COUNTERFEIT GODS (Allah-Allah Palsu) Janji-janji Kosong dari Uang, Seks, dan Kekuasaan

Page 1

Pujian untuk TIMOTHY KELLER & COUNTERFEIT GODS “Buku ini menawarkan banyak pemahaman untuk menggembalakan gereja-gereja lokal. Keller berpendapat bahwa orang-orang Kristen tidak bisa mengerti diri atau budaya mereka sebelum mereka mengerti allah-allah palsu yang ada di dalamnya.” —Christianity Today “Tim Keller tahu bagaimana menceritakan kisah dalam Alkitab. Seperti buku dia sebelumnya … Counterfeit Gods memiliki keterkaitan dengan buku-bukunya yang lain. Dan setiap kali saya membaca kisah-kisah tersebut, saya merasa seperti baru pertama kali mendengarnya…. Counterfeit Gods adalah salah satu buku terbaik yang saya baca tahun ini.“ —Tim Challies “Menghancurkan arogansi yang menyimpulkan bahwa perintah pertama hanyalah pelanggaran di masa silam. Menggabungkan teologi biblika dengan pengalaman menggembalakan selama bertahun-tahun di kota Manhattan yang modern . . . diagnosis hati dari Keller pasti membuat kita tergerak.” —David B. Garner “Pelayanan Tim Keller di kota New York adalah pelayanan yang memimpin sebuah generasi orang-orang yang mencari iman dan skeptis. Saya bersyukur kepada Allah karena dia.” —Billy Graham “Hikmat dan pemahaman Alkitab Keller yang diungkapkan melalui tulisan yang jelas dan menarik bisa menolong orang Kristen maupun non Kristen.” —World magazine


Seri Timothy Keller

Counterfeit Gods (Allah-Allah Palsu) Janji-Janji Kosong dari Uang, Seks, dan Kekuasaan serta Harapan yang Terpenting

Apakah Pekerjaan Anda Bagian Dari Pekerjaan Allah? Menghubungkan Pekerjaan Anda Dengan Rencana Allah Bagi Dunia

Prayer (Doa) Mengalami Kekaguman dan Keintiman Bersama Allah

Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com


L iteratur P erkantas J awa T imur


Counterfeit Gods

(Allah-Allah Palsu) Janji-janji Kosong dari Uang, Seks, dan Kekuasaan serta Harapan yang Terpenting oleh Timothy Keller Originally published in English under the title: Counterfeit Gods Copyright Š 2009 by Timothy Keller Published by Penguin Group (USA) Inc. 375 Hudson Street, New York, New York 10014, USA All Right Reserved Under International Copyright Law Alih Bahasa:Tim Literatur Perkantas Jatim Editor: James Yanuar Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org

ISBN: 978-602-1302-25-5 Cetakan Pertama: Maret 2016 Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.


Kepada anak-anak saya, David, Michael, dan Jonathan yang bisa mendeteksi kepalsuan



D aftar I si

Kata Pengantar: Pabrik Berhala

9

SATU

Keinginan Utama Anda

23

DUA

Cinta Bukan Kebutuhan Utama Anda

41

TIGA

Uang Mengubah Segala Sesuatu

63

EMPAT

Godaan Kesuksesan

83

LIMA

Kuasa dan Kemuliaan

105

ENAM

Berhala Tersembunyi di Hidup Kita

129

TUJUH

Akhir dari Allah-Allah Palsu

155

Epilog: Menemukan dan Mengganti Berhala-Berhala Anda 165 Catatan-catatan

177

Bibliografi

201

Ucapan Terima Kasih

203



K ata P engantar

PA B R I K B E R H ALA

Ada lebih banyak berhala dalam dunia dibanding kenyataan. −Friedrich Nietzsche,Twilight of the Idols

Kesedihan yang Aneh

S

etelah krisis ekonomi yang melanda seluruh dunia di pertengahan tahun 2008, terjadi serangkaian tragedi tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang dulunya kaya dan berpengaruh. Kepala keuangan Freddie Mac, yaitu perusahaan pemberi pinjaman untuk perumahan di Amerika, gantung diri di ruang bawah tanah rumahnya. Pimpinan Sheldon Good, firma pelelangan rumah terkemuka Amerika, menembak kepalanya sendiri di belakang kemudi mobil Jaguar merahnya. Seorang manajer keuangan dari Perancis yang menginvestasikan kekayaan dari banyak keluarga elit dan terpandang Eropa, memotong nadi tangannya sendiri dan mati di kantornya di wilayah Madison Avenue karena kehilangan uang sebesar 1,4 juta dolar akibat ditipu oleh Bernard Madoff. Seorang eksekutif senior HSBC berkebangsaan Denmark menggantung dirinya dalam kamar gantinya di apartemen Knightsbridge, London yang bernilai 500 Poundsterling semalam. Ketika seorang eksekutif Bear Stearns mengetahui


10

COU NT E R FE IT G ODS

bahwa dia tidak akan dipekerjakan oleh JP Morgan Chase yang baru saja membeli perusahaannya yang telah bangkrut, dia minum obat sampai overdosis dan melompat dari kantornya di lantai dua puluh sembilan. Seorang temannya berkata, “Masalah pekerjaannya ini … telah menghancurkan jiwanya.”1 Ini mengingatkan pada tindakan-tindakan bunuh diri yang terjadi pada waktu pasar saham anjlok di tahun 1929. Pada tahun 1830-an, ketika Alexis de Tocqueville menuliskan pengamatannya yang terkenal terhadap Amerika, dia berkata “terdapat kesedihan yang aneh yang menghantui penghuninya … di tengah kelimpahan.”2 Orang Amerika percaya bahwa kemakmuran bisa memuaskan keinginan mereka akan kebahagiaan, tetapi harapan seperti itu menyesatkan karena menurut de Tocqueville, “sukacita di dunia ini tidaklah lengkap dan tidak akan pernah memuaskan hati manusia.”3 Kesedihan aneh ini mewujudkan dirinya dalam berbagai cara, tetapi selalu mengarah pada keputusasaan yang sama karena tidak menemukan apa yang dicari. Ada perbedaan antara kesedihan dan keputusasaan. Kesedihan adalah penderitaan yang memiliki sumber-sumber penghiburan. Kesedihan datang karena kehilangan sesuatu yang baik sehingga ketika mengalami kehancuran dalam karier, Anda bisa mencari penghiburan dalam keluarga Anda untuk melewatinya. Namun, keputusasaan tidak bisa dihibur karena kehilangan sesuatu yang utama. Ketika Anda kehilangan sumber utama dari makna atau harapan, maka tidak tersedia sumber alternatif. Itu akan menghancurkan jiwa Anda. Apa penyebab “kesedihan yang aneh” yang melanda masyarakat Amerika selama masa kelimpahan yang kemudian berubah menjadi keputusasaan ketika kelimpahan itu hilang? De Tocqueville mengatakan penyebabnya adalah mengambil “sukacita dunia yang tidak lengkap ini” dan membangun seluruh hidup Anda di atasnya. Itulah definisi dari pemberhalaan.


K ATA PE NGA N TA R

11

Budaya yang Dipenuhi dengan Berhala Bagi orang-orang pada masa kini istilah berhala memunculkan gambaran orang-orang primitif sedang menyembah patung. Kitab Kisah Para Rasul dalam Perjanjian Baru berisi gambaran yang jelas tentang budaya yang ada dalam dunia Yunani-Romawi. Setiap kota menyembah dewa favoritnya dan membangun mezbah-mezbah di sekitar patung-patung untuk disembah. Ketika Paulus pergi ke Athena, dia melihat kota itu dipenuhi dengan patung-patung dewa dan mezbah-mezbah (Kis. 17:16). Kuil Parthenon di Athena menjadi patokan utama dan dewa-dewa lain memiliki perwakilannya sendiri di setiap sudut kota. Ada Afrodite, dewa kecantikan; Ares, dewa perang; Artemis, dewa kesuburan dan kekayaan; Hephaestus, dewa keterampilan. Masyarakat kita sekarang ini pada dasarnya tidak berbeda dari masyarakat kuno. Setiap budaya didominasi oleh serangkaian ilah mereka. Setiap budaya memiliki “kuil-kuil�, patung, dan ritualnya masing-masing. Setiap budaya memiliki mezbah-mezbah–apakah itu gedung kantor, spa dan gym, studio, atau stadion–tempat korban dipersembahkan untuk mendapat berkat kehidupan yang baik dan mengusir bencana. Bukankah dewa-dewa kecantikan, kekuasaan, uang, dan keberhasilan merupakan dewa-dewa yang sama yang telah menjadi bagian dalam kehidupan pribadi dan masyarakat kita? Kita mungkin tidak secara fisik sujud di hadapan patung Afrodite, tetapi banyak wanita muda hari ini mengalami depresi dan gangguan makan karena terlalu memikirkan bentuk tubuh mereka. Kita mungkin tidak membakar dupa kepada Artemis, tetapi ketika uang dan karier begitu ditinggikan, kita sama saja sedang mengadakan upacara pemberian korban anak, keluarga, dan komunitas agar bisa mendapat keduduk-


12

COU NT E R FE IT G ODS

an yang lebih tinggi dalam bisnis serta mendapat kekayaan dan martabat yang lebih besar. Setelah gubernur New York, Eliot Spitzer, menghancurkan kariernya karena terlibat dalam jaringan pelacuran tingkat tinggi, David Brooks mencatat betapa budaya kita telah menghasilkan sekelompok orang yang memiliki pencapaian karier yang tinggi tetapi memiliki ketidakseimbangan dalam hubungan. Mereka memiliki keahlian sosial dalam hubungan secara vertikal dengan atasan atau bos mereka untuk meningkatkan kedudukan, tetapi tidak memiliki hubungan yang nyata secara horizontal dengan pasangan hidup, teman, dan keluarga. “Tidak terbilang banyaknya calon presiden yang mengatakan mereka ingin jadi presiden mewakili keluarga mereka, meskipun seluruh hidup mereka dihabiskan untuk bisa berkampanye, jauh dari keluarga.� Setelah tahun-tahun berlalu mereka secara menyakitkan menyadari bahwa “keagungan yang mereka dapatkan tidaklah cukup dan mereka kesepian.�4 Banyak dari anak dan pasangan mereka menjauhkan diri dari mereka. Mereka berusaha memulihkan luka itu. Mereka kemudian menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan atau mengambil cara lain yang buruk untuk mengobati kekosongan batinnya. Sesudah itu terjadilah kehancuran keluarga atau skandal atau keduanya sekaligus. Mereka telah mengorbankan segala sesuatu bagi dewa kesuksesan. Tapi itu tidaklah cukup. Di zaman kuno, dewa-dewanya haus darah dan sulit untuk dipuaskan. Sampai sekarang pun masih sama.

Ilah-ilah dalam Hati Kita Sulit mempertahankan argumentasi di atas dalam era kejayaan perusahaan online dan real estate atau tingginya nilai saham


K ATA PE NGA N TA R

13

dalam kurun dua puluh tahun terakhir. Namun keruntuhan ekonomi di tahun 2008-2009 telah menunjukkan dengan jelas apa yang sekarang disebut dengan “budaya keserakahan.” Di masa lalu, Rasul Paulus menulis bahwa keserakahan bukan sekadar perilaku yang buruk. Dia mengatakan “Keserakahan adalah serupa dengan menyembah berhala” (Kol. 3:5 BIS). Bagi dia, uang bisa menjadi ilah kita dan hubungan kita dengan uang bisa menyerupai pemujaan dan penyembahan. Uang bisa menjadi candu rohani, dan seperti jenis kecanduan lainnya, proporsi yang benar tidak lagi dipahami oleh korbannya. Kita mengambil risiko yang semakin besar untuk mendapatkan kepuasan yang tidak akan pernah terpuaskan dari sesuatu yang kita inginkan, sampai akhirnya kehancuran terjadi. Ketika kita mulai sadar, kita berkata, “Apa yang saya pikirkan? Mengapa saya bisa begitu buta?” Kita terbangun bagaikan orang yang sadar dari mabuk yang tidak ingat apa yang terjadi pada malam sebelumnya. Mengapa? Mengapa kita bertindak begitu tidak rasional? Mengapa kita sama sekali lupa akan apa yang benar? Jawaban Alkitab adalah hati manusia serupa “gudang berhala.”5 Ketika kita berpikir tentang “berhala-berhala” biasanya kita membayangkan tentang patung–atau penyanyi idola baru yang diorbitkan oleh Simon Cowell (salah satu juri acara American Idol yang menjelaskan permainan kata idol dalam bahasa Inggris). Ketika berhala secara tradisi masih muncul di banyak tempat di dunia, berhala secara internal, dalam hati, terdapat di segala tempat. Dalam Yehezkiel 14:3, Allah bicara tentang tua-tua Israel, “Orang-orang ini menjunjung berhala-berhala mereka dalam hatinya.” Sama seperti kita, tua-tua tersebut pasti menjawab, “Berhala? Berhala apa? Saya tidak melihat ada berhala?” Allah sebenarnya ingin mengatakan bahwa hati


14

COU NT E R FE IT G ODS

manusia telah meninggikan hal-hal seperti karier, cinta, harta benda, bahkan keluarga menjadi sama seperti Dia. Hati kita memperilah hal-hal tersebut, menjadikan mereka pusat hidup kita, karena menurut kita semua itu bisa memberi keamanan, makna, dan kepuasan, jika kita mendapatkannya.6 Sarana yang dipakai sebagai plot utama dari buku The Lord of the Rings adalah Cincin Kekuasaannya Sauron, sang penguasa kegelapan. Cincin itu merusak setiap orang yang berusaha menggunakannya, meskipun maksud mereka baik. Menurut Profesor Tom Shippey cincin itu adalah semacam “penguat batin� yang memperkuat keinginan hati terdalam menjadi berhala.7 Beberapa tokoh dalam buku ini ingin membebaskan budak, atau mempertahankan wilayah rakyatnya, atau menghukum orang-orang jahat. Semuanya bertujuan baik. Tetapi Cincin itu membuat mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut, apa pun dihalalkan. Cincin itu membuat hal yang baik menjadi hal tertinggi sehingga segala nilai atau kesetiaan yang lain harus tunduk kepadanya. Sang pemakai Cincin itu menjadi semakin diperbudak dan kecanduan, karena kita tidak bisa hidup tanpa apa yang kita berhalakan. Kita harus mendapatkannya, oleh karena itu kita didorong untuk melanggar peraturan yang dulunya kita hormati, melukai orang lain bahkan diri sendiri untuk bisa mendapatkannya. Di dalam novel Tolkien itu, berhala-berhala adalah kecanduan rohani yang menghasilkan kejahatan besar.

Segala Sesuatu Bisa Menjadi Berhala Situasi budaya seperti yang kita alami sekarang ini memberikan kita kesempatan. Sekarang ini banyak orang lebih sadar akan peringatan Alkitab bahwa uang bisa menjadi lebih dari seka-


K ATA PE NGA N TA R

15

dar uang. Uang bisa menjadi ilah yang mengubah kehidupan dan membentuk budaya, berhala yang mengecewakan para penyembahnya. Kabar buruknya adalah kita begitu terfokus pada masalah keserakahan dengan kecenderungan melihat “orang-orang kaya di sana,” tanpa menyadari kebenaran dasarnya. Segala sesuatu bisa menjadi berhala, dan segala sesuatu pernah jadi berhala. Aturan moral paling terkenal di dunia ini adalah 10 Hukum Tuhan. Perintah pertamanya adalah “Akulah TUHAN, Allahmu…. Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku” (Kel. 20:3). Ini menghasilkan pertanyaan–“Apa maksudnya ‘allah lain’?” Jawabannya ada di kalimat selanjutnya. “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya …” (Kel. 20:4-5). Itu artinya segala sesuatu di dunia ini! Orang umumnya tahu dia bisa membuat uang jadi allah lain. Kita umumnya tahu seks bisa jadi allah lain. Namun, segala sesuatu dalam hidup bisa menjadi berhala, allah lain, ilah palsu. Baru-baru ini saya mendengar cerita tentang seorang pelatih tentara yang begitu ketatnya melatih fisik dan disiplin militer bawahannya sehingga berdampak negatif pada moral mereka. Dampak negatif ini menghasilkan kegagalan komunikasi selama perang sehingga jatuh korban. Saya mengenal seorang wanita yang pernah mengalami kemiskinan semasa kecilnya. Ketika dewasa dia begitu berfokus pada keamanan finansial sehingga mengabaikan relasi yang baik dengan pria lain demi bisa menikah dengan pria kaya yang sebenarnya tidak dicintainya. Ini menghasilkan perceraian dini dan pergumulan dalam keuangan yang sejak awal ditakutinya. Ada beberapa pemain bisbol di liga utama yang karena bukan hanya ingin


16

COU NT E R FE IT G ODS

bermain baik saja tetapi ingin jadi legenda, minum steroid dan obat-obatan lainnya. Hasilnya, tubuh mereka menjadi rusak dan reputasi mereka lebih parah dibanding ketika mereka ingin bermain baik bukannya jadi legenda. Hal-hal yang menjadi dasar kebahagiaan mereka hancur berantakan di tangan sendiri karena mereka membangun semua kebahagiaan mereka di atasnya. Umumnya, hal-hal baik dijadikan yang tertinggi sehingga menguasai nilai-nilai lainnya.8 Namun ilah-ilah palsu selalu mengecewakan, dan seringkali merusak. Apakah salah menginginkan pasukan yang disiplin, atau keamanan finansial, atau kedigjayaan atletis? Sama sekali tidak. Namun kisah-kisah di atas menunjukkan kesalahan umum yang dibuat orang ketika mereka mendengar konsep Alkitab tentang berhala. Kita pikir berhala berasal dari halhal yang buruk, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Semakin besar kebaikannya, semakin besar kemungkinannya kita mengharapkan hal itu memuaskan kebutuhan dan harapan terdalam kita. Segala sesuatu bisa menjadi ilah palsu, terutama hal terbaik dalam hidup.

Cara Membuat Sebuah Ilah Apa itu berhala? Berhala adalah segala sesuatu yang Anda anggap lebih penting dari Allah, segala sesuatu yang menarik hati dan pemikiran Anda lebih dari Allah, segala sesuatu yang Anda cari untuk memuaskan diri Anda sedangkan itu hanya bisa dipuaskan oleh Allah.9 Ilah palsu adalah segala sesuatu yang begitu penting dan esensial bagi hidup Anda, sehingga, ketika Anda kehilangan hal tersebut, hidup terasa tidak layak dihidupi. Berhala memiliki kedudukan yang mengontrol hati sehingga Anda bisa menghabiskan hasrat, tenaga, emosi, dan sumber daya keuangan


K ATA PE NGA N TA R

17

Anda, padanya tanpa berpikir dua kali. Berhala bisa berupa keluarga dan anak-anak, karier, dan mencari uang, atau pencapaian dan pengakuan dari kritikus, atau menyelamatkan “muka” dan status sosial. Berhala bisa berupa hubungan romantis, penerimaan dari sesama, kompetensi dan keahlian, keamanan dan keadaan yang nyaman, kecantikan atau kepintaran Anda, tujuan politik atau sosial, moralitas dan nilai-nilai Anda, atau bahkan keberhasilan dalam pelayanan Kristen. Ketika makna hidup Anda terpaku pada hidup orang lain, kita bisa menyebutkan dengan hubungan “ketergantungan” tetapi itu sebenarnya adalah berhala. Berhala adalah apa pun yang Anda perhatikan dan katakan dalam hati Anda, “Jika saya memiliki itu, maka hidup saya memiliki arti, dan saya bisa tahu kalau saya memiliki nilai, sehingga saya merasa berarti dan aman.” Ada banyak cara menggambarkan hubungan seperti itu, tetapi mungkin istilah yang paling tepat adalah pemujaan. Orang kafir di zaman dulu secara terus terang mendewakan segala sesuatu. Mereka memiliki dewa seks, dewa pekerjaan, dewa perang, dewa uang, dewa bangsa−ini fakta bahwa segala sesuatu memang bisa didewakan dan mengatur serta menguasai hati seseorang atau kehidupannya. Contohnya, keindahan fisik adalah hal yang menyenangkan, tetapi jika Anda “mendewakan”nya, jika Anda membuat hal tersebut sebagai hal yang paling penting dalam kehidupan atau budaya seseorang, maka Anda menghasilkan Afrodite, bukan sekadar keindahan. Anda akan menghasilkan orang-orang atau seluruh budaya terus menerus berfokus pada penampilan, menghabiskan waktu dan uang terhadap hal ini secara tidak wajar dan dengan bodohnya menilai karakter berdasarkan hal ini. Jika ada hal apa pun yang menjadi lebih penting dari Allah bagi kebahagiaan, makna hidup, dan identitas Anda maka hal itu telah menjadi berhala.


18

COU NT E R FE IT G ODS

Konsep Alkitab terhadap berhala sangatlah canggih. Konsep Alkitab memperhitungkan intelektual, psikologi, sosial, budaya, dan spiritualitas. Ada berhala pribadi, seperti romantisme dan keluarga; atau uang, kekuasaan, dan pencapaian; atau akses menuju lingkaran sosial tertentu; atau ketergantungan emosional kepada orang lain dalam diri; atau kesehatan, kebugaran, dan kecantikan fisik. Banyak orang bergantung pada semua hal tersebut untuk mendapatkan harapan, makna, dan kepuasan yang sebenarnya hanya bisa dipuaskan oleh Allah. Ada juga berhala budaya, seperti kekuatan militer, perkembangan teknologi, dan kemakmuran ekonomi. Berhala dari masyarakat tradisional biasanya keluarga, kerja keras, tanggung jawab, dan nilai-nilai moral, sedangkan untuk budaya di Barat biasanya kebebasan individu, penemuan diri, kekayaan pribadi, dan kepuasan. Semua hal baik di atas bisa dan memang memiliki pengaruh dan kuasa yang tidak wajar dalam sebuah masyarakat. Semua hal tersebut menjanjikan keamanan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kita jika kita mendasarkan hidup kita di atasnya. Ada juga berhala intelektual, biasanya disebut dengan ideology. Contohnya, kaum intelektual Eropa di akhir abad 19 dan awal abad 20 umumnya meyakini pandangan Rousseau akan natur manusia yang pada dasarnya baik, dan semua masalah sosial kita adalah hasil dari pendidikan dan pergaulan yang buruk. Perang Dunia II menghancurkan ilusi ini. Beatrice Webb, yang bagi banyak orang dianggap sebagai arsitek dari program jaring kesejahteraan sosial Inggris modern, menulis: Dalam diari saya–mungkin sekitar tahun 1890, saya tidak ingat secara pasti–saya pernah menulis “Saya mempertaruhkan segala sesuatunya di atas keyakinan akan natur manusia yang pada dasarnya baik….” [Sekarang 30 tahun kemudian saya menyadari] betapa permanennya dorongan dan keinginan jahat dalam diri manusia–betapa kecil harapan Anda untuk mengubah sebagian


19

K ATA PE NGA N TA R

dari hal tersebut–contohnya kecenderungan untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan−melalui perubahan dalam sarana sosial…. Pengetahuan atau sains apa pun tidak akan ada gunanya jika kita tidak bisa mengatasi dorongan dan keinginan jahat tersebut.10

Pada tahun 1920, dalam bukunya Outline of History, H. G. Wells sangat meyakini perkembangan manusia. Tahun 1933, dalam bukunya The Shape of Things to Come, dia terperangah melihat keegoisan dan kekerasaan dari bangsa-bangsa di Eropa. Dia percaya, satu-satunya harapan bagi orang intelektual adalah dengan menguasai dan mengatur program pendidikan wajib yang menekankan kedamaian, keadilan, dan kewajaran. Tahun 1945, dalam bukunya A Mind at the End of Its Tether, dia menulis, “Homo sapiens, dia senang menyebut dirinya dengan sebutan ini, … sudah hancur.” Apa yang terjadi dengan Wells dan Webb? Mereka telah meyakini separuh kebenaran dan menjadikannya sebagai kebenaran utama, dimana segala sesuatu bisa dijelaskan dan dibangun melaluinya. “Mempertaruhkan segala sesuatu” pada kebaikan manusia sama dengan menempatkannya di posisi Tuhan. Ada juga berhala di setiap ranah pekerjaan, berupa nilainilai absolut yang tidak bisa ditawar-tawar. Di dunia bisnis, kebebasan berekspresi bisa ditekan demi nilai yang tertinggi yaitu laba. Namun di dunia seni terjadi yang sebaliknya. Segala sesuatu dikorbankan demi ekspresi diri, dan dilakukan atas nama kemerdekaan. Artinya, itu dianggap sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh umat manusia di atas semua yang lain. Berhala ada di mana-mana.

Kasih, Percaya, dan Taat Alkitab menggunakan tiga metafora dasar untuk menjelaskan


20

COU NT E R FE IT G ODS

cara manusia berhubungan dengan berhala hatinya. Mereka mengasihi berhala, memercayai berhala, dan menaati berhala.11 Alkitab pernah bicara tentang berhala dengan menggunakan metafora pernikahan. Allah haruslah menjadi Suami kita yang sejati, tetapi ketika kita menginginkan dan menyukai segala sesuatu yang lain lebih dari Allah maka kita sedang melakukan perzinahan rohani.12 Romantika atau keberhasilan bisa menjadi “kekasih palsu� yang menjanjikan kita perasaan dikasihi dan bernilai. Berhala menawan imajinasi kita, dan kita bisa menemukannya dengan memerhatikan mimpi kita. Apa yang suka kita bayangkan? Apa yang suka kita mimpikan? Kita mencari berhala agar kita mendapat kasih, memberi rasa bernilai, berharga, dan bermakna. Alkitab sering bicara tentang berhala dengan menggunakan metafora agama. Allah haruslah menjadi Juruselamat sejati kita, tetapi kita mencari keberhasilan pribadi atau kemakmuran secara finansial untuk mendapat kedamaian dan keamanan yang kita butuhkan.13 Berhala memberi kita perasaan tenang, dan kita bisa menemukannya dengan melihat mimpi buruk kita. Apa yang paling kita takuti? Apa yang, jika hilang, membuat hidup kita tidak berarti lagi? Maka kita mempersembahkan “korban-korban� untuk menyenangkan ilah-ilah kita, yang kita percaya bisa melindungi kita. Kita bergantung pada para dewa kita untuk memberi kita perasaan aman dan tenang. Alkitab juga bicara tentang berhala dengan menggunakan metafora politik. Allah haruslah menjadi Tuan dan Penguasa kita satu-satunya, tetapi apa pun yang kita kasihi dan percayai itulah yang kita layani. Apa pun yang menjadi lebih penting dari Allah dan tidak bisa diganggu gugat bagi kita, telah menjadi berhala yang memperbudak kita.14 Dalam paradigma ini, kita bisa menemukan berhala ini dengan melihat emosi-emosi


K ATA PE NGA N TA R

21

yang terus ada dalam diri kita. Apa yang membuat kita marah, khawatir, atau putus asa secara tak terkontrol? Apa yang membebani kita dengan rasa bersalah yang tidak bisa hilang? Berhala mengontrol kita, sejak kita merasa harus memilikinya atau hidup menjadi tidak berarti. Apa pun yang mengontrol kita adalah tuan kita. Orang yang mencari kekuasaan dikontrol oleh kekuasaan. Orang yang mencari penerimaan dikontrol oleh orang yang ingin dia sukai. Kita tidak mengontrol diri sendiri. Kita dikontrol oleh penguasa hidup kita.15

Apa yang umumnya orang lihat sebagai “masalah psikologis” sebenarnya adalah masalah berhala. Perfeksionisme, gila kerja, tidak bisa mengambil keputusan, keinginan mengontrol hidup orang lain–semua ini bersumber dari membuat hal-hal yang baik sebagai berhala yang memperbudak kita sehingga kita harus menyenangkan mereka. Berhala menguasai hidup kita.

Kesempatan untuk Dikecewakan Seperti yang telah kita lihat, ada perbedaan besar antara kesedihan dan keputusasaan, karena keputusasaan adalah kesedihan yang tidak terhiburkan. Umumnya, perbedaan antara keduanya adalah berhala. Seorang pengusaha Korea bunuh diri setelah kehilangan investasi sebesar 370 juta dolar. “Ketika indeks bursa saham negara itu jatuh di bawah 1.000, dia berhenti makan dan selama berhari-hari mabuk-mabukan, dan akhirnya dia memutuskan bunuh diri,” tutur istrinya kepada polisi.16 Di tengah krisis finansial yang besar di tahun 2008-2009 saya mendengar seorang bernama Bill bercerita tentang tiga tahun sebelum dia menjadi Kristen dan rasa aman utamanya bergeser dari uang kepada hubungannya dengan Allah melalui Kristus.17 “Jika kehan-


22

COU NT E R FE IT G ODS

curan ekonomi ini terjadi lebih dari tiga tahun yang lalu, saya tidak tahu bagaimana menghadapinya, bagaimana saya harus melanjutkan hidup. Namun hari ini saya bisa memberitahu Anda secara jujur, saya tidak pernah lebih bahagia dari sebelumnya dalam hidup saya.� Walaupun kita pikir kita sedang hidup dalam dunia yang sekuler, namun berhala-berhala, ilah-ilah zaman kita memegang peranan yang menentukan dalam hati kita. Bersamaan dengan ekonomi dunia yang sedang hancur, banyak dari berhala yang kita puja selama bertahun-tahun, juga ikut hancur di sekitar kita. Ini adalah kesempatan yang sangat baik. Kita saat ini untuk sementara waktu terlepas dari “sihir.� Dalam cerita-cerita kuno, peristiwa seperti itu terjadi ketika sihir yang dilepaskan penyihir jahat lenyap dan muncul kesempatan untuk melarikan diri. Masa seperti itu terjadi secara pribadi kepada kita ketika perusahaan, tujuan, atau orang yang kita percaya dan yang menjadi dasar dari harapan kita gagal memenuhi apa yang dijanjikan. Ini jarang terjadi secara serentak pada keseluruhan masyarakat. Jalan keluar dari keputusasaan ini adalah dengan mengenali berhala atau ilah hati dan budaya kita. Tetapi tidak cukup seperti itu. Satu-satunya cara untuk membebaskan kita dari pengaruh merusak ilah-ilah palsu adalah dengan berbalik kepada Ilah yang asli. Allah yang hidup, yang menyatakan diri-Nya sendiri di Gunung Sinai dan di atas Salib, adalah satu-satunya Tuan yang jika Anda temukan, bisa sepenuhnya memuaskan diri Anda, dan jika Anda mengecewakan Dia, Dia bisa sepenuhnya mengampuni Anda.


S AT U qQ

K einginan U tama A nda

Hal Terburuk yang Bisa Terjadi

O

rang umumnya menjalani hidup dengan berusaha mewujudkan keinginan hati mereka. Bukankah hidup memang seperti itu, “mengejar kebahagiaan�? Kita terus mencari cara mendapatkan segala hal yang kita inginkan, dan rela mengorbankan banyak hal untuk mencapainya. Kita tidak pernah membayangkan kalau mendapatkan keinginan terdalam hati kita bisa jadi merupakan hal terburuk yang bisa terjadi pada kita. Istri saya dan saya pernah mengenal seorang wanita lajang bernama Anna. Dia sangat ingin mendapatkan anak. Akhirnya dia menikah, dan berlawanan dengan prediksi dokternya, dia bisa melahirkan dua anak sehat meskipun sulit karena usianya. Tetapi harapan dia tidak terwujud. Keinginan yang begitu kuat untuk memberikan hidup yang sempurna bagi anak-anaknya membuat dia tidak mungkin menikmati kehadiran anak-anaknya. Sikapnya yang terlalu melindungi, ketakutan, dan kekhawatirannya, serta kemauannya untuk mengontrol setiap detail kehidupan anak-anaknya membuat keluarga itu sengsara. Anak tertua Anna buruk prestasinya di sekolah dan bermasalah


24

COU NT E R FE IT G ODS

dengan emosinya. Anak termudanya dipenuhi kemarahan hebat. Besar kemungkinan keinginan dia untuk memberi hidup yang baik pada anak-anaknya telah menghancurkan mereka. Mendapatkan keinginan hatinya bisa menjadi hal terburuk yang terjadi pada dirinya. Pada akhir tahun 1980, Cynthia Heimel pernah menulis, “Ketika seseorang menjadi selebriti, pada saat itu juga dia menjadi monster,” sesudah itu dia menyebut tiga nama bintang Hollywood ternama yang sudah dikenalnya sebelum mereka jadi bintang. Orang-orang ini “dulunya adalah manusia yang baik … sekarang mereka telah menjadi manusia yang sombong dan kemarahan mereka mengerikan.” Dia mengatakan bahwa di bawah tekanan ketenaran dan kemasyuran, semua cacat dan kekurangan dari karaktermu menjadi dua kali lebih buruk dari sebelumnya.18 Anda mungkin penasaran siapa ketiga bintang tahun 1980an itu, tapi Anda tidak perlu tahu. Sekarang ini saja ada banyak bintang yang menjalani pola sama yang kemudian terpampang di halaman depan surat kabar. Nama-namanya berubah tetapi polanya permanen.

Berhala adalah Sesuatu yang Tidak Terhindarkan Mengapa mendapatkan keinginan hati Anda seringkali membawa bencana? Dalam kitab Roma, Rasul Paulus menulis bahwa salah satu hal terburuk yang Allah bisa lakukan kepada seseorang adalah “menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka” (Rm. 1:24). Mengapa hukuman terbesarnya adalah mengizinkan seseorang mendapatkan keinginan hati mereka yang utama? Itu karena hati kita telah membentuk keinginan ini menjadi berhala. Dalam pasal yang sama Paulus meringkas sejarah umat manusia dalam satu kalimat: “Mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya” (Rm.


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

25

1:25). Setiap manusia harus hidup untuk sesuatu. Sesuatu itu harus menawan imajinasi, harapan, dan kesetiaan hati kita yang paling dalam. Dan Alkitab berkata, tanpa campur tangan Roh Kudus, sesuatu itu tidak pernah menjadi diri Allah. Jika kita melihat pada suatu benda ciptaan untuk memberi kita makna, harapan, dan kebahagiaan yang hanya bisa dipuaskan oleh Allah sendiri, maka ciptaan itu pasti akan gagal memuaskan kita dan menyakiti hati kita. Anna yang telah menghancurkan hidup anak-anaknya bukannya “terlalu mengasihi anak-anaknya,” tetapi kurang mengasihi Allah saat berhubungan dengan anak-anaknya. Hasilnya, anak-anak yang telah menjadi berhalanya ini, rusak ditekan oleh keinginan hatinya sendiri. Dua filsuf Yahudi yang sangat mengenal Kitab Suci menyimpulkan: “Prinsip … utama dari Alkitab adalah penolakan terhadap berhala.”19 Maka itu Alkitab dipenuhi dengan kisah demi kisah yang menggambarkan berbagai bentuk dan dampak merusak dari berhala. Setiap allah palsu yang dipilih oleh hati kita–apakah itu kasih, uang, keberhasilan, atau kekuasaan– memiliki kisahnya dalam Alkitab yang menjelaskan bagaimana berhala tersebut terwujud dalam hidup kita. Salah satu tokoh utama Alkitab adalah Abraham. Sama seperti kebanyakan pria di zaman itu, dia menginginkan anak laki-laki sebagai pewarisnya, yang bisa meneruskan namanya. Namun dalam kasus Abraham, keinginan hati itu telah menjadi keinginan hatinya yang terutama. Yang akhirnya, akibat keinginan tersebut, seorang anak laki-laki dilahirkan baginya. Sekarang dia mendapat apa yang diinginkannya. Tapi Allah kemudian meminta dia melepaskannya.

Panggilan Abraham Menurut Alkitab, Allah datang kepada Abraham dan memberi janji yang luar biasa kepadanya. Jika dia setia menaati-Nya,


26

COU NT E R FE IT G ODS

maka Allah akan memberkati segala bangsa di bumi melalui dia dan keturunannya. Namun, agar semua itu bisa terjadi, Abraham harus pergi. “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu” (Kej. 12:1). Allah memanggil Abraham untuk meninggalkan semua yang dikenalnya–sahabat, sebagian besar keluarganya, dan segala sesuatu yang menjadi keamanan, kekayaan, dan kenyamanannya–dan pergi ke padang belantara tanpa mengetahui secara pasti tujuannya. Demi Allah, dia diminta untuk menyerahkan hampir seluruh hal dan keinginan yang dirindukan manusia. Dan dia melakukannya. Abraham dipanggil untuk “pergi” dan dia berangkat, “dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Ibr. 11:8). Meskipun panggilan Allah ini menuntut dia menyerahkan keinginannya yang lain, namun panggilan ini memberi dia harapan baru. Nubuatannya adalah segala bangsa di bumi akan diberkati melalui keluarganya, “keturunanmu” (Kej. 12:7). Artinya dia pasti akan memiliki anak. Sara, istri Abraham, tidak bisa memiliki anak. Secara biologis, mendapatkan anak sudah mustahil. Tetapi Allah berjanji kalau Abraham akan mendapatkan seorang anak laki-laki. Namun, dengan berjalannya waktu, janji Allah ini semakin lama semakin sulit dipercaya. Akhirnya, setelah Abraham berumur lebih dari seratus tahun, dan Sara lebih dari 90 tahun (Kej. 17:17, 21:5), dia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishak. Ini jelas merupakan campur tangan ilahi, dan nama Ishak berarti “tertawa”, merujuk pada sukacita kedua orangtuannya dan sulitnya mereka untuk percaya bahwa Allah akan mewujudkan apa yang dijanjikan-Nya. Tahun-tahun penantian telah melemahkan mereka, sesuatu yang wajar dialami oleh setiap pasangan yang man-


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

27

dul. Penundaan yang sepertinya tidak ada akhirnya telah memurnikan iman Abraham, ini sesuatu yang sangat penting. Namun, masa penantian itu juga memiliki dampak lain. Tidak ada pria yang menantikan seorang anak laki-laki lebih dari Abraham. Dia telah meninggalkan segala sesuatu yang lain untuk menantikan janji ini. Bagi dia, jika anak laki-lakinya lahir, orang-orang pada akhirnya bisa melihat kalau dia bukan orang bodoh yang telah meninggalkan segala sesuatu karena percaya pada perkataan Allah. Saat itu dia akhirnya bisa mendapatkan pewaris, anak laki-lakinya sendiri, hal utama yang diinginkan oleh setiap ayah di Timur Tengah kuno. Dia telah menanti dan berkorban, pada akhirnya istrinya bisa melahirkan dan anak itu laki-laki! Tapi pertanyaannya sekarang adalah–apakah yang dia nantikan dan korbankan adalah bagi Allah, atau demi seorang anak laki-laki? Apakah Allah hanyalah alat untuk mencapai tujuan? Sebenarnya hati Abraham diberikan kepada siapa? Apakah Abraham memiliki rasa damai, sikap rendah hati, keberanian, dan ketenangan yang dimiliki oleh mereka yang percaya pada Allah bukan pada keadaan, pendapat publik, atau kemampuan sendiri? Apakah dia telah belajar untuk percaya pada Allah semata, mengasihi Allah semata, bukan hanya pada apa yang Allah berikan padanya? Belum.

Panggilan Kedua Abraham Ketika Anna, teman kami yang merindukan anak pada akhirnya bisa hamil, dia mengira bisa hidup “bahagia selamanya.� Sayangnya itu tidak terjadi, dan jarang terjadi. Banyak pasangan yang menginginkan anak percaya bahwa dengan memiliki anak masalah mereka bisa diselesaikan, tetapi itu tidak pernah terjadi. Orang-orang yang membaca Kejadian pasal 12-21 kemungkinan


28

COU NT E R FE IT G ODS

juga menganggap kelahiran Ishak adalah klimaks dan akhir dari bagian kehidupan Abraham. Imannya sudah menang. Sekarang dia bisa mati sebagai manusia yang bahagia. Panggilan Allah agar dia keluar dari tempat tinggalnya dan menunggu lahirnya seorang anak laki-laki sudah terpenuhi. Tapi kita kemudian dikejutkan oleh panggilan Allah berikutnya kepada Abraham. Dan panggilan itu sangat mengejutkan. Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu. (Kej. 22:2)

Ini adalah ujian utamanya. Ishak adalah segalanya bagi Abraham. Panggilan Allah memperjelas hal ini. Allah tidak menyebut anak laki-laki itu dengan “Ishak”, tetapi “anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi”. Rasa sayang Abraham telah menjadi pemujaan. Sebelumnya, tujuan hidup Abraham bergantung pada perkataan firman Allah. Sekarang tujuan hidupnya bergantung pada keberadaan dan cintanya pada Ishak. Pusat hidup Abraham sudah bergeser. Allah bukannya tidak ingin Anda mengasihi anak laki-laki Anda, tetapi Anda tidak boleh membuat seseorang yang Anda kasihi sebagai allah palsu. Jika ada orang yang menempatkan anaknya menggantikan Allah yang sejati, maka dia sedang menyembah berhala cinta yang kemudian akan mengekang anak itu dan “mencekik” hubungan dengan anaknya.

Perintah yang Menakutkan Banyak orang yang telah membaca kisah ini biasanya berespons memberi penolakan yang memang dapat dipahami. Mereka menafsirkan pesan “moral” dari kisah ini bahwa berbuat kejam


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

29

dan jahat itu baik, sejauh Anda percaya itu kehendak Allah. Tidak ada orang yang bicara tentang hal ini lebih jelas dari Soren Kierkegaard. Bukunya Fear and Trembling didasarkan pada kisah Abraham dan Ishak. Kierkegaard pada akhirnya menyimpulkan bahwa iman itu irasional dan absurd. Bagi Abraham perintah ini sama sekali tidak masuk akal dan bertentangan dengan segala sesuatu yang pernah Allah katakan, tetapi dia tetap menaati perintah itu. Apakah perintah ini sepenuhnya irasional bagi Abraham? Penafsiran Kierkegaard terhadap kisah ini tidak mempertimbangkan makna seorang anak laki-laki sulung dalam pemikiran dan budaya orang Yahudi. Jon Levenson, seorang ahli Yahudi yang mengajar di Harvard pernah menulis buku The Death and Resurrection of the Beloved Son. Dalam buku ini dia mengingatkan kita bahwa budaya-budaya kuno tidaklah seindividualistis seperti kita. Harapan dan mimpi orangorang di zaman itu tidak pernah ditujukan bagi keberhasilan, kemakmuran, atau keunggulan pribadi. Karena setiap orang adalah bagian dari sebuah keluarga, dan tidak bisa hidup di luar keluarga maka semua hal tersebut diusahakan demi keseluruhan kaum kerabatnya. Kita juga perlu mengingat aturan kuno tentang kesulungan. Anak paling sulung mendapat warisan terbesar agar keluarga itu tidak kehilangan kedudukannya dalam masyarakat.20 Dalam budaya kita yang individualistis, identitas dan nilai dari seseorang yang sudah dewasa seringkali terkait dengan kemampuan dan pencapaian. Tetapi di zaman kuno, seluruh harapan dan mimpi seorang laki-laki dan keluarganya terletak pada anak sulung laki-laki.21 Panggilan untuk menyerahkan anak laki-laki sulungnya sama seperti meminta seorang ahli bedah menyerahkan kedua tangannya, atau seorang pelukis kehilangan kedua matanya.


30

COU NT E R FE IT G ODS

Levenson berpendapat kita hanya bisa memahami perintah Allah kepada Abraham ini dengan melihat latar belakang budayanya. Alkitab berulang kali mengatakan bahwa, karena keberdosaan Israel maka mereka kehilangan anak sulung mereka, meskipun bisa mereka tebus melalui persembahan korban secara teratur (Kel. 22:29, 34:20) atau melalui pelayanan kaum Lewi di kemah suci (Bil. 3:40-41) atau melalui pemberian tebusan ke kemah suci dan para imam (Bil. 3:4648). Ketika Allah memberi hukuman kepada Mesir karena memperbudak Israel, hukuman terakhirnya adalah membunuh anak sulung mereka. Hidup anak sulung mereka diambil karena dosa keluarga dan bangsa itu. Mengapa? Anak sulung adalah wakil keluarga. Maka ketika Allah mengatakan kepada orang Israel bahwa hidup anak sulung adalah milik Dia kecuali ditebus, itu artinya Allah ingin mengatakan secara jelas dalam budaya itu bahwa setiap keluarga di bumi berhutang hukuman kekal–hutang dosa. Semua ini penting untuk menafsirkan perintah Allah kepada Abraham. Jika Abraham mendengar suara Allah berkata, “Bangunlah dan bunuhlah Sara,� maka dia mungkin tidak akan melakukannya. Abraham mungkin akan berasumsi dia sedang berhalusinasi, karena Allah tidak mungkin memintanya melakukan sesuatu yang sangat berlawanan dengan semua yang pernah Dia katakan tentang keadilan dan kebenaran. Tetapi ketika Allah berkata bahwa hidup anak sulungnya akan diambil, bagi dia itu bukan pernyataan yang irasional dan berkontradiksi. Perhatikan, Allah tidak meminta dia untuk menghampiri tenda Ishak dan langsung membunuhnya. Allah memerintahkan Abraham untuk menjadikan anaknya sebagai korban bakaran. Allah sedang mengingatkan akan hutang Abraham. Anaknya akan mati bagi dosa keluarganya.


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

31

Perjalanan Menaiki Gunung Meskipun perintah yang diberikan bisa dipahami, itu tidak membuatnya kengeriannya jadi berkurang. Abraham dihadapkan dengan pertanyaan utama: “Allah itu kudus. Dosa kami mengakibatkan hidup Ishak diambil. Namun Allah juga Allah kasih karunia. Dia pernah mengatakan ingin memberkati dunia melalui Ishak. Bagaimana Allah bisa kudus, adil tetapi tetap berkasih karunia dalam memenuhi janji keselamatan-Nya?” Abraham tidak mengerti. Tetapi dia taat. Dia bertindak seperti tokoh Perjanjian Lama lainnya, Ayub, yang diberikan berbagai penderitaan tanpa penjelasan. Namun perkataan Ayub tentang Allah adalah “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” (Ayb. 23:10).22 Bagaimana Abraham bisa mendorong dirinya untuk menaiki gunung itu demi ketaatan pada panggilan Allah? Cerita Ibrani ini memberi kita petunjuk menarik. Dia menyuruh pelayannya “sesudah itu kami kembali kepadamu” (Kej. 22:5). Di sini dia jelas tidak tahu apa yang akan Allah lakukan. Dia juga tidak naik gunung dengan berkata, “Aku bisa melakukannya,” penuh dengan semangat dan kekuatan. Namun, dia naik gunung dengan perkataan, “Allah akan melakukannya … tetapi tidak tahu bagaimana caranya.” Melakukan apa? Allah akan melunasi hutang anak sulung itu dan tetap memenuhi janji anugerah-Nya. Abraham tidak menunjukkan “iman yang buta.” Dia tidak berkata, “Ini gila, ini pembunuhan, tetapi aku tetap melakukannya.” Sebaliknya berkata, “Aku tahu Allah itu kudus dan murah hati. Aku tidak tahu bagaimana Dia bisa kedua-duanya– tapi aku tahu Dia bisa.” Jika Abraham tidak percaya bahwa dia berhutang pada Allah yang kudus, maka dia akan terlalu


32

COU NT E R FE IT G ODS

marah untuk melakukannya. Dan jika Abraham tidak percaya bahwa Allah adalah Allah yang beranugerah, maka dia akan terlalu putus asa untuk melakukannya. Dia bisa saja menyerah dan mati. Hanya karena tahu bahwa Allah itu kudus dan juga kasih maka Abraham mampu melangkahkan kakinya menaiki gunung itu. Akhirnya Abraham dan anaknya sampai di tempat persembahan korban. Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. (Ke. 22:9-10)

Tetapi pada saat itu juga, suara Allah terdengar dari sorga, “Abraham! Abraham!” “Ya, Tuhan,” sahutnya. “Jangan bunuh anak itu … sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku” (ay. 12). Pada saat itu Abraham melihat seekor domba jantan tersangkut tanduknya di belukar. Abraham melepaskan ikatan Ishak dan mempersembahkan domba itu sebagai ganti anaknya.

Bahaya dari Hal-hal Terbaik dalam Dunia Kisah ini ingin bicara tentang apa? Ingin bicara tentang dua hal, yaitu hal yang bisa dipahami dengan baik oleh Abraham dan hal yang tidak bisa dia pahami dengan jelas. Apa yang bisa Abraham pahami adalah ujian ini terkait


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

33

dengan apakah kasihnya kepada Allah adalah yang terutama. Pada akhirnya Allah berkata kepadanya, “sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah.” Di dalam Alkitab, kata “takut” akan Allah ini juga berarti berkomitmen sepenuhnya kepada Dia. Contohnya, Mazmur 130:4, di sini kita melihat “takut akan Allah” semakin diperbesar oleh anugerah dan pengampunan Allah. Takut akan Allah digambarkan sebagai kekaguman dan ketakjuban dalam kasih dan sukacita terhadap kebesaran Allah. Tuhan berkata, “sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah.” Itulah arti dari “takut akan Allah.” Peristiwa di atas bukan berarti Allah sedang berusaha mencari tahu apakah Abraham memang mengasihi Dia. Allah yang mahatahu mengetahui setiap hati. Di situ Allah sedang memurnikan Abraham sehingga kasihnya kepada Allah bisa “semurni emas.” Maka kita bisa mengerti mengapa Allah menggunakan Ishak sebagai alat untuk pemurnian ini. Jika Allah tidak bertindak, Abraham pasti akan mengasihi anaknya lebih dari segalanya di dunia. Mungkin saat itu Abraham sudah seperti itu. Itu adalah berhala dan semua berhala sifatnya merusak. Dari sudut pandang ini kita melihat bahwa perlakuan ekstrim Allah terhadap Abraham sebenarnya suatu tindakan belas kasih. Ishak adalah pemberian yang indah bagi Abraham, tetapi belum menjadi milik dia sepenuhnya jika Abraham tidak meletakkan Allah sebagai yang terutama. Selama Abraham tidak pernah dipaksa untuk memilih antara anaknya atau ketaatan pada Allah, dia tidak bisa melihat bahwa kasihnya itu telah menjadi suatu berhala. Sama seperti itu, kita mungkin tidak sadar betapa karier kita sudah menjadi semacam berhala kita, sampai kita diperhadapkan dengan situasi yang menyadarkan kita atau keharusan untuk bertindak dengan integritas


34

COU NT E R FE IT G ODS

akan menghancurkan kemajuan profesi kita. Jika tidak mau mengorbankan karier kita demi menjalankan kehendak Allah, pekerjaan akan menjadi ilah palsu bagi kita. Bagaimana, Anna, wanita di bab sebelumnya bisa berlaku seperti Abraham kepada Allah? Konselor bisa menasihati dia untuk berhenti memaksa anaknya melakukan kegiatan dan proyek yang tidak termasuk dalam bakatnya. Dia harus berhenti menghukum mereka secara emosi kalau mendapat nilai yang jelek. Dia perlu memberi mereka kebebasan untuk gagal. Semua nasihat itu benar, tetapi ada satu masalah dasar yang perlu dibenahi. Dia harus mampu berkata dalam hatinya, “Keinginan kuat saya untuk memberikan keberhasilan dan kebahagiaan pada anak saya itu sebenarnya suatu keegoisan. Itu sebenarnya berasal dari kebutuhan saya untuk bisa merasa bernilai dan berharga. Jika saya memang mengenal kasih Allah maka saya bisa menerima anak-anak yang memang tidak sempurna dan tidak menghancurkan mereka. Jika kasih Allah lebih bernilai bagi saya daripada anak-anak saya, maka saya bisa mengasihi anak-anak saya secara tidak egois dan lebih benar.� Anna harus mempersembahkan “Ishak� ke mezbah korban dan meletakkan Allah di pusat hidupnya. Sikapnya yang terlalu mengontrol anak-anaknya bukan saja suatu ketidakrelaan untuk menjadikan Allah sebagai Allah dalam hidupnya, tetapi juga dalam hidup mereka. Anna tidak bisa membayangkan bahwa Allah memang memiliki rencana yang lebih bijak dari rencana dia terhadap hidup anak-anaknya. Dia sudah merencanakan suatu kehidupan yang sempurna, tanpa kegagalan, atau kekecewaan. Tetapi dibanding gelombang hidup yang Allah izinkan dalam hidup kita, rencana itu adalah suatu rencana yang cacat. Orang yang tidak pernah menderita dalam hidup kurang memiliki empati terhadap orang lain, kurang mengerti tentang kekurangan dan keterbatasan


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

35

mereka, kurang memiliki daya tahan menghadapi kesulitan, dan memiliki harapan hidup yang tidak realistis. Seperti kitab Ibrani dalam Perjanjian Baru katakan pada kita, semua orang yang Allah kasihi pernah mengalami kesulitan (Ibr. 12:1-8). Kesuksesan dan kasih anak-anak Anna telah menjadi lebih penting bagi penilaian dirinya daripada kemuliaan dan kasih Allah. Walaupun dia percaya kepada Allah dalam pikirannya, namun kepuasan utamanya terpenuhi ketika anaknya berkata, “Mama, aku berhutang segalanya padamu!� Tragisnya, dia mungkin tidak akan pernah mendengar perkataan yang dirindukannya itu karena kebutuhannya untuk terus dibutuhkan akan menjauhkannya dari orang-orang yang paling dia kasihi. Dia harus mau meletakkan Allah di pusat, memercayakan anak-anaknya kepada Tuhan dengan mengizinkan mereka gagal, dan menemukan kedamaian dalam kasih dan kehendak-Nya. Dia perlu mengikuti ketaatan Abraham untuk naik ke gunung. Abraham taat naik ke gunung, hanya dengan ketaatan itulah Abraham bisa mengasihi Ishak dengan benar dan bijak. Jika Ishak merupakan harapan dan sukacita utama dalam hidup Abraham, maka Abraham akan mendisiplin dia secara berlebihan (karena dia ingin anaknya “sempurna�) atau kurang mendisiplin dia (karena dia tidak tahan melihat anaknya menderita) atau keduanya. Abraham akan terlalu memanjakan Ishak, tetapi ketika Ishak mengecewakan dia maka dia bisa marah dan kejam, bahkan kasar secara berlebihan. Mengapa? Berhala memperbudak. Kasih dan keberhasilan Ishak menjadi satu-satunya identitas dan sukacita Abraham. Dia akan menjadi marah, khawatir, dan tertekan secara berlebihan jika Ishak gagal menaati dan mengasihi dia. Dan kegagalan akan menjadi miliknya, karena tidak ada anak yang mampu bersikap seperti Allah. Harapan Abraham akan menjauhkan, merusak, dan membuat cacat jiwa anaknya.


36

COU NT E R FE IT G ODS

Perjalanan Abraham yang sulit ketika menaiki gunung itu merupakan tahap akhir dari perjalanan panjang Allah dalam mengubahnya dari manusia biasa menjadi salah satu tokoh terbesar dalam sejarah. Tiga agama monoteis besar dunia hari ini, Yudaisme, Islam, dan Kristen, menyebut Abraham sebagai pendirinya. Lebih dari setengah dari umat manusia melihat dia sebagai bapa rohani mereka. Itu tidak akan pernah terjadi kalau Allah tidak membereskan lebih dulu berhala hati Abraham.

Pengganti Kisah terkenal ini juga bicara tentang bagaimana Abraham bisa mengerti atau tidak mengerti dengan baik pada waktu itu. Mengapa Ishak tidak dikorbankan? Dosa Abraham dan keluarganya masih ada. Bagaimana Allah yang kudus dan adil bisa mengabaikan dosa-dosa tersebut? Ada penggantinya, seekor domba jantan. Namun, apakah darah domba jantan itu yang menghapus hutang anak sulung? Tidak. Bertahun-tahun kemudian, di gunung yang sama23 anak sulung yang lain dipaku di atas salib dan dibunuh. Tetapi di Kalvari, ketika anak Allah berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” tidak ada suara dari sorga menyelamatkan-Nya. Sebaliknya, dengan diam, Allah Bapa membayar hutang itu. Mengapa? Pengganti yang sejati bagi anak Abraham adalah Anak Tunggal Allah, Yesus, yang telah mati menanggung hukuman kita. “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orangorang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1 Ptr. 3:18). Paulus memahami arti yang sebenarnya dari kisah Ishak ketika dia dengan sengaja memakai perkataan yang sama kepada Yesus: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

37

Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm. 8:32). Inilah jawaban praktis bagi berhala kita, “Ishak-Ishak” dalam hidup kita, yang secara rohani tidak aman untuk dimiliki dan disimpan. Kita perlu menyerahkannya. Kita perlu mencari cara untuk tidak bergantung pada mereka, sehingga diperbudak oleh mereka. Kita tidak bisa melakukannya dengan hanya berkata bahwa Allah itu besar. Kita harus tahu, harus yakin, bahwa Allah mengasihi, senang, dan bersuka dalam kita sehingga kita bisa memercayakan hati kita kepada Dia untuk mendapatkan nilai, keamanan, dan kepastian dalam apa pun yang terjadi di hidup. Bagaimana caranya? Allah melihat korban Abraham dan berkata, “sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Apalagi ketika kita melihat korban Kristus di atas Salib. Kita bisa berkata pada Allah, “Sekarang kami tahu bahwa Engkau mengasihi kami. Engkau tidak segan-segan menyerahkan anak-Mu, anak tunggal-Mu yang Engkau kasihi bagi kita.” Kalau kita sudah menyadari betapa besarnya pengorbanan Dia bagi kita, barulah kita bisa memercayakan hati kita kepada Dia bukan pada hal yang lainnya. Kisah ini hanya bisa dipahami melalui Kristus. Satu-satunya jalan Allah bisa bersikap “adil” (menuntut bayaran atas hutang dosa kita) dan “membela”24 (menyediakan keselamatan dan anugerah) hanya karena beberapa abad kemudian Bapa yang lain menaiki “gunung” lain yang disebut Kalvari bersama Anak Sulung-Nya dan mempersembahkan Dia bagi kita semua. Anda tidak akan pernah bisa tenang dan percaya dalam Allah, seberani Abraham dengan usaha sendiri, teta-


38

COU NT E R FE IT G ODS

pi hanya dengan percaya kepada Juruselamat yang menjadi wujud dari peristiwa ini. Hanya melalui hidup dan kematian Yesus bagi kita Anda bisa memiliki kasih dan kekudusan Allah yang tidak terbatas. Sesudah itu barulah Anda bisa secara teguh meyakini Dia memang mengasihi Anda.

Perjalanan Anda Sendiri Menaiki Gunung-Gunung Coba pikirkan mengenai segala macam kekecewaan dan masalah yang pernah menimpa kita. Coba perhatikan lebih dekat, maka Anda bisa melihat bahwa peristiwa yang paling menyakitkan pasti terkait dengan “Ishak-ishak” kita sendiri. Di dalam hidup ini kita selalu memiliki sesuatu yang kita fokuskan untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan yang hanya bisa diberikan oleh Allah. Masa-masa paling menyakitkan dalam hidup kita adalah masa-masa dimana Ishak-ishak, berhala-berhala kita sedang terancam atau tersingkirkan. Ketika itu terjadi kita bisa menanggapinya dengan dua cara. Kita bisa memilih kepahitan dan keputusasaan. Kita merasa berhak untuk bersedih, “Saya sudah bekerja seumur hidup untuk mencapai karier ini dan sekarang semua lenyap!” atau “Saya sudah menyerahkan seluruh hidup ini agar gadis itu memiliki hidup yang baik, tetapi inikah balasannya!” Kita mungkin merasa berhak untuk berbohong, berbuat curang, membalas dendam, atau membuang prinsip kita untuk mendapat sedikit kelegaan. Atau kita memilih untuk hidup dalam keputusasaan yang permanen. Atau, seperti Abraham, Anda bisa taat menaiki gunung itu. Anda bisa berkata, “Saya mengerti Engkau mungkin sedang memanggil saya menjalani hidup tanpa sesuatu yang bagi saya tidak mungkin hidup tanpanya. Tetapi jika saya memiliki Engkau, saya memiliki kekayaan, kesehatan, kasih,


K E I NGI NA N U TA M A A N DA

39

kehormatan, dan keamanan yang sebenarnya saya butuhkan dan tidak bisa hilang.” Seperti yang telah dialami dan dipelajari oleh banyak orang lainnya, Anda tidak menyadari bahwa Yesus adalah segalanya yang Anda butuhkan sampai Yesus menjadi satu-satu-nya yang Anda miliki. Sebagian besar, bahkan hampir semua dari ilah palsu bisa tetap ada dalam hidup kita meskipun kita telah “menurunkan” mereka di bawah Allah. Saat itu mereka tidak lagi mengontrol atau menjahati kita dengan kekhawatiran, kesombongan, kemarahan, dan sikap bersaing yang tidak benar. Namun kita tidak boleh salah mengerti kisah ini dengan menganggap yang harus kita lakukan hanyalah mau berpisah dengan berhala-berhala kita bukannya secara aktual meninggalkan mereka. Jika Abraham menaiki gunung itu dengan berpikir, “Yang harus saya lakukan adalah meletakkan Ishak di altar tetapi tidak mempersembahkannya”–maka dia pasti gagal dalam ujian itu! Hidup kita baru benar-benar aman ketika berhala secara aktual sudah berhenti jadi berhala kita. Itu hanya bisa terjadi ketika kita benar-benar hidup tanpanya, ketika kita bisa berkata dari hati: “Karena saya memiliki Allah, saya bisa hidup tanpamu.” Terkadang Allah terlihat seperti membunuh kita walaupun sebenarnya Dia sedang menyelamatkan kita. Di sini Dia sedang mengubah Abraham menjadi manusia yang agung– tetapi sepertinya Allah sedang berbuat kejam. Mengikuti Allah dalam keadaan seperti itu kelihatannya memiliki “iman yang buta,” tetapi sebenarnya itu adalah iman yang kuat dan hidup. Alkitab dipenuhi dengan kisah dan tokoh seperti Yusuf, Musa, dan Daud, yang melalui kisah-kisah mereka ini Allah terlihat seperti meninggalkan mereka, tetapi selanjutnya ditunjukkan bahwa mereka sedang berurusan dengan berhala yang merusak hidup mereka dan hanya bisa diatasi melalui


40

COU NT E R FE IT G ODS

kesulitan yang sedang mereka hadapi saat itu. Seperti Abraham, Yesus sangat bergumul dengan panggilan Allah. Di taman Getsemani, dia meminta Bapa kalau bisa mengambil jalan lain, tetapi pada akhirnya Dia taat menaiki bukit Kalvari ke atas salib. Kita tidak bisa mengetahui semua alasan mengapa Bapa mengizinkan hal-hal buruk terjadi pada kita, tetapi seperti yang Yesus lakukan, kita bisa memercayai Dia dalam situasi-situasi yang sulit itu. Ketika kita memandang Dia dan bersuka akan apa yang telah Dia perbuat bagi kita, maka kita akan memiliki sukacita dan pengharapan yang dibutuhkan–serta dibebaskan dari ilah-ilah palsu–untuk menaati panggilan Allah di situasi yang paling sulit dan gelap.


Same-Sex Attraction and the Church Homoseksualitas, Gereja, dan Alkitab Ed Shaw Ketika ada orang Kristen yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis, bagaimana gereja seharusnya meresponsnya? Pendeta Ed Shaw adalah seorang Kristen sejati, berpegang teguh pada Alkitab dan mempertahankan kesetiaan pada pengajaran tradisional gereja tentang etika seksualitas. Dalam buku yang jujur ini, dia membagikan pergumulannya sebagai seorang Kristen sejati yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis. Dia menunjukkan bahwa ajaran Alkitab terlihat tidak mungkin dilakukan bukan karena kesulitannya, tapi karena berbagai kesalahan yang dilakukan gereja terkait pemahamannya tentang kehidupan Kristen dan seksualitas yang sehat. Kita telah dibentuk oleh dunia di sekitar kita dan perlu menilai ulang nilai-nilai yang memengaruhi pemuridan kita. Hanya dengan menjalaninya sesuai dengan Alkitab barulah kita bisa melihat panggilan Allah bagi mereka yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis sebagai sesuatu yang masuk akal atau mungkin dilakukan dalam mengikut Yesus untuk menjalani hidup secara penuh. "Kesetiaan pada kebenaran dan kasih yang berhikmat dalam buku ini merupakan hal yang sangat kita butuhkan hari ini." —Michael Horton Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com

Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


The End of Me

(Akhir dari Ke-AKU-an) Hidup yang Dijungkirbalikkan Saat Mengikut Yesus Kyle Idleman Akhir dari Ke-AKU-an Anda barulah sebuah permulaan... Apakah Anda terkadang bingung dengan ajaran Yesus yang di luar kebiasaan? Apakah Anda benar-benar mengerti apa yang Yesus inginkan sebenarnya? Penulis buku laris, Kyle Idleman mengungkapkan bahwa kunci kepada hidup berkelimpahan yang Yesus janjikan berada pada hidup yang mengalir dari dalam-keluar seperti yang Yesus hidupi. Kyle membedah Khotbah Yesus di Bukit dan membongkar banyak kebenaran yang berlawanan dengan prinsip dunia di sepanjang Alkitab, seperti dihancurkan supaya dijadikan utuh, berduka cita adalah jalan menuju kebahagiaan, dan kekosongan dibutuhkan untuk mengalami kepenuhan sejati. Ketika Anda mulai menjalani prinsip-prinsip yang paradoks dan radikal ini, Anda akan menemukan bagaimana Yesus mulai mentransformasi hidup Anda pada akhirnya. Hanya ketika Anda sampai pada akhir dari ke-AKU-an Anda dan mati terhadap diri sendiri, Anda akan mengalami kehidupan yang utuh, diberkati, dan menerima seluruh kelimpahan hidup yang Yesus janjikan. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Soul Keeping

(Menjaga Jiwa) Merawat Bagian Terpenting dari Hidup Anda John Ortberg Kapan terakhir kali Anda berpikir tentang keadaan jiwa Anda? Kesehatan jiwa Anda bukan hanya soal Anda sudah diselamatkan atau belum. Ini adalah poros yang mana seluruh kehidupan Anda bergantung di sana. Inilah yang menjadi kunci perbedaan antara spiritualitas yang mendalam dan penuh kepuasan dengan iman yang tidak bergairah dan resah. Di zaman materialisme dan konsumerisme yang mencoba untuk membeli berbagai cara menuju kebahagiaan, banyak jiwa yang kelaparan dan tidak sehat, tidak terpuaskan oleh janji-janji palsu dari status dan kekayaan. Kita telah mengabaikan bagian yang kekal dari diri kita, dengan terus berfokus hal-hal yang sementara di dunia ini Penulis buku laris, John Ortberg menyajikan hikmat penting yang akan membantu Anda menemukan jiwa Anda, suatu jalur koneksi paling penting yang terhubung langsung ke Allah, dan menemukan jalan keluar dari spiritualitas yang dangkal menuju kedalaman ilahi yang sejati. Melalui berbagai wawasan menarik dan kisah hidup nyata, John Ortberg menyajikannya dengan praktis dan relevan untuk memberikan pencerahan bagi salah satu topik yang paling misterius dan diabaikan oleh kekristenan masa kini. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.