Vol 11Nno 01 Januari 2015

Page 1

i


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

JURNAL STUDI ISLAM

MIYAH

INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH VOL. X NO. 19 JANUARI 2015 ISSN : 1907-3453 PELINDUNG/PENGARAH Drs. H. ABD SALAM, MM. AGUS H. MOHAMMAD MAJDUDDIN, Lc. MA. H. MOHAMMAD MUQSITH, M.HI Dr. H. MUHAMMAD NADJIB, MA. KETUA PENYUNTING MOHAMMAD ISMAIL, S.S, M.Pd. AH. HARIS FAHRUDI, M.Th.I, M.Fil.I PENYUNTING AHLI MOHAMMAD MAKINUDDIN, M.Pd.I H. ABDUL HALIM, M.HI. ALI SODIKIN, M.Pd.I H. AHMAD LUBABUL HADZIQ, Lc. M.HI. PENYUNTING PELAKSANA FASIHUDDIN ARAFAT, S.HI, M.H. FIKRI MAHZUMI, S.Hum, M.Fil.I MAFTUH, M.Pd.I EDY THOYIB, MA. PELAKSANA TATA USAHA H. IMAM SYAFII, HAM. NASRULLOH, S.Pd.I MUHAMMAD NAFI’UDDIN, S.Pd.I MAHBUB JUNAEDI, S.Sos.I KHOLIF WAHID eL-RIZAL, S.Pd.I ALAMAT REDAKSI Kantor Insitut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci Manyar Gresik Jawa Timur Telp/Fax. 031-3959297 e-mail : inkafa@inkafa.ac.id Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) berdasarkan Surat Keputusan Rektor nomor 006.2/4.89/H.1/SK.MIYAH INKAFA/2006 tanggal 1Maret 2006. Redaksi menerima artikel ilmiyah yang belum pernah diterbitkan media cetak lain. Naskah dikirim ke redaksi Jurnal MIYAH.

ii


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

JURNAL STUDI ISLAM

MIYAH

INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH VOL. X NO. 19 JANUARI 2015 ISSN : 1907-3453 PERUMUSAN KOMPETENSI DAN TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Oleh: Mohammad Makinuddin 1-10 AL-INSAN AL-KAMIL DALAM TASAWUF IBN ‘ARABI Oleh: Ah.Haris Fahrudi 11-34 MEMBANGUN BRAND IMAGE REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA Oleh: Taufiqurrahman 35-52 REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM PADA AWAL ABAD KE- 20 Oleh: Ali Sodikin 53-62 SEKOLAH DAN PROBLEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Oleh: Maftuh 63-70 PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF PADA LAYANAN JASA PERBANKAN Oleh: Muhammad Rutabuz Zaman 71-78 PESANTREN DAN TRADISI MAWLID Telaah Atas Kritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Mawlid di Pesantren Oleh: Abdul Halim 79-88 PROBLEMA AKTIFITAS PEMBELAJARAN Oleh : Ali Ahmad Yenuri 89-99

METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA Oleh : M. Muizzuddin 100-112 STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (Sebuah Ikhtiar untuk mewujudkan INKAFA sebagai Center of Arabic and Turath Development) Oleh: M. As’ad Nahdly 113-133

iii


PERUMUSAN KOMPETENSI DAN TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Oleh: Mohammad Makinuddin

Abstrak : Disamping linguistik murni (pure linguistic) atau juga disebut mikrolinguistik dan linguistik interdisiplener atau bisa disebut makrolinguistik, peta kajian linguistik juga meliputi linguistik terapan (applied linguistic) yang mengkaji diantaranya tentang bahasa dalam pendidikan, pendidikan bahasa, pemerolehan bahasa dan evaluasi bahasa. Dan diantara semua bidang linguistik terapan, bidang pembelajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pembelajaran bahasa mempunyai daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat. Suatu program pembelajaran bahasa tidak dapat melepaskan diri dari kompetensi yang harus dimiliki peserta didik ketika proses pembelajaran dilangsungkan, begitu juga program pembelajaran bahasa harus memiliki tujuan sebagai tolak ukur dan target keberlangsungan suatu pembelajaran. Akan dibawa kemana suatu pembelajaran bahasa tergantung pada tujuan yang dirumuskan. Kata kunci: Kompetensi, tujuan, pembelajaran bahasa PENDAHULUAN Diantara semua bidang linguistik terapan, bidang pembelajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pembelajaran bahasa mempunyai daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat. Pengetahuan linguistik mengenai bentuk, makna, struktur, fungsi, dan variasi bahasa sangat diperlukan sebagai modal dasar pembelajaran bahasa.1 Kegiatan pembelajaran bahasa merupakan upaya yang mengakibatkan siswa dapat mempelajari bahasa dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran,

1

Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), 221

1


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.2 Suatu program pembelajaran bahasa yang menyeluruh dan terpadu tidak dapat melepaskan diri dari pemberian input kebahasaan dan aspek-aspek kebudayaan pada waktu yang bersamaan. Hal ini perlu dilakukan agar pelajar dapat mengaplikasikan kecakapan linguistik dan keterampilan berbahasa dalam suatu konteks budaya sebagaimana dianut oleh suatu masyarakat. Dalam proses belajar-mengajar bahasa ada sejumlah variabel, baik bersifat linguistik maupun yang bersifat nonlinguistik, yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar itu. Variabel-variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan, sehingga merupakan satu jaringan sistem. PERUMUSAN KOMPETENSI Istilah kompetensi didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Menurut Spencer (1993) kompetensi merupakan karakterisitik mendasar seseorang yang berhubungan secara timbal balik dengan suatu kritieria efektif kompetensi dan atau kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan. Lebih lanjut Spencer (1993) menyebutkan lima tipe kompetensi, kelima tipe tersebut adalah sebagai berikut. 1. Motif, sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berpikir secara konsisiten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi. Misalnya, seseorang yang mempunyai motivasi akan menentukan tantangan untuk drinya sendiri, kemudian bertanggung jawab untuk menghadapi tantangan tersebut dan menggunakan balikan untuk memperbaikinya. 2. Pembawaan, karakteristik fisik yang merespon secara konsisten berbagai situasi atau informasi. Misalnya, reaksi terhadap waktu dan sudut pandang yang baik adalah kompetensi bawaan dari seorang pilot pesawat empur. Kontrol emosi diri dan inisiatif merupakan respon konsisten yang lebih kompleks. Kompetensi bawaan yang dapat mengontrol emosi diri dan menumbuhkan inisiatif merupakan kompetesi dari seorang manajer yang berhasil. 2

Pembelajaran Bahasa Indonesia, artikel diakses pada tanggal 14 September http://endonesa.wordpress.com/ajaran-pembelajaran/pembelajaran-bahasa-indonesia/

2

2009

dari


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

3. Konsep diri, adalah tingkah laku, nilai, atau citraan (image) seseorang. Misalnya, percaya diri. Seseorang yang percaya diri akan bekerja efektif pada berbagai situasi yang berbeda. 4. Pengetahuan, adalah informasi khusus yang dimiliki seseorang. Misalnya, ahli bahasa memiliki pengetahuan tentang teori-teori kebahasaan. 5. Keterampilan, adalah kemampuan untuk melakukan tugas secara fisik dan mental. Misalnya, sastrawan memiliki pengetahuan dan kemampuan menciptakan karya sastra. Kelima tipe kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan pengembangan kemampuan pembelajar dalam pembelajaran. Penyajian kompetensi yang baik haruslah dapat menunjukkan kecakapan berpikir, bekerja, dan prestasi seseorang. Dalam penyusunan kompetensi, perlu adanya perubahan penekanan pola pikir dan pola tindakan dari �Apa yang harus dipelajari seorang pembelajar ke bagaimana membelajari pembelajar?� Selanjutnya, diperlukan persiapan yang memadai untuk menyusun kompetensi. Penyusunan kompetensi tidak dapat dilakukan sekali jadi. Diperlukan perbaikan dan pemantapan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Langkah-langkah dalam menyusun kompetensi dapat dilakukan seperti berikut ini. 1. Menentukan kompetensi lulusan/hasil belajar pada akhir satu atau serangkaian pembelajaran. Gunakan kata-kata kerja dari taksonomi Bloom, Kratwohl, atau Anderson. Penentuan kompetensi perlu menjawab hal-hal berikut: a. Isi/pengetahuan (apa yang harus diketahui pembelajar?) b. Keterampilan (bagaimana cara pembelajar melakukan sesuatu?) c. Sikap (bagaimana cara pembelajar berperilaku?) d. Nilai (bagaimana keyakinan pembelajar terhadap sesuatu?) 2. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti (jelas, lugas, tegas, serta dapat dikerjakan dan dinilai) oleh pembelajar dan pembaca umum, termasuk guru, orangtua, dan pengambil keputusan. 3. Nyatakan target pencapaian kompetensi yang memberikan informasi tentang sejauhmana target kompetensi tersebut dapat dicapai? 4. Batasi kompetensi yang akan dicapai pada setiap kegiatan pembelajaran agar lebih terarah dan lebih fokus. 5. Klasifikasi kompetensi yang sejenis ke dalam standar kompetensi, namun jangan memaksakan perumusan kompetensi yang terlalu sarat. Jika dianggap perlu, rumuskan kompetensi secara terpisah. 6. Koordinasikan kompetensi yang memerlukan urutan untuk menunjukkan perkembangan, kesinambungan, keutuhan, dan

keberlanjutan. Tunjukkan

peningkatan

penguasaan

kompetensi dari yang lebih mendasar ke yang rumit, dan kompleks dalam urutan yang utuh. 3


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

7. Hindari mencampurkan definisi kompetensi (apa yang pembelajar harus ketahui dan lakukan) dengan standar kinerja (seberapa baik) dan penilaian. Sebagaiman contoh kompetensi dasar Bahasa Arab untuk pembelajar tingkat menengah yang ada di Permenag RI nomor 2 tahun 2008, diklasifikasi menurut ketrampilan berbahasa, meliputi: 1. Memahami informasi lisan berbentuk paparan atau dialog tentang hobi dan wisata (Menyimak). 2. Mengungkapkan informasi secara lisan berbentuk paparan atau dialog tentang hobi dan wisata (Berbicara). 3. Memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog tentang kebudayaan dan tokoh-tokoh Islam (Membaca). 4. Mengungkapkan informasi secara tertulis berbentuk paparan atau dialog tentang kebudayaan dan tokoh-tokoh Islam (Menyimak).3 PERUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Pengertian lain menyebutkan, tujuan pembelajaran adalah pernyataan mengenai keterampilan atau konsep yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa pada akhir priode pembelajaran (Slavin, 1994). Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dituju dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur sesuai yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Penyusunan

tujuan

pembelajaran

merupakan

tahapan

penting

dalam

rangkaian

pengembangan desain pembelajaran. Dari tahap inilah ditentukan apa dan bagaimana harus melakukan tahap lainnya. Apa yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran menjadi acuan untuk menentukan jenis materi, strategi, metode, dan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Tanpa tujuan yang jelas, pembelajaran akan menjadi kegiatan tanpa arah, tanpa fokus, dan menjadi tidak efektif. Perumusan tujuan pembelajaran yang baik diantaranya perlu memperhatikan Taksonomi Tujuan Pembelajaran meliputi tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan juga harus memperhatikan analisis instruksional atau analisis tugas (Task Analysis), Dalam membuat perencanaan pembelajaran, penting untuk mengetahui keterampilan atau kompetensi apa saja

3

Permenag RI nomor 2 tahun 2008

4


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

yang dibutuhkan dalam tugas-tugas yang akan diajarkan atau diberikan. Sebagai contoh, guru dapat meminta siswa menggunakan perpustakaan untuk menulis suatu laporan singkat mengenai suatu topik yang menarik minat. dan dalam perumusan tujuan diawali dengan perumusan Standar kompetensi atau kompetensi dasar TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Banyak orang yang belajar bahasa dengan berbagai tujuan yang berbeda. Ada yang belajar hanya untuk mengerti, ada yang belajar untuk memahami isi bacaan, ada yang belajar untuk dapat bercakap-cakap dengan lancar, ada pula yang belajar untuk gengsi-gengsian, dan ada pula yang belajar dengan berbagai tujuan khusus. Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.4 Tujuan pembelajaran bahasa secara teoretis berarti tujuan menumbuhkan kemampuan berbahasa. Dengan pembelajaran bahasa secara terus menerus dapat diperoleh keterampilan berbahasa, yang umumnya masih dikenal dengan empat macam keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis.5 Dengan ungkapan lain dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa (asing) adalah diperolehnya kemampuan menggunakan bahasa (asing) baik secara pasif atau pun aktif.6 Selanjutnya dapat dinalar bahwa tujuan pembelajaran bahasa Arab bagi pihak pendidik adalah agar dapat menjadikan bahasa Arab mudah dikuasai oleh para pelajar. Adapun tujuan bagi pihak pelajar adalah agar dapat menguasai bahasa Arab. Penguasaan bahasa Arab secara aktif atau pasif itu pada dasarnya adalah cara pandang terhadap pemakaian bahasa. Ketika berperan sebagai pendengar berarti sedang bersikap pasif dalam arti menerima pemahaman, meskipun cara mendengar dan memahaminya itu dengan aktif. Seseorang yang sudah dapat menggunakan suatu bahasa dengan berbicara berarti sudah menguasai bahasa dengan aktif. Karena itu pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa adalah agar bahasa dapat dikuasai, dengan mempergunakannya secara aktif.7

4

Tujuan Pembelajaran bahasa, oleh Muhammad Nida’ Fadlan, artikel diakses tanggal 25 April 2011 dari http://miftah19.wordpress.com 5 Djago Tarigan dan H.G. Tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1987), 22 6 Umar Asasuddin SokahProblematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris (Yogyakarta: CV. Nur Cahaya, 1982), 33 7 Fokus Tujuan Pendidikan Bahasa Arab, oleh Prof..Dr.H.Saidun Fiddaroini, M.A, artikel diakses tanggal 25 April 2011 dari http://adab.sunan-ampel.ac.id/?page_id=1078

5


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Selanjutnya Mahmud Rusydi meringkas tujuan pembelajaran Bahasa Arab untuk selain penuturnya sebagaimana berikut: 1. Untuk melatih pelajar dalam bahasa Arab sebagaimana penuturnya atau mendekati penuturnya, dan dalam perspektif ketrampilan berbahasa maka pembelajaran Bahasa Arab sebagai bahasa kedua bertujuan: a. Mengembangkan kemampuan pelajar dalam memahami bahasa Arab ketika mereka mendengarnya. b. Mengembangkan kemampuan pelajar dalam berbicara secara benar dan dapat berbicara dengan penuturnya (native speaker). c. Mengembangkan kemampuan pelajar dalam membaca tulisan berbahasa Arab dengan detail dan faham. d. Mengembangkan kemampuan pelajar dalam menulis berbahasa Arab dengan detail dan lancer. 2. Pelajar mengetahui karakteristik bahasa Arab dan apa yang membedakannya dengan bahasa lain baik dalam suara, kosakata, susunan kalimatnya dan pemahaman-pemahamannya. 3. Pelajar mengenal kebudayaan Arab, memahami karakteristik orang Arab dan lingkungan dimana mereka hidup serta masyarakat yang berhubungan dengan mereka.8 Selanjutnya Mahmud Kamil Naqah dan Rusydi Ahmad Thuaimah memberikan contoh tujuan (yang bersifat perilaku) dalam pembelajaran Kalam, diantaranya: 1. Pembelajar mencari tau tentang tempat, waktu dan beberapa orang. 2. Pembelajar mengevaluasi hubungan persatuan diantara pemilik bahasa. 3. Pembelajar mampu bercerita singkat atau berkata kepada yang lain.9 Dan diatara contoh tujuan (yang bersifat perilaku) dalam pembelajaran Qira'ah adalah: 1. Pembelajar membaca berita penting di surat kabar harian dengan bacaan yang keras kepada teman-temannya. 2. Pembelajar membaca teks apapun dengan tanpa suara kemudian menceritakan kepada temannya.10 Dan diantara contoh tujuan (yang bersifat perilaku) dalam pembelajaran Kitabah adalah: 1. Pembelajar mampu menulis teks yang disusun dari cara membaca. 2. Pembelajar mampu meringkas teks sederhana dan menulis setelah membacanya.

8

Mahmud Rusydi Khothir dkk, Thuruq tadris al-lughah al-arabiyah wa al-tarbiyah al-diniyah fi dlaui al-ittijahat al-tarbawiyah al-hadithah, (Kairo; dar al-ma'rifat 1989), 407 9 Mahmud Kamil Naqah dan Rusydi Ahmad Thuaimah, al-Kitab al-Asasy li-Ta'lim al-Lughah al-arabiyyah li ghair Nathiqin bi lughat Ukhra: I'daduhu wa Tahliluhu wa Taqwimuhu, (Makkah: Jamiah Umm al-Qura, 1983), 271 10 Ibid., 272

6


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

3. Pembelajar mampu menulis surat resmi, atau surat yang menceritakan sebuah kejadian kepada temannya.11 Apa yang dituturkan oleh Mahmud Kamil Naqah dan Rusydi Ahmad Thuaimah diatas mengarah pada tujuan pembelajaran bahasa Arab pada tingkat Mutaqaddimin mengingat ada beberapa tujuan yang tidak mungkin dapat dicapai di tingkat pemula atau menengah, seperti meringkas teks sederhana dan menulis setelah membacanya, ini sulit untuk bias dicapai oleh pembelajar tingkat menengah apalagi pemula. Dan dalam konteks pembelajaran bahasa arab di Indonesia, pembelajaran bahasa Arab mempunyai: 1. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah). 2. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam. 3. Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta didik

diharapkan memiliki

wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. 12 Sebagaimana dalam Permenag RI nomor 2 tahun 2008, Tujuan pembelajaran bahasa Arab tersebut berdasar atas latar belakang bahwa Mata pelajaran bahasa Arab merupakan suatu mata pelajaran yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap positif terhasap bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Kemampuan produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Kemampuan berbahasa Arab serta sikap positif terhadap bahasa Arab tersebut sangat penting dalam membantu memahami sumber ajaran Isalam yaitu al-Qur'an dan al- hadis, serta kitab-kitab berbahasa Arab yang berkenaan dengan Islam bagi peserta didik.13 Dan untuk itu, bahasa Arab dipersiapkan untuk pencapaian kompetensi dasar berbahasa, yang mencakup empat keterampilan berbahasa yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Meskipun begitu, pada tingkat pendidikan dasar (elementary) dititikberatkan pada kecakapan menyimak dan berbicara sebagai landasan berbahasa. Pada tingkat pendidikan menengah (intermediate), keempat kecakapan berbahasa diajarkan secara seimbang. 11

Ibid.,273 Permenag RI nomor 2 tahun 2008 13 Ibid 12

7


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Pada tingkat pendidikan lanjut (advanced), dikonsentrasikan pada kecakapan membaca dan menulis, sehingga peserta didik diharapkan mampu mengakses berbagai referensi berbahasa Arab. Kemudian dari tujuan dan kompetensi dasar tersebut dirumuskan indikator ketercapaian, indikator ketercapaian sifatnya lebih spesific dan terinci menurut ketrampilan berbahasa dan unsur-unsur kebahasaan, misalkan pembelajaran bahasa Arab tingkat menengah pada XII, indikator pencapaiannya untuk pengajaran mufradat : 1. Melengkapi kalim-kalimat dengan memilih mufradat yang disediakan dengan benar 2. Menyebutkan mufradat baru sesuai gambar yang disediakan. 3. Menjodohkan mufrodat baru dengan tepat. 4. Menjodohkan ungkapan-ungkapan baru menjadi kalimat-kalimat lengkap.14 Juga misalkan pengajaran istima', indikator pencapaiannya sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi bunyi kata-kata yang diperdengarkan. 2. Mengidentifikasi bunyi ungkapan yang diperdengarkan. 3. Mengidentifikasi bunyi kalimat yang diperdengarkan. 4. Memilih kata sesuai dengan makna ungkapan/kalimat yang diperdengarkan 5. Memilih ungkapan sesuai dengan makna ungkapan/kalimat yang diperdengarkan. 6. Memilih jawaban yang disediakan sesuai dengan pertanyaan yang diperdengarkan.15 Sedangkan kitab Arabiyah Bayna Yadaik tingkat menengah mempunyai tujuan pembelajar mampu mempunyai kecakapan berbahasa dan kecakapan, kecakapan berkomunikasi dan kecakapan kebudayaan. Kecakapan kebahasaan yang dimaksud adalah kecakapan dalam empat kompetensi berbahasa dan kecakapan dalam menguasai tiga unsur kebahasaan meliputi suara (ashwat), kosakata dan susunan kalimat menurut gramatikal (al-tarakib al-nahwiyah). Dan yang dimaksud kecakapan berkomunikasi adalah pembelajar mampu berkomunikasi dengan pemilik bahasa dalam konteks sosial yang diterima, sekiranya pembelajar mampu berkomunikasi dengan pemilik bahasa baik secara lisan atau tulisan. Dan yang dimaksud kecakapan kebudayaan adalah pembelajar mampu mempunyai pengetahuan tentang kebudayaan Arab.16 Disamping tujuan pembelajaran menurut tingkatan, pembelajaran bahasa Arab juga ada yang bertujuan khusus atau biasa disebut Language for specific purpose, istilah ini mengemuka kirakira sejak tahun 1968, dan istilah ini dimaksudkan untuk pembelajaran bahasa untuk tujuan

14

D. Hidayat, Ta'lim al-lugha al-Arabiyah; Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Aliyah Kelas XII, (Semarang: PT. Thoha Putra, 2008), e 15 Ibid.,e 16 Ibid

8


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

tertentu dan kelompok tertentu yang digunakan untuk pekerjaan tertentu, misalnya pembelajaran bahasa untuk dokter, insinyur, diplomat dan lain sebaginya.17 KESIMPULAN Dari uraian di atas, ada beberapa kesimpulan yang diambil: 1. Penyajian kompetensi yang baik haruslah dapat menunjukkan kecakapan berpikir, bekerja, dan prestasi seseorang dan Penyusunan kompetensi tidak dapat dilakukan sekali jadi. Diperlukan perbaikan dan pemantapan secara terus-menerus dan berkelanjutan. 2. Tujuan pembelajaran bahasa secara teoretis berarti tujuan menumbuhkan kemampuan berbahasa. Dengan pembelajaran bahasa secara terus menerus dapat diperoleh keterampilan berbahasa dan unsure-unsur kebahasaan. 3. Perumusan tujuan pembelajaran yang baik diantaranya perlu memperhatikan Taksonomi Tujuan Pembelajaran meliputi tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan juga harus memperhatikan analisis instruksional atau analisis tugas (Task Analysis), Dalam membuat perencanaan pembelajaran, penting untuk mengetahui keterampilan atau kompetensi apa saja yang dibutuhkan dalam tugas-tugas yang akan diajarkan atau diberikan

17

Rusydi Ahmad Thuaimah, Ta'lim al-Arabiyyah li ghair Nathiqin biha: Manahijuhu waa Asalibuhu, (Ribat; Mansyurat alMunadlomat al-Islamiyyah li al-Tarbiyyah wa al-Ulum wa al-Thaqafah, 1989) 276

9


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

DAFTAR PUSTAKA Djago Tarigan dan H.G. Tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1987) D. Hidayat, Ta'lim al-lugha al-Arabiyah; Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Aliyah Kelas XII, (Semarang: PT. Thoha Putra, 2008) Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005) Umar Asasuddin SokahProblematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris (Yogyakarta: CV. Nur Cahaya, 1982) Mahmud Rusydi Khothir dkk, Thuruq tadris al-lughah al-arabiyah wa al-tarbiyah al-diniyah fi dlaui alittijahat al-tarbawiyah al-hadithah, (Kairo; dar al-ma'rifat 1989) Mahmud Kamil Naqah dan Rusydi Ahmad Thuaimah, al-Kitab al-Asasy li-Ta'lim al-Lughah alarabiyyah li ghair Nathiqin bi lughat Ukhra: I'daduhu wa Tahliluhu wa Taqwimuhu, (Makkah: Jamiah Umm al-Qura, 1983) Muhammad Nida’ Fadlan, Tujuan Pembelajaran bahasa, artikel diakses tanggal 25 April 2011 dari http://miftah19.wordpress.com Rusydi Ahmad Thuaimah, Ta'lim al-Arabiyyah li ghair Nathiqin biha: Manahijuhu waa Asalibuhu, (Ribat; Mansyurat al-Munadlomat al-Islamiyyah li al-Tarbiyyah wa al-Ulum wa alThaqafah, 1989) Saidun Fiddaroini, Fokus Tujuan Pendidikan Bahasa Arab, artikel diakses tanggal 25 April 2011 dari http://adab.sunan-ampel.ac.id/?page_id=1078 Pembelajaran Bahasa Indonesia, artikel diakses pada tanggal 14 September 2009 dari http://endonesa.wordpress.com/ajaran-pembelajaran/pembelajaran-bahasa-indonesia/ Permenag RI nomor 2 tahun 2008

10


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

AL-INSAN AL-KAMIL DALAM TASAWUF IBN ‘ARABI Oleh: Ah.Haris Fahrudi, M.Th.I, M.Fil.I Abstrak : Ibn ‘Arabi>>, sebagaimana umumnya para sufi, menaruh perhatian besar terhadap manusia. Hampir seluruh karya Ibn ‘Arabi> dipenuhi istilah-istilah yang semuanya berkaitan dengan manusia, baik dalam kaitan yang dekat maupun jauh, dengan jelas maupun samar. Perhatian besar kaum sufi terhadap manusia adalah karena dalam pandangan mereka realitas (al-h}aqi>qah) adalah satu dan tidak terpisah dari diri manusia. Dalam hal ini kaum sufi mendasarkan diri pada hadith Nabi SAW. yang masyhur di kalangan mereka yaitu “‫”من عرف نفسه عرف ربه‬ (Barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya). Pengetahuan mengenai realitas (al-h}aqi>qah) bagi sufi berpusat pada diri manusia sendiri. Pengetahuan mengenai realitas yang hakiki (al-h}aqi>qah) diperoleh manusia melalui (sarana) diri mereka, dan dalam diri manusia. Oleh sebab itu mereka menjadikan diri mereka sebagai pusat eksperimentasi, media dan tujuannya sekaligus. Ibn ‘Arabi> mengatakan “Segala sesuatu adalah di dalam dirimu dan dari dirimu, sehingga tidak ada sesuatu yang baru yang datang kepadamu ( t}ara’a ‘alayka), suatu perkara yang asing yang dia tidak ada pada Dirimu. Karena itu, tidaklah disingkapkan untukmu kecuali darimu sendiri”. PENDAHULUAN Penyingkapan mengenai hakekat manusia dalam ‘irfa>n Ibn ‘Arabi> terungkap melalui definisi manusia ketika ia mendefinisikan Adam (manusia) sebagai al-H{aqq al-Khalq.18 Definisi ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua dimensi salinan ( nuskhatayn) yaitu dimensi eksoteris (nuskhah z}a>hirah) dan dimensi esoteris (nuskhah ba>t}inah), dimensi yang tampak (z}a>hir) dan dimensi yang tersebunyi (ba>t}in), dimensi rendah kemanusiaan ( na>su>t) dan dimensi tinggi ketuhanan (la>hu>t). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qus}ayri> bahwa manusia adalah al-ru>h wa al-jasad.19 Dimensi eksoteris yang tampak merupakan representasi dari hakekat-hakekat alam secara keseluruhan sedangkan dimensi esoteris merupakan kehadiran ilahi. Ia adalah dua sisi (wajhayn) bagi hakekat yang satu. Pandangan mengenai manusia yang mencerminkan dua dimensi kemanusiaan ini tidak dapat dilepaskan dari doktrin utama irfa>n Ibn ‘Arabi> yang dikenal dengan wah}dah al-

wuju>d. Dalam pandangan Ibn ‘Arab>i hekekat wuju>d (al-h}aqi>qah al-wuju>diyyah) adalah satu pada tingkat jawhar (substansi) dan dha>t (esensi). Ia (al-h}aqi>qah al-wuju>diyyah) tampak

18

Ibn ‘Arabi>>, Fus}u>s} al-H{ikam, Tah}qi>q Abu> ‘Ala> al-‘Afi>fi>, (Bairut: Da>r al-Kita>b al-’Arabi>>, 1980), Cet. Ke-2, Vol. I, 56. 19 Al-Qus}airi>, al-Risa>lah al-Qushayriyyah fi> ‘Ilm al-Tas}awwuf, (Bairut: Da>r al-Kita>b al-’Arabi>>, t.th.), 45.

11


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

banyak melalui sifat-sifat dan asma>’-Nya. Tidak ada keberbilangan (ta’addudiyyah) padaNya kecuali ditinjau dari segi nisab (relasi-relasi) dan id}a>fah (penyandaran).20 Al-h}aqi>qah al-

wuju>diyah itu adalah al-H{aqq (Realitas Mutlak sebelum munculnya relasi apapun) sekaligus al-khalq (makhluk yang tercipta sebab al-H{aqq). Dengan demikian, Ia satu dan sekaligus banyak, qadi>m (ada tanpa permulaan) dan h}a>di>th (ada setelah sebelumnya tidak ada).

Al-H{aqq mempunyai wuju>d hakiki dan wuju>d hakiki ini adalah Dha>t-Nya dan mempunyai wuju>d id}a>fi> yaitu wuju>d-Nya dalam substansi segala wuju>d yang mungkin (al-

a’ya>n al-mumkina>t), yakni substansi yang ada dan tidaknya bergantung pada yang lain. AlH{aqq merupakan hakekat azali dan wujud mutlak yang tidak bisa tidak ada (al-wuju>d almut}laq al-wa>jib) yang mana merupakan asal segala yang ada, dulu, sekarang dan yang akan datang.21 Sifat al-H{aqq yang hanya dimiliki-Nya (yang membedakan dari selain-Nya) adalah sifat al-wuju>b al-dha>ty yang tidak dapat dimiliki oleh makhluk (al-khalq).22

MANUSIA DALAM STUKTUR WAH}DAH AL-WUJU>D IBN ‘ARABI> Dalam doktrin wah}dah al-wuju>d, wujud segala sesuatu yang ada bukanlah wujud yang hakiki karena mereka diadakan dari ketiadakan melalui wujud Allah SWT., bukan dengan sendirinya. Eksistensi mereka terjaga dalam setiap saat sebab wujud Allah SWT., bukan diri mereka sendiri. Karena itu wujud mereka, yang ada karena wujud Allah, dalam setiap saat adalah wujud Allah SWT.. Adapun dha>t dan bentuk mereka dari segi dha>tnya maka secara asal tidak ada wujud bagi entitas mereka. 23Dengan demikian segala sesuatu yang ada (al-ka>ina>t) hanyalah wujud khaya>li>

24

atau hanyalah bayangan dari al-Wuju>d al-

H{aqq.25 Dalam hal ini Ibn ‘Arabi> mengatakan: 26

Apa yang disebut sebagai “al-siwa>” (selain al-H{aqq) atau yang disebut alam jika dinisbatkan kepada al-H{aqq adalah bagaikan bayangan bagi seseorang sehingga selain al-H{aqq atau alam adalah bayangan Allah. 20

Abu> al-‘Ala> Afi>fi> dalam muqadimah Fus}u>s} al-H{ikam (Beirut: Da>r al-Kitab al-‘Arabi>, t.th.), 24. Ibid., 25. 22 Ibid., 27. 23 Abd al-Ghani> al Na>buli>si>, I>d}a>h} al-Maqsu>d min Wah}dat al-Wuju>d, (Kairo: Da>r al-A<fa>q al-’Arabi>yyah, 2003), 59-60. 24 Ibn ‘Arabi>>, Fus}us al-H{ikam, sunt. Dr. Abu> al-‘Ala> ‘Afi>fi>, Ibid., Vol. 1, 104. 25 Ibid., Vol. IV, 279. 26 Ibid. 21

12


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Dengan penjelasan ini, maka alam dari segi keeasaan dha>t yang mengadakannya yaitu Allah SWT., maka dikatakan dia adalah al-H{aqq, yang satu dan esa dan apabila kita melihat alam dari segi pluralitas s}u>rah (form) dan keberbilangannya yang mucul kemudian padanya secara relatif, maka dikatakan dia alam atau nama “ al-siwa> ” dan “al-ghayr (selain Allah)”. Apa yang kita tangkap menurut Ibn ‘Arabi> adalah wujudnya al-H{aqq dalam entitas-entitas hal-hal yang bersifat mungkin (wuju>d al-h}aqq fi> a’ya>n al-mumkina>t) yang dari segi hakekat realitasnya adalah wujudnya al-H{aqq dan dari segi bermacam-macam s}u>rah-nya adalah entitas-entitas yang mungkin.27 Dia yang tersembunyi menampakkan diri-Nya melalui s}u>rah (form) segala yang ada (alam). Dilihat dari dha>t-nya, hakekat wuju>d yang tampak tersebut dapat disebut sebagai Al-

H}aqq dan jika dilihat dari sifat-sifat dan asma>’-Nya yakni dari segi penampakannya dalam entitas-entitas hal-hal yang mungkin (a’ya>n al-mumkina>t), maka ia disebut ciptaan (al-

khalq) atau alam dari segi bahwa al-Khalq tidak mempunyai hakekat wuju>d, karena wuju>dnya hanyalah manifestasi dari al-H{aqq. Karenanya tidak ada yang disifati dengan wuju>d kecuali Allah.28 Dengan demikian, pembedaan antara keduanya (al-H{aqq dan al-khalq) tidak lain hanya pada tingkat pengandaian (al-i’tiba<r). Jika tidak demikian maka al-khalq adalah

al-Kha>liq dan al-Kha>liq adalah al-khalq karena esensinya (‘ayn) adalah satu. Di sisi yang lain al-khalq bukanlah al-H{aqq dan al-H{aqq bukanlah al-khalq, jika kita melihat pada s}ura>h dari al-khalq tanpa melihat hakekat esensial (‘ayn) dan substansi (jawhar)-nya. Karena itu Ibn ‘Arabi> mengatakan “Dengan demikian kamu adalah Dia dan sekaligus bukan Dia ( anta huwa

la> huwa) dan Dia adalah kamu dan sekaligus bukan kamu (huwa anta la> anta)”. Artinya kamu adalah Dia pada tingkat hakekat dan esensi dan bukan Dia dari sisi s}u>rah-mu dan penampakanmu. Al-H{aqq dalam pandangan Ibn ‘Arabi> adalah ru>h} al-wuju>d dan wuju>d itu adalah s}u>rah-Nya yang tampak.29 Doktrin wah}dah al-wuju>d Ibn ‘Arabi> jauh dari konsep h}ulu>l (merasuknya Tuhan dalam diri hamba) dan ittih}a>d (bersatunya hamba dengan Tuhan), karena dua konsep ini mengandaikan adanya dualitas. Ibn ‘Arabi> sendiri menyatakan bahwa “tidaklah berkata mengenai al-ittiha}d kecuali golongan mulh}id (atheis) dan tidaklah berkata mengenai al-

27

Ibid., 141. Karam Ami>n Abu> Karam, H{aqi>qah al-‘Iba>dah ‘Inda Muhyi al-Di>n Ibn ‘Arabi>, (Kairo: Da>r al-Ami>n, 1997), 48. 29Ibid., 29. 28

13


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

h}ulu>l kecuali golongan orang bodoh dan ahl al-fud}u>l.30 Ibn ‘Arabi> dengan tegas mengatakan bahwa: “Jika ittih}a>d (penyatuan Tuhan dengan lain-Nya) berarti menjadikan dua dha>t menjadi satu dha>t maka hal itu mustahil karena jika entitas masing-masing dari keduanya ada pada kondisi penyatuan (ittih}a>d) maka keduanya adalah dua dha>t dan jika salah satu entitas ditiadakan dan entitas yang lain tetap maka tidak ada ruang bagi yang pertama.” Dalam pandangan Ibn ‘Arabi> tidak ada dua dha>t, pada hakekatnya, sehingga memungkinkan terjadinya ittih}ad> , karena tidak ada di sana selain Allah SWT. dan sifat-sifat serta asma>’-Nya. Adapun penggunaan istilah ittih}a>d oleh kaum sufi menunjuk pada maknamakna lain yang khusus dalam pengertian mereka yang tidaklah berarti penyatuan dua dha>t. Ibn ‘Arabi> menyatakan bahwa mereka yang yang mengusung konsep ittih}a>d dan h{ulu>>l dalam arti berkumpulnya dua dha>t sebagai orang yang menyimpang dan sesat. Ia mengatakan: “Dari sini tergelincirlah sebagian golongan dari jalan tah}qi>q. Mereka mengatakan tidak ada di sana sesuatupun kecuali apa yang kamu lihat, sehingga mereka menjadikan alam adalah Allah dan Allah adalah alam itu sendiri. Sebab timbulnya pandangan ini adalah karena mereka tidaklah mencapai pengetahuan yang sebenarnya (tah{qi>q) mengenai Allah sebagaimana ahlinya.31 Pernyataan ini tegas menafikan kemungkinan memaknai konsep wah}dah al-wuju>dnya Ibn ‘Arabi> sebagai konsep panteisme dalam tradisi Barat dan menafikan masuknya konsep h}ulu>l dan ittih}a>d dalam wah}dah al-wuju>d Ibn ‘Arabi>.

MANUSIA SEBAGAI MIKROKOSMOS Proses terjadinya alam berawal dari kehendak Dha>t ketuhanan untuk melihat diri-Nya dalam bentuk selain Dha>t-Nya atau dengan kata lain Dha>t ila>hiyyah menghendaki untuk dikenal di luar batas ke-Dha>t-an-Nya. Dia yang Esa cinta (rindu) untuk melihat diri-Nya dalam bentuk lain, yang padanya Ia menampakkan diri dan melihat diri-Nya dari selasalanya.

32

Jadi alam lahir dari kehendak al-H{aqq agar dapat melihat diri-Nya dan

memperlihatkan diri-Nya. Dia mengenal diri-Nya dan memperkenalkan diri-Nya melalui alam. Alam adalah cermin Tuhan. Tuhan dari sisi Dha>t-Nya adalah harta tersimpan, tersembunyi yang tidak dapat dikenal kecuali melalui alam. Alam tercipta berkat kehendak 30 31

Ahl al-fud}u>l ialah orang yang banyak melakukan perbuatan yang sia-sia. Ibn ‘Arabi>>, Kita>b al-Masa>il, dalam Rasa>il Ibn ‘Arabi>>, (Hederabad: Mat}ba’ah Jam’iyyah Dairah al-Ma’a>rif al-

“Uthma>niyyah, 1948), 19. Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, H{a>kadha> Takallam Ibn ‘Araby (Kairo: Al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘Ammah li al-Kita>b, 2002), 192. 32

14


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Al-H}aq, dari sisi asma>’-Nya yang tak terhitung jumlahnya, untuk melihat substansi diri-Nya dalam jagad (kaun) yang menghimpun segalanya karena Ia bersifat ada, dan dengannya Dia menampakkan rahasia-Nya ke padanya.33 Manakala ilmu-Nya mengenai alam tiada lain adalah ilmu-Nya mengenai Diri-Nya sendiri karena tidak ada yang wuju>d kecuali Dia, maka tidak ada yang tampak di dalam alam jagad (kaun) kecuali apa yang ada pada Diri-Nya, maka tidak bisa tidak alam menurut citraNya dan citra alam menurut kadar Asma>’ Tuhan yang tidak hitung jumlahnya dan tidak ada dalam Tuhan kecuali Nama Tuhan (ism ila>hy) kecuali menurut kadar pengaruhnya pada kemunculan alam tanpa bertambah dan berkurang. Maka Dia menciptakan alam secara sempurna (fi gha>yah al-ih}ka>m wa al-itqa>n), sehingga alam bersesuaian dengan asma>’ Tuhan dan seakan Tuhan yang asalnya tersembunyi (ba>t}in) dengan adanya alam menjadi tampak, sehingga Dia menyaksikan Diri-Nya dengan yang tampak itu. Mana kala Dia menampakkan alam dalam substansi-Nya maka ia menjadi tempat penampakan-Nya (majla>hu), sehingga Dia tidak melihat padanya kecuali keindahan-Nya. Ibn ‘Arabi> dalam Fus}us} al-H{ikam mengatakan: “Sesungguhnya Allah ta’a>la dari segi Asma>’-Nya yang tidak terhitung jumlahnya, untuk melihat sumbstansi-sumtansi asma>’ tersebut atau melihat subtansi-Nya dalam jagad yang menghimpun dan mengumpulkan segala hal seluruhnya karena ia berrsifat ada (wuju>d), dan menampakkan rahasia-Nya melalui jagad itu kepadanya, karena penglihatan sesuatu terhadap diri melalui dirinya sendiri tidaklah seperti penglihatannya terhadap dirinya pada sesuatu yang lain yang berfungsi sebagai cermin, sehingga ia tampaklah baginya dirinya dalam suatu bentuk yang ia berikan kepada tempat penglihatan itu, dimana hal itu tidak tampak baginya tanpa adanya tempat ini, dan tampa penampakannya (tally) pada tempat itu. Manakala al-H{aqq telah mengadakan alam seluruhnya dalam sosok penampakan (shabh}) tanpa ruh sehingga ia bagaikan cermin yang tidak mengkilap (ghayr majluw), sedangkan hukum ilahi mempunyai sifat bahwa tidaklah ia mengadakan ( sawwa>) suatu tempat (mahal) kecuali ia menerima ruh ila>hi. Yang diungkapkan dengan nafakha fi>hi (tiupan padanya)….. Oleh karenanya menuntut pengkilapan cermin alam tersebut, maka Adam merupakan subtansi kilapnya cermin tersebut dan menjadi ruhnya s}u>rah tersebut (alam), dan malaikat termasuk bagian dari potensi (quwa>) s>rah tersebut yang mana adalah s}u>rah alam yang diisilahkan oleh kaum (sufi) dengan al-insa>n al-kabi>r (manusia besar)……dan dinamakanlah ia (ruh alam) sebagai insa>n (manusia) dan khali>fah), adapun kemanusiaan-nya adalah karena keumuman pertumbuhannya (nash’atih) dan karena ia meringkas hakekat-hakekat seluruhnya. Kedudukannya bagi al-H{aqq adalah dalam posisi pupil mata (insa>n al-‘ayn) dengan mata (al-‘ayn) yang dengannya (al’ayn) ini dapatlah terjadi penglihatan, yang diistilahkan dengan pandangan (al-bas}ar), karenanya ia disebut insa>n, kerena denganya al-H{aqq melihat kepada hambanya sehingga Dia menyanyangi mereka…”34

33 34

Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Arabi, Fus}us} al-H{ikam, (Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Araby,t.th), 49. Ibid., 49-50.

15


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Pernyataan Ibn ‘Arabi> ini dijelaskan oleh ‘Afifi dengan mengatakan bahwa yang ia maksudkan adalah bahwa Allah ta’a>la> mengadakan di dalam alam untuk seluruh sifat dari sifat-sifat Tuhan secara mandiri, satu persatu (fura>da>), dengan demikian maka al-h}ad}rah al-

ila>hiyyah al-asma>iyyah wa al-s}ifa>tinyyah tidak ber-tajalli (memanifstasi) secara sempurna, demikian juga al-wah}dah al-wuju>diyah. Sehingga alam ini bagaikan cermin yang tidak mengkilap atau bagaikan jism tanpa ruh. Karenanya Allah menciptakan manusia (adam) menurut s}u>rah-Nya, agar ia menjadi pengkilap bagi cermin tersebut dan menjadi ruh bagi

jism tersebut, karena ia saja yang padanya dha>t ila>hiyah dengan seluruh sifat-sifat-Nya dapat menampakkan diri secara konkrit (muta’ayyinah). Ini adalah penasiran baru yang diberikan Ibnu ‘Arabi> terhadap “khalaqa Alla>h A<dam ‘ala> s}u>ratihi. Manusia, dalam sistem pemikiran Ibn ‘Arabi> (wah}dah al-wuju>d), merupakan martabat terakhir dari rangkaian martabat wuju>d. Manusia merupakan puncak tertinggi segala yang diadakan (al-mawju>da>t) dari segi bahwa ia merupakan tempat penampakan seluruh hakekat

al-mawju>da>t (alam) dan tingkatan-tingkatannya, disamping ia juga tempat penampakan hakekat ketuhanan (majla> al-ila>hiyyah). Ia merupakan akhir al-mawju>da>t dan juga awal al-

mawju>da>t dari segi dia adalah tujuan Tuhan.35Berbeda dengan alam yang tercipta dari tiada, manusia tercipta dari yang ada. Sebagaimana dijelaskan bahwa alam seluruhnya marupakan tempat tajally Tuhan. Namun setiap entitas alam memiliki kesiapan yang berbeda dalam menerima tajally namanama Tuhan. Intensitas penampakan nama-nama Tuhan berfariasi sesuai kesiapan (isti’da>d) masing-masing makhluk untuk menerima penampakan itu. Benda-benda mineral memiliki kesiapan yang paling kecil untuk menerima penampakan nama-nama Tuhan. Tumbuhan memiliki kesiapan yang lebih besar dari yang dimiliki benda mineral. Binatang memiliki kesiapan yang lebih besar dari yang dimiliki tumbuhan dan manusia memiliki kesiapan yang lebih besar dari dari yang dimiliki binatang. Manusia menduduki hirarki tertinggi dari makhluk-makhluk Tuhan bahkan dari jin dan malaikat dan dalam kesiapan ini. Hal itu karena selain manusia hanya menerima penampakan sebagian nama Tuhan sedang manusia bisa menerima penampakan semua nama Tuhan.36 Kesempurnaan manusia terletak pada apa yang disebut perpaduan, pencakupan, atau sintesa (jam’iyyah) atau paduan, cakupan dan totalitas (majmu>’), dimana al-H{aqq 35

Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, H{a>kadha> takallama Ibn ‘Araby, Ibid., 192 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi, Wah}dah al-Wuju>d Dalam Perdebatan, (Jakarta: Para Madinah, 1995), 128. 36

16


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

memanggil seluruh hakekat yang tercerai berai dalam alam dan menghimpunnya dalam manusia.37 Perpaduan berarti bahwa manusia memadukan atau mencakup dalam dirinya semua nama dan sifat Tuhan dan semua realitas alam. Kerpaduan itu diperoleh dari hasil “perkawinan” antara ruh-ruh yang suci dan superior (‘uluwy) sebagai “bapak” (yang memberi pengaruh atau al-mu’aththir) dan unsur-unsur alam yang inferior (sufly) yang menerima perubahan yaitu al-t}abi>’ah (berupa empat unsur alam yang dikenal: tanah, air, udara api) sebagai “ibu (yang ditempati pengaruh atau mu’aththar fi>h).38 Perkawinan ini melahirkan (anak) berupa benda tambang, tumbuhan, hewan dan jin (al-Ja>n) dan manusialah yang paling sempurna dari semuanya.39 Dengan demikian manusia terdiri dari dua sisi (nuskhatain) yaitu sisi eksoteris (nuskhah z}a>hirah) dan sisi esoteris (nuskhah ba>t}inah). Sisi yang tampak dapat disamakan dengan alam secara keseluruhannya sedang sisi esoteris dapat disamakan dengan kehadiran ilahi. Dari aspek bentuk badaniyahnya ia baharu (ha>dith) sedang dari sisi aspek ilahinya ia

azali. Jadi ia memiliki dua dimensi yaitu dimensi luarnya ( al-s}u>rah al-kha>rijiyyah) yang disebut sebagai na>sut dan dimensi esoterik (ba>t}in) atau hakekatnya yang disebut la>hut. Namun, tidak seperti pandangan al-H{allaj yang menganggap keduanya sebagai suatu tabi’at yang terpisah, bagi Ibn ‘Arabi> ia adalah dua sisi (wajhayn) bagi hakekat yang satu. Keduanya merupakan dua sifat yang teraktualisasi ( muh}aqqaqatain) tidak hanya pada manusia saja juga pada setiap yang mauju>d. Keduanya sinonim dengan sifat al-Ba>t}in dan Z{a>hir, atau sama dengan substansi (jawhar) dan sifat aksidental (‘arad}) dalam filsafat atau ilmu kalam.

Al-H{aqq yang ber-tajally dalam seluruh bentuk wuju>d ber-tajally pada manusia dalam betuk wuju>d yang paling tinggi dan sempurna, karena kedua sifat ini tampak pada manusia dengan jelas yang tidak tertandingi oleh mauju>d yang lain. Ia adalah kata yang memisahkan atau pembeda antara Tuhan dan alam.40 Karena itulah manusia disebut sebagai alam mikro (a>lam s}aghi>r), sedangkan alam merupakan merupakan manusia makro (insa>n kabi>r). Alam dan manusia sama-sama menceminkan dimensi eksoteris Tuhan (z}a>hir al-ulu>hiyah). Alam mencerminkan dimensi eksoteris Tuhan itu dari segi pluralitas asma>’ dan sifa>t, sedangkan

37

Mahmu>d Mah}mu>d al-Gharra>b, Al-Insa>n al-Ka>mil wa al-Qut}b al-Ghauth al-fard min Kala>m al-Syeikh alAkbar Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Araby, www. Al-mostofa.com, cet ke-2, 1990), 7. 38 Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Araby, Al-Futu>h}at al-Makkiyah Ibid., Vol. 2, 309. 39

Ibid., Vol. 2, 124.

40

Kautsar Azhari Noer, Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi, Ibid., 129.

17


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

manusia mencerminkan dimensi eksoteris Tuhan itu dengan menghimpun asma>’ dan sifa>t Tuhan sebagaimana asma>’ dan sifa>t itu terhimpun dalam nama “Alla>h”.41 Jika alam dengan pluralitasnya tidak dapat dicakup seluruhnya oleh manusia, karena begitu besaarnya, manusia dapat dicakup (diketahui) baik dengan penglihatan maupun pemahaman, dari segi bentuk dan penjelasannya, karena apa yang dikandungnya berupa potensi ruhani. Manusia merupakan jirm s}aghi>r (benda kecil) yang padanyalah tampak jelas

al-‘a>lam al-akbar (makrokosmos).42 Manusia dengan demikian adalah totalitas alam (majmu>’ ‘a>lam) dan karenanya ia disebut miniatur alam (mukhtas}ar ‘a>lam) atau alam kecil atau mikrokosmos (al-‘a>lam al-shaghi>r). Karenanya Allah menyusun padanya segala sesuatu selain Allah sehingga hakekat ism Allah berhubungan dengan setiap bagian darinya yang mana bagian-bagian manusia ini tampak dan muncul karena hakekat ism Tuhan, sehingga seluruh asma>’ Allah berhubungan dengan manusia dan tak satupun dari asma> tersebut lepas darinya.43 Allah menurut Ibn ‘Arabi> menampakkan alam dalam sifat genap (al-Shafa’iyyah) agar Dia sendiri yang bersifat ganjil (witriyyah) sehingga Ia berhak atas nama al-Wa>h}id al-

Fard (Esa nan Tunggal) dan jadi berbedalah antara tuan dan hamba. 44 Suatu ketika Ibn ‘Arabi> merenungkan QS. al-Ra’d:3                             Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasangpasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Menurutnya, manusia termasuk dari kelompok tanaman berbuah (thamara>t), tumbuh dan berkembang sepertinya, makan sebagaimana tanaman makan, dan berakhir seperti akhirnya tumbuhan. Dari manusia diambil faedah-faedah sebagaimana diambil dari tanaman kemudian berkurang seperti berkurangnya dan menjadi tua seperti tuanya tanaman, kemudia mati sepertinya juga. Ia ia melahirkan sebagaimana tanaman melahirkan, kemudian diambil 41

Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, H{a>kadha> takallama Ibn ‘Araby, Ibid., 192. Ibid. 43 Ibid., 193. 44 Ibn ‘Arabi, al-Tadbi>ra>t al-Ila>hiyyah fi> Is}la>h} al-Mamlakah al-Isa>niyyah, dalam Rasa>il Ibn ‘Arabi, www. Pdffactory.com, 296. 42

18


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

benih darinya kemudian ditanam, kemudian menjadi tanaman muda hingga seperti keadaan asalnya. Terkadang diambil dari manusia sebagaimana diambil dari tanaman dan terkadang ditinggalkan darinya sehingga terputus keturunan dari tanaman tertentu itu. Demikian juga manusia dalam regenerasinya (tawa>lud). Jika ini adalah pohon maka mana saudaranya yang dengannya maka dia menjadi genap? Ibn ‘Arabi> menjawab bahwa buah yang satu adalah alam besar (makrokosmos) yang meliputi sedangkan buah yang lain adalah manusia yang merupakan al-‘a>lam al as}ghar. Pemahaman ini menurutnya bersesuaian dengan QS. alDha>riya>t 21:       Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? Qs. Fus}s}ilat: 53

                     Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu. Menurut Ibn ‘Arab>i, jika diperhatikan apa yang terpisah-pisah dalam alam besar maka akan didapati semuanya ada dalam alam manusia. Ia memberi contoh jika di alam ada pertumbuhan maka pada manusia didapati seperti rambut dan kuku dan yang sepertinya. Sebagaimana di dalam alam ada air asin, tawar dan pahit dan asin (zu’a>q) semua itu juga ada pada manusia, yang asin ada pada matanya, yang pait ada di lubang hidungnya dan yang pahit ada di telinganya dan yang tawar di mulutnya. Sebagaimana di alam ada tanah, air, udaara, api maka di dalam manusia semua itu merupakan substansinya dan dari semua itu tubuhnya diciptakan sebagaimana di jelaskan dalam banyak ayat al-Qur’an dimana dijelaskan manusia diciptakan dari tanah (tura>b) dan diciptakan dari t}in yaitu percampuran air denga tanah, dan dari h}amain masnu>n yaitu yang berubah dengan udara yang merupakan unsur udara padanya dan dari s}als}a>l yang meerupakan unsur api. Demikian juga jika di alam ada empat angin yaitu utara, selatan, angin timur dan angin barat, maka dalam manusia ada empat petensi kekuatan yaitu menarik, menahan, menyerang dan menolak. Sebagimana di alam ada binatang-binatang buas, syetan-syetan dan binatang ternak, di dalam manausia ada 19


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

sifat memburu, mencari kekuasaan, kemenagan dan kemarahan, dengki, iri dan penyimpagan (fuju>r), makan, minum, kawin dan bersenag-senang. Sebagaiman di dalam alam ada malaikat yang baik yang bolak-balik, maka dalam manusia ada ketaatan, istiqamah dan sebagaiman di alam ada yang tampak dengan kasat mata dan yang tak tampak, maka pada manusia ada yang tampak (z}a>hir) dan yang tak tampak (ba>t}in), alam indrawi dan alam hati. Dhahirnya adalah kerajaan (malak) dan batinnya adalah penguasa (malaku>t). Sebagaimana di alam ada yang tinggi dan yang rendah di dalam manusia ada yang tinggi dan rendah.45 Demikian juga menurut Ibn ‘Arabi>, manusia didapati sebagai yang makhluk yang dibebani (mukallaf) dan ditundukkan antara janji dan ancaman, hal ini jika ditimbang dengan alam besar maka didapati, sebagaimana dalam system hirarki wuju>d Ibn ’Arabi, berbanding dengan had}rah al-amr, al-nahy dan had}rah ima>mah., dan kedudukan khila>fah, dan khali>fah benar-benar ada. Padanya muncullah hikmah dan efek asma> ada padanya. Manakala diteliti dengan seksama bagian manusia dalam had}rah al-imamiyah (kepemimpinan), maka hal itu didapati pada manusia adanya khalifah, wakil (wazi>r), hakim (qa>d}i>), sekretaris, pemungut pajak, tentara pembantu-pembantu (a’wa>n), pasukan infanteri, yang membunuh dan menahan, dan seterusnya yang sesuai dengan kedudukan khila>fah yang mana merupakan tempat pewarisan, dimana pada para Nabilah terkibar panji dan bendera kekhalifan ini dan menundukkan semuanya untuk kekuasaannya kemudian setelah para nabi kekhalifahan ini samar dan tidak ampak hingga hari Kiyamat secara umuum, akan tetapi terkadang tampak secara khusus pada Qutub yaitu khalifah zaman dan tempat pandagan dan tajallu dan darinya muncul atah> pengaruh di atas z}ahir-nya alam dan batinnya. Dengannya Ia mengasihi yang ia kasihi dan mengadha>b yang ia adha>b. Ia mempunyai sifat-sifat yang apabila berkumpul dalam khalifah masa maka dia Qutub dan padanya tempat peredaran perintah Tuhan (al-amr

al-ila>hi) dan jika tidak terkumpul maka ia selainnya dan darinya materi kekuasan zaman itu. Ini semua menurut Ibn ‘Arabi> juga ada dalam manusi.46 Kesebandingan manusia dan alam tidak menafikan kenyaataan bahwa manusia adalah bagian dari alam. Ia merupakan bagian pokok alam yang menduduki kedudukan ruh bagi jasad. Manusia adalah ruhnya alam, tanpa manusia, alam tidak pararel bagi hakekat ketuhanan sedangkan manusia pararel (muwa>zin) bagi hakekat-hakekat ketuhanan atau ia ada menurut s}u>rah (form) Allah, sebaliknya alam tidak pararel dengan ketuhanan kecuali

45 46

Ibn ‘Arabi, al-Tadbi>ra>t al-Ila>hiyyah, Ibid., 297. Ibid., 299.

20


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dengan manusia, maka alam tanpa manusia tidak menunjukkan kesempurnaan s}u>rah Al-

H{aq.47 Karena itu tujuan (penciptaan) alam adalah manusia. Kalau bukan karena insa>n ka>mil maka alam tidak akan terwujud.48 Namun yang dimaksud di sini adalah manusia sempurna (insa>n ka>mil),49 karena di dalam alam juga ada manusia hewan (al-insa>n al-Hayawa>n) yang menyerupai insa>n ka>mil dalam pertumbuhan bentuknya fisiknya saja. Dengan demikian

Insa>n ka>mil adalah cermin Tuhan. Ia adalah ‘illah (sebab) penciptaan dan klimaks (al-gha>yah al-qas{wa>) dari wuju>d, karena dengan wuju>d-nya maka terealisasilah ira>dah Tuhan dengan menciptakan makhluk yang dapat mengenal (ma’rifah) Allah dengan sebenar-benar pengenalan dan menampakkan. Kalau bukan karena manusia ini maka ira>dah ini tidak akan terealisir dan al-H{aqq tidak akan dikenal. Ia adalah penjaga bagi alam dan yang melestarikan keteraturannya (nidha>muh).50 Dialah yang dimaksudkan oleh al-H{aqq ketika memulyakan manusia dan mengagungkan kadarnya, karena kemunculan manusia beserta kesempurnaan ruh, jiwa dan jisim-nya adalah s}u>rah Allah yang tidak patut bagi selainnya untuk mengambil alih (yatawalla>) hiasan niz}a>m s{urah al-H{aq tersebut.51

MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH ALLAH DI ALAM Manusia dalam pandangan Ibn ‘Arabi> terutama dilihat dari sisi fungsi penting yang diembankan kepadanya dan sifat yang dimilikinya ketika kehendak Tuhan menghendaki keberadaannya. Kemanusian manusia karena keumuman kemunculannya dan karena ia merangkum seluruh hakekat. Dia dinamakan insa>n karena denganyalah Allah melihat ciptaan-Nya dan kemudian mengasihinya.52 Ia adalah manusia yang baru (h}a>dith) dan yang

azaly yang muncul terus menerus (al-da>im al-abady), dan kalimah yang memisahkan dan menghimpun, tegaknya alam adalah sebab adanya manusia (ka>mil) ini. 53 Hubungan manusia dengan alam adalah seperti hubungan perekat batu cincin dengan cincin. Ia tempat ukiran dan tanda stempel yang dengannya raja menyetempel gudang

47

Ibid., 194. Mahmu>d Mah}mu>d al-Gharra>b, Al-Insa>n al-Ka>mil, Ibid., 8 49 ibid., 7. 50 Ibn ‘Arabi, Fus}u>s} al-H{ikam, Ibid., 50. 51 Ibid., 76. 52 Ibid., 50. 53 Ibid., 50 48

21


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

perbendaharaan-Nya. Karena itulah ia menamainya khali>fah.54 Karena dengannyalah Al-H}aq menjaga perbendaharaan-Nya sebagaimana khatam menjaga khiza>nah. Selama khatam ini ada maka tidak akan ada yang berani membukanya kecuali atas seizin-Nya, maka Al-H}aq menjadikannya khali>fah untuk menjaga kerajaan dan alam akan senantiasa terjaga selama

insa>n ka>mil ini ada di dalamnya dan sebaliknya jika ia hilang dan terpisahkan dari gudang dunia maka tidak akan tetap apa yang disimpan Al-H{aqq di dunia ini dan keluarlah apa yang ada di dalamnya dan sebagiannya akan saling berbenturan dan berpindahlah ia ke Akhirat dan menjadi khatam bagi perpendaharaan Akhirat selama-lamanya.55 Maka tampaklah seluruh apa yang ada dalam citra Tuhan berupa asma>’ dalam kemunculan manusia dan ia (asma>’) ini memperoleh tingkat peliputan dan integrasi dengan

wuju>d ini Namun yang dimaksud manusia di sini adalah manusia dalam arti universal. Pada tataran individual diantara manusia sendiri ada hirarkhi, dan puncaknya adalah insa>n ka>mil, karena ia menyerap semua nama dan sifat Tuhan secara sempurna dan seimbang sesuai kesiapannya.56 Hal mana tidak dimiliki oleh manusia dan makhluk lain termasuk Malaikat dan Iblis yang menurut ibnu ‘Arabi tidak meliputi seluruh asma’ Allah dan tidak menyadari hakekat asalnya. Dengan demikian manusia adalah tempat tajalli al-H{aqq yang paling sempurna, karena ia adalah al-mukhtas}ar al-shari>f dan al-kaun al-ja>mi’ bagi seluruh hekekat

wuju>d dan martabat-martabat mereka. Ia adalah microkosmos (al-‘a>lam al-as}ghar) yang mana seluruh kesempurnaan makrokosmos (al-‘a>lam al-akbar) atau kesempurnan ketuhanan yang berupa nama-nama dan sifat-sifat (kama>la>t al-H{ad}rah al-ila>hiyyah al-asma>iyyah wa al-

s}ifa>tiyyah) terpantul atau terefleksi dalam cermin wuju>dnya. Ibn ‘Arabi> mengatakan Manusia adalah kata yang memisahkan atau pembeda antara Tuhan dan alam.57 Manusia adalah baharu (ha>dith) dari aspek bentuk badaniyahnya dan azali dari aspek ilahinya. Kesempurnaan manusia terletak pada apa yang disebut perpaduan, pencakupan, atau sintesis (jam’iyyah) atau paduan, cakupan dan totalitas (majmu>’). Perpaduan berarti bahwa manusia memadukan atau mencakup dalam dirinya semua nama dan sifat Tuhan dan semua realitas alam. Manusia menurut Ibn ‘Arabi> terdiri dari dua salinan (nuskhatayn) yaitu salinan yang tampak (nuskhah z}a>hirah) dan salinan yang tersembunyi (nuskhah ba>t}inah). Salinan yang tampak dapat disamakan dengan alam secara keseluruhannya sedang salinan yang tersembunyi dapat disamakan dengan kehadiran ila>hi. 54

Ibid. Ibn ‘Arabi, Ibid., 50. 56 Kautsar Azhari Noer, Ibn ‘Arabi, Ibid., 127. 57 Ibid., 129. 55

22


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa Ibn ‘Arabi> membedakan antara Manusia Sempurna pada tingkat universal atau kosmik dan Manusia Sempurna pada tingkat partikular atau individual. Manusia Sempurna pada tingkat universal adalah hakekat Manusia Sempurna, yaitu model asli yang abadi dan permanen dari manusia individual. Sedangkan manusia sempurna pada tingkat partikular adalah perwujudan Manusia Sempurna, yaitu para nabi dan para wali Allah. Menurut Ibn ‘Arabi> manusia terbagi dalam dua bagian yaitu al-Ka>mil, al-H{ayawa>n,.

Al-Insa>n al-Ka>mil adalah manusia yang mana hakekat-hakekat ketuhanan, atau kahekathakekat al-H{aqq bertajalli padanya. Dialah yang dituju dalam penciptaan alam. Karena ketika Allah rindu (cinta) untuk dikenal, maka ia tidak mungkin dikenal kecuali oleh yang mempunyai suruh sepertinya (‘ala> s{u>ratihi) dan Allah tidak menciptakan seseorangpun mnenurut s}u>rah-Nya kecuali insa>ne ka>mil. Nabi saw. Bersabda: “ ‫كمل من الرجال كثيرون ولم يكمل‬ ‫( ”من النساء اال مريم وآسية‬banyak dari kalangan laki-laki yang semurna,dan tidak ada yang sempurna dari kalangan perempuan kecuali Maryam dan Asiyah). Menurut Ibn ‘Arabi> kesempurnaan yang dimaksud adalah pengenalan mereka akan diri mereka dan pengenalan mereka atas diri mereka adalah hakekat (‘ain) pengenalan mereka atas Tuhan mereka..58 Barang siapa yang sampai pada hekekat-hakekat secara kashf dan ma’rifah (ta’ri>f) yang bersifat ketuhanan maka dia adalah al-Ka>mil al-Akma>l (insa>n ka>mil yang paling sempurna), dan siapa yang derajatya dibawah ini maka dia adalah al-ka>mil (manusia sempurna), dan selain keduanya maka adakalanya ia seorang mukmin atau yang memiliki penalaran rasional dan tidak massuk dalam derajat al-kama>l (kesempurnaan) apalagi al-akmal (yang paling sempurna). Dengan demikian tidak setiap manusia mempunyai derajat kesempurnaan ( al-kama>l) yang dituntut dalam kemanusiaan. Meskipun sebagian lebih utama dari sebagian yang lain dan derajat yang paling rendah adalah derajat hewani yang hanya bentuknya saja yang menyerupai manusia. Sedang derajat yang tertinggi adalah bayang—bayang Allah (z}ill

Alla>h). Ia adalah insa>n ka>mil yang menggantikan Allah (na>ib al-H{aqq) di mana al-H{aqq adalah lisannya dan sekaligus kekuatannya (quwa>hu) dan antar dua derajat ini terdapat banyak tingkatan. Pada zaman Rasul al-Ka>mil adalah Rasul dan pada zaman terputusnya risalah al-Ka>mil adalah Si pewaris Rasul (al-wa>rith). Tidak ada wari>th pada saat wuju>d-nya Rasul. S}u>rah ila>hiyah dengan demikian tidak terdapat dalam setiap jiwa akan tetapi hanya

58

Mahmu>d Mah}mu>d al-Gharra>b, Insa>n Kamil, Ibid., 8

23


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

pada jiwa yang sempurna (al-Ka>mil) seperti para Nabi dan manusia sempurna lainnya. Karena adanya kesempurnaan inilah sehingga patut menjadi khali>fah Allah. Mengenai insa>n ka>mil ini Ibn ‘Arabi> mengatakan dalam al-Futu>h}at> : 59 ‫ فيظهر باألسماء اإللهية فيكون حقًا ويظهر بحقيقة اإلمكان فيكون‬،‫"اإلنسان الكامل أقامه الحق برزخًا بين الحق والعالم‬ "60‫خلقًا‬ Insa>n ka>mil diposiskan al-H{aqq dalam posisi tengah (yang memisah dan menghubungkan) antara al-H{aqq dan alam, sehingga ia menampakkan nama-nama Tuhan sehingga ia adalah al-H{aqq dan ia menampakkan hakekat hal yang mungkin (ada dan tidaknya bergantung pada yang lain, yaitu al-H{aqq), maka ia adalah makhluk.

Insa>n ka>mil mencerminkan asma>’-asma>’ Tuhan seluruhnya tanpa pengecualian sebagaimana dikatakan dalam H}illiyah al-Abda>l: 61‫له‬

‫إن اإلنسان الكامل ال يبقى له في الحضرة اإللهية اسم إال وهو حامل‬

Ia juga menyatakan bahwa al-Insa>n al-Ka>mil adalah yang menghimpun hakekat Alam dan citra al-H{aqq.62 Dalam pandangannya segala sesuatu selain manusia adalah ciptaan ( al-

khalq), kecuali manusia karena sesungguhnya ia adalah ciptaan (khalq) dan Tuhan (H{aq). Jadi al-Insa>n al-ka>mil pada hakekatnya adalah Al-H}aq yang diciptakan dengan-Nya (al-

Makhlu>q bih) yang mana alam tercipta karenanya.63 Insa>n ka>mil adalah ruhnya alam dan alam baik alam tinggi mapupun alam rendah seluruhnya ditundukkan untuknya64 dan manusia hewan (al-insa>n al-h}ayawa>n juga termasuk yang ditundukkan untuknya.65 Adapun manusia hewan (al-insa>n al-h}ayawa>n) didefinisakan oleh Ibnu ‘Arabi> dengan pernyataannya: 66

"‫"اإلنسان الحيوان هو الصورة الظاهرة التي بها جمع حقائق العالم فقط دون حقائق الحق‬ Insa>n h}ayawa>n adalah dia yang bentuk lahirnya merupakan himpunan hakekat alam saja tidak (menghimpun) hakekat-hakekat al-H{aqq.

59

Ibn ‘Arabi, Al-Futu>h}at al-Makkiyah, Ibid., juz 3, 391 Ibid. 61 Ibn Arabi, H{illiyyah al-Abda>l, Ibid., 9. 62 Ibn ‘Arabi, Al-Futu>h}at al-Makkiyah, Ibid., Vol. 3, 447. 63 Ibid., Vol. 2, 396. 64 Ibid., Vol. 3, 266. 65 Mahmu>d Mah}mu>d al-Gharra>b, Al-Insa>n al-Ka>mil, Ibid., 8. 66 Ibn ‘Arabi, Al-Futu>h}at al-Makkiyah, Ibid., Vol. 3, 437. 60

24


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Ia menjelaskan “Kau katakan Zaid adalah manusia dan Umar juga manusia, meskipun pada Zaid telah tampak adanya hakekat-hakekat ketuhanan sedang pada Umar tidak, maka Umar pada hakekatnya adalah hewan dalam rupa manusia.67 Dasar pembedaan antara keduanya (yakni insa>n ka>mil dan insa>n h}ayawa>n) adalah dari fungsi kekhalifahan. Insa>n

h}ayawa>n memiliki kesamaan dengan insa>ne ka>mil hanya pada tingkat potensi. Insa>n ka>mil dan insa>n h}ayawa>n juga berbeda dari sisi hukum rizki bagi keduanya. Insa>n h}ayawa>n diberi rizki sebagaimana rizki hewan, sedangkan insa>n ka>mil diberi rizki yang demikian dan rizki tambahan yaitu makanan ilmu-ilmu berfikir, baik berupa al-kashf, al-

dhawq maupun pemikiran yang sehat. Kedudukan insa>n hayawan dibanding kedudukan insa>n ka>mil adalah bagaikan kedudukan kera dibanding insa>n hayawan.68 Insa>n ka>mil merupakan miniatur dan realitas ketuhanan dalam tajally-Nya pada jagad raya. Esensi insa>n ka>mil merupakan cermin dari esensi Tuhan. Jiwanya sebagai gambaran dari al-nafs al-kulliyah (jiwa universal); tubuhnya mencerminkan ‘Arsh; pengetahuannya mecerminkan

pengetauan

Tuhan;

hatinya

berhubungan

dengan

Bait al-Ma’mu>r,;

kemampuannya mental spiritaulnya terkait dengan Malaikat; daya ingatnya dengan Zuhal (Saturnus); daya inteleknya dengan al-Musytary (Jupiter dan lain-lain. Kesempurnaan insa>n ka>mil itu pada dasarnya karena pada dirinya Tuhan bertajally secara sempurna melalui hakekat Muhammad (al-H{aqqi>qah al-Muhammadiyyah) Hakekat Muhammad (nur Muhammad) merupakan wadah tajally Tuhan yang paripurna dan merupakan makhluk yang paling pertama diciptaka Tuhan. Ia ada sebelum penciptaan Adam. Oleh karena itu Ibn ‘Arabi> juga menyebutnya sebagai akal pertama atau pena yang tinggi (al-Qalam al-a’la>). Dialah yang menjadi sebab penciptaan alam semesta dn sebab terpeliharanya. Alam ini terpelihara karena adanya insa>n ka>mil. ini merupakan akibat logis dari kedudukannya sebagai sebab terciptanya alam dan sebagai wadah tajally Tuhan. Seandainya sebab hilang maka akibatnya pun tentu hilang.69 Ibn ‘Arabi> mengatakan Ruh wuju>d yang besar (makrokosmos) ialah wuju>d yang kecil (mikrokosmos) ini. Jika bukan kerenanya (wuju>d yang kecil) tidaklah ia (wuju>d yang besar) berkata sesungguhnya saya besar lagi

67

Ibid., 396. Ibid., 457. 69 Yunasir Ali, Manusia Citra Ilahi, Pengembangan konsep insa>n Kamil Ibn ‘Arabi oleh al-Jili, (Jakarta: Paramadina, 1997), 57. 68

25


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

perkasa.Karenanya manusia dan bukan makhluk yang lain berhak atas status khila>fah dari Allah. Manusia yang sempurna (al-insa>n al-ka>mil) dengan demikian -yang disimbolkan dengan Adam- adalah genus manusia (al-jins al-bashary) pada tingkat yang tertinggi yang mana tidaklah berkumpul kesempurnan-kesempurnaan wuju>d yang rasional, spiritual dan material kecuali padanya.

Insa>n ka>mil meskipun sinonim dengan jenis manusia (al-jins al-bashary) pada dasarnya tidak menemukan aktualisasinya kecuali pada derajat kemanusiaan tertinggi yaitu pada martabat kenabian dan kewalian dan yang paling sempurna dari mereka secara mutlak adalah Nabi Muhammad s}allalla>u ‘alihi wa sallam. Yang dimaksud di sini bukanlah Muhammad yang menjadi Nabi yang diutus, tapi al-H{aqqi>qah al-Muhammadiyyah atau al-

ru>h} al-Muh}ammady. Karena ia merupakan tempat penampakan yang sempurna (al-maz}har alka>mil) bagi Dh>at Tuhan dan bagi Nama-nama dan sifat-sifat (Tuhan). Insa>n ka>mil adalah bagian dari alam. Ia baginya merupakan ruh bagi hewan. Ia (insa>n ka>mil) adalah al-‘a>lam al-shagh>ir (microcosmos). Ia dinamakan micro karena ia hasil sari pati (infa’ala) dari yang makro. Ia (insa>n ka>mil) adalah ringkasan (mukhtas}}ar) dari alam seluruhnya (al-mut}awwal). Manusia adalah mawju>d terakhir dari alam, karena ringkasan tidak teringkas kecuali dari yang luas (mut}awwal). Alam adalah mukhtas}ar-nya al-H{aqq sedang manusia adalah mukhtas}ar-nya alam dan Al-H}aqq. Dengan demikia ia adalah sari terbaik dari mukhtas}ar. Manakala alam adalah menurut s}urah al-H{aqq dan insa>n ka>mil adalah menurut s}u>rah-nya alam dan s}u>rah-nya al-H{aqq. Maka tidak mungkin ada yang lebih indah dan sempurna dari alam ini, karena kalau ada maka ada yang lebih sempurna dari Allah. Sehingga seluruh hakekat dalam alam ada dalam manusia, sehingga ia merupakan al-kalimah

al-ja>mi’ah. Allah tidak menciptakan manusia sia-sia tapi menciptakannya agar dia, bukan yang lain, yang menurut s}u>rah-Nya. Dengan demikian seluruh yang ada di alam tidak mengetahui (ja>hil) terhadap totalitas (al-kull) dan hanya mengetahui sebagian (al-ba’d}) saja, kecuali insa>n ka>mil saja, karena Allah telah mengajarkan seluruh asma>’ dan memberinya

jawa>mi’ al-kalim sehingga sempurnalah s}u>rah-nya. Ia menghimpun s}u>rah-nya al-H{aqq dan s}u>rah-nya alam sekaligus. Ia menjadi penengah (barzakh) antara al-H{{aqq dan alam.70 Al-H{aqq melihat s}u>rah-Nya pada cermin manusai dan makhluk juga melihat s}u>rahnya pada nya. Makna melihat s}u>rah al-Haqq padanya adalah memutlakkan seluruh asma>’ 70

Al-Jilli, Sharh} Al-Futu>hat Al-Makkiyah, (Kairo: Daru al-Amin, 1998)

26


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Tuhan padanya sebagimana dalam hadith “fa bihim tuns}aru>n (sebab merekalah kalian diitolong), sedang Allahlah sang Penolong, “wa bihim turzaqu>n (sebab merekalah kalian diberi rizki) sedang Allahlah yang memberi rizki, “ wa bihim turh}amu>n “(sebab merekalah kalian dirahmati), sedang Allah lah yang merahmati.

Insa>n ka>mil memiliki kemulyaan atas seluruh yang ada di langit dan bumi. Manusia memiliki sifat yang disebut yang hidup, yang mengetahui, yang menghendaki, yang mendengar, yang melihat, yang bicara, yang kuasa, dan seluruh asma>’ Tuhan dari asma’

tanzi>h dan af’al.71 Ia adalah esensi ang dimaksudkan oleh al-H{aqq dari sekian yang ada karena ia yang dijadikan Allah sebagai tempat tajally, karena ia tidak sempurna kecuali dengan s}u>rah al-H{aqq sebagaimana cermin meskipun sempurna kejadiannya tapi ia tidak sempurna kecuali dengan ber-tajally-nya s}urah orang yang melihat. Sesungguuhna martabat

insa>n ka>mil dari alam adalah martabat jiwa yang berfikir (al-nafs al-Na>t}iqah) dari manusia. Ia adalah yang sempurna yang tidak ada yang lebih sempurna darinya. Ia adalah Muhammad

s}alla> Allah ‘alaih wa sallam. Ia adalah insa>n ka>mil yang menggiring alam di dalam kesempurnaan. Penghulu manusia pada Yawm al-Qiya>mah dan derajat kesempurnaan dari manusia yang turun dari derajat kesempurnaan ini yang merupakan klimaks ( gha>yah) dari alam adalah kedudukan daya ruhaniyah dari manusia. Mereka adalah para nabi. Sedang kedudukan dibawahnya adalah kedudukan daya inderawi dari manusia. Mereka adalah al-

warathah (yang mewarisi para Nabi). Sedang sisanya dari mereka yang menurut s}urah manusia dalam bentuknya (shakl) ia termasuk golongan hewan. Maka mereka kedudukannya seperti kedudukan ruh hewani pada manusia. 72

Insa>n ka>mil adalah khalifah Allah dan khalifah tidak bisa tidak harus menampakkan seluruh s}u>rah yang dengannya tampaklah yang memberinya khila>fah, karenanya tidak bisa tidak khalifah harus meliputi seluruh asma’ dan sifat-sifat Tuhan yang dituntut alam yang mana al-H{aqq memberinya kekuasaan atasnya. Maka Allah menjadikan Insa>n Ka>mil di dunia sebagai ima>m dan khali>fah dan memberinya ilmu al-asma’ yang menunjukkan makna-makna padanya dan menundukkan untuk manusia ini dan keturunannya seluruh yang ada di langit dan bumi maka insa>n ka>mil tidaklah menghasilkan ima>mah sampai ia benar-benar mengetahui (‘allamah).73

71

Mah}mu> Mamu>d al-Gharra>b, Sharh Fus}u>s al-Hikam min Kala>m al-Shaikh Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Araby (Damaskus: Mat}ba’ah Zaid Ibn Tha>bit, 2000), 26. 72 Ibid., 27. 73 Ibid.

27


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

RUH SEBAGAI KHALIFAH PADA JASAD Pada tingkat al-‘a>lam al-as}ghar (manusia) kekhalifahan adalah kekhalifahan ruh dalam bumi badan.74Untuk menjelaskan keparelannya dengan alam besar Ibn ‘Arabi> menjelaskan bahwa eksistensi pertama yang diciptakan Allah ta’a>la> adalah materi sederhana yang bersifat ruhani (jauhar basi>t} ru>h}an> i). Ia tunggal tidak menempati tempat75 yang diistilahkan oleh para sufi dengan berbagai istilah seperti: al-ima>m al-Mubi>n, al-‘Arsh,

Mir’a>t al-H{aq dan al-H{aqi>qah, al-Mufi>d}, Markaz Da>irah, dan lain sebagainya.76 Ini adalah khalifah dalam alam besar. Ketika Allah mengadakan Khalifah ini pada alam kecil (manusia) maka Allah membangun kota yang ditinggali oleh rakyatnya dan tokoh-tokoh negaranya yang dinamakan had}rah jism atau badan dan menentukan untuknya suatu tempat baik dia mendiaminya atau tidak sesuai perbedaan pandangan berbagai kalangan mengenainya atau tempat tertentu itu hanya sebagai tempat perintah dan khitabnya saja. Ia di posisikan dalam kota jism pada empat tiang yaitu istiqsa>t dan unsur-unsur yaitu air, tanah, udara dan api dalam pandangan orang Yunani. Tempat khusus bagi khalifah ini dinamakan Qalb dan dijadikan tempat tinggalnya atau tempat perintahnya dan ada yang mengatakan di dalam otak (dima>gh) akan tetapi Ibn ‘Arabi> lebih condong pada Qalb. Akan tetapi yang dimaksud bukanlah Qalb naba>ti> yang juga dimiliki hewan-hewan akan tetapi sirr yang ditinggalkan padanya yaitu khalifah sedang Qalb naba>ti> hanyalah kulitnya.

Qalb naba>ti ini tidak berfaedah kecuali sebagai tempat sir ini yang dituntut yang menjadi obyek khitab dan yang menjawab ababila ditanya dan yang kekal ketika jisim dan

Qalb naba>ti rusak. Demikianlah, kata Ibn ‘Arabi> jika imam bagus maka rakyat bagus dan jika rusak maka rakyat rusak sebagaimana dalam hadi>th. Kemudian Allah membangunkan untuknya tempat rekreasi (muntahiz) yang menakjubkan yang tinggi dan mulya di tempat tertinggi di dalam kota ini yang dinamakan otak (dima>gh) dan membukakan untuk ruh di dalam otak ini kemampuan-kemampuan (t}a>qa>t) dan pintu-pintu (khaukha>t) yang darinya ia membimbing kerajaannya yaitu dua telinga, dua mata hidung dan mulut. Dan mebangunkan untuknya (Qalb) gudang perbendaharaan (khiza>nah) yang dinamakan Khizanah al-Khaya>l) 74

Ibn ‘Arabi, al-Tadbi>ra>t, Ibid., 310. Kalangan sufi berbeda pendatap mengenai hal ini, ada yang bependapat ia menempati tempat dan ada yang berpendapat ia tidak menempati tempat. 76 Ibn ‘Arabi, al-Tadbi>ra>t, Ibid., 310. 75

28


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dan menjadikannya sebagai tempat tinggal hasil pemungutan pajak ( jaba>ya>t) yang diperoleh oleh indera berupa informasi tentang yang dirasa, yang dilihat, yang didengar, yang dicium yang dimakan dan yag diraba dan yang berhubungan dengan indra. Dan dari gudang ini lahir citra-citra yang dilihat orang yang mimpi sebagaiman dalam pajak ada yang halal dan yang haram demikian juga dalam hal yang dilihata ada yang dilihat langsung dan ada yang berupa mimpi (ad}gha>th ah}la>m). dan dibangunkan juga ditengah empat pelesir ini (al-muntazah) gudang pemikiran yang kepadanya diajukan hal-hal yang dikhayalakan untuk diterima yang baik dan ditolak yang rusah. Dan dibangunkan pula di akhir al-Muntazah ini gudang penjagaan (hafalan). Pada otak ini dijadikan seorang wakil (wazi>r) yaitu akal. Kemudian juga diadakan untuk Qalb ini nafsu yang merupakan tempat perubahan dan tempat diamnya perintah dan larangan. Bagiannya dalam alam tinggi adalah al-Kursy sebagaimana ruh kedudukannya adalah ‘Arsh dalam alam tinggi. Nafsu merupakan pasangan ruh. Dari pernikahan keduanya lahir al-jism. Kemudian Allah sebagai kesempurnaan nikmat bagi manusia, mengadakan untuknya gubernur (ami>r) yang sangat kuat dan diataati dan banyak tentaranya yang menentag khalifah ini yang dinamakan dengan al-hawa> dan wazi>rnya yang dinamakan al-shahwah. Dialektika antara khalifah dan pembantunya dengan musuhnya mempengaruhi nafsu yang berubah-ubah. Karenanya nafsu menjadi tempat penyucian dan perubahan. Jika ia mengijabahi al-hawa> maka terjadilah perubahan dan jadilah ia dengan nama al-Ammarah bi al-su>’ dan jika ia menyalahi akal maka terjadilah penyucian dan ia menjadi al-nafsu al-Mut}ma’innah dalam syara’ tidak dalam tauhid. Dalam kecamuk kerajaan ini, ruh pada dasarnya tidak berdaya dan butuh kepada Allah dan tidak punya kekuatan kecuali dengan pertolongan tuannya Allah ta’la> dan mendapat pertolongan manakala ia mengadukan kepada-Nya.77

MANUSIA DAN TEORI PENGETAHUAN Seluruh pengetahuan terpendam dalam manusia dan bahkan dalam alam seluruhnya. Allah telah menyediakan pada manusia pengetahuan mengenai segala sesuatu kemudian Allah mengahalang-halangi (h}a>la) antara dirinya dan penangkapan atas apa yang ada pada dirinya dari apa yang telah Allah sediakan pada dirinya. Ini tidak hanya khusus bagi manuisa saja, bahkan alam seluruhnya. Karena masing-masing substansi (jauhar) dalam alam ini meghimpun seluruh hakekat di dalam alam sebagaimana setiap nama Tuhan merupakan 77

Ibid., 322-323.

29


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

musamma> bagi seluruh asma’ Tuhan. Ia adalah rahasia dari rahasia-rahasia Tuhan yang diingkari oleh akal. Kemudian Allah melupakan akan hal itu sebagaimana Allah melupakan mereka kesaksian mereka atas ketuhanan-Nya saat pengambilan janji (al-mitha>q) padahal telah terjadi pada mereka. Dan kita mengetahuinya melalui pemberitahuan tuhan. Sehingga pengetahuan manusia tiada lain adalah pengingatan. Dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang telah Allah terangi mata hatinya (bas}i>rah) dan ini terkhusus bagi orang yang diliputi al-Khashyah ma’a al-anfa>s dan ini adalah maqa>m yang mulya karena tidak terdapat kecuali bagi orang yang disertai tajally terus menerus.78 Jadi ia adalah al-‘A<lim al-

ja>hil. Menurut Ibn ‘Arabi> penerima tajally, termasuk manusia, tidak dapat melihat selain bentuknya sendiri dalam cermin al-H{aqq. Ia tidak melihat al-H{aqq dan tidak mungkin melihat-Nya meskipun ia mengetahui bahwa ia tidak mungkin melihat bentuknya yang sebenarnya kecuali pada-Nya. Sebagaimana alam adalah cermin bagi al-H{aq di satu sisi, di sisi lain Al-H{aqq adalah cermin bagi alam maka mereka tidak akan melihat dalam cermin itu selain bentuk-bentuk mereka sendiri. Dan mereka itu dalam bentuk-bentuk mereka bertingkat-tingkat, maka Dia (al-H{aqq) adalah cermin bagi anda ketika anda melihat diri anda yang sebenarnya dan anda adalah cermin bagi-Nya ketika dia melihat Nama-namanya dan menampakkan sifat-sifat dan nama-nama itu yang tidak lain dari diri-Nya sendiri. Ibn ‘Arabi> mempertalikan pengetahuan tentang Tuhan dengan pengetahuan tentang diri manusia. Pengetauan mengenai Tuhan maupun alam menurut Ibn ‘Arabi> tidak bisa dipahami kecuali sebagai kesatuan antara kontradiksi-kontradiksi yang merupakan satu kesatuan ontologism yang saling melengkapi. Ia adalah satu realitas dengan aspek yang berbeda. Karena itu barangsiapa yang menyatukan tanzi>h dan tashbi>h dalam pengetahuan tentang Tuhan niscaya ia akan mengatahui Tuhan sebagaimana mengetahui dirinya. Dalam konteks ini Ibn ‘Arabi> membuat pertalian bahwa manusia adalah s}u>rah Tuhan dan Dia adalah ruh manusia. Manusia sebagai s}u>rah tuhan, di sini Tuhan adalah yang tampak (Z{a>hir), sisi kedua Tuhan sebagai ruh manusia, Tuhan adalah yang tidak Tampak (ba>t}in) Karena itulah menurutnya pengetahuan yang diperoleh oleh akal tidak sempurna karena hanya pampu menjangkau pada tataran tanzi>h tidak sampai pada pengetahuan yang menunjukkan tashbi>h. Pengetahuan teentang Tuhan yang dapat dicapai oleh akal adalah pengetahuan negative yang menegasikan pengungkapan apapun yang mendeskripsikan 78

Mahmu>d Mah}mu>d al-Gharra>b, Sharh} Fus}u>s al-H{ikam, Ibid., 60.

30


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Tuhan. Karena itu menurut Ibn ‘Arabi> akal harus dilengkapi dengan dengan daya estimasi al-

wahm, daya yang mampu mencapai pengetahuan tentang tashbi>h. Dengan demikian pengetahuan yang sempurna mengenai Tuhan adalah dicapai oleh gabungan akal dan daya

wahm (ketika Tuhan memberi akal pengetahuan tentang tajally), sehingga didapat pengetahuan yang memadukan tanzi>h dan tashbi>h. Bahkan menurut Ibn ‘Arabi> daya wahm ini adalah kekuatan yang terbesar (al-sult}a>n al-a’z}am) dalam bentuk sempurna dari manusia. Melaluinyalah syari’at-syari’at yang diwahyukan datang, yang menyatakan tashbi>h dan

tanzi>h.79

PENUTUP Karena itu dalam pandangan Ibn ‘Arabi> untuk sampai pada pengetahuan mengenai Tuhan manusia dapat mengenalinya melalui alam dan dirinya sendiri sebagai ayat-ayat (tanda-tanda) tuhan, namun tampaknya kecenderungan Ibn ‘Arabi> sebagaimana sufi lain cenderung pada yang kedua karena itu dalam al-Futu>h}at al-Makkiyyah Ibn ‘Arabi> menjelaskan enam puluh maqa>ma>t. Dalam menempuh Maqa>ma>t ini sufi senantiasa melakukan bermacam ibadah, muja>hadah dan kontemplasi, yang sesuai dengan aturan agama sehingga satu demi satu maqa>ma>t ini dapat di laluinya. Melalui maqa>ma>t ini tidak mudah dan memerlukan ketekunan dan kesabaran. Tahap puncak perjalanan spiritual ini ketika ia sampai pada maqam ma’rifah dan mahabbah. Makrifat dimulai dengan mengenal dan menyadari jati diri. Dengan mengenal dan menyadari jati diri ini niscaya sufi akan kenal dan sadar terhadap tuhannya. Sebagaimana hadith rasul

barang siapa mengenal dirinya niscaya dia mengenal tuhannya. Kesempurnaan makrifat ini ialah dengan mengeahui tujuh obyek pengetahuan, yaitu: mengetahui asma>’ ilahi, mengetahui tajally ilahi, mengetahui takli>f Tuhan terhadap hambanya, mengetahui kesempurnaan dan kekurangan wujud alam semesta, mengetahui diri sendiri, mengetahui alam akherat. Dengan makrifat maka timbul mah}abbah (cinta) cinta merupakan puncak maqa>ma>t yang ditempuh sufi. Disini bertemu antara kehendak Tuhan dan kehendak insan. Kehendak Tuhan ialah kerinduan-Nya untuk ber-tajalli pada alam, sedang kehendak insan ialah kembali kepada esensinya yang sebenarnya yakni wujud mutlak.80 Dengan demikian diketahui bahwa 79 80

Ibn ‘Arabi, Fus}u>s} al-H{ikam, Ibid., 181. Yunasir Ali, Manusia Citra Ilahi, Ibid, 72.

31


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

“sumber pengetahuan itu sebenarnya berada dalam diri manusia tapi untuk mencapainya diperlukan kesadaran terhadap jati diri.

32


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jilli. Sharh} Al-Futu>h}a>t Al-Makkiyah. Kairo: Da>r al-Amin, 1998. Al-‘Ajalu>ni>, Isma>’il, Kashf al-Khafa>’ wa muzi>l al-Ilba>s. Bairut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1985. Cet. ke 4, Vol. 2. Al-Qus}airi>, al-Risa>lah al-Qushayriyyah fi> ‘Ilm al-Tas}awwuf. Bairut: Da>r al-Kita>b al-’Arabi>>, t.th. al-Na>buli>si>, ‘Abd al-Ghani.> I>d}a>h} al-Maqsu>d min Wah}dat al-Wuju>d, Kairo: Da>r al-A<fa>q al’Arabi>yyah, 2003. Abu> Karam, Karam Ami>n. H{aqi>qah al-‘Iba>dah ‘Inda Muhyi al-Di>n Ibn ‘Arabi>. Kairo: Da>r alAmi>n, 1997. Azhari Noer, Kautsar. Ibn al-‘Arabi, Wah}dah al-Wuju>d Dalam Perdebatan. Jakarta: Para Madinah, 1995. al-Gharra>b, Mah}mu>d Mahmu>d. Sharh Fus}u>s al-Hikam min Kala>m al-Shaikh Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Araby . Damaskus: Mat}ba’ah Zaid Ibn Tha>bit. 2000. ………., Al-Insa>n al-Ka>mil wa al-Qut}b al-Ghawth al-fard min Kala>m al-Syeikh al-Akbar Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Araby. www. Al-mostofa.com, Cet ke-2, 1990. Ibn ‘Arabi>, Muh}yi al-Di>n. al-Tadbi>ra>t al-Ila>hiyyah fi> Is}la>h} al-Mamlakah al-Isa>niyyah, dalam Rasa>il Ibn ‘Arabi. www. Pdffactory.com ………., H{illiyyah al-Abda>l. Hidrabad, t.th. ………., Fus}us} al-H{ikam. Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Araby,t.th. ………., Al-Futu>h}at al-Makkiyah. Mesir: Da>r al-Kutub al-‘Arabiyah al-Kubra>, 1329 H ………., Kita>b al-Masa>il, dalam Rasa>il Ibn ‘Arabi.>, Hederabad: Mat}ba’ah Jam’iyyah Dairah al-Ma’a>rif al-“Uthma>niyyah. 1948. Abu> Zaid, Nas}r H}a>mid. H{a>kadha> Takallama Ibn ‘Araby, Kairo: Al-Hai’ah al-Mis}riyyah al‘Ammah li al-Kita>b. 2002. Ali, Yunasir, Manusia Citra Ilahi, Pengembangan konsep insa>n Kamil Ibn ‘Arabi> oleh al-Jili. Jakarta: Paramadina, 1997.

MEMBANGUN BRAND IMAGE REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA Oleh: Taufiqur Rahman 33


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Abstract : Mutual funds-called Reksadana- is a container used to collect funds from investors to be invested in the securities portfolio by investment manager who has received permission from Badan Pengawas Penanaman Modal (BAPEPAM).The operational principle which is used in Islamic mutual funds is the principle of mudarabah or Qiradh. The principle of Mudharabah or Qiradh is interpreted as a bond or a system where a person gives his wealth to another person to be managed with the provision that the profits earned from the management of the results were split between the two parties in accordance with the terms agreed upon by both parties.We hope that the mutual Shariah will find herself back. And with presence will make an investment alternative in a Islamic principle capital market and provide the benefit and welfare for Muslims in Indonesia. Key words: mutual funds, investment, shariah PENDAHULUAN Pasar modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Menurut Irfan Syawqy, secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi modern. Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini. Di era globalisasi, masyarakat dihadapkan kepada realitas dunia yang serba cepat dan canggih. Tak terkecuali didalamnya masalah ekonomi dan keuangan. Produk-produk baru dikembangkan untuk menarik dana dari masyarakat. Salah satu produk yang telah berkembang pesat di Indonesia adalah reksadana yang diluar negeri dikenal dengan ”Unit Trust” atau ”Mutual Fund”. Sesuai dengan Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat 27, reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Portofolio investasi dari reksadana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen diatas. Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit dan Reksadana Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non perbankan,

34


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

yang dapat dijadikan alternatif berinvestasi bagi masyarakat yang menginginkan return investasi dari sumber dan cara yang bersih, dan dapat dipertanggung jawabkan secara Syariah. Berkenaan dengan urgensitas reksadana Syariah, bahwa dalam kenyataan sosial-ekonomi ditemukan dua persoalan yang saling berkaitan. Pertama, ada orang yang memiliki potensi keuangan, tetapi ia tidak mempunyai skill dalam memberdayakan modal tersebut. Yang kedua, ada orang yang mempunyai skill tapi tidak mempunyai modal. Dalam konteks ini reksadana telah terjadi simbiosis mutualisme antar pemilik modal yang tidak memiliki skill dengan pemilik skill yang tidak memilik modal. Mengingat reksadana adalah instrumen investasi dalam pasar modal, maka dalam perjalanannya sangatlah sensitif dengan perkembangan pasar dan isu-isu yang ada dalam pasar keuangan. Secara sekilas, Perkembangan reksadana yang dimulai pada tahun 1996 telah berkembang dengan pesat dan pada tahun 1998 mengalami penurunan dikarenakan adanya krisis ekonomi di Indonesia, kemudian pada tahun setelahnya berkembang dengan cepat karena banyaknya jenis reksadana yang ditawarkan di Indonesia. Pada tahun 2005 industri reksadana mengalami penurunan yang signifikan disebabkan kondisi perekonomian Indonesia yang kurang mendukung. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi makro Indonesia pada periode Januari sampai dengan September 2005 yang menunjukkan pergerakan relatif menurun. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar yang mencapai level Rp. 12.000 terjadi akibat naiknya harga minyak dunia yang mencapai level tertinggi di US$ 71 per barel di akhir Agustus 2005. Krisis global, yang melanda sejak awal Oktober 2008, tidak mengakibatkan terhentinya pertumbuhan Reksadana yang terlihat dari jumlah Reksadana yang Pernyataan Pendaftarannya telah efektif selama 3 bulan terakhir pada tahun 2008 yakni sejumlah 45 Reksadana. Walapun krisis global tersebut berdampak pada penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana dari Rp 91,50 triliun pada akhir Desember 2007 menjadi Rp 74,35 triliun pada akhir Desember 2008 (turun 18,74%), namun jumlah Unit Penyertaan Reksadana selama tahun 2008 ini tetap mengalami pertumbuhan yaitu dari 53,59 miliar Unit Penyertaan menjadi 61,51 miliar Unit Penyertaan atau meningkat sebesar 14,78%. Pada akhir tahun 2008 telah terjadi krisis global di Amerika disebabkan jatuh bangkrutnya Lehman Brothers, sehingga menyebabkan anjloknya harga-harga saham dunia, dan pastinya ini mempengaruhi nilai aktiva reksadana di Indonesia semua ikut terjun bebas akibat hal tersebut. Terutama reksadana saham dan reksadana campuran. Kemudian beredar isu bangkrutnya Bank Century dikarenakan gagal kliring kepada Bank Indonesia. Dan masalah yang lainnya adalah produk investasi sejenis reksadana bank tersebut yang disinyalir diterbitkan oleh PT.Antaboga Delta Sekuritas Indonesia tidak memiliki izin dari lembaga Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Dan banyak uang nasabah yang diinvestasikan dalam 35


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

reksadana bodong tersebut tidak kembali pada nasabah dan beserta keuntungannya pada saat jatuh tempo. ”Sudah jatuh tertimpa tangga pula” begitulah kiasan yang lebih tepat mengenai perkembangan reksadana dewasa ini. Dimana telah mengalami penerjunan bebas dari tahun pertahunnya. Tak terkecuali reksadana Syariah yang juga ikut imbasnya. Maka tujuan dari penelitian ini adalah mencoba untuk membangun kembali brand image reksadana Syariah yang telah mengalami penurunan image disebabkan beredarnya berita dan isu yang sangat merugikan keberadaan produk investasi reksadana di Indonesia. Sebetulnya reksadana syaria’h mempunyai peluang yang sangat bagus pada tahun 2009 dan tahun-tahun berikutnya hal ini dibuktikan dengan banyaknya jenis-jenis reksadana Syariah yang beredar di masyarakat dan semakin getolnya manajer investasi membidik reksadana syariah, mengingat pasar produk Syariah dinilai memiliki potensi besar untuk dikembangkan di masa-masa mendatang. PENGERTIAN DAN SEJARAH REKSADANA SYARIAH Reksadana diluar negeri dikenal dengan sebutan unit trust (di Inggris) yang berarti unit (saham) kepercayaan atau mutual fund (di Amerika) yang berarti dana bersama atau investment fund (di Jepang) yang berarti pengelolaan dana untuk investasi berdasarkan kepercayaan.81 Secara bahasa reksadana tersusun dari dua konsep yaitu “reksa” yang berarti jaga atau pelihara dan konsep “dana” yang berarti (himpunan) uang. Dengan demikian, secara bahasa reksadana berarti kumpulan uang yang dipelihara. Sedangkan secara istilah, reksadana berarti sebuah wadah dimana masyarakat dapat menginvestasikan dananya dan oleh pengurusnya (manajer investasi) dana itu diinvestasikan ke portofolio efek, yang dimaksud dengan portofolio efek adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, surat berharga atau efek, atau instrument yang dikelola. Sebenarnya, makna umum dari reksadana syariah tidak jauh berbeda dengan makna reksadana pada umumnya. Yang membedakan reksadana syariah dengan konvesional terletak pada operasionalnya, di mana reksadana menggunakan ketentuan prinsip syariah. Prinsip syariah di reksadana syariah digunakan dalam bentuk akad antara pemilik modal (rab al-mal) dengan manajer investasi (amil), pemilihan dan pelaksanaan transaksi investasi, dan dalam penentuan dan pembagian hasil investasi Sejarah reksadana dimulai saat seorang pedagang Belanda bernama Adriaan van Ketwich pada tahun 1744 membuat sebuah reksadana. Reksadana ini bernama Eendragt Maakt Magt yang berarti ”persatuan menciptakan kekuatan”. Langkah van Ketwich ini kemudian diikuti oleh raja 81

Yadi janwari Dzajuli, lembaga-lembaga perekonomiaan umat: sebuah pengenalan (Jakarta: Raja Grafindo Persada , 2002), 197.

36


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Belanda pada saat itu, William I dengan mendirikan sebuah perusahaan investasi pada tahun 1822. Sejak saat itu, reksadana lainnya mulai bermunculan, antara lain di Swiss tahun 1849 dan instrumen serupa yang muncul di Skotlandia pada tahun 1880. Satu hal yang perlu dicatat, pada masa-masa tersebut reksadana yang ada bersifat closed-end. Artinya, penerbit reksadana tidak memiliki kewajiban untuk membeli kembali reksadana yang telah dijualnya. Pembeli reksadana hanya dapat menjual reksadana yang dimilikinya kepada investor lain. Selanjutnya, ide mengenai reksadana ini mulai mengakar di Inggris dan Perancis dengan adanya Joint Stock Companies Act pada tahun 1862 dan 1867 yang mengijinkan investor untuk mendapatkan bagian keuntungan perusahan investasi dan risiko investasinya hanya sebatas dana yang diinvestasikan. Reksadana kemudian dibawa ke Amerika Serikat pada tahun 1890. Reksadana pertama yang diterbitkan di Amerika Serikat adalah “The Boston Personal Property Trust� pada tahun 1893. Langkah penting yang menjadi tonggak munculnya reksadana modern adalah diterbitkannya Alexander Fund di Philadelphia pada tahun 1907. Apa yang menjadikan reksadana ini disebut sebagai peletak dasar reksadana modern? Reksadana ini dijual secara berkala dalam periode 6 bulanan dan hal terpenting lainnya, investor dapat menjual kembali reksadananya kepada penerbit. Sebelumnya, investor hanya dapat menjual reksadananya kepada investor lain. Di Indonesia, reksadana pertama kali muncul saat pemerintah mendirikan PT. Danareksa pada tahun 1976. Pada waktu itu PT. Danareksa menerbitkan reksadana yang disebut dengan sertifikat Danareksa. Pada tahun 1995, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pasar modal yang mencakup pula peraturan mengenai reksadana melalui UU No. 8 tahun 1995 mengenai pasar modal. Adanya UU tersebut menjadi momentum munculnya reksadana di Indonesia yang diawali dengan diterbitkannya reksadana tertutup oleh PT. BDNI Reksadana. 82 Reksadana Syariah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1995 oleh National Commercial Bank di Saudi Arabia dengan nama Global Trade Equity dengan kapitalisasi sebesar U$ 150 juta. Hadirnya Bank Muamalat, Asuransi Takaful, dan tumbuhnya lembaga Keuangan syariah menimbulkan sikap optimistis meningkatnya gairah investasi yang berbasis pada investor muslim. Bapepam mulai melakukan inisiatif untuk mewadahi investor muslim, maka mulai tahun 2000 oleh PT. Danareksa Investment Management, dimana pada saat itu PT. Danareksa mengeluarkan produk reksadana berdasarkan prinsip Syariah berjenis reksadana campuran yang dinamakan Danareksa Syariah Berimbang. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya muncul beberapa produk reksadana dengan berbagai jenisnya yang saat ini mencapai sekitar 37 produk

82

Dikutip dari http://smansa-binjai.net/node/139 (30 Juni 2009)

37


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

reksadana syariah yang penulis kutip dari laporan siaran Pers akhir tahun 2008 oleh Bapepam LK.83 PANDANGAN SYARIAH TENTANG REKSADANA Pandangan Syariah tentang reksadana ini dikutip dari loka karya Alim Ulama’ tentang reksadana Syariah, yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama’ Indonesia bekerja sama dengan Bank Muamalat Indonesia tanggal 24-25 Rabiul Awwal 1417 H bertepatan dengan 29-30 Juli 1997 di Jakarta. Pada prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalat adalah dibolehkan selama tidak bertentangan dengan Syariah, mengikuti kaidah fiqh yang dipegan oleh Madzhab Hambali dan para fuqaha’ lainnya, yaitu: ”Prinsip dasar dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan, selama tidak dilarang oleh Syariah atau bertentangan dengan nash Syariah.” Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman agar memenuhi akad yang mereka lakukan seperti disebut dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 1:

‫ن‬ ّ ‫ياايها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلّت لكم بهيمة االنعام اال ما يتلي عليكم غير محلي الصيد وأنتم حرم ا‬ .‫اهلل يحكم ما يريد‬ “Hai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya. Syariah dapat menerima usaha semacam reksadana sepanjang hal yang tidak bertentangan dengan Syariah. Wahbah Zuhaily berkata: dan setiap syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat dan dapat disamakan hukumnya (diqiyaskan) dengan syarat-syarat yang sah. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh). Mekanisme operasional antara pemodal dengan manajer investasi dalam reksadana Syariah menggunakan sistem wakalah. Pada akad wakalh tersebut, pemodal memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospektus. Investasi hanya dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah. Reksadana Syariah berbeda dengan reksadana konvesional dalam operasionalnya. Hal yang paling tampak adalah proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip Syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktifitas haram seperti riba, minuman keras, judi, daging babi dan rokok.84 Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara 83 84

Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2007), 103. Ibid., 107-108.

38


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan membersihkannya cara charity. TUJUAN BERDIRINYA REKSADANA SYARIAH Pada

kondisi

objektif

masyarakat

saat

ini,

masyarakat

ada

kecenderungan

menginvestasikan modalnya ke lembaga-lembaga keuangan non perbankan, seperti lembaga pembiayaan semisal Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan Asuransi. Dari sekian banyak lembaga keuangan non perbankan itu ada yang disebut dengan reksadana, yaitu lembaga keunagan non perbankan yang bergerak di bidang pasar modal. Reksadana yang bergerak di bidang pasar modal telah lama muncul di bidang percaturan ekonomi dunia. Di Indonesia sendiri reksadana telah muncul pada tahun 1977 seiring dengan aktifnya pasar modal, yang kemudian dilegitimasi lagi dengan lahirnya Undang-Unang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pembentukan reksadana Syariah adalah sebagai lembaga investasi syariah yang juga memiliki keterkaitan yang erat dengan implementasi konsep ekonomi Islam yang mengacu pada sistem nilai dan asas-asas pokok filsafat ekonomi Islam yang berpedoman pada Al-Quran dan asSunnah serta sumber-sumber hukum Islam lainnya. PRINSIP TRANSAKSI DAN APLIKASI REKSADANA SYARIAH Prinsip operasional yang digunakan di reksadana Syariah adalah prinsip mudharabah atau qiradh. Prinsip mudharabah atau qiradh ini diartikan sebagai sebuah ikatan atau sistem dimana seseorang memberikan hartanya kepada oang lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh hasil dari pengelolaan tersebut dibagi antara kedua pihak sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Prinsip mudharabah atau qiradh di reksadana Syariah ini memiliki beberapa karakteristik. Pertama pemodal sebagai rab al-mal ikut menanggung resiko kerugian yang dialami manajer investasi sebagai ‘amil. Kedua, manajer investasi sebagai ‘amil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi kalau kerugian tersebut bukan disebabkan karena kelalaiannya. Ketiga, keuntungan (ribh) dibagi antara pemodal (rab al-mal) dengan manajer investasi (‘amil) sesuai dengan proporsi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

MEKANISME OPERASIONAL REKSADANA SYARIAH 1. Mekanisme operasional dalam Reksadana Syariah terdiri atas: 39


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

a. Antara pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan dengan sistem wakalah, dan b. Antara Manajer Investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah. 2. Karakteristik sistem mudarabah adalah: a. Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili oleh Manajer Investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui Manajer b. Investasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal. c. Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan. d. Manajer Investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross negligence/tafrith). Begitupun juga Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana yaitu: 1) Manajer investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini bertanggung jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan jenis investasi, mengambil keputusan kepu-tusan investasi, memonitor pasar investasi, dan melakukan tindakan- tidakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor. Manajer investasi ( perusahaan pengelola) dapat berupa: a) Perusahaan efek, dimana umumnya berbentuk divisi tersendiri atau PT yang khusus menangani reksadana. b) Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan manajemen investasi (PMI) atau investment manajemen company. 2) Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana. Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian dari kekayaan manajer investor maupun bang kustodian, tetapi memiliki parta investor yang disimpan atas nama reksadana di bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yng akan melakukan kegiatan ini terlebih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam. 3) Pelaku ( perantara) dipasar modal ( broker, underwriter) maupun di pasar uang ( bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20 /DSN- MUI/ 1V /2001, Reksadana Syariah adalah: � reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahibul maal / rabb al- mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahibul maal,maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahibul maal dengan pengguna investasi.� Menurut undang-undang pasar modal No. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat 27, reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dalam portofolio efek oleh manajer 40


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Reksadana dapat terdiri dari berbagi macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen- instrumen di atas. Dengan demikian, sebuah reksadana merupakan hubungan trilater karena karena melibatkan beberapa pihak yang terikat sebuah kontrak atau trust ded secara legal. Mereka adalah pemilik modal, manajer investasi, dan bank kustodian. JENIS PRODUK REKSADANA SYARIAH Memahami jenis-jenis reksadana yang tersedia, sangat perlu untuk mengetahui mengenai instrument dimana reksadana melakukan investasi, setidaknya ada empat reksadana dalam peraturan bapepam. Namun demikian, dalam reksadana syariah hanya mengakui dua dana reksadana, yaitu reksadana pendapatan tetap (fixed income fund) dan reksadana campuran (discretionary fund/balanced funds). 1. Reksadana Pendapatan Tetap (fixed income funds/FIF) Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya kedalam efek yang ersifat hutang. Salah satu keuntungan yang diperoleh dari RDPT ini adalah hasil investasi yang lebih besar dari pada RDPU. Di sisi lain, tingkat resiko yang dimiliki juga lebih besar. Tujuannya adalah untuk menghasilkan keuntungan yang stabil. Pembagian keuntungan biasanya berupa uang tunai (dividen) yang dibayarkan secara teratur, misalnya 3 bulan, 6 bulan atau tahunan. 2. Reksadana Campuran (discretionary funds /mixed funds/ balanced funds) Reksadana campuran dapat melakukan investasinya dalam bentuk efeek hutang maupun ekuitas dengan fungsi alokasi yang lebih fleksibel. Artinya, melihat sisi fleksibelitasnya baik dalam pemilihan jenis investasi (saham, obligasi, deposito atau efek lainnya) serta komposisi alokasinya,RDC dapat berorientasi pada saham, obligasi, atau pasar uang. Mengingat komposisinya yang sangat variatif, sebelum menentukan pilihan pada suatu RDC tertentu, investor harus benar-benar mengetahui, bagaimana komposisi investasi yang terdapat pada RDC yang akan dipilih. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari prospectus reksadana. 3. Reksadana Pasar Uang (money market funds/MMF) Reksadana Pasar Uang (RDPU) adalah reksadana yang investasinya 100% pada efek pasar uang. Efek pasar uang adalah efek-efek hutang berjangka kurang dari satu tahun. Pada umumnya, instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi deposito, SBI, obligasi, serta efek hutang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Reksadana ini memiliki tingkat resiko paling rendah, tetapi keuntungan yang didapatkan juga sangat terbatas. Tujuan investasi RDPU umumnya untuk kepentingan perlindungan modal dan 41


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

untuk menyediakan likuiditas yang tinggi, sehingga jika dibutuhkan, dapat dicairkan setiap kerja dengan resiko penurunan nilai investasi yang hampir tidak ada. Reksadana ini berbeda dari yang lainnya, RDPU tidak menerapkan biaya pembelian dan biaya penjualan kembali. Dari sisi NAB per unit peyertaan, hampir tidak ada perubahan relatif tetap dari hari ke hari. 4. Reksadana Saham (Equity Funds/EF) Reksadana Saham adalah reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Efek saham pada umumnya memberikan hasil yang lumayan tinggi, berupa capital gain melalui pertumbuhan hargaharga saham dan deviden. Reksadana saham biasanya diminati oleh investor yang mengerti potensi investasi pada saham untuk jangka panjang, sehingga dana yang digunakan untuk investasi merupakan dana untuk jangka panjang. Di samping itu, investasi pada reksadana saham merupakan alternatif yang paling tepat bagi investor yang tidak berani melakukan investasi di saham secara langsung. Hal ini disebabkan terbatasnya dana untuk melakukan diservikasi, serta terbatasnya waktu untuk memonitor kondisi pasar. Pada bulan Oktober 2006 bapepam mengeluarkan aturan baru berkaitan dengan jenisjenis Reksadana yang sedikit berbeda dari Reksadana yang selama ini beredar. Reksadana tersebut, seperti Reksadana Terproteksi, Reksadana indeks, dan Reksadana dengan penjaminan. Berikut sekilas mengenai pengertian ketiga jenis reksadana tersebut: ď ś Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund) Jenisnya reksadana pendapatan tetap, namun manajer investasi memberikan perlindungan terhadap investasi awal investor sehingga nilainya tidak berkurang saat jatuh tempo. Sebagian besar dana yang dikelola akan dimasukkan pada efek bersifat utang yang pada saat jatuh tempo sekurangnya dapat menutup nilai yang diproteksi. Sisanya diinvestasikan pada efek lain, sehingga investor masih punya peluang memperoleh peningkatan NAB (NIlai Aktiva Bersih) atau Net Asset Value (NAV). ď ś Reksadana dengan Penjaminan ( Guaranted Fund) Reksadana ini menjamin bahwa investor sekurangnya akan menerima sebesar nilai investasi awal pada saat jatuh tempo, sepanjang persyaratannya dipenuhi. Jaminan ini diberikan lembaga penjamin berdasarkan kontrak lembaga itu dengan manajer investasi dan bak kustodian. Manajer investasi wajib menginvestasikan sekurang-kurangnya 80% daripada efek bersifat utang yang masuk kategori layak investasi.

42


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

 Reksadana Indeks Portofolio Reksadana terdiri atas efek-efek yang menjadi bagian dari indeks acuan. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimal 80% dari NAB pada sekurang-kurangnya 80% efek yang menjadi bagian indeks acuan.85 Nilai aktiva Bersih (NAB) adalah merupakan salah satu tolak ukur dalam memantau dari hasil suatu reksadana. NAB per saham atau unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu reksadana setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah saham atau unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tersebut. PERKEMBANGAN REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA Beberapa tahun ini mulai berkembang prinsip syariah dalam jasa keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, dan investasi. Saat ini ada beberapa perusahaan sekuritas yang menularkan produk investasi Syariah, antara lain Danareksa, PNM, Bhakti Asset Management (BAM), Rifan Sekuritas, dll. Pangsa pasar reksadana Syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan. Sejak dari kegiatan perbankan dan investasi Syariah yang baru muncul beberapa tahun belakangan, pertumbuhan reksadana Syariah terus mengalami kenaikan. dana kelolaan reksadana Syariah mencapai Rp700 miliar, sementara reksadana konvensional mencapai Rp58,247 triliun. Jumlah tersebut diproyeksi akan terus meningkat dengan makin banyaknya investor yang kini mulai melirik berinvestasi di reksadana Syariah yang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini dipicu oleh makin diminatinya instrumen investasi Syariah selama beberapa tahun belakangan. Jakarta Islamic Index (JII) dalam lima tahun terakhir mencatat pertumbuhan transaksi investasi Syariah yang jauh lebih tinggi dibandingkan IHSG. Bahkan, otoritas pasar modal pun memperkirakan pertumbuhan reksadana ke depannya semakin pesat, seiring dengan banyaknya perusahaan yang berniat menerbitkan produk-produk syariah, seperti corporate sukuk (obligasi Syariah korporasi) yang belum lama diperkenalkan itu. Perencana keuangan Ahmad Gozali menyebutkan bahwa tren masyarakat untuk memilih reksadana syariah saat ini memang cukup besar. “Hal ini dipicu dari harapan ketenangan batin dari investor, dan juga era 2008-2009 kali ini, JII mencatat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan IHSG dan juga reksadana berbasis LQ45,” ujarnya Umumnya reksadana syariah dijual secara ritel dengan minimal pembelian Rp250.000 per unit sampai Rp5 juta. Jakarta Islamic Centre (JII) saat ini mencatat 30 emiten yang dinilai memenuhi persyaratan syariah.86 85 86

Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syari’ah, 99. Nadratuzzaman Hosen, Materi Dakwah Ekonomi Islam (Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah 2008), 85.

43


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA Pertumbuhan industri reksadana Syariah pun melampaui pertumbuhan reksadana nasional, bahkan sebelum sukuk negara diluncurkan. Saat industri reksadana nasional tumbuh 2,15% pada triwulan I tahun ini, pertumbuhan reksadana syariah mencapai 31,64%. Hanya saja, dilihat dari volumenya, reksadana jenis ini masih kecil dibanding reksadana konvensional. Namun, jika dilihat dari tingkat pengembalian (return), reksadana Syariah berbasis obligasi syar’iah pada Januari-Juli 2008 membukukan nilai return rata-rata 5%, sementara seluruh produk reksadana pendapatan tetap lainnya yang membukukan return negatif. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), pada akhir 2007 jumlah reksadana Syariah mencapai 25 produk dengan dana kelolaan Rp 2,2 triliun. Jumlah dana kelolaan tersebut naik 206,39% dari Rp 719 miliar pada 2006 yang berasal dari 23 produk. Sementara hingga kuartal I/2008, nilainya mencapai Rp 2,92 triliun. Bahkan, data PT Infovesta Utama memperkirakan instrumen investasi ini hingga semester I/2008 mencapai Rp 3,30 triliun dengan 28 produk, atau naik 49,93% dari dana kelolaannya di akhir 2007. Total industri reksadana secara keseluruhan pada akhir 2007 sebesar Rp 91,15 triliun atau tumbuh 79,2% dari Rp 50,87 triliun pada 2006. Hingga Maret 2008, jumlahnya terus meningkat menjadi Rp 93,11 triliun.Nah,bagaimana reksadana syariah ketika krisis global menerjang seperti saat ini? Abiprayadi Riyanto, Ketua Asosiasi Ketua Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia, mengatakan, saat krisis global seperti sekarang hampir semua instrumen investasi terkena dampaknya, tak terkecuali reksadana Syariah. Menurutnya, dana kelolaannya per Oktober 2008 sebesar Rp 2,1 triliun, turun dibanding per Septermber 2008 sebesar Rp 2,5 triliun. Abi menuturkan, sebenarnya reksadana Syariah merupakan reksadana yang memiliki karakter sendiri yang berpengaruh terhadap penentuan portofolio investasinya. Ini yang membedakannya dari reksadana konvensional. Reksadana Syariah memiliki koridor sendiri yang membatasi diri dalam berinvestasi, sehingga tak bisa masuk ke sektor-sektor yang berbasis suku bunga seperti bank dan perusahaan pembiayaan, perusahaan rokok, serta hotel. Rujukan investasinya adalah Jakarta Islamic Index (JII) dari Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan Bapepam-LK. Ada perbedaan antara JII dan DES. JII memasukkan daftar sahamnya berdasarkan bisinis emitennya yang bukan perusahaan berbasis bunga, rokok atau hotel. Sementara itu, DES lebih dalam lagi: tak hanya melihat bisnis perusahaannya, tapi juga kondisi keuangannya. Perusahaan yang masuk dalam daftar JII belum tentu bisa masuk dalam DES kalau perusahaan itu, misalnya, banyak utangnya. Baik JII maupun DES dievaluasi secara berkala. Dengan melihat pola investasi seperti itu, tentu saja ada plus-minusnya berinvestasi di reksadana Syariah. Abi menjelaskan, pada 2007 para manajer investasi reksadana lebih banyak 44


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

membenamkan investasinya pada sektor-sektor yang disebut winning team seperti pertambangan, energi, agrobisnis dan infrastruktur yang saat itu boom. Namun pada 2008, sektor-sektor yang masuk dalam winning team terimbas krisis global ini, sehingga harga sahamnya berguguran. Di sisi lain, ada sektor yang tetap bertahan dan lebih bagus dibanding sektor yang masuk winning team, dana syariah bisa masuk karena bukan dalam koridornya. Artinya, karena selektif, kinerja reksadana Syariah tak akan lebih bagus dibanding sebelumnya. “Tapi itu tak apa-apa. Setiap reksadana yang punya karakter bisa bagus di satu titik dan bisa turun di titik lainnya,” kata Abi memberi alasan. Semua itu sudah disadari para investor reksadana syariah. Dan di sinilah perbedaan utama antara reksadana Syariah dan reksadana konvensional. Reksadana Syariah memiliki prospek yang baik, apalagi setelah adanya sukuk negara, kendati saat ini terkena imbas krisis global seperti halnya instrumen reksadana lainnya. Selain itu, volumenya pun masih kecil dibanding reksadana konvensional.87 Imbas krisis global ternyata juga menghantam industri reksadana Syariah. Berdasarkan data per awal Januari 2008, asset reksadana Syariah telah mencapai Rp 2,4 Triliun namun turun drastis 30% dan tercatat pada akhir Desember 2008 sebesar Rp 1,8 Triliun. Begitu juga pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009, investasi reksadana mengalami keterpurukan dikarenakan suatu kasus yang menimpa nasabah Bank Century yang tertipu dengan produk reksadana yang ditawarkan oleh bank tersebut. Bank Century dalam operasinya juga melakukan penjualan reksadana padahal bank ini tidak mempunyai perizinan untuk menjual Reksadana. Ketika saya cek ke situs Bapepam, Bank Century tidak terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksadana). Kisah seram ini lalu ternyata berkembang menjadi lebih menyeramkan lagi. Salah satu reksadana yang dijual oleh Bank Century merupakan reksadana ‘bodong’, alias reksadana yang dibuat tanpa seizin Bapepam. Reksadana yang bermasalah ini dijual dengan nama Investasi Dana Tetap Terproteksi dan dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Hebatnya lagi, produk ini kabarnya sudah dijual sejak tahun 2001. Kini dikabarkan bahwa bahwa Rp 1 Triliun – Rp 1,5 Triliun milik nasabah bank Century terkena masalah seputar produk ini. Dengan adanya kejadian ini maka investasi reksadana secara pelan-pelan akan ditinggalkan oleh para masyarakat termasuk juga dengan reksadana syariah. Walaupun pada kenyataannya reksadana terpuruk, para pengamat ekonomi menyatakan bahwa pada tahun 2009 untuk reksadana Syariah akan mengalami pertumbuhan diatas 10% menjadi sekitar Rp 2,08 triliun, hal ini ditandai dengan banyaknya produk investasi reksadana Syariah yang bermunculan serta komitmen Bapepam LK untuk memasyarakatkan industri yang berbasis Syariah ini dan pangsa pasar yang menjanjikan yaitu mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam

87

Dikutip dari http://www.swa.co.id/swamajalah/portofolio/details.php?cid=1&id=8354 (30 Juni 2009)

45


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Berikut ini penulis akan menyajikan grafik kinerja reksadana; Tabel I Kinerja Reksadana Periode

Jumlah Reksadana

Pemegang Saham

NAB (Rp Juta)

Jumlah Saham/Unit Yang Beredar

2005

328

254.660

29.405.732,20

21.262.143.379,98

2006

403

202.991

51.620.077,40

36.140.102.795,60

2007

473

325.224

92.190.634,60

53.589.967.474,74

2008

567

352.429

74.065.811,15

60.976.090.770,24

2009

574

356,783

92,120,093.25

64,522,799,850.05

Tabel II Pertum buhan Reksadana

jumlah reksadana

700 600 2005

500

2006

400

2007 300

2008

200

2009

100 0 periode

Tabel III Nilai Aktiva Bersih Reksadana per Jenis Rp Milyar Periode

saham

p.uang

camp.

pend. tetap

terproteksi

indeks

ETFShm

ETF-P. Ttp

Syariah

Total

2005

4.928,44

2.079,99

5.455,60

13.855,26

3.086,44

0,00

0,00

0,00

0,00

29.405,73

2006

8.250,85

3.800,62

8.471,09

19.520,85

11.547,03

29,64

0,00

0,00

0,00

51.620,08

2007

34.799,67

4.828,54

14.232,58

21.285,54

16.345,03

117,04

77,95

504,27

0,00

92.190,63

2008

19.891,42

2.301,84

10.002,12

10.931,32

29.331,30

100,98

43,7

688,93

774,22

74.065,81

Jan

19.854,86

2.240,43

10.195,78

10.780,89

29.653,14

114,88

42,46

698,12

769,78

74.350,33

Peb

19.073,79

2.259,59

9.723,09

11.225,52

29.525,28

115,4

40,41

652,71

820,56

73.436,36

Mar

20.909,44

2.771,60

10.508,32

11.584,45

29.786,23

133,54

45,22

694,75

959,32

77.392,88

Apr

25,484.17

3,154.75

11,453.90

12,343.67

29,614.70

9.10

54.47

719.29

2,231.61

85,065.67

Mei

29,568.12

3,098.46

12,484.11

13,228.10

29,958.94

10.81

59.46

765.98

2,946.11

92,120.09

2009

Sumber : E-Monitoring Riset Pasar Modal - Biro RISTI Bapepam - LK

Setelah kita mengetahui mengenai pertumbuhan dan keterpurukan reksadana akhir-akhir ini. Dan prospek investasi reksadana khususnya reksadana Syariah maka di perlukan strategi atau langkah yang tepat untuk membangun brand image reksadana Syariah di tengah-tengah masyarakat sehingga produk-produk lembaga keuangan yang berprinsip Syariah mempunyai nilai manfaat 46


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dalam kehidupan berekonomi umat Muslim di Indonesia khususnya. Hal-hal berikut akan kami sajikan dalam bab pembahasan. KENDALA DAN STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE REKSADANA SYARIAH Ibarat bangunan yang fondasinya kurang kokoh, dihajar topan langsung ambruk. Demikianlah analogi yang tepat dialamatkan pada industri reksadana di Tanah Air. Ketika tempo hari diterjang penurunan nilai aset basis portofolionya, reksadana pun tumbang. Investor tunggang langgang memikul kerugian dan hilang kepercayaan. Kalau kita telusuri sejak mulainya reksadana membengkak dan kemudian menggelembung (booming), sebenarnya sudah jelas tanda-tanda yang membahayakan industri ini. Tidak ada �pelampung� (exit policy atau exit strategy) yang kuat disediakan regulator untuk antisipasi manakala industri ini mengalami kekisruhan. Benar, tatkala badai benar datang, semua pelaku industri terjun bebas. Ada beberapa catatan yang patut dikemukakan sebagai bahan pelajaran bagi semua pihak dalam upaya membangun kembali reruntuhan reksadana. Dibutuhkan aturan kuat yang harus dipatuhi semua pelaku. Itu harus disertai penegakan hukum dan aturan yang jelas, terukur, dan tanpa pandang bulu. Integritas regulator harus diletakkan pada tataran sangat tinggi karena reksadana menyangkut dana publik yang tak kecil. Dengan berbagai kasus terakhir, di mana banyak investasi masyarakat yang tak jelas nasibnya, membuat kepercayaan mereka menipis terhadap regulator. Kepercayaan masyarakat, khususnya yang awam dan sangat minim pemahamannya soal �hukum� dan risiko investasi, pun menjadi sangat rendah terhadap manajer investasi. Seperti kita ketahui, bisnis investasi merupakan bisnis jasa. Dan bisnis jasa adalah bisnis kepercayaan yang harus selalu menjaga brand awarness. Bila sekali saja salah menyampaikan informasi kepada pelanggan dan terjadi peristiwa seperti diatas, maka akan hilang kepercayaan pelanggan dalam waktu singkat. Pelanggan, dalam hal ini investor, akan berpikir seribu kali untuk menginvestasikan lagi dananya di reksadana. Karena brand sebagai intangible asset sangat rapuh dan vulnerable. dalam mengembangkan pasar modal Syariah di Indonesia khususnya mengenai reksadana Syariah , ada beberapa kendala yang dihadapi antara lain : 1.

masih minimya ketentuan yang menjadi legitimisi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya Undang-Undang. Perkembangan keberadaan reksadana Syariah saat ini merupakan gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih tergantung dari permintaan pelaku pasar yang menginginkan keberadaan reksadana Syariah. 47


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

2.

Dualisme sistem pasar modal yang menawarkan dua sistem Reksadana, yaitu Reksadana Syariah dan Reksadana Konvensional. Kondisi ini kurang memberikan dukungan bagi tumbuhnya Reksadana Syariah.

3.

Selama ini reksadana Syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana reksadana yang disyariahkan. Dimana selama ini praktek reksadana tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal.

4.

Sosialisasi instrumen Syariah di reksadana perlu dukungan dari berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan pasar modal perlu dukungan berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index dan reksadana Syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi bisa menjelaskan secara ilmiah.

Berdasarkan pada kendala–kendala di atas maka strategi-strategi

yang perlu dikembangkan,

adalah : 1) Keluarnya Undang-Undang Reksadana Syariah diperlukan untuk mendukung keberadaan pasar modal Syariah atau minimal menyempurnakan UUPM No 8 Tahun 1995, sehingga dengan hal ini diharapkan semakin mendorong perkembangan pasar modal Syariah. 2) Memperbanyak jenis Reksadana Syariah guna memberikan alternatif investasi bagi masyarakat untuk menyimpan dananya di Reksadana Syariah. 3) Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang Islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan Syariah 4) Diperlukan rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen Syariah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan keberadaan pasar modal syariah di tanah air. 5) Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai reksadana Syariah, oleh karena itu dukungan akademisi sangat diperlukan guna memahamkan perlunya keberadaan pasar modal Syariah. 6) peningkatan edukasi publik akan reksadana Syariah dan penguatan transparansi prosedur investasi, pengelolaan dan transaksi, dan pengawasannya. Tanpa semua itu, yakinlah segala upaya merekonstruksi bangunan reksadana untuk berdiri tegak seperti semula takkan mencapai hasil memuaskan. 7) Peluang reksadana Syariah yang telah memiliki spiritual Brand yang kuat. Spiritual Brand disini bukan merek yang berhubungan dengan agama. Akan tetapi Spiritual Brand lebih bermakna membangun diri dengan integritas, kejujuran dan kesantunan. Maka bila dilakukan 48


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

marketing komunikasi yang terpadu, sebenarnya reksadana syariah akan menjadi sangat bernilai bagi customer. 88 Dengan

serangkaian

upaya

terpadu

dalam

membangun

spiritual

brand

dan

mengkomunikasikan brand function, akan memancarkan spiritual values kepada semua pihak terutama investor dan orang-orang yang menerima charity. Namun Spiritual values harus dimiliki terlebih dahulu oleh para karyawan dan manajer investasi sehingga spiritual values akan timbul secara otomatis dalam pikiran dan hati investor. Spiritual Customer Relationship pun akan terbangun seiring terbentuknya good corporate government. Juga diharapkan ke depannya akan timbul investor yang setia dan menjadi pelindung bagi brand perusahaan atau biasa diungkapkan pakar pemasaran, Hermawan Kartajaya, sebagai spiritual advocate customer. �Customer inilah yang dididam-idamkan oleh seluruh perusahaan karena merupakan pelanggan loyal seumur hidup�, ujar Hermawan.89 Pada akhirnya Brand yang terbangun akan menjadikan reksadana Syariah sebagai produk investasi yang bersih, halal, menguntungkan, bermanfaat bagi banyak orang dan dapat dimiliki oleh semua orang yang memiliki prinsip dan moral baik. PENUTUP Reksadana Syariah bisa dikatakan merupakan instrumen investasi baru dalam lingkungan pasar modal di Indonesia, yang pertama kali hadir pada tahun 2000 dengan produk Danareksa Syariah Berimbang yang diterbitkan oleh PT. Danareksa Investment Management. Namun keberadaannya tidak akan bisa dipandang sebelah mata karena pada tahun-tahun berikutnya jumlah produk reksadana Syariah mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang signifikan. Namun dalam pertumbuhannya pada akhir tahun 2008 reksadana mengalami keterpurukan disebabkan adanya krisis global yang melanda seluruh bagian dunia serta peristiwa di tanah air yang melibatkan antara Bank Century dan nasabahnya karena para nasabah tertipu dengan salah satu produk investasi reksadana yang Bank Century tawarkan melalui besutan PT Antaboga Delta Sekuritas, yang ternyata setelah bapepam LK menyelidiki bahwa PT Antaboga Delta Sekuritas tidak mempunyai wewenang untuk mengelola produk reksadana. Maka dengan beberapa kejadian tersebut image dari reksadana semakin memburuk dan hal ini juga terjadi dengan Reksadana Syariah. Dengan melihat beberapa kendala serta menyajikan pelbagai strategi untuk membangun brand image reksadana Syariah yang telah penulis kemukakan di atas. Kita berharap bahwa

88 89

Iggi H Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003). 187 Hermawan Kartajaya, Hermawan Kartajaya on Brand , (Jakarta: Mizan, 2000), 66.

49


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

reksadana Syariah akan menemukan jati dirinya kembali. Dan dengan keberadaannya akan menjadikan salah satu alternatif investasi di pasar modal yang berprinsip Syariah dan memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi umat Islam di Indonesia. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penelitian ini. Maka saran dan kritik serta penelitian selanjutnya tentang masalah reksadana Syariah ini yang akan menyempurnakan karya ini. Dan akhir kata, mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA Achsien, Iggi H. Investasi Syariah di Pasar Modal, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003 A Djazuli, Yadi Janwari. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta: Raja Grafindo Persada , 2002

50


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Firdaus, Muhamad. Sofiyani Gufron dkk. Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Investasi Halal di Reksadana Syariah, Jakarta: Renaisan, 2005 Huda, Nurul Mustafa Edwin Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2007 Hosen, Nadratuzzaman. Materi Dakwah Ekonomi Islam. Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2008 Kartajaya, Hermawan. Hermawan Kartajaya on Brand, Jakarta: Mizan, 2004 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 http://smansa-binjai.net/node/139 http://www.swa.co.id/swamajalah/portofolio/details.php?cid=1&id=8354

REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM PADA AWAL ABAD KE- 20 Oleh: Ali Sodikin Abstrak : Pendidikan merupakan salah satu wilayah (area of cincern) gerakan pembaruan Islam yang berlangsung di seluruh dunia Islam. Tokoh-tokoh 51


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

gerakan pembaruan Islam seperti Muhamad Abduh di Mesir, Sayyid Akhmad Khan di anak benua India menjadikan pendidikan sebagai agenda utama gerakan pembaruan Islam yang mereka canangkan. Sejak awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20 hampir di seluruh dunia Islam berdiri lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak modern. Di anak benua India, Sayyid Akhmad Khan mendirikan Universitas Alighar yang sepenuhnya mengadaptasi sistem pendidikan Universitas Oxford di Inggris. Di Mesir, Muhamad Abduh berusaha mentransformasikan Universitas alAzhar dengan memasukkan ilmu-ilmu modern. PENDAHULUAN Di seluruh Dunia Islam –termasuk Indonesia– pembaruan Pendidikan Islam itu terwujud dalam dua langkah utama. Pertama, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan baru dengan menerapkan sistem pendidikan modern. Kedua, mentransformasikan lembaga-lembaga pendidikan tradisional menjadi lembaga pendidikan modern. Dua cara tersebut dilakukan dengan cara mengadopsi sistem pendidikan Barat -untuk kasus Indonesia mengadopsi sistem pendidikan modern itu diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Gagasan program modernisme pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya dalam gagasan tentang modernisme pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain, modernisme pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dengan kebangkitan gagasan dan program modernisme Islam. Kerangka dasar yang berada di balik modernisme Islam secara keseluruhan adalah bahwa modernisme pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum Muslim di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan Islam – termasuk pendidikan– haruslah dimodernisasi, sederhananya diperbaharui sesuai dengan kerangka modernitas;

mempertahankan

pemikiran

kelembagaan

Islam

tradisional

hanya

akan

memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum Muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. Tetapi bagaimanakah sebenarnya hubungan antara modernisme dan pendidikan, lebih khusus lagi dengan pendidikan Islam di Indonesia? Modernisme –yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah 'pembangunan' (development)– adalah proses multi-dimensional yang kompleks. Pada satu segi pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi. Dalam konteks ini pendidikan dianggap merupakan prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan mencapai tujuan-tujuan modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang memadai, akan sulit bagi masyarakat manapun untuk mencapai kemajuan.90 TEROBOSAN BARAT DAN MUNCULNYA IDE PEMBAHARUAN

90

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : Logos , 1999), 31.

52


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Kesadaran akan perlunya diadakan pembaruan timbul pertama kali di kerajaan Turki Utsmani dan di Mesir. Kerajaan 'Utsmani mempunyai daerah kekuasaan di Eropa Timur yang meluas sampai ke pintu gerbang kota Wina. Maka orang-orang Turki 'Utsmani sejak awal telah mempunyai kontak langsung dengan Eropa. Sampai abad ketujuh belas Masehi, kerajaan 'Utsmani senantiasa mengalami kemenangan dalam peperangan melawan raja-raja Eropa. Tetapi mulai dari abad kedelapan belas Masehi keadaan itu berbalik. Raja-raja Eropalah yang menang dan kerajaan 'Utsmani mulai mengalami kekalahan. Sultan-sultan kerajaan 'Utsmani pun mengirim duta-duta ke Eropa untuk mengetahui rahasia kekuatan raja-raja di Eropa yang pada abad-abad sebelumnya masih berada dalam keadaan yang amat mundur. Atas dasar laporan-laporan dari para duta itu, mulailah diadakan pembaruan di kerajaan 'Utsmani, terutama mulai dari permulaan abad kesembilan belas, tetapi pada mulanya bukan dalam bidang pemikiran, melainkan dalam pranata sosial, terutama kemiliteran dan pemerintahan. Para ulama sendiri tidak turut dalam usaha-usaha pembaruan ini, bahkan mengambil sikap menentang. Maka pembaruan di kerajaan 'Utsmani dipelopori dan dijalankan oleh kaum terpelajar Barat Turki, Ibrahim Mutafarriq (1670-1754 M). Seorang bekas tawanan dari Hongaria, pengarang buku-buku ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, ilmu politik, ilmu bumi, dan ilmu militer.91 Pada masa Tanzimat (1839-1865) timbul pemimpin-pemimpin yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Mereka berkenalan dengan pemikiran rasional, konsep hukum alam dan kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan. Pemikiran tradisional mereka lenyap. Demikian juga paham fatalisme yang amat berpengaruh dalam masyarakat Turki ketika itu. Zia Gokalp (1875-1924) memisahkan antara ibadah dan muamalah. Ibadah adalah ulama, sedangkan muamalah urusan negara. Seterusnya ia berpendapat bahwa hukum yang terdapat dalam muamalah berasal dari adat yang masuk ke dalam al-Qur'an. Karena perubahan zaman, masyarakat yang memakai adat itu pun tak berlaku lagi. Ahmad Razi (1859-1930) bahkan membawa paham positivisme Aguste comte.92 Demikianlah ide-ide yang berkembang di Turki, dan tidak mengherankan kalau pembaruan di sana pada akhirnya membawa pada berdirinya Republik Turki yang sekuler. Sedangkan kontak Mesir dengan Eropa bermula dengan datangnya ekspedisi Napoleon Bonaparte yang mendarat di Aleksandria pada 1798 M. Dalam masa tiga minggu, kaum mamalik yang berkuasa di mesir dikalahkan pasukan Perancis, dan seluruh Mesir jatuh ke tanagan Napoleon Bonaparte.

91 92

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1996), 147. Ibid, 147-148.

53


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Bersama Napoleon turut datang ke Mesir ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat. Di Kairo ia dirikan lembaga ilmiah Institut d'Egypte yang mempunyai empat bagian ilmu: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi-politik, dan sastra seni. Perpustakaan dari lembaga ini melakukan penelitian ilmiah di Mesir dan hasilnya diterbitkan majalah La Decade Egyptienne, Napoleon juga membawa percetakan, di samping berhuruf latin, juga berhuruf arab. Ia juga membawa ahli-ahli ketimuran yang mahir berbahasa Arab. Napoleon mempunyai hubungan yang baik dengan ulama al-Azhar dan lembaganya itu banyak dikunjungi oleh kaum terpelajar Mesir. Di sinilah bertemu ulama Islam abad kesembilan belas dengan ilmuwan-ilmuwan Barat modern. Di sinilah ulama Islam mulai sadar bahwa dalam bidang pemikiran dan bidang ilmiah ulama Islam sudah jauh ketinggalan. Tetapi hanya sedikit dari ulama al-Azhar yang berpendapat bahwa pemikiran dan ilmu yang berkembang di Barat itu perlu dipelajari dan diambil alih. Setelah ekspedisi Napoleon berakhir di Mesir, Muhammad 'Ali (1805-1845M), seorang perwira Turki, mengambil alih kekuasaan. Ia ingin menjadi sultan yang berpengaruh di Dunia Islam dan untuk itu ia berpendapat, Mesir harus dijadikan negara yang maju. Rahasia kekuatan dunia Barat melalui ekspedisi Napoleon telah dapat ditangkap di Mesir. Dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi ini didirikanlah sekolah-sekolah: sekolah militer (1815), sekolah Teknik (1816), sekolah Kedokteran (1827), sekolah Apoteker (1829), sekolah Pertambangan (1834), dan sekolah Penerjemahan (1836). Para pengajarnya ia datangkan dari Eropa, dan ceramah-ceramah mereka diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab agar dapat ditangkap pelajar-pelajar yang banyak berasal dari al-Azhar. Selain mendirikan sekolah-sekolah, ia mengirim pula pelajar-pelajar ke Eropa, terutama Paris. Jumlahnya lebih dari tiga ratus. Setelah kembali ke Mesir mereka ditugaskan menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam Bahasa Arab, disamping mengajar di sekolah-sekolah yang ia dirikan.93 Di India, pemikiran dan gerakan pembaruan rasional terlambat setengah abad dari Turki dan Mesir. Kontak umat Islam India denagn kebudayaan barat melaui inggris terutama terjadi pada pertengahan kedua abad kesembilan belas. Pemberontakan 1857 terhadap Inggris pecah. Sebagai akibatnya kerajaan Mughal dihancurkan dan Delhi jatuh ke tangan Inggris. Pemimpin yang muncul untuk membela umat Islam dari permusuhan Inggris adalah Sayyid Ahmad Khan (1817-1897). Ia seorang ulama yang sudah mengenal pemikiran dan ilmu pengetahuan Barat. Ia berpendapat, kemunduran dan kelemahan umat Islam India bisa diatasi hanya dengan mengambil alih metode berpikir ilmu-ilmu pengetahuan Barat. Untuk keperluan itu

93

Ibid, 148-149.

54


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

pada 1878 ia mendirikan Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang pada 1920 menjadi Universitas Islam Aligarh. Kurikulum yang dipakai MAOC mencakup ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan Barat yang diberikan dalam Bahasa Inggris. Lembaga inilah yang menghasilkan pemimpin-pemimpin gerakan Aligrah yang meneruskan ide-ide pembaruan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan. Sementara itu pemikiran pembaruan di Indonesia muncul terlambat lima puluh tahun dari India dan seratus tahun dari Mesir dan Turki. Dalam pada itu latar belakang ide pembaruan di Indonesia jauh berbeda dengan latar belakang yang ada di Mesir, Turki, dan India. Mesir yang mempunyai Kairo sebagai ibukota dengan Universitas al-Azhar yang didirikan pada abad kesepuluh, merupakan pusat peradaban Islam dan kekuatan politik yang besar pengaruhnya di Dunia Islam pada masa lampau. Sultan-sultan mesir turut berperang dalam mengalahkan kaum salib dan dapat mematahkan kekuatan Hulagu di 'Ain Jalut sehingga Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol Islam selamat dari kehancuran sebagaimana dialami dunia Islam bagian timur. Di samping itu, mulai dari abad keenam belas Mesir merupakan bagian dari kerajaan Turki Utsmani dan mengikuti dari dekat kemajuan-kemajuan yang dicapai kerajaan ini di Eropa. Mesir sadar akan kelemahan Dunia Barat dibandingkan dengan supremasi dunia Islam zaman itu. Turki sendiri merupakan salah satu dari tiga negara besar di Dunia Islam abad-abad keenam belas sampai abad kedelapan belas, ketika d Eropa, Inggris dan Prancis belum muncul sebagai negara yang berpengaruh dalam politik internasional. Bahkan kerajaan 'Utsmani menguasai daratan Eropa dari Istambul sampai ke pintu gerbang kota Wina. Adapun India, dengan berdirinya di sana kerajaan Mughal, merupakan negara kedua dari tiga negara besar tersebut di atas. Delhi merupakan pusat kekuasaan dan kebudayaan Islam di Dunia Islam bagian timur.94 Keadaan di Indonesia berbeda sekali dengan keadaan di tiga negara tersebut. Indonesia tak pernah menjadi negara Islam besar dan tak pernah pula menjadi pusat kebudayaan Islam. Islam berkembang di Indonesia mulai abad ketiga belas. Maka Islam yang datang dan berkembang di Indonesia bukanlah Islam Zaman keemasan dengan pemikiran rasional dan kebudayaannya yang tinggi, melainkan Islam yang telah mengalami kemunduran dengan pemikiran tradisional dan corak tarekat dan fiqihnya. Dalam pada itu penetrasi Barat ke Indonesia lebih awal dari Timur Tengah, yaitu pada abad keenam belas. Oleh sebab itu, faktor yang mendorong pembaruan di Indonesia bukanlah kesadaran akan kejayaan dan kebesaran Islam masa lampau, sebagaimana di Mesir, Turki, dan India. Tetapi faktornya antara lain adalah pengalaman dan pengetahuan orang-orang Indonesia yang belajar di

94

Ibid, 151.

55


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Makkah dan Kairo di mana pembaruan tumbuh dan berkembang; sistem pendidikan agama ke dalam kurikulumnya; usaha-usaha misi kristen yang bekembang di berbagai daerah di Indonesia; dan pengaruh tarekat dalam masyarakat Islam di Indonesia.95 Dengan demikian, kemunculan modernisasi pendidikan di Indonesia, berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisme Islam di kawasan ini. Gagasan modernisme Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad 20, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial Belanda. Pemrakarsa pertama dalam hal ini adalah organisasi-organisasi modernisme Islam seperti Jami'at, al-Irsyad, Muhammadiyah dan lain-lain. Pada awal perkembangan adopsi gagasan modernisasi pendidikan Islam ini setidaktidaknya terdapat dua kecenderungan pokok dalam eksperimentasi organisasi-organisasi Islam di atas. Pertama adalah adopsi sistem dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Titik tolak modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda), bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam tradisional.96 POLA-POLA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah: (1) Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Eropa, (2) yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam, dan (3) yang berorientasi pada kekayaan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme. a. Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat. pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali. Penguasaan tersebut, harus dicapai melalui proses pendidikan untuk itu harus meniru pola pendidikan yang dikembangkan oleh dunia Barat. Sebagaimana dulu dunia 95 96

Ibid, 152. Azymardi Azra, Pendidikan Islam, op cit.., 36-37.

56


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Barat pernah meniru dan mengembangkan sistem pendidikan dunia Islam. Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat. Baik sistem maupun isi pendidikannya. Di samping itu, pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama ke Perancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negeri Islam. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat ini, mulanya timbul di Turkin Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi timbulnya usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk Turki modern. Sultan Mahmud II (yang memerintah Turki Utsmani 1807-1839 M), adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki.97 Pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke Barat ini, juga nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir, yang berkuasa tahun 1805-1848. Resminya ia menjadi Pasya sebagai wakil resmi dari Sultan Turki di Mesir, tetapi ternyata ia manyatakan dirinya sebagai penguasa yang otonom, lepas dari kekuasaan sultan Turki. Muhammad Ali banyak berperan dalam mengusir tentara Perancis dari Mesir. Ia sendiri sebetulnya buta huruf, tetapi ia mengetahui betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan kekuatan suatu negara. Dalam hal ini ia terpengaruh oleh cerita-cerita para pembesar yang berada di sekitarnya mengenai unsur-unsur dan halhal baru yang di bawa oleh ekspedisi Napoleon. Muhammad Ali Pasya, dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran Barat. Di sekolah-sekolah tersebut, diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan sebagaimana yang ada di Barat. Bahkan untuk memenuhi tenaga guru ia mendatangkan guru-guru dari Barat (terutama dari Perancis). Di samping itu Muhammad Ali mengirimkan sejumlah pelajar ke Barat, dengan tujuan agar mereka menguasai ilmu pengetahuan Barat, untuk selanjutnya nanti mampu mengembangkannya di Mesir.98 b. Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber Islam yang murni. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan pengembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk 97 98

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), 117-118. Ibid, 120-121.

57


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya, pada masa-masa kejayaan. Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Muhammad bin Abd al-Wahab. Kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh (akhir abad ke-19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Hadith dalam artinya yang sebenarnya tidaklah mungkin. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai dengan untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang di bawa perubahan zaman dan perubahan kondisi. Penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam, seperti yang tercantum dalam al-Qur'an dan Hadith. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad, dan karenanya pintu ijtihad harus dibuka.99 Keharusan pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid selanjutnya memerlukan kekuatan akal. Di sini diperlukan pendidikan intelektual. Menurut Muhammad Abduh, al-Qur'an bukan semata berbicara pada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya. Islam menurutnya, adalah agama rasional, dan dalam Islam, akal mempunyai kedudukan yang tinggi. Kepercayaan kepada kekuatan akal adalah dasar peradaban suatu bangsa, dan akallah yang menimbulkan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Menurut Muhammad Abduh pula, bahwa ilmu pengetahuan modern dan Islam adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah Sunnatullah, sedangkan dasar Islam adalah wahyu Allah. Kedua-duanya berasal dari Allah. Oleh karena itu umat Islam harus menguasai keduanya. Umat Islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan modern disamping ilmu pengetahuan kegamaan. Sekolah-sekolah modern harus dibuka, di mana ilmu-ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping pengetahuan agama.100 c. Usaha pembaharuan pendidikan berorientasi pada nasionalisme. Rasa nasionalisme timbul bersama dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.

99

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982), 64. Ibid, 65.

100

58


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Umat Islam mendapati kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan. Merekapun hidup bersama dengan orang-orang yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang juga mendorong perkembangannya rasa nasionalisme di dunia Islam. Di samping itu, adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan di kalangan umat Islam, bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme inipun bersesuaian dengan ajaran Islam. Golongan nasionalisme ini, berusaha untuk memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha tersebut bukan semata-mata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur-unsur yang berasal dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan atau nasionalisme inilah yang pada tahap perkembangan berikutnya mendorong timbulnya usaha-usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri di kalangan bangsa-bangsa pemeluk Islam. Dalam bidang pendidikan, umat Islam yang telah membentuk pemerintahan nasional tersebut, mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalnya sendiri-sendiri.101 PENUTUP Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan ketinggalan dari dunia Barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraikan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran (Islam murni, Barat dan Nasionalisme), membentuk suatu sistem atau pola modern, yang mengambil pola sistem pendidikan Barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di lain pihak sistem pendidikan tradisional yang telah ada di kalangan umat Islam tetap dipertahankan. Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah, yang pada mulanya adalah dalam rangka memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada

101

Ibid, 65-66.

59


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem dan pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problem pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam. Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan, dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara berangsur-angsur mengarah ke sistem pendidikan modern. Dan inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang beroreintasi pada ajaran islam yang murni, sebagaimana dipelopori oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan lain-lain. Sampai sekarang proses pemaduan antara kedua sistem dan pola pendidikan Islam ini, tampak masih berlangsung di seluruh negara dan masyarakat Islam.

DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos, 1999. Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992. _____________ , Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung : Mizan, 1996. 60


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

_____________ , Pembaharuan dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1982. Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1997.

Sekolah dan Problem Pemberdayaan Masyarakat Oleh: Maftuh Abstrak : Keprihatinan bangsa yang tengah dilanda krisis dalam berbagai aspek kehidupan –dan mulai merangkak naik– membuat peran pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah, dipertanyakan. Dengan melihat kondisi riil yang ada, seperti maraknya tawuran pelajar, merebaknya narkoba, dan beberapa perilaku yang menyimpang dari norma-norma agama dan budaya, seperti pergaulan bebas, membuat peran pendidikan di sekolahlah yang bertanggung 61


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

jawab terhadap berbagai permasalahan yang menyelimuti generasi penerus bangsa pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Pendidikan sering pula dijadikan sebagai kambing hitam terhadap ketidakberhasilan -untuk tidak dikatakan kegagalan- dalam membentuk moral bangsa. PENDAHULUAN Menjadi wajar apabila permasalahan yang berat tersebut harus ditanggung oleh pendidikan, utamanya di sekolah. Sebab persepsi masyarakat terhadap sekolah mewakili kondisi yang ada dalam masyarakat atau negara. Kenyataan ini, misalnya, telah pula mendapatkan perhatian para filosof sejak zaman Plato dan Aristoteles. Sebagaimana diungkapkan bahwa "as is the state, so is the school" (sebagaimana negara, seperti itulah sekolah), atau "what you want in the state, you must put into school" (apa yang anda inginkan dalam negara, harus ada masukan dalam sekolah).102 Apabila tesis seperti ini yang dijadikan sebagai pijakan dalam melihat fenomena yang ada dalam masyarakat, maka apabila kondisi masyarakat yang ada (baca: negara) dinyatakan tidak berhasil –untuk tidak dikatakan gagal- dalam mengantarkan masyarakat Indonesia mencapai tujuan yang dicanangkan, maka itu diakibatkan oleh pendidikan yang jelek. Sebaliknya, apabila kondisi masyarakat yang ada dinilai baik, maka pendidikan dapat dinyatakan berhasil menghampiri tujuan yang telah ditetapkan. Namun, apakah dengan mudah bisa dinilai demikian? Sebab dalam mengantarkan bangsa Indonesia untuk sampai pada tujuan pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Wacana ini memberikan makna, bahwa diantara institusi yang mengambil peran penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan tidak hanya didominasi oleh sistem sekolah, tapi juga peran keluarga dan masyarakat yang mengelilinginya. Berangkat dari sini, maka perlu diperhatikan lingkungan di luar sekolah, baik secara formal maupun non formal, bahkan informal sekaligus. Pada gilirannya harus diciptakan lingkungan yang kondusif, yang mampu mengembangkan potensi masyarakat guna mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Permasalahan-permasalahan inilah yang dicoba dibahas dalam tulisan berikut ini. MENUMBUHKAN LEARNING SOCIETY DALAM KEHIDUPAN BERMASYARKAT

Tema yang sekarang gencar disosialisasikan adalah civil society, atau diterjemahkan dalam istilah Indonesia dengan masyarakat madani. Seiring dengan sosialisasi tersebut, penting pula disosialisasikan learning society (masyarakat belajar), istilah ini biasa juga disebut dengan educational society (dalam pembahasan selanjutnya, digunakan istilah learning society. pen.). Learning society secara praktek sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia –meski belum secara maksimal- namun 102

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta : Logos, 1999), 61.

62


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

secara konsep masih meraba-raba. Artinya, bila civil society telah mulai diperkenalkan dan disosialisasikan, maka untuk learning society belum ditemukan konsep yang matang dan fixed, sehingga istilah learning society belum populer didengungkan apalagi dimasyarkatkan. Pembahasan tentang learning society pada tahun 1971 telah diperkenalkan oleh Torsten Husen.103 Dalam batasan ini, adapun yang dimaksud dengan learning society adalah memberdayakan peran masyarakat dan keluarga dalam bidang pendidikan. Selama ini peran lembaga pendidikan formal, dalam arti sekolah, yang baru mendapatkan perhatian. Sementara pendidikan non formal dan informal di Indonesia belum mendapatkan perhatian, andai mendapatkan perhatian hanya dalam porsi yang sedikit. Berkaitan dengan masalah ini, Torsten Husen menekankan adanya suatu kenyataan bahwa sekolah itu adalah dan haruslah merupakan bagian integral dari masyarakat di sekitarnya, dan sama sekali tidak boleh bergerak di dalam kehampaan kehidupan sosial.104 Pemahaman akan dunia pendidikan yang berfokus pada pendidikan formal saja tidaklah tepat, sebab konsep pendidikan (mendidik) yang ada diartikan secara luas. Hal ini dipahami untuk menyebut semua upaya untuk mengembangkan tiga hal, yaitu: pandangan hidup dan keterampilan hidup diri seseorang atau sekelompok orang. Dengan kata lain, untuk menyebutkan peristiwa yang dampaknya ialah berkembangnya pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup diri seseorang atau sekelompok orang. Kalau suatu pendidikan sejak awal dirancang untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, maka hal ini disebut sebagai pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sebaliknya, apabila suatu tindakan yang sebenarnya tidak dirancang untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, melainkan berdampak demikian, maka peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai pendidikan formal dan non formal selalu berupa upaya atau ikhtiar, sedangkan pendidikan informal selalu berupa peristiwa. Pemahaman terhadap ketiga jenis pendidikan tersebut ditengahkan untuk memberikan pengertian baru terhadap peran pendidikan formal dan non formal. Dalam pengertian baru ini, maka kegiatan pendidikan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, akan tetapi juga di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pada gilirannya nanti tidak hanya pendidikan formal dalam arti sempit, sekolah, yang mendapat perhatian, akan tetapi juga pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan di lingkungan masyarakat (luar sekolah). Pemahaman yang sekarang berkembang adalah menekankan pendidikan formal pada lingkungan sekolah, sehingga sekolah mendapat perhatian yang cukup besar. Sebagai konsekuensinya, apabila terjadi suatu ketidakselarasan atau penyimpangan pendidikan yang berlangsung dengan tujuan yang ditetapkan, maka sekolah akan mendapatkan sorotan yang paling tajam. Sementara pendidikan di luar sekolah dan pendidikan keluarga kurang mendapatkan 103 104

Torsten Husen, Masyarakat Belajar, terj. Surono Hargsewoyo, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), 4. Ibid, 5.

63


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

perhatian, atau bahkan cenderung terabaikan. Inilah yang kemudian membuat situasi pendidikan terlihat pincang, sebab setiap pertumbuhan setiap manusia atau setiap masyarakat tidak hanya ditentukan oleh pengalaman pendidikan formal. Pengaruh-pengaruh yang datang dari pengalaman-pengalaman pendidikan non formal dan informal sungguh tidak kalah penting. Dari sini dapat dilihat arti penting pendidikan dalam lingkungan di luar sekolah (baca: masyarakat) dan pendidikan di lingkungan keluarga. Untuk itu dibutuhkan kondisi yang mendukung terciptanya suatu masyarakat dan hanya kemampuan transfer ilmu, akan tetapi juga transinternalisasi nilainilai, sehingga akan membentuk watak bangsa yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral. MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT MELALUI LEARNING SOCIETY Dalam perjalanan selanjutnya hubungan antara pendidian dengan penguasa begitu erat. Hal ini dapat dilacak dari data-data sejarah berdirinya madrasah. Banyak pendirian madarasah di Timur Tengah yang diseponsori oleh penguasa, seperti madrasah Nidzamiyyah di Baghdad. Pendirian madrasah tersebut untuk menunjang kepentingan politik tertentu dari penguasa muslim, di antaranya untuk menciptakan dan memperkokohkan citra penguasa sebagai orangorang yang mempunyai kesalehan, minat dan kepedulian kepada kepentingan umat, dan yang lebih penting gilirannya akan memperkuat legitimasi penguasa vis-a-vis rakyat mereka.105 Tidak dinafikan bahwa peran masyarakat muslim dalam pendidikan sangat penting dan terlihat dominan, utamanya bila dikaitkan dengan masyarakat belajar. Demikian juga dengan yang terjadi di Indonesia, sepanjang sejarah pendidikan Islam di kawasan ini, masyarakat muslim mengambil posisi terdepan dalam pendirian, pengembangan dan pemberdayaan pendidikan keagamaan.106 Hal ini dapat dilihat dari pendirian lembaga pendidikan, seperti pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan lainnya. Dalam perjalanan selanjutnya, dalam perannya terhadap pendidikan terdapat dua kecenderungan dalam masyarakat muslim. Pertama, kecenderungan untuk menegerikan sekolahsekolah swasta yang telah didirikan dan dikelolanya, khususnya sejak dekade 1970, dan mendapatkan momentumnya lagi pada dasawarsa 1980. Kedua, kecenderungan untuk membangun perguruan Islam yang berkualitas (quality education). Peran serta masyarakat muslim dalam pendidikan dapat dilihat dari data-data madrasah swasta –yang lebih mengandalkan dana dari partisipasi masyarakat- dalam catatan berikutnya: 97,6% dari jumlah total MI, 24.372 adalah swasta, 92% dari jumlah MTs, 8.081 adalah swasta, dan 88% dari jumlah MA, 2.923 berstatus swasta.

105 106

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, op cit.., 62. Ibid, 149.

64


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Permasalahan berikut yang patut disuguhkan dan apakah cukup dengan peran sebagai pendiri, penyumbang dana (donatur), dan pengelola lembaga pendidikan, masyarakat muslim telah melaksanakan learning society? Untuk menjawab permasalahan ini maka perlu dikemukakan beberapa harapan yang ingin dicapai dari learning society, khususnya bila dikaitkan dengan civil society tersebut, yaitu: (1). Terciptanya masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tatanan masyarakat agamis yang bersifat dinamis karena memiliki perspektif moral. Perspektif moral dan harapan-harapan itulah yang merekat pluralisme dan kebhinekaan kepentingan; (2). Terciptanya masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat; (3). Masyarkat yang mengakui adanya hak-hak asasi manusia; (4). Masyarakat yang tertib dan sadar hukum, budaya malu yang apabila melanggar dan kemasyarakatan; (5). Masyarakat yang percaya pada diri sendiri,memiliki kemandirian dan kreatif terhadap pemecahan masalah yang dihadapi, masyarakat memiliki orientasi yang kuat pada penguasaan ilmu dan teknologi. Kemajuan ini akan ditandai dengan tatanan kehidupan yang dinamis, kompetitif, inovatif, memiliki batiniyyah (inner dynamics) yang kuat untuk meraih kemajuan-kemajuan demi kepentingan bangsa, berwawasan luas, berorientasi jauh ke depan dan tidak hanya sebagai pemakai teknologi atau sasaran pemasaran bahan-bahan jadi dari negara lain, melainkan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya suatu masyarakat Indonesia yang maju dalam peradaban ilmu dan teknologi dimasa mendatang; (6). Sebagai bagian dari masyarakat global, yang memiliki semangat yang kompetitif dalam suasana kooperatif, penuh persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat kemanusiaan yang universal; (7). Terwujudnya tatanan masyarakat yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang telah mengakar dalam tatanan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai masyarakat tersebut antara lain: bersilaturrahim, persaudaraan (ukhuwah), persamaan, adil, baik sangka, renda hati (tawadhu'), tepat janji, lapang dada, dapat dipercaya, harga diri, hemat, dermawan, dan sebagainya, (8). Mewujudkan masyarakat belajar yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Masyarakat belajar ini menempatkan pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat. Penyelenggaraan pendidikan tidak lagi terikat oleh dimensi ruang dan kelembagaan. Kegiatan pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja. Oleh sebab itu, pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif menuju terwujudnya learning sociaty.107 Disadari bahwa perbaikan atau reformasi dalam pendidikan merupakan bagian yang integral dari reformasi politik, ekonomi, hukum dan lain-lainnya, yang diharapkan terjadi di masyarakat. Apabila dalam dunia poitik, diharapkan terwujudnya demokrasi, maka dalam pendidikan harus pula mengajarkan demokrasi kepada peserta didik. Penanaman rasa demokrasi 107

Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani, Transformasi Bangsa Menuju Masyrakat Madani, (Jakarta : Secretariat Tim Madani, 1999), 199.

65


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

antara lain dengan kegiatan yang membentuk toleransi terhadap perbedaan pendapat, latihan untuk mengembangan kemampuan mengeluarkan pendapat secara jelas dan sopan, serta latihanlatihan untuk membentuk kemampuan mengambil keputusan bersama, mengetahui masalahmasalah yang menyentuh kepentingan bersama. Dalam bidang ekonomi, diharapkan bebas dari KKN, maka dalam pendidikan harus mendidik peserta didik untuk menjauhi segenap praktek hidup curang, mengerjakan untuk mengetahui ekonomis dari segenap pengetahuan serta keterampilan yang mereka kuasai, membiasakan peserta didik untuk bersikap terbuka, bersedia dikontrol dalam menjalankan tugasnya. Reformasi dalam bidang hukum, adalah penegakan keadilan dan menjunjung tinggi supermasi hukum. Dalam dunia pendidikan haruslah diajarkan ketaatan terhadap norma. Sementara yang berkembang saat ini ketaatan pada hukum berarti taat pada perorangan atau lembaga yang dipandang mewakili hukum. Ketaatan seperti inilah yang harus direformasi, kepatuhan kepada hukum itu sendiri sebagai norma. Dengan demikian akan merubah orientasi yang menekankan intelektualitas semata-mata ke orientasi yang menekankan orientasi intelektual dan kepekaan normatif, dan religius sekaligus. PENDIDIKAN KELUARGA SEBAGAI BAROMETER TERWUJUDNYA LEARNING SOCIETY Usaha yang dapat dilakukan guna mewujudkan masyarakat belajar adalah dengan memberdayakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat sangat menentukan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Pengaruh keluarga dalam hal ini adalah mengarahkan proses tumbuh kembang generasi muda dalam masyarakat. Apakah dalam keluarga tersebut mampu membentuk anak-anak menjadi anak yang gandrung belajar? Pertanyaan yang diajukan? Keberanian untuk mencoba dan mengulangi segala sesuatu sampai berhasil, berpikir kritis, inovatif, dan karakter lainnya yang diperlukan nanti. Anak lahir dalam keadaan fitrah, artinya anak berpotensi tauhid dan berpotensi untuk berbuat baik. Tidak ada anak yang memiliki bakat jelek, apabila diberi kesempatan dan diberi peluang untuk mengembangkan potensinya dengan baik, maka ia akan menjadi baik. Kenakalan anak, misalnya, secara psikologis membutuhkan kreatifitas dan keberanian, yang keduanya bukan potensi bawaan sejak lahir, akan tetapi merupakan perolehan dari hasil belajar dan interaksi dengan lingkungan. Oleh sebab itu, kenakalan anak munculnya sebagian besar berasal dari keluarga dan masyarakat. Sumber dari keluarga antara lain: rumah tangga yang tidak harmonis, orang tua yang acuh terhadap perkembangan anak, memanjakan anak secara berlebihan, mendidik

66


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

anak secara keras dan otoriter, kebiasaan hidup yang tidak baik, ketidakmampuan orang tua untuk mengendalikan anak dari pengaruh luar yang merusak.108 Dalam memberdayakan pendidikan keluarga, relevan untuk ditampilkan beberapa fungsi keluarga, yaitu: a. Fungsi keagamaan b. Fungsi cinta kasih c. Fungsi reproduksi d. Fungsi ekonomi e. Fungsi pembudayaan f. Fungsi perlindungan g. Fungsi pendidikan dan sosial h. Fungsi pelestarian lingkungan.109 Di samping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya mewujudkan lerning society adalah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Permasalahan yang berkaitan dengan lemahnya peran masyarakat, antara lain dapat dilihari dari lemahnya kontrol sosial dan kontrol moral dalam masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan, pergeseran tata nilai baik dan buruk dalam masyarakat, menurunnya tanggung jawab sosial. Ikut melengkapi menurunnya peran masyarakat ini adalah kemajuan media informasi dan komunikasi yang mampu membuka dinding-dinding kamar setiap rumah sampai ke pedesaan yang tidak dapat diimbangi dengan kesiapan mental anggota masyarakat. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam masalah ini adalah bagaimana menciptakan suatu masyarakat yang gemar belajar dan suka bekerja keras sekaligus bermoral. Di negara Eropa, dalam usahanya mewujudkan learning society dengan melalui lima periode. Diawali dengan diberlakukannya pendidikan formal tingkat dasar pada tahun 1815-1880. pada awal abad 20 dilaksanakannya pendidikan umum, yang diikuti oleh setiap anak, tanpa membedakan jenis kelamin, atau golongan. Pelaksanaan pendidikan dapat diistilahkan dengan wajib belajar. Pertengahan abad 20, tahun 1950-1960, terjadi ledakan peserta didik jenjang pendidikan. Pada tahap selanjutnya, lahir konsep pendidikan orang dewasa (adult/permanent/recurrent education atau dapat disebut sebagai long life education). Periode ini diakhiri dengan masuknya teknologi di dunia pendidikan. Dari paparan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa learning society berkembang dengan cara bertahap. Pertama yang harus dilakukan adalah memberi peluang pada masyarakat untuk mengembangkan pendidikan. Selama ini, pendidikan memang telah menunjukkan 108 109

H.M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),116. Yaumil C.A, Reformasi Pendidikan Sebagai Upaya Memaksimalkan Hasil Pendidikan, (Jakarta : Intermasa, 1997), 126.

67


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

perannya, akan tetapi tidak jarang peran tersebut tidak selaras dengan gerak pembangunan di sektor lainnya, sehingga terlihat pincang. Oleh karena itu, bergulirnya gagasan otonomi daerah, yang diikuti oleh otonomi pendidikan disambut gembira, dengan harapan peran masyarakat dalam pendidikan dapat berlangsung secara maksimal dan optimal. Pada bagian lain, dengan adanya otonomi pendidikan diharapkan akan meningkatkan tanggung jawab masyarakat terhadap keberlangsungan kehidupan, khususnya dalam mempersiapkan generasi mudanya, guna menyongsong masa depan dengan penuh senyum optimis. PENUTUP Gagasan tentang learning society ini, misalnya, diungkapkan pula oleh Azyumardi Azra, dengan istilah Universitas Rakyat. Diilhami oleh beberapa fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat, dilengkapi oleh beberapa pemikiran Ivan Illich, Freire, dan Everet Reimer, gagasan tersebut belum tersosialisasi sebagaimana gagasan masyarakat madani, padahal kedua society ini – civil society dan learning society- haruslah berjalan beriringan. Artinya, untuk mewujudkan masyarakat madani, civil society adalah dengan atau melalui learning society. Kesadaran masyarakat akan makna pendidikan adalah kata kunci dalam mewujudkan learning society, dan itu telah dilakukan oleh pesantren, meskipun dengan beberapa catatan. Usaha dalam mewujudkan masyarakat belajar ini tidak terlepas dari political will pemerintah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam partisipasi dalam dunia pendidikan, termasuk di dalamnya keterlibatannya masyarakat dalam memutuskan kebijakankebijakan di bidang pendidikan. Dalam learning society berusaha mewujudkan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dengan pendekatan demikian diharapkan akan mempertebal rasa self of belonging terhadap keadaan atau kondisi yang ada dalam masyarakat dan negara, yang pada gilirannya nanti akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat yang mengelilinginya. Akhirnya, dengan learning society diharapkan terwujudnya masyarakat madani (civil society), sebagaimana yang akhir-akhir ini marak dibumikan di bumi Indonesia, sekaligus sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi masalah yang melanda negeri ini dan juga sebagai langkah partisipatif dalam menjawab problematika pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan.

68


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

DAFTAR PUSTAKA Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta : Logos, 1999. Torsten Husen, Masyarakat Belajar, terj. Surono Hargsewoyo, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.

69


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani, Transformasi Bangsa Menuju Masyrakat Madani, Jakarta : Secretariat Tim Madani, 1999. H.M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996. Yaumil C.A, Reformasi Pendidikan Sebagai Upaya Memaksimalkan Hasil Pendidikan, Jakarta : Intermasa, 1997.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

(ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION) PADA LAYANAN JASA PERBANKAN Oleh : Muhammad Rutabuz Zaman

70


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Abstrak : Dalam memberikan layanan jasa perbankan, bank lebih sering berada pada posisi dominan dibandingkan dengan nasabah debitur.Secara hukum kedudukan antara bank dengan nasabah dalam hubungan kontraktual adalah sejajar.Dalam perjanjian, nasabah debitur biasanya dihadapkan pada sebuah kontrak/perjanjian baku yang disodori oleh pihak Bank dimana hampir tidak ada ruang untuk duduk bersama membicarakan terkait dengan negosiasi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sehingga apabila di kemudian hari timbul sengketa, nasabah tidak bisa berbuat apa-apa.Belum lagi terkait dengan berbagai macam keluhan para nasabah yang kurang begitu pendapatkan respon dari pihak bank.Apabila keluhan nasabah kurang mendapatkan respon dan timbul sengketa, nasabah lebih cenderung menggunakan lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketanya.Padahal penyelesaian sengketa di pengadilan cenderung membutuhkan waktu lama. Selain itu, putusan yang dijatuhkan seringkali mencerminkan tidak adanya unified legal work dan unified legal opinion antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. PENDAHULUAN Perbankan mempunyai fungsi penting dan strategis dalam perekonomian 110 negara. Perbankan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai lembaga intermediasi dalam menghimpun dana dari masyarakat (masyarakat yang surplus) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat (masyarakat yang minus). Dengan demikian bank mempunyai dua pokok peranan pentingyaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia/penyalur dana bagi masyarakat. Dalam dunia perbankan, masyarakat yang menggunakan jasa layanan perbankan disebut sebagai nasabah.Kedudukan nasabah dalam perbankan mempunyai peranan penting.Pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah. 111 Tanpa adanya nasabah, perbankan tidak akan bisa berjalan.Kedudukan antara bank dengan nasabah dalam hubungan kontraktual adalah sejajar.Tidak seperti yang dipersepsikan masyarakat bahwa posisi bank lebih dominan daripada nasabah. Menurut hukum, kedudukan nasabah dan bank dalam pelayanan jasa perbankan, mempunyai 2 (dua) kedudukan posisi yang berbeda secara bertimbal-balik, tergantung pada jasa layanan yang dipergunakan. Pada perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan.Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. 112Apabila yang dipergunakan adalah layanan jasa berupa penyimpanan dana, maka kedudukan hukum yang muncul adalah nasabah sebagai kreditur dan Bank sebagai debitur. Sedangkan apabila yang

Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan,Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, h. 2003. 111 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia,PT Citra Aditya Bhakti, 2003, h. 282. 112Ibid. 110

71


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dipergunakan adalah layanan jasa berupa penyaluran dana (kredit), maka kedudukan hukum yang muncul adalah Bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Dalam memberikan layanan jasa perbankan, bank lebih sering berada pada posisi dominan dibandingkan dengan nasabah debitur, misalnya dalam hal layanan kredit ataupun produk-produk lainnya seperti investasi dll,yang biasanya diawali dengan adanya hubungan perjanjian antara Bank dengan Nasabah, baik melalui perjanjian dibawah tangan maupun secara otentik. Nasabah debitur biasanya dihadapkan pada sebuah kontrak/perjanjian baku yang disodori oleh pihak Bank dimana hampir tidak ada ruang untuk duduk bersama membicarakan terkait dengan negosiasihak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian tersebut tidak jarang nasabah debitur pada dasarnya kurang begitu memahami dengan istilah bahasa-bahasa baku perjanjian perbankan sedangkan mereka lebih memahami bahasa yang disampaikan oleh pihak Bank secara verbal, padahal terkadang bahasa yang disampaikannya tersebut sama sekali tidak menjadi muatan pada materi perjanjian.Sehingga apabila di kemudian hari timbul sengketa, nasabah tidak bisa berbuat apa-apa.Belum lagi terkait dengan berbagai macam keluhan para nasabah yang kurang begitu pendapatkan respon dari pihak bank. Timbulnya friksi antara bank dengan nasabah terutama disebabkan oleh 4(empat) hal yaitu:113 1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank. 2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang masih kurang. 3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana. 4. Tidak adanya saluran memadai untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank. Permasalahan di atas, mungkin seringkali dialami oleh para nasabah, akan tetapi apabila keluhan nasabah kurang mendapatkan respon dan timbul sengketa, nasabah lebihcenderung menggunakan lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketanyatersebut. Padahal penyelesaian sengketa di pengadilan cenderung membutuhkan waktu lama. Selain itu, putusan yang dijatuhkan seringkali mencerminkan tidak adanya unified legal work dan unified legal opinion antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.114 PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF PADA LAYANAN JASA PERBANKAN Di dalam hukum terdapat 2 (dua) cara penyelesaian sengketa keperdataan khususnya dalam bidang bisnis yaitu : 1. By/in court dispute settlement/Litigasi (penyelesaian sengketa di pengadilan) 2. Out of court dispute settlement/Non Litigasi (penyelesaian sengketa di luar pengadilan). Dalam Pasal 6 ayat (1)Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dijelaskan, bahwa “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri�.

113Muliaman

D. Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia,Http://www.bi.go,id. 114 Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, h.5.

72


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat di selesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.115Secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.116 Menurut Pasal 1 angka 10Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dijelaskan bahwa, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah “Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli�. Dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di luar pengadilan seperti mediasi yang ternyata menjadi salah satu proses tahapan resmi beracara dalam penyelesaian sengketa di pengadilan (litigasi). Sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sehingga setiap perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di pengadilan. Lembaga mediasi sebenarnya bukanlah merupakan bagian dari lembaga litigasi, dimana pada mulanya lembaga mediasi berada di luar pengadilan.Namun sekarang ini lembaga mediasi sudah menyeberang memasuki wilayah pengadilan.Hal ini juga diterapkan pada negara-negara maju pada umumnya antara lain Amerika, Jepang, Australia, Singapore yang juga mempunyai lembaga mediasi, baik yang berada di luar maupun di dalam pengadilan dengan berbagai macam istilah antara lain seperti Court Integrated Mediation, Court Annexed Mediation, Court Dispute Resolution, Court Connected ADR, Court Based ADR, dan lain-lain.117 Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat.Dengan demikian guna tetap menjamin kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknumnya yang tidak bertanggungjawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank.Berbagai regulasi dalam bidang perbankan mengenai perlindungan nasabah telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia diantaranya adalah : 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/10/PBI/2008. 115

Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h. 8 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h. 1-2. 117 Rahmadi Usman Op.cit. 116

73


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

3. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/1/PBI/2008. 4. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 72/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana diubah dengan SE BI No. 10/13/DPNP tanggal 06 Maret 2008. 5. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 Tentang Mediasi Perbankan. Hal ini menunjukkanbahwa pemerintah melalui Bank Indonesia mulai memperhatikan kepentingan nasabah yang sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mensyaratkan adanya keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006Tentang Mediasi Perbankan Sebagaimana diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008,yang dimaksud dengan Mediasi Perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa antara Nasabah dan Bank yang tidak mencapai penyelesaian, yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Dengan lahirnya lembaga independen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang salah satu fungsinya adalah melakukan pengawasan terhadap perbankan, maka fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan mediasi perbankan sejak Januari 2014 dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 55 ayat (2) Undang Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), “Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK� Untuk keperluan itu, OJK telah menerbitkan sejumlah peraturan dan surat edaran, namun tidak secara tegas mencabut Peraturan Bank Indonesia yang mengatur terkait masalah serupa sebelumnya.Adapun beberapa regulasi yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai berikut : 1. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 2. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. 3. Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Dalam Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, setiap Bank diwajibkan untuk memiliki unit yang dibentuk secara khusus di setiap kantor Bank untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh konsumen tanpa dipungut biaya. Pengaduan harus didasari atas adanya kerugian/potensi kerugian finansial pada konsumen karena kesalahan atau kelalaian bank. Berdasarkan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana diubah dengan PBI No. 10/10/PBI/2008, pengaduan dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisanpada setiap kantor bank terlepas dari apakah kantor bank tersebut merupakan kantor bank tempat konsumen membuka rekening dan/atau melakukan transaksi keuangan.Atas pengaduan yang dilakukan 74


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

secara lisan tersebut bank wajib menyelesaikannya dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal pencatatan pengaduan. Apabila diperkirakan memerlukan waktu lebih lama, maka petugas unit penanganan dan penyelesaian pengaduan pada kantor bank pengaduan lisan tersebut disampaikan meminta konsumen untuk mengajukan secara tertulis. Setelah menerima pengaduan secara tertulis dari konsumen, bank wajib menyelesaikan pengaduan terkait, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan pengaduan tertulis oleh bank dan dapat diperpanjang dengan lama 20 (dua puluh) hari kerja lagi dalam kondisi tertentu. Kondisi tertentu adalah : 1. Pengaduan tertulis disampaikan pada kantor bank yang berbeda dengan kantor bank tempat terjadinya permasalahan yang diadukan, sehingga terdapat kendala komunikasi di antara kedua kantor bank tersebut. 2. Transaksi keuangan yang diadukan konsumen memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen bank. 3. Terdapat hal-hal lain di luar kendali bank memerlukan keterlibatan pihak ketiga dalam transaksi keuangan yang dilakukan oleh konsumen. Setiap perpanjangan wajib diberitahukan kepada konsumen yang bersangkutan. Sesuai Surat Edaran BI No. 1/2014 penyelesaian pengaduan konsumen dapat berupa pernyataan maaf atau ganti rugi kepada konsumen. Ganti rugi diberikan untuk kerugian yang bersifat maretil dengan ketentuan : 1. Konsumen telah memenuhi kewajibannya. 2. Terdapat ketidaksesuaian produk dan/layanan bank yang diterima dengan yang diperjanjikan. 3. Pengaduan diajukan paling lama 30 hari sejak diketahuinya produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian. 4. Kerugian berdampak langsung pada konsumen. 5. Ganti rugi maksimum sebesar nilai kerugian konsumen. Jika pengaduan konsumen tidak dapat diselesaikan oleh bank, maka konsumen dapat mengajukan sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di sektor perbankan yang dibentuk oleh bank-bank yang dikoordinasi oleh Asosiasi Perbankan yang berwenang untuk memeriksa sengketa dan menyelesaikannya melalui mediasi, ajudikasi atau arbitrase. Selama lembaga yang bersangkutan masih belum terbentuk nasabah dapat mengajukan permohonan fasilitasi sengketa secara tertulis kepada OJK, yang ditujukan kepada Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Direktorat Pelayanan Konsumen OJK. Pada tanggal 28 April 2015, OJK bersama Asosiasi Perbankan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia yang disingkat (LAPSPI). LAPSPI didirikan atas kesepakatan bersama antara OJK dan 6 (Enam) asosiasi di sektor perbankan yaitu Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Himpunan Bank Indonesia (Himbara), Perbarindo, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Perhimpunan Bank Asing (Perbina), yang akan mulai beroperasi pada Januari 2016. 118 Saat ini, walaupun lembaganya sudah terbentuk, LAPSPI masih belum beroperasi, sehingga dengan demikian penyelesaian sengketa sementara masih difasilitasi oleh OJK.Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006Tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008 jo Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah : 118

Http :///m.bisnis.com

75


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

1. Sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). 2. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial. 3. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi dan belum pernah difasilitasi oleh OJK 4. Diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan disampaikan oleh bank kepada konsumen. Dalam melaksanakan fasilitas penyelesaian sengketa OJK menunjuk fasilitator yang merupakan petugas OJK di bidang edukasi dan perlindungan konsumen Direktorat Pelayanan Konsumen OJK. Setelah itu konsumen dan bank wajib menandatangani perjanjian fasilitasi yang pada pokoknya menyatakan konsumen dan bank telah sepakat untuk memilih penyelesaian sengketa difasilitasi oleh OJK dan akan tunduk dan patuh pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK. Proses fasilitasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan fasilitasi dan dapat diperpanjang 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkankesepakatan konsumen dan bank. Kesepakatan dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani konsumen dan bank. Berdasar ketentuan Surat Edaran BI No.8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 Tentang Mediasi Perbankan, akta kesepakatan bersifat final dan mengikat. Artinya sengketa yang telah diselesaikan tidak dapat diajukan untuk proses fasilitasi ulang di OJK dan berlaku sebagai undang undang bagi konsumen dan bank. Apabila tidak ada kesepakatan, maka konsumen dan bank menandatangani berita acara hasil fasilitasi OJK yang menyatakan tidak ada kesepakatan di antara para pihak.Sehingga dalam hal ini konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. PENUTUP Penyelesaian sengketa alternatif pada layanan jasa perbankan dijalankan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia yang disingkat (LAPSPI). Lembaga ini didirikan atas kesepakatan bersama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan 6 (Enam) asosiasi di sektor perbankan yaitu Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Himpunan Bank Indonesia (Himbara), Perbarindo, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Perhimpunan Bank Asing (Perbina), yang akan mulai beroperasi pada Januari 2016. Selama LAPSPI masih belum beroperasi, untuk sementara penyelesaian sengketa sementara masih difasilitasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). SARAN Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia atau yang disingkat (LAPSPI) setelah terbentuk diharapkan dapat mempersiapkan segala kebutuhan yang selama ini menjadi harapan para konsumen maupun bank dalam menyelesaikan sengketa perbankan, baik meliputi kebutuhan akan sarana dan prasarana, tenaga, utamanya sumber daya manusia yang kredibel, professional, berpengalaman, jujur, serta adil dan tidak memihak (imparsial). Mengingat pada dasarnya rencana pendirian lembaga penyelesaian sengketa perbankan ini telah lama dirintis oleh Bank Indonesia sejak tahun 2006 melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006Tentang Mediasi Perbankan akan tetapi mengalami kegagalan, sehingga Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/1/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006Tentang Mediasi Perbankan.

76


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Semoga LAPSPI dapat menjawab keluhan konsumen maupun bank akan perlunya kebutuhan penyelesaian sengketa perbankan yang efektif, efisien, murah, sederhana dan tidak memihak.

DAFTAR PUSTAKA Daftar Bacaan : Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan,Pustaka LP3ES Indonesia, 2006. Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia,PT Citra Aditya Bhakti, 2003. Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. 77


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996. Peraturan Perundang undangan : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk

Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan

Nasabah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/10/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/1/PBI/2008 Tentang Perubahan AtasPeraturan Bank

Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 72/24/DPNP/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.8/14/DPNP/2006 Tentang Mediasi Perbankan. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 10/13/DPNP/2008 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 72/24/DPNP/2005 Tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan

Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Website : Http://www.bi.go.id. Http://www.hukumonline.com. PESANTREN DAN TRADISI MAWLID Telaah Atas Kritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Mawlid di Pesantren Oleh: Abdul Halim

78


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Abstrak : Peringatan Mawlid Nabi Muhammad SAW, sejak pertama kali diperkenalkan oleh seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117.M.) sudah menimbulkan kontrofersi. Peringatan tersebut saat itu memang masih dalam taraf ujicoba. Ujicoba kelayakan ini tampak ketika penguasa Dinasti Fatimiyah berikutnya melarang penyelenggaraan peringatan Mawlid tadi. Peringatan Mawlid diadakan untuk menegaskan bahwa keluarga Dinasti Fatimiyah adalah betul betul keturunan Nabi Muhammad SAW (ahl al-bayt). Penegasan hubungan geneologi ini sangat diperlukan untuk mengesahkan "hak" keluarga Fatimiyah sebagai "pewaris kekuasaan politiknya" Nabi Muhammad. Bukti lain bahwa keabsahan peringatan Mawlid masih diperdebatkan adalah, bahwa banyak ulama dari berbagai madhhab secara eksplisit menunjukkan sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini. Al-Suyuti, seorang ulama' dari madhhab Shafi’i, menulis kitab Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid untuk mengesahkan tradisi Mawlid. Sebaliknya, al-Fakihin, seorang ulama dari madhhab Maliki, menolak peringatan Mawlid yang secara terurai dia jelaskan alasan-alasannya dalam kitabnya al-Mawrid fi Kalam 'al-Mawlid. PENDAHULUAN Dalam era modern, peringatan Mawlid bukan hanya dipersoalkan oleh kelompok reformis-puritan, seperti orang-orang Wahhabi yang dengan tegas mengharamkannya, tetapi juga oleh mereka yang moderat. Argumen "klise" yang mereka ajukan adalah bahwa peringatan Mawlid tidak diperintahkan dalam nass (teks) al-Qur'an, tidak pula dicontohkan oleh Rasul Allah dan juga tidak pernah ditradisikan oleh para Salaf4. Peringatan Mawlid berubah menjadi sebuah perayaan yang di selenggarakan hampir disetiap kawasan Islam, setelah dipopulerkan oleh Abu Sa'id al-Kokburi, Gubernur wilayah Irbil di masa pemerintahan Sultan Salah al-Din al-Ayyubi. Peringatan yang sepenuhnya memperoleh dukungan dari kelompok elit politik saat itu, diselenggarakan untuk memperkokoh semangat keagamaan umat Islam yang sedang menghadapi ancaman serangan tentara Salib (Crusaders) dari Eropa. Namun perlu disebutkan bahwa peringatan ini diselenggarakan dengan menyisipkan kegiatan hiburan, dimana atraksi-atraksinya melibatkan para musisi, penyanyi serta pembawa cerita (story tellers). Ukuran kemeriahan peringatan bisa dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang datang dari berbagai kawasan, bahkan sampai dari luar wilayah kekuasaannya Abu Sa'id alKokburi5. PESANTREN DAN TRADISI MAWLID Perdebatan tentang peringatan Mawlid juga berlangsung cukup sengit di Indonesia di era sebelum tahun 1970-an. Walaupun perdebatan serupa sekarang resonansinya sudah tidak nyaring lagi, namun perdebatan tersebut sesekali muncul dalam saat-saat tertentu dan tentu dalam sekala yang sangat kecil dan materi yang berbeda6.

79


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Kritik terhadap peringatan Mawlid di Indonesia pada era sebelum tahun 1970-an diarahakan kepada tradisi membaca tiga kitab Mawlid, yang dilakukan oleh kalangan pesantren, yaitu al-Barjanji, al-Diba'i, dan al-Burdah. Kalangan pesantren memang menjadikan tiga kitab tersebut sebagai bahan bacaan tunggal dalam setiap kegiatan peringatan Mawlid mereka. Perlu disebutkan bahwa kalangan pesantren bukan hanya membaca tiga kitab tersebut, tetapi juga memasukkan kajian Mawlid ke dalam kurikulum pondok pesantren mereka. Kitab Mawlid yang dipakai dalam kajian ini umumnya yaitu, Madarij al-Su'ud ila Iktisa al-Burud, karangan Muhammad Ibn 'Umar al-Bantani7 Mereka yang menolak peringatan Mawlid menganggap bahwa peringatan Mawlid yang dilakukan dengan cara membaca tiga kitab tadi adalah perbuatan tercela (bid'ah dalalah). Selanjutnya mereka menuduh bahwa dengan tetap mempertahankan tradisi Mawlid, maka berarti kalangan pesantren telah mengesahkan amalan yang dicela Islam8. Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa pujian yang termuat dalam tiga kitab tadi melanggar batasan puji-pujian yang digariskan oleh Syari'ah. Menurut mereka, materi pujian yang menggambarkan Nabi sebagai pemberi syafa'ah, ampunan dan keselamatan adalah perbuatan syirk, karena pujian seperti itu menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai pemberi keselamatan, sebuah status yang menjadi hak mutlaknya Tuhan saja9. Penolakan terhadap konsep syafa'ah memang bisa difahami. Al-Qur'an sendiri tidak memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap kedudukan syafa'ah. Sementara dalam beberapa ayatnya, al-Qur'an menganggap syafa'ah sebagai perilaku yang tidak benar, sedangkan dalam ayat lain al-Qur'an tidak menolaknya10. Namun dalam sebuah Hadith, Rasul Allah SAW. diriwayatkan pernah memberikan syafa'ah kepada seseorang yang telah meninggal. Bahkan Hadith yang memberitakan tentang syafa'ah tersebut bukan hanya memiliki kualitas shahih, tetapi juga qudsi11. Barangkali karena konsep syafa'ah sudah memiliki landasan nass Hadith, maka sebagian ulama kemudian menerima keabsahan syafa'ah dengan cara membuat kesepakatan sampai ke tingkat ijma'(konsensus)12. Perlu dijelaskan bahwa syafa'ahnya Rasul Allah yang diberikan kepada ummatnya besok pada hari Kiamat memang sering disebutkan dalam beberapa kitab hadith 13. Syafa'ah yang akan diberikan Rasul Allah di hari Kiamat itulah jenis syafa'ah yang dimaksudkan dalam tiga kitab Mawlid tadi. Kitab Qasidat al-Burdah misalnya menggambarkan jenis syafa'ah dimaksud sebagaimana yang dinyatakan dalam salah satu bait syair dalam kitab itu yang artinya : "Dia (Muhammad) adalah orang yang dicintai dan yang syafa'atnya diharapkan kelak bisa membebaskan (ummatnya) dari kegalauan suasana (di hari Kiamat) yang sangat menakutkan itu (huwa al-habibu al-ladhi turja syafa'atuhu min kulli hawlinmina al-ahwali muqtahimi)"14.

80


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Yang menarik dalam mengamati penolakan tersebut adalah bahwa para penolak telah mengeluarkan tradisi pujian kepada Nabi dari dimensi kesejarahannya. Tanpaknya mereka tidak memperhitungkan bahwa tradisi pujian sudah ada sejak masa hidupnya Rasul Allah. Dengan kata lain bahwa pujian kepada Rasul Allah SAW. (prophetic panagerics) adalah sebuah tradisi yang usianya setua Islam itu sendiri. Tradisi ini diperkenalkan oleh tiga penyair resminya Rasul Allah, yaitu Hassan Ibn Thabit, Abd Allah Ibn Rawahah dan Ka'ab Ibn Malik. Tradisi pujian kepada Rasul Allah ini bukan hanya disetujui oleh Nabi, tetapi juga didorongnya. Hal ini tampak ketika Nabi memuji Ka'ab Ibn Zuhayr yang menggubah qasidah pujian kepadanya. Nabi setelah mendengarkan pujian yang disampaikan oleh Ka'ab sangat terkesan, sampai-sampai beliau melepaskan burdahnya dan dikenakan ke tubuh Ka'ab sebagai hadiah sekaligus ungkapan persetujuan. Qasidah pujian yang digarap oleh tiga penyairnya Rasul Allah dan Ka'ab kemudian menjadi acuan bagi para penyair Muslim, ketika berkreasi menciptakan pujian, baik dalam bentuk syi'ir (puisi) maupun nathr (prosa), sebagaimana tanpak dalam tiga kitab pujian yang beredar di kalangan pesantren tersebut. Produktifitas karya pujian mereka kepada Nabi melahirkan sebuah genre (jenis) pujian khas, dengan karakter prosody (ritme) yang spesifik, yang dalam kajian sastra Arab dikenal dengan istilah al-Mada'ih al-Nabawiyah (Prophetic Penegerics)15. Bentuk pujian yang diungkapkan oleh para penyair dalam genre Mada-ih al-Nabawiyah memang menggunakan bahasa yang penuh dengan ungkapan metaphorik dan simbolik agar kesempurnaan pribadi Nabi bisa terungkapkan dengan jelas. Hal seperti ini tentunya bisa dimaklumi, karena al-Qur'an sendiri ketika menyebut nama Muhammad seringkali diiringi dengan berbagai ungkapan pujian yang elok, agar peran Nabi sebagai manusia pilihan yang harus diteladani bisa tergambarkan16. Pujian kepada Nabi yang terangkum dalam tiga kitab Mawlid tersebut, walaupun disajikan dalam ungkapan bahasa yang dipenuhi metaphor dan simbol, bukan tipe pujiannya kalangan sufi tertentu, yang seringkali mengangkat derajat kemanusiaannya Muhammad SAW. sampai ketingkat Tuhan (deity). Bahkan Qasidat al-Burdah yang komplek dalam menggunakan ungkapan metaphorik dan simbolik, dibandingkan dengan al-Barjanzi dan al-Diba'i, dan karenanya akan membuka peluang untuk menjadi ekstrim dalam mengungkapkan pujiannya, selalu mawas diri agar tidak terjerumus kedalam pola pujian yang melampaui batas. Al-Busiri, pengarang al-Burdah, mengecam mereka yang memuji Nabi sampai menghilangkan dimensi kemanusiaannya. Menurutnya, pujian ekstrim seperti itu dilarang keras oleh Rasul Allah sendiri, sebagaimana yang dinyatakan dalam sabda beliau bahwa "Janganlah engkau memberikan pujian kepadaku sampai melewati batas, sebagaimana pujian yang diberikan oleh orang Nasrani kepada Isa (la tutruni kama atra al-nashara Isa)"17. 81


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

KRITIK ATAS TRADISI MEMBACA KITAB MAWLID DI PESANTREN Kritik terhadap Mawlid juga diarahkan pada cara para pembaca kitab Mawlid melagukan syair dan prosa bersajak dalam tiga kitab tersebut, yang menurut mereka disertai dengan gerakan kepala18. Barangkali yang dimaksud dengan gerakan kepala adalah gerakan untuk berdhikir. Mereka menduga bahwa membaca kitab Mawlid selalu dibarengi dengan kegiatan dhikir. Perlu disebutkan di sini, bahwa gerakan kepala baik yang dimaksudkan untuk berdhikir ataupun tidak, tidak ada dalam prosesi bacaan kitab Mawlid. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan kepala bisa saja terjadi sebagai reaksi spontan terhadap bahan bacaan yang memiliki ritme. Walaupun hanya Qasidah al-Burdah yang ditulis dalam bentuk puisi, al-Barzanji dan al-Diba'i juga memiliki ritme bacaan, karena keduanya ditulis dalam bentuk prosa bersanjak (al-nathr al-masu')19. Mengkaitkan dhikir dengan pembacaan kitab Mawlid memang bisa saja relefan, karena peringatan Mawlid adakalanya didahului dengan acara dhikiran, sebagaimana yang terjadi dalam tradisi Mawlid di negeri Mesir20. Namun jika pengkaitan antara keduanya dilakukan untuk mengidentifikasikan karakter tradisi Mawlid di Indonesia, maka pengkaitan seperti itu tidak bisa dibenarkan, sekalipun dhikir dengan gerakan kepala adalah model dhikir yang diamalkan oleh warga pesantren yang notabene adalah juga pemilik tradisi membaca kitab Mawlid di Indonesia. Mereka yang menolak tradisi Mawlid mendasarkan argumennya pada pendapat ulama yang menolak tradisi tersebut. Di antara mereka yang terkenal adalah Ibn al-Hajj, yang dalam kitabnya al-Madkhal sangat mengecam peringatan Mawlid, yang menurut pengamatannya selalu melibatkan aktifitas hiburan. Ibn al-Hajj menilai bahwa dengan memasukkan unsur hiburan kedalam peringatan Mawlid, maka peringatan tersebut telah berubah fungsi dari media untuk mengagungkan Rasul Allah SAW. menjadi media untuk melakukan perbuatan maksiyat 21 Perlu diketahui bahwa Ibn al-Hajj, seorang ulama madhhab Maliki, memang terkenal sangat keras menentang kegiatan peringatan dan perayaan keagamaan apa pun yang sudah menjadi tradisi pada masa hidupnya. Dia menulis kitab al-Madkhal yang khusus dirancang sebagai acuan bagi pelaksanaan tradisi keagamaan yang "benar". Dalam kitab tersebut, Ibn al-Hajj mencantumkan sederetan contoh tradisi yang termasuk dalam kategori peringatan yang menurut pendapatnya bertentangan dengan Syari'ah dan yang tidak bertentangan dengannya22. Ulama lain yang pendapatnya sering dijadikan sandaran oleh kelompok penolak peringatan Mawlid adalah Ibn Taymiyah. Ibn Taymiyah mengecam tradisi perayaan Mawlid, jika perayaan seperti itu dianggap sebagai bagian integral dalam peringatan Mawlid. Kegiatan perayaan seperti itu , menurut Ibn Taymiyah, akan menghilangkan nilai peringatan itu sendiri dan karenanya hanya pantas dilakukan oleh orang orang Zindiq23.

82


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Namun perlu disebutkan bahwa sekalipun Ibn al-Hajj mengecam tradisi Mawlid, peringatan Mawlid yang tidak dibarengi dengan unsur-unsur hiburan (folkloric elements) baginya diperbolehkan. Malahan dia sendiri mengkategorikan peringatan Mawlid yang tidak melibatkan musik, lagu serta pesta sebagai tradisi yang baik. Sikap seperti ini bisa dimengerti, karena Ibn alHajj memahami Mawlid sebagai peristiwa yang harus diisi dengan kegiatan reflektif dan bukan dengan kegembiraan24. Sikap Ibn Taymiyah tidak jauh berbeda dengan Ibn al-Hajj, Ibn Taymiyah hanya menyoroti praktek praktek popular yang sudah menyatu dengan peringatan Mawlid. Sedangkan peringatan yang semata mata dilakukan untuk mengungkapkan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. menurutnya bukan kegiatan bermasalah. Tradisi pembacaan Kitab pujian kepada Rasul Allah biasanya dilandaskan kepada pendapat para fuqaha' dari madhhab Syafi'i, Ibn Hajar al-Asqalani, misalnya, menyatakan bahwa tradisi seperti itu menyimpan makna kebajikan. Al-Suyuti juga menunjukkan sikap toleran terhadap produk budaya yang dihasilkan oleh tradisi mengagungkan kelahiran Nabi 25. Sikap kedua fuqaha tadi juga disepakati oleh fuqaha' Syafi'i yang lain, diantaranya Ibn Hajar al-Haytami dan Abu Shamah. Bagi kedua fuqaha' yang namanya disebutkan terakhir tadi, peringatan Mawlid menjadi datu perbuatan (baru) yang paling terpuji (wa min ahsani ma ubtudi'a), jika disertai dengan amal ihsan kemasyarakatan, seperti sadaqah, infaq serta kegiatan lain yang bernilai ibadah 26. Mereka juga menganggap bahwa hadith yang dipergunakan untuk mengesahkan tradisi Mawlid adalah hadith mawdu'. Menurut hadith ini, Nabi Muhammad pernah diriwayatkan bersabda bahwa: "Barang siapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka akan aku beri syafa'at nanti di hari Kiamat"27. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa orang orang yang melaksanakan peringatan Mawlid memang biasa menggunakan hadith yang lemah periwayatannya. Karena itu, menurut mereka, orang orang tersebut bukan hanya bertanggungjawab terhadap tersebarnya hadith mawdu' tentang Mawlid, tetapi juga hadith mawdu' lain yang melahirkan berbagai tradisi keagamaan di Indonesia yang tidak dibenarkan oleh agama28. Hadith mawdu' yang dinukil di atas adalah satu dari beberapa hadith serupa yang dimuat dalam kitab kitab hadith yang dijadikan teks di pondok pesantren, seperti Durrat al-Nasihin, Wasiyat al-Mustafa, Usfuriyah, dan Qurrat al-Uyun29. Kitab kitab teks tadi umumnya tidak mencantumkan klasifikasi hadith serta tidak menguji keabsahan para periwayat yang mentransmisikannya. Bahkan kitab Wasiyat al- Mustafa dapat dikatagorikan kitab yang semata mata menarasikan dialog antara Rasul Allah SAW. dengan Ali Ibn Abi Talib dalam soal moral, ritual maupun keyakinan. Karena itu Wasiyat al-Mustafa lebih tepat disebut sebagai kitab tuntunan praktis yang mengajarkan soal soal sopan santun, ibadah dan aqidah dan bukan sebagai kitab teks hadith30.

83


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Kalangan pesantren yang melaksanakan tradisi peringatan Mawlid biasanya tidak menyandarkan kegiatan peringatan mereka pada hadith mawdu' di atas. Mereka juga mengakui bahwa hadith itu termasuk salah satu dari beberapa hadith lain yang lemah yang dimuat dalam kitab kitab teks hadith tadi31. Mereka juga mengetahui bahwa memalsukan hadith adalah perbuatan dosa, sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadith, yang bukan hanya memiliki kualitas sahih tetapi juga mutawatir32 Kalangan pesantren menganggap bahwa peringatan Mawlid sudah diisyaratkan sendiri oleh Rasul Allah, ketika beliau dalam sebuah hadith diriwayatkan pernah menyuruh sahabatnya berpuasa di hari Senin untuk memperingati hari kelahirannya33. Bahkan Ibn al-Hajj yang enggan menerima peringatan Mawlid juga menggunakan hadith tersebut sebagai dalil untuk mengesahkan peringatan Mawlid34. Perlu disebutkan bahwa hadith dimaksud memiliki tingkat keabsahan yang baik karena diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad Ibn Hanbal35. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka yang menolak peringatan Mawlid menganggap bahwa peringatan tersebut tidak memiliki landasan teks yang kuat. Meraka juga berkeberatan dengan materi bacaan yang termaktub dalam kitab pujian kepada Rasul Allah. Walaupun kalangan pesantren yang mempraktekkan peringatan tersebut tidak bisa mendatangkan dalil dari sumber primair Islam, yaitu -al-Qur'an, mereka memperoleh landasan hukum dari pendapat fuqaha' madhhab Syafi'i, yang menetapkan tradisi seperti itu sebagai perbuatan yang disayogyakan (bid'ah hasanah) dan dari sebuah hadith yang secara tidak langsung telah mengisyaratkan perlunya peringatan Mawlid. Perlu disebutkan bahwa perringatan Mawlid yang biasanya dipraktekkan oleh kalangan pesantren semata mata diisi dengan membaca kitab Mawlid dan tidak disertai dengan atraksi hiburan apa pun. Adalah atraksi hiburan dalam peringatan Mawlid yang menyebabkan para ulama abad tengah, seperti Ibn al-Hajj dan Ibn Taymiyah, mengganggap peringatan seperti itu sebagai perbuatan yang bermasalah. Demikian pula Muhammad Abduh. seorang ulama modern yang juga menyatakan keberatannya atas peringatan Mawlid, hanya mengkritik kegiatan kegiatan di luar acara inti peringatan, seperti pasar malam, panggung gembira dan lain sebagainya. Abduh menamakan peringatan Mawlid yang diisi dengan atraksi hiburan sejenis itu dengan istilah pasar kefasikan (suq al-fusuq)36. Acara hiburan yang dapat menghilangkan kekhidmatan peringatan Mawlid bisa dijumpai dalam tradisi Grebeg Mawlid yang merupakan salah satu perayaan terpenting dalam tradisi budaya Islam Jawa. Grebeg Mawlid biasanya melibatkan atraksi hiburan, yang diselenggarakan dalam sebuah pasar malam, seperti gelar wayang kulit, pertandingan olah raga, drama, lotere bahkan judi37.

84


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Atraksi atraksi semacam itulah yang menyebabkan ulama abad tengah enggan untuk menyetujui tradisi peringatan Mawlid. Karena peringatan Mawlid dalam prakteknya seperti itu, menurut mereka, kemudian berubah menjadi sebuah perayaan yang lebih menekankan pada aspek kegembiraan, hingga makna dan hikmah peringatannya hilang. Perlu disampaikan bahwa Grebeg Mawlid dalam prakteknya lebih tepat dikatakan sebuah perayaan. Kalaupun toh Grebeg Mawlid masih bisa dianggap sebagai peringatan, maka sisi peringatannyapun sarat dengan praktek praktek sinkritisme. Sinkritisme ini tanpak dalam acara mengarak gunungan, yaitu makanan berbentuk gunung yang dihiasi dengan berbagai macam bunga, telur serta buah buahan. Prosesi ini sangat penting, karena mengarak gunungan adalah sebuah ritual pokok dalam Grebeg Mawlid, yang diyakini bisa melimpahkan barakah bagi para pesertanya. Setiap benda yang ditaruh dalam gunungan tadi dianggap menyimpan makna magis. Di samping itu, perayaan Grebeg Mawlid masih harus disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit, walaupun puncak prosesinya ditutup dengan pembacaan kitab al-Barzanji, yang dilakukan oleh penghulu Keraton Yogyakarta, sebagai bukti bahwa Grebeg Mawlid adalah tradisi Islam38 Jika menggunakan tolok ukur yang ditentukan oleh Ibn al-Hajj dan Ibn Taymiyah, dua ulama abad tengah yang pendapatnya dipegangi oleh kelompok penolak tradisi Mawlid, maka Grebeg Mawlid masuk kategori peringatan yang bermasalah. Dengan demikian maka sebetulnya yang lebih pantas untuk dikritik bukannya tradisi peringatan Mawlid yang inti acaranya adalah membaca kitab pujian, tetapi Grebeg Mawlid yang berporos pada acara hiburan serta ritual sinkritis. PENUTUP Dari tema penelitian di atas dapat dipetik satu kesimpulan bahwa, polemik tentang peringatan Mawlid adalah sarana untuk menguji keabsahan tradisi keagamaan dan bukan sekedar fenomena konflik internal antar kelompok dalam masyarakat Islam. Penolakan terhadap tradisi Mawlid adalah satu sikap yang perlu diambil untuk menghindari munculnya prilaku berlebihan dalam mengaktualisasikan rasa hormat dan kecintaan kepada Nabi. Sikap berlebihan bisa saja terjadi, karena silau dengan berbagai sifat sempurna yang mengitari kepribadian Muhammad. Pandangan pro dan kontra terhadap keberadaan tradisi Mawlid secara substantif tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Dua pandangan yang bentuk lahirnya kontradiktif itu diperlukan untuk menciptakan asas keseimbangan (equilibrium). Seimbang karena menempatkan Nabi sebagai manusia pilihan yang kelahirannya patut diperingati, namun dalam waktu yang sama mengindahkan norma yang telah digariskan oleh Nabi sendiri. Peringatan Mawlid memiliki kedudukan yang istimewa dihati komunitas Muslim Indonesia. Dia adalah satu satunya Peringatan 85


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Hari Besar Islam yang diselenggarakan di Istana Negara. Adalah Presiden Pertama Republik ini yang berwasiat kepada siapapun yang menjadi penggantinya agar selalu menyelenggarakan peringatan Hari Lahirnya Nabi Muhammad SAW. di Istana Kepresidenan.

DAFTAR PUSTAKA

86


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi (Kairo:Mathba'ah al-Istiqamah, 1948), 64-65. Lihat al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid (Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985), 45-61. Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger (Chapel Hil Nort Caroline: Press, 19854). 149 Lihat Ibn Khallikan, Biographical Dictionary, Vol 2 (ter.) Bn. Mc.Guckin de Slane (Paris: Printed for the Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland.1842-1871). 539. Lihat artikel artikel yang dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PP Majlis Tarjih "Peringatan Mawlid Nabi" Suara Muhammadiyah (Juli 1993). 21: Zulfahmi. "Mawlud ke1466" Suara Muhammadiyah (September 1993), 28-29. Sahal Mahfudh. "Nabi Sendiri Sudah Mengisaratkan Perlunya Peringatan Maulid". Aula (Oktober 1990) 67-68. "Maulud Nabi Alih Semangat Zaman Ini", Aula (Oktober 1990). Juga lihat NJG Kaptein. Muhammad's Birthday Festival (Leiden. EJ Brill 1993) 45. footnote no.1. Lihat Muhammad Ibn 'Umar al-Bantani, Madarij al-Su'ud ila Iktisa al-Burud (Semarang, Matba'at Taha Putra,t.t.). Howard M. Fiderspiel, The Persatuan Islam : Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (Ithaca, New York: Cornell University Modern Indonesia Project, 1970) 57. Untuk mengetahui pendapat kelompok penolak tentang Mawlid, lihat pendapatnya A. Hasan, tokoh utama Persis Bangil dan Moenawar Chalil, ketua Majlis Utama Persis dan nggota Majlis Tarjih Pusat Muhammadiyah. Fiderspiel, The Persatuan Islam, 57 : Moenawar Chalil "Fatwa Oelama jang Haq tentang Bid'ah Maoeloedan" Pembela Islam no.65. J.W. Fiegenbaum, "The Ta'ziah : A. Popular Expression of Sh'i Thought" (Montreal : MA thesis. Mc.Gill University, 1965) 123. Al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Vol.2 (Beirut : Dar al-Fikr 1983), 258 : al-Ahadith al-Qudsiyah (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah 1990) 255-272. AJ. Wensinck "Shafa'a" Encyclopedia of Islam Vol.7 (ed) M. Th. Houtsma et. Al. (Leiden : EJ. Brill 1987) 251. Muslim, Shahih Muslim Vol.1 (Beirut : Mu'assasat 'Izz al-Din 1987) 230-232, 233-235, 237-239: Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Vol.13 (Beirut : Dar al-Ma'rifah 19?) 392-393. Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyat al-Bajuri 'ala Matn Qasidat al-Burdah (Cairo: Dar Ihya' al-Kutub al'Arabiyah 1947) 22-23. Dari pemberian burdah tersebut, maka qasidah pujian yang digubah oleh Ka'ab dikenal dengan nama Qasidat al-Burdah. Zaki Mubarak. al-Mada'ih al-Nabawiyah (Beirut: Dar al-Jil 1992) 11-12. Al-Qur'an , 33:43, 33:56. Al-Bajuri, Hashiyat al-Bajuri, 26. Chalil, "Fatwa Oelama" 22. Mubarak. al-Mada'ih al-Nabawiyah, 177. Von Grunebaum, Muhammadan's Festivals, 77. Chalil, "Fatwa Oelama", 20; Ibn al-Hajj, al-Madkhal Vol.2 (Kairo, al-Matba'ah al-Misriyah bi alAzhar , 1929) 11-13. Muhammad Umar Memon, Ibn Taymiya's Struggle againts Popular Religion with an Annotated Translation of His Kitab Iqtida' al-Sirat al-Mustaqim Mukhalafat Ashab al-Jahim (The Haque: Mouton, 1976) 6. Chalil, "Fatwa Oelama", 21. 87


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Ibn al-Hajj, al-Madkhal vo.2, 15. Al-Suyuti, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid, 45-51. Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama (Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1992) 177-181. Moenawar Chalil, "Hadith-Hadith Mauludan", Abadi (29 Pebruari 1953). Moenawar Chalil, "Ratjoen Jang Berbahaja Bagi Oemmat Islam", Pembela Islam no.54, 25. Kitab Palsu Dalam Hadith Kuning", Aula (Pebruari 1994), 13. Lihat 'Abd. al-Wahhab al-Sha'rani, al-Minah al-Saniyah 'ala al-Wasiyah al-Matbuliyah (Indonesia: Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyah,t.t). Kitab Palsu dalam Hadith Kuning, 13. Bunyi teks hadith dimaksud adalah " Barang siapa berdusta kepadaku dengan sengaja, maka dia tentulah akan ditempatkan di Neraka". Abu Abd Allah Ibn Adi, Al-Kamil fi Du'afa' alRijal (Bagdad: Matba'at Salman al-'Azami,t.t) 18, footnote 4. Muhammad Ibn 'Alawi al-Maliki, Baqah 'Atirah min Siyagh al-Mawalid wa al-Mada'ih alNabawiyah al-Karimah (t.t.; t.t.: 1983),6. Ibn al-Hajj, al-Madkhal, Vol.2,3. Ibn Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Vol.2 (Beirut : Dar al-Kutub al-'Ilmiyah 1988) 142; Ibn Rajab, Kitab Lata'if al-Ma'arif lima li al-Mawasim al-'Amm min al-Waza'if (Beirut : Dar al-Jil 1975) 93. Muhammad 'Abduh "al-Ittiba' wa al-Taqlid" dalam al-Imam, Muhammad Abduh (ed) Adunis dan Khalidah Sa'id (Kairo : Dar al-Ilmi li al-Malayin 1983) 61. Judaningrat, "Sambutan Ketua" Risalah Sekaten I (Nopember, 1954). Soedjono Tirtokoesoemo. The Gerebegs in the Sultanaat Jogjakarta. (ter), FD. Hansen Raae (t.t. : Nadruk Verboden, t.t.), 16

PROBLEMA AKTIFITAS PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN MODERN 88


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Oleh : Ali Ahmad Yenuri Abstrak : Problema Aktifitas Pembelajaran Dalam Pendidikan Modern, Makalah ini menggunakan dua perspektif yaitu perpektif psikologis dan Filosofis. Kedua perspektif tersebut digunakan untuk menganalisa problemaproblema yang terjadi seputar permasalahan dominasi teori pembelajaran barat dalam pendidikan modern, kelebihan dan kekurangan teori pembelajaran barat, penerapan teori pembelajaran barat dalam pendidikan keagamaan, dan analisa problema beserta alternatif jalan keluarnya. Keywords : Teori Behavioristik, Teori Humanistik, Teori Kognitif, Teori Psikologi Gestalt, positivis-empirik dan Teoantroposentris – Integralistik. PENDAHULUAN Manusia modern adalah sebuah masyarakat yang berdimensi satu (one dimensional man); artinya seluruh sisi kehidupannya hanya diarahkan pada satu tujuan, yakni keberlangsungan dan peningkatan sistem yang telah ada, sistem itu tidak lain adalah kapitalisme. Pengerahan pada satu tujuan ini berarti menyingkirkan dan menindas dimensi-dimensi lain yang tidak menyetujui dan tidak sesuai dengan sistem tersebut. Masyarakat modern tersebut bersifat represif dan totaliter (menindas dan bersifat menyeluruh), kondisi demikian merasuki segenap wilayah kehidupan manusia, baik pada wilayah sosial-ekonomi, sosial-politik maupun sosial-budaya dan pendidikan.119 Kenyataannya, negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, secara latah dan tanpa merasa segan justru mengimpor dan mengadopsi konsep dan sistem pendidikan yang dikembangkan di Barat, sistem pendidikan yang hanya memikirkan kebebasan tanpa mementingkan tanggung jawab dan mengabaikan usaha memperkokoh kehidupan akhlak dan agama.120 Oleh karena itu tulisan ini berusaha mencoba mengurai kembali problematika aktifitas pembelajaran dalam pendidikan modern dalam dua perspektif, yaitu perspektif psikologis dan perspektif filosofis.

DOMINASI TEORI PEMBELAJARAN BARAT DALAM PENDIDIKAN MODERN Teori pembelajaran barat sudah mendominasi dan besar pengaruhnya dalam ranah politik sosial budaya maupun dalam pendidikan. Dalam mempengaruhi atau mendominasi pendidikan 119

M. Sastrapratedja (ed.), Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 123-124. 120 Fadhil al-Jamil, Menerobos Krisis Pendidikan Dunia Islam, terj. HM. Arifin (Jakarta: Golden Trayon Press, 1992), hlm. 39.

89


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dipandang dari psikologis, setidak-tidaknya ada 4 pandangan mengenai teori pembelajaran, Teori pembelajaran tersebut antara lain: 1. Teori Behavioristik Behavioristik adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. 121 Menurut pandangan aliran ini bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian sehingga siswa pembelajar atau siswa mau belajar. Dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadiah dan hukuman sering ditawarkan dalam pembelajaran. Kedaulatan guru dalam pembelajaran demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebaliknya, sangat rendah. 122 Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran menurut faham di atas adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning.123 Teori pembelajaran ini dikemukakan oleh ahli psikologi behavioristik, mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan dari lingkungan. Dengan demikian tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.124 Teori ini merupakan teori yang menekankan pada kegiatan organisme yang diamati sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-bagian tubuh atau pada tingkah laku. Teori prilaku ini menegaskan bahwa dalam mempelajari individu yang seharusnya dilakukan adalah menguji dan mengamati perilakunya dan bukan mengamati kegiatan bagian dalam tubuhnya.125 Teori tingkah laku mula-mula dikembangkan Pavlov, Watson, Gutri dan Skinner. Di dalam tradisi behavioristik berkembang keyakinan bahwa perkembangan ialah perilaku yang dapat diamati yang dipelajari melalui pengalaman dan lingkungan.126

2. Teori Humanistik Pandangan yang berasal dari psikologi humanistik ini merupakan antitesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan teori ini, pembelajaran dapat dilakukan sendiri oleh siswa. 121

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 38. Ali Imran, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Dunia Pustaka jaya, 1996), hlm. 2. 123 Ibid., Ali Imran, Belajar dan Pembelajaran‌ hlm. 5. 124 Tajdab, Ilmu Jiwa Pendidikan (Surabaya: Karya Abdi Tama, 1994) hlm. 60. 125 Soyomuhti Nurani, Teori-Teori Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2001), hlm. 40. 126 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm 54. 122

90


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Dengan demikian pembelajaran dengan teori ini menjadikan siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam pembelajaran yakni mengajar dan belajar demikian relatif rendah. Kedaulatan siswa dalam pembelajaran relatif tinggi, sehingga menjadikan kedaulatan guru relatif rendah.127 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa teori pembelajaran ini merupakan antitesa dari teori pembelajaran behavioristik. Jika dalam pembelajaran behavioristik belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya. Bahwa pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada individu.128 Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda satu sama lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk membentuk anak menjadi manusia sesuai yang dikehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiri. Untuk itu seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri sendiri dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri mengenai siswa. Dalam proses pembelajaran psikologi humanistis mengatakan bahwa jika peserta didik memperoleh informasi baru, informasi baru itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa peserta didik akan mudah belajar kalau bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik, karena peserta didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang menjadi masalah dalam pembelajaran bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil.129 Pandangan teori ini mengungkapkan bahwa belajar bukan sekedar membangun kualitas kognitif saja, melainkan sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh aspek domain yang ada baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendekatan humanistik dalam pembelajaran merupakan titik tekan pada pentingnya emosi, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki tiap siswa untuk berfikir induktif. Teori ini juga mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Teori ini melahirkan berbagai teori yang tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan dengan pengalaman mereka sendiri. Menurut teori ini pendidik diharapkan dapat membantu 127

Ibid., Ali Imran, Belajar dan Pembelajaran‌ hlm. 4. Ibid., Ali Imran, Belajar dan Pembelajaran‌ hlm. 11. 129 Wiji suwarna, Dasar-dasar ilmu pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm72. 128

91


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

dalam mengembangkan diri siswa untuk mengenal diri sendiri sebagai manusia yang unik sekaligus membantu siswa dalam mewujudkan potensi-potensi dalam diri mereka. 3. Teori Kognitif Pandangan

dari psikologi kognitif

ini merupakan konvergensi dari pandangan

behavioristik dan humanistik. Dengan demikian dalam pandangan teori kognitif pembelajaran merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi. Yang mana dihasilkan bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik tanggung jawab siswa dalam belajar rendah sedangkan tanggung jawab guru tinggi. Sebaliknya dalam pandangan humanistik tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara dalam pandangan kognitif tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.130 Menurut psikologi kognitif memandang bahwa pembelajaran sebagai usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan maslah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya sangat menentukan terhadap perolehan belajar: yang harus dipelajari yang berhasil di ingat dan yang mudah dilupakan.131 Salah satu teori pembelajaran yang berasal dari psikologi kognitif ini teori pemrosesan informasi. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai pengamatan (pengindraan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan, penyimbolan/ pengkodean/ penyandian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian kemudian dikeluarkan lagi oleh pembelajar.

4. Teori Psikologi Gestalt

130 131

Ibid., Wiji suwarna, Dasar-dasar ilmu pendidikan ..hlm.5. Ibid., Wiji suwarna, Dasar-dasar ilmu pendidikan ..hlm. 11.

92


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Selain ketiga pandangan di atas ada pandangan dari teori gestalt bahwa pembelajaran adalan usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian. Menurut teori gestalt pembelajaran terdiri atas stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berfikir. Sehingga setiap pengalaman itu senantiasa berstruktur. Setiap respon yang diberikan seseorang terhadap suatu simultan sebenarnya tidak tertuju kepada suatu bagian melainkan tertuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks. 132 Aliran ini berpendirian bahwa keseluruhan lebih dan lain dari pada bagian-bagiannya, bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu bertindak atas pengaruh di dalam dan di luar individu. Jika seseorang belajar ia mendapatkan insight.133 Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu sehingga hubungan menjadi jelas baginya dan dengan demikian memecahkan masalah itu.134 Ditinjau dari perspektif filosofis ada 4 hal yang menjadi latar belakang, kenapa teori pembelajaran dalam pendidikan modern lebih didominasi barat? Pertama, Jika kita belajar tentang sejarah perkembangan ilmu, mau tidak mau kita kembali menengok perkembangan ilmu di dunia barat, karena mereka memang memiliki landasan pengembangan ilmu yang lebih sistematik dan terdokumentasi secara cermat daripada dunia timur. Perkembangan ilmu di dunia barat berakar pada tradisi Yunani yang berlandaskan Logos, Ethos, dan Pathos.135 Kedua, Belum pernah terjadi suatu zaman seperti sekarang, ketika manusia sangat sadar akan kekuasaannya atas realitas. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang semakin cepat, sains yang bersifat positivis-empirik telah membuktikan kehebatannya sehingga memaksa Negara-negara berkembang dalam hal ini negara islam membawanya sebagai paradigma baru. Thomas Kuhn menjelaskan konsep paradigma yaitu : bahwa dalam masa tertentu, ilmu sosial dikuasai oleh suatu paradigma, kemudian paradigma

itu merosot, dan digantikan oleh

paradigma baru. Itulah sebabnya perkembangan ilmu sosial, terjadi secara revolusi. 136

132

Ibid., Wiji suwarna, Dasar-dasar ilmu pendidikan ..hlm. 15. Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), hlm.18. 134 Nasution, Didaktik metodik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 42. 135 Logos membimbing ilmuwan untuk mengambil keputusan yang lebih mendasarkan diri pada pemikiran yang bersifat rasional, dapat dinalar (rasionable). Ethos mengajarkan para ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu. Dan pathos menyangkut komponen atau unsur rasa dalam diri manusia sebagai makhluk yang mencintai aspek keindahan sehingga hidup ini tidak monoton dan kaku, selalu terbuka peluang untuk mengadakan improvisasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, lihat lebih jauh..Rizal Mustansir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 7. 136 Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas (Jakarta : Departemen Agama RI, 2003) hlm. 1 133

93


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Ketiga, Menurut Whitehead atas sejarah, agama pada zaman modern telah kehilangan genggaman pengaruhnya atas dunia. Menurut Whitehead ada alasan pokok yang menyebabkan kemerosotan tersebut. Alasannya adalah stagnasi yang menimpa kehidupan beragama. Stagnasi ini terungkap dari sikap konservatisme dan sikap defensif kaum agamawan dalam menghadapi perubahan masyarakat yang diakibatkan oleh perkembangan sains dan teknologi.137 Keempat, Pengaruh Aufklarung (pencerahan) yang menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme negara/agama dan mengharapkan kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagian yang sebesar-besarnya. (Kapitalisme-Liberalisme).138 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI PEMBELAJARAN BARAT Teori behavioristik mempunyai kelebihan dan kelemahan, dari segi kelebihannya

teori ini

sangat cocok dan tepat bila diterapkan ketika para peserta didik tidak aktif atau kurang memiliki bahan materi karena kekurangan bacaan. Di samping itu dengan teori ini mampu memotivasi siswa dengan adanya pemberian reward dan punishment sehingga pembelajaran menjadi aktif. Apabila prilaku baik siswa diberi reward maka prilaku tersebut cenderung dipertahankan bahkan ditingkatkan sedang siswa yang melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman dari guru. supaya siswa tidak mengulangi perbuatan tercelanya. Sedangkan kelemahan Teori behavioristik cenderung menjadi siswa untuk tidak kreatif dan tidak produktif. Sebab yang paling aktif adalah guru dengan demikian kreatifitas dan keaktifan murid menjadi rendah. Teori humanistik dalam pembelajaran kelebihannya adalah mampu menjadikan siswa aktif, kreatif, dan produktif sehingga di setiap pembelajaran guru berfungsi sebagai fasilitator dan mengarahkan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak larut dalam keasyikan ketika mereka salah ada sang guru dalam memberikan pengarahan. Sedangkan kelemahannya teori pembelajaran humanistik menjadikan guru hanya sebagai orang yang kesekian karena guru tidak lagi menjadi sumber pembelajaran satu-satunya dan akhirnya guru tidak mendapatkan perannya sebagai pendidik. Teori kognitif dalam pembelajaran yang merupakan perpaduan dari teori behavioristik dan humanistik ini kelebihannya mampu menciptakan pembelajaran yang seimbang dan keaktifan dalam proses pembelajarannya yang akhirnya kelas menjadi aktif kedua-duanya antara guru dan murid sehingga pembelajaran lancar dan tertib. Namun kelemahan dari teori ini adalah dalam mendapatkan hasil dari proses pembelajaran kalau dari teori behavioristik guru yang aktif dan 137

J. Sudarminta, Filsafat Proses : Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead (Yogyakarta : Kanisius, 1994) hlm. 87 138 Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan (Bandung : CV. Ilmu, 1974) hlm. 118.

94


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

menjadikan murid kurang maksimal sedangkan teori humanistik menjadikan murid lebih aktif dari pada guru yang akhirnya guru dikesampingkan namun dari teori ini menjadikan keduanya sedangsedang yaitu antara keaktifan guru dan murid tidak ada yang dominan dan akhirnya hasil pembelajaran juga agak maksimal yaitu sedang-sedang. Teori gestalt dalam pembelajaran kelebihannya adalah mampu menjadikan hasil pembelajaran lebih sempurna dan menyeluruh sedangkan kekurangannya dari teori pembelajaran ini adalah tingkat pemahaman hasil yang sampai rumit dan terperinci kurang dihasilkan dalam pembelajaran.

Ditinjau dari Perspektif filosofis teori pembelajaran barat modern mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : 1. Mempunyai landasan epistemologi positivis logis yang kuat, ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Kebenaran merupakan a never ending process, bukan sesuatu yang mandeg dalam kebekuan normatif dan dogmatis. 139 2. Pengaruh dari epistemologi dan pandangan terhadap realitas (metafisik) tersebut telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan barat modern berkembang pesat. Sehingga dalam hal ini Roger Bacon mengungkapkan, “Knowledge is power�.140 Walaupun teori pembelajaran barat telah mampu memproduksi teknologi dan sains begitu pesat, namun Implikasi atas cara pandang, kultur dan pola berpikir yang hanya membenarkan kenyataan empiris tersebut sangat mempengaruhi dan menentukan sistem pendidikan yang mereka kembangkan, sebuah sistem pendidikan yang mengacu pada paradigma liberalisme. Dengan begitu, maka lahirlah sebuah generasi yang mengagungkan kebebasan, lepas dari dataran etis, norma dan agama. Ini artinya, pengembangan sains dan teknologi melalui sistem pendidikan yang begitu pesat di Barat, juga diiringi dengan munculnya generasi yang justru merendahkan martabat kemanusiannya sendiri (dehumanisasi).

PENERAPAN TEORI PEMBELAJARAN BARAT DALAM PENDIDIKAN KEAGAMAAN

139 140

Ibid., Rizal Mustansir, Filsafat Ilmu ..hlm. 72 Ibid., Rizal Mustansir, Filsafat Ilmu ..hlm. 71

95


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Ada baiknya kita bersifat sintesis kritis, mengambil yang baik secara kritis di antara metodologi-metodologi yang ditawarkan barat, tetapi membuang berbagai pemikiran yang menyimpang dari pemikiran keagamaan. Kenapa demikian? Ilmu pendidikan berbeda dengan Sains dan teknologi yang bersifat eksak dan pasti, ilmu pendidikan hasil temuan manusia bersifat relatif, karena pendidikan manusia itu tergantung kepada sistemnya. Produk karakter manusia seperti apa yang akan dihasilkan tergantung kepada sistem dan lingkungan yang membentuknya. Jadi ilmu pendidikan dan psikologi yang dihasilkan tentu akan tergantung bagaimana sistem dan nilai-nilai yang dianut oleh sistem tersebut. Dengan kata lain kita tidak bisa mengadopsi begitu saja teori pendidikan dan psikologi dari barat. Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa “agama” dan “ilmu” adalah dua entitas yang tidak bisa dipertemukan. 141 Dengan lain ungkapan, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama tidak memperdulikan ilmu. Begitulah sebuah gambaran praktek kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh karenanya, anggapan yang tidak tepat perlu dikoreksi dan diluruskan.142 Agama dalam arti luas merupakan wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, diri sendiri, dan lingkungan hidup baik fisik, sosial maupun budaya secara global. Seperangkat aturan-aturan, nilai-nilai umum dan prinsip-prinsip dasar inilah yang sebenarnya di sebut “Syariat”. Kitab suci Al-Quran yang diturunkan merupakan petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat menjadi teologi ilmu serta Grand Theory ilmu. Wahyu tidak pernah mengklaim sebagai ilmu qua ilmu seperti yang seringkali diklaim oleh ilmu-ilmu sekular. Analisa Problema dan Alternatif Jalan Keluarnya Ditinjau dari perspektif filosofis, ada tiga problema yang mendasar dari teori barat modern, yaitu dari aspek metafisik, epistemologi dan etik. Pondasi metafisik sangat penting bagi sebuah bangunan epistemologi. Karena pondasi ini sangat berpengaruh bagi bangunan epistemologi, sistem klasifikasi, maupun metodologi yang digunakannya. Keraguan atau penolakan dari banyak ilmuwan Barat terhadap dunia metafisik telah menyebabkan pembatasan lingkup sains pada objek-objek inderawi atau substansi-substansi meterial belaka (materialism – sekularisme). Sains kemudian hanya berkutat dengan entitas-entitas yang bisa diobservasi

141

Konotasi penyebutan “agama” dapat berarti macam-macam. Bisa berupa kelembagaan agama, ritus-ritus agama, dogma agama, tradisi agama dan begitu seterusnya. Namun yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah nilai-nilai spiritualitas, intelektualitas, moralitas, dan etika yang dibangun oleh agama-agama dunia, khususnya Islam 142 Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion, New York : Harper Tourchbooks, 1996, 1-2

96


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

(observable entities). Sains yang bersifat positivis-empirik akhirnya menghasilkan pandangan etika yang bebas dari nilai (free of value). Bagaimanakah solusi yang terbaik dalam hal ini perspektif filsafat Pendidikan Islam? Solusi terbaik dalam hal ini menurut Amin Abdullah adalah menggunakan pendekatan Teoantroposentris – Integralistik.

143

Teoantroposentris adalah pandangan yang mengakui perpaduan

antara dua macam sumber pengetahuan, yaitu pengetahuan yang berasal dari Tuhan dan pengetahuan yang berasal dari manusia. Integralistik adalah Perubahan gerakan resakralisasi, deprivatisasi agama dan ujungnya adalah dediferensiasi (penyatuan dan rujuk kembali). Kalau diferensiasi menghendaki pemisahan antara agama dan sektor-sektor kehidupan lain, maka dediferensiasi menghendaki penyatuan kembali agama dengan sektor-sektor kehidupan lain, termasuk agama dan ilmu. Agama menyediakan tolok ukur kebenaran ilmu (dharûriyyah; benar, salah), bagaimana ilmu diproduksi (hâjiyyah; baik, buruk), tujuan-tujuan ilmu (tahsiniyyah; manfaat, merugikan). Dimensi aksiologi dalam teologi ilmu ini penting untuk digaris bawahi, sebelum manusia keluar mengembangkan ilmu. Selebihnya adalah hak manusia untuk memikirkan dinamika internal ilmu. Selain ontologi (whatness) keilmuan, epistemologi keilmuan (howness), agama sangat menekankan dimensi aksiologi keilmuan (whyness). Beberapa contoh dibawah ini akan memberi gambaran mengenai ilmu yang bercorak integralistik bersama prototip sosok ilmuan integratif yang dihasilkannya. Contoh dapat diambil dari ilmu Ekonomi Syariah, yang sudah nyata ada praktik penyatuan antara wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia. Ada BMI (Bank Muamalat), Bank BNI Syariah, usaha-usaha argrobisnis, transportasi, kelautan, dan sebagainya. Agama menyediakan etika dalam perilaku ekonomi diantaranya adalah bagi hasil (al-mudhârabah), dan kerjasama (al-musyârakah). Disitu terjadi proses objektifikasi dari etika agama menjadi ilmu agama yang dapat bermanfaat bagi orang dari semua penganut agama, non agama, atau bahkan anti-agama.

PENUTUP

143

Amin Abdullah, Makalah “Etika Tauhidik Sebagai Dasar Kesatuan Epistemologi Keilmuan Umum Dan

Agama (Dari Paradigma Positivistik-Sekularistik Ke arah Teoantroposentrik-Integralistik) dalam Seminar : Reintegrasi Epistemologi Pengembangan Keilmuan di IAIN Sunan Kalijaga, 12 September 2002.

97


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Pembelajaran barat yang telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi ternyata menyisakan lubang yang menggangga, lubang yang melupakan eksistensi manusia akan kemanusiaannya (dehumanisasi). Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi boomerang bagi kehidupan manusia sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia seakan-akan berbalik untuk menghantam penciptanya sendiri, yaitu manusia. Oleh karena itu, diperlukan usaha mensinergikan ilmu dan agama, karena agama mencoba mengembalikan nilai luhur dari ilmu, agar ilmu tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia. Agama akan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrument dalam mencapai kesejahteraan bukan tujuan. Dengan berbagai problematika manusia modern yang disebabkan kegagalan teori barat, kini sudah saatnya memunculkan landasan epistemologi integral yang tidak mendikotomikan antara ilmu dan agama dengan epistemologi teoantrophosentris-integralistik.

DAFTAR PUSTAKA 98


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Abdullah, Amin . Makalah “Etika Tauhidik Sebagai Dasar Kesatuan Epistemologi Keilmuan Umum Dan Agama (Dari Paradigma Positivistik-Sekularistik Ke arah TeoantroposentrikIntegralistik) dalam Seminar : Reintegrasi Epistemologi Pengembangan Keilmuan di IAIN Sunan Kalijaga, 12 September 2002. Ali, Muhammad. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1996. Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas. Jakarta : Departemen Agama RI. 2003. Desmita, Wiji. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2005. Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan . Bandung : CV. Ilmu, 1974. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: Bumi Aksara. 2001. Imran, Ali. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dunia Pustaka jaya. 1996. Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion, New York : Harper Tourchbooks, 1996. Sudarminta, J. Filsafat Proses : Sebuah Pengantar Yogyakarta : Kanisius, 1994.

Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead.

al-Jamil, Fadhil. Menerobos Krisis Pendidikan Dunia Islam, terj. HM. Arifin Jakarta: Golden Trayon Press.1992. Sastrapratedja, M. Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat Jakarta: Gramedia, 1983. Mustansir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007. Nasution, Didaktik metodik. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Nurani, Soyomuhti. Teori-Teori Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2001. Suwarna, Dasar-dasar ilmu pendidikan.Yogyakarta: Ar-Ruzz. 2006. Tajdab, Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya: Karya Abdi Tama. 1994.

99


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA Oleh : M. Muizzuddin, M.Pd.I Abstrak : Hasan Al-Banna adalah tokoh pembaharu islam kelahiran Mesir. Beliau menampakkan diri sebagai seorang tokoh yang menjadikan Islam sebagai orientasi pemikirannya, termasuk didalamnya adalah pemikiran kependidikan. Oleh karena itu tujuan pendidikan menurutnya adalah untuk mewujudkan identitas Islam yang diformulasikan dalam konsep “Ar-Rijal Al-Muslim� yaitu pribadi yang tidak hanya sholeh dalam ritualnya, tetapi juga peka terhadap kondisi sosial. Sejalan dengan itu Hasan Al-Banna menekankan pada pengembangan aspek-aspek pokok manusia yang meliputi aspek akal, jasmani, akhlaq, sosial, jihad dan politik yang berasaskan pada pemahaman Islam kaffah yang kemudian diterapkan pula dalam metode-metode pendidikannya. Kata kunci : metode, moral, ar-rijal al-muslim

PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai keterkaitan sangat besar dengan perubahan sosial budaya yang ada disuatu negara, karena pendidikan sebagai bagian dari institusi sosial (social institution) menempati kedudukan ganda sekaligus strategis dan kritis. Disebut strategis karena, seperti dikatakan Emile Durkheim, pendidikan memegang kendali penting dalam mempertahankan kelanggengan kehidupan sosial yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.144 oleh sebab itu, pendidikan harus bisa survive diera dimana kemajuan teknologi dan komunikasi yang berkembang dengan cepat. Sekolah merupakan salah satu benteng dimana peserta didik di gembleng untuk menjadi insan yang kamil, yaitu menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang bisa menunaikan kodratnya sebagai kholifatun fill ardli dan menjadi manusia yang bisa menjadikan dirinya bermanfaat bagi lainnya. Sehingga dalam mewujudkan manusia yang sempurna, sekolah mempersiapkan tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni. Serta mencukupi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anak didik guna dimanfaatkan sebaga alat maupun sumber belajar. Sumber daya manusia yang ada dalam sekolah juga tidak kalah pentingnya sehingga, dalam pelaksanaannya perlu kiranya sekolah tetap selalu mengembangkan kreatifitas SDM yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Diantaranya adalah 144

Saefuddin. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. (Bandung: Mizan. 1987) Hal 125

100


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

pengembangan SDM guru mengajar didalam kelas. Sehingga dalam proses belajar dan pembelajaran dikelas berjalan efektif dan efisin. Itu semua bisa tercapai jika guru murid dan metode yang digunakan tepat sasaran. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas berjalan dengan baik Metode sebagai salah satu komponen dalam pendidikan menjadi penting karena materi pendidikan tidak dapat dipelajari dengan baik, tanpa disampaikan dengan strategi atau tehnik-tehnik tertentu. Penafian peran metode secara sadar dalam proses pendidikan dan pengajaran akan menghambat keberhasilan aktivitas pendidikan. Pengertian metode di sini tidak sekedar diartikan sebagai cara mengajarkan sesuatu dalam hal ini pekerjaan mengajar tetapi lebih dari itu metode di pandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.145 sehingga bisa dikatan bahwa metode merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasialan pembelajaran didalam sekolah. RIWAYAT HIDUP HASAN AL BANNA Nama lengkapnya adalah Hasan bin Ahmad bin ‘Abdul Al-Rahman bin Muhammad Al-Banna. Akan tetapi banyak orang yang memanggilnya dengan nama Hasan. Dan ada pula yang menyebut dengan nama Al-Banna atau al-Imam al-Syahid Hasan. Hasan Al-Banna lahir pada tanggal 14 Oktober 1906 di Almahmudiyah, sebuah kota kecil di propinsi Buhairah, kira-kira 9 mil dari arah barat daya kota Kairo. 146 Hasan Al-Banna lahir di keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga muslim yang taat. Ayahandanya bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman al-Banna yang lebih terkenal dengan panggilan As–Sa’ati, atau si tukang arloji yang kelak keahlian itu diturunkan kepada putranya Hasan Al-Banna. Selain bekerja sebagai tukang reparasi arloji, syeikh Ahmad juga menjadi Muadzin dan guru agama di masjid kampungnya. Beliau adalah sosok yang sangat disegani oleh sejumlah besar ulama Mesir sebab kedalaman ilmu beliau terutama dalam menguasai ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu bahasa dan sekaligus

145

Muhammad Slamet Untung. Muhammad Sang Pendidik. (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2002)

Hal: 89 146

Richard Paul Mitchell. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. (Solo: Era Intermedia.2005) Hal:

5

101


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

penghafal Qur’an. Bahkan Syeikh Ahmad ini pernah belajar di Al-Ahzar pada masa Syeikh Muhammad Abduh.147 Sejak kecil Hasan Al-Banna telah dituntut ayahnya untuk menghafal Al-Qur’an secara penuh. Keinginan yang kuat agar putranya hafal Al-Qur’an seluruhnya, sampaisampai ia tidak mengizinkan putranya untuk melanjutkan ke sekolah dasar kecuali setelah berjanji akan menyelesaikan hafalan Al-Qur’an di rumah.148 . Sebelum selesai hafalannya, Hasan Al-Banna telah mengawali pendidikan dasarnya di Madrasah diniyah Ar-Rasyad dengan Syeikh Muhammad Zahran sebagai gurunya yang kelak sangat berpengaruh bagi perjalanan hidupnya. Disaat Hasan Al-Banna belum juga selesai menghafal Surat Al-Isra’, yang berarti kurang lebih baru separo Al-Qur’an tiba-tiba sang ayah menyampaikan sesuatu rencana yang mengejutkan, ia harus pindah ke Madrasah I’dadiyah. Ketika itu, jenis pendidikan ini setingkat dengan Madrasah Ibtida’iyah hanya tanpa pelajaran bahasa Asing namun ada beberapa pelajaran tentang undang-undang pertanahan dan perpajakan,serta sedikit tentang agrikultura disamping mendalami secara luas tentang ilmu bahasa nasional (Bahasa Arab) dan ilmu agama. Dan di madrasah inilah Hasan Al-Banna memulai mengikuti organisasi keagamaan yang bernama Perhimpunan Akhlak Mulia yang bertujuan untuk menghukum anggota-anggotanya atas setiap pelanggaran moral yang mereka lakukan.149 Perpindahan sekolah itu ternyata tidak menyurutkan semangat ayahnya untuk tetap menjadikan Hasan Al-Banna sebagai seorang hafidz. Untuk itu ia mengambil waktu menghafal Al-Qur’an setelah subuh hingga menjelang berangkat sekolah. Dewan teritorial kota Bahirah menetapkan penghapusan sistem Madrasah I’dadiyah dan diganti dengan Madrasah Ibtida’iyah. Maka tidak ada alternatif lain bagi Hasan Al-Banna kecuali harus memilih mendaftarkan diri ke Al-Ma’had Ad-Diniy di Iskandaria – agar kelak menjadi “Azhari” (gelar bagi alumni Al-Ahzar) atau ke Madrasatul Mu’allimin Al-Awwaliyah di Damanhur untuk dapat menyingkat waktu, karena setelah tiga tahun menempuh pelajaran di sini akan menjadi seorang guru. Akhirnya pilihan kedua inilah yang ia pilih. Saat itu usia Hasan Al-Banna baru 14 tahun. Pada masa belia ini pula Al-Banna menyaksikan untuk pertama kalinya halaqah dzikir, sebuah ritual sufi yang dilaksanakan oleh Tarekat Al- Ikhwan Al– Hashafiyah ( 147 148

Ibid., Hal. 3 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) Hal:

177 149

Richard Paul Mitchell. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. Hal: 4

102


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Persaudaraan Hashafiyah ). Karena begitu terkesan, Al-Banna masuk menjadi anggota tarekat ini selama dua puluh tahun berikutnya, dan ia tetap memegang teguh ajaran sufisme dalam arti khusus selama hidupnya.150. Al-Banna terwarnai oleh metode AlHashafiyah dalam melakukan tarbiyah ruhiyah. Selain mengajarkan dzikir, wirid, kajian kitab ihya, sholat jamaah, puasa senin kamis,serta kunjungan persaudaraan, salah seorang pendidik tarekat itu yang bernama Syeikh Muhammad Abu Syausyah 151 mengajak sepuluh orang diantara mereka, atau sekitar itu untuk pergi ke kuburan. Mereka berziarah kubur dan membaca wadzifah.152 Sejak di sekolah menengah Hasan sudah terpilih sebagai ketua Jam’iyatul Ikhwanil Adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua Jam’iyatul Man’il Muharramat, semacam serikat pertobatan serta pendiri dan sekretaris I Jam’iyatul Hasafiyah

Khairiyah semacam organisasi

pembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah yaitu Perhimpunan Etika Islam.153 Pada usia enam belas tahun, atau tepatnya tahun 1923 Hasan Al-Banna pergi ke Kairo dan belajar di Darul Ulum.154 Darul Ulum didirikan pada tahun 1873 sebagai lembaga pertama Mesir yang menyediakan pendidikan tinggi modern (sains) disamping ilmu-ilmu agama tradisional yang menjadi spesialisasi lembaga pendidikan trdisional dan klasik Al-Ahzar. Di sini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia memperhatikan masalah-masalah politik, industri dan olahraga. 155 Selain itu, Hasanpun mampu mengorganisasikan kelompok mahasiswa Universitas Al-Ahzar dan Universitas Darul Ulum yang melatih diri berkhotbah di masjid– masjid. Hal ini terlaksana karena Al-Banna tetap memelihara hubungan baiknya dengan Tarekat Hashafiyah dan pada tahun kedua ia bergabung dengan organisasi keagamaan Jam’iyah Makarim Al-Akhlaq (Asosiasi Akhlak Terpuji) yang kegiatannya mengorganisasi ceramahceramah materi-materi keislaman. Dalam kesempatan belajar di Kairo ini, Hasan AlBanna sering berkunjung ke toko-toko buku yang dimiliki oleh gerakan shalafiyah

150 151 152

Ibid hal: 4 Hasan Al-Banna. Memoar Hasan Al-Banna. (Solo: Era Intermedia 2001) hal: 40 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) hal:

180 153

Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar. 1999) hal: 254 154 Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris. Malang: P3M (dan UIN Malang 2004) hal: 123 155 Ibid hal: 123

103


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

pimpinan Rasyid Ridha dan aktif membaca al-Manar dan berkenalan dengan Rasyid Ridha serta menjalin komunikasi dengan murid Abduh lainnya.156 Tahun 1927, adalah tahun dimana Hasan Al-Banna berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Darul Ulum dengan predikat cumlaude. Lalu ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah menengah di kota Isma’iliat, daerah terusan Suez. 157 Sejak ia sampai di Isma’iliat hingga awal tahun 1928, Al-Banna mempelajari kondisi masyarakat dan mencoba mengenali faktor-faktor yang berpengaruh dalam masyarakat mereka. Ia berhasil menjalin hubungan dengan para ulama serta para syeikh tarekat, tokoh, dan berbagai kelompok. Beliau berhasil meraih hati mereka dan melalui merekalah akhirnya ia berhasil menarik perhatian masyarakat luas kepada dakwahnya. 158 Sebagai hasil kajiannya ia menemukan metode untuk mendakwahi dan mendidik masyarakat. Diantaranya adalah Hasan Al-Banna tidak berkutat di dalam masjid yang menurutnya banyak sekali perselisihan, dan akhirnya mengalihkan perhatiannya ke warung–warung kopi. Disana ia menyusun jadwal kajian, masing-masing dua pelajaran dalam sepekan. Dengan saksama ia mengupas tema–tema pokok yang bersifat umum, mengingatkan manusia kepada Allah dan hari akhir serta menyampaikan targhib (kabar gembira) dan tarhib (peringatan). Ia tidak mau mencela, menghujat atau menyindir sana sini. Tidak juga menanggapi berbagai kemungkaran dan dosa yang dilakukan para pengunjung dengan mencela dan memaki. 159 Selain itu Hasan Al-Banna juga memakai metode aplikatif dalam pengajaran ibadah, disertai dengan pembinaan akidah yang benar. Dakwah beliau tidak terbatas pada kaum pria saja, tetapi juga menyentuh kalangan wanita. Bahkan di Isma’ilia ini beliau mendirikan Ma’had Ummahatul Muslimin sebagai tempat pendidikan Islam khusus bagi para muslimah.160 Metode yang dijalankan oleh Hasan Al-Banna diatas ternyata telah berhasil mempengaruhi masyarakat untuk peduli terhadap agama dan hukum-hukumnya. Hingga pada Maret tahun 1928, di kota Isma’iliah berkunjunglah enam orang pengikutnya (tukang

156

Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar. 1999) hal 254 157 Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris hal: 123 158 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) hal: 184 159 Hasan Al-Banna. Memoar Hasan Al-Banna, hal 18 160 Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I. (Solo: Era Intermedia. 2002) hal: 18

104


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

kayu, tukang cukur, penarik pajak, sopir, tukang kebun dan tukang gerobak). Mereka berbincang-bincang dengannya mengenai : 1.

Kehidupan perbudakan dalam komunitas orang-orang asing

2.

Ketidakpahaman mereka tentang jalan menuju kemuliaan sebagaimana yang ia pahami, dan ketidaktahuan mereka tentang cara berkhidmat kepada agama, bangsa dan negara sebagaimana yang ia ketahui. Mereka mengusulkan agar ia menjadi pemimpin mereka dalam sebuah jamah yang berbai’at kepada Allah untuk hidup demi agamaNya dan mati dijalanNya. Al-Banna menjawab tawaran mereka dengan mengatakan : “Marilah kita berbai’at kepada Allah untuk menjadi tentara bagi dakwah Islam yang dengannya akan terwujudlah kehidupan hakiki negara dan kemuliaan umat.” Setelah berbai’at mereka bermusyawarah tentang nama jama’ah mereka, akhirnya mereka menyepakati nama “ Al-Ikhwan Al Muslimun”161 Di Ismailiah,sebagai pusat aktivitas, Al–Ikhwan Al-Muslimin mengambil sebuah

rumah tua sebagai kantor sekretariat yang lalu disebut “Madrasah Tahdzib Ikhwanul Muslimin“ (Arena Pembinaan Ikhwan)162 . Dan mulai dari sinilah gerakan ini berkembang. Yang semula hanya 6 orang menjadi 70 orang. Selain itu beliaupun berhasil mendirikan sekolah putra yang bernama Ma’had Hira’ Al-Islami, Ma’had Ummahatul Mukminin, klub olahraga dan kelompok rihlah. Gerakan Ikhwanul Muslimin ini pada mulanya memfokuskan perhatiannya pada bidang sosial dan pendidikan. Namun pada akhirnya menjelma sebagai kekuatan politik yang dikagumi di Mesir dan dunia Arab. Seiring dengan meluasnya jaringan Ikhwan muncul pula antipati dan perlawanan terhadap gerakan ini. Pada tahun 1930 sikap memusuhi Al–Ikhwan Al–Muslimun masih terbatas dalam bentuk pengaduan kepada Kabinet Ismail Sidqi Pasha tentang sistem gerakan dan tujuan-tujuan Ikhwanul Muslimin yang tentunya disertai dengan tuduhantuduhan yang tidak beralasan terutama kepada Hasan Al-Banna selaku pimpinan gerakan

161 162

Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, hal 185-186 Ibid, hal 186

105


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

ini. Namun, pada kenyataannya tuduhan itu tidak terbukti dan pemerintahan Shidqi Pasha menjadi begitu perhatian terhadap perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin. Perjalanan yang diharapkan bisa lebih panjang lagi ini ternyata harus terpenggal akibat piciknya pikiran para penguasa tiran pada saat itu. Adanya keyakinan bahwa AlIkhwan Al-Muslimun akan melakukan revolusi dalam waktu dekat mendorong keluarnya dekrit pembubaran Al-Ikhwan Al-Muslimun pada tanggal 8 Desember 1948.163 Lebih tepat lagi, perintah pembubaran Al-Ikhwan Al-Muslimun disangkutpautkan dengan arus kekerasan yang mengguncang Mesir sejak tahun 1945 dan setelahnya dimana peranan AlIkhwan Al-Muslimun dalam tindak kekerasan tersebut dirasa sangat berbahaya oleh pemerintah. Hasan Al–Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan masalah, tapi pada tanggal 28 Desember 1948 Perdana Menteri an–Nuqrasy terbunuh, dan tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan dan menjadikan kondisi bertambah parah. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir di depan kantor pusat organisasi “ Asy– Syubbanul Muslimun”.164 Tragedi kematian Hasan Al–Banna merupakan tragedi yang tak terperikan bagi para anggota. Tidak ada sesuatu yang menimpa orang-orang Al–Ikhwan Al-Muslimun yang lebih melemahkan gerakan ini ketimbang harus kehilangan pemimpinnya. Al–Banna yang kharismatis itu bagi mereka adalah “seorang imam yang dipilih Allah, inspirator kebangkitan Islam di abad modern, seorang mursyid yang mendapatkan anugerah ilham (mulham), seorang mulham yang berbakat, guru generasi, pembina yang brilian, panglima lagi pendidik, pelopor, pribadi yang menakjubkan lagi unik,da’i yang jenius, lelaki luar biasa, pribadi yang tiada bandingnya, intelektual yang hebat, saudara yang tercinta, lelaki masa kini, dan sosok yang mengobarkan api revolusi.”.165 Melihat kepribadian dan sepak terjang Hasan Al-Banna maka tak berlebihan kiranya jika berbagai kalangan cendekiawan Barat dan Timur memberikan komentar terhadap diri Hasan Al-Banna seperti Robert Jackson misalnya yang mengatakan bahwa “terkumpul dalam dirinya kecerdasan politisi, kekuatan para panglima, hujjah para ulama,

163 164 165

Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, hal: 254 Ibid, hal:254-255 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin hal: 175-176

106


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

keimanan kaum sufi, ketajaman analisa para ahli matematika, anologi para filosof, kepiawaian para orator, dan keindahan susunan kata para sastrawan.” 166 METODE PENDIDIKAN MORAL AL-BANNA Penyimpangan dan dekadensi moral (akhlak) yang terjadi pada kebanyakan manusia itu disebabkan mereka tumbuh dan berkembang dalam atmosfir pendidikan dan lingkungan yang buruk. Hal itulah yang menjadikan alasan kenapa Hasan Al-Banna sangat peduli terhadap pendidikan moral Pendidikaan moral (tarbiyah khuluqiyah) termasuk fungsi terpenting dalam pendidikan. Aspek moral (akhlak) adalah salah satu fondasinya. Bahkan secara keseluruhan, pendidikan itu merupakan aktivitas moral,yang dari awal hingga akhir di semua tingkatan dibangun diatas nilai-nilai moral baik secara tersurat maupun tersirat. Pendidikan akhlak merupakan sisi lain dari pendidikan Nabi yang menjadi jiwa dari pendidikan muslim pada tahap berikutnya. Para pakar pendidikan muslim sepakat bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran tidak sebatas memenuhi otak anak didik dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari pendidikan adalah mendidik akhlak dan jiwa anak didik,menanamkan rasa fadhilah dan mempersiapkan mereka dalam kehidupan yang suci.167 Dalam hal ini Ibnu Qayyim pernah berkata:”Yang dibutuhkan oleh seorang anak adalah perhatian terhadap akhlaknya”.168 Sistem pendidikan Madrasah Hasan Al–Banna ,memandang aspek akhlak sebagai aspek yang terpenting yang dianggap sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Bahkan Hasan Al-Banna menganggapnya sebagai “tongkat komando perubahan”. Seperti tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu rel ke jalur lainnya dan dari satu arah ke arah lainnya. Dalam hal ini beliau mengulang–mengulang kata–kata penyair : ‫لعمرك ما ضا قت بآل د بأهلهاَ * ولكن أخآل ق الر جال تضيق‬ “Demi hidupmu, tidaklah negeri sempit karena penduduknya. Tetapi yang menjadikannya sempit ialah akhlak pemimipin–pemimpinnya.”.169

166 167 168

Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris hal: 122 Muhammad Slamet Untung. Muhammad Sang Pendidik hal: 73 Hasan bin Ali Hasan Al-Hijazy, Manhaj Tarbiyah Ibnul Qayyim. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001)

hal 207 169

Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. (Jakarta: Bulan Bintang.1980) hal:

48

107


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Al-Banna menyatakan, sebagai dampak dari masa transisi yang dilewati Mesir, dan sebagai pengaruh peradaban modern yang dengan sangat kuat menerpa Mesir, terjadilah perubahan besar dalam moralitas bangsa. Akhlak yang selama ini dipegang teguh dan didasarkan pada keyakinan agama musnahlah sudah, diganti dengan moralitas yang dibangun dengan asas kepentingan materi dan kepura-puraan. Al-Banna melihat, adalah mustahil akan terjadi kebangkitan umat tanpa adanya pendidikan moral yang merupakan soko guru dalam pembanguna individu,masyarakat dan bangsa. Dalam pembinaan moral ini Hasan Al-Banna sendiri telah menekankan berbagai cara dalam jiwa para pengikutnya. Diantara pernyataannya adalah sebagai berikut: ‫ إذ‬,‫ والنفس الكبيرة العالية الطموحة‬,‫الخلق الفاضل القوى المتين‬...‫واألمة الناهضة احوج ما تكون إلى الخلق‬ 170

.‫أنها ستواجه من مطالب العصرالجديد‬

Artinya: "Umat yang tengah bangkit paling membutuhkan akhlak yang mulia, jiwa yang besar, dan cita-cita yang tinggi. Hal ini, karena umat tersebut akan menghadapi berbagai tuntutan dari sebuah masyarakat baru." Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. Asy-Syams: 9-10:           Artinya: " sungguh, beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya." Keprihatinan kelompok Ikhwan ini kemudian direalisasikan dengan mendirikan lembaga pendidikan yang peserta didik laki-laki dan perempuan menerima pendidikan moral semenjak dini.lembaga pendidikan itu dinamakan sekolah jum’at. Sekolah ini bukan pendidikan formal. Ia hanya usaha yang dilakukan oleh seorang anggota Ikhwan dengan mengumpulkan anak-anak kampung yang cabang organisasinya berada pada dua jam sebelum sholat jum’at. Ia mulai dengan program studi melalui kisahkisah, pelatihan, olah raga, dan nasyid. Bila sholat hampir tiba, dengan berbaris mereka keluar menuju masjid. Disana sang ustadz mengenalkan kepada anak-anak itu cara berwudhu dan sholat secara praktek. Adapun metode yang diterapkan dalam pendidikan spiritual dan moral disekolah ini dilakukan melalui: 170

71:2002,‫اإلمام الشهيد حسن البنا‬

108


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

1) Metode Praktek Praktek ibadah (bersuci,wudhu,sholat,puasa bagi anak-anak yang telah mampu) juga membentuk kebiasaan-kebiasaan moral yang terpuji. Misalnya, aksi kebersihan,menyantuni orang-orang miskindan kaum dhuafa’. 2) Metode Kisah. Kisah- kisah yang sesuai dengan anak- anak berusia 7 tahun hingga baligh. Ustadz harus memperhatikan aspek–aspek edukatif dalam pemaparannya. Mulai dari kisah-kisah daerah hingga kisah-kisah nasional yang diorientasikan kepada penanaman jiwa kebanggaan dalam sejarahnya. Setelah itu, diberi kisah-kisah Islami dengan segala ragamnya, mulai dari sirah Nabi saw, kisah para sahabat, perang penaklukan, kisah pahlawan kecil dan sebagainya. 3) Metode Anasyid Nasyid-nasyid yang berorientasi kepada penguatan jiwa keagamaan, menanamkan sifat-sifat utama dan rasa patriotisme. Nasyid yang diajarkan banyak macamnya, ada nasyid religius, patriotik, moral, dan etika, kebersamaan tentang alam dan tentang keindahan. Pembina harus mengikuti metode pengajaran tertentu dalam mengajar anak-anak. 4) Metode Hiwar Drama dan dialog, yakni dengan mengutip penggalan kisah yang telah ditunjukkan sebelumnya atau penggalan nasyid atau cerita yang dibuat khusus untuk diperagakan anak-anak. 5) Metode Hafalan Mahfudhat (hafalan). Ini dimaksudkan untuk menimbulkan pengaruh tertentu, bukan untuk membebani. Materi hafalan bekisar pada surat- surat Al–Qur’ an dan hadits–hadits nabi, serta nastid-nasyid pilihan, yang dapat mendorong pada keutamaan-keutaman akhlak. 2) Metode Nasehat Metode nasehat ini dilakukan dengan mengadakan program yaum an-nashihah ( hari nasehat). Yakni penugasan kepada seorang anggota ( sekali dalam sepekan) untuk mengunjungi anggota yang lain dalam rangka memberi nasehat moral kepadanya. Ini dilakukan setelah mempelajari keadaannya.171 Hal ini diungkapkan oleh Hasan AlBanna sebagai berikut:

171

Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin hal: 508

109


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

.‫ متى رأى فيه عيبًا‬,‫ ثم بعد ذلك لينصح كل منكم أخاه‬,‫وحاسبوا أنفسكم حسبًا دقيقًا على الطاعة والمعصية‬ 172

.‫ وليشكر له ذلك‬,‫وليقبل األخ نصح أخيه بسرور وفرح‬

Artinya: "Evaluasilah dirimu dengan evaluasi yang detail dalam hal ketaatan dan kemaksiatan, setelah itu hendaklah setiap kalian bersedia menasehati saudaranya yang lain begitu aib tampak padanya. Hendaklah seorang akh menerima nasehat saudaranya dengan penuh rasa suka cita dan ucapkan terima kasih padanya."

PENUTUP Metode pendidikan moral Al-Banna Sistem pendidikan Madrasah Hasan Al– Banna ,memandang aspek moral (akhlak) sebagai aspek yang terpenting yang dianggap sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Bahkan Hasan Al-Banna menganggapnya sebagai “tongkat komando perubahan”. Karena tidak mungkin seorang yang alim dan luhur kedudukannya bisa mempunyai kedudukan dan kenfaatan dimata manusia dan Allah SWT jika tidak dibarengi dengan Moral (ahlak) yang bagus. Oleh karena itulah Al-Banna menganggapnya laksana tongkat komando. Jika tongkat komando tersebut berjalan kearah yang salah, maka sangatlah mungkin yang lain akan mengikuti komando yang telah digariskan.

172

382:2002,‫اإلمام الشهيد حسن البنا‬

110


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

DAFTAR PUSTAKA

Al-Banna, Hasan. 1998. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin II. Solo: Era Intermedia --------------------. 2002. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I. Solo: Era Intermedia. -------------------. 2001. Memoar Hasan Al-Banna. Solo: Era Intermedia Al-Hijazy, Hasan bin Ali Hasan. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibnul Qayyim. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Aly, Hery Noer. 1995. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos An-Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. Arifin, M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tujuan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara. Irfan, Muhammad dan HS, Mastuki. 2000. Teologi Pendidikan Tauhid sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. Jalaluddin dan Said, Usman. 1996. Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kholiq, Abdul Dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar. Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma'arif Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikwanul Muslimin. Solo: Era Intermedia. Mitchell, Richard Paul. 2005. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. Solo: Era Intermedia. Mu’adz, Abdullah. 2004. Rahasia Keberhasilan Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Depok: Bina Mitra Press Muhaimin dan Mudjib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya. --------------. 2002. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, Imam.2003. Hadits Arba’in Nawawiyah. Solo: Era Intermedia Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktek). Jakarta: Ciputat Press. 111


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Qordhawi, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta: Bulan Bintang. Saefuddin. 1987. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan. Supriyatno, Triyo. 2004. Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris. Malang: P3M dan UIN Malang.

Untung, Muhammad Slamet. 2002. Muhammad Sang Pendidik. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. ‫ دارالبيان العربي‬:‫ القاهره‬,‫ مجمو عة رسائل‬,2002 ,‫اإلمام الشهيد حسن البنا‬

112


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (Sebuah Ikhtiar untuk mewujudkan INKAFA sebagai Center of Arabic and Turath Development) Oleh: M. As’ad Nahdly Abstrak : Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) merupakan Center of Knowledge khususnya pengetahuan keagamaan, lebih khusus lagi PTAI merupakan center of Islamic Knowledge, penguasaan pengetahuan keislaman membutuhkan berbagai device supporting diantaranya pengetahuan bahasa asing, sehingga pengetahuan tentang bahasa asing merupakan kapital yang sangat berarti, apalagi bahasa Arab merupakan bahasa pengantar sebagaian besar khazanah pengetahuan keislaman. PTAI sepatutnya beroreintasi pada kedalaman kajian keislaman bukan hanya melakukan kajian yang sederhana, maka kedalaman kajian keislaman akan mudah terwujud dengan penguasaan bahasa Arab. Untuk mewujudkan penguasaan bahasa Arab yang ideal perlu dilakukan penguatan pembelajaran bahasa Arab dan strategi-strategi cerdas.

PENDAHULUAN Penguasaan bahasa Arab diantaranya dapat diperoleh melalui belajar secara mandiri, belajar dari lingkungan, dan melalui proses pembelajaran. Dari ketiga jalur tersebut jalur proses pembelajaran bahasa Arab merupakan yang dominan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. pembelajaran bahasa Arab akan sangat menentukan kemampuan seseorang berbahasa Arab, dan pembelajaran bahasa Arab yang berkualitas tentu akan mendorong pada penguasaan bahasa Arab yang mantap. Pembelajaran bahasa Arab dilakukan dilakukan di seluruh jenjang pendidikan, khususnya di satuan pendidikan agama Islam mulai dari taman kanak-kanak ataupun raudlatul athfal sampai jenjang pendidikan tinggi. Berbagai ikhtiar untuk melakukan pembelajaran bahasa Arab yang berkualitas terus dilakukan, agar bahasa Arab dapat dikuasai oleh peserta didik. Ikhtiar tersebut juga dilakukan oleh Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Gresik, sebagai salah satu PTAI yang berada di lingkungan pesantren tepatnya di Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Suci Manyar Gresik dan di bawah pembinaan Yayasan Mambaus Sholihin Suci Manyar Gresik yang mengembangkan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris, dimana seluruh santri yang menetap di pesantren tersebut harus menggunakan bahasa Arab atau Inggris dalam komunikasi kesehari-hariannya, INKAFA sebagai bagian dari Mambaus Sholihin harus adaptif dengan nilai-nilai yang diberlakukan di pesantren termasuk pengembangan bahasa asing, maka dari itu INKAFA sangat care terhadap keberlangsungan dan pengembangan bahasa Arab di pesantren, bahkan mahasiswa INKAFA merupakan muharrik atau penggerak kehidupan dan keberlangsungan lingkungan kebahasaan di pesantren. Berangkat dari berbagai hal akhirnya 113


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

INKAFA meneguhkan dirinya sebagai Center of Arabic and Turats Development. Peneguhan tersebut kemudian dibreakdown dalam berbagai kegiatan dan pembentukan lembaga sebagai bentuk jaminan mutu alumni, diantaranya dengan dilahirkannya Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK). Lahirnya Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK) yang mendukung pengembangan bahasa Arab merupakan bagian dari strategi penguatan pembelajaran bahasa Arab di INKAFA, dua lembaga tersebut memberikan kontribusi yang luar biasa dalam pengembangan bahasa Arab mahasiswa di INKAFA khusunya penguasaan skill berbahasa dan pemahaman kitab-kitab Arab klasik. Perjalanan dua lembaga tersebut tidak selalu mulus, dari beberapa evaluasi muncul beberapa problem, diantaranya tersebarnya santri mahasiswa di beberapa asrama, padatnya kegiatan pesantren, miskinnya referensi-referensi Arab, bahan ajar yang menjenuhkan, minimnya fasilitas pendukung, media pengajaran yang klasik dan kurang variatif, dan lain sebagainya. Problematika semacam itu juga dialami dalam pembelajaran materi-materi yang berhubungan dengan bahasa Arab dan pembelajarannya di program studi Pendidikan Bahasa Arab, seperti pembelajaran Linguistik dan cabang-cabangnya dan materi pembelajran bahasa Arab. Nah, adanya Bantuan Penguatan Pembelajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) Direktorat Pendidikan Tinggi Islam. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI merupakan angin segar bagi INKAFA untuk menjawab berbagai problematika yang dihadapi, mengurai berbagai keruwetan problem yang dialami. Makalah sederhana ini mencoba sedikit menguraikan tentang upaya-upaya INKAFA untuk memperkuat pembelajaran bahasa Arab agar cita-cita luhurya menjadi Center of Arabic and Turats Development terwujud STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan pembelajaran di dalam kelas sedemikian rupa menarik, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. 173 Strategi dalam pembelajaran mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mengantar pembelajaran, pembelajaran untuk mahasiswa yang mempunyai kemampuan excellent idealnya dibedakan dengan mahasiswa beginer dalam belajara bahasa Arab, dan hal inibagian dari strategi pembelajaran bahasa Arab.

173

W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar (jakarta: Grasindo, 2002), 2

114


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Definisi Psikolog tentang pembelajaran lebih luas dibandingkan dengan orang awam yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah apa yang dilakukan di sekolah atau madrasah. Faktanya masing-masing dari kita tidak berhenti “pergi ke sekolah atau madrasah�. Pembelajaran terjadi setiap waktu. Oleh karena itu, definisi pembelajaran yang secara umum dapat diterima adalah setiap perubahan perilaku yang yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. 174 Definisi ini sangat dekat dengan pola pendidikan di pesantren, konteks pengembangan bahasa Arab di pesantren dengan pembentukan lingkungan berbahasa memberikan pengalaman yang otomatis juga merupakan pembelajaran, bahkan lingkungan berbahasa mempunyai peranan yang sangat kuat dalam penguasaan skill berbahasa terlebih skill berbicara. Hamzah B. Uno mendefinisikan Strategi pembelajaran sebagai suatu cara yang akan dipilihdan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan siswa menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan pembelajaran.175 Dari berbagai definisi yang diuraikan, strategi pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu ilmu atau seni atau cara yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab baik melalui pembelajaran secara formal di dalam ruang pembelajaran maupun dengan memberikan pengalaman untuk mempermudah pembelajar sehingga pembelajar mampu memahami dan menguasai materi bahasa Arab secara efektif dan efisien. Ada lima Prinsip pembelajaran bahasa Arab yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Prioritas atau mendahulukan yang utama, 2) ketepatan, 3) tahapan atau tadarruj, 4) aspek motifasi, 5) baku dan mendasar.176 Prinsip-prinsip ini kemudian menjadi salah sau pijakan INKAFA dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Arab, maka INKAFA melakukan pengelompokanl klasikal berdasar kemampuan input, mahasisiswa yang mempunyai kempuan lebih diakomadsi dalam kelompok tertentu begitu juga input yang mempunyai kemampuan medium dan untuk pemula. Pemilihan materi juga berbeda untuk masing-masing kelompok, untuk input yang mempunyai kemampuan lebih akan disesuaikan dengan materi yang cukup tinggi pula. Dan motifasi dan ketepatan orientasi pembelajar merupakan juga menjadi perhatian dalam pengembangan bahasa Arab.

174

Robbin Pearson, Perilaku Organisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 69 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang aktif (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 3 176 Kamal Ibrahim dan Mamduh Nur al-Din, Usus Ta’lim al-Lughah al-Ajnabiyyah li al-Daurat al-Tarbiyah alMukathafah (Jakarta: Jamiah al-Imam Muhammad bin Sa’ud al-Islamiyah bi Indonesia, 1407 H), 3 175

115


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

EKSISTENSI

PENDIDIKAN

BAHASA

ARAB

DAN

PROBLEMATIKA

PEMBELAJARANNYA 1.

Orintasi pembelajaran bahasa Arab Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan sejak kecil, muali dari pra taman

kanak-kanak atau kalau ditarik mundur secara real di banyak rumah sudah diajarkan sejak seorang mulai mampu berbicara hingga perguruan tinggi. Berbagai potre penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk mengembangkan sitem dan mutunya. Secara teoritis, paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa Arab sebagai berikut: a.

Orientasi religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-maqru’). Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca) dan dapat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis)

b.

Orientasi akademis, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istima’, kalam, qira’ah, dan kitabah). Orinetasi ini cenderung menempatkan bahasa Arab sebagai disiplin ilmu atau obyek studi yang harus dikuasai secara akademik. Orientasi ini biasanya identik dengan studi bahasa Arab di konsentrasi bahasa Arab,

c.

Orientasi profesional/paraktis dan pragmatis, yaitu belajar Arab untuk kepentingan profesi, praktis dan pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhadatsah) dalam bahasa Arab untuk menjadi TKI, diplomat, turis misi dagang atau untuk melanjutkan studi di salah satu negara Timur Tengah

d.

Orientasi idelogis dan ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme imperialisme, dan sebagainya. Orientasi ini terlihat dari dibukanya kursus bahasa Arab di negara-negara barat177 Orientasi pembelajaran bahasa Arab tersebut, menjadi pertimbangan tersendiri dalam

penentuan arah tujuan pembelajaran, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab akan berbeda tujuan pembelajarannya dengan mahasiswa program studi yang lainnya, karena mahasiswa PBA mengingat target mahasiswa paling tidak akan melahirkan guru pengajar bahasa Arab profesional, peneliti bahasa & sastra, pemandu wisata atau yang lainnya.

177

Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) 89-90

116


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

2.

Tantangan pendidikan bahasa Arab Bahasa Arab di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mesir, Syiria, Iraq, Yordania, Qatar,

Kuwait, dapat dibedakan menjadi dua ragam, yaitu Arab Fushha dan Arab Amiyyah. Keduanya digunakan dalam realitas sosial dengan konteks dan nuansa yang berbeda. Bahasa Arab Fushha digunakan dalam forum resmi (kenegaraan, ilmiyah, akademik, jurnalistik, termasuk khutbah), sedangakan bahasa Arab Amiyyah digunakan dalam komunikasi tidak resmi, intra personal dan dalam interaksi sosial di berbagai tempat (rumah, pasar, kantor, bandara dan sebagainya). Frekuensi dan tendensi penggunaan bahasa Arab Amiyyah tampaknya lebih sering dan lebih luas, tidak hanya di kalangan masyarakat umum, melainkan juga kalangan masyarakat terpelajar dan pejabat (jika mereka komunikasi dengan sesamanya). Mereka baru menggunkan bahasa Arab fushha jika dengan penutur dari kalangan mereka. Sementara itu, di Indonesia, kita cenderung hanya mempelajari bahasa Arab fushha, dengan rasionalitas bahwa bahasa Arab fushha itu merupakan bahasa teks-teks Arab baik yang klasik ataupun yang mu’ashirah. Ini akan berimplikasi pada implemantasi skill berbicara bahasa dengan penutur bahasa Arab, saat pembelajar berhadapan langsung dengan native speaker bahasa Arab dimungkinkan akan tidak mampu berbicara dan memahami penutur asli dengan baik, sehingga akan berdampak pada stigma bahwa belajar bahasa Arab fushha kurang aplikatif, karena hanya berorientasi pada untuk memahami teks Arab dan bertutur dalam forum-forum resmi, padahal intensitas forum-forum resmi kalah dengan dengan pertemuan non formal. PROFIL INKAFA 1.

Sejarah INKAFA Pondok Pesantren Mamba’us Sholihin (PPMS) Suci Kec. Manyar Kab. Gresik Propinsi

Jawa Timur dirintis oleh KH. Abdullah Faqih pada tahun 1967, dan dilanjutkan oleh putra beliau KH. Masbuhin Faqih. Pemberian nama pondok pesantren oleh KH. Utsman al-Ishaqi dengan nama Mamba’us Sholihin yang berarti sumbernya orang-orang sholeh. Secara geografis PPMS berada di sebelah utara kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik, dan ke arah utara sekitar 2 km dari terminal Bunder Gresik. Berkat do’a restu dan dukungan para kiyai- kiyai (KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Usman Al-Ishaqi, KH. Abdul Hamid Pasuruan., KH. Ahmad Marzuqi, dan KH. Adullah Faqih Langitan Tuban) serta para Habaib dan Kyai yang telah menginjakkan kaiki di PPMS, maka pondok ini berkembang dengan pesat, hingga saat ini memiliki 5.514 santri dari berbagai propinsi di Indonesia. Kurikulum yang dikembangkan di pondok ini perpaduan dari tiga pondok pesantren, yaitu secara organisasi kemasyarakatan dan ketrampilan penguasaan bahasa arab dan inggris menerapkan kurikulum pondok modern Gontor untuk itu para santri diharuskan berbahasa Arab dan Inggris dalam percakapan sehari – hari. Untuk pembelajaran kitab-kitab salaf 117


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

menerapkan kurikulum pondok pesantren Langitan Tuban dan pelaksanaan ubudiyah ala pondok pesantren Raoudlotul Mutaallimin Sawapolo Surabaya. Internal pengelolah PPMS mulai dari guru-guru senior yang telah mengabdikan diri puluhan tahun lamanya dan juga pengasuh mempunyai pemikiran dan kajian yang cukup mendalam, bahwa untuk memenuhi visi dan misi PPMS dan juga memperhatikan amanah yang dibebankan oleh para wali santri, tidaklah cukup santri yang mondok di PPMS hanya sampai lulus Madrasah Aliyah saja. Walaupun kualitas lulusannnya tidak diragukan lagi, hal ini dapat diketahui melalui data alumni yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan mulai dari tingkat MI, MTs, bahkan banyak yang mengabdi di Madrasah Aliyah.

Bagitu juga lulusan yang melanjutkan

diberbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta, lulusan Madrasah Aliyah Mamba’us Sholihin kualitasnya cukup mendominasi. Ketidakpuasan pengasuh dan para pembantu-pembantunya semakin tinggi, jika melihat perkembangan zaman pada era globalisasi ini yang luar biasa cepatnya. Pada era globalisasi ini, kualitas sumber daya manusia sangatlah menentukan keberhasilan seseorang, masyarakat, bangsa dan negara. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang membantu negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan sekaligus mendapat amanat dari para wali santri mempunyai peranan yang sangat besar untuk menyiapkan santri yang mampu bersaing di era globalisasi ini. Ketidak puasan ini bukan hanya berasal dari internal pengelolah pesantren, akan tetapi juga berasal para wali santri dan para santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan Malaysia. Mereka juga beranggapan tidaklah cukup para santri di Pondok Pesantren ini hanya mengenyam pendidikan formal sampai Madrasah Aliyah saja,

Bahkan para wali santri banyak

yang mengusulkan kepada KH Masbukhin Faqih untuk mendirikan perguruan tinggi di Pondok Pesantren ini. Alasannya adalah agar ilmu yang didapat dari Madrasah Aliyah di Mamba’us Sholihin yang kurikulumnya perpaduan antara kurikulum Nasional dan kurikulum pesantren ala Mambaus Sholihin dapat berkelanjutan sampai di Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan, kalau santri dari Madrasah Aliyah di Mamba’us Sholihin melanjutkan di luar pesantren, kurikulumnya tidak berkesinambungan dan kurang memperhatikan karakter bahkan kepribadiannya semakin turun. Di sisi lain latar belakang wali santri dan masyarakat di sekitar pesantren yang banyak dari golongan menengah ke bawah sangat menginginkan anaknya bisa kuliah dengan biaya yang tidak terlalu tinggi dan mutunya bagus, dapat memelihara keluhuran budi pekerti, serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja dan atau tenaga pembangunan daerah asalnya yang memiliki kualifikasi akademik dan keilmuan kepesantrenan yang memadahi. Ini dapat terlaksana jika perkuliahan berada di lingkungan pesantren. Dari berbagai hal yang mendasari tersebut di atas, maka sangat diperlukan

untuk

didirikannya Perguruan Tinggi di lingkungan pondok pesantren Mamba’us Sholihin dengan nama 118


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

“Institut Keislaman Abdullah Faqih“ (INKAFA) dengan 6 program studi S1 meliputi 4 (empat) fakultas dan 6 (enam) jurusan, fakultas Tarbiyah dan telah mendapatkan SK izin operasional dari Ditjen Bagais Depag RI No. : Dj.II/185/2003 tanggal 10 Juni 2003. Dan mendaptkan SK perpanjangan dari Dirjen Pendis Depag RI. Dengan No. Dj.I/385/2008 tanggal 27 Oktober 2008. Dan kemudian selain prodi Ahwal al-Syakhshiyyah diperpanjang lagi dengan SK untuk masing program studi dengan rincian Izin Prodi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Mu’amalat, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Tafsir Hadits dengan SK Dirjen Pendis Depag RI No. : Dj.I/867/2010 tanggal 06 Desember 2010. Kemudian, dalam perjalanannya prodi-prodi Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Gresik telah menupayakan akreditasi Program studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) divisitasi tanggal 23-25 September 2011 dan terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor 032/BAN-PT/AkXIV/S1/X/2011 ditetapkan tanggal 21 Oktober 2011, kemudian secara berangsur diikuti program studi - program studi yang lain, program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) divisitasi tanggal 3-5 Oktober 2011 dan telah terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor 035/BAN-PT/AkXIV/S1/XI/2011 ditetapkan tanggal 4 Nopember 2011, program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam dilakukan asesmen lapangan akreditasi pada tanggal 9-11 Maret 2012, program studi Muamalah dilakukan penialaian lapangan pada tanggal 10-12 Maret 2012, dan program studi Ahwal al-Syakhshiyyah dilaksanakan visitisa akreditasi pada tanggal 16-18 Maret 2012 ketigaketiganya terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor 004/BAN-PT/Ak-XV/S1/IV/2012 ditetapkan tanggal 27 April 2012 dan 17-19 Juni 2012 dilakukan asesmen lapangan akreditasi program studi Tafsir Hadith. 2.

Fakultas dan Program Studi Ada empat fakultas dan 6 (enam) program studi Sarjana (S1) di INKAFA, dengan rincian

sebagai berikut : No 1

Fakultas Tarbiyah

2

Syariah

3

Dakwah

4

Ushuluddin

Program Studi S1 Pendidikan Agama Islam

Status Akreditasi Terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor 032/BAN-PT/AkXIV/S1/X/2011 Pendidikan Bahasa Arab Terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor 035/BAN-PT/AkXIV/S1/XI/2011 Ahwal Al-Syakhshiyyah Terakreditasi dengan SK BAN-PT nomor Muamalah Komunikasi & Penyiaran 004/BAN-PT/AkXV/S1/IV/2012 Islam Tafsir Hadith Telas divisitasi 119


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

akreditasi pada tanggal 17-19 Juni 2012 3.

Sarana Khusus yang berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Arab Diantara sarana khusus yang digunakan sebagai pendukung berbagai kegiatan pembelajaran

antara lain: No. Nama 1 Laboratorium Bahasa

Ukuran 8 x 8 m2

2

Laboratorium Mikroteaching

8 x 8 m2

3 4 5 6 7

Laboratorium ICT Laboratorium Komputer Hotspot Musholla Studio Radio

8x8 5x5m2 2 MB 91 x 95 m 2 6x6m2 120

Rincian 1 buah Master control, 1 paket Komputer Master, 1 buah Meja master, 24 buah Meja clien, 1 buah Master tape deck, 25 Headset, 1 buah Kursi master, 24 Kursi lipat, 1 paket Room sound sistem, 1 buah LCD Proyektor, 1 buah layar LCD Proyektor, 1 UPS 3 unit kamera video, 1 LCD Proyektor, 1 layar LCD proyektor, Video Capture internal card, 1 unit Komputer editing, Video processor, 1 connecting video cable&device, 1 video recorder, 1 UPS, 1 Mixer audio, DVD player, 1 TV, 1 Video splitter, 1 TV control, 1 Portable wireless, 1 speaker room, 1 wireless microphone, 2 Air Conditioner, 1 Meja biro presentasi, 1 meja biro control, 1 kursi direktur, 20 kursi mahasiswa, 1 kursi kontrol, 1 meja TV, Almari, 1 White board, 1 sekat room 18 unit komputer 11 unit komputer 3 unit komputer, 2 unit pemancar, 1 buah


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

8

Perpustakaan

10 x 12 m2

tower tinggi 50 m, 1 paket mixer, 1 lemari, ruang talkshow 1.655 judul buku

SRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI INKAFA Sebagaimana diuraikan di atas bahwa strategi pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu ilmu atau seni atau cara yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab baik melalui pembelajaran secara formal di dalam ruang pembelajaran maupun dengan memberikan pengalaman untuk mempermudah pembelajar sehingga pembelajar mampu memahami dan menguasai materi bahasa Arab secara efektif dan efisien. Diantar Strategi penguatan pembelajaran bahasa Arab di INKAFA adalah dengan mengarrange dua lembaga, yaitu Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK). Dua lembaga tersebut saling bersinergi dalam mendorong penguasaan skill berbahasa Arab, eLTAA mendorong penguasaan empat skill berbahasa sedangkan Labbaik lebih berkonsentrasi pada kompetensi pemahaman teks-teks berbahasa Arab. Strategi penguatan pembelajaran bahasa Arab di INKAFA sebenarnya diklasifi dalam dua macam, penguatan pembelajaran untuk seluruh mahasiswa INKAFA dan penguatan pembelajaran untuk mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab, untuk mewujudkan INKAFA sebagai Center of Arabic and Turats Development dan menimbang kebutuhan pengusaan bahasa Arab untuk kedalaman kajian keislaman merupakan alasan yang kuat untuk dilakukannya penguatan tersebut. Pengelolaan penguatan pembelajaran bahasa Arab mula-mula diawali dengan perencanaan, kegiatan perencanaan meliputi beberapa hal, diantaranya analisis kebutuhan mahasiswa pada penguasaan bahasa Arab, penentuan materi pendukung, klasifikasi peserta dengan placement test, penataan tenaga pengajar, dan penyatuan persepsi tenaga pengajar. Setelah kegiatan pengelolaan, tahapan berikutnya adalah implementasi pembelajaran, dalam tahapan ini tenaga pengajar melakukan pembelajaran baik di ruang perkuliahan maupun di tempat lain yang membuat proses pembelajaran menyenagkan dan praktik di laboratorium bahasa atau di tempat lain misalnya ke asrama mahasiswa senior, siswa madrasah aliyah atau lainnya, dalam tahapan ini pengelola memiliki kegiatan penyediaan sarana prasarana dan pendanaan. Selanjutnya monitoring dan evaluasi, dalam tahapan ini pengelola melakukan monitoring lecturing dan praktik yang dilakukan oleh tenaga pengajar. Adapun evaluasi meliputi evaluasi yang dilakukan tenaga pengajar baik setiap kali menyelesaikan pembahasan maupun evaluasi di

121


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

penghunjung program. Dan pada setiap penghunjung program dilakukan evaluasi agar dijadikan pijakan pengenmbangan dalam tahun berikutnya. untuk lebih detailnya kita lihat tabel berikut: No Kegiatan 1 Perencanaan

2

Implementasi

3

Monitoring dan evaluasi

Rincian Kegiatan Need assesment/analisis kebutuhan mahasiswa Penentuan materi pendukung

Pelaksana Pengelola & Tenaga Pengajar Pengelola & Tenaga Pengajar Klasifikasi peserta dengan placement Pengelola test Penataan tenaga pengajar Pengelola Penyatuan persepsi tenaga Pengelola pengajar Lecturing/pembelajaran baik dalam Tenaga pengajar ruang kuliah atau Praktik di laboratorium atau tempat lainnya Penyediaan sarana prasaran yang Pengelola dibutuhkan Pendanaan Pengelola Pengawasan kegiatan lecturing dan Pengelola praktik Evaluasi pembelajaran Tenaga pengajar & pengelola Penerbitan sertifikat pengelola Evaluasi capaian pembeljaran dan Pengelola & problematika Tenaga Pengajar

Ada dua klasifikasi penguatan pembelajaran bahasa, pertama: kegiatan yang di kelola oleh Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) yang diejawantahkan dalam kegiatan kursus intensif bahasa Arab dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK) yang dimanifestasikan dalam bimbingan kitab kuning dan al-Qur’an, kedua: penguatan pembelajaran untuk mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab, detail dua program tersebut sebagai beriku: a.

Penguatan pembelajaran untuk seluruh mahasiswa INKAFA

No Jenis Kegiatan 1 Kursus Intensif Bahasa Arab

Rincian Strategi Kegiatan ini  Program ini diperuntukkan dikelola oleh suatu untuk seluruh lembaga yang mahasiswa pada dinamakan Lajnah semester 1 dan 2 Tarqiyyah al-lughah dengan al-Arabiyah menggunakan (eLTAA), dan kitab al-Arabiyyah terakomodasi li al-Nasyiin dalam mata kuliah wajib dengan 122

Target  Mahasiswa mahir berkomunika si dengan bahasa Arab baik tulis maupun lisan  Mahasiswa mampu memahami


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

 

 2

Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning

beban 6 sks teks-teks Arab Pembelajaran dilakukan tiga kali dalam seminggu Pembelajaran dilakukan secara klasikal dengan tiga kategori: 1. kelas untuk mahasiswa dengan kemampuan Excellent, 2. kelas untuk mahasiswa dengan kemampuan sedang, 3. kelas untuk mahasiswa dengan kemampuan kurang. Klasifikasi tersebut didapat setelah dilakukan placement test. Materi ajar tentu berbeda antara 1 kategori dengan kategori lain Tempat Pembelajaran bebas (dapat dilakukan di ruang perkuliahan atau di tempat lain sekitar pesantren seperti musholla, kebun atau lainnya) Pada penghujung kegitan dilakukan tes dan bagi yang tidak lulus harus mengikuti kursus intensif tahun berikutnya Bagi yang Lulus tes akan diberi sertifikat Bimbingan baca  Mahasiswa kitab dilakukan mahir klasikal setelah membaca dilakukan tes dan memahami Bimbingan baca teks-teks kitab dilakukan Arab tiga kali dalam seminggu  Mahasiswa 123


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

 Kitab utama yang digunakan dalam bimbingan baca kitab adalah Fath al-Mu’in adapun kitab pendukung dipasrahkan instruktur  Metode pembelajaran baca kitab menggunakan metode bandongan dan sorogan  Bagi mahasiswa yang dipandang layak untuk mengikuti tes baca kitab direkomendasikan oleh instruktur  Bimbingan ini dikelola oleh Lembaga Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK)  Setiap mahasiswa harus hafal surat al-Kahfi, yasin, alwaqiah, al-Mulk dan Juz Amma  Khusus untuk bimbingan hafalan al-Qur’an diikuti oleh mahasiswa yang berminat  Bagi mahasiswa yang lulus tes akan diberi sertifikat

mahir membaca dan memahami al-Qur’an  Mahasiswa penghafal surat alKahfi, yasin, al-waqiah, alMulk dan Juz Amma  Mahasaiswa penghafal alQur’an 

b. Penguatan pembelajaran untuk mahasiswa Prodi PBA INKAFA No Jenis Kegiatan 3 Skill bahasa Arab (Istima’, Muhadtsah,

Rincian Strategi Pembelajaran  Pembelajaran skill bahasa Arab sering dilakukan di hanya Laboratorium 124

Target  Mahasiswa mampu menguasai


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

Insya, Qiraah)

diperuntukkan mahasiswa program studi Pendidikan bahasa Arab

4

Ilmu Pendukung bahasa Arab (Ilm al-Nahw, Ilm al-Sharf, Balaghah)

Pembelajaran  Ilmu Pendukung bahasa Arab hanya  diperuntukkan mahasiswa program studi Pendidikan  bahasa Arab

5

Ilmu kebahasaan (Ilm al-Lughah dan cabangcabangnya)

Pembelajaran  Ilmu kebahasaan hanya diperuntukkan  mahasiswa program studi Pendidikan bahasa Arab 

6

Pengajaran Bahasa Arab (Metode pengajaran, Strategi pengajaran, Pengembangan kurikulum, Evaluasi pembelajaran, perencanaan pembelajaran

Pembelajaran yang terkait dengan Pengajaran Bahasa Arab hanya diperuntukkan mahasiswa program studi Pendidikan bahasa Arab

Keahlian alternatif Bahasa Arab (Tarjamah, Khat,

Pembelajaran  Keahlian alternatif Bahasa Arab hanya 

7

 

Bahasa Bahan ajar dikelola secara utuh oleh dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran dilakukan menurut penyebaran mata kuliah yang ditentukan Pembelajaran sering dilakukan di ruang perkuliahan Bahan ajar dikelola secara utuh oleh dosen yang bersangkutan Pembelajaran dilakukan menurut penyebaran mata kuliah yang ditentukan Pembelajaran sering dilakukan di ruang perkuliahan Bahan ajar dikelola secara utuh oleh dosen yang bersangkutan Pembelajaran dilakukan menurut penyebaran mata kuliah yang ditentukan Pembelajaran sering dilakukan di ruang perkuliahan Bahan ajar dikelola secara utuh oleh dosen yang bersangkutan Pembelajaran dilakukan menurut penyebaran mata kuliah yang ditentukan Pembelajaran sering dilakukan di ruang perkuliahan Bahan ajar dikelola 125

skill bahasa Arab

 Mahasiswa mampu memahami teks-teks Arab

 Kritikus Sastra dan linguis Arab

 Pengajar bahasa Arab yang profesional

 Penerjemah profesional  Penulis mushaf


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

pariwisata)

diperuntukkan mahasiswa program studi Pendidikan bahasa Arab

secara utuh oleh kaligrafer dosen yang  Pemandu bersangkutan wisata  Pembelajaran dilakukan menurut penyebaran mata kuliah yang ditentukan dan merupakan materi pilihan mahasiswa

Tenaga Pengajar Tenaga pengajar bahasa Arab, baik kursus intensif yang dikelola oleh eLTAA, pengajar skill bahasa Arab, pengajar materi yang berkaitan dengan pengajaran bahasa Arab, dan materi kebahasaan (Arab) di INKAFA sebagai berikut: No .

1

2

Nama

Mohammad Makinuddin,M. Pd.I

H. Ahmad Saikhu,MA

Tempat tanggal lahir

Gresik, 04 Juli 1978

Lamongan, 8 Juni 1968

Pendidikan Akhir

Keterangan

S1 Pendidikan Bahasa Arab STIT Raden Santri Gresik

S2 Pengajaran Bahasa Arab IAIN Sunan Ampel Surabaya

Pengajar Bahasa Arab, Skill Bahasa Arab & Instruktur eLTAA, pengajar materi pengajaran bahasa

S1 Bahasa Arab International Islamic University Islamabad Pakistan

S2 Bahasa Arab International Islamic University Islamabad Pakistan

126

Pengajar Bahasa Arab, Skill Bahasa Arab & Instruktur eLTAA, Pengajar materi kebahasaan


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

3

4

Moh. Zainul Fajri,M.Ag

Nurul Huda,M.Pd.I

Gresik, 12 September 1975

Lamongan, 13 Januari 1977

S1 Pendidikan Bahasa Arab STIT Raden Santri Gresik

S2 Pengajaran Bahasa Arab UIN Malang

S1 Pendidikan Bahasa Arab STIT Raden Santri Gresik

S2 Pengajaran Bahasa Arab IAIN Sunan Ampel Surabaya

 S1 STAI Bahrul Ulum Jombang

5

6

Ainul Heri Ahmad Abbas, MA

Nashrulloh,M. Th.I

Gresik, 5 Mei 1962

Surabaya, 23 Oktober 1981

 S2 fi Ta’lim alLughah alArabiyyah li ghair alNathiqina biha Universitas Khourtum Sudan  S1 fi al-Lughah al-Arabiyyah wa al-Dirasat alIslamiyyah Universitas Abu Nur Syiria  S2 Tafsir Hadith AIN Sunan Ampel Surabaya

127

Pengajar Bahasa Arab & Instruktur eLTAA

Pengajar Bahasa Arab & Instruktur eLTAA

Pengajar Bahasa Arab, Skill Bahasa Arab & Instruktur eLTAA

Pengajar Bahasa Arab & Instruktur eLTAA


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

7

8

9

10

Achmad Lubabul Chadziq,M.HI

Ah. Haris Fahrudi, M.Th.I

Muhammad Saifullah,M.Pd. I

Abdul Halim,M.HI

 S1 Qanun Universitas alAhqaf Yaman

Gresik, 25 Nopember 1976

 S2 Hukum Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya  S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lamongan, 17 Maret 1979

 S2 Tafsir Hadith AIN Sunan Ampel Surabaya

Gresik, 26 Mei 1978

 S1 Qanun Universitas alAhqaf Yaman  S2 Hukum Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya

 S1 Pendidikan Bahasa Arab STIT Raden Gresik, 8 Desember Santri Gresik 1970  S2 IAIN Sunan Ampel Surabaya

Instruktur Lembaga Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK)

Instruktur Lembaga Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK)

Instruktur Lembaga Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK) Instruktur Lembaga Bimbingan alQur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK)

SARANA PENUNJANG PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Diantara sarana khusus yang digunakan sebagai pendukung berbagai kegiatan pembelajaran antara lain: No. Nama 1 Laboratorium Bahasa

Ukuran 8 x 8 m2

128

Rincian 1 buah Master control, 1 paket Komputer Master, 1 buah Meja master, 24 buah Meja clien, 1 buah Master tape deck, 25 Headset, 1 buah Kursi master,


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

2

Laboratorium Mikroteaching

8 x 8 m2

3 4 5 6 7

Laboratorium ICT Laboratorium Komputer Hotspot Musholla Studio Radio

8x8 5x5m2 2 MB 91 x 95 m 2 6x6m2

8

Perpustakaan

10 x 12 m2

24 Kursi lipat, 1 paket Room sound sistem, 1 buah LCD Proyektor, 1 buah layar LCD Proyektor, 1 UPS 3 unit kamera video, 1 LCD Proyektor, 1 layar LCD proyektor, Video Capture internal card, 1 unit Komputer editing, Video processor, 1 connecting video cable&device, 1 video recorder, 1 UPS, 1 Mixer audio, DVD player, 1 TV, 1 Video splitter, 1 TV control, 1 Portable wireless, 1 speaker room, 1 wireless microphone, 2 Air Conditioner, 1 Meja biro presentasi, 1 meja biro control, 1 kursi direktur, 20 kursi mahasiswa, 1 kursi kontrol, 1 meja TV, Almari, 1 White board, 1 sekat room 18 unit komputer 11 unit komputer 3 unit komputer, 2 unit pemancar, 1 buah tower tinggi 50 m, 1 paket mixer, 1 lemari, ruang talkshow 1.655 judul buku

KEKUATAN & PENDUKUNG PENGUATAN PEMBAJARAN BAHASA ARAB DI INKAFA Ada beberapa kekuatan pendukung kegiatan tersebut diantara: 1.

Lingkungan bahasa, Pondok Pesantren Mambaus Sholihin merupakan pesantren yang berafiliasi dengan Pondok Modern Gontor dalam bidang bahasa, maka dari itu eksistensi 129


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

lingkungan bahasa merupakan sunnah yang terus dipelihara dan dikembangankan di lingkungan pesantren dan INKAFA. 2.

Kompetisi bahasa Arab, ada berbagai perlombaan bahasa yang dilakukan baik oleh pesantren maupun oleh pihak-pihak lain, baik tingkat regional, nasional mauun internasional, hal menjadi motifasai bagi mahasiswa untuk belajar bahasa Arab, dan dengan semangat yang kuat, dalam lima tahun terakhir INKAFA mampu membawa pulang beberapa tropi juara, diantanya:

No.

Nama Kegiatan dan Waktu Penyelenggaraan

Tingkat

Prestasi

1

Lomba Debat Bahasa Arab dalam Gebyar Bahasa 2008 UIN Malang

Jawa - Bali

Juara II

Jawa - Bali

Juara III

Jawa - Bali

Juara Harapan I

Jawa

Juara III

Nasional

Juara Umum

Nasional

Juara I

Nasional

Juara II

Nasional

Juara III

Nasional

Juara I

Nasional

Juara I

2

3

4

5 6 7 8

9

10

Lomba Pidato Bahasa Arab dalam Gebyar Bahasa 2008 UIN Malang Debat Bahasa Arab Aktual Tingkat Mahasiswa oleh Java Arabisc Expo UKM NAFILAH (Naadi Walisongo fi al-lughoh al‘arobiyyah) IAIN Walisongo Semarang Tahun 2009 Cerdas Cermat Bahasa Arab dalam Gebyar Bahasa Arab seJawa ’10 HMJ PBA/ITLA 20092010 IAIN Gunung Jati Cirebon Festival Timur Tengah di Uneversitas Indonesia Tahun 2010 Pidato Bahasa Arab, Festival Timur Tengah di Uneversitas Indonesia Tahun 2010 Pidato Bahasa Arab, Festival Timur Tengah di Uneversitas Indonesia Tahun 2010 Puisi Bahasa Arab, Festival Timur Tengah di Uneversitas Indonesia Tahun 2010 Menyanyi Bahasa Arab, Pagelaran Seni, bahasa dan Budaya Arab (PERSADA) 2011 Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Essay, Pagelaran Seni, bahasa dan Budaya Arab (PERSADA) 2011 Universitas Pendidikan 130


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

11

12

13

14 15 3.

Indonesia (UPI) Bandung Debat Bahasa Arab, Pagelaran Seni, bahasa dan Budaya Arab (PERSADA) 2011 Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Pidato Bahasa Arab, Festival Timur Tengah di Uneversitas Indonesia Tahun 2011 Lomba Pidato Bahasa Arab pada Festival Masjid Bersejarah & Keraton Tingkat Asia Tenggara 2009 Lomba Debat bahasa Arab Pekan Arabi Universitas Negeri Malang 2011 Lomba Debat Bahasa UIN Maliki Malnag 2011

Nasional

Juara I

Nasional

Juara III

Internasional

Juara I

Nasional

Juara II

Internasional

Juara III

Asrama mahasiswa, keberadaan asrama mahasiswa mempermudah pengembangan bahasa Arak baik dalam pengkondisian kegiatan maupun perwujudan lingkungan bahasa.

4.

Kegiatan pengajian di pesantren, pengajian di pesantren baik yang sifatnya weton dan sorogan merupakan kekuatan yang mendukun penguatan pembelajaran bahasa Arab Ada bebrapa hal yang mendukung pada penguatan pembelajaran bahasa Arab diataranya:

1.

Debat bahasa Arab, kegiatan ini dilkelola oleh sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa yang diberi nama Juhd al-Nasyi’

2.

Muhadlarah, muhadlarah merupakan kegiatan latihan berpidato dalam multilingua, bahasa Arab, Inggris, Indonesia dan Bahasa Daerah, kegiatan ini dikelola oleh organisasi santri Mambaus Sholihin

3.

Kuliah Umum dengan nara sumber penutur asli bahasa Arab, ada beberapa nara sumber yang telah memberikan perkuliahan, diataranya: Habib Umar bin Hafidz dari Yaman, Prof . Muhammad Taufiq al-Shardy dari Mesir, Prof. DR. Abdullah Baharun (Rektor Universitas al-Ahqaf Yaman, Habib Zein bin Smith dari Madinah, Habib Muhammad bin Sholih alAththas Yaman, Habib Abdur Rahman bin Ali al-Masyhur, Profesor Ibrahim Nurain Ibrahim Rektor Jamiah al-Qur’an al-Karim wa al-Ulum al-Islamiyah Sudan dan lain sebagainya

4.

Pengajar dari Native Speaker Arab, sejak tahun 2005 samapi tahun 2011 ada satu sampai dua pengajar dari Mesir, batuan dari kerjasama Kemenag RI dan pemerintah Mesir

5.

Rahah, rahah merupakan kegiatan tadarrus kitab-kitab klasik, kegiatan rahah ini meliputi tadarrus kitab Shahih Bukhari pada setiap bulan Rajab dan tadarrus Ihya’ Ulumuddin yang dilakukan seiap hari Jum’at 131


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

6.

Penerbitan buletin berbahasa Arab, setiap sebulan sekali diterbitkan buletin berbahasa Arab, buletin ini diberi nama Syu’batuna dan dikelola oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Institut.

Kendala Penguatan Pembelajaran Bahasa Arab Dari evaluasi yang dilakukan pengelola bersama para tenaga pengajar baik di Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK), dan tenaga pengajar materi yang berhubungan dengan ilm bahasa Arab dan pengajarannya, ada beberapa kendala yang dihadapi, diantara: 1.

Sedikitnya referensi kepustakaan yang, ini merupakan kendala yang dapat menghambat penguasaan bahasa Arab yang mendalam, apalagi kajian tentang ilmu-ilmu bahasa Arab dan pembelajarannya yang relatif membutuh referensi kepustakaan yang lumayan banyak

2.

Terbatasnya media pembelajaran, laboratorium yang terbatas, kapasitas internet yang limited, dan belum adanya TV LED yang dipasang di beberapa titik di kampus yang menayangkan program televisi berbahasa Arab

3.

Asrama mahasiswa yang terpencar, saat ini asrama mahasiswa yang ada masih berpencar di beberapa asrama, sehingga sedikit mempersulit dalam mobilisasi

4.

Terbatasanya bahas ajar, bahan ajar kursus intensif bahasa Arab bersumber dari al-Arabiyyah li-al-Nasyiin dan beberapa kitab dan majalah berbahasa Arab dan dibantu beberapa kitab bahasa yang lain seperti al-Arabiyyah baina Yadaik, Al Arabiyah bi al Namadzij, Al-Arabiyyah Jisr Li Al-Tsaqafah Al-Islamiyyah. Namun itu masih sebatas untuk pegangan sebagian tenaga pengajar, mahasiswa belum dapat mengkases karena belum mampu dalam pengadaan.

PENUTUP Ada beberapa kekuatan yang mendukung INKAFA sebagai Center of Arabic and Turats Development, antara lain: 1.

Sebanyak 96 % mahasiswa INKAFA berdiam di Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, sehingga memudahkan pengkondisian mahasiswa dan terbentuknya lingkungan berbahasa

2.

Kegiatan-kegiatan di pesantren berorientasi pada penguatan pengembangan Turats (Kitab kunig atau kitab Arab) sehingga kegiatan di kampus dan pesantren bersinergi

3.

Penguatan pembelajaran bahasa Arab yang terstruktur dalam dua lembaga: Lajnah Tarqiyyah al-lughah al-Arabiyah (eLTAA) dan Lembaga Bimbingan al-Qur’an dan Kitab Kuning (LABBAIK) yang masing-masing melengkapi dalam sisi skill kebahasaan

4.

Tenaga pengajar bahasa Arab yang mayoritas mempunyai kualifikasi akademik Pendidikan bahasa Arab, bahkan sebagian besar merupakan lulusan Timur Tengah dimana bahasa Arab

132


MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

menjadi bahasa komunikasi, sehingga dalam hal bertutur dengan bahasa Arab menjadi hal yang biasa 5.

Tenaga pengajar pemahaman teks-teks Arab yang diejawantahkan dalam LABBAIK merupan tamatan pesantren-pesantren salafiyah dan berkualifikasi akademik magister.

133


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.