CONTENTS Contents …………………..…………………………………………………………….2 From MECO with love........….……………..…………………………………………..3 [Issue 1] ...…………………….………………………………………………………...4 [Issue 2] ……………………….………………………………………………………..6 [Issue 3] …………………………….…………………………………………………..8 MECOmeongs~ .………………………………………………………………………10
FROM MECO WITH LOVE Assalamualaikum Wr.Wb Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat membagikan ilmu kepada teman-teman semua lewat salah satu kegiatan MECO MMSA UMY yaitu “MEDICAL ISSUE UPDATE� . Dalam Medical Issue Update ini berisi tentang isu-isu kedokteran yang sedang hangat dibicarakan. Kita sebagai mahasiswa kedokteran tentunya tidak selalu fokus pada penyakitpenyakit saja namun banyak hal yang bersinggungan dengan profesi kita. Oleh karena itu kami berharap bahwa kajian ini memberikan anda sekalian pengetahuan dan keingintahuan lebih mengenai permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan kedokteran. Kami selaku author dan editor kajian ini, mengucapkan banyak terimakasih sudah meluangkan waktu anda untuk membaca. Dan mohon maaf apabila banyak kesalahan dan kekurangan. Sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah semata. Wassalamualaikum Wr. Wb. Author
Medical Education on Committee
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER LAYANAN PRIMER DAN IMPLIKASINYA PADA DINAMIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DI INDONESIA
Laporan tahunan WHO: Primary Health Care:Now More Than Ever. Pada tahun 2008 menyatakan secara legas bahwa Negara dengan layanan kesehatan primer yang kuat dan mumpuni mampu menciptakan system layanan kesehatan yang tidak hanya bermutu, namun hemat dalam pembiayaannya. Pemerintah Indonesia sebagaimana tercermin dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah sadar sepenuhnya dengan peran didtrm pelayanan primer yang vital dalam memenuhi hajat sehat masyarakat luas. Hampir 10 tahun yang diperlukan untuk mempersiapkan 1 januari 2014. Jaminan kesehatan nasional (JKN) salah satu bentuk implementasi SJSN, secara resmi dan bertahap mulai diselenggarakan secara nasional. JKN merupakan suatu system dengan tujuan luhur agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata dan tidak diskriminatif. Berdasarkan peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 121.6 juta masyarakat Indonesia akan terlayani dan menjadi peserta JKN pada 1 januari 2014 ketika BPJS (Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial) Kesehatan pertama kali beroperasi. Untuk melayani semua pesertanya.JKN menguatkan system pelayanan berjenjang yang terdiri dari pelayanan subspesialis. JKN mengedepankan system pelayanan primer yang diharapkan mampu menjadi ujung tombak penyelenggaraan , menyelesaikan 80% permasalahan mengupayakan upaya promotif-preventif dan sekaligus mencegah kebocoran anggaran. Program JKN mengedepankan system pelayanan primer sekaligus mendayagunakan peran dokter layanan primer sebagai garda utama system pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya dokter pelayanan primer pada JKN, tentu dibutuhkan suatu daftar kompetensi terukur dokter layaanan primer yang dapat digunakan oleh BPJS.Implikasinya adalah penyesuain system pendidikan kedokteran terhadap system JKN. Pemerintah lantas berinisiatif untuk merancang produk perundangan yang salah satu tujuan nya mengakomodasi proses persiapan dan pendidikan dokter layanan primer melalui pengesahan UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran UU No 20 Tahun 2013 memperkenalkan istilah Dokter Layanan Primer sebagai strata baru pendidikan kedokteran di Indonesia. Sebagai tambahan, hanya dokter layanan primer, dokter spesialis, dan dokter subspesialis yang bisa masuk dan berada dalam system Jaminan Kesehatan Nasional. Kelak hanya dokter layanan primer dan dokter praktik umum yang telah mengikuti program yang dapat menjadi dokter-dokter penyedia pelayanan kesehatan primer. Semua dokter-dokter fresh graduated harus mengikuti pendidikan dokter layanan primer bila ingin menjadi bagian dari system sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer. Bila tidak, seorang dokter praktik umum tanpa kompetensi dokter layanan primer hanya bisa berpraktik swasta ditengah-tengah system JKN yang membuat masyarakat tak perlu membayar tiap kali berobat.
Dokter Praktik Umum dan Dokter Layanan Primer Selama ini kita acapkali dibingungkan dengan istilah berikut, dokter umum dan dokter layanan primer. Penggunaan istilah-istilah tsb sering tumpang-tindih dan overlapping. Pada UU No 20 Tahun 2013 , istilah Dokter Layanana Primer tak dideskripsikan secara rinci dan hanya diatur kembali melalui peraturan pemerintah. Penggunaan istilah ini penting , mengingat selama ini Dokter Layanan prrimer sering kali diidentifikasikan sebagai sebagai dokter-dokter lulusan fakultas kedokteran/program studi pendidikan dokter. Sementara di pasal 8 ayat 3 UU No 30 Tahun 2013 dokter layanan primer adalah jenjang baru pendidikan yang dilaksanakan setelah program profesi dokter dan program internship serta setara dengan jenjang pendidikan profesi spesialis . Program pendidikan dokter layanan hanya bisa dilakukan oleh universitas dengan akreditasi A dengan lulusan bergelar Sp.FM (Family Medicine) yang setara dengan dokter spesialis. Pada tahap awal, pendidikan dokter layanan primer akan memprioritaskan dokter yang sudah bekerja di atas lima tahun. Mereka dipersilakan ikut pendidikan dokter layanan primer tanpa harus meninggalkan tempat kerja. Lamanya pendikakan untuk DLP ini adalah tiga tahun. Ada 17 universitas yang aka membuka untuk spesialis DLP ini yaitu : Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lampung, Universitas Tarumanagara, Universitas Atmajaya, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Yarsi, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Program Dokter Layanan Primer ini bukan untuk mempersulit tapi untuk meningkatkan kompetensi dokter layanan primer( terlepas dari sistem BPJS) dan meningkatkan derajat dokter layanan primer itu sendiri termasuk dalam hal insentif dan remunerasi. Dokter layanan primer (DLP) akan mengutamakan pelayanan kesehatan tingkat primer secara komprehensif dimulai dari tindakan promotif untuk pemiliharaan dan peningkatan kesehatan serta tindakan preventif dan kuratif untuk pengobatan. Dokter layanan primer ini ada beberapa perbedaan dengan dokter umum yaitu : DOKTER LAYANAN PRIMER DOKTER UMUM 80% kompetensinya sebagai dokter keluarga Hanya kompetensi dokter umum dan 20% kesehatan masyarakat Penangan komprehensif , penelusuran lebih Penangan kuratif tanpa mencari dan lanjut mengenai penyebab penyakit pasien melakukan intervensi penyebab penyakit pasien Dikontrak BPJS Bekerja sendiri Reference : http://hmku.fkunud.com/kajian-dokter-layanan-primer/
INTERPROFESSIONAL EDUCATION Interprofessionaleducation terjadi ketika dua atau lebih multidisiplin ilmu belajar tentang praktek kolaborasi untuk meningkatkan kerjasama dan mutu pelayananaan kesehatan dari kekhawatiran (Barr, 2002). Interprofessionaleducation (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi. Interprofessionaleducation mengajarkan para tenaga medis untuk berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain dalam praktekdilapangan. Area penting dari pendidikan interprofesional adalah ketrampilan dari fasilisator, dan mempunyai wawasan tentang kolaborasi penting dikerjakan untuk pendidikan interprofesional (Gilbert, 2000). Nah, si Gilbert ini menyimpulkan bahwa fasilisator perlu dilatih untuk memberikan ketrampilan dan wawasan sebagai pengalaman dan penasihat. Fasilisatornya itu terdiri dari tenaga medis seperti dokter, perawat, ahli gizi, radiologi, apoteker, laboran dan administrasi yang memahami tentang pentingnya kolaborasi dalam dunia kesehatan. Kenapa sih kita perlu melakukan IPE? Nah, tujuan Interprofessionaleducation menurut Freeth&Reeves (2004) adalah untuk mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan dengan iilmu, ketrampilan, sikap dan perilaku profesional yang penting untuk praktek kolaborasi interprofesional. Jadi, kita sebagai dokter dilatih untuk bekerja sama dengan tenaga medis lain, karena kita tidak mungkin bekerja sendiri. Nah, untuk meminimalisirketidak-profesional-an antar tenaga medis dalam bekerja maka kita butuh yang namanya IPE. Selain untuk kepentingan lingkup tenaga medis, dampaknya juga akan menghindari maleficent terhadap pasien itu sendiri. Tuh kan, penting ya kita harus bisa IPE. Seperti apa sih IPE itu lebih detilnya? Ciri khas Interprofessionaleducation menurut Freeth&Reeves (2004) adalah terjadinya perubahan mindset, pengetahuan dan perilaku peserta didik/atau mahasiswa: a. Mahasiswa paham akan prinsip dasar, konsep dan kontribusi dari setiap bidang profesi. b. Familier dengan bahasa atau istilah serta pola pikir dari berbagai jenis profesi. c. Mahasiswa harus sudah menguasai dasar keilmuan dan ketrampilan spesifik masing-masing profesi. d. Mahasiswa harus mengusai konsep tentang kolaborasi. Setelah kita mengetahui kajian di atas, kita bisa simpulkan kompetensi apa saja yang harus kita miliki untuk dapat menjalankan IPE. Kompetensi yang diharapkan dari Interprofessionaleducation menurut Freeth&Reeves (2004) kompetensi yang diharapkan dari Interprofessionaleducation : a. Pengetahuan Paham otonomi tiap profesi danpaham peran masing-masing dalam keterpaduan.
b. Ketrampilan Profesionalisme terjaga, bukan untuk berebut, bertentangan tetapi untuk bersinergi, saling melengkapi dan terpadu dalam pelayanan holistik, manusiawi, etis dan bermutu. Kemampuan komunikasi yang baik, mengutamakan keselamatan klien / pasien. c. Sikap Profesional, saling menghormati, keiklasan untuk bekerja sama dalam kesejajaran, saling percaya dengan profesi lain, keterbukaan disiplin jujur dan bertanggung jawab. Nah, sudah lebih bisa mengerti kan apa itu IPE dan keuntungannya untuk kita dan pasien? Semoga tenaga medis sekarang dapat menerapkan IPE dalam setiap pekerjaannya, sehingga kita dapat meningkatkan mutu dan kualitas tenaga medis Indonesia serta meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam pekerjaan kita merawat pasien.
Reference : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-sitichoiru-6577-3-3.babii.pdf
Pengembangan Model Pendidikan Teknologi Kejuruan Berbasis Isu Global Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan pasarbebas di tingkat negara-negara Asia Tenggara akan segera dimulai. Pasarbebas MEA akanada 12 sektor usaha yang akan dibuka bebas untuk investor asingdari Negara tetangga sebanyak lima sector diantaranya merupakan industry jasa, sedangkan tujuh sector sisanya adalah perdagangan dan industri. Salah satu upaya strategis dalam mengembangkan daya saing dalam MEA adalah melakukan upaya strategis dalam mengoptimalkan pendidikan teknologi kejuruan di berbagai jenjang. Pendidikan teknologi dan kejuruan sebagai salah satu sector pendidikan pemasok tenaga kerja handal tentunya memiliki peran urgentif dalam memacupertumbuhanekonomimelalui proses industri manufaktur dan industri-industri lainnya. Oleh karena itu perlu upaya strategis bagaimana mengembangkan model pendidikan teknologi kejuruan berbasis isu global yang mampu mempersiapkan lulusannya menjadi tenaga terampil dengan kompetensi tinggi bersaing di kawasan regional Asean. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 merupakan terninologi baru yang dikenal dalam kelompok negera-negara Asia Tenggara. MEA merupakan upaya baru kelompok negara ASEAN dalam meningkatkan daya saing perekonomian dunia.Perbedaan mendasar dengan Uni Eropa, MEA bukan merupakan integrasi ekonomi yang harus memiliki satu mata uang bersama, penyeragaman kebijakan ekonomi dan kesamaan pandangan dalam kebijakan fiskal. MEA lebih mengarah pada kebersamaan dalam menggerakan ekonomi secara bersama- sama sehingga mengundang investor raksasa menanamkan investasinya lebih besar di kawasan ini. Walaupun model MEA menjungjung tinggi kebersamaan ekonomi, tapi bukan berarti tanpa persaingan antara sesame negara MEA tersebut. Persaingan semakin kuat terkait dengan
peningkatan
kualitas
sumber
daya
manusia,
perdagangan
dan
jasa
serta
industry
manufaktur.Substansi persaingan akan mengarah pada satu sector yakni pengembangan pendidikan, terutama bidang pendidikan teknologi dan kejuruan sebagai salah satu sector pendidikan ril yang terkait langsung. Pertanyanaan besarnya bagaimana mengembangkan model pendidikan teknologi kejuruan yang mampu melakukan akselerasi dan antisipasi akurat dalam menyongsong kompetisi regional Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2015.Model pendidikan teknologi kejuruan yang bukan hanya menghasilkan out put dengan kompetensi nasional namun memiliki kompetensi professional dalam area regional. Tesis utama kajian makalah ini model pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar kompetisi yakni dengan model
pendidikan yang didalamnya secara structural memiliki muatan substansi isu-isu global komprehensif tentang pendidikan teknologi dan kejuruan. Isu Global TenagaKerja Masyarakat EkonomiAsean (MEA) 2015 akan terkait langsung dengan kualitas sumberdaya manusia dalam berbagai bidang. Persaingan lulusan dengan kompetensi global menjadi syarat mutlak memamsuki MEA 2015.Sementara itu Isu kontra produktif terkait tingkat pengangguran usia produktif yang tinggi dan luas serta diperburuk oleh krisis ekonomi global menjadikan stabilitas nasional suatu Negara menjadi goyah. Dibalik kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, ada sedikit harapan terjadinya pertumbuhan ekonomi cukup signifikan yang dapat menekan tingkat pengangguran. Sebagai contoh, antara tahun 1999 dan 2008, GDP global meningkat sebesar 47 persen, namun pengangguran global menurun hanya 0,7 persen, dari 6,4 persen menjadi 5,7 persen. Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan International Institute for Labour Statistics (IILS) menunjukkan bahwa analisis optimis di bawah di perkiraan pertumbuhan saat ini, pertumbuhan lapangan kerja di Negara maju diperkirakan tidak akan pulih ketingkat sebelum krisis sebelum setidaknya 2016. Menurut Global Employment Trends laporan ILO 2012, dunia menghadapi 'tantangan yang mendesak' menciptakan 600 juta lapangan kerja produktif selama decade berikutnya untuk menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempertahankan kohes isosial. (Third International Congress on Technical and Vocational Education and Training Shanghai, People’s Republic of China, 13-16 May2012) Ketidakcocokan penawaran dan permintaan keterampilan sering ditekankan oleh para pembuat kebijakan sebagai alasan utama penyebab pengangguran usia produktif yang tinggi dan transisi yang sulit dari sekolah untuk bekerja. Namun tiap negara memiliki tantangan berbeda yang harus dihadapi dalam penawaran dan permintaan keterampilan. Di beberapanegara, tingkat pengangguran yang tinggi umumnya berdampingan dengan keterampilan yang rendah, sementara di sisi lain dalam populasi keterampilan tinggi berjuang menemukan peluang kerja yang memadai. Perhatian kebijakan mengenai ketidakcocokan keterampilan lebih diperparah oleh meningkatnya permintaan dari perusahaan untuk lulusan pendidikan teknologi kejuruan dengan keterampilan lebih relevan.Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa investasi pendidikan sebagai kegiatan inti pengembangan SDM dan pengembangan tenaga kerja terbukti telah memiliki sumbangan yang signifikan terhadap keuntungan ekonomi (Mc. Mahon,1992).
MECOMEONGS 2014 DAN 2015
Gupita Permata Agni (Ministry of MECO)
Andika Wima P. (wepe)
Aprilliana Risma N. (april)
Chandra M. Marka (Chandra)
Della Nurfadillah (della)
Diani Susanti (diani)
Fauzan Kurniawan (ojan)
Hendrian Ade (ian)
Indra Maulana (indra)
Yulia Rachmi (ami) Lilyana Ulfa (lily)
Pandu Sean (pandu)
Yunita Dewi I. (Yunita)
Agnesia Yonar V. (Agnes)
Ahmad Veda Y. (Veda)
Aulia Primasari (Aul)
Avina Azzahra (Wawa)
Ayodya Galih W. (Galih)
Citra Dwi P. (Citra)
Dayu Laras Wening (Wening)
Deni Irawan (Deni)
Fitri Diyah Karina (Karina)
Indira Putri Fiana D. (Indira)
M. Akhyar B. (Akhyar)
Oktavia Nur Sukmawati. (Okta)
Reza Setyono A. (Reza)
Vylomonicca Angguino (Vylo)
Yusuf Anafi F. (Yusuf)
Rindha Iilyasa Setya (Rindha)
Shintya Dwi P. (Shintya)