L iteratur P erkantas J awa T imur
T h e Em ot i ona l l y H e a l t hy L e a de r
(Pemimpi n yan g Seh at s ec ar a E mo s i ) Bagaimana Transformasi Kehidupan Batin Anda Dapat Mengubahkan Gereja, Pekerjaan, dan Dunia Anda secara Mendalam oleh Peter Scazzero Originally published in English under the title The Emotionally Healthy Leader Copyright Š 2015 by Peter Scazzero Published by Zondervan, 3900 Sparks Dr. SE, Grand Rapids, Michigan 49546 All Right Reserved Under International Copyright Law. Alih Bahasa:Tim Literatur Perkantas Jatim Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari perge-rakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org
ISBN: 978-602-1302-30-9 Cetakan Pertama: Juli 2016
Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa ijin dari penerbit.
Untuk Geri Yang telah mengajar saya arti dan implikasi dari kata integritas
SERI
Emotionally Healthy Spirituality (EHS) adalah sebuah paradigma yang memiliki tujuan utama untuk memengaruhi setiap aspek dalam gereja, pelayanan, atau organisasi. Maka satu pertanyaan yang terus muncul dalam pelayanan kami bersama para pemimpin adalah “bagaimana saya membawa spiritualitas yang sehat ke dalam gereja kami – dan bagaimana saya mempertahankannya?� Seri ini adalah sebuah sarana pemuridan bagi para pemimpin yang ingin melatih anggota mereka agar memiliki spiritualitas yang sehat secara emosi. Dua sarana yang secara khusus penting untuk menjadikan gereja memiliki spiritualitas yang sehat secara emosi: Emotionally Healthy Spirituality dan The Emotionally Healthy Leader.
Emotionally Healthy Spirituality (Spiritualitas yang Sehat secara Emosi) Meluncurkan Sebuah Revolusi di Hidup Anda dalam Kristus The Emotionally Healthy Leader (Pemimpin yang Sehat secara Emosi) Bagaimana Transformasi Kehidupan Batin Anda Dapat Mengubahkan Gereja, Pekerjaan, dan Dunia Anda secara Mendalam Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com
DAFTAR ISI g
Pengalaman Saya Menjalani Kepemimpinan yang Tidak Sehat Secara Emosi............................................ B ab S atu ................................................................... Pemimpin yang Tidak Sehat Secara Emosi
7 23
Bag i an 1
Kehidupan Batin B ab D ua .................................................................... Menghadapi Sisi Gelap Anda
53
B ab T iga .................................................................... Memimpin Melalui Pernikahan atau Kelajangan Anda
87
B ab E mpat .................................................................. Memperlambat Tempo Hidup Demi Persekutuan Kasih Bersama Allah
125
B ab L ima ................................................................... Mempraktikkan dan Menikmati Sabat
157
Bag i an 2
Kehidupan Lahiriah B ab E nam .................................................................. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan
197
B ab T ujuh .................................................................. Pembentukan Budaya dan Tim
235
B ab D elapan .............................................................. Kekuasaan dan Batasan-Batasan yang Bijak
265
B ab S embilan .............................................................. Mengakhiri dan Mengawali yang Baru
301
Lampiran 1................................................................. Karakteristik dari Gereja-Gereja yang Telah Diubahkan oleh EHS
339
Lampiran 2................................................................. Lembar Kerja Aturan Hidup
343
Ucapan Terima Kasih.....................................................
344
Catatan-Catatan...........................................................
345
Pengalaman Saya Menjalani Kepemimpinan yang Tidak Sehat Secara Emosi g
S
aya dibesarkan dalam keluarga Amerika-Italia di wilayah pinggiran New Jersey, sekitar satu mil dari gedung-gedung pencakar langit Manhattan. Meskipun kami tinggal hanya beberapa menit jauhnya dari kota yang memiliki penduduk paling beragam di dunia, namun hidup kami sangat ditentukan oleh faktor etnis, sosial, dan rohani. Ketika saya berumur sepuluh tahun, saya masih ingat ayah saya berkomentar bahwa kami adalah orang Katolik Roma yang tinggal di wilayah orang kulit putih Protestan. Saya bingung karena semua teman kami beragama Katolik Roma dan sebagian besar berdarah Italia. Memang ada yang lain dari itu? Ayah saya sangat setia pada gereja, tetapi ibu saya tidak. Ibu saya senang dengan hal-hal berbau gipsi, peramal, pembaca kartu Tarot, dan berbagai macam hal supranatural lainnya yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam keluarga Italianya. Contohnya, ketika kami sakit, hal pertama yang ibu lakukan adalah memanggil “Josie Gendut.” Josie Gendut adalah cenayang yang mengucapkan mantra kepada kami untuk melihat apakah kami memiliki “mata,” suatu tanda tak terlihat yang menunjukkan seseorang telah memberi kutuk jahat pada kami. Setelah itu dia akan memberi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghilangkan “ketidakberuntungan” itu. Saya dan saudara-saudara saya yang lebih tua sejak remaja telah menolak gereja maupun hal-hal supranatural Italia seperti itu. Orangtua saya sangat terpukul ketika saudara laki-laki saya, Anthony, keluar dari kuliah dan bergabung dengan Unification Church, yang didirikan oleh Sun Myung Moon, yang mengaku dirinya Mesias. Pada usia enam belas, saya sudah menjadi orang agnostik, jika pun tidak, saya pasti sudah mengikuti jejak saudara saya itu. Pada saat itu kami berdua tentu tidak tahu bahwa
8 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
pilihan kami tersebut telah menempatkan kami pada perjalanan rohani yang terus berlanjut sampai hari ini. Saudara saya masih aktif dan setia pada Unification Church, dan saya sudah menjalani tidak hanya satu, tetapi beberapa kali perubahan yang mengubah hidup saya. Perjalanan Rohani dengan Empat Perubahan Ketika saya bercerita pada orang bahwa saya telah mengalami empat perubahan, saya memaksudkannya secara harfiah. Faktanya, saya pernah mengalami empat perubahan dramatis, dan setiap perubahan telah mengubah hidup saya ke arah baru yang radikal. Perubahan 1: Dari Agnostisisme Menjadi Pemimpin Kristen yang Bersemangat Seperti banyak teman saya, saya menghabiskan sebagian besar masa remaja saya mencari cinta yang sempurna di tempat-tempat yang salah. Tetapi segalanya berubah saat saya kuliah di tahun kedua, waktu itu teman saya mengundang saya mengikuti sebuah konser di sebuah gereja Pentakosta kecil dekat kampus. Di akhir konser, pemimpin pujian mengundang siapa saja yang mau menerima Kristus untuk mengangkat tangan mereka. Ketika saya menceritakan hal ini, saya sering berkata, “Allah mengangkat tangan saya tanpa seizin saya.� Rasanya memang seperti itu. Ketika panggilan ke mimbar diberikan, saya beranjak dari tempat duduk dan berlari ke depan gereja dengan dua tangan terangkat, memuji Allah. Saya tidak tahu apa bedanya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tetapi saya tahu kalau saya itu buta, tetapi sekarang melihat. Saya juga tahu tanpa keraguan apa pun bahwa Allah telah mengubah saya dan memberi kasih-Nya pada saya. Sembilan bulan setelah itu, saya menjadi ketua dari kelompok mahasiswa Kristen yang berjumlah enam puluh orang, mengajar dan memberikan apa pun yang telah saya pelajari seminggu sebelumnya. Itu terjadi di tahun 1976. Saya sangat bersyukur bisa menerima kasih Yesus, yang telah hidup dan mati bagi saya, sehingga saya merasa harus membagikan berita besar ini kepada siapa pun yang mau mendengarnya, termasuk keluarga saya. Secara khusus ayah saya, kami melakukan banyak percakapan panjang mengenai hal rohani ini. Di akhir minggu, kami duduk di ruang tamu ketika saya berusaha sekali lagi membagikan Kristus, tetapi dia tetap skeptis.
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 9
Dia berkata, “Pete, jika kekristenan dan Yesus yang kamu bicarakan ini benar maka mengapa saya tidak pernah mendengar tentang keharusan adanya “hubungan pribadi” dengan Allah?” Dia terdiam sebentar, dan saya bisa melihat campuran kemarahan dan kesedihan di wajahnya saat dia memandang ke jendela ruang tamu. “Dan mengapa tidak ada orang yang bicara pada saudaramu sebelum dia menghancurkan hidupnya ... sebelum dia menghancurkan keluarga kita?” Dia memandang saya sambil menggerakkan tangannya, “Di mana saja semua orang Kristen yang kamu bicarakan ini? Kenapa di usia saya yang sudah lima puluh enam ini saya sama sekali tidak pernah bertemu dengan mereka?” Saya tidak menjawab meskipun saya tahu jawabannya. Sebagian besar orang Kristen, terutama mereka yang dibesarkan dalam keluarga Injili, dilarang bergaul dalam lingkungan orang Italia-Amerika seperti kami. Meskipun pada akhirnya, ayah saya menyerahkan hidupnya pada Kristus, namun saya tidak pernah melupakan percakapan itu. Percakapan tersebut menyadarkan saya dan saya berusaha menjembatani jurang tersebut, memberitakan Injil kepada setiap orang yang mau mendengarnya. Karir saya dalam melayani sebagai pemimpin terus berlanjut ketika saya bergabung menjadi staf dari InterVarsity Christian Fellowship (Perkantas di Amerika), sebuah pelayanan interdenominasi yang melayani mahasiswa di kampus-kampus. Saya pergi ke Kota New York dan New Jersey, berkhotbah di tempat terbuka dan memobilisasi para mahasiswa untuk memberitakan Kristus kepada teman-teman mereka. Selama tiga tahun menjadi staf, saya menyaksikan banyak yang diubah secara radikal oleh Yesus Kristus. Pada saat yang sama, beban saya untuk melayani di gereja berkembang. Saya penasaran apa yang terjadi jika kekayaan dan vitalitas yang pernah saya lihat dalam pelayanan mahasiswa bisa dialami oleh mereka yang berada dalam jemaat lokal. Seberapa besar kemuliaan Kristus bisa tersebar lebih luas jika seluruh jemaat bisa diubah dan dimobilisasi secara radikal? Maka saya pergi mempersiapkan diri menjadi pemimpin gereja, selama tiga tahun bisa lulus dari seminari di Princeton dan GordonConwell. Selama masa itu, saya menikahi Geri, teman saya selama delapan tahun yang juga pernah melayani purna waktu di InterVarsity. Tidak lama setelah lulus, saya pergi ke Costa Rica selama satu tahun
10 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
untuk belajar bahasa Spanyol. Saya memiliki visi, jika saya kembali ke New York, saya akan memulai sebuah gereja yang bisa menjembatani halangan ras, budaya, ekonomi, dan gender. Ketika kami kembali ke New York, saya melayani selama setahun sebagai pembantu pendeta di gereja imigran Spanyol dan diajar dalam seminari Spanyol. Selama itu, Geri dan saya bukan hanya menyempurnakan bahasa Spanyol kami tetapi terserap ke dalam dunia imigran gelap yang berjumlah 2 juta orang di seluruh dunia. Kami berteman dengan orang-orang yang melarikan diri dari pasukan pembunuh di El Salvador, kartel narkoba di Kolombia, perang sipil di Nikaragua, dan kemiskinan yang mengerikan di Meksiko dan Republik Dominika. Ini adalah persiapan yang kami butuhkan untuk memulai sebuah gereja di wilayah Queens yang multietnik dan dari kelas pekerja, dimana 70 persen dari 2,4 juta penduduknya tidak dilahirkan di situ. Ini juga membentuk pemahaman kami tentang kuasa Injil dan gereja, dan betapa banyak yang bisa diajarkan orang-orang miskin yang tidak diperhatikan ini kepada gereja Amerika Utara yang makmur. Pada bulan September 1987, empat puluh lima orang mengikuti ibadah pujian pertama di New Life Fellowship Church. Kuasa Allah bekerja begitu hebat di masa-masa awal itu, dan tidak lama kemudian jemaat ini bertumbuh menjadi 160 orang. Setelah tiga tahun, kami membentuk jemaat berbahasa Spanyol. Di akhir tahun ke enam, orang yang mengikuti ibadah bahasa Inggris telah mencapai 400 orang, sedangkan ibadah bahasa Spanyol 250 orang. Ini merupakan pengalaman yang menyenangkan dan berguna bagi seorang pendeta muda. Banyak orang datang kepada Kristus. Orangorang miskin dilayani dalam cara yang baru dan kreatif. Kami mengembangkan para pemimpin, memultiplikasi kelompok kecil, memberi makan tunawisma, dan menanam jemaat baru. Tetapi dibalik semua ini, keadaan tidak baik, terutama hidup saya sendiri. Perubahan 2: Dari Kebutaan Emosi Menjadi Sehat Secara Emosi Jiwa saya mengkerut. Kita sepertinya selalu memiliki terlalu banyak hal untuk dilakukan dan terlalu sedikit waktu untuk melakukannya. Meskipun gereja adalah tempat yang menarik, namun tidak ada lagi sukacita dalam melayani sebagai pemimpin, yang tertinggal hanyalah tanggung jawab
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 11
menjalankan tugas yang tak berakhir dan menjenuhkan. Setelah bekerja, saya sudah tidak punya tenaga untuk menjadi orangtua bagi anak perempuan saya atau menikmati kebersamaan dengan Geri. Bahkan, saya diam-diam ingin pensiun – saat itu saya baru di pertengahan usia tiga puluhan! Saya juga mulai mempertanyakan natur dari kepemimpinan Kristen. Apakah saya sudah seharusnya merasa sengsara dan tertekan demi orang lain supaya bisa mengalami sukacita dalam Tuhan? Rasanya memang seperti itu. Saya bergumul dengan rasa iri dan cemburu kepada pendeta-pendeta lain – mereka yang memiliki jemaat dengan jumlah besar, gedung yang bagus, dan situasi yang lebih mudah. Saya tidak ingin menjadi orang yang gila kerja seperti ayah saya atau pendeta-pendeta lain yang saya kenal. Saya ingin memiliki rasa puas di dalam Tuhan, melakukan pelayanan dalam tempo sepertiYesus. Pertanyaannya adalah Bagiamana Caranya? Keretakan mulai terasa pada tahun 1994 ketika jemaat berbahasa Spanyol kami mengalami perpecahan. Saya tidak akan bisa melupakan keterkejutan yang saya rasakan ketika saya mengikuti ibadah bahasa Spanyol dan menemukan dua ratus orang tidak hadir, yang tertinggal hanya lima puluh orang. Semuanya sudah pergi memulai jemaat yang baru. Orang-orang yang saya bimbing kepada Kristus, saya muridkan, dan gembalakan selama bertahun-tahun telah pergi tanpa banyak bicara. Ketika perpecahan terjadi, saya menanggung semua kesalahan yang menyebabkan semua ini. Saya berusaha mengikuti teladan Yesus untuk tetap diam ketika dituduh, seperti domba yang menuju ke pembantaian (Yes. 53:7). Saya berulang kali berpikir, Terima saja, Pete.Yesus juga seperti ini. Tetapi saya juga dipenuhi dengan emosi yang bertentangan dan tidak puas. Saya merasa sangat dilukai dan marah pada pendeta pembantu yang mendorong perpecahan ini. Seperti pemazmur, saya dihancurkan oleh pengkhianatan seseorang “yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku” (Mzm. 55:14). Saya dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian, semua perasaan ini tidak bisa saya hilangkan sekuat apa pun saya berusaha untuk melupakan atau mengampuni. Ketika saya sendirian di mobil, kata-kata kutukan keluar dari mulut saya hampir secara otomatis: “Dia @#&%!” Saya sekarang menjadi “pendeta tukang kutuk.” Saya tidak punya jawaban atas apa yang saya alami. Saya juga tidak punya jawaban Alkitab untuk kesedihan dan duka ini. Para pendeta Kristen yang baik
12 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
harusnya mengasihi dan mengampuni orang. Tetapi saya tidak. Ketika saya membagikan rasa sakit saya kepada sesama pendeta lainnya, mereka khawatir saya sedang masuk ke situasi tanpa jalan keluar. Saya tahu kalau saya sedang marah dan terluka, tetapi di dalam hati, saya tetap tidak menyadari perasaan-perasaan saya dan apa yang sedang terjadi pada kehidupan batin saya. Masalah terbesar saya sekarang bukan lagi akibat dari perpecahan itu, tetapi fakta bahwa rasa sakit saya ini terwujud dalam rupa yang merusak dan saya tidak bisa mengendalikannya. Saya dengan marah mengkritik pendeta pembantu yang keluar. Saya katakan pada Geri, saya tidak yakin mau jadi orang Kristen lagi, apalagi pendeta dari sebuah gereja! Nasihat paling membantu yang saya terima adalah rujukan kepada seorang konselor Kristen. Geri dan saya membuat janji pertemuan dan pergi ke sana, tetapi saya merasa dipermalukan, seperti anak kecil berjalan menuju kantor kepala sekolah. Dalam sesi kami, saya menyalahkan permasalahan saya pada segala sesuatu yang bisa saya pikir – kerumitan hidup dan pelayanan di Queens, tuntutan yang tiada akhir dari penanaman jemaat, Geri, ke empat anak kecil kami, pertempuran rohani, pemimpin lainnya, kurangnya doa. Saya belum sadar bahwa semua masalah saya mungkin berakar dari diri saya sendiri. Luar biasanya saya masih bisa melanjutkan kehidupan dan pelayanan saya selama satu tahun lagi sebelum akhirnya hancur berantakan. Pada 2 Januari 1996, Geri berkata dia mau keluar dari gereja kami.1 Ini menjadi akhir dari ilusi saya bahwa saya sama sekali tidak bersalah dalam kekacauan yang terjadi di hidup saya. Saya memberitahu para penatua gereja tentang keputusan Geri dan mengakui ketidakpastian saya tentang apa yang seharusnya terjadi berikutnya. Para penatua mengusulkan agar Geri dan saya mengikuti retret intensif satu minggu untuk melihat apakah kami bisa menyelesaikan hal ini. Kami kemudian mengemasi tas kami dan menghabiskan lima hari penuh bersama dua konselor di pusat konseling terdekat. Tujuan saya selama minggu itu adalah menemukan cara tercepat membereskan Geri dan mengakhiri penderitaan kami sehingga kami bisa kembali ke kesibukan hidup dan pelayanan kami. Namun saya tidak mengira yang kami temukan adalah perjumpaan yang mengubahkan hidup bersama Allah. Ini adalah perubahan kedua saya, dan sama seperti yang pertama, saya mengalami pengalaman ketika mengetahui bahwa saya dulunya
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 13
buta tetapi kemudian bisa melihat. Allah membuka mata saya untuk menyadarkan saya bahwa saya berarti karena saya adalah manusia bukan karena pekerjaan yang saya lakukan. Ini membuat saya bisa merasakan semua perasaan yang menyiksa saya seperti kemarahan dan kesedihan. Saya disadarkan akan pengaruh yang menentukan dari keluarga asal saya terhadap kehidupan, keluarga, dan kepemimpinan saya. Meskipun awalnya saya merasa kaget dengan semua ini, namun kesadaran ini membuat saya menemukan kebebasan yang baru. Saya berhenti berpura-pura jadi orang lain dan mengambil langkah pertama untuk nyaman menjadi Pete Scazzero, yang memiliki kekuatan, hasrat dan kelemahan yang unik. Geri dan saya juga menemukan pentingnya kasih sebagai ukuran bagi kedewasaan dan memprioritaskan ulang jadwal kami dengan menempatkan pernikahan kami lebih dulu daripada pelayanan.2 Perubahan kedua ini juga memperkenalkan saya kepada kenyataan menyakitkan yang tidak bisa lagi saya sangkal. Saya sebenarnya secara emosi masih bayi tetapi sedang berusaha membesarkan iman saya yang tua.Ada banyak bagian dalam hidup saya yang belum terjamah olehYesus Kristus. Contohnya, saya bahkan belum tahu bagaimana bisa hadir secara nyata atau betul-betul mendengarkan seseorang. Ketika saya menjadi pendeta senior di sebuah gereja yang besar dan bertumbuh, yang pernah dilatih di dua seminari terkenal, mengikuti pertemuan kepemimpinan yang terbaik, dan pengikut setia Kristus selama tujuh belas tahun, secara emosi dan rohani saya ternyata mengalami kemandekan. Selama hampir dua dekade, saya telah mengabaikan faktor emosi dalam pertumbuhan rohani dan relasi saya dengan Allah. Tidak peduli berapa banyak buku yang telah saya baca atau seberapa banyak saya memberi waktu untuk berdoa, saya akan terus berada dalam lingkaran penderitaan dan ketidakdewasaan kecuali saya mengizinkanYesus Kristus mengubah setiap aspek hidup saya yang ada di balik semua ini. Saya menemukan bahwa hidup saya sangat mirip dengan puncak gunung es – saya hanya melihat sebagian dari gunung itu tetapi tidak mengetahui apa yang tersembunyi di balik permukaan air. Dan bagian yang tersembunyi inilah yang telah menghancurkan keluarga dan kepemimpinan saya. Setelah saya mengerti bahwa bagian yang ada di balik permukaan hidup saya ini belum diubah olehYesus, saya menemukan hubungan tak terpisahkan antara kesehatan emosi dan kedewasaan rohani – yaitu,
14 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
kita tidak mungkin dewasa secara rohani ketika kita secara emosi masih anak-anak. Di dalam bulan dan tahun selanjutnya, Geri dan saya mengalami banyak perubahan dalam menjalani hidup dan pelayanan. Kami memulainya dengan hanya bekerja selama lima hari per minggu, bukan enam setengah hari per minggu. Memimpin melalui kelemahan dan sisi gelap kami menjadi nilai inti. Mengasihi dengan benar sekarang menjadi tugas penting dari semua pekerjaan kami bagi Allah. Kami melambatkan tempo pelayanan kami di New Life. Saat menjelajahi bagian bawah gunung es kami, kami mengundang para pemimpin di gereja kami untuk bergabung bersama kami. Hasilnya adalah suatu revolusi yang menentukan – dalam perjalanan saya bersama Kristus, keluarga dan kepemimpinan saya.3 New Life Fellowship Church mengalami pertumbuhan. Perubahan 3: Dari Aktivitas yang Sangat Sibuk Menjadi Spiritualitas yang Tidak Tergesa-gesa Ketika saya jadi Kristen, saya jatuh cinta pada Yesus. Saya senang memiliki waktu teduh bersama Dia sambil membaca Alkitab dan berdoa. Namun, tidak lama kemudian, aktifitas hidup saya (“melakukan” bagi Yesus) mulai menggantikan sisi kontemplasi dari hidup saya (“bersama” dengan Yesus). Sejak awal saya tahu tentang pentingnya devosi harian untuk memupuk relasi saya bersama Kristus, tetapi terutama sejak saya menduduki posisi kepemimpinan dalam pelayanan, waktu teduh setiap hari tidaklah cukup. Tidak butuh waktu banyak sebelum akhirnya aktifitas saya bagi Allah melebihi kehidupan saya bersama Allah yang seharusnya menjadi penopang utama. Perubahan ketiga saya terjadi di tahun 2003-2004 ketika Geri dan saya mengambil waktu sabatikal empat bulan. Saya suka membaca tentang gerakan biara sejak belajar di seminari, dan sekarang kami punya waktu dan tempat untuk betul-betul mempelajarinya. Kami mengunjungi sejumlah biara (Protestan, Ortodoks Timur, dan Katolik Roma) dan mengikuti ritme solitude, berdiam, bermeditasi Alkitab, dan berdoa. Pada waktu sabatikal selesai, Geri dan saya sudah melakukan penyesuaian radikal untuk memperlambat tempo hidup kami. Memberi waktu untuk berdiam dalam keheningan, mendoakan Ibadah Harian, dan mempraktikkan Sabat mingguan telah menjadi inti dari disiplin rohani kami. Kami mengalami sukacita dan kebebasan yang besar dalam
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 15
perjalanan kami bersama Kristus dan dalam pernikahan kami sehingga kami berpikir mungkin Allah sedang memanggil kami untuk meninggalkan ketegangan New York dan pergi ke tempat yang lebih tenang. Tetapi kemudian menjadi jelas bahwa semua disiplin ini sebenarnya merupakan praktik-praktik dasar yang kami butuhkan untuk bisa bertahan di Queens dan terus memimpin jemaat. Saat kami mulai mengajarkan tentang spiritualitas kontemplatif (yang saya definisikan sebagai melambatkan tempo agar bisa bersama Yesus), mengintegrasikannya dengan apa yang telah kami ajarkan sebelumnya tentang kesehatan emosi, ada kuasa dan hidup luar biasa yang dirasakan dalam seluruh jemaat kami. Di setiap pelayanan – dari kelompok kecil sampai ibadah Minggu dan pembinaan – banyak orang mengalami kebangunan radikal dalam hidup mereka bersama Kristus. Dan saya mengalami kebangunan yang sama dalam kepemimpinan saya. Saya berhenti berdoa untuk meminta Allah memberkati tujuantujuan saya dan mulai berdoa agar kehendak-Nya yang jadi. Saya belajar menantikan Tuhan demi Tuhan itu sendiri – bukan demi mendapat berkat. Saya mengurangi pekerjaan, membiarkan Tuhan yang bekerja. Saya memegang pandangan yang lebih seimbang tentang Allah sebagai Allah yang imanen maupun transenden, dan saya mengakui dan menegaskan karya-Nya melalui maupun di luar diri kita. Saya mulai mengukur keberhasilan pelayanan dengan kualitas dari hidup orang yang telah diubahkan bukan hanya dari jumlah kehadiran dan persembahan. Dampaknya begitu luar biasa sehingga saya terdorong untuk menulis apa yang telah Allah perbuat di tengah-tengah kami. Hasilnya adalah diterbitkannya buku Emotionally Healthy Spirituality (EHS) pada tahun 2006. Jemaat semakin berkembang. Banyak hidup diubahkan. Saya merasa lebih kuat secara pribadi maupun profesional.Tetapi ada satu bagian dari gunung es saya yang belum ditaklukan, yaitu kepemimpinan itu sendiri. Perubahan 4: Dari Kepemimpinan yang Dangkal Menuju Kepemimpinan yang Berintegritas Ketika New Life sedang berkembang di banyak lapisan, tetapi ada jurang yang cukup besar antara apa yang telah saya pelajari tentang kesehatan emosi dan spiritualitas dengan peran kepemimpinan saya sebagai
16 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
pendeta senior. Khususnya, walaupun saya sudah menerapkan semua prinsip Emotionally Healthy Spirituality (EHS) dalam kehidupan pribadi saya, keluarga saya, kelompok kecil kami dan semua usaha pemuridan dalam gereja, saya tidak menerapkan prinsip yang sama ke dalam peran saya sebagai pemimpin. Saya sadar akan perlunya memasukkan EHS lebih dalam ke dalam organisasi, tetapi saya tidak tahu caranya. Saat saya membaca banyak buku dan mengikuti banyak seminar, saya menjadi sadar bahwa tingkat pengintegrasian seperti ini masih jarang dilakukan oleh orang lain. Apalagi oleh saya – selama bertahun-tahun. Saya menghindar dalam membuat keputusan pribadi berkaitan dengan staf dan sukarelawan penting, menulis penjabaran kerja yang tepat, menyediakan waktu untuk perencanaan pertemuan, atau mengikuti dengan saksama setiap detail proyek. Ketika saya melakukan semua itu, dan itu sangat jarang, saya melakukannya dengan terpaksa. Saya tahu ada banyak hal yang memang perlu dilakukan, tetapi saya mau orang lain saja yang melakukannya. Karena saya merasa tertimbun dengan begitu banyak hal yang harus dilakukan dan diikuti (khotbah, keputusan pastoral, pelatihan kepemimpinan, krisis di antara staf dan jemaat), maka saya melewatkan beberapa tanggung jawab yang lebih penting dalam kepemimpinan. • Saya menghindari semua pertemuan yang saya tahu akan sulit dan penuh ketegangan. • Saya menghaluskan kebenaran ketika kejujuran yang terang-terangan terlalu tidak menyenangkan. • Saya menghindar dalam memberi penilaian kinerja ketika seseorang melakukan pekerjaannya dengan buruk. • Saya tidak mengajukan pertanyaan yang sulit atau berbicara ketika sesuatu yang jelas-jelas salah terjadi. • Saya mengikuti pertemuan-pertemuan penting tanpa memberi waktu untuk mengingat tujuan dan sasaran saya, atau berpikir dan berdoa sebelum memutuskan. • Saya tidak memberi cukup waktu untuk menjalankan komitmen yang saya buat, ini artinya saya berlaku terlalu longgar sehingga menyulitkan para staf untuk melakukan pekerjaan terbaik mereka. • Saya sulit mengambil waktu teduh dan berdiam bersama Yesus sepanjang masa perencanaan dan pertemuan yang padat.
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 17
• Mungkin yang paling buruk dari semua ini, saya terus menerus mengabaikan tanda-tanda yang tidak baik yang menunjukkan bahwa hidup dan pelayanan saya mungkin tidak sebaik yang saya harapkan atau bayangkan. Semua perilaku di atas semakin mengemuka di tahun 2007 ketika beberapa peristiwa sulit terjadi dan menghancurkan dalih saya selama dua puluh tahun kepemimpinan. Diantaranya, saya harus mengakui bahwa gereja ini sendiri mengalami kebuntuan. Meskipun kami bertumbuh dalam jumlah dan menerapkan kesehatan emosi dan spiritualitas kontemplatif dalam kehidupan jemaat, fungsi kepemimpinan dalam gereja umumnya masih berjalan seperti yang lama. Dan sekarang sudah jelas bahwa penanggulangan kegagalan ini harus dimulai dari saya. Meskipun demikian, saya mau orang lain yang melakukan dan menyelesaikannya. Jangan saya yang melakukan pekerjaan kasar seperti menerima orang baru, memecat, mengarahkan ulang, dan memimpin jemaat melalui berbagai perubahan menyakitkan yang harus dilakukan. Biarkan saya hanya berfokus pada hal-hal yang menyenangkan seperti berkhotbah dan mengajar. Tetapi dengan memilih untuk mengabaikan masalah-masalah sulit dalam kepemimpinan ini, integritas saya dan gereja kami dipertaruhkan. Saya akhirnya mengakui kebenaran ini: penghalang terbesar bagi New Life Fellowship Church menjadi seperti yang Allah inginkan adalah saya. Sekali lagi, saya harus perlu betul-betul memerhatikan apa yang ada di balik kehidupan lahiriah saya – kali ini kesulitan dan kegagalan yang tersembunyi terkait dengan peran saya sebagai pemimpin. Saat saya mulai mempertimbangkan semua perubahan yang perlu saya buat, saya menyadari bahwa menerapkan prinsip spiritualitas yang sehat secara emosi kepada tugas kepemimpinan dan membangun budaya organisasi yang sehat akan jauh lebih rumit daripada yang saya bayangkan. Ini menjadi proses yang membawa pada penjelajahan yang menegangkan dan berkelanjutan akan kehidupan batin saya dan pada akhirnya pada perubahan ke empat. Kebijaksanaan umum dalam praktik kepemimpinan adalah mendelegasikan yang kurang bisa kita lakukan dengan baik kepada mereka yang memiliki keahlian yang kuat dalam bidang tersebut. Tapi saya sadar bahwa bukan ini yang saya butuhkan. Sebaliknya, saya justru men-
18 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
jadikan bidang terlemah dalam kepemimpinan saya sebagai fokus utama pekerjaan saya, dengan secara resmi memasukkan tanggung jawab kepemimpinan tersebut menjadi pekerjaan saya. Gila bukan? Tetapi saya bertekad mempelajari cara melakukan peran ini, setidaknya untuk suatu jangka waktu tertentu. Saya membatalkan tugas sebagai pembicara di luar New Life, membentuk tim pengajar, menolak kontrak menulis buku, dan melakukan serangkaian konseling intensif untuk mencari tahu halangan yang ada di balik gunung es saya – segala sesuatu yang menghalangi saya menjadi pemimpin yang sehat dan efektif. Selama dua tahun berikutnya, saya belajar beberapa keahlian penting, sebagian besar tidak didapat dengan mudah. Dalam prosesnya, saya melakukan kesalahan yang melukai orang lain. Pada saat yang sama, saya juga mendapat keberanian yang lebih besar dan kemauan untuk terlibat dalam percakapan yang sulit, mengikuti semua komitmen saya, dan mengumpulkan data dan fakta sebelum mengambil keputusan penting. Saya belajar bahwa disalahmengerti dan beberapa orang meninggalkan gereja akibat keputusan saya tidak lebih penting dari kehilangan integritas saya. Dan meskipun itu sering kali sangat menyakitkan, saya belajar bukan hanya mengakui kebenaran tetapi mencari kebenaran dengan tidak peduli apa yang nantinya akan terjadi pada saya. Saya dulu bukan dan sekarang pun bukan merupakan pemimpin yang berbakat. Namun dengan memberi waktu melakukan peran itu, Allah mau menyatakan semua masalah yang ada dalam karakter saya yang perlu diubah agar jemaat bisa maju. Terutama sekali melalui wadah kepemimpinan itulah Allah membuka semua kesalahan dalam diri saya dan mengajar saya untuk mengintegrasikan perubahan di dalam diri dengan semua tugas dan tanggung jawab kepemimpinan. Anda Akan Ditantang Buku ini muncul dari pergumulan dan pertumbuhan yang saya alami sepanjang perubahan ke empat saya di tahun 2007. Saya rajin menulis jurnal sepanjang 8 tahun terakhir, menuliskan semua pertanyaan saya, pergumulan batin saya bersama Allah, kesalahan dan beberapa keberhasilan. Meskipun demikian saya masih enggan menulis buku ini. Saya sangat menyadari bahwa saya adalah seorang yang sangat kurang dalam perjalanan ini. Saya menulis dengan jujur semua pelajaran berat yang saya dapatkan dari semua kegagalan saya. Saya berharap bahwa saya bisa
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 19
mengetahui semua yang ada dalam buku ini ketika saya berumur dua puluh, tiga puluh atau empat puluh tahun. Setiap halaman dalam buku ini dituliskan khusus bagi Anda, para pemimpin Kristen. Ketika saya menulis, saya sering membayangkan diri saya duduk berseberangan dengan Anda sambil minum kopi, meminta Anda menceritakan pada saya semua harapan, pergumulan, dan tantangan Anda sebagai pemimpin. Melihat semua percakapan saya dengan banyak pendeta dan pemimpin yang pernah saya latih, mentor, dan konseling selama bertahun-tahun, saya bisa membayangkan Anda mengatakan hal-hal seperti ini: Saya ingin menjadi pemimpin yang lebih baik. Saya terbuka dan ingin belajar, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana. Saya tahu ada sesuatu yang salah. Saya merasa tinggal menunggu waktunya sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Saya tidak bisa terus seperti ini. Saya mengalami kebuntuan dan butuh bantuan untuk mengerti apa yang salah sehingga saya bisa kembali berdiri dan memimpin secara berbeda. Saya terjebak dalam suatu lingkungan yang tidak bisa saya ubah. Saya seorang pemimpin tingkat menengah yang berada dalam situasi yang negatif dan saya merasa tidak berdaya untuk mengubahnya. Saya melakukan hal terbaik yang saya bisa, tetapi saya tidak melihat adanya dampak. Saya menjalankan program tetapi tidak mengubah hidup. Saya merasa stagnan dan tidak bertumbuh. Saya tertimbun oleh pekerjaan sehingga tidak bisa menikmati hidup bersama Allah, diri sendiri, dan orang lain. Saya melewatkan sukacita hidup karena tuntutan yang menghancurkan dari kepemimpinan. Apakah Anda juga memiliki pernyataan seperti di atas? Jika benar, maka Anda adalah calon yang baik untuk melangkah lebih lanjut dalam pertumbuhan dan perubahan sebagai pemimpin. Saat Anda membaca halaman-halaman selanjutnya, saya harap Anda disadarkan oleh kebenaran yang Anda temukan tentang diri dan kepemimpinan Anda, tetapi saya tidak ingin Anda putus asa melihat kemungkinan masa depan Anda. Saya adalah contoh hidup dari kemungkinan mengubah cara berpikir lama tentang kepemimpinan Kristen dan membuka ruang bagi yang baru. Saya ingin Anda bisa membuka pikiran Anda secara teolo-
20 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
gis, emosi, dan rohani ketika Anda menemukan pengertian-pengertian baru dari Alkitab bagi hidup dan kepemimpinan Anda. Jika Anda serius dengan buku ini, maka Anda akan dituntut banyak – kerja keras, daya tahan, kerapuhan, kerendahanhati, dan kemauan untuk berubah. Dan yang pasti, Anda akan ditantang. Tetapi saya berdoa agar tantangan itu akan diiringi oleh penglihatan yang menarik tentang bagaimana segala sesuatu bisa berbeda jika Anda mengambil pilihan-pilihan berani yang mengizinkan Allah mengubah Anda dan kepemimpinan Anda. Saya harap tidak lama lagi Anda akan mulai berpikir seperti ini: Wow, saya bisa memimpin jauh lebih baik dari yang saya bayangkan. Saya merasa seperti melewati pintu menuju sebuah dunia baru dan tidak ingin kembali lagi. Memang sulit mengakui kegagalan dari cara saya yang lalu, tetapi saya sudah memiliki harapan yang baru untuk memimpin kembali. Saya akhirnya merasa bahwa saya sedang bertumbuh. Saya sedang mengarah ke suatu tujuan dan tidak bisa kembali ke cara saya memimpin dan hidup sebelumnya. Semangat saya untuk melayani sebagai pemimpin sudah terbakar kembali! Melalui membagikan kisah saya dan semua pelajaran sulit yang telah saya pelajari selama ini, saya berharap bisa memberi Anda sudut pandang pribadi dan unik dari seorang pendeta yang sudah lama terlibat secara mendalam di gereja lokal selama lebih dari dua puluh delapan tahun. Selama dua puluh enam tahun, saya melayani sebagai pendeta senior; dua tahun terakhir, saya menjadi pendeta pengajar dan gembala sidang. Gereja kami di Queens, New York, mewakili kelas menengah ke bawah, populasi yang lebih miskin dari orang-orang yang berada di 73 negara di seluruh dunia. Dari segi apa pun ini bukan situasi yang menyenangkan, tetapi merupakan situasi yang kaya dan subur bagi pertumbuhan dan perubahan, baik secara pribadi maupun dalam kepemimpinan saya. Buku ini ditulis karena keinginan kuat saya untuk melihat gerejagereja bisa setia dan berbuah dalam misinya dalam jangka waktu yang lama. Namun, jika ingin mengubah dunia dengan kabar baikYesus, kita harus memulai perjalanan pribadi kita, perjalanan yang akan memba-
PENGALAMAN SAYA MENJALANI KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 21
wa kita melalui perubahan batin, perubahan di balik permukaan hidup kita. Di halaman selanjutnya saya menawarkan semacam peta bagi perjalanan ini, lengkap dengan ide dan praktik yang spesifik untuk membantu Anda mengerti langkah Allah selanjutnya bagi Anda. Ini bukan hanya peta perjalanan bagi para pendeta, tetapi bagi setiap pemimpin Kristen. Apakah Anda seorang pendeta senior, gembala gereja, staf gereja, penatua, pemimpin pelayanan, atau kelompok kecil, staf parachurch, misionaris, atau pemimpin bisnis, saya berdoa agar Anda bisa menemukan dalam buku ini banyak kebenaran dan bimbingan yang bukan hanya membantu Anda menjadi lebih efektif dalam menjalankan peran Anda tetapi juga diubahkan secara pribadi. Bagaimana Membaca Buku Ini Semua bab dalam buku ini dikumpulkan menjadi dua bagian, bagian pertama difokuskan pada kehidupan batin, dan bagian kedua difokuskan pada kehidupan lahiriah. Pada bagian pertama, kita akan melihat empat tugas inti dari kehidupan batin yang harus dijalani seorang pemimpin: menghadapi sisi gelap Anda, memimpin melalui pernikahan atau kelajangan Anda, melambatkan tempo hidup demi persekutuan kasih bersama Allah, dan mempraktikkan serta menikmati Sabat. Jika kita ingin membangun pelayanan dan organisasi yang kuat, semua praktik dan nilai ini harus memperlengkapi kerohanian kita. Pada bagian kedua, kita akan membangun di atas dasar kehidupan batin yang sehat secara emosi dengan melihat empat tugas inti kehidupan lahiriah yang secara rutin kita hadapi selama memimpin. Ini mencakup perencanaan dan pengambilan keputusan, pembentukan budaya dan tim, penetapan batasan-batasan yang bijak dan berkuasa, mengakhiri dan mengawali yang baru. Buku ini tidak boleh dibaca secara cepat. Buku ini ditulis agar dibaca dengan teliti dan didoakan. Saya meminta Anda untuk menyiapkan jurnal atau secarik kertas di samping Anda, menuliskan semua pertanyaan yang ada ketika Allah berbicara kepada Anda. Jika Anda ingin memaksimalkan dampak dari yang Anda baca, saya mendorong Anda untuk meminta setidaknya satu orang lain – idealnya seluruh tim Anda – untuk membaca dan bergumul bersama Anda. Saya berharap agar buku ini bisa memberi Anda jalan keluar menuju cara baru melihat diri Anda dan cara baru yang radikal dalam me-
22 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
mimpin. Sama seperti Abraham dipanggil, saya percaya setiap kita dipanggil untuk meninggalkan kampung halaman kita dan mengikuti panggilan Allah ke wilayah baru yang asing – yang penuh dengan janji. Saya berdoa agar Anda bisa berjumpa dengan Allah dalam cara yang baru dan segar saat Anda membaca halaman demi halaman buku ini, menemukan, seperti Abraham, bahwa Allah sudah lebih dahulu berjalan di depan Anda, mempersiapkan kekayaan dan pernyataan yang bukan hanya mengubah Anda tetapi juga orang-orang yang Anda pimpin.
B A B S ATU
Pemimpin yang Tidak Sehat Secara Emosi g
A
pa yang pertama kali muncul ketika Anda berpikir tentang seorang pemimpin yang tidak sehat secara emosi? Atau, pertanyaan yang lebih baiknya, Siapa yang muncul dalam pikiran Anda? Apakah pimpinan Anda, anggota staf, rekan kerja? Atau mungkin Anda sendiri? Bagaimana Anda menggambarkan orang ini? Apakah orang ini suka marah, mengendalikan, agresif? Atau mungkin seseorang yang suka menghindar, tidak apa adanya, pasif? Meskipun kepemimpinan yang tidak sehat secara emosi mengekspresikan dirinya seperti itu dan banyak ekspresi lainnya, namun definisi dasar dari pemimpin yang tidak sehat secara emosi mungkin lebih sederhana dan lebih kompleks dari yang Anda kira: Pemimpin yang tidak sehat secara emosi adalah seseorang yang bertindak dalam suatu kondisi yang defisit secara emosi dan rohani secara terus-menerus, kekurangan kedewasaan emosi, dan “kehidupan bersama Allah� mereka tidak mampu untuk bisa menopang “pekerjaan bagi Allah� yang dilakukan. Ketika kita bicara mengenai para pemimpin Kristen yang tidak sehat secara emosi, kita sedang merujuk pada defisit emosi dan rohani yang memengaruhi setiap aspek hidup mereka. Defisit emosi terwujud secara khusus melalui kepekaan yang sangat kurang. Contohnya, para pemimpin yang tidak sehat kurang peka terhadap perasaan mereka, kelemahan dan keterbatasan mereka, bagaimana masa lalu mereka memengaruhi masa kini mereka, dan bagaimana orang lain mengalami
24 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
semua itu. Mereka juga kekurangan kapasitas dan keahlian untuk bisa mengerti secara mendalam perasaan dan sudut pandang orang lain. Mereka membawa semua ketidakdewasaan ini ke dalam tim mereka dan segala sesuatu yang mereka lakukan. Defisit rohani umumnya muncul dalam bentuk terlalu banyak melakukan aktivitas. Para pemimpin yang tidak sehat melibatkan diri ke dalam banyak aktivitas sehingga tidak bisa lagi ditanggung oleh fisik, spiritualitas, dan emosi mereka. Mereka memberi bagi Allah lebih dari yang mereka terima dari Dia. Mereka melayani orang lain untuk membagikan sukacita Kristus, tetapi sukacita tersebut tidak lagi mereka rasakan. Tuntutan dan tekanan kepemimpinan menjadikan mereka tidak mungkin memiliki ritme hidup yang konsisten dan bertahan. Jika mereka mau jujur, mereka mengakui bahwa cawan mereka memang kosong, jika ada pun, setengah terisi, jarang sekali melimpah dengan sukacita ilahi dan kasih, seperti yang mereka beritakan kepada orang lain. Hasilnya, para pemimpin yang tidak sehat secara emosi hanya sekadar melayani ketika membangun pelayanan mereka. Bukannya mengikuti teladan rasul Paulus dalam membangun dari materi yang bertahan lama – seperti emas, perak, dan batu yang mahal (1 Kor. 3:10-15) – mereka sudah puas dengan kayu, jerami, dan lumpur. Mereka membangun dengan materi yang berkualitas rendah yang tidak bertahan dalam satu generasi, apalagi pada saat menghadapi api di penghakiman terakhir. Dalam prosesnya, mereka mengaburkan keindahan Kristus yang ingin mereka perlihatkan pada dunia. Tidak ada pemimpin yang berniat baik yang mau memimpin seperti ini, tetapi ini sering terjadi sepanjang waktu. Di bawah ini ada beberapa contoh kehidupan sehari-hari para pemimpin yang mungkin Anda ketahui. Sara adalah seorang pendeta muda yang sudah terlalu sibuk dan butuh bantuan, tetapi dia selalu menemukan alasan untuk tidak membentuk tim pelayan yang dewasa, yang bisa membantu dia dan memperluas pelayanannya. Ini terjadi bukan karena dia kekurangan karunia kepemimpinan, tetapi karena dia bersikap defensif dan mudah tersinggung ketika orang lain tidak sependapat dengan dia. Kelompok pelayanan pemuda ini stagnan dan pelan-pelan menurun. Joseph adalah seorang pemimpin pujian yang dinamis. Namun dia selalu kehilangan sukarelawan penting karena suka terlambat dan terlalu
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 25
spontan. Dia tidak menyadari kalau “gaya� dia ini membuat orang menjauh, terutama yang memiliki temperamen berbeda dari dia. Karena dia menganggap dia sedang bersikap “otentik� dan menjadi diri sendiri, maka dia tidak mau berubah atau mengambil gaya dan temperamen yang lain. Kualitas musik dan efektifitas memimpin orang ke hadirat Yesus di ibadah akhir minggu mulai berkurang karena para pelayan yang memiliki karunia bermusik membuat rencana keluar dari tim ibadah. Jake adalah seorang pemimpin dari bidang pelayanan kelompok kecil di gerejanya. Dibawah kepemimpinannya, pelayanan tersebut mulai berkembang – empat kelompok baru bisa terbentuk dalam tiga bulan terakhir! Dua puluh lima orang, yang sebelumnya tidak saling kenal, sekarang bisa bertemu bersama setiap minggu untuk berbagi hidup saat mereka bertumbuh bersama dalam Kristus. Namun dibalik semangat ini, mulai muncul masalah. Pemimpin kelompok dari kelompok yang paling cepat bertumbuh adalah anggota baru gereja dan sepertinya sedang membawa kelompoknya ke arah yang berbeda dengan gereja itu. Jake khawatir, tetapi dia menghindar untuk bicara dengan orang itu, takut percakapannya berakhir tidak baik. Seorang pemimpin kelompok kecil lainnya pernah bilang sambil lalu bahwa keluarganya sedang tidak baik. Dan di kelompok lain, seorang anggota kelompok yang bermasalah mengambil waktu bicara terlalu banyak, dan kelompoknya kehilangan anggota dengan cepat. Pemimpin kelompok ini meminta bantuan Jake, tetapi dia berusaha menghindar, tidak mau ikut campur. Meskipun sangat dicintai oleh banyak orang, Jake adalah orang yang suka menghindari masalah. Dia dalam hatinya berharap semua masalah bisa terselesaikan sendiri tanpa melibatkan dirinya. Selama enam bulan berikutnya, tiga dari empat kelompok kecil yang baru terbentuk harus ditutup. Contohnya bisa sangat banyak, tetapi saya rasa Anda bisa menangkap maksudnya. Ketika kita memberi diri kita untuk menjangkau dunia bagi Kristus tetapi mengabaikan kesehatan emosi dan spiritualitas kita, maka kepemimpinan kita pasti bermasalah. Paling buruk, kita jadi abai, melukai orang lain, dan tidak peka akan keinginan Allah untuk memperluas kerajaan-Nya melalui kita. Memimpin itu sulit. Memimpin melibatkan penderitaan. Tetapi ada perbedaan besar antara menderita bagi Injil seperti yang Paulus jelaskan (2 Tim. 2:8) dan penderitaan yang tidak perlu akibat ketidakmauan kita untuk secara jujur menjalankan semua tugas kepemimpinan yang sulit dan menantang.
26 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
Empat Karakteristik dari Pemimpin yang Tidak Sehat Secara Emosi Semua defisit dari para pemimpin yang tidak sehat secara emosi memengaruhi semua bidang kehidupan dan kepemimpinan mereka. Namun, kerusakan yang sangat terlihat ada pada empat karakteristik ini: rendahnya kepekaan diri, lebih mementingkan pelayanan daripada pernikahan/ kelajangannya, aktivitas yang berlebihan bagi Allah, dan gagal mempraktikkan ritme Sabat. Mereka Memiliki Kepekaan Diri yang Rendah Para pemimpin yang tidak sehat secara emosi cenderung tidak peka terhadap apa yang sedang terjadi di dalam diri mereka. Meskipun mereka bisa mengetahui ada emosi yang kuat seperti kemarahan, mereka gagal memprosesnya atau mengekspresikannya secara terbuka dan tepat. Mereka mengabaikan pesan-pesan yang diberikan tubuh mereka terkait dengan emosi – kelelahan, sakit karena stres, berat bertambah, sakit maag, sakit kepala, atau depresi. Mereka menghindar dari memikirkan ketakutan, kesedihan, atau kemarahan mereka. Mereka gagal melihat bahwa Allah mungkin saja sedang berusaha berkomunikasi dengan mereka melalui emosi-emosi yang “sulit� ini. Mereka sulit memberi alasan mengapa emosi mereka bisa seperti ini, reaksi mereka yang berlebihan saat ini berakar dari pengalaman sulit mereka di masa lalu. Meskipun para pemimpin ini bisa terbantu dengan informasi tentang kepemimpinan dan diri dari Myers-Briggs Type Indicator, StrengthsFinder, atau profile DiSC, namun mereka tetapi tidak sadar bagaimana masalah-masalah yang berasal dari keluarga asal mereka bisa memengaruhi siapa mereka hari ini. Kurangnya kepekaan emosi seperti ini juga mencakup relasi pribadi dan profesional mereka, terlihat dari ketidakmampuan mereka untuk mengerti dan bersimpati terhadap dunia emosi orang lain. Bahkan, mereka sering kali buta terhadap dampak emosi yang mereka berikan pada orang lain, terutama dalam peran mereka sebagai pemimpin. Anda mungkin bisa mengenali dinamika ini dalam kisahnya Sam. Sam, berusia empat puluh tujuh tahun, adalah seorang pendeta senior dari sebuah gereja yang jumlah jemaatnya tidak bertambah. Pada hari Selasa pagi, dia biasa duduk di tempatnya di ujung meja dalam rangka pertemuan mingguan para staf. Di situ juga ada asistennya Sam,
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 27
pendeta pembantu, pemimpin pemuda, pendeta anak-anak, pemimpin pujian, dan staf gereja lainnya. Setelah membuka dalam doa, Sam memberitahu timnya mengenai angka kehadiran dan keuangan selama sembilan bulan terakhir. Topik ini sudah pernah dibahas sebelumnya, tetapi ada sesuatu dalam sikapnya Sam, dan semua orang di ruangan itu tahu dia sedang tidak senang. “Bagaimana kalau kita membeli gedung baru agar bisa menjangkau lebih banyak orang bagi Kristus jika sekarang kita tidak bertambah?� katanya. Semua orang tiba-tiba terdiam dan suasana dalam ruangan terasa menegang. “Kita hanya menambah dua puluh orang sejak Januari, masih jauh dari tujuh puluh lima orang dewasa yang jadi tujuan kita di akhir tahun.� Frustrasi dan kekhawatiran Sam sangat terlihat. Asisten Sam berusaha meredakan ketegangan ini dengan mengatakan bahwa musim dingin lalu cuacanya sangat buruk sehingga selama dua minggu tidak ada ibadah gereja. Itu jelas berdampak pada jumlah kehadiran. Tetapi Sam langsung mengabaikan komentar itu, mengatakan bahwa masalahnya lebih dalam dari itu. Meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung, namun Sam jelas-jelas sedang menyalahkan stafnya karena kekurangan ini. Sam merasa benar ketika memaksakan pertanyaan yang sulit ini dan membahas data yang menyulitkan. Saya hanya berusaha membantu kita menjadi pelayan yang baik dari sumber daya Allah, dia berkata dalam hati. Kita dibayar dari persembahan jemaat. Kita semua perlu kerja keras dan cerdas karena dibayar. Di sini ada sukarelawan pelayanan yang memberi sepuluh sampai lima belas jam setiap minggu tanpa dibayar sama sekali! Tetapi dia pun sebenarnya terkejut dengan kemarahan yang dirasakannya dan nada bicaranya yang keras. Namun, dia masih belum sadar bahwa frustrasi yang kuat ini ada kaitannya dengan surel yang diterimanya kemarin. Seseorang dari luar kota mengirim dia sebuah tautan kepada tulisan mengenai pertumbuhan yang cepat dari suatu penanaman gereja yang jaraknya hanya 10 mil dari gerejanya, dan orang itu bertanya apakah Sam mengenal pendeta baru itu. Perut Sam tiba-tiba sakit dan bahunya menegang saat membaca hal ini. Dia sadar untuk tidak membanding-bandingkan atau bersaing dalam pelayanan, tetapi dia tetap merasa kesal terhadap pendeta baru itu dan keberhasilannya.Walaupun dia tidak mau mengakuinya, dia
28 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
merasa tidak aman – takut sebagian keluarga muda pergi ke gereja yang lebih menarik itu. Setelah memberi waktu seminggu kepada semua orang di meja itu untuk menemukan tiga cara untuk meningkatkan program dan kinerja, Sam tidak lagi membahas agenda yang lain dan langsung mengakhiri pertemuan itu. Dia sama sekali tidak sadar kalau kurangnya kepekaan dia terhadap diri sendiri telah berpengaruh negatif pada dirinya, stafnya, dan gerejanya. Mereka Lebih Memprioritaskan Pelayanan daripada Pernikahan atau Kelajangan Mereka Tidak peduli menikah atau lajang, sebagian besar pemimpin yang tidak sehat secara emosi menegaskan pentingnya keintiman yang sehat dalam relasi dan gaya hidup, tetapi hanya sedikit, itu pun kalau ada, yang melihat pernikahan atau kelajangan mereka sebagai karunia terbesar yang bisa mereka berikan. Sebaliknya, mereka melihat pernikahan atau kelajangan mereka sebagai dasar penting dan stabil bagi sesuatu yang lebih penting yaitu membangun pelayanan yang efektif, dan itu yang menjadi prioritas utama mereka. Hasilnya, mereka memberi waktu dan tenaga terbaik mereka menjadi pemimpin yang semakin diperlengkapi dan memberi sangat sedikit waktu untuk memupuk kehidupan pernikahan atau kelajangan yang baik, yang bisa menyaksikan kasih Yesus kepada dunia ini. Para pemimpin yang sehat secara emosi cenderung mengotak-ngotakkan kehidupan pernikahan atau kelajangan mereka, memisahkannya dari kepemimpinan dan relasi mereka dengan Yesus. Contohnya, mereka bisa membuat keputusan sebagai pemimpin tanpa memikirkan pengaruh jangka panjangnya pada kualitas dan integritas kehidupan lajang atau pernikahan mereka. Mereka memberikan tenaga, pikiran, dan kreativitas terbaik mereka untuk memimpin orang lain, tetapi gagal memberi waktu bagi kehidupan pernikahan atau kelajangan yang kaya dan memuaskan. Luis, seorang pendeta muda berumur dua puluh tujuh tahun, melayani sebagai staf di sebuah gereja kecil tetapi sedang berkembang pesat – pada tiga tahun terakhir, jumlah kehadiran bertambah dari 150 menjadi hampir 250 orang. Sekarang sudah jam 10 malam, hari Jumat malam dan Luis masih bekerja sampai larut lagi. Para murid-murid di
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 29
kelas Pendalaman Alkitab malam minggu yang diajarnya sudah pada pulang satu jam yang lalu, tetapi dia masih di mejanya mengirim surel dan mempersiapkan diri. Selain pekerjaan utamanya, dia diberi tanggung jawab untuk membuka komunitas penjangkauan baru sebagai kelanjutan dari kehadiran Paskah yang memecahkan rekor itu. Ketika Luis mulai bekerja di gereja itu tiga tahun yang lalu, dia kira tempo yang cepat ini akhirnya akan melambat, tetapi itu tidak terjadi. Malah semakin cepat. Luis mencintai pekerjaannya dan tidak tidak masalah mengerjakan proyek tambahan, tetapi jam kerjanya mulai menghasilkan masalah dalam keluarganya. Di sepanjang empat tahun pernikahan mereka, istrinya, Sofia, selalu menjadi pendukung terbesarnya, menegaskan karunianya dan menguatkan dia untuk mengikuti panggilan Allah masuk dalam pelayanan. Tetapi akhir-akhir ini istrinya kurang mendukung. Dia bahkan mengakui merasa iri dengan pekerjaan suaminya dan berpikir apakah suaminya lebih mencintai gereja daripada istrinya. Istrinya menghibur diri dengan alasan mungkin dia sedang kelelahan. Bayi pertama mereka akan lahir enam bulan lagi dan kehamilan ini sulit. Mungkin ini alasan dia tidak memahami pentingnya pekerjaan suaminya itu. Luis berpikir, Bagaimana mungkin saya tidak memberi yang terbaik bagi gereja ketika hidup dan kekekalan banyak orang dipertaruhkan? Dia perlu memahami ini. Ketika dia akhirnya menutup laptopnya dan mematikan lampu, Luis berdoa: Tuhan, tolong beri Sofia pengertian baru tentang apa yang sedang Engkau lakukan dalam gereja. Dia tidak sadar bahwa dia sedang menyakiti pasangannya dan doanya buat istrinya tidak akan mengubah hal ini. Relasi Mereka Bersama Allah Tidak Bisa Lagi Menopang Aktivitas Mereka Bagi Allah Para pemimpin yang tidak sehat secara emosi selalu memiliki kegiatan berlebihan. Meskipun mereka terus menerus kekurangan waktu untuk melakukan terlalu banyak kegiatan, namun mereka terus mengiyakan semua kesempatan baru sebelum mendoakan dan memikirkannya dengan saksama apakah ini memang kehendak Allah. Konsep melambatkan tempo demi kehidupan spiritualitas – atau melambatkan tempo demi kepemimpinan – dimana seharusnya pekerjaan mereka bagiYesus bersumber dari kedekatan mereka bersama Yesus adalah suatu konsep yang asing.
30 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
Jika mereka mengerti konsep itu, memberi waktu untuk berteduh dan berdiam diri dilihat sebagai suatu kemewahan atau hanya cocok bagi jenis pemimpin tertentu, dan tidak menjadi bagian dari praktik spiritualitas inti mereka atau penting bagi keefektifan kepemimpinan mereka. Prioritas pertama mereka adalah memimpin organisasi, tim, atau pelayanan mereka sebagai sarana memengaruhi dunia bagi Kristus. Jika Anda meminta mereka untuk membuat daftar tiga prioritas utama bagaimana mereka menghabiskan waktu sebagai pemimpin, jarang yang memasukkan memupuk relasi yang dalam dan mengubahkan bersama Yesus ke dalamnya. Hasilnya, fragmentasi dan kebocoran menjadi kondisi “normal� dalam hidup dan kepemimpinan mereka. Anda mungkin mengenali diri Anda atau orang lain yang Anda kenal dalam kisah Carly ini. Carly adalah seorang pemimpin pujian berusia tiga puluh empat tahun di sebuah gereja yang jemaatnya 800 orang. Dia memulai perannya ini ketika dia menjadi pelayanan di bidang musik sepuluh tahun lalu ketika jemaat gereja masih kurang dari 100 orang. Selain menjadi pemimpin tim ibadah dan merencanakan ibadah akhir minggu, Carly mengawasi tim pemrograman. Ini adalah pekerjaan yang besar yang melibatkan belasan sukarelawan dan empat staf tetap, tetapi dia bisa membuat ini terlihat mudah. Bahkan, dia begitu hebat dalam pekerjaannya itu sehingga setiap tahun, Barry, pendeta pembantu dan pengawasnya, menantang dia untuk mengambil tanggung jawab tambahan. Namun akhirnya Carly tidak bisa lagi menanggung semua ini. Dia terlambat dalam banyak pertemuan, beberapa kali sedikit melewatkan tenggat waktu, dan lupa menanggapi telepon penting. Meskipun melakukan beberapa kesalahan tersebut, dia percaya segala sesuatu masih berjalan baik karena pekerjaannya di gereja itu berkembang. Tetapi jika mau jujur, dia memiliki keraguan. Bagaimana segala sesuatunya bisa berjalan baik di luar sedangkan di dalam diri saya rasanya seperti mau mati? Dia harus mengatur berbagai pertemuan pagi, belum lagi krisis yang hampir selalu ada dalam timnya, dan segala hal yang perlu dilakukannya di rumah, hingga dia tidak punya waktu untuk dirinya sendiri atau cukup tenaga untuk bersama Allah dalam doa atau membaca Alkitab. Setiap minggu dia harus berjuang untuk bisa pergi berbelanja ke toko, memasak makanan yang cukup sehat, olahraga, dan mencuci sebagian baju. Surat tilang yang dia dapat minggu lalu merupakan cer-
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 31
minan akurat akan hidupnya – dia sudah berjalan terlalu cepat. “Saya merasa seperti tenggelam dalam kegiatan membangun gereja dan menciptakan suasana bagi banyak orang untuk bertemu Allah,” katanya pada Barry belum lama ini, “sehingga saya merasa sudah kehilanganYesus dalam prosesnya. Saya membutuhkan sesuatu yang bisa membantu saya terhubung kembali dengan Allah.” Barry bersikap simpatik dan pengertian. Dia mengusulkan beberapa buku yang pernah membantu dia dan menawarkan diri untuk mensponsori Carly mengikuti pertemuan pelatihan bagi para pemimpin pujian. Tetapi tidak ada buku atau pertemuan yang membahas masalah yang terjadi di balik hidup Carly atau memberikan apa yang dia butuhkan – waktu untuk melambatkan tempo bagi Allah, orang lain, dan yang terpenting, bagi dirinya sendiri. Mereka Kurang Menjalankan Sabat Para pemimpin yang tidak sehat secara emosi tidak mempraktikkan Sabat – setiap minggu, memberi waktu dua puluh empat jam tidak melakukan tugas mereka sama sekali dan istirahat, menikmati karunia Allah, dan menikmati hidup bersama Dia. Mereka mungkin melihat pelaksanaan Sabat tidak relevan, sekadar pilihan, atau bahkan legalisme membebani yang berasal dari zaman kuno. Atau mereka tidak membedakan antara praktik Sabat dalam Alkitab dengan hari libur, menggunakan waktu “sabat” untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti membayar tagihan, belanja, dan melakukan hal-hal kecil lainnya. Jika mereka mempraktikkan Sabat, mereka melakukannya secara tidak konsisten, karena mereka percaya bahwa mereka harus lebih dahulu menyelesaikan semua pekerjaan mereka atau kerja keras agar “layak” mendapat istirahat. Perhatikan dinamika ini dalam kisah John. John adalah pemimpin sebuah denominasi berumur lima puluh enam tahun. Dia bertanggung jawab mengawasi lebih dari enam puluh gereja. Dia belum pernah mendapat liburan yang sebenarnya – dimana Anda tidak perlu memeriksa surel atau menulis apa pun – selama bertahun-tahun, apalagi mempraktikkan Sabat setiap minggu. Pada Sabtu pagi, dia minum kopi bersama Craig, seorang pendeta yang merupakan teman lamanya, sebelum pergi ke kantor membaca surel dan menulis laporan bulanan yang seharusnya sudah dikumpulkan minggu lalu. “John, kamu terlihat lelah sekali,” kata Craig. “Kapan terakhir kamu
32 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
ambil libur atau benar-benar istirahat?” “”Kita bisa istirahat kalau kita sudah di sorga.” Itulah yang dikatakan profesor seminari saya tiga puluh tahun yang lalu. Allah selalu bekerja dan kita harus meneladani Dia, bukan?” Tetapi John terlihat lelah, bahkan sangat lelah. “Aku tahu kamu mencintai pekerjaanmu,” jawab Craig, “tapi apa lagi dalam hidupmu yang bisa memberi sukacita dan kesenangan?” Setelah terdiam sejenak sambil menundukan kepala, John bicara pelan, “Saya sudah lama tidak punya waktu untuk memikirkan pertanyaan seperti itu, saya tidak tahu jawabannya.” Setelah lama terdiam dia menambahkan, “Tapi saya harus berbuat apa? Semua pendeta dan pemimpin denominasi yang saya kenal bekerja seperti ini.” “Apa betul?” Jawab Craig dengan senyum lembut. “Itu alasanmu?” “Baiklah,” kata John, “kamu benar. Saya akan berusaha mengambil libur Senin.” Satu jam kemudian di kantor, John melihat kalendernya dan menyadari dia punya janji pertemuan dan tenggat menulis selama lima hari Senin ke depan. Mana bisa? Katanya dalam hati. Ambil libur setiap minggu tidak mungkin bagi saya sekarang ini.Tapi saya akan mencari waktu istirahat kapan pun jadwal saya mengizinkannya. Tetapi kemungkinan besar jadwal John tidak akan pernah mengizinkannya. Dan hari libur dadakan tidak akan cukup bagi dia untuk mengembangkan ritme kerja dan istirahat yang dia butuhkan untuk bisa menjadi pemimpin yang sehat dan efektif bagi timnya dan semua gereja yang diawasinya. Di awal bab ini saya bertanya, apa atau siapa yang muncul ketika Anda berpikir tentang pemimpin yang tidak sehat secara emosi. Jadi bagaimana ke empat karakteristik yang baru kita bahas membantu pikiran awal Anda? Apa Anda menemukan diri Anda sendiri di setiap penjelasan di atas? Mungkin Anda berpikir, Ya, saya mengenali hampir semua karakteristik tersebut. Atau, Anda mungkin masih skeptis dan berpikir, Itu sudah naturnya pemimpin. Saya mengenal orang yang jauh lebih tidak sehat dari orang-orang yang baru saja Anda bahas, tetapi sampai sekarang masih menjadi pemimpin yang efektif. Meskipun ke empat karakteristik atau kisah di atas tidak ada yang dramatis, namun seiring berjalannya waktu para pemimpin seperti ini dan pelayanan yang mereka jalankan akan membayar harga yang mahal jika perilaku yang tidak sehat seperti
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 33
itu terus dilakukan. Jika kita setuju bahwa pengaruh jangka panjang dari kepemimpinan yang tidak sehat bisa mengancam kesehatan dan keefektifan gereja, maka pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah, Mengapa kita terus berada dalam pola yang tidak sehat ini? Anda mungkin berpikir bahwa gereja dan para pemimpinnya pasti memiliki kepemimpinan yang sehat dan akan berusaha dengan segala daya upaya untuk mendapatkannya.Tetapi kenyataannya ada beberapa bagian dari budaya kepemimpinan gereja yang bekerja keras melawan hal ini. Jika Anda memutuskan untuk sengaja mengusahakan kepemimpinan yang sehat secara emosi ini, Anda akan menghadapi beberapa kesulitan besar. Anda harus berperang dengan apa yang saya sebut sebagai empat hukum yang tidak sehat dari kepemimpinan gereja. Seberapa Sehat Kepemimpinan Anda? Menjadi pemimpin yang tidak sehat secara emosi bukan suatu kondisi mutlak atau tidak sama sekali. Keadaan ini berayun seperti pendulum, dari kondisi sedang ke parah, dan bisa berubah dari satu masa kehidupan dan pelayanan ke masa berikutnya. Gunakan daftar pertanyaan di bawah ini untuk mengetahui Anda sedang berada di mana sekarang ini. Di samping setiap pernyataan, tulis angka yang paling menggambarkan jawaban Anda. Gunakan skala di bawah ini: 5 = Selalu terjadi pada saya 4 = Sering terjadi pada saya 3 = Terkadang terjadi pada saya 2 = Jarang terjadi pada saya 1 = Tidak pernah terjadi pada saya ___ 1. Saya memberi waktu yang cukup untuk merasakan dan memproses emosi-emosi yang sulit seperti rasa marah, takut, dan sedih. ___ 2. Saya mengerti bagaimana masalah dari keluarga asal saya bisa berpengaruh pada relasi dan kepemimpinan saya – negatif maupun positif. ___ 3. (Jika menikah): Cara saya menghabiskan waktu dan tenaga mencerminkan sebuah nilai bahwa pernikahan saya – bukan kepemimpinan – adalah prioritas utama saya.
34 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
___ (Jika lajang): Cara saya menghabiskan waktu dan tenaga mencerminkan sebuah nilai bahwa menjalani hidup lajang yang sehat – bukan kepemimpinan – adalah prioritas utama saya. ___ 4. (Jika menikah): Saya mengalami hubungan langsung antara kesatuan saya dengan Yesus dan kesatuan saya dengan pasangan hidup saya. ___ (Jika lajang): Saya mengalami hubungan langsung antara kesatuan saya dengan Yesus dan kesatuan saya dengan sahabat dan keluarga. ___ 5. Tidak peduli sesibuk apa saya, saya selalu konsisten melakukan disiplin rohani dalam bentuk berdiam dan bersaat teduh. ___ 6. Saya rutin membaca Alkitab dan berdoa agar bisa menikmati persekutuan dengan Allah bukan sebagai bentuk persiapan pelayanan atau untuk bisa melayani orang lain. ___ 7. Saya mempraktikkan Sabat – suatu waktu dua puluh empat jam dimana saya berhenti bekerja, beristirahat, dan menikmati berbagai macam karunia Allah. ___ 8. Saya melihat Sabat sebagai disiplin rohani yang sangat penting bagi kehidupan pribadi dan kepemimpinan saya. ___ 9. Saya memberi waktu untuk mengasah kepekaan dalam doa ketika membuat rencana dan keputusan. ___ 10. Saya mengukur keberhasilan perencanaan dan pengambilan keputusan terutama dalam kerangka memahami dan melakukan kehendak Allah (bukan hanya diukur dari tingkat keberhasilan, program yang hebat, atau pengaruh yang lebih luas dalam dunia). ___ 11. Kepada mereka yang saya supervisi, saya secara konsisten memberi waktu supervisi saya untuk membantu mereka dalam kehidupan batin mereka bersama Allah. ___ 12. Saya tidak menghindari percakapan yang sulit dengan anggota tim terkait dengan kinerja atau perilaku mereka. ___ 13. Saya merasa nyaman bicara tentang penggunaan kekuasaan terkait dengan peran saya dan peran orang lain. ___ 14. Saya sudah mengungkapkan dan menegakkan batasan-batasan yang sehat dalam semua relasi yang memiliki peran saling terkait (contohnya, dengan teman dan keluarga yang juga menjadi karyawan atau sukarelawan penting, dll.). ___ 15. Bukannya menghindari kehilangan dan bagian terakhir, saya menerima semua itu dan melihatnya sebagai bagian mendasar dari cara Allah bekerja.
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 35
___ 16. Saya mampu, melalui doa dan pemikiran yang matang, melepaskan berbagai pemikiran, para sukarelawan, atau program-program yang tidak berjalan dengan baik, dan melakukannya dengan jelas dan penuh belas kasih. Ambil waktu untuk secara singkat meninjau jawaban Anda. Hal apa yang paling menonjol bagi Anda? Meskipun tidak ada angka yang tepat bagi penilaian, namun di akhir bab ini, ada beberapa pengamatan umum yang bisa membantu Anda lebih memahami keadaan Anda sekarang ini. Dalam keadaan apa pun Anda, kabar baiknya adalah Anda bisa mengalami kemajuan dan belajar menjadi pemimpin yang semakin sehat. Bahkan, Allah secara khusus telah membentuk tubuh dan sistem syaraf kita untuk bisa mengalami perubahan – bahkan sampai usia sembilan puluhan sekalipun! Meskipun pada kenyataannya keadaan kepemimpinan Anda buruk, jangan putus asa. Jika orang seperti saya bisa belajar dan bertumbuh melalui semua kegagalan dan kesalahan yang saya buat, maka setiap orang bisa mengalami kemajuan dan menjadi pemimpin yang sehat secara emosi!
Empat Hukum (tak tertulis) yang Tidak Sehat dari Kepemimpinan Gereja Setiap keluarga memiliki “hukum� – aturan-aturan tak tertulis tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dikatakan dan dilakukan. Dari kecil kita secara alami menyerap dan mengikuti semua aturan yang mengatur tata cara keluarga kita berlaku. Jika keluarga kita adalah tempat yang hangat, aman, dan saling menghormati, maka kita menyerap seluruh kualitas tersebut seperti layaknya udara yang kita hirup. Mereka membentuk pemahaman kita akan diri kita dan cara kita berinteraksi dengan dunia. Jika keluarga kita adalah tempat yang dingin, memalukan, merendahkan, dan perfeksionis maka kita secara alami menyerap semua kualitas itu, dan mereka membentuk pemahaman kita akan diri kita dan bagaimana kita melibatkan diri dalam dunia. Dengan cara yang sama, kita dilahirkan ke dalam keluarga gereja yang memiliki hukum-hukum yang tidak sehat dan sebagian besar tak tertulis mengenai kepemimpinan. Jika Anda ingin menjadi pemimpin yang sehat secara emosi, cepat atau lambat Anda harus menolak pengaruh dari salah satu hukum tersebut.
36 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
Hukum Tidak Sehat 1: Sukses Itu Harus Lebih Besar dan Lebih Baik Kita umumnya diajar untuk mengukur kesuksesan melalui ukuran lahiriah. Dalam konteks gereja, kita umumnya mengukur hal-hal seperti kehadiran, baptisan, keanggotaan, orang yang melayani, jumlah kelompok kecil, dan persembahan. Jangan salah mengerti – jumlah tidak sepenuhnya buruk. Bahkan, mengukur pengaruh pelayanan dengan angka sebenarnya alkitabiah.Yesus memerintahkan kita untuk memuridkan semua suku bangsa. Lebih dari sekali, Kisah Para Rasul menggunakan angka untuk menggambarkan pengaruh dari Injil – sekitar 3.000 orang dibaptiskan (Kis. 2:41), sekitar 5.000 orang menjadi percaya (Kis. 4:4), sejumlah besar pria dan wanita menjadi percaya (Kis. 5:14). Kita memiliki satu kitab dalam Alkitab yang disebut dengan kitab Bilangan. Maka sudah sewajarnya, saya dan semua pendeta yang saya kenal ingin melihat jemaat kami bertumbuh secara jumlah dan bertambah bagi Kristus. Tetapi jangan salah mengerti: Ada cara yang salah dalam memperlakukan angka. Ketika kita menggunakan angka untuk membandingkan diri kita dengan orang lain atau menyombongkan jumlah yang kita miliki, kita sudah kelewatan. Ketika raja Daud memerintahkan Yoab untuk menghitung seluruh pasukan, hasilnya adalah kepemimpinannya berantakan. Termotivasi oleh kesombongan, Daud tidak meletakkan kepercayaannya pada Allah, tetapi pada jumlah pasukan Israel. Fokusnya pada angka adalah penyembahan berhala dan Allah mendatangkan hukuman yang berat ke seluruh Israel akibat dosa ini (1 Taw. 21; 2 Sam. 24). Tujuh puluh ribu orang mati. Dunia ini telah menyamakan pertumbuhan jumlah dengan kekuasaan dan kepentingan. Angka telah menjadi nilai yang absolut – lebih besar selalu lebih baik. Jika Anda memimpin sebuah perusahaan atau organisasi yang besar, orang lebih menghormati Anda lebih daripada pemilik perusahaan kecil. Jika Anda seorang jutawan bukannya karyawan sipil, orang-orang dipastikan akan memperlakukan Anda lebih hormat. Jika Anda bekerja di gereja, besarnya tim atau pelayanan Anda memengaruhi cara orang memandang Anda. Ketika bicara tentang gereja dan angka, masalahnya bukan karena kita menghitung, tetapi karena kita sudah memegang prinsip dunia bahwa lebih besar itu lebih baik, bahwa angka telah menjadi satu-satunya hal yang kita andalkan. Ketika sesuatu tidak lebih besar dan lebih baik,
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 37
kita melihatnya – dan sering melihat diri kita – sebagai suatu kegagalan. Hal yang tidak kita perhatikan ketika kita menghitung adalah nilai yang Alkitab tekankan mengenai tanda-tanda dalam batin. Hal yang dilihat sebagai kegagalan di mata dunia tidak selalu dilihat gagal dalam kerajaan Allah. Contohnya, keberhasilan luar biasa Yesus dalam pengajar dan memberi makan 5 ribu orang di awal Yohanes 6 diikuti pada beberapa paragraf berikutnya oleh kegagalan dalam bentuk jumlah: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia” (Yoh. 6:66). Yesus tidak mengebaskan tangan-Nya dan meragukan strategi pengajaran-Nya. Dia tetap tenang, karena Dia tahu itu adalah kehendak Bapa-Nya. Dia memiliki sudut pandang yang lebih besar mengenai apa yang sedang Allah lakukan. Keberhasilan tidak selalu dalam bentuk yang lebih besar dan lebih baik. Pengajaran Yesus adalah kita harus tinggal di dalam Dia dan menghasilkan banyak buah (lihat Yoh. 15:1-8). Ini bukan mengenai memilih ini atau itu – berlimpah dalam pertumbuhan atau tinggal dalam Yesus. Seperti apa bentuk dari tinggal dan berlimpah bergantung pada panggilan kepemimpinan kita yang unik. Para biarawan petapa yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka berdoa dan memberi bimbingan rohani akan menghasilkan buah yang berbeda jenis dan kuantitasnya dibanding saya sebagai pendeta sebuah gereja di New York. Mungkin, teks Alkitab terbaik mengenai masalah ini bisa dilihat dalam Lukas 10.Yesus mengutus tujuh puluh dua murid berpasangan. Ketika mereka kembali, mereka bersemangat melaporkan pengaruh yang besar secara jumlah dan kuasa jahat tunduk pada mereka dalam nama-Nya. Yesus meneguhkan kegiatan mereka dalam membangun kerajaan Allah, tetapi Dia juga mengingatkan mereka tentang sesuatu yang lebih penting: “Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk. 10:20). Dengan kata lain, Dia ingin mereka mengingat bahwa sukacita mereka berasal dari relasi mereka bersama Dia, bukan apa yang mereka capai bagi Dia.1 Jika demikian, bagaimana kita menolak untuk mengikuti hukum lebih besar lebih baik ini? Saya percaya, satu-satunya cara adalah dengan memperlambat tempo hidup kita demi adanya relasi yang lebih dalam dan persatuan dalam kasih bersama Yesus (mengenai hal ini ada di bab
38 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
4), dan memiliki beberapa sahabat yang bisa dipercaya yang bisa melindungi kita dari penipuan diri. Ketika saya sadar kalau sedang berpikir bahwa “lebih besar dan lebih baik,” saya sering mengajukan pertanyaan ini pada diri saya sendiri: “Apakah saya memiliki pandangan tentang pertumbuhan ini asalnya dari ambisi sendiri atau dari perkataan Allah sendiri?” (lihat Yer. 23:16-20). Hukum Tidak Sehat 2: Apa yang Anda Lakukan Lebih Penting Daripada Siapa Anda Sebenarnya Apa yang kita lakukan itu bernilai – sampai pada titik tertentu. Apakah Anda adalah seorang anggota majelis, pendeta, pelayan atau pemimpin kelompok kecil, anggota tim pujian, penyambut tamu, sukarelawan dalam pelayanan anak-anak, atau pemimpin bisnis, kompetensi dan keahlian Anda dalam melakukan tugas sangatlah penting. Dan saya berharap Anda ingin mengembangkan keahlian Anda dan meningkatkan efektifitas Anda. Tetapi siapa Anda itu lebih penting daripada apa yang Anda lakukan. Mengapa? Karena kasih Yesus di dalam Anda merupakan pemberian terbesar yang bisa Anda berikan kepada orang lain. Siapa Anda sebagai seorang pribadi – dan secara khusus seberapa baik Anda mengasihi – akan selalu memiliki pengaruh yang lebih besar dan lebih lama pada orang-orang di sekitar Anda daripada apa yang Anda lakukan. Kedekatan Anda dengan Allah (atau kurangnya kedekatan Anda dengan Allah) pada akhirnya akan lebih penting daripada apa yang setiap kali Anda lakukan bagi Allah. Kita tidak bisa memberi apa yang tidak kita miliki. Kita pasti bisa memberi apa yang kita miliki. Kita bisa memberi berita yang menginspirasi tentang pentingnya perubahan rohani dan menikmati perjalanan bersama Kristus. Kita bisa saja mengutip penulis-penulis terkenal. Kita bisa saja mengkhotbahkan kebenaran yang kaya dari Alkitab dan membuat blog dan kicauan yang pintar di dunia maya. Tetapi jika kita tidak menghidupi kebenaran yang kita ajarkan dan secara pribadi mengalami perubahan karena kebenaran itu, maka perubahan rohani dari orangorang yang kita layani akan mengalami kebuntuan. Saya tidak berkata tidak ada perubahan sama sekali. Tetapi perubahannya hanya kecil. Percaya saya, saya tahu. Saya menghabiskan tahun-tahun awal pelayanan pastoral saya dengan
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 39
memberikan kotbah-kotbah yang tidak saya hidupi dengan tekun dan sungguh-sungguh. Pikir saya, Bagaimana bisa ada pemimpin yang menjalani seluruh kebenaran yang mereka ajarkan setiap minggu sambil memenuhi seluruh tuntutan kepemimpinan mereka? Saya tidak cukup mengasah kehidupan batin saya atau melihat bagaimana pengaruh keluarga asal saya terhadap kepemimpinan saya. Saya tidak mau belajar dari pembimbing atau konselor yang lebih dewasa untuk mengetahui apa yang menjadi masalah dalam diri saya. Saya terlalu sibuk membangun gereja, mengerjakan segala sesuatu. Saya kira, selama saya menggunakan karunia saya bagi Allah dan buah dari kepemimpinan saya terlihat, maka segala sesuatu baik-baik saja – meskipun kehidupan batin saya penuh dengan kekacauan dan kekhawatiran. Saya salah. Pada akhirnya, kehidupan batin saya tampak keluar di dalam pelayanan lahiriah saya. Mengapa bisa begitu? Terutama ketika saya tidak lagi melihat bahwa siapa saya di dalam batin bersama Allah lebih penting daripada apa yang saya lakukan bagi Allah. Identitas Yesus sangat berakar dalam kedekatan dia bersama BapaNya yang terkasih sebelum dia melibatkan diri dalam melakukan pelayanan publik. Dalam tiga puluh tahun pertama kehidupan-Nya, Yesus tidak melakukan hal-hal yang luar biasa. Namun, sebelum pelayanan publiknya dimulai, Bapa berkata pada-Nya, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk. 3:22). Tiga pencobaan yang iblis berikan pada Yesus setelah Dia berpuasa empat puluh hari di padang gurun secara khusus menjelaskan masalah tindakan dan kedekatan (Mat. 4:1-11). Dua dari tiga pencobaan dimulai dengan perkataan “Jika Engkau Anak Allah ... [lakukan sesuatu].” Pencobaan ketiga menawarkan suap agar Yesus “sujud menyembah setan.” Si jahat ingin agar apa yang Yesus lakukan – bukan kedekatan-Nya bersama Allah – sebagai dasar dari hidup dan pelayanan-Nya. Bagi saya inilah salah satu pencobaan pertama yang akan diberikan si jahat kepada setiap pemimpin. Ketika kita jatuh ke dalamnya, kita langsung melakukan banyak hal yang sebenarnya Tuhan tidak minta kita lakukan dan secara perlahan, kita menjadi jauh dari kasih Bapa. Apa yang harus kita lakukan untuk menolak pengaruh dari hukum ini? Ikuti saya: Apa yang saya lakukan itu bernilai. Siapa saya jauh lebih bernilai. Ingat, Yesus memprioritaskan kedekatan-Nya bersama Bapa.
40 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
Perhatikan semua tanda batin yang menunjukkan Anda sudah melewati kemampuan Anda, lebih banyak berbuat bagi Allah daripada memiliki relasi yang dekat bersama dia untuk menopang semua itu (contohnya, kurangnya damai, cepat tersinggung, terburu-buru). Jadikan usaha mencari wajah-Nya dan melakukan kehendak-Nya sebagai prioritas utama Anda setiap hari. Hukum Tidak Sehat 3: Kerohanian yang Dangkal Itu Biasa Selama bertahun-tahun saya berasumsi bahwa setiap orang yang beribadah dalam gereja dan mendengar pengajaran Alkitab – di gereja kami atau gereja lain – akan mengalami perubahan. Saya berasumsi bahwa para pemimpin pujian yang berkarunia sama bersemangatnya bagi Kristus dalam kehidupan pribadi mereka seperti mereka bersemangat bagi Dia ketika memimpin pujian di muka umum. Saya berasumsi para pendeta, staf administarsi, misionaris, anggota majelis, dan para pekerja di parachurch secara rutin memberi waktu untuk menjaga hubungan yang dalam dan pribadi bersama Yesus. Asumsi saya ini salah. Sekarang saya tidak berasumsi apa pun. Sebaliknya, saya bertanya. Saya meminta para pemimpin untuk memberitahu saya tentang bagaimana mereka memupuk hubungan mereka bersama Allah. Saya mengajukan pertanyaan seperti ini: “Coba ceritakan pada saya ritme hidup Anda, bagaimana Anda belajar Alkitab di luar persiapan khotbah, kapan dan berapa banyak waktu yang Anda berikan untuk bersama dengan Allah.� Saya menanyakan mereka tentang bagaimana mereka mengatur waktu mereka bersama Allah dan apa yang mereka lakukan. Semakin banyak saya mengajukan pertanyaan ini kepada pendeta dan pemimpin Kristen di seluruh dunia, saya menjadi semakin khawatir. Sebagian besar pemimpin rohani tidak memberi jawaban yang bagus. Masalahnya adalah dalam setiap latar belakang, sepanjang pemimpinnya sudah melakukan pekerjaan mereka (sukarela maupun dibayar), semua sudah senang. Jika pelayanan mereka bertumbuh, kita bersyukur. Siapa kita sampai bisa menghakimi apakah hubungan seseorang dengan Kristus itu kurang atau dangkal? Saya setuju kalau kita tidak boleh menghakimi, tetapi kita perlu peka. Hanya karena kita memiliki karunia dan keahlian untuk mengumpulkan massa dan menciptakan berbagai macam aktivitas tidak berarti kita sedang membangun gereja
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 41
atau pelayanan yang bisa mendekatkan banyak orang kepada Yesus. Saya suka perintah Allah kepada Samuel, “TUHAN tidak melihat hal-hal yang manusia biasa lihat. Manusia melihat penampakan lahiriah, tetapi TUHAN melihat hati� (lihat 1 Sam. 16:7). Dengan kata lain, kita tidak boleh hanya melihat luarnya saja, kita juga perlu memerhatikan hatinya, dan ini dimulai dari hati kita sendiri. Perhatikan contoh dari sejarah ini. Pada abad ke-7, gereja di wilayah Arab dan Afrika Utara terlihat makmur. Mereka memiliki sejarah yang kaya, terbentang sejak abad pertama. Mereka secara teologis sangat canggih, memiliki para pemimpin dan bishop yang terkenal, dan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam budaya saat itu. Namun, Islam menggantikan gereja-gereja Kristen ini dalam waktu yang singkat. Sebagian besar sejarawan gereja setuju bahwa waktu itu gereja secara keseluruhan memiliki kerohanian yang dangkal sehingga tidak mampu menahan serangan kuat dari agama baru ini. Gereja-gereja lokal mengalami perpecahan diantara mereka sendiri mengenai poin-poin yang tidak penting dalam pengajaran, menolak mengakui kehadiran Yesus dalam diri orang-orang yang berbeda dari mereka. Selain itu, mereka gagal menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Arab, bahasa orang-orang di masa itu. Hasilnya, meskipun jumlah kehadiran besar dan persembahan stabil, namun orang-orang tidak berakar dalam Yesus. Kurangnya dasar rohani yang kuat sebagai gereja menghasilkan kehancuran yang cepat dibawah tekanan serangan Islam yang sedang memperluas diri dan tidak toleran.2 Bagaimana kita bisa mengatasi godaan dari hukum yang mematikan ini? Kita memperlambat tempo hidup. Kita memberi diri untuk belajar dari tradisi kontemplatif dan tulisan para pemimpin melalui sejarah gereja. Dan kita belajar dari gereja di dunia secara luas, orang-orang percaya yang meskipun berbeda dari kita dalam beberapa hal, tetapi bisa banyak mengajar kita tentang berbagai hal seperti berdiam diri dan solitude, berdiam bersama Allah ketika kita berusaha membawa kabar baik dari Yesus kepada dunia sekitar kita. Hukum Tidak Sehat 4: Jangan Merusak Suasana Selama Pekerjaan Bisa Diselesaikan Pada akhir abad ke-6 SM, nabi Yeremia menegur para pemimpin umat Allah karena mempertahankan kedamaian dan keamanan yang palsu.
42 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
“Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera� (Yer. 6:14). Saya membayangkan para pemimpin di zaman itu mirip seperti kita. Mereka menghindar bahkan menolak adanya masalah dan konflik karena mereka tidak ingin merusak suasana. Ribuan tahun kemudian, tidak banyak yang berubah terkait dengan hal tersebut. Terlalu banyak budaya gereja masa kini yang ditandai oleh keramahan yang palsu dan kedangkalan. Kita melihat konflik sebagai tanda ada sesuatu yang salah, jadi kita melakukan apa pun untuk menghindarinya. Kita lebih memilih mengabaikan masalah yang sulit dan puas dengan kedamaian yang palsu, berharap semua kesulitan kita bisa hilang dengan sendirinya. Ini tidak terjadi. Selama bertahun-tahun, saya sengaja tutup mata terhadap masalahmasalah staf yang seharusnya ditangani secara cepat dan langsung – yaitu segala sesuatu dari persiapan yang lambat, kurangnya pendekatan, suka menghakimi, gagal memberi waktu pribadi bersama Allah, pernikahan yang sedang bermasalah, dan masalah lainnya. Saya beralasan, perhatian utama saya adalah menjaga gereja bisa terus berjalan, melewati konflik dan percakapan yang sulit terasa seperti harus berhenti mendadak. Tetapi seperti yang kita akan kita pelajari cepat atau lambat, saya menemukan bahwa saya tidak bisa membangun kerajaan Allah dengan kebohongan dan kepura-puraan. Saya mengalami bahwa hal-hal yang saya abaikan pada akhirnya meledak menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari. Kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan menyakitkan walaupun sebenarnya kita lebih ingin mengabaikannya, karena jika tidak gereja akan membayar harga yang lebih besar nantinya. Rasul Petrus tidak ragu merusak suasana bahkan di tengah pemberitaan Injil. Dia menegur Ananias dan kemudian istrinya Safira ketika mereka berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan diri mereka (Kis. 5:111). Ketika Barnabas menjual tanah dan menyumbangkan semua hasilnya ke jemaat, Ananias dan Safira mengikutinya – tetapi dengan satu perbedaan. Mereka berpura-pura menyumbangkan semuanya hasil penjualan tetapi sebenarnya menyimpan sebagian uang itu bagi mereka sendiri. Ketika ditanya, mereka berbohong. Mereka berpura-pura jadi sesuatu di luar tetapi tidak sesuai dengan yang di dalam sehingga menanggung
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 43
kebohongan itu dengan nyawa mereka. Saat itu juga, di gereja, mereka berdua mati. Ini kisah yang mengerikan, tetapi sebuah pelajaran yang efektif bagi para pemimpin tentang perlunya melibatkan diri bukannya menghindari konflik dan percakapan-percakapan yang sulit. Saya sering bertanya apa yang mungkin terjadi pada 5 ribu anggota jemaat ini jika Petrus mengizinkan kebohongan seperti ini tidak ditantang karena tidak mau merusak suasana. Akankah sikap dan kepurapuraan tersebut akan menyebar ke dalam keluarga, pertemuan para pemimpin, ibadah pujian, dan penjangkauan ke komunitas? Akankah jemaat memiliki karakter dan kedewasaan yang kuat untuk terus mengikuti kehendak Allah seperti yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul ini? Akankah kuasa Roh Kudus dipadamkan dan kemajuan gereja terhambat? Untungnya, kita tidak perlu berspekulasi. Penolakan Petrus untuk menoleransi kedamaian yang palsu ini memberi dasar yang kokoh bagi integritas dan masa depan jemaat. Apakah Anda sudah bisa melihat mengapa sikap yang peka dan penolakan terhadap semua hukum di atas begitu penting? Jika kita mengizinkan diri dan kepemimpinan kita dibentuk oleh hukum yang salah dan tak tertulis ini – meskipun dalam skala kecil – kita memperbesar kemungkinan akibat jangka panjang yang menghancurkan. Kemungkinan besar kita akan merusak diri sendiri – secara fisik, rohani, emosi, dan relasi. Kita juga akan merusak keluarga dan teman kita karena mereka hanya mendapat sisa dari perhatian dan tenaga kita. Dan kita akan merusak orang-orang yang kita layani karena gagal membawa mereka ke dalam kedewasaan rohani dan emosi sehingga mereka bisa memberikan hidup mereka kembali ke dalam dunia. Saya bisa menghindari banyak penderitaan dan tidak menyia-yiakan waktu bertahun-tahun jika saya bisa peka dan menolak semua hukum ini di masa awal pelayanan saya. Belajar Menjadi Pemimpin yang Sehat Secara Emosi Butuh Waktu “Jadi, sekarang kita harus bagaimana?” mungkin Anda bertanya seperti ini. Sisa buku ini adalah suatu undangan untuk melakukan perjalanan menjadi seorang pemimpin yang sehat secara emosi – seorang pemimpin yang bisa membangun pelayanan yang sehat secara emosi bagi Kristus dalam dunia. Ini bukan tugas yang kecil. Bahkan, jika Anda me-
44 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
mutuskan untuk mengikuti jalur ini, Anda pasti mengalami masa-masa yang membingungkan, menakutkan, dan menderita. Ini adalah situasi yang saya kenal baik. Saya juga bisa mengatakan bahwa ketakutan Anda bisa berupa bisikan suara dalam diri Anda yang berusaha melindungi diri dan menuduh Anda: Kamu tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan. Apa kamu sadar apa yang akan terjadi jika kamu mengambil jalan ini? Baiklah, baiklah, kamu bisa berusaha sehat secara emosi, tetapi tidak ada yang mau menghormati kamu dan jemaat akan berkurang sampai habis. Mengapa kamu harus menjadi pemimpin seperti ini? Pemimpin lain tidak seperti ini dan mereka baik-baik saja! Sadarlah: ini tidak akan berhasil untuk kamu. Kamu tidak punya waktu untuk ini sekarang. Coba nanti, ketika semua sudah tenang. Saya mengenal suara seperti ini dengan baik. Jadi percayalah waktu saya berkata Anda jangan mengikutinya. Ketahuilah bahwa Allah mengundang Anda untuk melangkah satu langkah demi satu langkah setiap waktu, satu hari demi satu hari. Allah juga mengerti bahwa pertumbuhan dan perubahan butuh waktu. Dalam pengalaman saya, perubahan yang mungkin sederhana bisa memakan waktu bertahun-tahun sampai terimplementasi sepenuhnya (lihat “Proses Lima Tahap Bagaimana Kita Belajar dan Berubah,� hlm. 45-47). Allah mengetahui konteks dan tantangan kepemimpinan Anda sekarang ini dan Dia tahu apa yang Anda butuhkan – bukan hanya menghadapi tantangannya tetapi bertumbuh menjadi pemimpin yang lebih kuat karenanya. Meskipun perjalanan ini terkadang bisa terasa sepi, itu juga bisa menjadi bagian dari proses Allah mengajar Anda untuk menantikan dan memercayai Dia. Anda bisa yakin bahwa Allah akan mengirim orang dan sumber daya penting bagi Anda di waktu yang tepat untuk membantu Anda melakukan langkah berikutnya. Dia selalu melakukan itu bagi saya. Dan pastikan mengundang orang lain untuk berdoa bersama Anda dan mendukung Anda di sepanjang perjalanan ini. Yang terpenting, ingat bahwa Roh Kudus yang berdiam di dalam Anda akan membawa Anda ke dalam segala kebenaran dan memberi Anda kuasa supranatural dari luar diri Anda. Selama bertahun-tahun,
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 45
saya sering merasa sangat terbebani karena saya kekurangan hikmat, kedewasaan, atau karakter untuk mengatasi tantangan kepemimpinan yang saya hadapi. Tetapi pada saat-saat seperti itu Allah akan mengingatkan saya, Jangan takut ... bagi manusia itu tidak mungkin, tetapi tidak bagi Allah. Bagi Allah segala sesuatu mungkin (Yos. 1:9; Mrk. 10:27). Setelah membaca semua ini, mari kita mulai. Proses Lima Tahap Bagaimana Kita Belajar dan Berubah Benjamin Bloom, seorang pengajar dan psikolog yang hebat, bersama dengan satu tim ahli, mengembangkan sebuah taksonomi yang luar biasa yang bisa menggambarkan bagaimana orang belajar di bidang-bidang yang berbeda. Ini sudah sering diadaptasi dan direvisi selama enam puluh tahun, dan masih menjadi standar di banyak sistem pendidikan di seluruh dunia.3 Bloom membedakan lima tingkat pengetahuan, atau “mendapatkan,” nilai. Kita cenderung berpikir dalam salah satu dari dua cara ini: Saya tahu sesuatu atau saya tidak tahu sesuatu. Contohnya, saya memedulikan orang miskin atau saya tidak memedulikan orang miskin. Hal yang tidak kita mengerti adalah butuh waktu yang lama – dan banyak langkah kecil ke depan – untuk bisa benar-benar “mendapat” nilai yang baru. Bahkan, butuh lima tingkatan yang berbeda untuk bisa mendapatkannya.4 Izinkan saya mengilustrasikan hal ini dengan perjalanan saya sendiri Diana saya bisa menerima nilai dari memperlambat tempo hidup saya agar bisa memiliki waktu lebih banyak dengan Yesus.
46 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
1. Menyadari: “Memperlambat tempo hidup adalah pikiran yang menarik.” Saya pertama kali menyadari ini secara serius pada tahun 1994. Saat itu saya sedang mengalami penderitaan baik dalam kehidupan pribadi maupun kepemimpinan saya. 2. Memikirkan: “Tolong saya memahami lebih banyak tentang memperlambat tempo hidup ini.” Ketika saya memulai usaha menjadi sehat secara emosi di tahun 1996, saya membaca buku, mendengar khotbah tentang hal ini, dan berkhotbah tentang hal ini dalam ibadah. 3. Menghargai: “Saya benar-benar percaya bahwa penting bagi semua orang untuk memperlambat tempo hidupnya.” Saya mencoba beberapa kegiatan baru seperti melakukan Sabat, solitude, dan retret satu hari bersama Allah, tetapi semua tindakan dan perilaku saya ini bukan perubahan yang mendasar. Ini terjadi selama bertahun-tahun. 4. Memprioritaskan Ulang: “Saya mengubah seluruh hidup saya ketika saya melambatkan tempo hidup saya agar bisa bersama dengan Yesus.” Ketika saya mengambil sabatikal di tahun 2003-2004, saya memprioritaskan ulang waktu, tenaga, dan jadwal saya untuk bisa mengintegrasikan nilai baru ini selama periode empat bulan. Ini membantu saya memulai cara hidup dan memimpin yang baru dengan nilai ini. Ini mengubah hidup saya. 5. Memilikinya: “Semua keputusan dan tindakan saya didasarkan pada nilai baru ini.” Untuk berpindah dari memprioritaskan menjadi memiliki saya membutuhkan waktu enam sampai delapan tahun. Saya harus berusaha keras untuk mengintegrasikan nilai ini dengan tuntutan dan tantangan menjadi pendeta di New Life. Meskipun terkadang saya masih gagal, namun memperlambat tempo hidup saya untuk bersama dengan Yesus sekarang menopang semua yang saya lakukan. Seluruh tubuh saya merasakannya ketika saya, atau orang lain di sekitar saya, melanggar nilai ini. Apakah Anda memerhatikan bahwa bagan di atas menunjukkan ada jurang yang besar antara tingkat tiga dan empat – menghargai dan memprioritaskan. Mengapa? Karena di situ membutuhkan suatu pergeseran yang radikal dan sering kali sulit. Banyak pemimpin menyukai ide dan prinsip dari kerohanian yang sehat secara emosi. Namun, berpindah dari menghargai ke memprioritaskan adalah tantangan yang sangat besar. Saya mengerti alasannya. Izinkan saya menguatkan Anda. Semua perubahan yang Anda cari tidak akan terjadi secara langsung, tetapi akan terjadi pada akhirnya. Pakai waktu Anda. Baca perlahan. Percayakan diri Anda pada pemeli-
PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
| 47
haraan Allah dan minta Dia memimpin Anda ke langkah selanjutnya dalam proses ini. Ribuan pemimpin di seluruh dunia sedang melakukan perjalanan ini bersama Anda dan sudah mulai mengalami perubahan yang besar dalam kehidupan pribadi maupun kepemimpinan mereka. Teruskan usaha Anda, selangkah demi selangkah. Baik Anda maupun mereka yang Anda pimpin tidak akan sama seperti dulu lagi.
Memahami Penilaian Kesehatan Kepemimpinan Anda Jika Anda melakukan penilaian kepemimpinan di halaman 33-35, di bawah ini ada beberapa pengamatan yang bisa membantu Anda lebih memahami kondisi kepemimpinan Anda sekarang ini. Jika Anda memberikan nilai paling banyak di satu dan dua, kepemimpinan Anda lebih cenderung tidak sehat daripada sehat, dan kemungkinan emosi Anda berfungsi pada tingkatan seperti anak kecil atau bayi. Jika ini terdengar kasar, Anda setidaknya bisa terhibur karena Anda sama sekali tidak sendirian. Saya menemukan diri saya di situasi ini setelah tujuh belas tahun menjadi pengikut Kristus, dengan gelar dari seminari, dan delapan tahun pengalaman sebagai pendeta. Dan sebagian besar pendeta yang saya bimbing berada di kondisi yang mirip. Bertumbuh menjadi dewasa secara rohani dan emosi butuh waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, bukan hitungan hari atau bulan. Jadi tarik nafas. Tenang. Anda tidak sendirian. Jika Anda memberikan nilai paling banyak di dua dan tiga, Anda sudah memulai perjalanan ini, tetapi kemungkinan emosi Anda berfungsi pada tingkat remaja. Kehidupan Kristen Anda berpusat pada melakukan sesuatu, bukan berusaha memiliki kedekatan, dan Anda merasakan pengaruhnya dalam jiwa Anda. Anda masih perlu menerapkan nilai-nilai pribadi – seperti memperlambat tempo hidup untuk bersama dengan Yesus atau memprioritaskan pernikahan/kelajangan Anda – kepada cara Anda memimpin tim Anda. Anda sadar akan kekuatan, kelemahan, dan keterbatasan Anda, tetapi hal ini masih perlu ditingkatkan. Pikirkan bagaimana Allah mungkin sedang mengundang Anda masuk ke dalam kehidupan batin yang lebih sehat dan praktikpraktik rohani yang lebih dalam sehingga Anda bisa membawa tim dan pelayanan Anda ke tingkat berikutnya. Bersiap untuk ditantang secara
48 | EMOTIONALLY HEALTHY LEADER
pribadi dan dalam kepemimpinan Anda pada beberapa bidang penting saat Anda membaca buku ini. Jika Anda memberikan nilai paling banyak di empat dan lima, kepemimpinan Anda cenderung lebih sehat daripada tidak sehat, dan kemungkinan emosi Anda berfungsi pada tingkatan orang dewasa. Anda memiliki pengertian yang sehat tentang kekuatan, keterbatasan, dan kelemahan Anda sebagai pemimpin. Anda mampu menegaskan kepercayaan dan nilai Anda tanpa bersikap bermusuhan. Anda melindungi dan memprioritaskan relasi Anda dengan pasangan hidup Anda (jika punya), teman, dan keluarga. Anda memiliki pengertian yang baik tentang identitas Anda sebagai pemimpin dan bagaimana berelasi dengan orang-orang di sekitar Anda. Dan Anda sudah bisa mengintegrasikan perbuatan Anda bagi Allah di atas dasar kedekatan Anda bersama Dia. Bersiap mendapat pemahaman dan kejelasan yang lebih besar, bagi diri Anda maupun orang-orang yang Anda pimpin, ketika Anda terus menerapkan prinsip-prinsip ini kepada kehidupan dan kepemimpinan Anda.
Counterfeit Gods (Allah-Allah Palsu)
Janji-janji Kosong dari Uang, Seks, dan Kekuasaan serta Harapan yang Terpenting Timothy Keller Kesuksesan, uang, cinta sejati, dan kehidupan yang selalu Anda rindukan. Sebagian besar dari kita meletakkan iman kita dalam hal-hal tersebut, kita percaya bahwa hal-hal tersebut bisa membawa kita kepada kebahagiaan. Keruntuhan ekonomi yang terjadi belakangan ini telah menghancurkan berbagai impian yang telah dibangun. Tidak heran banyak dari kita yang merasa terhilang, kesepian, putus asa, dan marah. Sesungguhnya kita telah membuat hal-hal yang baik menjadi allah-allah kecil kita – allah-allah yang tidak bisa memberi apa yang sebenarnya kita butuhkan. Hanya ada satu Allah yang bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan kita – dan sekarang adalah waktu yang paling baik untuk bertemu dengan Dia kembali, atau mungkin untuk pertama kalinya. Alkitab berkata bahwa hati manusia adalah “pabrik berhala,” membuat halhal baik menjadi berhala yang mengatur kita. Keller menerapkan pendekatan khasnya untuk menunjukkan kita bagaimana pemahaman yang tepat terhadap Alkitab bisa menyingkapkan kebenaran dari iman kita dan kerinduan hati kita terdalam. Pesan yang berkuasa ini akan memperkuat reputasi Keller sebagai seorang pendeta dan pemikir yang kritis. Buku ini ditulis pada waktu yang penting sekali – bagi orang-orang beriman maupun yang skeptis. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org
Prayer (Doa)
Mengalami Kekaguman dan Keintiman Bersama Allah Timothy Keller “Setiap pembaca akan semakin rindu berdoa dan mengerti bagaimana melakukannya.� –Christianity Today Penulis buku laris versi New York Times dan pendeta terkemuka menyelidiki kuasa dari doa. Umat Kristen diajar di gereja dan di sekolah bahwa doa adalah cara paling ampuh untuk mengalami hadirat Allah. Tapi, sedikit saja orang yang pernah menerima bimbingan atau panduan dalam menjadikan doa sebagai sarana yang penuh makna. Dalam buku Prayer, Timothy Keller menyelidiki beragam segi dari tindakan yang tampak alamiah ini. Dengan wawasan dan energinya yang khas, Keller memberi panduan yang alkitabiah sekaligus doa-doa spesifik untuk berbagai situasi, seperti penderitaan, peristiwa kehilangan, kasih, dan pengampunan, dan sebagainya. Ia membahas berbagai cara untuk menjadikan doa lebih personal dan berkuasa, sekaligus bagaimana menerapkan praktik doa yang cocok dengan Anda. Pengajaran dari Timothy Keller telah membantu jutaan orang dan dengan buku Prayer ini, ia akan menunjukkan kepada Anda bagaimana memiliki hubungan yang lebih mendalam dengan Allah. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org
#Struggles
(#Pergumulan-Pergumulan) Mengikut Yesus di Dunia yang Terpusat pada Selfie Craig Groeschel Bagaimana kita dapat mengarahkan pandangan kita tetap pada Kristus daripada terpaku terus pada layar? Rata-rata orang menghabiskan 7,4 jam sehari di depan layar, dan ini barulah permulaan... Kita semua mencintai teknologi dan sosial media karena ada banyak manfaat positif yang diberikan, tetapi banyak dari kita juga menyadari adanya berbagai dampak negatif yang tidak diinginkan yang berada di luar kendali kita. Dalam buku baru yang mengubahkan hidup ini, Craig Groeschel mendorong setiap kita yang sangat bergantung pada dunia digital untuk mendapatkan kembali kontrol atas hidup mereka dan menempatkan Kristus menjadi yang utama kembali. Dia menuntun kita dengan nilai-nilai alkitabiah yang penting bagi para pengikut Kristus, yang bahkan semakin penting untuk diterapkan dalam dunia kita yang terpusat pada selfie saat ini. Ini waktunya untuk menyegarkan dan memulihkan pemahaman kita tentang kualitas hidup bersama Kristus yang membawa: kepuasan, keintiman, keotentikan, belas kasih, dan banyak lagi. #Struggles akan mengubah kehidupan sosial media Anda dan membawa keseimbangan baru dalam kehidupan Anda. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org