“Buku yang sangat bagus! Profesor Lennox jelas tahu apa yang ia bicarakan; ia juga memiliki kemampuan yang mengagumkan dalam membuat hal-hal yang rumit menjadi sederhana. Ini adalah buku terbaik yang bisa diperoleh dari ranah agama dan sains.” —Alvin Plantinga, Profesor Emeritus Filsafat John A. O’Brien, University of Notre Dame
“Bacaan yang sangat menyenangkan: mendalam, perseptif, akrab, sekaligus berani ketika diperlukan. Dr. Lennox telah masuk tepat pada inti persoalan tentang Kitab Kejadian, usia bumi, serta hubungan antara kedua hal tersebut dengan evolusi yang tanpa tujuan. Buku ini ditulis dengan baik karena menyajikan juga akses ke pembelajaran yang saksama, Dr. Lennox telah menolong kita untuk memikirkan dengan jernih pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya tidak sabar untuk berbagi buku ini dengan banyak orang. Terima kasih Dr. Lennox!” —C. John Collins, Profesor Perjanjian Lama, Covenant Theological Seminary
“Buku yang luar biasa dari John Lennox ini adalah buku yang telah saya nanti-nantikan untuk direkomendasikan! Pendekatannya terhadap Kejadian 1 dan 2 dalam hubungannya dengan sains modern dan budaya Timur Dekat kuno sangat mudah dimengerti, luas, berimbang, dan mendamaikan. Lennox telah menulis sebuah karya yang bijak dan kaya akan informasi, sehingga buku ini layak dibaca oleh banyak orang .” —Paul Copan, Profesor dan Pledger Family Chair bidang Filsafat dan Etika, Palm Beach Atlantic University, West Palm Beach, Florida
“Dr. Lennox adalah pemandu yang tepat untuk menjelajah Alkitab maupun sains. Dengan mengagumkan, ia mampu menjelaskan bahwa keduanya mengungkapkan Pencipta dan Perancang yang sama. Dalam studi yang cermat dan terdokumentasi dengan baik ini, ia memeriksa semua hal yang terkait dengan makna kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Setiap pembaca yang cermat akan menjadi jauh lebih berpengetahuan, bijaksana, dan mampu mem-
pertahankan kebenaran Alkitab di tengah-tengah dunia yang skeptis.” —Doug Groothuis, Profesor Filsafat, Denver Seminary dan pengarang buku Christian Apologetics
“Seven Days that Divide the World pasti akan menjadi buku yang kontroversial tetapi tetap layak dibaca dengan cermat oleh mereka yang tertarik pada diskusi iman-ilmu yang terus berkembang.” —Dr. Henry F. Schaefer III, Profesor Ilmu Kimia Graham Perdue, Direktur dari Center for Computational Quantum Chemistry, University of Georgia
“Dengan caranya sendiri yang sulit ditiru, John Lennox berhasil membahas kontroversi yang panas ini dengan penuh kasih, humor, dan kerendahan hati. Dia mampu membedah argumen akademis yang ketat dan menyajikannya, dari sisi ilmiah maupun alkitabiahnya, dalam untaian kata yang menarik dan mudah dibaca. Saya telah belajar banyak dari rekan saya ini, Profesor Lennox, bagaimana menghadapi kritikus yang paling sulit dengan kasih dan keterusterangan. Saya yakin bahwa para pembaca akan mendapati bahwa karyanya ini sangat memuaskan. Dengan penuh antusias saya merekomendasikan buku ini.” —Ravi Zacharias, penulis buku dan pembicara
L iteratur P erkantas J awa T imur
Se ve n D a y s T h at Di vi d e T h e Wo r l d (Tujuh Hari yang Membagi Dunia) Permulaan Dunia Menurut Kitab Kejadian dan Sains oleh John C. Lennox
Copyright Š 2011 by John C. Lennox Originally published in the U.S.A. under the title: Seven Days That Divide The World Published by permission of Zondervan, Grand Rapids, Michigan, USA. All rights reserved Alih Bahasa: Paksi Ekanto Putro Editor:Tim Literatur Perkantas Jawa Timur Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul: Meliana S. Dewi Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-18547-0-9 Cetakan Pertama: Agustus 2013 Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.
Untuk Larry Taunton, pencetus ide awal buku ini
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
9
Bab Satu BENARKAH BUMI BERGERAK? PELAJARAN DARI SEJARAH
15
Bab Dua BENARKAH BUMI BERGERAK? PELAJARAN TENTANG KITAB SUCI
21
Bab Tiga BENARKAH BUMI TUA USIANYA? HARI-HARI PENCIPTAAN
41
Bab Empat MANUSIA: CIPTAAN ISTIMEWA?
73
Bab Lima PESAN DARI KEJADIAN 1
99
LAMPIRAN Lampiran A LATAR BELAKANG SINGKAT KITAB KEJADIAN 131 Lampiran B PANDANGAN BAIT KOSMIS
143
Lampiran C PERMULAANNYA MENURUT KITAB KEJADIAN DAN SAINS
165
Lampiran D DUA KISAH PENCIPTAAN?
171
Lampiran E EVOLUSI TEISTIK DAN ARGUMEN “GOD OF THE GAPS”
176
UCAPAN TERIMA KASIH
208
Pendahuluan Permulaan dari Permulaan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.� (Kej. 1:1) Kalimat yang agung tersebut adalah pendahuluan dari buku yang paling sering diterjemahkan, paling banyak dicetak, dan paling kerap dibaca dalam sejarah. Saya ingat bagaimana pengaruh dari kata-kata ini terhadap saya ketika menjadi mahasiswa di Universitas Cambridge, saya mendengar awak Apollo 8, yang saat itu mengorbit Bulan pada malam Natal tahun 1968, membacakannya pada dunia yang sedang menonton siaran langsung di televisi. Konteksnya adalah prestasi besar pada bidang sains dan teknologi yang memukau imajinasi jutaan orang yang menyaksikannya. Untuk merayakan keberhasilan itu, para astronot memilih untuk membaca teks yang tidak memerlukan penjelasan apa pun, meski ditulis ribuan tahun yang lalu. Kejelasan pernyataan Alkitab tentang fakta penciptaan tidak dibatasi oleh waktu dan sekaligus sungguh sangat tepat. Namun, berbeda dengan kejelasan tentang fakta penciptaan, ketika membaca bagian proses narasi penciptaan—waktu dan sarana penciptaan, khususnya penafsiran atas urutan hari-hari penciptaan yang begitu terkenal di pembukaan buku ini, selama berabad-abad banyak orang mendapati bahwa Kitab Kejadian tidak mudah untuk dimengerti. Bahkan, kontroversi tentang hal ini terus menjadi topik yang relevan untuk dibahas, dengan adanya perdebatan tentang pengajaran kreasionisme dan evolusi pada sekolah-sekolah di Amerika Serikat, pertanyaan sekolah-sekolah yang berafiliasi pada agama tertentu di Inggris,1 dan mungkin yang terpenting adalah adanya persepsi umum bahwa kekristenan adalah agama yang tidak ilmiah (bahkan, anti-ilmiah) karena
SEVEN DAYS THAT DIVIDE THE WORLD
adanya narasi penciptaan di Kitab Kejadian—sebuah persepsi yang sangat dipromosikan oleh kaum Ateis Baru. Saya pernah bertemu dengan seorang profesor yang brilian di bidang sastra dari sebuah universitas terkemuka di sebuah negara di mana Alkitab tidak mudah untuk dibahas secara terbuka. Dia tertarik ketika mengetahui bahwa saya adalah seorang ilmuwan yang percaya Alkitab. Dia berkata bahwa dia ingin mengajukan pertanyaan yang selalu ingin dia tanyakan tetapi tidak pernah berani dia ajukan. Dia juga berkata, dengan gaya budaya Timur yang sensitif, bahwa dia segan menanyakannya kepada saya, kuatir pertanyaan itu akan menyinggung saya: “Kami diajarkan di sekolah bahwa Alkitab dimulai dengan sebuah cerita yang sangat konyol dan tidak ilmiah tentang bagaimana dunia diciptakan dalam tujuh hari. Sebagai seorang ilmuwan, apa pendapat Anda tentang hal itu?� Buku ini ditulis untuk orang-orang seperti dia, orang-orang yang menunda niatnya untuk mempertimbangkan iman Kristen, karena alasan semacam itu. Buku ini juga ditulis untuk orang-orang Kristen yang terusik bukan hanya karena kontroversi yang terjadi, tetapi juga karena kenyataan bahwa pihak-pihak yang mempelajari Alkitab dengan serius pun tidak memiliki kesepakatan dalam menafsirkan narasi penciptaan. Beberapa pihak berpendapat bahwa satu-satunya penafsiran yang dapat dipercaya tentang Kitab Suci adalah pandangan bumi-muda. Ini adalah pandangan harfiah tentang hari-hari penciptaan dalam kitab Kejadian yang dipopulerkan oleh Uskup Agung Ussher (1581-1656) dari Armagh, Irlandia Utara—di mana saya menghabiskan delapan belas tahun pertama hidup saya. Ussher menetapkan tahun 4004 SM sebagai permulaan bumi. Perhitungannya berdasarkan pada hari-hari penciptaan dalam Kejadian 1 sebagai hari-hari dengan durasi dua puluh 10
PENDAHULUAN
empat jam sehari selama satu minggu bumi, perhitungan ini berbeda enam ‘nol’ dengan perkiraan ilmiah tentang usia bumi saat ini, yaitu sekitar empat miliar tahun. Pihak lain berpendapat bahwa teks Kitab Kejadian dapat dipahami secara harmonis seiring dengan sains kontemporer. Golongan kreasionis bumi-tua ini masih terbagi lagi menjadi dua kelompok, yang satu menerima keabsahan teori evolusi Darwin sedangkan kelompok lain tidak. Akhirnya, ada juga pihak lain yang berpendapat bahwa Kitab Kejadian ditulis untuk mengomunikasikan kebenaran teologis yang kekal dan upaya untuk mengharmonisasikannya dengan sains adalah salah kaprah. Topik ini jelas berpotensi menjadi ladang ranjau. Namun, saya tidak berpendapat bahwa situasi ini tanpa harapan. Sebagai permulaan, ada banyak orang Kristen yang seperti saya meyakini inspirasi dan otoritas Alkitab serta menghabiskan hidupnya dengan terlibat aktif dalam ranah sains. Kami berpendapat, karena Allah adalah penulis Alkitab sekaligus pencipta alam semesta, pada akhirnya pasti ada harmoni antara penafsiran yang tepat atas data alkitabiah dan data ilmiah. Justru, keyakinan adanya kecerdasan kreatif di balik alam semesta dan hukum alam menjadi stimulus utama dan momentum bagi sains modern dalam upaya memahami alam serta hukum-hukumnya pada abad keenam belas dan ketujuh belas. Lebih lanjut, sains—sebaliknya dari membuat Allah yang terkesan tidak berperan dan tidak relevan, seperti yang sering ditegaskan oleh kaum ateis—sebenarnya semakin menegaskan keberadaan-Nya. Ini adalah tema dari buku saya yang berjudul God’s Undertaker: Has Science Buried God?2
PENYUSUNAN BUKU INI Buku ini memiliki lima bab dan lima lampiran. Sebagai pendahuluan tentang kontroversi yang terjadi dan bagaimana kita 11
SEVEN DAYS THAT DIVIDE THE WORLD
menanganinya, bab pertama membahas teori ilmiah yang menyatakan bahwa bumi bergerak dalam alam semesta berlawanan dengan penafsiran Alkitab yang berlaku umum pada saat itu, di abad keenam belas. Bab dua berlanjut ke beberapa prinsip penafsiran Alkitab dan aplikasinya atas kontroversi itu. Bab tiga adalah inti dari buku ini, di mana kita menelaah penafsiran atas hari-hari penciptaan dalam Kitab Kejadian. Bab empat membahas catatan Alkitab tentang asal-mula manusia, manusia pada zaman purbakala, dan pertanyaan-pertanyaan teologis menyangkut kematian. Akhirnya, pada bab lima kita menyeimbangkan diskusi tentang minggu penciptaan dengan menempatkannya dalam konteks Perjanjian Baru untuk mempelajari aspek-aspek narasi penciptaan Kejadian 1 yang ditekankan di sana dan mengapa aspek-aspek tersebut relevan bagi kita saat ini. Bagian lampiran berhubungan dengan beberapa persoalan yang meskipun penting tetapi ditempatkan di akhir buku, sehingga pembaca dapat berfokus pada materi Alkitab yang utama tanpa banyak terganggu. Lampiran A melihat latar belakang Kitab Kejadian, dari segi budaya dan literatur. Lampiran B dikhususkan untuk membahas pandangan yang disebut sebagai ‘bait kosmis’ dari Kejadian 1. Lampiran C menggambarkan konvergensi antara Kitab Kejadian dengan sains tentang fakta bahwa ruang-waktu memiliki suatu permulaan. Lampiran D membahas pertanyaan apakah ada pertentangan antara Kejadian 1 dengan Kejadian 2. Akhirnya, Lampiran E menelaah tentang evolusi teistik, dengan perhatian khusus pada pendapat yang acapkali disebut sebagai argumen God-of-the-gaps. Saya ingin menekankan bahwa buku kecil ini tidak menganggap bahwa sudah menyajikan pembahasan yang mendalam dan lengkap tentang topik ini. Buku ini ditulis untuk menanggapi banyak permintaan selama bertahun-tahun. Supaya buku ini singkat, saya 12
PENDAHULUAN
harus memprioritaskan pada persoalan yang paling sering ditanyakan kepada saya. Banyak pertanyaan menarik lainnya yang terpaksa tidak dibahas.
CATATAN-CATATAN 1.Yang dimaksud adalah sekolah-sekolah Yahudi, Kristen, Muslim, dan yayasan religius lainnya. 2.John C. Lennox, God’s Undertaker: Has Science Buried God? (Oxford: Lion Hudson, 2009).
13
BAB SATU
BENARKAH BUMI BERGERAK? PELAJARAN DARI SEJARAH
topik yang sangat kontroversial. Perbedaan pendapat tentang topik ini seringkali berlangsung dengan sangat sengit. Namun, meskipun saya orang Irlandia, saya tidak akan menyarankan bahwa cara terbaik untuk menyelesaikannya adalah dengan berkelahi! Bahkan, untuk memperoleh perspektif tentang bagaimana kita menangani kontroversi ini, saya ingin kembali pada kontroversi besar lain yang muncul pada abad keenam belas. Seandainya saya menulis sebuah buku pada waktu itu, mungkin saya juga akan melontarkan pertanyaan tentang hal berikut ini, bagaimana pendapat kita tentang usulan astronom Nicholas Copernicus bahwa bumi bergerak, padahal Alkitab tampaknya mengajarkan bahwa bumi tidak bergerak di alam semesta? Hal ini tidak terlihat sebagai masalah besar saat ini, tetapi pada masa itu adalah topik yang sangat panas. Alasannya? Pada abad keempat SM, filsuf Yunani yang terkenal, Aristoteles, mengajarkan bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan bahwa matahari, bintang-bintang, serta planet-planet berputar
BUKU INI MEMBAHAS
SEVEN DAYS THAT DIVIDE THE WORLD
mengelilinginya.1 Pandangan bumi-tidak-bergerak ini dipegang selama berabad-abad, meskipun pada awal 250 SM Aristarkhus dari Samos mengajukan gagasan tentang sistem heliosentris.2 Lagipula, pandangan bumi-tidak-bergerak ini sangat masuk akal bagi orang-orang awam: matahari terlihat bergerak mengelilingi bumi. Dan, jika bumi bergerak, mengapa kita tidak terlempar ke ruang angkasa? Mengapa batu yang dilemparkan ke atas, langsung jatuh lurus ke bawah jika bumi berputar dengan cepat? Mengapa kita tidak merasakan angin kencang yang bertiup di wajah kita dari arah yang berlawanan? Tentunya, gagasan bahwa bumi bergerak tidak masuk akal, bukan? Karya Aristoteles tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kemudian, pada Abad Pertengahan, dengan bantuan kecerdasan yang melimpah dari Thomas Aquinas (1225-1274), karya itu memengaruhi Gereja Katolik Roma. Kita patut mencatat bahwa Aristoteles percaya bukan saja bahwa alam semesta usianya tua, tetapi bahwa alam semesta juga selalu ada. Aquinas tidak mengalami kesulitan dalam menyelaraskan gagasan alam semesta yang kekal dengan keberadaan Allah sebagai Pencipta secara filosofis. Tetapi, ia mengakui bahwa ada kesulitan dalam menyelaraskan gagasan itu dengan Alkitab, karena Alkitab dengan jelas berkata bahwa ada sebuah permulaan. Namun, gagasan bumi yang tidak bergerak adalah perkara berbeda: hal ini sepertinya sesuai dengan apa yang Alkitab katakan. Misalnya: Gemetarlah di hadapan-Nya hai segenap bumi; sungguh tegak dunia, tidak bergoyang. (1 Taw. 16:30) Sungguh, telah tegak dunia, tidak bergoyang. (Mzm. 93:1) Yang telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya. (Mzm. 104:5) 16
BENARKAH BUMI BERGERAK? PELAJARAN DARI SEJARAH
Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh daratan. (1 Sam. 2:8)
Lebih lanjut, Alkitab sepertinya tidak hanya mengajarkan bahwa bumi tidak bergerak. Alkitab tampaknya juga menyatakan dengan jelas bahwa mataharilah yang bergerak: Ia memasang kemah di langit untuk matahari, yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya. Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya. (Mzm. 19:4-6) Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali. (Pkh. 1:5)
Jadi, tidaklah mengherankan bahwa ketika Copernicus menerbitkan karya terkenalnya On the Revolutions of the Celestial Orbs pada tahun 1543, di mana ia mengajukan pandangan bahwa bumi dan planet-planet mengorbit pada matahari, teori ilmiah baru yang mencengangkan ini sama-sama dipertanyakan baik oleh kaum Protestan maupun Katolik. Bahkan, ada dugaan bahwa sebelum Copernicus menerbitkan bukunya, Martin Luther telah menolak sudut pandang heliosentris dengan keras di dalam bukunya, Table Talk (1539): Ada berita tentang seorang ahli astrologi baru yang ingin membuktikan bahwa bumi bergerak dan berputar berkeliling, bukannya langit, matahari, dan bulan yang bergerak. Sama halnya seperti seseorang yang sedang berkendaraan dengan kereta atau kapal yang menganggap bahwa dirinya duduk diam, sedangkan bumi dan pohon-pohonlah yang sebenarnya berjalan dan bergerak. Tetapi, demikianlah keadaan yang terjadi hari-hari ini: jika seseorang ingin menjadi cendekia, dia harus... menemukan sesuatu yang istimewa 17
SEVEN DAYS THAT DIVIDE THE WORLD
dan dengan cara yang terbaik! Si pandir ingin menjungkirbalikkan seluruh tatanan astronomi. Namun, sebagaimana yang Kitab Suci katakan kepada kita, demikian pula Yosua yang memerintahkan matahari untuk diam, bukan bumi.3
Banyak komentar Luther dalam bukunya, Table Talk, adalah pernyataan-pernyataan yang tidak serius, bahkan terjadi perdebatan mengenai keaslian dari kutipan tersebut. Sejarahwan John Hedley Brooke menulis, “Ada keraguan tentang apakah Luther benar-benar menganggap Copernicus sebagai orang bodoh tetapi dalam sebuah pernyataan spontannya (off-the-cuff) Luther teringat bahwa Yosua pernah memerintahkan matahari, bukan bumi, untuk berhenti.”4 Sebaliknya, John Calvin jelas mempercayai bahwa bumi tidak bergerak: “Bagaimanakah caranya bumi dapat menjaga dirinya tidak bergerak, sedangkan seluruh langit di atasnya tetap bergerak dengan cepat, jikalau bukan Allah Pencipta yang menegakkan dan meneguhkannya?”5 Beberapa tahun kemudian setelah Copernicus, pada tahun 1632, Galileo menantang pandangan Aristotelian dalam bukunya yang terkenal, Dialogue Concerning the Two Chief World Systems. Peristiwa ini terus bergulir sepanjang sejarah sebagai contoh ikonik mengenai pertentangan antara agama dengan sains. Namun, jauh dari bersikap seperti seorang ateis, Galileo justru digerakkan oleh keyakinannya yang mendalam bahwa Sang Pencipta, yang telah “menganugerahi kita dengan indera, akal budi, dan kecerdasan,” menghendaki kita untuk tidak “melepaskan kegunaan mereka dan dengan cara lain akan memberikan kita pengetahuan yang dapat dicapai melalui semua kelengkapan itu.”6 Galileo percaya bahwa hukum-hukum alam ditulis oleh tangan Allah di dalam “bahasa matematis”7. Galileo juga percaya bahwa “pikiran manusia adalah karya Allah dan 18
BENARKAH BUMI BERGERAK? PELAJARAN DARI SEJARAH
merupakan salah satu yang terbaik.”8 Galileo mendapat kritik atas teorinya yang menyatakan bahwa bumi bergerak, pertama-tama dari kalangan filsuf Aristotelian dan kemudian dari Gereja Katolik Roma. Persoalan yang dipertaruhkan sangat jelas: konsep ilmiah Galileo menjadi ancaman bagi seluruh pandangan Aristotelian yang memengaruhi dunia akademis dan gereja. Konflik yang terjadi lebih menunjukkan pertentangan antara dua pandangan “ilmiah” tentang dunia daripada antara sains dengan agama. Pada akhirnya, Galileo dipaksa untuk “mencabut” pernyataan ilmiahnya di bawah tekanan. Meski demikian, tetap saja (menurut cerita) dia tidak bisa berhenti menggumam kepada para jaksa penuntutnya, “Tetapi, bumi memang bergerak.” Tentu saja, tidak ada alasan bagi Gereja Katolik Roma menggunakan Pengadilan Agama untuk membungkam Galileo dan tidak ada alasan pula untuk penundaan rehabilitasi namanya, yang membutuhkan beberapa abad. Namun sekali lagi, bertentangan dengan yang diyakini banyak orang selama ini, Galileo tidak pernah mengalami penyiksaan dan hukuman tahanan rumahnya sebagian besar dihabiskan di rumah-rumah mewah pribadi milik teman-temannya. Lebih lanjut, sebagian dari masalah yang dialami sang ilmuwan adalah akibat dari dia kurang bijaksana. Banyak pakar sejarah sains menyimpulkan bahwa kasus Galileo tidak memberi konfirmasi apa pun tentang adanya pertentangan dalam hubungan antara sains dengan agama.9 Perlu waktu bertahun-tahun untuk memapankan pandangan heliosentris, yang saat ini saya kira telah diterima dengan baik oleh para pembaca. Bukan saja gagasan bahwa bumi berotasi pada porosnya tetapi juga bahwa bumi bergerak pada orbit elips mengelilingi matahari dengan kecepatan rata-rata 30 km/ 19
SEVEN DAYS THAT DIVIDE THE WORLD
detik (sekitar 108.000 km/jam), dan butuh waktu satu tahun untuk menyelesaikan satu lintasan. Tetapi, kini kita perlu menghadapi satu pertanyaan penting: mengapa orang-orang Kristen menerima penafsiran “baru” ini dan tidak bersikeras untuk tetap mempertahankan pemahaman “harfiah” tentang “alas bumi”? Mengapa kita tidak tetap terpecah ke dalam dua kubu, yaitu pihak yang beranggapan bahwa bumi-tidak-bergerak dan pihak lain yang berpendapat bahwa bumi-bergerak? Apakah kita semua telah berkompromi dan membuat Alkitab tunduk pada sains?
CATATAN-CATATAN 1.Seringkali disebut sebagai sistem Ptolemeus. 2.Heliosentris artinya “dengan matahari berada di pusat”, berasal dari kata Yunani helios, yaitu “matahari”. 3.Martin Luther, Table Talk, dikutip dalam Nicolaus Copernicus, On the Revolutions of the Heavenly Spheres, dicetak ulang dalam Great Books of the Western World (Chicago: Encyclopaedia Britannica, 1939), 499-838. 4.John Hedley Brooke, Science and Religion (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), 96. 5.John Calvin, Commentary on the Book of Psalms (Grand Rapids: Eerdmans, 1949), 4:6-7. 6.Surat kepada Grand Duchess Christina, 1615. 7.Stillman Drake, Discoveries and Opinions of Galileo (New York: Doubleday, 1957), 237. 8.Galileo Galilei, Dialogue Concerning the Two Chief World Systems, diterjemahkan oleh Stillman Drake (Berkeley: University of California Press, 1953), 104. 9.Lihat John C. Lennox, God’s Undertaker: Has Science Buried God? (Oxford: Lion Hudson, 2009), 23-26.
20