawa kam­pus yang dipimpinnya se­ma­ kin maju baik dari segi fasilitas mau­ pun kualitas akademiknya. Be­gitupun yang diharapkan rektor Unesa Prof. Dr. Warsono. Untuk mewujudkan hal itu, Prof. Warsono telah merancang pro­ gram kerja untuk mengembangkan Unesa agar lebih baik lagi. Enam program kerja yang termaktub da­lam visi dan misinya tersebut adalah, 1) Mendorong dan memfasilitasi kegiatan aka­ demis dari civitas akademika untuk me­lakukan penelitian dan penulisan kar­ ya ilmiah serta publikasi karya akademis; 2) Meningkatkan kompetensi dosen, ba­ik di bidang keilmuan, penelitian pe­ nu­ lisan, pedagogik, dan kemampuan ber­ bahasa asing; 3) Meningkatkan ja­ ri­ ngan kerja sama (networking) dengan per­guruan tinggi di luar negeri; 4) Me­ ningkatkan kualitas lulusan dan mem­ ban­tu mereka mencari pekerjaan; 5) Me­ ningkatkan efisiensi, produktivitas dan

akuntabilitas dalam pengelolaan Une­ sa dengan berdasarkan pada prinsip good governance dan demokrasi; 6) Mem­ bangun dan mengoptimalkan unit-unit usaha untuk meningkatkan pen­da­patan Unesa untuk meningkatkan ke­se­jah­te­ raan warga Unesa. Implementasi Program Aksi Enam program kerja tersebut ten­ tu harus diimplementasikan dengan lang­kahlangkah konkrit untuk melaksanakan se­ mua program-program tersebut. Pa­da poin pertama, terkait penelitian dan penulisan karya ilmiah serta pub­li­kasi karya akademis, Warsono akan me­ ngonkretkan dengan pengadaan jur­nal ilmiah yang terakreditasi. “Setiap per­ gu­ ruan tinggi harus punya jurnal ilmiah se­ bagai media komunikasi intelektual. Ka­ rena di situlah pemikiranpemikiran in­ telektual dituangkan untuk di-share atau dibagikan sehingga bisa dijadikan ru­juk­an dan bisa ditanggapi,” jelas Prof Warsono

Ia menuturkan, sebelumnya, Une­ sa sudah mempunyai jurnal yang ter­ ak­ re­ di­ tasi. Sayang, jurnal itu lama-kelamaan hi­lang karena masalah pengelolaan. War­ sono menyebut kelemahan jurnal ter­ sebut terkait jumlah penulis yang se­di­kit sehingga menyebabkan kualitas jur­ nal itu tidak terjaga karena tidak ada se­leksi yang ketat terhadap tulisan yang ter­mu­at di jurnal. “Ada tiga komponen yang per­ lu diperhatikan dalam jurnal, yaitu kon­ ti­nuitas, kualitas, dan konsistensi. Ketiga kom­ponen tersebut saling berkaitan se­ hingga yang perlu diperbaiki tidak hanya ma­ najemen pengelolaannya, tapi juga ba­gaimana menjaga kualitas naskah yang di­muat,” paparnya. Kualitas jurnal ilmiah tentu sangat ber­kaitan dengan poin kedua, yakni pe­ ning­ katan kualitas dosen Unesa. Agar do­sen-dosen Unesa semakin berkualitas, War­sono akan mendorong dosen-dosen yang masih S1 agar melanjutkan ke S2, yang S2 didorong untuk melanjutkan

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

5


LAPORAN UTAMA S3, se­ dangkan yang S3 akan di­ dorong menjadi guru besar. “Salah sat­u langkah untuk mendorong dosendosen menjadi guru besar adalah de­ ngan membantu mencari credit point me­lalui meneliti dan menulis,” terangnya. Man­ tan Pembantu Rektor III Unesa itu mengakui ter­ kadang masih ada dosen yang meneliti tapi ti­ dak bisa menulis. Hal itu tentu berkaitan de­ngan keseriusan me­reka dalam me­lakukan pe­ nelitian. Se­lain itu, di­per­ lukan p e ­

6 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

nye­ diaan dana untuk melakukan pe­ nelitian. “Jika mereka (para dosen) bisa men­ dapat dana dari nasional atau in­ ternasional tentu penelitiannya akan lebih serius daripada yang hanya dapat dana dari lokal,” ungkapnya. Sementara mengenai target kerja sa­ma internasional, Warsono memi­liki antusiasme tinggi. Berkaitan de­ ngan kerja sama internasional itu ia ber­ke­ingi­ nan Unesa mampu me­ nun­ juk­ kan kom­ petensi sehingga dapat menarik para pelajar asing. Namun demikian, ia me­nga­ kui untuk melakukan kerja sama in­ ter­ na­sional diperlukan pertimbangan yang ma­tang. “Unesa itu memiliki beragam ilmu. Un­tuk kerja sama internasional harus di­ pertimbangkan dengan keilmuan yang kita miliki. Misalnya, untuk keilmuan tek­ nik lebih kuat di Jepang karena itu kita ker­ja sama dengan Jepang,” jelasnya. Me­ nurutnya, agar dapat ber­ s­ aing di dunia internasional,


LAPORAN UTAMA ada empat hal yang harus dipersiapkan Une­sa terhadap mahasiswa. Pertama, me­ nguasai bahasa asing karena berkaitan dengan interaksi di dunia internasional. Ke­dua, profesional, yakni ahli betul di bi­ dang keilmuannya. Ketiga, menguasai ilmu telekomunikasi (IT). Dan, yang ke­em­ pat adalah integritas. Ubah Mindset Keuangan Sementara itu, terkait pengelolaan ad­ministrasi dan unit usaha Unesa, Prof. Warsono mengakui bahwa Unesa masih be­lum mencapai good governance. Unesa masih berada dalam status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Salah satu penyebab ma­ sih berstatus WDP karena mindset keuangan.

“Masih ada pemikiran bahwa uang yang ada itu merupakan uangnya sendiri. Pa­ dahal, itu merupakan uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Ka­­­rena uang negara maka peng­gu­na­ annya harus direncanakan dan di­ per­ tang­­gungjawabkan. Perencanaan dan peng­gunaannya pun harus rasional. Se­ ring­ kali terjadi salah konsep misalnya meng­gunakan secara langsung dan tidak ra­sional,” kata Warsono. Mengenai unit usaha, Unesa su­ dah berada dalam Badan Layanan Umum (BLU). Sesuai dengan Peraturan Pe­ merintah Nomer 23 Tahun 2005 ten­ tang Pengelolaan Keuangan Badan La­ ya­ nan Umum, maka Unesa sudah bisa me­ nyediakan unit-unit usaha sendiri

non­ profit. Dengan begitu, Unesa bisa memiliki pendapatan yang bisa di­ gu­ na­ kan untuk menyejahterakan warga Unesa. “Kalau selama ini masih berjiwa meng­habiskan maka ke depan akan kita gerakkan menuju entrepreneurship,” te­ rang­nya. Semua penjabaran tersebut, tentu ti­ dak lepas dari visi Unesa “Menuju Unesa yang unggul dan bermartabat.” Dalam visi itu terdapat dua kata yang menjadi ti­ tik tekan, yaitu unggul dan bermartabat. “Unggul itu dalam bentuk sains/ilmunya atau profesional sedangkan bermartabat itu dalam bentuk karakternya atau in­teg­ ri­tasnya,” pungkasnya. (LINA/SYAIFUL)

Dr. Purwohandoko, M.M., PR II Unesa

Optimistis Naikkan Status ke WTP

R

ektor baru, Prof. Dr. Warsono, M.S yang resmi dilantik 14 Agustus 2014 tentu memiliki tanggung jawab besar merealisasikan visi dan misinya dalam waktu 4 tahun masa jabatan yang akan diemban, yaitu 20142018. Salah satu tugas berat adalah menjadikan Unesa berstatus Good Governance dalam tata pengelolaan anggaran. Mampukan Unesa meraih status tersebut dari yang sekarang masih berstatus WDP (Wajar Dengan Pengecualian)? Menanggapi tugas berat tersebut, Dr. Purwohandoko, M.M, Pembantu Rektor II Unesa mengatakan tak menampik bahwa mewujudkan status Unesa menjadi Good Governance memang bukan pekerjaan mudah. Perlu kerja keras dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan tata pengelolaan keuangan negara. Ia menjelaskan Good Governance lebih menyorot pada pengelolaan uang negara yang dianggarkan kepada masing-masing universitas untuk pembangunan dengan sebaik-baiknya. Hal-hal yang menjadi cakupan adalah tanah, bangunan fisik, aset universitas, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang berhubungan dengan sarana dan prasarana. “Di dalam Good Governance,terdapat 4 tingkatan. Berturutturut dari yang terbaik hingga yang terburuk adalah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (Wajar Dengan Pengecualian), disclaimer, dan adverse. Nah, Unesa saat ini berada pada tingkatan Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” terangnya. Menurut Purwohandoko, status Unesa yang masih dalam tingkatan WDP sesungguhnya dipengaruhi oleh kelemahan-

kelemahan terdahulu. Misalnya, tanah yang belum bersertifikat, bangunan fisik yang masih sedikit, dan lingkungan yang terlihat kumuh dan becek. Selain itu, Unesa juga belum punya rekening piutang dan pengelolaan dokumen-dokumennyamasih belum baik. “Dulu terdapat banyak tanah di Unesa yang belum bersertifikat. Namun, saat ini tanah itu sudah menjadi milik Unesa dan telah benar-benar diakui dan bersertifikat. Unesa juga memiliki tanah seluas 94 hektar di Lidah Wetan dan 24 hektar di Ketintang. Tanah yang telah bersertifikat itu nantinya didokumentasikan dan ditata dengan baik melalui sub bagiannya,” tutur orang yang akrab disapa Pak Pur ini. Mantan staf ahli rektor itu menambahkan, sejauh ini berbagai upaya sudah dilakukan, di antaranya dengan membebaskan tanah-tanah, mengurus dengan baik dokumen-dokumen universitas, dan melanjutkan pembangunan yang nanti bisa menyejahterakan mahasiswa dan karyawan. Bila keseriusan kepengurusan itu berlanjut dengan baik ke depan, sangat mungkin Unesa akan naik status menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). “Kita pernah naik status dari disclaimer menjadi WDP. Saya optimis ke depan bisa naik lagi ke WTP,” ujarnya. Selain sektor tata pengelolaan, Unesa sudah memulai bekerja sama dengan beberapa universitas antarnegara dalam upaya peningkatan kualitas, seperti dengan universitas Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

7


LAPORAN UTAMA di Jepang dan Inggris. Unesa juga sangat giat membangun Usaha Unit Bisnis (UUB). Di antara usaha yang sudah dibuat adalah Air Minum Dalam Kemasan Unesa, Unesa Press, Kocika, Baseball Foodcourt, Poliklinik, dan yang terbaru adalah Gedung Wirausaha yang berlokasi di depan gerbang utama Kampus Ketintang.

Dalam pengelolaannya, Unesa juga mendapat dana hibah alumni sehingga dapat membangun gazebo dan joglo seperti yang terlihat di Foodcourt Unesa. “Bentuk-bentuk usaha itu harus terus dioptimalkan,” papar mantan Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi itu. Untuk mengelola semua itu, dibutuhkan partisipatif kolegial dari seluruh civitas akademika. Mereka harus bersinergi dan

Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph. D, Direktur Pascasarjana

Yakin Kemampuan Memimpin Rektor Baru

D

irektur Pascasarjana, Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph.D sa­ ngat yakin dengan kemampuan memimpin rektor ba­ru Unesa. Ia meyakini Prof. Warsono akan membawa se­ mangat baru dan atmosfer gaya kepemimpinan yang berbeda ba­gi Unesa. Terkait dengan visi rektor, secara diplomatis Prof. Ketut mengatakan bahwa semua visi rektor selalu baik dan ba­ gus. “Tidak ada visi yang tidak bagus”, tuturnya dengan dialek Bali yang khas. Ketut menandaskan, pa­ da era ke­ pe­ mimpinan Prof. Muchlas, Une­sa ba­nyak mengalami pe­ r­ ubahan besar baik di bidang aka­de­mik mau­ pun pe­rubahan fisik. Ka­­ re­na itu, ia sangat yakin Prof. Warsono se­ba­gai pengganti akan me­ lanj­ utkan program rek­ tor terdahulu yang sudah bagus tersebut. “Kan masih bel­um ada dua bulan tektor ter­ pilih memimpin. Beliau ten­tu masih mem­butuhkan pe­ nyesuaian, tetapi saya ya­ kin beliau akan me­ lanjutkan pro­ gram rektor terdahulu yang bagus, misalnya kerja sa­ma dengan perguruan tinggi luar negeri, pembangunan fisik Unesa, pe­ ningkatan kualitas akademik. Karena pada ke­pemimpinan sebelumnya beliau berdua saling bekerja sama demi kemajuan Unesa,” ujar Direktur Pascasarjana yang me­ nyelesaikan S3 di Uni­ ver­sity of Technology Perth Western Australia. Ketut menegaskan, semua kemajuan mem­ bu­­tuhkan proses dan langkah yang tepat. Ka­ ­ rena itu, tentu tidak bi­ jaksana jika harus me­ nilai

8 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

dan membandingkan pe­mim­pin yang baru mengawali tu­gasnya sebagai pimpinan,“Kita ba­ru bisa menganalisis ha­sil kepemimpinan se­telah tiga sam­pai empat tahun memimpin,” ung­kapnya. Meski demikian, Ketut me­ya­kini gaya kepemimpinan par­ tisipatif akan dilakukan Prof. Warsono untuk me­­mim­pin Unesa. Tentu, dengan ga­ ya kepemimpinan seperti itu dibutuhkan peran serta se­tiap anggota birokrasi Une­ sa demi menyukseskan dan mewujudkan visi dan mi­si rektor terpilih. “Saya ya­ kin akan kemampuan be­liau (rektor) memimpin, dan saya akan mendukung program positif beliau,” tandasnya penuh keyakinan. (CRH-DIYANTI)


LAPORAN UTAMA

Prof. Dr. Kisyani Laksono , M.Hum.

Gairahkan Iklim Akademik Lewat Jurnal

S

urat Edaran Dikti No. 152/E/T/2012 meng­ haruskan setiap sarjana (S1), magister (S2) dan doktor (S3) menghasilkan karya tulis ilmiah yang termuat dalam jurnal ilmiah lokal, na­sio­nal, regional, maupun internasional. Se­ bagai salah satu Perguruan Tinggi Ne­geri (PTN), Unesa tentu harus berupaya mem­fa­silitasi mahasiswa dengan menyediakan jur­ nal ilmiah terakreditasi. Dulu, Unesa sempat mempunyai be­ berapa jurnal terakreditasi. Namun, ka­rena terkendala kurangnya artikel (tu­lis­an) jurnal tersebut tidak mampu terbit ber­kala sesuai jadwal. Hingga akhirnya, jur­nal-jurnal yang dulu terakreditasi itu­ pun menjadi tidak terakreditasi. Saat ini, Unesa sebenarnya memiliki ti­ ga jurnal yang bisa diangkat dan di­ anggap siap, yakni jurnal dari FE, FMIPA dan Jurnal Pendidikan Dasar (FIP). Jur­naljurnal tersebut dianggap siap karena ter­ bitnya sudah mulai teratur dan ar­tikel atau naskahnya sudah mulai baik. Me­nu­rut Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum, jurnal ilmiah dari FE sempat diusulkan hingga tahap penilaian. Sayangnya, jurnal ter­sebut masih belum bisa mencapai nilai B sehingga pihak FE memutuskan tidak me­ lan­ jutkan dulu jurnal tersebut.

Memang, dalam pembuatan jurnal i­lmiah, ada syarat-syarat tertentu yang ha­rus dipenuhi. Di antaranya, jurnal ter­se­but harus menerbitkan enam kali dalam kurun waktu dua tahun dan harus konsisten. Mengenai konsistensi, jurnal baru bisa teakreditasi jika jurnal tersebut memiliki konsistensi dan keajegan terbit. “Kendala yang dialami jurnal di Unesa salah satunya adalah karena kurangnya naskah, sehingga jurnal-jurnal tersebut tidak ajeg terbit,” ungkap Prof. Kisyani. Sebagai Pembantu Rektor 1, Prof. Kisyani sudah beberapa kali me­ ngum­ pul­ kan para pengelola jurnal ilmiah. Da­ ri hasil pertemuan tersebut, diketahui bah­ wa jurnal-jurnal tersebut memiliki ken­dala dalam keajegan terbitnya. “Ada yang dua tahun tidak terbit. Ada yang satu tahun tidak terbit, bahkan ada yang ke­ mu­ dian berhenti terbit,” paparnya. Diakui oleh Prof. Kisyani, mengelolah jur­ nal memang tidak mudah karena pe­ kerjaan tersebut membutuhkan ke­ cin­ ta­ an lantaran tidak terlalu menjanjikan pro­fit. Ia pernah mengalami susahnya me­ nge­ lola jurnal ketika menjadi pemimpin jurnal bebas. “Dulu, sebelum menjabat saya pernah mengelola jurnal, sehingga saya

tahu persis bagaimana susahnya me­nge­lola jurnal,” terangnya. Unesa, tambah guru besar FBS, se­ be­ narnya memiliki semacam tabungan naskah. Salah satunya ada di LPPM. Setiap penelitian harus ditransformasikan ke dalam bentuk artikel. Artikel-artikel karya ma­ hasiswa Unesa, sebetulnya sudah ada, namun biasanya hasil penelitiannya di­ kirimkan ke pihak lain, ke jurnal yang sudah terakreditasi. Prof. Kisyani menggarisbawahi bahwa poin pentingnya adalah bagaimana me­ nulis ilmiah itu menjadi budaya yang terus dilestarikan. Selain itu, adanya ke­ mauan dari pihak-pihak terkait dalam me­wujudkan pengadaan jurnal ilmiah ter­ akreditasi, dalam rangka menciptakan ik­lim akademik yang bagus di Unesa. “Untuk menciptakan iklim akademik yang bagus di Unesa dalam kaitannya de­ ngan jurnal ilmiah, memang yang harus digairahkan itu bukan hanya iklim aka­demik yang ada di Unesa, tapi iklim akademik secara keseluruhan. Jurnal itu sebetulnya kalau memang sudah pu­ nya nama, ajeg, katakanlah belum ter­ ak­ reditasi itu pasti juga akan di submit dan orang-orang akan mendaftar. Jadi kita harus tetap menerima dari tempat lain,” te­gasnya. (WAHYU / LINA MEZALINA)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

9


LAPORAN UTAMA

BERSAMA PROF. MUCHLAS SAMANI

MEMAKNAI ‘GROWING WITH CHARACTER’ Pada awal kepemimpinannya, tahun 2010 lalu, Prof. Muchlas Samani, M.Pd mencetuskan motto Unesa Growing with Character. Ada empat karakter yang ingin ditumbuhkan di Unesa, yakni cerdas, peduli, pekerja keras serta patuh pada nilai dan norma.

G

rowing with Character dicetuskan sebagai motto Unesa, tentu tidak lepas dari esensi Unesa sebagai penghasil guru. Meski IKIP Surabaya telah berubah menjadi Unesa, namun para founding father Unesa menyepakati bahwa mandat utama Unesa tetap se­ bagai penghasil guru dan pemelihara di bidang pendidikan. Im­plikasinya adalah Unesa tidak perlu meniru universitas lain. “Kelak ketika ada yang membutuhkan guru yang bagus cari saja di Unesa. Ketika ada masalah mengenai pendidikan, bertanyalah ke Unesa,” ujar Prof. Muchlas Samani. Prof. Muchlas menjelaskan bahwa saat ini bidang pendidikan se­ dang marak disoroti masyarakat. Masalahnya, saat ini banyak orang pintar namun perilakunya kurang baik. “Di sinilah peran penting seorang guru yaitu menjadi guru yang bagus, tidak hanya pintar namun juga baik perilakunya. Karena karakter dan perilaku tidak bisa diajarkan, namun hanya bisa ditularkan,” ungkapnya. Guru besar FT itu mengatakan, jika kelak ingin pendidikan berkarakter bagus, maka karakter guru haruslah bagus. Agar guru-guru itu berkarakter bagus, Unesa sebagai salah satu universitas penghasil guru tentu harus bagus. Sebab, bagaimana mungkin bisa menghasilkan guru yang berkarakter jika lembaganya sendiri tidak bagus. Dosen yang akrab dipanggil Muchlas itu mengibaratkan, anak yang lahir dalam keluarga di daerah yang disiplin, kelak ia akan tumbuh menjadi orang yang disiplin pula karena sudah menjadi habit. Nilai-nilai Dasar Universal Setiap orang mempunyai norma masing-masing yang ber­ beda satu dengan yang lain. Namun, di balik perbedaan itu, se­ benarnya terdapat nilai-nilai dasar universal yang hampir se­ mua orang setuju. Sebagai contoh, negara Amerika misalnya.

10 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

Di negara adikuasa itu hanya memiliki dua kata yang dijadikan prin­sip warga negara di sana, yakni respect dan responsibility. Prin­sip itulah yang membuat mereka benar-benar saling meng­ hormati. Pun demikian dengan di Unesa. Bagi Muchlas, Unesa juga punya prinsip seperti itu seperti menghormati orang lain, men­ ja­ga kebersihan dan nilai-nilai lain yang harus ditumbuhkan di Unesa. Muchlas menyebut, ada empat karakter yang sejak awal ingin ditumbuhkan di Unesa. Keempat karakter itu adalah cer­ das, peduli, pekerja keras serta patuh pada nilai dan norma. Lebih jauh, Muchlas menjelakan bahwa disiplin pada peraturan me­rupakan bagian dari tanggung jawab, sedangkan kerja keras me­rupakan bagian dari masa depan, sementara kepedulian me­ru­ pa­kan bagian dari komunikasi. “Contohnya masalah parkir, sering kita jumpai pengendara motor parkir tidak pada tempatnya. Ini me­rupakan salah satu indikator bahwa kita belum menghargai hak orang lain. Kita boleh berbuat apa saja, tetapi orang lain punya hak yang juga tidak ingin diganggu,” terangnya. Menanamkan Karakter Untuk menanamkan karakter, pada awal masa ke­pe­mim­pin­ an­nya lalu, ia mulai mendorong kepada sivitas akademika Unesa agar tertib, disiplin, tanggung jawab, kerja keras serta peduli ke­pada orang lain. Karakter-karakter tersebut, ungkap mantan staf ahli mendiknas, dapat ditumbuhkan melalui dua cara, yakni dengan contoh dan aturan. Pada masa kepemimpinannya, sebenarnya ia ingin me­num­ buhkan karakter itu melalui aturan, namun karena kurang men­ da­pat persetujuan akhirnya karakter tersebut ditumbuhkan me­ la­lui contoh. “Ya, meskipun agak lama namun sedikit demi sedikit sudah berhasil.” tambahnya.


LAPORAN UTAMA

Menumbuhkan karakter melalui contoh memang lebih lu­ nak, namun membutuhkan waktu lebih lama. Model seperti itu (mem­ber contoh) juga ditunjang latar belakang bangsa yang bersifat maternalis, yang bawah mengikuti yang atas menjadi ke­untungan tersendiri diterapkannya karakter melalui contoh. “Selama pemimpin memberi contoh yang baik, maka bawahan akan mengikutinya,” tandasnya. Muchlas menyakini motto ‘Growing with Character’ yang di­ ce­tuskan sudah berhasil diaplikasikan sampai saat ini. Hanya saja, yang belum tumbuh di Unesa saat ini adalah iklim akademik, ter­ utama di kalangan dosen.“Untuk mahasiswa, iklim akademik sedikit de­mi sedikit sudah mulai tumbuh,” jelas Muchlas. Selain memberikan contoh, Prof. Muchlas juga rajin menulis ten­tang karakter-karakter seperti apa yang ingin ditumbuhkan di Unesa. Hanya saja, tulisan-tulisan tersebut belum ter­pub­li­ kasikan dengan baik karena masih dipublikasikan melalui media so­sial yaitu web dan blog. Dorong Dosen & Alumni Studi ke Luar Negeri Iklim akademik yang kini tercipta di Unesa tidak lepas dari pe­ran banyak pihak. Satu di antaranya adalah para dosen yang dikirim studi ke luar negeri. Para dosen tersebut tidak hanya men­dalami ilmu di luar negeri tetapi juga belajar budaya di ne­ ga­ra tempat mereka studi. Unesa, ungkap Muchlas, punya regulasi terkait dosen di ba­ wah usia 35 tahun yang ingin melanjutkan studi diwajibkan meng­ambil kuliah di luar negeri. Regulasi tersebut dilakukan untuk mendorong dosen muda agar lebih percaya diri berkiprah di mancanegara. Selain itu, jika masih beruisa di bawah 35 tahun lebih mudah mencarikan beasiswa ke luar negeri dibandingkan de­ngan dosen yang berusia lebih dari 35 tahun.

Muchlas mengakui memacu dosen untuk studi ke luar ne­ geri memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Na­ mun, ia yakin upaya yang dilakukan dengan membuat regulasi se­perti itu akan mendorong dosen lebih termotivasi dan ter­fa­ silitasi untuk studi ke luar negeri sehingga kelak memiliki pe­ ngalaman berkomunikasi dengan mahasiswa di negara lain, ber­ tukar pikiran dan belajar budaya yang baik. Meski regulasi tersebut terkesan membatasi bagi dosen mu­ da saja, namun Unesa juga terus membuka jalan yang selebarle­barnya bagi dosen-dosen lain dengan menjalin kerja sama ke beberapa negara yang memiliki reputasi universitas unggul. Kerja sama itu dibangun agar mempermudah dosen berkiprah di luar negeri untuk studi S3 maupun shortcourse. Muchlas menyebut, ada dua alasan mengapa dosen di­do­ rong untuk sekolah ke luar negeri. Pertama, supaya tidak hanya jago kandang saja, tetapi juga mampu berkokok di negara lain. “Pengalaman banyak di Unesa apa artinya kalau tidak pernah mencoba hal yang lebih seperti ke luar negeri,” ungkapnya. Alasan kedua untuk membangun jejaring antara Unesa dan tem­ pat mereka studi. Tak hanya mendorong dosen untuk melanjutkan studi ke luar negeri, Muchlas juga mendorong agar alumni yang baru lu­lus untuk melanjutkan studi ke luar negeri. “Justru, yang saya gem­bira saat ini, yang sedang bergeliat untuk pergi ke luar negeri adalah alumni,” paparnya. Muchlas meyakini, alumni yang studi ke luar negeri akan men­jadi jembatan yang sangat penting untuk mencari jejaring sebanyak-banyaknya. Di bawah naungan PR IV yang mengurusi masalah kerja sama Internasional, saat ini sudah ada 10 negara maju yang sudah bersedia bekerja sama dengan Unesa. (CRH-ULIL/ HUDA)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

11


LAPORAN UTAMA

apa kata mereka Dra. Tri Prasetyawati, M.Pd, Mahasiswi S-3 Unesa:

Jati Widyo Leksono,S.Pd, Mahasiswa Pascasarjana:

U

J

Tingkatkan Jejaring Internasional nesa memasuki era baru, dengan terpilihnya Prof. Warsono sebagai rek­ tor Unesa periode 2014-2019. Diharapkan, terpilihnya gu­ru besar asal Fakultas Ilmu So­si­al itu mampu melanjutkan pro­ gram –program Unesa dan mengukir sejarah ke­ce­ mer­ lang­ an yang lebih gemilang. Seluruh war­ ga Unesa tentu berharap yang terbaik dan tidak lupa mem­berikan saran kepada kepemimpinan Prof. Warsono agar ke­pemimpinan Unesa ke depan semakin berhasil dan maju. Dra. Tri Prasetyawati, M.Pd, mahasiswi S3 Unesa meng­ap­re­ si­asi sarana prasarana Unesa yang kini semakin memadahi. Ia men­contohkan akses perpustakaan yang semakin mudah dan tersediannya internet untuk mengakses jurnal internasional. Tri berharap di bawah kepemimpinan Prof. Warsono, Unesa semakin meningkatkan dan mempertahankan hubungan baik dengan lembaga kependidikan ataupun non-kependidikan. “Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain perlu lebih ditingkatkan sehingga bisa membuka dan mempermudah link untuk mempublikasikan karya ilmiah di jurnal Internasional,” ungkap Tri Prasetyawati. Mahasiswa S3 angkatan 2009 yang juga dosen Bahasa Jer­ man Fakultas Bahasa dan Seni Unesa itu menyatakan agar pada era kepemimpinan Prof. Warsono koleksi buku perpustakaan se­makin meningkat dan koneksi internet diperbaiki lagi agar akses informasi penunjang keilmuan semakin mudah didapat. “Internet dan buku kan merupakan senjata utama mahasiswa S3 untuk memperoleh ilmu lebih,” tandasnya yang juga diamini Dra. Cristina ITP, M.Pd, dosen bahasa Inggris sebuah universitas yang juga menempuh Pen­ di­ dik­ an S3 Bahasa dan Sastra di Unesa. Terkait masalah birokrasi, baik Tri maupun Cristina mengaku sudah semakin baik meskipun masih memerlukan beberapa perbaikan. Mereka berharap agar kepemimpinan baru Unesa mampu membawa perubahan dengan semakin banyak melahirkan doktor berkualitas lulusan dari Unesa. (CRH-JANTI)

12 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

Perlu Peningkatan Program Dual Degree ati Widyo Leksono, mahasiswa S2 pascasarjana asal Mo­jo­ ker­to itu berharap rektor Unesa yang sudah terpilih mampu mengemban amanah dengan baik dan melanjutkan pembangunan dengan keuangan setransparan mungkin. Mahasiswa prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan mengaku mengenal Prof. Dr. Warsono, MS sebagai sosok yang sangat dekat dengan mahasiswa. Ia mampu mengerti, merangkul dan mendukung segala aktivitas mahasiswa. “Semoga ke­ pe­ mim­ pinan Prof. Warsono mampu menerbangkan pesawat dengan ta­gline ‘Growing With Character’ mengudara tinggi menjelajahi angkasa,” ungkapnya. Motto Unesa sebagai universitas unggul dalam ke­ pen­ di­ dikan dan kukuh dalam keilmuan diharapkan mampu me­ning­ katkan kualitas akademik mulai dari pengembangan la­bo­ra­to­ rium, sumber daya manusia dan sistem pembelajaran. Yang ter­ pen­ting lagi, tambahnya, penjaminan mutu Unesa harus tetap ter­jaga sehingga mampu menjadi universitas yang menciptakan lu­lusan berkualitas baik dalam bidang pendidikan maupun non­ ke­pendidikan dan mampu berdaya saing regional. Sebagai calon magister, ia menaruh harapan besar kepada Prof. Warsono agar mampu meningkatkan program dual degree se­hingga tidak hanya prodi Pendidikan Matematika dan Sains Pascasarjana Unesa saja, namun mampu merambah ke prodi lain. (CRH-KHUSNUL)

Agam, Ketua BEM FIK..

Perlu Lapangan Bola yang Representatif

P

rof. Dr. Warsono resmi menjadi Rektor Unesa. Semua pun berharap, sosok yang dikenal low profile itu mampu membawa Unesa lebih baik. Agam, Ketua BEM FIK mengapresiasi sarana dan prasarana khususnya di kampus


LAPORAN UTAMA Lidah Wetan yang sudah lebih baik meskipun di beberapa tempat perlu ada perbaikan. Sebagai mahasiswa FIK, ia berharap pengerjaan beberapa gedung yang belum selesai bisa segera diselesaikan. Selain itu, sebagai bagian dari mahasiswa FIK yang mayoritas berspesialisasi sepak bola, sangat mendambakan mempunyai lapangan sepak bola yang representatif untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa. “Sarana prasarana sangat penting untuk menunjang proses belajar. Saya berharap dengan terpenuhinya sarana prasarana, lulusan Unesa bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam perkuliahan untuk kemajuan Indonesia,” ungkapnya. (CRH-YUSUF)

Debing Kumalasari, Mahasiswa JBSI

Tingkatkan Karya Produktivitas Mahasiswa

D

ebing Kumalasari, ma­ha­sis­ wa jurusan Pendidikan Ba­ ha­ sa dan Sastra Indonesia meng­ungkapkan pendapatnya ber­­ka­itan dengan pergantian ke­pe­ mimpinan rektor baru Unesa. Me­ nu­ rutnya, era kepemimpinan pak Warsono ini harus lebih baik dari se­ belumnya. “Saya belum begitu mengenal beliau, yang saya tahu beliau kan dosen FIS, Insya Allah lebih tahu masalah sosial dan akan bagus apabila memimpin Unesa,” tuturnya. Mahasiswi asal Kediri mengatakan bahwa kualitas pendidikan dan pencitraan Unesa harus diperbaiki seiring dengan proses perwujudan dari visi dan misi rektor untuk Unesa. Perbaikan kualitas pendidikan yang ia maksud tidak hanya diberlakukan bagi mahasiswa melainkan juga dosen. Ia menyarankan adanya perbenahan mengenai efektivitas perkuliahan. Ia juga memaparkan bahwa kepedulian mahasiswa terhadap karya ilmiah harus ditingkatkan. “Menurut saya, PTN akan lebih bergengsi apabila banyak karya yang dihasilkan termasuk karya ilmiah penelitian seperti PKM dan lain-lainnya. Baru setelah itu fasilitas yang kurang merata, perlu diratakan baik di kampus Lidah maupun Ketintang,” ungkapnya. Saat ditanya mengenai harapannya sebagai calon sarjana yang lahir dari Unesa, mahasiswi yang aktif sebagai pengurus BEM-FBS tersebut berharap nantinya Unesa akan menjadi tempat yang “pas”, tidak hanya mencetak sarjana yang berwawasan tinggi tapi juga berkemampuan ahli di bidang studinya. “Semoga nanti ketika lulus, bekal saya untuk menjadi pendidik bahasa Indonesia dapat terealisasikan dengan baik, bisa menjadi sarjana yang dipercaya instansi-instansi lain, dan sarjana yang produktif. Jadi, setelah lulus tidak hanya membawa ijazah yang berupa kertas saja,” harapnya. (CRH-ANNISA ILMA)

Muhammad Afiq, Ketua BEM FIS

Sejarah Baru Fakultas Ilmu Sosial

S

ebagai bagian dari keluarga besar Fakultas Ilmu Sosial, Muhammad Afiq tentu saja menyambut gembira terpilihnya Prof. Dr. Warsono sebagai rektor Unesa periode 2014-2019. Mahasiswa yang juga ketua Sosial Islamic Club FIS itu bangga karena merupakan sejarah baru bagi FIS mampu mengantarkan kader terbaiknya menduduki kursi rektor Unesa. “Saya dari pihak FIS senang dan menyambut baik karena baru pertama kalinya rektor berasal dari Fakultas Ilmu Sosial,” ujarnya. Muhammad Afiq berharap rektor baru mampu meneruskan program kerja yang belum terlaksana. Seperti masalah ormawa yang ada di kampus agar bisa segera diselesaikan. Ia juga berharap fasilitas Unesa semakin dilengkapi agar lebih mendukung kegiatan perkuliahan. Sebagai mahasiswa, Afiq sadar bahwa keberhasilan sebuah kepemimpinan haruslah didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu ia berharap agar semua mahasiswa terutama keluarga FIS juga mendukung rektor baru kali ini. “Adanya saling kepercayaan akan ada kekompakkan, bisa bersatu untuk bersama-sama menjadikan Unesa bermartabat dan menjadi universitas yang diperhitungkan di dalam dan di luar negeri,” pungkasnya. (CRH-UMI)

Nanda Setya Permadi, Mahasiswa FIP

Tambah Relasi, Fasilitas dan Sarana Prasarana

G

ebrakan pemimpin baru, selalu dinantikan. Demikian pula yang diharapkan dari sosok Prof. Warsono, rektor baru Unesa. Guru besar asal FIS yang telah mendapat amanah menjadi rektor baru periode 2014 - 2019 itu tentunya diharapkan lebih menggebrak dibandingkan rektor sebelumnya. Nanda Setya Permadi, mahasiswa FIP berpendapat bahwa banyak hal yang harus diperbaruhi dan ditingkatkan terutama di kampus Lidah Wetan. Mulai dari gedung hingga sarana prasarana agar image gedung Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

|

13


LAPORAN UTAMA Lidah Wetan seperti hutan berangsur pudar. Apalagi, kawasan Unesa Lidah Wetan sekarang lebih elit dengan berbagai perumahan yang mengelilinginya. Setidaknya, ada empat harapan yang dilontarkan Nanda. Pertama, pembangunan harus bisa diselesaikan agar gedunggedung yang ada di luar kampus Lidah Wetan dan Ketintang segera pindah. Kedua, jalan dan penerangan yang ada di kawasan Lidah harus lebih diperbanyak agar kampus aman dan nyaman. Ketiga, kebijakan dibuat harus lebih rasional kepada mahasiswa. Keempat, Unesa harus mampu menambah relasi dengan universitas dalam negeri dan luar negeri. “Saya berharap rektor baru Unesa bisa menambah relasi, dan meningkatkan fasilitas dan sarana prasarana,” harap Nanda. (CRH-MURBI)

Muhammad Amirul Arbi, Mahasiswa Fakultas Teknik:

Harus Prioritaskan Kebutuhan Mahasiswa

M

ahasiswa Fakultas Teknik, Muhammad Amirul Arbi mengibaratkan Unesa seperti miniatur sebuah negara, dimana rektor terpilih, Warsono sebagai presiden karena memiliki peran tertinggi dan terpenting dan sekaligus bertanggung jawab penuh terhadap rakyat, dalam hal ini adalah mahasiswa. Mahasiswa program studi D3 Manajemen Informatika itu berharap, dalam kepemimpinan Prof. Warsono ke depan bisa melakukan perubahan awal yang cepat dalam pembangunan dan pengembangan yang lebih baik dari rektor sebelumnya. Tentunya, diutamakan pada kebutuhan yang telah menjadi prioritas proses belajar belajar-mengajar mahasiswa. “Selaku presiden (rektor), setidaknya tahu kebutuhan rakyatnya (mahasiswa), dan harus dipenuhi,” ujar mahasiswa angkatan 2011 tersebut. Mahasiswa kelahiran Sidoarjo itu menambahkan, sektor yang perlu ditingkatkan dan dibenahi Unesa masih banyak. Salah satunya terkait proyek pembangunan sarana dan prasarana yang masih berjalan pengerjaannya. Namun sektor akademik dan sarana-prasaranalah yang menjadi kebutuhan penting mahasiswa yang harus diutamakan peningkatannya. “Sektor akademik, terus sarana dan prasarana menurut saya itu yang perlu ditingkatkan lagi,” sambung mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Elektero (Himatektro) 2013 itu. Terakhir, Amirul berharap Unesa mampu menjadi almamater yang bisa dibanggakan kelak ketika sudah memasuki dunia kerja. “Saya berharap peluang kerja selalu besar dan siap bersaing di dunia kerja,” ungkap mahasiswa kelahiran 19 November 1991 tersebut. (CRH/FITRO KURNIADI)

14 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

Ema Safitri, Mahasiswa Manajemen FE:

Gelar Job Fair untuk Mempermudah Mendapat Pekerjaan

S

eperti kebanyakan mahasiswa lain, Ema Safitri, Mahasiswi jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi mengharapkan kualitas bidang fasilitas, sarana dan prasarana dan output atau lulusan Unesa semakin meningkat di bawah kendali rektor baru, Prof. Dr. Warsono, MS. Ia berharap Unesa semakin mampu menjalin hubungan kerja sama dengan instansi sehingga dapat memudahkan para lulusan melamar pekerjaan. “Mungkin Unesa bisa mengadakan berbagai Job Fair yang diikuti mahasiswa yang ingin mendapatkan pekerjaan,” ujarnya. Selain menjalin hubungan kerja sama dengan instansi, mahasiswi semester 7 itu menginginkan adanya pembenahan pada GOR Bima Unesa yang digunakan untuk mengadakan acara wisuda. Ia menganggap bahwa tempat itu kurang layak untuk diperlihatkan pada orang tua mahasiswa. Ia mengaku sedikit malu bila nanti mengundang orang tuanya untuk menghadiri acara wisudanya. “Saya berharap dengan kepemimpinan Prof. Warsono bisa melakukan pembenahan segera sehingga bisa mengenalkan Unesa pada lingkup luar dengan lebih baik,” pungkasnya. (CRH-RIZAL)

Aghi Ali Mughny, Mahasiswa FMIPA:

Apresiasi untuk Mahasiswa Berprestasi

A

ghy Ali Mughny berharap Unesa lebih memperhatikan ke­­butuhan mahasiswa. Ter­ uta­­ ma, mahasiswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non­­akademik. Menurut mahasiswa yang lolos Pimnas ke-27 , sejauh ini peng­­hargaan terhadap mahasiswa yang berprestasi dirasa masih ku­rang. Menurut pendapatnya ji­ka mahasiswa yang berprestasi di­ap­resiasi dengan baik maka akan meningkatkan semangat ma­ha­siswa untuk lebik aktif lagi dalam berkarya. Selain itu, aktivis Him­punan Mahasiswa Jurusan Fisika itu juga menyorot masalah fasilitas kemahasiswaan yang masih kurang. “Salah satunya, gedung organisasi mahasiswa di FMIPA perlu dibenahi lagi,” ungkapnya. (crh-habibi)


KABAR PRESTASI Penghargaan Pemuda Pelopor 2014

Mahasiswa FE Jadi Pemuda Pelopor Kota Surabaya

S

emangat, kerja keras, dan keikhlasan ter­ ­ pan­­car dari wa­jah­ nya. Di balik ke­ se­ der­­ha­naannya, ia me­­­­rupakan sosok pemudi yang luar biasa. Ia memiliki ke­­­pedulian sosial yang ting­gi, ter­utama pada bidang pen­di­ di­kan. Hal tersebut kini sa­ngat ja­rang dimiliki pemudi se­ba­ya­ nya. Dia adalah Nur Fatti Faz­ riati, Mahasiswa Jurusan Ma­na­ jemen FE Unesa yang ba­ru saja me­raih penghargaan se­ba­gai Pe­muda Pelopor bidang Pen­ didikan 2014 dari Walikota Su­ rabaya, Tri Rismaharini. Dalam Penghargaan Pe­ mu­­da Pelopor itu, terdapat tiga ka­ tegori, yakni bidang pen­ di­ dikan, sosial-budaya dan pa­ ri­wisata-pangan. Ria, sa­pa­an akrab Nur Fatti Fazriati ber­hasil meraih penghargaan di bidang pendidikan. Ia di­re­ko­men­da­ si­kan oleh banyak orang di se­ kitarnya untuk mengikuti se­leksi Penghargaan Pemuda Pe­ lopor itu. Ria dinilai orang-orang di sekitarnya layak men­ dapatkan penghargaan ter­sebut ka­re­ na ia memiliki se­ mangat ke­ pe­mimpinan dan ke­pedulian ke­pada lingkungan se­kitarnya, ter­utama di bidang pen­didikan. Melalui komunitas fo­ rum anak di daerahnya, yak­ni di Ke­ lu­rahan Banyu Urip Kecamatan Sa­ wahan. Pa­ da tahun 2009, ia berhasil meng­ hidupkan kembali fo­rum anak yang diberi nama Fo­ rum Anak “Dabajay” yang me­rupakan singkatan dari Dae­ rah Banyu Urip dan Putat Jaya. Ria menjabat sebagai ke­ tua forum anak pada masa awal berdirinya dan saat ini ia menjabat sebagai dewan pem­ bina. Gadis kelahiran Su­ra­ba­ya, 8 Juli 1995 ini tetap aktif men­ dam­pingi dan mengontrol ber­ jalannya kegiatan di forum anak.

Sosialisasi ke Kampung Awalnya, Ria men­so­sia­ li­sasikan keberadaan fo­rum anak dengan datang da­ ri kam­ pung ke kampung lalu me­ nemui tokoh-tokoh ma­ sya­­ rakat di daerah setempat de­­ngan maksud meminta izin so­­sialisasi. Sasarannya adalah anak-anak usia 13—18 tahun. Sa­at ini anggota forum anak “Da­bajay” telah mencapai 170 orang. Anggota dari forum anak ini mayoritas adalah anak

num-minuman keras dan lain sebagainya lewat lagu dan teater. Menurut mereka, so­ sia­ li­ sasi yang dilakukan dengan kar­ya musik akan lebih efektif jika dibandingkan dengan ha­ nya sekadar sosisalisasi bia­ sa. Hal tersebut juga akan le­ bih mengena karena yang mem­ bawakannya rata-rata ada­ lah anak-anak yang pernah meng­ ala­mi hal-hal itu. Ria bercita-cita menjadi se­ orang guru. Ia selalu berusaha

se­ kitar Kecamatan Sawahan. Me­reka adalah anak yang ke­ banyakan putus sekolah ka­ rena faktor lingkungan. Na­ mun anak- anak dari Pekerja Seks Komersial (PSK) Dolly juga turut serta dalam forum anak ini meski persentasenya tidak be­ gitu banyak. Berdasarkan pe­nuturan Ria, para PSK malah men­dorong anak mereka un­ tuk berkegiatan positif. Sa­lah satunya yakni dengan meng­ ikuti forum anak ini. Dalam kegiatannya, fo­ rum anak ini turut serta me­ nyo­sia­lisasikan tentang bahaya nar­ koba, HIV, seks bebas, mi­

men­ jaga semangatnya agar tidak kendur serta terus mem­ ben­ tengi dirinya agar tidak ter­ jerumus ke dalam hal-hal negatif. Dengan segala ke­ si­ bukannya saat ini, ia ingin te­­ rus mengawal forum anak “Da­ bajay” dan menjadi agen pe­ rubahan bagi anak-anak di se­ kitarnya lewat pendidikan. “Ka­ re­ na latar belakang keluarga saya yang sedikit berantakan, sa­ya merasa hidup seperti itu tidak enak sehingga saya harus mem­bentengi diri saya sendiri. Kalau tidak ada mu’jizat, maka saya yang harus jadi mu’jizat,” tu­tur Ria. (LINA MEZALINA/BYU)

PELOPOR: Nur Fatti Faz­riati, Mahasiswa Jurusan Ma­na­ jemen FE Unesa yang ba­ru saja me­raih penghargaan se­ba­gai Pe­muda Pelopor bidang Pen­didikan 2014 dari Walikota Su­rabaya, Tri Rismaharini.

Nomor: 72 Tahun XIV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 15


SEPUTAR UNESA Kerja Sama Internasional

UTHM-Unesa Split Ph.D Lintas Negara

Prof. Dato’ Dr. Mohd Noh Dalimin, Vice-Chancellor Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) saat MoU bersama Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S.

E

ra baru pasar bebas Asia Tenggara tinggal hitungan bulan. Unesa siap ikut serta dalam kompetisi global itu. Baru-baru ini Kamis (28/8/2014) Unesa kedatangan tamu dari negeri jiran, Malaysia. Prof. Dato’ Dr. Mohd Noh Dalimin, Vice-Chancellor Universiti Tun

Hussein Onn Malaysia (UTHM) datang ke Unesa bersama rombongannya untuk mengadakan penawaran kerja sama dengan Unesa. "Sebenarnya kunjungan ini tidak direncanakan, tapi semoga ini nanti menjadi hal yang baik bagi Unesa dan UTHM," ujar Dato' pada pidato sambutannya. Acara

Kerja Sama Pemprov Jatim dan Pemkot Osaka

Kunjungi Unesa, Siswa Osaka Jepang Belajar Anyam Ketupat

R

abu, 13 Agustus 2014 Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FBS Unesa mendapat tamu spesial dari negeri Matahari Terbit. Mereka adalah siswa SMA Osaka Jepang. Kedatangannya disambut baik oleh civitas akademika Jurusan Pendidikan Bahasa

16 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

diawali dengan pengenalan UTHM dan penayangan video UTHM. Dato› juga mengucapkan selamat atas pengangkatan Prof. Warsono sebagai rektor baru Unesa. Pada nota kesepahaman ini, Prof. Dr. Warsono, M.S. ingin menindaklanjuti kerja sama ini dalam bentuk double degree di antara kedua universitas. Unesa berencana membuka S-3 Pendidikan Teknologi Kejuruan. Di UTHM, program studi tersebut sudah ada mulai S-1 hingga S-3. Kedatangan UHTM pun merencanakan kegiatan belajar dalam bentuk praktik industri di antara dua negara dan split programePh.D. Jadi tampaknya kerja sama ini relevan dengan momen pasar bebas ASEAN yang sebentar lagi dimulai. "UTHM ini letaknya tidak begitu jauh dari Indonesia. Jarak dari Kuala Lumpur hanya berkisar 2 jam perjalanan sedangkan dari Singapura hanya 1 jam perjalanan," kata Vice-Chancellor UTHM pada pengenalannya. Universitas di Johor yang fokus pada bidang ilmu teknik, sains, dan kesehatan ini ingin saling bertukar penelitian lintas negara. Kerja sama internasional ini bisa menjadi kesempatan emas bagi Unesa untuk membuktikan bahwa Unesa tidak hanya unggul di dunia pendidikan, tapi juga kuat dalam bidang ilmu murni atau nonkependidikan. (DYAH AYU/BYU)

Jepang. Acara tersebut merupakan salah satu bagian dari kerja sama antara Pemerintah Kota Osaka dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sepuluh siswa SMA asal Osaka tersebut datang ditemani guru pendamping dan perwakilan dari Konjen Jepang di Surabaya. Danang, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang yang menjadi guide mengaku senang karena sempat beberapa kali berbincang-bincang tentang anime-anime dari anak Jepang. Mereka mengunjungi Unesa mulai pukul 08.30 sampai 11.30 WIB. Mereka tidak hanya duduk dan sharing tentang kebudayaan Jepang dan Indonesia, tapi juga para praktik menganyam ketupat dan bermain dakon. “Ketupatwa tottemo kawaii, tsukurikatawa muzukashii desuga omoshiroindesu, soshite arigatou gozaimasu,” ujar salah satu pelajar Osaka. Katanya, ketupat itu sangat lucu, cara membuatnya susah tapi menyenangkan, untuk itu terima kasih banyak. Mengakhiri perjumpaan itu, secara spontan pelajar dari Jepang itu mengajak mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang berdiri membentuk lingkaran dengan saling bergandengan tangan untuk memainkan tari Bon Odori bersama-sama. (YUSUF/BYU)


SEPUTAR UNESA

R

ilis Laboratorium Cybermetrics ten­­ tang peringkat web perguruan ting­ gi sedunia patut menjadi bahan ref­ lek­si bagi Unesa untuk memperbaiki diri. We­bometrics pada tengah tahun 2014 ini me­rilis bahwa web Unesa turun peringkat di­bandingkan dengan rilis pada awal ta­ hun 2014 lalu. Penurunan itu terlihat pa­ da peringkatnya yang menyusut dari pe­ringkat 3.244 menjadi 3.495 di antara 22.000 perguruan tinggi sedunia. Kondisi itu otomatis berpengaruh pada peringkat se­kup kawasan. Di antara 7.387 perguruan tinggi se-Asia Pa­sifik, Unesa turun tangga dari peringkat 1.167 menjadi 1.202. Di kawasan ASEAN pun Unesa turun 5 angka yakni dari pe­ ringkat 128 ke 133 di antara 1.175 per­gu­ ru­an tinggi se-Asia Tenggara. Di tataran na­sional. Unesa turun 9 anak tangga yakni dari peringkat 37 menjadi 46 di antara 401 per­guruan tinggi se-Indonesia. Meski demikian, Unesa masih termasuk da­lam 15% perguruan tinggi terbaik se­du­ nia. Di kawasan Asia Pasifik, Unesa ter­ma­ suk 16% perguruan tinggi terbaik. Di ta­ taran ASEAN, Unesa termasuk dalam 11% perguruan tinggi terbaik sedangkan di tingkat nasional Unesa masuk dalam 11% perguruan tinggi yang diunggulkan. Da­ lam sistem pemeringkatan ini, Unesa harus meng­ akui keunggulan empat Lembaga Pen­didikan Tenaga Kependidikan (LPTK) lain seperti UPI (Bandung), Un­nes (Se­ma­

Pemeringkatan Webometrics

Web Unesa Turun Peringkat rang), UM (Malang), UNY (Yog­ya­karta). 5.155. Indikator excellence ini memiliki Dua indikator yang harus terus menjadi por­si penilaian 15% dari persentase ke­ per­hatian sebagai bahan perbaikan ada­ seluruhan penilaian dalam sistem pe­ lah indikator impact, yakni indikator re­ me­ ringkatan webometrics. Karena itu, komendasi seseorang/pengunjung ter­ di­harapkan dosen dan mahasiswa selalu ha­dap web Unesa sebagai web rujukan me­mutakhirkan publikasi jurnal ilmiahnya da­lam sebuah tautan dan/atau web. In­ ke dalam web Unesa melalui subdomain dikator ini sekarang menunjukkan pe­ cv.unesa.ac.id, ejournal.unesa.ac.id, elear­ ring­ kat ke-7111, sebelumnya peringkat ning.unesa.ac.id, dan blog.unesa.ac.id. 6.193. Untuk menguatkan indikator im­ Indikator lainnya dalam sistem pe­me­ pact yang memiliki porsi penilaian 50% ring­katan webometrics adalah presence da­ ri persentase keseluruhan indikator (vo­ lume konten global yang terindeks pe­nilaian tersebut, pemanfaatan aplikasi Google) memiliki bobot 20% yang kini web atau blog seperti blogspot, multiply, berada pada peringkat ke-1068, se­ be­ blo­gger, dan lain-lain sebagai media pem­ lum­nya 634 sedangkan openness (jumlah be­lajaran yang kemudian memberi tautan ke­kayaan berkas dalam bentuk pdf, doc, www.unesa.ac.id pada aplikasi web/blog docs, dan ppt yang terindeks di google ter­ sebut dapat menguatkan peringkat scholar) berada pada peringkat ke-303, impact web Unesa. se­belumnya peringkat 284. Indikator ini Aktivitas mahasiswa Unesa sedang mengakses laman www.unesa.ac.id. Indikator excellence pun perlu banyak men­dapat perhatian. Melorotnya indikator ini dipengaruhi belum banyaknya karya il­ mi­ ah civitas akademika yang terindeks oleh Scimago/Scopus. Sekarang, indikator pe­ nilaian ini menunjukkan angka pe­ ring­ kat ke-5442, sebelumnya peringkat

me­ miliki bobot 15%. Empat indikator pe­ nilaian tersebut merepresentasikan ku­ alitas web berbasis konten. Jadi ku­ rang tepat jika sistem pemeringkatan we­ bomterics ini dianggap lebih me­ ni­ tikberatkan penilaiannya dari segi po­pu­la­ ritas kunjungan web. (BYU)

Serah Terima Jabatan Rektor

Tiga Buku Prospektus Unesa Dirilis

S

erah terima jabatan Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. sebagai Rektor Une­ sa periode 2010—2014 kepada Prof. Dr. Warsono, M.S. sebagai Rektor Unesa pe­rio­ de 2014—2018 secara resmi dilangsungkan Rabu (20/8/2014) pukul 10.00 WIB di Auditorium Rektorat lantai 3 Unesa, Kampus Ketintang, Su­rabaya. Acara tersebut se­ka­ligus sebagai ajang rilis tiga buku prospektus Unesa. Ti­ga buku itu ialah “Menapaki Se­tengah Abad”, “Aksi dan Ins­pi­rasi Muchlas Samani”, dan “Mo­hon Maaf Masih Compang-Cam­ping”. Buku “Menapaki Setengah Abad” menggambarkan per­ kem­bangan Unesa selama masa ke­pemimpinan Prof. Muchlas

sejak 2010 hingga 2014. Buku ini memaparkan berbagai ca­paian kebijakan mulai bidang aka­ demik, sarana prasarana, ke­ma­ hasiswaan hingga kerja sama baik di dalam maupun di luar ne­geri. Buku yang dibuat tim Hu­bungan Masyarakat (Humas) Une­sa ini lebih menonjolkan tam­pilan fotografi. Sementara itu buku yang berjudul “Aksi dan Ins­pirasi Muchlas Samani” berisi pa­paran data faktual yang lebih me­ nonjolkan sisi tekstual dan gra­fik atau tabel kuantitatif. Tidak seperti dua buku ter­se­ but, buku “Mohon Maaf, Masih Compang-Camping” justru meng­­akomodasi dua tampilan baik secara grafis maupun teks­ tu­al. Buku yang terakhir ini me­

rupakan kumpulan catatan Prof. Muchlas sebagai Rektor Unesa selama lima tahun (2010—2014). Dengan gaya ba­hasa yang ringan, mengalir, na­mun tetap berbobot, buku setebal 266 halaman ini meng­gam­barkan berbagai capaian dan inovasi namun juga me­ma­parkan hambatan dan ken­da­la pengembangan Unesa em­pat tahun terakhir menurut pers­pek­tif Muchlas Samani. “Saya sadar bahwa me­wu­ jud­kan mimpi besar itu me­ mer­lukan kesungguhan dan kon­sistensi dalam waktu cukup lama. Ternyata selama empat ta­hun, baru sedikit yang dapat sa­ya kerjakan dan itupun ma­ sih compang-camping. Se­mua itu karena kekurangan sa­ya,

sebagai Rektor. Banyak pro­ gram yang sudah dimulai te­ta­pi belum selesai, bahkan ba­nyak program yang dahulu di­impikan tetapi belum dapat di­mulai. Buku ini bukanlah la­po­ran pertanggungjawaban, me­lainkan penjelasan beberapa ke­bijakan dan program yang mung­kin masih belum jelas, apa alasan dilaksanakan dan apa tujuan akhirnya. Juga meng­apa program itu belum ber­ha­sil, belum berjalan, sudah ber­ja­lan tetapi tertatih-tatih dan se­bagainya,” ungkap Rektor Unesa yang akan menjadi pro­fesor tamu di Utah State Uni­ver­sity, Amerika Serikat usai me­nuntaskan amanah menjadi rektor periode 2010— 2014 ini. (BYU)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 17


LENSA UNESA

PISAH KENANG 1. Panji kebesaran Unesa, terdiri atas 7 bendera fakultas dan pascasarjana di Universitas Negeri Surabaya. 2. Prof Muchlas Samani menerima cinderamata dari Telkomsel saat pisah kenang Rektor Baru Unesa. 3. Pimpinan BTN menyerahkan kenang-kenangan kepada mantan rektor Unesa, Prof Muchlas samani. 4. Para mantan rektor Unesa; Prof. Budi Darma, Drs. Surono, dan Prof Haris Supratno hadir dalam acara pisah kenang mantan rektor Prof Muchlas Samani kepada rektor baru Prof Warsono. 5. Rektor baru Unesa, Prof Warsono menyampaikan sambutannya di hadapan segenap undangan.

18 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014


LENSA UNESA 1. Serah terima pimpinan dilakukan rektor lama Unesa Prof Muchlas Samani kepada Rektor Baru Unesa, Prof Warsono. 2. Prof Muchlas Samani menyampaikan sambutan penuh kesan. 3. Prof Nurhasan (PR4), Dr. Purwohandoko (PR2), Prof Kisyani (PR3) (paling kiri) mengikuti acara serah terima jabatan rektor baru Unesa. 4. Purna Jabatan: dari kanan Prof Nurhasan (PR4), Dr Purwohandoko (PR2), Prof Muchlas Samani (Rektor), Prof Warsono (PR3), dan Prof Kisyani (PR1). Mereka telah memimpin Unesa periode tahun 2010-2014)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 19


KOLOM REKTOR MENGAWALI LANGKAH SEBAGAI REKTOR PERIODE 2014 - 2018

MENGUBAH CARA PANDANG

Tugas sebagai rektor meng­gantikan Pak Muchlas (sa­pa­an beliau), bukan pekerjaan mu­dah. Saya, yang sebelumnya menjadi pembatu beliau da­lam bidang kemahasiswaan, me­nge­tahui mimpi dan keinginan Pak Muchlas dalam memajukan Une­sa. Istilah yang sering beliau ung­kapkan adalah bahwa Unesa sudah saatnya naik kelas.

T

Oleh Prof. Warsono

20 |

anggal 14 Agustus 2014, bertepatan de­ ngan hari Pramuka, sa­­ya dilantik oleh Men­­teri Pendidikan dan Ke­bu­ da­yaan RI, M. Nuh sebagai rekt­ or Unesa periode 2014-2018 meng­­gantikan Prof. Dr. Muchlas Sa­ mani. Tugas sebagai rektor meng­gantikan Pak Muchlas (sa­ pa­an beliau), bukan pekerjaan mu­dah. Saya, yang sebelumnya menjadi pembatu beliau da­lam bidang kemahasiswaan, me­ nge­tahui mimpi dan keinginan Pak Muchlas dalam memajukan Une­sa. Istilah yang sering beliau ung­kapkan adalah bahwa Unesa sudah saatnya naik kelas. Bahkan, naik kelasnya bukan bertahap te­ tapi langsung meloncat ke ting­kat tiga, atau tinggkat yang le­bih atas lagi. Oleh karena itu, be­liau langsung “tancap gas” me­lakukan pembenahan di ber­ bagai bidang, baik dalam pem­ bangunan fisik, tata kelola, mau­ pun akademik. Gebrakan Pak Muchlas da­ lam bidang pembangunan fi­ sik, sungguh luar biasa. Da­lam waktu empat tahun ke­pe­mim­ pinan beliau, lingkungan kam­ pus berubah hampir 100 pre­ sen. Lahan-lahan kosong yang pa­ da mulanya seperti “hutan rumput”, diubah menjadi tem­ pat-tempat yang indah, rapi, dan menyenangkan, misal, Ra­ nu­nesa, food court. Tempat

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

ter­ sebut semula merupakan sa­wah yang tidak terurus, dan ditumbuhi dengan rum­ putrumput liar. Sekarang tem­ pat tersebut menjadi da­ ya tarik bukan hanya bagi pa­ ra mahasiswa tetapi juga ma­sya­ra­ kat sekitar. Secara fisik gedung-ge­dung Unesa juga berubah dan ber­ tam­bah. Di kampus Ke­tin­tang ham­ pir semua gedung te­ lah ber­ubah menjadi gedung ber­ tin­gkat dua lantai atau lebih. Di kampus Lidah Wetan telah di­­­bangun gedung PPG ber­lan­ tai sembilan dan Gedung Pen­ didikan yang direncanakan se­ bagai pusat administrasi dan bi­ rokrasi Unesa. Bahkan Pak Much­ las telah menjalin ker­ ja sama de­ngan IDB untuk mem­bangun ber­bagai fasilitas di Kampus Li­ dah Wetan dan Ketintang, yang Insya Allah akan dimulai pem­ba­ ngunannya tahun 2015. Tampaknya waktu empat ta­ hun terlalu pendek buat Pak Much­ las untuk mewujudkan ga­ gasan besarnya. Meskipun de­mi­kian, beliau telah meletakan f0n­ dasi yang kuat bagi Unesa ke depan. Berbagai gagasan, se­ bagaimana yang dituangkan da­ lam Buku Memori akhir jabatan be­ liau manjadi PR bagi saya. Se­kali lagi ini bukan perkerjaan mu­dah bagi saya untuk me­wu­judkan gagasan tersebut. Na­mun saya yakin bahwa apa yang digagas oleh Pak Muchlas

se­benarnya merupakan mimpi dan harapan dari seluruh warga Unesa. Saya yakin tidak ada warga Une­sa yang tidak ingin Unesa ma­ ju dan menjadi perguruan ting­gi yang disegani dan dikenal di dunia. Dan saya juga yakin bah­wa tidak ada warga Unesa yang ingin Unesa terpuruk dan tertinggal dari perguruan ting­ gi lain, apalagi sesama LPTK. Semua warga Unesa, ter­ ma­ suk para mahassiswa tentu menginginkan Unesa menjadi per­guruan tinggi yang disegani da­ri segi keilmuan dan diperjaya ma­syarakat sebagai tempat un­ tuk mendidik putra-putrinya. Dengan keyakinan tersebut, saya berharap bahwa seluruh war­ ga Unesa (dosen, karyawan, dan mahasiswa, serta alumni) akan mendukung langkah saya da­ lam mewujudkan visi Unesa men­ jadi perguruan tinggi yang ung­ gul dalam kependidikan dan ku­ kuh dalam keilmuan. Sebagai rektor saya tidak bisa berbuat ba­ nyak tanpa dukungan dan par­ tisipasi seluruh civitas aka­ de­ mika Unesa. Unesa terlalu be­ sar untuk dikerjakan oleh rek­tor (saya sendiri). Masih ba­ nyak hal yang harus dilkukan dan membutuhkan kerja keras, ker­ja cerdas dan kerja ikhlas dari se­lu­ruh warga Unesa. Identifikasi Mengawali langkah sebagai rek­ tor, saya telah melakukan


iden­ tifikassi berbagai masalah yang harus dibenahi, baik dalam bi­ dang akademik, keuangan, sum­ber daya manusia, dan ke­ mahasiswaan. Persoalan ter­ se­ but tampaknya bersumber dari ca­ra pandang (mindset), sistem, dan belum tumbuhnya budaya aka­demi. Oleh karena itu, paling tidak ada tiga hal yang akan sa­ ya lakukan, yaitu melakukan pe­rubahan cara pandang (mind­ set), memperbaiki sistem, dan mem­bangun budaya akademik. Selama ini ada cara pan­ dang yang harus diubah baik di kalangan pejabat, dosen, ma­ hasiswa, maupun tenaga ke­pen­ di­ dikan. Di kalangan pejabat, te­rutama untuk diri saya sendiri, ha­rus dilakukan perubahan bah­ wa menjadi pejabat itu ama­nah, yang harus dilakukan de­ ngan baik, penuh tanggung ja­ wab terhadap seluruh warga Une­ sa (yang memberi amana), ma­ sya­ rakaat, bangsa dan negara ser­ta kepada Tuhan YME. Cara pen­dang seperti ini sebenarnya te­ lah tersirat dan tersurat da­ lam sumpah jabatan, yang diucapkan oleh setiap pejabat pad­ a saat pelantikan. Setiap pe­ jabat yang dilantik, hampir su­dah pasti disumpah dengan per­nyataan yang hampir sama, yang bunyinya antara lain akan mengabdi untuk kepentingan ne­gara, berlaku jujur, dan ti­dak akan menerima apapun ber­ka­ itan dengan jabatan yang di­ emban. Bila semua pejabat te­lah melaksanakan apa yang te­ lah disumpahkan, maka ti­ dak ada penyimpangan dan pe­nya­lah­ gu­naan jabatan. Selain cara pandang ter­ha­­dap jabatan, cara pandang ter­­hadap keuangan juga ha­rus di­ubah, dari pemilikikan men­ja­di pengggunaan. Selama ini sering terjadi pandangan yang mengatakan bahwa ini uang jurusan, ini uang fakultas, ini uang universitas. Padahal se­ mu­ a itu adalah uang negara, bu­kan milik universitas, fakultas atau jurusan. Sebagai pejabat, ki­ta hanya diberi kewenangan un­tuk menggunakan ua­ng tersebut dan harus dipertang­

gung­ jawabkan. Oleh karena itu, se­ tiap kali kita menggunakan uang negara harus ada SPJ yang bisa dipertangungjawabkan ke­ benarannya maupun ra­sio­na­li­tas­ nya. Di kalangan dosen, perlu di­­tumbuhkan gairah (passion) se­­ bagai dosen, yang tugas uta­­manya adalah melakukan pen­­didikan dan pengajaran, pe­­nelitian, dan pengabdian ke­­ pada masyarakat. Dosen ada­ lah seorang akademisi, yang memiliki kewajiban mo­ral (imperative kategoris) mengem­ bang­ kan ilmu dan teknologi, ser­ta melakukan pendidikan dan pe­ngajaran (transfer knowledge and value). Pengembangan il­ mu dan teknologi hanya bisa di­ lakukan dengan penelitian. Ini berarti, setiap dosen harus me­ miliki gairah melakukan pe­ nelitian yang dilandasi mo­ ti­ vasi untuk (because motive) pe­ngembangan ilmu, dan ber­ ha­rap (in order motive) hasil pe­ nelitiannya bisa memberi manfaat dalam pengembangan ilmu maupun untuk kesejah­te­ ra­an masyarakat. Cara Pandang Jika cara pandang seperti ini telah tumbuh dan dimiliki oleh para dosen, maka jumlah pro­ posal penelitian di Unesa akan banyak dan tentu banyak do­ sen yang memperoleh dana hi­­ bah bersaing secara nasional. Pe­ nelitian yang berkualitas bu­ ­ kan hanya menghasilkan ba­­han ajar yang aktual dan di­ ja­ min kebenarannya, tetapi ju­ga meng­ hasilkan publikasi il­ mi­ ah yang dapat mengangkat na­ma peneliti maupun lembaga (Unesa). Di kalangan mahasiswa, cara pandang yang harus di­ tum­­­­buhkan adalah bagaimana mem­­persiapkan masa depan, baik masa depannya sendiri mau­pun bangsa dan negara. Pa­ meo bahwa mahasiswa adalah ca­ lon pemimpin bangsa, dan ma­­hasiswa (pemuda) adalah tulang punggung bangsa, harus be­nar-benar dipahami, dihayati,

KOLOM REKTOR Saya membuka diri un­tuk ruang dialog konstruktif yang dilandasi niat untuk mem­bangun Unesa ke depan men­ja­di lebih baik.

dan diwujudkan. Ini berarti, orien­tasi dan motif mahasiswa sejak awal harus diarahkan un­ tuk mengembangkan potensi diri dalam rangka mengemban tu­gas-tugas masa depan. Oleh ka­rena itu, mahasiswa harus me­ mi­liki visi yang jauh ke depan dan idealisme, bukan malah ter­ jebak pada orientasi ke-kini-an, yang bersifat pragmatis, ma­te­ ria­lis, dan hedonis. Tugas mahasiswa ke de­ pan adalah mengemban es­ ta­ fet kepemimpinan, menjadi ke­ kuatan ekonomi, dan mem­ bangun peradaban. Sya­ rat pemimpin ke depan bu­ kan hanya memiliki ke­cer­da­san, sehinggga mampu meng­ iden­ tifikasi masalah dan mem­ be­ ri­ kan solusi, tetapi juga harus me­ miliki karakter yang kokoh. Be­gitu juga dalam bidang eko­ no­mi, juga telah mengalami per­ geseran ke arah ekonomi krea­ tif, yang mengandalkan inte­ lektual. Dan peradaban umat manusia juga telah mengarah kepada perilaku yang rasional, santun, patuh kepada aturan, dan menghormati hak-hak orang lain. Ini berarti, orien­tasi mahasiswa sejak awal harus diarahkan kepada pe­ ngem­ bangan intelektual dan ka­rakter agar bisa survive dan me­ngem­ ban tugas masa depan. Di kalangan tenaga ke­pen­ di­ dikan harus ditumbuhkan ori­entasi berprestasi dan mem­ be­ri pelayanan yang terbaik. Se­ mangat berprestasi dan mem­ beri pelayanan yang ter­ baik harus menjadi cara pan­ dang di kalangan tenaga ke­ pen­ didikan. Dengan prestasi dan pelayanan yang terbaik akan membawa dampak pada pe­ ningkatan produktivitas dan ke­ pu­asan pelanggan, yang pada gi­ lirannya akan meningkatkan

ke­sejahteraan mereka. Dengan men­jadi Badan Layanan Umum (BLU), Unesa diberi peluang un­tuk mencari pendapatan ne­ ga­ra bukan pajak (PNBP), dan mengelola penggunaannya. Be­ sar­nya PNBP tersebut tentu akan be­rkait erat dengan kinerja kita. Selain mindset, perubahan sis­­tem juga harus dilakukan, agar lebih baik. Memang se­ la­ ma ini Pak Muchlas telah me­­ letakkan dasar dalam mem­­bangun sistem, baik sis­ tem akademik, maupun ke­uangan. Namun masih perlu di­­ lakukan perbaikan, agar lebih efi­ sien dan efektif. Meskipun su­dah dibangun sistem aka­de­mik, dan keuangan, kita ma­­sih mendengar keluhan da­­ ri berbagai pihak tentang ke­ti­dak­efektifan dan keti­dak­efi­sie­­nan sistem yang kita miliki. Oleh karena itu, perlu ada pem­be­nahan dan membangun sis­ tem pada bagian lain yang be­lum ada, semisal sistem ke­pe­ gawaian, keamanan, dan lain­nya. Terakhir dan tidak kalah pen­ ting adalah membangun bu­daya, yaitu suatu kebiasaan ber­pikir secara rasional, bersikap secara santun, dan bertindak se­ suai dengan aturan. Budaya ini merupakan akumulasi dan per­wujudan dari mindset mau­ pun sistem. Saya sadar bahwa lang­kah yang akan saya lakukan bisa menimbulkan konflik dan mungkin juga mendapat pe­no­ la­kan dari sebagian warga unesa. Te­tapi saya juga yakin, bahwa ada juga warga Unesa yang men­dukung langkah saya. Oleh ka­rena itu, saya membuka diri un­tuk ruang dialog konstruktif yang dilandasi niat untuk mem­ bangun Unesa ke depan men­ ja­di lebih baik. Semoga niat ini diridloi oleh Allah SWT dan di­ du­kung oleh warga unesa. n

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 21


KABAR MANCA

Melihat dari Dekat (Sejumput) Budaya Tiongkok Kini OLEH Anas Ahmadi*

Siapa yang tak kenal dengan negara yang berjuluk tirai bambu, negara tempat lahirnya –isme besar dunia, Tao, Confucius, dan Chan? Tak ketinggalan pula Tembok Besarnya serta Pulau Judinya. Ya, itulah Tiongkok. Negara yang –menurut konseptualisasinya Bremmer (2013)—menuju kurve rising star melampaui saudara-saudaranya di kawasan Asia Timur. Negara yang kini mulai mengalihkan pandangan dari budaya introversi (introvert culture) menuju ke budaya ekstroversi (ekstrovert culture).

T

ahun 2013, saya dan Dr. Mintowati (men­da­pat­kan ke­sem­ patan) berangkat ke Negeri Tirai Bambu dalam rang­ ka mengikuti pro­gram short course bahasa Man­darin di Uni­ver­ sitas Huaqiao, Xiamen, Fujian, Tiongkok Se­latan. Program tersebut dimulai September 2013—Juli 2014. Se­lama kurang lebih setahun di sana, selain be­la­jar bahasa Mandarin, saya belajar mengenali dan me­ma­ha­mi budaya masyarakat Tiongkok yang kini sedang naik daun tersebut. Berikut amatan bu­daya yang saya pe­roleh waktu di Tiongkok. Budaya Disiplin Jika berbicara tentang kedisplinan, ada tiga hal yang tere­ kam oleh saya. Pertama, kedisiplinan dosen. Perkuliahan bahasa Mandarin di kampus Huaqia dimulai pukul 08.00. Sebelum pukul 08.00, dosen sudah berada di kelas. Sang dosen benar-benar disiplin masalah waktu. Mulai dari awal perkuliahan sam­pai dengan akhir perkuliahan. Dosen tidak pernah terlambat masuk kelas. Dosen pun tidak akan meninggalkan kelas jika belum ada bel pulang. Jika seorang dosen tidak hadir, mereka me­minta ganti hari kuliah. Bahkan, hari Sabtu ataupun Minggu men­jadi hari pengganti kuliah. Kedua, kedisiplinan pekerjaan. Masyarakat Tiongkok juga di­ siplin bekerja. Pernah suatu ketika saya ikut ”mencicipi” kerja dan melakukan observasi ”pintas-lalu”di perusahaan suvenir, PT Mexia. Saya ingin mengetahui sejauh mana kedisplinan manusia Ti­ongkok ketika bekerja. Ternyata, mereka benar-benar disiplin. Buktinya, ketika ada atau tidak ada supervisor yang mengawasi, mereka bekerja dengan giat. Untuk kehadiran juga begitu, hampir-hampir tidak ada pekerja yang terlambat masuk. Ketiga, kedisiplinan sopir bus. Sopir bus di sana meng­ang­kut dan memberhentikan penumpang hanya di halte bus. Di luar hal­ te, penumpang tidak akan dilayani. Selain itu, jika waktu operasi bus sudah tutup, misal pukul 22.00, me­reka (sopir) tidak akan melayani orang yang ingin naik bus tersebut. Budaya Kebersamaan Budaya kebersamaan tampak pada segmen berikut. Per­ta­ma, masyarakat Tiongkok adalah masyarakat yang suka ma­kan bersama-

22 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

sama. Hal itu terlihat ketika makan siang atau­pun makan malam. Jika di rumah, mereka makan bersama ke­luarga, ayah, ibu, dan anak. Jika ditempat makan, mereka ma­kan bersama teman-teman dengan memesan makan te­ngah (makan dengan porsi besar/banyak dan dimakan ber­sa­ma-sama). Selain itu, para pekerja di tempat makan, tatkala wak­ tu­ nya makan siang/malam mereka makan bersama dengan pe­milik tempat makan. Jadi, hubungan antara majikan dan pe­kerja tidak ada jarak karena mereka sama-sama makan menu yang sama. Kedua, pada sore hari, sekitar pukul 17.00 di taman tepi da­ nau depan kampus Huaqiao ada pemandangan yang menyedot perhatian. Di sana berkumpul para orang tua yang belajar taichi, senam, dan ada pula yang main kartu. Tak ketinggalan pula, orang tua yang bermain musik. Mereka adalah orang tua yang mencari kesenangan setelah bekerja ataupun memang berniat untuk berkumpul bersama di taman tersebut. Wajah-wajah me­reka tampak bahagia dan sesekali mereka bersendang-gurau di taman tersebut. Budaya Cinta Produk Lokal Tiongkok adalah negara besar. Sebagai negara besar, ma­sya­ rakat tampaknya sangat cinta pada produk lokal. Sekadar contoh, di Tiongkok, banyak sekali produk-produk lokal yang di­gunakan oleh masyarakat setempat. Misal, HP yang marak dig­unakan oleh masyarakat kebanyakan bermerek lokal se­perti Huawei, HTC, Oppo. Sepeda motor merek lokal, misalnya Tianfang, SL, JL, GXYG, Super, SOR, SICY, Cygnus, Duke, Huaji, New, Sport, Nanya. Kendaraan merek luar negeri sangat jarang di­temukan. Dalam konteks sosial media, Amerika punya Facebook dan Tiongkok punya We chat dan QQ. Amerika punya Google, se­mentara Tiongkok punya Baidu dan Weibo. Google dan Fa­cebook di Tiongkok sulit diakses karena diblokir oleh pe­ me­ rin­ tah. Untuk membuka Google ataupun Facebook, mengakses bi­sa menggunakan software freegate. Jika ditilik lebih dalam, mun­culnya Baidu, We chat, dan QQ yang merupakan produksi Tiongkok adalah manifestasi kecintaan pada produk dalam negeri.


KABAR MANCA Budaya Memengaruhi Kehebatan Tiongkok dalam hal budaya –yang hampir ti­dak bisa ditandingi oleh negara lain– adalah budaya memengaruhi, bukan dipengaruhi. Artinya, jika kebanyakan negara terpengaruh oleh budaya suatu negara lain dan mereka mengambilnya secara utuh, Tiongkok tidak mau yang demikian. Tiongkok mengambil budaya dari negara lain, mereka (pemerintahan Tiongkok) mengupayakan agar budaya yang berasal dari luar tersebut tidak diadopsi secara mentah-mentah, tetapi diadaptasi. Dengan begitu, negara Tiongkok bukan menjadi negara reseptif dalam konteks budaya, mereka juga bisa memengaruhi budaya-budaya yang dari luar. Penyebab budaya memengaruhi tersebut disebabkan be­berapa hal. Pertama, kebijakan proteksi pemerintahan Ti­ongkok terhadap budaya dari luar negeri yang sangat kuat. De­ngan demikian, budayabudaya yang masuk ke Tiongkok harus melalui filterisasi dari pihak pemerintahan. Dengan demikian, segala budaya baik kecil maupun besar melewati pintu masuk pemerintahan. Kedua, kecintaan masyarakat ter­hadap budaya lokal. Di Tiongkok, kendaraan produkpro­duk lokal tampaknya lebih banyak daripada kendaraan pro­ duk luar negeri. Pemengaruhan tersebut tampak segmen be­rikut. Pertama, penamaan diri. Nama saya, Anas Ahmadi, di sana diganti (nama Mandarin) Li An. Adapun Dr. Maria Min­towati diganti (nama Mandarin) Chen Li Ya, begitu pula de­ngan teman-teman yang lain. Nama diri dari negara asal di­ganti dengan nama Mandarin. Kedua, penamaan kendaraan. Penamaan nama diri Ti­ongkok mungkin sudah akrab bagi beberapa kalangan. Namun, penamaan kendaraan bermotor pun tidak lepas dari na­ma Tiongkok yang menggunakan bentuk Hanyu ataupun Pinyin. Penamaan kendaraan bermotor menggunakan ben­tuk Hanyu ataupun pinyin bukanlah hal yang mudah sebab ken­daraan bermotor tersebut, selain bermerek aslinya, juga me­miliki merek Tiongkok. Luar biasa. Penamaan kendaraan bermotor yang menggunakan nama Ti­ ongkok konon kendaraan bermotor yang perakitannya di Tiongkok. Dengan begitu, kendaraan bermotor tersebut bisa di­beri nama Tiongkok. Adapun untuk kendaraan mewah, misal Porsche yang didatangkan langsung dari luar negeri ti­dak diberi nama Tiongkok. Kendaraan tipe ini masih jarang sa­ya temukan di Xiamen sebab Xiamen merupakan kota pinggiran. Namun, kebanyakan kendaraan yang lalu lalang di jalanan, selain memiliki merek asli, kendaraan tersebut me­miliki merek Tiongkok. Dengan adanya pemunculan nama-nama Tiongkok pada kendaraan, mengasumsikan bahwa hal tersebut merupakan bentuk pemertahanan bu­daya lokal bahwa mereka masih cinta dengan bahasa Tiongkok. Nama-nama kendaraan yang diadaptasi tampak pada ta­bel berikut. No.

Nama Kendaraan

Versi Tiongkok

1.

Honda

Běntián

2

BMW

Bǎomǎ

3

Porsche

Bǎoshíjié

4

Suzuki

Língmù

5.

Ferrari

Fǎlālì

6.

Accord

Yǎgé

Hongkong: Budaya Disiplin dan Bersih Ketika anjangsana ke Hongkong, ada hal menarik yang te­ rtangkap oleh saya. pertama, kedisiplinan. Di Hongkong, tingkat

Dalam konteks sosial media, Amerika punya Facebook dan Tiongkok punya We chat dan QQ. Amerika punya Google, se­mentara Tiongkok punya Baidu dan Weibo. Google dan Fa­ cebook di Tiongkok sulit diakses karena diblokir oleh pe­me­rin­tah. Untuk membuka Google ataupun Facebook, mengakses bi­sa menggunakan software freegate. Jika ditilik lebih dalam, mun­ culnya Baidu, We chat, dan QQ yang merupakan produksi Tiongkok adalah manifestasi kecintaan pada produk dalam negeri. kedisiplinan sangat tinggi. Hal itu tampak ketika saya jalan-jalan sekitar pukul 24.00, sepi sekali. Waktu itu, lampu merah. Meski sepi, kendaraan tidak menerobos lam­pu merah. Selidik punya selidik ternyata di Hongkong sangat ketat untuk tilang-menilang. Jika mereka melanggar, den­danya 2000 Dollar Hongkong. Kedua, tatkala saya menuju Victoria Park (tempat per­ kum­ pulan manusia Indonesia), ada seorang laki-laki yang di­tangkap dan ditegur polisi. Ternyata, laki-laki tersebut tid­ak boleh merokok di tempat umum. Ia diminta merokok de­ kat tempat sampah. Selidik punya selidik, ternyata merokok di tempat umum pun bisa didenda. Hebat. Pantas saja, be­be­rapa kali saya lihat para perokok di Hongkong biasanya me­rokok dekat tempat sampah. Ketiga, kedisiplinan membuang sampah. Di Hongkong, su­lit kita temui sampah berceceran. Di sana sangat bersih dari sampah apalagi di area pusat kota. Jika ketahuan se­seorang membuang sampah sembarangan, mereka bisa-bi­ sa ditilang oleh polisi setempat. Namun, cara penilangan tidak langsung ditilang, konon diberi teguran terlebih da­hu­lu. Jika teguran tidak dihiraukan, barulah tilang. Makau dan Budaya Mundial Makau adalah pulau kecil yang masih termasuk wi­ la­ yah Tiongkok. Dari Hongkong menuju ke pulau tersebut meng­ gu­ nakan kapal Turbo Jet seharga 150 dollar Hongkong. Dialah pulau yang berjejuluk Pulau Judi. Selain terkenal de­ngan jejudinya, Makau terkenal dengan budaya mundial. Di sana, banyak peninggalanpeninggalan budaya kuna yang mundial, misal kuil A-Ma, gereja de S. Jose, gereja de Santo Augustine, dan –yang kelihatannya paling kuna, gereja Rui­nas de S. Paulo yang dibangun sekitar tahun 1602. Kini, ge­reja tersebut tinggal gerbang depannya saja –banyak pe­ ning­galan budaya yang lainnya. Oleh pemerintah Makau, ba­ngunan tersebut dilestarikan dijadikan cagar budaya se­ ka­ ligus tempat wisata. Luar biasa.n *) Penulis adalah dosen jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, peserta program short course di Huaqiao University, Tiongkok Selatan. .

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 23


CATATAN ALUMNI

Menanti GEBRAKAN Prof Warsono oleh Eko Prasetyo

A

"

gak terlalu dini me­ mang untuk harap-ha­ rap ce­ mas akan geb­ ra­ kan Prof Warsono sebagai rek­tor baru Unesa. Sebab, be­ liau baru saja menjabat. Du­ duk di kursi rektor saja be­liau masih segan dan lebih me­ milih ngantor di ruang PR 3, posisinya sebelum resmi men­ ja­bat rektor. Legacy yang ditinggalkan Prof Muchlas memang bukan ma­ in. Mantan rektor Unesa ini terlalu cepat berlari dalam hal memajukan Unesa. Wajah

Betapa sejuknya apabila Une­sa menambah anggaran untuk kebutuhan buku-bu­ku bermutu, baik karya aka­de­ misinya maupun alumni. kam­pus yang dulu seakan tak ter­urus menjadi sangat megah. Pak Muchlas tidak se­ te­­­ngah-setengah da­ la­m ndandani Unesa. Dalam li­­­­ma tahun kepemimpinannya, bo­­­­leh jadi inilah masa ke­ge­mi­ la­ng­­an Unesa. Bisa dibilang Pak Muc­h­las meninggalkan kesan yang sangat baik sekaligus pe­ kerjaan rumah yang berat bagi penerusnya, yaitu Prof War­so­no. Saya berharap Prof War­so­ no mam­pu membawa Unesa se­ba­gai kampus berbudaya li­ te­rasi terbaik di Indonesia. Se­ per­ ti diketahui, keterampilan li­terasi dapat membangun ka­ rakter se­seo­rang menjadi le­bih

24 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

tanggap, tanggon, dan treng­ gi­nas. Tidak seperti se­ ka­ rang. Hadeeeeh, sumpek ra­­ sanya melihat para ma­ ha­­ siswa Unesa di kampus Ke­­tintang yang kurang pe­du­ li pada kebersihan. Pe­ man­ da­­ngan nggilani di pujasera Une­­ sa menjadi bukti sahih. Me­ reka membuang sampah be­kas makanan di meja-meja yang ada. Padahal, ada tempat sampah. Piring-piring yang kotor di­taruh begitu saja di bawah kursi seperti terlihat di jog­ lo tengah. Kontan lalat-la­ lat berseliweran di sana. Mes­ ki­ pun demikian, banyak ma­ha­ sis­wa yang kolu makan di situ. Apa­tisme ini salah satunya di­ sebabkan kurangnya ke­te­ram­ pil­an literasi. Karena itu, semoga Prof War­sono tidak sering ke luar negeri dulu. Lebih baik mem­ per­kuat citra Unesa tercinta ini se­bagai kampus literatif. Saat pen­ canangan Jatim sebagai pen­ dorong gerakan literasi nasional medio Juni 2014, Prof Warsono pernah berjanji untuk mewujudkan hal itu. Alangkah manisnya jika ba­nyak tersedia reading corner di Unesa kampus Ke­ tin­ tang dan Lidah Wetan. Betapa sejuknya apabila Une­ sa menambah anggaran untuk kebutuhan buku-bu­ ku bermutu, baik karya aka­ de­ misinya maupun alumni. Ja­ ngan cuma meningkatkan ang­garan untuk agenda rapat-

ra­pat di hotel yang mahal. Prof Warsono diharapkan le­bih sering blusukan ke ju­ rusan-jurusan untuk meng­ oprak-oprak gerakan literasi di internal kampus. Bisa jadi, de­ ngan blusukan tersebut, beliau lang­ sung mendapati dosen yang ”mbolos” mengajar untuk men­cari ceperan di luar. Bapak Rektor mungkin ju­ ga perlu nimbrung di mi­ lis Keluarga Unesa agar bi­ sa menampung aspirasi da­ ri alumni IKIP Surabaya (Unesa). Termasuk bisa me­nang­ga­ pi masukan dari alumni. Mi­ sal­ nya, Prof Warsono pernah ber­ janji mengawal Pusat Ka­ jian Literasi Unesa. Nah, ka­ lau ini gagal terwujud di era kepemimpinannya, alum­­ni bisa mengingatkan me­la­lui milis Keluarga Unesa se­hing­ga beliau bisa langsung me­ngam­ bil kebijakan. Semoga Prof Warsono bisa te­rus mengawal keberhasilan yang telah dirintis Prof Much­las. Termasuk Prof Warsono mam­ pu membawa Unesa lebih baik dan lebih maju serta mampu bicara di persaingan antar per­ guruan tinggi di tanah air. Kita tunggu gebrakan beliau dan realisasi janji-janjinya (yang semoga bukan pepesan ko­ song belaka). Amiin ya Rabbal alamiin. *) Penulis adalah anggota milis keluarga­une­sa, alumnus IKIP/Unesa 1999


KABAR SM-3T MENDAMPINGI: Saya bersama Pak Bu Lucia dan Pak Yoyok Yermiandhoko saat di atas kapal di kepulauan Raja Ampat.

P

KE RAJA AMPAT MENYAPA WAISA

ukul 11.03 waktu Sorong. Kapal ce­ pat Berkat Mulia bergerak, me­ ninggalkan Pelabuhan Rak­ yat. Kapal berkapasitas 300-an orang ini membawa kami me­nu­ ju Raja Ampat. Ya, Raja Ampat. Tentu semua orang tahu tem­pat apa itu. Benar. Tempat wisata yang terkenal dengan ekspedisi bawah lautnya yang luar biasa. Anda bisa menikmati ke­ indahan wisata bahari itu dengan snor­ keling atau diving. Tentu saja juga pu­laupulau dan pantainya yang juga me­nak­ jubkan. Tapi kedatangan kami ke Raja Ampat ini bukanlah untuk berwisata. Meski, mung­kin, yang terjadi adalah sambil me­ nye­lam minum air. Ya, karena, di manama­ na, hampir di semua tempat, Raja Ampat memiliki keindahan. Melakukan per­jalanan ke Raja Ampat, meski bukan per­ jalanan wisata, suguhan keindahan alam­nya tetap bisa dinikmati di sepanjang per­jalanan. Ke­ datangan kami ke Raja Ampat ini

dalam rangka melaksanakan Program SM-3T. Kami, terdiri dari saya, Pak Yoyok Yermiandhoko dan Bu Lucia, serta dua puluh sarjana pendidikan yang tergabung dalam Program SM-3T. Kami bertiga adalah dosen pendamping yang akan menyerahkan anak-anak muda ini kepada Kepala Dinas Pendidikan Raja Ampat. Mereka akan mengabdikan diri sebagai guru di sekolah-sekolah miskin di wilayah yang terkenal dengan potensi wisatanya yang tergolong unggulan ini. Waisai. Ya, ke sanalah kapal cepat yang kami tumpangi ini menuju. Waisai merupakan ibukota Kabupaten Raja Empat. Adalah pulau yang jaraknya sekitar dua jam bila menumpang kapal cepat, atau sekitar empat jam dengan menumpang kapal kayu. Bisa juga ditempuh melalui jalur udara, dengan menumpang pesawatpesawat kecil sejenis Suzie Air. Biaya ketiga jenis kendaraan ini tidak terlalu mahal. Tidak lebih dari 250 ribuan untuk sekali jalan. Para guru SM-3T belum tentu akan

bertugas di Waisai. Di tempat ini, mereka hanya akan disambut dalam sebuah acara seremonial penerimaan, oleh Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Setelah itu, mereka akan menerima pembekalan dari Dinas, baru kemudian didistribusikan ke distrik-distrik yang berada di pulau-pulau lain. Raja Ampat memang surga kecil yang jatuh ke bumi, sebagai mana tanah Papua pada umumnya. Begitulah kata Edo Kondolegit. Sepanjang perjalanan adalah pemandangan yang indah permai. Laut, pantai, pulau-pulau, bukit-bukit rimbun, dan bahkan langit yang digelayuti mendung. Raja Ampat sendiri, konon, merupakan kepulauan yang terdiri dari empat kerajaan tradisional. Kerajaan tersebut adalah Waigeo, dengan pusat kekuasaannya di Wewayai; Kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaannya di Samate, Pulau Salawati Utara; Kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaannya di Sailolof, Pulau Salawati Selatan; dan Kerajaan Misol, dengan pusat

Nomor: 72 Tahun XIV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 25


KABAR SM-3T kekuasaannya di Lilinta, Pulau Misol. Kabupaten Raja Ampat menurut sebuah sumber memiliki 610 pulau. Empat di antaranya adalah Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo. Keempat pulau tersebut merupakan pulau-pulau besar. Dari seluruh pulau, hanya 35 pulau yang berpenghuni. Pulau lainnya tidak berpenghuni, dan sebagian besar belum memiliki nama. Di atas kapal, kami bercengkerama dengan dua orang turis yang ramah. Bermain dengan dua anak asli Papua, laki dan perempuan, usianya masih sekitar 4-7 tahun. Kedua anak itu, begitu sempurna. Mata mereka, rambut kriwulnya, kulit sawo matangnya yang bersih, dan senyumnya, betapa indah. Khas anak Papua. Seila dan Reinhart, begitu nama mereka. Adalah dua bocah yang hangat, bersahabat, dan sadar kamera. Mereka bersama orang tuanya, akan mengunjungi keluarga mereka di Waisai. “Seila sudah sekolah?” Tanya saya, pada gadis kecil berambut kriwul itu. “Sudah.” Senyum manisnya malu-malu. “Di mana?” Dia menyebut sebuah nama sekolah, namun tidak terlalu jelas di telinga saya. Deru mesin kapal dan angin laut yang keras menerbangkan suara Seila ke laut lepas. Pukul 12.50, saat kapal kami merapat di pelabuhan Raja Ampat. Udara panas langsung menerpa wajah begitu kami keluar dari kapal. Panas yang menyengat, terasa sakit menerpa kulit. Bagasi dikeluarkan dari kapal oleh lima lelaki, para peserta SM-3T, dibantu awak kapal. Pelampung dikumpulkan. Para peserta perempuan menggeser barang-barang itu, dihimpun jadi satu.

Dimasukkannya ke mobil yang telah menunggu. Satu mobil khusus barang dan untuk mengangkut para lelaki. Satu mobil khusus penumpang perempuan. Seorang petugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Raja Ampat, Pak Budiono, memandu kami. Menelusuri jalan-jalan di Waisai menuju penginapan. Cuaca panas semakin menyengat. Pantaipantai yang indah dan barisan pohon kelapa menjadi penyejuknya. Juga ratusan umbul-umbul, baleho, serta pernak-pernik lain sisa-sisa perayaan besar Sail Raja Ampat 2014 yang baru saja berlalu. Siang ini, kami hanya ingin menyapa Waisai. Kami akan menikmati hidup yang rileks tanpa dibebani tugas-tugas. Ada cukup waktu untuk menghempaskan kantuk dan kelelahan karena perjalanan dari Surabaya sejak pukul 21.00 semalam. Besok, adalah acara seremonial penerimaan dan pembekalan guru SM-3T. Ya, masih besok. Jadi, mari kita bergegas mandi, salat, makan siang, dan tidur..... Negeri Tujuh Matahari Pagi ini, Nasrul sedang memancing. Dia berdiri di atas jembatan yang menjorok beberapa meter dari bibir pantai. Dia memain-mainkan batang pancingnya dan beberapa ikan kecil sudah berhasil diperolehnya. Ikan kecil-kecil sebesar jarijari. Ada sekitar dua puluh ikan di dalam timba plastiknya. Ikan itu bergerak-gerak, berjuang, bertahan hidup. “Nasrul tidak sekolah hari ini?” Tanya saya. “Sekolah masuk siang.” Jawabnya sambil terus melihat kail pancingnya. “Nasrul setiap hari memancing?”

AKRAB: Saya bercengkerama riang dengan dua anak Papua. Sementara Pak Yoyok mengakrabi alam melalui kameranya.

26 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

“Ya.” “Disuruh orang tua?” “Tidak.” “Untuk apa ikannya?” “Digoreng, buat makan.” “Sampai jam berapa mancingnya?” “Kalau su dapat banyak, pulang.” Nasrul pagi ini tidak sendirian. Dia bersama adik laki-lakinya. Namanya Bahari, kelas 2 SD. Bahari juga sudah memperoleh belasan ikan kecil-kecil. Di sepanjang jembatan kayu itu, ada beberapa anak seusia Nasrul, laki-laki dan perempuan. Tidak seperti Nasrul dan Bahari yang berkulit sawo matang, mereka berkulit hitam legam dan berambut keriting. Khas anak Papua. Ada juga dua orang mama, juga khas orang Papua. Tapi tunggu dulu. Waktu saya tanya, siapa nama mereka, saya jadi tahu, mereka ternyata tidak Papua-Papua banget. “Mama siapa namanya?”Tanya saya pada seorang ibu yang sedang memancing. “Saidah.” “Lho? Itu bukan nama Papua. Apa Mama bukan orang asli Papua?” “Saya asli Papua. Itu su nama saya.” “Suami ibu?” “Dari Sulawesi. Namanya Anwar.” “Berapa anak Mama?” “Lima.” “Siapa nama anak pertama?” “Eka Dewi Lestari?” “Lho? Itu Jawa banget?” “Itu kepala sekolah dari Jawa yang kasih nama.” “O Pantas. Anak kedua siapa namanya?” “Irianto. Yang ketiga Iriawan, yang keempat Irwan, yang kelima Irman.” “Wah....” Saya tertawa mendengar


KABAR SM-3T jawaban Mama Saidah. “Mama muslim?” “Ya. Kami sekeluarga muslim.” Keluarga muslim, memang banyak ditemukan di Waisai. Adalah para nelayan dan transmigran dari Maluku dan Sulawesi Selatan yang datang ke Waisai, menetap, menikah dengan perempuan-perempuan asli Papua. Juga orang-orang dari Jawa, berdagang, membuka warung, membuka toko, menikah dengan orang-orang asli Papua. Beranak-pinak. Menambah populasi penganut Islam. Disinyalir, populasi muslim di Raja Ampat mulai seimbang dengan nonmuslim. Malah ada yang menduga, saat ini, populasi muslim di Raja Ampat hampir menyamai Fak-fak, yang dijuluki ‘Serambi Mekah”-nya Papua. Anak-anak mereka, adalah anak-anak muslim yang wajahnya manis, kulit sawo matang, mata bulat dinaungi bulu-bulu lentik, dan rambut mereka ikal cenderung keriting. Nama mereka adalah nama-nama muslim, atau setidaknya, bukan nama khas Papua. Pagi tadi, saat saya sedang berjalan menuju pantai, saya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang membawa timba plastik berisi ikan. Dia memainkan botol air mineral kosong, disepaksepaknya seperti bola. “Nama kamu siapa, Dik?” “Is.” “Is siapa?” “Iskandar.” “Lho, kamu muslim?” “Ya.” Sebelum saya bertanya lebih lanjut, seorang bapak berteriak memanggil Iskandar. “Is....” Tangan bapak itu melambai, dia sudah ada di atas sepeda motor yang siap melaju. Laki-laki itu tersenyum ke arah saya. “Itu bapak?” Is mengangguk. Bergegas ke arah bapaknya. “Sa mau pulang.” Katanya. Di mana-mana di Waisai, ditemukan banyak perempuan berjilbab, juga anakanak sekolah. Masjib besar dan terawat, suara adzan menggema setiap waktu shalat tiba. Belasan bahkan puluhan orang memenuhi masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Di Waisai ini, Anda bisa melihat sebuah contoh tentang toleransi. Orang dari berbagai suku dan agama tumplek blek di wilayah kepulauan yang indah ini. Kerukunan mereka seindah pulau yang mereka huni. Keramahan, kesahajaan, dan ketulusan. Anda boleh memarkir sepeda motor dan mobil di mana Anda mau, tak akan ada seorang pun mengusiknya. Anda

bisa berkendara melaju di kegelapan malam menembus hutan, tak ada seorang begal pun mencelakai. Hidup rukun dan damai, sepertinya cocok dengan sebutan Waisai sebagai kota “Bersatu.” Bersih, Elok, Ramah, Sejuk, Aman, Tertib dan Unik. Angkutan Ojek Selain tentang toleransi, Waisai juga memiliki keunikan dalam hal mengelola transportasi. Di sini, jangan harap Anda menemukan angkutan umum, semacam angkot atau angkodes. Jenis angkutan ini dilarang di sini, karena dikawatirkan akan menyebabkan macet, polusi, dan merusak lingkungan. Angkutan umum hanya ada satu, yaitu ojek. Ojek akan mengantar Anda ke mana pun. Mereka, para tukang ojek itu, bertebaran di mana-mana, mengenakan kostum khas, berjaket dan berhelm dengan tulisan ‘Raja Ampat’. Biaya menumpang ojek tidak terlalu mahal, masih sangat terjangkau, karena memang angkutan ini disediakan untuk semua kalangan. Kalau Anda ingin pergi berombongan, Anda bisa menyewa truk. Ya, truk terbuka, bisa memuat lebih dari dua puluh penumpang beserta barang-barang mereka. Truk itu jugalah yang kami sewa untuk mengangkut para peserta SM3T dari penginapan ke Asrama Training SMK 2, tempat penampungan sementara sebelum mereka dijemput oleh kepala sekolah masing-masing. Dengan truk itu juga kami membawa para guru muda itu mengunjungi pantai Waiwo serta berbelanja keperluan mereka di kios dan pasar tradisional. Di Raja Ampat, hampir semua komoditi ada. Dari beras sampai makanan kaleng, frozen food seperti nugget, sosis, serta berbagai minuman dan snack. Juga buahbuahan import. Bila sedang musim, durian, langsep, dan rambutan, ada di manamana, dengan harga yang sangat murah. Ya, hampir semua yang dijual di kota-kota besar, di sini ada. Termasuk menu makanan jajanan, mulai bakso, soto, nasi penyetan, siomay, juga roti-roti modern. Tapi kalau Anda ingin restoran fast food semacam KFC, Mc Donald dan lain-lain, tunggu dulu ya, belum ada.... Kehadiran para pendatang mem­per­cepat laju kehidupan sosial-ekonomi penduduk Raja Ampat yang baru resmi sebagai kabupaten sendiri pada tahun 2004 yang lalu. Infrastruktur yang cukup memadai sepanjang lebih dari 50 kilometer, yang menghubungkan satu titik dengan titik yang lain di Waisai sangat membantu laju pertumbuhan kota kecil ini. Transportasi di Raja Ampat dari satu

MELEPAS LELAH: Salah seorang peserta SM-3T mencoba beristiragat saat dalam perjalanan menuju lokasi penempatan. pulau ke pulau lain tentu mengandalkan transportasi laut. Kapal bodi (perahu nelayan), speedboat, kapal cepat, kapal kayu, merupakan kebutuhan vital. Alat transportasi ini yang akan mengangkut orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pulau ke pulau lain. Suhu di Raja Ampat, sebagaimana wilayah pesisir pantai, sangatlah panas. Di Waisai ini, yang suhunya sudah kami rasakan sangat panas, melebihi suhu di Surabaya, masih belum seberapa. Menurut orang-orang Waisai, di pulau-pulau lain, ada yang mataharinya tidak hanya satu sebagaimana di Waisai, tapi dua, tiga, bahkan tujuh. Di satu pulau, namanya Ayao, berbatasan dengan Philipine, bahkan mataharinya ada tujuh. “Matilah orang kalau hidup di sana.” Kata Edi, driver asli Ambon, yang kami sewa hari ini. “Di sana air juga susah.” “Tapi di sana ada sekolah.” Tukas saya. “Ya, tapi berat sekali kalau guru-guru itu ditugaskan di sana, Bu. Cari makan susah di sana, harus bawa bahan makanan dari sini.” Eva dan Joli, dua guru SM-3T, bakal ditugaskan di Pulau Ayao, yaitu di SMA Negeri 9 dan di SMP Persiapan Abidon. Kami memberitahu mereka, supaya kedua anak muda itu siap dengan kondisi seburuk apa pun. “Bagaimana, kalian siap?” “Insyaallah siap, Ibu.” “Baik, selamat mengabdi di Negeri Tujuh Matahari....”n Waisai, Raja Ampat, 30 Agustus 2014

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 27


JATIM MENGAJAR

Para peserta didik tengah serius membuat prakariya dari bahan sabun mandi. Dengan memberikan keterampilan seperti ini, siswa diharapkan mampu meningkatkan skill-nya di samping juga memperlajari pelajaran ‘wajib’ di sekolah lainnya.

LAPORAN JATIM MENGAJAR (BAGIAN 1)

Belajar Menjadi Insan Lebih Peduli n oleh Muhtar Anas

Matahari begitu terik meng­iringi perjalanan kami, meskipun wak­tu baru menunjukkan pukul 06 30 WIB. Bersama pendamping dari YDSF dan Unesa kami melaju me­ngendarai mobil. Tak terasa, empat jam te­lah berlalu. Mobil yang kami tum­pangi memasuki kabupaten La­mongan.

J

umat, 13 September 2013. Pukul 06.00 WIB. Di Komando Pen­didikan Maritim (Ko­dik­mar), Su­ rabaya, aku baru saja me­nyele­ sai­kan packing. Ya, pa­gi itu aku, bersama enam orang temanku yang mengikuti pro­gram JATIM MENGAJAR, bersiap me­nuju ke tem­pat penugasan setelah dua belas hari mengikuti prakondisi ber­sama teman-teman peserta Pro­gram SM-3T (Sarjana Men­di­ dik di Daerah Terdepan, terluar, Ter­tinggal).

28 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

Tiba-tiba ada panggilan ma­suk di handphone-ku. Ter­nya­ta dari pe­ ngurus lembaga amal sosial, YDSF, yang mem­be­ritahukan bahwa me­ reka te­lah sampai di pintu gerbang Ko­dik­mar. Bergegas aku menuju ha­la­ man mes untuk menyambut ke­ datangan mereka yang telah ka­ mi tunggu sejak subuh tadi, se­ telah teman-teman yang di­tem­ pat­kan di Mamberamo, Papua, di­ berangkatkandini hari tadi, yai­tu pukul 03.00 WIB. Tampak dari jauh tiga mobil datang

beriringan. Mobil itulah yang nanti akan mengantarkan kami bertujuh ke lokasi penugasan. Aku, Arif, Rofiq, Bahrun,Wahid, Heri dan Rudi. “Assalamualaikum.” Saya me­ ngucapkan salam kepada Pak Hanafi, salah satu staf YDSF, yang baru saja keluar dari mobil. Ke­mudian disusul yang lain ke­ luar dan saya pun menyalami me­reka satu persatu. “Waalaikum salam. Ba­ gai­ mana Muhtar, kabarnya? Nya­ man tinggal di sini?”


JATIM MENGAJAR “Alhamdulillaah, pak. Baik.” “Ma­sih mau tinggal di sini le­bih lama atau mau segera pin­ dah tempat?” “Hehehe…” Saya hanya bisa ter­­senyum menjawabnya. “Bagaimana yang lain? Se­ mua sudah siap?” Tanya Pak Hari, staf YDSF yang lain. “Sebentar, Pak. Saya panggil du­lu mereka.” Saya pun segera masuk. Terlihat teman-teman telah siap untuk berangkat. Masih ada beberapa teman yang be­ lum diberangkatkan ke lokasi ma­ sing-masing, dikarenakan jadwal pe­ nerbangan yang berbeda atau jadwal kedatangan kapal yang tak menentu karena kon­ di­si cuaca alam, misalnya yang ke Aceh Singkil dan Maluku Ba­ rat Daya. Tak lupa sebelum ber­pisah, kami berjabat tangan dan saling memberi semangat. Pas­tilah banyak hal yang akan di­ceritakan kelak satu tahun ke­ mu­­dian ketika bertemu kembali. Kami bertujuh pun harus ber­ pisah karena lokasi yang ber­be­ da. Aku satu kabupaten dengan Arif yang bersal dari Pacitan, ya­ itu di Kabupaten Lamongan. Matahari begitu terik meng­ iringi perjalanan kami, meskipun wak­tu baru menunjukkan pukul 06 30 WIB. Bersama pendamping dari YDSF dan Unesa kami melaju me­ ngendarai mobil. Masih belum hilang ingatanku tentang ke­ jadian-kejadian bersama te­ man-teman selama mengikuti pra­ kondisi di KODIKMAR ini. Ber­bagai kegiatan, mulai pem­ be­ kalan materi kurikulum ter­ ba­ru. Kurikulum 2013 dan ber­ bagai perangkat dan tek­ nik pembelajaran, hingga gam­bar­ an tentang kondisi di daerah pe­ nugasan. Ternyata banyak ke­nangan yang kami dapat da­ri pertemuan dengan teman-te­ man dari berbagai daerah dalam wak­tu yang singkat. Tak terasa, empat jam te­lah berlalu. Mobil yang kami tum­ pangi memasuki kabupaten La­ mongan. Kami terlebih da­ hulu singgah di kantor Di­nas

Pendidikan Kabupaten La­ mongan. Dimaksudkan un­ tuk mohon izin kepada pe­ mi­ lik wilayah. Wilayah dunia pen­ di­ dik­ an Kabupaten Lamongan ten­tunya. Kami, saya dan Arif, adalah orang baru yang di­ tu­ gaskan untuk membantu ke­ ku­ rangan tenaga pendidik di daerah terpencil. Saya tidak begitu paham daerah yang akan kami tuju. Perjalanan ka­mi lanjutkan. Tibalah kami di kan­ tor UPT Dinas Pendidikan Ke­ ca­matan Sambeng. Ternyata di sa­na telah menunggu beberapa orang yang saya kira telah ta­hu akan maksud dan tujuan ke­da­ tangan kami. Bapak Shadikin, kepala kan­ tor UPT Dinas Pendidikan Ke­camatan Sambeng yang me­ nyambut kami. Ditemani be­be­ ra­pa orang, mungkin staf kantor. Tidak ada upacara khusus. Tidak ada tradisi mengunyah bu­ ah pinang atau sembelih ayam seperti di Sumba Timur atau daerah lain seperti yang diceritakan di waktu pem­ be­ kalan di KODIKMAR. Hanya sam­ butan hangat secara ke­ke­luar­ gaan. Tak apa. Hal itu tidak men­ jadi masalah buat kami. Ka­rena memang tidak ada adat yang mengajarkan hal itu di sini. Se­ telah beberapa penjelasan dan gambaran lokasi yang akan ka­mi tempati dari Pak Shadikin, ka­mi melanjutkan perjalanan. Menuju Lokasi Desa Jatipandak. Itulah tu­ juan pertama. Lokasi dimana sa­ ya akan bertugas. Selama per­ jalanan kami melewati be­ be­­ rapa persawahan yang di­ do­ minasi tanaman tebu. Ada ka­ lanya tanaman tembakau siap panen di antara sawah yang ditanami tebu. Kondisi ja­ lan yang berlubang membuat per­ jalanan agak melambat. Cua­ca terasa panas meski mo­ bil ber-AC. Terlihat debu be­ter­ bangan di jalanan dengan aspal yang mengelupas. Setelah me­ lewati sebuah jembatan, ka­ mi memasuki daerah yang ba­nyak

ditumbuhi tanaman jati. Pe­ pohonan yang lebat. Hutan Ho­ mo­gen dengan tanaman Jati. “Di sini masih sering ditemui be­berapa hewan seperti kijang dan babi hutan. Jika beruntung kita akan berpapasan dengan ka­wanan merak.” Kata Pak Hari yang asli dari Lamongan. “Waduh, sinyal mulai hi­lang. Beberapa SMS-ku gagal ter­ ki­ rim,” kata Arif yang duduk di sam­pingku di kursi belakang. “Sinyal dari beberapa ope­ ra­ tor tidak bisa menjangkau w­ilayah di sini. Apa lagi wilayah yang akan ditempati Muhtar. Di­ karenakan tempatnya yang dikelilingi perbukitan.” Sam­ bung Pak Hari. “Bagaimana, Muhtar. HP ka­ mu ada sinyalnya?” Tanya Arif. “Ada satu. Makanya beli hp sekalian sama sinyalnya,” ja­wab­ ku sekenanya. Aku tidak begitu mengikuti per­cakapan mereka. Saya lebih tertarik menikmati pe­man­dang­ an selama perjalanan. Ka­ mi pun melewati beberapa pe­mu­ kiman penduduk. Terlihat se­ buah rumah yang menyendiri di tengah area persawahan. Ja­ uh dari jalan yang kami le­ wati. Rumah itu dikelilingi be­ be­ rapa pohon besar. Namun ke­tertarikanku hanya kusimpan da­lam benak saja. Tampak dari kejauhan, saya me­lihat sebuah gedung sekolah. Ter­ lihat begitu sederhana. Di­ ke­lilingi persawahan tembakau. Ter­nyata Pak Hari yang memamg su­dah satu kali meninjau lokasi tem­ pat tugasku menangkap a­rah pandanganku. “Perjalanan masih jauh, Muh­ tar. Masih kurang sekitar 4-5 kilometer lagi. Kalau sekolah yang ini bukan pelosok. Hanya tem­ patnya saja di tengah sawah. Se­ kolah ini masih terlalu mewah un­ tuk kamu. Kurang menantang un­ tuk perjuangan kamu kelak. “ Ka­ta Pak Hari. Karuan saja semua tertawa mendengar kalimat Pak Ha­ri. Saya hanya tersenyum. “Pasti tempatnya asyik dan me­ narik. Saya yakin tempatnya

akan sangat berkesan.” Kata Pak Suwarno, dosen dari Unesa yang ikut serta dalam rombongan ka­mi. “Ini adalah Songgoritinya Ka­bupaten Lamongan,” Pak Hari me­nambahkan lagi. *** KAMI tiba di dusun Mlurus pa­da pukul 10.45 WIB, tepatnya di sebuah gedung sekolah. Sederhana. Lebih sederhana dari yang aku bayangkan. Gedung sekolah yang terdiri dari tiga ruang kelas. Satu buah ruangan yang dijadikan kantor tepat berada di sisi kiri. Gedung yang berlokasi di lereng sebuah bukit. Dengan halamannya yang tidak begitu luas. Tepat berada di sisi atas sebuah jalan. Tanpa pagar. Hanya beberapa tanaman yang dijadikan penahan agar tidak terjadi longsor.. Mobil kami tidak bisa berhenti tepat di halaman sekolah karena jalannya tidak memungkinkan. Di sana telah menunggu seorang bapak. Namanya Pak Usman. Beliau salah satu gu­ ru di sekolah tersebut. SDN Ja­ ti­ pandak, begitu tulisan yang ter­ tera di papan yang ada di hal­aman sekolah. Tidak terlihat ak­ tivitas anak-anak sebagai buk­ti bahwa itu adalah tempat be­ lajar. Mungkin anak-anak pu­lang lebih awal karena hari itu hari Jumat. Begitu juga dengan guru-guru yang lain. Tak lama ke­mudian datanglah Pak Ma­ te­ lan, Kepala Sekolah. (BERSAMBUNG)

Penulis adalah peserta Jatim Mengajar (Angkatan ke-1)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 29


ARTIKEL WAWASAN

Membangun Budaya Literasi “Kebangkitan literasi sangat penting. Hal ini mengingat bangsa dengan literasi yang sangat maju biasanya berhubungan dengan kemajuan peradaban bangsa itu sendiri.” (Wiendu Nuryanti, Rabu 8 Oktober 2014 pada Frankfurt Book Fair).

oleh Satria Dharma

I

ni kutipan yang menarik per­ha­ ti­an, ketika saya membaca buku “Membangun Budaya Literasi” yang merupakan Proseding Se­ minar Nasional Plus “Mem­ba­ ngun Peradaban Generasi Emas Me­lalui Literasi” di Kampus P3G Une­ sa. Saya mengikuti Seminar Na­sio­nal Plus ini, dan bahkan didaulat un­tuk menyampaikan hadiah buku pre­ se­ ding ini kepada para pembicara dan ta­mu VIP. Sebetulnya saya sudah bosan ikut ber­bagai seminar. Sering terlintas da­ lam pikiran saya bahwa ‘seminar is a waste of time’. Tentu saja seminar ti­ dak ada manfaat praktisnya bagi sa­ ya yang pensiunan ini. Mungkin ju­ga karena saya sudah mengikuti be­gitu banyak seminar, baik yang ber­ ska­ la regional, nasional, mau pun in­ ternasional dan ternyata tak ada tin­ dak lanjut berarti setelah seminar-se­ mi­nar yang gegap gempita tersebut. Setiap kali saya mengikuti seminar sa­ya selalu bertanya dalam hati, “Apa yang saya peroleh dari seminar ini, dan apa hikmah yang akan membuat saya melakukan sesuatu setelahnya?”. Jika tidak ada sesuatu yang bisa meng­ ge­rakkan saya untuk melakukan se­ suatu setelah mengikuti seminar yang melelahkan, maka sungguh itu akan merupakan ‘a waste of time and energy’ belaka. Tapi Fafi sebagai Ke­ tua Panitia Seminar ini berhasil me­ yakinkan saya bahwa sebagai pe­gi­at literasi bertemu dengan para pe­gi­at literasi lainnya adalah sebuah ke­sem­ patan yang baik. Jadi saya pun menulis ma­kalah dan jadi salah satu pembicara di Kelas Paralel. Menyenangkan Ternyata Fafi benar. Ada beberapa hal menyenangkan yang saya temui pa­da acara seminar tersebut. Pertama,

30 |

sa­ya bertemu dengan banyak teman yang menyenangkan. Bertemu dengan Pak Budi Darma, Sang Begawan Sastra, tentu sangat menyenangkan meski saya selalu agak kikuk kalau bertemu dengan beliau. Beliau adalah satu di antara sedikit intelektual yang mem­ buat saya grogi kalau bertemu. Wi­ba­ wa dan kedalaman ilmu beliau me­ mang bisa membuat orang seperti saya yang ‘kendang bunder banter unine’ ini jadi grogi. Saya juga bertemu dengan Bu Ang­gie, teman lama yang sudah la­ ma sekali tidak berhubungan. Saya me­ngenal beliau ketika masih di Ma­ da­ nia dan sekarang beliau sudah menjalankan sekolahnya sendiri. Salut…! Saya juga senang bertemu dengan Pak Syamsul Sodiq, Kajur JBSI yang sangat rendah hati tersebut, Pak Najid yang selalu ceria, Pak Diding yang sangat sopan, Pak Budi Nuryanta yang ganteng dan nyentrik, Mas Eko yang berjalan terpincang-pin­ cang karena sekrup kakinya yang ma­ sih bermasalah, Fafi yang semakin mon­ cer, salaman sekilas dengan jeng Ella de­ngan matanya yang berbinar-binar itu. Sayang sekali bahwa Mas Khoiri dan Sirikit tidak hadir meski tulisannya bisa saya baca dan apresiasi di buku pro­seding. Kedua, saya terkesan pada buku Pro­ sedingnya yang setebal 400 ha­ la­man dan dikemas cantik. Judulnya saja sudah menarik perhatian sa­ ya, “Membangun Budaya Literasi”. Ini buku yang langka karena saya yakin upaya untuk membangun budaya li­ te­rasi itu sendiri juga masih langka. Buku ini tentunya bermanfaat bagi pe­ngembangan budaya literasi di ta­ nah air dan harus tersebar dan dibaca oleh banyak akademisi dan praktisi literasi di tanah air. Kebetulan saya akan Safari Literasi ke Jakarta dan 4

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

Kota/Kabupaten di Provins. Aceh mu­ lai lusa 23 Oktober sampai dengan 1 November 2014 nanti. Jadi buku ini akan saya jadikan sebagai oleh-oleh buat mereka. Saya juga akan ha­diah­ kan sebuah bagi FKIP Unsyiah yang per­nah mengundang saya untuk pre­ sen­tasi beberapa waktu yang lalu. Sa­ ya memborong 15 eksemplar untuk ke­perluan ini. Saya yakin mereka yang akan mendapat oleh-oleh ini akan sa­ ngat senang mendapatkan hadiah bu­ ku yang masih ‘fresh from the publisher’. Ada beberapa artikel yang menarik da­ lam buku ini. Ada yang menarik karena penyampaiannya yang ditulis de­ngan cara penulisan dan topiknya yang kekinian seperti “Sastra dan Lite­ rasi pada Era Internet” yang ditulis oleh Si­rikit. Ada pula yang menarik karena gagasan yang ditawarkan seperti “Membangun Writing Skill Guru un­ tuk Menumbuhkan Budaya Literasi di Sekolah” oleh Eko Prasetyo dan “Mem­ ba­ ngun Budaya Literasi: Dari Unesa un­tuk Semua” oleh Much. Khoiri. Ada juga judul yang menarik seperti “Mem­ budayakan Literasi di Kalangan Ma­ hasiswa” oleh Haris Supratno yang me­ ru­pakan pengalaman mengajar beliau di jurusan bahasa Indonesia. Reading Emergency Zone Ada satu makalah yang menarik per­hatian saya yaitu “Reading Emer­gen­ cy Zone” yang ditulis oleh Mohammad Hairul. Makalah ini menarik karena di­tulis oleh seorang guru di SMPN 1 Kla­ bang Bondowoso yang sedang meng­ambil studi S2 di Unesa. Makalah ini menarik karena merupakan pe­ ngalaman si penulis dalam mem­bu­ dayakan dan menggerakkan mi­ nat baca siswanya di sekolah. Saya sa­ ngat menghargai upaya-upaya te­ ro­ bosan yang dilakukan oleh guru se­perti ini. Di tengah kejenuhan dan


ARTIKEL WAWASAN apatisme guru dalam mengajar dan me­numbuhkan budaya literasi upaya untuk menumbuhkan minat baca dengan modal sendiri tentulah sangat patut untuk dihargai. Seandainya saja setiap guru (khususnya guru bahasa Indonesia) mau melakukan hal yang sama dengan Pak Muhammad Hairul ini maka nasib budaya literasi bangsa kita akan cukup berbeda. Apa kirakira yang bisa mendorong setiap guru bahasa untuk memiliki tekad dan semangat seperti beliau ini ya? Meski pulang dengan gembira ka­rena membawa 15 eksemplar buku yang sangat berharga, tapi tetap saja saya dirongrong oleh pertanyaan. “Be­ narkah kita sudah benar-benar se­ rius untuk membangun budaya literasi? Bukankah ‘kebangkitan li­ te­ rasi itu sangat penting’, seperti kata Windu Nuryanti, Wamendikbud kita? “ Pertanyaan ini langsung dijawab oleh hati saya juga, “Tidak. Kita sama se­kali BELUM CUKUP SERIUS untuk me­ la­ kukan perubahan tersebut.” Terus terang saya sudah sedikit si­ nis dengan berbagai jargon tentang ‘pen­ tingnya literasi bagi bangsa’ se­ perti yang disampaikan oleh banyak kalangan. Kita sudah mengunyahngunyah jargon tersebut puluhan tahun tapi toh tidak pernah kita untal dan jadikan energi untuk melakukan pe­rubahan. Sampai saat ini bahkan Ke­ mendikbud TIDAK PAHAM dan apa­lagi sampai benar-benar meyakini ‘pen­ ting­nya literasi bagi bangsa kita’. Tak ada upaya STM (Sistematis, Terstruktur, dan Massif ) yang dilakukannya untuk menumbuhkan budaya literasi bangsa itu. Jika itu jenis keimanan maka itu baru jenis keimanan yang manis di bibir tapi belum sampai pada perbuatan. Jika Ibu Wamen benar-benar meyakini apa yang dikatakannya maka tentulah telah ada kebijakan penting yang STM yang telah dilakukannya sebagai Wa­mendikbud untuk mengubah si­ tuasi rendahnya budaya literasi bang­ sa yang telah berlangsung sejak awal kemerdekaan ini. Ketika saya mendapat kesempatan un­ tuk memberi sambutan oleh Dr. Syamsul Sodiq, Kajur JBSI, pemerakarsa se­minar ini, saya bertanya pada para ha­dirin: “Jika kita semua sepakat dan meyakini betapa pentingnya me­ num­ buhkan budaya litersi pada bang­ sa, lantas mengapa kita masih juga berada di sini? Mengapa kita belum juga mampu mendorong pa­

ra pengambil keputusan di negeri ini untuk melakukan tindakan yang sis­ te­matis, terstruktur dan massif untuk melakukan perubahan? Mengapa kita ma­sih berada pada tahapan inisiatifinisiatif individu (atau komunitaskomunitas kecil) yang sama sekali ma­sih jauh dari pola yang sistematis, terstruktur dan massif?” Tentu saja ini cu­ma sekadar ‘curhat’ yang mungkin tidak dianggap penting oleh para hadirin. Saya cemas bahwa kita ini ma­sih ‘abang-abang lambe’. Kita me­ nun­ jukkan raut muka serius ketika me­ nyampaikan betapa pentingnya bu­ da­ya literasi tapi sesungguhnya kita tidak terlalu mengimaninya karena ter­ nyata kita tidak bersungguhsung­ guh melakukan sesuatu se­ suai dengan kapasitas yang kita mi­ liki untuk membuat perubahan. Ji­ka Ibu Wemendikbud meyakini per­nya­ta­an­ nya sendiri dan bukan sekadar ba­sabasi dalam memberi kata sam­bu­tan maka tentunya beliau akan me­nyam­ pai­ kan apa saja upaya yang telah dilakukan oleh Kemendikbud dalam meng­atasi rendahnya budaya literasi bangsa. Jika kita mengimani apa yang kita ucapkan soal literasi ini maka ten­ tunya kita telah melakukan ‘jihad fi­sa­ bili­llah’ untuk memerangi rendahnya bu­daya literasi bangsa ini. Turut Ambil Bagian Tapi saya berbahagia mengetahui te­man-teman saya sudah melakukan perannya dalam kapasitas masingma­­sing untuk memerangi rendahnya bu­ daya literasi. Mereka telah me­ lang­kah lebih jauh daripada sekadar men­ jadi dosen di kampus ma­ singmasing. They have crossed the imagi­na­ ry border. Sebagai contoh Mas Khoiri bahkan sudah mengajukan ber­bagai gagasan seperti “Strategi Mem­ bangun Literasi dalam Keluarga”, “Ge­ rakan Menulis Satu Buku Satu Ta­hun bagi Dosen”, “Gerakan Melek Sas­ tra” meski ditambahkannya bahwa ge­ rakan ini mesti diperbincangkan dan disepakati bersama. Tampaknya ga­ ­ gasan ini masih belum utuh dan ma­sih memerlukan pemikiran yang men­da­ lam dari beliau. Meski demikian Mas Khoiri telah melakukan ‘Safari Sastra’ ke berbagai daerah. Tiwik (Pratiwi Retnaningdyah) da­ lam tulisannya “Literasi Sebagai Praktik So­sial”mengajak kita untuk melangkah lebih jauh dari sekadar membincang

literasi sebagai jargon. Jargon ‘literasi merupakan alat untuk mencerdaskan bangsa dan mengubah tananan sosial menjadi lebih modern’ menurutnya perlu dimaknai sebagai praktik sosial yang erat menempel keseharian kita. Menurutnya pandangan literasi (ter­ ma­suk ilmu ‘sastra’) sebagai kegiatan yang tidak penting atau tidak pro­ duk­tif masih tertanam di alam bawah sadar masyarakat kita. Jurusan/pro­ gram studi sastra masih dianggap ku­ rang memberikan kontribusi ter­ ha­dap pembangunan intelektual. Ku­ rikulum pendidikan di Indonesia sam­ pai saat masih belum memberikan ru­ang untuk pengembangan literasi, apa­ lagi apresiasi karya sastra. Tiwik ber­ harap agar sekolah mendorong sis­wa untuk mengeksplorasi ke­mam­ puan literasinya. Ia memberi con­toh pembelajaran literasi negara-ne­ gara maju, di mana karya sastra ada­ lah materi utama dalam mata pe­la­ jaran Bahasa. Di negara bagian Vic­ to­ ria, Australia, misalnya, siswa SMA dipastikan telah membaca 36 karya sas­tra, baik novel, puisi, drama, film, dan teks non-fiksi selama 3 tahun belajar di tingkat SMA (VCE EnglishStudy Design 2014). Tentu saja Tiwik harus pulang dulu ke tanah air untuk mewujudkan sen­diri harapan-harapannya tersebut dan tidak sekadar puas menjadi dosen yang bertengger di kampus. Sirikit, dengan Sirikit School of Wri­ tingnya, bahkan telah menetapkan target untuk melahirkan 1.000 penulis dalam 2 tahun (meski diakuinya sen­ di­ri masih belum tercapai). Tapi ini semuanya JAUH LEBIH BERHARGA ke­ timbang jargon-jargon kosong yang sering diucapkan tanpa makna oleh para pejabat kementrian. Jika kita telah melangkah maka dalam per­ jalanan kita akan mendapatkan ber­ bagai pengalaman yang akan mem­ per­kaya teknik dan strategi yang kita la­ kukan dalam mewujudkan tekad dan komitmen dalam membudayakan li­terasi. Saya sungguh berharap bahwa apa yang telah dimulai oleh JBSI ini bisa menjadi sebuah ‘snow ball’ alias bola salju yang akan meng­ge­lin­ding menjadi bola yang semakin la­ ma semakin besar dan akan meng­han­cur­ kan rendahnya budaya literasi bangsa kita. Semoga…! n www,satriadharma.com

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 31


ARTIKEL LITERASI

BERSUA “BLOGGER” MUCHLAS SAMANI oleh Much Khoiri

"

Pak Muchlas, blogger yang patut diteladani. Menulis baginya me­ru­pakan panggilan hidup, laksana nafas yang tak hentihentinya berdinamika.

S

uasana kantor PIU IDB Unesa selepas jumatan (3/10) te­ rasa berbeda. Setelah ber­kon­sultasi tentang rencana pe­nye­leng­ga­ ra­an sebuah acara yang urgen, saya menikmati keakraban dengan man­ tan rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Sa­ mani, M.Pd. Kali ini, izinkanlah saya me­ ny­ebut beliau seorang blogger yang aktif dan produktif. Di luar predikatnya yang beragam, predikat blogger layak di­san­ dang­kan. Sesaat setelah beliau membuka-buka bu­ku Jejak Budaya Meretas Peradaban (2014) yang baru saja saya haturkan, be­ liau kemudian menunjukkan folder di lap­ top yang berisi artikel-artikel (kata be­liau) “ringan”. Artikel-artikel itu disusun ber­ dasar urutan abjad judul-judulnya, men­ jadi tiga kelompok besar. Alangkah ra­pi­ nya pengelompokan artikel itu. Itu pasti me­ mudahkan proses penggarapan jadi se­buah buku—jika ada itikad ke arah itu. Bahkan beliau membuka artikel-artikel ter­barunya, yang menurutnya adalah ar­ ti­ kel ringan. Spontan saya sampaikan, ba­hwa style tulisan yang ringan dan se­ der­hana justru semakin dirindukan oleh ma­syarakat yang sehari-hari telah mabuk ke­sibukan. Tulisan feature, misalnya, ki­ni semakin ngetren, termasuk literary jour­na­ lism yang kian naik daun. Tak bisa dimungkiri, tulisan style se­der­ hana belum tentu ringan pula isinya. Tak jarang isinya sangat berbobot. Justru, se­ su­ atu yang rumit disampaikan dengan cara sederhana, itulah cerminan kearifan pe­nulisnya. Tak perlu berkerut kening un­ tuk memahami pesan yang ada. Malah ia

32 |

“menghanyutkan” pembacanya hingga tak terasa menuntaskan tulisan dalam wak­tu cepat. Buku Mohon Maaf...Masih CompangCam­ping (2014) adalah bukti nyatanya. Saat ini buku besutan beliau dalam style ber­tutur dan renyah itu kini sudah berada di tangan semua dosen dan karyawan (te­ naga kependidikan) di Unesa. Tidak ha­ nya menyentuh tangan, melainkan juga menyamankan mereka dalam me­ ngun­ yah isi tulisan. Dari sejumlah dosen dan karyawan, saya menduga mereka co­cok dengan gaya penulisan buku itu. Se­der­ha­ na tapi mengena. Apakah isi buku tersebut tidak ber­bo­ bot? Jangan salah. Dari segi konten, tak di­ ragukan lagi, malah sangat berbobot. Ba­nyak orang berdecak kagum. Jika mau jujur, orang yang membacanya agaknya tak bisa memungkiri betapa buku itu berkualitas. Justru ia memiliki dua ke­le­bi­ h­an—satu kelebihan karena isinya yang ber­bobot, satu kelebihan lagi karena gaya pe­nulisannya yang sederhana dan mudah dipahami. Seperti itulah pula tulisan-tulisan da­ lam folder di atas—yang memang di­pe­ runtukkan bagi blog-nya http://much­ las­samani.blogspot.com. Ya, Pak Muchlas adalah blogger ulung, yang sejak 2008 hing­ga kini telah mengunggah sekitar 242 artikel, kadang dengan frekwensi yang tinggi. Ada catatan perjalanan, feature, dan sebagainya—yang panjangnya se­ ki­tar satu hingga 3 halaman. Jangan kha­ watir, semua tulisan sangat up-to-date. Kebanyakan tentang seluk-beluk pen­di­di­ kan, bahkan juga di luar tema ini. “Saya kira, artikel itu bisa dibukukan, Ba­ pak,” kata saya kemudian. Saya terbiasa me­manggil ‘bapak’ daripada ‘profesor’. Sa­ ya merasa lebih akrab dan nyaman. “Jika iya pun, haruslah diseleksi, Mas,” sa­hut beliau, sambil memeriksa file-file yang ada. “Mudah-mudahan segera, Bapak.” Me­mang, saya sebenarnya ingin mem­ ban­tu menatakan artikel-artikel itu men­ jadi buku. Namun, mengingat saya juga

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

sedang menggarap buku sendiri, dan (pada saat bersamaan) membantu Bu Thea S. Kusumo merampungkan no­ vel­nya Endang, maka saya kini tak bisa menyanggupi apapun juga. Terlebih, se­ kitar dua pekan silam, saya juga me­ne­ ri­ ma kiriman naskah-naskah pidato Pak Much­ las selama menjabat rektor—dan akhir-akhir ini saya sedang mencicil mem­ ba­canya. Mudah-mudahan jadi buku. Sungguh, persuaan saya dengan beliau ka­li ini terasa sangat berbeda dan “bergizi.” Saya bersua dengan blogger yang meng­ agum­kan, yang biasanya menulis sekitar se­tengah jam atau lebih selepas subuh— pa­dahal semua itu beliau lakukan di te­ ngah kesibukan yang luar biasa padat. Jika bukan karena panggilan hati, mustahil ke­ biasaan menulis itu konsisten hingga kini. Dalam hal konsistensi menulis, Pak Much­las sama jagonya dengan Prof. Imam Suprayoga, rektor UIN Malang. Kalau Pak Imam telah konsisten menulis setiap hari setelah subuh selama lebih lima tahun terakhir, Pak Muchlas lebih kurang sama. Saya dengar, mereka berdua juga saling mengagumi satu sama lain. Bahkan, suatu ketika Pak Imam diundang ke Unesa untuk menularkan virus menulis setiap hari— mo­ mentum di mana saya pertama kali me­ngobarkan impian menulis setiap hari. Begitulah, betapa bahagianya saya hari ini. Saya bersua Pak Muchlas, blogger yang patut diteladani. Menulis baginya me­ ru­ pakan panggilan hidup, laksana nafas yang tak henti-hentinya berdinamika. Jadi, per­ suaan saya dengan beliau—khusus sebagai “blogger”—tentu sebuah makna ter­sendiri. Ada sebuah perbendaharaan pemahaman bahwa kendati sibuk, orang ha­ruslah selalu menyisakan waktu untuk me­nulis.n *MUCH. KHOIRI adalah penulis dan dosen Sastra, Creative Writing dan Kajian Budaya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa); pendiri Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo). Emailnya: much_choiri@yahoo. com. Artikel ini pendapat pribadi.


INFO SEHAT

DAHSYATNYA

Manfaat Tomat

T

omat merupakan salah satu buah yang identik dengan warnanya, merah menyala. Semua orang tentu sudah tidak asing dengan buah merah yang satu ini. Buah tomat dapat dimakan secara langsung maupun ditambahkan pada aneka masakan favorit seluruh keluarga. Karena tomat merupakan salah satu jenis buah-buahan, maka tak mengherankan jika buah tersebut mengandung berbagai nutrisi yang juga diperlukan oleh tubuh anda. Mungkin tak pernah anda sadari, buah tomat memiliki manfaat yang begitu dahsyat bagi tubuh. Lalu, apa saja manfaat dahsyat tomat bagi kesehatan tubuh tersebut....??? Tomat merupakan salah satu buah yang relatif murah meriah dalam hal harganya di pasaran. Tak mengherankan, tomat

selalu ada di dapur ataupun kulkas setiap rumah tangga. Meskipun begitu, banyak sekali kandungan nutrisi dalam buah merah menyala tersebut. Berdasarkan faktanya, buah ini merupakan sumber vitamin A, C, K, kalium, folat, thiamin, niacin, vitamin B6, magnesium, fosfor, tembaga serta rendah sodium, lemak jenuh, kalori maupun kolesterol. Inilah yang menjadikan tomat menjadi salah satu buah yang wajib dikonsumsi seharihari. Berdasarkan berbagai kandungan nutrisinya, tips kesehatan akan mengupas berbagai manfaat tomat bagi kesehatan tubuh. Berikut ini 7 manfaat dahsyat tomat bagi kesehatan tubuh: 1. Melancarkan dan Menyehatkan Sistem Pen­cernaan. Salah satu kelebihan to­ mat yaitu merupakan sumber serat yang diperlukan oleh tubuh. Sehingga, bagi siapapun yang menginginkan sis­ tem pencernaan tetap sehat dan lancar, mulailah dengan mengonsumsi buah merah tersebut. 2. Melindungi kulit wajah dan Kulit Tubuh. Ini dikarenakan, tomat merupakan sum­ ber likopen. Kandungan likopen da­lam tomat berfungsi untuk men­ce­gah kerusakanan jaringan kulit yang di­akibatkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. 3. Memperkuat Tulang Pada Tubuh. Ini di­ karenakan, buah tersebut merupakan

sum­ber vitamin K yang mampu men­ cegah mengeroposnya tulang atau lebih dikenal dengan istilah osteo­po­ rosis. 4. Pencegah Kanker Yang Lebih Efektif. Ba­ gi Anda yang ingin terhindar dari ber­ bagai jenis kanker seperti kanker prostat, mulut, tenggorokan, lambung, usus besar, dan kanker ovarium, mu­ lailah rutin untuk mengonsumsi buah tomat tersebut. Karena kandungan likopen dalam tomat sangat ampuh men­cegah berbagai kanker tersebut. 5. Pencegah Diabetes Secara Alami. Kan­ dungan kromium dalam buah tomat mampu membantu menyeimbangkan kadar gula darah dalam tubuh anda. Se­hingga lebih stabil dan tidak mem­ ba­hayakan kesehatan tubuh. 6. Menajamkan Penglihatan Anda. Sum­ ber vitamin A dalam tomat berfungsi un­tuk menjaga kesehatan mata serta mampu menajamkan daya lihat organ ma­ ta seseorang terhadap berbagai ben­da di sekitarnya. 7. Memperkuat dan Memperindah Mah­ kota Kepala Anda. Sumber vitamin A da­ lam tomat mampu menyehatkan rambut serta memperkuat rambut dari ujung hingga akarnya.(MAN)

Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014 MAJALAH UNESA

| 33


CATATAN LIDAH

MIMPI l Djuli Djatiprambudi

S

eorang konglomerat Indonesia berkata,”Beranilah bermimpi besar, bila Anda ingin meraih sukses besar.” Konglomerat itu Dr. HC. Ir. Ciputra, namanya. Pada suatu kesempatan lain, dia juga mengatakan, sampai saat inipun, ketika usia sudah lanjut, dia tidak pernah berhenti bermimpi. Dengan bermimpi, kata dia, tanpa disadari memberikan motivasi untuk menciptakan langkahlangkah besar dalam rangka mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Tentu, mimpi besar akan membawa resiko besar. Artinya, mimpi besar haruslah dibarengi oleh upaya-upaya besar dengan visi dan misi yang besar pula. Seperti halnya yang dilakukan Pak Ci (panggilan akrab Ir. Ciputra), dia pun mewujudkan mimpinya dengan menuliskan visi: Creating World Intrepreneurs. Dan untuk mewujudkan visi itu dia pun menuliskan misinya: Integrity, Professionalism, Entrepreneurship. Merujuk pada mimpi, visi, dan mimpi yang diajarkan Pak Ci tersebut, seorang intrepreneur, taruhlah pengusaha, tidak akan pernah sampai pada capaian sebagai pengusaha berlevel dunia bila tidak memiliki integritas, profesionalisme, dan berjiwa entrepreneur. Integritas menunjuk pada makna fokus dan total pada disiplin pekerjaan dan lembaga yang menaunginya. Profesionalisme menunjuk pada kompetensi tinggi yang disyaratkan disiplin pekerjaan tertentu. Sedangkan, entrepreneurship merupakan habitus (peta mental dan kognitif) yang terus menerus dibentuk dalam diri seseorang, agar mampu menciptakan peluang dan mewujudkannya. Maka, jangan heran, kalau kemudian visi-misi Pak Ci terekspresikan melalui berbagai proyek-proyek pengembangan kawasan (pe­ru­mah­ an, pendidikan, hiburan, olah raga, perbelanjaan). Kawasan yang se­ mula berupa rawa-rawa yang banyak dihuni kawanan buaya liar di Jakarta Utara, akhirnya menjadi Taman Impian Jaya Ancol yang ter­ sohor itu. Kawasan yang semula hanya ditumbuhi alang-alang ka­re­ na tandus, akhirnya menjadi kawasan tertata rapi, bersih, indah, dan mo­dern, seperti: Citraland Surabaya, Citraland Banjarmasin, Citra Garden City Jakarta, Citra Garden Lampung, Citra Grand Semarang, dan masih banyak lagi. Berbagai proyek kawasan prestisius itu ti­dak lain dan tidak bukan bisa terwujud karena adanya integritas, pro­fe­ sionalisme, dan entrepreneurship. Tanpa misi itu, rasanya ganjil mim­ pi-mimpi besar Pak Ci bisa terwujud. Mimpi adalah energi psikologis untuk menciptakan gelombang otak yang terus-menerus memancarkan makna mimpi-mimpi ter­ se­but. Kalau jiwa dibekukan tanpa mimpi-mimpi, maka gelombang otak juga tidak akan pernah terpancar hebat. Sebaliknya, bila jiwa di­ be­baskan untuk bermimpi besar, maka gelombang otak juga akan ter­pancar kuat. Maka, yakinlah, bila jiwa sivitas akademika Unesa terus mengembara dalam mimpi-mimpi, maka gelombang otak si­ vi­tas akademika Unesa tidak bisa disangkal juga akan memancarkan ge­lombang positif yang hebat. Kata ajaran klasik dari Tiongkok, jika eng­kau sudah tidak bisa bermimpi, maka engkau tinggal menunggu masa kemunduranmu. Jika engkau bermimpi sederhana saja tidak bisa, maka engkau sudah kehilangan akal sehatmu. Visi merupakan turunan dari mimpi. Dengan kata lain, visi me­ ru­pakan rumusan konseptual dari mimpi. Karena itu, visi haruslah

34 |

MAJALAH UNESA Nomor: 72 Tahun XV - Agustus 2014

me­ miliki jangkauan masa de­ pan, memiliki logika, dan me­ mi­liki identitas yang jelas. An­dai kata visi tidak diniatkan un­ tuk merengkuh masa depan yang lebih baik, maka itu pasti bu­ kan visi. Andai kata visi tidak di­ dasarkan pada logika-logika rea­ li­tas yang sedang dan yang akan di­hadapi, maka itu juga bukan visi. Dan andai kata visi tidak mem­perlihatkan identitas (daya be­da/karakter/keunggulan) lembaga, maka itu juga bukan visi. Visi berbeda dengan misi. Kalau visi lebih beraura “abstrak-kon­sep­ tual-filosofis”, sedangkan misi lebih memperlihatkan langkah-lang­ kah strategis; bertingkat, terukur, dan integral. Misi perlu dirumuskan ber­tingkat, karena ia memperlihatkan rumusan langkah strategis yang perlu ditempuh, dari langkah awal hingga akhir. Langkah-lang­ kah itu selanjutkan bisa diterjemahkan dalam indikator-indikator yang terukur. Dan langkah-langkah itu merupakan desain kerja besar yang saling berkaitan satu sama lainnya. Visi dan misi inilah modal seorang pemimpin, di semua lini, ten­ tu termasuk rektor. Visi dan misi dalam banyak hal akan menjadi se­macam “pedoman” hendak ke mana lembaga ini (Unesa) hendak dibawa – Quo vadis Unesa? Pertanyaan semacam ini perlu dieksplorasi de­ngan kritis, mengingat dunia perguruan tinggi dalam konteks LPTK yang mendapatkan perluasan mandat, mendapatkan masalah se­rius yaitu mutu tenaga pendidik/guru. Sementara itu, kita tahu ada tujuh standar pendidikan; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pen­di­dik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pem­ biayaan, standar pengelolaan. Dari tujuh standar itu menurut hemat saya terletak pada standar tenaga pendidik. Bagaimana mung­ kin, seperti halnya kurikulum yang di dalamnya terdapat standar isi, standar proses, dan standar kompetensi lulusan, akan mu­lus diimplementasikan bila mutu tenaga pendidik/guru masih jauh di bawah standar. Sekalipun, misalnya standar sarana-prasarana, stan­ dar pembiayaan, dan standar pengelolaan tercukupi, bila mutu gu­ru masih rendah, maka semua standar itu menjadi tidak ada pe­nga­ruh­ nya. Sebab, bila pertama-tama mutu guru memenuhi standar yang se­harusnya, dan andai kata standar lain masih di bawah standar, ma­ka guru tersebut pastilah masih memiliki kinerja yang baik. Guru yang bermutu akan mampu mengeksplorasi secara kreatif-inovatif ling­kungan belajar dan pembelajaran yang dihadapinya. Siapa yang bertanggungjawab pada mutu tenaga pendidik/guru? Salah satu lembaga yang bertanggungjawab, tentu Unesa. Fakta ini tidak bisa dielakkan. Karena itu, terkait dengan rendahnya mutu guru yang kemudian berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, ti­dak bisa tidak visi-misi Unesa tidak ada salahnya jika berorientasi kepada persoalan besar itu. Mimpi besarnya ialah terwujudnya mutu pendidikan melalui perwujudan mutu guru. Tidak ada bangsa yang hebat tanpa dibangun melalui mutu pen­ didikan yang baik. Tidak ada mutu pendidikan yang baik tanpa me­la­ lui mutu guru yang baik. Abad ke-21 menyaratkan mutu pendidikan yang baik, bila bangsa ini ingin menjadi bangsa yang “berbicara” di fo­rum internasional. Inilah peluang Unesa untuk ikut mewujudkan mimpi menyiapkan guru-guru masa depan yang siap mengantarkan net generation mengarungi peradaban digital. Apakah visi-misi Unesa sudah dalam kesadaran peradaban digital? Marilah kita ber­ mim­pi. n (Email: djulip@yahoo.com)




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.