Apa yang dikatakan orang tentang …
I Am N “Tidak diragukan lagi bahwa Islam radikal merupakan tantangan terbesar yang dihadapi gereja sekarang ini. Pengalaman inspiratif dari gereja yang teraniaya tentunya akan membuat Anda terharu dan menitikkan air mata, dan kemudian berlutut di hadapan Tuhan. Kita semua memiliki tanggung jawab injili untuk membela sesama saudara kita yang mengalami penyiksaan. Jangan biarkan hal-hal mengerikan ini membuat Anda terintimidasi, karena ketakutan merupakan senjata ampuh para teroris. Melainkan, bangkitlah dan berdoa minta agar Roh Kudus memberi kita keberanian untuk angkat bicara, mengambil tindakan, dan melibatkan diri. Selain itu, jangan biarkan tindakan kejahatan ini membuat Anda penuh dengan kebencian terhadap kaum Muslim. Banyak dari umat Muslim juga bersama kita mengutuk tindakan kejahatan, pembunuhan ini. Kita semua dipanggil untuk meneladani Sang Penebus dalam hal melayani kebutuhan mereka, mengasihi musuh, serta berbelaskasihan pada kebutaan batin mereka. Iman yang berani berkorban dari para orang kudus yang mengalami penderitaan sebagaimana diceritakan dalam buku ini menunjukkan bagaimana kita selayaknya menanggapi situasi krisis ini, dan dengan berani mengasihi kaum Muslim dengan kasih Kristus.” Julyan Lidstone Operation Mobilization (OM) “VOM’s I Am N merupakan rangkaian cerita menantang yang mengingatkan kita pada kekristenan yang normal, yaitu iman yang hidup dalam penganiayaan. Banyak hal di dalam buku ini dapat menjadi sarana pengingat bagi kita. Kita diingatkan bahwa yang disebut sebagai ‘gereja yang merdeka’ atau ‘gereja yang teraniaya’ tidak pernah ada; melainkan hanya ada satu gereja, yang selalu teraniaya namun bebas merdeka. Gereja yang tertindas mengajari kita cara berdoa, bukan soal
penganiayaan yang akan berakhir melainkan bagaimana untuk tetap taat di dalam penderitaan. Inilah doa yang diucapkan Yesus. Tidak salah untuk mendoakan ‘izinkan piala ini berlalu’ namun jangan lupa untuk berdoa kepada Bapa ‘jadilah kehendak-Mu.’” Nip Ripken International Mission Board (IMB) Penulis The Insanity of God dan The Insanity of Obedience “Terorisme Islam seringkali menjadi topik berita, akan tetapi Yesus berjanji untuk membangun gereja-Nya dan pintu-pintu neraka tidak akan dapat mengalahkan-Nya. Maka, meskipun terorisme menjadi berita utama, para pengikut Yesus tetap berkembang walau menghadapi berbagai ancaman bahaya. I Am N ditulis untuk menceritakan kisah orang-orang percaya yang sangat berani dalam menghadapi ganasnya peperangan rohani saat ini. Keberanian mereka akan menginspirasi untuk berpikir secara berbeda, hidup dengan cara yang berbeda, sehingga hati Anda akan disegarkan saat Anda mengenal mereka. Saya yakin mereka telah menampilkan wajah baru orang Kristen dan kita dapat mempelajari banyak hal dari mereka. Kata menyerah merupakan kata asing dalam Injil. Saudara dan saudariku yang harus menghadapi bahaya dalam hidupnya saat ini sama sekali tidak menyerah. Sebaliknya, mereka berteriak ‘Bangkitlah’ dan bawalah Injil sampai ke ujung bumi walau dengan taruhan nyawa sekalipun.” Tom Doyle e3 Partners Penulis Killing Christians: Living the Faith Where It’s Not Safe to Believe “Semakin kita dibebaskan dari penderitaan orang lain, semakin mudah bagi kita untuk tidak berbuat apa-apa. Jangan biarkan diri kita masuk dalam situasi semacam itu. Setelah membaca cerita-cerita berikut ini, semoga Anda dapat lebih merasa dekat dengan para saudara kita
yang menderita dan tersiksa. Sebagai seorang pimpinan lembaga misi yang berusaha menjangkau orang-orang Kedar, saya telah ditarik masuk ke dalam penderitaan yang sama. Teman-teman baik saya mengalami dipukuli, dipenjarakan, disiksa, atau bahkan dibunuh. Air mata, malam-malam yang saya lalui tanpa pejaman mata, dan doa-doa yang kupanjatkan serasa tidak cukup. Saya sungguh bersyukur atas persahabatan dan kerja sama yang ada sekarang bersama The Voice of the Martyrs. Secara praktis mereka mendukung kita untuk tegar menghadapi penyiksaan dan mengajari kita untuk tegar dan tetap berpegang pada kabar baik akan cinta kasih Allah melalui Yesus. Buku ini akan membantu kita merespons dengan penuh belas kasih.” Kevin Pemimpin lembaga misi dengan pengalaman lebih dari 30 tahun melayani di antara suku bangsa yang paling tertutup dan terabaikan “Merupakan suatu kehormatan dan kesempatan istimewa bahwa kami boleh berdoa, menangis, dan melayani bersama-sama para saudara kita yang karena Kristus mengalami penderitaan yang disebabkan oleh keluarga, tetangga, dan juga pemerintah. Ketika kita mengingat kembali wajah mereka dan menceritakan pengalaman mereka, kita bersatu dengan Rasul Paulus yang mengatakan, "Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu … aku selalu berdoa dengan sukacita karena persekutuanmu dalam berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini." (Flp 1:3–5). Allah bekerja dengan cara yang luar biasa di tengah-tengah teror, tekanan, dan kekerasan yang paling mengerikan sekalipun. Orang-orang Kristen yang Anda jumpai dalam buku ini menyampaikan suatu harapan dan kekuatan yang bersifat supranatural dan abadi. Para anggota keluarga ini sepenuhnya meninggalkan pekerjaan mereka dan sedang belajar untuk pasrah secara penuh kepada Tuhan. Banyak hal yang harus kita pelajari dari mereka.” Cole, Cheryl, dan Jason The Voice of the Martyrs Editor Eksekutif, I Am N
L iteratur P erkantas J awa T imur
I Am N
( A k u ad al ah N ) Kisah-Kisah Inspiratif dari Orang-Orang Kristen yang Berhadapan dengan Ekstremis Islam oleh The Voice of the Martyrs Originally published in English under the title I Am N Copyright Š 2016 The Voice of the Martyrs, Inc. Published by David C Cook 4050 Lee Vance ViewColorado Springs, CO 80918 U.S.A. Alih Bahasa: Meidy B. Maringka & Grace D. Ongkowidjojo Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org
ISBN: 978-602-1302-35-4 Cetakan Pertama: Agustus 2016
Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.
Ingatlah orang-orang yang di dalam penjara, seolah-olah kalian juga berada di dalam penjara bersama mereka. Dan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, hendaklah kalian ingat kepada mereka seolah-olah kalian juga diperlakukan demikian. Ibrani 13:3 (BIS)
Daftar Isi Pendahuluan: Cerita dibalik Cerita....................................... 13 BAGIAN 1: PENGORBANAN................................................ 19 1. Ketika ISIS Tiba di Mosul................................................... 21 2. Seorang Ibu di Balik Jeruji.................................................. 27 3. Harapan dari Surga............................................................. 31 4. Bangkit di tengah Siksaan Keluarga..................................... 35 5. Mengasihi Kristus Melebihi Segalanya................................. 39 6. Setelah Jatuhnya Bom Datanglah Malaikat......................... 43 7. Menjadi "Bodoh" demi Kristus........................................... 47 Para Martir dalam Sejarah: Dietrich Bonhoeffer........................ 53 BAGIAN 2: KEBERANIAN..................................................... 57 8. Teologi Penderitaan............................................................. 61 9. Dari Penganiaya Menjadi yang Teraniaya............................ 67 10. Berenang Melawan Arus...................................................... 73 11. Keberanian untuk Tetap Berjalan........................................ 77 12. Dibebaskan untuk Memberitakan kepada Yang Lain........... 81 13. Perubahan Paling Mustahil.................................................. 85 14. Tidak Diterima di Sini........................................................ 89 15. Hanya Membagikan Alkitab............................................... 93 16. Keberanian untuk Mencari Kebenaran................................ 97
Para Martir dalam Sejarah: Wang Ming-Dao............................. 101 BAGIAN 3: SUKACITA........................................................... 105 17. Kebebasan di Balik Jeruji..................................................... 109 18. Teruji dengan Api................................................................ 113 19. Berani Memperkatakan Kebenaran..................................... 117 20. Memilih Sukacita Bukan Kepahitan.................................... 123 21. Pelarian yang Tak Dapat Dijelaskan.................................... 127 22. Mantan Dukun................................................................... 131 23. Bukan Lagi Penonton.......................................................... 135 Para Martir dalam Sejarah: Mehdi Dibaj................................... 139 BAGIAN 4: KETEKUNAN...................................................... 143 24. Doa untuk Kabur dan Doa untuk Bertekun........................ 147 25. Anak Laki-Laki yang Tidak Mau Menyerah........................ 151 26. Pekerjaan di Zaman Modern............................................... 155 27. Dimulai dari Pertandingan Sepak Bola................................ 159 28. Menggunakan Kesempatan Kedua dengan Baik.................. 163 29. Apa Saja demi Melakukan Pekerjaan Allah yang "Besar"..... 169 30. Tetap Berputar Meskipun Ditentang................................... 173 Para Martir dalam Sejarah: John Bradford................................. 177 BAGIAN 5: PENGAMPUNAN................................................ 181 31. Mengizinkan Allah Mengendalikan Segalanya..................... 185 32. Pengampunan Sederhana.................................................... 187
33. Kami akan Meninggalkanmu dengan Damai...................... 191 34. Terus Mengasihi Orang Muslim.......................................... 195 35. Kemungkinan bagi Pengampunan....................................... 199 36. Berhadapan Muka dengan Penyerangnya............................ 203 37. Mengampuni Musuhmu adalah Hal yang Baik................... 207 38. Memberikan Kesempatan Kedua Kepada Orang Lain......... 211 39. Pengampunan yang Ekstrem............................................... 215 Para Martir dalam Sejarah: Richard & Sabina Wurmbrand....... 219 BAGIAN 6: KESETIAAN......................................................... 223 40. 100 Persen Bagi Yesus.......................................................... 225 41. Allah Kita Setia................................................................... 231 42. Bertarung Melawan Allah.................................................... 237 43. Kehilangan Keluarga, Menemukan Kristus.......................... 241 44. Hamba yang Setia............................................................... 245 45. Ketika Ia Menyadari Keadaannya‌.................................... 249 46. Kuasa Kasih yang Tidak Tertahankan.................................. 253 47. Mencari dan Menemukan di Bangladesh............................. 257 48. Kembali dari Kegelapan...................................................... 261 Para Martir dalam Sejarah: Perpetua.......................................... 265
Komitmen............................................................................... 269 Doa Komitmen Aku adalah N.............................................. 271 Bibliografi................................................................................ 273
Pendahuluan
Cerita dibalik Cerita
“I am n (Aku adalah n)?” Apa artinya? Ketika kaum militan dari gerakan Negara Islam Irak dan Suriah/ Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) bergerak memasuki Irak Utara, mereka mulai memberi tanda pada properti milik orang-orang Kristen. Setiap keluarga akan menemukan huruf Arab "n" ( نnun, noon), atau n, terlukis di depan pintu rumah dan gereja mereka. Satu huruf ini memberi tanda dan tuduhan bahwa para penghuninya adalah “orang Nasrani,” pengikut Yesus dari Nazaret, bukan orang Islam. Dalam masyarakat dengan dominasi mayoritas para ekstrimis Muslim, mendapatkan tanda “n” berarti hidup dan identitas kita akan segera berubah. Tanda ini diikuti dengan ultimatum: Jika kamu berpindah menjadi Islam atau membayar pajak, kamu boleh tetap memiliki semua harta bendamu dan tinggal di sini. Jika tidak, kamu harus pergi atau mati. Di Irak yang sudah diduduki ini, siapa saja yang berani membela Yesus, siapa saja yang memilih untuk menjadi “n” harus membayar mahal. Tanpa peringatan, beberapa orang Kristen diseret keluar dari rumah dan kantor mereka oleh para militan bersenjata—dan mereka menghilang begitu saja tanpa pernah kembali. Para pendeta yang mewartakan tentang Yesus di komunitas mereka dipancung di hadapan keluarga mereka. Anak-anak yang tidak mau menyangkal Yesus ditembak mati. Remaja diambil dari rumah dan keluarga mereka dan dipaksa
14
I AM N
untuk menjadi budak ISIS atau dipukuli, dimutilasi, kemudian ditinggalkan sampai mati. Banyak kejahatan lainnya yang sangat mengerikan sehingga kami tidak akan menceritakannya di sini. Sejak tahun 2003, penyiksaan demikian telah membuat lebih dari satu juta orang Kristen Irak yang menolak untuk menyangkal Yesus dan Injil harus meninggalkan negeri ini. Banyak dari mereka yang selamat tinggal di kamp pengungsian, berpasrah diri kepada Tuhan untuk mencukupi mereka dengan makanan, tempat berlindung, dan keamanan karena mereka sama sekali tidak mempunyai uang, tidak ada pilihan pekerjaan, dan tidak tahu harus pergi ke mana. Realitas yang lebih menantang adalah bahwa situasi yang mereka alami bukan sementara; keadaan kehidupan mereka di dunia ini hampir tidak mungkin untuk menjadi lebih baik—kapan pun. Namun keberanian mereka, komitmen yang teguh kepada Allah dalam menghadapi penyiksaan menjadi suatu gambaran yang sangat kuat bagi pengikut Yesus di seluruh dunia mengenai bagaimana rasanya menjadi seorang “n”. Dengan sukarela mereka meninggalkan semua harta duniawi mereka untuk menjawab panggilan Allah agar taat dan melayani Dia. Bagai para pembela iman seperti yang kita baca dalam Alkitab dan dalam catatan sejarah gereja, mereka menghidupi apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Filipi dalam suratnya Filipi 1:21: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Cerita yang Harus Dibagikan Buku ini ditulis dengan tujuan untuk membagikan cerita mengenai pengalaman orang-orang Kristen— dari Nigeria hingga Malaysia dan Pakistan—mereka yang mengalami penyiksaan dari kaum ekstremis Muslim. Sementara Anda membaca buku ini, harap dipahami bahwa buku ini tidak bertujuan membangkitkan kebencian terhadap kaum Muslim. Sebaliknya, bersama dengan keluarga kita yang mengalami penyiksaan kita mengasihi kaum Muslim dan berusaha agar mereka juga mau datang kepada Kristus. Kami ingin Anda juga mengetahui para pengikut Yesus yang hidup di dalam komunitas dan negara yang tidak bersahabat. Pengalaman mereka sangat berarti karena mereka adalah saudara kita dalam kelu-
PE N DAH U LUAN
15
arga global Yesus Kristus, dan mereka memerlukan kita untuk berada bersama mereka. Sebaliknya, kita memerlukan teladan mereka dalam hal kesetiaan iman menghadapi siksaan untuk menyemangati kita melangkah bersama Tuhan (Ibr. 12:1–2). Pengorbanan mereka merupakan kesaksian yang penuh kuasa mengenai Allah kita yang Maha Pengasih, yang mencurahkan rahmat-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa dan memberi kekuatan kepada mereka yang menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan agar hidup dalam kesetiaan melayani Dia. Tidak mudah untuk membaca kisah-kisah ini. Mengetahui bahwa kisah nyata ini sungguh terjadi dan dialami membuat kita merasa gusar. Sebagian dari kejadian ini tidak terlalu memilukan; namun sebagian lagi sungguh mengerikan. Sekalipun satu berita ini berhasil tersebar, ratusan yang lain tidak pernah tersiar dalam berita maupun media sosial. Cerita yang kami bagikan ini kami peroleh dari laporan saksi mata dan wawancara. Semua cerita ini tidak ditulis berdasarkan apa yang didengar; namun merupakan kisah nyata, benar dan baru terjadi antara tahun 2001 dan 2015. Kami makan dan berdoa bersama mereka saudara-saudara dalam Kristus, dan membantu memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun cerita ini merupakan kejadian yang sungguh benar, sebagian dialog dan gambaran yang diberikan disesuaikan dengan waktu, tempat, dan keadaan. Untuk alasan tertentu kami menggunakan nama samaran dan tidak menyebutkan lokasi secara spesifik maupun beberapa hal penting lainnya. Mengingat keterbatasan dan kesulitan untuk membagikan pengalaman semacam ini, buku ini adalah yang paling lengkap, akurat, dan realistis yang kami dapat berikan mengenai saksi Kristus di zaman modern sekarang ini. Cerita Yang Mengundang Tanggapan Kami membagikan cerita yang kami peroleh langsung dari yang mengalami sehingga Anda dapat mengenal saudara-saudara kita yang mengalami penyiksaan karena iman Kristen mereka. Kami mengajak Anda untuk melihat ke dalam tatapan mata mereka dan biarkan diri Anda berbicara mengenai pengalaman iman mereka sebagaimana mereka menghidupinya di dunia mereka. Mungkin Anda akan merasa tidak nyaman untuk melakukannya. Kita akan tergoda untuk tidak peduli
16
I AM N
seperti yang kita sering lakukan terhadap pengemis di terminal bus atau seorang tuna wisma di persimpangan jalan. Tetapi jika orang tersebut adalah anggota keluarga, saudara kita, apakah kita masih tetap akan membuang muka? Atau sebaliknya, akankah kita tergerak untuk merangkul dan membantu orang yang sedang dalam kesulitan besar? Kami tidak bertujuan untuk mendapatkan belaskasihan bagi pengikut Yesus yang dianiaya di negara-negara Muslim. Bukan itu tujuan kami berbagi cerita ini. Motif kami hanya ingin menceritakan pengalaman mereka sehingga Anda mau mempersatukan diri dengan mereka. Sehingga Anda akan mendoakan mereka. Supaya mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri dalam upaya mereka membagikan kasih Yesus dan ketika melakukannya mereka—atau orang yang mereka kasihi— mengalami dipukuli, disiksa, atau dibunuh. Kami merindukan agar orang Kristen di seluruh dunia mengakui para pengikut Yesus yang teraniaya ini sebagai saudara dalam keluarga Allah dan merangkul mereka dalam kesatuan persaudaraan yang akrab: “Ingatlah orang-orang yang di dalam penjara, seolah-olah kalian juga berada di dalam penjara bersama mereka. Dan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, hendaklah kalian ingat kepada mereka seolah-olah kalian juga diperlakukan demikian.” (Ibr. 13:3, BIS). Ketika mengenal para pengikut Yesus yang teraniaya ini, kita menyadari bahwa mereka bukan “orang-orang Kristen yang super” orang yang sudah mencapai tingkat kesalehan yang lebih tinggi. Mereka orang yang sama seperti kita. Mereka juga merasakan kesedihan dan penderitaan yang mendalam tatkala anak-anak mereka diambil, para suami mereka dibunuh, anak laki-laki mereka dianiaya, para istri diperkosa, dan anak perempuan mereka dipaksa menjadi budak seks. Mereka menghadapi ketidakmenentuan dan ketakutan saat mereka dipisahkan dari keluarga, kehilangan pekerjaan dan disingkirkan dari komunitas mereka karena mereka mengikut Yesus. Untuk tetap dapat bertahan dalam penderitaan yang sedemikan beratnya, mereka berdoa memohon keberanian, iman dan kemampuan bertahan. Dengan teguh mereka bertaut erat pada Firman Allah, memercayai sifat Allah yang penuh kasih dan setia dan kepastian akan surga. Setelah kehilangan semua yang berharga di dunia ini, mereka
PE N DAH U LUAN
17
belajar untuk percaya bahwa Allah memegang kendali atas segalanya. Ketika saudara-saudara seiman kita dalam Kristus menapaki jalan hidup dalam penyiksaan semacam ini, mereka belajar melihat keadaan mereka melalui perspektif Allah yang kekal. Perspektif tersebut ternyata mengubah segalanya. Mereka melihat diri mereka bukan lagi sematamata sebagai yang tersiksa namun sebagai orang yang melayani di garis depan ketika Allah menyelesaikan tujuan-Nya di tengah-tengah kejahatan dan kekacauan. Mereka tidak melihat diri mereka sebagai yang kecil dan minoritas; melainkan mereka melihat bahwa mayoritas dari orang-orang tersebut dapat dijangkau untuk Kristus. Mereka menjadi semakin terbuka untuk melihat bahwa ISIS atau para ekstremis Muslim lainnya tidak akan menggagalkan rencana kekal Allah. Dunia ini bukan merupakan suatu kekacauan besar. Allah mempunyai kuasa dan strategi untuk bekerja. Melihat penderitaan yang luar biasa dari mereka yang teraniaya justru membangkitkan kerinduan akan kebenaran mengenai Yesus di antara kaum Muslim moderat yang mengungkapkan kesedihan, penyesalan bahkan kemarahan mereka atas kejahatan manusia yang terjadi di Irak. Ada yang mengatakan bahwa, “Kami membaca Quran dan tahu bahwa Muhammad pun melakukan kejahatan semacam ini. Sekarang kami ingin belajar mengenai ajaran Kristen—tentang Yesus dan Alkitab. Ceritakanlah lebih banyak lagi.” Tanpa membuang kesempatan, para pengikut Yesus ini dengan berani menyatakan, “Aku adalah n.” Menyadari risikonya, mereka tetap berdiri teguh, dengan ketaatan iman membagikan kasih dan rahmat Allah kepada dunia yang sangat memerlukan-Nya. Bagaimana mungkin kita membiarkan mereka sendiri atau menderita dalam kesunyian? Apakah cerita tentang pengalaman mereka ini akan memperdalam komitmen kita kepada Kristus dan Amanat Agung-Nya? Maukah kita mengatakan, “Andalkan saya. Aku adalah n juga”?
The Voice of the Martyrs
Bagian 1
PENGORBANAN Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.� —Lukas 9:23
Kebanyakan orang Kristen di dunia Barat tidak merasa perlu memikirkan pengorbanan pribadi demi iman seseorang. Hampir selamanya, kita dapat menikmati hidup dengan nyaman, merencanakan masa depan dan mengejar harapan serta impian kita. Memang, kita seringkali berkorban, tetapi fokusnya lebih pada mengorbankan apa yang kita inginkan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih kita inginkan—bekerja lembur agar kita dapat membeli sepeda gunung yang baru, menunda membeli mobil baru supaya kita dapat melakukan perjalanan yang sudah lama kita inginkan, atau tidak latihan golf agar bisa menemani anak-anak pergi ke pertandingan bola. Tentu saja, kita mengorbankan waktu untuk bekerja sukarela dan secara finansial juga mendukung apa yang kita sukai. Pengorbanan selalu ada dalam hati dan pikiran para pengikut Yesus yang mengalami penganiayaan oleh kelompok ekstremis Islam. Mereka tahu benar konsekuensinya menjadi pengikut Kristus. Jelas sekali pengorbanan apa yang mereka lakukan. Sebelum mereka memilih Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, mereka sudah memperhitungkan harga yang harus mereka bayar sebagai seorang murid. Mereka paham benar jika terlihat mereka mewujudkan ajaran iman mereka, penganiayaanlah upahnya. Mereka sudah siap dan mereka menerimanya. Mereka menghayati pesan dari Paulus melalui surat kepada umat di
20
I AM N
Roma, dalam Roma 12:1 yang mungkin sebagian dari kita belum mampu melakukannya: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup.” Dan mereka melakukannya secara pribadi setiap hari. Mereka menjadi saksi Kristus di dalam masyarakat yang keras dan tidak melarikan diri menuju negara yang lebih aman—memilih untuk ditangkap, dipenjarakan, dipukuli dan disiksa atau dibunuh. Mereka mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi penyiksaan bahkan untuk menjadi martir, sebagai konsekuensi hidup mengimani Yesus. Mereka harus mengalami pukulan setiap hari bahkan diusir dari keluarga mereka yang Muslim yang selama ini melindungi mereka, yang memenuhi semua kebutuhan hidup, makanan, tempat tinggal, pendidikan, perkawinan dan pekerjaan. Rumah dan semua milik mereka dirusak, mereka diusir untuk pergi ke penampungan pengungsi tanpa suatu apa pun yang menjadi milik mereka, tanpa jaminan tersedianya makanan, tempat tinggal, atau keamanan untuk hari esok. Tidak mudah bagi kita untuk memahami pengorbanan mereka demi cinta dan kerinduan mereka untuk melayani Yesus dengan taat jika harus mengalami penyiksaan sedemikian kejamnya. Akan tetapi saudara-saudara kita pengikut Yesus yang tinggal di negara Muslim mewartakan, melalui perkataan dan perbuatan, “Tidak sia-sia. Kami semua adalah murid Yesus. Kami akan tetap setia dan berkomitmen pada Allah dan kerajaan-Nya tanpa peduli pengorbanan apa yang dituntut dari kami. Kami dipanggil untuk memuridkan. Terlepas dari apa yang terjadi, kami tetap mempunyai pengharapan karena Yesus berjanji akan menyediakan tempat bagi kami untuk bersama Dia selamanya.” Saat Anda membaca cerita berikut, kiranya Allah membuka mata Anda untuk melihat dunia tempat saudara-saudara kita memilih untuk menjadi “persembahan yang hidup” bagi Kristus. Semoga Allah membuka hati Anda untuk mengasihi dan mau bersama dengan mereka.
1
Ketika ISIS Tiba di Mosul Abu Fadi Irak
Satu hari dalam bulan Juni tahun 2014, sama seperti hari-hari lainnya di Mosul, Irak: panas dan berdebu, dipadati dengan orang dan kesibukan lalu-lintas serta perdagangan. Banyak orang berkumpul di pasar-pasar di kota kedua terbesar di Irak ini (dengan penduduk sekitar 660.000 orang). Bunyi klakson terdengar riuh di tengah kepadatan lalu-lintas. Hari semakin larut demikian juga keriuhrendahan suara di tepi jalan semakin marak. Menjelang tengah hari, keramaian tersebut terdengar bagaikan sekelompok burung sikatan hitam yang ramai berceloteh di antara mereka. Pada saat itulah Abu Fadi, pria berusia enam puluh lima tahun, penduduk asli kota Mosul yang tinggal tidak jauh dari kota, menerima panggilan telepon yang mengubah segalanya. Bagi sebagian orang, panggilan telepon tersebut merupakan awal dari akhir kehidupan sebagaimana mereka ketahui—dalam beberapa kejadian bahkan hidup mereka. “Abu,” kata seorang teman dalam bahasa Arab, “ISIS datang. Kami mendengarnya dari sumber yang kami percaya. Sekaranglah saatnya.” Berminggu-minggu lamanya telah beredar luas rumor bahwa teroris ISIS yang sudah merusak dan menjarah di beberapa kota lain di Irak akan masuk di Mosul. Sara, ibu dari Abu dan Dleen saudara wanitanya masih tinggal di sana. Sebagai orang Kristen tentunya mereka sangat terancam. ISIS membenci banyak orang di dunia ini, terutama orang Kristen. Ultimatum kepada para pengikut Yesus? Beralih menjadi Islam,
22
I AM N
bayar pajak dengan jumlah sangat besar, pergi, atau dibunuh. “Bagaimana kita bisa membawa ibu dan saudara saya keluar dari sana?” tanya Abu. Mereka berdua adalah penyandang disabilitas dan duduk di kursi roda. “Tidak mudah,” jawab temannya. “Dan jika Mosul jatuh ke tangan teroris, apakah kota Anda tidak? Kita harus berdoa sangat kuat, Abu. Kita harus—” Baroom. Sebuah mobil tanki air milik militer ISIS, lengkap dengan bahan peledak, meledak dekat Hotel Mosul, di sana banyak terdapat pusat pemerintahan. Teman Abu memutuskan hubungan telepon. Kekacauan mulai masuk ke Mosul. Kendaraan bersenjata sibuk mengelilingi jalanjalan di kota. Pasukan ISIS mulai membebaskan untuk pertama kalinya sekitar seribu orang tahanan. Tembakan senjata mulai terdengar. Seorang wanita yang berencana merayakan hari pernikahannya pada hari itu meninggal menjadi korban ledakan. Pasukan ISIS menurunkan salib di Katedral Ortodoks Syria dari Mar (yang berarti “orang kudus” atau “martir”) Afram. Mereka mengganti salib tersebut dengan pengeras suara yang menyerukan bahwa Islam adalah jalan, bukan Yesus. Di mana-mana terjadi kekacauan. Orang-orang berusaha menyelamatkan harta benda mereka dengan memasukkannya ke dalam mobil. Kemacetan membuat jalan-jalan tertutup. Jeritan kepanikan terdengar di mana-mana. Di tengah kekacauan tersebut, Abu menerima laporan per telepon dari temannya di Mosul, salah satu hal yang dikatakannya, “Tentara Irak pergi meninggalkan kota.” Dalam minggu-minggu berikutnya, Abu mendapatkan izin dari seorang hakim ISIS untuk membiarkan ibu dan saudaranya tinggal di Mosul. Beberapa minggu setelah menaklukkan Mosul, ISIS merambah ke kota tempat tinggal Abu, persis seperti yang dikhawatirkannya selama ini. Semakin banyak orang Kristen dengan cepat mengemasi barang mereka dan melarikan diri, tetapi Abu dan istrinya, Rukia, tidak dapat meninggalkan Sara dan Dleen di Mosul. Selama enam belas hari, ISIS menduduki daerah tempat tinggal Abu—enam belas hari yang bagi Abu terasa bagaikan enam belas tahun.
KETI KA ISIS TI BA DI MOSU L
23
“Tolong segera bawa saya, Abu,” pinta ibunya melalui telepon dari Mosul. “Sangat tidak aman di sini. Kamu harus—” Suara seorang pria membentak menyela di telepon. “Mari saya jelaskan,” kata tentara ISIS. “Jika kamu tidak datang dan membawa pergi kedua anjing yang tidak setia ini, di bawah todongan senjata mereka harus menjadi Islam atau dibuang ke jalan.” Abu tidak dapat menjemput ibunya hari itu karena ia harus melawan arus padatnya orang yang pergi meninggalkan kota itu. Malam itu, kedua wanita tersebut diizinkan untuk tinggal bersama sebuah keluarga Muslim, namun tentara ISIS menyita rumah mereka, mengeluarkan sebuah kaleng cat dari tas mereka dan menandai bagian depan rumah dengan — نhuruf Arab n untuk “Nazarene”—orang Kristen tinggal di sini. Milik negara Islam. Karena tidak dapat menjemput ibu dan saudaranya, Abu meminta bantuan seorang teman Muslim untuk mengantarkan kedua wanita itu ke tempat Abu. Setibanya mereka, Abu beserta ibu dan saudaranya langsung dapat pergi melarikan diri dari situ. Sama seperti empat puluh ribu orang lainnya yang pergi meninggalkan suasana mencekam di Mosul dan area sekitarnya, mereka menjejali milik mereka yang dapat dibawa ke dalam mobil dan menuju ke timur ke kota Erbil yang relatif lebih aman, enam puluh mil jauhnya. Tidak lama kemudian Abu dan keluarganya tiba di pos pemeriksaan pertama. Mobil yang penuh sesak dengan orang dan barang-barang mereka merambat dalam puluhan jalur. Udara tercemar pembuangan mobil. Pasukan ISIS berdiri menjaga dengan pedang dan senjata api. Abu berdoa untuk saat-saat semacam ini—untuk mendapatkan keberanian membela keyakinannya. “Kamu siapa?” tanya seorang penjaga. “Kami orang Kristen yang akan meninggalkan Mosul, karena kami tidak diizinkan untuk tinggal di tanah milik umat Muslim,” jawab Abu. Bersama dengan penjaga lainnya, si penjaga ini menolak mengizinkan keluarga ini lewat. Sebaliknya,mereka memanggil supervisor mereka. Tiga puluh menit kemudian, dua mobil SUV kinclong tiba di tempat. Dua pemuda sambil mengacungkan senjata api yang masih baru keluar dari mobil dan mulai menghujani keluarga tersebut dengan pertanyaan.
24
I AM N
Abu menjawab dengan jujur: “Ya, kami orang Kristen.” “Meninggalkan negeri ini bukan lagi pilihan bagi kamu dan keluargamu yang tidak setia ini,” kata si pemimpin. “Jadilah Islam atau kalian akan dibunuh. Sederhana saja. Pilihan yang mudah, bukan?” Abu memohon kepada pemuda-pemuda tersebut untuk mengizinkan keluarganya melanjutkan perjalanan. Ia mengutip bacaan di Quran yang mengizinkan orang Kristen tetap hidup asalkan mereka membayar jizya (pajak dalam sistem Islam). Percakapan tersebut berlangsung selama sembilan puluh menit yang menegangkan, ibarat sebuah bom yang sedang menunggu waktunya siap untuk meledak setiap saat. Sementara mereka berbicara, seorang pasukan ISIS sambil memegang pedang berjalan mengelilingi Abu, siap untuk menghantamnya jika Abu mencoba lari. “Cukup,” seru si pemimpin. Ia menarik lengan Abu dan menjauh karena istrinya, ibunya dan saudara perempuannya sedang menangis dan berdoa. “Bersiaplah untuk mati,” kata tentara itu, sambil mendorong Abu agar berlutut. “Kesempatan terakhir. Maukah kamu menjadi Islam?” Abu menoleh ke belakang melihat ke arah tiga wanita tadi, kemudian menengadah menatap langit. Ia berdoa memohon kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian. Meskipun ia merasa lemah dan menantikan pedang akan menghunjam di tubuhnya kapan saja, ia merasakan damai Allah menguatkan dirinya. “Tidak, saya tidak akan menjadi Muslim,” kata Abu. “Saya tidak menyangkal Yesus.” Pria tadi mengangkat pedangnya. Abu menundukkan kepalanya, menutup mata, dan berdoa. Kemudian ia mendengar satu kendaraan lain tiba dan menghela napas. Sebuah mobil SUV hitam lain. Seorang tentara ISIS lain keluar dari mobil, dan ia menanyakan apa yang terjadi dan kemudian berjalan mendekati Abu. “Ada pesan untuk kamu sampaikan kepada para pimpinan gerejamu saat kamu meninggalkan negeri kami,” katanya. “Kita adalah pemenang. Dan kita akan mengikuti kamu orang Kristen ke seluruh dunia. Kami akan merambah ke Vatican dan meminta Paus untuk memeluk Islam jika kami harus melakukannya.” Abu tidak tahu harus mengatakan apa namun terus mengingatkan dirinya agar tidak mengucapkan suatu kata pun yang menghina umat Muslim. Tetaplah jujur, ia berkata pada dirinya sendiri. “Kami tidak ingin mengganggu orang-orang Anda,” jawab Abu. “Kami hanya ingin men-
KETI KA ISIS TI BA DI MOSU L
25
jalankan kewajiban iman kami.” Petugas tersebut menatapnya dan meludah. “Pergilah, hai kalian anjing,” katanya, sambil membalikkan badan dan berjalan pergi. Di pos pemeriksaan kedua, sekali lagi tentara ISIS menahan keluarga ini. Mereka menelepon petugas di pos pemeriksaan pertama dan diperintahkan untuk memeriksa apakah ada barang berharga di dalam mobil. Abu menyerahkan semua yang ia miliki. Ketika seorang penjaga menemukan uang yang disembunyikan istri Abu di bawah kursi, ia memerintahkan keluarga tersebut untuk keluar dari mobil. “Jika kalian meninggalkan iman kalian,” kata salah satu penjaga, “semua yang kami ambil dari kalian akan kami kembalikan. Kalian bahkan akan dilindungi. Nah, katakan bahwa kalian mau memeluk agama Islam.” “Saya seorang Kristen,” kata Abu. Sama seperti sebelumnya, terjadi tanya jawab panjang lebar. Setiap kali tentara ISIS meminta Abu untuk meninggalkan imannya, dan setiap kali Abu dengan sopan namun tegas mengatakan dirinya adalah seorang Kristen dan tidak akan meninggalkan imannya. Akhirnya, seorang penjaga lain—seorang supervisor—keluar dari gardu jaga dan menghujani Abu dengan berbagai pertanyaan. Orang ini, menurut Abu, berbeda dengan yang lainnya, hampir seperti seorang aktor yang memainkan peran namun jauh di dalam itu bukanlah karakternya sendiri. “Jadi, kamu meninggalkan sebuah rumah dan bersedia membayar pajak?” tanya si supervisor. Abu mengangguk. Ya, petugas di pos pemeriksaan sebelumnya telah mengambil uang dengan jumlah yang cukup untuk membayar pajak. Dan benar, mereka mempunyai rumah. Supervisor tersebut memerintahkan penjaga yang melakukan interogasi untuk menelepon. Setelah penjaga tersebut pergi, supervisor tersebut menoleh pada Abu. “Pergilah,” katanya. “Cepat.” Abu merasa bagaikan seekor ikan yang sudah tersangkut di mata pancing dan berusaha memperjuangkan hidupnya ketika tiba-tiba seorang nelayan memotong tali pancingnya. Ia mengangguk mengucapkan terima kasih dan kembali ke mobil. Setibanya di Erbil, mereka melihat bahwa kota tersebut sudah penuh sesak dengan pengungsi akibat perang Suriah. Karena pasukan ISIS menyapu habis Irak, kota ini semakin hari semakin meluas. Apa persamaan
26
I AM N
umum dari semua pengungsi ini? Mereka adalah orang-orang Kristen yang kehidupannya telah dicabut dari akarnya. Mahasiswa yang hampir selesai kuliah di University of Mosul sekarang kehilangan semua data yang menunjukkan bahwa mereka pernah terdaftar. Orang-orang muda yang sudah bertunangan sekarang tidak tahu tunangannya ada di mana. Orang dewasa yang semula memiliki pekerjaan sekarang kehilangan pekerjaan. Mereka mengorbankan semuanya. Mereka meninggalkan rumah mereka, kehidupan yang pernah mereka alami, dan harapan akan masa depan, namun memilih untuk percaya pada Allah dan melayani Tuhan ke mana saja Ia pimpin. Keadaan di Erbil sangat memprihatinkan. Bau menyengat dan membuat perut mual datang dari tumpukan sampah dan saluran pembuangan yang tidak terawat. Orang-orang berdesakan di bawah tenda darurat yang terbuat dari selimut, handuk, atau bahan-bahan sisa lainnya—apa saja yang dapat melindungi mereka dari sengatan matahari dan panas yang menyengat. Mereka sangat memerlukan air dan makanan. Di tengah situasi semacam ini, Abu mendirikan sebuah tenda sederhana untuk keluarganya. “Sekarang,” katanya dengan tenang, “kita bersyukur kepada Allah karena telah menyelamatkan kita dalam perjalanan.” Dan mereka menundukkan kepala untuk berdoa. Seperti yang dilakukan Abu dan keluarganya, kita harus selalu ingat bahwa Allah yang kita sembah dan layani adalah Allah yang menyertai kita ke mana saja kita pergi. Kita harus menyerahkan pengharapan kita kepada Dia, bukan pada tempat atau keadaan. Allah tidak memikirkan mengenai tempat kita tinggal melainkan di mana hati kita. Allah sangat memerhatikan di mana kita meletakkan kepercayaan kita, apa yang kita hargai, dan apakah kerinduan hati kita adalah memfokuskan pandangan kita pada Dia. Allah akan senang bila kita sepenuhnya berfokus pada Dia sehingga kita, seperti dituliskan dalam Surat kepada umat Ibrani, dapat meneguhkan harapan dan kepercayaan kita dengan firman ini: “Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” (11:16).
2
Seorang Ibu di Balik Jeruji Asia Bibi Pakistan
Saat sedang beristirahat dari pekerjaannya di ladang di bawah panasnya matahari siang, Asia mengambil minuman yang menyegarkan dari kran air yang sama dengan para wanita Muslim. Inilah awal dari penyiksaan yang dialaminya. “Lihat, sekarang air ini tercemar, kami maling yang tidak setia,” seseorang berkata dengan kasar. “Nabimu dilahirkan tanpa ayah.” “Kristus yang kami sembah mengorbankan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa kita,” jawab Asia. “Apa yang telah nabimu perbuat untuk kita? Kristus itu hidup; nabi kamu mati. Kristus yang kami sembah adalah nabi Allah yang sesungguhnya, bukan nabi yang kamu agungkan.” Demikianlah cekcok mulut itu berlangsung yang akhirnya membuat teman-teman Asia melaporkan “penghinaannya” kepada pemimpin agama di kampung tersebut, dan ia memenjarakan Asia. Di dalam penjara, petugas mengatakan kepada Asia bahwa ia dapat dibebaskan: Yang perlu dilakukannya hanyalah menjadi Islam. Ia menolak. “Kalian boleh membunuhku, tapi aku tidak akan pernah meninggalkan Yesus,” begitulah pernyataannya. Walaupun ada sekelompok orang Kristen yang berusaha membelanya, ia tetap dipersalahkan melanggar sub-bagian C undang-undang Pakistan no. 295 tentang Penghinaan—penghinaan terhadap Nabi
28
I AM N
Muhammad—dan dijatuhi hukuman mati. Kasus Asia menjadi perhatian dunia internasional yang kemudian menyerukan dihapuskannya hukuman mati. Sementara itu, bertahun-tahun setelah otoritas Pakistan menangkap dan memenjarakan Asia, Isha dan Isham—kedua putrinya—menunggu kepulangan ibu mereka. Dua tahun setelah insiden tersebut, anak perempuannya membicarakan tentang ibu mereka yang ditangkap karena membela Yesus. Masih dalam keadaan bingung, mereka menceritakan betapa mereka merindukan ibu mereka. “Mama mencintai kami,” kata Isham. “Mama akan mengajak kami ke bazaar, dan saya akan membantu mama mengerjakan pekerjaan sehari-hari seperti membersihkan rumah atau pekerjaan lainnya yang saya dapat lakukan. Mama akan membantu kami mempersiapkan diri untuk sekolah sebelum ia pergi kerja. Adakalanya saat libur sekolah kami akan ikut ke tempat kerja setelah Papa pergi kerja sebagai tukang batu.” Setelah Asia dimasukkan dalam penjara, suaminya, Ashiq, jarang mengajak kedua putrinya bila ia mengunjungi Asia. Tetapi karena kedua anaknya sangat merindukan ibunya, ia pun mengalah dan membawa mereka beberapa bulan kemudian. “Oh, putri-putriku sudah beranjak dewasa,” kata Asia saat ia melihat kedua putrinya. Kedua gadis itu merindukan pelukan ibunya, namun tidak bisa karena ibunya berada di balik teralis yang memisahkan mereka. Maka Asia mengulurkan jari-jarinya melalui jeruji agar dapat merasakan sentuhan jari-jemari kedua gadis kecil yang pernah ia lahirkan, yang ia doakan dan untuk mereka ia mempunyai impian yang besar. “Kamu harus pergi sekarang,” perintah seorang penjaga kepada Ashiq. Isham menatap si penjaga, kemudian menoleh kepada ibunya. “Mama segera pulang, ya,” katanya. Keberadaan Asia di penjara tidak menghentikan penganiayaan terhadap keluarganya dan para pendukungnya. Orang-orang Muslim melecehkan Ashiq dan anak-anaknya sehingga mereka harus berpindah tempat tinggal sebanyak lima kali dalam kurun waktu tujuh bulan. Seorang imam (seorang guru Islam) di sebuah masjid di bagian barat
SEORANG I B U DI BALI K J E R UJ I
29
laut Pakistan sampai mengeluarkan fatwa terhadap Asia, menawarkan hadiah sebesar 60 juta rupiah kepada siapa yang bersedia membunuh Asia. Jumlah hadiah yang ditawarkan sangatlah besar untuk orangorang yang hidup berkekurangan dengan pendapatan hanya puluhan ribu rupiah sehari. Keluarga Asia mengkhawatirkan bahwa seorang penjaga penjara akan berusaha membunuhnya atau seorang pekerja di dapur akan berusaha memberi racun pada makanannya Dua orang politikus Pakistan—Gubernur Salman Taseer dan Menteri untuk Kaum Minoritas Shahbaz Bhatti—angkat bicara dan secara terbuka memberikan dukungan kepada Asia. Bhatti merekam sebuah video yang berisi pernyataannya bahwa ia tidak akan dipengaruhi oleh orang-orang yang “yang ingin memaksakan filosofi atau pemikiran radikal mereka di Pakistan.… Saya percaya pada Yesus Kristus, yang telah memberikan hidupnya untuk kita. Saya tahu apa makna dari salib.… Dan saya siap untuk mati. Saya hidup untuk komunitas saya dan orangorang yang menderita, dan saya bersedia mati untuk membela hak mereka.” Tidak lama kemudian ia mati. Begitu juga Taseer. Mereka dibunuh. Ayat favorit Bhatti adalah Matius 5:10–11: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.” Bagaimanapun kita berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang berasal dari dunia ini, kesetiaan hidup dari saudara-saudara kita dalam Kristus mengingatkan kita bahwa pengikut Yesus tidak berasal dari dunia ini. Akan tetapi meskipun tujuan akhir kita bukanlah dunia tidaklah berarti kita tidak mempunyai tanggung jawab di dunia ini. Allah tetap menginginkan semua umatnya agar setia selama hidup di dunia—setia berdoa untuk memahami dan menjalankan Firman, menjadi garam dan terang di mana saja kita berada, mengasihi satu dengan yang lainnya. Asia, Ashiq, Isha, Isham, keluarga dari Shahbaz Bhatti—dan saudara-saudara kita yang lain dalam Kristus—mengalami penganiayaan dan dipenjarakan dengan nasib dan penderitaan yang jauh lebih buruk dari yang dialami Kristus. Mereka tetap memuliakan Allah, mengenal dan menunjukkan kepada dunia bahwa harapan kita yang sesungguhnya
30
I AM N
adalah surga, dan kehidupan kekal bersama Yesus. Mereka tahu bahwa Allah adalah setia dan selalu memakai orang-orang-Nya yang taat untuk meneruskan pekerjaan-Nya di bumi ini—termasuk membawa kebaikan walau dalam keadaan yang sangat mengerikan. Bersatu dengan keluarga global pengikut Yesus di seluruh dunia, mereka menghargai doa-doa kita sebagai sumber kekuatan dan mereka rela mengorbankan segalanya untuk Yesus. Semoga mereka mendapatkan kekuatan dari sesama saudara seiman.
Radical Mengikut Yesus Tak Peduli Berapa pun Harganya David Platt SEBERAPA BESARKAH YESUS BERARTI BAGI ANDA? Terlalu mudah bagi Orang Kristen masa kini untuk melupakan apa yang telah Yesus katakan tentang bagaimana para pengikut-Nya harus hidup, tentang gaya hidup seperti apa yang patut mereka jalani. Kata Yesus, para pengikut-Nya akan meninggalkan rasa aman, uang, kenyamanan, bahkan keluarga mereka sendiri demi Dia. Mereka akan meninggalkan segala sesuatu demi injil. Mereka akan memikul salibnya tiap-tiap hari....
Tapi, siapa yang Anda kenal telah menjalani hidup seperti ini? Bagaimana dengan Anda sendiri?
Dalam buku Radical, David Platt menantang Anda untuk dengan hati terbuka merenungkan betapa kita telah memanipulasi Injil supaya cocok dengan gambaran budaya kita sendiri. Ia menunjukkan apa yang sebenarnya dikatakan Yesus tentang menjadi murid-Nya, lalu ia mengajak Anda untuk percaya dan taat pada apa yang telah Anda dengar. Ia pun membagikan kisah dramatis tentang apa yang terjadi ketika sebuah gereja perkotaan yang “sukses� memutuskan untuk serius dengan Injil menurut versi Yesus. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org
Great Commission, Great Compassion (Amanat Agung, Belas Kasih Agung) Mengikut Yesus dan Mengasihi Dunia Paul Borthwick KITA MENGIKUT YESUS KE SELURUH DUNIA. DAN KITA MENGIKUT TELADANNYA UNTUK SEMUA YANG KITA LAKUKAN. Pergi dan Lakukan. Yesus memerintahkannya dan dunia membutuhkannya. Perkataan dan perbuatan harus berdampingan. Satu tanpa yang lainnya tidaklah cukup. Paul Borthwick menunjukkan bagaimana pemberitaan dan demonstrasi Injil harus berdampingan. Allah memberi kita Amanat Agung, panggilan dalam Matius 28 untuk pergi ke mana pun Yesus mengutus kita, membuat murid, dan memberitakan kabar baik ke segala suku bangsa. Dan kita menjadi umat-Nya yang menyalurkan Belas Kasih Agung-Nya, visi Matius 25 adalah untuk memperlakukan orang lain seperti kita memperlakukan Yesus, melayani orang yang membutuhkan, dan hidup dengan adil. Brothwick menawarkan beragam cara praktis agar kita bisa menjalani kehidupan yang didasarkan pada Amanat Agung dan Belas Kasih Agung di setiap bidang kehidupan kita. Semua langkah kecil bisa menghasilkan perbedaan dalam misi Allah. Maukah Anda menjawab panggilan ini? Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org
Jika Anda Ingin Berjalan Di Atas Air, Keluarlah Dari Perahu John Ortberg Tinggal Satu Langkah Lagi Menuju Petualangan Terhebat Sepanjang Hidup Di lubuk hati yang terdalam, Anda memiliki iman dan kerinduan untuk mengikuti jejak Petrus: melintasi Laut Galilea yang diterpa badai, berjalan menuju Yesus. Bagaimana Tuhan memanggil Anda, sebagaimana Dia memanggil Petrus, "Datanglah"? John Ortberg mengundang Anda untuk merenungkan potensi dahsyat yang menantikan Anda di luar zona nyaman Anda. Yesus tengah menunggu untuk menjumpai Anda dengan cara-cara yang bakal mengubah Anda untuk selama-lamanya, memperdalam karakter, dan kepercayaan Anda kepada Allah. Pengalaman ini menggentarkan. Sekaligus membangkitkan gairah yang tak terlukiskan. Pengalaman yang hanya mungkin Anda alami bersama dengan Tuhan. Pilihan ada di tangan Anda. Apakah Anda ingin mengenal Dia seperti orangorang lain yang telah berjalan di atas air? Dalam prosesnya, Anda menyelaraskan diri dengan tujuan Allah bagi hidup Anda. Hanya ada satu syarat: Jika Anda Ingin Berjalan di Atas Air, Keluarlah dari Perahu. Info lengkapnya kunjungi: www.literaturperkantas.com Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org