LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
III
STUDIO PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH (GPW 3112)
Analisis Rencana Pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh sebagai Upaya Perwujudan Good Governance di Kota Salatiga
Dosen Pembimbing: Dr. Erlis Saputra, M.Si
Disusun oleh:
Ahmad Ilham R. (19/440751/GE/09004) Puspita Melati P. (19/441764/GE/09103)
Arum Baktiani N. (19/445072/GE/09179) Putri S. W. R. (19/438847/GE/08982)
Dyah Rizky R. (19/445075/GE/09182) R. Abhimanyu N. M. (19/441765/GE/09104)
Febrina Ananda P. (19/445076/GE/09183) Uswarini Noor I. (19/441771/GE/09110)
Shahlaziva Qori R. (19/440754/GE/09007) Yusron I. A. (19/439959/GE/08990)
Nur Rahmatul A. (19/445085/GE/09192)
PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN WILAYAH
DEPARTEMEN GEOGRAFI PEMBANGUNAN FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2022
LAMPIRAN
Kuesioner Masyarakat tentang Pemekaran
Daftar Pertanyaan untuk UMKM
Daftar Pertanyaan untuk Akademisi
Daftar
dan Kepuasan Fasilitas Pelayanan
Daftar Pertanyaan untuk Pemerintah Kecamatan Sidomukti
Daftar Pertanyaan untuk Bappeda Kota Salatiga
EXECUTIVESUMMARY
Rencana pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh di Kecamatan Sidomukti merupakan suatu isu yang muncul akibat dinamika kondisi masyarakat setempat. Kedua kelurahan tersebut dinilai penting untuk dimekarkan karena cakupan wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang dianggap sangat padat untuk ukuran satu kelurahan. Wilayah kelurahan induk yang terlalu luas dan padat dapat mengakibatkan kesulitan pemerintah kelurahan dalam mengendalikan pemerataan program dan penyebaran informasi kepada masyarakat. Kajian pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari perlu dikaitkan dengan konsep good governance mengingat pemekaran wilayah terkait dengan usaha penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab.
Tujuan dari Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 3: Studio Perencanaan Pengembangan Wilayah pada tema Good Governance ini adalah untuk (1) mengetahui persepsi masyarakat tentang rencana pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari; (2) mengetahui persepsi pemangku kebijakan tentang rencana pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari; (3) mengetahui peran stakeholder dalam munculnya rencana pemekaran; dan (4) menganalisis kelayakan administratif rencana pemekaran kelurahan dan Penentuan Lokasi Rencana Pemekaran. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Adapun data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara kepada warga di kedua kelurahan tersebut, sementara data sekunder diperoleh melalui instansi terkait. Wawancara dilakukan terhadap perwakilan stakeholder dari sektor pemerintahan yakni Pemerintah Kecamatan Sidomukti, Pemerintah Kelurahan Mangunsari, Pemerintah Kelurahan Dukuh, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Salatiga. Adapun pihak lain yang diwawancarai selain pemerintahan adalah akademisi Universitas Kristen Satya Wacana dan beberapa pemilik UMKM di lokasi kajian setempat.
Hasil dari kajian menunjukkan bahwa (1) rencana pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh disambut dengan antusiasme dan dukungan tinggi dari masyarakat setempat karena tujuan utama dari pemekaran kelurahan, yakni peningkatan pelayanan masyarakat. Meskipun terdapat berbagai kendala internal maupun eksternal, seperti penentuan batas wilayah kelurahan baru, penundaan pelaksanaan karena mendekati Pilkada 2024, maupun kekhawatiran masyarakat mengenai perubahan administrasi; (2) pemangku kebijakan pemekaran kelurahan berkomitmen mendukung proses pemekaran kelurahan dengan membantu berbagai kegiatan persiapan maupun pengurusan administrasi ke Kemendagri ;(3) stakeholder yang terlibat pada proses pemekaran diantaranya adalah pemerintah, masyarakat, dan akademisi yang memiliki peran masing-masing; (4) berdasarkan analisis kelayakan indikator pemekaran, kedua kelurahan tidak memenuhi luas wilayah. Tetapi telah melebihi jumlah minimal penduduk kelurahan serta ketersediaan beberapa sarana dan prasarana. Selain itu, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemekaran kelurahan adalah penentuan lokasi pusat pelayanan yang baru. Berdasarkan analisis indeks sentralitas marshall yang telah dilakukan, dua dusun yang disarankan menjadi pusat pelayanan adalah Dusun Asri dan Dusun Krajan. Sedangkan, di Kelurahan Mangunsari dusun yang potensial menjadi pusat pelayanan adalah Dusun Jangkung dan Dusun Ngawen.
Kata Kunci: pemekaran kelurahan, good governance, pelayanan publik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Paradigma good governance muncul sebagai sebuah pembaharuan terhadap kondisi sistem pemerintahan agar menjadi lebih baik serta dapat mewujudkan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (Hakim, 2016). Seiring dengan perkembangan zaman menuntut adanya perubahan dan adaptasi dari berbagai sektor. Hal ini selaras dengan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks sehingga pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan publik perlu meningkatkan kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Pelaksanaan pemekaran kelurahan merupakan salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan agar lebih dekat dengan masyarakat (Kusmawardani, 2015). Kebijakan pemekaran kelurahan menjadi bagian dalam menciptakan pemerataan pembangunan sehingga dapat mengakomodasi pelayanan publik yang optimal. Pemekaran wilayah memiliki daya tarik tersendiri yang seringkali menjadi perbincangan oleh berbagai pihak. Kemunculan wacana pemekaran seringkali dibarengi dengan kontroversi dan perdebatan antar elit, pemangku kebijakan, dan kelompok masyarakat. Tanggapan dan pertanyaan mengenai urgensi gagasan pemekaran seringkali dilontarkan dengan berbagai alasan mendasar seperti alasan politis, sosiologis, religius bahkan historis (Rizal, 2011).
Fenomena pemekaran wilayah dimulai sejak adanya perubahan sistem kekuasaan negara pasca reformasi tahun 1998 dengan terbentuknya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sejak diberlakukannya undang-undang tersebut maka orientasi pembangunan yang sebelumnya berprinsip efisiensi dan pertumbuhan menjadi kemandirian dan keadilan (Muqoyyidin, 2016). Orientasi pembangunan tersebutlah yang menggeser arah pembangunan menjadi desentralisasi.
Kelurahan menjadi wilayah administratif yang berperan sebagai ujung tombak pemerintahan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan prima menjadi harapan yang dapat diberikan kelurahan kepada masyarakat. Namun, beberapa hal dapat menghambat pelayanan publik dari kelurahan seperti cakupan wilayah yang terlalu luas, banyaknya penduduk yang harus dilayani, fasilitas pelayanan yang kurang, dan lain-lain. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan cara berupa pemekaran wilayah kelurahan. Salah satu rencana kebijakan pemekaran wilayah kelurahan dan yang akan dibahas oleh Tim Kajian Good Governance KKL III adalah rencana pemekaran wilayah Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.
Kota Salatiga terbagi dalam empat kecamatan dengan luas total sebesar 56,78 km2 Kecamatan Argomulyo merupakan kecamatan terluas dengan luas 18,53 km2 diikuti Kecamatan Sidorejo seluas 16,24 km2, kemudian Kecamatan Sidomukti dengan luas 11,46 km, lalu kecamatan terkecil adalah Kecamatan Tingkir dengan luas 10,55 km2. Pada tahun 2020, Kecamatan Sidorejo memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah 52.819 jiwa, sedangkan Kecamatan Sidomukti merupakan kecamatan dengan penduduk terkecil dengan jumlah 44.237 jiwa. Walaupun begitu,
Kecamatan Sidomukti memiliki kepadatan penduduk paling tinggi kedua dengan angka 3.860 jiwa/km2. Hal ini menjadi perhatian karena dari segi administrasi, Kecamatan Sidomukti hanya memiliki 4 kelurahan/desa, sedangkan kecamatan lainnya memiliki 6 hingga 7 kelurahan/desa.
Isu pemekaran wilayah terjadi di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Kedua kelurahan tersebut dinilai penting untuk dimekarkan karena cakupan wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang dianggap sangat padat untuk ukuran satu kelurahan. Wilayah kelurahan induk yang terlalu luas dan padat dapat mengakibatkan kesulitan pemerintah kelurahan dalam mengendalikan pemerataan program dan informasi kepada masyarakat. Wacana pemekaran kedua kelurahan tersebut sebenarnya sudah lama digulirkan, namun hingga saat ini hanya sebatas gagasan yang belum terealisasikan dan tetap menjadi perbincangan beberapa kelompok kepentingan.
Kajian pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari perlu dikaitkan dengan konsep good governance mengingat pemekaran wilayah terkait dengan usaha penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab. Keduanya perlu dipelajari sebagai suatu konsensus yang ingin dicapai pemerintah kelurahan, masyarakat, dan pihak lain bagi penyelenggaraan demokrasi. Kajian tersebut akan disusun dalam tulisan berjudul “Analisis Rencana Pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh sebagai Upaya Perwujudan GoodGovernancediKotaSalatiga”.
1.2. Maksud dan Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk:
1. Mengetahui persepsi masyarakat tentang rencana pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari.
2. Mengetahui persepsi pemangku kebijakan tentang rencana pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari.
3. Mengetahui peran stakeholder dalam munculnya rencana pemekaran.
4. Menganalisis kelayakan administratif rencana pemekaran kelurahan dan Penentuan Lokasi Rencana Pemekaran.
1.3. Target atau Sasaran
Target atau sasaran dalam kegiatan ini adalah Pemerintah Kelurahan Dukuh, Kelurahan
Mangunsari, dan Kecamatan Sidomukti serta Masyarakat Kelurahan Dukuh dan Kelurahan
Mangunsari untuk memberikan usulan rencana pemekaran kelurahan yang tepat dan sesuai dengan konsep Good Governance di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari.
1.4. OutputKegiatan
Output dari kegiatan ini berupa laporan kajian dan usulan perencanaan pemekaran Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari di Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga dalam rangka mewujudkan konsep Good Governance.
3.1. Pemilihan Lokasi
BAB II
PENDEKATAN DAN METODE
Daerah kajian dalam kegiatan ini adalah kelurahan yang rencananya akan dilakukan pemekaran yaitu Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Kecamatan Sidomukti merupakan salah satu dari empat kecamatan yang termasuk dalam bagian Kota Salatiga serta memiliki empat kelurahan di dalamnya yaitu Kelurahan Kecandran, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Mangunsari, dan Kelurahan Kalicacing. Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari memiliki karakter wilayah yang berbeda. Berdasarkan Dokumen RTRW Kota Salatiga Tahun 2010-2030, Kelurahan Mangunsari memiliki fungsi sebagai sub pelayanan kota, kawasan perdagangan, perkantoran, industri, pelayanan kesehatan serta perumahan kepadatan sedang. Adapun, Kelurahan Dukuh dialokasikan sebagai pusat lingkungan, kawasan pendidikan, serta perumahan kepadatan sedang.
Gambar 3.1 Peta Daerah Kajian
Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari dinilai penting untuk dimekarkan karena memiliki cakupan wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang dianggap sangat padat untuk ukuran satu kelurahan. Jumlah penduduk di kedua kelurahan terus bertambah karena berbagai faktor, salahsatunya karena perkembangan kawasan permukiman dan instansipendidikan di daerah tersebut. Jumlah penduduk di Kecamatan Sidomukti pada tahun 2020 adalah 44.237 jiwa dengan luas wilayah 11,46 km2. Adapun untuk jumlah penduduk di Kelurahan Dukuh yaitu 14.226 jiwa dengan luas wilayah 3.772 km2 dan Kelurahan Mangunsari 16.921 jiwa dengan luas wilayah 2.908 km2 (BPS Kota Salatiga, 2021). Jumlah penduduk ini lebih banyak jika dibandingkan dengan
Kelurahan Kecandran dan Kelurahan Kalicacing. Luas wilayah Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari juga lebih besar jika dibandingkan dengan Kelurahan Kalicacing. Berdasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk tersebut, didapatkan kepadatan penduduk Kelurahan Dukuh yaitu 3.771 jiwa/km2 serta 5.819 jiwa/km2 pada Kelurahan Mangunsari.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer ialah sumber data yang didapatkan secara langsung dari lapangan (Sugiyono, 2015). Metode pengumpulan data primer pada kajian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview), observasi, kuesioner, dan dokumentasi. Teknik wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka kepada para stakeholders yang berperan aktif dalam kegiatan perencanaan pemekaran kelurahan, seperti Bappeda, Camat, Lurah, Akademisi, dan Pemilik UMKM. Observasi dilakukan dengan mengamati lapangan secara langsung untuk mengetahui kondisi terkini terkait persiapan pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai persepsi masyarakat terhadap rencana pemekaran di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Pengumpulan data melalui dokumentasi digunakan untuk melengkapi hasil data wawancara dan observasi di lapangan.
Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui pihak lain kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) yang digunakan sebagai pembanding untuk mendukung pembahasan hasil kajian yang diperoleh. Menurut Sari (2020), teknik studi kepustakaan adalah teknik yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan mencatat berbagai informasi dari literatur yang sesuai dengan topik kajian yang dikaji. Kemudian pengumpulan data sekunder juga diperoleh dari instansi-instansi terkait meliputi Pemerintah Daerah, Bappeda, BPS, serta instansi-instansi lainnya. Data sekunder tersebut berupa undang-undang tentang pemekaran wilayah, data kependudukan, profil wilayah, dan datafasilitas pelayanan publikdi Kelurahan Dukuh dan Mangunsari.
Tabel 3.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan
No. Tujuan Jenis Data Nama Data Sumber Data
1. Mengetahui
Persepsi Masyarakat tentang Rencana
Pemekaran
Kelurahan Dukuh
dan Mangunsari
Primer Persepsi Masyarakat
Terhadap Kesiapan
Rencana Pemekaran
Kelurahan Dukuh dan Mangunsari yang terdiri
dari:
1. Perhatian Masyarakat Terkait Rencana Pemekaran
2. Pengalaman Masyarakat Terkait Rencana Pemekaran
Masyarakat berusia
15-59 tahun
2. Mengetahui
Persepsi Pemangku
Kebijakan Tentang
Rencana Pemekaran
Kelurahan Dukuh dan Mangunsari
3. Mengetahui Peran Stakeholder dalam
Munculnya Rencana
Pemekaran
3. Dukungan Masyarakat Terkait
Rencana Pemekaran
Primer Persepsi Pemangku Kebijakan Tentang
Rencana Pemekaran yang dalam hal kesiapan menjalankan pemerintahan baru dan dukungan finansial yang ditinjau dari:
1. Kepastian hukum
2. Tanggung Jawab
3. Orientasi kesepakatan
4. Keadilan
5. Efektifitas dan efisiensi
6. Akuntabilitas
Primer Peran Stakeholder dalam Munculnya Rencana
Pemekaran yang ditinjau
dari:
Key Person (Pemangku
Kebijakan seperti Camat, Sekretaris Desa)
4. Menganalisis
Kelayakan Rencana
Pemekaran
Kelurahan dan
Penentuan Lokasi
Rencana Pemekaran
Sekunder
Key Person Pentahelix
1. Urgensi pemekaran wilayah berdasarkan sudut pandang masing-masing stakeholder
2. Pemahaman terhadap proses perencanaan pemekaran
3. Prediksi dampak pemekaran wilayah
Primer Persepsi masyarakat dan pemangku kebijakan terkait fasilitas pelayanan publik
Sekunder 1. Data Kependudukan
2. Data Luas Wilayah
3. Data Ketersediaan
Sarana dan Prasarana
Pemerintah
4. Data Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Sumber Literatur
1. Masyarakat berusia 15-59 tahun
1. Badan Pusat Statistik Kota Salatiga
2. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Salatiga
Fasilitas Pelayanan
Publik
5. Data Spasial Batas Administrasi dan Fasilitas Pelayanan
Publik Kota Salatiga
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3. Geoportal Provinsi Jawa Tengah
Pengolahan data menurut Wardani (2013) adalah sebuah proses manipulasi data agar dapat diolah menjadi sebuah informasi yang diperlukan untuk pengguna data. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan serangkaian operasi untuk dapat mendukung tujuan dan hasil yang diinginkan dan telah direncanakan sebelumnya. Pengolahan data juga dilakukan pada operasi klasifikasi atau perpindahan data, sehingga tidak terbatas dilakukan pada perhitungan angka (Parida dan Wardany, 2014). Pengolahan data dapat dibantu dengan menggunakan beberapa aplikasi dengan melihat jenis data yang digunakan. Pengolahan data yang dilakukan pada Kuliah Kerja Lapangan III: Studio Perencanaan Pengembangan Wilayah tim Good Governance ini adalah aplikasi Microsoft Excel dan ArcMap. Aplikasi Microsoft Excel digunakan untuk mengolah data kuantitatif berupa data statistik agar lebih mudah dibaca. Aplikasi ArcMap digunakan untuk pembuatan peta lokasi pengamatan. Adapun teknik analisis data yang digunakan pada KKL III ini adalah deskripsi kuantitatif, deskripsi kualitatif, dan analisis spasial.
3.3.1. Analisis Deskriptif Kualitatif
Deskriptif kualitatif menurut Sugiyono (2014) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan data kualitatif setelah dilakukannya penelitian kualitatif. Pada pendekatan kualitatif, peneliti menjadi instrumen utama dalam mengumpulkan data yang dapat berhubungan langsung dengan instrumen atau objek penelitian (Sugiyono, 2005). Data kualitatif ini tidak berbentuk bilangan atau angka sehingga data berbentuk penjelasan kata verbal. Data yang dideskripsikan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer, seperti data hasil wawancara mengenai persepsi pemangku kebijakan tentang rencana pemekaran, wawancara mendalam terhadap key person terkait peran stakeholder dalam munculnya ide pemekaran, wawancara mendalam terhadap key person terkait kinerja pemerintah berdasarkan indikator good governance, serta wawancara mendalam terhadap key person terkait urgensi pemekaran wilayah.
3.3.2. Analisis Deskriptif Kuantitatif
Deskriptif kuantitatif menurut Arikunto (2006) merupakan teknik analisis data yang dilakukan untuk melihat, menganalisis, dan mendeskripsikan angka dari sebuah objek yang diteliti, yang bertujuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan apa adanya, karena pada dasarnya analisis yang bersifat kuantitatif dilakukan untuk uji hipotesis tertentu. Data kuantitatif sendiri merupakan jenis data yang berbentuk angka dan dapat diukur atau dihitung (Sugiyono, 2014). Analisis yang bersifat kuantitatif akan berhubungan dengan banyak angka, mulai dari proses pengumpulan hingga analisa data. Data yang dideskripsikan menggunakan teknik deskriptif kuantitatif yang digunakan dalam kajian ini merupakan data sekunder, yaitu
data kependudukan, data luas wilayah, serta data ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan publik. Selain itu, terdapat pula data primer yang dilakukan deskriptif kuantitatif, yaitu data hasil kuesioner terkait persepsi masyarakat terhadap pemekaran Kelurahan Dukuh dan Mangunsari serta hasil kuesioner terhadap masyarakat terkait kepuasan daya layan publik.
3.3.3. Analisis Spasial
Analisis spasial menurut Sriastuti dan Muta'ali (2016) merupakan cara-cara yang digunakan untuk menemukan dan menggambarkan tingkatan atau pola dari suatu fenomena spasial sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik. Pada kegiatan KKL III ini melibatkan analisis spasial dalam mengidentifikasi pusat pelayanan wilayah. Analisis spasial ini dilakukan dengan melihat tingkat perkembangan wilayahnya berdasarkan persebaran fasilitas pelayanan publik sehingga dapat digunakan untuk menentukan lokasi rencana pemekaran di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Hasil analisis ini akan memberikan output berupa peta skema lokasi pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari.
3.3.4. Indeks Sentralitas Marshall
Metode Indeks Sentralitas Marshall merupakan metode yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan pelayanan pada tiap dusun ditinjau dari jumlah unit fasilitas pelayanannya. Pembobotan indeks sentralitas dilakukan dengan cara membagi nilai sentralitas gabungan yang diasumsikan 100 dengan jumlah total fasilitas pelayanan (Rondinelli, 1985). Metode ini dapat menunjukan bagian wilayah mana yang kurang mendapatkan pelayanan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap rencana pemekaran di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Perhitungan Indeks Sentralitas Marshal dilakukan melalui persamaan sebagai berikut.
Keterangan
N = Bobot dari setiap unit fasilitas
T = Nilai Sentralitas Gabungan dengan asumsi 100
C = Jumlah Total Unit Fasilitas
3.3.5. Analisis Survei Kepuasan Masyarakat
Pengolahan data dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yaitu setiap pertanyaan survei dihitung menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari masing-masing unsur pelayanan. Pada perhitungan survei kepuasan masyarakat terhadap 8 (delapan) unsur pelayanan yang dikaji dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Bobot rata-rata tertimbang = ����������������������
Keterangan
X = unsur pelayanan yang dikaji
N = bobot nilai per unsur
Bobot rata-rata tertimbang = �� = ��,������
Nilai Survei Kepuasan Masyarakat dihitung menggunakan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut :
SKM = ������������������������������������������������������������
x Nilai Penimbang
Interpretasi terhadap penilaian SKM dapat dilakukan dengan menggunakan rentang 25-100, maka hasil penilaian per unsur dapat dikonversikan dengan nilai dasar 25 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SKM Unit Pelayanan x 25
Tabel 3.2 Daftar Pembobotan Penilaian Kualitas
No. Alternatif Jawaban Bobot nilai
Sumber: Sugiyono, 2016
Tabel 3.3 Unsur Survei Kepuasan Masyarakat
No Unsur SKM
U1 Persyaratan
U2 Sistem, Mekanisme, dan Prosedur
U3 Waktu Penyelesaian
U4 Biaya/Tarif
U5 Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
U6 Kompetensi Pelaksana
U7 Perilaku Pelaksana
U8 Sarana dan Prasarana
U9 Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan
Tabel 3.4 Pembagian Kelas Nilai Kepuasan Masyarakat
Nilai Persepsi Nilai Interval Nilai Interval Konversi Mutu Pelayanan
Kinerja Unit Pelayanan
1 1,00 - 2,5996 25,00 - 64,99 D Tidak Baik
2 2,60 - 3,064 65,00 - 76,60 C Kurang Baik
3 3,0644 - 3,5324 76,61 - 88,30 B Baik
4 3,5324 - 4,00 88,31 - 100,00 A Sangat Baik
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada kajian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling dan simple random sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Kriteria pengambilan sampel ditentukan sesuai dengan tujuan kajian yaitu informan yang berperan aktif dalam kegiatan perencanaan pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari sehingga diharapkan informasi yang diperoleh nantinya dapat representatif dan lebih detail. Teknik pengambilan sampel ini digunakan untuk menentukan narasumber pada proses pengumpulan data melalui kegiatan wawancara secara mendalam (indepth interview).
Simple random sampling merupakan salah satu metode probability sampling dimana seluruh anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel kajian. Menurut Sugiyono (2016), simple random sampling adalah teknik pengambilan anggota sampel dari suatu populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut. Metode ini digunakan karena adanya keterbatasan dalam melakukan kajian baik dari segi waktu, tenaga, dan jumlah populasi yang sangat banyak. Kriteria pada pengambilan sampel berupa penduduk usia produktif dengan rentang usia 15-59 tahun di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Penduduk usia produktif dianggap dapat mewakili populasi dan dapat memberikan informasi yang valid karena masyarakat setempat lah yang memahami situasi dan kondisi permasalahan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, diharapkan sampel tersebut dapat mewakili populasi yang ada (representatif). Teknik pengambilan sampel ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai persepsi masyarakat mengenai rencana pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari menggunakan instrumen kuesione
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai profil responden yang dilibatkan untuk mengetahui persepsi masyarakat kelurahan tentang pemekaran serta menilai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Selain itu, bab ini juga membahas tentang rencana pemekaran kelurahan yang dilihat dari berbagai sudut pandang stakeholders, diantaranya pemerintah, akademisi, dan bisnis. Kemudian, diakhiri dengan analisis mengenai kelayakan pemekaran berdasarkan peraturan perundang-undangan serta analisis spasial untuk menentukan alternatif pusat pelayanan baru dalam rangka menunjang rencana pemekaran kelurahan yang tentunya memerlukan lokasi pusat pemerintahan yang baru.
5.1. Profil Responden
Jumlah responden pada kegiatan ini adalah 64 orang, dengan rincian 31 orang merupakan warga Kelurahan Dukuh dan 33 orang merupakan warga Kelurahan Mangunsari. Profil responden dari dua kelurahan berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, yakni sebesar 64,52% di Kelurahan Dukuh dan 54,54% di Kelurahan Mangunsari. Jenis kelamin laki-laki umumnya memiliki tingkat pengetahuan lebih tinggi dibandingkan perempuan terkait kualitas pelayanan dan pengetahuan mengenai rencana pemekaran kelurahan. Hal ini dikarenakan warga yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih sering mengadakan pertemuan seperti rapat RT dan RW sehingga cenderung mendapatkan informasi lebih banyak dibandingkan perempuan.
Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Dukuh
Sumber: Hasil olah data (2022)
Karakteristik responden berdasarkan usia merupakan aspek penting yang mencerminkan kematangan seseorang dalam berpikir dan memberikan tanggapan terhadap pelayanan dan pengetahuan mengenai pemekaran kelurahan yang diterima. Berdasarkan hasil pengambilan data yang diperoleh pada Kelurahan Mangunsari, rentang usia 51-60 tahun mendominasi sebanyak 11 orang dengan persentase 33,33%. Sementara pada Kelurahan Dukuh, didominasi oleh rentang usia 41-50 tahun dan 51-60 tahun dengan jumlah yang sama sebanyak 10 orang per kelurahan.
Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Tingkat Usia
Dukuh Mangunsari Jumlah (Orang)
Jumlah (Orang)
Sumber: Hasil olah data (2022)
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan merupakan aspek penting dalam memprediksi tingkat pengetahuan dan wawasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan. Pendidikan responden berkisar dari tamatan SD, SMP, SMA, Diploma, hingga Sarjana. Berdasarkan hasil pengambilan data yang diperoleh, sebagian besar berpendidikan terakhir SMA dengan rincian di Kelurahan Dukuh sebanyak 14 orang dengan persentase 45,16%, dan Kelurahan Mangunsari sebanyak 12 orang dengan persentase 36,36%.
Tabel 5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No
Pendidikan Terakhir Dukuh Mangunsari
Sumber : Hasil olah data (2022)
Faktor pekerjaan seringkali mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan memberikan tanggapan terhadap pelayanan dan pengetahuan mengenai pemekaran kelurahan yang diterima. Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa pekerjaan sebagian besar responden adalah wiraswasta, yaitu sebanyak 13 orang dengan persentase 41,94% di Kelurahan Dukuh dan sebanyak
12 orang dengan persentase 36,36% di Kelurahan Mangunsari. Adapun jenis pekerjaan responden yang dimaksudkan dengan lain-lain itu sendiri adalah pekerjaan seperti pensiunan, ketua RT/RW, ketua linmas, dan pedagang.
No Pekerjaan
Dukuh Mangunsari Jumlah
5.2. Persepsi Masyarakat terhadap Pemekaran Kelurahan
Persepsi masyarakat yang dinilai berkaitan dengan tiga hal utama, yakni perhatian, pengalaman dan harapan mengenai rencana pemekaran kelurahan. Indikator perhatian digunakan untuk melihat persentase masyarakat yang telah mengetahui peristiwa tersebut serta sumber informasi yang diterima. Sedangkan, indikator pengalaman diukur untuk mengetahui pernah atau tidaknya diselenggarakan sosialisasi mengenai pemekaran kelurahan dan evaluasi masyarakat mengenai efektivitas kegiatan sosialisasi apabila pernah mengikutinya. Bagian terakhir adalah indikator harapan yang menunjukkan persepsi masyarakat yang setuju dan tidak setuju beserta beberapa alasan yang dikemukakan saat diwawancarai dengan menggunakan kuesioner.
5.2.1. Perhatian Masyarakat terhadap Pemekaran Kelurahan
Perhatian ini merujuk pada kondisi fokus individu pada saat menerima stimulus dari objek atau peristiwa yang dialami, yaitu pemekaran wilayah di Kelurahan Mangunsari dan Kelurahan Dukuh. Berdasarkan Gambar 5.1., sebanyak 74,19% responden di Kelurahan Dukuh mengetahui rencana pemekaran wilayah yang terjadi. Sedangkan, hanya sebanyak 25,81% saja yang tidak mengetahui rencana pemekaran ini. Kemudian, untuk di Kelurahan Mangunsari terhitung sebanyak 60,60% responden yang mengetahui rencana pemekaran wilayah. Sisanya sebanyak 39,40% tidak mengetahui rencana pemekaran. Hal ini menunjukkan bahwa rencana pemekaran wilayah sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat, baik yang berada di Kelurahan Dukuh maupun di Kelurahan Mangunsari. Data tersebut juga
Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaanmenunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap pemekaran kelurahan lebih banyak diketahui di Kelurahan Dukuh.
Gambar 5.1 Pengetahuan mengenai Rencana Pemekaran Wilayah di Kelurahan Mangunsari (kiri) dan Dukuh (kanan)
Berdasarkan responden yang mengetahui terkait rencana pemekaran di Kelurahan Dukuh, sebanyak 35,48 % mengetahui informasi tersebut dari ketua RT/RW. Sumber informasi terbanyakselanjutnya berasal dari warga dengan persentasesebesar 22,81%. Adapun sumber informasi yang berasal dari pemerintah kelurahan memiliki persentase sebesar 9,68%. Sumber informasi lainnya berasal dari sosialisasi pemerintah dan Dinas PPKBD hanya sebanyak 3,23%. Selain dari sumber yang sudah disebutkan, sisanya tidak menjawab karena ketidaktahuan terkait rencana pemekaran yaitu sebanyak 25,81%. Sehingga berdasarkan persentase tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar informasi masih berasal dari forum RT/RW dan persebaran dari mulut ke mulut warga. Kebanyakan responden yang menjawab penyaluran informasi yang didapatkan melalui RT/RW adalah laki-laki. Hal ini karena lakilaki seringkali berdiskusi atau bertukar informasi melalui kegiatan perkumpulan warga. Sedangkan sisanya didapatkan melalui kerabat yang merupakan pengurus atau bekerja di tingkat kelurahan.
(a) (b)
Gambar 5.2. Sumber Informasi Terkait Rencana Pemekaran Kelurahan Dukuh (a) dan Mangunsari (b)
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner di Kelurahan Mangunsari, sebanyak 30,30% warga mengetahuirencana pemekaran dari ketua RT/RW. Seperti yangdikatakan oleh responden (M11) bahwa sumber informasi didapatkan dari pemberitahuan oleh ketua RT setempat melalui pesan singkat di grup WhatsApp RT dan diberitahukan langsung ketika rapat RT. Sedangkan, sumber informasi dari sosialisasi pemerintah hanya sebanyak 9,09% saja. Warga yang mengetahui rencana pemekaran dari media massa sebesar 9,09%. Sedangkan, sumber informasi dari pihak kedua lainnya seperti warga dan petugas BPS, masing-masing hanya sebanyak 3,03%. Selain dari sumber yang sudah disebutkan, sisanya tidak menjawab karena ketidaktahuan terkait rencana pemekaran yaitu sebanyak 45,45%.
5.2.2. Pengalaman Masyarakat terhadap Pemekaran Kelurahan
Pengalaman merujuk pada kondisi individu yang merasakan atau terlibat langsung dalam peristiwa yang terjadi, dalam hal ini adalah pemekaran wilayah Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar masyarakat Dukuh atau sebanyak 90,32% menyatakan belum ada sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah setempat terkait dengan rencana pemekaran wilayah.Sedangkan, sebanyak 3,23% menyatakan pernah dilakukan sosialisasi oleh pemerintah dan sisanya tidak menjawab. Kemudian, untuk di Kelurahan Mangunsari, sebanyak 54,54% menyatakan belum ada sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah terkait dengan rencana pemekaran wilayah. Sebanyak 24,24% warga menyatakan pernah dilaksanakan sosialisasi oleh pemerintah dan sisanya tidak menjawab. Berdasarkan data tersebut, baik di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari sebagian besar menjawab bahwa belum pernah dilakukan sosialisasi oleh pemerintah secara langsung. Menurut responden (D26), sosialisasi oleh pemerintah daerah dilakukan hanya kepada ketua RW dan ketua RT saja di Kecamatan, yang selanjutnya penyebaran informasi kepada masyarakat dilakukan secara formal melalui rapat RT dan secara informal melalui mulut ke mulut antar warga
(a) (b)
Gambar 5.3. Sosialisasi Pemerintah Terkait Rencana Pemekaran Kelurahan Dukuh (a) dan Mangunsari (b)
Berkaitan dengan pengalaman sosialisasi terkait rencana pemekaran wilayah yang ada di Kelurahan Dukuh, hanya 6,45% yang pernah mengikuti sosialisasi terkait rencana pemekaran, sedangkan sisanya belum pernah mengikuti dan tidak menjawab. Kemudian, di Kelurahan Mangunsari, sebanyak 21,21% menjawab pernah mengikuti sosialisasi terkait rencana pemekaran, sedangkan sisanya belum pernah mengikuti dan tidak menjawab. Banyaknya responden yang menjawab belum dan tidak menjawab karena belum adanya sosialisasi dari pemerintah yang mengikutsertakan masyarakat secara menyeluruh dalam forumnya. Menurut penuturan responden yang pernah mengikuti sosialisasi (responden D13), sosialisasi terkait dengan rencana pemekaran wilayah diadakan di kecamatan oleh pemerintah daerah.
5.2.3. Dukungan Masyarakat terhadap Pemekaran Kelurahan
Dukungan merujuk pada keinginan atau motivasi, individu terhadap objek atau peristiwa yang dialaminya, dalam hal ini adalah pemekaran wilayah di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari. Sebanyak 100% responden dari Kelurahan Dukuh menyatakan setuju untuk mendukung dilanjutkannya proses perencanaan pemekaran wilayah. Hal tersebut menunjukkan bahwa keinginan masyarakat Kelurahan Dukuh untuk dilakukan pemekaran wilayah sangat kuat. Menurut responden (D29), Kelurahan Dukuh sudah over capacity yang
membuat 1 RW harus melayani banyak RT, sehingga dengan adanya pemekaran ini diharapkan dapat membantu mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
Gambar 5.4. Dukungan Mengenai Rencana Pemekaran Kelurahan Dukuh (a) dan Mangunsari (b)
Terkait dengan dukungan masyarakat di Kelurahan Mangunsari, sebanyak 96,96% masyarakat dari responden menyetujui akan rencana pemekaran wilayah ini. Sedangkan, hanya 3,03% saja yang tidak menyetujuinya. Berdasarkan frekuensi, dari 33 responden hanya satu saja yang menyatakan ketidaksetujuan terkait pemekaran wilayah di Kelurahan Mangunsari. Responden (M23) menyatakan ketidaksetujuannya bukan tanpa alasan, alasan ketidaksetujuannya tersebut muncul karena dikhawatirkan akan membuat ribet untuk mengurus surat-surat setelah kelurahan dimekarkan. Sedangkan, sebagian besar responden yang menyatakan setuju untuk diadakan pemekaran ini memiliki alasan karena beban pelayanan sudah besar, sehingga pemekaran Kelurahan Mangunsari ini diharapkan dapat membuat pelayanan kepada masyarakat lebih cepat. Responden (M05) menyatakan persetujuannya untuk pemekaran wilayah di Kelurahan Mangunsari karena melihat Kelurahan Mangunsari termasuk kelurahan terpadat dan terluas di Salatiga. Hal ini juga didukung oleh pernyataan responden (M26) bahwa Kelurahan Mangunsari memiliki luas wilayah yang besar dan juga penduduk yang padat, sehingga pemekaran wilayah perlu dilakukan.
5.3. Persepsi Pemangku Kebijakan terhadap Pemekaran Kelurahan
Persepsi pemangku kebijakan dianalisis dengan menggunakan prinsip good governance yang dinilai relevan dengan studi kasus pemekaran kelurahan. Dari 8 prinsip yang dikemukakan
oleh UNDP, digunakan 6 prinsip yakni meliputi akuntabilitas, kepastian hukum, tanggung jawab, orientasi kesepakatan, efektivitas dan efisiensi, serta keadilan. Keenam prinsip tersebut digunakan untuk menganalisis persepsi pemangku kebijakan yang terdiri atas perwakilan dari pihak Bappeda Kota Salatiga, Pemerintah Kecamatan Sidomukti, Pemerintah Kelurahan Mangunsari, dan Pemerintah Kelurahan Dukuh.
5.3.1 Akuntabilitas
Proses penetapan daerah otonomi baru, terkhusus pada studi kasus pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh di Kota Salatiga berawal dari wilayah itu sendiri yang mengajukan pemekaran kepada Walikota. Aspirasi tersebut kemudian dilakukan analisis lebih lanjut oleh Sekretariat Daerah terkait potensi wilayah, jumlah RT/RW, jumlah penduduk, dan faktor lainnya. Hasil analisis kajian tersebut kemudian dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapatkan validasi serta persetujuan sehingga selanjutnya pemekaran kelurahan dapat dilanjutkan. Dalam pelaksanaan pemekaran kelurahan ini, partisipasi masyarakat belum bisa didapatkan secara riil karena masih perlu menunggu persetujuan dari Kemendagri untuk bisa dilaksanakan diskusi dengan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan partisipasi masyarakat dirasa penting karena masyarakat sebagai subjek dan objek dalam konteks pemekaran kelurahan ini sehingga terlaksana atau tidaknya pemekaran kelurahan juga didasarkan pada keterlibatan masyarakat. Sebagai bentuk keterlibatan/partisipasi masyarakat itu sendiri memerlukan peran dari ketua RT untuk mampu menjaring aspirasi masyarakat dan menyampaikan kepada pemangku kepentingan pada hierarki yang lebih tinggi. Disamping itu, Pemerintah Kota Salatiga juga memiliki kewajiban untuk memastikan keinginan masyarakat di kelurahan yang hendak dimekarkan. Apabila masyarakat berkeinginan memekarkan wilayah, maka pemerintah wajib memastikan proses pemekaran berjalan dengan baik.
"...ketika sudah ada persiapan akan ada diskusi atau pertemuan dengan seluruh masyarakat di wilayah itu untuk kita mendapatkan masukan ketika pemerintah ada rencana seperti ini bagaimana tanggapan mereka. Ini adalah hal yang penting karena kalau mereka tidak setuju itu juga kami tidak bisa memaksa. Sehingga peran serta dari paling bawah dari RT, RT akan menjaring dari masyarakat yang ada di satu RT itu akan disampaikan semuanya kepada tingkat kelurahan. Itu secara formal akan ada pertemuan perwakilan warga yang bukan RT bukan RW untuk mendiskusikan itu.. inilah ketika memang ada keinginan dari masyarakat yang begitu besar untuk mempermudah pelayanan.. dan kami juga harus berani memastikan bahwa ketika terjadi perubahan itu, seluruh persyaratan administrasi baik yang ada di pemerintah maupun masyarakat itu pemerintah punya tanggung jawab.. jadi kita tidak akan membiarkan ketika nanti masyarakat harus ganti KTP, harus mengurus itu.. pemerintah harus hadir disitu untuk membantu, seperti itu..." (Narasumber G1, 17 Mei 2022)
Pemerintah Kecamatan Sidomukti menjalankan peran sebagai koordinator bagi kelurahan di bawahnya, termasuk Kelurahan Mangunsari dan Dukuh. Kelurahan dalam arti sub-unit kecamatan melaksanakan penganggaran berupa kuasa proses perencanaan yang dinamakan dana kelurahan. Dana kelurahan yang bersumber dari anggaran di kecamatan disusun berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan atau Musrenbang yang membahas perencanaan pembangunan fisik maupun non fisik termasuk pembahasan program
kerja lurah yang berbasis anggaran. Musrenbang ini diikuti oleh berbagai pihak seperti camat, lurah, RW, RT, PKK, LPMK, karang taruna, dan kelompok masyarakat maupun stakeholder penting lain sehingga dalam prosesnya tetap melibatkan proses yang demokratis dalam mengkaji potensi, masalah, sekaligus solusi di tingkat kelurahan hingga kecamatan.
"...itu menangkap aspirasi apapun yang menjadi keinginan dan prioritas warga masyarakat untuk bisa diusulkan di dalam dokumen perencanaan kegiatan di kelurahan. Dan kemudian secara berjenjang sampai musrenbang kecamatan, kemudian sampai ke kota. Mau bikin balai RW, mau bikin selokan, mau bikin tanggul, mau bikin jalan, dan lain sebagainya. Kita punya wahana atau wadah begitu…" (Narasumber G4, 17 Mei 2022).
Dalam penyusunan dokumen perencanaan, disusun Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) untuk suatu kegiatan seperti pelatihan, sosialisasi, rapat, dan lain-lain. RKA ini di tingkat kota akan disetujuiyang kemudian menjadi program kerja pemerintah kota dan disusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Kebutuhan-kebutuhan anggaran tadi harus disesuaikan dengan pagu anggaran yang didasarkan pada kemampuan keuangan daerah. Seluruh proses dan hasil penyusunan dokumen perencanaan dapat dilihat masyarakat dengan mengakses transparansi pengelolaan dana pembangunan kelurahan melalui website ataupun selebaran.
5.3.2 Kepastian Hukum
Hingga saat ini, proses pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh belum memiliki peraturan daerah secara resmi meskipun rencana tersebut telah diusulkan kepada pemerintah pusat dengan payung hukum sebagai berikut;
1. Permendagri Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan;
2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
Konsep penyelenggaraan otonomi daerah diakomodir melalui pembentukan kelurahan dalam kasus Kelurahan Mangunsari dan Dukuh yang merupakan proses pemekaran satu kelurahan menjadi dua kelurahan (Pasal 19 Ayat 1 PP Nomor 17 Tahun 2018). Persyaratan dasar pembentukan kelurahan yang dimaksud adalah jumlah penduduk minimal. Syarat tersebut cukup untuk menjadi dasar pemekaran meskipun syarat minimal luas wilayah dan usia kelurahan tidak dijadikan patokan dalam pemekaran di kedua kelurahan tersebut.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari narasumber (G1) saat ini, usulan pemekaran telah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah pusat dan provinsi.
“...Karena itu, kemudian dianggap layak secara tata kelola pemerintahan. Kemudian oleh sekda dan Walikota ACC. Kemudian Walikota berkirim surat ke Gubernur. Kemudian ACC dengan catatan macam-macam. Kemudian berkirim surat berjenjang ke Kementerian Dalam Negeri. Kemudian Kementerian Dalam Negeri setelah menimbang dari sisi regulasi dan sisi ketersediaan sarana prasarana, kemudian kemampuan keuangan daerah memberikan lampu hijau…” (Narasumber G4, 17 Mei 2022)
Tetapi dalam pelaksanaan realisasinya masih dibatasi. Namun, disebabkan oleh belum disusunnya Naskah Akademik (NA), Naskah Hukum (NH), dan Peraturan Daerah Kota Salatiga yang dikeluarkan Tata Kelola Pemerintahan Kota Salatiga sebagai dasar hukum pelaksanaan pemekaran, karena masih terfokus pada penyelenggaraan Pilkada 2024.
5.3.3 Tanggung Jawab
"...Kemudian terkait diskusi dan sosialisasi dari masyarakat dengan masyarakat, karena itu prosesnya lama itu memang dari awal dilaksanakan diskusi dengan masyarakat, sosialisasi dengan masyarakat, sampai kemarin terakhir itu pemenuhan patok batas, ee maksudnya pemenuhan apa ya, pemasangan patok batas, pengukuran batas-batas itu sudah sama masyarakat seperti itu…" (Narasumber G2, 17 Mei 2022)
Rencana pemekaran wilayah sudah lama muncul di tengah masyarakat Kelurahan
Mangunsari dan Dukuh. Pemerintah daerah bersama Badan Perencanaan, Penelitian, dan
Pengembangan Daerah (Bappeda) menargetkan rencana tersebut dapat langsung direalisasikan setelah Pilkada 2024, serta telah mendapatkan persetujuan dan peraturan resmi dari pusat dandaerah.Akan tetapi, proses perencanaan seperti pembagian batas-batas wilayah yang baru telah dilakukan. Kelurahan Mangunsari akan dipecah menjadi Kelurahan
Mangunsari Lor dan Mangunsari Kidul, sedangkan Kelurahan Dukuh menjadi Kelurahan
Dukuh Asri dan Dukuh Krajan. Batas wilayah tersebut telah direncanakan oleh Bappeda dan Dinas PU dengan membersamai aspirasi masyarakat. Wilayah yang baru akan dipecah berdasarkan RW dengan pertimbangan jumlah penduduk sekaligus kondisi geografisnya. Beberapa kali terdapat masyarakat yang menginginkan perubahan batas wilayah karena tidak ingin terpisahkan dengan tetangga-tetangga yang lain. Pendapat ini kemudian ditampung sebagai pertimbangan pemangku kebijakan dalam menentukan batas yang baru secara resmi. Stakeholder tersebut juga telah merencanakan calon lokasi dari kantor kelurahan serta penyediaan sarana prasarana untuk kelurahan yang baru dimana tanah bengkok dan sebagian aset kota memang akan dialihfungsikan untuk rencana tersebut.
5.3.4 Orientasi Kesepakatan
Pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh sebagai bagian dari penyelenggaran pemerintah untuk masyarakat dirasa akan berjalan lancar. Hal tersebut didasarkan pada komitmen pemerintah Kecamatan Sidomukti, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Dukuh, sekaligus Bappeda sebagai lembaga perencanaan yang telah sepakat dan mendukung atas proses penyelenggaraan pemekaran wilayah itu sendiri. Peningkatan tata kelola pelayanan masyarakat sebagai tujuan utama dari pemekaran mendapatkan antusiasme dan dukungan tinggi dari masyarakat wilayah terkait. Walaupun, masih terdapat kendala pada persepsi masyarakat yang kontra terkait rencana ini perihal pengurusan dokumen administratif yang berhubungan dengan alamat harus mengalami perubahan, seperti KTP, KK, SIM dan lain sebagainya. Akan tetapi, hal tersebut telah diakui para pemangku kebijakan sebagai bagian dari proses realisasi yang harus dilaksanakan secara bertahap, pemerintah juga menyampaikan akan memfasilitasi dan membantu masyarakat dalam hal pengurusan administrasi tersebut.
5.3.5 Efektivitas dan Efisiensi
Perihal ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan untuk menjalankan otonomi daerah di kelurahan yang baru, meliputi pegawai atau aparatur sipil dipersiapkan oleh BKPSDM Kota Salatiga. Proses pembinaan aparatur akan terus didorong untuk mempersiapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Tinggal persiapan seperti penganggaran dana penyelenggaraan pemerintahan yang masih belum dapat dilaksanakan mengingat urgensi Pilkada yang akan berlangsung pada 2024. Sebagai bagian dari tanggung jawab, koordinasi antar instansi inilah yang terus ditingkatkan mengingat pembangunan daerah termasuk pemekaran wilayah harus melibatkan berbagai perangkat daerah seperti Pemerintah Kecamatan, Dinas PU, BPKPD, Dinas PKP, Tata Kelola Pemerintahan, dan lain-lain.
"...Di Kota Salatiga selama ini memang untuk pengembangan SDM di masing-masing wilayah baik di tataran aparat maupun masyarakat selalu ada pembinaan. Jadi pembinaan secara khusus nanti dari pemerintahan itu bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik kemudian masyarakatnya kita mendorong kepada dinas-dinas itu untuk juga melaksanakan kegiatankegiatan yang menyentuh kepada masyarakat…" (Narasumber G1, 17 Mei 2022)
5.3.6 Keadilan
Tujuan utama yang diharapkan dengan adanya pemekaran adalah untuk semakin mengembangkan pelayanan publik yang dirasakan pemerintahan dan masyarakat setempat sudah tidak efektif dan efisien. Dengan pembentukan kelurahan yang baru, input dan output pelayanan dapat ditingkatkan apabila nantinya diikuti birokrasi pelayanan dapat menyediakan input pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat pengguna jasa. Demikian pula dalam hal output pelayanan, idealnya pemerintah kelurahan yang baru harus memiliki birokrasi yang mampu menyediakan produk dan jasa yang berkualitas, terutama dari segi biaya dan waktu pelayanan. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena efektivitas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah itu sendiri merupakan ukuran keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Persoalan datang ketika wilayah baru tersebut terbentuk. Masyarakat masih merasa kebingungan terkait data kependudukan seperti dalam KTP, KK, sertifikat tanah, STNK, BPKB, dan lain-lain yang harus diubah sesuai alamat yang baru. Masyarakat menginginkan tanggungan tersebut diakomodir pemerintah yang baru untuk pengurusan yang sederhana dan cepat. Komitmen ini telah disampaikan para pemangku kebijakan setempat bahwa masyarakat akan diberikan sosialisasi sekaligus kemudahan mengurus dokumen-dokumen tersebut. Mereka sependapat bahwa data kependudukan sangatlah penting mengingat data tersebut dibutuhkan oleh instansi terkait untuk verifikasi atau memastikan kebenaran informasi yang disampaikan oleh penduduk mengenai identitas dirinya dan menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan program dari instansi terkait. Pekerjaan masyarakat juga sangat bergantung pada kesesuaian data yang dimiliki.
Pemekaran kelurahan Mangunsari dan Dukuh juga dilakukan untuk pemerataan pembangunan. Ketika kelurahan tersebut dipecah, tipe Kecamatan Sidomukti yang semula B akan naik ke tipe A yang secara otomatis akan diikuti beban kerja yang meningkat. Alokasi dana untuk satu kelurahan akan diberikan dengan jumlah yang serupa untuk dua kelurahan
baru. Dengan jumlah dana yang sama besar, tetapi ruang lingkup wilayah kerja yang lebih kecil dapat memberikan kesempatan pemerintah untuk menyusun program pembangunan yang lebih tepat sasaran. Program kerja yang semula tertunda atau tidak dapat direalisasikan akibat kurangnya dana dapat diminimalisir. Peran leadership dari seorang lurah menjadi penting karena program kerja yang disusun harus sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah.
5.4. Peran Stakeholder dalam Pemekaran Kelurahan
Berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur dapat diidentifikasi menjadi empat sektor aktor yang terlibat dalam proses perencanaan pemekaran kelurahan yakni pemerintah, masyarakat, akademisi, dan sektor swasta atau bisnis (Tabel 5.6). Aktor utama dalam pemekaran kelurahan berasal dari pemerintah daerah,terutama dalam pengurusan administrasi serta prosedur untuk mengajukan izin kepada Kementerian Pemerintah Dalam Negeri (Kemendagri). Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab untuk menganalisis kelayakan pemekaran kelurahan serta menyediakan kebutuhan untuk membuat Peraturan Daerah sebagai output payung hukum resmi apabila rencana pemekaran kelurahan disetujui.
Aktor lain yang tidak kalah penting adalah masyarakat, baik yang berperan sebagai pengurus maupun kelompok masyarakat seperti Ketua RT, Ketua RW, LPMK, maupun tokoh masyarakat lainnya. Masyarakat sebagai warga di kelurahan setempat memiliki hak untuk mengetahui latar belakang munculnya rencana pemekaran serta menyampaikan persetujuan maupun keberatan terhadap rencana pemekaran kelurahan. Disamping itu, akademisi juga berperan penting untuk ikut serta menyusun analisis kelayakan pemekaran kelurahan, serta membantu menentukan analisis kajian lain yang berbasis ilmiah untuk menyusun skenario alternatif pengambilan keputusan terkait persiapan pemekaran kelurahan. Misalnya, seperti menentukan lokasi kantor kelurahan yang baru maupun penentuan pembagian batas wilayah. Adapun apabila merujuk kepada teori pentahelix yang terdiri atas Academia, Business, Civil Society, Government, Mass Media terdapat dua unsur stakeholder yang dinilai memiliki peran minor dalam proses ini, yakni sektor privat atau bisnis dan media massa. Hal ini disimpulkan karena setelah melakukan interview dengan stakeholder dari sektor pemerintah disampaikan bahwa penyebaran informasi mengenai pemekaran kelurahan menggunakan media humas pemerintah, serta disebarkan melalui berbagai platform media sosial yang dimiliki secara resmi. Sedangkan, sektor bisnis memiliki peran yang kurang lebih mirip dengan masyarakat setempat.
1 Government Pemerintah Kota Salatiga - Memberikan persetujuan terhadap usulan pemekaran kelurahan
- Menganalisis kelayakan rencana pemekaran kelurahan bersama perangkat daerah terkait
Bappeda Kota Salatiga (Bidang Litbang & Ekonomi Pembangunan)
- Melakukan analisis kelayakan pemekaran berdasarkan indikator yang telah diatur
Tabel 5.5. Peran Stakeholder dalam Pemekaran KelurahanDinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang (PUPR) dan
Dinas Perumahan dan
Permukiman (Perkim)
Badan Kepegawaian dan
Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKPSDM) Kota Salatiga
Pemerintah Kecamatan
Sidomukti dan Kelurahan
Mangunsari
- Menentukan batas wilayah pembagian kelurahan yang baru
- Menentukan distribusi susunan kepegawaian bagi kelurahan baru
- Mengakomodasi aduan dari masyarakat mengenai usulan pemekaran kelurahan
- Menyampaikan aspirasi ke pemerintah di jenjang yang lebih tinggi
- Menyampaikan informasi kepada jenjang yang lebih rendah
2 Civil Society Ketua RT/RW dan Tokoh Masyarakat
- Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang rencana pemekaran
- Menampung aspirasi masyarakat terkait proses pemekaran
Masyarakat Kelurahan - Memiliki hak untuk mengetahui rencana pemekaran
- Memberikan masukan ataupun usulan terkait proses pemekaran
3 Academic Tenaga Ahli/Konsultan - Melakukan kajian akademik dan studi kelayakan terhadap pemekaran
4 Business sector Pemilik UMKM
- Memiliki hak untuk mengetahui rencana pemekaran
- Memberikan masukan ataupun usulan terkait proses pemekaran
Sumber: Hasil Olah Data (2022)
5.4.1. Urgensi Pemekaran Kelurahan
Rencana pemekaran wilayah Kelurahan Mangunsari maupun Dukuh berdasarkan narasumber dari sektor pemerintah mulai muncul sekitar 5-6 tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 2018. Usulan tersebut berdasarkan hasil diskusi antara masyarakat dengan pemerintah setempat mengenai dinamika kondisi sekitar yang dilakukan baik pada forum formal maupun non-formal. Pemerintah kelurahan mengemukakan bahwa masalah kepadatan penduduk yang diilustrasikan dengan jumlah RT dan RW yang terlalu banyak dapat menghambat pemerataan pembangunan, misalnya dalam proses penentuan usulan pembangunan dalam musrenbang jumlah usulan program yang disetujui akan semakin sedikit.
“...Musrenbang setiap RW mengajukan program prioritas. Setiap RW kan berkesempatan untuk
mengajukan program-program prioritas mereka. Untuk RW yang jumlah RT nya sedikit pasti bisa lebih merata nggih..” (Narasumber G4, 17 Mei 2022).
Karena keterbatasan alokasi dana, sedangkan jumlah penduduk setempat terus meningkat yang berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan akan program-program pemberdayaan masyarakat. Sedangkan, menurut akademisi pemekaran kelurahan dapat bertujuan untuk meningkatkan branding kelurahan agar lebih dikenal. Misalnya, untuk pengembangan destinasi wisata di Kelurahan Mangunsari yang relatif belum begitu terkenal dibandingkan dengan Kelurahan Kecandran, Kalicacing, dan Dukuh.
Latar belakang munculnya rencana pemekaran kelurahan menurut pemerintah berkaitan dengan faktor kepadatan penduduk yang cukup tinggi sehingga pelayanan publik yang dilakukan berpotensi untuk tidak dilakukan secara efisien, terutama dari sisi pelayanan publik. Kepadatan penduduk di Kecamatan Sidomukti tertinggi kedua di Kota Salatiga, setelah Kecamatan Tingkir. Adapun di tingkat kelurahan Mangunsari dan Dukuh jumlah penduduk keduanya telah mencapai 2x lipat dari minimal jumlah penduduk kelurahan yakni 8.000 jiwa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.
No Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Sumber: BPS Kota Salatiga, 2021
Proses pemekaran kelurahan melibatkan berbagai stakeholders, mulai dari tingkat masyarakat hingga pemangku kebijakan di tingkat nasional. Pada tingkat kelurahan pihak yang berperan adalah pengurus RT/RW, kelompok masyarakat, serta masyarakat itu sendiri. Forum diskusi dilaksanakan di tingkat desa untuk mengetahui pendapat stakeholder mengenai rencana pemekaran. Kemudian, pemerintah di tingkat kecamatan berperan untuk menyampaikan aspirasi kelurahan ke pemerintah kota. Usulan tersebut kemudian dikaji oleh sekretariat daerah yang bekerjasama dengan perangkat daerah terkait.
Secara umum usulan pemekaran wilayah di tingkat kelurahan pertama akan diakomodasi oleh pemerintah setempat hingga ditemukan titik kesepahaman melalui diskusi dengan pengurus dan tokoh-tokoh masyarakat. Setelah itu, informasi tersebut disampaikan kepada kecamatan yang akan diteruskan ke pemerintah tingkat kota untuk dianalisis berdasarkan indikator-indikator yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 oleh sekretariat daerah. Syarat-syarat tersebut meliputi jumlah penduduk, luas wilayah,
Tabel 5.6. Kepadatan Penduduk Kota Salatiga Menurut Kecamatansarana dan prasarana, dan bagian wilayah kerja. Apabila ditinjau dari segi luas wilayah kedua kelurahan ini belum memenuhi syarat pemekaran.
5.4.2 Pemahaman tentang Proses Pemekaran
Proses pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh sudah mulai dilakukan dalam beberapa tahapan. Pemerintah Kelurahan Mangunsari maupun Dukuh telah berkonsultasi dengan masyarakatnya masing-masing untuk menemukan kesepakatan dan kesepahaman mengenai urgensi dari pemekaran kelurahan. Adanya urgensi tersebut kemudian didiskusikan dalam musrenbang di tingkat kecamatan hingga kota. Usulan tersebut akan dikaji apakah kedua kelurahan memenuhi syarat-syarat pemekaran dan nantinya mendapat persetujuan. Proses berikutnya adalah pengukuran wilayah dan penentuan batas-batas kelurahan baru yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Salatiga. Meskipun sudah ditentukan batas, belum ada proses pemasangan patok batas di wilayah kelurahan baru.
Pemerintah Kecamatan Sidomukti telah melakukan pemetaan yang hasilnya masih belum final dalam hal pemilihan lokasi kantor kelurahan baru. Hal ini dikarenakan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri masih belum keluar. Pemerintah Kecamatan Sidomukti juga telah menyelenggarakan sosialisasi dan diskusi terkait pemekaran kelurahan. Kegiatan sosialisasi tersebut diikuti oleh perwakilan dari kedua kelurahan, yaitu Kelurahan Mangunsari dan Dukuh. Perwakilan kedua kelurahan ini bertugas untuk menyampaikan tanggapan dan masukan dari masyarakat terkait pemekaran yang akan dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat partisipasi masyarakat Kelurahan Mangunsari maupun Dukuh dalam proses pemekaran wilayah ini.
Proses pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh mengalami kendala karena adanya pandemi Covid-19 dan Pemilu 2024 mendatang. Kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan pengalokasian anggaran didahulukan untuk urusan lain yang dinilai lebih penting, termasuk untuk pemulihan ekonomi masyarakat yang sangat terdampak oleh pandemi. Realisasi pemekaran kelurahan direncanakan baru dapat dilaksanakan setelah rangkaiankegiatan Pemilu 2024 selesai. Hal ini dikarenakan persiapan Pemilu 2024 sudah mulai dilakukan dari 2-3 tahun sebelumnya. Selain itu, pelaksanaan pemekaran kelurahan dilakukan setelah pemilu untuk menghindari kekacauan pada data kependudukan wilayah.
“...2024 itu kan mau pemilu, ketika mau pemilu itu kan KTP dan sebagainya alamat dan sebagainya harus ganti. Jadi kalau, jadi sementara mungkin itu pemekaran wilayahnya setelah pemilu. Karena kalau sebelum pemilu itu akan mengacaukan data kependudukan…” (Narasumber G2, 17 Mei 2022).
Dalam proses pemekaran kelurahan, terdapat pro dan kontra masyarakat terkait pembagian batas wilayah sehingga penentuan batas menjadi tantangan yang perlu diselesaikan dengan mengakomodasi masukan masyarakat untuk mencapai kesepakatan bersama. Selain itu, forum sosialisasi dan diskusi menjadi wadah bagi masyarakat termasuk UMKM untuk menyampaikan aspirasinya sehingga mereka siap menghadapi pemekaran kelurahan.
5.4.3 Prediksi Dampak Pemekaran Kelurahan
Pemekaran kelurahan tentunya diharapkan dapat memberikan dampak positif, khususnya bagi masyarakat. Dampak positif tersebut meliputi empat hal utama yaitu peningkatan efisiensi pelayanan publik, peningkatan alokasi anggaran, perubahan tipe kecamatan, dan branding wilayah. Selain dampak positif, terdapat dampak negatif yang dapat diidentifikasi sebagai akibat dari adanya pemekaran kelurahan. Dampak negatif tersebut meliputi lima hal utama yaitu peningkatan beban pengeluaran, beragamnya sasaran pelayanan publik, konflik masyarakat, penyesuaian administrasi kependudukan, dan dampak psikologis pada masyarakat.
Pemerintah, akademisi, dan sektor bisnis mengidentifikasi dampak positif dari adanya pemekaran kelurahan meliputi pelayanan publik berpotensi menjadi lebih efisien sehingga masyarakat lebih mudah dan cepat dalam memperoleh pelayanan publik. Selain itu, menurut pemerintah pemekaran kelurahan juga dapat menyebabkan alokasi anggaran ke wilayah tersebut menjadi lebih banyak sehingga pembangunan lebih merata. Pembangunan yang lebih merata dapat meningkatkan perkembangan wilayah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan juga memberdayakan masyarakat. Selanjutnya, pemerintah mengemukakan bahwa pemekaran kelurahan juga memberikan dampak positif berupa perubahan tipe kecamatan menjadi tipe A serta meningkatkan kemudahan koordinasi masyarakat dan pengajuan pembangunan musrenbang lebih merata. Sedangkan, pihak akademisi mengidentifikasi dampak positif dari pemekaran wilayah yaitu dapat dilakukan pengembangan wilayah agar memiliki branding yang kuat. Selain itu, dampak pemekaran juga dapat berbeda bagi setiap orang tergantung pada latar belakang, konfigurasi dalam ruang politik, dan pengaruh dari kelompok kepentingan yang berkuasa.
“Karena filosofi pemekaran itu yang pertama kemarin itu untuk memaksimalkan pelayanan publik yang bisa diterima oleh yang masyarakat. Yang kedua memajukan perkembangan wilayah dan otomatis dampaknya kemakmuran ekonomi untuk masyarakat…” (Narasumber G5, 17 Mei 2022)
Dampak negatif pemekaran kelurahan yang dikemukakan oleh pemerintah yaitu menyebabkan peningkatan beban pengeluaran akibat dari penambahan alokasi anggaran sedangkan pendapatan asli Kota Salatiga tidak banyak berubah. Selain itu, sasaran pelayanan publik menjadi semakin beragam serta semakin banyaknya masukan dari masyarakat. Maka dari itu, pemerintah berusaha untuk menampung aspirasi masyarakat melalui musrenbang yang selanjutnya dijadikan pertimbangan untuk mendesain berbagai program sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan juga memberdayakan masyarakat. Menurut pemerintah juga, pemekaran kelurahan berpotensi terjadinya konflik pada masyarakat yang tidak setuju serta dapat berdampak pada sisi psikologis yaitu perspektif masyarakat yang merasa dijauhkan karena adanya batas pemisah antar kelurahan. Sektor bisnis yang sejalan dengan peran pemerintah mengidentifikasi bahwa pemekaran kelurahan menyebabkan perlu dilakukannya penyesuaian administrasi kependudukan. Maka dari itu diperlukan peningkatan pelayanan publik serta penyesuaian administrasi kependudukan dapat dilakukan secara kolektif melalui Ketua RT dan Ketua RW sehingga mempermudah masyarakat dalam pengurusannya.
5.5 Analisis Kelayakan Rencana Pemekaran KelurahanAnalisis kelayakan rencana pemekaran dilakukan melalui tiga cara, yakni dengan menggunakan survei kepuasan masyarakat, kelayakan teknis pemekaran, dan indeks sentralitas marshall. Survei kepuasan masyarakat diketahui dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat Kelurahan Mangunsari dan Kelurahan Dukuh untuk menilai kinerja pelayanan publik selama ini. Sedangkan, analisis kelayakan teknis dilakukan dengan membandingkan kriteria pemekaran dalam peraturan perundang-undangan yang meliputi jumlah penduduk dan luas wilayah, serta ketersediaan sarana dan prasarana yang didekati dengan standar pelayanan minimum (SPM). Adapun, analisis penentuan indeks sentralitas dilakukan untuk mengetahui daerah yang potensial untuk dijadikan sebagai pusat pelayanan baru, analisis ini dilakukan dengan menggunakan data statistik yang berbasis RW.
5.5.1. Survei Kepuasan Masyarakat
Survei kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui kepuasan masyarakat mengenai fasilitas pelayanan publik yang pernah digunakan selama tinggal di kelurahan tersebut, indikator yang digunakan mengacu kepada panduan survei kepuasan masyarakat yang terdiri atas 9 unsur penilaian. Setiap unsur kemudian dinilai kinerjanya sehingga dapat diketahui pelayanan yang sudah cukup baik sehingga perlu dipertahankan, dan pelayanan yang perlu ditingkatkan. Hasil dari kuesioner tersebut kemudian akan diolah dan dilakukan pembobotan untuk mengetahui tingkat mutu pelayanan Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari.
Tabel 5.7. Rekapitulasi Hasil Survei Kepuasan Masyarakat Kelurahan Mangunsari Tahun 2022
No Unsur SKM Nilai RataRata Unsur Nilai Konversi SKM Mutu Pelayanan Kinerja
Nilai Dasar 80.98
Mutu Pelayanan Baik
Sumber: Hasil olah data (2022)
Berdasarkan hasil penghitungan Survei Kepuasan Masyarakat di Kelurahan Mangunsari, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata-rata setiap unsur pelayanan. Hasil nilai rata-rata unsur dan masing-masing unit pelayanan dapat dilihat pada tabel diatas. Nilai Rata-rata dari suatu unsur pelayanan menunjukkan penilaian masyarakat terhadap unsur pelayanan tersebut. Unsur pelayanan dengan nilai rata-rata atau nilai interval SKM 76,61-88,30 termasuk pada kategori Baik merupakan unsur yang perlu dipertahankan, unsur tersebut yaitu
1. Waktu Penyelesaian
2. Biaya/Tarif
3. Produk
4. Kompetensi Pelaksana
5. Perilaku Pelaksana
6. Sarana dan Prasarana
7. Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan
Sedangkan unsur-unsur pelayanan yang perlu ditingkatkan antara lain
1. Persyaratan
2. Prosedur dan Tata cara
3. Biaya
Terkait adanya unsur kepuasan masyarakat yang perlu ditingkatkan. Unsur persyaratan dan prosedur (U1) dan tata cara (U2) memiliki nilai yang sama dan merupakan nilai terendah dibandingkan dengan nilai unsur lainnya. Masyarakat merasa kesulitan dalam mendapatkan informasi persyaratan atau ketentuan dalam melakukan suatu pelayanan publik, misalnya pelayanan publik berupa persuratan. Faktanya, masih terjadi miss communication antara masyarakat dan petugas kelurahan dalam memberikan informasi persyaratan dokumen yang dibutuhkan sehingga masyarakat merasa tidak efektif jika harus berkali-kali mengambil atau mengurus dokumen persyaratan.
Selain itu, informasi mengenai prosedur tata cara yang masih sulit didapatkan masyarakat menjadi salah satu faktor nilai kepuasan masyarakat rendah. Masyarakat membutuhkan akses informasi prosedur acuan yang pasti untuk melakukan pelayanan publik di Kelurahan Mangunsari. Rendahnya kedua unsur tersebut juga disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat sebagai pengguna layanan terkait prosedur dan persyaratan pengurusan, terdapat anggapan dari masyarakat bahwa persyaratan yang diberikan petugas terkadang belum pasti dengan standar yang ditetapkan. Permasalahan umumnya terjadi karena masyarakat menginginkan pengurusan persuratan yang cepat, namun kenyataannya terbatasnya jumlah petugas dalam memberikan pelayanan.
Unsur pelayanan pengaduan sudah tergolong baik, namun masih di bawah rata-rata dibanding nilai Waktu Penyelesaian, Produk, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, Sarana dan Prasarana. Rendahnya unsur tersebut disebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengaduan, sebagian besar masyarakat tidak pernah melakukan pengaduan terkait dengan permasalahan pelayanan, dan ketidaktahuan masyarakat terhadap media layanan pengaduan yang ada. Faktanya, Kelurahan memiliki layanan pengaduan yang sudah sesuai.
Unsur biaya menjadi unsur yang memiliki nilai paling tinggi dan berkategori baik karena masyarakat merasa sebagian besar pembiayaan dalam proses pelayanan di Kelurahan tidak dipungut biaya. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2016 Tentang Unit Pemberantasan Pungutan Liar. Namun, sebagian masyarakat masih sering menitipkan biaya administrasi pada tingkat RT dan RW sebagai penghubung antara masyarakat dengan kelurahan.
Tabel 5.8. Rekapitulasi Hasil Survei Kepuasan Masyarakat Kelurahan Dukuh Tahun 2022
Mutu Pelayanan Kinerja
Nilai Konversi SKM U1 Persyaratan 3.10 72.50 B Baik U2 Sistem, Mekanisme, dan Prosedur 3.10 77.42 B Baik U3 Waktu Penyelesaian 3.13 78.23 B Baik U4 Biaya/Tarif 3.68 91.94 A Sangat Baik U5 Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan 3.03 75.81 C Kurang Baik U6 Kompetensi Pelaksana 3.00 75.00 C Kurang Baik U7 Perilaku Pelaksana 2.94 73.39 C Kurang Baik U8 Sarana dan Prasarana 2.84 70.97 C Kurang Baik U9 Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan 2.90 72.58 C Kurang Baik Nilai Indeks 3.06 Nilai Dasar 76.42 Mutu Pelayanan Kurang Baik
Sumber: Hasil olah data (2022)
Berdasarkan hasil penghitungan Survei Kepuasan Masyarakat di Kelurahan Dukuh, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata-rata setiap unsur pelayanan. Hasil nilai rata-rata unsur dan masing-masing unit pelayanan dapat dilihat pada tabel di atas. Nilai Rata-rata dari suatu unsur pelayanan menunjukkan penilaian masyarakat terhadap unsur pelayanan tersebut. Unsur pelayanan dengan nilai rata-rata atau nilai interval SKM 65,00 - 76,60 termasuk pada kategori Kurang Baik merupakan unsur yang perlu dipertahankan, unsur tersebut yaitu
1. Waktu Penyelesaian
2. Biaya/Tarif
3. Persyaratan
4. Prosedur dan Tata Cara
Sedangkan unsur-unsur pelayanan yang perlu ditingkatkan antara lain
1. Produk
2. Kompetensi Pelaksana
3. Perilaku Pelaksana
4. Sarana dan Prasarana
5. Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan
Berdasarkan penilaian masyarakat terhadap unsur pelayanan berupa waktu penyelesaian memiliki nilai tertinggi karena kinerja pelaksana cepat sehingga dalam penyelesaian pelayanan lebih efektif. Selain itu persyaratan dan tatacara yang diberikan oleh Kecamatan Dukuh tidak dirasa menyulitkan masyarakat. Faktanya, sudah ada birokrasi kinerja yang terstruktur dalam pemberian pelayanan masyarakat yang terintegrasi dari Masyarakat, RT, RW, dan kelurahan. Apabila terdapat keperluan pelayanan dari masyarakat, RT setempat segera menanggapi dengan memberikan rekomendasi ke RW setempat. Dari RW, masyarakat dapat melanjutkan pelayanan ke Kelurahan.
Unsur pelayanan berupa sarana dan prasarana (U8) masih dalam kategori kurang baik, masyarakat menganggap bahwa gedung atau bangunan Kelurahan masih belum memadai dalam memberikan kualitas pelayanan yang nyaman untuk masyarakat, misalnya area parkiran yang dirasa masih kurang memadai. Unsur perilaku pelaksana masih kurang baik, seperti masyarakat merasa kurang adanya interaksi secara langsung oleh Lurah sehingga masyarakat merasa kurang diayomi. Selain itu, masyarakat kurang dirasa terlibat dalam proses pemilihan lurah sehingga masyarakat tidak mengetahui pembaharuan jabatan yang terjadi. Pada unsur kompetensi pelaksana, masyarakat merasa masih kurang cakapnya pelaksana dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Perlunya briefing mengenai SOP pemberian pelayanan terhadap masyarakat, misalnya pada para pelaksana yang termasuk anggota PKL.
Unsur biaya menjadi unsur yang memiliki nilai paling tinggi dan berkategori baik karena masyarakat merasa sebagian besar pembiayaan dalam proses pelayanan di Kelurahan tidak dipungut biaya. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2016 Tentang Unit Pemberantasan Pungutan Liar. Namun, sebagian masyarakat masih sering menitipkan biaya administrasi pada tingkat RT dan RW sebagai penghubung antara masyarakat dengan kelurahan
5.5.2. Kelayakan Rencana Pemekaran Kelurahan
Syarat kelayakan rencana pemekaran kelurahan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan
Kelurahan. Di dalam Bab II Pasal 4, secara tegas menyatakan bahwa untuk Pembentukan Kelurahan sekurang-kurangnya memenuhi syarat :
a. Jumlah penduduk;
b. Luas wilayah;
c. Bagian wilayah kerja; dan
d. Sarana dan prasarana pemerintahan.
Kemudian Pasal 5 menjelaskan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 4 secara lebih rinci, yakni :
(1) Jumlah penduduk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 KK;
(2) Luas wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 3 km²;
(3) Bagian wilayah kerja adalah wilayah yang dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;
(4) Sarana dan prasarana pemerintahan memiliki kantor pemerintahan, memiliki jaringan perhubungan yang lancar, sarana komunikasi yang memadai dan fasilitas umum yang memadai.
Selain menggunakan acuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006, penilaian kelayakan sarana dan prasarana juga dapat dilakukan menggunakan acuan standar pelayanan yang bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pelayanan fasilitas sosial dan fasilitas umum terhadap kebutuhan penduduk. Analisis standar pelayanan dilakukan dengan membandingkan antara pedoman Standar Pelayanan Minimum (SPM) dengan ketersediaan pelayanan. SPM yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah SNI 03-1733-2004 mengenai Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Jika terdapat ketimpangan antara kondisi eksisting perumahan dengan standar kebutuhan penduduk, maka kondisi eksisting dapat dikatakan tidak memadai.
Tabel 5.9. Kelayakan Pemekaran Kelurahan Dukuh
*)
Tabel
Gereja 10 unit 1 unit M
Sumber: Hasil olah data (2022)
*) Keterangan :
TM : Tidak Memadai
M : Memadai
Berdasarkan tabel Kelayakan Pemekaran Kelurahan Mangunsari dan Dukuh tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara administratif Kelurahan Mangunsari dan Dukuh dinilai belum layak untuk dimekarkan karena belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan terkait luas wilayahnya yang tidak memenuhi ketentuan luas wilayah minimum apabila akan dibagi menjadi 2 (dua) wilayah. Akan tetapi, dari total 7 (tujuh) fasilitas yang diamati berdasarkan Standar Pelayanan Minimum, terdapat beberapa fasilitas yang berkategori “Tidak Memadai”, yakni 2 (dua) fasilitas di Kelurahan Dukuh dan 1 (satu) fasilitas di KelurahanMangunsari, yang artinyakedua kelurahan tersebut secara teknis dinilai masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saat ini,sehingga memangdi sisi lainsangat dimungkinkan untuk dilakukan pemekaran dengan tujuan untuk menambah jumlah unit fasilitas umum agar mampu memenuhi kebutuhan penduduknya di masa yang akan datang.
5.5.3 Penentuan Pusat Pelayanan
Pusat pelayanan merupakan titik pertumbuhan pada suatu wilayah yang dipengaruhi oleh faktor penggerak pembangunan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan wilayah. Seiring dengan pertambahan penduduk tentunya akan meningkatkan tuntutan pelayanan masyarakat yang lebih efektif dan efisien. Maka dari itu, penentuan pusat pelayanan baru di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari menjadi salah satu upaya perencanaan pemekaran wilayah agar pembangunan dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi wilayahnya. Pusat pelayanan berimplikasi pada terwujudnya keterkaitan antar wilayah, dimana setiap wilayah saling berinteraksi sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan wilayah bagi daerah-daerah belakangnya.
Penentuan pusat pelayanan di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari dilakukan dengan menggunakan metode analisis Indeks Sentralitas Marshall untuk menunjukkan kemampuan pelayanan pada tiap dusun ditinjau dari jumlah unit fasilitas pelayanannya. Pada perhitungan Indeks Sentralitas Marshal, fasilitas pelayanan yang digunakan mempertimbangkan tiga aspek, yaitu aspek pendidikan berupa fasilitas SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, aspek kesehatan berupa fasilitas posyandu, puskesmas, dan rumah sakit, serta aspek perekonomian berupa UMKM, Toko, dan Kios masyarakat. Kemudian Kelurahan Dukuh dan Mangunsari diklasifikasikan menjadi tiga wilayah, yaitu Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I merupakan wilayah dengan ketersediaan fasilitas pelayanan paling tinggi dan menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya, sementara Hirarki II merupakan wilayah pengembangan yang menjadi daerah hinterland dari wilayah Hirarki I, dan Hirarki III merupakan wilayah dengan ketersediaan fasilitas pelayanan paling rendah.
KETERANGAN
A. TK D. SMA G. PUSKESMAS t. JUMLAH TOTAL FASILITAS PER UNIT
B. SD E. PT H. RUMAH SAKIT T. NILAI SENTRALITAS GABUNGAN
C. SMP F. POSYANDU I. UMKM/TOKO/KIOS C. BOBOT FASILITAS PELAYANAN
KETERANGAN
A. TK
D. SMA G. PUSKESMAS
B. SD E. PT H. RUMAH SAKIT
C. SMP F. POSYANDU I. UMKM/TOKO/KIOS
Berdasarkan perhitungan bobot Indeks Sentralitas Marshal pada Kelurahan Dukuh menunjukkan terdapat 3 dusun yang terklasifikasi sebagai daerah Hirarki I, 3 dusun sebagai daerah Hirarki II, dan 4 dusun sebagai Hirarki III. Daerah yang dikategorikan sebagai daerah Hirarki I adalah Dusun Krajan, Kembangarum, dan Warak. Hal ini menunjukkan dusundusun tersebut memiliki fasilitas pelayanan paling lengkap di Kelurahan Dukuh. Daerah yang dikategorikan sebagai Hirarki II yaitu Dusun Ngemplak, Karangalit, dan Grogol Baru. Daerah yang dikategorikan Hirarki III yaitu Dusun Grogol, Perumda, Perum Dukuh Asri, dan Krajan Dukuh. Hal ini menunjukan ketersediaan fasilitas pelayanan di daerah tersebut tergolong rendah, artinya daya dukung infrastruktur pada daerah tersebut belum mampu memberikan daya tarik untuk pengembangan di daerah tersebut.
Tabel 5.11. Jumlah Fasilitas Pelayanan di Kelurahan Dukuh Tahun 2021 Tabel 5.12. Perhitungan Bobot Indeks Sentralitas Marshall di Kelurahan Dukuh Tahun 2021Gambar 5.5. Peta Indeks Sentralitas Kelurahan Dukuh Tahun 2021
Dusun Kembangarum memiliki bobot paling tinggi dikarenakan fasilitas yang tergolong lengkap mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Hal ini tentunya berdampak pada perkembanganwilayah pada daerah tersebut, dimana semakin banyak aktivitas yang terjadi pada suatu wilayah maka kebutuhan masyarakat juga akan semakin meningkat. Salah satunya adanya perguruan tinggi berpengaruh pada peningkatan fasilitas perekonomian seperti rumah makan, kos-kosan, tempat hiburan dan lain sebagainya. Perekonomian akan kian meningkat akan meningkatkan perkembangan wilayah dan dapat mensejahterakan masyarakat. Dusun Krajan memiliki bobot paling tinggi ketiga dengan bobot paling tinggi dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pelayanan perekonomian yang paling banyak dibandingkan dusun lainnya. Dusun Krajan berada pada lokasi yang strategis yaitu pada perbatasan antara Kelurahan Kecandran, Mangunsari, dan Sidorejo Lor. Hal ini menyebabkan Dusun Krajan banyak berkembang berbagai usaha perekonomian masyarakat, baik UMKM, kios, maupun pertokoan yang tumbuh di daerah tersebut. Dusun Krajan Dukuh dan Perum Dukuh Asri merupakan daerah yang terklasifikasi sebagai daerah Hirarki 3. Hal ini dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah perumahan dimana penggunaan lahan hanya digunakan sebagai lahan permukiman. Hal inilah yang menyebabkan tidak banyak fasilitas pelayanan yang tersedia pada daerah tersebut.
KETERANGAN
A. TK D. SMA G. PUSKESMAS t. JUMLAH TOTAL FASILITAS PER UNIT
B. SD E. PT H. RUMAH SAKIT T. NILAI SENTRALITAS GABUNGAN
C. SMP F. POSYANDU I. UMKM/TOKO/KIOS C. BOBOT FASILITAS PELAYANAN
KETERANGAN
A. TK D. SMA G. PUSKESMAS
B. SD E. PT H. RUMAH SAKIT
C. SMP F. POSYANDU I. UMKM/TOKO/KIOS
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Sentralitas Marshal pada Kelurahan Mangunsari, menunjukkan terdapat 3 dusun yang terklasifikasi sebagai daerah Hirarki I, 8 dusun sebagai
Tabel 5.13. Jumlah Fasilitas Pelayanan di Kelurahan Mangunsari Tahun 2021 Tabel 5.14. Perhitungan Bobot Indeks Sentralitas Marshall di Kelurahan Mangunsaridaerah Hirarki II, dan 5 dusun sebagai Hirarki III. Daerah yang dikategorikan sebagai daerah Hirarki I yaitu Dusun Klaseman (RW 2), Jangkungan (RW 3), dan Tegalsari (RW 8). Hal ini menandakan ketiga dusun tersebut memiliki fasilitas pelayanan paling lengkap, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi pada Kelurahan Mangunsari.Daerah Hirarki II berada di Cabean (RW 1), Pengilon (RW 3), Togaten (RW 5), Ngawen (RW 6), Banjaran (RW 7), Tegalsari (RW 8), Klaseman (RW 9), dan Cabean (RW 14).Sementara daerah yang dikategorikan sebagai daerah Hirarki III yaitu Dusun Klaseman (RW 9), Pasar Sapi (RW 10), Perumsat Togaten (RW 11), Banjaran (RW 12), dan Ngawen (RW 16). Dusun-dusun tersebut memiliki ketersediaan fasilitas pelayanan yang tergolong rendah, artinya daya dukung infrastruktur pada daerah tersebut belum mampu memberikan daya tarik untuk pengembangan di daerah tersebut. Maka dusun-dusun tersebut perlu mendapatkan prioritas pembangunan.
Secara geografis, Kelurahan Mangunsari dilewati oleh jaringan jalan arteri sehingga memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya kegiatan-kegiatan perekonomian yang ditandai oleh banyaknya UMKM, toko, dan kios di wilayah tersebut. Dusun Jangkungan (RW 4) memiliki bobot indeks sentralitas paling tinggi sebesar 150,34. Ketersediaan fasilitas pendidikan di Dusun Jangkungan sangat lengkap, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Adanya perguruan tinggi yang menerima mahasiswa dari berbagai daerah juga berpengaruh pada peningkatan fasilitas perekonomian seperti rumah makan, kos-kosan, tempat hiburan dan lain sebagainya. Salah satu pengaruh yang membuat bobot tersebut tinggi adalah keberadaan rumah sakit. Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan tertinggi pada bidang kesehatan karena dapat melayani segala jenis penyakit pasien dan sasaran pelayanan tidak terbatas, sedangkan puskesmas terbatas pada wilayah kerja saja. Dusun Ngawen (RW 15) juga memiliki fasilitas yang sama dengan Dusun Jangkungan (RW 4), namun kurang unggul
Gambar 5.6. Peta Indeks Sentralitas di Kelurahan Mangunsaripada fasilitas pendidikan sehingga nilai bobotnya dibawah satu tingkat dari Dusun Jangkungan. Pada Dusun Ngawen (RW 15) memiliki karakteristik wilayah berupa pedesaan, sehingga sebagian besar penggunaan lahannya berupa lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman. Secara geografis Dusun Ngawen terletak di ujung utara Kelurahan Mangunsari, hal ini menyebabkan tidak ada fasilitas pelayanan yang ada di daerah tersebut karena aksesibilitas yang cukup sulit. Dusun Pasar Sapi (RW 10) dan Klaseman (RW 12) merupakan daerah perumahan sehingga tidak banyak fasilitas pelayanan yang tersedia karena penggunaan lahannya hanya difokuskan sebagai lahan permukiman saja.
BAB IV
OUTPUT PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
6.1.Penentuan Pusat Pelayanan Baru di Kelurahan Dukuh
Rencana struktur ruang dengan penentuan pusat pelayanan bertujuan untuk pemerataan pembangunan fasilitas pelayanan di Kelurahan Dukuh dan Mangunsari. Selain itu, rencana ini juga berguna untuk menghindari terjadinya pemusatan kegiatan yang berlebihan sehingga pelayanan pemerintah dapat berjalan secara efisien dan optimal. Pemerintah Kota Salatiga telah merencanakan adanya pemekaran di Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Mangunsari. Kelurahan Dukuh akan dimekarkan menjadi dua wilayah, yaitu Kelurahan Dukuh Asri dan Kelurahan Dukuh Krajan. Sementara Kelurahan Mangunsari akan dimekarkan menjadi Kelurahan Mangunsari Lor dan Kelurahan Mangunsari Kidul. Gambar 6.1. Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Dukuh merupakan hasil digitasi manual berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak Kecamatan Sidomukti dan Kelurahan Dukuh.
Gambar 6.1. Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Dukuh Berdasarkan analisis Indeks Sentralitas Marshall dan analisis spasial yang telah dilakukan, terdapat dua rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan pusat pemerintahan baru di Kelurahan Dukuh Krajan, yaitu Dusun Krajan dan Dusun Ngemplak. Dusun Krajan memiliki keunggulan pada kelengkapan fasilitas pelayanan yang paling baik dibandingkan dusun lainnya. Ketersediaan fasilitas pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA dinilai cukup lengkap sehingga dapat memudahkan masyarakat sekitar untuk mengakses pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu, Dusun Krajan juga sangat strategis karena berada pada perbatasan antara Kelurahan Kecandran dan Mangunsari. Hal ini menyebabkan Dusun Krajan banyak berkembang berbagai usaha perekonomian masyarakat, baik UMKM, kios,
maupun pertokoan yang tumbuh di daerah tersebut. Dengan demikian, Dusun Krajan berpotensi dijadikan sebagai pusat pemerintahan baru untuk rencana pemekaran pada Kelurahan Dukuh Krajan.
Dusun Ngemplak merupakan lokasi lain yang dapat dipertimbangkan sebagai pusat pelayanan pemerintah di Kelurahan Dukuh Krajan. Dusun Ngemplak termasuk daerah Hirarki II, dimana daerah tersebut menjadi daerah hinterland yang membantu menyokong aktivitas pelayanan pada daerah Hirarki I. Salah satunya pada fasilitas perekonomian berupa UMKM, toko, dan kios masyarakat yang dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara geografis, Dusun Ngemplak memiliki letak yang sangat strategis yaitu berada ditengah-tengah Kelurahan Dukuh Krajan. Hal ini akan memudahkan aksesibilitas masyarakat untuk menjangkau pusat pelayanan pemerintah baru di Kelurahan Dukuh Krajan. Pemilihan lokasi di Dusun Ngemplak ini bertujuan untuk mengurangi tingginya konsentrasi fasilitas pelayanan pada Dusun Krajan sehingga pembangunan menjadi lebih merata dan tidak terkonsentrasi pada bagian utara saja. Diharapkan pemilihan lokasi pusat pemerintahan pada Dusun Ngemplak ini dapat meningkatkan pelayanan pada daerah-daerah yang tingkat pelayanannya masih rendah, seperti pada Dusun Grogol yang tergolong daerah pelayanan Hirarki III.
Sementara pada Kelurahan Dukuh Asri, pusat pemerintahan tetap berada pada daerah lamanya yaitu Dusun Karangalit. Meskipun Dusun Warak memiliki tingkat pelayanan lebih tinggi dibandingkan Dusun Karangalit, namun jika ditinjau dari fisik wilayahnya Dusun Warak tergolong sebagai wilayah dengan topografi yang lebih tinggi dibandingkan dusun lainnya. Hal ini tentunya akan menyulitkan aksesibilitas masyarakat untuk mengakses pelayanan pemerintah. Sementara pada Dusun Karangalit memiliki keunggulan pada lokasi yang cukup strategis berada di tengah dan memiliki topografi datar. Tentunya hal ini menjadi poin positif bagi Dusun Karangalit untuk dijadikan sebagai pusat pelayanan bagi dusun-dusun sekitarnya karena masyarakat mudah menjangkau pusat pelayanan pemerintah. Namun rekomendasi penentuan pusat pelayanan baru ini perlu dikaji lebih lanjut baik dari segi fisik wilayah, lingkungan, serta sosial budaya masyarakat agar pusat pelayanan pemerintah baru dapat berjalan secara efektif dan efisien.
6.2.Penentuan Pusat Pelayanan Baru pada Kelurahan Mangunsari
Pemerintah Salatiga masih melakukan kajian dalam penentuan batas kelurahan baru dari pemekaran Kelurahan Mangunsari karena terdapat titik-titik lokasi perbatasan tertentu yang belum disepakati oleh masyarakat setempat. Gambar 6.2 Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Mangunsari merupakan hasil analisis secara spasial dalam penentuan batas Kelurahan Mangunsari Lor dan Mangunsari Kidul. Pembagian batas wilayah di Kelurahan Mangunsari ditentukan dengan mempertimbangkan keberadaan dusun/RW dan keberadaan jalan. Kedua wilayah tersebut dipisahkan oleh Jl. Eyang Tariyah dan Jl. Raya Salatiga Kopeng. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik dalam penentuan batas dan mempermudah dalam pengukuran batas wilayah.
Berdasarkan perhitungan Indeks Sentralitas Marshall dan analisis spasial, Dusun Jangkungan memiliki keunggulan pada kelengkapan fasilitas pelayanan yang paling baik dibandingkan dusun lainnya dengan bobot 150,34. Ketersediaan fasilitas pendidikan di Dusun Jangkungan sangat lengkap, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Salah satu pengaruh yang membuat bobot tersebut tinggi adalah keberadaan rumah sakit. Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan tertinggi pada bidang kesehatan karena dapat melayani segala jenis
penyakit pasien dan sasaran pelayanan tidak terbatas, sedangkan puskesmas terbatas pada wilayah kerja saja. Banyaknya aktivitas yang terjadi pada daerah tersebut memacu pembangunan yang lebih maju. Dengan demikian, Dusun Jangkungan (RW 4) berpotensi dijadikan sebagai pusat pemerintahan baru untuk rencana pemekaran kelurahan. Dusun tersebut dapat menjadi pusat pelayanan bagi Kelurahan Mangunsari Lor karena berada pada bagian utara Kelurahan Mangunsari. Namun keberadaan Dusun Jangkungan yang dekat dengan pusat Kota Salatiga akan berdampak pada terpusatnya fasilitas pelayanan hanya pada sekitar daerah itu saja. Maka hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi pusat pelayanan pemerintah baru di Kelurahan Mangunsari Lor.
Gambar 6.2. Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Mangunsari
Dusun Klaseman (RW 2) menjadi rekomendasi lokasi lain yang dapat dipertimbangkan sebagai pusat pemerintahan di Kelurahan Mangunsari Lor. Berdasarkan perhitungan indeks sentralitas marshall, Dusun Klaseman memiliki keunggulan pada fasilitas pendidikan karena adanya perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang menerima mahasiswa dari berbagai daerah berpengaruh pada peningkatan fasilitas perekonomian seperti rumah makan, kos-kosan, tempat hiburan dan lain sebagainya. Pemilihan lokasi di Dusun Klaseman (RW 2) ini bertujuan untuk mengurangi tingginya konsentrasi fasilitas pelayanan pada Dusun Jangkungan (RW 4) sehingga pembangunan menjadi lebih merata dan tidak terkonsentrasi pada bagian utara saja. Diharapkan pemilihan lokasi pusat pemerintahan pada Dusun Klaseman (RW 2) ini dapat meningkatkan pelayanan pada daerahdaerah yang tingkat pelayanannya masih rendah, seperti pada Dusun Ngawen (RW 16) yang tergolong daerah pelayanan Hirarki III.
Dusun Ngawen (RW 15) juga memiliki bobot indeks sentralitas yang cukup tinggi yaitu sebesar 103,62. Hal ini dikarenakan Dusun Ngawen menjadi pusat pemerintahan Kelurahan
Mangunsari pada saat ini sehingga hal ini mempengaruhi ketersediaan pelayanan yang cukup lengkap dibandingkan dusun-dusun lainnya. Pada dusun tersebut terdapat salah satu perguruan tinggi bernama STT GJKI yang berkontribusi dengan bobot paling besar di daerah tersebut. Dengan demikian, Dusun Ngawen (RW 15) berpotensi dijadikan sebagai pusat pemerintahan baru untuk rencana pemekaran kelurahan. Dusun tersebut dapat menjadi pusat pelayanan bagi Kelurahan Mangunsari Kidul karena berada pada bagian selatan Kelurahan Mangunsari. Namun rekomendasi penentuan pusat pelayanan baru ini perlu dikaji lebih lanjut baik dari segi fisik wilayah, lingkungan, serta sosial budaya masyarakat agar pusat pelayanan pemerintah baru dapat berjalan secara efektif dan efisien.
6.3. Optimalisasi Pelayanan Publik dengan Digitalisasi Pelayanan
Pemekaran kelurahan yangbaru diharapkan dapat mampu berkembang secaramandiri serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap daerah. Oleh karena itu, dalam rangka mengoptimalkan potensi wilayah kelurahan, kajian pemekaran wilayah perlu dilengkapi pula dengan analisis kondisi perekonomian maupun karakter sosial budaya masyarakat sebagai dasar bagi pemerintahan yang baru untuk dapat memahami dan mengoptimalkan penyusunan program pemberdayaan bagi masyarakat setempat. Adapun, dari segi optimalisasi pelayanan publik pemerintah dapat memanfaatkan teknologi untuk mempersingkat waktu antrian dan pengurusan dokumen-dokumen administratif sehingga masyarakat dapat mengakses pelayanan publik dengan nyaman. Misalnya dengan menggunakan google form yang terintegrasi dengan website resmi kelurahan yang dapat dilakukan dengan berkolaborasi bersama Dinas Informasi dan Komunikasi Daerah. Hal ini juga memudahkan masyarakat dalam melakukan pengurusan dokumen administratif di kelurahan baru dan mendukung terwujudnya pelayanan publik yang efektif dan efisien, serta memudahkan dalam melakukan rekapitulasi dokumen penting yang dimiliki oleh pemerintah.
6.4 Optimalisasi Peran Stakeholder dalam Kebijakan Publik
Salah satu kendala yang dialami oleh pemekaran kelurahan yakni mengenai tidak terpenuhinya luas wilayah kelurahan minimal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada beberapa kasus pemekaran kelurahan yang mengalami masalah serupa, seperti pemekaran Kelurahan Semanggi di Kota Surakarta maupun Kelurahan Kutowinangun di Salatiga yang menjadi praktik penting dalam memahami dinamika peran antar aktor dalam memperjuangkan pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini memerlukan partisipasi berbagai aktor yang merumuskan kebijakan untuk melakukan negosiasi dan agregasi kepentingan dalam rangka memperkuat bargaining position yang mendukung urgensi pemekaran kelurahan kepada Kementerian Dalam Negeri.
Di tingkat pemerintah kota, misalnya dengan melakukan pendekatan kepada Kemendagri dengan menyampaikan urgensi pemekaran kelurahan melalui sudut pandang lain dengan alasan yang logis dan mendasar tentang kepadatan penduduk yang menghambat pencapaian efektivitas target pembangunan. Hal tersebut dapat didukung oleh bagian Tata Pemerintahan dengan melakukan koordinasi dan mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan pemekaran. Sedangkan, di tingkat kecamatan dan kelurahan dipimpin oleh Camat dan Lurah yang berperan penting untuk melakukan konsolidasi berbagai stakeholder di tingkat bawah untuk memperbesar kekuatan politik. Lurah juga memiliki peran yang strategis sebagai penghubung aspirasi masyarakat sekaligus mendukung dalam proses melengkapi syarat pemekaran. Komunikasi yang intens dengan berbagai stakeholder di tingkat kelurahan akan mampu membangun sinergi serta
kesadaran masyarakat bahwa pemekaran bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dan meningkatkan pelayanan publik. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai argumen yang penting kepada Kemendagri bahwa rencana pemekaran kelurahan tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Araminta, S. J., Marom, A., & Nurcahyanto, H. (2021). Analisis Agenda Setting Proses Pemekaran Wilayah Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Journal of Public Policy and Management Review, 10(3), 12-30.
Badan Pusat Statistik Kota Salatiga. (2021). Kecamatan Sidomukti dalam Angka Tahun 2021. Diakses 25 Maret 2022, dari https://salatigakota.bps.go.id/publication/2021/09/24/2775d79d3312febedee0ab88/keca matan-sidomukti-dalam-angka-2021.html.
Boyce, C., & Neale, P. (2006). Conducting Indepth Interview : A Guide for Designing and Conducting Indpeth Interview for Evaluation Input. Pathfinder International.
Calzada, I. (2020). Democratising smart cities? Penta-helix multistakeholder social innovation framework. Smart Cities, 3(4), 1145-1172.
Fadhallah, R. A., & Psi, S. (2021). Wawancara. UNJ PRESS.
Garung, C. Y., & Ga, L. L. (2020). Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Terhadap Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) Dalam Pencapaian Good Governance Pada Desa Manulea, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka. Jurnal Akuntansi: Transparansi Dan Akuntabilitas, 8(1), 19-27.
Hakim, A. (2016). Dinamika Pelaksanaan Good Governance Di Indonesia (dalam Perspektif Yuridis Dan Implementasi). Civil Service Journal, 10.
Hendra, Mohamad. (2010). Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan di Kecamatan Medan Polonia. Tesis Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Iskandar, D. J. (2017). Pentingnya Partisipasi dan Peranan Kelembagaan Politik dalam Proses Pembuatan Kebijakan Publik. dalam Jurnal Ilmu Administrasi, 14(1), 17-35.
Iqbal, M. (2007). Analisis peran pemangku kepentingan dan implementasinya dalam pembangunan pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), 89-99.
Juliani, Henny. (2010). Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Untuk Mewujudkan Good Governance. Jurnal MMH, Jilid 39 No 4 Desember 2010.
Kumalasari, D., & Riharjo, I. B. (2016). Transparansi dan akuntabilitas pemerintah desa dalam pengelolaan alokasi dana desa. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi (JIRA), 5(11).
Kusmawardani, Y. S. (2015). Pelaksanaan Kebijakan Pemekaran Kelurahan Akcaya Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang. Governance. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(3).
Lamangida, Tri susanti. (2018). Studi Implementasi Good Governance Pemerintahan Daerah Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Ilmu Administrasi Publik. Vol. 6. (2)
Lestaluhu, S. (2015). Peran Media Cetak Dalam Mengawal Kebijakan Publik Di Kota Ambon. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 19(1).
Mubarak, Z. (2010). Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau dari Proses Pengembangan Kapasitas pada Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).
Munaf, Y., Febrian, R. A., & Setiawan, R. (2018). Penerapan Good Governance di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru (Studi Kasus Pada Pelayanan Pertanahan). WEDANA: Jurnal Kajian Pemerintahan, Politik dan Birokrasi, 4(2), 559-567.
Muqoyyidin, A. W. (2016). Pemekaran wilayah dan otonomi daerah pasca reformasi di Indonesia: Konsep, Fakta Empiris dan rekomendasi ke Depan. Jurnal Konstitusi, 10(2), 287-310.
Nasdian, F. T. (2014). Pengembangan masyarakat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Parida, Merri dan Wardany Williams Kurnia. (2014). Sistem Informasi Pengolahan Data Produksi Berbasis Web Pada CV. Semangat Jaya Lampung. Jurnal Informasi Dan Komputer, 1(1): 1–10.
Papilaya, J. (2020). Kebijakan Publik Dalam Pengentasan Kemiskinan (Suatu Kajian Peranan Pemerintah Dalam Pengentasan Kemiskinan). Jurnal bimbingan dan konseling terapan, 4(1), 7791.
Pujihastuti, I. (2010). Prinsip penulisan kuesioner penelitian. CEFARS: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, 2(1), 43-56.
Rizal, F. (2011). Studi Kelayakan Teknis Garut Selatan Sebagai Kabupaten Baru Dengan Bantuan Aplikasi Perangkat Lunak. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, hal. 2
Rondinelli, Dennis, A. 1985. Applied Methods of Regional Analisis. Colorado: Westview Press.
Safrijal. (2016). Penerapan Prinsip Good Governance Oleh Aparatur Pelayanan Publik Di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Unsyiah. Vol. 1 (1).
Safitri, T. A., & Fathah, R. N. (2018). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Mewujudkan Good Governance. Jurnal Litbang Sukowati: Media Penelitian Dan Pengembangan, 2(1), 89-105.
Sekaran, Uma. (1992). Research Methods for Business. Third Edition. Southern Illinois University.
Setiawan, Ade. (2018). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Mewujudkan Good Governance.Jurnal Among Makarti. Vol. 11(22).
Singarimbun, I. (2012). Teknik Wawancara dalam Effendi, S., dan Tukiran (ed.). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Singarimbun, M., Handayani, T. (2011) Pembuatan Kuesioner, dalam Singarimbun, M., Effendi, S. (ed.), Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Sjögren Forss, K., Kottorp, A., & Rämgård, M. (2021). Collaborating in a penta-helix structure within a community based participatory research programme:‘Wrestling with hierarchies and getting caught in isolated downpipes’. Archives of Public Health, 79(1), 1-13.
Sriastuti, P., & Muta’ali, L. (2016). Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Sarana dan Prasarana Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung. Jurnal Bumi Indonesia, 5(2). Sudiana, K., Sule, E. T., Soemaryani, I., & Yunizar, Y. (2020). The development and validation of the penta helix construct. Business: Theory and Practice, 21(1), 136-145.
Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suharto, D. G., & Tiemority, D. R. (2021). Aspek Administrasi dan Politik dalam Kebijakan Pemekaran Kelurahan di Kota Surakarta. Publikauma: Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area, 9(1), 47-56.
Suyanto, Sutinah. (2005). Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka. Tresiana, N. (2015). Rasionalitas Kebijakan Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar Lampung. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 7(2), 161-172.
Wardani, S. K. (2013). Sistem Informasi Pengolahan Data Nilai Siswa Berbasis Web Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Pacitan. IJNS - Indonesian Journal on Networking and Security, 2(2): 30–37.
Zubaedi. (2013). Pengembangan Masyarakat Wacana dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prianto, A. L. (2011). Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal. Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(1).
Peraturan dan Perundang-undangan
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Salatiga Tahun 2010-2030
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan Dan
Penggabungan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Kelurahan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa
SNI 03-1733-2004 mengenai Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah