Menulis dengan Rasa dan Hati “menawarkan strategi agar semua orang bisa melakukannya�
Sulaiman Tripa
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Menulis dengan Rasa dan Hati/Sulaiman Tripa, Banda Aceh: Bandar dan Sikula Merangkai Kata, 2016 ix, 120 hlm, 14,8 x 21 cm Cover: Mustafha Cetakan Pertama, November 2016 Kerjasama Sikula Merangkai Kata dan Bandar Publihing Bandar Publishing Lamgugob, Syiah Kuala Banda Aceh, Provinsi Aceh Mobile Phone: 085360606071 E-mail: bandar.publishing@gmail.com ISBN: 978-602-1632-92-5
Isi buku ini diharapkan bermanfaat bagi banyak manusia. Silakan dikutip dengan menyebut sumbernya. Untuk mereproduksi sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk dan tujuan apapun, terlebih dahulu harus ada izin tertulis penerbit.
ii
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Ucapan Terima Kasih
Petikan tulisan-tulisan dalam buku ini, pada dasarnya berasal dari sejumlah diskusi dan catatan dalam berinteraksi dengan banyak orang. Baik bertatap muka langsung, melalui kelas menulis, media sosial atau email, yang menanyakan hal tertentu tentang menulis. Menulis berbagai hal, juga keinginan memperteguh tekad: ingin menulis secara konsisten. Terus-terang, saya banyak berhutang budi pada banyak orang atas upaya ini. Secara khusus, isteri saya, Yuli Suriani binti Ridwan, yang mengikhlaskan sebagian besar waktu yang saya gunakan untuk menyiapkan tulisan ini. Selain itu, teman-teman yang selalu memberi komentar atas tulisan-tulisan saya, yang semuanya –mohon maaf—tidak mungkin saya sebut satu persatu. Secara khusus, saya berhutang budi kepada Tgk. M. Adli Abdullah, Dr. Taqwaddin Husein, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Ph.D, Dr. Teuku Muttaqin Mansur, Cand. Dr. Mukhlisuddin Ilyas, dan teman-teman di Lapena Institute. Secara langsung atau tidak, saya banyak belajar dari sejumlah orang yang sangat penting, terutama di Serambi Indonesia (Yarmen Dinamika, Bukhari M. Ali, Ampuh Devayan, Nani HS, Arif Ramdhan, Asnawi Kumar), Murizal Hamzah (Media Kutaradja), Taufik Mubarak (Harian Aceh), dan teman-teman di Raja Post yang pernah memberi saya kolom. Saya berharap, kepingan dalam tulisan ini, walau bukan sesuatu yang sempurna, akan bermanfaat bagi kita semua. Ia lahir dari proses pertarungan kehidupan tiada henti. Dengan demikian, butuh masukan dan nasihat lebih banyak kepada saya.
iii
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Pengantar
Rasa syukur mendalam atas selesainya buku ini. Harapannya akan memberi manfaat kepada orang banyak. Tentu dengan segenap kelemahan dan kelebihannya. Buku yang dari segi materi, mungkin tidak sistematis. Pada dasarnya saya ingin menawarkan sesuatu yang barangkali bisa membantu memudahkan banyak orang untuk menulis. Buku ini sesungguhnya lahir dari semangat sederhana. Dengan latar belakang menulis secara otodidak, dan mendapatkan berbagai pengetahuan dan pengalaman juga secara otodidak, barangkali akan memudahkan orang-orang untuk memahaminya. Ada satu pertanyaan kecil yang mungkin hingga sekarang masih terbayang. Setelah mengikuti karya para penulis melalui surat kabar terutama, ternyata penulisnya tidak banyak yang dari kota. Istilah kota sesungguhnya ingin mencerminkan posisi yang dekat dengan pusat kekuasaan –sebuah titik yang diperkirakan banyak orang mendapatkan banyak kemudahan. Atas kenyataan demikian, lalu melalui diskusi-diskusi semakin memberi semangat, bahwa ternyata semua orang bisa melakukannya. Dari inilah kemudian semangat ini sedikit bertambah. Saya ingat, tulisan bagus secara kualitas, tidak diukur sekarang, melainkan nanti. Makanya menulis harus dilakukan sebagai proses tiada henti. Menulis, bukan sebuah proses temporer yang akan berhenti pada waktu tertentu. Menulis bukan untuk masa waktu tertentu saja. Di samping itu, saya terlahir pada dasarnya sama dengan orang lain, yang memiliki kemampuan sama diberikan Allah swt. Saya menggunakan potensi yang sama itu, karena lebih serius mempergunakannya, maka saya bisa melakukannya. Jadi, buanglah anggapan, untuk berkata “memang dia
iv
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
sudah pandai dari lahir� ketika membaca tulisan orang lain. Yakinilah, dengan berdoa kepada Allah, kita juga pasti bisa melakukannya. Makanya, saya beranggapan bahwa agar orang bisa menulis, tidak selalu dimulai dengan proses pelatihan. Pengalaman saya berangkat dari proses otodidak. Baru kemudian, seiring dengan perjalanan waktu, mendapat banyak teman dan guru, hingga semua itu diturunkan –umumnya dari proses diskusi secara langsung. Keinginan menjadi penentu semuanya. Dengan keinginan menentukan adanya kemauan, yang kemudian secara berantai melahirkan usaha dan kerja keras. Semuanya saling berinteraksi agar seseorang itu segera memulai menulis. Wallahu A'lamu Bish-Shawaab. Darussalam, November 2016.
v
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Penulis
Sulaiman Tripa, lahir di Panteraja, 2 April 1976. Hamba yang fakir, berusaha belajar menulis terus-menerus. Menulis sejumlah artikel baik untuk suratkabar, jurnal, dan laman. Sejak tahun 2006, mengajar mata kuliah Hukum dan Masyarakat pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sejak 2010 mengelola Sikula Merangkai Kata – komunitas yang membantu mereka yang sama-sama belajar menulis. Setiap hari menulis untuk blog kupiluho.wordpress.com.
vi
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih | iii Pengantar | iv Penulis | vi Daftar Isi | vii Strategi Menulis: Ini Hal Sepele, Makanya Kita Sering Abai | 1 # 1 Menghitung-hitung Modal | 7 Mulailah dengan Apa yang Kita Punya | 7 Bukan Ketelitian Biasa | 8 Selalu Ada Titik Pandang | 10 Mengevaluasi Perjalanan | 11 Manfaatkan Kreativitas | 12 Merenung dan Berefleksi | 14 #2 Selalu Memperbarui Tekad | 16 Jangan Gunakan Jurus Mabuk | 16 Tak Harus Menggantung Diri Bila Ingin Menulis tentang Mati | 17 Berusaha Memahami bahwa Hidup adalah Proses Belajar | 19 Berusaha Seperti Pohon Kelapa | 20 Memilih Bambu Ketimbang Rumput | 21 Selalu Ingat Madu | 22 #3 Perlu Menjangkar Diri | 25 Saya Bukan Pemberi Ilmu, Tetapi Pemancing Ilmu | 25 Bukan Karena Saya, Tetapi Karena Anda Sendiri | 26 Menulis adalah Proses Belajar: Terus-menerus dan Konsisten | 28 Menulis Itu Bisa Profesi Bisa Bukan Profesi, Karena Siapa pun Bisa Melakukannya | 29 Potensi Ada Dalam Diri Anda | 31 Mulailah dengan Kekuatan Positif | 32
vii
Sulaiman Tripa
#4 Selalu Membangun Komitmen | 34 Komitmen Produktivitas | 34 Bukan Soal Lokal | 35 Selalu Berusaha Lebih Baik | 37 Tidak Selalu Teknis | 38 Tidak Dimulai dengan Tangan Kosong | 39 Segera Mulai, Tunggu Apa Lagi? | 41 #5 Tidak Melupakan Alasan | 43 Jangan Karena Ingin Terkenal | 43 Ingin Melawan Lupa | 44 Ingin Menyebarkan Gagasan | 46 Ingin Mendapatkan Uang | 47 Sebagai Syarat Tertentu | 49 Ingin Membangun Peradaban | 50 #6 Teguh Mengelola Pantangan | 52 Jangan Plagiat | 52 Jangan Publikasi Ganda | 53 Katakan Tidak untuk yang Merendahkan | 54 Jauhi Basa-basi | 56 Jangan seperti Orang Galau | 57 Jangan Jadi Orang Lain | 59 #7 Ada Strategi Sederhana | 61 Mari Merenung di Awal | 61 Selalu Memperbaiki Tekad | 62 Berpikirlah bahwa Semua Orang Sibuk | 63 Aturlah Seperti Manajer | 65 Menentukan Prioritas | 66 Selalu Berpikir Positif | 68 #8 Perlu Rumus Dasar Bangunan | 70 Akurat | 70 Jelas | 71 Langsung ke Pokok | 73 Kalimat Pendek dan Efektif | 74 Satu Kalimat Satu Hal | 75 Terang-benderang | 77 viii
Menulis dengan Rasa dan Hati
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
#9 Jangan Lupakan Tampilan | 79 Apa yang Menarik dari Kita? | 79 Mulai dari Judul | 80 Memapar secara Berjenjang | 82 Memberi Rasa | 83 Membuat Orang Tergoda | 85 Tak Sekedar Rasa | 86 #10 Tak Masalah dengan Langkah Kuda | 88 Selalu Mencoba Santai | 88 Selalu Mencoba Konsisten | 89 Mengalir Saja | 90 Selalu Mencoba Menakar Kemampuan | 92 Selalu Mencoba Menerawang Keadaan | 93 Selalu Mencoba Menyimpan Pikiran | 95 #11 Percaya Adanya Kekuatan Ganda | 97 Potensi Kekuatan Ganda | 97 Kemampuan Tak Biasa | 98 Jadilah Petarung | 99 Akhir Tak Terduga | 101 Memanfaatkan Kondisi Naik | 102 Cobaan Selalu Ada | 104 #12 Fokus dan Berusaha | 106 Jangan Berbayang-bayang | 106 Berilah Perhatian | 107 Selalu Memperbarui Semangat | 109 Ada yang Berbeda | 110 Ingatlah Peluang Selalu Ada | 111 Teguhlah Berusaha | 113
ix
Strategi Menulis: Ini Hal Sepele, Makanya Kita Sering Abai 1 Pembuka Pengantar makalah ini, sama sekali bukan untuk menggurui. Saya hanya memancing saja. Barangkali seperti kita memanggil data dalam hard disk laptop kita. Bisa jadi juga, sebagaimana kita memanggil yang kita lupa melalui Om Google 2 . Saya membayangkan seperti ketika kita membutuhkan sesuatu, kita tinggal buka sejumlah android yang ada di depan kita, lalu mencari apa yang kita mau. Begitulah posisi saya. Berusaha memancing apa yang Anda sudah punya, lalu membuka kembali dan menumpahkan ke dalam komputer. Lalu dalam satu atau bulan ke depan, kita akan menyaksikan puluhan draf naskah buku teks hadir di hadapan reviewer. Untuk harapan ini, mari kita aminkan. Sesuatu yang bergerak dari semangat, lalu disambut oleh otak secara positif, maka ia akan menjadi karya nyata. Segeralah mari kita membangun harapan bahwa sejak nanti, begitu keluar dari ruangan ini, kita akan menyediakan waktu lalu menumpahkan pikiran kita dengan target tertentu dalam durasi waktu tertentu. Janji ini bukan untuk pimpinan fakultas, apalagi universitas. Melainkan untuk diri kita sendiri agar berkarya. Pikiran positif akan mendorong kita untuk menulis sesuatu dengan harapan, minimal, ada ratusan mahasiswa yang mengikuti kuliah kita, akan mendapatkan bahan bacaan yang selama ini tersimpan rapi di pikiran kita, yang sesekali saja ketika bertugas tersampaikan lewat ruang kuliah.
1
Disampaikan dalam Seminar Buku Teks, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 22-24 Agustus 2016 2 Mesin pencari google.com, perusahaan multinasional yang bergerak bidang internet dan perangkat lunak, didirikan 4 September 1998 di Amerika. Didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ketika menjadi mahasiswa Ph.D di University Stanford.
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Ragam tulisan Untuk langkah awal saya memantik, saya hanya ingin mengingatkan mengenai ragam jenis tulisan yang selama ini dikenal. Antara satu dengan yang lain berbeda. Ketika kita memutuskan akan memiliki jenis tulisan yang mana, maka hal itu akan berimplikasi kepada bagaimana struktur dan bahkan isi tulisannya. Dalam surat kabar yang kita baca tiap pagi, sering ada sejumlah ruang dan kolom. Berita 3 yang utama, kemudian ada editorial 4, artikel5, pendapat6, opini 7 , hingga esai 8 . Semuanya berbeda. Pada hari tertentu, Sabtu atau Ahad, koran juga menyediakan ruang bagi puisi 9, cerita pendek 10, atau bahkan cerita bersambung11. Selain itu, terdapat juga novel dan roman 12.
3 Berita adalah informasi baru yang disajikan baik secara cetak, siaran, internet, maupun elektronik lainnya, dengan unsur minimal di dalamnya 5W + 1H (what, who, when, where, why, dan how). 4 Editorial, atau tajuk rencana, atau salam redaksi adalah opini berisi pendapat atau sikap resmi suatu media sebagai lembaga penerbitan terhadap yang berkembang dalam masyarakat. 5 Artikel adalah karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu untuk dipublikasi melalui media tertentu dengan tujuan menyampaikan gagasan atau fakta tertentu. artikel ilmiah ditulis berdasarkan tata cara penulisan tertentu sebagai pedoman dalam dunia ilmiah. 6 Pendapat digunakan secara berbeda. Ada surat kabar yang menggunakan pendapat untuk kolom opini. Namun ada juga yang dimaksudkan dengan pendapat adalah komentar atau surat pembaca. Dalam kolom ini sendiri, dibedakan antara isi yang menyangkut keluhan tertentu, mengkritis tulisan orang lain, dengan sesuatu yang ingin kita sampaikan kepada orang lain. 7 Opini adalah pendapat seseorang terhadap satu hal tertentu. 8 Esai adalah tulisan khas yang menggambarkan opini penulis terhadap objek tertentu yang coba dinilainya. 9 Puisi adalah karya sastra hasil ungkapan pemikiran dan perasaan, yang bahasanya terikat pada irama atau rima tertentu. 10 Cerita pendek adalah suatu bentuk karangan prosa yang naratif yang berukuran ringkas dan fokus pada satu tokoh saja. 11 Cerita bersambung, dari segi isi lebih longgar dan lebih panjang dari cerita pendek. 12 Beda novel dan roman adalah pada kisah yang dimunculkan. Novel boleh dikatakan sebagai cerita yang panjang dengan banyak tokoh, banyak cerita, dan banyak setting di dalamnya. Sedangkan roman, mengisahkan seseorang dari kecil hingga akhir hidupnya.
2
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Selain itu ada yang namanya karya ilmiah. Indikator karya ilmiah terletak pada pedoman penulisan yang sudah berlaku umum dalam dunia ilmiah. Menulis untuk apa? Ada banyak tujuan orang menulis. Dengan tujuan yang beragam, maka bagaimana orang menjalaninya juga berbeda. Orang yang sedang studi, ketika fase akhir harus menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang monumental, sering berkeluh bahwa itulah jalan pahit yang terpaksa dijalani. Mau tidak mau. Makanya orang yang begini, menganggap karya ilmiah itu benar-benar kewajiban yang sangat memaksa, yang kalau bukan karena kebutuhan penyelesaian studi, tidak semua orang mau menyelesaikannya. Tujuan mereka berbeda dengan tugas profesi. Salah satu yang sangat membutuhkan profesi ini adalah perusahaan media. Khusus media cetak dan online, sungguh sangat dibutuhkan orang-orang yang mampu melaporkan sebagaimana yang diharapkan redaksi. Mereka paling suka pada tepat dan cepat. Perkembangan teknologi mengharuskan media saling berlomba memberikan informasi. Di samping itu, ada juga yang menulis karena mendapat tugas-tugas pendidikan. Mereka yang sudah sampai pada jenjang tertentu, harus melahirkan tulisan tertentu. Belum lagi tugas-tugas mata pelajaran yang diberikan oleh mereka yang mengajarkan. Mungkin dulu orang mengganggap menulis itu tidak prospektif. Kenyataannya, pada tingkat tertentu, bukan saja sangat prospektif, melainkan juga strategis. Prospektif dikarenakan potensi pemasukan dari menulis. Strategis, karena dalam sisi positif maupun negatif, seseorang juga bisa terkenal karena karya-karyanya. Ada yang lebih menumental ketika menulis dikaitkan dengan upaya melawan lupa dan ingin membangun peradaban. Ada orang yang menganggap ruang ini dapat menjadi ruang bagi peradaban yang diharapkan –walau belum tentu dalam waktu singkat.
3
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Kerja meneliti dan menulis Tak bisa dibayangkan pula, ketika penelitian dilakukan terus-menerus, namun ia tidak dituliskan. Meneliti atau proses pencarian (search). Dalam makna pencarian tersebut, didukung oleh metode kerja tertentu. Terkait dengan menulis, dalam meneliti itu, ada sejumlah pertanyaan yang bisa menyambung antara kerja penelitian untuk kemudian melaporkannya kepada publik yang lebih besar, seperti bagaimana kajian direncanakan? Bagaimana masalah dirumuskan? Bagaimana metode untuk menjawab masalah? Bagaimana data ditemukan? Bagaimana data dianalisis hingga diverifikasi? Tidak bisa dibayangkan ketika orang meneliti, namun tidak tahu sebenarnya masalah yang diteliti apanya. Meneliti yang dilakukan begitu saja, misalnya, tanpa metode tertentu, juga akan menampakkan ketidakrasionalan. Pada saat yang sama, menulis membantu bagaimana hasil penelitian itu lalu dikomunikasikan. Sebuah penelitian yang tanpa ditulis, maka ia bukan pencarian namanya. Dalam fungsi yang lebih luas, basis penelitian menjadi titik berangkat bagi ragam tulisan lainnya yang bisa dilahirkan: ilmiah atau populer. Fungsi kejujuran dalam menulis Ketika mentransfer dari proses meneliti kepada proses menulis, ada hal lain yang juga sangat menentukan, yakni kejujuran. Seseorang yang meneliti tertentu, dengan metode tertentu, selalu memiliki ruang untuk tipu-tipu. Akan tetapi itu tidak boleh dilakukan. Orang yang tidak jujur, maka secara ilmiah bisa dipinggirkan dari komunitas. Masalah lain yang bisa ditemukan sebagai masalah dalam konteks ini adalah plagiat. Jika yang di atas menggambar sesuatu secara fiktif, sementara yang di bawah adalah mengambil karya orang lain/diri sendiri, dengan tidak menyebut sumbernya.
4
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Dalam dunia akademis, perilaku ini seharusnya mendapat ganjaran sangat serius. Secara normatif, ancaman sanksi sangat berat. Namun dari beberapa kasus, memperlihatkan bahwa proses negosiasi juga berlangsung. Mengapa butuh rencana Sejumlah penjelasan di atas, pada dasarnya memperlihatkan bahwa rencana itu sangat perlu. Mempersiapkan terlebih dahulu. Menulis itu sama seperti bagaimana orang melaju dalam laut yang luas. Atau mereka yang melewati belantara yang gelap. Mereka butuh pemandu, diperlukan kompas atau penunjuk arah. Kompas yang dimaksud di sini, tidak selalu terwakilkan oleh alat tertentu yang sudah diciptakan oleh manusia. Orangorang yang melaut menggunakan bintang-gemintang sebagai peta untuk jalan pulang, juga bisa disebut dengan kompas. Jadi tulisan juga demikian. Masalah apapun yang ingin ditemukan, dikritisi, atau bahkan diselesaikan, selalu membutuhkan pemandu dalam menyelesaikannya. Beberapa perhatian Secara seksama, membutuhkan beberapa perhatian kita dalam melakukan aktivitas menulis ini. Pertama, bagi saya menentukan enam jalan panjang yang harus ditempuh, mulai dari jangan plagiat, jangan publikasi ganda, jangan basa-basi, jangan galau, dan jangan jadi orang lain. Kedua, dalam lingkup yang strategis, kita bisa mengawinkan adanya rasa dan hati. Dengan mendayagukan potensi ini, ada enam hal penting yang kemudian bisa terlahir, yakni adanya upaya perenungan dari awal (Aceh: cep-cep), kemudian memperbarui tekad terutama terkait dengan kondisi psikologis kita yang naik turun, lalu berpikirkan bahwa semua orang sibuk. Hal lainnya adalah gunakan energi positif, lalu mempersiapkan prioritas, terakhir jadilan manager bagi diri sendiri. Ketiga, menentukan “bangunan� enam tingkat, mulai dari memperhatikan betul keakuratan, kemudian menuliskannya secara terang-benderang. Dalam penulisan, ada penekanan yang baik dengan menggunakan rumus satu kalimat hanya untuk satu konsep. Mengenai kalimat, harus digunakan kalimat efektif, singkat dan ringkas, serta jelas. 5
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Kita lupa beberapa hal Banyak orang menganggap menulis itu bukan milik orang biasa. Padahal tidak demikian. Menulis bisa dilakukan siapapun. Hanya saja yang harus dipahami bahwa menulis itu merupakan gabungan antara kerja fisik dan mental-spritual. Seseorang yang fisik lemah, berpotensi untuk lemah juga mentalitas. Maka tidak mengherankan, orang yang waktu mengungkapkan hal tertentu, di lain pihak menyebut yang lain. Rumus sederhana yang sering dilupan orang adalah: berdoa dan bersyukur, mempersiapkan mental, semua bermula dari hati makanya mendayagunakan hati, membangun suasana hati, dan memberi perhatian kepada orang sekeliling. Orang yang optimis, akan memaknai apapun selalu memiliki harapan. Mereka yang ingin mencapai demikian, selalu bermula dari rasa ingin tahu, lalu dalam proses kemudian menyeimbangkan dengan membaca. Tidak kalah penting bahwa tulisan ini memang untuk dibaca. Saya sendiri menawarkan sejumlah rumus membangun siasat, yakni: (a) tentukan lingkup dan sistematika; (b) jangan mencari semut di kejauhan; (c) mulai, keluarkan, fokus, dan arahkan. Ingatlah Allah memberi kita sepasang telinga dengan satu mulut, seyogianya menulis mendapat tempat yang sangat strategis. Jadi perbanyaklah mendengar. Hal lain bahwa seorang penulis selalu bersikap arif dan bijaksana, serta menghargai orang lain. Beberapa jalan alternatif Beberapa jalan alternatif yang kiranya penting, dan ini sudah meluas dari ruang bisa atau tidak menulis, karena ini sudah pada tataran mau atau tidak: (1) Segera selesaikan: pikiran saat ini belum tentu nanti; (2) Membuat catatan-catatan: dalam dompet kertas, dalam tas buku; (3) Karena kita sering lupa: alat teknologi cukup membantu; (4) Tak semua orang tahu: makanya optimislah; (5) Orang lain juga sama seperti kita
6
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 1 Menghitung-hitung Modal Mulailah dengan Apa yang Kita Punya Dalam setiap diskusi tentang dunia tulis-menulis, hal pertama yang sering saya ingatkan adalah jauhi mencuri punya orang lain. Perilaku ini sangat fatal. Ia –sengaja atau tidak—merupakan dosa besar yang tidak boleh dilakukan dalam menulis. Ia serupa mencuri atau korupsi punya orang lain –sesuatu yang bukan milik kita. Dengan kata lain, memperlakukan sesuatu yang jelas-jelas milik orang lain, menjadi seolah-olah miliknya kita. Jelas di sini adalah persoalan moral. Orang yang berani mengatakan sesuatu yang milik orang lain menjadi miliknya, butuh keberanian tidak bermoral. Saya ingat suatu ketika, dalam surat kabar, ada seorang penulis yang menulis jauhi plagiat. Dengan data yang luar biasa, dan dengan mental yang elegan, ia menulis tentang posisi plagiat –yang disebutnya sebagai perbuatan pelacuran “intelektual”. Namun anehnya, keesokan harinya, dalam surat kabar tersebut, muncul permintaan maaf dari penulis yang mengutuk plagiat tersebut. Pasalnya ternyata sederhana, sore hari ketika tulisan itu keluar ke publik, ada yang menduga –lengkap dengan laman tulisan asli—bahwa tulisan tersebut miliknya orang lain. Dengan perkembangan teknologi informasi, memungkinkan seseorang mengambil bahan tertentu dari berbagai laman. Ada perbedaan yang sangat besar, bahwa dulu orang untuk menulis membutuhkan ruang agar orang bisa mengakses. Sekarang ini, tidak butuh energi lebih. Dari dalam kamar pribadi, orang bisa membuat puluhan bahkan ratusan web untuk menyampaikan pendapatnya. Atau sekarang ini, tersedia banyak sekali ruang on line yang menerima berbagai tulisan dari pembaca. Perkembangan ini, membuka peluang bagi banyak orang untuk mendapatkan berbagai bahan menulis dari berbagai laman. Pada posisi ini, ketika tidak hati-hati atau bahkan sengaja dengan tidak bermoral mengambilnya dan mengklaim sebagai milik kita, orang begitu mudah 7
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
mengambil sesuatu itu. Membutuhkan fondasi moral yang kuat untuk menghindari perilaku ini. Bahkan untuk mereka yang tidak paham pun, seharusnya bisa menggunakan logika bahwa apapun yang miliknya orang lain, mesti dihargai secara layak. Salah satu penghargaan tersebut –sebagai bentuk pengakuan bahwa tulisan tertentu—ada yang punya, adalah dengan mencantumkan sumbernya. Untuk hal yang terakhir, memang ada orang yang menulis secara ikhlas. Orang yang menulis untuk memberikan sesuatu bagi pencerahan, namun namanya tidak ingin diketahui. Adalah menjadi hak masing-masing penulis dengan pemahaman dan keyakinannya tentang keikhlasan. Namun bukan berarti, orang yang mengambil dari orang yang tidak diketahui sekalipun, menjadi alasan untuk tidak mencantumkan sumbernya. Paling minimal, semua orang yang mengambil sesuatu dari orang lain –termasuk orang yang tidak dikenal—menyebutnya dengan anonim. Hanya orang bermoral yang tidak meninggalkan kewajiban demikian. Pengakuan yang tulus bahwa bila ada bagian yang bukan miliknya, dicantumkan dengan jelas –untuk membedakan dengan pikirannya sendiri. Orang-orang yang ingin mencerahkan banyak orang, harus kokoh dengan moral yang kuat dari diri bermula. [este, Senin, 01/02/2016]
Bukan Ketelitian Biasa Tidak teliti, tentu bukan hal yang sederhana. Ada orang yang mungkin mengganggapnya sebagai hal yang biasa saja. Namun sebagian orang, berlatih dengan keras agar berbagai aktivitas yang dilakukan, selalu berangkat dari ketelitian. Berlatih seperti ini, bagi sebagian orang, mengganggap terlalu rumit. Tidak bagi yang bertekad untuk menghasilkan –atau paling tidak selalu berusaha—mencapai kesempurnaan dalam hidupnya. Memang, manusia selalu ada kekurangan. Tetapi bukan karena alasan itu, seorang manusia lantas diam dan tidak berjuang untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Posisi Tidak teliti, sekali lagi, bukanlah hal yang biasa. Dengan tidak teliti, memungkinkan berbagai hal bisa terjadi. Dalam dunia tulis-menulis, 8
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
ketidaktelitian, akan menghasilkan salah maksud, salah dibaca, salah ditafsir, salah dipahami oleh mereka yang akan membaca. Ketika sesuatu yang ditangkap sebagai bukan sesuatu yang dimaksudkan, masalah menjadi tidak sederhana. Salah dalam membaca, menafsir, memahami, sebagaimana disebut di atas, implikasinya bisa sangat lebar. Betapa banyak konflik sosial yang lahir dari salah baca-tafsir-paham tersebut. Antarkampung berperang, setelah diselidiki, kadang-kadang karena hal sangat sepele, bahkan keterlaluan sekali semua itu diselesaikan dengan “perang�. Karena saling ejek yang awalnya satu orang saja, atau karena urusan pemuda yang naksir pemudi, lalu menjadi masalah konflik antarkampung. Semua disampaikan dengan maksud yang liar, tetapi kesalahan baca-tafsir-paham, menyebabkan pihak yang menerima sesuatu yang disampaikan itu menjadi tersulut. Seperti bensin yang disambar api. Langsung, blum. Makanya ketidaktelitian dalam berkarya, juga bisa menghasilkan konflik besar. Orang yang melalui kesalahan karena tidak teliti, menyebabkan maksud yang ditangkap berbeda, dan bila pihak yang menangkap maksud berbeda itu terluka hatinya, apapun bisa terjadi. Apalagi ketika seseorang, sekelompok orang, yang kemudian mengaitkannya dengan harga diri. Katanya, dengan mengatasnamakan harga diri itulah, banyak orang dengan mudah bisa dipancing. Jadi teliti sama sekali tak sekedar konsep biasa, tapi sudah menjadi rumus wajib. Mau menulis apapun, terkait dengan diri atau banyak orang, mulailah dengan teliti. Jangan abaikan terhadap hal-hal kecil karena bisa jadi ia akan menjadi masalah besar. Kesalahan penggunaan huruf menyebabkan kata yang berbeda. Ketika kata yang berbeda bertempatkan pada kalimat untuk mengungkap sesuatu secara bersahaja, maka masalah menjadi serius. Teliti akan membantu kita untuk mengukur rasa, apakah ada yang sakit atau tidak melalui sesuatu yang disampaikan. Teliti juga akan membuat hati bisa menimbang dengan jeli, tentang sesuatu itu akan merusak harmoni ataukah mengokohkannya. Tentulah untuk maksud mulia tersebut, teliti menjadi sangat penting. Ia bukan sesuatu yang sederhana. Ia sebagai sesuatu yang sangat penting dalam berkarya. Percayalah. [este, Rabu, 03/02/2016]
9
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Selalu Ada Titik Pandang Semua kita, selalu memiliki titik pandang, yang bisa saja sama atau bahkan berbeda dengan titik pandang orang lain. Dengan perbedaan titik pandang, akan berbeda bagaimana cara melihat suatu masalah. Tidak masalah mengenai ada perbedaan cara melihat. Yang bermasalah adalah jujurtidaknya dalam melihat sesuatu itu. Manusia memiliki keharusan untuk melakukan sesuatu dengan jujur. Tersedia berbagai pola hidup untuk mencapai jujur itu. Hal yang sama juga berlaku pada media. Mereka memiliki semangat dan etika yang sama, dengan mengedepankan perilaku jujur dalam berbagai ruangnya. Mereka berangkat dari pengaturan yang sama pula. Walau ada yang berbeda titik pandang, tidak masalah selama jujur yang di depan. Namun pernahkah kita melihat satu berita yang berbeda? Tentu pernah. Apalagi di dalam bangsa yang penduduknya terkotak-kota dukungan politiknya. Juga dengan pemilik penayang berita yang berbeda latar belakang, membuat satu peristiwa yang sama pun, menjadi berbeda tayangannya. Bahkan sangat berbeda. Ada yang tanya, mengapa terjadi perbedaan itu? Dalam satu diskusi menulis, saya memberanikan diri, menyebut alasan berbeda, karena yang utama, berbeda kepentingan. Perbedaan ini yang menuntun mereka yang bersembunyi dan bekerja untuk kepentingan politik tertentu, mencantol alasan titik pandang yang berbeda. Mereka pendukung kekuatan politik yang pro terhadap sesuatu, memiliki cara tersendiri untuk menayangkan sesuatu secara berbeda dari mereka yang kontra. Perbedaan ini, lalu dikuatkan kebolehannya dengan alasan beda cara pandang. Alasan pamungkas inilah yang membuat semua tidak boleh bertanya lagi, terutama pertanyaan, apakah memang harus berbeda. Dengan alasan ini, rasanya berbeda dengan cara pandang yang saya sebut di awal. Justru cara pandang, kita berdiri pada satu titik, dengan mereka yang berdiri di titik yang lain, logis akan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Sering dicontohkan melalui beberapa orang buta yang memegang gajah. Ketika orang bertanya bagaimana bentuk gajah itu, maka mereka akan menjelaskan dari apa yang dipegangnya. Orang yang kebetulan
10
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
memegang telinga, akan berbeda jawaban mereka dengan orang yang memakai belalai. Tetapi begitulah. Namun ketika cara pandang menjadi atas nama, terutama terkait orientasi politik di atas sehingga semuanya bisa berbeda, maka apapun bisa saja diubah. Tentang sesuatu yang dicari sudut pandang yang memungkinkan didapatkan berbeda dari yang lain –atau bahkan sesuatu dengan kehendak yang ingin kita ungkapkan. Apakah beda cara pandang itu tidak boleh? Jawabannya menjadi lain lagi. Saran saya, marilah kita berdiri pada kepentingan kebenaran. Dengan kepentingan demikian, cara pandang apapun akan mendapatkan hasil yang tidak berpretensi apapun. Cara pandang, dari titik pandang, yang dipayungi oleh kejujuran dan kebenaran, akan menghasilkan perbedaan yang masuk akal. [este, Jumat, 05/02/2016]
Mengevaluasi Perjalanan Dua hari yang lalu, saya mampir ke toko buku. Selama di sini, saya sering mengunjungi toko buku, setidaknya bila dibandingkan ketika di tempat tinggal yang lebih sering ke warung kopi. Dan di sini, toko buku makin kreatif. Mereka makin tahu bahwa menjual buku pun selalu maju mundur. Tidak selamanya maju, karena pada saat tertentu, bisnis buku lesu. Ada yang mendongkrak penjualan buku ketika momentum tertentu. ketika sejumlah karya sastra naik daun, misalnya. Atau ketika karya-karya motivasi sedang dicari-cari publik pembaca. Nah, ketika ke toko buku itu, saya memiliki untuk mengunjungi rak bagian motivasi. Khusus rak ini, tidak di rak lain. Hari-hari sebelumnya, ada sejumlah rak yang saya lihat. Agama, untuk menemukan ketepatan jalan sekaligus pencerahan. Hukum, terkait dengan ilmu yang saya pelajari. Politik, untuk mendapatkan perkembangan dunia. Dan sastra, untuk menemukan rasa. Terakhir, kadang-kadang biografi, untuk menemukan beberapa orang yang memiliki kisah hidup luar biasa. Terakhir itu, saya khusus melihat buku motivasi. Beberapa buku sempat saya buka dan membaca sekilas. Saya tidak ingin menceritakan semua 11
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
yang saya baca. Satu hal yang sangat penting dan terkait dengan pengamatan sekilas saya, bahwa kita diingatkan untuk sesekali mengevaluasi perjalanan kita –termasuk perjalanan hidup kita. Ketika mengerjakan sesuatu, di tengah perjalanan, kadangkala kita baru sadar bahwa jalan yang kita tempuh itu sebenarnya bukanlah tujuan kita – atau benar tujuan kita, namun sudah melenceng dari target awal. Pada saat itu, setelah apa yang kita lakukan sudah setengah atau bahkan hampir di ujung, kita sadar bahwa apa yang kita kerjakan, bukanlah apa yang kita inginkan. Idealnya, kita memang dari awal harus sadar apa yang kita kerjakan. Kita hendak ke mana, mau melakukan apa, seharusnya sudah terpetakan dari awal. Yang tidak ideal, bisa jadi ada yang sudah memiliki peta awal, namun ternyata dalam kenyataan perjalanannya, tidak seperti yang dibayangkan di awal. Dengan berbagai kondisi lapangan, memungkinkan kita untuk berefleksi. Dengan sesuatu capaian yang tidak ideal, memungkinkan untuk melakukan evaluasi perjalanan. Jalan itu bukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Untuk pilihan yang sudah tepat dari jalan awal, maka ketika merasa bahwa jalan yang kita lalui sudah tidak pada jalurnya, walau sudah terlalu jauh –bahkan perjalanan hampir mencapai finis, tidak masalah kita evaluasi kembali. Melakukan evaluasi sesuatu untuk yang lebih baik, dalam waktu yang terlambat jauh lebih baik dari tidak melakukannya. Ingatlah bagaimana toko buku memutar haluan dan memperbaiki diri. Mereka, akhir-akhir ini sadar, bahwa bertumpu pada buku saja, terlalu banyak yang harus dipertaruhkan. Akhirnya mereka berbisnis buku bersamaan dengan bisnis yang terkait dengan buku-buku. [este, Sabtu, 06/02/2016]
Manfaatkan Kreativitas Sebelumnya, ada satu hal yang saya sampaikan, mengenai bagaimana kreativitas toko buku. Bahwa selama waktu tertentu, tingkat penjualan buku melonjak luar biasa. Ada sejumlah alasan yang menyebabkan tingkat 12
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
penjualan demikian. Ketika media berhasil meyakinkan bahwa buku adalah sumber gizi baru. Munculnya karya-karya berkualitas dibarengi dengan pemberitaan yang cerdas. Sedangkan pada waktu yang lain, turun begitu saja –bahkan turun drastis. Dalam kondisi begini, para pekerja turut dipertaruhkan. Logikanya adalah toko buku harus membayar para pekerjanya. Apa yang terjadi ketika buku yang terjual menurun? Tentu akan menurun omset yang berimbas kepada keberadaan para pekerjanya. Menariknya adalah kreativitas yang muncul dari toko buku. Banyak toko buku yang tidak lagi menjadikan penjualan buku sebagai bisnis satusatunya. Mereka secara kreatif menggabungkan beberapa bisnis yang terkait dengan buku. Bahkan tak jarang, bisnis yang sesungguhnya tidak berkaitan pun, pada akhirnya dengan kekuatan kreativitas, dikait-kaitkan sehingga terkesan ada kaitannya dengan perbukuan. Kondisi ini membuat orang yang datang ke toko buku selalu terjaga. Jumlahnya seimbang, walau tujuannya mungkin sudah terbelah. Dari awalnya hanya untuk melihat buku, lalu untuk buku sekaligus melihat yang lainnya. Hadirnya orang yang demikian, memiliki arti mendalam bagi kalangan bisnis. Orang yang datang, tertarik dengan sesuatu yang akan ditawarkan. Bukan karena yang lain. Pertanyaannya adalah apakah Anda mau didatangi karena kebetulan Anda sedang dekat dengan mereka yang berkunjung ke tempat Anda? Atau Anda akan memilih bahwa mereka –walau karib Anda—berkunjung ke tempat Anda karena kreativitas? Orang yang datang karena kebetulan sedang dekat, itu berlatar kepentingan. Apalagi ketika sedang berada dalam satu gurita politik, makan bersama dalam rangka membersihkan tangga sekali pun, semua orang yang diundang akan datang. Padahal Anda hanya berhajat untuk membersihkan tangga rumah yang baru dibangun. Namun ketika diundang, semua akan datang, termasuk orang penting –karena ada kepentingan dengan posisi Anda. Orang yang datang demikian, tak berdasar pada emosi. Melainkan pada kepentingan. Maka ketika kepentingan berakhir, ia akan ditinggalkan begitu saja. Begitulah. Berbeda dengan orang yang memang suka. Orang yang mencari kreativitas, di tengah tekanan politik yang kasar sekali pun, orang 13
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
berbondong-bondong akan datang. Walau dilarang, akan dicuri-curi memiliki. Walau akan dihukum ketika ditemukan, apa yang disuka akan disimpan di tempat tinggalnya. Kreativitas memungkinkan kita membuka banyak jalan keluar. Ketika suatu waktu sudah mentok dengan satu hal, akan terbuka banyak hal yang lain. Ruang yang satu tertutup karena berbagai alasan, selalu memiliki banyak ruang lain sebagai penggantinya. Kreativitas membuat otak kita tidak berhenti berfikir tentang sesuatu yang bisa saja luar biasa walau sedang berada di bawah tekanan. [este, Ahad, 07/02/2016]
Merenung dan Berefleksi Ada yang berbeda antara orang yang memiliki kaca spion dan yang tidak memiliki kaca spion. Kaca ini, sebenarnya tujuannya sederhana. Dalam setiap kendaraan, kaca spion menjadi perlengkapan yang wajib ada. Kendaraan yang tidak memilikinya, akan diberikan surat bukti pelanggaran. Tidak main-main. Ia begitu penting –bagi kendaraan—dalam konteks berkendara di jalan raya. Namun dalam fungsi yang lebih luas, posisi spion itu untuk memantau sekeliling, agar dalam berkendaraan berjalan dengan aman. Di samping itu, spion juga untuk memantau keadaan belakang. Dengan demikian, melihat ke belakang dan ke samping untuk memastikan bahwa kendaraan berjalan ke depan dengan sempurna. Tujuan utama seseorang dalam berkendaraan adalah berorientasi ke depan. Bukan ke samping, apalagi ke belakang. Orang yang berorientasi ke samping atau ke belakang dalam berkendaraan, merupakan orang yang salah alamat dalam memahami tujuan kaca spion. Orang yang demikian, harus berfikir ulang dalam menggunakan kendaraannya. Ia harus segera menghentikan kendaraan, lalu silakan berfikir mengenai tujuannya berkendaraan. Tidak mau berfikir sejenak, akan membuat ia kehilangan tujuan. Dalam hidup dan melakukan aktivitas apapun demikian juga. Tidak boleh lupa akan tujuan sebenarnya. Tujuan hidup selalu berorientasi ke depan, mengenai suatu masa yang akan dijalani oleh manusia. Orang yang lupa bahwa ada tujuan hidup yang ingin dicapai, maka tipe orang demikian 14
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
hanya sibuk dengan melihat ke kanan-kiri dan ke belakang. Ia berputarputar hanya pada ketiga sisi itu. Padahal sisi hidup di sekeliling atau masa lalu yang telah kita lalui, hanya alat untuk semakin memperjelas arah kehidupan kita. Kehidupan yang tadinya tersilau dengan masa lalu, atau hanya berputar-putar saja, sudah harus berhenti sejenak lalu merenung. Apa yang telah berlangsung dalam hidupnya. Dengan begitu menjadi lebih terarah menentukan apa yang akan dilakukan kemudian. Tanpa berhenti dan merenung, orang hanya akan terjebak pada sesuatu yang bisa jadi membuat hidupnya tidak berarti. Setelah merenung, lalu berpeluang melakukan refleksi, membuat kita semakin tersadar akan tujuan hidup sebenarnya yang ingin dicapai. Berkarya dalam hidup juga selalu berorientasi masa depan. Ada sesuatu yang ingin diberikan bagi banyak orang. Tujuan membawa kebaikan adalah yang utama. Karya yang tidak memberi manfaat, melalui merenung dan berefleksi, sudah menghasilkan alasan kuat untuk berhenti. Justru dengan adanya proses perenungan dan menyediakan waktu berefleksi, akan mengubah karya dari tujuan yang tidak memberi manfaat menjadi bermanfaat. Seperti spion dalam berkendara, maka karya masa lalu harus menjadi ruang untuk melihat apa yang telah kita lakukan. Sesuatu yang kita lakukan pada masa lalu, tanpa berimplikasi kepada kualitas kehidupan yang lebih baik, harus menjadi renungan. [este, Senin, 08/02/2016]
15
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 2 Selalu Memperbarui Tekad
Jangan Gunakan Jurus Mabuk Istilah jurus mabuk, mungkin kurang tepat. Tetapi lupakanlah. Yang ingin saya sampaikan, bahwa tidak jarang, orang ketika melakukan sesuatu yang penting, menyertai dengan perilaku yang tidak penting, yang tidak baik, atau bahkan sesuatu yang tampak berlebihan tersengaja. Ada perilaku yang mungkin dianggap tidak penting, namun berakibat fatal dari segi akibat yang ditimbulkan. Seorang penulis, ketika menyelesaikan suatu karya, membutuhkan suatu keterangan yang mungkin sifatnya biasa. Bisa jadi seseorang, karena menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa, ketika mendapatkan keterangan tertentu, langsung mengambil dan melupakan mencantumkan sumbernya –karena menganggap sebagai sesuatu yang tidak penting itu. Padahal perilaku demikian sangat fatal. Siapapun yang melakukan demikian, potensi sanksinya sangat berat. Tidak jarang seseorang harus mengakhiri karier profesionalnya dalam bidang tertentu. Jurus mabuk itu bukan pada pengambilan, melainkan pada anggapan bahwa sesuatu yang dianggap tidak penting itu bisa dicaplok dari sana dan sini. Pengambilan secara tidak benar –muncul dan dikuatkan oleh anggapan bahwa sesuatu yang tidak penting lantas tidak masalah diambil walau secara tidak benar, cermin dari model jurus mabuk itu. Setiap orang, terutama orang yang keseharian berkaitan dengan proses berkarya dan menulis, tidak semua hal tidak penting menjadi porsi perhatian yang diberikan rendah. Untuk hal-hal yang tidak penting sekalipun tetap harus mendapatkan perhatian secara sempurna, secara optimal. Berangkat dari beberapa penjelasan sebelumnya, bahwa justru banyak hal tidak penting di sekitar kita, yang dianggap sudah diketahui semua orang, ketika diolah, menjadi sesuatu yang luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana makanan yang dianggap berumus tidak penting, terkesan dilupakan banyak orang. Namun di tangan orang yang memberi perhatian sempurna, makanan yang dianggap tidak penting itu, 16
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
juga bisa dihidangkan dengan mewah di restoran tingkat tinggi. Hal ini dimungkinkan dan harus disadari bahwa bukan pada posisinya itu, melainkan pada perhatian yang diberikan secara sempurna terhadap sesuatu yang itu. Perhatian yang sempurna, telah menjadikan yang tidak penting menjadi berkelas –dalam arti ia mendapat tempat luar biasa di antara yang lain. Banyak preman besar jatuh di tangan preman kecil. Seekor monyet tidak tergoyahkan saat angin kencang. Justru orang-orang banyak tersandung oleh kerikil kecil yang bahkan kita menendang seenaknya ketika menemukannya di jalan. Sekecil apapun duri, harus diusahakan untuk dibuang dari jalan yang dilalui banyak orang. Sebuah duri yang kecil sekalipun, ketika sengaja ditaruh untuk orang lain, bukan tidak mungkin akan tertancap pada bagian tubuh kita sendiri. Apalagi ketika niat awal, duri kecil itu diharapkan hanya kena orang-orang tertentu saja –yang sering tanpa kita duga, justru orang itu akan melakukan banyak kebaikan untuk kehidupan kita sendiri. [este, Selasa, 26/01/2016]
Tak Harus Menggantung Diri Bila Ingin Menulis Tentang Mati Seorang reporter televisi untuk program makanan, menceritakan sesuatu yang menurut saya tidak aneh. Menurutnya, ia harus merasakan semua hal yang menjadi isi acara. Makanan apapun ia harus mencobanya di depan kamera. Terlepas setelah itu ia akan memuntahkan atau perutnya akan menerima untuk makanan yang tidak biasa. Saya teringat ada satu orang yang kehabisan uang di kota, tiba-tiba ada judi untuk minum sebotol kecap. Orang itu ikut serta. Ia lalu habis meminum sebotol kecap. Katanya, ketika meminum itu, hidungnya ditutup. Lalu setelah ia ambil uang hasil judi itu, ia ke belakang toko dan memuntahkannya dengan cara memasukkan jari ke kerongkongan. Ia berhasil mendapatkan uang. Ada dua hal. Judi, yang ia ikut, jelas haram hukumnya. Selain itu, memaksa diri minum sesuatu yang diperkirakan akan berakibat sesuatu bagi tubuh kita, akan tidak baik.
17
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Penjelasan reporter di atas, mengingatkan saya mengenai perjudian itu. Maksud saya, dari konteks bagaimana makanan dan minuman yang dimakan dan minum. Dalam kasus reporter demikian juga. Ia, setelah memakan itu, lalu di belakang layar, ia memuntahkan apa yang telah dimakan di depan kamera. Makanan yang karena profesinya sebagai pembawa acara, membuatnya harus mencoba. Risikonya adalah makanan yang dimakan tak semua halal. Ada juga makanan yang tidak halal. Sedangkan orientasi program tayang, kadangkala tidak pada halal atau tidak halal, tapi pada makanan. Reporter yang memakan suatu makanan yang tidak halal, berkemungkinan dua-duanya. Bisa saja ia tidak ada masalah apa-apa. Namun bisa jadi juga, tubuhnya tidak bisa terima. Reporter ternyata berada pada posisi yang dua, tubuhnya tidak terima, sehingga membuat semua yang dimakan terburai keluar. Pencatat, bisa jadi berbeda pendapat mengenai bagaimana sesuatu sebagai bahan dalam berkarya. Ada orang yang merasa bahwa sesuatu yang mau ditulis, harus dirasakan secara lahir dan batin. Sebagaimana contoh di atas, bahwa seorang penulis pun, ketika sedang menulis sesuatu yang menuntut dirasa, maka semua hal harus dicoba. Saya sendiri merasa tidak harus seperti itu. Bagi saya, mencoba makanan prinsipnya sama seperti orang yang ingin merasakan mati namun harus dilalui dengan menggantung diri. Konteksnya bisa jadi berbeda. Padahal ada jalan lain yang bisa merenungi bagaimana sesungguhnya mati –jalan melalui mimpi adalah salah satu ruang. Merasakan makanan, bisa saja dengan berdiskusi dengan mereka yang terbiasa dan tidak masalah dengan makanan tertentu. Sekiranya kita memiliki hambatan yang prinsip untuk itu, tidak harus kita harus memaksa diri merasakannya. Perjalanan panjang seseorang harus dilalui dengan jalan yang nyaman dan bahagia. Melakukan sesuatu yang membuat kita tidak nyaman terutama atas alasan profesi, tidak harus kita mencobanya. [este, Rabu, 27/01/2016]
18
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Berusaha Memahami Bahwa Hidup Adalah Proses Belajar Ada orang yang merasa lebih penting tujuan ketimbang proses. Tidak sedikit orang yang merasa sebaliknya: proses jauh lebih penting ketimbang hasil. Seseorang dalam hidupnya berencana dan memiliki tujuan akhir, di mana tujuan tersebut disertai usaha dan doa dan pencapaiannya dengan cara-cara yang lurus dan benar. Untuk mencapai tujuan yang baik, juga harus dilakukan dengan cara-cara yang baik pula. Tujuan yang baik tidak boleh dicapai dengan cara-cara buruk dan batil. Kita harus belajar mencapai tujuan yang baik dengan cara-cara yang lurus dan baik tersebut. Hal lain yang sering kita lupa, adalah selalu melihat ke atas dan jarang melirik ke bawah. Ketika saya masih kecil, bermain dengan teman-teman yang hampir semuanya dari keluarga besar dengan kondisi bawah. Hanya dua atau tiga yang memiliki ekonomi di atas rata-rata keluarga. Pada posisi demikian, secara tidak sadar, kita ingin berada pada posisi keluarga yang berada di atas kita. Tidak pernah kita berkehidupan pada keluarga yang kita anggap lebih mumpuni, untuk merasakan bagaimana sesungguhnya kehidupan mereka. Barangkali sesuatu yang kita rasa lebih baik dalam pandangan, mungkin hanya ilusi, dan yang terjadi justru sebaliknya, kitalah yang berada pada kondisi yang diidam-idamkan. Seseorang yang dianggap memiliki materi jauh lebih baik dari orang lain, belum tentu lebih nyaman dan bahagia dari orang yang mengganggap demikian. Orang yang memiliki materi lebih, bisa jadi tidak bisa tidur tenang –sebagaimana banyak orang kecil yang bisa dengan pulas tidur di mana saja. Orang yang sehabis bekerja keras, lalu merebahkan diri dan langsung berada di dunia lain. Sedangkan mereka yang berada di tempat mewah sekalipun, bisa jadi tidak bisa merasakan pulas dalam tidurnya. Namun bukan berarti bahwa kondisi kekurangan materi lebih baik dari kelebihan materi. Siapapun harus berusaha untuk meraih hidup mapan, agar segala kebutuhan yang memfasilitasi hidup dan kehidupan yang baik tercukupi. Jangan sampai untuk meraih akhir yang baik, terlalu menyalahkan kondisi hidup dengan alasan kekurangan materi. Artinya bahwa kondisi akhir, berwujud kelebihan atau kekurangan materi, tidak menentukan hidup akan nyaman dan bahagia. Ada hal lain yang 19
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
menentukan, yakni bagaimana seseorang berproses dalam hidupnya. Ketika seseorang semakin hari semakin sadar bahwa proses belajar akan menentukan nyaman dan bahagia tersebut, maka ia akan memperkuat proses belajarnya. Apapun yang dilakukan dengan kesadaran bahwa dari waktu ke waktu harus berprogres ke arah yang lebih baik. Proses belajar akan mencemeti kita untuk mewujudkan kualitas hidup yang selalu ke arah yang lebih baik. [este, Kamis, 28/01/2016]
Berusaha Seperti Pohon Kelapa Tidak saja para penulis, pada dasarnya semua orang sudah seharusnya memberi manfaat lebih besar kepada orang lain. Apa yang kita lakukan, ketika hanya bermanfaat untuk diri sendiri, harus dipertimbangkan untuk memilih jalur alternatif untuk mendapatkan manfaat uang lebih besar. Sekiranya apa yang dilakukan sebelumnya tidak berimbas kepada orang lain –dalam hal manfaat—maka dengan daya kreatif, harus mulai memikirkan hal lain yang bisa mendapatkan manfaatnya. Memikirkan alternatif lain itu, juga bukan sesuatu yang sangat sulit. Kemauan diserta usaha keras, maka akan terbuka banyak jalan. Orang harus berfikir tentang manfaat itu sebagaimana banyaknya manfaat pohon kelapa. Apa yang ia miliki, semua bisa dimanfaatkan oleh manusia. Seseorang yang tidak memiliki rumah, sekiranya ia memiliki pohon kelapa, maka secara lengkap rumahnya bisa dibangun –mulai dari fondasi hingga atap. Bahkan sisa dan sering dianggap sebagai hal kecil terkesan tidak berguna, semisal lidi, bisa dipakai untuk membersihkan rumah. Di lain sisi, daun kelapa, selain bisa untuk menjadi atap, ketika dianyam dengan bagus juga bisa menjadi dinding yang kokoh. Apalagi posisi batang yang bisa diolah sebagai papan atau balok penyangga rumah yang kekuatannya luar biasa. Selain itu, Buah kelapa memberi banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Tetesan sari sudah dibuat mausia menjadi gula –yang membantu manusia untuk tidak fokus pada gula putih semata. Bahkan ketika saya kecil, sewaktu mainan seperti sekarang belum tersedia, orang tua kami hanya mengambil sabuk kelapa, lalu diukir dengan bagus menjadi kapal mainan yang luar biasa.
20
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Demikianlah, ada banyak manfaat yang tidak boleh dilupa. Mulai dari alat untuk membuat hingga alat untuk membersihkan, semuanya tersedia. Membersihkan rumah sama pentingnya dengan usaha mendirikan fondasi rumah secara kokoh. Membersihkan akan menjadikan rumah tidak saja bersih dari pandangan mata, melainkan juga membersihkan binatangbinatang yang berpotensi membuat rumah menjadi cepat keropos. Dalam hidup manusia, tidak jarang justru yang menyebabkan sesuatu lebih cepat rusak bukan dari yang besar, melainkan dari yang kecil yang mungkin jarang terduga. Bangunan diupayakan tahan banting dari goncangan gempa dan badai, namun sering dibiarkan pada berbagai gangguan binatang kecil yang memakannya. Orang lain, hendaknya bisa merasakan begitu banyak manfaat dari karya kita. Sebuah karya yang tidak hanya membuat enak dan nyaman pembacanya, juga memberi pencerahan tiada tara. Ada sesuatu yang juga terbangun bagi peradaban. Siapapun, sekecil apapun peran, bertekadlah untuk memilih jalan manfaat demikian. Manfaat yang tidak hanya namanama pekarya akan diingat sepanjang masa, juga akan membantu mencapai kualitas kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. [este, Jumat, 29/01/2016]
Memilih Bambu Ketimbang Rumput Tekad lain yang sudah seharusnya dipikirkan oleh para pekarya adalah mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Sekiranya ada dua pilihan, bahwa di satu pihak berjenis rumput, dan di pihak lain berjenis bambu, maka pilihan yang kedua (berjenis bambu) lebih masuk akal untuk dipilih. Mengenai risiko bisa jadi tiada berbeda. Rumput yang rendah akan senantiasa diinjak-injak oleh binatang dan manusia. Rumput juga sangat rentan menampung berbagai kotoran. Belum lagi potensi dijadikan alas bagi berbagai arena permainan untuk memuaskan nafsu manusia. Sedangkan bambu, selalu dihantam oleh angin yang keras. Batangnya terombangambing ke sana ke mari, juga pucuknya yang selalu bertampar satu sama lain. Namun demikian kelebihan bambu adalah semakin tinggi mencapai puncak.
21
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Dalam dunia, posisi tinggi identik dengan banyak macam yang bisa dilihat. Orang yang berada pada posisi lebih tinggi, selalu dapat memantau lebih banyak dari mereka yang rendah. Orang yang setiap hari berada di atas menara pada ketinggian tertentu, selalu dapat melihat sesuatu lebih awal dari atas, ketimbang mereka yang hanya berjalan-jalan di bawahnya. Akan tetapi, posisi di bawah juga beruntung, karena berbagai hal yang terjadi di bawah, tak selalu bisa diikuti oleh mereka yang di atas. Persoalan yang di bawah, bisanya pada tataran mikro, biasanya lebih cepat didapatkan dan dipahami oleh mereka yang di bawah. Silang-saling ini, selalu menghadirkan ada kelebihan di satu sisi, juga ada kelemahan di sisi yang lain. Namun di antara dua sisi itu, mereka yang di atas selalu memiliki ruang yang lebih besar untuk merasakan segenap kekuatan. Optik mereka yang sering di atas, biasanya selalu lebih terbuka dibandingkan dengan optik dari mereka yang di bawah. Tidak salah, karena mereka yang lebih tinggi, bisa melihat banyak hal ketimbang yang berada di bawahnya. Jangan menganggap sederhana ketika bisa melihat banyak soal. Dengan mengetahui banyak hal, memungkinkan juga untuk berkonstribusi dalam banyak hal pula. Orang yang memiliki pengetahuan yang lebih luas, selalu memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan mereka yang memiliki pengetahuan biasa-biasa saja. Bukan untuk diadu. Ada kemungkinan pengetahuan akan menentukan kearifan seserang. Kearifan akan memberi stimulus bagi kebijaksanaan. Begitulah kaitannya. Orang yang semakin arif dan bijak, pertimbangannya semakin banyak. Ketika melakukan sesuatu, ada banyak hal yang ditimbang-timbang. Sesuatu yang menarik di muka, dicoba lihat lewat belakang karena bisa jadi sesuatu yang bagus di muka ternyata ada kebusukan di baliknya. Dengan berbagai rasa dan timbang, maka sesuatu yang dihadirkan itu akan mendatangkan semakin banyak manfaat ketimbang mudharat. [este, Sabtu, 30/01/2016]
Selalu Ingat Madu Penyebab utama kesehatan manusia adalah emosi. Ia yang memberi imbas kepada banyak kondisi kesehatan manusia dalam hidupnya. Emosi itu bisa dalam bentuk kemarahan, kesedihan, kerisauan, dan ketakutan. Jika ditilik 22
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
lebih dalam, berbagai emosi dalam tubuh manusia itu juga saling terkait. Ketakutan membuat banyak masalah dalam kehidupan manusia. Ketakutan terkait dengan banyak penyakit, terutama jantung. Sebaliknya, dari kerusakan lambung juga bisa menimbulkan rasa takut. Demikian juga yang lain. Orang yang sedih berpeluang lebih besar mendapat masalah paru-paru ketimbang yang ceria. Orang yang selalu marah, lalu berimplikasi kepada tekanan darah, berpeluang melemahkan jantung. Begitulah saling terkait dan memberi pengaruh dalam aspek kesehatan. Makanya pengalaman saya berobat, mengeluh satu penyakit, seorang dokter selalu menanyakan berbagai penyakit lain yang disadari saling terkait. Mungkin bagi awam ada pertanyaan, mengapa mengeluh dada turut ditanya kepala, dan sebagainya. Berobat perut turut ditanya denyut. Pihak medis sudah memahami keterkaitan itu. Tubuh manusia memiliki keterkaitan satu sama lain, sehingga menyelesaikan satu hal harus dilihat bagaimana kaitannya dengan yang lainnya. Melupakan keterkaitan tersebut, implikasinya bisa fatal, yakni salah memberikan terapi. Kesalahan ini juga berimplikasi kepada kebutuhan pengobatan. Tubuh manusia, pada akhirnya juga bisa menjadi cermin dari kehidupan sosial. Saling terkait dan memberi pengaruh satu sama lain, secara sosial, tidak mungkin dilepaskan antara berbagai bidang. Maka dalam lingkup sosial, satu hal selalu harus dilihat sisi lainnya yang berkaitan. Kondisi demikian tidak mungkin ditinggalkan. Jadi satu kasus yang di muka, belum tentu menjadi cermin dari kasus di baliknya. Bisa jadi besaran puncak gunung es di dalam laut, tidak lantas melahirkan kesimpulan bahwa hanya sebesar itu saja ukuran gunung es. Karena yang tampak jauh lebih kecil dari bagian yang tersembunyi di bawahnya. Kondisi inilah yang tidak boleh dilupakan oleh mereka yang melahirkan karya. Bahwa apapun yang ditulis, selalu menggunakan parameter ketika berada pada posisi sulit. Seseorang harus berusaha untuk mencapai kondisi yang penuh dengan kebahagiaan, namun tidak melupakan bahwa isi dari karya mempertimbangkan berbagai kemungkinan dari kondisi yang tidak bahagia. Artinya tidak menggunakan parameter sehat, namun juga menggunakan parameter sakit. Dengan keterkaitan di atas, maka menggunakan parameter sakit akan menyehatkan karya orang yang sehat.
23
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Untuk mempersiapkan ini, menarik untuk menggunakan konsep madu. Bahwa seseorang itu, ketika mengonsumsi madu tidak lantas ia sedang berada pada posisi sakit. Madu juga membantu kebugaran manusia dalam keadaan sehat. Maka orang yang melihat orang lain mengonsumsi madu, tidak berkesimpulan bahwa orang itu sedang sakit, karena posisi mereka bisa jadi tidak seperti yang sedang kita duga. [este, Ahad, 31/01/2016]
24
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 3 Perlu Menjangkar Diri Saya Bukan Pemberi Ilmu, Tetapi Pemancing Ada satu pertanyaan yang membuat saya kurang nyaman. Ketika berdiskusi di salah satu sekolah menengah atas, ada seorang siswa yang bertanya: sudah berapa orang yang sudah pandai menulis yang pernah diajarkan? Lama saya termenung dengan pertanyaan itu? Di antara berbagai pertanyaan yang muncul, pertanyaan ini yang saya jawab paling terakhir. Seingat saya, satu hal yang saya jawab waktu itu, bahwa seorang yang ingin membagi ilmunya yang secuil, itu tidak pernah menghitung-hitung orang yang berhasil ditransfer. Mungkin ada orang yang jenius yang memiliki kemampuan lebih, bisa menghitung angka persis. Barangkali ada penulis terkenal yang sudah bisa memetakan berapa yang sudah memiliki kemampuan menulis gara-gara dia. Saya tidak bisa demikian. Malah saya sendiri ragu, apakah saya sudah menghasilkan orang yang sudah pandai menulis. Ada beberapa alasan. Penegasan pertama saya adalah, karena saya bukan pemberi ilmu. Saya hanya pemantik ilmu. Pada dasarnya setiap orang memiliki ilmu. Saya hanya memancingnya untuk keluar. Memancing, berasal dari kata pancing. Kata pancing ini sebenarnya dipinjam dari alat tertentu, persisnya alat untuk menangkap ikan. Alat ini terbuat dari sepotong kawat atau bambu atau plastik yang ujungnya melengkung dan berkait, diberi tali atau benang dan gagang bisa dari kayu atau plastik, tujuannya untuk mengail. Kata pancing, ketika mendapat awalan me, menjadi memancing dan maknanya berubah menjadi beberapa, sebagaimana dalam Kamus Bahasa Indonesia. Makna pertama, menangkap ikan dengan pancing atau mengail. Makna kedua, memberikan sesuatu untuk memikat orang lain sehingga dapat memperoleh apa yang diinginkannya. Makna ketiga, mengadakan provokasi supaya terjadi sesuatu (pertempuran, perkelahian, permusuhan, 25
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
dan semacamnya. Makna keempat, menuangi air (bensin) pada pompa supaya air (bensin) dapat keluar. Makna kelima, mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan keterangan atau data yang diperlukan. Makna keenam, menjebak dengan umpan untuk mendapatkan keuntungan bagi pihaknya –dalam makna terakhir itu, bisa jadi sebagai ruang mencari keuntungan dalam keadaan yang kacau. Tiba-tiba, dalam satu kesempatan, saya juga mendapat peribahasa: “memancing di air yang keruh”. Yang menandakan, sebenarnya memancing itu memiliki ragam makna, baik dalam maksud yang positif maupun negatif. Dengan demikian, posisi saya adalah menjebak orang-orang yang berdiskusi, untuk bisa mengeluarkan apa yang tersandera di dalam pikirannya. Di dalam pikiran orang, itu banyak sekali yang dipikirkan atau terpikirkan. Dan ketahuilah bahwa otak kita itu –sebagai rahmat Allah swt—sebagai penyimpan memori tiada tara. Bayangkan, peristiwa semenjak kita kecil dengan berbagai hal yang kita alami, dengan jelas bisa kita rekonstruksi sekarang ini –walau mungkin tidak sedetail aslinya. Baik hal-hal manis maupun hal-hal pahit yang pernah kita lewati dalam kehidupan kita sebagai manusia. [este, Ahad, 01/11/2015]
Bukan Karena Saya, Tetapi Karena Anda Sendiri Konsekuensi sebagai pemancing, adalah hanya menggunakan kail untuk mengeluarkan. Apa yang tersimpan berjuta kata yang bisa tersusun dengan jutaan kalimat yang bisa dirangkai, memungkinkan dikeluarkan dengan menggunakan strategi dan manajemen tertentu. keberadaan strategi dan manajemen ini, bisa jadi dimiliki orang yang memiliki tulisan dan menurut saya, juga bisa dimiliki oleh orang-orang yang tidak banyak tulisan. Ilmu tentang strategi dan manajemen menulis, tidak tergantung dari kuantitas, juga mungkin kualitas, namun adanya tulisan menjadi sangat penting.
26
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Logikanya begini. Bisakah seseorang menanyakan sesuatu tentang cara memelihara kambing atau domba pada orang yang tidak memiliki kambing atau domba tersebut. Namun orang yang menanyakan cara memelihara domba, idealnya dilakukan pada orang yang memiliki domba, terserah ia memiliki dua atau seratus ekor. Dari segi kuantitas, akan melahirkan gambaran bagaimana ia memperbanyak –dan ini sebagai kekayaan bagi yang mempelajarinya. Demikian juga dari segi kualitas, bagaimana seseorang bisa memelihara ternak yang super dan tidak super, tentu melahirkan keterangan yang berbeda. Tidak masalah Anda bertanya pada orang yang memiliki beberapa tulisan saja. Demikian juga, tidak masalah bertanya pada orang yang memiliki tulisan yang kualitasnya biasa-biasa saja. Namun baiknya, banyak pertanyaan, penting disodorkan terhadap mereka yang dari segi kuantitas jelas terukur –dan ini juga menyangkut komitmen untuk menyiapkan setiap tulisan dalam jangka waktu tertentu. Di samping itu, kuantitas semata juga tidak cukup. Orang juga perlu banyak bertanya pada mereka yang memiliki kualitas super. Menyebut tulisan seseorang berkualitas atau tidak, bisa jadi akan dianggap subjektif. Namun jangan lupa, sesubjektif apapun, sebuah tulisan tentu memiliki kadaritas ukur yang memungkinkan sebagian besar orang memiliki pandangan yang sama. Orang yang memiliki pengalaman mengisi kolom tertentu yang tersedia untuk publik di surat kabar, berbeda dengan orang yang sama sekali belum pernah mengirimkan tulisannya untuk media mana pun. Orang-orang yang memiliki banyak tulisan, namun hanya tersimpan saja di memori pribadi, tidak memungkinkan orang untuk membaca, yang dengan itu kemudian menilainya. Barangkali ini bisa menjadi analog dari cara memandang kualitas yang subjektif itu. Nah, dengan gambaran itu, ada pertanyaan yang juga membuat saya tidak nyaman, menyangkut: saya itu sudah berada di posisi yang mana? Ada pertanyaan, mungkin sambil bergurau, apakah tulisan saya termasuk tulisan yang berkualitas? Saya tidak nyaman dengan pertanyaan ini. Disebabkan, menulis adalah proses belajar. Sebagai sebuah proses belajar, maka ia harus dilakoni oleh dua cara: terus-menerus dan konsisten.
27
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Saya tidak peduli tulisan saya itu berkualitas atau tidak. Makanya saya berusaha menulis sebanyak mungkin dan sekonsisten mungkin, dan berharap tulisan-tulisan saya selalu akan membawa kebaikan bagi banyak orang –dengan berharap ridha Allah swt. Bukan justru sebaliknya. [este, Senin, 02/11/2015]
Menulis Adalah Proses Belajar: Terus-menerus dan Konsisten Jadi, ketika seseorang ingin mulai belajar menulis, maka harus muncul komitmen, pemahaman, dan kesadaran, bahwa menulis adalah proses belajar. Di satu pihak, kita mendayagunakan kemampuan untuk belajar menulis. Namun di pihak lain, dalam mendayagunakan tersebut, kita menyadari sepenuhnya bahwa proses belajar itu tiada pernah berhenti. Belajar adalah sebuah konsep. Belajar berasal dari kata dasar, ajar, yang ditambah dengan imbuhan be. Kata ajar, dalam Kamus Bahasa Indonesia, didefinisikan sebagai petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (tentang petunjuk itu). Petunjuk yang diberikan tersebut, oleh penerima harus dilakukan secara serius untuk mendapatkannya secara sempurna. Sesuatu yang sempurna akan mencapai faedahnya. Dari kata dasar ajar inilah, konsep belajar muncul. Ada tiga makna dalam Kamus. Pertama, berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Kedua, berlatih. Ketiga, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Media untuk belajar ada berbagai macam. Dalam ruang yang mapan, akan tersedia berbagai alat yang serba memudahkan, terutama dengan bantuan visual, seperti televisi, rasio, kaset. Di bawah lapisan itu, ada yang menyediakan seperti modul atau bahan bacaan. Bagi orang-orang tertentu, bukan berarti modul atau bahan bacaan ini tidak memudahkan, tetapi sebaliknya, tetap bisa memudahkan, tergantung bagaimana ia memaknakannya. Pada lapisan di bawahnya lagi, sebagaimana saya menjalani proses transfer ilmu di kampung dulu, guru saya melakukannya dengan mencatat di papan tulis menggunakan kapur yang jumlahnya sangat terbatas, kemudian kami mencatatnya di buku tulis. Pada lapisan 28
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
terakhir, saya mendengar cerita orang tua kita dulu, yang tidak memiliki pencatat. Ilmu yang didapatkan di sekolah, ia rekam dalam ingatan mereka yang sangat tajam –mungkin yang jarang kita jumpai sekarang ini. Sebagai proses belajar, dua jalan yang harus dilakukan: terus-menerus dan konsisten. Terus-menerus, ketika menulis tidak pernah berhenti pada titik tertentu. menulis tidak diniatkan hanya sampai pada suatu titik, namun ia terus akan menjumpai koma yang satu menuju ke koma yang selanjutnya. Dengan demikian, proses ini terus berjalan selama hayat masih dikandung badan, tentunya, dengan tujuan-tujuan yang penuh kebaikan. Di samping itu, apa yang disebut konsisten, juga sesuatu yang penting. Seringkali kita melakukan sesuatu hanya berdasarkan tujuan tertentu, dan itu dilakukan hanya pada waktu-waktu yang memang sedang bergairah melakukannya. Ketika keadaan tidak menggairahkan, maka ia akan ditinggalkan begitu saja. Seseorang yang akan berkomitmen belajar menulis, maka sejak titik itu, kita akan mulai berpikir untuk melakukannya secara terus-menerus, tidak berubah-ubah, tidak peduli apa sedang enak makan atau sedang pahit mulut. Ada usaha untuk tidak pernah berhenti. [este, Jumat, 06/11/2015]
Menulis Itu Bisa Profesi, Bisa Bukan Profesi, Karena Siapapun Bisa Melakukannya Dengan kesadaran bahwa menulis sebagai proses belajar, maka akan muncul pemahaman dan kesadaran bahwa menulis bisa profesi namun bisa juga bukan profesi. Maksud saya menulis adalah sesuatu yang bisa dilakukan oleh siapa saja dengan tujuan apa saja. Bukan dalam konteks profesi sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi oleh pendidikan keahlian tertentu (seperti ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya). Istilah profesi yang disebut terakhir, itu terkait dengan aktivitas profesional, terkait dengan profesi tertentu, dan mengharuskan adanya pembayaran sejumlah tertentu akan aktivitas ini. Memang menulis membutuhkan keahlian tertentu, tetapi keahlian di sini lebih kepada 29
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
keahlian dalam proses belajar. Tidak keahlian berupa bahwa tanpa keahlian dalam arti ketrampilan itu orang tidak bisa melakukannya. Dengan demikian menulis, dalam konsep melahirkan tulisan, bisa dilakukan oleh siapa saja. Ada sebagian orang yang hidup menggantungnya pendapatan dari menulis. Namun jangan lupa, penyampai dakwah, mereka yang sekolah, orang yang aktif dalam berbagai gerakan, termasuk orang-orang biasa di pinggir jalan, juga bisa menulis. Bahkan juga bisa dilakukan oleh mereka yang sedang menikmati kesejukan di gedung-gedung mewah. Tulisan tertentu sebagai hasil menulis juga bisa berbagai ragam. Ada orang yang hanya menggunakan tulisan untuk menyampaikan hal tertentu. Orang yang menulis surat tertentu untuk orang tertentu, tidak dilakukan serta-merta. Mereka mempersiapkan secara sempurna, agar pilihan kita tersusun secara tepat. Demikian juga orang yang ingin mengirimkan pesan singkat kepada orang-orang yang dihormati, ia juga menyusunnya secara bersahaja. Namun tidak jarang, dan ini saya alami, ada mahasiswa yang mengirim pesan singkat melalui telepon genggamnya terkesan suka-suka. Ada mahasiswa yang mengirim pesan kepada dosennya, seperti ia mengirim pesan kepada sesama teman sebayanya –atau malah mungkin lebih tidak terhormat dibandingkan kawannya. Tidak ada yang salah, karena barangkali dengan orang tuanya sekalipun, proses ini pun berlangsung begitu saja tanpa ada yang mengarahkan. Bahkan beda ketika seseorang mengirim pesan kepada teman tertentu yang katanya istimewa. Coba bayangkan seorang mahasiswa menanyakan keberadaan dosennya yang tidak pernah absen ke kampus, tetapi ia masih sedang di dalam kamar mandi rumahnya. “Apa Bapak ada ke kampus hari ini”. Lalu dosen menjawab, “Saya ada di kampus”. Dikirim lagi, “saya kira bapak tidak di kampus, soalnya saya ingin ketemu bapak”. Dosen menjawab lagi, “memang kapan saya tidak ke kampus?” Begitulah, semisal pesan singkat saja, seyogianya tulisan dilakukan dengan menyusun kata, dan tidak suka-suka. Karena itu juga terkait dengan tujuan. Mungkin orang yang ingin menghormati orang lain, ia akan melakukannya secara sempurna. Tidak melakukan begitu saja. Kata yang akan digunakan akan ditimbang-timbang terlebih dahulu, sebagaimana ia 30
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
menimbang kata-kata ketika ia mengungkapkannya kepada orang-orang yang dianggap istimewa. Dengan begitu, seseorang juga harus mempersiapkannya. Maka menulis, juga harus mempersiapkannya. Mulailah sekarang juga! [este, Sabtu, 07/11/2015]
Potensi Ada Dalam Diri Anda Dengan adanya penegasan kedua, bahwa apapun yang Anda tuliskan, itu sesungguhnya bukan karena orang lain, termasuk saya, melainkan karena Anda sendiri. Dengan demikian, karena sesuatu itu karena Anda sendiri, maka potensinya ada dalam diri Anda sendiri. Hanya saja membutuhkan cara bagaimana potensi tersebut dikeluarkan secara optimal, dengan langkah-langkah yang nyaman dan membahagiakan. Ketika menyangkut potensi, maka yang perlu dilakukan adalah mengukur diri. Mengapa harus mengukur diri, karena ternyata banyak orang yang sama sekali tidak bisa menemukan apa yang menjadi kekuatan dalam dirinya. Ia bahkan tak sadar potensi apa yang dimiliki. Saya sendiri bukan termasuk orang yang ingin memilah-milah kekuatan diri. Akan tetapi ada catatan, seharusnya masing-masing kita memahami potensi, hanya saja antara potensi yang satu lebih besar dari yang lain ketika berkarya, ditentukan oleh berhasil tidaknya hal itu dikeluarkan dalam tulisan. Orang sering mengalah pada alasan yang setengah dibuat-buat. Alasan ini muncul ketika seseorang seperti sudah tidak mampu melawan ketidakberdayaan. Seringkali dalam mendampingi mahasiswa, alasan yang muncul untuk menampakkan ketidakberdayaan ini banyak sekali. Akhirnya yang tertangkap dalam pikiran saya, adalah sebagian mereka membutuhkan rasa kasihan, butuh dikasihani. Maksudnya, karena penulisan akhir sebagai kewajiban, maka ketika mengungkapkan ketidakberdayaan, seolah-olah akan ada bantuan untuk membantunya menyelesaikan. Atau setidaknya memberi angin segar agar sekiranya ada yang membantu, tidak perlu dipermasalahkan. Alasan ini tidak bisa dibenarkan, apalagi untuk tugas akhir ilmiah, yang harus dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan mereka yang menulis hanya untuk tujuan lain, yang secara formal mungkin tidak sangat terikat. 31
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Maka alasan ketidakberdayaan yang dikeluarkan akan berbeda dengan yang dikeluarkan mahasiswa. Orang-orang semacam ini akan beralasan bahwa bakatnya sangat kurang untuk menulis. Coba bayangkan, dari masalah potensi, lalu muncul alasan bakat. Tidak masalah, seolah-olah memang dikait-kaitkan saja. Dengan contoh ini, saya ingin menegaskan kembali bahwa Andalah yang memiliki berbagai potensi. Ia lahir dari dalam diri Anda, bukan dari orang lain. Dengan memberi alasan yang tidak ada hubungannya, justru akan menempatkan potensi itu semakin tertanam dalam diri, bukan keluar dan menampakkan wajahnya. Makanya mulai sekarang, Anda silakan langsung mengambil pensil, untuk kemudian mulai membongkar potensi Anda sendiri itu. Dengan kekuatan yang Anda miliki, mari memulai sekarang juga, melalui hal-hal yang sederhana, dan hal-hal yang menarik terlebih dahulu, untuk kemudian menarik hal menarik selanjutnya. Potensi akan keluar secara bersusun, dan ketika itu sudah didapat, maka Anda akan sulit sekali berhenti. Saya menunggu Anda akan melaporkan bahwa Anda sudah tidak tahu lagi titik berhenti dalam tulisan yang sedang Anda siapkan. [este, Ahad, 08/11/2015]
Mulailah Dengan Kekuatan Positif Kali ini, saya tetap harus mengingatkan bahwa karena semua kekuatan dari kita masing-masing, bukan dari orang lain, maka mulailah dengan kekuatan positif. Sesungguhnya menulis merupakan sebuah aktivitas yang selalu bisa digunakan untuk dua sisi. Ibarat pisau, mau digunakan dengan sisi yang atas, atau mau digunakan dengan sisi yang bawah. Sisi yang atas, akan menghasilkan sesuatu yang tidak tajam, akan terjaga ritmenya. Melakukan sesuatu, mengingatkan siapa pun, memperbaiki kondisi apa pun, dengan filosofi sisi atas pisau, tidak perlu menghantam kanan-kiri dengan ba-bi-bu. Melakukan sesuatu tidak perlu menyakitkan yang kita tuju. Berbeda dengan sisi yang bawah, dilakukan dengan tajam, memang to the point, orang yang ingin disampaikan sesuatu dengan cepat akan memahami. Namun seringkali meninggalkan ekses di belakang. Ada rasa yang membekas.
32
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Selain dua sisi itu, masih ada dua tujuan yang bertolak belakang. Memisalkan pisau juga tepat dalam hal ini. Menulis untuk tujuan apa: apakah untuk tujuan kebaikan atau tujuan keburukan. Sebagaimana pisau, menulis juga bisa digunakan untuk mendukung kezaliman, melalui rasionalisasi berbagai hal melalui rangkaian kata-kata yang indah. Sebaliknya, juga bisa digunakan untuk mendamaikan dan menyejukkan manusia sejagad. Banyak rangkaian kata yang bisa membawa kebahagiaan kepada banyak orang. Namun tidak sedikit, susunan kata yang membuat perang dan ketakutan. Sekiranya semua kita merasa tidak sukar untuk memilih, maka mengapa tidak memilih jalan yang penuh kebaikan itu? Tidak banyak energi yang harus dikeluarkan untuk menulis yang baik. Disertai keikhlasan dan niat yang tulus, maka menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim sekalipun, sekiranya dilakukan dengan energi positif, maka tidak akan menjadi beban yang berat. Apalagi banyak cara untuk bisa merangkai kata. Selain itu, kekuatan positif, biasanya akan membangunkan kekuatankekuatan positif yang lain. Kemauan menulis dengan kekuatan positif, akan membangkitkan kekuatan pikiran positif. Dan kekuatan yang disebut terakhir ini, memungkinkan orang-orang menulis apapun dengan rangkaian yang berlembar-lembar dengan perasaan bahagia. Bukankah menulis dengan bahagia justru membuat tidak hanya tulisan semakin enak dinikmati, melainkan juga aktivitas yang dilakukan itu tiada pernah ingin berhenti. Percayalah. Saya ingin mengatakan, bahwa menulis dengan kekuatan negatif justru akan menghancurkan pikiran di awal. Ia akan memorak-porandakan apa yang sedang kita pikirkan. Kekuatan negatif yang akan membawa kita semakin hanyut dengan sesuatu yang negatif lainnya secara beruntun. Negatif yang satu, diikuti oleh negatif yang lain, dan ini sangat sulit untuk bisa berhenti. Dengan kekuatan negatif pula, kita tidak berpikir jernih – sebening air yang mengalir, tidak berfikir bahagia, bahkan melakukan aktivitas menulis yang seharusnya membahagiakan ini, namun harus dilakukan dengan penuh tekanan. Maka, hindarilah yang negatif itu, dan fokuslah pada kekuatan positif.
[este,
Rabu, 11/11/2015]
33
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 4 Selalu Membangun Komitmen
Komitmen Produktivitas Istilah produktivitas terkait dengan kemampuan seseorang untuk menghasilkan tulisannya. Tulisan tersebut, dalam sistem produksi disebut dengan daya. Ia terkait dengan keproduktifan (produktivitas atau keadaan produktif). Apa yang disebut produktif, merupakan kemampuan untuk menghasilkan tulisan secara teratur dan terus-menerus. Bagi seorang penulis, produktivitas menjadi sangat penting. Maksudnya, seseorang yang melahirkan tulisannya secara teratur menurut kemampuannya, dalam durasi tertentu. Orang yang tidak bisa menjaga kondisi ini, peluang kegagalannya lebih besar ketimbang keberhasilan. Sekiranya bisa ditamsilkan, maka produktivitas itu seperti seseorang yang konsisten beribadah setiap harinya. Seorang yang bisa menjaga secara teratur dalam sehari-semalam, selain ibadah wajib, misalnya melakukan ibadah lain secara teratur dan bisa dilaksanakan setiap hari. Shalat dhuha 2-4 rakaat, menjaga shalat rawatib, membaca al-Quran satu juz setiap hari, dan semacamnya. Kondisi demikian jauh lebih baik, dibandingkan dengan orang yang hari tertentu bisa membaca al-Quran hingga 3-4 juz, namun hari yang lain tidak sama sekali. Demikian juga dengan shalat sunat yang bisa hingga sekian rakaat pada hari tertentu dan tidak ada sama sekali pada hari yang lain. Tamsil ini bisa digunakan bagaimana seseorang itu untuk membentuk komitmen pada dirinya untuk menghasilkan tulisan dalam durasi tertentu. Misalnya seseorang menargetkan satu tulisan sederhana setiap harinya. Begitulah produktivitas menurut saya. Namun sebagai ingatan, durasi waktu itu juga tidak terlalu lama. Seyogianya sebuah tulisan, misalnya, tidak bisa dengan waktu dalam tiga hari sekali –yang menurut saya terlalu lama untuk satu tulisan berisi 200-300 kata. Dengan kondisi demikian, ada banyak pertanyaan terkait dengan produktivitas, misalnya, apakah orang yang dari segi produktivitas tinggi selaras dengan kualitas produknya? Misalnya ada orang yang mampu 34
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
menulis hingga lebih dari 300 kata perhari, apakah sebanding dengan kualitasnya? Untuk pertanyaan ini, mungkin harus dilihat kenyataannya. Ada orang tertentu yang berpandangan bahwa kualitas dinilai oleh orang lain. Bisa jadi ada orang tertentu yang terus menulis dan ia tidak menilai kualitas tulisan-tulisannya. Pengalaman saya berdiskusi dengan banyak orang selama ini, rasanya itu dua hal berbeda. Ada orang yang dari segi produktivitasnya tinggi, tidak mengurangi kualitas tulisannya. Sebaliknya, ada orang yang sekian waktu melahirkan satu tulisan, tidak selalu tulisan tersebut berkualitas tinggi. Atas dasar itu, sekiranya ada pertanyaan apa yang harus dilakukan, menurut saya, menulislah banyak-banyak. Namun kita sendiri juga bisa mengukur, misalnya dengan buku atau bahan yang kita baca, terkait dengan isi tulisan kita. Selebihnya, serahkan saja kepada pembaca. Pembaca akan memiliki banyak perspektif. Selama yang ditulis sepengetahuan yang bersangkutan sudah sesuai standar, ada pembaca yang mungkin saling berbeda memberi perspektifnya. [este, Ahad, 15/11/2015]
Bukan Soal Lokal Istilah lokal, sering dijadikan alasan seseorang dalam berkompetisi. Seorang yang tidak mengirimkan artikel untuk media tertentu disebabkan karena ia tidak mengetahui persis keadaan media yang bersangkutan. Alasan demikian kurang tepat, mengingat untuk zaman yang terbuka seperti ini, semuanya sudah demikian terbuka. Selama akses informasi dan komunikasi tersedia, maka proses kompetisi bisa berlangsung. Dengan akses yang tersedia baik, memungkinkan seorang anak kampung “mengalahkan� anak kota. Mengalahkan dalam konteks ini, mungkin dalam hal kompetisi. Kemampuan menulis yang luar biasa, bisa lahir dari mana saja –tidak terbatas. Walau dalam kenyataan kondisi ini jarang terjadi. Untuk wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan (kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi), biasanya memiliki akses yang terbatas. Apalagi di daerah terpencil, daerah terbelakang, kawasan paling depan dan pulau terluar. Akses terhadap informasi yang tidak memungkinkan mereka berkompetisi dengan baik.
35
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Yang saya maksudkan dengan lokal adalah “setempat�. Sekarang media atau informasi tentang pengetahuan, bisa saja diterbitkan di tempat yang secara teritori sulit dijangkau, namun dengan bantuan informasi, bisa diakses dari mana saja –selama jaringannya ada. Pada masa depan, orangorang yang memanfaatkan sumber daya pengetahuan yang akan menentukan menjadi atau tidaknya sebagai pemenang dalam kompetisi. Dengan kenyataan tersebut, maka alasan orang yang tidak bisa menulis karena jauh dari pusat pengetahuan, tidak bisa dijadikan alasan. Selama pusat pengetahuan itu bisa diakses dengan jalan lain, maka sungguh tidak adalah untuk tidak bisa menjadi pemenang. Sekali lagi, mereka yang menguasai ilmu pengetahuan, bisa datang dari mana saja. Sepertinya ada faktor lain yang menentukan. Biasanya orang-orang “pinggiran�, karena ingin mendapat “tempat�, akan memiliki semangat lebih besar dari orangorang yang di pusat-pusat pengetahuan. Orang yang disebut terakhir, sudah terbuai dengan kondisi seolah-olah semua bisa dilakukan dengan mudah. sementara mereka yang dari pinggiran, akan berjuang keras untuk mendapatkan kesempatan tersebut, terutama dengan diiringi usaha kerasnya. Dengan semangat yang disebutkan terakhir, ada kecenderungan munculnya orang-orang hebat pada masa kini yang berasal dari wilayah pinggiran. Mereka berasal dari daerah yang letaknya jauh dari pusat kekuasaan. Dengan usaha keras, apapun bisa dicapai. Usaha keras yang memungkinkan seseorang memiliki semangat lebih untuk selalu menghasilkan karya lebih baik. Ketika ada sesuatu yang menghambat, orang jenis ini akan menjumpai orang-orang yang dianggap lebih mumpuni untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak. Setelah itu selalu melakukan koreksi dan memperbaiki diri dalam berkarya. Dengan pengalaman yang berulang-ulang, membuat jiwa seseorang menjadi lebih tangguh menghadapi berbagai cobaan dan tantangan. Orang yang sudah banyak mendapatkan tantangan sebelumnya, akan lebih gagah dalam menghadapi tantangan sesudahnya, dibandingkan mereka yang tidak teruji sama sekali. [este, Senin, 16/11/2015]
36
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Selalu Berusaha Lebih Baik Dengan berangkat dari pandangan bahwa kualitas sangat ditentukan oleh mereka yang berposisi sebagai “pengamat� atau pembaca, maka hal yang sangat mungkin dilakukan oleh para penulis adalah selalu berusaha ke arah lebih baik. Kata-kata lebih baik, tergambar sebagai usaha untuk selalu memberikan sesuatu yang lebih pada hari-hari sesudahnya. Semua guru menulis saya, mengajarkan bahwa tugas penulis adalah menulis. Dalam hal ini, menulis menurut ukuran yang kita sendiri bisa menilai kelebihan dan kekurangannya. Persoalan terhadap tulisan tersebut akan ada yang menilai, tentu merupakan sebuah proses –keniscayaan. Terhadap sebuah tulisan, selalu akan ada dua nilai, baik atau tidak. Ironisnya, kadang-kadang orang berhenti karena penilaian itu. Ada orang yang tidak tahan banting. Sekali dua dikritisi tulisan oleh para pembaca, sudah merasa bahwa menulis bukan bidangnya. Terlalu cepat mengalah. Padahal setiap penulis, seyogianya memahami bahwa pembaca adalah orang yang berjasa, untuk memberinya asupan gizi dalam rangka membuat tubuhnya semakin sehat dan segar. Penulis jangan kalah. Sudah pada tempatnya sebuah tulisan dinilai oleh mereka yang berposisi sebagai pembaca. Posisi pembaca inilah yang saya sebut sebagai “pengamat�. Sesederhana apapun proses penulisan, maka untuk melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik, dari sebuah tulisan, harus selalu dilakukan. Banyak orang yang yang secara kualitas rata-rata, ketika melakukan apa yang dikritisi, sering berhasil dalam profesi menulisnya. Penulis besar, tidak selalu bangun atas kakinya sendiri, melainkan juga turut andil orang lain, terutama pembaca dan orang yang akan mengkritisi karyanya. Selebihnya, orang-orang yang memiliki kualitas mumpuni, tetapi menutup telinga terhadap apa yang disarankan oleh orang lain, mungkin tidak akan bertahan lama. Ia akan digerus oleh zaman yang senantiasi melahirkan penulis-penulis baru yang segar dan muda. Suatu kali, fakultas yang memproduksi ilmu menulis mengundang saya untuk memberikan pengalaman. Mahasiswa di fakultas tersebut diundang 37
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
untuk saling berdiskusi. Pimpinan fakultas, kepada peserta mengatakan, bahwa “kita sudah membalikkan keadaan, mengundang pembicara untuk menulis bukan dari kita yang belajar ilmu menulis�. Waktu itu, pimpinan fakultas mencemeti mahasiswanya untuk tidak boleh kalah. Dalam diskusi, satu hal yang saya katakan kepada mereka. Saya memahami mereka yang sudah terlalu banyak ilmu tentang menulis, akan membatasi ketika mulai menulis. Bukan bermaksud untuk tidak menggunakan ilmu menulis, namun yang saya ingatkan adalah ketika semua pembatas itu digunakan atau didayagunakan di awal, maka kreativitas akan tumpul. Seharusnya, ilmu tentang menulis, kita gunakan ketika kita sudah selesai menulis. Pada lapis kedua untuk menilai tulisan tersebut, pada tempatnya digunakan ilmu tersebut. Nah, ini menurut saya. Bisa saja kita berbeda. [este, Selasa, 17/11/2015]
Tidak Selalu Teknis Soal menulis, di satu pihak kita dituntut untuk menguasai tentang isinya. Di pihak lain, tidak boleh melupakan teknisnya. Isi akan menentukan apa yang kita tulis, sedangkan teknis akan memagari bagaimana isi sesuatu itu kita tulis. Banyak sekali orang yang memahami isi, namun tidak mampu memahami bagaimana cara mengeluarkannya. Itulah satu jenis ilmu teknis. Persis seperti orang yang belajar renang. Orang yang memahami betul seluk beluk air dengan berbagai teori pergerakan air, baik air sungai atau laut, belum tentu bisa berenang. Mereka yang menguasai secara lengkap seluk-beluk gaya renang, pun demikian. Belum tentu pandai dalam prakteknya. Dengan demikian bisa tidaknya berenang, tidak ditentukan oleh teori semata, melainkan membutuhkan praktek langsung. Di posisi yang satu, apa yang disebut sebagai hal yang berbau teknis, sebagaimana disebut demikian. Artinya, hal tersebut kata lain dari strategi. Ketika melakukan praktek, ada strategi yang bisa dilakukan. Namun strategi itu sendiri juga terbagi ke dalam dua, yakni berbasis pada ilmunya, atau pada pengalaman otodidaknya. Ilmu inilah yang satu pisisikan sebagai yang dua. 38
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Maka harus diingat, adalah, kadangkala ilmu yang mengajarkan kita teknis menulis –pada posisi dua itu, justru sering membelenggu. Kita seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Menulis satu kata atau satu kalimat, dengan menganalisis melalui lima kali lipat dari yang berhasil kita tulis. Artinya terlalu jauh pertimbangan, sebelum kita selesai menyudahi sebuah karya. Seseorang yang mulai menulis cerita atau sebuah artikel, pada kata-kata awal saja sudah terlalu banyak menimbang-nimbang. Sebuah cerita yang terlalu banyak menentukan kata apa yang akan dipakai, dan itu berlangsung pada proses memulai. Lain cerita, sekiranya karya itu sudah berlangsung setengah atau malah hampir selesai. Ketika menimbangnimbang, pada saat sebuah karya sudah hampir selesai, bisa jadi justru akan memunculkan ide-ide baru yang lebih renyah –dalam rangka menambah kuatnya karya. Sebaliknya, jika hal itu dilakukan di awal sekali, maka terlalu awal memikirkan implikasi dari sebuah karya. Ilmu yang demikianlah, yang sangat teknis, yang sebut sebagai belenggu. Makanya orang-orang yang memahami ilmu menulis secara persis, jarang ditemukan memiliki karya yang banyak. Sebagian besar terlalu nyaman dengan menimbang-nimbang, dan terlalu sukar untuk memulai. Jadi apabila seseorang yang memiliki latar belakang bukan ilmu menulis, lantas sesekali diundang ke kampus yang mengajarkan ilmu menulis, pengalaman akan berbeda. Antara lain, menegaskan tentang adanya dua hal yang tidak boleh dilupa, teori dan praktek. Ketika seseorang dalam menulis, melupakan praktek yang harus dilakukan sebanyak mungkin, maka teori akan kurang nilainya. Bahkan orang akan mengatakan, “ah, hanya berteori�. [este, Rabu, 18/11/2015]
Jangan Mulai dengan Tangan Kosong Suatu waktu, guru saya menyebutkan dalam suatu diskusi, bahwa otak manusia itu luar biasa penyimpanannya. Ia melebihi penyimpan data apa pun. Bayangkan, apa yang terjadi sejak masa kecil, tersimpan di memori, walau tidak bisa dibukan secara sempurna dalam suatu waktu, namun bisa dibuka dalam waktu yang lain. Selebihnya, berbagai perkembangan, apa 39
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
yang terjadi, dan ingatan apa yang ingin disimpan, senantiasa berlangsung. Bahkan kita tidak tahu berapa banyak data yang akan kita simpan di otak kita –sekiranya masa jatah hidup kita masih tersedia. Data yang sudah masuk, tidak seperti memori komputer yang akan penuh ketika mencapai jumlah tertentu. Sistem kompoter akan menolak penyimpanan sekiranya data yang sudah ada sudah sesuai dengan ketersediaan kapasitasnya. Sedangkan otak manusia tidak demikian. Data yang akan masuk tidak akan terbatas. Seorang manusia yang sudah menguasai belasan bahasa dengan entah seberapa juta ingatan yang sudah tersimpan, tidak berarti tidak bisa melakukan perekaman data baru. Apa pun yang ingin disimpan kemudian, tidak akan tertolak sebagaimana tertolak dalam sistem penyimpanan komputer. Bukankah hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa, yang manusia hebat sekali pun harus mengakuinya? Atas dasar inilah, sebagai titik anjak kelima, saya mengingatkan mereka yang sedang belajar menulis untuk tidak mulai dengan tangan kosong. Dalam hal ini ada bacaan tertentu dan pemandu yang akan menuntun tentang apa yang sebenarnya ingin kita selesaikan melalui tulisan. Target apa yang akan kita sampaikan melalui suatu tulisan, sehingga ketika memulai juga akan terarah sebagaimana harapan. Dengan simpanan dalam otak yang luar biasa banyaknya data, maka tidak mungkin semuanya dikeluarkan. Makanya membutuhkan siasat pemandu dalam hal mengeluarkan apa yang dibutuhkan. Nah untuk menentukan apa yang dibutuhkan tersebut itulah, kita sudah memiliki semacam pegangan atau panduan. Inilah yang saya maksudkan tidak memulai dengan tangan kosong. Mengapa panduan menjadi penting? Karena menulis juga ibarat seorang manusia yang berada di tengah belantara. Mereka yang sudah memahami peta dan mereka yang mempunyai pemandu, hutan selebat apapun memiliki arah untuk keluar. Dengan demikian mereka tidak akan berputar dari satu tempat ke tempat lain dan tidak bisa keluar dari sana. Belantara ini pula, akan terkesan mudah bagi mereka. Tidak menakutkan. Bahkan sebagian orang menjadikan belantara sebagai ruang untuk mendapatkan hiburan lebih besar. Ada sekelompok orang yang menjadikan belantara sebagai tempat melepas lelah –dengan berbagai sistem kehidupan di
40
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
dalamnya. Sebagian lagi menjadikannya sebagai ruang untuk bersyukur atas apa yang telah diciptakan oleh Allah yang Maha Kuasa. Lantas bagaimana dengan kita? Maka dengan penuntun, mulailah sekarang juga untuk menulis. [este, Sabtu, 21/11/2015]
Segera Mulai, Tunggu Apa Lagi? Dengan berbagai titik anjak yang telah disebutkan sebelumnya, apakah masih ada alasan bagi kita untuk tidak bisa memulai menulis sekarang juga? Rasanya sudah tidak ada. Maka mereka yang ingin menggunakan energi ini secara positif, mereka akan mengambil pena lalu segera menelurkan pikirannya di atas lembaran-lembaran kertas. Mereka tidak akan membuang waktu lagi, karena mereka sadar bahwa sebuah pikiran, sekiranya tidak segera dikeluarkan, maka ia akan masuk lagi ke dalam suatu belantara yang sangat lebat. Ketika sudah masuk lagi ke sana, maka membutuhkan waktu lagi untuk bisa mengeluarkannya. Untuk hal yang terakhir ini, bahkan ada sebagian orang tidak bisa membangkitkannya lagi. Saya mendengar banyak cerita mengenai ingatan. Orang-orang yang melupakan sesuatu, teringatnya di dalam momentum yang lain. Sering ketika seseorang sedang menunaikan ibadahnya, lalu teringat apa yang sudah terlupa. Dalam kondisi beribadah, gangguan tersebut turut ditentukan oleh segolongan yang lain yang sudah berjanji untuk membuat manusia tidak tenang hingga akhir zaman. Nah, banyak orang yang ternyata mengalami hal tersebut, di mana pada saat-saat genting yang seharusnya kita khusyuk untuk melakukan ibadah, kita bisa teringat banyak hal. Sebagian ingatan tersebut, justru hilang lagi ketika ibadah selesai. Menurut cerita, hal semacam ini banyak terjadi. Ada orang yang mungkin memiliki manajemen penyimpanan data yang rapi. Seseorang yang mungkin ketika pagi ia ingin melakukan suatu hal pada saatnya nanti, ketika sampai pada waktunya, ia bisa menarik apa yang diinginkan pada pagi tersebut. Orang semacam ini mungkin jarang sekali. Banyak orang yang justru sebaliknya. Ketika mengingat suatu hal, sekiranya tidak segera disimpan melalui media tertentu, maka pada waktu yang lain, dia tidak tahu apa yang diingatnya yang lalu. Sekali lagi, bahwa 41
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
di waktu yang lain, bisa jadi apa yang diingatnya tersebut akan muncul kembali –baik dalam bentuk yang sama atau bahkan bisa jadi dalam bentuk berbeda. Kita semakin hari semakin dimudahkan dengan berbagai alat komunikasi. Dengan kemajuan ini memungkinkan kita melakukan penyimpanan memori dengan berbagai cara. Penyimpanan tersebut, sekali lagi bukan semisal menyimpan untuk tidak ditarik kembali. Penyimpanan tersebut bisa sebagai bentuk pemandu sebagaimana ketika kita berada dalam belantara lebat, dengan adanya penuntun akan mudah kita keluar dari sana. Dengan demikian data yang kita simpan tersebut, pada dasarnya sebuah proses untuk memudahkan kita menariknya kembali, ketika dibutuhkan. Proses ini akan sangat membantu, terutama orang seperti saya yang sangat mudah melakukan sesuatu yang saya pikirkan. Sayang sekali apabila ada sesuatu yang bagus, kemudian hilang sia-sia, hanya gara-gara kita tidak segera merekam dan memulainya. [este, Ahad, 22/11/2015]
42
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 5 Tidak Melupakan Alasan Jangan Karena Ingin Terkenal Ketika sesekali mendapat kesempatan berdiskusi dalam kelas resmi, terutama mereka yang masih duduk di sekolah menengah pertama, saya sering menanyakan alasan. Saya sebut kelas resmi, maksudnya kelas bagi mereka yang diadakan di sekolah. Sedangkan di luar sekolah, dengan peserta diskusi yang beragam, saya sering melakukannya. Biasanya untuk diskusi yang di luar kelas resmi, peserta tidak banyak. Hanya beberapa orang. Antara tiga hingga enam orang. Hanya sesekali saja, yang sampai sepuluh orang. Sedangkan dalam kelas resmi, apalagi kalau kepala sekolahnya menggunakan kuasa perintahnya, biasanya akan dikumpulkan dua hingga tiga orang per kelas. Malah beberapa kali, saya mendapat kesempatan menyampaikan teknik menulis, di lapangan sekolah mereka. ada kepala sekolah yang sangat memahami pentingnya menulis, memberikan sampai dua jam pelajaran untuk menulis, untuk semua siswa. Saya memahami dan menyadari betul bahwa tidak semua mereka nyaman mengikuti kelas menulis. Tidak semua mereka suka dan ingin tahu tentang dunia menulis. Dalam kesadaran ini, tentu kadang-kadang saya tidak bisa sembarangan meminta mereka yang tidak suka untuk bisa memilih meninggalkan lapangan. Soalnya, bila itu saya lakukan, maka akan banyak siswa lain akan ikut serta. Apalagi sekolah yang letak kantinnya hanya berbatas pagar dengan sekolah. Sehingga saya tidak berkata apa-apa – walau juga terasa tidak enak—memandang ada satu dua siswa yang meninggalkan arena secara diam-diam. Alasan yang saya tanyakan kepada mereka –dan ini biasanya dijawab oleh mereka yang memahami dan tahu dunia menulis—mengapa menyukai menulis, rata-rata menjawab ingin terkenal. Menurut mereka, seorang penulis, terutama penulis yang sering karyanya termuat di suratkabar – entah di kolom opini, esai, cerita, puisi, dan sebagainya—akan diketahui namanya oleh banyak orang. Apalagi suratkabar yang oplah dan peredarannya luas di masyarakat. Nama-nama penulis tersebut umumnya
43
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
akan familiar di benak orang-orang. Bagi siswa yang saya tanyakan, hal begini menurut mereka adalah sebagai terkenal. Menurut saya, alasan mereka tidak salah. Banyak sekali orang menulis, bahkan kadangkala tidak peduli dengan uang yang didapatkan, adalah ingin terkenal. Ini alasan utama. Logikanya, dengan terkenal, membuat alasan lain makin mudah. orang-orang sudah terkenal dari menulis, memungkinkan mereka bisa mendapatkan berbagai keuntungan lain. Itulah alasan mereka mengejar terkenal lebih dahulu –dibandingkan dengan alasan-alasan lainnya. Hanya saja, menurut saya alasan demikian agak sedikit berlebihan, terutama apabila untuk menghasilkan karya –dengan alasan ingin terkenal itu—akan melakukan hal-hal yang pantang dilakukan. Sekiranya tidak hati-hati, maka akan terjebak dalam hal yang merugikan bagi penulis sendiri. Menurut saya, cenderung ikut seperti air yang mengalir. Seorang penulis yang lahir dan terkenal melalui proses yang rasional. [este, Rabu, 09/12/2015]
Ingin Melawan Lupa Alasan lain mengapa seseorang menulis –dan ini umumnya disampaikan oleh mereka yang boleh dibilang generasi ideologis menulis—adalah melawan lupa. Kadar melawan lupa tidak sembarangan. Penulis yang berdiri kokoh atas alasan ini, umumnya mempertaruhkan banyak hal, bahkan termasuk jiwa dan raga. Untuk mereka yang menulis sesuatu yang tidak berani ditulis oleh orang lain. Banyak hal berdasarkan peristiwa tertentu, sangat penting untuk diketahui generasi kemudian. Sebagian besar penulis tidak mau terlibat dalam urusan yang berisiko demikian. Apalagi kalau sampai mengancam nyawa. Namun tidak demikian bagi mereka yang tegas memilih alasan ini. Menyampaikan dengan benar dan lurus berbagai peristiwa, justru menempatkan seorang penulis sebagai pengemban amanah yang sempurna. Sesuatu yang terjadi disampaikan dengan lurus dan benar, sehingga generasi kemudian akan mendapatkan gambaran yang utuh tentang apa yang terjadi.
44
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Bangsa kita banyak mengalami peristiwa yang luar biasa. Bahkan bangsa kita sebagai lumbungnya kisah-kisah yang luar biasa. Ada yang sudah terang-benderang, namun banyak yang masih kabur dan gelap. Dengan sebuah tulisan, ada pengkhianat yang bisa menjadi pahlawan. Sebaliknya, dengan tulisan pula, seorang pahlawan bisa di tempatkan sebagai pengkhianat bagi sejarah kemudian. Kita melewati berbagai masa yang tidak mengenakkan. Dari generasi satu ke generasi lain, seperti menyisakan banyak sisa masalah yang tidak terselesaikan. Hal ini diperparah dengan banyaknya kepentingan yang dimainkan oleh orang-orang di lingkaran kekuasaan sepanjang zaman. Ada upaya mengelabui berbagai perjalanan zaman tersebut kemudian dibelokkan oleh kepentingan mereka yang pada saat tertentu sedang berkuasa. Fenomena demikian banyak sekali terjadi. Malah untuk alasan politik tertentu, kebohongan yang membuat miris jiwa bangsa, terus terjadi hingga kini. Publik dibuat terpana dengan banyak kepalsuan yang berusaha ditutupi –salah satunya dengan andil tulisan. Inilah antara lain alasan pentingnya penulis yang jujur dan berani mempertaruhkan untuk menulis sesuatu secara jujur itu. Sejarah harus diceritakan sebagaimana adanya. Di samping itu, apa yang disebut sebagai melawan lupa, adalah agar berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, tidak begitu saja dilupakan oleh generasi yang lahir kemudian. Berbagai peristiwa harus dicatat –sekali lagi bahwa proses itu harus dilakukan dengan jujur. Melawan lupa adalah merawat ingatan. Tulisan sebagai bukti atau dokumen yang bisa menyimpan mengenai sesuatu hal bagi generasi mendatang. Melalui tulisan, bukan saja berbagai hal bisa tersampaikan, bahkan dengan tulisan yang jujur juga akan tersampaikan berbagai peristiwa sebagaimana adanya. Proses ini tentu saja tidak mudah dilakukan dan membutuhkan jiwa yang teguh untuk melakukan hal ini. Ketika seorang penulis yang ingin melawan lupa, bila melakukannya dengan tidak jujur, maka posisinya sama biadabnya dengan para pelaku sejarah yang melakukan pengkaburan jalannya sejarah sepanjang masa. [este, Sabtu, 19/12/2015]
45
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Ingin Menyebarkan Gagasan Apa yang dipikirkan oleh seseorang, selama pikiran itu belum dikeluarkan, maka ia tetap hanya ada di angan-angan. Seperti bayangan, yang kemudian menguap, dan hasilnya sama, orang tidak tahu apa yang sebenarnya kita pikirkan. Dulu, ketika masih belajar menjadi jurnalis, pimpinan redaksi kami selalu mengeluarkan jurus pamungkas ini di awal rapat. Setelah membuka rapat, ia mengungkapkan bahwa peserta rapat, datang ke sebuah rapat, tidak lain dan tidak bukan, hanyalah untuk menyampaikan pendapat. Ketika seseorang yang datang dalam rapat, memiliki banyak persoalan dan tawaran, namun tidak menyampaikannya, maka sama saja seperti orang yang tidak ada dalam rapat. Usaha mengingat demikian, sebenarnya juga pernah kita alami dalam berbagai ruang. Ketika mengikuti satu pelatihan menulis di Jakarta, salah seorang penceramah juga menyebutkan demikian. Seorang penulis adalah orang yang menulis atau mengeluarkan apa yang ia pikirkan. Seorang penulis bukan hanya berhenti pada soal membayangkan. Apa yang dibayangkan, sebagai sesuatu yang berdasar, akan dituangkan dalam tulisan. Ketika semua yang dipikirkan namun gagal ketika dikeluarkan, maka ia belumlah menjadi tulisan. Ketika menguji karya ilmiah mahasiswa, pernah saya bertanya mengenai apa yang hendak ingin ia sampaikan dalam karya tulis itu. Dari beberapa karya, posisinya mungkin tidak sama. Ada yang bagus, ada yang biasabiasa saja, dan ada pula yang karyanya tidak kita ketahui sebenarnya apa yang ingin disampaikan. Ketika membaca karya yang bagus atau yang biasa-biasa saja, kita segera bisa menangkap apa yang hendak disampaikan melalui karya tersebut. Dengan sistematika yang rapi, skemanya jelas dari satu langkah ke langkah lain. Sementara ketika mendapatkan karya yang –maaf—sedikit kacau, selain berputar-putar, kadangkala maksud inti justru kita tidak tahu. Nah pada satu karya yang mendekati demikian, saya tanyakan apa yang hendak disampaikan. Dan waktu itu, saya memintanya menghidupkan telepon genggam dan saya minta ia merekam apa yang ia sampaikan itu. Ia menyampaikan apa yang hendak dituang tersebut dengan sangat bagus. 46
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Saya tanya –karena saya tahu apa yang ia sampaikan belum ada dalam karya—di halaman berapa ia menulis hal tersebut. Setelah merenung sebentar, ia jawab bahwa itu semua belum ditulisnya. Justru yang ditulis untuk karya, hal-hal yang tidak penting. Dengan berbekal rekaman, untuk perbaikan, saya minta ia menulis apa yang disampaikan tadi, dan beberapa hari kemudian, saya dapat informasi ia berhasil melakukannya dengan baik. Pengalaman ini menunjukkan bahwa apa pun yang ingin disampaikan, ketika ia belum ditulis, maka ia belum bisa dikatakan sebagai karya tulis. Padahal melalui ruang itulah, peluang untuk menyebarkan berbagai gagasan besar sekali. Banyak penulis yang menjadi penyebaran gagasan ini sebagai tujuan mereka dalam menulis. [este, Ahad, 20/12/2015]
Ingin Mendapatkan Uang Ada satu tujuan praktis dari sebagian penulis, adalah ingin mendapatkan uang dari menulis. Menulis ini dianggap murni sebagai pekerjaan atau profesi, dimana dengan menjalankannya dengan maksimal akan menentukan seberapa besar pendapatan yang akan diperoleh. Saya sebutkan sebagian, karena banyak sekali penulis terkenal, menganggap meng-uang-kan hasil karya tak selalu harus menjadi tujuan utama dari profesi mereka. Semua orang membutuhkan uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Namun banyak orang beranggapan, justru uang tak seharusnya menjadi satu-satunya. Saya memiliki beberapa teman yang berprofesi sebagai penulis terkenal. Ada yang karyanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Dari pergaulan saya, ternyata tidak semua mereka menjadikan uang sebagai tujuan. Memang mereka tidak memiliki profesi lain selain menulis. Artinya begitu bangun tidur, mereka hanya memikirkan bagaimana melakukan dan mengembangkan profesi mereka itu. Dalam melakukan dan mengembangkan profesi, mereka juga membutuhkan energi dan amunisi. Tak kalah penting, juga jaringan. Energi sangat menentukan bagi keberlanjutan profesi, dimana dengan 47
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
energi, membuat mereka bisa menjaga prosesi mereka secara berkelanjutan. Amunisi sangat penting dalam menjaga stamina dalam menulis. Stamina yang saya maksudkan, tidak saja sebagai kekuatan dalam suatu karya tulis melainkan juga berbagai pengetahuan yang mendukung dalam hal profesi mereka. Dengan asumsi demikian, maka ‘pandai’ menulis saja tidak cukup. Kepandaian masih harus didukung dengan kemampuan mengisi sebuah karya secara berkualitas. Dengan energi dan amunisi itulah, seorang penulis akan terus bisa menjalankan profesinya –walau dengan berbagai tantangan yang akan dihadapi. Saya mendapat banyak pengalaman dari mereka. Para penulis terkenal, ketika diundang dalam suatu acara tertentu, misalnya acara sosial, sekretaris pribadi mereka tidak menanyakan berapa angka yang akan diperoleh. Saya pernah menyaksikan bagaimana sekretaris seorang penulis yang sama sekali tidak meminta persetujuan sama sekali dari penulis untuk menerima dan mengisi acara-acara yang sifatnya sosial. Penulis yang demikian, juga hadir dan mengisi acara secara maksimal. Bukan karena acara yang bersifat sosial, lalu dalam mengisi acara menjadi paspasan. Ada juga penulis lain yang saya kenal, sangat ketat dengan perhitungan. Memang ia seorang penulis terkenal. Ketika diundang ke suatu tempat, penghubung lalu mendapatkan berbagai list kebutuhan yang harus dibayarkan oleh mereka yang mengundang. Tidak jarang, padahal acara itu untuk tujuan sosial. Akan tetapi, tidak berarti penulis pernah mendapatkan pengalaman yang tidak mengenakkan. Seorang teman saya, juga seorang penulis terkenal, sangat sering mengisi acara-acara bertujuan sosial demikian, namun ia pernah dimanfaatkan. Pelaksana rupanya memiliki donasi dari sponsor, yang itu tidak diberitahukan alias disembunyikan dari pihak-pihak yang mengisi acara secara gratis. Untuk yang begini, mungkin tidak ada ampun. [este, Senin, 21/12/2015]
48
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Sebagai Syarat Tertentu Ada sejumlah orang yang menulis atas dasar kepentingan pragmatis tertentu. Alasan semacam ini, prinsipnya sama dengan mereka yang hanya menjadikan uang sebagai tujuan menulis. Tujuan dalam rangka tujuan bagi syarat tertentu, hanya dilakukan proses menulis atau menghasilkan karya, ketika tuntutan pragmatis menuntutnya demikian. Seseorang hanya menulis ketika kantornya menuntut ada satu karya yang harus dihasilkan agar pangkat tidak bermasalah. Orang-orang yang sedang menempuh pendidikan tinggi, hanya akan menghasilkan karya ketika lembaganya mensyaratkan bahwa mereka harus memiliki karya. Selebihnya, walau mereka memiliki ilmu dan pengetahuan lebih, akan kembali tiarap dan diam –tidak menghasilkan karya apa-apa lagi. Tujuan semacam ini, zaman sekarang banyak sekali. Tujuan kepangkatan, terutama yang fungsional, sangat disyaratkan adanya tulisan. Seorang cerdas yang berpendidikan tinggi, isu bagus hanya diperuntukkan untuk mengisi jurnal-jurnal terkenal yang peredarannya juga sangat terbatas. Dengan mengisi jurnal demikian, ada aroma lain yang juga hampir sama, yakni mendapat kompensasi dari lembaganya. Lembaga juga berimplikasi positif ketika staf mereka menghasilkan karya demikian. Jumlah publikasi akan semakin menempatkan mereka semakin di jajaran elit lembaga pendidikan dunia. Sayangnya, kadang-kadang isunya beredar bagi mereka kalangan orang pandai. Ketika kebutuhan untuk tujuan demikian terhenti, maka mereka pun berhenti berkarya. Padahal dalam realitas sosial, banyak sekali masalah yang membutuhkan banyak tangan dan pemikiran untuk menyelesaikannya. Orang-orang pandai yang sangat banyak memiliki publikasi terkenal dan internasional, sangat penting untuk mendekatkan isi temuannya bagi menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat banyak. Sangat penting bagi banyak orang untuk menyebarkan gagasan dalam berbagai level, apalagi level ilmiah tertinggi. Semakin banyak orang cerdas yang mengisi jurnal-jurnal penting dunia, prinsipnya akan semakin menebar gagasan yang apa dimiliki. Apalagi bila itu menyangkut dengan potret dan temuan tertentu.
49
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Pada saat yang sama, sangat penting juga untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat bawah. Orang-orang yang selama ini mendapat pengetahuan dari mulut ke mulut, juga membutuhkan temuan-temuan orang pandai untuk mencerahkan mereka. Justru orang-orang cerdas yang idealnya memahami masalah secara kongkret, akan semakin mudah menyampaikan apa yang menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakatnya. Termasuk dalam kategori ini adalah berbagai temuan orang pandai, yang tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan sesama orang pandai. Berbagai temuan juga penting untuk disebarkan untuk memberi manfaat secara lebih konkret kepada masyarakat bawah. Dari pengalaman beberapa orang cerdas, langkah demikian bukan sesuatu yang sulit. Mereka yang tidak kikir berbagi temuannya –hanya terlalu berfikir bahwa sangat rentan dicuri orang lain—justru semakin mudah menemukan seseorang yang melakukan pencurian atas karya mereka. Bagi mereka, ide yang masih dalam angan-angan, bukanlah sesuatu hak milik. Bahkan ketika menjadi sebuah karya sekalipun, ada sebagian orang pandai yang tidak ambil pusing dengan hak atas karya. [este, Selasa, 22/12/2015]
Ingin Membangun Peradaban Sebenarnya, semua alasan yang disebutkan sebelumnya, merupakan arena dalam memberi kontribusi bagi membangun peradaban. Namun alasan yang ditawarkan di sini adalah khusus bagi perwujudan masyarakat yang beradab. Seorang penulis yang menjadikan peradaban sebagai tujuannya, akan berusaha menggapai pada tujuan mulia ini, di mana semua karya yang dihasilkan diharapkan akan menjadi penunjuk arah dan penyejuk bagi banyak orang. Seseorang tidak menjadikan karya sebagai media bagi upaya untuk menjilat luka. Karya bukan untuk membangkitkan kemarahan orang untuk saling membenci satu sama lain. Karya diharapkan sebaliknya. Walau untuk melawan lupa sekali pun, diharapkan tulisan itu untuk mengungkapkan berbagai kezaliman, namun bukan untuk membuat orang semakin berluka-luka. Mengungkapkan kebenaran dimaksudkan untuk meluruskan jalan kehidupan selanjutnya. Ada niat yang harus diluruskan. Ada kepentingan yang harus dipandu. Ada rumus nurani ketika seseorang berada di jalan buntu. Seringkali, 50
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
ketika orang berada di sudut, tidak ada ruang lagi, seolah seseorang sudah tidak bisa memilih. Padahal, mundur beberapa langkah juga merupakan pilihan. Maka ketika seseorang sudah melangkah dan terjebak, tidak ada salahnya untuk dua atau tiga langkah untuk merenungi dan melihat kembali langkah yang sudah diambil. Banyak orang tidak bisa melawan godaan. Lalu dengan berbagai tawaran, maka sesuatu yang paling berharga dibarter dengan nilai yang tidak seberapa. Menulis apapun sesuai dengan kepentingan tertentu. Ketika berada dalam garis kepentingan tertentu, apapun kemudian bisa dikondisikan sesuai dengan kepentingan dimaksud. Ketika orang sudah terjebak dalam lingkaran kepentingan, langkah seburuk apa pun menjadi mudah untuk direncanakan. Bahkan orang tidak malu lagi untuk menyembunyikan sesuatu yang seharusnya disampaikan. Pihak lain, seperti orang yang membaca, mungkin tidak bisa menangkap adanya ketidakjujuran, pada suatu waktu. Tetapi ingatlah, ia akan terbuka menganga pada waktu yang lain. Apabila sudah terbuka, maka tidak ada sesuatu yang lain yang bisa dilakukan, selain berdiam diri dari aktivitas yang mulia ini. Orang akan terjerembab ke dalam jurang dalam, ketika nuraninya sudah tidak dijaga. Makanya, peradaban yang ingin digapai oleh seorang penulis, terkait dengan banyak piranti pendukungnya. Satu sama lain saling terhubung dan semua proses berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tidak cukup hanya dengan pandai menulis, melainkan harus memiliki tameng nurani. Tidak cukup dengan jaringan, juga harus dengan kejujuran. Tidak cukup dengan kecerdasan, karena harus dibarengi dengan keikhlasan. Dengan teguh semua piranti itu, maka tujuan mulia ini tidak sulit tercapai. Seperti sebuah kaki yang bertumpu di sandal yang bersih. Ketika mengantar kaki itu ke mana pun, ia berusaha untuk tidak akan mengotori sang telapak kaki. Biar pun di bawahnya, berbagai kotoran berhinggap. [este, Rabu, 23/12/2015]
51
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 6 Teguh Mengelola Pantangan
Jangan Plagiat Di semua tempat, selalu berpotensi untuk terjadinya plagiarisme. Tidak di kampus, tidak pada koran besar. Bukan saja orang kecil, tetapi juga orang elit. Semua memungkinkan. Bukan hanya orang kecil, melainkan juga orang besar. Selevel pejabat tinggi, bergelar hebat, menulis artikel yang hebat, pada suratkabar terkenal dan penuh persaingan masuk ke dalamnya, juga pernah ditemui plagiat. Bahkan ketika ada yang protes, besoknya akan hadir klarifikasi atau apa pun namanya. Orang yang kadangkala menulis ajakan untuk menghindari plagiat, ternyata berasal dari tulisan yang diplagiat. Sebagian orang dengan tegar memohon maaf karena melakukan itu. Namun tak sedikit, orang yang plagiat, berkilah dengan berbagai rupa dan menjadikan hal lain sebagai alasan. Bahkan kadang aneh. Di lokasi yang diajarkan tidak boleh plagiat pun, ternyata ada juga pelaku plagiat. Di kampus, di mana orang-orang pandai yang seharusnya tidak boleh melakukan plagiat, ternyata juga ada. Bahkan untuk mengurus jabatan tertinggi akademik sekali pun, pernah ditemukan orang yang melakukan plagiat. Ironisnya, sumber plagiat terjadi dengan bersumber dari bahan orang yang dibimbingnya –dengan demikian orang yang selalu diingatkan untuk tidak melakukan plagiat. Secara sederhana, plagiat itu adalah mengambil sebagian atau seluruhnya punya orang lain –atau bahkan punya kita sendiri—dengan tidak menyebutkan sumbernya. Orang mengambil –banyak atau sedikit—apa yang telah dituliskan orang menjadi tulisan kita. Ketika dengan sadar kita bagian dari suatu tulisan dan tidak disebutkan sumbernya, maka itu sama artinya dengan mendeklarasikan bahwa itu punya kita sendiri. Dalam konsepnya, mengutip dengan menyebut sumber, juga terbagi – paling tidak dua. Ada yang harus dengan izin, ada yang boleh dengan tanpa izin terlebih dahulu. Bagi sebagian orang atau penerbit, asal sumbernya disebut jelas, maka tidak selalu harus dengan izin terlebih
52
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
dahulu. Namun ada sebagian yang ketat, bahkan untuk kutipan dalam batasan tertentu harus dengan izin pihak tersebut. Jadi, dengan bersandar pada konsep sederhana demikian, maka plagiat itu sama seperti mencuri. Bedanya, kalau mencuri dalam makna yang umum, melakukan pencurian terhadap barang milik sendiri tidak dikategorikan sebagai mencuri. Sementara dalam konteks plagiat, mengambil bagian dari tulisan sendiri pun, ketika tidak menyebut, termasuk juga dalam kategori ini. Namanya self plagiarism. Karena bermakna mencuri, maka dalam pelatihan menulis apa pun, berlokasi di mana pun, setingkat apa pun, selalu larangan plagiat berada di peringatan paling atas. Tidak boleh melakukan pekerjaan yang seharusnya sangat membuat seseorang hina tersebut. Ada kondisi ketidakjujuran ketika seseorang melakukan hal tersebut. Maka ketika orang yang menulis, sudah dimulai dengan ketidakjujuran, maka implikasinya adalah pada ketidakjujuran lainnya. [este, Kamis, 24/12/2015]
Jangan Publikasi Ganda Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang mengirimkan atau mempublikasi sebuah tulisan yang sama di beberapa tempat. Ada faktor untuk mendapatkan kompensasi ganda. Untuk menulis artikel di surat kabar, honor semakin bersaing. Tidak jarang seseorang menulis beberapa tulisan untuk satu isu yang sama. Orang yang membaca bisa menangkap ada persamaan, walau dengan bahasa yang berbeda. Temuan seperti ini, sangat ketat untuk beberapa media. Namun ada juga yang tidak peduli. Yang menerapkan aturan yang ketat, biasanya akan menempatkan penulis tersebut dalam black list. Kompensasi lain bisa didapat dalam bentuk lain. Dalam jurnal ilmiah, seseorang memungkinkan untuk mendapatkan dua nilai kredit poin yang berbeda dari satu tulisan atau satu isu tulisan yang sama. Ada juga mereka yang menginginkan satu tulisan naik di beberapa tempat dengan berharap akan ada pengaruh pada posisi yang bersangkutan, terutama dalam kepentingan dan relasi tertentu yang dilakoni.
53
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Khusus untuk media, ada sejumlah media yang ternyata tidak merespon secara patut kiriman tulisan dari penulis. Biasanya ada ketentuan, tulisan yang dikirim seseorang akan diperhitungkan dalam waktu dua atau tiga minggu. Setelah itu, apabila tidak dimuat, maka boleh dikirim ke media lain. Namun ada media yang sama sekali tidak ada ketentuan yang demikian. Di samping itu, dengan tidak adanya respon, membuat penulis mengambil posisi untuk mengirimkan ke media lain setelah dalam waktu tertentu. Ternyata ada media yang masih menaikkan tulisan tertentu sampai dua atau tiga bulan kemudian. Sayangnya, pada saat yang sama, tulisan yang dikirimkan ke media lain juga dimuat. Dalam kasus yang terakhir, penulis biasanya tetap akan merasakan imbasnya. Mungkin media yang tidak memberi respon, bagi mereka tidak masalah. Namun media yang kedua, mungkin akan memiliki pertimbangan lain. Dalam kasus yang demikian, biasanya apa pun sanksi akan dirasakan oleh penulis yang bersangkutan. Terlepas ada alasan tertentu di balik itu, semisal sebagai disebutkan, tiada respon dari media. Sepertinya ada alasan yang sangat filosofis di balik ajakan tidak memilih ini, yakni seseorang tidak boleh serakah –dengan asumsi adanya kompensasi bagi penulis atas karya tertentu. Sekali lagi bahwa kompensasi tidak selalu soal uang, melainkan juga bisa non uang. Dengan demikian, catatan khusus ini menekankan pada satu publikasi. Bukan publikasi ganda –dengan alasan apapun. Kecuali, apalagi dalam ruang maya, sebuah tulisan kemudian dibagi-bagikan oleh orang lain dalam bentuk yang berbeda –misalnya lewat media sosial. Selama yang disebar tersebut dengan jelasnya menyebutkan media yang telah membuat. Apalagi melalui media sosial, meneruskan tulisan hanya tinggal mengklik kolom yang telah disediakan. [este, Jumat, 25/12/2015]
Katakan Tidak Untuk Merendahkan Manusia Hal lain yang tidak boleh diabaikan, adalah sebuah tulisan yang tidak boleh merendahkan manusia dan kualitas kemanusiaan. Tujuan ini tidak boleh dianggap sederhana. Soal demikian dapat menjadi masalah serius dalam kehidupan manusia. Ketika hanya warna kulit tertentu, lantas 54
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
dikategorikan dalam strata kehidupan tertentu. Orang dengan jenis bangsa tertentu disebut memiliki strata kehidupan yang lebih rendah dari bangsa lainnya. Tulisan pernah dijadikan sebagai media untuk melaksanakan provokasi semacam ini, yang mencapai puncaknya pada paruh abad ke-20. Ketika itu, sebagian negara yang diklaim maju dan beradab, ternyata memiliki mentalitas penjajah yang menjadikan manusia di negara tidak maju secara semena-mena. Bangsa di negara yang tidak maju, bahkan ada yang diklaim tidak pantas berposisi sebagai manusia. Hal ini dengan sadar disampaikan oleh mereka sebagai bangsa yang berbeda. Kondisi tersebut, nyatanya berlangsung hingga mendekati abad ke-21. Sekarang ini, memang dunia sudah berubah drastis, namun semangat demikian sesekali berlangsung. Secara universal sudah ditolak. Namun kadang-kadang muncul, tidak selalu berasal dari warga bangsa negara tidak maju. Bahkan hal-hal yang tidak layak itu muncul dari warga bangsa negara maju. Di negara kita, pada masa dulu, memiliki pengalaman yang tidak enak. Pada waktu itu, berkembang dengan sebutan –yang walau sering juga digunakan tidak semestinya—SARA. SARA ini menempatkan seseorang bisa membedakan antara satu orang dengan orang lain atas dasar kondisi tertentu. Pada masa dulu, sebutan ini kadang-kadang mengarah untuk memberi stigma bagi mereka yang melakukan kritik tertentu. Masa pemegang kuasa yang antikritik, sangat sering menggunakan sebutan ini untuk menutup pintu bagi adanya kritik. Apa pun yang sesungguhnya tidak ada kaitan dengan SARA, lalu dikaitkan dengan SARA. Bahkan yang lebih ironis, kritik sosial yang dimunculkan yang dasarnya ingin meluruskan jalannya kekuasaan, ternyata ditanggapi sebaliknya. Secara semena-mena, dituduh dan digiring seolah yang terjadi adalah pemancing kerusuhan dan memprovokasi SARA. SARA yang dimaksudkan adalah sesuatu yang memang menyinggung sesuatu yang tidak pantas. Seseorang harus dilihat dalam kerangka manusia. Dengan demikian, seorang penulis tidak boleh merendahkan manusia dan kualitas kemanusiaannya. Seorang penulis harus melaksanakan tugas untuk memanusiakan manusia agar menjadi manusia. Bukan sebaliknya. 55
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Ketika menulis digunakan hanya untuk menjadi alat provokasi yang merendahkan manusia, maka tujuan sebenarnya sebagai hakikat dari menulis berupa membangun peradaban menjadi hilang dengan sendirinya. Menulis dengan tulisan yang dihasilkan, adalah jalan bagi pembangunan dan pengembangan peradaban. Ketika yang terjadi sebaliknya, maka apa yang disebut dengan peradaban itu pada dasarnya telah meninggalkan kita semua. [este, Sabtu, 26/12/2015]
Jauhi Basa-Basi Dalam tulisan, bahasa menjadi sangat penting. Bahasa yang saya maksudkan di sini, bukan bahasa dalam arti teks. Dalam arti itu, semua orang memiliki bahasa. Tidak bisa tidak. Namun melalui berbagai tulisan, penguasaan terhadap bahasa bisa terlihat jelas dan itu mencerminkan dari masing-masing penulisnya. Hal ini sama sekali tidak sederhana. Karena dalam berbahasa, tidak terlepas dari berbagai hal sekeliling. Semakin banyak orang membaca –baik dalam arti teks maupun konteks—akan berbahasa secara lebih baik. Orang yang banyak membaca akan menjadi orang yang banyak tahu. Mereka memiliki lebih banyak pilihan dan cara dalam mengaktualisasikan bahasa dalam tulisannya. Berbeda dengan mereka yang penguasaan pengetahuan dan cara yang terbatas. Mereka yang tidak banyak membaca, akan memiliki potensi lebih tertinggal. Apalagi persaingan dalam dunia tulis-menulis juga semakin hari semakin sengit. Persaingan dalam arti orang atau penulis yang muncul semakin banyak, pada saat yang sama, media yang tertampung biasanya tidak bertambah secara signifikan. Pada posisi yang demikian, orang yang siap dari segala sisi yang akan mendapat tempat secara layak. Sebaliknya, mereka yang hanya berkemampuan pas-pasan, juga akan muncul dan redup sesuai dengan kemampuannya itu. Pada saat kondisi demikian, tujuan seseorang dalam menulis juga berbedabeda. Dengan tujuan yang strategis, membutuhkan proses yang strategis pula. Orang yang ingin mencapai hasil sempurna, tidak mungkin dicapai dengan proses dan persiapan yang biasa-biasa saja. Hal inilah yang semakin disadari untuk dilakukan oleh banyak orang. Orang-orang yang
56
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
tidak mau melakukan atau mempersiapkan hal ini, pada akhirnya harus rela kalah dengan perkembangan dunia ini. Tidak boleh dilupakan, perkembangan dunia berlipat-lipat dari masa lalu. Hal yang sebelumnya tidak pernah kita duga, sekarang ini kita saksikan di depan mata. Untuk kenyataan ini, kita harus membuka mata lebih lebar. Otomatis dalam berkarya pun, memahami kondisi ini menjadi sangat penting. Posisi memahami betul atau pura-pura memahami, akan tampak dengan sendirinya. Orang yang mempersiapkan diri secara serius dan maksimal, berbeda dengan mereka yang hanya mempersiapkan diri persis seperti basa-basi. Jenis yang disebut terakhir ini, memiliki hasil yang kurang-lebih juga sama: kualitas basa-basi. Dengan demikian, ketika bertekad ingin menjadi penulis hebat, maka harus dimulai dengan tekad dan usaha yang hebat. Orang yang ingin hebat, ketika melakukan usaha pencapaiannya secara hebat, peluang mendapat hasil hebat jauh lebih besar. Sedangkan mereka yang bertekad ingin menjadi penulis yang biasa-biasa saja, jangan sedih bila hasil yang didapat sebandingkan dengan tekad dan usaha yang kualitasnya biasabiasa saja tersebut. Pertanyaannya kita akan memilih yang mana? Ingin mencapai sungguh-sungguh, atau hanya sekedar berbasa-basi? [este, Ahad, 27/12/2015]
Jangan Seperti Orang Galau Ketika memberikan satu materi pelatihan menulis, saya memberi analog orang yang menulis itu mirip seperti orang yang berbelanja atau mereka yang memiliki peta. Menulis itu persis seperti orang yang akan berbelanja ke pasar. Mereka yang ke pasar, ada berbagai tampilan. Ada yang hanya ingin menemani istri, di mana orang tipe ini menganggap hanya istri yang berkepentingan dengan pasar. Ada orang yang sangat membutuhkan untuk pergi ke pasar, namun apa yang dibutuhkan itu tidak dipahami. Ada juga orang yang dari awal memang ingin ke sana bersama-sama dengan istri ingin membeli berbagai bahan atau barang yang sudah dipersiapkan dari awal. Orang yang disebut terakhir, sudah memiliki 57
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
tujuan yang jelas apa yang sesungguhnya ia ingin beli. Tipe orang yang disebut ini, juga bisa mengukur berapa besar uang yang dibutuhkan. Berbagai barang atau bahan yang ingin dibeli pun bisa diukur dengan kemampuan uang yang tersedia di kantongnya. Berbeda dengan mereka yang tidak memiliki catatan yang jelas. Ke pasar ingin membeli apa yang menarik menurut pandangan mata atau perkiraan selera. Orang yang seperti ini, tidak bisa memperkirakan sebesar apa uang yang dibutuhkan, karena selera mata itu sangat memungkinkan untuk membeli apa pun yang sebagian mungkin tidak dibutuhkan. Persis juga seperti orang yang memiliki peta dengan jelas. Seseorang yang ingin melewati sebuah kota yang sepi, lengkap dengan peta yang dimiliki, berbeda dengan mereka yang tidak memiliki petunjuk sama sekali. Ada orang yang hanya menggantungkan pada masyarakat tempatan. Padahal apa yang ingin kita tuju tidak selalu dipahami oleh orang tempatan tempat kita bertanya tersebut. Peta juga bisa seperti orang yang sedang berada di tengah belantara. Peta menjadi penunjuk agar ia bisa keluar dari belantara tersebut. Inilah yang dimaksud dengan orang galau. Ciri orang yang harus dihindari. Semuanya harus dipersiapkan secara matang. Seorang penulis sudah memahami dari awal, sebenarnya apa yang ingin ditulis. Tidak menerawang, atau bukan melihat awan lalu bisa menulis berlembarlembar. Apa yang ditulis dipersiapkan dari awal prosesnya. Dengan persiapan, maka ketika terkendala dengan hambatan tertentu, bisa mundur beberapa langkah untuk melihat di mana langkah yang keliru. Dengan demikian, ketika mulai menyusun langkah kembali, sudah memahami di titik mana yang perlu dibenahi. Bagi sebagian orang, mempersiapkan ini mungkin sederhana. Namun tak sedikit, menganggap sebagai sesuatu yang sangat serius. Persiapan terkait dengan hasil yang akan diperoleh. Semakin jelas tujuan awal, maka hasil akan semakin maksimal dan fokus. Pembaca menunggu sesuatu yang disampaikan tidak seperti jurus mabuk yang melangkah gontai tak tentu arah. [este, Senin, 28/12/2015]
58
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Jangan Jadi Orang Lain Setiap orang memiliki kemampuan, tampilan, dan pengetahuan masingmasing. Berdasarkan kondisi tersebut, muncul dari seseorang selingkung yang ia punya. Orang yang lebih sensitif terhadap kemampuan diri, bisa mengukur di posisi mana kemampuannya tersebut. Berangkat dari kemampuan yang ada, ia akan memetakan apa yang mesti dilakukan dan dikembangkan dalam dunia kepenulisannya. Pemahaman dan kesadaran untuk menyungkil kemampuan diri ini tidak jamak dimengerti. Ada kesan banyak orang tidak mau terlalu susah untuk mencari kekuatan dirinya. Bahkan, lebih ironis, orang lebih rela dirinya merasa berada dan terjerembab dalam berbagai kelemahan. Setiap manusia memang memiliki kelemahan. Dengan memahami kelemahan, maka apa pun yang dilakukan seyogianya sekecil mungkin menghindari kelemahan tersebut. Dengan adanya peta kekuatan, maka apa yang lemah diperkecil dan apa yang menjadi kekuatan justru lebih difokuskan. Pada akhirnya, potensi kekuatan dalam diri seseorang akan lebih menonjol dibandingkan dengan kelemahan. Dengan lebih besarnya potensi kekuatan, maka peluang untuk mencapai keberhasilan akan lebih besar. Demikian logika mengapa peta ini menjadi penting. Orang-orang yang berhasil memetakan kekuatan dan kelemahan diri, biasanya menyadari betul apa yang mesti dilakukan atau tidak dilakukan–dalam berbagai aktivitasnya. Dengan kesadaran ini, maka apa pun yang berpotensi membawanya kepada kelemahan, akan ditinggalkan, dijauhi, atau kalau pun tidak bisa, akan diperkecil porsinya. Penulis yang menyadari potensi diri, akan tahu apa yang akan dikembangkan dalam dirinya. Ia tidak akan menabrak tembok. Dengan potensi diri, seseorang akan berpotensi mampu membawa diri, sebagaimana air yang mengalir mengikuti alur. Sebaliknya mereka yang tidak menyadari potensi diri, berpeluang untuk menabrak apa pun yang ada di depannya, walau pun yang ditabrak itu sesuatu yang tidak mungkin ditembus. Dengan potensi ini pula, seseorang yang akan menjadi penulis akan menjadi dirinya sendiri. Dengan segenap kekuatan dan kelemahan yang 59
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
dimiliki, ia akan mengembangkan potensi yang porsi kekuatan. Apa pun yang terjadi, akhirnya itulah yang akan didayagunakan dari dirinya. Sesuatu yang tampil adalah sesuatu yang alami. Berbeda dengan mereka yang ingin menjadi diri sebagai orang lain, melakukan apa pun berdasarkan potensi dari dalam diri orang lain. Bukan potensi yang bersangkutan. Maka yang terjadi adalah pemaksaan. Betapa besar potensi gagal ketika potensi diri berbeda dengan potensi orang lain. Malah sesuatu yang dipaksa pada akhirnya akan berhenti sebelum masa berhentinya tiba. Ia hanya ingin melakukan sesuatu karena ingin menjadi orang lain, bukan ingin menjadi diri sendiri. Otomatis apa pun yang dilakukan, pada dasarnya mengikuti apa yang dilakukan orang –yang bahkan tidak jarang apa yang diikuti tersebut tidak diketahui apa maksudnya. [este, Selasa, 29/12/2015]
60
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 7 Ada Strategi Sederhana
Mari Merenung di Awal Waktu menjadi masalah krusial bagi orang yang menulis. Banyak orang yang tidak bisa menulis, dengan alasan waktu yang tidak cukup tersedia. Kita sering lupa bahwa orang lain yang bisa menulis, dengan waktu yang sedikit, pada dasarnya juga seperti kita: posisi waktu yang terbatas. Pertanyaannya adalah mengapa orang lain bisa menulis dengan waktu sedikit dan mengapa kita tidak bisa. Artinya ada sesuatu kelemahan dalam diri kita dalam memanfaatkan waktu yang tersedia. Secara operasional, kita belum begitu optimal dalam mendayagunakan waktu. Orang yang selalu mengingat waktu, memiliki ruang lebih besar dalam memanfaatkan apa yang dinamakan dengan perenungan awal. Melakukan sesuatu berdasarkan jangkauan kurang-lebih yang matang. Sesuatu tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dan bahkan terkesan asal ada. Sesuatu yang dilakukan dari awal sudah diingatkan agar memberi hasil yang lebih maksimal. Dengan persiapan yang luar biasa, tidak mengherankan bila akan didapat hasil yang luar biasa pula. Sebaliknya, dengan perenungan yang tidak dilakukan, maka hasil yang tidak maksimal bisa jadi sudah dari awal bisa diduga. Dengan perenungan awal, memungkinkan orang untuk saling membolakbalikkan alternatif kemungkinan. Dalam bahasa anak sekarang, seseorang bisa menyiapkan peta masalah dari awal. Berbagai hal, pada dasarnya selalu bisa dibayangkan masalah yang akan timbul genap dengan berbagai kemungkinan solusi yang bisa diambil. Orang-orang yang sudah bisa melakukan langkah demikian, tidak heran akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Begitulah dahsyatnya manfaat orang-orang yang menggunakan waktu hidup yang oleh banyak orang dikatakan sempit, untuk selalu merenungi setiap apa yang mau dilakukan. Bahkan sebenarnya, ideal bagi semua orang adalah setiap jejak langkah yang terayun, selalu ada langkah perenungan sebelumnya. Sesuatu yang sudah dilangkah, hanya mungkin dibersihkan, ketika setelah dimundurkan beberapa langkah. Seseorang yang sudah melangkah, tidak bisa ditarik 61
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
dari jejak langkahnya. Hanya saja dengan mundur, akan memungkinkan dilakukan pemetaan langkah kemudian. Untuk semua hal yang dialami dalam hidup ini, perenungan di awal inilah sangat penting dilakukan. Sesuatu jangan asal saja dilakukan. Dari awal sudah ada perhitungan untung-rugi. Sejak semula sudah dilihat ke sana ke mari. Tidak asal langkah. Sebuah peribahasa lama, “berpikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna�, adalah cermin bagaimana keuntungan yang akan diperoleh oleh mereka yang membuat perhitungan segala sesuatu dalam hidupnya sebelum melangkah. Ketika langkah yang satu lalu disusul dengan langkah berikutnya, maka ketika langkah-langkah itu tidak lagi mengikuti peta, akan sulit untuk kembali ketika masanya sadar bahwa seseorang telah salah langkah. Bisa dilakukan dan kembali, namun berat sekali. Untuk alasan ini, tidak perlu ada usaha untuk mencoba. [este, Kamis, 31/12/2015]
Selalu Memperbaiki Tekad Banyak orang tidak bisa memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Tidak sedikit orang yang terjerumus dengan memahami konteks kebutuhan dan keinginan dengan terbolak-balik. Ada yang dimaksudkan sebagai kebutuhan, dikatakan sebagai keinginan. Demikian juga sebaliknya, ada yang pada dasarnya sebagai keinginan, tetapi diklaim sebagai kebutuhan. Butuh dan ingin, dua kata itu, jelas berbeda. Pertanyaannya, dalam konteks menulis, kita akan menyikapi dua konteks itu seperti apa? Saya cenderung menempatkan menulis itu tidak semata keinginan, tetapi menulis juga sebagai kebutuhan. Proses menulis, dengan berbagai tujuan yang sudah ditanamkan dalam benak kita masing-masing, pada dasarnya ingin menegaskan bahwa ia tidak sekedar sebagai hal yang ada di dunia awang-awang. Ia harus diwujudkan, termasuk untuk mengubah keadaan. Tidak sebatas itu, dalam lingkungan yang lebih luas, menulis memiliki berbagai makna dan tujuan. Makanya ketika berbagai tujuan dan makna dari menulis dieksplisitkan, menurut saya, ia harus diposisikan sebagai kebutuhan. Tak berhenti pada 62
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
keinginan. Dengan kebutuhan ini, kontestasi lain berlangsung, terutama tarik-menarik dengan tekad sejauhmana kebutuhan itu ingin ditempatkan pada posisi yang istimewa. Dalam ruang ini, maka ada naik turun daya. Pada kondisi tertentu, mungkin disebabkan oleh berbagai faktor yang menguatkan, tekad ini bisa kuat menggelinding. Pada kondisi ini, ada orang yang seolah hidupnya tidak lagi cukup dengan waktu 24 jam. Padahal durasi 24 jam itu sudah terukur dengan kemampuan manusia, baik secara fisik maupun mental. Durasi 24 jam tidak mungkin bisa bertambah. Dengan demikian, durasi waktu tersebut yang harus bisa dimanfaatkan secara optimal. Kita penting untuk menyusun apa yang mesti kita lakukan dalam waktu 24 jam itu. Pada kondisi yang lain, ketika melempem, dengan posisi semangat yang kembang-kempis, tekad yang ada melemah dan meredup. Waktu terasa lama dan kebalikan dari mereka yang sedang bersemangat menggebu. Mereka yang sedang redup, merasa seolah tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak mampu menulis apa pun. Dengan pemahaman dan kesadaran bahwa ada kondisi naik-turun, maka yang harus dilakukan adalah menjaga kestabilan semangat. Itu yang tidak boleh berubah. Dalam konteks ini, dengan berbagai kondisi apa pun, maka semangat orang untuk melakukan aktivitas menulis, tetap harus terjaga. Harus ada kekuatan yang bisa menjaga kestabilan ketika redup. Demikian pula, ada pengontrol ketika daya sedang meninggi. Tekad harus selalu diperbarui dengan harapan ia selalu terjaga. Ketika berada dalam posisi tidak stabil, stimulus dan energi harus ditambah. Stamina harus sedemikian rupa terjaga. Dengan demikian, ketika titik turun rendah, harus ada daya untuk menaikkannya. Dengan memperbarui tekad terus-menerus, ada ruang untuk bisa menjadi jawaban. [este, Jumat, 01/01/2016]
Berpikirlah Bahwa Semua Orang Sibuk Ketika melakukan penyuntingan beberapa buku biografi, saya mendapatkan banyak hal yang tidak terduga. Buku biografi tersebut 63
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
umumnya milik orang sederhana, yang atas alasan tertentu dan oleh pihak lain meminta ditulis. Alasan yang sering diungkapkan adalah mengenai perlunya berbagai kepribadian dari orang yang ditulis biografi, penting bagi banyak orang. Dalam banyak hal, berbagai kepribadian orang yang diperkirakan berdampak positif pada orang lain, didorong untuk menyebarkan hal tersebut. Sesuatu yang sederhana antara lain bagaimana orang-orang yang bermakna itu dalam memaknai waktu dalam hidupnya. Mereka umumnya sangat menepati janji. Sekiranya tidak ada hal yang bisa menghalangi mereka untuk datang pada sesuatu yang telah dijanjikan, mereka akan berusaha. Dalam banyak pengalaman, bahwa orang-orang hebat itu akan datang selalu lebih awal dari yang dijanjikan. Mereka sangat gelisah apabila sudah membuat janji, tetapi datang terlambat. Di samping itu, mereka juga akan berusaha melakukan yang terbaik dalam menunaikan janji mereka. Ironisnya kadang-kadang adalah orang yang sudah berjanji dengan orang lain justru yang datang terlambat. Sementara orang yang dijanjikan malah lebih menepati, ketimbang mereka yang seharusnya. Kondisi ini jamak terlihat. Waktu dan kesibukan selalu menjadi alasan. Mereka yang terlambat datang, sering beralasan bahwa mereka terlalu sibuk, sehingga dengan kesibukannya itu hingga mereka terlambat dalam menepati janji. Alasan ini juga saya dapat dari mereka yang pernah berdiskusi dalam belajar menulis. Ketika suatu waktu, ada sejumlah orang yang berjanji untuk satu diskusi terkait menulis, tidak semua mereka datang tepat waktu. Hal lain yang sangat fatal adalah pada setiap diskusi yang mensyaratkan agar mereka membawa satu karya, tidak semua siap atas syarat tersebut. Alasan yang mereka sampaikan selalu berputar-putar pada sibuk. Terkesan mereka sangat sibuk luar biasa, sehingga ketika bertekad belajar menulis, menyiapkan satu karya sederhana sebagai bahan diskusi, pun tidak cukup waktu untuk menyelesaikannya. Rasanya sangat jarang merenung bahwa bukankah semua orang pada dasarnya sibuk? Dengan demikian, seharusnya ada pertanyaan bahwa kalau seandainya orang lain juga sibuk, lantas mengapa biasa terus berkarya dan menulis? Bukankah waktu yang tersedia, pada dasarnya tidak berbeda antara kita dengan mereka? Sama-sama 24 jam? Lalu 64
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
mengapa mereka dengan sigap bisa mempersiapkan sementara kita tidak? Orang-orang yang luar biasa bisa menyelesaikan berbagai hal dalam hidupnya dengan waktu yang tersedia –yang menurut sebagian orang semakin terbatas. Di sini, menjadi sangat penting untuk duduk sejenak dan bertanya pada diri, untuk kemudian mengatur kembali kesibukan agar semua dapat dikerjakan. Benar bahwa kita dituntut dengan berbagai kebutuhan. Di tengah kesibukan yang sangat, mampu menyelesaikan berbagai pekerjaan yang menjadi tuntutan, sekaligus bisa berkarya, maka itulah orang-orang yang hebat. [este, Sabtu, 02/01/2016]
Aturlah Seperti Manajer Saya memiliki beberapa teman penulis yang berkarya secara luar biasa. Dari beberapa itu, saya melihat ada beberapa fenomena berbeda. Ada di antara mereka yang menggunakan manajer. Kata ini terkait dengan adanya orang lain yang membantu si penulis. Sementara ada juga penulis yang saya kenal, tidak menggunakan manajer, tetapi bisa berkarya secara luar biasa pula. Yang saya maksudkan dengan berkarya secara luar biasa, tidak selalu dalam arti kualitas. Mengenai penilai ini, mungkin masing-masing kita akan memiliki pendapat berbeda. Hal yang menarik dilihat adalah durasi kerja di tengah kesibukan mereka. Kita tahu mereka memiliki jadwal yang padat. Di samping mengisi pelatihan dan diskusi di banyak tempat, mereka masih pula sempat menulis. Luar biasa lagi, karya mereka bukan karya sederhana yang beberapa halaman saja. Dengan kesibukan, mereka bisa menghasilkan karya tebal yang banyak penerbit menunggunya. Itulah yang saya maksud sebagai berkarya secara luar biasa. Dengan kondisi berkarya begitu, ada yang memakai manajer dan ada yang mereka sendiri yang menjadi manajer. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang disebut manajer adalah orang yang mengatur pekerjaan agar mencapai sasaran. Makna lain adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin, dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu. Dengan memakai jasa manajer, tentu bukan dengan gratis, banyak mereka yang sangat terbantu dalam beraktivitas. Dengan kondisi dan jadwal mereka 65
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
yang padat, maka apa yang mesti diselesaikan menurut perjalanan waktu sudah diatur sedemikian rupa. Orang yang memiliki manajer, termasuk pada penulis, tidak bisa lagi leluasa bergerak, karena semuanya sudah diatur sedemikian rupa –dalam rangka memudahkan. Dengan teratur demikian, maka orang yang akan menyelesaikan berbagai hal menjadi lebih mudah dan terarah. Ketika datang ke suatu tempat, sudah jelas apa yang mesti dikerjakan atau dibahas. Demikian juga bila menyelesaikan karya, sudah tersusun apa saja yang harus diselesaikan pada jam tertentu dan pada jam lainnya. Untuk tugas-tugas demikian, orang-orang yang terlalu padat jadwalnya, sudah harus dibantu oleh orang lain. Mereka memakai orang untuk mengatur dan menyusun apa yang akan dikerjakan dan diselesaikan. Namun untuk tugas demikian, ada orang yang bisa diatur sendiri. Mereka bisa mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya sedemikian rupa dengan diatur sendiri oleh yang bersangkutan. Ada orang yang hebat bisa mengatur hidupnya secara luar biasa, agar dengan mudah menghasilkan karya. Orang yang seperti ini, biasanya hidup sudah lebih tertib. Sama dengan kita yang memiliki 24 jam dalam sehari-semalam, namun mereka lebih unggul dalam mengatur dan memanfaatkan durasi waktu yang sama dengan kita itu. Tak ada salahnya, kita belajar pada orang-orang luar biasa demikian. [este, Ahad, 03/01/2016]
Menentukan Prioritas Biasanya, orang yang gagap dalam mengatur jadwal aktivitas kesehariannya, akan berpotensi tidak fokus dalam hidupnya. Jadwal yang saya maksud bukan semacam jadwal seorang siswa yang menempel di dinding kamarnya, di mana di dalamnya sudah ditulis mata pelajaran dari jam tertentu ke jam lainnya. Jadwal yang menentukan bagi mereka apa yang harus dijalani sebagai proses belajar pada hari yang bersangkutan. Jadwal yang saya maksudkan tidak harus demikian. Orang-orang luar biasa, umumnya sudah memiliki rangkuman ingatan yang ketat mengenai apa saja yang harus dikerjakan dan diselesaikan dalam keseharian.
66
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Dengan banyaknya aktivitas, maka hal lain yang menentukan adalah kelihaian dalam menentukan prioritas. Orang yang banyak aktivitas dan berhasil menyelesaikan banyak hal dalam sehari, ketika tidak bisa memilah prioritas yang harus didahulukan, maka yang demikian tergolong orang yang kurang berhasil. Ada tipe orang yang ia bisa menyelesaikan banyak hal, atau setidaknya lebih banyak dari yang biasa dilakukan orang secara umum, namun kelemahannya karena tidak bisa membedakan yang mana yang harus didahulukan dan yang diakhirkan. Terkesan bahwa orang semacam ini tidak memiliki urutan dari yang terpenting ke yang tidak penting. Padahal dalam sederet pekerjaan yang kita kerjakan, sungguh ada di dalamnya yang super penting, sangat penting, penting saja, dan yang tidak penting. Orang yang bisa menyelesaikan banyak aktivitas, namun bila tidak bisa memberi prioritas, ada kemungkinan yang diselesaikan itu tidak semuanya yang penting atau sangat penting. Bisa saja ada kemungkinan di antara yang diselesaikan itu, ternyata ada yang sama sekali tidak penting. Nah, betapa sayangnya ketika begitu banyak waktu dan berhasil melakukan dan menyelesaikan banyak hal, namun yang diselesaikan itu sebagai sesuatu yang tidak penting atau kurang penting. Orang luar biasa memiliki urutan ini. Mereka tahu bahwa dalam menjalani hidupnya, urusan apa yang penting dan yang tidak penting sangat jelas. Ia sadar bahwa tidak semua hal dalam hidupnya berada di urutan teratas. Karena adanya kalanya, ada urutan bawah yang juga harus diselesaikan. Dalam menulis, penentuan skala prioritas ini menjadi sangat penting. Pada waktu yang sama, ketika kita membuka banyak layar dengan seolah-seolah semua penting, akhirnya kita tidak bisa melakukan apa-apa. Menyusun secara prioritas akan sangat membantu yang mana urutan penting sebagai aktivitas utama yang harus diselesaikan. Setelah itu baru dilanjutkan dengan yang lain lagi, dan seterusnya. Menentukan secara prioritas demikian, dapat dilakukan oleh siapa saja. Kita sebagai orang yang belajar menulis, juga bisa melakukannya. Hanya saja perlu kebesaran hati untuk mengintip kepada mereka yang sudah luar biasa dalam menyusun skala prioritas dalam berkarya dalam hidupnya. [este, Senin, 04/01/2016]
67
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Selalu Berpikir Positif Dalam banyak buku yang berisi motivasi, selalu dipisahkan antara apa yang dinamakan energi positif dan energi negatif. Dalam setiap manusia, berpotensi memiliki kedua-duanya. Namun tidak setiap orang menggunakan dua-duanya. Sebagian orang justru menggunakan energi negatif dalam menggapai tujuan jangka pendek. Banyak orang yang berhasil dalam jangka panjang dengan mendayagunakan energi positifnya. Keberhasilan dalam mendayagunakan energi positif, didahului oleh adanya pemahaman potensi energi dalam dirinya. Dengan bekal pemahaman itu, dan dengan kemauan dan semangat yang dimiliki, seseorang bisa memilih salah satu. Memilih di antara dua itu, tentu ada konsekuensi –termasuk memilih dua-duanya sekaligus. Salah satu kekuatan yang bisa membawa seseorang memiliki energi positif adalah dengan selalu berpikir positif, baik kepada diri sendiri, terhadap sesama, atau bahkan terhadap lingkungan dan Pencipta. Berpikir positif terhadap diri bisa melalui wujud percaya diri dan selalu berusaha ke arah yang lebih baik. Setiap ada tantangan, kita akan selalu berpikir bahwa orang lain juga akan mendapatkan hal yang sama. Malah bisa jadi, orang lain bisa lebih berat tantangan yang dihadapi dibandingkan kita, lantas mengapa mereka bisa sukses melewatinya sedangkan kita meragukan. Pikiran demikian akan menggiring kita untuk menyusun kekuatan yang lebih besar untuk mencapai hasil yang lebih dahsyat. Hal yang sama ketika kita selalu berpikir lurus terhadap orang lain di sekitar kita. Dengan tidak berpikir macam-macam terhadap orang lain, memungkinkan kita selalu bisa tersenyum dalam berbagai keadaan. Orang tidak mungkin tahu apa yang sedang kita alami, termasuk berbagai cobaan yang menimpa kita. Keadaan demikian memungkinkan kita untuk selalu bisa berkarya dalam berbagai kesempatan. Berpikir negatif terhadap orang lain justru semakin memancing untuk berpikir secara mendalam hal-hal yang tidak seharusnya kita pikirkan. Kondisi akan menguras pikiran kita, yang seharusnya semua itu bisa didayagunakan sepenuhnya untuk berkarya. Hal yang terhadap Pencipta. Dalam Kitab Suci, kita selalu diingatkan untuk selalu bersemangat dalam hidup. Manusia tidak boleh lupa ketika 68
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
mendapat rezeki –dalam arti luas—yang lebih. Sebaliknya tidak usah terlalu mengeluh ketika ada sedikit cobaan. Dengan mengingat bahwa Allah tidak akan mencoba manusia melebihi kemampuannya, harus membuat kita bisa berpikir bahwa cobaan kadang-kadang penting untuk menegur kepongahan kita. Begitulah. Dengan selalu berpikir positif, akan hadir secara beruntun kekuatan pikiran yang positif pula. Pikiran positif yang satu akan menuntun pikiran positif selanjutnya. Kekuatan pikiran positif yang tersusun secara berganda, berpotensi menjadi kekuatan besar bagi kita dalam menyusun karya-karya yang dahsyat. Sebaliknya, dengan selalu berpikir negatif, justru akan menambah pikiran buruk, sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa karena kendali pikiran ada pada yang buruk itu. [este, Selasa, 05/01/2016]
69
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 8 Perlu Rumus Dasar Bangunan Akurat Apa yang akan terpikirkan oleh kita, apabila mengetahui pada suatu waktu orang menulis tentang kita tentang sesuatu yang sungguh tiada terjadi? Mungkin ada orang lain yang sedang iseng, atau penyimpan dendam tentang sesuatu, lalu tersenyum renyah mengirim sesuatu, lalu tersebar dan menjadi berita penting di mana-mana. Padahal semuanya palsu. Tentu akan ada jiwa yang tercabik, wajah yang harus ditutup rapat karena orang lain, bahkan kondisi tubuh yang mungkin bergetar. Kondisi semacam itu banyak terjadi, terutama ketika media sosial menjadi ruang paling terbuka di abad ini. Tentu, yang salah adalah mereka yang entah dengan sengaja, pura-pura, atau dengan alpa, melakukan penulisan tentang sesuatu untuk dikirim secara luas, tanpa melakukan ferivikasi dan memastikan secara benar. Kondisi tersebut akan menyebabkan orang lain yang akan menanggung semuanya –sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi. Sesuatu yang ditulis pada dasarnya adalah sesuatu yang sudah akurat keberadaannya. Pokoknya semua yang ditulis harus terjamin keakuratannya. Akurat, dalam Kamus Bahasa Indonesia terkait dengan kata teliti, saksama, cermat, dan tepat benar. Kata teliti itu sendiri terkait dengan kata hati-hati; ingat-ingat. Kata saksama sama dengan tepat benar atau jitu. Sedangkan cermat adalah berhati-hati dalam memakai sesuatu. Untuk memperkokok karya, makanya posisi akurat harus ditempatkan pada bangunan pertama. Ada alasan pokok, bahwa akurat terkait dengan pertanggungjawaban atas apa yang dituliskan oleh para penulis. Pertanggungjawaban ini tidak saja berhenti pada fisik saja, melainkan juga moral. Orang yang menulis tentang sesuatu yang sensitif atau bahkan bisa menimbulkan malapetaka bagi orang lain, harus dilakukan pemeriksaan dan ferivikasi secara berulang-ulang. Apalagi untuk sesuatu yang akan membuat seseorang menjadi tidak berdaya, padahal ia tidak melakukannya. 70
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Sesuatu yang sudah ditulis, seperti lidah, sulit untuk menarik kembali. Perkataan yang sudah dikeluarkan sudah didengar oleh banyak orang. Demikian juga dengan tulisan yang sudah dibaca oleh orang banyak. Orang banyak atau banyak orang. Dengan demikian, ketika sesuatu yang ditulis itu tidak tepat yang menyebabkan orang lain menanggung kerugiannya, maka secara fisik hal tersebut mudah diralat, namun secara batin, akan sulit terhapus dari memori orang yang merasakannya. Bisa dibayangkan orang-orang yang bisa jadi akan menanggung sepanjang hidupnya tentang sesuatu yang tidak ia lakonkan –dan semacamnya. Atas dasar itulah, setiap tulisan sebagai karya kita harus dipastikan akurat. Bahkan orang yang tidak akurat, bisa saja mendapatkan balasan yang tiada terampuni dalam konteks menulis. Apalagi menggunakan data yang tidak benar secara sengaja, melebihi akan apa yang dilakukan oleh mereka yang melakukan plagiat. Sekali lagi, sesuatu itu harus diperiksa kembali secara saksama, cermat, teliti, dan tepat. Kita bisa melakukannnya. Percayalah. [este, Rabu, 06/01/2016]
Jelas Barangkali, kita pernah mendengar keluhan orang –sebagai pembaca ketika ia membaca satu tulisan yang dibacanya. Komentar sederhana yang pernah saya dengar, adalah ketika seseorang membaca sesuatu, bukannya menjadikan sesuatu itu semakin jelas, melainkan membuat seseorang itu menjadi lebih bingung dan bimbang. Dalam konteks tulisan fiksi, setelah membaca bukannya mendapat sesuatu yang bisa membuat perasaannya menjadi lebih bahagia. Pada awalnya, tingkat kebingungan yang dihadapi orang-orang yang membaca mungkin belum parah, dengan membaca tulisan tertentu, justru menjadi lebih parah –atau semakin tidak memahami apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Keluhan semacam itu, seharusnya tidak terdengar, sekiranya semua orang memahami bahwa tulisan menulis antara lain di samping memang untuk menjelaskan tentang sesuatu, juga untuk membuat orang semakin bahagian dan memahami hidup dan kehidupan.
71
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Berbeda dengan orang yang merasa puas setelah membaca sesuatu. Rasanya enak karena mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Sesuatu yang memang ingin dipahami terhadap sesuatu masalah yang dihadapi. Ketika seseorang merasa sesuatu itu sudah pada tempatnya, maka para penulis pun patut merasa berbahagia. Mengapa demikian? Karena menulis dalam konteks melahirkan pikiran atau perasaan, akan terselesaikan masalah banyak orang. Makanya untuk sesuatu yang sudah tidak membutuhkan penjelasan, atau sesuatu yang malah membuat orang semakin tidak paham, maka tulisan tidak terlalu dibutuhkan. Dalam hal inilah, maka “jelas� dalam menulis, menurut saya, menjadi sangat penting artinya. Ada sedikit perbedaan antara akurat dan jelas. Posisi akurat menghendaki adanya ketelitian kita sebagai penulis. Posisi penulis tidak boleh asalasalan, di mana dengan data-data yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, dijadikan dasar. Semua hal harus teruji dan tidak justru semakin menambah masalah. Dalam hal ini, dengan teliti, memungkinkan kita berada pada kondisi yang cermat, dan sebuah karya yang lahir benarbenar tidak akan merugikan orang lain yang tidak bersalah. Sedangkan jelas menghendaki adanya ketegasan, alias tidak ragu-ragu atau bimbang. Jelas di satu sisi terkait dengan sikap kita sebagai penulis –apa yang hendak disampaikan akan diterima tegas oleh yang kita tuju. Di sisi lain, ketegasan itu juga disampaikan secara gamblang. Ada kondisi bahwa sesuatu yang dituliskan terurai secara terang. Segala sesuatu yang masih abu-abu, dengan adanya tulisan kita menjadi lebih jelas dan dapat diterima dengan sempurna oleh para pembaca. Sesuatu yang masih belum dipahami benar, kemudian bertambah nyata dan bisa dipahami. Dengan demikian, jelas tidak berhenti pada konsep, melainkan juga pada proses. Sesuatu yang tidak nyata, secara konsep tidak hanya dilakukan dengan menerangkan, melainkan juga ada proses untuk membuat yang kita maksud itu menjadi terjelaskan. Dengan demikian, melalui tulisan, akan membuat atau menjadikan sesuatu itu menjadi jelas dan membuat semakin banyak orang bahagia. [este, Kamis, 07/01/2016]
72
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Langsung ke Pokok Jika boleh memilih, bagaimana cara orang ingin menyampaikan keinginan berutang dengan mereka yang sedang marah dan ingin mengemukakan alasan marahnya, maka saya memilih yang kedua. Maksudnya dari segi pokok persoalan yang ingin disampaikan, langsung ke hal pokok. Berbeda dengan orang yang ingin berutang, menyampaikan banyak hal yang kadangkala tidak ada hubungannya. Datang ke rumah orang ingin berutang –kalau yang bersangkutan ada kemudahan—tetapi butuh waktu berjam-jam sebelum mengungkapkan keinginan berutang itu. Banyak hal lain yang lebih dulu disampaikan, sebelum menyampaikan pokok persoalan. Soal pokok, baru disampaikan ketika pertemuan hampir berakhir. Coba lihat orang yang sedang marah, tanpa ditanyakan oleh orang lain pun, ia akan menjelaskan mengapa ia begitu marah. Ketika melihat seseorang yang sedang marah, biasanya banyak orang akan langsung mengerti apa yang menyebabkan seseorang itu begitu marah. Sebuah tulisan, seharusnya demikian. Ingin menyampaikan sesuatu yang penting, jangan berputar-putar pada sesuatu yang tidak penting, yang menyebabkan orang justru tidak mendapatkan apa yang sebenarnya penting di dalam tulisan. Orang yang ingin menyampaikan tentang kondisi jalan, namun berputar-putar menjelaskan tentang gunung dan laut, dan jalan sebagai pokok soal, justru ditempatkan pada posisi paling akhir. Para pembaca, bahkan pada titik ini, tidak mendapatkan bahwa pokok soal ternyata jalan, bukan soal gunung atau laut. Untuk mengantisipasi ini, biasanya mereka yang terlibat dalam dunia tulismenulis, sudah memiliki rumus baru. Mereka membagi setiap bagian dalam sebuah tulisan, dimulai dari penjelasan yang super penting, lalu disusul dengan pernyataan yang penting, seterusnya yang kurang penting, hingga yang tidak penting. Sehingga mereka yang membutuhkan sesuatu, akan langsung mendapatkan dan dalam waktu yang terbatas, mereka bisa meninggalkan sesuatu yang kurang penting tersebut. Dengan komposisi demikian, seseorang akan mendapatkan penjelasan super penting secara utuh pada posisi paling atas, sehingga ia bisa meninggalkan yang lain bila tidak ingin mendapatkannya secara utuh.
73
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Namun untuk orang-orang yang memiliki banyak waktu, atau ingin mengetahui lebih lanjut, ia akan meneruskan hingga selesai. Semangat ini yang sesungguhnya berkembang dalam dunia penerbitan secara global. Berbagai media cetak berusaha semakin memperkecil hasil cetakannya, dengan memperkuat pada isinya. Dengan media yang terbatas dan semakin kecil, bisa tersampaikan berbagai informasi, yang itu semua dimungkinkan dengan skema penjelasan mulai dari hal super penting, penting, dan kurang penting. Justru dengan tidak memperhatikan skema demikian, bukan saja menyebabkan hal yang ingin disampaikan menjadi tidak fokus, melainkan juga membuang semakin banyak ruang untuk halhal yang bisa jadi tidak begitu penting. Dalam bahasa sekarang, target efisiensi dan efektif, menjadi kurang tersasar. [este, Jumat, 08/01/2016]
Kalimat Pendek dan Efektif Ketika pertama mendapatkan pengetahuan tentang menulis, salah satu yang diingatkan senior saya waktu itu, adalah memperhatikan kemampuan orang lain dalam membaca. Seorang pembaca, ketika membaca sesuatu, membutuhkan pengaturan pernafasan. Orang yang ingin membaca, ada standar panjang kalimat yang bisa dijangkau dalam satu nafas. Kondisi ini perlu diperhatikan, karena pembaca sekalipun, biasanya akan berhenti pada titik. Dengan demikian, apa yang disampaikan penulis melalui tulisan, tidak melupakan kondisi ini. Ada kenyamanan pembaca, dari titik awal hingga titik akhir, habis dibaca dalam satu nafas. Tidak bernafas-nafas. Maksudnya untuk membaca satu kalimat dari titik awal hingga titik akhir, tidak harus beberapa kali menarik nafas. Apabila demikian, maka akan sangat menganggu mereka yang membaca. Ada satu solusi yang ingin ditawarkan dalam bangunan keempat ini, adalah memperhatikan panjangnya kalimat yang ingin ditulis. Idealnya sebuah kalimat tidak lebih dari 12 hingga 15 kata. Dengan kalimat sepanjang itu, akan membuat pembaca merasa nyaman dengan apa yang dibacanya. Dengan panjang kalimat demikian, bisa disebut sebagai kalimat pendek. Posisi kalimat pendek hanya ingin mempertegas kemampuan
74
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
pembaca dalam satu nafas tersebut. Bukan kalimat yang harus dibaca lebih dari satu nafas. Kepentingan lain dari kalimat pendek adalah untuk mengefektifkan kalimat terkait dengan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan. Sekiranya ada sesuatu yang bisa jelas disampaikan dalam lima atau enam kata, mengapa harus menggunakan 15 hingga 20 kata. Begitulah kira-kira. Penggunaan kata yang harus dihemat, namun tidak mengurangi maksud yang ingin disampaikan. Kata ditambahkan pada kalimat yang tidak jelas tanpa kata tertentu. Namun untuk sesuatu yang bisa tersampaikan, walau dengan jumlah kata yang minimal, mengapa tidak? Sekarang ini banyak sekali media yang sudah memperkenalkan bangunan kalimat yang efektif ini –sesuatu yang dulu mungkin terasa ganjil. Dulu hanya dilakukan oleh sedikit media. Perkembangan sumberdaya manusia yang sudah luar biasa. Hanya dengan beberapa kata sudah menjelaskan banyak hal. Berhasil melakukan ini, berimplikasi kepada makin hematnya penggunaan media dan ruang yang tersedia. Maksud lain pada kata efektif, adalah tersampaikan pokok persoalan. Tidak berputar-putar pada kata-kata yang tidak penting. Setiap penulis dituntut memiliki keberanian untuk membuang kata-kata yang tidak bermakna, sehingga semua kata-kata bukan sesuatu yang kosong. Semuanya bermakna. Konteks bermakna ini sendiri, tidak berarti tidak boleh menggunakan bahasa yang indah. Menggunakan banyak kata tidak selalu sama dengan banyak kata indah, karena pada dasarnya, kata-kata yang indah sekali pun tidak berarti bahwa ia berupa kata-kata yang tiada makna. Banyak orang yang menggunakan ragam bahasa indah, tetapi bisa dilakukan dengan berhemat kata. Bukan dengan menggumbar. [este, Sabtu, 09/01/2016]
Satu Kalimat Satu Hal Tidak berlebihan menekankan bahwa satu hal harus tuntas disampaikan dalam satu kalimat. Mohon maaf, selama ini saya tidak pernah melihat makna persis dari kalimat. Ketika membuka Kamus Bahasa Indonesia, 75
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
yang disebut kalimat itu ada tiga maksud. Pertama, sebagai kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan peradaan. Kedua, perkataan. Ketiga, satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Banyak kita tidak peduli dengan penekanan ini. Tidak peduli, dalam arti, menumpahkan beberapa hal sekaligus dalam satu kalimat. Akhirnya apa yang disampaikan menjadi bercabang. Orang yang membaca akan mendapatkan penjelasan yang bercabang –bahkan bisa berbias. Sedangkan bagi penulis sendiri, akan terasa sukar untuk menarik garis fokus atas apa yang ingin ditegaskan melalui karyanya. Fokus, sebagaimana sudah dijelaskan di awal, menjadi hal penting yang menentukan hal apa yang sesungguhnya ingin disampaikan. Kembali ke kalimat, dengan durasi 12 hingga 15 kata dalam satu kalimat, maka menuntaskan satu hal, sesungguhnya bukan sesuatu yang sulit. Sebesar apa pun keinginan untuk menyampaikan masalah, maka dipilahpilah dalam penyampaiannya dalam satu hal per satu hal tersebut. Ketika ingin menambahkan hal lainnya, yang sedikit berbeda, ambil kalimat lain. Dengan demikian, seorang penulis, tahu di mana ia akan memberikan titik dalam tulisannya. Tidak terlalu banyak memberi tanda koma, sehingga dalam satu kalimat ketika kita lihat bersusun koma. Maka dalam satu tulisan, dengan ide tertentu yang secara fokus dibahas, di dalamnya terdapat serpihan-serpihan penjelasan yang ditekankan dalam kalimat per kalimat tersebut. Dengan pola ini, pengalaman saya akan sangat membantu, terutama untuk mereka yang baru memulai memancing spirit untuk menulis. Bagaimana pun, seorang yang kemudian memilih penulis, di satu pihak tidak hanya berkaitan dengan usaha menulis yang akan dilakukan terus-menerus. Karena di sisi lain, seorang penulis juga terkait dengan pilihan hidup. Mungkin alasan ini yang sedikit berat, makanya profesi menulis tidak murni dilakukan –bersama dengan semangat dan kemampuannya. Menulis seperti menjadi profesi sampingan. Ketika seseorang memilih profesi dan secara sadar ditempatkan pada kelas dua, maka hasilnya pun, akan berada di kelas dua. Berbeda dengan mereka yang menjadikan menulis sebagai jalan hidup dan utama, mereka akan berusaha keras untuk menekuni dan menjalani profesi tersebut. Boleh jadi 76
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
karena alasan “mau tidak mau�. Namun di luar itu, sesungguhnya terkait dengan totalitas –sesuatu yang tidak dilakukan sepenuhnya oleh banyak orang namun mengeluh dalam banyak kesempatan. Totalitas yang menurut saya, akan menjadikan seseorang mendapatkan hasil yang luar biasa dalam profesinya. [este, Ahad, 10/01/2016]
Terang-benderang Sepertinya tidak cukup hanya dengan menggantungkan sebuah tulisan pada indahnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apa pun yang akan disampaikan kepada pembaca, tersampaikan atau bisa ditangkap secara utuh. Secara penuh, semua gagasan dalam sebuah tulisan dapat dipahami. Bukan dipahami sepenggal dan penggalan lainnya tidak. Di sini, semua yang disampaikan menjadi satu bagian utuh dari apa yang hendak disampaikan. Beberapa orang pernah mengungkapkan pengalaman mereka membaca tulisan. Antara lain, seperti membaca pantun empat baris, di mana dua baris sebagai penggenap dan dua baris inti dari yang ingin disampaikan. Kondisi ini dikeluhkan karena ternyata tidak cukup efektif karena tidak semuanya dipahami. Makanya tidak perlu berliku-liku. Semuanya disampaikan dengan santun, utuh, dan dimengerti. Terang yang dimaksudkan di sini lebih luas dari sekedar jelas, sebagaimana sudah diungkapkan sebelumnya. Terang untuk memosisikan secara utuh dari sebuah tulisan. Jadi ketika kita melihat secara keseluruhan, posisi satu tulisan itu terang dan tidak membingungkan. Menurut saya, terang ini bukan pilihan, tetapi utama. Ia tidak seperti ketika kita ke warung untuk makan yang bisa memilih lauk apa yang kita suka. Tidak demikian. Terlepas bagaimana proses yang dilakukan, namun hasil akhir, sesuatu itu tetap harus bisa ditangkap oleh pembaca secara eksplisit, bukan implisit. Mungkin ketika menulis cerita sekalipun, alur dengan setting sosial, lingkungan, dan tokoh, juga harus bisa diikuti oleh pembaca. Ketika mereka yang membaca bingung menemukan semua hal tersebut, maka sesungguhnya cerita itu tidak bisa diterima dengan baik oleh pembaca. 77
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Maka pertanyaan pentingnya adalah ketika sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca, tetapi tidak bisa diterima dengan baik secara utuh, maka masih adakah fungsi itu? Dalam hal ini, mungkin termasuk syair-syair, yang pada masa lalu, dianggap bahwa syair yang hebat itu ketika bahasa indah dan orang lain sulit memahaminya. Justru ketika banyak orang tidak bisa memahami apa yang ingin disampaikan, fungsi dari sebuah karya menjadi berkurang –bahkan mungkin bisa kehilangan makna. Seseorang harus menulis terang, itu adalah utama, bukan pilihan. Seseorang harus selalu berusaha untuk menyampaikan sesuatu dengan baik agar diterima oleh pembaca dengan baik pula. Berusaha menyampaikan secara total kepada pembaca mengenai sesuatu yang ingin disampaikan, maka ada peluang besar pembaca pun akan menemukan dan memahami maknanya secara total. Sebaliknya, ketika pembaca semakin bingung ketika membaca satu karya secara utuh, bahkan semakin melahirkan tanda tanya, maka harus muncul tanda tanya pula di benak kita. Percayalah, ketika berhasil menyampaikan sesuatu dengan baik, dan sesuatu itu bisa diterima dengan baik, makna dari sebuah karya menjadi semakin besar. [este, Senin, 11/01/2016]
78
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 9 Jangan Lupakan Tampilan
Apa Yang Menarik Dari Kita? Apa yang menarik dari diri kita? Pertanyaan sekaligus pernyataan ini lahir dan hadir dari benak banyak orang. Orang-orang yang mendapat pertanyaan ini –termasuk para pekarya—lebih banyak yang tidak tahu, sesungguhnya apa yang mereka punya. Dalam bahasa yang lebih sederhana, banyak yang tidak memahami diri. Kondisi ini bisa jadi tak hanya menghinggap para pekarya. Banyak orang dengan berbagai profesi, tidak memahami apa sesungguhnya yang mereka punya. Dalam berbagai wawancara untuk menjadi berbagai macam tawaran kerja, pertanyaan ini mulai banyak ditanyakan. Orang-orang yang mendaftar pada perusahaan tertentu, atau untuk menjadi tenaga pada lembaga tertentu –termasuk di dalamnya pengajar, periset atau peneliti, dan sebagainya—sering diminta untuk menjelaskan sesungguhnya apa yang mereka punya sehingga berani mendaftarkan untuk menjadi bagian dari perusahaan atau lembaga tersebut. Justru, di sinilah menjadi masalah bagi banyak orang. Orang terlalu gampang mengetahui kelemahan dan kelebihan orang lain –bahkan yang sering adalah orang-orang yang jauh— dan lupa bahkan tidak mampu menjelaskan apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan dalam diri mereka. Ironisnya, untuk orang-orang yang sangat dekat dengan kita pun, sering kita tidak sepenuhnya tahu apa kelebihan dan kelemahannya. Orang dekat ini semisal belahan jiwa, buah hati, dan anggota keluarga kita sendiri. Berbeda ketika kita diminta menjelaskan tentang orang lain, langsung dengan lancar bisa memahami dan menerangkannya. Dalam menulis, hal senada juga sering muncul. Ketika menjadi pemateri dalam pelatihan menulis, khususnya mahasiswa, banyak di antara mereka yang umumnya tidak begitu memahami sesungguhnya apa yang akan mereka hasilkan ketika sudah lancar menulis. Mereka bahkan sering bingung tujuan untuk ikut pelatihan itu sendiri. Bagi mereka, kepentingan lain yang pragmatis, seperti menyelesaikan skripsi atau menyelesaikan makalah ilmiah, juga tak sepenuhnya dipahami konteksnya. Dalam hal ini, 79
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
persis seperti orang yang ingin selesai dalam satu masalah, namun tidak peduli masalah apa nanti yang akan hadir. Masalah nanti, mungkin dipikirkan akan diselesaikan nanti. Tidak dipikirkan saat ini. Begitulah adanya. Seyogianya, keadaan demikian dibalik. Kita akan mencari tahu kelebihan dan kekurangan kita dalam berkarya, khususnya menulis. Dengan memahami keadaan itu dari awal, kita mudah ingin memulai dari mana. Dengan memahami kekuatan, maka kita bisa memilih, apa yang ingin kita kembangkan. Tentu, tidak semua mampu dikembangkan oleh seseorang. Memang ada orang yang mampu mengembangkan berbagai sisi sekaligus. Namun ini jarang sekali. Apalagi untuk orang yang baru belajar, menggabungkan beberapa keinginan sekaligus, akan membuka peluang menggagalkan semua yang diinginkan. Baiknya mengambil salah satu, lalu mengembangkan secara total, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, rasakanlah hasilnya yang luar biasa. [este, Selasa, 12/01/2016]
Mulai Dari Judul Barangkali kita pernah menyaksikan sebuah pesan yang dipakai dalam sebuah iklan. Katanya, “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda�. Biasanya, melalui kesan pertama akan menentukan orang akan melihat seterusnya. Begitu penting kesan pertama, terutama dalam iklan sebagai bagian dari upaya mendongkrak penjualan, karena semakin sukses di kesan pertama, akan menentukan kesuksesan selanjutnya. Dengan kesan yang baik, akan mendatangkan sesuatu yang luar biasa bagi mereka. Kesan pertama dalam sebuah tulisan adalah melalui judul. Judul tulisan yang akan memperlihatkan kesan pertama. Kesan pertama turut menentukan apa yang akan dilakukan oleh para pembaca setelah itu. Sambung-menyambung dan satu sama lain saling terkait. Tidak bisa dipisah-pisahkan. Setelah berhasil menyadari dan memahami potensi masing-masing, terutama dengan kekuatan apa yang dipunyai oleh seseorang, maka
80
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
apapun yang dilakukan setelahnya akan sedikit lebih mudah. Termasuk bagaimana masing-masing bagian dalam tulisan yang akan dibangun. Judul adalah sesuatu yang terlihat di awal. Sebuah karya, apa pun itu, yang terbaca lebih dahulu adalah judulnya. Bukan yang lain. Kecuali bila orang menutup mata, baru bisa melewati dari membaca judul. Istilah ini sendiri, dari konsep, dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada dua makna. Pertama, nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu. Kedua, kepala karangan, baik opini, cerita, drama, esai, dan sebagainya. Ia sepadan dengan tajuk. Dengan memahami posisi tersebut, sungguh judul harus ditampilkan secara luar biasa. Orang harus berpikir judul juga secara total. Tidak boleh setengah-tengah. Ia sangat signifikan dan bagian penting yang kemudian menentukan sebuah karya itu akan menimbulkan minat orang membaca atau tidak. Judul dan semua bagian dalam karya harus menarik. Posisi menarik judul lebih penting dari yang lain, karena ia menentukan orang untuk melihat secara utuh atau tidak. Dengan bayangkan tampilan di dalam suatu web atau laman, suatu tulisan akan ditampilkan dengan judul –kalau pun dengan ringkasan hanya beberapa kalimat—orang akan membuka laman lain ketika itu dianggap tidak menarik. Sayang sekali apabila judul dibuat suka-suka pada tulisan yang luar biasa. Makanya tulisan-tulisan yang luar biasa, juga harus ditampilkan dengan judul yang luar biasa juga. Dalam rumus menulis, setidaknya melalui pengalaman saya selama ini, termasuk menelusuri berbagai panduan dalam penulisan ilmiah, sudah mulai ditentukan jumlah kata yang ideal dalam dunia menulis. Tidak terlalu panjang yang membuat orang bingung memahami. Dengan judul yang panjang, kata yang banyak, semakin sulit orang untuk mengingat. Kondisi tersebut tidak jarang akan berimplikasi kepada kesulitan memahami apa yang sesungguhnya dimaksudkan. Perhatian lalu beralih. [este, Rabu, 13/01/2016]
81
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Memapar Secara Berjenjang Segala sesuatu, ketika diurut-urutkan, pasti ada jenjang dari segi prioritas. Dalam hidup sehari-semalam pun, dengan durasi selama 24 jam, memiliki prioritas demikian. Tidak mungkin semua hal bisa dilakukan dalam satu waktu. Tidak mungkin pula, dalam satu masakan tersedia berbagai rasa. Atau dalam satu kuali, tidak mungkin bisa bercampur semua bumbu, karena masakan tertentu hanya menggunakan jenis tertentu saja. Untuk mendapatkan sesuatu, hanya beberapa yang bisa dipakai, sebagian lagi dipakai pada kesempatan lain. Dalam hidup, pada dasarnya juga menyelesaikan berbagai prioritas tersebut secara berurutan. Ketika sedang makan, tidak mungkin melakukan aktivitas lainnya. Diselesaikan satu demi satu. Tentu, ada yang super penting –yang sama sekali tidak bisa ditunda, ada juga yang berposisi penting –harus dilakukan namun masih bisa ditunda. Selebihnya ada yang tidak penting. Posisi yang terakhir ini, andai pun kemudian tidak dilakukan, tidak memberi implikasi apa-apa bagi hidup kita. Berbeda dengan yang super penting dan yang penting. Tidak boleh tidak dilakukan –walau masih bisa ditunda untuk beberapa saat. Semua hal, ketika itu bisa diurutkan, mulai dari yang super penting hingga yang tidak penting, maka hidup bisa dilalui dengan sederhana dan luar biasa. Tidak ada yang patut dikhawatirkan karena semua sudah tersusun sedemikian rupa. Tahu menempatkan diri, apa saja terlebih dahulu diselesaikan, dan apa yang akan diselesaikan kemudian. Berdasarkan skala prioritas ini, kita sendiri bisa memahami antara yang secara substansi harus didahulukan atau dikemudiankan. Isu dalam tulisan, seyogianya juga bisa diurutkan demikian. Ada sesuatu yang super penting, sehingga dalam pembahasannya harus sudah ditempatkan di awal. Seterusnya diikuti oleh yang penting. Posisi penjelasan ini, akan memberikan banyak kemudahan. Ketika dirasakan ada sesuatu yang harus dibatasi, maka tinggal dipotong saja seberapa yang perlu. Yang dibuang tidak perlu merasakan rugi, demikian juga yang tersisa, akan terasa penting. Kondisi demikian, para penulis, umumnya sudah sangat memahami untuk menempatkan masing-masing paragraf secara berjenjang tersebut. Jenjang 82
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
tertinggi selalu ditempatkan inti terpenting dari apa yang mau disampaikan. Baru kemudian dilanjutkan dengan jenjang berikutnya. Isi dari yang super penting, hingga yang tidak penting –namun ketika dibuang tidak akan menghilangkan arti dan maksud tulisan secara keseluruhan. Dengan memapar secara berjenjang ini, juga akan membantu sekiranya sebuah tulisan dikirim untuk media yang ruangnya sudah ditentukan terbatas. Bisa saja penulis tidak tahu memotong di mana, namun para editor yang diberikan kewenangan bisa memotong tanpa menghilangkan substansi tulisannya. Dengan demikian, pola ini juga sangat membantu dalam menentukan sebuah tulisan bisa diteruskan atau tidak, terkait dengan keberadaan ruang tersebut. Maka sesuatu yang berada di urutan paling belakang, tinggal dipotong saja. [este, Kamis, 14/01/2016]
Memberi Rasa Beberapa tahun yang lalu, sekolah masak mungkin belum menjadi pilihan banyak orang. Sekolah ini, belum lagi bila dibandingkan dengan beberapa alasan. Pertama, ada kesan baru yang muncul dalam dunia masak ini. Kesan baru ini sendiri muncul dari proyeksi besar bahwa masak juga menjadi fenomena elit yang menimbulkan keinginan semakin banyak orang untuk menekuninya. Kedua, seiring dengan kesan tersebut, maka hal lain yang tidak bisa ditepis adalah perputaran bisnis yang turut berkembang. Bisnis telah menggerakkan arena masak sebagai ruang bagi munculnya pengusaha baru. Implikasinya adalah semakin banyak orang yang mendapatkan keuntungan besar melalui dunia masak. Dua alasan ini menjadikan masak tidak lagi sederhana. Memang ia sebagai kebutuhan. Setiap orang membutuhkan makan. Dengan berbagai perkembangan, pertanyaan menjadi lain. Seseorang yang ingin makan, tidak lagi pada pertanyaan kelas bawah, “apa yang akan di makan hari ini,� melainkan sudah bergeser pada, “di mana kita akan makan hari ini?�
83
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Dua pertanyaan merupakan pergeseran luar biasa. Tidak lagi sebatas makan sebagai usaha mencukupi kebutuhan, namun sudah menjadi cermin kelas. Ia bisa mewakili berbagai fenomena kelas manusia. Semakin terpuaskan seseorang mendapatkan rasa –yang merupakan perpaduan antara rasa makanan dan rasa batin atas makan—maka seseorang mulai tidak mempermasalahkan berapa harga atau kompensasi yang akan dibayar untuk itu. Dengan demikian, dalam perkembangan mutakhir, sungguh, masalah rasa fisik makanan tidak serta-merta membuat seseorang ketagihan. Seseorang datang ke tempat tertentu bukan saja karena di tempat itu memang ada makanan enak. Kondisi tersebut pada kenyataannya harus didukung oleh presentasi yang bagus. Presentasi ini yang akan menentukan kepuasan batin bagi seseorang yang makan. Alasan kedua ini yang semakin berkembang dan tidak lagi dilupakan sebagaimana orang memandang dunia masakan dalam masa lalu. Dengan cara pandang demikian, lalu kompetisi mulai berlangsung seru. Dengan penglihatan yang membuat orang akan mencoba. Rasa itu tidak pernah tersampaikan pada kondisi orang-orang yang tidak tertarik pada makanan yang dilihat. Rasa inilah yang dibutuhkan dalam sebuah tulisan. Tidak semata rasa fisik, bahwa sebuah tulisan pada intinya memang menarik. Harus ada bumbu lain yang membuat sebuah tulisan akan dicari dan dinanti. Seseorang yang bisa memahami bagaimana perpaduan antara rasa fisik dan rasa batin, memungkinkan seseorang bisa menulis dengan menggunakan batinnya. Seorang penulis yang dalam berkarya senantiasa menggunakan hati bagi melahirkan karya yang luar biasa. Harapan demikian bukan sesuatu yang muluk. Ia bisa dengan mudah dicapai, bagi orang yang terus berlatih dan menulis. Hanya orang yang akan berhenti menulis yang tidak bisa mencapai hal tersebut. Maka, mulailah sekarang juga untuk menulis dan jangan berhenti sampai kapan pun untuk menulis dan menebarkan kebaikan di muka bumi. [este, Jumat, 15/01/2016]
84
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Membuat Orang Tergoda Baru-baru ini, saya berkesempatan melihat satu berita mengenai usaha kuliner dalam membuat sesuatu menjadi luar biasa. Luar biasa itu, bisa jadi sebagaimana aslinya, pun bisa jadi pantulan yang ditimbulkan dari usaha keras tersebut. Yang disebut terakhir, pada dasarnya usaha secara total dari mereka dalam meyakinkan calon pelanggan. Ada dua ruang yang bisa dilihat, soal ini. Pertama, untuk di dalam –katakanlah interior— digunakan foto-foto makanan yang tidak kalah menggoda. Makanan yang tersedia dan disajikan dalam bentuk yang –bila dilihat—langsung tergugah rasa ingin mencoba. Dengan tampilan yang semaksimal mungkin dibentuk, kemudian dikomparasikan dengan harga, ingin dinyatakan kepada pelanggan bahwa hal tersebut masuk akal. Kedua, di luar –katakanlah eksterior—melalui ruang-ruang iklan publik, foto-foto demikian juga dipasang besar-besar. Dalam berbagai iklan suratkabar cetak atau berbagai baliho yang terpampang, terlihat keadaan makanan yang begitu menggoda bagi orang-orang yang melihatnya. Dengan demikian, ada usaha luar dan dalam yang dilakukan. Di dalam, mereka meyakinkan banyak orang bahwa harga yang ditawarkan untuk makanan mereka layak dan sesuai. Di luar, mereka mengundang orang untuk merasakan makanan yang ditampilkan melalui ruang-ruang publik tersebut. Banyak pihak yang terlibat. Tukang foto makanan, misalnya. Menawarkan makanan dengan rasa lahir dan batin, ternyata tak hanya melibatkan mereka yang berusaha di bidang makanan. Tidak saja mereka yang memasak atau yang dengan sabar menawarkan kepada orang-orang yang mencoba. Setiap orang yang berkunjung, bahkan dihidangkan berbagai piring dengan harapan semakin banyak yang disentuh oleh mereka yang ingin makan. Walau dalam konsep kekinian, pelan-pelan pola pelayanan mengerucut kepada kebutuhan. Namun sebagai catatan, dengan upaya membuat makanan semakin melebihi realitasnya, membuat posisi antara kebutuhan dan keinginan menjadi lebih lebar untuk dibicarakan. Orang-orang yang menulis harus meniru mereka yang dengan setia menjaja makanan demikian. Tidak boleh lelah untuk terus-menerus memperkuat sehingga menarik dan semakin banyak pembaca. Semua banyak ruang yang harus digunakan untuk membuat pembaca tergoda. 85
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Bahwa sesuatu yang dikerjakan harus dimaknai secara lahir dan batin. Orang yang membaca suatu karya, tidak saja terpuaskan secara lahir, melainkan juga secara batin. Orang harus mendapatkan keduanya, sebagaimana orang bisa merasa puas lahir dan batin atas makanan. Sekiranya harus dilakukan berbagai langkah dalam pencapaian tersebut, maka seorang pekarya harus melakukan sebanyak mungkin langkah –yang baik—dalam rangka mencapai tujuan yang baik dari berkarya. Sebagaimana mereka yang menggunakan jasa orang lain untuk mengindahkan tampilan makanan, maka bukan sesuatu yang berlebihan, ketika kita menggunakan tenaga orang lain untuk membuat sebuah karya lebih renyah, enak, dan bisa membuat orang bahagia lahir dan batin. [este, Sabtu, 16/01/2016]
Tak Sekedar Rasa Sangat terbuka peluang, dan memungkinkan tampilan itu ditipu. Tampilan, secara sederhana, menunjukkan pada apa yang tampil. Sesuatu yang terpampang dan yang awal sekali dilihat oleh siapa pun. Dengan demikian, ketika membuka sesuatu, maka tampilan adalah yang bisa dipandang – dari arah mana pun yang diinginkan. Jika diibaratkan sebuah gedung, kita bisa memandangnya dari depan, pun dari samping maupun dari belakang. Dengan tampak yang berbeda. Dengan berbagai bantuan ilmu dan teknologi, tampilan ini bisa diperlihatkan melebihi dari yang senyatanya. Sesuatu yang melebihi dari apa yang disebut realitas aslinya. Dalam kajian kebudayaan, sudah banyak contoh untuk menggambarkan kondisi ini. Di tampilan sebelumnya, dengan membuat orang tergoda, tampilan bisa dilakukan dengan menggunakan jasa bidang lain. Makanan, untuk terlihat lebih menggoda, difoto dan direproduksi gambarnya dengan bantuan teknologi gambar. Makanya ketika orang melihat makanan yang digambar, ada sesuatu yang membuat mereka ingin menikmatinya. Contoh lain dalam iklan pelembut atau pemutih kulit. Dengan bantuan visual, membuat orang seolah merasakan sesuatu yang sebenarnya sedang terjadi. orang ingin putih dalam waktu yang singkat, hanya tinggal mengganti apa yang terdapat dalam iklan. Orang ingin
86
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
mendapatkan kulit yang lembut dan sempurna, tinggal menggunakan produk tertentu. Dalam menulis, boleh saja resep demikian digunakan. Namun tidak boleh berhenti sampai di sana. Harus diusahakan adanya perpaduan antara usaha membuat orang tergoda, dengan memberi rasa yang sebenarnya. Di satu pihak, orang harus dibuat agar tertarik dengan sesuatu yang disuguhkan. Akan tetapi pada saat yang sama, di pihak lain, mereka juga harus merasakan adanya ketergantungan, ketagihan, dan selalu ingin mendapatkan sesuatu yang sudah dirasakan itu. Sesuatu yang dirasa tidak berhenti hanya sekali saja. Mereka merasa harus mengulanginya berkalikali. Memadukan itu juga bukan langkah yang terlalu sulit dilakukan. Orang harus menggunakan kekuatan secara penuh, dengan mempertinggi penggunaan potensi kekuatan, dan berusaha menanamkan sedalam mungkin berbagai potensi kelemahan. Berusaha untuk mengeluarkan tenaga besar dalam menggunakan kekuatan. Lalu kekuatan yang sama digunakan untuk menguburkan berbagai kelemahan. Banyak orang yang tidak ingin mengeluarkan potensinya secara total. Ada orang yang bermodal usaha setengah-setengah, tetapi mengharap hasil yang maksimal. Bisa saja hasil didapat sebagaimana yang diinginkan, namun hasil itu pasti bukan karena usaha. Logikanya, hanya orang yang berusaha total saja yang berpeluang untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jadi setelah membuat orang tergoda, lalu tidak berhenti dan puas pada memberi rasa. Dengan totalitas, semua hal akan diperoleh oleh penikmat karya. Dengan hasil yang sempurna, akan membuat banyak orang merasa bahagia dan puas atas apa yang akan mereka dapat. [este, Ahad, 17/01/2016]
87
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 10 Tak Masalah dengan Langkah Kuda
Selalu Mencoba Santai Ada satu pengalaman yang kemudian saya praktekkan dalam mengajar. Suatu kali, ketika menjadi mahasiswa magister, seorang pengajar memberi tugas yang sesungguhnya sederhana. Tugas mata kuliah, namun sudah ditentukan batasan bahasan dan metode yang digunakan. Satu hal lagi, makalah yang berangkat dari perintah yang seragam itu, harus diselesaikan dalam waktu satu minggu saja. Sewaktu kuliah dulu, memang ada fenomena, sebagian teman saya yang baru ngebut ketika menjelang akhir waktu. Istilah kami, tenaga disimpan untuk bergerak total pada masa injury time. Tidak bergerak sebelum masa genting tiba. Akan tetapi dengan tugas terakhir ini, posisi mereka tidak biasa. Pada masa injury time itu, ternyata semua mengeluh hal yang sama, berada dalam tekanan tingkat tinggi. Batasan yang sudah ditentukan, mengungkung mereka dan tidak mampu menggunakan injury time itu sebagaimana biasa. Saya termasuk merasakan tekanan tersebut. Ada hal yang membuat saya berbeda. Setiap tugas, saya sudah berusaha mendapatkan data dan referensi yang dibutuhkan di hari-hari awal. Sekiranya waktu menyelesaikan tugas diberikan tujuh hari, saya selalu berusaha mendapatkan data dan referensi tidak lebih dari dua hari. Dengan modal demikian, maka dengan tekanan apapun, hanya untuk menyelesaikan aktivitas sisa, yakni menulisnya. Namun tidak mudah menyelesaikan sesuatu yang sudah diberi batasan demikian. Akhirnya saya memang menyelesaikan dengan terpaksa dan tekanan. Lalu mendapat nilai yang pas-pasan. Berdasar pengalaman itu, saya lalu memberi dua tugas dalam dua kesempatan yang berbeda kepada mahasiswa. Tugas pertama, persis saya tentukan batasan dan dalam waktu yang sangat terbatas. Isu mutakhir tertentu yang sudah ditentukan secara seragam, membuat mahasiswa sedikit sulit mencari bahan. Tugas ini, sangat banyak yang tidak bisa menyelesaikan tugas mereka. berbeda dengan tugas satu lagi, saya hanya menentukan bahwa mereka harus membuat tugas isu yang menurut 88
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
mereka termasuk mutakhir. Saya juga memberikan sedikit tips yang bisa dilakukan. Dengan komunikasi yang terbuka, mereka seperti sangat nyaman menyelesaikannya. Pada tugas kedua, perubahan berbeda karena semua mahasiswa memiliki sesuatu yang ditulis. Dari dua pengalaman itu, saya merasa seseorang itu harus berangkat dari kondisi lahir dan batin yang nyaman dan santai. Menulis sesuatu yang serius pun, harus dilakukan dengan kepala yang benar-benar bisa dimainkan. Untuk mendapatkan suasana yang demikian, orang melakukan berbagai cara. Saya pribadi berangkat dari mempersiapkan keadaan dengan sempurna. Semua saling terkait. Keadaan tertentu yang tidak baik, berimplikasi memberikan ketidakbaikan pada keadaan lainnya. Kondisi tersebut pada akhirnya berujung pada kondisi kita. Makanya, santai juga terkait dengan seberapa besar orang-orang di lingkungan kita merasakan bahagia, yang disebabkan oleh keberadaan kita? [este, Ahad, 17/01/2016]
Selalu Mencoba Konsisten Melalui pesan pribadi media sosial, saya mendapat beberapa pertanyaan dari orang yang belum pernah bertemu. Namanya pernah saya baca. Wajah depan hanya saya lihat melalui gambar di laman media sosial. Mengenai ini, sebenarnya saya juga pernah tertipu. Suatu kali, seorang pemuda meminta waktu ngobrol tentang semangat menulis. Melalui media sosial, saya melihat wajahnya biasa saja. Ukuran dan berat badannya bisa saua perkirakan –berdasarkan dalam gambar. Dengan bayangan demikian, maka saya membayangkan akan mudah melihat bila seseorang datang. Kenyataannya, tidak seperti itu. Pemuda yang datang ke hadapan saya, mungkin memiliki berat badan yang melebihi 100 kg. Dengan pipi yang lebar dan badan yang lebih besar dari yang saya perkirakan. Tetapi lupakanlah tentang itu. Pertanyaannya adalah mengapa saya harus menulis di web (gratis), setiap hari, dan dengan ukuran yang hampir sama? Saya harus tekankan bahwa saya sedang berusaha untuk konsisten – sesuatu yang banyak kita mengabaikannya. Ketika sedang bersemangat, 89
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
kita bisa menyelesaikan banyak hal. Sebaliknya, entah ketika sedang tertimpa apa-apa, kita seperti tenggelam dalam gelap. Seyogianya, dengan aktivitas kita masing-masing, harus ada tekad untuk melakukan sesuatu itu secara konsisten. Menggunakan web gratis, sebenarnya hanya digunakan untuk batu. Apabila sewaktu-waktu ada orang yang menanyakan benarkan saya menulis secara konsisten, maka saya bisa menunjukkan. Apalagi ketika memberi contoh agar mahasiswa konsisten, tetapi kita tidak konsisten, maka itu akan memberi contoh tidak baik. Laman menjadi bukti sahih bahwa kita menulis secara konsisten. Menulis setiap hari, misalnya. Atau menulis per tiap dua hari, per minggu, dan seterusnya. Tidak masalah, dalam jangka waktu tertentu, tulisan harus diselesaikan. Saya pribadi menilai, masalah kualitas lain hal. Konsisten di satu pihak, kualitas di pihak lain. Idealnya, dua-dua harus memenuhi standar. Satu catatan lain adalah mengenai ukuran tulisan yang hampir sama. Dengan batasan jumlah halaman atau kata. Menulis setiap hari, lalu mengujinya dengan melihat berdasarkan rekam jejak di laman, dan antara satu tulisan dengan yang lain tidak berbeda jauh. Verifikasi semacam ini ternyata sangat membantu untuk memberikan semangat kepada mereka yang masih berusaha. Dalam banyak diskusi menulis, saya selalu berpesan bahwa andai kita harus memilih, maka saya memilih konsisten yang utama. Berat untuk menggerakkan orang untuk selalu berbuat secara konsisten. Makanya timbul istilah bahwa mempertahankan sesuatu lebih sulit dari merebut awal. Orang yang dalam satu hari bisa melakukan banyak hal, sedangkan di hari lainnya kosong tidak melakukan apa-apa. Seperti melakukan ibadah. Ketika makanan enak bisa melakukan banyak ibadah wajib dan sunat, sementara ketika terasa tidak enak makan, yang wajib saja terasa berat melakukannya. [este, Senin, 18/01/2016]
Mengalir Saja Pada prinsipnya, menulis sama persis seperti orang yang belajar renang. Penggabungan antara teori dan praktik. Salah satu di antara keduanya ada, maka pencapaian dari tujuan menulis, sepertinya sulit tercapai. Makanya orang yang memiliki dan memahami pengetahunan tentang menulis, 90
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
namun tidak melakukan praktik dalam nyata, maka pengetahuan berpeluang besar menjadi sia-sia. Sebaliknya, melakukan langsung tanpa pengetahuan sedikit pun, juga jangan dilakukan. Bagaimana pun, biar sedikit, pengetahuan tentang itu mesti dimiliki. Begitulah renang. Pengetahuan juga harus didukung bagaimana merasakan terapung dan timbul-tenggelam bersama arus air. Pengalaman yang menentukan bagaimana seseorang akan menghadapi air yang tenang. Begitu juga dengan menulis. Orang yang banyak berbicara, minim berpraktik nyata, berpeluang pengetahuannya menjadi sia-sia. Menulis membutuhkan latihan atau perbuatan nyata. Orang yang memahami tidak lantas lancar dalam praktik. Orang yang serba bisa dalam praktik, namun tidak begitu fasih dalam memahami, juga seyogianya jangan dibiarkan demikian. Intinya ada perpaduan antara keduanya. Saling melengkapi. Keduanya dibutuhkan. Dari keduanya, manajemen bisa ditata, pengetahuan dan praktik bisa diatur. Meninggalkan salah satu akan ada hambatan dalam hal yang lain, terutama dengan manajemen dan strategi. Menulis membutuhkan cara bagaimana ia dikeluarkan. Sesuatu yang kita ketahui, tidak lantas bisa dengan mudah dikeluarkan. Orang yang pandai berbicara –yang konon bisa berjam-jam bisa dihabiskan untuk berbicara, belum tentu fasih dalam menelurkan isi pembicaraan itu dalam tulisan. Sesuatu yang lisan, ketika dijadikan tulisan, memiliki tantangan tersendiri. Itulah dunia menulis. Dengan memahami rumus demikian, hal lain yang sering saya praktikkan adalah untuk mengeluarkan saja apa yang ingin ditulis. Ada keluhan sebagian orang bahwa ketika sulit memulai, maka sulit pun ketika berhenti. Maksudnya menulis itu, ketika memulai agak sulit keluar apa yang sebenarnya ingin ditulis. Namun ketika sudah mulai bisa dikeluarkan pelan-pelan, menjadi sulit untuk berhenti. Barang untuk tahap demikian, jangan pernah ditahan-tahan. Biarkan saja ia keluar dengan santai. Apa yang keluar dan sulit berhenti jauh lebih mudah diatur ketimbang sulit untuk keluar. Sebuah karya yang sudah keluar banyak, untuk mengatur sebagaimana kebutuhan, jauh lebih mudah ketimbang yang sedikit keluar. Begitulah logikanya. Makanya, ketika sudah mulai turun apa yang hendak disampaikan, dibiarkan saja ia keluar begitu saja. Apa yang hendak disampaikan, dalam kondisi demikian, jangan diketam. Nanti ketika sudah sampai di ujung dan tak ada cara lain, baru dilakukan proses pembacaan ulang. Ketika merenung kembali atas apa yang sudah ada, melakukan 91
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
penyempurnaan atas tulisan jauh lebih mudah. Rumus ini sudah pernah saya praktikkan, dan ketika dalam suasana santai, membuat banyak hal bisa ditulis dengan nyaman. [este, Selasa, 19/01/2016]
Selalu Mencoba Menakar Kemampuan Ada satu pesan yang sangat saya ingat. Seorang guru saya, mengatakan secara sederhana bahwa kalau kita berpenghasilan 200, maka biasakanlah mengeluarkannya 150 saja, bukan 250. Mengeluarkan lebih kecil dari penghasilan –sebagai pertanda kemampuan, sangat penting karena untuk memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Banyak orang yang tidak melihat kemampuannya berbasis pada kebutuhan, melainkan lebih banyak bertumpu pada keinginan. Banyak sekali energi dihasilkan untuk mengejar berbagai keinginan, dan melupakan apa yang menjadi kebutuhan nyata mereka. Dengan mengukur demikian, seseorang juga bisa mengukur berapa yang akan dijadikan tabungan. Tidak semua orang memiliki kondisi hidup yang stabil. Kebanyakan orang saling berganti posisi, kadang di atas, kadang di bawah. Dengan menyiapkan mekanisme tabungan, akan memungkinkan posisi survive selalu walau ketika posisi sedang di bawah. Pesan guru saya itu sangat konteks di tengah fenomena banyak orang yang ingin mengejar banyak keinginan dan melupakan kebutuhan yang sesungguhnya. Maka bila sesekali kita datang rumah orang tertentu, yang kita dapatkan di rumahnya lebih banyak barang yang justru tidak terkait dengan kebutuhan. Kebanyakan merupakan usaha memenuhi nafsu keinginan. Dengan keinginan tersebut, maka ada rasa lain yang mengemuka, yakni memperlihat diri selalu pada posisi di atas. Tidak mau –walau sedang berada pada posisi di bawah. Padahal sikap menerima apa adanya, dengan mengatur tingkat kebutuhan, justru akan membantu seseorang untuk hidup secara rasional. Hidup demikian dikendalikan oleh akal sehat. Orang yang terlalu banyak keinginan dan lupa dengan kebutuhan, pada dasarnya tidak sedang dikendalikan oleh akal sehatnya sendiri. Pada posisi demikian, penting ada pengingat, semacam alarm, agar yang bersangkutan kembali ke kondisi asal. Dengan alarm itu, seseorang akan 92
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
merasa kembali bahwa jalur hidup ternyata sudah melebihi dari apa yang dibutuhkan. Untuk kembali, membutuhkan panduan lagi, dalam bentuk renungan kembali sesungguhnya bagaimana seseorang akan menjalani hidup. Percayalah, kondisi psikologis dan semacamnya, akan dirasakan secara berbeda-beda oleh orang banyak. Bukan hanya pada banyak orang, sesungguhnya pada satu orang saja, ia mengalami kondisi berbeda dari satu hari ke hari lain. Kondisi demikian, bagi seseorang dibutuhkan penstabil. Artinya ada sesuatu yang diberdayakan ketika orang sedang di bawah, namun juga ada pengontrol ketika seseorang sedang di atas angin. Seorang penulis tidak selalu berada dalam kondisi siap, namun harus selalu mempersiapkan kesiapannya. Dalam berbagai kondisi, harus ada penstabil bahwa menulis bisa terus dilakukan. Seseorang bukan garang ketika suasana hati sedang nyaman, namun tak bisa apa-apa ketika hati sedang gundah-gulana. Seorang yang hebat adalah ketika ia bisa menguarkan pikirannya di tengah suasana yang sedang terjepit. [este, Rabu, 20/01/2016]
Selalu Mencoba Menerawang Keadaan Melalui inbox, ada satu pertanyaan penting dari seorang teman, yakni mengenai pengaruh sekitar terhadap kita. Perihal ini pernah saya diskusikan juga dengan orang lain. Orang tersebut, bersikukuh bahwa apapun yang kita alami tidak ada perbedaannya, khususnya terkait dengan aktivitas kita. Saya justru memandang berbeda. Kesuksesan terbesar orang-orang adalah karena berada dalam kondisi di mana orang-orang mengantarnya sebagai orang sukses. Orang yang berada di tengah “tidak sehat�, lalu kemudian menjadi “orang�, di samping karena ada spirit untuk keluar dari kondisi lingkungan, juga hal yang tidak disadari ada semacam kerelaan mereka bagi seseorang untuk berjuang ke arah lebih baik. Dengan demikian, ada kesadaran yang tidak semua disadari, bahwa kesuksesan seseorang pada dasarnya akan membawa pengaruh bagi kesuksesan lingkungan mereka.
93
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Keberhasilan seseorang yang sedang menulis adalah ketika berhasil membuat semakin banyak lingkungannya merasa bahagia. Bahagia dalam konteks ini tidak selalu berupa materi yang sebesar-besarnya. Kerelaan semakin banyak orang sehingga memungkinkan seseorang bisa menulis adalah bagian dari kebahagiaan itu. Demikian keadaan yang seharusnya disadari oleh siapapun. Dengan memahami keadaan sekitar, memungkinkan seseorang mempersiapkan diri secara lebih baik. Dengan persiapan yang sempurna, akan melahirkan karya yang sempurna pula. Sebaliknya, karya yang lahir dalam kondisi yang tidak ada kerelaan kita berkarya, juga berkualitas setaraf dengan itu. Kerelaan ini juga memungkinkan kita melakukan banyak ketika berada pada posisi deadlock. Seolah kita mendapat posisi yang tidak bisa kemanamana dan tidak bisa bergerak untuk berbuat apa-apa. Pada posisi demikian, penting untuk kita membuka mata kembali ke sekeliling untuk memahami keadaan sekitar. Dengan demikian membuat bisa lebih santai ketika ada orang yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin kita pernah merasakan ketika berada dalam satu tempat persediaan oleh-oleh yang menyediakan berbagai –yang jumlahnya lebih banyak dari yang diperkirakan. Ada kebingungan kita untuk mendapatkan sesungguhnya apa yang paling penting kita bawa pulang sebagai oleh-oleh. Dengan keluar sebenar, memandang dari arah depan, merenung sejenak, dan mengukur apa yang kita butuhkan, maka tidak sulit lagi untuk memilih apa yang akan kita bawa pulang. Masalahnya adalah ketidakrelaan orang untuk keluar sebentar itu. Terkesan seolah-olah dengan keluar sebentar, akan menghabiskan waktu. Padahal justru, dengan keluar sebentar akan mendatangkan potensi yang lebih besar untuk bisa menyelesaikan banyak hal. Ingatlah dalam model penyelesaikan sengketa, tawaran untuk mundur selangkah sambil merenungi apa yang sesungguhnya terjadi, akan membuat seseorang bisa berfikir kembali secara luar biasa. Banyak hal yang bisa diselesaikan dalam kondisi bisa berfikir kembali demikian. Maka setelah mundur selangkah, bisa jadi yang terjadi adalah bisa melangkah maju lebih dari seribu langkah. [este, Kamis, 21/01/2016]
94
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Selalu Mencoba Menabung Pikiran Orang yang arif, selalu memperhitungkan ketika kondisi berada di bawah, walau pada saat itu ia sedang berada di atas. Apa pun yang dilakukan, penuh perhitungan, tak-tik dan strategi. Bahwa apa yang dilakukan hari ini akan berimplikasi ke masa selanjutnya. Sebuah perilaku dan ucapan, sangat menentukan orang akan menjalani masa dengan bahagia atau justru sebaliknya. Perilaku menentukan sejauhmana seseorang bisa mempersiapkan hidup secara sempurna. Hidup yang luar biasa tidak diperoleh dengan tiba-tiba. Ada orang yang bisa mendapatkan kekayaan tiba-tiba karena berbagai faktor, namun tidak mempersiapkan hidup secara luar biasa akan membuat kekayaan itu menjadi sia-sia –bahkan tidak jarang akan menjadi senjata untuk membunuh dirinya. Dengan persiapan yang luar biasa, akan memungkinkan orang sederhana sekalipun bisa menjalani hidupnya dengan bahagia dan sempurna. Ia akan tahu bahwa berbagai tantangan dalam hidup selalu akan dihadapi. Tantangan demikian, akan dihadapi dengan keadaan apapun yang ia miliki. Orang yang berada di atas, idealnya mereka selalu memikirkan bagaimana bila tiba-tiba mereka terjungkal ke bawah. Bahkan harus dipikirkan bahwa kondisi jatuh ke bawah itu tidak secara pelan, melainkan tiba-tiba. Orang yang tiba-tiba berada di kursi empuk, harus duduk di kursi kayu. Maka ada orang yang mengatakan, bahwa kesiapan orang jauh lebih besar untuk naik ketimbang untuk turun. Dalam dunia ini, apa yang kita pikirkan tidak selalu stabil. Berbagai ide itu kadang-kadang muncul beberapa dalam satu kesempatan. Sedangkan pada saat yang lain, bisa jadi tidak ada pikiran apa-apa. Ini bukan kondisi yang ideal. Seorang penulis harus bisa memanajemeni bahwa ide yang banyak harus bisa dijadikan tabungan ketika ide tidak ada sama sekali. Artinya ia seperti simpanan yang bisa dikeluarkan ketika kondisi sedang terjepit. Berbagai kondisi memungkinkan dialami setiap orang, makanya orang juga harus memikirkan kondisi ketika berada dalam terjepit tersebut. Seseorang harus segera menabung ketika sedang banyak ide. Medianya terserah, ada berbagai ragam. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, media untuk menyimpan ide sangat banyak sekali. 95
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Tinggal lagi, apakah seseorang mau melakukannya atau tidak. Ide juga banyak di sekitar kita. Ia bertebar dan tidak butuh tenaga ekstra untuk memetiknya. Ide bisa saja tersaji dengan soal yang remeh-temeh, tidak selalu harus melalui fenomena-fenomena yang luar biasa. Ketika berhadapan dengan banyak ide, lalu tidak berusaha menyimpannya, bersiap-siaplah untuk terkubur sebelum waktunya. Lalu saksikanlah mereka yang luar biasa, bisa menyimpan ketika pada kondisi yang banyak ide, yang digunakan ketika mereka sedang kering ide. Kondisi demikian bisa dilakukan oleh siapa saja. Untuk menjadi orang hebat, penyimpan ide yang hebat, bisa muncul dari orang yang sederhana. [este, Sabtu, 23/01/2016]
96
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
# 11 Percaya Adanya Kekuatan Ganda
Potensi Kekuatan Ganda Dalam sepak bola, rasanya lebih mudah memetakan hasil akhir tim-tim besar ketimbang tim atas ketika berhadapan dengan tim bawah. Namanya saja peta, tentu tidak persis demikian. Apalagi ada jurus jitu digunakan para pengamat, bahwa bola itu bulat, kadangkala setepat apapun rumus dalam pemetaan, hasil akhir bisa jadi berbeda. Hasil akhir bisa saja menghasilkan sesuatu yang berbeda dari perkiraan. Begitulah. Dalam beberapa pertandingan sepak bola, tim-tim papan atas, yang angka tinggal mengumpulkan sisa-sisa poin untuk menjadi juara, tiba-tiba tersandung dengan tim papan bawah. Bukan sekali dua sudah terjadi demikian. Tim-tim papan bawah yang hidup mati, bisa saja memenangi laga walau lawan mereka sedang berada di puncak. Ada dua hal yang tidak boleh dilupakan dari mereka. Pertama, semangat untuk terus menghidupi tim. Bahwa mereka, sebelum bertanding, ada sesuatu yang diingatkan. Mereka kalah, maka mereka harus menanggung tidak saja kehilangan poin, melainkan juga berpotensi turun tahta. Dalam sebuah seri sepak bola, naik dari satu tahta ke tahta lain, bukan perkara mudah. Makanya mempertahankan pada detik-detik akhir, menghasilkan kekuatan tak terduga dari mereka. Tim-tim yang bertekad kuat untuk tetap di tahta tersebut. Selain itu, ada semangat lain yang tidak boleh dilupa, semangat akan rasa memiliki tim, yang juga memberi stimulus ganda untuk mereka dalam berjuang. Ibarat seorang preman kecil yang mempertahankan diri dari preman besar. Ketika bertarung di pasar dan dilihat banyak orang, seolah ada rasa yang berbeda –yang dipikirkan—sekiranya ia menang. Kedua, semangat untuk mendapatkan kehormatan dalam mengalahkan tim papan atas. Ada rasa bangga tak terkira bila mereka berhasil menjadi pemenang, dan tim yang dikalahkan tidak tanggung-tanggung –adalah mereka yang sedang berada di puncak. 97
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Potensi kekuatan ganda ini selalu ada pada semua orang. Masalahnya adalah apakah kita takluk pada alasan yang dibuat-buat –bahwa kehadiran kita tidak menjadi penulis karena kita memang tidak berbakat. Bukankah sesuatu bisa dimunculkan mulai dari pikiran, bahwa kita bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa bahkan jika dibandingkan dengan orang-orang yang luar biasa sekalipun. Ingatlah, bukanlah sesuatu yang mustahil. Ketika bertekad, berihtiar, lalu berusaha keras, maka hasilnya bukan tidak mungkin akan dicapai melampaui dari perkiraan orang-orang. Maka apakah kita masih menjadikan alasan tidak berbakat untuk menghasilkan karya yang luar biasa? Seyogianya jangan. Semua orang pada dasarnya memiliki potensi yang sama untuk melakukan sesuatu yang lebih besar dari perkiraan. Suatu karya yang dilahirkan dalam suasana yang tidak hanya dengan kekuatan tidak ingin selalu berada di kelas dua, juga ingin menunjukkan diri sebagai penulis dengan karya yang diperhitungkan. [este, Selasa, 09/02/2016]
Kemampuan Tak Biasa Dulu ketika masih kecil dan sekolah dasar, jarak antara rumah dan sekolah mencapai dua kilometer. Setiap pagi jalan kaki, bersama anak-anak yang lain. Tidak ada sepeda, karena jumlah sepeda di rumah hanya satu, sedangkan yang pakai banyak. Penggunaan sepeda lebih diutamakan yang sudah sekolah pertama atau menengah atas. Sedangkan kami yang kecil, harus memilih jalan kaki. Pertimbangan praktisnya adalah sederhana, bahwa yang sekolah menengah tidak boleh terlambat sampai di sekolah, karena jadwal dan jam masuk yang ketat. Sedangkan sekolah kami, boleh dikata, tidak ada jadwal yang pasti. Bahkan masuk ketika ada anak yang sudah mau pulang. Makanya sepeda lebih sering dipakai oleh yang lebih tua. Namun demikian, mereka juga akan mengalah bila ada kepentingan lain dari orang tua, yang akan menggunakan sepeda untuk mencari rezeki. Mereka juga harus mengalah dan jalan kaki seperti kami. Bukan berarti kami tidak bisa naik sepeda. Ketika kosong dan pengguna berganti posisi, kami bisa ikut dibonceng. Dengan posisi jalan kaki yang demikian, menjaga teman sangat penting. Untuk pergi ke sekolah, pagi hari, ada banyak orang. Tetapi ketika pulang, 98
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
jumlahnya tidak menentu. Anak yang pulang juga berkelompok kecil-kecil, tidak seperti waktu berangkat yang jumlahnya banyak dan berduyunduyun. Makanya ketika pergi, perasaan takut akan sesuatu sangat kecil, walau di tempat yang dianggap menyeramkan sekalipun. Berbeda halnya ketika pulang, kami sudah siap-siap menghadapi berbagai bayangan yang diberikan oleh orang tua di tempat-tempat tertentu. Dalam jarak itu, orang tua memberi bayangan kepada anak-anaknya bahwa ada tempat yang – kurang lebih—disebut angker. Padahal ketika kemudian remaja, apa yang disebut tempat angker karena alasan lain. Karena orang tua dalam memberi bayangan kepada anak tidak mampu mendalami rasio anak, maka ada cara orang tua. Persiapan anak dalam menghadapi tempat yang diberikan bayangan demikian, sudah dipersiapkan oleh sang anak. Apa yang terjadi ketika di tempat lain yang justru dalam bayangan si anak adalah tempat yang aman, justru muncul binatang yang menakutkan bagi anak. Dulu, karena semaksemak sangat banyak di jalan kampung, munculnya babi hutan dengan tiba-tiba adalah sesuatu yang biasa. Pada posisi demikian, ada kemampuan tak biasa yang dikeluarkan oleh sang anak, yang menyebabkan kekuatannya bertambah. Mereka bisa berlari lebih kencang dari biasanya. Dengan berbagai perasaan yang beraduk, memungkinkan mereka lebih cepat sampai ke rumah. Kekuatan tak biasa ini, sebenarnya dimiliki oleh setiap orang. Tak biasa adalah pada cara bagaimana ia keluar –atau bahkan dikeluarkan. Orang tidak menyatukan kekuatan dalam penggunaannya, yang menyebabkan yang lahir hanya setengah-setengah. Saya kira bukan untuk berharap untuk lahirnya sesuatu yang menakutkan di sekitar kita, namun penyatuan potensi kekuatan ini patut dicoba dalam berkarya. [este, Rabu, 10/02/2016]
Jadilah Petarung Ketika masih kecil, saat kami masih memiliki kebun berisi beberapa tanaman pala dan kelapa, sering diajak untuk terlibat dalam proses memetik hasil. Saya merasakan itu bukan kerja yang biasa. Orang tua sangat bekerja keras untuk mencukupi berbagai kebutuhan keluarganya. Bahkan hanya untuk memetik beberapa pohon pala saja –kebetulan kami 99
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
hanya memiliki sekitar 10 batang saja—tidak selesai dalam satu hari. Secara keseluruhan, menyelesaikan pekerjaan ini juga butuh berhari-hari. Mulai dari memetik buahnya, kemudian memisahkan buah dan biji, lalu memisahkan pula bunganya. Biji dan bunga kemudian dikeringkan hingga empat hari. Baru hasilnya bisa dijual. Tidak berbeda dengan pala. Kelapa juga demikian. Memetik hingga mendapat hasil, prosesnya sangat panjang dan melelahkan. Begitu berat pekerjaan orang tua dalam mendapatkan sejumlah pendapatan untuk menutupi kebutuhan hidup. Ketika kami diajak, mungkin dari awal orang tua sudah berfikir bukan tujuan untuk menghasilkan. Dengan keikutsertaan kami, tidak signifikan mengurangi kerja berat orang tua. kapasitas kerja anak sangat terbatas. Dalam berbagai tahapan kerja, sungguh peran kami mungkin tidak terlihat. Hanya dua hingga lima persen saja dari keseluruhan kerja. Sebagai anak, kami juga mendapatkan bagian ketika seluruh kerja sudah usai. Dan bisa ditebak, bagian yang didapatkan jauh lebih besar dari kapasitas kerja. Tidak sebanding. Namun akhir-akhir ini, saya menyadari bahwa keikutsertaan anak bukan untuk memperhitungkan hasil, melainkan melibatkan dalam proses. Sangat penting bagi anak untuk memahami seberapa berat yang dihadapi orang tua dalam mencukup kebutuhan, walau bukan berarti anak harus menanggung beratnya kebutuhan itu. Dengan pemahaman demikian, memungkinkan seorang anak berfikir berulang-ulang dalam mempergunakan apa yang ia dapatkan. Ketika meminta sesuatu pun, si anak sudah bisa memperhitungkan yang di luar kemampuan orang tuanya. Ini tidak mudah, dan inilah yang saya namanya dengan proses. Sesuatu yang menghasilkan pemahaman demikian, dimungkinkan dengan melibatkan anak dalam berbagai proses kehidupan. Proses ini berbeda dengan hasil. Kemampuan anak untuk menghasilkan sesuatu, sangat terbatas. Namun dengan melibatkannya dalam proses, memungkinkan ia juga memahami, dan andai pun ia mendapatkan bagian, ia menyadari bahwa yang ia dapatkan tidak sebanding dengan pekerjaannya. Seorang anak akan mempergunakan apa yang dimiliki dengan optimal dan hati-hati. Tidak sembarangan. Ketika menjadi seorang petarung, bagi saya adalah bagaimana seseorang itu berusaha menjalani prosesnya, bukan pada hasil akhirnya. Hasil akhir 100
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
bisa saja berbeda, namun dengan usaha yang dilakukan, hasil yang minimal pun, akan menghasilkan kepuasan tiada tara. Tidak perlu mengeluh di awal, apalagi ketika seseorang bahkan belum berproses sama sekali. Mari mulai berkarya dengan berproses. Menghasilkan sesuatu yang luar biasa, dilalui dengan proses belajar yang tiada henti. [este, Kamis, 11/02/2016]
Akhir Tak Terduga Barangkali Anda pernah mendengar ungkapan bijak, bahwa seseorang yang menanam padi, jagung, kedelai –atau tanaman apapun yang secara khusus dipersiapkan—maka gulma sekaligus akan tumbuh bersama tanaman tersebut. Sebaliknya, ketika yang Anda tanam tanaman gulma, jauh kemungkinan akan tumbuhnya tanaman tersebut. Makanya orang yang menanam tanaman di atas, harus selalu menjaga dengan membersihkan dari berbagai tanaman pengganggu yang membuat tanaman utama tidak bisa tumbuh optimal. Tidak saja mengganggu, bahkan bisa menghabiskan gizi yang seharusnya diperuntukkan bagi tanaman yang kita persiapkan itu. Pada dasarnya, berbagai aktivitas baik yang kita lakukan, selalu berpotensi untuk terikutkan perbuatan yang tidak baik di dalamnya. Sebaik apapun yang kita lakukan, selalu dihantui –kalau tidak perbuatan baik yang secara fisik akan mengurangi kualitas yang baik itu—minimal dalam hati yang muncul rasa riya, sombong, dan sejenisnya. Semua itu tidak selalu bermula dari awal, melainkan bisa jadi sebagai sesuatu yang mendompleng ketika apa yang kita kerjakan sudah mendekati final. Tidak sedikit orang yang sudah berhasil berbuat baik di awalnya, namun ketika hampir di titik akhir, muncul rasa-rasa yang tidak semestinya. Kondisi ini menggambarkan bahwa perbuatan baik sekalipun harus kita jaga lahir-batin dari awal hingga akhir. Kita tidak boleh lengah untuk menjaga dari berbagai potensi yang menurunkan kualitas dan nilai perbuatan baik yang kita kerjakan. Begitulah, sesuatu yang kita sadari dan kita lalui melalui proses rencana dan perbuatan yang terjaga –bahkan diiringi doa, berpotensi tidak 101
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
mencapai hasil akhir yang baik. Apalagi untuk yang dilakukan tidak dengan rencana bahkan tanpa berdoa. Hasilnya sudah jelas sebaliknya. Jangan harap hasil yang baik untuk yang demikian. Sebagai manusia, berusaha dan berdoa. Ihtiar dan mengharap dari Pencipta. Hasil tak terduga, saya maksudkan untuk sesuatu yang sudah dilalui oleh kerja keras tersebut. Hasil yang maksimal tidak mungkin didapatkan dari kerja yang biasa-biasa saja. Maka hasil akhir luar biasa, saya sarankan hanya diharapkan pada mereka yang sudah berusaha keras. Luar biasa itu terletak pada nilai yang melebihi dari perkiraan awal. Dari rencana dan melakukan berbagai persiapan, seseorang bisa mendapat kualitas yang dibayangkan. Sebaliknya, mereka yang tidak berencana dan persiapan, hasilnya justru sudah bisa diduga dari awal. Jangankan untuk mengharap hasil yang lebih, bahkan untuk target saja, jangan terlalu berharap. Karya yang dihasilkan dari rencana dan persiapan yang matang, disertai kerja keras, selalu bersyukur dan berdoa, maka titik akhir memuaskan. Namun demikian, dengan usaha keras demikian, bukan berarti tidak bisa mencapai sesuatu yang berlipat ganda, melebihi dari apa yang diperkirakan semula. Bukan sesuatu yang mustahil untuk mencapai semua itu secara sempurna. [este, Jumat, 12/02/2016]
Memanfaatkan Kondisi Naik Ada orang yang bisa mencapai jabatan tertentu, bukan karena seperti kebanyakan diraih banyak orang lainnya. Ada banyak kejadian di mana untuk menjadi seorang pejabat harus melalui proses filter setoran. Atau mereka yang ingin mendapatkan banyak suara, harus melalui bagi-bagi uang melalui berbagai program dadakan saat kampanye. Waktu demikian, uang dihambur terang-terangan –namun sayangnya tidak semua dapat dijadikan fakta bahwa perilaku itu adalah dasar bagi korup dan pencurian. Untuk potongan yang terakhir ini, orang yang memiliki banyak uang berpotensi lebih besar untuk memenangkan kompetisi.
102
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Tetapi tidak boleh menutup mata, ada orang yang berhasik mencapai dengan kondisi sebaliknya. Berbekal dari perilaku ikhlas membantu, membantu banyak orang merasakan kehadiran seseorang menjadi penyelesai masalah. Orang yang demikian, seringkali mendapat dukungan bukan karena ada kompensasi. Orang yang begini, biasanya tidak merasa dirinya harus mendapat potongan sebagai pejabat. Potongan biasanya menentukan perlakuan. Bagi orang seperti ini, tidak penting ia harus disambut sedemikian rupa. Setiap ke lapangan, yang dicari sesuatu yang susah dalam hidup orang banyak. Banyak orang yang terpesona dengan potongan. Bahkan betapa banyak orang tertipu gara-gara menganggap potongan seseorang itu meyakinkan. Orang yang meminjam potongan pengusaha, sehingga berhasil menipu banyak orang untuk kepentingannya. Berpotongan sebagai pejabat tertentu agar dengan mudah menjalankan keinginannya. Berbekal kesan orang bahwa potongan menentukan, membuat orang yang bukan sebenarnya bisa menggunakan potongan orang lain. Dalam menulis, potret ini bisa bermakna positif. Penulis yang berkemampuan pas-pasan dapat meminjam potongan demikian. Orang yang dari segi kemampuan biasa-biasa saja, namun dengan meminjam penulis yang sudah berhasil, dapat lebih bisa meyakinkan banyak orang untuk mencari karyanya. Kondisi demikian bukan sesuatu yang sukar dilakukan. Hanya saja yang tidak boleh dilupakan bahwa ketika kondisi demikian dicapai, berproses untuk terus belajar, harus dilakukan. Orang harus memahami bahwa dalam aktivitas apapun, ada potensi dalam tubuh kita untuk berenergi naik-turun. Pada waktu tertentu, energi kita tinggi sekali. Dengan energi demikian, membuat semangat kita berlipatlipat berada di atas angin. Jangan lupa, pada waktu yang lain, energi kita turun drastis –bahkan ada yang sampai ke titik nadir. Dalam kondisi demikian, kita merasakan seperti tidak bisa melakukan apa-apa. Di sinilah penting harus muncul peran penjaga kondisi. Dalam sebuah mesin, posisi penjaga ini seperti oli yang membuat kondisi mesin selalu dalam kondisi stabil. Makanya ketika sedang di atas, jangan lupa ke bawah. Ketika sedang berpunya, jangan lupa saat tiada. Waktu sedang bergelora, cobalah menyimpan sebagian energinya bagi tabungan ketika sewaktu-waktu kita kehilangan selera. Ketika kondisi sedang naik inilah, maka model
103
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
menabung harus dilakukan, agar saat di bawah, senantiasa seperti oli yang bisa menjaga stamina. [este, Sabtu, 13/02/2016]
Cobaan Selalu Ada Biasanya, setiap saya turut serta dalam upacara untuk mengenang kejadian tertentu, saya sempatkan berdiskusi dengan banyak orang lain. Soal keluh. Dalam suasana berduka, memang tidak semua orang terus-menerus berada dalam kedukaannya. Orang-orang yang sangat berduka disebabkan banyak harta benda dan keluarganya menjadi korban, jarang saya temukan mengungkapkan sisi kedukaannya secara berlebihan kepada banyak orang. Sulit sekali mereka menyampaikan kedukaannya kepada orang lain. Sebaliknya, orang yang menjadi korban biasa-biasa saja, justru suka mengobral kedukaannya secara berlebihan. Orang yang tipe demikian, merasa seolah-olah hanya dirinya saja yang menjadi korban dan orang lain tidak. Maka ketika ada momemtum apapun, yang tipe begini yang suka menyampaikan kondisinya secara berlebihan ke kanan dan kiri. Semua orang berduka dan semua boleh berduka. Dalam setiap bencana, selalu menghadirkan korban. Orang tertentu bisa menjadi korban berat, yang lain mengalami korban sedikit. Semua itu memang membuat kita berduka. Namun jangan sampai rasa berduka itu justru disampaikan melebihi dari yang sebenarnya. Orang yang hanya mengalami bocor ban motor, menyebut rodanya sudah hancur. Padahal orang yang bisa jadi orang-orang tersayang menjadi korban, harta benda entah kemana, justru tidak demikian berlebihan. Kondisi yang terakhir patut dicontoh. Ada kesadaran bahwa semua orang menjadi korban, sehingga tidak patut hanya menganggap bahwa hanya kita yang harus dianggap orang lain sebagai korban. Apalagi terkait dengan jatah sesuatu, jangan sampai hanya kita yang merasa berhak sedang orang lain kurang berhak –atau bahkan tidak berhak. Ketika saya berada di satu kampung, saya mendapat pengalaman menarik, di mana ketika ada bantuan yang datang, namun jumlahnya dibandingkan dengan angka yang menjadi korban tidak sebanding. Dengan saling terbuka dan mereka bermusyawarah, akhirnya mereka bisa saling berbagi dengan
104
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
jumlah yang proporsional –termasuk mereka yang awalnya tidak tercantum dalam list. Kita harus mengingat, dalam berbagai aktivitas, selalu tersedia cobaan. Wujud dari cobaan itu bisa dengan berkekurangan dan bisa berkelebihan. Orang yang penuh kekurangan, harus memiliki spirit lebih besar untuk berkarya secara berkualitas. Demikian juga mereka yang sudah berkelebihan, harus menjaga diri agar kondisi dalam berkarya selalu stabil. Jangan pernah menganggap apa yang kita alami tidak dialami oleh orang lain. Kita jangan menganggap bahwa cobaan terhadap kita jauh lebih besar dari cobaan terhadap orang lain. Kita harus ingat bahwa bisa jadi orang lain itu tidak mengungkapkan cobaan yang mereka alami secara berlebihan. Hanya kita saja yang cengeng dan cepat-mudah mengeluh. Siapa saja dalam hidup, mengalami cobaan yang datang silih berganti. Semakin berhasil menghadapi cobaan, maka yakinlah semakin berpeluang Anda mendapatkan hidup yang lebih berkualitas. [este, Ahad, 14/02/2016]
105
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
# 12 Fokus dan Berusaha
Jangan Berbayang-bayang Barangkali Anda pernah melihat tayangan televisi, di mana orang tertentu menjadi host-nya di berbagai acara. Untuk acara hafalan al-Quran anakanak, ia menjadi pembawa acara. Ketika membuka tayangan lain, berisi acara nyanyi anak-anak, orang itu juga. Atau bahkan acara infotainment, itu juga. Ironisnya, dalam acara hura-hura, itu-itu juga. Orang yang satu, bisa melakukan banyak hal. Dengan kemampuan yang dimiliki, tidak masalah orang dipercayakan dalam banyak tayangan. Apalagi dengan koneksi dan jaringan yang luas, memungkinkan seseorang dipercaya di banyak tempat. Dalam dunia hiburan, jaringan ini turut menentukan seseorang dipercaya dan “dibesarkan� melalui pemberian peran dalam acara-acara. Masalahnya adalah antara tayangan yang satu dengan yang lain, spiritnya berbeda. Hal ini sama artinya seseorang yang bisa melakukan pekerjaan tertentu dan bisa mengerjakan yang lain. Dengan kemampuan yang di atas rata-rata, plus dengan berbagai kemudahan, maka melakukan berbagai hal itu bukanlah sesuatu yang aneh. Apalagi jika ditopang dengan kemampuan pengetahuan dan ketrampilan yang mapan. Maka memiliki banyak agenda, dipercaya untuk menjadi tamu di banyak tempat, atau mengisi acara-acara, adalah sesuatu yang biasa saja. Tidak berlebihan, dan dengan selalu berproses, hal itu bisa dicapai. Spirit yang saya maksudkan di atas adalah pilihan. Membawa acara pada acara hafalan al-Quran, seseorang ditunjuk untuk berpakaian tertentu. Hal yang sama ketika membawa acara hiburan, juga dituntut dengan pakaian yang sesuai. Apalagi acara semacam gosip dan semacamnya. Semua acara itu, semangatnya berbeda-beda. Ketika seseorang bisa melakukan semuanya, menurut saya bukan lagi pada soal kemampuan melakukan sesuatu, melainkan pada pertimbangan lain yang bisa moral. Seharusnya pilihan menerima pekerjaan membawa acara, tak sebatas alasan profesi, melainkan melibatkan batin. Dengan mencampur-campur agenda, maka seseorang bisa dianggap tidak konsisten dan membawa acara hanya 106
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
berharap pada kepentingan tertentu saja. Orang seperti ini tidak akan merasakan kenikmatan dalam membawa acara. Bahkan bisa jadi, orang semacam ini tidak memahami sebenaranya acara apa yang sedang dibawakan. Menulis tidak bisa seperti orang yang hanya mempertimbangkan hal tertentu saja. Misalnya atas nama profesi, menerima sejumlah kompensasi dari karya. Seseorang yang berkarya hanya ingin mendapat kompensasi tertentu, dan tidak menikmati apa sesungguhnya yang akan dikuatkan, sama halnya orang itu tidak bisa memahami secara utuh makna berkarya. Seseorang harus berbeda. Melakukan sesuatu secara utuh, dengan semangat lahir dan batin. Ketika berkarya, seseorang menikmati atas karyanya dan tidak semata karena berkarya akan menghasilkan sesuatu dari karyanya itu. Berkarya sambil terus belajar dan memperkuat apa yang menjadi fokus kita, tidak saja makin membuat kita semakin total dalam berkarya, melainkan juga kita menikmati lahir dan batin atas kerja kita dalam berkarya itu. Selamat mencoba. [este, Senin, 15/02/2016]
Berilah Perhatian Seorang teman, menginspirasi saya untuk mengungkapkan bagaimana seharusnya perhatian kita berikan kepada orang-orang di sekeliling kita secara layak. Teman itu, ketika berjanji dan bertemu dengan sesama kawan-kawannya, bersepakat dari awal untuk melakukan satu hal, yakni mengumpulkan alat komunikasi, lalu dikumpulkan di sudut meja. Alat komunikasi dipandang dapat menganggu konsentrasi dalam memberi perhatian untuk hal apa yang akan dibicarakan mereka dalam pertemuan itu. Menurut saya, sesungguhnya yang membuat terganggu bukan karena alat komunikasi itu, melainkan pada cara mereka memaknai alat tersebut. Orang tidak bisa menempatkan diri dalam memakai alat komunikasi, sehingga ketika sedang ada hal yang penting sekalipun, orang tidak bisa menghindarkan diri sejenak dalam mempergunakan alat komunikasi. Makanya yang menjadi masalah adalah seberapa pentingkah kita 107
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
menghargai orang-orang yang di hadapan kita? Apakah orang lain yang sudah datang secara bersahaja, meninggalkan kerja dan aktivitasnya yang lain, lalu kita biarkan? Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Kita harus ingat bahwa kalau alasan kita karena harus menjawab pesan dari banyak orang, apakah orang yang sudah di hadapan kita tidak memiliki pesan yang harus dijawab? Ada kondisi yang mungkin sama. Kita tidak boleh menganggap bahwa kita saja yang harus menjawab pesan dari orang lain, sedangkan teman yang di hadapan kita tidak sesibuk dari kita. Barangkali teman jauh lebih padat dari kita, hanya saja ia bisa menempatkan diri. Mereka tahu bahwa ketika waktunya memberi perhatian kepada temannya atau orang sekelilingnya, maka ia dengan konsentrasi penuh akan memberikan perhatiannya itu. Dengan datang ke sana, berarti ia sedang mencoba memberi perhatian secara penuh, dan itu bukan berarti ia tidak memiliki berbagai kesibukan. Saya teringat seorang famili saya, ketika saya berkunjung ke rumahnya, ia memanggil seluruh anaknya. Kami duduk di ruang keluarga yang ada televisi, namun ketika saya datang, selalu ia meminta televisi dimatikan. Menurutnya, orang yang bertamu ke rumah, sudah meninggalkan aktivitas lain yang seharusnya dikerjakan. Bertamu adalah menghargai tuan rumah, maka sudah pada tempatnya tuan rumah juga memberi perhatian penuh atas tamu yang datang. Itulah yang harus kita lakukan dalam berkarya. Para penikmat karya sudah menyediakan waktu untuk berusaha membaca karya kita, maka kita harus berusaha untuk memberi perhatian penuh dalam menghasilkan karya. Sesuatu yang dihasilkan dengan usaha setengah-tengah, akan membuat pembaca seperti seorang tamu yang kecewa saat berkunjung ke rumah tertentu. Maka jangan biarkan itu terjadi. Caranya, selalu memberi perhatian penuh dan total dalam berkarya, untuk menghasilkan karya yang total pula, sehingga perhatian yang diberikan pembaca akan terbayar lunas. [este, Selasa, 16/02/2016]
108
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Selalu Memperbarui Semangat Sekarang ini, berbagai alat komunikasi berkembang hebat. Perkembangan alat teknologi, terutama informasi dan komunikasi, berlangsung dengan cepat. Dalam waktu yang singkat, berbagai revolusi terlihat. Temuan baru silih berganti. Belum puas memakai alat yang satu, sudah keluar lagi alat yang baru. Mereka yang memiliki semangat untuk ikut serta dalam perkembangan teknologi, harus menyediakan modal khusus karena kehadiran sesuatu yang baru menuntut modal yang tidak sedikit. Harga dari perkembangan itu, sesuai dengan hasil dan kemudahan yang berpeluang akan diperoleh. Perkembangan ini juga membawa perubahan bagi hal lainnya. Ketika alat komunikasi hanya terbatas menyediakan fitur tertentu, penggunaan alat komunikasi pun tidak masif. Bayangkan ketika dengan satu alat komunikasi, bisa dipakai berbagai keperluan, maka sudah pasti penggunaannya untuk berbagai kepentingan. Apalagi perpaduan antara kepentingan komunikasi pribadi dan sosial, membuat peta penggunaan alat komunikasi juga berubah. Tensi komunikasi pribadi sangat terbatas. Namun dalam lingkup ruang media sosial, tensi menjadi padat –bahkan cenderung sudah melampaui waktu yang seharusnya dipergunakan. Keadaan ini bahkan membuat seseorang tidak bisa terpisah sejenak pun dengan laat komunikasi. Ke manapun, alat komunikasi selalu di tangan. Bahkan –maaf—ketika menghadap Pencipta pun, alat komunikasi agak berat untuk dimatikan sejenak. Begitulah perkembangan baru itu. Lalu ia menuntut adanya tambahan energi terus-menerus. Sudah tidak cukup lagi mengandalkan energi yang biasa. Alat komunikasi sudah tidak mampan diisi energi dengan cara biasa. Perkembangan baru pun menuntut pengisian energi dengan cara-cara yang luar biasa. Alat lain lalu menjadi kebutuhan, yakni penyimpan energi. Jadi seseorang ketika sedang berada di manapun dalam keadaan apapun, selalu memiliki simpanan energi. Orang yang super sibuk, bahkan tidak cukup hanya memiliki satu penyimpan saja. Orang seperti itu bisa memiliki dua atau bahkan tiga. Penyimpang itu yang memungkinkan seseorang bisa menambah energi bagi alat komunikasinya di mana saja mereka sedang berada.
109
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Energi seharusnya menjadi tenaga baru dalam berkarya. Seorang penghasil karya sudah pada tempatnya memiliki beberapa lumbung energi agar setiap saat ada saja yang bisa ia keluarkan. Tidak menunggu waktu dan tempat yang tepat. Dalam keadaan apapun, seseorang yang pandai menyimpan energi, harus bisa mengeluarkan dengan optimal. Orang yang memiliki simpanan energi tidak harus mengeluh dengan berbagai alasan. Dengan simpanan energi itu pula seseorang bisa terus memperbarui semangat. Manfaat memperbarui semangat adalah menjaga kestabilan kekuatan dari berkarya. Tidak sulit untuk menjaga semangat ini. Kestabilan semangat pada dasarnya ditentukan oleh kestabilan dalam menjaga keharmonisan dengan sekeliling kita. Seperti alat komunikasi yang selalu bisa ditambah energinya, maka suasana sosial juga berpotensi menambah energi kepada kita dalam berkarya. [este, Rabu, 17/02/2016]
Ada yang Berbeda Pengalaman ini akan mudah ditemui dalam ruang-ruang sosial kita. Di banyak tempat, biasanya tersedia tempat-tempat yang memungkinkan seseorang bertukar pikiran sesama mereka. Bahkan pertukaran pikiran itu bisa terjadi secara bebas dan liar. Masalah yang dibicarakan tidak terbatas pada hal tertentu. Semua hal dibahas, apakah hal itu sedang hangat atau hal yang sudah dingin. Ketika ia dibicarakan oleh beberapa orang, maka sambutannya pun berbeda-beda. Apa yang disampaikan seseorang lalu dikunyah oleh para pendengar, lalu pendengar itu ada yang hanya mendengar saja, sebagian ada yang langsung setuju dengan mengiyakan, tidak jarang juga ada yang tidak setuju –juga dengan langsung menyatakan rasa tidak setujunya. Setuju atau tidak terhadap sesuatu, penyebabnya juga bisa bermacammacam. Tidak semua berlandaskan pengetahuannya. Sebagian bisa karena emosi. Hidup di ruang-ruang sosial demikian, seseorang yang tidak suka terhadap orang lain, memungkinkan hal yang masuk akal pun menjadi bertolak belakang. Kepentingan bisa membuat orang dengan mudah menerima sesuatu. Kemudian kedekatan hubungan –atas kepentingan apa saja—juga memudahkan. Selain penerimaan atau penolakan demikian, 110
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
juga ada yang didasari dengan pengetahuan –dalam kenyataannya juga berbeda-beda. Ada alasan tertentu yang membuat peta demikian. Cara orang melihat sesuatu, salah satunya. Orang yang memiliki tingkat pengetahuan tertentu, berkemungkinan berbeda melihat dengan orang yang tingkat pengetahuan lebih tinggi atau lebih rendah. Demikian dengan masing-masing bidang yang digeluti, dalam melihat satu masalah, bisa saja tidak sama. Bahkan mungkin dalam satu bidang pengetahuan tertentu saja, bisa saja berbeda. Dengan bayangan demikian, dalam berbagai aspek akan berkemungkinkan mendapat kenyataan yang sama. Seseorang yang menulis tentang suatu hal, bisa saja ditanggapi sama atau bahkan berbeda oleh orang yang berbeda. Seseorang menanggapi karya seseorang, sama atau berbeda, selalu dilatarbelakangi oleh cara melihat dan tingkat pengetahuan yang di atas. Orang yang memiliki tingkat pengetahuan tertentu berpotensi dengan orang lainnya. Demikian juga dengan cara melihat. Lantas mengapa harus merasa takut akan mendapat sambutan yang berbeda. Toh dengan bayangan di atas, perbedaan dalam melihat apa yang kita tulis, bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ia sebagai sesuatu yang biasa saja. Karena sesuatu yang biasa, maka dari awal di pikiran kita, sesuatu yang lahir itu bisa sama atau berbeda ditanggapi orang lain. Orang yang melihat berbeda sekalipun, tidak lantas membuat posisi karya penulis lebih inperior dari mereka yang menanggapi –walau juga tak berarti superior. Dengan cara dan tingkat pengetahuan yang memungkinkan seseorang melihat berbeda atas berbagai hal, maka penulis sudah bisa membayangkan bahwa hal apapun, berpotensi untuk dilihat berbeda oleh mereka yang membacanya. [este, Kamis, 18/02/2016]
Ingatlah Peluang Selalu Ada Kemarin, saya kembali mendapat kesempatan menikmati kereta kelas ekonomi. Saat ini, kereta api strata ini, sudah hampir sama dengan yang lain. Duduk menurut nomor bangku. Juga sudah adem, ber-AC. Namun mentalitas, mungkin belum banyak berubah. Penumpang kelas ini, 111
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
menaikkan banyak jenis ke dalam kereta –mungkin karena kenyataan ini pula manajemen kereta lalu membatasi barang penumpang masing-masing. Ketika naik, tempat barang hampir penuh miliknya para penumpang yang sudah naik di stasiun sebelumnya. Bahkan, terdengar kokok ayam juga di dalamnya. Akan tetapi pintu kereta sudah ditutup kanan-kiri. Pedagang makanan tidak masuk ke dalamnya—mereka hanya menunggu dari balik pagar, kecuali pemilik toko bermodal besar yang mampu menyewa sejumlah petak ruang di dalam stasiun. Strata yang lain, kelas bisnis dan eksekutif, bedanya juga sudah tidak terlalu jauh. Mungkin hanya tempat duduk. Kelas eksekutif, mendapat tempat duduk lebih nyaman dari yang lain –mungkin sekelas dengan harga yang dibayar. Untuk kelas bisnis, bangku sedikit berada di bawah kelas eksekutif, namun besarnya tempat duduk tidak jauh berbeda. Khusus kelas ekonomi, tempat duduk sedikit sempit. Sederet mendapat jatah lima penumpang –kalau kelas bisnis dan eksekutif hanya empat penumpang. Berbeda dengan sebelumnya, mungkin lima atau enam tahun yang lalu, kereta kelas ekonomis dan bisnis, tidak seperti ini. Orang lalu lalang, jumlah penumpang jauh melebihi dari kuota sebenarnya. Tingkat keamanan sangat rendah. Barang bernilai dan pribadi tidak boleh sembarangan. Dengan tipikal orang yang beraneka ragam. Maaf, dulu bahkan tempat buang hajat pun digunakan oleh penumpang –entah membayar atau tidak. Kelas ini benar-benar tampak miliknya kelas teri, mungkin cocok dengan harganya yang rendah. Dengan manajemen dan kemauan yang keras, politik keberpihakan yang jelas, nyatanya keadaan itu bisa diubah. Pimpinan yang memiliki peta untuk membenahi moda transportasi ini, bisa menyukseskan –membuat moda ini menjadi lebih nyaman. Apabila kita naik kereta kelas ini pada masa itu, yang banyak muncul adalah rasa pesimis. Rasanya, tidak mungkin keadaan yang sudh menggurita itu bisa diubah. Sesuatu yang sudah berkerak dan bersembunyi banyak orang tidak jelas. Namun apa yang terjadi? Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kondisi ini bisa diubah. Sesuatu yang kelihatan sangat sulit berubah.
112
Menulis dengan Rasa dan Hati
Sulaiman Tripa
Kenyataan ini, seharusnya membuat kita makin optimis bahwa peluang untuk mengubah keadaan selalu ada. Masalahnya adalah sebesar apa peluang itu ingin kita pergunakan. Orang yang mengalah lebih dulu, berarti membuang peluang itu sia-sia. Namun mereka yang berjiwa ingin mengubah keadaan yang lebih baik, sekecil apapun peluang, akan diambil –bahkan dijemput dengan sekuat tenaga. [este, Jumat, 19/02/2016]
Teguhlah Berusaha Suatu waktu, ketika mendampingi enam penulis pemula –maksud saya benar-benar orang yang baru mulai menulis, banyak pihak yang pesimis. Rasa rada meragukan itu wajar saja muncul. Dari segi aktivitas, mereka yang didampingi ini tidak memiliki pengalaman mendalam mengenai menulis. Lalu, atas dasar ini, menjadi masuk akal menanyakan bagaimana dengan kualitas yang sudah dihasilkan. Kemudian nama mereka juga belum dikenal publik. Bersama teman-teman lainnya, kami mendampingi mereka dalam waktu enam bulan. Ada tiga pertemuan dilakukan untuk memberi ruang diskusi kepada mereka. Dalam diskusi pertama, apa yang didiskusikan justru tidak banyak dengan tulis-menulis. Diskusi tentang menulis baru muncul pada pertemuan kedua dan ketiga. Selain tiga pertemuan itu, secara rutin, kami mengunjungi tempat mereka, antara lain karena kewajiban untuk mengetahui kemajuan sekaligus memberikan jalan keluar atas berbagai hal yang dihadapi mereka dalam menyelesaikan tulisannya itu. Menariknya, semangat mereka besar sekali. Saya ingat waktu itu, sebenarnya kami menginginkan lima orang. Namun karena hanya enam orang saja yang mengirimkan karya untuk diseleksi, akhirnya saya membicarakan dengan pimpinan program agar bisa diikutkan keenam mereka. Saran ini diterima, namun dengan jumlah dana yang tidak bertambah. Atas dasar itu, sebelum memberi pengumuman, kami menjumpai masing-masing mereka untuk mendiskusikan itu. Keenam mereka menerima saran saya, di mana dalam pendampingan penulisan tersebut mereka disediakan sejumlah biaya –untuk lima orang saja— setelah dijelaskan mereka mau membagi jatah biaya untuk lima orang dibagi menjadi enam. 113
Sulaiman Tripa
Menulis dengan Rasa dan Hati
Saya tidak ingin membicarakan masalah teknis itu lebih lanjut. Enam bulan setelah program dimulai, kami bisa merasakan hasil. Ada satu buku, dengan enam bab, yang tidak semua memiliki benang merah. Ada sebagian tulisan saling terkait, namun ada juga yang berbeda. Kira-kira dua bulan sebelum tenggat tulisan mereka harus diserahkan, kami memperlihatkan hasil pra buku kepada mereka, yang kami buat berdasarkan draf awal mereka, lengkap dengan desain sampulnya. Setelah melihat buku itu, ternyata semangat mereka berlipat. Enam mereka menyerahkan draf tulisan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Setelah dicetak, kami melaksanakan diskusi buku sederhana di kampus. Orang-orang yang pesimis kami undang. Sengaja kami memilih kampus, untuk mengungkapkan bahwa sebuah usaha itu akan mendapatkan hasilnya apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dengan semangat besar, mereka –para penulis—menyelesaikan tulisannya dengan sungguhsungguh. Bagi saya tidak terlalu penting pada kualitas tinggi. Orang yang baru menulis, mengharap tulisan mereka berkualitas super, jelas berlebihan. Saya memang pada proses. Orang yang awalnya tidak percaya diri untuk menulis, ketika memulai dan diyakinkan, lalu mereka sendiri memiliki semangat disertai usaha sungguh-sungguh, menghasilkan sesuatu itu bukanlah sesuatu yang berlebihan. Dengan teguh berusaha, mereka bisa memperlihatkan hasilnya –terlepas dari segi kualitas masih biasa-biasa saja. [este, Sabtu, 20/02/2016]
114