NAFIRI GKY BSD | OKT 2019 | TH16

Page 1


Pembaca Nafiri terkasih, Beberapa bulan lagi kita akan segera menghampiri akhir tahun 2019. Baiklah kita mulai bercermin apa saja yang sudah kita lakukan di tahun ini? Pada edisi kali ini, Nafiri membahas beberapa artikel dengan tema “Let the Children Come” Come”, yang antara lain pesannya agar kita meneruskan warisan iman dari generasi ke generasi. Ini bisa kita simak di rubrik “Pastoral Notes” dari Gembala kita. Kisah “Orang Samaria yang Murah Hati” begitu membekas pada dokter bedah saraf Yesaya Yunus. Mengapa? Dia juga pernah ‘ditantang’ oleh dokter Eka Julianta Wahjoepramono, seniornya, saat dikirim ke Jepang dan Taiwan. “Kamu harus bisa sampai memasang sekrup dalam operasi spine. Kalau tidak bisa, jangan pulang.” Nikmati artikel lengkapnya di rubrik “Thought”. Sudah tahukah Anda akan makna lagu “Doxology” yang dinyanyikan pada akhir kebaktian? Yuk kita baca dulu rubrik “Rekomendasi Lagu”. Redaksi berkesempatan mewawancarai keluarga Hartono dan Elsye untuk rubrik “Potret”. Bagaimana kisah mereka saat kerusuhan 1998, riwayat pelayanan, dan kehidupannya sebagai wiraswasta? Venesia ... kota lama romantis di Italia tetap menjadi tujuan banyak wisatawan hingga saat ini. Ikuti keindahannya dalam “Serpihan Perjalanan” yang membuat penulisnya bergumam, “See you soon ...” bukannya, “good bye.” “Tuhan, aku tidak akan pernah berpaling dan meninggalkan-Mu. Aku akan menjadi Kristen seumur hidupku.” Demikian kesaksian seorang anak Tuhan dalam “Kilau Mutiara”. “Oh Tuhan, apa yang Tuhan inginkan dalam diri saya. Kalau Tuhan inginkan saya harus mengalami sakit ini, Tuhan yang kuatkan,” doa “Kesaksian” jemaat yang kala itu mengalami kanker payudara. Jangan sampai ketinggalan dengan komik “Sentilan Si Ucil” dan “Taman Ketawa”, yang senantiasa menggelitik hati kita yang sering terlalu serius menghadapi kehidupan. Santai sejenak dan mari tertawa bersama. Banyak lagi tulisan yang sangat menggugah untuk ditelusuri. Selamat membaca dan menikmati sajian kami pada edisi kali ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salam, Redaksi

2

LET THE CHILDREN COME

Penasehat Pdt Gabriel Kadarusman Gofar Pembina GI Feri Irawan, M.Div. Majelis sub. bid. Literatur Yahya Soewandono Pemimpin Redaksi Humprey Wakil Pemimpin Redaksi Nico Tanles Tjhin Editor Hendro Suwito, Titus Jonathan Proof Reader Yati Alfian Creative Design Arina K Palilingan, Christina Citrayani, Glory Amadea, Juliani Agus, Novita C Handoko Illustrator Ricky Pramudita, Thomdean Fotografer Yahya Soewandono Tim Dokumentasi GKY BSD Penulis Anton Utomo, Edna C Pattisina, Elasa Noviani, Erwin Tenggono, Feri Irawan, Humprey, Lily Ekawati, Lislianty Lahmudin, Maya Marpaung, Nico T Tjhin, Pingkan I Palilingan, Sarah A Palilingan, Thomdean, Titus Jonathan Kontributor Aysha Sukirdjadjaya, Della Puspanegara, Metty Irawaty Alamat Redaksi Sub bidang literatur GKY BSD Jl. Nusaloka E8/7 BSD Tangerang Telp/ Fax: 021-5382274 Email: nafiri@gkybsd.org

Kirimkan KRITIK, SARAN, SURAT PEMBACA dan ARTIKEL anda ke alamat redaksi ataupun lewat e-mail di atas


Fokus

22 LET THE CHILDREN COME 30 60

64

Thought

Serpihan Perjalanan

Romantisnya ratu Laut Adriatik Kilau Mutiara

Dia tidak melepaskan tangan-Nya

90 Kesaksian

JISKA: TUHAN itu sangat baik

Dr Yesaya Yunus

4

The Pastoral Notes Let the Children Come

12

Leadership Notes Mengapa Tim Gagal berfungsi secara optimal?

18

Enlightenment Siapa suka mati lampu?

48

Perspektif IT iS NOT ABOUT YOU

88 Quote 2 Zaman

54

Percikan REUNI

Buku 40 The emotionally healthy woman

64

Potret HARTONO BASUKI

44 Lagu doxology

80

Luar Jendela Pilihan-pilihan dan Keajaiban perjalanan Carol

96

Teropong Orang Samaria - Dimana mereka sekarang

116

English Corner ANXIETY

120

Mandarin Corner

Komik 70 Bang ARIF 71 Sentilan 24 TAMAN KETAWA 104 Event Notes Workshop drama CAMP SIREM: Divine direction SIL PENEGUHAN PENGURUS PERIODE 2019-2020 c-talk

Nafiri OKTOBER 2019

3


Let theChildren Come

4

LET THE CHILDREN COME


/ Pdt Gabriel Goh /

Tantangan terbesar bagi gereja di setiap zaman adalah untuk meneruskan warisan iman dari generasi ke generasi. Itu adalah perintah Tuhan di dalam Ulangan 6:7 yang diulangi di Ulangan 11: 19. Bunyinya,

“Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun ‌.â€? Ini adalah pesan Tuhan kepada umat-Nya.

Nafiri OKTOBER 2019

5


Our God is the God of generations—Allah kita adalah Allah yang disembah oleh angkatan demi angkatan. Dia adalah Allah yang peduli kepada setiap generasi. Demikian juga ketika menciptakan manusia, Allah mengatakan, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita ….” (Kejadian 1: 26a) Waktu Tuhan memandang di dalam diri Adam dan Hawa, sesungguhnya yang Dia lihat adalah seluruh umat manusia dari awal penciptaan sampai akhir zaman. Itulah yang ada di dalam hati dan pikiran TUHAN. Itu juga yang harus menjadi panggilan dan concern gereja di setiap zaman. Demikian juga ketika Tuhan Yesus berkata, “Let the children come ….” (Markus 10:14) Sebenarnya yang Dia pedulikan bukan hanya anak-anak saja, tetapi Tuhan Yesus peduli kepada semua orang dari semua umur. Baik anak balita, kanak-kanak, remaja, sampai pemuda juga. Namun gereja di generasi ini menghadapi suatu masalah besar karena peralihan generasi. Dari generasi tradisional ke Baby Boomers, Baby Buster (Generasi X), kepada Generasi Milenial (Generasi Y), sekarang remaja kita adalah Generasi Z (lahir tahun 2000-an), dan sebentar lagi akan segera masuk Generasi Alfa. Perbedaan generasi ini juga mempunyai cara berpikir yang sangat berbeda. Ini bukanlah hal yang mudah untuk ditangani. Sebagai contoh; generasi senior orang Korea adalah orangorang hebat yang tangguh, gesit, sangat berdedikasi mencintai bangsanya. Mereka mengikuti wajib militer dan senang bekerja. 6

LET THE CHILDREN COME


Tetapi anak-anak mudanya sangat berbeda, terjadi pergeseran minat. Apalagi setelah muncul K-Pop, kemudian tren oplas (operasi plastik). Demam oplas tidak hanya melanda anak-anak remaja putri, tetapi bahkan para pemuda pun ikut-ikutan. Mereka lebih peduli kepada fesyen, tren, dan hal-hal yang fancy daripada perkara mengenai Tuhan. Para misionaris juga menceritakan pergumulan gereja hari-hari ini karena persekutuan youth-nya kurang diminati. Sekalipun lahir dari keluarga yang orang tuanya mencintai Tuhan, generasi anakanaknya kurang tertarik kepada Tuhan. Mereka lahir ketika keadaan sudah nyaman dan mapan secara ekonomi, sehingga seolah-olah mereka tidak lagi membutuhkan Tuhan; berbeda dengan orang tuanya yang harus berjuang untuk hidup, mereka lebih tekun berdoa. Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 7

7

29/09/19 17.07


Kebingungan mengenai pergeseran minat generasi ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara ataupun gereja-gereja tertentu saja, tetapi sudah menjadi isu global untuk dipecahkan bersama. Memang membawa anak datang kepada Tuhan itu adalah panggilan Tuhan kepada kita semua, walau kadang kita kurang peduli. Kalau kita lihat kisah pada zaman Tuhan Yesus, bahkan para murid sempat mencegah anak-anak yang dibawa untuk datang kepada Yesus. Mereka tidak mau repot; mungkin mereka memandang anak-anak itu bikin susah, ribet, tidak disiplin, dan mengganggu. Tetapi ternyata bukan itu yang dipikirkan oleh Tuhan Yesus. Dia menginginkan anak-anak untuk datang kepada-Nya. Dan ini adalah tanggung jawab setiap kita untuk membawa anak-anak kita kepada Tuhan. Supaya dapat merangkul anak-anak untuk dibawa kepada Tuhan, kita sendiri harus mempunyai ‘hati Bapa’. Sebenarnya cara kita memanggil Tuhan di dalam doa juga bisa mengindikasikan tingkat kedekatan kita kepada-Nya. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan supaya kita memanggil Allah sebagai Bapa. Dan ketika kita memanggil Dia sebagai Bapa, maka sebenarnya kita sudah berada dalam ikatan relasi yang berbeda. Kita sebagai anak dan Dia adalah Bapa kita. Kalau kita mengerti isi hati Bapa di Surga, hal ini akan memampukan kita untuk mengasihi generasi di bawah kita, sekalipun mereka bukan anak kita sendiri. Kita memandang mereka sebagai anak-anak rohani kita, dan kita mengerti bahwa mereka akan menjadi generasi yang berikut di dalam Tuhan. Untuk itu kita juga harus mengerti mereka dan apa yang bisa menjadi jalan supaya kita bisa masuk dan memenangkan hati mereka. Ciri anak muda kita di zaman ini, mereka menuntut sesuatu yang orisinal, dan autentik. Kalau kita mementingkan jubah, penampilan luar, image, simbol, atau hanya basa-basi; mereka menjadi kurang respek terhadap kita. Yang mereka ingin lihat di 8

LET THE CHILDREN COME


dalam kita adalah sebuah ketulusan, integritas, dan orisinalitas. Kita harus terlebih dulu mendapatkan hati mereka, sebelum pengajaran kita didengarkan. Caranya, kita harus spend time, spend energy, and spend concentration—intentionally. Kita harus peduli, mau untuk melakukan kegiatan bersamasama, tidak setengah-setengah atau hanya sebagai sambilan atau pengisi waktu luang saja. Kita bisa masuk melalui apa yang mereka sukai: misalnya mengajari anak naik sepeda motor, touring samasama, ngobrol sambil makan berdua, dan lain-lain; sehingga relasi kita menjadi dekat. Biasanya mereka mau karena pada dasarnya manusia butuh teman, butuh dikasihi, diterima apa adanya, dan mereka juga butuh model sebagai panutan. Hal penting lainnya adalah: Mereka butuh afirmasi. Anak-anak ingin mendengar bahwa kita mengasihinya. Mereka membutuhkan pujian, pengakuan, dan penghargaan terhadap karya-karya mereka. Kita perlu memberikan afirmasi dan pujian dalam dosis yang sehat.

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 9

9

29/09/19 17.07


Sekalipun mungkin kita kurang mendapat kasih sayang semasa kecil, itu tidak menjadi excuse bagi kita untuk bisa mengungkapkan kasih sayang kepada anak-anak karena kita sendiri sudah menerima kasih Tuhan yang jauh lebih dalam. Jadi kita harus selalu ingat bahwa di atas semua usaha kita untuk memenangkan anak-anak, kita perlu anugerah Tuhan. Selain perlu mempersiapkan next generation, para pemimpin gereja juga harus mau menyerahkan tongkat estafet kepada generasi yang berikutnya. Secara umum peralihan kepemimpinan di kultur Tionghoa tidak selalu berjalan mulus. Kadang-kadang hambatan timbul dari seorang pemimpin yang sudah mapan di suatu posisi, menjadi terlalu nyaman sehingga tidak mudah untuk turun dan menyerahkan tongkat estafet kepada generasi berikutnya. Bahkan mungkin kaderisasi tidak dipersiapkan dengan baik. Ini juga menjadi suatu fenomena juga terjadi di banyak gereja. Kita berharap di GKY kita sudah mempersiapkan backup kepemimpinan bagi generasi selanjutnya. Kalau tidak, maka dikhawatirkan 5–10 tahun ke depan akan ada gap—kekurangan barisan pemimpin. Ini kondisi yang sangat berisiko. Di sidang para gembala jemaat pun kami sering membicarakan mengenai hal ini. Para gembala harus sudah mulai memuridkan beberapa kader yang baik yang bisa jadi pemimpin bagi generasi

10

LET THE CHILDREN COME


berikutnya. Di GKY sendiri ada lebih dari dua ratus orang hamba Tuhan, tetapi tidak semuanya mempunyai potensi sebagai pemimpin. Jadi pemilihan kader pemimpin merupakan hal yang sangat penting untuk dipersiapkan. Kita bersyukur bahwa GKY BSD sangat mendukung Connexion, youth ministry dan remaja, yang sudah dipersiapkan oleh para hamba Tuhan terdahulu, sehingga pelayanan ini sangat memuliakan nama Tuhan. Namun kalau dilihat dari segi demografi dimana Tuhan saat ini menaruh kita di lingkungan Serpong dengan puluhan kampus dan sekolah dimana setiap tahun kedatangan puluhan ribu siswa dan mahasiswa dari berbagai daerah, terasa apa yang kita capai saat ini belum seberapa dibandingkan dengan potensinya. Ini adalah ladang misi yang tidak ada habis-habisnya kalau mau digarap. Kita harus mendoakan dan menyiapkan platform yang kuat supaya remaja dan pemuda kita diperlengkapi untuk keluar dan menjangkau teman-temannya untuk datang kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memampukan kita! •

Dituliskan oleh: Elasa Noviani

Nafiri OKTOBER 2019

11


Mengapa Tim Gagal Berfungsi secara Optimal?

12

LET THE CHILDREN COME


/ Erwin Tenggono /

Pada edisi Nafiri lalu, kita mendiskusikan proses pembentukan sebuah tim. Perjalanan dari awal hingga tim dapat saling bekerja sama untuk mencapai suatu keberhasilan. Yang harus disadari, proses pembentukan tim kadang tidak berjalan seperti yang kita harapkan.

Kadangkala, para anggota tim belum tentu mampu melakukan penyesuaian satu sama lain. Kadang, kondisi tim tampaknya sudah baik dan cukup ideal, namun ternyata tim tidak mampu menghasilkan kinerja yang baik.

Nafiri OKTOBER 2019

13


Apa yang harus kita lakukan? Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena baik dalam dunia pekerjaan ataupun pelayanan, efektivitas tim sangat penting untuk memberikan hasil kerja yang prima. Memang sebagai anak Tuhan kita percaya bahwa Tuhan membentuk setiap individu melalui segala hal yang boleh terjadi dalam hidup kita. Seperti tertulis dalam kitab Mazmur 139, di mana pun kita berada, Tuhan selalu ada dan maha tahu akan segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita. “Best Seller� Sesungguhnya, apa yang menyebabkan sebuah tim tidak dapat bekerja sama secara efektif dan menghasilkan kinerja yang baik? Banyak teori manajemen yang membahas hal ini. Salah satunya adalah teori mengenai disfungsi sebuah tim dari Patrick Lencioni, seorang penulis buku bisnis dan manajemen yang bagus untuk dipelajari. Judulnya: The Five Dysfunctions of a Team: A Leadership Fable. Buku yang terbit tahun 2002 ini sempat menjadi salah satu best sellers The New York Times. Dalam buku ini, Patrick—yang mengelola biro konsultan yang fokus pada kesehatan organisasi—menceritakan perjuangan seorang eksekutif yang mengelola perusahaan teknologi. Eksekutif ini gagal mempersatukan timnya sehingga kinerja perusahaan kurang prima dan moral para staf juga rendah. Padahal, eksekutif ini memiliki anggota-anggota tim yang punya kompetensi sangat tinggi di bidang masing-masing. Melalui piramida di bawah ini, Patrick mencoba menyoroti mengapa sebuah tim tidak dapat bekerja sama dan gagal berfungsi dengan baik. Kegagalan ini bermula dari adanya ketidakpercayaan terhadap tim (absence of trust) yang seharusnya menjadi fondasi paling awal keberhasilan. 14

LET THE CHILDREN COME


Kepercayaan dan keterbukaan yang membangun, keberanian untuk menyampaikan pendapat, rasa saling menghargai dan saling percaya; yang dalam dunia manajemen dikenal dengan istilah psychological safety, merupakan landasan untuk membangun tim yang solid. Adanya psychological safety akan membuat semua anggota tim berani mengungkapkan pikirannya secara terbuka tanpa rasa takut. Ini menjadi modal paling dasar keberhasilan tim. Apabila kepercayaan ini tidak ada, atau sangat tipis; akan masuk ke fase kedua yakni suasana takut akan terjadinya konflik atau perbedaan pendapat yang sulit dijembatani (fear of conflict). Fase ini membuat anggota tim akan menjadi ‘yes-man’. “Apa yang bapak mau ya disetujui saja�; sikap malas untuk berdebat sehingga ikut saja apa pun yang diputuskan. Apabila situasi ini dibiarkan berlarut dan tidak ditangani dengan baik, maka fase ketiga akan muncul. Dalam fase ketiga, tim tidak lagi punya komitmen yang kuat atas setiap keputusan yang diambil. Semua mencari aman, menunjuk orang lain untuk melakukan, dan bersikap tidak peduli karena berpikir bukan dia yang memberikan ide atau membuat keputusan. Tahap ini disebut fase lack of commitment. Ini menjadi satu titik perpotongan antara apa yang terjadi dalam kerja sama sebuah tim secara internal dan dampak yang akan terlihat secara eksternal. Dari sisi eksternal, orang akan melihat bahwa tim atau organisasi kita tidak dapat diandalkan, tidak mempunyai tanggung jawab, dan tidak mampu menjalankan tugas dengan baik. Tim kehilangan akuntabilitas. Para anggota tim tidak mau mengambil peran lebih dan tanggung jawab (avoidance of accountability). Fase ini adalah fase dimana tim mulai terlihat secara eksternal. Karena tim tidak berhasil menjalin kerja sama, hasil kerjanya juga kurang optimal bagi perusahaan atau organisasi. Situasi ini mengakibatkan tim tidak lagi peduli pada hasil kerja mereka (inattention to results). Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 15

15

29/09/19 17.07


Ini adalah lima fase disfungsi atau kegagalan dalam pembentukan sebuah tim yang dijabarkan oleh Patrick Lencioni. Adapun gambar piramida itu adalah sebagai berikut:

16

LET THE CHILDREN COME


Kepercayaan adalah fondasi awal dari terciptanya semangat kerja sama, rasa saling memiliki, dan keberhasilan sebuah tim. Kepercayaan harus dimulai dari diri setiap individu. Pada saat pembentukan tim, semua harus percaya pada kekuatan dan kelemahan masing-masing agar dapat saling mengisi dan membangun. Sebagai orang Kristen, kita semua diperlengkapi oleh Tuhan dengan talenta dan kemampuan yang berbeda-beda. Semua ini kita miliki hanya hanya karena kasih karunia dan anugerah Tuhan semata. Tidak ada satu pun dari kita yang layak berkata bahwa kita lebih hebat dari yang lain. Kita semua harus mampu menerima perbedaan yang ada dan saling bekerja sama demi keberhasilan tim yang kita bentuk. Kita harus percaya bahwa imago Dei (Kejadian 1: 27) ada dalam diri setiap manusia/anggota tim. Kita masing-masing diciptakan sebagai citra dari Allah sendiri. Dan dalam peran kita sebagai bagian dari sebuah tim—baik di perusahaan, organisasi, atau di lingkungan gereja—biarlah kita senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap hal yang kita hadapi. Kiranya kita terus meminta hikmat dari Tuhan agar Dia memampukan kita menjalani semua proses pembentukan yang ada; dan selalu setia berjalan bersama-Nya. Seperti tertulis dalam kitab Amsal 3: 5–6, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Mari kita terus belajar bersama untuk membangun sebuah tim yang efektif di mana pun kita berada, sehingga tim dan karyakaryanya dapat menjadi berkat dan meninggalkan warisan—bahkan mahakarya—yang berguna bagi banyak orang. Tuhan Yesus memberkati • Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 17

17

29/09/19 17.07


Siapa Suka Mati Lampu? LET THE CHILDREN COME


/ NICO TANLES TJHIN /

Waktu itu di Minggu pagi, saya sedang berada di rumah, sendirian. Anggota keluarga semuanya pergi ibadah, sedangkan saya sudah berencana pergi ibadah sore. Posisi masih mager (males gerak) di atas tempat tidur, main HP. Tiba-tiba, *poof*, listrik padam. “Argh!� Saya mengumpat dalam hati. Sesaat setelah lampu mati, saya yakin itu bukan mati lampu biasa. Saya sudah cek sakelar central, ternyata bukan drop, melainkan memang mati. Lalu listrik tetangga semuanya juga memang mati. Dan yang paling bikin saya curiga adalah ketika sinyal HP menghilang sama sekali. Tidak bisa internet, SMS, ataupun telepon. Frustrasi sekali. Biasanya kalau mati lampu, saya masih bisa mengandalkan smartphone untuk terhubung dengan orang lain. Tapi kali ini berbeda, saya merasakan hal yang tidak biasa. Saya malah sempat berpikir, “Apakah dunia

ini sedang mengalami kiamat seperti di film-film itu?� Perasaan aneh mulai muncul ketika saya tidak dapat menghubungi siapa pun atau mencari berita untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Saya merasa terdiskoneksi dari dunia. Saya tidak bisa chat, tidak bisa baca berita terkini, tidak bisa nonton YouTube, tidak bisa lihat Instagram, tidak bisa nonton TV, dan juga tidak bisa mengerjakan apa-apa dari laptop. Saya bahkan tidak bisa tiduran lagi karena suhu udara juga sudah mulai panas. Saya kehabisan akal Nafiri OKTOBER 2019

19


harus berbuat apa. Di rumah pada saat itu juga sedang tidak ada makanan, jadi saya terpaksa harus puasa makan siang, karena tidak bisa menggunakan aplikasi online untuk memesan makanan. Di satu sisi saya malas jalan keluar rumah mencari makanan hehehe ‌. Akhirnya saya tidak punya pilihan selain membaca Alkitab dan buku-buku lainnya. Sambil saya membaca, saya merenungkan kebenaran firman Tuhan dalam keadaan perut kosong dan kondisi rumah yang tidak ada siapa-siapa. Hanya ada saya dengan Tuhan. Waktu berkualitas yang jarang saya dapatkan. Tidak ada listrik, tidak ada suara, tidak ada siapa-siapa. Pelan-pelan perasaan cemas, mengeluh, dan bosan berubah menjadi perasaan damai, penuh, dan bersyukur. Saya mulai bisa menikmati keadaan mati lampu seperti ini. Such a blessing in disguise. Ternyata terdiskoneksi dari dunia untuk sesaat tidak selalu buruk. Saya menyadari bahwa selama ini saya terlalu sibuk. Saat teduh yang saya lakukan sehari-hari tidak terlalu teduh. Masih terdestruksi dengan hal ini-itu yang ada di sekeliling saya. Berbeda dengan kali ini. Di saat perut ini kosong, hati saya kepenuhan kasih karunia Tuhan. Terkoneksi dengan Tuhan 20

LET THE CHILDREN COME

secara intim jauh lebih enjoyable. Rasanya saya tidak keberatan jika listrik tidak kunjung datang sampai besok. Tapi namanya manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, tidak lama kemudian saya mengeluh lagi dengan keadaan hahaha ‌. Masalahnya, ketika saya menyetir mobil menuju gereja di sore hari, keadaan jalan macet di mana-mana. Semua lampu merah tidak berfungsi, jalanan gelap, dan tidak ada yang mengatur. Semua pengguna jalan suka-suka. Di situ saya mulai berkeluh kesah lagi dengan keadaan. Padahal sedang menuju gereja lho, yang seharusnya saya mempersiapkan hati dengan baik. Seusai ibadah, karena saking laparnya, saya langsung menuju mal. Di situ saya makin berkeluh kesah. Bagaimana tidak, jalanan masih macet, cari parkir susah sekali, semua orang berkumpul di mal, dan ternyata AC mal juga mati. Baru pertama kali saya keringetan di dalam mal. Alhasil mal terasa seperti pasar. Bedanya adalah di pasar ada makanan, sedangkan di mal pada saat itu baru jam delapan malam hampir semua makanan sudah terjual habis. Saya sangat kesulitan mencari makanan di mal! Mau beli minum saja perlu ngantri tiga puluh menit karena mesin kasir tidak berfungsi.


Bahkan mal sempat mati lampu sejenak dan membuat panik seluruh pengunjung. Namun dalam perjalanan pulang (yang juga masih macet di mana-mana), saya kemudian mencoba merenungkan kembali akan situasi yang chaotic ini. Saya menemukan betapa diri saya bersyukur akan banyak hal. Saya bersyukur atas ketersediaan makanan yang saya bisa dapatkan seharihari, tanpa kendala. Saya bersyukur setiap hari saya bisa tidur tanpa kepanasan dan menjadi santapan nyamuk. Saya juga bersyukur karena bisa menggunakan berbagai macam fasilitas dan teknologi untuk kenyamanan hidup ini. Jika tidak ada insiden mati listrik, mungkin saya tidak akan mendapatkan momen untuk merasakan dan merenungkan susahnya hidup tanpa listrik. Mati lampu seharian memberikan saya dua hal yang berharga. Pertama, saya belajar menghargai momen-momen berkualitas berdua dengan Tuhan, bukan hanya dengan persekutuan atau ibadah komunal. Terdiskoneksi dengan dunia, hanya berdua dengan Tuhan, tanpa suara, tanpa siapasiapa; ternyata sungguh amat indah. Kedua, saya belajar untuk tidak take things for granted. Kenyamanan-kenyamanan

yang saya dapatkan sehari-hari, itulah berkat-berkat yang Tuhan beri, yang perlu saya hitung dan renungkan setiap hari di hadapan Tuhan. Sehabis gelap pasti selalu terbit terang. Buktinya tidak lama kemudian lampu menyala lagi. Tidak sampai 24 jam. Tapi sesungguhnya di tengah-tengah kegelapan pun saya dapat menemukan Terang. Terang itu selalu bersama dengan saya. Hanya saja, ketika momen mati lampu, saya semakin menghargai momen bersama Sang Terang. Terang yang tidak akan pernah redup dan memberikan saya damai di tengah-tengah dunia yang gelap. ***

Nafiri OKTOBER 2019

21


LET THE CHILDREN COME / METTY IRAWATI /

22

LET THE CHILDREN COME


Jesus loves me, this I know For the Bible tells me so Little ones to Him belong They are weak but He is strong

K

alimat ini adalah sebuah puisi yang awalnya ditulis oleh Anna Bartlett Warner (1827-1915), dan kemudian pada tahun 1862 digubah menjadi sebuah lagu oleh William Batchelder Bradbury (18161868), dengan menambahkan bagian reffreinnya

Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me The Bible tells me so Lagu ini menjadi salah satu lagu himne yang sangat populer, terutama di kalangan anakanak dan menjadi salah satu lagu yang sering dinyanyikan di Sekolah Minggu. Sebuah pengakuan iman yang sangat sederhana dari anak-anak bahwa Yesus mengasihi mereka, seperti yang diceritakan oleh Alkitab. Suatu ketika, Paduan Suara Anak menyanyikan lagu ini di sebuah kebaktian Umum; dari bangku jemaat terdengar suara berbisik, “Kalau pas lagi seperti ini, mereka manis-

manis dan menggemaskan ya, lucu-lucu. Tapi kalau pas lagi rewel, aduhhhh…minta ampun deh… merepotkan dan menjengkelkan.” Setuju, Saudara? “Let the Children Come”. Tema di atas adalah kutipan dari perkataan yang diucapkan oleh Tuhan kita, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Perkataan Yesus ini menjadi Magna Carta-nya anakNafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 23

23

29/09/19 17.07


anak di seluruh dunia – penegasan sekaligus peneguhan tentang sosok anak-anak di mata Yesus -- siapa mereka dan pesan apa yang mereka bawa melalui kehadirannya. Siapa anak-anak di mata Yesus? Narasi dalam Markus 10:2-16 mengontraskan dua kelompok manusia yang “datang kepada” Yesus. Yang pertama adalah “orang-orang Farisi dan yang kedua adalah “anak-anak”. Di mata masyarakat, apalagi di lingkungan Bait Suci, kaum Farisi dianggap suci dan penting, sedangkan anak-anak biasanya diremehkan dan diabaikan. Namun, yang dianggap suci dan penting justru mendatangi Yesus dengan maksud yang tidak murni, mereka mau “mencobai Yesus”, sedangkan Alkitab mencatat – Yesus memeluk anak-anak yang dibawa datang pada-Nya dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. Anak-anak lebih “pandai” dari pada orang dewasa dalam hal merasakan siapa yang benar-benar mencintai mereka dan siapa yang hanya berpura-pura. Mereka senang ada di dekat Yesus. Anak-anak – sosok yang biasanya diremehkan dan diabaikan – justru datang kepada Yesus dengan maksud yang murni. Kebenaran ini, di satu sisi – mengajak Saudara dan saya untuk bercermin dan memeriksa diri. Di antara dua sosok ini – Orang Farisi dan Anak-anak – mana yang menggambarkan diri Saudara dan saya? Apakah motivasi kita ketika datang kepada Yesus selama ini cukup murni? “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Apa yang dimaksud Yesus dengan “menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil?” Apa yang hendak Yesus ajarkan melalui kehadiran anak-anak? Menjalani bulan madu setelah pernikahan mereka, putri kami dan suaminya pergi ke Bali. Selain menikmati indahnya alam pulau dewata, mereka berkesempatan mengunjungi

LET THE CHILDREN COME


seorang sahabat di sana, yang baru saja mempunyai anak. Dengan memberanikan diri, putri saya dan suaminya ikut menggendong sang bayi yang lucu dan murah senyum itu. Semuanya tertawa, sukacita – tidak ada hal yang janggal – sampai akhirnya putri saya menceritakan pada saya setelah ia kembali dari Bali, bahwa anak dari sahabatnya dilahirkan sebagai anak dengan sindrom Down. Kaget dan sedih namun ada juga rasa haru ketika mendengar kisah perjuangan kedua orang tuanya yang memutuskan untuk tetap mencintai dan menerima, merawat dan membesarkan anak mereka dengan sepenuh hati. Melalui ketidaksempurnaan sang buah hati, Tuhan menuntun kedua orang tua untuk melihat ketidaksempurnaan mereka -- baik sebagai orang tua -- dan terlebih sebagai pribadi yang telah ditebus dengan harga sangat mahal. Melalui anak mereka yang down syndrome, suami-istri ini belajar bahwa – seseorang tidak perlu menjadi sempurna untuk dicintai. Itu kesaksian mereka. Seseorang tidak perlu menjadi hebat terlebih dahulu untuk menerima cinta


Tuhan. Bahkan seandainya dirinya telah membuat kesalahan terbesar di dunia sekalipun – ia tetap dicintai. Itu anugerah. Kita tidak sempurna – itu betul – tapi Yesus tetap mengasihi kita. “… Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Barangsiapa hendak masuk ke dalam Kerajaan Surga – datanglah pada Yesus dan katakan, “Yesus, aku membutuhkan Engkau. Yesus, aku percaya pada-Mu.” Itu kepolosan seorang anak kecil, kerendahan hati, kebergantungan total, tidak perlu pura-pura, tidak ada tempat bagi kesombongan, tidak ada persyaratan apa pun. Datanglah pada Yesus dan bernyanyilah seperti anak-anak itu bernyanyi:

26

LET THE CHILDREN COME


Jesus loves me, this I know For the Bible tells me so Little ones to Him belong They are weak but He is strong Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me The Bible tells me so Di sisi lain, kebenaran ini bicara tentang sebuah panggilan, “Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka” (Ayub 13a). Tidak dijelaskan siapa mereka. Apakah mereka orang tua dari anak-anak kecil itu? Jika ya, mengapa tuturannya tidak demikian: “Lalu orang membawa anak-anak kecil mereka kepada Yesus...”? Tampaknya narator sengaja mengaburkan tuturannya demi menekankan spirit mereka. Mereka yang membawa anakanak kecil itu kepada Yesus tidak harus orang tua mereka. Bisa orang lain. Yang pasti, mereka memiliki spirit merangkul anak-anak yang tersingkirkan dalam sistem sosial yang mengunggulkan kaum dewasa dan meremehkan kaum anak-anak. Beberapa hari yang lalu saya mendapat chat dari seorang sahabat. “Bu Gem” (Bu Gembala) – itu sebutan akrab sahabat saya kalau mulai membahas pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya teologis – kenapa sih Musa tidak boleh ikut masuk ke tanah Kanaan?” Mengapa Musa tidak boleh ikut masuk ke tanah Kanaan? Karena memang bukan itu terutama panggilan yang Tuhan berikan padanya. Lalu apa panggilan Musa? Menjadi orang tua atas umat Tuhan. Tuhan memanggil Musa untuk mendidik umat yang sering memberontak ini, menuntun mereka dengan kesabaran yang luar

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 27

27

29/09/19 17.07


biasa. Musa dipanggil untuk – orang Jawa bilangnya ngemong – menjadi bangsa yang beribadah kepada Tuhan (Keluaran 4:23). Ini panggilan yang super-duper berat. Itu sebabnya Alkitab mengatakan, setelah Musa, tidak ada nabi seperti dia, selain The Second Moses yang akan datang dan menggenapi karya pembebasan Allah atas umat-Nya: Tuhan Yesus. Meskipun tidak masuk ke negeri yang dijanjikan, hari itu, di puncak gunung Nebo, berdiri di tapal batas negeri itu, Musa dikaruniai pemandangan yang luar biasa tentang negeri itu. Dari utara sampai ke barat dan selatan, ia melihat negeri yang akan diberikan Tuhan kepada Israel. Musa diizinkan melihat awal pemenuhan janji yang dibuat Allah jauh sebelumnya bagi para leluhur. Dan di atas Gunung Nebo itu, Tuhan seolah berkata kepada pemimpin pilihan-Nya itu, “Musa lihatlah umat-Ku Israel – anak-anak yang kau bimbing selama ini, sebentar lagi mereka akan masuk ke Tanah Perjanjian… well done.” Sebagai orang tua, dapatkah Saudara membayangkan perasaan Musa saat itu: lega, plong, senang, bangga, terharu, akhirnyaaaa… tanggung-jawabnya tuntas tas tas tas! Hari itu, di puncak gunung Nebo – Tuhan memberikan kemuliaan kepada Musa sebagai sosok orang tua yang telah menuntaskan panggilannya: Membawa anakanaknya datang kepada TUHAN. Let the Children Come. Memang tidak selamanya anak-anak terlihat manis-manis dan menggemaskan. Suatu saat mereka bisa saja jadi ‘makhluk’ yang sangat merepotkan dan menjengkelkan, tapi Tuhan Yesus mengasihi mereka, dan Ia memanggil Anda dan saya bukan hanya menjadi orang tua yang mengantar anak-anak mereka ke sekolah minggu, selanjutnya urusan guru-guru sekolah minggu mengenalkan Yesus kepada mereka. Jangan sampai kita pun dimarahi Yesus, karena meremehkan dan menyingkirkan anakanak kecil dalam hidup bergereja. Jadilah orang tua yang selalu rindu membawa anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak yang Tuhan percayakan pada

LET THE CHILDREN COME


Anda agar mereka datang kepada Yesus. Gereja membutuhkan lebih banyak orang yang mau membawa anak-anak kecil kepada Yesus. Gereja membutuhkan Saudara dan saya untuk membimbing para kekasih kecil Tuhan ini agar dapat menyanyikan pengakuan imannya dalam hidup mereka: Jesus loves me, this I know For the Bible tells me so Little ones to Him belong They are weak but He is strong Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me Yes, Jesus loves me The Bible tells me so. Soli deo gloria.

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 29

29

29/09/19 17.07


Suara deburan ombak terdengar samar-samar dari balik jendela. Aku cek ponselku, pukul setengah enam pagi. Dengan langkah terhuyung dan tingkat kesadaran tiga puluh persen, aku menyeret diriku ke depan jendela. Suara deburan terdengar semakin kencang. Kubuka daun jendela. Oh, ternyata hiruk pikuk itu ulah si bus air yang sudah beroperasi sejak subuh. Kutengok ke kanan dan kutemukan Scalzi Bridge, sebuah jembatan yang dengan gemulainya membelah Grand Canal. Venesia baru saja terbangun.

Pertokoan di kota LET THE CHILDREN COME


Romantisnya Ratu Laut Adriatik / PINGKAN PALILINGAN /

Diari Sabtu, 20 Juli 2019

pertama kali ke kota ini sebagai mahasiswa kere bin kucel, Setelah menempuh perjalanan sekarang aku datang sebagai pemandu wisata bagi kedua hampir tiga jam dari kota orang tuaku dan kolega mereka. Milan, kereta kami sampai di Venesia merupakan perhentian perhentian terakhir: Stasiun Venezia Santa Lucia. Ah ... kalau kedua dari tur Italia kami yang berlangsung selama sembilan dipikir-pikir, only by the grace of God aku bisa menginjakkan kaki hari. Setelah bergulat dengan kembali di kota yang dikenal koper-koper besar milik kami dengan julukan Queen of the hingga keluar stasiun, kami Adriatic (Ratu Laut Adriatik) disambut dengan pemandangan dan The Floating City (Kota Grand Canal yang ramai. Terapung). Jika dulu aku datang Semerbak ‘harumnya’ keringat Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 31

31

29/09/19 17.07


pengunjung bercampur wangi rambut yang terpanggang sinar matahari sekonyongkonyong menyeruak masuk ke hidung kami. Anehnya, di luar itu semua tak sekali pun kami mencium aroma laut atau aroma ikan yang sangat khas tercium ketika kamu berkunjung ke pantai di Indonesia. Aaaah ‌ jadi kangen Bunaken. Venesia terbagi menjadi dua wilayah. Venice Mestre yang lokasinya di mainland atau tanah daratan dan Venice Lagoon. Nah, ketika seseorang menyebut Venesia biasanya merujuk kepada yang kedua: Kota yang terdiri dari 118 pulau kecil yang dihubungkan oleh 391 jembatan. Artinya, setiap kita menyeberangi jembatan di Venesia artinya kita bakal menginjakkan kaki di pulau berbeda. Wilayah Venice Lagoon melarang segala kendaraan bermotor dalam bentuk apa pun. Bus dan mobil hanya boleh masuk sebatas area tertentu saja. Di luar itu, bentuk transportasi yang dipergunakan adalah perahu, entah itu

LET THE CHILDREN COME

transportasi publik atau pribadi: bus air, taksi air, gondola, kayak, ataupun yacht. Uniknya, sepeda pun dilarang. Bahkan sekadar menenteng sepeda saja kamu bisa didenda! Belum ada satu hari di kota ini kami sudah mengalami beberapa hal yang terbilang unik. Mulai dari mencicipi gimana rasanya diperlakukan secara rasisme oleh pelayan kafe hingga menyaksikan adu mulut sengit antara dua pemilik restoran yang bersaing. Bak menonton opera sabun Italia. Mungkin inilah karakter inheren penduduk negara ini: ekspresif, apa adanya, dan sering tidak sabaran. Tapi aku tak mau cepat-cepat menghakimi, buktinya banyak juga orang Italia yang ramah dan sigap membantu kami. Pukul empat sore, waktunya kami naik gondola. Mumpung di Venesia, tentu tur dengan gondola tidak boleh terlewatkan. Perjalanan gondola kami dimulai dari sebuah kanal sempit berukuran lima meter, dan lanjut menyusuri wilayah kota yang lebih tenang dan jauh dari keramaian turis. Tidak sembarang orang bisa menjadi gondolier. Mengutip


Doge’s Palace

perkataan seorang jurnalis, gondolier butuh ‘SIM’ atau Surat Izin Mengayuh untuk membawa gondola. Bedanya dengan SIM kendaraan bermotor, izin mengayuh ini terbilang sulit karena calon gondolier perlu menempuh pendidikan formal dimana mereka belajar mengayuh, juga sejarah dan budaya Venesia. Belum lagi mereka juga harus menguasai minimal satu bahasa asing. Meski kemampuan bercerita tidak wajib dimiliki oleh gondolier, sepanjang perjalanan tak hentinya Luca Padoan—gondolier kami—bercerita mengenai kota Venesia; mulai dari bangunan historis yang tak ada habisnya hingga hal simpel seperti sistem pembuangan limbah rumah tangga. Ternyata oh ternyata, kota terapung ini punya persamaan dengan ibu kota tercinta negara kita. Apalagi kalau bukan masalah malapetaka ‘kota tenggelam’ akibat permukaan laut yang naik tiap tahunnya, diperburuk dengan penurunan muka tanah karena subsidensi. Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 33

33

29/09/19 17.07


Orang tua penulis berfoto bersama dengan Luca Padoan sang gondolier, di atas gondola kesayangannya Tiap tahunnya Venesia bisa kebanjiran sebanyak enam puluh kali. Bahkan para peneliti berargumen bahwa kota cantik ini akan tenggelam pada tahun 2100. Hal itu semakin kentara dan kelam setelah kami melihat pintu-pintu rumah yang dialihfungsikan menjadi jendela, atau ditutup oleh semen untuk menghindari air merembes ke dalam bangunan. Mengalihkan pikiran suram tersebut, tur gondola kami diakhiri dengan sebuah persembahan lagu dari Luca, yaitu lagu pilu mengenai sepasang kekasih. Vokal merdunya terpantul di antara tembok yang mengapit kanal sempit yang kami lewati, diiringi suara gondola yang membelah 34

LET THE CHILDREN COME


sensasinya sedikit menyerupai menyeberangi JPO Gelora Bung Karno. Bising, panas, padat.

Melewati kanal sepi di penjuru Venesia

permukaan air. Sungguh pengalaman yang surreal. Mungkin terdengar hiperbola, tetapi aku sampai terharu dan merinding tak percaya kok bisabisanya Tuhan membawa aku kemari menyaksikan ini semua. Usai tur gondola, grup kami melanjutkan kegiatan dengan berkunjung ke Rialto Bridge. Setelah berjibaku sedikit dengan turis-turis heboh, di atas jembatan ini kami memandangi hiruk pikuk lalu lintas utama Venesia di bawah, yang dilatarbelakangi oleh blue hour. Romantis sekali. Mungkin

Diari Minggu, 21 Juli 2019 Venesia baru saja terbangun. Dengan langkah ringan kutembus keheningan pagi di kota terapung ini. Di tengah matahari pagi yang masih bersinar lemah, aku mengarungi pelosok jalanan Venesia sendiri: menyeberangi jembatan, melewati terowongan rendah, menyisiri jalan-jalan sempit nan klaustrofobik, menyusuri kanal-kanalnya yang sepi. Setiap belokan menyimpan kejutan: gereja tua, taman tersembunyi, galeri seni, piazza atau alun-alun historis, dan banyak lagi yang lainnya. Sayang sekali, pemandangan indah ini harus diganggu oleh sampah berserakan dan grafiti yang mengotori dinding bersejarah kota yang didirikan pada abad keempat Masehi ini. Bukan itu saja, masyarakat lokal pun mengkhawatirkan kehadiran turis yang membludak yang dengan mudahnya mengancam identitas kota ini. Jumlah turis berlebih membawa berbagai problem, seperti masalah sanitasi dan biaya properti yang melesat tajam. Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 35

35

29/09/19 17.08


Mau bagaimanapun kecantikan kota ini tidak bisa dipungkiri. Ditambah lagi opini parah ahli yang mengatakan bahwa kota ini akan tenggelam dalam waktu dekat. Tidak heran seluruh penjuru dunia berlomba untuk melihat keindahan kota yang dijuluki La Serenissima ini sebelum lenyap. Salah satu wilayah yang sering terendam banjir adalah Piazza San Marco, dimana primadona kota ini terletak: Saint Mark’s Basilica (Basilica di San Marco) dan Doge’s

St. Mark’s Basilica dan Doge’s Palace LET THE CHILDREN COME

Palace (Palazzo Ducale). Kunjungan ke dua bangunan ini tidak bisa terlewatkan. Pada puncak liburan musim panas sangat disarankan untuk mengambil paket walking tour di sore hari. Bukan saja kita akan mengetahui lebih jauh mengenai kedua bangunan ini, dengan tur ini kita bisa melewati antrean dengan sangat cepat. Setelah melalui banyak pit stop, kami berhasil sampai ke Saint Mark’s Basilica. Sangat sulit untuk mengatur jadwal jalan-jalan kami dengan ketat


Church of San Giorgio Maggiore

ketika berada di kota ini, dimana banyak sekali ’pit stop’ yang menarik hati. Terang saja, Venesia memiliki 40 museum, 15 teater dan lebih dari 130 gereja, belum lagi toko artisan dan galeri yang bertebaran di sana sini. Ibaratnya tiap berjalan seratus meter, minimal ada 1–2 kali kami berhenti untuk mengagumi keindahan sekitar. Saint Mark’s Basilica adalah sebuah katedral yang termasyur oleh karena arsitektur Bizantium dan karya seni mosaik yang menghiasi interiornya. Ironisnya, katedral ini dibangun setelah pedagang Venesia berhasil mencuri tubuh Markus Sang Penginjil dari Aleksandria. Untuk mengelabui penjaga perbatasan yang mayoritas Muslim, tubuh tersebut diselundupkan di dalam tong besar, di bawah tumpukan daging babi! Setelah berhasil membawa kabur tubuh tersebut ke Venesia, pemimpin Republik Venesia (yang disebut doge) memerintahkan dibangunnya St. Mark’s Basilica sebagai rumah untuk tubuh Markus. Peristiwa ini digambarkan oleh mosaik yang terletak di atas pintu masuk katedral. Sementara mosaik lain di langit-langit katedral menggambarkan cerita Alkitab mulai dari penciptaan Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 37

37

29/09/19 17.08


St. Mark’s Basilica dan menara lonceng di tengah hiruk pikuk Piazza San Marco

hingga sosok Yesus dan muridmuridNya dengan detail yang sangat indah. Kami pun mengunjungi Doge’s Palace yang terletak di sebelah katedral. Dulu merupakan tempat tinggal doge, sekarang fungsi istana ini beralih menjadi museum. Selain kemegahan arsitektur istana ini yang menjadi daya tarik utama, penjara dan ruang penyiksaan yang terletak jauh di kedalaman istana juga kerap diminati oleh 38

LET THE CHILDREN COME

pengunjung. Salah satu bekas penghuni sel penjara di istana ini adalah Giacomo Casanova, playboy asal Venesia yang ketenarannya mencapai penjuru dunia. Berbicara soal penjara, ada sebuah jembatan terkenal bernama Bridge of Sighs yang menghubungkan istana ini dengan sel-sel lain. Ya, Bridge of Sighs atau Ponte dei Sospiri mampu membuat siapa pun yang melihatnya menghela


napas (sigh) terhadap keelokannya—akan tetapi, ini bukanlah asal usul dari julukan jembatan ini. Konon, julukan tersebut berasal dari cerita mengenai para tahanan yang dibawa menuju sel melalui jembatan ini. Selagi menyeberang, mereka menghela napas seraya memandang Venesia melalui jendela untuk terakhir kalinya sebelum menyambut kegelapan penjara.

Epilog

Mengakhiri malam terakhir di Venesia, kami menyambangi gerai gelateria di dekat hotel sambil menyaksikan pejalan kaki berlalulalang. Perasaanku campur aduk. Bahagia karena kebaikan Tuhan yang membawaku ke kota romantis ini, namun sedih karena menyaksikan langsung dampak buruk aktivitas manusia yang merusak keelokan Venesia. Yang lebih parah lagi, Venesia hanyalah satu dari ribuan kota lainnya yang terdampak. Dan aku berharap bisa melakukan perubahan, melalui langkah sekecil apa pun itu, untuk membantu menyelamatkan kota-kota tersebut. Yah mungkin aku bisa mulai dari kota Jakarta. Atau bahkan Tangerang Selatan terlebih dahulu. Dengan berat hati aku menghela napas dan bersiap untuk berpisah dengan kota ini, seraya teringat kepada tahanan yang menyeberangi Bridge of Sighs dan melihat Venesia untuk terakhir kalinya. Bukan goodbye yang ingin kuucapkan, melainkan see you soon. ***

Pemandangan Grand Canal sesaat setelah matahari terbenam

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 39

Nafiri OKTOBER 2019

39

29/09/19 17.08


LET THE CHILDREN COME


Judul Buku The Emotionally Healthy Woman Pengarang Geri Scazzero dengan Peter Scazzero Penerbit Literatur Perkantas Jatim Jumlah Halaman 197

/ LILY EKAWATI /

G

eri Scarezzo adalah salah satu pendiri New Life Fellowship Church di Queens, New York. Ia melayani sebagai staf pembimbing dalam perkawinan dan formasi spiritualitas. Ia merupakan pembicara konferensi yang populer di kalangan pemimpin gereja, pasangan yang sudah menikah, dan kelompok wanita; di dunia internasional khususnya di Amerika Utara. Geri dan Peter Scazzero adalah salah satu pendiri Emotional Healthy Discipleship.

Buku unik ini merupakan hasil dari perenungan Geri sebagai seorang istri dari gembala sebuah gereja yang berkembang pesat dan juga hasil refleksi dari apa yang Geri dan suaminya Pete pelajari tentang apa yang terhilang dalam formasi spiritualitas di tujuh belas tahun pernikahan mereka. Dalam buku yang dibagi menjadi delapan bab ini, Geri menyerukan keberanian untuk menghentikan apa pun yang bukan bagian dari kerajaan Allah atau apa pun yang bukan bagian dari peraturan Allah. Berhenti di sini berkaitan dengan kekuatan dan memilih untuk hidup dalam kebenaran. Berhenti mencemaskan apa yang orang lain pikirkan, Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 41

41

29/09/19 17.08


merupakan bab pertama dari buku ini. Bukan merupakan tindakan yang mudah, melainkan sebuah disiplin rohani yang terus-menerus harus diusahakan. Tindakan Maria yang mengurai rambutnya di depan publik untuk mencuci kaki Yesus, dalam budaya Yahudi kuno dipandang sebagai skandal. Apakah ia sedang berusaha menggoda Yesus? Namun, duduk di kaki Yesus, Maria tidak memusingkan apa yang dipikirkan orang tentang dirinya. Hatinya penuh dengan kasih, rahmat, dan pengampunan yang diberikan Kristus baginya. Prinsip sederhana, semakin kita mendasarkan identitas diri pada kasih Tuhan, semakin kurang kita membutuhkan pengakuan orang lain demi merasa diri layak dicintai. Berhenti berikutnya adalah berhenti berbohong; yang berarti hidup dalam kebenaran dan dimerdekakan dari kebohongan pada diri sendiri, pada Tuhan, dan pada orang lain. Ayub mengucapkan doa yang sembrono dengan mengutuki hari dimana ia diahirkan, setelah kehilangan sepuluh anak dan kesehatannya sendiri. Yohanes Pembaptis dalam pergulatan batinnya, jujur mengungkapkan kebingungannya apakah Yesus benar-benar Mesias. Ketika kita hidup jujur, tanpa apa pun untuk disembunyikan, tingkat stres dan kecemasan kita menurun. Damai dengan Tuhan, damai dengan diri sendiri, dan damai dengan orang lain. Kapel Sistine Michaelangelo adalah salah satu kejayaan artistik dalam sejarah. Selama ratusan tahun tak seorang pun ingat sebenarnya apa warna orisinal dari lukisan yang dikerjakan dari tahun 1508 sampai tahun 1512 itu. Pada tahun 1980, 42

LET THE CHILDREN COME


rencana dibuat untuk membersihkan atap dari mahakarya Michaelangelo dan restorasi ulang. Dua belas tahun berikutnya, mereka berhasil membersihkan seluruh atap Kapel Sistine. Tak seorang pun menyadari sebelumnya bahwa Michaelangelo adalah seorang master warna. Di balik berabad-abad kotoran dan debu yang melekat, warna-warna penuh gairah terkubur. Untuk pertama kalinya selama lebih dari 450 tahun, orang dapat melihat karya Michaelangelo dalam seluruh warna dan keindahannya. Seringkali kita juga perlu berjuang untuk berani melepaskan lapisan-lapisan palsu dan kotoran yang menutupi hidup kita, dan menjalani kehidupan kita sendiri, berhenti menjalani kehidupan orang lain. Meskipun judul buku ini seolah-olah hanya untuk kaum wanita, namun buku yang menyerukan keberanian untuk ‘berhenti’ ini layak untuk dibaca juga oleh setiap pria agar bisa setia pada perkaraperkara yang benar dan menjalani hidup dengan cara Tuhan, yang akhirnya akan menghasilkan buah Roh yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Selamat membaca dan ingatlah ... tidak pernah terlambat untuk mulai berhenti. ***

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 43

43

29/09/19 17.08


Doksologi Resensi Lagu

LET THE CHILDREN COME


/ MAYA MARPAUNG / Puji Allah, Bapa, Putra; Puji Allah Rohul Kudus; Ketiga-Nya Yang Esa: Pohon S’lamat Sumber Berkat. Praise God, from whom all blessings flow; Praise Him, all creatures here below; Praise Him above, ye heav’nly host; Praise Father, Son, and Holy Ghost. Lagu ini termasuk lagu yang paling sering dinyanyikan oleh jemaat gereja-gereja Protestan selama lebih dari tiga ratus tahun. Penciptanya, Thomas Ken, merupakan bishop Anglikan yang terkenal tegas dan selalu lantang dalam berbicara. Thomas tumbuh sebagai anak yatim piatu dan dibesarkan oleh saudara perempuannya Anna dan suaminya Izaak Walton. Mereka memasukkan Thomas ke sekolah khusus anak laki-laki di Winchester College (1651–1656). Setelah selesai pendidikannya di sana, ia bersekolah di Hart Hall, Oxford, dan New College, Oxford (BA 1661, MA 1664). Ia ditahbiskan sebagai pendeta Anglikan pada tahun 1662, lalu pada tahun 1685 dilantik menjadi uskup Bath and Wells. Thomas Ken pernah dipenjara di Menara London karena menolak menandatangani Declaration of Indulgence. Thomas terus bersikap tegas terhadap kekuasaan kerajaan yang dianggapnya berlawanan dengan nilai Kekristenan hingga akhir hayatnya. Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 45

45

29/09/19 17.08


Waktu tepatnya “Doxology” Doxology” atau “Praise God from Whom All Blessings Doxology Flow” ditulis tidak diketahui, tetapi lagu ini pertama kali dinyanyikan Flow pada tahun 1674. Bersama beberapa lagu lain, “Doxology” Doxology” termasuk Doxology dalam buku pedoman doa yang dianjurkan untuk murid-muridnya. Arahan dalam menyanyikan kumpulan himne ini adalah : “Pastikan untuk menyanyikan himne ini di kamar kalian dengan taat, ingatlah bahwa pemazmur meyakinkan kalian bahwa adalah hal yang baik untuk menyatakan tentang kebaikan kasih Tuhan di pagi hari dan kebenaran-Nya di saat malam.” Arahan di atas menunjukkan bahwa awalnya kumpulan nyanyian ini diperuntukkan sebagai renungan pribadi, bukan untuk dinyanyikan jemaat saat ibadah. Namun demikian, keempat baris syair yang sekarang kita kenal dengan nama “doksologi” terus dinyanyikan saat jemaat berkumpul. Keempat baris doksologi secara kuat menyatakan keindahan dua bagian dari Mazmur. Di sini kita melihat surga sebagai ‘host’ host’ dan seisi bumi sebagai “all creatures here below host below” memuji Allah seperti dalam Mazmur 96: 11–12a. Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya (Mazmur 96: 11–12a). 46

LET THE CHILDREN COME


Dan ditutup dengan:

Biarlah segala yang bernapas memuji Tuhan! Haleluya! (Mazmur 150:6)

Penggunaan doksologi dalam liturgi umum juga disebabkan oleh struktur Trinitas yang tercermin di dalamnya. Baris pertama menggambarkan pribadi Allah Bapa sebagai sumber segala berkat (Efesus 1: 3, 2 Korintus 1: 3). Kemudian baris kedua berbicara kepada Allah Roh melalui siapa semua makhluk memuji Allah (Mazmur 104: 24–30, 1 Korintus 2: 10–13). Baris ketiga menunjuk kepada Allah Anak yang diperanakkan dari Bapa, Anak sulung dari Surga dan lebih tinggi dari para malaikat dan makhluk surgawi (Ibrani 1: 4). Baris keempat merangkum bait dan semua pujian secara umum, karena semua pujian diarahkan kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Jadi jelas, jika di setiap akhir ibadah kita, kita menyanyikan “Doksologi”, itu adalah puji-pujian kita sebagai makhluk bumi dan semua makhluk di bumi dan di Surga kepada Allah Tritunggal. ***

Nafiri OKTOBER 2019

47


“It Is Not about You... It Is Solely about God!

Now, Serve Him,

Your God!” LET THE CHILDREN COME


/ MAYA MARPAUNG /

Buku The Purpose Driven Life merupakan salah satu buku terlaris di dunia; sekitar tiga puluh juta kopi telah terjual di seluruh dunia, dan telah diterjemahkan ke lebih dari lima puluh bahasa. Namun yang membuat saya termenung adalah halaman pertama dari buku itu. Rick Warren, sang penulis, secara gamblang menorehkan, “Ini bukan tentang kamu, tapi tentang Tuhan.”

Dari awal, penulis membawa kita untuk meninggalkan semua esensi kita di depan pintu, dan hanya memusatkan diri kepada Tuhan. Siapa Anda? Pedagang? Pengusaha? Pelajar? Anda merasa diri Anda bisa sukses? Sekarang waktunya menunduk dan berkata, “Ini bukan tentang saya, semua adalah dari dan untuk Tuhan.“ Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 49

49

29/09/19 17.08


Markus 1: 16–20 seringkali kita baca, karena menceritakan pemanggilan awal murid-murid Tuhan Yesus. Mari kita cermati panggilan itu, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Kalimat ini jelas menunjukkan otoritas Tuhan dalam memanggil para murid. “Kamu akan Kujadikan”, bukan “kamu akan menjadi”. Penjala manusia bukan saja konsekuensi logis dalam mengikut Tuhan; tapi adalah perintah-Nya. Apakah serta-merta setelah dijadikan penjala manusia, para murid langsung diperlengkapi dan mengerti secara detail tugas mereka? Bagaimana menurut Anda? Kalau kita buka Yohanes 21, di sana kita akan melihat bahwa para murid belum mengerti. Tapi apakah Tuhan menahan perintah-Nya? Tidak. Dalam kemahatahuan-Nya, Tuhan mengerti bahwa manusia adalah domba yang bodoh, sehingga tidak akan diberikan hal-hal yang detail dari awal. Percuma, tak akan mengerti. Oleh karena itu, pelayan dituntut

LET THE CHILDREN COME


untuk bertanya. What’s next, Lord? Ya, tentu saja

“Kamu akan Kujadikan”, bukan “kamu akan menjadi”

dengan berdoa, senantiasa lapor dan bertanya langkah selanjutnya kepada Tuhan, Sang Pemilik Otoritas.

Otoritas itu terus-menerus jelas terlihat hingga pesan akhir Tuhan Yesus sebelum naik ke surga. “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Matius 28: 18–20). Kenapa Tuhan Yesus perlu menjelaskan tentang kapasitasNya sebagai penguasa tertinggi sebelum memberikan perintah? Pasti karena perintah itu sangat penting. Perintah untuk menjadi saksi Tuhan itu bukan sesuatu yang “kalau bisa, ya jadilah saksi... Kalau sempat, ya layanilah Tuhan”. Tapi tidak ada jalan lain, tidak ada alasan, tidak boleh pertanyakan otoritas Tuhan. Diam! Layani Tuhan, jadi saksi-Nya; pergi, kerjakan pemuridan, baptis dan ajarlah semua bangsa! Sekarang renungkanlah, jika ada hamba Tuhan mengajak saudara untuk mengerjakan satu pelayanan, dan saudara berkata, “Sebentar, saya pikir-pikir dulu ya.” Sebenarnya, apa yang Anda pikirkan? Mana yang terlebih dahulu Anda pikirkan: (1) Apakah ini kehendak Tuhan, atau (2) Apakah ini sesuai dengan pola hidup dan waktu saya? Ingat, it is not about you, it’s about God! Lalu, apakah semua hal harus kita kerjakan? Apakah kita harus menerima semua pelayanan? Sehari 24 jam di gereja? Tentu tidak, Tuhan juga

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 51

51

29/09/19 17.08


menyuruh kita bertanggung jawab pada keluarga, pada pekerjaan kita. Bahkan, panggilan menjadi penjala manusia bukan dilakukan di rumah ibadah, tapi di tempat para murid sedang bekerja. Tuhan ingin kita menjadi penjala manusia di dalam keseharian kita. Namun intinya adalah: Inti, motivasi, dasar kita dalam menggumuli segala sesuatu—termasuk pelayanan—haruslah terletak pada TUHAN.

It is not about you, it’s about God! Lalu apakah kita hanya robot-robot? Kenapa semua-semua Tuhan? Apakah Tuhan egois? Saya jadi teringat pergumulan saya ketika awal-awal bertobat: Kenapa manusia diciptakan? Di dalam kemahatahuan-Nya, Tuhan pasti tahu kalau kita akan jatuh dalam dosa. Tuhan juga tahu bahwa upah dosa adalah maut, dan Ia harus menderita di kayu salib untuk menebus dosa kita. Jadi, kenapa tetap diciptakan? Kalau kita adalah pencipta sebuah mesin, dan kita tahu bahwa mesin ini akan gagal, dan kita akan menderita karena mesin ini. Apakah kita tetap menciptakannya? Ya pasti tidak. Tapi Tuhan tetap menciptakan kita. Kenapa? Dalam pergumulan saya dengan pertanyaan ini, saya akhirnya sampai kepada kesimpulan: Karena Tuhan ingin kita merasakan Kasih yang dimiliki-Nya secara penuh LET THE CHILDREN COME


(the full extent of His love). Kasih mana yang mau menderita untuk makhluk yang derajatnya jauh lebih rendah? Sungguh tidak masuk di akal kita. Tapi, justru karena itu kasih-Nya sungguh luar biasa.

Sekarang siapakah Anda? Jika Anda berdiri gagah di depan mimbar, jika Anda memimpin banyak orang; hey … it’s not about you!! Rendahkan hati dan diri Anda di depan Tuhan. Jika Anda merasa kecil, minder, Anda merasa rendah, merasa gagal dalam hidup; hey … it’s not about you!! Allah yang memiliki otoritas penuh atas surga dan bumi, Dia yang memanggil saudara untuk menjadi saksi-Nya! Berarti Anda penting di mata Tuhan! Hidup yang kita hidupi ini, bukanlah tentang kita, tetapi sepenuhnya adalah tentang Tuhan. Now, serve Him, your God!


Reuni 54

LET THE CHILDREN COME


/ EDNA C. PATTISINA /

Seorang kawan di kompleks tergopoh-gopoh di hari Sabtu siang. “Duluan ya mbak-mbak, mo nganterin anak reuni nih,” katanya. “Lho, anaknya bukannya masih kecil ?” “Iya, ini reuni TK,” jawab si kawan tadi. “Lhooo (lebih panjang - Red) bukannya baru lulus kemarin?” “Iya … baru tiga bulan yang lalu. Abis kangen, katanya. Reuni deh …,” kata si kawan ringan.

Nafiri OKTOBER 2019

55


Reuni belakangan ini menjadi tren. Reuni SD, reuni SMP, reuni kuliah, reuni arisan, reuni kompleks, sampai reuni les, reuni koskosan, sampai ada teman saya yang reuni mailing-list mailing-list, dan reuni klub pemakan sapi kaki pendek. Tujuannya juga macam-macam, mungkin ada yang kangen seperti anak-anak TK tadi, atau bisa juga karena ingin nostalgia atau mencari teman-teman lama. Tahun lalu, saya reuni kuliah. Sepanjang tahun, setiap ada lebih dari dua atau tiga orang berkumpul dari angkatan, maka perlu memasang foto di media sosial disertai dengan tagar tertentu. Beberapa minggu sekali diadakan acara pertemuan angkatan seperti pertunjukan band atau lelang lukisan untuk mencari dana reuni. Jadinya selain ada reuni akbar, juga ada prareuni, mikroreuni, sampai pascareuni. Selama setahun itu juga, teman-teman yang sudah lama terpencar, kembali akrab. Apalagi sering ada yang mem-posting foto-foto lama ke grup WA diiringi dengan tebak-tebakan. Biasanya tebakan gagal karena yang difoto sudah jauh lebih berbobot dibanding masa-masa kuliah dulu yang penuh dengan teh manis dan mi instan. Salah satu yang paling ditunggu adalah penampilan

56

LET THE CHILDREN COME


para kembang kampus. Walau ada kesepakatan tidak tertulis untuk “dilarang CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali)“, tidak jarang ada pengakuan di sana sini tentang beberapa rasa yang dulu pernah ada. Kenyataannya, saat hari reuni itu tiba, yang datang hanya sekitar lima puluh persen. Menarik membayangkan, dulu para alumni itu sempat sama-sama hampir setiap hari ke kampus. Kehidupan memang seperti jalur perjalanan, sesekali kita berpapasan dengan orang-orang lain yang tengah menempuh arah yang sama. Akan tetapi, jalur-jalur yang bertemu itu pada akhirnya akan berpisah juga. Dalam reuni, untuk waktu sekejap manusia terlempar ke masa lalu. Sosok-sosok yang sehari-hari di tempat kerja tampak serius dan berwibawa, di hari itu terlihat santai bahkan konyol seperti masa-masa dulu. Nostalgia pun muncul bersamaan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, sekarang tinggal di mana? kerja di mana? anak sudah berapa? dan sebagainya. Pada akhirnya, hubungan kembali terjalin. Tapi toh kita selalu kembali ke lingkaran teman-teman dekat yang selama puluhan tahun terus berjalan bersama. Yang tidak datang reuni, punya berbagai alasan. Mulai dari lokasi rumah yang jauh, bahkan ada di luar negeri, atau waktu yang tidak pas karena ada acara lain yang lebih penting. Tapi ada juga yang merasa minder karena hidupnya tidak ‘seberhasil’ teman-temannya. Sebaliknya, ada juga yang merasa hidupnya lebih ‘berhasil’ dari teman-temannya. Realitasnya, tanpa sadar setiap orang melihat orang lain dengan nilai-nilai yang dianutnya. Secara alamiah, walau samar, muncul ‘kontestan-kontestan’ di kepala kita, tentang siapa yang paling berhasil. Ada yang merasa yang paling berhasil adalah yang paling kaya, atau yang gelar akademisnya paling panjang, atau Nafiri OKTOBER 2019

57


jabatannya paling tinggi, atau paling religius, dan lain sebagainya. Di sini kadang kita merasa lelah. Belakangan, reuni itu membuka berbagai hal baru. Kerja sama-kerja sama mulai menyeruak. Seorang kawan yang sedang mengambil doktor tentang sifat-sifat hiu, mempelajari bahasa program big data dengan cepat karena dibantu teman lain yang jago teknologi informasi. Ada juga teman yang lagi intens diet, mendapat suplai makanan-makanan sehat dari teman lain yang bisnis makanan organik. Saling tolong dan memperhatikan muncul secara spontan. Beberapa waktu lalu seorang teman terkena stroke dan tidak punya uang padahal harus operasi secepatnya. Dalam waktu sehari, biaya operasi yang mencapai puluhan juta berhasil dikumpulkan. Akan tetapi, reuni ternyata bukan sekadar hal yang instan. Ada bangunan besar yang dibangun lama sebelumnya. Seorang kawan bercerita, ia tiba-tiba diajak reuni seorang teman kos yang sudah puluhan tahun tidak bertemu. Teman yang lajang dan riang gembira dengan kehidupannya itu merasa aneh, ada apa temannya ini mengajak bertemu. Anehnya, keengganan ini juga dirasakan kawan-kawan yang lain. Komentarnya sama: Enggak tahu mau ngobrol apa dengan dia. Atau secara gamblangnya: Ke mana aja sih lu? Ketika kehidupan sudah berjalan berpuluh tahun dan kita berjalan bersama dalam suka dan duka, ia tiba-tiba datang dan semua harus dimulai dari awal lagi. Hubungan adalah hasil dari investasi waktu dan kedekatan yang intens. Reuni yang paling dinanti adalah ketika nanti kita re-uni, disatukan kembali dengan Allah Bapa di Surga. Reuni inilah yang terakhir, yang utama. Reuni yang berarti pulang, kembali ke rumah yang dinanti. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Yohanes 14: 3, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, 58

LET THE CHILDREN COME


Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Manusia adalah mahluk yang berhubungan. Diciptakan dari citra Allah, keinginan Bapa adalah hubungan pribadi dengan kita masingmasing. Bapa bahkan hadir dalam setiap rinci kehidupan setiap kita. Ia yang berjalan bersama saat kita senang, sedih, patah hati, patah semangat, galau, merasa sombong, merasa tidak mampu. Ia yang ada sejak kita dikandung hingga hari ini dan nanti. Bapa bukanlah sosok yang kepada-Nya kita harus terlihat baik, atau harus memulai cerita dari nol lagi. Membayangkan indahnya reuni dengan Allah, bukan sekadar bertemu sejenak dengan teman yang pernah bersama-sama dengan kita. Akan tetapi Dia adalah sosok yang terus ada bersama kita sepanjang perjalanan hidup ini.

“Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Yohanes 14: 3

Nafiri OKTOBER 2019

59


LET THE CHILDREN COME


Dia Tidak Melepaskan

Tangan-Nya

Della Puspanegara

Saya terlahir bukan dari keluarga Kristen. Mama saya Muslim, dan papa saya Katolik. Namun, ketika papa menikah dengan mama, papa menjadi Muslim. Saya dan adik saya disekolahkan di sekolah Kristen dari TK sampai SD. Suatu hari saya berkata kepada Mama, “Ma, merayakan Natal seru, Ma, menyenangkan.�Respons mama waktu itu tentu saja marah.

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 61

61

29/09/19 17.08


Mama meninggal pada tahun 2009. Setelah mama meninggal; papa, saya, dan adik saya memutuskan menjadi Kristen lalu dibaptis. Pada saat itu saya berkata kepada Tuhan Yesus, “Tuhan, aku tidak akan pernah berpaling dan meninggalkan-Mu. Aku akan menjadi Kristen seumur hidupku.” Pada saat itu aku dibaptis di Gereja GII. Aku dan adik juga rutin mengikuti sekolah minggu di sana. Namun, lambat laun, papa menjadi jarang beribadah ke gereja, dan kami pun terbawa. Setelah beberapa waktu, papa mulai kembali ke gereja, yaitu GKY BSD. Saat itu saya duduk di bangku SMP. Papa dan adik mengikuti kebaktian umum, dan saya mengikuti kebaktian remaja yang gedungnya masih di gedung lama (gereja lama). Beberapa lama, papa menjadi jarang ke gereja lagi, karena saat saya duduk di kelas delapan SMP, papa mengalami kecelakaan, yang membuatnya sulit berjalan. Hampir selama dua tahun kami tidak ke gereja. Pada tahun 2016, kami kembali lagi ke Gereja GKY. Pada saat itu, kami ke gereja seperti musim-musiman, kadang datang, kadang juga tidak. Pada tanggal 21 Desember 2018, papa meninggal. Pada akhir tahun itu menjadi hari-hari yang sangat berat untuk saya. Saya hanya tinggal berdua sama adik. Pada saat itu, banyak sekali yang menawarkan tawaran yang membuatku berpikir terus-menerus.

“Tuhan, aku tidak akan pernah berpaling dan meninggalkan-Mu. Aku akan menjadi Kristen seumur hidupku.”

62

LET THE CHILDREN COME


Pak RT lingkungan kami bersedia membantu kami. Beliau tahu bahwa dulunya kami adalah Muslim. Beliau menawarkan jika saya dan adik kembali menjadi Muslim; semua kebutuhan hidup kami, biaya sekolah, tempat tinggal kami, akan dibantu beliau bersama dengan jemaah sebuah masjid di dekat rumah. Tawaran itu membuat saya sempat bingung, gelisah, dan berpikir terus-menerus. Saya berdoa setiap hari kepada Tuhan Yesus, jalan mana yang harus saya pilih, apakah ini satu-satunya jalan yang diberikan-Nya kepada saya? Apakah memang saya harus kembali menjadi Muslim? Apakah memang itu panggilan untuk saya? Lalu saya teringat janji saya dulu, “Tuhan, aku tidak akan pernah berpaling dan meninggalkan-Mu. Aku akan menjadi Kristen seumur hidupku.� Saya juga terus berpikir, apakah ini ujian yang diberikan Tuhan? Apakah Tuhan Yesus menguji kesetiaan saya kepada-Nya? Apakah demi uang, demi hidup yang enak, saya harus berpaling dari Tuhan Yesus? Saat itu juga, Tuhan Yesus menolong saya sehingga saya yakin keputusan menjadi pengikut-Nya tidak salah. Pada tanggal 24 Desember 2018, saya menghadiri ibadah malam Natal di GKY BSD, di sana hati saya semakin yakin, bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, juga adalah Bapa saya, tidak ada yang lain. Saya menyesal, kenapa saya bisa meragukan cinta-Nya? Saya sangat bersyukur karena Tuhan Yesus telah menyelamatkan saya. Dia tidak melepaskan tangan-Nya untuk saya. Dia juga sudah merancang yang terbaik untuk hidup saya dan adik saya. Amin.

Nafiri OKTOBER 2019

63


Hartono dan Elsye Setia Melayani di mana pun Tuhan Tempatkan LET THE CHILDREN COME


/ ELASA NOVIANI /

A

Adem, kalem, sabar, cenderung pendiam, dan tampak tanpa beban pikiran itu kesan-kesan yang muncul ketika tim Nafiri bertemu dengan Hartono Basuki dan Elsye Liando di sebuah tempat jajan. Pasangan pelayan PaDus (Paduan Suara) Sanctus-2 ini menceritakan kisah hidupnya, bagaimana mereka percaya Kristus dan terus setia dalam pelayanan sampai saat ini. Lima puluh tahun yang lalu, Hartono lahir di Surabaya dari sebuah keluarga Tionghoa non-Kristen. Dia bersekolah di SD Katolik yang terkenal karena kedisiplinannya dan jaraknya pun tidak jauh dari rumahnya. Namun salah satu tetangganya, orang tua dari Ishak Iman Sukamto, membuka kelas sekolah Minggu di garasi rumahnya. Hartono pun diajak.

“Karena Sabtu sore biasanya hanya menganggur dan temanteman sepermainan banyak yang ikut, ya saya ikut saja,” cerita Hartono. Belakangan dia baru tahu bahwa tempat itu dijadikan pos PI dari sebuah gereja. Mulai dari situ dia semakin mengenal kebenaran Kristus dan mengalami kelahiran baru. “Pelayanan sebagai guru sekolah minggu tentulah merupakan salah satu pelayanan yang sangat mulia dan besar dampaknya,” kata Hartono menyimpulkan peristiwa kelahiran baru dirinya. Dia mengutip ayat dari Lukas 18:16, “Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata, ‘Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.’ ” Nafiri OKTOBER 2019

65


Shien Shin Menginjak bangku SMP, Hartono semakin rajin mengikuti kegiatan bersama para remaja di Gereja Kristen Abdiel Gloria. Setiap Sabtu sore setelah kebaktian remaja, dia ikut PA (pendalaman Alkitab) dalam kelompok-kelompok kecil, dan dilanjutkan dengan latihan paduan suara. Hartono merasakan dengan ikut melayani, dia menjadi semakin bertumbuh dan imannya diteguhkan. Tidak ada pertentangan dari pihak keluarga ketika Hartono memilih untuk menjadi pengikut Kristus. Dia mengikuti Persekutuan Remaja Kristen di GKA Gloria yang dinamakan PRK Shien Shin. Dalam Bahasa Mandarin, shien artinya mempersembahkan dan shin artinya hati. Jadi pendiri PRK Shien Shin mempunyai visi untuk menghasilkan para remaja yang rela untuk mempersembahkan hati kepada Kristus. Kala itu di kalangan umat Kristen Surabaya, sebutan ‘Remaja Shien Shin’ cukup terkenal; anggotanya mencapai empat ratus remaja yang aktif dan bersemangat. Sekarang kita bisa melihat buah-buahnya. Beberapa di antara mantan aktivis yang cukup dikenal luas dalam pelayanannya, antara lain, adalah Pdt. Yuzo Adhinarta, S.T., PhD. (Rektor Sekolah Tinggi Reformed Indonesia), GI. Ndaru Darsono (solois dan musisi Kristen), dan masih banyak lagi yang lain. Di PRK Shien Shin itu juga Hartono bertemu dengan tambatan hatinya. Elsye adalah seorang gadis lembut yang mempunyai bakat bermain musik dan menyanyi. Dia mengaku bertobat dan menerima Kristus sewaktu mengikuti kamp remaja. Mereka sempat pacaran jarak jauh ketika Hartono mengambil kuliah di Trisakti jurusan Elektro, bidang yang sudah menjadi hobinya sejak masa kecil. Elsye tetap di Surabaya. Dia kuliah di jurusan Ekonomi di Universitas Kristen Petra. Setelah delapan tahun pacaran, dan menyelesaikan kelas pranikah pimpinan Pdt. David Tjioe, mereka pun menikah pada tahun 1997 di Surabaya. Mereka pindah ke Serpong. Sewaktu terjadi kerusuhan Mei 1998, anak pertama mereka baru berumur dua bulan. Pagi-pagi sekali, tanggal 14 Mei 1998, Hartono sudah berada di bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput seorang rekan bisnisnya. Tetapi ketika mereka hendak ke luar dari bandara, ternyata jalanan ditutup.

66

LET THE CHILDREN COME


Mereka mendengar bahwa suasana di Jakarta sedang kurang kondusif, kekacauan dan pembakaran terjadi di mana-mana. Sangat menegangkan. Paling berat bagi Hartono karena hari itu dia sama sekali tidak bisa menghubungi Elsye di rumah mereka di BSD. Komunikasi mereka terputus. Hartono harus tinggal di bandara sampai keesokan harinya. “Tetapi saya bersyukur waktu itu dicegat oleh petugas tidak boleh ke luar dari bandara. Seandainya kami sudah terlanjur berada di jalanan, saya tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi,” ujar Hartono mengenang keganasan peristiwa Mei 98 itu. Hartono juga terus mengingat kebaikan Tuhan di balik krisis ekonomi 1997–1998 itu. “Waktu itu kami belum lama married, tahun 1997 ada kejadian dimana harga dolar Amerika tiba-tiba melejit menjadi tinggi sekali. Krisis terjadi di mana-mana dan bisnis sempat terhenti,” cerita Hartono. “Anehnya tahu-tahu ada order-order yang muncul hanya di saat-saat itu, dan tidak pernah muncul lagi setelahnya. Sehingga waktu itu pimpinan saya tetap mempertahankan kantor kami. Itu benar-benar adalah pertolongan dari Tuhan.” Lanjut Hartono dengan penuh rasa syukur.

Peluang Bisnis

Hartono sempat bekerja di beberapa tempat sebagai karyawan sebelum akhirnya memutuskan membuka usaha usahanya sendiri. Dia melihat peluang bisnis yang belum disentuh oleh mantan pimpinannya, dan dia jalankan dengan tekun. Bidangnya tidak jauh-jauh dengan keahliannya di bidang elektronik. Semula hanya ditan ditangani dari rumah, tetapi akhirnya dia bisa membuka kios sendiri di Sinpansa, Gading Serpong, sejak tahun 2010. Semula hanya satu kios, sekarang sudah ada dua kios karena bisnisnya semakin berkembang. Nafiri OKTOBER 2019

67


Elsye pun mulai ikut terjun membantu usaha suaminya setelah anak-anak mereka beranjak dewasa. Hartono menceritakan semua itu tanpa ada nada kebanggaan berlebihan, tetap dengan sikap penuh pujian kepada Tuhan. Keinginannya untuk menjadi entrepreneur juga didasari oleh motivasinya supaya mempunyai waktu yang fleksibel agar tetap bisa melayani Tuhan. Memang sejak menjadi orang percaya, Hartono dan Elsye selalu setia melayani di mana pun mereka bergereja. Hartono bergabung dengan GKY sejak pindah ke Jakarta untuk kuliah. Awalnya ke GKY Mangga Besar (dulu GKJMB), dan aktif di Komisi Pemuda. Kemudian pindah ke GKY Green Ville dan aktif melayani di Komisi Pasutri bersama Elsye. Namun karena kondisi jalanan yang semakin macet, akhirnya mereka pindah ke GKY BSD, dan tetap aktif terlibat dalam pelayanan. Hartono sudah dua kali ikut serta dalam kemajelisan. Sampai sekarang pun dia tetap melayani sebagai liturgis, anggota PaDus Sanctus-2 dan mengabdikan diri menjadi BPP (Badan Pengurus Pos) di Alam Sutera. Sedangkan Elsye selain menjadi anggota Sanctus-2, bergabung dalam tim musik, juga melayani sebagai admin di bidang keuangan. Tiga anak mereka pun setia beribadah dan terlibat di dalam pelayanan gereja. Mari mendoakan pasangan ini supaya tetap setia melayani Tuhan, dan semakin menjadi berkat bagi banyak orang.

“ Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap. (Yohanes 15:16) “ 68

LET THE CHILDREN COME


BIODATA • Nama Lengkap • Nama Panggilan • Tempat/Tanggal Lahir • Nama Istri • Nama Anak

• Riwayat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi

: Hartono Basuki : Hartono : Surabaya/ 22 Juni 1969 : Elsye Liando : Billy Liando Basuki, 1997 Sebastian Liando Basuki, 2000 Fernaldy Liando Basuki, 2005 : SD Yohanes Gabriel (1976 – 1982) : St Stanislaus (1982 – 1985) : St. Louis (1985 – 1988) : Univ Trisakti, Jakarta 1988 – 1992

• Riwayat Pekerjaan - PT. Kawan Lama Sejahtera sebagai Sales Engineer Jakarta (1993 – 1995) - Lionex Electronics (s) Pte Ltd Jakarta (Rep Office) (1995 – 2003) - Excellent Electric Gading Serpong (2003 – sekarang) • Riwayat Pelayanan - Majelis Bidang Ibadah - Majelis Bidang Ibadah

GKY BSD GKY BSD

(2012 – 2015) (2015 – 2018)

Nafiri OKTOBER 2019

69


70

LET THE CHILDREN COME


Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 71

71

29/09/19 17.09


Dr. dr. Yesaya Yunus, Sp.BS:

Cerita tentang Orang Samaria yang Murah Hati Itu Sangat Membekas LET THE CHILDREN COME


/ HENDRO SUWITO /

Dr. dr. Yesaya Yunus, Sp.BS adalah salah satu dokter senior dalam Tim Bedah Saraf (TBS) di Rumah Sakit Siloam di Lippo Village, Karawaci. TBS dibentuk oleh Prof. Dr. dr. Eka Julianta Wahjoepramono, Sp.BS untuk menangani berbagai kasus bedah saraf yang semakin rumit dan kompleks. Dalam anugerah dan kuasa pengaturan Tuhan, sekitar sembilan belas tahun lalu, hidupnya berpapasan dengan dokter Eka yang sedang mencari dokter-dokter bedah saraf yang cocok untuk diajak bekerja sama. Pada bulan Januari 2001, dokter Yesaya resmi menjadi asisten pertama dokter Eka dalam TBS. Dalam perjalanan karyanya di TBS, Yesaya memilih untuk mendalami bedah saraf tulang belakang (spine). Dia dikirim ke Jepang dan Taiwan untuk meningkatkan kemahirannya dalam selukbeluk bedah saraf tulang belakang. “Kamu harus bisa sampai memasang sekrup dalam operasi spine,” pesan dokter Eka. “Kalau tidak bisa, jangan pulang.” Itu adalah cara dokter Eka untuk mendorong Yesasa belajar sebaik-baiknya. Yesaya menjawab tantangan ini dengan sungguh-sungguh. Dan pria kalem kelahiran Magelang ini pun menjadi salah satu andalan TBS di kelompok Siloam, khususnya untuk bedah saraf tulang belakang. Nafiri OKTOBER 2019

73


TBS pimpinan dokter Eka—yang sudah mempunyai sekitar dua puluh dokter bedah saraf—dikenal luas sebagai tim yang mempunyai paduan keahlian paling lengkap di Indonesia dan mampu menangani kasus-kasus yang sangat sulit dan kompleks. Tim redaksi Nafiri mendapat kesempatan untuk berbincang dengan dokter Yesaya di tengah kesibukannya sebagai dokter bedah saraf. Dalam obrolan ngalor-ngidul ini, kami sempat menyentuh likaliku perjalanan karir “Koh Ye”—demikian dia biasa dipanggil oleh adik-adiknya—juga perkembangan dunia kedokteran di Indonesia maupun ketimpangan-ketimpangan yang masih terjadi, dan bagaimana Tuhan mempunyai peran demikian sentral bagi karya dan pelayanan kemanusiaannya. Berikut kami bagikan sebagian dari hasil perbincangan dengan “Koh Ye”: Nafiri (NF): Bisa diceritakan bagaimana dokter Yesaya memilih profesi sebagai dokter? Dokter Yesaya (DY): Waktu saya masih remaja, di keluarga besar saya ada beberapa yang berprofesi sebagai dokter. Bisa jadi ini memberi pengaruh pada pilihan saya. Tetapi, pada saat saya memutuskan untuk kuliah di bidang kedokteran di Universitas Gadjah Mada, sebenarnya saya belum sepenuhnya mengerti pilihan saya ini. Baru setelah beberapa lama kuliah, saya makin lama makin memahami makna profesi sebagai dokter. Modal utama untuk kuliah kedokteran adalah kemampuan menghafal yang baik dan ketekunan untuk belajar. Dua faktor ini memang saya miliki (dan sangat menunjang proses belajar saya). NF: Di mana dokter Yesaya melayani setelah lulus sebagai dokter umum? DY: Saya lulus dari kedokteran UGM tahun 1985. Tak lama setelah itu, saya menjalani masa praktik lapangan di sebuah puskesmas di sebuah desa kecil dekat Kota Slawi, Tegal. Desa ini sangat kecil dan pada saat itu bahkan belum punya pasar dan fasilitas-fasilitas modern lain. Saya cukup lama melayani masyarakat di desa ini, bahkan sampai sembilan tahun. Karena saya suka kesederhanaan, maka saya cukup menikmati tahun-tahun ketika melayani masyarakat di desa ini. 74 LET THE CHILDREN COME


NF: Bagaimana proses yang dijalani dokter Yesaya dalam mengambil spesialisasi? DY: Beberapa tahun setelah melayani di desa, saya mulai mencoba untuk mengambil spesialisasi. Yang terpikir pada saat itu adalah obgin (obstetri dan ginekologi) atau bedah saraf. Kalau obgin waktu kuliahnya tidak lama, hanya sekitar tiga setengah tahun, sedangkan bedah saraf bisa sampai enam tahun. Saya sempat mendaftar satu kali di bidang obgin tetapi tidak diterima. Saya juga sempat dua kali mendaftar di bidang bedah saraf, tetapi juga tidak diterima. Baru ketika mendaftar bedah saraf untuk ketiga kali, akhirnya saya diterima dan kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung. Ketika saya akhirnya lulus pada akhir tahun 2000, usia saya sudah empat puluh tahun, sebenarnya sudah terlalu tua. Banyak dokter yang bisa studi lanjut tak lama setelah ikut PTT dan sudah menjadi spesialis pada awal usia tiga puluhan. NF: Apakah dokter Yesaya melihat karya Tuhan di balik ‘keterlambatan’ studi spesialis yang dialami? DY: Benar sekali. Kalau saya melihat ke belakang, semuanya memang terjadi sesuai anugerah dan pengaturan Tuhan saja. Setelah lulus spesialis, misalnya, saya sempat berencana untuk bergabung dengan sebuah rumah sakit di Pekanbaru. Ternyata, saya keduluan teman saya dan gagal ke sana. (Dokter Yesaya sempat bergabung sebentar dengan sebuah rumah sakit di Serang, Banten. Ternyata, tak lama setelah itu, dia diperkenalkan oleh direkturnya dengan dokter Eka J. Wahjoepramono yang sedang mencari dokter-dokter untuk Tim Bedah Saraf yang sedang dibentuk. Pada bulan Januari 2001, dokter Yesaya diterima menjadi asisten pertama dokter Eka di TBS - Red). Semua yang terjadi benar-benar merupakan anugerah dan pengaturan Tuhan. Kalau saya ke Pekanbaru atau saya diterima ketika pertama kali mendaftar untuk spesialis bedah saraf, semua ini pasti tidak akan terjadi. Semua terjadi sesuai dengan waktunya Tuhan. Saya bersyukur sudah bergabung dengan tim bedah saraf ini hingga sekitar sembilan belas tahun. Nafiri OKTOBER 2019

75


NF: Walaupun jam terbang sudah panjang dan teknologi di bidang kedokteran juga makin canggih, bagaimana dokter Yesaya melihat peran Tuhan? DY: Pasti sangat sentral ‌. Biasanya, kalau besok akan menangani tindakan operasi, malamnya pasti berdoa dulu minta Tuhan memimpin proses operasi yang akan kami tangani. Kadang walaupun kita sudah ratusan kali melakukan operasi yang sama, hasilnya tidak selalu sama. Bisa jadi kita sudah melakukan proses operasinya dengan sangat baik dan kita pikir pasien pasti sembuh dan segera bisa pulang. Tetapi, hasilnya belum tentu seperti yang kita bayangkan, bahkan pernah terjadi pasien justru lebih buruk kondisinya. Ini benar-benar di luar apa yang kita bayangkan. Memang kasus seperti ini jarang sekali, tetapi bisa terjadi. Itu sebabnya, kita harus selalu bersandar pada kuasa Tuhan saja. Ini membuat kita harus selalu rendah hati dan menyadari bahwa sebenarnya kita ini—walaupun sudah punya pengalaman panjang—sebenarnya tidak bisa apa-apa tanpa pertolongan Tuhan. NF: Apakah ada tokoh atau kisah yang memberi inspirasi kepada dokter Yesaya dalam profesi sebagai dokter? DY: Saya sangat terinspirasi oleh kisah “Orang Samaria yang Murah Hatiâ€? dalam Alkitab. Orang Samaria ini mau mengorbankan waktu, uang, dan bahkan berani mengambil risiko atas keselamatannya sendiri untuk menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Memang contoh ini sangat ideal dan tidak mudah untuk kita laksanakan dalam konteks masa kini. Misalnya, sebagai dokter, kita tidak bisa langsung melakukan operasi (kalau ada pasien yang sedang kritis sekalipun) kalau tidak ada izin dari pihak keluarga. Pihak rumah sakit juga tidak bisa dengan mudah mengizinkan dokter melakukan operasi jika nantinya pasien masih membutuhkan perawatan intensif cukup lama dan akan membebani rumah sakit secara finansial. NF: Apa yang menjadi sukacita dokter Yesaya dalam menjalani profesi sebagai dokter bedah saraf? DY: Untuk saya saat ini, asal saya bisa melakukan diagnosis penyakit pasien dengan tepat, dan bisa membuat rasa sakit atau rasa nyeri 76

LET THE CHILDREN COME


yang dialami pasien bisa hilang, atau yang semula lumpuh dan pakai kursi roda setelah dioperasi bisa jalan lagi ‌. Itu sudah membuat saya sangat bersukacita. NF: Apa ada kasus-kasus yang pernah ditangani yang sangat berkesan bagi dokter? DY: Kalau kasus yang berkesan ya banyak sekali, baik yang positif maupun yang hasilnya kadang tidak seperti yang kita harapkan. Tetapi ada satu kasus yang pernah saya tangani yang sangat berkesan. Ada seorang dokter—yang saya sudah kenal sebelum bergabung di Siloam Hospital—dibawa kepada kami. Dia lumpuh dan pakai kursi roda. Dia sudah ditangani di tempat lain, termasuk di sebuah center terkemuka di Jakarta. Diagnosisnya selalu dibilang terkena strok. Tetapi penanganan yang dilakukan tidak juga membawa kemajuan. Ketika dirujuk kepada kami, akhirnya kami temukan bahwa masalahnya ada di tulang belakangnya. Ruas tulang belakang yang paling atas di lehernya meleset dan menekan sarafnya (sehingga membuat dia lumpuh). Setelah kami tangani, dia pun sembuh dan bisa berjalan lagi. Saya bersyukur Tuhan membukakan masalahnya dan memperkenankan saya menolong rekan dokter ini. NF: Apakah kasus-kasus yang ditangani dokter Yesaya dan temanteman di TBS semakin hari semakin kompleks? DY: Memang pada tahun-tahun terakhir ini kasus-kasus yang dirujuk kepada kami semakin sulit untuk ditangani. Sebenarnya ini tidak sepenuhnya karena kasus-kasusnya makin sulit, tetapi karena makin banyak rumah sakit yang sekarang punya dokter bedah saraf dan sudah mampu menangani kasus-kasus yang relatif cukup mudah. Sedangkan untuk kasus-kasus yang sulit dan kompleks, yang mereka belum mampu, biasanya dirujuk kepada kami. Itu sebabnya, makin banyak kasus-kasus bedah saraf yang sulit-sulit yang kami tangani. NF: Bagaimana dokter Eka dan TBS merespons perkembangan ini? DY: Dokter Eka sudah cukup lama mendorong kami di TBS untuk mengambil subspesialisasi-subspesialisasi sehingga kami mempunyai keahlian khusus yang makin tinggi dalam menangani kasus-kasus bedah yang sulit-sulit. Ada dokter-dokter yang Nafiri OKTOBER 2019

77


mengambil subspesialisasi di bidang vaskuler (pembuluh darah) yang sangat vital dalam menangani kasus-kasus strok, subspesialisasi bedah saraf anak-anak, dan subspesialisasi yang lain. Saya sendiri mendalami bidang spine (tulang belakang). Semua ini ditujukan agar kami dapat menangani kasus-kasus yang dirujuk kepada kami dengan sebaik-baiknya. NF: Kemajuan teknologi di bidang kedokteran cepat sekali pada dekade terakhir ini ‌. Bagaimana cara para dokter merespons cepatnya perubahan ini? DY: Benar sekali ‌. Ini membuat kami terpacu dan harus belajar terus ‌. Kami harus aktif mengikuti simposium-simposium dan workshopworkshop, mengikuti perkembangan riset-riset di luar negeri, dan teknik-teknik operasi terbaru. Kami harus ikut belajar di pertemuanpertemuan tingkat dunia agar bisa terus meng-update pengetahuan dan keahlian. Kami tidak bisa hanya berdiam diri, harus terus belajar. NF: Apa kasus-kasus penyakit yang akan makin banyak di masa depan? Apakah jumlah dokter spesialis di Indonesia sudah memadai untuk menangani kasus-kasus ini? DY: Kasus-kasus tumor/kanker makin banyak dan semakin mematikan. Padahal jumlah dokter di bidang ini (onkologi) masih sangat terbatas. Bedah saraf juga sama. Jumlah ahli bedah saraf juga masih sangat terbatas. Jumlah ahli bedah saraf baru sekitar 350-an di Indonesia. Masih sangat kurang. Dan masalahnya bukan hanya jumlah dokternya, tetapi juga adanya ketimpangan dalam pemerataannya. Dokter bedah saraf, misalnya, sekitar tujuh puluh persen masih terkonsentrasi di Jabotabek dan Surabaya saja. Di provinsi-provinsi lain jumlahnya masih sangat terbatas. Di Papua bahkan baru ada satu dokter bedah saraf. NF: Bagaimana dengan program BPJS? Di samping dampak positifnya dalam membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, apakah ada yang masih perlu dibenahi? DY: Memang masih banyak yang perlu dibenahi. Untuk kasuskasus tertentu, pihak rumah sakit sangat terbuka untuk menangani pasien-pasien BPJS, khususnya yang secara finansial cukup memberi 78

LET THE CHILDREN COME


keuntungan bagi rumah sakit. Operasi katarak, kasus penyakit jantung atau ortopedi, misalnya, cukup memberi keuntungan bagi rumah sakit sehingga kasus-kasus seperti ini mudah disetujui oleh pihak rumah sakit. Tetapi, untuk bedah saraf dan beberapa bidang lain, masih sulit disetujui karena rumah sakit rugi. Biaya yang ditanggung pihak BPJS masih kurang memadai. Ini perlu dipikirkan ulang. BPJS juga menerapkan pembayaran yang lebih besar kepada RS tipe A dibanding tipe B untuk kasus bedah yang sama. Harusnya, pihak RS mendapat pembayaran yang sama untuk jenis tindakan medis yang sama. Di sisi lain, masih banyak kasus dimana orang yang kaya/mampu secara finansial justru memanfaatkan programprogram BPJS yang sebenarnya lebih menjadi hak bagi orang miskin.

(Sebagai upaya untuk terus memperdalam ilmu, dokter Yesaya telah menyelesaikan studi tingkat doktor (S-3) di Universitas Hasanuddin, Makassar, pada tahun 2015). *** *) Pewawancara: Hendro Suwito, Titus Jonathan, dan Elasa Noviani. Nafiri OKTOBER 2019

79


/ LISLIANTI LAHMUDIN /

Pilihan-Pilihan dan Keajaiban

Perjalanan Carol A

ku Carol Kuswanto, lahir di Jakarta 23 tahun yang lalu. Sejak tahun tahun 1995 hingga 2014, aku aktif di GKY BSD sebagai jemaat dan pelayan di bidang musik bersama mama (Miriam Kuswanto). Setelah lulus SMA September 2014, aku kuliah ke Boston, Massachusetts. Aku aktif bergereja di Boston City Blessing Church dan melayani di bidang musik sebagai keyboardist, singer, dan violinist. Bulan September 2018 aku pindah bekerja ke Los Angeles, California, dan bergereja di Oriental Mission Church dan sedang dalam proses untuk daftar pelayanan.

80

LET THE CHILDREN COME


Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 81

81

29/09/19 17.09


Musik sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku belajar piano sejak umur tiga tahun dibawah bimbingan mama. Karir mama sebagai guru piano, membuatku mengenal musik sejak balita. Aku menekuni piano and biola klasik. Aku sering mengikuti kompetisi dan masterclass. Namun dengan sibuknya sekolah, aku mulai kehilangan fokus di bidang musik. Aku mulai mengeksplorasi aliran lain selain musik klasik dan mulai mengerti bahwa ada banyak sekali subkategori dalam industri musik. Aku teringat waktu sedang bermain piano di rumah teman, 82

LET THE CHILDREN COME

mereka bertanya apakah aku pernah kepikiran untuk kuliah di Berklee College of Music. Sebelumnya, aku tidak pernah mendengar tentang college ini karena aku kebanyakan lebih familier dengan konservatori/ classical music universities. Jadi sejak mulai menekuni musik klasik, semua orang di sekitarku selalu merekomendasi classical music colleges di Eropa (karena musik klasik berasal dari sana). Namun, karena aku mulai melihat musik dari perspektif yang lain, aku mulai berpikir tentang alternatif lainnya.


Justin Hurwitz

John Ottman (Bohemian Rhapsody) Sejak dulu aku ingin sekolah di luar negeri. Namun pada tahun akhir sekolah di SMA Pelita Harapan (SPH), barulah aku mulai serius mencari tahu tentang colleges di Amerika. Seperti kebanyakan orang Indonesia, aku bertumbuh mengikuti budaya pop dunia Barat; jadi aku pun ingin mengejar karir di situ. Setelah banyak meriset dan konsultasi, aku mendaftar dan diterima di dua pilihan colleges pilihan utamaku, yaitu: Manhattan School of Music (MSM) dan Berklee College of Music (BCM). Pergumulan terbesarku adalah pada saat aku harus memilih. MSM adalah sekolah impian banyak pemusik klasik, termasuk mamaku. Guru pianoku, Kak Levi Gunardi juga alumni MSM. Namun, aku merasa ada panggilan ke BCM. Setelah lama bergumul dan berdoa, aku akhirnya memilih BCM. Aku sangat bersyukur karena tidak mengalami culture shock. SPH mempunyai kurikulum dan lingkungan yang memberi pengenalan akan budaya Barat. Proses adaptasi terbesar buatku adalah waktu aku belajar untuk benar-benar hidup mandiri. Aku terkejut dengan cara orang di sini berinteraksi. Mereka lebih ramah dan mudah memulai percakapan dengan siapa aja. Di sini aku belajar banyak untuk selalu berbicara dan bisa mengekspresikan pendapat. Aku baru sadar kalau di Indonesia kebanyakan Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 83

83

29/09/19 17.09


“Hubunganku dengan Tuhan menjadi lebih dekat, karena aku sekarang ‘jauh’ dari keluargaku.” budayanya diajarkan untuk sopan santun terutama kepada orang lebih tua, namun di sini orang-orang tidak terlalu mempedulikan umur. Bosku hampir tiga kali lebih tua umurnya, namun dia tidak pernah meremehkan diriku atau cara kerjaku walaupun aku tergolong pemula. Banyak denominasi gereja di sini. Waktu di Boston, apartemenku persis di seberang The First Christian Science Church (dari tahun 1894). Jalan sekitar lima belas menit ada gereja Old South Church (dari tahun 1669) di mana mereka ada jazz worship dan mendukung LGBTQ. Lima belas menit lagi dari situ ada gereja Pres-

LET THE CHILDREN COME


Rick Beato, former employer, music youtuber & producer

Conducting

byterian Park Street Church (dari tahun 1809). Kebanyakan gereja di sini adalah bagian dari sejarah Kota Boston dan dijadikan tempat bersejarah, dan terbuka untuk turis. Gerejaku sangat ramah budayanya dan saling mendukung. Biasanya ada care-cell groups (setiap hari Jumat), prayer meetings, Sunday school, kelas katekisasi, dan pembaptisan. Setelah kebaktian, kebanyakan kami ikut fellowship (makan siang, ngopi, dan lain-lain). Mungkin ini mirip dengan budaya GKY BSD. Banyak tantangan yang kulalui ketika belajar di Berklee. Tahun 2018 aku pindah kota dua kali (Boston ke Atlanta; Atlanta ke Los Angeles) dan banyak sekali proses adaptasi. Banyak sekali bantuan Tuhan bagiku. Boston City Blessing Church punya cabang di New Hampshire jadi aku bisa melayani dua kali sehari. Kalau ada yang ingin berkarir di bidang musik, harus mampu menjalin koneksi sebanyak mungkin. Aku beruntung bisa Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 85

85

29/09/19 17.09


Pinar Toprak (Captain Marvel)

Podcast Team (Robert Kraft, Steven Price, me, Kenny Holmes)

mendapatkan rekomendasi untuk aplikasi visa dari orang-orang besar di industri. Contohnya Shin Miyazawa (music engineer untuk komposer Thomas Newman), DOCSKIM (producer band Korea Selatan, BTS), Robert Kraft (former president of Fox Music). Ketekunan sangatlah penting sebagai orang Kristen, apalagi dalam industri musik. “It’s all about timing and luck.” Semua orang pasti punya talenta, tapi tidak semua orang punya sikap yang benar. Di sini waktu Tuhanlah yang menentukan. Harus belajar berserah dan bersandar pada Tuhan. Pelajaran lain yang aku dapatkan adalah selalu siap membantu orang lain dan jangan malu untuk minta bantuan. “Good music comes from great collaborations.” Bosku sekarang, Robert Kraft, dulu adalah President Fox Music dari 1994 hingga 2012. Di tahun 2017 Robert diundang Berklee LET THE CHILDREN COME


College of Music untuk promosi documentary yang dia produksi dan untuk menghadiri kelas film scoring kami. Aku benar-benar sangat kagum dan aku merasa suatu hari aku akan bekerja dengan dia. Dari cara Robert menceritakan tentang pengalaman hidupnya, aku sangat kagum dan terinspirasi. Usai pertemuan aku pun tetap membina hubungan dengannya. Setelah lulus, aku banyak sekali mengirim ‘cold email’ ke orang-orang besar dalam industri film dan komposer-komposer. Akhirnya aku mendapat tawaran di Atlanta menjadi asistennya youtuber Rick Beato. Tetapi, aku tahu panggilanku sebenarnya ada di Los Angeles. September 2018, Tuhan memimpin aku untuk memutuskan pindah ke LA, dan di sana aku mulai menghubungi lagi orang-orang baru, salah satunya Robert. Sangat kebetulan, Robert baru pindah kantor dan aku diminta mencoba kerja sama selama satu minggu. Ternyata dia suka cara kerjaku. Dari sana, aku jadi bisa bertemu komposer-komposer dan orang-orang yang aku kagumi, karena banyak di antara mereka pasti pernah bekerja dengan Robert. Salah satu proyek kami adalah sebuah podcast yaitu Score: The Podcast dimana kami mewawancara komposer film terkenal Justin Hurwitz (La La Land, Whiplash), Pinar Toprak (Captain Marvel), Benjamin Wallfisch (Shazam!), Joe Trapanese (The Raid), John Ottman (Bohemian Rhapsody), dan lain-lain. Robert adalah penanggung jawab musik di film Titanic, Avatar, Little Mermaid, dan lain-lain. Jumlah film yang sudah dikerjakan Robert di sepanjang hidupnya selalu mengingatkan saya untuk bersyukur atas pekerjaan ini. Aku bekerja keras di Amerika karena aku tahu panggilanku memang di sini. Sungguh semuanya ini boleh terjadi hanya karena berkat dan anugerah Tuhan saja.

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 87

87

29/09/19 17.09


“ My main ambition in life is to be on the devil’s most wanted list “

Leonard Ravenhill (18 Jun 1907 – 27 Nov 1994) Leonard Ravenhill adalah penginjil kelahiran Inggris. Ia belajar sejarah gereja dan melihat hal ikhwal kelahiran gereja yang hebat di masa gereja mula-mula. Apa yang dipelajarinya itu membakar semangatnya untuk menyadarkan umat Kristen bahwa kekristenan harus bangkit. Bukunya Why Revival Tarries menjadi acuan banyak gereja yang mempengaruhi kebangkitan spiritual gereja. Khotbahnya begitu menggugah sehingga banyak orang menyerahkan hidupnya kepada Kristus setelah mendengarkan khotbahnya.

88

LET THE CHILDREN COME


Orang Indonesia sangat toleran. Itu kerukunan otentik. Tapi beberapa tahun terakhir ini masuk radikalisme. Ada golongan-golongan radikal mempengaruhi Islam yang toleran itu. Ini bukan keprihatinan Kristen saja. Ini keprihatinan pemimpin, Islam juga. Jadi harap digaris-bawahi, kalau ada masalah intoleransi itu bukan soal agama tapi soal mereka yang setia dengan Pancasila versus mereka yang tidak setia. Ironisnya, sekarang ini yang mempopulerkan perdaperda syariah malah partai-partai berideologi kebangsaan.

“ Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe (Saat diwawancarai oleh ‘NAFIRI’ edisi September 2013)

Nafiri OKTOBER 2019

89


Jiska:

“Tuhan itu Sangat Baik”

LET THE CHILDREN COME


/ EDNA C. PATTISINA/

Kalimat itu berkali-kali dikatakan Jiska, saat Nafiri berbincang-bincang di rumahnya, di kawasan Nusa Loka-BSD, Minggu (25 Agustus 2019). Jiska bukan sedang membicarakan tentang rejeki yang baru diterimanya. Perempuan yang lahir 4 April 1973 ini sedang bercerita tentang pengalamannya ketika mengalami kanker payudara. Ada masa-masa gelap yang ia lewati sejak tanggal 20 Desember 2016 ketika ia mengetahui ada tumor di payudaranya. Sukacita Natal ia sambut dengan operasi pengangkatan tanggal 23 Desember. Menjelang operasi, Jiska sudah pasrah. Ia membiarkan saja Tuhan yang mengatur sakitnya itu. Saat siuman dari operasi, teman-teman KW GKY BSD telah berkumpul di samping tempat tidurnya. Sebagian tampak mengucurkan air mata. Rupanya, dokter telah memberi tahu kalau tumornya ganas. Tapi Jiska

tidak bergeming. Ia memutuskan untuk menjalani saja proses yang diberikan Tuhan padanya. “Oh Tuhan, apa yang Tuhan inginkan dalam diri saya. Kalau Tuhan inginkan saya harus sakit ini, Tuhan yang kuatkan,” doa Jiska saat itu. Tidak mudah buat seorang manusia untuk menerima semuanya dari Tuhan. Ketika Tuhan memberikan berkat berupa kesehatan, rejeki, karir, sekolah, dan jalan-jalan; biasanya kita tidak lupa bersorak memuji Tuhan. Seruan ‘Tuhan baik’ menjadi kesaksian yang terus menerus kita kumandangkan dengan bangga: mulai dari percakapan sehari-hari, pertemuan CGF, hingga di media sosial. Akan tetapi, ketika sesuatu yang kita anggap jelek yang Tuhan berikan, reaksi kita tentu membutuhkan kasih karunia Tuhan berupa iman.

Nafiri OKTOBER 2019

91


Jiska mengakui, perjalanannya juga tidak mudah. Pascaoperasi ia tekun berdoa supaya ia tidak usah ikut kemoterapi. Berbagai informasi di WA group para penderita kanker, serta cerita-cerita membuatnya takut. Sementara, Jiska juga mengalami masalah dana. “Chemo aja saya takut, apalagi kalau pakai BPJS,” kata Jiska membayangkan kemungkinan kerumitan prosedur yang harus dijalani. Akibatnya, ia terus mengulur waktu. Dokter telah menjadwalkan untuk terapi tersebut, tapi ia terus menunda. Alasannya, ia belum dapat jawaban dari Tuhan. Jiska percaya, kalau Tuhan memang menyuruhnya untuk kemoterapi, Tuhan pasti akan menyiapkan. Dalam kegalauan itu, suaminya Andy Hardjono rupanya menemukan kalau polis asuransinya di kantor memberikan fasilitas kemoterapi. Begitu mendapat informasi ini, Jiska merasa mendapat jawaban dari Tuhan. Ia segera bertemu dokter dan menyatakan, siap kemoterapi. “Puji Tuhan, semua terlewati,” kata Jiska. Ketika harus operasi angkat indung telur tahun 2017, Jiska telah siap menggunakan fasilitas BPJS. Ia sempat tegang karena dengan sistem yang ada: belum tentu dapat obat, dan jadwalnya kerap kali agak lama, bahkan tertunda-tunda. Memang jadwal operasinya di RS Dharmais sempat tertunda karena hari libur.

Photo : Jiska setelah kemo

92

LET THE CHILDREN COME

Namun, ketika akhirnya mendapat jadwal untuk operasi, Jiska merasakan bagaimana Tuhan membuka jalan. “Jam delapan tiga puluh saya dipanggil, jam sembilan sudah masuk kamar. Temanteman di WAG (WhatsApp group) sampai heran.” Dengan ringan, Jiska berkomentar, “Anak sholeha, minta pada Bapa (dan diberi kelancaran).” Ia mengatakan, dalam perjalanan sakitnya itu memang ia beberapa kali merasa jatuh. Akan tetapi, ia selalu yakin, Tuhan pasti akan memberi kekuatan. “Puji Tuhan, Dia luar biasa.”


Sangat Sayang Jiska mengatakan, ia sendiri tidak tahu dari mana asalnya iman itu. Sejak kecil, keluarganya memang telah Kristen dan cukup aktif di gereja. Jiska kecil pun percaya bahwa Tuhan sangat baik dan sangat sayang padanya. Hal ini kemudian dibangun dan diperkuat oleh saat teduh yang ia terus lakukan setiap hari. “Saya lebih senang dengar lagu-lagu pujian sebenarnya,” katanya. Bahkan, sampai hal-hal yang kecil dalam kehidupan sehari-hari pun Jiska mengandalkan Tuhan. Salah satu hal yang unik adalah soal bangun pagi kalau ada keperluan. Malamnya, Jiska berdoa meminta agar Tuhan membangunkannya. Hal ini terpenuhi keesokan paginya. “Kayak ada yang ngebangungin gitu,” katanya. Hal ini bahkan berkembang ketika ia dan Andy masih pacaran. Dengan uang yang pas-pasan mereka berdoa minta agar Tuhan memberikan rumah yang uang mukanya bisa dicicil. Kebetulan, ada pameran rumah BSD. Permohonannya ini terpenuhi. Bahkan, belakangan karena bank tempat ia mengambil KPR mau ditutup, bank yang baru malah memberikan cicilan tanpa bunga selama sisa enam tahun. Hal yang sama terjadi saat ia hendak membeli mobil karena rumah yang jauh. Uangnya hanya tersisa Rp3,5 juta. Kebetulan, ada teman yang memberi tahu ada mobil yang hendak dijual karena si empunya dapat mobil kantor. Mobil yang baru dibeli seharga puluhan juta itu bisa diperoleh Jiska dengan cicilan Rp500 ribu per bulan. Jiska bahkan terheran-heran saat ia melahirkan anak pertamanya tahun 2000. Saat itu, uang di tangan hanya Rp5 juta. Pasalnya, anak mereka yang pertama, Hosea Philipian direncanakan lahir bulan November. Tapi karena ada masalah pada detak jantung, waktu operasi dimajukan sebulan. Biaya yang harus disediakan Rp15–20 juta. Usai melahirkan, selain bersyukur atas kesehatan anaknya, Jiska terus bertanya pada suster tentang biaya. Ternyata saat keluar, ia menerima tagihan pas Rp4,5 juta. “Sampai sekarang saya tidak tahu bagaimana bisa itu terjadi,” katanya.

Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 93

93

29/09/19 17.09


Gersang Tentunya, sebagai manusia Jiska juga mengalami naik dan turun. Sejak muda aktif di pelayanan, terutama jadi guru sekolah minggu, Jiska berhenti saat ia hamil anak kedua. Saat hamil anak perempuan yang kemudian diberi nama Josephine Vania Hardjono ini Jiska banyak muntah-muntah. Kondisi badannya tidak fit, bahkan hingga ia saat melahirkan tahun 2008. Belakangan, Jiska juga terlampau sibuk mengurus keluarganya. Akibatnya, pelayanan guru sekolah minggu yang ia jalani di GKY BSD sejak atestasi masuk tahun 2002 jadi terhenti. Secara rohani, walau rutin saat teduh, Jiska juga sempat merasa gersang. Jiska sebenarnya punya kelompok persekutuan doa oikumene dengan ibu-ibu yang satu sekolah dengan anaknya. Maksudnya, ia tetap rutin membaca Alkitab, akan tetapi rasanya seperti ada ganjalan. Ganjalan ini yang membuatnya merasa tidak lagi dekat dengan Tuhan. Kepekaannya terusik. Ia lalu mengevaluasi dirinya. “Nggak bener nih saya, Tuhan. Harus bagaimana ya?” keluh Jiska di tahun 2015. Ia lalu berinisiatif ikut Komisi Wanita di GKY awal tahun 2016. Ini hal baru buat Jiska. Jiska merasa sangat menikmati persekutuan di KW; tidak hanya merasakan grup KW yang solid, tetapi juga merasa diperbaharui. Ketika ia harus menghadapi vonis kanker; dukungan gereja, teman-teman persekutuan doa oikumene, dan teman-teman KW yang menguatkannya. “Saya dikuatkan mereka bahwa Tuhan pasti akan terus mengasihi saya, apa pun yang terjadi. Di situ saya sadar, kalau orang nggak punya Tuhan, dengan mudah dia akan putus harapan,” cerita Jiska. Seorang teman juga membuat Jiska terdorong untuk membaca Alkitab dari depan sampai belakang. Saat itu, dia diajak untuk membaca Alkitab sebanyak lima pasal sehari. Walau rutin saat teduh, Jiska yang baru saja menjalami terapi chemo yang pertama, masih merasa tidak berani berkomitmen. Namun, temannya mengatakan bahwa dia yakin kalau Tuhan sendiri yang membawa nama Jiska padanya. Jiska pun memulai membaca dari Perjanjian Baru. Dan kini, ia sudah menamatkan membaca seluruh Alkitab. “Ketika kita mengandalkan diri kita, Tuhan hajar lagi. Dulu saya suka heran, kenapa orang Israel tegar tengkuk. Tapi sekarang saya sadar, saya juga kadang keras kepala,” katanya. 94

LET THE CHILDREN COME


Kembali Proses penyembuhan Jiska ternyata dipakai Tuhan untuk mempersiapkannya kembali lagi dalam pelayanan sebagai guru sekolah minggu. Josephine juga jadi lebih mandiri. Walau demikian, tidak mudah juga bagi Jiska untuk segera menjawab pertanyaan Laoshi Dessy. “Kapan kembali lagi ke sekolah minggu?” Jiska kembali bertanya pada Tuhan. Apalagi, setelah operasi di rahim, ia merasa tidak kuat harus menggendong-gendong anak bawah tiga tahun yang selama ini menjadi murid-muridnya. Tapi lalu Tuhan berbicara padanya, “Selagi kamu punya kesempatan melayani … layanilah.” Saat wawancara dengan Nafiri dilakukan, ia baru saja pulang menjadi usher, sebuah aktivitas dua bulan sekali. Sore itu, ia sudah harus siap-siap untuk mengajar anak-anak di sekolah minggu. Kadang-kadang muridnya sedikit, tapi kerap juga bisa banyak. Walau sekelas murid hanya tiga orang, setiap anak harus diperhatikan. Sebulan sekali dia juga menyempatkan diri mengunjungi anak-anak sekolah minggu.

Tujuannya, supaya lebih mengenal anak dan keluarganya. Melayani Tuhan memang adalah kesempatan yang luar biasa. Membayangkan diri kita yang penuh dengan berbagai kekurangan dan kemampuan, tetapi Tuhan yang Maha Segalanya ingin memakai kita, rasanya luar biasa. Jiska pun kini menceritakan pelayanannya dengan berbinar-binar. “Tuhan itu sangat baik,” katanya lagi. Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 95

95

29/09/19 17.09


Orang Samaria ... Di Mana Mereka Sekarang? LET THE CHILDREN COME


/ ANTON UTOMO / Semua orang Kristen pasti tak asing dengan frasa “Orang Samaria”, karena paling tidak ada tiga kali perjumpaan atau perumpamaan yang Yesus kisahkan tentang mereka. Semuanya meninggalkan kesan positif, berbeda dengan kenyataan relasi buruk mereka dengan “Orang Yahudi” sebagai penduduk mayoritas di tanah Palestina saat itu. Siapakah bangsa/orang Samaria? Bagaimana asalusul mereka yang kerap disebut “Yahudi yang lain” ini? Dan apakah sekarang mereka masih ada?

BERPISAH UNTUK SELAMANYA Sampai Salomo mendirikan Bait Allah dan memerintah sebagai raja Israel, dua belas suku Israel masih bersatu dalam naungan sebuah negeri kuat peninggalan Raja Daud. Perpecahan terjadi setelah Salomo berpulang, meninggalkan kerajaan Israel di Utara dan Yehuda di Selatan. Sepuluh suku menobatkan Yerobeam menjadi raja di Israel dengan ibu kota Sikhem (sekarang Nablus di Tepi Barat, Palestina). Dua suku sisanya, suku Yehuda dan Benyamin, mengangkat Rehabeam, anak Salomo, menjadi raja di Yerusalem, ibu kota Yehuda. Kedua kerajaan itu kemudian melintasi jalan sejarah yang berbeda. Israel, seperti dikisahkan dalam kitab 2 Raja-Raja, “... hidup menurut segala dosa yang dilakukan Yerobeam.” Akibatnya, Tuhan ‘membiarkan’ bangsa Asyur menaklukan Israel pada 722 SM, memusnahkan dan mengusir penduduknya ke berbagai tanah jajahan lain. Kerajaan Yehuda di Selatan masih bertahan sampai 150 tahun kemudian (568 SM), sebelum akhirnya dikuasai oleh Nebukadnezar, raja Babel. Penduduk Yehuda juga mengalami nasib sama, ‘diangkut’ ke negeri penjajah. Nafiri OKTOBER 2019

97


Kapan bangsa Samaria ‘berpisah’ dari arus utama Yahudi? Beragam teori muncul, tergantung di pihak mana kita berdiri. Menurut orang Yahudi, Samaria adalah bangsa asing yang ditempatkan penakluk Asyur saat Kerajaan Utara (Israel) diruntuhkan dan tanahnya menjadi kosong. Namun bagi bangsa Samaria, mereka adalah sisa-sisa Israel yang tidak turut terusir dari tanah airnya. Bahkan, sesuai arti namanya, Samaria adalah “penjaga (Taurat)”. Sampai kini, kitab suci mereka hanyalah lima kitab Taurat, dengan beberapa perbedaan dengan Taurat Yahudi. Orang Samaria tidak mengakui kitab-kitab Yahudi yang muncul setelah masa pembuangan, seperti Talmud.

Di mata orang Samaria, justru bangsa Yahudi yang kembali dari pembuangan adalah bangsa yang telah tercemar kemurniannya karena mereka membawa pulang nilai-nilai bangsa kafir penjajah. Pada masa Ezra dan Nehemia, perseteruan antara orang Samaria dan Yahudi semakin tajam. Ezra mengecam keras perkawinan campur yang terjadi pada orang Yahudi, praktik yang biasa dilakukan orang Samaria dengan bangsa lain di sekitar mereka. Nehemia menolak ‘bantuan’ orang Samaria saat membangun kembali tembok Bait 98

LET THE CHILDREN COME


Allah yang runtuh. Kemudian, orang Samaria akhirnya mendirikan Bait Allah mereka sendiri di lereng Bukit Gerizim, sekitar empat puluh kilometer dari Yerusalem. Sejak saat itulah, perpecahan semakin meruncing, terus bertahan berabad-abad sampai pada masa Tuhan Yesus, bahkan sampai masa-masa sekarang. ORANG SAMARIA DI MATA YESUS Walaupun dianggap sebagai bangsa terbuang oleh orang Yahudi, namun kisah Yesus dengan orang-orang Samaria selalu memberikan kesan positif kepada pendengarnya. Mari simak lagi kisah tentang sepuluh orang kusta. Dari sepuluh penderita kusta yang ditahirkan Yesus di perbatasan Samaria-Galilea, hanya satu orang yang kembali, tersungkur di depan kaki Yesus dan bersyukur kepada-Nya. Lukas secara cermat menuliskan: Orang itu adalah seorang Samaria. Orang Samaria yang ‘sesat’ di mata orang Yahudi ternyata lebih tahu berterima kasih ketimbang sembilan kawannya yang lain.

Kisah lainnya tentang pertemuan Yesus dengan wanita Samaria di tepi sumur di Kota Sikhar, di dalam wilayah Samaria. Bagi para murid yang datang belakangan, apa yang terjadi sungguh mencengangkan mereka. Guru mereka yang terhormat sedang duduk bercengkerama dengan seorang wanita. Lebih mengherankan lagi, ia wanita Samaria! Sebelumnya, Injil Yohanes menegaskan kembali hubungan antara orang Yahudi dan Samaria dengan deskripsi singkat yang tegas: Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Namun, apa yang Yesus lakukan? Bukan hanya berbicara dengan wanita Samaria, Nafiri OKTOBER 2019

99


ia bahkan kemudian menerima undangan penduduk kota itu untuk bermalam dua hari lamanya. Wanita Samaria yang mengajak penduduk kotanya untuk menemui Sang Juru Selamat pemberi Air Kehidupan yang kekal, di kemudian hari akan dikenang sebagai salah satu misionaris pertama di dunia. Dalam tradisi Katolik ia bernama Photini (artinya: bersinar) dan ditahbiskan menjadi seorang santa.

Kisah ketiga tentang orang Samaria adalah perumpamaan Yesus yang begitu dalam menyentuh hati setiap orang percaya, karena kasih kepada sesama telah ditampilkan dengan sempurna oleh “Orang Samaria yang murah hati� (The Good Samaritan). Mungkin sepanjang sejarah kekristenan, inilah salah satu perumpamaan yang paling banyak diceritakan, direnungkan, ditampilkan dalam role play dan film, bahkan ditafsirkan dengan mendalam. Origen, seorang bapa gereja yang sangat produktif dalam berkarya, membuat alegori yang begitu detail tentang kisah ini: orang yang dirampok adalah Adam, Yerusalem adalah surga, Yerikho adalah dunia, perampok adalah Iblis, imam adalah hukum, Lewi adalah nabi-nabi, dan orang Samaria adalah Kristus. Lebih jauh lagi: luka-luka adalah ketidaktaatan, penginapan adalah gereja, dan janji orang Samaria yang akan datang lagi adalah lambang kedatangan Yesus yang kedua. Walaupun 100 LET THE CHILDREN COME


di kemudian hari banyak teolog yang tak sepakat dengan alegori yang cenderung berlebihan ini, namun faktanya kisah ini begitu membekas bagi setiap orang percaya. Nama “Good Samaritan” diabadikan untuk banyak rumah sakit, lembaga donor, pasal hukum, lukisan, sampai film seri TV.

Di tengah perseteruan orang Yahudi dengan orang Samaria yang begitu mendalam, Yesus sebagai orang Yahudi tidak turut membenci orang Samaria, bahkan dalam pesan-Nya kepada para murid, “… dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Filipus taat pada perintah ini, sehingga ia pergi ke kota di Samaria untuk memberitakan Mesias di sana. Petrus dan Yohanes pun pernah diutus oleh para rasul di Yerusalem untuk memberitakan Injil ke tanah Samaria, karena ada kabar mereka telah menerima firman Allah. MENJALANI SEJARAH YANG TAK BERPIHAK Bila bukan karena kuasa Allah, sesungguhnya bangsa Samaria sudah punah dari muka bumi. Seratus tahun sebelum kelahiran Kristus, Bait Allah mereka di Bukit Gerizim dihancurkan oleh pasukan yang dipimpin oleh John Hyrcanus, imam Yahudi yang juga seorang pemimpin Makabe (pemberontak Yahudi). Kemudian, pada masa Byzantium, orang Samaria sempat mencapai sejuta jiwa. Sebagian dari Nafiri OKTOBER 2019

101


mereka menjadi Kristen, karena bertobat atau dipaksa oleh hukum Byzantium. Tak tahan ditindas beberapa penguasa Byzantium yang semakin kejam, mereka melancarkan pemberontakan yang dengan mudah dikalahkan. Puluhan ribu mati dan lainnya diperbudak. Pada masa kerajaan Islam mulai berkuasa, awalnya orang Samaria diperlakukan seperti Yahudi dan Kristen yang boleh beribadah sesuai imannya namun harus membayar pajak. Namun, seiring berjalannya waktu, pada masa Turki Ottoman, sebagian besar dipaksa berpindah iman atau terusir dari tanah mereka. Pada titik nadirnya, di awal abad dua puluh ketika perang dunia berkecamuk, jumlah mereka hanya tinggal seratus jiwa, terdiri dari empat keluarga besar yang masih bertahan sampai saat ini. ORANG SAMARIA KINI Orang Samaria saat ini hidup terjepit di antara dua kubu yang bermusuhan. Nablus/ Sikhem, tempat mayoritas orang Samaria tinggal, terletak di Tepi Barat yang terus diperebutkan Palestina dan Israel. Joseph Cohen, seorang Samaria berusia 56 tahun, menceritakan pengalaman dramatisnya saat terjadi Intifada Kedua. Saat itu ia sedang mengendarai mobil menuju rumahnya di Nablus. Sesaat sebelum tiba ke rumah, dua orang pemuda Palestina menembaki mobilnya dan peluru sempat mengoyak tubuhnya. Darah mengucur seperti air. Dalam kepanikan, ia melarikan mobilnya ke arah tentara Israel. Tentara Israel berteriak-teriak menyuruhnya berhenti. Tak berapa lama kemudian, berondongan tembakan tentara Israel menyasar mobilnya. “Mungkin hanya beberapa orang di dunia ini yang ditembaki Israel sekaligus Palestina dalam selang beberapa menit saja!” keluh Cohen setelah ia berhasil selamat dari peristiwa mengerikan itu, “tapi, itulah kenyataan hidup yang harus kami terima setiap hari.”

102 LET THE CHILDREN COME


Joseph Cohen adalah satu dari 810 orang Samaria yang tersisa saat ini (Sensus 2018). Kini jumlah mereka sedikit demi sedikit mulai meningkat. Dari jumlah penduduk yang mungkin hanya sebanyak satu klaster di BSD itu, mereka tersebar di dua kota. Di Nablus, sebagai kota tradisional tempat Bait Allah mereka dulu berdiri, dan di Kota Holon, dekat Tel Aviv, Israel. Mereka tetap memelihara tradisi sebagai ‘penjaga Taurat Musa’, beribadah dengan ritual yang telah berusia ribuan tahun. Walau jumlah mereka amat sedikit dan hidup dalam jepitan bahaya, Tuhan terus memelihara mereka. Inilah rahasia yang tak terselami oleh nalar manusia.

Sumber: 1. https://en.wikipedia.org/wiki/Samaritans 2. https://www.britannica.com/topic/Samaritan 3. https://www.bible-history.com/Samaritans/SAMARITANSJesus_and_the_ Samaritans.htm 4. https://en.wikipedia.org/wiki/Samaritan_woman_at_the_well 5. https://en.wikipedia.org/wiki/Parable_of_the_Good_Samaritan

Nafiri OKTOBER 2019

103


Workshop drama

Bukan acting doang...

Salah satu bentuk pelayanan kreatif (creative ministry) di gereja GKY BSD adalah pementasan drama, terutama pada event-event khusus misalkan Natal dan Jumat Agung hingga Paskah. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kreatif ini, bidang ibadah GKY BSD mengadakan workshop drama untuk membekali para pemain drama, penulis skenario, sutradara, penata rias dan kostum, penata musik dan semua saja yang memiliki interest di bidang pelayanan ini. Workshop yang dirancang dalam 3 kali kelas pertemuan ini dibawakan oleh Bapak Drs. Gandadinata Thamrin, MM., MA., MA., D.Min., dosen mata kuliah Performing Arts dan Pengantar Estetika & Seni Universitas Pelita Harapan (UPH) Lippo Village, Tangerang dengan tema: Perencanaan, Strategi, dan Pelatihan Manajemen Skit. 104 LET THE CHILDREN COME


Mengapa tema ini penting dalam sebuah drama? Untuk membangun cerita dan karakter tokoh utama, dibutuhkan durasi yang cukup panjang, yang bisa memakan waktu diatas 1 jam (drama teater biasanya antara 1,5 - 3 jam). Dalam gereja, drama pendek (Skit) sekarang ini sangat diperlukan agar durasinya tidak melebihi waktu khotbah. Di sinilah strategi manajemen Skit berperan penting untuk meringkas durasi yang panjang menjadi pendek. Materi dalam workshop ini berkisar tentang dasardasar estetika drama (filsafat seni) dan cara bagaimana membuat drama pendek yang baik. Selain itu juga dijelaskan apa yang harus dilakukan penulis skenario dan sutradara dalam membuat Skit, penggunaan situasi konflik, penggunaan bagan eksposisi, komplikasi, krisis, dan resolusinya.

Nafiri OKTOBER 2019

105


Karena sebuah drama melibatkan banyak pendukung, workshop ini juga menjelaskan dasar tarian dan make up, 8 tip akting yang baik, penggunaan mood, freeze, slowmo dan penggunaan akting simbolik serta tata letak panggung dan lainnya. Semoga dengan workshop ini tim creative ministry GKY BSD memiliki skills yang semakin baik untuk berkarya dan melayani lewat talenta berkesenian yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Semua hanya untuk kemuliaan-Nya • / Titus Jonathan / 106 LET THE CHILDREN COME


Nafiri OKTOBER 2019

107


emaja: Camp Komisi R ion Divine Direct

LET THE CHILDREN COME


4-6 Juli 2019 @Lembah Asmarandana Private Camp


LET THE CHILDREN COME


Fotografer: Ardya Kristina


Peneguhan Pengurus Periode 2019-2020 04 Agustus 2019

LET THE CHILDREN COME


rus 20


C-Talk

114 LET THE CHILDREN COME


Nafiri OKTOBER 2019

115


A NXIE TY Rejoice in the Lord always. I will say it again: Rejoice! Let your gentleness be evident to all. The Lord is near. Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God. And the peace of God, which transcends all understanding, will guard your hearts and your minds in Christ Jesus. Philippians 4: 4–7

/ SARAH AMANDA PALILINGAN /

LET THE CHILDREN COME


A

s human being, it’s in our nature to always respond to threat. However, the threats aren’t always real problems. Sometimes, the threats we’re overly worry about are impossible scenarios that trick us into thinking things won’t work out the way they’re supposed to. Feeling overly anxious can be dangerous to our mental health. People living with depression and anxiety disorder are proven to have abnormal functioning of the amygdala, an almond-shape set of neurons deep in our temporal lobe that plays a key role on processing our emotion. This explains how hard it is for people who experience anxiety to stay calm and positive on a day to day basis. The only solution we need for our anxiety is the assurance that everything is going to be alright. Nonetheless, we live in a sinful world and as humans, we’re incapable of controlling anything or anyone other than ourselves. In conclusion, no matter how much we try to prepare for the worst, the future isn’t for us to foresee and comprehend. In one of His sermon Jesus exclaimed, “Therefore I tell you,

do not be anxious about your life, what you will eat or what you will drink, nor about your body, what you will put on. Is not life more than food, and the body more than clothing? Look at the birds of the air: they neither sow nor reap nor gather into barns, and yet your heavenly Father feeds them. Are you not of more value than they?” (Matthew 6: 25–26). Ironically, anxiety is a predominant issue faced by believers. When we’re anxious, we don’t trust God enough to take control of our life. We’d rather lean on our own knowledge and behavior on fighting our worries. On the passage, Jesus told the disciple to fight anxiety by emphasizing their values on the eyes of the Lord. As His children, we often forgot how precious we are in the His eyes. When Jesus died on the cross, those who believe in Him are “adopted” as sons and daughters of God. Our identities aren’t the only thing that changed, our mind and heart should be renewed into faith avnd understanding that we will always be taken care of, provided, protected, and loved by God.


Cast all your anxieties on him, because he cares for you. 1 Peter 5: 7 God never says that believers are immune to fears and anxieties. God acknowledge our lack of faith in Him and commanded us to bring our anxiety to Him. God loves us so much it hurts Him to see us sinking in our own thoughts filled with insidious scenarios, which don’t even come close to the blessings and grace He has in store for us! He wants us to bring all our fears and worries on prayers to Him, not consult our fears with our own vain efforts.

So do not worry, saying, ‘What shall we eat?’ or ‘What shall we drink?’ or ‘What shall we wear?’ For the pagans run after all these things, and your heavenly Father knows that you need them. But seek first his kingdom and his righteousness, and all these things will be given to you as well. Matthew 6: 31–33

LET THE CHILDREN COME


Other than bringing our anxiety to God, Jesus advised us to shift our focus from worldly issues to eternal things. To “seek his kingdom and his righteousness,” means to maintain our relationship with God along with learning and reflecting on His words. It does not stop there, seeking God’s kingdom also means we act on what we believe in, this includes trusting God on every aspect of our lives. When we prioritize seeking eternal values in our life, we’ll learn to be rest assured that we have an almighty God to cling on to. The time we waste on worrying and making up scenarios in our heads should be allocated to trying our best as well as consulting our emotional turmoil to God in our prayers. One of the things that helped me overcome my own anxiety is reminding myself that whatever happens, good or bad, the Spirit that led Israel out of Egypt, the Spirit that strengthened Jesus on the cross, is the same Spirit that lives in me this very second. If my God can make the blind see, transform water into wine, and calm the raging storm, then He surely can ease my anxious heart. Although the hardest battle often happens in our mind, let’s not armor ourselves with our own understanding or “what ifs”, but on the one who had knitted us in the womb and paved our past, present, and future. ***


“我年老时,求主保护我 我年老时,求主保护我”

诗篇 71 篇 诗篇 71 篇 年老的时候是什么样子?变成老年人时 大家感 年老的时候是什么样子?变成老年人时 大家感觉 篇 觉如何?面对年老的时候 一般人会觉得很担心 不知 什么事情会发生。每个人一定希望有美好的未来 越 面对年老的时候 一般人会觉得很担心 不知什么事情 老活得越好。年轻的时候已经劳苦了,大家感觉如何? 年老的时候我 老的时候是什么样子?变成老年人时 每个人一定希望有美好的未来 越老活得越好。年轻的 就应该享受嘛。但是这情况不是一个定理 也不是一 的时候 一般人会觉得很担心 不知什么事情会发生。 经劳苦了, 年老的时候我就应该享受嘛。但是这情况 个绝对的保障。 定希望有美好的未来 越老活得越好。年轻的时候已 就像以色列的第二位国王。大卫王从年轻是个特 个定理 也不是一个绝对的保障。 别勇敢的英雄。他为了以色列国尽心尽力地打仗。结 120 LET THE CHILDREN COME , 年老的时候我就应该享受嘛。但是这情况不是一 果 以色列变成一个强大的国家 大卫王本人也成为一 也不是一个绝对的保障。 就像以色列的第二位国王。大卫王从年轻是个特 位非常光荣的国王。


诗篇 71 篇

生活上各种各样的问题经常把我 是,如果我们投靠主耶稣的话 最初我们说:“主, 我有巨大 后来我们会说 “问题, 我有

年老的时候是什么样子?变成老年人时 大家感 觉如何?面对年老的时候 一般人会觉得很担心 不知 / Aysha Sukirdjadjaja / 什么事情会发生。每个人一定希望有美好的未来 越 陈淑颜作者 老活得越好。年轻的时候已经劳苦了, 年老的时候我

就应该享受嘛。但是这情况不是一个定理 也不是一 个绝对的保障。 就像以色列的第二位国王。大卫王从年轻是个特 别勇敢的英雄。他为了以色列国尽心尽力地打仗。结 果 以色列变成一个强大的国家 大卫王本人也成为一 位非常光荣的国王。 尽管大卫王已经敢于斗争,敢于获胜, 但是他 年老的时候却还面对一些困难。让大卫王最难过的就 是他自己的儿子 押沙龙 向他展开了狂风暴雨似的 攻击 使大卫王不得不要离王宫逃跑。大家能体会大 卫王所经历的吗 ?

年老的时候,大家有什么事情使你们难过,担心 ,或者失望?年老体弱,容易生病, 不能继续工作, 不能继续做生意 那怎样承担生活费用? 思想包袱, 思想不对头,思想自由泛滥: “ 有没有人愿意照顾 我? 孩子们会不会向父母报恩?” 心里很不安宁, 心中很多的不满,十分愁闷, 憋得难受;等等。 大家怎么面对这样的情况?我们要从诗篇 71 篇 向大卫王学习怎样面对年老时的问题。大卫王依靠神 以神的品质。他自幼以来已经依靠了耶和华。他与日 俱增对神有信心 大卫王又认识又相信神就是至高者 Nafiri OKTOBER 2019 121 ,所有的能力是在祂的手里。大卫王理解他的一生是 神保守的。他把他的生命一直放在神全能的手里。


不能继续做生意 那怎样承担生活费用? 思想包袱, 思想不对头,思想自由泛滥: “ 有没有人愿意照顾 我? 孩子们会不会向父母报恩?” 心里很不安宁, 心中很多的不满,十分愁闷, 憋得难受;等等。 大家怎么面对这样的情况?我们要从诗篇 71 篇 向大卫王学习怎样面对年老时的问题。大卫王依靠神 以神的品质。他自幼以来已经依靠了耶和华。他与日 俱增对神有信心 大卫王又认识又相信神就是至高者 ,所有的能力是在祂的手里。大卫王理解他的一生是 神保守的。他把他的生命一直放在神全能的手里。

大家什么时候认识主耶稣基督?什么时候接受祂 成为你们的神并且你们的救主?什么时候依靠祂? 大 家向来都一直投靠主耶稣吗?还是你们有困难的时候 才找神, 才呼叫祂的名, 才开始觉得需要祂?因此 ,那个时候才祷告,才求求祂,才愿意依靠祂?神是 不是大家的自幼到老的依靠? 我们不可以临时抱佛脚 。需要神的时候才投靠 神, 不需要神的时候, 就把神忘掉。我们应该成为 忠实的信徒, 忠实地投靠主耶稣。 大卫王怎么保持他向神的信心呢?A)向神祷; )承认神 ,C) 赞美神。 大家要在这些方面加强纪律: 按照圣经自律向 神祷告,承认神, 赞美神。这样, 大家会保持你们 向主耶稣的信心, 使你们不只是活到老,而且永永远 远地依靠主耶稣。 投靠主耶稣的,就得到主耶稣所能做到的; 投靠人,就只能得到人所能做到的。 122 LET生活上各种各样的问题经常把我们吓得发抖。可 THE CHILDREN COME

是,如果我们投靠主耶稣的话 最初我们说:“主, 我有巨大的问题” 后来我们会说 “问题, 我有巨大的主。“


大家什么时候认识主耶稣基督?什么时候接受祂 成为你们的神并且你们的救主?什么时候依靠祂? 大 家向来都一直投靠主耶稣吗?还是你们有困难的时候 才找神, 才呼叫祂的名, 才开始觉得需要祂?因此 ,那个时候才祷告,才求求祂,才愿意依靠祂?神是 不是大家的自幼到老的依靠? 我们不可以临时抱佛脚 。需要神的时候才投靠 神, 不需要神的时候, 就把神忘掉。我们应该成为 忠实的信徒, 忠实地投靠主耶稣。 大卫王怎么保持他向神的信心呢?A)向神祷; )承认神 ,C) 赞美神。 大家要在这些方面加强纪律: 按照圣经自律向 神祷告,承认神, 赞美神。这样, 大家会保持你们 向主耶稣的信心, 使你们不只是活到老,而且永永远 远地依靠主耶稣。 投靠主耶稣的,就得到主耶稣所能做到的; 投靠人,就只能得到人所能做到的。 生活上各种各样的问题经常把我们吓得发抖。可 是,如果我们投靠主耶稣的话 最初我们说:“主, 我有巨大的问题” 后来我们会说 “问题, 我有巨大的主。“

Penulis lulus sebagai Sarjana Teologia dari SAAT Malang (th 2000) dan saat ini melayani sebagai Kids Pastor di GKBJ Taman Kencana, Cengkareng.

陈淑颜作者

Nafiri OKTOBER 2019

123


Taman Ketawa Edisi Oktober 2019 PAPA & MAMA Bu Endah si guru sekolah minggu terkejut bukan main ketika baru keluar dari ruang kelasnya melihat kakak beradik Tono dan Tini bertengkar hebat. Masing-masing mengomel sambil tunjukmenunjuk tanpa mau mengalah dengan suara keras. Bu Endah berusaha melerai kedua anak itu sambil berusaha mencari tahu apa penyebabnya mereka bertengkar. “Haduh … demi Tuhan ... berhenti ya …! Jangan ribut-ribut, ini kenapa ya?!” Tono tiba-tiba menoleh dan nyengir, “Ahh ... Laoshi ... kami cuma bermain kok ... ini lagi pura-pura jadi papa dan mama ....” Bu Endah: ??@#$!!&???!! MUKJIZAT Dokter Joyo berkata kepada pasiennya, “Pak Harto ... Anda sudah dinyatakan sembuh dari sakit yang cukup serius ini .... Ini adalah mukjizat Tuhan yang luar biasa, Anda patut bersyukur ….” Harto: “Waaahh ... mukjizat??? Kalau begitu saya tidak usah bayar ya Dok?” KOLEKTE Ketika kantong kolekte diedarkan dan Herman berniat memasukkan uang ke dalam kantong, Erik (empat tahun), anaknya yang duduk di sebelahnya, tiba-tiba nyeletuk, “Aku tidak usah dibayarin lho Pa … kan masih di bawah lima tahun ….”

124 LET THE CHILDREN COME


/ THOMDEAN /

LEBIH SUKA YANG MANA? Endah iseng-iseng bertanya kepada murid sekolah minggunya. Endah : “Susy, kamu lebih suka mana, sekolah hari biasa atau sekolah minggu ...?” Susy : “Sekolah minggu dong Bu ….” Endah : “Lho kenapa?” Susy : “Sekolah minggu kan cuma sekali seminggu ….” LEBIH SUKA YANG MANA? Nonika adalah seorang artis dan penyanyi terkenal yang baru saja kena serangan jantung dan diopname di rumah sakit. Tiba-tiba ia mendapat penglihatan: Tuhan berdiri di samping tempat tidurnya. “Oh Tuhan ... apakah aku akan mati?” katanya terbata-bata. Tuhan berkata, “Tidak sekarang Nonika .... Kamu punya waktu tiga puluh tahun lagi untuk hidup ….” Nonika terbangun lega dan berpikir, “Wah hidup ini jangan aku sia-siakan ….” Setelah keluar dari rumah sakit, dia memutuskan untuk menjalani operasi perbesaran payudara, pengurangan lemak di perut, hidung agar lebih mancung, bulu mata agar lebih lentik, alis ala minimalis, injeksi kolagen di bibir supaya terlihat lebih seksi, pipi dan dagu supaya terlihat lebih estetis, dan transplantasi rambut yang bisa berubah warna sesuai selera; pokoknya serba wow keren …! Hari itu dia selesai operasi dan keluar dari rumah sakit. Saat ia menyeberang jalan yang ramai dan matanya sibuk bercermin di hape-nya, sebuah ambulans tiba-tiba menabraknya sampai mati. Sampai di surga, Nonika bertemu Tuhan dan protes keras, ” Tuhan, bagaimana ini? Katanya aku punya tiga puluh tahun lagi untuk hidup???” Jawab Tuhan: “Lho, kamu siapa ya …?” (Adaptasi dari berbagai sumber) Nafiri OKTOBER 2019

NAFIRI OKT19_COMPILED.indd 125

125

29/09/19 17.12



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.