EMOTIONALLY HEALTHY SPIRITUALITY - Spiritualitas yang Sehat secara Emosi

Page 1


L iteratur P erkantas J awa T imur


Emo ti o na l l y H e a l t hy S p i r it ua l it y

(Spir itua li tas yan g Seh at s ec a r a E mo s i ) Meluncurkan Sebuah Revoluasi di Hidup Anda dalam Kristus oleh Peter Scazzero Originally published in English under the title Emotionally Healthy Spirituality Copyright Š 2006 by Peter Scazzero Published by Thomas Nelson, Inc., Nashville,TN 37214 All Right Reserved Under International Copyright Law Alih Bahasa:Tim Literatur Perkantas Jatim Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari perge-rakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org

ISBN: 978-602-1302-04-0 Cetakan Pertama: Agustus 2014

Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa ijin dari penerbit.


DAFTAR ISI Y

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................

5

PENDAHULUAN ............................................................

7

BAGIAN SATU : Permasalahan dari Spiritualitas yang Tidak Sehat secara Emosi BAB SATU ....................................................................

13

Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es� Ada Sesuatu yang Sangat Salah BAB DUA .....................................................................

31

Sepuluh Tanda Utama dari Spiritualitas yang Tidak Sehat secara Emosi Mendiagnosis Permasalahannya Bab tiga .....................................................................

49

Penangkal yang Radikal: Kesehatan Emosi dan Kerohanian Kontemplatif Mendatangkan Perubahan dalam Batin BAGIAN DUA: Jalan Menuju Spiritualitas yang Sehat secara Emosi Bab empat....................................................................

Mengenal Diri Sendiri untuk Mengenal Allah Menjadi Diri Sendiri yang Autentik

79


BAB LIMA .....................................................................

111

Melihat Masa Lalu untuk Melangkah Maju ke Masa Depan Menghancurkan Kuasa Belenggu Masa Lalu BAB ENAM ..................................................................

139

Perjalanan Menembus Tembok Melepaskan Kuasa dan Kontrol Bab TUJUH ...................................................................

161

Melapangkan Jiwa Anda Melalui Penderitaan dan Kehilangan Menerima Keterbatasan Anda BAB DELAPAN ..............................................................

183

Menemukan Ritme Ibadah Harian dan Sabat Berhenti Untuk Menikmati Makanan Rohani BAB SEMBILAN .............................................................

209

Bertumbuh Menjadi Orang yang Dewasa secara Emosi Mempelajari Keahlian Baru untuk Mengasihi dengan Benar Bab SEPULUH ...............................................................

233

Menuju Langkah Selanjutnya untuk Mengembangkan Sebuah “Aturan Hidup� Mengasihi Kristus Lebih dari Segalanya LAMPIRAN A: Doa Eksamen .......................................

253

LAMPIRAN B: Ibadah Harian ......................................

255

CATATAN-CATATAN .......................................................

263


UCAPAN TERIMA KASIH Y

Meskipun saya yang menulis buku ini, namun materinya terinspirasi dari Geri, teman baik dan istri saya selama dua puluh dua tahun ini. Kami telah menghidupi semua pemahaman yang ada dalam buku ini sebagai individu, sebagai pasangan, dan sebagai orang tua dari empat anak perempuan–Maria, Christy, Faith, dan Eva. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga dari New Life Fellowship Church di Queens, New York City, tempat saya menjadi gembala selama sembilan belas tahun. Buku ini ditulis dari realitas kehidupan kami sebagai komunitas multirasial, multietnik yang berkomitmen untuk menjembatani jurang yang diakibatkan oleh ras, budaya, ekonomi, dan gender, serta berusaha melayani mereka yang miskin dan terpinggirkan. Isi buku ini berasal dari situasi seperti itu; keterbukaan komunitas kami terhadap Roh Kudus dan kerinduan yang kuat bagi Yesus adalah sebuah kasih karunia. Secara khusus saya ingin berterima kasih pada para penatua, staf, pemimpin gereja, anggota gereja, dan para sahabat di New Life, dan kepada semua orang yang telah membaca draf dan bagian dari buku ini sepanjang proses penulisannya (terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu). Terima kasih semuanya. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada Peter Schreck dari Palmer Theological Seminary, bersama dengan Chris Giammona, Emma Baez, Peter Hoffman, dan Jay Feld. Mereka semua telah membaca bab-bab yang penting dan memberi sumbangsih yang menentukan sepanjang penulisan buku ini. Terima kasih juga pada Mike Favilla yang telah menghabiskan banyak waktu untuk menyusun draf ilustrasi dalam buku ini. Terima kasih kepada Kathy Helmers, agen saya, yang telah membantu dan membimbing seluruh proses ini.Terima kasih ke-


6 | Emotionally Healthy Spirituality

pada Joey Paul dan Kris Bearss, penerbit Integrity, yang melalui pertanyaan-pertanyaan dan pemahaman yang cerdas telah membuat kualitas buku ini bertambah baik. Ucapan terima kasih juga saya berikan pada Leslie Peterson, editor saya, atas pekerjaannya yang luar biasa, bersama dengan banyak orang lain yang telah membuat manuskrip saya bisa diterbitkan menjadi buku.


PENDAHULUAN Y

Buku ini ditulis bukan hanya untuk sekadar menyajikan informasi. Buku ini bertujuan untuk mengubah hidup Anda. Buku ini merupakan sebuah undangan untuk menghasilkan hubungan yang lebih luas dan dalam bersama Yesus Kristus, yang mengharuskan Anda menjalani suatu perjalanan ke tempat yang tidak diketahui, seperti yang Abraham lakukan ketika dia meninggalkan tempat tinggalnya yang nyaman di Ur Kasdim. Kombinasi dari spiritualitas yang kontemplatif dan yang sehat secara emosi—inti pesan dari buku ini—akan menghasilkan sebuah revolusi dalam kehidupan batin Anda. Dan revolusi itu kemudian akan mengubah semua hubungan yang Anda miliki. Pada tahun 2003, saya pernah menulis sebuah buku bagi para pendeta dan pemimpin gereja yang diberi judul The Emotionally Healthy Church.1 Dampak dari buku ini sangat mengejutkan kami, sehingga kami menyadari bahwa Tuhan memang telah memberi kami pemahaman-pemahaman tentang bagaimana menghasilkan spiritualitas dan emosi yang sehat secara bersamaan. Buku itu secara dramatis mengubah hidup kami dan banyak orang lain di New Life Fellowship Church di Queens, New York City. Ketika kami mulai berkeliling dan memberi seminar, kami menjadi sadar sejauh apa buku pertama ini telah menyentuh dan menjamah para pemimpin dan pendeta di semua denominasi dan aliran teologi. Pesan dari buku ini menyebar dengan cepat di seluruh Amerika Utara dan luar negeri. Buku ini memiliki kekhasan dalam tiga hal penting. Pertama, saya ingin agar materi yang telah kami kembangkan dan telah mengubah hidup banyak orang dalam buku The Emotionally Healthy Church tidak hanya diperuntukkan bagi para pendeta dan pemimpin gereja tetapi


8 | Emotionally Healthy Spirituality

juga bagi para jemaat gereja umumnya. Kedua, Anda semua yang telah membaca buku pertama, Anda pasti memerhatikan ada beberapa prinsip yang telah ditambahkan, diolah ulang, dan dipertajam. Empat tahun terakhir ini telah memberi waktu yang kaya untuk merefleksikan dan mendiskusikan materi ini. Terakhir, saya menulis dengan hasrat yang kuat untuk membuat warisan gereja masa lampau bisa dibagikan bagi orang-orang di masa sekarang. Tradisi kontemplatif telah memberi kekayaan, kepenuhan, dan keutuhan bagi tugas membuat murid dan pembentukan rohani di New Life Fellowship Church. Hasilnya adalah suatu “ledakanâ€? (saya tidak tahu lagi istilah apa yang tepat untuk ini!) dalam hidup banyak orang. Saya telah menjadi gembala di New Life Fellowship Church selama sembilan belas tahun. Orang-orang dari enam puluh lima negara mengikuti ibadah gereja kami setiap minggu. Ini memberi kesempatan yang unik untuk mencoba materi ini dalam keluarga gereja lokal. Percobaan itu merupakan pengalaman yang luar biasa. Sebagai komunitas gereja, kami pelan-pelan mulai meresapi semua prinsip yang ada dalam buku ini selama lebih dari sepuluh tahun. Setiap pembahasan yang ditemukan dalam setiap bab direnungkan, dikhotbahkan, didoakan, diterapkan, dan dihidupi oleh setiap anggota gereja kami (saya juga). Sedikit demi sedikit, mereka memakainya bagi perjalanan pribadi mereka bersama Kristus. Sekarang giliran Anda. Jadi tolong bacalah buku ini sambil berdoa ‌ sambil direnungkan ‌ secara perlahan. Berhentilah, lalu ambillah waktu meresapi kehadiran Allah dan diri Anda yang diberikan Roh Kudus selama pembacaan buku ini. Tuliskan apa yang Allah katakan pada Anda. Ketika saya membaca sebuah buku yang membangun iman di mana Allah berbicara kepada saya, saya akan menulis di belakang buku tersebut beberapa kalimat mengenai pemahaman yang saya peroleh dengan nomor halamannya. Dengan demikian saya bisa kembali ke bagian tersebut di waktu yang akan datang dan dengan mudah meninjau ulang apa yang telah Allah katakan pada saya. Anda mungkin ingin membuat jurnal atau menulis di bagian tepi yang kosong di buku ini. Panjatkanlah doa, secara perlahan, di akhir setiap bab. Jangan terburu-buru. Setiap bab bisa dengan mudah diperluas menjadi sebuah


KATA PENGANTAR

| 9

buku tersendiri. Ada banyak yang perlu dipahami di sana. Yang paling penting, nikmati dan syukurilah kehadiran Yesus dalam setiap halamannya. Anda ingin bertumbuh dalam pengalaman Anda bersama Yesus, bukan hanya menambah pengetahuan di kepala Anda tentang Dia. Buku ini dibagi dalam beberapa bagian. Bagian pertama diberi judul “Spiritualitas yang Tidak Sehat Secara Emosi.� Semua bab di bagian ini dimaksudkan untuk membantu Anda mengenali seperti apa natur dari spiritualitas yang tidak sehat secara emosi. Penting bagi Anda untuk bisa melihat natur dan jangkauan dari masalah yang ada sebelum membaca tentang penangkal yang radikal dan memiliki jangkauan yang luas. Bab tiga menjadi semacam jembatan yang menghubungkan sisa bagian buku ini. Bab ini menjelaskan mengapa spiritualitas yang kontemplatif dan emosi yang sehat harus ada agar bisa menghasilkan transformasi dari Kristus ke dalam kehidupan batin Anda. Anda mungkin perlu kembali membaca bab ini setelah selesai membaca buku ini. Bagian kedua dari buku ini dimulai dari bab empat sampai sepuluh. Semua membahas tentang jalan yang penting untuk mengembangkan spiritualitas yang sehat secara emosi. St. John of the Cross, dalam pendahuluan bukunya The Living Flame, mencatat bahwa segala sesuatu yang dia tulis “tidak sama dengan realitasnya seperti lukisan tidak sama dengan objek lukisannya.�2 Meskipun demikian, dia tetap berusaha menuliskan apa yang dia ketahui. Sama seperti itu, buku ini tidak bisa melukiskan Allah yang memang tidak bisa dipahami secara penuh namun kita berusaha mengenal dan mengasihi-Nya. Dibutuhkan kekekalan bagi kita untuk mengenal-Nya dengan lebih baik lagi. Ketika Anda membaca buku ini, ingatlah bahwa buku ini seperti lukisan, yang mengarahkan kita kepada perjumpaan yang lebih kaya dan autentik dengan Allah yang hidup, yang kita kenal dalam Kristus. Keberhasilan nyata dari buku ini akan bisa diukur dari perubahan positif yang terjadi dalam hubungan Anda dengan Yesus, diri Anda sendiri, dan orang lain. Karena kurangnya emosi yang sehat di awal pelayanan saya yang hampir membuat saya hancur, maka saya bersyukur kepada Allah akan belas kasih-Nya. Belas kasih Allah tidak hanya memampukan saya ber-


10 | Emotionally Healthy Spirituality

tahan tetapi bisa menikmati kekayaan dari kehidupan Kristen yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya. Jika Anda lapar akan kehadiran Allah untuk mengubah Anda dan orang-orang di sekitar Anda, maka saya mengundang Anda untuk membalik halaman ini dan mulai membaca.


B A G I A N S AT U

Y

PERMASALAHAN DARI SPIRITUALITAS YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI



B ab S atu

MENGENALI SPIRITUALITAS “PUNCAK GUNUNG ES� Y Ada Sesuatu yang Sangat Salah

S

piritualitas Kristen tanpa diintegrasikan dengan emosi yang sehat bisa mematikan—bagi diri Anda sendiri, hubungan Anda dengan Allah, dan orang-orang di sekitar Anda. Setelah menjalani setengah dari kehidupan saya sebagai orang dewasa seperti itu, maka saya memiliki ilustrasi pribadi yang bisa saya bagikan, meskipun saya segan menceritakannya. Berikut ini adalah salah satu ilustrasi yang saya harap bisa saya lupakan. IMAN DAN KOLAM

Saya bertemu dengan John dan Susan ketika saya diundang menjadi pembicara di gereja lain. Mereka sangat bersemangat dan antusias untuk mengunjungi New Life Fellowship Church di Queens, tempat saya menjadi gembala. Pada bulan Juli yang panas di hari Minggu, mereka melakukan perjalanan yang panjang dan sulit dari Connecticut, dengan kemacetan yang pasti, untuk duduk mengikuti ketiga ibadah kami. Di antara ibadah kedua dan ketiga, John menarik saya dan menyatakan harapannya untuk bisa mendapat waktu bicara bersama Geri dan saya. Saya sudah kelelahan. Tetapi kekhawatiran terbesar saya adalah apa yang akan dipikirkan pendeta mereka, yang merupakan teman saya. Apa yang akan mereka katakan padanya jika saya langsung menyuruh


14 | Emotionally Healthy Spirituality

mereka pulang? Apa yang akan mereka katakan tentang saya? Jadi saya berbohong. “Tentu, saya senang bisa makan bersama siang nanti. Saya yakin Geri juga menantikannya!” Geri, karena ingin menjadi “istri pendeta yang baik,” setuju untuk makan siang ketika saya memberi tahu hal ini padanya, meskipun dia juga lebih ingin menjawab tidak. John, Susan, dan saya tiba di rumah sekitar jam tiga siang hari. Dalam waktu tiga menit, kami berempat sudah duduk makan. Kemudian John mulai bicara … dan bicara … dan bicara … Susan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Geri dan saya sekali-kali saling curi pandang. Kami merasa perlu memberi waktu pada John. Tetapi berapa lama? John terus bicara … dan bicara … dan bicara.... Saya tidak bisa memotongnya. Dia bercerita dengan intensitas yang kuat tentang Tuhan, hidupnya, dan kesempatan barunya dalam pekerjaan. Sambil mendengarkan, saya berkata dalam diri saya, “Oh Tuhan, saya mau menjadi orang yang menghasihi dan ramah, tetapi sampai di mana batasannya?” Saya merasa marah. Kemudian merasa bersalah karena merasa marah. Saya ingin John dan Susan melihat Geri dan saya sebagai orang yang ramah dan murah hati. Mengapa dia tidak memberi kesempatan bicara pada istrinya? Atau kami? Akhirnya, Susan minta izin untuk ke WC. John permisi untuk menjawab telepon. Geri langsung bicara ketika kami sendirian. “Pete, mengapa kamu mau melakukan hal ini!” dia menggerutu dengan nada yang menjengkelkan. “Saya saja belum memiliki kesempatan berdua dengan kamu. Anak-anak juga belum ketemu kamu.” Saya hanya bisa menunduk, berharap sikap saya ini bisa membuat istri saya kasihan. Nihil. Susan kembali dari WC dan John meneruskan bicaranya. Saat itu, saya merasa benci berada di meja makan tersebut. Tiba-tiba John berkata, “Saya harap saya tidak terlalu banyak bicara.” “O, tentu tidak.” Saya melanjutkan kebohongan saya mewakili kami berdua. Saya meyakinkan dia, “Senang mendengar kamu bicara.”


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 15

Geri hanya diam di samping saya. Saya tidak berani melihatnya. Setelah beberapa jam kemudian, ketika John mengambil nafas, Geri berseru, “Saya kok belum mendengar suara Faith.” Faith adalah anak perempuan kami yang berumur tiga tahun. John terus saja bicara seakan-akan Geri tidak bicara apa pun. Geri dan saya sekali lagi saling curi pandang dan terus berpura-pura mendengar, kadang-kadang meregangkan leher kami melihat keluar ruangan. Saya berusaha meyakinkan diri dengan berkata dalam hati, Ah ini baik-baik saja. Namun Geri mulai kelihatan kesal. Wajahnya sudah menunjukkan ketegangan, kekhawatiran, dan ketidaksabaran. Saya bisa membaca pikirannya, dia pasti sedang memikirkan kemungkinan Faith ada di mana. Rumah kami memang terlihat terlalu tenang, tidak seperti biasanya. John terus saja bicara. Akhirnya, Geri minta izin dengan nada yang menurut saya nada kesal: “Saya harus pergi mencari anak perempuan kami.” Dia berlari ke ruang bawah tanah. Faith tidak ada. Tempat tidur. Faith tidak ada. Ruang keluarga dan ruang makan. Faith juga tidak ada. Dengan panik, dia berlari kembali ke ruang makan. “Pete! Tolong! Aku tidak menemukannya. Dia tidak disini!” Rasa ngeri menghinggapi kami berdua ketika mata kami bertemu selama sedetik. Kami membayangkan hal yang mengerikan: Kolam renang! Meskipun kami tinggal dalam rumah yang kecil namun kami memiliki sebuah kolam yang cukup dalam di belakang rumah untuk mendinginkan tubuh di musim panas New York City yang menyiksa. Kami berlari menuju belakang rumah … dan melihat ketakutan kami menjadi nyata. Di sana Faith berdiri di tengah kolam dengan membelakangi kami— anak perempuan tiga tahun kami, telanjang, setengah mati berjinjit dengan air sudah di dagunya, hampir menyentuh mulutnya. Pada saat itu kami merasa seperti anak berusia lima tahun. “Faith, jangan bergerak!” Geri berteriak sambil berlari menariknya keluar dari kolam. Entah bagaimana Faith ternyata bisa bergerak naik turun tangga di


16 | Emotionally Healthy Spirituality

kolam tanpa tergelincir. Dan dia berusaha berdiri dengan berjinjit di kolam untuk waktu yang tidak berani kami bayangkan! Jika dia jatuh, Geri dan saya pasti akan mengubur anak perempuan kami. Geri dan saya sangat terguncang—selama beberapa hari. Hari ini pun saya masih gemetar ketika menuliskan kisah ini. Kebenaran menyedihkan tentang insiden ini adalah tidak ada yang berubah dalam hati kami. Perubahan baru datang kira-kira lima tahun kemudian, dengan kepedihan yang besar dan beberapa kejadian mengerikan serupa. Bagaimana saya dan Geri bisa begitu ceroboh? Saya merenungkan kembali dengan malu betapa tidak benar dan tidak dewasanya tindakan saya terhadap John dan Susan,Tuhan dan juga diri saya! Bukan John yang jadi masalah tapi saya. Di luar saya terlihat baik, ramah, dan sabar, sedangkan di dalam saya sama sekali tidak seperti itu. Saya ingin sekali menyajikan citra orang Kristen terbaik sehingga mengabaikan apa yang ada dalam diri saya sendiri. Secara tidak sadar saya berpikir: Saya harap saya adalah orang Kristen yang cukup baik. Apakah pasangan ini menyukai kami? Apakah menurut mereka kami baik? Apakah John akan memberi laporan yang baik tentang kunjungannya pada pendetanya yang adalah teman saya? Berpura-pura lebih aman daripada kejujuran dan kerapuhan. Kenyataannya adalah pemuridan dan spiritualitas saya tidak menyentuh beberapa luka dan pola dosa di kedalaman batin—terutama hal-hal buruk yang muncul tiba-tiba di dalam rumah tangga kami selama terjadi pencobaan, pertengkaran, konflik, dan kemunduran. Saya terperangkap dalam tingkat kerohanian dan perkembangan emosi yang tidak dewasa. Dan kehidupan Kristen yang saya jalani saat itu tidak mengubah kehidupan batiniah saya. Dan karena itu, Faith hampir meninggal. Ada sesuatu yang sangat salah dengan spiritualitas saya—tetapi apa? ORANG-ORANG YANG MENINGGALKAN GEREJA

Para peneliti telah meneliti orang-orang yang dikenal sebagai orang-orang yang meninggalkan gereja1—sebuah kelompok yang semakin lama se-


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 17

makin besar jumlahnya di tahun-tahun terakhir ini. Sebagian dari mereka adalah orang-orang percaya yang tidak lagi pergi ke gereja. Para pria dan wanita ini telah membuat komitmen yang tulus kepada Kristus tetapi kemudian menyadari, secara perlahan dan menyakitkan, bahwa spiritualitas yang ada dalam gereja sebenarnya tidak menghasilkan perubahan hidup yang Kristus inginkan—dalam diri mereka maupun orang lain. Apa yang salah? Mereka adalah para pengikut Yesus Kristus yang tulus, tetapi mereka mengalami pergumulan yang sama seperti orang lain, dengan pernikahan, perceraian, persahabatan, menjadi orang tua, membujang, seksualitas, kecanduan, kekhawatiran, keinginan untuk diterima, dan perasaan gagal dan depresi di tempat kerja, gereja dan rumah tangga. Mereka melihat pola konflik emosi yang sama di luar dan di dalam gereja. Apa yang salah dengan gereja? Orang-orang lainnya yang meninggalkan gereja termasuk mereka yang masih ke gereja tetapi tidak aktif. Setelah bertahun-tahun frustrasi dan kecewa, mereka menyadari bahwa kenyataan hidup dari iman yang hitam putih tidak cocok dengan pengalaman hidup mereka, mereka menyerah—setidaknya secara batin. Demi anak-anak mereka, atau kurangnya pilihan lain, mereka tetap di gereja, tetapi secara pasif. Mereka tidak bisa menunjukkan masalahnya secara tepat, tetapi mereka tahu ada yang tidak beres. Ada sesuatu yang terlewatkan. Ketidaknyamanan yang ada di dalam jiwa menghantui mereka, tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa. Kelompok ketiga, dan ini sangat disayangkan, adalah orang-orang yang membuang iman mereka sepenuhnya. Mereka lelah terperangkap dan menemui jalan buntu dalam perjalanan rohani mereka. Dan mereka juga semakin lelah menghadapi orang Kristen di sekitar mereka. Orang-orang Kristen yang meskipun memiliki “pengetahuan” akan Allah, terlibat dalam gereja, bersemangat namun memiliki sikap pemarah, memaksakan kehendak, sangat dogmatis, suka membela diri, sombong, dan terlalu sibuk untuk mengasihi Yesus yang mereka sembah. Menjadi orang Kristen sepertinya lebih bermasalah daripada yang lainnya. Starbuck dan New York Times lebih pantas dijadikan sahabat di Minggu pagi. Ada saat-saat dalam hidup saya ketika saya sangat ingin menjadi


18 | Emotionally Healthy Spirituality

salah satu dari mereka yang meninggalkan gereja. Sebuah krisis yang besar dan menyakitkan membuat saya menderita dalam kemarahan dan rasa malu—ini terjadi pada saya, orang yang berusaha keras untuk menjadi orang Kristen yang setia dan penuh kasih, yang tulus dalam melayani Allah dan kerajaan-Nya. Mengapa semua usaha terbaik saya membuat saya masuk dalam kekacauan ini? Hal tersebut terus berlanjut sampai kepedihan itu membongkar banyak hal yang tersembunyi di balik permukaan dari menjadi “orang Kristen yang baik” dan itu mengejutkan saya: ternyata seluruh lapisan dari kehidupan emosi saya telah dikubur begitu dalam dan tidak tersentuh oleh kuasa Allah yang mengubahkan. Selama ini saya terlalu sibuk untuk melakukan “introspeksi yang mengerikan,” terlalu sibuk mengerjakan pekerjaan Tuhan sehingga tidak memberi waktu untuk mempelajari kesadaran batin saya. Namun kepedihan memaksa saya untuk menyadari betapa dangkalnya pengaruh Yesus dalam batin saya, meskipun saya telah menjadi orang Kristen selama dua puluh tahun. Saat itulah saya menemukan kebenaran radikal yang mengubah hidup saya, pernikahan saya, pelayanan saya, dan akhirnya gereja yang kami layani. Kebenarannya sederhana, tetapi saya melewatkannya— dan anehnya, gerakan injili yang saya tahu juga umumnya melewatkan kebenaran ini. Saya percaya, realitas yang sederhana namun mendalam ini memiliki kuasa untuk membawa perubahan revolusioner kepada banyak orang yang sudah bersiap untuk meninggalkan iman Kristennya: kesehatan emosi dan kedewasaan rohani tidak bisa dipisahkan. BERTUMBUH DENGAN EMOSI YANG TIDAK BERKEMBANG

Sangat sedikit orang yang muncul dari keluarga asli mereka yang tidak memiliki masalah yaitu dewasa dan utuh secara emosi. Di tahun-tahun awal pelayanan saya, saya percaya kuasa Kristus dalam menghancurkan segala penghalang, sehingga saya tidak terlalu memikirkan bagaimana keluarga yang telah lama saya tinggalkan masih terus membentuk saya. Lagi pula, bukankah Paulus mengajarkan dalam 2 Korintus 5:17 bahwa ketika kamu menjadi orang Kristen, segala sesuatu yang lama sudah berlalu dan semuanya menjadi baru? Tetapi krisis yang saya alami


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es�

| 19

mengajarkan bahwa saya harus melihat ke belakang dan memahami yang masa lalu itu agar bisa berlalu. Keluarga campuran Italia-Amerika saya, seperti semua keluarga lainnya, merupakan keluarga yang hancur. Orang tua saya adalah anak-anak dari imigran dan mengorbankan diri mereka bagi keempat anak mereka agar bisa menikmati kehidupan impian warga Amerika. Ayah saya, bekerja di bidang roti, bekerja tanpa henti, di toko roti Italia pertama di kota NewYork yang dimiliki oleh kakek saya dan kemudian di sebuah distributor roti yang besar. Tujuan utamanya adalah agar anak-anaknya bisa kuliah, lulus dari sebuah universitas, dan memiliki hidup yang lebih baik. Ibu saya bergumul dengan depresi klinis dan menderita secara emosi karena ketidakhadiran suami. Dibesarkan oleh ayah yang suka menyiksa, dia juga menderita karena harus membesarkan empat anak sendirian. Kehidupan pernikahannya, seperti masa kecilnya, ditandai oleh kesedihan dan kesendirian. Saudara-saudara saya dan saya sendiri keluar dari lingkungan tersebut dengan luka. Kami tidak mengalami perkembangan secara emosi dan lapar akan perhatian dan kasih sayang. Kami meninggalkan rumah untuk kuliah dan berusaha untuk tidak melihat ke belakang, namun tidak berhasil. Dari luar rumah, seperti keluarga lainnya, semua terlihat tidak ada masalah. Setidaknya lebih baik daripada situasi teman-teman saya. Namun semuanya berantakan ketika saya berumur enam belas tahun. Saudara laki-laki saya melanggar aturan tak tertulis keluarga kami dengan tidak menuruti ayah saya dan berhenti kuliah. Lebih buruk lagi, dia mengatakan bahwa Pendeta Moon dan istrinya, pendiri Unification Church (sebuah aliran Bidat), adalah orang tua sejati dari kemanusiaan. Selama sepuluh tahun selanjutnya dia dianggap sudah mati dan dilarang pulang ke rumah. Orang tua saya sangat malu dan hancur. Mereka menarik diri dari keluarga besar kami dan teman-teman mereka. Tekanan dan stres karena perginya saudara laki-laki saya membuka borok dalam keluarga kami. Kerusakannya menjadi semakin besar. Perlu waktu dua dekade bagi kami sampai terjadinya pemulihan. Mungkin hal paling tragis adalah kerohanian ayah saya dan kesetiaannya untuk terus terlibat di gerejanya (hanya dia dalam keluarga


20 | Emotionally Healthy Spirituality

kami yang menunjukkan adanya iman yang sejati) hanya berdampak kecil pada pernikahan dan perannya sebagai orang tua. Cara dia berfungsi sebagai ayah, suami, dan karyawan mencerminkan budaya dan keluarga asalnya daripada keluarga baru dalam Yesus. Keluarga saya jelas berbeda dari keluarga Anda. Tetapi ada satu hal yang saya pelajari selama dua puluh tahun lebih melayani banyak keluarga: keluarga Anda, seperti juga keluarga saya, ditandai oleh akibat dari ketidaktaatan orang tua pertama kita seperti yang dikisahkan dalam Kejadian 3. Rasa malu, rahasia, kebohongan, pengkhianatan, hancurnya relasi, kekecewaan, dan kerinduan yang tidak terpenuhi akan kasih tanpa syarat berada di balik permukaan keluarga pada umumnya bahkan keluarga yang paling terhormat sekalipun. MENJADI BERIMAN PADA KRISTUS

Kecewa dan tidak yakin akan keberadaan Allah, di usia tiga belas tahun saya meninggalkan gereja. Saya yakin bahwa semua itu tidak relevan bagi “kehidupan nyata.” Melalui konser Kristen di sebuah gereja kecil dan kelompok pemahaman Alkitab di kampus saya, dengan anugerah Allah, saya bisa menjadi orang Kristen. Waktu itu usia saya berusia sembilan belas tahun. Besarnya kasih Allah dalam Kristus meliputi saya. Saya langsung memulai perjalanan bersemangat untuk mengenali Yesus yang hidup ini, yang telah menyatakan diri-Nya kepada saya. Selama tujuh belas tahun selanjutnya, saya menenggelamkan diri dalam tradisi injili/karismatik, menyerap semua bentuk pemuridan dan spiritualitas yang tersedia. Saya berdoa dan membaca Alkitab. Saya “menghabiskan” buku-buku Kristen. Berpartisipasi dalam kelompok kecil dan pergi ke gereja secara rutin. Saya belajar mengenai disiplin rohani. Saya melayani dengan semangat sesuai dengan karunia rohani saya. Saya memberi persembahan secara sukarela. Saya membagikan iman saya dengan setiap orang yang mau mendengar. Setelah lulus kuliah, saya mengajar di SMU selama setahun dan bekerja selama tiga tahun sebagai staf InterVarsity Christian Fellowship, sebuah pelayanan Kristen yang melayani mahasiswa. Itu kemudian membawa saya ke Princeton dan Gordon-Conwell Theological


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 21

Seminaries, satu tahun di Kosta Rica untuk belajar bahasa Spanyol, dan menanam gereja multietnis di Queens, New York. Namun selama tujuh belas tahun menjadi pengikut Kristus yang setia, aspek emosi atau aspek kemanusiaan saya tetap tidak tersentuh. Sisi-sisi tersebut jarang dibicarakan atau disentuh dalam kelas Sekolah Minggu, kelompok kecil, atau di lingkungan gereja. Bahkan, frasa “aspek emosi atau aspek kemanusiaan” dilihat sebagai kosakata untuk para konselor profesional, bukan gereja. MENCOBA BERAGAM PENDEKATAN TERHADAP PEMURIDAN

Ketika pelayanan kepemimpinan saya sedang berada dalam puncak kesibukan, istri saya mulai protes karena melihat ada sesuatu yang sangat salah—dengan diri saya dan dengan gereja. Saya tahu dia bisa saja benar maka saya terus berusaha menerapkan beragam model pemuridan yang berbeda dan dalam tingkatan tertentu memang bisa membantu saya. Percakapan dalam diri saya kira-kira seperti ini: “Pete, lakukan lebih banyak Pemahaman Alkitab. Itu bisa mengubah orang. Pikiran mereka akan diperbarui. Perubahan hidup pasti akan mengikutinya.” “Tidak. Itu lahiriah saja. Masukan semua orang ke dalam komunitas yang lebih dalam, dalam kelompok kecil. Itu bisa berhasil!” “Jangan lupa Pete, perubahan batin membutuhkan kuasa Roh Kudus. Itu hanya bisa terjadi melalui doa. Beri waktu lebih banyak untuk berdoa dan jadwalkan lebih banyak pertemuan doa di New Life. Allah tidak akan bergerak sebelum kita berdoa.” “Tidak, semua ini adalah masalah peperangan rohani. Alasan orangorang tidak mengalami perubahan yang nyata adalah karena Anda tidak mengonfrontasi kuasa jahat di dalam dan melalui mereka. Terapkan Alkitab dan berdoa dalam nama Yesus bagi mereka agar bisa terbebas dari yang jahat.” “Ibadah. Itu dia. Jika orang-orang bisa sepenuhnya berada pada hadirat Allah dalam ibadah, itu pasti berhasil.” “Ingat perkataan Kristus dari Matius 25:40. Kita bertemu Kristus ketika kita memberi secara sukarela kepada “yang paling hina di antara


22 | Emotionally Healthy Spirituality

kita,” mereka yang sakit, tidak dikenal, dalam penjara. Libatkan mereka dalam pelayanan kepada orang miskin; mereka akan berubah.” “Tidak Pete, kamu butuh orang-orang yang mendengar Allah secara luar biasa dan memiliki pengilhaman secara profetik. Mereka bisa memutuskan rantai tak terlihat di antara orang-orang.” “Cukup Pete. Orang-orang tidak bisa sepenuhnya memahami anugerah Allah dalam Injil. Posisi kita di hadapan Tuhan didasarkan pada jasa Yesus, bukan kita. Kebenaran dan keadilan-Nya, bukan kita! Kata Luther, tekankan itu dalam pikiran mereka setiap hari maka mereka pasti berubah!” Setiap perkataan di atas memiliki dasar Alkitabnya. Saya percaya semuanya mendapat tempat dalam perjalanan dan perkembangan rohani kita. Anda juga pasti pernah mengalami Allah dan kehadiran-Nya melalui salah satu hal di atas ketika berjalan bersama Kristus. Namun masalahnya, Anda dan saya pasti akan menemukan ada sesuatu yang hilang. Bahkan, spiritualitas dari sebagian besar model pemuridan yang ada sekarang hanya menambah lapisan penghalang bagi pertumbuhan emosi orang-orang. Karena mereka mendapatkan pengalaman rohani yang nyata dan membantu dalam wilayah tertentu dari hidup mereka—seperti ibadah, doa, pemahaman Alkitab, dan persekutuan—mereka menghasilkan kepercayaan yang salah bahwa mereka sudah melakukan yang benar, meskipun kehidupan relasional dan dunia batin mereka berantakan. Hal yang terlihat seperti “perkembangan” ini memberi alasan rohani untuk tidak bekerja keras dalam mencapai kedewasaan. Semua itu sifatnya menipu. Saya tahu. Saya hidup seperti itu hampir selama tujuh belas tahun sebagai orang Kristen. Karena mengalami pertumbuhan rohani di beberapa wilayah kehidupan saya dan juga orang-orang di sekitar saya mengalaminya, saya mengabaikan kenyataan bahwa tanda-tanda ketidakdewasaan emosi terlihat di mana-mana, di dalam dan di sekitar saya. Sebagian besar dari kita, jika mau jujur, pasti mengakui ada lapisan tebal di balik kesadaran kita sehari-hari. Seperti yang akan ditunjukkan oleh ilustrasi berikut, hanya 10 persen dari gunung es yang terlihat oleh mata. Sepuluh persen ini mewakili semua perubahan terlihat yang kita buat dan orang lain bisa melihatnya. Kita menjadi orang yang


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 23

lebih ramah dan lebih menghormati orang lain. Kita pergi ke gereja dan berpartisipasi secara teratur. Kita “membersihkan hidup kita”— dari alkohol dan obat-obatan terlarang sampai ke kata-kata kotor sampai ke perilaku menyimpang dan yang lainnya. Kita mulai berdoa dan membagikan Kristus kepada orang lain. Model Gunung Es Apa yang Ada Di Balik Permukaan

Tetapi akar kita sama sekali tidak terjamah atau tersentuh. Semua model spiritualitas masa kini bisa menjamah sedikit dari 90 persen lapisan di balik permukaan itu. Masalahnya adalah ada bagian besar (lihat garis putus-putus pada gambar) yang tetap tidak terjamah oleh Yesus Kristus sampai adanya keterlibatan serius yang saya sebut sebagai, “spiritualitas yang sehat secara emosi.” MENDAPAT PERHATIAN SAYA MELALUI PENDERITAAN

Ada tiga hal yang akhirnya menyeret saya, dengan menendang dan berteriak, untuk terbuka terhadap konsep dari spiritualitas yang sehat secara emosi. Pertama, saya tidak mengalami sukacita atau kepuasan yang Alkitab janjikan kepada kita dalam Kristus. Saya tidak bahagia, frustrasi, jenuh, dan tersiksa. Allah membawa saya ke dalam kehidupan Kristen dengan tawaran, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Mat. 11:30), suatu undangan kepada kehidupan yang bebas dan limpah. Tetapi saya tidak merasakannya.


24 | Emotionally Healthy Spirituality

Kuk, di Palestina kuno, terbuat dari kayu, buatan tangan yang dibentuk untuk pas dengan leher dan bahu lembu dan mencegah gesekan atau teriris. Maka, jaminan yang Yesus janjikan tentang “kuk yang enak dan ringan” bisa diterjemahkan seperti ini: “Aku telah membentuk sebuah kehidupan bagi kamu, sebuah kuk untuk kamu kenakan yang cocok dengan kamu. Saya jamin, kuk itu enak dan ringan.” Namun kenyataannya, setelah beberapa tahun menjadi orang Kristen yang aktif, saya merasa lelah dan perlu istirahat. Hidup saya dijalankan sebagai reaksi terhadap apa yang orang lain lakukan atau mungkin lakukan atau apa yang mereka pikir atau mungkin pikir tentang saya. Di dalam pikiran, saya tahu bahwa kita harus hidup untuk menyenangkan Allah. Namun, hidup seperti itu merupakan masalah lain. Kuk Yesus terasa berat. Kedua, saya marah, pahit, dan tertekan. Selama lima tahun saya berusaha melakukan pekerjaan dua atau tiga orang. Kami menjalankan dua ibadah dalam bahasa Inggris pada pagi hari dan satu ibadah siang hari dalam bahasa Spanyol. Saya yang berkhotbah di semua ibadah itu. Ketika rekan pelayanan saya di ibadah berbahasa Spanyol meninggalkan gereja bersama dua ratus dari dua ratus lima puluh anggota gereja untuk memulai gerejanya sendiri, saya membenci dia. Saya berusaha, tetapi tidak berhasil, untuk mengampuni dia. Saya mengalami tekanan yang semakin meningkat dari kehidupan ganda—mengkhotbahkan kasih dan pengampunan di hari Minggu dan mengutuki orang lain dalam mobil pada hari Senin. Jurang antara kepercayaan saya dan pengalaman saya sekarang menunjukkan diri saya secara jelas dan mengerikan. Ketiga, Geri merasa kesepian, lelah berfungsi sebagai orang tua tunggal yang merawat empat anak perempuan kami. Dia ingin mendapat sesuatu yang lebih dalam pernikahan kami dan semakin frustrasi sehingga terlalu lelah untuk mengonfrontasi saya. Dia akhirnya tiba pada titik jenuh di mana dia sudah tidak akan lagi menerima semua alasan saya, keterlambatan, atau sikap menghindar saya. Dia tidak mengharapkan apa pun. Pada hampir tengah malam, ketika saya sedang duduk membaca di tempat tidur kami, dia masuk ke ruangan itu dan dengan tenang memberi tahu saya: “Pete, saya lebih bahagia lajang daripada menikah de-


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 25

ngan kamu. Saya mau keluar dari situasi mengerikan ini. Saya mencintaimu tetapi tidak mau lagi hidup seperti ini. Saya sudah menunggu … saya sudah berusaha bicara denganmu. Tetapi kamu tidak mendengar. Saya tidak bisa mengubah kamu. Hanya kamu yang bisa mengubahnya. Tetapi saya ingin melanjutkan hidup saya.” Dia mengakhirinya dengan berkata: “Mengenai gereja tempat kamu menjadi gembala? Saya berhenti dari situ. Kepemimpinanmu tidak layak diikuti.” Untuk sesaat saya memahami mengapa ada orang bisa membunuh orang yang mereka kasihi. Dia telah menelanjangi saya. Sebagian dari diri saya ingin mencekiknya. Namun rasa malu saya jauh lebih besar. Terlalu besar untuk ditanggung oleh ego saya yang lemah. Meskipun demikian, hal tersebut bisa dibilang adalah pertunjukan kasih terbesar yang Geri lakukan bagi saya di sepanjang pernikahan kami selama ini. Meski dia tidak bisa menjelaskannya secara detail saat itu, namun dia menyadari sesuatu yang penting: kesehatan emosi dan kedewasaan rohani tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin menjadi dewasa secara rohani namun tetap tidak dewasa secara emosi. Meskipun saya mengasihi Yesus Kristus secara tulus dan percaya banyak kebenaran tentang Dia, namun secara emosi saya masih bayi yang tidak mau sadar akan ketidakdewasaan saya. Keluarnya Geri dari gereja membuat saya seperti berada di ujung jurang, memaksa saya melihat apa yang ada di balik gunung es saya, yang sampai saat itu tidak ingin saya pikirkan. Penderitaan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyingkapkan kebenaran baru bagi kita dan menggerakkan kita. Saya akhirnya mengakui kebenaran yang menyakitkan bahwa sebagian besar wilayah hidup saya (atau gunung es saya, apa pun istilahnya) masih tetap tidak tersentuh oleh Yesus Kristus. Pengetahuan Alkitab saya, kedudukan saya sebagai pemimpin, pendidikan seminari saya, pengalaman, dan keahlian saya tidak mengubah kenyataan memalukan itu. Saya melibatkan diri dalam apa yang sekarang saya sebut sebagai “spiritualitas yang tidak sehat secara emosi.” Saya seorang gembala sebuah gereja, tetapi saya malah ingin lari dan bergabung bersama orang-orang yang meninggalkan gereja.


26 | Emotionally Healthy Spirituality

MENGHORMATI KEMANUSIAAN ANDA SEUTUHNYA

Allah menciptakan kita sebagai manusia yang utuh, dalam gambar dan rupa-Nya (lihat Kej. 1:27). Gambar dan rupa itu termasuk dimensi fisik, rohani, emosi, intelektual, dan sosial. Coba lihat ilustrasi di bawah ini: Beragam Komponen/Bagian yang Membentuk Kita

Mengabaikan salah satu aspek yang membentuk kita sebagai pria dan wanita yang dicipta dalam gambar dan rupa Allah pasti menghasilkan konsekuensi yang merusak—dalam hubungan kita dengan Allah, orang lain, dan diri kita sendiri. Contohnya, jika Anda bertemu seseorang yang cacat mental atau fisik, maka kekurangan mental atau fisiknya pasti akan terlihat. Seorang anak autis di tempat bermain yang ramai akan berdiri sendirian selama berjam-jam tanpa berinteraksi dengan anak lainnya, itu pasti akan sangat mencolok. Namun kurangnya perkembangan emosi tidak langsung telihat ketika kita baru pertama kali bertemu dengan seseorang. Tetapi seiring berjalannya waktu, ketika kita sudah lama mengenal dia, kenyataan tersebut akan terlihat jelas. Saya telah mengabaikan “komponen emosi� dalam pencarian saya akan Tuhan selama tujuh belas tahun. Pendekatan pemuridan rohani dalam gereja-gereja dan lembaga-lembaga pelayanan yang telah membentuk saya tidak memiliki bahasa, teologi, atau pelatihan untuk bisa membantu saya dalam hal ini. Tidak peduli berapa banyak buku yang telah saya baca atau seminar yang saya ikuti dalam wilayah lain—yaitu wilayah fisik, sosial, intelektual, dan rohani. Tidak peduli berapa lama waktu telah berlalu, apakah itu tujuh belas atau tiga puluh tahun lagi.


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 27

Emosi saya tetap seperti bayi sampai semuanya dibongkar dan diubah melalui Yesus Kristus. Dasar rohani yang di atasnya saya membangun hidup saya (dan ajarkan pada orang lain) sudah retak.Tidak bisa disembunyikan lagi dari orang-orang yang paling dekat dengan saya. Sebelumnya saya diajar bahwa pendekatan terhadap hidup adalah melalui fakta, iman, dan perasaan, dengan urutan seperti itu. Maka akibatnya, contohnya, kemarahan tidaklah penting dalam perjalanan saya bersama Tuhan. Bahkan, kemarahan dilihat sebagai sesuatu yang berbahaya dan perlu ditekan. Manusia umumnya adalah “penimbun” atau “pemberi” kemarahan mereka. Sebagian adalah keduanya, menimbun kemarahan sampai akhirnya memberi ledakan kemarahannya kepada orang lain. Saya adalah contoh klasik dari seorang penimbun, terus meminta Allah mengambil semua perasaan “buruk” saya dan menjadikan saya serupa dengan Kristus. Kegagalan saya untuk “berfokus pada Allah” dan pada apa yang terjadi dalam batin saya menyebabkan saya kehilangan banyak karunia. Dia dengan kasih mendekat dan berbicara kepada saya, berusaha mengubah saya. Hanya saja saya tidak mendengarkan. Saya tidak pernah mengira saya bisa berjumpa dengan Allah melalui perasaan-perasaan seperti kesedihan, depresi, dan kemarahan. Ketika pada akhirnya saya menemukan hubungan antara kesehatan rohani dan emosi, sebuah revolusi penting terjadi pada saya dan menentukan. Hubungan revolusioner ini mengubah perjalanan pribadi saya dengan Kristus, pernikahan saya, peran saya sebagai orang tua, dan akhirnya, New Life Fellowship tempat saya menggembalakan. HIDUP MENGIKUTI CARA ALLAH—HIDUP YANG INDAH

Dua belas tahun terakhir ini adalah tahun-tahun terbaik dalam hidup saya sebagai manusia, suami, ayah, pengikut Yesus, dan pemimpin gereja-Nya.2 Saya belajar bahwa jika kita bekerja keras mengintegrasikan kesehatan emosi dan rohani, maka kita bisa benar-benar mengalami semua janji indah Allah bagi kita—bagi hidup kita, gereja dan komunitas kita. Allah pasti membuat hidup kita indah. Rasul Paulus menulis: “Apa yang terjadi ketika kita hidup [secara autentik] mengikuti kehendak Allah? Dia akan memberi karunia ke


28 | Emotionally Healthy Spirituality

dalam hidup kita, seperti buah muncul dari kebun buah� (Gal. 5:22 MSG). Menggunakan dua terjemahan Alkitab Inggris, izinkan saya menunjukkan bagaimana Paulus menjabarkan buah Roh dalam Galatia 5:22-23: NIV The Message Kasih Afeksi bagi orang lain Sukacita Kegembiraan besar terhadap hidup Damai Ketenangan Kesabaran Keinginan untuk terus bertahan pada suatu hal Kemurahan Rasa belas kasih dalam hati Kebaikan Keyakinan bahwa suatu dasar kekudusan meresapi segala sesuatu dan manusia Kesetiaan Terlibat dalam komitmen yang terus menerus Kelemahlembutan Tidak mau memaksakan cara hidup kita Penguasaan Diri Mampu mengarahkan semua energi kita secara bijak

Allah berjanji jika Anda dan saya menjalani hidup seperti itu (meskipun tidak terasa alami dan sulit pada awalnya), maka hidup kita pasti indah. Ambil waktu untuk berhenti sejenak. Baca pelan-pelan dan sambil mendoakan daftar di atas, biarkan setiap katanya meresap dalam diri Anda. Tanyakan secara jujur: “Sejauh mana buah Roh itu nyata dalam hidup saya sekarang ini?� Pikirkan diri Anda ketika di rumah, tempat kerja, sekolah, gereja. Izinkan Allah mengasihi Anda dalam keadaan Anda yang sekarang. Minta Dia berkarya dalam Anda, agar Anda bisa menjadi pribadi yang dijabarkan dalam perikop di atas. Tragisnya adalah hanya sedikit orang yang merindukan Allah, pergi dan melayani gereja mereka dengan setia, membaca Alkitab, beribadah, berdoa, dan mengikuti kelas Sekolah Minggu dan kelompok kecil yang betul-betul mengalami hidup yang indah, karunia dari Allah. Menurut saya ini terkait dengan putusnya hubungan antara kesehatan rohani dan emosi—ini membuat bagian tak terlihat dalam hidup kita tetap tidak tersentuh oleh Allah.


Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

| 29

CARA LAIN

Namun saya percaya halangan yang kita hadapi dalam perjalanan kita dengan Allah adalah karunia dari Dia. Allah tidak ingin kita termasuk dalam kelompok orang yang meninggalkan gereja. Dia sedang mengubah dan memperluas pemahaman kita tentang apa artinya menjadi pengikut Kristus di abad kedua puluh satu—dalam cara yang jauh lebih radikal dari yang bisa kita bayangkan. Seperti Abraham, Dia sedang membawa kita dalam sebuah perjalanan yang berliku agar perubahan batin yang dihasilkan pengalaman hidup itu bisa terjadi dalam Anda dan saya melalui Yesus Kristus. Kenyataan yang menyedihkan adalah sebagian besar dari kita tidak akan melangkah maju sebelum penderitaan karena terlalu lama berdiam sudah tidak tertahankan lagi. Mungkin Anda sedang berada dalam situasi seperti itu. Maka terima keadaan Anda sebagai pemberian dari Dia dan buka hati Anda ketika Anda membaca buku ini untuk berjumpa dengan Dia dalam cara yang baru dan segar. Kita tidak bisa berubah—atau mengundang Allah mengubah kita— ketika kita tidak sadar dan tidak melihat kebenarannya. Dalam bab selanjutnya kita akan menyelidiki lebih teliti sepuluh gejala dari spiritualitas yang menghasilkan emosi yang tidak sehat agar kita bisa mendapat perubahan yang Allah inginkan. e

Tuhan, terima kasih atas anugerah dan belas kasihan yang Engkau berikan dalam hidup saya. Jika bukan karena Engkau, saya tidak mungkin menyadari kehadiran Engkau atau kebutuhan saya akan perubahan kehidupan batin melalui karyaMu.Tuhan, beri saya keberanian untuk jujur dan mengizinkan kuasa Roh Kudus menjamah seluruh keberadaan di balik gunung es saya agarYesus bisa mengubah saya. Tuhan, tolong saya memahami betapa luas dan panjang dan tinggi dan dalamnya kasih Kristus bagi saya secara pribadi. Dalam namaYesus, amin.


Apakah Pekerjaan Anda Bagian Dari Pekerjaan Allah? (Every Good Endeavor) Menghubungkan Pekerjaan Anda Dengan Rencana Allah Bagi Dunia Timothy Keller Penulis bestseller Timothy Keller menunjukkan bagaimana Allah memanggil kita masing-masing untuk mengekspresikan makna dan tujuan kita melalui pekerjaan dan karir kita. Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif dan tidak aman, banyak orang memiliki pertanyaan yang mengganggu: Mengapa saya melakukan pekerjaan ini? Mengapa begitu sulit? Dan apakah yang saya lakukan ini bermakna kekal? Dengan wawasan yang mendalam dan saran yang mengejutkan, ia menunjukkan pada pembaca bahwa hikmat Alkitab adalah sangat relevan bagi pertanyaan kita tentang pekerjaan. Bahkan, pandangan kekristenan tentang pekerjaan—bahwa kita bekerja untuk melayani orang lain, bukan diri kita sendiri—dapat memberikan dasar bagi kehidupan pribadi yang berkembang secara profesional dan seimbang. Ia juga menunjukkan bagaimana keunggulan, integritas, disiplin, kreativitas, dan semangat di tempat kerja dapat menolong orang lain dan bahkan merupakan suatu ibadah. Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Sacred Rhythms (Irama Kudus) Mengarahkan Hidup Kita Bagi Transformasi Rohani Ruth Haley Barton Apakah Anda merindukan suatu kedalaman dan perubahan mendasar dalam kehidupan Anda dengan Tuhan? Apakah Anda juga merindukan suatu relasi yang begitu intim bersama Tuhan? Disiplin rohani adalah sebuah aktifitas yang membuka diri kita bagi transformasi kasih Allah dan perubahan yang hanya dapat diberikan oleh Allah dalam hidup kita. Buku ini akan membawa Anda lebih dalam untuk memahami tujuh kunci disiplin rohani yang disertai dengan ide-ide praktis untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap bab mencakup latihan-latihan untuk menolong Anda memulai praktik-praktik disiplin rohani tersebut baik secara individu maupun di dalam kelompok. Pada bab terakhir, semua bentuk disiplin rohani ditempatkan di dalam sebuah cara yang akan membantu Anda untuk mengarahkan hidup Anda bagi transformasi rohani. Sebuah pilihan untuk membangun irama kudus bagi hidup Anda adalah pilihan paling penting yang dapat Anda buat bagi hidup Anda pribadi. Winner of a 2006 Logos Book Award! Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.