“Jika Anda menikmati buku Sacred Marriage yang menjadi best-seller dan banyak dipuji, yang ditulis oleh Gary Thomas, berarti Anda harus membaca A Lifelong Love. Buku ini luar biasa. Anggaplah buku ini sebagai peta perjalanan untuk memperoleh segala sesuatu yang Allah rancangkan bagi kehidupan pernikahan Anda. Anda tentu tidak ingin melewatkan pesan yang mengubahkan hidup ini.” Drs. Les dan Leslie Parrott, penulis Saving Your Marriage Before It Starts “Ketika Gary Thomas menulis sesuatu, saya selalu memberi perhatian. Ketika ia menulis tentang relasi atau keluarga, saya memberi perhatian lebih lagi. Ketika ia menulis tentang pernikahan, saya memberi perhatian terbaik yang bisa saya berikan. Ia memiliki bakat langka untuk membicarakan topik yang mungkin kita pikir sudah kita ketahui, kemudian membalikkannya demi mendapatkan kesegaran baru menurut cara pandang Kitab Suci. Pernikahan adalah hubungan yang paling penting selain hubungan yang kita miliki dengan Allah. Saya bersyukur atas gairah dan komitmen Gary untuk membantu kita mengalami pertumbuhan, tak peduli apakah kita baru saja menikah atau sudah menikah selama bertahun-tahun. Ini adalah satu lagi buku Gary Thomas yang akan saya rekomendasikan dan pergunakan baik secara pribadi maupun sebagai pendeta di gereja kami.” Dan Kimball, pendeta dan penulis Adventures in Churchland “Ada begitu banyak buku tentang pernikahan di luar sana. Tetapi di benak saya, Gary Thomas adalah karya jaminan mutu. Saya telah menikmati begitu banyak karyanya selama bertahun-tahun ini, seperti Sacred Marriage dan Pure Pleasure. Saya pun sangat senang ketika ia menghasilkan lagi buku yang membangun pernikahan, bertahan dari perselingkuhan, memperkuat keluarga, dan memuliakan Allah demi memandu kita semua yang memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sangat serius!” Shannon Ethridge, penulis buku laris seri Every Woman’s Battle dan The Passion Principles
“A Lifelong Love adalah sebuah pengingat yang kuat bahwa pernikahan memiliki arti lebih dari sekadar sebuah gagasan sosial atau persetujuan hukum. Pernikahan adalah sebuah tindakan rohani mendalam yang diperintahkan oleh Allah sendiri. Saya percaya bahwa para pasangan yang telah menikah akan mendapati buku ini bersifat praktis dan penuh inspirasi ketika mereka mengejar keintiman yang lebih mendalam dalam hubungan mereka.” Jim Daly, presiden dari Focus on the Family “Tidak ada penulis lain yang saya kenal dapat memberi kerangka kerja yang melimpah secara rohani dalam memahami dan bertumbuh dalam pernikahan. Dalam buku A Lifelong Love, Gary Thomas dengan tajam memangkas semua mode dan memberi kita harapan akan sebuah pernikahan sehat yang berakar di dalam Allah. Ini adalah buku yang mendalam dan memuaskan, yang akan menuntun Anda ke jalan sukacita sejati dalam pernikahan.” Jud Wilhite, pendeta senior Central Christian Church dan penulis Pursued “Suatu kasih yang mendalam, indah, dan abadi di dalam pernikahan berjangkar kuat dalam hubungan kita dengan Allah. Buku ini membawa Anda ke sana!” Dr. Tim Clinton, presiden the American Association of Christian Counselors “Gary Thomas telah menulis lagi sebuah buku yang mendalam dan kuat serta penuh hikmat yang alkitabiah dan saran-saran praktis demi sebuah pernikahan yang penuh kasih serta abadi. Sebuah pernikahan yang memiliki arti lebih dari sekadar hidup bersama, tepatnya karena buku ini berpusat pada Allah dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Buku yang wajib dibaca oleh setiap pasangan menikah!” Siang-Yang Tan, profesor psikologi di Fuller Theological Seminary dan pendeta senior First Evangelical Church di Glendale, California
L iteratur P erkantas J awa T imur
A LIFELONG LOVE ( K as i h yan g A b ad i )
Bagaimana Jika Pernikahan Memiliki Arti Lebih Dari Sekadar Hidup Bersama? oleh Gary Thomas Originally published in English under the title A Lifelong Love Copyright Š 2014 Gary Thomas Published by David C Cook 4050 Lee Vance ViewColorado Springs, CO 80918 U.S.A. Alih Bahasa: Paksi Ekanto Putro Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari perge-rakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org
ISBN: 978-602-1302-11-8 Cetakan Pertama: Januari 2015
Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.
Buku ini saya dedikasikan bagi perayaan pernikahan putra saya, Graham dengan Molly, pada 12 Juli 2014. Semoga kalian berdua bertumbuh dalam kasih karunia dan kasih terhadap satu sama lain saat menikmati berkat dalam kasih yang abadi.
DAFTAR ISI
Ucapan Terima Kasih..........................................................................................9 Pendahuluan..........................................................................................................11 Bagian Satu: SEBUAH Obsesi Agung
1. Sebuah Obsesi Agung................................................................................17 2. Menyembah di Sepanjang Jalan Kita Menuju Kebahagiaan.......25 3. Menjadikan Prioritas Terakhir Sebagai Prioritas Utama Pada Hari Ini...................................................................................................43 4. Mulianya Kebergantungan Rohani.........................................................61 5. Punya Misi?....................................................................................................73 6. Pernikahan Seorang Biarawan................................................................85 7. Sebuah Pernikahan Yang Melayani Panggilan Kita.........................97 8. Tunaikan Tugas Anda: Panggilan Mengejutkan Menuju Kebahagiaan...................................................................................................105 Bagian Dua: Bertumbuh Bersama
9. Sains Supranatural.......................................................................................117 10. Keintiman Palsu............................................................................................131 11. Menepis Pergeseran Kekuasaan............................................................143
8
A L I F E LO N G LO V E
12. Berpakaian Tetapi Merasa Malu............................................................165 13. Dua Dimensi Dalam Pernikahan.............................................................177 14. Mengasihi Seseorang Yang Tidak Peduli............................................193 15. Bagaimana Sepasang Suami-Istri Menyelamatkan Sebuah Pernikahan Yang Telah Tawar..................................................................209 Bagian Tiga: Perjalanan Menuju Kasih
16. Kebutuhan Terdalam Kita.........................................................................223 17. Kebajikan Absolut........................................................................................237 18. Kasih Paling Mulia........................................................................................245 19. Kasih Bukan Hasrat Berahi.......................................................................259 20. Hasrat Yang Menyenangkan....................................................................267 21. Hidup Adalah Memberi.............................................................................285 Epilog........................................................................................................................298 Lampiran: Allah Membenci Kekerasan Dalam Rumah Tangga................304 Catatan....................................................................................................................309
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya berutang budi pada begitu banyak individu yang dengan murah hati memberikan waktu, kebijaksanaan, dan komentar konstruktif pada draf-draf awal buku ini: Karen Lee-Thorp (Karen adalah seorang editor yang luar biasa. Percaya atau tidak, ia telah membaca manuskrip ini setidak-tidaknya lima kali dalam berbagai jenis inkarnasinya. Ia menyelamatkan Anda semua dari kerja keras yang diakibatkan oleh banyaknya kesalahan tulis, pengulangan, maupun kekeliruan gramatika); Dr. Steve dan Dr. Rebecca Wilke; Alfonso Gilbert; Dr. Melody Rhode; Mary Kay Smith; Mike Salisbury; Lisa Thomas; Dr. Gerrit Dawson; Dr. Mitch Whitman; Jeff dan Cheryl Scruggs; Dr. Juli Slattery; Alli Smith; Toni Richmond; Brooks Powell; dan John Stanley. Lebih lagi, saya berutang budi pada jemaat Second Baptist Church di Houston, Texas (di bawah kepemimpinan Dr. Ed Young dan Ben Young), atas kemurahan hati mereka dalam tugas saya sebagai seorang writer-inresidence. Saya tidak dapat membayangkan menulis buku tanpa agen saya, Curtis Yates. Saya juga sangat berterima kasih kepada semua teman saya di David C Cook, yaitu Alex Field, Dan Rich, Lisa Beech, Ingrid Beck, Helen Macdonald, Ginia Croker, Michael Covington, dan banyak lainnya. Tentu saja, ada satu orang yang dengan satu lengan saja dapat melontarkan atau memberkati hidup serta pelayanan saya. Itu adalah istri saya selama tiga puluh tahun ini (terhitung pada 3 Juni 2014),
10
A L I F E LO N G LO V E
Lisa Thomas. Ia telah menjalani hidup dan menghidupi kebenaran ini bersama saya. Ia membuatnya menjadi sebuah kesenangan dan sukacita dalam menjelajah luasnya penyembahan serta keintiman dalam kehidupan pernikahan. Lisa, tiga puluh tahun yang lalu, kita mulai menempuh perjalanan kasih yang abadi ini dan saya masih memiliki gairah besar tentang ke mana jalan ini akan membawa kita.
PENDAHULUAN Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun. —Yeremia 31:3-4
Itu adalah sikap merendahkan yang disengaja, tetapi dapat dimaklumi. Ketika kaum Mennonite Jerman bermigrasi ke Belize pada tahun 1950-an, hanya satu dasawarsa setelah Nazi melemparkan seluruh dunia ke dalam kekacauan massal lewat Perang Dunia II, para pejabat negara Belize merasa agak waspada. Kaum Mennonite tidak terlihat, tidak berperilaku, dan tidak berbicara seperti orang-orang Nazi, tetapi bagaimana pun mereka adalah orang Jerman juga. Jadi mereka layak dicurigai. Apa yang harus dilakukan? Begini saja: beri saja mereka tanah yang paling tidak produktif di seluruh negeri. Sebidang properti yang tidak diinginkan oleh orang lain. Setidak-tidaknya mereka tidak akan merusaknya, karena properti itu memang sudah rusak! Demi kepentingan seluruh negeri dan mungkin juga kepentingan kaum Mennonite, itu adalah sebuah keputusan yang brilian, meskipun ini adalah cara antisipasi tidak biasa yang dilakukan para pejabat negara Belize. Dengan menerapkan iman dan etika kerja mereka, kaum Mennonite akhirnya membuat bagian properti mereka di Belize bukan hanya produktif dan menghasilkan buah berlimpah, bahkan menjadi bagian properti yang paling produktif dan menghasilkan buah berlimpah di seluruh negeri. Saya memperoleh informasi bahwa sekitar 60 persen dari sumber daya alam paling berharga di
12
A L I F E LO N G LO V E
Belize pada saat ini berasal dari bagian tanah yang dipegang kepemilikannya oleh kaum Mennonite. Itu adalah properti yang, hampir seratus tahun lalu, tidak diinginkan oleh siapa pun. “Anda tahu, begitu Anda sampai di wilayah Mennonite,” seseorang dari Belize pernah mengatakan hal ini kepada saya, “Anda langsung tahu itu wilayah mereka.” Sebuah kisah yang inspirasional, bukan? Kaum Mennonite Belize, dengan menerapkan iman mereka, mengambil bidang tanah yang paling buruk di seluruh negeri, mengerjakannya, dan menjadikannya sebagai bagian tanah yang paling produktif di sana. Itu ilustrasi yang lumayan bagus untuk menggambarkan pernikahan. Adalah mungkin, dengan iman, menerima hubungan yang paling tidak produktif tetapi kemudian secara rohani justru sanggup menjadi berkat bagi orang lain melaluinya. Adalah mungkin untuk memasuki pernikahan dengan merasa seakan-akan Anda tidak memiliki apa pun untuk diberikan, tetapi kemudian justru memiliki sebuah hubungan yang menghasilkan buah sangat berlimpah, yaitu buah yang tidak hanya memuaskan bagi Anda tetapi juga menginspirasi orang lain. Adalah mungkin untuk merasa seolah-olah Anda telah terjebak ke dalam tingkat terendah kehidupan pernikahan Anda, di mana Anda dan pasangan sepertinya kekurangan “bahan mentah” atau “sumber daya alam” dari kecocokan serta keintiman untuk dapat meraih kesuksesan bahkan kebahagiaan apa pun dalam pernikahan Anda, tetapi kemudian, dengan iman, justru menjadikan pernikahan itu sebuah sumber sukacita abadi, kebersamaan yang kaya makna, serta kesaksian yang kokoh. Berikut ini adalah prinsip rohaninya: yang penting bukanlah apa yang kita miliki; melainkan apa yang kita lakukan dengan apa yang kita miliki itu. Ketika Allah menjadi bagian intinya, maka bukan apa yang kita ambil atau bawa ke dalam pernikahan, melainkan apa yang kita lakukan dengan hadirat-Nya yang memberdayakan, itulah yang menciptakan sebuah keintiman penuh makna dan hubungan yang indah. Sebuah cara lain untuk memandang hal ini adalah dengan melihatnya melalui mata seorang Booker T. Washington, mantan budak yang telah menjadi sebuah kekuatan politik mengejutkan pada abad ke-19. Washington berbicara tentang “keuntungan dari kerugian.” Ia percaya
PENDAHULUAN
13
bahwa masa-masa sukar mengeluarkan yang terbaik dari dalam diri Anda, maka masa-masa itu akan menjadi batu loncatan, bukannya penghalang. Masa-masa sulit itu memaksa Anda untuk menjadi semakin kuat daripada diri Anda sebelumnya. Nabi Yeremia memproklamirkan sebuah janji yang teguh dari Allah kepada umat-Nya: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun� (Yer. 31:3-4).* Seiring waktu, ayat ini terbukti dalam kehidupan pernikahan saya. Ketika saya memahami betapa Allah mengasihi saya dengan kasih yang kekal, bahwa pernikahan saya pertama-tama dan terutama adalah sebuah obsesi agung terhadap Allah dan kerajaan-Nya yang berada di atas segala-galanya, bahkan di atas istri saya, maka pernikahan saya secara radikal berubah untuk selamanya. Saya tertarik oleh dan pada kasih sayang-Nya, baik sebagai seorang penerima maupun kemudian sebagai seorang pelaku. Saya semakin mencari ekspresi lebih mendalam tentang apa artinya mengasihi dengan sungguh-sungguh, khususnya dalam pernikahan. Ini adalah sesuatu yang revolusioner bagi saya. Lalu dua unsur itu, yaitu obsesi agung bersama Allah dan hasrat untuk mengejar kasih yang lebih dalam, telah memimpin saya kepada sebuah persekutuan yang intim: “Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun.� Hal ini memberi harapan bagi pernikahan saya, tidak hanya di atas bidang atau bahkan planet yang berbeda, melainkan di atas eksistensi yang berbeda pula: Allah yang akan melakukan hal ini. Ketiga unsur ini membentuk dasar bagi sebuah sandaran. Ketiganya menyediakan sebuah landasan kokoh yang dapat menopang kita. Jika Anda mengambil hanya satu, yaitu berfokus pada Allah *Saya sadar bahwa mengambil sebuah janji bagi Israel dan dengan semena-mena menerapkannya pada kehidupan pernikahan adalah sebuah penafsiran teks yang buruk; saya tidak berupaya untuk melakukan pembenaran di sini, saya hanya menggunakan bahasa Alkitab untuk memperoleh gambaran yang jauh lebih besar dan setiap unsur akan disokong secara pantas oleh Kitab Suci di bagian terkemudian dari teks.
14
A L I F E LO N G LO V E
dan kasih tetapi tidak bermaksud untuk bertumbuh bersama, maka Anda akan tidak seimbang dan mengarah pada kehancuran. Jika Anda berfokus pada persekutuan intim dan kasih tetapi bukan Allah, maka Anda pada akhirnya akan kehilangan arah. Inti dari pendekatan ini adalah mengakui tritunggal Allah sebagai pusat, model, dan pihak yang memberdayakan pernikahan saya. Ia yang mengatur agenda tentang apa yang seharusnya saya inginkan, apa yang seharusnya saya perjuangkan, dan bagaimana saya dapat sampai di sana. Ia bahkan berjanji untuk mewujudkannya: “Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun.� Hal ini membuat pernikahan saya memiliki makna sebagai sesuatu yang lebih besar dan lebih agung daripada yang pernah saya impikan. Ini adalah perjalanan yang melampaui teknik penyembahan, persekutuan intim dengan istri saya, dan cinta. Fokus yang luas ini memampukan kita untuk secara nyata menghadapi setiap musim dan kondisi pernikahan: orang-orang yang frustrasi dengan orang yang mereka nikahi dan orang-orang yang bertanya-tanya bagaimana mereka dapat menemukan kepuasan di tengah segala kondisi pernikahan; orang-orang yang percaya bahwa secara umum mereka telah membuat pilihan yang tepat, tetapi yang pernikahannya tidak berjalan sebagaimana yang mereka harapkan; dan orang-orang yang ingin membawa pernikahan mereka ke tingkat berikutnya yang ditopang dengan tujuan serta dinamika rohani di mana hal itu masih kurang dalam relasi mereka hingga saat ini. Berikut ini adalah pertanyaan yang akan kita cari jawabannya: Bagaimana kita dapat membangun ulang pernikahan kita, sehingga menjadi hubungan berlimpah buah yang mengalirkan kehidupan rohani serta pernikahan yang Allah gunakan untuk memberkati orang lain? Buku saya, Sacred Marriage, memberi sebuah gambaran tentang tujuan. Buku ini adalah peta perjalanan tentang bagaimana kita dapat sampai ke sana. Sacred Marriage berbicara tentang karakter yang Allah bangun di dalam kita melalui pernikahan; A Lifelong Love menyatakan keintiman yang menanti kita, jika kita tetap memegang janji dan ketetapan rohani Allah. Mari kita mulai dengan apa yang saya sebut sebagai obsesi agung.
Bagian Satu
Sebuah Obsesi Agung
1 Sebuah Obsesi Agung
P
ernikahan, sebagaimana dirancang oleh Allah, adalah realitas yang menakjubkan sekaligus memenuhkan. Pernikahan adalah sebuah kasih karunia Allah dan menjadi tanda atas kebaikan-Nya, karena melaluinya Ia mengizinkan kita untuk memahami sukacita dari kehidupan yang penuh keintiman serta kekeluargaan. Jika saya mengalami seratus kali kehidupan, saya tentu ingin menjalani pernikahan di setiap kehidupan tersebut. Namun, pernikahan, bahkan dalam kehidupan pernikahan yang terlihat paling manis, merupakan sebuah pengganti yang buruk bagi realitas kehidupan yang dipersembahkan kepada Allah. Tingkat perceraian menjadi saksi betapa banyak pasangan yang dulunya saling terpikat satu sama lain, jatuh dalam genggaman perasaan tergila-gila sampai-sampai tak mampu sedetikpun berjauhan, kini mulai merasa bosan satu terhadap yang lain. Mereka bahkan sudah muak untuk tinggal di bawah atap yang sama. Semua pergeseran tersebut menjadi saksi nyata bahwa tak seorang pun dari kita bisa menjadi begitu memikat sampai-sampai membuat seseorang terpesona selama lima atau enam dekade. Tak seorang pun. Selama lima atau enam kali kencan? Tidak masalah. Selama lima atau enam tahun? Tantangan yang cukup berat. Selama lima atau enam dekade? Semoga beruntung. Jadi tampaknya memang alamiah untuk menjadi sedikit bosan dengan hubungan pernikahan yang sama. Kecuali...
18
A L I F E LO N G LO V E
Kecuali, kita “ditanam di tepi aliran air (rohani),” sehingga daun tidak menjadi layu (Ams. 1:3). Saya percaya bahwa kita memerlukan sebuah “obsesi agung.” Sebuah tujuan kokoh yang mengikat seluruh hidup kita bersama-sama, yang memberi kesukaan di tengah lembah kegelapan, yang berseru-seru kepada kita untuk terus maju dalam penderitaan, yang meneguhkan sukacita pada musim semi, dan bahkan membuat sedap segala kegembiraan kita. Itulah yang Allah sediakan dalam sebuah pernikahan yang berlandaskan pada-Nya. Ini bukan sekadar teori yang tak nyata. Justru, ini sangat praktis. Bahkan, lebih dari sekadar mempertahankan kehidupan pernikahan, hal ini pun sanggup melontarkannya ke berbagai tingkat kepenuhan baru dalam hidup. Intinya, hidup yang mementingkan diri sendiri adalah jenis hidup yang sangat membosankan. Dalam khotbah perdananya, seorang Puritan terkenal, Jonathan Edwards, menegaskan pesan brilian ini: “Kemuliaan dan keindahan Allah yang gilang-gemilang adalah yang selamanya akan menghibur pikiran setiap orang kudus dan kasih Allah akan menjadi jamuan pesta yang abadi. Umat yang ditebus-Nya pun akan menikmati segala hal lainnya; mereka akan menikmati keberadaan para malaikat dan mereka akan saling menikmati keberadaan satu sama lain: tetapi, apa yang akan mereka nikmati dari para malaikat, atau dari satu sama lain, atau dari segala sesuatu lainnya yang akan memberi mereka kegirangan dan kebahagiaan, adalah bahwa mereka akan melihat Allah di dalam satu sama lain.”1 Kalimat terakhir dari pesan itu menjadi kuncinya: “apa yang akan mereka nikmati... adalah bahwa mereka akan melihat Allah di dalam satu sama lain.” Ketika Allah menawan hati kita, kita semakin dan semakin jatuh cinta kepada-Nya. Ia menjadi segenap hasrat, hidup, dan nafas kita. Ada satu titik dalam kehidupan seorang Kristen dewasa di mana sudah tidak mungkin lagi untuk benar-benar menikmati sesuatu yang adalah sebuah pemberontakan terhadap Allah. Banyak kisah klasik menceritakan tentang hal ini. Tahap pembentukan formasi jiwa di mana ketaatan kepada Allah karena rasa takut, kemudian karena rasa cinta, dan pada akhirnya, karena Allah begitu menawan hati
Sebuah Obsesi Agung
19
kita, maka kita menaati-Nya hanya karena kita sungguh-sungguh menghendaki yang baik (dan, yang baik itu adalah Allah). Bukan berarti godaan tidak lagi mampu memerangkap jiwa kita. Godaan masih bisa melakukannya. Tetapi, ketika kita jatuh dalam godaan, kita benci menurutinya bahkan ketika kita sedang melakukannya. Terlebih lagi, kita merasa sangat kaget terhadap apa yang kita lakukan setelah kita melakukannya. Artinya, sebuah pernikahan dengan saling berbagi kasih Kristus di dalamnya, yaitu sebuah obsesi agung, adalah sebuah pernikahan yang bertumbuh semakin dan semakin mendalam seiring waktu; saat Allah membentuk dua hati kami untuk mengingini-Nya, maka seiring hal itu berlangsung, Ia pun membentuk dua hati kami untuk saling mengingini dan menikmati satu sama lain. Semakin saya mengasihi istri sebagai sebuah sikap penyembahan terhadap Allah, maka semakin Allah membawa hati saya masuk dalam kondisi yang senantiasa menyembah (yang Ia kerjakan terus-menerus), dan semakin pula saya akan mengasihi istri saya. Saya bersukacita dalam kehendak kekal Allah, karena Allah memberi saya hati untuk mengalami hal ini. Kehendak kekal-Nya adalah supaya saya mengasihi istri saya sebagaimana Kristus mengasihi gereja-Nya. Jadi saya mulai menikmati gagasan dan praktik dari mengasihi istri saya dengan cara ini, karena yang saya kasihi di dalam pernikahan saya, yang saya kasihi di dalam istri saya, adalah hadirat Allah. Bagaimana jika pasangan Anda bukan seseorang yang percaya kepada Kristus? Anda tetap dapat menikmati hadirat Allah dalam pernikahan Anda, karena Firman Allah berkata, “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya� (1 Kor. 7:14). Dalam pernyataan yang agak mengagetkan ini, Paulus dengan tegas menyatakan bahwa ada lebih dari cukup hadirat Allah dalam satu orang yang percaya kepada-Nya demi menyediakan segala sesuatu yang diperlukan supaya sebuah pernikahan dapat dikuduskan. Allah memang sekuat itu. Berarti, kawan, kepuasan jangka panjang dalam kehidupan pernikahan didapati pertama-tama dan terutama di dalam penyembahan.
20
A L I F E LO N G LO V E
Yaitu, menundukkan hati kita pertama-tama kepada Allah dan dalam kerjasama dengan kasih karunia Allah itu akan membuat kita bukan hanya melakukan apa yang benar, tetapi lebih lagi bersungguh-sungguh menghendaki apa yang baik serta patut dipuji. Semakin kita melakukannya, semakin kita akan menghargai pasangan dan pernikahan kita, karena kita tidak akan pernah bosan dengan-Nya, bahkan tidak dalam jutaan tahun. Dan, Ia telah menciptakan kita sedemikian rupa, sehingga kita dapat menemukan kesukaan kita hanya di dalam-Nya. Saya tidak peduli pada seberapa kaya keintiman Anda, seberapa menakjubkan dan menyenangkannya kehidupan seksual Anda, atau seberapa sukses anak-anak Anda. Semua hal ini saja tidak mampu mengisi sebuah jiwa yang kosong akan tujuan selama bertahun-tahun. Anda bisa menjalani kehidupan yang lancar dengan semua itu, tetapi semua itu tidak akan membentuk sebuah kasih yang abadi. Kita dirancang untuk hidup dalam sebuah drama yang sama serunya dengan gerakan perluasan kerajaan kekal Allah. Kita perlu petualangan. Kita perlu tujuan. Kita perlu gejolak adrenalin saat melangkah keluar dari zona nyaman demi tujuan yang lebih tinggi daripada hidup kita sendiri. Kita sangat perlu semuanya itu dan kita perlu merasa penting bagi kekekalan. Bukan hanya merasa penting bagi rekening bank kita, kesenangan kita, maupun reputasi kita yang bersifat sangat sementara. Memang menyenangkan rasanya dapat hidup dalam sebuah kisah komedi romantis selama sembilan puluh menit. Segala sesuatunya terlihat lucu dan menghibur, lalu ditutup dengan sebuah akhir yang indah. Tetapi bukankah sangat membosankan untuk hidup dalam sebuah komedi romantis selama sembilan puluh tahun? Tidak ada apa pun yang bisa menggantikan kehidupan yang dipersembahkan bagi kerajaan kekal Allah, karena demikianlah Allah menciptakan kita. Setiap pernikahan tanpa sebuah obsesi agung sesungguhnya sedang berlomba menuju kebosanan besar. Ini hanya masalah waktu. Jadi, meskipun keintiman relasional, percakapan, canda tawa, seks, dan merawat anak dapat menjadi bumbu penyedap dalam hidup, namun semua realitas indah ini bukanlah tujuan akhir atau substansi
Sebuah Obsesi Agung
21
dari hidup. Tidaklah cukup hanya merawat anak. Saya perlu merawat anak, karena Allah menghendaki keturunan ilahi (Mal. 2:15). Jadi, ada sebuah tujuan dibalik tindakan saya untuk membesarkan anak. Dalam lingkup kekristenan, kita melakukan perbuatan yang merugikan jika kita berupaya “memperbaiki” pernikahan tanpa pertamatama menyatakan pentingnya memperbaiki hidup kita pada obsesi agung, yaitu kerajaan Allah. Saya tidak punya minat untuk menawarkan lima langkah tentang bagaimana supaya pernikahan Anda tidak kacau, padahal Anda menjalani hidup yang sangat mementingkan diri sendiri dan tidak siap untuk menyebarkan karya Allah. Tetapi, saya akan memberi banyak waktu untuk membantu orang Kristen lain demi terjun ke dalam arus gerakan perluasan kerajaan Allah. Seorang lelaki berpengaruh dari sebuah negara di Asia pernah mengundang saya untuk berbicara di kotanya atas nama pemerintah. “Pemerintah akan membayar Anda banyak,” janjinya, “dan kemudian Anda dapat berbicara kepada gereja-gereja lain secara cuma-cuma.” Saya menyukai gagasannya, sampai ia menambahkan, “Yang harus Anda lakukan ketika berbicara atas nama pemerintah hanyalah dengan tidak menyebut apa pun tentang Allah sama sekali.” Jika saya tidak menyebut tentang Allah sama sekali, maka saya tidak memiliki apa-apa lagi. Apa yang harus saya bicarakan? Jika saya tidak boleh berbicara tentang subjudul yang ada di dalam buku saya, Sacred Marriage, yaitu “Bagaimana seandainya Tuhan merancang pernikahan lebih untuk menguduskan kita daripada untuk menyenangkan kita”)2, maka haruskah saya berkata, “Bagaimana seandainya pemerintah tidak memberi sanksi terhadap pernikahan Anda bukan karena pemerintah ingin Anda bahagia, melainkan karena mereka ingin Anda menjadi warga negara yang lebih baik?” Perbandingan yang ganjil, bukan? Bagi saya, satu-satunya pernikahan yang saya inginkan adalah sebuah pernikahan yang dikuduskan terus-menerus. Pernikahan menyediakan bagi saya seorang saudara seiman dalam Kristus yang berjalan bersama dengan saya ketika saya melayani Allah, dan yang dengannya saya dapat bertumbuh dalam kemampuan untuk mengasihi. Pernikah-
22
A L I F E LO N G LO V E
an memberi saya saluran kudus untuk menikmati dan merayakan hasrat seksual. Pernikahan menyediakan bagi saya sebuah fondasi stabil yang darinya saya dapat merawat anak-anak saya. Pernikahan memberi sekelumit gambaran kepada para tetangga kita mengenai hubungan antara Kristus dengan gereja-Nya. Pernikahan memberi persahabatan paling mendalam yang pernah saya kenal. Pernikahan menjadi media penyembuhan bagi saya di banyak tingkat kehidupan. Tetapi pernikahan bukanlah alasan bagi keberadaan hidup saya. Mengharapkan sebuah pernikahan menjadi alasan hidup seseorang berarti justru mencekik pernikahan itu sendiri. Itu seperti meminta bayi Anda, yang begitu Anda kasihi, untuk mempersiapkan makan malam bagi Anda. Sungguh menggelikan dan sebuah pemikiran yang terbalik. Setiap pernikahan yang paling manis diraih dengan hidup bagi sesuatu yang lebih besar dari pernikahan itu sendiri dan mengizinkan sesuatu itu untuk berbalik serta mengangkat kehidupan pernikahan kita. Kunci sebuah pernikahan yang bahagia supaya menjadi lebih membahagiakan adalah adanya obsesi agung. Dalam bagian 1, kita akan menjelajahi “dimensi rohani� dari pernikahan. Bagaimana iman kita menopang, menumbuhkan, dan fokus pada kehidupan pernikahan kita? Membina Kasih yang Abadi 1. Apakah Anda setuju bahwa kurangnya vitalitas rohani membantu menjelaskan mengapa begitu banyak (jika bukan semua) pasangan memulai dengan begitu baik tetapi mengakhirinya dengan begitu buruk? Mengapa atau mengapa tidak? 2. Dalam pernikahan Anda sendiri, seberapa besar pengejaran dan penyembahan terhadap Allah telah menjadi bumbu penyedap dalam hubungan Anda? Bapa kami yang ada di sorga, Kau menciptakan kami untuk menemukan kesenangan tertinggi kami di dalam-Mu. Apa yang paling kami kasihi di dalam diri orang lain adalah apa yang paling mengingatkan kami akan Kau. Apa yang memberi kami kekuatan dan keinginan untuk saling mendekati satu sama lain adalah esensi yang paling
Sebuah Obsesi Agung
23
terlihat dalam hakikat tritunggal-Mu, satu Allah yang berada dalam hubungan. Pada permulaan perjalanan ini, berilah kami kehausan baru untuk semakin mendekat kepada-Mu, mendekat kepada satu sama lain, dan mengesampingkan segala rasa sakit yang dialami, mendekat kepada ekspresi yang semakin alkitabiah terhadap apa artinya sungguh-sungguh mengasihi. Dalam nama Yesus, amin.
The Sacred Search (Pencarian Pasangan Hidup yang Kudus) Bagaimana jika pertanyaannya, bukan tentang siapa yang akan Anda nikahi, tetapi mengapa Anda menikah? Gary Thomas JANGAN MENIKAH SEBELUM ANDA MEMBACA BUKU INI
Bagaimana menemukan pasangan hidup yang tepat? Bagaimana kalau pacaran bukanlah tentang menemukan “belahan jiwa.” Tetapi tentang melayani orang yang paling anda kasihi? Bagaimana kalau jatuh cinta bukanlah alasan yang cukup tepat untuk menikah? Dalam The Sacred Search, Gary Thomas menantang Anda untuk berpikir lebih dari sekadar mencari “soul mate”, namun lebih dari itu, mulailah mencari “sole mate”— seseorang yang akan berjalan bersama-sama dengan Anda dalam perjalanan rohani. Lagipula, kalau Anda tidak tahu mengapa Anda menikah, Anda tidak akan tahu siapa yang akan Anda nikahi. The Sacred Search mencetuskan visi untuk membangun hubungan di sekitar misi rohani yang sama—dan menciptakan sebuah pernikahan yang memiliki nilai kekekalan tepat di jantungnya. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.literaturperkantas.com