2 minute read

I. PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Advertisement

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan kegiatan budi daya rumput laut seperti Gracilaria dalam skala besar untuk industri agar dan Kappaphycus alvarezii ditambah Eucheuma denticulatum untuk produksi karagenan. Biaya yang dibutuhkan untuk budi daya rumput laut yang dapat menghasilkan alginat terbilang terlalu tinggi dan budi daya untuk jenis yang menghasilkan alginat ini hanya dapat berkelanjutan bila produknya diolah menjadi bahan yang dibutuhkan langsung oleh pasar internasional. Produksi rumput laut Indonesia didominasi oleh dua komoditas, yaitu Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum. Kedua jenis ini menyebar hampir di seluruh wilayah budi daya rumput laut Indonesia.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil rumput laut yang terbesar di Indonesia. Produksi rumput laut kering dapat mencapai 146.857 ton per tahun. Produksi ini sebenarnya terbilang cukup rendah jika dibandingkan dengan potensi lahan dan teknologi budi daya yang dimiliki Sulawesi Tenggara. Luas lahan Sulawesi Tenggara sampai saat ini mencapai 12.238 ha. Padahal, luas lahan Sulawesi Tenggara mempunyai potensi hingga 83.000 ha. Namun demikian, produksi rumput laut sangat dipengaruhi oleh berbagai persoalan yang cukup serius.

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten penghasil rumput laut yang sangat potensial di Sulawesi Tenggara. Data DKP Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi mempunyai produksi rumput laut sebanyak 4.000-4.500 ton per tahun sampai dengan tahun 2016. Jika dilihat dari peningkatan produksi tahunan rumput laut di Sulawesi Tengara dan Kabupaten Wakatobi yang cenderung meningkat hingga tahun 2015, dapat dipastikan bahwa pemerintah, pengusaha, dan para pihak lainnya akan terus berupaya untuk meningkatkan produksi rumput laut mereka.

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten penghasil rumput laut yang sangat potensial di Sulawesi Temggara. Data

DKP Provinsi Sulawesi

Tenggara menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi mempunyai produksi rumput laut sebanyak 4.000-4.500 ton per tahun sampai dengan tahun 2016.

Photo: NSLIC/NSELRED

Berbagai persoalan serius memang tengah dihadapi oleh pembudi daya di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Wakatobi. Beberapa persoalan serius tersebut, antara lain kualitas dan kuantitas bibit, penyakit ice-ice dan beberapa penempelan pada rumput laut, tingginya intensitas penyerangan hama ikan herbivora, pola penanaman yang sangat tergantung pada musim, serta luasan dan tata letak penanaman yang sering tidak teratur. Seluruh permasalahan di atas dikaji untuk merumuskan langkah strategis guna mendapatkan solusi terbaik. Perumusan rekomendasi solusi yang baik dapat meningkatkan produksi rumput laut masyarakat yang akan berdampak pada peningkatan taraf hidup dan ekonomi masyarakat pesisir. Tantangan yang ada akan memberikan gambaran mengenai cara terbaik untuk meningkatkan produksi rumput laut.

1.2. Tujuan Kajian

Tujuan umum kajian adalah memfasilitasi pengembangan ekonomi masyarakat pesisir melalui kegiatan budi daya rumput laut di Kabupaten Wakatobi. Secara khusus tujuan kajian adalah: 1. Mengidentifikasi pelaku yang terlibat di dalam rantai nilai usaha rumput laut, 2. Menganalisis rantai nilai usaha rumput laut, 3. Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha rumput laut, 4. Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha rumput laut, 5. Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha rumput laut, 6. Membuat model bisnis (business model) yang sesuai untuk usaha rumput laut.

This article is from: