9 DESEMBER 2021
Bahaya Dibalik Geliat Gunung Semeru BY : AUFA FADHIL Halo sobat NOME! Gunung Semeru kembali mengalami erupsi pada Sabtu lalu (04/12/2021). Setahun sebelumnya, tepatnya pada 1 Desember 2020 gunung ini juga pernah meletus yang diikuti guguran awan panas dari puncak. Meletusnya gunung tertinggi di Pulau Jawa ini membuat keadaan di sekitarnya diselimuti asap tebal. Diam-diam asap ini bisa memicu berbagai masalah pada sistem pernapasan. Tidak seperti abu pembakaran kayu, partikel abu vulkanik sangat keras dan bergerigi di setiap sisinya. Partikel ini sangat berbahaya bagi pernapasan, penglihatan, hingga pencernaan. Diameter abu vulkanik sangat kecil, yakni kurang dari 2 milimeter dengan kepadatan yang rendah. Sehingga abu vulkanik dapat dengan mudah menumpuk di sekitar area letusan dan terbawa angin hingga puluhan kilometer jauhnya. Sekarang, Semeru menggeliat kembali. Langkah apa saja yang bisa kita lakukan untuk menepis bahaya kesehatan akibat abu vulkanik ini?
Bahaya abu vulkanik bagi kesehatan Sebuah studi menarik mengenai bahaya abu vulkanik bagi kesehatan tubuh meneliti meletusnya gunung Eyjafjallajökull di Islandia tersebut berjudul “Respiratory health effects of volcanic ash with special reference to Iceland. A review”. Menurut studi tersebut, dampak abu vulkanik bagi kesehatan tubuh (akut dan kronis) bergantung pada ukuran partikel (seberapa banyak yang terhirup), komposisi mineralogi (kandungan silika kristal), dan sifat fisika-kimia permukaan dari partikel abu vulkanik. Artinya, dampak letusan gunung berapi bagi kesehatan tubuh bisa berbeda-beda. Akan tetapi, umumnya dampak abu vulkanik bagi kesehatan berkaitan dengan gangguan pernapasan akut seperti bronkitis atau asma. Tidak hanya itu, eksaserbasi paru-paru dan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya sering terjadi setelah menghirup abu vulkanik.
Meski begitu, tidak ditemukan efek jangka panjang pada fungsi paru-paru setelah terpapar abu vulkanik. Selain asma dan bronkitis, menurut ahli di National Institutes of Health (NIH) dampak abu vulkanik bagi kesehatan juga bisa memicu penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emfisema, dan penyakit paru-paru jangka panjang (kronis) lainnya. Nah, gejala paparan abu vulkanik meliputi: Masalah pernapasan seperti sesak napas. Batuk. Gejala mirip flu. Sakit kepala. Lemas atau kurang berenergi. Produksi lendir meningkat. Sakit tenggorokan. Mata berair dan iritasi.
NEWS OF MEDICAL EDUCATION
Lampu kuning bagi bayi dan lansia. Terdapat beberapa kelompok yang cukup rentan terhadap paparan abu vulkanik. Menurut ahli di NIH, gas dan abu vulkanik berpotensi merusak paru-paru bayi, lansia, dan mereka yang mengidap penyakit pernapasan parah. Bahaya abu vulkanik juga dapat memengaruhi orang yang jaraknya ratusan kilometer dari lokasi letusan. Menurut ahli di National Institutes of Health (NIH) UK, selain memengaruhi pernapasan, bahaya abu vulkanik juga bisa menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Tingkat keparahan masalah ini dipengaruhi oleh konsentrasi abu, lamanya paparan abu, seberapa halus partikel abu, dan terbuat dari apa abu tersebut. Kurangi paparan terhadap abu vulkanik Cara paling efektif untuk menghindari paparan abu vulkanik, terutama bagi orang-orang dengan risiko tertentu (contohnya anak-anak dan balita, orang lanjut usia dan penderita gangguan pernapasan (paru-paru) dan penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah)) adalah dengan berlindung di tempat yang tidak terkena abu, idealnya berada di dalam bangunan dimana Anda bisa berada di dalam ruangan untuk beberapa waktu, jika diperlukan. Hubungi dokter atau petugas kesehatan jika Anda khawatir dengan kondisi kesehatan Anda. Ikuti langkah-langkah berikut untuk menjaga rumah dari abu vulkanik: Tutup pintu dan jendela, jika memungkinkan. Jika memungkinkan, tutup semua ventilasi dan celah yang memungkinkan udara luar masuk ke dalam ruangan. Contohnya, dapat menggunakan selotip, terpal plastik atau gulungan handuk. Gunakan satu pintu sebagai akses masuk/keluar bangunan. Tinggalkan pakaian/sepatu yang terkena abu di luar bangunan. Jangan gunakan peralatan rumah yang dapat menghisap udara dari luar, seperti pendingin ruangan (AC). Jika bagian dalam rumah berabu, bersihkan abu dengan hati-hati (misalnya dengan kain lembap). Jangan gunakan penyedot debu (vacuum cleaner) karena dapat menghembuskan abu halus kembali ke dalam ruangan. Jika berada di dalam ruangan untuk jangka waktu yang cukup panjang: Pastikan suhu di dalam ruangan tidak terlalu panas. Jika suhu menjadi terlalu panas, sebaiknya pertimbangkan untuk berlindung ke tempat lain. Jangan menggunakan peralatan memasak dan pemanas, atau peralatan lainnya, yang dapat menimbulkan asap. Jangan menghisap rokok atau produk lainnya. Jangan gunakan alat pembakar tanpa saluran pembuangan (ventilasi) atau semacamnya, seperti pemanggang, di dalam ruangan karena potensi bahaya keracunan karbon monoksida.
inspired from : Kompas.com. Diakses pada 2021. Gunung Semeru Meletus, Ini 3 Proses Terjadinya Erupsi Gunung Berapi Mueller, W., Horwell, C.J., Apsley, A., Steinle, S., McPherson, S., Cherrie, J.W., Galea, K.S., 2018. The effectiveness of respiratory protection worn by communities to protect from volcanic ash inhalation; Part I: Filtration efficiency tests. International Journal of Hygiene and Environmental Health. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1438463917308003 National Library of Medicine - PubMed. Diakses pada 2021. Respiratory health effects of volcanic ash with special reference to Iceland. A review National Institutes of Health - MedlinePlus. Diakses pada 2021. Silicosis National Institutes of Health - MedlinePlus. Diakses pada 2021.Volcanoes National Institutes of Health - MedlinePlus. Diakses pada 2021. Lung problems and volcanic smog NHS. Diakses pada 2021. Volcanic ash health advice