Geosphere IMG-ITB #12

Page 1


Akses Online Kami hadir di website online Issuu dan Google Play Books


ArcGIS

COMMON PATTERNS OF USE Mapping and Visualization

Data Management

Field Mobility

Monitoring

Analytics

esriindonesia.co.id • Menara 165 6th Floor Unit B • (021) 2940 6356

Photo by USGS


1


Geosphere •

2


3


Geosphere •

4


5


Geosphere •

6


7


Geosphere •

8


Kemah Kerja 2019 Menelusuri hutan belantara di Kawasan Gunung Masigit Kareumbi untuk melakukan pengukuran terestris yang dilakukan oleh Teknik Geodesi dan Geomatika Angkatan 2016

9


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG Geosphere • 10


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG

11


Perjuangan melalui rimbunnya semak belukar untuk mendapatkan data detail situasi dan profil pada kegiatan Kemah Kerja 2019

Geosphere • 12


We Into SDGs!

photo courtesy Finbarr O’Reilly

13


We Into SDGs!

photo courtresy Dazzle Jam

Geosphere • 14


We Into SDGs!

15


We Into SDGs!

Geosphere • 16


We Into SDGs!

17


We Into SDGs!

Geosphere • 18


We Into SDGs!

19


We Into SDGs!

.

Geosphere • 20


We On SDGs!

photo courtresy Pexels

A

ir tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Jumlah air tanah yang tersimpan di bumi memiliki jumlah yang terbatas, yaitu tidak lebih dari 1% dari jumlah air yang ada di bumi. Hampir bisa dipastikan tak ada satupun dari kita yang menyangkal bahwa air ibarat nadi bagi manusia. Sebab bila tidak ada air maka berakhir pula kehidupan di bumi ini. Itu pula yang menyebabkan kita kerap menyebut bumi Nusantara tempat kita berdiam saat ini adalah Tanah Air. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, manusia biasanya mengambil air yang berada di tanah atau bisa disebut juga dengan air tanah. Saat musim kemarau tiba, tidak sedikit wilayah yang berada di Indonesia mengalami kekeringan berkepanjangan. Sebagian masyarakat yang terdampak kekeringan berkepanjangan tersebut membuat suatu embung di daerah mereka untuk menampung air hujan pada saat musim penghujan. Reporter : Nofal Mahdi Editor : Rizqia Grandis Grafis : An Nisya

21

Kekeringan yang berkepanjangan tersebut juga dapat menyebabkan penduduk yang terdampak harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan sumber air. Hal ini disebabkan karena sungai-sungai dan bendungan banyak mengering. Untuk mengairi sawah dan ladang pun kadang masyarakat bahu-membahu membuat sumur agar pertanian mereka bisa terus berlangsung. Gagal panen akibat kemarau panjang pun sering menghantui para petani. Kalau sudah begitu, tentu mereka akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Jika di beberapa tempat di Indonesia banyak mengalami kesulitan dalam memperoleh air, di beberapa tempat lain banyak pula yang mengalami kelebihan air bersih meskipun musim kemarau tengah melanda. Contohnya di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang memang ketersediaan airnya cukup tinggi bahkan bisa berlebih apabila keran terus dibuka. Meskipun demikian, air yang berada di Kota Palangkaraya tidak memenuhi kualitas yang diharapkan. Air di daerah tersebut berwarna merah dan terasa lengket.


We On SDGs!

Manajemen Air Tanah dan Geodesi di Dalamnya Keran terus dibuka. Meskipun demikian, air yang berada di Kota Palangkaraya tidak memenuhi kualitas yang diharapkan. Air di daerah tersebut berwarna merah dan terasa lengket. Pada akhirnya, pemerintah daerah memberikan penyuluhan dan pelatihan untuk membuat alat penyulingan tradisional agar bisa menghasilkan air yang layak untuk dikonsumsi. Beda halnya dengan di Halmahera, bila ratusan tahun lalu penduduk setempat bebas memperoleh air bersih karena air mengalir dari hutan-hutan alami. Namun, saat ini kehadiran pertambangan nikel membuat mereka kesulitan memperoleh air bersih. Perusahaan itu membuka lahan pertambangan di lahan hutan pedalaman, sehingga sumber air sungai yang mengalir ke pemukiman penduduk menjadi kotor, keruh, dan berwarna coklat. Bahkan, penduduk yang menggunakan air sungai untuk mandi terkadang mengalami gatal-gatal pada kulit dan sering mengalami sakit perut bila air tersebut dikonsumsi untuk minum. Pentingnya manajemen pengelolaan air tampaknya menjadi kata kunci untuk masalah air saat ini. Tanpa manajemen yang jelas dan terstandar, air bisa menjadi sumber masalah besar di kemudian hari.

Salah satu langkah untuk mengurangi dampak terjadinya kekurangan air di suatu daerah di Indonesia adalah dengan cara pengidentifikasian potensi air tanah. Untuk mengetahui potensi air tanah di suatu daerah dapat digunakan salah satu teknologi geodesi yaitu metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Dengan menggunakan metode tersebut, upaya identifikasi dilakukan tanpa perlu melakukan kontak langsung dengan objek. Penginderaan jauh digunakan untuk untuk mendapatkan peta indeks vegetasi. Sistem Informasi Geografis dilakukan untuk mendapatkan peta potensi air tanah melalui tumpang tindih dengan metode kuantitatif berjenjang terhadap parameter indeks vegetasi, kelerengan, jenis tanah, curah hujan, dan penggunaan lahan sehingga didapat sebaran potensi akuifer serta tumpang tindih sebaran potensi akuifer terhadap parameter cekungan air tanah untuk mendapatkan sebaran potensi air tanah. Setelah dilakukan pengolahan data, peta potensi air tanah merupakan peta hasil penggabungan antara peta potensi akuifer dengan peta cekungan air tanah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan mengeliminasi peta potensi akuifer terhadap kelas pada peta cekungan air tanah yang dianggap tidak mendukung dalam pengidentifikasian potensi air tanah. Kelas potensi air tanah tidak berpotensi adalah wilayah yang termasuk non cekungan air tanah atau wilayah dengan kualitas air tanah buruk. Hasil dari proses ini berupa peta potensi air tanah suatu daerah dengan empat kelas potensi yaitu potensi tinggi, potensi sedang, potensi rendah dan tidak berpotensi. Telah diketahui bahwa teknik geodesi merupakan bidang keilmuan yang memberikan pengukuran yang sangat akurat tentang permukaan padat dan air di Bumi dan perubahannya dari waktu ke waktu, sehingga bidang keilmuan ini juga dapat menjadi solusi untuk memantau sumber daya air yang ada di Bumi. Ada banyak Teknologi geodesi yang digunakan untuk memantau sumber daya air yang ada di Bumi.

gambar: citra satelit untuk menemukan potensi sumber daya air

Geosphere • 22


We On SDGs!

23


We On SDGs!

Geosphere • 24


We On SDGs!

25

Photo courtesy Ali Madad Sakhirani


We On SDGs!

Photo courtesy Yuba County Water Agency

Geosphere • 26


We On SDGs!

27


We On SDGs!

Geosphere • 28


We On SDGs!

29


We On SDGs!

Geosphere • 30


Ekspedisi Geospasial 2019 Positioning dengan alat kompas bidik menggunakan metode reseksi yang dilaksanakan di Rancaupas oleh Teknik Geodesi dan Geomatika Angkatan 2019

31


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG Geosphere • 32


Membuka jalan, orientering, serta navigasi untuk menuju tempat camp (Didampingi oleh asisten - asisten gagah berani) oleh Teknik Geodesi dan Geomatika Angkatan 2019

33


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG Geosphere • 34


We On SDGs!

35


We On SDGs!

Geosphere • 36


We On SDGs!

37


We On SDGs!

Geosphere • 38


We On SDGs!

39


We On SDGs!

Photo courtesy Espiridion Enriquez

Geosphere • 40


We On SDGs!

41

Photo courtesy International Association of Dredging Company


We On SDGs!

Geosphere • 42


We On SDGs!

photo courtesy Pexels

43


We On SDGs!

photo courtesy MArkus Spiske

Geosphere • 44


EkskursiGeospasial Hidrografi 2019 I Ekspedisi “Sekali mengukur, dua tiga karang dilalui”

Kegiatan beach profiling yang dilakukan di Pulau Pramuka oleh tim Ekskursi Hidrografi 1 Teknik Geodesi dan Geomatika 2017.

45


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG Geosphere • 46


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG

47


Teknik Geodesi dan Geomatika ITB 2017 sedang mendapatkan pemaparan mengenai alat alat akuisisi data hidrografi serta positioning yang diberikan oleh tim asisten serta dosen pengampu Hidrografi I

Geosphere • 48


We On SDGs!

49


We On SDGs!

Geosphere • 50


We On SDGs!

51


We On SDGs!

Geosphere • 52


Simulasi Kebakaran HSE 2020 Detik-detik pemadaman api dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran pada salah satu rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh HSE IMGITB yang diselenggarakan pada 14 Februari 2020 di Gedung Labtek IX-C.

53


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG Geosphere • 54


Crisis on Earth-12!

Photo Courtesy Tom Fisk Photo Courtesy Vlas Chetan

55


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 56


Crisis on Earth-12!

57


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 58


Crisis on Earth-12!

59


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 60


Crisis on Earth-12!

61


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 62


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG

63


Pengukuran sipat datar untuk Kerangka Dasar Vertikal (KDV) diantara tebing dan jurang pada kemah kerja 2019 Oleh Teknik Geodesi dan Geomatika ITB 2016

Geosphere • 64


Crisis on Earth-12!

Let’s Save Our Forest with GIS

(Geographic Information System) Apakah rekan-rekan pernah mendengar istilah Sustainable Development Goals (SDG)? Ya, jika diubah ke dalam bahasa Indonesia berarti tujuan pembangunan berkelanjutan. Apa itu? Jadi, SDG ini suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia dengan fokus untuk mengakhiri berbagai masalah di dunia seperti kemiskinan, pendidikan, kesenjangan sosial, lingkungan, dan lain-lain. SDG berisi 17 tujuan dan 169 target terukur yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Semua negara di dunia memiliki andil dalam pencapaian tujuan dan target-target SDG. Nah, bagaimana perjalanan Indonesia dalam mengimplementasikan SDG? Dimanakah peran keilmuan Geodesi dan Geomatika? Check it out! Sekarang, mari kita tengok SDG ke-15: Life on Land, salah satunya menyatakan bahwa manusia wajib mengelola hutan secara berkelanjutan. Ya, seperti yang teman-teman ketahui, sudah banyak jasa ekosistem hutan bagi kehidupan manusia. Bahkan ada istilah “hutan adalah paru-paru dunia”, yang menyediakan pasokan oksigen terbesar bagi manusia. Tetapi ironisnya, setiap tahun bumi kehilangan 13 juta hektar hutan (UNEP, 2018). Photo Courtesy Mick Tsika

65

Salah satu penyebab terbesarnya adalah kebakaran hutan (CIFOR, 2013). Kebakaran hutan merupakan isu global yang dianggap sebagai ancaman bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem (United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2002), kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Misalnya terjadi pelepasan gas-gas berbahaya ke atmosfer, sehingga berpotensi menimbulkan pemanasan global. Dan ini bertentangan dengan SDG target ke-13: Climate Action, dimana manusia seharusnya melakukan tindakan untuk memerangi perubahan iklim. Dari sini, kebakaran hutan perlu dilakukan identifikasi dan monitoring agar dapat teratasi dan tidak terulang di tahun berikutnya. Indonesia adalah salah satu negara dengan luas hutan terbesar di dunia. Bahkan, Indonesia pernah dijuluki sebagai “zamrud khatulistiwa”. Karena Indonesia memiliki penampakan hijau-seperti batu zamrud-ketika dilihat dari langit dan letaknya yang dilalui garis khatulistiwa. Namun, di balik semua itu, Indonesia juga merupakan negara yang cepat kehilangan hutan setiap tahunnya.


Crisis on Earth-12! CIFOR (Center for International Forestry Research) menyatakan bahwa 1,6 juta hektare lahan dan hutan di Indonesia terbakar di tahun 2019 dan menjadi kebakaran terburuk sejak tahun 2015 yang membakar lahan dan hutan seluas 2,5 juta hektar. Ini masalah yang serius. Sudah menjadi kewajiban setiap lapisan masyarakat untuk mengelola hutan secara baik dan berkelanjutan. Saat ini, kebakaran hutan di Indonesia dipandang sebagai bencana regional dan global. Mengapa? Karena gas hasil pembakaran hutan sangat berpotesi membentuk efek rumah kaca dan menimbulkan pemanasan global. Juga berakibat bagi kesehatan, seperti terganggunya fungsi pernapasan (ISPA). Selain itu, dampak kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia tidak hanya dirasakan oleh masyarakat setempat, namun juga menyebar sampai ke negara tetangga. Dari masalah-masalah yang ditimbulkan dari kebakaran hutan, dimanakah peran keilmuan Geodesi dan Geomatika? Dengan mengandalkan informasi geospasial, masalah tersebut dapat teratasi dan dilakukan monitoring. Sekarang, informasi geospasial sedang marak sekali digunakan dan mulai dirasakan pentingnya oleh berbagai kalangan. Yang mengerti bagaimana cara generate, manage, present, dan analyze geospatial information adalah kita sebagai mahasiswa Geodesi dan Geomatika. Bagaimana informasi geospasial tersebut dimanfaatkan? Pelayanan publik berbasis geographic information system (SIG) dan remote sensing dapat digunakan untuk memudahkan pemberian informasi kepada pemerintah maupun masyarakat. Dalam kasus kebakaran hutan, dapat dibuat sistem prediksi potensi sebaran api (titik panas) dan asap berbasis SIG dan remote sensing. ESRI (Environmental Systems Research Institute) pernah mempublikasikan bahwa sejak awal tahun 2019 hingga saat ini sudah lebih dari 302 ribu titik panas terpantau setidaknya di 4 provinsi yang paling besar jumlah kejadiannya, yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Papua. Dengan adanya sistem tersebut, pemerintah lebih mudah untuk melakukan penyusunan strategi pemadaman kebakaran hutan, serta sebagai petunjuk penting bagi aparat di lapangan dalam memadamkan kebakaran hutan tersebut.

Selain itu, dapat dimanfaatkan Early Warning potensi kebakaran hutan ataupun pada saat kebakaran hutan terjadi. Early Warning ini konsepnya adalah sebagai penghubung kepada pemerintah maupun masyarakat sekitar jika terdapat potensi atau terjadi kebakaran hutan. Juga, sebagai pemberi informasi hal apa yang harus dilakukan jika akan atau sedang terjadi kebakaran hutan. Misalnya, pemakaian masker jika hendak keluar rumah, atau jika asap kebakaran sudah akut, terdapat larangan masyarakat untuk keluar rumah. Nah, dengan membangun sistem yang telah dijelaskan di atas, secara tidak langsung, kita dapat mewujudkan tujuan dari SDG untuk membuat bumi lebih sehat. Masyarakat menjadi terbiasa dengan teknologi yang membuat aktivitas yang dilakukan efektif dan tepat guna. Bayangkan jika semua informasi sudah terintegrasi dan berbasis SIG, hidup akan jauh lebih mudah dan hutan Indonesia akan lebih terawat, bukan? Referensi: Anonim. Kebakaran hutan Indonesia penyebab pemanasan global, diakses dari h t t p s : / / w w w. b b c . c o m / i n d o n e s i a / multimedia/2015/11/151127_climate_iklim_ hutan pada 24 Desember 2019 Pukul 17.00 WIB. DW. CIFOR: 1,6 juta Hektare Lahan dan Hutan Indonesia Terbakar di Tahun 2019, diakses dari https://www.tempo.co/dw/1631/cifor-16-jutahektare-lahan-dan-hutan-indonesia-terbakar-ditahun-2019 pada 25 Desember 2019 Pukul 09.00 WIB. Anonim. Penanganan Perubahan Iklim, diakses dari https://www.sdg2030indonesia.org/ pada 24 Desember 2019 Pukul 17.20 WIB.

Penulis Nurusshobah Ainul Editor : Aprilia Nidia Grafis : Riffa Puspita

Geosphere • 66


Crisis on Earth-12!

67


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 68


Crisis on Earth-12!

69


Crisis on Earth-12!

Geosphere • 70


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG

71


Pameran Kerja Praktik 2020 Merupakan salah satu program kerja dari Ikatan Mahasiswa Geodesi yang bertujuan untuk memberikan informasi terkait Kerja Praktik di beberapa perusahaan. Berikut kunjungan booth oleh para peserta rangkaian acara Pameran Kerja Praktik 2019.

Geosphere • 72


Foto: Dokumentasi Pribadi IMG

73


Sesi foto bersama Ketua Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika dengan para pembicara pada rangkaian acara Pameran Kerja Praktik 2019.

Geosphere • 74


Kamerad on Actions!

75


Kamerad on Actions!

Geosphere • 76


Kamerad on Actions!

77


Kamerad on Actions!

Geosphere • 78


Kamerad on Actions!

79


Kamerad on Actions!

Geosphere • 80


Kamerad on Actions!

81


Kamerad on Actions!

Geosphere • 82


83


Geosphere • 84



GEOSPHERE diterbitkan oleh Departemen Cipta Informasi Bidang Medkominfo IMG-ITB 2020 Dapat diakses melalui:

ISSUU.COM/MEDKOMINFOIMG

serta hadir dalam bentuk cetak yang tersebar di universitas dan instansi tertentu di Kota Bandung, Jabodetabek dan sekitarnya

Kontak kami melalui: @710dezqx





Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.