Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
dari redaksi Majalah Mimbar Untan Diterbitkan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak Pelindung Rektor Universitas Tanjungpura Pembina Pembantu Rektor III Pengarah Kabag. Kemahasiswaan Ketua Umum Nina Soraya Sekretaris Umum Iskandar Bendahara Umum Aini Sulastri Divisi PSDM Syf Ratih KD (Ketua), Tantra Nur Andi, Azwar, Mardani (Magang) Divisi Litbang Maya Nurindah Sari (Ketua), Fitri Junia, Ratna M Harahap, Rahmanita (Magang) Divisi Penerbitan Henny Kristina (Ketua), Heri Usman, Sri Pujiani Divisi Penyiaran Mulfi Huda (Ketua), Ashri Isnaini, Jami’at A Prakoso (Magang) Divisi Perusahaan Riant Marbun (Ketua), Mahmud Muntazar, Tati Hariyati (Magang) Pemimpin Redaksi Aini Sulastri Sekretaris Redaksi Heri Usman Editor Dedy Armayadi, Maulisa, Heriyanto Artistik Iskandar Reporter Tantra N, Nina, Ashri, Aini, Icha, Henny, Agus W, Ratih Fotografer Mahmud Alamat Redaksi Jl Daya Nasional Gedung MKDU Untan, Telepon : (0561) 7068136. e-mail : lpm_untan@yahoo.com gelora_lpmu@yahoo.co.id Percetakan Artha Grafistama, Jl. Pahlawan No. 20 Telp.(0561) 765000-766000 (Isi diluar tanggung jawab penerbit).
satu - dua - tiga - empat Alhamdulillah, majalah edisi ini telahpun selesai, ada kebanggan tersendiri bagi kami saat pembaca dengan senang hati membaca isi dari majalah ini. Sebenarnya, banyak pelajaran yang kami peroleh dari majalah edisi kali ini, bagaimana satu tujuan menjadi puncak sasaran yang hendak dibidik ternyata sangat membutuhkan kebersamaan dan kerja sama yang kokoh. Sedikit mirip dengan cerita The Three Musketter. Pernah nonton khan… bagaimana tiga orang pengawal dekat raja yang militan dan selalu mengawal sang Raja dalam menjalankan tugasnya. Baik sebagai panglima perang di medan pertempuran ataupun sebagai pengawal pribadi raja. Mereka selalu siap melindungi dan mengawal sang raja, dalam memimpin rakyat. Ya sedikit persamaan, yang paling tidak, kegigihan mereka dalam menjalankan tugas secara bersama, berempat (panglima plus raja), tiada lagi ketakutan yang dirasakan walau berpuluh, bahkan beratus kali lipat pasukan musuh lebih banyak dari pasukannya, mereka selalu tetap perkasa dan bersemangat dalam berjuang. “Satu untuk semua-semua untuk satu,” begitu semboyan mereka. Berempat disini hanya kisah The Three Musketter, tapi di majalah ini bukan hanya berempat tapi semua tim ikut terlibat dan saling membantu. Apalagi mau dekat deadline dan saat pracetak. Semua yang saat itu berada di ‘markas’ semua dilibatkan, sekalian belajar buat yang masih baru. Kebersamaan dalam proses, itulah yang terasa indah. Bagaimana suka-dukanya dalam mengerjakan majalah ini dari penarikan isu hingga siap ‘disantap’ pembaca yang budiman. Kemudian, cerita lain yang turut mengisi ruang ‘kehidupan’ redaksi majalah adalah “kapan terbit?” atau “berapa halaman yang sudah di lay out” membuat tantangan tersendiri bagi kami. Atau ibaratnya musuh di depan yang harus dihadapi dengan semangat tadi. Kami tidak bermaksud membunuh tapi hanya sekedar membela diri dan menjalankan tugas, lho kok gitu… Apa hubungannya dengan majalah ya… Ya, pada majalah kali ini, tema utama (Laput) yang kami angkat adalah tentang Jalan yang tidak pernah berumur lama dan selalu rusak, dan bukan hanya di ibukota provinsi tapi di daerah-daerah yang memimpikan jalan yang mulus, seperti di negara tetangga sebelah yang selalu mulus (maklum dekat dengan Negara Malaysia). Lalu di lapsus (Laporan Khusus) tentang potret kepemimpinan rektor Asniar, karena saat ini adalah akhir-akhir dari jabatannya sebagai Rektor. Namun maksud kami disini adalah kekurangan yang ada sebagai PR yang harus dijalankan Rektor terpilih kedepannya. Bukan itu saja, pembaca yang budiman, dirubrik lainnya masih banyak tema yang tidak sempat disebutkan pada ruang kecil ini. Ya sedemikian dulu, celoteh Bang Miun (eh jadi ingat acaranya, Untan Voice 106,4 FM-radionya Untan yang dikelola anak-anak LPM Untan). Rasanya, apa yang kami ceritakan sedikit diatas tadi akan lebih tampak ketika pembaca membaca isi lembaran lain (semuanya) dari majalah edisi empat ini. Selamat membaca, dan “satu untuk semua - semua untuk satu.” Hee.. he… ngikut juga khannn… [redaksi]. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
3
Mimbar Isi
Potr et Buram K otret Kee pemimpinan Ketika K er usakan melanda Ker erusakan Infrastr uktur JJalan alan .................. 10 Asniar ...................................... 53 Infrastruktur Siapa pun tahu akan arti penting jalan. Jalan berpengaruh signifikan baik sisi ekonomi, sosial, budaya, maupun pertahanan keamanan. Tapi apa jadinya, jika infrastruktur tersebut tersendat pengembangannya apalagi terancam tidak diperhatikan?
Kepemimpinan Asniar Ismail sebagai rektor Untan akan segera berakhir. Cukup banyak yang dilakukannya demi kemajuan Untan. Namun tidak sedikit juga yang belum terjamah untuk perbaikan Untan kedepan. Ini menjadi PR bagi rektor mendatang.
Mimbar Sorotan ......................... 35 Mimbar Kampus .........................63 Tak dipungkiri korupsi dapat membuat bangkrut sebuah negara. Dalam beberapa waktu saja korupsi meluluhlantakkan sendi perekonomian Indonesia. Dalam skala yang lebih luas korupsi telah membuat krisis di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan membuahkan kemiskinan di mana-mana. Peran moral disini sangat menentukan untuk membangun dari keterpurukan yang saat ini sudah begitu parahnya.
Ternyata tidak sedikit mahasiswa yang mengutip isi skripsi yang sudah ada, ketimbang mencari literatur tentang masalah yang diangkat, anggap saja sebagai jalan pintas mendapat gelar sarjana. Di sini dipertanyakan keilmiahan mereka sebagai mahasiswa. Karena dunia kampus yang berkutat dengan keilmiahan berbalik bekang dengan apa yang mereka terima dalam perkuliahan.
Mimbar Humaniora .................. 75
Mimbar P embaca .............................. 6 Pembaca Tuntutan ekonomi yang semakin mencekik membuat tak Mimbar Opini ................................. 7 sedikit orang mencari sesuap nasi dengan bekerja seadanya. Foto oto ........................................ 48 Seperti Edi yang menjadi calo untuk mencukupi keperluan Lensa F hidup keluarganya, begitu juga dengan Uut yang menden- Mimbar K Kolom olom ................................. 42 dangkan lagu dari satu bis ke bis lain menjadi pengamen Mimbar JJur ur nalistik ........................... 45 sebagai usaha dalam menyambung hidup.
Mimbar Tok oh .................................. 64 okoh Mimbar Ilmiah ................................. 51 Mimbar Kampus ............................... 68 Ref efleksi Mimbar R ef leksi ............................... 72
Desain Co Covv er : Iskandar Tema Co Covver : Hancurnya Infrastruktur Jalan
4
Mimbar R esensi ................................ 81 Resensi Mimbar Budaya ................................ 83 Mimbar Sastra .................................. 86 Mimbar Cerpen ................................ 92
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Editorial
Bencana Lagi entari pagi baru menyapa di awal tahun 2007. Hari pertama ditahun ini harusnya disambut dengan Rasa senang, bahagia dan semangat baru. Sayangnya semua itu seakan leenyap dalam lautan kesedihan. Bangsa ini kembali dirundung bencana. Hanya tangis dan air mata yang mewarnai tiap harinya. Media cetak dan elektronik semakin gencar menyoroti musibah ini. Tiap harinya kita selalu disuguhi berita dan informasi senada. Bencana terus datang bertubi-tubi, tanpa kenal lelah dan tanpa kompromi dengan waktu. Tepat ditanggal 1 Januari 2007 pesawat Adam Air rute Jakar ta-Surabaya-Manado yang mengangkut 96 orang penumpang di laporkan hilang dalam penerbangan SurabayaManado. Setelah 30 Desember 2006 lalu Kapal Motor Senopati Nusantara milik PT Prima Vista karam akibat cuaca yang buruk. Hempasan gelombang 3-4 meter menjadi sebab tenggelamnya kapal ini. Peristiwa ini terjadi di 24 mil sebelah tenggara Pulau Mandalika, Jepara, Jawa Tengah. Dalam perjalanan dari Kumai Kalimantan Tengah menuju Semarang. Tak luput pula daerah yang kita cintai yaitu Kalimantan Barat turut disapa. Banjir setinggi dua meter melanda delapan kecamatan di pedalaman Kabupaten Sambas Kalimantan Barat pada 2 Januari lalu. Sekitar 3.000 hektar sawah dan 6.000 hektar kebun jeruk terendam. Para pakar menyitir bencana alam yang muncul ini tak lepas dari perubahan iklim yang terus-menerus yang tak hanya terjadi pada tingkat regional tapi juga global. Indonesia menjadi akrab dengan bencana karena diapit oleh Lautan Hindia dan Pasifik, serta berada di daerah khatulistiwa dan cincin api (ring of fire). Maka tidak mengherankan jika 83 persen wilayah Indonesia rawan bencana. Faktor cuaca yang sebenarnya bisa di antisipasi, kerap menjadi kambing hitam penyebab musibah tersebut. Kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan yang tidak terken-
M
dali berakibat pada bencana banjir dan longsor. Sementara beberapa peristiwa kecelakaan yang melibatkan maskapai penerbangan murah dan kapal penumpang umum justru menunjukkan belum seriusnya standar penerbangan dan prosedur keselamatan. Korban manusia dan kerugian ekonomi hanya dianggap sebagai angka-belaka. Bencana yang seharusnya bisa diantisipasi dan dicegah terus terjadi secara beruntun. Bencana kerap kali dianggap sebagai murkanya alam pada negeri ini. Tapi tak pernah terpikirkan oleh kita, bencana telah menuangkan ribuan pelajaran yang dapat kita ambil. Menyalahkan alam atau terlalu pasrah pada letak geografis Indonesia yang lazim ditimpa bencana bukanlah tindakan yang benar. Apalagi mencari kambing hitam dari tiap permasalahan yang ada, tentulah bukan waktu yang tepat. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengoreksi diri baik individu maupun institusi. Kebijakan yang dibuat hendaknya tidak merugikan banyak pihak. Keselamatan pengguna jasa adalah hal yang harus dijunjung tinggi. Tanggung jawab ini tak hanya pada satu orang, tapi ribuan orang. Jika banyak yang mengatakan negeri ini telah sarat dengan kepentingan, mungkin benar. Banyak orang menghalalkan berbagai cara demi dapat menggapai keuntungan maksimal tanpa memikirkan dampak dari kebijakan tersebut. Pemerintah dan berbagai pihak yang bersangkutan harus tetap bertanggung jawab dalam hal ini. Jangan sampai bencana hanya sekedar dianggap bencana semata. Penyebab musibah tak lagi diselidiki, masalah ditutup dan tak menemukan jalan terangnya. Faktor cuaca yang buruk menjadi penawarnya. Keluarga korban hanya dapat menanti tanpa jawaban yang pasti. Akhirnya kita hanya dapat menyesali segala yang terjadi. Isak tangis keluarga yang ditinggalkan masih terus mewarnai. Semoga jadi pelajaran penting dalam hidup yang dapat memperbaiki dan mensejahterakan negeri ini.[redaksi].
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
5
Mimbar Pembaca
Pesan untuk Gerakan Mahasiswa Suksesi Kalbar I tidak lama lagi. Para calon gubernur pun mulai menyusun strategi untuk memperoleh suara terbanyak dalam suksesi tersebut. Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Kalbar belum menetapkan masa kampanye masingmasing calon terlihat sudah mulai melakukan gerakan kampanye meski secara formalitas belum bisa dikatakan kampanye. Hal ini terlihat dari kegiatan para calon yang sering mengunjungi masyarakat di daerah-daerah tertentu. Meski tidak melakukan kampanye secara terbuka tetapi disetiap kunjungan para calon ke masyarakat bisa dipastikan ada pesan-pesan singkat dari para calon agar masyarakat memilihnya menjadi gubernur pada pemilihan gubernur mendatang. Belum lagi ditambah dengan pemberitaan yang dilakukan oleh media-media lokal terhadap beberapa calon Gubernur. Memang sah-sah saja para calon meminta media untuk meliput setiap kegiatannya di masyarakat baik itu berupa kegiatan sosial seperti memberikan bantuan kepada para korban banjir, memberi bantuan pada suatu pembangunan didaerah tertentu. Tetapi ketika sekarang media sudah tidak lagi memerankan fungsi kontrol sosialnya dengan mengungkap borok dari para calon gubernur, misalnya mengungkap adanya indikasi korupsi yang dilakukan para calon Gubernur maka Sudah merupakan kewajiban mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi rakyat Kalbar pimilihan gubernur nanti. Saatnya lah mahasiswa mengawal proses demokrasi yang akan berlangsung di Kalbar.
Dibalik Megah Kedokteran Tepat 25 Januari lalu gedung Fakultas Kedokteran Untan diresmikan langsung oleh Gubernur Kalbar dan Rektor Untan. Banyak petinggi Kalbar menghadiri moment bersejarah tersebut. Tidak tanggung-tanggung dana milyaran rupiah dirogoh dari kocek, pembangunan tahap pertama ini yang katanya telah menelan angka 12 milyaran lebih. Memang luar biasa hasilnya. Bahkan jika boleh jujur, gedung Rektorat Untan, simbol Untan saat ini sepertinya telah kalah pamor. Lalu bagaimana dengan fakultas-fakultas lain didalamnya? Sebenarnya bukan ingin mencerca hanya saja rasanya tampak perbedaan mencolok dari fakultas yang telah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Layak atau tidak, berdirinya gedung tersebut, saya memang tidak pantas memberi keputusan. Hanya saja dengan pendirian gedung ini, apa tidak mungkin perhatian kaum elit di atas benar-benar terfokus untuk mematangkan rencana tersebut. Mari kita lihat yang terjadi. Gedung Fakultas Kehutanan yang katanya akan dibangun di samping FKIP Untan, kemana realisasinya? Padahal gedung fakultas yang terbilang muda usianya tersebut termasuk paling memprihatinkan kondisinya. Selanjutnya saya pernah mendengar keluhan dari teman-teman di MIPA yang merasa kewalahan dengan terbatasnya ruangan untuk mengisi kuliah tambahan. Bahkan saya pernah 6
Sebagai mahasiswa saya mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk memberikan pencerdasan kepada masyarakat Kalbar agar tidak salah memilih calon Gubernur nanti. Jangan sampai rakyat justru memilih seorang koruptor. Ini penting kita lakukan sebagai mahasiswa ketika media saat ini tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat tetapi lebih berpihak kepada orang-orang yang berduit. Kita sebagai mahasiswa mestinya harus tetap menjaga idealis kita bukannya menjual idealis dengan menjadi tim sukses dari salah seorang calon apalagi calon yang terindikasi korupsi. Boleh-boleh saja kita sebagai mahasiswa berpolitik tetapi alangkah lebih baiknya kita justru harus mengawal kehidupan berpolitik dinegeri ini agar para politikus tidak semakin salah kaprah dan selalu menyengsarakan rakyat dengan menguras kekayaan negara. Andi TN w a FKIP TN,, mahasis mahasisw menyaksikan langsung mahasiswa FKIP ketika sedang berkuliah harus mengungsi dari ruang kelas karena bocor oleh hujan. Selain itu sempat saya temukan, masih di fakultas sama terjadi ‘kerecokan’ antara mahasiswa jurusan bahasa dengan mahasiswa akta 4 yang saling berebut ruangan. Tanya kenapa? Mahasis wa P eduli Untan Mahasisw Peduli
Celoteh Bang Miun Gak terasa masa kepemimpinan bu Asniar akan berakhir Maret tahun ini Kepada bapak Chairil yang tinggal menanti dilantik, siap-siap aja PR nya juga udah banyak menanti. Penantian panjang mahasiswa yang berasal dari daerah tentang kondisi jalan yang masih carut marut semoga dapat perhatian. Mumpung lagi musim kampanye, calon mana yang berani jual janji manis untuk bangun jalan. Menuju KB 1, banyak kampanye terselubung. Mana ada kampanye terselubung. Yang ada itu khan silaturrahmi dan jalankan program kerja saja? Tabik
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Opini
Citra dan Simbol Oleh HERIYANTO
ni pekerjaan yang sering dilakukan pejabat: hadir dalam suatu acara-acara simbolis untuk merayakan citra. Dulu kita sering melihat di televisi senyum Pak Harto mengembang dalam suatu acara simbolis pembukaan panen raya atau acara simbolis lain. Para pejabat lain pun ikut mendampingi. Di samping Pak Harto hadir beberapa menteri dan gubernur tempat acara itu berlangsung. Para pengganti Pak Harto pun melakukan hal yang sama: meresmikan secara simbolis penanaman pohon untuk penghijauan, acara simbolis bersih-bersih sampah, acara simbolis pengentasan kemiskinan, dan sebagainya. Belakangan ini ketika Pilkada sedang hangat-hangatnya, acara-acara simbolis itu semakin marak. Pelakunya, para kontestan Pilkada. Jadilah para calon pejabat itu tukang potong tumpeng, pemutus pita, pemencet sirine atau pemukul gong. Fenomena lain adalah maraknya politikus yang jadi ustadz, gubernur yang hobi safari, dan ada anggota DPR yang sering bikin iklan di koran. Sebagian lain rajin membagi-bagikan sembako dan paling sibuk menghadiri acaraacara yang ramai massanya, diliput media dan besoknya akan terpampang di halaman koran. Melihat fenomena ini saya teringat istilah yang cantik dari Yasraf A Piliang (2005): nomadisme politik. Istilah dalam buku Transpolitika ini bisa diartikan kecendrungan politik yang tidak tetap, perilaku aktor-aktor politik yang berubah-ubah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu identitas ke identitas lain. Tentu saja perubahan ini tergantung kepentingannya. Sampai di sini ada dua kata kunci yang akan kita bahas. Pertama, soal citra pejabat di depan publik. Kedua soal
I
kemampuan media massa dalam menyampaikan realitas. Pertanyaannya, apa itu citra? Dan apakah media mampu menggambarkan realitas secara penuh? Perlu kita pahami bahwa apa yang kita ketahui soal perkembangan dunia di luar lingkungan terdekat kita sebagian besarnya adalah konstruksi atau bentukan dari media (koran, radio, internet, atau televisi) yang kita baca, dengar, atau tonton. Walaupun ada juga yang kita dapatkan secara langsung berdasarkan pengalaman sehari-hari. Gambaran kita pada sosok presiden SBY misalnya, sebagian besar adalah apa yang disampaikan media. Atau soal remeh temeh gaya batuknya mantan presiden Soeharto juga kita ketahui dari media massa (televisi). Coba ingat, dulu di TVRI, Pak Harto selalu mendehem sebelum berpidato. Kita yang di Pontianak ini tahu tentang kelakuan para pejabat di Jakarta, juga dari media massa. Tapi, ups. Kelakuan pejabat di Kalbar juga kebanyakan kita tahu dari media massa. Dalam contoh di awal paragraf, Pak Harto juga para kontestan calon gubernur boleh dibilang sedang membangun citra. Citra ini diperlukan untuk pengesahan bahwa dia layak mendapat tempat di masyarakat. Bagi calon pejabat hal ini dilakukan untuk memikat pemilihnya, bagi para mereka yang sudah menjabat ini dilakukan agar dianggap baik, pedulian, dan mengerti masalah rakyat. Barangkali betul, bahwa kita sudah dikepung dunia citra. Dunia citra sangat didukung adanya media massa. Yang kita lihat di media massa bisa jadi adalah representasi dari dunia realitas, namun boleh jadi- ini yang lebih sering- hanya menggambarkan ujung pendek dari realitas. Dengan me-
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
7
Mimbar Opini
makai kajian hermeneutika, kita biasanya sering bicara soal teks dan konteks (realitas). Pertanyaan yang sering diajukan, apakah dunia teks itu mampu merepresentasikan sebuah realitas secara keseluruhan? Di media kita mengenal istilah simulakrum. Sederhananya, ada bagian-bagian dari realitas yang hilang, sehingga bisa jadi sebenarnya yang ditampilkan oleh media, hanya sepertiga, seperenam, sepersepuluh, dan seterusnya, dari realitas yang ada. Dengan demikian apa yang kita pahami pun tak akan sepenuhnya sama dengan realitas yang terjadi, tergantung bagaimana media menyampaikannya. Dalam pencitraan tertentu di situ diperlukan adanya simbol, baik itu simbol-simbol agama, ideologi, etnis dan lain-lain. Di Indonesia yang paling sering dipakai adalah simbol-simbol keagamaan. Simbol-simbol ini mampu memberikan reaksi yang besar bagi penganutnya. Sensifitas keagamaan memang sering dimanfaatkan dalam membangun pengaruh. Makanya jangan heran bila para kontestan Pilkada akan berubah menjadi pengkhotbah, ceramah di sana sini, meskipun mereka sebenarnya bukan seorang penceramah. Dengan menggunakan simbol-simbol keagamaandalam Islam misalnya kopiah, sarung, dan baju koko- mereka akan mencitrakan diri sebagai orang yang taat beragama. Kita dan sebagian dari kita barangkali akan terkesima dengan penampilan itu. Tujuannya jelas, siapa yang mampu menguasai dunia citra dan simbol diyakini akan mempunyai satu kekuatan, yang oleh Antonio Gramcy disebut sebagai hegemoni makna. Sebuah kekuatan yang bisa mempengaruhi orang lain namun dengan tanpa disadari karena pengaruh ini berjalan begitu halus. Anda mungkin tidak perlu berbicara secara langsung dengan seseoSiapa yang mampu rang namun menguasai dunia citra dan anda tetap dasimbol diyakini akan pat mempemempunyai satu kekuatan n g a r u h i n y a -Antonio Gramcy- dengan meng[teori Hegemoni] giring apa yang dipikirkannya. Hegemoni oleh Gramcy dianggap sebagai sebuah kekuatan besar. Dengan hegemoni pikiran orang bisa diarahkan pada tujuan tertentu. Ini semacam bentuk komunikasi yang sangat modern dikembangkan oleh berbagai tokoh dalam mempengaruhi kekuatan kekuatan massa. Ini sangat dimungkinkan terjadi dengan semakin berkembangnya dunia media. Namun yang sangat berbahaya bila ada manipulasi kenyataan yang ujung-ujung menjadi kebohongan publik. Dalam pandangan kritis, suatu realitas tidak sepenuhnya 8
bisa tergambarkan oleh sebuah media. Sebuah pantulan dan tampilan yang diciptakan sangat baik, sehingga terkesan itu seperti alami dan menghasilkan kesan yang baik pula. Seorang gubernur atau calon gubernur membagikan sumbangan ke masjid atau hajatan dengan mengundang anak yatim piatu dari suatu ke panti asuhan, misalnya. Media pun kemudian memuatnya menjadi sebuah berita. Kita tentu sering menyaksikan di media seorang gubernur X atau pejabat Y melakukan acara simbolik, misalnya saja penanaman pohon, acara panen raya dengan hasil pertanian yang melimpah, atau penyematan pin anti KKN. Para pejabat itu ingin menampilkan sebuah citra yang baik dan kemudian dilihat oleh masyarakat. Pencitraan diri sendiri oleh para pejabat melalui media massa yang ingin menghela opini publik tentang si pejabat. Simbol-simbol dimainkan, ucapan-ucapan manis digunakan untuk merangkul rakyat, dan janji-janji untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dilontarkan. Di sana hadir dunia citra bahwa mereka itu orang yang baik. Di sisi lain, segala keburukan mereka akan coba sebisa mungkin untuk ditutupi. Itu artinya citra-citra tersebut tidak menggambarkan yang sesungguhnya, melainkan reduksi atas realitas. David Mc Clelland menyebut tiga hasrat/ keinginan untuk menilai sikap atau orang atau pihak tertentu. Dari penelitiannya dia mengenalkan istilah need for achievement (keinginan untuk berprestasi), need for affiliation (keinginan untuk bersahabat, berkasih sayang, popular, dan disukai orang banyak), dan terakhir need for power (keinginan berkuasa). Belakangan, need for power itu yang ternyata lebih banyak mendominasi para pemain politik di negeri ini. Bahayanya bila mereka menghalalkan segala cara untuk meraih jabatannya. Namun kita tidak serta merta bisa mengetahuinya, karena mereka selalu mencitrakan diri dengan sangat baik. Istilahnya, serigala memakai topeng domba. Nah dengan pemahaman ini sebenarnya ada satu hal yang bisa kita waspadai, bahwa mereka yang tampil baik di media bisa jadi sebaliknya adalah orang yang senantiasa melakukan kebohongan di belakangnya. Bahwa apa yang kita lihat di media bisa jadi kebalikan dari kenyataan sebaliknya adalah sesuatu keniscayaan. Maka ketika nantinya kita memilih, memilihlah dengan hati-hati. Bukankah dalam politik yang abadi hanya kepentingan? Emangnya mau memilih domba yang bermuka serigala? Ha..ha.. Penulis Aktif di Jaringan Mahasiswa Kalimantan Barat (JMKB).
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Kerusakan Menggerogoti Infrastruktur Jalan
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
9
i era orde baru Kalimantan adalah daerah yang paling tertatih-tatih pembangunan dibanding Jawa dan Sumatra. Padahal jangan ditanyakan berapa banyak hasil sumber daya alam yang disumbangkan Kalimantan untuk pemerintah pusat. Wilayah ini juga merupakan wilayah strategis karena berbatasan langsung dengan negara asing yaitu negara bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, Kalbar kini merupakan satu-satunya propinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing tersebut. Hanya dengan menempuh enam sampai delapan jam perjalanan sepanjang 400 km, Pontianak–Entikong–Kuching dapat ditempuh. Punya akses langsung ke negara tetangga bukan berarti kaya akan akses jalan seperti telah disebut di awal, Kalbar termasuk miskin infrastruktur jalan. Berdasarkan penuturan dari beberapa mahasiswa yang berasal dari luar kota Pontianak dan sedang melanjutkan pendidikan di Untan, mereka punya cerita yang ingin dibagi ketika mudik pulang kampung. Panggil saja Iie, mahasiswi Fakultas Pertanian Untan ini pernah sempat membatalkan niatnya mudik lebaran ke Putussibau. Pasalnya, dia mendengar rute yang mesti ditempuhnya selama tiga hari tiga malam. Bukan karena jarak Pontianak-Putussibau yang terlampau jauh, tetapi kondisi jalan yang mesti dilewati terlalu menantang, mungkin lebih cocok untuk ajang olahraga off road. Padahal normalnya perjalanan hanya memakan waktu 16-18 jam itu pun dengan kondisi jalan yang rusaknya dikategorikan biasa saja. “Seumur-umur jadi orang Putusibau, tak pernah merasekan jalan enak,” keluhnya. Masih menurut ceritanya titik-titik yang sulit dilewati tersebar da-
D
10
Siapa pun tahu akan arti penting jalan. Jalan berpengaruh signifikan baik sisi ekonomi, sosial, budaya, maupun pertahanan keamanan. Tapi apa jadinya, jika infrastruktur tersebut tersendat pengembangannya apalagi terancam tidak diperhatikan? Oleh SYF RATIH K. DEWI
ri Pontianak-Sintang. Kendati demikian, tetap saja bis berhenti di titik yang memang sulit dilewati, yang tersebar antara jalan Pontianak menuju Sintang maupun Sintang ke arah Kapuas Hulu. Terutama ruas jalan yang menikung dan daerah perkebunan sawit di Sanggau yang dikategorikan Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
rusak berat. “Dalam perjalanan ade gak beberape pengalaman tak enak. Mulai Pontianak-Sintang jalan tak ade bagos-bagosnye. Waktu 18 jam tu bise lebih lama age’ kalo bis rusak atau amblas. Biasenye kalo dah amblas, penumpang disuruh turun, laki-laki diminta untuk mendorong bis. Sedang penumpang perempuan pergi ke rumah penduduk
beda juga dialami oleh Eta Fanani dari Yayasan Konservasi Borneo yang pernah melakukan riset air di Danau Sentarum, Kapuas Hulu. Perjalanan darat lintas selatan dilakukannya seminggu sekali. Setelah melewati Semuntai, dia dan rekan satu bisnya merasakan ketidaknyamanan selama perjalanan. “Jalan yang kami lalui mengalami kerusakan cukup berat, selain aspalnya sudah hancur juga banyak terdapat lobang besar dan kecil. Beberapa kali kami harus turun dari bis karena terjebak dalam lubang berlumpur dan kadangkala juga kami harus membantu mendorong bis agar dapat keluar dari jebakan tersebut,” ungkapnya. Permasalahan tidak sampai di situ saja. Diceritakan Eta ketika melewati tugu perbatasan antara Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu daerah Simpang Silat, melihat sebuah lubang besar di tengah jalan. Jalanan sempat macet karena setiap kendaraan yang akan melewati lubang tersebut, harus ditarik minimal dua buah kendaraan roda empat lainnya dan ini dilakukan secara bergiliran. Dalamnya lubang hampir setinggi Foto : Irex/MIUN bis. Jika bis masuk dalam lubang, maka setempat,” kenangnya dengan bahasa bagian atas bis akan hampir sama demelayu kental. Setelah melewati Sin- ngan permukaan jalan. “Para penumtang kondisi jalan cukup baik hanya pang menyebut lubang besar ini dengan diakuinya struktur jalan bergelombang kolam kering di tengah jalan. Saya tisehingga mengakibatkan jalan menjadi dak dapat membayangkan, kalau hujan, tentunya kami akan lebih lama di sana,” turun naik. Hal serupa dilontarkan Dugul At- ujarnya. “Saya kira setelah lepas dari kolam mono asal Manis Mata, Ketapang. Karena sulit untuk mengakses daerah asal- kering tadi, maka penderitaan akan nya dengan jalan darat akibat kondisi berakhir. Ternyata, masih banyak lujalan rusak, maka ia pun harus merela- bang lainnya walaupun tidak sebesar kan pulang ke kampung halamannya kolam tadi, tapi mengakibatkan kami setahun sekali. “Aku jarang pulang, ka- harus turun naik bis. Tak hanya itu, jemrena kondisi jalannya nda’ memung- batan yang dilalui pun kondisinya sukinkan kalo’ pake’ bis sedang dengan dah tidak layak dipakai,” ungkapnya. Dalam kondisi normal perjalanan kapal biayanya cukup besar sekitar Rp. 500 ribu,” ujar mahasiswa Fakultas Per- darat dari Pontianak ke Putusibau, ditempuh selama kurang lebih 21 jam. tanian Untan ini. Pengalaman yang tidak jauh ber- Namun, perjalanan dapat memakan Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Dok : Pena
Mimpi : Masyarakat pedesaan sangat mengharapkan jalan yang bagus untuk mengangkut hasil produksi mereka.
waktu sampai 30 jam akibat jalan yang rusak. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2005, panjang jalan di Kalbar sampai tahun 2004 tercatat 6.147,93 km yang terdiri dari jalan negara 1.575,32 km (9,17%), jalan propinsi 1.517,93 km (16,30%), dan jalan kabupaten/kota sepanjang 4.630 km (69,11%). Di sini terdapat dua perbedaan alokasi anggaran, untuk status jalan negara pemerintah pusat yang langsung mengelolanya, jalan provinsi dikelola pemerintah tingkat I sedangkan jalan kabupaten oleh pemerintah tingkat II. Panjang jalan kabupaten/kota menurut jenis permukaan, kondisi jalan dan kelas jalan pada 2004 menunjukkan akumulasi jumlah ruas yang mengalami rusak berat sepanjang 1.009.300 km2 pada 8 kabupaten yakni Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu serta dua kota di Kalbar yaitu Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Kerusakan ini ditimbulkan oleh konstruksi dan campuran per11
kan Fakultas Teknik Untan mengatakan fungsi jalan sudah jelas, untuk memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. “Permasalahannya pertumbuhan ruas jalan di kota besar, termasuk Pontianak tidak sebanding dengan pertambahan penduduk dan jumlah kendaraan. Dana yang tersedia pun tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk menambah panjang ruas jalan. Akibatnya, jangankan menambah ruas jalan untuk pemeliharaan jalan yang sudah ada di luar kota maupun dalam kota saja dananya terbatas,� bebernya. Dosen Fakultas Ekonomi Untan, Dr Fariastuti mengungkapkan infrastruktur jalan merupakan penunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan menjadi salah satu pendukung kelancaran proses pembangunan daerah. Proses pengangkutan hasil produksi pertanian ataupun perkebunan masyarakat sangat membutuhkan infrastruktur yang memadai. Secara otomatis tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan meFoto : Irex/MIUN Tak layak : Jalan yang lebih cocok untuk ajang off road ini, tak layak untuk dikatakan ningkat karena proses pendistribusian jalan untuk angkutan pedesaan. dan penjualan yang lancar. Namun hal ini akan berbalik jika kerasan kurang memenuhi syarat dan permukaan jalan menjadi lebih cepat beban lalu lintas yang melebihi kapasi- aus yang nantinya akan mempercepat infrastruktur jalan masih minim atau tas jalan. kerusakan pada lapisan yang ada di ba- dalam kondisi yang tidak memadai. “Jika jalan putus maka harga-harga di Sementara tahun 2005, terdapat wahnya. Jalan R usak, Har beberapa kategori mengenai kondisi Rusak, Hargg a Melonjak suatu daerah akan meningkat, sehingga daya belinya menjadi kurang,� ungjalan. Tercatat bahwa jalan dalam kon- Naik disi baik sepanjang 648,72 km2 untuk Kehidupan masyarakat dewasa ini kapnya. Tak bisa dipungkiri lagi masih bajalan negara, jalan propinsi 382,80 km2 menghendaki mobilitas ruang yang dan 1.094,4 km2 untuk jalan kabupa- tinggi dan cepat. Pembangunan jalan nyak daerah yang sulit dijangkau dikaten. Sisanya dikategorikan dalam ke- salah satu hal penting dalam pengadaan renakan belum ada jalan yang mengadaan sedang, rusak, dan rusak berat. prasarana kegiatan masyarakat. Melalui hubungkannya dengan daerah lain. SeKategori ini tersebar merata di seluruh jalan sebagian besar pendistribusian cara otomatis taraf hidup masyarakat status pengawasan jalan (BPS, 2005). produk dilakukan dari dan ke daerah di sana juga sulit untuk berkembang. Kondisi ruas jalan ini dalam keada- di Kalimantan Barat. Semakin baiknya Padahal salah satu tujuan pembangunan an yang cukup memprihatinkan. Ini sektor transportasi akan meningkatkan atau peningkatan prasarana jalan, medisebabkan jalan selalu dilalui kenda- kelancaraan pengangkutan barang. Te- rangsang perubahan sosial ekonomi maraan. Lubang pada jalan ini bervariasi tapi dengan kondisi jalan yang menga- syarakat, khususnya bagi daerah terbesarnya. Dengan kondisi ruas jalan de- lami kerusakan, akankah dapat mem- pencil. Masihkah pemerintah menganggap mikian memang perlu diadakan perbai- permudah mobilitas gerak masyarakat. kan material perkerasan berupa agregat Miskinnya infrastruktur jalan me- permasalahan ini sebagai persoalan krudan aspal. Jika kadar aspal pada campu- nyebabkan fungsi jalan menjadi berku- sial yang perlu mendapat perhatian ran kurang memenuhi standar, lapisan rang. Ir H Syafaruddin AS MM, De- khusus?[] 12
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Tambal Sulam Tidak Baik Kondisi infrastruktur jalan di Kalbar memang mengkhawatirkan. Mimbar Untan berkesempatan mewawancarai salah satu dosen Fakultas Teknik Sipil Untan, Prof. Abdul Hamid M.Eng. Simak petikan wawancara mengupas di balik penyebab kerusakan jalan tersebut. Oleh PROF ABDUL HAMID M.ENG
Menurut Bapak, bagaimana kondisi jalan di Kalbar? alan sebagai prasarana infrastruktur untuk Kalbar sering mengalami problem. Pertama, dikarenakan kondisi tanah dasar yang berupa soft soil (tanah lunak), cost-nya dinilai sangat mahal. Kedua yaitu akibat pembebanan yang melebihi daya dukung atau kekuatan jalan, faktor kondisi tanah lokal di daerah itu, dan sistem drainase yang kurang bagus. Untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan ini dana pemerintah sangat terbatas. Pemprov dan pemerintah pusat bekerjasama dalam memenejemen jalan. Terkadang masyarakat menuntut adanya jalan, namun ketika jalan sudah ada malah seolaholah dibiarkan.
J
Bagaimana perbandingan manajemen jalan di luar negeri dengan di Kalbar? Di luar negeri terdapat penanganan khusus mengenai manajemen jalan dan infrastrukturnya. Di sana mereka lengkap dengan desain. Umpamanya untuk daerah yang akan dibangun jalan harus diketahui dan direncanakan terlebih dahulu berapa ton berat kendaraan yang akan melewatinya. Misalnya 10 ton atau 20 ton sehingga dapat diukur tebal kekerasan jalan. Sedangkan di daerah kita selama ini kualitas jalan dan daya dukungnya tidak sebanding. Idealnya manajemen jalan di daerah kita ak? aimana P bag bagaimana Pak? Pertama, harus ada yang menangani masalah infrastruktur jalan katakanlah secara regional. Kedua, harus dilakukan peninjauan secara prioritas. Ketiga harus diketahui beban apa saja yang akan melewati jalan tersebut. Berapa beban ideal untuk melewati jalan? Tergantung pada desain mereka, kalau yang bagus
direncanakan sebelumnya. Umpamanya untuk pembuatan ruas jalan yang dilalui truk bermuatan kelapa sawit 4 atau 5 ton, maka didesain sesuai dengan kemampuan, jangan melebihi. Problem kita, selama Pemprov dan Pemkab tidak mengatur beban tersebut maka jalan tetap akan sering rusak. Sayang dengan uang yang dikeluarkan. Untuk membangun jalan tidak gampang, harus ada kontrol kualitas. Saat ini kontrol kualitas terlihat tidak ada. Di P ontianak apa ada per encanaan peng aturan Pontianak perencanaan pengaturan untuk beban? Ada, setiap desain harus ada. Tapi saya lihat tidak ada manajemen jalan dan kontrol. Jalan hanya mampu 4 ton tapi dibebani 6 sampai 8 ton, lama-lama jalan pasti hancur. Bagaimana pengaturan yang dilakukan Dinas PU? Tergantung pada status jalan itu. Sekali lagi tidak adanya kontrol beban. Perbaikan hanya dilakukan percuma seakan-akan membuang uang. Kasihan pemerintah menyediakan anggaran sekian puluh milyar untuk perbaikan jalan. Dengan kondisi sekarang kontraktor untung berapa, belum lagi pajak, sehingga yang dapat dilaksanakan hanya sekitar 60 persen saja. A pakah JJembatan embatan T imbang di daerah kita sudah berfungsi secara optimal? Belum optimal, seharusnya berfungsi sesuai dengan batas yang telah ditentukan. Jika melebihi batas maka diturunkan bebannya. Jika Jembatan Timbang berfungsi sesuai dengan pengawasan maka tidak akan terjadi kerusakan jalan. Sekarang ini berfungsi hanya sekadarnya saja. Untuk membuka jalan baru, apakah harus ada penelitian? Seharusnya ada, ini berpengaruh pada pengukuran jalan dan kontrol sejauh mana yang akan dibangun. Jika
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
13
membuka jalan baru dikenal ada yang namanya cut and fill (memotong dan mengisi) untuk daerah perbukitan. Jadi ada sistem seperti itu, juga dilihat dari kondisi tanah dasar.
pemeliharaannya jarang sekali. Sekian puluh tahun baru ada perbaikan atau rehab. Apabila terjadi lubang itupun hanya ditutupi aspal. Hal yang sama juga dialami pada jalan daerah Wajok sampai Peniti.
Kalbar yang sebagian besar didominasi tanah gambut bagaimana penanganannya? Tanah gambut merupakan soft soil atau tanah lunak yang mengandung kadar air yang cukup tinggi dan tanahnya bersifat labil sehingga pengolahannya mahal. Secara tradisional dengan menggunakan pasir yang dimasukkan ke dalam karung ditimbun dan diikat.
Untuk jalan di Kalbar, strategi apa yang digunakan? Ini perlu survey, karena wilayah Kalbar saja banyak permasalahannya. Banyak sungai mengalir dan kondisi tanah yang lunak. Jika saya lihat di sini banyak menggunakan sistem tambal sulam. Tapi sistem ini lebih mahal karena rusaknya lebih banyak. Padahal seharusnya biaya maintenance lebih murah. Seharusnya masyarakat berani ngomong dengan Bupati, jangan hanya diam saja.
Di daerah Rasau, jalan utamanya terdapat pen per ti digit pa pavv ement namun penyyemenan se seper perti terkadang jalan itu tetap saja rusak, bagaimana dengan hal itu? Biasanya digit pavement harus tebal. Seharusnya ada cost dasar pada pembuatan awal yang mahal. Tapi maintenance cost-nya murah. Dulu di daerah kita pembangunan jalan terlihat murah jika panjang, tapi pemeliharaannya yang mahal. Biaya awal memang mahal, namun
Apa saja keuntungan dan kerugian dari sistem tambal sulam? Susah untuk diprediksi. Tambal sulam tidak baik, jika direhab di samping menambal dilapisi juga. Jalan itu tergantung pada tanah dasarnya. Proyek jalan harus dapat menjaga tanah dasar.[].
Dalam Waktu Dekat, Kopma akan membuka Kantin Degulist Kopma Untan
KOPMA UNTAN Koperasi Mahasiswa PENGURUS : Ketua Umum Juni Wardana Kabid. Administrasi & Umum/ Sekretaris Yesi Mayasanti Kabid. Keuangan & Pendanaan/ Bendahara Evi Novianti Kabid. Pengembangan Usaha Setyo Susanto Kabid Pengembangan SDM & Organisasi Andry Candra 14
DENGAN UNIT USAHA : Fotocopy dan ATK Melayani Fotocopy dengan harga Rp 100/lbr serta menyediakan alat tulis kantor, kelengkapan studi mahasiswa serta buku-buku kuliah Waktu Pelayanan : 07.30-19.30 Warung Telekomunikasi (Wartel) Untuk komunikasi yang lancar, hubungan SLI, SLJJ, Lokal, Interlokal. Waktu Pelayanan : 07.30-22.30 Rental Komputer dan Warnet Melayani pengetikan makalah, proposal, skripsi, dan rental dengan harga yang terjangkau. Waktu Pelayanan : 07.30-24.00 Toko Menyediakan minuman dan makanan kecil. Waktu Pelayanan : 07.30-22.30 Pembuatan dan Penjualan Toga serta Jaket Almameter Pelayanan dikhususkan pada mahasiswa baru dan para calon wisudawan/i Waktu pelayanan : 07.30-15.00 Loket Pembayaran PDAM Memudahkan masyarakat sekitar untuk membayar tagihan air. Waktu Pelayanan : 07.30-13.00 Kami Tunggu Kritik & Saran Anda pada Kotak Saran yang Tersedia
Hubungi Segera : Segera Catatkan setiap point belanja anda pada kartu belanja
yang berguna sebagai dasar pembagian Sisa Hasil Usaha Kopma Untan (SHU) setiap tutup tahun buku per 31 Desember. Jl M. Isya Bagaimanapun Komplek Untan “Kesejahteraan & Pelayanan anggota adalah tujuan Kami.� Hp: 08125622059 Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Andika :
Pemerintah Tidak Bijak! Jalan mer upakan infrastr uktur penting bagi masy arakat. JJalan alan yyang ang rrusak usak berat merupakan infrastruktur masyarakat. menimb ulkan hambatan dan kker er ugian bagi raky at, ter utama dalam hal kkenaikan enaikan har menimbulkan erugian rakyat, terutama hargg a sembak ang semakin mencekik leher sembakoo yyang leher.. Simak petikan w waa wancara tim majalah Mimbar Untan deng an Andika seorang pedag ang dan tok oh masy arakat Kapuas Hulu. dengan pedagang tokoh masyarakat Bagaimana pendapat Anda mengenai dana pembangunan jalan di Kapuas Hulu ? Untuk pembangunan jalan pemerintah menggunakan tanah rakyat dengan memberikan ganti rugi. Setahu saya dana pembebasan tanah itu 13 milyar, tapi yang diberikan ke rakyat hanya 1 milyar lebih saja, kan tak masuk akal. Rakyat kebanyakan tidak tahu, saya tahu dan saya punya bukti seperti Jalan Nanga Kantuk ke Sidak itukan 11 milyar yang jadi hanya 6 milyar lebih yang mengerjakan orang dari Malaysia. Kalau ndak salah bulan 6 atau bulan 5 2005 ini sekitar satu bulan jalan ditutup, bis tidak jalan karena kerusakan jalan sudah sangat parah, lubangnya sudah sedalam badan bis. A pa Anda per nah melihat adan pernah adanyy a plang pembangunan jalan tersebut? Setiap proyek yang ada di Kapuas Hulu baik bangunan maupun jalan tidak pernah ada papan tendernya. Kalau di Pontianak ada, tapi selama saya di Kapuas Hulu tidak pernah melihat adanya plang sudah beberapa tahun ini, bahkan sudah puluhan tahun tidak pernah melihat plang pembangunan jalan.
Barang-barang sembako yang Anda jual ini datangnya dari mana, lalu berapa biayanya? Barang-barang ini datangnya dari Pontianak. Paling minim itu 3 juta satu truk, truk bisa memuat 4-4,5 ton. Kebanyakan barang di beli dari Malaysia karena lebih dekat dan lebih murah biayanya. Kalau ke Pontianak lagi jalannya rusak, jadi butuh biaya yang mahal. Kalau sembako yang Anda jual itu harganya bagaimana? Kalau disini beras rata-rata di jual seharga 4000 sampai 4500. Kalau gula, karena dari Malaysia jadi murah cuma 5000-an, kalau dari Indonesia mau 7000-an karena di Pontianak saja sudah 300 ribu lebih per karungnya, Malaysia hanya 215 ribu, belum termasuk transportasinya lagi. Kalau barang lain berimbang dengan Indonesia. Harga mie di Pontianak masih 28.500 disini sudah 36.000, udah berapa ribu naiknya. Kalau minyak tanah tidak begitu heboh, soalnya kita kebanyakan pakai elpiji itu pun dari Malaysia. Harganya sekitar 50 ribuan.
Bagaimana tanggapan pemerintah tentang hal Bagaimana dengan kondisi jalan Kapuas Huluini? Badau? Sayangnya pemerintah kita ini tidak memberi perhatian Mulai dari Silat ke Bulu Burung, Bulu Burung sampai terhadap sarana dan prasarana yang menunjang Kapuas Hulu pun jalannya jelek. Kayak sekarang PT kehidupan perekonomian masyrakat. Seharusnya Erna kerja, jadi batas kerja PT Erna dari mana kemana pemerintah memperhatikan hal itu. Kalau saja kita tidak pernah tahu. Ini salah satu penyebab kerusakan infrastruktur jalan itu bagus otomatis akses suatu daerah jalan. Berapa panjangnya jalan, berapa dana yang ke daerah lain lebih lancar jadi ndak perlu jauh-jauh ke dikeluarkan pemerintah kita tidak pernah tahu. Malaysia. Cukup di sekitar daerah Kalbar saja, kan bisa Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
15
meningkatkan perekonomian daerah.
memikirkan BBM naik sembako dimurahkan.
Pemerintah tidak per nah meng pernah mengadakan adakan eevv aluasi peraturan mengenai masuknya barang dari luar? Sekarang peraturan disini mau disamakan dengan di pusat, sedangkan di Kapuas Hulu nampaknya tidak ada kemajuan di pusat. Dia mau menerapkan peraturan seperti di pusat. Contohnya di pusat ada supermarket ada sarana dan prasarana yang lengkap bisa beli barang yang murah, jadi dibikin peraturan seperti itu bisa. Kalau di sini sepertinya kalau dia mau buat peraturan begitu sepertinya dia tidak pernah sekali meninjau ke lapangan, asal bikin aja peraturan. Ini bukan peraturan istilahnya timbang rasa antara rakyat dengan pemerintah, seperti sekarang mengapa pemerintah menaikan harga BBM dan tidak pernah memikirkan untuk menurunkan harga barang, berarti dia tidak ada kebijaksanaan. Begitu BBM naik harga barangnya juga naik, mengapa dia tidak
Bagaimana keadaan masyarakat Kapuas Hulu sekarang? Kapuas Hulu di tinjau dari segi kekayaaan alam paling terkaya seperti kayu, hasil hutan, hasil bumi, walet, pertambangan emas. Mata pencaharian penduduk juga sangat bergantung pada alam. Sekarang, infrastruktur jalan banyak yang rusak. Padahal untuk mengangkut hasil perkebunan paling efisien lewat jalan. Jadi keberadaan jalan sangat penting untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Namun pemerintah tidak pernah memikirkan solusi permasalahan ini. Jalan diperbaiki hanya secara tambal sulam. Dalam waktu singkat sudah rusak lagi. Selama ini kami merasa pemerintah tidak bijak. Kami hanya mengharapkan kepedulian dari pemerintah, agar kami tidak terisolir lagi karena kerusakan jalan ini.[]
Simak Program Unggulan : > Musik & Informasi >>> Setiap Hari [14.30-16.00 Wib] >> Dialog UV >>> Senin [19.00-21.30 Wib] > Resensi Buku >>> Selasa [19.00-21.00 Wib] >> Iptek UV >>> Jum’at [19.00-21.00 Wib] > Curhat Line >>> Jum’at [21.00-23.00 Wib] >> In the Kost >>> Sabtu [19.00-21.00 Wib] > Gi-Long (Gitar Bolong) >>> Sabtu [21.00-23.00 Wib] a n d many m o r e .....
Studio dan Pemasaran : Jalan Daya Nasional Komplek Gedung MKDU [Lantai Dasar] Universitas Tanjungpura Pontianak Phone : (0561) 7068136 16
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Jalan, Butuh Perhatian enelitian ini dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Lembaga Pers Mahasiswa Untan. Polling dilakukan selama dua minggu, dari tanggal 5-19 Pebruari 2006. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu probability sampling (simpel random sampling) dengan alat pengumpul data berupa kuesioner. Didapat jumlah sampel sebanyak 120 mahasiswa yang tinggal di asrama kota/kabupaten di Kalbar. Tema yang diangkat dalam polling Majalah Mimbar Untan Edisi IV yaitu mengenai “Kondisi Jalan di Daerah-daerah Kalimantan Barat�. Asumsi yang digunakan adalah pendapat mahasiswa(i) mewakili pendapat masyarakat di daerah masing-masing. Dari sepuluh pertanyaan yang diajukan, terdapat delapan pertanyaan bersifat tertutup dan sisanya bersifat terbuka. Ada empat pertanyaan yang merepresentasikan permasalahan yang diangkat.
P
Adapun persentase hasil polling per kabupaten secara daerah-daerah di lintas utara (Sambas, Bengkayang, Sanggau, rinci terdapat pada tabel di bawah ini : Sintang dan Putussibau), dan daerah-daerah di lintas selatan (Tayan, Teraju, Nanga Tayap). Sedangkan kondisi ruas jalan 1. Bagaimana menurut anda kondisi jalan yang anda le- dengan kategori cukup bagus dan biasa saja tersebar di wati ? sekitar Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang. 2. Seberapa jauh kerusakan jalan berpengaruh terhadap perjalanan anda ? Dari 142 mahasiswa(i) asrama, sebesar 82,40 % mengaku bahwa kerusakan jalan hanya berada pada titik-titik tertentu saja. Artinya jalan yang rusak dan bersifat parah hanya pada daerah-daerah tertentu saja. Tetapi sebesar 17,60 % mengaku bahwa kerusakan jalan berada pada sepanjang jalan yang dilewati untuk pulang kampung.
Bagaimana menurut anda kondisi jalan yang anda lewati ?
Dari pertanyaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa(i) yang tinggal di asrama berpendapat bahwa sebagian besar kondisi ruas jalan yang mereka lalui memiliki luas permukaan yang buruk (61,59%). Sebesar 21,73% berpendapat bahwa kondisi ruas jalan bagus dan sisanya mengatakan bahwa ruas jalan yang mereka biasa lewati permukaannya biasa saja. Kondisi yang rusak tersebut ternyata tersebar pada
Seberapa jauh kerusakan jalan berpengaruh terhadap perjalanan anda ?
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
17
in-main dalam upaya untuk memperbaiki dan merawat ruas jalan yang ada. Mereka juga mempertanyakan anggaran untuk alokasi infrastuktur jalan darat. Sebagian besar mahasiswa(i) asrama Menurut anda, menyatakan bahwa ada tarik-menarik perlukah kepentingan antar elit politik dalam hal perbaikan jalan? perbaikan dan perawatan ruas jalan. Dan di daerah anda ? tidak mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Di sisi lain, pelaksanaan proyek jalan juga tidak jujur dalam hal teknis dan anggaran infrastruktur jalan darat. Sehingga pembangunan yang diharapkan tidak maksimal dan tingkat kerusakan ruas jalan semakin tinggi akibat tidak sesuai dengan standar jalan yang ideal. Ada dua solusi yang ditawarkan oleh mahasiswa(i) asrama berkaitan dengan masalah-masalah di atas. Solusinya yakni Mengenai perbaikan jalan, hampir seluruh mahasiswa(i) pengadaan jembatan timbang harus mutlak dilaksanakan asrama sepakat bahwa jalan yang rusak perlu untuk diper- pada pintu-pintu jalur masuk distribusi dan jalan lingkar baiki (94,37 %). Sebesar 2,82 % menyatakan kurang perlu luar sebagai jalan alternatif untuk rute distribusi bagi trukdan sisanya menyatakan tidak perlu. Pernyataan ini meng- truk yang membawa bahan perdagangan. Kendati demikian, mahasiswa(i) asrama berharap agar indikasikan bahwa mahasiswa(i) yang merupakan bagian pemerintah daerah setempat memperbaiki daerah-daerah dari masyarakat sangat menginginkan kondisi ruas jalan. yang vital, karena merupakan jalur distribusi perdagangan 4. Menurut anda, apakah pemerintah setempat mem- hasil-hasil alam. Selain itu, dengan kondisi ruas jalan yang berikan perhatian khusus terhadap jalan di daerah anda ? rusak, tingkat mobilitas masyarakat setempat rendah seKetika dilontarkan pertanyaan tentang keterlibatan hingga mereka terisolasi dari pengaruh pembangunan.[]. pemerintah, ternyata sebagian besar mahasiswa(i) asrama menyatakan bahwa pemerintah kurang dalam memberikan perhatiannya terhadap perbaikan jalan (71,83 %). Persentase yang menyatakan bahwa pemeApakah pemerintah rintah perhatian dan tidak perhatian setempat memberikan hampir sama rasionya yaitu 13,37% dan 13,40%. Sisanya menyatakan perhatian khusus perhatian pemerintah cukup tinggi terhadap jalan di terhadap kondisi ruas jalan yang rudaerah anda ? sak. Beragam opini disampaikan mahasiswa(i) kepada pemerintah daerah setempat dalam rangka perbaikan dan perawatan jalan. Umumnya mereka memojokkan pemerintah daerah karena tidak profesional, tidak berkompeten, dan terkesan ma3. Menurut anda, perlukah perbaikan jalan di daerah anda ?
18
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Infrastruktur dan Pembangunan Ekonomi Oleh DR FARIASTUTI
nfrastruktur dan pembangunan ekonomi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Salah satu investasi dalam pembangunan ekonomi adalah di bidang infrastruktur. Sementara infrastruktur yang dibangun secara tepat dan berfungsi optimal dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Infrastruktur di Indonesia umumnya dan di Kalimantan Barat (Kalbar) khususnya sering dikeluhkan oleh pelaku ekonomi atau investor baik dalam maupun luar negeri. Menurut catatan Bank Dunia (2005), masih banyak terdapat permasalahan pada infrastruktur di Indonesia, yang mencakup air bersih dan sanitasi, telekomunikasi, listrik dan jalan. Permasalahan tersebut anta-
I
ra lain aksesibilitas dan dana investasi yang terbatas. Infrastruktur merupakan primadona anggaran karena menempati porsi terbesar anggaran yaitu sekitar 35 persen pada APBD 2005 dan 47 persen pada RAPBD 2006. Meningkatnya provirsi anggaran infrastruktur dari 2005 ke 2006 juga disertai peningkatan jumlah anggaran secara absolut yaitu sekitar 135 persen. Peningkatan anggaran tersebut merupakan yang terbesar atau lebih dari dua kali lipat dibandingkan peningkatan anggaran di bidang ekonomi (65 persen) yang peningkatannya merupakan terbesar ke dua setelah infrastruktur (Tabel 1). Sejauh mana optimalisasi sumbangan infrastruktur terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Kal-
bar patut dipertanyakan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kalbar tahun 2001-2004 (3,77 persen) masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional (5,13 persen). Pertumbuhan ekonomi Kalbar meningkat dari 2,69 persen tahun 2001 menjadi 4,79 persen tahun 2004 (Bappeda, 2005). Dampak dari investasi infrastruktur tahun tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi tahun yang sama memang belum optimal, namun tidak untuk tahun-tahun selanjutnya. Meningkatnya anggaran infrastruktur yang lebih dari dua kali lipat seharusnya mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi Kalbar lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun secara agregate investasi infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal, pa-
Tabel 1 : Anggaran dan Rencana Anggaran Belanja Operasi Pemeliharaan (OP) dan Modal Berdasarkan Bidang Pembangunan Tahun 2005-2006 % terhadap total APBD 2005
% terhadap total RAPBD 2006
RAPBD 2006 (Rupiah)
Peningkatan dibanding 2005 (%)
Sosial budaya
20
16
65.925.000.000
43,24
Ekonomi
16
15
59.386.000.000
64,74
Infrastruktur
35
47
186.272.000.000
135,19
Pemerintahan lainnya
29
22
88.417.000.000
37,31
Jumlah
100
100
400.000.000.000
77,25
Sumber: Pemerintah Provinsi KalBar, 2005 Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
19
da tingkat mikro hal ini tidak otomatis terjadi. Tidak semua masyarakat akses terhadap investasi infrastruktur dan memperoleh dampak dari investasi tersebut langsung maupun tidak langsung. Efek menetes ke bawah (tricke down effect) dari infrastruktur berupa penciptaan kegiatan ekonomi yang mengikutinya tidak terjadi dengan sendirinya. Kondisi dana yang terbatas menuntut adanya skala prioritas dalam hal wilayah mana dan siapa saja yang memperoleh dampak investasi infrastruktur. Sebagai contoh, selama ini pembangunan jalan cenderung pada jalur yang menghubungkan antar ibukota, kota/kabupaten. Hal ini memang diperlukan terutama dalam kondisi ketergantungan antar wilayah sangat tinggi. Misalnya, jika jalan darat PontianakPutussibau rusak berat, dapat dipastikan harga kebutuhan pokok di Putussibau yang didatangkan dari Pontianak akan bertambah mahal. Harga kebutuhan pokok tersebut akan semakin mahal untuk wilayah lain di Kapuas Hulu yang menggantungkan pasokan kebutuhan pokok dari Putussibau. Kondisi jalan yang ada pun bukannya tanpa masalah. Jalan antara Sintang dan Putussibau misalnya masih belum memadai sementara jalan di Kabupaten Bengkayang terutama antara Sanggau Ledo dan Serikin rusak berat. Dalam menentukan skala prioritas, trade off (memilih satu dari dua pilihan) perlu diperhatikan karena demi mengejar pertumbuhan ekonomi, pihak dengan posisi tawar yang lemah seringkali diabaikan. Pertumbuhan ekonomi memang perlu dikejar, namun apalah artinya pembangunan jika pertumbuhan yang terus dikejar tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang, sementara masih banyak orang hidup dalam kemiskinan dan tidak tersentuh oleh dampak investasi infrastruktur tersebut. Berapa lama petani harus mengala20
mi kesulitan dalam memasarkan produknya jika jalan antara pasar dan lahan pertanian sangat tidak memadai? Masyarakat di desa yang tidak pernah mengunjungi ibukota kecamatan karena transportasi yang sulit dan mahal bukan cerita langka. Bantuan pemerintah untuk rakyat miskin seperti biaya gratis sekolah, terutama sekolah menengah, dan kesehatan juga tidak menyentuh masyarakat di daerah terpencil dengan transportasi yang sulit dan mahal. Mereka lebih memilih berobat ke mantri desa walaupun harus membayar karena biayanya lebih murah daripada biaya transport, konsumsi dan akomodasi yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pengobatan gratis di puskesmas yang terletak di ibukota kecamatan. Untuk pendidikan, tidak jarang pilihannya adalah tidak melanjutkan ke sekolah menengah karena untuk bersekolah anak-anak harus hidup terpisah dari orangtua di desa sementara biaya hidup di ibukota kecamatan cukup tinggi. Pada akhirnya infrastruktur hanya merupakan syarat perlu (necessary condition) dan bukan syarat cukup (sufficient condition) untuk pembangunan ekonomi. Walaupun infrastruktur sudah memadai, investor dari luar daerah/negeri belum tentu datang ke Kalbar jika daerah ini dianggap tidak aman dan masih banyak pungutan siluman. Lebih parah lagi jika kondisi tersebut juga menyebabkan investor dari Kalbar lebih tertarik menanamkan modalnya ke luar daerah/negeri daripada ke Kalbar sendiri. Pelaku ekonomi lemah yang tidak lagi menghadapi kesulitan dalam membawa produknya ke pasar bukan berarti terlepas dari masalah. Skala usaha kecil membuat biaya produksi tidak efisien sehingga harga produk pengusaha lemah lebih mahal dari harga produk pengusaha besar. Pengusaha bermodal kecil dengan posisi tawar yang lemah seringkali juga harus Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
menghadapi pasar persaingan tidak sehat yang tidak menguntungkan bagi mereka. Diperlukan banyak kebijakan lain sehingga investasi infrastruktur berdampak optimal kepada masyarakat terutaPada akhirnya infrastruktur hanya merupakan syarat perlu (necessary condition) dan bukan syarat cukup (sufficient condition) untuk pembangunan ekonomi. Walaupun infrastruktur sudah memadai, investor dari luar daerah/negeri belum tentu datang ke Kalbar jika daerah ini dianggap tidak aman dan masih banyak pungutan siluman. ma penduduk miskin di desa terpencil yang sampai saat ini masih ada yang belum dapat melihat perbedaan apakah Indonesia sekarang sudah merdeka atau belum, apakah pemerintah daerah sekarang sudah otonom atau belum atau apakah hidup pada masa pemerintahan SBY lebih baik dari masa pemerintahan Soeharto. Penduduk miskin lainnya di perkotaan memang menikmati jalan-jalan mulus namun kemampuan mereka untuk memanfaatkan infrastruktur yang lain seperti sanitasi, listrik, air bersih masih sangat terbatas. Keberadaan mereka di perkotaan semakin mempertegas adanya kesenjangan ekonomi antar kelompok masyarakat. [] Daftar Bacaan: Bappeda, 2005. Kondisi perekonomian KalBar sampai tahun 2004 dan kondisi yang diharapkan tahun 2006, Pontianak. Pemerintah Provinsi KalBar, 2005 Nota Keuangan. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Barat, Pontianak. World Bank, 2005. Indonesia: New Directions, World Bank Brief for the Concultative Group on Indonesia, Jakarta.
Jalan-jalan Maut
yang Mematikan
Oleh HENNY KRISTINA
ubuh kecilnya terbungkus kemeja dilapisi jaket biru yang dipadu dengan jeans warna senada hari itu. Perban putih di pipi kanannya masih menempel. Sementara kaki dan tangannya terlihat memar kemerahan. Sesekali ia meringis, raut wajahnya meregang. “Saya jatuh dari motor waktu menuju ke Bengkayang,” kata Lien -nama gadis itu- perlahan. Mahasiswi asal Ngabang itu baru saja pulang dari Karangan, tempat kemalangan itu terjadi. Dengan mengendarai sepeda motor, ia berboncengan dengan temannya menuju tempat penyelenggaraan acara kerohanian Retret di Bengkayang. Ia berangkat dari Pontianak pukul 05.30 WIB. Dengan kecepatan 40 km/jam ia mulai perjalanan itu yang memakan waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam bersama teman-temannya. Menurut ceritanya, kondisi jalan di sana (Karangan-red) sangat memprihatinkan. Sepeda motornya pun diperlambat karena banyak sekali terdapat lubang yang digenangi air. Perjalanan sempat terhenti dua kali dikarenakan ban sepeda motor yang bocor. Setelah menambal ban, perjalanan kembali dilanjutkan, karena mesti berpacu dengan waktu acara yang nyaris dimulai. Namun, tak disangka nasib naas menimpa dirinya. Berniat menghindari lubang tapi gagal, malah ia terjungkal jatuh dan mesti dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya saat itu, tak satu pun kendaraan yang lewat. Sambil
T
Foto : Irex/MIUN
Terbalik : Truk sempat terbalik dalam sebuah perjalanan yang melintasi jalur PontianakSintang.
merintih kesakitan menahan pedih luka di wajahnya. “Di sana tidak ada rumah penduduk karena masih berupa hutan belantara. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya ada truk yang bersedia mengantarkan ke rumah sakit terdekat,” kenang mahasiswi Fakultas Hukum Untan ini. Tak dinyana lagi kenang-kenangan yang diperolehnya dari kejadian itu, pipinya mendapat empat jahitan akibat koyak terkena aspal. Nasib serupa juga pernah dialami oleh Bujang (41), supir bis antar kota yang telah 30 tahun menekuni pekerjaannya. Dia mengatakan selama menjadi supir merasakan terperosok ke dalam lubang, tergelincir bahkan sampai bis terbalik sudah merupakan hal biasa. Hampir seluruh daerah di Kalbar seEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
perti Sintang, Ketapang, Putusibau, Entikong pernah dilewatinya. Dikatakannya daerah Sandai (Kabupaten Ketapang) hampir 90% adalah tanah, sehingga jika musim hujan perjalanan bisa memakan waktu 2 hari. Dengan memasang raut wajah sendu ia berbagi pengalaman kepada MIUN, saat memacu bisnya menuju Sandai. Ketika itu sedang musim hujan, jadi jalan di daerah yang berupa tanah kuning itupun becek. “Ndak mampu rasanya bawa bis dengan jalan kayak gitu, waktu itu sampai 2 hari di jalan,” bebernya. Tergelincir, terperosok adalah hal biasa walau di hatinya ada perasaan khawatir akan keselamatan penumpang. “Saya sih udah biase, tapi orang laen tu yang ketakutan,” katanya de21
ngan logat khas melayu. Jika sudah seperti itu yang dapat dilakukan hanya berusaha menenangkan para penumpang dan menyupir dengan hati-hati. Lain lagi ceritanya waktu ia hendak berangkat ke Putusibau. Jalan yang berlubang sempat membuat kaca-kaca bis pecah, akibat terperosok ke lubang hingga bis pun terbalik. “Lubangnya besar sampai setengah bis,” katanya. Beruntung tidak ada korban jiwa saat itu, hanya ada beberapa penumpang yang terluka. Bujang yang tinggal di Siantan ini mengatakan jika bis sudah terperosok ke lubang, cara yang ampuh untuk menarik bis adalah dengan cara di rol melalui kendaraan berat. Di bagian depan dan belakang ban yang terperosok ditancapkan dua kayu yang menjadi landasan ban untuk keluar dari lubang. Kemudian tali diikatkan di bagian depan bis yang terperosok lalu diikatkan juga pada mobil penarik. Kalau sudah seperti ini, saat pulang ke Pontianak bis langsung dimasukkan ke bengkel untuk di service. Masih dari penuturannya juga, biaya service untuk satu unit bis mencapai 600 ribu sampai 3 juta rupiah, jika kondisinya rusak parah. “Tiga juta itu kalau transmisi dan gardannye rusak,” keluhnya. Wajahnya menerawang kala mengingat pernah ada penumpang yang me-
ninggal karena tertimpa bis yang terbalik. “Sedih melihat orang-orang yang meninggal ketimpa bis,” ujarnya. Bujang yang memulai pekerjaannya dari usia 12 tahun, mengharapkan pemerintah memperhatikan kondisi jalan di daerah yang sangat memprihatinkan. “Jangan sampai membahayakan orang laen,” pesannya. Tingkat kecelakaan meningkat Berdasarkan data Polda Kalbar, terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas sepanjang 2006 hingga 319 persen. Tahun 2005 laka lantas yang terjadi sebanyak 274 kasus. Jumlah ini meningkat pada 2006 menjadi 1.149 kasus. Jumlah korban yang meninggal, luka berat dan luka ringan akibat laka lantas juga mengalami peningkatan. Korban meninggal dunia dari 237 orang menjadi 389 orang, meningkat sebesar 64,14 persen. Korban luka berat dari 150 orang menjadi 437 orang, meningkat sebanyak 191, 33 persen. Sementara korban luka ringan meningkat sebanyak 616,24 persen dari 197 orang menjadi 1.411 orang. Pada awal tahun 2006, Kalimantan Barat untuk triwulan I dibanding dengan triwulan sebelumnya tahun 2005 telah terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas sebanyak 61%. Di triwulan I tahun 2005 terjadi 78 jumlah kecelakaan, sementara triwulan I ta-
Jumlah Korban Tahun 2005 274 237 150 197
Jumlah Korban Tahun 2006 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Meninggal Dunia Luka Berat Luka Ringan 22
1.149 389 437 1.411
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Sumber data: AP Post
Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Meninggal Dunia Luka Berat Luka Ringan
hun 2006 naik menjadi 204 kasus kecelakaan. “Data ini yang didapatkan tiap tiga bulannya. Namun saya khawatir ada Polres yang tidak melaporkan kepada saya,” kata Gustav Leo, Kasubdit Bin Gakkum Polda Kalbar. Sementara data yang dikeluarkan Poltabes Pontianak, untuk kota Pontianak dalam kurun waktu 5 bulan dari Januari sampai Mei tahun 2006 terjadi 5 kasus kecelakaan akibat jalan rusak. Bahkan ada yang sampai memakan korban jiwa. Kecelakaan tersebut biasa terjadi di Jalan Tabrani Ahmad, Jalan Danau Sentarum, Jalan Ampera, daerah Sungai Rengas, dan Jeruju Besar. “Jalan rusak bisa mempengaruhi tingkat kecelakaan,” kata Iptu Haryanto, Kanit Laka Poltabes Pontianak. Haryanto menambahkan pihaknya melalui Dikmas Lantas sudah memberitahukan kepada Pemkot mengenai kasus kecelakaan yang terjadi akibat jalan rusak akan tetapi jawabannya kurang memuaskan. “Jawaban mereka terbentur pada masalah dana,” bebernya pada MIUN. []
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
24
LAPORAN UTAMA
Rancangan Peraturan Daerah tentang pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang di Kalimantan Barat diharapkan membawa angin segar dalam menangani masalah klasik kerusakan jalan. Pembatasan ini dibuat karena kelebihan muatan memberi kontribusi besar dalam hal kerusakan jalan di di daerah daerah ini. ini. Termasuk Termasuk di didalamnya dalamnya mengoptimalkan kembali fungsi JT (Jembatan Timbang). Foto : Mahmud/MIUN
Seperti itulah gambaran singkat ak- lintas yang terjadi lewat sarana jalan tivitas di komplek jembatan timbang raya sebagai penghubung maka akan ua buah truk dengan mua- tersebut. Siang menjelang sore kali itu, ikut bertambah pula beban lalu lintas tan kelapa sawit mulai me- tidak ada yang berbeda dengan area yang dipikul oleh jalan tersebut akibat masuki area jembatan tim- jembatan timbang tiap harinya. Bero- dari pengaruh beban kendaraan yang bang UPLLA (Unit Pelayanan Lalu perasi selama 24 jam, tak ayal jika jem- kemudian beban tersebut diteruskan Lintas dan Angkutan) Wilayah I Pro- batan timbang memegang pengaruh kepada ban yang kemudian ke lapisan vinsi Kalbar. Masing-masing truk mu- krusial dalam menjaga kualitas jalan. permukaan jalan. lai memacu lambat kendaraan mereka, ’Kendaraan yang bermuatan wajib Apalagi dengan kondisi beban yang truk paling depan dengan plat nomor masuk’ demikianlah bak slogan untuk tak terkontrol atau tanpa batas (Unli8889 maju lebih dulu menuju mesin mewakili keberadaan JT, seolah mem- mited) pada kendaraan tentunya akan timbang. Aba-aba petugas menghen- beri instruksi pada semua kendaraan mempengaruhi keawetan aspal (duratikan kendaraan dengan muatan besar. dengan muatan wajib menimbang be- bilitas) sebagai pengikat agregat peSelang hitungan detik, keluar angka ratnya di tempat itu. nyusun jalan. Dengan kondisi demikian yang menunjukkan beban muatan yang Bagaimana bisa kendaraan bermua- tentunya akan memperpendek umur diangkut truk tadi. “11.600,� teriak tan besar dianggap sebagai pemacu ke- jalan. Belum Optimal petugas tadi kepada temannya yang rusakan jalan. Ternyata sangat mudah siap mencatat. menjawabnya. Peningkatan arus lalu Dibawah pengelolaan UPLLA, JT Oleh NINA S dan RIANTO
D
24
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
(Weighbridge) Pontianak yang terletak di Jalan Khatulistiwa ternyata telah berusia tidak muda lagi. Bayangkan saja keberadaannya sudah sejak tahun 1960 an. Akan tetapi, jika dapat diibaratkan lagu dangdut yang pernah hits dulu yaitu lagu ’jatuh bangun’ mungkin seperti itu juga perjalanan JT milik Pontianak ini. Beberapa kali mengalami buka dan tutup, bahkan terakhir kalinya dibuka kembali setelah mengalami perbaikan awal Pebruari tahun ini. Sadar akan fungsi dan usianya, tetap saja JT mesti menuai kenyataan dianggap optimal. Sebut saja pernyataan dari Prof Ir Abdul Hamid, yang mengatakan jika saja jembatan timbang berfungsi sesuai dengan pengawasan maka tidak akan terjadi kerusakan jalan. “Sekarang ini fungsinya hanya sekedarnya saja,” jawab dosen Teknik Untan ini. Tak dapat ditampik lagi, publik setiap harinya disuguhkan berita mengenai kerusakan jalan oleh media. Pernyataan Menteri Pekerjaan Umum tentang kenyataan yang menunjukan kerusakan jalan dan jembatan semakin bertambah parah di tanah air tanpa terkecuali Kalbar. Kerusakan tak hanya karena usia ekonomis jalan sudah habis, tetapi juga dipicu adanya bencana serta kelebihan berat muatan kendaraan. Berangkat dari kenyataan inilah, Pemda mulai kembali ingin menghidupkan JT. Sampai saat ini keberadaan
JT baru di tiga titik, masing-masing di Pontianak, Singkawang dan Sosok. Ternyata faktor kemampuan daerah masing-masinglah yang ikut menentukan pengadaan sebuah JT. Bayangkan saja satu alat JT produksi Eropa tersebut harganya bisa mencapai angka 800 juta. Itu belum termasuk biaya perawatannya. Dan sekarang masih dalam tahun ini juga empat daerah yakni Ketapang, Melawi, Sintang dan Siduk juga telah berpikir akan arti penting JT dan berupaya juga mengadakannya. Lalu kenapa tetap saja dikatakan kurang optimal. Mungkinkah ada indikasi pengelola ini sering kecolongan dengan pengemudi bandel. Menjawab pertanyaan ini, Kepala UPLLA Wilayah I Provinsi Kalbar, Drs Edward William mengatakan ketimpangan seperti ini sering terjadi. Pengendara dengan muatan kelebihan porsi tak jarang ditemukan di sini. “Kita punya catatan di depan tentang yang melanggar aturan, lebih dari 24%, maka kita razia,” ungkapnya. Dari keterangannya diperoleh informasi kendaraan muatan sawit memiliki rating atas dalam hal kelebihan muatan. “Kalau razia perusahan sawit nomor satu. Kita sudah ingatkan agar berat mereka dipertahankan antara 1011 ton saja,” ceritanya. Lalu seperti apa standar yang ditetapkan JT terhadap muatan kendaraan.
Kembali Edward menjelaskan bahwasanya jalan Kalbar hanya berkapasitas delapan ton beda dengan jalan di Jawa sana yang bisa dilalui dengan muatan antara 12-15 ton. Dengan kemampuan jalan yang hanya delapan ton tadi tetap saja kendaraan yang melindas lebih dari itu. Kendati demikian dengan kapasitas segitu tetap mesti dilihat juga kendaraan yang mengangkut. Dapat dikategorikan kelebihan porsi muatan yaitu jika jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang ditetapkan dalam buku uji. Cerita tentang kelebihan muatan ini tidak jarang mendatangkan keributan dengan pengemudi. Maklumlah, para supir pun tak mau rugi hanya gara-gara diminta mengurangi muatan. Muhidin, salah satu supir yang sering memakai jasa JT juga berpengalaman dalam hal membawa muatan dengan beban sedikit berlebihan. Tapi ketika tiba di komplek JT untuk menimbang beban muatan dan diketahui bahwa ia membawa barang dengan muatan yang melebihi aturan di JT. “Petugas cuman negur, biasa juga diberi uang,” tandasnya. Walaupun pengelola JT tidak lepas menghadapi masalah seperti ini, kembali Edward mengakui hubungan baik pun tercipta antara petugas dengan para supir. Para supir tak jarang memberi petugas uang ataupun barang berupa makanan. JT sebagai pengawas terhadap beberapa jenis kendaraan dengan muatan tertentu yang akan memasuki suatu kota dinilai penting. Dikarenakan kontribusi besar yang diberikan kendaraan dengan muatan tak terkendali adalah menghadirkan penyakit kronik, kerusakan jalan. Sehingga diharapkan dengan pengefektifan JT kerusakan jalan dapat diperkecil yang tentunya akan mengurangi saku daerah juga negara untuk perbaikan jalan. []
Foto : Nina-Nawa/MIUN
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
25
Jalan dan Transportasi Oleh IR SYAFARUDDIN AS, MM
rasarana jalan merupakan bagian dari hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian manusia. Jalan juga merupakan modal sosial masyarakat dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun ekonomi daerah. Di samping itu, jalan juga merupakan fasilitas interaksi sosial antar wilayah maupun daerah yang memainkan peran sangat penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pertumbuhan pengembangan khususnya infrastruktur jalan saat ini sebenarnya telah banyak dilakukan oleh pemerintah secara luas di seluruh wilayah Indonesia tidak terkecuali di Kalbar. Namun, kalau kita perhatikan jangkauan jaringan jalan yang ada terasa masih sangat kurang dan belum lengkap. Serta kemampuan pelayanan kurang baik, dan ini merupakan tantangan dalam menghadapi efisien dan daya saing pelayanan dalam sektor transportasi. Dengan berlakunya UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan dapat kita bayangkan bahwa dana bantuan pemerintah pusat dan provinsi akan menurun secara drastis, sehingga penyediaan infrastruktur jalan baru akan menurun, bahkan akan berimbas untuk pemeliharaan dan pe-
P
26
ningkatan jalan yang adapun akan berkurang. Betapa pentingnya sebuah jalan bagi kehidupan masyarakat, sebagai upaya untuk memobilisasi orang maupun
barang, besarnya keluasan jangkauan dan kemampuan pelayanan maka dirasakan perlu dipertimbangkan atas ketentuan yang ada saat ini karena masih dirasakan belum dapat mengakomodir keterlibatan masyarakat, sistem pembiayaan yang berkelanjutan, otonomi daerah dan prinsip akuntabilitas. Oleh karena itu, barangkali dirasakan perlu untuk melakukan reformasi peraturan, ketentuan maupun undang-undang yang ada sehingga hirarki pengendalian, pemeliharaan jalan dapat lebih optimal. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Kalau kita lihat UU No 22 tahun 1999 mengenai kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, maka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pusat sudah banyak ditinggalkan sehingga kegiatan perencanaan dan pembangunan daerah sendiri dengan rangkaian komitmen dan tanggungjawabnya. Dari sini diharapkan oleh pemerintah tentunya peran serta masyrakat dan swasta dalam perencanaan dan pembangunan daerah terutama penyediaan infrastruktur jalan, namun kawasan Kalbar barangkali hal ini akan sangat sulit untuk dapat dilaksanakan. Kondisi infrastruktur jalan di daerah Kalbar secara umum relatif tidak memadai, baik secara konstruksi maupun dari pelayanannya, hal ini dapat kita rasakan bagaimana kondisi jalan yang ada di Kalbar, baik jalan nasional maupun jalan provinsi, yang banyak lubang, cekungan, amblas dan sebagainya. Kondisi jalan nasional di Kalimantan Barat maupun jalan provinsi seperti ini memang dirasakan sangat memprihatinkan, dan sangat perlu untuk segera ditangani secara serius, karena dengan kondisi jalan yang tidak memadai dan pelayanan yang tidak baik ini akan berdampak sangat besar dan langsung pada perkembangan ekonomi serta interaksi sosial masyarakat sekitarnya. Kerusakan jalan yang ada di Indo-
nesia secara umum dan Kalbar secara khusus merupakan bagian problem yang harus segera kita tanggulangi, penanganan yang secara lamban akan dapat mengakibatkan semakin besarnya financial yang diperlukan untuk perbaikan demi perbaikan. Berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan jalan antara lain; pertama, melebihinya beban standar yang diizinkan dalam desain konstruksi jalan. Kedua adalah menurunnya nilai kemampuan tanah dasar “CBR� sebagai akibat dari tingginya intensitas curah hujan, dan yang ketiga tidak terpeliharanya drainase saluran samping jalan secara baik. Namun demikian, pemerintah secara rutin tetap berupaya untuk menangani kerusakan jalan tersebut, baik melalui pemeliharan, maupun peningkatan jalan. Namun, sangat disayangkan masih belum memadai. Hal ini disebabkan karena panjangnya ruas jalan yang harus ditangani tidak sebanding dengan dana yang tersedia baik untuk pemeliharaan maupun untuk peningkatan jalan itu sendiri, akhirnya tidak seluruh ruas jalan dapat ditangani secara baik. Padahal jalan yang harus ditangani sangat banyak, sehingga untuk membangun jalan baru masih perlu dikaji secara mendalam. Namun, pada tahun 2005-2006 ini pemerintah mulai mengupayakan peningkatan infrastruktur jalan, terutama Kalbar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan kendaraan tentunya diharapkan pertumbuhan panjang ruas jalan juga secara kuantitas perlu ditingkatkan dengan pembangunan jalan baru, sebagai penyeimbangan pola arus yang ada di jalanan. Ada hal yang menarik dalam pelaksanaan pekerjaan jalan, selama ini adalah adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan pemerin-
tah dalam menangani pembangunan jalan, peningkatan maupun pemeliharaan jalan, sering kita dengar berbagai media bahwa banyak ruas jalan selesai dibangun dalam waktu yang singkat rusak kembali. Oleh karena itu, perlu manajemen penanganan jalan serius dan tuntas. Untuk pembangunan jalan baru, peningkatan jalan barangkali perlu pertimbangan disertakan dengan pemeliharan “multi year� sehingga pelaksana berupaya untuk memberikan hasil akhir yang maksimal, pelaksanaan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur, dan sebagainya. Dari berbagai hal tersebut di atas, Fakultas Teknik Untan sebagai bagian dari milik masyarakat Kalbar tentunya sangat peduli dengan masalah yang ada di Kalbar, tidak terkecuali masalah perbaikan maupun pada kerusakan jalan yang ada. Hanya sebagai akademisi tentunya dalam tataran kajian secara ilmiah, banyak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para dosen dari Fakultas Teknik, khususnya bidang jalan raya/transportasi. Penelitian yang dilakukan berkisar pada masalah perkerasan jalan maupun rekayasa transportasi, untuk penelitian bidang perkerasan umumnya dilakukan masih dalam skala laboratorium, sehingga perlu dikembangkan dalam skala lapangan, dan ini memerlukan dana yang cukup besar dan hal ini sulit diperoleh di perguruan tinggi. Melihat kondisi demikian, maka pemerintah daerah dan akademisi dirasakan perlu untuk saling mengisi dalam mengembangkan pembangunan masyarakat Kalbar. Perlu ada kerjasama yang berkelanjutan dalam menangani masalah-masalah, khususnya masalah jalan maupun masalah lain yang ada di Kalbar.[]. *) Penulis adalah Dekan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
27
Bernostalgia dengan
Sungai
“Hey... sampan laju, sampan laju dari hilir sampai ke hulu. Sungai kapuas sungguh panjang dari dulu membelah kote”.
Foto : Mahmud MIUN
pun berlangsung. Mereka sibuk mengangkut hasil perkebunannya menuju irik ini kerap terngiang di te- pasar. Jalan seolah menjadi raja hari linga kita, saat menginjakkan itu. Walau sempat mengantri dan berkaki di Bumi Khatulistiwa ini. lomba dengan kendaraan lainnya. SaLagu ini pula yang menggambarkan ling menyalip, dan tak jarang pula turut kondisi kota Pontianak yang dilalui menolong kendaraan lain yang terjebak ratusan sungai. di sebuah lobang. Kondisi inilah yang telah mengilJalan memang prasarana untuk hami pemerintah Belanda menata Pon- mempermudah mobilitas penduduk tianak mirip pola pemukiman di Ne- dari satu tempat ke tempat lain. Jalan geri Kincir Angin itu. Dahulu sungai juga salah satu tolak ukur kemajuan pun menjadi jalur transportasi utama ekonomi suatu daerah. Contohnya saja penduduk. Akan tetapi, seiring pem- Umar yang tiap hari mengangkut hasil bangunan yang semakin pesat, jalan pertaniannya dengan melewati jalan. menjadi rival yang tangguh bagi ek- Kalau dulu ia harus berjuang mengangsisnya fungsi sungai. Mampukah sungai kut hasil pertanian dengan sampan tua bertahan? warisan ayahnya. Kini dengan sepeda *** motor hasil kreditan ia sudah bisa Sedikit melirik di suatu pagi, di ruas membawa hasil kebun ke pasar. Bahkan jalan yang menghubungkan sebuah de- hanya memakan waktu yang lebih singsa dengan pasar rakyat. Segala aktivitas kat. Oleh AINI SULASTRI
L
28
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
“Fungsi jalan sudah jelas untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain, jumlah jalan juga semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat,” ungkap Ir Syafaruddin As MM, Dekan Fakultas Teknik Untan. Jalan juga menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari nafkah di jalur ini. Sebut saja sopir bis, sopir truk, tukang ojek sampai tukang becak sekalipun hidupnya tergantung dari keberadaan jalan. “Jalan mempunyai peran penting dalam menunjang kelancaran kegiatan ekonomi dan kegiatan lain secara umum,” ujar Djawani Machbar, Subdin Bina Marga Dinas PU Kalbar. Keberadaan jalan memang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Jalan juga merupakan akses yang penting bagi masyarakat. Terlebih bagi mereka yang ber-
mukim di daerah pelosok. Namun, kondisi beberapa jalan di timur Kalbar sangat memprihatinkan. Contohnya saja di daerah Kapuas Hulu. Kerusakan jalan menghambat distribusi pertanian. Salah satu solusi yang diambil warga yaitu dengan kembali mengayuh sampan, mengarungi sungai untuk sampai ke pasar dan menjual hasil kebunnya. Walau memakan waktu yang cukup lama, namun hanya cara ini yang dapat ditempuh agar hasil kebun yang akan dijual tidak layu dan busuk. Kalau tidak mereka mesti berjuang mengarungi jalan bak kubangan lumpur itu. Nostalgia Bersama Sungai Menilik sedikit ke belakang, ini bukanlah cara baru yang digunakan masyarakat. Bukan juga solusi yang baru saja ditemukan. Transportasi lewat sungai sebenarnya sudah lama mendarah daging di tubuh penduduk Kalimantan khususnya Kalbar. Hanya saja sekarang sudah mulai terlupakan lantaran ada alternatif baru yang lebih efektif yaitu dengan dibangunnya infrastruktur jalan. Provinsi seribu sungai sudah menjadi predikat Kalbar sejak dulu. Tak jarang pula orang menyebutnya sebagai Kota Air. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis Kalbar yang dialiri ratusan sungai besar dan kecil yang sering dilayari. Sungai-sungai tersebut merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman beberapa tahun silam. Jalur perairan sempat menjadi primadona Kalbar saat itu. “Sungai Kapuas dulunya merupakan jalur sutra karena dulu telah terjadi hubungan perdagangan dengan luar negeri,” ungkap Dra Lisyawati Nurcahyani MSi, Kepala Balai Kajian Sejarah Kalbar. Tak ayal pula banyak daerah di bumi khatulistiwa ini yang namanya identik dengan nama sungai. Sungai besar utama yang tak hentihentinya mengalir hingga saat ini adalah Sungai Kapuas yang merupakan su-
ngai terpanjang di Indonesia dengan panjang 1.086 km, yang mana sepanjang 942 km dapat dilayari. Sungaisungai besar lainnya adalah Sungai Melawi sepanjang 471 km dapat dilayari, Sungai Pawan (197 km), Sungai Kendawangan (128 km), Sungai Jelai (135 km), Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233 km), Sungai Landak (178 km) dan beberapa sungai lainnya.
miliki kondisi geografis yang hampir sama dengan di negerinya. Pemandangan ribuan sungai yang membelah kota. Sekitar 33 parit atau sungai kecil yang melingkari tiap kota memperkuat kesan kota Pontianak sebagai kota air. Pembangunan parit oleh Belanda ini selain sebagai strategi menghindari musuh juga berfungsi untuk menampung air hujan dikarenakan kondisi kota yang memiliki tinggi permukaan tanah
Dok : MIUN
Jadi Komplek Perumahan : Komplek perumahan sungai permai’, Sungai jadi sasaran pembangunan, akibatnya semakin kumuh dan tidak terawat, sungaipun menjadi sempit.
Kondisi ini sedikit banyak telah menginspirasi pemerintah Kolonial Belanda untuk menata kota Pontianak seperti di negeri asalnya. Yaitu setelah disepakatinya perjanjian pada 5 Juli 1779 antara Sultan Syarif Abdurrahman dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Sejak itu penataan kota Pontianak diatur bersama. Sultan memberikan VOC wilayah sebelah selatan keraton yang dibatasi Sungai Kapuas, untuk dijadikan tempat kegiatan Belanda. Tempat ini dikenal dengan daerah Vierkante paal. Belanda menata daerah ini hampir sama dengan tata kota di Belanda. Salah satunya dikarenakan daerah ini meEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
dengan laut antara 0,8-1,5 m sehingga rawan banjir. Parit sebagai sarana penghubung dalam kota baik antar kampung maupun antar pasar dengan menggunakan sampan dan motor air. Penduduk bermukim di sepanjang parit seperti Sungai Jawi, Parit Besar, Parit Bansir, Parit Pekong, Parit Haji Husin dan Parit Tokaya. “Tata kota yang dibuat Belanda dulu memang bagus, karena sesuai dengan kondisi masyarakat, misalnya membuat parit-parit untuk menampung air hujan agar tidak banjir,” ungkap Pembayun Sulistyorini, Peneliti Sejarah. Di pusat kota juga dibangun ben29
teng Fort Mariannen sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan yang terletak di kawasan pertokoan Nusa Indah sekarang. Benteng ini berfungsi untuk menghindari jika adanya serangan musuh dari daratan, juga memutuskan hubungan penduduk dengan daerah luar. Pola seperti ini merupakan stereotip dari benteng-benteng yang ada di Hindia Belanda. Perhatian pemerintah Belanda merupakan elemen yang turut menunjang
struktur dan tata ruang pemukiman kota Pontianak. Pembangunan jalan sudah mulai dilakukan pada masa ini. Pengembangan sistem transportasi kota berupa jaringan jalan setapak yang kerap disebut jalan tikus. Sepanjang jalan ini dihiasi penerangan jalan berupa lampu minyak pada setiap pinggir jalan dan persimpangan jalan. Begitu juga dengan wilayah di sekitar keraton yang ditata oleh Sultan. Para pedagang melayu, bugis dan lain-
Foto : Mahmud/MIUN
Mencari Nafkah di Sungai : Nelayan kota menjala ikan di sungai kapuas. Sungai Kapuas multi fungsi sayang jika tak terkelola.
30
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
nya ditempatkan di tepian Sungai Kapuas yang paralel sebelah timur pusat kerajaan. Kota Pontianak pada abad ke-19 tidak hanya merupakan pusat perdagangan tetapi juga menjadi pusat pemerintahan serta kemudahan niaga dan pelayaran. Kondisi ini merupakan faktor potensial munculnya perluasan kota. Ditunjang pula fungsi Sungai Kapuas dan Landak sebagai jalur transportasi termudah yang menghubungkan daerah-daerah pedalaman, sehingga muncul pemukiman yang letaknya di tepi sungai tersebut. Perkembangan Pontianak dengan sendiri berjalan sejajar dengan kemajuan perdagangan, birokrasi, transportasi dan berbagai fasilitas pelayanan lainnya. Di awal rezim orde lama (19501966) perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota diselenggarakan oleh Dinas PU. Pada tahun 1964 dirintis perluasan jalan Ahmad Yani dan Kota Baru II sebagai kawasan perkantoran. Pemeliharaan jalan dengan jumlah keseluruhan 61.125 km, diaspal 28.318 m dan belum diaspal 20.656 m. Begitu pula perbaikan jalan kampung bagi penduduk dalam mempermudah aktvitasnya. Dalam pengerjaannya sering mengalami hambatan karena aspal harus didatangkan dari luar daerah. Alter natif yyang ang Ter lupakan erlupakan Pembangunan terus digalakkan seiring dengan tuntutan di segala bidang baik ekonomi, sosial dan politik. Seringkali pembangunan sebagian besar kota mengacu pada konsep ekonomi pasar (Laissez Faire). Dimana prinsip pembangunan bebas menggunakan alam untuk keuntungan yang sebesarbesarnya. Misalnya saja pembangunan pusat perbelanjaan dan perluasan jalan yang semakin mempersempit lebar sungai dan parit. Sungai Jawi contohnya jauh dari kata bersih. Airnya yang hitam pekat, bau yang menyengat bahkan
Dok : MIUN
Wisata Sungai : Sungai juga menjadi aset wisata. Kegiatan wisata di Kota Pontianak, menggunakan sungai sebagai salah satu pendukung agenda wisata.
telah beralih fungsi sebagai tempat pembuangan sampah. “Semakin meningkatnya pembangunan ternyata juga memberikan efek negatif, sungai dan parit menjadi kecil, kalau hujan pastilah banjir,� ujar lulusan jurusan sejarah Indonesia UNS ini. “Kalau dulu parit yang ada di sepanjang Jalan Gajahmada dapat selebar parit di daerah Sungai Jawi, tapi sekarang dengan adanya pelebaran Jalan Gajahmada dengan menggunakan beton menjadikan parit semakin sempit,� tambahnya lagi. Pembangunan kota hanya dijadikan komoditas untuk mencari keuntungan. Sehingga keseimbangan lingkungan akan hancur seiring dengan tidak adanya kompromi antara pembangunan dengan alam. Aktivitas manusia telah memberikan residu yang cukup besar khususnya bagi sungai. Pengeringan dan pendangkalan Sungai Kapuas memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Pada bagian tepi kanan dan kiri sungai tampak
kering. Sebagian disulap menjadi lapangan sepak bola dan arena permainan layang-layang. Pendangkalan terparah terjadi dari hulu Sungai Kapuas hingga Sintang. Segala aktivitas transportasi penumpang dan barang pada alur sungai sepanjang kurang lebih 600 km nyaris lumpuh total. Beberapa jenis alat transportasi air terkenal di Kalbar seperti sampan, perahu, bandung dan tongkang jarang terlihat. Apalagi saat kemarau tiba, perahu motor yang setia melayani pengangkutan penumpang maupun barang dari dan ke kawasan pedalaman atau hulu sungai terpaksa menghentikan operasinya. Begitu pula dengan semakin meningkatnya pembangunan jalan hingga ke pelosok daerah. Jalur darat ini menjadi pilihan utama masyarakat. Selain waktu perjalanan yang lebih efektif juga daya angkut yang lebih banyak. Dampak dibukanya jalan-jalan darat menuju ke pelosok-pelosok Kalbar, seEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
hingga yang tadinya hanya bisa ditempuh melalui sungai sekarang dapat ditempuh melalui jalur darat. Pada tahun 1999 jumlah kapal motor tercatat sebanyak 9.850 buah, sedangkan pada tahun 2003 hanya tinggal 3.425 buah, berarti telah terjadi penurunan sekitar 50 persen. Dengan adanya jalan raya beraspal, truk pengangkut barang hanya mampu mengangkut empat ton sekali jalan. Padahal dengan menggunakan perahu motor dapat mengangkut hampir 20 ton, namun memakan waktu lima hari. Untuk kembali lagi mencintai angkutan sungai bukanlah hal yang mudah. Perlu dilakukan pengerukan untuk mengatasi pendangkalan sungai. Namun pengerukan ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengerukan pernah dilakukan kantor wilayah Departemen Perhubungan Kalbar sejak tahun 1981. Hingga kini dana yang telah dikeluarkan untuk pengerukan lumpur kurang lebih Rp. 95 milyar. []. 31
Transportasi Sungai Yang Terlupakan Oleh AINI SULASTRI
H
sebesar Rp. 1000 dan jika ingin menikmati perjalanan secara pribadi penumpang harus merogoh koceknya dengan uang dua puluh ribuan. Tiap harinya 30 sampai 40 spit yang mangkal dikawasan ini. Jika dulunya dapat mencapai 60-70 buah. Madari (57) sudah 32 tahun berkerja sebagai pengemudi spit. Lelaki paruh baya ini duduk terpekur sambil menunggu gilirannya berlayar. Cuaca hari itu seolah tak bersahabat. Kabut yang menyelimuti kota ditambah terik matahari yang cukup menyengat membuat tubuhnya bermandikan keringat. Topi yang dikenakan tak lagi menutupi kepala, tapi lebih memilih dijadikan kipas untuk mendinginkan tubuhnya. Sambil menarik napas terengar-engah, pria ini tampak kelelahan. “Satu hari cuma bisa 6-7 kali pu-
lang balik, soalnya lama nunggu penumpang penuh, kalau udah penuh baru bisa jalan,” ungkap Madari. Angkutan spit ini kian hari kian berkurang peminatnya. “Sekarang penumpang spit makin sepi, soalnya udah banyak dibangun jalan jadi orang lebih memilih pake oplet atau motor,” ujarnya lagi. Sedikit bernostalgia, ia pernah merindukan kejayaan spit beberapa tahun silam. Sebelum dibangunnya jembatan tol tahun 1983, sampan dan spit adalah transportasi utama penduduk. Dulu, transportasi sungai sempat menjadi primadona Kalbar. “Sungai Kapuas letaknya strategis dan merupakan daerah transito perdagangan dari timur maupun barat Nusantara terutama Singapura,” ujar Lisyawati Kepala Balai Kajian Sejarah Kalbar. Tak
Foto : Mahmud/MIUN
ilir mudik sampan bertenaga mesin mewarnai aktivitas di lintasan Kapuas siang itu. Sampan berukuran 5 meter yang biasa disebut Spit Boat ini mampu mengangkut sepuluh orang penumpang ditambah seorang pengemudi yang duduk paling depan. Sebelum berlayar, terlebih dahulu mesin dihidupkan dengan menarik tali di bagian atasnya. Setelah mesin berbunyi barulah perjalanan dapat dimulai. Kabut menyelimuti kota. Sampan kecil yang terbuat dari kayu bertenaga manusia bahkan jarang terlihat. Hanya gulungan ombak kecil yang terpaksa lenyap dihantam spit dari arah berlawanan. Lima hingga sepuluh menit, penumpang sudah bisa tiba didaerah yang biasa disebut Pelabuhan Nusa Indah ini. Tiap orang hanya dikenakan tarif
Alternatif: kapal pengangkut barang menjadi transportasi alternatif yang digunakan warga untuk mengangkut bahan baku produksi mereka.
32
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
ayal pula jika banyak kota di bumi khatulistiwa ini namanya identik dengan nama sungai. Propinsi seribu sungai sudah menjadi predikat Kalbar sejak dulu dan tak jarang orang menyebutnya kota air. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis Kalbar yang dialiri ratusan sungai. Sungai tersebut merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman beberapa tahun silam. Bahkan pada tahun 1894 pernah dilakukan ekspedisi ilmiah oleh Newinhis seorang ilmuwan Belanda dengan menyusuri sungai di Kalimantan. Ekspedisi ini berhasil membawa pulang koleksi yang bermanfaat dalam bidang tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan (zoology), geologi, dan etnologi. Kala itu sungai masih terlihat lebar dan tenang. Tepi-tepi sungai terlalu jauh untuk dapat diamati dengan baik. Perjalanan ke Sintang hanya memakan waktu 2 x 24 jam. Ini menyebabkan letak Sintang sangat strategis sehingga seluruh perdagangan dapat dikuasainya. Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia, dengan panjang 1.143 km hampir sama dengan Sungai Rhine di Eropa. Kapuas ditaksir mengaliri dua pertiga luas Provinsi Kalbar dan mencakup daerah aliran su-
NO
1
NAMA JALAN/JEMBATAN
2
Dok : Untar
Dari Atas : Sungai Kapuas yang membelah Kota Pontianak tampak menyerupai tiga jalur.
ngai seluas 100.000 km2 (Giesen, 1987). Kondisi ini sedikit banyak telah mengilhami pemerintah Kolonial Belanda untuk menata Kota Pontianak seperti di negeri kincir angin itu. Setelah disepakatinya perjanjian antara Sultan Syarif Abdurrahman dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 5 Juli 1779. Sejak saat itu sultan memberikan VOC wilayah sebelah se-
DITETAPKAN SEBAGAI JALAN TOL/JEMBATAN TOL DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN
latan keraton yang dibatasi Sungai Kapuas, untuk dijadikan tempat kegiatan Belanda. *** Dengan dibangunnya jalan darat telah menggeser keberadaan transportasi sungai. Kapal bandung yang pernah jadi kebanggaan Kalbar makin tak terdengar lagi gaungnya. Kapal menyerupai rumah terapung ini tak lagi mengangkut penumpang, Karena dirasa ti-
DITETAPKAN SEBAGAI JALAN TANPA TOL/JEMBATAN TANPA DIRESMIKAN TOL PENGGUNAANNYA TANGGAL KEPUTUSAN TANGGAL PRESIDEN
3
4
5
6
-
-
1.
Jembatan Tol Tello Lama di Ujung pandang
Nomor 38 Tahun 1981
26 Agustus 1981
2.
Jembatan Layang Wonokromo di Surabaya
Nomor 38 Tahun 1981
21 Desember 1981
Nomor 24 Tahun 1986
1 Juli 1986
3.
Jembatan Tol Kapuas di Pontianak Jembatan Tol Mojokerto di Jawa Barat
Nomor 38 Tahun 1981
27 Januari 1982
1 Juni 1991
Nomor 22 Tahun 1982
15 Juli 1982
Nomor 20 Tahun 1991 Nomor 37 Tahun 2003
Jalan Lingkar Semarang Utara - Selatan (Srondol Jatingaleh)
Nomor 38 Tahun 1983
9 Juli 1983
4. 5.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
-
10 Juni 2003 -
33
Dok : MIUN
Membawa Hasil Kebun : Sampan pun jadi alternatif terbaik ketimbang pakai jalur darat. Selain murah juga cocok untuk daerah yang sulit dilalui dengan kendaraan darat. Apalagi bila jalannya becek.
dak efektif. Acung (56) pemilik kapal sepanjang 24 meter ini lebih memilih untuk mengangkut bahan mentah dan sembako yang akan dibawa ke Putussibau. “Soalnya kapal ini seminggu baru bisa sampai ke tujuan, apalagi kalau air surut perjalanan akan lebih lama,” ungkapnya. Tak hanya kapal milik Acung, lima hingga enam kapal bandung yang mangkal di terminal induk UPPD Sungai Raya ini terpaksa menghentikan operasinya untuk beberapa waktu. “Kabut asap yang menyelimuti kota dan terjadinya pendangkalan sungai menjadi pemicu yang menyebabkan distribusi barang terhambat,” ungkap Firmansyah Kepala UPPD Sungai Raya. Hal senada juga diungkapkan Haris kepala pos Terminal Induk, ia menyayangkan penurunan jumlah kapal bandung yang berlayar. “Kalau dulu hampir sepuluh kapal yang berangkat tiap harinya, sekarang tidak lebih dari lima kapal, bahkan kalau kabut kayak gini seharian bisa tidak ada yang 34
berangkat,” keluhnya. Kasus pendangkalan dan pengeringan Sungai Kapuas bersama anak-anak sungainya merupakan akibat dari pembabatan hutan secara besar-besaran tanpa kendali baik secara legal maupun illegal selama kurang lebih 30 tahun terakhir. Tiap kali musim kemarau semenjak awal tahun 1990 sungai di Kalbar mengalami pendangkalan dan pengeringan. Lebar badan sungai yang dulunya 250 meter kini hanya menyisakan kurang lebih 25 meter. Kedalaman sungai yang seharusnya 20 meter telah menyusut tajam sekitar 30100 sentimeter. Di sisi lain perlu dilakukan pengerukan untuk mengatasi pendangkalan sungai. “Tapi pengerukan itu membutuhkan biaya yang sangat besar,” ungkap Firmansyah lagi. Pengerukan pernah dilakukan kantor wilayah departemen perhubungan Kalbar tahun 1981. Seiring dengan meningkatnya pembangunan jalan hingga ke pelosok daerah. Jalur darat kini menjadi pilihan Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
utama masyarakat. Selain waktu perjalanan yang singkat dan juga dapat menghemat biaya. Tadinya hanya bisa ditempuh melalui sungai sekarang dapat ditempuh melalui jalur darat. Dengan adanya jalan raya beraspal, truk-truk besar kerap kali menjadi pemicu kerusakan jalan. Truk pengangkut barang ini hanya mampu mengangkut empat ton sekali jalan. Padahal dengan menggunakan perahu motor dapat mengangkut hampir 20 ton, sayangnya memakan waktu cukup lama. Jumlah kapal motor terus mengalami penyusutan. Pada tahun 1999 jumlah kapal motor tercatat sebanyak 9.850 buah, sedangkan pada tahun 2003 hanya tinggal 3.425 berarti telah terjadi penurunan sekitar 50 persen. “Dengan jalur sungai kita bisa mengangkut barang dalam skala besar,” ungkapnya. Ia juga menambahkan perlu adanya pengefektifan kedua jalur tersebut yaitu dengan pembenahan sarana dan prasarana baik jalur sungai maupun jalur darat.[].
Kor upsi semakin merajalela dan sudah menjadi pen orupsi penyyakit di masy arakat. Tidak mengherankan jika hasil sur masyarakat. survvey men masuk ne or up di menyyebutkan Indonesia ter termasuk neggara terk terkor orup dunia. Dari tingkat pusat sampai tingkat daerah ikutikutan cari peluang ang sang at peluang.. Ini menjadi momok yyang sangat mengkha watirkan, akibatn mengkhaw akibatnyya ne neggara ini melahirkan semakin ban ar ang banyyak w war argga miskin. Belum lagi kkeebijakan yyang dik eluarkan pemerintah semakin menodai nurani raky at dikeluarkan rakyat diantaran diantaranyya PP No 37 Tahun 2006. Ini men menyyebabkan orang ka kayya semakin ka kayya, orang miskin semakin miskin.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
35
Mimbar Sorotan
Maling Ayam Dipenjara dan Kebebasan untuk Koruptor Oleh HERIYANTO
S
uatu pagi, terjadi obrolan hangat seputar korupsi. Salah seorang yang hadir di situ nyeletuk. “Apa beda maling ayam dengan koruptor? Mendengar pertanyaan ini yang lain mulai bereaksi? Setelah menimbang-nimbang, ada juga yang menanggapinya. Ia melanjutkan. Pertama, maling ayam itu paling banter mencuri 2 atau 3 ayam, Itupun ayam jinak. Lebih dari itu bisa-bisa ketahuan Si pemilik rumah. Kalau koruptor itu banyak urusannya, nggak hanya nyuri ayam, duit pupuk, dana orang miskin, raskin, pokoknya semua yang bisa diambil ya diambil. Kedua, maling ayam salah langkah sedikit bisa mati ketangkap sama warga dan kemudian digebukin sampai mati, kalau koruptor, sudah salah berkali-kali masih bisa diampuni, ya walaupun alasannya pengampunannya dicari kemudian, sakit misalnya. Ketiga, maling ayam hukumannya jelas, 3, 4, atau 5 bulan. Kalau koruptor, boro-boro dihukum, dia malah nyogok Si jaksa dan hakim, minta dibebaskan.� Obrolan di warung kopi tersebut bisa menyiratkan sesuatu yang selama ini dirasakan oleh masyarakat. Ada sa36
tu persepsi yang terbentuk di masyarakat, bahwa maling ayam begini-begini dan koruptor begitu-begitu. Tentu saja persepsi ini tidak terbentuk dalam waktu sekejap. Tidak dalam dua tiga hari. Pasca reformasi, lebih lagi setelah penerapan otonomi daerah, boleh dikatakan setiap hari masyarakat selalu disuguhi berita-berita korupsi, berita-berita kriminal, macam pencurian. Dan tentu saja kembali ke persepsi tadi. Memang tidak bisa secara langsung menyamakan antara maling dan koruptor, namun dalam benak masyarakat akan sepakat kalo kedua-duanya sama-sama melakukan hal yang me-
rugikan pihak lain. Katakanlah mengambil hak orang lain. Dengan perbuatan yang sama dan kemudian dengan perlakuan yang berbeda. Siapa yang bisa membenarkan? Dalam ruang seperti ini, kefrustasian masyarakat kian menjadi. Tapi sampai saat ini mungkin belum ada yang menyangka Indonesia yang pada awalnya sepertinya tak pernah terdengar adanya kasus korupsi, begitu pasca reformasi ternyata meledak dengan berbagai kasus. Di berbagai daerah, tidak sedikit anggota dewan yang kecemplung masalah duit ini. Jika dulu-dulu korupsi tak nampak, kini laporan ko-
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
rupsi malah tak tertangani. Pada tingkat makro, sejumlah besar kebijakan, penerapan peraturan dan aturan mengenai hukum yang berbeda telah terjerat kalangan vested interest yang biasanya kroni presiden waktu itu, Soeharto yang menimbulkan banyak kecurangan dalam berbagai kebijakan orde baru. Meskipun UU Anti Korupsi sudah ada namun umumnya terbatas, terdistorsi, dan bahkan sering tak digubris. Sejak lebih dari 3 dasawarsa berlangsung kekuasaan otoriter korupsi telah mengakar dan cenderung diterima oleh masyarakat. Timbul situasi ketiadaan budaya malu melakukan korupsi. Semua tentu menginginkan korupsi di Indonesia bisa hilang atau setidaknya ditekankan sampai titik terendah. KKN telah menyebabkan kesulitan besar dalam membangun ekonomi, pemerataan dan keadilan. Kondisi ini terjadi karena lima faktor yang kurang baik. Yakni faktor pengelolaan pemerintahan, pengawasan, pelaksanaan dan penerapan aturan, penegakan hukum serta problem kesejahteraan. Aparat penegak hukum adalah instansi yang harus menjadi contoh penegakan
Mimbar Sorotan
hukum. Tanpa aparat penegak hukum yang bersih dan baik, bagaimanapun baiknya peraturan yang dibuat dan dilaksanakan akan sia-sia. Jadi dalam hal ini, kepolisian, kejaksaan, pengadilan yang harus berperan dan menjalankan fungsinya dengan benar. Persoalan korupsi seperti menggurita. Memang selama ini, dengan semakin banyaknya kasus korupsi yang terjadi, tak hanya wilayah pusat saja yang selama ini tak banyak korupsi, tetapi juga pada lingkup di daerah. Otonomi daerah yang pada awalnya diharapkan untuk menyejahterakan daerah, namun pada akhirnya membuat semakin banyaknya kasus korupsi di daerah. Menurut data komisi pemberantasan korupsi (KPK), setidaknya sebanyak 11.500 kasus sedang ditangani oleh KPK. Sementara
itu dengan banyaknya kasus yang ditangani ini, KPK sendiri merasa tidak mampu untuk menangani semua masalah itu. Taufiqurahman Ruqi membenarkan bahwa, sebaiknya KPK bukan hanya menjadi satu-satunya penegak hukum soal korupsi. KPK masih sebatas pendorong bagi penanganan kasus korupsi, sementara pihak kepolisian dan kejaksaan yang semestinya aktif dalam masalah ini. Selama ini polisi maupun jaksa lebih memilih untuk menunggu bola. Padahal sebaiknya mestinya menjemput bola. Hal yang pasti menentukan adalah peran ketiga instansi penegakan hukum tadi harus memiliki kemampuan menegakkan hukum. Karena pada peran merekalah kunci dari segala keluhan problem hukum. Hukum yang tegas merupakan salah satu cara menghadang korupsi.
Namun terkadang kontrol yang tidak kuat sehingga dengan mudah penyelewengan terjadi. Dulu korupsi itu di pusat kekuasaan dan DPR RI. Namun sekarang korupsi menyebar ke pemerintah daerah, DPRD, seiring dengan pelaksanaan
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
otonomi daerah. Di manamana DPRD terlibat korupsi. Dan maling ayam masuk penjara, sementara para pejabat itu masih terus bergentayangan mencari sasaran baru.[].
37
Mimbar Sorotan
Tak dipungkiri korupsi dapat membuat bangkrut sebuah negara. Dalam beberapa waktu saja korupsi meluluhlantakkan sendi perekonomian Indonesia. Dalam skala yang lebih luas korupsi telah membuat krisis di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan membuahkan kemiskinan di mana-mana. Oleh HERIYANTO
ata-kata korupsi semakin populer di seluruh wilayah di Indonesia, bahkan seluruh dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa hukum atau tindak pidana yang disebut dengan korupsi tersebut telah terjadi di hampir semua negara atau semua pemerintahan. Sementara Indonesia berdasarkan berbagai survey menduduki peringkat tertinggi tingkat korupsinya dibanding dengan negara-negara lain. Setidaknya hal ini menurut pandangan Darmono, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, dalam Seminar Antikorupsi pada 24 Juli 2006 di gedung PCC. “Korupsi telah merambah di hampir semua lapisan pemerintahan
K
38
dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah,� kata Darmono. Mengenai tingkat korupsi di Indonesia jangan ditanya lagi. Tahun 1999 Indonesia menduduki posisi paling parah dalam hal indeks good governance, indeks korupsi, dan indeks efisiensi peradilan dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara. Menurut M Yusuf Rizal, Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA). Indonesia juga termasuk ke dalam kategori negara Poor Governance. Indeks kualitas good governance diukur dari (1) partisipasi masyarakat, (2) indeks orientasi pemerintah, (3) indeks pembangunan sosial, (4) indeks manajemen ekonomi makro. Komponen dari indeks pastisipasi masyarakat adalah kebebasan politik dan staEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
bilitas politik, sedangkan indeks orientasi pemerintah adalah efisiensi peradilan, efisiensi birokrasi dan rendahnya korupsi. Indeks pembangunan sosial dilihat dari indikator pengembangan sumber daya manusia dan pemerataan distribusi pendapatan. Komponen indeks manajemen ekonomi terdiri dari kebijakan ekonomi berorientasi ke luar, indepensi bank sentral dan rasio hutang luar negeri terhadap produk domestik bruto. Berdasarkan indeks dan komponen masing-masing komponen tersebut kemudian diperoleh hasil perhitungan indeks kualitas governance, yang dikategorikan: (1) good governance (2) fair governance (3) poor governance. Dalam hal ini Indonesia dikategorikan sebagai Poor Governance dan masih jauh dari good governance.
Mimbar Sorotan
Foto : Yos-Is/MIUN
Kantor Kejati : Tetap tegak berdiri meski sering didemo masyarakat menyangkut kasus korupsi di daerah yang belum tuntas.
Rizal menilai, kelemahan yang sangat mencolok dalam proses pencapaian good governance selama ini adalah tingginya korupsi yang terjadi. “Korupsi dapat dikatakan merajalela terutama di kalangan birokrasi pada institusi publik atau lembaga pemerintah baik departeman maupun lembaga bukan departemen.” Menurut perkiraan Rizal, korupsi paling telanjang dalam hal penyelewengan anggaran negara. Sekitar 30-50 persen anggaran negara dikorup setiap tahunnya. “Angka yang cukup fantastis, misalnya, jika digunakan untuk merasionalisasikan gaji PNS, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat dari nilai gaji sekarang,” katanya. Asumsinya mengacu pada APBN 2006 yang nilainya mencapai Rp 623 trilyun, nilai kebocoran anggaran negara bisa mencapai Rp 207 trilyun. Ini dapat dilihat dari nilai pengeluaran untuk belanja rutin, belanja pegawai dan sebagainya yang nilainya paling tidak hanya mencapai Rp 164 trilyun, atau 10 kali lipat dari total pengeluaran negara untuk gaji pegawai yang paling rendah Rp 690. 300 dan gaji tertinggi Rp 2.070.000 setelah terjadi kenaikan 15 persen per Januari 2006 lalu. Mengacu pada laporan Transaparansi Internasional Indonesia (TII) tahun
2005, Rizal merincikan, dari 21 daerah yang diteliti, sebenarnya penyelewengan anggaran negara terjadi hampir di setiap sektor-sektor melalui berbagai modus operandi, salah satunya adalah interaksi suap. Kebocoran anggaran sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Satu dasawarsa silam Begawan Ekonomi Indonesia Soemitro Djojohadikusumo telah melontarkan dugaan adanya kebocoran yang signifikan dalam pengelolaan anggaran negara. Kebocoran tersebut terjadi karena kontrol terhadap pejabat publik dan penggunaaan anggaran sangat minim. “Sebenarnya, seorang pejabat publik harus mengumumkan secara transparan kekayaan yang dimilikinya sebelum dan sesudah menduduki suatu jabatan tertentu. Sehingga diketahui apakah kekayaan yang dipunyai diperoleh secara halal atau melawan hukum,” ujarnya. Namun yang sangat disesalkan Rizal, di Indonesia sangat sulit mengharapkan pejabat publik tak berlaku korup alias bersih. “Ini semua terjadi lantaran lemahnya kontrol masyarakat dan proses law enforcement (penegakan hukum),” ungkapnya. Parahnya lagi, ini ditunjang oleh paradoks di dalam sistem pemerintahan yang Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
menempatkan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) menjadi subordinasi dari kekuasaan. Dalam kondisi seperti ini sangat sulit mengharapkan indepensi para penegak hukum. Mengapa penyelewengan KKN begitu merajelela di Indonesia? Secara teoritis terjadinya korupsi dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan dimungkinkan karena adanya 1) regulasi dan otorisasi yang memungkinkan terjadinya korupsi, (2) karakteristik tertentu dari sistem perpajakan dan (3) adanya provisi atas barang dan jasa. Sedangkan dari sisi penawaran terjadi karena (1) tradisi biorkrasi yang cenderung korup, (2) rendahnya gaji pegawai (3) kontrol institusi tidak memadai (4) transparansi dan penegakan hukum yang tidak jalan. Di tempat terpisah, Indra Aminullah, aktivis KAMMI Kalbar yang belakangan ini aktif mendorong transparansi di kota Pontianak mengatakan, korupsi adalah bagian integral dari setiap birokrasi, akibat konflik kepentingan antar segelintir pengusaha, penegak hukum, birokrat dan politisi, yang sukar dibingkar di luar dan tidak mudah untuk diubah dari luar. Indra melihat persoalan korupsi itu adalah persoalan kesempatan. Ia kurang sependapat jika dikatakan bahwa korupsi adalah sebuah budaya. “Siapapun orangnya, di mana pun, kapan pun, bisa saja melakukan korupsi bila ada kesempatan. Tak terkecuali dia seorang ustadz, atau rohaniawan sekalipun,” ujarnya. Hal ini dibenarkan oleh Hermawansyah dari Pokja Anti Korupsi. Menurut Wawan, demikian ia biasa disapa, korupsi sudah berlangsung lama di dunia birokrasi. Namun yang terkuak baru 2 atau 3 tahun belakangan. Hal ini salah satunya seiring mulai tumbuhnya kesadaran publik untuk melakukan pengawasan. Misalnya saja tumbuhnya kelompok NGO yang mau melakukan investigasi, pengawasan, pembongkaran kasus korupsi. Kebanyakan kasus korupsi yang terbongkar lebih banyak seputar dugaan korupsi APBD terutama di DPRD dan penyalahgunaan wewenang kepala atau wakil (daerah). Namun kasus lain seperti pengadaan barang dan jasa masih sulit 39
Mimbar Sorotan
dijangkau. Butuh waktu panjang untuk memberantas korupsi. Dalam hal ini karena korupsi sudah sangat mengakar, dalam struktur pemerintahan tertinggi sampai ke tingkat RT dan RW. Bagi Firanda SH, Praktisi Hukum, korupsi sudah demikian masuk ke struktur pemerintahan dan birokrasi. “Kebutuhan masyarakat akan akses yang cepat terhadap birokrasi di tingkat lembaga pemerintahan, sampai ke desa justru dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Sebut saja pada contoh yang kecil, misalnya pada pengurusan KTP, ini pun dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Apalagi pada Pajak Bumi dan Bangunan,” ungkapnya. Karena sudah mengakar, Firanda menilai, pemberantasan korupsi perlu proses lama dengan jalan penyadaran atau pendidikan serta birokrasi yang tidak menyulitkan. Untuk proses pengungkapan kasus korupsi, pertama, harus ada pelaporan atau temuan dari masyarakat atau dari lembaga pemerintah sendiri. Namun pelaporan ini juga sulit karena masyarakat menganggap ini persoalan pemerintah bukan urusan mereka. Tentu karena masyarakat tidak dirugikan secara langsung, sehingga kurangnya interest masyarakat dalam mengungkap kasus atau melaporkannya. “Kasus dianggap bukan urusan masyarakat, walaupun tingkat korupsi sudah begitu tinggi,” katanya. Sementara lembaga pemerintah seperti Badan Pengawas Daerah (Bawasda) temuan yang mereka dapat tidak ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan kepolisian. Alasannya ini badan pengawas daerah jadi hanya melihat proses pelaksanaan saja dan hanya sekadar dilaporkan ke Bupati atau Badan Pengawas Kepegawaian. Jika ada pejabat yang ternyata melakukan korupsi paling hanya sekadar dipindahtu40
gaskan/ dimutasi dan datanya tertutup. Padahal menurut Firanda, temuan kasus korupsi di tingkat aparatur pemerintah daerah cukup banyak. Namun tidak satupun yang ditindaklanjuti. “Sampai saat ini sesuai penelitian yang saya lakukan belum ada satupun kasus korupsi aparatur pemerintah daerah yang dibawa ke pengadilan dan si aparaturnya diberhentikan dengan tidak hormat,” ungkapnya. Sehingga dengan demikian tidak ada efek jera bagi mereka yang telah melakukan tindak pidana korupsi. Dan yang paling dirugikan adalah negara. Karena mereka mengambil uang negara. Tidak bayar pajak saja berarti sudah termasuk korupsi karena sudah merugikan pendapatan negara. Dalam kurun waktu belakangan ini yang sering melaporkan kasus korupsi justru lebih banyak pada LSM dan KPK. “Untuk pelaEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
poran kasus korupsi, KPK memang lebih banyak, karena KPK punya akses untuk meneliti atau mengadakan penyelidikan terhadap lembaga atau instansi pemerintah, semisal BUMD,” ujar Firanda. Di Kalbar kasus korupsi yang naik proses pengadilan tidak banyak. “Bisa dihitung jarilah. Diantaranya PTPN, XIII, kasus RSUD Sudarso, dan PKS BBM,” lanjutnya lagi. Pengungkapan kasus korupsi cukup rumit. Setelah ada temuan KPK baru kemudian dilaporkan ke kejaksaan untuk diproses dan disusun kembali. Baru kemudian akan dilakukan penyidikan terhadap kasus yang dilaporkan tersebut. Setelah didapat berbagai fakta-fakta dan bukti-bukti yang lengkap, baru dilakukan penuntutan. Namun di tingkat kejaksaan biasanya prosesnya memakan waktu cukup lama. Penyebabnya, karena dalam proses penyidikan itu tidak punya banyak tenaga ahli dalam bidang keuangan, penghitungan, dan bagaimana regulasinya. Masalah lain pada jaksa penuntut umum. “Memang seharusnya ada jaksa penuntut umum tindak pidana korupsi, yang khusus menangani kasus korupsi. Di Kalbar sendiri belum ada jaksa tipikor ini,” sarannya. Akibatnya, jumlah kasus korupsi yang dilaporkan yang biasanya berjumlah 20 kasus pertahun itu, paling yang ditindaklanjuti hanya 6 kasus saja. Dan itupun kasus yang memang sudah begitu gencar diberitakan di media. Kasus besar saja yang ditangani. Sementara banyak kasus lain tidak tertangani. Yang cukup rumit lagi bila indikasi korupsi dilakukan para pejabat. Untuk pemeriksaan kasus korupsi bupati atau anggota dewan misalnya harus ijin kepada presiden. Sedangkan proses itu memakan waktu lama dan berbelit-belit. “Pengaruh poltitk terhadap pene-
Mimbar Sorotan
Doc : KAIL
Sidang : Persidangan Kasus korupsi, yang merupakan salah satu proses penegakan hukum.
gakan hukum cukup besar. Tidak seperti kasus kriminal seperti pencurian ayam. Dari 2004 -2006 hanya empat kasus saja yang diputuskan Pengadilan Negeri Pontianak, yaitu BNI 46, Pusat Koperasi Kelapa,” rinci Firanda. Dari berbagai masalah tersebut, Firanda menilai, hanya dengan perbaikan sistem informasi yang bertujuan membangun keterbukaan (transparency) sistem peradilan yang bisa efeketif untuk penyelesaian kasus korupsi. Keterbukaan tidak saja bermakna sebagai bentuk pelayanan publik akan tetapi juga merupakan suatu bentuk sistem kontrol terhadap sistem dan proses peradilan. Salah satu wujud penting dari keterbukaan yaitu adanya akses publik terhadap setiap putusan atau penetapan pengadilan. “Dari sudut pengawasan, akses publik akan mendorong hakim berhati-hati, bermutu dan tidak memihak mengingat setiap putusan atau ketetapan akan menjadi wacana atau pengamatan publik secara ilmiah maupun pendapat umum.” Menurut Firanda pemetaan aktor korupsi juga penting. Di Kalbar ada 48 kasus ditambah 1 kasus Elji Komputer dengan indikasi kerugian negara sekitar 250 milyar (versi Kontak Borneo) dan
versi Kejaksaan 190 milyar. “Itu yang baru ketahuan,” ungkapnya. Ada 345 anggota dewan yang terindikasi korupsi, namun yang jadi tersangka hanya 4 orang, yaitu Zulfadli, Gusti Syamsumin, Jon Pangkai, dan Rudi Alamsyah Rum (alm). “Segala permasalahan ini karena selama ini tidak ada efek jera, karena pelaku korupsi belum ada yang divonis penjara. Misalnya saja pada kasus Bestari Gate dan Sambas Gate. Para tersangkanya bebas begitu saja,” katanya. Motif korupsi dominannya adalah pembengkakkan anggaran. Misalnya sesuai dengan PP 110 keuangan menyebutkan ada 37 anggaran dewan, nah di luar anggaran yang telah diatur dalam PP itu maka berarti ada korupsi di dalamnya. Kekurangan lainnya adalah kurangnya kesiapan para penegak hukum. Para hakim yang awalnya menangani kasuskasus kriminal dan kemudian mesti menangangi kasus korupsi, selama ini jarang sekali ditangani sehingga menjadi canggung. Makanya terjadi semacam kegrogian hakim yang menangani masalah korupsi yang sangat politis. Selain itu para hakim itu berhadapan dengan sebuah kekuasaan yang cukup besar, sehingga kasus-kasus Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
itu bisa saja menguap begitu saja. Gerakan Anti Korupsi Indra Aminullah memberikan pandangan perlu adanya gerakan anti korupsi yang dibangun secara sistemik dan terstruktur. “Semua gerakan anti korupsi (baik yang ada di buku-buku atau teoriteori) itu omong kosong, kecuali gerakan anti korupsi yang dibangun secara sistemik dan terstruktur,” bebernya. Menurut Indra, selama ini gerakangerakan anti korupsi sepertinya berjalan sendiri-sendiri. “Akademisi jalan sendiri, LSM entah ke mana, dan mahasiswa tak bersatu. Padahal korupsi adalah bentuk kesepakatan, korupsi yang merezim, dan sarat dengan kepentingan. Maka dari itu perlu ada sinergisitas gerakan anti korupsi baik itu antar mahasiswa, LSM, akademisi, jurnalis, maupun pemerintah,” ujarnya. Dengan membangun gerakan secara sinergis dan secara sadar bahwa korupsi adalah sesuatu yang sangat berbahaya, maka baru bisa saling bekerja sama untuk memberantas korupsi itu. Jika itu belum dilakukan, korupsi tentu saja akan sangat sulit untuk dihilangkan. Terlebih lagi bila satu sama lain saling menjadi penghambat dan pesaing. Bila ada pesaing seperti itu, kerja-kerja yang sudah dibangun akan melemahkan satu sama lain. Akhirnya itu akan menguntungkan para koruptor dan mereka bisa enak-enak saja. Sementara Pakar Hukum Untan, Slamet Rahardjo, lebih melihat gerakan anti korupsi juga bisa diperjuangkan lewat regulasi. Menurutnya ada Keppres No 4 Tahun 2005, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dengan ada Keppres ini aparat digiring agar cepat melaksanakan pemberantasan korupsi. “Aparat diberi target-target, kalau sudah diberi target pemberantasan akan banyak penyimpangan. Kalau ingin menangani, harus ada mekanisme yang jelas. Begini, kalau ada uang masyarakat yang digunakan oleh pemerintah atau swasta itukan harus ada pengawasan, pengawasan berjenjang, pengawasan interen dan eskteren. Kalau instansi itukan ada di Pemda, ada Bawasda, ada BPK kalau di Untan,” jelasnya.[]. 41
Mimbar Kolom
Tidak Berdaya oleh Kabut Asap Oleh DR GUSTI ZAKARIA ANSHARI
bersumber pada argumentasi yang sama (Pontianak Post tanggal 17 dan 18 Agustus 2006). Menurut Piet Herman bahwa kabut asap bukan disebabkan oleh para peladang di pedalaman yang dilakukan oleh suku Dayak, dan sekaligus membantah ucapan Gubernur Usman Ja’far. Dan sepertinya, calon gubernur kita ini akan turun pamornya karena berprasangka bahwa peladang berpindah yang menyebabkan polusi kabut asap. Sekali lagi, kabut asap semakin menjadi masalah dan kita tidak berdaya untuk mengatasi masalah ini. Bahkan masalah kabut asap adalah salah satu agenda penting pada tingkat ASEAN. Dan pada tingkat nasional, pemerintah Republik Indonesia belum mampu mengatasi masalah kabut asap lintas negara (transboundary haze). Akibat dari polusi kabut asap lintas negara, negara-negara ASEAN telah mengeluarkan kesepakatan multilateral untuk mengatasi masalah ini, yaitu dengan membuat ASEAN Transboundary Haze Agreement pada tahun 2003. Walaupun sudah disetujui, Indonesia belum meratifikasi kesepakatan ini. Dalam tulisan ini, saya akan menyampaikan sebuah pandangan atau gagasan untuk meFoto : Is/MIUN ngatasi masalah ini. Manggala Agni : Salah satu posko pemantau dan pengendali kebakaran hutan Gambut dan Kabut Asap dan lahan yang terletak di Rasau Jaya Kabupaten Pontianak. Untuk memahami masalah kabut asap ini. yang diakibatkan dari pembakaran gambut, perlu Ketidakberdayaan kita tersebut dibuktikan de- dipahami sifat gambut dan perilaku api pada lahan ngan argumentasi-argumentasi yang sama persis seperti gambut tahun lalu. Polemik di koran antara saudara Piet Gambut adalah bahan organik yang proses pelaHerman dengan Gusti Hardiansyah misalnya masih pukannya lambat karena berada dalam kondisi terge-
H
42
ujan telah menghilangkan kabut asap dari Kota Pontianak (Pontianak Post, tanggal 22 Agustus 2006). Syukur, syukur dan syukur!!! Sekali bersyukur karena musim hujan relatif normal pada tahun ini. Jika serangan El Nino datang, musim kemarau akan semakin panjang dan kita akan dikepung kabut asap selama berbulan-bulan. Dan hal ini akan terjadi apabila Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan warganya masih tidak berdaya mengatasi masalah kabut asap
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Kolom
nang. Karena itu gambut merupakan bagian dari lahan basah (wetlands), dan hanya terbentuk jika kecepatan pelapukan bahan organik lebih kecil daripada kecepatan akumulasi bahan organik. Umumnya, lebih dari 90% gambut tersusun atas air. Berdasarkan teori, ada tiga tipe kebakaran lahan dan hutan, yaitu kebakaran tajuk, permukaan dan bawah. Kebakaran gambut adalah kebakaran yang tidak sempurna, dan disebut kebakaran bawah (underground fire). Waktu gambut terbakar, nyala api tidak terjadi. Yang terjadi adalah bara api, yang menjalar dalam gambut. Sebelum gambut terbakar, maka kandungan air dan gas-gas lain akan lepas. Akibatnya, terjadilah kabut asap (haze). Sebagai lahan basah, gambut merupakan media tumbuh bagi pohon-pohon kayu, seperti ramin, jelutung dan meranti. Pada zaman kejayaan penebangan kayu, hutan rawa gambut juga dibabat oleh pengusaha, dan kemudian dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Gambut memiliki sifatsifat yang tidak menguntungkan bagi usaha pertanian. Derajat kemasaman (pH) gambut yang rendah, porous (banyak pori-pori makro), dan ketergenangan (water logged condition) adalah sifat-sifat yang tidak disukai bagi budidaya tanaman pertanian. Walaupun banyak kendala, lahan gambut dijadikan kebun sawit oleh pengusaha, dan kebun sayurmayur dan jagung oleh rakyat. Pembakaran pada lahan gambut akan menghasilkan abu, dan bermanfaat untuk meningkatkan derajat kemasaman tanah. Seperti perladangan berpindah pada kawasan lahan kering, keberhasilan budidaya sangat tergantung atas kuantitas dan kualitas abu. Sebagai bahan pembenah (ameliorant), abu akan meningkatkan pH tanah dan menyediakan beberapa mineral makro seperi Ca, K, dan Mg yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Pen enyy e bab pembakaran Kebakaran gambut setiap tahun terjadi pada musim kemarau, yang terjadi antara Juni sampai dengan Agustus. Bagi petani pada lahan gambut, pembakaran merupakan metode paling sederhana, mudah dan murah. Sering tidak ada insentif bagi petani untuk tidak membakar karena lahan gambut yang ditanami adalah lahan-lahan tidur dan terlantar. Setelah penebangan kayu, sebagian lahan gambut dikonversi menjadi lahan pertanian, seperti pembukaan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah, dan proyek transmigrasi di Rasau Jaya di Kalimantan Barat. Sulit bagi petani untuk bercocok tanam pada lahan gam-
but pada skala komersial karena membutuhkan input yang tinggi dan jaringan pemasaran. Seluruh petani yang membakar gambut adalah petani-petani subsisten, yang melakukan pembakaran untuk menyiapkan lahan menurut musim. Musim pengolahan lahan adalah musim kemarau, dan metode yang dipakai adalah penggunaan api. Pada awal musim hujan, tanaman yang adaptif, umumnya jagung lokal, akan ditanami menurut pola abu yang tertinggal di atas permukaan lahan. Karena itu, penanaman menjadi tidak teratur karena tidak ada jarak tanam. Tiga bulan setelah tanam, petani akan melakukan panen. Hasilnya tentu saja rendah, kurang dari 1 ton per hektar. Penyebab kebakaran gambut sebenarnya berasal muasal dari kesalahan kebijakan pemerintah, yaitu menebangi hutan rawa gambut dan kemudian menjadikan kawasan ini menjadi areal pertanian. Dan usaha budidaya pada lahan gambut membutuhkan modal dan pengelolaan yang intensif. Sebagai contoh, lahan gambut telah dikelola untuk perkebunan kelapa sawit dan HTI akasia. Memang tidak disangkal bahwa sebagian pengusaha mengambil keuntungan dalam waktu singkat, seperti melakukan land clearing dengan pembakaran. Pada kasus ini, sebenarnya pengusaha yang melakukan pembakaran untuk land clearing dapat ditangkap karena telah melanggar peraturan yang berlaku. Sebaliknya, petani gambut tidak dapat ditangkap karena upaya pembakaran gambut adalah tindakan untuk menghasilkan pangan dan mencapai ketahanan pangan. Selama belum ada alternatif, para petani gambut akan tetap membakar dan memandang api sebagai teman. Jadi jangan heran, kabut asap yang menyelimuti angkasa di Pulau Kalimantan dan Sumatera dianggap sebagai sahabat oleh para petani gambut. Sebaliknya, hanya orangorang kota yang tinggal di kota-kota seberang seperti Kuala Lumpur, Kuching, dan Singapura yang memandang kabut asap sebagai polusi dan mengancam kesehatan. Solusi Secara hukum sudah banyak peraturan, antaranya UU Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997, dan Peraturan Pemerintah No.4 tahun 2001 tentang kebakaran lahan dan hutan, yang dapat digunakan untuk mencegah pembakaran lahan gambut yang mungkin dilakukan oleh para pengusaha. Yang umumnya menjadi kendala adalah lambatnya kinerja para penegak hukum, sehingga sering kali bukti-bukti
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
43
Mimbar Kolom
Dalam upaya budidaya jagung hibrida, alokasi tenaga kerja juga intensif, mulai dari pembukaan, pembuatan bedeng, penanaman, penyiangan,pendangiran dan pemupukan. Sebaliknya, tenaga kerja yang dialokasikan untuk budidaya jagung lokal dengan metode pembakaran hanya pembakaran lahan dan penanaman. Jika pendekatan yang dilakukan untuk mengubah perilaku petani hanya berdasarkan perubahan kultur teknik, sangat sulit untuk berhasil dan mengurangi kejadian pembakaran gambut. Pendekatan teknis ini hanya berhasil jika diawali dengan pendekatan pembentukan lembaga yang dapat memberdayakan petani. Yang paling mendesak dilakukan adalah pemberian insentif bagi petani agar melakukan pembakaran secara terkontrol dan terdaftar (registered and controlled burning). Foto : Mahmud/MIUN Model yang ditawarkan adalah pemberian insenKabut asap: Bencana langganan ini tidak menghalangi aktivitas warga Pontianak. Namun perlu disadari akan bahaya penyakit akibat asap. tif berupa sarana produksi dan bimbingan teknis agar hukum yang menunjukkan proses-proses pembakaran petani-petani melakukan pembakaran terkendali dan gambut secara sengaja dapat dihilangkan oleh terdaftar. Orientasi usahatani hendaknya diubah dari terdakwa. Berbeda dengan pembakaran gambut yang subsisten menjadi berorientasi pasar. Hal ini dapat dilakukan oleh petani, upaya penegakan hukum sama dilakukan jika pemerintah menyediakan anggaran saja dengan pelanggaran HAM karena yang dilaku- yang cukup, dan berpihak kepada petani agar lepas kan petani umumnya terbatas untuk menghasilkan dari belenggu kemiskinan dan kabut asap. Yang sangat dibutuhkan pada saat ini adalah terpangan, dan masih dalam keadaan memenuhi kebubentuknya institusi yang diberi tanggung jawab untuk tuhan rumah tangga secara subsisten. Tidak berarti, petani dibiarkan saja membakar mengelola kebakaran lahan dan hutan, dan perumudan menimbulkan polusi kabut asap yang merugikan san model pemberdayaan petani gambut melalui kesehatannya sendiri dan saudara-saudaranya di ne- pembayaran insentif bagi perilaku yang melindungi geri seberang. Banyak cara yang dapat ditempuh un- gambut dari pembakaran tak terkendali. Institusi atau tuk mencegah atau paling tidak mengurangi kabut lembaga yang mengelola kebakaran lahan dan hutan tersebut tidak harus lembaga pemerintah, tetapi daasap. Secara teknis, pembakaran gambut dapat diatasi pat berupa lembaga swasta, LSM, kelompok masyajika petani dapat melakukan pertanian secara mene- rakat, ataupun kombinasi antara swasta, pemerintah, tap dan berorientasi pada pasar. Hal ini mudah dibi- dan masyarakat. Pembiayaan dapat diperoleh dari lembaga docarakan tetapi cukup sulit diwujudkan, karena menyangkut perubahan perilaku. Berdasarkan penga- nor internasional, APBN, APBD serta masyarakat. laman bekerjasama dengan petani, yang paling sulit Misalnya donasi sebesar Rp 5000 yang ditarik oleh adalah mengubah sikap petani. Pada usahatani sub- Pemerintah Kabupaten Pontianak di Bandara Supasisten budidaya jagung lokal, input tenaga kerja dan dio mungkin dapat dijadikan salah satu upaya untuk modal yang diberikan sangat minimal. Sebaliknya, mendapatkan tambahan biaya untuk melaksanakan ketika petani menanam jagung hibrida, dan me- manajemen kebakaran hutan dan lahan. Pada tahun lakukan usaha pembukaan lahan tanpa bakar, terjadi anggaran yang akan datang, sudah seharusnya DPRD peningkatan masukan berupa tenaga kerja dan modal Provinsi Kalbar menyediakan anggaran untuk pembayang besar. Paling kurang dibutuhkan modal sebesar ngunan institusi yang menangani kebakaran hutan dan Rp 3 juta per hektar untuk melakukan usahatani lahan. *) Penulis adalah dosen Fakultas Pertanian Untan jagung hibrida. Modal yang dibutuhkan untuk budidaya jagung lokal hanya benih dan tenaga kerja. Pontianak. 44
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Jurnalistik
agi itu pukul 05.30 WIB tanggal 23 Juli 2006, rumput dan daun masih basah oleh embun. Saya harus cepat-cepat ke bandara karena harus mengejar penerbangan paling awal dengan tujuan Jakarta untuk mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut 2006 yang diselenggarakan Forum Pers Mahasiswa Jabotabek (FPMJ). Jarak rumah dengan bandara cukup jauh, sekitar 32 km. Ayah memacu sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Karena jauhnya perjalanan, hampir saja saya tertinggal pesawat. Dari Pontianak, saya berangkat bersama seorang gadis manis berambut ikal, Ratna namanya. Kami berdua adalah utusan dari Lembaga Pers Mahasiswa Untan. Waktu menunjukkan pukul 08.50
P
Pers Mahasiswa dalam Catatan WIB, pesawat yang kami tumpangi mendarat. Sempat was-was juga selama perjalanan, karena kecelakaan pesawat di Indonesia cukup tinggi. Baru kali ini kami menginjakkan kaki di Ibu Kota negara ini, Jakarta. Kota Metropolis yang kehidupannya sangat berbeda jauh dari kota kelahiran saya. Kanan kiri hanya terlihat gedung pencakar langit, serta jalan raya yang beraspal mulus. Tak terlihat lubang, apalagi kubangan lumpur seperti di Pontianak. Bingung dan sedikit pusing, “Mau naik apa lagi?” Pada undangan, tempat kegiatan tertera: Student Centre Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Matahari Jakarta benar-benar tak bersahabat, terik panasnya terasa lebih panas dari kota Pontianak. Kami mencoba menghubungi panitia via SMS.
Kami kembali menghubungi panitia dan menjelaskan posisi kami sekarang. Panitia menyuruh untuk naik Metro Mini 47, kamipun langsung mencari metro mini tersebut. Capek, lelah terlihat di muka teman saya, keringat pun mulai bercucuOleh HERI USMAN ran. Namun, perjuangan belum berakTidak lama kemudian terdengar suara hir. Akhirnya lewat juga Metro Mini Hp berbunyi, tanda SMS masuk. 47. Tapi, kami makin bingung karena “Gue tidak bisa menjemput, kalian naik kenek metro mini yang sebelumnya suDamri aja jurusan ke Rawamangun dan dah kami katakan untuk berhenti di turun di IKIP”. IKIP ternyata membohongi kami deKami naik Damri yang cukup besar. ngan menurunkan kami di terminal ke Saya duduk di samping agar mudah Rawamangun. memandang keluar. Udara yang cukup Dengan berdempet-dempet di dasejuk dikarenakan hembusan AC dan lam mobil, akhirnya sampai juga di lantunan lagu-lagu daerah yang mem- IKIP. Lima menit menunggu seorang buat saya merasa sedikit terhibur. “Pak panitia datang. “Dari Untan ya,” kasupir turun di IKIP ya,” kata saya de- tanya. “Iya,” jawab saya. Kamipun berngan suara keras. Damri terhenti men- jalan masuk menuju sekretariat Lembadadak. “IKIP sudah lewat, kamu turun ga Pers Mahasiswa (LPM) di IKIP. di sini saja,” kata supir. Kami tambah Peserta dari Riau sudah duluan datang, bingung dan sedikit takut. Made Ali dan Ridwan dari Bahana Tapi dalam situasi seperti itu yang mahasiswa Riau. dibutuhkan adalah ketenangan. “Kita Waktu sudah menunjukkan pukul berteduh dulu,” kata saya pada Ratna. 15.30 WIB kami berangkat menuju Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
45
Mimbar Jurnalistik
Universitas Islam Negeri (UIN) tempat acara pelatihan berlangsung. Gedung berlantai 12 ini sangat bersih, ruangan tertata rapi dan ber-AC. Dalam hati saya bergumam, “enaknya belajar di sini”. Tidak seperti kampus saya, ketika hujan air menetes dari atap dan kepanasan ketika mengikuti pelajaran pada musim kemarau. Pelatihan baru besok dimulai, kami segera ke asrama tempat peristirahatan. Sampai di asrama, karena lelah dan capek, saya langsung merebah diri lalu terlelap. Senin (24/06) pagi, jam sudah menunjukan pukul 07.00 WIB. Saya bergegas mandi, lalu mengambil sarapan pagi yang sudah disiapkan untuk peserta. Agak sedikit mengantuk karena tidur tadi malam hanya sebentar. Saya dan teman berjalan kaki menuju tempat pelatihan, kurang lebih 30 menit. Pembukaan pelatihan dimulai. Pela46
tihan pertama tentang “Mencari Arah Baru Pers Mahasiswa.” Sebagai pembicara Abdul Manan dari majalah TEMPO. Suasana jadi lebih tenang. Beberapa poin penting disampaikan Abdul Manan dengan tenang. Sesekali mukanya menegang, sesekali juga terlihat mengendur. Joke-joke kecil beberapa kali dilontarkannya. Dia bercerita perkembangan tentang peranan pers mahasiswa di Indonesia sejak masa revolusi sampai reformasi. Harus diakui setelah reformasi perkembangan media sangat besar, ini perkembangan yang tidak bisa dielakkan. Ledakan ini menimbulkan lahirnya sejumlah media partisan. Media asalasalan, juga melahirkan wartawan Bodrex sebutan wartawan yang mencari berita hanya untuk mendapatkan uang. “Masa transisi memang selalu melahirkan kegamangan, biasanya, periode Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Harus diakui setelah reformasi perkembangan media sangat besar, ini perkembangan yang tidak bisa dielakkan. Ledakan ini menimbulkan lahirnya sejumlah media partisan. itu diwarnai carut-marutnya aturan dan situasi karena rezim lama yang sudah kehilangan pamor, sementara rezim baru, masih menata diri,” kata Abdul Manan bersemangat. Namun beberapa pers mahasiswa akhirnya menemukan jalan kembali dengan berorientasi lagi pada basis awalnya yaitu kampus. Caranya, dengan menggarap isu-isu lokal yang hampir pasti kurang mendapatkan tempat di pers umum. Inilah lahan besar yang bisa di-
Mimbar Jurnalistik
beberapa pers mahasiswa akhirnya menemukan jalan kembali dengan berorientasi lagi pada basis awalnya yaitu kampus mainkan pers mahasiswa. Waktu terus berputar, selanjutnya, mengusik kisah klasik: Format dan isi penerbitan mahasiswa yang biasanya syarat kritik sosial. “Bagaimana menghidupkan pers mahasiswa?” Itulah pertanyaan klasiknya. Ade Wahyudi dari dari kantor berita Radio 68H turut bicara. Pers mahasiswa lahir dari suatu keinginan mengambil peran dalam proses perubahan sosial. Pada beberapa catatan seringkali sejarah pers mahasiswa melulu disebut munculnya pertama berbarengan dengan proses penumbangan orde lama, melalui terbitan-terbitan pers mahasiswa yang ada di Jakarta, Bandung, Yogya, Makasar, dan Padang. Setelah demokrasi liberal tutup usia, digantikan masa demokrasi terpimpin (1959-1966), pers mahasiswa memang tiarap (tutup). Mulai ada lagi ketika orde lama ditumbangkan orde baru. Koran-koran mahasiswa mulai 1966 itupun mampu berebut pasar
umum, menyaingi pers “mapan.” Tetapi, era keemasan itu tak berlangsung lama. “Orde baru merasa perlu menampakan kekuasannya, menggilas pers mulai mengontrol pemerintahan. Satu persatu terbitan-terbitan mahasiswa tutup,” kata Ade. Sejarah pers mahasiswa memang tak terpisah dari hiruk-pikuk kondisi sosial politik, wajar jika pemahaman ini yang mapan di benak para pengelolanya. Jurnalisme amat baik untuk mengontrol kekuasaan agar tak sewenang-wenang dengan kebijakannya. Dan mahasiswa layak mengambil peran di sana. Namun, tak semua mahasiswa berurusan dengan politik. Sehingga tak adil bila pengelola pers mahasiswa memukul rata semua pembacanya sebagai pembaca politik. Bagaimanapun, pers mahasiswa punya peran yang tidak ringan, peran pemasok informasi, itupun masih ditambah sebagai motivator, peran sosialisasi, sosial kontrol, peran sebagai wahana debat dan diskusi, edukasi (pendidikan). Terakhir, tentang cara menyiasati untuk mendapat dana besar dari lembaga yang perhatian pada penerbitan mahasiswa. Seperti institut arus informasi atau LSM lainnya. “Tapi, kelanggengan semua media massa di tentukan
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
dari kontribusi pembacanya,” ungkap Ade Wahyudi. Jum’at (28/06) pelatihan berakhir. Para peserta bersiap untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Sayapun langsung menghubungi tempat penjual tiket kapal. Waktu terus berputar saat ini sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB, saya pulang ke IKIP bersama tiga anggota LPM lainnya. Saya tidak mau melewati malam ini hanya dengan berada di asrama saja, karena malam ini malam terakhir saya di daerah ini. Saya dan teman-teman menelusuri jalan. Penduduk kota ini sangat ramai, mobil hilir mudik dari segala arah. Sudah jam 23.00 WIB jalanan masih padat dengan ramainya kendaraan yang berlalu lalang. Keesokan harinya, dengan diantar seorang teman saya berangkat menuju pelabuhan Tanjung Priok. Keasyikan mengobrol, pintu untuk naik kapal pun terbuka. Saya melambaikan tangan tanda perpisahan, tidak hanya pada teman saya tapi juga pada daerah ini. Pukul 17.00 WIB kapal mulai bergeser dari pelabuhannya. Dan berjalan meninggalkan daerah ini. Selamat tinggal Jakarta, semoga saya masih diberi kesempatan untuk kembali ke kota ini.[]
47
Lensa Foto
Untan Voice Radio dua tahun perjalanannya Untan Voice Radio 106,4 FM, salah satu produk Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura di bidang broadcasting/ penyiaran telahpun berusia dua tahun. Sejak lahir pada 7 Desember 2004 lalu banyak cerita menarik dalam perjalanannya. Bagaimana susah senangnya dalam mendirikan, membangun dan mempertahankannya untuk tetap eksis di bidang penyiaran (broadcasting) hingga sekarang, dan kedepannya. Sebagai radio komunitas yang dibangun dari kesederhanaan dan semangat yang tinggi, radio ini mencoba untuk melayani komunitasnya yaitu masyarakat kampus Untan, terutama mahasiswa. Karena Ia dibangun dan di jalankan oleh mahasiswa dan bercita-cita untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa pula. Ya, radio yang menyuguhkan sentuhansentuhan ala mahasiswa. Pada ‘memory album’ yang sempat terekam ini, ada sisi lain yang coba kami sampaikan untuk memberikan nuansa ‘tampil beda’ dari radio-radio lain. Lihat saja, bagaimana kesederhanaan yang terekam itu. Lihat dan bayangkan........
48
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Lensa Foto
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
49
maaf, halaman ini sengaja kami biarkan dengan warna hitam sebagai ungkapan keprihatinan kami atas musibah yang selalu mendera negeri ini silih berganti Digandrungi : Warnet, tetap naik daun dimata user.
50
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Ilmiah
Keamanan Jaringan Komputer Oleh HERI PRIYANTO ST, MT*
aringan internet merupakan jaringan global yang menghubungkan semakin banyak komputer di dunia. Dengan munculnya World Wide Web (www) internet semakin membuka banyak kesempatan untuk pengguna komputer, mulai dari educational resources, free software sampai pada electronic commerce yang semakin populer. Sayangnya, seringkali resiko dari perkembangan “dunia baru� yang demikian baru terpikirkan belakangan. Semakin banyak komputer yang berhubungan lewat sebuah jaringan, semakin mudah pula kode-kode atau pengguna yang jahat memasuki komputer tersebut. Oleh karena itu, masalah hacker (penjahat komputer) dan virus (kode-kode jahat) menjadi semakin berbahaya dan seolah-seolah menjadi bagian dari “dunia baru� kita. Selanjutnya akan dijelaskan beberapa masalah keamanan komputer yang muncul dalam jaringan komputer.
J
1. P endahuluan Pendahuluan Banyak protokol di internet yang mempunyai struktur komunikasi seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Client
Internet
Server
Sebagai contoh, kita bisa mengingat sebuah model electronic commerce ( e-commerce ) sederhana. Seorang pelanggan (client) membuka web page sebuah perusahaan (server). Sebelum transaksi penjualan bisa dilakukan, server akan meminta masukan (input) data kartu kredit pelanggan untuk pembayaran (komunikasi dari server ke client).
Sesudah informasi tersebut dikirim dari client ke server, penjual akan menarik uang dari kartu kredit tersebut, kemudian barang yang diinginkan akan dikirimkan melalui parcel service (contoh konkret bisa dilihat http://www.amazon.com, sebuah perusahaan penjualan buku online). Berdasarkan dengan struktur komunikasi di atas, maka masalah keamanan jaringan komputer dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Masalah keamanan di komputer client. 2. Masalah keamanan di dalam protokol komunikasi yang dipakai di internet. 3. Masalah keamanan di komputer server. Sebelum membahas beberapa persoalan di atas lebih jauh, ada beberapa syarat sehingga jaringan komputer bisa dinyatakan aman, sebagai berikut: Confidentiality (kerahasiaan): Pelanggan pengirim nomor kartu kredit harus yakin tidak ada orang lain kecuali toko dan dirinya sendiri yang mengetahui nomor kartu kreditnya. Data Integrity (integritas data): Dapat dibuktikan bahwa tidak ada perubahan data sesudah transaksi disetujui kedua belah pihak. Hal ini akan sangat penting, misalnya untuk menjamin tidak ada salah satu pihak yang mengkhianati perjanjian jual-beli. Authentication (Otentikasi): Toko yang menerima pesanan dari si A memerlukan kepastian bahwa pesanan tersebut benarbenar berasal dari A, bukan dari orang lain. Non-repudiation (Anti-penyangkalan): Perjanjian yang telah disepakati harus dapat dipertahankan agar tetap sah, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. 2. Keamanan di Komputer Client . Biasanya komputer client berupa sebuah komputer pribadi (personal computer, PC) yang memakai Internet Service Provider (ISP) untuk
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
51
Mimbar Ilmiah
berhubungan ke internet dengan modem. Terdapat sedikitnya dua masalah keamanan pada komputer client, yaitu: a. Keyboard Logger Di internet sudah ada beberapa program keyboard logger yang mampu untuk merekam semua masukan dari keyboard sebuah komputer. Contoh untuk program jenis ini adalah Back Orifice 2000 yang juga bisa dipakai sebagai program bantu untuk administrator, dan SubSeven. Program-program ini akan sangat berbahaya karena semua masukan pengguna melalui keyboard akan dapat diketahui oleh penginstal program tersebut. Maka, jangan pernah memasukkan informasi sensitif melalui komputer yang tidak bisa dipercayai !!! Contoh komputer yang kurang bisa dipercaya adalah komputer-komputer di warnet atau di komputer-komputer yang bisa diakses oleh orang lain dengan mudah. Sayangnya, komputer-komputer yang ditempatkan pada tempat-tempat yang dianggap “aman” tidak menjamin bebas masalah keyboard logger, karena sudah ada beberapa program keyboard logger (seperti 2 program di atas) yang dapat dipakai secara remote (dari komputer lain lewat jaringan) setelah instalasinya berhasil. Biasanya instalasi program seperti ini dilakukan dengan bantuan virus. Maka langkah pencegahan yang bisa diambil oleh seorang administrator adalah dengan menggunakan sebuah program virus checker terbaru. b. Vir us dan Wor m irus orm Virus merupakan istilah untuk kode-kode jahat yang masuk ke komputer sebagai rangkaian sebuah file. Jika file ini diakses oleh pengguna, virus menjadi aktif dan mungkin akan mengubah konfigurasi komputer. Kemudian virus tersebut akan menduplikasikan diri dan menginfeksi file lain. Selain virus, masih ada jenis kode jahat lain yang disebut Worm. Sebuah worm bekerja mirip dengan sebuah virus, hanya saja duplikasi terjadi lewat sebuah jaringan (LAN atau internet). Karena cara kerjanya sangat mirip, maka istilah virus digunakan untuk keduanya dalam tulisan ini. Pada umumnya ada tiga buah sumber bagaimana sebuah virus bisa masuk ke dalam komputer. Pada generasi virus pertama, virus biasanya masuk melalui file terinfeksi pada disket yang dicopykan ke dalam komputer. Pada generasi kedua, ada virus khusus untuk file dari program-program tertentu, misalnya 52
virus macros yang akan menginfeksi file-file dokumen Microsoft Word. Generasi virus terakhir seringkali menggunakan attachment sebuah electronic mail (e-mail) untuk masuk ke komputer. Pada perkembangan terakhir ada virus yang lebih canggih, pengguna tidak harus membuka attachment lagi, cukup dengan hanya membuka mail reader seperti Outlook virus sudah dapat diaktifasi. Untuk itu updatelah selalu mail reader anda. Informasi lengkap tentang virus-virus dapat diakses di http://www.symantec.com/avcenter. Untuk menilai tingkat bahaya sebuah virus untuk keamanan komputer, setiap virus diberi nama dan “tingkat bahaya”. Banyak virus-virus yang sebenarnya tidak memiliki dampak yang terlalu serius dan berbahaya. Namun ada beberapa virus yang sangat berbahaya bahkan telah memiliki beberapa turunan yang tidak kalah berbahayanya seperti virus “chernobyl” yang muncul pertama kali pada bulan Juni 1998, dan virus “I love you” (muncul 5 Mei 2000). “Chernobyl “ merusak file-file administratif hard disk sehingga semua data di hard disk itu akan hilang dan sistem operasi harus diinstal kembali. Oleh karena itu untuk meminimalkan masalah virus, disarankan langkah-langkah berikut: Pertama, pakailah selalu program virus checker yang terbaru dan canggih. Kedua, selalu update definisi virus secara teratur, misal: setiap pekan. Ketiga, Ajarkanlah orang lain untuk berhati-hati jika membuka attachement dalam sebuah e-mail, dan Keempat, jika pengurusan e-mail dilakukan oleh ISP, sebaiknya mail server ISP sudah mengecek keberadaan attachment virus dalam setiap e-mail.[] *) Dosen pengajar program studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Dua fakultas nyaris kehilangan peminatnya padahal keduanya menurut proyeksi penyerapan tenaga kerja menempati angka pertama. Termasuk hingga sekarang universitas negeri terbesar di Kalbar ini tetap belum memiliki Untan Dalam Angka sebagai ‘basis monitoring’ banyak hal termasuk aset Untan. Keluhan tentang manajemen sumber daya manusia juga menjadi sorotan tajam, pasalnya banyak ditemukan pelimpahan wewenang dan jabatan yang tak berkesesuaian. Itu tadi sekelumit pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan oleh pemerintahan Rektor hari ini.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
53
Rektor Harus Transpormatif Oleh DR LEO SUTRISNO
D
ebat calon Rektor Untan yang terungkap di media massa, sejauh ini masih pada tataran di depan pintu. Perdebatan berkisar pada tata cara pemilihan: langsung, setengah langsung, atau dipilih oleh senat universitas. Argumentasi yang menguatkan pilihan adalah ada atau tidak adanya palung hukum. Selain itu, juga muncul masalah “klasik”, yaitu Doktor atau bukan. Materi semacam ini, sesungguhnya masih di luar pintu. Ada baiknya jika ingin Untan berkembang, maka debat dibawa ke wilayah yang lebih dalam, yaitu kualifikasi rektor sebagai seorang pemimpin. Sekali lagi rektor bukan hanya sebagai manager saja tetapi juga sebagai pemimpin. Sebuah Universitas mempunyai tugas menyebarkan ilmu pengetahuan, mengembangkan ilmu pengetahuan, menyediakan jasa konsultasi ilmiah, dan melakukan preservasi ilmu pengetahuan. Karena salah satu sifat ilmu pengetahuan adalah universal, maka global menjadi salah satu dimensi dalam pengembangan universitas. Sementara itu, salah satu unsur kunci dari pengembangan universitas adalah pimpinan tertinggi (rektor). Dan yang dibutuhkan universitas di era global adalah rektor yang transformatif. Rektor yang transformatif paling tidak harus memiliki enam aspek, yaitu visi, komunikasi, hubungan personal, kebersamaan, bimbingan dan karakter pribadi. Visi Rektor yang transformatif akan memiliki visi yang tidak hanya visi diri sendiri, tetapi visi bersama, sesuatu yang didambakan dan diimpikan setiap warga. Rektor yang transformatif mampu mengangkat visi bersama ke tingkat tataran moral. Sehingga, setiap warga berpendapat bahwa mewujudkan visi merupakan suatu keharusan, suatu kewajiban, dan suatu kebutuhan bersama. Jika visi telah mencapai tataran sosial maka visi akan menjadi sumber energi, suatu pencerahan tentang makna kerja bagi setiap warga. Visi akan men54
jadi sumber motivasi untuk bekerja ekstra. Selain itu, dalam tataran moral visi juga akan mempersatukan semua warga dan bahkan akan menumbuhkan perasaan sebagai anggota suatu komunitas, suatu kebersamaan. Komunikasi Salah satu pilar yang mendukung visi bersama adalah komunikasi. Seorang rektor yang transformatif memiliki keterampilan berkomunikasi, termasuk diam-mendengarkan. Rektor yang transformatif dapat mendengarkan dengan sepenuh hati tentang persepsi, pendapat, kebutuhan dan perhatian semua warga. Karena itu, rektor memberikan pertanyaanpertanyaan yang bersifat “menggali,” mengumpan dan terbuka dalam menerima umpan baliknya, sekaligus juga reflektif untuk memperdalam pemahamannya. Rektor yang transformatif mengkomunikasikan visi bersama dan mengartikulasikannya tanpa henti kepada semua warga dengan berbagai cara, misalnya dengan metafora, analogi, ilustrasi, anekdot, kisah sukses. Misalnya komunikasi yang bersifat dua arah, dialog, agar mencapai makna bersama. Sehingga, visi akan menjadi suatu normal atau tata nilai bagi semua warga yang bersifat ’magis’. Hubungan personal Pilar kedua yang menunjang visi bersama adalah hubungan personal. Keterampilan mengembangkan hubungan personal mencerminkan perilaku rektor yang transformatif. Suatu jejaring hubungan personal yang bagus memberi kesempatan rektor mengkomunikasikan dan ’memasukkan’ visi bersama itu ke dalam sanubari setiap warga. Hubungan personal juga tampak: informal, kolaboratif, interaktif, ramah dan bahkan menembus batas. Rektor yang transformatif memperlakukan bawahan sebagai teman sejawat dalam bekerja. Ia memberi dorongan, ia memberi saran, ia juga membantu setiap warga. Ia membangun kepercayaannya lewat tindakannya.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Kebersamaan Pilar ketiga yang menopang visi bersama adalah kebersamaan. Kebersamaan terbentuk jika setiap warga mempunyai ’sense of belongging’ rasa memiliki. Rasa memiliki ini membantu proses internalisasi visi bersama. Rektor yang transformatif menunjukkan dengan jelas tentang nilai-nilai yang dijunjungnya secara pribadi dan menjamin bahwa prilakunya juga konsisten dengan nilai-nilai yang dipegangnya. Bimbingan Bimbingan merupakan pilar keempat yang menyangga visi bersama. Rektor yang transformatif tidak hanya berkata: ’There it is... go for it”, sementara ia sendiri berdiri hanya di tepi jalan. Ia berbuat dan bertindak. Dengan cara ini, ia memberikan bimbingan kepada bawahan dengan tepat dan rinci. Ia sendiri mengalami, ia sendiri melaksanakan. Ia akan belajar sepanjang hayat. Ia bersama bawahannya menjadi anggota masyarakat pembelajar, learning community. Rektor yang transformatif menunjukkan bagaimana mengkalkulasi dan menerima resiko-resiko suatu pilihan dengan masuk akal. Ia sadar bahwa untuk mencapai puncak ia harus berjalan bersama, bertindak bersama seluruh warga.
Namun di era global, mutu dan standar yang tinggi tidak boleh dilupakan. Visi bersama yang sudah bernilai magis diarahkan untuk mencapai mutu dan standar yang excellence, yang “high distinction,” tidak sekedar rata-rata average. Karakter pribadi Rektor yang transformatif haruslah memiliki kepercayaan diri. Tetapi ia meninggalkan egonya lebih dahulu di pintu. Artinya rektor yang transformatif memiliki rasa percaya diri yang rendah hati- humble self- confidence. Selain itu rektor yang transformatif juga self-understanding dan self-disciplined. Ia memang memerlukan power tetapi untuk empowering yang lain. Ia menganggap dan juga dianggap sebagai seorang pemimpin pelayan. Sudah tentu ia juga harus pandai bersyukur bahkan sangat pandai high distinction, excellence. Rektor yang transformatif tidak bersifat dyadic power tetapi bersifat social power. Artinya, ketika memperolehnya, ia tidak mengandalkan pada hasil adu otot tetapi karena yang lain dengan ikhlas mengakui bahwa ia mempunyai kemampuan yang melebihi yang lainnya, dan yang lainnya dengan rela bersedia untuk dipimpinnya.[].
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
55
Oleh TANTRA NUR ANDI
Masa kepemimpinan Asniar Ismail sebagai Rektor Untan akan berakhir awal maret 2007. Setelah empat tahun menjabat, banyak hal yang telah dilakukannya demi kemajuan Untan. Namun, tidak sedikit yang belum terjamah dan masih menunggu perhatian. Apa saja yang menjadi catatan penting sebagai bekal Rektor terpilih mendatang ?
Potret Buram Kepemimpinan Asniar ntan memiliki visi pada 2020 menjadi institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah Kalimantan Barat serta menghasilkan lulusan yang bermoral Pancasila dan mampu berkompetisi di tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional. Untuk mencapai visi tersebut, tentu saja berbagai kekuatan pendukung mesti bisa diman-
U
faatkan. Untan juga perlu membangun langkah demi langkah dengan satu strategi yang terencana dengan baik. Namun meski demikian, tampaknya hingga 2006 ini Untan masih belum mengarah pada terwujudnya visi untan tersebut. Setidaknya hal ini terlihat dari beberapa sisi, seperti yang disampaikan beberapa dosen Untan.
Untan Gagal Membangun Tradisi I Oleh TANTRA NUR ANDI Mahasiswa Berkata tentang Rektor agi Galih Usmawan, Ketua BEM Untan, selama dikelola oleh Asniar, yang perlu digugat adalah dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Untan telah kehilangan roh. Selama ini yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Untan hanya bersifat kerja-kerja rutinitas dan tidak dapat membangun sebuah nilai. Mulai dari pengajaran, tidak ada relevansi kurikulum yang dilakukan Untan untuk menjawab perkembangan teknologi. Pengajaran hanya bersifat transfer ilmu yang membuat paradigma berpikir mahasiswa tidak lagi progresif. “pendidikan kemudian hanya sekedar mengejar gelar,� kata Galih. Begitu juga dengan masalah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian yang dilakukan Untan selama ini belum mampu menjawab persoalan–persoalan yang terjadi di masyarakat Kalbar. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat pun kurang begitu dirasakan oleh rakyat Kalbar. “Yang terjadi selama ini Untan dalam melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat hanya sekedar menge-
B
56
Foto : Yusmar/MIUN
Ngerumpi : Di sela-sela waktu kosong mahasiswa, di isi dengan ngerumpi, bukan tradisi ilmiah.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Foto : Ripal/MIUN
Sibuk : Jalan Daya Nasional telah berubah menjadi arus keluar masuknya transportasi umum.
Dr Fariastuti memberikan penilaian berdasarkan Paradigma Baru Perguruan Tinggi (PT) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti). Menurutnya ada Lima Paradigma Ba-
ru PT yang harus dilaksanakan yaitu Mutu, Evaluasi Diri, Akreditasi, Otonomi, dan Akuntabilitas dengan isu strategisnya yaitu Leadership, Relevance, Academik Atmosphere, Internal Manage-
Ilmiah jar proyek. Dan sudah saatnya Untan perlu merombak total dalam konsep Tri Dharma-nya,” tegas Galih. Dalam hal tradisi ilmiah, Untan juga dirasakan gagal membangun tradisi ilmiah dari suatu perguruan tinggi. Keadaan ini bisa dilihat dari jarang ada seminar-seminar, diskusi-diskusi yang sifatnya mengkaji persoalanpersoalan daerah secara ilmiah. “Di tingkat kegiatan mahasiswa pun Untan kurang mendorong kajian-kajian ilmiah yang bersifat kritis,” ungkap Galih yang juga mahasiswa FKIP. Persoalan yang paling berdampak pada Untan kedepan dalam menyongsong globalisasi, menurut Galih adalah ketika Untan harus bersaing dengan perguruan tinggi lainnya yang berasal dari luar Kalbar dan telah membuka cabangnya di Kalbar, jika Untan tidak menjaga dan terus memperbaiki kualitasnya maka dapat dipastikan Untan tidak lagi diperdulikan oleh masyarakat. “Bila Untan terlalu latah dalam membaca semangat zaman, Untan akan tersingkir,” papar Galih. Wahyudi, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Untan (DPM), mengungkapkan meski ada sedikit perkembangan Untan selama kepemimpinan rektor Asniar, tapi perlu diperhatikan ada masalah yang paling mendasar dan ini sepertinya sudah menjadi suatu penyakit akut yang sulit diperbaiki, yaitu dalam hal kedisiplinan
ment, Sustainability, Efficiency dan Productivity, Accessibility dan equity. Menurut dosen Fakultas Ekonomi ini, 5 Paradigma Baru PT inilah yang belum benar-benar dilakukan oleh Untan. Dari mutu, lulusan Untan belum mampu bersaing di pasar kerja. Dalam hal evaluasi diri, Untan sangat jarang melakukannya. Bahkan di tingkat universitas evaluasi diri baru sekali saja dilakukan. “Bagaimana kita bisa bekerja lebih terarah dan meningkatkan pelayanan terhadap mutu kalau kita jarang melakukan evaluasi diri,” katanya. Di Internal manajemen, masa kepemimpinan Asniar masih sangat kurang. Hal ini tercermin pada tidak adanya Untan dalam angka, artinya Untan belum memiliki database yang jelas dan akurat. Tidak akuratnya database yang dimiliki Untan saat ini mengakibatkan Untan tidak tahu berapa jumlah aset yang dimiliki, ini juga dipastikan akan melemahkan monitoring aset Untan. “Bagaimana kita dapat mengambil keputusan yang tepat kalau datanya saja tidak tepat,” ujar Fariastuti yang juga pernah menjabat
terutama kedisiplinan dosen dirasakan saat kurang sekali. Walau pun dosen itu tanggung jawab kontrolnya ada pada fakultas, tapi mesti harus ada tindakan tegas dari pimpinan universitas kepada dosen-dosen yang tidak menjalankan tugasnya. “Bagaimana kita mau bicara peningkatan pelayanan mutu kalau dari dosennya sendiri kurang disiplin dalam menjalankan tugasnya,” kata Wahyudi. Bicara masalah lingkungan Untan, Wahyudi berpendapat, selama empat tahun ini, Untan semakin tidak dapat menata ruang lingkungan Untan. Contohnya taman Untan kurang terawat dengan baik, masih banyaknya lahan tidur milik Untan, warung atau kantin berdiri dimana-mana kadang kurang beraturan, “Untan tidak hanya buruk dalam kualitas tetapi dalam kondisi fisik Untan juga tidak cukup baik,” ungkapnya. Persoalan lain yang juga jarang diperhatikan oleh Untan selama masa kepemimpinan rektor Asniar adalah pembinaan terhadap kegiatan organisasi mahasiswa. Selama ini Untan dirasakan hanya memberikan fasilitas fisik seperti sekretariat, uang kegiatan kemahasiswaan tetapi tidak pernah melakukan pembinaan dalam kegiatan kemahasiswaan. “Selama kepemimpinan Asniar tidak pernah kegiatan mahasiswa itu dibina. Sepertinya Untan tidak terlalu ambil perduli terhadap perkembangan kegiatan keorganisasian. Apakah mau maju dan berkembang atau mengalami kemunduran dan akhirnya vakum,”
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
57
sebagai ketua Pusat Penjamin Mutu Untan. Dr M Rif ’at, dosen FKIP Untan juga memberikan penilaian yang senada. Menurutnya ketidakjelasan yang mendasar di Untan yaitu manajemen sistem yang belum optimal. “Pembagian tugas antar unit-unit kerja masih belum jelas sehingga banyak unit kerja di Untan berjalan sendiri-sendiri, tidak terkontrol dan tidak ada laporan pertanggungjawabannya,” katanya. Sementara itu Dr Mardan Adiwijaya MSi, dosen Fakultas Pertanian, juga memberikan penilaian senada dengan Rif ’at soal ketidakbenaran manajemen sumber daya manusia di Untan. Menurut Dosen pertanian untan ini pelimpahan tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang tidak sesuai dengan bidang keahliannya menyebabkan dosen dan karyawan di Untan kurang mampu melakukan kreativitas dan inovasi dalam bekerja. “Ibarat tukang sate disuruh buat bakso. Walaupun dia bisa tetapi bukan ahlinya pasti hasilnya tidak akan maksimal.
Foto : Boni/MIUN
Tidak Terawat : Stadion Untan yang menjadi tempat kegiatan mahasiswa, kurang tersentuh pihak Rektorat.
Nah inilah yang terjadi di Untan, banyak dosen disuruh mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya,” ungkapnya dengan mimik muka tegang. Buruknya manajemen sumber daya manusia di Untan tidak hanya terjadi pa-
da pelimpahan tugas dalam mengajar tetapi juga terjadi pada pelimpahan jabatan yang ada. “Wajar kalau unit-unit kerja di Untan dalam melaksanakan kegiatannya semakin tidak terarah dan tidak terkontrol. Dalam kenyataannya, banyak u-
keluh Wahyudi yang juga mahasiswa Fisipol ini. Persoalan ini terjadi karena orientasi pendidikan Untan hanya kepada peningkatan kecerdasan intelektual tetapi tidak di bentuk kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Dua kecerdasan ini dapat dibentuk melalui organisasi,” tambahnya. Di tengah deretan catatan panjang yang mesti diperbaiki, tak sedikit juga yang memuji atas kepemimpinan Asniar selama empat tahun ini dan menjadi bekal untuk terus dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya. Selama kepemimpinan Asniar, Untan selalu dalam keadaan kondusif minimal di tiga aspek, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat. “Tidak ada gejolak dan Foto : Yos-Is/MIUN masalah yang berarti selama kepemimpinan Asniar di tiga aspek ini, semua lan- Megah : Bangunan Fakultas Kedokteran, fakultas termuda di Untan merupacar-lancar saja,” ujar Dekan Fakultas Per- kan salah satu keberhasilan dibawah kepemimpinan Prof Hj Asniar Ismail SE tanian, Radian. dakan MoU baik dengan lembaga-lembaga nasional Keberhasilan Asniar dalam memimpin Untan ter- dan Internasional. cermin dari tidak pernah ada hambatan yang berarti “Pantas diberi nilai A walaupun point nya tidak 100 pada aspek pendidikan dan pengajaran, jumlah hasil tetapi 80 sampai 85 untuk kepemimpinan Asniar. Rekpenelitian mengalami peningkatan, adanya bebera- tor baru nanti diharapkan bisa mencontoh kepemimpa hibah kompetensi yang Untan dapat. Dari segi pinan Asniar,” kata Radian. hubungan keluar Asniar sudah cukup mampu mengaHal senada juga diungkapkan Amir Dahlan, Ketua
58
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Foto : Boni/MIUN
Kurang Diperhatikan : Fakultas Kehutanan yang belum lama berdiri namun gedungnya kurang diperhatikan dan hampir terlupakan dalam kepemimpinan Asniar.
nit kerja di Untan yang terhenti kegiatannya karena tidak diberikan kepada yang ahlinya,” kata Mardan. Oleh karena itu, Mardan menilai, wajar saja jika unit-unit kerja tersebut sering tidak berjalan disebabkan Untan tidak
memiliki mekanisme kerja antar komponen dalam struktur organisasi. Fakta ini menunjukkan, selama empat tahun kepemimpinan Asniar, ia gagal dalam mengelola sumber daya manusia di Untan. “Kurikulum yang tidak sesuai
BAAK Untan terhadap kemimpinan Rektor Asniar selama empat tahun ini. Ada hal yang sangat menarik pada diri Rektor Untan yaitu Keterbukaan dalam memimpin. “Setiap ada permasalahan yang terjadi pasti selalu dimusyawarahkan dengan staf-stafnya. Begitu juga dengan kritikan-krtikan yang disampaikan kepada Rektor baik dari segenap civitas akademika maupun dari luar Untan pasti akan di perhatikan oleh Rektor Asniar,” katanya. Selain terbuka dalam memimpin Untan ternyata Asniar juga pandai dalam membina hubungan kerjasama dengan pihak luar. “Di masa Asniar, Untan cukup banyak mengadakan kerjasama dengan pihak Pemkot, Pemda dan pihak lainnya. Sebagai bukti kesuksesan Asniar dalam menjalin kerjasama adalah berdirinya Fakultas Kedokteran yang bekerja sama dengan pihak Pemkot dan Pemda di Kalbar,” tegas Amir Dahlan. Senada dengan Dekan Fakultas Pertanian, Amir Dahlan, Ketua BAAK Untan begitu memuji kepemimpinan Rektor Asniar. “Selama Asniar menjadi Rektor permasalahan-permasalahan internal sangat jarang terjadi. Dan nilai A dengan point 80-90 untuk Rektor Asniar,”ujarnya. Rektor Asniar adalah figur yang harus dicontoh oleh rektor baru karena Prof Hj Asniar Subagio SE, merupakan sosok seorang ibu yang sangat bijaksana, mau terjun kelapangan, dan sangat bermasyarakat artinya Asniar sangat dekat dengan staf-stafnya dan dekat dengan mahasiswa. “Rektor Asniar menganggap mahasiswa seperti anaknya dan mahasiswa ju-
dengan kebutuhan, fasilitas yang belum memadai, manajemen sistem belum optimal, data base yang masih rendah. Padahal dengan manajemen SDM yang tepat Untan pasti maju,” tegasnya. Penilaian lain adalah pada komitmen Untan terhadap pelayanan mutu pendidikan. Rif ’at mengatakan, Kalbar akan semakin tertinggal jauh dari daerah lainnya di Indonesia karena Untan yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri dan terbesar di Kalbar ternyata tidak mampu menyediakan lulusan yang bisa menjadi ahli-ahli untuk mengelola sumber daya alam Kalbar. “Jangan mengharapkan Kalbar maju kalau Untan belum dapat memberikan komitmen terhadap mutu pendidikan dengan cara memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Kalbar,” ungkap Rif ’at. Lulusan yang dihasilkan Untan pun juga dianggap belum mampu bersaing dan menjawab kebutuhan pasar kerja baik di tingkat lokal, nasional, dan regional. Ungkapan Untan hanyalah sebagai
ga menganggap Asniar seperti ibunya sendiri. Dia adalah rektor yang paling bijaksana dan bermasyarakat dibandingkan dengan rektor-rektor sebelumnya,” ungkap Mohammad SH, Staf Kabag Kemahasiswaan Untan. Dia mengungkapkan dari segi manajemen internal pimpinan Untan yang akan berakhir masa jabatannya ini sangatlah baik. “Asniar sangat transparan kepada staf-stafnya, tidak ada hal yang ditutup-tutupi olehnya selama empat tahun memimpin Untan. Asniar juga seorang pemimpin yang sangat memperhatikan kesejahteraan para staf-stafnya,” kata bapak yang biasa dipanggil Ahmad ini. Prof Dr H Maswardi Muhammad Amin MPd, Pembantu Rektor I Untan mengatakan bahwa keadaan Untan sekarang telah baik dan kedepan harus lebih baik. “Dari segi akademik Untan sudah baik. Misalnya IPK mahasiswa Untan sudah banyak yang mencapai 3,50. banyak prodi yang mendapatkan hibah-hibah, aktivitas Pusat Penjamin Mutu (PPM), Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) Untan sudah lancar,” katanya. Maswardi juga membantah jika struktur di Untan banyak yang tidak berjalan efisien dan efektif. “Orang yang bicara seperti itukan karena mereka tidak bekerja didalam. Jadi mereka tidak tahu. Kalau ada pusat studi atau pusat kajian yang tidak efektif, itu tidak bisa digeneralisasikan bahwa Untan dibawah Asniar kurang baik,” jelas Maswardi.[].
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
59
produsen gelar sepertinya mendekati kebenaran. Untan dikatakan semakin melenceng dari visi dan misinya. Arah pengembangan Untan juga semakin jauh dari tujuannya. Hal ini dapat diukur dari kurikulum yang digunakan Untan masih belum sesuai dengan kebutuhan daerah. Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian yang beberapa tahun terakhir ini kehilangan peminat semakin memperkuat fakta bahwa tidak ada arah kebijakan yang membuat suatu keputusan institusi
Yang cukup berdampak fatal ke depannya, menghadapi BHPT (Badan Hukum Pendidikan Tinggi), Untan belum cukup mampu dalam membuat terobosanterobosan untuk mencari sumber pendapatan. secara responsif terhadap kebutuhan pasar. “Padahal sudah jelas bahwa sampai tahun 2015 dilihat dari proyeksi penyerapan tenaga kerja bidang pertanian dan kehutanan masih menjadi urutan nomor satu dalam hal jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan,” jelas Rifa’at. Dikatakannya seharusnya perguruan tinggi itu bisa menghasilkan lulusan yang kreatif dan inovatif. “Bagaimana perguruan tinggi bisa menghasilkan lulusan yang dapat ber enterpreneurship kalau yang dibangun justru warung dan taman yang indah bukannya ruang kuliah dengan prasarana belajar yang memadai, literatur perpustakaan yang cukup, dan perlengkapan laboratorium yang lengkap,” tambahnya lagi. Yang tidak kalah penting untuk mengukur baik buruknya suatu perguruan tinggi, menurut Rifa’at, dilihat dari bagaimana komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. “Untuk mengetahui ada tidaknya korupsi di Untan ada tiga pertanyaan yang dapat diajukan yang pertama apakah Untan sudah melakukan transparansi? kedua apakah di Untan sudah ada rasa responsibility? ketiga apakah 60
Untan sudah mejalankan akuntability? Sampai saat ini Untan belum melakukan ketiga hal tersebut,” ungkapnya. Tidak produktifnya dosen dan karyawan di Untan juga dikritik tajam oleh dosen Fakultas Ekonomi ini. Dari hasil evaluasi yang pernah dilakukan ada tenaga administrasi di Untan yang kerjanya hanya 20 menit dalam sehari. “Ini yang menyebabkan organisasi di Untan tidak sehat,” kata Fariastuti. Orientasi kerja yang dilakukan oleh Asniar selama kepemimpinannya dinilai masih bersifat orientasi investasi bukannya orientasi kegiatan. Orientasi investasi melihat keberhasilan dari peningkatan jumlah dosen S2/S3, peningkatan jumlah buku di perpustakaan, gedung baru, teknologi pembelajaran baru, bertambahnya komputer dan peralatan laboratorium, pembentukan fakultas baru. “Mestinya orientasi kerja itu mengacu pada kegiatan dengan melihat keberhasilan lebih kepada peningkatan jumlah kehadiran dosen dalam mengajar, peningkatan jumlah publikasi dosen, peningkatan pelayanan kepada mahasiswa, peningkatan daya saing lulusan Untan di pasar kerja,” papar Fariastuti mengakhiri pembicaraan. Persoalan kedisiplinan karyawan Untan menjadi catatan merah di masa rektor Asniar. Ketua Badan Perencanaan Untan, Murni Safwan mengakui bahwa setelah zaman rektor Hadari Nawawi berakhir kedisiplinan dari karyawan Untan sangat anjlok. Banyak dari karyawan Untan yang sering berkeliaran keluar pada saat jam kantor. “oknum-oknum pegawai ini kalau di ingatkan tidak pernah merasa salah karena memang mentalnya sudah parah sekali,” katanya. Menurunnya dedikasi pegawai-pegawai Untan dalam memberikan pelayan kepada mahasiswa ini terutama dari jam buka kantor yang sering tidak tepat waktu pulang sering awal sebelum waktunya jam kantor tutup. “Seharusnya jam kantor masuk jam 07.00 pulang jam 14.00 tetapi yang terjadi jam 08.00 karyawan belum datang, jam 13.00 karyawan sudah banyak yang pulang. Memang harus diakui soal kedisiplinan pegawai Untan betulEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
betul kacau, “ ungkap Murni. Sebagai Pembantu Rektor IV di masa kepemimpinan Asniar, Prof Ir M Alamsyah HB, mengakui ada hal yang sangat menghambat mekanisme kerja di Untan yaitu terlalu gemuknya struktur kelembagaan di Untan, mulai dari struktur di tingkat Universitas sampai pada tingkat fakultas. “Banyaknya lembaga dan unit kerja di Untan membuat mekanisme kerjanya tidak efektif dan tidak terkontrol dengan baik,” katanya. Tidak adanya audit internal yang dilakukan membuat lembaga atau unit kerja ini seringkali tidak melakukan laporan pertanggungjawaban dari kegiatannya. “Kalau ada masalah yang terjadi baru larinya ke Untan,” ujarnya pada MIUN. Yang cukup berdampak fatal ke depannya, menghadapi BHPT (Badan Hukum Pendidikan Tinggi), Untan belum cukup mampu dalam membuat terobosan-terobosan untuk mencari sumber pendapatan. “Kalau Untan menaikkan SPP mahasiswa, melihat kondisi perekonomian masyarakat Kalbar sangat tidak mungkin. Bisa dipastikan Untan tidak laku kalau menaikkan dana SPP tetapi tidak memberikan jaminan terhadap pelayanan mutu pendidikan,” ungkapnya ketus. Kerugian yang paling fatal bagi Untan menurut Alamsyah, Untan tidak mampu menjadi pusat riset lahan gambut. “Seharusnya pusat riset lahan gambut di dunia ada di Kalbar, khususnya di Untan bukan di tempat lain karena Kalbar merupakan daerah lahan gambut,” ungkapnya. Dari sektor hasil-hasil penelitian, Untan belum memiliki karya yang bisa dibanggakan. Tidak satu pun hasil penelitian di Untan mendapat akreditasi. Ini terjadi karena kurang didukung fasilitas laboratorium yang lengkap. “Manajemen laboratorium kurang optimal, kerjasama dengan pihak luar kurang baik, dan dosen-dosen yang melakukan penelitian lebih berorientasi pada pengerjaan proyek. Inilah yang memuat Untan kurang bisa berprestasi,” bebernya. Benar saja, sampai saat ini Untan belum memiliki jurnal penelitian yang terakreditasi.[].
Maret tahun ini Untan akan mengalami per pergg antian pemimpin. Tentun entunyy a tidak sedikit pekerjaan rumah yang disisakan oleh pemimpin saat ini kepada penggantinya. Dan tentu pula tidak sedikit peningkatan yang telah terjadi di dalam Untan yang semestinya lebih ditingkatkan kembali. Berikut petikan wawancara eksklusif MIUN dengan orang nomor satu di Untan saat ini, Prof Hj Asniar Ismail, SE MM. Apakah ada peningkatan kualitas dari lulusan Untan selama anda menjadi rektor ? Mutu lulusan Untan dan IPK sejak tahun 2003 sampai sekarang terus mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan IPK dan masa studi dari tahun ke tahun. Tahun 2003 IPK eâ&#x20AC;? 3 ada 53, 36 %, masa studi < 5 tahun 36,95 %. Tahun 2004 IPK eâ&#x20AC;? 3 ada 50,86 % dan masa studi < 5 tahun 51,24 %. 2005, IPK eâ&#x20AC;? 3 ada 62 % dan masa Sementara tahun 2005 studi < 5 tahun 61 %. Apakah ada peningkatan database Untan dari tahun ke tahun dan bagaimana dengan penggunaan jaringan on line ? Database untuk mahasiswa khususnya sudah dimulai sejak tahun 2005 dengan menggunakan online di tiga fakultas, yaitu ; Fakultas Ekonomi, FKIP dan FMIPA. Sedangkan pemasangan jaringan ke seluruh fakultas sudah selesai di kerjakan tahun 2006. Insya Allah
Prof Hj Asniar Ismail, SE.MM
sudah mengadakan workshop mengenai peningkatan proses pembelajaran yang mengacu ke KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), dan sekarang diarahkan ke KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang mengarah ke standar isi, proses dan lulusan. Untan sudah melakukan evaluasi diri secara rutin ? Sudah tapi baru sekali Untan melakukan evaluasi diri tingkat universitas. Bagaimana dengan kegiatan yang dilakukan Untan, apakah telah mengacu pada pola ilmiah uan gur er ma P ok, visi, misi maupun Tri Dhar pok guruan ergur Per Dharma pokok, Tinggi ?
Prog ress Repor t Untan Masa Kepemimpinan Asniar Oleh TANTRA NUR ANDI
tahun 2007 semua fakultas sudah menggunakan jaringan online yang telah terpasang. Sejak Anda menjabat sebagai rektor, apakah kurikulum yang digunakan Untan sudah relevan dengan kebutuhan pasar kerja di Kalbar ? Sesuai dengan perkembangan informasi, khususnya perkembangan di lembaga pendidikan, maka perkembangan kurikulum di Universitas Tanjungpura mengikuti juga. Ini terbukti disetiap fakultas selalu dan
Setiap tahunnya Untan berusaha untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI), yang belakangan ini telah dibangun gedung Telecomfrence yang Insya Allah tahun 2007 ini gedung tersebut telah siap digunakan. Soal fasilitas belajar mengajar, apa ada peningkatan? Fasilitas peralatan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan diupayakan penambahannya, diantaranya peralatan OHV, komputer, jurnal ilmiah, dan buku-buku, dan
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
61
sebagainya. Semua program studi di Untan, apakah telah terakreditasi dengan baik? Sampai saat ini masih ada program studi di Untan yang belum terakreditasi, diantaranya : Prodi Sosial Ekonomi Pertanian (S1), Ilmu Tanah ( S1), Teknik Arsitektur (S1), Teknik Informasi (S1), Pendidikan Ekonomi (S1), Pendidikan Kimia (S1), Pendidikan Fisika (S1), Pendidikan Biologi (S1), Teknologi Hasil Hutan (S1), Kimia MIPA (S1), Biologi MIPA (S1), Fisika MIPA (S1), Kedokteran (S1), Budi Daya Perkebunan (D3), Pekerjaan Sosial (D3), Kesekretariatan (D3), Manajemen Perhotelan (D3), Manajemen Pariwisata (D3), Ilmu Pemerintahan (D3). Bagaimana dengan peningkatan hasil-hasil penelitian di Untan? Peningkatan kegiatan ilmiah setiap tahunnya terus meningkat, ini dibuktikan dengan banyaknya proposal yang masuk dan disetujui oleh pihak-pihak terkait, terutama proposal penelitian dan kegiatan PKM, adapun jumlah judul penelitian dan kegiatan PKM yang disetujui sejak tahun 2003 adalah : Penelitian : Tahun 2003 disetujui 62 judul, Tahun 2004 disetujui 240 judul, Tahun 2005 disetujui 97 judul. PKM : tahun 2003 sejumlah 74 kegiatan, tahun 2004 sebanyak 83 kegiatan, dan tahun 2005 ada 22 kegiatan.
58,25 %, S3 = 62 orang atau 6,68 %. Program kerja apa saja yang telah dilaksanakan selama Anda menjadi rektor ? Program kerja yang saya laksanakan tentunya mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Usaha-usaha yang telah dilaksanakan adalah meningkatkan baik secara kuantitas maupun kualitas dosen, karyawan, mahasiswa dan tentunya juga didukung dengan peningkatan sarana dan prasarana. Kita juga selalu mengevaluasi kurikulum yang diselenggarakan Untan yang dilaksanakan langsung oleh fakultas masing-masing agar Untan tidak terlalu jauh tertinggal dalam hal kualitas. Bag aimana deng an manajemen inter nal Untan Bagaimana dengan internal dalam hal kedisiplinan karyawan Untan? Jadi untuk masalah pelayanan dari kepegawaian Untan ini sebenarnya telah di tentukan jam kantornya.
Bagaimana dengan peningkatan SDM di Untan, baik dosen maupun karyawan dari segi kuantitas dan kualitas ? Begitu juga dengan peningkatan SDM, baik kualitas dosen dan tenaga administrasi. Ini terbukti dengan telah selesainya mereka yang melanjutkan S2 dan S3, dan masih banyak juga yang sedang dalam proses penyelesaian. Adapun jumlah dosen yang berpendidikan : Tahun 2003 sebanyak 826 orang, diantaranya: S1 = 283 orang atau 4,27 %, S2 = 497 orang atau 60,16 %, S3 = 46 orang atau 5,57 %, Tahun 2004 sebanyak 844 orang, diantaranya: S1 = 308 orang atau 36,49 %, S2 = 494 orang atau 58,53 %, S3 = 42 orang atau 4,98 %. Tahun 2005 sebanyak 889 orang, diantaranya: S1 = 289orang atau 32,51 %, S2 = 539 orang atau 60,63 %, S3 = 61 orang atau 6,86 %. Tahun 2006 sebanyak 927 orang, diantaranya: S1 = 325 orang atau 35,06 %, S2 = 540 orang atau 62
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Pelayanan kepada mahasiswa memang banyaknya di fakultas karena fakultas yang berhubungan langsung dengan mahasiswa. Sehingga memang ada fakultasfakultas yang disiplin dan masih ada fakultas yang kurang disiplin. Sebenarnya harus jelas sangsinya. Bagi orang yang rajin dengan suatu standar yang jelas kita harus berikan penghargaan sehingga yang lain bisa termotivasi. Saya juga menyadari ada pegawai-pegawai yang sudah sulit dimotivasi tetapi kadang-kadang justru yang paling keras bicaranya. Padahal dia tidak menyadari bahwa dirinya tidak menjalankan tugas dengan baik. Soal kedisiplinan ini memang menjadi suatu kelemahan di Untan walaupun tidak seluruhnya. Tetapi ada bagian-bagian tertentu. Dan sangsi untuk yang tidak disiplin ini belum berupa sangsi yang tegas. Apakah Untan telah menjalankan transparansi, r esponsibility lik? esponsibility,, akuntability kkee pada pub publik? Untuk masalah transparansi pendanaan itukan tidak mesti Untan harus mengcopy semua anggaran untuk seluruh masyarakat kampus. Untuk masalah akuntability setiap 6 bulan kita diperiksa oleh tim Dirjen dan bahkan BPKP juga masuk dan dihadiri semua pejabat struktural yang ada di universitas dan fakultas. Apakah Untan telah menjembatani lulusan Untan dengan pasar kerja ? Memang ini yang dulunya sangat sulit sekali tetapi karena adanya hibah kompetensi maka masing-masing program studi yang mendapat hibah kompetensi itu harus mempunyai database bagi lulusan prodi. Berapa lama dari masa lulus sampai mendapatkan pekerjaan dan itu dinamakan masa tunggu. Memang dari tahun ke tahun masa tunggu lulusan Untan semakin pendek. Kita berusaha juga apabila ada tawaran-tawaran dari instansi atau perusahan untuk ikut melaksanakan tesnya dan menawarkan bahwa kebutuhan-kebutuhan mereka bisa lewat kita. Ke depannya karena Untan mengarah BHP, kita telah bentuk UPT Usaha Terpadu yang nanti unitunit usahanya akan banyak. Dan diharapkan menjadi lahan kerja bagi lulusan Untan. Apakah Untan telah menyelesaikan kasus-kasus KKN yyang ang ter jadi di Untan, se per ti terjadi seper perti pembangunan laboratorium di Fakultas Ekonomi, pengadaan alat-alat laboratorium di Fakultas Teknik, sesuai deng an isi kkontrak ontrak kker er ja dengan erja calon rektor dengan mahasiswa pada tahun
2002? Kasus-kasus korupsi Laboratorium Fakultas Ekonomi sudah diselesaikan semua dan sudah sampai di pengadilan. Semua sudah diperiksa dan hasilnya sudah selesai bahwa tidak ada korupsi di sana. Masalah pengadaan alat laboratorium Fakultas Teknik itukan karena dulu ada temuan dari tim Dikti dan ada tindak lanjutnya misalnya jika ada kelebihan anggaran kita sudah mengembalikan pada kas negara. Sehingga sudah tidak ada lagi kasus seperti itu semua sudah diselesaikan. Bagaimana peran Untan saat ini dalam pen penyy elesaikan per masalahan Kalbar? Untuk ikut berpartisipasi dalam penyelesaian persoalan Kalbar tentunya Untan memerlukan dana. Kita berusaha mencari sumber dana itu karena Untan tidak ada dana khusus untuk penelitian mengenai persoalanpersoalan yang terjadi di Kalbar. Kalau dana yang ada di Untan hanya untuk penelitian-penelitian muda atau tahap pemula. Untuk menyelesaikan persoalan Kalbar, tentu ini adalah penelitian besar yang harus dilaksanakan. Dan dosen-dosen Untan juga masih ada yang mengajukan penelitian-penelitian bersifat pribadi. Jarang yang bersifat team work. Padahal ini pekerjaan besar yang harus dikerjakan bersama. Penelitianpenelitian ini pun sering tidak ditindaklanjuti. Padahal menyangkut penelitian persoalan Kalbar tidak bisa hanya dilakukan satu kali penelitian tetapi harus ada rekomendasi yang berkelanjutan. Seharusnya penelitian itu harus berlanjut lagi tidak terputus. Tetapi yang terjadi tidak ada penelitian yang bersifat konsisten. Mestinya fokus dan ada tim yang solid tidak hanya penelitian yang bersifat masing-masing. Peran ser ta Untan dalam membangun pr oses serta proses demokratisasi dalam rangka menjalankan agenda r ef or masi? efor Soal demokratisasi kita mulai dari dalam Untan dan semuanya sudah kita laksanakan mulai dari mahasiswa. Di tingkat fakultas sampai universitas mulai dari ketua jurusan, Pembantu Dekan, Dekan, semua sudah melaksanakan pemilihan yang tidak hanya oleh senat tetapi juga dosen, seluruhnya harus terlibat. Dan kemarin kita sudah melakukan pemilihan rektor secara langsung. Ini belum dilakukan oleh semua PT di Indonesia. Dengan terbuka demikian keadaan akan menjadi kondusif.[].
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
63
Mimbar Tokoh
Bagi para novel mania, tentu tidak asing lagi dengan novel yang judulnya Cintapuccino. Buah pena dari penulis chicklit Indonesia yaitu Icha Rahmanti ini sukses memulai debut awalnya. Kedatangannya ke Kota Khatulistiwa guna mempromosikan karya terbarunya “Beauty Case”. Di balik kesuksesannya, Icha berbagi cerita tentang gimana sih jadi seorang novelis. Oleh NINA SORAYA
ovel perdananya dua tahun silam ini langsung jadi Best Seller di Indonesia. Malah sekarang memasuki cetakan ke-15. Hebatnya lagi, 2006 ini akan dibuat versi layar lebarnya. Novelis yang punya nama asli Nisha Rahmanti ini adalah salah satu penulis yang memilih genre perempuan atau biasa lebih dikenal dengan sebutan ChickLit (Chick Literature) yaitu bacaan cewek. Di dalam chicklit akan ditemukan kehidupan jujur para kaum hawa, karena di sinilah segala tentang cewek diungkap habis. Kebanyakan tema yang diusung adalah tentang perempuan mandiri yang memiliki karir serta hidup lajang namun harus bergelut dengan ragamnya masalah kehidupan modern. Dulunya ini merupakan trend tulisan yang digemari di negara Eropa sana, UK. Sebut saja salah satu pionirnya yaitu Helen Fielding dengan Bridget Jones: The Edge of Reason yang jadi best seller skala internasional. Kenapa cewek cantik ini lebih memilih tema semacam itu? Dengan santainya ia menjawab tema tersebut lebih dekat dengan keseharian. “Gak seperti dunianya Scientist yang bisa sampai ke bulan, pengalaman yang hanya bisa di-
N
64
Beauty Of Writing
Ala Icha alami satu atau dua orang aja,” jawabnya dengan santai. ChickLit dengan settingan kehidupan sehari-hari. Layaknya kita memiliki kantor, tempat kost, yang pasti dunia yang begitu dekat dengan kita. Sukses debut pertamanya, maka tahun 2005 lalu ia menelorkan karya terbarunya “Beauty Case”. Dengan gaya Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
bahasa yang santai dan ngepop serta dibumbui humor tak heran novel ini memiliki angka penjualan yang lumayan. Memang seperti itulah konsep chicklit. Santai namun cerdas. Beauty Case sendiri memotret realita perempuan metropolitan yang segala sesuatunya dilihat dari penampilan luar. Tokoh Beauty Case adalah cermin
Mimbar Tokoh
perempuan kebanyakan yang memiliki bakat namun terbentur oleh tembok yang namanya ketidakpercayaan diri. Perjalanan novel Beauty Case yang ditulisnya hampir memakan waktu sepuluh bulan, bercerita tentang seorang gadis yang bernama Nadja. Potret yang diimajinasikan Icha adalah gambaran seorang gadis metropolis 80% gadis pada umumnya. Perempuan yang di satu sisi memiliki potensi atau bakat tapi sisi lainnya dihalangi oleh ketidakpercayaan pada dirinya sendiri atau terbentur pada fisickly Does beauty still rule? Pertanyaan yang mengawali ditulisnya buku ini. Namun menurut Icha sendiri jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan ini adalah cantik atau fisik memang bukanlah segalanya. “Cantik memang bukan segalanya, tapi perlu dan masih berlaku di zaman sekarang.” Itulah sebersit pesan yang ingin disampaikannya dari novel yang menghabiskan durasi sepuluh bulan pengerjaannya. Jika chicklit dianggap literature wajib bagi cewek, so gimana dengan kaum Adam? Sambil tersenyum novelis yang juga penyiar OZ Bandung ini menjawab cowok juga perlu baca novel. Lalu apakah novel ini hanya menjadi bacaan wajib kaum hawa, selanjutnya bagaimana dengan kalangan pria? “Ya nggak lah, bahkan banyak juga komentar dari pembaca yang notabenenya cowok, salah satunya Tommy Cokro, News Anchor-nya Metro TV yang sempat menuliskan kesannya setelah membaca dan bilang kalau novel Icha ini membantu dia lebih mengenal cewek metropolis.” Memang tak salah penulis yang masih single ini mampu menghasilkan karya-karya indah seperti halnya Beauty Case, dia mengaku sejak berusia 6-7 tahun telah menekuni hobinya ini. Ia ingat ketika masih kecil kesulitan menemukan bacaan bergambar seperti komik Jepang yang ramai beredar seka-
rang. Karena terbiasa dengan bacaan tanpa gambar, ia mulai berimajinasi dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Hingga akhirnya lahirlah novel seperti Cintapuccino dan Beauty Case dengan genre tentang perempuan serta gaya bahasanya seperti bertutur. “Buku ini harus dekat dengan pembaca, kita bisa memilih menulis untuk siapa, karena konsepnya adalah teman jadi membutuhkan bahasa informal atau bertutur.” Sekalipun berstatus lulusan Teknik Arsitektur ITB tidak menjadi penghalang bagi seorang Icha untuk menulis, bahkan dari pengakuannya antara dunia menulis gak jauh beda seperti belajar arsitektur. “Sama-sama mendesain, yang satu desainnya pakai bata, yang satu lagi desainnya pakai cerita,” jawabnya. Ada beberapa tips darinya lewat konsep penulisan ‘Beauty of Writing’ bagi calon penulis muda yang ingin mengawali karirnya sebagai penulis. Pertama menurutnya yang terpenting adalah komitmen. “Menulis butuh
Faisal R Ree za, ST & Istri
Mantan Pimred Mimbar Untan
Budi, SP & Istri
Mantan Ketua Umum LPM Untan
Sri Susanti, SHut & Suami
proses dan perlu latihan,” ungkap penyiar Radio OZ Bandung ini mengawali triknya. Kadang penulis sering kehilangan moodnya, seperti yang dialaminya saat menyelesaikan Beauty Case. Karena itu perlu strategi mengatasi misalnya pergi jalan ke mall atau pun yang lainnya. “Yang penting bagaimana kita berkomitmen menyelesaikan sampai selesai.” Langkah kedua adalah mencari tahu untuk siapa tulisan itu dibuat. Diyakini oleh Icha, ketika penulis tahu siapa yang akan menjadi pembacanya maka memudahkan penulis berkomunikasi di dalam cerita. Selesai dengan dua hal tadi tentulah paling bijak untuk menerbitkan yaitu mencari penerbit. “Ngeceng di toko buku sambil lihat kira-kira penerbit mana yang cocok dengan cerita yang dibuat. Setelah dapat lalu catat dan kirimkan, tapi gak hanya pada satu penerbit saja.” Tinggal kembali pada faktor jodoh saja antara buku dan penerbit seperti halnya kedua novelnya yang berjodoh dengan penerbit dan bisa dijadikan patner kerja.[]. [nisha_rahmanti@hotmail.com]
Semog Semogaa K Keebersamaan dan K Kee bahagiaan selalu men menyy er tain tainyy a dalam meng ar ungi bahtera mengar k ehidupan ber umah tangga. Amiin...
Mantan Ketua Umum LPM Untan Tertanda Keluarga Besar Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
65
Mimbar Tokoh
Juhaira, Permata Istana Rotan Oleh HERI USMAN
urun waktu dua tahun bisnis warisan ini dapat dikembangkan Juhaira dengan kerja keras. Di usianya yang telah kepala empat, ibu dua anak ini bisa dibilang sukses mengembangkan usaha rotannya. Walau demikian, ia tidak mau disebut pengusaha. “Cukup jadi perajin rotan saja,” ujarnya. Begitulah awal perbincangan yang mengawali kisah wanita yang mengecap pendidikan sampai SMA itu. Juhaira memulai usahanya pada akhir Desember 1999. “Awalnya paman yang membuka usaha rotan selama 4 tahun. Namun, karena tidak berjalan lancar akhirnya saya melanjutkan usaha ini,” katanya. Sebelum menekuni pekerjaannya ini, Juhaira sudah pernah bekerja di beberapa bidang usaha. Dimulai tahun 1979, selama satu tahun ia bekerja menjadi sales. Setelah itu ia sempat 13 tahun bekerja di bidang pelayaran. Ia juga pernah berbisnis rumah makan dengan membuka warung makan di depan rumahnya. Di sela-sela menjaga warung makannya, ia mencoba melanjutkan usaha rotan milik pamannya. Dengan modal 40 juta sampai 50 juta, ia mencoba membeli satu kontainer produksi rotan dari Jawa. Rotan tersebut diangkut menggunakan kapal ekspedisi ke Pontianak. Karena melihat Kalbar merupakan daerah penghasil rotan dan mempunyai nilai ekonomis yang besar namun sangat minim perajin rotan, maka Juhaira memutuskan untuk tetap menggeluti usaha ini dan menu-
K
66
Berawal dari keterpurukan sang paman merintis usaha rotan, Juhaira (47) yang bermodalkan nekad melanjutkan bisnis yang nyaris mati suri ini. Walau banyak halangan, usaha itu tetap berjalan hingga kini. Bertempat di jalan Johar Pontianak ia terus merintis bisnisnya. tup warung makannya. Demi mengembangkan usahanya, di tahun 2000 ia bergabung dengan salah satu home industry di Jawa dengan menanamkan modal di sana. “Jadi hasil produksi di Jawa dikirim ke Pontianak, sedangkan rotannya didatangkan dari Sumatra dan Kalimantan,” katanya. Di Jawa ada beberapa home industry (usaha kecil menengah) yang khusus menangani bahan baku rotan seperti rotan segak, rotan semambo dan jenis rotan lainnya. Salah satunya di daerah Tegal Wangi terdapat sebuah rumah yang mempunyai halaman cukup luas yang dijadikan sebagai tempat produksi rotan. Dalam satu kali produksi dapat menghasilkan ratusan bentuk modifikasi rotan seperti kursi rotan, anyaman rotan enceng gondok, Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Tokoh
Foto : Henny/MIUN
Barang Kerajinan : Juhaira dan hasil kerajinannya, siap untuk di jual.
keranjang serta bentuk lainnya. “Jadi saya tinggal memesan modelnya seperti apa, nanti tinggal dikirim ke Pontianak,” kata Juhaira. Mengenai kualitas rotan, Juhaira menilai rotan dari Sulawesi dan Sumatra dianggap paling baik kualitasnya karena ditanam dengan cara pembibitan. Sementara rotan di Kalbar secara alami. Tetapi rotan dari Sulawesi dan Sumatra masih mentah karena tidak ada alat untuk pengupasan (alat produksi), jadi harus dibawa ke Jawa untuk bisa diproduksi. Tahap awal memulai usahanya ini sangatlah tidak mudah karena masih banyak orang menganggap rotan itu menjadi tempat berkembangnya kutu rotan sehingga sulit untuk diolah. Namun, seiring berjalannya waktu usaha ini kian berkembang dan animo masyarakat terhadap produksi rotan semakin besar. “Sekarang masyarakat makin banyak memakai hasil modifikasi rotan dalam kehidupan,” ujarnya. Harga rotan yang dijual Juhaira berkisar antara satu juta sampai dengan enam juta rupiah, tergantung dari jenis rotan dan bentuknya. Kerja keras Juhaira kini menampak-
kan hasil. Selain di Kalbar, usaha rotannya mulai merambah di daerah Cilegon, Jawa Barat. Tiap tiga minggu Juhaira juga rutin membeli satu kontainer rotan yang dulunya dilakukan setiap tiga bulan. BBM Naik Produksi Menurun Usaha rotan Juhaira juga terkena imbas kenaikan harga BBM. Harga rotan yang tadinya seribu sampai seribu dua ratus rupiah per batang sekarang mencapai seribu limaratus rupiah per batang. Biaya pengiriman yang sebelumnya hanya Rp 40.400.000- namun sekarang menjadi Rp 50.750.000. Tak pelak lagi ia pun harus menaikkan harga jual rotan untuk menutupi biaya produksi yang akhirnya berakibat pada tingkat penjualan rotannya yang menurun. Biaya yang semakin meningkat membuatnya terkendala pada masalah dana produksi yang akhirnya mengharuskan Juhaira meminta bantuan kepada UKM. Namun, hasilnya tetap saja nihil. “Mengajukan sekian ratus juta yang disetujui hanya beberapa persen, sehingga tidak bisa menutupi biaya produksi kita, akhirnya tidak jadi,” ungEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
kapnya. Namun, hal ini tak membuat Juhaira gentar, ia tetap berusaha dengan menekan biaya pengeluaran produksinya. Walaupun sulit akhirnya usaha rotan bisa kembali bangkit. Dewasa ini, Juhaira mengusahakan agar rotan Kalbar dapat dipasarkan dengan baik, untuk itu sistem yang digunakan dalam memasarkan hasil produksinya tidak hanya dengan mencari untung semata tapi bagaimana ia bisa memasarkan rotan yang berkualitas kepada konsumen. “Daerah kita kaya akan sumber daya alam, kenapa tidak dimanfaatkan untuk dibuat aneka macam kerajinan,” tanyanya. Diungkapkannya, kerajinan rotan ini berpotensi untuk lebih dikembangkan tetapi Kalbar kurang sekali pelatihan tentang produksi kerajinan rotan. “Sumber daya alamnya sudah ada, tinggal dilatih SDM nya saja,” kata wanita separuh baya ini. Yang juga masih perlu mendapat perhatian dipaparkan Juhaira mengenai pengolahan rotan di Pontianak yang masih manual sehingga memerlukan waktu yang lama dalam produksinya sementara di Jawa sudah menggunakan mesin.[] 67
Mimbar Kampus
Oleh HENNY dan NINA S
uangan itu penuh dengan kumpulan skripsi mahasiswa dari setiap fakultas. Tiap tahunnya tumpukan tugas akhir mahasiswa tersebut terus bertambah. Lihat saja dari cover depan yang masih bagus sampai yang sudah usang tetap tersusun di rak walau tampak tak rapi. Beberapa mahasiswa terlihat serius dengan skripsi di depannya. Ada yang hanya membaca, namun ada juga yang sambil mencatat isi skripsi. Entah mereka mengutip isinya atau hanya mencatat referensi tanpa membaca bukunya. Ter nyata tidak sedikit mahasiswa yang mengutip isi skripsi yang sudah ada, ketimbang mencari literatur tentang masalah yang diangkat, anggap saja sebagai jalan pintas. Cara instan ini digemari sebagian mahasiswa guna mendapat gelar sarjana. Benarkah ini sebuah tradisi? *** Salah seorang karyawan perpustakaan Untan, Drs Rudi bicara panjang lebar tentang kebiasaan mahasiswa ini. Menurut bapak yang saat itu sedang menjaga ruang skripsi, pada saat liburan pengunjung perpustakaan khususnya di
CURHAT MAHASISWA
R
ruang skripsi mengalami peningkatan. “Biasanya mereka membaca, mencari judul skripsi yang berhubungan dengan skripsi yang dibuatnya bahkan ada yang
SKRIPSI menjadi tugas akhir mahasiswa dalam menyelesaikan studinya di bangku kuliah. Tak sedikit mahasiswa yang merasakan lika-liku menyusun skripsi. Beberapa dari mereka merasakan sulitnya menyatukan persepsi dengan dosen pembimbing. Untuk lebih jauh mengetahuinya, berikut petikan curahan hati mereka. Cici, mahasiswi Fakultas IKIP angkatan 2001 “Dosen terlalu sibuk dengan urusan fakultas sehingga mengorbankan mahasiswa asuhannya dalam menyusun skripsi. Sebenarnya saya sangat mengerti dan menyakini ini demi kebaikan FKIP untuk masa mendatang, tapi kami juga mempunyai kewajiban untuk membahagiakan orang tua dengan segera menyelesaikan kuliah yang sudah berjalan sekian lama dan tak sesuai dengan target. Sesungguhnya kami mempertanyakan apakah hak mahasiswa yang merupakan masa depan kami ini harus menjadi nomor dua. Sementara banyak tawaran kerja yang datang harus di tolak karena tak mau mengganggu dalam proses penyelesaian sehingga nanti akan berjalan lancar tanpa ada beban karena belum menyelesaikan kuliah”.
68
mengutip skripsi orang lain,” ungkapnya. Dikatakan Rudi, kebiasaan mahasiswa yang seperti itu (mengutip-red) sudah menjadi polemik sejak lama. “Do-
Maya, mahasiswi Fakultas Pertanian angkatan 2002 “Waktu menyusun skripsi sempat down dan stres karena saya belum bisa adaptasi dengan kondisi untuk outline yang siap dikritik. Seperti dengan dosen pembimbing yang belum bisa satu persepsi/pemikiran mengenai permasalahan yang diangkat. Masalah ini membuat saya vakum selama dua bulan dalam menyelesaikan outline. Masalah tidak hanya sampai di situ saja. Saat turun penelitian ternyata petani (responden) yang akan saya wawancarai sebagian besar enggan berkomentar. Saya bingung, jika keadaan begini terus, saya tidak akan memperoleh data responden. Saya kembali vakum kurang lebih satu minggu karena mencari teman-teman yang berdomisili di tempat penelitian. Setelah bertemu dengan orang yang dimaksud, saya mengutarakan permasalahan dan hambatan yg saya temui di lapangan. All Praist to Allah, Tuhan mempermudah jalan penelitian saya. Meski data responden telah didapat, saya kembali tersandung dengan penulisan skripsi yang di mata dosen pembimbing kurang runtut/sistematis. Kemudian
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Kampus
Rudi kembali menuturkan judul skripsi tidak mengalami perkembangan. Masalah-masalah yang diangkatpun kurang tersentuh masyarakat. “Juduljudul skripsi di sini ya begini-begini saja, tidak ada perkembangan,” katanya. Menanggapi persoalan ini, salah satu mahasiswa jurusan eksakta yang menolak disebutkan namanya mengatakan kemungkinan hal tersebut bisa terjadi disebabkan mahasiswa takut mengambil resiko dalam mencari ide-ide baru. “Karena dampak dari penelitian yang dilakukan itu terlalu besar, ya.. jika gagal buang-buang uang saja,” jawabnya. Menyikapi hal serupa, dosen Fakultas Pertanian Untan, Ir Abdul Hamid A Yusra MS mengatakan, “Sebaiknya masalah yang diangkat mahasiswa merupakan masalah masyarakat atau pemerintah. Bisa juga ketajaman mahasiswa melihat sesuatu itu masalah walau banyak orang umum melihat bukan masalah tapi sebenarnya itu masalah.” Hamid mengatakan pemerintah terkadang tidak tahu sumber dari masalah yang muncul di masyarakat, misalnya inpres desa tertinggal yang tidak nampak hasilnya atau bantuan langsung ke masyarakat yang tidak merata. Sebaiknya pe-
di saat seminar hasil, hasil dan pembahasan dikupas habis-habisan. Istilah populer di kalangan mahasiswa adalah “dibantai.” Benar-benar menguras adrenalin dan memacu jantung untuk bekerja lebih keras agar otak berjalan prima. Meski banyak masalah yang dihadapi, saya bersyukur memiliki teman-teman yang selalu menyemangati sehingga saya terus berusaha untuk menyelesaikan skripsi lagi.” Tak terasa, detik-detik terakhir menjelang pelepasan almamater segera tiba. Ungkapan senang campur gembira disertai dengan perasaan berdebar-debar dalam menjalani sidang kompre begitu membuncah di hati. Dalam benak saya saat itu hanyalah bagaimana menjawab pertanyaan dengan pernyataan yang singkat dan efisien. Tak saya pungkiri, begitu banyak saran konstruktif agar tulisan ilmiah sempurna di mata kaum ilmiah. It‘s OK untuk kesempurnaan skripsi.”
nelitian mahasiswa diarahkan ke dalam pemecahan masalah di masyarakat. Dengan demikian dapat membantu pemerintah dalam menanggulangi permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat. “Misalnya dengan membiayai penelitian lapangan mahasiswa seperti untuk transportasi, menyiapkan kebutuhan penelitian contohnya pakan ternak, bibit dan ongkos membersihkan lahan,” katanya. Dengan itu hubungan pemerintahmasyarakat tetap berjalan dengan mahasiswa sebagai penghubungnya. Jadi, tidak ada lagi alasan pemerintah kekurangan tenaga ahli dalam menuntaskan masalah di masyarakat sebab melalui mahasiswa yang melakukan Praktek Lapangan (PL), pemerintah bisa terbantu mendapatkan informasi mengenai masalah yang terjadi. “Mahasiswa yang turun ke lapangan 4-6 bulan, di sana dia menyelesaikan skripsinya. Pulang dari lapangan, dia langsung bisa ujian skripsi. Masyarakat pun ikut terbina, termasuk pemerintah juga terbantukan program kerjanya dan mahasiswa bisa ikut mengoreksi apa yang seharusnya dikerjakan pemerintah,” jelasnya.[].
Icha, mahasiswi Fakultas Hukum angkatan 2003 “Cobaan dalam menyusun skripsi sempat membuat saya pesimis untuk bisa wisuda pada semester ini. Kendalanya datang dari dosen pembimbing yang membuat saya harus siap menunggu beliau berjam-jam untuk konsultasi walaupun belum tentu bisa bertemu. Pernah saya menunggu sampai dua jam lebih namun akhirnya tidak jadi dan harus kembali esok harinya. Kesabaran saya kembali diuji pada waktu jadwal seminar saya diundur karena beliau tidak bersedia menerima undangan dengan alasan saya terlambat memberikannya. Padahal saya sudah berusaha memberikannya namun selalu terkendala dengan jadwal beliau. Setiap kali bertemu dan berkonsultasi juga, saya tidak pernah memberikan pendapat, semua sesuai dengan kehendak beliau. Saya tahu itu juga untuk kebaikan saya tapi saya agak sedikit menyayangkannya karena sebagai mahasiswa saya juga mempunyai hak untuk mengutarakan pendapat. Selain itu, persoalan juga datang dari pihak akademik, proses administrasinya cukup memakan waktu. Sempat juga sertifikat TOEFL dan magang saya tertukar dengan mahasiswa lain yang akhirnya saya mencarinya sendiri”. []
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
69
CURHAT MAHASISWA
sen juga tidak menguji dari mana mahasiswa mendapatkan sumbernya,” ungkapnya. “Mereka mencari mudahnya padahal biasanya sumber yang mereka kutip sudah tidak dipakai lagi karena sudah ada terbitan baru,” tambahnya. Salah seorang mahasiswa yang sedang menyusun skripsinya, Mulfi mengatakan mengutip skripsi yang sudah ada bukan berarti mencontek isinya tetapi hanya melihat metode penelitian yang digunakan. “Bisa jadi penelitian hampir sama namun yang membedakan adalah variabel pengamatan sehingga dapat menjadi literatur penelitian,” ujarnya. Ia menilai jika ada mahasiswa yang secara penuh menjiplak skripsi yang sudah ada artinya mahasiswa tersebut tidak kreatif. Lagipula menurut mahasiswa Fakultas Pertanian ini dosen biasanya menguji literatur yang ditulis, sehingga mahasiswa harus mempertanggungjawabkan literatur yang menjadi bahan tulisannya. Namun, ia menjelaskan ada kemungkinan penyebab mahasiswa mengutip itu juga karena persediaan buku atau literatur di perpustakaan universitas yang terbatas. “Buku yang diperlukan biasanya sulit didapatkan di perpustakaan,” ungkapnya.
Mimbar Kampus
Saat mahasisiwa menginjak akhir masa perkuliahannya, tak asing lagi dengan tugas akhir atau yang biasa disebut skripsi menjadi syarat utama untuk meraih gelar sarjana. Namun tak jarang skripsi hanya dianggap beban bagi beberapa kalangan mahasiswa. Ini mengindikasikan maraknya percaloan skripsi yang terkadang berkedok biro konsultasi. Berikut petikan wawancara Kru Majalah Mimbar Untan dengan Sudarsono MA PhD lulusan IKIP Jogja (sekarang UNY) jurusan Bahasa Inggris. S2 dan S3 di Latrobe, Australia, sekarang menjabat sebagai Ketua Pusat Penjamin Mutu (PPM) Untan.
Sudarsono, MA, PhD:
Skripsi Hanya Dianggap Beban Menurut Bapak sejauh mana perkembangan skripsi mahasiswa Untan saat ini? Sekarang hal-hal yang berkenaan dengan skripsi mahasiswa menjadi pembicaraan, soal perlu tidaknya skripsi bagi mahasiswa. Karena banyak sekali sumbersumber yang mengindikasikan kalau pembuatan skripsi itu hanya menjadi beban bagi mahasiswa. Jika seorang mahasiswa yang akan selesai ditanya kamu tinggal apa? Lalu dijawab saya tinggal skripsi, bayangan dia itu beban. Artinya, dia itu kalau bisa lari dari mengerjakan skripsi. Dari sisi psikologis ini yang menjadi masalah. Kalau seorang mahasiswa itu sudah melihat membuat skripsi itu beban bukan bagian dia mengembangkan diri untuk mengerjakan satu topik tertentu kemudian dia kaji secara mendalam, maka dia akan menjadi pragmatis. Lalu, bagaimana dampaknya? Banyak sekali lampiasanlampiasan dari sisi pragmatis sehingga ia tidak ingin masuk ke dalam sebuah proses Sudarsono, MA, PhD: Foto : Nina-Ashri/MIUN yang sebenarnya, 70
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Kampus
Bagi yang tidak mampu harusnya ada solusi tidak mengharuskan itu. Dan yang mampu dipersilahkan untuk membuatnya tetapi secara professional dan bisa dihayati. Kalau di perguruan tinggi luar negeri ada sistim yang disebut Full Course System artinya dalam masa studinya selama setahun itu hanya dilakukan kegiatan perkuliahan saja. Lalu di setiap perkuliahan itu ada tugas yang diberikan. Begitu selesai kuliah mendapat nilai dan mahasiswa jadi tidak ada ujian. Ada juga yang sistimnya sebagiansebagian, sebagian kuliah, sebagian ujian tapi proporsinya rasional. Kalau disini kita kuliah 140 sks, skripsi 4 sks tapi yang 4 bisa membatalkan yang 140 jadi tidak fair. Foto : Agus W/MIUN
Menumpuk : Skripsi mahasiswa siap jadi referensi tugas akhir mahasiswa. Tinggal tarik, tapi perlu diwaspadai plagiat.
bagaimana membuat proposal, bagaimana menjabarkan dalam bentuk penelitian itu sendiri lalu bagaimana ia menjabarkan dalam bentuk skripsinya. Jadi biar lebih gampang dia merubah sedikit saja dari skripsi yang sudah ada. Hal ini akan berdampak ke depannya ketika ia sudah menjadi sarjana. Diberi tugas jadi guru tidak bisa, jadi pegawai tidak bisa terpaksa masuk LSM yang kebetulan bergerak di bidang penelitian. Disitu ia baru menyadari betapa sulitnya untuk melakukan penelitian karena ketika jadi mahasiswa tidak dikerjakan secara totalitas. Padahal sebenarnya seorang mahasiswa ketika sudah membuat skripsi, ia harus sudah bisa dari A-Z sebuah penelitian. Ini bisa juga dilihat dari kesiapan mereka ketika mau menulis skripsi. Hampir banyak diidentifikasi seorang mahasiswa baru ribut mempersiapkan skripsi ketika ia memasukkan skripsi itu sebagai bagian dari perkuliahan di semester 8 atau 9. Baru ribut cari judul, buat latar belakang, permasalahan, dan lain-lain. Padahal seharusnya ditargetkan semester itu ujian langsung wisuda. Inilah yang akhirnya mengarah pada pragmatisme. Sehingga skripsi menjadi sulit dipertanggungjawabkan, apakah anak itu telah melalui proses yang harus dilakukan sebagai seorang calon peneliti. Jika skripsi dianggap beban, solusinya? Sebagai akademisi harus mencarikan sebuah solusi.
Apakah ada aturan tentang jasa konsultasi/ bimbingan skripsi? Yang mengetahui seorang mahasiswa itu mengerjakan sendiri skripsinya adalah penguji. Penguji yang sudah berpengalaman dan profesional itu tahu mana mahasiswa yang membuat sendiri skripsinya dan mana yang dibuatkan orang lain. Ada trik-trik khusus untuk mengetahui hal itu. Dari segi bahasanya, bahasa mahasiswa dengan bahasa orang yang sudah sarjana itu beda. Aturannya jelas ada jika ketahuan skripsinya dibuatkan orang lain, maka harus dibatalkan. Tapi untuk membuktikan hal itu sulit. Contoh di UGM, seorang mahasiswa ketahuan plagiat maka jurusan membatalkan ijazah melalui sidang jurusan yang mengusulkan pada universitas untuk mencabut ijazah tersebut. Untuk Untan sendiri sampai saat ini belum pernah mendengar tapi jika ada jurusan berhak untuk membatalkannya. Lalu bagaimana membantu mahasiswa menyelesaikan penelitian/ skripsi? Hal ini merupakan tugas dari pembimbing yang harus menempatkan dirinya sebagai pembimbing, menjalankan tugasnya membimbing mahasiswa yang bersangkutan. Kedua, dari mahasiswanya sendiri harus punya sebuah keyakinan pada dirinya bahwa menyelesaikan skripsi bukan hanya satusatunya tugas akhir untuk menyelesaikan studi tapi nantinya setelah di luar ada satu output yang berbeda kalau dia menjadikan skripsi sebagai sebuah proses meneliti.[]
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
71
Mimbar Refleksi
Foto : Yos-Is/MIUN
Oleh FAISAL REZA
umpamaan Pipa Saluran Per erumpamaan ahun 1801, di sebuah lembah di Italia, ada dua orang saudara sepupu yang sangat ambisius. Yang pertama bernama Pablo, yang kedua Bruno. Mereka tinggal berdampingan di sebuah desa kecil di Italia. Kedua orang itu merupakan anak-anak muda yang sangat berkualitas. Mereka juga memiliki cita-cita yang tinggi. Mereka sering berkhayal bagaimana kalau suatu hari nanti mereka menjadi orang terkaya di desanya. Keduanya merupakan orang yang sangat cemerlang dan amat tekun bekerja. Yang mereka perlukan adalah kesempatan. Pada suatu hari kesempatan itu pun datang. Kepala desa itu memutuskan untuk mempekerjakan dua orang untuk membawa air dari sungai ke sebuah penampungan air di tengah desa itu. Pekerjaan itu dipekerjakan kepada Pablo dan Bruno. Keduanya masing-masing membawa dua buah ember dan segera menuju ke sungai. Menjelang sore hari, keduanya telah mengisi penampungan air sampai mencapai sisi-sisi permukaannya. Ketua desa menggaji mereka masing-masing berdasarkan jumlah ember air yang mereka bawa. “Wah, ini berarti cita-cita kita terkabul !,” seru Bruno. “Saya tidak bisa percaya bahwa
T
72
kita bisa mendapat rezeki sebanyak ini.” Tapi Pablo tidak ingin yakin begitu saja. Punggungnya nyeri dan kedua telapak tangannya lecet-lecet. Itu akibat ia membawa dua buah ember yang berat. Keesokan paginya, ia merasa takut saat harus pergi kerja. Karena itu, ia berpikir keras mencari akal bagaimana caranya membawa air dari sungai ke desanya. lo Pab lo,, Manusia Saluran Pipa ablo “Bruno, saya punya rencana,” kata Pablo keesokan harinya saat mereka mengambil ember-ember dan berangkat menuju ke sungai. “Daripada kita mondar-mandir membawa ember-ember hanya untuk mendapatkan beberapa penny per hari, kenapa kita tidak sekalian saja membuat sebuah saluran dari sungai ke desa kita.” Bruno menghentikan langkahnya seketika. “Saluran pipa ! Ide dari mana itu ?” seru Bruno. “Kita kan sudah mempunyai pekerjaan yang sangat bagus, Pablo. Saya bisa membawa seratus ember sehari. Dengan upah satu penny per ember, berarti penghasilan kita bisa satu dolar per hari! Saya akan menjadi orang kaya ! Dan pada akhir minggu, saya bisa membeli sepatu baru. Pada akhir bulan saya bisa membeli seekor sapi. Dan pada akhir bulan keenam, saya sudah bisa membangun sebuah gubuk baru. Tidak ada pekerjaan semenguntungkan ini di desa ini. Pada akhir minggu kita juga berhak cuti selama dua minggu dengan gaji utuh. Kita akan memiliki kehidupan yang layak!
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Refleksi
selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa cita-cita masa depan itu sesungguhnya di bangun berdasarkan pada perjuangan yang dilakukan hari ini. Dari hari ke hari dia terus menggali. Inci per inci. “Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit,” katanya sambil bersenandung saat dia mengayunkan cangkulnya pada tanah yang mengandung batu karang. Dari satu inci kemudian menjadi satu kaki, kemudian menjadi 10 kaki, kemudian 20 kaki, lalu 100 kaki dan seterusnya….. “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” kata-kata itulah yang selalu dicamkan pada dirinya sendiri saat dia kembali ke gubuknya yang sederhana. Tubuhnya amat lelah setelah seharian bekerja. Dia sudah bisa memperkirakan keberhasilan yang akan dicapainya. Caranya adalah setiap hari dia menetapkan sasaran yang akan dicapainya hari itu. Lalu dia akan berusaha keras untuk mencapainya. Dia juga selalu yakin bahwa lama kelamaan hasil yang dicapainya itu akan jauh lebih besar daripada perjuangan yang dilakukannya. “Fokuskan selalu pada imbalan yang akan diperoleh,” kata-kata itu senantiasa ia ulang-ulang saat dia pergi tidur. Sementara dari bar di desa itu terdengar gelak tawa mengiringinya ke alam mimpi. “Fokuskan selalu pada imbalan yang akan diperoleh…” K eadaan Menjadi Terbalik Hari berganti bulan. Pada suatu hari, Pablo menyadari bahwa saluran pipanya sudah setengah jadi. Berarti, dia hanya perlu berjalan setengahnya dari jarak yang biasa dia tempuh untuk mengisi ember-embernya. Dan waktu yang an dan cita-citanya. Karena itu, dia terus giat bekerja. Bruno tersisa, digunakannya untuk menyelesaikan saluran pipanya. dan orang-orang desa yang lainnya mulai mengejek Pablo. Saat-saat penyelesaian saluran pipanya pun semakin menDia menyebutnya “Pablo si manusia saluran pipa.” Bruno dekat. Saat beristirahat, Pablo menyaksikan sahabatnya Bruyang berpenghasilan hampir dua kali lipat dari pada Pablo, no yang terus saja mengangkut ember-ember. Bahu Bruno terus membangga-banggakan barang-barang baru yang telah tampak semakin lama semakin membungkuk. Dia meberhasil dibelinya. Dia sudah membeli seekor keledai yang nyeringai kesakitan, langkahnya semakin lamban akibat kerja dilengkapi dengan sadel kulit yang baru. Dia memarkir ke- keras setiap hari. Bruno merasa sedih dan kecewa karena ledai barunya disamping gubuk barunya yang terdiri dari dia menyadari bahwa dia “ditakdirkan” untuk terus medua lantai. Dia juga membeli baju-baju indah dan bisa makan ngangkut ember-ember setiap hari sepanjang hidupnya. Dia mewah di kedai. Orang-orang di desa menyebutnya “Mr. semakin jarang bersantai-santai di tempat tidur gantungnya. Bruno”. Mereka selalu menyambutnya kalau dia mentraktir Dia lebih sering terlihat di bar. Saat pengunjung bar melihat mereka minum-minum di bar dan ikut tertawa-tawa saat Bruno, mereka saling berbisik, “Nah, ini dia Bruno si manusia dia menceritakan lelucon-leluconnya. ember,” dan mereka tersenyum geli saat beberapa orang Tindakan-Tindakan Kecil Membuahkan Hasil mabuk meniru postur tubuh Bruno yang sudah membungyang Besar kuk dan cara jalannya yang terseok-seok. Bruno tidak lagi Sementara Bruno berbaring santai di hammock (jaringan suka mentraktir minum teman-temannya atau menceritakan gantungan) di sore hari, pada akhir Minggu, Pablo terus lagi lelucon-lelucon. Dia lebih suka duduk sendiri di sudut saja menggali saluran pipanya. Pada bulan-bulan pertama, yang gelap ditemani botol-botol kosong disekelilingnya. Akhirnya, saat bahagia Pablo pun tiba. Saluran pipanya Pablo memang tidak bisa menunjukan hasil dari usahanya. Pekerjaannya memang sangat berat. Bahkan lebih berat dari- sudah rampung ! Orang-orang desa berkumpul saat air mupada pekerjaan Bruno, karena Pablo juga harus bekerja pada lai mengalir dari saluran pipanya menuju ke penampungan malam hari, demikian pula di akhir Minggu. Tapi Pablo air di desa. Sekarang, desa itu sudah bisa mendapat pasokan Jadi buang jauh-jauh pikiran untuk membangun saluran pipa itu.” Tapi Pablo tidak mudah putus asa. Ia dengan sabar menerangkan tentang rencana pembuatan pipa salurannya kepada sahabatnya itu. Akhirnya Pablo memutuskan untuk bekerja paruh waktu. Ia tetap bekerja mengangkut ember-ember air. Separuh waktunya serta di akhir Minggu dia luangkan untuk membangun saluran pipanya. Dari awal, dia sudah menyadari bahwa akan sangat sulit baginya untuk menggali saluran di tanah yang mengandung batu karang itu. Ia pun menyadari, lantaran upahnya itu berdasarkan jumlah ember yang diangkutnya, maka penghasilannya pun otomatis menurun. Dia paham benar bahwa dibutuhkan waktu satu tahun atau bahkan dua tahun, sebelum saluran pipanya bisa menghasilkan sesuatu yang berarti. Tetapi Pablo yakin akan impi-
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
73
Mimbar Refleksi
air bersih secara tetap. Bahkan orang-orang yang semula negara kita. Dan bahkan akhirnya, pipa-pipa ini akan ada tinggal di sekeliling desa tersebut sengaja pindah ke sana. di setiap desa di seluruh dunia !” “Coba saja kamu renungDesa itu pun kemudia terus tumbuh dan semakin makmur. kan,” kata Pablo melanjutkan, “Kita nantinya bisa mengutip Setelah saluran pipa itu selesai, Pablo tidak perlu lagi mem- sejumlah uang untuk setiap galon air yang dialirkan melalui bawa-bawa ember. Airnya akan terus mengalir, baik dia saluran-saluran pipa air tersebut. Semakin banyak air yang sedang bekerja maupun tidak. Air itu mengalir di akhir mengalir melalui saluran-saluran pipa, semakin banyak uang minggu ketika dia asyik bermain. Semakin banyak air yang yang akan masuk ke kantong kita. mengalir ke desa itu, semakin banyak pula uang yang mePipa yang baru saya buat ini sebenarnya bukanlah akhir ngalir ke kantong Pablo. Pablo yang tadinya terkenal de- dari suatu cita-cita. Justru pipa saya itu merupakan awal ngan julukan Pablo si Manusia Saluran Pipa, sekarang men- dari cita-cita.” Akhirnya Bruno menyadari juga betapa besar jadi lebih terkenal dengan sebutan Pablo Si Manusia Ajaib. potensi bisnis yang ditawarkan sahabatnya itu. Dia tersePara politisi memujinya karena mempunyai visi yang baik. nyum sambil mengasongkan tangannya yang lecet-lecet keMereka bahkan memintanya agar mencalonkan diri sebagai pada sahabatnya. Mereka berjabatan tangan kemudian berwalikota. Tapi Pablo paham sekali bahwa apa yang dia pelukan. Bagaikan dua orang sahabat lama yang sudah lama capai bukanlah sebuah keajaiban. Hal ini hanyalah meru- tidak berjumpa. ang DiPeluang Usaha Saluran Pipa Di Dunia yyang pakan langkah awal dari pencapaian suatu cita-cita yang wa Ember emba besar. Memang benar. Nyatanya Pablo memiliki rencana dominasi P embaw Pemba yang jauh lebih besar daripada yang dia sudah laksanakan Tahun-tahun pun berlalu. Pablo dan Bruno sudah lama di desanya. Pablo berencana untuk membangun saluran pipa pensiun. Usaha saluran pipanya yang mendunia terus saja di seluruh dunia ! mengalirkan ratusan juta dolar setahun melalui rekening a untuk Membantu y emann T ajak Meng Mengajak emanny bank mereka. Ketika mereka berjalan-jalan di desa, kadangSaluran pipa membuat Bruno si Manusia Ember kehi- kadang mereka melihat beberapa pemuda. Mereka tampak langan pekerjaannya. Pablo merasa sangat prihatin melihat sibuk mengangkut air dengan ember. Kedua sahabat dari sahabatnya itu sampai harus mengemis-ngemis minuman di masa kecil tersebut lalu mengajak berbincang-bincang pebar. Karena itulah Pablo berencana untuk menemui Bruno. muda-pemuda tersebut. Mereka menceritakan kisah hidup “Bruno, saya datang ke sini untuk meminta bantuanmu.” mereka. Lalu, mereka pun menawarkan bantuan mereka unBruno meluruskan bahunya yang bongkok. Matanya yang tuk membangun saluran pipa. Tetapi, hanya sedikit saja yang tampak kelam pun mengecil. “Jangan menghina saya, ya,” mau mendengarkan nasihat mereka dan bersedia meraih pekata Bruno. “Tidak, saya datang ke sini bukan untuk meng- luang untukmelakukan usaha di saluran pipa ini. Sedihnya, hina kamu” kata Pablo. “Justru saya mau menawarkan pe- kebanyakan para pengangkut ember tersebut langsung meluang bisnis yang amat bagus. Dua tahun lamanya saya be- nolak tawaran ini. kerja untuk bisa menyelesaikan pembangunan pipa saya Pablo dan Bruno juga sering sekali mendengar alasanyang pertama. Tapi, dalam masa dua tahun tersebut saya alasan yang mereka ungkapkan. “Saya tidak ada waktu.” belajar banyak hal. Saya jadi tahu alat-alat apa saja yang “Teman saya bilang bahwa dia kenal orang yang berusaha harus digunakan. Saya jadi lebih paham ditempat mana untuk membangun saluran pipa tetapi ternyata gagal.” “Cusaja sebaiknya saya harus menggali. Saya juga mengerti di- ma mereka yang lebih dahulu terjun di usaha saluran pipa mana saja sebaiknya pipa-pipa itu harus dipasang. Dan selama ini yang akhirnya bisa sukses”. “Seumur hidup saya pesaya bekerja, saya juga rajin mencatat mengenai semua itu. kerjaan saya adalah mengangkat ember. Saya ingin tetap Oleh karena itu, sekarang ini saya sudah mampu mengem- mempertahankan profesi saya itu.” “Saya tahu ada orangbangkan suatu cara yang lebih baik untuk membangun salu- orang yang akhirnya merugi gara-gara usaha saluran pipa. ran-saluran pipa lainnya. Saya tidak mau hal itu terjadi pada diri saya.” Sebetulnya, bisa saja saya membangun saluran pipa itu Pablo dan Bruno benar-benar merasa prihatin bahwa sendirian dalam waktu setahun. Tetapi rasanya, untuk apa banyak sekali orang yang tidak punya visi. Tetapi akhirnya saya menghabiskan waktu satu tahun hanya untuk memba- mereka pasrah saja. Mereka sadar bahwa mereka hidup di ngun satu saluran pipa itu. Rencana saya adalah mengajari dunia yang masih di dominasi dengan mental pembawa kamu dan yang lain-lainnya itu mengajarkan lagi kepada ember tersebut. Hanya sedikit saja persentasenya orangorang-orang baru lainnya lagi. Begitulah seterusnya…. sam- orang yang berani berambisi untuk mencapai kesuksesan pai suatu saat nanti setiap desa di wilayah ini memiliki salu- melalui usaha saluran pipa. (T he P arab le of Pipeline bbyy Burk es) ran pipa. Lalu, saluran pipa ini menyebar ke setiap desa, di (The Parab arable Burkee Hedg Hedges) 74
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Humaniora
Foto : Mahmud/MIUN
Pengamen... oh.... pengamen Oleh MAULISA dan ASHRI I
S
iang masih akrab dengan teriknya. Debu-debu ringan menyapa wajah-wajah yang terlihat lelah, penat, dan juga gerah. Suara-suara berisik ramai mewarnai hiruk pikuk terminal Batulayang, Siantan, Kecamatan Pontianak Utara. Ada pedagang asongan yang hilir mudik menawarkan dagangannya, ada kondektur yang setengah berteriak memanggil penumpang, suara iringan musik dangdut dari pos penjagaan, deru kendaraan yang baru tiba di terminal atau deru kenda-
raan yang hendak berangkat ke daerah tujuan masing-masing dan lain-lainnya. Tepatnya di sebuah warung kopi di sudut kiri terminal, Aku dan Asri rekanku, mencoba mencari sosok yang kami inginkan. Dari kejauhan mata kami menangkap sosok dua orang lelaki yang berjalan ke arah salah satu bus yang hendak berangkat menuju Sanggau. Lelaki yang satunya berambut panjang yang dibiarkannya terurai, memakai baju serba hitam, bertopi, sementara tangan kanannya merangkul sebuah gitar. Lelaki itu biasanya akrab dipanggil Uut (27). Sementara lelaki Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
yang satunya berambut pendek yang ditata rapi, berkaos oblong putih dengan celana jeans biru dan ia akrab disapa Beben (25). Sebelum masuk ke dalam bus tersebut, keduanya menyapa hangat sang kondektur yang kebetulan berdiri di samping pintu bus. Dengan sebuah isyarat anggukan kepala dari sang kondektur, mereka pun menjalankan aksinya. “Selamat siang saudara-saudara, mohon maaf jika kehadiran kami mengganggu kenyamanan perjalanan Anda, kami dari kelompok pengamen sekedar mencari nafkah dan terimalah sebuah lagu dari kami,” begitu Uut mengawali sapaannya kepada para penumpang yang ada di dalam bus. Jarijarinya terampil memainkan senar nada. “Tak bisakah kau menungguku, hingga nanti tetap menunggu…..,” demikianlah reff dari potongan lagu yang 75
Mimbar Humaniora
ia nyanyikan dari salah satu kelompok musik yang saat ini sedang naik daun. Sebagian penumpang terutama yang masih remaja terlihat antusias ketika mendengar lantunan lagu tersebut, bahkan ada beberapa di antaranya ikut melantunkannya pelan-pelan. Tetapi sebagian yang lain merasa terlihat risih dengan keberadaan Uut dan Beben. Tak lebih dari lima menit Uut menyanyi dalam bus itu, kemudian Beben mengeluarkan kantong kresek hitam dan menawarkan kepada setiap penumpang untuk memberikan uang kepada mereka. Ada yang memberi uang receh, ada juga yang dengan senang hati menyerahkan selembar uang seribuan, namun ada juga yang menolak memberi. “Macam-macam respon yang biasa kami dapati ketika kami mengamen,” ungkap Uut ketika kami menghampirinya setelah mereka usai mengamen. “Biasanya ada juga yang minta kita untuk nyanyi lagi, dan ada juga yang marah kalau kami ngamen, bahkan ada yang menyarankan kami untuk ke Jakarta dan rekaman,” tambahnya. Menurutnya hal-hal seperti itu sudah menjadi hal yang biasa mereka temui ketika mengamen. Ia sadar betul bahwa inilah resiko dari mengamen yang sudah ia anggap sebagai profesinya sehari-hari. “Kalau ada yang minta kita nyanyi lagi itu suatu penghargaan bagi kami,” sela Beben. “Rasanya profesi kami ini sebagai pengamen diakui oleh masyarakat, bukan sekedar genjrang-genjreng gitar terus minta uang seperti pengemis gitu.” Pilihan sulit Uut dan Beben seakan tidak memiliki pilihan lain selain menjadi seorang pengamen di terminal. Padahal dari dulunya mereka sendiri tidak pernah berfikir untuk menjadi seorang pengamen. Sempitnya lahan pekerjaan ditambah rendahnya skill serta pendidikan yang mereka dimiliki. Menjadi alasan yang tepat bagi mereka menga76
Foto : Mahmud/MIUN
Satu Lagu Satu Rupiah : Untuk mengisi perut, suara pun menjadi modal dalam mencari rezeki.
pa akhirnya memilih mengamen. Ketika ditanyai apakah sebelumnya mereka sudah pernah bekerja, ayah dari satu orang anak ini menceritakan bahwa ia pernah bekerja menjadi satpam di sebuah kasino. Tapi tidak bertahan lama, hanya kurang lebih tiga bulan kemudian ia berhenti. Ia kemudian bekerja sebagai tukang las di bengkel namun hanya satu bulan kemudian berhenti lagi. Uut dan Beben ternyata tidak sendiri, Agus (22) juga mengalami nasib yang sama. Rendahnya skill dan pendidikan yang dimiliki memaksanya untuk turut serta menjadi pengamen di terminal yang sama. “Saya hanya bermodalkan ijazah SLTP, mau kerja apa dengan ijazah seperti itu,” ungkapnya. “Apalagi setelah pabrik kayu tempat saya bekerja dulu sudah ditutup,” tambahnya. Uut dan Beben hanyalah sebagian kecil dari potret kehidupan para pengamen jalanan yang mencoba mencari Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
rezeki dengan memanfaatkan keterampilan yang mereka miliki. Sebagian masyarakat, seperti yang mereka sadari belum bisa menerima pengamen sebagai sebuah profesi yang bisa diandalkan. Tidak usah jauh-jauh, keluarga mereka sendiri begitu mengetahui mereka mengamen langsung tidak setuju. “Orang tua saya melarang waktu tahu anaknya mengamen, mereka sependapat bahwa mengamen bukanlah sebuah profesi yang layak untuk ditekuni, namun pelan-pelan saya bisa meyakinkan mereka bahwa apa yang saya kerjakan ini halal dan tidak mengganggu ataupun merugikan orang lain,” jelas Uut yang sudah mengamen sejak awal terminal Batulayang dibangun sekitar tahun `90 an. Sebenarnya berapa rata-rata harga sebuah lagu yang dinyanyikan pengamen di Pontianak? Ternyata sangat murah sekali, tidak peduli apakah itu lagu gress Padi atau Iwan Fals yang membakar semangat sampai lagu etnik cap Bob
Mimbar Humaniora
Marley dan yang sopan seperti Grengren Grass Of Home cukup dibayar lima ratus rupiah atau paling banyak seribu rupiah. Namun menurut Beben dan Uut dalam sehari pendapatannya berkisar antara Rp 15.000,00-Rp 20.000,00. Dan jika hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri, Idul adha, Natal, tahun baru, dan sebagainya dalam sehari mereka bisa mendapatkan keuntungan Rp 80.000,00 - Rp 100.000,00. *** Pakar Sosiologi Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie membenarkan bahwa pada umumnya para pengamen itu mengamen karena mereka belum mendapatkan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keahlian (skill) yang mereka miliki. Menurut Syarif, mengamen sebetulnya adalah sebuah tindakan positif di masa yang sulit seperti sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan. “Setidaknya mereka masih mau berusaha mencari nafkah dengan memanfaatkan keahlian bermain musik sehingga orang merasa terhibur dengan keberadaan mereka dengan menyuguhkan sebuah lagu baik itu ciptaan sendiri atau memang dari penyanyi aslinya,” ujar Syarif. Lebih lanjut Syarif mengatakan, itu lebih baik dari pada mereka mengemis atau melakukan tindak kriminalitas seperti merampok, mencuri dan sebagainya. Maka itu pengamen dapat dikatakan sebuah profesi akan tetapi sifatnya hanya sementara dan jika ia sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, profesi ngamen harus segera ditinggalkan. Sementara itu menurut Fariastuti, dosen Fakultas Ekonomi Untan yang ditemui dalam seminarnya, “Bedah (R)APBD Kalbar 2006 : Presfektif Pemenuhan Hak Membangun Anggaran Yang Berpihak Pada Rakyat,” menyatakan bahwa pengamen jika ditinjau dari segi pendapatannya per bulan, ma-
ka mereka tidak termasuk golongan masyarakat miskin mengingat pendapatannya per bulan melebihi garis kemiskinan per kapita per bulan Rp 118.838 yang sudah ditentukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2004. Namun demikian menurut Fariastuti kemiskinan bukan hanya ditinjau dari segi ekonomi tetapi jika juga nonekonomi. Kemiskinan memiliki dimensi yang sangat luas. Sehingga jika ditinjau dari segi non-ekonomi dengan menggunakan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM- Human Poverty Index) yang mana dimensi kemiskinan itu dapat dilihat dari aspek yang terkait dengan kesehatan mencakup persentase penduduk yang tidak survive sampai usia 40 tahun, tidak akses pada air bersih, tidak akses pada fasilitas kesehatan dan persentase anak usia kurang dari 5 tahun yang kurang gizi serta aspek pendidikan mencakup persentase penduduk dewasa yang buta huruf maka pengamen bisa masuk dalam kategori golongan miskin jika ditinjau dari segi non-ekonomi tadi. Syarif menambahkan untuk status pengamen ini jika ditinjau dari kelas sosial (status pekerjaan) di masyarakat mereka tidak masuk dalam golongan masyarakat kelas bawah seperti pengemis atau gelandangan karena pengamen ini dalam mencari nafkah menggunakan keahlianya sehingga mereka bisa masuk dalam golongan di bawah kelas buruh tani atau nelayan tetapi di atas pengemis dan gelandangan. Artinya pengamen ini berada pada kelas antara buruh tani atau nelayan dan pengemis atau gelandangan. Berapa jumlah pengamen di Pontianak belum bisa dipastikan, karena tidak pernah terdata oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat atau lembaga pemerintah lainnya yang berwenang. Sehingga menurut Fariastuti berapa anggaran untuk mereka secara Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
pasti tidak diketahui karena keberadaan mereka sendiri tidak terdeteksi, kalaupun ada itu bersatu bersama anggaran untuk masalah-masalah sosial lainnya seperti anak jalanan atau pengemis dan lain sebagainya. Walau demikian kehadiran pengamen tetap bisa menghibur, jika lagu yang dibawakan enak dan suaranya tidak cempreng, ditambah penguasaan alat musik yang memadai. Akan tetapi, mereka juga bisa menganggu bila sang pengamen tetap nekad menyerobot mencari “pentasnya” di tengah bus yang sudah penuh sesak. Untungnya keadaan yang seperti hanya dirasakan untuk mereka yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta dan sebagainya. Pengamen di Pontianak masih terbilang tertib dan tidak kasar. Bahkan untuk meningkatkan kreativitasnya, mereka tidak mau ketinggalan dalam setiap kesempatan yang ada untuk membuktikan bahwa mereka di samping mengamen untuk mencari nafkah tetapi juga sebagai hobi, sehingga mereka juga sering membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri dan khususnya kelompok pengamen di Terminal Batulayang Pontianak Utara, pernah meraih juara favorit dalam festival pengamen jalanan yang diadakan di Duck Cafe, di Jalan Ahmad Yani Pontianak beberapa pekan lalu. Terakhir menurut Syarif, kondisi seperti ini memang harus dipelihara. Bahkan pemerintah juga harus mulai memerhatikan kelompok pengamen ini dengan memberikan pengarahan, bimbingan dan pelatihan bagi mereka. Jangan sampai pengamen menjadi masalah sosial yang rumit nantinya seperti masalah pengemis dan anak jalanan mengingat kondisi Kota Pontianak yang kian padat ditambah jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia semakin kecil membuat semua pihak harus tetap waspada.[]. 77
Mimbar Humaniora
Merayu Penumpang : Segala jurus dikeluarkan demi membawa pulang rupiah. Foto : Mahmud/MIUN
Calo:
Mengais Rezeki di Lahan Gersang “Panasnya matahari membakar telapak kaki// Siang itu di sebuah terminal yang tak rapi// Wajah Pejalan kaki murung mengutuk hari// Jari-jari kekar kondektur genit goda Siang itu disebuah terminal yang tak rapi// Dari sebelah warung sebuah wc umum irama melaju terdengar akrab mengalir// Iringi, deru mesin-mesin// Iringi, tangis yang kemarin.” 78
Oleh AGUS WAHYUNI
enggalan bait diatas, salah satu lirik dari lagunya Iwan Fals yang berjudul “terminal”. Lagu yang menggambarkan kerasnya kehidupan serta sulitnya mengais rezeki di terminal yang gersang. Penuh persaingan, saling sikut, menjatuhkan, dan berprinsipkan “siapa cepat ia dapat.” Suasana terminal pagi itu tampak ramai, begitu pula kesibukan para kondektur yang melambaikan tangannya mencarikan penumpang untuk mengisi bis-bis yang hendak meluncur menuju
P
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
tujuannya. Pedagang asongan turut pula ambil bagian. Turun bis satu ke bis yang lain. Diiringi hingar-bingar deru mesin-mesin bis yang siap berangkat, juga yang baru tiba. Jarum jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Aku duduk di sebuah ruko pada sudut terminal. Segelas kopi dengan asap rokok sebagian mengepul di langit-langit. Mataku tertuju kepada seorang pemuda berkulit sedikit hitam dengan rias wajahnya nyaris sirna. Berpenampilan kusam dan sedikit peluh. Terlihat saku kemeja depannya membuncit keluar diisi dengan setumpuk tiket. Sembulan dua batang pena juga menempel akrab pada saku kemejanya, ibarat senjata pamungkas. “Sepertinya ia calo,” gumanku. Calo yang mencari rezekinya di terminal Batu Layang, Pontianak Utara. Sedikit menatap, seperti mata elang. Tajam liar matanya siap mencari mangsa. Tatapannya selalu datar. Sasarannya, kalau bukan mikrolet, pastilah bis kota. Pemandangan mencolok dan pertama-tama akan ditemui para penumpang ketika tiba di Terminal Batu Layang adalah segerombol para calo. Perasaan was-was dan seolah menghindar terlihat dari penumpang yang hendak turun. Pertanyaan yang dilontarkan pun umumnya sama, “Kemana Pak, Bu. Singkawang, Sambas, Sintang, Sanggau. Sama saya saja, di depan bis siap berangkat”. Berbagai rona wajah terpancar dari para penumpang yang hendak turun dari bis kota. Jawabannya hanya gelengan kepala atau pura-pura tak tahu atau mungkin takut dikasih “mahal”. Tapi para calo terus menguntit dari belakang. Tampak seorang lelaki paruh baya yang hendak mudik. Lelaki dengan ransel bermuatan padat. Di tangan kirinya terbebani kardus yang sedikit menggelembung. “Saya mau ke Sintang, cari-
Mimbar Humaniora
kan saya bis yang cepat berangkat,” ujarnya pada seorang calo yang dari tadi mengikutinya. Dengan sekejap, calo tadi merampas kardus ditangan lelaki itu. Kemudian berlalu menuju kearah bis Sintang, bercorak kehijauan berlis kuning dengan nomor polisi 7598 D. “Duduk aja dibangku pojok, nomor dua paling belakang,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah karcis bis dari saku kemeja depan, bertuliskan Pontianak-Sintang. “Enam puluh ribu Pak”. Tanpa komentar calon penumpang itu mengeluarkan pecahan enam lembar uang Rp 10.000. Lelaki itu duduk disebelahku, matanya masih tampak tajam, menunggu bis kota atau mikrolet yang hendak masuk terminal. “ Minum Bang. Kopi, es teh,” sapaku. “Terima kasih, saya kopi saja,” jawabnya dengan nada pelan. Dari obrolan singkat kami, aku ketahui lelaki itu bernama Edi. Ia bermukim di Jalan Sui Slamet, Siantan Hilir, Pontianak Utara. Bekerja menjadi calo bis di Terminal Batu Layang sudah enam tahun digelutinya. Biasa mangkal dari jam 07.00 wib sampai 12.00 wib. Mengais rezeki di terminal, bukanlah hal yang mudah. Saling sikut, menjatuhkan. “Siapa cepat ia dapat”. Hanya satu tujuan, menghidupkan anak istri dirumah. “Anak saya satu, masih kecil, berumur 5 tahun,” paparnya padaku. Dalam satu hari lelaki 27 tahun ini hanya mendapatkan 5 sampai 7 penumpang. Tiap penumpang didapat 10% untuk berbagai jurusan, Sambas, Singkawang, Sintang, Sanggau, Ngabang. Kesemuanya hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 15.000. dimulai dari jam 07.00-12.00 wib dan untuk bis jurusan hulu seperti Sintang, Sanggau biasanya diberi bonus, langsung dari supir bis. Untuk satu orang diberi Rp 5.000. Bis jurusan lain hanya dikasih Rp 2.000.
Foto : Mahmud/MIUN
Calo Siap Beraksi : Selalu sibuk mencari penumpang.
Bukannya diskrimasi, tapi memang taran jarak untuk menuju keterminal itu kenyataannya. Sehingga tak heran cukup jauh. “Kalau ada yang dekat bupara calo lebih semangat mengejar pe- at apa cari yang jauh,” celoteh Edi yang numpang jurusan Hulu. Untuk karcis, dalam sebulannya pendapatannya hasaya dapatkan dari perusahaan trans- nya berkisar Rp 300.000. ais R Sulitn portasi, diantaranya Lintas Kapuas, Cv. Ree zeki di Mengais Sulitnyy a Meng Wahana, Cv. Wana Sakti, Cv. ABM, Ter minal SJS, DAMRI, dan jasa transportasi “Saya terpaksa menjadi calo dikalainnya. renakan tuntutan ekonomi, lahan pePendapatan Rp 15.000 sehari di- kerjaan yang semakin sulit. Waktu itu rasakan sangat kurang. Kurang untuk saya sudah berumah tangga. Anak saya makan dan jajan anak. Untuk menutupi baru berumur tiga bulan. Kehidupan itu semua, istrinya terpaksa bekerja juga. keluarga kami masih ditanggung merHalimah (25) bekerja sebagai pe- tua. Beruntung Ayah menganjurkan sangumpul karet PT Sumber Djatin, ya menjadi calo. Dikarenakan tak tega Siantan Hilir. Pergi pagi pulang ba- melihat saya nganggur dirumah terushari. terusan. Kebetulan ayah seorang sopir Tidak setiap hari Rp 15.000 ia Jurusan Pontianak-Singkawang,” cerita peroleh. Terkadang terpaksa pulang Edi lagi. dengan tangan kosong. Sepeser pun tak Awalnya memang sulit, pertama kadapat. Lantaran sepi penumpang. Ka- li menginjakkan kaki di terminal. Kebalaupun ada, sudah terlebih dulu dise- nyakan sopir bis kota suka iseng. robot calo lainnya. “Setahu saya, ini Menggunakan kecepatan 20 Km/jam. dikarenakan banyak bis-bis luar kota, Sehingga untuk mengejar terasa sulit, mengangkut penumpang tidak di ter- mengalahkan laju bis kota yang hendak minal. Apalagi kalau subuh dan pagi masuk ke terminal. Saling sikut, menhari, biasanya mangkal di bawah jem- jatuhkan. batan tol,” keluhnya. Di samping pe“Pernah suatu hari saya mendapat numpang yang enggan ke terminal lan- musibah, kaki saya terkilir, saat hendak Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
79
Mimbar Humaniora
berebut mengejar bis kota dengan calo lainnya. Dua hari saya tak bekerja, dikarenakan bengkak,” kenang Edi. Bukan hanya Edi, kejadian serupa juga dialami oleh Abdul Jalal (30) yang dua tahun lebih dahulu dari Edi menjadi calo. “Untuk awalnya memang sulit, lutut saya bengkak, disebabkan tergelincir dari tangga bis saat hendak masuk kedalam bis. Seminggu saya tidak masuk kerja,” ujar lelaki yang dikaruniai satu anak ini. “Penghasilan saya kurang lebih sama seperti Edi, sekitar Rp 18.000. Guna mencukupi kebutuhan keluarga, istri saya terpaksa berjualan bakso di Pasar Siantan,” paparnyanya yang kebetulan melintas sebelum meminta sebatang rokok kepadaku. “Calo bukan cita-cita saya, saya
80
mungkin termasuk orang yang mandiri. Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, dari uang SPP sampai ke uang jajan mencari sendiri,” ujar Edi. Mandiri, Menjadi Calo “Percuma aku sekolah tinggi-tinggi, kalau akhirnya hanya menjadi seorang calo bis,” gerutu Edi. Suami Halimah ini bercerita pernah mencicipi manisnya pendidikan. “Saya salah satu alumni STM 1 Siantan, jurusan outomotif angkatan ‘98. Calo bukan cita-cita awal saya, dulunya saya ingin menjadi mekanik mobil. Lantaran terbentur dana, seperti inilah saya,” celoteh Edi. Berawal duduk dibangku SMP hingga STM, untuk uang jajan hingga SPP, terpaksa ia mencari sendiri dengan cara menjadi penarik becak. “Rute saya ambil tidak terlalu jauh, dari depan ja-
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
lan Sui Slamat, Sui Slamet dalam sampai ke Pasar Siantan. Kebetulan sekolah saya masuk pagi, pulang siang, dan waktu siang saya gunakan untuk menarik, dan pulangnya biasa jam 19.00 wib”. Dalam setengah hari ia bisa mendapat Rp 5.000. “Dulunya uang segitu dianggap cukup besar, tapi sekarang, pas-pasan untuk beli beras sekilo,” tambahnya lagi. Di sebuah terminal, dengan terik matahari terasa menyengat, Edi berkata “maaf sudah waktunya saya pulang, istri dan anakku sudah menunggu, sebelumnya terima kasih atas kopi dan rokoknya.” Sebelum beranjak, aku sedikit bertanya “apa yang abang harapkan dari profesi calo ini?”. Edi hanya bisa menjawab “cukup untuk makan, dan mati nanti.”[].
Mimbar Resensi
Reformasi Jalan Kapitalis, Revolusi Jalan Sosialis Judul buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal buku Presensi
A
: Sosialisme dan Revolusi : Andre Gorz : Resist Book : Pertama, November 2005 : 310 halaman, i-ii, 12 cm x 19 cm : Syf. Ratih Komala Dewi
ndre Gorz dalam bukunya â&#x20AC;&#x153;Sosialisme dan Revolusiâ&#x20AC;? menganggap kita telah begitu terbiasa selama jangka waktu yang lama menerima demokrasi hanya dalam bentuk luarnya dan hanya dilembagakan dalam bentuk parlemen. Kita pun sering kali tak sadar bahwa telah terjadi kemerosotan dalam demokrasi kita. Institusi-institusi parlementer merosot menjadi institusi-institusi yang remeh atau sekedar berfungsi sebagai pajangan. Dalam hal ini, Andre Gorz membahas demokrasi perwakilan dimana setiap upaya yang sungguh-sungguh untuk membangun kembali demokrasi harus diawali dengan kesadaran bahwa demokrasi perwakilan selalu dan akan selalu tak lebih dari pemuja dan mitos dari paham pemerintahan oleh rakyat. Secara garis besar, kita bisa melihat keterbatasan demokrasi perwakilan dengan mencatat hal-hal yang menuntut pemikiran kapitalis tak boleh dilakukan oleh proses pengambilan kebijakan yang demokratis. Dalam proses pengambilan yang demokratis tidak boleh membuat atau mengarahkan proses produksi industri selaras dengan kebutuhan-kebutuhan massa. Proses demokrasi tersebut juga tak boleh menetapkan pembagian kerja yang bersifat teknis dan sosial atau menentukan kebijakan-kebijakan investasi dari kapitalis-kapitalis monopoli swasta ataupun negara, atau menentukan penggunaan surplus ekonomi. Jadi, apa yang boleh dilakukan oleh proses demokratis tersebut? Hanya hal-hal yang berada di wilayah kebebasan individual dan sosial. Terdapat sejumlah ahli teori Kapitalisme yang bersepaham dengan pandangan Seymour Martin Lipset bahwa mungkin memang demokrasi ala kapitalis itulah jalan yang terbaik. Mereka memandang bahwa partisipasi massa dan pengelola masyarakat secara sosial merupakan sesuatu yang sebaiknya tak ada. Penulis telah menunjukkan bahwa meningkatnya biaya dan waktu untuk menghasilkan tenaga kerja yang dibutuh-
kan oleh proses produksi kapitalis telah menyebabkan terjadinya krisis dalam sistem pendidikan borjuis yang mendasarkan dirinya pada bias sosial dan pada pembiayaan secara privat. Berbeda dengan paradigma sosialis, kaum sosialis melihat fenomena yang terjadi adalah pada problem strategi sosialis ialah bagaimana menciptakan kondisi-kondisi, baik yang bersifat obyektif maupun subyektif, yang memungkinkan bergeraknya aksi revolusioner massa dan yang memaksa kaum borjuis untuk bertarung dan pada akhirnya kalah dalam uji kekuatan itu. Penulis beranggapan pembaca tak sepakat dan mungkin muncul anggapan bahwa sosialisme tidak dengan sendirinya akan bisa membebaskan dan memajukan umat manusia. Namun, jika melihat dan merasakan kapitalisme saat ini seperti halnya yang dirasakan dan dilihat oleh para buruh yang bekerja dengan tangan atau pikiran mereka, akan muncul rasa kegelisahan bahwa kapitalisme saat ini lebih tak bisa ditolerir ketimbang kapitalisme dimasa lalu. Kapitalisme disini bisa dipahami sebagai pembangunan ekonomi dan sosial ataupun sebagai jalan hidup dan cara berelasinya manusia-manusia yang satu dengan manusia-manusia yang lain, dengan pekerjaan mereka, dengan lingkungan mereka dan dengan masyarakat-masyarakat di belahan dunia lain. Kegelisahan yang sama juga akan muncul jika pembaca melihat dan merasakan cara bagaimana kapitalisme dalam mengelola sumber teknologi dan sains dan potensi kemampuan kreatif individu. Dengan kata lain, kekuatan untuk menjalankan sebuah kebijakan reformasi yang sejati tidak akan bisa dicapai melalui parlemen, namun hanya melalui
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
81
Mimbar Resensi
kesanggupan untuk memobilisasi kelas buruh melawan kebijakan yang telah ada. Kaum sosialis menolak strategi gerakan reformasi, mereka menganggap stretegi tersebut tak akan bisa dijalankan oleh sebuah aliansi kekuatan rakyat, karena pemimpin teras kelompok-kelompok neo-kapitalis akan terbagun sistem kapitalis baru. Sehingga kaum sosialis menolak sistem itu. Kaum sosialis melihat strategi gerakan revolusioner mempunyai cita-cita yaitu menggulingkan sitem kapitalis. Tetapi disini penulis menyarankan, kita tak boleh menolak reformasi-reformasi yang bersifat antara (yaitu reformasi-reformasi yang secara langsung menghabisi logika kapitalisme), namun kita harus menetapkan syarat tegas bahwa reformasi-reformasi yang bersifat antara itu dianggap sebagai sebuah sarana dan bukan tujuan, sebagai fase-fase dinamis dari sebuah perjuangan progresif dan bukan sebagai tempat berhenti. Singkatnya, sebuah strategi reformasi yang sosialis haruslah ditujukan untuk meruntuhkan sistem dan memanfaatkan keruntuhan itu untuk menggerakkan proses transisi revolusioner menuju sosialisme yang seperti kita ketahui hanya bisa dicapai dengan menempa besi saat masih panas. Dalam kondisi-kondisi yang ada saat ini, kelas buruh akan bisa mencapai tingkat kematangan dan kekuatan politiknya yang dibutuhkan untuk mengatasi semakin meningkatnya resistensi sistem kapitalis hanya jika isi maupun cara menyuarakan tuntutan-tuntutannya merepresentasikan sebuah kritik yang vital terhadap peradaban kapitalisme, terhadap struktur sosial, sistem produksi dan seluruh landasan hidup-nya. Yang dibutuhkan sekarang ialah persiapan, aksi dan kesadaran uang lebih tinggi jika ingin perjuangan revolusioner itu terus dilanjutkan. Perbaikan secara mutlak dan menyeluruh tentu saja tidak berarti menjanjikan sebuah surga yang akan segera terwujud dimana tatanan masyarakat sosialis akan dengan segera tercapai. Perbaikan yang hendak dicapai oleh gerakan sosialis ialah pembebasan semua subjek yang tereksploitasi oleh sistem kapitalis, yang tertindas, terdegradasi dan termandulkan dalam dimensi yang membentuk nilai sosial dan rasa kehormatan dirinya sebagai individu yaitu pekerjaannya sebagai anggota dari sebuah masyarakat. Terdapat penekanan dari Maxisme terhadap implikasiimplikasi ideologi dari keputusan-keputusan teknis mengenai hal ini yang tak bisa kita abaikan begitu saja. Pengadopsian pola konsumsi â&#x20AC;&#x153;baratâ&#x20AC;? oleh para pemimpin sosialis sebagai bahan rujukan bukanlah sebuah pilihan yang tidak dahsyat implikasinya (apalagi dengan diadopsinya teknik-teknik produksi Amerika seperti yang kita lihat). 82
Pola konsumsi â&#x20AC;&#x153;baratâ&#x20AC;&#x2122; itu sendiri telah sedemikian sering dan dengan tepat, dikritik oleh kaum Marxis Barat, sehingga slogan yang diproklamirkan oleh Kruschev pada tahun 1956 tentang â&#x20AC;&#x153;pengambilalihanâ&#x20AC;? (overtaking) Amerika Serikat lebih terlihat sebagai sebuah penyimpangan yang serius dari cita-cita sosialisme. Penulis kira penting bagi kita untuk menitikberatkan pada fakta bahwa garis pemisah antara negara maju dan terbelakang, antara kekuatan ekonomi yang mendominasi dan yang didominasi, dan antar penjajah dan terjajah, bukanlah antar bangsa, namun juga dalam setiap bangsa di negeri-negeri kapitalis itu sendiri. Andre Gorz juga menyarankan, bahwa pembangunan itu harus bersifat autarkis, namun bahwa pembangunan haruslah bersifat otonom slogan yang dalam artian yang tepat. diproklamirkan oleh Otonomi ini sama sekali Kruschev pada tahun tidak berarti penggunaan 1956 tentang teknik-teknik asing, atau â&#x20AC;&#x153;pengambilalihanâ&#x20AC;? bahkan penerimaan pinja(overtaking) Amerika man atau pemberian asing Serikat lebih terlihat ataupun penggunaan insebagai sebuah vestasi asing tidak diperpenyimpangan yang bolehkan. Pembangunan serius dari cita-cita yang otonom memiliki sosialisme. arti bahwa rangsangan bagi pertumbuhan harus berasal dari dalam masyarakat itu sendiri dan harus didasarkan pada penggunaan secara penuh sumber-sumber daya material dan manusianya sendiri. Pembangunan yang otonom juga tidak berarti bahwa sebuah masyarakat yang sedang membangun harus melewati seluruh tahap-tahap historis dan teknis sebagaimana telah terjadi di masa lalu saat berlangsung proses transformasi ekonomi mayarakat tersebut dari yang bersifat agraris menuju ekonomi yang industrialis dengan mengandalkan mesin-mesin dan otomatisasi. Pada akhir tulisan dari buku ini, penulis beranggapan rasa nasionalisme itu mungkin bernilai positif, memiliki semangat kemajuan dan sah secara kultural. Namun, nasionalisme tidak memadai untuk bertempur melawan imprialisme dalam medan ekonomi dan politik. Justru sebaliknya, nasionalisme akan memungkinkan imprealisme untuk mengadu domba satu negara yang sama-sama lemah dan tertindasnya, dan untuk mencitakan negara-negara penindas yang akan mendominasi negara-negara tetangganya demi keuntungan imperialisme dan yang meraih kembali kebanggaannya yang runtuh dihadapan negara imprealis yang kuat dengan jalan menaklukkan negara yang lemah. (*) *) Peresensi adalah Mahasiswi Ekonomi angkatan 2003.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mimbar Budaya
Persoalan Senirupa Lokal
yang tak selesai Oleh HERIYANTO
da satu hal yang cukup menarik dicermati, seputar persoalan senirupa di Kalbar. Bahwa senirupa Kalbar tertinggal dibandingkan daerah lain, khususnya di Jawa. Sebut saja Rulli Iswanto, penggiat Studi Rupa Warung Kopi yang juga Koordinator Seni Rupa Yayasan BIDAR, yang mempertanyakan hal ini. Menurutnya perkembangan seni rupa di Kalbar dalam kurun lima tahun belakangan ini sebenarnya sering mengikuti perkembangan seni rupa di daerah-daerah lainnya. “Tetapi mengapa
A
masih (senirupa) Kalbar tetap saja masih tertinggal? Rulli membandingkan geliat senirupa dengan tetangga satu pulau, Kalimantan Timur, yang masih jauh tertinggal. Setidaknya hal ini dilihat dari seberapa banyak karya yang sudah diha-
silkan dan seberapa banyak pameran yang sudah dilaksanakan. Selanjutnya bagaimana pula dengan antusiasme masyarakat? Pertanyaan ini pantas diajukan. Pasalnya, dalam jangka waktu 5 tahun ini ternyata hanya ada 1 kali saja pameran senirupa yang diadakan di Pontianak. Yaitu pameran Senirupa Kontemporer bertajuk “Rupa-rupa Isi Kepala” yang diselenggarakan oleh Yayasan Bangun Insan dan Budaya Rakyat (BIDAR) dan Ruang Rupa-Rupanya pada akhir Desember 2005. Dalam pameran itu ditampilkan 49
Persoalan ini sering menjadi bahan diskusi di kalangan perupa Kalbar. Namun tampaknya belum ada satu benang merah yang bisa didapatkan. Menurut Indra Ae, yang juga pegiat senirupa Kalbar, kompleksitas permasalahan yang hanya sampai pada tataran diskusi, seminar, atau wacana hanya akan menambah panjang daftar permasalahan yang ada. “Solusi sebenarnya ada pada diri kita sendiri, para pekerja seni, seniman, atau yang menganggap dirinya pelukis atau perupa,” ujarnya. Di mana-mana, permasalahan lokalitas dalam kesenian nasional (seni rupa) selalu menjadi masalah yang klise. Sementara itu, seniman-seniman lokal masih terbelenggu dalam labirin pemikiran yang hanya berkutat seputar infrastruktur seni rupa yang belum terbangun di daerahnya. Tetapi tidak melihat pada diri perupa itu sendiri. Indra Ae sendiri mengaku punya tekad untuk memajukan senirupa di Kalbar. Salah satu usaha yang dilakukannya dengan menyelenggarakan pameran. Dengan bekal lima tahun mengadakan pameran seni rupa di Kalbar dan didukung oleh beberapa komunitas seni rupa yang ada di Kota Pontianak, Indra Ae bersama rekan-rekannya memberanikan diri mengadakan sebuah pameran senirupa. Tema yang dianglukisan dan 4 karya instalasi dari 14 kat cukup berani, “Isi Kepala.” “Bebas. Setiap orang bebas mengperupa yang selama ini eksis berpameran di Kalbar. Sementara minimnya an- apresiasi, menafsir, memaknai, dan metusiasme masyarakat dapat dilihat dari nikmati karya-karya para seniman sejumlah pengunjung yang datang. Ter- suai dengan isi kepala mereka. Demicatat hanya seratusan pengunjung saja kian pula kebebasan para seniman untuk berekspresi,” ujar Indra Ae. yang datang. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
83
Mimbar Budaya
Bagi Indra, dengan konsep kebebasan berekspresi dan mempersepsi, adanya dialog bebas antara karya seni dan penikmatnya yang tidak melulu mempermasalahkan pakem-pakem seni rupa. “Mungkin harus diakui, arus globalisasi telah menyeret manusia Indonesia secara sadar ataupun tidak “latah” menyikapi modernitas menjadi isu bersama,” lanjut Indra, “Tapi apakah kemudian itu menjadi pertanda hilangnya jati diri manusia Indonesia? Atau justru ini merupakan tahapan transformasi menjadi manusia Indonesia yang mendunia?” Indra Ae berharap, seniman-seniman lokal dapat berbuat dengan dengan segala “Solusi potensi dan sebenarnya ada asset yang pada diri kita ada. “Saya sendiri, para selalu berhapekerja seni, rap kesenian seniman, atau di Kalbar biyang sa sejajar dan menganggap menyejajardirinya pelukis kan diri di atau perupa” kancah seni Indra Ae rupa nasional maupun dunia.” “Bukan waktunya kini untuk menyalahkan keadaan, karena hanya akan menjadi bagian dari masalah bukan bagian dari solusi. Kesadaran yang harus ditumbuhsuburkan adalah bahwa kesenian itu universal dan perupa dimanapun berada adalah sama!” Memang produktivitas yang ada selama ini tidak diimbangi dengan kemampuan mengkurasi diri, kualitas dalam karya, keluasan wawasan berkesenian. Ditambah lagi dengan kurangnya upaya untuk mengapresiasi (bukan diapresiasi) budaya masyarakat awam seni, calon penikmat seni, calon kolektor yang sesungguhnya ada bertebaran dimana-mana.” Persoalan Senir upa Senirupa 84
doc : MIUN
Lukisan : Seni rupa lewat kanvas kini juga perlu apresiasi dalam mendongkrak bakat dan kreativitas anak muda.
Sementara itu bagi Herly Gaya, Perupa dan Pematung, persoalan kesenian dalam hal ini seni rupa pada dasarnya adalah persoalan universal. Artinya memiliki makna luas tak terbatas laksana garis horizon di kaki langit yang tidak ada putusnya. “Tidak ada perbedaan signifikan atau menyudutkan atas karya seni di satu daerah dengan daerah lain. Persoalannya terletak pada sejauh mana seorang seniman atau perupa berkeinginan dan berkemampuan untuk menelaah dan menghakimi dirinya sendiri atau dengan istilah populer sekarang adalah mengkurasi dirinya sendiri,” jelasnya. Menurutnya banyak hal yang akan dan sedang terjadi dalam lalu lintas pemikiran filosofis seorang seniman dan interaksi antar para perupa itu sendiri. Luas dan tak terbatas adalah sifat-sifat dasar dari ekspresi seniman dalam berkarya mulai sejak zaman purba hingga zaman ultra modern sekarang ini. Bagi Herly, nilai-nilai inovasi tumbuh dan bermunculan setiap detik dalam dunia seni. Karena kesenian adalah sebuah instrument bagi kebebasan humanis yang tidak dapat digusur. SebeEdisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
tulnya itu adalah harkat hidup lahiriah umat manusia. “Seorang seniman dituntut untuk menyikapi dengan arif bijaksana dan berani berekspresi diikuti tanggung jawab penuh, sekuat tenaga pikirannya mengeluarkan ide-ide yang brilliant dan cemerlang.” Herly melanjutkan, “Masa kini semua kesempatan terbuka lebar bagi ekspresi berkarya para perupa untuk berhubungan langsung dengan masyarakat luas. Dukungan-dukungan material yang bagus sudah tidak asing lagi, kecanggihan teknologi disertai kebebasan ide semakin dihargai.” Hal ini tentu saja ditambah lagi dengan tidak terkotak-kotaknya klasifikasi karya seni, isme-isme sudah lama tidak berlaku lagi karena dianggap usang. Seorang seniman tentu saja bebas untuk berkarya, dia boleh membuat lukisan, membuat karya patung, grafis, relief, ber-instalasi, membuat videoart, performance-art dan banyak sektor-sektor seni lain yang bebas untuk dieksploitasi. “Semua boleh dan sah, begitulah
Mimbar Budaya
konsep dasar seni rupa modern. Kolektor-kolektor, galeri-galeri, art dealer dan lain sebagainya sudah banyak bertaburan di mana-mana,” tambahnya. Kemudian setelah seorang seniman atau perupa memasuki dunia profesionalisme, setiap karya yang dihasilkan olehnya adalah sumber penghasilan yang dapat menopang hidupnya, seperti profesi-profesi lainnya. Herly melanjutkan, keprofesionalan seorang seniman dengan sendirinya akan diikuti oleh kepekaan strategi cerdas seniman itu masing-masing, yang terjadi setelah mengalami proses berkesenian, interaksi sesama perupa, suasana segmen pasar dan berbagai akses lain yang ada. “Ini merupakan hal yang kompleks dan saling terkait.” Setiap perupa memiliki ide kebijaksanaannya sendiri dalam berkarya, strategi berkarya adalah pedoman pribadi sang perupa. Saat memasuki segmen pasar si perupa akan bertemu dengan kolektor, galeri seni, dealer seni, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam seni rupa, dan pengalaman baru akan di dapat si perupa, yaitu berstrategi memasuki pasar. “Tetapi perlu diingat bukanlah ber-
arti seniman harus total komersil, menjual habis karyanya tanpa pandang bulu. Antara transaksi penjualan sebuah karya dan nilai kualitas karya harus terjaga dan seimbang.” Seorang perupa, seniman apapun bentuk karyanya, harus berkemampuan meningkatkan nilai karyanya. Karena sesungguhnya karya-karya itu adalah abadi sepanjang masa melebihi umur manusia. Berarti pula karya tersebut adalah sebuah asset yang bernilai yaitu bernilai nominal dan bernilai historis. Dan asset-asset itu akan dijaga karena nilai kualitasnya. Ia menyadari bahwa kondisi di atas lebih banyak terjadi pada perupa-perupa di pulau Jawa. Mungkin ini karena infrastruktur atau instrument pendukung seni rupa lebih banyak terdapat di sana, terutama untuk segmen pasar. Tapi setidaknya hal ini dapat memberikan suatu gambaran dari idealisasi kejadian dalam sektor seni rupa pada umumnya. Banyak peluang yang dapat dimanfaatkan oleh seorang seniman profesional. Herly mencontohkan, banyak perupa Indonesia yang malah sukses di Singapura dan banyak perupaperupa dari Eropa, Amerika yang hi-
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
dup dan sukses di Indonesia. Itu adalah bukti nyata bahwa seorang seniman dan karyanya adalah milik dunia. “Mari kita berpikir dan berkarya keprofesionalan seorang seniman dengan sendirinya akan diikuti oleh kepekaan strategi cerdas seniman itu masing-masing, yang terjadi setelah mengalami proses berkesenian, interaksi sesama perupa, suasana segmen pasar dan berbagai akses lain yang ada. sebagai seorang profesional demi sebuah cita-cita yang tidak pernah mengenal kata berhenti alias pensiun. Kebahagiaan yang tak terkira saat seorang perupa melihat karyanya terpajang pada sebuah pameran seni rupa. Rasanya sekarang bukanlah saatnya kita membeda-bedakan status perupa berdasarkan letak geografis, tetapi yang penting bagaimana kita berkarya dan berkompetisi secara profesional. Semua perupa mempunyai hak yang sama.”[].
85
Mimbar Sastra Keinginan untuk berkomunikasi merupakan fundamental dari kondisi manusia. Budaya lisan terbentuk darinya, kemudian budaya tulisan berkembang seiring dengan perjalanan waktu. Dan buku, dengan segala fenomena yang ada di dalamnya adalah konsekuensi dari keinginan tersebut. Buku seperti dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini berasal dari kira-kira 1000 tahun yang lampau. Dan berkembang dengan sangat pesat setelah ditemukannya mesin cetak pada abad kelima belas. Proses yang sangat panjang menuju sebuah bentuk ideal ’an image of ideal illegibility’.
Medium Strategi Kebudayaan
Bernama
Buku
1
Oleh aHMAD s2
pakah sebenarnya buku? Bergantung pada cara kita melihatnya; apakah dilihat dari karakteristik fiskal, ataukah dari karakteristik fungsionalnya. Secara fiskal, buku terdiri dari lembaran kertas tercetak, disatukan menurut urutan tertentu, ditutupkan dan beralaskan karton tebal yang tercetak pula. Secara fungsional, buku adalah sarana komunikasi tercetak, tersusun di dalam satu atau lebih dan penyajiannya mengikuti suatu sistematika yang wajar. Buku dikatakan sebagai alat penyampaian informasi, sebagai sumber dan tempat penyimpanan informasi sejak dahulu sampai sekarang.
A
86
Namun kegunaan dan tujuan akhir dari pembuatan buku tidak semata untuk dikarang saja, tidak pula untuk diproduksi dan dibaca orang, merupakan kemubaziran saja3 Pemikiran, karsa, ide adalah sebuah cahaya yang memancar. Dan bukulah ‘medium’ yang menangkap, menyimpan lalu memancarkannya kembali. Mereka adalah cair, dan bukulah yang memadatkannya lalu mencairkannya kembali dalam konsep ruang-waktu berikutnya. Dan proses literer4-lah sebuah makna proses di dalamnya. Perkembangan tentang ‘buku’ semakin membesarkan cahaya yang memancar. Untuk mengawal proses literer yang tak meredup. Buku tak akan dapat dilepaskan dari Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
ilmu. Begitu pula sebaliknya. Transformasi dari ilmu pengetahuan, pelestarian nilai-nilai luhur intelektual, pemikiran, karya-karsa dan proses generousity. Kita dapat menelaah keinginan Chairil Anwar ’Aku ingin hidup seribu tahun lagi’ karena maknanya dibukukan. Kita saat ini dapat mempelajari ’dilema Hermes-nya’Vincent Crapanzano, karena teorinya tercatat. Bagaimana kita memahami ’penolakan’ Dat Mots Sartre, juga bagaimana ’bayi’ yang dikandung F.W Nietzche dalam ’those speak Zarathustra’, atau Negara Bangsanya ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Karena semua itu tercatat. *** Moment seperti hari Buku Sedunia 23 April, Hari Buku Nasional yang diperingati setiap 21 Mei serta Hari Aksara Internasional 12 September ’seharusnya’ mempunyai pesan tersendiri dan arti penting. Dalam upaya, pertama meningkatkan minat baca. Kedua makna penting, bahwa buku sebagai industri yang berkembang, bukanlah sesuatu hal yang berdiri sendiri. Dan ketiga buku sebagai produk kebudayaan. Pertama meningkatkan minat baca. Moment-moment dalam memaksimalkan tahapan dari kegiatan membaca [tabel 1]. Namun seperti halnya formalitas dan banyak momen lain, semua terhenti pada tataran slogan dan konsep. Peran strategis yang sangat bagus di tataran konsep namun kurang mendapat dukungan dalam tataran aplikasi. Sinergisme5 dan pembentuk suatu hal memerlukan sistem_struktur6, serta kecerdasan dan kekuatan, dalam artian harus dengan cara tepat, akurat, bertahap sekaligus berkesinambungan. Peningkatan minat baca merupakan bagian momentum secara keseluruhan. Kegiatan dan kegemaran mem-
Mimbar Sastra
Kemampuan membaca Keterampilan untuk membaca Kesediaan membaca
Ketekunan membaca Kebiasaan membaca Kesenangan dalam membaca Nafsu untuk membaca Kelaparan akan bacaan Keranjingan membaca
Berkaitan dengan tingkat melek huruf Berkaitan dengan cara, metode membaca Berkaitan dengan [1] kemauan membaca bahan bacaan, [2] ketersediaan bahan bacaan untuk dibaca Ketekunan membaca Berkaitan dengan frekuensi membaca Berkaitan dengan kebutuhan membaca Berkaitan dengan kebutuhan membaca Berkaitan dengan kebutuhan membaca Berkaitan dengan kebutuhan membaca Tabel 2
Tabel 1 [Pambudi, 13, 1996]
baca bukanlah sesuatu yang secara otomatis tumbuh sendiri. Membaca adalah suatu kebiasaan yang harus ditanamkan, harus dipupuk, harus dibina, dan harus dididik. Pembinaan itu tidak hanya terbatas kepada peSecara fungsional, buku adalah sarana komunikasi tercetak, tersusun di dalam satu atau lebih dan penyajiannya mengikuti suatu sistematika yang wajar. nguasaan teknik membaca saja. Melainkan juga kepada pilhan bahan bacaan7. Minat baca (reading habit), secara langsung atau tidak berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan totalitas yang menyangkut pemikiran dan pemaknaan individu. Pembentukkan kegemaran membaca sedari awal dapat dilakukan dengan keharusan membaca. Pengoptimalan sistem kegairahan belajar dengan pola resources based learning. Pola tersebut mendorong pendidik untuk memberi penugasan dan anak didik mencari jawabannya, antaranya di perpustakaan dan sumbersumber lain. Dengan pola ini ‘setidaknya’ anak didik mencari jawaban dengan membaca buku serta sumber bacaan lain. Fenomena yang cukup menarik adalah hasil survey yang sering dikemukakan oleh sastrawan
Taufik ismail menunjukkan, dibandingkan dengan negara lain ternyata murid SMU/SMK tidak membaca dan mendiskusikan satu buku pun setiap tahunnya. Di luar negeri, murid SMU/ SMK diwajibkan membaca dan mendiskusikan 5 – 32 judul karya sastra/ tahun. Di Malaysia, mereka diwajibkan membaca dan mendiskusikan 20 buku dan di Singapura 25 buku8. Rangkaian momen diatas ‘sudah saatnya’ berada pada fase lanjutan dari hanya tematik-tematik “Dengan hari.... kita tingkatkan minat baca” atau “Dengan hari... mari kita ikuti lomba menulis resensi.” Namun, bukan berarti hal tersebut dilepaskan begitu saja. Perlu perencanaan dan kegiatan yang ’lebih dari itu’. Analogi sederhana, setidaknya jika suatu saat Taufik Ismail melakukan survey kembali, akan menemukan ternyata murid SMU/SMK membaca dan mendiskusikan 3-4 buku setiap tahunnya setelah diberlakukannya kebijakan mendiskusikan buku pada mata pelajaran di SMP, SMU/SMK. Jelas itu harapan, dan juga stratergi sederhana untuk dijalankan. Kata kuncinya adalah diberlakukannya kebijakan. Seberapa besar keinginan dan kemauan para pembuat kebijakan untuk melakukan hal tersebut. Dalam jangka waktu yang bertahap dan berkesinambungan. Teknis tentu pada pemberian kurikulum dan pelaksanaan di sekolah. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Selanjutnya adalah bahwa semua itu merupakan suatu hal yang tidak bediri sendiri. Selain faktor keharusan dan kebijakan, juga ada faktor lain yang menyertainya. Antara lain, [satu] faktor ketersediaan bahan bacaan serta akses informasi. Peran perpustakaan memiliki peran yang penting. Perpustakaan merupakan pusat informasi. Saat dikukuhkan sebagai Pustakawan Utama oleh Perpustakaan Nasional, JP Rompas, mengatakan pemerintah harus memiliki kebijakan umum tentang penyelenggaraan dan pembangunan perpustakaan disertai strategi pelaksanaannya9. [dua] Peran keluarga. Kegiatan membaca dan minat baca bukan faktor keturunan, melainkan kebiasaan hasil didikan, latihan yang dilakukan sejak dini. Namun sayang, sangat sedikit anggota keluarga dan keluarga yang membiasakan diri untuk membaca. Anggota keluarga lebih sering memanfaatkan waktu senggang dengan menonton acara televisi daripada membaca. Berdasarkan hasil statistik tahun 1993, 66% penduduk usia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi, hanya 22,25% yang membaca koran/majalah. Bahkan berdasarkan temuan Prof Ir Abdul Rahman Saleh (Ketua Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia), waktu yang dipakai untuk mem87
Mimbar Sastra
baca para mahasiswa Indonesia kurang dari satu jam, lebih rendah dua jam dibandingkan dengan waktu untuk menonton acara televisi. Sedikit intemezzo, mengutip apa yang disinyalir oleh Neil Postman bahwa hiburanlah yang akan membawa kebangkrutan peradaban suatu bangsa. [tiga] Teladan. Para pendidik dan orang tua harus memberi contoh. Bagaimana mungkin anak didik/anaknya bisa gemar membaca bila pendidik/orang tuanya malas membaca. Bagaimana pendidik bisa memberi penugasan bila dia tidak mempunyai wawasan luas?10. Pepatah mengatakan, ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Anak akan melihat bagaimana teladan, orang yang memberi tugas. Jika orang yang dipandangnya sebagai teladan baik, maka [dengan disertai penerapan] dia akan mencontohnya baik. Namun bila orang yang dipandangnya sebagai teladan berperangai buruk, maka dia akan mencontohnya buruk. Atau mungkin anak itu akan berpikir negatif, tidak percaya pada sosok ’oknum teladan’ itu. ’bual-bual, omong lain jak!’ kata orang Pontianak. ’Bullshit!’ kata orang liverpool, ’Geplaudersleer!’ kata seorang kawan dari Frankfrut. *** Makna penting yang kedua adalah, bahwa buku sebagai industri yang berkembang, bukanlah sesuatu hal yang berdiri sendiri. Ada sebuah humanity interaction, fenomena sosial, ekonomi, politik dan budaya didalamnya. Proses interaksi yang terjalin antara buku dan masyarakat, antara penerbitan buku [industri buku] dengan masyarakat adalah cerminan dari fenomena yang terjadi, bahkan yang akan terjadi. Mengutip LeviStrauss, ’kebudayaan baca-tulis secara masif dimanfaatkan. Bukan saja untuk pencatatan praktik hidup sehari-hari, 88
namun dapat pula direkayasa oleh pihak tertentu demi memperkuat, membenarkan diri sendiri, atau meminggirkan pihak lain. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ’pihak tertentu’ itu adala industri buku. Untuk menjabarkannya, mungkin sama seperti kata-kata di awal tulisan ini. Dengan perbandingan tentunya, apakah sebenarnya buku? Bergantung pada cara kita melihatnya; apakah dilihat dari karakteristik fiskal, ataukah dari karakteristik fungsionalnya.begitu pula untuk ’pihak tertentu’. Karena, bagaimanapun perlu disikapi secara kritis pula, bahwa apakah industri buku digerakkan oleh kepentingan yang kekal atau tentatif11. Jika bergerak dalam kepentingan yang kekal, penerbitan buku haruslah mengutamakan satu transfer of knowledge. Yang terkait dengan proses pendistribusian pengetahuan. Transformasi dari ilmu pengetahuan, pelestarian nilai-nilai luhur intelektual, pemikiran, karyakarsa dan proses generousity. Beserta transfer of values yang lebih dekat dengan internalisasi ukuran manusia. Akan tetapi, bila hanya berpijak Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
pada kebutuhan tentatif, maka industri buku [penerbitan buku-red] dengan sejumlah fenomena di atas dipastikan di dorong oleh motif mencari untung. Ada euforia di dalamnya. Jika demikian penerbitan buku mempunyai potensi membangun humanisme, sekaligus juga mengandung bahaya yang digerakkan oleh kekuasaan pasar12. Jika demikian penerbitan buku mempunyai potensi membangun humanisme, sekaligus juga mengandung bahaya yang digerakkan oleh kekuasan pasar12. Jika demikian lupakan apa yang dikatakan Louis L ’Amour ’bahwa buku adalah kemenangan terbesar yang diraih manusia’. Karena, jika demikian waktu sudah memasuki injury time, dimana, buku adalah penakluk terbesar dari pasar. Perkembangan yang pesat dari industri buku tanah air, khususnya setelah kurun 1998 tentu membawa angin segar. Namun angin segar tersebut bisa menjadi ’angin sepoi-sepoi’ yang justru dapat melelapkan industri buku atau yang lebih parah, angin tersebut berubah menjadi ’angin puting beliung’ yang akan meluluhlan-
Mimbar Sastra
takkan industri buku. Sinergisme mutlak diperlukan bagi setiap komponen yang berada di dalamnya. Penulis, penerbit, pencetak, pedagang/toko buku, perpustakaan. Untuk membawa buku dan industrinya kepada transfer of knowledge dan transfer of value. Mengawal buku sebagai ‘medium’ yang menangkap, menyimpan pemikiran, karsa, ide sebagai cahaya yang memancar dari fenomena sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dengan memberi komposisi dan ruang yang seimbang terhadap tema-tema, subyek serta obyek buku. Memberi ruang pada masyarakat, untuk menilai secara obyektif tentang buku yang mereka inginkan dan buku yang baik bagi mereka. Melalui informasi yang berimbang. Bukan hanya ‘iklan manismanis’. Dan tanpa dalil terselubung setting hegemonik. Baik hegemoni kepatuhan masyarakat atas kelompok 13 atau hegemoni kepatuhan masyarakat atas pasar14. *** Dan ketiga buku sebagai produk kebudayaan. Ignas Kleden menyata-
kan “buku adalah sebuah produk kebudayaan. Kekuatan buku sebenarnya terletak pada rahim kebudayaan yang menghidupinya. Buku dapat dipandang sebagai sebuah produk budaya, tingkah laku budaya, dan terutama sebagai proses produksi budaya. Kehadiran buku, tak pelak adalah cerminan masyarakat15. Setuju atau tidak, buku adalah point ketiga wujud budaya; ’sebagai benda-benda hasil karya manusia’. Sekaligus representasi kasat wujud pertama dari ’budaya, sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya16. Budaya dengan kebudayaan dan sistem sosial yang membentuk. Terjadi melalui proses yang berkesinambungan. Dan sebagai produk kebudayaan. Buku juga memiliki andil dalam mekanisme perubahan yang akan, kini dan nantinya menelurkan sesuatu yang sering disebut nilai global (global value). Buku adalah tidak bebas nilai. Dan jikapun anda berpendapat, bahwa buku harus dan bebas nilai, maka sesungguhnya anda telah mengatakan ketidakbebasan nilai itu dengan menilai akan ke-
Foto : Yos/MIUN
Membaca : Budaya membaca bukan hanya konsumsi mahasiswa saja. Semua orang berhak membaca untuk menambah wawasannya. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
tidakbebasan nilainya. Salah satu akses global value adalah semakin pragmatisnya perilaku yang menyertai. Jika demikian kepentingan-kepentingan tentatif semakin memiliki ruang. Point strategi apa yang seyogyanya berbarengan dengan kemunculan fenomena terBuku dikatakan sebagai alat penyampaian informasi, sebagai sumber dan tempat penyimpanan informasi sejak dahulu sampai sekarang. sebut??!. *** Dengan memberi komposisi dan ruang yang seimbang terhadap tematema, subyek serta obyek buku. Juga memberi ruang tak terbatas pada masyarakat, untuk menilai secara obyektif tentang buku yang mereka inginkan dan buku yang baik bagi mereka. Komunikasi dua arah yang simbiosis mutualism memiliki akses yang baik dalam pola hubungannya. Kata kunci seperti yang tertulis di atas adalah sebuah sistem yang perlu dilanjutkan ke dalam struktur. Peran serta semua komponen mutlak diperlukan. Peran pemerintah dalam mengakomodir fenomena yang berkembang dan dalam mengeluarkan kebijakan. Pengaturan tentang itemitem tema buku yang ’harus –tidak harus, boleh-tidak boleh’ beredar dan diterbitkan jelas tidak mungkin. Atau pembatasan penyebaran eksemplar judul tertentu. Namun, strategi kebudayaan adalah hal yang fleksibel dan maha luas; misalnya saja, pengenaan pajak 1% sampai 2% diluar pajak lain bagi buku yang berasal dari luar negeri. Baik itu buku terbita dari penerbit luar atau buku terbitan luar negeri yang diterbitkan ’kembali’ oleh penerbit 89
Mimbar Sastra
dalam negeri, buku terjemahan, atau bukan terjemahan. Dan dihitung pada harga netto bukan dengan harga bruto. Artinya dihitung dengan harga yang dijual di toko buku kepada khalayak, bukan harga yang diberikan penerbit/distributor kepada toko buku. Dari hasil tersebut secara teknis dan langsung diperuntukkan dalam memobilisasi industri buku lokal. Seperti: memberi bantuan pada proses pencetakan karya-karya lokal Pembentukkan kegemaran membaca sedari awal dapat dilakukan dengan keharusan membaca. Pengoptimalan sistem kegairahan belajar dengan pola resources based learning yang lebih bersifat humanis daripada yang bersifat populis, pemberian ’silang’ royalti kepada penulis, workshop yang bersifat berkesinambungan tentang editorial buku, membantu membangun perpustakaan komunitas atau membantu toko buku komunitas/ toko buku discount. Analogi sederhananya, pajak 12% dari harga buku Rp 50.000 adalah Rp 500-Rp 1.000/ eksemplar. Jika satu kali terbit sebuah judul buku bereksemplar 1.000 saja, maka ada sejumlah Rp 500.000-Rp 1.000.000 untuk satu judul buku. Misal dalam satu tahun ada 100 judul buku yang beredar, maka ada dana ’taktis’ sebesar Rp 50.000.000-Rp 100.000.000. Angka kecil mungkin, namun itu hanyalah sebuah analogi sederhana dan akan sangat berakumulatif. Dapat dibayangkan eksemplar buku Harry Potter yang beredar. Buku pertama pada minggu I bulan September 2000 dicetak 15.000 eksemplar, jumlah yang sama pada minggu III 90
Oktober. Dan pada November 2000 dicetak sebanyak 50.000 eksemplar. Buku kedua langsung dicetak 30.000 pada minggu I November dan minggu IV sebanyak 50.000 eksemplar 17. ’Lebih dahsyat’ lagi pada edisi kelima Harry Potter dan Orde Pheonix , untuk edisi sampul tebal, tersedia 30.000 buku dan sampul biasa (soft cover) ada 120 ribu eksemplaryang dijual di toko buku dengan harga Rp 90.000,-. Cetakan pertama kedua versi buku tersebut sudah habis dipesan. Dan dicetak lagi untuk kedua versi masingmasing 30.000 eksemplar18. Atau novel-novelnya Sidney Sheldon, Agatha Cristie, Danielle Steel dan lain-lain atau komik-komik dari luar negeri. Dari 1.500 judul yang telah diterbitkan EMK hanya tahun 19851994nya berasal dari Jepang. Dengan angka 40.000 untuk komik Dragon Ball, 50.000 eksemplar komik Doraemon. 65 ribu Komik Sailormon19. Dapat dibayangkan kesederhanaan analogi di atas serta akumulatif angkaangkanya. Apa yang bisa dilakukan dengan fenomena tersebut. Royalti ada di luar negeri, kreatifitas berasal dari ranah lain. Namun, pangsa pasar dan konsumsi pembelian ada di masyarakat kita. Apa yang dapat dilakukan masyarakat bagi masyarakat. Fenomena bagi fenomena. *** Persentase teknis tentu perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang nantinya berkembang. Setelah angka-angka tersebut, maka entry point selanjutnya adalah bagaimana proses pengucuran dana yang ada. Selain sistem_struktur, dalam hal ini sangat diperlukan idealisme yang dibarengi transparansi. Memberi bantuan pada proses pencetakan karya-karya lokal yang lebih bersifat humanis daripada yang bersifat populis. Bukanlah ’juga’ semudah membelikkan telapak tangan. Belajar dari Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
beberapa pengalama, seperti pengucuran dana lembaga donor untuk ’mengoptimalkan’ penerbitan dibeberapa daerah. Namun ada indikasi itu kurang mengenai sasaran dan hanya sebatas ’bagi-bagi jatah’ bagi penerbit tertentu dengan penerbit yang lahir sedetik setelah mendengar program tersebut. Siapa yang dipersalahkan!? Tidak perlu mengecat bulu kambing menjadi hitam. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita mengambil hikmah dari itu semua untuk selanjutnya memproyeksikan serta menjalankan strategi kebudayaan. Kompetisi sehat perlu diterapkan. Dan setidaknya dibuat dan ditentukan rambu-rambu ’permainannya’. Bukan maksud untuk mengekang kebebasan. Hanya untuk menghindari praktik yang tidak diinginkan terjadi, tanpa kecurangan, tanpa sikut-sikut, dan tanpa bual-bualan manajemen. Niat dan pandangan baik memang hal ’sederhana’, namun kesederhanaan tersebut juga dibarengi oleh tanggung jawab. Baik tanggung jawab moral teknis ataupun tanggung jawab teknis. Karena “kecurangan adalah hal-hal yang tak terpikirkan lembaga donor. Prinsip kita, menganggap semua orang baik” kata Yohanes Senior Programme Officer Oxfam. “Funding hanya memfasilitasi masalah dana. Ketelitian dan akuntabilitas menjadi prioritas kesekian. Audit laporan dan track record penerbit tak dihiraukan. Ketidaktelitian ini terjadi, karena etiket pemberian dana, funding tak berhak mencampuri urusan manajerial mitranya. Urusan curang, mark up tak menjadi pertimbangan. Asal anggarannya rasional.” Bila karena etiket pemberian dana, funding tak berhak mencampuri urusan manajerial mitranya. Itu adalah hal yang wajar. Funding berada dalam lingkar luar [bila coba dan mau kita
Mimbar Sastra
analogikan], funding hanya memfasilitasi masalah dana. Namun bagaimana bila yang menyepakati etiket itu adalah dari intern sendiri. Penerbit lokal, pemerintah, distributor, toko buku, penulis. Dana yang ada adalah dana yang dibarengi tanggung jawab. Tidak se mata nominal angka. Bisnis yang lebih humanis mungkin. Pemberian ’silang’ royalti kepada penulis, dimaksudkan agar produktifitas, kualitas dan kuantitas penulis dengan karyanya meningkat. Ini juga dapat meningkatkan gairah perseorangan yang ingin menulis dan mempublikasikan karyanya. Workshop yang bersifat berkesinambungan tentang editorial buku, dimaksudkan agar kualitas isi dan makna terbitannya semakin baik.
Dari aspek terminologi, kosakata, gramatikal, atau mungkin juga gahzeit. Membantu pembangunan perpustakaan komunitas, dimaksudkan agar pemerataan terhadap akses buku dan informasi terbagi merata. Dan peran perpustakaan komunitas yang dapat langsung menyentuh secara spesifik dalam penyebarluasan buku kepada pemakai terakhir, yaitu publik. Membantu toko buku komunitas/ toko buku discount, dimaksudkan karena disadari atau tidak di’sini’lah kantong-kantong budaya dengan individu didalamnya langsung bersentuhan dengan obyek (buku). Dia juga dimaksudkan untuk menngkatkan daya beli. Meningkatnya daya beli sejalan dengan penyebaran dan akses buku serta bahan bacaan. Semua itu adalah sebuah
dialektika. Namun, ini hanyalah langkah awal untuk sebuah kesinambungan strategi kebudayaan. Sebuah tulisan yang perlu dan sangat perlu ditindaklanjuti. Sebagai analogi, ibarat bermain sepak bola, bola masih berada di pemain belakang (bek). Perlu di oper ke gelandang lalu diteruskan ke striker. Tinggal penerapan strateginya, apakah bola di alirkan dari kaki ke kaki, melalui umpan terobosan atau melalui umpan lambung. Penerapan strategi yang menjembatani antar lini. Untuk pencapaian ’an image of ideal illegibility’.[]
Catatan akhir : 1. Tulisan ini masih sangat dimungkinkan untuk dibahas lebih dalam dengan argumen dan teori yang lebih mendukung 2. Md. Literer_Khatulistiwa. email : pipie_as@yahoo.de 3. Hasan Pambudi, Pedoman dasar penerbitan buku, 1996, hal 12 4. Literer : berkenaan dengan proses tulis-menulis 5. Sinergisme : 6. Sistem_struktur : [sistem adalah perangkat unsur yanbg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem adalah struktur yang tetap. Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun, dijalankan. Struktur adalah sistem yang bergerak] 7. Ajip Rosidi, kumpulan karangan, 1983, hal 76. 8. Neni Utami Adiningsih, SUARA MERDEKA, Selasa, 28 Mei 2002, Buku sebagai Kebutuhan Pokok ke-10 9. JP Rompas, saat dikukuhkan sebagai Pustakawan Utama Media Indonesia – Pendidikan dan Kebudayaan. 10. Neni Utami Adiningsih, SUARA MERDEKA, Selasa, 28 Mei 2002, Buku sebagai Kebutuhan Pokok ke-10 11. Tentatif : 12. Jurnal Balairung, Edisi 34, 2001, hal 52 13. Setting hegemonik oleh Gramsci dijabarkan sebagai konsepsi Hegemoni secara teoritis dibingkai dalam pengertian kepatuhan masyarakat kepada sekelompok penguasa yang didasari oleh proses internalisasi nilai-nilai, sehingga mereka memberikan persetujuan terhadap subordinasi atas diri mereka sendiri. [Jurnal Balairung, edisi 34, 2001, hal 56] 14. Dewasa ini, usaha penerbitan buku dilakukan di tengah setting masyarakat yang kapitalistik. Sebuah masyarakat yang kental karakter kapitalisnya dapat dipastikan mempunyai corak komersialisasi yang tinggi [Jurnal Balairung, edisi 34, 2001, hal 55] 15. Ignas Kleden, dalam Scripta Manent, Jurnal Balairung, edisi 34, 2001, hal 5 16. ’budaya’ adalah pikiran, akal budi, hasil atau juga dapat didefinisikan adat-istiadat. Budaya dan kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola dapat dilihat dalam tiga wujud. Wujud pertama, adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Dimana sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada didalam kepala-kepala ’individu-masyarakat’ dimana budaya tersebut hidup. Wujud kedua, adalah sebagai sutu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini juga disebut sebagai sistem sosial. Mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini berhubungan dalam kurun waktu tertentu. Dan membentuk pola yang berdasarkan adat tata kelakuan. Wujud ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud sebagai kebudayaan fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Maka sifatnya paling nyata. Dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. 17. (Kompas, 16 Januari 2001). 18. (Koran Tempo, 18 Januari 2004). 19. [Ishak Rafick Sujatmaka dan hartono, “Masa Keemasan Buku Praktis, Manajemen, Agama dan Anak-anak”, SWA online, Agustus 1995, juga di http://www.swa.co.id/1995/95/SIG102/AGS.html. 20. Jurnal Balairung, edisi 34, 2001 hal 105. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
91
Mimbar Cerpen
Pohon Besar di Tengah Pasar Oleh SUKARTAJI
M
atahari belum muncul, tapi di Desa Bulak sudah agak terang. Tanpa alat penerang, jalan sudah bisa dilihat jelas. Beberapa laki-laki bersepeda beriringan. Diantaranya, ada yang menenteng parang bersarung di pinggang. Membawa kampak yang diletakkan pada tempat duduk penumpang sepeda. Ada juga yang membawa temannya. Sampai di pasar Desa Bulak, sepeda di parkir dekat dengan sepeda yang telah dulu datang. Rombongan laki-laki itu menuju tiga temannya yang mendahului. Tujuh laki-laki siap dengan alat masing-masing untuk 92
menebang pohon. Mereka memandangi pohon besar yang telah berumur, sama umurnya dengan Desa Bulak yang berpenduduk seribuan orang. Besarnya pohon yang berada ditengah-tengah pasar pinggir jalan kecamatan itu, seukuran 3 lingkaran depa orang dewasa. Rimbunan daunnya melindungi sepertiga pasar desa. Banirnya setinggi lutut anak SD. Tak jarang orang berteduh dari sengat matahari saat melakukan perjalanan panjang. “Jadi bagaimana ni,” tanya Amat saat mendatangi temannya. Temantemannya memutar leher seperempat Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
lingkaran ke arah rombongan Amat. “Macam mana ni,” timpal Ketak. “Dak! Aku nanya bukannya dijawab, malah kau nanya kembali,” celah Amat. “Kami kebingungan. Nanti apa kata Pak Suwan.” “Aku yang bertanggung jawab atas semuanya, pokoknya hasil rapat desa tadi malam pohon ini harus di tebang. Salah Pak Suwan sendiri, mengapa tadi malam dia tidak datang.” “Ini yang kami tunggu, ada yang bertanggung jawab. Kalau ada apaapa kau yang bertanggung jawab.” “Iya, gampang itu, ayo kerjakan,” lantang Amat sambil mengayunkan kampaknya ke arah pohon kayu. “Termasuk dari penunggu pohon ini,” cetus Ketak. Kening Amat mengkerut mendengar kata-kata itu. Dipandanginya kawankawannya yang lebih dulu memandang Amat. Dia menoleh ke belakang, pohon besar, mengambil kampak yang tertancap. Lalu menengadahkan kepala memandangi daun dan ranting pohon. Pohon besar itu tidak hanya untuk berteduh, tapi beberapa penduduk kampung juga melakukan sesembahan sembari memohon sesuatu kepada penunggu pohon itu. Bahkan, setelah panen diadakan, acara khusus untuk menghormati penunggu pohon, berterima kasih atas lindungannya pada biji padi. Ritual tiap tahun itu sangat dihormati orang kampung, selain memberi sesaji pada pohon atau lebih tepatnya penunggu pohon, mereka tidak boleh melakukan apaapa, harus ada di rumah. “Ya sudah, tunggu Pak Pong saja. Kau ke rumah Pak Pong, katakan
Mimbar Cerpen
padanya kita sudah siap tinggal menunggu Pak Pong,” perintah Amat pada Amat yang jauh lebih muda darinya. “ Mat!” teriak Ketak, seraya beranjak dari tempat berdirinya mendekati pemuda yang diperintah Amat. “Mat! Mengapa hanya memanggil kepala kampung. Pak Suwan juga harus dipanggil. Kita bukan bermasalah dengan kepala kampung, tapi pada Pak Suwan. Kau panggil juga Pak Suwan.” “Dasar anak buah dukun,” omel Amat pecah, didengarnya sendiri. Toko mulai dibuka, beberapa orang ada yang membeli kebutuhan sehari-hari. Ada juga yang sekedar berlalu untuk menuju kebun, diantara mereka berhenti sejenak kemudian meninggalkan pohon itu. Ada juga warga yang sengaja datang untuk melihat penebangan pohon besar itu. Sambil menunggu kepala kampung dan dukun kampung, penebang pohon masuk ke toko kopi. Memesan secawan kopi panas, mengambil kue yang masih hangat dan ada yang sekedar menikmati rokok. Walau awalnya tegang, kemudian suasana di warung kopi, cair oleh hidangan. “Udahlah, kita apa kata pemimpin saja, tebang kata pemimpin, kita tebanglah pohon itu, macam mana Mat, Tak,” celetuk Lukman pada kawan penebang pohon, terutama Amat dan Ketak. “Ya.” “Ah.” “Iya.” “Kau bagaimana Tak dari tadi kau saja yang berkilah dengan Amat.” “Aku turut saja. Cuma pohon ini jangan jadi masalah lagi.” “Khan gampang, makan-makan, soal bayar tenang...,” tawar Lukman sambil mengambil pisang goreng.
“Kau mau bayar,” pintas Ketak. “Bukan. Khan ada Amat, dia bisa minta duit pada Pak Pong.” Saking asiknya menikmati sarapan pagi, laki-laki yang memadati toko kopi tidak menyadari kedatangan dukun kampung, Pak Suwan. Menenteng tangan di atas pinggang, tanpa baju. Baju diletakan di atas bahu, panjang baju menutup samping perut buncitnya. Mata dibelalakkan, satu mata melotot, satunya lagi tetap sipit. Mata satu sudah tidak berfungsi dengan baik. Melihat sosok renta Suwan, penebang pohon terpaku. Rokok berhenti dihisap, makanan berhenti dikunyah, minuman tak dihirup. Serentak Amat, Ketak, Lukman dan ketiga kawannya menunduk. Mereka tidak berani mendongak muka ke arah Suwan. Apalagi bertantangan mata dengan dukun kampung. Mereka takut kualat. Selain dukun, Suwan di hormati karena umurnya yang sudah tua. Tidak ada satupun orang yang paling berumur kecuali dia. Suwan menuju hidangan di atas meja, mengambil kue nagasari, gigi hitamnya mengunyah. Terdengar keras di telinga Amat dan kawankawan. Mata Suwan menatap satu persatu penebang kayu tersebut. “Kata orang, kalian mau menebang pohon itu,” kata Suwan bernada datar dan serak. Toko kopi pun hening. Amat memberanikan diri untuk mengiyakan. “Terserah,” singkat Suwan dengan mulut penuh makanan. Keenam penebang kayu berpandangan, mereka bingung. “Aku hanya memperingatkan. Dulu moyang kita membuka kampung ini dengan darah. Mereka mempertahankanya kampung subur ini dari kerakusan keluarga raja. Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Mereka diusir orang-orang Keraton menuju ke sini dengan perahu, menelusuri sungai, kemudian laut. Sampai disini, membuka tanah harapan ini menjadi kampung, dan mereka menanam pohon yang akan kalian tebang,” Suwan memulai cerita. “Mungkin kalian tidak tahu atau tidak mau tahu. Apa orang tua kalian tidak bercerita tentang moyang kita? Orang-orang Keraton ingin menguasai kampung ini. Moyang kita mempertahankan tanah yang telah dibuka dengan susah payah. Di pohon inilah leluhur kita di gantung oleh orang kerajaan. Memang itu dulu, ketika kerajaan berkuasa,” lanjut Suwan dengan suara khasnya. “Itu bohong!,” terdengar suara dari arah pintu. Pemekik suara itu sangat dikenal oleh Amat dan kawan-kawannya, termasuk Suwan. Suara kepala kampung. “Itu bohong, tidak ada cerita itu, kalian semuanya keluar. Tebang pohon itu. Kalau ada penunggunya, biar aku...,” “Nanti kau celaka, anak nakal,” Suwan memotong serga kepala kampung. “Tidak usah nanti, sekarang saja, kalau penunggu itu mau makan manusia. Di rumah banyak, silakan. Mau istriku, silakan. Mau anakku, silakan.” “Kalian, tetap duduk di situ, jangan ada yang bergerak, kalau kalian mau menebang pohon itu, gantung dulu aku. Sebab kalau aku masih hidup kalian akan tahu akibatnya.” Mendengar gertakan Suwan, Amat dan teman-temannya gemetar, ketakutan. Siapa yang tak kenal Suwan, sebelum menjadi dukun kampung, dia adalah Jawara. Tidak satupun yang dapat mengalahkannya. Kata orang-orang kampung yang 93
Mimbar Cerpen
mempercayai cerita perang orang Kampung Bulak dengan kerajaan, Suwan adalah keturunan panglima yang memimpin pertempuran itu. Mata kepala kampung menjeling pada Amat, dan mengarahkan pandangannya ke arah Suwan. Kepala kampung mempelototi Amat. Amat hanya diam, muka pucat ditundukkannya ke arah kaki sendiri. Melihat Amat tidak memperdulikan perintahnya, kepala kampung menangkap tangan Amat yang baru masuk. Mendorong tubuh kecil Amat ke arah punggung Suwan. Amat menimpa Suwan, saat keduanya akan berdiri, kepala kampung memukulkan batok kepala Suwan dengan kayu. Suwan ambruk ke lantai warung, dia pingsan. â&#x20AC;&#x153;Mat ambil tali, ikat tua bangka itu,â&#x20AC;? perintah kepala kampung. Amat dan Amat cepat-cepat mengambil tali dan mengikat Suwan. Lalu mendudukan tubuh tua Suwan di atas kursi. â&#x20AC;&#x153;Dulu dia Jawara, sekarang tua
94
renta. Mampus kau! Jahanam. Kalian semua, tebang pohon itu.â&#x20AC;? Ketujuh penebang kayu mulai bekerja. Pohon besar itu tidak mungkin untuk langsung di tebang dari pangkal, ada beberapa bangunan yang berhampiran dengan pohon. Kalau di tebang rumah dan tokoh bisa ambruk tertimpa. Amat memutuskan untuk memangkas dahan pohon dulu. Lukman naik ke atas pohon menuju salah satu dahan. Lalu duduk santai sambil mengayunkan kampak ke arah dahan di depannya. Amat dan teman lainnya menarik tali yang telah diikatkan pada dahan. Suwan yang telah sadar hanya bisa memperhatikan proses penebangan pohon. Robohnya pohon berarti kewibawaan sebagai Jawara dan Dukun ikut terpangkas. Tubuh tuanya hanya termangu lesu tanpa meneteskan air mata. Orangorang sekitar hanya bisa iba. Setelah selesai memangkas dahan. Diperkirakan jika ditebang pohon tidak mengenai rumah dan toko.
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Barulah pohon besar itu di hayun dengan kampak. Tali masih diikatkan pada sisa dahan yang telah di potong-potong untuk mengatur arah jatuhnya pohon. Agar kemungkinan yang paling fatal, menimpa bangunan dapat dihindari. Ketujuh orang yang telah mendapat amanah untuk menebang pohon saling bergantian menetak pangkal kayu besar itu dengan dibantu oleh penduduk yang kebetulan lewat atau memang sengaja ingin membantu. Sebulan telah berlalu. Tidak ada pohon, bahkan bekas pohon pun tidak ada. Pohon besar diganti dengan beberapa toko persis dibekas hunjaman batang pohon besar. Toko Sembakau, toko kopi. Di toko Sembakau terlihat Amat sedang sibuk melayani pembeli. Amat dengan handuk kecil dibahunya sedang membersihkan meja dengan kain di warung kopi. Kedua toko itu milik kepala kampung. Kini menjadi kepala desa.[].
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007
Edisi IV/Thn XXV/LPM Untan/2007