Kumpulan Praktik Baik: UMKM Tangguh

Page 1


UMKM: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah


PETANI-PETANI TANGGUH DI KAKI MERAPI Warga Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sudah berkarib dengan Gunung Merapi berikut aktivitasnya. Berjarak 8 kilometer dari pusat erupsi, wilayah Srumbung masuk Ring 3 Merapi. Ancaman bencana di depan mata. Warga menyadari bahwa mereka akan terimbas setiap Merapi berulah. "Kami sejak kecil sudah tahu, entah kapan, pasti akan mengalami bencana," ujar Kandar Priyowibowo, warga setempat. Dia sudah mengalami tiga bencana besar Merapi pada 2003, 2006 dan 2010, berupa erupsi dan dampak turunan seperti banjir lahar dingin. Kehidupan harus terus menggelinding. Kandar tetap melanjutkan kegiatannya sebagai petani salak yang sudah dijalaninya sejak 1997. Dia menggarap sekitar 2 ribu hektar lahan milik keluarga yang diwariskan turun temurun. Tak hanya Kandar, hampir semua warga Srumbung menggantungkan hidup dari berkebun salak. Mereka membudidayakan salak kualitas super, Salak Nglumut.

2


Keteguhan itu menuntut usaha keras dan terobosan. Sebab, dampak dari bencana seiring aktivitas Merapi kadang parah dan lama. Saat Merapi meletus pada 2010 misalnya, produksi salak praktis berhenti. Sebagian lahan salak seluas 2800 hektar tertutup abu vulkanik. Dalam kondisi normal lahan seluas itu bisa menghasilkan 35 ribu ton salak kualitas ekspor setiap tahunnya. Dari catatan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, sekitar 80 persen atau 1,974 hektare lahan perkebunan salak di Kecamatan Srumbung tertutup abu vulkanik dari erupsi Merapi sehingga rusak parah. Kerugian usaha para petani mencapai Rp 1,15 triliun.

Kala itu para petani tak memiliki kesiapan mengamankan aset usaha. Kebun yang tak lagi produktif membuat mereka kehabisan uang simpanan maupun modal usaha. Tak sedikit dari mereka yang harus mencari pinjaman bahkan menjual aset. "Ketika di pengungsian, pengeluaran kami justru lebih banyak" kata Kandar. Meski kebutuhan pokok dipenuhi oleh pemerintah dan bantuan yang terus mengalir, tapi mereka masih harus memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, tanpa ada pemasukan sepeser pun.

3


Erupsi Merapi pada 2010 itu mengakibatkan kelumpuhan produksi sampai sekitar dua tahun lamanya. "Sampai pulih benar, butuh waktu tiga tahun, dan sementara sebelum pulih, kami berganti usaha dulu, seperti tumpang sari salak dengan cabai atau menjadi penambang pasir," kata Kandar. Untungnya Kandar aktif dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Luhur. Saat pemulihan pasca bencana, Gapoktan ini mengajukan proposal ke perusahaan obat-obatan pertanian, dan berhasil mendapatkan bantuan beras, alat pertanian seperti sabit dan obat-obatan untuk tanaman salak kelompok mereka senilai Rp 50 juta rupiah. Memang tidak semua anggota Gapoktan yang berjumlah 657 petani itu dapat menikmati bantuan tersebut, namun cukup untuk sekedar membuat produksi salak kembali menggeliat bangkit di daerah tersebut. Kandar dan para petani salak yang tergabung dalam Gapoktan Ngudi Luhur sejak awal 2015 dipilih menjadi pilot project dalam program Membangun Kerangka Kebijakan dan Model Ketangguhan UMKM/Swasta yang diinisiasi oleh Oxfam di Indonesia dan mitranya IDEA. Program ini akan menjadi model acuan untuk mengurangi kerentanan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap bencana. Program diharapkan bisa mengurangi jumlah UMKM yang bangkrut saat terjadi bencana, dan meningkatkan jumah UMKM yang dapat segera pulih dengan menggunakan kerangka acuan ketangguhan pihak swasta yang disebut A-BCM (Area-Business Continuity Management) atau RKU-K (Rencana Keberlanjutan Usaha Kawasan) untuk UMKM. Pengalaman dan praktek Kandar di atas dengan mengganti usaha sementara, dapat dijadikan referensi bagi penyusunan strategi dalam RKU-K khususnya strategi pengembangan usaha pengganti sementara sebelum usaha utamanya berfungsi kembali secara normal. "Kami tidak menemui kesulitan berarti dalam mendampingi para petani salak, mereka sangat responsif, dan karena tergabung dalam Gapoktan, pengorganisasian mereka pun menjadi lebih mudah," kata Bambang Hery, staf IDEA yang mendampingi Gapoktan Ngudi Luhur dalam program tersebut. Dia juga mendampingi petani salak di Kecamatan Salam. Para petani sudah memiliki semacam Standard Operating Procedure (SOP) sederhana terkait Pengurangan Risiko Bencana. Ini menjadi sangat penting mengingat daerahnya memang rawan bencana. "Yang sekarang sedang mereka buat adalah SOP untuk menyelamatkan salak mereka bila terjadi bencana," kata Bambang. Dalam konteks RKU-K, penyusunan SOP ini dapat dipandang sebagai upaya membangun kapasitas teknis yang telah ada pada UMKM.

4


Kehadiran IDEA di antara petani salak Kecamatan Srumbung, mendorong Gapoktan untuk menggali peluang yang ada. "Kami belajar menggarap potensi dan peluang yang ada dari IDEA, selain menerapkan SOP untuk meminimalisir akibat dari bencana alam," kata Sekretaris Gapoktan Ngudi Luhur Agustinus Suryono. Meski merasa belum bisa dikatakan sebagai UMKM Tangguh, Agus menikmati proses belajarnya dengan IDEA dan Oxfam dalam perumusan konsep UMKM Tangguh tersebut. "Kami kan petani sederhana, jadi sulit memahami konsep PRB yang bahasanya terlalu akademis, namun IDEA terus mendampingi kami dengan selalu mengkomunikasikan kepada petani-petani tentang kekurangan yang ada," kata Agus. Dengan pendampingan IDEA, Gapoktan Ngudi Luhur juga mendorong SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Magelang membantu petani dengan lebih efektif dan efisien. Capaian窶田apaian lain juga terus dikejar para petani dan pendampingnya, secara umum untuk mendukung daya tahan dan kesiapan warga di tengah ancaman bencana.

5


LIAT DAN SIAP DITERPA BENCANA Salak Nglumut berwarna coklat mengkilat kekuningan. Buahnya bersisik dan besarnya setengah dari kepalan pria dewasa. Setiap ukuran buahnya relatif lebih besar dibanding salak lokal. Rasanya perpaduan manis dan asam, menyegarkan tanpa ada rasa sepat. Gizi kalsium dan protein tinggi terkandung di dalamnya. Dengan keunggulan itu tak heran Salak Nglumut menjadi varietas primadona produk pertanian Kabupaten Magelang.

Sertifikasi produk yang menjadi salah satu indikator UMKM Tangguh telah lama dipegang oleh para petani salak yang tergabung dalam Gapoktan Ngudi Luhur, di Kecamatan Srumbung. Kebun-kebun salak mereka telah terdaftar dengan sertifikat pangan organik. Salak Nglumut asal Srumbung pun menjadi komoditi andalan ekspor ke Cina. Bencana sempat memukul para petani. Menurut catatan Gapoktan Ngudi Luhur, ekspor Salak Nglumut ke Cina turun signifikan pasca terjadinya bencana erupsi Merapi. Pada 2010, sesaat sebelum Merapi meletus, besaran ekspor mencapai 251.339 kilogram. Tahun berikutnya pada 2011 anjlok di angka 105.424 kilogram. Tak patah semangat, para petani tetap berusaha bangkit. Perlahan tapi pasti mereka terus memulihkan penjualan. Tren cenderung positif. Pada 2014 angka produksi sudah menggeliat di kisaran 216.800 kilogram. Meski terseok-seok dalam usaha menghidupi diri sehari-hari dan mencukupi ongkos produksi, para petani salak ini telah menunjukkan ketangguhan dalam menyiapkan diri pasca bencana. "Desa ini tradisinya desa bencana, pola pikirnya pun desa bencana," kata Kandar. "Kami belajar dari pengalaman pahit di 2003, kalau kita ngga nabung, pasti hancur." Kemudian dimulailah satu gerakan sederhana namun efektif. Setiap Selasa Kliwon, seorang staf Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dari Gapoktan Ngudi Luhur akan berkeliling mengumpulkan kaleng-kaleng yang sebelumnya telah dibagikan ke anggota Gapoktan. Kaleng-kaleng yang semula kosong itu menjadi berat karena terisi penuh dengan uang recehan.

6


Gerakan ini bertajuk "Gurmangtus", sebuah gerakan dengan konsep menabung para petani salak. Gurmangtus adalah kependekan dari Gur Limangatus dari bahasa Jawa, yang artinya 'hanya lima ratus'. Setiap hari para petani salak yang terdaftar dalam LKM Ngudi Luhur akan menabung recehan setidaknya lima ratus rupiah ke dalam kaleng-kaleng itu. Dari kegiatan itu, satu anggota saja bisa mengumpulkan hingga Rp 13,7 juta. Uang tersebut dipakai untuk keperluan sehari-hari saat mengungsi, "Terutama untuk jajan anak-anak," ujar Agustinus Suryono. Tidak hanya sebagai tabungan, uang yang berhasil dikumpulkan dalam gerakan Gurmangtus juga digunakan untuk asuransi pendidikan anak-anak mereka. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Magelang, Budi Sumantri, menyatakan para pelaku UMKM yang menjadi sasaran program IDEA dan Oxfam dikatakan tangguh. Ketangguhan yang dimaksud di sini berupa adaptasi, atau bentuk kelenturan secara naluri sebagai makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketangguhan secara naluri namun belum terstruktur dengan baik itu, terukur salah satunya dari aspek kredit. UMKM yang terkena bencana biasanya punya banyak kredit di bank. "Jadi, saat terjadi bencana, bank membayangkan kredit bisa macet sekian tahun, tapi ternyata tidak sampai satu tahun kredit sudah bisa jalan lagi," kata Budi. Para petani itu terbukti liat, dan kini siap menghadapi bencana.

7


8


JATUH BANGUN SLONDOK Jalan menuju Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang bergelombang dan sempit. Setelah menempuh sedikitnya 25 kilometer dari pusat kabupaten, maka sampailah ke daerah sentra slondok itu. Slondok adalah hasil olahan ketela atau singkong berupa makanan ringan dan kering yang bisa menjadi makanan selingan atau teman makan nasi. Kegiatan membuat slondok telah menjadi kegiatan sehari-hari warga desa Kenalan. "Slondok gethuk itu yang ketelanya ditumbuk," kata seorang pengrajin slondok, Edi Wahyono. Di sela membuat slondok dia menjelaskan perbedaan slondok jenis gethuk dan jenis krepus. Pada jenis krepus singkongnya diparut. Edi adalah generasi ke-3 pembuat slondok. “Belajar dari mbok saya cara buat slondok," katanya. Proses pengolahan singkong menjadi slondok di Kenalan telah mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Awalnya generasi pertama masih tradisional yakni membentuk adonan yang akan dipotong-potong bentuk bulat dengan tangan saja. Selanjutnya generasi kedua sudah menggunakan bantuan penggiling daging. “Sekarang kami menggunakan mesin dinamo," kata Edi. Dia berharap generasi selanjutnya bisa lebih canggih lagi dalam memproduksi slondok agar lebih praktis, sehingga bisa terjadi peningkatan produksi.

9


Sebagian besar warga Desa Kenalan adalah petani singkong yang panen setahun sekali. Mereka kemudian menambah nilai pada jenis pangan tersebut dengan diolah menjadi makanan ringan. Pesanan terus mengalir. Tingginya permintaan slondok dari daerah ini tak jarang membuat pengrajin kewalahan. Pasalnya, di bulan-bulan tertentu, persediaan singkong sangat minim, karena masyarakat di satu desa cenderung panen di waktu yang bersamaan. Produksi slondok pun menurun. Karena itu bahan baku singkong kadang didatangkan dari desa maupun kabupaten tetangga. "Supply kita minus padahal demand tinggi," terang Kepala Sie Industri Alat Transportasi dan Telematika Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM (Disperinkop UMKM) Kabupaten Magelang Adang Atfam. Pengrajin slondok juga harus menghadapi kendala lain yakni bencana. Desa Kenalan yang acap dilanda bencana, cukup menyulitkan pengrajin slondok untuk mempertahankan konsistensi produksi. Tanah longsor, angin kencang, adalah bencana rutin yang harus mereka hadapi. Tentu saja, selain gempa dan bencana besar seperti erupsi Merapi. Bencana yang terakhir ini sempat membuat produksi slondok terhenti total hampir tiga bulan. "Semua kena dampak abu vulkanik," kata Edi Wahyono, menggambarkan keadaan pasca erupsi Merapi 2009 silam. Saat itu kendaraan juga tidak bisa keluar masuk karena gempa mengakibatkan longsor, akses transportasi ke dalam dan ke luar desa jadi terhambat. Desa Kenalan yang terisolir kian diperparah oleh pemadaman listrik selama dua bulan. Singkong yang harusnya dipanen sudah membusuk di dalam tanah seiring aktivitas vulkanik. "Jangankan memikirkan produksi slondok, kami saja sulit untuk bertahan hidup," ujarnya. Dalam cuaca normal produksi slondok membutuhan waktu tiga hari hingga tahap penggorengan. Para pengrajin slondok harus berjuang di setiap musim. Bahan baku mereka, singkong, cenderung berkualitas buruk di musim penghujan di bulan November Februari, karena pengaruh kadar air dalam singkong meningkat. Hal ini mempengaruhi kualitas slondok yang digoreng.

10


Di luar faktor cuaca, pembuat slondok juga masuk dalam tata niaga yang kurang menguntungkan karena tergantung dengan tengkulak yang menguasai aspek penjualan slondok. Setiap 10 kilogram slondok yang mereka bawa ke tengkulak, 1 kilogram menjadi bayaran untuk jasa tengkulak.

Terkait dalam penanganan pasca bencana sendiri, Disperikop UMKM Kabupaten Magelang, mengaku sedang merumuskan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) untuk UMKM. Dinas ini masuk dalam satuan pelaksana penanggulangan bencana di sub sektor ekonomi. "Inti pelayanan kami adalah memfasilitasi UMKM dalam pemasaran, pendampingan, koperasi dan dukungan jaringan pemasaran dan kelembagaan," jelas Adang Atfam. Saat bencana 2009, instansinya diberi tugas untuk memulihkan UMKM dengan standar operasi dan prosedur yang masih dimatangkan. Menurut Adang, yang dibutuhkan UMKM pasca terjadinya bencana, adalah perbaikan sarana usaha mereka, dengan menghidupkan kembali aktivitas pasar. Harapannya, dengan terciptanya jalur pasar maka para pengrajin slondok lebih terpacu meningkatkan produksi. Sejalan dengan ini, Oxfam bekerjasama dengan Perkumpulan IDEA telah mendampingi UMKM slondok ini untuk memperkuat ketangguhannya terhadap bencana. UMKM difasilitasi dalam memahami konteks kebencanaan dan dampaknya terhadap usaha; serta menyusun berbagai strategi baik pada tahap sebelum, saat, dan sesudah bencana untuk memastikan terjaminnya keberlanjutan usaha mereka meskipun terjadi bencana. Kajian kebencanaan dan strategi usaha berkelanjutan ini didokumentasikan dalam Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU) untuk perorangan dan RKU-Kawasan untuk tingkat kawasan dan kolektif.

11


KENALKAN, PEREMPUAN DESA KENALAN Pengrajin slondok di Desa Kenalan mencapai 30 persen dari 440 kepala keluarga di sana. Mayoritas pengrajin adalah perempuan. Di antara perempuan pengrajin slondok, terlihat seorang perempuan yang lebih aktif dibanding yang lain, namanya Kalimah. Perempuan berusia 46 tahun itu tinggal berdua dengan suaminya. Anak-anaknya sudah besar dan tak lagi tinggal bersama mereka. Di rumahnya yang bersih dan rapi, Kalimah tidak berhenti mengaduk cairan gula jawa yang mulai mengental di wajan. "Sekarang persediaan singkong sudah habis, jadi saya tidak produksi slondok dulu," katanya sambil mengaduk. Tak hanya membuat slondok, dia kadang juga membuka usaha jasa pemijatan. Pekerjaan sampingan lainnya adalah bertani cabe, jahe, membuat gula jawa, dan munggleng yakni kerupuk yang dibuat dari sisa nasi. Kalimah mampu memproduksi satu kwintal slondok krepus dalam satu waktu saat cuaca normal. Dia belajar membuat slondok krepus lewat pelatihan PKK. "Dulu marutnya masih pakai pedal," ucapnya sambil tertawa. Kini dia terpacu untuk menjadi lebih kreatif lagi sejak banyak mengikuti pertemuan dan pelatihan yang diinisiasi IDEA dan Oxfam untuk identifikasi bencana dan

12


bagaimana menyiapkan diri menjadi UMKM Tangguh. "Kalau saya ceritakan semalaman bagaimana IDEA membantu kami untuk terus berkembang, tidak akan cukup," ujarnya. Ia pun tidak hanya sekedar memproduksi slondok, tapi telah belajar untuk mengatur manajemen produksi dan keuangannya. Imam Setiyadi, staf program IDEA melihat manajemen yang diaplikasikan di Desa Kenalan, masih sangat tradisional, di mana manajemen keuangan usaha masih bercampur dengan keuangan keluarga. Nyaris seluruh pengrajin juga belum pernah mengajukan kredit ke bank. Imam lalu memperkenalkan metode khas Oxfam dalam mengkaji dan memetakan pasar yang disebut metode Emergency Mapping Market Analysis (EMMA) yang sedianya berfungsi melengkapi dokumen Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU) nantinya.

EMMA yang diadaptasikan dengan kondisi yang ada, membuat pengrajin mampu memetakan rantai produksi dari bahan baku sampai dengan konsumen, pada saat tidak terjadi bencana, dibandingkan dengan saat terjadi bencana. Hasil perumusan dengan para pengrajin yakni; adanya peta rantai produksi slondok sampai dengan pemasaran, pembiayaan produksi slondok dari bahan baku hingga harga jual, membuat kalender musim, dan proses produksi dari bahan baku sampai dengan

13


menjadi slondok. "Target EMMA, mengetahui dimana produksinya putus, sehingga bisa memutuskan kapan dibutuhkan intervensi program," Imam menjelaskan. Metode EMMA ini digunakan oleh Kalimah untuk mengatur dan membuat pembukuan produksi yang rapi. "Saya jadi tahu berapa jumlah modal yang sebenarnya saya keluarkan, dan berapa keuntungan yang saya dapatkan," tuturnya. Keuntungan itu yang kemudian ditabung oleh Kalimah. "Di desa itu banyak pengeluaran, seperti sumbangan kalau orang hajatan," katanya. Meski begitu, ia mengaku mampu menabung sekitar Rp 200-300 ribu rupiah sebulan. Tabungannya juga cukup untuk membiayai pernikahan anaknya, membeli sepeda motor secara tunai, dan membantu menambah dana anaknya untuk membeli mobil. "Sekarang saya juga mengajari ibu-ibu lain untuk ikut menabung dan mulai mencatat secara rapi pengeluaran dan keuntungan," katanya. Sekarang, penting bagi Kalimah untuk menjadi pribadi UMKM Tangguh, karena ia tidak mau lagi efek dari peristiwa pasca bencana gempa dan erupsi Merapi berulang. "Malam itu, terus terdengar suara gemuruh, kayu-kayu patah, tapi kami semua bingung mau bagaimana, kalau di dalam rumah juga takut gentengnya amblas," urainya. Genteng dapur tempat ia memproduksi slondok ternyata termasuk yang amblas. Kondisi tak menentu, ditambah pemadaman lampu selama dua bulan otomatis membuat produksi slondok terhenti total. "Singkong juga jadi biru-biru karena erupsi," katanya. Namun, naluri ketangguhan Kalimah tidak membuatnya putus asa. Meski sempat bingung harus bagaimana untuk kembali berproduksi, ia dan suaminya memulai dengan mengolah singkong yang saat itu tidak bisa dijadikan slondok tersebut menjadi gaplek. Setelah dua bulan, mereka mulai kembali membeli bahan baku dan alat untuk memulai kembali produksi slondok krepusnya. "Kami beruntung, ada yang bantu pasokan bahan baku, dimana kita tidak harus langsung bayar ketelanya, tapi boleh dibayar setelah slondok jadi," katanya. Kini, Kalimah melangkah lebih siap dan pasti. Bagi Kalimah, semua pengalaman diatas khususnya berhentinya usaha karena bencana, menjadi pengalaman berharga dalam menyusun rencana-rencana yang disebut Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU). RKU ini untuk memastikan tidak

14


terulanginya lagi kejadian yang sama ataupun yang lebih buruk lagi dan pada akhirnya, menjamin keberlanjutan usaha Kalimah. Proses penyusunan RKU bagi Kalimah dan pengrajin slondok lainnya ini difasilitasi oleh Perkumpulan IDEA bekerjasama dengan Oxfam melalui Program Membangun Kerangka Kebijakan dan Model Ketangguhan Swasta.

TANGGUH DAN BERLANJUT: SUSAH-SUSAH GAMPANG Institute for Development and Economic Anaysis (IDEA) yang merupakan lembaga mitra Oxfam di Yogyakarta, berfokus pada advokasi perencanaan pembangunan dan anggaran. Salah satunya terkait Pengurangan Risiko Bencana (PRB). "Jadi, konsep PRB bukan hal baru," kata Sunarja, Project Manager untuk program Membangun Kerangka Kebijakan dan Model Ketangguhan UMKM/Swasta. Meski bukan konsep baru, namun mengaplikasikan konsep PRB untuk UMKM sendiri, masih termasuk hal yang baru. Program itu sendiri dimulai pada awal 2015. Bagaimana perjalanannya? Setelah melakukan asesmen dan berkoordinasi dengan BPBD dan BAPPEDA dengan indikator seperti daerah rawan bencana, daerah dengan jumlah UMKM yang banyak dan adanya program pemerintah di daerah tersebut, terpilihlah daerah petani salak dan pengrajin slondok dalam program ini. Kedua kelompok UMKM tersebut akan menjadi model acuan untuk meminimalisir kerentanan UMKM terhadap bencana dengan harapan bisa mengurangi jumlah UMKM yang bangkrut saat terjadi bencana, dan meningkatkan jumah UMKM yang dapat segera pulih. Mewujudkan ketangguhan dan keberlanjutan usaha bagi pelaku usaha mikro seperti pengrajin slondok di Desa Kenalan, dan usaha kecil menengah seperti petani salak di Kecamatan Srumbung, tidak hanya menjadi tanggung jawab mereka sendiri, melainkan juga kewajiban pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha seperti pihak swasta. Untuk itu, Oxfam menggunakan kerangka acuan ketangguhan yang disebut Area-Business Continuity Management (A-BCM) atau Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU) baik untuk UMKM perorangan maupun RKU Kawasan (RKU-K). Namun, memperkenalkan konsep RKU pada petani salak maupun pengrajin slondok yang berpikiran sederhana dan umumnya sebatas pada produksi dan pemasaran produk, 15


bukanlah perkara gampang. "Pada pertemuan-pertemuan awal terasa berat, saat mengenalkan konsep PRB ke orang-orang yang menganggap musibah dan bencana sudah biasa, baru terjadi perubahan pemikiran setelah lima kali pertemuan," kata Imam Setiyadi yang menjadi staf program untuk daerah dampingan Desa Kenalan, tempat para pengrajin slondok tinggal. Dia mengingat, saat pemetaan dampak dan risiko, saat asesmen hanya dua pengrajin slondok yang hadir. Padahal, mengimplementasikan dokumen RKU adalah semacam simulasi kesiapsiagaan dan penyelamatan saat terjadi bencana dengan sumberdaya yang dimiliki. Namun hebatnya, dalam waktu yang relatif singkat, IDEA bersama Oxfam dan UMKM dampingan mereka pada akhirnya mampu menyusun dokumen RKU Kawasan (RKU-K) tersebut. "Saya lebih banyak mendengarkan mereka bercerita, bukan wawancara formal, sehinga banyak informasi yang bisa kita dapatkan," Imam menjelaskan rahasia keberhasilan penyusunan RKU-K yang melibatkan multi sektor ini. Pertemuan demi pertemuan lintas sektoral, antara pihak UMKM dampingan IDEA dan pemerintah serta sektor swasta, membuka ruang untuk sharing atau berbagi informasi. Selain sharing pengalaman dari para pelaku UMKM sendiri, informasi tentang kebijakan pemerintah sangat penting diketahui oleh semua pihak. Bagaimanapun pemerintah adalah pihak yang mempunyai kebijakan tentang UMKM, baik kebijakan dalam kondisi tidak terjadi bencana mupun sewaktu bencana. Pihak swasta juga punya andil dalam pemberian bantuan bentuk logistik dan lainnya, pasca terjadi bencana. Pemerintah diharapkan punya kebijakan untuk mendukung ketangguhan UMKM terhadap ancaman bencana. "Kami diberi wawasan, UMKM tangguh itu seperti apa," ujar Kamto, Kepala Urusan Pembangunan Desa Kenalan. "Kalau dulu, ya pasrah saat terjadi bencana," katanya yang harus menjual aset ternaknya seperti ayam dan kambing untuk kembali memproduksi slondok dan bertahan hidup. "Tapi setelah campur tangan IDEA dan Oxfam, kami sekarang sudah siap untuk sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana," ucapnya, percaya diri. Penerapan SOP saat terjadi bencana seperti kekeringan, longsor dan gempa di desanya kini terus dimatangkan. Begitu juga dengan para petani salak Kecamatan Srumbung. "Belum semua petani memahami konsep PRB," ungkap Agustinus Suryono, Sekretaris Gapoktan Ngudi Luhur. Ia juga mengaku membutuhkan waktu untuk menerapkan konsep itu ke teman-teman petani. Apalagi saat perumusan RKU-K, bahasa yang terlalu akademis membuat mereka bingung. "Tapi kalau dengan IDEA kan lebih banyak sharing, dan

16


mereka terus mendampingi saat perumusan RKU-K tersebut, jadi kita sekarang tahu sebenarnya kita butuh apa," katanya.

Agus menambahkan, justru pasca terjadi bencana, masih banyak sumber daya yang dimiliki petani bisa dimanfaatkan, dan tidak perlu langsung hanya mengharapkan bantuan dari pihak lain. Sebelum menyusun RKU-K memang perlu disusun rencana keberlanjutan usaha secara individu yang sesuai dengan hasil produksi. Dengan tujuan memetakan dampak kejadian bencana terhadap kegiatan usaha mereka masing-masing, maka UMKM dapat melakukan upaya-upaya pemulihan usaha serta juga rencana ke depan seperti upaya pengurangan risiko dan percepatan pemulihan usaha. Selain itu perlu juga dilihat kondisi keuangan mereka untuk mempersiapkan pemulihan kembali usahanya. RKU-K sendiri mencerminkan: (1) kajian risiko bencana dan UMKM (2) strategi komprehensif UMKM untuk keberlanjutan usaha baik pada tahap pencegahan dan mitigasi; respons kedaruratan; rehabilitasi dan rekonstruksi (3) kemitraan multi pihak untuk ketangguhan usaha pada tingkatan kawasan.

17


INVESTASI BARU TEPAT SASARAN Saat terjadi bencana gempa dan letusan Merapi pada 2010, petani salak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, terkena dampak bencana langsung dan tidak langsung. Kebun berikut tanaman salak rusak, juga peralatan kerja dan alat transportasi. Belum lagi jumlah dan kualitas tenaga kerja yang menurun, turunnya semangat kerja, tekanan dari kreditor terhadap hutang jatuh tempo, hingga hilangnya kepercayaan pembeli karena terhambatnya produksi.

Pemerintah pun mengucurkan bantuan dana hingga Rp 134,261 miliar memulihkan ekonomi masyarakat. Selain itu bantuan benih, alat pertanian, pupuk organik, NPK, dan bibit batang salak pun diberikan dengan nilai hampir Rp 1,5 miliar. Apakah bantuan itu efektif bagi para petani salak? Menurut Kandar Priyowibowo, anggota Gapoktan Ngudi Luhur, kebanyakan bantuan tidak tepat sasaran. Dia mencontohkan alat pencacah pelepah salak yang diberikan pemerintah sebagai bantuan. Meski alat itu berfungsi baik, namun tidak maksimal, karena tidak disesuaikan dengan kebutuhan petani salak.

18


Demikian juga penilaian Sekretaris Gapoktan, Agustinus. "Bantuan alat pertanian dari pemerintah banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan, terutama kualitasnya," ujar dia. Sebenarnya telah ada pengetahuan dan penalaran yang telah dimiliki oleh UMKM untuk memecahkan masalah saat terjadi bencana. Seperti petani salak yang melakukan proses perbaikan tanaman salaknya, justru hanya dengan melakukan pemangkasan pelepah-pelepah salak yang rusak terkena abu vulkanik, dengan meninggalkan tunas pohon salak yang akan dipelihara hingga tumbuh. Kebun yang mengandalkan tunas pohon salak yang lama malah menghasilkan produksi salak lebih tinggi dibandingkan dengan kebun yang menanam salak dengan bibit baru. Selanjutnya IDEA dan Oxfam memfasilitasi pengadaan lima unit alat pencacah pelepah salak, "Saat ini masih dalam pengerjaan," kata Bambang Hery, staff program IDEA yang mendampingi petani salak di Kecamatan Srumbung. Dalam Rencana Keberlanjutan Usaha Kawasan (RKU-K), dirumuskan enam strategi pasca bencana yang terkait PRB terhadap UMKM, yakni peningkatan kapasitas, usaha sementara, investasi baru, transfer risiko dalam bentuk asuransi usaha,

19


sharing risiko dan usaha baru. Dalam waktu yang relatif singkat, karena program ini baru dimulai di awal tahun 2015, beberapa strategi tersebut sudah dilaksanakan untuk menciptakan UMKM yang tangguh baik individu maupun dalam satu kawasan tertentu, di Kabupaten Magelang. Dengan perumusan RKU-K tersebut, jenis investasi baru yang bagaimana yang benar-benar dibutuhkan para pelaku UMKM, akan dapat teridentifikasi. Berbeda dengan petani salak yang membutuhkan pencacah pelepah salak untuk kebutuhan pupuk organik mereka, para pengrajin slondok di Desa Kenalan memerlukan genset (generator set) listrik. Mengingat pengalaman di tahun 2010, dimana perbaikan listrik dan sistem komunikasi memakan waktu hingga dua bulan lamanya, padahal listrik sangat penting dalam upaya mereka mendapatkan bantuan untuk keberlanjutan usaha. Kemudian, Oxfam dan IDEA pun mendatangkan genset dengan daya kerja 12000 watt. "Genset ini semacam alat P3K yang akan dipakai untuk penerangan kalau ada bencana," kata Kamidi, Kepala Desa Kenalan. Genset dengan 12000 watt tersebut bisa digunakan sebagai penerangan untuk 20 rumah tangga, atau 10 rumah yang memproduksi slondok. Genset tersebut bahkan bisa dipindahkan sesuai keperluan. "Untuk produksi slondok, rencananya genset ini akan bisa disalurkan hingga dekat ke tempat pengrajin untuk menggerakkan mesin penggiling," jelasnya. Terjalinnya komunikasi dengan SKPD terkait di pemerintahan dan juga pihak swasta, untuk mengetahui bantuan yang tepat untuk UMKM yang menjadi korban bencana alam adalah sangat penting guna percepatan pemulihan fasilitas dan iklim usaha kawasan pada saat penanganan tanggap darurat. Pendekatan pemulihan secara integratif untuk para pelaku UMKM mutlak dilakukan untuk mencetak UMKM yang tangguh bencana.

20


FORUM UMKM TANGGUH NAN LUWES Erupsi Merapi tahun 2010 adalah erupsi siklus 40-60 tahunan yang bersifat eksplosif dan menghancurkan, mengakibatkan arus pengungsian yang berlangsung lama hingga sekitar dua bulan. Data Pusdalops Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan jumlah pengungsi di kabupaten Magelang mencapai 93.114 jiwa. Jumlah kerugian secara keseluruhan mencapai Rp 2,866 trilyun rupiah, dengan kerugian paling besar adalah sektor ekonomi dimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) termasuk di dalamnya. Secara khusus, UMKM merugi Rp 3,42 miliar secara langsung, dan menderita kerugian tidak langsung sebesar Rp 8 miliar. Ditambah lagi, tutupnya pasar akibat erupsi Merapi yang menyebabkan kerugian Rp 239,33 milyar. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka perlu dipikirkan agar UMKM tidak lagi terpuruk bila terjadi bencana dan pulih dengan cepat. Bagaimanapun juga, semakin lama mereka berhenti dari usahanya, akan semakin banyak uang yang diperlukan untuk membiayai kehidupan sehari-hari, hingga makin banyak pula aset yang harus mereka jual, dan ujungnya semakin banyaknya pinjaman mereka.

21


Perumusan UMKM yang tangguh bencana telah dilakukan dengan penjabaran beberapa indikatornya dalam Rencana Keberlanjutan Usaha Kawasan (RKU-K); baik aspek memahami risiko bencana, tata kelola, investasi Pengurangan Risiko Bencana, maupun peningkatan kesiapsiagaan bencana. "Tapi belum banyak yang mengerti gagasan besar RKU-K untuk PRB terhadap UMKM," kata Sunarja dari IDEA. Padahal gagasan besar tersebut akan lebih mudah terwujud bila multi stakeholder dihadirkan dalam suatu forum. Komunikasi yang erat dan sudah lama terjalin antara IDEA dengan Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD), Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Magelang terkait penanganan pasca bencana, Dinas Perindustrian dan Koperasi (Disperinkop), UMKM dampingan dan pihak swasta, kemudian melahirkan suatu forum yang diberi nama Forum Komunikasi UMKM Tangguh Bencana. "Saya yang memberi nama forum itu," kata Adang Atfam, Kepala Sie Industri Alat Transportasi dan Telematika Disperinkop Kabupaten Magelang, setengah bercanda. Ikhwal peran Disperinkop di forum tersebut, dia menjelaskan, "Kita yang sounding tentang risiko bencana, dan nanti di tahapan ketika ada bencana, kita yang akan harus langsung menangani UMKM-nya". Hal ini terkait fungsi Disperinkop sendiri yang menangani tiga bidang, yakni bidang industri, koperasi dan UMKM. "Ketika ada kebutuhan, appraisal ada di kita, Disperinkop yang menilai, siapa yang berhak dapat bantuan berapa," jelasnya, merujuk pengalaman 2010. "Istilahnya, kalau ke atas kan BPBD, kita yang ke bawah, ke UMKM-nya". Di lain kesempatan, Budi Sumantri, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Magelang juga mengaku belum ada fokus PRB untuk UMKM. "Di Rehabilitasi Rekonstruksi hanya sejenis pemulihan pelaku usaha," kata Budi. Sebagai contoh, BNPB dan BPBD Magelang, memberi dana stimulan untuk petani salak, tapi bagaimana kelanjutan usaha salak itu belum terpikirkan sampai ada inisiasi dari BNPB dan Oxfam, dengan BPBD Magelang dibantu sepenuhnya oleh IDEA. "Memang baru kali ini adanya rencana keberlanjutan usaha kawasan 22


atau RKU-K, karena yang peduli dan mengurus unit usaha mikro belum ada, sampai dengan sekarang," ungkapnya. Sebenarnya, tercatat 58 SKPD terkait dari tingkat kelurahan hingga kabupaten untuk PRB terhadap UMKM ini, namun yang selama ini aktif dalam pembahasan RKU-K, masih sedikit. "Karena ini melibatkan multipihak, kita lepas baju, tidak lihat jabatan, karena semua ikut berproses," ujar Budi. Menurut dia keberadaan forum komunikasi untuk membentuk UMKM yang tangguh bencana sebaiknya bersifat non formal demi keefektifan forum itu sendiri. "Forum ini sangat strategis, tidak perlu diformalkan, lintas sektoral bisa lebih cair, sambil ngopingopi, karena kalau diformalkan, harus ada semacam pengawas," jelasnya. Sejauh ini telah ada lembaga formal yang dinaungi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), karena program penanganan bencana sudah masuk RPJMD ke-6, "Tinggal menambah kegiatan UMKM, nah Forum Komunikasi UMKM Tangguh Bencana nanti lah yang akan mengawal ini". Forum ini konsepnya sebagai diversifikasi program, agar bisa melengkapi pihak yang membutuhkan dan pihak yang memberi. Forum komunikasi yang sifatnya lentur dibutuhkan karena pemerintahan seringkali dibatasi dengan administrasi perencanaan yang bersifat lebih kaku dan terstruktur. Adang juga sepakat dengan Budi Sumantri, agar anggota Forum Komunikasi UMKM Tangguh Bencana tidak harus mewakili lembaga. "Supaya tidak repot kalau ada mutasi jabatan," katanya. Yang penting baginya, tiap individu tersebut peduli terhadap pengurangan risiko bencana, dan terlebih lagi terhadap UMKM. "Mereka jadi tahu, UMKM pun ternyata punya sumber daya yang bisa dimanfaatkan, termasuk jaringan yang ternyata dibutuhkan oleh industri-industri besar". Budi Sumantri berharap Forum Komunikasi UMKM Tangguh Bencana bisa efektif menjamin bantuan yang diharapkan dari UMKM bisa sesuai dan tepat sasaran, karena berangkat dari kepedulian bersama tanpa ada jarak "Artinya, apa yang kita butuhkan dan rencanakan dulu, sebelum ada donor memberikan sesuatu," ujarnya. Kalau perlu, ada anggota forum yang memberi bantuan kepada sesama anggota forum, tidak hanya sekedar menerima bantuan. "Semakin banyak pertemuan, kita akan semakin mengerti apa yang dibutuhkan saudara-saudara kita, pelaku UMKM," ucapnya.

23


Memperkuat Ketangguhan Masyarakat di Kabupaten Agam Oxfam - Jemari Sakato

24


MELAWAN LUPA GEMPA Bumi berguncang, jalanan terbelah, bangunan roboh, pohon bertumbangan. Orangorang pun berhamburan. Tak lama, gulungan ombak yang dua kali tinggi rumahrumah tepi pantai bergerak dari tengah lautan ke tepi. Hempasannya menyapu semua yang diam dan bergerak. Siapapun sulit menghindari gelombang itu. Gempa dan tsunami Aceh di 2004 itu seakan membuka mata setiap orang akan bahaya yang mengintai dari perut bumi. Bencana itu tak bisa dikendalikan oleh manusia di atasnya. Yang bisa dilakukan hanya mengantisipasi guna menekan kerugiannya. Menurut lokasinya, sejumlah daerah di Indonesia yang terkenal rawan bencana, sudah terbiasa digoyang gempa dan berbagai bentuk bencana alam lain seperti banjir, abrasi pantai, puting beliung dan longsor. Meski demikian, masih banyak masyarakat yang tetap bersikeras tinggal di tempat dengan ancaman bencana alam yang terlanjur mereka anggap sebagai rumah. Masyarakat yang rentan bencana tersebut pun belajar menyesuaikan diri, beradaptasi semampu mereka. Namun, kesiapsiagaan yang lebih terstruktur dan terencana kini menjadi hal yang mutlak, terutama bila dikaitkan bencana lebih besar semisal ancaman bencana Megathrust Mentawai yang diprediksi oleh para ilmuwan, yang akan memicu terjadinya gempa dengan potensi tsunami besar di pantai barat pulau Sumatera dan tinggal menunggu waktu.

25


Kabupaten Agam, yang terletak di sepanjang pesisir barat Sumatera, berada tidak jauh dari episentrum gempa tahun 2009 lalu yang merontokkan kota Padang dan sekitarnya. Dua gunung api yang terletak di bagian timur, yakni Gunung Marapi dan Gunung Singgalang, masih menyimpan rahasia besar akan kekuatan mereka. "Sumatera Barat itu ibarat minimarketnya bencana, dan Agam adalah daerah yang paling kompleks di provinsi ini," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam, Bambang Warsito. Di wilayah yang rentan itu penduduk yang tinggal di sekitar lokasi ancaman bencana terbilang tidak sedikit. Dari jumlah penduduk 459.155 jiwa, terdapat kelompok rentan sekitar 148 ribu jiwa. Sebagian di antaranya, tinggal di Desa atau Nagari Tiku Selatan. Masyarakat di lokasi inilah yang menjadi lokasi Oxfam dan lembaga mitranya, Jemari Sakato (Jaringan Kerja Pengembangan Partisipasi Indonesia Sakato), dalam program Memperkuat Ketangguhan Masyarakat atau Deepening Resilience. "Dalam hal PRB, Oxfam lebih komprehensif programnya, jadi kita lebih

26


tertantang," ucap Imran Sarimudanas, project manager Jemari Sakato untuk program yang bertujuan salah satunya adalah mencetak pelaku Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) tangguh bencana di Kabupaten Agam ini. Berdasarkan data sekunder Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) 2013, Nagari Tiku Selatan memiliki 133 UMKM sektor industri dan 390 UMKM sektor perdagangan dan jasa. Berdasarkan karakteristik UMKM, lebih banyak yang termasuk dalam kategori usaha mikro dan kecil, dengan penghasilan kurang dari Rp 50 juta per tahun dan jumlah pekerja kurang dari 10 orang. Lokasi UMKM di daerah ini umumnya sekitar 200-1000 meter dari laut. Berdasarkan hasil kajian risiko UMKM yang dilaksanakan Oxfam bersama Jemari Sakato di awal program ini, jika terjadi bencana gempa dan tsunami, diperkirakan 523 UMKM akan berhenti berproduksi, dan aset dengan nilai lebih dari Rp 4 miliar akan hilang ataupun hancur. Sebelum program ini dijalankan, banyak di antara pelaku UMKM yang belum memiliki asuransi usaha, belum ada rencana usaha sementara jika terjadi bencana, apalagi perencanaan modal usaha pasca-bencana. Paradigma UMKM Tangguh Bencana belum menjadi perhatian penting di masyarakat, selain kurangnya pemahaman mereka tentang konsep Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sendiri. "Di sinilah, keberadaaan program Deepening Resilience yang menyentuh UMKM, akan berdampak dalam menumbuh kembangkan paradigma PRB untuk UMKM," harap Imran.

27


BUKAN MENDAHULUI TUHAN Mengubah pandangan masyarakat tak semudah membalik telapak tangan. Latar belakang sosial budaya sangat berpengaruh pada keberhasilan dalam mengubah pandangan arus utama di kalangan masyarakat tertentu. Ini termasuk dalam hal penyampaian informasi mengenai kebencanaan. "Ada semacam stigma bahwa itu mendahului Tuhan," kata Zawirman, Wali Jorong atau Kepala Dusun Pasir Tiku, Nagari Tiku Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, perihal pandangan yang berlaku di tengah masyarakat sekitarnya saat diberi informasi tentang kebencanaan oleh pemerintah daerah. Namun, setelah sering berdiskusi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Oxfam dan mitranya Jemari Sakato, anggapan itu kini mulai menipis dan hilang. Apalagi dengan sering digelarnya simulasi bencana di daerah tersebut. "Saya kira sekarang warga kami di Pasir Tiku sudah berubah 360 derajat, kami tidak lagi berpikir telah mendahului Tuhan," katanya lagi. Warga telah paham bahwa penguatan kapasitas mereka perlu dilakukan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil saat dan pasca bencana, sehingga pada akhirnya mampu meminimalisir risiko. Betapa tidak, pengalaman gempa besar di 2006, 2007 dan 2009, memaksa mereka membuka mata akan kebutuhan untuk peningkatan kapasitas tersebut. Apalagi

photo : Eka Nickmatulhuda

28


mengingat bencana gempa secara langsung dan tidak langsung, juga berdampak pada melambatnya ekonomi masyarakat. Sebagian bahkan kehilangan mata pencaharian hingga beberapa tahun kemudian. Tidak hanya sawah yang tertimbun longsor, rumah yang dijadikan industri rumahan termasuk usaha yang terpaksa gulung tikar karena fasilitasnya hancur. "Nelayan di sini saja baru berani melaut setelah sepuluh hari pasca gempa," ungkap Zawirman yang sebelum menjadi kepala dusun, pernah menjadi nahkoda kapal selama 11 tahun di kapal penangkap ikan. Bersama dengan pemerintah daerah, Oxfam dan Jemari Sakato terus memberikan wawasan kepada masyarakat, agar ada pemahaman bahwa bencana yang datang bukan sesuatu yang dikehendaki untuk terjadi. "Tapi kita harus membuat risikonya menjadi seminim mungkin, jangan kita rentan terus dong," kata Zawirman. Perubahan paradigma tersebut hanyalah langkah pembuka bagi Oxfam dan Jemari Sakato. "Setelah bencana bisa selamat memang bagus, tapi setelah selamat lalu apa?" ujar Imran Sarimudanas dari Jemari Sakato. Menyusun rencana kesiapsiagaan bersama merupakan langkah strategis untuk memperkuat rencana kesiapsiagaan Usaha Menengah dan Kecil Menengah (UMKM). Selain itu, perlu juga mensinergikan perencanaan kesiapsiagaan antara pemerintah, UMKM dan pihak swasta yang akan sangat membantu dalam upaya menyepakati mekanisme pemulihan UMKM pasca bencana. Oleh karena itu diperlukanlah rencana keberlanjutan usaha (RKU). "Dokumen RKU merupakan dokumen yang dinamis dan mengkaji tentang aspek ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko keberlanjutan usaha di daerah yang rawan bencana," kata Imran. Niko Rinaldi, staf Jemari Sakato yang menangani UMKM Tangguh juga berharap, rencana kegiatan yang disusun pada sebelum, saat dan pasca bencana menjadi hal yang wajib disinergikan dalam rencana kerja SKPD seperti Dinas Koperindag atau SKPD terkait lainnya. "Misalnya untuk kasus UMKM di Tiku Selatan, beberapa rencana kegiatan seperti pelatihan kebencanaan UMKM, identifikasi alternatif bahan baku dan pemasaran jika terjadi bencana untuk UMKM kerajinan, menjadi hal yang harus dipertimbangkan oleh SKPD seperti Koperindag," jelas Niko. Tanpa ada sinergi, RKU tidak akan berfungsi dengan baik jika terjadi bencana.

29


Bahkan, beberapa rencana aksi pasca bencana, menjadi hal yang harus segera disinergikan dalam perencanaan kontijensi gempa dan tsunami di tingkat Kabupaten. "Hal ini akan menjadi menarik jika rencana sektoral kontijensi mengakomordir pemulihan UMKM," kata Niko. Belum lama ini, Jemari Sakato dan BPBD Kabupaten Agam telah mendiskusikan rencana kontijensi tersebut, dimana Jemari Sakato bersama Oxfam, mendorong bagaimana RKU UMKM bisa disinergikan dalam perencanaan yang disusun oleh SKPD kabupaten Agam terkait penanganan kebencanaan. "Salah satu UMKM dampingan kita juga bergabung menjadi tim perumus rencana kontijensi kabupaten ini," kata Niko dengan bangga.

30


PEREMPUAN-PEREMPUAN ITU MAKIN TANGGUH Syarat pertama pertama perumusan rencana keberlanjutan usaha (RKU) adalah kesadaran diri menjadi pelaku usaha bersangkutan. Yuli misalnya, perempuan asal Malang, Jawa Timur, yang telah hijrah mengikuti suaminya ke Sumatera Barat sejak 17 tahun lalu. "Saya aja ngga tahu UMKM itu apa," ujarnya. Saat itu Yuli diajak oleh seorang anggota Kelompok Siaga Bencana yang terbentuk selama program Oxfam dan Jemari Sakato dilaksanakan sejak 2012, untuk mengikuti program Deepening Resillience yang bertujuan mencetak UMKM Tangguh Bencana. Yuli adalah perempuan berusia 40 tahun yang telah memiliki tiga orang anak. Ia merajut dan membuat kue di waktu senggangnya untuk menambah penghasilan suaminya. "Saya belajar merajut dari keluarga saya," katanya. Dia masih kesulitan menemukan bahan baku benang wol dengan harga miring di Jorong Pasa, Kabupaten Agam, tempatnya tinggal. Oleh karena itu, di setiap ada kesempatan ke kota Padang dan Bukittinggi, ia akan membeli bahan baku produk kerajinan tangannya tersebut karena di sana harganya bisa lebih murah. "Awalnya dulu iseng buat baju boneka untuk anak perempuan saya, lalu ada tetangga yang lihat dan suka hasil kerajinan tangan saya," tutur Yuli mengisahkan awal mulanya masuk usaha rajutan. Kini produk rajutannya juga bervariasi dari untuk keperluan hantaran lamaran pernikahan, hingga untuk cover TV dan speaker set. Tidak hanya Yuli, ada juga perempuanperempuan lain dari Nagari Tiku Selatan yang awalnya tidak memahami bahwa mereka termasuk dalam pelaku UMKM yang memiliki peran sangat penting dalam perekonomian masyarakat dan daerah khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja. Di jorong ini, terdapat beragam UMKM yang tengah berkembang. Data Sekunder Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) 2013 mengklasifikasikannya menjadi tujuh jenis usaha, dengan 359 pekerja, yang antara lain meliputi UMKM pengolah ikan, industri rumahan kosmetik tradisional, industri rumahan rakik maco yang berupa kerupuk berbahan ikan basah, dan pengrajin bordir dalam bentuk mukena atau alat shalat.

31


Pada suatu siang pertengahan Juni 2015 itu para perempuan pelaku UMKM tersebut tengah berkumpul di kantor lapangan Jemari Sakato yang terletak tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Suasana riuh dengan tawa dan suara yang bersahut-sahutan sudah menjadi hal biasa bila mereka berkumpul di sana untuk mengadakan pertemuan. Percakapannya pun beragam, namun hari itu, topik tentang pengemasan produk menjadi yang utama.

"Bibik mau belajar packaging, tapi ngga tahu nama mesinnya," ujar Evimala, yang akrab dengan panggilan bibik. Ia telah lama memproduksi bedak dingin yang digunakan oleh masyarakat tepi pantai untuk mengurangi risiko terpapar sinar matahari yang menyengat. Masyarakat lokal mengenal bedak berbahan baku beras tersebut dengan sebutan Badak Bareh.

32


Bibik kemudian mencoba mengingat nama mesin packaging yang diperlukannya itu. Lalu Mulia, pengrajin bordir yang tinggal di Jorong Banda Gadang, menyarankan, "Disusun dulu rencananya bik, baru nanti kita ajukan ke Jemari". Beberapa bulan yang lalu, jangankan berpikir untuk menyusun rencana keberlanjutan usaha (RKU), kenal satu dengan yang lainnya pun tidak. Namun setelah usaha mereka diintervensi oleh program Oxfam dan Jemari Sakato, mereka kini terlatih dalam menyusun RKU dengan mengidentifikasi secara mandiri, sejumlah risiko yang muncul terhadap keberlangsungan usaha di kawasan rawan bencana, serta ketersediaan dukungan dari beberapa stakeholder terkait dalam menyusun dokumen RKU tersebut. Para ibu rumah tangga tersebut tinggal di dusun atau jorong yang berbeda-beda dengan tingkat kerentanan yang berbeda pula. Untuk yang tinggal di Kampung Dare misalnya, rentan dengan bencana banjir genangan, sedangkan yang tinggal di Banda Gadang, harus siap dengan banjir rob yang terus mengintai, ditambah dengan ancaman abrasi pantai. Gempa dan tsunami menjadi potensi bencana di dusun-dusun tersebut karena mereka semua tinggal di daerah pesisir. "Dan kalau itu terjadi, semua binasa," kata Nico dari Jemari Sakato. Nico sangat akrab dengan para perempuan itu, khususnya dalam proses perumusan RKU perorangan yang menjadi salah satu keluaran program Deepening Resillience bersama Oxfam. Para perempuan itu memberi apresiasi tinggi untuk pendampingan yang mereka dapatkan. "Saat terjadi bencana, kita jadi tahu harus menghubungi siapa," kata Yuli, yang diamini oleh ibu-ibu yang lain. "Kalau tidak ada bimbingan Jemari Sakato dan Oxfam, kita amburadul, hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah, padahal ada yang bisa kita lakukan sendiri sebelum mengharap bantuan," ujarnya. Mereka mengaku, dengan berkumpul untuk saling bertukar ide, mereka jadi terpacu untuk lebih maju. Yuli menyayangkan ia belum banyak menularkan pengetahuannya saat ini tentang menjadi UMKM tangguh kepada masyarakat yang tinggal di dusunnya. "Pengetahuan seperti ini kan sangat penting, tapi kalau masyarakat di sekitar dikasih tahu, malah menganggap kita mendahului Tuhan," ucapnya. Dia sendiri awalnya kesulitan saat menyusun RKU, karena sudah hampir lupa cara menulis.

33


Mulia, yang saat ini sudah punya empat pekerja di posko bordirannya, sependapat dengan Yuli, "Bantuan kan tidak hanya berbentuk uang, yang diberikan oleh Jemari Sakato dan Oxfam berupa ilmu, dan itu lebih penting bagi kami," katanya. Semangat berbagi pun menjadi bonusnya. Dia bersemangat membagi ilmu menjahit dan membuat bordir ke lebih banyak perempuan di dusunnya. "Yang penting sekarang sharing untuk tambah ilmu�.

MENGUNGSI TETAP PRODUKSI Para pelaku UMKM dampingan Jemari Sakato dan Oxfam perlahan tapi pasti berhasil menyusun dokumen Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU) berdasarkan jenis usaha mereka masing-masing. Proses pembelajaran antara lain melalui serangkaian pelatihan pada medio April lalu, bertempat di aula kantor Nagari Tiku Selatan. Meski sempat terkendala istilah teknis, setiap pelaku UMKM individu maupun kawasan, berhasil menyusunnya dengan ruang lingkup Konsep Pengurangan Risiko bencana (PRB), manajemen kesiapsiagaan finansial UMKM di daerah rawan bencana dan membangun UMKM Tangguh. Adapun penyusunan RKU-Kawasan (RKU-K) masih menjadi tantangan karena kurangnya waktu bagi pemilik usaha untuk berdiskusi tentang RKU-K. Sebabnya mereka sulit membagi waktu dengan serangkaian aktivitas produksi mereka yang bisa memakan waktu seharian. "Kelompok pengolah ikan jarang melakukan diskusi bersama untuk membahas persoalan yang mereka hadapi," kata Imran Sarimudanas dari Jemari Sakato. Lain halnya dengan pelaku UMKM individu yang begitu menikmati proses pembuatan RKU. Mereka bahkan telah mampu mengidentifikasi beberapa risiko yang muncul terhadap keberlangsungan usaha mereka yang relatif rawan bencana. Selain itu juga menganalisa ketersediaan dukungan dari beberapa pihak terkait dalam menyusun rencana keberlanjutan usaha. Salah seorang pelaku UMKM individu tersebut bahkan membawa RKU-nya ke level yang lebih maju dibanding yang lain. Bila terjadi bencana, Mulia, pengrajin bordir, nantinya harus pasrah merelakan unit alat produksinya yakni mesin bordir yang cukup berat untuk dibawa saat evakuasi kala bencana. Neti yang memproduksi rakik maco akan terpaksa bersabar menunggu pasokan bahan baku berupa ikan segar untuk kembali berproduksi pasca bencana. Namun, Evimala alias Bibik,

34


menolak untuk menyerah pada keadaan. Perempuan yang bisa menjual 10ribu bungkus Badak Bareh perbulannya itu, punya rencana yang cemerlang dalam menyiapkan perlindungan aset pada kondisi pra, saat dan pasca bencana. Saat gempa 2009 lalu, Bibik yang tinggal di tepi pantai, mencari perlindungan di rumah saudaranya yang terletak di bukit jauh dari pantai. Halaman yang luas, dengan kondisi tanah yang subur tersebut, disulap menjadi lokasi evakuasi. Namun setelah mendapat wawasan tentang RKU, Bibik melihat lahan kosong tersebut sebagai suatu peluang. Ia pun berdiskusi dengan anggota keluarganya yang merupakan pemilik lahan, untuk mengubah sepetak tanah di lahan itu menjadi kebun untuk penyiapan cadangan bahan baku di lokasi evakuasi nantinya.

Jemari Sakato dan Oxfam pun memfasilitasi ide tersebut dengan memberikan modal. "Kami bantu enam ratus ribu rupiah untuk membeli jaring untuk pembatas dan bibit tanaman bahan baku," kata Niko Rinaldi dari Jemari Sakato. Agenda ini merupakan salah satu rencana aksi dari UMKM yang mengolah kosmetik tradisional. Bahan baku yang digunakan adalah beras dan tanaman-tanaman obat tradisional.

35


Saat ini bahan baku yang selama ini dipakai untuk produksi sehari-hari, ditanam di sekitar pekarangan rumahnya yang sangat dekat dari bibir pantai. Sebagai sebuah rencana kesiapsiagaan, UMKM ini berinisiatif menyiapkan cadangan bahan baku terutama untuk jenis tanaman obat di daerah evakuasi yang terletak di daerah lebih tinggi. "Strategi ini merupakan salah satu upaya kesiapsiagaan dalam keberlanjutan usaha jika terjadi bencana," ujar Bibik. Dalam dokumen RKU-nya Bibik mencatat punya kebutuhan bahan baku 40 liter sebulannya, dengan nilai aset Rp 3 juta dan omset lebih dari 8 juta rupiah per tahun. Dia siap untuk tetap berproduksi meski harus hidup di pengungsian saat terjadinya bencana, dengan memindahkan kebun bahan bakunya ke lokasi evakuasi. Bibik siap menjadi UMKM Tangguh Bencana.

Berkaitan dengan RKU-K, pelaku UMKM pengolah ikan yang memiliki 40 gudang teri di Jorong Pasir Tiku yang sangat mungkin akan terkena imbas gempa dan tsunami, perlu memahami dampak jika terjadi bencana, tidak hanya akan merugikan masyarakat, melainkan juga pendapatan daerah. "Kondisi ini juga harus dipertimbangkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan bersama Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) untuk upaya pemulihan mereka jika terjadi bencana," kata Niko. Setidaknya, menurut PIC untuk UMKM Tangguh dari Jemari Sakato ini, dengan diadakannya serangkaian diskusi tentang isu ini, telah dapat membangun kesadaran para dinas dan SKPD terkait, untuk mulai memikirkan hal tersebut.

36


MENGGANDENG PEMAIN KUAT Kebanyakan produk UMKM yang diproduksi secara tradisional, telah cukup laris di kalangan masyarakat. Padahal hampir semua UMKM yang menjadi dampingan Oxfam dan Jemari Sakato di Nagari Tiku Selatan, hanya berproduksi dengan modal sendiri dan belum bermitra dengan pihak lain. Yuli misalnya, dengan modal usaha Rp 200 ribu mampu meraup omset Rp 6 juta per tahunnya, dengan menghasilkan rata-rata 10 potong rajutan tangan per bulannya. Contoh lain, 30 kilogram Rakik Maco buatan Neti dari Jorong Pasia dengan modal usaha hanya 25 ribu rupiah. Begitu pula dengan Evimala yang bermodalkan satu juta rupiah, namun berhasil menjual 15 kilogram Badak Bareh setiap minggunya lewat berdagang di tiga pasar. Namun untuk maju dan berkembang, UMKM ini perlu dukungan dari banyak pihak, seperti pemerintah, LSM dan pihak swasta. "Kalau bedak saya sudah dikemas dengan baik, pasti bisa lebih maju dan laris," kata Evimala alias Bibik. Di sinilah peran swasta dibutuhkan, dan PT Grafika Jaya Sumbar menjawab tantangan ini. "Di perusahaan kami ada unit kemasan dan konsultasi bisnis untuk UMKM," kata Dasril, Direktur Utama perusahaan BUMD Sumatera Barat itu. Dia telah cukup lama akrab dengan dunia UMKM. Program yang menyasar UMKM telah lama ada di perusahaan yang dipimpinnya selama empat tahun ini, namun sayangnya belum terlalu diperhatikan. "Saya justru melihatnya sebagai peluang," kata Dasril. Dia menegaskan salah satu fungsi perusahaannya adalah mengayomi masyarakat dari segi penguatan ekonomi.

Menurut Dasril, UMKM sudah mengakar di tengah masyarakat, "Sekarang sentuhannya adalah bagaimana mereka percaya diri dan yakin bahwa usaha mereka adalah penopang kehidupannya," ujarnya. Pria yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial itu menganggap, bila pola pikir masyarakat dibenahi dan muncul pemahamanan bahwa bisnis adalah kebutuhan mereka yang perlu perawatan, sama halnya dengan hidup, maka kekuatan lokal ini akan menjadi tumbuh mandiri, berdasarkan potensi yang mereka miliki. "Ketika mindset sudah masuk, kita lengkapi kebutuhan lainnya berupa dampingan yang merupakan kebutuhan riil mereka, seperti urusan kemasan," ucapnya. PT Grafika Jaya Sumbar pun telah membuat Nota Kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Jemari Sakato dalam hal upaya melibatkan para pihak dari pemerintah daerah, swasta, asosiasi bisnis, UMKM dan perbankan via

37


workshop Public Private People Partnership yang menghasilkan beberapa kesepakatan untuk mendukung ketangguhan UMKM. Dalam MoU tersebut, PT Grafika Jaya Sumbar berkomitmen untuk membantu UMKM dampingan Jemari Sakato dan Oxfam dalam hal konsultasi bisnis, pengemasan, jaringan kemitraan antara UMKM dan pemasaran produk melalui pasar lelang Indonesia. "MoU itu sudah tepat," kata Dasril.

Selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah setempat juga berperan dalam menjadikan mereka mitra binaan, minimal dari segi formalnya. "Misalnya produknya mau dikonsumsi publik yang lebih luas, mereka minimal punya tanda daftar industri," Dasril mencontohkan peran pemerintah melalui dinas terkait bisa terlibat memberi subsidi, "Mungkin bisa diurus dengan gratis," usulnya. Lalu terkait label halal, pengurusan di Sumatera Barat relatif lebih murah. “Sehingga kita hadirkan MUI (Majelis Ulama Indonesia) di forum-forum UMKM," kata Dasril. Dengan melakukan dialog langsung, kata dia, dapat diyakinkan bahwa makanan yang diproduksi industri rumahan tersebut sebenarnya sudah sangat bisa dipastikan halal. Apalagi mengingat agama Islam sangat berakar pada budaya dan kehidupan masyarakat di provinsi ini. "Namun, otoritas label kan tidak di masyarakat, nah kita kan tidak ingin lembaga yang mempunyai otoritas ini mempersulit sesuatu yang secara prosedur sebenarnya bisa dibantu," katanya. Dasril yang memiliki ayah nelayan, juga menekankan pentingnya dilakukan pemetaan terlebih dahulu, sebelum memberikan bantuan. "Tiap wilayah punya karakteristik berbeda dalam hal potensi ketangguhan UMKM," ujarnya.

38


Ia mengambil contoh produk rakik maco yang sempat disambanginya saat turun ke lapangan bersama Jemari Sakato. "Yang dibutuhkan mereka bukan bantuan pengemasan, melainkan marketing, karena ia pakai bahan ikan basah yang memang tidak tahan lama," jelasnya. Sehingga pemberian bantuan packaging untuk jenis produk rakik maco akan menjadi tidak efisien. Berbeda dengan badak bareh yang perlu diberi sentuhan pengemasan yang ciamik untuk menarik pelanggan baru bahkan untuk menyasar konsumen di luar Nagari Tiku Selatan. "Tidak semua UMKM mendapat perlakuan yang sama dengan UMKM yang lain," jelasnya. Senada dengan hal tersebut, Kepala Pelaksana BPBD Agam, Bambang Warsito juga mengakui, pemerintah dalam memberikan bantuan, perlu lebih mendengarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, "Lalu, tidak sekedar memberi bantuan lalu pergi begitu saja," terangnya sambil menyoroti pentingnya memonitor perkembangan masyarakat yang diberi bantuan oleh pemerintah. "Ini yang perlu diperbaiki," ujar Bambang yang mengaku banyak belajar bersama Jemari Sakato dan Oxfam untuk benar-benar paham akan kebutuhan masyarakat. Dia mengaku sangat terbantu dengan bentuk-bentuk monitoring yang bersifat terus menerus oleh kedua LSM yang telah lama bersinergi dengan BPBD Agam dalam hal PRB ini. Dia juga tak mengelak adanya kekurangan pemerintah daerah selama ini, adalah monitoring, "Karena pemerintah dengan banyaknya urusan dan luasnya wilayah, setelah memberi bantuan, umumnya selesai di hari itu saja," ungkapnya. Berbeda dengan binaan Oxfam dan Jemari Sakato yang sifatnya lebih fokus, sehingga bisa dipantau kemajuannya. Berkaca dari bencana sebelumnya, BPBD Agam paham betul, bahwa ketidakberdayaan masyarakat kecil akan melumpuhkan ekonomi daerah. "Andai saja ekonomi masyarakat kecil kita kuat, mungkin pemerintah tidak akan menemui kerumitan yang besar dalam mengatasi permasalahan pasca bencana," kata Bambang. Maka, penguatan ekonomi harus dilakukan dari level ekonomi menengah ke bawah. "Karena jumlahnya yang besar, kalau golongan ini tidak terkawal dalam menghadapi bencana, akan menyulitkan pemerintah sendiri," kata Bambang tentang pentingnya mencetak UMKM Tangguh Bencana.

39


SIAGA DENGAN 'CELENGAN' BENCANA Dua buah motor terparkir di dalam area pelayanan nasabah Bank Perkreditan Rakyat Mutiara Pesisir yang berada tidak jauh dari Nagari Tiku Selatan, Kabupaten Agam. Kedua motor tersebut merupakan program Gebyar Hadiah 2015 yang merupakan promosi untuk produk tabungan Kasiga atau Kacio Siaga. Tabungan hasil inisiasi kerjasama dengan Jemari Sakato bersama Oxfam yang menawarkan nilai tambah berupa santunan kebencanaan untuk nasabahnya ini merupakan inovasi dari bank yang lahir dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di tahun 2006. Kacio sendiri berarti celengan. "Tapi sekarang celengannya di bank," kata Direktur Utama BPR Mutiara Pesisir, Syafril. Produk banknya itu yang baru saja resmi bekerjasama dengan Asuransi Central Asia (ACA) yang merupakan satusatunya asuransi yang mau melayani usaha mikro. "Sifat asuransi jenis ini adalah santunan, dengan persyaratan yang tidak terlalu rumit, sehingga

40


bisa mudah diakses masyarakat kecil yang terkena bencana," jelasnya. Semua nasabah Kasiga otomatis punya asuransi untuk gempa dan tsunami yang merupakan risiko utama di Kabupaten Agam, khususnya Nagari Tiku Selatan. Tabungan siaga bencana ini menjadi salah satu rincian indikator ketangguhan UMKM terhadap bencana, dalam dokumen Rencana Keberlanjutan Usaha (RKU). Lebih jelasnya, rincian indikator yang dimaksud meliputi; UMKM memiliki rencana alternatif bahan baku dan pasar, UMKM memiliki temporary back up business atau mata pencaharian alternatif dalam kondisi pemulihan, membangun jaringan back up pemasok di lokasi aman bencana, memiliki asuransi usaha untuk penyelamatan aset dan modal, dan yang terakhir memiliki tabungan kesiapsiagaan bencana seperti Kacio Siaga. Dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh BPR Mutiara Pesisir dan Jemari Sakato, bank ini siap membantu permodalan bagi masyarakat dalam peningkatan usaha yang dinilai layak menurut bank. BPR juga akan melakukan edukasi atau sosialisasi tentang manajemen keuangan bagi masyarakat, dan siap sebagai konsultan gratis bagi masyarakat tentang keuangan dan pengelolaan usaha, selain tugas intinya yaitu melayani kebutuhan perbankan masyarakat. Syafril melihat program Jemari Sakato bersama Oxfam yang menyasar UMKM di daerah rawan bencana, sebagai hal yang sangat penting dalam mendongkrak perekonomian daerah pasca terjadinya bencana. "Ekonomi masyarakat rentan di daerah rawan bencana, umumnya kurang bagus, bahkan tidak bankable," ujarnya. Sehingga langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pembenahan ekonomi sehingga masyarakat bisa segera mapan, tumbuh dan mandiri. "Lalu akhirnya, bisa menabung dan memiliki asuransi," terang Syafril. Masyarakat yang menjadi dampingan Jemari Sakato dan Oxfam umumnya belum punya akses ke perbankan. Namun dengan bantuan permodalan yang merupakan dana bantuan pasca bencana, mereka mulai terangkat. "Kalau dulu kan usahanya saja kadang-kadang belum jalan, bagaimana bank mau ngasih bantuan kredit?" kata Syafril. "Sekarang, dengan dibantu modal, usaha sudah jalan, kita didik, bina dan arahkan untuk menabung, supaya nanti bisa punya akses ke perbankan," dia menambahkan. Untuk pengembangan selanjutnya, Syafril menyarankan agar dari dana bantuan tersebut, UMKM bisa tumbuh dan berkembang sesuai kelayakan yang ditetapkan perbankan. "Kami akan support untuk pengembangan lebih lanjutnya," kata dia. Mulia, pengusaha mukena bordir yang bisa mengambil untung Rp 60 ribu untuk satu mukena, dulunya bahkan tidak pernah berpikir untuk membuat tabungan Kacio Siaga. Tapi sekarang ia sudah terdaftar menjadi nasabah BPR Mutiara Pesisir. "Kami diajarkan Jemari Sakato dan Oxfam untuk harus bisa menyisihkan sekian dari penghasilan kami, jangan dihabiskan semua, sebagian harus ditabung untuk jaga41


jaga bila ada ada suatu keperluan, atau untuk modal pengembangan usaha agar lebih baik lagi," katanya. Bagi BPR Mutiara Pesisir, Mulia merupakan potret nyata masyarakat umum Kabupaten Agam yang baru mulai menabung setelah peristiwa gempa 2009 membuka mata mereka tentang pentingnya menabung di bank. "Gempa menjadi semacam berkah, karena sebelum terjadi gempa, masyarakat enggan dan susah diajak menabung karena menganggap menabung di bank itu merepotkan," kisah Syafril. Pasca gempa, yang meningkat bukan permintaan kredit, justru jumlah nasabah tabungan. Masyarakat tidak lagi mau menyimpan uang ataupun perhiasannya di dalam rumah, karena mereka merasa uangnya lebih aman di bank dan takut kehilangan karena tidak bisa membawa harta mereka saat mengungsi. "Apalagi dengan adanya dana-dana bantuan pemulihan, pembiayaan mulai banyak pasca gempa untuk membantu penyediaan barang dan jasa agar dapat membangun kembali rumah maupun tempat usahanya," kata Syafril. Bank yang dipimpinnya sempat tutup tiga hari pasca bencana, namun saat buka kembali, semua bentuk pencairan dana nasabahnya berjalan dengan lancar. Tabungan Kasiga lebih menarik dari tabungan yang lain, karena selain mendapatkan fasilitas tabungan yang umum, seperti buku dan bunga bank, nasabah juga mendapat asuransi kebencanaan yang sifatnya santunan. "Dengan premi 20 ribu pertahun, nasabah dicover dengan asuransi kebencanaan gempa dan tsunami," papar Syafril. "Apabila di daerah kita terjadi gempa dan tsunami yang mengakibatkan kerusakan, setiap nasabah yang ikut di asuransi tersebut, mendapat asuransi 2,5 juta rupiah per unit polis," jelasnya. BPR hanya butuh pengumuman dari BPBD bahwa bencana itu mengakibatkan kerusakan, dan bahkan tidak mengharuskan ada surat-surat untuk mengurus polis asuransi, karena sifatnya yang berupa dana bantuan. "Kita simpan nama-nama nasabah secara online, jadi tidak perlu banyak surat-surat," katanya tentang proses pencairan dana asuransi yang diharuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berlangsung kurang dari satu minggu. BPR yang memiliki 16 ribu nasabah dan dana Rp 12 miliar ini yakin akan menarik lebih banyak nasabah baru dengan tabungan Kasiga. "Melalui produk ini, kita mengangkat tema kesiapsiagaan bencana melalui menabung, dan responnya bagus," ujar Syafril. "Tapi kalau kita taruh pola menabung ini di daerah yang bukan rawan bencana, mungkin tidak akan menarik bagi masyarakat karena tidak sesuai dengan kebutuhan," katanya.

42


KEDEKATAN DAN SINERGI ITU KUNCI Cibiran dan sindiran menjadi dinamika yang harus dihadapi pelaku UMKM dampingan Jemari Sakato dan Oxfam di awal implementasi program Deepening Resillience di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. "Kamu dapat bantuan berapa?" Mulia menirukan pertanyaan yang diajukan tetangganya, saat mereka tahu ia ikut dalam program UMKM Tangguh ini. Ia pun diejek karena mau ikut program yang tidak langsung memberi uang sebagai bentuk bantuan. "Penyakit daerah yang sudah sering dapat bantuan, jadi rentan," kata Dasril dari PT Grafika Jaya Sumbar yang ikut mendampingi UMKM bersama Oxfam dan Jemari Sakato. "Ini jadi tantangan buat Jemari, yang harus masuk dari pintu yang berbeda," katanya perihal materi berupa uang yang selalu diartikan sebagai bantuan, setiap kali orang luar datang ke daerah rawan bencana. Belum lagi seringnya program pemerintah daerah yang tidak memiliki tujuan akhir yang jelas, "Biasanya membuat masyarakat menjadi pesimis dan memberikan sentimen negatif," kata Bambang Warsito, Kalak Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam, yang sependapat dengan Dasril. Ia memberi contoh program pemberdayaan masyarakat kecil dari Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) yang telah ada sejak dulu. "Misalnya dibantu dengan mesin jahit dan modal," katanya. Lebih lanjut Bambang menjelaskan tentang hal ini, "Bila pemerintah memang mau membantu dalam hal bahan baku, maka pemerintah juga harus siap dengan bantuan pemasarannya," katanya. Dengan melakukan pembenahan dalam hal memberikan bantuan, perbaikan

43


ekonomi yang diharapkan dari pelaku UMKM tersebut akan dapat tercapai. Seringkali, karena rekam jejak yang kurang baik dalam hal kurang tuntasnya pemberian bantuan dari pemerintah, BPBD mengaku pernah 'dilecehkan' oleh masyarakat. "Informasi yang kita sampaikan, tidak mereka hiraukan, tapi yah itulah dinamika yang harus kita hadapi," katanya. Dia berjanji untuk terus berusaha memberikan yang terbaik untuk masyarakat dalam menyiapkan diri menghadapi ancaman, meski bencana itu tidak diharapkan terjadi. Yuli, pengrajin rajutan dari wol, kini sudah tidak lagi terlalu panik saat terjadi gempa, karena telah paham jenis-jenis gempa yang bisa berpotensi tsunami. Awalnya dia sempat menemui kesulitan untuk mengikuti program UMKM Tangguh Bencana yang diinisiasi Jemari Sakato dan Oxfam. "Suami saya tidak suka saya ikut-ikut pelatihan," ucapnya. Namun ia bersikeras bahwa ia tidak sekedar main-main saat mengikuti pelatihan perumusan RKU. Untuk meyakinkan suaminya, dengan cerdik Yuli meminta Kepala Pelaksana BPBD Agam yang hadir dalam pertemuan-pertemuan tersebut, untuk berbicara dengan suaminya di telepon. "Biar dia percaya, saya benar-benar ikut pelatihan," tuturnya. Triknya itu berhasil. Sekarang ia diizinkan sepenuhnya oleh sang suami untuk memberdayakan dirinya melalui banyak pelatihan dan lokakarya, sehingga dapat menjadi pribadi UMKM yang tangguh bencana. Bambang Warsito tertawa bila mengingat kejadian itu. "Kami kalau sudah kumpul dengan UMKM, tidak kelihatan mana yang pemerintah, mana yang masyarakat," kata Bambang tentang kedekatan BPBD Agam dengan masyarakat di Nagari Tiku Selatan. Instansi yang dipimpinnya memang sering ke desa tersebut, sehingga masyarakat sudah akrab dengan personil BPBD. "Kita wajib kunjungan ke Tiku sebulan sekali, untuk memantau sirene peringatan dini tsunami, sekalian kita monitoring UMKM dampingan Jemari dan Oxfam,"ucapnya. Penting bagi Bambang agar instansinya bisa membaur dengan masyarakat. "Karena tidak mungkin kita bisa masuk ke masyarakat yang paling bawah, kalau kita masih terus menempelkan jabatan kita saat bertemu mereka," ujarnya. Ia menekankan pentingnya BPBD yang dipimpinnya untuk terus belajar mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.

44


"Sekarang kita sudah bisa berhubungan langsung dengan pemerintah, jadi kalau terjadi bencana bisa menghubungi mereka," kata Neti, salah satu pengusaha rakik maco dari Nagari Tiku Selatan, senang. “Itu kan bagus sekali!�, tambahnya. Bambang Warsito mengiyakan hal tersebut, "Kami selalu menjalin komunikasi dengan masyarakat, karena berbagi informasi adalah hal yang penting," katanya. Dia kerap mengizinkan fasilitas BPBD, seperti mobil pick up untuk dipakai masyarakat bersama Jemari Sakato dalam penyampaian informasi kebencanaan, sebagai bentuk sinergi instansinya dengan banyak pihak. "Kita kan sama-sama punya kepentingan," ujarnya. "Pemerintah punya kepentingan bagaimana memajukan kesejahteraan rakyat, sementara Oxfam dan Jemari Sakato punya kepentingan bagaimana program ini bisa berjalan dan punya manfaat di tengah masyarakat," tutur Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Agam tersebut.

45


Program ini dilaksanakan oleh mitra-mitra Oxfam di Indonesia:

Didukung oleh Pemerintah Australia melalui DFAT – Department of Foreign Affairs and Trade

Oxfam adalah konfederasi international yang terdiri atas 17 organisasi yang bekerja di 94 negara. Konfederasi ini merupakan bagian dari gerakan global untuk mewujudkan masa depan yang bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan.

Jl. Taman Margasatwa No. 26 Ragunan Jakarta 12550 | Tel. 021 7811 827 Fax. 021 7812 321 FB. Oxfam in Indonesia | Twitter: @OxfamIndonesia Š 2015 Oxfam di Indonesia

46


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.