Paper Pasca-Bencana Huntap Karangkendal Sleman

Page 1

Dampak Kegiatan Rehabilitasi Permukiman Bencana Erupsi Gunung Merapi terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Studi Kasus Huntap Karangkendal, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Az-zahiey, Zidnin Nuroo. A., Muhammad Rizqi. Husna, Zumarotul. Naufal, Habib. Abstrak : Umbulharjo village, as a village that suffered heavy losses among the villages in the Cangkringan sub-district, caused them to be moved to permanent shelter as part of the rehabilitation and reconstruction program after the eruption of Merapi Volcano with standardized fixed occupancy, the standards set by the authorities, which they inhabit now have changed their perspective of life to help each other and sympathize with the holding of this activity. However their economic life did not experience a significant increase, where they still work in the primary sector, where their work is mostly done in their home villages, in disaster prone areas. So that their work is at high risk of being affected by the eruption of Merapi Volcano.

1. Pendahuluan Desa Umbulharjo merupakan desa yang terletak di daerah kaki Gunung Merapi. Desa Umbulharjo merupakan desa wisata terkenal berbasis pemandangan alam dengan unggulan tour trip menggunakan mobil jeep. Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu wilayah yang terdampak parah dari bencana alam erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010. Sebagian wilayah tersebut tersapu oleh awan panas yang meluluhlantakkan dan merusak desa tersebut. Kejadian tersebut telah melumpuhkan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya telah berjalan seperti kegiatan pertanian, peternakan, hingga pariwisata. Menurut UU No.24 Tahun 2007 tentang Penangggulangan Bencana, Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Sedangkan Rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Untuk bangkit dari efek bencana tersebut, penduduk Desa Umbulharjo bergotong royong untuk membangun kembali kehidupan mereka di desa tersebut. Bersama dengan pemerintah setempat beserta bantuan dari pihak lain, perlahan kehidupan di Desa Umbulharjo mulai berjalan seperti sedia kala. Penelitian ini bertujuan melihat dampak dari rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi dari penduduk di Hunian tetap Karangkendal, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Sehingga apabila dari sistem rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut dapat mengembalikan kehidupan sosial dan pendapatan penduduk dari desa tersebut, dapat diaplikasikan ke kasus lain.

2. Data dan Metode 2.1. Data 2.1.1. Kondisi Geografis Gambar 1 Peta Administrasi Desa Umbulharjo


Gambar 2 Peta Administrasi Desa Umbulharjo Sumber : Analisis Penulis Desa Umbulharjo merupakan salah satu desa yang masuk dalam wilayah administatif Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I. Yogyakarta. Desa ini terletak di kaki Gunung Merapi yang terletak di bagian utara, sehingga Desa Umbulharjo tergolong dalam kawasan rawan bencana 2, dan jika dilihat dari segi karakteristik wilayah Cangkringan termasuk dalam wilayah yang kaya akan sumber daya air dan potensi ekowisata yang berorientasi pada aktivitas gunung Merapi dan ekosistemnya. Desa Umbulharjo berbatasan dengan Desa Kepuhharjo di bagian Timur, Desa Wukirsari di bagian selatan, Desa Hargobinangun di bagian barat, dan Gunung Merapi di bagian utara. 2.1.2. Kondisi Fisik Desa Umbulharjo, dengan luas wilayah 8,26 Km2, berada di kaki/lereng Gunung Merapi yang merupakanwilayah yang berada di wilayah bagian utara kecamatan Cangkringan dengan ketinggian wilayah 500 m sampai dengan 1000 m diatas permukaan laut. Tanah di Desa tersebut tergolong subur karena tanahnya telah bercampur dengan abu vulkanik dari letusan Merapi yang telah mengendap menjadi tanah. 2.1.3. Kondisi Demografi Jumlah penduduk Desa Umbulharjo tahun 2018 adalah 5296 jiwa, dengan komposisi 2.682 jiwa berjenis kelamin laki-laki (50,6 % dari total jumlah penduduk), dan 2.614 jiwa perempuan (49,4% dari total jumlah penduduk). Dengan luas desa sebesar 8,26 KM2, Kepadatan penduduk Desa Umbulharjo sebesar 641 Jiwa/KM2. Pertumbuhan penduduk Desa Umbulharjo dari Tahun 2010 ke Tahun 2018 mengalami kenaikan, dengan laju pertumbuhannya 2,06 dari jumlah penduduk tahun 2010 sejumlah 4.500 jiwa. Jika dilihat komposisinya, mayoritas jumlah penduduk Desa Umbulharjo berada dalam usia produktif, dengan angka ketergantungan (Dependency Ratio) Desa ini adalah 47,77, artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 48 orang (pendekatan Threshold).


Tabel 1 Komposisi Penduduk Desa Umbulharjo Tahun 2018 Kelompok Umur

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

0-4 5-9 10 -14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

249 217 214 209 168 247 247 250 170 144 144 141 105 177

225 212 204 163 154 262 236 215 173 133 167 146 110 214

474 429 418 372 322 509 483 465 343 277 311 287 215 391

Sumber: Kecamatan Cangkringan dalam Angka 2019 Tabel 2 Komposisi Penduduk Desa Umbulharjo menurut Pekerjaan tahun 2018 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kelompok Belum atau tidak bekerja Mengurus Rumah Tangga Pelajar/Mahasiswa Pegawai Negeri Sipil Perdagangan Petani/Perkebunan Peternak Industri Karyawan Swasta Karyawan BUMD Buruh Harian Lepas Buruh Tani/Kebun Guru Supir Wiraswasta

Jumlah 152 70 151 4 4 227 2 1 85 1 28 3 4 5 49

Sumber : Website Desa Umbulharjo Tahun 2019 Mayoritas Penduduk Desa Umbulharjo berprofesi menjadi petani/pekebun dimana Desa Umbulharjo tergolong subur, sehingga beberapa lahan di desa tersebut dimanfaatkan sebagai sawah ataupun kebun.


2.1.4. Kondisi Ekonomi Perekonomian di Desa Umbulharjo ditopang oleh 2 sektor, yaitu pertanian dan pariwisata, dengan wilayah seluas 5 KM2 dimanfaatkan untuk sektor pertanian dan perkebunan. Dalam kedua sektor tersebut, khususnya pada sektor pertanian, sejumlah 227 jiwa penduduk Desa Umbulharjo bermata pencaharian di sektor tersebut. Sektor Pariwisata di Desa Umbulharjo mengangkat sejarah letusan Gunung Merapi yang telah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Dengan mengambil set kawasan permukiman di Dusun Kinahrejo, dengan beberapa rumah dan materi-materi terdampak letusan Gunung Merapi. 2.1.5. Kondisi pasca bencana Bencana letusan Gunung Merapi terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 242 orang meninggal di Wilayah D.I. Yogyakarta dan 97 orang meninggal di wilayah Jawa Tengah. Kerusakan yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Merapi berdampak pada sektor permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, lintas sektor yang mengakibatkan terganggunya aktivitas dan layanan umum di daerah sekitar Gunung Merapi. Material semburan Gunung Merapi telah mengakibatkan terkuburnya beberapa dusun di Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta dan menimbun serta merusak ribuan rumah penduduk. Pada wilayah D.I. Yogyakarta, tercatat 3.424 rumah mengalami kerusakan dengan rincian 2.636 rumah rusak berat, 156 rumah rusak sedang dan 632 rusak ringan. Sementara di Provinsi Jawa Tengah tercatat 1.635 rumah mengalami kerusakan, 174 diantaranya rusak berat, 551 rusak sedang dan 950 rusak ringan. Aset terdampak di umbulharjo dari segi infrastruktur berupa: • • • • •

345 Tempat tinggal warga rusak berat (100%) sehingga harus dipindahkan ke tempat pengungsian 16,52 KM jalan desa rusak berat sehingga mengganggu mobilisasi 1 Jembatan rusak penghubung Desa Kinahrejo-Umbulharjo 1 Bendungan/DAM rusak 24 Unit Biogas Rusak.

Selain itu kerugian lain adalah Sawah dan kebun seluas 124 Hektar rusak yang mengganggu produksi di sektor pertanian. Hewan-hewan ternak mati, sehingga menyebabkan penurunan pendapatan serta Pelayanan administrasi masyarakat terhambat karena kantor desa yang rusak, sehingga dokumen dan data-data tidak terselamatkan. Sebagai dampak dari letusan Gunung Merapi, kawasan Desa Umbulharjo mengalami kerusakan fisik pada wilayahnya. Kerusakan fisik terbesar berasal dari rusaknya hunian warga serta hilangnya sawah/ladang para warga di Desa Umbulharjo. Selain itu juga terdapat kerugian karena rusaknya fasilitas-fasilitas umum seperti kantor/balai desa, kantor kecamatan, sekolah dasar, puskesmas, dan lsin sebagainya. Menurut BNPB, kerugian fisik dari letusan Gunung Merapi mencapai 4 triliun lebih, dengan porsi kerusakan infrastruktur mencapai 52%. Menghadapi kejadian setelah bencana, para penduduk memulai kembali aktivitasnya dalam bercocok tanam, beternak, maupun menyediakan jasa lain. Pada awal pasca-bencana, kemampuan penduduk dalam hal-hal tersebut masih terbatas


karena berbagai faktor seperti hilangnya lahan pertanian. Sedangkan tindakan dari pemerintah, Provinsi DIY merumuskan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY 2010-2030 yang tertuang pada Perda Provinsi DIY nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW menjadi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY 2019-2039, yang mencakup perubahan kawasan rawan bencana Gunung Merapi serta perubahan tata guna lahan disekitar lereng Gunung Merapi. Terjadinya letusan Merapi pada tahun 2010 disebut para ahli sebagai puncak dari letusan Merapi tahun 2006. Kedua periode letusan ini merubah kawasan rawan bencana (KRB) menjadi lebih luas. Menurut Kepala Badan Geologi Kemen ESDM pada tanggal 29 November 2010, perubahan KRB Merapi diakibatkan oleh perubahan morfologi dan perubahan sifat Gunung Merapi. Dalam pets KRB yang lama, KRB mencakup kawasan sejauh 7-8 km dari puncak kawah, akan tetapi pada peta baru mencakup kawasan sejauh 14 km untuk KRB 1, 2, dan 3 (Terlarang/Paling dekat dengan area puncak).

Gambar 2. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Sumber: DVMBG 2002


Gambar 3. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi 2018 Sumber: Pemkab Sleman 2018 2.2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode analitik komparatif kualitatif, dimana penulis membandingkan kualitas keadaan permukiman dari hunian tetap karang kendal dengan standar hunian tetap yang telah ditetapkan dalam peraturan kepala BNPB No.04 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Sektor Permukiman. Variabel yang digunakan sebagai pembanding dari 2 hal tersebut No.

Tabel 1 Standar Sarana dan Prasarana di Hunian Tetap Standar Jenis Sarana dan Prasarana

1

Rumah

rumah tipe 36 yang tahan gempa

2

Drainase

terhubung di setiap rumah dan dengan drainase besar, terbuat dari pasangan batu

3

Prasarana Air Limbah

WC terhubung dengan Septic Tank dan Air Limbah lainnya disalurkan dengan IPAL Komunal

4

Prasarana Air Bersih

Air bersih bisa menggunakan sumber mata air sendiri, sumber mata air desa/kota lain, atau sumber air dalam.


5

Persampahan

wadah sampah, alat pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedang pengangkutan dan pembuangan akhirnya bergabung dengan sistem yang sudah ada.

6

Jalan

Jalan Aspal/Jalan beton dengan luas 2-3 m

Tabel 2 Perbandingan Standar dan Kondisi Eksisting No.

Jenis Sarana dan Prasarana

1

Rumah

2

Drainase

3

Prasarana Air Limbah

Standar

Rumah tipe 36 yang tahan gempa Terhubung di setiap rumah dan dengan drainase besar, terbuat dari pasangan batu WC terhubung dengan Septic Tank dan Air Limbah lainnya disalurkan dengan IPAL Komunal

Prasarana Air Bersih

Air bersih bisa menggunakan sumber mata air sendiri, sumber mata air desa/kota lain, atau sumber air dalam.

5

Persampahan

Wadah sampah, alat pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedang pengangkutan dan pembuangan akhirnya bergabung dengan sistem yang sudah ada.

6

Jalan

4

Eksisting Rumah dibangun dengan tipe 36B dengan tiap 1 rumah/ KK. Rumah sudah tahan gempa sesuai arahan Re-Kompak Drainase berada didepan rumah, dan terhubung dengan drainase besar Sudah menggunakan septictank, namun untuk air limbah lain langsung masuk ke drainase sebelum diolah Air bersih berasal dari sumber mata air kaliurang, namun karena keterbatasan air bersih, maka menambah dengan sumber mata air dalam

Pengelolaan sampah di beberapa rumah sudah berdasarkan sistem 5R, namun beberapa rumah masih melakukan pembakaran sendiri

Jalan Aspal/Jalan beton dengan Jalan Beton dengan lebar 2-3 m lebar 2-3 m Sumber : BNPB Indonesia

Keterangan

Memenuhi

Memenuhi

Belum Terpenuhi

Memenuhi

Belum terpenuhi

Memenuhi

Setalah analisis komparasi tersebut, dilakukan analisis sebab akibat untuk melihat dampak dari kondisi hunian tetap tersebut terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, yaitu pendapatan penduduk.


3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Komparasi Kondisi Eksisting Hunian Tetap dengan Standar Permukiman yang ada Berdasarkan standar yang ada, kemudian data kondisi eksisting yang ada dibandingkan dengan standar diatas : Berdasarkan analisis diatas, maka sarana-prasarana sudah baik. Karena sarana hunian seperti rumah dan prasarana penunjang utama seperti drainase, air bersih dan jalan sudah memenuhi. Namun, perlu ada pengadaan dalam waktu dekat terhadap prasarana yang belum terpenuhi di Hunian Tetap Karangkendal, Desa Umbulharjo berupa prasarana Persampahan, terutama pengolahan sampah organik dan non-organik; dan Prasarana Air limbah, terutama untuk saluran khusus air limbah dan sarana pengolahan air limbah. 3.2. Keterkaitan Huntap Terhadap Kondisi Sosial Pasca Bencana Pembangunan kembali hunian pasca bencana di Merapi melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 5 Tahun 2011 menetapkan kegiatan rehab dan rekon rumah dan permukiman pascaerupsi Merapi 2010 dilakukan dengan skema Rekompak. Skema Rekompak dilaksanakan melalui pendekatan relokasi permukiman dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) ke wilayah yang lebih aman. Salah satu poin dari REKOMPAK adalah pendekatan pemberdayaan masyarakat seperti yang dituturkan oleh Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU-Pera Adjar Prayudi dalam acara Kenduri Budaya Gunung Omah, Huntap Pagerjurang “Relokasi dimaknai bukan sekedar memindahkan permukiman secara fisik tetapi juga memindahkan kehidupan dan penghidupannya". Melalui program ini, masyarakat kembali dapat membangun hunian dan mata pencahariannya. Rekompak berhasil menumbuhkan kembali kapital sosial masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan gotongroyong. Nilai gotong royong yang dicatat sebagai swadaya masyarakat untuk pembangunan infrastruktur permukiman mencapai Rp5,7 miliar dan untuk pembangunan rumahnya Rp22,2 miliar. Keberhasilan dalam mengembalikan kehidupan masyarakat ini tak lepas dari kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan. Hal tersebut terasa setelah program huntapnya terealisasi dimana rumah-rumah tinggal yang ada dibangun dengan menambah teras yang diselesaikan dengan cat dan bahan bangunan lain yang bervariasi. Keadaan ini membuat rumah-rumah dilokasi huntap menjadi lebih berkarakter dimana “Rumah sebagai Proses” dan bukan hasil dari pekerjaan pengembangembang semata dimana “Rumah sebagai Produk”. Keadaan ini merupakan hasil dari keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan rumah dan lingkungannya. 3.3. Keterkaitan Huntap Terhadap Kondisi Ekonomi (Mata Pencaharian) Pasca Bencana Relokasi penduduk yang tinggal di daerah berisiko tinggi dapat menghilangkan biaya yang berkaitan dengan respon darurat dan rekonstruksi. Tentu saja, hilangnya kehidupan, infrastruktur dan aset, serta kerusakan lainnya, semua dapat berkurang baik secara moneter dan non-moneter. Perencanaan relokasi di lereng Merapi diharapkan dapat memberdayakan masyarakat yang menjadi korban letusan Gunung Merapi yang rumah dan ladangnya hancur karena awan panas. Salah satu cara yang dilakukan dalam rekonsiliasi perekonomian masyarakat melalui program pendampingan dan proses pembelajaran (empowerement) berkaitan dengan mengatur


pekerjaan pembangunan, mengatur keuangan dan pemberdayaan masyarakat. Program ini juga dilakukan melalui Kelompok Permukim (KP). Gambar 1. Proses Perencanaan Relokasi Permukiman (Huntap) Korban Merapi yang Melibatkan Masyarakat Secara Holistik

Sumber: Tim Rekompak Perkembangan huntap saat ini terlihat cukup baik dan hubungan sosial masyarakat di dalamnya harmonis. Hal ini diketahui dari penilaian pasca-huni. Kualitas permukiman di huntap cukup baik, walaupun secara core housing mempunyai bentuk seragam, tapi finising yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing keluarga. Secara ekonomi pun, terlihat ada peningkatan walau tidak terlalu drastis, antara pendapatan sebelum erupsi dan pasca erupsi. Dari diagram diketahui ada peningkatan persentase peningkatan keluarga dengan pengasilan Rp. 3-4 juta dari 3,85% menjadi 5,77%.

Sumber: Nurhadi, 2018


4. Kesimpulan 4.1. Kesimpulan Kegiatan rehabilitasi Bencana Erupsi Gunung Merapi berjalan dengan semestinya karena dukungan dari pemerintah, instansi terkait dan lembaga masyarakat. Melihat kondisi dampak letusan yang mengakibatkan kerugian dari berbagai aspek, kegiatan rekonstruksi relokasi maupun pengembalian kehidupan masyarakat Huntap Karangkendal tergolong berlangsung dengan baik. Dari segi sarana dan prasarana, Huntap Karangkendal telah memenuhi sebagian besar standar petunjuk teknis rehabilitasi dan rekonstruksi. Penyimpangan antara standar teknis dengan kondisi eksisting terlihat pada prasarana air limbah dan persampahan. Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi mempengaruhi kondisi sosial sekaligus kondisi ekonomi masyarakat Huntap Karangkendal. Keterlibatan masyarakat dalam proses rekonstruksi dan relokasi telah mengubah pandangan masyarakat terkait rumah sebagai proses, meningkatkan nilai gotong royong, dan menciptakan simpati empati yang toleran antar masyarakat terdampak. Sedangkan dari segi ekonomi belum ada peningkatan yang cukup signifikan. Masyarakat sampai saat ini hanya berhasil mengembalikan kehidupan perekonomian seperti perekonomian sebelum erupsi terjadi. 4.2. Usulan Rekomendasi Berikut usulan rekomendasi untuk masing-masing stakeholder: 1. Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pengawasan manajemen pembangunan pembiayaan proses rehabilitasi dan rekontruksi agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Menilik masih adanya ketidaksesuaian prasarana air limbah dan persampahan, pemerintah dapat mengalokasikan dana pembangunan agar mencapai kesesuaian standar sarana prasana hunian tetap dengan tujuan mengurangi beban swadaya masyarakat dalam proses pembangunan. Pemerintah juga dapat berpatisipasi dalam pengembalian kondisi ekonomi masyarakat dengan menyediakan lapangan pekerjaan berupa lahan pertanian maupun subsidi hewan ternak. 2. Masyarakat setempat Perlu kesadaran masyarakat untuk hidup mandiri secara sosial mapun ekonomi tanpa bantuan dari pemerintah maupun instansi terkait. Kesadaran ini diperlukan untuk meminimalisir dampak rehabilitasi dan rekonstruksi yang dirasa kurang. Dari segi ekonomi, masyarakat dapat secara swadaya membangun lapangan pekerjaan melalui ternak, meliputi hewan ternak dan ikan. Kerjasama antar masyarakat diperlukan untuk mengkategorikan pekerjaan, seperti pengembala hewan ternak, pengolah daging ternak, pengolah produk ternak lain, penjual hewan dan daging ternak, maupun pelaku distribusi olahan ternak. Kolaborasi ini diperkirakan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi maupun sosial masyarakat terdampak. Kerjasama masyarakat juga diperlukan dalam pengelolaan sampah maupun air limbah, kerjasama di bidang persampahan adalah dengan melakukan pemisahan jenis sampah berdasarkan sampah daur ulang, organik, dan sampah lain. Masyarakat dapat memanfaatkan sampah daur ulang menjadi kerajinan maupun padat karya


lainnya dan sampah organik menjadi pupuk siap jual, sehingga selain melatih kreatifitas masyarakat juga dapat mengurangi penumpukan sampah. 3. Instansi Terkait Keterlibatan instansi sangat mempengaruhi proses rehabilitasi dan rekonstruksi masyarakat. Dari segi sarana prasarana huntap, instansi dapat membantu memberikan rekomendai perencanaan yang efisien fungsi dan biaya, seperti solusi SPAL sederhana di tiap-tiap rumah untuk mengolah air limbah MCK rumah tangga dan pembangunan satu lokasi terpadu Tempat Pembuangan Sampah, dimana TPS tersebut mewadahi sampah masing-masing huntap. Selain itu, pemberian penyuluhan atau workshop terkait pemanfaatan sampah dan limbah rumah tangga juga perlu dilakukan. 4. Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga swadaya masyarakat dapat membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang lebih maksimal dengan melakukan pendampingan masyarakat terhadap proses/tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini dilakukan agar masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan mampu bekerja secara mandiri.


Bibliografi Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2007). Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana (UU No. 24 Tahun 2007). Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2013). dalam peraturan kepala BNPB No.04 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Sektor Permukiman.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.