Uskup Keuskupan KAJ: Surat Gembala Prapaskah 2022 dari Kardinal Suharyo

Page 1

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2022 “MENJUNJUNG TINGGI MARTABAT MANUSIA Semakin Mengasihi, Semakin Peduli, Semakin Bersaksi” (Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada Perayaan Ekaristi Hari Sabtu/Minggu, 26/27 Februari 2022)

Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus 1. Bersama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu 2 Maret 2022 yang akan datang, kita akan memasuki masa Prapaskah. Kita semua tahu, Prapaskah adalah masa khusus penuh rahmat, masa dan kesempatan bagi kita untuk lebih membuka hati kepada Tuhan yang selalu menyertai, membimbing serta meneguhkan kita dalam peziarahan iman kita. Masa Prapaskah akan bermuara pada hari-hari Pekan Suci, saat kita diajak untuk mengikuti Yesus lebih dekat dalam sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Dengan cara itu kita mengungkapkan komitmen kita untuk semakin tekun dan setia mengikuti Yesus. Kita diajak menggunakan kesempatan istimewa ini untuk semakin merasakan dan bersyukur “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya, tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Kasih Allah yang begitu besar inilah yang dicurahkan sampai sehabis-habisnya kepada kita, murid-murid Yesus (bdk Yoh 13:1). Kasih Allah yang kita rasakan dan syukuri, akan terus-menerus membaharui hidup kita, sehingga kita dapat bertumbuh semakin selaras dengan martabat kita sebagai gambar Allah. Itulah yang dinyatakan dalam kisah penciptaan : “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). 2. Pada tahun ini kita menjalani masa Prapaskah ketika kita, umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta, secara khusus ingin mendalami paham mengenai martabat manusia dan berusaha mencari jalan-jalan kreatif untuk menjunjung tinggi dan menghormati martabat manusia itu. Oleh karena itu yang pertama-tama mesti kita pahami adalah jati diri kita manusia menurut keyakinan iman kita. 2.1. Sebagaimana sudah disampaikan pada awal, menurut Kitab Kej 1:27 manusia diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, sebagai puncak karya penciptaan. 1


Kisah yang ditutup dengan pernyataan “sungguh amat baik” (Kej 1:31), menegaskan martabat manusia yang mulia. Namun di samping kisah penciptaan manusia sebagai gambar Allah, kita temukan juga kisah penciptaan yang lain yang menyatakan bahwa “Allah membentuk manusia dari debu tanah” (Kej 2:7). Kisah ini menegaskan sisi manusia yang lain, yaitu kerapuhannya. Kerapuhan manusia itulah yang diungkapkan dalam kisah dosa manusia pertama. Melalui dua kisah penciptaan manusia yang berbeda ini diungkapkan keyakinan iman mengenai jati diri manusia : manusia adalah pribadi rapuh, yang dipanggil oleh Allah untuk bertumbuh menjadi pribadi yang semakin mulia – menjadi pribadi yang semakin bermartabat. 2.2. Manusia yang diciptakan sebagai puncak segala ciptaan itu dianugerahi oleh Allah kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain. Manusia dianugerahi akal budi, hati nurani dan kemerdekaan. Dengan akal budi yang dituntun oleh hati nurani yang jernih, manusia akan bertindak sebagai pribadi yang bebas merdeka. Dengan kemerdekaannya, manusia diharapkan dapat mengambil keputusankeputusan yang dilandaskan pada kesadaran diri yang paling dasar sebagai ciptaan, sebagaimana diajarkan misalnya dalam Latihan Rohati Santo Ignatius: “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita” (No. 23). 3. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana cara kita “manusia gambar Allah yang rapuh” dapat menggunakan akal budi, hati nurani dan kemerdekaan kita untuk mengabdi dan memuliakan Allah? Jawabannya kita semua tahu : dengan meneladan Yesus yang adalah “gambar Allah yang tidak kelihatan yang di dalamNya seluruh kepenuhan Allah berkenan diam” (bdk (Kol 1:15.19). Dengan meneladan Yesus, melakukan apa yang Ia lakukan, kita akan semakin mencerminkan kemuliaan-Nya. Itulah yang dinyatakan oleh Rasul Paulus : “…kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan … maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya (=Kristus), dalam kemuliaan yang semakin besar”. Dengan cara ini, kita tumbuh – dalam bahasa kita – menjadi pribadi yang semakin bermartabat. Saudari-saudaraku yang terkasih, 4. Ada banyak wajah Yesus yang dapat kita temukan dalam Kitab Suci untuk kita teladani. Salah satu wajah itu ditampilkan oleh Petrus dalam khotbahnya, yaitu “Yesus yang berjalan keliling sambil berbuat baik” (Kis 10:38). Yesus Kristus ini diwartakan sebagai “yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk 2


membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya sendiri, suatu umat kepunyaaan-Nya sendiri yang rajin berbuat baik” (Tit 2:14). Dalam arti ini kita dapat mengatakan bahwa manusia yang bermartabat adalah manusia yang rajin berbuat baik. Atau memakai kata-kata Yesus dalam Injil “pohon yang baik yang menghasilkan buah-buah yang baik” 5.1. Dalam rangka meneladan Yesus yang berkeliling sambil berbuat baik itu, dapat kita tempatkan nasihat-nasihat yang diberikan oleh Rasul Paulus untuk berbuat baik berikut ini : Titus diberi nasihat untuk menjadikan dirinya teladan dalam berbuat baik (bdk. Tit 2:7); jemaat di Tesalonika didoakan “agar Allah dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik” (2 Tes 1:11); Timotius diminta untuk memperingatkan jemaat yang dilayaninya agar “mereka itu berbuat baik” (1 Tim 6:18). Bagi jemaat Galatia – dan tentu saja bagi kita - dinasihatkan “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik … karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang” (Gal 6:9-10). Tidak jarang berbuat baik mesti disertai pengorbanan yang besar. Itulah yang ditegaskan oleh Petrus di dalam suratnya: “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya kepada Pencipta yang setia, dengan selalu berbuat baik” (1 Ptr 4:19). Selain itu Rasul Yohanes menegaskan bahwa “barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah” (3 Yoh 11). 5.2. Kutipan-kutipan ini kiranya cukup untuk menyimpulkan bahwa dengan rajin berbuat baik, kita menyatakan martabat kita sebagai citra Allah. Dengan rajin berbuat baik kita mewujudkan cita-cita kita sebagai umat Keuskupan Agung Jakarta untuk semakin mengasihi, semakin peduli dan semakin bersaksi. Perbuatan baik adalah wujud kasih dan kepedulian kita serta bentuk kesaksian kita. 6.1. Ada sekian banyak perbuatan baik yang dapat kita simpulkan dari kutipankutipan Kitab Suci yang kita dengarkan pada hari ini. Yesus menunjukkan jalanjalan yang konkret pula : memandang orang lain secara positif dengan tidak mengadili atau menyalahkan (Luk 6:41-42). Yang juga sangat aktual adalah nasihat untuk terus menjadikan kata-kata yang keluar dari mulut kita sebagai kekuatan yang meneguhkan, tidak memecah belah. Kata-kata yang keluar dari dalam hati mesti menjadi berkat, bukan kebohongan, bukan ujaran kebencian, bukan fitnah. Kata-kata kita mesti diterima dan dirasakan oleh orang lain sebagai buah yang baik karena keluar dari perbendaharaan hati yang baik (Luk 6:43-45; Sir 27:4-7). 3


6.2. Agar perbuatan baik itu semakin kreatif, kita masing-masing, keluargakeluarga atau komunitas kita dapat dan perlu mengajukan pertanyaan ini serta berusaha menjawab dan melaksanakannya : “Perbuatan baik apa yang mesti kita lakukan - dalam lingkungan hidup kita yang konkret - yang dapat mencerminkan martabat kita sebagai murid-murid Kristus dan sekaligus memuliakan martabat orang lain?” 6.3. Tidak mustahil pada suatu saat, karena berbagai macam alasan, kita akan merasa lelah melakukan perbuatan baik. Kalau demikian, nasihat Rasul Paulus ini pantas kita pegang : “Karena itu saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan (=artinya berbuatlah baik) ! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Kor 15:58). Saudari-saudaraku yang terkasih, 7.1. Ketika akan mengakhiri pesan ini, saya teringat pengalaman saya ketika berjumpa dengan seorang guru hampir dua puluh lima tahun yang lalu. Guru itu ditempatkan di wilayah yang masyarakatnya sama sekali tidak mengenal Gereja Katolik. Tetapi guru itu terus menjalankan tugasnya, lebih daripada yang diwajibkan. Pada akhir perjumpaan, guru itu mengatakan kepada saya : “Rama saya melakukan itu semua, supaya masyarakat di sini tahu, bahwa orang Katolik itu hanya ingin berbuat baik”. Pesan yang sangat mengesankan. 7.2. Akhirnya bersama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/ kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang dengan beraneka cara terlibat dalam karya perutusan Keuskupan Agung Jakarta. Kita berharap melalui berbagai prakarsa yang kita jalani selama masa Prapaskah, kita terus dapat membaharui diri, bertumbuh menjadi pribadi yang semakin bermartabat dan semakin serupa dengan Kristus “Sang Manusia Sejati”. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda. Bunda Maria dan Bapa Yusuf doakanlah kami.

+ Kardinal Ignatius Suharyo Uskup Keuskupan Agung Jakarta 4


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.