Juni-DESEMBER 2013
Perempuan PERLU TANGGUH
Perempuan perlu tangguh Perjalanan sudah mencapai 18 bulan. Banyak capaian yang telah diraih olehProgram Membangun & Memperkuat Ketangguhan terhadap Bencana di Indonesia Timur, seperti implementasi Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Bencana yang telah disahkan, advokasi rencana aksi masyarakat di Kota Bima, Lombok Utara dan Lombok Timur ke dalam musrenbang (musyawarah rencana pembangunan), terujinya tim siaga bencana Lombok Utara dalam tanggap darurat gempa bumi 2013 hingga 39 persen perempuan yang menjadi anggota tim siaga di tingkat desa yang melebihi target awal sebesar 30 persen dan draf peraturan kepala pengarusutamaan gender dalam pengurangan risiko bencana (PRB) telah dikonsultasikan publik untuk finalisasi. Program yang didukung oleh Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR) dan Uni Eropa melalui Program Kesiapsiagaan ini menyasar 1.982.436 orang di 4 provinsi, 6 kabupaten dan 26 desa, program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat sekaligus penguatan kepemimpinan perempuan di setiap level intervensi. Semoga semua capaianturut mewarnai upaya-upaya PRB di ranah Indonesia. (**)
2 3
Wina: Bangga Bisa Membantu
5
Pemerintah Kota Bima Dukung Rencana Aksi Masyarakat
6
Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana Sekolah Kabupaten Lombok Timur Berlatih Bersama untuk Tanggap Darurat
7 9
Wujudkan Ketangguhan Bangsa
Peran Perempuan di Desa dalam Tanggap Darurat
PRB dari 11 Penggiat Timur Indonesia Kentungan: Alat Sistem 15 Peringatan Dini
16 17
1200 Pohon untuk Entrop
19
Membuka Ruang untuk RAM
21
Capaian Program
17 23
Semangat Perempuan Desa Kolaka dalam Kurangi Abrasi
Gempa: Kenali Ancamannya, Kurangi Risikonya
Foto sampul oleh: Rodrigo Ordonez untuk Oxfam
BERMITRA DENGAN:
01 | TANGGUH
Fakta
Produk cetak ini menggunakan kertas daur ulang
FOKUS Wina:
BANGGA BISA MEMBANTU Oleh: Ihwana Mustafa/Manajer Program Oxfam di Makassar Wina Widiasari, seorang gadis berumur 25 tahun adalah salah satu warga Desa Tegal Maja, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Wina – begitu panggilannya – seorang perempuan yang beruntung karena berhasil mengenyam pendidikan hingga ke tingkat universitas sementara yang lain kebanyakan tidak. Bagaimana pun juga, dia adalah seorang gadis pemalu dan tidak pernah terlibat dalam kegiatan sosial lainnya setelah menyelesaikan kuliahnya dua tahun yang lalu. Sehari-hari, Wina mengajar sebagai guru matematika paruh waktu.
desanya untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang longsor yang mengancam. Wina berbagi pengetahuan tentang kesiapsiagaan melalui kelompokkelompok perempuan di Puskesmas, arisan, dan pesta pernikahan. Wina juga aktif dalam pertemuan dengan DPRD untuk mengadvokasi rencana aksi masyarakat ke dalam rencana pembangungan di tingkat desa hingga kabupaten.
Akhir 2011, Wina diundang oleh fasilitator dari KOSLATA untuk ikut berpartisipasi dalam penyuluhan pengelolaan risiko bencana. Awalnya dia ragu karena tidak memiliki pengalaman dan kepercayaan diri. Tetapi dia tetap hadir sebagai peserta. Kemudian, Wina melihat bagaimana Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) terlibat dalam kegiatan ini. Dia juga baru memahami bahwa desanya rawan akan gempa.
Juni 2013, masyarakat Lombok Utara dikejutkan oleh gempa. Meskipun sebanyak 3.000 orang terdampak, tidak ada korban jiwa. “Segera setelah gempa, orang-orang berlarian keluar dari rumah mereka dan berkumpul di wilayah aman yang disepakati bersama. Saya menemui koordinator TSBD dan berkoordinasi dengan kepala-kepala desa terkait dengan situasi pada saat itu,” kenangnya. Dia dan anggota tim lainnya mengumpulkan data dari semua dusun yang dihantam gempa. Kemudian TSBD Tegal Maja melakukan koordinasi dengan para kepala desa dan jajarannya termasuk anggota Forum PRB desa-desa tersebut. Data yang dikumpulkan kemudian diserahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang kemudian digunakan sebagai acuan untuk mendistribusikan bantuan kepada komunitas yang terlanda gempa.
Wina jatuh cinta kepada TSBD yang menolong masyarakat untuk sadar PRB. Kemudian, dia pun bergabung dengan TSBD meskipun dia masih ragu dan masih tidak percaya diri ketika berinteraksi dengan masyarakat. Sejak bergabung menjadi anggota TSBD dan melakukan beragam kegiatan di Tegal Maja, dia merasa dirinya menjadi seseorang perempuan yang berbeda. “Dulunya saya hanya perempuan yang selalu di rumah dan tidak melakukan kegiatan sosial. Tetapi setelah menjadi anggota TSBD, saya mengerti bagaimana bersosialisasi, bagaimana berbicara di depan umum dan saya sekarang tahu bahwa beberapa dusun di desa kami rawan terhadap longsor,” katanya. Bangga Bisa Membantu Sebagai perempuan tangguh, dia aktif mendampingi perempuan-perempuan di
Selain itu, Wina dan anggota tim lainnya membantu pemerintah mendistribusikan beras, makanan instan, selimut dan pakaian kepada masyarakat di 11 dusun. “Ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya dan saya merasa bangga. Saya telah beraksi dengan cepat dan memotivasi tim saya untuk menolong masyarakat,” tambahnya. (**) Wina Widiasari
TANGGUH | 02
FOKUS Pertemuan Forum PRB Se-Indonesia
WUJUDKAN KETANGGUHAN BANGSA Oleh: Arya Ahsani Takwim/KONSEPSI – 8 Oktober 2013
ASPEK-ASPEK YANG DIKAJI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA PUN MENGALAMI PERKEMBANGAN DENGAN MASUKNYA ISU-ISU SEPERTI KEMISKINAN, KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN EKONOMI, KONDISI SOSIALPOLITIK, DAN LAIN SEBAGAINYA KE DALAM MATRIKMATRIK KAPASITAS MAUPUN KERENTANAN.
03 | TANGGUH
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2013. BNPB menggelar Konsultasi Nasional dengan mengangkat tema “Strategi Penguatan Kelembagaan Forum Pengurangan Risiko Bencana atau Forum PRB dalam Rangka Mewujudkan Ketangguhan Bangsa.” Paradigma penanggulangan bencana ini telah masuk pada upaya-upaya penguatan kapasitas pencegahan dan kesiapsiagaan yang ditopang dengan kebijakan-kebijakan yang mengedepankan prinsip-prinsip PRB. Aspek-aspek yang dikaji dalam penanggulangan bencana pun mengalami perkembangan dengan masuknya isu-isu seperti kemiskinan, kebijakan pembangunan dan ekonomi, kondisi sosial-politik, dan lain sebagainya ke dalam matrik-matrik kapasitas maupun kerentanan. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan diskusi yang mendalam tentang dinamika kebijakan PRB di setiap
tingkatan; global, regional dan nasional, terutama tentang kontribusi Indonesia dalam perumusan kebijakan PRB dalam kerangka pembangunan global pasca 2015. Selain itu juga untuk mengurai tantangan dan peluang integrasi kebijakan PRB dan adaptasi perubahan iklim dalam kebijakan nasional maupun daerah dan sekaligus untuk merumuskan strategi penguatan kelembagaan Forum PRB, baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota dalam rangka mewujudkan ketangguhan bangsa. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yang mengedepankan penguatan kapasitas pencegahan dan kesiapsiagaan serta pengarusutamaan prinsip-prinsip PRB dalam pembangunan telah memberikan kontribusi positif yang ditunjukkan dengan semakin berkurangnya angka kematian akibat bencana sebagaimana yang dilaporkan dalam Global Assessment Report 2011 (GAR).
Dengan begitu, kesepahaman tentang dinamika kebijakan PRB pada tingkat global, regional, dan nasional, seperti MDGs dan Kerangka Pembangunan Global Pasca 2015, Deklarasi Yogyakarta dan hasil-hasil AMCDRR, arah kebijakan PRB pada tingkat nasional, dan lain-lain perlu terus ditindaklanjuti. Di sisi lain, efektivitas kolaborasi antar pihak – pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga usaha dalam menanggulangi bencana merupakan salah-satu kunci pokok ketangguhan sebuah bangsa. Dengan menghadirkan Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Provinsi Aceh dan Kabupaten Lombok Timur, acara ini mendapat apresiasi luar biasa dari seluruh peserta. Secara umum, pemateri memaparkan bahwa peran sektor swasta dalam pengarustamaan PRB sangat penting. Hal ini bisa di lihat dari pengalaman F-PRB Bali, dimana banyak aktivitas PRB yang bersumber dari sektor swasta seperti perhotelan. Sementara di Aceh, banyak juga pelajaran yang bisa dipetik dari proses sulitnya membentuk Forum PRB. Yang menjadi sorotan juga adalah dasar hukum dalam pembentukannya sering kali menjadi pertanyaan. Pengalaman menarik juga datang dari Forum PRB Sulawesi Tengah yang terbentuk dari kumpulan organisasi atau kelompok yang fokus dalam penanganan kasus konflik, karena memang bencana yang kerap terjadi di Sulteng adalah konflik sosial baik itu antar etnis maupun antar kampung. Sehingga dengan adanya Forum PRB, diharapkan dapat menjadi ruang dialog bagi mereka yang bertikai. DR. H. Mugni, Ketua Forum PRB Lombok Timur yang juga menjadi narasumber dalam acara ini banyak memaparkan bagaimana peran forum dalam mendorong perubahan kebijakan di daerah. “Salah satunya adalah lahirnya kebijakan penanggulangan bencana dalam bentuk peraturan daerah No.3 Tahun 2012 serta berbagai dokumen penunjang PRB lainnya,” ujar Mugni. Beliau juga menegaskan bahwa peran KONSEPSI dan Oxfam sangat strategis dalam mendukung upaya perubahan kebijakan di Lombok Timur sehingga kerjasama antar semua pihak harus terus dijaga. (**)
TANGGUH | 04
AKTIVITAS
Pemerintah Kota Bima Dukung Rencana Aksi Masyarakat Oleh: Dheni Surya Ardhian/Oxfam
Pertemuan perwakilan warga lingkungan Jatiwangi Kelurahan Jatiwangi pada 5 November 2013. Mengagendakan rencana kerja bakti masyarakat di dam La Cici untuk membuang sedimentasi tumpukan sampah tahunan. Foto: Yuriansyah/LP2DER
Masyarakat lingkungan Jatiwangi Kelurahan Jatiwangi sedang berupaya membongkar sedimen, pada 10 November. Sedimen yang berasal dari tumpukan sampah tahunan mengurangi lebar badan sungai La Cici sehingga mempertinggi risiko meluapnya air sungai. Ini menjadi penyebab utama banjir. Di lokasi yang sama akan dilaksanakan salah satu rencana aksi masyarakat berupa peninggian dan penguatan talud dam La Cici sepanjang 150 meter. Foto: TSBK Jatiwangi
Proses pembuangan sedimen di dam La Cici yang dilakukan dengan kerja bakti menggunakan alat-alat manual tidak dapat berjalan dengan efektif untuk membongkar sedimen yang sudah mengeras. Kepala Kelurahan Jatiwangi menyampaikan kendala yang dialami mereka kepada walikota Bima dalam kegiatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGR) bertempat di Kelurahan Jatiwangi pada 15 November 2013. Walikota Bima segera memerintahkan jajarannya untuk dapat segera membantu masyarakat lingkungan Jatiwangi, dengan menurunkan satu buah excavator dan satu unit dump truck. Pekerjaan pembuangan sedimentasi ini pun dapat diselesaikan pada hari yang sama.
05 | TANGGUH
Proses pembuangan sedimen di dam La Cici, 15 November 2013. Foto: Yuriansyah/LP2DER
AKTIVITAS
Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana Sekolah Kabupaten Lombok Timur Oleh: Arya Ahsani Takwim/KONSEPSI Selong, 25 September 2013 bertempat di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur telah terbentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana Sekolah Kabupaten Lombok Timur. Pembentukan forum ini difasilitasi oleh KONSEPSI NTB dan Oxfam bekerjasama dengan Pemda Lombok Timur. Menurut Supriadi, Kabid Mendikmen Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur bahwa sekolah juga merupakan bagian dari wilayah kerja PRB (Pengurangan Risiko Bencana), karena anakanak juga termasuk di dalam kelompok yang rentan ketika terjadinya bencana. Sehingga diperlukan perlu adanya kegiatan yang menunjang pengurangan risiko bencana tersebut. Selain itu, kerjasama BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan Kementerian Pendidikan sudah tertuang di dalam sebuah MoU mengenai integrasi pengurangan risiko bencana di dalam kurikulum pada tingkat TK sampai dengan SMA. Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur menyampaikan, “Pendidikan kita saat ini terus berhadapan dengan banyak masalah, mulai dari bencana sosial sampai dengan bencana alam."
Sementara menurut Moh. Taqiuddin, KONSEPSI, bahwa sejak tahun 2010 KONSEPSI telah menjalankan program PRB yang bertujuan untuk mendorong kerjasama dalam berbagai level mulai dari pemerintah hingga masyarakat termasuk sekolah. Ada beberapa capaian program sampai saat ini, di antaranya PERDA Penanggulangan Bencana, Analisis Risiko Bencana, Rencana Kontijensi Banjir Bandang, Rencana Aksi Masyarakat/ Sekolah, dan Peraturan Desa. Untuk lebih memudahkan koordinasi di tingkat sekolah kaitannya dengan upaya PRB, pembentukan forum sekolah sangat penting. Dalam sambutannya, Kahar berkata, “Dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjalankan amanah ini. Mari bersama-sama, dalam bingkai saling asah, asih dan asuh dengan semangat kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.� (**)
TANGGUH | 06
AKTIVITAS
Berlatih Bersama untuk Tanggap Darurat Baru pertama kalinya, September 2013 lalu, Kabupaten Manokwari melakukan pelatihan tanggap darurat gabungan. Pelatihan ini diikuti oleh berbagai unsur instansi dan organisasi, pemerintah maupun non pemerintah. Sektor-sektor yang dilatihkan adalah sektor SAR dan Pertolongan Pertama, sektor kajian kebutuhan dasar, sektor komunikasi dan informasi, sektor hunian pengungsian, sektor air bersih, sanitasi dan promosi kesehatan dan sektor pangan. Dalam sambutannya, Raymond Yap, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Manokwari telah mengupayakan bahwa dalam setiap tahunnya, latihan tanggap darurat gabungan akan dilaksanakan dua kali dalam setahun, dimulai dari 2014 dengan menggunakan dana APBD. Latihan gabungan pertama ini merupakan pra kondisi untuk melakukan simulasi gempa dan tsunami di November 2013. Kegiatan ini merupakan perwujudan kerjasama PERDU-Oxfam dengan BPBD serta forumnya. (**) (Sumber: Foto & teks Laporan PERDU)
TANGGUH | 07
sosok
PERAN PEREMPUAN DI DESA DALAM TANGGAP BENCANA Oleh: Eva Sujiati/KONSEPSI Desa Sajang yang rentan dengan bencana khususnya bencana banjir, longsor dan gunung berapi, saat ini masyarakatnya sudah bisa dikatakan mempunyai kesadaran akan ancaman bencana terutama kaum perempuan. Perempuan di Desa Sajang sudah bisa dikatakan tangguh karena banyak sekali melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana seperti melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan cara duduk bersama dengan perempuan yang lain (duduk di tenten atau di kios) sambil belanja sembako. Mereka mengajak setiap perempuan untuk memahami tentang bencana dan bagaimana caranya agar masyarakat terhindar dari dampak bencana. Kita sebut saja perempuan-perempuan ini yaitu Bu Nurhasiah dan Bu Rafi’ah dulu.. (*perempuan yang lain nanti cerita selanjutnya; red). Bu Nurhasiah yang sehari-hari dipanggil “Bu Yah”. Bu Yah biasanya mengatakan: “Inaq.. nengka lek desan ta wah arak aran na pengurangan risiko bencana, nah nengka jak amun na arak tanda-tanda gin na banjir, badak ida jemak untuk bersiap-siap sengak wah arak TSBD atau Tim Siaga Becana Desa.”. Artinya: “Ibu-ibu sekarang di desa kita sudah ada program pengurangan risiko bencana, kalau tanda-tanda akan bencana akan ada pengumuman untuk bersiap-siap karena kita sudah punya TSBD atau Tim siaga Bencana Desa”. Selain itu juga Bu Yah ini banyak sekali aktif dalam kegiatan PRB. Misalnya menjadi orang yang pertama sangat antusias dan bersemangat sekali dalam kegiatan penggalangan dana untuk korban gempa di Lombok Utara. Bu Yah dan Bu Rafi'ah lah yang pertama meminta kepada masyarakat untuk merelakan sedikit hartanya untuk korban gempa di Lombok Utara. Kaitan dengan Bu Rafi'ah sehari-hari menjadi kepala sekolah di sebuah Sekolah Dasar, tetapi antusiasme beliau untuk menjadikan masyarakat desa Sajang selalu siap, siaga, akan ancaman bencana terbukti. Dengan Bu Rafi'ah keliling untuk mengambil bantuan kesetiap rumah penduduk dapat dianggap luar biasa, karana kepeduliannya terhadap korban bencana gempa di Lombok Utara.
15 | TANGGUH 11
INAQ.. NENGKA LEK DESAN TA WAH ARAK ARAN NA PENGURANGAN RISIKO BENCANA, NAH NENGKA JAK AMUN NA ARAK TANDA-TANDA GIN NA BANJIR, BADAK IDA JEMAK UNTUK BERSIAP-SIAP SENGAK WAH ARAK TSBD ATAU TIM SIAGA BECANA DESA.. (BU YAH)
Setelah Bu Rafi'ah mendapatkan bantuan, kemudian memberikan informasikan ke Kepala desa Sajang agar mengumumkan ke masjid untuk menghimbau masyarakat semua Desa Sajang agar mengumpulkan bantuan di rumah-rumah masing kadus. Tetapi lain dengan Bu Rafi'ah,
Rafi’ah
beliau tetap jalan ke setiap rumah di Dusun Bawak Nao Daya untuk mengambil bantuan tersebut katanya: “Biar bantuan ini cepat kumpul dan langsung kita antar ke korban gempa yang utara”. Begitu sekilas cerita perempuan di Desa Sajang. (**)
Nurhasiah 08 | TANGGUH
PENGGIAT PRB DARI TIMUR INDONESIA DALAM UPAYA-UPAYA PRB YANG DILAKUKAN OLEH MITRA-MITRA OXFAM, MUNCULLAH SOSOK-SOSOK PENGGIAT PRB. BERIKUT CERITA-CERITA MEREKA DALAM KESEHARIAN YANG SUDAH SEMAKIN TINGGI KESADARAN MELAKUKAN SOSIALISASI TERKAIT PRB DI MASYARAKAT MEREKA MASING-MASING.
Agustina:
Siaga Selalu Agustina Ersadi, kader TSBK dari Koya Barat, Jayapura, dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh KIPRa dan Oxfam. Foto & teks: Priyono CH/KIPRa
Agustina Ersadi adalah salah satu ibu rumah tangga yang bergabung dalam Tim Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) Koya Barat, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Perempuan yang dikarunia seorang anak ini mengatakan bahwa dia pertama kali berpartisipasi dalam Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) oleh KIPRa dan Oxfam adalah ketika mengikuti pelatihan kapasitas dan kerentanan serta pembentukan kader. Seminggu kemudian, banjir terjadi di Koya Barat. Dalam kesempatan ini, Agustina mendapat kesempatan untuk mempraktikkan hasil pelatihan dengan mengumpulkan data-data yang terkena dampak banjir bersama pegawai kelurahan. Selain kegiatan pelatihan kapasitas dan kerentanan serta pembentukan kader, ia juga pernah mengikuti beberapa program dan pelatihan lainnya yaitu pelatihan penanganan bencana banjir, bekerja langsung di lapangan menangani banjir bersama dengan rekan-rekan dari KIPRa, pembentukan dan rutinitas pertemuan bulanan TSBK serta kegiatan penyusunan rencana aksi masyarakat. “Saya senang dapat membantu dan menangani langsung pada saat bencana baik itu banjir ataupun bencana lainnya. Selama ini kebanyakan yang berpartisipasi hanya laki-laki dan wanita yang masih muda. Pengalaman dari kegiatan yang selama ini dilakukan sangat menambah wawasan dan kesadaran mengenai kebencanaan serta bagaimana cara mengantisipasi adanya bencana gempa bumi dan banjir,” ungkap Agustina. Menurutnya perubahan yang terjadi secara pribadi adalah meningkatnya kesadaran untuk menolong sesama pada sebelum, saat dan setelah terjadi bencana. “Saya termotivasi untuk menjadi lebih siaga. Kalau hujan, saya telepon teman-teman untuk mencari informasi apakah mulai ada genangan banjir atau tidak,” tambah Agustina yang membaca buletin KIPRa sebagai pedoman dalam bertindak terkait dengan tanggap darurat dan kesiapsiagaan. (**)
09 | TANGGUH
Herman Dowansiba, koordinator PP dan dapur umum TSBK Tanah Rubuh yang juga mampu berkomunikasi dengan dialek lokal. Foto & teks: Sunarsih/PERDU. Sai'un, warga perempuan Desa Sembalun Bumbung yang terlibat aktif dalam upaya-upaya PRB sebagai anggota TSBD. Foto & teks: Dok KONSPESI.
Herman Dowansiba:
Sai'un:
Penerus Pesan PRB dalam Dialek Lokal
Perempuan juga mampu terlibat dalam PRB
Herman Dowansiba adalah koordinator pertolongan pertama (PP) dan dapur umur Tim Siaga Bencana Kampung (TSBK) Tanah Rubuh, Manokwari Utara, Manokwari. Dia terlibat aktif dalam kegiatan PERDU dan Oxfam dalam pelatihan terkait Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) untuk masyarakat di Kampung Tanah Rubuh. “Sebagian besar masyarakat kampung ini adalah petani, sehingga mereka lebih senang mengikuti pelatihan yang ada praktik lapangannya,” ujar Herman. Herman salah satu anggota TSBK yang dapat berbicara dalam dialek lokal, Meyakh dan Hattam. Sehingga PERDU merasa terbantu ketika kegiatan penguatan kesadaran di komunitas. Jika penjelasan fasilitator kurang dimengerti oleh peserta, maka ia menjelaskan lagi dengan dialek lokal sehingga peserta mengerti apa yang dimaksud oleh fasilitator. “Saya sampaikan kepada mereka bahwa setiap orang harus siap siaga seperti menyiapkan tas siaga yang di dalamnya berisi barang-barang penting seperti surat berharga, ijazah, satu atau dua potong pakaian, sarung, korek api dan lilin, senter, biskuit dan obat-obatan,” kata Herman. Sebelum Herman bergabung sebagai fasilitator, PERDU mengalami kesulitan menggerakkan masyarakat di Tanah Rubuh. Banyak masyarakat yang tidak mengerti bahasa Indonesia sehingga minder untuk terlibat dalam pertemuan. Setelah adanya fasilitator kampung seperti Herman, peserta pertemuan semakin banyak dan mereka yang hanya berbicara dalam dialek lokal pun berani menyampaikan pertanyaan dan pendapat mereka. Kini, masyarakat Kampung Tanah Rubuh sudah tahu menyelamatkan diri ketika bencana alam, suara lonceng ketika tanda bahaya, dan rambu-rambu penunjuk ke arah yang aman. (**)
Sai'un, salah satu warga Desa Sembalun Bumbung, adalah seorang ibu rumah tangga dengan empat orang anak yang. Dia menempuh pendidikan terakhir sampai jenjang perguruan tinggi dengan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam. Selain kesibukannya mengurus keluarga, Sai'un juga bergabung dengan Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) Sembalun Bumbung sejak tahun 2010 lalu. Ketika banjir Maret 2012, Sai'un berperan sebagai koordinator untuk dapur umum dan logistik. Sai'un termotivasi untuk bergabung dengan TSBD karena keinginannya untuk ikut terlibat membuat pemahaman warga di desanya terhadap bencana semakin baik mengingat desanya sering terjadi bencana, seperti banjir, angin puting beliung, dan kebakaran hutan. Sai'un masih ingat ketika banjir 2006 terjadi dan program belum masuk di desanya. Saat itu banjir menyebabkan satu warga desa sebelah meninggal. Sementara Sai'un dan warga Desa Sembalun Bumbung lainnya harus mengalami kerugian harta benda, seperti rumah hanyut dan sawah terendam air sehingga gagal panen. Warga bekerja sama dalam masa pemulihan setelah bencana kala itu. Namun pengetahuan teknis tidak sekuat sekarang setelah program masuk, seperti pembagian kerja ketika tanggap darurat: tim evakuasi, tim pengumpulan data, tim logistik dan dapur umum. Anggota perempuan TSBD juga aktif dalam kelompok lain seperti Posyandu, PKK dan pengajian. Mereka lah kemudian yang meneruskan pengetahuan tentang PRB kepada anggota-anggota kelompok lainnya sehingga pesan-pesan PRB semakin menyebar. “Menurut saya penting agar perempuan melakukan kegiatankegiatan lain di luar rumah. Apalagi sekarang sudah ada tempatnya seperti TSBD. Mari sebarkan pengetahuan tentang PRB dan juga peduli lingkungan seperti penghijauan. Intinya adalah membangun desa bersama karena jika bersama-sama, pasti kita bisa,” ujarnya. (**)
TANGGUH | 10
Hariatun: Habibi:
Pentingnya Partisipasi dalam PRB
Ketua Forum PRB Desa Pemenang Timur
Habibi adalah warga Lingkungan Kendo, Kelurahan Kendo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Pertama kali terlibat dalam kegiatan program PRB dalam kegiatan mengenali kerentanan dan kapasitas yang difasilitasi oleh LP2DER, mitra Oxfam di Bima. Tidak lama kemudian dia bergabung dengan Tim Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) Kendo. Ia merasa semakin bertambah pengetahuannya terkait kebencanaan selama mengikuti kegiatan-kegiatan PRB ini. Selain itu, Habibi pun dapat memberikan kontribusi mengingat dia aktif bergabung menjadi anggota Korps Sukarela (KSR) dan PMI di kampusnya semasa kuliah, hingga pelatihan Search and Rescue (SAR). Sehingga tidak sulit baginya untuk mengikuti pelatihan tanggap darurat yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Bima bersama LP2DR, mitra Oxfam. Selain itu, dia juga berpartisipasi dalam kegiatan sanggar seni tradisional untuk mementaskan drama Ama Beko dalam peringatan hari PRB sedunia tahun lalu. Melalui drama ini, Habibi bersama teman-temannya menyiarkan tentang perilaku yang sadar akan PRB. “Perubahan yang paling besar di sekitar saya setelah program PRB ini dilaksanakan adalah masyarakat Kota Bima, khususnya Kelurahan Kendo menjadi sadar bahwa lingkungan mereka terancam oleh banjir dan paham risikonya serta tahu kapasitas yang dimilikinya,” jelas Habibi yang terpilih menjadi ketua TSBK. Sebagian besar anggota TSBK masih muda dan belum bekerja sehingga mereka dapat mengisi waktu mereka dengan pengetahuan tentang PRB dan mempraktikkan pengetahuan mereka di masyarakat mereka sendiri. Hingga sekarang masyarakat bersama pemerintah kelurahan melakukan analisis kerentanan dan kapasitas, membuat peta risiko dan menyusun rencana aksi masyarakat dan proposal terkait mitigasi bencana. Hasilnya sekarang Kota Bima sudah memiliki TSBK, Kelompok Perempuan Tangguh, Forum PRB “Mbozo Matenggo” yang diharapkan dapat mendorong lahirnya peraturan daerah penanggulangan bencana di Kota Bima. Bagi Habibi perubahan ini menjadi penting karena menurutnya para pemuda Kendo menjadi generasi yang lebih peka dan responsif terhadap persoalan sosial dalam lingkungan mereka. “Lebih penting lagi bahwa nilai-nilai partisipatif merupakan hal yang mendasar dalam mencapai komunitas yang tangguh terhadap bencana,” tuturnya. (**) Habibi, ketua TSBK Kendo yang percaya pentingnya partisipasi untuk menjadi tangguh terhadap bencana. Foto & teks: Yuriansyah/LP2DER.
11 | TANGGUH
Elisabeth Titi Betan, penggerak masyarakat upaya-upaya PRB di Desa Kolaka. Foto & teks: Simon PH/YPPS.
Titi: Hariatun, salah satu anggota tim analisi anggaran yang juga ketua Forum PRB Desa PemenangTimur. Foto & teks: Desrin Jania/Koslata.
Setelah lulus dari universitas pada 2012 lalu, Hariatun mulai bekerja sebagai sekretaris Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) Pemenang Timur, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Gadis yang berumur 24 tahun ini sudah mengenal program pengurangan risiko bencana (PRB) KOSLATA Oxfam ketika dia kuliah di Mataram. Setelah 2 bulan menjalani rutinitas di BPD, Hariatun mulai terlibat dalam kegiatan Forum PRB Desa Pemenang Timur yang kemudian aktif dalam pertemuanpertemuan dan menjadi anggota Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) dan Forum PRB tingkat kabupaten. Menjadi peserta yang aktif bertanya di dalam forum membuat dirinya pun terpilih menjadi ketua Forum PRB desa. “Sekarang saya menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi dan menyampaikan ide-ide saya,” ungkap Hariatun setelah mengikuti kegiatan dan pelatihan Koslata dan Oxfam. Berbagai pelatihan sudah dia ikuti, seperti pelatihan tentang PRB, pelatihan berbicara di depan umum, bagaimana bekerja dengan masyarakat, dan melakukan advokasi. Bahkan saat wawancara dilakukan, Hariatun mendapat kepercayaan menjadi anggota Tim Analisis Anggaran Berprespektif Gender dan PRB. Selain itu, Hariatun juga banyak terlibat dalam kegiatan programprogram lain di tingkat desa. Dalam kegiatan-kegiatan itu, Hariatun juga menggunakan kesempatan itu berbagi tentang pengetahuannya tentang PRB di lingkup komunitas yang lebih besar. Perubahan ini memiliki arti penting bagi Hariatun karena sebagai seseorang yang masih bisa dibilang muda tetapi sudah mendapat pengakuan, seperti menjadi ketua forum, dari berbagai kalangan dari desa sampai dengan kabupaten. Hariatun yakin dengan membagi pengetahuannya tentang PRB, orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih waspada terhadap bencana dan tahu bagaimana cara menyelamatkan diri bila terjadi bencana. (**)
Perempuan Penggerak Masyarakat dari Desa Kolaka Elisabeth Titi Betan, yang biasa dipanggil dengan Ibu Titi, sudah terlibat aktif dalam Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) sejak Program Membangun Ketangguhan terhadap Bencana (Pengurangan Risiko Bencana/PRB), YPPS dan Oxfam pada tahun 2009 sampai dengan 2012. Dalam program sebelumnya, Ibu Titi aktif dalam TSBD sebagai ketua seksi hubungan masyarakat (humas). Sekarang, Ibu Titi menjadi penggerak masyarakat untuk desanya, Desa Kolaka, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Selama terlibat dalam kegiatan PRB, Ibu Titi sudah mengikuti pelatihan PRB, perubahan iklim dan gender. “Saya sering mengunjungi lokasi petani garam untuk berbagi pengetahuan tentang PRB. Alasannya adalah banyak perempuan Desa Kolaka yang menjadi petani garam. Saya bercerita tentang kebutuhankebutuhan perempuan di saat bencana,” tambah Ibu Titi dengan semangat. Setelah mengikuti kegiatan mengikuti Pelatihan PRB, Gender dan Advokasi bagi Perempuan Tangguh di Denpasar, Bali, Ibu Titi kemudian memutuskan untuk melakukan sosialisasi tidak hanya kepada kelompok perempuan petani garam dan kelompok Usaha Bersama Simpan
Pinjam (UBSP) tetapi juga kepada semua perempuan-perempuan Desa Kolaka setiap hari Jumat. Rencana ini didukung oleh kepala dusun sehingga sudah dua kali Ibu Titi dapat melaksanakan rencana sosialisasinya. Sebanyak 50 orang perempuan yang berhasil dia kumpulkan. Ibu Titi berbagi pengentahuan tentang gender dan juga tentang perilaku hidup ramah lingkungan, seperti tidak membakar sampah plastik sebagai bahan bakar. “Setelah saya beritahu ibu-ibu di desa saya, mereka sudah tidak ada yang membakar sampah plastik lagi tetapi membuangnya di tempat sampah yang telah disediakan dalam bentuk sampah galian yang kemudian dikubur jika sudah penuh,” kata Ibu Titi. Bahkan kami sekarang paham bahwa abrasi merupakan ancaman yang serius bagi desa kami,” tambahnya. Dalam upaya pengurangan abrasi ini, penduduk Desa Kolaka telah melakukan penanaman bakau sebanyak 3 kali sejak di 2011 dan pembangunan talud dengan pemerintah desa dan kabupaten dari alokasi dana desa (ADD). (**)
TANGGUH | 12
Kentungan: Alat Sistem Peringatan Dini Oleh: Muh. Kudus Ali (TSBD Sembalun Lawang)
Kentungan merupakan satu alat informasi “penanda� yang digunakan oleh masyarakat lokal apabila ada gejala-gejala yang akan menyebabkan bencana, seperti banjir. Penanda atau informasi ini sangat dibutuhkan agar sebelum bencana terjadi, masyarakat sudah bersiap-siap sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat dikurangi bukan hanya harta benda tetapi juga nyawa. Ketika kentungan dibunyikan maka masyarakat akan cepat tangkap mengambil sikap untuk mengevakuasi diri. Ini penting. Selain sebagai penanda akan datangnya bencana, kentungan juga digunakan apabila ada pencurian, bila ada terjadi kebakaran. Kentungan dibunyikan untuk memanggil masyarakat karena memang di desa belum ada alat pengeras suara sehingga kentungan menjadi salah satu alternatifnya. Kentungan dipilih sebagai sebagai alat peringatan, karena kentungan merupakan sesuatu yang khas. Dan bunyi kentungan sudah familiar di telinga masyarakat sembalun yang berabti pertanda akan terjadinya bahaya atau sedang terjadi musibah. Untuk membedakan bunyi kentungan akan terjadi bencana dan pencurian, telah lama disepakati. Kentungan dengan bunyi ketukan 3 sampai 6 kali, itu bertanda ada pencuri, kalau terjadi kebakaran dibunyikan dengan ketukan 5 kali. Sementara kalau akan terjadi bencana banjir ketukannya secara terus menerus. Dengan dibuyikan tanda-tanda itu, maka masyarakat akan tanggap. Agar masyarakat lebih memahami bunyi-bunyi ketukan itu, sosialisasi terus dilakukan bahkan pernah dipraktikkan sehingga masyarakat menjadi lebih tahu. Namun demikian, kentungan masih memliki banyak kelemahan, sehingga apabila ada alat yang lebih efektif maka itu akan lebih bagus untuk digunakan, apa lagi saat ini perubahan zaman semakin canggih. Kedepannya untuk kentungan itu sendiri, harapannya kita akan buat dengan ukuran yang besar dan lebih formal sehingga itu menjadi sebuah alat penanda di desa dan TSBD. (**)
13 | TANGGUH
Oleh: Priyono Cipto Heryanto/KIPRa Kita akan berkenalan dengan Ibu Wartusina Hababu, perempuan yang aktif bergiat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana di Kelurahan Entrop. Di bawah ini petikan wawancaranya yang menginspirasi. Kapan pertama kali Ibu berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh KIPRa yang bermitra dengan Oxfam? Dan apa bentuk partisipasi Ibu sejauh ini? Pertama kali ikut dalam kegiatan pada tahun 2012 di Padang Bulan dalam kegiatan menerima materi pertama selama tiga hari. Kegiatan pertama sharing dan membuat daftar, mencari dana dari kios, toko, bengkel dan kantor yang ada di sekitar Kelurahan Entrop. Bagaimana cara Ibu mengumpulkan dana sehingga bisa memperoleh pohonpohon untuk ditanam dalam kegiatan reboisasi? Juga bagaimana Ibu bisa melibatkan instansi lain dalam kegiatan ini? TSBK Kelurahan Entrop saling berembuk bersama pendamping dan teman-teman lainnya, kemudian mencari dana dari tempat-tempat usaha sehingga mendapat dana sebesar Rp. 800.000,-. Selanjutnya kita membuat undangan di masjid, remaja masjid, SMA 4, Polsek, Koramil, serta instansi yang dekat dengan kelurahan Hamadi, juga TSBK lain di kelurahan Gurabesi dan Hamad serta Walikota diwakili oleh Asisten I untuk bersama-sama melakukan kegiatan reboisasi. Mengapa Ibu ada kepedulian dalam menangani bencana? Karena kalau hujan pernah ada banjir yang menghabiskan harta benda, kita sangat peduli dan terimakasih yang tadinya kita tidak tahu menjadi tahu. Kita sama-sama belajar dan bisa mengatasi sebelum banjir datang. Kenapa Ibu mau melakukan hal ini seorang diri karena banyak orang yang tinggal di Entrop? Sebagai umat beragama kita wajib saling membantu kepada siapa saja. Harus turun tangan semua tahu tapi ikut kerja bakti, sudah banjir baru orang datang, tapi kita ikut kerja bakti dan dapat mengantisipasi. Aksi kegiatan penanaman pohon adalah bentuk perubahan dari perilaku diri kita yang mengarah pada hal baik. Mengapa perubahan ini sangat berarti bagi ibu? Saya sangat bangga dan senang dengan adanya kegiatan dari reboisasi ini. Dulunya banyak tanah yang kosong pohon, kini lebat bisa menahan hujan lebat sehingga tidak banjir. Sekarang sudah jadi tempat-tempat kepentingan umum, padahal untuk masa depan kalau ada macet bisa dilewati sebagai jalan alternatif. Bisa rasakan apa yang saya lakukan, tidak ada bencana. Apa harapan Ibu untuk KIPRa dan Oxfam? Kami masih banyak membutuhkan tenaga dan dampingan dari KIPRa dan Oxfam, kami butuh saran, kami manusia sering lupa ada yang sudah diajarkan tapi baru satu dua kali. Jadi kami mau kalau dipanggil bisa datang kembali untuk mengingatkan. Penanganan bencana yang lebih besar. (**)
TANGGUH | 14
Semangat Perempuan Desa Kolaka dalam Kurangi Abrasi Oleh: SP. Pati Hokor/YPPS
Pantai Desa Kolaka biasanya ramai oleh aktivitas para nelayan. Mulai dari sekedar melepas lelah, hingga persiapan melaut atau orang setempat menyebutnya “mencari”. Siang itu hari Jumat, 20 september 2013. Sepanjang pantai Desa Kolaka tepatnya di Dusun Laka ramai oleh warga yang di dominasi oleh perempuan. Para perempuan itu menamai dirinya Perempuan Tangguh. Mereka melakukan aksi penaman bakau di sepanjang pantai dusun mereka. Aksi ini untuk menghambat tingkat abrasi yang semakin meningkat setiap tahunnya.
13 | TANGGUH 15
Sebelah timur Desa kolaka berbatasan langsung dengan Laut Flores. Berdasarkan hasil kajian ancaman kapasitas dan kerentanan secara partisipatif. Ombak yang tinggi di bulan Juli sampai Oktober menjadikan desa ini sangat berisiko terhadap ancaman abrasi. Setiap tahun pergeseran garis pantai dua sampai tiga meter kedarat merendam aset-aset penghidupan seperti lahan pertanian, rumah, hingga sekolah yang menimbulkan kepanikan tersendiri. Ibu Nur, perempuan petani garam juga merasakan perubahan tersebut. “Tahik wi nolo seratus meter lau, tapi sekarang wi nae rae tapo ongo, tempat si'a, lango di na maso
wahak, jadi kame mula wi untuk lapak tahik” (dulu laut jauh ke dalam sana 100 meter, tapi sekarang laut naik sampai kebun kelapa, lahan garam, dan bahkan sampai masuk ke rumah. Makanya kami menanam ini untuk mengurangi pengikisan). Cerita Ibu Nur tentang perubahan dari masa kecilnya hingga saat ini. Bapak Stefanus Suban Maran selaku ketua dusun tidak henti-hentinya memberikan semangat gotong royong untuk warganya. “Mulai jam 6 pagi tadi saya mengumumkan melalui Toa (pengeras suara) supaya langsung menuju lokasi anakan yang jaraknya 1
km dari sini,” ujar Bapak Stefanus Suban Maran. Adapun alasan mereka tidak mengambil bibit dari luar wilayah Desa Kolaka adalah bibit lokal lebih tahan terhadap kondisi alam di desa ini. “Kami memilih bibit lokal karena sudah sesuai dengan kondisi alam di sini. Beberapa kali bibit dari luar banyak yang mati, mungkin tidak cocok dengan alam di sini,” tambahnya. Penanaman bakau menggunakan ajir atau kayu berukuran ±2 meter. Bibit bakau yang telah ditanam diikatkan pada ajir yang telah ditancapkan berdekatan. “Kami juga menyediakan ajir dan tali. Bibit yang telah ditanam dengan tali diikat bersama ajir supaya tidak tercabut oleh besarnya ombak ,” jelas Ibu Elisabeth Titi Bethan, warga Desa Kolaka. Penanaman bakau dengan menggunakan ajir adalah salah satu metode baru yang diterapkan di Desa Kolaka. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, bakau yang ditanam sering tercabut oleh hempasan ombak dari lautan lepas. Panasnya mentari tak meyurutkan semangat mereka. Canda tawa turut menambah keceriaan para perempuan Desa Kolaka. Dalam waktu kurang dari setengah hari, ±750 bibit bakau berhasil ditanam oleh 64 perempuan dan dibantu oleh 12 Laki-laki. “Hari ini kami berhasil menanam kurang lebih 750 bibit,” ungkap Stefanus, selaku penggerak kegiatan ini. Selain menanam mereka juga akan terus memantau pertumbuhan bakau yang ditanam. “Hari ini kami sudah menanam banyak bakau, bukan berarti berhenti hari ini saja. Tapi secara berkelanjutan guna mempertebal atau memperbanyak bakau,” terang Bapak Markus Murin Surkosi, petani Desa Kolaka. Ibu Titi juga sebagai penggerak perempuan, mengatakan akan diadakan pemeriksaan secara rutin. “Sesuai kesepakatan, kami akan melakukan monitoring untuk bakau setiap satu minggu tepatnya jumat bersih. Yang mati atau tercabut, kami akan gantikan dengan bibit yang baru,” katanya. (**)
TAHIK WI NOLO SERATUS METER LAU, TAPI SEKARANG WI NAE RAE TAPO ONGO, TEMPAT SI'A, LANGO DI NA MASO WAHAK, JADI KAME MULA WI UNTUK LAPAK TAHIK
TANGGUH | 16
Isack J Maniagasi:
MEMBUKA RUANG UNTUK RAM Oleh: Sunarso/Program Manajer di Papua
17 | TANGGUH
Hangat dan ramah, itu kesan yang kami dapatkan dari Isack J Maniagasi, selama Program Membangun dan Ketangguhan terhadap Bencana melakukan monitoring. “Banjir membuat tanda di sana," katanya sambil menunjuk dinding di terasnya. Menurut dia, banjir akan terjadi setiap kali hujan turun lebih dari tiga jam .
Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Jayapura. "Cepat atau lambat, kami berniat untuk merealisasikan ide-ide tersebut.� Mengubah Perilaku Masyarakat "Tidak banyak yang berubah. Ingat, kita baru didirikan," dia raguragu berkomentar. Namun, ia mengatakan kepada kami kisah tentang bagaimana masyarakat di Kelurahan Hamadi bekerja sama membersihkan selokan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik.
Di teras sederhana dan nyaman, ayah dua anak ini berbagi dengan kami pengalaman tentang pengalamannya dengan KIPRa , mitra Oxfam dalam program ini. "Meskipun saya tidak muda lagi, saya masih dianggap sebagai tokoh pemuda. Setiap Mengenai reaksi masyarakat sejauh ini, Isack mengatakan, kali menerima undangan penting, Distrik menunjuk saya untuk "Masyarakat sangat tertarik. Mereka merasa bahwa ini adalah berpartisipasi," katanya. Sehingga dia mengikuti pelatihan penting untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh pengurangan risiko bencana (PRB), gender dan adaptasi bencana. Mereka juga perubahan iklim yang dilaksamempertimbangkan solusi yang nakan KIPRa dan Oxfam di awal diperlukan untuk mengurangi program. BENCANA AKAN MEMPENGARUHI KEHIDUPAN risiko." Namun, dia mengakui SEMUA ORANG, PRB HARUS URUSAN SEMUA bahwa masyarakat masih cemas Isack berpikir bahwa jika hujan turun di tengah malam. pengetahuan diperoleh dari ORANG. SETIAP KESEMPATAN UNTUK pelatihan tersebut dapat Isack berpikir bahwa TSBK perlu diterapkan tidak hanya di MENDUKUNG KEGIATAN PRB PERLU DIRANGKUL, diperkuat. Salah satu cara untuk Kelurahan Hamadi, tetapi juga di TERMASUK MELALUI PENDANAAN PNPM. "SEMUA melakukan hal ini, ia seluruh Kabupaten Jayapura menambahkan, adalah dengan Selatan. "Potensi bencana di ORANG DARI PEMERINTAH KELURAHAN, KEPALA menyediakan sekretariat berfungsi daerah ini cukup besar. Di sisi sebagai pusat informasi lain, alokasi di APBD (Anggaran DESA, KEPALA DUSUN, PEMIMPIN GEREJA, TOKOH masyarakat atau tempat untuk Pembelanjaan Belanja Daerah) AGAMA LAINNYA, DAN MASYARAKAT ITU SENDIRI berbagai acara. Mereka telah sangat kecil," namun demikian mencoba untuk mengajukan hal dia tidak tahu ukuran yang tepat HARUS MENGAMBIL BAGIAN" ini ke kantor kelurahan, sekolah, dari anggaran. dan Gereja tetapi tidak ada satu pun yang memiliki ruang yang Pendirian Tim Siaga dapat digunakan oleh TSBK. Bencana Kelurahan (TSBK) Setelah pelatihan tersebut, pria berusia 49 tahun ini dan lima PRB adalah Urusan Semua orang teman-temannya mengidentifikasi 20 calon TSBK. Tim ini Si penggerak komunitas ini mengatakan bahwa pemerintah didirikan terdiri dari sebagian besar perempuan karena menurut harus lebih ketat dalam menegakkan aturan hukum untuk masyarakat, perempuan lebih peduli. Putrinya, Gradela Maiagasi mendukung upaya PRB. "Masyarakat yang terbuai oleh proyek(19) juga bergabung dengan TSBK. proyek pembangunan yang tidak sinkron dengan ide-ide PRB. Itulah mengapa saya mendorong TSBK menjadi lebih strategis Isack mengatakan bahwa ia mampu mengamati perubahan dengan mendekati tokoh agama dan melibatkan dalam kegiatan setelah kegiatan TSBK itu. Masyarakat telah terlibat dalam gereja selama Natal dan Paskah," jelasnya. Sudah disepakati membersihkan parit untuk mencegah banjir dan mereka juga bahwa kegiatan peningkatan kesadaran PRB selama Natal dan mengadakan pertemuan rutin masyarakat untuk membahas Paskah akan dilakukan tiap tahun. tentang kegiatan PRB. PNPM Sensitif PRB Isack adalah salah satu dari 12 anggota Perkotaan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) di Kelurahan Hamadi. "Saya berpikir bahwa PNPM harus mengakomodasi ide PRB. PNPM mendistribusikan Rp 100 juta setiap tahun," tambahnya. PNPM pada tahun 2013 harus lebih fokus pada masyarakat miskin. Meskipun khawatir bahwa PNPM menolak untuk mengakomodasi ide-ide PRB, Isack mengharapkan ide ini akan diterima. Jika PNPM menolak untuk mengakomodir, dia akan mencoba untuk mengusulkan gagasan ini melalui Dinas
Dia juga menyarankan bahwa karena bencana akan mempengaruhi kehidupan semua orang, PRB harus urusan semua orang. Setiap kesempatan untuk mendukung kegiatan PRB perlu dirangkul, termasuk melalui pendanaan PNPM. "Semua orang dari pemerintah kelurahan, kepala desa, kepala dusun, pemimpin Gereja, tokoh agama lainnya, dan masyarakat itu sendiri harus mengambil bagian, " serunya. Berdasarkan pengamatannya, pemerintah dari kelurahan hingga ke dusun sudah terlibat aktif dalam upaya PRB. (**)
TANGGUH | 18 20
FAKTA
KETANGGUHAN KOMUNITAS:
capaian proGRAM
MENINGKATNYA KEMAMPUAN IDENTIFIKASI RISIKO DAN MENYUSUN RENCANA PRIORITAS PRB MENINGKATNYA KEMAMPUAN ADVOKASI MENINGKATNYA KEBERFUNGSIAN TSBD/K DAN KEMAMPUAN BERJEJARING
ketangguhan kabupaten:
FASE PENGEMBANGAN
FASE FINALISASI
IMPLEMENTASI AWAL
TARGET
TARGET
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
TARGET
28
28
28
28
28
28
28
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
28
TARGET
CAPAIAN
28
IndiKator 22
PERATURAN PB KABUPATEN
18
TARGET CAPAIAN
TARGET
INISIATIF-INISIATIF PRB: REBOISASI, PEMANFAATAN PEKARANGAN RUMAH TANGGA SOSIALISASI PRB PENGORGANISASIAN MASYARAKAT MEMPENGARUHI KEBIJAKAN/ADVOKASI
TINgKAT KOMUNITAS
PERDA PB TELAH DILEGALISASI TERSEDIANYA ARB DIBEBERAPA BPBD PENYUSUNAN PERDA & RENCANA PB ALOKASI DARI APBD ANALISis RISIKO BENCANA (ARB) KABUPATEN
MENGUATKAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN:
TARGET
CAPAIAN
CAPAIAN TARGET
MANOKWARI DAN BIMA
KETERANGAN BIMA DAN JAYAPURA
LOMBOK TIMUR, LOMBOK UTARA, FLORES TIMUR
KETERANGAN
CAPAIAN
8 LOMBOK TIMUR DAN FLORES TIMUR
JAYAPURA DAN LOMBOK UTARA
FORUM PRB KABUPATEN
MANOKWARI
FASE PENDIRIAN TARGET
RENCANA MANAJEMEN BENCANA KABUPATEN
KAJIAN KERENTANAN PEMETAAN RISIKO DAN KAPASITAS PARTISIPATIF PARTISIPATIF
CAPAIAN
TARGET
RENCANA AKSI MASYARAKAT
SISTEM PERINGATAN DINI
RENCANA KONTIJENSI
PERATURAN PB
PROSES
TINGKAT SEKOLAH
TARGET PROSES
TARGET
CAPAIAN
TARGET
25
25
25
keterangan BIMA
TARGET
PROSES
PROSES
FASE PEMBENTUKAN
BIMA DAN JAYAPURA
19 | TANGGUH
6 dari 6 platform Kabupaten dan 6 dari 6 organisasi mitra memiliki 1 GFP
Satu rancangan kebijakan nasional tentang pengarusutamaan gender dalam PB berdasarkan pengalaman proyek
Satu rancangan telah ada hasil dari kolaborasi dengan jaringan PRB nasional dan sudah dikonsultasikan public untuk finalisasi
Setidaknya 30% perempuan yang berpartisipasi dalam laporan program yang menyatakan bahwa mereka memberikan pengaruh kepada pembuat keputusan dalamorganisasi, dan jejaringnya.
Akan dianalisis di akhir proyek melalui analisis diari kader perempuan tangguh
TARGET
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
3
3
TARGET
CAPAIAN
25
18
FASE PENGUATAN
PROSES TARGET
PROSES
keterangan LOMBOK TIMUR, LOMBOK UTARA, FLORES TIMUR DAN MANOKWARI
CAPAIAN
FORUM PRB KEPULAUAN
TARGET
KETERANGAN
Semua platform kabupaten dampingan dan organisasi mitra memiliki paling tidak 1 gender focal point (GFP) yang aktif dalam menginstitusionalisasi kepemimpinan perempuan
SEMUA DAERAH DAMPINGAN
rencana kontijensi kabupaten TARGET
39% anggota tim adalah perempuan. Perempuan-perempuan ini menuliskan peran kepemimpinan mereka ke dalam diari.
18
keterangan
LOMBOK TIMUR, LOMBOK UTARA, FLORES TIMUR
30% anggota TSBK adalah perempuan dan 10% melaporkan bahwa mereka mampu memainkan peran kepemimpinan
CAPAIAN
TARGET
CAPAIAN
CAPAIAN
PULAU LOMBOK DAN PULAU SUMBAWA
FLORESTA RAYA
2 KAJIAN KERENTANAN & KAPASITAS PARTISIPATIF BERBASIS SEKOLAH
RENCANA AKSI SEKOLAH
RENCANA KONTIJENSI
2
TIM KESIAPSIAGAAN DAN RESPONS DESA
FORUM PRB DESA
2
2 FORUM PRB SEKOLAH
TANGGUH | 20
Oxfam adalah konfederasi internasional yang terdiri atas 17 organisasi independen yang bekerja di 94 negara di dunia. Visi Oxfam adalah terwujudnya tatanan dunia yang adil tanpa kemiskinan. Oxfam memperjuangkan sebuah dunia agar warga negara dapat mempengaruhi kebijakan yang berdampak pada kehidupannya, menikmati hak-haknya, dan mengemban kewajibannya sebagai warga negara dalam tatanan dunia yang menghargai dan memperlakukan manusia secara setara.
kemiskinan dan pembangunan di Indonesia sejak 1957. Oxfam mendukung dan memfasilitasi mitra nasional dan lokal di Indonesia untuk mewujudkan visi nasional agar perempuan diakui sebagai warga yang setara dan setiap orang dapat menikmati hak-haknya baik dalam kondisi guncangan maupun bencana. Secara khusus, Oxfam bekerja dengan mitra dan para pihak di tingkat nasional dan lokal untuk mewujudkan keadilan gender, keadilan ekonomi, serta hakhak dalam situasi krisis. Oxfam bekerja di 10 provinsi dan 34 kota dan kabupaten di Indonesia, berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menemukan solusi atas kemiskinan dan penderitaan.
Oxfam bertujuan untuk menciptakan solusi berkelanjutan atas ketidakadilan yang disebabkan oleh kemiskinan. Oxfam adalah bagian dari gerakan global untuk perubahan, sebuah gerakan yang memberdayakan setiap orang untuk menciptakan masa depan yang aman, adil, dan bebas dari kemiskinan. Oxfam telah berperan serta dalam pengentasan
Dalam Program Membangun dan Memperkuat Ketangguhan terhadap Bencana di Indonesia Timur ini, Oxfam di Indonesia bermitra dengan KONSEPSI di Kabupaten Lombok Timur, KOSLATA di Kabupaten Lombok Utara, LP2DER di Kota Bima, YPPS di Kabupaten Flores Timur, KIPRa di Kota Jayapura dan PERDU di Kabupaten Manokwari.
Dokumen ini didanai oleh lembaga bantuan internasional Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR) dan Uni Eropa melalui program kesiapsiagaan bencana (DIPECHO). Pandangan yang dikemukakan di dalamnya tidak dapat dipandang dengan cara apapun, sebagai pendapat resmi Pemerintah Asutralia & Uni Eropa. Kritik, saran dan pertanyaan: tangguh_newsletter@yahoo.com Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: Oxfam di Indonesia Tim Membangun & Memperkuat Ketangguhan terhadap Bencana di Indonesia Timur (Building & Deepening Resilience in Eastern Indonesia Team) Jl. Taman Margasatwa No 26 A Ragunan, Jakarta Selatan, 12550 Tel: +62-21 7811827, Fax: +62-21 7812321 www.oxfam.org.uk/indonesia | Twitter: @OxfamIndonesia Facebook.com/Oxfam.Indonesia | Oxfamblogs.org/Indonesia