PENDAPA I 1
PENDAPA I 2
PENDAPA I 3
Gunung Merapi yang ber ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY, pada 26 Oktober 2010 meletus. Selama beberapa hari kemudian mengalami erupsi cukup besar. Beberapa desa di lereng Merapi tertimbun la har. Ribuan orang mengungsi, tidak kurang 387 meninggal du nia. Sejumlah wilayah di Jawa Tengah dan DIY, bahkan Jawa Barat terkena hujan debu sela ma beberapa hari. Sampai akhir Januari 2011, banjir lahar di ngin masih terjadi, terutama di wilayah perbatasan Sleman dan Magelang sebagai dampak ikut an meletusnya Merapi. Kerugian material diperkirakan mencapai triliun rupiah. Bagi kalangan media massa, bencana Merapi 2010 membe rikan pelajaran yang sangat ber harga. Profesionalisme jurnalis dipertaruhkan. Dalam situasi bencana, kapasitas masing-
masing media menjadi sangat nyata. Ada media yang kelihatan sangat kedodoran karena belum terbiasa meliput bencana, tetapi ada pula yang relatif siap. Namun hampir tidak ada satu pun media yang bebas dari kesalahan dalam memberitakan bencana. Permasalahan yang banyak ditemukan dalam pemberitaan bencana antara lain menyangkut aspek sensasional, akurasi, obyektivitas, mistikisasi, perspek tif, komprehensivitas, maupun aspek teknis. Aspek sensasional paling nyata diperlihatkan oleh kinerja televisi swasta. Program Acara Silet yang ditayangkan oleh RCTI menjadi contoh nyata bagaimana sensasional dalam pemberitaan bencana sering di lakukan oleh media massa. Ber untung, warga masyarakat di seputar wilayah bencana sangat kritis sehingga dengan cepat mereaksi infotaiment Silet yang
kemudian dihentikan penayang annya. Pemberitaan media massa dalam bencana Merapi mem berikan banyak pelajaran bagi publik. Itulah sebabnya Mata Media kali menurunkan tema media dan bencana. Tulisan yang beragam dan serba singkat ini tidak lebih dari sebuah kro nika yang dimaksudkan untuk menginspirasi sekaligus menya jikan data awal bagi siapa pun yang hendak melakukan studi lanjut tentang media (komu nikasi) bencana. Isu media dan bencana sangat penting bagi kita, mengingat sebagian besar wila yah Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Diharapkan, ki nerja media massa dalam mem beritakan bencana akan semakin profesional sehingga tidak justru mendatangkan masalah baru berupa bencana informasi. [+]
Penanggung Jawab Lukas S. Ispandrianto Pemimpin Redaksi Darmanto Wakil Pimpinan Redaksi Masduki Redaktur Pelaksana/Editor Saiful Bakhtiar Anggota Argianto Dihan, Bambang MBK, Darmanto, Widodo dESAIN Foto:Koleksi Relawan Jalin Merapi Tata Letak: Staff Administrasi dan Distribusi Widodo Iman K. Alamat Redaksi: Jl. Ontorejo Gg. Parikesit WB II/97 Wirobrajan Yogyakarta 55252 Telp/Faks: (0274) 417982 Website: www.pedulimedia.or.id mpm_jogja@yahoo.co.id
PENDAPA I 4
PENDAPA I 5
Kiprah Radio Publik di Kala Bencana Merapi
JALIN MERAPI:
Dari Merapi untuk Merapi Erupsi Merapi 2010 membe rik an banyak pelajaran bagi semua pihak tanpa terkecuali. Adalah Jaringan Informasi Lingkar Merapi (JALIN MERAPI) pun merasakan banyaknya pelajaran yang mereka dapatkan pada erupsi 2010. JALIN MERAPI melakukan respon Merapi sejak erupsi Merapi 2006. Tiga radio komu nitas, K FM di Dukun Magelang, Lintas Merapi di Deles Klaten dan MMC FM Boyolali bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat melakukan koor dinasi bersama dengan meng gunakan radio komunikasi (HT) dalam pemantuan bersama yang disiarkan ulang ke komunitas nya masing-masing. Pada erupsi 2006 mereka menggunakan me dium radio komunikasi (HT) yang dipadukan dengan website dan layanan pesan singkat (short message service/SMS) gateway untuk memberikan informasi ke luar. Dalam kurun waktu empat tahun proses komunikasi antar ketiga radio komunitas masih terus berlangsung dengan baik. Kerja-kerja radio komunitas di ti ap komunitasnya pun terus ber langsung. Tahun 2010, periode erupsi
empat tahunan Merapi pun ter jadi. Ketiga radio komunitas ber sama beberapa lembaga swa daya masyarakat pun segera berbenah untuk memberikan informasi seputar perkembangan situasi Gunung Merapi dan ma syarakat sekitar khususnya di Kawasan Resiko Bencana (KRB) Merapi. Melihat pola erupsi Me rapi yang berbeda dengan tahun 2006, JALIN MERAPI pun kemu dian menyusun ulang berbagai medium yang mampu secara cepat menyediakan data dan informasi sehingga bisa menjadi bahan untuk mengambil kepu tusan dan tindakan yang tepat. Pengembangan media online pun dilakukan. JALIN MERAPI mengoptimalkan website yang telah ada (www.merapi.combine. or.id) dengan menambahkan beberapa fitur baru seperti penggunaan jejaring sosial Twitter (@jalinmerapi dan @ jalinmerapi_eng) dan Facebook (JalinMerapi). Penambahan lain adalah dengan membuka ru ang interaksi publik yang ingin terlibat baik sebagai relawan (daftar relawan), menyumbang dengan online (donasi) sampai pada daftar kebutuhan dan sebaran peta pengungsi yang
semua dilakukan secara online. Akhmad Nasir, koordinator pengelolaan media JALIN MERA PI, mengatakan keberadaan ba nyaknya medium yang dipakai dalam respon erupsi Merapi 2010 bukan tanpa pertimbangan. Me nurutnya JALIN MERAPI beru saha agar informasi yang disa jikan langsung dari lapangan dapat diakses secara langsung oleh siapapun dimanapun dan melalui media apapun. Penggunaan berbagai medi um ternyata berdampak nyata. Ribetnya alur distribusi logistik yang dikelola negara terpecahkan dengan adanya informasi lang sung dari lapangan akan kebu tuhan penyintas. Relawan di la pangan selalu melakukan update perkembangan sehingga dalam waktu cepat respon berbagai kondisi dan kebutuhan bisa dila kukan. Ikatan yang kuat antara radio komunitas sebagai medium in formasi warga dengan jejaring medium lain menjadikan dasar yang kuat untuk mendobrak ke lambanan dan kekacauan sistem pengelolaan informasi dalam si tuasi bencana yang dilakukan oleh negara dan media massa arus utama. [+]
...informasi yang disajikan langsung dari lapangan dapat diakses secara langsung oleh siapapun dimanapun dan melalui media apapun.
Apa yang dilakukan oleh RRI saat terjadi bencana Merapi 2010? “Begitu diterima informasi bahwa Merapi meletus, kami memutuskan Programa I untuk siaran 24 jam,” kata Kepala Bidang Pemberitaan RRI Yogyakarta Chrispina, MS kepada Matamedia. Bagi sebuah stasiun penyiaran publik seperti RRI, perpanjangan waktu siaran, apalagi menjadi 24 jam per hari menunjukkan ting ginya komitmen terhadap perso alan yang tengah terjadi. Selain penambahan jam siaran, tanggal 26 Oktober 2010 malam, acara Aspirasi Merah Putih yang disiarkan secara sentral melalui Programa III awalnya mau diisi dari Bogor terpaksa dibatalkan karena diisi pemberitaan tentang bencana Merapi. Pagi harinya, RRI lalu membuka posko liputan di rumah penduduk dekat barak pengungsian di Umbulharjo, Cangkringan. Akan tetapi de ngan terjadinya erupsi pada 5 Nopember maka poskonya di pindahkan ke rumah Suroso di dusun Kedung, Pakem. Tak be gitu lama, posko terpaksa harus pindah lagi di sebelah utara Kampus UII Jl. Kaliurang Km 14. Namun, usia posko di situ hanya dari sore hingga dini hari. “De ngan diperluasnya daerah rawan bencana oleh pihak BPPTK maka kami memindahkan posko ke
Kotabaru ini,” kata Chrispina. Ketika Stadion Maguwo, Sleman menjadi barak peng ungsian, RRI memutuskan un tuk membuka studio mini di sana. Hal itu memungkinkan siaran berlangsung dari lokasi pengungsian sehingga informa sinya bisa lebih dekat dengan kebutuhan warga, terutama para korban bencana. Keberadaan studio mini di barak pengungsian sangat mem bantu kelancaran arus informasi antara korban bencana dengan pihak lain. Siaran interaktif se ring diselenggarakan di sana dengan narasumber dari berba gai latar belakang yang terkait dengan bencana Merapi. Presi den Susilo Bambang Yudoyono dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat mengunjungi Studio mini RRI di stadion Maguwo dan berinter aktif dengan warga masyarakat. RRI membuka posko di Maguwo selama 20 hari di bawah Koor dinasi Bidang Siaran. Setelah menyelenggarakan studio mini, RRI mendapat ke percayaan untuk menjadi koor dinator penyelenggaraan siaran radio Tanggap Merapi. Radio ini didirikan atas kerjasama RRI, Kementrian Kominfo, Asosiasi Pengusaha Jasa Internet (APJI), Jaringan Radio Komunitas Yogya
karta, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, dan BPPTK Yogyakarta. Sesuai rencana, radio Tanggap Merapi seharus nya bersiaran selama enam bulan, tetapi kenyataannya bera khir sebelum waktunya. RRI Yogyakarta dengan 42 jurnalis sampai akhir Januari 2011 masih terus memberitakan sepu tar bencana Merapi, meski seka rang fokusnya lebih banyak ke dampak dan korban bencana. Jurnalis RRI yang banyak mela kukan liputan bencana Merapi 2010 antara lain Bambang Sulaksana, Sulastri, Atang Basuki, Prima, Fatmawati, Ernal Rosa, Kusdianto, dan Suryana. Selain kiprahnya menyiarkan berita dan informasi, RRI juga melakukan kegiatan off air yang berupa penggalangan dana ma upun penyaluran sembako. RRI mendapat kepercayaan dari Dompet Duafa untuk menyalur kan beras kepada korban Merapi sebanyak 10 ton. Adapun dana yang berhasil dihimpun dari ber bagai pihak, termasuk KORPRI RRI diseluruh Indonesia mencapai lebih dari 100 juta. Di samping itu, RRI juga menyelenggarakan pergelaran kethoprak di stadion Maguwo dengan maksud untuk menghibur para pengungsi. (Darmanto)
PENDAPA I 6
PENDAPA I 7
TVRI Jogja:
Media Publik Yang Ditunggu Publik Yang saya suka dan ini agak berbeda dengan televisi lain adalah dialog yang dilakukan oleh TVRI. Menghadirkan narasumber lokal yang paham situasi dan kondisi Merapi. Banyaknya televisi di Indonesia menjadi TVRI harus terus berbenah. Pun dalam hal pemberitaan erupsi Merapi 2010. Hingar bingar media mela kukan liputan erupsi Merapi. Lalu apa yang dila kukan oleh TVRI khususnya TVRI Jogja dalam memberikan informasi pada publik Jogjakarta? Menurut Bambang Satmoko, Kepala pemberitaan TVRI Jogjakarta, TVRI menyikapi erupsi merapi full body contact, artinya TVRI menurunkan semua SDM yang ada bahkan tidak hanya TVRI Jogja sa ja tapi juga diliput oleh TVRI Nasional dengan me reka menggunakan tenaga kerja yang memang kecil, akhirnya mereka bergabung dengan temanteman Jogja dan Semarang untuk meliput semua kegiatan yang ada itu. Selain itu TVRI Jogja juga memberikan kontribusi pada siaran TVRI Nasional, pastinya TVRI lokal Jogja maupun Semarang. Pem beritaan erupsi Merapi oleh TVRI Jogjakarta secara prosentase hampir pada mencapai 80 – 90 persen. “Kita konsentrasi ke situ semua, bahkan erupsi pada tanggal 5 Desember 2010 (kalau gak salah) yang kedua itu luar biasa sehingga debu sampai ke Jogja kita mengadakan siaran langsung pada pagi hari dengan jangkauannya hanya TVRI Jogja dan sekitarnya” tutur Bambang Satmoko.lebih lanjut Bambang Satmoko mengatakan sebagai media publik, TVRI Jogja melihat dampak erupsi Merapi khususnya kondisi di Sleman Jogja begitu parahnya sehinggaTVRI Jogja melakukan inisiatif bagaimana
masyarakat lain melihat kondisi ini. Pemberitaan erupsi Merapi melibatkan TVRI Semarang dan juga pusat bekerjasma dengan banyak pihak seperti KOPASUS. Sementara itu dari meja redaksi TVRI mempunya aturan yang ketat dalam pemberitaan di masa erupsi Merapi ini sehingga tidak menimbulakn bencana baru, kepanikan warga ketika menonton berita di TVRI. Paska erupsi Merapi, TVRI Jogja masih terus menyajikan pemberitaan perkembangan Merapi khususnya dampak lahar dingin yang ditimbulkan. Selain itu TVRI Jogja juga memberikan kabar kepada publik bahwa Jogja aman untuk dikunjungi. Pandangan warga terhadap tayangan Merapi di TVRI Faridah Nurjannah, Pengasuh pondok pesan tren. Pada saat erupsi Merapi 2010, saya banyak memantau media baik media cetak mapun elektronik seperti televisi. Banyak televisi yang melakukan liputan terkait kejadian Merapi ini. TVRI pun saya tonton untuk menambahkan info yang saya dapatkan dari media selain TVRI terlebih pada fase awal erpusi Merapi. Yang saya suka dan ini agak berbeda dengan televisi lain adalah dialog yang dilakukan oleh TVRI. Menghadirkan narasumber lokal yang paham situasi dan kondisi Merapi. Saran untuk TVRI adalah keberlanjutan memantau perkembangan Merapi paska erupsi.
PENDAPA I 9 Artinya TVRI sebagai media publik harus terus memberikan informasi bagi warga apa saja yang terjadi paska erupsi. Sementara itu Junianto yang sehari-hari bekerja di sebuah puskesmas di Jogjakarta mengatakan selama erupsi Merapi dirinya selalu menyempatkan menonton tayangan televisi dari berbagai stasiun yang salah satunya TVRI. Junianto menilai tayangan erupsi Merapi di TVRI sudah cukup baik namun
Radio Komunitas di Lereng Merapi:
Peran Nyata untuk Warga Radio siaran dengan daya pancar rendah namun memiliki kekuatan yaang besar bagi persebaran informasi terkini Merapi. Adalah radio K FM di Dukun Magelang, Lintas Merapi FM di Deles Klaten dan MMC FM di Selo Boyolali yang teruji telah me lakukan kerja-kerja nyata bag komunitasnya.
dirinya berharap adanya perbaikan dalam hal teknis khususnya cara penyajian berita sehingga menjadi tayangan yang informatif sekaligus menarik. Junianto juga senada dengan Faridah yang mengharapkan TVRI sebagai media publik di Jogjakarta terus menerus melakukan up date informasi Merapi sehingga warga perkembangan demi perkembangan Merapi.[+]
Dalam kondisi normal, merek a tanpa mengenal lelah memberikan berbagi informasi pengurangan resiko bencana bagi warganya. Kini dalam kondisi erupsi peran-peran itu diuji kembali. Radio komunitas K FM di Dukun Magelang saat erupsi Merapi 2010, dikomandani oleh Bayu. Anak muda ini melakukan pengorganisasian warga ketika terjadi perpindahan besar-besaran. Dibantu relawan, radio komunitas K FM melakukan up date perkembangan informasi yang ada di wilayah Dukun khususnya dan Muntilan Magelang pada umumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sukiman, pegiat radio komunitas Lintas Merapi FM di Deles Klaten dan Sinam di MMC FM Selo Boyolali. Sebagai simpul informasi warga, mereka melakukan pemantauan perkembangan informasi Merapi yang disebarluaskan kembali ke warga nya. Dalam proses distribusi logistik, mereka pun menjadi simpul distribusi logistik. Simpul yang mampu memutuskan mata rantai keribetan birokrasi logistik ang dibangun oleh negara. Kini aktifitas Merapi sejak 30 Desember 2010 berdasar data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) statusnya telah diturunkan menjadi waspada atau level II. Kendati demikian ancaman banjir lahar dingin masih tinggi. Kondisi inilah yang terus menjadi perhatian radioradio komunitas di lingkar Merapi. Sukiman, pegiat radio komunitas Lintas Merapi FM di Sidorejo, Kemalang, Klaten, mengatakan para penggiat radio komunitas terus giat dan waspada dan mengabarkan setiap gerakan Merapi pada warganya. Insiatif warga yang sangat nyata dan akan terus abadi. [+]
Tayangan Tak Beretika:
Menghadirkan Bencana Baru Fungsi utama sebuah pemberitaan adalah memberitahu dan bukan memperingatkan ataupun membuat khalayak tercengang (Halsberstam 1992: 14), teori tersebut tentu tidak diindahkan oleh pemberitaan SILET yang tayang di RCTI tanggal 7 november 2010 terkait bencana merapi. Sebagai korban bencana Gunung Merapi khususnya masyarakat Yogyakarta sangat menyayangkan pemberitaan tersebut, selain menambah kepanikan warga, SILET telah mencederai hati masyarakat Yogyakarta dengan statement “Jogja Kota Malapetaka” Terkait pemberitaan tersebut, Teguh Ariffianto selaku anggota KPID Yogyakarta menuturkan pemberitaan tersebut tidak memperhatikan kondisi kejiwaan warga Yogya saat itu. Berikut petikan lengkapnya dengan MATAMEDIA Pandangan KPID Yogyakarta terkait acara Silet tersebut? Selain protes dari masyarakat ke KPID Yogyakarta yang terus mengalir, kami sendiri prihatin melihat tayangan seperti itu, melihat kondisi Jogja yang sedemikian rupa tidak selayaknya stasiun televisi dengan skala nasional
memberitakan hal demikian, dikarenakan yang pertama, SILET telah menciderai keprihatinan masyarakat Jogja, yang kedua tayangan SILET tidak memiliki Sense Of Social, sementara orang prihatin dengan keadaan kemudian ditakut-takuti dengan ramalan seperti itu. Yang kami sayangkan secara regulasi SILET tidak berbuat apa-apa hanya sekedar pemberitaan tampak memikirkan dampak sosialnya. Apa dampak dari tayangan SILET? Terkait dampak sosial, Jogja menjadi terpuruk dimata masyarakat luar Jogja dan banyak kerugian yang terjadi. Berdasarkan data Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia(PHRI) setelah pemberitaan erupsi Merapi tingkat hunian menurun drastis sebesar 70%, demikian halnya dengan jumlah aktifitas mahasiswa dikampus menurun 70%. Sanksi Terhadap acara SILET?
PENDAPA I 11
Teguh Ariffianto, anggota KPID Yogyakarta
Setelah melalui mekanisme yang menimbulkan impact sosial, melalui pendekatan KPID, KPI Pusat telah mengajukan gugatan kepada RCTI terkait pemberitaan SILET. Tiga gugatan yang harus disepakati oleh RCTI, pertama, penghentian tayangan SILET sampai batas waktu yang tidak ditentukan, kedua, permohonan maaf selama 7 hari berturut-turut melalui siaran RCTI , dan ketiga permohonan maaf kepada masyarakat khususnya Yogyakarta melalui satu media nasional dan dua media lokal. Meskipun secara pribadi merasa tidak puas terhadap sanksi yang diberikan oleh KPI Pusat. Karena sanksi tersebut tidak berorientasi kepada masyarakat melainkan berorientasi kepada hukum yang tidak jelas. Untuk Kedepannya, Saran KPID terkait pemberitaan Bencana kepada Media Massa?
Berdasarkan diskusi publik tanggal 15 Desember 2010, yang kami lakukan bersama lembaga penyiaran radio, TV, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya disimpulkan bahwa pemberitaan bencana menimbulkan dampakdampak negatif yang lebih besar dibandingkan sisi positifnya. Oleh karena itu, media harus mengikuti Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sehingga diharapkan dampak negatif tersebut dapat dihindari. Selain itu media diharuskan memiliki Sense of Social, karena selama ini temen-temen media tidak memikirkan impact apa yang dihasilkan
setelah berita mereka disampaikan. Selain dipercaya sebagai ketua Gabungan Kelompok Perikanan (GAPOKKAN) Kabupaten Sleman bapak satu anak ini, berharap agar media tidak hanya berbicara self sensor tetapi lebih memikirkan dampak setelah pemberitaan bencana, karena bagaimanapun media bertanggung jawab secara sosial maupun psikologis tanpa menghalangi kebebasan mereka mengungkapkan sesuatu. Meskipun fungsi utama pemberitaan hanya sekadar memberitahu, sudah sepantasnya media massa saat ini berpikir bahwa sebuah berita mampu memberikan manfaat bagi penontonnya.[+]
Tanggapan Masyarakat terkait acara
Silet Miran Saputra (28), pedagang angkringan yang sehari-hari berjualan di jalan Solo ini menuturkan acara SILET telah menambah kepanikan warga. Dia hanya berharap media massa dalam menyampaikan pem beritaan bencana bisa seobyektif mungkin tanpa menggunakan ramalan yang belum tentu kebenarannya. Harapan kepada KPID sebagai lembaga yang berwenang semoga lebih ketat lagi dalam mengawasi media massa terutama terkait pemberitaan bencana.
Sigit Haryanto (31) menurut penuturannya pria yang berprofesi dibidang keamanan ini sangat marah ketika mendengar kota kelahirannya disebut “Jogja kota malapetaka�. Meskipun sangat kecewa dengan pemberitaan tersebut alangkah baiknya sebuah pemberitaan tentang bencana di media massa mampu menjaga perasaan pemirsanya terutama korban bencana itu sendiri.
Maryuni (41) ibu dua orang anak ini merasa takut setelah melihat tayangan SILET. Terlebih jika ramalan SILET benar-benar terjadi. Dia juga berharap tayangan itu hanya mengacau.
Yulinggar Adi Laksono (20) Mahasiswa Komunikasi perguruan tinggi negeri ini menuturkan tidaklah etis sebuah pemberitaan di informasikan berdasarkan hasil ramalan, selain itu media massa sebaiknya tidak terlalu mengeksploitasi berlebihan terkait pemberitaan tentang bencana. Dia juga berharap KPI bertindak tegas terhadap tayangan-tayangan yang merugikan masyarakat.
Nuranisah (22) Alumni perguruan tinggi swasta di Yogykarta ini, menganggap tidak sepantasnya memberitakan sebuah bencana dikemas oleh ranah infotainment. Karena selama ini infotainment selalu bersumber kepada gosip yang berkembang.
PENDAPA I 12
PENDAPA I 13
Melihat Foto Bencana dalam Media Lihatlah sebuah pemberitaan yang diambil dalam sebuah website berikut ini. Sekilah apa yang anda perhatikan. Ya anda benar. Judul dan foto tidak nyambung. Kejadian semacam ini kerap kita jumpai di berbagai media. Uraian berikut menjadikan kita harus lebih kritis. Dalam media massa cetak (majalah, koran, tabloid, dan online), sebuah foto jurnalistik dapat mempunyai dua kedudukan berbeda. Pertama, foto jurnalistik dapat berdiri sendiri. Artinya, foto karya jurnalis itu menjadi berita foto, tanpa ada berita yang mendukungnya. Cukup dengan caption, sebuah penjelasan singkat tentang peristiwa yang ‘dibekukan’ dalam foto itu. Kedua, foto jurnalistik menjadi pelengkap sebuah berita. Dalam kedudukan ini, foto menjadi ilustrasi tentang sebuah narasi berita yang mengabarkan suatu peristiwa atau fakta. Tentu saja, foto ini harus berkaitan dengan fakta yang menjadi berita. Bila beritanya tentang demonstrasi masyarakat tentang kenaikan BBM, maka fotonya pun adalah masyarakat yang (ada dalam narasi berita) sedang mengacungkan poster yang berisikan keberatan kenaikan harga BBM. Bukannya foto tentang demonstrasi kenaikan harga sembako. Bila ada sebuah narasi berita, tetapi didukung dengan ilustrasi foto yang menggambarkan fakta yang tidak sama, tentu saja itu tidak tepat. Sebab jurnalis harus mengabarkan fakta yang utuh. Jika foto menjadi ‘bukti’ tentang fakta yang terjadi sebagaimana yang dinarasikan maka fotonya harus dari peristiwa itu dan tidak bisa dari peristiwa lainnya. Andai ada narasi berita dan diperkuat dengan ilustrasi foto juranilstik yang tidak relevan, maka ini dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik jurnalitik, tepatnya pasal satu, yaitu soal akurasi.
Gambar cuplikan berita online yang menggunakaan foto di luar isi berita dan pernyataan resmi tentang keberatan pemuatan foto yang tidak sesuai.
PENDAPA I 14
PENDAPA I 15
Mari Menjadi Penonton yang Cerdas! Perlengkapan rumah tangga yang ditemukan pertama kali oleh John Logie Baird, yang kemudian disempurnakan oleh Vladimir Zworykin ini mempunyai efek yang luar biasa terhadap pola pikir maupun sikap masyarakat. Televisi bisa menghibur, bisa pula membuat sesuatu yang salah dianggap benar oleh publik. Ia bisa membunuh karakter seseorang atau sebuah objek, dapat pula membuat masyarakat bertambah pintar, kritis, atau malah justru menenggelamkan dalam pola pikir yang destruktif. Sayangnya, dengan posisi televisi yang sedemikian vital, saat ini justru muncul kecenderungan banyak sekali stasiun televisi lebih sering menekankan aspek hiburan dan mengabaikan aspek edukasi. Banyak sekali tayangan yang kontraproduktif dengan realitas. Menjadi penonton televisi yang cerdas dan kritis, bukan penonton yang menelan bulat-bulat segala yang disuguhkan oleh televisi. Setidaknya ada tiga jenis penonton televisis. Jenis yang pertama dominant code. Yakni penonton menerima segala muatan makna dan nilai dari tayangan sebagai makna yang benar dan layak. Lalu ada pula jenis penonton negotiated code, dalam jenis ini penonton menempatkan diri tak hanya sebagai penerima mutlak muatan yang disampaikan tayangan, tetapi melakukan
negosiasi dan adaptasi sesuai nilai-nilai yang dianutnya. Dan, yang ketiga oppositional code. Kelompok penonton ini menolak muatan dari tayangan yang ditontonnya. Dari ketiga jenis penonton itu, masuk dalam jenis penonton apakah kita? Tentu akan menyedihkan bila menjadi kelompok pertama, sebagai dominant code. Namun kita bisa menjadi penonton yang cerdas dan kritis. Ada beberapa langkah untuk menjadi penonton yang kritis. Pertama, berikan teladan positif. Dalam menonton, sebaiknya orang tua lebih dahulu yang menentukan batasan bagi dirinya sendiri sebelum membuat batasan bagi anaknya. Ia tak boleh menerapkan standar ganda. Kedua, membuat jadwal menonton. Ketiga, jangan jadikan televisi sebagai “baby sitter�. Keempat, letakkan televisi pada posisi yang tidak nyaman. Si kotak ajaib ini adalah benda yang kehadirannya sudah tidak mungkin untuk dihindari apalagi ditolak. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar benda ini tidak menjadi candu bagi kita dan keluarga. Kita perlu belajar lagi bagaimana agar kita bisa menaklukkan pesawat televisi kita dan bukannya justru kita yang ditaklukkan olehnya. diolah dari: http://grelovejogja.wordpress.com/2007/08/15/menjadi-penikmat-televisi-yang-cerdas/ http://www.bekasinews.com/berita/opini/310-penonton-cerdas.html
PENDAPA I 16