Buletin MRS-id Vol 1 No. 2

Page 1

volume 1 no. 2, April-Juni 2014 mrs-id.org

buletin topik hangat Sintesis supercepat lapisan tipis MoO3/graphene dengan menggunakan gelombang mikro untuk katode baterai litium

kilas riset Pembangkit listrik spin Seebeck


daftar isi

kata pengantar

Sinergi cross-chain termination dan surfacegrafting: terobosan baru dalam sintesis freestanding nanocapsule berbasis polipeptida

17

topik hangat

Mendeteksi interaksi elektron-elektron dengan spektroskopi Raman

20

Sintesis supercepat lapisan tipis MoO3/graphene dengan menggunakan gelombang mikro untuk katode baterai litium

3

tutorial Gnuplot dan visualisasi data

kilas riset Efek perubahan komposisi terhadap karakteristik nanostruktur copper cobal oksida film coating

10

Ionisasi lunak spektrometri massa: mendalami pengertian mekanisme polimerisasi

11

Sel surya berbasis efisiensi ganda

12

Pengaruh temperatur proses serta konsentrasi prekursor terhadap pembentukan partikel WO3 dan performa fotokatalisnya

13

Konduktor ionik oksida berbasis BIMGVOX untuk SOFC temperatur rendah

14

Optimasi fotoluminesens dari fosfor BCNO yang disintesis menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon

15

Pembangkit listrik spin Seebeck

16

22

agenda

32

dewan redaksi   

Pemimpin redaksi: Ferry Iskandar (Institut Teknologi Bandung) Staf editor: Satria Zulkarnaen Bisri (University of Groningen, Belanda), Rino Mukti (Institut Teknologi Bandung), Miftakhul Huda (Gunma University, Jepang) Tim desain: Dwi Prananto (Universitas Panca Marga Probolinggo, Indonesia), Ikhtiar (University of Tsukuba, Jepang), Ahmad Ridwan Nugraha (Tohoku University, Jepang)

Kredit gambar sampul: Graphene, wikimedia commons

buletin


Material Research Society - Indonesia

kata pengantar

buletin

Alhamdulillah, Himpunan Riset Material Indonesia (HRMI) atau Material Research Society of Indonesia (MRS-id) dapat kembali menerbitkan buletin MRS-id edisi kedua yang sempat tertunda cukup lama. Edisi kedua ini, yang ditujukan untuk periode April-Juni 2014, seharusnya merupakan edisi OktoberDesember 2013 setelah edisi pertama diterbitkan untuk periode Juli-September 2013. Rencana awal MRS-id menerbitkan 4 kali buletin ini dalam setahun belum terwujud sempurna karena berbagai kendala dalam pengelolaan dan terbatasnya jumlah sumber daya dalam perancangan dan penerbitan buletin MRS-Id. Oleh karena itu, kami turut mengundang rekan-rekan pelajar dan peneliti yang berminat membantu dalam penerbitan buletin ini agar turut bergabung bersama tim redaksi. Sejak terbentuknya, MRS-id telah banyak melakukan pertemuan ilmiah terkait dengan bidang material di beberapa kota di Indonesia. Di tahun 2013 telah diselenggarakan Nanoscience and Nanotecnology Symposium 2013 (NNS2013) yang berlangsung selama 3 hari (23-25 Oktober 2013) di Hotel Meritus, Surabaya. Acara ini telah mampu menghadirkan berbagai pembicara dari dalam dan luar negeri yang terkenal sebagai pakarnya di bidang masingmasing, tentunya yang terkait ilmu dan rekayasa material. Pada Februari 2013 juga telah berlangsung Seminar Nasional Material (SNM) di ITB yang mengundang pembicara dari berbagai universitas di Indonesia. Pada tahun 2014 ini, MRS-id akan mengadakan pertemuan 2 tahunan yang lebih dikenal dengan MRS-id meeting, yang direncanakan berlangsung selama 3 hari mulai tanggal 26-28 September 2014. Pertemuan ini akan menghadirkan beberapa pembicara kunci yang di antaranya berasal dari Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, dan Prancis, selain tentunya dari dalam negeri kita sendiri. MRS-id meeting direncanakan akan diadakan di Denpasar, Bali, dengan target jumlah makalah yang dapat diterbitkan setelah acara selesai setidaknya sejumlah 150 buah. Diharapkan pertemuan ini menjadi sebuah kesempatan baik bagi para peneliti, mahasiswa, dan dosen yang mendalami bidang nanomaterial untuk ikut mempresentasikan dan mempublikasikan karya-karya mereka agar bisa dibaca dan dinikmati oleh orang lain di manapun berada. Buletin MRS-id ini sendiri merupakan upaya MRS-id membangun sarana komunikasi bagi insan-insan ataupun komunitas riset material Indonesia, baik itu yang sudah menjadi anggota HRMI/MRS-Id maupun yang belum menjadi anggota. Buletin ini berisi beberapa artikel yang bersifat tematik untuk bidangbidang riset material yang sedang hangat-hangatnya yang ditulis ilmuwanilmuwan Indonesia. Selain itu, buletin MRS-id menyajikan berbagai kilasan riset yang menarik untuk publikasi-publikasi ilmiah di jurnal internasional

1


kata pengantar Material Research Society - Indonesia

2

yang terindeks oleh Scopus atau Thomson Reuters Web of Science yang ditulis ilmuwan-ilmuwan Indonesia. Diharapkan ke depannya bisa terjadi crosscitation antarilmuwan Indonesia yang bergerak di bidang riset material. Artikel-artikel yang bersifat tutorial, berita kegiatan, dan info-info lain yang berguna bagi komunitas riset material Indonesia pun kami sajikan dalam buletin. Pada Buletin MRS-id edisi kedua ini, kami memuat ulasan tema utama seputar pengembangan katode baterai litium. Dari rubrik kilasan riset ada pula sedikit ulasan tentang penemuan sel surya jenis baru yang diprediksi akan mampu mencapai 30% dari eďŹ siennya, pendalaman mekanisme polimerisasi yang banyak dipakai dalam dunia medis, dan masih banyak tema lain yang sedang digeluti para peneliti Indonesia yang bergerak di bidang material. Sementara dalam rubrik tutorial, kami sajikan artikel menarik tentang penggunaan Gnuplot untuk membuat graďŹ k/gambar pada publikasi makalah ilmiah. Dengan hadirnya Buletin MRS-id edisi kedua ini, kami berharap motivasi dari peneliti Indonesia di bidang material akan semakin bertambah dan semakin optimis untuk memajukan riset material di Indonesia dengan semua keterbatasan yang ada di negara ini. Kerja sama dan saling bahu-membahu dari seluruh peneliti Indonesia di bidang material di manapun mereka berada tentu menjadi sebuah hal yang akan sangat penting untuk mewujudkan mimpi kita menyejajarkan diri dengan negara maju. Oleh karena itu, kami kembali mengajak bagi yang berminat berpartisipasi dalam HRMI/MRS-Id dapat mengirimkan formulir aplikasi yang dapat diperoleh dari: www.mrd-id.org/en, atau dengan mengikuti grup Facebook MRS-id http://facebook/mrsidn.hrmi, serta LinkedIn: http://www.linkedin.com/groups?gid=4827419 Salam semangat,

Redaksi

buletin


topik hangat 3

Sintesis super cepat lapisan tipis MoO3/graphene dengan menggunakan gelombang mikro untuk katode baterai litium Lukman Noerochim*

a,c,

a

b

a

Jia-Zhao Wang , David Wexler , Zhong Chao , Hua-Kun Liu

a

a

Institute for Superconducting and Electronic Materials, ARC Center of Excellence for Electromaterials Science, University of Wollongong, New South Wales 2500, Australia b School of Mechanical, Materials and Mechatronic Engineering, University of Wollongong, New South Wales 2522, Australia c Laboratorium Kimia Material, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya 60111, Jawa Timur *Korespondensi penulis: lukman@mat-eng.its.ac.id, Tel. +62-31-5943645, Fax. +62-31-5943645

Elektrode nanobelt MoO3/graphene yang memiliki fleksibilitas tinggi dan tanpa penguat current collector dapat disintesis dengan dua langkah metode hydrothermal microwave. Graphene dipersiapkan dengan menggunakan metode hidrotermal menggunakan gelombang mikro (microwave) dan dicampurkan dengan larutan MoO3 untuk menghasilkan komposit nanobelt MoO3/graphene dengan morfologi berupa kombinasi antara tumpukan lembaran graphene dan nanobelt MoO3 yang seragam dengan lebar 200-500 nm dan panjang 5-10 µm. Pengukuran charge-discharge hasil sintesis material hibrida MoO3/graphene menunjukkan tingkat kemampuan rate capability yang baik, kapasitas besar, dan stabilitas cycling yang tinggi dibandingkan dengan lapisan MoO3 murni. Kapasitas discharge awal 291 mAh g-1 dapat dicapai pada 100 mA g-1, dengan kapasitas 172 mAh g-1 setelah 100 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MoO3/graphene dapat digunakan sebagai bahan material katode baterai litium yang fleksibel. Kata kunci: MoO3/graphene, hydrotermal microwave, katode, baterai fleksibel litium

PENDAHULUAN Penemuan baterai litium-ion secara aktif mengubah fungsi dari gaya hidup manusia modern [1]. Baterai litium merupakan sumber energi yang menjanjikan dan memiliki keuntungan dari sistem isi ulang, seperti ramah lingkungan, kerapatan energi yang besar, dan tegangan keluaran yang tinggi. Banyak upaya telah dilakukan untuk memenuhi persyaratan agar dapat digunakan dalam kendaraan listrik dan perangkat elektronik [2]. Baru-baru ini, telah ada minat dan permintaan yang tinggi untuk ultra thin, fleksibel, perangkat penyimpanan energi yang aman untuk memenuhi berbagai macam desain dan perangkat elektronik modern [3,4]. Meskipun bersifat fleksibel, elektrode tetap harus memenuhi syarat elektrokimia dan sifat mekanik yang tinggi sehingga hal ini perlu dieksplorasi agar memenuhi persyaratan tersebut. Material elektrode konvensional akan mengalami crack dan sifat fisiknya akan turun drastis ketika sering tertekuk atau diberi beban oleh impact bending, yang disebabkan oleh ikatan yang lemah antara material dan pengumpul arus (current collector). Lapisan tipis elektrode dengan fleksibilitas mekanik yang tinggi selama operasi diharapkan bisa memecahkan masalah tersebut. Struktur elektrode nanomaterial, khususnya struktur satu dimensi (1D) seperti nanowires, nanorods, dan nanobelts [5-8], dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk fabrikasi elektrode yang fleksibel. Morfologi dari nanowire 1D, nanorod, atau nanobelt tidak hanya mempunyai kapasitas elektrode yang besar, daerah elektrolit luas, dan regangan relaksasi yang mudah, tetapi juga efisien untuk jalur transfer elektron [5,6]. Sejauh ini, material katode yang digunakan berbentuk

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

padatan yang diproses dari serbuk yang dicasting pada lembaran alumunium [9-11]. Oleh karena itu, masih merupakan tantangan besar untuk mengeksplorasi material katode yang fleksibel dengan kinerja tinggi untuk aplikasi komersial dalam baterai fleksibel. Di antara material katode yang diketahui dapat diaplikasikan untuk baterai litium, yaitu molybdenum trioxide (MoO3). MoO3 adalah salah satu dari banyak material penyimpan energi yang sangat penting, dengan kapasitas discharge tinggi sekitar 300 mAhg-1 [12-16]. MoO3 juga merupakan material yang digunakan pada sensor gas [17] dan katalis untuk memilih oksidasi secara parsial dalam industri modern [18-19]. MoO3 memiliki tiga dasar polimorf, yaitu orthorhombic MoO3, monoclinic MoO3, dan hexagonal MoO3. Sebagai katode untuk baterai Li, orthorhombic MoO3 dipilih sebagai kandidat kuat karena memiliki fase yang stabil secara termodinamik [14,20]. Fase orthorhombic MoO3 memiliki struktur lapisan yang unik: setiap lapisan terdiri dari dua sub lapisan yang dibentuk dengan sudut pembagi octahedra [MoO6] sepanjang arah [001] dan [100], dan dua sub lapisan tersebut ditumpuk secara bersama-sama dengan membagi tepi octahedral. Susunan lapisan dengan interaksi van der Waals mengarah terbentuknya MoO 3 dengan struktur 2 dimensi, yang memungkinkan atom dan ion (seperti Li+) masuk diantara lapisan melalui proses interkalasi [21]. Dalam penggunaannya baterai Li, MoO3 memiliki kelemahan ionik dan konduktivitas elektronik yang rendah [22]. Untuk meningkatkan konduktivitas dari MoO 3 , carbon nanotube [11,23], grapheme[24], atau polimer [25,26], bisa dijadikan pilihan sebagai material pelapis yang konduktif. Baru-baru ini


topik hangat 4

graphene, nanomaterial dua dimensi yang terdiri dari karbon hibridisasi sp 2, dapat digunakan sebagai kandidat terbaik untuk pembentukan komposit oksida logam-nano graphene karena konduktivitasnya yang tinggi, area permukaan besar, fleksibel, dan sifat kimia yang stabil [27]. Komposit oksida logam-nano graphene telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti dengan perbedaan morfologi untuk aplikasi tertentu termasuk hibrida nanopartikel-graphene seperti Fe 3O 4-graphene [28-30], NiO-graphene [31,32], SnO 2graphene [33,35], dan LiFePO 4-graphene[36,37]. Telah dilaporkan juga tentang sintesis hidrotermal dari struktur nano MoO 3 untuk memproduksi material dengan kemurnian tinggi, homogenitas, kristalinitas yang baik, dan bersifat unik [20,38-40]. Penyinaran radiasi dengan gelombang mikro dapat digunakan sebagai sumber alternatif panas bagi proses hidrotermal [41,42]. Gelombang mikro menyebabkan pemanasan cepat untuk mencapai suhu yang diinginkan dalam waktu singkat dan meningkatkan reaksi kinetik dibandingkan dengan metode konvensional. Dalam reaksi hydrothermal microwave, pemanasan terjadi sangat cepat karena sifat dielektrik medium atau pelarut [41,42]. Baru-baru ini, Phuruangrat [43] melaporkan bahwa nanowire MoO 3 dengan diameter 50 nm dan panjang 10-12 µm dapat disintesis dengan menggunakan metode hydrothermal microwave dan cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) sebagai surfactant. Pada penelitian ini digunakan metode baru untuk mensintesis nanobelt MoO 3 dari serbuk MoO 3 komersial tanpa surfactant dan mengoombinasikannya dengan graphene melalui dua langkah metode hydrothermal microwave agar terbentuk lapisan tipis komposit MoO 3/graphene. Lapisan nanobelt MoO 3/graphene disiapkan dengan metode diatas diikuti dengan teknik penyaringan dalam keadaan vakum yang selanjutnya diinvestigasi sebagai material katode untuk baterai Litium yang lentur. Hasil ini akan dibandingkan dengan lapisan nanobelt MoO 3 dengan metode yang sama tetapi tanpa graphene.

pada 120°C selama 15 menit. Setelah didinginkan sampai temperatur kamar, produk graphene disaring dan dicuci dengan air suling. Dalam sintesis 0.143 g serbuk MoO 3 (98%, Sigma-Aldrich) dan 20 ml air suling yang dicampur dengan magnetic stirrer dan kemudian 5 ml 30% H 2O 2 (Sigma-Aldrich) ditambahkan pada larutan campuran tersebut dan terus diaduk diatas hot plate dengan temperatur 80°C selama 20 menit sampai diperoleh larutan berwarna kuning transparan. Kemudian, produk graphene dicampur dengan larutan MoO 3 selama 10 menit untuk menghasilkan suspensi coklat yang homogen. Reaksi larutan tersebut dipindahkan ke 100 mL Teflon berlapis autoclave dan disimpan dalam oven microwave (sistem microwave MicroSYNTH, Milestone) pada 180°C selama 30 menit. Daya, waktu dan temperatur system reaksi dikontrol oleh lab terminal 800 controller. Setelah dingin sampai temperatur kamar, produk tersebut dicuci beberapa kali dengan air suling. Persiapan lapisan tipis MoO 3/graphene Untuk membuat lapisan tipis yang uniform, teknik modifikasi penyaringan vakum telah digunakan[45], dimana 300 ml filter funnel digunakan. Dalam prosedurnya, 2 mg ml-1 material MoO 3/graphene didispersikan ke dalam 50 ml air suling. Kemudian, sebagaimana dipersiapkan dituangkan ke corong dan disaring melalui membran berpori polyvinylidene fluoride (PVDF) (Millipore, ukuran pori 0.2 µm, diameter 47 mm) dengan diberi tekanan dari pompa vakum. Ketika pelarut melewati pori-pori permukaan membran, material MoO 3/graphene terjebak pada permukaan membran, dan membentuk seperti tikar/alas. Alas/tikar yang dihasilkan, bersama dengan membrane PVDF, dikeringkan dalam oven selama 2 jam dan alas/tikar tersebut akhirnya bisa terkelupas dari membran sebagai lapisan tipis MoO 3/graphene. Lapisan tipis MoO 3/graphene yang terbentuk dapat digunakan sebagai elektrode setelah dikeringkan pada 100 oC dalam oven vakum selama 24 jam.

METODE Persiapan komposit nanobelt MoO 3/graphene

Analisis struktur dan morfologi

Komposit nanobelt MoO 3/graphene disintesis dengan metode dua langkah hydrothermal microwave. Graphene oxide (GO) dipersiapkan dari serbuk grafit alam (Fluka) dengan menggunakan metode Hummers’ yang dimodifkasi dengan tambahan KMnO 4[44]. Dalam sintesis, 20 mg GO didispersikan dalam 100 mL air suling dan disonikasi selama 30 menit untuk menghasilkan nanosheets graphene oxide. Setelah disonikasi, 100 mg NaOH (Sigma-Aldrich) dan H 4N 2.H 2O (0.56 mL, Sigma-Aldrich) ditambahkan ke dalam larutan, diikuti dengan pengadukan selama 10 menit. Setelah diaduk, campuran tersebut dipindahkan ke reaktor microwave Teflon lined (sistem microwave MicroSYNTH, Milestone) dengan temperatur dikontrol

Data X-ray diffraction (XRD) untuk tahap analisis fasa didapatkan melalui GBC MMA generator dan difraktometer dengan radiasi Cu Kα. Raman spectroscopy dilakukan dengan menggunakan JOBIN YVON HR800 sistem confocal Raman dengan 632,8 nm laser diode pada 300 mm -1 baris kisi dengan menggunakan temperatur kamar. Proses ini dilakukan untuk menandakan adanya graphene dalam produk nanobelt dan untuk menginvestigasi MoO 3 dan lapisan MoO 3/graphene. Jumlah graphene dalam sampel diperkirakan dengan analisis thermogravimetric (TGA) menggunakan sistem TGA/DSC 1 Stare. Morfologi dari lapisan tersebut diteliti dengan scanning electron microscopy menggunakan JEOL JSM-7500FA. Transmission electron microscopy (TEM) dan High

buletin

|Vol. 1 No. 1|Juli-September 2013|mrs-id.org


topik hangat 5

Transmission electron microscopy (TEM) dan High resolution TEM menggunakan JEOL 2011, dengan tegangan 200 Kv. Dimana sebelumnya sampel untuk TEM didispersikan di lubang Quantifoil karbon.

electrochemistry workstation dengan tingkat scan 0.1 mV s-1.

HASIL EKSPERIMEN Hasil pengujian X-ray Diffraction (XRD) pada sampel ditunjukkan pada gambar 1(a). Semua puncak difraksi dapat diindeks sebagai fasa orthorhombic MoO3 dengan lattice Pengujian elektrokimia parameter a = 3.96 Å, b = 13.86 Å, c = 3.70 Å, yang sesuai dengan hasil literatur (JCPDS kartu no. 35-0609). Tidak ada Tes untuk menguji performa elektrokimia dari lapisan karakteristik puncak dari pengotor (impurity) yang terdeteksi MoO3/graphene sebagai katode, digunakan model kotak pada hasil pola tersebut. Intensitas kuat terlihat dari puncak untuk sampel elektrodenya yang dipotong dari lapisan tipis difraksi (0 2 0), (0 4 0), dan (0 6 0) nanobelt MoO3. Puncak MoO3/graphene yang kemudian dikeringkan pada 100°C dari nanobelt MoO3 menunjukkan intensitas yang sangat kuat dalam oven vakum selama 24 jam. Semua pengujian dibandingkan dengan puncak difraksi dari sampel serbuk elektrokimia dilakukan dengan menggunakan jenis koin CR MoO3. Hal ini disebabkan oleh morfologi nanobelt yang 2032 (disediakan oleh baterai DLG Co., Ltd, Shanghai, ditandai dengan kristalinitas yang kuat [46]. Pola XRD dari China). Jenis sel koin dirakit dalam glove box yang selalu komposit lapisan tipis MoO3/graphene menunjukkan tidak terisi dengan gas Argon (Mbraun, Unilab, Germany) dengan ada bukti puncak difraksi yang dihasilkan dari oksida grafit, cara meletakkan separator berbahan polypropylene berpori indikasi bahwa oksida grafit telah direduksi semua menjadi yang berisi cairan elektrolit antara elektrode lapisan tipis graphene pada proses hydrothermal microwave. Karena MoO3/graphene dan elektrode pembanding litium foil. disebabkan intensitas yang kuat dari puncak difraksi kristalin Elektrolit yang digunakan adalah 1 M LiPF6 dalam 50:50 nanobelt MoO3, karakteristik dari puncak difraksi graphene (v/v) campuran dari ethylene carbonate (EC) dan dimethyl yaitu sekitar 26° tidak nampak, dan tidak teramati dalam pola carbonate (DMC), yang disediakan oleh MERCK KgaA, XRD komposit MoO3/graphene. Jerman. Pengujian charge-discharge dilakukan dengan Raman spectra dari graphene, MoO3, dan lapisan tipis menggunakan alat uji baterai (Land Battery Tester) yang MoO 3 /graphene ditunjukkan pada gambar 1(b). Dua dihubungkan dengan komputer melalui software. Sistem ini karakteristik pita (bands) dari graphene ditunjukkan dalam mampu berpindah antara charge dan discharge secara spectrum Raman: satu berada ditengah pada 1324 cm-1 (D otomatis, menurut potensialnya yang sudah ditetapkan. band) dapat dikaitkan dengan cacat lokal/gangguan, dan Siklus sel tersebut antaran diset diantara 1.5 dan 3.5 V dengan yang lainnya pada 1585 cm-1 (G band) dapat ditentukan untuk densita arus konstan sebesar 100 mA g-1. Cyclic voltammetry struktur sp2 grafit, sedangkan spectrum Raman dari lapisan (CV) dilakukan dengan menggunakan VMP3 Biologic MoO3/graphene menunjukkan bahwa D dan G bands muncul pada sekitar, masing-masing 1328 dan 1592 cm-1[47]. Spectrum Raman dari lapisan MoO3/graphene juga menunjukkan tiga karakteristik bands yang jelas dari MoO3. Raman bands pada 995 cm-1 dan 817 cm-1 merupakan bentuk asimetris dan simetris dari regangan getaran dari ikatan Mo=O, sementara band pada saat 664 cm-1 disebabkan karena asimetri regangan getaran dari ikatan O-Mo-O[48]. Sedangkan spectra pada jarak 100-400 cm-1 berhubungan dengan variasi dari kristal MoO3. Untuk menghitung jumlah graphene yang terdapat dalam komposit material MoO3/graphene, pengujian sampel dengan TGA dilakukan di udara (gambar 1(c)). Sampel tersebut dipanaskan mulai dari 30oC sampai 650°C dengan kecepatan pemanasan sebesar 10°C min-1. Sampel Gambar 1. (a) pola XRD dari lapisan tipis MoO3,lapisan tipis MoO3/graphene, dan tersebut dipanaskan mulai dari 30oC sampai 650°C serbuk MoO3 komersil; (b) Raman spectra dari lapisan tipis MoO3/graphene, dengan kecepatan pemanasan sebesar 10°C min-1. MoO3,dan graphene; (c) kurva TGA dari MoO3dan lapisan tipis MoO3/graphene.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


topik hangat 6

Dari gambar 1 (c) tampak bahwa tidak ada massa yang hilang hingga temperatur sampai 650°C untuk sampel MoO3, hal ini mengindikasikan bahwa MoO3 tetap stabil pada kisaran temperatur di atas. Karena MoO3 tetap stabil pada temperatur kisaran ini, perubahan berat pada sampel terjadi pada saat oksidasi grapheme[49]. Selanjutnya, perubahan berat sebelum dan sesudah oksidasi graphene dapat digunakan untuk menghitung jumlah graphene dalam lapisan tipis MoO3/graphene. Dengan menggunakan metode ini, diperkirakan bahwa jumlah graphene adalah sekitar 30%. Pengamatan melalui Field emission SEM (FESEM) terhadap nanobelts MoO3 dan lapisan MoO3/graphene disajikan pada gambar. 2. Gambar FESEM secondary electron dari lapisan nanobelt Gambar 2. FESEM secondary electron dan gambar optik: (a) tampak atas dari lapisan tipis MoO3 (gambar 2(a)) MoO3, (b) penampang melintang pada lapisan tipis MoO3; (c) lapisan tipis MoO3/graphene, menunjukkan nanobelts yang dan (d) foto-foto yang menunjukkan eksibilitas lapisan MoO3/graphene. uniform dengan lebar ~200800 nm dan beberapa 3.5 V, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Puncak mikrometer untuk panjangnya. Tampak samping dari lapisan katodik berlokasi sekitar 2.6 dan 2.17 V yang didapatkan dari MoO3 (gambar 2 (b)) mengindikasi bahwa lapisan MoO3 terdiri kedua sampel selama scan negatif dari 3.5 sampai 1.5 V. Dua dari lapisan yang sangat padat, sehingga ketebalannya untuk puncak reduksi ini sesuai dengan urutan proses interkalasi Li+ elektrode sekitar 50 Âľm. Di sisi lain, lapisan MoO3/graphene kedalam lapisan elektrode. Dilaporkan bahwa litium-ion (gambar 2(c)) menunjukkan morfologi yang sama pada MoO3, dapat masuk sendiri dan tidak hanya dalam jarak interlayer dengan nanobelts berada di sela-sela lembaran graphene. antara [MoO6] lapisan octahedron tetapi juga masuk ke Foto-foto yang telah dipersiapkan dari lapisan tipis [MoO ] intralayers octahedron[51]. Puncak katodik pada 6 MoO 3 /graphene yang terlepas dari membrane PVDF tegangan 2.6 V menunjukkan penyisipan litium secara ditunjukkan dalam gambar 2.(d). Karena lapisa tipis ireversibel kedalam struktur kristal (mungkin ke intralayers MoO3/graphene bersifat eksibel, sehingga bisa ditekuk [ M o O ] ) , yang cenderung memicu transformasi 6 sampai dengan kelengkungan apapun tanpa putus dan struktur[51,52] MoO3. Puncak anodik pada lokasi 2.53 V untuk kemudian dapat kembali ke bentuk semula, tetapi masih tetap kedua lapisan MoO3 dan lapisan MoO3/graphene selama scan mempertahankan sifatnya. positif dari 1.5 sampai 3.5 V berhubungan dengan penyisipan TEM dan HRTEM (gambar 3) menampilkan informasi dari reversibel litium-ion kedalam jarak interlayer (jarak van der morfologi dan struktur lapisan MoO3/graphene. Morfologi Waals) antara [MoO6] lapisan octahedron. Puncak anodik dan tersebut terdiri dari nanobelt secara individu atau secara grup katodik pertama dari lapisan MoO3 lebih luas, sedangkan dari belts tipis yang terletak pada sela-sela lapisan graphene, lapisan MoO3/graphene memperlihatkan lebih tajam, dan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3(b) dengan puncak lebih kuat. Indikasi yang kuat tersebut menunjukkan pembesaran tinggi. Area terang yang dikombinasikan dengan kinetic dari elektrode MoO3/graphene lebih baik. area difraksi elektron yang dipilih untuk diinvestigasi (gambar Nilai charge-discharge mula-mula untuk MoO 3 dan 3(c)), mengindikasikan bahwa pertumbuhan arah MoO3 k o m p o s i t e l e k t r o d e M o O3/graphene pada angka sejajar dengan [001]. Dalam hal ini sumbu zona axis sejajar charge/discharge dari 100 sampai 2000 mAg-1 digambarkan dengan MoO3. Gambar resolusi tinggi (gambar 3(d)) dari area pada gambar 5(a,b). Untuk MoO3 dan sampel MoO3/graphene, yang diindikasi gambar 3(c) menegaskan pertumbuhan arah kurva discharge dan charge mempunyai voltase stabil karena dan memberikan informai terkait deformasi kisi MoO3, interkalasi Li+ kedalam lapisan elektrode, yang konsisten struktur dari material lembaran tipis dan sama dengan yang dengan material yang disiapkan dengan perlakuan terungkap dalam investigasi HRTEM nanobeltsMoO3 [50]. hidrotermal larutan peroxomolybdic acid. Hal ini sesuai Perilaku elektrokimia terhadap nanobelts MoO3 dan lapisan dengan hasil pada puncak potensial katodik dan anodik dalam tipis MoO 3 /graphene dikarakteristik dengan cyclic cyclic voltammograms. Kapasitas discharge mula-mula voltammetry (CV) pada laju scanning 0.1 mVs-1 antara 1.5 dan diukur 307 dan 291 mAhg-1 pada 100 mAg-1, dan 123 dan 151

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


topik hangat 7

mAhg-1 pada 2000 mAhg-1 untuk masing-masing MoO3 dan elektrode lapisan MoO3/graphene, penurunan kapasitas discharge untuk semua sampel dengan peningkatan densitas arus, dan untuk sampel MoO3, perbedaan antara dua masa stabil menjadi lebih besar. Sampel MoO 3 cenderung memberikan kurva charge/discharge lebih miring bukannya datar (gambar 5(a)) dibandingkan dengan sampel MoO3/graphene, yang masih mempertahankan kestabilan kurva charge/discharge bahkan pada densitas arus 1000 mAg1 . Selain itu, sampel MoO3/graphene menunjukkan bahwa kurva redoks saling berhimpit, dari kurva CV untuk siklus kedua dan ketiga, menunjukkan reversibilitas baik dari penyisipan/pengeluaran litium-ion dalam dari sampel MoO3/graphene. Performa siklus MoO3/graphene pada 100 mAg -1 dengan MoO 3 dalam rentang voltase 1.5-3.5 V ditunjukkan pada gambar 5(c). Elektrode MoO3/graphene menunjukkan kapasitas yang lebih tinggi dan performa siklus yang baik. Setelah 100 siklus, kapasitas discharge untuk elektrode MoO3/graphene diukur 172 mAhg-1 pada 100 mAg-1 (kapasitas discharge mula-mula 59%), dengan efisiensi coulombic awal 98% (gambar 5(d)). Sebaliknya, kapasitas discharge untuk elektrode MoO3 hanya 101 mAhg-1 (kapasitas discharge mula-mula 32%) pada 100 mAg-1, dengan efisiensi awal 96%. Kapasitas tinggi dan performa siklik yang baik diberikan oleh elektrode MoO3/graphene dapat dikaitkan dengan graphene dalam lapisan MoO 3 /graphene, yang terbukti menyalurkan interkalasi Li+ kedalam kisi LixMoO3 elektrode MoO3/graphene, dengan meningkatkan kedua aksesibilitas untuk ion Li+ dan konduktivitas elektrik. Graphene dalam lapisan elektrode MoO3/graphene dapat

menghubungkan nanobelt MoO 3 yang terisolasi dan menimbulkan jaringan konduktif yang solid di elektrode. Pengukuran electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dilakukan untuk membandingkan konduktivitas MoO3 dan elektrode MoO3/graphene. Untuk mencapai pembentukan interphase elektrolit padatan yang stabil (SEI) dan perembesan elektrolit melalui material elektrode, pengukuran impendansi dilakukan setelah menjalankan charge-discharge untuk 5 siklus pada potensial discharge 2.5 V vs Li/Li+. Plot Nyquist dari dua elektrode, serta hasil ketika menggunakan rangkaian equivalent digambarkan pada gambar 6(a). Dalam rangkaian equivalent (inset), RΩ dan Rct adalah resistansi ohmic (resistansi total dari elektrolit, separator dan kontak elektrik) dan masing-masing resistansi charge-transfer. CPE adalah elemen fasa yang konstan, melibatkan kapasitansi lapisan ganda, dan W merupakan impedansi Warburg, mencerminkan difusi ion Li kedalam material aktif, yang ditunjukkan dengan garis miring pada frekuensi rendah [53]. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Rct jauh lebih kecil untuk elektrode MoO3/graphene (Rct = 216.5 Ω) daripada elektrode MoO3 (Rct = 640.8 Ω) setelah 5 siklus, yang menunjukkan bahwa lapisan graphene memungkinkan lebih mudah dalam charge transfer pada elektrode/antar permukaan elektrolit, yang dikurangi resistansi internal baterai secara keseluruhan. Lapisan graphene diterapkan dalam sintesis secara signifikan untuk meningkatkan konduktivitas material MoO3/graphene, karena kondutivitas graphene mempermudah jalur konduktif elektronik di nanobelts MoO3, yang dianggap sebagai kunci dalam meningkatkan kapasitas discharge,tingkat capability, dan siklus hidup material MoO 3 /graphene. Selain

Gambar 3. Gambar TEM dan HRTEM dari lapisan MoO3/graphene: (a) gambar dengan perbesaran rendah dari single nanobelt, (b) nanobelt MoO3 dilapisi dengan graphene, seperti yang ditunjukkan oleh panah dan perbesaran gambar yang lebih tinggi, (c) gambar area yang cerah pada nanobelt dan pola difraksi electron (dekat zona axis) mengindikasi arah pertumbuhan, dan (d) gambar HRTEM mengindikasi region dengan jarak 0.37 nm yang konsistem dengan MoO3.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


topik hangat 8

400

400

(a)

300

-1

200

100

MoO film 3

0

-100

2.6

0 -100

1st 2nd 3rd

2.17

-200

MoO 3 /graphene film

100

i/m A g

-1

200

i/m A g

(b)

300

2.53

1st 2nd 3rd

-200

-300

-300

-400

-400 1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

1.5

2.0

2.5

+

3.0

3.5

+

E/V (vs. Li/Li )

E/V (vs. Li/Li )

Gambar 4. Profil CV untuk 3 siklus pertama lapisan MoO3 (a) dan lapisan MoO3/graphene (b) pada tingkat scan 0.1 mVs-1.

siklus, yang digambarkan pada gambar 6(b).

meningkatkan konduktifitas elektrode karena selama proses siklus charge dan discharge graphene, performa tinggi dari lapisan MoO3/graphene sangat terkait dengan morfologi nanobelt material katode MoO3. Nanobelts MoO3 mempunyai area permukaan yang besar, yang akan mengurangi keefektifan densitas arus pada material aktif dan mengurangi regangan yang disebabkan perubahan volume selama reaksi elektrokimia. Selain itu, karena fleksibilitas dari nanobelts MoO3, morfologi nanobelts MoO3 dapat dipertahankan selama proses ekstraksi dan absorbsi Li+, bahkan setelah 100

KESIMPULAN Pada penelitian ini, lapisan tipis elektrode fleksibel MoO3/graphene disiapkan dengan dua langkah, sangat cepat, melalui metode hydrothermal microwave yang kemudian diikuti dengan teknik penyaringan melalui vakum filter. Material hibrid, yang terdiri dari lapisan oksida logam, MoO3, dan graphene memberikan interaksi sinergis antara komponen inorganic dan organic. Pengukuran charge-discharge 4.0

4.0

(a)

MoO3 film

+

Potential (vs. Li/Li )

+

Potential (vs. Li/Li )

MoO3/graphene film

(b)

3.5

3.5

3.0

2.5

2.0

3.0

2.5

2.0

1.5

1.5 2000 mA g

-1

1000 mA g

-1

500 mA g

-1

100 mA g

-1

2000 mA g 1000 mA g

-1

-1

500 mA g 100 mA g

-1

1.0

1.0 0

50

100

150

200

250

300

0

350

50

100

150

200

250

300

350

-1

Specific Capacity (mAh g )

-1

Specific Capacity (mAh g ) 110

550

100

(c)

500 -1

90

(d)

450 400 350 300 250

MoO3/graphene film

200 150

MoO3 film

Coulombic Efficiency (%)

Specific Capacity (mAh g )

-1

80

MoO3 film MoO3/graphene film

70 60 50 40 30 20 10

100

0

50 0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Number of Cycles

Number of Cycles

Gambar 5. Nilai galvanostatic charge-discharge mula-mula dari (a) lapisan elektrode MoO3, (b) lapisan elektrode MoO3/graphene pada densitas arus yang berbeda dari 100 sampai 2000 mAg-1 antara 1.5 dan 3.5 V; (c) cycling performance melampaui 100 siklus pada 100 mAg-1; (d) coulombic efficiency.

buletin

|Vol. 1 No. 1|Juli-September 2013|mrs-id.org


topik hangat 9

600 550

(a)

500 450

MoO 3/graphene film

400

Z" (Ohm)

(b)

MoO 3 film

Rct

350

CPE

300

W

250 200 150 100

1 µm

50 0 0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

550

600

Z'(Ohm)

Gambar 6. Plot Nyquist untuk lapisan tipis elektrode MoO3/graphene setelah charge-discharge selama 5 siklus pada potensial discharge 2.5 V vs Li/Li+ dan hasil yang sesuai menggunakan rangkaian equivalent yang ditampilkan dalam inset (a), dan gambar FESEM lapisan elektrode MoO3/graphene setelah charge-discharge selama 100 siklus. menunjukkan bahwa lapisan MoO 3 /graphene secara signifikan memberi kapasitas reversibel lebih tinggi dan stabilitas siklik yang bagus (172 mAh g-1 pada 100 mA g-1 setelah 100 siklus) dibandingkan dengan lapisan MoO3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa MoO3/graphene yang didesain pada studi ini dapat digunakan sebagai material katode fleksibel untuk baterai litium-ion isi ulang yang lentur. Lapisan elektrode MoO3/graphene mempunyai kapasitas spesifik yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan elektrode MoO 3 , ketika graphene yang konduktif memudahkan jalur konduktif elektronik dalam nanobelts MoO3, dan performa yang bagus juga berkaitan dengan morfologi nanobelts material katode MoO3. UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan ucapan terima kasih terhadap dukungan pendanaan penelitian yang diberikan oleh Australian Research Council (ARC) melalui ARC Centre of Excellence untuk Electromaterials Sains dan Discovery Project (DP0987805). Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk penggunaan fasilitas di UOW Electron Microscopy Centre. REFERENSI [1] D. Liu, G. Cao, Energy Environ. Sci. 3 (2010) 1218-1237. [2] H. Nishide, K. Oyaizu, Science 319 (2008) 737-738. [3] L. Hu, H. Wu, F. La Mantia, Y. Yang, Y. Cui, ACS Nano 4 (2010) 5843-5848. [4] K.T. Nam, D.-W. Kim, P.J. Yoo, C-Y. Chiang, N. Meethong, P.T. Hammond, Y-M. Chiang, A.M. Belcher, Science 312 (2006) 885-888. [5] E. Hosono, T. Kudo, I. Honma, H. Matsuda, H. Zhou, Nano Lett. 9 (2009) 1045-1051. [6] D.K. Kim, P. Muralidharan, H.-W. Lee, R. Ruffo, Y. Which, C.K. Chan, H. Peng, R.A. Huggins, Y. Cui, Nano Lett. 8 (2008) 3948-3952. [7] Y. Yang, C. Xie, R. Ruffo, H. Peng, D.K. Kim, Y. Cui, Nano Lett. 9 (2009) 4109-4114. [8] C.K. Chan, H. Peng, R.D. Twesten, K. Jarausch, X.F. Zhang, Y. Cui, Nano Lett. 7 ( 2007) 490-495 . [9] S.-L. Chou, J-Z. Wang, J.-Z. Sun, D. Wexler, M. Forsyth, H-K. Liu, D.R. MacFarlane, S.-X. Dou, Chem. Mater. 20 (2008) 7044-7051 . [10] J.-Z. Wang, S.-L. Chou, H. Liu, G.X. Wang, C. Zhong, S. Chew Yen, H. Kun Liu, Mater. Lett. 63 (2009) 2352-2354. [11] K.H. Seng, J. Liu, Z.P. Guo, Z.X. Chen, D. Jia, H.K. Liu, Electrochem. Comm. 13 (2011) 383-386. [12] L.Q. Mai, B. Hu, W. Chen, Y.Y. Qi, C.S. Lao, R.S. Yang, Y. Dai, Z.L. Wang, Adv. Mater. 19 (2007) 3712-3716. [13] S.-H. Lee, Y.-H. Kim, R. Deshpande, P.A. Parilla, E. Whitney, D.T. Gillaspie, K.M. Jones, A.H. Mahan, S. Zhang, A.C. Dillon, Adv. Mater . 20 (2008) 3627-3632. [14] N.A. Chernova, M. Roppolo, A.C. Dillon, M.S. Whittingham, J. Mater . Chem. 19 (2009) 2526-2552. [15] L. Zheng, Y. Xu, D. Jin, Y. Xie, J. Mater. Chem, 20 (2010) 7135-7143. [16] T. Brezesinski, J. Wang, S.H. Tolbert, B. Dunn, Nat. Mater. 9 (2010) 146-151. [17] E. Comini, L. Yubao, Y. Brando, G. Sberveglieri, Chem. Phys. Lett. 407 (2005) 368-

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2013|mrs-id.org

371. [18] M. Sadakane, N. Watanabe, T. Katou, Y. Nodasaka, W. Ueda, Angew. Chem. Int. Edition 46 (2007) 1493-1496. [19] H. Tsuji, Y. Koyasu, J. Pm. Chem. Soc. 124 (2002) 5608-5609. [20] X.W. Lou, H.C. Zeng, Chem. Mater. 14 (2002) 4781-4789. [21] L. Zhou, L. Yang, P. Yuan, J. Zou, Y. Wu, C. Yu, J. Phys. Chem. C 114 (2010) 2186821872. [22] T. Tao, A.M. Glushenkov, C. Zhang, H. Zhang, D. Zhou, Z. Guo, H.K. Liu, Q. Chen, H. Hu, Y. Chen, J. Mater. Chem. 21 (2011) 9350-9355. [23] M.M. Rahman, J.-Z. Wang, N.H. Idris, Z. Chen, H. Liu, Electrochim. Acta 56 (2010) 693-699. [24] H. Gwo, H.-S. Kim, K.U. Lee, D.-H. Seo, Y.C. Park, Y.-S. Lee, B.T. Ahn, K. Kang, Energy Environ. Sci. 4 (2011) 1277-1283. [25] L. Cui, J. Li, X.-g. Zhang, Mater. Lett. 63 (2009) 683-686. [26] Y. Kim, J.-S. Kim, M.-T. Thieu, H.-C. Dinh, I.-H. Yeo, W.I. Cho, S.-i. Mho, Bull. Korean Chem. Soc. 31 (2010) 3109. [27] S. Park, R.S. Ruoff, Nat. Nanotech. 4 (2009) 217-224. [28] J. Liang, Y. Xu, D. Sui, L. Zhang, Y. Huang, Y. Ma, F. Li, Y. Chen, J. Phys. Chem. C 114 (2010) 17465-17471. [29] G. Zhou, D.-W. Wang, F. Li, L. Zhang, N. Li, Z.-S. Wu, L. Wen, G.Q. Lu, H.- M. Cheng, Chem. Mater. 22 (2010) 5306-5313. [30] J.-Z. Wang, C. Zhong, D. Wexler, N.H. Idris, Z.-X. Wang, L.-Q. Chen, H.-K. Liu, Chem. Eur. J. 17 (2011) 661-667. [31] I.R.M. Kottegoda, N.H. Idris, L. Lu, J.-Z. Wang, H.-K. Liu, Electrochim. Acta 56 (2011) 5815-5822. [32] Y.J. Mai, S.J. Shi, D. Zhang, Y. Lu, C.D. Gu, J.P. Tu, J. Power Sources 204 (2012) 155-161. [33] X. Wang, X. Zhou, K. Yao, J. Zhang, Z. Liu, Carbon 49 (2011) 133-139. [34] C. Zhu, Y. Fang, D. Wen, S. Dong, J. Mater. Chem. 21 (2011) 16911-16917. [35] C. Zhong, J. Wang, Z. Chen, H. Liu, J. Phys. Chem. C 115 (2011) 25115-25120. [36] Y. Shi, S.-L. Chou, J.-Z. Wang, D. Wexler, H.-J. Li, H.-K. Liu, Y. Wu, J. Mater. Chem. 22 (2012) 16465-16470. [37] X. Zhou, F. Wang, Y. Zhu, Z. Liu, J. Mater. Chem. 21 (2011) 3353-3358. [38] R.-Q. Song, A.-W. Xu, B. Deng, Y.-P. Fang, J. Phys. Chem. B 109 (2005) 2275822766. [39] L. Zheng, Y. Xu, D. Jin, Y. Xie, Chem. Mater. 21 (2009) 5681-5690. [40] T. Xia, Q. Li, X. Liu, J. Meng, X. Cao, J. Phys. Chem. B 110 (2006) 2006-2012. [41] P. Zhang, S. Yin, T. Sato, Appl. Catal. B Environ. 89 (2009) 118-122. [42] J.-H. Lee, C.-K. Kim, S. Katoh, R. Murakami, J. Alloys Compounds 325 (2001) 276280. [43] A. Phuruangrat, D.J. Ham, S. Thongtem, J.S. Lee, Electrochem. Commun. 11 (2009 ) 1740-1743. [44] D.C. Marcano, D.V. Kosynkin, J.M. Berlin, A. Sinitskii, Z. Sun, A. Slesarev, L.B. Alemany, W. Lu, J.M. Tour, ACS Nano 4 (2010) 4806-4814. [45] W.A. De Heer, W.S. Bacsa, A. Chatelain, T. Gerfin, R. Humphrey - Baker, L. forro, D. Ugarte, Science 268 (1995) 845-847. [46] C.V. Subba Reddy, Z.R. Deng, Q.Y. Zhu, Y. Dai, J. Zhou, W. Chen, S.I. Mho, Appl. Phys. A : Mater. Sci. Process. 89 (2007) 995-999. [47] A.C. Ferrari, J. Robertson, Phys. Rev. B 61 (2000) 14095-14107. [48] X. Yang, H. Ding, D. Zhang, X. Yan, C. Lu, J. Qin, R. Zhang, H. Tang, H. Song, Crystal Res. Tech. 46 (2011) 1195-1201. [49] S. Park, J. An, J.R. Potts, A. Velamakanni, S. Murali, R.S. Ruoff, Carbon 49 (2011) 3019-3023. [50] Y.L. Xie, F.C. Cheong, Y.W. Zhu, B. Varghese, R. Tamang, A.A. Bettiol, C.H. Sow, J. Phys. Chem. C 114 (2009) 120-124. [51] W. Li, F. Cheng, Z. Tao, J. Chen, J. Phys. Chem. B 110 (2005) 119-124. [52] J.S.Chen, Y.L.Cheah, S.Madhavi, X.W. Lou, J.Phys.Chem. C 114 (2010) 86758678. [53] G.T.-K. Fey, C.-Z. Lu, T.P. Kumar, J. Power Sources 115 (2003) 332-345.


kilas riset 10

Efek perubahan komposisi terhadap karakteristik nanostruktur copper cobal oksida film coating Amun Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia Amun Amri, Zhong-Tao Jiang, Parisa A. Bahri, Chun-Yang Yin, Xiaoli Zhao, Zonghan Xie, Xiaofei Duan, Hantarto Widjaja, M. Mahbubur Rahman, dan Trevor Pryor, “Surface Electronic Structure and Mechanical Characteristics of Copper–Cobalt Oxide Thin Film Coatings: Soft X-ray Synchrotron Radiation Spectroscopic Analyses and Modeling”, J. Phys. Chem. C 117, 16457 (2013), DOI: 10.1021/jp404841m

Kelompok senyawa tembaga-kobal oksida (CuxCoyOz) telah menarik perhatian banyak peneliti dan telah dipelajari secara luas untuk berbagai aplikasi, misalnya oxygen evolution reactions (OER), Fischer Tropsch synthesis, sintesis alkohol berbasis syngas, juga sebagai material termoelektrik. Hal ini selain berkaitan dengan aktivitas katalitik permukaan yang tinggi, juga karena material tersebut memiliki stabilitas termal yang baik, ketahanan terhadap korosi dan degradasi, serta ketersediaan yang cukup (cost-effective). Meski demikian, sifat optis dan mekanis yang berhubungan dengan perubahan komposisi penyusun pada proses sol-gel sintesis dari lapisan tipis (film) oksida ini belum dieksplorasi secara memadai. Aplikasinya bisa sebagai penyerap sinar matahari secara selektif untuk solar thermal power, solar water heater, ataupun solar air conditioning (solar thermal cooling). Berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya, FESEM morfologi dari permukaan film yang disintesis menggunakan rasio prekursor [Cu]/[Co] = 1 menunjukkan adanya struktur nano berupa agglomerated coral-like dalam rentang 10-60 nm yang memberikan nilai absorbance (α) optimum sebesar 84% (sebelum penambahan lapisan antirefleksi). Meskipun morfologi permukaan film yang disintesis dengan rasio [Cu]/[Co] = 0,5 memberikan struktur nano yang lebih teratur dengan sedikit aglomerasi dan nilai absorbance yang lebih besar (α = 86%), namun nilai ini dianggap kurang optimum berkaitan dengan karakter kurva reflektansi selective absorber yang dihasilkan pada area near-infrared. Tingginya nilai absorbance dari kedua film ini akibat dari adanya hamburan resonan dan mekanisme relaksasi foton dalam struktur berpori. Ini terbukti melalui perbandingan morfologi permukaan dari film yang disintesis dengan [Cu]/[Co] = 2 yang memiliki permukaan yang lebih mulus dengan pengurangan absorbance sebesar sekitar 10%. Struktur elektronik yang dikarakterisasi menggunakan sumber sinkrotron XPS menunjukkan bahwa baik tembaga, kobal, maupun oksigen terdiri dari beberapa tingkat oksidasi yang secara umum relatif sama untuk masing-masing komposisi, kecuali film yang disintesis menggunakan [Cu]/[Co] = 2 yang tidak mengandung octahedral Cu(I). Peningkatan konsentrasi tembaga di dalam proses sintesis

cenderung mempromosikan pembentukan oktahedral Cu(II) yang meminimumkan pembentukan Cu(I) oktahedral serta meningkatkan kompetisi dari ion Cu(II) oktahedral untuk mengganti situs Co(II) dalam struktur host kobal. Koordinasi lokal dari kompenen penyusun yang digambarkan oleh data dari hasil spektroskopy near edge Xray absorption fine structure (NEXAFS) menggunakan sinkrotron mengungkapkan bahwa lingkungan lokal dari Co, Cu dan O secara substansi tidak dipengaruhi oleh perubahan rasio konsentrasi prekursor kecuali untuk kasus konsentrasi tembaga yang tinggi. Pada konsentrasi tembaga yang tinggi, koordinasi lokal terlihat sedikit berubah akibat evolusi yang menghilangkan Cu(I) oktahedral. Evolusi inilah yang nampaknya juga ikut berperan dalam memperlemah relaksasi foton dalam material. Sifat mekanis dari lapisan film yang dipertebal (coating) yang dianalisis menggunakan nanomechanical indentation dengan indenter Berkovich menunjukkan bahwa ketahanan pakai (wear resistance) dari substrat aluminium yang dilapisi coating tembaga-kobal oksida meningkat secara signifikan dibandingkan permukaan substrat aluminium, khususnya coating yang mengandung komposisi tembaga dan kobal berimbang, yang menunjukkan tingkat kekerasan per elastik modulus (H/E) sebesar 0,055. Simulasi finite element dengan mengambil model dua dimensi aksisimetri menggunakan COMSOL Multiphysics mengindikasikan bahwa di bawah spherical loading, tegangan yang lebih tinggi dan deformasi plastis pada dasarnya terkonsentrasi dalam lapisan coating tanpa menyebar lebih jauh ke dalam substrat. Hal ini akan mengurangi kemungkinan delaminasi lapisan coating selama fase tanpa pembebanan. Temuan ini dapat digunakan sebagai referensi dalam teknis desain lapisan koating logam oksida yang memiliki ketahanan pakai lebih tinggi dari substrat untuk berbagai aplikasi teknik.

Full paper : http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jp404841m Kontak penulis : amun_amri@unri.ac.id; amun_amri@yahoo.com

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 11

Ionisasi lunak spektrometri massa: mendalami pengertian mekanisme polimerisasi Alexander H. Soeriyadi School of Chemistry, The University of New South Wales, Australia Alexander H. Soeriyadi, Michael R. Whittaker, Cyrille Boyer, Thomas P. Davis, “Soft Ionization Mass Spectrometry: Insights into Polymerization Mechanism”, J. Polym. Sci. Part A: Polym. Chem. 51, 1475-1505 (2013), DOI: 10.1002/pola.26536

Seiring berkembangnya kemajuan teknologi di bidang material polimer, dibutuhkan instrumentasi dengan kapabilitas untuk memberikan informasi secara lebih mendalam. Dalam beberapa dekade akhir, dengan ditemukannya mekanisme controlled radical polymerization dan reaksi “click”, ilmuwan di bidang polimer dapat merancang polimer dengan fungsi dan arsitektur yang sebelumnya tidak memungkinkan. Sebagai contoh, komponen terminal dari sebuah polimer meskipun hanya sebagian kecil dari keseluruhan polimer memiliki andil yang penting dalam sifat suatu polimer, baik itu mekanis, biologis, atau kimiawi. Arsitektur sebuah polimer juga dapet direkayasa sedemikian rupa untuk membentuk struktur multifungsi, blok copolymer, lingkaran, dan lainnya. Untuk menganalisis material polimer dengan akurasi pada tingkat molekul dibutuhkan instrumentasi melebihi peralatan tradisional yang biasa dipergunakan dalam ilmu polimer semacam Nuclear Magnetic Resonance (NMR),

Thermogravimetric Analysis (TGA), Gel Permeation Chromatography (GPC), atau Differential Scanning Calorimetry (DSC). Sejak diciptakannya soft ionization mass spectrometry, terutama dengan teknik electrospray (ESI) dan MALDI, spektrometri massa (mass spectrometry) berkembang menjadi standar analisis untuk polimer dengan

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

informasi mekanis tentang sebuah sifat polimer yang tidak diperkirakan sebelumnya. Penemuan ESI dan MALDI bahkan berbuah hadiah Nobel untuk John B. Fenn dan Koichi Tanaka pada tahun 2002. Inti dari ESI dan MALDI adalah kemampuan untuk mengionisasi sampel secara utuh (tanpa fragmentasi dari sampel) yang sebelumnya tidak dimungkinkan dengan teknik ionisasi yang lain. Fenomena inilah yang membuat spektrometri massa menjadi alat instrumentasi yang menjanjikan untuk ilmu polimer. Hasil dari ESI dan MALDI adalah berupa massa ion dan pola isotopik yang dapat dipergunakan untuk menghitung massa atomik suatu sampel atau molekul. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran dengan mempergunakan alat spektrometri massa terutama pada persiapan sampel. Persiapan sampel sangatlah penting untuk mendapatkan hasil yang terpercaya. Untuk MALDI, kombinasi yang tepat antara matriks, sampel, dan pelarut (solvent) sangatlah penting, begitu pula dengan pilihan pelarut. Untuk ESI, persiapan sample lebih sederhana karena hanya membutuhkan larutan dan kombinasi counter ion yang tepat. Teknik ESI dan MALDI telah dipergunakan untuk mempelajari modifikasi polimer secara kimiawi, mekanisme polimerisasi, dan degradasi polimer terhadap lingkungan. Dengan menggunakan teknik ini, berbagai mekanisme pembentukan ataupun degradasi dapat dimengerti lebih terperinci. Informasi yang dipelajari dalam menganalisis individu rantai polimer dapet menjadi krusial untuk mendesain performa polimer yang lebih maju. Dalam waktu dekat ini, spektrometri massa diperkirakan akan menjadi salah satu instrumentasi vital untuk laboratorium polimer di seluruh dunia. Pengembangan lebih lanjut dilakukan terutama untuk meningkatkan kapabilitas ESI dan MALDI dalam hal akurasi, resolusi, dan kepekaan hasil.

Full paper : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pola.26536/ab stract Kontak penulis : alexander.soeriyadi@unsw.edu.au


kilas riset 12

Sel surya berbasis efisiensi ganda Gede Widia Pratama Adhyaksa Korean Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) Gede Widia Pratama Adhyaksa, Ga-In Lee, Se-Woong Baek, Jung-Yong Lee, Jeung-Ku Kang, “Broadband energy transfer to sensitizing dyes by mobile quantum dot mediators in solar cells”, Scientific Reports 3, 2711 (2013), DOI: 10.1038/srep02711

energi foton per band gap sebesar 0,49 (hampir setengah nilai Teknologi konvensional sel surya berbasis pada proses band gap) pada Gambar 1. Nilai rasio tersebut konversi satu foton menghasilkan satu pasangan elektronmengindikasikan skenario kedua dari fenomena CM berupa hole. Dengan kata lain, efisiensi kuantumnya tidak dapat penyerapan lebih dari satu foton sekaligus untuk melebihi 100%. Mekanisme ini melahirkan sebuah nilai batas menghasilkan sepasang elektronmaksimum efisiensi termodinamika hole berdaya ganda, yang artinya yang bisa dicapai oleh sel surya foton dengan energi setengah nilai sebesar 33,7%, atau lebih dikenal bandgap masih bisa diserap oleh dengan Scockley-Queisser limit. sel surya untuk menghasilkan Fenomena baru akan muncul sepasang elektron-hole (Gambar apabila sebuah material mampu 2). Mengingat rugi-rugi terbesar menghasilkan lebih dari sepasang dari efisiensi sel surya yang ada elektron-hole ketika menerima satu pada umumnya disebabkan oleh foton, atau menyerap lebih dari satu tidak terserapnya foton yang foton sekaligus untuk menghasilkan berenergi rendah, maka hal ini sepasang elektron-hole berdaya dapat dikurangi dengan ganda. Fenomena ini dikenal pendekatan yang kami lakukan. dengan sebutan carrier Hasil yang kami peroleh masih multiplication (CM). Sampai saat ini, landasan fisis Gambar 1. Grafik absorped photon-to-current efficiency jauh dari sempurna untuk tahap proses terbentuknya CM masih (APCE) dari sel surya (dengan kombinasi quantum dot implementasi jangka panjang. menjadi bahan perdebatan. Meski yang berbeda) terhadap ћω/E (rasio dari energi foton Namun, parameter-parameter g yang ada pada laporan ini bisa demikian, CM telah berhasil yang diterima terhadap band gap dari quantum dot). dijadikan barometer untuk diamati pada single wall carbon merancang kombinasi materialnanotube (SWCNT), quantum dot, material baru ketika hukum dan pentacene. Sayangnya, termodinamika klasik kurang material-material tersebut belum relevan lagi. Di samping faktor mampu menunjukkan fenomena efisiensi, sel surya ini CM ketika diaplikasikan sebagai sel mengadaptasi model dye surya standar (AM 1.5 solar sensitized solar cell yang spectrum). Dalam paper ini, kami diprediksi akan memberikan melaporkan bahwa CM bisa terlihat perubahan signifikan pada tipe sel jelas pada sel surya dengan teknik surya yang akan ada di masa tertentu. mendatang dengan rasio harga per Strategi yang kami terapkan kWh yang relatif rendah. Hasil adalah membuat sel surya berupa penelitian ini menawarkan solusi sambungan p-n (p-n junction) yang atas dua tuntuntan utama yang terbuat dari quantum dot di dalam harus dimiliki sel surya sebagai ionic liquid (p-type), lalu salah satu alternatif sumber energi menempelkannya dengan molekul terbarukan, yaitu berefisiensi dye di dalam TiO2 berpori (n-type). Gambar 2. Ilustrasi penyerapan dua foton sekaligus. tinggi dan memiliki kisaran rasio O p t i m a s i d i l a k u k a n d e n g a n Quantum dot dapat menyerap energi foton dari harga per kWh yang relatif rendah. menguji beberapa jenis dan dimensi rentang yang relatif tinggi (cahaya tampak) dan quantum dot. rendah (infra merah), untuk kemudian Hasil maksimum yang kami ditransmisikan ke dye melalui mekanisme resonansi. peroleh adalah sel surya dengan efisiensi kuantum mencapai 200% menggunakan cadmium selenide dengan lebar pita energi Full paper : (band gap) sebesar 2,44 eV di dalam http://www.nature.com/srep/2013/130919/srep02711 1–ethyl–3–methylimidazolium bis (trifluoromethylsulfonyl) /full/srep02711.html imide ionic liquid. Pencapaian ini ditunjukkan oleh nilai Kontak penulis : absorbed photon to current efficiency (APCE) ketika rasio

g.adhyaksa@amolf.nl (Pratama Adhyaksa)

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 13

Pengaruh temperatur proses serta konsentrasi prekursor terhadap pembentukan partikel WO3 dan performa fotokatalisnya Osi Arutanti Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Osi Arutanti, Takashi Ogi, Asep B. D. Nandiyanto, Ferry Iskandar, and Kikuo Okuyama, “Controllable crystallite and particle sizes of WO3 particles prepared by a spray-pyrolysis method and their photocatalytic activity”, AIChE Journal 60, 41–49 (2014), DOI: 10.1002/aic.14233

dengan melarutkan RhodamineB (RhB) dalam UPW sebagai Hingga saat ini, penelitian tentang fotokatalis masih sampel air polusi. Proses penyinaran dilakukan menggunakan menjadi topik yang menarik. Berbagai penelitian dilakukan solar radiation system (PEC-L11, Peccell Technologies, Inc., guna mendapatkan hasil katalisis yang optimal. Beberapa hal Japan; AM 1.5G dan 100 mW/cm2). yang diketahui masih menjadi kekurangan dan harus Pada gambar 1 ditunjukkan rangkaian alat spray pyrolysis, diperhatikan di antaranya adalah karakteristik material dasar, serta efek konsentrasi dan temperatur proses terhadap ketersediaan material, kemungkinan produksi katalis dalam pembentukan partikel WO3. Ketika temperatur proses diset skala industri, dan biaya produksi keseluruhan. pada 900oC, ukuran partikel meningkat sebanding dengan Dalam dunia fotokatalis, tungsten trioksida (WO3) menjadi peningkatan konsentrasi precursor. Akan tetapi, ukuran salah satu material yang sering digunakan sebagai katalis. kristal tidak berubah secara signifikan. Sementara itu, pada Kecilnya pita energi menjadi alasan penggunaan material temperatur proses yang tinggi (1200oC), baik ukuran partikel tersebut. Akan tetapi, rendahnya posisi pita konduksi pada maupun kristal turut berubah. Ditemukan pula ada pembagian material WO3 menyebabkan cepatnya proses rekombinasi 3 zona berdasarkan perbedaan temperatur proses, yaitu 600elektron dan hole. Selain itu, ketersediaan dan harga menjadi 1000oC, 1000-1200oC, dan di atas 1200oC. Dari sini dapat kekurangan pada material ini. Oleh karenanya, optimasi dan dilihat bahwa baik ukuran kristal maupun luas permukaan efisiensi penggunaan WO3 dalam jumlah terbatas sebagai partikel memberikan pengaruh yang besar pada perubahan fotokatalis sangat diperlukan. Dalam penelitian ini, sintesis aktivitas fotokatalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tungsten trioksida (WO3) dilakukan dengan metoda spray temperatur proses pada 1200oC merupakan kondisi optimum pyrolysis. Ukuran kristal dan partikel dikontrol guna dalam menghasilkan partikel dengan performa terbaik. mempermudah pengamatan, khususnya korelasi antara Lebih jauh lagi, untuk dapat mengetahui mekanisme karakteristik partikel terhadap aktivitas fotokatalisis. pembentukan partikel WO3 partikel secara jelas, temperatur Ammonium tunstate pentahydrat (ATP) telah digunakan proses divariasikan dari 120 o C sampai 1300 o C. Kami sebagai material utama pembentuk WO 3 . ATP yang membaginyanya ke dalam dua tahapan, yaitu rentang 120dilarutakan dalam ultra-pure water (UPW, kemudian disebut 600oC (yang dapat dibagi lagi menjadi tiga subtahapan: 120precursor) dimasukkan ke dalam ultrasonic nebulizer untuk 240oC, 240-400oC, dan menghasilkan droplet. 400-600oC), serta dan Droplet yang terbentuk 600-1300oC. Seluruh kemudian dialirkan mekanisme ini menggunakan udara (5 diilustrasikan pada L/min) ke dalam gambar 2. Pada saat electronic furnace. temperatur proses Partikel yang terbentuk berada dalam rentang ditangkap presipitator 600-1000oC, seluruh elektrostatis. Pada partikel yang proses sintesis, dihasilkan berukuran temperatur proses submikron (600-700 divariasikan dari 120 n m ) . Ya n g sampai 1300oC membedakan adalah (konsentrasi precursor ukuran kristal yang 10 mmol/L), dan semakin meningkat variasi konsentrasi sebagai efek dari prekursor dari 2,5 temperatur proses. sampai 15 mmol/L Ukuran partikel (temperatur proses Gambar 1. (a) Rangkaian alat spray pyrolysis. (b) Tabel korelasi pengaruh semakin mengecil p a d a 9 0 0 o C ) . konsentrasi prekursor terhadap ukuran partikel pada suhu rendah dan tinggi. ketika temperatur P e n g a m a t a n (c) Pengaruh variasi temperatur proses terhadap ukuran Kristal (dc), luas dinaikkan hingga fotokatalisis dilakukan permukaan (SBET), diameter partikel (dp), dan aktifitas fotokatalisis (k).

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 14

1100oC. Pengurangan ukuran partikel diakibatkan oleh adanya penguapan sebagian kecil permukaan partikel akibat suhu tinggi yang dilanjutkan dengan proses kondensasi. Pada temperatur 1300oC, proses penguapan pada permukaan partikel semakin besar menyebabkan partikel yang dihasilkan seluruhnya berukuran nanometer. Dengan demikian, metode spray pyrolysis berhasil digunakan untuk memproduksi partikel WO3 dengan ukuran kristal dan partikel yang dapat dikontrol secara mudah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik ukuran kristal maupun luas permukaan WO3 sebagai katalis sangat berperan penting dalam fotokatalisis. Kondisi optimum untuk mendapatkan hasil terbaik didapat pada saat temperatur proses 1200C dengan konsentrasi precursor pada 10 mmol/L. Besar harapan bahwa informasi ini dapat bermanfaat untuk sintesis partikel, khususnya dalam meningkatkan atau mengontrol karakteristik material. Gambar 2. Mekanisme pembetukkan WO3 pada metoda spray-pyrolysi pada rentang 120-600oC: a) analisis TGDTA, b) XRD, c) fotografi, dan d) pada temperatur proses 600-1300oC.

Full paper : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/aic.14233/f ull

Konduktor ionik oksida berbasis BIMGVOX untuk SOFC temperatur rendah Deni S. Khaerudini Hirosaki University, Japan Deni S. Khaerudini, Guoqing Guan, Peng Zhang, Xiaogang Hao, Kasai Yutaka, Katsuki Kusakabe, Abuliti Abudula, “Structural and conductivity characteristics of Bi4MgxV2-xO11-δ(0 ≤ x ≤ 0.3) as solid electrolyte for intermediate temperature SOFC application”, Journal of Alloys and Compounds 589, 29-36 (2014), DOI: 10.1016/j.jallcom.2013.11.162

Isu krisis energi selama beberapa dasawarsa ini telah mendorong beragam kegiatan penelitian untuk mencari terobosan baru, khususnya dalam pengembangan sumber energi alternatif dan terbarukan. Salah satu teknologi sumber energi terbarukan yang banyak menarik perhatian adalah sel bahan bakar oksida padatan, Solid Oxide Fuel Cells (SOFC). Salah satu keunggulan SOFC dibandingkan tipe fuel cell lainnya adalah hidrogen dan CO dapat digunakan sebagai bahan bakar, bahkan hidrokarbon (diesel, gas alam, gasoline, alkohol, dll) dapat juga digunakan dalam SOFC. Namun, masih tingginya temperatur operasi antara 800-1000 oC menjadi salah satu faktor penghambat aplikasi dan komersialisasi teknologi ini. Seperti halnya dalam sistem elektrokimia, elektrolit atau konduktor ion oksigen dalam SOFC merupakan komponen strategis yang berperan sebagai membran padat pemisah antara dua elektrode (anode dan katode), sekaligus sebagai pengontrol temperatur operasi dan efisiensi sistem. Di antara material konduktor ionik, BIMEVOX (BI-bismuth, MEdopant metal, V-vanadium, OX-oxide) merupakan salah satu kandidat material elektrolit terbaik untuk aplikasi SOFC pada

rentang temperatur rendah (300-600 o C). BIMEVOX merupakan oksida turunan dari oksida γ-Bi4V2O11 yang mengandung defect kekosongan oksigen sebagai pendorong terjadinya migrasi ion oksida. Oksida Bi4V2O11 menunjukkan transformasi fase yang kompleks dan secara esensial terdapat tiga fase utama yaitu α, β, dan γ (α → β, 431 oC dan β → γ, 542 o C). Pada temperatur rendah, γ-Bi4V2O11 menjadi tidak stabil dan akan berubah menjadi fase β yang kemudian menjadi fase α, seperti yang telah dibuktikan berdasarkan eksperimen dan juga dikonfirmasi dengan uji DSC yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pola diskontinu dalam konduktivitas Bi4V2O11 terjadi karena transformasi keteraturan (order) dan ketidakteraturan (disorder) dari kekosongan oksigen, khususnya dalam lapisan struktur perovskite. Untuk menstabilkan strukur γ-Bi4V2O11 pada temperatur rendah, dalam penelitian ini telah dilakukan substitusi parsial kation vanadium (V5+) dengan kation yang bermuatan lebih rendah, yaitu Mg2+, untuk menghasilkan Bi4V2-xMgxO11 (BIMGVOX). Selain menstabilkan sturktur γ-Bi4V2O11, substitusi ion Mg juga diharapkan dapat meningkatkan konduktivitasnya sebagai akibat dari terbentuknya

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 15

Gambar 1. Konduktivitas ionik dan DSC profil untuk Bi 4 V 2 O 11 (material induk/tanpa dopan) dengan latar belakang SEM mikrostruktur Bi4V2O11.

Gambar 2. Konduktivitas ionik Bi4V2O11 dan material turunan BIMGVOX (x = 0,2).

konsentrasi kekosongan oksigen yang lebih banyak. Gambar 2 menunjukkan bahwa setelah proses substitusi ion Mg dengan konsentrasi 0,2 (konsentrasi terbaik dalam penelitian ini pada dua temperatur sinter yang berbeda, 750 dan 810oC) terjadi perubahan pola konduktivitas yang sangat signifikan dan jauh lebih stabil dibandingkan dengan material induknya (Bi4V2O11). Hasil kajian awal ini juga membuktikan bahwa BIMGVOX sangat berpotensi untuk dapat diaplikasikan sebagai material elektrolit pada SOFC, khususnya untuk aplikasi temperatur rendah. Oleh karena itu, dengan turunnya temperatur operasi SOFC diharapkan pemilihan komponen material pendukung (seperti interkonektor, dll) dapat lebih fleksibel, stabilitas dan

kehandalan sistem/komponen jauh lebih baik, dan dapat mengurangi biaya manufaktur SOFC.

Full paper : http://dx.doi.org/10.1016/j.jallcom.2013.11.162 (ofisial dari sciencedirect.com) http://goo.gl/yXs6KZ (dari researchgate.net) Kontak penulis : deni.shidqi.khaerudini@lipi.go.id deni.shidqi@gmail.com

Optimasi fotoluminesens dari fosfor BCNO yang disintesis menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon Bebeh Wahid Nuryadin Institut Teknologi Bandung dan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia Bebeh W. Nuryadin, Tri P. Pratiwi, Ferry Iskandar, Mikrajuddin Abdullah, Khairurrijal, Takashi Ogi, Kikuo Okuyama, “Photoluminescence optimization of BCNO phosphors synthesized using citric acid as a carbon source”, Adv. Powder Tech. (2014), DOI: 10.1016/j.apt.2014.01.003

Salah satu metode alternatif untuk memproduksi LED putih berbasis fosfor adalah dengan cara mengombinasikan fosfor oxynitride pendaran kuning dengan LED biru (indium gallium nitride). Kandidat fosfor oksinitrida pendaran kuning yang menarik untuk dikembangkan adalah fosfor boron carbon oxynitride (Fosfor BCNO) karena tidak menggunakan logam tanah jarang sebagai pusat pendaran. Selain, itu fosfor BCNO memiliki panjang gelombang eksitasi dan emisi di daerah sinar UV hingga biru dan violet hingga mendekati merah. Beberapa studi mengenai sintesis fosfor BCNO umumnya menggunakan ethylene glycol, tetraethylene glycol, polyethylene glycol, polyallylamine, polyethyleneimine, guanidine hydrochloride, dan glycerol sebagai sumber karbon. Namun, penggunaan sumber karbon yang memiliki rantai polimer panjang dan suhu dekomposisi tinggi menyebabkan terbentuknya karbon sisa akibat proses pembakaran yang tidak sempurna. Selain itu, sumber karbon

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

yang digunakan disebutkan di atas masih relatif mahal untuk produksi fosfor BCNO skala besar. Dalam studi ini, asam sitrat digunakan sebagai sumber karbon untuk sintesis fosfor BCNO. Secara khusus, pengaruh konsentrasi asam sitrat dalam precursor, suhu sintesis, dan penambahan nanopartikel SiO2 pada sifat optik fosfor BCNO diselidiki secara sistematis. Hasil pengukuran fotoluminesens menunjukan bahwa sampel fosfor BCNO memiliki puncak emisi tunggal, sangat baik pada daerah emisi biru dan kuning. Ketika konsentrasi asam sitrat di dalam larutan mengalami peningkatan, puncak pendaran fosfor BCNO akan bergeser ke arah warna merah dari 444 nm hingga 520 nm. Penambahan nanopartikel SiO2 juga mampu meningkatkan intensitas pendaran fosfor BCNO tanpa menggeser puncak pendaran. Selanjutnya, struktur kristal dan morfologi fosfor BCNO ini dipelajari dengan menggunakan XRD dan SEM. Hasil pengamatan struktur kristal fosfor BCNO mengindikasikan


kilas riset 16

Gambar 1. Diagram alir untuk sintesis fosfor BCNO dan BCNO/SiO2. keberadaan kristal B2O3 (JCPDS No. 06-0297), h-BN (JCPDS No. 34-0421), dan karbon (JCPDS No. 41-1487). Hasil karakterisasi menggunakan SEM menunjukan bahwa fosfor BCNO memiliki bentuk tidak homogen dengan rata-rata ukuran partikel sekitar 2,44 µm, ukuran ini jauh lebih kecil daripada yang telah dilaporkan sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fosfor BCNO dengan asam sitrat sebagai sumber karbon memiliki karakteristik morfologis dan sifat optik yang menarik dan menguntungkan dalam pengembangan fosfor oxynitride untuk digunakan dalam LED putih.

Gambar 2. (a) Spektrum emisi fotoluminisens dan (b) Sifat fotoluminisens dari fosfor BCNO yang diperoleh dengan beragam fraksi massa nanopartikel SiO2.

Full paper : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S092188 3114000041 Kontak penulis : bebehwahid102@uinsgd.ac.id

Pembangkit listrik spin seebeck Adam Badra Cahaya Institute for Materials Research, Tohoku University, Japan Adam B. Cahaya, Oleg A. Tretiakov, and Gerrit E. W. Bauer, “Spin Seebeck Power Generators”, Appl. Phys. Lett. 104, 042402 (2014), DOI: 10.1063/1.4863084

Salah satu masalah di tengah era kemajuan teknologi ini adalah meningkatnya limbah energi dalam bentuk panas yang terbuang sia-sia. Efek termoelektrik merupakan salah satu fenomena fisika yang dapat menawarkan solusi untuk mendaur ulang limbah tersebut. Permasalahannya, efisiensi yang ditawarkan masih terbilang rendah. Efisiensi sebuah perangkat termoelektrik dapat diekspresikan dengan kombinasi dari properti material dalam sebuah angka daya guna (figure of merit, ZT). Penelitianpenelitian di akhir dekade lalu menunjukkan bahwa nilai ZT dari suatu perangkat termoelektrik dapat ditingkatkan dengan memanipulasi spin elektron. Dalam paper ini penulis menurunkan definisi baru dari ZT untuk perangkat berbasis arus spin. Sejak ditemukan dalam eksperimen pada tahun 2008, spin

Seebeck effect (SSE) telah menjadi pusat perhatian banyak ilmuwan teori maupun eksperimen. Perbedaan SSE dengan efek Seebeck konvensional merujuk pada terinduksinya arus spin murni Js (alih-alih arus elektron biasa) serta tegangan yang disebabkan oleh perbedaan temperatur. Pada material ferromagnet yang bersifat konduktif (ferromagnet konduktif) arus spin dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara arus spin-up elektron dan spin-down elektron. Pada umumnya arus spin ini memiliki polarisasi yang searah dengan momen magnet internal dari suatu material. Namun, untuk sebuah ferromagnet insulator (FI), definisi tersebut tidak dapat diterapkan. Dalam hal ini, arus spin dapat ditunjukkan sebagai eksitasi harmonis dari magnetisasinya (magnon). Pada suatu ferromagnet konduktif, arus spin selalu disertai oleh arus listrik. Oleh karena itu, untuk

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 17

Gambar 1. Skema perangkat pembangkit listrik spin Seebeck yang memanfaatkan inverse spin Hall effect (ISHE). Interaksi antara elektron di konduktor non-magnetik (N) dan magnetisasi dari ferromagnet insulator (FI) menghasilkan arus spin dari FI ke N, yang kemudian di N diubah menjadi arus listrik.

Gambar 2. Skema perangkat pembangkit listrik spin Seebeck yang memanfaatkan struktur spin valve. Dua ferromagnet metalik (FM) yang terorientasi anti-paralel ditambahkan pada layer FI|N di Gambar 1. Spin yang terakumulasi di N menghasilkan arus listrik.

mempelajari lebih dalam mengenai SSE, material FI seperti yttrium iron garnet (YIG) perlu digunakan. SSE mentransferkan arus spin dari FI menuju sebuah material nonmagnetik (N). Besar arus spin tersebut berbanding lurus dengan beda temperatur dari magnon dalam FI dan elektron dalam N. Besar arus spin dapat diperkirakan dengan mengukur nilai arus listrik yang terinduksi dari proses Inverse Spin Hall effect (ISHE) di dalam N. Fenomena ISHE mengubah arus spin menjadi arus listrik dengan memanfaatkan material-material yang memiliki interaksi spin-orbit yang besar. Dengan mengombinasikan ISHE dan SSE (Gambar 1), beberapa kelebihan seperti arah arus listrik tegak lurus dengan arah arus spin dan panas, dapat diperoleh. Kelebihan ini dapat dimanfaatkan untuk mendesain sebuah perangkat pembangkit listrik yang menawarkan kesederhanaan pada aplikasi pelapisan dengan luasan yang besar (large-area coating). Sayangnya, perangkat ini memiliki kekurangan berupa

efisiensi yang rendah. Oleh karena itu, dalam paper ini penulis menawarkan skema baru untuk mengukur arus spin yang dihasilkan SSE, yaitu dengan memanfaatkan proses penyaringan (filtering) spin dalam struktur spin valve: ferromagnet metal (FM)|N|FM. Telah diketahui bahwa dengan mengalirkan arus listrik dalam sebuah spin valve dengan konfigurasi antiparalel dapat menghasilkan akumulasi spin pada N. Penulis memprediksi bahwa dengan proses sebaliknya, yaitu dengan mengalirkan arus spin ke N, arus listrik dapat dihasilkan. Skema baru perangkat generator listrik ini memiliki efisiensi yang lebih tinggi daripada perangkat SSE-ISHE. Selain itu, strukturnya yang menyerupai skema sistem termokopel konvensional dapat membuka peluang untuk mengaplikasikannya langsung ke dalam perangkat termoelektrik konvensional.

Full paper : http://dx.doi.org/10.1063/1.4863084 Kontak penulis : adam.b.cahaya@imr.tohoku.ac.jp

Sinergi cross-chain termination dan surface-grafting: terobosan baru dalam sintesis free-standing nanocapsule berbasis polipeptida Steven H. Wibowo dan Adrian Sulistio Department of Chemical and Biomolecular Engineering, The University of Melbourne, Australia S. H. Wibowo, E. H. H. Wong, A. Sulistio, S. N. Guntari, A. Blencowe, F. Caruso, G. G. Qiao, “Assembly of Free-Standing Polypeptide Films via the Synergistic Combination of Hyperbranched Macroinitiators, the Grafting-From Approach, and Cross-Chain Termination”, Advanced Materials 25, 4619 (2013), DOI: 10.1002/adma.201301132

Polipeptida sintetis merupakan salah satu bahan konstruksi nanomaterial yang sangat menjanjikan karena karakteristiknya yang unik, seperti gugusan fungsi kimia yang mudah disesuaikan dengan aplikasi yang diinginkan dan terlebih lagi memiliki biokompatibilitas yang sangat baik. Kemudian, dikarenakan keunikan susunan stereokimia

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

spesifiknya, polipeptida dapat membentuk struktur sekunder seperti α-helix dan β-sheets. Oleh karena itu, pengembangan nanomaterial berbasis polipeptida sintetik yang memiliki desain arsitektur unik seperti cross-linked nano/micro capsules sangat menarik perhatian berbagai kalangan, khususnya untuk aplikasi di bidang biomedis dan


kilas riset 18

Gambar 1. Kapsul berbasis polipeptida yang didapat dari pendekatan sinergis dari surface-grafting (NCA-ROP), hyperbranched macroinitiators, dan cross-chain termination. nanomedicine. Salah satu contoh pengembangan aplikasinya adalah untuk pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan metode targeted drug delivery therapy. Sampai saat ini, pembentukan kapsul nano/mikro berbasis polipeptida pada umumnya menggunakan teknik layer-bylayer self-assembly (LbL). Dengan teknik ini, kapsul nano/mikro terbentuk melalui deposisi iteratif dari dua (atau lebih) jenis (bio)polimer yang memiliki muatan komplementer (positif dan negatif) di atas permukaan substrat/partikel (contohnya partikel silika) sehingga menghasilkan (bio)film yang stabil karena adanya interaksi elektrostatis antarlapisan film. Tampilan dari film yang terbentuk dapat dianalogikan seperti kue lapis. Dengan menggunakan teknik ini, sifat fisis dari lapisan film yang terbentuk seperti ketebalan, kekuatan mekanik, dan morfologi dapat diatur dengan presisi yang sangat tinggi. Pada saat substrat dasar (kebanyakan menggunakan partikel silika ) diluruhkan dengan menggunakan asam florida (hydrofluoric acid, HF), lapisan film yang stabil karena interaksi elektrostatis dapat membentuk free-standing nanocapsule yang dapat digunakan untuk memuat obat atau kargo yang lain di dalamnya (physical encapsulation). Namun sayangnya, konstruksi nano-film dengan LbL melibatkan proses banyak tahap (iteratif) sehingga memakan waktu yang sangat lama. Sebagai contoh, dibutuhkan sekitar 15-30 menit untuk membuat film dengan ketebalan 1 nanometer. Selain teknik LbL, teknik surface-grafting juga lazim digunakan untuk membuat film berbasis polipeptida pada berbagai substrat seperti wafer silikon, partikel silika, dan baru-baru ini nanopartikel magnetik. Dengan teknik ini, film yang terbentuk dari rantai polipeptida, yang tumbuh secara vertikal dari permukaan substrat sehingga struktur sekunder, dan komposisinya dapat terkontrol dengan baik. Gugusan kimia samping rantai polipeptida (side chain functionality) yang terletak di dalam film yang terbentuk dapat digunakan untuk mengkonjugasikan obat/protein atau kargo yang lain

melalui ikatan kovalen yang labil (labile linker) sehingga nanopartikel tersebut dapat berfungsi sebagai drug-delivery vehicles. Proses pembuatan film melalui teknik surface grating memakan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan LbL untuk mencapai ketebalan film yang sama (~100 nm dalam waktu kurang dari 24 jam). Namun, film yang terbentuk memiliki stabilitas mekanis yang sangat lemah karena tidak adanya cross-linking atau interaksi antar rantai polipeptida di dalam lapisan film sehingga pada saat substrat dasar diluruhkan, lapisan film pun ikut hilang. Hal ini mengakibatkan teknik ini tidak dapat digunakan untuk membentuk cross-linked nano/micro capsules, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan film jauh lebih cepat. Mengingat banyaknya kelebihan dari kapsul nano/mikro berbasis polipeptida, serta keterbatasan metoda sintetis yang ada pada saat ini, penelitian kami ditujukan untuk mengembangkan metode baru dalam membuat kapsul berbasis polipeptida. Pada penelitian ini, kami mengombinasikan teknik surface-grafting dan cross-chain termination sebagai mekanisme untuk membentuk in situ cross-linking (Gambar 1) sehingga dapat menghasilkan kapsul dengan arsitektur free-standing dalam waktu yang singkat. Reaksi terminasi intramolekuler yang terjadi saat proses polimerisasi polipeptida dengan menggunakan mekanisme amino acid N-carboxyanhydrides ring opening polymerization (NCA-ROP) adalah fenomena baru yang dilaporkan oleh Heise dkk pada tahun 2010. Terminasi intramolekuler ini terjadi karena gugus fungsional akhir yang aktif (living end-functional group) dari rantai polipeptida yang sedang tumbuh mengalami intramolecular cyclisation dengan gugus fungsional yang terletak di samping (side-chain functional groups) sehingga mengakibatkan pertumbuhan

Gambar 2. Proses fabrikasi kapsul poli(L-glumatic acid) ( P LG A ) d en g an : ( i) d ep o s is i h yp er b r a n ch ed PEI macroinitiator pada template partikel silika diikuti oleh (ii) NCA-ROP dari Glu-NCA, (iii) deproteksi benzil protecting group dengan HBr dan (iv) pelarutan template dengan solusi HF/NH4F.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 19

florida (HF) yang akhirnya menghasilkan free-standing crossrantai terhenti secara prematur dan menghasilkan rantai mati linked film yang terbuat dari polipeptida (arsitektur hollow (dead polymer chain). Sebagai contoh, intramolecular core) seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pembentukan cyclisation yang terjadi saat reaksi NCA-ROP dari benzil-Lkapsul ini, yang juga dapat dilihat melalui mikroskop glutamat NCA mengakibatkan pembentukan poli(benzil-Ldifferential interference contrast (DIC), membuktikan bahwa glutamat) (PBLG) dengan pyroglutamat sebagai gugus akhir, in-situ cross-linking terjadi saat rantai polipeptida tumbuh yang disebabkan oleh reaksi antara living amine end-group sehingga membentuk cross-linked network antara rantai dengan gugus benzil ester yang berada di samping (side-chain polipeptida sehingga menghasilkan film yang stabil. functional group) dari rantai polimer yang sama. Dengan teknik baru ini, kami juga menunjukkan bahwa Berdasarkan observasi ini, kami menyusun strategi untuk ketebalan dan komposisi kimia dari film yang terbentuk dapat memanfaatkan intramolecular termination yang merupakan dikontrol dengan mudah. Hal ini dapat dilakukan hanya reaksi sampingan yang digabungkan dengan teknik surface dengan mengatur lama waktu polimerisasi (Gambar 3A-F), grafting, agar menjadi cara efektif untuk membentuk in situ konsentrasi larutan asam amino NCA (50mg/mL – 200 cross-linking di antara rantai polipeptida yang berada di dalam mg/mL) dan campuran/komposisi asam amino yang dipakai film untuk meningkatkan stabilitas film yang terbentuk sebagai bahan konstruksi dari lapisan film. Kapsul-kapsul sehingga menghasilkan free-standing kapsul. Untuk mencapai yang terbentuk memiliki ketebalan film sekitar 75 nm setelah ini, kami menciptakan sinergi yang terbentuk dari 3 faktor 96 jam (kapsul yang stabil utama, yaitu: (1) penggunaan membutuhkan waktu paling h y p e r b r a n c h e d sedikit 9 jam, di bawah itu mereka macroinitiators, (2) surfaceikut luruh saat template partikel grafting (NCA-ROP), dan (3) silika diluruhkan [(Gambar 1Ac ro s s - c h a i n t e r m i n a t i o n B)]. sebagai mekanisme Kapsul yang dihasilkan juga pembentukan in situ crossmemiliki stabilitas mekanik yang linking. sangat tinggi, terbukti dari Penggunaan hyperbranched kemampuan kapsul ini untuk tetap macroiniators dengan metode mempertahankan bentuk dan surface-deposition pada silica morfologinya meski ditempatkan partikel sebagai template untuk di dalam keadaan asam dan basa surface grafting NCA-ROP yang cukup ekstrem. Namun yang menghasilkan pertumbuhan lebih menarik, karena kapsul ini rantai polipeptida yang terbuat dari lapisan polipeptida, memiliki kepadatan sangat tinggi (high density). Hal ini Gambar 3. Poli-l-glutamic acid kapsul yang terbentuk m e r e k a m e n u n j u k a n s i f a t m e n g a k i b a t k a n r a n t a i setelah (A) 3 jam, (B) 6 jam, (C) 9 jam, (D) 12 jam, (E) 24 jam “ b i o d e g r a d a b l e ” p a d a s a a t polipeptida yang tumbuh dan (F) 96 jam dengan konsentrasi glutamate-NCA 200 d i c a m p u r d e n g a n e n z i m b e r h i m p i t a n ( s u r f a c e - mg/mL. Kapsul yang stabil mulai terbentuk setelah 9 jam, peptidase, yang berfungsi untuk confined) antara satu dengan dengan ketebalan (C) 15 nm, (D) 50 nm setelah 12 jam, (E) 70 menghancurkan protein atau peptida di dalam tubuh. yang lain. Kedekatan inilah nm setelah 24 jam dan sekitar (F) 75 nm setelah 96 jam. Karakteristik-karakteristik inilah yang akhirnya memicu in situ yang membuat kapsul berbasis polipeptida ini menarik untuk cross-linking antara living end-group rantai polipeptida satu digunakan dalam berbagai aplikasi di bidang nanoscience dan dengan side-group polipeptida yang lain melalui proses yang nanomedicine. kita namakan cross-chain termination untuk menghasilkan Dengan teknik yang baru ini, kapsul berbasis polipeptida lapisan film polipeptida yang stabil di permukaan partikel dapat dibuat dalam waktu yang relatif sangat singkat. Hal ini silika (struktur core-shell). Oleh karena itu, meskipun partikel meningkatkan efisiensi proses produksi kapsul yang selama silika yang menjadi inti (core) akhirnya diluruhkan dengan ini hanya dapat dibuat dengan waktu yang sangat lama. Untuk asam florida [hydrofluoric acid (HF)], lapisan film polipeptida ke depannya, saat ini kami sedang menyelidiki dan merancang (shell) ini akan tetap mempertahankan struktur dan bentuknya pembentukan kapsul berbasis polipeptida dengan profil sehingga terbentuklah free-standing nano/microcapsule degradasi yang dirancang secara khusus untuk diaplikasikan (hollow core) dalam area controlled drug release untuk targeted cancer Untuk membuktikan konsep ini, kami melakukan studi therapy, (bio)katalisis dan (bio)sensor. Terlebih, untuk pembentukan kapsul free-standing berbasis polipeptida kemajuan riset di dalam sintesis polipeptida dan rekayasa melalui NCA-ROP dari asam amino yang memiliki gugus material, kami juga sedang menyelidiki potensi dan efek dari samping yang diblokir dengan benzil ester protecting group struktur sekunder dan interaksi nonkovalen antar rantai [yaitu benzil-L-glutamat N-carboxyanhydride (Glu-NCA)] polipeptida untuk pembentukan nanoscale biomaterial. dengan menggunakan hyperbranched poly(ethylene imine) (PEI) macroinitiators yang ditempatkan di permukaan template partikel silika melalui deposisi permukaan. Di akhir Full paper : reaksi NCA-ROP, benzil ester protecting group yang ada di http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/adma.2013011 sepanjang rantai PBLG dihilangkan (deprotection) dengan 32/abstract cara menggunakan asam bromida [hydrobromic acid (HBr)], Kontak penulis : untuk menghasilkan film dari poli-l-glutamic acid. stevenhw@student.unimelb.edu.au, Template partikel silika kemudian diluruhkan dengan asam

adrians@unimelb.edu.au

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 20

Mendeteksi interaksi elektron-elektron dengan spektroskopi Raman Eddwi H. Hasdeo dan Ahmad R. T. Nugraha Department of Physics, Tohoku University, Japan Eddwi H. Hasdeo, Ahmad R. T. Nugraha, Kentaro Sato, Mildred S. Dresselhaus, Riichiro Saito, “Electronic Raman scattering and the Fano resonance in metallic carbon nanotubes”, Phys. Rev. B 88, 115107 (2013), DOI: 10.1103/PhysRevB.88.115107

Baru-baru ini, spektroskopi Raman bahkan disebut-sebut Di era nanoteknologi, para saintis berlomba-lomba mencari mampu mendeteksi interaksi yang tak lazim diamati tahu misteri alam yang masih tersembunyi di dalam material dengannya, yaitu interaksi elektron-elektron di dalam carbon berukuran 10 -9 m. Seperti yang kita ketahui bersama, nanotube yang bersifat metalik, namun tidak pada spesies penelitian di bidang ini memegang peranan penting untuk carbon nanotube yang bersifat semikonduktor. Lalu, jika menghasilkan produk teknologi dengan ukuran sekecilbenar demikian, bagaimana seharusnya mekanisme interaksi kecilnya, namun kapabilitas sebesar-besarnya. Untuk elektron-elektron di dalam carbon nanotube yang bersifat mendapatkan informasi yang akurat terhadap material yang metalik tersebut? diamati, para saintis terus berusaha membuat ataupun Kita perlu kembali dulu pada konsep dasar dari spektroskopi memperbaiki metode pengukuran yang dapat memberikan Raman. Secara sederhana, spektroskopi Raman itu informasi sebanyak mungkin dengan tingkat kesulitan yang berdasarkan pada perbedaan energi atau frekuensi antara paling rendah. Dalam hal ini, tidak jarang para cahaya yang masuk ke dalam eksperimentalis berkolaborasi materi dengan cahaya yang keluar dengan fisikawan teoretis untuk setelah melewati materi. memahami dan menafsirkan dataBerdasarkan hukum kekekalan data yang mereka miliki. Siapa energi, energi sebelum berinteraksi tahu, ada informasi tersembunyi selalu sama dengan energi setelah yang hanya bisa diketahui dengan berinteraksi. Bila saat pengukuran melakukan perhitungan dan ditemukan adanya perbedaan analisis yang terperinci terhadap energi, yang biasa disebut data tersebut, disertai dengan pergeseran Raman (Raman shift), hipotesis-hipotesis baru yang tidak energi tersebut diserap oleh materi kita duga sebelumnya. untuk melakukan berbagai macam Salah satu perangkat interaksi. Hasil pengukuran ini karakterisasi material yang cukup kemudian dituangkan ke dalam lazim digunakan para ilmuwan sebuah plot yang disebut spektrum adalah teknik spektroskopi Raman (Raman spectroscopy). Dari Gambar 1. Contoh hasil pengukuran pada spektroskopi Raman R a m a n ( R a m a n s p e c t r a ) . sejarahnya, dua orang India yang memberikan data intensitas cahaya terhambur sebagai Contohnya ditunjukkan pada fungsi Raman shift untuk sebuah spesies carbon nanotube yang bernama C. V. Raman dan K. S. bersifat metalik. RBM (radial breathing mode), D, G, dan G' Gambar 1. Khrisnan (1928) pertama kali menyatakan adanya pergeseran energi untuk menggetarkan atom Bentuk spektrum Raman pada mengamati perubahan frekuensi melalui kuantisasi fonon. Setiap label ini terkait dengan fonon Gambar 1 memberi beberapa informasi, di antaranya intensitas, p a d a c a h a y a m a t a h a r i berfrekuensi tertentu. dilihat dari tingginya amplitudo, monokromatis setelah dilewatkan posisi puncak, yang mengindikasikan besarnya energi yang pada sebuah materi. Mekanisme ini disebut hamburan cahaya diserap materi, serta lebar spektrum, yang mengindikasikan tak elastis (inelastic scattering of light). Berkat penemuan lama berlangsungnya interaksi (life-time). Untuk lebar yang begitu fundamental tersebut, Raman memperoleh hadiah spektrum, sebenarnya secara langsung juga menunjukkan Nobel Fisika pada tahun 1930 dan namanya disematkan pada besarnya ketidakpastian energi (ΔE). Akan tetapi, dengan fenomena hamburan cahaya tak elastis: hamburan Raman memanfaatkan asas ketidakpastian Heisenberg dalam (Raman scattering). mekanika kuantum, kita bisa menemukan waktu interaksi Selain untuk karakterisasi material pada umumnya, spektroskopi Raman kini menjadi metode pengukuran yang yang dinyatakan sebagai Δt =ℏ/ΔE, dengan ℏ adalah begitu ampuh di bidang nanoteknologi, terutama dalam konstanta Planck. Semakin lebar bentuk spektrum yang karakterisasi material nanokarbon (nanocarbon materials). didapat, semakin singkat waktu berlangsungnya interaksi. Spektroskopi Raman dapat membedakan material grafit, Biasanya, interaksi yang terekam oleh spektroskopi Raman graphene, dan carbon nanotube secara akurat dan jelas hanya hanya mencakup interaksi elektron-foton dan interaksi dengan melihat struktur puncak-puncak intensitas pada elektron-fonon sehingga menghasilkan ragam spektrum yang spektrum Raman. Lebih jauh lagi, dari sudut pandang fisika secara kasar telah diilustrasikan pada Gambar 1. Namun, pada secara fundamental, dengan spektroskopi Raman kita bisa kondisi tertentu, ada puncak intensitas yang bisa ditemukan di menjadi detektif yang menyelidiki jejak-jejak materi selama antara mode getaran RBM dan G (selain mode D) yang lebar berinteraksi dengan cahaya.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


kilas riset 21

Gambar 2. Intensitas versus energi cahaya terhambur pada spektroskopi Raman untuk nanotube berindeks (23,14) yang bersifat metalik. Hasil perhitungan teori yang berlandaskan pada mekanisme di Gambar 3 dapat menghasilkan spektrum yang serupa seperti pada eksperimen, terutama yang terkait sifat spektrum ERS.

spektrumnya begitu besar hingga 60 meV, atau dalam skala waktu itu terjadi begitu cepat pada orde 10 fs. Orde interaksi ini hanya mungkin terjadi untuk interaksi elektron-elektron, yang mekanismenya dapat berupa pergerakan kolektif (plasma) dan dapat juga berupa pergerakan individual. Spektrum ini kemudian disebut dengan spektrum Raman elektronik (ERS – electronic Raman spectrum). Menariknya, ERS pada carbon nanotube hanya dapat diamati untuk carbon nanotube yang bersifat metalik saja, tidak pada semikonduktor. Itupun masih ditambah dengan syarat khusus untuk material carbon nanotube yang digunakan, yang benar-benar harus bersih dari defect, memiliki rentang diameter tertentu, agar ERS ini dapat teramati. Gambar 2 menunjukkan spektrum Raman dalam bentuk intensitas sebagai fungsi energi cahaya yang terhambur, sehingga urutan mode G dan RBM berbalik dari Gambar 1. Pada Gambar 2 ini tampak pula ada spektrum ERS. Dari data eksperimen, spektrum ERS muncul pada energi cahaya terhambur yang tetap, sedangkan spektrum G dan RBM bergeser seiring perubahan energi eksitasi laser yang digunakan. Secara teoretis, spektrum ERS ini kemudian diduga muncul sebagai akibat interaksi elektron-elektron individual, yang terkait dengan struktur elektronik carbon nanotube yang bersifat metalik yang memiliki kurva dispersi energi yang

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

Gambar 3. Mekanisme yang diusulkan sebagai kandidat kuat interaksi-interaksi elektron yang menghasilkan spektrum ERS pada carbon nanotube yang bersifat metalik.

linier (Gambar 3). Spektrum ini bahkan diduga melibatkan interaksi yang cukup rumit antara elektron dari kurva dispersi energi yang berbentuk parabola dengan elektron dari kurva dispersi energi yang berbentuk linier, yaitu melalui kombinasi interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi pertukaran (exchange interaction). Dari sini kita bisa belajar, rupanya masih banyak hal terduga yang bisa muncul dari konsep teknik karakterisasi material yang berumur hampir ratusan tahun. Mungkin benar kata Feynman, there's still plenty of room at the bottom, dalam konteks peralatan konvensional pun masih dapat menghasilkan fakta-fakta yang mengejutkan kita.

Full paper : http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevB.88.115107 http://arxiv.org/abs/1301.7585 (versi awal sebelum dipublikasi di jurnal) Kontak penulis : hasdeo@ex.phys.tohoku.ac.jp


tutorial 22

Gnuplot dan visualisasi data A. R. T. Nugraha Department of Physics, Tohoku University nugraha.at.flex.phys.tohoku.ac.jp

Sebagai pelajar ataupun peneliti, kita dihadapkan pada beragam pilihan perangkat lunak pembuat grafik, kurva, histogram, serta bentuk-bentuk gambar lainnya yang diperlukan dalam menyajikan data hasil penelitian ataupun untuk menggambar suatu fungsi matematis tertentu. Perangkat visualisasi yang kita gunakan sering kali ditentukan berdasarkan kemudahan mengoperasikannya, hasil (output) gambar yang cocok dengan format makalah atau format suatu jurnal tertentu, serta harga dari perangkat lunak tersebut. Beberapa perangkat visualisasi yang cukup populer karena kapabilitas dan kemudahan penggunaannya dalam pembuatan bermacam-macam grafik di antaranya adalah Microsoft Excel, Gambar 1. Gnuplot pada Windows. OriginPro, dan Igor Pro. Sayangnya, semua perangkat ini bersifat komersial (berbayar) dengan harga yang cukup mahal untuk kantong pelajar dan peneliti di Indonesia. Memang, ada beberapa versi “tiruan” yang gratis dari perangkat yang disebutkan di atas, seperti LibreOffice Calc (mirip Microsoft Excel) dan QtiPlot/SciDAVis (mirip OriginPro dan Igor Pro). Namun, bisa jadi kita tidak puas jika sekadar menggunakan “software KW1” meskipun sebenarnya perangkat-perangkat tersebut punya kemampuan yang cukup baik. Ada satu kesamaan karakteristik dari Excel, Origin, Igor, serta varian perangkat lunak yang serupa. Perangkat-perangkat ini pada dasarnya menggunakan antarmuka grafis untuk menampilkan gambar yang sedang kita buat. Dengan demikian, ketika menggunakan perangkat-perangkat tersebut, kita bisa langsung melihat hasil akhir gambar yang kira-kira akan terbentuk dari proses pengolahan data yang kita lakukan. Pada tutorial ini, kita tidak akan membahas perangkat visualisasi yang menggunakan antarmuka grafis, tetapi kita coba ulas jenis perangkat visualisasi yang menggunakan antarmuka teks, yaitu Gnuplot. Dengan menggunakan antarmuka teks, Gnuplot memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pengolahan gambar dibandingkan perangkat sejenis yang menggunakan antarmuka grafis. Dalam Gnuplot, kita cukup mengetik beberapa baris kode, yang selanjutnya diterjemahkan oleh Gnuplot menjadi suatu bentuk grafik. Selain itu, Gnuplot juga merupakan salah satu perangkat visualisasi gratis (tak berbayar) yang memiliki kemampuan terlengkap untuk menggambar segala macam grafik yang bisa kita bayangkan, seperti plot 2D, 3D, plot permukaan, peta, beragam fungsi matematis, fitting kurva, hingga animasi yang menarik. Untuk keperluan penyajian data penelitian sehari-hari, kita hanya perlu mengetahui beberapa kode dasar Gnuplot. Oleh karenanya, fokus pembahasan pada tutorial ini dibatasi pada bagaimana menghasilkan grafik dari suatu data 2D (yang memiliki sumbu-x, sumbu-y, serta error bar) dan bagaimana menggambar fungsi matematis sederhana. Kemampuan Gnuplot lebih lanjut dapat dieksplorasi sendiri dari buku manualnya setelah memahami dasar-dasar yang diberikan pada tutorial ini. Selain itu, di sini kita sedikit membahas cara menghasilkan format keluaran (output) gambar yang berbeda-beda, seperti EPS (encapsulated postscript) dan SVG (scalable vector graphics) yang merupakan tipe gambar vektor, serta PNG (portable network graphics) yang merupakan tipe gambar bitmap. Format EPS paling sering dipakai dalam pembuatan dokumen dengan LaTeX, yang biasanya menjadi standar penulisan makalah di banyak jurnal. Format PNG biasanya digunakan pada pengolah dokumen yang bersifat WYSIWIG (what you see is what you get) seperti Microsoft Word, maupun digunakan pada penulisan website. Format SVG secara khusus merupakan format gambar berkualitas tinggi yang paling fleksibel karena dapat diubah menjadi format gambar yang lain (PNG, JPG, EPS, bahkan PDF) dengan menggunakan perangkat pengolah gambar SVG (seperti Inkscape, Adobe Illustrator, atau Corel Draw). Instalasi Gnuplot Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum menggunakan Gnuplot tentunya adalah melakukan instalasi perangkat ini di komputer kita. Bagi pengguna Windows, versi terkini Gnuplot yang sudah dianggap versi stabil (bukan versi pengembangan) adalah Gnuplot 4.6.3. Versi tersebut dapat diunduh dari laman: http://sourceforge.net/projects/gnuplot/files/gnuplot/4.6.3/

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 23

Bagi pengguna Linux, bergantung pada distribusi Linux yang digunakan, kita bisa instalasi Gnuplot versi terbaru langsung dari terminal dengan perintah semacam: $ sudo apt-get install gnuplot (perintah pada distribusi berbasis Ubuntu/Debian) atau $ sudo yum install gnuplot (perintah pada distribusi berbasis RedHat/Fedora) Tanda $ di atas merupakan penanda terminal pada Linux. Selain Gnuplot (Gambar 1), kita juga perlu pastikan Ghostscript (http://www.ghostscript.com/download/) dan Gsview (http://www.ghostscript.com/GSview.html) terinstalasi di dalam komputer kita untuk membuka berkas-berkas berformat EPS. Jika belum ada, kita perlu instalasi dulu kedua perangkat ini, terutama untuk Windows yang tidak memiliki Ghostscript dan pembuka berkas EPS dari awal. Sementara itu, untuk format SVG dan PNG, biasanya setiap sistem operasi sudah punya perangkat bawaan yang dapat membuka kedua format tersebut. Ghostscript dengan command prompt di Windows atau terminal di Linux dapat digunakan untuk mengubah format EPS menjadi PDF (portable digital format) maupun sebaliknya. Satu lagi perangkat tambahan yang dapat membantu penanganan beragam format gambar keluaran Gnuplot adalah Inkscape, yang juga bersifat gratis (http://www.inkscape.org/). Inkscape pada dasarnya merupakan pengolah format SVG sehingga bisa digunakan untuk memodifikasi gambar SVG yang telah dihasilkan oleh Gnuplot. Inkscape pun mampu mengubah satu format gambar (vector ataupun bitmap) dengan menyimpannya menjadi format gambar yang lain. Penggunaan Dasar Gnuplot Dalam sebuah sesi Gnuplot, biasanya kita perlu persiapkan tiga perangkat sekaligus. Selain Gnuplot dan perangkat pembuka tipe gambar tertentu (EPSviewer, Picture Manager, dll), kita pun membutuhkan editor teks semacam Notepad yang akan digunakan untuk mengetikkan kode-kode Gnuplot. Sebagai contoh pertama dalam tutorial ini, mari kita buat grafik dari sebuah data 2D. Format data 2D yang dapat diterima Gnuplot adalah format teks biasa, seperti *.csv atau *.dat. Dalam tutorial ini kita akan selalu menyimpan data dalam format *.dat. Kita dapat membuat sembarang data 2D bertipe *.dat, baik itu dari hasil penelitian, atau sekadar data sederhana yang mengandung sumbu-x dan sumbu-y seperti ini: # # 1 2 3 4

data1.dat X Y 5 3 2 4

Setiap baris teks yang diawali oleh tanda # berfungsi sebagai “komentar” dan tidak diolah secara langsung oleh Gnuplot. Perhatikan pada contoh data ini kolom X dan Y dapat dipisahkan oleh suatu “tab”, “spasi”, ataupun “koma”. Gnuplot akan menganggap setiap separasi tersebut sebagai tanda untuk kolom-kolom yang berbeda. Jika kita sudah punya suatu berkas data 2D, kita dapat memulai menggambar grafiknya menggunakan Gnuplot. Misalkan data tersebut kita simpan dengan nama 'data1.dat' pada folder 'E:\gnuplot', kita dapat buka perangkat gnuplot di Windows, dan mulai memberikan instruksi pada gnuplot. Untuk menuju ke folder tempat data yang ingin kita gambar berada, gunakan perintah cd (change directory) pada terminal gnuplot: gnuplot> cd 'E:\gnuplot’ Tanda petik pada terminal Gnuplot di atas boleh menggunakan petik tunggal ataupun petik ganda. Kita kemudian bayangkan data 2D yang sudah kita definisikan akan digambar sebagai titik-titik data yang dihubungkan oleh suatu garis. Untuk menghasilkan gambar tersebut, kita perlu “memberi tahu” Gnuplot terkait definisi style yang ingin digunakan. Bentuk kode dasarnya adalah: set style line <index> lt <linetype> lc <linecolor> lw <linewidth> pt <pointtype> ps <pointsize>

Sebagai contoh, pada terminal gnuplot dapat kita masukkan: gnuplot> set style line 1 lt 1 lc 3 lw 2 pt 7 ps 2

Dalam kode ini, <index> = 1 merupakan penanda bahwa style yang didefinisikan pada contoh ini diberi nomor 1 untuk dirujuk pada perintah-perintah Gnuplot berikutnya. Pemberian nilai <index> kelak sangat berguna jika kita memiliki beragam data yang ingin kita plot dalam satu gambar yang sama namun dengan style yang berbeda. Setiap spesifikasi <linetype>, <linecolor>, dst, yang dinyatakan setelah <index> akan selalu terkait dengan nomor indeks tersebut. Pada contoh ini, spesifikasi nilai <linetype> = 1

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 24

merupakan definisi garis lurus, kemudian <linecolor> = 3 adalah warna biru untuk garis tersebut, <linewidth> = 2 adalah ketebalan garis sebesar 2 titik, <pointtype> = 7 mendefinisikan titik data yang digambarkan berupa bulatan, dan <pointsize> = 2 merupakan ketebalan bulatan sebesar 2 titik.

Gambar 2. Angka yang dapat dipilih untuk bentuk garis, titik data, dan warna tertentu pada Gnuplot. Kita dapat memberikan nilai yang lain untuk setiap definisi <linetype>, <linecolor> dan <pointtype> sesuai dengan tampilan yang kita inginkan. Gambar 2 menunjukkan rangkuman beberapa bentuk garis, titik data, dan warna yang dapat dipilih pada Gnuplot. Khusus untuk pilihan warna, kita dapat mendefinisikan warna sendiri yang lebih banyak pilihannya daripada yang tersedia pada Gambar 2. Caranya adalah dengan menggunakan kode HTML untuk warna dalam format RGB. Misalnya, pada contoh yang telah kita berikan nilai <linecolor> = 3 dapat diganti dengan <linecolor> = rgb '#0060ad': gnuplot> set style line 1 lt 1 lc rgb '#0060ad' lw 2 pt 7 ps 2 Setelah mendefinisikan penampilan data dalam bentuk garis dan bentuk titik tertentu, kita sekarang dapat langsung menggambar data 2D dengan perintah plot: gnuplot> plot 'data1.dat' with linespoints ls 1 Perhatikan bahwa <linestyle> = 1 merupakan jenis style yang sudah didefinisikan sebelumnya. Spesifikasi 'with linespoints' merupakan perintah kepada Gnuplot agar menggambar data dengan menghubungkannya menggunakan garis sekaligus setiap koordinat diberikan titik data dengan bentuk yang sudah ditentukan. Jika kita ingin data digambar dengan garis saja, kita bisa gunakan spesifikasi 'with lines'. Atau, untuk data yang digambar dengan titik-titik saja, kita gunakan 'with points'. Dengan mengombinasikan semua informasi dasar ini dalam sebuah sesi Gnuplot, kita dapat memperoleh tampilan seperti pada Gambar 3. Untuk menyimpan hasil plot dalam sebuah berkas bertipe EPS, SVG, ataupun PNG, kita perlu mendefinisikan format keluaran gambar di dalam gnuplot, yaitu definisi tipe gambar dan nama gambar keluaran. Definisi keluaran ini sebaiknya dimasukkan di awal sebelum memulai definisi style dari gambar yang ingin dibuat. Berdasarkan tipe gambar yang ingin dihasilkan, maka kode yang dibutuhkan pun sedikit berbeda, seperti berikut ini:  PNG: set terminal pngcairo size 400,300 enhanced font 'Verdana,10' set output 'plotdata1.png’  SVG: set terminal svg size 400,300 enhanced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotdata1.svg'  EPS: set terminal postscript eps size 4,3 enhanced color font 'Helvetica,20' linewidth 2 set output 'plotdata1.eps’

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 25

Gambar 3. Kombinasi penggunaan beberapa kode dasar Gnuplot beserta hasilnya. Perhatikan pada definisi keluaran PNG dan SVG nilai 400,300 merupakan ukuran gambar yang ingin ditampilkan dalam satuan pixels, sedangkan pada tipe gambar EPS ukurannya cukup diberikan dalam perbandingan panjang dan lebar sebesar 4:3. Dalam mendefinisikan format keluaran ini kita juga dapat memberikan jenis huruf tertentu beserta ukuran hurufnya. Perlu dicatat bahwa khusus untuk tipe EPS, ukuran yang dihasilkan pada keluaran akhir adalah setengah dari ukuran yang kita bayangkan. Misalnya, jika kita membayangkan ingin menghasilkan huruf sebesar 10, dalam definisi ini kita perlu beri nilai 20. Demikian pula untuk ketebalan garis, titik data, dan yang serupa dengan itu, nilainya perlu dikalikan 2. Kode yang dapat mempersingkat kebutuhan ini adalah kode linewidth 2 yang ditulis setelah definisi ukuran huruf. Kita bisa coba-coba sendiri ukuran yang kita kehendaki ketika menggunakan keluaran EPS dan disesuaikan dengan selera artistik yang diinginkan. Sekarang, alih-alih mengetikkan setiap kode Gnuplot satu per satu pada terminal Gnuplot seperti pada Gambar 4, kita bisa mempersingkat proses menggambar grafik dengan memasukkan semua kode Gnuplot yang dibutuhkan pada sebuah teks yang disimpan dalam format *.plt, *.gp, atau *.gnu, kemudian membukanya belakangan dari terminal Gnuplot. Ada tiga langkah mendasar yang perlu dilakukan: 1. Buka editor teks seperti Notepad untuk membuat sebuah berkas baru. Untuk contoh grafik yang telah diberikan, kita dapat masukkan kode berikut ke dalam editor teks dan menyimpannya sebagai 'plotdata1.plt': # plotdata1.plt reset set terminal svg size 400,300 enhaced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotdata1.svg' set style line 1 lt 1 lc 3 lw 2 pt 7 ps 2 plot 'data1.dat' with linespoints ls 1 unset output

Berkas 'plotdata1.plt' ini disimpan pada folder yang sama dengan 'data1.dat'. Keluarannya juga (pada contoh ini adalah tipe gambar SVG: 'plotdata1.svg') kemudian akan diperoleh pada folder yang sama. 2. Dari terminal Gnuplot, masukkan perintah load untuk kode Gnuplot yang telah disimpan. Asumsikan kita menyimpannya di dalam folder 'E:\gnuplot': gnuplot> cd 'E:\gnuplot' gnuplot> load 'plotdata1.plt' 3. Jika tidak ada pesan error, gambar yang diinginkan sudah dapat dilihat seperti pada Gambar 4. Modifikasi dan Ekspor Gambar dengan Inkscape Perintah unset output di pada akhir kode 'plotdata1.plt' berguna untuk membersihkan variabel data keluaran dalam format SVG agar gambar bisa langsung dibuka oleh perangkat pengolah SVG seperti Inkscape tanpa menimbulkan konflik dengan Gnuplot. Penggunaan Inkscape sangat bermanfaat untuk memodifikasi lebih lanjut gambar yang telah dihasilkan Gnuplot jika kita masih tidak puas dengan kualitas gambar keluaran Gnuplot. Modifikasi yang dimaksud di sini jangan sampai mengubah data hasil penelitian, yakni sekadar mengubah warna, ukuran huruf, dan hal-hal terkait penampilan gambar secara artistik.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 26

Gambar 4. Grafik 'plotdata1.svg' keluaran Gnuplot yang ditampilkan pada Mozilla Firefox. Setelah selesai urusan memperbaiki gambar, Inkscape dapat menangani ekspor gambar ke dalam berbagai format. Untuk tipe gambar bitmap, kita bisa pilih File Export Bitmap, lalu tulis nama dan tipe keluaran yang diinginkan (PNG, JPG, BMP, dll). Untuk ekspor ke tipe PDF atau EPS, kita perlu memilih File Save a Copy, lalu dari panel yang muncul kita pilih “Save as Type” sesuai format gambar yang diinginkan. Sebagai contoh, seperti ditunjukkan pada Gambar 5, kita dapat mengubah penampilan 'plotdata1.svg' pada Inkscape dengan menambah atau menghapus teks, mengganti warna, memperkecil ataupun memperbesar elemen gambar. Setelah itu, kita dapat menyimpan gambar ke dalam format keluaran yang kita inginkan.

Gambar 5: Permak grafik 'plotdata1.svg' dengan menggunakan Inkscape. Meski sedikit merepotkan, tanpa Inkscape, kita bisa juga menyuruh Gnuplot menghasilkan keluaran PNG, SVG, dan EPS sekaligus dengan menambahkan beberapa baris kode lagi: # ... # lanjutan plotdata1.plt set terminal pngcairo size 400,300 enhanced font 'Verdana,10' set output 'plotdata1.png' replot unset output set terminal postscript eps size 4,3 enhanced color font 'Helvetica,20' linewidth 2 set output 'plotdata1.eps' replot unset output

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 27

Variasi Bentuk Data 2D Pada contoh pertama yang telah dijelaskan, kita hanya menggambar graďŹ k dari sebuah data 2D yang mengandung satu himpunan nilai x dan satu himpunan nilai y. Selain bentuk data semacam itu, Gnuplot dapat mengenali secara otomatis jika antara himpunan data tertentu dengan himpunan data lainnya dipisahkan oleh sebuah baris kosong. Untuk contoh kasus ini, kita modiďŹ kasi 'data1.dat' dengan menekan tombol 'Enter' setelah baris data kedua sehingga baris tersebut terpisah dari baris data ketiga. # # 1 2

data2.dat X Y 5 3

3 2 4 4

Kita simpan data baru ini dengan nama 'data2.dat'. Selanjutnya, kita ubah juga 'plotdata1.plt' dengan mengganti ekspresi 'data1.dat' menjadi 'data2.dat', 'plotdata1.svg' menjadi 'plotdata2.svg', dan teks kode ini disimpan dengan nama 'plotdata2.plt'. # plotdata2.plt reset set terminal svg size 400,300 enhaced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotdata2.svg' set style line 1 lt 1 lc 3 lw 2 pt 7 ps 2 plot 'data2.dat' with linespoints ls 1 unset output

Eksekusi 'plotdata2.plt' dari terminal gnuplot: gnuplot> cd 'E:\gnuplot’ gnuplot> load 'plotdata2.plt’ Hasilnya seperti seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Perhatikan bahwa sekarang ada titik-titik data yang tidak terhubungkan oleh garis karena titik-titik data tersebut dianggap sebagai blok data yang berbeda.

Gambar 6. Keluaran dari 'plotdata2.plt', yaitu 'plotdata2.svg'. Jika kita ingin memberi warna yang berbeda untuk dua blok data ini, kita dapat mengubah bentuk 'data2.dat' lebih jauh lagi. Kali ini antara blok data pertama dan blok data kedua di dalam 'data2.dat' kita pisahkan dengan dua baris dan kita beri nomor indeks (index) tertentu. Nama berkas ini pun kita ganti menjadi 'data3.dat'.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 28

# # 1 2

data3.dat Blok pertama (index 0) 5 3

# Blok kedua 3 2 4 4

(index 1)

Teks 'plotdata2.plt' kemudian dimodifikasi menjadi 'plotdata3.plt' dengan menambahkan style untuk data yang berbeda. Kita dapat merujuk pada Gambar 2 untuk memilih warna, tipe garis, dan tipe titik data yang dapat dipilih. Pada contoh ini, kita ingin memberi bentuk kotak (<pointtype> = 5) untuk koordinat data pada blok kedua, serta warna merah (<linecolor> = 1) pada garis dan koordinat data. Baris kode yang perlu ditambahkan adalah: set style line 2 lt 1 lc 1 lw 1 pt 5 ps 2 Perintah plot pun perlu dimodifikasi sesuai blok data yang hendak digambar: plot 'data3.dat' index 0 with linespoints ls 1,\ 'data3.dat' index 1 with linespoints ls 2 Perhatikan bagaimana posisi index diatur sesuai dengan definisi style yang diinginkan. Implementasi lengkapnya dapat dilihat pada 'plotdata3.plt'. # plotdata3.plt reset set terminal svg size 400,300 enhanced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotdata3.svg' set style line 1 lt 1 lc 3 lw 2 pt 7 ps 2 set style line 2 lt 1 lc 1 lw 1 pt 5 ps 2 plot 'data3.dat' index 0 with linespoints ls 1, \ 'data3.dat' index 1 with linespoints ls 2 unset output

Eksekusi 'plotdata3.plt' ini pada terminal Gnuplot: gnuplot> cd 'E:\gnuplot’ gnuplot> load 'plotdata3.plt’ Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7: Keluaran dari 'plotdata3.plt', yaitu 'plotdata3.svg'.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 29

Penataan Sumbu, Legenda, dan Judul dari suatu Grafik Sampai sejauh ini, kita masih belum memanfaatkan kemampuan Gnuplot dalam menspesifikasi pengaturan sumbu, legenda, ataupun judul grafik. Pada dasarnya, label sumbu dan judul grafik tidak akan diberikan jika kita tidak spesifikasi, sedangkan label legenda langsung diberikan sesuai dengan nama data yang ada. Kita dapat mengatur elemen-elemen tersebut sesuai keinginan dengan beberapa kode tambahan. Kita bisa ambil contoh dari 'plotdata3.plt'. Misalkan sekarang kita ingin data yang divisualisasikan diberi label sumbu-x sebagai 'Waktu (bulan)' dan sumbu-y sebagai 'Pemasukan (juta rupiah)'. Kemudian, data dengan index 0 diberi label 'Fulan', sedangkan data dengan index 1 diberi label 'Fulanah'. Judul grafiknya sendiri adalah 'Keuangan Fulan versus Fulanah' Berdasarkan kebutuhan tersebut, kode-kode yang perlu dieksekusi ditunjukkan pada teks 'plotdata3-rev.plt'. # plotdata3-rev.plt reset set terminal svg size 400,300 enhanced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotdata3-rev.svg' set style line 1 lt 1 lc 3 lw 2 pt 7 ps 2 set style line 2 lt 1 lc 1 lw 1 pt 5 ps 2 set xlabel 'Waktu (bulan)' set ylabel 'Pemasukan (juta rupiah)' set title 'Keuangan Fulan versus Fulanah' plot 'data3.dat' index 0 title 'Fulan' with linespoints ls 1, \ 'data3.dat' index 1 title 'Fulanah' with linespoints ls 2 unset output

Seperti biasa, kode ini dieksekusi pada terminal Gnuplot: gnuplot> cd 'E:\gnuplot’ gnuplot> load 'plotdata3-rev.plt’ Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8: Keluaran dari 'plotdata3-rev.plt'. Label sumbu, judul, dan legenda telah ditambahkan pada grafik. Andaikata kita tidak ingin memberi label legenda (yang secara default muncul pada grafik), kita dapat meminta Gnuplot untuk menghilangkan label legenda tersebut dengan menyelipkan perintah unset key pada teks kode sebelum perintah plot. Di samping itu, jika kita masih tidak puas dengan hasil keluaran gambar dari Gnuplot, kita selalu dapat memperbaikinya dengan Inkscape. Visualisasi Data dengan Error Bar, Fitting, dan Fungsi Matematis Untuk contoh terakhir yang diberikan dalam tutorial ini, kita akan melihat bagaimana Gnuplot dapat memvisualisasikan data yang mengandung error bar, sekaligus melakukan fitting dan menggambarkan fungsi matematis tertentu pada sebuah grafik. Kita ambil contoh data peluruhan Ag-108 dari dokumentasi Gnuplot: https://github.com/gnuplot/gnuplot/blob/master/demo/silver.dat

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 30

# # $Id: silver.dat,v 1.1 1998/04/15 19:16:42 lhecking Exp $ # 10.000000 280.000000 16.733201 20.000000 191.000000 13.820275 # [dst... data lengkapnya dipotong] 590.000000 9.000000 3.000000 600.000000 5.000000 2.236068

Struktur data 'silver.dat' ini terdiri dari data waktu pada kolom pertama, laju peluruhan pada kolom kedua, serta ketidakpastian laju peluruhan (error bar) pada kolom ketiga. Kita inginkan keluaran gambar mengandung 3 macam kurva, yaitu data eksperimen, interpolasi polinom dengan algoritma tetentu, dan sebuah fungsi matematis yang menggambarkan tren data eksperimen secara kasar. Mari kita langsung bahas kode yang perlu dieksekusi, yaitu 'plotsilver.plt'. # plotsilver.plt reset set terminal svg size 400,300 enhanced fname 'Verdana' fsize 10 set output 'plotsilver.svg' set style line 1 lt 1 lc rgb 'blue' lw 1.5 pt 7 ps 0.5 set style line 2 lt 1 lc rgb 'red' lw 1.5 set style line 3 lt 5 lc rgb 'green' lw 1.5 set xlabel 'Waktu (detik)' font 'Verdana,12' set ylabel 'Laju Peluruhan' font 'Verdana,12' set title 'Data Laju Peluruhan Ag-108' font 'Verdana,12' # rentang sumbu set xrange [0:250] set yrange [0:300] set mxtics 5 set mytics 5 # rentang fitting: set samples 300,300 # fungsi matematis: T(x) = 12.6 + 313*exp(-x/42.7) # plot data, fitting, dan fungsi: plot 'silver.dat' title 'Data Eksperimen' with errorb ls 1, \ 'silver.dat' title 'Bezier Fitting' smooth sbezier ls 2, \ T(x) title 'Fungsi Tebakan' with lines ls 3, \ unset output

Pada kode ini, kita telah menggunakan perintah baru seperti set samples, pendefinisian fungsi matematis, dan opsi penggambaran error bar pada perintah plot. Perintah set samples menentukan jumlah data yang akan diambil dalam proses fitting. Di sini fitting dilakukan dalam bentuk interpolasi polinom dengan algoritma Bezier. Baris perintah gambar yang terkait adalah: plot 'silver.dat' smooth sbezier Gnuplot akan secara otomatis menginterpolasi data eksperimen dengan algoritma tersebut. Ada lebih banyak detail seputar fitting pada Gnuplot yang dapat dibaca pada manual. Tutorial ini sekadar sebagai perangsang untuk sedikit melihat kemampuan Gnuplot dalam proses fitting. Selanjutnya, dengan Gnuplot kita bisa mendefinisikan fungsi matematis sesuai yang kita kehendaki. Untuk gambar 2D, fungsi matematis dinotasikan sebagai f(x), yaitu fungsi 1 variabel. Rentang variabel x yang digunakan disesuaikan dengan perintah set xrange yang telah dituliskan terlebih dahulu. Operasi-operasi matematis yang dapat digunakan pada Gnuplot di antaranya mencakup operasi aritmetika, operasi trigonometri, dan eksponensial. Beberapa operasi matematis lebih lanjut juga dapat dirujuk pada manual.

buletin

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org


tutorial 31

Setelah mengeksekusi 'plotsilver.plt' ini pada terminal Gnuplot, kita bisa peroleh hasil seperti pada Gambar 9 di bagian kiri. Panel kanan pada Gambar 9 menunjukkan variasi keluaran 'plotsilver.plt' jika kita ganti perintah plot di akhir 'plotsilver.plt' dengan baris kode berikut ini: plot 'silver.dat' title 'Data Eksperimen' with errorb 'silver.dat' using 1:2 notitle with lines

ls 1, \ ls 1

Gambar 9: Keluaran 'plotsilver.plt' (panel kiri) dan variasinya (panel kanan). Pada baris pertama kode di atas, kita menjaga perintah plot seperti semula karena kita ingin menggambar titik-titik data dengan error bar. Sementara itu, opsi using 1:2 pada baris kedua mengindikasikan bahwa untuk bagian plot tersebut kita hanya mengambil kolom 1 dan kolom 2 dari data 'silver.dat' dan kemudian digambar garisnya dengan opsi with lines. Itulah sebabnya kita bisa lihat antar titiktitik data yang mengandung error bar pada bagian kanan Gambar 9 dapat dihubungkan oleh sebuah garis. Penggunaan opsi using lebih lanjut pada perintah plot sangat bermanfaat jika kita memiliki data mentah penelitian yang mengandung banyak kolom, padahal kita hanya ingin memvisualisasikan kolom-kolom tertentu saja dari data tersebut. Alih-alih mengubah data mentah dan menyalinnya pada berkas data baru, kita cukup memilih kolom tertentu yang ingin kita presentasikan dari data mentah yang ada. *** Demikianlah tutorial singkat Gnuplot ini beserta beberapa perangkat pendukungnya untuk keperluan visualisasi data penelitian. Kita dapat mempelajari bermacam-macam grafik yang dapat dibuat oleh Gnuplot seperti yang telah disebutkan di awal dengan banyak melakukan coba-coba sendiri untuk setiap perintah/kode Gnuplot yang tersedia pada manual. Dengan banyak berlatih, kita dapat mengingat kode-kode Gnuplot secara otomatis yang kemudian mempercepat proses penyelesaian suatu gambar dan visualisasi data. Selain itu, cita rasa seni yang baik pun dapat terasah dengan melihat beragam contoh yang ada pada situs-situs demo Gnuplot. Tentunya kita ingin agar gambar yang kita buat tidak hanya menampilkan data yang kita punya, tetapi juga enak untuk dipandang dan memiliki kesan visual yang mendalam. Referensi lebih lanjut: · Demo Gnuplot: http://gnuplot.sourceforge.net/demo/ · Manual Gnupot: http://www.gnuplot.info/documentation.html · Tips dan trik Gnuplot: http://www.gnuplotting.org/ · Gnuplot Not So FAQ: http://www.ualberta.ca/~xz10/gnuplot/index-e.html · Arsip Gnuplot pada Wikipedia: http://commons.wikimedia.org/wiki/Category:Gnuplot_diagrams

buletin

|Vol. 1 No. 1|April-Juni 2014|mrs-id.org


agenda 32

2014 UI-ITB Catalysis Symposium 2014 Perpustakaan UI, Depok, 10 September 2014 Tenggat waktu pengiriman abstrak poster: 1 Juli 2014 Abstrak dalam Bahasa Inggris

09

Website: http://catalysis-symposium.blogspot.com/

1st Materials Research Society of Indonesia (MRSID) Meetings Denpasar, Bali, Indonesia, 26-28 September 2014. Tenggat waktu penerimaan abstrak untuk presentasi oral dan poster: 15 Juni 2014 Abstrak dalam Bahasa Inggris Topik Simposium: (A) Optical, Magnetic, and Strongly Correlated Electron Materials (B) Catalysts, Adsorbents and related materials: Fundamentals & Applications (C) Photovoltaics and Batteries: Emerging Materials and Devices (D) “Tear and Wear”: Materials for Industries and Strong Materials (E) Biomaterials, Medicinal Materials and Drug Delivery (F) Advanced Materials: Green Synthesis and Nanostructured Materials (G) Organic and Hybrids: Materials, Devices and Physics (H) Computational Methods and Advanced Characterizations of Materials (I) Mining and Metallurgy: Bringing up the added value + Beberapa topik tutorial Website: http://mrs-id.org/meetings/

The 2014 International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST 2014) Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. 16-17 September 2014 Tenggat waktu penerimaan abstrak: 15 Juni 2014 Abstrak dalam Bahasa Inggris Website: http://situs.opi.lipi.go.id/icamst2014/

11

12

2015

buletin

The 3rd International Conference on Advanced Material and Practical Nanotechnology (ICAMPN) JIExpo Kemayoran, Jakarta. 14-16 August 2014 Tenggat waktu pengiriman abstrak untuk presentasi : 31 May 2014 Abstrak dalam Bahasa Inggris Website : http://icampn.nano.or.id/

2014 European MRS Fall Meetings Warsaw University of Technology, Polandia. 15-19 September 2014 Tenggat waktu penerimaan abstrak untuk oral dan poster: 9 Juni 2014 Berisi 24 simposium paralel, plenary lectures, dua hari pameran, dll. Website: http://www.emrs-strasbourg.com/

10 Seminar Nasional Fisika 2014 Kawasan Puspiptek Serpong, Setu, Tangerang Selatan. 4 November 2014 Penerimaan Extended Abstract: 12 Mei – 30 September 2014 Abstrak dalam Bahasa Indonesia ataupun Inggris Website : http://situs.opi.lipi.go.id/snf2014/

agenda kegiatan

|Vol. 1 No. 2|April-Juni 2014|mrs-id.org

International Conference of Young Researchers on Advanced Materials (IUMRS-ICYRAM). Haikou, China. 24-27 Oktober 2014. Tenggat waktu penerimaan abstrak untuk oral dan poster: 31 Juli 2014 Berisi 8 simposium paralel, plenary lectures, dan awards Syarat: Peserta yang membawakan presentasi poster atau oral haruslah berumur kurang dari 40 tahun. Website: http://www.icyram2014.org/en/

2014 Materials Research Society (MRS) Fall Meetings Boston, Amerika Serikat, 30 November - 5 Desember 2014. Tenggat waktu penerimaan abstrak untuk oral dan poster: Mei-Juni 2014 Berisi 56 simposium paralel, plenary lectures, workshop & tutorial, tiga hari pameran, awards, dan aktivitas untuk mahasiswa doktor Website: http://www.mrs.org/fall2014/




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.