Sample Sebelum Firman Menjadi Manusia

Page 1

S

ambutlah keagungan Kristus dan kembali rayakan kelahiran-Nya dengan rasa takjub dan sukacita. Bill Crowder mengajak Anda menjelajahi kisah-kisah yang di balik Adven pertama, sekaligus menyelami isi hati Allah, supaya Anda makin memahami arti dari pernyataan ini: “Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia” (1 Yohanes 4:14). Lewat lembaran-lembaran Kitab Suci, perkaya pengenalan Anda tentang Yesus, dengan menyelidiki karakter ilahi-Nya, relasi-Nya dengan Bapa, kemunculan-Nya sepanjang Perjanjian Lama, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Temukan bagaimana kebenarankebenaran sebelum peristiwa Betlehem tersebut berpuncak pada kelahiran Sang Juruselamat dan momen-momen lain pada Natal pertama tersebut. Yang terpenting, lihatlah bagaimana semua itu berpadu dalam rancangan agung Allah bagi penebusan dan penyelamatan kita.

RH254

ISBN 978-623-92111-2-7

dhdindonesia.com

F Crowder

BILL CROWDER bergabung dengan Our Daily Bread Ministries setelah melayani sebagai gembala gereja selama lebih dari 20 tahun. Sekarang Bill adalah wakil presiden Our Daily Bread Ministries dalam bidang pengajaran. Selain membawakan program radio Discover the Word dan menulis renungan untuk Our Daily Bread,, sebagian besar waktunya digunakan untuk mengajar dalam Bread Bible Conference di berbagai negara.

SEBELUM FIRMAN MENJADI MANUSIA

Sambutlah Keagungan Kristus

SEBELUM

FIRMAN MANUSIA MENJADI

K i s a h Ye s u s DA R I P E R M U L A A N Z A M A N H I N G G A PA L U N G A N H I N A

Bill Crowder



SEBELUM

FIRMAN MANUSIA MENJADI

K i s a h Ye s u s DA R I P E R M U L A A N Z A M A N H I N G G A PA L U N G A N H I N A

Bill Crowder


Sebelum Firman Menjadi Manusia:

Kisah Yesus dari Permulaan Zaman hingga Palungan Hina © 2019 oleh William Crowder

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Judul asli:

Before Christmas: The Story of Jesus

from the Beginning of Time to the Manger Penerjemah: Philip Manurung Editor: Rosi L. Simamora

Penyelaras Bahasa: Dwiyanto Fadjaray Perancang Buku: Beth Shagene Penata Letak: Mary Chang

Desain Sampul: Michelle Lenger

Foto sampul: © Igor Aleks, Shutterstock Kutipan ayat diambil dari Teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia © LAI 1974 dan Alkitab Kabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari © LAI 1985 Lirik lagu diambil dari:

Kidung Jemaat © Yamuger 2008

Kidung Puji-Pujian Kristen © Literatur SAAT 1996 ISBN: 978-623-92111-2-7

Edisi Bahasa Indonesia diterbitkan dan didistribusikan oleh PT Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com Dicetak di Indonesia

Cetakan pertama: September 2021


Daftar Isi Ucapan Terima Kasih

9

Pengantar: Kisah di Balik Natal

11

1. Karakter-Nya sebagai Allah

15

2. Relasi-Nya dengan Bapa

43

3. Persiapan-Nya Menghadapi Salib

67

4. Peran-Nya sebagai Pencipta

87

5. Penampakan-Nya dalam Perjanjian Lama

109

6. Kedatangan-Nya yang Diumumkan

131

Kesimpulan: Kisah Natal

155

Catatan Akhir

159


PENGANTAR

Kisah di Balik Natal Sejak menikah, istri saya, Marlene, berharap saya akan menjadi suami yang terampil. Untuk itu, kami menghabiskan banyak waktu menonton tayangan seperti This Old House, Property Brothers, Fixer Upper, dan lain-lain. Hasilnya, saya bisa belajar sedikit tentang bagaimana merenovasi dan meningkatkan kualitas rumah. Namun, inilah pelajaran menarik yang saya dapatkan: Anda harus memahami kondisi sebelumnya rumah itu, sebelum dapat menghargai hasil sesudahnya. Hal ini berlaku dalam banyak kisah hidup yang kita temui: sebelum menjadi bintang layar kaca, seorang aktor terkenal dulunya adalah tukang pasang atap. Seorang atlet berhasil melewati masa-masa gelap di perkotaan dan menjadi bintang olahraga dermawan. Penyiar berita berjuang mengatasi disleksia dan menjadi jurnalis tepercaya. Ada banyak kisah seperti 11


12

SEBELUM FIRMA N MENJA DI MA NUSIA

itu, dan konteks cerita di baliknya justru menjadi kunci kita menghargai kekuatan kisah mereka. Dalam banyak hal, realitas tersebut juga berlaku untuk kisah Natal. Bertahun-tahun lamanya, setiap kali memasuki kisah Natal, saya merasa kita selalu terlambat. Kita merenungkan kedatangan Yesus, tetapi lupa Dia harus meninggalkan kediaman-Nya yang sebelumnya, agar bisa tiba di tempat kita berada. Kita sangat gembira menyaksikan Bayi di dalam palungan sehingga tidak berhenti sejenak untuk mengingat, siapa sesungguhnya Bayi itu. Kita lupa Anak yang Kekal meninggalkan kediaman Bapa-Nya, yang telah Dia kenal dan nikmati sejak sebelum permulaan zaman, untuk menjadi Bayi di palungan. Kenyataan ini seharusnya membuat kita kagum! Seharusnya kita merenungkan kemuliaan yang Dia tinggalkan dan kegelapan yang Dia masuki. Pikirkan relasi sempurna yang Dia tinggalkan, demi memasuki kebobrokan alam ciptaan akibat pemberontakan kita. Pikirkan segala hak istimewa dan kedudukan yang Dia tinggalkan, agar dapat datang untuk melayani— padahal Dialah yang layak dilayani. Inilah kisah yang melatari peristiwa Natal, dan saya mengundang Anda untuk menyusuri kisah tersebut


Pengantar: Kisah di Balik Natal 13 13

dalam buku ini. Meski Alkitab tidak memberi kita banyak wawasan mengenai kisah yang ada di balik Natal, Alkitab juga tidak sepenuhnya bungkam. Kita punya cukup banyak informasi sehingga dapat mengagumi pengorbanan Kristus ketika Dia datang ke muka bumi dan menjadi Anak Domba yang menyelamatkan kita dari maut. Itulah sebabnya kisah yang melatari Natal sangat penting. Dengan menyingkapkan identitas Yesus yang sejati, hal itu akan menambahkan nilai kekal kepada peristiwa kedatangan Kristus. Perjalanan ini layak ditempuh, karena bukan sekadar pengalaman belajar untuk mengisi bagian kosong dari pemahaman teologis kita, melainkan perjalanan menuju hati Bapa dan Anak yang dikasihiNya. Ini perjalanan untuk memahami apa artinya “Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia” (1 Yohanes 4:14). Bergabunglah dengan saya dalam perjalanan ini.


1

Karakter-Nya sebagai Allah Dari sejak kekekalan—lama sebelum kelahiran-Nya—Yesus setara dengan Bapa. Dalam segala hal, Yesus dulu dan sekarang adalah Allah.

Emily Elizabeth Steele Elliott adalah putri rohaniwan gereja Anglikan yang hidup di Inggris pada zaman Victoria tahun 1800-an. Ia sering terlibat dalam pelayanan penjangkauan, dan melayani program Sekolah Minggu yang menjangkau anak-anak berisiko di daerah kumuh London. Pada suatu tahun ketika Natal mulai mendekat, Emily ingin menyampaikan kabar kelahiran Yesus 15


16

SEBELUM FIRMA N MENJA DI MA NUSIA

dengan cara yang dapat menolong anak-anak yang tidak mengenal gereja tersebut untuk memahami siapa Yesus dan mengapa Dia datang. Sebagai keponakan Charlotte Elliott, pengarang himne Just as I Am (Meski Tak Layak Diriku), jadi tidaklah mengejutkan bila nalurinya adalah menulis lagu. Ia paham, ada kisah yang melatari Natal. Karenanya, ia menolak dorongan untuk membuka lirik lagunya dengan “Bayi di dalam palungan”. Sebaliknya, ia menarik narasi jauh ke belakang dengan menulis: Takhta mulia di tempat baka, Kau tinggalkan, ya Tuhanku. Tapi tiadalah tempat yang lega menjelang kelahiran-Mu. (Kidung Jemaat, No. 108)

Lirik tersebut mungkin kaku dan ketinggalan zaman, tetapi menarik untuk diingat, bahwa awalnya lirik itu dikarang untuk anak-anak. Yang mengagumkan, lagu itu bukan hanya nyanyian Sekolah Minggu biasa, tetapi juga memperkenalkan gagasan yang luar biasa: bahwa kisah Natal tidak dimulai di Nazaret atau Betlehem. Kisah yang melatari Natal bermula dalam kekekalan hadirat Allah Bapa.


Karakter-Nya sebagai Allah 17

Kata kunci dalam lirik pembukanya adalah tinggalkan. Kata itu menunjukkan kepada kita apa yang ditinggalkan Kristus ketika datang ke dunia ini. Semenjak kekekalan, Dia adalah Raja; itulah status dan kedudukan-Nya. Hal itu mengungkapkan kepada kita, siapa Dia dan bagaimana Dia dihormati. Kenyataan ini memungkinkan kita memahami sedikit kisah latar belakang Yesus. Kisah itu bukan hanya menyingkapkan kepada kita di mana Yesus dulu berada, tetapi juga siapa Dia sesungguhnya. Yesus adalah Allah. Mengapa ini penting? A. W. Tozer menulis: Apa yang terlintas di kepala kita ketika memikirkan Allah, itulah hal terpenting mengenai kita. Sejarah manusia menunjukkan tak ada seorang pun yang melampaui agama, dan sejarah spiritual manusia menunjukkan tak ada satu agama pun yang lebih besar daripada gagasannya tentang Allah. Murni atau tidaknya sebuah ibadah tergantung pada pemikiran tentang Allah. Karena itu, pertanyaan paling sulit bagi gereja selalu tentang Allah itu sendiri. Dan, kenyataan paling menakjubkan bagi setiap manusia bukanlah


18

SEBELUM FIRMA N MENJA DI MA NUSIA

apa yang dikatakan atau dilakukannya, melainkan apa yang ia pikirkan mengenai Allah di dalam hatinya.1

Perspektif itu juga berlaku bagi pemahaman kita tentang Kristus pada Hari Natal. Satu-satunya cara paling tepat untuk memahami Kristus, adalah dengan melihat Dia lebih daripada sekadar Bayi dalam palungan. Dia adalah Pribadi kekal yang berinkarnasi sebagai manusia. Lantas, siapakah Dia dulu sebelum datang ke dunia? Untuk mengetahuinya, mari kita lihat penjelasan Paulus yang unik tentang inkarnasi dalam Filipi 2. Perkataan Paulus tersebut menjelaskan nilai-nilai yang tecermin dalam himne Emily Elliott. Emily menceritakan tentang takhta di surga, sementara Paulus memulai dari masa kekekalan di hadirat Allah Bapa. Ia memberi kita empat ciri Yesus sebagai Allah: 1. Allah yang Melayani: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5) 2. Allah yang Meninggalkan—dan Datang: “. . . yang walaupun dalam rupa Allah . . .” (Filipi 2:6a)


Karakter-Nya sebagai Allah 19

3. Allah yang Berkorban: “. . . tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan . . .” (Filipi 2:6b) 4. Allah yang Mengosongkan Diri-Nya: “. . . melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:7).

Allah yang Melayani (Filipi 2:5) Ketika masa mengajar saya di sekolah Alkitab hampir berakhir, saya mulai melayani sebuah jemaat kecil sebagai gembala. Agar terakreditasi, saya mendaftar untuk ditahbiskan. Proses itu sukar, ada persiapan dan ujian untuk menentukan apakah teologi saya benar. Ujian penahbisannya berupa tiga jam wawancara oleh sejumlah guru besar teologi. Sehari sebelum ujian, saya diarahkan untuk mempelajari doktrin tertentu. Saya diminta mempelajari “Teori Kenosis” (terdapat dalam Filipi 2), karena salah satu panelis selalu menanyakannya. Peringatan itu mendorong saya mempelajari salah satu kebenaran paling penting dan menantang dalam Alkitab. Itu juga salah satu contoh kontras yang kita


20

SEBELUM FIRMA N MENJA DI MA NUSIA

temukan dalam Alkitab. Filipi 2:5-11, yang secara teologis sangat menantang dan rumit, diyakini diambil dari sebuah himne kuno! Sungguh kontras—teologi yang padat makna dikawinkan dengan lagu pujian sederhana. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Teori Kenosis mencerminkan pernyataan Paulus bahwa Kristus “mengosongkan diri-Nya” (ay.7). Kita


Karakter-Nya sebagai Allah 21

akan mencermati teori ini dengan lebih saksama, tetapi pertama-tama, mari kita lihat konteksnya. Sebagai anak-anak Allah, kita diminta memperlihatkan “pikiran” yang ada pada Yesus sendiri (ay.5). Apa pikiran itu? Yang dimaksud bukan ketajaman pikiran atau kapasitas intelektual. Kata pikiran dapat diterjemahkan sebagai “sikap”, “perspektif ”, atau “karakter”. Mungkin, cara terbaik untuk menafsirkannya adalah “pola pikir”. Ini berbicara tentang cara hidup yang merasuk kepada semua yang kita katakan dan lakukan. Jadi, apa yang dimaksud dengan pola pikir Kristus? Yaitu hati hamba yang lahir dari jiwa yang rela berkorban. Perhatikan perkataan Juruselamat sendiri: • “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45). • “Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13:15). Yesus mengatakan ini setelah membasuh kaki murid-murid-Nya. Dia mengambil peran sebagai hamba paling hina di rumah itu.


22

SEBELUM FIRMA N MENJA DI MA NUSIA

• “Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yohanes 10:18).

Jika hendak mengembangkan hati seorang hamba, kita harus mengikuti teladan-Nya. Kita tidak boleh mengikuti pola pikir, sikap, maupun karakter kita, melainkan meneladani “pikiran Kristus”. Karena itu, Paulus membuka penjelasannya tentang kenosis dan kisah di balik Natal yang digambarkannya, dengan berkata, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5). Bagaimana itu dapat terjadi? Bagaimana Kristus dapat menunjukkan hati hamba dan kerelaan untuk berkorban? Dia melakukannya dengan meninggalkan kediaman-Nya di surga untuk datang ke tempat kita berada. Dia mengesampingkan hak-hak ilahiNya ketika meninggalkan hadirat Bapa-Nya untuk mendatangi kita sebagai Allah yang melayani.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.