1|BER ANG
DAFTAR ISI: Membenahi Dwitunggal KAMMI-PKS –4 Menantikan kembalinya “KAMMALISME ” – 11 Muktamar VIII KAMMI… - 22 Identitas Gerakan KAMMI Harus Dibongkar – 25
Gerakan Mahasiswa Jangan Remehkan Media Sosial -33
KAMMI Untuk Indonesia! Pesan ini rasanya ingin disampaikan oleh para pendiri KAMMI ketika mendeklarasikan KAMMI di Malang 15 tahun silam. Keresahan menyaksikan rezim otoriter berkuasa, merampok kekayaan negara dan menyengsarakan Rakyat, telah membuat para aktivis Lembaga Dakwah Kampus tergerak untuk mendeklarasikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Front Aksi KAMMI ini tercatat mampu menjadi energi segar dan energi besar hingga Reformasi terjadi dan Bangsa Indonesia memulai lembaran sejarah baru. Di tengah hiruk pikuk rutinitas KAMMI di seluruh Indonesia, hadir sebuah komunitas yang lahir dari obrolan di group facebook Pengurus KAMMI Seluruh Indonesia. Obrolan konstruktif yang dilanjutkan dengan ‘kopi darat’ di Angkringan Pancoran. Hadir sekitar 35 warga group tsb untuk membicarakan KAMMI. Karena yang hadir berangkat atas nama kesadaran pribadi, bukan membawa embelembel jabatan stuktural di KAMMI, tercetuslah istilah Forum Kultural untuk aktivitas di Angkringan Pancoran. Dari sinilah obrolah Forum Kultural berlanjut hingga Sarasehan Intelegensia KAMMI di Yogyakarta pada akhir Desember 2012, dan berlanjut di Jakarta pada pertengahan Maret. Tagline Forum Kultural KAMMI, yakni Mencintai KAMMI dengan Sederhana, dan KAMMI Untuk Indonesia menjadi pesan buat kita kader atau Alumni KAMMI untuk tetap mencintai dan berbuat untuk KAMMI, meski sederhana. Semoga bulletin ini, walau sederhana, bisa hadir mengisi ruang-ruang kosong dalam diri dan kaderkader KAMMI. Meski kita ini bukan siapa-siapa atau siapapun, mari kita Mencintai KAMMI dengan Sederhana. #kammiuntukindonesia. (redaksi) 2|BER ANG
3|BER ANG
M
ESKIPUN secara de jure Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengklaim bahwa mereka bukanlah bagian dari struktur-langsung PKS, secara de facto sukar dipungkiri bahwa keduanya merupakan entitas yang berkaitan erat. Maka, mendiplomasikan KAMMI bukan bagian dari PKS, atau memisahkan masa depan PKS tanpa melibatkan dinamika KAMMI, merupakan wacana yang absurd. Dengan demikian, berbicara masa depan PKS—baik untuk 2014 ataupun setelahnya—meniscayakan untuk melihat kiprah pelapisnya saat ini: KAMMI. Sampai di sini dapat dibangun asumsi bahwa membangun KAMMI sama pentingnya membangun PKS. Asumsi ini bukan berarti menyegala-galakan keberadaan KAMMI; bahwa KAMMI pastilah PKS, 4|BER ANG
atau PKS masa depan hanya bisa direpresentasikan sebagai KAMMI hari ini. Akan tetapi, seperti yang ingin disampaikan pada refleksi sederhana ini, KAMMI sebagai anasir di tubuh PKS—entah apa pun penyebutan yang dimaui oleh aktivisnya—tidak bisa menutup mata atas kiprah PKS; hal yang sama berlaku pula kepada PKS. Artinya, keduanya memiliki wilayah gerak yang berbeda meskipun pada akhirnya bertujuan sama. Bila PKS menempuh jalur politik formal sebagai sebuah pendekatan struktural kekuasaan, KAMMI menjadi komplemennya: sebagai kekuatan kultural dengan wilayah kerja di gerakan mahasiswa atau pemuda. Sampai di sini pembagian semacam ini belum memunculkan persoalan.
Dengan kata lain, perjuangan KAMMI bersama PKS dalam melanjutkan demokratisasi di tanah air hakikatnya bisa dipandang sebagai dwitunggal.
Saling melintasi Persoalan muncul ketika batas kedua jalur itu tidak lagi jelas. Kedua pihak saling memasuki secara bebas, padahal tanpa disadari telah mengacak-acak agenda kerja mereka lebih luas lagi. PKS yang semestinya bergerak pada pertarungan kekuasaan formal di parlemen acap kali terlihat lebih akrab untuk bermain dengan kerja kultural. Misalnya, dalam mengatasi bencana alam seperti banjir di Ibu Kota sebulan lalu. PKS tampil ke depan justru sebagai kelompok kultural lewat programprogram pelayanan sosial kepada para korban. Sementara, kritisisme hingga advokasi kebijakan secara serius dan konsisten tentang kebijakan tata ruang kota 5|BER ANG
Yusuf Maulana, Penggiat KAMMI Kultural
dan yang terkait dengan penyebab banjir justru menjadi agenda yang jauh tertinggal di belakang. Ini bukan berarti mendirikan posko bantuan tidak penting. Layanan sosial tetap penting, namun yang juga harus dikerjakan adalah gerak struktural mereka untuk mencegah atau memperbaiki masalah yang sama. Sebab, bila PKS luput pada hal ini, mereka hanya akan terkonsentrasi pada hal-hal pemberian bantuan sehingga PKS luput mengatasi akar masalah banjir sebenarnya. Kesan yang muncul, PKS hanya terlatih dalam gerakan sosial dibandingkan advokasi publik. Di sisi lain, KAMMI yang seharusnya bisa memilari PKS di wilayah kultural ternyata dalam praktiknya bingung untuk memfokuskan gerakannya. Ketika hendak memasuki gerakan sosial, PKS lebih dulu hadir. Dalam pengertiannya secara luas, peran kultural KAMMI salah satunya adalah melangsungkan tradisi intelektual bagi politisi PKS pada masa mendatang. Oleh karena itu, agenda intelektualisasi di KAMMI merupakan hal yang niscaya dihadirkan. Sayangnya, ketika berniat menjadi gerakan intelektual, KAMMI terlihat ragu melakukannya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sugesti dari eksponen PKS secara organisasi untuk menyeriusi kebijakan ini. Agenda ini oleh sebagian (besar) anasir PKS dipandang tidak produktif bila dikaitkan dengan agenda PKS secara menyeluruh. Di sisi lain, menjadikan KAMMI tetap sebagai gerakan jalanan, memang bisa diterima PKS. Hanya saja, di sebagian aktivis KAMMI—terutama yang tidak berada di luar struktur kepengurusan KAMMI Pusat— muncul pemikiran bahwa zaman sudah berubah. Efektivitas gerakan jalanan tidak bisa lagi diharapkan seperti periode sebelumnya. Dalam keadaan seperti ini KAMMI akhirnya berada dalam dilema. Tarik ulur untuk tetap menjadi gerakan jalanan dengan gerakan 6|BER ANG
yang lebih efektif sejauh ini belum memunculkan formulasi ampuh yang bisa diandalkan. Meskipun secara konseptual KAMMI memang berperan melapisi PKS, dalam praktiknya tidaklah semudah yang direncanakan. Ada godaan di internal aktivis KAMMI untuk mengambil jalur struktural yang sebenarnya peran PKS. Kadangkala pelintasan jalur ini justru kurang disadari oleh aktivis KAMMI sendiri; seolah-olah apa yang ditempuhnya justru merupakan bagian dari kekonsistenannya sebagai gerakan mahasiswa. Ambil contoh dalam isu melengserkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tatkala di periode pertama pemerintahannya. Isu yang mulai menghangat dalam diskusi antar-aktivis KAMMI ini sebenarnya resonansi dari eksponen PKS yang juga tengah tidak puas dengan kepemimpinan SBY-JK kala itu.
Salah Satu Aksi KAMMI
Padahal, pelintasan jalur seperti itu oleh pihak di luar KAMMI diartikan sebagai modus gerakan bayangan atau pesanan dari politisi di DPR/D (PKS). Terlepas dari konotasi negatifnya, penilaian seperti ini tetap memiliki relevensi sebagai kritik kepada KAMMI: stigma KAMMI sebagai GM bayangan atau pesanan 7|BER ANG
akan tetap melekat bila KAMMI tidak mengubah paradigma hingga praksisnya. Di sinilah perlunya KAMMI agar konsisten memainkan peranan sebagai gerakan kultural tanpa harus tergoda untuk mengikuti jejak politis PKS. Dalam posisi seperti inilah, KAMMI selama ini sebenarnya telah meninggalkan banyak peluang untuk bisa menyinkronkan agendanya dengan kepentingan PKS secara menyeluruh.
Lihat saja betapa KAMMI tidak tergerak sama sekali dengan isu pembelaan petani, meski saat yang sama eksponen PKS di kabinet SBY justru tengah berupaya menggalakkan beras rakyat sebagai tandingan beras impor.
Gerakan jalanan ternyata hanya dipahami sebagai gerakan ketika isu yang diusung hanyalah seputar kekuasaan di tubuh pemerintahan. Sedangkan ketika terlibat dalam gerakan yang mengusung isu kerakyatan (seperti isu tolak impor beras), yang pernah dilakukan KAMMI sebatas rutinitas berdemonstrasi tanpa kesinambungan dalam mengusung agendanya. Demikian pula nasib agenda reposisi KAMMI sebagai gerakan intelektual profetik, mati di tengah jalan hanya karena godaan untuk merespons isu mutakhir yang berkaitan dengan kekuasan lebih kuat. Dalam posisi seperti ini tidak salah jika KAMMI dinyatakan mengidap alienasi.
8|BER ANG
Resonansi kemacetan Ironisnya, semua keadaan itu tidak selalu disebabkan oleh internal KAMMI, namun juga oleh PKS dalam memandang sebuah persoalan. Padahal, ketika terjadi ketidaksinkronan seringnya yang dimenangkan adalah agenda taktis PKS. Akibatnya, yang sering muncul kemudian adalah kemacetan yang beresonansi, alih-alih membuka kemacetan. Dalam kasus menghadapi kekuasaan pemerintah, tidak kritisnya PKS terhadap pemerintahan SBY menjadi indikator sikap yang hampir serupa pada KAMMI. Demikian pula ketika PKS berteriak vokal, KAMMI akan berteriak pula (bahkan lebih nyaring). Masalahnya adalah semisal di tubuh PKS terjadi kemacetan dalam tradisi kritik, akan seperti apa kekritisan KAMMI? Sebagaimana gerakan mahasiswa yang lain, KAMMI tetaplah sebuah gerakan yang harus kreatif. Namun, energi kreatif pada KAMMI saat ini masih belum cukup untuk merespons setiap persoalan bangsa. Maka, di sinilah arti penting letak berbagi jalur pergerakan. Dengan demikian,
Pertanyaannya, siapa yang mendahului untuk bertindak: PKS ataukah KAMMI? Jawabannya mudah: PKS-lah yang perlu memberikan contoh berikut kebijakannya untuk memercayai KAMMI. Sayangnya hal ini belum terwujud. Saat yang sama, sebagian aktivis KAMMI sendiri masih lebih asyik untuk disuapi ‘orangtuanya’ daripada berpikir sendiri.
9|BER ANG
posisi sebagai pelapis PKS bukan lagi sebatas hubungan emosi cum hierarki laiknya orangtua dan anak, namun juga sebagai cadangan energi. Harus diakui bahwa PKS memang mampu mencerdaskan aktivis KAMMI secara afeksi sehingga sejauh ini tampillah aktivis KAMMI sebagai sosok yang memperjuangkan moralitas. Masalahnya, kritik moralitas untuk saat ini mengalami titik jenuh. Tiap orang mudah mencari siapa yang bersalah. Hanya saja, untuk mengatasinya tidak mudah. Di sinilah perlunya penyertaan kecerdasan moral bersama kecerdasan intelektual. Dalam hal ini, kecerdasan intelektual adalah pembuka katup moral yang telah melekat pada KAMMI (PKS) untuk membuka ide yang mengatasi sebuah persoalan publik. Pertanyaannya, siapa yang mendahului untuk bertindak: PKS ataukah KAMMI? Jawabannya mudah: PKS-lah yang perlu memberikan contoh berikut kebijakannya untuk memercayai KAMMI. Sayangnya hal ini belum terwujud. Saat yang sama, sebagian aktivis KAMMI sendiri masih lebih asyik untuk disuapi ‘orangtuanya’ daripada berpikir sendiri. Keadaan terssebut seharusnya mulai direnungkan oleh keduanya, atau setidaknya diawali dari evaluasi KAMMI selama dibersamai PKS. Sebab, pada usia lima belas tahun saat ini sudah masanya bagi KAMMI untuk berlatih mandiri. Bukankah kita jengah melihat anak seusia SMP masih disuapi dan—maaf— diceboki? Di mana kemandirian? [] *) Alumni KAMMI 10 | B E R A N G
Menantikan kembalinya
“KAMMALISME” Sebuah Corong Perubahan Dari Kota Apel Oleh: Muhammad Azami Ramadhan* “JANGAN KAU SEPERTI IBLIS, Hanya melihat air dan lumpur ketika memandang Adam. Lihatlah di balik lumpur, Beratus-ratus ribu taman yang indah!” [Lihatlah yang Terdalam - Jalaluddin Rumi]
Malam itu semakin larut, seiring dengan pengunjung warung kopi sedikit demi sediki meninggalkan tempat menuju peraduannya, tersisa beberapa anak muda yang asik memaikan laptop, bercengkrama, bermain kartu, dan asyik bercumbu verbal dengan pasangannya, namun di sisi lain ada tiga orang pemuda yang membicarakan hal serius terkait sebuah narasi yang masing masing mereka bangun, baik untuk pribadinya 11 | B E R A N G
M. Azzami Ramadhan, Penggiat KAMMI Malang Raya
dan untuk organisasi yang mereka cintai. Sejauh ini kita telah mendiskusikan konteks penting yang mempengaruhi perkembangan sosioemosional pada organisasi yang hendak berumur sekitar 15 tahun ini. Kita semua mengetahui bahwa KAMMI lahir di malang tepat di Universitas Muhammadiyah Malang, dan kita sepakat pula bahwa jangan sampai KAMM mati di tempat kelahirannya, mati di kandang sendiri, mati sebagai kancil atau mati sebagai singa. Masing masing dari kita menceritakan narasinya, bak sosok presiden berpidato dengan mengebu gebunya, sampai sampai tercelutuklah kata kata “kammalisme”, semua terbahak, dan bertanya tanya, dan akhirnya terucaplah nama tokoh “Musthafa Kemal Attaturk”. Bukan, bukan nama tokoh yang di tekan kan, tapi maksud dari kata “kammalisme” adalah sebuah singkatan yang memiliki arti “kammi malang is-me” atau sebuah paham tentang “kammimalangisme”.
“Kammalisme” dengan pendekatan matsnawi Jalaludin Rumi Menurut Nicholson dalam Selected Poems from the Divan-I Syams-I Tabriz, Masnawi adalah ibarat sungai yang sangat besar, tenang dan dalam, yang mengalir berkelok-kelok melalui daratan yang sangat kaya dan bermacam-macam menuju lautan luas yang tak terhingga [1]. Matsnawi, saya lebih sepakat jika matsnawi itu senandung cinta abadi, berisi sajak-sajak yang membimbing manusia ke puncak pencerahan rohani. Dalam senandung cinta abadi, Rumi mengajarkan manusia untuk melihat hikmah, mendekati Tuhan dan mengabaikan kesia-siaan dunia. Mungkin saja jika pendekatan matsnawi membimbing juga bagi kader kader KAMMI bersenandung dengan cinta abadi versi pribadinya, bisa jadi senandung cinta abadi nanti 12 | B E R A N G
mengajak kader kader KAMMI meneguk ekstasi puncak-puncak kebahagiaan berjuang bersama KAMMI, walau gelegah lautan pasir, ketika senandung cinta abadi ada di hati menjadi bukan sebuah alasan untuk menghentikan deru laju perjuangan, jika senandung cinta abadi sudah di hati, pasti hati akan berkata “jangan risaukan tubuh-tubuh rantas mengelupas dihempas badai samudra tanpa batas” itulah senandung cinta abadi anak anak KAMMI.
Salah Satu Kegiatan KAMMI Malang Raya
Matsnawi adalah “tanpa akhir, meskipun bila seandainya hutan-hutan itu pena-pena dan samudra itu tinta” Hal ini memiliki persamaan dengan firman Allah adalah tanpa akhir. “Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami didatangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.[2] Bisa jadi istilah “mastnawi” juga tersirat dalam kehidupan pram, yakni “turba”[3] atau turun ke bawah, mbah pram sendiri memahami gerakan turun ke bawah tidak dalam makna yang sesempit itu. Bagi pramoedya, turun kebawah adalah ibarat kembali turun ke dunia desa, lebih jauh lagi, kembali ke dunia 13 | B E R A N G
cikal balak desa. Bukan turun ke bawah, melainkan turun ke sejarah. Ke dasar[4]. Inilah yang kemudian mem-bentuk nya untuk yakin betapa pentingnya sejarah bagi perkembangan KAMMI di malang, di tempat kelahiranya, dimana seni dalam bergerak kammi malang pun terlibat di dalamnya juga tidak bisa lepas dari peran pentingnya sejarah keberadaan kammi malang itu sendiri. Kalau pun itu dikatakan sebagai klasik, bisa disebut sebagai kontemporer pada masanya, pun juga demikian sebaliknnya. Saya sempat tercengang dengan salah seorang senior KAMMI malang yang sempat membuat statement di jejaring sosial bahwa “kammi malang memiliki ciri khas tersendri dalam ber-kammi, tanpa terpengaruh budaya jogjakarta, bandung, bahkan jakarta, kammi malang harus menjadi kiblat gerakan dari setiap komosariat, daerah di seluruh penjuru nusantara”. Itulah maksud tersirat dari “kammalisme”, kammi malang harus berkaca pada diri sendiri, meminjam perkataan pak rijalul imam- kammi malang harus merebut momentum refleksi 15 tahun KAMMI, dengan memaknai surah At-Takatsur untuk dapat mengejawantahkan visi pergerakannya, [5] . Namun kemudian, setelah saya mendapatkan jawaban dari sang penulis, beliau sempat berucap bahwa jogja itu kental dengan pemikirannya, jakarta terletak di pusat ibukota saja dekat dengan pusat informasi, dan kammi malang itu sangat menungkinkan menjadi sebuah kiblat dari setiap gerakan kammi, dengan fakta sejarah KAMMI lahir di malang, komisariat yang hidup tidak begitu “besar” tapi “hidup”, pengkaderan solid [6] berjalan rutin, nuansa tarbiyah berupa MK[7] juga berjalan dengan sangat kentalnya. Kegiatan pengembangan masyarakat pun berada di beberapa desa binaan. Dan itu semua harus di dijadikan sebuah harga diri kammi malang, tegasnya. 14 | B E R A N G
Kampus Universitas Muhammadiyah Malang, Tempat KAMMI dideklarasikan 29 Maret 1998
Berbicara masalah harga diri KAMMI, saya menjadi teringat tatkala diberi kesempatan untuk mengantikan dosen mengajar tentang perkembangan sosioemosional dalam mata kuliah psikologi pendidikan. Jadi penghargaan diri (self-esteem) adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Penghargaan ini juga dinamakan martabat diri (self-worth) atau gambaran diri (self-image)[8]. Misalnya anak yang punya penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang tetapi juga sebagai seseorang yang baik. Rogers (1961)[9] mengatakan bahwa sebab utama seseorang mempunyai penghargaan diri yang rendah (atau rendah diri) adalah karena mereka tidak diberikan dukungan emosional dan penerimaan social yang memadai. Mungkin dahulu saat masih berkembang sering ditegur. Misalnya “jangan ini, jangan itu�, “kamu kok bodoh banget�, dan lain-lain.
Menguatkan kembali identitas KAMMI malang Aspek yang terpenting dalam diri adalah sebuah identitas, kalau menelisik dalam psikologi perkembangan, identitas adalah hal yang terpenting dalam remaja, yang berupa pencarian jawaban atas pertanyaan seperti: Siapa saya? Seperti apakan saya ini? 15 | B E R A N G
Apa yang akan saya lakukan dalam hidup ini? Pertanyaan-pertanyaan ini jarang muncul pada masa kanak-kanak tetapi sering muncul dimasa remaja dan perguruan tinggi. Tidak menafikan terhadap KAMMI, pasti timbul pertanyaan pada setiap kader KAMMI malang tentang persamaan pertanyaan yang ada di atas, bagaimana KAMMI Malang sebenarnya? KAMMI malang harus di bawa kemana? Apa yang harus saya lakukan untuk kemajuan KAMMI malang?. Erikson menyimpulkan bahwa adalah penting untuk membedakan antara eksplorasi dan komitmen.[10] Eksplorasi adalah pencarian identitas alternative yang bermakna. dan Komitmen adalah menunjukkan penerimaan personal pada satu identitas dan menerima apapun implikasi dari identitas itu. Berdasarkan klasifikasinya menurut komitmen dan eksplorasi terdapat empat tipe identitas[11] yakni, Identity diffusion, terjadi ketika individu belum mengalami krisis (yakni belum mengeksplorasi altrenatif yang bermakna) atau membuat komitmen. Mereka belum memutuskan pilihan pekerjaan, kecenderungan dan ideology. Identity Foreclosure, terjadi saat individu membuat komitmen tetapi belum mengalami krisis. Identity Moratorium, terjadi ketika individu berada ditengah-tengah krisis tetapi komitmen mereka tidak ada atau baru didefinisikan secara samar-samar. Identity Achievement, terjadi ketika individu telah mengalami krisis dan telah membuat komitmen.Identitas KAMMI yang tertuang dalam 4 paradigma, 6 point elaborasi dari niai nilai keislaman yang menjadikan sebuah prinsip gerakan serta kredo gerakan yang masih manis untuk dibaca, perlu di tanamkan kembali kepada setiap jati diri kader KAMMI malang. Membangun dan menguatkan solid solid komisariat dan daerah, membudayakan diskusi diskusi ilmiah, memasifkan budaya baca – diskusi – 16 | B E R A N G
tulis, memagangkan kader kadernya di berbagai LSM dan NGO sesuai kapaasitasnya, mengamalkan amal dalam sebuah desa yang telah terbina, atau ladang ladang amal lainya yang ada di kampus kampus, dan meminjam istilah Niccolo Maciavelli [12] yang pemimpin/raja/kader KAMMI haruslah mempunyai sifat-sifat seperti kancil dan singa. Ia harus menjadi kancil untuk mencari lubang jaring dan menjadi singa untuk mengejutkan serigala. Jadi jelaslah bahwa pemimpin/raja/kader KAMMI harus memiliki sifatsifat cerdik pandai dan licin seibarat seekor kancil, akan tetapi harus pula memiliki sifat-sifat yang kejam dan tangan besi seibarat singa.
Aksi Mahasiswa Menduduki Gedung DPRMPR, 1998.
Tujuan Niccolo Maciavelli ialah untuk mencapai cita-cita atau tujuan politik demi kebesaran dan kehormatan negara Italia, agar menjadi seperti masa keemasan Romawi[13]. Namun dalam hal ini menggunakan sudut pandang saya sebagai aktivis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Bahwa kader harus memiliki cita cita, sebuah narasi demi kebesaran dan kehormatan 17 | B E R A N G
Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita untuk segera mempersemba hkan bahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif.
KAMMI paada umumnya, KAMMI malang pada khususnya, dan untuk itu diperlukan kekuatan dan kekuasaan yang dapat mempersatukan komisariat komisariat sebagai dalam paradigma “kammalisme�. Meminjam istilah Stephen R. Covey dalam The 8th Habit-nya bahwa organisasi dan manusia yang berhasil yakni mereka yang memiliki paradigma pribadi yang utuh terhadap dirinya. Organisasi bisa menjadi hebat dan bertahan lama jika ia memiliki gambaran yang jelas terhadap identitas diri yang mengakar pada kesejatian diri, menemukan bakat dan kekuatannya, dan memanfaatkannya menjadi sebuah sumbangsih nyata. Covey sangat menekankan pentingnya memahami diri yang itu bisa membawa pada paradigma komplet tentang hakikat diri organisasi yang bukan hanya akan melejitkan potensi organisasi namun juga menjadikan organisasi menemukan arah gerak tertingginya dan akhirnya mengilhami organisasi lain untuk sukses. Saya masih tertegun dengan apa yang di katakan oleh syaikh Imam Syahid Hasan Al Banna –tokoh revolusioner mesir- tatkala beliau berkata pada mahasiswa di dalam bukunya risalah pergerakan ikhwanul muslimin bahwa setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, di mana ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan 18 | B E R A N G
penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi Dunia kini tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dari mimpi-mimpi, "Wahai orangorang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.", dengan menyatir surah As, Shaff" 2-3 dengan titik penekanan untuk mengerjakan amal amal nyata sesuai ke khasan pemuda, sesuai dengan ke khasan KAMMI malang, dengan “kammalisme�nya. Saatnya KAMMI malang untuk kembali, berkontribusi untuk memajukan bangsa indonesia ini. Saya masih teringat kalimat itu, “KAMMI harus kembali, peduli dan berkontribusi� yang dijadikan sebuah tema besar dalam milad KAMMI ke 14.
Ikhtitam Mungkin dalam kesempatan kali ini, KAMMI Malang (tidak menafikan komisariat yang ada di bawah naungan kammi malang) dan seluruh karisidenan KAMMIREMA perlu kerja ekstra untuk mendesain 19 | B E R A N G
sebuah proyek bernama pencerahan intelektual dan menguatkan kembali kepada setiap jati diri kader malang tentang “kammalisme”, kembali kepada kemurnian KAMMI malang. Dengan segala sukadukanya. Dengan segala periuk caci-nestapa-puji-kritik. Dengan segala tatih-gulana-seliro. Dengan segala eksperimen-observasi-analisis-diagnosis. Dengan segala ketegaran-keradikalan-kejumawaan. “. . . Ketahuilah bahwa Allah beserta kalian. Saya tidak ingin panjang lebar untuk menjelaskan kewajiban kalian, karena kalian telah mengetahuinya. berimanlah ikhlaslah, berbuatlah, dan nantikan saatsaat keberuntungan dan kemenangan. Bagi Allah semua perkara, sebelum dan sesudahnya. Pada hati itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang . . .” –Hasan Al Banna – [] *) muhammad azami ramadhan, mahasiswa psikologi 2009, kepala departemen sosial politik 2012-2013 KAMMI komisariat UMM raya. [1] Jalaluddin Rumi, Divan-I Shams-I Tabriz (Seleksi dan Terjemahan R.A. Nicholson), London, Cambridge University Press, 1898, hlm. Xxxviii. [2] Surah al kahfi ayat 109 [3] Pramoedya ananta toer dan sasrta realisme sosialis hal. 15 [4]Pramodya ananta tour, 1995 ”nyanyian sunyi seorang bisu” catatan catatan dari pulau buru, lentera, jakarta hal.39 [5] Keinginan manusia untuk bermegah-megahan dalam soal duniawi, sering melalaikan manusia dari tujuan hidupnya. Dia baru menyadari kesalahannya itu setelah maut mendatanginya; manusia akan ditanya di akhirat tentang nikmat yang dibangga-banggakannya. *alquran digital, muqaddimah surah at takaatsur [6] School politic and ideology [7] Madrasah KAMMI khos [8] Santrock, John W, Psikologi Pendidikan, 2007, Jakarta. [9] Ibid. [10] Ibid. [11] Perkembangan social dan emosional anak.http://www/Psikologi/Pendidikan/Bahan/Pendukung/perkembanga n-sosial-dan-emosional-anak.html diunduh tanggal 7 Mei 2011. [12] Dalam bukunya : II Principle (The prince 1513) bab 19 yang artinya Sang Raja atau Buku Pelajaran untuk Raja [13] Ibid
20 | B E R A N G
21 | B E R A N G
Muktamar VIII KAMMI,
Andriyana Terpilih Menjadi Ketum KAMMI 2013-2015 TANGERANG SELATAN - Setelah melewati serangkaian sidang Muktamar VIII KAMMI, ditetapkanlah Andriyana, S.T. sebagai ketua umum terpilih Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) periode 2013-2015 Kamis (6/6) lalu. Penetapan ini berdasarkan hasil sidang seluruh perwakilan KAMMI Daerah dan Wilayah seIndonesia. Agenda Muktamar VIII KAMMI dalam rangka memilih ketua umum berlangsung sejak 30 Mei hingga 6 Juni. Kegiatan ini bertempat di Universitas Terbuka Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Peserta yang hadir dalam Muktamar berjumlah sekitar 300 peserta. 22 | B E R A N G
Dalam orasi kepemimpinannya, Andriyana mengharapkan dukungan terhadap semua pihak. “Saya tidak mungkin dapat berdiri sendiri. Saya bukan orang terbaik di antara kalian. Saya hanya orang yang diberikan beban tanggung jawab yang lebih di antara kalian.” Di samping itu, Andriyana juga menyampaikan gagasannya tentang gerakan mahasiswa mendatang. “Gerakan mahasiswa ke depan harus menjadi garda terdepan dalam mengawal transformasi negara kita. Kita harus senantiasa hadir di tempat di mana negara absen.” Dalam kegiatan Muktamar VIII, beberapa tokoh nasional kenamaan turut hadir. Di antara tokoh yang hadir yakni Hary Tanoe, Irman Gusman, Fahri Hamzah, Chairul Tanjung, Oesman Sapta serta beberapa menteri dan pejabat kementerian RI. Mereka menyampaikan dukungan dan motivasi di hadapan para kader KAMMI seluruh Indonesia. Selain itu mereka juga memberikan masukan, kritikan, serta arahan bagi gerakan mahasiswa, terutama KAMMI ke depan. “Kami sangat berharap tokoh-tokoh yang hadir dalam agenda Muktamar KAMMI dapat mendukung dan bersinergi dengan KAMMI dalam upaya mengakselerasi kemajuan bangsa dan negara Indonesia,” tambah Andriyana. Dalam agenda muktamar ini, tidak hanya dilakukan pemilihan ketua umum. Muktamar ini juga merumuskan agenda KAMMI periode ke depan. Proses perumusan agenda ini dilakukan di sidang komisi yang terangkai di dalam agenda muktamar. Dalam sidang ini setiap peserta menyuarakan aspirasinya terkait gerak KAMMI mendatang. “Ke depan, dengan berbagai agenda yang sudah yang mengakomodir seluruh ide KAMMI Wilayah dan Daerah dapat semakin membuat KAMMI lebih progresif serta baik KAMMI Daerah maupun Wilayah cepat bersinergi dengan KAMMI Pusat.” pungkas Andriyana. Penulis : Riyan Fajri Editor : SCE diambil dari : eramadina.com
23 | B E R A N G
Mencitai KAMMI dengan Sederhana…… Bulletin BERANG akan menyajikan artikel dan reportase kegiatan Sarasehan Intelegensia KAMMI yang digelar Forum Kultural KAMMI. Tulsian akan dimuat dalam beberapa edisi Bullatin BERANG. Semoga semakin membuat kita Mencitai KAMMI dengan Sederhana…… 24 | B E R A N G
Identitas Gerakan KAMMI Harus Dibongkar
–
Catatan Sarasehan Nasional Intelegensia KAMMI (1)
YOGYAKARTA (23/12) — Wibisono (24) tampak serius mengikuti perdebatan di ruangan itu tadi malam. Sesekali ia membaca makalah yang dibagikan panitia dan memberikan tanggapan terhadap komentar peserta lain. “Sudah lama saya tak melihat suasana dialektis semacam ini di KAMMI”, tukas mahasiswa pascasarjana di Universitas Indonesia ini. Perasaan yang sama dirasakan pula oleh peserta lain, Dharma (24). Alumnus STAIN Metro ini berpendapat, forum ini harus bisa membongkar sesuatu yang selama ini dianggap ‘mapan’ di KAMMI. “Ini jadi semacam ‘MLB Ideologis’ menurut saya. Konsep-konsep seperti “Muslim Negarawan” bukan konsep yang sakral dan perlu dikritik”, kata Dharma yang sekarang melanjutkan studi di UGM. Suasana seperti inilah yang terjadi pada Sarasehan Nasional Intelegensia KAMMI di Yogyakarta, Sabtu (22/12) malam. Bertempat di Ruang Pelatihan, Balai Kota 25 | B E R A N G
Yogyakarta, sarasehan ini dihadiri oleh puluhan aktivis KAMMI dari berbagai daerah di Indonesia. “Pertemuan ini adalah forum kultural yang diharapkan bisa melahirkan gagasan-gagasan baru untuk KAMMI”, jelas salah satu inisiator kegiatan. Berawal dari diskusi yang cukup hangat di dunia maya, gagasan untuk membuat forum kultural akhirnya bergulir ke dunia nyata. Menurut para inisiator, pertemuan ini pertama kali dihelat di Pancoran, satu bulan silam yang akhirnya mengeluarkan Manifesto Pancoran. “Desakan Forum Kultural ini semakin menguat untuk mengembalikan KAMMI pada khittah ideologinya”, jelas Arif, seorang inisiator yang hadir du Pancoran. Akhirnya, terjadi kesepakatan untuk melakukan pertemuan di Yogyakarta, yang selama ini dianggap sebagai basis intelektual KAMMI.
Berawal dari diskusi yang cukup hangat di dunia maya, gagasan untuk membuat forum kultural akhirnya bergulir ke dunia nyata.
Pertemuan dimulai pada pukul 15.30 dan secara resmi sesi pertama dibuka pada pukul 20.00 dan berakhir pada pukul 03.00. Sesi Pertama mendiskusikan ”Mengapa KAMMI Terpuruk Hari Ini”. Pemetaan yang difasilitasi oleh Andriyana, Sekjen PP KAMMI ini mengerucut pada dilema dualisme identitas KAMMI. “Di satu sisi, kader KAMMI berada di KAMMI, dan pada saat yang bersamaan, dia juga menjadi kader PKS. Hal ini kan bermasalah”, kata salah seorang peserta. Peserta lain menanggapi statement tersebut. “Bagaimana mungkin kader KAMMI bisa mengalami dualisme jika ia tahu dan paham identitas dirinya sendiri? Artinya permasalahannya adalah kader KAMMI tidak tahu siapa dirinya sendiri dong“, kata peserta tersebut. Ia berpendapat, kehadiran PKS di tubuh KAMMI adalah buah kegagapan kader KAMMI dalam mengidentifikasi dirinya 26 | B E R A N G
sendiri. “Kita harus menegaskan KAMMI sebagai KAMMI, bukan sebagai PKS atau Tarbiyah yang menghegemoni kesadaran kader KAMMI”, tambahnya. Polemik sampai pada sistem pengkaderan KAMMI. “Apakah selama ini KAMMI mengkader seseorang untuk menjadi kader KAMMI, atau justru kader tersebut adalah kader PKS? Ini kan dualisme identitas namanya”, kata seorang peserta.”Tapi, persoalannya, bagaimana kalau yang dikader KAMMI itu adalah kader PKS yang sudah ikut pada pola perkaderan lain?” Peserta lain menanggapi dengan mempertanyakan balik. “Itulah sebabnya, kaderisasi KAMMI benar-benar harus disetting sebagai kaderisasi KAMMI. Jangan sampai untuk ikut Daurah Marhalah,yang diminta adalah surat rekomendasi dari perkaderan lain. ‘Kan sudah ada MK Khos”, jawab peserta tersebut.
Andriyana saat memandu Sesi Diskusi dalam Sarasehan edisi Jogja
Polemik ini sampai pada kesimpulan bahwa kaderisasi KAMMI harus berlandas pada ideologinya sendiri yang khas. “Masalah seperti ini sudah pernah diperdebatkan di KAMMI DIY tahun 2007, tetapi sayangnya tidak ada taurits yang memadai sehingga konsep yang diperdebatkan tadi hilang begitu saja”, tanggap peserta lain yang hadir.
27 | B E R A N G
Dari kaderisasi, forum mengerucut pada kesimpulan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan KAMMI mengalami split identitas: kesadaran ideologis yang tidak muncul, basis pengetahuan yang belum mencukupi, dan masalah hegemoni kekuatan-kekuatan politik tertentu pada praksis di lapangan. “Dan ini muncul karena belum adanya rumusan final dari konsepsi ideologi KAMMI itu sendiri”, simpul fasilitator. Perdebatan yang sama terjadi pada sesi kedua, yang memperdebatkan Mengapa KAMMI (harus) Lahir. Mengacu pada teks Amin Sudarsono (2006), terjadi perdebatan apakah KAMMI itu adalah agen dari sebuah struktur besar tertentu atau justru struktur itu sendiri. “Kita tidak bisa menampik fakta bahwa pada tahun 1998 KAMMI adalah agensi dari kelompok besar bernama tarbiyah”, tukas seorang peserta. Pernyataan itu dibantah peserta lain. “KAMMI hadir karena kesadaran untuk merespons kondisi material objektif yang ada saat itu, yaitu kapitalisme yang represif dan memarjinalkan umat Islam. Dan hal itu bersesuaian secara global, mengikat KAMMI dalam sebuah diskursus tentang Islam Politik yang waktu itu dimarjinalkan Orde Baru”, kata peserta ini seraya mengutip analisis Vedi Hadiz. Perdebatan berlanjut pada sebuah pertanyaan, apakah benar ada hegemoni diskursus Tarbiyah -yang kemudian bertransformasi menjadi PKS- di tubuh KAMMI. ”Kita tidak bisa menafikan fakta bahwa hal itu pernah terjadi pada KAMMI tahun 1998. Kesadaran diskursif yang melatarbelakangi kader KAMMI pada waktu itu kan adalah kesadaran sebagai bagian dari jamaah Tarbiyah“, kata seorang peserta. Pernyataan itu segera memicu perdebatan. “Selama ini, pemahaman sejarah yang melihat Tarbiyah hanya sebagai variabel tunggal dalam pembacaan sejarah KAMMI menjadi wacana hegemonik. Ia kemudian meng-governmentalisasi setiap aktivitas dan kesadaran kader KAMMI. Padahal, jika kita baca sejarah secara kritis, Tarbiyah kan tidak lahir hanya dari ruang kosong, tetapi perlawanan atas struktur yang menindas juga”, kata peserta lain kurang setuju. Menurutnya, KAMMI 28 | B E R A N G
secara struktural adalah gerakan perlawanan atas kondisi yang menindas pada waktu itu.
Mas Imron Rosyadi & Mas Yusuf Maulana saat memaparkan kronologi & dialektika pembentukan Konstitusi Paradigma Gerakan KAMMI
Pertanyaannya, bagaimana dengan keterkaitan dengan fakta bahwa Tarbiyah pernah mendominasi KAMMI di awal pembentukannya? Perdebatan akhirnya berkutat di wilayah tersebut. Argumennya, Tarbiyah mendominasi format kesadaran kader KAMMI secara diskursif pada satu waktu tertentu. “Pertanyaannya, apakah itu harus dipertahankan hanya atas argumen sejarah tersebut? Tahun 2004 kan ada perubahan besar-besaran pada AD/ART KAMMI, yang akhirnya memosisikan KAMMI sebagai entitas yang mandiri�, tambah peserta lain. Perdebatan soal sejarah KAMMI ini kemudian mengerucut pada apakah KAMMI itu agensi atau struktur. Forum kemudian sampai pada kesimpulan bahwa perlu adanya pembacaan ulang mengenai sejarah KAMMI yang lepas dari intervensi kekuasaan tertentu yang ingin mengukuhkan dominasinya di KAMMI. “Selama ini, sejarah KAMMI dibaca hanya sebagai sebuah agen dari kekuatan politik yang berbasis pada kelompok keagamaan tertentu. Akibatnya, sejarah KAMMI dibaca secara tunggal dan disempitkan pada kesimpulan bahwa KAMMI bagian dari jamaah tertentu. Ini kan jelas ada yang berkepentingan untuk menancapkan pengaruh 29 | B E R A N G
kekuasaannya di KAMMI”, jelas salah seorang peserta. Artinya, perlu membaca ulang sejarah KAMMI secara lebih kritis, tandasnya. Forum ini kemudian berlanjut pada diskursus yang hampir sama tentang ideologi gerakan KAMMI. Selama ini, tidak ada tafsir yang otoritatif mengenai ideologi KAMMI. Misal, di KAMMI, beberapa konsep dialektika yang dipahami Sosialisme juga dikenal, seperti di Muqaddimah Anggaran Dasar dengan beberapa istilah tertindas, mustadh’afin, dan sebagainya. “Jadi, bagaimana sebenarnya rumusan ideologi KAMMI itu?” tanya fasilitator memantik diskusi. Dari pantikan tersebut, perdebatan muncul pada pengaruh Ikhwanul Muslimin di KAMMI. “Kok dari dokumen Filosofi Gerakan, terlihat kedekatan yang erat antara KAMMI dan Ikhwanul Muslimin ya“, kata seorang peserta memulai perdebatan. Peserta lain menambahkan, “Kita lihat saja, misalnya, visi KAMMI selalu berubah sampai tahun 2004. bagaimana mungkin visi sebuah organisasi berubah kalau ia tidak punya keterkaitan dengan diskursus lain?”
“Selama ini, sejarah KAMMI dibaca hanya sebagai sebuah agen dari kekuatan politik yang berbasis pada kelompok keagamaan tertentu. Akibatnya, sejarah KAMMI dibaca secara tunggal dan disempitkan pada kesimpulan bahwa KAMMI bagian dari jamaah tertentu. Ini kan jelas ada yang berkepentingan untuk menancapkan pengaruh kekuasaannya di KAMMI”, jelas salah seorang peserta. Artinya, perlu membaca ulang sejarah KAMMI secara lebih kritis…….. Namun, argumen ini juga didebat oleh peserta lain. “Kalau kita perhatikan, KAMMI sebetulnya tidak hanya mengambil inspirasi ideologinya hanya dari IM semata, tetapi juga dari wacana-wacana lain dalam dunia Islam”, sanggah peserta tersebut.
30 | B E R A N G
Menurutnya, ada beberapa hal yang berbeda antara IM dan KAMMI. “Kita bisa lihat bahwa ada pengaruh IM di KAMMI misal pada prinsip gerakan. Tetapi, kalau kita lihat di kredo gerakan, misalnya, menjadi tidak mungkin IM mengenal istilah “berpikir dan berkehendak merdeka”, padahal IM saklek dengan Qiyadah wal Jundiyah. Kita bisa lihat konsep lain seperti ‘ilmu sosial profetik’-nya Kuntowijoyo yang ada di Paradigma, dan jelas diskursus itu berasal dari Muhammadiyah. Seharusnya, kita bicara yang lebih besar, yaitu diskursus mengenai ‘Islam Modernis”, papar peserta ini panjang lebar.
Peserta Sarasehan tengah memaparkan gagasannya
Forum akhirnya menyimpulkan bahwa perlu memeriksa kembali teks ideologi KAMMI. “Jangan terlalu naif mengesampingkan Ikhwan dari KAMMI, karena pada sejarahnya, IM pernah menjadi wacana dominan di KAMMI”, tambah peserta lain. Pernyataan ini segera didebat oleh peserta lain. “Seharusnya, KAMMI tidak bisa mengesampingkan diskursus lain di luar Ikhwan yang mewarnai KAMMI dalam perdebatan soal ideologi sampai ke praksis. Hal ini bisa mengakibatkan Ikhwan-centrism“, katanya bersemangat. Ikhwan sebagai referensi gerakan menjadi polemik hangat. “Kita tidak bisa melupakan bahwa Ikhwan memiliki porsi yang besar dalam membangun identitas KAMMI. Ini harus dihargai ketika kita bicara soal ideologi gerakan 31 | B E R A N G
KAMMI”, kata seorang peserta. Argumen ini ditanggapi oleh peserta lain dengan menggambarkan sebuah peta. “Kalaupun Ikhwan menjadi inspirasi dan referensi gerakan KAMMI, relasi itu sebetulnya hanya satu fragmen dan bersinggungan pula dengan diskursus lain di luar Ikhwan”, jelas peserta tersebut. Peserta lain menambahkan, “diskursus lain pun harus dihargai setara juga di KAMMI”.
Pertanyaan sampai pada ‘siapa’ yang berhak mendefinisikan KAMMI. “KAMMI benar-benar harus menjadi dirinya sendiri, dan ini harus dilakukan dengan memeriksa teks-teks ideologi secara lebih kritis agar KAMMI lepas dari dualisme identitas”, simpul fasilitator. Perdebatan akhirnya harus dihentikan pada pukul 03.00 dini hari dan disepakati akan dilanjutkan keesokan harinya. Diskusi berjalan dinamis dan hangat, tak melulu serius, tetapi juga diselingi candaan dan beberapa kejadian kecil yang menghadirkan tawa peserta. Beberapa fungsionaris PP KAMMI yang hadir mengapresiasi positif forum ini “Jujur, fenomena seperti ini mengingatkan saya pada suasana di KAMMI DIY 6-8 tahun silam, ketika perdebatan tidak lagi harus dibatasi oleh sesuatu yang bersifat “sakral”, tetapi benar-benar dialektis”, papar Okta, pengurus PP KAMMI yang mengikuti forum ini sejak malam. [maru]
32 | B E R A N G
Haryo Setyoko: Gerakan Mahasiswa Jangan Remehkan Media Sosial (Cerita dari Sarasehan Jakarta-5) oleh: Nur Afilin (Panitia Sarasehan Inteligensia KAMMI II, Jakarta)
Sarasehan Inteligensia KAMMI edisi Jakarta berakhir kemarin Ahad (17/3). Universitas Trilogi (dulu: STEKPI) yang berlokasi di Kalibata Jakarta Selatan menjadi tuan rumah agenda ini. Banyak ide, gagasan, kritikan, dan wacana yang terlontar dari para pembicara dan peserta yang terkuak. Salah satu yang menurut saya menarik ialah berkaitan dengan sosial media (sosmed) dan perannya dalam sebuah gerakan.
33 | B E R A N G
Sesi Foto Bersama peserta Sarasehan edisi Jakarta bersama Pemantik Diskusi.
Sesi yang dimoderatori oleh Ahmad Rizky MU (Pegiat Forum Kultural Yogya) tersebut menghadirkan Haryo Setyoko, Badaruddin, dan Fikri Aziz. Ketiganya adalah mantan pengurus KAMMI dari masing-masing generasi. “Tren gerakan sudah berubah. Wajar karena zaman pun telah berubah. Dulu TV dan media cetak menjadi raja informasi. Semua mereka kendalikan. Namun, sekarang internet dengan berbagai sosmednya telah sedikit banyak menggeser peran itu. Sosmed saat ini ibarat the original voice of ordinary people” ujar Haryo Setyoko, Sekretaris Jenderal PP KAMMI 1998. “Jangan mengunderestimate peran sosmed. Pengaruh sosmed bisa lebih besar apalagi jika isinya up to datedan ditunjang dengan gagasan kuat”, lanjut Haryo yang merupakan Sekjen pertama KAMMI sekaligus salah satu deklarator KAMMI 14 tahun silam ini. “Bahwa sekarang dunia ini kan semua orang bisa bermain di dunia. Kalau kata seorang pakar, apa yang terjadi di dunia saat ini berbasis 3.0. Kalau dulu 1.0 lebih banyak negara dan pemerintah yang bermain. Lalu, 2.0 dikendalikan oleh multi national corporation. Sekarang eranya 3.0, semua orang bisa menggerakkan apa yang terjadi di dunia. Melalui koneksi internet dan sosial media, kalian bisa kokmelakukannya. Maka, ana melihat hal-hal yang berbau hierarki harus mulai dikurangi. Jadi, from hierarchy to equality dan from structure to network. Maka seharusnya 34 | B E R A N G
setiap antum ini harus diberdayakan. Terserah mau ngambil pemberdayaan dirinya seperti apa” tutur Muhammad Badaruddin, Ketua Umum PP KAMMI 2001-2002. Hal senada pun dilontarkan Fikri Aziz, Sekretaris Jenderal PP KAMMI 2008-2009. Dia akui bahwa medan pertempuran sekarang telah berubah. Maka, tidak bisa selalu menyamakan saat ini dengan masa silam. Saya tak bermaksud mengecilkan peran demonstrasi atau unjuk rasa sebagai salah satu metode aksi. Sejarah, realita, analisis lain juga banyak yang mendukungnya. Rasanya amat gagabah jika kita secara langsung me-museum-kan bentuk aksi ini. Ada kalanya memang itu tetap perlu dilakukan dengan berbagai pertimbangan efektifitas. Namun, juga suatu hal yang lucu kalau kemudian aktifitas di dunia maya melalui beragam sosmed tidak dihitung sebagai aksi. Karena makna “aksi” itu ialah “gerakan” dan beraksi adalah “bergerak melakukan sesuatu”, maka ini amat luas (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kita boleh berkreasi di dalamnya. Maka, amat disayangkan jika masih ada gerakan mahasiswa (KAMMI, HMI, PMII, LDK, BEM, dll.) yang masih enggan ber-sosmed. Gerakan mahasiswa internal maupun eksternal mutlak memerlukan optimaliasasi peran sosmed. Bahkan mungkin tak hanya untuk gerakan mahasiswa. Setiap ide yang terbersit dalam benak masingmasing individu agaknya akan lebih masif tersebar dengan perantara sosmed. Namun demikian, aksi dunia nyata memang mutlak tetap dijalankan. Harus ada sinergisitas antara aksi dunia nyata dan dunia maya. Konsolidasi struktural juga tetap perlu dilakukan guna membuat aksi yang lebih berdaya dobrak. Hanya saja kita jangan selalu terbelenggu dengan hal-hal tersebut. “Oke. Hirarki itu masih ada. Tapi, harus mulai diflattening. Equality of the activism among the activists itu harus ditumbuhkan. Main aja di sosial media. Antum bikin akun apa gitu dan mulai lakukan gerakan. Jangan lupa aktifitas below the land ini harus tetap diimbangi dengan aktifitas above the land”, simpul Badaruddin. [nur]
35 | B E R A N G
36 | B E R A N G