Modul pelatihan keterbukaan informasi dalam pemilu 2014

Page 1

MEMBUKA INFORMASI PEMILU

Modul Training Keterbukaan Informasi dalam Pemilihan Umum 2014 Disusun oleh:

Didukung oleh:

Â

-1-


MEMBUKA INFORMASI PEMILU

-2-


Membuka Informasi Pemilu Penerbit: Indonesian Parliamentary Center Jl. Tebet Utara III D Nomor 12A, Tebet, Jakarta Selatan Telp/Fax. +62218353626 Email: admin@ipc.or.id Website: www.ipc.or.id www.kebebasaninformasi.org Twitter: @foiindonesia Facebook: Kebebasan Informasi Penyusun Ahmad Hanafi Arbain Al-Banjari Erik Kurniawan

Maret 2014

Modul ini juga bisa diunduh di www.kebebasaninformasi.org

Â

-3-


Daftar Isi Kata Pengantar __________________________ 5 Pendahuluan ____________________________ 7 Konsep dan Filosofi ____________________________ 8 Bagian I - Perkenalan dan Bina Suasana ____________________________ 12 Bagian II – Hak Atas Informasi Hak Atas Informasi: Konsep dan Aspek-Aspeknya ___________________________16 Mekanisme Pemenuhan Hak Atas Informasi ____________________________ 24 Bagian III – Keterbukaan Informasi dalam Pemilu Pemilihan umum: Urgensi Keterbukaan dalam Pemilihan Umum _______________ 33 Informasi Publik dalam Tahapan Pemilihan Umum _________________ 40 Bagian IV – Rencana Tindak Lanjut __________________________ 45

-4-


Kata Pengantar Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi yang memiliki fungsi penting dalam konteks pergantian pemimpin sebuah negara. Karenanya, momentum ini perlu partisipasi yang massif. Namun, partisipasi yang tepat tidak akan terjadi tanpa ada informasi dan mekanisme pertanggungjawaban atas partisipasi tersebut. Dengan demikian, keterbukaan dan akuntabilitas menjadi isu yang juga penting dalam pemilu disamping isu partisipasi. Dalam konteks pelaksanaan tahapan pemilu, praktek keterbukaan informasi penting untuk menjamin proses kompetisi yang diikuti oleh penyelenggara pemilu berjalan dengan adil. Dengan kata lain hal ini bisa menjamin hak elektoral bagi seluruh peserta pemilu. Sementara bagi pemilih, keterbukaan informasi membantu pemilih untuk lebih mengenal kandidat yang berkompetisi di pemilu dan meningkatkan partisipasi publik. Diharapkan partisipasi publik tidak hanya terjadi pada hari pemungutan suara, akan tetapi dapat menyentuh pada aspek demokrasi substansial dengan menilai peserta pemilu berdasakan kapasitas dan integritas calon pejabat publik. Dalam konteks KPU sebagai badan publik, keterbukaan diharapkan mampu menjaga kepercayaan publik terhadap KPU. Oleh karenanya, informasi yang berkaitan dengan KPU baik yang berkaitan dengan tahapan pemilu maupun di luar tahapan pemilu haruslah dapat diakses sesuai dengan ketentuan dalam UU KIP. Misalnya informasi mengenai anggaran KPU Pemilu untuk tahapan Pemilu 2013 KPU menganggarkan sebesar Rp 7,3 triliun. Lalu untuk tahapan tahun 2014, anggaran yang diajukan sebesar Rp 14 triliun. Dengan anggaran yang begitu besar, konsekuensinya adalah pengawasan mendorong transparansi dan akuntabilitas harus terus dilakukan. Jangan sampai anggaran yang begitu besar diselewengkan dan mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap KPU, bahkan lebih jauh kepercayaan publik terhadap pemilu itu sendiri. Pada akhirnya, publik menganggap pemilu hanya sekedar formalitas dan tidak berdampak apapun dalam kehidupan sehari-hari mereka. Karenanya, hal terpenting yang hendak didorong adalah memperkuat KPU dalam mengimplementasikan UU KIP. Logikanya, jika KPU sebagai badan publik menerapkan UU KIP maka akan berdampak pada pemilu yang transparan dan akuntabel serta mampu mendorong partisipasi publik secara luas. Karena dengan demikian, tidak hanya informasi yang berkaitan dengan tahapan pemilu semata yang terbuka, akan tetapi juga informasi lain di luar tahapan pemilu. UU KIP memberikan guideline bagi KPU sebagai badan publik untuk mengiventarisir daftar informasi yang dikuasai dan mengklasifikasikannya mana yang menjadi informasi publik dan mana informasi yang dikecualikan. Selain itu, UU KIP juga memberikan guideline kepada KPU sebagai Badan Publik dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat. Sementara dari sisi masyarakat sipil yang di dalamnya terdapat pemilih penting untuk memahami dan peduli dengan keterbukaan informasi publik pada penyelenggara pemilu sebagai bentuk dorongan partisipasi pemilih terhadap penyelenggara pemilu. Logikanya, jika ada permintaan, maka akan ada pemenuhan dari KPU sebagai penyedia informasi. Sejumlah lembaga pemantau pemilu yang juga menyelenggarakan pendidikan pemilih selama ini belum menaruh perhatian besar terhadap isu keterbukaan informasi publik di penyelenggara pemilu. Sehingga diperlukan fokus tersendiri untuk mendorong lembagalembaga pemantau ini meningkatkan perhatian terhadap isu keterbukaan informasi publik.

Â

-5-


Namun demikian, masih sedikit kelompok masyarakat sipil yang bergerak pada isu keterbukaan informasi sekaligus isu pemilu. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk membangun kepedulian dan kemampuan untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi publik pada penyelenggara pemilu. Kemampuan ini tidak hanya sekedar meminta informasi, akan tetapi juga menggunakan instrumen UU KIP untuk kepentingan-kepentingan masyarakat sipil yang lebih luas. Misalnya, mendorong pemilu yang lebih transparan dan akuntabel, pemilih yang lebih rasional. Modul ini hadir dalam rangka menjembatani kondisi di atas. Sehingga diharapkan dengan adanya modul ini akan muncul inisiatif-inisiatif dari masyarakat sipil untuk meminta informasi pemilu. Modul ini menjadi lebih sempurna dengan hadirnya Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum. Kita berharap munculnya inisiatif tersebut diharapkan mampu mendorong penyelenggara pemilu untuk memperbaiki sistem pengelolaan dan pelayanan informasinya. Selamat mencoba!

Sulastio Direktur IPC

Â

-6-


Pendahuluan Pemilu merupakan sarana dalam sistem demokrasi untuk mengadakan pergantian pemimpin. Semenjak Indonesia merdeka pada 1945, pemilu nasional telah digelar sebanyak sepuluh kali. Meski dalam sejarah Indonesia juga ada proses pergantian kepemimpinan tidak melalui cara pemilu, yaitu pada era pergantian kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto pada 1965 dan dari Presiden Soeharto kepada Presiden BJ Habibi pada 1998. Namun demikian, pergantian kepemimpinan melalui cara yang sah bisa berjalan dengan baik. Terutama setelah reformasi 1998, Menengok hasil pemilu di masa lalu, sebagian besar pemimpin yang di pilih belum mampu menunjukkan kualitas yang memuaskan kepada konstituen. Misalnya saja, korupsi masih menjadi barang yang familiar oleh para anggota DPR. Periode 2004-2009 1. Azwar Chesputra 2. Fachri Andi Leluasa 3. Hamka Yandhu 4. Saleh DjasitAnggota 5. Sarjan Tahir 6. Abdul Hadi Djamal 7. Noor Adenan Razak 8. Sofyan Usman 9. Endin AJ Soefihara 10. M Al Amin Nur Nasution 11. HM Yusuf Erwin Faishal 12. Bulyan Royan

Periode 2009-2014 1. Izedrik Emir Moeis 20. Prasetia Zulkarnaen 2. Agus Chondro Prayitno Putra 3. Max Moein 21. Ahmad Hafiz Zawawi 4. Rusman Lumbantoruan 22. Marthin Bria Seran 5. Poltak Sitorus 23. Paskah Suzetta MH 6. Williem Tutuarima 24. Bobby Suhardiman 7. Panda Nababan 25. Anthony Zeidra Abidin 8. Engelina Patiasina 26. Muhammad Nurlif 9. M Iqbal 27. Asep Ruchimat Sudjana 10. Budiningsih 28. Reza Kamarullah 11. Jeffri Tongas 29. Baharuddin Aritonang 12. Ni Luh Mariani 30. Hengky Baramuli 13. Sutanto Pranoto 31. Daniel Tanjung 14. Soewarno 32. Anas Urbaningrum 15. Matheos Promes 33. Angelina Patricia 16. Dudhie Makmun Pingkan Sondakh Murod 34. Muhammad Nazarudin 17. Engelina Pattiasina 35. Wa Ode Nurhayati 18. Chairun Nisa 36. Luthfi Hasan Ishaaq 19. Zulkarnaen Djabar Tabel. 1. Daftar calon anggota DPR yang terjerat kasus korupsi (Diolah oleh IPC dari berbagai sumber)

Melihat kondisi di atas, tentu sebagi masyarakat yang berpikir dan puya kemampuan untuk belajar, jangan sampai apa yang terjadi terhadap hasil pada pemilu terdahulu terulang lagi pada pemilu yang akan datang. Pemilu 2014 harus menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Baik secara integritas maupun pengetahuan. Karena, pemimpin yang berkualitas akan berdampak pada perbaikan kebijakan dalam kurun waktu lima tahun paska pemilu. Kebijakan yang berpihak kepada konstituen yang dulu memilih, tentunya. Disamping soal calon, penyelenggara yang terbuka dan bertanggungjawab juga menjadi faktor pendukung atas kualitas hasil pemilu. Dimana, penyelenggara yang terbuka dan bertanggungjawab akan menjaga kredibilitas pemilu di mata publik. Dengan keterbukaan, publik akan dengan mudah memperoleh informasi siapa calon-calon yang hendak mereka pilih, apa visi misi mereka, dan apakah mereka dicurangi atau tidak

Â

-7-


Dengan demikian, aspek keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor penentu bagi pelaksanaan pemilu yang berkualitas dan hasil pemilu yang berkualitas pula. Saat ini, telah ada instrumen yang bisa digunakan bagi pemilih untuk mendorong penyelenggara pemilu lebih terbuka dalam menyampaika informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pemilih dalam kaitannya untuk mendapat pemimpin dan pemilu yang berkualitas. Modul ini merupakan bagian dari upaya untuk mendorong pemilu dan hasil pemilu (pemimpin) yang berkualitas dengan mendorong penyelenggara pemilu untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi pada lembaganya. Modul ini berisi tentang bagaimana badan publik penyelenggara pemilu mengimplementasikan keterbukaan informasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di sisi yang lain, modul ini diperuntukkan bagi masyarakat sipil untuk mengembangkan kapasitas mereka dalam konteks meminta informasi dan mendorong badan public untuk memiliki mekanisme keterbukaan informasi dengan permintaan tersebut. Konsep dan Filosofi Ruang lingkup. Pelatihan ini disusun sebagai upaya untuk memberdayakan kelompok pemilih dalam pemilu supaya mereka memperoleh informasi yang tepat mengenai calon pemimpin mereka. Secara praktis, pelatihan ini juga bagian dari upaya untuk mendorong keterbukaan penyelenggaraan pemilihan umum oleh Komisi Pemilihan Umum. Dengan demikian, ada dua isu yang digabung dalam training ini. Yaitu isu keterbukaan informasi dengan basis UU No 14 Tahun 2008 dan isu Pemilu dengan basis UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Legislatif. Dalam konteks mendorong isu keterbukaan informasi, ada dua bagian yang selalu berkaitan. Yaitu demand side (permintaan informasi dari masyarakat) dan supply side (kesiapan badan publik untuk memberi informasi). Kedua bagian tersebut tidak bisa dipisahkan. Pelatihan ini merupakan bagian dari memperkuat demand side pada isu pemilihan umum. Peserta Pelatihan. Peserta pelatihan ini terdiri dari perwakilan dari CSO (Civil Society Organisation) dan Komunitas dampingan CSO yang bekepentingan langsung ataupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pemilu. Mereka terdiri dari, pegiat pemantau pemilu, pegiat keterbukaan informasi dan komunitas warga. Pilihan pendekatan. Pelatihan ini menggunakan pendekatan partisipatif dan pendidikan bagi orang dewasa. Pengetahuan digali dan diperoleh diantara mereka sendiri. Nara sumber diminimalkan kecuali untuk menjelaskan hal-hal yang diperlukan. Karenanya, fasilitator mesti bisa mengolah proses pembelajaran bersama. Teori plus Aksi. Pelatihan ini tidak hanya belajar secara teorertis. Akan tetapi, training diikuti dengan pelaksanaan secara praktir berupa agenda permintaan informasi kepada badan publik penyelenggara pemilihan umum. Rencana tindaklanjut itu berupa panduan praktis yang langsung bisa diimplementasikan. Tujuan Training 1. Membangun kesadaran kepada CSO di daerah mengenai pentingnya keterbukaan dalam pemilu dan dampaknya bagi kehidupan berdemokrasi

Â

-8-


2. Memberikan pemahaman kepada CSO dan masyarakat sipil megenai mekanisme dan tata cara mengakses informasi pada badan penyelenggara pemilu 3. Memberikan pemahaman kepada CSO dan masyarakat sipil mengenai advokasi kepentingan masyarakat pada pemilu berbasis UU KIP. 4. Membangun rencana aksi mendorong keterbukaan pemilu 2014 Perubahan yang Ingin Dicapai Pengetahuan. Peserta memiliki perspektif keterbukaan informasi dalam pemilu. Indikator keberhasilan dari perubahan ini adalah dengan melihat hasil pre-test dan posttest. Sikap. Adanya sikap bahwa meminta informasi untuk mendorong terbentuknya sistem dan infrastruktur keterbukaan informasi penting. Indikator ini diperoleh dari pernyataan yang disampaikan kepada peserta dalam forum-forum refleksi dan evaluasi serta kesediaan peserta untuk meminta informasi kepada penyelenggara pemilu. Perilaku. Adanya kesediaan peserta untuk mengakses informasi ke badan publik penyelenggara pemilu. Indikator keberhasilan adalah terbentuknya RTL (Rencana Tindak Lanjut) dengan pembagian waktu dan pembagian tugas yang jelas dalam RTL tersebut. Kelompok Sasaran 1. Pegiat pemantau pemilu. Peserta dipilih, karena pemantau pemilu memiliki kepentingan langsung dengan penyelenggaraan pemilu. 2. Pegiat keterbukaan informasi dan transparansi penyelenggaraan negara. Peserta dipilih karena telah memiliki pengalaman mengenai keterbukaan informasi. Sehingga dalam menyusun rencana aksi bisa menjadi pioneer dalam meminta informasi dan advokasi ajudikasi bila diperlukan. Disamping itu, proses pada advokasi ini bisa menjadi pembelajaran bersama di masa yang akan datang. 3. Komunitas warga, Peserta dipiluh karena warga memiliki kepentingan langsung terhadap pemilu dan masa-masa setelah pemilu. Pembelajaran yang diperoleh dari proses mendorong keterbukaan informasi pada saat pemilu diharapkan akan dapat diterapkan pada sektor lain, terutama setelah pemilu. 4. Kelompok perempuan. 30% dari peserta adalah perempuan dari perwakilan ketiga kelompok di atas. Prakondisi yang Diperlukan -­‐ Training diselenggarakan dalam kurun masa pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah -­‐ Training diselenggarakan untuk tingkat daerah -­‐ Peserta diberikan bekal atau bahan bacaan terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang kelas. Minimal bacaan adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum. -­‐ Kualifikasi fasilitator dan nara sumber/fasilitator: -­‐ Memiliki kepercayaan pada proses dan teknik partisipatif dalam membangun kesadaran peserta -­‐ Memiliki kepercayaan terhadap filosofi yang menjadi dasar dalam modul ini -­‐ Mampu memahami isu-isu yang dibahas dalam modul ini.

-9-


-­‐ -­‐ -­‐

Memiliki teknik dan strategi alternatif di luar modul ini untuk mencapai tujuan training Berpandangan luas pada isu pemilu dan keterbukaan informasi. Mampu bekerjasama dengan stakeholders pelatihan

Sementara untuk narasumber harus memenuhi persyaratan: -­‐ Mempunyai pengetahuan, pemahaman dan pengalaman mengenai UU KIP dan implementasinya -­‐ Mempunyai pengetahuan, pemahaman dan pengalaman mengenai pemilu dan pemantauan pemilu -­‐ Mempunyai semangat dan paradigma keterbukaan dan pemilu berintegritas. Jadual Kegiatan Waktu 08.00 – 08.30 08.31 – 09.00 09.01 – 09.30 09.31 – 10.00 10.01 – 10.30 10.31 – 11.00 11.01 – 11.30 11.31 – 12.00 12.01 – 12.30 12.31 – 13.00 13.01 – 13.30 13.31 – 14.00 14.01 – 14.30 14.31 – 15.00 15.01 – 15.30 15.31 – 16.00 16.01 – 16.30 16.31 – 17.00 17.31 – 18.00 18.01 – 18.30 18.31 – 19.00 19.01 – 19.30 19.31 – 20.00 20.01 – 20.30 20.31 – 21.00 21.01 – 21.30 21.31 – 22.00

Hari 1

Hari 2 Sarapan Pagi Implementasi Hak Atas Informasi dalam UU KIP

Registasi dan makan siang

Break

Hari 3 Sarapan Pagi Rencana tindak lanjut

Check out dan makan siang

Pemilu dan keterbukaan informasi publik

Perkenalan dan bina suasana Break Hak Atas Informasi: Konsep dan Aspekaspeknya

Break Tahapan Pemilihan Umum dan informasi publik Break

Lanjutan

Penugasan kelompok

Waktu tambahan (berdasarkan kesepakatan peserta)

*) perubahan alur materi bisa dilakukan berdasarkan kondisi di lapangan.

-10-


BAGIAN I – PERKENALAN dan BINA SUASANA

-11-


Perkenalan dan Bina Suasana Pengantar Sebagai sebuah training, suasana akrab dan saling kenal antar peserta merupakan modal awal untuk membangun iklim belajar yang kondusif. Terlebih materi yang hendak disampaikan merupakan materi yang tergolong berat. Tujuan Metode Waktu Alat Bantu belajar

Catatan Fasilitator

Peserta saling mengenal dan akrab satu sama lain dan memahami tujuan dan alur pelatihan Curah pendapat 45 menit -­‐ Guntingan kertas -­‐ Bola kecil -­‐ Wadah untuk guntingan kertas -­‐ Sebelum memulai acara perkenalan ini, fasilitator sudah menuliskan nama-nama peserta dalam guntingan kertas. Kertas tersebut nanti akan diambili oleh peserta satu per satu. Jika peserta mengambil nama sendiri, maka diminta untuk mengambil lagi sampai ketemu nama orang lain. -­‐ Setelah selesai sessi perkenalan, fasilitator mengantarkan peserta kepada sessi “sahabat rahasia”. Peserta menyimpan nama yang sudah diambil tersebut dan dirahasikan hingga pelatihan selesai. Jika peserta ganjil, maka seorang panitia harus ikut terlibat dalam permainan ini. -­‐ Fasilitator memandu kesepakatan kontrak belajar dan alur jadual kegiatan. -­‐ Fasilitator dapat mengembangkan metode lain yang dirasa sesuai dengan kebutuhan pelatihan. -­‐ Sebelum dilaksanakan sessi, fasilitator membagikan lembar pre test kepada seluruh peserta.

Tahapan Proses 1. Pembukaan (5 menit): Fasilitator memulai dan menjelaskan maksud dan tujuan sessi perkenalan ini. 2. Sessi perkenalan (30 menit): Sessi ini dilakukan secara melingkar. Semua peserta berdiri di depan kelas. Fasilitator melempar bola kepada peserta secara acak. Peserta yang menerima bola memperkenalkan diri (nama, asal, umur, lembaga, latar belakang dan personifikasi lainnya). Selanjutnya, peserta yang telah memperkenalkan diri melemparkan bola kepada peserta lainnya secara acak. Begitu seterusnya hingga semua peserta memperkenalkan diri. Fasilitator sebaiknya mencatat nama-nama peserta pada flipchart di bagian depan untuk memudahkan mengingat nama-nama peserta. 3. Sessi “sahabat rahasia” (10 menit): setiap peserta secara bergiliran diminta untuk mengambil salah satu guntingan kertas berisi nama-nama peserta. Fasilitator meminta kepada peserta untuk merahasiakan nama sahabat rahasianya tersebut hingga akhir sessi. Peserta diminta untuk menggali informasi sebanyak mungkin mengenia sahabat rahasianya tersebut.

-12-


4. Sessi penjelasan kegiatan (15 menit): Fasilitator menjelaskan latar belakang dan tujuan training. Fasilitator memandu penyepakatan kontrak belajar dan jadual kegiatan. 5. Penutup (5) menit: Fasilitator menutup sessi perkenalan dan meminta kepada peserta untuk mempersiapkan diri di sessi berikutnya.

Â

-13-


Lembar Pre/Post Test Pre/Post Test Nama Lembaga 1.

Berikut ini, merupakan badan publik, kecuali a. KPU b. Lembaga Survei c. Partai Politik

2.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang a. Keterbukaan Informasi Publik b. Kebebasan Informasi Publik c. Ketersediaan Informasi Publik

3.

PPID singkatan dari a. Pejabat Pengelola Informasi dan Data b. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi c. Pejabat Pengelola Informasi Daerah

4.

KI-P singkatan dari a. Komisi Informasi Pusat b. Komisi Informasi Publik c. Komisi Informasi Pemerintahan

5.

Informasi publik adalah a. Informasi tentang publik b. Informasi di bawah badan publik c. Informasi mengenai pejabat publik

6.

Tahapan pemilu yang diatur dalam UU ada a. 10 tahapan b. 11 tahapan c. 12 tahapan

7.

Berikut merupakan kategori informasi publik, kecuali a. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta b. Informasi yang wajib dilegalisasi oleh badan publik c. Informasi yang wajib tersedia setiap saat

8.

Menurut UU KIP, pemohon informasi dapat meminta informasi dengan cara a. Tertulis dan tidak tertulis b. Berkala dan setiap saat c. Melampirkan rekomendasi lembaga

9.

Jika pemilu terbuka, maka a. Legitimasi pemilu tinggi b. Anggota DPR tidak korupsi c. Masyarakat pandai pemilu

10.

Lembaga Penyelenggara Pemilu adalah a. KPU, Bawaslu dan DKPP b. KPU dan Bawaslu c. KPU

Â

-14-


BAGIAN II - HAK ATAS INFORMASI

-15-


Hak atas Informasi: Konsep dan Aspek-Aspeknya Pengantar Belakangan ini terjadi desakan yang sangat kuat dari masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis, desakan tersebut berupa pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme, perwujudan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan, adanya pers yang berkualitas dan tetap berpijak pada perimbangan berita (cover both side), pengungkapan pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, adanya keberadaan perlindungan konsumen, (jasa, pelayanan publik, dan barang), dan terhadap pengelolaan sumber daya alam yang berbasiskan daya dukung ekosistem dan kepentingan masyarakat. Hal tersebut dapat kita lihat dengan semakin aktif dan kritisnya masyarakat dalam hal percepatan pembentukan pemerintahan yang betul-betul peduli dan bertanggung jawab atas pemenuhan haknya (A Rajamuddin: 2012). Semenjak reformasi bergulir, kesadaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) mulai semarak di masyarakat. Gerakan-gerakan sosial untuk mendukung peneguhan eksistensi HAM dalam hukum nasional bermunculan bak jamur di musim hujan. Maka diamandemen-lah UUD 1945 diikuti dengan ratifikasi internasional mengenai HAM, baik yang menyangkut dengan Hak Sipil Politik maupun Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dalam kontkes penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang terbuka, bertanggungjawab dan melibatkan masyarakat maka ada satu hak yang menjadi dasar dan bisa dibilang hak tersebut menjadi prasyarat terpenuhinya hak-hak lainya. Yaitu hak atas informasi. Misalnya, setiap warga negara di satu daerah A berhak memperoleh akses terhadap sekolah secara gratis. Namun, karena anggaran tidak mencukupi, maka pemerintah daerah setempat terpaksa tidak bisa memenuhi kebutuhan sekolah di daerah tersebut. Dalam konteks masyarakat terbuka dan partisipatif, apakah kita percaya begitu saja dengan dalih pemerintah? Tentu tidak. Hak atas informasi bisa mengatasi itu, jikalau saja pemerintah mengumumkan anggarannya, jikalau saja masyarakat bisa memberi masukan atas pengelolaan anggaran tersebut maka tidak perlu ada anak yang tidak bisa sekolah gratis. Tujuan

Metode

Waktu Alat Bantu belajar

-­‐

Peserta memahami hak atas informasi sebagai hak yang tak terpisahkan dengan hak asasi manusia yang lainnya. -­‐ Peserta memahami keuntungan sosial yang diperoleh masyarakat jika hak atas informasi terpenuhi -­‐ Nonton film o Jakarta Ketuk Pintu Part (link: http://vimeo.com/47066998) -­‐ Studi Kasus -­‐ Brinstorming -­‐ Presentasi 120 menit -­‐ LCD proyektor -­‐ Layar

-16-


Catatan Fasilitator

-­‐ -­‐ -­‐ -­‐ -­‐

-­‐

Laptop Flipchart Spidol Sessi ini pada prinsipnya untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai ha katas informasi Fasilitator sangat berperan untuk menunjukkan peserta mana yang disebut dengan Hak Atas Informasi dan korelasinya dengan Hak Asasi yang lain. Fasilitator harus mempersiapkan film dan pemutar film sebelum sessi dilaksanakan, termasuk bahan bacaan dan sebagainya.

Tahapan Proses 1. Pengantar sessi (5 menit): Fasilitator menyampaikan tujuan sessi, materi dan apa yang akan dilakukan dalam sessi ini. 2. Presentasi (30 Menit): Fasilitator menyampaikan slide presentasi mengenai hak atas informasi dan aspek-aspeknya. 3. Pemutaran film (30 menit): a. Fasilitator memberikan penjelasan tema apa yang akan diputar dalam film ini b. Fasilitator meminta kepada peserta supaya memperhatikan jalannya film karena nanti akan dimintai pendapat c. Film yang diputar berkaitan dengan Hak Atas Informasi yang terjadi riil di masyarakat. 4. Curah pendapat dan refleksi atas film (30 menit): a. Peserta dimintai pendapat secara umum mengenai film yang sudah diputar tersebut. b. Untuk memperdalam dan menggali perspektif peserta mengenai keterbukaan informasi publik dengan pertanyaan sebagai berikut: i. Dari film yang sudah kita putar, apa itu yang disebut dengan hak atas informasi? ii. Bagaimana korelasi hak atas informasi dengan hak asasi yang lain? iii. Bagaimana seharusnya sikap pemerintah terhadap hak atas informasi? c. Fasilitator mencatat point-point penting sepanjang proses diskusi di kertas plano 5. Studi kasus (45 menit): a. Peserta membagi peserta dalam 3 kelompok b. Masing-masing kelompok dibagi panduan studi kasus dan diminta untuk mendiskusikan: i. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi? ii. Informasi apa yang dibutuhkan oleh komunitas kelompok masyarakat dalam kasus tersebut untuk menyelesaikan masalah tersebut? iii. Apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi kasus tersebut dengan perspektif keterbukaan informasi? c. Setelah selesai diskusi, fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk presentasi. d. Fasilitator mencatat poin-poin diskusi dalam kertas plano. 6. Brainstorming dan refleksi (15 menit): Fasilitator mengajak diskusi peserta atas hasil

-17-


diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Apa pentingnya hak atas informasi berdasarkan kasus-kasus yang telah kita diskusikan di atas? b. Bagaimana seharusnya masyarakat dan pemerintah menyikapi hak atas informasi? 7. Penutup (5 Menit): fasilitator menyampaikan point-point penting hasil sessi dan meminta peserta untuk mempersiapkan diri pada sessi berikutnya.

Â

-18-


Bahan Bacaan I.

Dasar Hukum Hak Atas Informasi

Membawa wacana kebebasan informasi pada wilayah kajian Hak Asasi Manusia, pahaman awal penulis menganggap bahwa kebebasan informasi menjadi instrument penting penegakan Hak Asasi Manusia, yang dimaksud di sini adalah jaminan effective remedy (pemulihan efektif). Pelanggaran hak asasi manusia sering dianalogikan dengan penyakit yang penyelesaiannya dilakukan dengan pengobatan atau pemulihan (remedy). Effective remedy ini merupakan upaya pemenuhan hak-hak korban. Hak-hak korban ini mencakup hak untuk mengetahui (rights to know) sebuah kebenaran (truth), hak atas keadilan (rights to justice) dan hak atas pemulihan (rights to reparation). Di samping itu, adapun hak dasar masyarakat dalam hal mendapatkan informasi adalah: 1. 2. 3. 4.

Hak untuk diinformasikan (rights to be informed); Hak untuk mengetahui (rights to know); Hak untuk mendapatkan salinan dokumen (right to obtain the copy); Hak untuk menyebarluaskan informasi (right to disseminate).

Memperhatikan hal di atas, maka kebebasan informasi merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945 Pasal 28 f yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia”. Penegasannya juga termuat dalam Deklarasi umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 19 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas”. Apa yang dijabarkan oleh UUD NRI Tahun 1945 dan DUHAM tadi berusaha ditransformasikan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hal tersebut termuat dalam pasal 14 Undang-Undang ini, yang diuraikan dalam dua ayat yaitu: 1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Hal serupa juga termuat dalam Kovenan Internasional untuk masalah hak sipil politik yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik. Hal tersebut termuat dalam Pasal 19 ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat/mengungkapkan diri; dalam hal ini termasuk

-19-


kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi/ keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau dalam bentuk seni, atau sarana lain menurut pilihannya sendiri”. Oleh karena itu, hak atas informasi merupakan salah satu komponen penting dari sebuah tatanan bernegara, karena pengungkapan kebenaran atas suatu peristiwa diperlukan jaminan kebebasan memperoleh informasi publik, selain itu memberikan kepastian bagi setiap masyarakat akan kepastian hukum di negara ini, namun realitasnya masyarakat justru mendapatkan sistem yang tertutup dan menjadikan informasi sebagai “hak” milik sekelompok orang, dan bahkan lebih memprihatinkan adalah beberapa informasi tertentu kadang dijadikan sebagai objek komoditi segelintir oknum dan hal tersebut jelas berbanding terbalik dengan apa yang telah diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945, DUHAM, UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 12 Tahun 2005. (Rajamuddin: 2012) II. Prinsip-prinsip keterbukaan informasi Prinsip-prinsip hak atas informasi: § Hak atas informasi merupakan hak setiap irang, sehingga tidak memerlukan alasan bagi sebuah permintaan § Akses maksimal dengan pengecualian terbatas § Pemberlakuan pengecualian harus berdasarkan uji konsekuensi § Pemberlakuan status kerahasiaan informasi harus dengan masa waktu tertentu § Ruang lingkup badan publik tidak terbatas pada institusi negara, tetapi juga institusi di luar negara § Akses horizontal (akses sesama institusi publik) sama pentingnya dengan akses vertika (akses masyarakat terhadap institusi publik) § Akses informasi harus bersifat murah, cepat, utuh, akurat dapat dipercaya dan tepat waktu § Kewajiban institusi publik memiliki sistem pengelolaan informasi beserta pelayanan publiknya yang baik. III.

Persepsi Keliru tentang Keterbukaan Informasi

Keterbukaan mendorong akulturasi negatif yang merugikan masyarakat secara luas Pihak yang berpendapat demikian senantiasa mengaitkan dengan akses informasi yang sangat deras dari luar melalui media TV Kabel dan Internet. Pendapat ini dapat menyesatkan publik karena keterbukaan informasi dimaksudkan untuk meletakkan kewajiban bagi pengelola sumberdaya publik (badan-badan publik) untuk membuka akses informas (akses aktif dan pasif) sebagai bagian dari akuntabilitas publik dan kontrol masyarakat. Keterbukaan mengancam kedaulatan negara dan bangsa Pernyataan ini didasarkan pada pemahaman bahwa keterbukaan informasi tidak mengenal pengecualian dan kerahasiaan. Keterbukaan menyuburkan suasana ketidakamanan Konflik bukan disebabkan oleh keterbukaan informasi (sebagaimana yang dimaksud pada kekhawatiran pertama), akan tetapi disebabkan oleh kesenjangan sosial. Keterbukaan menghambat penegakan hukum Para pihak yang menyatakan hal demikian berarti tidak memahami konsep negara terbuka. Justru keterbukaan bisa memberikan citra negatif bagi pada penegak hukum.

-20-


Bahan Studi Kasus Akibat Ketertutupan, Ibu dan Bayi Meninggal RUMBIA, SULTRA ONLINE Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bombana, ternyata tidak sanggup melayani pasien gawat darurat, khususnya pasien yang akan menjalani persalinan. Buktinya, baru - baru ini RSUD Bombana merujuk salah seorang pasien bersalin ke RSUP Bahteramas Kendari, yakni Nurdiana (35), warga Desa Lameroro, Kecamatan Rumbia, Bombana. Nurdiana, gagal menjalani persalinan akibat ditelantarkan selama berjam - jam di RSUD Bombana saat dalam kondisi gawat darurat. Menurut salah seorang keluarga pasien yang meminta agar tidak dikorankan namanya, bahwa sebelumnya, persalinan Nurdiana ditangani oleh seorang bidan di daerah itu. Namun, pada Sabtu (30/3) lalu, Nurdiana diarahkan persalinannya ke Puskesmas Rumbia. "Di Puskesmas Rumbia inilah, yang menangani persalinan perdana Nurdiana. Sekitar enam jam proses persalinan itu berlangsung, akhirnya petugas medis buang handuk. Karena tak mampu, maka pihak Puskesmas langsung memberikan rujukan ke RSUD Bombana," kata keluarga korban yang enggan. Menurutnya, pihaknya mau langsung membawa pasien ke rumah sakit di Kendari, namun petugas Puskesmas melarangnya, karena rujukan harus ke RSUD Bombana dulu. Dengan terpaksa, Nurdiana harus dilarikan ke RSUD Bombana sesuai petunjuk dari Puskesmas. "Sekitar pukul 15.00, pasien kemudian dirujuk ke RSUD. Jarak dari Puskesmas Rumbia ke RSUD Bombana, sekitar 7 Km. Tapi dalam perjalanan waktu itu, yakni di sekitar Lampusui, terjadi kemacetan karena ada kegiatan balapan sepeda motor, sehingga pasien baru tiba di RSUD sekitar pukul 19.00 malam," tuturnya menerangkan. Parahnya, kata keluarga pasien, setibanya di RSUD, pasien juga tidak langsung ditangani. Bahkan keluarga korban sendiri yang harus turun tangan mencari sendiri ruangan persalinan. "Pasien sudah ditelantarkan, dan ternyata pihak RSUD pun tak sanggup menangani persalinan Nurdiana, dengan alasan Karena keterbatasan peralatan medis, serta keterbatasan dokter kandungan," kesal keluarga pasien. Selanjutnya, sekitar pukul 23.00, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Bahteramas Kendari. Pada malam itu juga Nurdiana langsung membawa pasien ke Kendari. Celakanya, kata keluarga pasien, setibanya di RS Bahteramas Kendari, pasien juga tidak langsung ditangani oleh petugas rumah sakit. "Kami sampai di RS Bahteramas Minggu dinihari sekitar pukul 04.00 Wita. Nanti, esok

Â

-21-


harinya, Nurdiana berhasil melahirkan bayi pertamanya, tapi sudah meninggal. Kami tidak berniat menyalahkan siapa siapa, karena mungkin ini sudah takdirnya,"tutur keluarga Nuridiana sedih. Ada dugaan karena petugas RSUD Bombana sangat lamban dalam memberikan pelayanan medis. Sebab, pasien harus menempuh sistem birokrasi yang berbelit - belit, termasuk di Puskesmas," cetus keluarga Nurdiana. Peristiwa yang dialami warga Bombana ini mendapat perhatian Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bombana, Abady Makmur. Calon anggota DPRD Provinsi Sultra 2014 ini, sangat menyesalkan pelayanan pada RSUD Bombana. Menurutnya, program pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang diberikan pemerintah daerah, masih harus di evaluasi, karena tidak maksimal berjalan. "Peristiwa yang menimpa pasien tersebut, akibat dari keterlambatan penanganan pihak RSUD Bombana, dan kerumitan birokrasi bagi pasien gawat darurat," kata Abady Makmur. Dengan lantang, Abady menyatakan, bahwa program pelayanan kesehatan yang didengungkan pemerintah daerah Bombana, hanya manis dibibir. Tapi aplikasinya dilapangan sangat mengecewakan masyarakat. "Pelayanan RSUD dan Puskemas di Bombana sangat mengecewakan. Karena kematian bayi Nurdiana, bisa dijadikan sebagai bukti tidak optimalnya pelayanan di RSUD. Untuk itu, Pemkab Bombana, harus mengevaluasi kinerja pelayanan kesehatan di Bombana. (Fan/amo)

Â

-22-


Bahan Presentasi

Â

-23-


Mekanisme Pemenuhan Hak Atas Informasi dalam UU KIP Pengantar Di Indonesia, Hak untuk Memperoleh Informasi diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam UU KIP diatur berbagai hal mengenai prinsip, tatacara memperoleh informasi, informasi yang dikecualikan, pengelolan, klasifikasi dan pelayanan informasi oleh badan publik, Komisi Informasi dan sengketa informasi. Memahami UU KIP diperlukan untuk memahami konteks keterbukaan dan implementasi keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara. Dalam UU KIP diatur implementasi hak atas informasi hingga hal paling teknis. Tujuan

Metode

Waktu Alat Bantu belajar

Catatan Fasilitator

-­‐

Peserta memahami tata cara dan mekaisme memperoleh informasi termasuk di dalamnya adalah pembelajaran akses informasi dan berbagai cara untuk mengantisipasi tantangan-tantangan yang muncul. -­‐ Perseta memahami bagaiaman badan publik mengelola informasi, membentuk infrastruktur pelayanan informasi publik dan tata cara pelayanan informasi. -­‐ Asah Otak -­‐ Brainstorming -­‐ Presentasi 180 menit -­‐ Puzzle mekanisme permintaan informasi publik hingga tahap sengketa -­‐ LCD Proyektor – laptop -­‐ Flipchart – spidol -­‐ Gunting - lem -­‐ Koreksi fasilitator terhadap hasil kerja kelompok sangat diperlukan untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh para peserta. -­‐ Refleksi dan penjelasan fasilitator mengenai mekanisme pelayanan informasi diperlukan untuk memperdalam pengetahuan peserta. -­‐ Fasilitator mempersiapkan bahan untuk asah otak para peserta.

Tahapan Proses 1. Pengantar fasilitator (5 menit). Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan sessi ini dan memberikan tahapan-tahapannya. 2. Asah Otak (15 menit): a. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok diberikan kertas kerja berupa tahapan permintaan informasi hingga sengketa di KI yang disusun secara acak. b. Setiap kelompok diminta untuk menyusun dan mengurutkan proses tahapan akses informasi hingga ke sengketa. c. Setelah selesai, masing-masing kelompok diminta untuk memeriksa hasil

-24-


kerja kelompok yang lain. 3. Presentasi (45 menit): fasilitator menjelaskan bagian-bagian UU KIP secara lebih ringkas dan cepat. Secara mendalam dan focus fasilitator menjelaskan mengenai mekanisme permintaan informasi dan sebagainya. Fasilitator jga bisa menyampaikan berbagai kasus dan pembelajaran dari pengalaman masyarakat dalam mengakses informasi dan menggunakannya untuk kepentingan mereka. Jika dimungkinkan, fasilitator dapat menampilkan video atau media visual lainnya supaya lebih membantu peserta dalam memahami materi. 4. Penutup (5 menit). Fasilitator menyampaikan kata penutup dan meminta peserta untuk mempersiapkan diri pada sessi berikutnya.

Â

-25-


Bahan Bacaan Jenis Dan Klasifikasi Informasi Publik UU KIP mengatur jenis dan klasifikasi informasi publik. Berdasarkan klasifikasinya, informasi publik dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala/reguler 2. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta 3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat 4. Informasi BUMN/BUMD dan badan usaha lain yang dimiliki oleh negara. 5. Informasi tentang partai politik. 6. Informasi tentang organisasi non-pemerintah. 7. Informasi yang dikecualikan. Informasi Publik yang wajib diumumkan secara berkala sekurangkurangnya terdiri atas: 1. informasi tentang profil Badan Publik yang meliputi: a. informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi Badan Publik beserta kantor unit-unit di bawahnya; dan b. struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat pejabat struktural; 2. ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: a. nama program dan kegiatan; b. penanggungjawab, pelaksana program dan kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi; c. target dan/atau capaian program dan kegiatan; d. jadwal pelaksanaan program dan kegiatan; e. anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumlah; f. agenda penting terkait pelaksanaan tugas Badan Publik; g. informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hakhak masyarakat; h. informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat Badan Publik Negara; dan i. informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada Badan Publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum; 3. ringkasan informasi tentang kinerja dalam lingkup Badan Publik berupa narasi tentang realisasi kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan beserta capaiannya; 4. ringkasan laporan keuangan yang sekurang-kurangnya terdiri atas: a. rencana dan laporan realisasi anggaran; b. neraca; c. laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku; dan d. daftar aset dan investasi; 5. ringkasan laporan akses Informasi Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: a. jumlah permohonan Informasi Publik yang diterima; b. waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan Informasi Publik; c. jumlah permohonan Informasi Publik yang dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya dan permohonan Informasi Publik yang ditolak; dan

Â

-26-


d. alasan penolakan permohonan Informasi Publik; 6. informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: a. daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan Perundangundangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan; b. daftar Peraturan Perundang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang telah disahkan atau ditetapkan; 7. informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi Publik, serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik berikut pihak-pihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi; 8. informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan; 9. informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait; dan 10. informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedurevakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik. Badan Publik Kriteria untuk menentukan ruang lingkup Badan Publik yang dibebani kewajiban melaksanakan UU KIP dapat dilihat pada Pasal 1 angka 3 UU KIP, yaitu: a. eksekutif, legislatif, dan yudikatif; b. badan lain fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, baik, yang menerima dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik sebagian maupun seluruhnya; atau c. badan non penyelenggara negara atau organisasi non pemerintah yang sebagian atau seluruh danaya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Badan Publik sebagaimana dimaksud UU KIP adalah badan publik dengan kriteria di atas termasuk BUMN/BUMD, partai politik dan organisasi non pemerintah. Penentuan apakah suatu lembaga merupakan Badan Publik dapat pula dilakukan dalam proses pemeriksaan dan penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Sebelum memeriksa dan memutus sengketa informasi, Komisi Informasi akan memeriksa dan menetapkan terlebih dahulu apakah suatu lembaga termasuk Badan Publik atau tidak. Kewajiban Badan Publik Kewajiban-kewajiban Badan Publik antara lain: 1. menyediakan dan memberikan Informasi Publik, baik secara aktif (tanpa melalui permohonan) maupun secara pasif (dengan permohonan); 2. membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien; 3. menetapkan peraturan mengenai standar prosedur operasional layanan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. menetapkan dan memutakhirkan secara berkala Daftar Informasi Publik atas seluruh Informasi Publik yang disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima Badan Publik; 5. menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab

Â

-27-


serta wewenangnya; 6. menyediakan sarana dan prasarana layanan Informasi Publik, termasuk papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik, serta situs resmi bagi Badan Publik Negara; 7. menetapkan standar biaya perolehan salinan Informasi Publik; 8. menganggarkan pembiayaan secara memadai bagi layanan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 9. memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik yang mengajukan keberatan; 10. membuat dan mengumumkan laporan tentang layanan Informasi Publik sesuai dengan PERKI No. 1 serta menyampaikan salinan laporan kepada Komisi Informasi; dan 11. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan layanan Informasi Publik pada instansinya. Pemohon Informasi UU KIP tidak mengatur mengenai pemohon informasi oleh warga negara dan/atau badan hukum asing. Permohonan informasi oleh warga negara dan/atau badan hukum asing diatur, salah satunya dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing. Namun demikian, karena hak atas informasi pada prinsipnya juga merupakan hak setiap orang, maka pemenuhan akses informasi terhadap warga negara asing untuk kepentinganya juga perlu diperhatikan meskipun tidak diatur dalam UU KIP, misalnya warga negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka wisata. Untuk kepentinganya secara wajar, merekapun perlu diberikan jaminan untuk memperoleh informasi tertentu (informasi lengkap tentang transportasi, objek wisata, atau informasi darurat). PPID PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID. Secara umum, PPID bertanggungjawab di bidang layanan Informasi Publik yang meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan Informasi Publik. Tanggungjawab PPID dalam rangka penyimpanan dan pendokumentasian Informasi Publik: 1. mengkoordinasikan penyimpanan dan pendokumentasian seluruh Informasi Publik yang berada di Badan Publik. 2. mengkoordinasikan pengumpulan seluruh Informasi Publik secara fisik dari setiap unit/satuan kerja yang meliputi: a. informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; b. informasi yang wajib tersedia setiap saat; c. informasi terbuka lainnya yang diminta Pemohon Informasi Publik. 3. mengkoordinasikan pendataan Informasi Publik yang dikuasai oleh setiap unit/satuan kerja di Badan Publik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi Publik setelah dimutakhirkan oleh pimpinan masing-masing

Â

-28-


unit/satuan kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan. Tanggungjawab PPID dalam rangka penyediaan, pengumuman, dan pelayanan Informasi Publik: 1. mengkoordinasikan penyediaan dan pelayanan seluruh Informasi Publik di bawah penguasaan Badan Publik yang dapat diakses oleh publik. 2. mengkoordinasikan penyediaan dan pelayanan Informasi Publik melalui pengumuman dan/atau permohonan. a. Dalam rangka pengumuman PPID wajib mengkoordinasikan: i. pengumuman Informasi Publik melalui media yang secara efektif dapat menjangkau seluruh pemangku kepentingan; dan ii. penyampaian Informasi Publik dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, mudah dipahami serta mempertimbangkan penggunaan bahasa yang digunakan oleh penduduk setempat. b. Dalam hal adanya permohonan Informasi Publik, PPID wajib: i. mengkoordinasikan pemberian Informasi Publik yang dapat diakses oleh publik dengan petugas informasi di berbagai unit pelayanan informasi untuk memenuhi permohonan Informasi Publik; ii. melakukan pengujian tentang konsekuensi yang timbul sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU KIP sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan; iii. menyertakan alasan tertulis pengecualian Informasi Publik secara jelas dan tegas, dalam hal permohonan Informasi Publik ditolak; iv. menghitamkan atau mengaburkan Informasi Publik yang dikecualikan beserta alasannya; dan v. mengembangkan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka peningkatan kualitas layanan Informasi Publik. Tanggungjawab PPID dalam rangka pengelolaan keberatan: Dalam hal terdapat keberatan atas penyediaan dan pelayanan Informasi Publik, PPID bertugas mengkoordinasikan dan memastikan agar pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur penyelesaian keberatan di internal Badan Publik.

Â

-29-


Bahan Asah Otak

Â

-30-


Bahan Presentasi

Â

-31-


BAGIAN III – KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PEMILU

-32-


Pemilihan umum: Urgensi Keterbukaan dalam Pemilihan Umum. Pendahuluan Pemilihan umum merupakan instrumen demokrasi dalam proses pergantian pemimpin. Oleh karena itu, penting bagi pemilih untuk mengetahui siapa calon pemimpinnya. Informasi mengenai calon dan segala hal proses pemilu yang mempengaruhi hasil dengan demikian merupakan kebutuhan mutlak bagi pemilih. Jangan sampai pemilih memutuskan hal yang salah karena informasi yang diterima tidak lengkap. Tujuan Metode

Waktu Alat Bantu belajar

Catatan Fasilitator

-­‐

Peserta memahami konsep pemilu dan pentingnya keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemilu. -­‐ Simulasi pemilihan singkat -­‐ Ceramah -­‐ Diskusi 60 menit -­‐ Foto 2 tokoh nasionalis dan 2 tokoh koruptor dan 4 foto tokoh tidak dikenal. -­‐ LCD Proyektor – laptop -­‐ Flipchart – spidol -­‐ Guntingan kertas dan alat tulis -­‐ Fasilitator memandu jalannya simulasi dengan tertib. -­‐ Fasilitator pada sessi ini hendaknya mampu untuk menyampaikan pertanyaan-pertanyaan penting pada saat refleksi. -­‐ Fasilitator mempersipakan foto-foto dan peralatan yang dibutuhkan

Tahapan Proses 1. Pengantar (5 menit): fasilitator menyampaikan tujuan sessi dan materi-materi yang akan dipelajari oleh peserta. 2. Simulasi “pemilihan singkat” (15 menit): a. Fasilitator menunjukkan 2 foto tokoh nasionalis dan 2 tokoh koruptor. b. Fasilitator mempersilakan kepada peserta untuk memilih salah satu diantara 4 tokoh tersebut dalam guntingan kertas yang dibagikan oleh fasilitator. c. Fasilitator menyampaikan hasil penghitungan suara tanpa dihitung terlebih dahulu. Dan menyampaikan pertanyaan? i. Apakah ada yang tidak setuju dengan hasil ini? Mengapa? ii. Kenapa hasilnya bisa seperti ini? d. Fasilitator kemudian menghitung disaksikan oleh semua peserta dan menyampaikan hasil penghitungannya berdasarkan penghitungan pemilu e. Fasilitator menanyakan refleksi dengan pertanyaan sebagai berikut: i. Mengapa antara hasilnya bisa koruptor yang menang? ii. Siapa yang memilih calon nasionalis? Mengapa memilih mereka? iii. Jika seandainya tokohnya diganti dengan tokoh-tokoh yang belum dikenal, kira-kira siapa yang akan dipilih –sambil fasilitator menyampaikan tokoh-tokoh yang kurang terkenal tersebut-?

-33-


iv. Apa yang perlu dilakukan supaya tidak terjadi hal di atas? 3. Presentasi (60 menit): Fasilitator menyampaikan slide presentasinya mengenai pentingnya keterbukaan informasi dalam pemilu. Juga menyampaikan sejumlah informasi dan kasus yang diakibatkan dari minimnya informasi atau terpenuhinya kebutuhan informasi. 4. Penutup (5 menit): fasilitator menutup sessi sambil meminta peserta untuk mempersiapkan diri pada sessi berikutnya.

Â

-34-


Bahan Bacaan Sistem Pemilu Menurut teori demokrasi klasik pemilu merupakan suatu Transmission of Belt sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakruwaktu tertentu. Bagir Manan: Pemilhan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat. Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkin warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi ) suara ke kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri maksudnya yang memilih maupun yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang sama. Terdapat komponen-komponen atau bagian-bagian yang merupakan sistem tersendiri dalam melaksanakan pemilihan umum, antara lain: 1. Sistem pemilihan. 2. Sistem pembagian daerah pemilihan. 3. Sistem hak pilih. 4. Sistem pencalonan. Sistem Pemilihan Mekanis Dalam sistem ini, rakyat dipandang sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih dalam masing-masing mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan. Sistem pemilihan Organis Dalam sistem organis, rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersamasama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan itulah yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih.

Â

-35-


Bahan Bacaan Kamis, 09 Januari 2014 08:29 WIB

Antusiasme Tinggi, Tapi Informasi Pemilih Masih Kurang oleh Andrew Thornley Beberapa bulan menjelang pemilihan legislatif dan presiden, para pemilih Indonesia menyaksikan banyaknya survei dilakukan untuk menilai popularitas calon kandidat presiden. Di tengah kontes kecantikan ini, hanya sedikit yang berupaya untuk menguji pengetahuan, sikap para pemilih, dan prakteknya. Survei terbaru terhadap 2.760 pemilih oleh Polling Center (dengan didukung The Asia Foundation) mengungkap tingginya dukungan untuk pemilu, tetapi ada kesenjangan yang cukup besar dan mengkhawatirkan berkaitan dengan informasi pemilih. Survei tersebut juga menegaskan bahwa praktek jual beli suara sudah tersebar luas dan merupakan tantangan yang signifikan dalam mengatasi masalah tersebut. Responden survei, yang dilakukan di Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Jakarta, dan Sulawesi Selatan, sangat menganggap bahwa pemilihan langsung di semua tingkat - untuk presiden, gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dewan legislatif daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) - itu penting. Hal ini menunjukkan bahwa perdebatan legislatif saat ini tentang penghapusan pemilihan langsung untuk gubernur, bupati, atau walikota kemungkinan besar mendapatkan sedikit dukungan dari publik. Sebagian besar responden tetap tertarik pada pemungutan suara pada tahun 2014 meskipun 12 persen responden mengatakan kalau mereka tidak akan memilih jika mereka tidak menyukai kandidat manapun. Responden menyatakan minat dan kesadaran yang tinggi pada pemilihan presiden mendatang pada khususnya. Di antara semua pemilu yang akan dilaksanakan nanti, responden menyatakan paling sedikit memiliki kesadaran dan minat pada pemilihan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sekitar 20 persen responden tidak pernah mendengar DPD. Namun, mengingat bahwa surat suara DPD diserahkan kepada pemilih pada saat yang sama dengan surat suara DPR dan DPRD, tidak mungkin bahwa kurangnya kesadaran dan minat pada DPD akan mempengaruhi jumlah pemilih. Survei ini menegaskan relevansi penurunan partai politik terhadap pemilih Indonesia. Informasi yang paling diinginkan oleh responden yaitu tentang calon presiden dan calon legislatif, namun sangat sedikit responden berminat pada informasi tentang partai politik. Dukungan partai politik calon bukan merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana responden memutuskan untuk memilih. Selanjutnya, dari daftar tujuh pilihan, partai dan kandidat dirangking sebagai sumber yang paling sedikit dipercaya terkait dengan informasi pemilu. Sayangnya, masih ada tingkat diskriminasi yang kuat dalam preferensi calon pemilih. Pluralitas responden (44 persen) mengungkapkan preferensi untuk calon laki-laki, dibandingkan dengan 48 persen yang menganggap bahwa tidak ada perbedaan antara kandidat pria dan wanita. Hanya 3 persen responden yang lebih menyukai calon perempuan.

Â

-36-


Potensi pencabutan hak jutaan orang masih ada. Lebih dari dipicu oleh daftar pemilih, yang tampak jauh lebih akurat dibandingkan tahun 2009, survei menunjukkan kurangnya pemahaman tentang proses voting adalah ancaman terbesar bagi pemberian hak pilih. Sebagai contoh, lebih dari seperempat responden (27 persen) tidak tahu bahwa mereka bisa memilih dengan identitas yang masih berlaku bahkan jika nama mereka tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap, dan 18 persen tidak tahu di mana untuk memeriksa daftar ini. 9 persen dari responden percaya bahwa mereka tidak bisa memilih jika mereka tidak menerima surat undangan pemilu - bahkan jika nama mereka tercantum dalam daftar pemilih (surat undangan adalah pengingat dan bukan persyaratan untuk memilih). Selanjutnya, lebih dari 29 persen responden berpikir bahwa "mencentang" suara itu sah (padahal tidak sah). Meskipun pemilih menyatakan dukungan untuk pemilu, mayoritas memiliki keraguan tentang integritas keseluruhan proses. Hampir setengah dari mereka yang disurvei (48 persen) tidak yakin jika pemilu mendatang akan bebas dan adil, sementara 9 persen percaya bahwa pemilu mendatang tidak akan bebas dan adil. Hanya 38 persen responden percaya bahwa pemilu akan bebas dan adil. Berkebalikan dengan tingkat ketidakpercayaan, cukup banyak responden percaya bahwa hasil akhir mencerminkan suara yang sebenarnya dan bahwa pemungutan suara itu rahasia, menunjukkan bahwa kekhawatiran masyarakat umum akan kebohongan lebih tinggi pada jual beli suara dan pelanggaran kampanye lainnya - tindakan yang mereka terkena secara langsung - dari pada manipulasi penipuan dalam penghitungan suara. Jual beli suara tersebar luas - lebih dari sepertiga responden (34 persen) mengaku pernah melakukan pembelian suara - dan diterima secara luas. Ada tantangan yang signifikan dalam memerangi masalah ini. Disajikan dengan prospek menerima uang dan/ atau hadiah dari calon dengan imbalan suara mereka (dan tidak adanya intimidasi), 38 persen responden akan menerima uang dan/ atau hadiah tersebut. Sementara itu, 14 persen mungkin menerima uang dan/ atau hadiah ini, bergantung pada apa yang ditawarkan. Selanjutnya, pemahaman tentang legalitas jual beli suara masih kurang. Hanya 65 persen responden mengetahui bahwa pembelian suara itu ilegal. Beberapa responden (hanya 10 persen) menyatakan bahwa mereka akan melaporkan insiden pembelian suara. Pada akhirnya, lebih dari seperempat (28 persen) responden tidak pernah mendengar tentang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) - lembaga yang salah satu tugasnya adalah menangani keluhan tentang pembelian suara. Satu jawaban terhadap tantangan pendidikan pemilih adalah untuk berinovasi dalam penyediaan informasi pemilu. Penetrasi mobile dan internet yang tinggi memberikan peluang kepada pemilih yang terlibat - dan pemilih pemula pada khususnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18 persen responden telah menggunakan media sosial, setidaknya sekali dalam seminggu sebelum survei. Responden muda khususnya aktif di Facebook dan Google. Relevansi yang lebih luas, 80 persen responden memiliki akses ke ponsel, dan sejumlah besar responden (38 persen) menyatakan minatnya dalam menerima informasi pemilih non - partisan melalui pesan teks.

Â

-37-


Bahan Simulasi

Â

-38-


Bahan Presentasi

Â

-39-


Informasi Publik dalam Tahapan Pemilihan Umum Pendahuluan Titik krusial pemilihan umum adalah pada tahapan pemilu. Keterbukaan dalam tahapantahapan pemilu akan menghasilkan pemilihan umum yang berkualitas. Kebutuhan langsung masyarakat terhadap informasi dalam konteks demokrasi terdapat dalam kanalkanal tahapan pemilu ini, di luar kebutuhan informasi terhadap KPU sebagai badan publik yang bisa dilakukan kapan saja meskipun tidak sedang dalam pelaksanaan pemilu. Tujuan

Metode

Waktu Alat Bantu belajar

Catatan Fasilitator

-­‐

Peserta memahami tahapan-tahapan pemilihan umum dan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh publik dan seharusnya disediakan oleh penyelenggara pemilu berdasarkan klasifikasinya. -­‐ Warung pembangunan tahapan pemilu -­‐ Ceramah -­‐ Diskusi 60 menit -­‐ Kertas metaplan berisikan tahapan pemilu secara acak -­‐ Spidol -­‐ Lem -­‐ Kertas plano -­‐ Flip chart -­‐ Faslitator perlu memantau dinamika diskusi kelompok dan mempertajam/mempertegas pengetahuan yang hendak disampaikan. -­‐ Fasilitator mempersiapkan bahan-bahan untuk warung pembangunan

Tahapan proses 1. Pengantar (5 menit): fasilitator menyampaikan tujuan sessi dan materi apa yang akan dipelajari 2. Urut kacang tahapan pemilu (15 menit): a. Peserta dibagi dalam dua kelompok besar. Fasilitator kemudian membagikan kertas metaplan yang berisikan tahapan pemilu secara acak. b. Peserta berbaris sejajar sambil memegang kertas metaplan sesuai dengan tahapan pemilu. Dua kelompok tersebut saling berhadapan dan saling mengkoreksi satu sama lain. c. Fasilitator lalu meminta kepada kelompok untuk menyampaikan mana yang salah dari kelompok di seberangnya. 3. Presentasi (30 menit): Fasilitator menyampaikan tahapan pemilu dan proses pemilihan umum dari awal hingga akhir. Fasiltator juga menunjukkan tahapantahapan mana yang rawan terjadinya manipulasi dalam pemilihan umum. 4. Game “warung tahapan pemilu” (15 menit): a. Fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok. Setiap kelompok diminta untuk mempersiapkan penjaga warungnya. b. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan i. Apa saja tahapan pemilu? ii. Informasi apa saja yang dibutuhkan masyarakat dan seharusnya disediakan oleh penyelenggara pemilu?

-40-


iii. Informasi tersebut termasuk dalam klasifikasi apa? c. Setiap kelompok mengutus salah satu anggotanya untuk menjaga warung. Sementara anggota kelompok yang lain berputar di warung lainnya. d. Fasilitator lalu meminta semua anggota kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan memeriksa mana yang kurang dari hasil kerjanya. e. Fasilitator mencatat temuan-temuan selama proses diskusi untuk dijadikan bahan refleksi. 5. Refleksi (15 menit): fasilitator memperdalam informasi berdasarkan temuantemuan dan memantik diskusi berdasarkan pertanyaan berikut: a. Bagaimana memanfaatkan informasi? b. Bagaimana jika informasinya tidak diperoleh? c. Bagaiaman jika informasi diperoleh tapi tahapan pemilu sudah selesai? d. Bagaimana jika proses sengketa terus berjalan, tapi tahapan pemilu sudah selesai? 6. Penutup (5 menit): Fasilitator menutup sessi dan meminta peserta untuk mempersiapkan diri pada sessi berikutnya.

Â

-41-


Bahan Bacaan Perlu Mekanisme Khusus Memperoleh Informasi Soal Pemilu Penyelenggaraan pemilu tidak lepas dari aspek keterbukaan informasi publik. KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu menguasai banyak informasi publik yang penting. Namun jika terjadi sengketa informasi perlu mekanisme khusus agar sinkron dengan periode tahapan pemilu. Demikian disampaikan oleh Dessy Eko Prayitno, Peneliti ICEL dalam diskusi komunitas mengenai keterbukaan informasi dan pemilu (18/7) di Cikini, Jakarta. Waktu perolehan informasi termasuk dengan sengketa di Komisi Informasi (KI) kurang lebih enam bulan. “Kalau ada pihak yang mengajukan informasi terkait dengan pelaksanaan tahapan pemilu bisa ketinggalan dengan proses tahapan yang periodenya singkat dan ketat� tambahnya. Oleh karena itu, baik KPU, Bawaslu, dan KI harus duduk bersama untuk merumuskan mekanisme khusus mengenai pelayanan informasi terkait pemilu. Mekanisme pelayanan informasi juga harus mencakup pada hukum acara khusus sengketa di komisi informasi. Pungkasnya. (ek).

Â

-42-


Bahan Presentasi

Â

-43-


BAGIAN IV – RENCANA TINDAK LANJUT

-44-


Menyusun Rencana Tindak Lanjut Pendahuluan Tujuan Metode Waktu Alat Bantu belajar

Catatan Fasilitator

-­‐

Peserta memiliki panduan untuk melaksanakan aksi paska training. -­‐ Brainstorming -­‐ Diskusi 60 menit -­‐ Plano -­‐ Spidol -­‐ Flipchart -­‐

Proses Tahapan Tahapan Proses 1. Pengatar (5 menit): Fasilitator membuka sessi menyampaikan tujuan dan materi apa yang akan diperoleh dari peserta. 2. Brainstorming (30 menit): peserta memantik diskusi kepada para peserta dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Apa yang bisa kita lakukan bersama? b. Apakah prioritas kita mendorong perbaikan sistem informasi di KPU dan penyelenggara informasi itu sendiri atau memperoleh informasinya itu sendiri? c. Kira-kira tantangan apa saja yang munkin muncul? Bagaimana mengantisipasinya 3. Diskusi kelompok (30 menit): a. Fasilitator meminta kepada peserta untuk berbagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 akan mendapat topik tahapan pemilu dari … hingga …; kelompok 2 akan mendapat topik tahapan pemilu dari … hingga ….; kelompok 3 akan mendapat topik non tahapan pemilu. b. Fasilitator meminta kepada masing-masing kelompok untuk mengisi kolom sebagai berikut: Tahapan Informasi Tantangan Antisipasi Kebutuhan Pemilu yang akan yang diminta mungkin muncul c. Fasilitator kepada setiap kelompok untuk presentasi dan ditanggapi oleh kelompok lain. d. Fsilutator membagi tugas langsung, siapa yang akan minta informasi dan siapa yang bagian mencatat. e. Fasilitator memandu langsung proses pembuatan surat permohonan informasi. 4. Penutup (5 menit): Fasilitator menutup sessi, menyampaikan kata penutup dan menyatakan undur diri dari kegiatan.

-45-


Contoh Surat Permohonan Informasi Perihal

: Permohonan Informasi Publik

Kepada Yth. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Dengan hormat, Guna memperoleh data mengenai Pemilu 2014, kami: Nama : Ahmad Irawan Alamat KTP : Keude Pante Raja, Pante Raja, Pidie Jaya Alamat tinggal : Lamgugop, Syiah Kuala, Banda Aceh Telepon : 085213223826 Pekerjaan : Mahasiswa Bermaksud memohon informasi dan dokumen dan informasi sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Laporan Keungan KIP Aceh tahun 2013 Plat form partai politik peserta pemilu 2014 Daftar informasi publik yang dikuasai KIP Aceh Hasil penilaian auditor (BPK) terhadap laporan KIP Aceh 2012 Dokumen perjanjian dengan pihak ketiga selama tahun 2014 Rencana strategis KIP Aceh

Alasan permintaan dan tujuan penggunaan informasi: Pengawasan masyarakat dan penyebarluasan informasi badan publik Format informasi yang diminta: Soft copy dan hard copy Cara pemberian informasi: - Diambil langsung. Permintaan informasi ini merupakan perwujudan hak Warga Negara Indonesia untuk memperoleh informasi dari badan publik yang tercantum dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Â

-46-


“Bagi kami yang bergerak di issue Pemilu, training ini memberikan wawasan baru bahwa ternyata ada banyak subjek informasi yang seharusnya dibuka KPU dan dapat diakses oleh publik. Kami juga memahami bagaimana mekanisme permohonan informasi dan mekanisme pelayanan yang seharusnya dilakukan lembaga penyelenggara pemilu,” Willi Sumarlin (Komite Independent Pemantau Pemilu, KIPP Jakarta)

“Kami telah mengetahui adanya UU KIP. Tetapi untuk teknis bagaimana menggunakan UU KIP, mulai dari permohonan informasi sampai sengketa informasi, baru kami ketahui melalui training ini,” Wahida (Koalisi Perempuan Indonesia – Sulawesi Selatan)

“Melalui training ini, kami mendapatkan pengetahuan tentang keterbukaan informasi, termasuk hubungannya dengan pemilu. Banyak masalah (terkait transparansi pemilu), yang akhirnya dapat dipecahkan bersama pada training ini,” H. Abd Halim (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara – KPPS di Sulawesi Selatan)

“Kalau teori, kita bisa belajar di mana saja. Tapi di training ini, kita mensimulasikan bagaimana mekanisme memperoleh informasi sesuai UU KIP. Itu yang berbeda. Kita juga berkenalan dengan banyak jaringan sehingga bisa menjalankan agenda-agenda bersama untuk mendorong keterbukaan,” Diana (Pemantau Pemilu dari JPPR Jakarta)

-47-


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.