#Struggles (Pergumulan-Pergumulan) - Mengikut Yesus di Dunia yang Terpusat pada Selfie

Page 1


Letakkan tongkat selfie Anda dan ambil buku ini sebagai gantinya! #struggles adalah bacaan wajib bagi siapa saja yang merasa diperhamba teknologi–dan jujurlah, bukankah kita semua termasuk? Karya Craig Groeschel adalah campuran antara cerita, humor, dan kebenaran Alkitabiah, yang buat buku ini jadi paling menawan dan memprovokasi pikiran sampai saat ini. Saya tak terpikirkan pesan yang lebih relevan bagi generasi saya, saat menavigasikan kehidupan dan cinta kami di dunia digital zaman sekarang. — Austin, usia 25

Dunia sekarang sering membuat kita tenggelam dalam tuntutan untuk terus terhubung dengan media sosial, Craig menawarkan kelegaan menyegarkan dari kegilaan itu. Seusai membaca buku barunya, #struggles, Anda akan termotivasi menggunakan peralatan yang Anda pakai setiap harinya untuk merangkul kehidupan dan bukan kewalahan oleh kehidupan. Buku ini sungguh suatu hadiah bagi generasi kita! — Michelle, usia 29

Punya handphone, tablet, dan computer di genggaman kita memang menakjubkan, tapi juga menyebabkan banyak #struggles dalam hidup kita. Dalam buku barunya, Craig memberi beberapa saran praktis yang membantu kita hidup di tengah masyarakat teknologi canggih. Anda takkan temukan dia menyuruh kita membuang mainan teknologi yang terlanjur kita cintai, tapi kita akan ditantang menempatkan peralatan teknologi di tempat yang sepantasnya. Ambillah buku ini sekarang dan #endthestruggles! — Cindy, usia 45

Mungkin saya tidak termasuk generasi digital, tapi #struggles-nya juga nyata bagi saya! Buku penting #struggles karya Craig ini menginspirasi saya untuk mengambil jeda lama dari media sosial. Saya delete aplikasi-aplikasi itu dari smartphone saya selama beberapa bulan untuk me-reset perilaku saya. Kalau Anda perlu me-reset hidup, Anda jelas-jelas perlu beli #struggles. — Kendra, usia 42

Tak ada orang hidup yang tidak perlu menekan tombol reset dalam hidupnya, sesekali. Buku Craig yang menakjubkan ini membidik langsung ke inti #struggles yang kita semua hadapi dengan memakai humor dan saran-saran praktis yang menempatkan kita di jalur yang benar dan tetap di jalur yang benar. — Dana, usia 36


Dengan berkembangnya media sosial, berhubungan dengan orang-orang di seluruh dunia menjadi lebih mudah dari yang sudah-sudah. Kalau tidak hati-hati, interaksi-interaksi online ini bisa jadi lebih prioritas daripada orang-orang di sekeliling kita. Dalam #Struggles, Craig Groeschel berbagi prinsip-prinsip hebat yang membantu saya mengalihkan pandangan dari gadget di tangan saya untuk sepenuhnya terlibat dengan orang-orang dalam kehidupan saya dengan cara yang menghormati Allah sekaligus mereka. Semua orang yang memiliki smart devices perlu baca buku ini! — Amanda, usia 44

Buku #struggles karya Craig bisa dibilang buku terbaik yang pernah ditulis tentang menjadi pengikut Kristus di media sosial. Kalau Anda pernah merasa semua orang OK-OK saja hidupnya, kecuali Anda, matikan suara smartphone Anda dan mulailah membaca #struggles. — Jordan, usia 20

Pendeta Craig mengikuti perkembangan generasi saya: banyak di antara kami yang hidup sebagai penonton lewat layar laptop dan bukan hidup penuh kemenangan melalui Kristus. Buku ini menggugah perasaan yang bahkan tidak ada satu dekade yang lalu. Kalau Anda pengguna media sosial, letakkanlah handphone Anda dan mulailah membaca #struggles. — Chuck, usia 26

Saya pandangi layar saya dan merasa kurang. Kurang dari apa saya adanya, kurang dari yang saya inginkan, dan kurang dari untuk apa saya diciptakan. Apakah itu salah teknologi? Bukan. Apakah saya perlu bantuan untuk menyeimbangkan cengkeraman kekuasaan teknologi atas saya dan sesama? Jelas. Masuki #struggles, buku yang sangat dibutuhkan bagi siapa saja yang menghabiskan waktunya untuk online. — Lori, usia 45

Saya takkan pernah lupa ketika universitas saya membuka account Facebook beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu, Facebook telah menjadi bagian hidup saya. Membaca buku #struggles karya Groeschel, membantu Anda paham posisi yang seharusnya ditempati oleh media sosial dalam hidup Anda. Buku ini jelas-jelas bacaan wajib bagi Generasi Y. — Jess, usia 31


#struggles (#Pergumulan-Pergumulan) Mengikut Yesus di Dunia yang Terpusat pada Selfie

Craig Groeschel

L iteratur P erkantas J awa T imur


#Struggles

(#Pergumulan-Pergumulan) Mengikut Yesus di Dunia yang Terpusat pada Selfie oleh Craig Groeschel Originally published in English under the title #Struggles Copyright Š 2015 by Craig Groeschel Published by Zondervan, 3900 Sparks Dr. SE, Grand Rapids, Michigan 49546 All Right Reserved Under International Copyright Law. Alih Bahasa: Arvin Saputra Editor: James Yanuar Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org

ISBN: 978-602-1302-27-9 Cetakan Pertama: Juni 2016

Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.


DAFTAR ISI Pendahuluan: Perangkat dan Keinginan . . . . . . . . . . . . . 7

#1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8

Memulihkan Kecukupan Diri Pergumulan dengan Membanding-Bandingkan. . . . . . 19 Mengembalikan Keintiman Pergumulan dengan hitungan “Like�. . . . . . . . . . . 43 Menyatakan Keotentikan Pergumulan dengan Kendali. . . . . . . . . . . . . . . 69 Membangkitkan Belas Kasih Pergumulan dengan Ketidakpekaan . . . . . . . . . . . 93 Menghidupkan Kembali Integritas Pergumulan dengan Ketidakmurnian Tersembunyi . . . 117 Mengingat Perkataan yang Membesarkan Hati Pergumulan dengan Kritik yang Tiada Henti. . . . . . . 141 Merebut Kembali Ibadah Pergumulan dengan Penyembahan Berhala. . . . . . . 167 Mengisi Ulang dengan Istirahat Pergumulan dengan Distraksi yang Tiada Henti . . . . . 193

Kesimpulan: Menempatkan Teknologi di Tempat yang Sepantasnya. 215 Lampiran 1: Sepuluh Perintah dalam Memakai Media Sosial untuk Menumbuhkan Iman dan Membagikan Kasih Allah . 227 Lampiran 2: Langkah-langkah Pengamanan . . . . . . . . . . 243 Ucapan Terima Kasih . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . 248

C a t a t a n - C a t a t a n . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 249

9780310343097_struggles_itpe.pdf 9

8/27/15 8:30 AM


Buku ini adalah untuk semua orang yang tidak mau menyembah sesuatu yang tidak pernah memuaskan. Semoga Anda lebih mengalami Dia. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh. 3:30).


Pendahuluan

PERANGKAT DAN KEINGINAN Ya, aku cinta teknologi, tapi tidak sebesar cintaku kepadamu lho. Tapi aku tetap cinta teknologi, selalu dan selamanya.

Kip dalam Napoleon Dynamite



Saya punya hubungan cinta-benci dengan teknologi. Sebagian besar dari kita sudah tidak asing lagi dengan perasaan ini, tapi tidak terlalu bisa menjelaskan mengapa. Kita tahu bahwa kita terobsesi dengan peralatan kita, tapi tidak tahu cara mengelola tantangan-tantangan yang timbul dalam pemakaiannya, tantangan-tantangan yang terus berlipat-ganda. Kita sibuk, tapi bosan. Kita penuh, tapi hampa. Kita terhubungkan, tapi lebih kesepian dari yang sudah-sudah. Hidup diisi dengan banyak kegiatan lebih daripada yang kita mungkin kira, tapi di akhir hari kita sering merasa hampa. Kita punya harta− mobil, rumah, pakaian, gadget, mainan−lebih banyak daripada generasi mana pun dalam sejarah, tapi kita mendambakan lebih. Secara online kita lebih terhubungkan dari yang sudah-sudah, tapi kita sering merasa lebih sendirian daripada yang dapat kita lukiskan. Kita tahu Allah meniatkan kita mempunyai sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih. Tapi kita tidak yakin bagaimana cara menemukannya. Sebagian besar orang tampaknya sependapat, hidup menjadi semakin sibuk, semakin gila, dan semakin heboh setiap harinya. Kita dibombardir dengan informasi yang lebih banyak daripada yang mampu kita proses−berita, iklan, komersial, blog, tweet, gambar, rekaman suara, musik, permainan, iklan lagi. Yang gila adalah kita sekarang punya peralatan, program, Secara online kita lebih terhubungkan dan aplikasi lebih banyak dari dari yang sudah-sudah, tapi kita sering merasa lebih sendirian yang sudah-sudah, yang berebut daripada yang dapat kita lukiskan. untuk memenuhi kebutuhan ki- Pernahkah Anda merasakannya? ta. Dunia kita penuh dengan tak terhitung banyaknya terobosan


10

#STRUGGLES

teknologi, masing-masingnya menjanjikan membuat hidup kita lebih baik. Jelas, banyak dari inovasi ini memang membuat hidup kita lebih baik. Saya bisa kirim message pada sahabat dekat saya di Australia untuk memberitahu dia bahwa saya sedang mendoakan dia. Saya bisa share foto ulang tahun anak saya kepada kerabat yang tempat tinggalnya beribu-ribu kilometer jauhnya. Saya bisa periksa dana pensiun saya, beli bahan makanan, atau pesan kamar hotel di pantai, semuanya dengan telepon saya. Tapi dengan segala kelebihan itu, mau tak mau saya bertanya-tanya tentang kekurangan-kekurangan yang tak diniatkan muncul dari kenyamanan-kenyamanan itu. Dan sekarang saya tak bisa hidup tanpanya. Saya sungguh terpesona betapa teknologi dan media sosial berdampak terhadap hidup kita, hubungan-hubungan kita, dan bahkan iman kita. Entah Anda bagaimana, tapi harus saya akui, saya mengalami konflik batin. Saya sangat cinta teknologi, memakainya hampir nonstop setiap harinya dalam hidup saya. Pada saat yang sama, saya mutlak tidak tahan terhadap teknologi. Saya benci terobsesi dengan teknologi, tergantung pada teknologi, dan terkadang hampir tidak sanggup menghentikan dorongan untuk berlari pada teknologi, seolah-olah teknologi menawarkan jawaban bagi segala yang penting dalam hidup saya.

#PERUBAHANITUKONSTAN Renungkanlah betapa cepat dunia telah berubah selama hidup kita. Saya masih ingat ketika harga handphone pertama kalinya menjadi terjangkau. Waktu itu saya bertanya-tanya, mana ada orang yang mau? Memang, handphone kedengarannya hebat seandainya Anda adalah seorang dokter atau siap memenuhi panggilan 24 jam sehari 7 hari seminggu, tapi saya ingat waktu itu saya berpikir betapa membebani punya handphone itu. Orang bisa menghubungi saya kapan saja. Saya takkan pernah menginginkannya. Betapa segalanya telah berubah. Bukannya tidak menginginkan handphone, sekarang saya malah hampir panik kalau sampai handphone saya ketinggalan di rumah atau di kantor. Mungkin kedengarannya gila bagi Anda (atau mungkin Anda tahu persis apa yang saya maksudkan), tapi


PENDAHULUAN

11

saya bahkan tidak suka meninggalkan handphone saya di ruangan lain ketika sedang di rumah. Jangan-jangan saya melewatkan telepon penting dari dokter gigi saya, yang ingin mengingatkan saya jadwal periksa berikutnya, atau seseorang yang ingin minta saya mendedikasikan anak kucing barunya kepada Tuhan (jawabannya tentu tidak). Atau jangan-jangan ada message dari salah seorang anak saya di lantai atas, menanyakan hidangan makan malam−Anda tahulah maksud saya, mendesak. Saya telah sampai ke titik di mana handphone saya harus dekat dengan saya. Itu sakit, saya tahu. Alat yang pada mulanya saya hindarkan, telah menjadi penyambung nyawa. Email adalah cerita lainnya. Saya masih ingat pada tahun 1997 ketika mendapatkan account email saya yang pertama, secara cuma-cuma dari Juno (percaya atau tidak, alamat email itu masih aktif; ke sanalah saya kirim segalanya yang tak pernah mau saya lihat). Pada mulanya saya tidak yakin email itu untuk saya. Memang, saya bisa lihat mengapa sebagian orang mungkin memerlukannya untuk bisnis, tapi saya tidak punya seseorang yang perlu diajak bicara dari komputer ke komputer. Siapa sih yang melakukannya? Dan mengapa Anda tidak mengangkat telepon saja dan menelepon orang itu? Jauh lebih mudah dan cepat, bukan? Mungkin Anda sudah menerkanya. Dalam waktu setahun, saya malah bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang bertahan hidup tanpa email. Pada mulanya saya merasa tidak membutuhkannya. Lalu merasa saya tidak bisa hidup tanpanya. Tidak lama kemudian, saya merasa menjadi tawanannya. Untungnya, email tampaknya tidak seheboh dulu lagi (setidaknya bagi teman-teman dan kolega-kolega saya). Sekarang siapa saja yang benar-benar ingin saya dengar kabarnya bisa langsung dihubungi dengan message. Saya masih tergantung pada email, tapi tidak benar-benar menyukainya. Saya selalu merasa kurang cepat ditanggapi, dan ketika saya tidak memeriksanya selama lebih dari dua jam saja pada suatu hari kerja, saya khawatir jangan-jangan ada yang sedang menantikan respons saya.


12

#STRUGGLES

Tapi saya tidak bisa menyangkal betapa teknologi telah membuat hidup kita jauh lebih mudah dalam banyak hal. Dulu kita suka naik mobil ke mal untuk belanja pakaian. Sudah bertahun-tahun saya tidak lagi melakukannya. Sekarang saya tinggal klik, klik, klik dan sudah membeli celana jeans, kemeja, dan sepatu baru. Sama juga dengan bank. Tidak perlu mengendarai mobil ke anjungan lagi kalau saya bisa melakukan secara online. Dan smartphone saya membawa semuanya ke tingkatan yang sama sekali baru. Smartphone saya bisa mencatat berapa banyak kalori yang saya konsumsi dan berapa banyak langkah yang saya ambil. Smartphone saya bisa memberitahu ramalan cuaca di Bangladesh atau di Paris, menunjukkan di mana mobil anak perempuan saya yang berusia dua puluh tahun, membacakan Alkitab kepada saya, dan menghidangkan roti sandwich berisi telur dan salad. (OK, yang terakhir itu tidak bisa. Setidaknya belum). Tak dapat disangkal, teknologi memperbaiki hidup kita. Sama halnya dengan media sosial. Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, LinkedIn, Vine, Pinterest, Tumblr, dan aplikasi baru lainnya yang diciptakan oleh anak-anak muda. Dunia kita yang tak terlukiskan besarnya telah jadi luar biasa kecil. Sekarang kita bisa berhubungan kembali dengan sahabat terbaik kita di kelas dua sekolah dasar, yang telah kehilangan kontak puluhan tahun yang lalu. Kita bisa ikuti segala ucapan selebriti atau atlet profesional kesayangan kita, selama panjangnya maksimal 140 karakter. Dan kita bisa men-share foto-foto pose wajah kita sendiri pada semua followers kita. Tapi apakah kita sudah sampai ke titik di mana teknologi dan media sosial bisa membantu sekaligus mencelakakan kita?

APA MASALAHNYA? Nah, sebelum Anda berpikir buku ini akan berubah menjadi semacam anti teknologi, boikot media sosial, saya harap Anda dapat mendengar inti di balik pesan ini. Saya rangkul segala yang baik yang ditawarkan oleh zaman teknologi kita. Kita bisa belajar apa saja yang mau kita pelajari. Kita bisa berhubungan dengan orang-orang di seluruh dunia. Dan


PENDAHULUAN

13

kita bisa bagikan pikiran, ide, dan perasaan kita tentang segala topik, pada semua orang, kapan saja kita mau. Saya suka apa yang bisa kita lakukan dengan teknologi. Sebagai seorang pendeta, saya juga suka kita bisa memakai teknologi menjangkau orang-orang dengan kabar baik Injil melalui cara-cara yang sangat mengherankan. Sebagian besar orang berasumsi, inovasi besar terakhir dengan Alkitab terjadi pada tahun 1455 ketika Gutenberg menemukan mesin cetak. Tapi perangkat mobile sekarang bisa men-share firman Allah lebih banyak daripada yang pernah dibayangkan Gutenberg. Gereja kami, LifeChurch.tv, memulai Aplikasi Alkitab YouVersion pada tahun 2008. Per hari ini, lebih dari 200 juta orang telah men-download aplikasi itu dengan cuma-cuma ke perangkat mobile mereka. Oleh kasih karunia Allah, per saat ini, lebih dari empat juta orang men-download aplikasi ini setiap bulannya. Karena kemurahan para penerbit dan penerjemah, Aplikasi Alkitab kami punya pilihan lebih dari seribu versi, didukung dalam lebih dari tujuh ratus bahasa, dan ribuan jadwal baca Alkitab. Dan kalau Anda bukan pembaca Alkitab, tidak masalah. Aplikasi ini bahkan bisa membacakan Kitab Suci kepada Anda. Kalau Anda berusia di bawah dua puluh lima tahun, yang benar-benar Anda kenal kebanyakan hanyalah dunia online. Anda tidak pernah harus membayar ekstra untuk panggilan telepon jarak jauh, apalagi memasukkan uang logam ke telepon umum. Mungkin Anda tidak hapal sebagian besar nomor telepon yang dipakai setiap harinya karena selalu tersimpan dalam perangkat mobile Anda. Pita kaset, apalagi eight-track tapes, adalah benda-benda peninggalan sejarah. Kemungkinan besar Anda bahkan tidak tahu apa itu pager−suatu hal yang bisa jadi Anda syukuri kepada Allah! Tapi orang-orang sebaya saya, yang berusia empat puluh tahun lebih, masih ingat ketika Anda harus angkat telepon dengan sambungan kabel (Anda masih ingat kan?) tanpa tahu siapa yang menelepon. Dan jika Anda coba menelepon seseorang yang sedang menelepon, Anda mendapat jawaban sinyal sibuk dan harus mencoba lagi. Kalau mereka tidak di rumah, Anda tidak bisa meninggalkan pesan suara. Bisa di-


14

#STRUGGLES

bayangkan? Bagaimana dulu kita berkomunikasi ya? Film-film bisa Anda tonton hanya di bioskop, atau disiarkan di TV bertahun-tahun kemudian. Anda harus duduk dekat TV untuk menontonnya. Jika Anda perlu pergi ke kamar mandi, Anda akan terlewat sebagian adegan filmnya. Kita membeli musik entah dalam bentuk piringan hitam atau kaset dan memutarnya pada perangkat khusus yang sekarang hanya ditemukan di toko-toko antik murah di seluruh penjuru negara. Komputer-komputer zaman dulu menyita tempat setengah ruangan dan hanya untuk para ilmuwan, insinyur, dan akuntan. Ah, demikianlah zaman kejayaan dulu. Dulu pun kita punya banyak pergumulan dan pengalih perhatian, sama halnya manusia zaman mana pun. Tapi ada sesuatu yang lain tentang apa yang kita alami sekarang. Sebagian dari kita mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres, meskipun tidak bisa mengidentifikasikan apa itu. Kita masih punya pergumulan yang sudah setua zaman dengan kecenderungan untuk membanding-bandingkan, iri, cemburu, tamak, nafsu, dan berbagai Sebagian dari kita mulai merasakan ada sesuatu yang tidak kecanduan. Hanya sekarang, kita pu- beres, meskipun kita tidak bisa nya cara-cara baru untuk melarikan mengidentifikasikan apa itu. diri dari pergumulan-pergumulan “kehidupan nyata� itu sambil menciptakan pertempuran-pertempuran baru di dunia maya yang kita jalani. Kombinasi inilah yang saya sebut #struggles. Sementara saya tidak bisa berbicara mewakili Anda, akhirnya saya bersedia mengakui kebenarannya. Saya terbelenggu dengan handphone saya, kecanduan aplikasi-aplikasi kegemaran saya, dan terpaku pada media sosial. Teknologi telah menjadi sentral hidup saya. Bukan saya yang benar-benar mengendalikannya. Teknologilah yang mengendalikan saya. Dan saya tidak suka itu.

ENTAH BAIK ATAU BURUK Secara naluri, kita tahu teknologi dan media sosial sedang mengubah kita. Entah baik atau buruk, teknologi dan media sosial sedang mengu-


PENDAHULUAN

15

bah cara kita menerima informasi, cara kita berhubungan dengan sesama, cara kita memandang diri kita sendiri, dan mungkin apa yang kita hargai dan percayai tentang Allah. Tak perlu ragu lagi, teknologi sedang mengubah cara kita berhubungan dengan orang lain. Saat teknologi datang dengan banyak manfaat, teknologi juga punya kekurangan. Istilah friend, artinya telah berevolusi jadi seseorang yang bahkan belum pernah Anda jumpai tapi punya akses terhadap media sosial online Anda. Akibatnya, kita bisa mendefinisikan persahabatan semau kita sendiri berdasar siapa yang kita “Follow”, klik sebagai “Friend,” atau “Like.” Kita jadi kecanduan dengan pujian instan sambil berupaya mengendalikan bagaimana orang lain memandang kita dari apa yang kita post, pin, dan tweet. Komunikasi kehidupan nyata tanpa naskah membuat banyak orang ketakutan sekarang, khususnya muda-mudi yang terbiasa mengedit email, message, dan caption mereka. Studi-studi baru-baru ini mengindikasikan, kita lebih terhubungkan secara online, tapi kurang berbelas kasih pada kebutuhan-kebutuhan sesama. Kita semakin terisolasi sementara kedalaman hubungan-hubungan kita berkurang. Kita mendambakan dukungan sesama, perhatian, dan penegasan mereka, tapi tidak mau berbagi hidup kita yang ada di bawah permukaan. Demikianlah beberapa isu yang akan kita telaah dalam buku ini.

MENDAPATKAN KEMBALI #KENDALI Mengingat #struggles ini, kita akan menelaah delapan nilai Alkitabiah dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat membantu kita memulihkan keseimbangan dalam hidup dan mengakhiri ketergantungan kita yang tidak sehat pada teknologi. • Kecukupan diri: Makin kita membanding-bandingkan, kita makin tidak puas. Studi menunjukkan akses media sosial sering membuat kita merasa depresi. • Keintiman: Makin kita berinteraksi online, makin kita mendambakan keintiman tatap muka, tapi makin tak tergapailah hal itu jadinya.


16

#STRUGGLES

• Keotentikan: Makin tersaring hidup kita, makin sulit bagi kita untuk bersikap tulus dan transparan. • Belas kasih: Makin banyak kita terekspos kepedihan, makin sulit kita untuk peduli. Kita jadi tidak peka pada penderitaan orang-orang di sekeliling kita dan di seluruh dunia. • Integritas: Kita tergoda nonstop untuk melihat hal-hal yang mengotori kemurnian yang Allah inginkan. • Kata-kata penyemangat: Kritik online terus menerus mendorong kita fokus pada kelemahan, cacat-cela, dan kegagalan orang lain dan bukan menyemangati mereka. • Ibadah: Allah ingin menjadi Meskipun Anda belum pernah mentweet, mem-post, meng-upload, yang pertama dalam hidup kiatau mengomentari, Anda tetap ta, tapi orang makin sulit ikut hidup di dunia yang terpusat pada Yesus di dunia yang terpusat selfie. Dan di dalam hati, Anda tahu pada selfie. Sudah saatnya kita kebenarannya lebih daripada yang Anda lihat. merobohkan segala berhala. • Istirahat: Dunia ada di bawah kendali kita, dan hal itu sungguh mengasyikkan. Tapi kita perlu menemukan kembali waktu beristirahat dan bersaat teduh. Meskipun Anda bukan pemakai reguler media sosial, atau Anda sudah mengendalikan teknologi, buku ini tetap bisa berbicara pada Anda sebab kita semua memerangi pengalih perhatian rohani, ketidak-cukupan diri, dan godaan. Meskipun Anda belum pernah men-tweet, mem-post, meng-upload, atau mengomentari, Anda tetap hidup di dunia yang terpusat pada selfie. Dan di dalam hati, Anda tahu kebenarannya lebih daripada yang Anda lihat. Anda cinta teknologi dan segala yang ditawarkannya, tapi juga Anda benci padanya. Saya tak bisa membuktikannya, tapi saya punya beberapa teori, yang akan saya bagikan, tentang mengapa kita benci media sosial. Ringkasnya, media sosial membuat segalanya demikian menyangkut kita. Kita tersedot untuk mengukur hidup kita dari berapa banyak followers kita dan


PENDAHULUAN

17

siapa saja mereka. Kita ingin memercayai, kita tidaklah tergantung pada berapa banyak Like yang orang klik terhadap post kita yang terakhir, tapi tetap saja rasanya klik-klik itu penting. Anehnya, makin kita fokus pada diri sendiri, kita makin merasa tidak puas. Dan makin kita terobsesi dengan hal-hal yang dari bumi ini, kita makin merasa hampa. Alasannya adalah karena kita diciptakan untuk lebih−sesuatu yang lebih lagi. Kita diciptakan bukan untuk bumi melainkan kekekalan. Kita diciptakan bukan untuk disukai melainkan memperlihatkan kasih. Kita diciptakan bukan untuk menarik perhatian kepada diri kita sendiri melainkan memberikan kemuliaan bagi Allah. Kita diciptakan bukan untuk mengumpulkan followers melainkan untuk follow Kristus. Saya menulis buku ini karena sudah saatnya kita jujur tentang #struggles kita dan mendapatkan kembali kendali atas perangkat menakjubkan yang disediakan oleh teknologi bagi kita. Sudah saatnya kita menempatkan teknologi kembali ke tempat yang pantas. Sudah saatnya kita mengasihi Allah dengan segenap hati kita.



Bab 1

MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI Pergumulan dengan MembandingBandingkan


Kecukupan diri adalah satu-satunya kekayaan sejati.

Alfred Nobel

Dulu saya kira saya punya banyak teman. Teman di tempat kerja, di gereja, di lingkungan. Kami suka makan siang bersama atau ngobrol di tempat latihan sepak bola anakanak, sepulang gereja pada hari Minggu atau ketika sedang bekerja di halaman. Setelah ada Facebook, saya bisa berhubungan dengan teman-teman jarak jauh dan orangorang yang saya kenal dari SMU serta perguruan tinggi. Tapi semua orang sibuk sekali sekarang ini. Saya kira-kira punya tiga ratus teman lebih di semua account media sosial saya. Tapi minggu lalu saya tidak bisa ajak satu orang teman pun untuk ngopi bareng. Saya tidak pernah merasa begitu kesepian seumur hidup saya.

Carla S.


Sohib saya Steve, orang paling kompetitif yang saya kenal. Ia bukan saja harus setingkat di atas semua yang saya katakan atau lakukan, tapi juga harus men-tweet hal itu. Dan mempost selfie penghargaan apa pun yang dia menangkan, dengan jaket barunya, atau tempat keren yang baru dikunjunginya. Dulunya saya benar-benar bersyukur atas hidup saya dan apa yang telah saya capai. Tapi kemudian saya perhatikan Steve dan merasa takkan pernah mengimbangi dia. Hal itu takkan saya beritahukan pada Steve−atau pada siapa pun yang saya kenal−tapi hal itu membuat saya seperti pecundang, payah dalam apa saja.

John K.

Saya rasa Anda bisa katakan, saya menderita masalah abadi penyesalan pembeli. Kapan saja saya mau beli sesuatu, apalagi barang mahal, saya suka riset dulu secara online, baca ulasan pelanggan dan laporan konsumen dari para pakar. Lalu saya akan banding-membandingkan dan berusaha dapat harga terbaik sebelum akhirnya masukin nomor kartu kredit saya dan tekan tombol “buy now.� Tapi ketika saya terima barangnya beberapa hari kemudian, saya menyesal tidak beli yang lain. Terkadang barangnya saya pulangkan untuk memulai seluruh prosesnya dari awal lagi. Tampaknya tidak jadi soal apa itu sweater baru, food processor, barang anak-anak, atau bantal sofa. Tampaknya tidak ada yang sebaik yang saya harapkan.

Sarah W.



1.1 AKU MAU COWOK SEPERTI AKTOR THE FONZ Saya masih ingat pertama kali hati saya remuk karena membanding-bandingkan. Waktu itu saya masih SMP di Beaumont, Texas, dan suatu kali− selama kira-kira satu minggu−saya menjadi raja dunia. Sayalah anak pertama di Marshall Middle School yang punya kendaraan bermotor. Sekarang ini skuter sudah jauh lebih umum, tapi bukan motor seperti itu yang saya maksudkan. Menyebut moped1 warna merah menyala saya skuter adalah sangat murah hati. Waktu itu saya punya moped yang menurut saya “orisinil�: sebetulnya itu adalah sepeda bermotor. Dan motornya dikendalikan oleh pengatur yang tidak memungkinkan sepeda saya melaju lebih cepat dari empat puluh kilometer per jam, bahkan di jalan yang menurun pun, tapi saya suka membayangkan diri melaju dengan kecepatan delapan puluh kilometer per jam. Sayangnya, moped saya juga tidak selalu punya tenaga memadai untuk nanjak. Moped saya dilengkapi pengayuh sehingga bisa menambah dengan tenaga sendiri untuk membantunya melaju. Ketika saya naik moped, terutama di jalanan rata, saya membayangkan diri saya tampak lumayan keren, seperti salah seorang aktor Sons of Anarchy naik motor Harley yang sangat besar. Dalam realitasnya, terutama ketika sedang mengayuh sekuat-kuatnya di jalanan yang menanjak, mungkin saya lebih tampak seperti aktor Nacho Libre. Tapi bagaimana tampak saya tidaklah menjadi soal, sebab Tiffany, seorang cewek yang tinggal dekat rumah saya, menganggap moped saya adalah yang paling keren. Saya suka pakai helm biru saya (yang tentunya serasi dengan 1Moped: motor berpedal adalah tipe sepeda motor berdaya rendah dan berpedal, dirancang untuk menyediakan sarana transport sederhana, murah dan tidak memerlukan izin.


24

#STRUGGLES

moped saya) dan ngebut sejauh empat blok ke rumah Tiffany untuk menjemputnya. Tiffany akan membonceng di belakang saya, merangkul pinggang saya, dan kami akan ngebut, mungkin dengan kecepatan tiga puluh dua kilometer per jam karena tambahan beban, sementara rambut Tiffany melambai-lambai di belakang kami. Waktu itu kehidupan terasa baik. Hingga Brian Marquardt mendapatkan motor sungguhan. Saya ngebut ke rumah Tiffany, memarkirkan kendaraan manis saya di depannya, dan melangkah bangga ke pintunya untuk menekan bel. Ketika Tiffany membuka pintu, ia agak mengernyitkan dahinya terhadap saya. “Oh,” demikian ia berkata. “Kamu toh. Hari ini aku tidak ikut ah.” “Mengapa tidak?” tanya saya. Tiffany mengangkat satu tangan di depannya dan memeriksa kuku jari-jemarinya yang sempurna sambil bicara. “Karena,” demikian ia berkata, “aku mau ikut Brian.” Saya bergumul memproses informasi baru itu. “Tapi kukira kita … maksudku … aku sudah bawa helm dan segalanya … dan rambutmu indah sekali … dan melambai-lambai di belakangmu … dan …” Tapi di balik semua alasan terbaik saya, Tiffany memandang saya seolah-olah kasihan pada saya atau apa, menggelengkan kepala sedikit, dan hanya berkata, “Tidak.” Saya mematung kikuk selama beberapa menit rasanya. “Brian Marquardt? Sungguh?” Tiffany memandang saya dengan cara agak mengusir dan berkata, “Sorry aja deh, tapi kamu … ya, kamu kan Richie Cunningham. Aku mau the Fonz.” #SakitnyaTuhDiSini. Kalau Anda tidak tahu siapa Richie Cunningham atau the Fonz, #Rapopo. Saya percaya Anda bisa tahu perbedaannya seandainya pun Anda belum pernah nonton episode Happy Days. Bahkan setelah bertahun-tahun pun, saya kadang-kadang masih ingat momen itu, yang menunjukkan betapa kita cenderung membanding-bandingkan. Pandangan saya tentang siapa saya tidak cocok dengan apa yang Tiffany


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

25

lihat, dan hati saya remuk. Saya tidak percaya, saya tidak berhasil memenuhi ekspektasi seseorang. Saya kurang baik. Pengalaman itu masih berpotensi melukai saya, walaupun saya sudah menikah dengan wanita mengagumkan dan kami luar biasa diberkati. Dan saya tahu, saya bukanlah satu-satunya yang pernah mengalami sakit hati. Baru-baru ini, di salah satu pertandingan sepak bola anak saya, saya tidak sengaja dengar dua orang ibu saling bercerita bahwa mereka cemburu akan hal-hal yang di-post satu sama lain di media sosial. Yang seorang punya pekerjaan penuh waktu, dan berkata kepada temannya yang ibu rumah tangga, betapa ia iri terhadap temannya itu. “Setiap kali aku lihat kamu pin sesuatu di Pinterest, aku merasa malu. Kamu mencurahkan banyak hal kepada anak-anakmu. Mereka selalu tersenyum dan gembira. Dan saat aku lihat semua kegiatanmu bersama mereka, semua kerajinan tangan lucu dan makanan buatanmu yang lezat itu, aku merasa seperti pecundang sebagai seorang ibu.” Temannya yang ibu rumah tangga itu tertawa. “Kamu bercanda kali ya? Kamu tidak tahu betapa cemburunya aku sama kamu! Setiap hari aku melihatmu melakukan segala hal yang menarik−terus-terusan pergi ke tempat-tempat baru, berjumpa orang-orang baru. Dan kamu punya koleksi pakaian terbaik−aku suka sepatumu! Serius, kalau bisa ganti piyama sebelum tengah hari betapa untungnya aku. Memang sih, aku sayang anak-anak, tapi aku merasa aku harus terus mencari hal-hal baru buat mereka kerjakan, supaya aku tidak gila. Kamu tahu kan, ‘Ma, kami bosan!’” Kedua ibu itu sebetulnya sama-sama menjalani kehidupan yang hebat. Tapi mereka cemburu karena hal-hal yang orang lain punya yang mereka tidak punya. Kalau Anda pemakai media sosial, Anda tahu persis apa yang saya maksudkan. Anda sedang duduk di sofa mengenakan sweater lama, menikmati sepiring burger dengan keju dan apel di pangkuan Anda, bermain-main dengan telepon Anda, ketika melihat seorang teman yang lagi-lagi kencan lagi, meng-Instagram makan malam menakjubkan yang sedang


26

#STRUGGLES

ia nikmati. Cahaya lilinnya bersinar dengan indahnya dan rambutnya tampak sempurna, dan apakah yang dikenakan itu gaun bermerek baru lagi? Taplak meja linennya demikian putih sampai-sampai hampir berkilau, dan suasana tempatnya tampak demikian anggun. Jelas-jelas itu restoran mewah dari mana mereka bisa menikmati pemandangan kota. Fotonya bahkan berbingkai−dan bagaimana ia bisa mendapatkan dua ratus respons Likes dalam waktu tidak sampai satu jam ya? Atau sohib Anda mem-post selfie dari ruangan latihan di gym, sengaja menyingkapkan kaosnya untuk memastikan Anda dapat melihat otot six-pack-nya pada cermin. Ia sudah siap jadi pemeran utama dalam lanjutan film 300 sementara Anda, ya, Anda sedang sendirian di rumah, berusaha menelan produk makanan merek Hostess karena bangkrut. Tahu apa yang saya maksudkan? Hal lain yang teknologi mungkinkan kita lakukan adalah mengukur popularitas kita, seringkali dengan akurasi menyakitkan. Ketika saya masih kanak-kanak, Anda harus memperkirakan seberapa populernya Anda: “Coba ya … Tidak seorang pun mau duduk bersamaku di kafetaria. Sejauh ini, aku sudah ngajak tiga perempuan berbeda ke dansa Valentine dan dengan tegas ketiga-tiganya menjawab tidak. Lagi-lagi aku kalah dalam pemilihan ketua kelas. Hmm… kurasa aku tidak terlalu populer.” Data empiris sekarang bisa memberitahu Anda dengan presisi tepat di mana peringkat Anda: “Coba ya… Kalau aku punya tujuh puluh tiga followers, sedangkan sahabat terbaikku punya 423, berarti ia hampir enam kali lebih populer daripadaku. Tiga foto terakhirku mendapatkan dua puluh sembilan, tiga puluh tiga, dan delapan belas respons Likes. Tiga fotonya yang terakhir mendapatkan delapan puluh delapan, dan tujuh puluh tiga−lalu ia mencapai respons tiga digit dengan foto anak anjingnya yang konyol itu. #HidupKuMenyebalkan.” Tidaklah terlalu jelas apakah ada generasi sebelum kita yang begitu bergumul dengan ketidakcukupan diri seperti generasi kita. Walaupun kita masih merasakan kemiskinan dan ketidaksederajatan ekonomi, kehidupan sehari-hari sebagian besar kita penuh dengan kenyamanan, kesempatan, dan kelimpahan−terkadang sampai berlebihan. Tapi ada


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

27

masalah sedikit saja sudah buat kita merasa seolah-olah tidak dapat semua yang layak didapatkan dan kita jadi kecewa. Belum lagi media sosial, dan apa yang Anda dapatkan? Belum pernah terjadi sebelumnya, orang-orang punya begitu banyak namun merasa begitu tidak puas. Sebagian sosiolog melihat teknologi sebagai faktor signifikan dalam ketidakbahagiaan kita yang konstan. Kitalah bangsa pertama dalam sejarah dunia yang mampu melihat kehidupan pribadi orang lain secara real time. Kita bawa perangkat media canggih dalam saku yang memampukan kita mengikuti kehidupan orang lain lewat check-in, foto, dan video mereka. Dan kalau yang kita lihat dalam hidup orang lain tampaknya lebih baik, lebih menarik, dan lebih memuaskan dari hidup kita, kita merasa ketinggalan. Tentu, feed yang kita tonton belum tentu mencerminkan realitas. Sebagian besar orang menampilkan sosok terbaik mereka, memperlihatkan hanya hal-hal yang mereka mau orang lain lihat. Seperti dijelaskan sahabat dekat sekaligus sesama pendeta Steven Furtick, “Ki- Belum pernah terjadi sebelumnya, ta bandingkan kehidupan kita di orang-orang punya begitu banyak namun merasa begitu tidak puas. belakang layar dengan penampilan panggung orang lain.� Disulap dengan aplikasi Photoshop, disaring dan diedit, yang kita lihat secara online membuat realitas kita sendiri tampak kotor dan membosankan. Pantas saja kita sering merasa begitu tidak puas. Tak peduli berapa banyak yang kita punya, itu tidak bisa dibandingkan dengan apa yang tampaknya orang lain punya.

1.2 #BERSIKAPREALISTIS Ketidakpuasan ini bukanlah sesuatu yang dihadapi oleh saya seorang. Suatu studi baru-baru ini berupaya mengukur secara kuantitas dampak pengaruh ekspos media sosial terhadap suasana hati orang. Para periset di dua universitas melacak para siswa pemakai reguler Facebook selama dua minggu dengan menyuruh mereka mengisi survei kepuasan hidup lima kali sehari.1) Setelah para siswa itu menghabiskan waktu di


28

#STRUGGLES

Facebook, hasil survei memperlihatkan mereka kurang puas dan lebih kritis terhadap hidup mereka sendiri daripada sebelum memakai Facebook. Hasil lainnya juga mengindikasikan, lebih dari sepertiga siswa yang disurvei merasa “secara signifikan lebih buruk” tentang diri mereka sendiri ketika menghabiskan banyak waktu di Facebook. Mengapa? Kita dirancang oleh Allah bukan untuk mencari citra orang lain; kita dirancang untuk mencari Dia. Ketika kita menghabiskan waktu di media sosial dengan fokus pada seberapa baik orang lain menampilkan hidup mereka, maka kita, memakai salah satu analogi baseball ayah saya, mengalihkan pandangan kita dari bolanya. Karena ini merupakan isu yang sangat nyata bagi banyak orang, saya ingin memberi Anda kesempatan untuk #BersikapRealistis dengan saya. Mari luangkan waktu beberapa menit, mengekspos ketidakpuasan− cara lain mengatakan iri−yang mungkin Anda pendam dalam hati. Kita akan menelaah tiga kategori, dan saya mau Anda benar-benar jujur kalau melihat diri Anda dalam salah satunya. Pertama, apakah Anda bertempur dengan iri soal material dan iri soal keuangan? Beginilah caranya Anda mengidentifikasikannya: ketika seorang teman men-tweet tentang mobil barunya, apakah Anda langsung membayangkan mobil bobrok Anda yang sulit dihidupkan? Atau katakanlah seseorang dari tempat kerja mem-post foto dari pantai. Apakah respons awal Anda, “Tunggu dulu … ini sudah perjalanan yang kedua ya, tahun ini?” (Tapi, siapa yang menghitungnya, bukan?) Atau katakanlah teman Anda lagi-lagi mem-post #OOTD (outfit of the day atau pakaian hari ini), dan Anda mulai men-scroll post-postnya, dan sadarlah Anda−cewek ini punya lebih banyak ragam sepatu daripada yang dijual toko sepatu online Zappos? Jujurlah: apakah Anda bertempur dengan ketidakpuasan material dan keuangan? Kedua, apakah Anda memendam iri soal hubungan? Ketika foto-foto semua teman Anda saat makan malam bersama mulai bermunculan dalam feed Anda−semuanya sekaligus−apakah Anda bertanya-tanya, “Kok tidak ada yang mengundang aku ya?” Mungkin Anda tidak sedang menjalin hubungan, padahal Anda menginginkannya, sekarang


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

29

musim semi, dan tampaknya semua orang yang Anda kenal sudah mau menikah. Sebagian diri Anda turut berbahagia bersama teman-teman Anda karena Anda mengasihi mereka. Tapi kalau mau jujur, agak sakit hati juga melihat mereka semua berpasangan dan tersenyum dengan pasangan baru mereka. Apakah Anda merasa ditinggalkan, terlupakan, tak diinginkan? Mungkin Anda bekerja di dua tempat, kelelahan dengan pergumulan mengatasi biaya hidup dan merasa sedih karena tidak mampu memberi anak-anak Anda waktu dan perhatian sebanyak yang Anda inginkan. Dan Anda punya seorang teman yang tampaknya selalu bersama anak-anaknya di pertandingan, atau membawa anak-anaknya ke danau atau ke taman hiburan (lagi), atau bahkan sekadar hal sederhana seperti membacakan cerita anak menjelang tidur. Bukannya turut merasa bahagia terhadap bersama teman Anda, malahan merasa bersalah karena segala hal yang tidak bisa dilakukan bersama anak-anak Anda. Kalau respons Anda seperti itu, maka sikap Anda sedang iri soal hubungan. Akhirnya, mungkin Anda bertempur dengan iri soal keadaan. Anda lihat apa yang sedang dilakukan orang lain, di mana mereka bekerja, bagaimana mereka hidup. Apakah kemudian Anda memeriksa hidup dan keadaan Anda, lalu bertanya-tanya mengapa tidak punya hal-hal yang mereka punya atau tidak sempat melakukan hal-hal yang mereka lakukan? Apakah Anda berkata pada diri sendiri, “Kukira pada usia sekarang aku sudah akan lebih sukses−atau setidaknya mengerjakan sesuatu yang aku senangi”? Mungkin Anda ingin punya bayi, tapi tidak melihat hal itu terjadi dalam waktu dekat. Lalu setiapkali Anda melihat feed, ada saja orang yang mem-post koleksi foto bulan-bulan kehamilannya atau “pesta penyingkapan jenis kelamin” mereka. Apakah Anda berpikir, “Rasain luh! Bayinya perempuan!” Kalau ya, mungkin Anda iri.

1.3 RAIH, TAKLUKKAN, AKUMULASIKAN Kalau mau jujur, bagi saya iri soal keadaan itu lebih parah daripada dua iri lainnya (soal keuangan dan hubungan). Karena saya seorang pendeta,


30

#STRUGGLES

saya bekerja di akhir pekan, baik Sabtu maupun Minggu. Jadi ketika saya sedang “bekerja,” sebagian besar teman dan anggota gereja saya sedang “libur.” Saya hampir-hampir tidak tahan melihat media sosial pada akhir pekan karena yang saya lihat hanyalah orang-orang bertanding bola, atau main frisbee, atau bersepeda, atau menerjang ombak mengendarai motor air. Itu membuat saya sangat cemburu. Pokoknya saya harus bicara pada diri sendiri, “Ya, kurasa aku harus menyelamatkan dunia demi kemuliaan Allah, sementara orang yang lain bersenang-senang melakukan segala kegiatan konyol itu.” Padahal kebenarannya adalah, bicara demikian pada diri sendiri pun tidak membuat saya merasa lebih baik. Chuck Swindoll diakui dengan perkataan, “Hidup itu sepuluh persennya adalah apa yang terjadi pada Anda dan sembilan puluh persennya adalah bagaimana respons Anda.” Tentu, sebagian besar kita mungkin merasa kebalikannya. Kita hidup seolah-olah sembilan puluh persennya (atau lebih) adalah apa yang terjadi pada kita. Dan terkadang kita merasa respons kita sama sekali tidak membuat perbedaan. Saya tidak dapat membayangkan siapa pun dalam sejarah yang punya pemahaman tentang mengelola respons lebih baik dari Rasul Paulus. Ketika sedang dalam penjara di Roma, terbelenggu dua puluh empat jam sehari dengan seorang penjaga (mereka bergiliran jaga), Paulus menulis kata-kata ini: “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia [Kristus] yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil. 4:12-13). Mari kita jabarkan pernyataan itu. Secara esensial Paulus mau berkata, “Aku pernah kekurangan. Tapi aku juga pernah punya lebih dari cukup. Hidup ini ada masanya. Aku pernah mengalami masa yang baik, ketika segalanya berjalan dengan baik, dan aku pernah mengalami masa yang buruk, ketika tidak ada satu pun yang berjalan menurut kehendakku. Tapi dalam segala yang kualami itu, aku telah belajar bahwa ada satu


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

31

rahasia untuk mencukupkan diri, bagaimana pun keadaanku pada waktu itu. Dan rahasianya adalah bahwa segala perkara dapat kutanggung bukan dengan kekuatanku sendiri melainkan dengan kekuatan Kristus. Dialah yang memberiku kekuatan untuk menangani apa pun yang kualami.� Jangan lewatkan kebenaran ini. Anda akan bertempur dengan ketidakcukupan diri hingga Anda biarkan Kristus menjadi segala yang Anda butuhkan. Tidak percaya? Buktikanlah saya salah. Kejarlah segala Anda akan bertempur dengan ketidakcukupan diri hingga Anda yang pernah Anda inginkan. Silakan. biarkan Kristus menjadi segala Saya tantang Anda. Saya benar-benar yang Anda butuhkan. tantang Anda. Silakan raih uang sebanyak-banyaknya. Beli apa saja yang Anda inginkan. Raih, taklukkan, kumpulkan, ulangi lagi. Kedengaran tidak asing kan? Mungkin Anda pernah mencoba sebagiannya, atau setidaknya mengenal seseorang yang pernah mencobanya. Tidak satu pun efektif. Setiap harinya, di akhir hari Anda tetap akan merasa hampa.

1.4 YANG ANDA BUTUHKAN Mungkin Anda bukan tipe materialistik. Mungkin lebih tipe pesta. Ya coba saja. Silakan saja berpesta sepuasnya. Cari saja segala keasyikan, kejar saja adrenaline rush, tenggak saja segala minuman keras yang Anda temukan. Coba terka? Ketika pesta usai dan semua orang pulang dan bekas-bekas teler itu akhirnya memudar, Anda akan kembali di mana Anda memulainya, tetap mendambakan lebih. Mungkin Anda lebih tipe relasional. Hanya saja belum menemukan orang yang tepat untuk memenuhi segala kebutuhan Anda. Ya tetaplah mencoba. Temukan cowok baru atau cewek baru. Kalau orang itu ternyata tidak cocok, coba cari yang lain. Kalau yang lain masih belum cocok juga, mungkin satu orang saja tidak cukup. Tukar saja semua teman lama Anda dengan teman-teman baru. Jadilah populer. (Banyak buku dan situs internet berjanji mengajarkan caranya). Siapa tahu? Mungkin Anda bahkan bisa menjadi terkenal! Tapi setelah semua orang pulang


32

#STRUGGLES

dan lampunya dimatikan, Anda tinggal sendirian lagi, tetap kesepian, tetap mendambakan. Kalau Anda mau coba semuanya itu, pastikan Anda rekam setiap momennya. Beli saja paket data terbesar semampu Anda dan kumpulkan kata sandi Wi-Fi di setiap tempat nongkrong. Check in saja ke semua tempat keren. Share setiap pemikiran inspirasional Anda, dan setiap canda. Post saja foto banyak-banyak, dan tentunya juga video. Jangan pernah berhenti men-share. Post saja segalanya secara online agar dilihat seluruh dunia. Kumpulkan saja respons Like dan Friend dan followers hingga meluap-luap. Berupaya hingga kehidupan nyata Anda melampaui impian-impian Anda. Dan bahkan ketika Anda sudah mencapai puncak pun, saya bisa menjamin Anda satu hal: kerinduan Anda untuk mendapatkan lebih takkan pernah berhenti. Mengapa demikian? Karena Anda diciptakan untuk kekekalan, bukan untuk dunia yang kita kenal ini. Tidak ada sesuatu pun di bumi ini yang mungkin memuaskan kerinduan rohani yang Anda rasakan, meskipun Anda bisa mengoleksikan segalanya. Tidak ada. Saya masih ingat ketika masih remaja, bertahun-tahun sebelum mengenal Kristus, saya dengar orang berkata, “Allah menciptakan kehampaan berbentuk Kristus di dalam setiap orang.� Perkataan itu membuat saya jengkel. Saya tidak paham maksudnya. Namun suatu hari saya belajar sendiri mengapa mereka berkata demikian: karena hal itu mutlak benar. Tidak ada sesuatu pun di luar hubungan dengan Kristus yang mungkin mengisi kehampaan di dalam. Anda tahu Anda telah mencari-cari. Ketahuilah, Kristus-lah yang Anda cari. Dialah sumber Anda. Dialah kekuatan Anda. Dialah penopang Anda. Dialah sukacita Anda. Dialah kecukupan diri Anda. Dialah segalanya dalam segalanya Anda. Ketika hanya Kristus yang Anda pu- Ketika hanya Kristus yang nya, Anda akhirnya akan sadar, hanya Anda punya, Anda akhirnya akan sadar, hanya Kristus-lah Kristus-lah yang Anda butuhkan. yang Anda butuhkan. Dialah segalanya yang penting.


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

33

Kalau Anda terus mencari, membanding-bandingkan, dan iri, Anda takkan pernah merasa cukup. Jadi marilah kita telaah tiga cara yang bisa membantu diri sendiri memerangi dosa iri, sambil ingat, kita butuh kekuatan Kristus untuk memenangkan perangnya.

1.5 TIADA BANDINGANNYA Bagaimana kita bisa mengatasi dorongan kuat manusia untuk membanding-bandingkan? Mari kita telaah cara pertama memerangi iri dengan kembali pada Alkitab: “Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!” (2 Kor. 10:12). Pendeta Andy Stanley mengemukakannya dengan lebih sederhana dari siapa pun yang saya kenal: “Membanding-bandingkan tidak ada menangnya.” Kita perlu mematikan kecenderungan membanding-bandingkan karena hal itu lebih serius daripada yang disadari sebagian besar dari kita. Mari kita telaah bacaan Kitab Suci lainnya, dan mudah-mudahan Anda akan paham maksud saya: “Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (Yak. 3:1416). Perhatikan, ada kata hikmat dalam kutipan di atas karena Yakobus sedang menyindir; sikap-sikap tersebut tidaklah bijaksana. Tapi perhatikan juga ini: iri itu dari setan. Di mana ada iri, di situ ada kekacauan. Di mana ada iri, di situ ada segala perbuatan jahat. Perhatikan kata-kata itu. Dari setan? Segala perbuatan jahat? Ini serius. Iri bukanlah dari sorga. Melainkan dari dunia. Dari nafsu manusia. Dari setan. Saya sih tidak mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang Alkitab sebut dari setan. Saya yakin Anda juga tidak mau. Dan Yakobus bukanlah mengatakan,


34

#STRUGGLES

“Mungkin ada baiknya Anda berhati-hati soal iri.� Ia berkata, di mana ada iri, di situ ada kejahatan. Masih belum yakin? Bagaimana dengan Sepuluh Perintah Allah? Anda tahu, Sepuluh Perintah Allah yang mencakup “Jangan mengingini� (Kel. 20:17)? Jangan mengingini rumah sesamamu. Jangan mengingini pasangan sesamamu. Jangan mengingini mobil teman sekerjamu. Jangan mengingini apa pun atau siapa pun Iri bukanlah dari sorga. yang adalah kepunyaan orang lain. Bahkan Melainkan dari dunia. Dari kucing mereka pun jangan. (Sekarang saya nafsu manusia. Dari setan. masukkan penafsiran saya sendiri terhadap Alkitab. Alkitab tidak mengatakan apa-apa soal kucing). Pokoknya iri itu tidak sehat. Di mata Allah, iri jelas-jelas berdosa. Kita perlu matikan kecenderungan membanding-bandingkan, karena membandingkan diri kita dengan orang lain itu tidak bijaksana. Mematikan kecenderungan membanding-bandingkan tampak berbeda dalam hidup masing-masing orang. Bagaimana Anda bisa lebih jujur dengan diri sendiri tentang hal-hal yang menekan tombol iri Anda? Mungkin sudah saatnya Anda ambil jeda dari media sosial, terutama kalau media sosial memicu dosa iri dalam hidup Anda. Saya bukan berkata Anda harus membuang handphone atau membatalkan Wi-Fi Anda di rumah. Tapi setidaknya, kalau Anda perhatikan, saat Anda menanggapi post-post orang tertentu dengan iri, seharusnya sembunyikan hal itu dari feed Anda. Izinkan saya memperjelas: Saya percaya yang paling baik adalah menghindarkan tombol iri itu sama sekali. Kita akan bicarakan lebih dalam tentang pentingnya unplugging dalam Bab 8 tentang topik istirahat. Tapi kalau Anda tak bersedia melakukan unplugging selama beberapa lama untuk memerangi iri, izinkan saya menawarkan beberapa saran dan membahas isu ini di luar media sosial. Ketika Anda mulai membuka-buka katalog mutakhir yang datang ke rumah Anda, apakah Anda selalu ingin membeli sesuatu yang lebih? Mungkin Anda perlu menolak atau hanya membuang katalog-katalog indah itu. Atau berapa banyak aplikasi belanja yang Anda punya di telepon? Apakah Anda kecanduan? Mungkin


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

35

seharusnya Anda hapus saja aplikasi-aplikasi itu. Mungkin Anda perlu berhenti nonton TV kabel kalau Anda tak bisa tidak berbuat dosa setiap kali acara TV meninjau rumah seseorang yang seperti istana sementara Anda menontonnya dari apartemen kecil yang menyedihkan. Mungkin Anda perlu berhenti nonton pameran kapal layar, atau pameran mobil, atau pameran berburu, atau pameran apa saja yang menghabiskan waktu Anda lebih banyak daripada yang sepantasnya, berangan memiliki sesuatu yang Anda tidak punya. Sudah saatnya Anda matikan kecenderungan membanding-bandingkan dan memakai waktu itu untuk sesuatu yang lain. Mungkin Anda perlu berhenti memerhatikan post-post Facebook teman tertentu karena Anda cenderung berakhir merasa cemburu, iri, atau mengingini, atau tidak puas, dan secara umum tidak mencukupkan diri dengan hidup Anda ketika melihat semua yang tampaknya mereka punya. Mengapa? Karena iri itu seumpama kebakaran hutan, selalu membakar dan tidak pernah memadamkan. Iri itu dari setan. Iri itu menyebabkan “segala perbuatan jahat� mengendap-endap di dalam Anda, termasuk nafsu, kerinduan akan sesuatu yang lebih, yang tak pernah terpuaskan. Langkah pertama dalam memerangi iri adalah mempertimbangkan apa yang bisa dan seharusnya Anda relakan. Pilih saja satu hal yang hari ini mau Anda stop lakukan. Misalnya, berhenti memeriksa feed Facebook Anda sebelum tidur. Jangan mem-post foto sepiring makanan lezat yang dihidangkan kepada Anda di restoran. Berhenti membalas semua orang yang mengikuti Anda di LinkedIn, terutama kalau tak mengenal mereka. Berlatih menghentikan perilaku itu berulang-ulang. Minta pada orangorang di sekeliling Anda, membantu Anda berhenti. Berkomitmen pada diri sendiri dan pada mereka bahwa Anda akan berhenti. Langkah berikutnya akan menunjukkan cara Anda bisa membantu diri sendiri berhenti, yang akan memudahkan Anda memelihara komitmen Anda.

1.6 BIDIKAN LANGSUNG KE JANTUNG Mematikan kecenderungan untuk membanding-bandingkan bukanlah sekadar mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh buruk dalam hidup


36

#STRUGGLES

Anda dan membersihkannya. Hal praktis kedua yang bisa dilakukan untuk mematikan kecenderungan membanding-bandingkan adalah merayakan kesuksesan orang lain. Ketika melihat seseorang diberkati dengan cara yang Anda sendiri berharap diberkati, merayakannya bersama mereka bisa memurnikan niat hati Anda. Apakah seseorang mendapatkan pekerjaan yang Anda inginkan? Cobalah doa ini: “Ya Allah, Engkau pasti punya alasan memberkati dia. Terima kasih, Bapa, atas berkat-Mu dalam hidup orang itu.” Ketika melihat seseorang mendapatkan hal-hal yang sedari dulu Anda inginkan, cobalah bersyukur pada Allah daripada bergelimang dalam kecemburuan: “Ya Allah, terima kasih banyak karena tangan berkat-Mu ada di atas mereka. Terus berkati mereka.” Sikap merayakan membidik langsung ke jantung iri hati. Saya menulis buku ini di masa yang sangat sibuk dalam hidup saya. Saya sedang benar-benar menanti-nantikan kesempatan berlibur bersama keluarga, dan saya mulai melihat foto-foto online pasangan yang saya kenal, yang sedang berlibur ke luar negri. Dublin, Irlandia, Edinburgh, Skotlandia. Belum lagi mengendarai mobil salju. Melintasi gletser. Di Iceland. Dan semuanya dalam satu perjalanan yang sama! “Terima kasih, Bapa, karena mereka begitu menikmatinya,” demikian saya berdoa. “Perjalanan itu begitu memberkati mereka.” Padamkan nyala api iri dengan selimut rasa syukur. Tidak merayakan berkat orang lain juga memengaruhi cara Allah berkarya melalui hidup Anda. Dalam kehidupan sehari-hari, saya yakin, ketika saya tidak bisa merayakan bersama orang lain, sesungguhnya saya membatasi apa yang Allah mau karyakan melalui saya. Gereja kami sudah hampir dua puluh tahun usianya. Selama itu, kami telah diberkati menyaksikan bertambahnya orang yang mampu kami jangkau−kecuali un- Sikap merayakan membidik tuk dua masa. Ketika saya ingat-ingat langsung ke jantung iri hati. periode-periode ketika kami tidak bertumbuh itu, saya sadar di kedua masa itu saya membawa dosa yang signifikan dalam hati saya.


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

37

Bukan saja kami tidak menjangkau orang baru di salah satu masa itu, kami malah kehilangan anggota. Pada waktu itu, gereja kami punya dua lokasi, dan di hari Minggu saya suka bolak-balik di antara keduanya untuk berkhotbah. Dalam perjalanan bolak-balik itu, saya lewat sebuah gereja kecil. Gereja kecil itu jelas-jelas bergumul dan setiap minggunya hanya delapan hingga sepuluh mobil yang terlihat di tempat parkirnya. Terkadang saya suka mendoakan mereka, seperti, “Ya Bapa, berkatilah gereja kecil ini. Tolonglah mereka menemukan jalan mereka.” Tapi sejujurnya, sementara saya berdoa demikian dengan bibir saya, dalam hati saya merasa sombong. Saya berpikir, “Wuih! Untung gereja kami tidak mengalami itu.” Itu satu jenis penyakit sombong dengan menghitung mobil-mobil mereka secara saksama setiap kali lewat. Ini bukanlah sesuatu yang sering-sering saya katakan, tapi saya benar-benar percaya Allah berbicara pada saya. Agar Anda tidak salah paham, saya bukannya berkata mendengar suara Allah menggelegar dalam mobil saya. Tapi sejujurnya, saya merasakan semacam hadirat, satu kuasa yang memenuhi mobil saya, dan dengan jelas mendengar perkataan ini dalam benak saya, diucapkan oleh suara yang bukan suara saya sendiri: “Apakah engkau akan benar-benar gembira seandainya Aku memberkati mereka? Dan seandainya Aku memberkati mereka lebih daripada Aku memberkatimu sekarang?” Saya sadar, jawaban jujur saya terhadap pertanyaan tersebut takkan menghormati Allah. “Tidak. Itu takkan benar-benar membuatku gembira. Berkatilah mereka banyak-banyak, ya Allah. Hanya saja, janganlah berkati mereka sebanyak Engkau berkati gereja kami.” Saya merasa perut saya mual ketika melihat hati saya tidak murni. Hati saya bukanlah soal membangun kerajaan Allah; tapi lebih pada soal membangun kerajaan saya sendiri. Dan itu adalah tempat yang sangat berbahaya bagi seorang gembala. Seketika itu juga saya mulai berdoa berulang-ulang sambil merenungkannya selama beberapa hari. Lalu saya bertobat dengan tulus. Saya berseru, “Ya Allah, aku benar-benar ingin datang ke tempat di mana aku mau Engkau memberkati gereja-gereja lain lebih daripada Engkau memberkati gereja kami sekarang ini.” Allah menghormati doa tersebut dan


38

#STRUGGLES

mengubah hati saya sehingga hidup saya menjadi sepenuhnya soal kerajaan-Nya lagi, lalu Ia memberkati gereja kami lagi dengan pertumbuhan. Hal berikutnya yang mau saya katakan, tak dapat saya buktikan. Ini tidak ada dalam Alkitab, jadi jangan menelannya bulat-bulat. Tapi dalam hati, saya menghidupi hal ini seolah-olah ini benar: mungkin alasan Allah tidak memberkati Anda dengan sesuatu yang Anda inginkan adalah karena Anda tidak merayakan berkat-berkat Allah dalam hidup orang lain. Sama seperti menganggap berkat-berkat Allah dalam hidup saya sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya, saya juga perlu selalu merayakan berkat-berkat-Nya dalam hidup orang lain, karena kita disuruh “bersukacitalah dengan orang yang bersukacita” (Rm. 12:15). Janganlah sampai hidup saya hanya soal saya sendiri. Yesus memanggil kita kepada sesuatu yang lebih baik, lebih luhur.

1.7 SELALU BERPESTA Cara ketiga mematikan kecenderungan membanding-bandingkan adalah menumbuhkan sikap bersyukur. Saya pernah membaca definisi yang sangat baik tentang iri, yang bunyinya kira-kira begini: iri artinya membenci kebaikan Allah dalam hidup orang lain dan mengabaikan kebaikan Allah dalam hidup Anda sendiri. Sungguh definisi yang hebat. Bicara soal hebat, berikut adalah satu lagi ayat tentang topik ini yang saya cintai: Amsal 15:15 mengatakan, “Hari orang berkesusahan buruk semuanya.” Kita semua kenal seseorang yang seperti ini. (Mungkin Anda bahkan agak seperti ini). • • • • •

“Wah, saya cuma kasih tahu hari ini akan jadi hari yang naas.” “Ya, bagus! Besok akan hujan sepanjang hari.” “Aku baru saja periksa pasar. Perekonomian memang sedang lesu.” “Anak-anakku selalu sulit. Setiap hari selalu saja begitu.” “Aku benci sekali mobil ini. Bisa-bisa mogok nih. Aku bisa merasakannya kok.” Orang yang berkesusahan memandang setiap harinya membawa


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

39

lebih banyak kesusahan. Mereka tidak bisa melihat berkat karena gelas mereka selalu setengah kosong. Tapi Amsal 15:15 tidak berakhir di sana. Itu baru paruh pertamanya. Paruh keduanya berkata, “Tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta.” Apakah orang yang memulai harinya dengan sengsara itu menjalani hari yang sama seperti orang yang gembira hatinya? Tentu! Perbedaannya adalah dalam apa yang mereka cari. Orang yang berkesusahan mencari kesusahan−dan mereka menemukannya. Orang yang hatinya gembira mencari kebaikan Allah−dan mereka menemukannya! Kalau Anda ingin mencari keburukan di dunia ini, pasti akan menemukan banyak keburukan. Kesusahan itu tidaklah sulit ditemukan. Tapi sudahkah Anda pertimbangkan untuk mencari kebaikan? Kebaikan itu sama banyaknya kok, kalau bukan lebih banyak. Kalau saja Anda mencari berkat-berkat Allah, Anda akan menemukannya! “Orang yang gembira hatinya selalu berpesta.” Setiap kali saya membaca ayat itu, saya teringat Ayah saya. Dari segala hal yang saya kagumi tentang Ayah saya−dan memang ada banyak− yang paling saya kagumi adalah perspektif positifnya tentang hidup ini. Setiap kali menghubungi Ayah saya, ia Orang yang berkesusahan berkata hal yang sama. mencari kesusahan – dan “Hai, Papi, gimana kabarnya?” mereka menemukannya. “Hidup ini baik, Nak!” Orang yang hatinya gembira Itulah salah satu hal yang, ketika mencari kebaikan Allah – dan saya masih muda, membuat saya jengkel. mereka menemukannya! Ayah begitu sering mengatakannya, sampai-sampai saya anggap hal itu sudah otomatis ia katakan. Saya masih ingat, ketika Ayah saya sedang berjuang untuk pulih dari stroke parah yang hampir saja mencabut nyawanya. Karena sangat prihatin, saya bertanya kepadanya, “Hai, Papi, gimana kabarnya?” Tanpa ragu-ragu ia menjawab, “Oh … (batuk-batuk) hidup ini baik.” “Kedengarannya tidak baik kok, Pi!” “Apa? Hidup ini baik kok.” Suatu hari akhirnya saya tanyakan hal itu padanya. Saya berkata,


40

#STRUGGLES

“Papi sadar nggak sih, Papi itu selalu berkata, ‘Hidup ini baik,’ apa pun yang terjadi? Tidak peduli bagaimana pun keadaan Papi ?” Yang lucu dari Ayah saya adalah ia senang berkomunikasi dengan istilah baseball. Misalnya, kalau saya sedang berkhotbah, katanya saya sedang “giliran memukul bola.” Lalu, bukannya berkomentar, “Berkhotbahlah dengan baik,” ia justru berkata, “Pukullah bolanya dengan baik.” Saat saya heran dengan sikap positifnya walaupun menderita karena kesakitannya akibat stroke, ia berkata, “Craig, Papi bilang hidup ini baik karena memang begitu kok. Kamu tahu ‘kan Papi bisa saja mati. Maka Papi memandang waktu sekarang ini sebagai waktu ekstra. Memang hidup ini baik kok.” Saya suka itu! Ayah saya mengatakan, “hidup ini baik” karena ia tulus memercayainya, apa pun yang terjadi. Itu ada dalam hatinya. Dan ia benar! Segalanya adalah soal perspektif. “Orang yang gembira hatinya selalu berpesta.” Sebagian orang percaya, Salomo bukan saja orang terkaya di zamannya, tapi juga setelah dihitung-hitung terhadap nilai inflasi, distribusi sumber daya, dan kepadatan populasi, Salomo adalah orang terkaya sepanjang zaman. Orang itu bicara begini: “Lebih baik melihat saja daripada menuruti nafsu” (Pkh. 6:9). Anda mau menikmati pesta nonstop? Nikmati saja apa yang telah Allah berikan pada Anda, daripada mendambakan apa yang Anda tidak punya. Bersyukur saja atas apa yang telah Allah berikan pada Anda, daripada membenci Instagram orang lain: “Oh, andaikan hidupku seperti hidup mereka!” Coba terka? Mereka justru mendambakan hidup Anda dengan cara-cara yang bahkan Anda tidak tahu! Lain kali Anda merasa tergoda berkata, “Aku benci mobil tololku,” cobalah berdoa sebagai gantinya, “Terima kasih Tuhan, karena aku punya mobil yang masih bisa jalan. Aku beryukur karena termasuk 8 persen orang di dunia yang diberkati dengan mobil. Terima kasih, ya Allah, atas mobilku yang mengagumkan!” Ketika Anda tergoda berkata, “Andaikan rumahku lebih besar,” cobalah berdoa begini sebagai gantinya: “Terima kasih, Tuhan, karena aku


MEMULIHKAN KECUKUPAN DIRI

41

punya tempat bernaung−dan air ledeng yang lancar!” Sadarlah, setengah orang di dunia tidak punya itu? Air ledeng bersih di dalam rumah mereka? Itu menakjubkan! Itu adalah berkat penting dari Allah, dan kita bisa dan seharusnya bersyukur mempunyainya. Apakah Anda tergoda berkeluh kesah, “Hidupku sangat gila sekarang ini. Aku sibuk sekali”? Mengapa hidup Anda begitu sibuk? Karena punya keluargakah? Karena punya anak-anakkah? Karena anak-anak Anda yang sehat terlibat dalam berbagai kegiatankah? Dengan temanteman yang mereka nikmatikah? Karena Anda punya komunitas yang bertumbuh di tempat Anda berkontribusi? Cobalah berdoa sebagai gantinya, “Terima kasih, ya Allah, karena aku punya begitu banyak peluang memberkati orang lain. Terima kasih karena menjadikan hidupku berarti. Aku sungguh bersyukur sebab Engkau memberi aku demikian banyak orang dalam hidupku yang aku pedulikan.” Dengan pertolongan Kristus, marilah kita matikan kecenderungan membanding-bandingkan. Iri itu dari dunia dan dari nafsu manusia. Dari setan. Segala perbuatan jahat pasti muncul dari iri hati. Sebagai gantinya, marilah rayakan berkat-berkat yang Allah berikan kepada orang lain. Media sosial seharusnya menjadi tempat melihat apa yang sedang terjadi dalam hidup orang-orang yang Anda kasihi, bukan tempat Anda jadi iri. Marilah kita bersukacita dengan mereka yang bersukacita. Marilah pelihara sikap bersyukur. Marilah menyembah Allah kita bukan karena Dia memberi kita segala yang kita inginkan melainkan karena Dia layak kita puji. Marilah kita menyembah Dia karena kita telah belajar rahasia mencukupkan diri, entah kita hidup dalam kelimpahan atau dalam kekurangan. Rahasianya adalah segala perkara dapat kita tanggung di dalam Yesus Kristus, Anak Allah, yang memberi kekuatan kepada kita. Karena hanya Yesus-lah yang kita butuhkan, marilah kita mencari Dia dengan segenap hati kita. Hanya di dalam Dialah kita temukan sukacita sejati dan kecukupan diri sejati. Hanya Dialah hidup, dan hanya Dialah yang benar-benar memuaskan.


Counterfeit Gods (Allah-Allah Palsu)

Janji-janji Kosong dari Uang, Seks, dan Kekuasaan serta Harapan yang Terpenting Timothy Keller Kesuksesan, uang, cinta sejati, dan kehidupan yang selalu Anda rindukan. Sebagian besar dari kita meletakkan iman kita dalam hal-hal tersebut, kita percaya bahwa hal-hal tersebut bisa membawa kita kepada kebahagiaan. Keruntuhan ekonomi yang terjadi belakangan ini telah menghancurkan berbagai impian yang telah dibangun. Tidak heran banyak dari kita yang merasa terhilang, kesepian, putus asa, dan marah. Sesungguhnya kita telah membuat hal-hal yang baik menjadi allah-allah kecil kita – allah-allah yang tidak bisa memberi apa yang sebenarnya kita butuhkan. Hanya ada satu Allah yang bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan kita – dan sekarang adalah waktu yang paling baik untuk bertemu dengan Dia kembali, atau mungkin untuk pertama kalinya. Alkitab berkata bahwa hati manusia adalah “pabrik berhala,” membuat halhal baik menjadi berhala yang mengatur kita. Keller menerapkan pendekatan khasnya untuk menunjukkan kita bagaimana pemahaman yang tepat terhadap Alkitab bisa menyingkapkan kebenaran dari iman kita dan kerinduan hati kita terdalam. Pesan yang berkuasa ini akan memperkuat reputasi Keller sebagai seorang pendeta dan pemikir yang kritis. Buku ini ditulis pada waktu yang penting sekali – bagi orang-orang beriman maupun yang skeptis. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Same-Sex Attraction and the Church Homoseksualitas, Gereja, dan Alkitab Ed Shaw Ketika ada orang Kristen yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis, bagaimana gereja seharusnya meresponsnya? Pendeta Ed Shaw adalah seorang Kristen sejati, berpegang teguh pada Alkitab dan mempertahankan kesetiaan pada pengajaran tradisional gereja tentang etika seksualitas. Dalam buku yang jujur ini, dia membagikan pergumulannya sebagai seorang Kristen sejati yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis. Dia menunjukkan bahwa ajaran Alkitab terlihat tidak mungkin dilakukan bukan karena kesulitannya, tapi karena berbagai kesalahan yang dilakukan gereja terkait pemahamannya tentang kehidupan Kristen dan seksualitas yang sehat. Kita telah dibentuk oleh dunia di sekitar kita dan perlu menilai ulang nilai-nilai yang memengaruhi pemuridan kita. Hanya dengan menjalaninya sesuai dengan Alkitab barulah kita bisa melihat panggilan Allah bagi mereka yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis sebagai sesuatu yang masuk akal atau mungkin dilakukan dalam mengikut Yesus untuk menjalani hidup secara penuh. "Kesetiaan pada kebenaran dan kasih yang berhikmat dalam buku ini merupakan hal yang sangat kita butuhkan hari ini." —Michael Horton Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com

Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.