KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME M. LAICA MARZUKI
GAMBARAN UMUM § The Constitution of The United States of America mendorong lahirnya constitutional states di beberapa kawasan dunia, termasuk negara-negara monarki, yang dikenal dengan penamaan: constitutional monarch. § Dalam perkembangannya, beberapa constitutional state menyadari bahwa konstitusi negara-negara dimaksud kurang memuat pengaturan hal pembatasan penguasa dan pengakuan hak-hak sipil rakyat banyak di dalamnya. § Muncul gagasan agar dalam konstitusi diatur semacam constitutional government, yang pada hakikatnya mewujudkan hal pembatasan pemerintahan atau limited government.
KONSTITUSI • Konstitusi atau Grondwet, Grundgesetz, UndangUndang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara (constitutie is de hoogste wet). • Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan pelbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat.
KONSTITUSIONALISME MEMUAT ESENSI PEMBATASAN KEKUASAAN • Konstitusionalisme mengatur agar penyelenggaraan negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan hal dimaksud dinyatakan serta diatur secara tegas dalam pasal-pasal konstitusi. • Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD, tidak boleh dijalankan atas dasar the ruling of the mob. • UUD 1945 (redaksi lama) nyaris tidak mengindahkan paham konstitusionalisme, walaupun di dalamnya telah memberlakukan distribution of power di antara bidang-bidang kekuasaan negara.
UNSUR-UNSUR YANG PERLU DIADOPSI DALAM KONSTITUSI • Sistem separation of power atau distribution of power yang disertai checks and balances; sistem kekuasaan peradilan yang merdeka dan mandiri, utamanya lebih memberdayakan peradilan adminstrasi; • Pengakuan hak-hak sipil dan politik warga, utamanya yang berkaitan dengan pemilihan umum dan pemilukada; • Pembatasan masa jabatan-jabatan publik dalam negara; • Memberikan kewenangan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) bagi Mahkamah Konstitusi.
UJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA KITA: MASALAH DAN TANTANGAN MARUARAR SIAHAAN
GAMBARAN UMUM • Perubahan Ketiga UUD 1945 menghasilkan pergeseran ke arah susunan kekuasaan yang bersifat horizontal fungsional, dimana kedudukan lembaga-lembaga negara menjadi setara. • Dengan demikian, terjadi pergeseran dari sistem supremasi parlemen menjadi sistem supremasi konstitusi • Tujuannya menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pemisahan dan/atau pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, serta pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru
GAMBARAN UMUM • Perubahan tersebut melandasi dibentuknya MK. • Salah satu kewenangan yang dimiliki MK yakni pengujian undang-undang terhadap UndangUndang Dasar, secara umum/lazim disebut judicial review. • Putusan MK dalam proses pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar, adalah merupakan sebuah pendapat tertulis Hakim Konstitusi, yang mengakhiri dan menyelesaikan perselisihan yang diajukan tentang penafsiran konstitusi.
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN JUDICIAL REVIEW • Fungsi judicial review ini juga semestinya dilihat dari pandangan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky yang menyatakan bahwa Staatsfundamentalnorm (norma dasar negara) sebagai norma tertinggi yang harus menjadi acuan bagi normanorma hukum yang berada di bawahnya. • Permasalahan yang timbul adalah apabila norma atau undang-undang di bawah norma dasar bertentangan dengan staatsfundamentalnorm tersebut, sehingga harus dibentuk sebuah mekanisme tersendiri agar penyimpangan yang terjadi dapat diluruskan.
UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA • Terdapat perbedaan undang-undang dilihat dari bentuk maupun isinya. Perbedaan jenis undang-undang tersebut sama sekali tidak disinggung baik dalam UUD 1945 maupun dalam UU MK. • Perbedaan undang-undang dalam arti formil dan dalam arti materiil didasarkan bukan hanya pada pembuatnya, melainkan dapat juga dilihat dari substansi atau materi muatan yang dikandung. • Jimly Asshidiqie memberi gambaran perbedaan antara bentuk dan isi peraturan dimaksud yaitu: (i) ada peraturan yang berbentuk undang-undang tetapi materi yang diaturnya seharusnya cukup dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah saja; (ii) ada peraturan yang berbentuk Peraturan Presiden, namun isinya seharusnya berbentuk undang-undang.
UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA • Pembedaan jenis undang-undang yang disinggung terdahulu, menunjukkan bahwa terdapat peraturan perundang-undangan yang dilihat dari bentuknya merupakan undang-undang namun dari segi substansi, sesungguhnya terdapat juga undang-undang yang lebih ditujukan kepada penyelenggara pemerintahan, karena lebih merupakan rencana, pengaturan, dan kebijakan makro dalam perekonomian. • Pengujian undang-undang yang demikian, memiliki implikasi yang berbeda, jika dibandingkan dengan undang-undang yang mengikat secara umum, yang meletakkan kewajiban, larangan, dan perintah secara langsung kepada seluruh rakyat.
UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA • “undang-undang” dalam konteks pengertian teknis ketatanegaraan Indonesia (lama) yang menurut A. Hamid, S. A. ialah “produk hukum yang dibentuk oleh Presiden” dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dengan persetujuan DPR. • Dengan adanya amendemen terhadap UUD 1945, rumusan tersebut sudah tidak tepat lagi, pemegang kekuasaan membentuk undang-undang saat ini berada di tangan DPR, tidak lagi di tangan Presiden. • TAP MPR yang masih berlaku karena memuat ketentuan yang mengikat umum “dapat disamakan kedudukannya” dengan undang-undang
PENGUJIAN PERPU • Pasal 7 ayat (1) UU 10/2004 telah mendudukan Perpu sejajar dengan Undang-Undang. • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah jenis peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. • Pada tataran peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan yang bukan merupakan Perpu, tetap masih tersisa persoalan uji konstitusionalitas yang timbul akibat disintegrasi dan diferensiasi wewenang pengujian yang dilakukan oleh 2 (dua) lembaga peradilan yang berbeda.
TANTANGAN • Perluasan akses keadilan konstitusional melalui kemungkinan pengujian konstitusionalitas peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang . • Sebaliknya di negara-negara yang menganut kewenangan pengujian peraturan perundangundangan secara terintegrasi di satu tangan. • Ruang lingkup akibat hukum putusan MK yang menyatakan satu undang-undang tidak sesuai dengan konstitusi, meliputi peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang lahir dari undang-undang yang diuji.
PROBLEMATIKA TUGAS KONSTITUSIONAL KOMISI YUDISIAL TAUFIQURROHMAN SYAHURI
GAMBARAN UMUM • Jabatan hakim di satu sisi merupakan jabatan yang sangat mulia, dan di sisi lain, jika tidak hati-hati, dapat merendahkan martabatnya karena banyak godaan yang siap menjerumuskannya. • Putusan hakim diharapkan mengandung nilai ijtihad (baca: adil) dengan melalui peran Komisi Yudisial.
UNSUR-UNSUR KOMISI YUDISIAL • Komisi Yudisial bersifat mandiri; • berwenang mengusulkan calon hakim agung; • menjaga kehormatan dan perilaku hakim; • menegakkan kehormatan hakim
TUGAS KOMISI YUDISIAL • Tugas pertama (mengusulkan Hakim Agung kepada DPR) tentu tidak begitu sulit. • Berbeda dengan tugas kedua, yakni melaksanakan pengawasan terhadap perilaku hakim; tentunya akan mengalami banyak kesulitan, terutama mengingat jumlah hakim se-Indonsia yang akan diawasi mencapai ribuan orang. • Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas pengawasan tanpa menggunakan metode yang tepat, akan sulit untuk dapat berjalan secara efektif.
TUGAS PENGAWASAN KY • Tugas pengawasan ini dibedakan menjadi dua, yakni menjaga dalam pengertian preventif dan menegakkan dalam arti represif. • Fungsi menjaga sebagaimana disebut dalam Pasal 24B UUD 1945 belum banyak diterjemahkan dalam Undang-Undang KY. • Fungsi menjaga melalui pendidikan dan latihan akan lebih efektif mencegah perilaku buruk hakim daripada fungsi menegakkan disiplin hakim.
WACANA CONSTITUTIONAL QUESTIONS DALAM SITUS MAHKAMAH: KONTEKS EDELIBERATIVE DEMOCRACY ANOM SURYA PUTRA
GAMBARAN UMUM • Ketersediaan informasi konstitusionalisme di situs (website) MK dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan hukum dan administrasi publik • Tak heran, dalam masa komodifikasi informasi, opini publik terhadap putusan MK kian kompleks dan terkadang melesat jauh dari apa yang dimaksudkan oleh substansi putusan itu sendiri. Salah satu media elektronik mencatat putusan MK itu telah memenangkan judicial review yang diajukan mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dan tidak berarti melepaskannya dari kasus Sisminbakum.
GAMBARAN UMUM • Ilmu hukum harus bersedia mengembangkan tata hukum yang menjadi objek kajiannya tetap dalam konsepnya sebagai suatu sistem norma yang tak lagi berwatak positif yang sempit dan dimodelkan sebagai sistem perkaidahan yang tertutup, melainkan melakukan suatu sistem yang terbuka. • Layanan forum constitutional questions dan constitutional complaint bermakna pula ketika dilihat dari titik-lontar (milestone) berupa perubahan (change).We live in a world where the only certainty is change (Roger Lovell).
CATATAN • Ancamannya adalah sapuan gelombang dari para pengakses website yang bersekutu dengan struktur pasar (yang tidak efisien) guna mengajak warga negara menjadi pelaku cyberloafing. • Cyberloafing adalah tindakan menggunakan akses internet organisasi selama jam kerja untuk tujuan pribadi. • Tindakan ini telah meruntuhkan perusahaan AS hingga $3 juta setahun untuk setiap 1.000 staf dengan akses internet. Di sektor publik, ancaman perilaku cyberloafing mengganggu konsentrasi atas pelayanan-kolaboratif pada e-constitutional complaint, dan disisi lain mempercepat kemerosotan kualitas opini publik pada e-constitutional questions.
PENERAPAN KONSEP KONSTITUSI HIJAU (GREEN CONSTITUTION) DI INDONESIA MARET PRIYANTA
MUATAN KONSTITUSI HIJAU •  Konstitusi Negara Indonesia menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai pengaturan hak asasi manusia khususnya dalam bidang lingkungan dalam UUD 1945. Pengaturan ini ini menjadi sesuatu hal yang baru mengingat dalam konstitusi sebelum amandemen, hak asasi khususnya mengenai lingkungan hidup tidak diatur dan dibahas secara tegas dan jelas.
KONSTITUSI HIJAU SEBAGAI SUBJEK HUKUM DI EKUADOR • Setiap orang di Ekuador mempunyai hak-hak dasar yang dijamin UUD dan oleh instrumen-instrumen internasional serta alam merupakan subyek yang juga berhak atas segala hak yang dijamin dalam UUD. • Alam merupakan tempat kehidupan bersama, tumbuh dan mengalami reproduksi, juga mempunyai hak asasinya sendiri, disamping hak asasi manusia. • Setiap orang, masyarakat, atau bangsa membutuhkan pengakuan akan hak-haknya atas alam dihadapan hukum dan pemerintahan .
KONSTITUSI HIJAU SEBAGAI SUBJEK HUKUM DI EKUADOR • Setiap orang pribadi, masyarakat, kelompok dan bangsa mempunyai keuntungan dari alam dan memupuk kekayaan alam untuk kehidupan bersama. Alam disekitarnya tidak boleh dirusak dan dikurangi daya dukung dan fungsinya bagi kehidupan bersama • Dengan ketentuan right of nature dalam konstitusi Ekuador, dikatakan bahwa ekuador yang dinyatakan sebagai konstitusi hijau di dunia saat ini. Ketentuan mengenai hak-hak lingkungan alam yang diadopsi ke dalam ketentuan Konstitusi Ekuador tersebut tidak lagi bersifat tempelan dan menempatkan alam sebagai suplemen dalam hubungan dengan manusia, tetapi justru menempatkan alam sebagai subyek hak-hak konstitusional.
MASALAH • Belum adanya ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara tegas dalam konstitusi . • Perlunya ketegasan pemerintah dalam menempatkan hak lingkungan sebagai subyek hukum dalam konstitusinya.
MEKANISME PEMAKZULAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN MENURUT UUD 1945 MUHAMMAD BAHRUL ULUM
MEKANISME PEMAKZULAN • Hak Angket; Sidang paripurna; MK memeriksa, mengadili, dan memutus konstitusionalitas Presiden dan/atau Wakil Presiden atas dugaan DPR tersebut; Setelah MK memutus Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah dengan melanggar hukum dan konstitusi, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. • Selanjutnya, MPR wajib menggelar sidang paripurna untuk memutus usul DPR untuk pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul DPR. • Keputusan pemberhentian di MPR dilakukan dengan cara voting oleh anggota MPR. Sebelum pemberhentian, Presiden dan/atau Wakil Presiden mempunyai hak menyampaikan penjelasan di depan sidang paripurna MPR.
MASALAH • Penggunaan hak angket oleh DPR tidak dapat menegakkan supremasi hukum dan keadilan yang substantif dengan membawa Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MK, walaupun dalam penyelidikan ditemukan pelanggaran yang melibatkan Wakil Presiden. • Konsep negara hukum di Indonesia berkaitan dalam pemakzulan masih lemah karena cenderung dipengaruhi oleh konfigurasi politik.
KONSISTENSI ASAS NEGARA HUKUM DALAM PASAL 7B UUD 1945 • Ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (7) UUD 1945 yaitu, “Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
KONSISTENSI ASAS NEGARA HUKUM DALAM PASAL 7B UUD 1945 •  Dalam bunyi ketentuan tersebut jelas bahwa apabila MK memutus Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum, pada akhirnya MPR menggelar sidang paripurna untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Mekanisme pemberhentian di MPR dilakukan dengan mekanisme voting, yaitu keputusan diambil dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir.
KOREKSI • Terhadap asas negara hukum yang senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum, hendaknya UUD 1945 memberikan ketentuan bahwa putusan MK harus dijalankan sepenuhnya oleh MPR. • Implikasinya, apabila MK memutuskan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran, namun MPR tidak menyetujui pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Maka sendi-sendi hukum dapat diruntuhkan oleh UUD 1945, mengingat secara formal tindakan yang dilakukan oleh MPR adalah konstitusional .
AGENDA PERUBAHAN • Konsep negara hukum di Indonesia berkaitan dalam pemakzulan masih lemah karena cenderung dipengaruhi oleh konfigurasi politik. Oleh karena itu, supremasi hukum harus senantiasa diperkuat, sehingga hukum dan konstitusi dapat ditegakkan tanpa intervensi politik. • Agenda penyempurnaan UUD 1945 tersebut dilakukan dengan merubah ketentuan Pasal 7B ayat (3) yang menyatakan bahwa jika ditemukan pelanggaran konstitusi, DPR harus mengajukan permohonan kepada MK untuk memutus dugaan pelanggaran tanpa menggunakan mekanisme pemungutan suara dan Pasal 7B ayat (7) UUD 1945, dengan mencantumkan rumusan bahwa pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dilakukan oleh MPR dengan kewajiban melaksanakan putusan MK.